Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo Bagian 17
"Apakah ji-wi (anda berdua) itu saudara Tan Hok Seng dan nona Siangkoan Bi Lian?" tanya kepala jaga.
"Benar," kata Tang Gun.
"Ah, selamat datang di Ho-han-pang. Pang-cu memang sudah memesan kepada kami bahwa ji-wi akan datang berkunjung. Mari, silakan masuk dan saya antarkan ji-wi ke ruang tamu."
Mereka berdua mengikuti pemuda tinggi besar itu dan diam-diam Bi Lian siap siaga. Bagaimanapun juga, kalau benar ketua Ho-han-pang ini adalah Han Lojin alias Ang-hong-cu, ia tetap curiga dan harus berhati-hati. Ia tidak mungkin dapat percaya begitu iaja terhadap seorang seperti Ang-hong-cu!
Mereka dibawa masuk ke sebuah ruangan yang luas. Ruangan tamu ini besar dan hanya terisi belasan buah bangku yang dikelilingi sebuah meja bundar yang besar. Selebihnya kosong sehingga leluasa berlatih silat, bahkan untuk bertanding sekalipun. Dengan hati-hati Bi Lian memasuki ruangan itu dan kepala jaga mempersilakan mereka duduk dan menunggu.
"Harap ji-wi menunggu sebentar. Pangcu tentu akan datang menyambut ji-wi di sini karena kedatangan ji-wi sudah dilaporkan." Kepala penjaga itu lalu pergi meninggalkan ruangan itu.
Bi Lian mempelajari ruangan itu dengan pandang matanya. Selain pintu besar di depan, terdapat pula dua buah pintu di belakang dan di kiri yang entah menembus ke mana. Jadi, kalau pihak tuan rumah menghendaki, ia sudah terkepung di ruangan itu. Namun ia bersikap tenang dan sama sekali tidak merasa gentar. Juga ia melihat betapa suhengnya berusaha untuk bersikap tenang, namun dari pandahg mata suhengrlya ia tahu bahwa suhenghya itu merasa gelisah dan matanya tak tenang memandang ke sana-sini.
Daun pintu di sebelah dalam terbuka dan muncullah seorang laki-laki berusia lebih dari setengah abad, namun masih nampak ganteng dan gagah, dengan pakaian yang rapi, kumis jenggot terpelihara baik dan penampilan yang memikat. Dia tersenyum dan pandang matanya bersinar tajam. Begitu melihat pria ini, Bi Lian langsung bangkit berdiri dan menatap tajam. Ia tidak salah lihat. Itulah Han Lojin yang dahulu pernah dilihatnya. Itulah Ang-hong-cu, Si Kumbang Merah!
"Kau?" Ang-hong-cu?".!!" Bi Lian berkata dan sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat. Diam-diam Han Lojin bergidik. Gadis ini berbahaya sekali, mirip Cia Kui Hong. Kalau menjadi lawan, akan mengancam keselamatannya. Akan tetapi dia tersenyum dan membungkuk dengan sikap hormat.
"Aih, kiranya sumoi dari Tan Hok Seng adalah nona Siangkoan Bi Lian yang gagah perkasa! Pernah kita saling bertemu dan bekerja sama membantu pemerintah ketika membasmi gerombolan pemberontak yang dipimpin Lam-hai Giam-lo! Selamat datang di Ho-han-pang, nona! Kami akan merasa terhormat dan gembira sekali kalau kita dapat bekerja sama lagi dalam membantu pemerintah di segala bidang."
Akan tetapi, dengan senyum sindir Bi Lian menggerakkan tangan kanannya dan nampak sinar berkelebat dan tahu-tahu tangan kanan itu telah memegang sebatang pedang yang bercahaya. Itulah Kwan-im-kiam, pedang pusaka ampuh pemberian orang tuanya. Dengan pedang melintang depan dada, Bi Lian menudingkan telunjuknya ke arah muka Han Lojin dan suaranya terdengar lantang.
"Ang-hong-cu, tidak perlu banyak cakap lagi dan keluarkan senjatamu! Aku harus membunuhmu demi membalaskan kekejian yang kaulakukan terhadap Pek Eng, Cia Ling dan banyak wanita lain, juga demi menjaga keselamatan wanita-wanita lain. Keluarkan senjatamu dan mari kita mengadu nyawa!"
"Aih, nona Siangkoan! Kami mengundang kalian berdua ke sini untuk membantu kalian menemukan orang yang kalian cari, bukan untuk bermusuhan?""!" kata Han Lojin sambil memandang kepada Tang Gun. Pemuda itu menjadi bingung melihat sikap sumoinya dan diapun cepat melangkah ke depan sumoinya.
"Eh, sumoi, kenapa begini" Bengcu ini adalah penyelamatku, juga dia akan menunjukkan dimana adanya orang yang kucari-cari"."
"Suheng, dia inilah Ang-hong-cu, orang yang amat jahat dan kejam. Aku harus membunuhnya, demi keselamatan dan keamanan para wanita lemah yang tidak berdosa!" Gadis itu dengan sikap yang galak sudah melangkah maju hendak menyerang Han Lojin. Melihat ini, Tang Gun cepat meloncat ke depan gadis itu, menghalanginya.
"Sumoi, kuminta, jangan engkau menyerangnya dulu. Biarkan dia menunjukkan dulu di mana aku dapat bertemu dengan musuhku, setelah itu baru, engkau boleh berurusan dengan dia. Kalau engkau menyerangnya, tentu dia tidak mau membantuku menunjukkan tempat di mana Tang Bun An bersembunyi!"
Bi Lian mengerutkan alisnya, matanya mencorong menatap wajah Han Lojin yang masih tersenyum-senyum dengan tenangnya. Ia tahu bahwa kalau ia berkeras menyerang Han Lojin, tentu saja Ang-hong-cu itu tidak akan sempat memberi tahu lagi di mana adanya musuh besar Tang Gun. Maka, ia menahan diri dan mengangguk.
"Baiklah, akan tetapi aku tidak akan melepaskan dia, aku harus mengikuti ke mana dia membawamu pergi!"
"Ha-ha-ha, nona Siangkoan Bi Lian yang gagah dan cantik jelita. Jangan khawatir, nona. Aku tidak akan melarikan diri dan setiap saat aku siap untuk melayanimu. Sekarang, karena sudah ber-janji dengan bekas perwira ini, aku akan melayaninya lebih dulu, untuk menunjukkan tempat di mana dia dapat menemukan sahabat lamanya, ha-ha!"
"Tak perlu banyak cakap lagi. Tunjukkan tempat orang itu kepada suheng, kemudian kita bertanding sampai engkau mampus di ujung pedangku untuk pergi menghadapi hukumanmu di neraka!" bentak Bi Lian.
"Beng-cu, marilah! Kautunjukkanlah dimana adanya Tang Bun An!"
"Mari kalian ikuti aku!" kata Han Lojin sambil tersenyum dan diapun tidak menoleh lagi, melangkah memasuki pintu belakang. Bi Lian yang khawatir kalau Ang-hong-cu yang dibencinya itu melarikan diri, juga untuk melindungi suhengnya agar jangan terjebak oleh jai-hwa-cat yang kini menjadi ketua Ho-han-pang itu, mendahului Tang Gun dan melangkah dengan cepat di belakang Han Lojin. Tang Gun berjalan di belakangnya sehingga ia tidak tahu betapa pemuda itu nampak tegang sekali. Memang hati Tang Gun gelisah memikirkan sumoinya ini! Dia telah jatuh cinta kepada sumoinya yang cantik manis dan gagah perkasa ini dan setelah kini jelas bahwa sumoinya tidak saja enggan membantu Han Lojin bahkan memaksanya untuk mengadu nyawa, dia merasa khawatir karena dia tahu bahwa ayahnya itu, Han Lojin, kini hendak menggunakan siasat untuk menjebak Bi Lian. Dan dia tahu pula bagaimana perangkap itu dipasang dan apa yang harus dilakukannya. Dia sayang kepada Bi Lian, akan tetapi juga taat kepada ayahnya. Akan tetapi karena dia sudah mendapat ketegasan dari ayahnya bahwa sumoinya hanya akan ditawan dan tidak akan diganggu atau dibunuh, kemudian bahkan akan dipergunakan siasat agar sumoinya suka menyerahkan diri kepadanya dan dengan suka rela menjadi isterinya, hatinyapun lega dan dia hanya mentaati saja perintah ayahnya yang kini menjadi atasannya. Dia tahu pula bahwa kini para pembantu ayahnya tentu sudah berjaga-jaga dan mengepung tempat itu sehingga betapapun lihainya semuanya, ia tidak akan mampu lolos dari tempat ini.
Biarpun hatinya penuh dengan kecurigaan, namun Bi Lian tidak merasa gentar ketika tuan rumah memasuki sebuah lorong yang menuju ke bawah, menuju ke ruangan bawah tanah! Ia hanya menoleh ke arah suhengnya sebentar.
"Hati-hati, suheng." bisiknya dan Tang Gun mengangguk. Engkaulah yang harus berhati-hati, sumoi, katanya di dalam hati.
Lorong bawah tanah itu membawa mereka di depan sebuah kamar berpintu besar. "Nah, di dalam kamar ini kalian dapat menemukan orang yang kalian cari. Bukalah pintunya dan masuklah." Kata Han Lojin.
Tang Gun melewati sumoinya, hendak membuka pintu itu, akan tetapi Bi Lian sudah menangkap lengannya. "Suheng, jangan! Waspada terhadap perangkap orang jahat!"
Karena lengannya dipegang, Tang Gun tidak jadi membuka daun pintu dan menoleh kepada Han Lojin yang tertawa.
"Ha-ha-ha, nona Siangkoan Bi Lian yang gagah perkasa itu ternyata penakut. Nona, apakah engkau tidak berani membuka pintu itu" Apakah harus aku yang membukakannya untuk kalian?"
Bi Lian tersenyum mengejek. "Ang-hong-cu, aku sama sekali tidak takut kepadamu, hanya tidak-percaya dan curiga kepadamu. Bukan takut melainkan hati-hati terhadap kecuranganmu! Bukalah pintunya dan biarkan kami melihat dulu siapa yang berada di dalam kamar ini."
Han Lojin tertawa, diam-diam kagum kepada gadis perkasa itu. Seorang gadis yang gagah berani dan cerdik, seperti juga Cia Kui Hong maka akan menguntungkan sekali kalau gadis ini mau menjadi pembantunya. Dia sudah mengatur siasat sebelumnya dan merasa girang bahwa hal ini dia lakukan karena kalau tidak, akan berbahaya menghadapi amukan gadis seperti ini. Sebelum dia membawa Bi Lian ke depan kamar tahanan bawah tanah dia telah membuat dua orang tawanan di kamar itu, Mayang dan Cia Kui Hong, roboh pingsan oleh asap pembius.
"Ha-ha-ha, Siangkoan Bi Lian, akan kubuka pintunya. Kaulihatlah baik-baik siapa yang berada di dalam kamar ini!" katanya sambil maju menghampiri pintu kamar. Bi Lian menggerakkan tangan dan mencabut lagi pedang pusaka Kwan-im-kiam yang tadi telah ia simpan di sarung pedangnya.
Daun pintu terbuka dan Bi Lian melangkah ke ambang pintu, memandang ke dalam, Tang Gun berada pula di belakangnya dekat sekali dan ikut menjenguk ke dalam.
Kamar itu cukup luas akan tetapi tidak ada meja atau kursi di situ. Hanya ada kasur tebal di atas lantai dan sebuah kamar kecil di sudut. Dan di atas kasur itu nampak dua orang wanita rebah terlentang seperti dalam keadaan tidur. Bi Lian memandang penuh perhatian, demikian pula Tang Gun yang sama sekali tidak mengenal dua orang gadis itu. Dua orang gadis yang keduanya cantik jelita. Dia hanya tahu bahwa ayahnya akan menggunakan tipu muslihat dan perangkap untuk menangkap dan menundukkan sumoinya, akan tetapi dia tidak tahu dengan cara bagaimana.
Tiba-tiba Han Lojin mendorong punggung Tang Gun. pemuda ini mengerti dan diapun menabrak. sumoinya yang berada di depannya dari belakang sambil berteriak, "Celaka, sumoi......!"
Ketika merasa betapa suhengnya terdorong dari belakang dan kedua tangan suhengnya itupun mendorong punggungnya, Bi Lian terkejut. Sama sekali ia tidak menyangka bahwa yang diserang bukan ia melainkan suhengnya yang berada di belakangnya. Dan iapun agak lengah karena kagetnya ketika mengenal seorang di antara dua orang wanita yang rebah telentang di dalam kamar itu. Ia mengenal Cia Kui Hong! Dan pada saat ia terkejut itu, Tang Gun yang berada di belakangnya terdorong ke depan dan pemuda itupun mendorongnya. Tidak ada jalan lain baginya kecuali cepat mendoyongkan tubuh ke kiri sambil meloncat ke dalam kamar, lalu membalik. Ia melihat suhengnya terdorong ke depan dan terhuyung, dan yang mendorong suhengnya itu bukan lain adalah Ang-hong-cu!
"Keparat!" Serunya, akan tetapi terlambat karena ketika ia meloncat tadi, daun pintunya segera ditutup dari luar oleh Han Lojin. Ia melompat ke pintu untuk mencegah, namun pintu itu terbuat dari besi dan sudah tertutup. Dicobanya untuk mendorong daun pintu, namun sia-sia belaka.
"Sumoi, mari kita buka pintu itu!" Tang Gun juga meloncat dan membantu sumoinya. Keduanya mengerahkan tenaga sin-kang, namun pintu itu terlampau kuat!
"Ha-ha-ha-ha!" Han Lojin tertawa bergelak dari luar pintu. Suaranya masuk melalui lubang kecil yang biasanya dipergunakan penjaga untuk memasukkan makanan dan minuman untuk tawanan yang berada di dalam kamar itu. "Tan Hok Seng dan Siangkoan Bi Lian, sekarang kalian tinggal pilih. Menyerah dan suka menjadi pembantu kami, bersama-sama bekerja dalam Ho-han-pang untuk menguasai dunia kang-ouw, ataukah kalian akan kami bunuh perlahan-lahan sebagai tawanan kami!"
Mendengar ini, T ang Gun mengerti bahwa dia sengaja dipergunakan oleh ayahnya untuk menjebak sumoinya. Dengan begini, sumoinya tidak akan menyangka buruk terhadap dirinya, karena bukankah dia sendiripun ikut pula terjebak dan tertawan"
"Beng-cu, kami tidak mempunyai permusuhan denganmu. Bukankah Beng-cu dahulupun sudah menolongku" Kenapa kami ditawan" Kalau kami tidak disuruh melakukan kejahatan, tentu saja kami mau membantumu dan?""
"Suheng?".!" Bi Lian membentak suhengnya yang terdiam. Gadis itu lalu menghadapi lubang di pintu dan suaranya lantang ketika ia menjawab, "Ang-hong-cu! Biarpun gerombolanmu memakai nama Ho-han-pang (Perkumpulan Orang Gagah), siapa percaya" Aku tidak sudi membantumu dan tentang ancamanmu, aku tidak takut mati! Kalau engkau gagah dan bukan seorang pengecut yang curang, mari kita bertanding satu lawan satu sampai seorang di antara kita mampus di ujung pedang!"
Akan tetapi Han Lojin hanya menjawab dengan suara ketawanya yang riang. Agaknya dia girang sekali melihat betapa dengan mudahnya dia telah berhasil menjebak gadis yang berbahaya itu. Gembira dia membayangkan betapa gadis yang keras dan liar itu akhirnya akan menjadi lunak dan tunduk kepadanya, menyerahkan segalanya dengan suka rela. Dia merasa muda kembali membayangkan betapa dua orang gadis pendekar yang berilmu tinggi, dalam waktu dekat akan berada di dalam pelukannya. Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian, merekalah yang akan menjadi wanita talukannya terakhir, yang akan mendatangkan perasaan bangga di hatinya di samping kepuasannya merusak kehidupan dua orang wanita, wanita pendekar pula!
Suara ketawa itu makin menjauh dan juga langkah kaki Han Lojin terdengar meninggalkan lorong bawah tanah itu. Setelah langkah kaki itu tidak terdengar lagi, Bi Lian cepat menghampiri Kui Hong yang menggeletak seperti orang tidur itu.
"Cia Kui Hong?"!" ia berseru heran dan memeriksa. Hatinya lega karena Kui Hong tidak terluka dan pingsan saja. Ia mengenal Kui Hong sebagai seorang gadis yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, tidak kalah dibandingkan dirinya sendiri, namun ternyata menjadi tawanan pula di sini. Ia dapat menduga bahwa Kui Hong terjebak pula, seperti ia dan suhengnya. Ia memeriksa gadis ke dua yang juga rebah telentang dan keadaannya sama dengan Kui Hong. Tidak terluka, dan pingsan. Ia tidak mengenal gadis itu, yang melihat wajahnya seperti peranakan asing.
Ketika ia menengok, ia melihat suhengnya sedang memeriksa keadaan kamar tawanan itu, seolah mencari jalan keluar. Iapun bangki t berdiri. "Bagaimana, suheng" Apakah ada bagian lemah yang memungkinkan kita keluar?"
Tang Gun menarik wajah duka dan khawatir, menggelengkan kepalanya, kemudian berbalik dia bertanya, "Siapakah gadis-gadis itu, sumoi" Agaknya engkau telah mengenal mereka."
"Yang peranakan asing ini aku tidak kenal, akan tetapi gadis ke dua ini tentu saja aku mengenalnya dengan baik. Ia seorang pendekar wanita yang berilmu tinggi, pendekar kenamaan dari Cin-ling-pai. Sungguh mengherankan sekali bagaimana seorang gadis yang lihai seperti ia dapat menjadi tawanan di sini."
"Sumoi, hal itu membuktikan betapa lihainya Beng-cu, ketua Ho-han-pang itu. Apakah tidak lebih baik kalau kita membantu perkumpulan orang gagah itu dari pada menentangnya dan membiarkan diri kita terancam bahaya?"
"Suheng! Engkau tidak tahu betapa jahat dan kejinya Ang-hong-cu! Kalau engkau tahu, tentu tidak akan berpendapat seperti itu! Kita harus menentang iblis busuk itu. Sampai mati aku tidak sudi membantu iblis seperti dia!"
Tan Gun menundukkan mukanya yang nampak sedih. Ini bukan dibuat-buat, karena memang dia merasa sedih sekali melihat betapa sumoinya amat membenci Han Lojin, ayah kandungnya! Dia merasa sayang kepada Siangkoan Bi Lian dan mengharapkan dapat menjadi suami gadis perkasa yang cantik jelita itu, akan tetapi gadis itu demikian membenci ayahnya. Kalau sumoinya itu mengetahui bahwa dia bukan Tan Hok Seng, melainkan Tang Gun putera Ang-hong-cu, tentu sumoinya itu akan membencinya pula.
"Akan tetapi?"". Dia?" eh, dia pernah menyelamatkan aku, dan sikapnya kepadaku demikian baik?"."
Bi Lian memandang suhengnya dan iapun mengerti. Ang-hong-cu menjebak karena ia memusuhi jai-hwa-cat itu, dan karena ia dan Ang-hong-cu bermusuhan, kini suhengnya itu terbawa-bawa dan menjadi tawanan pula.
"Tan-suheng, aku menyesal sekali bahwa engkau ikut pula tertawan. Akan tetapi, jangan khawatir, suheng. Kita masih hidup dan kita berdua akan mampu membela diri. Bahkan kalau kita dapat bebas dari sini, aku tidak akan terjebak lagi dan akan kubasmi Ang-hong-cu dan sarangnya. Betapapun muluk nama yang dia pakai untuk perkumpulannya, pasti di dalamnya busuk! Dan di sini masih ada Cia Kui Hong. Ia amat lihai, bahkan mungkin lebih lihai dari pada aku, maka kita bertiga pasti akan dapat membasmi Ang-hong-cu dan anak buahnya. Siapa tahu, mungkin gadis peranakan asing inipun memiliki kepandaian. Biar kucoba sadarkan Kui Hong."
Bi Lian berjongkok dekat Kui Hong yang masih pingsan, sedangkan Tang Gun hanya berdiri memandang saja. Tiba-tiba dia melihat asap putih memasuki kamar itu dari lubang kecil dari mana biasanya penjaga memasukkan makanan dan minuman.
"Sumoi awas?".!!!" teriaknya.
Bi Lian cepat meloncat sambil membalikkan tubuhnya. Iapun melihat asap itu dan sekali bergerak, tubuhnya sudah mendekati lubang itu dan sekali tangannya bergerak, sinar hitam lembut menyambar keluar dari lubang. Terdengar teriakan kesakitan di luar dan asap berhenti berhembus masuk. Mudah diduga bahwa jarum-jarum halus yang dilepas oleh Bi Lian tadi mengenai sasaran dan orang yang melepas asap itu tentu menjadi korban jarum beracun! Ilmu ini dipelajarinya dari kedua orang gurunya yang pertama, yaitu Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi!
Tang Gun terbatuk-batuk. Dia telah terkena pengaruh asap putih tadi. Tersedot olehnya asap tadi yang membuatnya terbatuk-batuk dan pusing. Akan tetapi Bi Lian bersikap lebih berhati-hati. Ketika tadi ia menyerang, ia menahan napas sehingga asap itu tidak sampai tersedot dan kini ia meloncat ke belakang menjauhi lubang.
Akan tetapi, terdengar suara mendesis dan ketika ia memandang ke kanan kiri dan atas ia terkejut sekali. Asap putih menyerbu kamar itu dari mana-mana, dari lubang-lubang tersembunyi, bahkan dari atas! Bi Lian menyambar selimut yang berada di atas kasur dan menggunakan selimut itu untuk diputar-putar mengusir asap yang mendekatinya. Akan tetapi karena lubang-lubang di kamar tahanan itu tidak terlalu banyak sedangkan asap yang masuk banyak sekali, maka asap yang diusir dengan putaran selimut itu hanya berpusing di dalam kamar itu saja dan akhirnya membalik lagi ke arah Bi Lian. Gadis itu menahan napas dan terus melawan sekuat tenaga. Ia melihat betapa suhengnya sudah terhuyung kemudian terkulai pingsan. Ia masih terus melawan sampai akhirnya iapun harus bernapas dan tersedotlah asap ke dalam paru-parunya. Ia mencium bau yang keras dan wangi, yang membuatnya terbatuk-batuk dan iapun terkulai lemas, pingsan.
** * Kalau saja Hay Hay langsung berkunjung ke Ho-han-pang, tentu dia akan dapat bertemu dengan Siangkoan Bi Lian. Akan tetapi Hay Hay tidak mau langsung berkunjung. Mayang sudah ditawan orang-orang Ho-han-pang. Kalau dia datang berkunjung, sama saja artinya dengan menyerahkan diri karena mereka tentu akan mempergunakan Mayang sebagai sandera untuk membuat dia tidak berdaya dan dia tahu bahwa kalau mereka mengancam Mayang, tentu dia tidak berani menggunakan kekerasan. Tidak, dia tahu bahwa dia berhadapan dengan pihak lawan yang licik dan curang. Dia tidak boleh datang berkunjung begitu saja. Dia harus lebih dulu melakukan penyelidikan dan kalau mungkin, lebih dulu membebaskan Mayang sebelum bertindak lebih lanjut. Dia masih menduga-duga mengapa perkumpulan yang namanya begitu gagah, Ho-han-pang, perkumpulan orang-orang gagah, memusuhinya bahkan menawan Mayang. Dan cara yang mereka pergunakan itu jauh dari pada pantas dilakukan oleh para ho-han (patriot gagah)!
Setelah mempergunakan kepandaiannya yang tinggi, menyusup mengelilingi dinding tembok yang mengepung perkampungan yang menjadi sarang Ho-han-pang, Hay Hay mendapat kenyataan bahwa penjagaan dilakukan ketat sekali oleh para anak buah Ho-han-pang yang rata-rata nampak muda dan gagah itu. Terutama di dua buah pintu gerbangnya, disitu terjaga oleh lebih dari dua puluh orang! Dan di sepanjang dinding yang tinggi sekitar dua meter itu selalu terdapat peronda sehingga akan sukarlah bagi orang luar untuk memasuki tempat itu tanpa diketahui para peronda dan penjaga.
Dengan ginkangnya yang tinggi, tentu tidak sukar bagi Hay Hay untuk meloncat dan menyelinap masuk ke balik dinding tembok. Akan tetapi dia, ingin yakin agar dapat masuk tanpa diketahui orang. Kalau sampai ada yang melihatnya, akan berbahayalah, bukan lagi diri sendiri melainkan bagi Mayang! Tentu mereka itu akan mengancam untuk mencelakai Mayang kalau sampai diketahui dia me- masuki sarang perkumpulan itu. Dia ingin masuk tanpa diketahui, agar mendapat kesempatan untuk membebaskan Mayang terlebih dahulu sebelum bentrok secara terbuka dengan mereka. Diapun tidak tahu mengapa Ho-han-pang memusuhinya.
Hay Hay teringat akan nasihat kakek yang dijumpainya bersama Mayang di dusun sebelah luar kota raja. Kakek itu menasihati bahwa perjalanan tidak aman, bukan karena gangguan perampok, melainkan karena adanya orang-orang gagah dari Ho-han-pang yang suka merayu dan menggoda gadis-gadis cantik untuk dijadikan isteri mereka! Dia semakin tertarik dan ingin sekali mengetahui, perkumpulan apa gerangan yang bernama Ho-han-pang itu. Kalau melihat namanya, sepatutnya sebuah perkumpulan yang baik, bukan perkumpulan orang jahat. Tapi mengapa kini memusuhinya dan mengg,unakan siasat busuk untuk menawan Mayang"
Baik adalah suatu keadaan batin, suatu mutu batin yang wajar, tidak dibuat-buat, seperti keadaan pohon mawar yang mengeluarkan bunga mawar yang indah dan harum, tanpa disengaja. Perbuatan yang nampaknya baik belum tentu baik mutunya, karena perbuatan itu dapat saja palsu, nampaknya saja baik namun itu hanya merupakan cara untuk mendapatkan sesuatu. Yang berpamrih selalu palsu. Batin yang bersih dari pada cengkeraman nafsu daya rendah, akan membuahkan perbuatan yang baik, wajar, bahkan tidak diketahui sebagai baik oleh pelakunya sendiri. Oleh karena itu, kebaikan tidak mungkin dapat dilatih atau dipelajari, karena kalau demikian, maka kebaikan yang dilakukan dengan sengaja itu hanya perbuatan munafik belaka, sengaja dilakukan agar mendatangkan sesuatu yang diinginkan oleh si pelaku. Kebaikan adalah bebas dari perhitungan pikiran. Kebaikan adalah sesuatu yang dilandasi cinta kasih. Seorang ibu yang menyusui anaknya tidak akan merasa bahwa ia melakukan suatu kebaikan wajar dan tidak disengaja, dasarnya cinta kasih. Dan cinta kasih hanya menyinari batin yang bebas dari pengaruh pikiran yang bergelimang nafsu daya rendah!
Matahari sudah condong ke barat. Hay Hay cepat menyelinap ke balik sebatang pohon ketika melihat ada dua orang peronda berjalan menuju ke tempat itu sambil bercakap-cakap. Dia mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Kenapa- pang-cu menyuruh kita berjaga dengan ketat dan waspada" Bukankah semua pengacau telah tertawan" Dan kalau yang datang itu hanya gadis-gadis cantik, untuk apa kita takut?"
"Wah, engkau tidak tahu! Tiga orang gadis cantik itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi sehingga sepuluh orang dari kita belum tentu akan mampu mengalahkan mereka!"
"Hemm, kalau begitu, tentu pangcu akan berpesta pora karena kemenangannya. Apakah ketiga-tiganya akan dimiliki dan dinikmati pangcu sendiri?"
"Hushhh, jangan mencari penyakit!" bisik kawannya. "Apapun yang akan dilakukan pangcu dan para pembantu utamanya, bukan urusan kita, itu urusan tingkat tinggi!"
Keduanya berjalan melewati pohon di mana Hay Hay bersembunyi dan tiba-tiba Hay Hay keluar dari balik pohon dan sejak tadi dia memang telah mengerahkan kekuatan sihirnya.
"Ssttt?". !" Dua orang itu terkejut dan cepat membalikkan tubuh mereka. Mereka memandang terbelalak dan nampak bingung. Hay Hay tadi sudah mengintai ke arah gardu di depan pintu gerbang di mana berkumpul para anak buah Ho-han-pang dan melihat seorang diantara mereka yang agaknya menjadi pimpinan dan disebut Ciong-toako.
"Hemm, kenapa kalian bengong" Apakah tidak mengenal lagi pemimpinmu, aku orang she Ciong ini?"
"Ahh, Ciong-to~ko!" kata yang tinggi kurus.
"Ciong-toako mengejutkan kami saja!" kata orang ke dua yang perutnya agak gendut.
"Kalau meronda baik-baik, jangan melamun," kata Hay Hay yang telah berhasil membuat dua orang itu melihat dia sebagai "Ciong-toako". "Kalian tahu bukan" Bahwa pang-cu kita telah menawan tiga orang gadis yang lihai sekali?" Tentu saja ucapan ini dikeluarkan sesuai dengan apa yang baru saja didengarnya dari percakapan mereka. Dua orang itu mengangguk-angguk.
"Kalian tahu di mana tiga orang tawanan kita itu dikurung, bukan?"
"Tahu, toako. Di kamar tahanan bawah tanah?"?"
"Bagus! Akan tetapi tutup mulutmu dan jangan ceritakan hal ini kepada siapapun juga. Hati-hati kalau terdengar pihak musuh." kata Hay Hay.
"Tidak mungkin, toako. Pula, lorong bawah tanah itu selain rahasia juga dijaga ketat oleh para pembantu utama pangcu. Siapa yang akan mampu masuk ke sana?"
"Hemm, bagaimanapun juga, kalian yang berjaga di luar harus hati-hati. Tahukah kalian di mana sekarang pangcu berada?" .
"Tadi kami melihat pang-cu pergi ke puncak bukit kecil itu, mungkin pergi ke taman kesayangannya." Seorang dari mereka menunjuk ke arah bukit kecil yang menjulang di tengah perkampungan itu. Bukan bukit, hanya merupakan bagian yang lebih tinggi saja dan di bawah gundukan itulah tahanan bawah tanah itu dibuat.
"Sudah, lanjutkan perondaanmu!" katanya dan diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya untuk membuat mereka berdua itu melupakan pertemuan ini. Setelah mereka pergi diapun meloncati pagar dinding itu dan memasuki daerah perkampungan Ho-han-pang. Dia merasa lega bahwa dia telah memperoleh keterangan yang amat diharapkan, yaitu tempat di mana Mayang ditahan. Dia yakin bahwa di antara tiga orang wanita tawanan mereka. Dan dia tahu pula di mana adanya sang ketua yang menawan Mayang dan mengundangnya.
Untuk mencoba menolong Mayang bukan hal mudah. Mayang ditahan di dalam tempat tahanan di bawah tanah, dan dijaga ketat oleh para pembantu utama Ho-han-pang. Sebaliknya sang ketua berada di gundukan tanah seperti bukit kecil itu, dan mungkin berada di taman kesayangannya di sana. Mungkin seorang diri. Adalah lebih mudah untuk menemui ketua itu dan kalau perlu menangkapnya, memaksanya membebaskan Mayang, daripada menghadapi semua anak buah Ho-han-pang dan dikeroyok banyak orang sebelum senlpat membebaskan Mayang.
Dengan kecepatan gerakannya yang ringan, Hay Hay menyusup-nyusup di antara pohon-pohon dan rumah-r-mah perkampungan Ho-han-pang. Dua kali dia kepergok orang, akan tetapi dengan cepat dia menggunakan ilmu sihirnya, dan dua kali dia dapat lolos dari perhatian orang-orang itu yang percaya bahwa yang mereka lihat itu hanya bayangan saja. Akhirnya, dengan jantung berdebar tegang Hay Hay lari naik mendaki gundukan tanah seperti bukit kecil yang berada di tengah perkampungan itu. Sebuah bukit kecil yang di puncaknya dijadikan sebuah taman bunga yang indah oleh ketua Ho-han-pang!
** * Sementara itu, siang tadi di kota raja terjadi hal lain yang menarik hati. Seorang pemuda berusia dua puluh tiga tahun, berpakaian sederhana seperti seorang pelajar, berwajah tampan dengan muka bulat putih dan alis tebal, mata agak sipit, memasuki rumah penginapan Pak-hai-koan. Dia menggendong sebuah buntalan kuning dan gerak-geriknya halus dan tenang. Tidak nampak tanda bahwa dia seorang pemuda luar biasa, kecuali bahwa sepasang mata yang agak sipit itu mempunyai sinar cemerlang dan kadang-kadang tajam bukan main.
Pemuda ini bertubuh sedang namun tegap dan dia adalah Pek Han Siong, pemuda yang di waktu kecilnya disebut Sin-tong (Anak Ajaib) dan dikejar-kejar oleh para pendeta Lama untuk dijadikan Dalai Lama!
Seperti kita ketahui, akhirnya Han Siong dengan bantuan Hay Hay, mampu membebaskan diri dari pengejaran para pendeta Lama, bahkan telah bertemu dengan Wakil Dalai Lama yang menyatakan bahwa para pendeta tidak lagi menganggap Han Siong sebagai calon Dalai Lama. Bahkan Han Siong sempat pula ikut "menjodohkan" Hay Hay dengan Mayang, akan tetapi kemudian dia merasa menyesal bukan main karena perjodohan itu hampir saja menyeret keduanya ke dalam lembah kenistaan, karena ternyata bahwa Mayang adalah adik tiri seayah berlainan ibu dengan Hay Hay. Keduanya adalah anak-anak dari Ang-hong-cu! Menghadapi peristiwa yang menyedihkan ini, Han Siong semakin marah kepada Si Kumbang Merah yang dianggapnya penyebab utama dari kesengsaraan batin yang diderita Hay Hay, sahabat baiknya yang sudah dianggapnya sebagai saudara sendiri, dan Mayang gadis yang tidak berdosa itu. Dia berpamit dari Hay Hay yang sedang dilanda duka itu dengan hati penuh semangat untuk mencari Ang-hong-cu dan membinasakannya, menghukumnya atas dosa yang dilakukannya terhadap adik kandungnya, Pek Eng, dan terhadap para gadis lain yang menjadi korbannya. Juga untuk dosanya terhadap Hay Hay dan Mayang!
Setelah meninggalkan Hay Hay yang juga sedang bersiap-siap untuk pergi bersama Mayang yang mencari Ang-hong-cu, Han Siong lalu pergi mengunjungi suhu dan subonya, yaitu suami isteri Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu yang tinggal di puncak Kim-ke-kok (Lembah Ayam Emas) Pegunungan Heng-tuan-san sebelah timur. Dia mencoba mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa dia berkunjung untuk memberi hormat kepada suhu dan subonya, akan tetapi jauh di lubuk hatinya terpendam pamrih utama dari keinginannya berkunjung itu. Pamrih itu ialah untuk dapat melihat dan bertemu dengan Siangkoan Bi Lian yang sudah amat dirindukannya. Dia tak pernah dapat melupakan gadis itu. Gadis yang menjadi bekas tunangannya, yang kemudian menjadi pujaan hatinya. Biarpun gadis itu menolak tali perjodohan itu dengan alasan bahwa ia tidak mempunyai perasaan cinta asmara kepada Han- Siong, melainkan hanya perasaan suka sebagai saudara seperguruan, namun dia tidak pernah dapat melupakannya dan tidak pernah berhenti mencintainya.
Akan tetapi ketika dia tiba di puncak Lembah Kim-ke-kok, yang menyambutnya hanyalah Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Suhu dan subonya itu menyambutnya dengan penuh kegembiraan dan kasih sayang. Mereka menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan dan mereka merasa ikut bangga dan gembira ketika mendengar akan pengalaman Han Siong di Tibet, gembira bahwa murid mereka itu kini telah terbebas dari pengejaran para pendeta Lama di Tibet. Akan tetapi, walaupun pada lahirnya Han Siong juga menperlihatkan kegembiraannya, namun dia merasa kecewa bukan main karena tidak melihat adanya Bi Lian. Untuk bertanya kepada suhu dan subonya, dia merasa sungkan.
Akan tetapi, setelah mereka mendengarkan pengalaman yang amat menarik dari murid mereka itu, akhirnya Toan Hui Cu yang berpenglihatan tajam dapat menduga bahwa muridnya ini tentu diam-diam mempertanyakan ketidakmunculan puterinya.
"Han Siong,. engkau tentu merasa heran mengapa Bi Lian tidak berada di sini."
Berdebar rasa jantung di dada Han Siong. "Benar, subo. Di mana sumoi" Kenapa teecu sejak tadi tidak melihatnya?"
"Sumoimu baru beberapa hari yang lalu pergi turun gunung, Han Siong. Ia pergi bersama?". sutemu."
"Sute" Siapakah yang subo maksudkan?" tanya Han Siong terheran.
"Belum lama ini kami menerima seorang murid baru, namanya Tan Hok Seng. Sebelum menjadi murid kami, dia telah memiliki ilmu kepandaian yang cukup lumayan." Toan Hui Cu lalu menceritakan tentang Tan Hok Seng yang men jadi murid mereka, dan menjadi "suheng" baru Bi Lian.
"Dan sekarang mereka berdua pergi" Ke manakah kalau teecu boleh bertanya?"
"Mereka pergi ke kota raja untuk mencari orang jahat yang melempar fitnah kepada Tan Hok Seng sehingga dia dipecat dari kedudukannya sebagai perwira istana, bahkan dijatuhi hukuman. Karena merasa kasihan kepada suhengnya itu, Bi Lian membantunya dan mereka kini berada di kota raja untuk mencari musuh yang bernama Tang Bun An itu."
"Tang?"..?" Han Siong terkejut mendengar disebutnya she ini. She yang dihafalnya benar karena itu adalah she dari Hay Hay dan juga she dari Ang-hong-cu!
"Ya, Tang Bun An. Kenalkah engkau nama itu, Han Siong?" tanya Siangkoan Ci Kang yang sejak tadi membiarkan isterinya yang bicara.
Han Siong menggeleng kepalanya. "Teecu belum pernah mendengar nama itu, akan tetapi she Tang itu yang menarik perhatian teecu karena Ang-hong-cu yang teecu cari-cari juga she Tang."
Suami isteri itu mengangguk-angguk. "Demikian pula dengan Bi Lian. Ia tertarik karena she Tang itulah."
Han Siong mengerutkan alisnya. "Teecu merasa khawatir, suhu. Siapa tahu sumoi akan berhadapan dengan Ang-hong-cu yang amat lihai dan jahat. Kalau suhu dan subo menyetujui, teecu akan menyusul mereka ke kota raja, hanya untuk melihat kalau-kalau sumoi menghadapi bahaya dan memerlukan bantuan teecu."
Suami isteri itu saling pandang, kemudian Siangkoan Ci Kang berkata, "Memang sebaiknya begitulah, Han Siong. Kami berdua juga akan merasa lebih tenang kalau engkau suka membantu sumoimu."
Han Siong segera berpamit dan diapun menuruni Gunung Heng-tuan-san untuk menyusul sumoinya ke kota raja. Dia tidak tahu betapa suhu dan subonya mengikuti bayangannya dengan pandang mata penuh keharuan dan betapa subonya berkata kepada suhunya. "Murid kita itu jelas masih mencinta Bi Lian."
Suhunya menghela napas panjang. "Engkau benar. Kasihan dia?""
"Memang kasihan, akan tetapi kalau Bi Lian tidak suka menjadi isterinya, bagaimana kita itu dapat memaksanya" Dan nampaknya anak kita itu akrab dengan Hok Seng." ,
"Hemm, jodoh berada di tangan Tuhan. Biarlah Tuhan yang menentukan siapa yang akan menjadi jodoh anak kita. Kita hanya dapat berdoa semoga Bi Lian tidak akan salah pilih."
Demikianlah, Han Siong melakukan perjalanan yang tidak mengenal lelah, pergi ke kota raja mencari sumoinya. Dan pada siang hari itu, dia telah tiba di kota raja. Kota raja amat besar dan ramai. Sukar untuk mencari sumoinya yang tidak diketahuinya berada di mana. Jalan satu-satunya baginya adalah menyelidiki tentang perwira yang bernama Tang Bun An itu. Akan tetapi mudah menyelidiki tempat tinggal seorang perwira dari pada seorang pendatang seperti sumoinya yang tidak dikenal orang-orang di tempat itu.
Han Siong memasuki rumah penginapan Pak-hai-koan. Sebelum melakukan penyelidikannya, dia akan mencari sebuah kamar penginapan dulu. Dengan demikian, dia akan lebih leluasa, meninggalkan buntalan pakaiannya di dalam kamar. Pula, dia merasa gerah dan pakaiannya kotor berdebu. Dia ingin mandi dan berganti pakaian. Dan di rumah penginapan itupun dia akan dapat memulai dengan penyelidikannya, bertanya kepada karyawan di situ tentang perwira Tang Bun An dan di mana dia tinggal.
"Selamat siang, kongcu." seorang pelayan rumah penginapan menyambutnya dengan ramah. Biarpun pakaian Han Siong sederhana, namun dia rapi, tampan gagah dan juga sikapnya berwibawa dan lembut, seperti seorang terpelajar. "Kongcu hendak menyewa kamar?"
Han Siong mengangguk. "Benar, paman. Tolong beri saya sebuah kamar yang sejuk dan bersih."
"Ah, kamar tujuh kebetulan kosong, kongcu. Kamar itu sejuk dan bersih. Mari, silakan, kongcu."
Kamar itu memang bersih, walaupun tidak besar. Han Siong lalu minta disediakan air dan mandi sampai bersih sehingga tubuhnya terasa segar. Setelah mengenakan pakaian bersih, dia lalu duduk melamun dikamarnya. Ke mana dia harus mencari Bi Lian" Dan dia terkenang akan perjalanannya dari obet ke sini. Dia telah singgah di rumah ayah ibunya, yaitu di Kong-goan, Propinsi Secuan. Ayahnya masih menjadi ketua Pek-sim-pang yang kini mengadakan usaha pengawalan barang-barang dalam lalu lintas barat timur dan sebaliknya. Hanya dengan adanya usaha piauw-kiok (perusahaan pengawalan ekspedisi) inilah perkumpulan Pek-sim-pang (Perkumpulan Hati Putih) dapat dipertahankan, bahkan nampak maju. Ketika dia pulang, ayahnya yang berusia empat puluh tiga tahun itu minta agar dia tinggal saja di rumah membantu pekerjaan perkumpulan yang mempunyai perusahaan itu. Juga ibunya membujuk agar dia suka memilih isteri dan berumah tangga. Akan tetapi, dengan halus dia menolak ajakan ayah ibunya itu dan mengatakan bahwa dia masih ingin meluaskan pengalaman dan menambah pengetahuan, dan tentang perjodohan dia mengatakan bahwa dia belum mempunyai pilihan dan masih ingin menyendiri.
Dia telah berbohong kepada ibunya. Dia telah mempunyai pilihan hati, sudah lama, semenjak dia bertemu dengan sumoinya yang dicari-carinya. Siangkoan Bi Lian, sumoinya juga bekas tunangannya. Bayang-bayang gadis itu masih selalu melekat di hatinya. Akan tetapi sumoinya itu dengan jujur dan gagah menyatakan bahwa ia tidak mempunyai perasaan cinta kepadanya, dan minta agar tali perjodohan yang diikatkan oleh suhu dan subonya itu dibikin putus. Biarpuh demikian, diam-diam dia masih selalu mengenang sumoinya itu, bahkan masih mengharapkan sekali waktu sumoinya itu akan dapat merasakan cinta kasihnya dan dapat pula menerima dan membalasnya.
"Tok-tok-tok!" Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya dan dia menoleh ke arah
pintu. "Buka saja pintunya, tidak dikunci." katanya.
Daun pintu didorong dan terbuka dari luar. Pelayan yang tadi nampak berdiri di situ, membawa baki yang penuh dengan mangkok piring yang terisi makanan masih panas mengepulkan asap yang sedap.
"Kongcu, ini makanan yang kongcu pesan. Kongcu hendak makan di ruangan makan ataukah di dalam kamar ini saja?"
"Bawa masuk saja, paman. Aku ingin makan di sini saja."
Mangkok dan panci terisi makanan itu ditaruh di atas meja oleh pelayan yang diam-diam merasa heran mengapa seorang pemuda yang begini halus memesan masakan sedemikian banyaknya. Akan tetapi, keheranannya berubah ketika Han Siong berkata sambil menahannya setelah dia hendak pergi.
"Paman, harap duduk di sini dan temani aku makan. Rasanya tidak enak makan sendirian. Marilah, paman. Aku sudah memesan makanan untuk dua orang, bukan?"
Pelayan itu sejenak tertegun. Kini mengertilah dia mengapa pemuda itu memesan masakan demikian banyaknya. Dan dia terheran-heran melihat seorang tamu mengajaknya makan bersama. Di dalam pekerjaannya selama belasan tahun sebagai pelayan, belum pernah dia mengalami hal seaneh ini. Akan tetapi, karena sikap Han Siong demikian ramahnya, diapun duduk di atas bangku berhadapan dengan pemuda itu, terhalang meja, setelah dia menutupkan daun pintu.
"Terima kasih, kongcu. Engkau baik sekali dan memang sesungguhnya saya juga belum makan siang ini." Dia meragu sejenak. "Akan tetapi, kongcu, mengapa kongcu mengajak saya, seorang pelayan, untuk makan bersama" Belum pernah saya mendapat kehormatan seperti ini."
"Terus terang saja, paman. Ketika melihat paman, aku segera merasa suka sekali karena wajah paman mirip sekali dengan wajah seorang pamanku yang tinggal jauh di selatan dan sudah bertahun-tahun tidak pernah kutemui." Kata Han Siong. Tentu saja ini hanya merupakan alasan yang dicari-cari. Dia sengaja menjamu pelayan ini karena ingin mencari keterangan pertama dari pelayan ini.
Mereka makan dan minum kesempatan inilah yang dipergunakan oleh Han Siong untuk melakukan penyelidikannya. Setelah bertanya tentang keadaan pelayan itu dan mendengar bahwa pelayan itu sejak kecil tinggal di kota raja dan sudah belasan tahun bekerja di rumah penginapan itu, Han Siong lalu berkata, dengan sikap sambil lalu.
"Kalau begitu, engkau tentu mengenal atau setidaknya mengetahui di mana tempat tinggal seorang perwira yang bernama Tang Bun An, paman."
"Perwira Tang?".. Bun An" Sungguh aneh!"
"Kenapa aneh, paman?"
"Katakan dulu, kongcu. Ada urusan apakah kongcu mencari perwira she Tang itu?"
"Aku mempunyai urusan pribadi yang sangat penting dengan dia, paman," kata Han Siong girang, tidak mengira akan semudah itu mendapatkan keterangan tentang perwira Tang Bun An yang sedang dicari oleh Bi Lian itu. "Tahukah engkau di mana dia sekarang?"
Han Siong kecewa ketika melihat pelayan itu menggeleng kepala. "Saya tidak tahu di mana dia sekarang, kongcu. Tentu saja saya tahu siapa dia. Tang Ciangkun tadinya amat terkenal di kota raja sebagai penolong kaisar dan dia menjadi perwira di istana. Akan tetapi sudah lama dia mengundurkan diri dan sekarang entah berada di mana."
"Kalau begitu, mengapa engkau tadi terheran dan mengatakan aneh ketika aku bertanya tentang dia kepadamu, paman?"
"Memang saya merasa heran karena baru kemarin dulu, dua orang yang bermalam di sini, kebetulan yang pria juga menginap di kamar ini, juga mereka bertanya-tanya tentang seorang perwira she Tang, dan sekarang kongcu juga menanyakan orang yang sama. Bukankah itu suatu kebetulan yang aneh?"
"Hemm, siapakah dua orang itu" Apakah seorang gadis cantik dan seorang pemuda?"
"Tepat sekali! Ah, kiranya kongcu mengenal mereka" Mereka itu aneh sekali, setelah bermalam di sini, pagi-pagi sekali pemuda itu pergi. Kemudian, ada tamu yang mengajak gadis itu pergi dan mereka tidak pernah kembali lagi, padahal mereka belum membayar sewa kamar"."
"Jangan khawatir, paman. Aku yang akan membayar sewa kamar mereka! Katakan, bukankah gadis itu cantik jelita, bertubuh ramping, berkulit putih mulus, ada tahi lalat kecil di dagu, mukanya bulat telur?"
Pelayan itu mengerutkan alisnya. "Ia memang cantik jelita dan bertubuh tinggi ramping. Akan tetapi saya tidak berani terlalu memperhatikan karena ia kelihatan galak. Entah ada tahi lalat di dagunya atau tidak, kongcu. Adapun tentang sewa kamar, biarpun mereka belum membayar, telah diselesaikan dan dibayar oleh Ho-han-pang, jadi tidak perlu menyusahkan kong-cu."
Han Siong merasa heran. Dia belum yakin apakah gadis dan pemuda yang menginap di rumah penginapan ini benar Bi Lian dan suheng barunya itu. Akan tetapi mengapa mereka bertanya-tanya tentang perwira Tang" Tentu sumoiriya. Dia tidak boleh terlalu mendesak dan menimbulkan kecurigaan pelayan itu, maka dia lalu mengajak pelayan itu melanjutkan makan minum sampai kenyang.
"Aihh, sudah lama saya tidak menikmati masakan mahal seperti ini, kongcu. Terima kasih, kongcu." kata pelayan itu sambil menyusut bibirnya dengan lengan bajunya. "Dan tentang pemuda dan gadis itu, kongcu. Sekarang aku dapat membayangkan mereka. Pasangan yang serasi sekali. Gadis itu cantik manis walaupun kelihatan galak, tapi kecantikannya berbau asing. Ia bukan gadis Han, kongcu. Agaknya peranakan dari barat, dari Sinkiang atau Tibet. Dan pemuda itu memakai caping lebar wajahnya tampan dan ia periang?"."
"Apakah pakaiannya berwarna biru?"
"Benar, biru dengan garis-garis kuning!" kata pelayan itu girang. "Kongcu mengenal mereka?"
Han Siong mengangguk. Tentu saja dia mengenal Hay Hay yang selalu mengenakan pakaian biru bergaris kuning dan bercaping lebar itu! Dan gadis peranakan Tibet yang cantik itu, siapa lagi kalau bukan Mayang" Kiranya merekapun sudah tiba di kota raja dalam usaha mereka mencari Ang-hong-cu, dan agaknya Hay Hay juga menaruh curiga kepada perwira she Tang itu karena Ang-hong-cu juga she Tang. Akan tetapi, apa pula peranan Ho-han-pang dalam urusan ini" Kenapa Ho-han-pang membayar hutang Hay Hay dan Mayang kepada rumah penginapan ini" Dia tahu bahwa bukan watak Hay Hay, apa lagi Mayang, gadis yang angkuh dan memiliki harga diri yang tinggi itu, untuk begitu saja meninggalkan kamar yang rnereka sewa tanpa bayar!
"Tahukah engkau di rnana dua orang itu sekarang" Kebetulan sekali rnereka itu adalah sahabat-sahabatku."
"Saya tidak tahu, kongcu. Hanya setelah mereka pergi, datang orang-orang Ho-han-pang membayar rekening mereka dan dalam percakapan rnereka dengan majikan kami, mereka mengatakan bahwa dua orang muda itu menjadi tamu Ho-han-pang dan mereka datang untuk membayar uang sewa kamar."
Tentu saja Han Siong menjadi girang dan juga curiga terhadap perkumpulan yang memakai nama gagah itu. Ho-han-pang, perkumpulan orang gagah!
"Di mana markas Ho-han-pang itu, paman" Aku ingin menyusul dua orang sahabatku itu."
"Aihh! Kongcu belum mengenal Ho-han-pang" Biarpun belum lama berdiri, perkumpulan ini sudah terkenal sekali di kota raja dan semenjak perkumpulan itu berdiri, keadaan di kota raja aman, tidak pernah ada gangguan penjahat. Markasnya di luar kota, kongcu, di sebuah bukit."
Pelayan itu lalu memberi petunjuk. Setelah menyelidiki di mana letaknya Ho-han-pang dan tidak berhasil bertanya lebih banyak karena pelayan itu nampaknya jerih untuk banyak bicara tentang Ho-han-pang, Han Siong meninggalkan buntalan pakaiannya di dalam kamar dan keluar dari rumah penginapan itu. Pada siang hari itu juga dia keluar dari kota raja menuju ke bukit yang menjadi sarang Ho-han-pang untuk melakukan penyelidikan, apakah benar Hay Hay dan Mayang menjadi tamu di perkumpulan itu dan kalau benar demikian, mengapa.
** * Han Lojin duduk melamun seorang diri di puncak itu. Puncak bukit itu memang indah. Biarpun hanya sebuah bukit kecil, merupakan gundukan tanah, namun dia telah membuat gundukan tanah itu menjadi sebuah kebun yang indah, dengan tanaman bunga beraneka warna dan pohon-pohon buah. Tanaman di situ hidup dengan subur karena dia memang memelihara tempat itu baik-baik, memberinya pupuk dan merawat tanaman itu dengan tangannya sendiri. Merawat tanaman merupakan satu di antara kesenangan hidupnya. Dia tidak menaruh bangku di kebun itu, melainkan batu-batu gunung yang halus, rata dan bersih, hitam mengkilap dan dapat menjadi tempat duduk yang nyaman.
Han Lojin duduk melamun, menghirup hawa yang segar dan wajahnya berseri gembira. Memang hatinya gembira karena dia berhasil menawan tiga orang gadis cantik itu. Terutama dia merasa gembira dapat menawan Siangkoan Bi Lian dan Cia Kui Hong, dua orang gadis pendekar yang selain amat lihai ilmunya, juga amat cantik. Mayang juga memiliki kecantikan yang khas, bahkan sempat membangkitkan berahinya walaupun dia tahu bahwa gadis itu adalah anaknya sendiri! Mereka bagaikan bunga-bunga yang sedang mekar mengharum, dan akan puaslah hatinya kalau dapat menikmati, memetik dan merusak mereka. Semua perempuan harus menderita karena semua perempuan berhati palsu, demikian besar kebenciannya terhadap wanita. Kebencian yang bercampur berkobarnya nafsu berahi, membuat dia selalu ingin menguasai wanita, akan tetapi juga menyengsarakannya.
Han Lojin tidak tahu bahwa pada saat itu, satu-satunya orang yang membuat dia gentar dan takut, yaitu seorang di antara anak-anaknya sendiri, Tang Hay atau Hay Hay, sedang mengintai dan mengamati gerak-geriknya! Ketika Hay Hay menyusup-nyusup naik ke gundukan tanah yang menjadi kebun dan taman bunga itu, dia melihat seorang laki-laki duduk seorang diri di taman, duduk di atas batu hitam dan dia terkejut bukan main. Dia mengenal benar siapa yang dipandangnya itu. Pria setengah tua yang gagar dan tampan itu, dengan jenggot dan kumis terpelihara rapi. Han Lojin! Alias Ang-hong-cu! Ayah kandungnya yang jahat seperti iblis. Orang yang dicarinya dan akan terus dikejarnya sampai ke ujung dunia sekalipun. Dia sudah berjanji di dalam hatinya, juga kepada semua pendekar, untuk memaksa Ang-hong-cu mempertanggungjawabkan semua perbuatannya yang keji. Penjahat itu bukan saja melakukan perbuatan yang hina dan keji, memperkosa dan mempermainkan gadis-gadis tidak berdosa, bahkan gadis-gadis pendekar, akan tetapi juga melemparkan aib dan fitnah kepada dirinya. Hampir saja dia yang menjadi korban, dituduh menjadi pelaku dari perkosaan itu. Ayahnya harus bertanggung jawab! Dan kini, tanpa disangka-sangka, dia melihat orang yang dicari-carinya itu duduk seorang diri di taman bukit!
Akan tetapi Hay Hay belum mau memperlihatkan diri karena pada saat itu, dia melihat berkelebatnya bayangan orang dan ketika dia melihat siapa tiga orang muda yang berlari cepat memasuki taman bukit itu, hatinya berdebar keras. Di antara tiga orang muda itu, dia segera mengenal Sim Ki Liong! Pada saat itu, Sim Ki Liong memang menanggalkan topeng tipis penyamarannya, maka Hay Hay segera mengenalnya dan tentu saja hal ini amat mengejutkan hatinya. Dan biarpun pada saat itu Tang Cun Sek masih mengenakan topeng tipisnya, namun begitu melihat Sim Ki Liong, Hay Hay dapat pula mengenal Cun Sek. Bentuk tubuh dan gerakan pemuda itu segera dikenalnya walaupun wajahnya berubah karena topeng tipis yang dipakainya. Kiranya dua orang tokoh Kim-lian-pang yang telah terbasmi itu, dan yang berhasil melarikan diri, kini berada di Ho-han-pang! Dengan adanya dua orang ini saja Hay Hay dapat mengetahui, macam apa adanya perkumpulan Ho-han-pang itu! Apa lagi di situ terdapat pula Ang-hong-cu! Pemuda yang ke tiga tidak dikenalnya, akan tetapi juga nampak gagah dengan gerak-gerik yang gesit. Pemuda ke tiga itu adalah Tang Gun. Mereka bertiga langsung memasuki taman nlenghadap Han Lojin, dan Hay Hay mengintai sambil menahan napas dengan hati tegang. Berbahaya juga, pikirnya. Han Lojin saja sudah amat lihai, kalau ditambah pembantu-pembantu seperti Sim Ki Liong dan pemuda tinggi besar yang pandai memainkan ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai itu, tentu saja dia tidak boleh memandang rendah.
Han Lojin menyambut tiga orang pembantunya itu dengan alis berkerut tanda bahwa dia tidak senang melihat gangguan itu. "Hemm, mengapa kalian ke sini" Seharusnya kalian melakukan penjagaan yang ketat di bawah sana!" Dia menyambut mereka dengan teguran.
Tang Cun Sek dan Tang Gun kelihatan ragu dan takut. Akan tetapi Sim Ki Liong nampak tenang dan tabah dan agaknya dialah yang bertugas menjadi pelopor.
"Bengcu, maafkan kalau kami mengganggu bengcu di sini. Kami bertjga sengaja mencari dan menghadap bengcu untuk mengajukan permohonan pribadi."
Makin mendalam kerut merut di antara alis Han Lojin. "Hemm, permohonan pribadi" Apa maksudmu" Permohonan apakah itu?"
"Beng-cu, terus terang saja, begitu bertemu dengan nona Mayang, saya telah jatuh cinta seperti yang belum pernah saya rasakan selama hidup saya. Oleh karena itu, saya mohon perkenan Bengcu untuk mengambil nona Mayang sebagai isteri saya!" kata Sim Ki Liong. Han Lojin mengangkat muka memandang wajah pemuda itu, dan di tempat pengintaiannya Hay Hay juga terkejut. Sim Ki Liong jatuh cinta kepada Mayang" Hemm, melihat sepak terjang pemuda itu di masa lalu, tentu saja di dalam hatinya dia sama sekali tidak setuju kalau adik tirinya itu menjadi isteri Sim Ki Liong yang jahat!
"Dan engkau, Cun Sek?" tiba-tiba Han Lojin bertanya sambil memandang pemuda tinggi besar itu. Dengan muka merah Cun Sek memberi hormat dan berkata lantang, "Bengcu, sejak saya menjadi murid Cin-ling-pai, saya telah jatuh cinta kepada Cia Kui Hong. Oleh karena itu, harap Bengcu suka menyerahkan gadis itu kepada saya!"
Sepasang mata Han Lojin mengeluarkan sinar marah, akan tetapi dia masih menahan diri dan kini menoleh kepada puteranya yang ke dua dan bertanya.
"Dan engkau, Tan Hok Seng?" Dia sengaja memanggil Tang Gun dengan nama ini karena ketika mereka menerima Tang Gun yang dikeluarkan dari dalam kamar tahanan setelah terkena bius, Han Lojin memperkenalkan dia sebagai Tan Hok Seng dan menjadi seorang pembantu barunya.
"Sayapun seperti kedua orang saudara ini, Beng-cu. Siangkoan Bi Lian adalah sumoi saya, dan sejak pertama kali bertemu saya sudah jatuh cinta kepadanya. Oleh karena itu, saya mengharap agar Beng-cu suka menyerahkan Bi Lian kepada saya. Saya akan mempertaruhkan nyawa saya untuk membantu Beng-cu."
Di dalam tempat pengintaiannya, Hay Hay mengerutkan alisnya. Jelaslah kini sekarang. Adiknya, Mayang telah menjadi tawanan di Ho-han-pang. Bukan Mayang saja, bahkan juga Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian! Sungguh luar biasa sekali. Tiga orang gadis itu, terutama sekali Kui Hong dan Bi Lian, memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Bagaimana mereka itu dapat tertawan" Dan kini tiga orang pembantu Ang-hong-cu yang dia tahu juga lihai itu jatuh cinta kepada tiga orang gadis tawanan! Sungguh hal ini amat menarik hatinya, walaupun dia marah sekali kepada mereka yang tidak tahu diri! Akan tetapi Hay Hay menahan kesabarannya dan ingin sekali tahu apa yang akan dikatakan Ang-hong-cu menghadapi permintaan tiga orang pembantunya itu.
Dan kini Han Lojin kelihatan marah! Wajahnya berubah kemerahan dan dia berkata dengan suara penuh teguran. "Kalian ini sungguh mau enaknya saja, tidak melihat keadaan yang amat berbahaya! Tiga orang tawanan itu merupakan gadis-gadis yang amat lihai. Kalau sampai mereka itu lolos, kiranya kalian bertiga belum tentu akan mampu menandingi mereka! Mereka harus dijaga ketat, karena merupakan tawanan yang amat penting, dan kalian hanya memikirkan untuk bersenang-senang saja! Aku sendiri yang akan menundukkan mereka. Setelah mereka tunduk, barulah mungkin dapat kuhadiahkan kepada kalian. Nah, sekarang pergi kepada mereka. Pergunakan asap pembius dan pisah-pisahkan mereka dalam tiga kamar. Kalau bersatu, mereka akan terlalu kuat dan berbahaya! Pergilah!"
Tiga orang muda itu saling pandang, namun agaknya mereka jerih melihat pimpinan mereka marah. Merekapun pergi meninggalkan Han Lojin yang masih duduk dengan wajah yang kini menjadi murung.
Biarpun hatinya sudah panas sekali melihat Ang-hong-cu dan tangannya sudah gatal-gatal untuk menerjang ayah kandung itu, namun Hay Hay menahan diri. Setelah kini dia tahu bahwa Mayang, Cia Kui Hong, dan Siangkoan Bi Lian menjadi tawanan di situ, dia tidak boleh tergesa-gesa menyerang dan menangkap Ang-hong-cu. Hal itu akan membahayakan keadaan tiga orang gadis tawanan itu. Dia harus berusaha untuk menolong mereka lebih dulu, membebaskan mereka. Baru dia akan menghadapi Ang-hong-cu dan kaki tangannya. Dia tahu benar; betapa bahayanya kalau tiga orang gadis berada dalam cengkeraman Ang-hong-cu. Bahaya yang lebih mengerikan dari pada maut bagi mereka. Walaupun Mayang puteri kandung Ang-hong-cu sendiri, namun hal itu tidak merupakan jaminan akan keselamatan Mayang. Dia harus cepat dapat membebaskan mereka.
Karena itulah, ketika tiga orang itu meninggalkan taman, diam-diam Hay Hay membayangi mereka dan diapun meninggalkan Ang-hong-cu. Akan tetapi, ketika tiga orang pemuda itu memasuki bangunan besar di tengah perkampungan markas Ho-han-pang, mulailah Hay Hay menghadapi kesulitan. Tak mungkin lagi dia dapat membayangi mereka karena kini dia berada di sarang mereka, di tempat yang ramai di mana terdapat banyak anggauta Ho-han-pang. Tiga orang pemuda itu menghilang ke dalam sebuah bangunan. Ketika Hay Hay mengikuti dan memasuki sebuah ruangan, dia bertemu dengan lima orang anggauta Ho-han-pang!
Karena perjumpaan itu tiba-tiba, Hay Hay yang ingin mengikuti tiga orang pemuda
tadi tidak sempat menyingkir lagi. Lima orang itupun memandang heran.
"Heiii, siapa....?"
Akan tetapi Hay Hay cepat mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata dengan sikap berwibawa, "Aku Beng-cu kalian! Apa kalian tidak cepat memberi hormat?"
Dalam pandangan lima orang yang terkena daya sihir itu, seketika Hay Hay telah berubah menjadi Han Lojin dan mereka terkejut, cepat mereka memberi hormat.
"Kiranya Pangcu.....!" kata orang yang tadi hendak menegur.
"Kalian tidak menjaga tawanan dengan baik malah mengobrol di sini?" bentak Hay Hay.
"Pangcu, sekarang giliran jaga bukan kami. Tempat tawanan terjaga dengan kuat, bahkan baru saja tiga orang pembantu utama pangcu pergi ke tempat tahanan itu." ,
"Hemm, engkau. Ikut denganku, ada tugas untukmu. Mari!" kata Hay Hay kepada anggauta Ho-han-pang yang hidungnya besar dan yang tadi mewakili teman-temannya bicara. Dia lalu melangkah keluar, diikuti si hidung besar.
Hay Hay sengaja mengajak si hidung besar ke balik sebuah rumah yang nampak sunyi. Dari sini, dia lalu mengajaknya terus ke sudut perkampungan yang merupakan sebuah kebun kosong. Orang itu merasa heran melihat sikap pang-cu (ketua) itu, akan tetapi tidak berani membantah.
Setelah tiba di kebun yang sunyi, tiba-tiba Hay Hay menangkap lengan orang itu. "Hayo katakan, di mana tiga orang gadis itu ditahan?"
Si hidung besar terkejut, semakin kaget lagi ketika dia memandang, sang ketua itu telah berubah menjadi seorang pemuda tampan. "Eh, siapa engkau"..?" Akan tetapi hanya sampai sekian dia bertanya karena dia telah terkulai pula di bawah pengaruh sihir .
"Cepat gambarkan keadaan tempat tahanan itu kepadaku!" kata Hay Hay dengan suara memerintah dan orang itu lalu menceritakan dengan jelas. Kiranya tempat tahanan itu dapat dicapai melalui rumah besar yang tadi dimasuki tiga orang pembantu Han Lojin, melalui lorong bawah tanah dan tempat tahanan itu berada di bawah gundukan tanah seperti bukit kecil yang dijadikan kebun atau taman bunga.
Setelah mendapatkan keterangan jelas, Hay Hay lalu berkata dengan suara berwibawa, "Engkau tidur pulas di sini dan setelah terbangun, engkau melupakan semua yang kaualami di sini!" Dia mengerahkan tenaganya dan si hidung besar itu terkulai dan tertidur di atas tanah. Hay Hay lalu meloncat pergi. Akan tetapi, dia sama sekali tidak mengira bahwa diantara para penjaga tadi, ada yang menaruh curiga. Bukan curiga terhadap sang pangcu, melainkan kecurigaan yang mengandung iri. Si hidung besar diajak pergi oleh pangcu, tentu akan menerima hadiah dan tugas rahasia. Dia merasa iri dan diam-diam diapun- mengikuti dari jauh. Ketika Hay Hay membawa si hidung besar ke dalam kebun, anggauta Ho-han-pang yang bercuriga itupun diam-diam membayangi dan mengintai dari jauh, dari balik sebatang pohon. Dapat dibayangkan betapa kaget hati orang itu ketika melihat kawannya, si hidung besar, roboh terkulai di kebun itu dan sang pangcu kini telah berubah menjadi seorang pemuda! Dia sudah terbebas dari pengaruh sihir, maka k1ni dia dapat melihat Hay Hay seperti apa adanya. Baru saja Hay Hay tiba di dekat pintu masuk rumah besar di mana terdapat lorong tempat tahanan bawah tanah, tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan riuh dan gaduh.
"Tangkap penjahat!"
"Tangkap mata-mata!"
Dan belasan orang sudah mengepungnya dengan senjata di tangan! Tahulah Hay hay bahwa dia tadi kurang teliti, menjadi lengan sehingga ada orang yang memergokinya. Hay Hay mengerahkan kekuatan sihirnya, dan mengeluarkan lengking panjang, tubuhnya berputar dan belasan orang yang mengepungnya itu terkejut dan banyak di antara mereka yang roboh!
Akan tetapi, sebe1umnya Hay Hay sempat lolos dari kepungan, lebih banyak anggauta Ho-han-pang datang mengepungnya dan di antara mereka, yang berada di depan adalah Han Lojin sendiri, didampingi oleh seorang wanita yang dikenalnya sebagai Ji Sun Bi!
Han Lojin mengangkat tangan memberi isyarat kepada para anak buahnya untuk menahan senjata mereka. Kemudian dia melangkah maju sambil tersenyum, diikuti Ji Sun Bi yang memandang kepada pemuda itu dengan sinar mata jerih bercampur kagum. Sejak dahulu Ji Sun Bi amat mengagumi Hay Hay, akan tetapi juga gentar karena beberapa kali ia selalu kalah dan tidak berdaya kalau bertanding melawan pemuda ini. Han Lojin yang juga merasa kagum kepada Hay Hay, kagum dan suka, dan mengharapkan puteranya ini dapat membantunya, tersenyum ramah.
"Ah, kiranya engkau yang datang, Hay Hay!" katanya dengan ramah. "Kedatanganmu memang sudah kunanti-nanti. Kenapa engkau tidak datang biasa saja dari pintu depan, sebagai tamu yang kami hormati" Kami sama sekali tidak ingin menerimamu sebagai seorang lawan, Hay Hay ."
Hay Hay menahan kemarahannya ketika berhadapan dengan orang yang sesungguhnya adalah ayahnya sendiri itu. "Ang-hong-cu, engkau manusia jahat dan curang! Kalau memang engkau jantan, hadapi aku dan engkau boleh mengeroyokku dengan kaki tanganmu. Akan tetapi mengapa engkau bertindak curang, menawan Mayang" Selain gadis itu tidak bersalah apapun, juga engkau tahu bahwa ia juga anakmu sendiri, hasil dari perbuatanmu yang keji dan penuh dosa! Bebaskan Mayang sekarang juga, dan selanjutnya engkau boleh mengeroyokku dengan antek-antekmu ini!'
Biarpun dihina seperti itu di depan orang banyak, Han Lojin masih tersenyum. Di antara anak-anaknya, dia merasa bangga mempunyai anak seperti Hay Hay, satu-satunya anak yang gagah berani dan bahkan berani menentangnya. Juga memiliki ilmu kepandaian yang tinggi sehingga dia sendiri merasa sukar untuk mengalahkannya, bahkan yang membuatnya merasa jerih!
Han Lojin tertawa dan mengangkat kedua lengan ke atas. "Heiii, kalian semua lihatlah dan dengarlah baik-baik! Pemuda yang gagah perkasa ini adalah Tang Hay. Dia adalah puteraku, putera kandungku! Kalau dia mau membantu kita, maka dia akan kuangkat menjadi wakilku, dan dialah yang akan memimpin Ho-han-pang!"
"Ang-hong-cu, tidak perlu banyak cakap lagi. Keluarkan Mayang, atau terpaksa aku akan menyerangmu dan memaksamu membebaskan Mayang dan dua orang gadis lain yang kautawan!"
"Ha-ha-ha, anakku yang baik, anakku yang gagah perkasa. Mayang menjadi tamu, juga menjadi keluarga, karena ia adalah anakku pula. Ia adikmu berlainan ibu. Tentu saja aku tidak akan mengganggu selembar rambut anakku sendiri. Juga Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian, mereka menjadi tamuku dan tidak diganggu. Mereka semua akan dapat berkumpul kembali denganmu, asal engkau suka membantuku. Dengar, anakku yang baik. Hidup ini tidaklah lama. Apa artinya hidupmu kalau engkau tidak meraih kedudukan yang mulia?" "
"Cukup! Aku tidak sudi berbincang-bincang lagi denganmu! Bebaskan mereka bertiga, dan kita berdua akan menyelesaikan urusan lama di antara kita tanpa menyangkut orang lain!"
Han Lojin mulai mengerutkan alisnya dan sepasang matanya mengeluarkan sinar berapi. Saat itu, Ji Sun Bi berkata, "Beng-cu, untuk apa banyak bicara dengan bocah sombong ini" Mari kita tangkap dia, dan aku mempunyai cara untuk menundukkannya, memaksanya dan meng,hilangkan ingatannya. Biar dia menjadi boneka hidup dan kita pergunakan kepandaiannya untuk membantu Ho-han-pang!"
Han Lojin segera memberi isyarat kepada para anggauta Ho-han-pang yang telah mengepung tempat itu. "Kalian siap, jangan sampai dia dapat lolos dari sini! Hay Hay, engkau lihat! Sedikitnya lima puluh orang anggauta Ho-han-pang mengepungmu. Melawanpun akan sia-sia saja. Engkau akan mati, juga tiga orang gadis itu akan tak tertolong lagi kalau engkau melawan. Menyerahlah dan mereka akan selamat!"
"Ang-hong-cu, engkau adalah iblis berujud manusia. Aku tidak percaya padamu. Kehadiran perempuan ini, iblis betina Ji Sun Bi saja sudah membuktikan bahwa perkumpulanmu ini adalah perkumpulan jahat! Engkau bebaskan tiga orang gadis itu atau aku akan mengamuk dan membunuh kalian semua!"
"Kepung dan tangkap dia!" Han Lojin berseru. "Di mana Cun Sek, Hok Seng, Ki Liong" Panggil mereka, dan para pembantu lain!"
Pada saat itu, terdengar suara tertawa. Suara ini makm lama semakin keras dan sedemikian kuatnya sehmgga banyak orang Ho-han-pang terhuyung dan menyeringai karena dada mereka terasa sakit, ada pula yang secara aneh ikut tertawa! Han Lojm terkejut karena maklum bahwa di dalam suara ketawa itu terkandung khi-kang yang amat kuat, bahkan mengandung kekuatan sihir.
Hay Hay membelalakkan matanya dan tersenyum girang. "Bagus sekali! Engkau datang tepat pada waktunya, Han Siong!"
Yang muncul memang Pek Han Siong! Dia melakukan penyelidikan dan begitu dia tiba, dia mendengar ribut-ribut dan melihat Hay Hay dikepung banyak orang. Juga dia mengenal Han Lojin dan Ji Sun Bi. Terkejutlah Han Siong yang sama sekali tidak mengira bahwa Ang-hong-cu menjadi pimpinan Ho-han-pang, dan juga Ji Sun Bi menjadi pembantu Si Kumbang Merah.
"Jangan khawatir, Hay Hay. Mari kita basmi tikus-tikus busuk ini!'. kata Han Siong yang sudah melayang turun dari atas wuwungan rumah di mana tadi dia bersembunyi.
Dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati Han Lojin ketika melihat munculnya Pek Han Siong, orang ke dua setelah Hay Hay yang paling disegani karena dia tahu bahwa pemuda inipun sukar baginya untuk dapat menandingi. Akan tetapi, dia mengandalkan anak buahnya yang banyak dan pada saat itu, muncul pula Tang Gun dan Tang Cun Sek dari dalam.
"Mana Ki Liong?" tanya Han Lojin kepada Cun Sek.
"Entah di mana dia pergi bersama gadis Tibet itu," kata Cun Sek. "Kami menyingkirkan dua orang tawanan,wanita lainnya." Diapun terkejut melihat munculnya Pek Han Siong dan Hay Hay. Tanpa banyak cakap lagi, Tang Gun mencabut pedang Kwan-im-kiam yang dirampasnya dari sumoinya, Siangkoan Bi Lian. Sedangkan Tang Cun Sek juga mencabut Hok-mo-kiam, sepasang pedang milik Cia Kui Hong yang dirampasnya.
Melihat pedang K wa-im-kiam di tangan Tang Gun, terkejutlah Han Siong. "Kwan-im-kiam?"!" serunya. Kalau pedang pusaka itu berada di tangan orang yang tak dikenalnya ini, hal itu berarti bahwa Bi Lian berada di situ dan mungkin sudah menjadi tawanan sehingga pedangnya dapat dirampas!
"Siangkoan Bi Lian menjadi tawanan mereka, Han Siong. Juga Cia Kui Hong dan Mayang!" kata Hay Hay yang melihat kekagetan sahabatnya. Diapun mengenela Hok-mo Siang-kiam, sepasang pedang milik Kui Hong yang kini berada di tangan Tang Cun Sek. Diapun menggerakkan tangannya dan nampak sinar kilat ketika Hong-cu-kiam tercabut dan berada di tangannya. Juga Han Siong sudah mencabut Gin-hwa-kiam sehingga nampak sinar putih berkilauan. Dua orang pemuda itu kini sudah berdiri saling membelakangi, siap menghadapi pengeroyokan Han Lojin, para pembantunya dan banyak anak buahnya itu. Hay Hay dan Han Siong maklum bahwa mereka menghadapi lawan yang kuat, dan banyak jumlahnya. Akan tetapi mereka mengambil keputusan untuk melawan mati-matian, bukan saja untuk menyelamatkan diri sendiri, melainkan juga untuk dapat menyelamatkan tiga orang gadis yang menjadi tawanan di situ.
"Kepung! Tangkap atau bunuh mereka!" Kini Han Lojin mengeluarkan perintah bunuh karena untuk menangkap hidup-hidup dua orang pemuda perkasa itu sungguh bukan merupakan pekerjaan mudah, bahkan amat sukar. Dia sendiri sudah mengeluarkan senjata yang luar biasa dan yang selama ini belum pernah dia perlihatkan atau pergunakan. Sebatang rantai baja yang besar dengan dua macam senjata di kedua ujung rantai yang panjangnya dua meter itu. Ujung pertama merupakan sebatang pisau yang tajam kedua sisinya dan runcing, sedangkan ujung ke dua merupakan kaitan yang kokoh dan runcing. Begitu dia memutar rantai baja itu terdengar suara mendengung seperti kumbang dan angin menyambar-nyambar, tanda bahwa senjata itu digerakkan oleh tenaga yang dahsyat. Namun, karena banyaknya teman atau anak buahnya yang mengepung dan mengeroyok, senjata seperti itu kurang leluasa digerakkan, ada bahaya mengenai teman sendiri. Maka, diapun hanya ikut mengepung dan belum ikut menyerang. Yang maju menyerang hanyalah Ji Sun Bi dengan sepasang pedangnya, Tang Cun Sek, Tang Gun dan lima orang pembantu lain yang sudah lumayan kepandaiannya, dan puluhan orang mengepung dan mengeroyok, dan terjadilah pertempuran yang hebat di mana Hay Hay dan Han Siong mengamuk bagaikan dua ekor naga sakti.
Han Lojin menoleh ke kanan kiri, mencari-cari dengan pandang matanya. Dia mendongkol sekali karena Sim Ki Liong, pembantu utama yang paling lihai, yang diharapkan akan mampu menandingi lawan, belum juga nampak.
Di manakah adanya Sim Ki Liong" Telah terjadi sesuatu yang aneh atas diri Sim Ki Liong. Semenjak dia melihat Mayang, gadis peranakan Tibet yang menjadi tawanan, hati Sim Ki Liong tergoncang hebat. Dia jatuh cinta seperti yang belum pernah dialaminya! Bukan sekedar bangkit gairahnya. Sama sekali bukan! Melainkan sungguh-sungguh dia jatuh hati!
Karena itu, ketika mereka semua mengeluarkan Tan Hok Seng atau Tang Gun dari dalam kamar tahanan di mana pemuda ini ikut terbius ketika mereka melumpuhkan Bi Lian, dan diperkenalkan dengan pembantu baru ini, mereka bertiga, yajtu Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Tang Gun, segera berkenalan. Dari sikap dan percakapan mereka, ketiganya menyatakan cinta kepada tiga orang gadis yang menjadi tawanan. Sim Ki Liong yang mengajukan usul kepada Cun Sek dan Tang Gun agar mereka bertiga menghadap Bengcu agar mereka dapat memiliki gadis masing-masing yang mereka pilih.
"Kalau kita tidak mendahului menghadap Beng-cu dan menyatakan cinta kita kepada mereka, tentu kita akan kehilangan! Aku yakin bahwa Beng-cu tidak akan melepaskan mereka bertiga. Kita hanya akan menggigit jari saja kalau gadis yang kita cinta itu akhirnya akan menjadi milik Beng-cu semua!" demikian dia membujuk. Cun Sek memang jatuh cinta kepada Kui Hong dan sejak dahulu sudah bangkit berahinya rnelihat Kui Hong. Juga Tang Gun sudah tergila-gila kepada Siangkoan Bi Lian yang menjadi sumoinya, maka mendengar ucapan Sim Ki Liong itu, mereka segera menyetujui. Tentu saja dua orang pemuda itu maklum sepenuhnya bagaimana watak ayah mereka!
Ang-hong-cu pasti tidak akan melepaskan tiga orang gadis cantik itu begitu saja, seperti seekor kumbang merah yang selalu kehausan tidak akan melewatkan tiga tangkai bunga yang demikian segar mengharum.
Demikianlah, ketika mereka bertiga dibentak oleh Han Lojin ketika mereka menyatakan cinta mereka kepada tiga orang gadis tawanan itu, dan mereka diperintahkan untuk memisah-misahkan tiga orang gadis itu, ketiganya tidak berani membantah dan mereka lalu memasuki lorong tempat tahanan dalam tanah. Akan tetapi, biarpun ketiganya memperlihatkan sikap yang sama-sama gembira walaupun permohonan mereka ditolak, namun isi hati mereka berbeda, jauh berbeda seperti bumi langit. Kalau Tang Gun dan Tang Cun Sek merasa bergembira karena mereka akan mendapatkan kesempatan berdua saja dengan gadis yang mereka cinta, dan mereka sudah mengambil keputusan untuk mendahului ayah mereka, untuk lebih dulu memperkosa gadis yang mereka cinta itu selagi mereka terbius, sebaliknya Sim Ki Liong merasa gembira karena dia mendapat kesempatan untuk menolong Mayang! Ya, terjadi perubahan besar dalam diri atau batin Sim Ki Liong yang pernah menjadi murid Pendekar Sadis dan isterinya di Pulau Teratai Merah itu. Dia sungguh-sungguh jatuh cinta kepada Mayang, merasa kasihan dan ingin menolong gadis itu, bukan sekedar ingin memuaskan gairah nafsunya seperti Tang Cun Sek dan Tang Gun.
Dengan mudah mereka membuat tiga orang gadis itu roboh terbius dalam kamar tahanan, kemudian mereka membuka pintu kamar itu dan otomatis mereka memondong gadis yang menjadi pilihan hati masing-masing. Para penjaga yang melihat tiga orang pembantu utama ini, tidak ada yang berani bertanya, bahkan mereka keluar dari tempat itu ketika Ki Liong memerintahkan mereka pergi. Kemudian, tanpa mengeluarkan sepatah katapun, tiga orang itu berpencaran, menuju ke kamar tahanan yang lebih kecil sambil memondong gadis pilihan masing-masing.
Kalau Tang Gun dan Tang Cun Sek yang memondong Bi Lian dan Kui Hong bermaksud membawa gadis mereka ke kamar dan menggaulinya dengan paksa selagi mereka itu terbius, sebaliknya Ki Liong membawa Mayang ke kamar paling sudut. Dia memang sudah mempersiapkan obat penawar bius.
Dia menutupkan pintu kamar itu, merebahkan Mayang di atas pembaringan, kemudian dia mempergunakan obat penawar bius yang diciumkan di depan hidung gadis itu. Tak lama kemudian Mayang mengeluh lirih dengan menggerakkan pelupuk matanya. Begitu gadis itu membuka mata dan melihat Sim Ki Liong yang duduk di dekat pembaringan, ia meloncat dan siap menyerang.
"Tenanglah, nona, dan jangan berisik," bisik Ki Ljong. "Aku telah membawamu ke sini dan menyadarkanmu dari obat bius. Aku ingin menyelamatkanmu, ingin mengajakmu lari dari tempat ini?"."
Mayang menghentikan gerakannya yang tadinya siap menerjang itu dan ia memandang Ki Liong dengan alis berkerut dan sinar mata penuh kecurigaan. "Engkau" Hendak menolong aku" Bukankah engkau seorang pembantu Ho-han Pang-cu yang paling lihai" Sim Ki Liong namamu, bukan" Tidak perlu kalian membujuk. Sampai mati aku tidak akan mau menyerah!"
"Ssttt, nona Mayang. Aku bersungguh-sungguh. Engkau harus cepat lari dari sini, aku akan mengawalmu dan aku yang akan menahan dan melindungimu kalau ada yang mengejarmu nanti. Bersiaplah ?"?"
"Hemm nanti, dulu!" Mayang tetap merasa curiga. "Sim Ki Liong, kalau engkau tidak berbohong lalu apa artinya ini" Mengapa engkau mendadak mengkhianati pimpinanmu dan hendak menolong aku?" Dengan sinar mata tajam penuh selidik gadis itu mengamati wajah yang tampan itu, masih penuh kecurigaan.
"Nona, tidak perlu berpanjang cerita. Waktu kita sedikit sekali. Selagi pangcu berada di taman, kita dapat melarikan diri. Mengapa aku menolongmu" Mengapa" Karena aku cinta padamu. Nah, aku telah berterus terang, percaya atau tidak terserah kepadamu. Aku tidak ingin melihat engkau celaka!"
Mayang memandang bengong. Bagaimana ia dapat percaya" Ada orang jatuh cinta secara tiba-tiba begitu saja kepadanya! Dan harus diakuinya bahwa pemuda ini tampan dan gagah, berilmu tinggi.
"Tapi kau?". kau jahat! Kau membantu Ang-hong-cu yang jahat!" tiba-tiba ia berkata. "Aku tidak sudi kautolong!"
Wajah pemuda itu nampak pucat dan pandang matanya sedih. Dia merasa seperti ditampar. Baru sekarang dia merasa sedih ada orang mengatakan bahwa dia jahat! Ah, betapa inginnya untuk menjadi seorang pendekar, bukan penjahat. Semua cita-cita untuk hidup senang kini tidak ada artinya sama sekali dibandingkan dengan penyambutan cintanya terhadap gadis ini. Apapun akan dia korbankan demi cintanya. Pandang mata itu. Ah, tidak dapat dia menahannya. Ingin dia menangis, ingin dia minta ampun kepada Mayang ingin dia melihat Mayang tidak menganggapnya sebagai orang jahat.
"Nona, aku memang telah tersesat, akan tetapi setidaknya bantulah aku kembali ke jalan benar dengan membiarkan aku menolongmu. Lihat senjatamu pecut sudah kupersiapkan. Nah, terimalah senjatamu dan mari kuantar engkau pergi dari sini. Cepat, sebelum terlambat. Percayalah, aku melakukan ini karena aku cinta padamu, karena aku ingin kembali ke jalan benar. Aku tidak mengharapkan balas jasa darimu?". "
Mayang menerima senjatanya dan iapun mengangguk. "Mari, tunjukkan jalan keluarnya?""
"Ssttt?".. !" Ki Liong memberi isarat agar gadis itu tidak mengeluarkan suara karena pada saat itu dia mendengar suara gaduh yang lapat-lapat memasuki tempat itu melalui lorong bawah tanah. Dan dia mendengar suara orang berlari-lari masuk, kemudian disusul teriakan seorang anggauta Ho-han-pang, "Semua siap! Ada musuh mengacau! Pangcu memanggil semua anggauta untuk menghadapi musuh!"
Kemudian terdengar suara Tang Cun Sek dan Tang Gun berlari keluar pula dari tempat itu. "Mari kita keluar, cepat!" kata. Sim Ki Liong dan dia menangkap lengan kiri Mayang, lalu diajaknya berlari keluar.
Mayang tidak menolak. Iapun merasa tegang karena kini ia mendengar suara orang bertempur di luar sana. Mungkin kakaknya sudah datang untuk menolongnya!
"Tapi, bagaimana dengan enci Kui Hong dan enci Bi Lian?" tanyanya ragu.
"Mereka masih terbius, tidak banyak waktu untuk menyadarkan mereka, aku khawatir terlambat. Engkau lari lebih dulu, nanti akan kuusahakan menolong mereka pula!" kata Ki Liong. Dia melihat kesempatan baik. Selagi ada kekacauan di situ, akan lebih mudah baginya untuk menyelundupkan Mayang keluar. Asal tidak kepergok Han Lojin, orang lain tidak akan ada yang beran menghalangmya.
Ketjka mereka akhirnya tiba di luar bangunan itu, mereka melihat dua orang pemuda dikeroyok oleh puluhan orang. Ki Liong segera mengenal dua orang yang dikeroyok itu. Tang Hay dan Pek Han Siong, dua orang yang merupakan lawan paling lihai yang pernah dia hadapi.
"Ah, itu Hay-koko dan Pek Tai-hiap! Aku harus membantu kakakku!" kata Mayang dan iapun menerjang orang-orang yang mengepung Hay Hay dan Han Siong itu dari luar. Sepak-terjangnya menggiriskan, cambuknya meledak-ledak dan terdengar orang-orang berteriak kesakitan ketika cambuknya memperoleh korban.
"Hay-ko?". , aku datang membantumu!" teriak Mayang dengan penuh semangat.
"Mayang?""! Hati-hati"..!" Hay berseru khawatir sekali karena maklum betapa lihalnya pihak lawan. Dia melihat betapa Ji Sun Bi dan beberapa orang tokoh Ho-han-pang menyambut adiknya itu. Dia khawatir, akan tetapi juga tidak dapat membantu adiknya karena dia sendiri bersama Han Siong sejak tadi sibuk menghadapi pengeroyokan banyak orang.
Kalau hanya menghadapi Ji Sun Bi seorang saja, satu lawan satu, kiranya Mayang tidak akan mudah dikalahkan. Akan tetapi, Ji Sun Bi dibantu banyak orang sehingga Mayang repot juga menghadapi pengeroyokan itu.
"Tar-tar-tarrr?". !" Cambuknya rneledak-ledak, merobohkan dua orang pengeroyok, akan tetapi pada lecutan ke tiga, ujung cambuknya membelit golok seorang pengeroyok lain. Sebelum ia sempat menarik kembali cambuknya, Ji Sun Bi menyerangnya dengan tusukan pedang dari kiri, mengarah lambungnya Mayang menggeser tubuh ke kanan dan pedang itu lewat di samping tubuhnya, akan tetapi pada saat itu, pedang ke dua di tangan kiri Ji Sun Bi membabat ke arah kaki Mayang!
"Tranggg?". !" Pedahg itu terpental dan hampir terlepas dari tangan Ji Sun Bi.
"Ihhh! Kau"..?" Ji Sun Bi berseru marah ketika melihat bahwa yang menangkis pedangnya tadi, yang menolong Mayang adalah Sim Ki Liong!
Akan tetapi Ki Liong tidak menjawab, bahkan segera menyerangnya dengan pedang yang sudah dicabutnya dan dipergunakan untuk melindungi Mayang tadi. Ji Sun Bi terkejut dan marah sekali, menangkis dengan pedang kanan.
"Trangggg?".. !!" Pedangnya terlepas dari pegangannya karena Ki Liong memang telah mengerahkan tenaga sepenuhnya dan di lain saat, sebuah tendangan telah membuat wanita itu terjengkang! Ji Sun Bi bergulingan untuk menghindarkan diri dari serangan lanjutan, dan iapun terkejut bukan main, di samping penasaran dan marah melihat Sim Ki Liong yang pernah menjadi pemimpinnya itu kini membalik!
"Tar-tarrr".. !" Cambuk di tangan Mayang yang meledak-ledak dan menyambar-nyambar ke arah tubuh Ji Sun Bi yang bergulingan itu. Ji Sun Bi memutar pedangnya untuk melindungi tubuh dan terus bergulingan ke arah anak buah Ho-han-pang. Karena banyak anggauta Ho-han-pang yang membantunya membendung serangan Mayang, maka wanita itu dapat lolos dari cambuk Mayang. Akan tetapi ia kehilangan sebatang pedang dan pahanya terasa nyeri oleh tendangan Sim Ki Liong.
"Mayang?"..!" Hay Hay berseru girang melihat adiknya masih dalam keadaan selamat. Akan tetapi dia terbelalak keheranan melihat Sim Ki Liong kini dikeroyok oleh Ji Sun Bi dan beberapa anggauta Ho-han-pang! Pemuda itu membantunya, atau lebih tepat, membela dan membantu Mayang! Hay Hay adalah seorang yang cukup cerdik untuk dapat menduga apa yang telah terjadi dengan pemuda gemblengan Pulau Teratai Merah itu. Tidak salah lagi. Tentu Sim Ki Liong jatuh cinta kepada Mayang dan dia membalik, menentang kejahatan demi cintanya kepada adiknya itu!
Akan tetapi, dia tidak sempat untuk bicara lagi karena dia dikepung dan dikeroyok banyak orang. Pek Han Siong juga melihat Mayang dan merasa girang walaupun hatinya masih khawatir sekali karena dia tidak melihat dua orang gadis lainnya, terutama sekali Siangkoan Bi Lian. Akan tetapi diapun sibuk seperti Hay Hay menghadapi pengeroyokan para anggauta Ho-han-pang. Ternyata para anggauta Ho-han-pang rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tangguh sehingga pengeroyokan mereka yang demikian banyak itu membuat Hay Hay dan Han Siong kewalahan juga, walaupun mereka kini dibantu oleh Mayang dan Sim Ki Liong.
Di lain pihak, Han Lojin juga merasa penasaran bukan main, apa lagi melihat Sim Ki Liong yang membantu pihak lawan. "Sim Ki Liong, manusia busuk pengkhianat hina!" Bentaknya ketika melihat betapa pemuda itu melindungi dan membela Mayang. "Engkau berani melawan kami?"
Han Lojin, demi cintaku yang murni, aku siap untuk membela Mayang dengan nyawa!" kata Sim Ki Liong sambil mengamuk di samping Mayang. Mendengar ucapan itu, diam-diam Hay Hay tersenyum. Cinta mampu merobah watak manusia, mampu menguasai manusia untuk melakukan apa saja, baik maupun tidak menurut penilaian orang lain.
Diam-diam Han Lojin kagum bukan main kepada Hay Hay dan Pek Han Siong karena kedua orang ini sukar di tundukkan. Dan diapun tahu betapa lihainya Sim Ki Liong, maka, biarpun dia mengeroyok empat orang muda itu dengan banyak orang, namun agaknya banyak anak buahnya yang terluka atau tewas sebelum dia memperoleh kemenangan. Di lain pihak, Hay Hay dan Han Siong yang belum berhasil membebaskan Bi Lian dan Kui Hong, juga merasa bingung. Mereka tidak dapat mempergunakan ilmu sihir mereka karena selain Han Lojin atau Ang-hong-cu memiliki kekuatan batin yang cukup tangguh untuk melawan kekuatan sihir mereka, juga terlalu banyak orang yang mengeroyok sehingga sukar untuk dapat menguasai mereka dengan kekuatan sihir. Terpaksa mereka berdua mengamuk, mengandalkan pedang pusaka di tangan mereka.
Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pergunakan asap pembius!" Tiba-tiba terdengar perintah Han Lojin kepada para anak buahnya yang masih banyak menganggur dan hanya mengepung tempat itu karena jumlah mereka terlalu banyak untuk dapat maju semua.
Mendengar perintah ini, Hay Hay dan Han Siong menjadi bingung juga. Dan sebelum mereka dapat melakukan sesuatu, terdengar ledakan-ledakan dan nampak asap putih mengepul memenuhi tempat itu. Para anggauta Ho-han-pang sudah mengeluarkan saputangan dan menutupi mulut dan hidung dengan saputangan yang mengandung obat penawar racun pembius itu.
"Awas, tahan napas dan menyingkir!" teriak Sim Ki Liong memperingatkan Hay Hay dan Han Siong. "Nona Mayang, kaupakai saputangan ini!" Dia meloncat ke dekat Mayang dan menyerahkan sehelai saputangan biru. Mayang menerima saputangan itu dan mengikatkan depan mulut dan hidungnya. Ada bau harum aneh yang melindunginya dari asap pembius dan Mayang masih dapat memutar cambuknya untuk melindungi diri dari pengeroyokan, juga untuk membalas.
Hay Hay dan Han Siong menahan napas dan melompat ke tempat yang tidak dipenuhi asap. Sim Ki Liong bergulingan dan pedangnya menyambar-nyambar dari bawah, merobohkah tiga orang pengeroyok yang terbabat kaki mereka.
"Pengkhianat!" Terdengar bentakan nyaring. Ketika itu, Ki Liong sedang memutar pedang menangkis hujan senjata para anggauta Ho-han-pang dan Ji Sun Bi, maka ketika kaitan itu menyambar dengan dahsyatnya, dia kurang cepat dan tahu-tahu pundak kirinya telah terkena kaitan yang berada di ujung rantai yang dimainkan oleh Han Lojin.
"Aduhhh?"!" Ki Liong berteriak karena merasa betapa pundaknya nyeri bukan main. Melihat ini, Mayang cepat menyerang Han Lojin dengan cambukhya.
"Tarrr?". !" Akan tetapi, tangan kiri Han Lojin menangkap ujung cambuk dan menarik dengan tenaga yang amat kuat, Mayang terhuyung ke depan.
"Lepaskan!" Tiba-tiba Hay Hay menerjang dari samping dengan tusukan pedang ke arah lengan kiri yang menangkap ujung cambuk. Han Lojin terkejut sekali, tidak mengira bahwa Hay Hay berani masuk lagi ke dalam medan pertempuran yang penuh asap pembius. Terpaksa dia melepaskan ujung cambuk Mayang, dan kesempatan itu dipergunakan oleh Ki Liong untuk mencabut keluar kaitan dari pundak kirinya. Dia bergulingan sampai jauh dan meloncat berdiri, pundak kirinya berdarah.
Pek Han Siong sendiripun terpaksa berloncatan ke tempat yang bebas asap dan keadaan empat orang muda itu kini terancam dan mereka terdesak hebat. Pada saat yang amat berbahaya bagi mereka itu, terdengar suara hiruk-pikuk dan muncullah puluhan orang perajurit! Melihat ini, tentu saja orang-orang Ho-han-pang menjadi terkejut dan ketakutan. Bagaimanapun juga, kalau melawan perajurit pemerintah yang tentu jumlahnya ratusan, bahkan ribuan orang, mereka merasa gentar! Dan yang memimpin pasukan itu adalah seorang panglima tinggi bersama Menteri Cang Ku Ceng sendiri!
Bagaimana Menteri Cang dapat muncul pada saat yang amat tepat itu" Ketika Cia Kui Hong meninggalkan istana Menteri Cang Ku Ceng, gadis itu yang terikat janji dengan Han Lojin dan tidak berani membuka rahasia, hanya menganjurkan agar pembesar yang bijaksana itu melakukan penyelidikan dan bertanya kepada Hong-houw (permaisuri) lagi tentang rahasia laki-laki yang pernah mengacau di bagian puteri istana kajsar. Setelah gadis itu pergi, Menteri Cang termenung dan akhirnya dia mengambil keputusan untuk menjumpai sang permaisuri. Dengan bijaksana dan halus dia membujuk permaisuri untuk bercerita demi keselamatan negara dan demi kehormatan istana kaisar. Akhirnya, berceritalah permaisuri tentang petualangan bekas perwira Tang Bun An dan betapa ia sendiri tidak berdaya karena diancam oleh perwira itu setelah perhiasannya dicuri. Mendengar ini, Menteri Cang terkejut dan marah bukan main. Memang dahulunya dia sudah menaruh curiga kepada perwira itu, akan tetapi karena tidak ada bukti, diapun tidak mampu berbuat sesuatu. Kini, setelah mendengar keterangan Hong-houw sendiri, tentu saja dia tidak ragu-ragu lagi. Seorang yang sudah berani membuat kekacauan di istana, berbuat cabul, berani memaksa Hong-houw untuk menyimpan rahasia, adalah orang yang jahat dan berbahaya sekali. Biarpun kini memimpin perkumpulan yang dinamakan Ho-han-pang dan yang kelihatannya membantu pemerintah dan mengamankan keadaan, namun kalau orang seperti itu dibiarkan bebas menyusun kekuatan, kelak tentu akan berbahaya sekali bagi keselamatan negara. Karena itu, dia lalu menghubungkan panglima pasukan keamanan, mengerahkan pasukan dan diapun ikut memimpin pasukan itu menyerbu Ho-han-pang.
Tentu saja Han Lojjn terkejut bukan main ketika melihat pasukan yang besar
jumlahnya datang menyerbu. Tahulah dia bahwa permainannya telah tamat, harapannya telah hancur dan semua usahanya selama ini sia-sia belaka. Kini bahkan keselamatan dirinya terancam. Tiba-tiba dia lalu melemparkan sebuah benda ke atas tanah. Benda itu meledak dan tempat itu penuh asap hitam. Karena khawatir kalau-kalau asap itu beracun pula, Hay Hay lalu melompat ke belakang sambil berseru kepada Han Siong dan Mayang agar menjauhkan diri dari asap.
"Asap ini hanya menggelapkan, tidak beracun. Halangi mereka melarikan diri!" terdengar Sim Ki Liong berseru. Akan tetapi, Hay Hay, Han Siong dan Mayang sudah berloncatan ke belakang.
Ketika asap menipis, pasukan pemerintah menyerbu lagi dan terjadi pertempuran yang berat sebelah. Kalau tadi Hay Hay dan Han Siong yang kemudian dibantu Mayang dan Sim Ki Liong menghadapi pengeroyokan puluhan orang banyaknya, kini puluhan orang Ho-han-pang harus menghadapi serbuan ratusan orang perajurit!
Sim Ki Liong sendiri yang tidak takut menghadapi asap itu, tidak pernah melepaskan Ji Sun Bi dan biarpun wanita itu berusaha untuk melarikan diri, namun ia selalu dihadang oleh Ki Liong. Ia menjadi marah dan nekat, lalu menggunakan pedangnya yang tinggal sebuah itu untuk menyerang Sim Ki Liong. Ki Liong menangkis dan Mayang melihat Ki Liong tidak lari dari asap, segera melompat maju lagi membantu pemuda itu mengeroyok Ji Sun Bi. Menghadapi Sim Ki Liong sendiri saja Ji Sun Bi sudah kewalahan, apa lagi ada Mayang di situ yang memutar cambuknya dengan dahsyat.
"Tar-tar-tarrr?".!" Cambuk itu meledak-ledak di atas kepala Ji Sun Bi. Wanita ini menggerakkan pedangnya untuk melindungi kepala dan menangkis cambuk itu. Akan tetapi saat itu, Sim Ki Liong sudah menyerangnya dengan pedang yang menusuk dada. Terkejutlah Ji Sun Bi. Ia membuang diri ke samping untuk mengelak, akan tetapi kaki Sim Ki Liong sudah menyambar dan mengenai lambungnya. Ia mengeluh dan terpelanting. Pada saat itu, ujung cambuk di tangan Mayang menyambar dan mematuk ubuh-ubun kepalanya. Ji Sun Bi terkulai dan tewas seketika karena ubun-ubun kepalanya pecah oleh patukan ujung cambuk.
Sementara itu, Pek Han Siong dan Hay Hay sibuk mengamuk sambil mencari-cari Han Lojin, Tang Gun dan Tang Cun Sek. Namun, tiga orang itu telah menghilang di balik asap tebal tadi. Ketika melihat betapa Mayang dan Ki Liong telah berhasil merobohkan Ji Sun Bi, Hay Hay meloncat ke dekat Ki Liong.
"Ke mana larinya mereka?"
Sim Ki Liong maklum siapa yang dimaksudkan Hay Hay. "Ada jalan rahasia menuju ke lorong bawah tanah. Mari!"
Ki Liong mendahului mereka memasuki sebuah ruangan yang nampaknya seperti ruangan sembahyang di mana terdapat sebuah meja sembahyang besar, lengkap dengan lilin bernyala dan hio yang masih berasap. Di samping meja terdapat sebuah singa batu yang indah ukirannya. Ki Liong menangkap singa batu ini dan mengerahkan tenaga, lalu memutar singa itu. Terdengar suara keras dan meja sembahyang itupun bergeser, membalik dan nampaklah sebuah lubang di mana terdapat tangga menurun.
"Lorong ini menuju ke tempat tahanan bawah tanah. Mari kutunjukkan!" Diapun mendahului masuk, diikuti Mayang, kemudian Hay Hay dan Han Siong.
Benar saja, lorong itu membawa mereka ke tempat tahanan bawah tanah. Masih ada beberapa orang anak buah Ho-han-pang di si tu. Mereka ini roboh oleh amukan Sim Ki Liong dan Mayang. Akan tetapi, semua kamar tahanan telah kosong. Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian telah lenyap dari tempat tahanan itu.
"Ah, tentu mereka telah dilarikan oleh Ang-hong-cu dan dua orang pembantunya itu!" kata Hay Hay.
"Dua orang pembantu itu adalah Tang Gun dan TangCun Sek, dua orang putera Han Lojin?". " kata Sim Ki Liong.
"Aahhh?"" !" Hay Hay memandang kepada Ki Liong dengan sinar penuh selidik. "Sim Ki Liong, kalau benar engkau telah menyadari diri dan insaf, hendak merobah jalan hidupmu, katakan, kemana mereka itu pergi?"
Sim Ki Liong memandang kepada Mayang dan menarik napas panjang. Sungguh dia merasa malu sekali kepada Mayang dan merasa menyesal mengapa dia mempunyai latar belakang yang hitam. Sukar mengharapkan balasan cinta kasih dari Mayang. Akan tetapi, cinta kasihnya terhadap gadis itu telah mengubah pandangan hidupnya, menyadarkannya bahwa dunia hitam, jalan sesat bukanlah jalan yang baik dan tidak menuju kebahagian.
"Aku tidak dapat memastikan ke ma,a mereka pergi. Akan tetapi, ada jalan keluar rahasia dari lorong ini, menuju ke belakang perumahan Ho-han-pang menembus gunung. Inipun belum pernah kulalui sendiri, hanya menurut keterangan han Lojin. Mari?"!"
Kembali Sim Ki Liong menjadi petunjuk jalan dan di sudut ruangan tahanan paling belakang, dia menggerakkan batu-batu tertentu yang menyembunyikan alat rahasia di dinding. Terdengar suara berderit dan dinding itupun bergerak, dan muncullah sebuah pintu kecil.
"Mayang, Ki Liong, kalian kembali ke depan. Biar aku dan Han Siong saja yang melakukan pengejaran. Dan katakan kepada Menteri Cang bahwa kami melakukan pengejaran terhadap Han Lojin, kami akan berusaha menangkapnya!"
Setelah berkata demikian, Hay Hay dan Han Siong memasuki pintu rahasia itu melakukan pengejaran. Mayang ragu-ragu, akan tetapi Ki Liong menyentuh lengannya. "Kakakmu benar. Terlalu berbahaya bagimu untuk ikut mengejar, dan mungkin di luar sana masih membutuhkan bantuan kita. Marilah, taati pesan kakakmu."
Keduanya lalu keluar dari lorong bawah tanah. Di luar masih terjadi pertempuran dan merekapun segera terjun ke dalam pertempuran membantu pasukan pemerintah. Para anak buah Ho-han-pang melawan mati-matian, namun pertempuran itu berat sebelah dan tak lama kemudian, seluruh anak buah Ho-han-pang telah dapat digulung, ada yang tewas, terluka atau tertangkap.
Menteri Cang Ku Ceng yang menerima laporan dari perwira pasukan bahwa Mayang dan Sim Ki Liong tadi membantu pasukan membasmi gerombolan Ho-han-pang, menerima mereka dengan ramah. Apa lagi ketika mendengar bahwa Mayang adalah adik Hay Hay dan Sim Ki Liong masih saudara seperguruan dengan Cia Kui Hong, pembesar itu menjadi kagum. Dia lalu bertanya bagaimana keadaan Cia Kui Hong dan Hay Hay.
"Tai-jin, tadinya saya sendiri, enci Kui Hong dan enci Siangkoan Bi Lian ditawan oleh ketua Ho-han-pang. Sekarang, kedua orang enci itu agaknya dilarikan oleh ketua Ho-han-pang dan para pembantunya akan tetapi kakakku Hay Hay dan tai-hiap Pek Han Siong sedang melakukan pengejaran. Bahkan kini saya dan Sim Ki Liong ini hendak melakukan pengejaran pula untuk membantu mereka."
"Baik sekali, kami harapkan agar mereka yang menjadi pengacau di kota raja itu dapat ditangkap."
Mayang dan Ki Liong lalu cepat pergi melakukan pengejaran terhadap Han Lojln, mengikuti jejak Hay Hay dan Han Siong melalui terowongan rahasia yang merupakan jalan keluar pintu belakang.
** * Han Lojin atau Ang-hong-cu Tang Bun An memang telah berhasil melarikan diri ketika dia meledakkan alat peledak yang menimbulkan asap tebal, dibantu oleh kedua orang puteranya, Tang Cun Sek dan Tang Gun. Mereka bertiga memasuki lorong bawah tanah dan kedua orang pemuda itu disuruh memanggul Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian yang masih pingsan terbius. Dengan sendirinya dua orang pemuda itu memondong gadis pilihan masing-masing. Cun Sek memondong Kui Hong, dan Tang Gun memondong Bi Lian. Mereka melarikan diri melalui lorong rahasia dan berhasil keluar dari belakang, kemudian Han Lojin memimpin mereka melarikan diri ke sebuah bukit. Mereka tiba di puncak bukit di mana terdapat sebuah gubuk atau pondok yang memang dipersiapkan oleh Han Lojin di tempat itu.
Terdapat dua buah kamar di pondok itu dan dua orang gadis yang masih pingsan itu lalu direbahkan di atas dipan kayu. Kemudian, Ang-hong-cu Tang Bun An atau Han Lojin menyuruh dua orang puteranya keluar dan diajak bicara di luar pondok.
"Hemmm, semua usaha kita telah gagal. Entah siapa yang membocorkan rahasiaku sehingga pasukan pemerintah menyerbu. Ho-han-pang telah hancur, akan tetapi masih untung kita bertiga dapat menyelamatkan diri ke sini."
"Tapi ayah," kata Tang Cun Sek, kini menyebut ayah dan agaknya hal ini tidak ditolak oleh Ang-hong-cu, "kenapa kita berhenti di sini" Tempat ini tidak terlalu jauh dari markas Ho-han-pang. Bagaimana kalau mereka mengejar ke sinii"
"Benar sekali," kata pula Tang Gun. "Sebaiknya kalau kita berlari terus sehingga mereka kehilangan jejak kita."
Si Kumbang Merah tersenyum. "Jangan kalian khawatir. Takkan ada seorangpun yang mengejar ke sini. Hanya mereka yang tahu akan jalan rahasia itulah yang dapat ke sini, sedangkan dari jalan lain, puncak bukit ini hampir tidak mungkin didatangi karena dikurung oleh jurang-jurang yang amat dalam. Takkan ada yang menduga bahwa kita berada di sini, kalau mereka itu datang dari jurusan lain. Jalan menuju ke bukit ini hanyalah melalui terowongan rahasia itu. Hal ini sudah kuselidiki lebih dulu."
Mendengar ini, dua orang pemuda itu merasa lega. "Tapi?". Sim Ki Liong si jahanam itu" Bagaimana kalau dia menjadi petunjuk jalan?" tanya pula Cun Sek, mendongkol ketika teringat akan sikap Sim Ki Liong yang berbalik memusuhi ayahnya. .
Si Kumbang Merah mengepal tinju. Diapun marah teringat akan peristiwa itu. "Si pengkhianat keparat!" katanya lirih. "Kelak pasti akan kuhancurkan kepala pengkhianat itu! Akan tetapi dia sendiripun tidak pernah memasuki lorong terowongan rahasia itu. Tidak ada yang tahu kecuali aku sendiri. Kita aman di sini."
"Kalau begitu, sekarang tiba saatnya ayah membuktikan bahwa ayah adalah seorang yang dapat menghargai jasa kami, dan juga seorang ayah yang baik. Kami berdua mohon agar ayah suka mengijinkan kami memperisteri dua orang gadis yang kami cintai itu, ayah. Aku ingin memperisteri Cia Kui Hong, dan adik Tang Gun ini ingin memperisteri Siangkoan Bi Lian."
"Benar sekali apa yang dikatakan oleh koko Cun Sek, ayah. Sudah sejak dulu aku mencinta sumoi Siangkoan Bi Lian, dan sekaranglah saatnya ayah memperkenankan aku memperisteri sumoi. Kuharap ayah tidak berkeberatan, sehingga tidak sia-sia sejak dahulu aku merindukan ayah kemudian bahkan membantu ayah dengan setia."
Sepasang mata itu mencorong seperti berapi, akan tetapi hanya sebentar saja, kemudian Ang-hong-cu tertawa bergelak sambil mengelus jenggotnya yang rapi.
"Ha-ha-ha-ha! Ini namanya tidak punya anak susah, punya anak juga susah. Dengan adanya kalian sebagai anak-anakku, kalian rewel dan membikin pusing saja! Sebelum ada orang yang mengaku anakku, setiap ada gadis terjatuh ke dalam tanganku, kumiliki sendiri tanpa ada yang mengganggu. Sekarang, aku menawan dua orang gadis pilihan, dan kalian ribut hendak merenggut mereka dari tanganku. Kalau kuturuti permintaan kalian, habis untuk aku sendiri apa?"
Dua orang muda itu saling pandang dengan alis berkerut, akan tetapi tidak berani membantah.
"Sekarang begini saja. Karena di sini hanya ada dua orang gadis, maka biar yang seorang kuberikan kepada kalian, yang lain untukku. Nah, kalian boleh bertanding mengadu kepandaian. Siapa yang menang, boleh memilih seorang di antara dua orang gadis itu. Yang kalah tidak usah banyak rewel lagi, dan gadis ke dua untuk aku. Nah, mulailah!"
Kembali dua orang muda itu saling pandang dengan alis berkerut, akan tetapi kini sinar mata mereka saling bertentangan. Tang Cun Sek lalu tersenyum menghadapi adik tirinya.
"Gun-te (adik Gun), engkau adalah adikku, maka sepatutnya kalau engkau mengalah sekali ini. Biar aku dulu yang menikah, kelak aku akan membantumu mencarikan seorang isteri."
"Tidak bisa begitu, twako!" bantah Tang Gun dengan alis berkerut. "Aku mencinta sumoi Siangkoan Bi Lian, maka aku akan mempertahankannya dengan taruhan nyawa. Engkau sajalah yang mengalah terhadap adikmu ini, toako, dan aku takkan pernah melupakan budimu ini."
"Mengalah dan melepaskan Cia Kui Hong" Tidak mungkin, Gun-te!"
"Akupun tidak mungkin dapat mengalah!"
"Hemm, mengapa kalian berdua begitu cerewet seperti perempuan-perempuan tua yang bawel" Hayo cepat mulai, atau kalau aku kehabisan sabar, dua-duanya akan kumiliki sendiri!"
Mendengar ucapan ayah mereka itu, Tang Cun Sek dan Tang Gun sudah meloncat ke bawah pohon. Tang Gun sudah mencabut pedang Kwan-im-kiam, sedangkan Tang Cun Sek mencabut sepasang Hok-mo Siang-kiam, yaitu pedang-pedang yang mereka rampas dari Bi Lian dan Kui Hong.
"Tidak boleh memakai senjata. Serahkan dulu pedang-pedang itu kepadaku!"
Seru Ang-hong-cu. "Maksudku hanya untuk mengadu kepandaian, bukan mengadu nyawa!"
Dua orang pemuda itu tidak berani membantah dan mereka melemparkan senjata itu kepada Ang-hong-cu yang menyambutnya dengan cekatan. Dia tidak menghendaki kematian dua orang puteranya itu, karena dia masih membutuhkan bantuan mereka. Namun, tentu saja di dalam hatinya, dia tidak rela menyerahkan dua orang gadis tawanan itu kepada mereka. Dua orang gadis itu amat lihai dan terlalu berbahaya. Harus dia sendiri yang menundukkan mereka atau kalau mereka berkeras, membunuh mereka. Dia tahu dengan pasti bahwa mereka itu tidak akan mau secara suka rela menjadi isteri kedua orang puteranya ini, dan kalau dipergunakan paksaan, tentu mereka makin tidak suka membantunya. Dia yang akan "menangani" mereka.
Kini Tang Cun Sek dan Tang Gun sudah saling berhadapan seperti dua orang jagoan yang hendak mengadu ilmu. Karena maklum bahwa kakak tirinya itu lihai sekali, Tang Gun tidak mau membuang waktu lagi.
"Lihat serangan!" bentaknya dan diapun sudah menggerakkan tubuhnya, menyerang dengan pukulan yang disertai loncatan seperti seekor ayam menerjang lawan. Karena maklum akan kelihaian lawan, maka begitu menyerang, Tang Gun sudah mempergunakan Ilmu Kim-ke Sin-kun yang dipelajarinya dari suhu dan subonya! Melihat serangan yang dahsyat ini, Tang Cun Sek terkejut bukan main. Diapun cepat melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik sehingga terhindar dari serangan adik tirinya, kemudian membalas dengan memainkan ilmu silat andalan dari Cin-ling-pai, yaitu Thai-kek Sin-kun dengan pengerahan tenaga Thian-te Sin-ciang! Tang Gun yang tidak berani menyambut, mengelak dengan loncatan ke samping, membalik dan menyerang lagi. Gerakannya lihcah seperti seekor ayam jantan berkelahi, berloncatan ke sana-sini untuk mengelak, kedua lengannya seperti sayap ayam yang menyambar dari kanan-kiri, kakinya menendang-nendang dan gerakannya sukar diduga.
Terjadilah pertandingan yang amat menarik. Sebetulnya, ilmu silat yang dipelajari Tang Gun dari suhu dan subonya, yaitu Kim-ke Sin-kun, merupakan ilmu silat tinggi yang sukar dikalahkan. Namun sayang, belum lama Tang Gun mempelajarinya sehingga dia belum dapat menguasai benar ilmu itu. Andaikata dia sudah menguasai sepenuhnya, akan sukarlah bagi Tang Cun Sek untuk dapat mengalahkannya. Di lain pihak, Tang Cun Sek adalah murid Cin-ling-pai yang tadinya amat dikasihi kakek Cia Kong Liang dan kakek itu sendiri yang menggemblengnya sehingga dia menguasai ilmu-ilmu simpanan dari Cin-ling-pai dengan baik sekali. Maka, tentu saja tingkat kepandaian dan tenaganya masih menang setingkat dibandingkan Tang Gun dan setelah lewat tiga puluh jurus, nampaklah betapa Tang Gun mulai terdesak hebat dan pemuda ini hanya mampu mengelak atau menangkis saja, tidak diberi kesempatan lagi untuk membalas.
Golok Halilintar 6 Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Pendekar Satu Jurus 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama