Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 3
keburukan Hui-to-pang dan membasminya, maka nama Bu-tong Ngo-lo ini dipuji dan
dikagumi orang-orang di dunia persilatan, terutama di kalangan para pendekar. Sim Houw sudah banyak mendengar nama lima kakek itu, akan tetapi baru sekarang melihat orang-orangnya dan diapun menjadi semakin ragu-ragu melihat betapa lima orang kakek ini agaknya memusuhi gadis yang bernama begitu indah dan yang katanya murid Sepasang Garuda dari Beng-San.
Sementara itu, mendengar disebutnya nama lima orang kakek itu, si gadis tidak menjadi kaget, bahkan tersenyum mengejek.
"Hemmm, tidak perduli lima kakek dari Bu-tong atau dari Neraka, tanpa ijin kami, tidak boleh sembarangan melanggar wilayah kami. Bu-tong-san amat jauh dari sini dan kami tidak pernah ada urusan dengan Bu-tong-pai, kenapa kalian ini lima kakek dari Bu-tong-pai hari ini menghadang perjalanan orang dan melanggar daerah kami tanpa ijin?"
Sim Houw tercengang. Gadis ini masih muda, paling banyak duapuluh tahun usianya dan melihat sikapnya tentulah seorang yang memiliki ilmu ke-pandaian, akan tetapi mengapa sikapnya demikian tekebur dan angkuh" Bahkan nama Bu-tong Ngo-lo yang dihormati dan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
62 dikagumi para pen-dekar juga tidak dipandangnya sama sekali.
Mendengar teguran itu, lima orang itu nampak jengah, akan tetapi kakek berjenggot putih panjang segera menudingkan telunjuknya kepada Hui Lan. "Memang kami melanggar daerah orang tanpa ijin dan ini merupakan suatu kesalahan, akan tetapi semua ini gara-gara engkau, nona jahat. Engkau mengatakan tidak pernah berurusan de-ngan Bu-tong-pai, akan tetapi tiga bulan yang lalu engkau telah membunuh seorang murid Bu-tong-pai bernama Ji Kang, dan gurumu membu-nuh seorang tokoh perguruan kami bernama Kui Siok Cu."
Gadis itu mengerutkan alisnya, mengingat-ingat, lalu mengangguk-angguk. "Kami memang pernah bertanding dengan dua orang itu, akan te-tapi sama sekali tidak ada urusannya dengan Bu-tong-pai. Mereka datang sebagai pelamar yang gagal, sama sekali tidak mewakili Bu-tong-pai dan tidak ada urusan dengan perkumpulan itu. Juga kami tidak membunuh siapa-siapa. Kalau mereka kalah, menderita luka-luka dan mungkin kemudian tewas, apakah hal itu lalu menjadi alasan kalian untuk menyalahkan kami" Bagaimana kalian dalam pertandingan waktu itu kami yang kalah, luka-luka lalu mati" Apakah kalian juga akan menyalahkan mereka" Hayo jawab!"
Sim Houw tidak tahu apa urusan yang telah timbul di antara mereka, akan tetapi jawaban ga-dis itu membuatnya menduga-duga bahwa tentu pernah terjadi masalah pribadi antara murid dan tokoh Bu-tong-pai yang mengakibatkan perkela-hian di antara mereka dengan akibat terluka dan tewasnya orang-orang Bu-tong-pai. Dan agaknya kini Bu-tang Ngo-lo datang untuk membalas dendam.
Lima orang kakek itu kembali saling lirik. Jawaban gadis itu agaknya membuat mereka sejenak bingung dan tidak mampu menjawab walaupun tidak mengurangi kemarahan mereka.
Akan tetapi akhirnya si jenggot panjang berkata, suaranya te-gas sekali. "Oho, kiranya selain pandai membunuh, engkau pandai pula berdebat! Kami selamanya tidak akan membela yang salah, melainkan selalu menentang yang jahat dan sewenang-wenang. Kami datang bukan hanya untuk menegur, akan tetapi kalau perlu membasmi gadis pembunuh yang berhati kejam, yang telah menewaskan ba-nyak pemuda gagah perkasa dengan kecantikan-mu dan dengan pedangmu!"
Gadis itu menjadi marah sekali. "Ngaco! Enak saja kalian bicara! Kalian kira aku takut kepada nama Bu-tong Ngo-lo" Kalian datang mau membasmi aku" Hemm, majulah, hendak kulihat sampai di mana kehebatan kalian, apakah sepadan dengan kesombongan kalian!" Hui Lan berkata dengan marah sekali, mukanya merah, alisnya ter-angkat dan matanya
mengeluarkan sinar berapi. Memang, siapakah orangnya yang dapat melihat keangkuhan diri sendiri seperti mudahnya melihat kesombongan orang lain"
Dalam perselisihan ini, Sim Houw yang nonton tanpa berpihak itu memperoleh pelajaran yang amat mengesankan hatinya. Kakek yang lima orang itu, yang namanya sudah terkenal sebagai tokoh--tokoh tua penentang kejahatan, menuduh gadis itu sebagai pembunuh kejam dan mereka datang untuk membunuh gadis itu! Sebaliknya, si gadis menuduh mereka sombong dengan sikap angkuh pula. Agaknya sukar mencari orang di dunia ini yang mau membuka mata untuk mengenal diri sendiri, sikap dan isi hati dan pikiran sendiri karena mata itu selalu sibuk untuk meneliti orang lain! Meneliti orang lain hanya akan menimbnlkan suka atau benci, sedangkan meneliti diri sendiri akan menimbulkan kesadaran.
"Siancai....! Gadis ini adalah setan yang patut dibasmi!" bentak seorang di antara lima orang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
63 kakek itu dan orang ini bertubuh tinggi besar dengan muka hitam. Setelah berkata demi-kian, dia langsung menerjang dan mengirim pu-kulan dengan tangan kanan yang dimiringkan ke arah kepala Hui Lan.
"Wuuuutt....!" Angin pukulan yang amat kuat menyambar. Pukulan itu bukan main-main, melainkan pukulau membacok dengan tangan mi-ring yang dilakukan dengan tenaga sin-kang amat kuatnya. Diam-diam Sim Houw terkejut juga dan merasa khawatir terhadap gadis yang masih muda itu. Dia mengira bahwa gadis itu tentu akan mengelak, karena dari gerak-geriknya dia dapat menduga bahwa gadis itu tentu memiliki gerakan yang gesit sekali. Akan tetapi, heranlah dia ketika melihat betapa gadis itu menggerakkan kedua tan-gannya, yang kiri menangkis dan yang kanan membalas dengan totokan ke arah pangkal leher.
"Dukkk....!" Pukulan tangan kakek itu kena ditangkis dan agaknya gadis itupun sama sek-ali tidak terguncang, tangkisannya mantap dan kuat sehingga dua lengan yang bertemu itu saling terpental, akan tetapi jari tangan kanan gadis itu meluncur ke arah leher dangan kecepatan kilat.
"Ihhhh....!" kini kakek bermuka hitam itu yang terkejut dan cepat dia melempar tubuh ke belakang lalu berjungkir balik. Hanya dengan cara beginilah dia dapat menghindarkan totokan pada pangkal lehernya tadi yang amat berbahaya dan merupakan serangan maut. Dia terhindar dari malapetaka, akan tetapi segebrakan ini saja sudah senunjukkan betapa dia terdesak.
"Wuuuttt....!" Angin pukulan menerjang Hui Lan dari kanan dan kakek ke dua sudah me-nyerang Hui Lan dengan cengkeraman ke arah lambung dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan kakek itu juga mencengkeram ke arah kepala. Serangan berganda yang dilakukan dengan kedua tangan membentuk cakar harimau, amat berbahaya karena jari-jari tangan itu sudah ter-latih, kini penuh dengan tenaga sin-kang dan dapat mencakar hancur batu karang sekalipun!
Namun, Hui Lan tidak menjadi gentar atau gugup menghadapi serangan berbahaya itu.
Se-kali ini ia tidak menangkis, akan tetapi tubuhnya meliuk dengan lemas dan cepatnya, tubuh bawah ke kiri dan tubuh atas ke kanan, tubuhnya melipat dengan amat lemasnya sehingga dua serangan itu pun luput, akan tetapi seperti juga tadi, Hui Lan membarengi gerakan mendadak itu dengan gerakan menyerang pula, yaitu dengan kedua tangannya yang kanan menusuk ke arah mata, yang kiri me-notok ke arah jalan darah di ulu hati! Kakek ke dua itu, terkejut dan terpaksa harus meloncat beberapa langkah ke belakang karena sama sekali dia tidak menduga bahwa orang yang menyerangnya itu berbalik menyerang pada saat yang sama atau hanya satu dua detik berikutnya! Dan kini Sim Houw memandang kagum. Gadis ini benar-benar hebat, pikirnya, memiliki tingkat kepandaian yang sama sekali tidak pernah diduganya. Yang amat mengagumkan adalah caranya berkelahi, menangkis atau mengelak sambil sekaligus menyerang, bahkan membalas kontan serangan lawan. Hal ini merupakan cara berkelahi yang membutuhkan pencurahan perhatian, membutuhkan gin-kang yang amat cepat dan juga membutuhkan kesempurnaan gerakan. Serangan yang dilakukan sambil menangkis atau mengelak itu memang amat berbahaya. Orang yang menyerang tentu saja agak lemah daya tahannya, karena pencurahan perhatiannya ditujukan pada serangannya sehingga kalau tiba-tiba yang diserang membarengi dengan serangan, tentu saja dia terkejut dan kedudukannya menjadi lemah.
Akan tetapi kini kakek ke tiga sudah menerjang lagi sebagai lanjutan serangan kakek ke dua.
Ketika Hui Lan juga berhasil mengelak dan balas menyerang yang membuat kakek ini Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
64 terdesak, kakek ke empat lalu menyerang, disusul kakek ke lima. Kiranya lima orang kakek itu walaupun tidak mengeroyok secara berbareng telah maju semua secara beruntun! Dan melihat betapa gadis itu terlampau kuat kalau dilawan satu demi satu akhirnya mereka mengurung dan mengeroyok Hui Lan dengan serangan-serangan mereka yang penuh!
Agaknya lima orang kakek itu sudah tidak lagi melihat kenyataan bahwa mereka adalah tokoh-tokoh tua Bu-tong-pai dan yang mereka hadapi hanyalah seorang gadis berusia duapuluh tahun. Dalam keadaan biasa, andaikata mereka melakukan pibu (pertandingan silat) tentu mereka tidak akan mau melakukan pengeroyokan, karena hal itu akan memalukan sekali. Akau tetapi kini mereka datang dengan niat membasmi gadis yang mereka anggap jahat dan berbahaya, maka mereka tidak lagi memakai banyak pertimbangan atau aturan lagi.
Mereka datang untuk membunuh dan mengenyahkan kejahatan dari muka bumi, bukan untuk mengadu ilmu dan gadis itu ternyata me-mang lihai bukan main sehingga perlu dikeroyok oleh mereka berlima. "Hemm, tidak mudah mengambil nyawaku, tuabangka-tuabangka tak tahu malu!" Hui Lan membentak dan nampaklah sinar terang berkilauan ketika ia telah mencabut pedang dari punggung-nya.
"Sing-sing....!" Sinar pedangnya me-nyambar-nyambar, membuyarkan pengepungan lima orang kakek itu.
"Siancai....! Inilah pedang yang sudah membunuh banyak orang itu. Terpaksa kami menggunakan senjata pula!" Kata kakek yang berjenggot panjang dan lima orang kakek itu me-raba ke bawah jubah mereka dan nampaklah sen-jata berkilauan di tangan. Tiga orang di antara mereka memegang pedang dan yang dua orang lagi masing-masing memegang sebuah rantai baja yang panjangnya ada enam kaki. Rantai itu tadi-nya menjadi ikat pinggang, sedangkan pedang para tosu Bu-tong-pai itu tadi tersembunyi di balik jubah mereka. Lima orang kakek itu adalah pen-deta-pendeta tosu dari Bu-tong-pai. Walaupun mereka bukan para pimpinan Bu-tong-pai, na-mun mereka adalah murid-murid Bu-tong-pai dan di perkumpulan persilatan yang besar itu me-reka termasuk tokoh-tokoh besar.
Hui Lan tidak mau banyak cakap lagi. Melihat betapa lima orang kakek itu benar-benar lihai dan kini mereka semua memegang senjata, iapun lalu mengeluarkan teriakan nyaring melengking dan tubuhnya sudah berkelebat ke depan, didahului sinar pedangnya yang bergulung-gulung.
Kembali Sim Houw tertegun kagum. Gadis itu benar-benar lihai. Kini setelah memegang pedang, ternyata gadis itu lebih hebat pula. Ilmu pedang-nya aneh dan amat cepat gerakannya, lebih lihai dibandingkan ilmu silat tangan kosongnya tadi. Sim Houw berusaha untuk mengenal ilmu pedang ini seperti tadi dia berusaha mengenal ilmu silat gadis itu, namun kembali dia gagal. Dia merasa seperti pernah melihat corak ilmu silat dengan gaya seperti yang dimainkan gadis itu, namun dia lupa lagi di mana dia pernah bertemu ilmu silat seperti itu, dan dia sama sekali tidak mengenalnya. Kalau ilmu silat tangan kosong dan ilmu pedang lima orang kakek itu tidak asing baginya. Dia sudah mengenal ilmu silat dari Bu-tong-pai, dan karena dia tahu betapa indah dan lihainya ilmu pedang dari perkumpulan itu, yaitu Bu-tong Kiam-hoat (Ilmu Pedang Bu-tong-pai), walaupun hatinya merasa semakin tegang, dia memperhatikan dengan penuh perhatian.
Ilmu pedang Bu-tong-pai memang hebat, apa lagi dimainkan oleh lma orang ahli yang tingkat-nya sudah tinggi. Perlahan-lahan gadis itu mulai terdesak dan kini ia hanya dapat memutar pe-dangnya menjadi gulungan sinar yang melindungi seluruh tubbuhnya saja.
Andaikata gadis itu disiram air, atau hujan turun, tentu ia tidak akan basah karena tubuh itu Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
65 terlindung oleh benteng sinar pedang! Hebatnya, ketika seorang di antara lawannya lengah, yaitu kakek muka hitam, tangan kiri gadis itu mencuat keluar dari gulungan sinar pedangnya dan tangan yang kecil nampak lunak itu menampar ke arah kepala kakek ini. Si kakek muka hitam terkejut bukan main karena tidak me-nyangka gadis yang sudah didesak hebat itu akan mampu melakukan serangan yang demikian tiba-tiba. Tamparan ke arah kepalanya itu berbahaya, maka dia cepat mengelak.
"Plakkk!" tetap saja telapak tangan kiri Hui Lan menyentuh pundak si kakek muka hitam dan dia menggigil seperti orang kedinginan, lalu cepat-cepat dia berhenti berdiri dan menghimpun tenaga dalam untuk melawan hawa dingin menusuk yang timbul ketika pundaknya kena ditampar tadi.
Melihat ini, tiba-tiba saja Sim Houw teringat dan hampir dia meloncat ke luar dari balik semak--semak. Benar! Hanya ada satu cabang persilatan saja di dunia ini yang dapat memainkan ilmu silat yang sekaligus dapat mengerahkan sin-kang keras dan lunak, panas dan dingin, Yang-kang dan Im--kang dan satu-satunya itu adalah persilatan keluarga Pulau Es!
Dia pernah melihat pendekar-pendekar keluarga Pulau Es dan kini dia ingat benar bahwa corak ilmu silat dau ilmu pedang yang dimainkan gadis bernama Souw Hui Lan ini
mengandung sifat-sifat dari ilmu silat keluarga Pulau Es. Dia hampir yakin akan hal ini walaupun dia sendiri tentu saja tidak mengenal ilmu silat keluarga itu secara mendalam. Akan tetapi, setiap cabang ilmu silat mempunyai ciri-ciri khas ter-tentu dan di antara ciri khas ilmu keluarga para pendekar Pulau Es adalah penggunaan sin-kang yang saling berlawanan itu.
Betapapun lihainya Hui Lan dengan pedang-nya, karena dikeroyok lima orang tokoh besar Bu-tong-pai, akhirnya ia kewalahan juga. Si muka hitam tadi sudah pulih kembali dan kini, sudah maju mengeroyok dengan sikap lebih hati-hati. Gadis itu sama sekali tidak memperoleh kesempat-an untuk membalas lagi dan repot menghadapi hujan serangan dari lima orang lawannya. Tentu saja memutar terus senjatanya untuk melindungi tubuhnya memeras tenaganya sehingga makin lama ia menjadi semakin lelah dan putaran pe-dangnya makin berkurang kecepatannya. Akhir-nya sebuah sabetan rantai baja menyerempet paha Hui Lan.
Kain celana paha kiri itu terobek, nam-pak kulit paha yang putih itu terhias jalur merah ketika terkena sabetan rantai baja. Walaupun gadis itu telah dapat melindungi pahanya dengan sinkang sehingga tidak terluka, namun ia terhuyung dan pada saat itu, sebatang pedang menyam-bar dari belakangnya, membabat ke arah lehernya, dan sebatang pedang lain menusuk dari kiri ke arah dadanya.
Sim Houw terkejut sekali. Sejak tadi dia bi-ngung tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak tahu benar apa yang menyebabkan permusuhan di antara gadis dan lima orang kakek Bu-tong-pai itu sehingga merasa tidak enak untuk mencampuri perkelahian mereka. Akan tetapi kini melihat nyawa gadis itu terancam maut, tubuhnya sudah menjadi tegang dan hampir dia bergerak meloncat untuk mencegah pembunuhan. Akan tetapi tiba-tiba nampak dua bayangan orang berkelebat. Ba-gaikan dua ekor burung raksasa saja dua bayangan itu meluncur dari atas, menyambar ke arah perke-lahian itu.
"Tring! Tranggg....!" Dua orang kakek yang sudah menyerang Hui Lan dengan pedang-nya, terpental ke belakang dan mereka terkejut sekali. Ketika lima orang kakek itu memandang, ternyata di situ telah berdiri dua orang laki-laki yang nampak gagah perkasa dan sejenak mereka tertegun karena melihat bahwa dua orang pria itu mempunyai wajah yang serupa.
Usia mereka an-tara empatpuluh tahun, dengan pakaian ringkas dan sikap gagah. Mudah diduga bahwa kedua orang pria ini adalah sepasang orang kembar. Tidak hanya wajah dan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
66 bentuk badan mereka yang serupa, juga pakaian yang mereka pakai, dari potongannya sampai warna dan corak pakaiannya, semua sama! Keduanya menyarungkan kembali pedang yang tadi mereka pakai untuk menolong Hui Lan menangkis dua batang pedang yang mengancam nyawa gadis itu.
Hui Lan agak terpincang ketika menghampiri dua orang pria itu. Dengan nada suara manja ia berkata, "Suhu, mereka ini adalah Bu-tong Ngo-lo yang tidak tahu malu mengeroyokku...."
"Kami mengerti, mundurlah kau," kata seorang di antara dua pria kembar itu. Hui Lan melang-kah mundur sambil menyimpan pedangnya dan ia mengusap keringat yang sudah membasahi dahi dan leher, bahkan pakaiannya juga kusut dan ba-sah oleh keringat.
Perkelahian tadi amat melelah-kan tubuhnya dan hantaman pada paha kirinya tadi juga menyakitkan. Robek pada celananya ti-dak diperdulikan dan kini dengan penuh perhatian Hui Lan nonton dua orang suhunya yang berha-dapan dengan Bu-tong Ngo-lo. Kalian akan mampus, demikian agaknya ia berpikir di balik senyumnya yang mengejek.
Dua orang pria kembar itu kini melangkah maju dan memandang kepada lima orang kakek itu dengan sinar mata tajam penuh selidik. Lalu se-orang di antara mereka bertanya, suaranya tegas dan mantap, namun halus, "Bu-tong Ngo-lo adalah lima orang tokoh Bu-tong-pai, patutkah mengeroyok seorang wanita muda seperti murid kami" Apa maksud pengeroyokan yang tidak pantas ini?"
Lima orang kakek itu saling pandang dan muka mereka menjadi merah. Bagaimanapun juga, me-reka merasa malu karena telah maju mengeroyok seorang gadis semuda itu yang
pantasnya menjadi cucu murid mereka, dan yang lebih memalukan lagi, biar mengeroyok, mereka ternyata tidak ber-hasil merobohkannya! Kakek berjenggot panjang lalu menjawab dengan sikap galak, "Apakah kalian ini yang berjuluk Beng-san Siang-eng, Sepasang Garuda dari Beng-san?"
Dua orang kakek itu mengangguk.
"Bagus!" kata kakek berjenggot panjang. "Kami datang untuk membunuh kalian guru dan murid agar tidak jatuh lagi korban orang-orang tidak berdosa. Kalian adalah orang-orang kejam yang sudah melakukan banyak dosa dan harus die-nyahkan dari permukaan bumi ini!"
Seorang di antara dua pria kembar itu terse-nyum. "Hemm, katakan saja bahwa kalian datang untuk membalas dendam, ataukah kalian datang dengan maksud yang sama seperti orang-orang Bu-tong-pai itu?"
"Tidak! Kami datang sengaja uutuk mencari kalian guru dan murid yang berdosa, untuk meng-hukum dan membunuh kalian!" Bentak kakek berjenggot panjang dan tanpa banyak cakap lagi dia sudah menerjang maju bersama empat orang saudaranya, menyerang dengan senjata mereka dengan dahsyat.
Akan tetapi sekali ini lima orang kakek Bu-tong-pai itu berhadapan dengan dua orang lawan yang jauh lebih lihai dibandingkan dengan Hui Lan tadi. Dua orang pria kembar itu mengha-dapi lima orang pengeroyoknya dengan tangan kosong saja, walaupun tadi ketika menyelamatkan Hui Lan, mereka menggunakan pedang. Akan te-tapi, walaupun tanpa
senjata, keduanya dapat bergerak dengan bebas dan lincah sekali. Gerak-an mereka memang cepat dan pantas mereka diju-luki Sepasang Garuda. Tubuh mereka berloncatan ke atas dan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
67 menyelinap di antara sinar senjata lawan dan mereka juga sempat membalas dengan serangan-serangan mereka yang biarpun hanya dilakukan dengan tangan dan kaki, namun tidak kalah dahsyatnya dari senjata lawan. Terjadi perkelahian yang amat seru dan Sim Houw yang non-ton perkelahian itu kini merasa yakin benar bahwa sepasang pria kembar itu memang ahli dalam ilmu silat keluarga para pendekar Pulau Es.
Begitu melihat gerakan dua orang laki-laki kembar itu, Sim Houw maklum bahwa tingkat kepandaian mereka masih lebih tinggi dari pada tingkat Bu-tong Ngo-lo dan biarpun dua orang kembar itu tidak memegang senjata, namun mere-ka tidak akan kalah. Keduannya menguasai gin-kang dan sin-kang yang amat tinggi, bahkan kadang-kadang mereka berani menangkis pedang dan rantai baja dengan tangan kosong saja! Makin benar keyakinan.
hatinya bahwa dua orang kembar itu tentu murid para pendekar Pulau Es dan telah mewarisi ilmu-ilmu yang hebat dari Pulau Es.
Dugaan Sim Houw ini memang tidak meleset. Dua orang kembar itu masih cucu luar dari Pendekar Super Sakti dari Pulau Es. Mendiang Pendekar Super Sakti Suma Han mempunyai seorang puteri dari isterinya yang bernama Puteri Nirahai dan puteri ini diberi nama Puteri Milana yang kemudian menjadi isteri seorang pendekar sakti bernama Gak Bun Beng. Mereka berdua kini telah tua sekali dan tinggal di puncak Pegunungan Beng-san, hidup sebagai petani-petani sederhana. Mereka mempunyai sepasang anak kembar yang mereka beri nama Gak jit Kong dan Gak Goat Kong, yaitu dua orang pria inilah.
Gak Bun Beng adalah seorang pendekar yang berilmu tinggi, gagah perkasa dan juga memiliki jiwa patriot. Akan tetapi dia saling jatuh cinta dengan Milana yang mempunyai ibu puteri Mancu. Milana sendiri, sebagai puteri Pendekar Super Sakti, tahu bahwa ia mempunyai ibu puteri Mancu bahkan karena tertarik oleh ibunya, ia pernah berapa kali membantu pemerintah Mancu memimpin barisan dan menjadi panglima untuk membasmi
pemberontakan. Setelah semakin tua ia dapat melihat bahwa suaminya mulai diasingkan dan dipandang sebagai musuh oleh banyak orang gagah di dunia sebagai seorang pendekar yang berpihak kepada pemerintah penjajah Mancu! Padahal, Milana tahu benar bahwa suaminya sama sekali tidak berpihak kepada pemerintah Mancu. Ia melihat betapa terjepitnya kedudukan suaminya yang oleh para pendekar dan patriot dianggap sebagai seorang pengkhianat atau antek penjajah. Oleh karena itulah, maka iapun menyetujui keputusan suaminya untuk menyembunyikan diri menjadi setengah pertapa, di puncak Beng-san dia tidak mencampuri lagi urusan dunia. Karena itu lah, maka kehidupan suami isteri ini menjadi terasing dan nama mereka seperti terhapus di duna kang-ouw dan tidak ada orang mengetahui bagaimana dengan keadaan mereka.
Suami isteri Gak Bun Beng dan Puteri Milana ini, tentu saja mendidik anak kembar mereka dengan tekun. Akan tetapi, keduanya yang memiliki tingkat kepandaian tinggi itu dapat melihat bahwa bakat anak kembar mereka dalam ilmu silat tidaklah menonjol, betapapun juga karena ketekunan mereka menggembleng putera-putera mereka, Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong dapat juga menguasai sebagian dari ilmu-ilmu ayah bunda mereka dan menjadi orang-orang yang dapat dibilang memiliki ilmu silat yang tinggi dan sukar dicari tandingan mereka.
Akan tetapi, setelah sepasang bocah kembar itu menjadi dewasa, Gak Bun Beng dan Milana mengalami kekecewaan yang amat besar. Dua orang pemuda Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong itu tidak mau menikah! Mereka bahkan marah-marah kalau orang tua mereka mengajak mereka bicara tentang pernikahan! Di antara mereka, terdapat hubungan batin yang aneh sekali, yang menimbulkan perasaan iri hati dan cemburu satu kepada yang lain dalam segala Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
68 hal. Pakaianpun harus diberi yang serupa dan mereka tidak boleh dibeda-bedakan karena hal ini akan menimbulkan perasaan iri yang membuat mereka marah. Juga dalam perjodohan.
Yang seorang akan menjadi iri hati dan cemburu kalau yang lain dijodohkan de-ngan seorang gadis. Karena inilah, maka kedua orang pria kembar ini tidak pernah menikah. Pendekar sakti Gak Bun Beng dan isterinya akhir-ya putus asa dan setelah capai membujuk tanpa hasil, akhirnya merekapun diam saja dan lebih banyak menyepi di dalam pondok mereka di punc-ak Beng-san.
Betapapun juga, akhirnya orang mengenal ke-lihaian dua saudara kembar itu ketika beberapa kali terjadi peristiwa di mana dua saudara kembar itu terpaksa memperlihatkan kelihaian mereka. Bahkan orang tua merekapun membujuk mereka untuk sering melakukan perantauan untuk mem-perluas pengalaman. Akhirnya, orang mengenal mereka sebagai Sepasang Garuda dari Beng-san!
Ketika mereka berusia duapuluh empat tahun, mereka melakukan perjalanan ke selatan di mana terjadi pemberontakan. Mereka, sesuai dengan pesan ayah ibunda mereka, tidak diperbolehkan mencampuri urusan pemberontakan, tidak boleh membantu pemberontakan juga tidak boleh mem-bantu pemerintah. Mereka melihat pemberontakan dengan sikap pasip saja, hanya mereka turun ta-ngan menolong mereka yang lelah dan pantas diselamatkan.
Ketika mereka melihat sebuah kelu-arga dirampok dan dibunuh oleh gerombolan
pemberontak, mereka turun tangan membela. Namun dua orang saudara kembar ini agak ter-lambat dan hanya berhasil menyelamatkan seorang anak perempuan keluarga Souw itu, sedangkan keluarga itu selebihnya terbasmi dan terbunuh oleh gerombolan perampok. Anak perempuan she Souw itu berusia empat tahun dan semenjak itu, Souw Hui Lan, anak yang sudah yatim piatu dan tidak mempunyai sanak keluarga lainnya, dibawa oleh Beng-san Siang-eng dan menjadi murid mereka berdua! Bahkan dalam mengajarkan ilmu kepada Hui Lan merekapun bersaing dan mereka berdua amat menyayang anak ini sehingga
memperlakukannya tidak hanya sebagai murid, bahkan sebagai adik atau puteri mereka sendiri. Tentu saja hal ini membuat Hui Lan menjadi lihai sekali, akan tetapi juga amat manja!
Baru lima tahun mereka meeninggalkan Beng-san dan akhirnya menetap di bukit di tepi Sungai Wu-kiang itu, tempat yang sunyi terpencil dan amat indah pemandangannya. Beberapa tahun kemudian, setelah Hui Lan berusia tujuhbelas tahun, mulailah datang godaan-godaan.
Gadis itu menjadi seorang dara yang cantik manis dan gagah perkasa sehingga tentu saja, bagaikan se-tangkai bunga yang sedang mekar mengharum dan mengandung madu yang amat manis, mengundang datangnya kumbang-kumbang berupa pemuda-pemuda yang gagah
perkasa dan yang mengingin-kan jodoh seorang dara perkasa pula. Mulailah berdatangan lamaran-lamaran yang diajukan oleh tokoh-tokoh persilatan terhadap dara itu, baik untuk murid atau anak mereka sendiri.
Dan begitu muncul pinangan-pinangan ini, dua orang guru dan seorang muridnya itu lalu menentukan syarat yang amat berat, yaitu calon jodoh Hui Lan harus seorang pemuda yang mam-pu mengalahkan Hui Lan, dan selain syarat berat ini, ditambah syarat yang lebih berat lagi yakni bahwa pemuda calon jodoh Hui Lan itu harus mengajukan guru atau orang tuanya yang mampu mengalahkan Beng-san Siang-eng!
Orang yang tergila-gila kepada seorang wanita biasanya suka melakukan apapun juga, siap untuk berkorban. Demikianlah, banyak pemuda gagah perkasa berdatangan, hanya untuk dikalahkan oleh Hui Lan, dan guru atau orang tua jagoan mereka tidak ada seorangpun mampu mengalahkan dua orang pria kembar itu. Dan yang mengejutkan, guru dan murid ini Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
69 agaknya berdarah panas sehingga dalam setiap pertandingan untuk meme-nuhi syarat itu, mereka menjatuhkan para pemi-nang dengan pukulan-pukulan maut sehingga banyak di antara para peminang yang kalah dengan membawa luka-luka parah, bahkan ada pula yang sampai tewas!
Seorang pemuda Bu-tong-pai yang pandai, maju pula bersama seorang susioknya, dan dia dikalahkan oleh Hui Lan, juga tosu yang menjadi susioknya dan merupakan tokoh Bu-tong-pai, juga terluka hebat oleh Beng-san Siang-eng. Mereka berdua meninggalkan tempat itu sebagai penderita kekalahan, membawa luka dalam yang berat dan akhirnya keduanya tewas setelah men-derita sakit beberapa pekan lamanya! Selama tiga tahun kurang lebih, sudah puluhan kali murid itu mengalahkan pelamar dan sudah be-lasan orang tewas di tangan mereka!
Demikian sedikit catatan tentang Beng-san Siang-eng yang bernama Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong itu, dan karena itu pula pada hari itu muncul Bu-tong Ngo-lo yang berniat membunuh guru dan murid yang dianggap kejam dan jahat itu. Lima orang tokoh Bu-tong ini memang bukan hanya datang untuk membalas kematian dua orang Bu-tong-pai itu, akan tetapi juga untuk mengenyahkan guru dan murid yang dianggap jahat itu agar tidak jatuh korban lagi.
Sim Houw mengikuti jalannya perkelahian itu penuh perhatian. Hatinya merasa semakin tegang lagi. Perkelahian itu adalah perkelahian mati-matian di mana Bu-tong Ngo-lo makin lama makin terdesak hebat oleh dua orang pria kembar itu. Mereka berkelahi untuk saling bunuh, bukan sekedar mengalahkan lawan. Jurus-jurus maut dikerahkan dan diam-diam dia merasa khawatir sekali. Mereka adalah orang-orang gagah, orang-orang berilmu yang agaknya tentu saja bukan termasuk kaum sesat. Dua orang pria kembar itu memainkan ilmu silat Pulau Es, tentu bukan pen-jahat dan lima orang kakek Bu-tong-pai itu tentu juga bukan orang-orang sesat. Kini mereka berkelahi mati-matian untuk saling bunuh. Dia sendiri tidak dapat berpihak, karena dia tidak tahu siapa antara mereka yang bersalah. Akan tetapi, membiarkan saja mereka berkelahi, hatinya merasa tidak tega karena dia tahu bahwa satu pihak ten-tu akan roboh, terluka parah dan mungkin saja tewas.
Tiba-tiba dua orang kembar itu mengeluarkan teriakan nyaring melengking panjang, disusul bentakan seorang di antara mereka, "Bu-tong Ngo-lo, rebahlah kalian!" Hebat bukan main serangan dua orang itu. Biarpun lima orang lawan mereka sudah bersiap siaga, tetap saja terjangan mereka yang dahsyat itu membuat mereka berlima terdorong dan terjengkang, senjata mereka ter-lempar dan mereka terbanting keras ke atas tanah dalam keadaan terlentang! Dan dua orang kem-bar itu melangkah maju, agaknya siap untuk menurunkan pukulan terakhir, pukulan maut.
Tiba-tiba terdengar suara melengking yang aneh, suara suling yang ditiup secara aneh dan suaranya begitu mengandung wibawa yang amat kuat sehingga dua orang pria kembar itu sendiri tertegun dan menghentikan langkah mereka lalu menengok seperti orang yang terpesona. Mereka berdiri ternga-nga memandang ke arah seorang pemuda yang tiba tiba saja muncul di situ sambil meniup sebatang suling.
Sim Houw yang tadi melihat betapa nyawa lima orang kakek Bu-tong-pai itu terancam maut, cepat meniup sulingnya dan keluar dari tempat persembu-nyiannya sambil terus meniup sulingnya. Tiupan pertama tadi dilakukan dengan pengerahan khi-kang dari Ilmu Kim-siauw Kiam-sut sehingga suling itu mengeluarkan suara yang mengandung pengaruh dan wibawa Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
70 amat kuatnya! Dua orang cucu dari Pendekar Super Sakti itu sendiri sampai terpesona dan ter-tahan dari niat mereka membunuh lima orang Bu-tong-pai yang sudah tidak mampu melindungi diri sendiri itu.
Kini Sim Houw sudan berjalan menghadapi dua orang saudara Gak itu, menghalang di antara mereka dan lima orang kakek Bu-tong-pai yang sudah me-rangkak bangun dengan muka pucat. Lalu Sim Houw menghentikan tiupan sulingnya dan menjura ke arah dua orang pria kembar. Begitu suara suling berhenti, semua orang merasa seolah-olah terlepas dari him-pitan yang membuat mereka seperti tidak mampu bergerak tadi.
"Ji-wi locianpwe harap jangan menyiksa lima orang kakek ini lebih lanjut. Kasihanilah mereka dan kalau mereka telah melakukan kesalahan, biarlah sa-ya yang mintakan ampun untuk mereka." Setelah berkata demikian, tanpa menanti jawaban dua orang pria kembar itu, Sim Houw cepat membalikkan tu-buhnya menghadapi Bu-tong Ngo-lo, "Kalian berlima telah diampuni oleh dua orang locianpwe ini, tidak lekas pergi apakah yang ditunggu lagi?"
Berkata demikian Sim Houw mengedipkan matanya dan lima orang kakek itu yang sudah maklum bahwa mereka tidak akan mampu menang, apa lagi kini sudah men-derita luka dalam yang dirasakan di dalam dada, rasa yang dingin sekali, tanpa banyak cakap lagi mereka lalu memungut senjata masing-masing dan pergi me-ninggalkan tempat itu tanpa pamit!
"Kalian hendak lari ke mana?" Tiba-tiba Hui Lan membentak marah dan siap mengejar.
Akan te-tapi Sim Houw sudah berdiri di depannya dan me-ngembangkan kedua lengannya.
"Nona, ji-wi locianpwe ini sudah memberi am-pun, jangan kejar mereka!"
Hui Lau melihat betapa pemuda itu mengem-bangkan lengan seperti hendak memeluknya, menjadi marah. Apa lagi ketika dara ini mengenal Sim Houw sebagai penyuling yang tadi dianggap mengganggu ketenangannya, ia menjadi semakin marah.
"Enyahlah kau!" bentaknya sambil menampar kepala pemuda itu.
"Wuuuttt....!" Tamparan tangan halus ini dapat meremukkan batu karang, apa lagi kepala manusia.
"Eh, eh.... jangan pukul....!" Sim Houw berseru gugup dan mengangkat sebelah lengannya seperti melindungi kepalanya dengan gerakan amat kaku, sama sekali bukan gerakan silat.
"Plakk!" Akibat tamparan tangan yang menge-nai pangkal lengannya itu membuat Sim Houw ter-lempar dan jatuh bergulingan. Akan tetapi dia ber-gulingan memotong jalan sehingga gadis itu tidak dapat melakukan pengejaran terhadap lima orang kakek Bu-tong-pai yang sudah melarikan diri.
"Keparat, engkau selalu menggangguku!" Hui Lan meloncat dan hendak menendang tubuh Sim Houw yang masih bergulingan.
"Hui Lan, jangan pukul dia!" tiba-tiba terdengar suara Gak Jit Kong dan gadis itupun menahan ge-rakan kakinya sehingga Sim Houw terhindar dari tendangan maut.
Sim Houw melirik ke arah lima orang kakek Bu-tong-pai dan merasa lega melihat bahwa lima orang kakek itu telah melarikan diri dengan cepat dan le-nyap dari situ. Dia lalu bangkit Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
71 berdiri, mengebut-ngebutkan bajunya yang kotor terkena debu. Hui Lan biarpun memiliki kepandaian tinggi, namun ia belum berpengalaman dan gadis yang berwatak man-ja ini memang tidak pernah menghargai orang lain, maka iapun tidak sadar betapa tamparannya yang amat kuat tadi dapat ditangkis oleh pemuda penyu-ling ini! Padahal, kalau ia teringat, tentu ia akan terkejut melihat kenyataan betapa tamparannya itu ,tidak meremukkan tulang pangkal lengan pemuda itu.
Beng-san Siang-eng mengira bahwa murid mereka idak menyerang dengan sungguh-sungguh kepada pemuda yang kelihatannya tidak memiliki kepandaian silat ini dilihat dari gerak-geriknya dan Gak Jit Kong lalu bertanya, "Orang muda, kenapa engkau menc-ampuri urusan kami dan menghalangi kami membu-nuh lima orang musuh tadi?"
Sim Houw kembali menjura dengan sikap horm-at. Sulingnya sudah sejak tadi diamankannya di balik bajunya, terselip di pinggang. "Ji-wi locianpwe, saya pernah mendengar, kata orang bahwa seorang gagah tidak akan menyerang orang yang tidak melawan dan tidak membunuh orang yang sudah tidak berdaya. Dan saya melihat bahwa mereka itu tadi sudah tak berdaya...."
"Omong kosong!" bentak Hui Lan. Kalau kalah, mereka tentu akan membunuh kami. Suhu, tidak perlu kiranya berdebat dengan pengacau ini!"
Akan tetapi Gak Jit Kong agaknya tertarik. "Orang muda, tahukah engkau bahwa seandainya kami kalah, lima orang Bu-tong Ngo-lo itu akan membunuh kami tanpa ragu lagi?"
"Ji-wi locianpwe, haruskah orang membalas pembunuhan dengan pembunuhan, membalas kejahatan dengan kejahatan pula" Kalau begitu, apa bedanya antara kita dengan si penjahat?"
"Jadi sudah sejak tadi engkau melihat perkelahian antara kami dan mereka?" tanya pula Gak Jit Kong, memandang penuh selidik.
"Saya kebetulan berada disini, karena ketakutan melihat perkelahian lalu saya bersembunyi di dalam semak belukar, nonton perkelahian. Melihat mereka sudah tidak berdaya dan khawatir ji-wi membunuh mereka, maka saya keluar...."
"Kenapa membunyikan suling?" kini Gak Goat Kong mendesak.
"Saya tidak tahu harus berbuat bagaimana untuk mencegah dilanjutkannya perkelahian itu, dan karena saya hanya bisa meniup suling, maka dalam kegugup-an saya lalu meniup suling saya untuk menarik per-hatian. Syukur saya berhasil...."
"Siapakah namamu dan engkau dari perguruan silat mana?" Gak Jit Kong bertanya lagi.
"Nama saya Sim Houw dan bukan dari perguruan silat, saya hanya bisa meniup suling, tidak bisa apa apa selain itu, locianpwe."
"Bohong! Engkau selalu mengacau dengan suara sulingmu, tentu engkau mengerti sedikit ilmu silat. Biar kuselidiki dia datang dari perguruan silat mana suhu!" kata Hui Lan dan gadis itu sudah meloncat ke depan dan tangan kirinya menyambar, jari telun-juk dan jari tengah tangan kiri itu menotok ke arah pundak kanan Sim Houw. Sim Houw tahu bahwa, jalan darah Kian-keng-hiat-to di pundaknya akan ditotok dan akibatnya amat hebat karena jalan darah itu Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
72 merupakan satu di antara jalan darah besar. Akan tetapi dia diam saja sedikitpun tidak berkutik, tidak mengelak atau menangkis, seolah-olah dia tidak tahu bahwa nyawanya terancam oleh serangan itu.
"Hui Lan, jangan....!" Gak Goat Kong berseru kaget melihat betapa muridnya hendak mem-bunuh pemuda yang agaknya memang tidak menya-dari akan bahaya itu. Tentu saja Sim Houw sadar -sepenuhnya, bahkan dia tahu bahwa tidak ada baha-ya yang mengancam dirinya.
Gadis itu hanya meng-gertaknya saja dan sama sekali tidak berniat melaku-kan totokan secara sungguh-sungguh, dan andaikata demikian, diapun dapat menyelamatkan dirinya de-ngan ilmu memindahkan jalan darah! Dan benar saja dugaannya, tanpa dicegah oleh gurunya sekali-pun, Hui Lan memang tidak mau membunuhnya. Gadis itu hanya ingin memaksanya mengeluarkan ilmu silatnya untuk membela diri agar ia dapat me-ngenal ilmu silatnya.
Melihat betapa pemuda itu sama sekali tidak tahu bahwa dia diserang dengan totokan maut, gadis itu merasa sebal dan totokannya berobah menjadi dorongan atau tamparan pada pundak pemuda itu.
"Plakkk....!" Dan tubuh Sim Houw ter-pelanting! Namun, Hui Lan juga terkejut dan heran sekali, menahan rasa nyeri pada telapaktangannya. Ia tadi merasa seperti menampar benda yang lunak sekali akan tetapi dari dalam kelunakan itu muncul tenaga yang membuat tenaga tamparannya membalik sehingga ia terpukul tenaga tamparannya sendiri yang menimbulkan rasa nyeri. Akan tetapi buktinya, pemuda itu terpelanting keras oleh tamparannya!
Sebelum Hui Lan sempat menyatakan keheranan-nya, tiba-tiba dua orang gurunya berseru.
"Hui Lan, hati-hati! Banyak musuh datang!"
Gadis itu cepat menggerakkan tubuh menoleh Dan benar saja. Sedikitnya duapuluh orang yang dipimpin oleh seorang wanita cantik berloncat-an dengan cepat sekali menuju ke tempat itu. Sim Houw juga sudah bangkit berdiri, mengebut-ngebut-kan pakaiannya yang kotor dan berdirii di belakang tiga orang itu. Diam-diam dia merasa mendongkol juga karena gadis itu sungguh sama sekali tidak me-mandang sebelah mata kepadanya. Seorang gadis yang selain cantik manis dan gagah perkasa, juga manja, angkuh dan ringan tangan!
Duapuluh empat orang itu semua berpakaian serba merah sehingga amat menyolok sekali.
Mereka terdiri dari laki-laki yang usianya antara tigapuluh sampai limapuluh tahun, dipimpin seorang kakek berusia limapuluh tahun yang bertubuh tinggi kurus dan bermuka pucat. Laki-laki ini berada di depan bersama seorang wanita yang lebih menarik perhatian lagi. Wanita ini cantik dan berpakaian merah, bukan serba merah seperti yang lain. Memiliki se-pasang mata yang amat tajam dan gerak-geriknya lincah. Sebatang pedang tergantung di punggungnya.
Sim Houw tidak mengenal semua orang itu. Juga agaknya Beng san Siang-eng dan murid mereka tidak mengenal wanita cantik yang usianya kurang lebih duapuluh lima tahun itu, apa lagi duapuluh empat orang yang berpakaian serba merah. Wanita itupun agaknya belum mengenal pihak tuan rumah, karena begitu berhadapan, ia sudah bertanya dengan suara lantang" Siapakah di antara kalian yang berjuluk Pendekar Suling Naga?"
Sepasang Garuda Beng-san itu saling pandang dengan murid mereka. Hui Lan menggerakkan pun-dak dan gadis ini sudah marah sekali melihat sikap wanita yang datang bersama segerembolan orang berpakaian serba merah itu dan ia sudah menudingkan telunjuk kanannya sambil membentak, "Dari mana datangnya perempuan liar yang membawa gerombolan bajak atau rampok ini?"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
73 Akan tetapi, wanita cantik itu hanya mengeluarkan senyum mengejek, agaknya tidak memperhatikan kemarahan Hui Lan. Sekali lagi ia bertanya, "Sia-pakah Pendekar Suling Naga?" Dan kini pandang matanya ditujukan kepada Sim Houw dan ditatapnya wajah
pemuda itu penuh selidik. Juga duapuluh em-pat orang berpakaian serba merah itu memandang kepada empat orang itu bergantian dengan sinar ma-ta mengancam. Wanita cantik itu bukan sembarang orang. Ia bukan lain adalah Giong Siu Kwi yang ber-juluk Bi-kwi (Iblis Cantik), murid pertama Sam Kwi (Tiga Iblis). Seperti telah diceritakan di bagian depan Siu Kwi atau Bi-kwi dengan cara kasar minta pusaka itu dari seorang gadis yang lihai bukan main, telah mewarisi semua ilmu kesaktian dari ketiga gurunya. Ketika ia pulang menjumpai guru-gurunya, ia melaporkan akan kegagalan dua macam tugas yang dipikulnya. Perta-ma, ia telah gagal mencari Pendekar Super Sakti Majikan Pulau Es karena pendekar sakti itu telah tewas, kemudian tugas ke dua, yaitu mencari Pek-bin Lo-sian untuk minta senjata pusaka Liong-siauw-kiam juga gagal.
Ketika wanita itu menghadap Pek-bin Lo-sian yang menjadi paman guru dari ketiga Sam-kwi, ia mendapatkan kakek tua renta itu dalam keadaan sa-kit berat dan napasnya tinggal satu-satu! Siu Kwi atau Bi Kwi dengan cara kasar minta pusaka itu dari Pek-bin Lo-sian yang dijawab oleh Pek-bin Lo-sian bahwa pusaka itu telah dia berikan kepada orang lain karena dia tidak suka kalau pusaka itu terjatuh ke tangan Sam Kwi, tiga orang keponakan
seperguruannya sendiri yang jahat! Mendengar jawaban ini. Bi-kwi memaksa kakek tua renta itu untuk menun-jukkan siapa orang yang diserahi pusaka itu. Namun kakek yang sudah menderita penyakit berat itu ha-nya tersenyum mengejek, tidak mengaku. Bi-kwi marah, lalu menggunakan kekerasan terhadap kakek itu yang sebenarnya masih susiok-kongnya sendiri.
Disiksanya kakek itu, akan tetapi Pek-bin Lo-sian tetap tidak mau mengaku. Tubuhnya yang sudah tua dan menderita penyakit berat itu tidak dapat mena-han siksaan yang dilakukan Bi-kwi dan kakek itupun tewas tanpa menyebut nama Sim Houw yang telah diserahi pusaka Suling Naga atau Siauw-liong-kiam.
Seperti kita ketahui, Bi-kwi pulang dengan hati mengkal dan uring-uringan karena ia pulang dengan tangan kosong. Akan tetapi ia mendengar berita akan munculnya seorang pendekar yang berjuluk Pendekar Suling Naga. Sebelum pulang menyampai-kan laporan kepada tiga orang gurunya, lebih dulu ia menemui perkumpulan Ang-i-mo (Setan Berbaju Me-rah), yaitu perkumpulan sesat yang telah ditakluk-kannya. Perkumpulan itu dipimpin oleh seorang da-tuk sesat bernama Tee Kok yang berusia limapuluh tahun sebagai ketuanya. Ketika mereka bentrok dengan Bi-kwi, mereka kalah dan Tee Kok merajuk, menyatakan kalah dan
menyerah. Melihat kehe-batan mereka, Bi-kwi dengan cerdik mengampuni mereka dan menyuruh mereka berjanji untuk mem-bantunnya dalam segala macam hal kalau diminta-nya, Tee Kok menyanggupi.
Bi kwi lalu memerintahkan Ang-i-mo untuk melakukan penyelidikan, mencari adanya pendekar yang berjuluk Pendekar Suling Naga dan kalau ada berita-nya agar cepat memberi kabar kepadanya di puncak Thai-san, di mana ia tinggal bersama Sam Kwi. Sete-lah itu barulah ia pulang ke Thai-san, di mana ia terpaksa menerima Bi Lan sebagai sumoi atau murid guru-gurunya yang baru, bahkan ia lalu dengan cerdik menyediakan dirinya untuk melatih sumoinya itu menggantikan guru-gurunya.
Baru beberapa bulan kemudian, datang Tee Kok bersama anak buahnya yang pilihan, berjumlah duapuluh empat orang bersama dia, berkunjung ke Thai-san dan melaporkan bahwa mereka mendengar akan munculnya Pendekar Suling Naga di daerah selatan.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
74 Mendengar ini, cepat Bi-kwi meninggalkan Thai-san, bersama duapuluh empat orang itu cepat-cepat melakukan pengejaran dan pencarian ke selatan. Akhirnya, mereka mengikuti jejak orang yang dicari di sepanjang pantai Sungai Wu-kiang dan tiba di kaki bukit yeng menjadi tempat tinggal Beng-san Siang-eng bersama murid mereka.
Tee Kok dalam pelaporannya kepada Bi-kwi ha-nya mengatakan bahwa anak buahnya belum pernah ada yang berjumpa dengan pendekar yang dicari, ha-nya mendapat keterangan bahw pendekar itu masih muda dan lihai sekali. Maka, ketika mereka tiba di tempat itu, perhatian Bi-kwi dan kawan-kawannya tertarik kepada Sim Houw. Akan tetapi, mereka me-rasa ragu-ragu karena pemuda itu tadi mereka lihat didorong oleh gadis cantik itu saja terpelanting, mana mungkin orang lemah itu yang dinamakan Pen-dekar Suling Naga" Karena itu Bi-kwi lalu mengajukan pertanyaan kepada mereka, dengan sikapnya yang angkuh, siapa di antara mereka yang berjuluk Pendekar Suling Naga. Biarpun Hui Lan telah mem-bentaknya dengan ucapan menghina, ia tetap tidak perduli dan mengulangi pertanyaannya.
"Siapakah Pendekar Suling Naga" Hayo meng-aku, kalau tidak kalian berempat tentu akan menjadi setan-setan tanpa nyawa!" Sekali lagi ia menghardik, sekali ini sinar matanya berkilat mengeluarkan ancaman yang mengerikan.
Kalau sepasang saudara kembar Gak itu masih bersikap sabar, murid merekalah yang sudah kehabis-an kesabaran lagi. "Perempuan hina! Berani engkau mengancam kami di rumah kami sendiri" Apa kau-kira aku takut kepadamu dan gerombolanmu, badut-badut berpakaian merah ini" Bukalah matamu dan lihat dengan siapa kau berhadapan!"
Bi-kwi memang orang aneh. Iblis betina ini tidak mudah marah, atau tidak mau menurutkan emosi dan kemarahannya, kalaupun ada, disimpan di dalam hati saja. Hanya sinar matanya yang menyambar ketika ia menjawab, "Tidak perduli siapa orangnya. kalau tidak mau memberi tahu kepadaku di mana adanya Pendekar Suling Naga, tentu akan kami bunuh!"
"Keparat! Kami tidak mengenal Suling Naga atau Suling Ular atau Suling Cacing! Akan tetapi kedua orang suhuku ini adalah Beng-san Siang-eng!" Maksud Hui Lan
memperkenalkan julukan kedua orang gurunya adalah untuk balas menggertak agar wanita itu menjadi terkejut dan gentar. Siapa yang tidak mengenal nama Beng-san Siang-eng.
Bi-kwi memang terkejut, akan tetapi bukan ter-kejut lalu gentar, bahkan terkejut lalu wajahnya berseri dan senyumnya makin mengejek. "Ahh! Ini namanya mencari bandeng mendapatkan kakap! Ja-di kalian inikah Beng-san Siang-eng, keluarga Pulau Es?" katanya sambil memandang kepada dua orang pria kembar itu penuh perhatian.
Dua orang pria kembar itu membalas pandang mata tajam itu dengan alis berkerut. Gadis cantik ini masih muda namun sikapnya demikian angkuh dan memandang rendah, tentu bukan orang sembarangan. "Kami berdua saudara Gak memang masih cucu luar dari kakek kami Suma Han dari Pulau Es. Akan te-tapi kami tidak merasa pernah berurusan denganmu.
Siapakah engkau, nona dan ada urusan apakah eng-kau bersama rombonganmu datang ke tempat kami?"Ciong Siu Kwi meraba gagang goloknya dengan sikap angkuh, tanpa mencabut senjata itu, dan me-mandang kepada dua orang kakek itu dengan mata tajam. "Beng-san Siang-eng, aku disebut orang Bi-kwi dan aku datang mewakili guru-guruku, Sam Kwi untuk mencari Pendekar Suling Naga. Akan tetapi dia tidak ada dan yang ada ialah kalian cucu dari Majikan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
75 Pulau Es. Hemm, sungguh kebetulan sekali karena akupun mempunyai tugas mewakili guru-gu-ruku untuk membunuh semua keluarga Pulau Es setelah Majikan Pulau Es sendiri meninggal dunia!"
Dua orang pria kembar itu mengerutkan alis lagi. "Nanti dulu, Bi-kwi. Memusuhi orang dengan niat membunuh bukan merupakan hal yang tidak ada sebabnya. Mengapa guru-guru kalian memusuhi ka-mi orang-orang Pulau Es?"
"Kakekmu itu pernah mengalahkan guru-guruku, dan sudah bersumpah untuk membalas kekalahan itu. Akan tetapi kakekmu sudah mati, maka yang harus menebus dosanya adalah keluarga dan keturunannya. Nah, bersiaplah kalian untuk mati, juga bocah perempuan sombong ini dan pemuda itu siapa dia?" Telunjuk kiri Bi-kwi menuding ke arah muka Sim Houw dan diam-diam hatinya berbisik betapa tampannya pemuda sederhana itu.
"Jangan ganggu dia. Kami tidak mengenalnya. Dia seorang yang baru saja datang, dan tidak ada sangkut pautnya dengan kami. Jangan kira akan mudah saja membunuh kami, bahkan kalau boleh kunasihatkan agar kamu yang masih muda ini pulang saja dan biarlah ketiga orang suhumu itu yang datang membuat perhitungan dengan keluarga para pendekar Pulau Es," kata Gak Jit Kong yang merasa tidak enak juga kalau dia bersama adik kembarnya harus berhadapan mengadu ilmu dengan seorang gadis yang masih muda itu. Memang semua tokoh persilatan yang sudah ada nama tentu akan merasa ragu untuk mengadu ilmu melawan seorang gadis muda. Kalau kalah amat memalukan, kalau menangpun akan di-tertawakan orang!
"Beng-san Siang-eng, kematian sudah di depan mata, tak perlu banyak cakap lagi! Bersiaplah untuk mampus!" bentak Bi-kwi dan nampak sinar berki-lat menyilaukan mata ketika wanita ini mencabut pedangnya.
"Suhu, biar aku yang menghadapi iblis wanita ini!" Hui Lan juga mencabut pedangnya dan ia me-loncat ke depan gurunya, menghadapi Bi-kwi. Dua orang pria kembar itu tidak melarang murid mereka. Memang sepatutnyalah kalau Hui Lan yang mengha-dapi wanita itu, dan mereka sendiri akan berjaga-jaga karena kalau duapuluh empat orang berpakaian seragam merah itu mengeroyok, mereka akan meng-hadapi pasukan merah itu.
Akan tetapi, Bi-kwi yang sudah menghunus pe-dang itu memandang kepada Hui Lan dengan alis berkerut. "Bocah sombong, engkau bukan lawanku. Guru-gurumu itulah lawanku dan engkau nonton saja, jangan tergesa minta mampus, tunggu giliranmu tiba!"
Ucapan itu sungguh menghina sekali. Hui Lan mengeluarkan suara melengking nyaring dan ia sudah maju menerjang dengan pedangnya. Akan tetapi Bi--kwi tersenyum saja dan hanya nonton ketika dari samping, Tee Kok ketua Ang-i-mo telah menggerak-kan sepasang goloknya ke depan menangkis.
"Tranggg....!" Nampak api berpijar ketika pedang Hui Lan bertemu dengan golok di tangan laki-laki tinggi kurus bermuka pucat itu.
"Ciong Siocia (Nona Ciong), biarkan aku mengha-dapi gadis ini!" kata Tee Kok.
Biarpun ucapan ini ditujukan kepada Tee Kok, matamu sudah menjadi hijau melihat perawan mulus ini, ya" Baik, kalau bisa, tangkaplah bocah itu dan boleh menjadi milikmu sebelum Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
76 kaubunuh!" Biarpun ucapan ini ditujukan kepada Tee Kok. akan tetapi tentu saja Hui Lan menjadi marah bukan main, demikian pula dua orang gurunya karena omongan wanita itu sungguh kasar dan kotor.
"Kalian adalah manusia-manusia busuk!" kata Gak Jit Kong yang segera menghunus
pedangnya, diikuti oleh adik kembarnya.
"Bagus! Mari kita ramai-ramai basmi keturunan Pulau Es!" Bi-kwi berseru dan iapun menerjang maju disambut oleh sepasang pria kembar yang su-dah memegang pedang masing-masing. Dan dalam gebrakan pertama, kedua orang she Gak itu terke-jut bukan main. Mereka memang sudah menduga bahwa wanita ini tentu jahat dan juga amat lihai, akan tetapi tidak mereka sangka bahwa ketika pe-dang mereka bertemu dengan pedang Bi-kwi, mereka merasa betapa lengan mereka yang memegang pedang itu tergetar hebat dan ada hawa panas menyambar ke arah mereka melalui pedang di tangan gadis itu! Tahulah mereka bahwa gadis itu benar-benar amat lihai maka merekapun cepat mengurung dengan pe-ngerahan tenaga dan kepandaian mereka. Segera ter-jadi perkelahian yang amat seru di antara Beng-san Siang-eng dan Ciong Siu Kwi atau Iblis Cantik itu.
Hui Lan juga segera merasakan ketangguhan lawannya. Sepasang golok lawannya bergerak me-nyambar-nyambar dari dua jurusan yang berlawanan, seperti hendak mengguntingnya dan ternyata si tinggi kurus bermuka pucat inipun memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat!
Boleh jadi Bi-kwi yang telah digembleng sejak kecil oleh tiga orang gurunya sekaligus kini telah menjadi seorang wanita yang lihai bukan main. Ham-pir seluruh ilmu dari Sam Kwi telah diresapinya dan ia memang memiliki bakat yang amat baik. Akan te-tapi, kini ia melawan dua orang pria kembar yang masih cucu luar Majikan Pulau Es, maka segera ia mendapatkan kenyataan bahwa tidak akan mudah baginya untuk dapat mengalahkan dua orang pria kembar itu dan paling-paling hanya akan dapat mengimbangi ketangguhan mereka.
Maka wanita itu lalu memberi aba-aba kepada pasukan Ang-i-mo itu untuk maju dan membantu!
Hui Lan merasa terkejut sekali. Baru melawan si tinggi kurus seorang diri saja sudah terasa berat, apa lagi kalau lawannya dibantu oleh anak buahnya yang amat banyak. Tidak disangkanya bahwa si baju mer-ah itu dapat memainkan sepasang goloknya sedemi-kian lihainya. Ia tidak tahu bahwa Tee Kok itu ada-lah bekas anak buah Hek-i-mo (Iblis Pakaian Hitam), yaitu perkumpulan yang dipimpin oleh Hek-i Mo-ong, datuk besar kaum sesat yang duapuluh tahun lebih yang lalu pernah menggemparkan dunia persi-latan. Hek-i-mo telah dihancurkan oleh para pende-kar, terutama oleh para pendekar Pulau Es. Perkumpulan Hek-i-mo atau Hek-i Mo-pang sudah tidak ada, akan tetapi masih ada belasan orang anggauta- yang dapat meloloskan diri, dipimpin oleh Tee Kok. Dia ini pernah menerima pelajaran ilmu-ilmu silat tinggi langsung dari mendiang Hek-i Mo-ong, maka tentu saja ilmu silatnya cukup tinggi.
Dan Tee Kok ini lalu mendirikan sebuah perkumpulan lain yang diberi nama Ang-i Mo-pang dan semua anggaut-anya mengenakan pakaian seragam merah dan dia mengangkat diri menjadi ketuanya. Belasan tahun lamanya dia dan anak buahnya merajalela sampai pa-da suatu hari mereka berjumpa dengan Bi-kwi dan kalahkan oleh wanita cantik ini! Karena mereka itu segolongan maka ada kecocokan di antara mereka. Bi-kwi tidak membunuh mereka, bahkan meraih mereka menjadi teman dan anak buah.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
77 Kini duapuluh lebih anak buah Ang-i Mo-pang rentak bergerak mengepung, membantu Bi-kwi dan Tee Kok. Tentu saja Beng-san Siang-eng dan Hui Lan menjadi terkepung dan terdesak hebat. Mereka berada dalam keadaan gawat dan terancam sekali. Akan tetapi dengan semangat meluap-luap, guru dan murid ini melawan mati-matian dan mengambil ke-putusan untuk melawan sampai napas terakhir.
Pada saat yang amat berbahaya bagi keselamatan nyawa Hui Lan dan dua orang gurunya itu, tiba-tiba terdengar suara suling melengking nyaring. Semua orang yang sedang berkelahi terkejut bukan main karena suara suling itu seperti menusuk telinga me-reka dan langsung menyerang jantung sehingga jan-tung mereka terguncang. Bahkan beberapa orang anak buah Ang-i Mo-pang sudah terpelanting jatuh dan mengeluh sambil menutupi kedua telinga mereka dengan tangan. Beng-san Siang-eng dan Souw Hui Lan juga cepat meloncat ke belakang, lalu menge-rahkan tenaga sin-kang untuk melindungi jantung mereka. Tidak terkecuali Bi-kwi dan Tee Kok yang juga terkena serangan suara melengking itu sehingga merekapun terpaksa meloncat ke belakang dan mene-ngok ke arah suara suling seperti yang dilakukan se-mua orang yang berada di situ.
Kiranya yang mengeluarkan bunyi melengking menyakitkan jantung dan menusuk-nusuk anak teli-nga itu adalah Sim Houw. Pemuda itu kini sudah duduk bersila dan menyuling sambil memejamkan kedua matanya, mengerahkan khi-kang kuat sekali ke dalam tiupan sulingnya untuk membubarkan perke-lahian yang tidak adil itu. Melihat suling berbentuk naga yang ditiup pemuda itu, Bi-kwi terkejut dan tak tertahan lagi ia berteriak, "Suling Naga!"
Semua orang terkejut mendengar teriakan ini, termasuk Hui Lan dan dua orang gurunya.
Mereka-pun memandang ke arah Sim Houw dengan perasaan tegang dan penuh keheranan.
Mendengar teriakan ini, Sim Houw menghentikan tiupan sulingnya dan membuka matanya lalu bangkit berdiri. Suling itu masih dipegangnya, dipegang pada bagian ekor naga seperti kalau menyuling.
Bi-kwi sudah dapat menekan guncangan hatinya. Ia melangkah maju menghampiri Sim Houw, pan-dang matanya tajam penuh selidik, wajahnya berseri karena ada rasa girang di dalam hatinya bahwa akhir-nya ia dapat berhadapan dengan orang yang telah menerima Liong-siauw-kiam dari mendiang Pek-bin Lo-sian. Suara suling yang menusuk telinga dan mengguncangkan jantungnya tadi dianggapnya seba-gai keampuhan suling itu, bukan karena peniupnya yang memiliki kepandaian tinggi. Bi-kwi termasuk orang yang terlalu
mengandalkan kepandaian sendiri dan selalu meremehkan orang lain. Ia sudah menda-pat gambaran yang jelas dari Sam Kwi tentang macam-nya Pedang Suling Naga, maka melihat suling di tangan pemuda itu ia tidak merasa ragu lagi.
"Hemm, jadi engkau inikah yang berjuluk Pendekar Suling Naga" Engkaukah orangnya yang menerima suling pusaka itu dari tangan mendiang Pek-bin Lo-sian di Himalaya?" tanya Bi-kwi dengan suar-a lantang. Pertanyaan ini menarik perhatian semua orang yang berada di situ sehingga mereka semua seakan-akan telah lupa akan perkelahian tadi dan se-mua orang memandang kepada Sim Houw.
Sim Houw mengamati suling di tangannya dan alisnya berkerut. "Benar, akan tetapi tidak kusanga bahwa Pek-bin Lo-sian telah meninggal dunia."
"Siapa namamu?" Tiba-tiba Bi-kwi bertanya sambil menatap wajah yang tampan itu.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
78 "Aku she Sim bernama Houw, dan secara kebetulan saja Pek-bin Lo-sian memberikan suling ini kepadaku dengan suka rela. Mengapa engkau mencari-cari aku?"
"Orang she Sim, dengarlah baik-baik. Lion siauw-kiam itu adalah milik nenek moyang tiga orang guruku yang dikenal dengan julukan Sam Kwi. Pek-bin Lo-sian adalah susiok-kongku sendiri. Orang tua yang tak tahu diri itu secara lancang telah memberikan pusaka keluarga perguruan guru-guruku kepada engkau, seorang asing. Karena itu, dia layak mati di tanganku.
Sekarang, serahkan pusaka itu kembali kepadaku yang berhak memilikinya, dan baru aku akan mempertimbangkan apakah engkau harus dibunuh ataukah tidak."
Diam-diam Sim Houw terkejut dan marah. Kiranya kakek itu telah dibunuh oleh wanita kejam itu dan tentu saja dia sudah mendengar tentang Su Kwi. Justeru karena tidak ingin pusaka itu terjatuh ke tangan Sam Kwi, murid-murid keponakan Pek-bin Lo-sian itu, maka kakek itu memberikan pusaka itu kepadanya dan berpesan agar dia berhati-hati menghadapi Sam Kwi. Sekarang murid dari Tiga Iblis itu telah muncul dan memang benar gadis ini memiliki kepandaian yang tinggi, belum lagi duapuluh empat orang pembantunya itu.
"Bi-kwi, julukanmu itu tepat sekali. Memang engkau cantik, akan tetapi watakmu seperti iblis yang kejam. Engkau Iblis Cantik bahkan telah membunuh susiok-couw sendiri. Pusaka ini diberikan kepadaku oleh mendiang Pek-bin Lo-sian memang dengan mak-sud agar jangan sampai terjatuh ke tangan Sam Kwi. Aku menerimanya dari Pek-bin Lo-sian dan hanya kakek itu seorang yang berhak memintanya dari ta-nganku. Baik engkau, maupun Sam Kwi tidak ber-hak."
"Keparat, berani engkau menentang Bi-kwi?" bentak Bi-kwi dan pedang di tangannya tergetar sam-pai mengeluarkan suara berdengung.
"Ciong Siocia, biar kurebutkan pusaka itu untukmu!" Teriak Tee Kok dan pria tinggi kurus bermu-ka pucat ini sudah menerjang maju, sepasang golok-nya membuat gerakan bersilang, yang satu membacok ke arah pergelangan tangan Sim Houw yang memegang suling
sedangkan yang ke dua menyambar ke arah pundak kiri pemuda itu. Sungguh merupakan serangan maut yang berbahaya, sekaligus hendak me-rampas suling dengan membacok tangan kanan lawan ambil berusaha membunuhnya!
Akan tetapi, Sim Houw kelihatan tenang saja menghadapi serangan maut ini. Dengan sedikit ge-rakan tubuh dan geseran kaki, dua serangan itu telah meluncur lewat dan mengenai tempat kosong, dan di detik berikutnya, ujung suling itu telah membalik di tangannya, kini yang dipegangnya adalah bagian kepala suling naga yang menjadi gagangnya dan kini ekor naga itu yang merupakan ujung mata pedang telah menusuk ke arah paha Tee Kok dengan kece-patan kilat. Tee Kok terkejut dan cepat menarik ka-kinya, akan tetapi pada saat itu, angin keras menyam-bar dan ternyata angin itu keluar dari lengan baju kiri Sim Houw yang sudah menyusulkan tamparan ke arah kepala lawan. Tee Kok mengelebatkan golok-nya yang kanan untuk membacok tangan kiri lawan,akan tetapi kembali tangan itu mengelak dan melan-jutkan serangan dengan totokan jari ke arah dada.
"Eh....!" Tee Kox terkejut sekali. De-mikian cepat gerakan lawan sehingga dalam segebrakan saja dia sudah dihujani serangan. Sebagai bekas murid mendiang Hek-I Mo-ong yang lihai tentu saja dia masih dapat menghindarkan diri diri totok-an itu degnan cara meloncat ke belakang. Kemarahan membuat dia lupa diri, lupa bahwa yang dihadapinya adalah seorang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
79 lawan yang amat tangguh. Dia mengeluarkan suara menggereng dan kedua goloknya diputar-putar membentuk dua lingkaran sinar bergulung-gulung yang menyerang ke arah Sim Houw.
Karena agaknya kini sadar akan kelihaian lawan, Tee Kok mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluar-kan jurus ilmu sepasang goloknya yang paling ampuh. Untuk dapat merebut suling pusaka itu seperti yang dijanjikannya kepada Bi-kwi, dia harus terlebih da-hulu dapat membunuh pemuda ini.
"Hemm," Sim Houw mengeluarkan seruan dari hidungnya dan tiba-tiba sulingnya itu mengeluarkan suara melengking-lengking seperti ditiup ketika dia memutarnya. Mendengar suara melengking tajam ini, entah bagaimana tahu-tahu dua gulungan sinar go-lok itu terhenti sebentar seperti tertahan sesuatu dan saat itu, ujung ekor suling naga telah meluncur dan menusuk ke arah Tee Kok, tepat di antara kedua matanya. Tee Kok mengeluh kaget dan sepasang go-loknya bergerak ke depan untuk menangkis dan menggunting suling lawan, akan tetapi suling itu te-lah bergerak ke belakang dan pada saat yang sama, sebuah tendangan mengenai dada Tee Kok.
"Bukk!" Tee Kok tidak melihat datangnya ten-dangan ini karena tadi matanya terancam tusukan pedang suling sehingga seluruh perhatiannya tercu-rah untuk menyelamatkan kedua matanya. Kini ten-dangan itu mengenai dadanya yang sudah dilindungi dengan kekebalan, akan tetapi tetap saja tubuhnya terjengkang dan terbanting keras. Tee Kok merasa betapa tulang pinggulnya seperti remuk, akan terapi dia sudah dapat terus bergulingan seperti seekor trenggiling dan sudah meloncat bangun lagi dengan muka semakin pucat dan mata berapi-api.
Tentu saja Hui Lan dan dua orang gurunya terke-jut bukan main, terkejut dan penuh rasa kagum. Pe-muda tukang suling yang tadinya mereka pandang rendah, mereka remehkan sebagai seorang pemuda lemah, ternyata dalam dua tiga gebrakan saja mampu menendang jatuh Tee Kok yang tadi dirasakan seba-gai lawan yang amat tangguh oleh Hui Lan. Gadis ini teringat betapa tadi ia pernah mendorong Sim Houw sampai terguling-guling dan teringat akan hal itu, mukanya berobah merah sekali. Tahulah ia kini bahwa tadi Sim Houw hanya berpura-pura saja dan baru sekarang terpaksa pemuda itu memperkenalkan diri hanya karena melihat ia dan dua orang gurunya tadi terancam bahaya maut.
Sementara itu, melihat mereka berkelahi dalam dua tiga gebrakan saja dan melihat pembantu-nya tertendang roboh, Bi-kwi juga terkejut. Baru ter-buka matanya bahwa pemuda yang menerima benda pusaka itu, yang dijuluki orang Pendekar Suling Na-ga, ternyata adalah seorang yang amat lihai. Ia me-ngenal tingkat kepandaian Tee Kok yang pernah
di-kalahkannya itu. Cukup tangguh. Ia serdiri baru akan mampu mengalahkan Tee Kok setelah bertan-ding sedikitnya limapuluh jurus. Akan tetapi pemuda ini dalam tiga gebrakan saja sudah mampu membuat pembantunya itu terjatuh.
"Kembalikan Liong-siauw-kiam kepadaku!" ben-taknya dan Bwi-kwi juga menerjang ke depan, me-nyerang Sim Houw untuk membantu Tee Kok yang sudah siap pula dengan
sepasang goloknya. Melihat betapa Bi-kwi yang diandalkan itu maju, besarlah hati Tee Kok dan diapun sudah maju lagi, memutar sepasang goloknya mengeroyok Sim Houw. Akan tetapi tiba-tiba badan pemuda itu lenyap dan yang nampak hanya bayangannya saja yang terbungkus gulungan sinar hitam dari sulingnya. Dan dari dalam gulungan sinar itu muncul suara berdengung-dengung dan melengking-lengking yang membuat dua orang
pengeroyoknya terpaksa harus mengerahkan sin-kang, kalau tidak mau roboh oleh serangan suara mujijat itu. Terjadilah perkelahian yang amat menarik. Hui Lan dan dua orang gurunya terbelalak penuh kagum dan ketegangan. Tak mereka sangka bahwa pemuda itu sedemikian Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
80 lihainya sehingga akan mampu men-ghadapi pengeroyokan dua orang tangguh itu. Padahal tadi, dikeroyok oleh Beng-san Siang-eng saja, Bi-kwi dapat menandinginya tanpa merasa kewalahan. Dan ini, wanita sakti itu bersama pembantunya yang li-hai pula, mengeroyok Sim Houw!
Begitu Bi-kwi memasuki gelanggang perkelahian, Sim Houw terpaksa harus mengeluarkan kepan-daiannya. Suara sulingnya semakin dahsyat, gerakan-nya semakin cepat dan tiba-tiba terdengar suara nyaring ketika suling itu menghantam pedang Bi-kwi dilanjutkan dengan menangkis sepasang golok Tee Kok. Suara nyaring itu disusul teriakan kaget dua orang pengeroyok itu dan Semua orang yang melihat perkelahian itu menjadi terheran-heran melihat beta-pa Bi-kwi terhuyung ke belakang sampailima lang-kah sedangkan Tee Kok untuk kedua kalinya terjengkang dan terbanting keras! Padahal, perkelahian itu baru berlangsung paling banyak limabelas jurus saja.
Hampir berbareng, Bi-kwi dan Tee Kok menge-luarkan seruan rahasia dan duapuluh tiga orang anak buah Tee Kok itu serentak maju mengeroyok, dipim-pin oleh Bi-kwi dan Tee Kok yang sudah menyerang lagi.
Sepasang saudara kembar Gak saling pandang dengan penuh keheranan. Baru sekarang ini mereka menyaksikan kepandaian yang demikian hebatnya seperti yang dimiliki pemuda itu.
Akan tetapi meli-hat betapa kini semua anak buah pasukan baju merah itu maju mengeroyok, mereka menjadi marah.
"Manusia-manusia curang!" bentak Gak Kong dan bersama adik kembanya diapun
menerjang ke depan, diikuti pula oleh Souw Hui Lan. Mereka bertiga mengamuk di antara duapuluh tiga orang anak buah Ang-i Mo-pang sehingga mereka tidak memper-oleh
kesempatan mengeroyok Sim Hou yang sudah dikeroyok lagi oleh Bi-kwi dan Tee Kok.
Belasan di antara duapuluh tiga anggauta Ang-i Mo-pang itu adalah bekas anak buah Hek-i
-Mo-pang yang sudah biasa berkelahi, banyak pengalaman, lihai dan kejam. Akan tetapi kini mereka diamuk oleh tiga orang ahli silat keturunan keluarga Pulau Es, maka rusaklah pertahanan mereka dan me-reka dibikin kocar-kacir oleh tiga batang pedang yang bergerak cepat dan amat kuat itu. Dalam waktu tidak terlalu lama, sudah ada beberapa orang di antara me-reka roboh dan terluka, bahkan ada pula yang tewas.
Sementara itu, karena tidak memperoleh bantuan anak buahnya yang diamuk Hui Lan dan dua orang gurunya, Bi-kwi dan Tee Kok kembali terdesak he-bat oleh pedang suling di tangan Sim Houw. Untung bagi mereka bahwa pemuda ini adalah seorang pen-dekar yang berhati lembut sehingga tidak tega untuk membunuh dua orang yang sebetulnya bukan musuh-nya itu. Dia hanya mempermainkan mereka dengan pukulan-pukulan suling yang tidak sampai membuat mereka terluka parah atau sampai tewas. Kini Bi-kwimelihat jelas bahwa kalau dilanjutkan perkelahian itu, ia akan menderita kekalahan, terluka parah atau mungkin juga akan tewas. Ia tidak perduli apa yang akan terjadi dengan para pembantunya. Orang seperti Bi-kwi ini tidak pernah memusingkan keadaan orang lain. Yang terpenting adalah dirinya sendiri. Kalau ia selamat, masa bodoh dengan orang lain. Maka, gadis yang cerdik ini segera mengambil keputusan sebelum terlambat. Pedang suling di tangan Sim Houw sungguh hebat bukan main. Gerakannya aneh dan dahsyat, mengandung tenaga mujijat dan teruta-ma sekali suara melengking-lengking dan mengaum--ngaum itu membingungkan hatinya.
"Aku pergi dulu! Lain waktu masih banyak kesempatan untuk membunuh Pendekar Suling Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
81 Naga dan merampas kembali pusaka itu!" Setelah berkata demikian, wanita itu meloncat jauh ke kiri dan mela-rikan diri lenyap di antara pohon-pohon. Melihat ini, Tee Kok terkejut bukan main. Kekagetannya mem-buat dia lengah dan sebuah tendangan mengenai pa-hanya dan sinar hitam menyentuh pundaknya. Tu-buhnya terpental dan dia roboh terbanting, lalu bangkit lagi dan memberi aba-aba kepada anak buah-nya.
"Kita pergi....!"
Dia sendiri lalu terpincang-pincang melarikan diri. Golok kirinya lenyap dan lengan kirinya sengkleh (lumpuh terkulai) karena tulang pundaknya retak-retak terkena pukulan suling. Anak buahnya yang sejak tadi memang sudah merasa gentar menghadapi amukan gadis dan dua orang gurunya itu, begitu men-dapatkan aba-aba, cepat menyambar tubuh teman yang luka atau tewas, berbondong-bondong melari-kan diri dari tempat itu. Sim Houw, Hui Lan, dan Beng-san Siang-eng hanya memandang saja dan tidak melakukan pengejaran. Sedikitnya ada enam orang pengeroyok yang tewas dan banyak yang luka-luka.
Setelah semua penyerbu itu lenyap dari pandang-an dan tidak terdengar suara mereka lagi, barulah dua orang saudara kembar itu menghadapi Sim Houw dan menjura dengan sikap hormat. "Ah, kiranya eng-kau adalah seorang pendekar yang berilmu tinggi. Te-rima kasih atas pertolongan Sim-taihiap kepada kami bertiga...."
Sim Houw cepat-cepat memberi hormat. "Ah, ji-wi locianpwe harap jangan bersikap sungkan. Mere-ka itu memang mengejar dan mencari saya. Ketika tadi aku dikeroyok, bahkan sam-wi yang telah mem-bantu saya. Maaf kalau saya bersikap kurang hormat kepada ji-wi locianpwe yang ternyata adalah keluarga para pendekar Pulau Es yang saya kagumi dan hor-mati."
"Sim-taihiap terlalu merendahkan diri. Ilmu silatmu sungguh membuat kami merasa kagum sekali. Gerakan pedang suling yang seperti amukan naga itu sungguh dahsyat dan juga lengkingan suara suling itu benar-benar merupakan kekuatan khi-kang yang su-dah mencapai puncaknya. Kemahiranmu bermain suling mengingatkan kami akan seorang pendekar sakti, yaitu Pendekar Suling Emas Kam Hong. Hanya dialah yang kabarnya memiliki khi-kang seperti yang telah kauperlihatkan tadi."
"Dia adalah guru saya."
"Ah, pantas! Dan gerakan ilmu pedangmu yang seperti naga mengamuk itu mengingatkan kami akan cerita orang tentang Ilmu Pedang Koai-liong Kiam-sut yang hanya dimiliki oleh pendekar Sim Hong Bu dari Lembah Gunung Naga Siluman...."
"Dia adalah mendiang ayah saya."
Dua orang saudara kembar itu menjadi girang sekali. "Kiranya begitu" Ah, kalau begitu di an-tara kita terdapat hubungan yang cukup erat. Bukan-kah engkau mengenal baik anak paman-paman ka-mi, Suma Ciang Bun dan Suma Ceng Liong?"
Sim Houw tersenyum dan mengangguk. Tentu saja! Bahkan wanita yang kini menjadi isteri pen-dekar Suma Ceng Liong, yaitu Kam Bi Eng, pernah ditunangkan dengan dia, menjadi calon isterinya. Akan tetapi Bi Eng mencinta Ceng Liong dan meli-hat kenyataan ini, dengan hati rela dia mundur, se-suai dengan anjuran mendiang ayahnya yang bijak-sana.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
82 "Locianpwe, kalau boleh saya bertanya, urusan apakah yang membuat orang orang Bu-tong-pai tadi datang memusuhi sam-wi" Menurut pendengaran saya, orang-orang Bu-tong-pai biasanya adalah orang-orang yang berjiwa pendekar, maka amat mengheran-kan kalau di antara sam-wi dan mereka terjadi ben-trokan dan permusuhan."
Dua orang pria kembar itu saling pandang dengan Hui Lan. Wajah gadis ini berobah merah sekali dan ia menundukkan mukanya. Gak Jit Kong lalu ber-kata dengan suara lirih setelah menarik napas pan-jang. "Semua itu timbul karena pibu dalam pinang-an." Dan diapun berhenti, agaknya ragu-ragu untuk melanjutkan.
Sim Houw tadi sudah mendengarkan percakapan antara Bu-tong Ngo-lo dan tiga orang ini dan dia su-dah menduga-duga, akan tetapi belum yakin benar dan hatinya merasa amat tertarik. "Pibu dalam pi-nangan" Apa artinya itu, locianpwe?"
Kembali Gak Jit Kong menarik napas panjang sebelum menjawab. "Sudah kurang lebih tiga tahun, semenjak datangnya lamaran-lamaran terhadap diri murid kami yang sudah mulai dewasa, kami mengada-kan semacam sayembara, yaitu, calon suami murid kami haruslah seorang pendekar yang mampu menga-lahkannya dan juga dari keluarga yang mampu
me-ngalahkan kami. Kami berpendapat bahwa hanya se-orang pemuda yang benar-benar lihai sajalah yang akan dapat menjadi jodoh yang cocok dan dapat membahagiakan murid kami.
Suling Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan dalam pibu itu, tentu saja tak dapat dicegah jatuhnya korban di antara mereka, dan satu di antara korban itu adalah seorang pemuda Bu-tong-pai dan susioknya."
Sim Houw tadi sudah melihat sikap Hui Lan yang manja dan angkuh, juga bertangan kejam, maka kini dia mengerutkan alisnya. Dua orang saudara kembar ini walaupun telah berhasil menggembleng muridnya dengan ilmu silat tinggi, akan tetapi agak-nya gagal dalam mendidiknya. Diapun menarik napas panjang, teringat akan keadaan dirinya sendiri, akan tali perjodohannya yang putus.
"Maaf, ji-wi locianpwe. Akan tetapi, saya kira perjodohan hanya akan mendatangkan kebahagiaan kalau didasari cinta kedua pihak saja. Tanpa cinta, perjodohan itu tentu akan gagal. Kepandaian atau kedudukan tinggi, harta yang besar, tidak menjamin terciptanya kerukunan dalam perjodohan. Kenapa ji--wi hendak memaksakan hal itu" Bukankah
perjo-dohan itu baru dapat berlangsung dengan baik kalau dilandasi cinta kasih dan niat dari kedua pihak saja" Maafkan kelancangan kata-kata saya, locianpwe, sa-ya tidak bermaksud mencampuri urusan pribadi ji-wi dan nona. Selamat tinggal, saya harus melanjutkan perjalanan saya." Setelah berkata demikian, Sim Houw memberi hormat kepada mereka bertiga, ke-mudian menggunakan ilmunya untuk meloncat jauh dan berlari cepat
meninggalkan tempat itu. Gak Jit Kong, Gak Goat Kong, dan Souw Hui Lan berdiri termangu-mangu sambil
memandang ke arah perginya pemuda perkasa itu. Ucapan pemuda itu seperti masih terngiang dalam telinga mereka. Me-reka lalu saling pandang dan menundukkan muka.
"Pemuda itu berkata benar." Akhirnya Hui Lan berkata halus. "Perjodohan hanya dapat menda-tangkan kebahagiaan kalau berlandaskan cinta kedua pihak. Ji-wi suhu dan aku telah menipu dan menyik-sa diri sendiri. Untung belum muncul seorang pemi-nang yang memiliki kepandaian seperti Sim Houw itu, kalau sampai kita dikalahkan dan aku terpaksa menjadi jodoh orang lain, bukankah kita bertiga akan menderita batin semua" Suhu, kita tidak perlu Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
83 me-nipu diri lagi, tidak perlu berpura-pura lagi...."
Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong saling pandang dan muka mereka berobah menjadi merah sekali, si-nar mata merekapun membayangkan kegugupan.
"Hui Lan, apa maksudmu....?" Gak Jit Kong bertanya lirih.
"Suhu berdua secara mati-matian mempertahankan diriku, dengan dalih mencarikan jodoh yang berilmu tinggi, sebenarnya menentang agar tidak ada orang yang lulus ujian atau menang sayembara. Suhu berdua tidak ingin melihat aku menjadi jodoh orang lain. Hal itu hanya berarti bahwa suhu berdua cinta kepadaku."
"Hui Lan....!" Gak Goat Kong berseru.
"Hui Lan, tentu saja kami cinta padamu, sayang kepadamu karena engkau adalah murid tunggal kami yang kami sayang seperti anak kami sendiri." Gak Jit Kong berseru pula.
"Tadinya memang begitu, akan tetapi cinta itu lambat laun berobah, mengalami bentuknya yang asli. Tidak perlu suhu berdua menyangkal lagi. Aku adalah seorang wanita dan naluriku membisikkan cinta kasih suhu berdua itu. Mulanya aku memang tidak menyangka demikian, hanya seringkali terme-nung dan menduga-duga. Akan tetapi sekarang, sete-lah muncul Sim Houw tadi, aku tahu dan aku yakin."
"Hui Lan, jangan mengira orang tidak-tidak! Ka-mi adalah guru-gurumu, mana mungkin...."
kata pula Gak Goat Kong, seperti juga kakak kembarnya, mukanya tiba-tiba menjadi pucat dan matanya ter-belalak.
"Mengapa tidak mungkin" Suhu berdua adalah pria sejati, dan aku hanya seorang wanita.
Dan se-karang aku makin yakin lagi bahwa aku.... se-sungguhnya akupun tidak menghendaki menjadi isteri siapapun juga karena aku.... akupun sejak dahulu cinta kepada ji-wi suhu...."
"Hui Lan....!" Kini dua orang kembar itu berteriak secara berbareng.
Namun Hui Lan tidak perduli lagi. " Ya-ya-ya, aku cinta kepada ji-wi suhu. Sejak masih kecil, aku cinta kepada ji-wi suhu. Mungkin tadinya seperti cinta seorang anak terhadap orang tuanya, seperti adik terhadap kakak, seperti murid terhadap guru. Akan tetapi setelah aku dewasa.... aku yakin tidak ada manusia lain di dunia ini yang akan dapat kucinta seperti aku mencinta ji-wi. Aku hanya mem-punyai ji-wi di dunia ini, sebagai guru, sebagai sauda-ra, sebagai ayah ibu, sebagai teman dan.... sebagai orang yang akan kutemani selama hidupku.
Aku ti-dak akan dapat meninggalkan ji-wi, tidak mungkin menjadi isteri orang lain, dan demikian juga perasaan ji-wi terhadap diriku. Ji-wi suhu, kenapa kita harus berpura-pura lagi, menipu dan mempermainkan diri sendiri?" Dan gadis itu kini menjatuhkan diri ber-lutut, menutupi mukanya dengan kedua tangan lalu menangis!
Dua orang kembar itu saling pandang dengan mu-ka pucat, lalu mereka memandang ke arah Hui Lan yang berlutut dan tunduk menangis, pundaknya ter-guncang, isak tangis keluar dari muka yang ditutupi.
Dan dua orang kembar itupun mengusap beberapa butir air mata dari pelupuk mata mereka.
Hati me-reka seperti dikupas dan ditelanjangi oleh murid me-reka. Mereka saling pandang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
84 dan tahu bahwa semua yang dikatakan Hui Lan itu benar adanya. Dan me-ngertilah sekarang mereka mengapa selama ini mereka tidak mau melihat gadis lain, tidak mau memikirkan tentang perjodohan mereka. Cinta mereka terhadap Hui Lan bertumbuh bersama dengan tumbuhnya anak perempuan berusia empat tahun itu sampai kini Hui Lan menjadi seorang gadis dewasa berusia dua-puluh tahun. Cinta mereka tumbuh dan menjadi pohon yang kokoh kuat, berakar dalam-dalam di hati mereka. Oleh karena itu mereka takut kehilangan Hui Lan.
Untuk menyatakan terus terang, mereka tentu saja merasa tidak enak hati, malu dan tidak be-rani. Akan tetapi mereka tanpa lebih dulu berun-ding telah mengambil keputusan untuk menentang siapa saja yang mau menjadi suami Hui Lan, dengan jalan mengadakan syarat dan sayembara yang berat itu. Dan terhadap setiap orang pria yang mencoba untuk memasuki sayembara, meminang Hui Lan, timbul rasa cemburu, benci yang mendorong me-reka
bersikap keras mengalahkan orang-orang itu!
"Tapi.... tapi, Hui Lan...." Gak Jit Kong mencoba untuk membantah dengan muka pucat dan suara gemetar. "Bagaimana mungkin ini" Ka-ta-katamu membuka rahasia yang
terpendam paling dalam di lubuk hati kami.... dan kami mengaku.... memang kami amat mencintamu.... kami tidak menghendaki kehilangan engkau kalau engkau menjadi isteri orang lain. Tapi di samping itu, kami juga melihat betapa tidak mungkinnya.... bukan hanya karena engkau adalah murid kami, akan tetapi.... kami adalah dua orang dan engkau...." Gak Jit Kong tidak berani melanjutkan dan agaknya untuk mencari kekuatan, tanpa disadarinya tangan kanannya mencari dan menggenggam tangan kanan adik kembarnya. Dan tangan yang saling genggam itu seolah-olah saling mencari bantuan dan mereka menggigil.
Sejenak Hui Lan masih sesenggukan, kemudian ia mengeraskan hatinya dan mengusap air matanya. Ketika ia melepaskan kedua tangan dan mengangkat muka memandang kepada suhu-suhunya, wajahnya juga nampak pucat dan kedua matanya merah basah. "Ji-wi suhu, aku kini berpegang kepada ucapan Sim Houw tadi. Bahwa perjodohan harus berlandaskan cinta kasih antara kedua pihak. Kalau ada cinta ka-sih antara kedua pihak, apa lagi yang tidak mungkin" Kita saling mencinta, hal ini kita sudah sama merasa yakin akan kebenarannya.
Dan tentang ji-wi berdua, bagiku hanya merupakan dua tubuh akan tetapi de-ngan hati, pikiran dan perasaan yang satu. Bagiku, ji-wi bukanlah berdua, melainkan satu. Tidak ada bedanya antara satu dengan yang lain. Dan aku.... aku hanya akan dapat hidup berbahagia kalau berada di antara ji-wi, kalau selalu berdekatan dengan ji-wi."
Dua orang kembar itu saling pandang, dengan dua tangan kanan masih saling genggam.
"Akan tetapi.... kita.... akan menjadi.... bahan tertawaan dan pergunjingan orang...."
Melihat betapa dua orang suhunya itu kini hanya mencari alasan yang lemah saja, Hui Lan tersenyum melalui air matanya. Ia lalu bangkit berdiri, de-ngan lembut memegang dua tangan yang saling genggam itu, melepaskan genggaman, kemudian ia menggandeng tangan kedua orang suhunya, Gak Jit Kong di sebelah kanannya dan Gak Goat Kong di sebelah kirinya, lalu ia mengajak dua orang itu ber-jalan perlahan.
"Marilah kita pulang, suhu. Omongan orang lain.... ada sangkut-paut apakah dengan kehidupan kita" Kita sendirilah yang tahu bagaimana seharus-nya dan sebaiknya bagi kehidupan kita sendiri, bu-kan" Mari kita bicarakan hal penting ini di rumah. Mulai sekarang kita tidak boleh menerima pinangan orang lain lagi. Aku akan mengatakan bahwa seka-rang aku telah memperoleh jodoh, dan bahwa aku adalah calon isteri suhu berdua."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
85 Dua orang pria kembar itu masih termangu-ma-ngu, akan tetapi senyum kebahagiaan mulai mekar di mulut mereka. Kini mereka tahu bahwa inilah yang selama ini mereka cari dan harapkan, yaitu hidup bersama Hui Lan, bertiga, tak pernah berpisah lagi. Inilah yang membuat mereka kadang-kadang gelisah di tengah malam, membuat mereka menjadi
pema-rah dan pembenci orang yang datang melamar, mem-buat mereka bahkan kejam
melukai dan membunuh orang. Kini seolah-olah ganjalan yang selama berta-hun-tahun menindih batin mereka telah dilepaskan dan mereka merasa dada mereka begitu lapang, begi-tu ringan, begitu bahagia!
"Engkau benar, Hui Lan. Dengan bertiga, kita sanggap menghadapi apapun juga," kata Jit Kong.
"Kita akan pergi menghadap ayah ibu, kita harus berterus terang," kata pula Goat Kong.
Sejenak kemudian, dengan hati-hati Jit Kong berkata lagi, "Hui Lan, sudah yakin benarkah hati-mu"
Hui Lan menoleh ke kanan. pandang matanya memancarkan ketulusan hati. "Aku yakin benar, apa-kah suhu masih belum yakin seperti aku?"
"Aku.... kami sudah yakin tentang cinta kasih antara kita, dan ketulusan hatimu, kebulatan tekadmu, membuat kami berani dan bersemangat. Hanya ada satu hal yang masih meragukan kami...."
Hui Lan membelalakkan matanya dan menoleh ke kiri, melihat betapa Gak Goat Kong juga meng-angguk-angguk membenarkan kata-kata kakak kembarnya. "Ji-wi masih ragu lagi" Apa lagi yang di-ragukan?"
"Hui Lan, kami berdua adalah laki-laki yang ti-dak muda lagi. Kami berusia empatpuluh tahun sedangkan engkau.... engkau baru duapuluh tahun, pantas menjadi anak kami...."
"Suhu!" Hui Lan berseru penuh rasa pena-saran. "Cinta kasih tidak memandang umur, tidak memandang kepandaian, kedudukan atau harta. Cin-ta kasih adalah urusan hati kedua pihak.
Umur tidak masuk hitungan."
Jawaban ini agaknya melegakan hati dua orang pria kembar itu dan mereka bergandeng tangan de-ngan wajah berseri-seri, menuju ke pondok mereka, untuk membicarakan urusan mereka itu dengan lebih mendalam lagi.
Cinta kasih adalah sesuatu yang ajaib, penuh rahasia. Tidak mungkin menggambarkan bahwa cinta kasih itu begini, atau begitu. Tidak dapatdirumus-kan . Tidak dapat menilai cinta kasih seseorang. Ha-nya orang itu sendiri yang dapat merasakannya. Cinta kasih yang hinggap di hati manusia adalah cinta kasih yang tidak terpisahkan dari nafsu berahi. Tak dapat disangkal pula bahwa cinta kasih antara pria dan wa-nita mengandung kemesraan sexuil, suatu hal yang wajar karena daya tarik alami antara keduanya ini amat dibutuhkan untuk sarana pembiakan.
Karena tak terpisahkan dari nafsu berahi yang membutuhkan kemesraan, maka di dalam cinta kasih yang biasa di-sebut asmara ini terdapat pula cemburu, terdapat pula perasaan ingin memberi, ingin diberi, mencinta dan dicinta, ingin menguasai dan dikuasai, memonopoli dan dimonopoli, ada pula perasaan iba, dan kesemuanya ini tentu saja menimbulkan tawa dan tangis, puas dan kecewa, juga penderitaan batin. Anehnya, penderitaan cinta kasih kadang-Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
86 kadang terasa seperti indah, kadang-kadang yang paling buruk, dan agaknya hidup menjadi hampa tanpa adanya cinta yang sesungguhnya adalah cinta berahi, yang sesungguhnya hanyalah pelarian manusia karena takut akan keko-songan hati, takut akan kesepian, takut akan kehi-langan pegangan, takut karena merasa hidup tidak ada artinya, maka ingin mengisinya dengan cinta be-rahi. Juga karena dorongan naluri badaniah.
Perasaan dua saudara kembar Gak itu tumbuh dari rasa iba terhadap seorang anak perempuan cilik, berusia empat tahun yang hidup sebatang kara. Ra-sa iba ini menjadi rasa sayang karena anak itu amat menyenangkan hati, berbakat baik dalam ilmu silat dan menjadi penawar rasa kesepian mereka, mengi-katkan mereka karena mereka merasa mempunyai seseorang yang patut disayang. Rasa sayang terha-dap seorang anak kecil! Akan tetapi karena anak kecil itu adalah anak perempuan, ketika anak itu tumbuh menjadi semakin besar, rasa sayang itupun bertumbuh dan berobah, terdorong oleh naluri badani, oleh nafsu berahi yang ditekan-tekan.
Ikatan di batin menjadi semakin kuat dan dua orang itu tidak berani lagi menghadapi kenyataan bahwa me-reka akan saling berpisah kalau anak itu menjadi dewasa dan menjadi isteri orang lain. Rasa sayang menjadi bertambah besar dan berobah menjadi cinta seorang pria terhadap seorang wanita.
Cinta asmara tak dapat disangkal lagi mengan-dung nafsu berahi, namun cinta bukanlah nafsu be-rahi semata! Karena cinta asmara sarat dengan Im dan Yang, penuh dengan hawa-hawa yang saling bertentangan, maka dapat melahirkan tawa atau suka dan duka, puas dan kecewa. Dapat menim-bulkan cemburu, iri, dengki, dendam dan benci. Da-pat pula
menimbulkan iba, mesra, sabar, toleransi dan kesetiaan!
Betapapun juga, dapat kita lihat bahwa cinta asmara memegang peran terpenting, bahkan mengu-asai kehidupan seluruh manusia di permukaan bumi ini! Bayangkan saja apa akan jadinya kalau hidup ini tanpa cinta asmara! Dunia akan terasa lenggang, dan hubungan antara pria dan wanita, hubungan yang menjamin perkembangbiakan manusia, akan tidak ada artinya sama sekali, seperti hubungan an-tara binatang. Karena itu, hubungan sexuil baru dapat dianggap sebagai suatu hal yang suci kalau di situ disertai dua buah hati yang saling mencinta! Bukan sekedar dua hati yang dibuai oleh nafsu be-rahi semata.
Cinta asmara yang tumbuh dalam hati Hui Lan juga merupakan hal yang tidak terlalu aneh.
Sejak berusia empat tahun, anak ini hidup bersama Beng-san Siang-eng. Ia terhindar dari malapetaka, melihat bagaimana keluarganya terbasmi dan betapa dirinya diselamatkan oleh dua orang pria itu. Ia hidup dan tumbuh bersama dua orang pria yang amat menya-yangnya.
Dua orang pria itu merupakan guru-guru-nya, juga pengganti orang tua, sahabat-sahabatnya, dan hal ini menggugah perasaan kewanitaannya yang halus, yang selalu haus akan kasih sayang, yang ingin dimanja, yang ingin dikuasai. Semua ini didapatinya dalam diri dua orang pria itu, maka tidaklah aneh kalau lambat laun ia jatuh cinta kepada dua orang gurunya yang dianggap sebagai satu orang dengan dua tubuh itu. Mungkin juga keadaan yang istimewa, menjadi isteri dari dua orang yang serupa badan dan batinnya, keanehan dan hal yang takkan dirasa-kan wanita lain, menggugah pula rasa ingin tahunya, menggugah gairahnya dan yang akan dijadikan sum-ber kebanggaannya.
*** Pagi itu matahari bersinar cerah sekali, tanpa adanya pengganggu berupa awan di satu di antara puncak-puncak Pegunungan Thai-san. Puncak yang ini amat sunyi, bahkan dianggap sebagai tempat yang gawat dan berbahaya oleh para pemburu binatang sehingga sudah Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
87 bertahun-tahun lamanya tidak ada pemburu yang berani mendaki puncak ini. Puncak yang pada akhir-akhir ini dikenal sebagai puncak maut karena banyak sudah para pemburu yang keda-patan tewas dan mayat-mayat mereka dilempar ke bawah puncak. Menurut kepercayaan pera pemburu dan para penghuni dusun-dusun di sekitar Pegu-nungan Thai-san, puncak itu dihuni oleh iblis-iblis jahat dan binatang-binatang buas yang amat kuat. Akan tetapi, orang-orang kang-ouw dapat mendu-ga bahwa di puncak itu tentu tinggal datuk-datuk sesat yang berilmu tinggi dan yang menganggap puncak itu sebagai miliknya dan tidak mau diganggu orang lain.
Dugaan para ahli silat di dunia kang-ouw yang tidak mudah percaya akan cerita-cerita tahyul ini memang tepat sekali. Puncak itu menjadi tempat pertapaan Sam Kwi dan dua orang muridnya. Semenjak murid pertama mereka, yaitu Ciong Siu Kwi yang berjuluk Bi-kwi (Iblis Cantik), pulang dengan lapopran yang amat mengecewakan bahwa murid pertama yang amat diandalkan itu kalah oleh Pendekar Suling Naga, tiga orang kakek itu merasa prihatin sekali.
Mereka telah mewariskan semua ilmu mereka yang paling tinggi kepada Bi-kwi, dan gadis yang boleh dikatakan memiliki bakat yang besar itu kini boleh dibilang tak kalah lihai dibandingkan dengan mereka. Akan tetapi, Bi-kwi kalah jauh, demikian menurut pelaporan murid itu. Bi-kwi merengek kepada tiga orang kekasihnya itu agar mereka suka mengajarkan ilmu baru yang lebih hebat agar ia dapat kelak mencari Pendekar Suling Naga untuk membalas kekalahannya dan merampas pusaka Suling Naga.
Tiga orang kakek itu menghela napas kehabisan akal dan Im-kan-kwi atau Iblis Akhirat itu berkata, "Bi-kwi, ilmu apa lagi yang dapat kami ajarkan ke-padamu" Raja Iblis Hitam sudah menurunkan Hek-wan Sip-pat-ciang kepadamu, ilmunya yang paling akhir. Aku sendiri sudah mengajarkan Toat-beng Hui-to, golok terbang pencabut nyawa itu, dan Iblis Mayat Hidup sudah mengajarkan Hun-kin Tok-ciang yang hebat itu. Kalau dengan ilmu-ilmu itu kau masih kalah, lalu ilmu apa lagi yang dapat kaupelajari?"
"Tentu saja aku tidak sempat mempergunakan semua ilmu itu satu demi satu. Akan tetapi dia sungguh lihai, Suhu. Biar dibantu Tee Kok dan dua-puluh orang lebih anak buahnya, aku tidak mampu mengalahkannya, bahkan hampir saja celaka di ta-ngannya. Dia lihai sekali.
Pusaka suling naga itu da-pat menjadi pedang yang mengeluarkan suara meng-aum dan juga suara suling itu melengking-lengking mengandung tenaga khi-kang yang amat kuat." keluh Bi-kwi.
Tiga orang kakek iblis itu merasa penasaran sekali. Tadinya mereka beranggapan bahwa murid dan kekasih mereka itu merupakan orang yang paling lihai dan tidak terkalahkan. Oleh karena itulah ma-ka mereka percaya kepada Bi-kwi untuk melaksa-nakan tugas berat, yaitu mencari dan menandingi Pendekar Super Sakti dan mencari susiok mereka Pek-bin Lo-sian untuk merampas pusaka Suling Naga. Akan tetapi, siapa sangka, murid yang diper-caya dan diandalkan ini pulang sambil mengomel, menceritakan kekalahannya terhadap orang yang kini menguasai Siauw-liong-kiam!
"Baiklah, sekarang begini saja, Bi-kwi," kata pula Iblis Akhirat dengan suara gemas dan dia me-ngepal tinju. "Kami bettiga akan bertapa bersama-sama, kami akan mencoba untuk menciptakan se-buah ilmu baru dengan pengerahan tenaga dan pikir-an kami bertiga digabung menjadi satu. Sementara itu, engkau latihlah sumoimu agar ia kelak dapat membantumu.
Setelah ia pandai dan kami menemu-kan ilmu baru, kami akan mengajarkan ilmu itu ke-padamu. Kemudian, kita berlima akan pergi mencari Pendekar Suling Naga. Kalau kita masih juga tidak mampu merampas pusaka itu dan membunuhnya, biarlah kami yang mati di Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
88 tangannya!" Girang sekali hati Bi-kwi. Keputusan yang di-ambil tiga orang gurunya itu mendatangkan banyak keuntungan dan kesenangan baginya. Pertama, tentu saja ia girang kalau sampai dapat menerima ilmu baru yang tentu hebat sekali kalau diciptakan oleh penggabungan tiga orang sakti itu. Ke dua, hatinya lega karena tentu ia akan terbebas untuk waktu la-ma dari mereka bertiga, tidak perlu melayani mereka yang sedang bertapa. Kini ia mulai merasa bosan dan muak kalau harus melayani tiga orang gurunya yang sudah tua dan sama sekali tidak menarik hati lagi itu. Ia dapat menghibur diri dengan mencari pria-pria-muda yang tampan di dusun-dusun sekitar pegunungan itu! Dan ke tiga, di luarpengawasan tiga orang suhunya, ia makin bebas untuk me-nyelewengkan pelajaran ilmu-ilmu silat kepada su-moinya yang diam-diam dibencinya karena dianggap sebagai saingan itu. Akan tetapi, hatinya yang pe-nuh kepalsuan itu membuat ia berpura-pura ketika ia menjatuhkan diri berlutut di depan tiga orang gurunya.
"Budi suhu bertiga sudah bertumpuk-tumpuk terhadap diriku dan kini suhu akan bersusah payah pula menciptakan ilmu baru untukku. Sampai mati-pun budi ini tidak akan kulupakan dan aku berjanji akan menanti sampai suhu bertiga berhasil, walau-pun aku akan hidup kesepian dan berjanji kelak akan mempelajari ilmu baru itu dengan sempurna."
"Hemm, tak perlu kesepian karena ada sumoi-mu, Bi-kwi," kata Hek Kwi-ong.
"Aku akan mengerahkan semua tenaga untuk melatih sumoi dengan baik, suhu," jawab Bi-kwi.
Demikianlah, sejak pulangnya Bi-kwi yang men-derita kekalahan dari Sim Houw si Pendekar Suling Naga, Sam Kwi lalu mengundurkan diri ke dalam sebuah ruangan tertutup di mana mereka tekun bertapa dan mengerahkan semua kepandaian untuk menggabungkan pikiran mereka untuk menciptakan sebuah ilmu yang baru dan ampuh. Mereka tidak pernah keluar, dan setiap hari Bi-kwi sendiri yang memasukkan makanan dan minuman untuk mereka dari sebuah lubang di pintu. Ada kalanya ia menyuruh sumoinya, Can Bi Lan untuk menyuguhkan makanan dan minuman itu.
Bi Lan adalah seorang anak perempuan yang sa-ma sekali belum memiliki pengalaman tentang ilmu silat. Akan tetapi semenjak ia mengalami peristiwa yang amat mengguncang batinnya, melihat betapa ayah dan ibunya tewas disiksa gerombolan, kemudi-an melihat pula dirinya terancam bahaya yang me-ngerikan, lalu betapa Sam Kwi membunuhi semua
anggauta gerombolan dan menyiksanya dengan sadis, terjadi perobahan pada batinnya. Ia merasa seperti seorang yang bangkit kembali dari kematian, dan hal ini membuat ia memiliki keberanian yang luar biasa. Dan melihat betapa banyaknya orang jahat di dunia, betapa hidup ini penuh dengan ancaman bahaya maut dan bahaya penghinaan, iapun bertekad untuk mem-pelajari ilmu silat dari tiga orang gurunya.
Biarpun diam-diam ia merasa tidak suka dan ta-kut kepada sucinya, akan tetapi karena tiga orang gurunya menyerahkan ia untuk dilatih oleh sucinya, Bi Lan juga menerima keputusan ini tanpa banyak membantah. Bahkan ia menurut secara membuta segala latihan yang diberikan Bi-kwi kepadanya. Ia tidak memperdulikan kedua telapak tangannya sam-pai rusak-rusak karena sucinya menyuruh ia berla-tih mengeraskan tangan dengan setiap pagi dan petang menggunakan kedua telapak tangan untuk me-mukuli pasir panas yang dicampur bubuk besi. Mu-la-mula memang telapak tangannya luka-luka dan melepuh, akan tetapi anak ini memiliki tekad yang besar sehingga akhirnya ia dapat mengatasi semua kesulitan. Ilmu-Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
89 ilmu yang diajarkan oleh Bi-kwi, oleh si Iblis Cantik ini memang sengaja diselewengkan sehingga jurus-jurus yang diajarkan itu tidak sempurna lagi, bahkan dikacau dengan gerakan-gerak-an lain sehingga ilmu silat yang dipelajari oleh Bi Lan tidak lagi murni! Bukan hanya ilmu silat, bah-kan ketika anak itu mulai diberi pelajaran samadhi dan melatih tenaga dalam, latihan inipun diseleweng-kan oleh Bi-kwi. Akibatnya, Bi Lan dapar meng-himpun tenaga yang sesat dan lebih celaka lagi, latihan-latihan ini membuat batinnya terguncang dan pikirannya menjadi kacau!
Bertahun-tahun, sewaktu tiga orang kakek itu bertapa dan menggabungkan diri untuk bersama-sa-ma menciptakan ilmu baru, Bi Lan mempelajari ilmu-ilmu yang disesatkan oleh Bi-kwi. Banyak sudah ilmu silat yang dipelajarinya, akan tetapi tidak satupun yang murni!
Akan tetapi, anehnya, anak yang kini mulai tumbuh menjadi seorang gadis itu, melalui latihan-latihan yang keliru, berhasil menghimpun tenaga yang aneh pula, yang kadang-kadang timbul dengan hebatnya akan tetapi tiba-tiba pula lenyap membuat ia sama sekali tidak bertenaga. Dan juga ilmu silat-nya aneh, hanya menurutkan naluri dan perasaan saja, karena semua ilmu silat yang dipelajarinya itu tidak lengkap dan diselingi gerakan-gerakan nga-wur yang membuat jurus-jurusnya kadang-kadang malah membahayakan diri sendiri. Akibatnya, Bi Lan menjadi seorang gadis yang ilmu silatnya aneh, tenaga dalamnya juga aneh.
Yang mengesalkan hati Bi-kwi adalah ketekun-an gadis itu, yang menuruti segala
perintahnya se-hingga tidak ada alasan baginya untuk memarahinya, dan yang lebih menjengkelkan dan mengkhawatir-kan hatinya lagi adalah melihat betapa Bi Lan kini tumbuh menjadi seorang gadis yang amat cantik ma-nis! Ia sengaja memberi pakaian-pakaian tua ke-pada gadis itu, pakaian-pakaiannya sendiri yang sudah tua, dan sengaja dipotoog sedemikian rupa se-hingga pakaian itu menjadi aneh, lapuk dan bahkan ada yang tambal-tambalan. Akan tetapi celakanya bagi Bi-kwi, pakaian buruk apapun yang melekat pada tubuh Bi Lan menjadi pantas dan indah! Hal ini adalah karena Bi Lan tumbuh menjadi seorang gadis dewasa, atau remaja, dan tubuhnya mulai me-kar indah sehingga tentu saja segala macam pakaian menjadi pantas dan menarik. Apa lagi, gadis ini se-jak kecil memang suka sekali akan kebersihan, se-ringkali membersihkan tubuhnya dan mencuci ram-butnya sehingga biarpun pakaiannya buruk nampak bersih dan segar selalu. Kedua pipinya yang tidak pernah mengenal bedak, karena dilarang oleh Bi-kwi, nampak segar kemerahan seperti kulit buah apel, sepasang matanya lebar dan jeli, rambutnya hitam panjang dan gemuk. Terutama sekali sepasang le-sung pipit di kanan kiri mulutnya membuat gadis itu bertambah manis kalau tersenyum. Sayang, guncang-an batin dan pikirannya akibat latihan-latihan yang sesat itu membuat Bi Lan juga memiliki kebiasaan aneh. Kadang-kadang tersenyum-senyum seorang diri, kadang-kadang menangis. Pendeknya, gadis ini menunjukkan gejala bahwa otaknya agak miring!
Semua kejengkelan hati Bi-kwi karena melihat betapa sumoinya menjadi semakin cantik dan me-ngalahkan dirinya, terhibur juga oleh kenyataan bah-wa sumoinya seperti orang gila itu.
Dan sesungguh-nya gejala-gejala kegilaan inilah yang menyelamat-kan nyawa Bi Lan.
Andaikata ia tidak demikian, tentu kebencian Bi-kwi akan menjadi-jadi karena iri akan kecantikannya dan bukan tidak mungkin iblis betina itu akan membunuhnya!
Sambil menanti tiga orang gurunya yang masih juga belum keluar dari tempat pertapaannya, Bi-kwi setiap hari berlatih silat memperdalam ilmu-ilmunya. Ia tidak memperdulikan kepada Bi Lan yang diang-gapnya seorang gadis yang miring otaknya. Ia sama sekali tidak tahu bahwa di samping kelainan pada pikirannya yang terguncang itu, juga terjadi perobahan aneh, Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
90 yaitu otak Bi Lan mampu menangkap dan mencatat segalanya dengan kuat sekali. Ia tidak tahu bahwa setiap kali ia berlatih silat, Bi Lan non-ton dan gadis ini mampu mengingat semua jurus itu dan kalau sedang seorang diri, Bi Lan melatih diri dengan gerakan-gerakan yang dilihatnya pada sucinya ketika berlatih. Dengan demikian, hampir semua gerakan ilmu silat yang dimainkan Bi-kwi diam-diam dikuasai oleh Bi Lan!
Pada suatu hari, Bi-kwi baru pulang setelah pagi hari dan wajahnya muram, alisnya berkerut dan ha-tinya penuh diliputi kejengkelan dan kemarahan. Semalam ia bertemu dengan seorang pria muda jauh di selatan. Hatinya tertarik dan dengan berbagai usaha ia membujuk pria itu setelah pria itu diculik-nya dan dibawa ke tempat sunyi, agar pria itu mau menyambut hasrat hatinya. Akan tetapi, pria itu bahkan memaki-makinya, menolaknya dan menye-butnya perempuan hina tak tahu malu. Karena bu-jukan kasar dan halus ditolak oleh pria itu, setelah semalam suntuk ia gagal membujuk, akhirnya ia membunuh pria itu dan pulang dengan hati kesal karena kekecewaan.
Tidak ada orang lain kecuali Bi Lan seorang yang dapat dijadikan tempat pelontaran kemarahan hati-nya. "Siauw-kwi....!" Ia memanggil.
Bi Lan datang berlari-lari dengan muka dan ke-pala masih basah. Ia tengah berada di sumber air dan mandi ketika sucinya memanggil. Tergesa-gesa ia mengenakan pakaian dan dengan muka dan ram-but masih basah iapun datang menghampiri sucinya. Melihat betapa wajah sumoinya itu berseri-seri, de-ngan senyum yang manis dihias sepasang lesung pipit itu, melihat sepasang pipi kemerahan dan segar seka-li, hati Bi-kwi menjadi semakin panas!
"Siauw-kwi, sudah lama kita tidak berlatih si-lat. Hayo, siapkan dirimu untuk berlatih silat de-nganku!"
Hong Lui Bun 20 Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Duel 2 Jago Pedang 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama