Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long Bagian 7
Giok gugup. "Lalu mengapa kau menatapnya dengan sinar mata yang tidak
pernah kau tujukan kepadaku?" tanya Siau kiong cu kembali.
Tiba-tiba Kwe Po Giok mengibaskan tangannya dan menghela
nafas. "Mengapa kau menarik nafas" Apakah dia memang lebih bagus
daripadaku?" tanya Siau kiong cu.
"Bukan.... Sinar mata seperti itu hanya di tujukan kepada
perempuan yang menimbulkan keinginan buruk seorang laki-laki,
Sinar mata seperti itu dapat ditujukan kepada siapa saja, kecuali
dirimu, Pandangan seperti itu sangat tidak sopan untuk gadis sebaik
engkau," sahut Kwe Po Giok.
Wajah Siau kiong cu tampak tersipu-sipu.
*******************************
Jilid 12 Hal 5/6 Hilang *******************************
manis kepada Kiau Bu Suang, Laki-laki itu juga tertawa, Ada
pepatah yang mengatakan It hue sin, liong hue suk (Pertama kali
asing, kedua kali tentu semakin akrab), Pe-patah itu rasanya
memang benar. "Ai Giok.... Sudah lama tidak berjumpa. Apakah kau sering
memikirkan diriku?" tanya Kiau Bu Suang, Tentunya hanya laki-laki
seperti Kiau Bu Suang yang dapat mengucapkan kata-kata seperti
itu.. "Memikirkan dirimu?"
"Mungkinkah tidak pernah memikir-kan?" tanya Kiau Bu Suang
lagi. "Pikir sih pikir juga... namun ada orang lain yang lebih memikirkan
dirimu daripada aku," sahut Chow Ai Giok.
"Siapa?" "Bwe Mei," kata Chow Ai Giok menjelaskan.
"Dia memikirkan diriku?" Kiau Bu Suang seperti kurang percaya.
"Paling tidak.,, kau sering memikirkannya bukan?"
Kiau Bu Suang tersenyum penuh rahasia.
"Boleh juga dikatakan demikian," sahutnya.
"Maukah kau menemuinya?" tanya Chow Ai Giok.
"Mau," sahut Kiau Bu Suang.
"Malam ini pada kentungan keempat, dia ada di tempat ini." Dia
menjulurkan tubuh dan membisiki Kiau Bu Suang tempat tinggal
Bwe Mei. Kiau Bu Suang tahu bahwa Chow Ai Giok mempunyai maksud
tertentu dengan memberitahukan alamat gadis itu, tapi dia memang
ingin menemui Bwe Mei. "Chow Ai Giok.... Apa maksudmu" Bolehkah kau katakan
kepadaku?" tanya Kiau Bu Suang.
"lngin mengambil hatimu.... perempuan kan berharap menikah
dengan seorang laki-laki yang sesuai dengan dambaan hatinya,"
kata Chow Ai Giok. "Begitu sederhana persoalannya?" tanya Kiau Bu Suang dengan
pandangan menyelidik. "Betul! hanya begitu saja," sahut Chow Ai Giok.
"Katakan kepadaku.... Kau tinggal di mana" Biar aku bisa
mengunjungimu untuk membuka kembali kenangan lama," tanya
Kiau Bu Suang. "Penginapan Lian Gi," sahut gadis itu.
Kiau Bu Suang meninggalkan tempat itu dengan senyum lebar
Meskipun orang mengatakan bahwa perempuan sering membuat
sial, namun dia tetap tidak menghiraukan kata-kata itu.
-oooo0oooo- Dayang Cui thian tinggal di sebuah kamar pribadi dalam keluarga
Fang, Tanpa ijinnya, siapa pun tidak boleh masuk ke dalam kamar
tersebut Kecuali Fang Tiong Seng tentunya. Saat ini dia baru saja
memadamkan penerangan dengan niat naik ke atas tempat tidur.
Sebuah bayangan melesat dan berhenti di muka jendelanya.
"Siapa?" tanyanya.
Di luar jendela terdengar sahutan dengan suara rendah.
"Dayang Cui thian... apakah kau menyambut tamu tidak diundang
ini?" Dayang Cui thian membuka pintu, Penerangan tidak dinyalakan,
namun wajah orang yang datang dapat terlihat jelas.
"Kau adalah cucu perempuan Hiat Eng, Chow Ai Giok bukan?"
tanyanya. "Tepat!" sahut tamu tersebut.
Dayang Cui thian bermaksud menyalakan penerangan dalam
kamarnya, tapi Chow Ai Giok segera mencegah, "Kedatangan Chow
siaumoi malam ini mungkin ada yang ingin dikatakan?" katanya.
"Betul... Dengar-dengar Cui A ie adalah orang kepercayaan Tang
hay sin sian, Siau-moi sudah lama kagum," sahut Chow Ai Giok.
"Aku tidak berani menerima," kata Dayang Cui thian.
"Menurut apa yang berhasil kucuri dengar, Kiau Bu Suang ada
janji dengan Bwe Mei malam ini," ucap Chow Ai Giok selanjutnya.
Dayang Cui thian langsung dapat mengetahui bahwa gadis ini
tidak sepolos penampilannya.
"Chow siaumoi.... Kau sengaja datang untuk memberitahukan
kabar ini?" tanyanya.
"Kiau Bu Suang membunuh kakekku, menyamar sebagai Toa Tek
To Hun. Cui A ie pasti tidak akan duduk dan menonton saja. Tentu
juga ingin membantu Bulim membasmi orang ini," kata Chow Ai
Giok. Dayang Cui thian beranggapan bahwa gadis ini bukan saja berakal
banyak, namun pandai mengambil hati orang.
"Mengapa kau memilih aku" Bukankah masih banyak jago lain
yang dapat kau pin-takan bantuannya?" tanyanya.
"Aku rasa karena sesama perempuan, maka kita akan lebih
mudah berunding," sahut Chow Ai Giok.
"Apakah kau tidak sanggup menandingi Kiau Bu Suang?" tanya
dayang Cui thian. "Sedang kakek saja bukan saja tandingannya, bukankah
pertanyaan Cui A ie terlalu berlebihan?" sahut Chow Ai Giok.
"Baik! Terlahir sebagai orang kangouw, tentu harus mengurus
kejadian dalam kangouw, Chow siaumoi, mari kita berangkat!" kata
dayang Cui thian. Dayang Cui thian berpikir... Meskipun kau budak kecil mempunyai
akal busuk sebanyak apa, masa bisa menandingi kelicikan dirinya"
Dia sudah lama berada di samping Tang hay sin sian sebagai matamata,
sedangkan orang sakti itu saja tidak bisa membongkar
rahasianya, apa lagi anak kecil seperti Chow Ai Giok, Lagi pula dia
terus berada di dekat gadis itu, mana mungkin dia berbuat
kejahatan terhadapnya"
-oooo0oooo- Maksud Kiau Bu Suang juga tidak mungkin demikian sederhana,
Dia tahu Chow Ai Giok sangat membenci Bwe Mei. Dia pasti ingin
meminjam golok membunuh orang atau paling tidak mempunyai
maksud jahat lainnya. Kata lain dari dunia kangouw adalah pengalaman. Bayangan Kiau
Bu Suang melesat, sekejap kemudian dia sudah berada di luar
rumpunan bambu. Dia sudah melihat orang yang berada dalam
rumah itu, tubuhnya begitu kurus kering.
Sejak kehilangan sebelah lengannya, Bwe Mei memendam segala
kesedihan di hati, ia berusaha mempertahankan hidup. Beberapa kali
dia hampir bunuh diri, namun hatinya tidak puas. Kalau membalas
dendam ini, dia harus hidup, Betapa sengsaranya pun! Namun dia
juga sadar, dengan keadaan dirinya sekarang, balas dendam bahkan
lebih susah daripada mencari sebatang jarum di tengah lautan.
Tentu saja, dia bisa meminta orang lain membalaskan
dendamnya. Misalnya: Sun Put Ce. Bwe Mei yakin laki-laki ini akan
menyanggupinya, Tetapi dia tidak ingin menyusahkan laki-laki ini,
Oleh sebab itu, dia hidup dalam ke putusasaan dari penderitaan
yang dalam. Kiau Bu Suang menyerbu masuk, Bwe Mei terkejut setengah mati.
Laki-laki itu baru melihat lengan Bwe Mei yang tinggal satu, Dia juga
ikut terkejut Karena Kiau Bu Suang tidak dapat membayangkan
siapa orangnya yang begitu kejam, mengutungi lengan kanan Bwe
Mei" Di dunia ini memang banyak orang yang kekurangan pekerjaan
mencari gara-gara terhadap sesamanya. Namun bagi gadis secantik
Bwe Mei, siapa yang tega turun tangan sesadis itu" Kiau Bu Suang
kurang percaya jadinya, Dia mengira Bwe Mei pura-pura cacat
supaya kaum laki-laki menjadi kasihan terhadapnya, terutama Kiau
Bu Suang. Satu hal lagi yang umum dalam dunia kangouw adalah rasa curiga
yang besar. Tidak mudah mempercayai keadaan seseorang begitu
saja. Bukankah Kiau Bu Suang pernah melakukan hal yang sama
untuk menyelamatkan dirinya dari kekejaman Toa Tek To Hun"
Tiba-tiba dia mengulurkan tangannya dan mencengkeram, Lengan
kanan itu kosong. Tidak ada kemungkinan kalau tangan kanan itu di
selipkan di belakang, Dia bahkan dapat meraba tonjolan bekas sisa
kutungan lengan tersebut.
Hati kedua orang itu sama-sama tergetar. Terutama Bwe Mei, dia
takut setelah cacat bahkan dirinya akan ternoda, Kiau Bu Suang
hanya mencengkeram sejenak, kemudian mundur, Dirinya sendiri
yang melepaskan cengkeram tersebut.
Orang yang selama ini merupakan idola sempurna baginya, telah
menjadi cacat, Dia seakan bertanya kepada dirinya sendiri apakah
masih ada daya tarik yang tersisa dari gadis ini"
Kiau Bu Suang menunjukkan mimik penuh perhatian
"Siapa yang melakukannya?" tanyanya.
"Kau tidak perlu mencemaskan diriku," sahut Bwe Mei ketus.
"Apakah Chow Ai Giok?" Dia memang seorang bajingan tua,
sedikit banyaknya dia sudah mempunyai gambaran tentang orang
yang sanggup melakukannya.
Bwe Mei tidak menyahut. "Aku sudah mengerti... Chow Ai Giok pasti yang mengutungi
lengan kananmu, Cuma aku tidak tahu apa alasannya" kata Kiau Bu
Suang. "Kau tidak usah tahu alasannya!" sahut Bwe Mei.
"Aku harap kau mengatakannya kepadaku," kata Kiau Bu Suang,
"Mengapa aku harus memberitahukan kepadamu?" tanya Bwe Mei
sinis. "Karena kedatanganku malam ini, adalah hasil
pemberitahuannya," sahut Kiau Bu Suang.
Bwe Mei menatapnya dengan sinar mata menusuk. Pada saat ini,
dia baru sadar bahwa hati manusia mengandung racun, Chow Ai
Giok marah kepadanya karena dirinya akrab dengan Sun Put Ce, Dia
ingin melihat dirinya menderita, Pertama-tama mengutungi lengan
kanannya, kemudian memancing Kiau Bu Suang datang untuk
menodainya. Dia tidak ingin dirinya mati dengan mudah. Apakah hati
manusia terbuat dari darah dan daging" Sungguh tindakannya
membuat orang tidak percayai
Bwe Mei tiba-tiba mempunyai niat dalam hatinya,
"Betul! Chow Ai Giok yang mengutungi lengan ini," katanya.
"Ternyata memang dia.... Mengapa?" tanya Kiau Bu Suang,
"Siapa yang tahu" Mungkin karena rasa cemas," sahut Bwe Mei.
"Cemas tentang apa?" tanya Kiau Bu Suang kembali.
"Dia takut kalau orang yang paling dicintainya direbut olehku,
Maka dia sengaja membuat diriku cacat," sahut Bwe Mei.
Yang dimaksud tentu saja Sun Put Ce. Namun Kiau Bu Suang
salah pengertian Dia mengira Chow Ai Giok memperebutkan dirinya.
Dia cemburu melihat Bwe Mei yang lebih cantik, perempuan selalu
mengharapkan kaum laki-laki mencemburui diri mereka, kaum lakilaki
pun mempunyai harapan yang sama. Tanpa cemburu, tidak
dapat membuktikan cinta kasih dan harga diri sendiri.
"Dia benar-benar tidak tahu diri," gumam Kiau Bu Suang.
Bwe Mei tidak menyahut, juga tidak berniat menjelaskan lebih
terperinci. "Aku beritahu kepadamu.... Yang aku suka adalah dirimu bukan
dia," kata Kiau Bu Suang.
"Mengapa kau harus mengatakannya kepadaku?" tanya Bwe Mei
datar. "Karena apa yang aku katakan adalah hal yang sebenarnya," kata
Kiau Bu Suang. Kemudian suaranya di rendahkan "Dia menyodorkan
pun aku tidak sudi."
Biasanya, kaum laki-laki yang dapat mengatakan hal seperti itu
adalah orang yang benar-benar rendah dan tidak tahu malu, Seperti
semangkuk air yang jernih, dasarnya dapat terlihat jelas.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin di luar jendela.
Kata-kata terakhirnya sempat didengar oleh dayang Cui thian dan
Chow Ai Giok. Kedatangan mereka sungguh tepat, Mereka
mempunyai alasan masing-masing untuk tertawa dingin, hubungan
dayang Cui thian dan Kiau Bu Suang sangat dalam. Dengan segala
macam permainan yang melenakan, Kiau Bu Suang membuat
perempuan itu bertekuk lutut. Dayang Cui thian ternyata salah
kaprah, Selama ini, dia menganggap bahwa Kiau Bu Suang telah
mendapatkan segala macam kenikmatan dari dirinya, mungkin di
usirpun tetap tidak akan meninggalkannya. Setelah mengetahui
bahwa kenyataannya sama sekali jauh dari anggapannya, dia
berbalik menjadi marah. Chow Ai Giok berbeda. Dia juga marah. Namun kekecewaannya
dan rasa malunya lebih membuat dirinya marah, Seorang
perempuan yang hanya ingin dinikmati satu kali, bahkan gairah
untuk kedua kali pun tidak ada lagi. Bagaimana perasaannya tidak
akan terpukul" seseorang yang dianggap kaum laki-laki begitu tidak
menarik sampai gairah untuk kedua kali pun tidak ada, apa lagi bagi
seorang gadis yang baru pertama kali melakukannya, benar-benar
merupakan suatu hinaan yang tidak ada bandingannya. Harga
dirinya amblas seketika! Kedua orang itu tidak dapat menahan diri
lagi, Mereka menyerbu masuk ke dalam.
Mereka menganggap dengan bergandengan tangan, mungkin
mereka bisa mengalahkan Kiau Bu Suang, Mana mereka tahu bahwa
pemeran utama malam itu bukan diri mereka" Di atas panggung,
meskipun hanya seorang figuran, ada orang yang tetap merasa
dirinya patut berbangga....
"Kiau Bu Suang.... Kau benar-benar telur busuk!" teriak dayang
Cui thian sambil menunjuk hidung laki-laki itu.
Di bandingkan dengan kedua gadis itu, usianya lebih tinggi kurang
lebih sepuluh tahun. sedangkan raut wajahnya, tidak dapat
menandingi kecantikan Bwe Mei. Kiau Bu Suang yang melihat
kedatangan dayang Cui thian, ikut terkesiap, Dia tentu tidak
menyangka, kehadiran orang-orang ini adalah hasil pekerjaan
seorang sutradara di belakang layar dan orang ini tentu saja bukan
Chow Ai Giok. "Mengapa kau bisa datang kemari?" tanya Kiau Bu Suang heran.
"Aku tidak seharusnya datang?" teriak dayang Cui thian kalap.
"Aku mengacaukan rencana baikmu, bukan?"
"Mari.... Kita pulang... nanti akan kujelaskan," kata Kiau Bu
Suang. Kiau Bu Suang tidak suka melihat kekalapan dayang Cui thian,
tapi perempuan itu masih ada harganya untuk diperalat. Namun
dayang Cui thian sudah berubah haluan. Malam ini dia baru
menyadari, Kiau Bu Suang bukan hanya pernah berhubungan
Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan Chow Ai Giok, dia juga ingin mendapatkan Bwe Mei.
"Pulang" Siapa yang mau pulang denganmu" Tahukah siapa
dirimu itu?" bentak dayang Cui thian.
Kiau Bu Suang benar-benar panas, Dia selalu mengira
perempuan-perempuannya pasti menuruti segala kemauannya.
Sejak melihat pertandingan antara Toa Tek To Hun dengan Tang
hay sin sian, dia menganggap bahwa zaman keemasannya sudah di
depan mata. Sejak saat ini, dunia Bulim sudah berada di bawah
genggamannya. Dia hanya perlu mengenyahkan satu tokoh lagi.
sedangkan untuk mengenyahkan orang ini, dia memerlukan kerja
sama yang baik dengan dayang Cui thian, Sekarang dia baru sadar,
bahwa semua rencananya masih terlalu pagi untuk berhasil
Hubungannya dengan dayang Cui thian bukan berdasarkan cinta
kasih namun saling memperalat.
Chow Ai Giok dan dayang Cui thian saling melirik. Keduanya
mengeluarkan senjata masing-masing, Dayang Cui thian
menggunakan sepasang trisula pendek, Chow Ai Giok menggunakan
pedang. Tiba-tiba pedang Kiau Bu Suang berkelebat Kedua perempuan itu
terpaksa mundur selangkah, apalagi ruangan itu sangat sempit,
membuat gerakan mereka semakin tidak leluasa.
Lengan kanan Bwe Mei baru saja terkutung, Di hadapannya
sekarang ada musuh yang membuatnya cacat, namun dia tidak
mempunyai kemampuan untuk membalaskan dendamnya, Dia
merasa sedih dan tertekan, Dia menyelinap dari pintu belakang
berjalan seraya mengucurkan air mata.
Kerja sama antara dayang Cui thian dan Chow Ai Giok tidak dapat
dipandang remeh, Tetapi Cap sa tai po Kiau Bu Suang berilmu tinggi,
Apalagi dia menyerang dengan tangan kiri Berlainan dengan
umumnya. Menghindari serangan tangan kiri lebih sulit dari tangan
kanan, Sebab boleh dikatakan semua aliran ilmu silat diciptakan
sesuai dengan kebiasaan, yaitu menahan serangan orang yang
menggunakan tangan kanan.
Kedua perempuan itu mulai kelabakan jangan dikira dia memang
gemetar kalau bertemu dengan Toa Tek To Hun, namun untuk
menghadapi jago kelas dua sebanyak dua tiga orang saja, dia masih
tidak menganggap. Chow Ai Giok hanya mendapat perintah orang Iain. Dia telah
berhasil mengundang dayang Cui thian datang ke tempat ini.
Tugasnya sudah selesai. Oleh karena itu, dia melancarkan serangan
beberapa kali berturut-turut. Kemudian membalikkan tubuh dan
melesat keluar melalui pintu belakang.
Dayang Cui thian terperanjat seketika, meskipun dia pernah
mendapat sedikit pengetahuan dari rangkaian bunga Siau kiong cu,
tapi apa yang dipelajarinya terlalu sedikit, mungkin apa yang di
dapat oleh Sun Put Ce lebih banyak dari padanya. Dia berhasil
menghindar dari serangan Kiau Bu Suang satu kali. Ketika serangan
kedua da-tang, Dirinya benar-benar terdesak dalam bahaya....
Tiba-tiba sebuah bayangan berkelebat, di dalam ruangan itu telah
bertambah satu orang lagi, Tamu yang baru datang berpakaian hijau
longgar, mukanya mengenakan sebuah topeng.
Rambutnya panjang mencapai bahu, Kalau bukan bentuk
topengnya yang aneh, dandanannya persis seperti Kiau Bu Suang,
Dia juga menggunakan pedang panjang berbentuk melengkung di
ujungnya. Tidak usah diragukan lagi, orang ini juga menyamar
sebagai Toa Tek To Hun. Sekali pedangnya digerakkan, Kiau Bu Suang terpaksa mundur
beberapa langkah, hati laki-laki itu bergetar Orang yang dapat
membuat tubuhnya gemetar tidak banyak, kecuali Toa Tek To Hun,
hanya orang yang satu ini.
Manusia bertopeng ini kembali melancarkan sebuah serangan
yang aneh, Kiau Bu Suang dibuat mundur dua langkah lagi. Dalam
hatinya dia tahu, kekuatan Toa Tek To Hun juga tidak melebihi
orang ini. Mungkin masih kalah satu tingkat darinya. Tiba-tiba Kiau
Bu Suang berpikir untuk melarikan diri, Belum lama tadi, dia masih
berpikir untuk tidak membiarkan dayang Cui thian terlepas dari
tangannya, Sekarang dia harus mengasah otak mencari jalan keluar
untuk dirinya sendiri. Dayang Cui thian seakan tahu siapa manusia bertopeng yang baru
datang ini. Dia berdiri dengan tubuh gemetar sikapnya seperti serba
salah, Dia yakin orang ini sudah mengetahui hubungannya dengan
Kiau Bu Suang. Hatinya segera memutuskan, Dia harus tetap berpihak kepada
manusia bertopeng ini. Namun dia harus membungkam mulut Kiau
Bu Suang, satu-satunya cara hanyalah dengan membunuhnya.
Dengan demikian dia bisa mengatur sebuah sandiwara yang
mungkin bisa diterima oleh manusia bertopeng ini. Oleh sebab itu,
dia ikut menyerang manusia bertopeng tersebut.
Serangan ini dilakukan hanya untuk ditunjukkan kepada orang lain
seakan dia tidak mengetahui siapa manusia bertopeng tersebut
Namun tampaknya meskipun di serang oleh dua orang yang berilmu
tinggi, manusia bertopeng itu tetap tenang menanggapinya, Kiau Bu
Suang semakin menyerang, semakin menggigil hatinya, Boleh
dikatakan, jago yang begini lihai saja tidak berani menunjukkan
muka melawan Toa Tek To Hun, dia Kiau Bu Suang sudah beranganangan
terlalu tinggi. "Creeppp!!!" Bahu Kiau Bu Suang tertusuk oleh pedang lawannya, luka itu
mengucurkan darah dan koyak cukup lebar. Dengan serampangan
Kiau Bu Suang mengibaskan pedangnya, dengan demikian dia
berhasil mundur menuju ruangan belakang. Namun manusia
bertopeng itu segera menyusul Kiau Bu Suang tampaknya sulit
melepaskan diri. Karena baik ilmu silat maupun ginkang manusia
bertopeng itu jauh melebihinya, Rasanya sebelum zaman keemasan
Kiau Bu Suang sempat dimulai, sudah harus berakhir dengan tragis.
Kiau Bu Suang tidak dapat menandingi kekuatan manusia
bertopeng tersebut, dayang Cui thian membantunya dengan
menyerang beberapa kali, Trisulanya memutar ke kiri dan kanan,
Pada saat itu, kembali seorang manusia bertopeng lainnya memasuki
arena pertarungan Dia meloncat dari atap rumah, pakaiannya
berwarna hitam, juga longgar seperti manusia bertopeng pertama.
Tangannya juga menggenggam sebatang pedang berbentuk aneh
seperti Kiau Bu Suang dan manusia bertopeng yang satunya. Topeng
yang digunakannya juga persis.
Kiau Bu Suang terpana, Dia melihat orang yang baru datang
menyerang manusia bertopeng yang pertama. Serangannya biasa
saja, tidak tampak perubahan yang hebat, namun manusia
bertopeng itu kalang kabut menerimanya. Bahkan langkahnya
sampai mundur beberapa tindak. Terbukti, meskipun gaya serangan
orang yang baru datang itu biasa saja, namun kekuatan yang
terkandung di dalamnya justru mengerikan.
Kedua manusia bertopeng itu berdiri terpaku sesaat, Mungkin
mereka sedang menilai kekuatan masing-masing lawan, Kiau Bu
Suang berubah menjadi penonton, Dia mengetahui bahwa manusia
bertopeng yang pertama adalah seorang laki-laki berusia lanjut
sedangkan yang datang belakangan adalah seorang pemuda. Hal ini
dapat dijelaskan dari tangan yang tersembul di balik lengan baju.
Kiau Bu Suang makin meragukan zaman keemasannya yang
terbayang di depan mata. Manusia bertopeng yang masih demikian
muda saja berani menyamar sebagai Toa Tek To Hun. Mana ada
kesempatan lagi bagi dirinya untuk menguasai Bulim"
Kedua menusia bertopeng itu kembali saling menyerang,
Kelihatannya kekuatan mereka berimbang, Kiau Bu Suang tidak
perduli siapa manusia bertopeng yang baru datang itu. Pokoknya dia
menganggapnya sebagai teman karena telah membantu dirinya
menghadapi manusia bertopeng yang pertama.
Dia juga segera turun tangan menyerang manusia bertopeng
pertama, serangan ini sama artinya dengan seorang menghadapi
dua manusia berilmu tinggi, Kerja sama antara Kiau Bu Suang
dengan manusia bertopeng yang datang belakangan tidak dapat
dianggap enteng. "Tranggg!!!" Pedang Kiau Bu Suang kembali terpental, kekuatan kedua
manusia bertopeng tetap seimbang. Dayang Cui thian saat ini sudah
tidak menyerang lagi. Dia seperti ingin menyaksikan siapa yang lebih
unggul di antara mereka, Mungkin juga dia ingin tahu siapa manusia
bertopeng yang datang belakangan ini.
Kiau Bu Suang melihat manusia bertopeng yang datang
belakangan masih tidak mau menghentikan pertarungan, dia segera
menyerang kembali sebanyak tiga kali, Manusia bertopeng yang
pertama tampaknya tidak menerima dengan kekerasan. Dia melesat
ke kiri untuk menghindari serangan yang bertubi-tubi itu.
Pada saat itu, kembali ada seorang manusia bertopeng lagi yang
memanjat tembok dan masuk dalam arena pertempuran tersebut,
Dari ginkangnya ketika melayang turun saja, sudah terbukti bahwa
manusia bertopeng itu ilmunya tidak di bawah Kiau Bu Suang,
sedangkan manusia bertopeng yang kedua menyerang lagi bersamasama
Kiau Bu Suang, pertarungan itu jadi kacau.
Manusia bertopeng yang pertama seakan tahu bahwa orang yang
baru datang juga ingin berhadapan dengan dirinya, Dia segera
melancarkan beberapa kali serangan ke kanan dan kiri, Setelah itu,
secara tiba-tiba dia berkelebat di balik punggung Kiau Bu Suang dan
menikam sekali. Untung saja tikaman itu tidak terlalu dalam, namun
ketika semua orang memperhatikan manusia bertopeng yang
pertama telah melesat ke atas tembok dan melarikan diri.
Manusia bertopeng yang kedua segera mengejar ke atas tembok,
kedua orang itu saling bergebrak kembali, Setelah lewat lima jurus,
manusia bertopeng yang kedua agak terdesak sehingga meloncat
turun. Manusia bertopeng yang ketiga segera meloncat ke atas tembok,
Namun manusia bertopeng yang pertama sudah melesat sejauh
duapuluh depa, Dayang Cui thian tidak menyia-nyiakan kesempatan
tersebut, Dia juga mengacir dari ruangan depan. Sebab baik
manusia bertopeng yang kedua ataupun yang ketiga, keduanya
masih belum dapat dilawannya.
Chow Ai Giok pada saat ini baru mengetahui kalau Bwe Mei sudah
tidak ada di tempat itu, Karena berpikir ada kemungkinan gadis itu
belum pergi terlalu jauh, Dia segera melesat dan menyusul. Hanya
Chow Ai Giok yang tahu, pembunuh kakeknya adalah manusia
bertopeng yang pertama, Karena dia pernah melihat jelas bentuk
punggung orang tersebut Dia juga tahu kalau manusia bertopeng
yang datang belakangan adalah seorang perempuan, sedangkan
manusia bertopeng kedua, dia masih belum dapat menerkanya.
Kiau Bu Suang juga tidak berani berdiam di tempat itu, Dia segera
melesat dan pergi, hanya tinggal kedua manusia bertopeng yang
saling menganggukkan kepala, Mereka meninggalkan rumah itu
bersama-sama. Sesampai di luar pedesaan barulah keduanya
menghentikan langkah. Yang laki-laki adalah Kwe Po Giok. sedangkan yang perempuan
tentunya Lian lian, Lian lian yang mengumpulkan para jago untuk
menghadapi manusia bertopeng yang pertama, sedangkan
kedatangan Kwe Po Giok adalah untuk mengukur sampai di mana
kungfunya. Dia tidak mengandalkan orang banyak untuk
mengeroyok manusia bertopeng yang pertama, jalan pikirannya
berbeda dengan Lian lian.
Tadinya Lian lian bermaksud memakai tenaga Kiau Bu Suang, Kwe
Po Giok dan dirinya sendiri untuk membasmi manusia bertopeng
tersebut Ternyata orang itu benar-benar licik.
"Kwe siaute.... Maling ini sungguh banyak akal," katanya.
"Tidak salah, Kalau dia tidak banyak akal, kau juga tidak akan
mencari diriku untuk bekerja sama," sahut Kwe Po Giok.
"Kiam hoat Kwe siaute ternyata sangat tinggi, Tidak kalah dengan
manusia bertopeng itu," kata Lian lian dengan maksud memancing.
"Kau pandang diriku terlalu tinggi, Di-bandingkan dengan maling
tua itu, aku masih kalah setingkat," sahut Kwe Po Giok.
"Benar-benar masih kalah setingkat?" tanya Lian lian dengan
pandangan menyelidik. "Ada bedak masa tidak dipupurkan ke muka sendiri?" sahut Kwe
Po Giok. "lnti sari pedang Kwe siaute, aku dengar berasal dari Tang hay sin
sian. Apakah benar?" tanya Lian lian kembali.
"Tidak salah!" sahut Kwe Po Giok, "llmu pedang Siau kiong cu
pasti tidak di bawahmu," kata Lian lian.
"Dia tidak bisa ilmu silat," sahut Kwe Po Giok.
"Kau terlalu merendahkan diri," kata Lian lian tidak percaya.
"Dia benar-benar tidak bisa ilmu silat, Untuk apa menutupi di
depan orang sendiri?" sahut Kwe Po Giok serius.
"Siaute.... Harap menunggu aku di luar kota, dekat rumah makan
Thiang siang lau, Kita rundingkan cara membasmi maling tua itu,"
kata Lian lian. Alis mata Kwe Po Giok berkerut
"Mengapa toaci tidak bersama-sama ke rumah See Kong Bo Hun
saja?" tanyanya. "Aku tidak boleh menyita waktumu terlalu banyak, Lebih baik
siaute segera menuju Thian siang lau dan menungguku Aku harus
menyelesaikan sedikit urusan baru kesana," sahut Lian lian.
Kwe Po Giok pergi ke Thian siang lau, Karena hari belum terang,
rumah makan itu masih belum buka, Dia mengetuk sampai lama,
Seorang pelayan menyembuhkan kepala sambil berbangkis.
"Khek kuan... Apakah tidak terlalu pagi?" tanyanya dengan mata
mengantuk. "Siauji (pelayan) apakah ada seorang tamu perempuan yang
sedang menanti orang?" Kwe Po Giok langsung menyerbunya
dengan berbagai pertanyaan.
"Tamu perempuan?" pelayan itu tampaknya tidak sabar, "Mana
ada tamu perempuan yang datang sepagi ini?"
"Mungkin dia ada di atas loteng sehingga kau tidak
mengetahuinya," kata Kwe Po Giok.
"Khek kuan... Siaute dari tadi tidur di atas, kalau ada tamu
perempuan yang sedang menanti kedatangan seseorang, masa
siaute tidak tahu?" sahut pelayan itu.
Perasaan Kwe Po Giok menjadi tidak enak, Meskipun dia seorang
sin tong, namun pengalaman dunia kangouw masih terlalu cetek,
sedangkan seseorang yang selalu membanggakan dirinya sin tong
justru lebih mudah diancam bahaya, Tiba-tiba dia membalikkan
tubuh dan lari. Bahkan lari dengan kekuatan pemih, Dia ingin segera
kembali ke rumah See Kong Bo Hun.
Karena dia baru sadar bahwa dirinya baru pertama kali berkenalan
dengan Lian lian, Namun dia sudah bersedia bekerja sama
dengannya, pandangannya terhadap perempuan itu tertutup oleh
penampilannya yang anggun.
Percaya terhadap seseorang harus jelas latar belakangnya dan
tujuannya dan curiga terhadap seseorang pun harus dengan bukti
yang kuat dan kenyataan, Kwe Po Giok baru sadar bahwa kata-kata
tersebut sama sekali tidak salah.
Namun manusia terlahir memang banyak peraturannya, Kadangkadang
kita merasa terkungkung oleh segala macam adat istiadat
ataupun pandangan yang kolot dari orang yang lebih tua. Meskipun
nasehat mereka biasanya tepat.
Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak boleh menilai seseorang dari pandangan sendiri jangan
mendengar kata-kata orang sebelum membuktikannya sendiri
jangan membiarkan persoalan kecil menjadi besar, jangan mudah
terpengaruh oleh penampilan luar seseorang, Apakah kesadaran
Kwe Po Giok saat ini masih belum terlambat"
Kalau kita terlalu menuruti nasehat di atas, apakah benar-benar
tidak ada bahaya lagi yang mengancam kita" Hanya Thian yang bisa
menjawab teka teki ini! Jarak tigapuluh li ditempuh lebih cepat dua kali lipat dari biasanya.
Pada saat seperti ini, seharusnya Siau kiong cu sudah terjaga dari
tidur. Setelah membasuh muka, dia akan menantinya untuk sarapan
pagi di ruangan tengah. Sampai para pelayan membersihkan semua piring mangkok,
mereka masih betah mengobrol terus, Setelah cukup puas, baru
mereka menuju ke ruang belakang untuk meneruskan pelajaran
pedang dari rangkaian bunga.
Karena hati Kwe Po Giok sedang tegang, dia tidak ingat lagi untuk
masuk dari pintu depan. Dia melompati tembok pekarangan yang
tinggi dan melesat ke dalam ruangan tengah di mana mereka
bertemu setiap pagi. Di dalam ruangan itu tidak ada orang. Di dalam rumah pun tidak
terlihat bayangan Siau kiong cu. Dia segera bertanya pada para
pelayan, namun mereka semua menjawab tidak tahu. Dia menuju ke
ruang dapur. Seorang juru masak mengatakan bahwa tadi sebelum
hari terang ada seorang perempuan yang datang dan mengajak Siau
kiong cu pergi, Mereka meloncati tembok depan lalu tidak terlihat
lagi. Mendengar bahwa seorang perempuan yang mengajak Siau kiong
cu meloncati tembok dan pergi dari situ, Kwe Po Giok segera dapat
menduga siapa orangnya, karena setidaknya dia adalah seorang sih
tong. Dia segera menanyakan arah yang diambil kedua orang itu dan
menyusul secepatnya. Siau kiong cu adalah in jin (penolong) nya. juga tempat
mencurahkan perhatian, Namun dia masih belum berhasil
menyandak kedua orang itu. Tentu saja, mungkin perempuan itu
adalah dayang Cui thian atau Chow Ai Giok.
Tetapi kalau dipikir secara mendalam tentang pertanyaan Lian lian
mengenai ilmu silat yang dimiliki Siau kiong cu, rasanya tidak
diragukan lagi siapa yang membawanya pergi.
Ketika Siau kiong cu masih berada di sampingnya, Kwe Po Giok
tidak pernah berpikir macam-macam, Toh, akhirnya mereka akan
menjadi suami istri. Gadis itu tidak akan terjatuh dalam pelukan lakilaki
lain. Setelah kehilangannya, dia baru merasakan bahwa hidupnya tidak
sempurna lagi. Bagaikan ada sesuatu yang penting hilang dari
dirinya. Sebelumnya, Siau kiong cu akan mengingatkan kalau bajunya
sudah harus diganti, kaos kakinya sudah harus dicuci, dan kapan
waktunya untuk pergi tidur. sekarang gadis itu telah tiada di
sampingnya. Kehidupannya semakin kacau melebihi sebelum dia
bertemu dengan Siau kiong cu.
-oooo0oooo- Bagian Tujuh belas Di ruangan besar keluarga Fang. Fang Tiong Seng duduk di depan
pintu, Mo Put Chi dan Sun Put Ce berdiri di kedua sisinya, Langit
mendung, namun udara terasa pengap. Seakan sebentar lagi akan
turun hujan. Dan hati setiap orang pun diselimuti awan gelap.
"Apakah kalian pernah melihat dayang Cui thian akhir-akhir ini?"
tanya Fang Tiong Seng, "Tidak!" sahut kedua muridnya serentak, "Apa yang harus kalian
lakukan bila bertemu dengan dia?" tanya Fang Tiong Seng dengan
pandangan menyelidik. "Desak sampai mati!" sahut Mo Put Chi dengan suara nyaring.
"Put Ce. Bagaimana dengan engkau?" tanya Fang Tiong Seng
kembali. "Pertama, bujuk dia agar pulang kemari. Kalau dia menolak, teecu
akan berusaha untuk meringkusnya. Kalau gagal juga baru desak
sampai mati," sahut Sun Put Ce. Fang Tiong Seng menganggukkan
kepalanya. Wajah Mo Put Chi merah padam, bukan karena suhu
membedakannya atau sengaja memandang rendah kepadanya.
"Apa yang kalian lakukan bila bertemu dengan Kwe Po Giok
ataupun Siau kiong cu?" tanya Fang Tiong Seng. Kali ini Mo Put Chi
tidak berani menjawab. "Harap suhu memberi perintah," sahut Sun Put Ce.
"Selekasnya melaporkan kepada Suhu," kata Fang Tiong Seng.
"Masih ada beberapa orang yang diinginkan suhu...." sahut Sun
Put Ce. "Misalnya Kiau Bu Suang dan Lian lian."
"Orang-orang ini benar-benar tidak tahu diri, Kalau bukan
melupakan budi besar, tentu sok jago, Mereka masih berani
berkecimpung di kangouw seperti seorang tokoh terkemuka," kata
Mo Put Chi. Sun Put Ce memberi isyarat dengan kerlingan mata agar dia
jangan bicara terus, namun Mo Put Chi tidak memperhatikan.
Fang Tiong Seng tidak menunjukkan perasaan apa-apa. Sun Put
Ce tahu bahwa bila gurunya tidak menunjukkan perasaan apa-apa
bukan berarti otaknya tidak sedang memikir.
"Put Ce!" panggil Fang Tiong Seng.
"Teecu ada di sini," sahutnya.
"Di atas kapal dewa.... Bukankah kau tinggal bersama Kwe Po
Giok?" tanya Fang Tiong Seng.
"Tidak...." sahut Sun Put Ce.
"Mengapa tidak tinggal bersama?" tanya Fang Tiong Seng
kembali. "Karena Siau kiong cu menganggapnya sebagai tamu kehormatan,
dia diberi sebuah kabin yang mewah. Teecu tinggal bersama para
pelayan," sahut Sun Put Ce.
"Oleh karena itu, apa yang dibicarakan oleh Tang hay sin sian
kepadanya sama sekali tidak kau ketahui?" tanya Fang Tiong Seng.
"Betul," sahut Sun Put Ce tenang.
"Apa yang dibicarakan Siau kiong cu dengannya juga tidak kau
dengar?" tanya Tionggoan taihiap itu kembali.
"Betul," sahut Sun Put Ce.
Fang Tiong Seng terdiam untuk beberapa saat, Kemudian terlihat
dia menarik nafas panjang. wajahnya berubah kelam.
"Panca warna mempunyai kelebihan, Namun, tetap tidak
membuktikan bahwa hitam dan putih tidak mempunyai kelebihan,"
katanya. Mo Put Chi tidak mengerti.
Sun Put Ce seperti mengerti, seperti juga tidak, Siapa pun tidak
dapat menebak isi hatinya. Dia percaya, hanya orang yang telah
kehilangan harga diri baru dapat mengucapkan kata-kata seperti itu.
Chow Ai Giok tidak berhasil menyandak Bwe Mei malam itu,
namun dia berhasil mengejar dayang Cui thian.
Dayang Cui thian sadar bahwa keadaan dirinya tidak berbeda
dengan Cu pat kai (siluman babi) yang sedang bercermin, luar dalam
pun tidak mirip dengan seorang manusia. Siau kiong cu tidak
mungkin memaafkan dia, pasti menganggapnya sebagai musuh
besar. Fang Tiong Seng lebih-lebih tidak akan memaafkan dirinya,
karena dia tidak setia terhadap laki-laki itu, sedangkan Kiau Bu
Suang juga tidak akan benar-benar memaafkan dirinya, Sebab,
meskipun dia turun tangan membantunya, namun kentara sekali
bahwa dia sedang bersandiwara.
Manusia selicik dirinya pun, akan mendapat hari naas seperti
sekarang, Namun, kebenciannya terhadap tindak tanduk Chow Ai
Giok sudah merasuk ke dalam tulang sumsum, Dia tidak tahu siapa
yang memerintah Chow Ai Giok untuk memancingnya ke tempat itu.
Tetapi dia sadar bahwa itu adalah suatu siasat yang keji, Di satu
pihak, orang itu ingin membuktikan bahwa dia ada hubungan
dengan Kiau Bu Suang, dan di satu pihak lagi, orang itu ingin Fang
Tiong Seng dikeroyok oleh beberapa jago sekaligus. Seperti ingin
mengandalkan kekuatan beberapa orang untuk membasmi Fang
Tiong Seng. Tentu saja sejak semula dia sudah tahu bahwa manusia
bertopeng yang pertama adalah Fang Tiong Seng, Meskipun dia
tidak tahu pasti sampai di mana tingginya ilmu Fang Tiong Seng,
namun dia yakin dengan mengandalkan Kiau Bu Suang dan Lian lian
saja, masih bukan tandingannya.
"Chow Kouwnio, kau sedang mengejar diriku?" tanya dayang Cui
thian, "Bukan.,, aku bukan mengejar dirimu," sahut Chow Ai Giok.
"Kau sedang mengejar Bwe Mei?" tanya dayang Cui thian kembali.
"Betul," sahut Chow Ai Giok.
"Tampaknya kita berjodoh," kata dayang Cui thian.
"Berjodoh?" tanya Chow Ai Giok kebingungan.
"Betul. Kalau tidak, bagaimana kau bisa mengundang aku
menonton pertunjukkan sebagus itu" Siapa yang menyuruhmu
melakukannya?" bentak dayang Cui thian.
"Aku mempunyai kesulitan tersendiri untuk mengatakannya,"
sahut Chow Ai Giok. "Perempuan murahan! Apakah kau tidak merasa kalau
tindakanmu itu keterlaluan?" tanya dayang Cui thian dengan mata
mendelik. Chow Ai Giok tertawa dingin.
"Dayang Cui thian! Kalau aku berani mengundangmu berarti aku
tidak takut kepadamu!" bentaknya.
Dayang Cui thian benar-benar merasa kalau tahun itu dia sangat
sial, Sampai seorang budak cilik saja berani menginjak ke atas
kepalanya, Dia memperhatikan Chow Ai Giok dengan seksama.
Cucu perempuan Hiat Eng memang tidak boleh dipandang ringan,
Hanya saja dia mempunyai keinginan untuk menguji, Tentu saja
sebelum menguji, lebih baik membujuknya terlebih dahulu.
"Budak cilik.... Aku tahu kau adalah cucu perempuan Hiat Eng,"
katanya. "Apakah kau kira aku ini palsu?" tanya Chow Ai Giok sinis.
"Tentu saja tidak. Namun bukankah Hiat Eng juga rubuh di
tangan orang lain?" sindir dayang Cui thian.
"Aku akan mencari pembunuhnya." sahut Chow Ai Giok.
"Kalau aku tahu siapa pembunuhnya dan membantumu
membalaskan dendam. Apakah kau mau bekerja sama denganku?"
tanya dayang Cui thian. "Bekerja sama bagaimana?" Chow Ai Giok balik bertanya.
"Mengail di air keruh," sahut dayang Cui thian.
"Apakah kau tahu siapa pembunuhnya?" tanya Chow Ai Giok
kurang percaya. "Aku sama sekali tidak berbohong," sahut dayang Cui thian.
"Boleh dipertimbangkan. Siapa pembunuhnya?" tanya Chow Ai
Giok. "Tempat ini bukan daerah yang tepat untuk berbicara, Mari, kita
cari tempat lain yang lebih sesuai," sahut dayang Cui thian.
"Bagaimana aku tahu kalau kau tidak bermaksud buruk?" tanya
Chow Ai Giok dengan pandangan menyelidik.
"Budak cilik.,. keadaanmu sekarang sudah terancam bahaya,
Orang yang memperalatmu telah berhasil menjalankan rencananya,
Apakah dia akan membiarkan kau hidup terus" jangan kata orang
lain, manusia bertopeng itu saja tidak akan melepaskan dirimu!" kata
dayang Cui thian. "Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Chow Ai Giok.
"Kalau apa yang kuketahui tidak melebihimu, apakah aku bisa
berkecimpung dalam dunia kangouw sampai saat ini?" tanya dayang
Cui thian sinis. "Tampaknya kau mengenal manusia bertopeng yang pertama itu,"
kata Chow Ai Giok. "Tentu saja," sahut dayang Cui thian.
"Rasanya dia merupakan orang yang ilmunya paling tinggi di
antara ketiga manusia bertopeng tadi," kata Chow Ai Giok sambil
mengingat-ingat. "Jalan! Budak, kita bekerja sama menghindari bahaya yang
mengancam diri kita, lagipula kita bisa mencari akal membalaskan
dendammu," sahut dayang Cui thian.
Chow Ai Giok tidak begitu memperhatikan kata-kata dayang Cui
thian, Dia diam saja ketika ditarik oleh perempuan itu. otaknya
dipenuhi bayangan siapa yang membunuh kakeknya.
-oooo0oooo- Kiau Bu Suang sedang minum seorang diri.
Minum arak tanpa batas paling mudah mabuk. Dia sudah mabuk
kira-kira tujuh bagian Hal ini disebabkan karena tiba-tiba dia merasa
dirinya bukan tokoh yang cukup penting, Bayangannya tentang
jaman keemasannya yang hampir tiba terasa begitu menggelikan.
Manusia dalam keadaan seperti dirinya, hanya akan menimbulkan
dua macam reaksi. Yang pertama adalah memaki-maki dirinya
sendiri, yang kedua tentu menertawakan. Dan tertawa itu penuh
mengandung cemoohan ataupun hinaan.
Kiau Bu Suang tidak tertawa terbahak-bahak. Dia hanya terkekehkekeh,
Dia meludahi bayangannya sendiri di atas tanah, Pada saat
itu, tampak sebuah bayangan berdiri di depan pintu, Meskipun
mabuk, kesadarannya masih ada.
"Siapa?" bentaknya.
"Aku, Bu Suang!" sahut sebuah suara yang lembut.
Dalam keadaan terpukul seperti saat itu, dapat mendengar suara
yang demikian merdu, rasanya tekanan hatinya lebih ringan
sebagian "Apakah Lian toa moicu?" tanya Kiau Bu Suang.
"Betul." Dia duduk di hadapan laki-laki itu, Aroma harum yang
segar segera menerpa hidung Kiau Bu Suan.,
"Lian toa moicu, aku merasa bersalah terhadapmu," kata Kiau Bu
Suang. "Bersalah terhadap diriku" Mengapa?" tanya Lian lian dengan
mata mengerling genit. "Aku mengacaukan persoalan," sahut Kiau Bu Suang sendu.
"Apa yang terjadi?" tanya Lian lian seakan tidak mengerti.
"Dayang Cui thian adalah seorang pengkhianat. Chow Ai Giok
pembawa sial, perempuan semuanya hanya membawa kesialan!"
teriak Kiau Bu Suang. Lian lian tertawa sendu. "Apakah aku juga termasuk?" tanyanya.
"Tidak... tidak! Lian toa moicu, Aku bicara tanpa berpikir lagi. Kau
merupakan orang satu-satunya yang dapat kupercayai, Bagaimana
kalau kita minum secawan," ajak Kiau Bu Suang.
Lian lian tidak menunjukkan kemarahan.
"Aku memang ingin minum sepuasnya denganmu," sahut
perempuan itu. Selesai berkata, dia lalu mengangkat kendi arak dan
menuang untuk dirinya sendiri lebih dahulu. Kemudian dia
mengambil cawan dari tangan Kiau Bu Suang dan mengisinya juga.
"Mari.... Kita keringkan cawan ini," ajaknya.
Dia meminum arak di cawannya sampai kering, Kiau Bu Suang
mengikuti tindakannya. Seumur hidupnya, Kiau Bu Suang paling
gemar bercinta dengan kaum perempuan meskipun dirinya telah
kena dikhianati berkali-kali, tapi dia masih tidak jera juga.
Persis seperti seekor tikus yang pelupa, Yang diingatnya hanya di
mana ada makanan saja, sedangkan perangkap yang dipasang
Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk menjebaknya sama sekali tidak dihiraukan.
"Lian toa moicu. Andaikan aku dapat bersamamu selamanya, Aku
berjanji untuk mendengarkan setiap perkataanmu...." kata Kiau Bu
Suang dengan nada bergetar.
"Benarkah kau begitu menyukaiku?" tanya Lian lian.
"Me... mengapa" Apakah sampai saat ini kau masih belum
percaya?" Kiau Bu Suang tampaknya takut kehilangan sekali lagi.
Lian lian mengangkat cawannya tinggi-tinggi.
"Mari... keringkan arak ini!" katanya.
Entah berapa cawan arak telah masuk ke dalam perut Kiau Bu
Suang, Memang kekuatannya minum arak tidak seberapa hebat
sekarang dia sudah rebah di atas meja. Tawa Lian lian sungguh
memikat. Selama ini, dia paling yakin dengan tawanya sendiri, Tiada
seorang laki-laki pun yang sanggup menolaknya, Kiau Bu Suang saat
ini tidak ada harganya sama sekali, Meskipun dia pernah membunuh
Bok lang kun dan Hong be, bahkan pernah menggetarkan dunia
kangouw untuk sesaat Namun seorang enghiong harus dihadapi
dengan cara yang meyakinkan. Dia berjalan ke hadapan Kiau Bu
Suang. Dia bermaksud membawanya pergi.
Tiba-tiba sebuah bayangan berkelebat, di hadapannya telah
berdiri seseorang. Orang yang datang ternyata adalah Mo Put Chi.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Lian lian.
"Kau sendiri" Apa yang ingin kau lakukan?" Mo Put Chi bertanya.
"Apa yang ingin kulakukan, bukankah telah kau saksikan sendiri?"
sahut Lian lian. "Apa yang ingin kau lakukan, sama dengan yang ingin kulakukan,"
kata Mo Put Chi. "Kau menginginkan Kiau Bu Suang?" tanya Lian lian heran.
"Tepat!" sahut Mo Put Chi.
"Sayang sekali... aku juga menginginkan dia," kata Lian lian
tersenyum. "Siapa yang bisa membawa dia, hanya dapat dibuktikan dengan
kepandaian," sahut Mo Put Chi.
"Tranggg!!!" Pedangnya dihunus, Lian lian tertawa melihat sikap laki-laki itu.
"Tidak heran suhumu tidak menyukaimu," katanya.
"Bagaimana kau bisa tahu?" Kalau Sun Put Ce yang mendengar
perkataan itu, pasti ia sudah dapat menebak hubungan mereka.
"Tidak sulit untuk menduganya," kata Lian lian.
"Apakah kau mengenal suhuku?" tanya Mo Put Chi. Lian lian
tersenyum tanpa menjawab.
Mo Put Chi mengulurkan pedangnya. Serrr!!! Serangan itu cukup
mengejutkan. Lian lian berkelit ke kiri.
"Mengapa kau menyerang tanpa aturan?" tanyanya.
"Aku, Mo Put Chi selamanya memang begitu, Apakah aku harus
merasa sungkan terhadapmu?" bentak Mo Put Chi.
Lian lian sama sekali tidak menghunus pedangnya, Dia bertarung
dengan setengah hati. Mo Put Chi menyerangnya berkali-kali.
Namun tidak sekali pun sasarannya mengenai tubuh Lian lian.
Tiba-tiba Lian lian menghunus pedang-nya, Gerakannya sungguh
cepat. Mo Put Chi tidak sempat menghindar Dia langsung rubuh ke
tanah, Lian lian segera mengangkat tubuh Kiau Bu Suang. Dia
melesat melalui jendela, Kiau Bu Suang sama sekali bukan mabuk.
Dia yang menaruh obat bius di arak laki-laki tersebut.
-oooo0ooooKANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ketika Mo Put Chi tersadar Dia berada di atas tempat tidur, Sun
Put Ce berdiri di sampingnya, terhadap sutenya ini, dia tidak berani
memandang rendah lagi. "Sute.... Apa yang terjadi?" tanyanya, "Aku
baru ingin bertanya pada Suheng, Mengapa bisa tertotok jalan darah
daa rebah di atas tanah?"
Mo Put Chi segera teringat kembali Dia menarik nafas panjang.
"Suheng menarik nafas lagi," kata Sun Put Ce.
"Setiap kali melihat engkau, aku pasti menarik nafas," sahut Mo
Put Chi. "Siaute selalu membuat Suheng marah," kata Sun Put Ce sedih.
"Tidak... tidak! Bukan begitu persoalannya," kata Mo Put Chi
sambil mengibaskan tangannya.
"Lalu apa?" tanya Sun Put Ce.
"Setiap melihat engkau, aku selalu teringat kejadian dulu ketika
bersama-sama Ji sute memandang rendah dirimu, Mengapa kita dulu
tidak membersihkan mata sendiri?" sahut Mo Put Chi sendu.
"Suheng.... Maukah kalau tidak berkata begitu lagi" Aku benarbenar
tidak pandai mengambil hati kalian," kata Sun Put Ce salah
tingkah. "Tetapi... kau memang sangat pintar," sahut Mo Put Chi.
"Suheng.... sebetulnya apa yang telah terjadi?" tanya Sun Put Ce
mengalihkan pembicaraan ke pokok semula.
Mo Put Chi menceritakan semua yang dialaminya barusan, lama
sekali Sun Put Ce tidak menunjukkan reaksi apa-apa.
Mo Put Chi menatapnya dengan bola mata tertuju lurus, Dia
benar-benar ingin meraba isi hati Sun Put Ce. Dia ingin belajar dari
sutenya itu. Sebab, orang yang dipuji sang Suhu, tentu tidak salah
lagi. "Suheng.,., Mari kita pulang," kata Sun Put Ce akhirnya.
"Sute.... otakmu lebih tajam dariku, Coba kau pikirkan, mengapa
Lian lian ingin membawa Kiau Bu Suang" Kemana tujuannya?" tanya
Mo Put Chi. "Aku juga tidak tahu," sahut Sun Put Ce.
"Sute, orang yang pintar paling suka menyebutkan kata-kata itu.
Orang yang bodoh juga paling membencinya, Kau pasti tahu," kata
Mo Put Chi yakin. Sebetulnya Sun Put Ce sudah mempunyai dugaan sebanyak
sembilan bagian, Namun ada beberapa persoalan yang tidak leluasa
dikatakannya kepada sang suheng.
"Sute.... Kepulangan kita kali ini, pasti akan mendapat dampratan
lagi," kata Mo Put Chi yang melihat sutenya diam saja.
"Suheng... kali ini mungkin tidak," sahut Sun Put Ce.
"Benar-benar tidak?" tanya Mo Put Chi dengan mata terbelalak.
Sun Put Ce menganggukkan kepalanya dengan yakin. Fang Tiong
Seng yang mendapat 1aporan, ternyata tidak memarahi mereka, Mo
Put Chi semakin kagum terhadap Sun Put Ce. Dia seakan ingin
berteriak karena terlalu senang, Dia menganggap dirinya tidak
pantas menjadi suheng Sun Put Ce.
-oooo0oooo- Sun Put Ce dan Mo Put Chi kembali minum arak bersama-sama di
sebuah rumah makan, Sekarang, asalkan kedua orang itu keluar
bersama, selamanya Sun Put Ce tidak dibiarkan mengeluarkan uang,
Mo Put Chi menganggap bahwa dengan mentraktir sutenya, hatinya
terasa bangga juga. Kedua orang itu minum sembari melongokkan kepala keluar
jendela melihat pemandangan dijalanan, Lampu-lampu mulai
dinyalakan, Suasana menjadi ramai. Siang hari panas, malam hari
udara sejuk. Pedagang-pedagang kecil entah datang dari mana,
tahu-tahu sudah bermunculan.
"Sute.... Apakah kau pernah tidur bersama seorang perempuan?"
tanya Mo Put Chi tanpa juntrungan.
Tiba-tiba mendapat pertanyaan seperti itu, Sun Put Ce menjadi
termangu-mangu, juga hanya Mo Put Chi yang dapat mengeluarkan
pertanyaan semacam itu. Namun Sun Put Ce tidak menyalahkan dia.
Hati orang ini terbuka dan lugu, Dia tidak suka berbelit-belit Apa
salahnya kalau dia mengajukan pertanyaan seperti itu"
Sun Put Ce menggelengkan kepalanya.
"Aku tahu, kau bukan sejenis manusia yang gampang tergelincir
dalam nafsu," kata Mo Put Chi.
Sun Put Ce tertawa kecil.
"Sute. Apakah kau bisa meramal" Hari itu kau mengatakan bahwa
kita tidak akan mendapat makian sesampai di rumah, ternyata apa
yang kau katakan benar-benar terjadi," kata Mo Put Chi kembali.
Sun Put Ce tetap tertawa tanpa menjawab pertanyaan itu.
Mo Put Chi juga tidak marah meskipun tidak mendapat sahutan
dari sutenya, sekarang ini, rasa hormat kepada Sun Put Ce sudah
melebihi terhadap suhunya, Pada saat itu, Mo Put Chi tiba-tiba
menunjuk ke jalanan. "Sute, coba kau tebak. Orang itu laki-laki atau perempuan?"
tanyanya. "Yang mana?" "Itu... yang mengenakan pakaian ungu dengan stelan celana
panjang, Tata rambutnya tidak dapat menjelaskan dirinya
perempuan atau laki-laki. Tangannya dimasukkan ke dalam saku
pula," kata Mo Put Chi menunjuk sekali lagi
Perhatian Sun Put Ce terpaku pada orang itu seketika, Sampai
bayangan orang itu tidak terlihat lagi, Sun Put Ce langsung berdiri
dan menghambur ke bawah. Mo Put Chi tidak mau lepas dari pandangan Sun Put Ce, dia juga
tidak membiarkan sutenya terlepas dari pandangannya. Dia
melempar mangkok nasi di tangannya dan ikut menghambur ke
bawah. Sun Put Ce tidak berani memastikan siapa orang itu, dia lebihlebih
tidak berani menguatkan dugaannya. Tetapi karena telah
sekian lama tidak bertemu, Sun Put Ce tetap mengharapkan kalau
orang itu adalah Bwe Mei. Namun orang yang dikejarnya tidak
kelihatan lagi. Sun Put Ce panik sekali, Dia yakin, seandainya orang itu adalah
Bwe Mei, pasti belum melihat dirinya. Orang itu pasti juga belum
terlalu jauh, Dia berbelok ke sebuah gang kecil, tiba-tiba telinganya
menangkap suara senandung seseorang. Siapa pun yang
mendengarnya segera akan menangkap kata-katanya dengan jelas.
"Khe lim suat... yau thun chau.... Mu yang pak hai pi,., (Haus
minum salju, lapar makan rumput, gembala domba di tepi lautan
utara)." Syair lagunya memang menyedihkan, orang yang menyanyikan
lagu ini pasti sedang dilanda duka yang mendalam, Lang-kah kaki
Sun Put Ce terhenti. Pasti rumah yang satu ini, nomor tiga dari ujung gang. Di sana
terdapat sebuah pendopo kecil. Suara senandung itu berkumandang
dari sana. Lagipula, meskipun telah berlalu berapa tahun, dia tetap
akan mengenal suara ini, suara Bwe Mei! Sekarang, dia sudah berdiri
di muka pendopo kecil tersebut.
Orang yang menyenandungkan lagu itu sudah berhenti Dia duduk
di hadapan sebuah lampu tinggi. Dia menatap ke depan dengan
pandangan kosong. Air mata menetes membasahi pipinya.
Lengan baju sebelah kanannya berkibaran, Bagaikan telah
kehilangan sebelah tangan, Kenyataannya memang demikian,
Dandanannya dibuat seperti seorang laki-laki. Sekumpulan rasa pilu
yang susah diuraikan memenuhi perasaannya, Sun Put Ce, ingin
memanggil namanya, namun seperti ada sesuatu yang menyumbat
tenggorokannya, seseorang yang telah mengalami segala kegetiran,
yang merasa kehilangan kepercayaan terhadap kehidupan ini,
namun mau tidak mau harus tetap melanjutkan kehidupan, pasti
bisa menyanyikan lagu sesedih itu. Mengalirkan air mata sederas itu.
Cia tang si wi liau ho co....
Ai ho ciu put nen put cia tang si....
(Makan sesuatu untuk melanjutkan hidup, mau hidup tidak dapat
tidak makan apa-apa). Sun Put Ce adalah seorang laki-laki keras hati, Hal ini tidak dapat
diragukan lagi, Dia tidak ingat berapa kali dia pernah mengalirkan air
mata selama hidupnya. Bahkan ketika Ji suhengnya meninggal, dia
juga tidak menangis. Karena dalam hati, dia telah bersumpah untuk
membalaskan dendamnya. Namun, keadaan seperti malam ini, bukan persoalan menyangkut
balas dendam. Dia merasa air mata telah memenuhi kelopaknya,
tidak dapat tidak harus dikeluarkan. Dia melangkah setindak demi
setindak menghampiri punggungnya, Sun Put Ce tahu, ketika gadis
itu membalikkan tubuh dan mendapatkan dirinya, perasaannya pasti
akan hancur. Tangan Sun Put Ce dengan lembut menyentuh pundaknya. Tibatiba
Bwe Mei menghambur ke depan sejauh dua langkah.
Kehidupan seakan menjadi beban hatinya, Sebelum kematian
menjelang, dia tetap harus waspada terhadap segala kemungkinan
Karena dirinya masih suci bersih, Sedang-kan seorang laki-laki
hidung belang, tidak pernah perduli apakah perempuan yang hendak
dinodainya cacat atau tidak!
"Bwe Mei... Bwe Mei.... Mengapa kau..." kata-kata selanjutnya
bagai tersekat di tenggorokan.
Bwe Mei telah melihatnya. Semua kebencian, kekesalan,
kepedihan dan perasaan terharu begitu melihat orang yang
dikasihinya berbaur menjadi satu, Dia mendekap muka dengan
kedua telapak tangannya dan menangis pilu.
Dia mengira orang yang kehilangan sebelah tangannya laksana
seekor makhluk aneh, Dia mengira, deraian air mata Sun Put Ce
adalah karena melihat keanehan dirinya, Meskipun rasa kasihan
yang ada dalam dada laki-laki itu, dia tetap tidak mau menerimanya.
"Jangan... kau pergi.... Aku tidak ingin melihatmu... aku tidak
ingin bertemu dengan siapa pun!" teriaknya pilu.
Sebagian tetesan lilin telah terjatuh ke tanah, Rumah itu kacau
balau keadaannya. pakaian Bwe Mei pun kotor sekali, Seorang
manusia yang sempurna, hanya karena kehilangan sebelah
lengannya, tidak akan memperdulikan segalanya lagi. pakaian kotor
atau bersih, sama sekali tidak menjadi perhatiannya lagi.
"Bwe Mei... katakan! Bwe Mei... berkatalah.... Aku tidak akan
menertawakan dirimu. Aku tidak akan, Kalau kau tidak
mengatakannya kepadaku, tahukah bagaimana pilunya hati ini?"
teriak Sun Put Ce. Dia merangkul gadis itu. Pertama-tama, Bwe Mei meronta, namun
akhirnya menyelusup ke dalam dada Sun Put Ce dan menangis
menggerung-gerung. Menangis adalah obat yang paling manjur
untuk me legakan hati. Bwe Mei menceritakan semua musibah yang
dialaminya, Sun Put Ce tidak berkata apa-apa. Memang dia kurang
dapat memahami perasaan seorang perempuan Dendam otomatis
harus dibalas, tapi yang paling penting adalah menguatkan hati Bwe
Mei agar dapat tabah menghadapi masa depannya.
Jilid : 13 "Jangan bersedih, Bwe Mei, Kehilangan sebelah lengan bukan
berarti dunia sudah kiamat. Kau harus berani menghadapi kenyataan
untuk maju terus dalam hidup," kata Sun Put Ce menghiburnya.
"Kau tidak usah mengucapkan kata-kata yang menyenangkan
hati. Paling tidak, aku tidak bisa menggunakan tangan sendiri untuk
membalas dendam lagi," sahut Bwe Mei.
"Tidak bisa?" tanya Sun Put Ce.
"Apakah kau mempunyai kesanggupan?" Bwe Mei balik bertanya
kepadanya. "Bwe Mei..,. Kalau aku hanya memiliki sebuah lengan, maka aku
akan berlatih keras dengan tangan kiri. Sebelum berhasil, aku tidak
akan berhenti," sahut Sun Put Ce.
"Tidak! Kau berdusta! Kau membohongiku! Melatih dengan tangan
kiri, lebih susah daripada melatih dari awal," kata Bwe Mei.
"Tidak, Bwe Mei. Mulai awal berarti sama sekali belum pernah
belajar ilmu silat Kekuatan atau pun pengetahuan masih seperti
Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
selembar kertas putih, sedangkan kehilangan sebuah lengan, hanya
berarti kau tidak dapat menggunakan tangan kanan lagi, sedangkan
tenaga dalam atau pun pengetahuan yang telah kau pupuk selama
ini belum hilang. Kalau kau mulai berlatih dengan tangan kiri, kau hanya perlu
memindahkan ilmu yang biasa kau pakai di tangan kanan ke tangan
lainnya, Asal kau berlatih dengan sungguh-sungguh, aku yakin
kehebatannya akan melebihi tangan kanan," sahut Sun Put Ce
menjelaskan. "Aku tidak percaya," kata Bwe Mei.
"Kau pasti percaya... karena di Bulim, jago yang menggunakan
tangan kiri tidak banyak. Sekali ada, selama ini belum terdengar ada
yang dapat menandinginya, seperti para pendekar kita dari zaman
lampau. Yang menggunakan tangan kiri selalu lebih menonjol dari
yang menggunakan tangan kanan," sahut Sun Put Ce.
Bwe Mei tetap menggelengkan kepalanya. Rasa percaya dirinya
benar-benar sudah amblas, Sun Put Ce menghapus air matanya.
Tidak henti-hentinya dia menghibur dan membujuk. Dia bahkan
menjanjikan, bahwa dalam waktu tiga bulan dia akan merubah Bwe
Mei menjadi seorang Kochiu berilmu tinggi. Malah lebih hebat dari
sebelum tangan kanannya terkutung.
"Tiga bulan?" tanya Bwe Mei kurang percaya.
"Betul! Mungkin tidak sampai tiga bulan," sahut Sun Put Ce.
"Sekarang saja kau sendiri tidak termasuk jago kelas satu," kata
Bwe Mei sinis. "Betul. Sekarang aku memang belum termasuk jago kelas satu,
Tapi kalau aku berlatih bersama-sama denganmu. Tidak lama
kemudian, aku akan berubah menjadi seorang kiam khek yang amat
lihai," sahut Sun Put Ce yakin.
"Aku tetap tidak percaya. Kau hanya bermaksud menghibur
hatiku. Agar makhluk aneh seperti aku ini tidak putus asa dan
mengambil jalan pendek," kata Bwe Mei.
"Kau tidak akan bunuh diri," sahut Sun Put Ce.
"Mengapa kau begitu yakin?" tanya Bwe Mei.
"Bila kau sudah mendengar apa yang akan kukatakan, kau pasti
tidak akan mengambil jalan pendek lagi,"
Sun Put Ce membisikkan beberapa patah perkataan di telinga
gadis itu. Bwe Mei memandangnya dengan heran, Pada saat itu,
sinar harapan mulai terbit di bola matanya.
"Bok lang kun yang memberikannya kepadamu?" tanyanya.
"Betul," sahut Sun Put Ce.
"Diletakkan dalam peti mati?" tanya Bwe Mei kembali.
"Betul. Tadinya aku tidak ingin menggunakannya, Namun aku
merasa bahaya dalam dunia BuIim makin membengkak Lebih
mengerikan daripada zaman Toa Tek To Hun mengadakan
pembunuhan beruntun, Apalagi melihat nasibmu yang begini
malang, Aku telah mengambil keputusan," sahut Sun Put Ce.
Bwe Mei menarik nafas panjang. Dia memeluk Sun Put Ce eraterat.
Sun Put Ce akhirnya mengeluarkan sebuah bumbung bambu dari
balik pakaiannya. Bambu itu licin dan berkilauan Seperti sudah
diolesi minyak untuk mengkilapkan, Di bagian tengah bumbung
bambu itu terukir huruf-huruf kecil seperti butiran beras.
Pertama-tama, mereka menggunakan waktu setengah hari untuk
mendalami sim hoat yang tertera di bambu tersebut. Kemudian Sun
Put Ce menganjurkan agar Bwe Mei berlatih sampai tiga hari
berturut-turut mengikuti ajaran sim hoat itu. Hal itu dimaksudkan
agar Iweekang yang pernah dilatih Bwe Mei berangsur-angsur hilang
dan digantikan dengan sim hoat yang baru.
Untuk mempelajari ilmu ini, konsentrasi harus penuh, Dengan
demikian, Sun Put Ce harus keluar pintu untuk membelikan segala
macam keperluan mereka sehari-hari. Seperti makanan, kayu bakar,
pakaian dan lain-lainnya. Dia juga menasehati Bwe Mei agar jangan
keluar rumah kalau tidak ada keperluan penting.
"Sun toako.... Kapan baru aku bisa menandingi Chow Ai Giok
kalau tiba-tiba bertemu dengannya?" tanya Bwe Mei.
Sun Put Ce merenung sejenak.
"Paling tidak, memerlukan waktu satu setengah bulan," sahutnya,
"Satu setengah bulan benar-benar tidak usah takut lagi
kepadanya?" tanya Bwe Mei dengan wajah penuh harapan, Tadinya
Sun Put Ce mengira gadis itu akan merasa terlalu lama.
"Asalkan kau mau berlatih dengan keras dan tanpa mengenal
lelah. Dalam waktu satu setengah bulan saja, dia tidak bisa berbuat
semena-mena lagi terhadapmu," sahut Sun Put Ce membesarkan
hati gadis itu. Daerah sekitar Cui goat si kering kerontang. Keadaan itu sangat
berbeda dengan biara-biara Iainnya. Keadaan sepi dan gersang
seperti itu menunjukkan ketidak amanan. Banyak perampok ataupun
begal yang menghuninya, Namun, tampaknya Cui goat si tidak
memperdulikan hal ini. Di sekeliling biara ini terdapat beberapa batang pohon, Daundaunnya
berguguran Di depan kejauhan ada sebuah gunung,
Pemandangannya tidak dapat dikatakan indah, Di tempat ini
biasanya hanya ada tiga orang, Yang pertama adalah kepala biara,
Toa pei su thay. Dan yang dua lagi adalah murid agamanya, Liau
cing dan Liau yuan. Mereka adalah dua orang nikouw yang masih
muda belia. Sejak kedatangan Lian lian, biara itu jadi agak ramai, Dua nikouw
muda itu setiap hari menuntut pelajaran ilmu silat dari Lian lian,
Ternyata Lian lian adalah adik seperguruan Toa pei su thay. Tempat
mengurung diri atau bertapa Toa pei su thay saat ini jadi tempat
menyekap Siau kiong cu. Ruangan itu berada di bawah tanah, Sekali
terkurung di dalam, ko chiu yang berilmu setinggi apa pun, jangan
harap dapat membobolnya. Toa pei su thay tadinya tidak begitu menyetujui tindakan Lian lian,
tapi karena sumoynya sangat keras kepala, akhirnya dia tidak dapat
berbuat apa-apa juga. Toa pei su thay tidak begitu mengetahui
urusan sumoinya sedangkan Lian lian juga tidak banyak bercerita,
Pada saat itu, kembali Lian lian membujuk Siau kiong cu. Dia
membawa serangkum bunga, gunting, vas kembang dan
sebagainya. "Siau kiong cu, asalkan kau bersedia bekerja sama. Dalam jangka
waktu setengah bulan, aku pasti melepaskanmu," kata perempuan
itu. "Aku memang sedang bekerja sama denganmu," sahut Siau kiong
cu. "Kalau begitu, rangkailah bunga agar aku dapat memperhatikan,"
kata Lian lian. "Bukankah aku sudah merangkai beberapa pot untukmu?" tanya
Siau kong cu. "Hm.,., Apakah kau kira aku sama sekali tidak mengerti cara
merangkai bunga?" kata Lian lian sinis.
"Apakah caraku merangkai bunga tidak benar" itu adalah cara
yang paling sering digunakan kaum bangsawan," sahut Siau kiong
cu. "Kurang ajar! Kau terang-terangan sudah tahu apa yang ku
inginkan?" bentak Lian lian kesal.
"Apa yang kau inginkan" Mengapa kau tidak mengatakannya terus
terang?" tanya Siau kiong cu seakan tidak mengerti.
"Dalam rangkaian bungamu, terselip kiam sut dan kiam gi paling
tinggi dari Tang hay sin sian. Apa kau kira aku tidak tahu?" desak
Lian lian. "Siapa yang mengatakan?" tanya Siau kiong cu.
"Kau jangan berpura-pura lagi. Kalau tidak, bagaimana bocah
yang ilmunya cetek seperti Kwe Po Giok dalam waktu singkat bisa
menjadi seorang jago kelas satu, Aku malah yakin kalau dia belum
mempelajari seluruhnya," kata Lian lian.
"Tidak masuk akal!" sahut Siau kiong cu.
"Apa" Kau masih mau meneruskan sandiwaramu?" bentak Lian
lian. "Kenyataannya memang tidak demikian, kau mengharap apa
dariku?" tanya Siau kiong cu seraya menarik nafas panjang.
Wajah Lian lian berubah hebat.
?"Aku percaya tulangmu tidak seberapa keras, jangan sampai kau
menyesal," katanya dingin.
Siau kiong cu memejamkan matanya.
"Lian toaci,.,, Tadinya aku mengira kau seorang yang bijaksana,"
sahutnya. "Aku beritahukan kepadamu, apa yang kulakukan adalah demi
kebaikan kaum Bu-lim," kata Lian lian.
"Kalau benar demikian, kita boleh bicara terus terang, Mengapa
harus menahanku seperti ini?" tanya Siau kiong cu.
"Apakah ada gunanya kalau aku bicara terus terang?" kata Lian
lian dengan nada ketus. Siau kiong cu memejamkan matanya
kembali Dia tidak menjawab kata-kata Lian lian.
-oooo0oooo- Tengah malam.... Lian lian datang kembali, Tadinya Siau kiong cu mengira kalau dia
telah salah melihat Karena Lian lian memakai pakaian laki-Iaki,
bahkan gayanya seperti seorang pemuda hidung belang, Kalau
dalam keadaan biasa, Siau kiong cu pasti akan tertawa terbahakbahak.
Namun sinar mata Lian lian saat ini menunjukkan niat busuk.
"Siau kiong cu, selain caramu merangkai bunga, aku juga suka
terhadap dirimu." kata perempuan berpakaian pria itu.
"Suka apa?" tanya Siau kiong cu tidak mengerti.
Lian lian mengedipkan matanya
"Percaya atau tidak, terserah. Aku selalu suka gadis-gadis muda
seperti dirimu, ketimbang orang laki-Iaki," serunya.
"Banyak perempuan yang mempunyai perasaan sama, Mereka
senang dengan gadis remaja karena cantik dan mempesona," sahut
Siau kiong cu. "Siau kiong cu kau agaknya tidak mengerti maksudku." Sakut
Lian-lian. "Apa yang kau maksudkan?" tanya Siau kiong cu bingung.
"Aku senang memeluk gadis remaja kalau tidur," kata Lian lian
sambil mengerling genit. "Ternyata kau bukan perempuan baik-baik!" sahut Siau kiong cu
marah. "Tubuh gadis remaja akan menghangatkan kalau tidur bersama
pada musim dingin sedangkan dalam musim panas, terasa
menyegarkan Apa yang tidak baik?" kata Lian lian.
"Kau seorang perempuan yang tidak tahu malu," sahut Siau kiong
cu sambil mendelikkan matanya.
Lian lian tertawa terkekeh kekeh.
"Perempuan yang tidak tahu malu selalu melakukan perbuatan
yang memalukan juga, Oleh sebab itu, kau harus menurut
perintahku/" katanya.
Siau kiong cu terkejut. "Apa yang akan kau lakukan?" tanyanya.
"Memperkosa dirimu!" sahut Lian lian tersenyum.
"Puih! perempuan rendah! Sungguh tidak sangka kalau kau dapat
mengeluarkan kata-kata semacam itu," kata Siau kiong cu seraya
meludah ke tanah. "Bukan hanya mengeluarkan kata-kata-nya saja, Aku bahkan
dapat membuktikannya," sahut Lian lian, Tiba-tiba dia mengangkat
tubuh Siau kiong cu dan masuk ke dalam ruangan batu. Siau kiong
cu meronta-ronta, namun bagaimana pun tenaganya tidak dapat
menaklukkan Lian lian, Akhir-nya dia terkulai lemas.
Lian lian menyeringai lebar, Dia merobek baju Siau kiong cu satu
persatu, Gadis itu memandang dengan mata terbelalak Dia hampir
semaput. Tubuhnya telah telanjang, Kemudian Lian lian melepaskan
pakaiannya sendiri, Dalam waktu sekejap saja dia juga tidak
mengenakan sehelai benang pun.
Siau kiong cu terkejut Dia takut sekali, Sebelum seseorang
melakukan sebuah perbuatan, bagaimana dapat meyakinkan diri
kalau dia itu orang jahat atau orang baik" Dada Lian lian diikat
dengan sehelai selendang, Mungkin agar payudaranya jangan terlalu
menyembul, dengan demikian kesan kelaki-lakiannya akan
berkurang, Apa yang terlebih mengerikan, adalah bagian bawah
tubuhnya, Ternyata dia mempunyai alat kelamin seperti seorang
laki-laki. Siau kiong cu belum pernah melihat pemandangan seperti itu, Dia
mendongakkan kepalanya ke atas.
"Asalkan manusia, pasti masih mempunyai perasaan kemanusiaan
Lian lian, di manakah, perasaan manusiawimu?" teriaknya marah.
"Siau kiong cu! Aku beritahukan kepadamu Asal tulangmu cukup
keras, aku masih mempunyai beberapa cara yang lebih kejam lagi,"
kata Lian Uan. Air mata Siau kiong cu tidak terbendung lagi.
"Manusia jahat! Apakah kau seorang laki-laki atau perempuan?"
Tentu saja Lian lian adalah perempuan. Hanya benda yang
bergelantung di bagian bawah tubuhnya terlihat begitu persis seperti
yang asli, Lian lian tertawa terbahak-bahak melihat keadaan gadis
itu. "Aku lebih banyak hormon laki-laki daripada perempuannya,
Bagaimana" Apakah kau mau mengabulkan permintaanku?"
tanyanya. Siau kiong cu menggelengkan kepala keras-keras.
"Aku benar-benar tidak tahu apa yang kau maksudkan," Dia
menganggap kematiannya bukan apa-apa. sedangkan ilmu
peninggalan Tang hay sin sian tidak boleh terjatuh ke tangan
perempuan jahat ini. Kalau siluman ini telah berhasil menguasai ilmu tersebut, bukan
saja dia tidak mungkin membalaskan dendam ayahnya, bahkan akan
menyebar racun bagi kaum Bulim.
Lian lian berniat memeluknya. Tangannya sudah terulur.
"Jangan mendekat Kalau kau maju setindak lagi, aku akan bunuh
diri!" teriak Siau kiong cu.
Lian lian tidak jadi merangkul Dia takut kalau Siau kiong cu benarbenar
nekat dan bunuh diri, Bukankah kesibukannya beberapa hari
ini akan menjadi sia-sia saja" Tepat pada saat itu, di luar pintu ruang
bawah tanah tersebut, berkumandang suara Toa pei su thay.
"Sumoi.... Tempat ini adalah rumah ibadat kaum Budha."
"Suci.... Aku tidak melakukan apa-apa," sahut Lian lian.
"Kau memang belum melakukan apa-apa. Kalau sampai terjadi,
kau tidak punya muka lagi menghadap pintu Budha di akherat
nanti," kata Toa pei su thay.
"Suci... aku hanya menakut-nakuti dirinya saja," sahut Lian lian.
"Sumoi.... Barang siapa yang membiarkan dirinya berkecimpung
dalam kemaksiatan tidak akan pernah mengangkat diri lagi, apa
yang jelas merupakan dosa, lebih baik jangan dimulai. Harap Sumoi
pikir tiga kali!" kata Toa pei su thay.
Kepala biara itu sudah pergi. Kata-katanya yang mengandung arti
dalam benar-benar sebuah nasehat yang baik, Namun bagi telinga
Lian lian, kata-kata itu terasa tidak enak didengar, Meskipun dia
tidak membantah, namun dari cibiran bibirnya dapat terlihat ejekan.
Nasehat yang diberikan Toa pei su thay malah dianggap sebagai
penyulut api dendam. Untuk sementara dia melepaskan diri Siau
kiong cu. Dia mengenakan pakaiannya kembali.
-oooo0oooo- Pohon Hu yang tumbuh di belakang Cui goat si mengandung
Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
misteri, Angin malam berhembus menggoyangkan batang-batang
pohon itu. pemandangan malam hari lebih menarik dari siang hari,
Lian lian datang ke tengah rimba tersebut.
Ada seseorang yang sedang menantinya di tempat itu. Hati orang
paling susah diraba, Kata-kata itu memang tepat, Menipu dengan
kecantikan wajah, terlebih menyeramkan.
Bagaimana watak Lian lian sebetulnya" Dia sendiri tidak mengerti
dirinya sendiri, Kalau saja semua rencananya diketahui Toa pei su
thay, dia pasti akan terkejut setengah mati. Bahkan akan
mengamuk! "Bagaimana?" tanya laki-laki yang sedang menunggu itu. Lian lian
mengibaskan tangannya. "Bocah ini sungguh sulit ditundukkan," katanya.
"Dia tidak mau mengatakannya?" tanya laki-laki itu kembali.
"Seharusnya kau bisa menemukan akal yang lain," lanjut laki-laki
itu setelah melihat Lian lian menganggukkan kepalanya.
Sebetulnya Lian lian hampir kehabisan akal, Namun dia tidak
dapat mengakuinya dihadapan laki-laki ini.
"Nanti kucoba lagi dengan cara yang lain," katanya.
"Benar-benar telah menyusahkan diri-mu," kata laki-laki itu. Dia
memegang tangan Lian lian. perempuan itu menjatuhkan diri ke
dalam pelukan laki-laki tersebut. Lian lian adalah sekuntum mawar
yang berduri, Siapa yang dapat membuat dirinya demikian patuh"
Mengapa laki-laki ini sanggup menundukkannya" Laki-laki ini sama
sekali tidak tampan juga tidak muda.
Hubungan mereka juga tidak mungkin dekat sekali Namun apa
yang terlihat di depan mata saat ini, membuktikan bahwa laki-laki ini
memang sanggup menguasainya. Orang yang sanggup menguasai
perempuan itu belum tentu merupakan orang yang harus memenuhi
syarat tertentu. Mungkin dia mempunyai kelebihan yang lain.
"Mengapa harus memperhatikan cara merangkai bunganya?"
tanya Lian lian. "Karena ilmu silat peninggalan Tang hay sin sian akan
menyempurnakan rencana kita," sahut laki-laki itu.
"Apakah alasannya hanya itu?" tanya Lian lian.
"Apakah alasan ini masih tidak cukup?" Laki-laki itu balik bertanya.
"Bagaimana kalau dia lebih memilih mati dari pada
menjelaskannya?" lanjut Lian lian.
"Apakah kau anggap dia akan begitu kukuh?" tanya laki-laki
tersebut. "Dia memang seorang gadis yang keras kepala," sahut Lian lian.
"Aku rasa kemampuanmu bukan begitu saja. Di dunia ini masih
banyak hal yang lebih mengerikan daripada mati," kata laki-laki itu
kembali. "Aku tahu maksudmu Tapi suciku sangat tidak menyukai
permainan semacam ini," sahut Lian lian.
"Aku bisa membujuknya," kata laki-laki itu.
"Membujuknya?" Lian lian seperti kurang percaya.
"Tentu saja, Dengan cara tersendiri membujuknya."
Kedua orang itu saling menatap dan tertawa. Laki-laki itu
menggendong Lian lian dan masuk ke dalam hutan, Sinar mata
kedua orang itu telah menyiratkan sesuatu yang dalam.
Chow Ai Giok benar-benar tinggal di Yat lai khek can.
Hari belum terang, Dia masih tenggelam dalam alam mimpi.
Sebuah tangan yang besar membangunkannya,
Dia hampir berteriak Tangan orang itu membekap mulutnya.
"Jangan teriak. Aku yang datang," kata suara itu.
Biar siapa pun, asalkan tidak turun tangan terhadapnya, pasti
bukan orang luar. Yang datang ternyata adalah Kiau Bu Suang,
Apakah orang ini termasuk musuhnya" seseorang bila ingin
mencari keyakinan untuk diri sendiri, sebetulnya mudah sekali, Kita
bisa memandang orang yang baru kita kenal sebagai musuh asalkan
mencari kesalahan setitik saja.
Begitu pun seorang sahabat Kita dapat menganggap orang yang
baru kita kenal sebagai sahabat asalkan dapat menemukan
kelebihannya kepada kita. Laki-laki itu telah mempermainkannya.
Bahkan pernah mengeluarkan kata-kata bahwa hubungan mereka
tidak ada untuk kedua kalinya, Perkataan itu benar-benar menusuk
perasaannya. "Ada apa" Berubah pendapat?" tanya Chow Ai Giok ketus.
"Apa maksud perkataanmu itu?" tanya Kiau Bu Suang.
Bukankah kau tidak mempunyai kegairahan untuk mengulanginya
kembali?" Chow Ai Giok mencibirkan bibirnya.
Kiau Bu Suang mengangkat bahunya dan tertawa, Seakan ingin
meredakan pertanyaan tentang kenyataan yang pernah diucapkannya.
"Jantung hatiku.... Kau rupanya tidak mempunyai selera humor
sama sekali?" kata Kiau Bu Suang, hari itu dia dipancing oleh Lian
lian, Kali ini dia ingin menguji perempuan ini. Sengaja mengikutinya
dan mencari tahu tempat tinggalnya.
"Apakah kau hanya bergurau?" tanya Chow Ai Giok.
"Kalau kau menganggap perkataanku serius, bukankah aneh
sekali?" sahut Kiau Bu Suang, Dia yakin perbuatan Chow Ai Giok
juga disetir oleh Lian lian, Sekarang dia baru sadar bahwa
perempuan memang tidak boleh dipercaya seratus persen.
"Selera humormu rasanya sangat berbeda dengan orang lain,"
kata Chow Ai Giok. "Coba kau pikir baik-baik, Perempuan secantik dirimu, laki-laki
mana yang akan mengucapkan kata-kata hinaan dengan serius?"
sahut Kiau Bu Suang, Laki-laki yang tidak pandai mengeluarkan
kata-kata pujian bagi seorang wanita, barulah termasuk orang yang
bodoh, Tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun, asalkan mulut
mau mengucapkan kata-kata yang manis, Akibatnya tentu
menyenangkan Chow Ai Giok terpaksa percaya, ia tidak menyangsikan
kecantikannya sendiri, meskipun dia mengakui masih kalah sedikit
dibandingkan Bwe Mei. "Untuk apa kau datang ke tempat ini?" tanyanya.
"Aku...." Kiau Bu Suang tertawa-tawa, "Apakah perlu dijelaskan
lagi?" katanya. Dia ingin mengulangi untuk kedua kalinya. Dia mengingkari katakatanya
sendiri, Kenyataannya, modal Kiau
Bu Suang memang tidak rendah. Baik bentuk wajahnya,
penampilannya, atau pun ilmu silat yang dimilikinya, sudah termasuk
pria idaman, Dan dia tidak segan-segan menggunakan kelebihan
dirinya untuk menutupi kekurangannya.
Chow Ai Giok menyukai Sun Put Ce, namun dia sadar dirinya tidak
berharga lagi. perempuan semacam dirinya memang hanya pantas
bersanding dengan laki-laki seperti Kiau Bu Suang, juga boleh
dikatakan, apabila dirinya dapat bersanding dengan Kiau Bu Suang
juga sudah termasuk lumayan.
Oleh sebab itu, mereka mengulangi lagi perbuatan itu untuk
kedua kalinya, Orang yang mengucapkan kata-kata seperti itu, tidak
perduli untuk menelan kembali ucapan yang telah dikeluarkannya,
Perempuan yang telah pernah dipermainkan lebih-lebih tidak perduli
lagi kalau dirinya dipandang hina.
Mereka seakan hanya memenuhi kebutuhan masing-masing. Kiau
Bu Suang kembali mengenakan pakaiannya begitu turun dari tempat
tidur. "Mengapa kau tidak bisa berlaku lebih lembut" Mengapa kau
selalu tergesa-gesa?" tanya Chow Ai Giok.
Kiau Bu Suang tidak menyahut.
"Apakah kau tidak mendengar perkataanku?" tanya Chow Ai Giok
dengan nada kurang senang.
"Tentu aku sudah mendengar dengan jelas," sahut Kiau Bu
Suang. "Lalu... mengapa kau tidak menjawab?" tanya Chow Ai Giok.
"Aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan lebih dahulu," kata
Kiau Bu Suang. "Pertanyaan apa?" tanya Chow Ai Giok, Hatinya merasa tegang.
"Mengapa kau menyuruh aku mencari Bwe Mei?"
Dia benar-benar tidak dapat menjawab, Meskipun dengan huruf
yang bagaimana rumitnya, dia tetap tidak dapat berterus terang.
"Terus terang saja, aku juga bukan manusia baik-baik. Tapi
mengenai kelicikan dan kekejaman, aku masih kalah denganmu,"
kata Kiau Bu Suang. "Aku kejam?" tanya Chow Ai Giok.
"Tidak salah, Pertama-tama, kau mengutungi lengannya,
Kemudian kau memancing aku agar menodai dirinya, Bila ada cara
yang lebih kejam, aku yakin kau tidak akan segan
mengeluarkannya," sahut Kiau Bu Suang.
"Tepat!" kata Chow Ai Giok.
"Mengapa kau melakukan semua itu?" tanya Kiau Bu Suang.
"Aku benci kepadanya," sahut Chow Ai Giok dengan mata
membara. "Aku percaya... aku tidak akan mempunyai gairah untuk ketiga
kalinya. Oleh sebab itu, kita tidak perlu mengucapkan sampai
jumpa," kata Kiau Bu Suang sinis.
Wajah Chow Ai Giok merah padam.
"Rupanya kau hanya ingin menyalurkan hasrat Karena tidak ada
perempuan lain, maka kau mencari diriku!" teriak Chow Ai Giok kesal
"Tebakanmu kali ini sungguh tepat!" sahut Kiau Bu Suang.
"Kau bukan manusia, Aku tidak akan melepaskan dirimu!" teriak
Chow Ai Giok kalap. "Silahkan mencari akal yang baik. Aku beritahukan kepadamu,
Setidaknya kau masih lebih bersih daripada perempuan yang
melacurkan diri," kata Kiau Bu Suang.
Kemarahan Chow Ai Giok tidak dapat dibendung lagi.
"Pergi! Enyah! Kau binatang berkedok manusia!"
Kiau Bu Suang sudah melangkah keluar. Namun dia membalikkan
tubuh dan tersenyum. "Masih ada satu hal lagi yang rasanya perlu kujelaskan
kepadamu," katanya. Chow Ai Giok mengatupkan gerahamnya. Matanya seakan hampir
keluar karena mendelik. "Biasanya tubuh kaum perempuan halus dan lembut, Tetapi
tubuhmu sama sekali tidak ada rasanya. Aih!
Toh, semuanya sudah terjadi, Paling-paling hanya bisa
menyesalkan diri." Chow Ai Giok rasanya ingin memakan daging Kiau Bu Suang
mentah-mentah, Namun dia sadar, kepandaiannya sekarang masih
bukan tandingan laki-laki iblis ini. Sebelumnya, dia tidak pernah
merasa bahwa kulit tubuhnya kasar.
Dia mengulurkan tangan untuk meraba, Ternyata memang seperti
apa yang dikatakan Kiau Bu Suang. Dia memang bukan tandingan
Bwe Mei. Dia bagaikan seporsi sayuran yang tidak enak, Orang yang
memakannya hanya karena perut lapar. Sama sekali tidak ada
selera. Kalau saja perut orang itu sudah kenyang, tentu makanan itu
tidak tertelan, Namun masih ada satu hal yang membuat
kemarahannya makin tidak tertahankan, yaitu kata-katanya yang
terakhir Setidaknya, dia masih lebih bersih dari perempuan yang
melacurkan diri. "Kurang ajar kau! Kiau Bu Suang! Bila suatu hari nanti aku tidak
berhasil membunuhmu aku tidak akan mengaku she Chow lagi!"
teriaknya. Di sekitar villa banyak pohon buah li.
Malam mulai menjelang, hujan pun turun. Rintiknya menerpa
pohon buah li. pintu juga tertutup rapat,
Dalam ruangan yang besar, Fang Tiong Seng sedang mengasah
otak. Keadaan sudah berubah demikian jauh, Bagaimana dia harus
menyelesaikan persoalannya" Dia yakin, orang yang mengetahui
identitas dirinya, mungkin lebih dari dua atau tiga orang.
Sebuah bayangan melintas. Di depan pintu sudah berdiri
seseorang. "Tiong Seng.... Aku datang untuk mengakui kesalahan."
"Kau..." Lekas masuk!" undangnya.
Dayang Cui thian masuk dengan langkah gemulai, Terhadap Fang
Tiong Seng, dia mempunyai pengertian yang terbatas, Orang ini
hatinya keras." Tidak mudah membujuknya.
Namun dia yakin, Fang Tiong Seng tidak mungkin mencari
perempuan lain yang melebihi dirinya, Kesetiaan adalah hal yang
paling penting bagi seorang prajurit Anak buah yang melakukan
kesalahan memang harus menerima hukuman.
Kalau kesalahannya tidak berat, mungkin dia masih mempunyai
kesempatan, Bila kesalahannya berat, hanya kematian yang dapat
menebusnya. Tentang hal ini, dayang Cui thian jelas sekali.
Dia sudah banyak pengalaman dengan kaum laki-laki. Mungkin
kelebihannya dapat menebus kesalahannya kali ini.
"Tiong Seng,.,, Aku. mempunyai kesulitan yang susah di
jelaskan," katanya. "Aku percaya," sahut Fang Tiong Seng.
"Sungguh! Kiau Bu Suang adalah teman baikku semasa muda.
Kami bertemu lagi di tempat ini, Dia menempel terus padaku," kata
dayang Cui thian. "Lihat.... Aku toh tidak menyalahkan dirimu," sahut Fang Tiong
Seng. "Kau benar-benar sama sekali tidak menyalahkan aku?" tanya
dayang Cui thian dengan mata terbelalak.
Fang Tiong Seng tersenyum.
"Manusia bukan dewa, mana mungkin tiada kesalahan" jangan
kata hubungan kita sudah demikian jauh, hanya berdasarkan
kelebihan pada dirimu saja, kau suruh aku cari di mana lagi dayang
Cui thian kedua?" sahut Fang Tiong Seng.
Ucapan apa pun tidak semerdu yang satu ini. Dayang Cui thian
mengembangkan senyum. Memang, kalau Fang Tiong Seng masih
ingin merasakan kelebihannya, tentu akan memaafkan dirinya, Kalau
tidak, dia tentu akan dibunuhnya.
"Tiong Seng, aku sungguh kagum kepadamu!" Dia duduk di
hadapan cermin, sebelum datang ke tempat ini, dia telah
menghabiskan waktu yang tidak sedikit untuk berbenah diri, Dia juga
memakai bermacam-macam perhiasan.
"Mengapa kagum?" tanya Fang Tiong Seng.
"Sampai aku sendiri, saat sekarang baru mengerti seluruh
rencanamu," sahut dayang Cui thian.
Fang Tiong, Seng tertawa.
"Kau mengundang Toa Tek To Hun datang ke Tionggoan. Semua
jago-jago yang mungkin akan menentangmu dibasminya. Kau
kemudian memperalat diriku sebagai mata-mata Tang hay sin sian,
Setelah itu kau mengadu domba kedua orang itu. Mereka pasti akan
terluka bersama, Semua orang ini sudah disingkirkan kau tinggal
memunguti hasilnya," sahut dayang Cui thian melanjutkan.
Fang Tiong Seng menganggukkan kepala. Dia seakan mengakui
semuanya. Sinar matanya bagai ingin menembus bahan tipis di sela
paha dayang Cui thian. "Saat ini, kau sudah jadi orang terkuat di Tionggoan. Aku pun
terpaksa harus mengambil hatimu," lanjut perempuan itu.
"Ucapan apa itu?" kata Fang Tiong Seng. "Hari ini aku dapat
mencapai kedudukan seperti ini, semuanya berkat jasamu juga."
Dayang Cui thian melepaskan pakaiannya yang terakhir, Seperti
seekor domba, dia merebahkan diri di haribaan laki-laki tersebut
Fang Tiong Seng meraba sekujur tubuhnya.
Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Memiliki perempuan jalang seperti dirimu, apa lagi yang
kuharapkan?" katanya.
Dayang Cui thian tidak marah. Dia malah tertawa terkekeh-kekeh,
sebetulnya dia tidak boleh tidak percaya kepada dirinya sendiri.
Beberapa hari belakangan ini, dia masih terus dicekam ketakutan.
Dia hilir mudik di jalanan, Tepat seperti apa yang dikatakan Fang
Tiong Seng, Memiliki perempuan jalang seperti kau, boleh dibilang
semuanya sudah terpenuhi Apa yang diharapkan lagi. Pada saat ini,
hatinya sudah tenang. Dia seakan sudah menduduki tahta Bulim Bengcu hujin, Tiba-tiba
tangan Fang Tiong Seng terulur, jarinya sudah menotok tiga jalan
darah terpenting di bagian atas tubuhnya. Bayangan Bulim Bengcu
hujin amblas seketika. Perempuan di kolong langit ini tidak kalah banyak dengan kaum
laki-laki. juga hanya orang yang tidak banyak bergaul dengan kaum
perempuan baru merasa sayang. Hanya orang yang tidak pernah
merasakan seorang perempuan baru terpesona sampai hilang akal
sehatnya. "Tiong Seng, apakah kau juga tega membunuh perempuan seperti
aku?" tanya dayang Cui thian dengan suara tersekat
"Tentu saja aku tidak tega membunuhi mu. Tapi bagaimana pun
kau tetap harus mati," sahut Fang Tiong Seng.
"Mengapa?" tanya dayang Cui thian dengan nada pilu.
"Karena kau tidak setia terhadapku Coba bayangkan, seandainya
Kiau Bu Suang menghianatimu dan mencari perempuan lain, apakah
kau akan datang untuk mengakui kesalahan?" kata Fang Tiong Seng
sinis. "Apakah kau benar-benar hendak membunuh aku?" tanya dayang
Cui thian. "Dengan alasan apa kau anggap aku sudah bergurau?"
"Perempuan di dunia ini memang banyak, tapi di mana lagi kau
akan menemukan dayang Cui thian kedua?"
"Aku lebih baik kehilangan dayang Cui thian. Dan manusia she
Fang ini tidak pernah kekurangan perempuan, Lagipula dalam hal
melayani kaum perempuan, aku memang ahlinya." kata Fang Tiong
Seng menyombongkan diri. "Namun... mudahkah mencari seorang perempuan sejalang
dayang Cui thian?" tanya perempuan itu mengembangkan
harapannya sendiri Semoga Fang Tiong Seng berubah pikiran.
"Kau terlalu membanggakan diri, Aku beritahukan kepadamu.
Perempuan yang aku miliki sekarang, kejalangannya seratus kali
lipat melebihimu," kata Fang Tiong Seng.
"Siapa dia?" Seakan siapa orangnya lebih penting dari
keselamatan nyawanya. "Bukankah kau terlalu berlebihan?" sahut Fang Tiong Seng sambil
tertawa dingin. Dayang Cui thian mencibirkan bibirnya.
"Kalau kau sampai membunuh diriku. Berarti kau melakukan dua
kesalahan, Aku lebih mengerti dirimu dari siapa pun. Oleh karena itu,
aku telah menulis semua tentang dirimu dan kumasukkan dalam
sebuah sulaman kapas. Benda itu telah kuserahkan kepada Siau kiong cu. Dia adalah
seorang gadis yang cerdik, Kalau aku tidak mati, dia tidak akan
membuka bungkusan kapas itu. Begitu mendengar kematianku, dia
segera akan mengetahui semua rencana busuk-mu," katanya,
"Baiknya saat ini dia sama sekali tidak tahu kalau kau akan mati,
Lagipula, aku yakin tidak ada orang ketiga yang tahu," sahut Fang
Tiong Seng tertawa lebar.
Dayang Cui thian tidak merasakan kehebatan dirinya lagi, Dia
memang paling mengerti jiwa Fang Tiong Seng, Orang yang paling
berjasa baginya pun, tetap tidak akan lolos dari akhir demikian, Cara
ini sama juga membungkam mulut orang yang tidak dibutuhkan lagi.
Fang Tiong Seng menarik nafas panjang.
"Terus terang saja, bahwa perempuan yang kumiliki sekarang
tidak mempunyai banyak kelebihan, bermain cinta denganmu
memang suatu hal yang menyenangkan juga. Namun, untuk
menjaga keselamatan diriku, juga untuk membalaskan dendam bagi
Hu Put Chiu, aku harus membunuh dirimu.
Setelah kau mati, kau tidak usah khawatir Aku akan memakamkan
dirimu secara layak agar arwahmu dapat tenang di alam baka," kata
Fang Tiong Seng. Kata-katanya itu membuktikan bahwa sejak
semula memang dia sudah tahu kalau pembunuh Hu Put Chiu adalah
dayang Cui thian, Apakah atas perintahnya" Hanya kedua orang itu
yang tahu!" Tangan Fang Tiong Seng melingkar di leher perempuan itu.
Cekikannya dipererat, Mata dayang Cui thian membelalak, Tidak
lama kemudian, hanya bagian putihnya saja yang terlihat.
-oooo0oooo- Bagian Delapan belas Di sekitar Cui goat si ada tanah perkebunan, Di sana ditanam
berbagai macam sayur-sayuran. Semua itu untuk memenuhi
kebutuhan makanan Toa pei su thay dan kedua muridnya.
Siang hari udara terlalu menyengat, mereka selalu bekerja di
malam hari, seperti mencabuti rumput-rumput kering atau sayuran
yang layu, juga menyirami agar tumbuh subur. Toa pei su thay
bertugas mencabuti rumput dan memetik sayuran, kedua nikouw
mengambil air dan menyiram tanaman tersebut Suara byur... byur...
dari gentong kayu yang disiram ke arah tanaman menambah
semangat mereka. Sesosok bayangan panjang terlihat seorang manusia menembus
hutan berjalan ke arah mereka, Di kaki pegunungan ada kabut tipis.
Kira-kira jarak langkah orang itu tinggal tiga depaan, kedua nikouw
itu menjerit kecil. Orang yang datang merupakan seorang manusia bertopeng.
pakaiannya longgar berwarna hitam Di bagian
pinggang terselip sebatang pedang panjang berbentuk aneh.
Topengnya berwarna putih, memancarkan kepucatan dan
mengembangkan senyum Wajah seperti itu, meskipun tersenyum
tetap terasa mengerikan. Manusia bertopeng ini berhenti kira-kira lima langkah dari Toa pei
su thay dan kedua muridnya, Toa pei su thay adalah jut ke lang
(orang pertapaan), Meskipun dirinya belum mencapai
kesempurnaan, namun dia percaya sekali akan nasib manusia yang
telah ditentukan oleh Thian, Sedikit banyaknya dia sudah
mempunyai dugaan akan maksud kedatangan manusia bertopeng
itu, tetapi dia tidak takut "Apa yang sicu inginkan?" tanyanya sopan.
Manusia bertopeng menunjuk ke arah Toa pei su thay, Maksudnya
menginginkan kepala biara tersebut.
"Dapatkah sicu kemukakan alasannya?" tanya Toa pei su thay
kembali. "Tidak perlu!" sahut manusia bortopeng itu.
Toa pei su thay mendongakkan kepala menatap langit Dia
menarik nafas panjang. "Pinni mencari makan sendiri, Tidak ada hutang piutang dengan
orang lain, Kalau sicu memang tetap ingin membunuh, pinni
menyerahkan nyawa. Namun ada satu permintaan yang pinni harap
dikabulkan," kata Toa pei su thay.
Manusia bertopeng itu menggoyangkan tangannya dengan keras,
"Tidak dapat dikabulkan" persoalan apa pun tidak dapat
dikabulkan?" tanya Toa pei su thay.
"Karena aku sudah dapat menerka apa permintaanmu," sahut
manusia bertopeng. "Apa yang kau ketahui?" tanya Toa pei su thay.
"Kau ingin meminta pengampunan untuk kedua nikouw tersebut,"
sahut manusia bertopeng dengan nada datar.
Toa pei su thay terpana, Orang ini cukup kejam dan telengas,
Cara kerjanya juga tidak kepalang tanggung, Hok sue bo meng, yu
jin ci co (Rejeki dan sial tiada pintunya, semua itu berada di tangan
manusia sendiri Apakah semua sudah merupakan takdir kedua
muridnya" Mereka tidak pernah melakukan kejahatan, namun hidup
mereka harus berakhir tragis, Apakah hal ini dapat disebut keadilan"
Toa pei su thay tidak habis pikir. Selama hidupnya, dia tidak
merasa ada musuh seperti manusia bertopeng ini. Dia
memperhatikan sosok tubuh orang itu dengan seksama, Orang itu
tidak memandang ke arah-nya, dia sedang menatap penuh perhatian
ke arah Cui goat si. Tiba-tiba mata Toa pei su thay juga melihat kelebatan bayangan
seseorang. Dia segera mengetahui bahwa itu adalah sumoinya, Lian
lian, Dalam seketika, Toa pei su thay telah menyadari apa yang
terjadi. "Sungguh tidak disangka! Sungguh-sungguh tidak tersangka!"
katanya. "Apa yang tidak tersangka?" tanya manusia bertopeng itu.
"Ternyata anda adalah kawan segolongan dengan Lian lian sumoi.
Pantas saja," sahut Toa pei su thay.
"Apakah itu bukan perkiraanmu saja?" tanya manusia bertopeng
itu dengan nada dingin. "Rasanya aku masih percaya dengan ketajaman mata tua ini,"
kata Toa pei su thay. Manusia bertopeng itu tertawa terbahak-bahak.
"Kedatangan Toa Tek To Hun ke Tiong-goan telah menimbulkan
bencana, Para jago kelas satu tiada yang muncul menghadapi
kebenaran. Malah manusia kelas dua yang menjadi korban, Mereka
menjadi setan oleh pedang manusia Fu sang itu. Sicu sudah terang
bukan Toa Tek To Hun, tapi sicu menyamar sebagai dia. Entah
dengan maksud apa?" tanya Toa pei su thay,
"Keluarkan senjatamu!" bentak manusia bertopeng itu.
Toa pei su thay tidak bertanya 1agi. Dia segera mengeluarkan
pedangnya, Kedua orang nikouw itu juga mengikuti tindakannya.
Toa pei su thay tidak menghalangi mereka, Karena dia tahu lawan
tidak akan melepaskan kedua orang gadis itu. Lebih baik
menghadapinya bersama. Dia melirik kedua muridnya sekilas, Ketiga pedang menyerang
serentak. Kecepatannya bagai sambaran petir.
"Trang! Trang! Trang!"
Pedang kedua nikouw itu melayang ke udara, Di kening mereka
terlihat guratan luka memanjang, Darah segar memancar deras.
Tubuh mereka belum rubuh ke tanah. Toa pei su thay mencoba
menyerang kembali. Pedang aneh di tangan manusia bertopeng itu
berkelebat, senjata Toa pei su thay melayang jauh.
Sinar keemasan bercampur merah memenuhi angkasa, Kepala
Toa pei su thay terpenggal dan menggelinding ke tanah, Pedang
aneh manusia bertopeng itu telah masuk kembali ke dalam
sarungnya. Jumlah keseluruhannya tidak sampai dua jurus, Tiga orang
perempuan suci ternyata meninggalkan nyawa dengan keadaan
yang patut dikasihani. Sebuah bayangan hinggap di dekat manusia
bertopeng, orang itu adalah Lian lian.
Dia hanya melirik sekejap ke arah Toa pei su thay dan kedua
orang sumoinya, Sama sekali tidak ada kesan marah di matanya, Dia
hanya mengucapkan sepatah kata.
"Bersihkan tempat ini!"
Tidak lama kemudian, ketiga perempuan itu sudah terpendam di
dalam tahah. Tidak ada batu nisan, apalagi upacara
penyembahyangan, setengah kentungan sebelumnya, mereka masih
mencabuti rumput-rumput kering dan memetik sayuran dengan
riang gembira. Suara siraman air pada tumbuh-tumbuhan telah
sirna, seperti sirnanya nyawa mereka.
-oooo0oooo- Di ruang bawah tanah yang tertutup rapat, manusia bertopeng
berdiri di depan pintunya, Siau kiong cu telah dilepas pakaiannya
sehingga tidak mengenakan sehelai benangpun, Lian lian juga
hampir sama, payudaranya diikat kencang, menunjukkan kesan
seperti seorang laki-laki.
Dia menari dengan gaya merangsang, Gerakannya seperti laki-laki
dan perempuan yang sedang bercinta, Untuk menundukkan musuh,
cara yang paling efektif adalah kelemahannya, sedangkan
kelemahan kaum manusia sebagian besar justru pada nafsu
birahinya. Lian lian tentu saja bukan seorang laki-laki. Juga bukan banci.
Kalau dia memang jenis manusia yang setengah laki-laki dan
setengah perempuan, manusia bertopeng itu pasti tidak akan
menyukainya, Dia hanya ingin menggertak Siau kiong cu. Entah dari
mana dia mendapatkan alat kelamin palsu milik laki-laki itu.
Bagi Siau kiong cu sendiri, dalam keadaan kalut dan bingung
seperti sekarang, mana mungkin dia menaruh perhatian atas tarian
Lian lian" Lian lian ternyata memang lebih keji dan sadis dari Kiau Bu
Suang. Sejak berhubungan dengan manusia bertopeng itu,
kejalangannya semakin menjadi-jadi.
Pada saat ini, dia bukan saja memperlihatkan gerakan yang
merangsang namun dia juga memperdengarkan rintihan-rintihan
yang menggidikkan hati seorang gadis suci Dia tidak percaya kalau
Siau kiong cu tidak akan terpengaruh. sayangnya Siau kiong cu
memang masih terlalu polos, Karena tingkah Lian lian terlalu genit,
dia menganggap gadis itu tidak tahu malu. Boleh juga dikatakan
bahwa Siau kiong cu sama sekali tidak menganggapnya sebagai
manusia, Dia seperti seekor binatang yang sedang mengendusendus
liar. Kalau memang Siau kiong cu tidak menganggapnya
sebagai manusia, mana mungkin tariannya akan mempengaruhi
gadis tersebut Oleh sebab itu, Lian lian menari sampai peluh membasahi seluruh
tubuhnya, Badannya terasa pegal dan linu. Dia menoleh ke arah
gadis itu, wajahnya berubah hebat. Semua susah payahnya ternyata
sia-sia saja. Karena merasa dirinya tidak berhasil, terpaksa Lian lian
mengundurkan diri. Di ruangan dalam, dia duduk berhadapan
dengan manusia bertopeng itu.
"Aku sudah berusaha sekuat tenaga," kata Lian lian putus asa.
"Jangan cepat putus asa. Kau boleh memikirkan cara yang lain,"
kata manusia bertopeng. "Kalau kau memang mempunyai akal yang bagus, mengapa tidak
kau kemukakan sekarang?" tanya Lian lian.
"Kau adalah seorang perempuan cerdik. Mengapa tidak berpikir
sedikit jauh?" sahut manusia bertopeng.
"Pikir apa lagi?" tanya Lian lian kesal.
"Bukankah Siau kiong cu seorang anak yang berbakti?" kata
manusia bertopeng. "Tidak salah!" sahut Lian lian.
"Pikirlah dari huruf bakti tadi," kata manusia bertopeng.
Lian lian terpana sejenak, kemudian matanya bersinar terang.
"Aku mengerti apa yang kau maksudkan!" teriaknya senang.
"Benar-benar sudah mengerti?" tanya manusia bertopeng.
"Apakah maksudmu hendak menggali...." tanya Lian lian penuh
rahasia. "Betul!" tukas manusia bertopeng tersebut, "Siapa bilang kau
tidak cerdik" Dalam sekejap saja, kau sudah mengerti," kata
manusia jahat itu tertawa terbahak-bahak . Lian lian senang sekali
Siapa pun yang memujinya, tiada arti, Asal manusia yang satu ini
mau membuka mulut memujinya, dia baru merasa pekerjaannya
tidak sia-sia.
Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hal ini disebabkan karena dia selamanya tidak pernah mengagumi
orang, Orang satu-satunya yang dikagumi di dunia ini hanya
manusia di hadapannya ini.
"Bagaimana cara mengaturnya?" tanya perempuan itu.
"Aku akan memberitahukannya kepadamu, tapi bagaimana pun
harus kau yang tampil. Suatu hal yang perlu kau ingat, Di saat yang
diperlukan, kau harus berani bertindak keji, Hanya dengan kekejian,
baru dapat membuat orang segan dan putus asa," sahut manusia
bertopeng itu. Sun Put Ce dan Mo Put Chi tiap hari keluar untuk mencari orang.
Perintah guru sama sekali tidak boleh dibantah, Mereka ingin
mencari Kiau Bu Suang dan Kwe Po Giok, Juga dayang Cui thian,
Tentu saja kedua orang itu tidak tahu bahwa untuk mencari dayang
Cui thian harus menempuh perjalanan ke alam baka terlebih dahulu.
Sun Put Ce sangat berbakti terhadap suhengnya, Dia memang
sangat setia terhadap siapa pun. Namun pertemuannya dengan Bwe
Mei tempo hari, tidak diceritakannya terhadap sang suheng, Dia
berhasil menghindar dari Mo Put Chi hari itu, dia takut sang suheng
akan melaporkannya kepada suhu. Bukan karena Mo Put Chi jahat,
justru karena dia terlalu jujur.
"la telah keluar dengan suhengnya akhir-akhir ini, yang selalu
menuruti apa yang dikatakannya, Mo Put Chi sangat kagum
terhadapnya, Apa yang diucapkannya selalu benar. Oleh karena itu,
Sun Put Ce selalu menyarankan mereka berpencar mencari orang
yang diinginkan guru mereka. Juga hanya dengan cara demikian, dia
dapat melepaskan diri dari suhengnya dan menengok Bwe Mei.
Hari ini senja belum menjelang, mereka keluar dari gedung
keluarga suhunya lalu berpencar Mereka berjanji akan berjumpa di
Hong Lai Chun Ciulau malam harinya, Sun Put Ce membeli makanan
kesukaan Bwe Mei. Setelah yakin bahwa dirinya tidak diikuti, dia segera menyelinap
ke tempat Bwe Mei. Gadis itu seperti sedang dirundung kesedihan
Seorang gadis remaja yang cantik jelita tapi tidak mau berhias
sedikit pun, pasti sedang dilanda kesedihan. Apalagi dia tahu bahwa
Sun Put Ce akan datang hari ini.
"A mei.... Mengapa kau bersedih lagi?" tanya Sun Put Ce.
"Tidak," sahut Bwe Mei.
"Kalau kau membohongi diriku, aku tidak apa-apa. Tapi jangan
membohongi dirimu sendiri," kata Sun Put Ce.
"Sun Toako.... Lebih baik kau jangan datang lagi."
"Mengapa" Apakah kau sebal melihat aku?" tanya Sun Put Ce.
Bwe Mei menggelengkan kepalanya.
"Katakan,., apa sebabnya?" desak Sun Put Ce.
"Sun Toako.... Di dunia ini tidak mungkin ada laki-laki yang
menyukai gadis bertangan kutung," kata Bwe Mei.
"Apakah diriku juga termasuk?" tanya Sun Put Ce.
"Sun Toako, aku tidak berkata begitu, Tapi setiap manusia pasti
menyukai benda yang utuh, Sebuah kendi yang kehilangan bibirnya
atau cangkir yang kehilangan pegangannya tentu tidak sedap
dilihat," kata Bwe Mei.
"Tidak tentu juga. Mengapa manusia membuat cangkir dengan
telinga berlubang" Bukankah cacat itu malah menambah
keindahannya?" sahut Sun Put Ce dengan maksud membesarkan
hati Bwe Mei. "Sun Toako, kecacatan dan keindahan memang tidak mungkin
terpadu satu," kata Bwe Mei dengan wajah murung.
"Bwe Mei.... percayalah kau bahwa di dunia ini ada cinta kasih,"
tanya Sun Put Ce. "Perasaan seperti itu bukan cinta, tapi kasihan," sahut Bwe Mei,
"Betul! Tapi tahukah kau bahwa perasaan kasihan itu selalu lebih
dalam dari cinta, Apa yang ada dalam hatiku bukan hanya kasihan
semata, tapi cinta kasih yang sejati," sahut Sun Put Ce.
Bwe Mei tidak bersuara, Sun Put Ce dapat merasakan penderitaan
seorang gadis yang kehilangan sebelah lengannya, Dia
membantunya membasuh muka, menyisir rambut lalu mengganti
pakaian. Melihat kesungguhan Sun Put Ce, hati Bwe Mei agak
terbuka sedikit. Mereka kembali melatih ilmu bersama. "Apa yang kurang
dimengerti mereka pecahkan berdua, Sampai gelap datang, mereka
baru berhenti. Mereka masak sendiri dan makan, Di hadapan mereka
juga terdapat arak yang harum.
"Sun Toako, kau mengajarkan aku memakai tangan kiri, seakan
tangan kananmu tidak ada gunanya lagi," kata Bwe Mei.
"Tidak, Meskipun aku mengajarkan kau memakai tangan kiri,
bukan berarti aku tidak memperdulikan tangan kananku lagi. Aku
ingin kau menyempurnakan pelajaranmu sendiri, jangan berpikir
tentang diriku," sahut Sun Put Ce.
"Kau memang selalu baik terhadapku Namun aku rasanya tidak
bisa memenuhi keinginanmu," kata Bwe Mei.
"Tidak,... Dasar ilmu silat itu berasal dari lubuk hati kita sendiri,"
sahut Sun Put Ce meyakinkannya.
Sejak kehilangan Siau kiong cu, Kwe Po Giok seperti manusia
yang kehilangan sukma. Tidak usah dikatakan tentang budi yang
ditanam oleh Tang hay sin sian, hubungannya dengan gadis itu
sendiri sudah sangat memberatkan hatinya, Tanpa Siau kiong cu,
dirinya benar-benar tidak sanggup hidup lebih lama.
Dia mencari Lian lian kemana-mana. Siapa yang mengira kalau
perempuan itu ada di Cui goat si yang letaknya sejauh berpuluhpuluh
li" Meskipun dia adalah seorang sin tong, namun dia tetap
manusia biasa, bukan dewa.
Dia mencaci dirinya sendiri Mengapa demikian kekanak-kanakan
sehingga dapat mempercayai perempuan seperti itu" Dia sudah
mencari ke pelosok desa sekitar tempat itu. Kehidupannya mulai
kacau. Tampangnya semakin lusuh, Sin tong ternyata bisa mabuk
juga. Arak dan ayam panggang Hong lai chun ciulau memang sangat
terkenal Hampir setiap hari ia merenung di tempat itu.
Sun Put Ce dan Mo Put Chi keluar lagi hari ini. Mereka berpencar
Dia menuju Hong lai chun karena Bwe Mei suka makan ayam
panggang, Di tempat itu, dia bertemu dengan Kwe Po Giok.
Namun Sin tong itu tidak bertampang manusia lagi, Rambutnya
acak-acakan. Bajunya kotor. Raut wajahnya pucat, dan mulai
mabuk. Sun Put Ce merasa gembira dapat bertemu dengannya di
tempat ini. Tapi perubahannya mengejutkan laki-laki itu.
Sebelumnya, Kwe Po Giok paling suka kebersihan pakaiannya selalu
necis dan rapi, Entah sejak kapan dia berubah demikian drastis.
"Siau Kwe...." tegur Sun Put Ce sambil duduk di hadapannya.
"Kemanakah kau selama ini?"
Kwe Po Giok juga senang melihat Sun Put Ce. Dia mengangkat
cawannya. "Mari.... Kita keringkan isi cawan ini," ajaknya.
Sun Put Ce menahan cawan yang sudah menempel di bibir
pemuda itu. "Siau Kwe.... jangan lupa, Kau adalah Sin tong!" katanya.
"Sin,., Sin tong?" tanya Kwe Po Giok bingung.
"Bukankah pada usia tiga tahun, orang-orang memanggilmu Sin
tong?" tanya Sun Put Ce.
"Betul! Tapi seorang Sin tong tetap merupakan manusia biasa.
Seorang istri pun tidak sanggup dipertahankan," kata Kwe Po Giok
sedih. "Apa yang kau maksudkan?" tanya Sun Put Ce tidak mengerti.
"lstriku hilang."
"Siau Kiong Cu?" tanya Sun Put Ce terkejut.
"Sini... kemarikan arak itu. Aku ingin minum sampai puas. Siau
kiong cu aku menghormatimu secawan!" seru Kwe Po Giok.
Dia mengeringkan arak di tangannya, Diisinya kembali cawan
tersebut Dia menoleh ke arah Sun Put Ce.
Matanya mulai berkunang-kunang, Dia mengira, Sun Put Ce yang
di hadapannya adalah Siau kiong cu.
Sun Put Ce tidak memperdulikan ajakannya.
"Kapan Siau kiong cu menghilang?" tanyanya.
"Be.... belum lama," sahut Kwe Po Giok.
"Bagaimana dia bisa menghilang?" tanya Sun Put Ce kembali
"Lian lian.... Perempuan itu adalah seorang penipu, Dia menculik
Siau kiong cu, Sun Put Ce.... Coba katakan.... Mungkinkah Lian lian
itu seorang germo" Mungkinkah dia menjual Siau kiong cu ke rumah
hiburan?" tanya Kwe Po Giok cemas.
"Rasanya tidak mungkin, Siau Kwe.... Coba kau ceritakan
kejadiannya dari awal," sahut Sun Put Ce.
Siau Kwe menjelaskan kejadian yang dialaminya tempo hari. Baru
separuh ceritanya berlangsung, dia sudah tidak dapat menguasai diri
1agi. Dia tertelungkup di atas meja dalam keadaan mabuk. Sun Put
Ce terpaksa mengangkatnya ke tempat tinggal Bwe Mei.
Sungguh tidak di sangka, Chow Ai Giok yang selalu kelantang
kelinting di jalanan, dapat menggigitnya dari belakang, Meskipun
gadis itu tahu bahwa dirinya tidak berharga lagi, namun dia tetap
tidak suka melihat kelanjutan hubungan Sun Put Ce dan Bwe Mei.
Kemesraan kedua orang itu membuat hati Chow Ai Giok semakin
panas. Hatinya memang sempit, perasaannya dipenuhi dendam yang
dalam. Dia tidak sanggup membalas kematian kakeknya, maka
seluruh kebencian dalam hatinya ditumpahkan kepada Bwe Mei dan
Sun Put Ce. Kedua orang itu masak sendiri dan makan. Mereka bersama
gurau. Cawan-cawan saling beradu. Lirikan mata menyiratkan
kemesraan dan kasih sayang, Apalagi Sun Put Ce, terlihat jelas
bahwa dia sangat mencintai Bwe Mei, berkali-kali dia menyendokkan
makanan kesukaan gadis itu, bahkan adakalanya dia menyuapi Bwe
Mei, pemandangan seperti ini makin membuat kebencian di hati
Chow Ai Giok memuncak. Dia merasa Sun Put Ce seakan sengaja memperlihatkan
kemesraan itu di hadapannya. Kiau Bu Suang pernah dua kali
berhubungan badan dengannya, namun dia tidak memperlihatkan
kegairahan untuk ketiga kalinya. Bagi seorang perempuan,
perbuatannya terasa sangat menyakitkan.
Saat ini, dia menganggap semua musibah yang dialaminya adalah
hasil kedua orang, Bwe Mei dan Sun Put Ce. Dia benci sekali, dia
marah, seperti nyaris gila memikirkan semua itu. Tadinya, dia hanya
ingin melihat sekarang dia harus turun tangan, dia tidak ingin dirinya
dianggap remeh oleh orang lain.
Meskipun dia bukan tandingan Kiau Bu Suang, tapi untuk
menghadapi Sun Put Ce saja, dirinya masih ada keyakinan Setidaknya,
dia adalah sumoi Bok Lang Kun.
Ilmu silatnya adalah hasil ajaran Hiat Eng. Apa yang
digunakannya pernah menjadi kebanggaan kakeknya itu, Dia segera
menghunus pedang dan menyerbu ke dalam. Ketika itu, Sun Put Ce
dan Bwe Mei sedang duduk di muka jendela dan minum arak dengan
gembira. Mereka sama sekali tidak menyangka adanya kejadian
seperti ini. Kelebatan pedang segera terlihat serangan itu dahsyat sekali,
Pedang Keadilan 37 Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Pendekar Lembah Naga 18
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama