Ceritasilat Novel Online

Eng Djiauw Ong 2

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 2


tapi kapan ia ingat, lain orang begitu sungguh2 bantui ia, hati nya jadi mantap. Ia lihat ia sudah terpisah jauh sekali dari Hong hwee tay, ia anggap tidak ada halangannya
untuk kasi lihat perbuatan kaum kang ouw. Maka itu terus ia
masukkan jari tangannya kedalam mulut dan perdengarkan dua kali suara suitan. Ia percaya, kalau kawan nya berada didekatnya, ia akan dapat jawaban.
Setelah mengulangi sampai tujuh kali, ia tidak dapat
sambutan, ia tahu disitu tidak ada kawannya.
Untuk naik keatas, Cio Tongtay hunus goloknya, ia
manjat disebelah kanan, ia babat rintangan pepohonan.
Durinya pohon cemara ada mengganggu ia, ia baret pada mukanya dan ketusuk tangannya. Dengan susah payah
sampailah di tengah2, ia menunda akan menghilangkan
lelah tapi ia benci Eng Jiauw Ong, ia kutuk lawan itu.
Sambil mengaso, ia bunyikan pula suara suitannya dua kali.
Sekali ini ia dengar sambutan dari atas, dua kali saling susul, suaranya kecil, terdengarnya jauh sekali Dengan keinginan tahu, dimana ada nya kawan, ia bersuit pula, sambil berbareng pasang kuping. Justeru itu seekor macan tutul loncat lewat didepannya, hingga ia terkejut. Berbareng dengan itu, ia dengar sambutan pula, tapi karena gangguan sang harimau, ia tidak dapat perhatikan arahnya.
"Kemana perginya , susiok Louw Goan Khay dan Hauw
Ban Hong?" ia pikir. "Mustahil mereka tak tahu, gunung See gak Hoa San ini ada lebar ratusan lie" Kalau mereka tidak dapat menyusul orang jahat, sudah saja, apa mungkin mereka menyusul terus kekuil PekTiok Am?"
Tiba2 ada terdengar suaranya seekor srigala. Cio
Tongtay kuatir binatang itu tubruk atau kena langgar
padanya, ia lekas berkelit kekiri, tubuhnya ia putar, siap buat membacok. Benar sedang ia putar tubuh, sepotong
tanah menyamber mukanya, hingga ia kaget, tanahnya
hancur, matanya kelilipan. Iapun rasai mukanya sakit.
Dengan tangan kiri Cio Tong tay usap bersih mukanya,
selagi begitu, kembali satu suara srigala, disusul sama samberan angin. Kembali ia kaget, ia paksa buka matanya, siap untuk berkelit, tetapi sebelum ia sempat geser tubuh atau loncat, tubuhnya seekor srigala sudah timpah ia
mengenai pundaknya, hingga ia merasakan sakit dan
badannya limbung, sampai ia mundur beberapa tindak.
Serigala itu sendiri jatuh terus, entah dari mana dia dapat luka, dia tidak bisa bangun untuk berlari, dia cuma bisa, gerak2i keempat kakinya me ngower2 tanah.
Segera Cio Tongtay dapati pundaknya terluka, sangat
gusarnya ia hampiri serigala itu dan membacok dengan
sengit, hingga tubuhnya binatang itu terkutung dua, bahkan gusarnya goloknya mengenai batu juga, sampai lelatu api muncrat kesekitarnya. Walaupun ia dapat sedikit kepuasan, ia masih belum tahu tanah itu datangnya dari mana, dan serigala itu asalnya terluka oleh siapa, tapi menurut dugaan, binatang itu seperti orang lemparkan kebawah".
Itu waktu ada terdengar dua kali suitan, mendengar
mana Cio Tongtay jadi bergembira hingga melupai lukanya, iapun bersuit untuk menyambut. Sekarang ia dapat
kepastian, disebelah atasan ia tentu ada kawannya, entah siapa. Lalu dengan lawan duri, ia manjat naik, mendaki bukit.
"Pundak rata diatas siapa?" ia tanya selagi ia hampir sampai diatas.
"Disini Hauw Ban Hong! Apa Cio Sutee disitu?" jawab
suara dari atas. Bukan main girangnya tongtay itu, ia segera dongak.
"Ya?" ia menyawab. Ia sebenarnya hendak menambahkan "su heng" akan tetapi mulutnya rapat
dengan tiba2, karena entah dari mana datangnya, selagi mulutnya dibuka, tahu2 ada pasir yang menyamber masuk, hingga ia jadi kaget, ia gelagapan karena pasir masuk terus kekerongkongannya, malah ada sukar untuk muntahkan itu sesudah mencoba beberapa kali, baru ia bisa bicara pula.
Terus ia kata "Suheng, entengi kakimu! Pasir gempur
hingga aku kelilipan"."
Orang diatas rupanya tidak mendengar terang, dia hanya kata "Lekas naik, sutee, ada orang permainkan kita!"
Cio Tongtay segera naik, melapay antara cabang pohon
cemara. Ketika ia sampai diatas, antara suramnya cahaya bintang dan rembulan, ia dapati saudara itupun berlepotan lumpur, dandanannya tak keruan.
"Bagaimana, suheng?" Cio Tongtay tanya. "Apa kau
dapat candak penjahat itu" Kemana mereka itu yang
bertiga?" "Sudahlah, sutee!" sahut Ban Hong dengan kecele. "Aku mengejar dengan sungguh2, aku pun kenal baik tempat ini, selagi aku hampir menyandak, orang telah ganggu aku ber ulang2, aku meng halang2i, hingga aku pikir dengan
bersendirian saja, sukar untuk lawan mereka, dari itu aku tukar siasat. Aku curigai bukannya orang luar". Sutee telah datang, mari kau saksikan sendiri?"
Lan Hong segera putar tubuh nya dan bertindak kearah
barat. "Tunggu, suheng!" memanggil Cio Tongtay, yang
bersangsi. Lalu ia tambahkan "Orang sendiri tak nanti berhati serong" Baik kau tolong membalut lukaku."
"Ah, kau terluka, sutee?" kata Ban Hong seraya ia balik tubuhnya. "Bagaimana caranya kau dapati luka itu?"
Cio Tongtay menghampiri sampai dekat, lalu sembari
kasi dirinya ditolong, ia tuturkan pengalamannya. Kemudian ia tanya, bagaimana sangkaan sang suheng.
"Aku percaya situa bangka Eng Jiauw Ong ada
punyakan tempat sembunyi disini," Ya heng Cian lie Hauw Ban Hong jawab. "Selagi aku kejar situa bangka, ada orang halangi aku, hingga aku jadi bercape laga malam ini. Mari kita maju, tempat ada berbahaya, siapa bernyali kecil, tak nanti dia berani pergi kesana?"
Mendengar perkataan kawan itu, Cio Tongtay tidak mau
menanya melit, ia hanya tanya, mereka hendak menuju
kemana dan apa bahayanya.
"Tadi kau ambil jalan salah, sutee," kata Ban Hong. "Itu ada jalanan mati, lembah seperti paso, disitu biasa pemburu jebak binatang liar. Kau lihatlah tanjakan tinggi itu, itu adalah Hok Say Kong. Lewat dari situ ada Ban siong peng yang tanahnya datar dan indah pemandangan alamnya.
Disebelah Timur daya sana ada bukit Eng Ciu Nia, yang belakangnya berjurang dan cuma ada sebuah jembatan dari sebatang pohon. Kapan kita lewati jembatan itu, kita akan sampai di jurang Tek Seng Gay dilamping mana, menurut katanya penduduk, biasa muncul dewa atau orang sakti
yang suka membuat obat atau bertapa. Tentu saja, itu ada obrolan belaka. Yang benar adalah orang tak berani datangi jurang itu dengan lampingnya. Disitu justeru biasa
bersembunyi orang2 jahat pemburon. Seperti pada tiga
tahun yang lalu, penjahat besar Coan thian Auw cu Phui
Hui yang kesohor di Selatan dan Utara sungai Tiang Kang, sudah sembunyi disana dengan bawa semua harta
bendanya. Buat tiga tahun dia sembunyikan diri, sampai penduduk katakan dia ada orang sakti, hingga ada yang datangi Eng Ciu Kia untuk memohon berkah selamat.
Siapa seberangi Eng Ciu Kia, kalau dia tidak binasa
digegaras binatang liar, dia tentu jatuh terpeleset dan babak belur, walaupun demikian, mereka tidak penasaran, mereka hanya katakan mereka tak berjodo bertemu dengan dewa, sebab dewa tak sudi menemui mereka. Tapi aku, satu kali aku telah dapat ketemukan Phui Hui disarangnya itu,
hampir kami bentrok. Dia tidak percaya aku, dia kuatir aku curangi padanya, setelah berikan aku dua rupa barang
berharga, dia berlalu dengan diam2 meninggalkan Tek Seng Gay. Katanya dia sekarang berdiam di Liauw tong"
Hauw Ban Hong belum tutup omongannya, tiba2 ia
keserimpat hingga tubuhnya sempoyongan dan jatuh. Cio Congtay, dengan
siapa ia jalan berendeng, turut terserimpat, sampai dia jatuh ngusruk, mulutnya mengenai tanah, syukur ia keburu menahan dengan kedua tangannya hingga tak terluka parah.
Ban Hong kaget, ia lompat bangun dengan segera.
"Bagaimana, sutee?" tanya ia. "Apakah kau terluka" Ah, inilah aneh!"
Ia segera rogo kantong kulitnya akan keluarkan bahan
api untuk menyuluhi, hingga ia lihat melintangnya sebatang oyot rotan yang ketutupan rumput.
"Kalau sedang sial, ada2 saja." kata Cio Tongtay seraya merayap bangun, alisnya dikerutkan. "Aku akan jatuh
terbanting, apabila aku tidak cepat menjaga dengan tangan dan mukaku bakal habis terluka semua Ban Hong
sementara itu telah jumput oyot rotan itu.
"Lihat, sutee, rotan ini tumbuh dilobang batu," kata ia seraya bersenyum ewah. "Niata rotan ini sengaja dipasang untuk bikin kita terserimpati" Dengan sengitnya ia
lemparkan rotan itu. "Sutee telah mengarti sekarang! Mari kita jalan terus! Kau waspadalah, barangkali masih ada lain lelakon lagi!"
Ia padamkan api dan simpan itu dalam kantongnya,
untuk jalan pula dengan Cio Tongtay bertindak disampingnya, mereka jalan berendeng, hingga ia bisa
berbisik "Kuda depan titik, awas biji hijau gelap!"
Ini adalah kata2 rahasia untuk siapkan senjata rahasia.
Cio Tongtay juga curiga orang sedang permainkan dia,
segera ia sudah lantas siapkan batu Hui hong sek, sedang Hauw Ban Hong, selagi dia simpan bahan apinya, sudah
barengi jumput keluar So cu Touw hong piauw, yang ia
genggam ditangannya. Ia jalan seperti tidak terjadi suatu apa, ia sengaja ajak Cio Tongtay bicara, hanya diam2 ia pasang mata dan kuping.
-0dw0- VI Selagi mendaki tanjakan Hok Say Kong, Cio Tongtay
yang telah jadi tidak sabaran, sudah tanya suhengnya
"Suheng, tadi sewaktu aku ada dibawah, aku kasi tanda suitan dari sini ada suara jawaban, apakah itu jawabannya susiok dan kedua to cu?"
Akan tetapi suheng itu tertawa dingin.
"Louw Susiok?" jawab dia. "Aku percaya, setelah tak
berhasil mencari, dia sudah pulang ketangsi. Dan kedua to cu, hm, kau jangan harap mereka! Oh, suteeku yang pintar"
Cio Tongtay berdiam. Ia duga suheng ini justeru curigai kedua to cu itu, Tie Cin Hay dan Shong Ceng. Ia lantas jalan terus.
Tidak lama, sampailah mereka di Ban siong peng. Benar selagi mereka jalan dijalanan batu antara pohon2 cemara, Hauw Ban Hong rasai samberan angin kearah batok
kepalanya. "Celaka!" ia berseru seraya ia mendek. Tidak urung
sepotong batu mengenai juga sasarannya, melainkan dia ini tidak terluka hebat. Sebat seperti burung, ia lompat sambil memutar tubuh, hingga ia masih bisa lihat berkelebatnya satu bayangan tubuh ke sebelan Utara.
"Binatang ! Kemana kau hendak mabur?" ia berseru
seraya tangannya diayun, hingga piauw nya dengan
berkeredepan menyamber kearah bayangan itu. Berbareng dengan itu, iapun bertoncat maju.
Dengan menerbitkan suara piauw itu nancap dibatang
pohon. Cio Tongtaypun berlompat maju akan susul kawannya
itu. "Bagaimana, suheng?" tanya ia. Belum sempat ia tutup
mulutnya diatasan kepalanya. diatas pohon, ada suara
berkeresek, hingga ia terkejut. Segera ia angkat kepala akan melihat, tetapi justeru itu, secabang pohon jatuh menimpah kearahnya, walaupun ia bisa berkelit, mukanya kena baret juga.
"Ada orang diatas pohon!" ia berseru seraya tangannya diayun.
Serangan itu disambut oleh suara tertawa haha haha.
Menyusul itu, Hauw Ban Hong pun menyerang dengan
sebuah piauw. Kedua senjata menerbitkan suaranya masing2 melanggar
daun, tetapi dua2nya tidak jatuh.
Cio Leng Pek heran, namun ia merasa pasti, tidak nanti batunya tembusi lebatnya pohon. Selagi ia ternganga, Ya heng Cian Lie Hauw Ban Hong sudah menimpuk untuk
kedua kalinya. Tapi juga kali ini senjatanya telah kena disambuti musuh gelap itu. Saking mendongkol, ia loncat akan cabut piauwnya yang pertama nancap dibatang
pohon. Ia baru mencabut, segera ia mendengar seruan
"Awas!" Dan belum sempat ia menoleh, ia sudah rasai
samberan angin pada kupingnya, sukur ia keburu mendek.
Piauw itu sebaliknya nancap dibatang pohon tadi disusul dengan yang kedua.
"Sutee, besarkan api, rangkap cabang, aku ada punya
daya akan pergi suluhi sikunyuk ini!" kata Ban Hong
kemudian. Dengan kata2 rahasia itu, ia suruh sutee nya awasi pohon, ia sendiri hendak bikin musuh gelap itu
muncul. Setelah itu, ia cabut piauw yang nancap dipohon, piauw mana adalah piauwnya sendiri, hingga sendirinya diam2 ia merasa jerih juga terhadap musuh tak kelihatan itu. Tapi ia tak sudi unjuk nyali kecil, ia enjot tubuhnya, ia loncat kedepan seraya ia kata pula pada Cio Tongtay
"Sutee, aku akan tunggu disini, pergi mutar kebelakang pohon, lalu dari depan dan belakang, kita gunai biji hijau kita. Aku hendak lihat, bagaimana sikunyuk nanti bisa loloskan dirinya!"
Cio Tongtay menyahuti "Ya," lantas ia loncat
kebelakang pepohonan. Baru ia sampai, segera terdengar seruan "Awas!" yang disusul dengan samberan angin dari senjata rahasia. Ia kaget tetapi cepat berkelit, maka itu serangan mana mengenai tanah, sedang satu bayangan
lewat melesat. Dengan segera ia balas menyerang dengan batunya, yang sudah disediakan digenggaman nya. Akan
tetapi sekejab saja bayangan itu sudah lenyap.
"Ada apa, sutee?" tanya Hauw Ban Hong, yang
mendengar suara tadi, malah ia lompat untuk menghampiri, hingga ia lihat Cio Tongtay sedang membungkuk buat
pungut senjata rahasia yang dipakai menyerang padanya.
"Kau pungut apa?"
"Inilah batuku, yang orang pakai menimpuk kembali
kepada ku," sahut ponggawa itu. "Aku pikir tak usah kita mengejar lebih jauh, mari kita pulang ke tangsi, disana kita boleh berdamai pula."
Tongtay ini tahu diri, akan tetapi Hauw Ban Hong
tertawa dingin. "Kau kenal perangiku, sutee," kata ia. "Ada biasanya
bagiku tidak akan loloskan sepatuku sebelum aku sampai ditepi kali. Aku justeru ingin ketahui sampai dimana
kepandaiannya pit hu ini yang tak sudi tampakkan diri!
Kearah mana dia pergi" Aku hendak susul padanya! Kalau sutee hendak pulang lebih dahulu, silahkan!"
"Aku tidak takut, aku hanya kuatir?"
Cio Tongtay belum bicara habis atau kata2nya itu
terputus secara tiba2, karena tidak jauh dibelakangnya Hauw Ban Hong, ia dengar seruan "Pit hu!"
Ya heng Cian lie senantiasa siap sedia, dengan gesit ia loncat nyamping, jauhnya satu tumbak lebih, akan tetapi Cio Tongtay, yang tidak pernah menyangka, sudah lantas menjerit "Aduh!" Sebenarnya diapun berkelit tetapi batu mendahului menyamber mukanya, hingga ia merasakan
sakit, mukanya terluka dibeberapa tempat dan terus
bengkak! Hauw Ban Hong sudah putar tubuh dengan cepat,
hingga ia masih bisa lihat berkelebatnya satu bayangan manusia, turun ke tanah dari sebuah pohon disebelah utara.
Ia lantas lompat mengejar, sedang pada Cio Tongtay, ia berseru "Sutee, kejar dia!" Pada bayangan itu, ia serukan
"Kunyuk, kau hendak lari kemana?"
Cuma bersangsi sebentar, Cio Tongtaypun lari akan
susul su hengnya itu mengejar musuh. Ia sebenarnya sudah putus asa, ia jadi jerih, tetapi lukanya yang menimbulkan rasa sakit, membangkitkan hawa amarahnya. Kalau ia tidak menyusul, iapun kuatir suheng itu katakan dia pengecut.
Ban siong peng adalah sebuah rimba seluas dua lie, suara angin pun berisik, ini ada menyulitkan Tongtay itu, yang kalah gesit dari suhengnya, maka juga, belum lama ia sudah tak tampak lagi suhengnya itu.
Hauw Ban Hong melesat cepat luar biasa. Ilmu
loncatnya dan entengi tubuh Keng sin Tee Hiang sut
memang sudah sempurna, buat diselatan dan utara ___
Kang dan dijalan Su___ dan Siamsay, ia sudah tiada
bandingannya, akan tetapi malam ini, ia tidak berhasil menyandak bayangan didepannya, yang tetap terpisah
belasan tumbak jauhnya dari ia, sia2 saja ___pun ia sudah mengejar menempuh satu lie lebih. Ia sangat penasaran dan sengit apabila ia lihat bayangan itu mencelat masuk
kedalam rimba sebelah Utara.
"Kunyuk, kau hendak lenyapkan diri dalam rimba?" ia
berseru. "Hauw Thayya tidak akan gubris pantangan, aku akan kejar terus padamu andai kata kau terjun kedalam solokan jurang!"
Sambil mendamprat, Ya heng Cian lie perkeras larinya, tetapi ia sukar menyandak. Bayangan itu kemudian dari arah Utara menikung ke Selatan. Karena membiluknya
bayangan itu, Ban Hong bisa menyusul lebih dekat. Iapun segera dengar orang perdengarkan suitan.
"Biar kau kumpul kawan, Hauw Thayya akan adu jiwa
denganmu!" berseru ia. Tapi dalam hatinya, ia pikir
"Mungkin dia bukannya musuh.
Jikalau dia ada simanusia yang aku sangka, aku hendak lihat dia ada punya muka atau tidak untuk menghadapi aku?"
Bayangan itu lari terus, dari Selatan ia menikung pula ke Utara. Beberapa kali ia lenyap, lalu tertampak pula. Ketika Kemudian orang menikung pula kearah Selatan, hingga
keduanya jadi berada sedikit lebih dekat, tinggal enam atau tujuh tumbak lagi, sambil berseru Ban Hong empos
semangatnya untuk loncat melesat dengan tipunya loncatan
"Ceng teng sam ciauw sui" atau "Capung tiga kali samber air." Dengan beberapa enjotan saja, ia telah sampai
dipohon dimana bayangan tadi menikung. Justeru itu,
bayangan itu muncul ditempat jauhnya kira2 satu tumbak.
Girang berbareng penasaran, Ban Hong loncat melesat
pula, kali ini sambil geraki goloknya, akan membacok
bebokongnya orang itu. Ia loncat dengan tipunya "It hoo chiong thian" atau "Seekor burung hoo serbu langit."
Adalah ia punya keinginan, akan tabas kutung orang punya tubuh.
Bayangan itu sangat liehay, waktu serangan datang, dia berseru, "Bagus" berbareng mana, kaki kirinya dienjot, disusul sama gerakan tubuh "Koay bong hoan sin" atau
"Ular naga jumpalitan," sedang tangannya, yang menyekal golok Kim pwee Kim san too, dipakai membacok ujung
golok lawan! Sebat sekali, Hauw Ban Hong tarik pulang goloknya,
buat diputar, dipakai membacok pula pundak kiri dari
bayangan itu, tetapi lawan ini berkelit sambil menangkis, akan adu golok dengan golok tenaga lawan tenaga.
Ban Hong bisa duga, disebelah berat goloknya lawan itu mesti bertenaga besar, dari itu, ia tidak suka benterok gegaman dengan gegaman. Ia tarik pulang pula goloknya, ia loncat kekanan, selagi kaki kanan nya injak tanah, kaki kirinya di angkat, dipakai menjejak orang punya lutut kiri.
Gerakannya ada sangat cepat.
Lawan itu benar liehay, dengan gesit ia tarik pulang kaki kirinya kebelakang, goloknya dibarengi diayun, akan babat orang punya kaki yang dipakai menendang itu. Ia gunai tipu babatan "Bwee hoa lok tee" atau "Kembang bwee
rontok." Ya heng Cian lie tidak kurang liehaynya. Sambil loncat kekanan, ia tarik pulang kakinya yang menjejak itu,
kemudian ia putar tubuhnya dengan mendek, seraya
goloknya dipakai membabat kebawah.
Atas serangan kepada kaki itu, lawan mana loncat
berkali2 jauhnya enam atau tujuh kaki, akan tetapi Ya heng Cian lie tidak mau mengasi hati, ia teruskan loncat, akan menyusul dengan lain bacokan, ini kali mengarah
bebokong. Untuk kesekian kalinya, lawan itu egos tubuhnya.
Demikian mereka bertempur, sampai tujuh atau delapan
gebrak, hingga Cio Loo yauw Cio Tongtay dapat menyusul mereka, hanya selagi mendekati, tongtay ini berseru
"Suheng, tahan dia, jangan kasi dia lolos! Aku nanti bantu kau membekuk dia!"
Menyusul seruan itu, lawan itu mencelat keluar
kalangan. "Eh! Apakah Leng Pek disana?" dia menegor.
Cio Tongtay terkejut. "Suheng!" berseru ia. "Suheng, kenapa kau bentrok
dengan Tie Loo su?" Belum sempat Ban Hong menyambut, atau dari antara
pepohonan muncul seorang lain, yang terus tertawa
berkakakan dan kemudian kata "Bukannya tempur musuh,
tetapi hanya kawan sendiri, apakah itu perbuatannya satu sahabat kang ouw?"
Cio Tongtay segera kenali, orang ini adalah Shong To
cu, dari itu ia insyaf, diantara mereka sudah terbit salah mengerti.
Hauw Ban Hong berhentikan penyerangannya, ia geser
golok ketangan kiri, ia mundur dua tindak, tetapi ia tidak menghaturkan maaf atau likat, hanya dengan tawar ia kata pada To cu Tie Cin Hay "Kita telah kena dipermainkan
musuh, kita telah dibikin jatuh merek! Aku mengejar
dengan mati2an, siapa nyana Tie Loo su mendadakan
muncul disini, kalau aku sampai terbinasa, aku akan jadi setan yang penasaran"!"
Tie Cin Hay gusar karena orang punya lagu suara


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengejek, tetapi sebelum ia sempat buka mulut, Shong
Ceng telah dahului berkata "Tie Suheng, kenapa kau
bentrok dengan Hauw Suhu" Apakah kau memangnya ada
kandung dendaman" " Dan kau, Hauw Suhu, tolong kau
maafkan suhengku ini, yang tabeatnya keras. Aku harap kaupun sudi menerangkannya, kenapa terjadi bentrokan ini begitu ia tambahkan pada Ban Hong.
Ban Hong bungkam atas pertanyaan itu. Memang ia
yang menyerang lebih dahulu. Tapi ia tidak mau mengaku salah.
"Dalam gelap gulita, ada sukar untuk mengenali orang,"
kata ia. "Aku hanya tidak sangka kenapa hal ada demikian kebetulan!"
Cio Tongtay lihat suasana buruk, ia segera datang sama tengah.
"Memang, dalam gelap gulita sulit untuk kenali orang."
kata ia "Ini ada kejadian salah mengerti, maka aku harap Tie To cu dan Shong To cu sudi memandang padaku,
sukalah urusan ini dibikin habis sampai disini." sambil mengucap demikian, iapun menjura pada kedua to cu itu, sedang pada Ban Hong, ia memberi hormat sambil
tambahkan "Suheng, kejadian malam ini, biar apa sifatnya, semua itu tetap ada untuk siauwtee, dari itu, selagi kita ada diantara orang sendiri, aku harap kita tidak sampai nanti orang tertawakan!"
Hauw Ban Hong merasa pasti kedua to cu itu hendak uji dia, ia mendongkol, akan tetapi ia tak dapat umbar napsu amarahnya, dari itu, ia jawab suteenya dengan bilang
"Sutee, kau keliru. Kita ada diantara orang sendiri, mana kita bisa terbitkan buah tertawaan lain orang"...."
Cio Tongtay manggut pada suhengnya, kemudian ia
segera tanya kedua to cu itu, kemana perginya Louw Goan Khay.
Shong Ceng pandang Ban Hong, lalu sambil tertawa
dingin ia jawab pertanyaan tongtay.
"Kami kejar penjahat selama setengah malaman, maksud
kami adalah untuk lakukan pertempuran yang memutuskan dengan mereka itu, sayang sekali, diluar dugaan, Hauw Suhu telah halang2i kami hingga musuh bisa lolos!
Sebenarnya kami keluar berbareng dengan Louw Loo su, di tanjakan Loan sek po kita berpisahan, Disitu kami melihat musuh yang berjumlah dua orang. Louw Loo su susul Cu
In Am cu dari See Gak Hoa San, yang menyingkir ke Hok Say Kong, dan kami berdua saudara kejar Eng Jiauw Ong situa bangka. Selama itu tidak pernah kami berlalu dari Ban
siong peng. Kau datang dari Hok Houw Kong, mustahil
kau tidak ketemu Louw Loosu?"
"Itu berarti, seorang diri Louw Su siok memasuki daerah musuh ini," kata Cio Tongtay dengan hati berkuatir. "Bisa jadi dia telah kena ditangan musuh!"
"Barangkali tidak," kata Shong Ceng. "Mungkin dia
sudah pulang ketangsi" Ah, kita semua kejar musuh,
tangsi menjadi kosong, mungkin kita terjebak kedalam akal muslihat musuh, memancing harimau meninggalkan
gunungnya! Leng Pek, baik kau segera kembali ketangsi!"
"Tee cu sudah titahkan Liap Suheng menjagai orang2
tawanan," Cio Tongtay jawab. "Apa tidak baik jiewie to cu saja yang kembali untuk bantu Liap Suheng" Biar aku
bersama Hauw Suheng mencari terus di Eng Ciu Nia ini, sekalian cari Louw Susiok. Umpama Louw Susiok sudah
pulang, tolonglah minta satu serdadu Kie yong peng pergi kekaki bukit untuk melepaskan tiga batang panah nyaring, supaya kami bisa segera kembali. Apa jiewie akur?"
Ie bun To cu Shong Ceng setujui usul ini, kesatu karena ia tahu, musuh ada liehay, kedua ia insaf, Hauw Ban Hong ada licin sekali, hingga untuk mereka, pulang ketangsi ada paling selamat.
"Baiklah," demikian ia jawab tongtay itu. "Umpama kau ketemu dengan Louw Loo su, kau pun mesti segera
kembali." Setelah itu, tanpa pesan apa juga pada Hauw Ban Hong, ia menoleh pada Tie Cin Hay seraya berkata
"Marilah!" Tie To cu menurut, ia lantas ikut kawannya itu.
Hauw Ban Hong tertawa dingin melihat keangkuhann
Shong Ceng. "Jangan bertingkah, lihat saja nanti!" kata ia.
"Sabar, suheng," Cio Le Pek kata pada saudaranya itu.
"Dalam segala hal, kau pandanglah aku! Kita harus bersatu akan menghadapi musuh tangguh apabila kita bentrok lebih dahulu, itulah bertentangan dengan maksudku mengundang suheng?"
"Jangan kuatir, sutee," Ba Hong bilang. "Untuk kau,
biar poloku hancur luluh, aku tidak nanti mundur. Nah, mari kita pergi ke Eng Ciu Nia, mari kita periksa Tek Seng Gay!"
Cio Tongtay tahu suheng ini berpandangan cupat, kalau ia terus memberi nasihat, orang bisa ngambul, terpaksa ia mengikuti menuju ke Eng Ciu Nia. Mereka berlari
sepanjang rimba dari Ban song peng. Selama itu hatinya Cio Tongtay terus goncang, ia kuatir musuh nanti
membokong pula. Mereka baru lari kira2 satu lie, tiba2 Hauw Ban Hong
mendek sambil berseru "Awas, sutee!"
Cio Tongtay segera lihat menyambernya satu benda
berkeredepan lewat diatasan kepalanya suheng itu, terus nancap dibatang pohon sebelah kiri mereka.
Ban Hong sendiri, setelah mendek, terus loncat kesebelan kanan.
Ketika Leng Pek cabut senjata rahasia itu, ia kenali itu ialah piauwnya Ban Hong. Ia terus nasukkan itu kedalam sakunya.
Ban Hong terus cari penyerang yang bokong ia, tetapi ia tak ketemui siapa juga.
Suheng itu masih hendak mencari tapi Cio Tongtay
teriaki dia. "Suheng, musuh ada ditempat gelap, kita
ditempat terang, inilah berbahaya! Mari lekas keluar dari
Ban siong peng ini. Musuh tidak mau muncul, kita jangan layani padanya, bisa2 kita terjebak!..."
Baru Leng Pek tutup mulutnya atau dari sebelah kiri ia dengar "Awas!"
Kedua suheng dan sutee ini terkejut, belum sempat
mereka berkelit, baru saja hendak berpaling, pundaknya masing2 sudah kena tertimpuk batu, benar mereka tidak terluka parah tetapi merasakan sakit sekali, hingga menjadi sangat gusar. Disaat mereka hendak loncat mengejar,
kembali mendengar seruan "Awas!"
Sekali ini suara datang dari arah kiri. Keduanya segera berkelit dengan loncat kekiri dan kanan, dari mana, dua potong batu lantas menyerang tanah.
Dalam murka dan mendongkolnya Ban Hong segera
mendamprat. tetapi serangan lalu datang ber tubi2, ketika ia mencaci terus, batupun me nyambar2 tak putus2nya, hingga Ya leng Cian lie menjadi repot, tidak perduli ia ada sangat gesit kekiri ia loncat, kekiri datang serangan, kekanan ia berkelit, kekanan batu menyamber.
Menampak demikian, Cio Thongtay dekati suheng itu,
untuk bisiki buat mereka lekas2 angkat kaki dari Ban siong peng.
"Jangan kasi diri kita dipermainkan tida perlunya"
demikian tongtay berkata.
Hauw Ban Hong juga mengerti bahwa musuh asyik
permainkan dia, percuma ia melayani terus secara
demikian, dari itu, ia turut pikirannya suteenya itu. Dengan loncatan pesat, bagaikan capung menyamber air, keduanya loncat mundur akan undurkan diri dari rimba itu. Ketika mereka sampai di mulut Timur, Ban Hong dapati suteenya ketinggalan, ia hentikan berlari untuk menantikan.
Cio Leng Pek lihat tempat di sekitarnya masih tanah
pegunungan, tetapi disini ia bisa keluarkan helaan napas lega.
"Suheng, apakah ini dia Eng Ciu Nia?" kemudian ia
bertanya Ban Hong tertawa.
"Sutee, mari ikut aku!" kata ia, yang terus loncat akan mendaki bukit.
Sambil berloncatan, Cio Tongtay ikuti jejak suhengnya itu.
Tidak lama sesampainya diatas, jalanan mulai menurun, disini mereka jalan terus sampai mereka nanjak pula
kesebuah bukit yang tinggi, yang keadaannya berbahaya.
"Hati2, sutee, jalanan disini buruk," Ban Hong
peringatkan Leng Pek. Jalanan ada sangat sukar dan berbahaya, tidak perduli mereka pandai loncat pesat, dua saudara seperguruan ini toh mesti keluarkan banyak tenaga. Cio Tongtay menyesal ia sudah ikut mendaki gunung ini, tetapi ia tidak utarakan itu. Jalananpun licin, siapa terpeleset, dia bisa celaka.
"Masih berapa jauh lagi, su heng?" Cio Tongtay tanya.
"Eng Ciu Nia ini benar2 berbahaya. Kalau disini ada
musuh yang bokong kita, untuk berkelitpun sukar sekali.
Lebih baik kita kembali?"
Ban Hong berhentikan tindakannya, ia menoleh.
"Kau pangku pangkat, sutee, kau terlalu biasa dengan
penghidupan senang," ia bilang. "Kau tak tahan letih, beda daripada kami, orang kang ouw yang biasa menghadapi
ancaman bencana. Tempat ini masih tidak seberapa. Lihat disana, itulah Tek Seng Gay. Belum sampai disana, mana kita bisa kembali" Mari, jangan putus asa! Hati2 bila
sebentar kita jalan mudun, dibawah sana ada guha yang kita hendak datangi."
Cio Tongtay jadi masgul, dengan terpaksa ia ikuti suheng itu, ia diam saja.
Tidak lama mereka sampai di sebuah tanjakan, Menuruti pesan saudaranya, Cio Tongtay berlaku waspada. Iapun
perhatikan tempat disekitarnya. Cahaya suram dari
rembulan membuat mereka tak dapat melihat tegas.
Puncaknya tinggi, penuh dengan pohon oyot. Jurang atau lembah, tidak tertampak berapa dalamnya, tetapi kearah situ mereka mesti jalan turun. Setelah berjalan belasan tumbak tatkala Ban Hong berkata "Sutee kau ambil jejakku, jangan ibuk
Tongtay ini berhentikan tindakannya, ia
mengawasi kedepan. Segera ia dapat anggapan, suhengnya ada terlalu sembrono. Bukankah tempat itu ada berbahaya sekali dan musuh mereka ada liehay"
Disebelah depan mereka adalah Tek Seng Gay, untuk
menyeberang kesana, dijurang itu melintang sebuah pohon panjang nya enam atau tujuh kaki. Itu adalah jembatan satu2 nya. Tida terlihat niata, pohon itu tumb rebah
sendirinya atau orang sengaja lintangi disitu. Dan tanpa Keng kang sut, tak nanti orang bisa jalan atas jembatai istimewa itu.
"Lihat, sutee, itulah Tek Seng Gay," kata Hauw Ban
Hong selagi adiknya seperguruan berdiri bingung. "Tanpa memasuki guha harimau, mana kita bisa dapat anak
macan" Umpama nyalimu tak cukup besar, sutee, kau baik berdiam disini, membantu aku memasang mata saja. Aku
sendiri dengan gampang akan seberangi jembatan ini!"
"Kau benar, suheng," sahut Cio Tongtay. "Ini ada jalan satu2nya, jalanan ini perlu dijaga, Baiklah, aku menantikan disini"
Ya heng Cian lie bersenyum.
"Baik, sutee," sahut ia "Nah, kau lihat aku!"
Hauw Ban Hong segera pentang kedua tangannya, ia
enjot tubuhnya, sekejab saja ia sudah, mencelat naik keatas batang pohon itu, baru ia jalan tiga atau empat tindak, tiba2
ada terdengar suara berkeresek diujung seberang.
"Awas, suheng!" berseru Cio Tongtay, yang dengar
suara itu, seperti patahnya cabang2 pohon.
Baru kata2 ini dikeluarkan suara nyaring bagaikan
guntur segera terdengar dari jatuhnya batu besar jembatan pohon itu. Dilain pihak, Ban Hong sudah loncat mun dur, kembali ketempat dari mana tadi ia berlompat, didekatnya Cio Leng Pek.
-0dw0- VII Toan Bie Loo yauw dan Ya heng Cian lie menjadi
terkejut sekali, tidak perduli mereka ada penjahat2 besar yang nyalinya luhur. Mereka lihat jembatan itu rubuh, sebelahnya nungging kedalam jurang, hingga tidak ada lain jalan lagi akan seberangi Tek Seng Gay.
"Sungguh hebat, suheng," kata Toan Bie Cio Loo yauw.
"Kalau kau telah maju lagi satu tindak, barangkali kau sudah ter___ dalam jurang ini! Aku anggap paling baik kita pulang dahulu akan pikir lagi bagaimana baiknya?"
Houw Ban Hong tidak suka mengalah, walaupun ia tahu
yang__ sudah tidak berdaya, tetapi sebelum ia sahuti
sutee itu, tiba2 ia dengar suara tertawa mengejek dari seberang, tertawa yang niata dalam malam yang sunyi
senyap. Dilain pihak, ia tak takut musuh. Terpaksa, ia tidak tanggapi buka mulutnya untuk mencaci atau mengutuk.
Benar disaat suheng dan sutee ini hendak undurkan diri, mereka dengar suara rintihan atau keluhan, ditempat
jauhnya empat atau lima tindak, ditepi jurang itu. Mau atau tidak, mereka menyangka kepada suaranya hantu, hingga mereka tak sudi untuk memperhatikan nya. Tapi,
sedangnya mereka mau angkat kaki, kembali rintihan itu terdengar pula.
"Ah, sutee?" kata Ban Hong. "Kau dengar tidak" Pasti
itu bukannya musuh " Mari kita lihat."
Cio Tongtaypun curiga. Maka keduanya dengan hati2
bertindak, untuk cari suara itu, atau lebih benar, orang yang merintih. Mereka turun dengan hati2.
Kembali terdengar suara itu, sekarang rintihan ter aduh2
yang pelahan sekali, beberapa kali.
Turun sedikit lebih jauh, Cio Tongtay kena injak oyot rotan yang besar, kebetulan Ban Hong telah sulut
sumbunya, api cian lie hwee, ia segera berkata "Mari
suheng, coba suluhi, apa ini!"
Ban Hong menyuluhi dengan segera, dan segera juga ia
melihat seorang sedang tergantung. Cio Leng Pek juga turut dapat melihat.
"Apakah Louw Susiok disana?" tanya Cio Tongtay, yang
ada kaget dan giris. Jawaban terdengar dari bawah, tetapi saking pelahan,
tidak terdengar apa katanya.
Ban Hong serahkan apinya pada Cio Tongtay, ia
mencoba menarik oyot rotan itu, ia dapat keniataan rotan itu kuat.
"Kalau perlu, sutee, kau bantu aku," kata ia kemudian.
"Kita mesti angkat dengan pe lahan2, tidak boleh
digentak." "Kalau begitu, lebih baik kita mengangkat berdua
berbareng," kata Cio Tongtay.
Ban Hong memang sangsi ia kuat angkat orang itu, ia
tidak mau mengaku tak kuat, sekarang suteenya tawarkan bantuan, ia terima itu dengan girang.
"Baik, mari kita mengangkat bersama!" kata ia. "Hanya orang itu, entah Louw Susiok atau bukan?" Lalu ia
melongok kebawah, akan menyerukan "Sahabat, kau
berpegangan keras , kita hendak tolongi padamu!"
Setelah itu, berdua mereka pegang ujung oyot, lalu
mereka menarik dengan hati2. Keduanya kuatir sekali oyot itu nanti terputus ditengah jalan. Mereka sendiri perlu tancap kaki dengan kuat. Dengan susah payah, akirnya
mereka dapat angkat orang itu, mereka sendiri letih bukan main.
Cio Tongtay nyalakan pula apinya, akan suluhi orang
itu. "Ah suheng, benar2 Louw Susiok!" ia berseru. "Tentu ia terluka oleh musuh!..."
"Sabar, sutee," Ban Hong kata. "Nampaknya dia tidak
terluka hebat, kalau musuh serang dia, barangkali dia sudah terbinasa lebih dahulu?"
Ban Hong periksa orang punya tubuh, benar2 ia, tidak
dapatkan luka parah kecuali baret2, sedang napasnya masih bekerja. Maka itu, ia terus loloskan rotan yang melibat pada tubuhnya sampai keleher.
Louw Goan Khay rebah tidak berdaya, sampai orang
telah uruti dadanya, kemudian ia perdengarkan satu suara, terus sadar akan dirinya. Leng Pek pun ber ulang2
memanggil paman gurunya itu.
"Aku percaya aku akan binasa, tidak dinyana kau berdua dapat menolongi aku," kata ia kemudian dengan lemah,
setelah ia keluarkan elahan napas lega. "Aku seperti orang yang menjelma untuk kedua kalinya?"
"Apa susiok tidak terluka?" tanya Ban Hong. "Kita perlu lekas berlalu dari sini."
Dengan bantuannya keponakan murid ini, Goan Khay
berduduk. Ia melihat kekiri dan kanan, lalu ia menghela napas pula.
"Aku tidak terluka parah, kalau kau bantui aku
berbangkit, aku bisa geraki kaki tanganku," kata ia.
Ban Hong manggut, ia terus menoleh pada kawannya.
"Sutee, tempat ini terlalu sempit," berkata ia. "Coba kau kutungi oyot itu, kau naik keatas, aku nanti gendong susiok, kau menarik dari atas untuk bantui aku mendaki."
Hatinya Leng Pek lega melihat suheng itu tenang, ia
menurut. Ia kutungi rotan dan naik keatas, sesampainya ditempat rata, ia cekal itu dengan keras.
Dibawah, Ban Hong gendong susioknya, atas satu tanda, ia melapay naik. Sebentar saja mereka sudah sampai diatas.
Disini Louw Goan Khay geraki kaki dan tangannya akan
bikin darahnya mengalir, dari itu, sebentar kemudian, ia sudah bisa bergerak dengan leluasa.
"Marilah!" mengajak Ban liong, yang terus cekal
goloknya akan buka jalan.
Cio Tongtay mengikuti sambil pimpin paman gurunya.
Mereka meninggalkan Eng Ciu Nia. Dengan lekas
mereka sampai dijalanan gunung Ban long peng. Lagi
setengah lie, mereka akan sampai di Ban long peng. Disini jalanan banyak lingkarannya, tetapi pohon sedikit, tak dapat orang sembunyi disitu. Disini mereka singgah dahulu.
"Sebenarnya, su siok, apa yang sudah terjadi pada
dirimu?" kemudian tanya Cio Tongtay, juga Hauw Ban
Hong, yang ingin ketahui pengalamannya su siok itu.
Tong tun wan mengelah untuk melegakan napasnya.
"Aku telah habis"." kata ia "Seumurku belum pernah
aku rubuh sebagai ini?" Ia mengelah pula, lantas ia
tuturkan apa yang terjadi atas dirinya.
Tong tun wan, si orang hutan, sulah ber hari2 sampai di Ban long peng, dimulut sebelah Timur. Ia asing dengan tanah pegunungan itu, ia toh coba lintasi rimba. Ia maju belum jauh, ia lalu dengar suara tertawa pelahan. Ia
bukannya seorang sabar, tindakannya pun berat melulu
karena sampokan angin, tindakannya itu tidak terdengar niata. Ia maju dengan ber indap2, sambil pasang kuping. Ia umpatkan diri antara pepohonan.
"Ong Suheng," demikian ia dengar, "aku ada punya
urusan dikuilku, aku hendak pulang, besok saja kita
bertemu pula." "Silahkan pulang, am cu!" ia dengar satu suara lain,
yang berat "Dua kunyuk itu mirip dengan hantu penasaran, apabila tidak diberikan hajaran, mereka tentu belum mau sudah! Aku hendak main2 dengan kedua kunyuk itu akan
lewati malam yang senggang ini!"
Louw Goan Khay duga pasti, dua orang itu adalah Cu In Loo nie dan Eng Jiauw Ong. Ia mendongkol. Ia memikir
untuk mendahului memberi hajaran. Maka ia segera maju
sambil berlompat, hingga ia lihat dua bayangan melesat kekiri dan kanan, keluar rimba. Tak sabar lagi ia menyerang dengan dua batang panah tangannya kearah mereka
masing2. "Bagus!" demikian ia dengar. Dua bayangan itu lenyap, lenyap juga sepasang panahnya. Justeru ia sedangnya
berdiri bingung, ia dengar seruan "Awas." Ia segera
berkelit, tapi tidak urung batu2 halus mengenai tubuhnya, dan walaupun batunya kecil, namun hebat mengenai badan.
Batu itu seperti menembusi bajunya mengenai daging. Ia merasakan sakit dan panas dikulit dan daging. Saking
mendongkol, ia mencaci. Tapi baru ia buka mulutnya, atau pasir menyamber masuk, hingga ia gelagapan. Dengan
susah payah ia muntahkan itu.
"Suheng, binatang ini bermulut kotor, kau serahkan dia padaku!" ia dengar suaranya si nie kouw, pendeta
perempuan, yang tua. Dalam murkanya, Goan Khay lompat maju, ia
menyerang dengan panah tangannya ber ulang2, lalu ia siap dengan goloknya.
Antara sinar remeng kelihaian satu kepala gundul, siapa berseru "Binatang, bukannya kau kabur pulang, kau cari jalan kematian! mari!"
Bukan kepalang mendongkol nya Tong tun wan, tetapi ia sudah obral habis panah tangan niat terpaksa ia lompat maju dengan bacokannya.
Pendeta itu loncat lari, sampai dimulut Timur dari
rimba. Disini ia berhenti dan menggape.
"Kepala gundul, jangan bertingkah!" berseru Louw
Goan Khay. "Louw Ngo thayya nanti adu jiwa
denganmu!" Goan Khay mengejar terus. Pendeta itu lari, ia seperti sebentar lenyap dan sebentar timbul, karena ia berlari antara pepohonan. Ia mendaki Eng Ciu Nia, lawannya mengejar
terus, saban2 sambil mendamprat. Ia tidak balas mencaci, sebaliknya, saban2 ia menimpuk dengan potongan tanah, hingga ia menambahkan kemendongkolan orang, matanya
Goan Khay jadi merah menyala. Belum pernah orang she
Louw ini dapat penghinaan secara demikian. Selama
bercokol di Louw kee po, Tong kwan, dimana ia jadi
tukang tadah dan tukang keram orang2 jahat, ia biasa
menitah berbagai sebawahannya, belum pernah ia
mendapat malu, maka sekarang, ia jadi seperti nekat, ia mengejar terus terus sampai di depan jurang yang
menghadapi Tek Seng Gay. Disitu, diantara jarak beberapa tumbak, tiba2 sipendeta perempuan berhenti berlari dan mutar tubuh, ia menuding sera membentak "Manusia terkutuk sampai ditempat
kematian nya kau masih belum insaf! Apa kau benar2
mencari kematianmu?"
" Ngo thayya tidak memikir hidup pula, dia mau adu
jiwa dengan kau!" ada jawabann Louw Goan Khay selagi ia mendatangi, tanpa ia hentikan tindakannya, malah
sebaliknya berlompat jauh dengan loncat "Beng houw cut tong" atau " Harimau galak keluar dari guha," goloknya diayun begitu lekas ia sudah sampai didepan sipendeta sekali.
Si niekouw tua berkelit ke samping akan elahkan
bacokan berbareng dengan itu, tangan kanannya diangkat, tiga jarinya telunjuk, tengah dan manisnya dikerjakan, untuk menangkis, dan tangan kirinya menyusul, menyabet lengan kanan dari penyerangnya itu. Oleh karena gerakan berbareng, Goan Khay tidak keburu tarik pulang
tangannya. lengannya itu kena di sabet, sampai ia
merasakan begitu sakit, tanpa merasa goloknya terlepas dari cekalan, lengannya itu kesemutan dan sakit sekali.
Tubuhnya juga sempoyongan, karena dorongan tangan


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kanan niekouw itu. "Segala tembaga bobrok dan besi karatan dipakai
membacok orang!" pendeta itu mengejek, ketika ia jemput golok musuh dan potes itu menjadi patah dua, kedua
potongannya terus dilempar kesolokan!
Sebenarnya Cu In Am cu tidak berhenti sampai disitu,
sedangkan lawannya tidak berdaya ____ dan tercengang ia ____ mencelat kedepan orang ___ ___ tangannya diulur
kedepan dan mulutnya perdengarkan seruan "Binatang, kau berhati luhur?"
_____ Goan Khay bertubuh _____ dan ____, tetapi
ditangannya si pendeta perempuan, ia mirip seperti seekor anak____, bajunya kena dijambak _____
ia mampu berdaya, terus ____ di angkat untuk diayun. Katanya tiba2
"Jangan lepas tanganmu, suheng. Aku membutuhkan
kunyuk itu!" demikian satu suara the______
Sebelum Goan Khay tahu apa2, ___ benda menyamber
mengarah lehernya dengan kedua lengannyapun terpelintir kebelakang, hingga ia jadi semakin tidak berdaya, ia
melainkan membiarkan tubuhnya diangkat dan kupinnya
dengar "Biarlah dia turun kebawah untuk mengicipi hawa sejuk!"
Dan benar2 ia terlempar kebawah, kemudian tegantung.
Ia rasakan kedua matanya gelap, tetapi ia masih dengar perkataan "Orang she Louw, malam ini aku ampuni jiwa
anjingmu, tetapi kau mesti menantikan disini, sampai ada kawanmu yang datang kemari! Apabila kau mencoba
berontak, kau akan tercemplung kedalam solokan jurang,
kau pasti mampus! Maka itu, kau hendak hidup atau binasa terserah kepada dirimu sendiri!"
Setelah itu, suasana jadi sangat sunyi.
Apa yang terjadi atas dirinya membuat Goan Khay
pingsan, kemudian ia sedar, tetapi ia lelah bukan main. Ia terbelenggu dan tergantung pada oyot rotan, ia tidak berani berkutik, kuatir tubuhnya terlepas dari ikatan dan jatuh, dari itu, ia cuma bisa merintih dan mengeluh. Ia kaget atas suara nyaring bagaikan guntur, dari rubuhnya jembatan batang pohon. Setelah itu, ia tahu yang ia sudah ditolongi kawan. Keterangannya ini membikin dua2 keponakan
murid itu menjadi kaget, Cio Tongtay sendiri sampai
merasa jerih. "Sudah, susiok, jangan kau pikirkan pula kejadian itu,"
kemudian tongtay ini menghibur. "Buat satu budiman,
membalas dendam dalam sepuluh tahun masih belum
terlambat! Lihat saja kelak, siapa yang akan peroleh
kemenangan terakir! Sekarang, mari kita pulang dahulu!"
Goan Khay tidak bilang suatu apa, ia jadi lemah tidak berdaya, ia antap Leng Pek terus pepayang ia, untuk pulang ketangsi. Ia insya bahwa musuhnya. ada sangat liehay.
Dengan sebenarnya, Eng Jiauw Ong Ong To Liong telah
peroleh kemajuan, karena ia bertekad bulat untuk mencari balas terhadap musuhnya, yang bokong ia dengan senjata rahasia beracun. Sejak ditolongi Yo Bun Hoan, sambil
turuti nasihatnya orang she Yo itu, ia seperti keram diri dikampung halamannya sendiri, dusun Lek tiok tong di
Ceng hong po, Koay siang. Pernah ia keluar dari desanya, tetapi secara diam2, dan segala perbuatannya itu ia sangkal iapun lewati tempo senggangnya dengan terima murid,
yang ia berikan pendidikan. Adalah setelah muncul
pemberontakan kaum Rambut Panjang, ia tidak bisa
sembunyikan diri lebih jauh.
Bertetangga dengan Ceng hong po, semuanya ada
sebelas dusun. Daerah ini terancam bahaya sepak terjang kaum pemberontak. Untuk tolong mereka, Ong To Liong
tidak bisa diam saja. Demikian ia kumpulkan murid2 Hoay Yang Pang, kaumnya sendiri, persatukan mereka, ia
kumpulkan uang akan ongkosi pendiriannya satu pasukan sukarela. Ia berhasil dengan pendiriannya ini, ia atur pembelaan hingga sebelas desa menjadi terjaga kuat, sampai kawanan perusuh jerih sendiri nya, tidak berani datang mengganggu. Sebaliknya, secara diam2 Eng Jiauw Ong
suka satroni markas pemberontak untuk cari rahasia. Paling akir ini, ia dapat tahu pemberontak niat serbu propinsi Siamsay. Ia ingat Yo Bun Hoan, penolongnya, yang tinggal di Hoa im, ia kuatir penolong itu jadi korban serbuan, karena ia tidak bisa bawa pasukannya untuk menolong, ia jadi kirim Hoa In Hong, murid kepalanya, untuk bawa surat guna ajak orang she Yo itu mengungsi ke Hoay siang. Baru muridnya berangkat, lalu pada malamnya ia dengar rahasia lain, yalah hal pemberontak sudah mulai bergerak, hingga ia jadi sangat berkuatir. Ia tahu, untuk bela diri sendiri, Hoa In Hong akan punya kesanggupan, tapi buat lindungi Yo Bun Hoan serumah tangga, itulah sulit, mak ia ambil
putusan akan pergi sendiri. Ia datang secara kebetulan, karena In Hong mendapat susah, merembet pada Bun Hoa
dan keluarga, yang jadi korban pembalasannya Goan Siong, sedang
Gouw Teetok menggunai ketikanya akan lampiaskan dendamnya. Selagi ia cari hotel, lihat In Hong ditawan, dari itu ia beri tanda untuk muridnya bersabar. Ia sudah lantas ketahui duduknya kejadian, sebab alpanya simurid. Ia gantikan muridnya ambil kamar dikota Hok
Seng, disini ia mencari keterangan terlebih jauh.
Demikian malam itu, selama Yo Bun Hoan diperiksa
denga bengis, Eng Jiauw Ong nyerbu masuk kedalam
kemah, akan berikan ancaman pada teetok yang busuk
hatinya itu, yang niat peras Bun Hoan. Apa yang jago Hoay siang ini belum tahu adalah ditangsinya teetok itu ada satu penjahat besar, yang berselimut pangkat tongtay yang
satronkan ia. Sehabis naik diranggon. dimama ia gantung kopiahnya
Gouw Tee tok, Eng Jiauw Ong keluar dari daerah tangsi, selagi jalan, ia rasai samberan angin luar biasa apabila ia loncat menoleh, tampak berkelebatnya satu bayangan. Ia jadi heran, terutama untuk kegesitan bayangan itu selagi mereka terpisah hanya lima atau enam tumbak, segera ia mengejar akan menyusul. Ke___annya, ia heran bukan
main. Ia pandai Keng kang sut, tapi ia tak dapat candak bayangan yang lenyap dalam sekeyap, sia2 saja ia mencari nya. ___ hal ini, kalau tadinya ia akan mondok dihotel Hok Seng, ia segera ubah itu. Ia memikir hendak pergi ke Hoa San, yang lebih dekat dengan tangsi tentara. Begitu ia putari tangsi, ia menuju ke Tek Seng Gay. Tempat asing itu
dahulu ia pernah datangi satu kali. Baru saja ia sampai segera tampak mele___ satu bayangan, cepat seperti sampai ia tak bisa bedakan bayangan itu ada manusia atau ____
alas. "___!" ia pikir. "Dengan kepandaianku sudah dua atau
tiga puluh tahun aku malang melintang didunya kang ouw, tetapi
semalam ini, dua kali aku menemui hal aneh!
Apakah sekali ini aku mesti turun merek di Tong kwan ini
?" Tanpa bersangsi, Eng Jiauw Ong loncat ke batang pohon melintang ditengah jurang, lalu ia berjalan dengan ____ngi tubuh dengan ilmu "Hui Siauw Leng po Keng kang Keng
ut." Karena kedua tangan di gerak2i mirip dengan burung
terbang. Dengan cepat ia telah sampai diseberang dimana terus saja ia mendaki tanjakan, hingga sampai di puncaknya Tek Seng Gay, yang luasnya cuma sebelas atau dua belas tumbak dimana ada tumbuh pohon dan rumput dan
batu___ rata. Dari sini Eng Jiauw Ong memandang ke Hong hwee tay
dimana ada cahaya api kelak kelik, sedang diarah tangsi tentera, yang panjang, api nampaknya sebentar lenyap
sebentar timbul. Markas besar tak kelihatan tegas.
Kemudian ia bertindak akan cari tempat beristirahat. Ia ingat disitu ada dua guha yang masing2 ada cukup besar untuk pernahkan dirinya. Ia baru jalan dua tiga tumbak, lantas ia jadi heran dan curiga. Rumput dan pepohonan disitu seperti bekas ditebangi, hingga disitu tertampak jalanan batu yang bersih. Ia hentikan tindakannya, akan mengawasi jalanan itu dan kiri kanannya.
"Mesti ada orang berdiam, disini," ia men duga2. Lalu ia bertindak maju sambil pasang mata dan kuping.
Lagi satu tumbak, ditengah jalan ada berdiri tanah
munjul, jalanan jadi terbagi dua. Ia ambil jalanan sebelah kiri. Ia baru jalan dua tiga tindak, tiba ia dengar bentakan
"Penyerang panglima perang, kau hendak sembunyikan diri disini" Hayolah kau berurusan dengan pengadilan!"
-0dw0- VIII Sebagai seorang yang berpengalaman dan nyalinya besar, Eng Jiauw Ong tidak takut, tetapi ia loncat kepinggir, akan melindung pada sebuah pohon besar, sambil berbuat begitu, ia memandang ketempat dari mana suara datang, akan
terus menegur. "Siapa itu yang bicara besar" Apakah kau tidak kenal aku?"
Tapi teguran itu dapat jawaban yang berupa suara
tertawa, dari satu orang bertubuh kurus dan kepala gundul, yang berjuba suci, tangannya menyekal kebutan, berdiri diatas tanah munjul itu. Orang itu segera berkata "Eng Jiauw Ong, kau masih berani banyak tingkah" Kau tidak tahu diri! Bukankah muridmu berada dalam tangan orang, sampaipun muridku si Hong Bwee turut kerembet
karenanya" Aku justeru hendak cari kau buat bikin
perhitungan!" Eng Jiauw Ong telah lantas lihat niata orang itu, ia
tertawa terbahak . "Ah, Cu In Am cu, kau bikin aku kaget," kata ia.
"Silahkan turun. Aku tahu, kau memang ingin aku bayar kaul, supaya kau bisa bikin aku ngodol saku."
Dan ia tertawa pula ketika ia maju menghamparkan.
Orang beribadat itu memang ada Cu In Am cu dari Pek
Tiok Am dibukit Chong Long Nia Hoa San. Dialah yang
terkenal sebagai Khong bun Lie hiap, atau pendeta
perempuan yang kosen. Atas perkataannya Ong To Liong, terus ia loncat turun, akan hampiri tetamunya itu yang segera mengasi hormat padanya.
"Sejak perpisahan kita di Bu Tong San, tujuh tahun telah lewat," berkata Eng Jiauw Ong. "Niata Am cu bisa bawa diri hingga peroleh kepandaian istimewa, hingga tadi dua kali aku tak kenali kau! Ada urusan apa Am cu datang
kemari?" Cu In tertawa, "Kau sudah ketahui, jangan kau ber pura2
saja2" kata ia "Bukankah tadi aku telah kasi tahu bahwa muridku telah teraniaya olehmu" Kau mesti kembalikan
muridku secara baik, baru aku mau mengerti, jikalau tidak, tidak tunggu sampai Gouw Ko pie keset kulitmu, aku akan bikin si garuda tak mampu terbang pulang ke Hoay siang."
"Ah, Am cu, jangan kau main2!" kata Eng Jiauw Ong
pula sambil tertawa. "Siapa muridmu itu?"
"Aku tidak main2," sahut Cu In dengan sungguh2.
"Muridmu bikin hilang suratnya, ia rembet2 Yo Bun Hoan sekeluarga, diantara mereka ini, ada satu muridku, murid perempuan?"
Eng Jiauw Ong heran. "Dengari sebenarnya, aku tidak tahu," kata ia, yang pun ber sungguh2. "Apakah Am cu pun baru sampai malam ini dilembah ini" Ini ada tempat pesiarku cuma sudah enam atau tujuh tahun, tidak pernah aku datang kemari. Melihat tempat ini dirawat, apakah Am cu biasa pesiar kemari?"
Niekouw tua itu tertawa. "Tadinya aku sangka kau ada tuan ke dua dari Tek Seng Gay, tapi melihat sikapmu, yang agak nya heran, aku
lepaskan sangkaanku itu," kata ia. "Nah mari kesini,
supaya kau tidak kehujanan dan kedinginan!"
Cu In putar tubuhnya tanpa tunggu jawaban, dari itu,
Eng Jiauw Ong terus ikuti dia, hingga dibelakang tanah munjul itu, ia lihat sebuah rumah batu, ada pintunya, ada jendelanya, kelihatannya terawat baik.
"Am cu, orang berilmu siapa tinggal disini?" tanya ia dengan heran. "Apa kita tidak berbuat lancang memasuki tempat ini?"
Kembali pendeta itu tertawa.
"Aku tidak nyana Eng Jiauw Ong yang biasa malang
melintang didunya kang ouw kenal tata hormat sampai
begini," sahut ia. "Jangan kuatir, mari masuk. Jikalau tuan rumah takut menemui kau, pasti dia sudah kabur sedari siang."
Cu In hampirkan pintu, untuk terus dibuka. Ruangan
dalam sangat gelap, tapi begitu lekas pendeta ini masuk, cahaya api segera berkelebat. Maka itu, setelah ia bertindak masuk, Eng Jiauw Ong bisa lihat ruangan yang terawat
baik, cuma mejanya dari batu begitupun dua buah kursinya.
Bagian dalam ada teraling dengan selembar kere rumput.
Kapan kere itu disingkap, Eng Jiauw Ong lihat ruangan diterangi pelita. Pembaringan terbuat dari rotan. Didepan jendela ada meja kayu diatas mana pula sebuah tehkoan dan sebuah cangkir. Dekat tembok ada sebuah kwali
tembaga. "Lihat, Ong suheng, apa tempat ini bukan terlebih baik daripada udara terbuka?" kata Cu In sambil bersenyum, suaranya sekarang ada tenang sekali.
Ong To Liong puas dengan orang punya perubahan
sikap. "Memang, Am cu," ia menjawab dengan cepat. "Tapi ini
tempat siapakah?" "Silahkan duduk dahulu, nanti aku kasi keterangan,"
pendeta itu mengundang. Eng Jiauw Ong menurut, ia berduduk.
"Sebenarnya ini ada tempat kediamannya supeku, ketua
dari Hoa San Pay," kata Cu In setelah ia duduk. "Disini supe yalankan semacam ilmu, lamanya seribu hari, baru sebulan berselang, ia berlalu dari sini, hingga sekarang suheng adalah yang dapati tempat istirahat yang indah ini?"
Eng Jiauw Ong menjura pada pendeta itu.
"Oh, kiranya ini ada tempat kediamannya ketua dari
Hoa San Pay?" kata ia. "Sayang aku tak dapat menemui
Twie In Kiam kek, maka itu, kepada Am cu saja aku
haturkan terima kasihku."
"Tapi tak cukup dengan ucapan terima kasihmu saja,"
Cu In bilang. "Setelah aku carikan kau tempat ini, kau mesti loloskan muridku dari bahaya! Bagaimana kau
hendak berdaya" Muridku paling benci Gouw Ko pie, awas apabila ia sampai dapat celaka!"
"Sabar, Am cu. Aku masih belum tahu yang mana satu
muridmu itu?" "Nanti aku kasikan keteranganku. Sejak guruku serahkan Pek Tiok Am kepadaku, seharus nya aku sudah tutup pintu, tak boleh aku terima murid lagi. Thian Hui Cu, murid
kepalaku, sudah buka rumah perguruan, tidak selayaknya aku ambil satu susiok untuk murid2nya itu. Tapi Yo Bun Hoan Yo Jie looya, ketika ia pangku jabatannya di Lan thian, Ouwlam, dia sudah lindungi nama baiknya kaum
kita cabang Selatan, dia sudah tolongi lima murid cabang itu, maka juga Couwsu Tie Sian Taysu, yang sudah
mangkat, sudah wajibkan kita membalas budi pada
keluarga Yo itu, yang katanya selang lagi lima belas tahun, bakal nampak bahaya. Di antara keluarga Yo, cuma nona Hong Bwee yang punyakan tulang baik, dari itu, dialah yang aku ambil sebagai murid. Selama sepuluh tahun, ia telah bisa terima berbagai pelajaranku. Baru sebulan
berselang, aku nasihatkan muridku akan ajak ayahnya
pesiar. Yo Jie looya perlihatkan air muka berubah, itu ada alamat jelek, tetapi ia tidak sudi pesiar, sekalipun untuk seratus hari. Dasar takdir tak dapat dilawan, aku telah datang terlambat, sekarang keluarga Yo kerembet oleh
kealpaan murid mu. Dengan kepandaiannya, Hong Bwee
bisa loloskan diri dari tangannya Gouw Teetok, tetapi ia berbakti, ia mandah ditawan bersama, ia tidak mau lakukan tindakan diluar garis. Hatiku lega melihat kau datang menyusul, hanya dari sepak terjangmu terhadap Gouw
Teetok, aku dapat keniataan kau belum tahu bahwa
dibawahannya teetok itu ada satu penjahat besar yang
liehay dan licin, malah dia ada orang nya Hong Bwee Pang.
Aku sudah tengok muridku, aku telah berikan tiga butir obat untuk Yo Jie looya, setelah itu, aku ikuti kau datang kemari. Ong Suheng, sekarang aku ingin ketahui,
bagaimana kau hendak bekerja."
"Benar, Am cu, aku tidak ketahui Nona Hong Bwee
adalah muridmu," kata Ong To Lio "Akupun tidak sangka, muridku sudah berlaku alpa hingga terbit bencana ini.
Bahwa aku telah ancam Gouw Teetok, disebabkan aku
percaya, sedianya dia akan malui Yo Jie looya yang ada bekas pembesar kenamaan dan penduduk sini tentunya
akan bantu padanya. Tapi Am cu bilang, Gouw Teetok
punya sebawahan yang lieh inilah lain. Sebenamya, siapak penjahat itu?"
"Dahulu dia cukup terkenal Kanglam," sahut Cu In. "
adalah orang Hong Bwee Pang dan dikenal sebagai Toan
Cio Loo yauw, disini, dengan pangkat tongtay, ia jadi kaki tangannya Gouw Teetok, yang sangat percaya padanya.
Ong To Liong terkejut mendengar nama itu.
"Oh, dianya?" kata ia.
"Apakah suheng kenal dia itu?" Cu In tanya.
Eng Jiauw Ong manggut "Aku tidak sangka sekarang dia
pimpin pasukan perang! Bukan melainkan aku kenal dia
malah dia ada bekas roh gentayangan dibawah tanganku.
Dahulu ia telah lakukan kejahatan melewati batas, aku hendak singkam padanya, dia buron dari Kanglam,katanya
ke Utara. Kabarnya dia bersumpah akan rubuhkan Hoay
Yang Pay. Aku tidak sangka sekarang dia jadi tongtay dan jadi juga orang kepercayaannya Gouw Teetok. Kalau tiada keterangan Am cu ini, aku bisa gagal. Sekarang aku pikir akan kasi nasihat pada Gouw Teetok, apabila ia
membandel, apa boleh buat, aku nanti ambil sikap keras.
Tapi Am cu, kau tidak boleh yauhkan diri, kau harus bantu aku."
"Dasar kau, guru dan murid, senang aku berdiam diri
dikuilku, kau siram aku dengan air kotor. Aku
penasaran!..." Walaupun ia mengucap demikian, Cu In tertawa,
"Dengan memandang muka Buddha yang mulia, Am cu
harus bantu aku," To Long mendesak.
"Memang tak dapat aku nonton saja," berkata pendeta
itu kemudian, "tetapi bila ada terjadi sesuatu atas diri murid ku, aku cuma tahu kau seorang!"
"Jangan kuatir, Am cu. Bila aku gagal, aku juga malu
bertemu dengan saudaraku, Yo Jie looya itu."
"Baiklah, sampai besok malam." kata pendeta itu.
"Apabila kau haus, suheng, disamping ada tempat air dan per____, hanya airnya mesti di ambil dari dalam jurang."
Cu In lantas pamitan, untuk pulang ke Pek Tiok Am.
Sejak itu, Ong To Liong tem____an diri di Tek Seng
Gay. Demikian dimalam kedua, bersama Cu In Am cu, ia
pergi beri peringatan pada Gouw Tee tok. Ia pun pesan Yo Bun Hoan muridnya, untuk bersabar. Hong Bwee juga
dapat nasihat dari gurunya untuk turut bersabar dan berlaku tenang kapan ia___ Hoay siang Tayhiap tengah berdaya
akan tolongi mereka. Disebelah itu, Eng Jiauw Ong dengar hal Cio Tongtay sedang minta bantuan, malah mereka tahu
baik siapa adanya Shong Ceng, Tie Cin Hay dan Hauw Ban Hong, dari itu mereka bersepakat untuk berikan hajaran pada beberapa pembantu itu, hingga telah terjadi Louw Goan Khay kena di "gantung"
Seberlalunya Cio Tongtay bertiga, Eng Jiauw Ong dan
Cu In Am cu berkumpul di Tek Seng Gay. Jago dari Hoay siang utarakan kepuasannya sudah permainkan Leng Pek
dan kawan2 nya. "Jangan terlalu bergirang, suheng," kata si niekouw tua.
"Tongtay she Cio kita tak usah kuatirkan, begitu juga Louw Goan Khay si sisa mampus, tidak demikian dengan Ie bun To cu Shong Ceng dan Hauw Ban Hong, kedua mereka ada
licin dan cerdik sekali, mereka mirip dengan kala, mereka tidak boleh dipandang enteng."
Niekouw ini berpemandangan jauh dan benar sekali apa
yang ia kuatirkan, tetapi Eng Jiauw Ong tidak jerih.
"Buat bicara terus terang, ketika dulu aku dibokong si orang she Pauw, itulah terang karena kepandaianku yang tidak sempurna," ia bilang, "akan tetapi, walaupun
demikian aku tak gentar, justeru sekarang ada orang Hong Bwee Pang dalam urusan kita ini, aku semakin ingin tahu kesudahannya "
"Benarlah apa yang orang kang ouw bilang bahwa kau si tua bangka ada bertabeat aneh!" kata Cu In. "Baru aku peringatkan kau untuk waspada, kau sudah naik darah. Aku tidak perduli kau gentar atau tidak terhadap Hong Bwee Pang, tetapi aku hendak tanya kau, sekarang kau hendak bertindak bagaimana" Kau harus lekas tolong! muridku
lolos dari mulut harimau!"
"Jangan sangka aku turuti saja tabeatku, Am cu," sahut Eng Jiauw Ong. "Dalam satu hal aku hendak mohon
bantuanmu"." "Tetapi kau harus mengerti, sudah sejak lama aku
utamakan agama, aku tidak hendak bentrok dengan siapa juga," Cu In jelaskan. "Didepan sang Buddha aku telah sumpah akan pantang membunuh, dari itu jangan kau
paksa aku?" "Aku mengerti, Am cu, tetapi permintaanku adalah lain.
Aku niat pergi ke Tiang an, disini aku mohon Am cu sudi lindungi Yo Bun Hoan untuk satu dua hari. Aku janji,
dalam tempo tiga hari, aku nanti kembalikan muridmu
dengan tak kurang suatu apa. Maukah Am cu bantu aku?"
"Aku memang tahu tak nanti kau beri ampun padaku!"
pendeta itu tertawa. "Kau serahkan pikulan seribu kati kepada pundakku, kau sendiri kabur ke Tiang an! Sunglap apa kau hendak pertunjukkan disana" Jikalau aku gagal, kau bisa persalahkan aku! Tidak, kau pergilah minta
bantuan lain orang."
Eng Jiauw Ong berbangkit, ia menjurah.
"Biar bagaimana, aku minta Am cu bantu aku," ia kata.
"Aku ingin, selama dua malam Am cu goda mereka, nanti di hari ketiga, aku pulang, aku percaya, penasarannya saudara Yo akan dapat dilampiaskan."
"Apakah dayamu itu" Kau perlu kasi keterangan padaku, supaya aku tambah pengetahuan."
" Untuk sementara jangan Am cu menanya. Sebenarnya,
aku sendiri masih belum pasti. Baiklah Am cu terbenam dahulu selama dua hari."
Cu Im Am cu tertawa, "Sudah, masa bodo kau!" kata ia
akirnya. "Kau tentu berniat permainkan Thie Bian
Ciangkun sijenderal muka besi. Mudah2an kau berhasil, supaya kita tak usah perdalam permusuhan kita dengan
kawanan kurcaci itu."
"Am cu baru menerka separuh," kata Eng Jiauw Ong
yang juga tertawa. "Obat yang aku jual dalam cupu2ku ini, sebelum aku buka tutupnya, tak nanti Am cu ketahui!"
"Aku tunggui kau tiga hari," Cu In memotong. "Apabila kau ayal2an dan disini terjadi perubahan, aku tidak
tanggung jawab!" "Tidak nanti aku bikin gagal, Am cu. Am cu sudah
menyanggupi, aku tidak mau lambat2am malam ini juga
aku hendak berangkat. Aku harap sebelum matahari
muncul aku sudah sampai di Hoa im, agar sebentar malam aku bisa sampai di Tiang an."
"Baik, Ong Suheng. Moga2 kau berhasil!"
Eng Jiauw Ong memberi hormat, lantas ia undurkan diri, akan meninggalkan Tek Seng Cay. Ia melalui perjalanan dengan cepat sekali Ia sudah sampai di Hoa im sebelum fajar. Ia jalan terus. Selagi matahari silam, ia sudah seberangi Lam sui. Sehabis bersantap dan menghilangkan letih, diwaktu magrib, ia lanjutkan perjalanannya. Begitu cuaca gelap, ia berlari dengan gunai Ya heng sut. Ia berhasil menyampaikan Tiang an malam itu. Dikota ini, segera ia satroni tangsi tentera. Ia memutari itu untuk bisa loncat naik keatas tembok kota, tempat mana di jaga rapi, serdadu ronda mundar mandir, kentongan atau gembrengnya
berbunyi dengan beraturan. Didalam kota, jalan2 besarpun dirondai. Maka itu, untuk satroni Ciangkunhu, gedung atau markas yenderal, cabang atas dari Hoay siang ini mesti berlaku hati2 dan gesit. Walaupun pintu markas ditutup tapi penjagaan ada rapat sekali. Untuk keluar masuk, orang gunai kedua pintu samping yang kecil.
Untuk penerangan, kecuali lentera Khie su hong, ada di pancar juga lentera gantung.
Naik diatas wuwungan rumah penduduk disebelah
Timur, Eng Jiauw Ong awasi Ciang kun hu, kemudian ia
memutar ke belakang dimana ada tembok tinggi tak satu tumbak. Dikaki tembok ini tidak ada serdadu jaga, ada juga serdadu2 ronda dari tangsi Seng siu eng. Menantikan
sampai serdadu ronda lewat, ia loncat naik keatas tembok, dari situ memasuki pekarangan Ciangkun hu.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-0dw0- IX Didalam ruangan ada yang terang dan gelap, penjagaan
kuat, akan tetapi dengan tidak menghiraukan itu dan
dengan ber hati2 Eng Jiauw Ong masuk terus, menuju
keruangan Barat daya. Dipojok sini, ia hampiri sebuah rumah kecil, dimana dua orang asyik bicara. Ia mendekam diatas genteng, untuk pasang mata sambil mendengarkan.
"Jangan padamkan api," kata salah seorang. "Sebelum
jam empat, Ciangkun tidak nanti masuk tidur. Ciangkun asyik bicara kepada Lauw Su ya, yang ia sayangi. Kiang Tayjin, tokpan bagian rangsum, juga bakal datang lagi."
"Ah, kerjaan berat," kata yang lain. "Sejak ikuti Ciang kun dari kota raja, sampai sekarang ini aku belum dapat hasil suatu apa"."
"Kau gila ingin dapat pangkat," kata pula yang pertama.
"Jangan putus asa, atau kau nanti jadi gila. Kabarnya kawanan Rambut Panjang niat serbu Siam say, kalau Ciang kun peroleh kemenangan, maksudmu mungkin akan
tercapai. Aku nanti dayakan agar Lauw Suya sudi tolong padamu."
"Jangan goda aku, sahabat! Dikampung halamanku aku
tak punya hongsui yang bagus, aku tak berani mengharap terlalu tinggi. Air sudah matang, nah, pergilah kau bawa!"
"Eh, siapa main2 denganmu"
Benar2, aku nanti mintakan bantuannya Lauw Suya. Kau sendiri mesti baiki Lauw Suya, aku bisa bicara lebih leluasa. Sekarang
sediakan tehku, sebentar aku datang pula."
"Kalau kau benar suka tolong aku, aku tidak nanti lupai budimu," kata kawan itu.
"Kau jangan kuatir," kata si sahabat, yang sambil
tertawa lantas berlalu. Eng Jiauw Ong lihat orang ada bawa dua cawan, ia
perhatikan tujuan orang itu, lantas ia coba mengikuti dari atas genteng. Ia sampai dipintu model bulan, ia lihat sebuah taman. Dengan selembar genteng, ia menimpuk kedalam
taman itu. tapi ia tak lihat gerakan suatu apa. Itu berarti disitu tidak ada pengawal. Maka ia merayap ke payon
untuk loncat turun kebawah. Sambil berindap2 ia menuju kepintu gedung.
Dari dalam ada cahaya api yang tidak begitu terang, api itu teraling pintu angin. Eng Jiauw Ong tarik daun pintu pelahan2, ia lekas2 nyelusup masuk. Disitu ada kain tirai pintu, tapi ia lekas cari tempat untuk sembunyikan diri. Ia kuatir nanti kepergok. Ia loncat naik keatas balok yang melintang diatas ruangan itu, hingga dari situ ia bisa mengawasi keruangan Timur.
Di dalam kamar ada meja pat sian to dengan kursi thay su ie, yang teralas tatakan bersulam, dan sebuah meja tulis lengkap dengan perabotannya. Pembaringan berada diarah Timur, disamping pembaringan itu ada satu meja kecil
dengan pelbagai kitab serta sebuah ciaktay, tempat tancap lilin, yang apinya menyala. Penerangan lainnya adalah
enam ciaktay dengan masing bercagak tiga, hingga lilinya jadi ada delapan belas batang, hingga ruangan jadi terang sekali.
Pada kedua ujung pembaringan ada berduduk masing2
satu orang yang satu berumur kira2 empat puluh tahun, mukanya putih, romannya cakap, yang lain, yang duduk
dikanan, berusia lima puluh lebih, sepasang alisnya
gomplok, kedua matanya dalam, hidungnya bangir, mulut nya lebar, kumisnya pendek. Ia ini nampaknya keren.
Ong To Liong menduga yang dikiri itu ada Lauw Su ya,
dan yang dikanan Ciangkun To Liong Oh. Mengawasi
jenderal itu ia percaya orang ada jujur dan gagah.
To Ciangkun sedang hisap cui hun.
"Yu Tong, kenapa It Ciauw masih belum datang?"
demikian terdengar jenderal itu. "Banyak yang aku hendak katakan kepadanya. Kita ada sahabat2 kekal, kita boleh omong terus terang. Ada orang bilang, selamanya aku
lindungi It Ciauw. Aku anggap itu ada kata2nya bangsa siauw jin, manusia rendah. It Ciauw bantu banyak padaku, sebaliknya aku merasa aku perlakukan dia tak selayaknya.
Kau tahu sendiri, sejak keluar perang, kita lakoni perjalanan ribuan lie, tapi selama itu, It Ciauw atur pengangkutan rangsum dengan sempurna. Bukankah rangsum ada yiwa
tentara" Coba lihat lain2 pasukan penindas perusuh, karena rangsumnya tidak terjaga baik, mereka kalut sendirinya. It Ciauw jalankan tugas dengan baik, sebaliknya aku belum tunjang ia secara melewati batas, kalau ia dengar orang punya jelasan itu, bisa jadi ia berkecil hati. Aku biasa bawa sikapku sendiri, nanti aku tunjang dia, aku tak perdulikan apa lain orang bilang!"
"Tong ong benar," berkata Luiw Suya dengan cepat,
"Kang Lian heng ingat budimu, pula ia hendak balas itu
dengan ___ setia. Memang omongan orang luar tidak usah dibuat perhatian."
Baru saja Suya itu berhenti bicara, segera satu serdadu pengawal datang melaporkan kedatangan Kang Tayjin,
Liang siang cie Toh pan, pengurus rangsum tentara.
"Undang dia masuk!" To ciangkun segera menitah.
Serdadu itu undurkan diri, dan sebentar kemudian
datang bersama satu pembesar umur kurang lebih lima
puluh tahun, mukanya kurus, romannya mirip dengan
"kutu buku," jubanya bersih sekali dan rapi. Didepan Ciang kun, dia sudah lantas memberi hormat.
Lauw Su ya berbangkit untuk memberi hormat setelah
tokpan itu selesai menghormati To ciang kun. Ia memanggil
"It Ciauw" dan tokpan itu membalas dengan "lian heng."
Kemudian ___ itu mengalah tempat duduk, ia sendiri
pindah kekursi meja teh depan jendela.
"It Ciauw, ber sama2 Yu Tong aku justeru harap2
kedatanganmu," kata To Ciangkun, yang mulai bicara.
"Selama beberapa hari ini, kau lebih repot pula. Bagaimana dengan tugasmu itu" Apa bantuan rangsum dari Su coan
sudah tiba" Katanya pemberontak hendak, serbu Siamsay dengan dua puluh laksa serdadu, aku tak percaya jumlah itu, aku menduga cuma tujuh atau delapan laksa, namun mereka tak dapat dipandang enteng. Aku harap kau
perlukan mengirim rangsum ke Kim siauw kwan, agar
mereka tidak sampai keputusan bahan makanan. Hanya
mengenai Gouw Tay Giap aku dengar ia ada sedikit
jumawa dan penduduk Siamsay telah diperas hingga rakyat jadi gelisah dan penasaran. Apabila kabar itu benar adanya, aku mesti tegor padanya, jikalau aku tunggu sampai lain orang serang ia, sedikitnya aku bakal ke rembet2.
Kiang It Ciauw menjura. "Tentang tugasku, harap Keng lian Tayjin jangan buat
kuatir," kata ia. "Aku insaf kewajibanku, aku ingat budi kebaikan tayjin, tidak nanti aku men sia2kannya. Rangsum dari Su coan sudah tiba. Rangsum untuk Kim siauw kwan, buat Tee su tin dan Tee gouw tin, masing2 sudah diambil oleh Touwsu Tek Kek Touw dan Siupie Phang Po Kok.
Mengenai Gouw Teetok, baik tayjin bersikap sabar karena sekarang ada disaat membutuhkan tenaga, sedang ia ada gagah. Pie cit sendiri tidak setujui dia tetapi pie cit tidak ingin tanam bibit permusuhan. Karena sepak terjangnya itu, nanti juga dia ketemu pakunya".."
To Liong Oh manggut. "Selama ini pandanganmu banyak bertambah, It
Ciauw," katanya. "Itulah berkat pimpinan tay jin," sahut sebawahan itu.
Baru berkata sampai disitu, Kiang It Ciauw tunda
perkataannya lebih jauh, ia melengak, lalu ia menoleh, karena disitu ada datang satu opsir, sehabis memberi
hormat pada Jenderal To, opsir itu segera berikan laporan nya "Dari kota raja ada datang utusan yang membawa surat penting dari Kun kee Taysin, ia diantar oleh Tintay Louw Tayjin dan Hu ciang Gok Tayjin."
To Ciangkun pun melengak, Lhuw Yu Tong tidak
terkecuali. Tapi jenderal ini lekas jadi tenang pula, sambil perintah pengawalnya untuk layani dia salin pakaian, ia perintah opsir itu minta Louw Tayjin temani utusan
diruangan tamu. Setelah itu ia lalu undurkan diri. It Ciauw sudah menuju ruangan tamu, empat diri tetapi mereka
dititah menanti saja, maka mereka mengantar hanya sampai diluar.
Dilain saat, To Ciangkun sudah menuju ruangan tamu,
empat pengiringnya membawa penerangan tanglung.
Menggunai saat kamar kosong. Eng Jiauw Ong turun
dari tempat ia bersembunyi, untuk letaki sepotong surat diatas meja, yang ia tekan ujungnya dengan dua jari, lalu ia tindikan dengan tindian dari kuning kemudian ia pasang mata pula.
It Ciauw dan Yu Tong sudah lantas ada pengawal yang
sedang minum teh. Tapi ketika mereka balik kedalam dan Yu Tong lihat surat dimeja, ia terperanjat.
"It ong, lihat, surat apakah ini?" ia berseru.
It Ciauw pun terkejut. "Eh, dari mana datangnya ini ?" kata ia, yang terus
menghampiri hingga ia lihat alamatnya. YoCiangkun.
"Betul heran! Kau jangan ganggu, kita tunggu sampai
baliknya Ciangkun." "Heran," nyatakan Yu Tong. "Meja ada begini keras,
kenapa surat ini bisa ditekan hingga melesak"
Kapan kejadiannya " Kita toh tidak pernah berlalu jauh dari sini?"
Selagi dua orang ini ter heran2 To Ciangkun sudah
kembali sehabis menemui tetamu, ia lantas disambut dan diundang duduk.
It Ciauw ingin ketahui dahulu kabar dari kota raja, dari It ___ ia tidak lantas beritahukan tentang surat yang datangnya aneh itu, ia hanya tanya, kabar apa yang utusan bawa. Ia pun tambahkan "Apakah Gouw Loo tiong tong
memesan sesuatu untu Kengliak Tayjin bersiap?"
To Ciangkun manggut2. "Kau benar cerdik," sahut ia,
"Kau menduga benar sebagian nya. Ada satu menteri
penasehat yang sudah adukan Teetok Gouw Tay Giap,
yang dituduh sudah main gila dengan rangsum tentara dan memeras rakyat, disebelah keras sikapnya meminta
tunjangan, dia pun gila paras cantik. Sama sekali ada
belasan ____, hingga Sri Baginda menjadi gusar, hingga perintah mendadak dikeluarkan untuk segera periksa teetok itu, baiknya ada beberapa menteri lain yang memberi saran untuk berlaku sabar terutama mengingat teetok____ ada seorang peperangan yang gagah dan berjasa, sedang
sekarang ada disaat peperangan, tenaga dan kepandaian sangat di butuhkan. Demikian akirnya, Lauw Loo
tiongtong minta suka _____ soal Gouw Teetok itu. Loo
tiongtong pun tidak berani ambil tindakan tegas, umpama dengan
kirim utusan langsung untuk membikin pemeriksaan, di____ Gouw Teetok gusar dan melawan, dari itu diambil putusan untuk mewajibkan aku mem___
penyelidikan dengan teliti, apabila tuduhan terbukti benar, ____ ditugaskan akan kurangi ke_____nnya Gouw Teetok
sedikit demi sedikit. Umpama Gouw Teetok benar
bersalah, sedikitnya ___ ada turut menanggung ja____.aku dipesan untuk berilaku jujur dan adil. Lebih lanjut aku dipesan untuk perhatikan gerak geriknya lain2 pasukan pemberontak, untuk bisa menghadapi mereka. Lihat, It
Ciauw, ___ Tong, apakah ini bukannya ____ sulit?"
Selagi mengucap demikian, ___ Tong Oh memandang
kelain _______, dari itu ia heran tempo mendapat lihat surat diujung ______.
"___, kenapa surat itu tertu___" Tentu ada pelayan yang main gila!" kata ia,
"Harap Keng liak tidak persalahkan pelayan," berkata
Kiang It Ciauw. "Coba Keng liak perhatikan dengan
seksama dan periksa surat itu, nanti Keng liak dapat tahu, surat itu bukannya surat sembarangan."
To Ciangkun berbangkit akan hampiri meja itu. Ia
keluarkan seruan heran apabila ia sudah lihat dari dekat. Ia ulur tangannya akan cabut itu, tetapi surat tidak terangkat apabila ia mencabut untuk kedua kali nya, dengan gunakan
tenaga, baru surat dapat diangkat Ia periksa alamatnya lalu ia buka sampulnya, ia baca bunyinya seperti berikut :
"Ciangkun yang mulia!
Ciangkun memimpin angkatan perang Kerajaan, untuk
menindas pemberontak, guna menolong rakyat agar mereka hidup aman dan damai, untuk itu rakyat bersukur kepada Ciangkun. Akan tetapi tidak demikian dengan Teetok
Gouw Tay Giap. Teetok ini tak hargai kecintaan Ciangkun terhadap rakyat, dia menyalani budi negara, selama
memerintah di Tong kwan, dia berbuat sewenang dia peras rakyat, hingga rakyat jadi mengeluh dan penasaran.
Tentang kejahatannya Teetok itu, rakyat semua mengetahuinya. Paling belakang ini, Gouw Teetok sudah celakai Yo Bun Hoan. penduduk kenamaan dari Hoa im. Yo Bun Hoan itu
ada penduduk baik, terpelajar dan hidup berbahagia, dan untuk belasan tahun ia pernah pangku pangkat dengan adil dan bijaksana, selama belakangan ini, ia hidup sebagai rakyat jelata yang damai. Tentang orang she Yo ini,
Ciangkun pun tentu telah mendengarnya. Tetapi sekarang Gouw Teetok tak dapat peras dia, dia difitnah bersekongkol dengan pemberontak, dia telah ditawan, guna dapati
pengakuannya dia dikompes, hingga tubuhnya terluka,
keadaannya payah. Sebagai satu anak sekolahan, ia
bertubuh lemah, mana ia sanggup lawan siksaan"
Aku ada seorang rakyat jelata, akupun penasaran atas
kekejamannya Gouw Teetok itu, sedang dilain pihak, Bun Hoan adalah orang dari siapa aku ada berhutang budi. Aku tidak mau bertindak sembarangan, dari itu dengan jalan ini aku mohon keadilan Ciangkun. Tentang duduknya hal
Ciangkun bisa tanya sembarang orang. Aku harap
Ciangkun bertindak lekas, karena Gouw Teetok sudah
bersiap sedia menggunai kekerasan, akan berangus mulut orang dengan jalan perampasan jiwa rakyat yang lemah.
Berbareng dengan ini, aku hendak beritahukan hal yang berikut :
Aku mengerti sedikit ilmu silat, aku biasa merantau,
kebetulan saja aku dengar hal kaum pemberontak hendak serbu propinsi Siamsay. Kaum pemberontak jerih terhadap Ciangkun, sengaja mereka siarkan berita hendak meluruk ke Tongkwan, Bun kwan dan Keng cie kwan, tetapi
sebenarnya, dengan maju secara diam2, dengan menyamar sebagai rakyat jelata, mereka menyeberang ke Han kok
kwan dan Hong leng touw, akan bergabung diri dengan
kawanan penjahat yang mengeram digunung Bu Tee San
dan kawanan Hong Bwee Pang didaerah le bun. Mereka
mengacau didalam, untuk memecah perhatian. Jikalau
mereka sampai berhasil, celakalah rakyat negeri. Maka itu, dengan jalan ini, aku mohon perhatian yang sungguh2 dari Ciangkun."
Surat itu dibubuhi tanda tangannya Ong Too Liong.
Selagi To Ciangkun membaca, Kiang It Ciauw dan
Lauw Yu Tong berdiri diam saja, kemudian jenderal ini menoleh pada kedua sebawahannya itu.
"Kau baca surat ini," kata ia, "kemudian kita nanti
berdamai." It Ciauw sambuti surat itu, selagi ia baca bersama Yu Tong, To Ciangkun pergi kekursinya akan duduk diam
dengan alis dikerutkan. Berdua merekapun periksa surat dan sampulnya. Kemudian, Kiang Tayjin letaki surat
didepannya jenderal itu. "Duduklah," kata To Ciangkun seraya pandang dua
orang itu. "Kita mesti berpikir, supaya kita tidak sampai digunai sebagai senjata oleh orang jahat."
"Ciangkun benar," dua sebawahan itu manggut.
"Kapan kau ketahui adanya surat ini?" To Ciangkun
tanya. "Jangan heran atas ketulusan ku. Kenapa tidak lantas
kau beritahukan aku perihal adanya surat ini" Sedikitnya kita bisa susul pembawa surat?"
Kedua sebawahan itu berbangkit.
"Ada selayaknya saja Keng liak tegur kita," kata It
Ciauw, yang terus tuturkan bagaimana mereka dapati surat itu. "Karena datangnya surat secara luar biasa, kita percaya, pengirimnya musti ada orang luar biasa juga, jadi sia2 saja apabila kita susul padanya. Ketika Keng liak kembali, kita tidak ingin bikin kau kaget atau bingung, umpama Kang liak tidak lihat sendiri surat itu, kami toh akan beritahukan juga. Harap Keng liak maaf kan kami untuk sikap kami ini"
"Jangan kau salah anggapan, aku tidak curigai kau
berdua," kata sep itu. "Aku menanyakan karena aku kuatir ada pengawal kita yang main gila karena mereka kena
dilagui orang luar."
"Aku percaya semua orang kita ada setia," Yu Tong
bilang. "Apa yang aneh," It Ciauw bilang, "kita cuma berdiri
sebentar didepan pintu sehabis antar Keng liak keluar, cepat luar biasa, orang telah masuk dan letaki suratnya itu."
Jenderal itu manggut. "Kau benar," ia kata. "Bunyi surat itu sangat kebetulan.
Memang sikapnya Gouw Tay Giap tidak memuaskan. Yo
Bun Hoan ada bekas pembesar yang setia, jujur dan adil, iapun termasuk hartawan, pasti dia tidak akan lakukan perbuatan gelo seperti dituduhkan. Tapi bunyinya surat ada mengenai juga rahasia militer. Kelihatan sipengirim surat agaknya hendak unjuk kegagahannya dan kepandaiannya
ketika ia sampaikan suratnya ini."
"Pie cit anggap, bunyinya surat lebih baik dipercaya
daripada tidak," utarakan Kiang It Ciauw apabila ia lihat sep itu agak sangsi. "Umpama si pengirim surat memfitnah dan ia hendak gunai tangan kita untuk membinasakan
musuhnya, kita juga masih bisa melakukan penyelidikan dengan waspada. Perihal keburukkannya Gouw Teetok, itu sudah terang, apabila Keng liak ayal bertindak, mungkin Keng liak akan kena te rembet2. Sungguh kecewa dan hebat apabila Yo Bun Hoan dan keluarganya yang jumlahnya
beberapa puluh jiwa mesti terbinasa ditangan Gouw Tay Giap. Percuma saja andaikata kemudian perkara dapat
dibikin terang tetapi mereka itu sudah berada didunya baka.
Kenapa kita tidak mau menolong selagi sekarang masih ada ketikanya" Kita urus dahulu perkara Yo Bun Hoan ini,
apabila duduknya benar seperti bunyinya surat ini, rahasia militer itu juga tentu benar adanya. Perihal si pengirim surat, pie cit anggap dia ada seorang gagah dan setia. Baik Keng liak kirim utusan yang pandai ke Tong kwan, akan minta Yo Bun Hoan semua, supaya perkaranya bisa
diperiksa disini. Kita mesti jaga, umpama Gouw Teetok curiga, tidak sampai ia mendahului menjatuhkan hukuman mati pada Yo Bun Hoan. Untuk itu, lebih dahulu kita mesti lihat semua terdakwa, supaya Gouw Teetok tidak sempat berbuat apa2. Bagaimana pikiran Keng liak Tayjin akan indakan ini?"
Kata2nya Kiang It Ciauw ini membuat lenyap semua
kesangsiannya To Ciangkun.
"Baiklah, kita boleh bertindak menurut saranmu itu," ia nyatakan. Kemudian ia menoleh pada Lauw Suya seraya
terus berkata "Tolong kau bikin surat2 yang perlu, kau minta Hu ciang Tiat An Thay yang pergi ke Tong kwan
bersama sejumlah barisannya. Bilang, bila ada satu jiwa saja dari keluarganya Yo Bun Hoan yang lolos, dia akan
diperlakukan sebagai sudah makan sogokan! Dapatkah Tiat Hu ciang tunaikan tugasnya ini?"
"Keng liak Tayjin sudah pilih orang yang tepat." berkata Kiang It Ciauw. "Tiat Hu ciang ada cerdik, dia tentu bisa layani Gouw Teetok, sedang pangkatnya, yang tidak lebih bawah seberapa, pasti akan bikin Gouw Teetok tidak berani main gila terhadapnya."
To Ciangkun puas, ia tetapkan tindakannya itu.
Kemudian, selagi ia salin pakaian, Lauw Yu Tong
selesaikan surat2nya. Pada jam tiga lewat, Tiat Hu ciang telah datang menghadap untuk terima titah, ia dipesan bagaimana harus lindungi keluarga Yo, setelah mana, ia berangkat bersama satu barisan serdadu berkuda. Setelah itu, dua2 Kiang It Ciauw dan Lauw Yu Tong juga pamitan dari sep mereka akan kembali ke masing2 kamarnya,
diruangan sebel Timur. Diluar markas, masi pengiringnya, dengan lentera tangan menyambut mereka, untuk iringi
mereka pulang. Satu pelayan sudah lantas antar To Ciangkun kekamar
tidurnya, tapi sebelum ia kembali untuk rapikan kantoran, selagi kantoran sepi, Eng Jiauw Ong sudah loncat turun dari tempat ia bersembunyi, ia jemput pit atas meja, pit yang masih basah, untuk dibawa loncat naik keatas pin, segera disitu ia menulis enam belas huruf yang berarti
"Kambing sudah lolos dari mulut harimau, sahabat baikku telah terbebas dari penasarannya, maka budi besar ini satu waktu akan dibalas." Sebagai tanda tangan, ia menulis
"Hoay siang, Eng Jiauw Ong". Sehabis itu, ia loncat turun pula apabila ia sudah taruh pit ditempatnya, ia bertindak pergi. Justeru ia dengar tindakan kaki, mengilang dengan cepat.
Diatas genteng dari rumahnya salah satu penduduk, Eng Jiauw Ong beristirahat sebentar. Ia lihat terangnya
rembulan, ia dengar suara kentongan. Itu waktu sudah jam empat lewat. Ia puas dengan tindakannya itu, ia percaya To Ciangkun bakal tolong Yo Bun Hoan. Mengenai Yo Bun
Hoan sendiri, ia puas, sebab ia percaya, Cu In Am cu tentu bisa lindungi orang she Yo itu.
Ketika sudah terang tanah, Eng Jiauw Ong jalan keliling kota Tiang an, untuk perhatikan bekas kota raja yang tua ini. Ia tidak perlu salin pakaian lagi, karena untuk keluar malam, ia tetap pakai thungsha, pakaian yang panjang.
Untuk setengah harian ia berdiam dikota itu, sesudah itu, ia menuju ke Tong kwan. Sama sekali ia tidak sangka, di Tong kwan sudah terjadi perobahan hebat, yang oleh Cu In Am cupun sampai tidak dinyana sama sekali".
-0dw0- X Eng Jiauw Ong sampai di Tong kwan pada jam tiga
lewat, langsung ia menuju ke Tek Seng lay, untuk lihat Cu In Am cu, guna dengar hal keadaan. Ketika ia keluar dari Ban siong , tiba2 ada satu bayangan berkelebat
dihadapannya. Segera ia lompat kesamping untuk luputkan diri, sambil ia menegur "Siapa?"
"Bagus permainanmu ya?" demikian suara jawaban,
yang di susul oleh tertawa menghina.
"Dimana kau telah sembunyikan mereka berdua?"
Jago Hoay siang itu terperanjat. Ia lantas kenali Cu In Am cu, tetapi ia heran atas pertanyaan itu.
"Terima kasih untuk bantuanmu Am cu," kata ia, yang
terus memberi hormat. "Tapi aku tidak mengerti
pertanyaanmu ini. Apakah telah terjadi suatu peristiwa"
Tolong am cu kasi keterangan padaku."
Sekarang adalah si niekouw yang menjadi heran agak
nya. "Apakah ini berarti suheng baru saja kembali dari Tiang an ?" ia balik tanya, "Ah, aneh! Siapa yang sudah tolongi dua boca itu?"
Eng Jiauw Ong melengak. "Dengan sebenarnya baru saja aku sampai!" kata ia.
"Aku menuju langsung kemari untuk segera menemui am
cu! Tak punya kesempatan aku tengok anak itu! Apa
mungkin Hong Bwee dan In Hong sudah lolos dari tangsi tentera" Inilah aneh! Harap am cu kasi keterangan padaku."
Cu In percaya Eng Jiauw Ong tidak main2, karena itu, ia jadi semakin heran.
"Kalau begitu, inilah hebat, suheng!" kata ia, "Setelah itu hari kita berpisahan, aku kembali ke Pek Tiok Am, akan didik murid2ku seperti biasa, setelah magerib baru aku pergi ketangsi. Aku memasuki tangsi dipermulaan jam dua.
Begitu sampai, aku heran, karena penjagaan ada luar biasa keras, seperti orang siap sedia untuk menjaga serbuan besar.
Aku menduga Toan Bie Cio Loo yauw ada undang orang
pandai untuk bantu ia. Untukku penjagaan itu tidak berarti.
Bergantian dengan ilmu Ceng teng Sam ciauw sui dan Yan cu Hui in ciong, aku menuju kekemah tahanan. Paling
dahulu aku tengok keluarga Yo, disini tidak ada yang
kurang kecuali muridku Hong Bwee. Aku masih belum
curiga, aku terus pergi ketempat tahanan lelaki. Disini pun semua terdakwa ada, kecuali muridmu. Aku masih


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menduga dan percaya, Gouw Ko pie sedang memeriksa
mereka berdua, dari itu aku pergi kemar kas, kekemahnya.
Teetok itu sedang bersidang, didampingi oleh Toan Bie Cio Loo yauw. Rupa nya mereka dapat tahu pemberontak bakal datang menyerbu, dari itu, teetok ini sudah atur penjagaan terlebih jauh. Setelah memberikan titah nya, Gouw teetok kata pada tongtay itu "Bagaimana, apa kau sudah cari tahu dimana adanya dua boca tahanan itu. Jikalau aku bukannya percaya kau, niscaya aku sangka kaulah yang kasi lolos mereka. Kau jaga mereka kuat sekali, toh mereka lenyap.
Inilah aku tidak mengerti. Jika begini adanya, jiwaku tentu tak dapat dilindungi lagi! Sekarang aku kasi tempo tiga hari untuk kau cari kedua terdakwa itu sambil berbareng tawan culiknya, apabila kau alpa, jangan sesalkan aku nanti!"
"Aku awasi sikapnya Toan Bie Loo yauw, ia kelihatan
tetap keren, sedikitpun tak tertampak gusar. "Dalam hal ini, pie cit mohon kemurahan hati Kun bun," ia jawab. "Selagi menghadapi musuh2 berbahaya, tidak nanti aku berlaku
alpa. Kemarin malam pie cit susul penjahat bersama susiok dan suhengku sampai kira2 jam lima fajar baru kita
kembali. Pie citpun dapat bantuannya dua tertua she Tie dan Shong. Malah ditengah jalan, pie cit juga bertemu dengan su couw, Thian kong chiu Bin Tie, serta dua murid nya, yang kebetulan lewat disini dan kedua tertua Tie dan Shong telah undang dia ketangsi Kie yong eng dimana kami duduk pasang omong. Bicara belum lama kepada su couw, aku pergi kebelakang akan periksa sekali terdakwa, tetapi entah kapan dua terdakwa satu lelaki dan satu perempuan telah lenyap sedang serdadu2 penjaga, tidak satu yang ketahui. Turut pemeriksaanku, mereka dibawa pergi dengan jalan dari atas. Aku telah periksa keras semua terdakwa, pengakuan mereka ada serupa, yalan sebelum fajar, tiba2
ada mengepul asap hijau. Ketika itu, yang masih belum tidur adalah budak Yo An, Hou In Hong dan Yo See Tiong, putera sulung dari Yo Bun Hoan Mereka ini dapat cium bau luar biasa, ketika mereka hendak buka mulut, lantas mereka tak sadar akan diri mereka. Yang lain2 yang sedang tidur, tentu saja tak tahu suatu apa. Adalah setelah terang tanah, tempo mereka semua tersedar, mereka lihat terhilangnya anak muda itu. Demikianpun kejadian dengan lenyapnya si nona.
Dibawah penjagaan keras, penjahat bisa tolongi sepasang anak muda itu, pie cit duga itu ada kerjaannya Eng Jiauw Ong yang suka malang melintang didunya kang ouw, serta niekouw bangsat yang tua dari See Gak. Maka itu, dengan lantas pie cit perintah selidiki Eng Jiauw Ong. Sekarang ini, orang2 itu masih belum kembali. Tentu saja pie cit tak dapat lolos dari tanggung jawab, dari itu pie cit mohon Kun bun beri tempo satu atau dua hari untuk pie cit cari orang2
jahat itu serta kedua anak muda itu. Kedua tertua Tie dan Shong datang untuk bantu pie cit, tapi mereka ada. punya urusan sangat penting, dengan mendadak mereka telah
berangkat ke Kanglam. Mengenai kabaran
bahwa pemberontak hendak nyerbu dari tiga jurusan, kedua tertua itu bilang, kabar itu benar adanya. Jumlah pemberontak ada belasan laksa jiwa. Tapi mereka tidak cuma akan maju dari tiga jurusan, lebih dahulu daripada itu, mereka sudah kirim beberapa ribu pelopor dengan menyamar untk melusup
masuk kedalam daerah kita, guna menyambut dari dalam.
Dari itu, harap Kun bun tidak sampai tersesat oleh kabar2
angin dan jangan pandang enteng tenaga pemberontak,
ielah baik sebelum pemberontak turun tangan, Kun bun
mendahului mengatur penjagaan yang kuat. Tie dan Shong Loo su tidak mau berikan keterangannya ini lebih siang, mereka kuatir nanti disangka mengharapkan pahala saja,
dari itu, sesudah hendak berangkat, baru mereka minta pie cit yang menyampaikannya."
"Mendengar keterangan itu, Couw Teetok girang bukan
kepalang, nampaknya ia puas betul. Ia telah puji kedua orang she Tie dan Shong itu, sedang Cio Tongtay dipesan untuk jaga keras sekali semua orang tahanan. Aku bingung mendengar omongannya tongtay itu. Dari omongan mana,
terang murid2 kita bukan lenyap terculik mereka, aku
percaya adalah kau yang sudah tolongi mereka. Kembali aku lakukan penyelidikan. Aku lihat penjahat yang kita gantung dijurang, tetapi yang lain2nya tidak ada bersama dia. Lantas aku paksa pergi ketangsi belakang, ketempat tahanan, akan ketemui Nyonya Yo, keterangannya adalah sama
dengan keterangannya Cio Tongtay tentang lenyapnya Hong Bwee. Selagi aku undurkan diri dari
tempat tahanan, ada orang bokong aku dengan senjata
rahasia. Aku tolong diri dengan sambut senjata rahasia itu, sebatang panah dengan bulu burung putih dan kepala
ular2an. Kau tahu, suheng, di pihak Utara tidak ada orang yang gunai senjata semacam itu. Aku ingat melainkan Soat San Jie Siu yang dahulu menjagoi di Su coan Tengah yang mengerti semacam senjata. Mereka berdua sudah berusia tinggi, katanya mereka sudah undurkan diri dan cuci
tangan, entah mereka masih hidup atau sudah meninggal dunya, tetapi aku percaya, penyerangku itu mesti ada murid dari salah satu dari mereka. Aku tidak mau bikin tercemar nama Hoay Yang Pang, diwaktu berlalu, aku betulkan
genteng yang aku buka seperti sediakala. Adalah niatku, akan hadapi penyerang gelap itu, tetapi dia tidak mau muncul, cuma seratus lebih serdadu Kie yong peng dari Cio Tongtay yang hujani aku dengan anak panah. Aku tidak
mau layani segala serdadu, sambil putar pedangku, Tin hay Hok pookiam, aku singkirkan diri. Karena kedua anak itu agaknya bukan musuh yang menculiknya, mereka tentu
ditolong oleh kaum kita, dari itu terpaksa aku pulang dahulu ke Tek Seng Gay. Tapi sekarang ternyata, suheng tidak tolongi mereka, inilah aneh. Bagaimana aku tak jadi ibuk?"
Ong Too Liong kerutkan alis, agaknya ia masgul sekali.
"Benar aneh!" niatakan ia. "Aku kuatirkan anak2 itu! Aku heran, kenapa am cu kena disesatkan. Coba pikir, mana ada kaum kita yang biasa gunai asap obat pules Bong han hio"
Aku lebih percaya mereka berdua sudah terjatuh kedalam tangannya orang2 jahat!..."
Lantas Eng Jiauw Ong tuturkan bagaimana ia sudah
datangi Ciangkun hu hingga kejadian Ciangkun To Liong Oh kirim Hu ciang Tiat An Thay pergi ketangsi Gouw
Teetok untuk jemput Keluarga Yo, guna perkara itu
diperiksa di Tiang an. "Baru aku berhasil disana, tidak tersangka disini telah terjadi perubahan," nyatakan Ong Too Liong kemudian.
"Aku percaya Toan Bie Cio Loo yauw sudah dapati
bantuan lain untuk tempur kita secara menggelap, maka, Am cu, haruslah kau bantu aku. Mari kita pergi pula
ketangsi besar melakukan penyelidikan. Aku duga Tiat Hu ciangkun juga akan sudah sampai, disana kita nanti lihat, dia bisa atau tidak menjemput semua orang. Umpama
keluarga Yo sudah lolos dari mulut harimau, kita toh harus lindungi ia disepanjang jalan. Aku kuatir musuh belum puas dan mereka nanti mencegatnya. Tidakkah Am cu pun
memikir demikian" "
Cu In Am cu gusar ketika ia berkata "buat empat puluh tahun pin nie sudah malang melintang, dengan andalkan pedangku ini, pernah aku damaikan berbagai keruwetan, aku tidak nyana disini orang telah permainkan aku! Jikalau aku tidak kasi rasa pedang Tin hay Hok po kiam ini, orang tidak akan ketahui liehaynya si niekouw tua dari See Gak!
Aku percaya, dalam keadaan seperti ini Pou sat pun tidak akan persalahkan yang aku langgar pantangan membunuh.
Berangkat, suheng, aku ingin lihat tingkah lakunya
kawanan manusia rendah itu!"
"Baik, am cu!" jawab Eng Jiauw Ong, yang lihat orang
telah jadi gusar. Ia tidak banyak omong lagi, terus ia berjalan.
Dengan Ya heng sut, ilmu lari malam, mereka tinggalkan rimba Ban siong peng akan turun dari bukit, buat menuju ketangsi besar dari tentera negara. Tangsi itu terbenam dalam gelap gulita. Selagi mereka mendekati suatu ujung, Ser, ser," empat atau lima batang panah menyamber kearah mereka, hingga mereka perlu lekas berkelit. Mereka
mengerti, tangsi itu terjaga kuat. Tapi mereka tidak
perdulikan itu, dengan, memutar sedikit, dengan ber hati2, mereka toh bisa sampaikan tempat tahanan. Dari arah
depan, mereka lihat bagaimana kerasnya penjagaan.
Dengan gesit mereka pergi ke belakang tangsi, lalu
dengan "Yan cu Hui in ciong" atau "Walet terbang
kawan," mereka bisa panjat wuwungan kemah markas. Eng Jiauw Ong hendak lantas gunai jari tangannya, yang
kuatnya bagaikan kuku garuda, akan robek tenda, tetapi Cu In segera mencegah.
"Disini ada murid2nya Soat San Jie Siu, jangan
sembrono," menasihatkan pendeta perempuan ini. "Sekarang bukan ketikanya untuk layani mereka."
Lalu, dengan pedangnya yang tajam, niekow ini tusuk
tenda, untuk membuat dua lobang untuk mereka mengintai masing2. Mereka saling membelakangi, hingga berbareng mereka bisa pasang mata keempat penjuru, untuk berjaga.
Didalam kemah sedang dibikin pertemuan. Gouw
Teetok tidak duduk atas kursi kebesarannya, hanya disitu
ada ditambah dua buah kursi dengan mana Teetok itu
sambut tetamunya sebagai tetamu yang dihormati. Tetamu itu adalah Hu ciang Tiat An Thay, siapa, dari kopiahnya, terniata ada calon Teetok, hingga dengan Gouw Teetok, tingkatnya tidak beda jauh. Terang To Ciangkun kirim
utusannya ini, agar si utusan bisa bicara dengan leluasa dengan Gouw Ko pie si tukang peras, supaya situkang peras ini tidak berani memandang enteng, kecuali dia mau
melawan tidak nanti Gouw Teetok berani tidak serahkan orang2 tawanan kepada utusan ini. Kelihatannya Tiat Hu ciang sudah sampai sekian lama dan orang2 tawanan sudah siap untuk diserahkan. Teetok itu menerangkan hal
lenyapnya dua tahanan, yang ia katakan mesti diculik oleh semacam hui cat, bangsat terbang, yang liehay, yang tidak dapat dilawan oleh pasukan tentera, Teetok ini usulkan hu ciang itu pulang lebih dahulu, agar ia sendiri yang antar orang tahnnan itu, yang perlu perlindungan kuat.
"Harap Kun bun tidak salah mengerti," kata Tiat Hu
ciang, yang bisa bicara. "Penjahat memang liehay, didalam tangsi, dia berani rampas persakitan, tetapi walau demikian, karena mereka bukannya tahanan2 penting, tidak apa. Aku tidak berani bikin kau berabe, aku sanggup iringi mereka itu."
Bicara sampai disitu, ada datang laporan bahwa semua
tahanan sudah berada diluar, atas mana Gouw Teetok
serukan "Bawa mereka masuk!" Maka diantara teguran
nyaring dan berisiknya rantai borgolan kesitu digiring masuk sejumlah orang tahanan, lelaki dan perempuan,
dengan roman mereka lesu dan berpakaian kucel.
Tiat Hu ciang ada seseorang peperangan ulung, yang
hatinya keras, akan tetapi, memandang orang2 tawanan ini, ia merasa berkasihan. Lekas2 ia periksa daftar. Semua
tahanan ada delapan belas jiwa, lenyap dua tinggal enam belas.
"Kun bun Tayjln," kata Tiat Hu ciang kemudian, "dalam perkara ini ada juruwarta she Gouw apakah diapun telah dipanggil menghadap" Dia seorang yang berjasa, Keng liak tayjin berniat berikan pujian padanya?"
"Dia berada pada Hu ___ " sahut Gouw Teetok "___
sudah berangkat sekian lama, barangkali tidak lama lagi dan bakal sampai".."
-oo0dw0oo- Jilid ke 2 NB : diberi _______ artinya gak kebaca, krn djvunya kabur banget, harap maklum bukunya sudah tua banget (Dewi KZ)
Teetok ini baharu berhenti bicara atau datang laporan hal sampainya Goan Siong.
"Bawa dia masuk!" Tiat Hu ciang menitah.
Goan Siong dibawa masuk dengan ia tidak berani angkat kepala, baharu dua tindak, ia sudah tekuk lutut, tetapi Tiat Hu ciang, yang awas, sudah lantas lihat roman orang yang tak mengasih.
"Apakah kau yang bernama Goan Siong" "
Dengan suara tidak tegas, pemberi warta itu membenarkan. "Bagus!" kata hu ciang itu. "Kau berjasa sudah
mendapati rahasianya Yo Bun Hoan berkongkol dengan
pemberontak, kau harus diberi ganjaran, sekarang kau turut
ke Tiang an, satu kali Keng liak Tayjin sukai kau, pasti kau akan peroleh pangkat!"
Goan Siong tidak berani menjawab, ia melainkan
manggut2. "Nah, mundurlah!" kata Tiat Hu ciang sambil tertawa,
sesudah mana, ia berkata pada Gouw Teetok "Keng liak
Tayjin menitah cepat, aku tidak berani abaikan itu, kalau kereta sudah siap, aku ingin berangkat sekarang juga."
"Kenapa demikian kesusu, lauw hia?" kata Gouw
Teetok. "Diwaktu malam begini, bagaimana orang2 jahat bisa diberangkatkan" Jalanan ada terlalu berbahaya. Baik lauw hia menunda sampai besok pagi."
"Menyesal tidak bisa, Kun bun," menjawab Tiat Hu
ciang, yang tahu teetok ini cerdik dan ia kuatir orang majukan banyak alasan lain lagi. "Tabiatnya Keng liak Tayjin keras, aku lebih suka menempuh bahaya ditengah jalan daripada ayal2an, aku akan dapat susah apabila aku lewat lewatkan batas tempo yang diberikan."
Melihat demikian, Gouw Teetok perintah siapkan kereta untuk orang2 tahanan, setelah itu Tiat Hu ciang berbangkit memberi hormat untuk pamitan.
Gouw Teetok membalas hormat, ia hendak mengantar.
"Baiklah Yo Bun Hoan dan kedua anaknya dimuatkan
dalam sebuah kereta, mereka adalah terdakwa2 yang
utama," Teetok ini berikan nasihat. "Mereka itu telah sekongkol dengan pemberontak!"
"Terima kasih, kun bun," kata Tiat Hu ciang. "Barisanku adalah barisan pilihan, aku percaya aku sanggup
melindungi mereka." Melihat orang ada cerdik dan keras sikapnya, Gouw
Teetok tidak ber kata2 lebih jauh, ketika ia mengantar sampai didepan pintu, Tiat Hu ciang minta dengan hormat untuk dia tidak mengantar lebih jauh lagi. Tadinya teetok ini mau mengantar pula tetapi Cio Tongtay tarik ujung bajunya, hingga ia hentikan tindakannya Tiat Hu ciang tidak lihat kejadian itu, tetapi Eng Jiauw Ong dan Cu In Am cu diatas mereka, melihat dengan tegas.
Cio Tongtay lantas berbisik pada Gouw Teetok, siapa
terus unjuk roman gusar, kemudian dengan kerutkan alis, ia kata dengan pelahan "Sebentar kita bicara didalam"."
Sampai disitu, teetok ini perintah semua opsir balik
ketempatnya masing2, sekarang markas hanya terjaga oleh delapan serdadu pengawal.
Eng Jiauw Ong kutik Cu In, buat diajak turun
kebelakang tangsi, disini mereka berdamai sebentar, lantas mereka berpencar kekiri dan kanan, untuk maju kedepan.
Selagi Eng Jiauw Ong lewat ditangsi ketiga, dari samping kirinya ada angin menyamber. Ia terkejut, segera loncat kekanan, memutar diri untuk bersiap. Ia segera lihat
sepasang Jit goat lun, yang bersinar hijau, menyamber kearahnya. Dengan "Pa Ong gie kah" atau "Couw Pa Ong
membuka juba perang," ia berkelit, berbareng sambil mutar, dua jari tangan kanannya menyamber iga kanan
sipenyerang, menotok jalan darah " Thian kie hiat."
Penyerang gelap itu berkelit kekiri, sepasang senjatanya di pakai mengiringi, kemudian sambil angkat kaki kanan, tangan kanannya, dengan "Pek ho liang cie" atau "Burung ho putih membuka sayap," hajar bahu kanan dari lawan.
Melihat serangan senjata, Eng Jiauw Ong tarik
tangannya seraya tubuhnya berkisar kekiri, sambil
mengegos, tangan kirinya, dengan jari "Kim kong cie,"
mencari orang punya jalan darah "Lo ji hiat," yang berada di bawah pundak kanan.
Dengan "Koay bong hoan sin," atau "Ular naga
jumpalitan," nyerang itu bebaskan diri, lalu dengan "Tok coa sim hiat" atau "Ular berbisa mencari lobang," ia putar diri, tangan kirinya terus menyamber kebawah. tubuhnya membarengi berdongko sedikit.
Melihat musuh liehay, Eng Jiauw Ong melesat jauh
hampir dua tumbak. Baharu ia menaruh kaki, atau dari
arah belakangnya terdengar samberan panah tangan. Ia
lekas egosi dirinya. Berbareng dengan itu, ia dengar seruan
"Jangan main kampak didepan kawan!" yang disusul oleh menyambernya suatu sinar putih, hingga kedua senjata
bentrok, menerbitkan suari dan jatuh berbareng ketanah.
Menyusul itu, Cu In Am cu lompat kedepannya Eng
Jiauw Ong, akan tetapi, belum sempat mereka bicara, dari tempat dua tiga tumbak jauhnya mereka dengar tertawa
mengejek disusul kata2 "Baharu aku belajar kenal dengan kepandaiannya Eng Jiauw Ong si tua bangka, tidak di
sangka2, nikow tua dari See Gak juga datang membantu
meramaikan! Baiklah! Dengan panahku Diang cie Coa
tauw Pek ie cian sebagai ganti surut undangan, aku undang kau berdua datang ke Cap jie Lam hoan ouw dimana
dengan hormat aku menantikan! Sekarang maaf, tak dapat aku menemani lama2!..."
"Eh, bu beng siauw cut juga berani bertingkah!" Eng
Jinuw Ong berseru. "Kasi tahulah namamu!"
Jawaban tidak ada, musuh entah telah pergi kemana,
tapi suara itu menyebabkan muncul nya serdadu jaga serta kawan nya.
"Siapa?" mereka menegor.
"Jangan layani segala serdadu!" kata Cu In. "Suheng,
mari!" Pendeta itu loncat kekiri, Eng Jiauw Ong turut dia
setelah ia jemput dua potong senjata rahasia yang terletak ditanah, Mereka pergi ketangsi depan, baharu melewati dua tangsi, mereka sudah lihat api terang2, maka Cu In ajak sahabatnya menyingkir ketempat gelap. Dari sini mereka pasang mata, mereka lihat Tiat Hu ciang tilik orang tahanan dikasi naik kedalam enam buah kereta, yang dua ada kereta keledai tertutup. Yo Bun Hoan naik dikereta ketiga, baharu saja ia diantar naik oleh serdadunya Gouw Teetok, dengan cepat satu serdadu merabah tenda biru dibagian belakang, atas mana tenda itu memperlihatkan warna putih kapur, sekalipun dari jauh, nyata kelihatannya. Tidak ada orang lain yang perhatikan itu.
"Suheng, kau lihat, bukan?" Cu In berbisik. "Terang
Gouw Teetok menyerahkan orang tahanan dengan
terpaksa, dia tidak puas. Mestinya dia ada berniat jahat, kita mesti waspada!"
Eng Jiauw Ong manggut. "Am cu benar. Karena dia tidak puas, kita mesti
menguntit rombongan ini, untuk mencegah onar!"
Sebentar kemudian enam buah kereta sudah berjalan,
barisannya Tiat Hu ciang mengiringi disekitarnya Tiat Hu ciang sendiri jalan disebelah belakang. Dua puluh batang obor menerangi sang malam.
Dibelakang sebuah kereta, Goan Siong berjalan dengan
menunggang kuda. ia dijaga keras, Ia rupanya tidak bisa naik kuda baharu beberapa tindak, ia suda rubuh, hingga ia mesti ditolong dan akhirnya dikasi naik atas kereta terakhir, hingga ia jadi berkumpul dengan orang2 tawanan.
Dengan satu tanda, Cu In dan Ong Too Liong keluar
dari kalangan tangsi. Ketika itu ada kurang lebih jam empat. Melihat dari tangsi itu sehingga di Tong kwan thia ada penjagaan tentera rapat, Eng Jiauw Ong berdua tidak kuatir penjahat turun tangan disitu dari itu dengan jalan mutar, mereka melewati, terus sampai di Sin hoa ek dimana ada sebuah rimba.
"Mari kita beristirahat disini," berkata Eng Jiauw Ong pada kawannya. "Umpama orang jahat hendak turun
tangan, itu mesti dilakukan selewatnya kota Hoa im. Di Selatan sungai Wie Hoo, di Utara Siauw kee tay, ada gili2
Lok hun tee. Itu ada jalanan penting untuk Tiang an, itu tempat berbahaya. Rupanya Tiat Hu ciang bisa duga Gouw Tee tok tidak puas, sehingga dia tidak mau bertambat
sampai besok pagi. Kelihatannya, asal rombongan ini bisa sampai di Lim tong, bahaya akan sudah lewat."
"Akupun percaya, Gouw Teetok tidak akan berani turun
tangan secara terang2an dan yang bakal bekerja juga mesti ada oran2nya yang berani mati," sahut Cu In. "Aku harap suheng jangan alpa, keretanya Yo sie cu telah ditandai, rupanya dia arahi orang she Yo ini. Baik kita menantikan di Lok hun tee saja."
"Sabar, am cu," kata Eng Jiauw Ong. "Terpisahnya kita dari sini dengan Siauw kee tay ada tiga atau empat puluh lie, Tiat Hu ciang sendiri jalan di jalan umum dimana ada penjagaan, sebaliknya, dengan kita ambil jalan dari Sin hoo ek, walaupun jalanannya sukar, kita bisa hematkan
beberapa belas lie. Umpama orangnya Gouw Teetok
menyusul, mereka akan mengambil jalanan kita juga kita tak usah kuatir mereka nanti lolos dari pengawasan kita.
Aku hanya pikirkan musuh kita tadi didalam tangsi.
Dengan senjata Jit goat lun, dia nampaknya liehay, ketika dia gunai senjata rahasia, syukur am cu talangi aku dengan
am cu punya Seebun Cit po cu hingga serangannya itu jadi gagal. Aku telah pungut dua senjata itu. Aku tidak mengerti adalah ucapannya dengan dua batang panah tangannya ia undang kita, katanya ia menantikan dientah apa Cio kee ouw" Tempat apa itu?"
Golok Halilintar 5 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Naga Sakti Sungai Kuning 10

Cari Blog Ini