Ceritasilat Novel Online

Eng Djiauw Ong 17

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 17


Sampai disitu, Coe In kembali keperahunya sendiri, dan Yan tiauw Siang Hiap bertiga dengan Ong Too Liong
duduk bersamedhi dengan memejamkan mata.
Segera juga seluruh pihak Hoay Yang Pay Ini terbenam
dalam kesunyian, hingga Yan tiauw Siang Hiap dapat
memasang kuping dengan tenteram. Begitulah mereka
dapat dengar ketika ada suara air, tanda dari adanya perahu yang lewat atau mendatangi. Na Pek segera mengintai
dijendela. Diluar, disekelilingnya mereka, suasana tenang. Malam itu bulan suram sinarnya dan bintang2 pun jarang. Itulah cuaca yang cocok untuk satu penyerangan mendadak.
Selang sedikit lama, untuk kedua kalinya, Toa Hiap
mengintai pula. Kali ini. Kebetulan ia dengar pertandaan panah terbang yang bersuara nyaring, yang d yatuh
keperahu bagian belakang. Disini antaranya ada empat
buah perahu dimana. Berada Kang Kiat bersama Ke Siauw Coan, Siang too Kim Hoo, Lioe Hong Coen, dua saudara
Soen dan Liong Jiang. Lentera disitu berhuruf merah tetapi waktu itu semua tak dinyalakan, anak buahnya siap dengan panah dan peluru.
Eng Jiauw Ong dan Na Hoo pun dengar suara
pertandaan itu. Ketua Hoay Yang Pay jadi sengit, hingga ia nyatakan ingin tempur Boe Wie Yang yang dianggap
keterlaluan, sebab mereka bukan disambut secara baik
hanya saban2 diganggu di tengah jalan, toh mereka datang
kesarang Hong Bwee Pang karena undangan atau
tantangan. "Po coe, kau ada ketua Hoay Yang Pay, kau harus
sabar," menghibur Na Hoo. "Selama orang belum mulai
menyerang. Kita biarkan saja. Ber sama2 Coe Tn Am coe, kau harus utamakan pimpinan."
Eng Jiauw Ong suka turut nasihat ini, ia sabarkan hati.
Yan tiauw Siang Hiap lantas pergi keluar, untuk melihat disekelilingnya, kemudian mereka naik kegubuk perahu, terus ke tihang layar. Na Hoo sendiri naik ditihang layar perahu ke dua, dengan begitu, mereka dapat memandang
ketempat jauh, disepanjang tepi.
Pertandaan tidak terdengar pula, tidak ada gerakan apa pun.
Toa Hiap curiga, karena mana, ia mau duga musuh
hendak gunakan siasat "bersuara di timur, menyerang
dibarat," rupanya musuh hendak menyerang bukan dari
darat, hanya dari air. Selagi Na Pek memasang mata terus seraya menduga2,
tiba2 ia lihat tiga bayangan berlari2 mendatangi di tempat setengah panahan jauhnya dari rombongan perahu mereka, lantas ketiga bayangan itu lenyap didalam semak di
tikungan sungai. XCVII "Ah kawanan tikus, kau benar2 hendak main gila
didepanku!" Pikir jago tua ini sambil berse ryum tawar.
"Hayo maju dekat!"
Selagi Toa Hiap berpikir demikian, dua buah perahu
muncul dari tikungan, menuju lempang dan cepat kearah
rombongannya, suara pengayuhnya pan tidak berisik.
Sebentar saja kedua pera hu sudah mendatangi dua puluh tumbak jauhnya. Karena ini, Toa Hiap segera berikan tanda rahasia pada Jie Hiap.
Biasanya Yan tiuaw Siang Hiap tidak pernah minta
bantuan siapa juga, malah mereka masing2 tidak senang apabila ada yang membantuinya, tetapi dalam keadaan
seperti sekarang, Toa Hiap mengadakan kecualian. Kali ini mereka bekerja untuk Hoay Yang Pay, kaumnya sendiri.
Maka itu, Jie Hiap Na Hoo segera mengerti tanda dari
kandanya itu. Iapun memang telah lihat juga datangnya kedua perahu tadi.
Selama itu, anak buah dari Soe Soei Hie kee masih
belum ketahui datangnya kedua perahu itu, pertama suara pengayuh mereka tidak terdengar, kedua, sinar lentera dari pihaknya belum menyampaikan mereka itu. Mereka pun
pandai sekali menyingkir dari arah sorotan api.
Begitu lekas telah datang dekat, dari perahu yang
pertama tempat dua bayangan, naik kesebuah perahu Soe soei sebelah kiri, menyusul mana, dari perahu yang ke dua, loncat tiga bayangan lain, kesebuah perahu yang lain lagi.
Setelah sembunyikan diri, berlima mereka menuju keperahu tengah. Hanya herannya, dua perahu mereka tidak lantas pergi, keduanya berlabuh, seperti menantikan.
Tidak antara lama, dari arah belakang, muncul lagi dua perahu lain, dari situ loncat naik tiga bayangan, beruntun kepada masing masing sebuah perahu Soe soei disebelah kiri. Mereka tidak bikin gerakan apa juga, tapipun pihak Soe soei Semua berdiam juga. Dari pihak Soe soei ini, cuma yang disebelah kiri sudah ketahui ada musuh menaiki
perahu mereka. Twie in chioe Na Pek perhatikan empat perahu Hong
Bwee Pang itu, diam2 ia jadi curiga. Ia tampak seperti ada barang apa2 didalam perahu2 itu, mungkin tumpukan kayu.
Tiga bayangan, yang naik terdahulu, kelihatan menuju
keperahu besar dari See Gak Pay, dari gerakannya nyata mereka ketahui baik keadaannya perahu2 dari Soe soei.
Mereka disusul dua kawannya. Lalu masing2 seorang
sembunyi dijendela kiri dan kanan, dua naik keatas gubuk, satu pula mengintai dijendela perahu kiri. Tiga yang lain terus pergi kebelakang, agaknya mereka mencari sesuatu.
Semua gerakannya lima orang itu tak lolos dari
pengawasannya Ay Kim Kong Na Hoo. Ia bukan nya
berkuatir, ia justeru jadi gembira, ia harap2 dapat tandingan istimewa. Ia pun perhatikan tumpukan didalam perahu
musuh itu, yang terus berlabuh ditempat gelap.
Dimata Na Pek, semua musuh itu seperti mengerti tugas masing2. Dilain pihak iapun puas, karena semua orang
dipihaknya tetap tenang. Kemudian ia lihat adiknya
memberi tanda dengan gerakan tangan.
Na Pek loncat turun dari tihang layar, untuk menguntit musuh.
Menampak gerakan kanda itu, Na Hoo pun loncat turun
akan pergi keperahu ke tiga dibelakang perahu besar
dimana ia naik pula ditihang layar, untuk terus memasang mata. Kemudian dengan gerakannya "Yan Coe Hoei in
cong" atau "Burung walet terbang menembusi mega," ia
mencelat keperahunya Coe In Am coe, akan ambil tempat diatas tihang layar.
Jie Hiap segera mengutuk apabila ia sudah lihat nyata dua musuh.
"Ah, kunyuk!" Demikian caciannya dalam hati. Sebab
orang itu adalah pecundangnya yalah Twie hong Tiat cie tiauw Hauw Thian Hoei ketua dari Cin tiong Sam Niauw, serta Kwie eng coe Tong Siang Ceng.
Untuk bisa lihat tegas musuh yang bertugas memasang
mata, Na Hoo keluarkan satu uang tangchie, ia sentilkan itu kemuka air, hingga dimuka air terbit suara2 atas mana orang Hong Bwee Pang itu menoleh.
"Aha, kau, jahanam!" Na Hoo mencaci didalam hatinya.
"Kau berani bertingkah, betul tidak tahu malu!"
Jago tua ini kenali Shong boen sin Khoe Leng, salah satu dari See coan Siang Sat.
Ay Kim Kong insyaf musuh2 yang tanggu itu. Pantas
mereka bernyali besar dan gerakannya sangat gesit dan enteng.
"Tidak sempurna untuk serang mereka dengan piauw,
baik aku peringatkan saja," pikir Na Hoo kemudian. Ia lantas siapkan pula uang tangchie, ia berniat "tegur" Hauw Thian Hoei, tetapi baharu ia hendak gerakkan tangannya, atau ia tampak satu bayangan melayang dari tihang layar diperahu sebelah depan, pindah ketihang layar perahu
sebelah kiri, gerakkannya sangat pesat, bayangan mana terus merunjuk kearah dia. Ia heran tetapi ia menduga pada kawan sendiri, sedangnya ia mengawasi untuk mengenali, orang sekarang tempat ketihang nya sendiri, hingga segera juga ia kenali, orang itu adalah Siok beng Sin Ie Ban Lioe Tong, sang soetee dari Kwie In Po, Kian San.
Begitu lekas ia mencoba memasuki Hoen coei kwan dan
dua kali menemui rintangan, sebagai seorang yang cerdik dan berpengalaman, Lioe Tong lantas ketahui pasti,
rintangan musuh itu mesti ada setahunya Boe Wie Yang, kalau tidak, tidak nanti ada anggauta Hong Bwee Pang
yang berani main gila secara demikian. Hong Bwee Pang toh mempunyai aturan keras dan kedatangan pihak Hoay
Yang Pay adalah atas undangannya. Karena ini, ia tidak ikut rombongan ketuanya beramai, seorang diri ia ambil jalan dari belakang, dari darat, lalu ia maju disepanjang tepi, hingga dengan begitu ia dapatkan, juga disepanjang tepi itu ada sembunyi musuh Tetapi ia dapat lewati mereka tanpa sesuatu halangan. Ia terus ikuti rombongan perahu dari Soe soei, ketika ia tampak munculnya dua musuh
disebuah tikungan. Ia kuntit dan dengar pembicaraan
mereka. Dua musuh itu adalah Ouw Can dari Cit Seng San dan
Tocoe Tie Cin Hay dari Ie boen. Kemudian mereka ini
berkumpul bersama tiga kawannya lagi yalah To coe Tong Siang Ceng dari Ie boen, Toan Bie Cio Lo Yauw dan Ya
heng Cian lie Hauw Ban Hong, komplotan yang culik Hoa In Hong dan Yo Kong Bwee, hingga mereka menyebabkan
bentrokan Hong Bwee Pang dengan Hoay Yang Pay dan
See Gak Pay. Mereka berkomplot untuk bokong pasukan
perahu dari Soe soei. Disitu mereka berkumpul untuk
bermupakatan. Mereka terkejut ketika mereka dengar suara panah dari pihak Soe Soei Hie kee. Hampir itu waktu ada datang dua kawan mereka, ketika Tie Cin Hay dan Hauw
Ban Hong hendak menanya, satu diantaranya mendahului, katanya "Pundak rata, pikir pendek, didalam buah, tak sedikit bijinya!"
Itulah kata rahasia bahwa didalam gombolan ada musuh
bersembunyi, jangan mereka bicara. Mereka lalu bicara kasak kusuk. Nyata mereka hendak lakukan penyerangan
diatas air. "Apakah barangnya sudah siap?" Ouw Can tanya.
"Sudah," jawab satu suara. "Sekarang silahkan masing2
memecah diri untuk mulai turun tangan."
Menyusul itu, dua orang yang datang belakangan sudah
lantas berlalu, kedengaran nyata suara nya membuka jalan antara pohon2 gelagah, lalu terdengar lebih jauh suara mencebur diair, lalu sunyi senyap.
Ban Lioe Tong tidak dapat lihat tegas mukanya dua
orang itu, tetapi ia rasanya kenal mereka, yang satu ia duga mesti ada salah satu dari See coan Siang Sat. Ketahui musuh bukan bangsa lemah, ia berlaku hati2 ketika ia coba susul mereka itu.
Nyata penjahat ada punya perahu enteng untuk
keperluan mereka dan didalam perahu itu mereka punya
lentera penyorot Khong beng teng, untuk melihat
kelilingan, apabila Lioe Tong tidak waspada dan gesit, pasti ia sudah dapat dipergoki. Lioe Tong saksikan orang naik perahu. Karena musuh sudah bersiap, ia lekas2 hampirkan perahu besar, sebagaimana ia telah ketemu dengan Jie Hiap dan tuturkan rencana musuh yang ia dengar.
"Apa soeheng ketahui mereka dari golongan mana?"
kemudian ia tanya. XCIX Na Hoo utarakan dugaannya, atas mana, Lioe Tong
beritahukan bahwa mereka itu kebanyakan ada pecundang dari Tong kwan. Karena ini Jie Hiap tahu, musuh yang
terkuat adalah Kwie lian coe Lie Hian Tong si Muka Iblis dari See coan Siang Sat. Kwi eng coe Tong Siang Ceng si Bayangan Hantu penjahat besar dari perbatasan See coan.
Dan Twie hong Tiat cie tiauw Hauw Thian Hoei, tetua dari Cin tiong (Siamsay). Dalam hal kegagahan, tiga penjahat itu tak usah dibuat jeri, tetapi dalam hal kelicikan, mereka tak dapat dipandang enteng. Maka itu, Ay Kim Kong
anggap perlu ia beri kisikan pada Eng Jiauw Ong. Ia
kuatirkan keselamatannya Ngo Cong Gie, Soe ma Sioe
Ciang dan Ciok Liong Jiang, yang ada satru2nya Hauw Ban Hong.
Selagi dua saudara seperguruan itu bicara, kawanan
penjahat pun bekerja, walaupun sedang bicara akan tetapi mereka tetap waspada dari itu mereka dapat lihat gerak gerik pihak musuh.
Dengan satu gerakan "It ho ciang Thian" atau "Burung
hoo terjang langit," kelihatan Kwie eng coe Tong Siang Ceng mencelat keperahu Soe soei ke tiga, tetapi disini ia disambut tiga potong Kim chie piauw, hingga ia mesti
lompat kembali. Ia baharu mundur, atau dari kiri dan
kanan, berbareng maju Kwie lian coe Lie Hian Tong dan Twie honi Tat cie tiauw Hauw Thian Hoei.
Menampak demikian. Ban Lioe Tong segera susul Hauw
Thian Hoei, maka Na Hoo lalu hampiri Tong Siang Ceng.
Toa Hiap Na Pek pun keluar dari tempatnya sembunyi,
akan dekati Lie Hian Tong. Secara begini, tiga penjahat yang liehay itu jadi sudah seperti diikat".
Tong Siang Ceng hampiri perahunya Eng Jiang Ong, ia
naik keatas gubuk perahu. Gerakan tubuhnya "Kim hong
hie loei" atau "Tawon permainkan pusuh bunga" ada gesit sekali. Ia injak tihang lentera, lenteranya ia bikin padam dengan satu kebutan telapakan tangan. Setelah itu, ia mencelat kewuwungan gubuk perahu itu untuk terus
mendekam, tubuhnya mengkerat bagaikan kucing saja.
Untuk mengintai kedalam, tubuh itu merosot hingga
kepalanya sampai di payon.
"Kunyuk, benar nyalimu besar!" Pikir Na Hoo, yang
sengit. "Apakah kau tidak pernah pikir bahwa Hoay Yang Pay tak akan ijinkan kau main gila?"
Lalu, dengan gerakan "Hoei t y oa tiok eng atau "Ular terbang mengejar bayangan" Ay Kim Kong bergerak kebela kangnya si Bayangan Hantu. Tidak biasanya untuk ia
membokong musuh, dari itu, sambil gerakkan kaki
Ykanannya, ia menegur "Eh, apa kau masih memikir untuk melarikan diri?"
Tetapi Jie Hiap belum tempat mengucap habis
tegurannya itu ta tkala ia rasakaii samberan angin
dibelakang nya, hingga ia tahu ada orang yang bokong ia, sedangkan Tong Siang Ceng sendiri sudah lantas tempat akan memutar tubuh dengan gerakan nya "Kim liong coan tah" atau "Naga emas tembusi menara," gerakan mana ada sangat cepat. Untuk tolong diri, Jie Hiap berbali k dengan gerakannya "Giok bong hoan sin" atau "Naga ku mala
jumpalitan," tangan kiri nya dibuka keluar, tangan kanan nya menutup diri.
Penyerang gelap itu lihat orang telah berkelit, iapun batalkan penyerangannya, untuk diganti dengan lain
pukulan, setelah menggeser kekiri, kedua tangannya di majukan dalam gerakan "Hek houw sin yauw" atau
"Harimau hitam mengulet" Ia ada sangat gesit. Iapun
bukan lain daripada Ya heng Cian lie Hauw Ban Hong,
yang datang bersama2 Tong Siang Ceng dan Tie Cin Hay, ia memangnya ada paham sekali Keng kang soet, ilmu
mengentengkan tubuh. Boegeenya tidak seberapa, ia hanya dimalui karena kegesitannya dan kekejamannya, maka
dalam kalangan Rimba Hijau, ia ada sangat dihargai oleh orang2 sekaumnya.
Hauw Ban Hong lihat Jie Hiap arah Siang Ceng, ia
belum kenal jago tua ini, ia melainkan duga orang ada liehay, dari itu ia anggap paling benar untuk turun tangan terlebih dahulu dan secara hebat. Demikian ia membokong.
Kesudahannya ia mendapat bukti, bakal kurban itu bisa
tolong diri dengan berkelit. Na Jie Hiap telah tempat melesat ketihang layar.
Ban Hong dan Siang Ceng segera saling memberi tanda.
Keduanya lompat keperahu disamping.
Hauw Thian Hoei lihat dua kawan itu sudah mulai turun tangan, ia juga turut muncul dengan tempat kekiri, tetapi segera ia disusul oleh Lioe Tong, yang sudah pasang mata terhadapnya.
Dikiri, diperahu ketempat, ada dua piauwsoe dari
Kanglam yalah Ngo Cong Gie dan Soe ma Sioe Ciang.
Mereka ini, menuruti pesan Eng Jiang Ong, bersiap sedia saja seperti yang lain2. Inilah sikap yang menyebabkan semua perahu dari Soe soei seperti diam saja. Soe ma Sioe Ciang mengintai keluar ketika ia dengar pertandaan panah bersuara tadi Ia tampak gelap petang disekitarnya, cuma samar ada gerakan digombolan.
"Rupanya orang mulai datang untuk serang kita, nanti
aku lihat," kata ia yang berniat pergi kekepala perahu.
Cong Gie terliti, ia niat mencegah, tetapi belum tempat ia buka mulutnya, kawannya itu sudah bertindak keluar, malah kawan ini segera dengar suara digombolan, atas
mana segera ia kirim sepotong piauw.
"Siapa disana" Lihat piauw!" Ia serukan.
Menyusul menyambernya piauw keruyuk gelagah, satu
orang loncat keluar. "Loosoe siapa disana?" orang itu tanya. "Jangan terlalu lancang! Aku ada orang Soe soei yang sedang sembunyi
disini!" Soe ma Sioe Ciang percaya keterangan itu, ia menyesal yang ia berlaku sembrono. Iapun malu.
"Aku Soe ma Sioe Ciang, yang bertugas disini", ia lekas jawab.
"Hampir aku celakai orang sendiri. Maaf"."
Selagi mend yawab demikian. Sioe Ciang dengar suara
lajunya perahu, lekas2 ia beri tanda kepada orang ditepi itu, untuk umpatkan diri.
Segera kelihatan dua buah perahu cepat mendatangi
keperahu besar. Soe ma Sioe Ciang anggap ia telah sembunyikan diri
dengan cepat sekali, ia tidak tahu, suaranya itu telah orang dapat dengar, Hauw Thian Hoei dan Lie Hian Tong sudah lantas menghampiri ia, cepat luar biasa, hingga tahu2 ia telah diserang dengan ruyung Kim sie Siauw kauw pian. Ia terketiyut, ia loncat kekiri untuk berkelit. Ia tidak bisa berenang, ia mesti hati2 kalau terpeleset, tentu ia akan kecebur.
Sepasang ruyung lewat didepan hidungnya piauwsoe ini, sesudah mana, serangan dilanjutkan "Nyeburlah kau!"
Hauw Thian Hoei berseru, ketika ia ulangi serangannya.
Inilah desakan yang sangat hebat untuk Soe ma Sioe
Ciang, hingga sulit untuk ia menangkis, sedang kalau ia buang diri, ia mesti tercebur keair. Didekat ia tidak ada perahu kemana ia bisa berloncat.
Dalam saat hebat bagi Soe ma Sioe Ciang itu, tiba2
Hauw Thian Hoei dengar bentakan dari sampingnya
"Kaupun nyebur!"
Kaget sekali si Garuda Sayap Besi ini, karena ia insaf ada orang bokong ia. Untuk tolong diri, terpaksa ia batalkan serangannya terhadap piauwsoe dari Kanglam itu, ia
berkelit kesamping sambil berbareng memutar tubuh, kedua ruyungnya sekalian dipakai menangkis dan menyerang. Ia
ada liehay, dalam ancaman bahaya itu ia bisa tolong diri sambil dilain pihak terus mengancam lawan tak dikenal itu.
"Bagus!" Terdengar suara si pembokong yang tertawa
dingin, tangan siapa diulur, untuk samber ruyung yang dipakai menyerang ia. Ia berada didalam jarak untuk tak terserang tetapi bisa menjambret apabila ia ulur tangannya.
Hauw Thian Hoei mengarti senjatanya terancam akan
terampas musuh, lekas2ia tekuk lengannya, untuk menarik pulang senjatanya itu, sedang kaki kirinya ia geser, dengan gerakan mana ia berbareng geser juga tubuhnya.
Penyerang tak dikenal itu adalah Ban Lioe Tong, yang
turun tangan disaat si piauwsoe terancam bahaya, setelah ia gagal merampas ruyung musuh, iapun lantas hunus pedang mustikanya, Tee sat Cian liong kiam, maka itu, tatkala dupakannya Twie hong Tiat cie tauw sampai, ia dapat
ketika untuk memapaki dengan satu sabetan. Jikalau tidak, ia bisa celaka karena dupakan yang liehay itu, yang
datangnya luar biasa cepat.
Tetapi juga Hauw Thian Hoei tidak sudi kasi kakinya
disabet buntung, ia menangkis dengan ruyungnya. Maka
segeralah kedua senjata beradu satu sama lain, menerbitkan meletiknya lelatu api!
C Lioe Tong terperanjat. Ini adalah untuk pertama kali ia gunai pedangnya itu sampai pedang itu adu kekuatan
dengan senjata musuh, yang tadinya ia sangka ada senjata biasa saja. Ia tidak sangka yang Kim sie Siauw kauw pian pun ada ruyung tanggu.
Juga Hauw Thian Hoei ter. Peranjat seperti ketua dari Kwie In Po ini. Kalau Lioe Tong men celat mundur keatas
gubuk perahu, dia tempat keperahu lainnya. Keduanya
masing2 segera periksa senjata mereka, yang dikuatirkan rusak karena bentrokan keras itu. Adalah setelah memeriksa hati Lioe Tong menjadi lega, senjatanya tak kurang suatu apa, cuma ruyung terpapas pinggirannya. Maka tidak lagi niat tetua Cin tiong Sam Niauw untuk bertempur lebih
lama. Itu waktu, Samcay kiam Soe ma Sioe Ciang sudah lantas kenali, musuhnya adalah Twie hong Tiat cie tiauw si
Garuda Sayap Besi, ia jadi gusar sekali, ia niat menyerang, tetapi terhalang oleh Ban Lioe Tong, terpaksa ia tunggu waktu saja, setelah tampak keduanya berpencar, ia tempat menyusul jago dari Siamsay itu untuk diserang. Ia berada disebelah belakang, ia tikam bebokongnya musuh Hauw
Thiai. Hoei ketahui ada orang kejar ia, apabila ia kenali piauwsoe dari Kanglam itu, ia pun jadi sengit sekali, tetapi ia masih bisa kendalikan diri untuk bersabar, akan ber pura2
tak tahu ada musuh mengejar padanya, adalah ketika ujung pedang hampir sampai, dengan sekonyong2 ia putar tubuh kesamping, dari mana ia teruskan ayun ruyungnya
menghajar batok kepalanya Soe ma Sioe Ciang.
Inilah serangan hebat, terutama karena lawan sedang
menikam. Soe ma Sioe Ciang batalkan tikamannya, ia
angkat pedangnya keatas untuk menangkis turunnya
ruyung. itu ada gerakan "Ang in toh goat" atau "Mega
merah menampa rembulan".
Dalam murkanya, Thian Hoei ingin labrak piauwsoe ini, ia putar, ruyungnya dan atas turun ke bawah, akan
diteruskan menyerang perut lawan. Gerakannya itu ada
sebat sekali. Selagi pedangnya dikasi naik, Soe ma Sioe Ciang tak
dapat ketempatan pula akan tangkis serangan yang
menjurus keperut nya ini, tidak ada jalan lain, sambil
mencoba turunkan tangannya, ia berkelit kekiri dengan tubuh dimiringkan. Akan tetapi ruyung telah dului ia, walaupun tidak hebat, iapun kena po lagi ia rubuh kelantai perahu.
Hauw Thian Hoei tidak berhenti sampai disitu, ia umbar kesengitannya, sambil maju lebih jauh, ia kirim ruyung kematian untuk ke dua kalinya, Soe ma Sioe Ciang habis daya, ia meramkan mata untuk terima binasa.
Disaat kematiannya piauwsoe dari Kanglam ini,
datanglah pertolongan dari Siok beng Sin Ie Ban Lioe Tong, yang telah tempat mencelat sambil berseru "Roh
bergelandangan dibawah pedang, kau masih banyak
tingkah" Sambutlah ini!" Dan orang sampai berbareng
bersama pedangnya! Hauw Thian Hoei terperanjat, terpaksa ia tarik pulang ruyungnya, batal menghajar Soe ma Sioe Ciang, ketika ia menoleh dengan cepat, ia tampak pedang menyamber
kearah pundaknya yang kiri, segera ia luputkan diri dengan mendekkan diri.
Setelah gagalkan serangannya Twie hong Tiat cie tiauw, Ban Lioe Tong loncat terus kepada Soe ma Sioe Ciang.
Tubuh siapa ia terus jambret, sedang Hauw Thian Hoei
telah tempat sampai tiga tumbak terpisah dari Lioe Tong, kemudian dia berseru "Ban Lioe Tong, aku Hauw Thian
Hoei pamitan untuk sementara dari kau! Dibelakang hari, nanti ada harinya yang kita akan bertemu pula! Maaf, aku tak dapat temani kau lebih lama!"
Ban Lioe Tong belum tahu piauwsoe dari Kanglam itu
terluka bahagian apanya, ia dari itu tak pikir mengejar ketua dari Cin tiong Sam Niauw itu, tetapi terserang juga, hingga tak tempo ia balasi kata2 musuh yang besar itu. "Kunyuk.
Jikalau kau ada punya kepandaian, kau keluarkan itu, aku
Ban Lioe Tong tidak jeri kepadamu! Jikalau kau ada punya nyali, kau datanglah ke Kwie In Po di Kian San, aku
bersedia menyambutnya, untuk bikin kau nanti buka
matamu untuk memandang dunia!"


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hauw Thian Hoei tidak gubris tantangan itu, ia balik
tubuhnya, untuk berlari diatas beberapa perahu, akan
lenyapkan diri dari medan pertempuran itu. Maka itu,
sekejab saja suasana menjadi tenang pula.
Lioe Tong bawa Soe ma Sioe Ciang kelain perahu
dimana Ngo Cong Gie sambut mereka. Dia sambuti
pedangnya Sioe Ciang, dia bantu pegangi tubuhnya kawan itu.
"Aku lihat kau, Ban Po coe, karena itu, aku terus
berdiam menjaga perahu," Cong Gie terangkan.
Soe ma Sioe Ciang lantas di rebahkan, ia buka matanya, ia lihat soehengnya dan ketua dari Kwie In Po berada dekat ia Lioe Tong segera periksa luka kawannya, yalah dipaha kanan, yang jadi matang biru panjang 6-7 dim dan lebar tiga dim.
"Lihat liehaynya ruyung penjahat itu," berkata po coe dari Kwie Io Po. "Itulah ruyung Kim sie Siauw kauw pian yang. Membuat namanya terangkat tinggi, yang sama
liehaynya dengan ruyung Siang tauw Gin sie Hong hong
pang dari Ay Kim Kong Na Jie Hiap biasanya, siapa
terkena ruyung itu, mesti patah tulang tulangnya dan putus urat2nya, syukur tadi serangan tidak hebat, jikalau tidak, pasti sekali pahanya Soe ma Piauwsoe ini tak akan dapat tertolong. Sekarang, Ngo Piauwtauw, tolong kau jaga
diluar, aku hendak obati Soe ma Piauwtauw, supaya luka nya ini tidak sampai membahayakan padanya terlebih
jauh." "Berulang ulang kau telah bantu kami, Ban Po coe,
terima kasih!" Mengucap Ngo Cong Gie. "Pasti kami akan ingat budi ini".
"Kita ada sama sama orang kang ouw, jangan sungkan,"
kata Lioe Tong. Selagi Cong Gie bertindak keluar, tabib istimewa dari Kwie In Po ini keluarkan obat luka yang ia selalu sedia dibadannya, kemudian ia buka pakaiannya Soe ma Sioe
Ciang. "Ban Loosoe," kata Soe ma Sioe Ciang, "lukaku
demikian ringan, kenapa sakitnya hebat sekali sehingga aku pingsan" Sebenarnya aku tak percaya yang aku tak sanggup lawan luka ini."
"Lihat dulu rupanya lukamu ini, baharu kau akan insaf", sahut Lioe Tong. "Cin tiong Sam Niauw tersohor dalam
kalangan kang ouw terutama disebabkan kekejaman
hatinya. Ruyung Kim sie Siauw kauw pian dari Hauw
Thian Hoei ada punya dua batang kumis rahasia, yang
dipakaikan per, mirip jarum yang tak tertampak jikalau tidak digeraki pernya, kegunaannya untuk menusuk jalan darah atau urat, ujung jarumnya. Dipakaikan racun. Karena ini, semua kaum kita benci padanya. Itulah sebab nya, lauwtee, walaupun lukamu nampaknya ringan, akibatnya
ada hebat" Soe ma Sioe Ciang perhatikan lukanya, yang benar kecil.
Tetapi diantaranya ada sebuah. Lobang bekas tusukan
jarum dari mana ada cair mengalir.
"Biasanya aku berlaku murah hati, maka aku heran
kenapa ada orang kang ouw demikian kejam sebagai Hauw Thian Hoei," Lioe Tong nyatakan. "Sayang Cin tiong Sam Niauw tersesat, sedang mereka berkepandaian tinggi. Aku percaya kelak mereka tak akan luput dari keadilan".
Soe ma Sioe Ciang kertek gigi, ia benci sangat kepada Hauw Thian Hoei.
Lioe Tong sudah lantas obati lukanya piauwsoe itu,
terutama akan pencet keluar semua cair, akan kemudian tutup lobang luka dengan obat. Selama itu, Soe ma Sioe Ciang gigit gigi menahan sakit, sampai tubuhnya
bermandikan keringat dingin.
"Soe ma Lauwtee, kau kuat sekali," Lioe Tong memuji,
"walaupun kau merasa sangat sakit, tak sekali juga kau buka suara".
Soe ma Sioe Ciang diam atas pujian itu, ia hanya
mengucap terima kasih, karena setelah cara pengobatan itu, rasa sakitnya mulai hilang, malah ia bisa bergerak pula seperti biasa.
Lioe Tong bebenah, ia teriaki Cong Gie akan pesan, Soe ma Sioe Ciang mesti dijaga,. Tidak perduli ada bencana apa, kalau orang tidak menyerbu kedalam perahu, jangan diperdulikan, sebab piauwsoe ini tak boleh keluarkan
tenaga. Cong Gie terima baik pesan itu. Kemudian, menunggu
sampai Lioe Tong keluar, ia alingi api agar sinarnya tidak menyorot keluar. Lioe Tong terus menuju keperahu besar.
Ia duga orang jahat satroni markas, tetapi sesampainya diperahu besar ia tampak suasana tenang saja, hingga ia jadi heran.
Apa mungkin dalam sekejab penjahat dapat disapu"
Dengan hati2 Lioe Tong hampirkan markas, ia tampak
Piauwsoe Teng Kiam dan Siang too Kim Hoo sedang
berjaga jaga. Dengan bisik2 ia tanya apa sudah terjadi.
"Penjahat telah datang kemari tapi segera mundur pula sendirinya," sahut Teng Kiam.
"Mereka seperti dapat firasat kita sudah menantikan
mereka. Jumlah mereka ada enam atau tujuh orang.
Menuruti pesan ciang boen jin, kita awasi saja gerak gerik mereka. Nampaknya kawanan itu masih mundur maju"
Baharu Teng Kiam mengucap demikian atau satu
bayangan berkelebat lewat, maka bertiga mereka lantas berdiam dan sem bunyikan diri. Teng Kiam dan Kim Hoo
hunus senjatanya masing2, Lioe Tohg mengawasi, ia dapat kenali bahwa bayangan itu ternyata orang dari pihaknya.
Bayangan itu adalah Siauw hiap Ciok Liong Jiang.
Dengan satu tanda rahasia, dia datang menghampirkan.
"Liong jie, apa po coe ada menitah apa2?" Lioe" Tong
menyambut. "Oh, Ban Soe couw ada disini" Inilah terlebih baik," kata anak muda itu.
Lioe Tong muncul diturut oleh Teng Kiam dan Kim
Hoo. Liong Jiang memberi hormat, lalu ia sampaikan berita, kata nya "Ban Soe couw, kawanan penjahat yang datang
semua ada liehay, kelihatannya mereka semua dikenal.
Sekarang kita sudah mengatur untuk kurung mereka. Po
coe pesan untuk siap sedia tetapi jangan lancang, agar pertandaan panah nyaring digunai, kalau ada musuh kabur, dia mesti dirintangi. Soe couw ada disini, inilah kebetulan, baik soecouw bantu Teng Loosoe dan Kim Loosoe.
Kawanan penjahat harus diberi hajaran. Untuk didalam air, tugas diserahkan kepada Kan Loo soe serta Kang Kiat".
"Apakah po coe telah berhadapan kepada musuh?" Lioe
Tong tanya. "Baharu siap sedla saja," ja wab Liong Jiang, yang terus memberi hormat pula untuk undurkan diri.
Seberlalunya pemuda itu, Lioe Tong pesan Teng Kiam
dan Kim Hoo, lantas ia pergi kearah markas. Ia baharu mendekati tujuh atau delapan tumbak, lantas ia tampak satu bayangan berkelebat mengenakan pakaian malam dan
senjatanya sebatang golok, gerakannya sangat gesit, golok nya itu seperti menyamber dengan tiba.
Sambil berkelit dan tertawa dingin, Lioe Tong egos
tubuhnya, setelah itu, ia hendak balas menyerang, akan tetapi mendahului ia, datanglah samberan angin yang
dibarengi dengan bentakan "Tikus, kau berani bertingkah"
Jangan lari!" Lalu seorang ulur tangannya dalam gerakan
"Kim liong tam jiauw" atau "Naga emas ulur kuku," akan jambak punggungnya penyerang tak dikenal itu. Melihat gerakan tangannya, Lioe Tong menduga orang itu mesti
ada orang Hoay Yang Pay. Pembokong dari Lioe Tong itu benar2 gesit, ia dapat
luputkan diri dari d yambakan, kemudian dengan putar
tubuh ia balas menyerang musuh dari bahagian bawah.
Gerakannya itu adalah "Cioe hong sauw loh yap" atau
"Angin musim rontok menyapu daun rontok".
Segera juga Lioe Tong kenali, penyerangnya itu adalah Ban San coe Tan ciang Kay pay Thong In, sementara yang menyamber dia itu adalah Toa Hiap Twie in chioe Na Pek.
Melihat penjahat itu, ia jadi mendongkol, sebab terang orang ada sangat bandel, siangnya sudah jadi pecundang, malamnya masih berani banyak laga. Seharusnya, sebagai orang kenamaan, dia itu tahu malu. Karena ini ia anggap, tak usah ia perdulikan lagi tata hormat kaum kang ouw.
Lantas ia hunus pedangnya, sambil tempat maju ia
mengancam kemuka penjahat itu seraya ia berseru "Orang she Thong, pit hoe tidak tahu malu! Kau sebenarnya ada sahabat macam apa" Sebelum dibikin jadi setan berkelana dibawah pedang, kau rupanya belum puas! Lihat pedang!"
Meneruskan gerakannya, Lioe Tong gunakan tipu
bacokan "Ciauw hoe boen louw" atau "Tukang kayu
menanya jalan", menabas pundak kanan musuh.
Thong In ada seorang liehay yang luas pengalamannya,
begitu melihat berkelebatnya pedang, ia tahu itu adalah pedang mustika yang tak dapat ia layani, maka tak mau ia menangkis, ia hanya mencelat kekiri, untuk berkelit.
Dengan demikian, iapun lolos dari ancamannya Twie in
chioe. "Kau hendak loloskan diri?" Na Pek membentak pula.
"Percuma saja!"
Toa Hiap tempat mengejar. Juga Lioe Tong. Dengan
pedangnya terhunus menyusul untuk menggencet. Dalam
keadaan seperti itu, kedua jago dari Hoay Yang Pay ini tak ingat lagi bahwa mereka sedang mengerubuti.
"Kau berdua hendak kepung aku?" kata Thong In
dengan tertawa dingin. "Mustahil aku si orang she Thong takut" Mari, mari! Mari kita main2 didarat!"
Dengan kata2nya ini. Ban san coe hendak kabur kedarat, Na Pek yang berada lebih dekat Thong In diserang
dadanya. "Kunyuk, kemana kau hendak lari?" membentak Na
Pek, yang berkelit dengan geser tubuh ke kanan.
Serangan Thong In mengenai tempat kosong.
Dari samping, dengan "Hong hong tan thian cie" atau
"Burung hong gerakkan sebelah sayap," Na Pek samber
tangan musuh yang dipakai menyerang ia itu.
Thong In memutar tangannya untuk berbalik menyerang
pula, dengan "Giok lie touw so," atau "Bidadari menenun."
Tetapi sekali ini ia berlompat akan serang Lioe Tong, yang sudah datang dekat kepadanya.
Lioe Tong hendak serang musuh, tetapi karena musuh
mendahului, ia putar pedangnya, buat berbalik menyerang dari atas.
Jeri terhadap pedang mustika, Thong In batal menyerang terus, sebaliknya ia teruskan tempat jauhnya setumbak lebih, hingga ia berada disamping kiri dari sebuah perahu.
Melihat demikian, Na Pek serukan saudara seperguruannya "Soetee, kau tahan kunyuk ini, aku hendak bereskan biangnya"
Selagi soeheng itu ber kata2, Lioe Tong benar lihat satu bayangan melesat dari gubuk perahu disebelah depan dan sang soeheng sudah lantas kejar bayangan itu.
Thong In gunai ketika itu untuk menyingkir kedarat.
"Tikus, kemana kau hendak pergi!" Lioe Tong
membentak seraya mengejar, ia terus menikam. Ia cegat jalannya musuh, ia mengancam kemuka, tetapi ujungnya
pedang berlangsung keiga kanan, itulah serangan "Yap tee touw toh" atau "Diba wah daun mencuri buah toh".
Dengan gerakan "Giok bong to hoan sin atau "Ular naga kumala jumpalitan", Thong In berkelit kekanan, dari sini ia membabat dengan goloknya ke arah pundak kanan Lioe
Tong yang tangannya sedang diulur itu. Ia berlaku tak kurang sebatnya.
Lioe Tong tarik pulang lengan nya, setelah mana, ia
maju menyerang pula, malah kali ini ia mendesak serangan nya diulang dan diulangi lagi, saling susul.
Repot Thong In walapun ia gagah dan gesit, dengan
paksakan diri, ia bikin perlawanan, tetapi setelah bertempur
enam atau tujuh gebrak, ia mulai terkurung, hingga ia insyaf benar2 yang ia bukanlah tandingannya jago dari Kwie In Po itu. Ia pikir, karena ia tak bakal dapat bantuan, paling baik ia menyingkir mundur ke Hoen coei kwan.
Selama itu, mereka telah mendekati tepi, dengan
mendadak Thong In mencoba balas menyerang. Tapi
menggunai ketikanya yang baik, segera ia mencelat kedarat.
Ia ingin loloskan diri didalam gombolan rumput yang lebat.
. Lioe Tong tak dapat membiarkan orang lolos, ia
menyusul dengan lompatannya "Pat pou kan siam" tempat tinggi dan jauh, dalam sesaat saja ia dapat lombai musuh, hingga ia jadi berada disebelah depan, lalu sambil memutar tubuh ia menikam dengan pedangnya, Tee sat Cian liong kiam.
Sementara itu, Toa Hiap Na Pek sudah kejar bayangan
yang ia lihat tadi, yang ia sangka ada pemimpin dari
rombongan penyerbu. Eayangan itu rupanya menyingkir
dari belakang perahu. Segera ia kenali, dia itu adalah Kwie lian coe Lie Hian Tong dari See coan Siang Sat
"Kunyuk, kau hendak mabur kemana?" ia membentak.
"Ini ada tempat akhirmu!"
Lie Hian Tong dengar suara itu, ia mengerti bahwa ia
sedang hadapi musuh hebat, maka ia memikir untuk
gunakan saat ini secara yang paling baik. Lantas ia lari terus.
"Kunyuk, kau masih memikir untuk lolos?" terdengar
pula suaranya Toa Hiap. "Aku sangsi yang kau masih
mampu loloskan diri!"
Dengan seruannya ini, Toa Hiap melesat begitu rupa
hingga ia sudah lantas menyandak si Muka Iblis, lalu
dengan tidak siaikan tempo lagi ia menyerang dengan satu tipu pukulan dari ilmu silat Pit cong koen dari Hoay Yang Pay. Kedua tangannya telah di pentang terbuka, dua nya menyamber dengan berbareng.
Terdesak secara demikian, mau atau tidak, Lie Hian
Tong mesti melayani. Ia masih punyakan ilmu pukulan
runtunan delapan jurus dari "Tong pek koen", dengan ini ia mencoba membela diri. Dengan ilmu silat ini, ia jadi gesit luar biasa. Ia pentang kedua tangannya dengan gerakan
"Pek wan hian ko,! Atau "Lutung putih persembahkan
buah", tetapi setelah itu, ia ubah menjadi "Loo wan coei kie" atau "Monyet tua jatuh dari cabang." Dengan Tubuh miring nyamping, ia rabu kaki nya Na Pek dengan
tendangan "Wan yo kiak" atau "Kaki burung wanyo".
Toa Hiap tahu maksudnya musuh, ia antap kaki musuh
hampir mengenai sasarannya. Tiba2 iapun menggeser
kesamping, untuk siapkan tangannya dengan "Ya ma hoen ciong" atau "Kuda hutan membelah suri". Kedua jari
tangannya, jari manis dan tengah, dirangkapkan, lalu
dipakai menyambuti dupakan, untuk me notok jalan darah Hoei yahg hiat dari musuh itu, yang mengulur kaki
kanannya. Lie Hian Tong tidak sangka lawannya ada demikian
mantap hati, dalam keadaan sangat mengancam itu, ia
batalkan dupakannya, dengan buang diri dengan gerakan
"Kim lie coan po" atau "Tambra emas terjang gelombang".
Ia jumpalitan, ia bergulingan dua kali, akhirnya ia nyebur kesungai!
"Ah, kunyuk, kau bisa berbuat begini?" berseru Na Pek, yang kebogehan. Ia menyangka ia akan berhasil, siapa tahu musuh itu sangat licin dan pandai berenang, tidak
perdulikan bentakan, dia selulup terus, untuk berenang didalam air.
Sedangnya Twie in chioe mengawasi kemuka air,
mendadakan ada air bergolak, muncrat naik, lalu tertampak pundak orang, yang mulanya kelihatan samar2 karena
cuaca. Gelap, menyusul mana jago tua ini dengar "Soe ya, inilah bagian kami! Manusia ini tak punya guna didalam air, lekas juga dia perlihatkan tembaganya, maka biarlah dia merasakan sedapnya air!"
Segera kelihatan atu kepala orang muncul dimuka air,
dari mulutnya keluar air, kapan mukanya telah terlihat nyata, Na Pek kenali orang itu adalah musuhnya yang tadi ceyburkan diri kedalam sungai yalah Kwie lian coe Lie Hian Tong.
Salah satu See coan Siang Sat ini hendak kabur dari air, apa lacur dia kebentrok dengan penjagaan didalam air dari pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay!
Siauw Liong Ong Kang Kiat telah senantiasa ber jaga , maka kebetulan sekali, orang nyebur kedalam sungai justeru ditempat dimana ia tugaskan diri, ia munculkan diri
didepannya musuh seraya kirim kepalannya yang keras
kepada pundak musuh. Inilah Lie Hian Tong tidak pernah duga, ia merasakan sakit, hingga ia buka mulutnya, atas mana, tentu saja air lantas masuk kedalam mulutnya. Sama sekali ia tak lihat, siapa yang sudah cegat dan hajar padanya. Karena kemasukan air, ia jadi gelagapan,
kepalanyapun pusing, tetapi ia masih ingat untuk melarikan diri, ia paksakan muncul dimuka air akan muntahkan air, untuk mengeluarkan napas. Ia ada lemah, tetapi ia
mencobanya perkuat diri. Kang Kiat permainkan musuh, melihat musuh hendak
lari, ia merintangi. Dalam hal ini ia ada sangat merdeka, gerak2annya ada sangat gesit bagaikan ikan saja. Ia
menghalangi kemana Kwie lian coe hendak nerobos.
Kadang2 iapun turut muncul dimuka air, untuk mengejek
hingga. Kwie lian coe merasa sangat tersinggung, terhina sekali, tetapi tanpa ia mampu lampiaskan itu. Inilah
penghinaan yang belum pernah ia alami, hingga ia. Anggap segera terbinasa ditangan musuh ada terlebih baik!
Na Pek merasa puas melihat caranya Kang Kiat itu, ia
percaya Lie Hian Tong tidak bakal lolos lagi, atau umpama si Muka Iblis toh bisa melarikan diri, ludaslah akan nama besarnya, karena dia telah dapat dipermainkan oleh satu boca yang belum dikenal.
"Siauw Liong, kau tahan kunyuk ini, jangan bikin dia
lolos!" Kemudian Twie in chioe kata kepada cucu murid itu. "Aku hendak bereskan kawan2 kurcaci nya!"
Kata2nya jago tua ini justeru telah menjadi penolong
bagi Lie Hian Tong. Disaat Kang Kiat sahuti kakek guru itu yang mana berarti ia lengah sedikit, dengan tiba2, dengan gesit sekali sebab dia telah kerahkan tenaganya Kwie lian coe melesat ke belakang sebuah perahu. Dia bukan
menyingkir kedarat, hanya justeru keperahu, tatkala Siauw Liong Ong mengejarnya, dia sudah jambret badan perahu dan naik keatasnya, hingga, satu kali dia berada diatas perahu, dia dapat pulang kegesitannya. "Kang Kiat
terperanjat, terutama karena menurut perjanjian dengan Kan In Tong, keduanya tak dapat meninggalkan tempat
penjagaan mereka masing2 didalam air. Maka dengan
terpaksa, boca, ini teriakkan Na Pek "Soe couw, si kunyuk hendak kabur dari atas perahu! Jangan kasi dia lolos!
Kasilah dia sedikit pelajaran!"
Lie Hian Tong tidak perdulikan seruan itu, ia kabur
terus. CI Ketika itu Na Pek sudah pergi kedepan, seruannya Kang Kiat tidak terdengar olehnya, hanya lalu datang sambutan dari anak buah perahu, yang sudah lantas menyerang
dengan anak panah kepada Lie Hian Tong.
Dalam ketakutan, Lie Hian Tong ibuk benar Dia dengar
suara gendewa penyamber, lekas2 dia berkelit, akan tetapi tidak urung sebatang anak panah samber sedikit kupingnya, ia kaget, hingga ia keluarkan keringat dingin walaupun ia baharu habis nyebur diair bagaikan ayam kedinginan.
Dengan paksakan diri ia tempat ketihang layar, untuk
melapay naik. Dasar ia cerdik, ia masih ingat untuk merogo piauw dalam sakunya. Demikian ketika ia lihat anak panah yang ke dua menyamber ia, ia membarengi menyerang
kearah dari mana panah datang. Hampir piauwnya itu
meminta korban dirinya satu tauwbak yang memanah
padanya, baiknya tauwbak itu masih keburu berkelit.
Mendapatkan ketika, dari ti hang layar Lie Hian Tong
tempat kedarat. Ia bisa lakukan ini, karena terpisahnya perahu ketepi tidak seberapa jauh. Tetapi baharu saja ia injak daratan, atau ia dengar "Bangsat, kau hendak kabur kemana?" Lalu menyusul samberan angin.
Lie Hian Tong menjejakkan kedua kakinya untuk tempat
melesat. Begitu lekas tubuhnya sudah terangkat, terpisah dari tanah, segera ia dengar serangan toya kepada rumput dan tanah dimana tadi ia menaruh kaki. Jadi serangan itu mengenai sasaran yang kosong.
Selagi Kwie lian coe terpisah enam tujuh kaki dari
serangan kosong itu, didepan ia, ia tampak cahaya terang berkelebat, maka mengertilah ia bahwa juga di darat pihak lawan sudah mengatur orang2 tersembunyi, malah pihak
lawan itu berani menggunai lentera penyorot Khong beng teng. Ia hendak lolos juga tetapi ia bingung kearah mana ia mesti angkat kaki
". Kembali sinar api menyoroti ia, lalu panah peluru
menyamber. Dalam kekuatiran, Kwie lian coe mendek. Rumput yang
tinggi ada menolong padanya, karena selama ia mendek, ia lolos dari sorotan lentera, iapun lolos dari serangan. Akan tetapi tetap ia belum tahu, kemana ia mesti menyingkir. Ia tidak berani berdiam lama disitu, maka begitu lekas sorotan mencari ia kelain jurusan, ia tempat keluar dari tempatnya sembunyi. Apamau ia kena injak tempat yang lembek, ia tergelincir ketepi sungai di mana ada kedapatan pasir.
Justeru itu, ia ingat suatu apa, ia sengaja antap tubuhnya merosot sampai dibatas air dimana terus ia duduk diatas pasir, sedikitpun ia tidak berkutik. Ketika ia dongak, ia lihat lewatnya cahaya sorotan, lalu gelap petang. Sorotan itu memain ber ulang2 di teglan itu.
"Bangsat itu gesit sekali," begitu ia dengar suara orang.
"Tetapi dia tentu belum berlalu dari sini, biar bagaimana, kita mesti dapat cari padanya!"
"Ngo Piauvvtauw, kenapa kau tak kena kemplang dia?"
terdengar satu suara lain. "Aku percaya, jangankan kena terkemplang, kebentur sajapun dia pasti tak kuat
pertahankan diri! Kenapa tidak ada gerakan2nya sedikit juga" Mungkin dia sudah lolos. Katanya dia ada orang kang ouw kenamaan, kenapa dia demikian tidak punya
semangat" Kenapa dia kesudian mendekam didalam ruyuk, sama seperti kelakuannya seekor kelinci" Ngo Piauwtauw, mari kita kembali keperahu. Bagaimana dengan Soe rna
Loosoe, apa lukanya sudah sembuh?"
Bukan main mendongkolnya Lie Kiang Tong akan
dengar perkataan itu, karena kehormatannya telah
tersinggung. Bukankah ia telah malang melintang dua
puluh tahun lamanya" Tetapi sekarang ini orang telah ejek ia!
Orang ditepi itu adalah Ngo Cong Gie, itu piauwsoe dari Kanglam. Dengan semangat laki2 ia campurkan diri dengan rombongan Hoay Yang Pay, tetapi setelah sampai disini, ia jadi malu sendirinya, ia menyesal sudah membantu Hoay Yang Pay. Nyata musuh ada terlalu tanggu dan
kepandaiannya sendiri ada sangat berbatas, bukannya ia yang memberikan bantuan berharga, bahkan ia yang mesti orang bantui. Sam cay kiam Soe ma Sioe Ciang telah
terluka, dia dapat ditolong oleh Siok beng Sin Ie Ban Lioe Tong. Ia insyaf benar liehaynya Cin tiong Sam Niauw, dan sekarang, ia mesti saksikan kelicinan See coan Siang Sat, yang tak kurang liehaynya. Ia malu yang ia telah kena dirubuhkan, karena, mana, ia turut membikin suram
pamornya Hoay Yang Pay. Walaupun demikian, ia tak
utarakan suatu apa pada Soe ma Sioe Ciang, karena
saudara angkat ini, ada muda dan Eng Jiauw keras
tabeatnya. Tadi, selagi Soe ma Sioe Ciang rebahkan diri, ia keluar akan melihat2. Kebetulan sekali ia saksikan seorang jahat sedang nyalakan api, agaknya dia itu hendak bakar perahu, kalau itu sampai terjadi celakalah pihaknya. Maka tidak ayal lagi, dengan batu hoei hong sek, ia menyerang seraya membentak. Biasanya ia membentak sesudah


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerang, tetapi sekarang ia dului bersuara. Maka itu, si orang jahat sudah lantas jadi kaget, dia berseru, lantas dia kabur kedarat.
Cong Gie menyusul, ketika ia dengar si penjahat berkata dengan pelahan "Saat ini Shiang Too coemu tak ada tempo untuk melayani kau, tetapi sebentar kau nanti lihat
liehaynya Jie thayya beramai!" Lalu dengan satu lompatan terjun, orang itu nyebur keair, tetapi saking liehay, dia tidak membikin air rnuncrat keras.
Diam2 Ngo Cong Gie akui liehaynya musuh itu, yang
gesit didarat, pun pandai main diair, tak mungkin ia dapat
membekuknya. Maka itu, sambil otak bekerja, ia awasi
rombongan perahunya Suasana malam itu ada sunyi,
kecuali suara berdesirnya angin. Ia mengerti bagaimana beraninya Hoay Yang Pay, yang memasuki Hoen coei
kwan dan Cap jie Lian hoan ouw.
Ditengah jalan saja, ancaman bahaya sudah hebat, entah bagaimana semasuknya mereka nanti kedalam Cap jie Lian hoan ouw. Ia men duga2, entah berapa banyak jumlahnya orang2 Hong Bwee Pang. Selama otaknya bekerja, tak niat dia kembali keperahunya, ia sebaliknya terus memasang mata.
"Ngo Piauwtauw disana?" tiba2 ia dengar pertanyaan
dari belakangnya, selagi ia hendak bertindak kedepan.
"Siapa?" ia tanya seraya ia loloskan toya lemasnya, yang ia sudah libatkan pula dipinggang nya. Iapun putar
tubuhnya. "Aku, Gouw Liong, Ngo Piauwtauw," sahut suara tadi.
"Masihkah piauwtauw ingat kepadaku?"
Orang itu segera muncul mendekati.
Ngo Cong Gie segera mengenali bekas orang sebawahannya. "Bagaimana kau bisa datang kemari?" Ia tanya. "Inilah aku tidak sangka. Sejak kau pulang berhubung dengan
sakitnya ibumu kau tidak pernah muncul pula, hingga aku sering ingat kepadamu Kau sebenarnya turut Hoay Yang
Pay atau Soe Soei Hie kee?"
"Piauwtauw, baik kau sembunyi dulu," menyahut Gouw
Liong. "Disini mesti ada orang atau orang jahat yang mundar
mandir"." Cong Gie menurut, Ia lantas cari gombolan dimana ia
umpatkan diri bersama2 bekas orang sebawahannya itu.
"Piauwtauw, setelah itu hari aku ajak ibuku yang sakit pulang ke Soe soei, ia sembuh dengan lekas," Gouw Liong lantas menutur, "akan tetapi setelah itu, ibu cegah aku kembali, aku diwajibkan urus saja beberapa bauw sawah untuk melewatkan hari. Tak betah aku berdiam di rumah, karena sudah biasa aku berkelana, tetapi tak dapat aku tentangi ibu, terpaksa aku menurut. Tidakkah usia ibupun sudah lanjut. Kebetulan Kan Boesoe dapat, titah dari ketua See Gak Pay untuk bangunkan sepasukan perahu nelayan, aku lantas gunai tempo senggangku akan turut dalam
pasukan itu. Syukur Kan Boesoe hargai aku, aku diangkat jadi satu tauwbak kecil. Selang tiga tahun, ibu menutup mata, dari itu, aku tetap dapat ikuti rombongan perahu Garuda Terbang. Akupun sering ingat piauwtauw, sayang aku tak punya ketika untuk pergi mengunjunginya, maka adalah di luar harapanku yang kita bisa bertemu disini.
Kecuali delapan buah perahu, yang ditinggal dipusat,
semua empat puluh buah telah dibawa kemari, berikut juga dua puluh perahu kecil cepat dan enambelas perahu enteng.
Kecuali titah ketua See Gak Pay, pun ada titah dari To Cie Taysoe untuk kami layani pihak Hong Bwee Pang.
Pemimpinku telah mengatakan, apabila ada sebuah saja
dari perahu2 yang gagal disini, tak ada muka untuk kami semua kembali ke Soe soei. Maka itu, bulatlah sudah tekad kami untuk berikan perlayanan kepada musuh!"
Ngo Cong Gie puas mendengar keterangannya Gouw
Liong ini. Iapun girang mengetahui bekas orang sebawahan ini telah dapatkan penghargaannya Kan In Tong.
Kemudian ia beri tahu kenapa ia berada dalam rombongan Hoay Yang Pay, untuk berikan setakar tenaganya.
"Nyatalah, musuh yang menyerbu malam ini tanggu
sekali," ia tambahkan kemudian. "Aku lihat, apabila kita semua tidak bersungguh2, sulit untuk kita pertahankan nama besar dari kedua kaum."
Ngo Cong Gie beritahukan juga hal terlukanya Soe ma
Sioe Ciang. Gouw Liong manggut2. "Untuk memperoleh hasil, baik
piauwtauw terus sembunyi disini," ia kasi pikiran. "tempat ini gelap, disini penjahat tentu mundar mandir, kalau ada yang lewat disini, kau boleh hajar padanya!"
Cong Gie terima baik pikiran itu, maka seberlalunya
Gouw Liong, ia lantas menjaga ditempat gelap itu.
Kebetulan sekali, Lie Hian Tong muncul didepan nya,
maka ia lantas serang si Muka Iblis, siapa tapinya liehay dan bisa lolos, hingga sia2 saja ia menyusul dan mencari.
Sementara itu, Lie Hian Tong sudah menyingkir jauh.
Dengan diam2 ia mencoba menghampirkan perahu2 dari
Soe soei, kapan ia dapatkan penjagaan keras, ia undurkan diri. Beberapa kali ia muncul dimuka air, akan melihat kelilingnya. Kemudian ia cari perahunya sendiri didekat mana ia timbul.
"Siapa?" menegur anak buah, yang menjaga perahu.
Lie Hian Tong perkenalkan diri seraya terus hunjuk
bahwa suasana ada sukar, maka ia larang orang nyalakan api.
"Oh, Lie Tocoe! Silahkan naik!" Demikian kata si anak buah.
Lie Hian Tong pergi kedepan untuk naik keatas perahu, maka ia lantas dapat lihat, disitu ada empat buah perahu dari pihaknya yang ditempatkan demikian rupa hingga tak tertampak oleh pihak Soe soei.
"Apakah semua tocoe yang melakukan penyerangan
telah undurkan diri?" kemudian Hian Tong tanyak anak
buahnya. Di setiap perahu, didepan dan belakang, ada dua anak buahnya.
"Heran, tocoe," sahut satu anak buah. "Semua yang
didarat dan diair belum ada satu yang kembali Kenapa
tocoe kembali seorang diri" Apakah tocoe hendak lakukan penyerangan dari darat?"
Mukanya Lie Hian Tong menjadi merah, syukur dalam
gelap gulita orang tak lihat wajahnya. Ia cuma likat
sendirinya. "Musuh liehay sekali," ia jawab. "Rencana kita
terpegang rahasia toh masih bocor juga, musuh telah siap dengan penjagaannya. Tak ada muka untuk kita pulang ke Cap jie Lian hoan ouw apabila kita gagal. Sekarang siap sedialah kau sekalian, jangan kaget atau gentar! Selagi mendekati musuh jangan nyalakan api, atau kita bakal
diserang terlebih dahulu. Umpama ada serangan panah api, lekas menyebur kesungai, tetapi jangan takut, karena kita datang untuk adu jiwa! Apabila kita gagal memusnahkan pihak Soe soei tak dapat kita lampiaskan kemendongkolan kita"."
Belum habis Hian Tong bicara atau dari tempat
setumbak jauh. Nya, ia dengar tertawa dingin yang
menyeramkan. Dalam gelap, orang tidak lihat orang,
kecuali muka air. Suasana malam itu ada hebat,
menggentarkan hati. Mata Hian Tong sendiri beda dari
mata kebanyakan orang, namun ia pun tak lihat suatu apa hingga ia jadi heran, hingga ia utarakan herannya itu dengan satu suara tidak tegas. Ia percaya ia tidak
mendengar keliru. Maka terus ia awasi muka air.
"Jangan heran, tocoe, itu bukannya suara manusia," kata satu anak buah perahu sambil tertawa tawar. "Itu tentu ada siluman buaya atau siluman air, tapi kalau dia berani datang dekat, aku nanti kasi presen suatu apa padanya!"
Hian Tong tetap sangsi, ia malah tambah curiga.
Tiba1 terdengar air menjubiar disebelah kiri perahu,
airnya muncrat tinggi dan jauh, hingga Hian Tong semua terperanjat. Tetapi mereka terus memasang mata.
Menyusul muncratnya air, anak buah yang tadi buka
suara besar telah menjerit "Aduh!" Lalu ia mundur dengan bekap mulutnya, ia jongkok, dari mulutnya itu keluar darah hidup.
"Kau mau mampus" Kenapa kau bersuara?" membentak
Hian Tong. Tetapi ketika ia lihat darah dan orang
menagis2, ia tercengang. Nyata orang telah copot dua buah giginya!
Anak buah itu jadi mendongkol, ia hendak mencaci, tapi sementara itu Lie Hian Tong sudah jemput sepotong batu, yang lumutan, jadi terang itu adalah batu dari dasar sungai.
Itupun menyatakan ia sedang hadapi musuh liehay. Akan tetapi ia tidak boleh hunjuk hati gentar, iapun berada diantara anak buahnya.
Sebelum Kwie lian coe sempat berbuat apa2, tiba muncul satu kepala orang disamping perahunya, orang mana segera perdengarkan dampratan "Kawanan manusia rendah yang
harus mampus! Kenapa kau hendak celakai orang2 gagah"
Kau sambutilah!" Kata2 itu disusul dengan gerakan tangan yang keluar
dari dalam air, dua rupa barang lantas menyamber keatas perahu.
Lie Hian Tong berkelit seraya tangannya terayun, akan menimpuk dengan piauw yang ia telah siapkan, menyusul itu, iapun terjun keair, untuk susul musuh yang tidak dikenal itu. Sama sekali ia tak bersangsi sedikit juga.
CII Sia2 belaka Kwie lian coe kejar musuh, ia tak dapat
menemukannya, walaupun ia berlaku cepat. Percuma saja ia mencari disekitar itu. Ketika ia timbul pula, ia dapati sungai ada tenang, malam yang sunyi. Sungai disekitarnya tidak perdengarkan suara apa2. Menduga bahwa ka wan
kawannya tentu sudah me nuju kemarkas musuh, keperahu besar, iapun lantas berenang kearah itu. Ia baharu melalui beberapa tumbak tatkala dari sampingnya, ada orang
muncul dengan tiba2, yang terus serang ia dengan sebuah golok, mengarah pundak kirinya. Gerakan musuh itu ada sangat gesit. Segera ia berkelit kekanan. Ia menduga pada Kan In Tong, dugaannya itu tidak meleset.
Soe soei Hie Kee sedang meronda tatkala ia ketemu Lie Hian Tong, yang ia terus ganggu, kemudian hatinya lega apabila ia dapat kenyataan. Ilmu berenang dan selulup musuhnya masih kalah daripadanya. Lie Hian Tong juga
tidak mau melayani berkelahi, ia hanya hendak kisikkan kawan2nya untuk mundur teratur. Mulanya ia berhati lega mendapati musuh menghilang, maka itu, kaget ia akan lihat orang datang menyerang. Pula. Dan setelah serangannya yang pertama gagal. In Tong mengulangi untuk ke dua
kalinya. Ia berkelit sambil selulup, terus melewati
kolongnya sebuah perahu, ia muncul disebelah kanan
perahu itu, setelah melihat kelilingan, ia hendak memberi tanda dengan suitan mulut, tetapi ia belum tempat
perdengarkan suara tatkala
"Kunyuk, lihat senjata!" Demikian satu teguran, yang
disusuli dengan ayunan tangan.
Lie Hian Tong selulup untuk berkelit, tetapi pipi kirinya tak lolos, hingga ia merasakan sangat panas dan sakit, meski begitu, ia terus selulup kesebuah perahu besar dari musuh, akan jambret pinggirannya dan hendak naik
keatasnya. Baharu saja ia berdiri atau satu bayangan tempat kedepannya hingga ia terkejut, disaat ia hendak minggir, bayangan itu tegur ia "Lie Tocoe?"
"Oh, Ouw Tocoe?" ia balik tanya, kagetnya lenyap.
"Bagaimana?" "Kita terpedaya, sulit untuk kita bekerja," sahut Ouw Can.
"Aku pikir baik kita mundur"."
Ouw Can baharu mengucap demikian, atau dari
belakangnya, ada orang membentak "Kawanan kunyuk,
kau menggerecok! Kemana kau hendak lari?" Bentakan itu diiringi dengan samberan angin.
Dua2 Lie Hian Tong dan Ouw Can mendek diri, maka
dua batang panah tangan lewat diatasan kepala mereka, terus jatuh keair.
"Angin keras!" Ouw Can serukan kawannya. Iapun
sudah berhati tawar seperti kawannya ini. Maka juga,
berdua berbareng mereka perdengarkan suitan mulut. Lie Hian Tong tempat kekiri, melihat mana, kawannya tempat kekanan.
Dua penyerang dengan panah tangan itu adalah Loo
piauwsoe Hauw Tay dari Shoatang Selatan dan Piauwsoe
Teng Kiam, mereka muncul untuk terus susul kedua
musuh. Lie Hian Tong kembali perdengarkan suitannya tetapi ia tak dapat sambutan, dua kali ia mencoba, semuanya gagal, ia jadi heran sekali. Disebelah itu, iapun sibuk karena orang sudah desak ia.
Heng Tong Tocoe Ouw Can, yang telengas dan kejam,
berkepandaian berimbang dengan Lie Hian Tong, ia sebal karena ia didesak, maka dalam mendongkol nya, ia bentak musuh, ia mengancam. Lalu dengan goloknya, Pie soei
Thian kong too, ia balas merangsek. Dalam keadaan nekat begitu, ia jadi gagah luar biasa.
Teng Kiam ada satu boesoe yang terlatih baik. Ia dapat melayani lawan yang nekat itu.
Dilain pihak, Hauw Tay layani Lie Hian Tong, ia segera dapat
kenyataan, musuh ada jauh terlebih gesit daripadanya, karena itu, ia mencoba menggunakan akal. Ia tempat keperahu disebelah kiri, begitu menaruh kaki dan memutar tubuh, ia ayun tangannya ber ulang2, dalam
gerakan tipu "Shia goat ciauw sam seng" atau "Bulan sisir menyoroti tiga bintang". Piauwnya menyamber beruntun
runtun dan bukannya menyamber Lie Hian Tong seorang.
Piauw pertama benar menyerang dadanya Kwie lian coe,
akan tetapi piauw yang kedua menuju kepada bebokongnya Ouw Can yang membelakangi ia, lalu piauw yang ke tiga menuju kepada Lie Hian Tong pula.
Dengan gesit Lie Hian Tong berkelit untuk piauw
pertama, selama itu, ia tampak sebatang piauw lain
menjurus kepada kawannya, selagi ia terperanjat, tiba2
datanglah piauw yang ketiga, dalam kagetnya ia egos
tubuhnya, tetapi piauw ada terlalu cepat, kempolannya yang kiri kena terpapas, hingga darah lantas mengucur keluar, ia merasakan sakit juga. Ia berkaok tetapi segera ia kertek gigi.
"Boca, aku rubuh ditanganmu! Nah, sampai lain kali kita bertemu pula!" Berseru ia, yang terus loncat keatas sebuah perahu kecil akan setelah melalui tiga buah perahu, ia lolos dari piauwsoe itu.
Ouw Can bisa kelit diri dari piauwnya Hauw Tay, akan
tetapi selagi ia egos tubuh, ujung goloknya Teng Kiam memapas kepalanya, mengenai ikat kepalanya, rambutnya terbabat hingga hilanglah kuncirnya, karena ini ia terjun kedalam air, untuk menghilang.
Lie Hian Tong kabur terus dl antara perahu2 kecil,
darahnya telah mengucur keluar, lukanya mendatangkan
rasa sakit sekali, karena ini, ia tak berani terjun keair.
Diakhirnya ia tempat naik keatas sebuah perahu cepat
dengan apa ia singkirkan diri. Ia merasa lega karena tidak lihat ada orang kejar ia dan perahupun sepi dan gelap, seperti juga itu ada sebuah kendaraan kosong. Ia niat beristirahat disitu karena ia rasakan lukanya sangat sakit.
Begitulah dari kantongnya ia keluarkan obat luka, untuk coba cegah rasa sakitnya. Ia dapatkan celananya telah bermandikan darah. Tanpa ayal ia buka sumbat fles
obatnya untuk obati lukanya itu. Selagi begitu, mendadak ia lihat berkelebatnya satu bayangan dari gubuknya sebuah perahu tetangga, hingga ia kaget tak kepalang segera ia samber goloknya dengan tangan kiri, ia mundur sedikit, untuk bersiap.
Disaat bayangan itu mendekati padanya, Kwie lian coe
dengar pertanyaan "Lie Tocoe?" Segera hatinya menjadi lega.
"Oh, Cio Tocoe?" ia tanya. Ia kenali baik suara
kawannya. Orang itu benarlah Toan bie Cio Loo Yauw, yalah
tongtay Cio Leng Pek, yang dalam urusan penculikan Hoa
In Hong dan Yo Hong Bwee ada memegang peranan
penting, yang telah tinggalkan jabatannya untuk memasuki Cap jie Lian hoan ouw, akan tetapi ia tak dapat perhatian sebagaimana yang ia harap dari Pang coe Boe Wie Yang, tetapi berhubung dengan kedatangannya rombongan Eng
Jiauw Ong, ia sudah bekerja bersama See coan Siang Sat untuk merintangi rombongan itu. Seperti Lie Hian Tong, iapun sudah tidak peroleh hasil, ia hanya tak sampai terluka seperti Kwie lian coe. Ia sedang masgul, ia tengah sembunyi diatas tihang layar tatkala ia lihat Lie Hian Tong pun umpatkan diri, lalu ia keluar untuk menghampirkan kawan itu. Tidak disengaja, ia bikin Kwie lian coe kaget.
"Ya, aku. Lie Tocoe," ia jawab. "Apa tocoe gagal?"
Si Muka Iblis anggukkan kepala.
"Aku rubuh," dia jawab dengan pelahan. "Aku tidak
sangka orang telah memasang jaring. Kau datang terlambat, Cio Tocoe, aku telah kena terbokong, terluka senjata gelap, sekarang aku sedang mengobatinya. Kau datang secara
mendadak sampai aku terkejut, hingga aku kena bikin
tumpah sisa obatku, yang memang tinggal sedikit. Biar nanti saja, sesudah kembali, aku obati pula"."
Suara yang belakangan ini tak sedap didengar Cio Loo
Yauw, siapa sebaliknya, didalam hati, tertawa sendirinya melihat keadaan orang yang murat marit itu. Ia gagal tetapi tak bercelaka sebagai kawan ini, sedang See coan Siang Sat ada sangat kesohor.
"Jangan kuatir, Lie Tocoe," ia kata kemudian, untuk
menghibur. "Obatmu habis, tidak apa. Disini aku ada sedia.
Mari aku obati dulu lukamu, asal gerak gerakanmu tak
terhalang, kita bisa undurkan diri dari sini. Biar lain kali kita lampiaskan penasaran ini"."
Lie Hian Tong manggut. Cio Loo Yamv lantas keluarkan obatnya dan mengobati
lukanya Kwie lian coe, maka selang tak lama, darah
berhenti keluar dan rasa sakitnya agak kurangan.
"Cio Tocoe, keadaan kita sulit," kemudian kata Lie Hian Tong. "Sekarang kita pergi lihat mereka atau mundur dulu, akan tunggali kembali nya. Mereka?"
"Sudah lama berada diluaran, aku jadi asing dengan
keadaan disini," sahut Cio Loo Yauw, yangpun merasa
tidak puas. "Maka sekarang silahkan Lie Tocoe saja yang ambil putusan, asalkan tidak sampai menggagalkan
semua".." Lie Hian Tong tertawa dingin, ia ada mendongkol,
karena iapun ada sama tak puasnya.
"Jikalau kau bisa menolong, pergi kau sambut mereka,
Cio Tocoe," ia bilang. "Aku terluka, aku belum bisa berbuat apa2 dulu, buat aku, mundur dulu ada paling benar. "
Habis mengucap demikian, tanpa tunggu jawaban lagi
Kwie lian coe loncat keperahu sebelah, gerakannya tetap enteng seperti biasa.
Menampak demikian, Toan bie Cio Loo Yauw menjadi
jengah. "Jangan salah mengerti, Lie Tocoe!" Kata ia seraya
tempat menyusul. "Orang menang karena andalkan
jumlahnya yang banyak, tetapi kita belum runtuh semua, kita masih bisa berkumpul pula untuk melayani terlebih jauh. Dengan sebenarnya, aku bicara sebagai orang
rombongan luar. Apakah kata2ku keliru?"
Lie Hian Tong sudah bersiap untuk terjun keair, ia
menunda. "Aku berkuasa atas empat gudang garam didalam Hoen
coei kwan, Cio Tocoe ada dari rombongan luar, kita
memang tidak punya sangkutan satu dengan lain. Terserah kepada tocoe untuk maju atau mundur"."
Setelah mengucap demikian, Lie Hian Tong loncat keair, akan terus selulup.
Toan bie Cio Loo Yauw kebogehan, ia tidak sangka See
coan Siang Sat beradat demikian keras. Karena ini, ia jadi tidak senang.
"Kau sangat tidak memandang mata padaku!" Kemudian kata ia dalam hatinya. "Baiklah, kita lihat saja nanti."
Lalu ia ambil putusan, akan terjun menyusul, tetapi
belum tempat ia loncat turun, atau mendadakan ia dengar suatu suara enteng diarah belakang nya. Ia terperanjat. Ia hendak menoleh. Akan tetapi segera ia dengar tertawa
dingin disusul dengan cacian "Kunyuk, di Tong kwan
dibawahan Gouw si Tukang Keset Kulit kau tak punya
malu, sekarang kau berani datang kemari untuk terbitkan gelombang juga! Kunyuk, kau telah ketemu aku si tua
bangka pengemis, hitung hitung saja kau sedang
berbahagia!" Cio Loo Yauw berpaling tanpa lihat siapa juga, selagi ia memandang dengan heran kesekelilingnya, tiba2 ia rasakan barang panas yang menerbitkan rasa sakit kepada
kepalanya, lalu ia dengar pula suara "Paling dulu mari coba makan minyak!"
Ternyatalah orang telah timpuk ia dengan kwali terisi minyak dan sisa tulang2 ayam, hingga, berbareng dengan pecahnya kwali itu, jidatnyapun terluka. Dengan kelabakan ia sekai mukanya yang penuh minyak. Ia kaget dan gusar, hingga ia berseru "Orang kang ouw mesti berlaku terus
terang, kenapa kau bokong Jie thayya" Kau adalah bangsa tikus dan anjing!"
Sebagai sambutan pada seruan itu, satu bayangan
kelihatan tempat keluar dari belakang perahu, tangan orang itu
pegang semprong dapur, sembari tempat dia
perdengarkan suara nyaring "Boca, kau masih berani
banyak tingkah! Dalam Hong Bwee Pang ada orang
sebangsa kau. Iblis kelaparan bangsat busuk, sungguh
memalukan. Boca, rasailah bagianmu!"
Nyatalah orang itu ada, satu koki, Kim A Sie namanya, sebagaimana ia memakai lapisan luar pada bajunya.
Memang, didalam rombongan Soe soei Hie Kee ada empat
koki yang berkewajiban mengurus makanan untuk semua
orang, kerja bergilir siang dan malam, dan ia ini justeru bersiap untuk santapan malam. Tetapi waktu itu ia sedang gusar, Beban ia dapat kenyataan ia kehilangan kwalinya berikut godokan tulang2 ayamnya. Ia keluar untuk sebentar, ia balik dengan dapatkan kehilangan itu. Maka itu, ia jadi bingung dan gusar. Ia bekerja disitu bersama pembantu nya, seorang umur lima puluh lebih nama Lauw Tiong. Ketika ia hendak keluar, Lauw Tiong cegah ia dengan tanya ia
hendak pergi kemana. "Aku hendak cari Ouw Seng, tentu tak ada lain orang
nakal daripada dia!" Ia kata. "Dia benci aku karena aku tidak berikan dia arak, rupanya dia bersakit hati. Sudah beberapa kali dia mencuri makanan disini!"
Lauw Tiong tertawai kawan itu, yang peranginya aseran.
"Sabar, sahabat," ia membujuk. "Malam ini, aku rasa,
itu bukanlah perbuatannya Ouw Seng. Kau harus ingat,
sekarang kita berada ditempat apa" Bukankah kita berada dalam sarang Hong Bwee Pang" Tidakkah kita sudah
memasuki mulut harimau, hingga setindak demi setindak,
kita sedang menghadapi, ancaman bencana" Kita toh
sedang bersiap sedia akan layani serbuan musuh. Kecuali yang
bertugas, sekarang siapapun

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dilarang keluar setindakpun dari dalam perahu, siapa langgar perintah, dia bakal dihukum. Ketua kita pun telah bilang, kita sedang menghadapi musuh yang liehay, hingga tak dapat kita
berlaku sembrono. Sietee, siapa hendak permainkan
jiwanya" Syukur kedua perahu kita dekat satu dengan lain.
Aku duga ini bukan per buatan orang kita, mestinya orang lain"
"Jikalau bukan orang dalam, apa mungkin musuh telah
datang menyerbu?" tanya A Sie sambil ia melongok keluar.
"Apa mungkin penjahat mencuri makanan?"
"Siapa tahu?" Utarakan Lauw Tiong, yang hentikan
perkataannya dengan tiba2. "St!" Terus ia dekati pintu, akan pasang kuping.
Melihat demikian, A Sie dekati kawannya sambil cekal
semprong besi, terus ia tolak pintu untuk melongok keluar, kebetulan sekali, ia justeru dapati Cio Loo Yauw yang sedang cari orang yang ganggu padanya, dia sedang sekai mukanya yang penuh minyak dan dikakinya menggeletak
kwali. Menduga dia adalah si pencuri, tidak tempo lagi, ia berlompat keluar untuk menyerang sambil membentak
"Bangsat, kau main gila terhadap si orang she Kim! Hayo pulangkan ayam ku!"
CIII Cio Loo Yauw sedang mendongkol sekali, kupingnya
tambah panas mendengar dampratan itu, ia gusar terhadap serangan yang sembrono, maka itu, tanpa tunggu turunnya senjata si penyerang, ia papaki lengan orang dengan satu tendangan dibetulan nadi, atas mana segera semprong nya
A Sie terlempar jatuh dengan menerbitkan suara berisik, A Sie sendiri menjerit kesakitan. Tetapi koki inipun jadi gusar, maka kembali
ia mendamprat seraya maju untuk
merangsang. Lauw Tiong kaget melihat perbuatannya kawan itu, ia
lebih kaget pula akan tampak orang yang diserang A Sie itu seorang yang tidak dikenal, siapa ternyata liehay, sedang tangannya A Sie di tendang, A Sie pun dijambret dengan tangan kiri, untuk, dibetot, dilain pihak, tangan kanan orang itu yang menyekal golok, diangkat naik sambil
mengancam "Kau berani damprat aku" Aku nanti ambil
jiwamu!" Dalam kekuatirannya, Lauw Tiong sembat dua
botol kecap, ia menimpuk dengan botol itu sambil berseru
"Disini ada orang jahat!"
Serangan botol itu mengenai tepat goloknya Cio Loo
Yauw, kedua botol lantas pecah. Kecap nya berhamburan, menimpah juga kepalanya orang she Cio itu walaupun dia ini coba berkelit. Meski begitu, ia masih tempat mendupak pula A Sie, hingga koki ini terlempar kedalam air,
kemudian ia lompat pada Lauw Tiong.
Koki ini telah memutar tubuh, buat samber golok diatas talenan, tetapi ia masih dengar suara terceburnya A Sie, hingga ia duga kawannya dapat celaka, hingga ia jadi gusar, melupai bencana, ia hendak menuntut balas.
"Aku tidak niat bunuh kau! Apa kau masih tidak mau
mabur?" Cio Loo Yauw membentak. Dimulut ia mengucap
demikian, tetapi goloknya hendak dipakai menyerang!
Lauw Tiong turuti hawa amarahnya.
"Kau sambut ini!" Ia berseru seraya menimpuk dengan
goloknya, yang besar dan berat.
Karena jarak diantara mereka cuma beberapa kaki,
goloknya koki itu menyamber kepipinya Cio Loo Yauw,
walaupun dia ini terus berkelit namun masih terlambat, maka itu, pipinya luka dan mengeluarkan darah. Karena ini, tongtay itu jadi meluap amarahnya, sambil berseru, ia lompat kedalam perahu, untuk terjang Lauw Tiong.
Akan tetapi, mendadak dibelakangnya tongtay ini ada
seruan "He, boca, apakah soep ayam masih, belum cukup dan kau masih hendak dahar soep ayam yang kecebur?"
Seruan ini disusul dengan tabokan pada batok kepala!
Mengikuti tubuhnya yang ngusruk, Cio Loo Yauw
tempat jumpalitan, hingga ia berbalik diri, menyusul itu, goloknya di ayun, dipakai menyerang orang yang bokong padanya. Inilah
satu gerakan yang hebat saking mendadaknya, dan biasanya, tidak pernah gagal. Akan
tetapi Cio Loo Yauw cuma rasakan lewat nya samberan
angin, penyerangnya itu tak nampak sekalipun bayangannya. "Dia sangat gesit," pikir orang Hong Bwee Pang ini,
yang insyaf dirinya sedang menghadapi musuh liehay.
Diam2 ia syapkan sebatang piauw, lalu ia berseru "Kau sembunyi diatas gubuk perahu" Cio Loo Yauw akan adu
jiwa dengan kau!" Ia sengaja berseru demikian lalu ia enjot tubuhnya, ia tempat keatas gubuk, hanya ketika kaki kirinya injak payon, ia jejak itu untuk melesat kekanan. Ini adalah satu tipu, untuk bisa menyerang dengan leluasa, dengan tubuh sendiri bebas dari sasaran lawan. Pun dengan demikian, ia
gampang nyebur keair untuk singkirkan diri. Karena ia berniat angkat kaki.
"Oh, kunyuk, kau bisa main2 cara begini?" tiba2
terdengar teguran dari sebelah atas. Suara nya menyeramkan. Kaget sekali Cio Loo Yauw. Segera ia dongak, tetapi
berbareng dengan itu ia dengar bentakan "Turunlah!" Lalu pinggangnya kena tertolak, hingga bagaikan rayangan putus tubuhnya melayang dan terpelanting setumbak lebih, terus kecebur kemuka air hingga air muncrat berhamburan. Jadi benar, dia telah jadi ayam kecebur!
Toan bie Cio Loo Yauw mengerti ilmu berenang, akan
tetapi karena terceburnya demikian rupa, ia toh kena ceguk juga air secegukan.
Ketika itu Lauw Tiong terkejut, ia mau sangka dewalah yang tolong padanya, maka ia terus berlutut sambil
manggut manggut, ia memuji dan meng ucap terima kasih.
Tetapi belum habis ia memuji, ia dengar suara tertawa disampingnya dan pertanyaan "Eh, jieko, kau sedang bikin apa?" Ia heran, ia angkat kepalanya, kapan ia sudah melihat wajah orang, ia terkejiit pula, buru2 ia kata "Oh, kau, rohmu belum buyar! Jangan kasi si penjahat lolos, balaslah sakit hati terhadapnya"
Kim A Sie demikian bayangan yang muncul tertawa.
"Jangan. Ngaco belo! Roh siapa yang belum buyar" "
Katanya "Kalau aku mati, siapa akan bertugas disini"
Tetapi, penjahat itu betul liehay! Mari kita bicara
didalam"." Lauw Tiong percaya kawan itu belum mati, ia lalu ber
sama2 kawan itu masuk kedalam gubuk perahu, kemudian
atas pertanyaannya, A Sie ceritakan bahwa syukur ia bisa berenang, ia tak usah tenggak air sungai, ia antap dirinya hanyut terbawa air, sampai ia merasakan rasa sakitnya kurangan, baharu ia berenang kembali. Ia sampai justeru
musuh tercebur, ia menyingkir dari musuh itu, ia naik dari samping perahu secara diam2, sampai ia dapatkan
kawannya sedang bersembahyang.
Kemudian mereka bicarakan urusan mereka sendiri.
"Sie tee, coba bilang, sebenar nya siapa yang curi ayam dan arak kita?" tanya Lauw Tiong. "Apa benar dia ada si penjahat" Aku sangsi"
"Ya, akupun sangsi," sahut A Sie. "Disini tidak ada lain orang kecuali si penjahat, kalau bukan dia, habis siapa lagi?"
"Nyata kau belum tahu, Sie tee," kata pula Lauw Tiong.
"Di sebelah si penjahat ada orang tidak dikenal yang telah rubuhkan dia. Tanpa orang ini, kita pasti tak akan
ketolongan" Lauw Tiong jelaskan sebab dari kecurigaannya itu.
"Kalau demikian, apa benar pencuri makanan itu ada
orang sendiri?" A Sie menegasi.
"Aku tak tahu, hanya aku tahu benar, dikalangan kang
ouw memang ada orang" Yang tabeatnya luar biasa, yang jenaka. Yang gemar main2"
A Sie melengak. Menurut katamu, mungkin benar ada orang pandai yang
jenaka, yang berpihak pada kita," kata ia akhirnya.
"Penjahat itu main gila. Dia dapatkan bagiannya!"
Sampai disitu keduanya berjanji akan ingat budinya
sipenolong tidak dikenal itu.
Selagi mereka saling bersyukur, tiba2 pintu perahu ada yang tolak dan seorang bertindak masuk sambil berkata
"Bagus kau masih punya liangsim! Sekarang tak usah kau mengoceh pula menyebut2 si penjahat"
A Sie dan Lauw Tiong terkejut sampai keduanya
menjingkrak. Tetapi mereka masih ingat untuk menanya
"Siapa kau?" Sekarang mereka sudah lihat tegas, orang tua itu, yang dandanannya sebagai pengemis, sebab bajunya pendek dan sudah rombeng, rambutnya panjang dan
ubanan, kusut bagaikan rumput, digelung diatas kepalanya, ikat pinggangnya terbuat dari pilinan rumput, sepatunya juga sepatu rumput. Tetapi, disebelah roman tak keruan itu, dia punyakan sepasang mata ceglok tetapi bersinar tajam.
Dalam kagetnya, A Sie mau duga apa dia ini bukan si
pencuri ayam". Lauw Tiong mengawasi, dalam hatinya iapun bertanya,
apa ini si pencuri ayam Masih kedua sahabat itu tercengang ketika si orang tua tertawa dan kata pada mereka "Jangan curiga, aku datang untuk membalas budi. Aku telah dahar seekor ayammu dan sebotol arakmu, perlu aku balas itu dengan sedikit
tenagaku, cuma memberikan orang makanan tak sampai
kenyang, orang seperti dikubur hidup2, dari itu, baiklah kau melunasinya"."
Tak sangsi lagi kedua koki itu bahwa inilah si orang tua penolong mereka, dari itu lekasz mereka menghaturkan
terima kasih, kemudian mereka minta tanya she dan
namanya orang tua ini. Pengemis tua itu tertawa.
"Kau tak dapat kenalkan aku, panggil saja aku si
pengemis tua," kata ia. "Disini aku tak punya ketempatan untuk ber cakap2 kecuali untuk makan nasi sebab didalam dunia ini, urusan bagaimana penting juga tak dapat
dikerjakan dengan perut kosong! Maka bagiku adalah dahar paling utama, sesudah perut kenyang, baharu bekerja!
Jikalau kau niat membalas budi, lekas sajikan aku barang
makanan, setelah bersantap kenyang. Aku hendak bikin
perhitungan kepada kawanan kunyuk itu! Kau sendiri, diam saja didalam perahu, nanti kau akan dapat tonton
pertunjukan yang menarik hati!"
Walaupun orang omong tak keruan junterungan, Lauw
Tiong toh suruh A Sie lekas sediakan barang makanan,
tetapi A Sie bersangsi, sebab barang santapan masih mesti dimatangi, yang sudah sedia adalah untuk pihaknya.
"Sediakan saja, satu orang bisa dahar berapa banyak,"
Lauw Tiong kata pelahan kepada kawan itu kesangsian
siapa ia dapat duga. Iapun kuatir si pengemis nanti ketahui kesangsiannya kawan iri.
A Sie lantas siapkan dua rupa masakan dingin serta
sebotol arak. "Eh, eh, mau mampus, mau mampus!" Kata si pengemis
seraya tuding koki itu. "Kau sembahyangi orang hidup atau orang mati" Celaka betul! Hayo, aku minta daging kerbau, kambing dan ikan empat piring, dan dua botol araknya! Tak biasa aku dahar sembarangan!"
Keduanya Lauw Tiong dan A Sie melengak, apapula
kapan pengemis ini samber sepasang sumpit, akan
dilemparkan kemeja dapur dimana sumpit itu nancap
dalam mangkok nasi, sedang cawan arak dilemparkan
kemeja itu tanpa pecah. Mereka insyaf liehaynya orang tua ini, segera mereka sajikan barang2 yang diminta.
"Silahkan dahar, loojinkee," kata mereka. "Harap
loojinkee tak berkecil hati terhadap kami orang bangsa kasar"."
"Kau main2, akupun ingin menyaksikannya!" Kata si
orang tua sambil tertawa. Ia terus samber sebotol arak yang digelogokkan kedalam mulutnya, hingga sekejab saja
separuhnya telah singgat, kemudian tanpa sumpit lagi ia rabu daging dan ikan. Ia bersantap dengan cepat sekali, cepat pula ia tenggak kering tiga botol arak. Selagi ia hendak minta tambahan, mendadak ia dengar suatu apa,
tiba2 ia berbangkit sambil berseru "Eh!" Lalu ia seka mulut dengan bajunya, ia usap2 perutnya "Perutku tak rewel lagi dengan aku, kitapun tak hutang lagi satu dengan lain, urusan telah dibereskan secara adil!"
Atas itu, dari luar ada terdengar pertanyaan "Siapa itu didalam perahu" Kenapa kau bernyali besar, tanpa
perkenan ciang boen jin, kau berani mengacau disini" Hayo keluar!"
Lauw Tiong hendak menyahuti tetapi si orang tua dului ia
"Memang aku tak berniat berdiam lama disini, kenapa
aku tak mau keluar?" demikian penyahutannya.
Berbareng dengan kata2 "keluar" itu, daun pintu perahu ditarik dari luar dibarengi dengan teguran , siapa?" Tetapi si orang tua menyambutinya "Awas!" Disusul melesatnya tubuhnya keluar perahu, cepat seperti kilat.
Maka dua orang diluar, Giok Koen dan Giok Kong,
cuma rasakan samberan angin yang lewat diatasan kepala mereka. Mereka ada murid2 kesayangan dari Tio In Liong dari Lim shia tetapi mereka tercengang untuk kegesitan orang tak dikenal ini. Mereka sedang meronda ketika
mereka lihat api terang2 diperahu dapur dan dengar suara orang bicara, maka mereka menghampirkannya. Giok
Kong adalah yang menegur, hingga kesudahannya mereka
heran atas kegesitan orang didalam itu, yang terus melesat keatas gubuk perahu, diantara sinar bulan sisir dan berkelak keliknya bintang2, kelihatan tubuhnya seorang tua dengan dandanan bagaikan pengemis.
"Kau siapa, sahabat?" tanya dua saudara Soen itu, yang kagum sekali. "Kau bikin apa disini?"
Lauw Tiong dan Kim A Sie memburu keluar, akan
kenali dua boesoe itu. "Jangan turun tangan, Soen Loosoe, orang sendiri!" Mereka lekas mencegah.
Si orang tua gerakkan sebelah tangannya. Ia kata
"Sahabat, jangan galak! Baik kau lekas kembali keperahu markas, beri tahukan pemimpinmu bahwa musuh ada
sangat licin, sedikit saja lengah, pasukan Soe Soei bisa celaka musnah semua! Aku si orang tua tak tempat
melayani kau, sampai nanti kita ketemu pula!"
Dengan satu jumpalitan "Auw coe hoan sin," orang tua
ini singkirkan diri, kemudian dengan gerakan "pat pou kan siam", ia berlompatan dengan pesat dan menghilang
ditempat gelap. Giok Koen dan Giok Kong heran sampai mereka
melengak, kemudian baharu mereka tanya Lauw Tiong,
siapa orang tua itu. Dan Lauw Tiong tuturkan apa yang ia alami.
"Mestinya dia Kay Hiap, si Pengemis Pendekar,"
kemudian dua saudara ini menduga2. Karena menduga
begini, mereka jadi gembira. Lalu, setelah pesan Lauw Tiong untuk berjaga. Mereka segera lari kemarkas. Mereka baharu lewati dua perahu besar, tiba2 ada orang muncul dengan melesat kehadapan mereka, jaraknya antara
setumbak lebih. "Apakah disitu Soen Loosoe?" demikian orang itu tanya.
Giok Koen segera kenali Sioe Seng, murid kedua dari
See Gak Pay. Ia menjadi heran, sebab ia tahu benar,
muridnya pendeta itu tak pernah pisahkan diri dari
gurunya. "Eh, siaiaw soehoe hendak pergi kemana?" ia tanya.
"Soehoe perintah aku cari Khu Soeheng, ada urusan
penting" sahut Sioe Seng. "Apa Soen Loosoe tahu dimana adanya Kan Soeheng?"
"Kan Soehoe dan Siauw Liong Ong Kang Kiat sedang
meronda," Giok Koen terangkan. "Tadi Kan Soehoe ada
didepan dan Siauw Liong Ong dibelakang"."
"Aku sudah pergi kedepan, Kan Soeheng tidak ada
disana." Sioe Seng menerangkan. "Nanti aku lihat
dibelakang"." Hampir itu waktu, dari samping perahu sebelah kiri,
dimuka air, muncul satu kepala orang.
"Apakah kau cari Kan Soehoe?" orang itu tanya. "Kan
Soehoe sedang kejar dua penjahat yang lari kegili2. Kalau ada apa2, kasi tahu saja padaku, nanti aku yang sampaikan kepada Kan Soehoe."
Sioe Seng dan dua saudara Soen heran, syukur mereka
lantas dapat kenali orang dimuka air itu.
CIV "Kang Kiat, mari naik," kata Sioe Seng.
Orang itu benar Kang Kiat adanya, ia sudah lantas naik keperahu.
"Titahkan saja padaku, soe kouw," katanya.
"Guruku bersama Ong. Loosoe dan lainnya sudah
kurung musuh kata Sioe Seng. "tetapi terkabar ada lain rombongan musuh tang hendak musnahkan pasukan
pasukan dari Soe Soei, barangkali dengan alat api, maka guruku minta Kan Soeheng lekas bersiap, musuh mesti
dicegat agar tak dapat mendekati perahu perahu kita. Maka itu, tolong kau lekas kasi kisikan pada Kan Soeheng."
"Aku mengarti, soekouw, silahkan kembali kata Kang
Kiat. "Tolong sampaikan pada soehoe bahwa kami akan
atur penjagaan keras."
"Kamipun hendak balik kemarkas untuk urusan ini,"
kata Giok Kong yang campur bicara. "Baharu saja kami
bertemu Kay Hiap, yang kasi kisikan tentang niat musuh, supaya kami melaporkan kepada ketua. Maka sekarang,
pergi kau lekas cari Kan Soehoe!" Ia tambahkan pada Kang Kiat.
"Aku mengerti sahut Kang Kiat, yang segera ayun
tubuhnya. Untuk terjun keair dengan gerakan "Hay yan
liang po," atau "Burung walet laut mendampar gelombang." Sioe Seng bertiga kagum, menampak gerakan itu,
memang tubuhnya Siauw Liong Ong ke cil dan gesit.
Setelah itu bersama2 dua saudara Soen, Sioe Seng
hendak menuju kemarkas. Tiba2, dari dalam markas
mereka dengar pertandaan, yang dapat sambutan dari
tempat gelap. "Lihat, Soen Loosoe, rupanya penjahat sudah mulai
bergerak," Sioe Seng bilang.
Giok Koen terkejut. "Lihat ditengah sungai sana, siauw soehoe," kata ia.
"Apa itu bukannya penjahat hendak mulai dengan
penyerangannya dengan api?"
Sioe Seng dan Giok Kong berpaling, hingga mereka lihat dua perahu kecil sedang mendatangi cepat sekali, anak buahnya tidak tertampak tetapi dikedua perahu itu ada
cahaya api berpeletikan, asapnya mengepul. Rupanya itu ada perahu api yang hendak serbu perahu dari Soe Soei.
"Lihat, Soen Loosoe!" Kata Sioe Seng dengan tertawa
dingin. "Terang kawanan penjahat hendak gunakan perahu apinya itu untuk terjang perahu2 Garuda kita! Ini rupanya ada daya busuk mereka yang terakhir! Oh, kawanan tikus!"
Giok Koen menggeleng kepala.
"Kay Hiap memberi kisikan secara sungguh2, maka
mustahil penjahat gunakan hanya perahu kecil begini," kata dia. "Mungkin masih ada lain macam permainan disini.
Mari kita lihat bagaimana ciangboenjin akan bertindak"
Kedua perahu kecil itu mendatangi terus, kelihatan
tujuannya menyamping. Sioe Seng bertiga tak ayal lagi segera lari kearah markas.
Pendeta muda ini sangat gesit, sebentar saja ia sudah lewati dua saudara Soen, tetapi kapan ia dapati orang ketinggalan, ia kendorkan kakinya untuk tak bikin malu dua saudara Soen itu. Justeru itu, didepannya, ia lihat dua bayangan berkelebat.
"Siapa?" ia menegor seraya ia rabah pedangnya.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dua bayangan itu tidak menyahuti, hanya satu yang
terdepan menimpuk dengan serupa barang berkeredepan.
"Bagus!" Berseru Sioe Seng, yang sambil berkelit kekiri, lalu menyampoknya. Maka dengan perdengarkan suara
nyaring, sebatang kongpiauw jatuh kelantai perahu.
Menyusul itu, dari bayangan. Yang kedua, terdengar
pertanyaan "Apakah disitu siauw soehoe dari See Gak Pay"
Jangan kasi lolos pada kunyuk ini!"
Ketika itu, dua saudara Soen pun sudah sampai.
Tetapi Sioe Seng ada mendongkol, ia tak jawab
pertanyaan, hanya melesat kepada penyerangnya, ia
membentak "Binatang, kau hendak menyingkir kemana?"
Lantas saja ia menyerang.
Penyerang itu rupanya tak mau melawan, ia putar tubuh untuk menyingkir. Tetapi dua saudara Soen keburu sampai, dia kena dicegat dan terkurung oleh Sioe Seng bertiga.
"Yang dibelakang sana loosoe siapa?" tanya Sioe Seng
selagi ia layani musuh. Sambil mendatangi, orang yang ditanya itu menjawabnya "Mustahil siauw soehoe tak kenali Na Loo
jie?" Sioe Seng, pun dua saudara Soen, terkejut.
"Kiranya Na Jie Hiap!" Kata Sioe Seng. "Manusia ini
jahat sekali, tak nanti teecoe membiarkan dia lolos!".
Benar Sioe Seng menyerang dengan hebat.
Na Jie Hiap pun kata kepada dua saudara Soen , "Bagus kau berdua datang! Kunyuk ini adalah Ie boen Tocoe Tie Cin Hay,. Tangannya kurang liehay, yang liehay adalah kakinya! Dia ada biang keladi dari peristiwa di Tong kwan, maka jangan kasi dia lolos, sedikitnya dia mesti diberi suatu tanda!"
Sementara itu Ie boen, tocoe Tie Cin Hay telah
keluarkan antero kepandaiannya akan layani ketiga musuh, karena ia insyaf, kecuali mereka ini liehay, disitu pun ada menjaga Ay kim Kong yang kenamaan, yang tak dapat
dipandang enteng. Na Hoo mendongkol apabila ia saksikan tiga kawannya
tidak dapat segera rubuhkan musuh.
"Kunyuk muka tebal, apa masih kau tak hendak letaki
senjatamu?" ia menegur. "Aku hendak lihat, napasmu
masih berapa panjang lagi!"
Baharu Ay Kim Kong hendak bergerak, atau mendadak
ada bayangan yang melesat kearah ia, ia terkejut, lekas2 ia melejit kekanan dimana terus ia bersiap sedia. Tetapi bayangan itu segera tertawa.
"Eh, Na Loo jie, ada urusan penting, kenapa kau buang tempomu disini?" kata bayangan itu.
Begitu mendengar suara itu, Na Hoo segera kenali Kay
Hiap. Tetapi, belum tempat ia menyahuti, si pengemis luar
biasa sudah melanjutkan katanya "Na Loo jie, kau terlalu memandang enteng kepada kawanan bangsat disini. Ini
adalah minatnya Kwie eng coe Tong Siang Ceng dan
rencananya Ban san coe Thong In yang sangat licin!
Mereka hendak menyerang dengan api, apabila maksud
mereka tercapai, celakalah pasukan perahu dari Soe Soei!"
Lantas ia menunjuk kesatu arah "Lihat, perahu api sudah mulai menyerang! Jikalau perahu itu bisa datang dekat, itu artinya celaka, ludeslah kehormatan kita Na
Loo jie, inilah lelakonnya api dan air dengan berbareng! Hayolah kita bermain api!"
Ay Kim Kong kerutkan dahi, ia berpaling kearah yang
ditunjuk. "Baiklah!" Jawab ia akhirnya. "Mari kita lihat siapa yang akan lebih berhasil!" Karena ini, ia kata kepada Sioe Seng bertiga "Aku serahkan kunyuk ini kepada kau bertiga!"
Ucapan ini disusul dengan gerakan tubuhnya, yang
lenyap ditempat gelap. Tubuhnya Kay Hiap turut lenyap juga.
Dua2 mereka ini menuju ke markas.
Dalam Keng kang soet, ilmu enteng tubuh, Na Pek dan
Na Hoo ada jago2 Hoay Yang Pay, yang untuk Selatan dan Utaranya sungai Besar, ada sangat dimalui. Sekarang Ay Kim Kong hunjuk kepandaiannya didepan Kay Hiap ia
menghadapi satu tandingan yang berat sekali. Dalam
sekejab saja mereka sudah lewati sepuluh perahu. Mereka lihat, perahu api sudah mulai mendekati markas.
Menampak demikian, Na Hoo hendak tanya sahabatnya,
tindakan apa mesti diambil. Tetapi justeru itu dari samping mereka tampak melesatnya dua bayangan.
"Apakah Na Jie Hiap disana?" tanya satu antara dua
bayangan itu. Ay Kim Kong segera kenali suaranya Tiong cioe Kiam
kek Ciong Gam. "Ciong Loosoe, benarlah aku!" Ia jawab. "Siapa itu
kawanmu?" "Ciong Loosoe justeru sedang ibuk kekurangan orang,
kebetul an sekali Jie Hiap datang!" Kata orang yang kedua, sebelum Ciong Gam tempat menjawab.
Orang itu adalah Pak louw Piauwsoe chio in Po.
"Kau berdua hendak lakukan apa?" Jie Hiap tanya.
"Keadaan sedang mengancam, kita mesti cegah datangnya perahu api itu!......"
Na Hoo belum tutup mulutnya ketika tiba2 ia dengar
suara gembreng riuh di empat penjuru. Itulah tanda untuk perahu2 pencarkan diri. Dan semua anak buah perahu
benar2 segera pada bergerak. Serentak semua perahu
bergerak terpecah lima, perahu besar kelihatan mundur, yang lainnya mengapit dikiri kanan, jarak mereka kira2
lima tumbak. Dilain pihak, dua puluh perahu kecil sudah
lantas muncul, setiap perahunya punyakan satu anak buah dibelakang dan satu anak buah didepan, yang didepan ini bersenjatakan sebatang galah panjang. Saban empat buah perahu merupakan satu barisan, terang mereka untuk
melawan perahu api, untuk dibikin karam. Empat melawan satu!
Nyata didalam perahu api ada anak buahnya yang
umpatkan diri, yang bergerak sebelum perahunya kena
dibikin terbalik. Panah apinya sudah lantas menyamber!
Maka sedetik saja empat buah perahu kecil dari Soe Soei telah kena terbakar. Inilah hebat, sebab perahu api itu jadi sukar dicegah.
Na Hoo tanya Ciong Gam, bagaimana caranya musuh
telah dikurung, tetapi selagi ia bicara, Kay hiap kata padanya "Na Loo jie, sekarang bukan saatnya omong saja.!
Jikalau api itu dapat membakar, perahu besar, sungguh celaka, kau yang mesti mengganti, aku tak campur tahu!
Lihat dikiri sana, lima buah lagi sedang mendatangi, entah yang disebelah belakang, maka, mari kita bekerja! Lihat dua perahu yang diselatan itu, kasihlah itu kepadaku untuk aku yang bereskan, kau bertiga pergilah urus tiga yang lainnya itu!"
Setelah mengucap demikian, Kay Hiap loncat kepada
sebuah perahu kecil, sebentar saja ia sudah pisahkan diri belasan tumbak dan mendekati perahu api yang keempat.
Melihat gerakan itu, Na Koo bersama Ciong Gam dan
Chio In Po tidak berayal lagi untuk turut bergerak. Mereka bisa bergerak dengan leluasa karena adanya perahu2 kecil, cuma Chio In Po yang sedikit ketinggalan oleh Ay Kim
Kong dan Tiong cioe Kiamkek.
Na Hoo hampirkan perahu api yang ke tiga, justeru ia
tampak Kay Hiap sampai diperahu yang ketempat dimana
dengan mendadak pengemis ini disambut jepretan peluru beruntun, kalau dia kurang gesit, celakalah dia. Na Hoo terkejut melihat ancaman bahaya bagi kawan itu. Karena ini, iapun berhati2. Bersama Ciong Gam ia sampai
diperahu yang ketiga. Segera ia lihat satu peti besar, peti mana kedapatan pula pada lain2 perahu penjahat. Karena curiga, ia perhatikan peti itu.
Dua penjahat berada diperahu ke tiga itu, yang satu,
yang menyekal golok sedang niat ceburkan diri, yang
satunya pula, yang memegang jepretan peluru, justeru
hendak menyerang. Menampak demikian, dengan sehat Na
Hoo tempat maju akan serang dua2 penjahat itu, hingga mereka rubuh keair.
Berbareng dengan itu, Kay Hiap dilain pihak sudah
loncat keperahu yang kelima, tetapi ia disambut peluru hingga ia kembali keperahu keempat, yang anak huahnya sedang bersiap untuk bokong Na Jie Hiap.
Pengemis ini, yang lengkapnya dipanggil Wah Po Eng
Tiat Tiok Kay Hiap, atau si Pengemis Pendekar gelar si Pembalasan Hidup si Suling Besi, menjadi gusar sekali.
"Kawanan kunyuk yang bernyali besar!" Ia berseru
seraya lantas menyerang dua penjahat itu, hingga dua2nya terlempar kedalam sungai.
Dua anak buah dari perahu yang ke lima, yang melihat
keadaan sulit, bagi pihaknya, mendahului menyebur
kedalam air. Ciong Gam dan Chio In Po sudah naiki perahu yang ke
satu dan ke dua, yang kosong dari anak buahnya, walaupun demikian, kedua perahu itu masih saja laju, maka teranglah sudah, perahu itu dijalankan dengan anak2 buahnya
mendorong dari dalam air. Tentu saja tindakan mereka ini ada lebih membahayakan.
Dalam keadaan seperti itu, terdengarlah suara nyaring dari Kay Hiap, yang beber kelicinan musuh, yang semua memain didalam air, bahwa peti disetiap perahunya muat barang peledak, apabila peti itu sampai terbakar dan
meledak, akan celakalah mereka. Maka ini, pengemis ini peringatkan Na Hoo untuk turun tangan tanpa berayal.
Teriakannya Kay Hiap diikuti oleh tindakannya yang
cepat dia tempat kembali keperahu yang ke lima, akan
samber peti yang besar, yang terikat dengan sumbu, setelah angkat itu dan putuskan sumbunya. Terus ia lemparkan
ketengah sungai. Na Hoo lihat perbuatannya kawan itu, ia insyaf itulah peti obat pasang yang hebat akibatnya apabila sampai dapat meledak, maka itu, ia mencelat keperahu yang ketiga, akan samber peti didalam perahu itu. Hebatnya adalah sumbu peti ini justeru mulai menyala, maka dengan cepat Na Hoo samber dan putuskan sumbunya, lalu dia angkat peti itu dilemparkan kemuka air!
Sementara itu Tiongcioe Kiam kek Ciong Gam,
walaupun dengan susah payah, telah berhasil juga
menyingkirkan peti obat pasang dari perahu musuh yang ke dua, tidak demikian dengan Chio In Po, yang kalah gesit.
Kay Hiap masih mencoba akan singkirkan peti dari perahu ke satu, tetapi gagal, sumbu peti mendahului ia.
"Dar!" Demikian suara ledakan, yang hebat.
Semua orang tempat mundur, tetapi Soen Giok Kong
berayal, bebokongnya kesamber api dan menyala, dalam
kaget dan takut, ia loncat, apamau, matanya tak dapat melihat nyata, sasarannya salah, maka ia tercebur keair.
Celakanya, ia tidak bisa berenang.
Kay Hiap lihat kawannya mendapat celaka, gesit luar
biasa ia loncat menyamber, akari bawa kawan itu kesebuah
perahu lain, disini api dibaju dipadamkan, tetapi Giok Kong telah pingsan, maka pengemis itu lekas2 keluarkan tiga butir obatnya, untuk dicekoki kedalam mulutnya orang she Soen itu. Lalu, dengan satu tepukan, Giok Kong pun dibikin sadar akan dirinya.
"Telan obatnya," Kay Hiap membisikkan.
Giok Kong manggut, ia telan obat yang dibelesakkan
kedalam mulutnya Sebuah perahu Soe Soei, yang berada
dekat dengan perahu penjahat yang meledak, kena
kesamber api, dua anak buahnya terluka, tetapi syukur mereka bisa berenang, mereka menyebur kesungai, sesudah mana, lain kawannya tolongi mereka.
Untuk sementara, asap masih mengepul, menambah
kegelapan. Giok Koen dan Sioe Seng berada disebuah perahu lain
untuk menolongi dua anak buahnya, sesudah itu, Giok
Koen datang keperahu saudaranya.
itu waktu, dari kejauhan ada terdengar tanda2 rahasia
"Rupanya masih ada perahu penjahat disebelah
belakang," kata Kay Hiap setelah ia memasang mata dan kuping. "Sekarang lekas mundur, lindungi orang yang luka, aku sendiri hendak cari musuh!"
Giok Koen menyahuti, maka pengemis itu segera
berlalu, Ia pergi ketepi dimana segera ia bertemu Na Jie Hiap, yang kandung maksud serupa.
"Kebetulan, loocianpwee," kata Na Hoo. "Perahu api
dari penjahat masih belum musnah semua, mari kita
gempur!" "Mari!" Sahut Kay Hiap, yang ternyata ada sangat gusar.
"Sudah sejak empat lima tahun aku si tua bangka undurkan
diri, tak mau campur urusan kaum kang ouw lagi, tetapi kawanan Hong Bwee Pang ini ada sangat busuk, mereka
mesti dikasi rasa! Jikalau aku tidak turun tangan, nanti orang kata aku si tua bangka satu pengecut Maka, Na Loo jie, lihatlah aku nanti bereskan mereka!"
"Kau benar, loocianpwee," sahut Na Hoo, yang tidak
mau banyak omong. Ia mengerti penyakit benci kejahatan dari si Pembalasan Hidup ini telah kumat hingga
membangkitkan amarah nya.
Baharu mereka menikung satu kali, dimuka sungai
kelihatan sebaris perahu, yang apinya mengeluarkan asap bergulung2, hingga tak kelihatan tegas. Kay Hiap berhenti berlari, ia mendekam, secara begini ia bisa melihat lebih tegas. Na Hoo turut teladan ini.
Semua perahu ada delapan, dua diantaranya maju paling depan.
Benar2 semua perahu ada memuat bahan peledak, setiap
dua anak buahnya memegang galah kejenyang panjang.
Satu anak buah dari perahu pertama, yang mengenakan
pakaian mandi, kelihatan ada berikan pesan kepada
perahu2 lainnya. Kay Hiap tidak dapat dengar kata2 itu, tetapi ia tahu musuh rupanya sedang maju untuk penyerangan dengan api yang kedua kali, maka itu, lantas ia berbangkit untuk lari ketepi guna memapaki. Ia cabul sebatang pohon kayu,
setelah perahu yang dimuka datang dekat, dengan tiba2 ia menyerang dengan lemparkan pohon itu!
Anak buah penjahat kaget, mereka menjerit, tetapi
sementara itu, perahunya terbalik, karam!
CV Tanpa bersangsi, Kay Hiap mencabut pohon yang ke
dua, untuk ke dua kalinya ia menyerang pula. Kali ini ia karamkan dua buah perahu. Walaupun demikian, dengan
mereka berenang didalam air, anak2 buah penjahat itu
mencoba majukan terus perahu mereka. Mereka pandai
berenang dan selulup, mereka bisa maju bersama lima buah perahu sisanya. Cuma sekarang mereka tak maju pesat
sebagai semula. Selagi Kay Hiap hendak kembali beraksi, Na Hoo teriaki padanya "Loocianpwee, tinggalkan dua untuk aku, aku
juga hendak perlihatkan mereka tenagaku si Na Loo jie!"
Kemudian, dengan tidak tunggu jawaban, ia cabut sebuah pohon. Ketika ia mencabut, ia bikin gempur tanah disekitar pohon, melihat itu, ia insyaf bahwa ia kalah tenaga dengan Kay Hiap, hingga dia malu sendirinya, sedang dalam dunia kang ouw ia ada sangat terkenal. Tetapi ia tidak berlambat, segera ia menimpuk dengan pohon itu, ia gunakan tenaga yang besar sekali, sasarannya mengenai peti obat peledak, hingga peti itu lantas meledak, apinya muncrat keempat penjuru! Perahunyapun hancur dengan sekejab!
Empat perahu yang berdekatan kena terserang, tak
ampun lagi peti2 obat pasangnyapun meledak beruntun
menyusul suara letusan hebat, hingga muka sungai yang tadinya gelap petang menjadi terang benderang, jauhnya belasan tumbak.
Celaka adalah anak2 buah perahu2 yang menjadi kurban
itu, merekapun turut ludas bersama bahan peledaknya itu.
"Na Loo jie, bagus!" Kay Hiap memuji kapan ia
saksikan perbuatannya sahabat itu. "Sekarang selesailah urusan kita disini, mari kita lihat yang dikiri dan kanan!
Mereka ini jadi hantu2 gelandangan didasar sungai, mereka bukan urusan kita, biar mereka cari pemimpin mereka
sendiri !" Lalu Na Hoo bersama kawan itu balik kearah perahu2
Garuda. Mereka baharu maju setengah panahan jauhnya,
lantas mereka lihat empat buah perahu kecil sedang
mendatangi, dari kejauhan tak lantas bisa dikenali perahu2
itu ada dari pihak kawan atau lawan. Maka mereka lantas pasang mata.
Tiba2 dari sebuah perahu yang terdepan menyorotkan
api lentera Khong beng teng, ditujukan kepada perahu yang dibelakang,
lalu terdengar suara pertanyaan dan jawabannya. Kemudian sinar api menyamber ke darat.
Karena ini Na Hoo segera kenali tanda dari perahu2
Garuda. "Kelihatannya markas sudah menggeser ketengah
sungai, apa kita mesti pergi kesana?" Na Hoo tanya
kawannya. Justeru itu, sinar api menyamber kearah mereka, hingga mereka, terutama Ay Kim Kong, segera dapat dikenali.
"Na Loosoe, mari naik keperahu!" Segera terdengar
suaranya Ciong Gam. "Mari kita menemui ketua!"
Sebelum Na Hoo menjawab, Kay Hiap telah kata
padanya "Na Loo jie, pergi kau naik ke perahumu, aku
sendiri masih punyakan dua janji pertemuan kematian!
Sebentar kita bertemu pula!"
Tanpa tunggu jawaban, tubuh, nya Kay Hiap sudah
melesat seperti terbang, ia lenyap diantara pepohonan ditepi itu.
Bukan kepalang kagumnya Ay Kim Kong akan saksikan
keentengan tubuh orang itu. Selagi ia hendak sahuti Ciong Gam, mendadak, ia batalkan niatannya itu. Sebab dengan tiba2, dari sampingnya, muncul sebuah perahu kecil dari
atas perahu mana melesat dua orang yang naik kedarat, gerakannya cepat luar biasa.
Sementara itu, mendadak Kay Hiap muncul pula dari
tempat gelap dimana tadi ia menghilang. Segera terdengar seruannya. "Bangkai hidup, kembali lah kau!"
Seman ini dibarengi dengan satu serangan terhadap
orang yang melesat didepan, tubuh siapa segera tercebur kedalam sungai.
Orang yang ke dua terkejut, tetapi ia mencelat terus akan lewat diatasan kepala penyerang kawannya, Benar2 ia ada gesit luar biasa. Akan tetapi ia berhadapan dengan seorang yang lebih gesit bagaikan kilat. Kay Hiap Pendekar
Pengemis ulur kedua tangannya sambil berseru "Turunlah kau!"
Kakinya orang itu kena kesamber, tubuhnya lantas
tertarik. "Kaupun kembali!" Kay Hiap lanjutkan seruannya,
berbareng mana, kedua tangannya digerakkan, maka tak
ampun lagi orang itu terlempar kesungai!
Baharu ia berbuat demikian atau Kay Hiap sudah ngoce
sendirian "Dia mirip si perencana penyerangan dengan api, cara bagaimana aku si tua bangka dapat membiarkan dia lolos?" Segera setelah itu, ia lari disepanjang tepi, kearah sebaris pohon kayu kecil."
Na Hoo saksikan itu semua, karena ia percaya Kay Hiap bisa bekerja sendiri, ia lalu memisah diri, ia lantas menuju kemarkas. Baharu saja ia menikung atau ia sudah, tampak pemandangan yang kusut.
Lima buah perahu musuh tenggelam, tiga buah perahu
lainnya meledak dan karam, tetapi juga dua perahu Garuda telah "terluka." Berkat penjagaan yang kuat, aksi musuh
telah dapat dipunahkan, begitu datang dekat, mereka kena dikurung dan diserang.
Ban san coe Thong In, Kwie eng coe Tong Siang Ceng
dan Heng tong Tocoe Ouw Can, yang pimpin penyerangan, dapat meloloskan diri. Adalah orang2 mereka, yang rubuh sebagai kurban kurban.
Dalam waktu, kekalutan pertempuran, dua perahu api
datang cepat laksana naga api. Eng jiauw Ong dan Coe In Am coe, yang pimpin perlawanan, lihat itu.
"Merekapun tak dapat dikasi lolos!" Kata Eng Jiauw
Ong. Ia malu kalau sampai mereka tercegat ditengah jalan ini dan gagal, dengan begitu, tentu mereka tak ada muka akan menemui Thian lam It Souw Boe Wie Yang, ketua
dari Hong Bwee Pang. Maka mereka lantas berikan titah, untuk turun tangan terlebih jauh.
Kebetulan sekali, waktu itu Ciong Gam dan Na Hoo
telah sampai. Berbareng dengan mereka ini, Ban Lioe Tong pun sampai pula. Maka itu, Eng Jiauw Ong serukan akan jangan kasi musuh berketempatan datang dekat.
Dalam kekalutan selagi kabur, Ie boen Tocoe Shong
Ceng kena dicegat dan ditawan Kan In Tong dan Kang


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiat. Toan bie Cio Loo Yauw, yang terkepung, kena
tertangkap diatas perahu. Malah Hauw Thiah. Hoei dan Lie Hian Tong kena ditangkap juga. Disebelah pihak
pemimpin2 itu, ada delapan anak buah yang tertangkap
hidup. Delapan buah perahu cepat, dengan dua puluh anak
buahnya yang bersenjatakan panah peluru, sudah lantas bersiap akan sambut dua perahu api musuh itu. Na Hoo
maju dimuka, ia kata "Aku hendak lihat kawanan tikus itu antarkan jiwa mereka! Aku hendak lihat, mereka semua ada punya berapa batok kepala!"
Dua perahu musuh telah datang semakin dekat, disetiap perahu ada dua batang obornya, yalan api yang
mendatangkan cahaya sangat terang. Dua batang obor itu ditancap dikiri dan kanan perahu, tak membutuhkan orang memeganginya. Di setiap perahu ada dua tukang
penggayunya, masing2 didepan dan belakang, maka
pantaslah semua perahu bisa laju dengan pesat. Semua anak buah itu mengenakan pakaian mandi yang ringkas, kepala mereka dibungkus dengan kain minyak.
Diperahu terdepan seorang berdiri dikepala perahu,
tangannya menyekal sebatang bendera putih persegi tiga, berkibar2 diantara api, kelihatan sulamannya yang
merupakan seekor burung ditengah mana ada satu huruf
besar, yang sukar terbaca Dari kedua perahu itu terdengar suitan, beruntun sampai belasan kali.
Ban Lioe Tong dan Na Hoo tunggu hingga kedua perahu
datang dekat lima atau enam tumbak, mereka lihat rupanya orang tidak bermaksud jahat, tetapi Siok beng Sin Ie
perintah orang nya teriaki "Jikalau kau tidak segera
terangkan maksud kedatanganmu, jangan persalahkan
kami!" Kelihatannya pihak kedua perahu itu sibuk, lalu
terdengar suara mereka "Sahabat2 dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, jangan turun tangan! Hio coe kami dari Kim Tiauw Tong telah titahkan untuk hentikan pertempuran!
Aturan kami ada sangat keras dan mesti dihormati, jikalau tidak, terpaksa kami mesti manda dibunuh pihakmu, tidak nanti kami melakukan perlawanan!"
Pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay tak biasanya
bersikap busuk, mereka mengerti artinya titah Hiocoe dari Kim Tiauw Tong Kong Bwee Pang, dari itu, walaupun
masih belum dapat dipastikan musuh akan berlaku curang
atau tidak, titah lantas dikeluarkan untuk jangan
menyerang, mereka cuma dipesan untuk waspada.
Dipihak dua perahu Hong Bwee Pang, benderanya lalu
dikibarkan, segera delapan anak buahnya lantas menunda penggayu mereka, dengan begitu, perahu merekapun tidak laju terlebih jauh. Dengan cepat datang menyusul yang enam lagi, yang laju belakangan, lalu sama2 berhenti.
Dari perahu Hong Bwee Pang yang kiri segera terdengar satu orang bicara. Ia kata
"Sahabat2 dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, harap
jangan salah mengerti. Pangcoe kami ketahui kedatanganmu, karena kau memakai perahu sendiri,
Pangcoe tak leluasa untuk menyambut dengan perahunya.
Tetapi adalah aturan kami yang di Hoen coei kwan dilarang masuknya lain perahu daripada kepunyaan kami, kecuali dengan satu perkenan. Hal ini bisa membuat sahabat salah mengerti atau curigai kami berpemandangan cupat. Hal
yang sebenarnya tidaklah demikian, kami melainkan
mentaati aturan kami yang dimuliakan, yang kami tak
berani langgar. Tetapi sahabat2 telah datang untuk
memenuhi undangan, dengan terpaksa Pangcoe keluarkan
perintah untuk menarik pulang semua penjagan. Diluar
dugaannya Pangcoe, ada beberapa tocoe yang sudah
berlaku hina, sudah mencegat dan mengganggu kepada
sahabat2. Perbuatan mereka itu tidak saja membuat
Pangcoe malu, bahkan menyalahi undang2 Hong Bwee
Pang, Maka itu sekarang, kami diutus oleh Kim Tiauw
Tong Hiocoe untuk menyambut sahabat2, untuk sekalian
minta sahabat2 berlaku sabar. Kami berjanji bahwa
undang2 kami tak akan diantap diperhina oleh orang2
sendiri. Sekarang silahkan sahabat2 masuk terus, selanjutnya tidak akan ada sebuah perahu juga dari
sahabat2 yang bakal dapat gangguan lagi!"
Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe dapat
mempercayainya perkataan dari wakil Hong Bwee Pang itu.
Mereka kagum untuk Hong Bwee Pang, sebab satu Hiocoe
dari Kim Tiauw Tong saja sudah punyakan pengaruh
demikian besar, bisa mencegah orang2nya yang main gila.
Eng Jiauw Ong berikan jawabannya bahwa ia suka tunda
segala urusan lainnya, bahwa ia bersiap untuk memasuki Cap jie Loan hoan ouw. Wakil Hong Bwee Pang itu angkat benderanya, ia berseru "Semua saudara yang turut ambil bagian dalam penyerangan malam ini mesti tunggu titah dari Kim Tiauw Tong!" Setelah mana, ia goyang2
benderanya itu. Kemudian ia hadapi pihak tetamu, untuk berkata pula "Kami mesti menyampaikan tugas kepada
Kim Tiauw Tong, maaf, kami tak dapat menemani lebih
Pendekar Pemetik Harpa 32 Sepasang Pendekar Kembar Ouw Yang Heng-te Karya Kho Ping Hoo Kisah Pedang Di Sungai Es 4

Cari Blog Ini