Ceritasilat Novel Online

Eng Djiauw Ong 23

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 23


Siok beng Sin Ie segera periksa nadi orang, lalu ia buka baju nya Hauw Giok akan lihat luka diiganya, ia kerutkan alis apabila ia dapati, tulang iganya pemuda itu telah patah.
Dari sakunya ia keluarkan obat bubuk.
Mulutnya Hauw Giok rapat, giginya terkancing, disitu
tidak ada alat ketabiban, terpaksa Lioe Tong gunai kedua tangannya akan buka mulutnya orang itu, sesudah mana
dengan sebat ia tuang obat kedalam mulut, disusul dengan cegukan air, supanya obat kena ditelan. Mulut itupun
dirapatkan dengan cepat. Itu waktu ada datang Heng tong Loosoe Gouw Ceng,
yang tadi habis urus Cio Loo Yauw. Dia tahu ada dua
orang luka, dia datang bersama dua tabib, tapi kapan ia lihat tocoe pihaknya diobati Lioe Tong, ia jadi tidak senang, terus saja ia kata pada Lioe Tong "Hauw Tocoe terluka disebabkan ilmu silatnya tidak terlatih sempurna dan dia tidak tahu diri, dia cari penyakit sendiri. Seharusnya dia dirawat oleh kami, tapi sekarang kami telah bikin berabe pada Ban Loosoe. Baiklah dia diserahkan kepada kami,
untuk kami yang obati sendiri!"
Lioe Tong tidak gusar, sebaliknya, ia bersenyum.
"Gouw Loosoe, harap kau tidak anggap aku si orang she Ban suka campur banyak urusan," menerangkan ia. "Aku
hanya utamakan jiwa manusia. Pada saat ini, dimataku
tidak ada lawan atau kawan. Hauw Tocoe terluka parah, kalau kita lambat sedikit dan dia muntah untuk kedua
kalinya, walaupun ada obat sangat mustajab, dia tidak akan tertolong lagi. Sekarang aku telah berikan pertolongan pertama. Sebentar apabila dia sudah dibawa pergi, taruhlah dia ditempat yang tenteram, lantas kasi dia obat
penyambung tulang, tulang
tulangnya pun diurut, disambung pula seperti sediakala, nanti setelah empat puluh sembilan hari, dia akan sembuh seperti biasa. Aku bodoh,
aku cuma mengarti sedikit ilmu obat2an, menyesal di depan Gouw Loosoe aku seperti bertingkah didepan akhli
Aku berbuat begini cuma disebabkan aku ingat
persahabatan kaum kang ouw, bahwa belajar silat bukannya gampang, kasihan apabila Hauw Tocoe sampai tak
ketolongan. Begitulah aku berlaku lancang, aku harap
Gouw Loosoe suka maklum."
Gouw Ceng tidak tahu Hauw Giok terluka parah, ia
menyangka lukanya enteng, ia tidak senang musuh yang
mesti mengobati, tapi sekarang ia dapat kenyataan, rekan itu tinggal mati atau hidup, sedang suaranya Ban Lioe Tong pun manis2 tajam, dengan sendirinya muka dan kupingnya menjadi merah.
Ban Lioe Tong tidak tunggu sampai orang bicara, selagi orang jengah, ia tambahkan "Gouw Loosoe, aku melainkan hendak menolong jiwa, kau percaya syukur, tidak percaya pun tak apa, tapi sekarang aku minta kau lekas2 bawa
Hauw Tocoe!" Setelah mengucap demikian, tanpa tunggu orang mulai
bekerja, Lioe Tong membungkuk, akan ulur kedua
tangannya kepada Hauw Giok, tangan kanan menampa
batang leher, tangan kiri menampa kedua kaki, lalu dengan hati2 ia angkat tubuh orang yang terluka itu, kemudian setelah suruh orang siapkan gotongan, ia letaki musuh ini diatas gotongan itu. Secara demikian, kecuali ujung
kakinya, tubuhnya Hauw Giok tidak tergerak sama sekali.
Menampak demikian, Hay niauw Gouw Ceng si Burung
Laut malu berbareng kagum..
Lioe Tong merogo kedalam sakunya, akan keluarkan
obat pulung penyambung tulang, sembari serahkan itu
kepada Gouw Ceng, ia kata "Gouw Loosoe, harap kau
rawat Hauw Tocoe seperti pengunjukanku tadi, dengan
demikian baharu jiwanya akan ketolongan."
Setelah itu, ketua dari Kwie In Po segera bertindak
kerombongannya. Auwyang Siang Gee, dengan titah ketuanya, sambut
Siok beng Sin Ie, untuk diantar kekursinya, sedang Boe Wie Yang pun berbangkit, sembari memberi hormat dia kata
"Ban Loosoe, kau demikian mulia, aku si orang she Boe menghaturkan terima kasih tak habisnya kepadamu.
Akupun sangat kagum untuk ilmu ketabibanmu yang luhur.
Kau banyak cape, Ban Loosoe!"
Ban Lioe Tong tidak segera duduk dikursinya, ia hanya memutar tubuh, akan hadapi ketua Hong Bwee Pang itu.
"Harap Pangcoe tidak terlalu memuji padaku," ia
merendahkan diri. "Pengetahuanku tentang ilmu ketabiban ada cetek sekali. Malah, adalah kemurahan hati dari
Pangcoe semua yang sudah tidak cela kelancanganku
mewakilkan pihakmu mengobati Hauw Tocoe, bahwa aku
telah tidak dikatakan suka campur banyak urusan. Tak
sanggup aku terima ucapan terima kasih dari Pangcoe.
Pangcoe, tadi ada datang satu loosoe yang hendak pieboe dengan muridku yang sedang terluka, maafkan mataku
yang lamur, aku tidak tahu disini dia menjabat apa, apa she dan namanya, maka tolong Pangcoe ajar aku kenal
kepadanya, aku hendak omong sepatah dua patah
terhadapnya." Auwyang Siang Gee mengerti, tetamu dari Kian San ini
tentu tidak sudi kasi lewat begitu saja kepada Ceng kang ong Ang Giok To untuk sikapnya yang garang itu, dan
karena ia tahu tetamu ini bukannya orang bangsa
sembarangan, tanpa tunggu perkenan lagi dari ketuanya, ia mewakilkan menjawab.
"Ban Loosoe," berkata la, "barusan orang yang langgar aturan pertempuran persahabatan ini ada Soenkang
Congtocoe Ang Giok To dan Tocoe Hauw Giok yang
terluka itu adalah anak angkatnya. Dia lihat anaknya
terluka parah, dia tentu kuatirkan jiwanya anak itu, karena adanya kecintaan diantara ayah dan anak, kejadianlah
perbuatannya yang sembrono itu. Mengenani, aku harap
Ban Loosoe suka memaafkarmya."
"Auwyang Hiocoe, aku harap kau tidak mengucap
demikian," kata Lioe Tong dengan cepat. "Mana berani
aku menegur loosoe dari Hong Bwee Pang" Adalah sikapku barusan, yang tidak memakai adat sopan, karena mana
ingin aku memberi sedikit penjelasan kepada Ang Tocoe.
Aku harap hiocoe tidak berkuatir suatu apa."
Selagi mengucap demikian, Siok beng Sin Ie telah lantas lihat, Ang Giok To duduk dikursi yang kesebelas, maka ia hadapi dia itu seraya ia rangkap kedua tangannya.
"Ang Tocoe, Ban Lioe Tong hendak bicara sedikit
kepadamu, aku minta sukalah kau maafkan kelancanganku." Ketika itu, Ang Giok To sedang mendongkol, karena
kelancangannya itu, Boe Wie Yang telah tegur padanya, dan hatinyapun sedang tegang sekali, sebab ia kuatirkan keselamatan anak pungutnya siapa, ia tidak segera tengok karena dia dikekang oleh tata tertib didalam pertempuran itu. Maka ketika mendengar perkataannya Ban Lioe Tong, ia mengawasi dengan roman gusar kepada tetamunya itu. Ia jawab "Ban Loosoe, kau hendak bicara apa" Silahkan
bicara, Ang Giok To bersedia akan mendengarnya."
"Ang Loosoe," berkata Ban Lioe Tong dengan tenang,
"kita semua pernah yakinkan ilmu silat, maka sudah
seharusnya kita insyaf, walaupun ilmu silat bisa dipakai
membela diri tetapi berbareng juga bisa jadi alat pembunuh sesama manusia. Tegasnya, satu kali tangan digeraki, tidak bisa diharap keselamatannya kedua pihak. Kami telah
diundang ke Cap jie Lian hoan ouw ini, kami
memenuhinya, dan dengan terpaksa kami pun menerima
baik permintaan untuk kedua pihak mengadakan pieboe
persahabatan. Semua hadirin disini adalah tetua dari
kalangan kang ouw dan Rimba Persilatan, semua mengerti dan bisa melihat nyata gerakan kaki tangan dari mereka yang sedang bertempur, dari itu, bisalah mereka dijadikan saksi. Bukankah mereka telah lihat tegas ketika muridku layani Kim Tocoe dan Hauw Tocoe" Bukankah mereka
mengarti apabila ada pihak yang beringatan jahat! Kami dari pihak Hoay Yang Pay sangat melarang keras
murid2nya lancang melukai orang. Benar muridku mengarti Tiat pou san, tetapi dia tidak kandung maksud jahat, tidak demikian dengan Kim Tocoe, begitu bergebrak, dia arah bagian anggota yang berbahaya hingga tak dapat muridku tidak lakukan penyerangan pembalasan. Ketika Hauw
Tocoe turun tangan, dia sudah mengarti yang muridku
kedot, justeru itu, ia sengaja cari bagian2 lemah dari muridku itu. Bukankah mereka berdua, tidak bermusuhan atau saling dendam" Kenapa Hauw Tocoe berlaku kejam,
dia menyerang selalu tempat yang berbahaya" Muridku
telah terpukul parah, karena mana, baharulah dia
membalas, dengan sisa tenaganya dia lukai kepada Hauw Tocoe. Dengan kepandaian Ang Tocoe yang liehay,
tentunya Tocoe bukan tidak lihat kejadian yang sebenarnya.
Apabila Hauw Tocoe berhasil dengan pukulan nya itu,
bukan saja akan ludas cape lelahku belasan tahun, juga jiwa muridku itu sekarang pasti sudah habis juga! Mereka berdua sedang bertempur, keadaan mereka bisa dimengerti. Tocoe ada dibawahan Boe Pangcoe, kaupun memimpin dua belas
tocoe, tapi kau hendak adu jiwa dengan muridku yang
sedang terluka, aku anggap perbuatan itu tidak selayaknya.
Ang Tocoe, aku telah bicara, apabila kau masih tidak puas, sebagai gurunya Coh Heng, aku suka wakilkan muridku itu menerima teguran! Apakah Tocoe hendak memberi
pengajaran kepadaku?"
Mukanya Giok To menjadi merah. Ia kalah alasan, ia
tidak bisa membantah. Tapi ia menjawab "Ban Loosoe
telah ketahui kekeliruanku, tidak dapat aku menyangkalnya. Umpama Ban Loosoe sudi memberi
pengajaran kepadaku, aku bersedia untuk menerimanya."
Tocoe ini keras kepala, sehabis berkata, ia hendak
mohon perkenan kepada ketuanya, tapi belum sempat ia
buka mulut, salah satu tetamu, yaitu Hek sat chioe Poei Ciong, telah mendahului berbangkit.
"Dalam kata2nya Ban Loosoe juga ada bagian yang
tidak tepat" berkata Poei Ciong. "Kita sudah tahu, ilmu silatpun ada sebagai alat pembunuh, bahwa bergeraknya tangan tidak dapat dibataskan, dari itu dalam per tempuran, orang mesti mengandal pada latihannya sendiri. Aku lihat, caranya Hauw Tocoe melukai muridmu ada hal yang
kebetulan saja, maka adalah keterlaluan apabila dikatakan itu disebabkan niatan jahat! Jikalau demikian anggapan Ban Loosoe, sulit untuk lain2 orang adu kepandaian terlebih jauh. Ban Loosoe, aku si orang she Poei sudah lama dengar namamu yang besar, Shacap lou Kim na hoat membuat
namamu kesohor berendeng sama nama ketuamu, maka
kebetulan ada ini hari yang baik, suka sekali aku menerima pengajaran darimu."
Belum sempat Ban Lioe Tong berikan jawabannya, atau
suara tertawa nyaring dari Siangkoan In Tong sudah
mendengung di seluruh lapangan.
"Ban Loosoe, muridmu yang timbulkan onar, maka kau
sambutlah tantangan ini!" kata ia juga. "Muridmu punya ilmu tubuh kedot, dilain pihak Poei Loosoe ada punya Hek sat chioe, Tangan Kematian, yang keistimewaannya untuk memusnahkan ilmu kedot Cap sha Thaypo Heng lian hoat, dibagian tangan yang lemah. Ini toh bukannya urusan lain orang" Murid terbitkan onar, seharusnya siguru yang
tanggung jawab. Andaikan kau terluka pada tanganmu, kau ada punya obat manjur untuk mengobatinya sendiri, jadi tak usah lah kami semua ibuki padamu!"
Terang maksudnya Siangkoan In Tong, dengan kata2nya
ina kasi peringatan pada Ban Lioe Tong untuk orang punya tangan yang liehay, dan dilain pihak, buat bikin keduanya tak bisa banyak omong lagi. Poei Ciong mengerti itu, maka ia mendelik terhadap si jail itu. Dan Lioe Tong dengan gembira lantas berikan jawabannya.
"Ban Lioe Tong datang kemari untuk belajar kenal
dengan orang2 kenamaan. Maka marilah kita pergi
kelapangan untuk disana tangan kita yang pasang omong.
Ban Lioe Tong juga ingin belajar kenal dengan loo soe empunya tenaga tangan."
"Baik, Ban Loosoe," sahut Poei Ciong, yang segera
berbangkit akan terus kasi hormat pada Boe Wie Yang.
"Boe Pangcoe, Poei Ciong yang bodoh ingin terima
pengajaran dari Ban Loosoe, apakah pangcoe suka ijinkan aku mempertunjukkan keburukanku didalam lapangan ini?"
begitu ia kata kepada tuan rumah.
Boe Wie Yang berbangkit untuk membalas hormat.
"Poei Loosoe sudi kasi pertunjukan, ini adalah hal yang sukar didapat," kata ia. "Aku harap Poei Loosoe dan Ban Loosoe juga nanti suka perlihatkan masing2 kepandaiannya
yang liehay. untuk Boe Wie Yang luaskan pandangan
matanya. Poei Loosoe, silahkan!"
Ban Lioe Tong juga kasi hormat kepada ketuanya, ia
kata "Soeheng, siauwtee hendak turun kelapangan untuk main2 beberapa jurus dengan akhli silat kesohor, tapi kepandaianku rendah sekali, mungkin aku menyebabkan
kaum kita mendapat malu, umpama berakhir demikian,
tolong kau suka gantikan aku."
Eng Jiauw Ong tertawa. "Ban Soetee, kau terlalu see jie!" katanya. "Sikap kita adalah pertandingan persahabatan, dari itu, batasnya adalah saling towel saja!"
Ban Lioe Tong manggut, lantas ia kasi hormat pula pada Siangkoan In Tong.
"Maafkan aku," kata ia. Sedang terhadap Poei Ciong, ia bilang "Poei Loosoe, silahkan!"
Keduanya lantas saja bertindak kelapangan.
Perhatian semua orang lantas saja tertarik kepada kedua orang ini.
Ban Lioe Tong percepat jalannya dua tindak, untuk
ambil tempat disebelah bawah, membelakangi arah selatan, karena mana, Poei Ciong jadi mengalah, ia ambil tempat dijurusan lainnya.
"Ban Loosoe terlalu seejie," kata dia. "Nah, silahkan loosoe mulai!"
"Aku turut perintah, Poei Loosoe. Silahkan!"
Lantas Ban Lioe Tong rangkap dua tangannya untuk
memberi hormat menurut aturan kaum nya, lalu kedua
tangan itu dikasi turun, kedua kakinya digeraki, hingga ia jadi bersikap "poet teng poet pat," tidak lempang, tidak
nyamping, kaki kirinya didepan, kaki kanannya dibelakang, tangan kirinya didada, tangan kanan ditaruh dibetulan pusar, dengan perut disedot, dadanya jadi melembung dan maju, kelihatannya ia tenang, tapi kuda2 nya kokoh.
Poei Ciong dilain pihak telah perlihatkan sikap Pek kwa ciang, setelah maju sedikit, ia mengucap "Ban Loosoe.
maafkan aku yang hendak berlaku kurang ajar!" Lantas
kaki kirinya di majukan, kaki kanannya ditan cap
dibelakang, sesudah mana, kaki kanannya ganti dimajukan dengan satu lompatan, akan ikuti tangannya yang kanan, yang dua jarinya, jari tengah dan telun juk, dipakai
menotok muka lawan dengan tipunya "Sian jin cie louw,"
atau, "Dewa menunjukkan jalan."
Ban Lioe Tong berlaku tenang sekali. Serangan ada
demikian membahayakan, namun ia tidak geser kedua
kakinya. Ia cuma egos sedikit pundak kirinya, tangan
kirinya dikasi naik sekalian, dua jarinya, telunjuk dan tengah, mengarah nadinya si penyerang.
Nyata serangannya Poei Ciong ada serangan benar2 dan
gertakan dengan berbareng. Karena nadinya terancam,
dengan lekas ia batalkan serangannya dengan tarik pulang tangan kanannya itu. Dilain pihak, sambil geser kaki kanan, dengan tubuh sedikit mendek, ia menyerang hebat dengan tangan kirinya, kebawahan perut. Ini adalah serangan "Yap tee chong hoa," atau "Dibawah daun menyembunyikan
bunga." Serangan ini perdengarkan sam beran angin.
Ketua Kwie In Po tahu orang punya tangan liehay, ia
tidak mau berbentrokan tangan. Ia berkelit dengan sebet kekiri akan luputkan serangan dibawah itu, tapi lagi2 ia totok nadinya lawan. Sekali ini ia gunakan tangan kanan.
Iapun berlaku sangat gesit.
Poei Ciong lihat serangannya kosong, dilain pihak,
tangan musuh menyamber tangannya, lekas ia putar balik tangan kirinya itu untuk diteruskan menotok lengan lawan.
Selagi tangan kirinya balas menyerang, tangan kanannya keluar untuk menyamber iga, dengan "Ouw liong coet
tong," atau "Naga hitam keluar dari gowa."
Ban Lioe Tong telah siap dengan kumpulkan tenaga Sip
toan kim, ia ingin mencoba kekuatan tangan jago Ouwlam itu. Ia tarik pulang sebelah tangannya akan lolos dari serangan, berbareng ia tangkis serangan kepada iganya. Ia berani bentur tangan lawan, sebab serangannya lawan itu bukannya totokan. Selagi menangkis, ia gunai tujuh bagian dari tenaganya.
Tanpa dapat dicegah, kedua tangan bentrok satu, dengan lain, sebagai kesudahan. Ban Lioe Tong mundur enam
tujuh kaki dan Poei Ciong mental beberapa tindak. Dengan ini keduanya insyaf akan kekuatannya masing2.
Keduanya maju pula, akan rapatkan diri untuk layani
tangan yang liehay dari sang lawan, Ban Lioe Tong
mainkan tipu totokan tiam hiat hoat. Ia mengenakan baju panjang tetapa bisa bergerak dengan leluasa. Ia tidak meninggalkan Sip toan kim, ia tetap berlaku tenang.
Poei Ciong telah latih tangan Hek sat thyioe untuk dua puluh tahun lebih, siapa kena terserang olehnya, walaupun kulit dan dagingnya tidak terluka, jiwanya bisa melayang dalam sedetik. karena ia sangat utamakan kekuatan tangan saja, tetapa abaikan ilmu silat seumumnya. Dan Lioe Tong, jago Kwie In Po pada umumnya tenang sekali, ia bisa
kendalikan diri. Maka sambil melayani dengan kegesitan, diam2 ia perdatakan sifat lawan, hingga ia ketahui tenaga tangan dari lawan telah dipusatkan sepenuhnya. Ia mesti jaga diri supaya tidak kena terserang. Sementara itu, tak tegah ia akan bikin celaka lawan ini, ia ingat akan cape
lelahnya orang untuk berlatih dan mengangkat nama. Pun sebelum itu, diantara mereka tidak ada dendaman atau
permusuhan Pertandingan berlanjut sampai dengan "Siang twie chioe," Tolakan sepasang tangan Poei Ciong
menyerang tete kiri atas sang lawan dibagian jalan darah
"eng chong hiat" dan tete kanan bawah bagian "yoe boen hiat." Iapun gunai antero kekuatannya, karena ia bernapsu benar akan rubuhkan musuh ini.
Dengan segera Ban Lioe Tong merasakan desakan jago
Ouwlam ini, lekas2 ia rapatkan kedua tangannya, kaki
kirinya diangkat, hingga ia berdiri dengan sikap "Kim kee tok lip" atau "Ayam emas berdiri dengan satu kaki" dan
"Tong coe pay Hoed?" atau "Kacung suci memuja Sang
Buddha." Sama sekala tidak menangkis, ia tidak buka
kedua tangan lawan, hanya sambil kasi turun kedua
tangannya, sambil mendek miring ia lompat lebih jauh
kebelakang musuh Ia telah bergerak dengan sangat cepat.
Dari belakang ia menyerang bebokong dibagian jalan darah
"leng tay hiat." Tapi ini bukanya serangan, ia hanya
menekan saja, satu kali, sesudah mana ia melejit mundur sambil berseru "Poei Loosoe, Ban Lioe Tong menyerah
kalah!" Poei Ciong terperanjat. Ia cuma merasa seperti dirabah bebokongnya tapi segera ia merasakan panas sampai diuluh hati nya, hanya sekejab saja rasa panas itu lenyap dan ia jadi seperti biasa pula. Ia insyaf bahwa ia telah kalah, tapi ia ada seorang kenamaan, ia bertabeat keras, bukannya ia insyaf dan mundur, justeru ia jadi sangat gusar. Ia malu untuk mundur, ia tak punya muka untuk taruh kaki pula di Ouwlam. Tidak memikir panjang pula ia putar tubuh akan hadapi Lioe Tong, yang terpisah setumbak lebih dari ia, sambil memberi. hormat ia kata "Benar2 Ban Loosoe liehay sekali, dalam bertangan kosong aku menyerah kalah. Tapi
aku telah lama dengan liehaynya ilmu silat pedang Ban Loosoe, justeru ada ini hari yang baik, ingin aku menerima pengajaran beberapa jurus. Sudikah loosoe memberi
pengajaran kepadaku" "
Ditantang secara demikian, Ban Lioe Tong jadi sangat
tidak senang, maka dalam hatinya Ia berkata "Kau yang cari malu sendiri, tak dapat tidak, Ban Lioe Tong tak bisa berlaku murah hati lagi...." Maka ia tertawa dingin.
"Poei Loosoe, mengapa kau masih ingin mengadu
senjata?" tanyanya. "Bukankah boegeemu telah ternyata liehaynya dan Ban Lioe Tong sudah mengaku kalah" Aku
anggap pertandingan lainnya sudah tak perlu lagi...."
Mukanya Poei Ciong merah.
"Ban Loosoe," kata ia dengan mendongkol, "pertandingan kita barusan telah disaksikan banyak akhli, mereka semua telah melihat tegas, adalah Poei Ciong yang kalah, maka kenapa loosoe masih menyindir aku, hingga aku jadi sangat malu" Loosoe, sebelum kita adu senjata, tidak puas hatiku. Baik aku terangkan, tak bisa aku pakai gegaman halus, senjataku adalah tay kan coe, yang baharu aku yakinkan beberapa tahun, yang masih belum sempurna.
Umpama Ban Loosoe anggap senjataku itu tidak berharga, apa boleh buat, aku tidak dapat memaksanya."
Ban Lioe Tong terkejut dalam hatinya mendengar lawan
bersenjatakan tay kan coe, atau "galah besar." Tay kan coe adalah senjata semacam toya panjang, yang menjadi
leluhurnya pelbagai gegaman, sedang ia bersenjatakan
pedang yang jauh lebih kecil dan pendek. Dipandang
seumumnya, ia sudah kalah pengaruh. Pula ada pribahasa
"lebih panjang satu dim, lebih kuat lebih pendek satu dim, lebih celaka." Maka itu, terang maksud licik dari lawan ini.
Sedang juga, siapa gunai tay kan coe, mestinya dia telah
melatih diri dengan baik. Jarang orang gunai toya itu, yang berat dan sukar untuk dibawa. Namun ia tidak keder,
bahkan ia bersenyum. "Poei Loosoe hendak beri ajaran tay kan coe kepadaku, Ban Lioe Tong tidak dapat tampik kebaikan hatimu itu," ia jawab. "Mestinya loosoe telah yakinkan tay kan coe dengan sempurna, maka kebetulan, Lioe Tong ingin minta kau
mengajarkan nya!" Setelah ini, ketua Kwie In Po menggape kepada Kee Pin, muridnya yang pegang pedangnya Tee sat Cian liong kiam.
Kee, Pin sudah lantas menghampirkan gurunya.
Poei Ciong pun suruh satu pengawal, katanya "Tolong
kau ambilkan tay kan coe paling besar dipara2, aku hendak pinjam pakai."
Pengawal itu ambil senjata yang diminta, yang dicat
merah tapi catnya sangat mengkilap, suatu tanda gegaman itu sering sekali digunai, mestinnya didalam Hong Bwee Pang ada orang yang meyakininya.
Poei Ciong lantas sambuti toya itu.
Lioe Tong tidak lantas sambuti pedangnya, ia antap Kee Pin berdiri menantikan.
Melihat orang menantikan, Poei Ciong tidak sungkan2
lagi.

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ban Loosoe, silahkan hunus pedangmu!" ia mempersilahkan. Iapun terus mundur lima tindak untuk
beraksi dengan gegaman nya itu, yang ia. cekal dengan tangan kanan, tangan kirinya ditaruh disebelah atas. Ujung toya ditundukkan ditanah.
"Ban Loosoe, poei Ciong sudah sedia untuk terima
pengajaran," kata ia dengan tantangannya.
CXXV Melihat gerakkan lawan Lioe Tong percaya peryakinkannya Poei Ciong ada sempurna, akan tetapa
tidak terlalu perhatikan Itu, adalah setelah tantangan itu, ia gapekan muridnya untuk datang dekat sekali padanya.
Kee Pin dekati gurunya, ia geser pundak kanannya
dimana ada tergendol pedang.
Lioe Tong cekal gagang pedang, ia pegang sarungnya,
lantas ia mencabut, hingga terdengar suara nyereset sebagai
"naga berbunyi," sinarnyapun berkelebat bagaikan kilat.
Begitu pedang telah dicabut, Kee Pin lekas2 undurkan
diri. Lioe Tong pindahkan pedangnya ketangannya yang kiri,
setelah memutar tubuh, ia pancang Poei Ciong dan
memberi hormat. "Poei Loosoe, harap kau tidak ber sungguh2 dengan tay kan coemu," kata ia. "Aku kuatir Ban Lioe Tong tidak
sanggup layani kau, aku minta sukalah kau berlaku murah hati."
Poei Ciong sendiri kaget apabila ia lihat pedang itu, muka dan kupingnya jadi merah sendirinya.
"Dasar aku mesti rubuh...." pikirnya. "Tak pernah aku dengar Ban Lioe Tong punyakan senjata mustika."
Si Tangan Hitam bukannya akhli tapi dengan dengar
suara pedang saja dan melihat sinar nya, ia sudah bisa menduga Ban Lioe Tong punyakan pedang mustika, jadi
toyanya sudah sedari siang2 terancam bahaya. Karena ini, ia jadi melupakan malu, dengan tertawa dingin ia berkata
"Ban Loosoe, ijinkan aku bicara. Sebenarnya tidak aku
sangka loosoe punyakan senjata macam ini, yang tak
gampang terlihat dalam dunia kang ouw, maka toyaku pasti akan jadi korbannya pedangmu itu. Tay kin coe ini ada kepunyaan lain orang, apabila aku pakai dan jadi rusak karenanya, tak dapat aku bertanggung jawab. Kebetulan toyaku hampir sama dengan toyanya Boe Pangcoe ini,
tolong kau berikan ketika padaku buat aku memberi tahu dulu pada Pangcoe."
Dan ia lantas sampaikan pesan untuk Boe Wie Yang.
"Jangan terlalu ibuk, Poei Loosoe," kata Ban Lioe Tong sambil tertawa. "Ban Lioe Tong tidak lupa akan
kehormatan kaum kang ouw, hingga dia andalkan saja
senjatanya untuk rebut kemenangan. Mata loosoe liehay sekali. Memang benar senjataku ini adalah senjata mustika.
Meski demikian, loosoe boleh legakan hati. Adalah janjiku sendiri, kecuali terhadap manusia yang diasingkan Thian dan manusia, tidak nanti aku rebut kemenangan dengan
senjataku ini. Harap loosoe tidak kuatir terlebih jauh."
"Jikalau begitu, baiklah," kata Poei Ciong. "Ban Loosoe, silahkan mulai!"
Setelah mengucap demikian, Poei Ciong geraki kaki dan tangannya, ia berlompat, ia berputar, toyanya turut
bergerak juga, maka itu bisa dilihat, dia benar terlatih baik, tenaganya mesti ada tenaga dari lima ratus kati.
Ban Lioe Tong juga turut geraki pedangnya, kekiri dan kanan dan mutar, ia berdiri dengan sebelah kaki, pedangnya terus dice kal dengan tangan kiri, kemudian baharu ia geser ketangan kanannya untuk dipakai seperti melilit tubuh, melindungi kepala, hingga sinar pedang berkeredepan.
Iapun tetap mengenakan thungshanya baju panjang.
"Poei Loosoe silahkan mulai." akhirnya ia mengundang, ia sendirinya perlihatkan sikap "kwa houw teng san" atau
"Naik gunung sambil menunggang harimau."
Kedua pihak bergerak berputaran dengan Poei Ciong
sebagai pengejarnya. Dia belum menyerang, akan tetapi toyanya di geraki hingga perdengarkan suara angin. Adalah setelah sampai saatnya, jago Ouwlam ini memutar tubuh untuk mencegat jalan, untuk segera kirim toyorannya
pertama kearah dada. Itu adalah gerakan "Ouw liong coet tong," atau "Naga hitam keluar dari gowa".
Siok beng Sin Ie tidak membarengi membabat toya
lawan, hanya dengan egos tubuh, tangan kirinya
menyampok ujung toya, setelah mana, ia mendesak maju
mengikuti sepanjang toya istimewa itu. Ia bergerak dalam
"Giok lie touw so," atau "Bidadari menenun".
Rangsekan semacam ini ada hal yang dibuat pantangan
bagi pemegang tay kan coe, maka itu Poei Ciong, sambil menarik pulang toyanya, ia menjejak dengan kaki kanan untuk lompat mundur, sesudah mana, sambil putar tubuh ia menusuk kearah perut. Ini adalah ulangan Berangan yang berbahaya, sebab di, waktu begitu, lawan sedangnya maju.
Rangsekannya Lioe Tong gagal, ia geser kaki kirinya
untuk berkelit, dengan kaki kanan masih terangkat, iapun tangkis serangan itu. Ini adalah gerakan "Pek hoo liang cie"
atau "Burung hoo putih buka sayap".
Ketua dari Kwie In Po menetapi janjinya, ia tidak mau gunai tajamnya pedang akan tabas atau papas tay kan coe, ia hanya main berkelit, menangkis atau menyampok. Iapun belum
pernah balas menyerang, baharu mencoba mengancam saja. Dengan gesit sekali, setelah tangkisannya itu, Siok beng Sin Ie berlompat kesampingnya lawan, dengan cara
demikian ia coba pernahkan diri disamping lawan, adalah dari sina menusuk lengan lawannya dalam gerakan "Hay
yan liang po" atau "Walet laut samber gelombang."
Poei Ciong sedang miring, maka untuk luputkan diri, ia teruskan mendek sedikit, dengan kedua kaki memasang
kuda2 ia segera tarik senjatanya, buat lagi2 dipakai
menyerang satu penyerangan membalas kepada iga musuh
yang kiri. Lioe Tong telah tusuk sasaran kosong, berbareng dengan itu, ia terancam bahaya, tidak ayal laga menjejak dengan kaki kiri, ia lompat kekanan, jauhnya satu tumbak lebih.
Poei Ciong benar2 liehay, iapun tidak mau sungkan2
lagi, sambi angkat tubuhnya, ia loncat menyusul, senjatanya dari atas dikasi turun kebawah, untuk satu kemplangan kematian! Ia telah menyusul selagi orang lompat dan belum sempat menaruh kaki.
Lioe Tong dapat merasakan pengejaran lawan yang ia
telah duga, maka didalam hatinya ia kata "Bagus! Apakah kau sangka senjataku benar2 tidak berani bentur
senjatamu?" Jago Kwie In Po ini keburu taruh kakinya, akan tetapi segera ia mesti geser itu terlebih jauh akan kelit diri dari kemplangan hebat itu, kemudian dengan balik tubuh, selagi tay kan coe serang tempat kosong, ia balas menyerang
dengan satu sabetan "Kie hwee siauw thian" atau "Angkat obor untuk bakar langit." Pedangnya dari bawah membabat keatas!
Kedua gerakan ada berbareng, Lioe Tong ada terlebih
sebat, maka sekali ini Poei Ciong tidak keburu kelit, tanpa ampun lagi senjatanya kena ditabas hingga kutung.
Ujung toya itu, yang jadi nungging, nancap ditanah
sehingga pasir muncrat! Walaupun Lioe Tong menabas, bentrokan kedua senjata
masih cukup keras, maka itu, telapakan tangannya Poei Ciong kesemutan. Syukur dia bertenaga besar, toyanya
masih tidak terlepas dan terpental.
Dalam keadaan sebagai beburonan mogok karena
terdesak dan gusar, Poei Ciong maju pula akan menyerang berulang , menuruti hatinya yang panas. Sekali ini ia keluarkan seantero kepandaiannya, ia kerahkan semua
tenaganya. Maka bergeraknya tay kan coe jadi dahsyat luar biasa.
Lioe Tong heran melihat sikap lawannya itu. Seharusnya Poei Ciong mengaku kalah. Disebelah mendelu untuk
kebandelan orang, ia masih sayangi kepada kepandaiannya musuh itu, yang teryakin sempurna. Tapi diakhirnya ia memikir untuk mengajar adat juga, supaya orang kenali baik2 Shacaplak chioe Thian kong kiam. Maka iapun
bergerak dengan cepat, untuk melayani.
Semua hadirin menonton dengan perhatian penuh,
mereka saksikan kegesitan dua jago itu, yang satu
pedangnya berkelebatan, yang lain toyanya berputaran.
Lioe Tong melayani sampai enam tujuh jurus ketika
akhirnya ia anggap, percuma ia sia2kan tempo, sedang satu pertempuran lama akan merugikan nama baik Hoay Yang
Pay. Ia beranggapan tak usah ia sayangi lagi manusia
bandel itu. Di pihak lain, Poei Ciong pun merasa, tak dapat tidak ia mesti kalah, karena sia2 saja desakan nya itu, maka iapun berpikiran akan gunai pukulannya yang terakhir. Karena ini, mendadakan ia loncat mundur, setelah mana, sesudah renggang, ia maju pula dengan serangannya "Kim kee loan
tiam tauw", atau "ayam emas goyang2 kepala". Ujung
toyanya yang buntung menyamber kemuka lawan.
Lioe Tong segera berkelit kekiri, dalam gerakan "Twie chong bong goat", atau "Menolak jendela memandang
bulan", dengan begitu, ia selamatkan diri dari ancaman bahaya.
Tapi juga Poei Ciong cuma menggertak, selagi lawannya berkelit, ia tarik pulang tay kan coe untuk dipakai memmpa pundak lawannya itu pundak kanan. Ia gunai serangan
beruntun yang dinamai "Lie miauw sam pok cie" atau
"Kucing tubruk tikus tiga kali". Permla ia serang pundak kanan, apabila lawan berkelit, ia serang lagi pundak kiri, lalu setelah lawannya berkelit pula, ia menghajar ketengah.
Dengan tipu berkelit "To cay lioe," atau "Pohon lioe
rubuh", Ban Lioe Tong egos pundak kanannya itu, setelah mana, kapan toya menyamber pundak kirinya pula, ia
berkelit pula dengan "Oey liong to hoan sin", atau "Naga kuning jumpalitan". Ia lompat kekiri. Karena ini, segeralah datang menyusul serangan yang ke tiga kali, selaga
berlompat itu. Serangan yang ke tiga dari Poei Ciong ada dengan "Ouw liong coan tah", atau "Naga hitam masuk dalam menara".
Serangan datang ketika Lioe Tong sedang berlompat,
inilah berbahaya, maka semua orang Hong Bwee Pang
percaya, jago Kwie In Po itu mesti jadi kurbannya tay kan coe.
Akan tetapi Siok beng Sin Ie telah punyakan latihan diri lebih dari empat puluh tahun, dalam keadaan seperti itu, hatinya tak gentar sedikitpun. Disaat ujung toya hampir mengenai dadanya, ia gunai pedangnya untuk menekan
dengan pinjam tenaga toya itu, tubuhnya menggeser dari bahaya, terus tubuh itu mengapung melesat kedepan
lawannya. Inilah gerakan "Hay yan liang po". Dan begitu berada didepan lawan, ujung pedangnya nempel kelengan kanan lawan itu. Terus saja ia kata "Poei Loosoe, Ouw liong coan tah liehay sekali!"
Baharu sekarang Poei Ciong putus asa. Ia insyaf benar, apabila ia bikin perlawanan lebih jauh, celakalah lengan kanannya itu. Maka dengan turunkan lengan kanannya ia segera lepaskan cekalannya, hingga toyanya terjatuh
ketanah sambil perdengarkan suara, kemudian ia mundur satu tindak, wajahnya bermuram durja.
"Ban Loosoe, Poei Ciong menyerah terhadapmu, biarlah
lain kali kita bertemu pula didalam dunia kang ouw",
berkata ia sambil rangkap kedua tangannya, kemudian
sambil memberi hormat kearah hadirin ia tambahkan "Boe Pangcoe, ciongwie loosoe, Poei Ciong tidak cukup latihan nya dan kena dirubuhkan, aku malu akan berdiam lebih
lama didepan loosoehoe semua, maka maafkan, aku,
sampai disini aku pamitan!"
Tanpa tunggu jawaban lagi dari Boe Wie Yang, jago
Ouwlam ini putar tubuhnya untuk ngeloyor pergi dengan cepat dari Ceng Giap San chung.
Melihat akan sikap orang itu, Boe Wie Yang kata pada
Auwyang Siang Gee "Menang atau kalah bertanding ada
hal umum, sayang Poei Loosoe tidak punyakan kesabaran, dia terlalu turuti hati panasnya. Dia mau keluar, mana dia bisa lewatkan Cap jie Lian hoan ouw" Maka pergilah hian tee, kau antar padanya!"
Auwyang Siang Gee terima perintah, ia lantas minta
sebatang tekpay dari satu cit tongsoe, dengan bawa itu ia lari keluar akan susul Poei Ciong.
Ban Lioe Tong antap orang berlalu dengan mendongkol,
dalam hatinya, ia malah anggap itu lucu. Sebenarnya ia
hendak balik kekursinya, ketika ia tampak Ceng kang ong Ang Giok To lompat berbangkit menghampirkan Boe Wie
Yang kepada siapa dia menjura seraya berkata "Teecoe
ingin minta pengajaran dari Ban Loosoe".
Boe Wie Yang manggut. "Kau mesti hati2, jangan sekali kau memandang enteng kepada lawan," ketua ini memesan.
"Baik, pangcoe," kata Giok To, yang segera berbalik,
akan hampirkan Lioe Tong sambil mendahului berseru
"Ban Loosoe, jangan kembali dulu, Ang Giok To ingin
belajar kenal dengan pedangmu!"
Melihat laganya tocoe she Ang itu, Lioe Tong batal
undurkan diri, didalam hatinya ia kata "Aku memang
masih ingat kau, pit hoe tak kenal aturan!" Sebenarnya ia hendak jawab penantang itu, atau satu orang segera kaoki ia
"Ban Po coe, pergi kau beristirahat, nanti aku yang
menemui Ang Tocoe ini!"
Itulah Chio In Po, piauwsoe dari Utara, yang segera
menghampirkan. Ban Lioe Tong tidak puas piauwsoe ini hendak gantikan ia, akan tetapi orang hendak bantu pihaknya, tak dapat ia menolaknya, maka sembari memberi hormat ia berkata
"Chio Loosoe hendak men coba2, baiklah. Silahkan!"
Kemudian ia tambahkan pada Ang Giok To "Ang Tocoe,
disini ada Chio Loopiauwsoe yang hendak menemani kau, maka sebentar saja Ban Lioe Tong mohon pengajaran
darimu." Lalu, tanpa tunggu jawaban, Siok beng Sin Ie kembali
kekursinya. Soe touw Kiam segera mendekati gurunya untuk sambuti
pedangnya, guna dimasukkan kedalam serangkanya yang
dipegangi Kee Pin. Ang Giok To tidak puas sekali yang Chio Piauwsoe
malang di tengah, hingga Ban Lioe Tong undurkan diri, tapi dengan terpaksa, dengan hilang kegembiraannya, ia kata pada piauwsoe itu "Ang Giok To hendak terima
pengajaran ilmu pedang dari Ban Po coe, loosoe telah
gantikan dia, kau bikin aku hilang harapan! Loosoe ini she dan nama apa" Dengan cara bagaimana loosoe hendak
berikan pengajaran kepadaku" Ingin sekali aku dengar
keterangan loosoe !"
Chio In Po tertawa kepada tocoe ini.
"Aku yang rendah masuk dalam kalangan piauwkiok
melainkan sebagai satu kacung, aku berkelana mencari nasi dilima propinsi Utara," ia jawab. "Aku she Chio dan
namaku In Po. Aku harap Tocoe jangan hilang
pengharapan. Tentang ilmu pedang dari Ban Po coe, bila itu tidak liehay, tidak nanti Hek sat chioe yang kenamaan di Kanglam rubuh nama baiknya didalam Cap jie Lian hoan
ouw ini. Aku percaya, kau nanti pun dapat bertemu dengan Ban Po coe. Aku ada mengerti sedikit ilmu silat golok, untuk itu aku mohon pengajar an terlebih jauh dari tocoe.
Sudikah tocoe mengajarnya?" Chio In Po mengucap tanpa sungkan2, ia bersikap sengaja demikian karena ia
mendongkol yang tocoe itu agaknya pandang enteng
padanya. "Chio piauwsoe hendak ajarkan aku ilmu golok, aku
suka sekali menerimanya", Giok To menjawab. "Apakah
piauwsoe sedia golokmu?"
"Ya," sahut piauwsoe ini, yang terus gapekan Kam
Tiong, yang tolongi ia bawa goloknya.
Kam Tiong segera hampirkan piauwsoe itu.
Ang Giok To kaget juga apabila ia telah lihat goloknya piauwsoe itu, ialah sebuah golok besar dan berat, kedua
mukanya mengkilap, belakangnya tebal empat hoen, ada
delapan gelangsannya, yang berbunyi kalau golok itu
tergerak sedikit saja. Kam Tiong lantas undurkan diri sesudah serahkan
senjata itu. "Ang Tocoe, silahkan kau siapkan senjatamu!" kata
Chio In Po. Tocoe itu bertindak ke para2 dimana ia ambil sepasang poan koan pit, senjata yang mirip dengan alat tulis, melihat mana, Chio Piauwsoe pun terkejut dalam hatinya. Ia insyaf, benar2 orang2 dalam Cap jie Lian hoan ouw tak dapat
dipandang enteng. "Dia tentu pandai menotok jalan darah, aku mesti
waspada," ia berpikir.
Giok To hampirkan Chio Piauwsoe untuk berdiri
didepan nya, dengan pegang poan koan pit ditangan kiri, lalu ia mundur tiga tindak, untuk memberi hormat.
"Chio Piauwtauw, silahkan!" ia mengundang.
"Silahkan, tocoe!" In Po jawab seraya iapun lantas siap, ialah goloknya dari tangan kiri dipindah ketangan kanan, tangan kirinya diletakkan dibelakang goloknya itu, terus ia bertindak kekiri.
Giok To, yang bagi senjatanya antara dua tangan, turut berputar juga.
"Chio Piauwsoe, sambutlah!" tocoe itu berseru, setelah mereka jalan beberapa putaran, kemudian ia berhenti
dengan tiba2 seraya terus menyerang. Ia lompat maju tanpa tindakannya terbitkan suara.
Chio In Po angkat goloknya untuk menangkis, selagi
digeraki, golok itu berbunyi. Tangkisannya itu dinamai
"Heng ke kim liang," atau "Penglari emas dipasang
melintang." Giok To menyerang dengan kedua senjatanya, yang ia
tidak hendak kasi beradu, maka ketika ia ditangkis, ia lekas menarik pulang senjatanya untuk diteruskan kekedua tete lawan. Kalau tadi ia menyerang dari atas ke bawah,
sekarang ia menotok. Chio Piauwsoe berkelit kekanan, kaki kirinya diangkat, hingga ia jadi bersikap "Kim kee tok lip," atau "Ayam emas berdiri dengan sebelah kaki," sembari angkat kaki, ia bacok sepasang poan koan pit itu.
Ang Tocoe sebat, ia segera tarik kembali senjatanya.
Juga Chio In Po berlaku gesit, setelah gagal membacok, ia turunkan kaki kirinya untuk dimajukan, untuk ia susuli bacokannya pula, kepada musuh itu.
Untuk tolong diri, Giok To berkelit sambil loncat. Tapi setelah ini, ia balas menyerang, ia mendesak.
Piauwsoe itu keluarkan kepandaiannya untuk melayaninya. Tidak percuma ia menjagoi dilima propinsi Utara, ilmu goloknya benar liehay. Tapi Ang Giok To pun bukannya orang sembarangan dari Hong Bwee Pang,
julukannya toh Ceng kang ong, "Raja dari Ceng kang."
Begitulah mereka bertempur seru sampai belasan jurus, tanpa ada keputusannya.
Chio In Po cari ketika, dengan tiba2 ia menikam kearah perut.
Ang Giok To berkelit kekanan, poan koan pit kiri dipakai menindih golok, poan koan pit kanan menotok kedada. Ini adalah gerakan berbareng yang berbahaya.
Chio Piauwsoe lekas2 putar goloknya untuk halaui poan koan pit kiri dan berbareng juga menangkis poan koan pit kanan.
Serangannya Giok To ada berbahaya, tetapi itu ada
gertakan belaka, begitu lekas tangan kanannya hendak
ditangkis, tangan itu ditarik pulang, dilain pihak tangan kirinya yang tadi disampok lawan, kembali maju
menyerang, disusuli pula oleh tangan kanan poan koan pit kiri menyerang perut, poan koan pit kanan menyerang alis.
Memang, siapa bersenjatakan sepasang, dia bisa bergerak dengan lebih leluasa.
Chio Piauwsoe insyaf bahwa ia telah lalai bikin lowong pada anggauta tubuhnya, dengan kesusu ia angkat kaki
kirinya dan menjejak dengan kaki kanan, untuk berkelit kekiri. Secara demikian, tujuan serangan lawan menjadi kacau, tapi karena serangan diteruskan, walaupun yang diatas
lolos, yang dibawah telah mengenai selangkangannya, halmana membikin ia sempoyongan,
hingga ia mesti menunjang diri dengan ujung goloknya.
Dari lukanyapun darah telah mengucur keluar.
Dengan rangkap kedua tangan, tetapi pun dengan roman
sangat bangga, Ang Giok To segera berkata "Ang Giok To tidak keburu tarik pulang senjatanya, aku telah kena
melukai Chio Loopiauw soe, aku jadi merasa tak enak
hati!...." Dari pihak Hoay Yang Pay sementara itu telah memburu


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluar dua orang, ialah piauwsoe Hauw Tay dari Shoatang Selatan dan Hoa In Hong, untuk pepayang Chio In. Po.
"Bagaimana, soetee, apa kau masih bisa jalan?" Hauw
Tay berbisik. "Tidak apa2," jawab saudara itu, selagi In Hong sambuti goloknya tanpa perdulikan darah nya mengucur, ia
bertindak dengan gagah kedalam rombongannya tanpa
dipegangi lagi. Ban Lioe Tong lantas obati lukanya kawan itu.
Ketika itu, Ang Giok To sudah majukan tantangannya,
yang segera ada yang jawab "Ang Tocoe, poan koan pitmu benar2 liehay, aku yang rendah mohon pengajaran!"
Segera Giok To kenali orang yang menyambut ia adalah
Ngo Cong Gie, piauwsoe dari Kanglam, orangnya belum
berusia lanjut, pun belum lama jadi piauwsoe, tapi dia jujur dan pandai bergaul hingga dia disukai kaum kang ouw.
"Ngo Piauwtauw hendak berikan pengajaran padaku,
aku merasa sangat bersyukur," kata tocoe ini. "Tapi
didalam pertempuran, gerak2an tangan sukar dikendalikan, maka agar tidak merusak persahabatan kaum kang ouw,
lebih baik piauwtauw jangan turun tangan. Bukankah baik untuk kita pertahankan persahabatan kita?"
Ngo Cong Gie bersenyum. "Tetapi, Ang Tocoe,
pertemuan disini adalah pertemuan persahabatan, siapapun boleh turut ambil bagian, bukan?" tanya ia. "Bukankah ada umum siapa terluka dalam suatu pertempuran" Aku telah maju kemari, tidak enak untuk aku mundur pula, kecuali jikalau tocoe anggap kepandaianku masih belum ada harga, tak dapat aku memaksa...."
Dijawab demikian, Giok To jadi mendongkol, didalam
hatinya ia damprat piauwsoe yang tidak tahu diri ini.
"Kalau begitu, silahkan, piauwsoe!" kata ia, dengan
roman tak puas. "Baiklah!" jawab piauwsoe dari Kanglam itu, yang
segera keluarkan toya lemasnya, yang ia lilit dipinggangnya.
Tanpa sungkan lagi Ang Giok To sudah lantas mulai
dengan penyerangannya, dua2 poankoanpit ia majukan
kemuka lawan. Ngo Cong Gie lantas menyampok, tapi begitu lekas juga, kedua poankoanpit menyamber pula kekupingnya kanan
dan kiri, maka ia mendek sedikit sambil mundur, berbareng mana, gegamannya dipakai menyapu kedua kaki lawan,
dengan gerakannya "Ouw liong kian bwee", atau "Naga
hitam menggulung ekor". Serangan ini dilakukan dengan tangan kanan menyekal gagang toya lemas itu.
Ang Giok To apungkan tubuhnya untuk menyingkir dari
sapuan itu, tapi justeru itu dari kiri kekanan, toya menyapu pula, syukur ia gesit, kakinya keburu injak tanah, dari itu, ia bisa berloncat pula dengan "Oey liong hoan sin", atau
"Naga kuning jumpalitan". Ia lompat mundur.
Ngo Cong Gie bertindak luar biasa cepat, lagi toyanya menyamber, dari atas kebawah, ke arah pundak.
Giok To baharu saja taruh kakinya ketika serangan
datang, dengan sebat ia geser kaki kiri seraya tubuh
dimiringkan, tapi sekarang ia sempat gunai sepasang
poankoanpit untuk menangkis poankoanpit. kiri menahan ujung toya, poankoanpit kanan mengganjel bagian tengah.
Maka kapan kedua senjata beradu, Cong Gie ketahui
tenaga besar dari lawan itu. Iapun kaget karena telapakan tangannya kesemutan dan panas!
Sejak itu, piauwsoe dari Kanglam ini keluarkan antero kepandaiannya, akan tetapi biar bagaimanapun ia cuma
berimbang menghadapi tocoe dari Hong Bwee Pang itu.
Selagi pertempuran berjalan, dua gotongan telah dikasi keluar untuk memuat Coh Heng dan Chio In Po, mereka
ini, dengan diiring oleh Kam Tiong dan Kam Hauw serta
Phang Yok Boen dan Phang Yok Sioe, digotong keluar
Ceng Giap Sam chung. Tindakan Hoay Yang Pay ini diambil menuruti usul Coe
In Am coe, yang anggap pihaknya yang terluka baik dikasi beristirahat didalam perahu Garuda. Pun tindakan ini bisa mencegah berabe andai kata pertandingan persahabatan itu berubah sifat, orang yang luka jadi sudah ada ditempat yang selamat. Eng Jiauw Ong setujui usul ini, ia sudah lantas bicara kepada Boe Wie Yang, untuk majukan sarannya, dan ketua Hong Bwee Pang ini menerima dengan baik, malah
dia segera perintah siapkan dua gotongan.
Kam Tiong berempat tidak setuju mereka diberikan tugas mengantar itu, tapi mereka tidak berani membantah, cuma mereka minta izin untuk boleh kembali, tapi atas ini, Coe In Am coe menyabarkan mereka dengan bilang, mereka pun
bakal saksikan "keramaian" lain, sedang dimedan pertempuran ini, mereka tentu tak dapat berbuat apa2
menghadapi musuh2 tanggu.
"Maka pergilah, jangan kau gerecoki kami!"
Kam Tiong dan adiknya tidak puas, didalam hatinya
mereka katakan niekouw itu sebagai "niekouw bangkotan", tapi karena guru mereka hormati si niekouw, mereka tutup mulut, tetapi untuk mempuaskan diri disepanjang jalan mereka gerutui Coh Heng, yang dikatakan tidak punya
guna, sampai dapat luka, sehingga dia bikin mereka tidak bisa saksikan keramaian
Coe In Am coe telah duga boca2 itu akan penasaran
terhadapnya, maka kepada Eng Jiauw Ong ia nyatakan,
mereka tentu akan mengadu kepada ketuanya. Ia kata,
mereka tentu tidak menginsafi bencana yang sedang
mengancam mereka. "Walau demikian, tidak nanti mereka berani kurang ajar terhadap am coe", Too Liong bilang.
"Biarlah mereka caci pinnie, pinnie toh bermaksud
baik!" kata niekouw ini sambil tertawa.
Niekouw ini pikirkan bahaya yang mengancam, untuk
sesaat itu ia tidak perhatikan dua orang yang sedang
bertempur, tapi Eng Jiauw Ong terkejut, karena ia segera dapat kenyataan, Ngo Cong Gie cuma bisa bela diri saja, Giok To sebaliknya mendesak hebat. Baharu kemudian,
niekouw itu lihat jalannya pertempuran.
"Ong Soeheng, Ngo Piauwtauw bukan tandingan lawan,
dia bakal kalah", kata pendeta ini.
Na Hoo pun telah berbangkit dan berkata dengan
pelahan pada ketuanya "Ngo Cong Gie bakal terbinasa
dibawah sepasang poankoanpit. Ada permusuhan apa
diantara mereka maka kunyuk itu hendak turunkan tangan jahat" Tak dapat aku antap kunyuk itu main gila!"
Eng Jiauw Ong pun lihat semangatnya Ang Giok To, ia
percaya tocoe itu hendak mencari balas untuk anak
pungutnya. Justeru itu terdengarlah seruannya Ang Giok To
"Awas!" lalu sepasang poankoanpit menyamber dari atas kebawah, dengan tipu pukulan "Tay San ap teng", atau
"Gunung Tay San menindih batok kepala".
Ngo Cong Gie sedang repot, ia tidak bisa gunai otaknya yang sedar, ia angkat toyanya untuk menangkis dengan tipu
"Heng kee kim liang", atau "Penglari emas dipasang
melintang". Tapi Giok To gunai akal, selaga ditangkis, ia ubah caranya menyerang, sekarang ia bergerak saling susul dengan tipu2 "Coe liang hoan coe" "Menarik penglari
untuk tukar tihang" dan "Siang liong tam coe" atau
"Sepasang naga mencari mutiara". Setelah tarik pulang sepasang poankoanpit, ia majukan pula senjatanya itu
dengan sebat untuk menyolok kedua mata lawan.
Berbahaya adalah Ngo Cong Gie, umpama ia dapat
loloskan sepasang matanya, sedikitnya mukanya yang bakal gantikan kena tertusuk.
Dalam keadaan mengancam itu, Na Hoo tidak dapat
tahan sabar lagi, ia tekan meja kecil didepannya, untuk lompat melesat ketengah lapangan sambil berseru kepada Boe Wie Yang "Boe Pangcoe, maafkan Na Loo Jie!" Ia
sampai dengan cepat, dengan kakinya ia lempar kedua
poankoanpit, sesudah mana, ia turun berdiri diantara kedua orang yang bertempur itu.
Ngo Cong Gie menduga pasti bahwa ia akan celaka, ia
tidak sangka Na Jie Hiap datang menolong, ia bersyukur bukan main. Di Pek hok ek pun jago ini pernah tolongi padanya, pasta ingat akan budi itu. Ketika itu mukanya sangat pucat sekali.
Selagi orang berdiam, Na Hoo kata "Ngo Piauwtauw,
cukup sampai disini, silahkan kau mundur".
Piauwsoe ini tidak bisa bilang suatu apa kepada
penolongnya, tapi pada Ang Giok To, yang kejam, dengan roman gusar ia berkata "Ang Tocoe, sampai nanti kita
bertemu pula". Terus ia lilit toyanya dan balik kedalam rombongannya.
Ang Giok To tidak sahuti piauwsoe itu, ia hanya tertawa dingin terhadap Na Jie Hiap. Ia kenali Yan tiauw Siang Hiap, iapun saksikan ilmu enteng tubuh yang luar biasa dari Na Hoo, ia terpengaruh karenanya, tetapi sebab orang telah rintanga selagi ia tinggal bikin habis lawan nya, ia jadi mendongkol. Ia kata "Na Jie Hiap, dalam suatu
pertandingan, orang memang bisa belai kawan, tapi
bagaimana dengan caramu ini" Bagaimana dengan pihak
kami yang kalah tadi" Umpama kau melihat mata padaku
dan hendak memberikan pengajaran, silahkan kau
keluarkan senjatamu yang kesohor Siangtauw Gin sie Hong liong pang, supaya aku dapat tambah pengetahuan
didepannya seorang kenamaan!"
"Kau ingin kita bertempur dengan gunai senjata?" Na
Hoo tanya sambil tertawa dngin juga. "Ang Tocoe, tak usah kau terlalu merendahkan diri. Lagi pun tidak pernah aku andalkan senjataku itu, malah senjataku itu justeru paling bisa menerbitkan onar terhadapku, karena setiap aku gunai itu, aku jadi menambah musuh, menambah dendaman.
Bukannya aku jumawa, tapi aku anggap lebih baik aku
gunai tangan kosong untuk layani sepasang poankoanpitmu, dengan demikian aku juga jadi tidak usah lakukan kejahatan, tak usah sampai Boe Pangcoe
mengatakan aku keterlaluan. Ang Tocoe, bukankah cara ini ada pantas?"
Giok To jadi sangat gusar.
"Na Jie Hiap, kau sangat menghina, berapa besarkah
kepandaianmu?" ia berseru. "Kau hendak gunai tangan
kosong saja, aku kuatir kau tidak bisa berbuat apa2
terhadap senjataku! Kau yang menghendaktu sendiri,
baiklah, aku bersedia mengring, supaya sekalian aku bisa belajar! Nah, kau sambutlah!"
Bulat tekadnya tocoe ini akan adu kepandaian dengan
salah satu Yan tiauw Siang Hiap segera ia totok dada
lawannya. "Bagus!", berseru Jie Hiap, berbareng dengan mana,
tubuhnya berkelit kesamping, akan tahu2 ia sudah berada dikanan musuh, dan sambil serukan "Awas!" ia serang
pundak lawan yang kanan dengan tangan kanannya.
Giok To geser kaki kiri kekiri, pundak kanannya
dikebawahkan, pundak kiri dikasi naik, tapi sambil berkelit demikian, poankoan pitnya tidak dikasi tinggal diam,
dengan senjatanya itu ia hajar lengan kanan lawannya.
"Tidak apa!" berseru Na Hoo sambil ia loncat mundur.
Giok To melejit untuk menyusul, kembali ia menyerang.
Ay Kim Kong berkelit dan berkelit pula kapan ia
diserang terus2an, ia terus perlihatkan keentengan tubuhnya menuruti jurus2 Cap jie lou chioe dari Shacaplak lou Kim na hoat. Dengan cara ini ia layani pelbagai serangan
sepasang poankoanpit. Ang Giok To liehay, dan pula gesit, tapi meladeni Ay
Kim Kong ia repot juga, maka lama2 ia jadi lelah
sendirinya. Memang ia baharu saja layani Chio In Po dan Ngo Cong Gie. Disebelah itu, hatinya panas dan bertambah panas karena Na Hoo selalu mengejek kepadanya, paling belakang, Jie Hiap kata "Ah, aku hampir tak dapat
pertahankan diri, orang she Ang
" Bukankah kita tidak
bermusuhan, tidak saling dendam" Aku toh tidak
lemparkan anakmu kedalam sumur" Kenapa kau berlaku
mati2 an terhadapku" Sahabat baik, aku si orang she Na, aku melihat baik, menerima baik ,aku tahu kesukaran,
aku bisa mundur sendiri". Sahabat baik, aku lihat, baiklah kita sudah saja sampai disini!"
Giok To jadi semakin mendongkol, hingga ia berteriak.
"Na Hoo, jangan ngoce saja! Sampai mati baharu kita
berhenti!" Teriakan itu disambut Na Hoo dengan tenang, dengan
jawabannya "Baiklah!"
Segera juga sepasang poankoanpit dari Giok To sudah
menusuk. Ay Kim Kong berkelit kekiri, sambil berkelit, tangan
kanannya diayun untuk serang senjata lawan itu. Ia
mengenai sasarannya dengan jitu, sebab tocoe she Ang itu tak keburu menarik pulang senjatanya. Atas benturan itu, Giok To rasakan telapakan tangannya kesemutan dan
gemetaran bahna sakitnya hingga tak sanggup laga cekal terus senjatanya itu, yang terlepas dari tangannya.
Baharu sekarang Ang Tocoe insyaf, maka dengan
menahan sakit tangannya itu, ia mendek sedikit untuk
berlompat, guna menyingkir jauh dari hadapan lawan yang liehay itu.
"Aha, sahabat baik, kau hendak pergi?" Na Hoo
menegur sambil tubuhnya maju dan tangan kirinya diulur, gerakannya cepat sekali. Sasaran adalah pinggang bahagian belakang dari sang lawan.
Tubuhnya Giok To besar dan berat, akan tetapi ketika ia jadi sasaran tepat dari tangan kiri Yan tiauw Siang Hiap yang muda, tidak tempo lagi bagaikan tubuhnya satu bayi, ia ngusruk kedepan jauhnya satu tumbak lebih, rubuh
terbanting keras ketanah.
Beberapa orang Hong Bwee Pang segera maju untuk
angkat tocoenya itu, untuk segera digotong ketempat Heng tong untuk lantas diobati.
"Kenapa kamu tidak lekas angkat senjatanya Ang Tocoe
ini?" Na Hoo kata dengan suara mengejek.
Giok To dengar itu, ia diam saja. Salah satu orangnya segera jemput sepasang poankoanpit itu.
Selagi Giok To dibawa pergi dari pihak tuan rumah
lompat datang satu orang, gerakan siapa enteng dan gesit.
Ay Kim Kong segera kenali Coh siang hoei Ie Tiong si
Terbang Atas Rumput, orang kesayangannya Pat pou Leng
po Ouw Giok Seng dari Ceng Loan Tong, maka dalam
hatinya ia kata "Kau pernah rasai pengaruh dari Hoay
Yang Pay dan See Gak Pay, sekarang kau hendak main2
kepada Na Loo Jie, kepandaian liehay bagaimana kau ada punya" Baiklah, aku ingin lihat padamu!"
Ie Tiong sudah lantas sampai didepan tetamunya, ia
perlihatkan roman gusar. "No Loosoe", berkata ia dengan tegurannya, "kau
seorang kang ouw ternama, kenapa kau tak dapat
mengasihani orang" Kau telah pukul jatuh senjatanya Ang Tocoe, kenapa kau masih serang juga orangnya" Dan
setelah orang kalah dan terluka, selaga undurkan diri, kenapa kau pun ejek padanya" Na Loosoe, kau keterlaluan!
Apakah begini kelakuannya seorang kang ouw yang
berkelana?" Na Hoo tertawa geli. "Ie Tocoe, adalah beralasan yang kau telah tegur
padaku?" kata ia dengan air muka berseri2. "Akan tetapi teguran itu tak dapat membikin aku puas. Aku si Loo Jie memberi obat dengan imbangi keadaan penyakitnya,
memberi apa2 dengan melihat orangnya. Si orang she Ang sendiri telah dapat kenyataan, tinggi dan rendahnya
kepandaian sudah terpeta, kenapa dia masih turunkan
tangan jahat melukai lawannya" Maka jikalau sekarang aku kasi rasa padanya, itulah tidak bisa dianggap keterlaluan. Ie Tocoe, baiklah kita kurangkan omongan kita, kita jual apa yang kita teriaki! Kau telah turun kemari, kepandaian istimewa apa kau ada punya untuk dipakai berkenalan
denganku" Baik kau jangan ngobrol saja, kau lihat disana, masih banyak lain2 orang kenamaan yang juga hendak
turun ditanah lapang ini, dari itu janganlah segala kereta bejat membuat jalanan macet! Ie Tocoe, dengan cara
bagaimana kau ingin beri pengajaran kepadaku?"
"Na Loosoe, benar atau salah, umum yang akan beri
putusannya yang adi!", kata Ie Tiong yang habis sabarnya.
"Karena sekarang tak leluasa untuk kita omong banyak, baik, bagaimana loosoe anggap jikalau kita berdua main2
dengan ilmu enteng tubuh dan senjata rahasia?"
"Bagus", jawab Ay Kim Kong dengan gembira. "Ini
menyatakan pandangan luas. dari Ie Tocoe, yang berbareng dapat ketika untuk pertunjukkan kepandaian yang mahir!
Tocoe, bagaimana caranya pertandingan hendak diatur?"
Ie Tiong segera buka thungshanya, baju panjang, hingga kelihatanlah tubuhnya yang tertutup pakaian singsat dan di pinggang kirinya ada sebuah kantong kulit dalam mana ada tersimpan dua belas batang panah tangan.
"Dia pasti liehay dengan panahnya ini," pikir Na Hoo
apabila ia telah lihat senjatanya orang itu. Tapi ia anggap, kecewa jikalau ia mesti tukar tiat tan, peluru besinya dengan panah itu.
Ie Tiong cabut sebatang panah tangannya, lalu ia kata
"Na Loosoe, aku yang rendah akan gunai panah yang
enteng ini, nanti diatas para2 bunga dibarat itu, aku hendak tukar itu dengan loosoe empunya beberapa biji peluru besi.
Aku harap loosoe nanti ajarkan aku bagaimana caranya
menggunai peluru besi itu..."
Melihat orang pertontonkan panahnya, Na Hoo segera
mengarti akan kejumawaannya orang. Iapun bermata
tajam, maka ia bisa lantas lihat, panah tangan itu ada punya timbangan lebih berat daripada yang umum, hingga bisa dimengerti panah tangan itu bisa melesat terlebih jauh pula.
Karena beratnya anak panah itu, dengan sendirinya bisa diduga, cara menimpuknyapun mesti berbeda.
"Bagus, Ie Tocoe!" kata Ay Kim Kong sambil tertawa.
"Senjata rahasia ini. bukanlah senjata sembarangan.
Baiklah, aku nanti pergi ke para2 bunga untuk menemani kau, akan tetapi untuk gunai peluruku, aku tidak sanggup, maka aku pikir untuk men coba2 saja menyambuti
panahmu itu, buat lihat, aku sanggup atau tidak". Aku malah kuatir, apa aku tidak akan jatuh terpeleset dari atas para2 itu".... Syukur disini aku berhadapan dengan orang yang pandai, jadi umpama aku gagal, aku tidak kuatir, aku tidak bakal dapat malu. Ie Tocoe silahkan!"
"Baiklah, Na Loosoe!" Ie Tiong perdengarkan suaranya.
"Silahkan!" Sehabis berkata, Ie Tiong bertindak ke paras bagian
utara, dengan satu kali enjot tubuhnya, ia sudah berada diatas itu.
Para2 itu ada dua belas tumbak panjang dan dua tumbak lebih lebar, para2nya sendiri tanggu, tetapi diatasnya teralaskan dahan dan daun oyot melulu, terutama pohon rotan.
Diatas para2 Ie Tiong berdiri dengan sikapnya "Kim kee tok lip" "Ayam emas berdiri sebelah kaki" sambil
mengawasi, aksi apa yang akan dipertunjukkan lawan.
Akan tetapi baharu ia memutar tubuh, segera ia rasakan sampokan angin, satu bayangan berkelebat, tahu2 Na Hoo sudah berada diatas para2 itu, di tengah para2, hingga ia jadi kaget. Ia segera insyaf apa yang dibilang, "Orang kuat ada yang terlebih kuat, dibelakang orang pandai ada yang terlebih pandai." Karena ini, harapannya adalah pada anak panahnya itu. Maka lantas ia menuju kearah timur, untuk bersiap.
Na Hoo perhatikan gerak gerik lawan, ia waspada.
"Ie Tocoe, kau benar pandai berpikir," kata ia.
"Memang, hawa disini nyaman sekali. Sungguh berharga
bagiku menemani kau, tak perduli aku bakal antarkan jiwa
atau sedikitnya terpeleset jatuh hingga setengah mati". Ie Tocoe, kaupun baik perhatikan, para2 ini banyak
lobangnya, oyot rotan bisa diinjak terjeblos, dedaunan telah alingi semua palangan para2!
Selagi mulutnya ngoce, jago inipun mulai geraki
tubuhnya untuk mengimbangi lawan, ia mengikuti
memutar ketimur. Secara begitu, dengan diam2 mereka
mulai adu ilmu enteng tubuh.
Dari timur, Ie Tiong loncat kesudut timur utara, dipihak lain, lawannya loncat kesudut timur selatan, jarak diantara mereka ada tiga tumbak.
Ie Tiong bisa menimpuk jauhnya lima tumbak, sekarang
mereka berhadapan baharu tiga tumbak, ia percaya bahwa ia tidak akan gagal. Seharusnya ia mutar kekiri akan
menuju kebarat, tapi sengaja ia perlambat tindakannya. Ia telah bersiap sedia.
Na Hoo pun bersiap, tapa tidak gubris, orang ambil sikap bagaimana, ia cuma awasi kedua pundak lawan. Sesuatu
gerakan tangan akan terlihat tegas dari bergeraknya pundak.
Iapun ayal2an begitu lekas ia tampak lawan perkurang
kegesitan nya. "Sambut panah!" tiba2

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ie Tiong berseru. Ia perdengarkan suara karena ia tidak mau nodakan nama,
sebagai orang kenamaan. Sembari berseru, ia tekuk kaki kirinya dan tubuhnya turut cenderung sedikit dan miring.
Inilah sikap "Tie goe bong goat" atau "Badak memandang bulan". Berbareng tangan kanannyapun bergerak, jempol dan telunjuk nya bekerja, atas mana, tiga batang panahnya melesat menyamber saling susul kearah lawan, ditiga
jurusan atas, tengah dan bawah. Walaupun saling susul, ketiga panah sampai seperti berbareng karena cepatnya.
"Bagus!" berseru Na Hoo, yang segera berkelit kekanan.
Dengan dua jari telunjuk dan tengah, ia samber panah yang diatas, dengan dupakan kaki, ia bikin terpental panah yang menyerang perut, sedang panah yang menyerang kaki, ia kasi lewat dengan begitu saja.
Ie Tiong benar2 liehay, baharu ia lepaskan tiga panahnya yang pertama, sambil lompat memutar tubuh dengan
gerakan "Koay bong hoan sin," atau "Ular naga siluman jumpalitan," ia kirim tiga batang panah lainnya. Sekali ini, satu panah menyamber kemuka, satu keperut, dan yang
ketiga kesamping kiri, rupanya untuk membarengi kalau2
musuh berkelit kekiri. Tadi toh Na Hoo meng egos
kekanan. Lagipula Jie Hiap sedang berdiri dibagian timur, belakangnya kosong, hingga kebelakang ia tidak bisa
lompat menyingkir begitupun tidak bisa kekanan, pojokan terakhir.
Dalam saat yang berbahaya itu, mendadak Ay Kim
Kong perdengarkan seruan panjang, yang membarengi
mencelatnya naik tubuhnya, tinggi sampai dua tumbak. Ia bergerak dengan memakai tenaga besar, hingga para
tergetar seluruhnya. Karena ia gunai tipu "It hoo ciong thian" atau "Burung hoo serbu langit," ketika tubuhnya turun, kepalanya di bawah, kakinya diatas. Pun tubuhnya itu melesat kearah lawan.
Dalam sepuluh, Ie Tiong menduga, sembilan ia tak akan gagal, maka itu ia terperanjat ketika ia lihat Yan tiauw Siang Hiap mendadak melesat kejurusannya dengan sikap menyerang. Untuk tolong diri, ia tidak sempat menyerang lebih jauh, dengan tergesa2 ia lompat kesebelah barat, jauhnya setumbak lebih. Ketika kakinya menjejak para2, ia gunai tenaga, para2 itu sampai tergetar. Dan ketika ia injak para2 di barat itu, iapun terkejut, karena sebelah kaki nya injak tempat kosong, maka syukur baginya kakinya yang
lain mengenai injakan. Ketika ia menoleh pada lawan, dia itu sudah kembali ketempatnya disudut timur selatan.
Setelah tadi ia berlompat ke arah lawan, begitu lekas ia taruh kakinya, Na Jie Hiap bikin gerakan susulan "Hay yan liang po" atau "Walet laut samber gelombang". Dengan itu, ia memutar tubuh, sesudah mana, ia lompat pula dengan
"In lie hoan," atau "Balik tubuh didalam awan," akan
kembali ketempat asalnya. Itu adalah gerak gerakan tubuh saling susul yang mengagumkan orang banyak.
"Ie Tocoe, dikantongmu masih ada separuh anak
panahmu!" berkata Ay Kim Kong begitu lekas ia sudah
bersiap pula. Ia bicara sambil tertawa haha hihi. "Baik kau gunai semua itu, atau kalau tidak, aku hendak gantikan kau turun tangan!"
Itulah permintaan, atau tantangan, karena berbareng
dengan habisnya ucapannya itu, Na Hoo bergerak untuk
menghampirkan lawan. Sejak tadi Ie Tiong sudah waspada, karena ia insyaf
benar akan liehaynya lawan ini. Ia juga sudah pikir, kalau ia menyerang pula, mesti ia berhasil. Maka ia tak boleh
cerobo. Karena ingin berhati2, iapun ambil putusan tidak mau terpisah terlalu dekat dengan lawannya. Begitulah, ia lantas bergerak kekiri, atau dari utara ia loncat keselatan. Ia sudah ambil putusan akan berlaku kejam, agar ia tidak dapat malu!
Na Hoo lihat orang menyingkir kekiri, ia duga musuh
akan serang pula padanya, dugaannya ini segera berbukti, karena ia segera dengar seruan "Na Jie Hiap, sambut
panahku!" Ie Tiong menyerang dengan dua batang panah, kekiri
dan kanan, sesudah mana, ia lepaskan yang ketiga
kejurusan kepala. Tapi itu belum semua, karena menyusul
lebih jauh, ia lepaskan pula tiga yang lain, hingga ia gunai semua sisa enam anak panah nya!
Sulit untuk Na Hoo kelit diri, karena kekiri dan kanan tak dapat ia buang dirinya. Iapun tak bisa loncat tinggi seperti tadi, sebab sekarang, diatas sudah ada panah
susulan. "Sungguh liehay!" berseru Ay Kim Kong, tubuh siapa
mendadak terjengkang rubuh celentang antara lantai para2, yang merupakan daun pepohonan oyot yang berdasarkan
cabang2 oyot. Dalam pikirannya Ie Tiong, walaupun anak panahnya
tidak mengenai sasaran, asalkan lawan itu rubuh terbanting dilantai. Itu artinya musuh kalah. Maka ia perlihatkan air muka terang waktu ia nampak tubuh lawan terjengkang.
Na Hoo juga tahu, apabila tubuhnya mengenai lantai, itu artinya ia kalah. Maka itu untuk cegah itu, hampir
berbareng dengan melenggaknya tubuhnya, kedua kakinya mendahului dipecah kekiri dan kanan untuk dipakai
memasang kuda2, setelah mana, menyusullah gerakan
tubuhnya celentang. Ini adalah gerakannya menuruti tipu
"Loo wan coei kie" atau "Kera tua jatuh ke pohon." Ia celentang dengan kaki tertekuk sebatas lutut, dengan
kekuatan dikedua lututnya itu, tubuhnya tidak sampai
mengenai lantai para2 itu. Itulah gerakan istimewa yang meminta latihan dua puluh tahun.
Setelah semua enam batang panah lewat, seperti
berlompat, Yan tiauw Siang Hiap yang muda ini geraki
tubuhnya untuk bangun berdiri. Selagi berbuat demikian itu tangan kirinya telah samber sebatang panah yang lewat diatasan tubuhnya.
Ie Tiong ada seorang dengan pengalaman luas, ia insyaf bahwa ia bukannya tandingannya jago dari Na chung itu,
bahwa apabila ia berkepala batu, ia bisa meruntuhkan
namanya sendiri, maka itu, selagi orang berdiri, la
mendahului berkata "Na Jie Hiap, kepandaianmu benar
tinggi. Ie Tiong menyerah kepadamu!"
Ucapan ini disusul dengan loncatan tubuhnya kearah
barat. Tapi selagi orang berlompat, Na Hoo berseru "Aku
kembalikan barangmu! Lihat panah di pundakmu yang
kiri!" Mendengar seruan itu, Ie Tiong ingat bahwa tadi
sebatang panahnya telah disambuti Na Hoo, maka segera ia tahan tubuhnya, akan batal menyingkir kebarat, ia putar balik pula tubuhnya, hingga ia tampak lawannya tengah mengayun tangannya yang kanan. Tapa tidak dengar
melesatnya anak.panah. Ia jadi heran. Sekonyong Na Hoo tertawa. "Jangan tertawai aku!" kata ia. "Memang
latihanku tak sempurna! Sekarang lihat panah dipundak kiri!" Dan tangan kanannya diayun pula.
Ie Tiong kuatir ia dipermainkan pula, ia tidak segera kelit, ia pasang mata. Sekalni tampak lawan itu benar2
serang Ia, malah benar pundak kirinya yang diarah, lekas2
ia egos tubuhnya. Justeru ia egos tubuh, ia dengar seruan pula dari Na Hoo "Eh, masih ada!" Dan seruan ini
dibarengi dengan terayunnya tangan kiri, dari mana melesat lagi sebatang anak panah. Itupun ada serangan yang sama liehaynya dengan kepandaiannya sendiri anak panah
melesat sangat pesat. Ia niat berkelit, ketikanya sudah tidak ada ia niat mundur, seperti perbuatan Na Hoo tadi,
kepandaiannya tak cukup. Terpaksa ia buang juga tubuhnya kebelakang, supaya bisa jumpalitan turun. Dengan cara demikian, anak panah lewat didekat pundaknya.
Sebenarnya Coh siang hoei niat cantel kedua kakinya di para2, agar ia tidak jatuh terus ketanah, karena ini, ia tak lagi bisa gunai ilmunya enteng tubuh. Apa mau, kedua
kakinya memakai tenaga terlalu besar, satu cabang yang dicantel putus secara mendadakan, karena mana, tubuhnya terus jatuh ketanah, jatuh tengkurap, maka untuk tolong diri, ia gunai dua tangannya untuk menahannya. Ia
terbanting keras, telapakan kedua tangan itu terluka. Masih untung, muka dan dadanya tidak sampai mengenai tanah.
Setelah itu, Ia segera berbangkit. Tapi Na Hoo sudah berdiri didepannya, hanya ketika ia bicara, lawan ini tidak
menyindir atau mengejek pula seperti tadi.
"Ie Tocoe," kata Yan tiauw Siang Hiap yang muda,
secara sungguh2, "walaupun kita tak kalah dan tak menang, aku
toh kagumi kepandaianmu. Silahkan tocoe beristirahat!" Dengan jengah Ie Tiong jawab "Kepandaian Yan tiauw
Siang Hiap yang liehay terbukti bukan namanya saja, aku menyerah! Nah, sampai ketemu pula!"
Lalu ia balik kedalam rombongannya, sambil tunduk
terus. Na Hoo benar sayangi ilmu kepandaiannya orang, maka
juga ia tidak, hendak mengejek terlebih jauh. Tapi sekarang la telah majukan diri, terpaksi la berpaling kearah
rombongan Hong Bwee Pang untuk menantang.
Tantangan itu disambut oleh Siang ciang Hoan in Coei
Hong, ketua hiocoe dari Hok Sioe Tong dengan air muka gembira ia menghampirkan jago Hoay Yang Pay itu sambil memberi hormat, katanya "Na Jie Hiap, kau kenamaan,
itulah tepat! Ilmu enteng tubuhmu sempurna sekali, tetapi barusan ketika melayani Ie Tocoe, kau tentunya belum
perlihatkan semua, dari itu kami dari Hok Sioe Tong, ingin
sekali bisa menyaksikannya terlebih jauh. Kami telah diberi ketika oleh Pang coe menghadiri pertemuan ini, jumlah kami benar cuma delapan tapi jikalau semua dari kami
mohon pengajaran darimu, pasti temponya tidak ada dan alasannya pun kurang tepat, maka itu aku telah pikirkan suatu jalan, yang berbareng bisa dipakai menguji kami. Di hari2 nganggur dari kami, untuk gerak badan, kami suka melatih diri. Latihan itu, apabila Jie Hiap mengetahuinya, tentu Jie Hiap akan mentertawainya. Namanya itu adalah
"Kim coan hoan ciang, Kiauw kwie Pat kwa chung."
Latihan ini ada bahagiannya yang tidak adil". Diwaktu berlatih, penjaga pelatok boleh berdelapan, boleh berempat, maka penyerangnyapun boleh berdua atau sendirian.
Jikalau si penyerang bisa pukul pecah penjagaan, dia
terhitung menang. Diapun menang andaikata dia bisa paksa penjaganya loncat turun kebawah pelatok. Si penyerang kalah umpamanya batu yang diinjaknya menjadi miring
atau rubuh. Maka juga, latihan inipun ada bahayanya. Dari itu, untuk main2 secara demikian, umpama ada pihak yang tak setuju, dia tak akan dipaksa. Jikalau Jie Hiap ada punya kepandaian lainnya, tak halangan nya untuk kau sebutkan itu."
Mendengar disebutnya "alat" latihan macam itu Kim
coan hoan ciang, Kiauw kwie Pat kwa chung, yang berarti pelatok pad kwa batu Na Hoo insyaf, sejak berkelana, inilah tandingannya yang tertangguh. Ia telah ditantang, tak dapat ia sebut lainnya, karena tantanganpun dimulai olehnya sendiri. Maka ia lalu memjawabnya . "Sejak aku belajar silat, aku paling jemuh terhadap alat2 latihan yang
memakai perbatasan, tetapi aku berbareng paling gemar akan ilmu silatnya lain2 kaum, aku sangat suka belajar kenal dengan kepandaian terahasia dari lain kaum itu.
Maka itu biarlah Na Loo Jie besarkan nyalinya untuk
terima pengajaranmu. Tapi, untuk minta aku berdua
saudara maju dengan berbareng, itulah tak nanti aku
lakukan, karena kami biasa bekerja masing2, tidak pernah kami saling berunding! Jangan kuatirkan kami, Coei
Hiocoe, sekarang silahkan mulai!"
"Kau suka memberi pengajaran, Na Loo Jie, itu artinya kau memandang mukaku," berkata Coei Hong dengan
gembira. "Karena Na Toa Hiap tidak ingin turun tangan bersama, baiklah, aku juga akan melakukan pembelaan
bersama tiga saudaraku."
Lantas hiocoe ini menggape kepada satu pengawal yang
berdiri dekat para bunga, setelah pengawal itu datang menghampirkan, ia ucapkan beberapa kata, atas mana,
pengawal itu undurkan diri, akan titahkan empat pegawai mengatur batu hijau yang ditumpuk disudut Utara.
Selagi pegawai2 mengatur pelatok Kim coan Pat kwa
chung itu, Coei Hong telah panggil tiga hiocoe lainnya dari Hok Sioe Tong, untuk ajak mereka belajar kenal kepada Na Hoo. Jie Hiap tidak kenal mereka ini tetapi ia sudah dengar nama mereka itu, ialah Bian chioe Khioe Boen Pa si
Tangan Lemas, Soe sie chiang Cioe Peng si Tangan Empat dan Pat kwa too Khoe Liong Siang si Golok Patkwa,
semuanya jago2 Rimba Hijau yang kenamaan di Selatan
dan Utara Sungai Besar. Ia insyaf, ia bakal hadapi lawan tangguh, ia mungkin rubuh didalam Cap jie Lian hoan
ouw, sebab hiocoe itu, kecuali sudah kesohor masing2, pun selama hidup menganggur didalam Hok Sioe Tong Gedung
Bahagia mereka pasti telah yakin lebih jauh kepandaiannya.
Akan tetapi ia sangat bergembira, karena dengan
pengalamannya selama empat puluh tahun berkelana,
sekarang ia bakal coba melayani orang kenamaan itu.
CXXVI Rombongan pegawai Hong Bwee Pang telah atur selesai
dengan cepat pelatok2 untuk menguji ilmu silat itu.
Sederhana sekali nampaknya pelatok itu, namun itulah ada satu diantara tiga belas macam latihan silat yang istimewa bahagian ilmu enteng tubuh. Semuanya ada enam puluh
empat potong batu, masing diletaki secara begitu saja diatas tanah pasir halus itu, diatur nya menurut delapan persegi Pat kwa, setiap jaraknya ada satu tindak.
"Na Jie Hiap, mari kita naik untuk mencoba dulu,"
mengundang Coei Hong setelah ia dilaporkan selesai
dipasangnya pelatok itu. "Kita jangan pakai aturan lagi, kita boleh buka baju panjang agar kita bisa bergerak dengan merdeka."
Empat hiocoe itu ada memakai baju panjang warna
abu2, baju dalamnyapun warnanya serupa juga.
Juga Ay Kim Kong Na Hoo ada memakai baju panjang,
warnanya biru, malah panjang nya melewati lutut. Ini
adalah kebiasaannya, potongan bajunya pun potongan
orang desa. Tidak pernah ia loloskan baju panjang ini walaupun ia sedang bekerja. Tapi kali ini, orang tua ini ubah kebiasaannya begitu lekas ia dengar suaranya Coei Hong.
"Dapat kita lakukan itu!" kata ia sambil tertawa
menjawab Coei Hiocoe. "Memang hari ini hawa udara
panas luar biasa, sampai sukar untuk dilawan!"
Berlima orang itu sudah lantas buka baju mereka, satu pengawal datang menyambuti baju mereka itu, tapi Na Hoo sambil serahkan bajunya, awasi pengawal itu, akan
kemudian kata padanya "Jaga baik2 bajuku ini, ya!
Umpama baju ini hilang, walaupun tuanmu ganti dengan
yang baru, aku tidak mau mengerti! Kau tahu kefaedahan nya baju ini" Dimusim dingin dia dapat memberikan hawa
hangat, dimusim panas dia dapat memberikan hawa adem!
Sekarang kau boleh nonton dengan asyik, jangan kau
ganggu aku, ya" Kau mengerti tidak?"
Sekalipun ia mengucap demikian, Na Hoo bukan seperti
sedang bicara kepada pengawal itu, matanya mengawasi ke para2 bunga, karena diwaktu ia keluarkan kata yang
terakhir, pada para2 itu terdengar satu suara samberan.
Coei Hong pun dengar suara itu, ia heran, hingga ia
menyangka diantara para2 bunga itu ada orang sembunyi, iapun menoleh kearah para2, sedang pengawal bengong
mengawasi Yan tiauw Siang Hiap, yang ia mau duga ada
orang setengah otak".
"Sudah, pergilah, jangan kau berlagak tolol!" Mendadak Ay Kim Kong tegur pengawal itu, yang heran akan tingkah lakunya orang tua kate ini. Kemudian, memandang Coei
Hong ia kata "Eh, Coei Hiocoe, lihat di Barat utara sana, mega gelap sekali, kita baik jangan main ayal2an, nanti sang hujan ganggu pertunjukan kita, hingga kita akan jadi hilang kegembiraan karenanya!"
Memang benar katanya si Kim kong Kate ini. Dari
antara awan gelap dijurusan Barat utara itu lantas
kedengaran suara gemuruh dari sang guruh.
Coei Hong seperti sadar, ia manggut.
"Benar, hujan bakal turun!" katanya. "Na Jie Hiap, mari kita mulai! Silahkan kau naik terlebih dahulu!"
Sementara itu Na Hoo sedang awasi sekalian hiocoe itu, yang dandanannya serupa, seperti seragam saja, kaos
kakinya warna putih, tinggi sampai didengkul. Semua
mereka itu nampak nya bersemangat. Ia sendiri memakai baju biru singsatkan cingnya dari tembaga, dia mirip sangat dengan satu petani.
"Na Loo Jie hendak perlihatkan kejelekannya!" kata ia sambil bersenyum sesudah cukup ia awasi bakal lawannya semua. Ia lantas rangkap kedua tangannya. Mendadak
ujung kakinya menjejak tanah, hingga tubuhnya mencelat keatas sebuah pelatok batu, kaki kirinya tiba nempel saja, tangan kanannya dikasi naik keatas, tangan kirinya
diturunkan kebawah. Itulah sikap "Tay peng tian cie" atau
"Garuda pentang sayap".
Coei Hong berempat memberi tanda satu pada lain,
lantas mereka lompat naik keatas masing sebuah pelatok, jarak jauh dekatnya tidak ketentuan tetapi Na Hoo lihat mereka ambil garis patkwa, ialah Cioe Peng di Lie kiong timur, Khoe Liong Siang di Kam koen barat, Coei Hong di Kian kiong selatan, dan Khioe Boen Pa di Koen kiong
utara. Segera terlihat tegas entengnya tubuh mereka dan tegaknya
kaki mereka diletaki. Kemudian mereka mengawasi pihak lawan untuk memberi hormat seraya
berkata "Na Jie Hiap, silahkan mulai, kami bersaudara ingin sekali menerima pengajaranmu!"
Ucapan ini diakhiri dengan gerakan mereka jalan
kekanan, mutar, menginjak setiap batu, saban habis dnjak, batu2 itu tidak bergerak sedikit juga, tubuh mereka
nampaknya tetap betul. Na Hoo segera ikuti gerakan empat lawan itu, tubuhnya pun tegak seperti mereka, kedua tangannya bergerak gerak didepan dadanya.
Selagi orang jalan memutar, dikedua pihak yang
menyaksikan itu sangat menaruh perhatian. Pihak Hoay
Yang Pay sendiri heran melihat Ay Kim Kong sudi
meloloskan baju panjang. Memang belum pernah terdengar Yan tiauw Siang Hiap bertempur tanpa baju panjangnya
itu. Diam Na Hoo telah ambil putusan, "tangkap ular adalah dengan bekuk kepalanya," maka itu ia hendak arah Coei Hong, siapa waktu itu justeru dari kiri sedang balik
kekanan, dari Kian kiong dia ambil Kam kiong bekas Khoe Liong Siang. Dengan mendadak ia lompat melewati empat pelatok mendekati Coei Hong, ia menyerang dengan tipu pukulannya "In liong tam jiauw", atau "Naga mengulur
kuku". Iapun serukan, "Coei Hiocoe, sambutlah!"
Coei Hong elak tubuhnya, sembari loloskan diri, ia ulur tangan kanannya, untuk papaki nadi lawan dengan dua jari tangannya.
Na Hoo lekas tarik pulang tangan kanannya yang
dipakai menyerang itu, dilain pihak tangan kirinya
menyusul keluar, akan sogok iga lawan dengan pukulan
"Tan twie ciang", atau "Tangan sebelah".
Siang ciang Hoan in ada jago . dengan banyak
pengalaman, iapun ada hiocoe dari Hok Sioe Tong, ia
lantas rasakan samberan angin dari kepalan, cepat sekali ia geser tubuhnya setindak kekanan, setelah berada disamping, mendadak ia maju balas menyerang dengan kedua
tangannya berbareng. Ay Kim Kong merasakan samberannya angin, maka ia
insyaf, Coei Hong ini benar liehay. Ia tidak sudi papaki serangan itu, ia lompat kekiri, sampai empat batu, ketika kaki kirinya injak batu dari Lie kiong, ia justeru disambut oleh Soe sie ciang Cioe Peng.
"Na Jie Hiap, sambutlah!" kata si Tangan Empat ini. Ia menyerang dengan "Hek houw sin yauw" atau "Macan
hitam mengulet", kedua tangannya menyamber dada
"Bagus!" menyambut Na Hoo seraya ia geraki kedua
tangannya dengan gerakan "Tong coe pay Hoed", atau
"Murid memuja sang Buddha". Ia pecahkan serangan
lawan, setelah mana, kedua tangannya diputar kebawah
untuk dipakai menekan, akan balas menyerang pula
Cioe Peng hendak ubah gerakannya, tetapi Na Hoo
dulua. Sembari tarik pulang tangan kirinya, Ay Kim Kong menyerang dengan tangan kanan, dengan "Kim pa ciang", atau "Tangan harimau tutul emas".
Karena kalah sebat, Cioe Peng jadi terancam bahaya,
tapi belum sampai ia menjadi sasaran, ada angin
menyamber bebokong Na Hoo sambil berseru mengancam
"Sambutlah!" Terpaksa Ay Kim Kong batalkan serangannya itu, untuk
ia berkelit menolong diri dari bokongan. Ia geser kaki kiri kekiri, ia putar tubuh dengan "Giok bong hoan .sin" atau
"Ular naga kumala balik tubuh". Ia lihat, penyerangnya itu adalah Coei Hong, ia jadi mendongkol sekali, hingga ia niat menegurnya.
Ketika itu, awan mendung yang tebal telah menawungi
Ceng Giap San chung, suara guruh memberisik tak
hentinya. Beberapa ekor burung dara pun kelihatan terbang bergantian menuju kebelakang Ceng Giap San chung.
Coei Hong membokong untuk tolongi Cioe Peng, ia
sengaja perdengarkan suaranya walaupun demikian, Cioe Peng dengan sendirinya telah mesti sempoyongan mundur tiga tindak, baharu dia dapat pertahankan diri. Sementara itu, si penolong dengan samar2 dengar bentakan "Kau
curang, pit hoe tua, tunggu kau!"
Coei Hong heran. Suara itu seperti suara orang bicara seorang diri, juga seperti ancaman terhadap dianya. Pun suara datangnya dekat sekali, tetapi karena gemuruhnya suara guruh, ia tak bisa dengar tegas, hingga ia tak dapat pastikan, sebenarnya suara itu datang dari arah mana.
Na Hoo juga dengar suara itu, hingga ia terkejut
sendirinya. Beda daripada Coei Hong, ia ketahui dimana orang sembunyi, maka itu, segera ia berseru "Kau campur urusan nganggur saja! Sambutlah!" Ia memandang Coei
Hong yang ia segera serang, kata itupun ditujukan kepada lawan ini, tetapi itu pelabi belaka, sebenarnya ia
peringatkan suara yang tidak ketahuan orangnya itu.
Coei Hong sedang perdatakan suara yang membuat ia
curiga itu, ketika ia diserang pada pundaknya. Ia lantas berkelit dengan apungkan diri. Ia me nyingkir dari batu ke tiga dari Jwee kwa. Justeru itu, sebelum ia tancap tetap kakinya, ada senjata rahasia yang menyamber belakang
kepalanya, maka lekas ia mendek, hingga serangan luput, senjata rahasia itu nancap di celah2 batu.
Segera dapat dikenali, itu adalah serupa senjata rahasia aneh, karena itu ada sepotong kecil oyot rotan, tapi
anehnya, ujung nya melesak masuk kedalam tanah sampai satu dim lebih!
Sambil miringkan tubuh, menghadapi kearah para
bunga, Coei Kong lantas berkata "Sahabat, jikalau kau ingin
memberi pengajaran, silahkan kau keluar! Perbuatanmu terhadap Coei Hong ada tidak tepat!"
Tidak perduli tantangan ada nyaring dari para2 bunga


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak ada terdengar suara atau, gerakan apa juga, melainkan suara angin yang berkesiur lewat, menerbitkan suara diatas para2 itu.
Na Hoo sendiri tidak perdulikan Siang ciang Hoan in, ia lompat akan taruh kaki dibatu ketiga Kam kiong, untuk menerjang Pat kwa too Khoe Liong Siang, siapa justeru tengah menantikan, maka melihat orang datang, Khoe
Liong Siang kata "Na Jie Hiap, aku memang ingin terima pengajaran darimu!" Dan ia maju untuk mendahului
menyerang, dengan tipu nya "Yoe liong tam jiauw", "Naga memain mengulur cengkeraman."
Na Hoo kagum akan rasai samberannya angin selagi
serangan belum sampai, dari sina kagumi hiocoe2 dari Hok Sioe Tong, yang benar2 semua berkepandaian luar biasa. Ia berkelit kekanan, akan injak batu ke tujuh Koen kiong, tetapi dengan tangan kiri, ia totok nadinya hiocoe she Khoe itu, sedang tangan kanannya menyusul menyerang alis
lawan. Pat kwa too Khoe Liong Siang ada akhli Pat kwa ciang, tiga tahun ia telah tempatkan diri didalam Hok Sioe Tong, selama itu tak pernah ia abaikan ilmu silat nya, dari itu ia tetap liehay. Ia tarik pulang tangannya akan luputkan totokan, berbareng ia berkelit dengan putar tubuh, hingga alisnya pun bebas. Tapi ia putar diri demikian rupa, hingga dari kanan lawan, sekarang ia berada dibelakangnya lawan itu, lalu dengan gesit ia majukan kedua tangannya, akan gempur pinggang belakang sebelah kanan dari lawan itu.
Itulah serangan "Say coe yauw tauw"-"Singa goyang
kepala". Ay Kim Kong berkelit kekiri, kakinya menginjak batu ke lima Koen kiong, begitu lekas membalik tubuh, ia balas menyerang pundaknya Khoe Liong Siang.
Dengan "Beng houw hok chung", atau "Harimau galak
mendekam", hiocoe she Khoe itu bebaskan diri dari
serangan, tapa tidak hanya berkelit, segera ia balas
menyerang pula, kali ini dengan "Thie goe keng tee", atau
"Kerbau besi meluku tanah". Ia menyapu kaki lawan.
Na Hoo insaf bahaianya serangan ini, ia segera
apungkan diri untuk berlompat. Sebenarnya ia kena
didesak, sedang diatas pelatok tak dapat ia bergerak leluasa sebagai ditanah datar. Begitulah ia menuju kepelatok ke
empat Koen kiong, yang termasuk bilangan utara dari Bian chioe Khioe Boen Pa, siapa justeru berada dipelatok ketiga, maka tidak ampun laga disambut Khioe Hiocoe dengan
"Kim kauw cian" atau "Guntingan ular naga emas." Dilain pihak, Khoe Liong Siang pun menyusul, terus dia
menyerang dengan "Sin liong tauw kah" atau "Naga sakti angkat kepala." Hingga selain digunting Boen Pa, iapun digencet Boen Pa dan Liong Siang berdua.
Selagi bahaya mengancam, Na Hoo lihat jalan bebas
adalah arah ujung timur utara tapi sambil menyingkir, ia mesti hindarkan guntingannya Boen Pa, sedang tangan
kanan lawan ini mencari jalan darah "Kiok tie hiat."
Berbareng dengan itu sampai juga serangannya Khoe
Hiocoe, maka ia jadi sangat terancam.
Semua perhatian penonton di tujukan saja pada
pertempuran, hingga seperti tidak kelihatan, dari rombongan Hoay Yang Pay muncul satu orang ketika Na
Hoo sedang angkat kakinya, dia ini telah berseru "Tahan!
Loo Jie, kembali!" Segera tubuhnya melesat naik ke Pat kwa chung, dibelakangnya Khoe Liong Siang. Serangannya Liong Siang telah gagal karena kelitannya Ay Kim Kong, tetapa masih hendak susuli dengan serangan lainnya, untuk bikin lawan rubuh, supaya lawan ini rubuh dengan sedikit terluka, maka itu ia heran akan dengar seruan disusul munculnya seorang lain. Urung menyerang terlebih jauh, ia berkelit kekiri untuk putar tubuh, akan bela diri. Segera ia lihat, orang yang datang itu adalah Na Pek. Ia heran untuk kedatangan yang tiba2 itu.
Na Hoo pun segera kenali suara saudaranya, karena ia
tahu tabeatnya saudara ini, ia batal berlompat, terus, dengan cepat ia tahan tubuhnya, terus ia bersiap untuk serangan lawan. Iapun hendak lihat sikapnya saudara itu.
Karena ini, pertempuran berhenti dengan se konyong2.
Coei Hong dan Cioe Peng segera menghampirkan, juga dua hiocoe lainnya.
Na Pek tidak sambuti empat hiocoe itu, ia hanya
pandang adiknya dan kata sambil tertawa dingin "Loo Jie, kita dua saudara telah berkelana setengahnya umur kita, meskipun kita tidak punyakan ilmu kepandaian yang
mengagumkan, toh dimana kita sampai, kita senantiasa
bertemu dengan jago kenamaan, hingga umpama kata kita, rubuh, kita rubuh secara berharga. Sungai besar, gelombang dahsyat, semua pernah kita lakoni, maka itu, buat
tergelincir didalam got, tidakkah itu akan membikin kita mati malu" Segala bangsa tikus mencuri dan anjing
mencolong, kita berdua sebenarnya tak dapat hadapi
sebagai lawan! Setiap hari kita memburu belibis, tapi kita kasi mata kita dipatok belibis, apa itu bukannya terlalu lucu" Loo Jie, kau telah dipermainkan sebagai boca tolol, kau masih tidak merasainya, inilah pembalasannya sebab kau terlalu biasa gunai ketangkasan setanmu!"
Ay Kim Kong heran. "Mataku toh tidak lamur, siapa permainkan aku?" pikir ia.
Disebelah itu, Coei Hong gusar atas katanya Toa Hiap, ia merasa seperti dicaci.
"Na Toa Hiap, aku minta kau suka bicara jangan tak
dipikir lagi", kata ia. "Bukankah telah dijanjikan bahwa pertandingan diatas pelatok batu ini karena atas setujunya Jie Hiap sendiri" Ada siapa yang permainkan padanya
disini" Umpama kau anggap cara ini tidak adil, pihakmu boleh usulkan cara apa saja, Coei Hong tentu bersedia untuk melayaninya. Na Loosoe, ejekanmu ini sulit untuk aku menerimanya. Umpama Loosoe juga hendak turut
ambil bagian maka sekalian saudaraku pasti suka
menemaninya...." Ucapan itu baharu habis dikeluarkan atau dari
rombongan Hong Bwee Pang muncul empat hiocoe
lainnya. "Cara pertandingan ini adalah urusan keci!", sahut Na Pek sambil bersenyum. "Bukankah orang juga tidak dipaksa untuk manjat pelatok ini" Bukankah cuma orang yang
menghendaki yang kena makan pancing" Aku melainkan
hendak mohon keteranganmu, Coei Hiocoe. Kita adakan
pertandingan persahabat an, kita mengandal pada kepandaian masing2 untuk menerima malu atau Kehormatan. Tapi dengan cara licik orang berlaku curang, siapa punya usul itu" Adalah dalam hal ini yang aku hendak minta penjelasan!"
"Apa artinya katamu ini, Na Loosoe?" tanya Coei Hong
dengan heran. "Benar aku tidak mengarti! Coba loosoe
jelaskan!" Belum sempat Na Pek menjawab, atau empat hiocoe
yang baru sudah sampai didepannya dan mereka ini lantas kata "Na Toa Hiap hendak turut hunjuk kepandaian,
mengapa kau diam saja" Umpama Toa Hiap ada punyakan
kegembiraan, bagaimana andaikata kami menemaninya?"
Na Pek lantas awasi empat hiocoe itu.
Memang sejak siang2, Twie in chioe Na Pek telah
perdatai sesuatu orang Hong Bwee Pang, dan ketika pihak lawan mengatur Pat kwa chung batu, ia awasi orang bekerja mengatur batu2 pelatok itu. Mereka itu bekerja sangat cepat, hingga siapa tidak memperhatikannya, niscaya tak dapat lihat cara kerjanya mereka. Tadinya Na Pek pun tidak insyaf kecuali sampai pertandingan telah dimulai, ia lihat gerak geriknya empat hiocoe, tidak ada yang berdiam tetap,
semuanya bergerak memutar. Di akhirnya, dengan
mendongkol Toa Hiap kata pada ketuanya "Soeheng, kau
lihat, kawanan penjahat itu tidak berlaku jujur, mereka main gila dengan pelatok batunya itu! Lo Jie tidak insyaf, maka itu perlu aku ajar adat kepada mereka!"
Coe In Am coe terperanjat mendengar Yan tiauw Siang
Hiap tua bicara. Ia memang awasi Toa Hiap, ingin cegah dia turun tangan, maka hatinya lega sampai sebegitu jauh orang duduk diam saja. Ia berkuatir guna jago ini, air muka siapa ada suram, suatu alamat malapetaka. Maka kaget
sekali ia akan dengar suara orang. Tidak tunggu sampai Eng Jiauw Ong menyahuti, ia dului ketua Hoay Yang Pay itu
"Jangan Kuatir, Na Sie coe!" katanya. "Walaupun mereka main gila, Jie Hiap tidak nanti kasi dirinya dipermainkan.
Bukankah Jie Hiap pun telah jelaskan, dia selalu bertindak sendiri, tidak pernah dia munculkan diri bersama2
kandanya kalau dia sedang bekerja" Jikalau Toa Hiap maju, kau akan membuat hilang mukanya Jie Hiap. Disebelah itu, telah ada orang yang bantu kita secara diam2, orang itu tadi telah gunai panah batang pohon akan beri peringatan
kepada keempat hio coe itu. Aku percaya tidak ada bahaya untuk Jie Hiap, maka itu baik Toa Hiap jangan maju. Mari kita lihat saja keadaan terlebih jauh".
Memang Toa Hiap ingin lihat dahulu suasana, apamau
Tiong cioe Kiam kek Ciong Gam, yang duduk selang dua
kursi dari mereka, telah kata pada Coe In Am coe "Baik am coe jangan cegah Na Toa Hiap, karena kawanan ini sangat menjemuhkan, jikalau pelatok mereka ini tak dapat
digempur, bagi nama kita itu ada suatu kerugian. Dengan majunya Toa Hiap, selain akan bisa pecahkan rahasia
lawan, dia pun bakal tolongi Jie Hiap".
Toa Hiap lirik Ciong Giam, ia tertawa tawar.
"Ini baharulah suaranya satu sahabat sejati!" kata ia.
"Melainkan aku juga belum merasa pasti. Umpama aku
gagal, Ciong Loosoe tentu sudi gantikan aku!"
"Tentu saja!" jawab Ciong Gam juga dengan tawar.
Eng Jiauw Ong tidak puas. Ia tahu Ciong Gam masih
tidak puas atas kejadian tadi malam dan sekarang dia itu gunai akal licin akan mengobor Toa Hiap.
"Kau merendahkan derajat mu", pikir ketua ini, yang
sendirinya tidak bisa cegah saudara nya, maka ia cuma pesan "Harap soeheng tidak sembrono".
Na Pek tidak jawab saudara itu. Sejak berbangkit, ia
perlihatkan wajah ber seri2. Ia hanya kata pada dirinya sendiri "Pelatok2 terdiri dari batu, inilah menarik hati, baik aku perdatakan, akan pelajarinya...." Kemudian ia
bertindak mendekati Pat kwa chung sembari ia kata pada Boe Wie Yang "Pelatok ini adalah semacam ilmu
kepandaian yang jarang terdapat, maka aku tak sebagai Na Loo Jie, aku tidak berani menaikinya. Mataku sudah tidak berguna lagi, aku mesti datang dekat sekali untuk
memperhatikannya...."
Lantas ia berdiri dipinggiran para2.
Sementara itu Coe In Am coe bersiap sendiri dengan
diam2. Ia menghela napas apabila ia dapat kenyataan, Na Toa Hiap telah kena dibakar Ciong Giam.
Na Pek berdiri memperhatikan semua pelatok, sampai ia tampak saudaranya keteter, maka lantas ia lompat maju untuk bicara, sampai majunya empat hiocoe lainnya yang menantang kepada nya. Setelah awasi empat hiocoe itu, dengan tawar ia berkata "Maafkan aku, tidak lebih dahulu aku ingin belajar kenal dengan hiocoe beramai. Aku telah naik kemari, tak gampang2 untuk aku turun kembali, pasti
aku akan belajar kenal dengan kepandaian hiocoe semua.
Kebetulan soe wie hiocoe datang, aku ingin tanya,
bagaimana halnya dengan ini" ...."
Sehabis berkata demikian, Na Pek tendang dua potong
batu dalam garis "Soen kiong," hingga batu itu rubuh.
Empat hiocoe itu kaget. "Ha, siapa bernyali besar berani main gila secara ini" Ini bukannya menipu orang tetapi menipu diri sendiri,
meruntuhkan nama Hong Bwee Pang! Perbuatan ini mesti
diselidiki!" Hiocoe yang berkata2 itu adalah Tiat cie Kim wan Wie
Thian Yoe si Pil Emas Berjari Besi, yang liehay jari2
tangannya (tiat cie), terutama empat jari kanan, siapa kena tergurat, walaupun kulit dagingnya tidak terluka, urat dan tulang2nya bisa putus, sedang belasan pelurunya pil emas, (kim wan), yang terbuat dari tembaga, jitu ditimpukkannya.
Diantara rekannya ia ada sangat dimalui sebab walaupun usianya lanjut, namun ia masih galak. Sebenarnya tak puas ia masuk dalam Hok Sioe Tong tapi Boe Wie Yang minta
itu, karena ini, ia jadi sekalian bisa melatih diri untuk berlaku tenang, sebab ia pun ada punya banyak musuh.
Karena ini, selama hidup nganggur dan berbahagia, ia
dapat kesempatan akan latih terus ilmu kepandaiannya.
Seharusnya ia diangkat jadi ketua Hok Sioe Tong tapa biasa bersikap keras, maka diakhirnya ia diangkat jadi kam tong hiocoe saja. Ia diundang keluar dari Hok Sioe Tong karena Boe Wie Yang lihat gejala jelek dalam kalangannya, gejala yang dimulai pemberontakannya Pauw Coe Wie.
Pelatok Kim coan Hoan ciang Kiauw kwie Pat kwa
chung itu adalah ciptaan Hok Sioe Tong sendiri, memang sekalipun Yan tiauw Siang Hiap tidak nanti gampang2
mendapat angin diatas pelatok2 itu, siapa tahu sekarang ada
orang main gila, kedua pelatok itu diletaki ditempat tanah kosong, hingga siapa kena injak itu, mesti dia terjeblos dan jatuh bersama rubuhnya pelatok. Sudah tentu perbuatan
"curang" itu mesti ada kerjaan orang Hong Bwee Pang
sendiri. Wie Thian Yoe ada sangat gusar, dengan bengis ia awasi ketua Hiocoe Coei Hong.
"Coei Hiocoe," katanya dengan bengis, "kejadian serupa ini telah ambil tempat dibawah mata kita, melihat ini, orang kang ouw tentulah akan anggap Hong Bwee Pang tak dapat di percaya lagi!"
Coei Hong tidak jawab rekannya itu, ia hanya menoleh
kepada dua rekan lainnya, Pat kwa to Khoe Liong Siang dan Bian chioe Khioe Boen Pa, ia kata "Dalam hal ini kami tak dapat membantah pula...."
Dalam keadaan tegang seperti itu, Cit tong Pheng Sioe San datang sambil berlari2 bersama dua anggauta Heng
tong, segera setelah sampai, ia kata kepada Hiocoe Coei Hong "Coei Hiocoe, kejadian ini telah dapat diketahui Pang coe. Liong Tauw Pangcoe telah jadi gusar sekali, tapi Liong Tauw Pangcoe tidak percaya ini ada perbuatan Hok Sioe Tong, karena pasti para hiocoe tidak bakal rusaki nama baiknya sendiri, maka itu dengan titah Pang coe, semua pekerja sudah diserahkan kepada Heng tong untuk
diperiksa. Kepada Yan tiauw Siang Hiap, Liong Tauw
Pangcoe mohon maaf. Pangcoe menyatakan, apabila Siang Hiap tidak niat lanjutkan pertandingan diatas pelatok2 ini, Pangcoe
silahkan Siang Hiap kembali kedalam rombongannya, untuk beristirahat dahulu".
Tanpa tunggu jawaban dari Coei Hong lagi, bersama dua orangnya, Pheng Sioe San segera undurkan diri sambil
giring empat pegawai pekerja tadi.
Sampai disitu, ketegangan telah dapat diredakan.
Tiat cie Kim wan Wie Thian Yoe tetap tidak puas, ia
perdengarkan suara dihidungnya, "Hm! hm!" Cuma karena ingat nama baik dari Hong Bwee Pang, ia tidak bertindak terlebih jauh. Tapi dibelakang ia ada satu hio coe lain, yang perlihatkan tingkah luar biasa. Dia ini tunduk. Dia bertubuh tinggi dan besar, mukanya berewokan. Seperti yang lain2, dia tidak dapat perhatian dari Toa Hiap, yang sedang
mendongkol. Dengan tiba2 hiocoe itu berkata dengan
suaranya yang dingin "Si tua bangka pandai benar
menghabiskan urusan! Dengan begini, enaklah Boe Wie
Yang sendiri! Kau lindungi padanya, aku kuatir lain orang tidak akan pandang mata padamu!..."
Ay Kim Kong memang curigai hiocoe ini, mendengar
perkataan orang itu, ia angkat kepalanya untuk mengawasi, hingga sekarang ia bisa melihat tegas berewok yang kusut dan seperti tak pernah dicukur, kedua mata yang dalam sekali tapi sinar matanya tajam, kedua pipinya menonjol hingga mirip dengan daging lebih, yang dikiri ada kutilnya sebesar kacang kedele. Ia terkejut apabila ia sudah melihat nyata. Ia ingat, itulah orang yang kandanya pernah
omongkan kepadanya. Maka ia lantas tegur kandanya itu.
"Toako, apakah dia bukannya sahabat kekalmu yang
dahulu kau kenal di Hoo kan?"
Kedua matanya Na Pek justeru bentrok dengan matanya
hiocoe berewokan itu, mendadakan ia tertawa besar.
"Aku Na Loo Toa ada sangat beruntung!" kata ia. "Aku
tidak sangka, bahwa sahabatku dari belasan tahun dari Hoo kan pun berada disini! Ah, Yauw beng Kim Cit Loo, kau benar2 hendak meminta jiwa! Kau telah melihat sahabatmu yang dibuat impian, yang dibuat pikiran saja, kenapa kau menegur pun tidak sudi" Kau benar2 meminta jiwa!"
Dengan "meminta jiwa" diartikan "Yauw beng", atau
"maui jiwa". Na Pek mengucap demikian, ia benar tertawa, tetapi
wajah nya sungguh tak sedap untuk dipandang, sepasang alisnya mengkerut naik, kulit mukanya berkerut2. Wajah itu jadi sangat bengis.
"Loo Jie, matamu benar awas!" kata ia kemudian,
sebelum hiocoe itu sahuti ia. "Sahabat ini benar ada sahabat baik yang dahulu aku ketemui di Hoo kan, yang dunia kang ouw kenal sebagai Pat pou Kan siam Kim Loo Sioe, sedang orang sesama kampungnya di Ouwlam biasa panggil ia
Yauw beng Kim Cit Loo. Seperti pernah aku bilang
kepadamu, sejak aku masuk dalam kalangan kang ouw,
tidak pernah aku tunduk kepada siapa juga, melainkan Pat pou Kan siam Loo Sioe ini barulah ada tandinganku yang setimpal. Loo Jie, hari ini adalah hari yang paling
menggembirakan aku!"
Kembali jago dari Na chung ini tertawa gelak2.
Na Hoo sendiri diam insyaf, harni sebenarnya ada hari dari "mati atau hidupnya" kandanya itu
Pat pou Kan siam Kim Loo Sioe, yang matanya
berkilauan saking tajamnya, setelah lirik Toa Hiap, lantas tertawa haha hihi.
"Eh, Na Loo Toa, kenapa, kau masih belum mati?"
tanya ia. "Aku sendiri sudah lemparkan semua urusan
dunia kang ouw keluar alam semesta! Inipun sebab nya
kenapa aku Kim Loo Sioe masuk kedalam Hok Sioe Tong!
Sebab aku telah lakukan terlalu banyak kedosaan, dengan cara ini aku niat bebaskan diriku, siapa tahu, manusia benar tidak berkuasa, apamau hari ini kita berdua bertemu disini!
Inilah takdir! Mari kita bereskan perhitungan kita yang lama, supaya dilain jaman tidak ada antaranya yang masih
berhutang! Aku Yauw beng Kim Cit Loo tidak kehendaki
jiwa lain orang, tapi lain orang mungkin menghendaki
jiwaku! Na Loo Toa, apa kita bikin perhitungan berdua saja, atau harus semuanya turut" Terserah kepadamu untuk memilih nya!"
Na Pek tertawa dingin. "Kami datang untuk menyaksikan kepandaian pihak
Hok Sioe Tong, karena itu, urusan pribadi kita baik kita tunda dulu disamping!" kata ia. "Kim Cit Loo, mari kita main2 diatas pelatok! Kita ada sahabat2 kekal, kita main2
satu dua jurus, tak usah kita omong saja! Silahkan!"
Lantas kanda ini beri tanda untuk adiknya mundur,
maka itu, Na Hoo lantas undurkan diri.
Dipihak lain, dua batu tadi telah dipasang pula dengan rapi.
Coei Hong merasa puas melihat diantara Kim Cit Loo
dan Na Pek seperti ada permusuhan, mereka itu jadinya boleh bertempur sampai mati atau hidup
"Na Toa Hiap," berkata ia kepada pihak lawan itu,
"karena kau ingin memberikan pengajaran diatas pelatok ini, baiklah, aku ajar kau kenal dengan tiga hiocoe lainnya!"
Ia lantas perkenalkan Wie Thian Yoe serta dua hiocoe
lagi yalah Siang Kang Hie In Tee Hin Pang si Nelayan dari Siang Kang, dan Cit seng kiam Cian Tiauw, si Pedang
Tujuh Bintang. Na Pek tahu semua hiocoe dari Hok Sioe Tong adalah
orang2 liehay, ia tidak berlaku sembarangan dengan mereka itu, ia melayani bicara sebagaimana harus nya.
Kemudian Wie Thian Yoe berkata pada Kim Cit Loo
"Kita baik jangan sungkan2 lagi, sekarang mari kita mulai
naik keatas pelatok. Baik kita turuti caranya Coei Hiocoe saja. Tadi mereka ambil garis Kian, Koen, Kam dan Lie, kita ambil Kin, Cin, Soen dan Twee".
Setelah itu, empat hiocoe itu lantas masing2 lompat naik keatas pelatok.
Yan tiauw Siang Hiap adalah dua saudara yang
tabeatnya berlainan, sejak meninggalkan Lek Tiok Tong di Ceng Hong Po, Hoay siang, mereka pulang ke kampung
mereka, Na chung, di Coe cioe. Mereka tidak betah
berdiam dirumah, lantas mereka pergi mengembara.
Mereka belajar silat disatu tempat, mereka pun bersaudara kandung, tapi tak dapat mereka berkelana sama2. Mereka berpisahan, masing2 bekerja sendiri2, tidak pernah mereka saling berdamai, akan tetapi disaat2 ada urusan penting, salah satu datang sendiri tanpa diundang, untuk saling bantu, sebab diantara mereka tidak ada ganjalan. Mereka saling mengarti tabeat masing.
Pernah satu kali dengan tunggang keledainya yang kecil, Na Pek sampai di Hoo kan. Ia berniat tinggal dua hari untuk sekalian kunjungi satu sahabatnya yang tinggal
didesa. Ia sewa kamar dihotel Sam Goan didalam kota
Timur, hotel yang kenamaan sejak seratus tahun lebih dan kaum pelancongan paling sukai.
Berbareng satu hari dengan Na Pek, kehotel itupun
datang serombongan kereta piauw dari Ban Seng Piauw
Kiok. Ia kenal ketua dari piauwkiok itu yalah Siauw Beng Ciang Kim tong Coei Pheng orang asal Chong chioe, yang baharu berumur empat puluh lebih dan ada muridnya Seng soe ciang See Coan Gie si Tangan Mati Hidup dari Kauw pak. Piauwsoe ini punya sepasang senjata boneka Hong
siang tong kesohor dilima propinsi utara, tapa berhasil dengan Ban Seng Piauw Kiok bukan disebabkan melulu
kegagahannya dan pengaruh nama gurunya, hanya ia
dibantu sifatnya sendiri, yaitu ia suka bergaul dan ramah tamah. Kantor besarnya adanya di See hoo yan di Pakkhia, Titlee, cabang2nya terpencar di Kauwpak, Shoatang,
Shoasay, Hoolam dan Siamsay. Iapun sering terima
kunjungan pelbagai sahabatnya, hingga boleh dibilang, cawan araknya tidak pernah kosong. Na Pek kenal
piauwsoe ini dengan perantaraan Paklouw Piauwsoe Chio In Po. Sebenarnya maksud nya adalah untuk belajar kenal saja, bukan untuk ikat persahabatan kekal, siapa tahu, di Hookan itu, ia bertemu dengan rombongan Ban Seng
Piauw kiok. Ia belum tahu Coei Pheng sendiri atau
sebawahannya yang pimpin rombongan itu tapa sudah
ambil putusan tidak hendak menemui si piauwsoe.
Na Pek tinggal diruang timur, rombongan piauwsoe itu
diruang utara, disebelah belakang, waktu kawanan
piauwsoe lewati kamar nya, ia mengintai dari celah2 pintu.
Ia lihat kereta terdiri dari sepuluh kereta keledai, saban kereta muat empat buah peti. Itulah peti2 yang terisikan semuanya uang perak empat laksa tail. Pengiringnya ada delapan pegawai dengan dua piauwsoe serta satu
pembantu. Coei Pheng sendiri tidak turut.
Ketika cuaca sudah mulai gelap, Na Pek pergi kedepan, untuk lihat keledainya, yang ia kuatir jongos kurang
perhatikan. Istal memang berada disebelah depan. Disitu dikumpul semua binatang kepunyaan tetamu, kuda dan
keledai tak kurang dari dua puluh ekor. Keledainya Na Pek ditempatkan terpisah sendirian tengah dikasi makan.
Kembali dari istal, ia lihat dua orang dari luar hotel bertindak masuk. Usianya masing kira2 dua puluh lebih.
Satu jongos iringi mereka, dan jongos itu sembari jalan kata
"Tuan2, mustahil kami tolak kedatangannya malaikat
uang" Kami justeru girang tuan2 sudi datang kehotel kami ini, itu tanda nya tuan2 perhatikan kami. Mustahil kalau
ada kamar kami tidak kasikan pada jiewie" Dengan
sebenarn ya semua kamar sudah habis, baharu saja datang rombongan Ban Seng Piauw Kiok, yang ambil semua
kamar diruang Utara. Percaya, tuan2, tidaklah ada dihati kami niat bikin susah kamu berdua...."
Kedua pemuda itu jalan terus. "Aku tidak percaya hotel begini besar, dua kamar kosong saja tidak ada!" kata satu diantaranya. Terang mereka tak percaya jongos itu dan hendak memeriksa sendiri.
Na Pek segera ketahui, mereka itu ada orang kang ouw, malah lagu suaranya lagu Utara ada bikinan belaka, sebab tidak lenyap lagu suara Selatan dari mereka yang asli.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dua orang itu tidak periksa lain bagian hanya dari Timur mereka menuju kesudut Timur utara untuk lewati pintu
kecil, hingga jongos kuatir rombongan piauwsoe akan
gusar. "Tuan2, mustahil aku mendusta?" kata ia dengan roman
memohon. "Bendera piauwkiok juga dipancar dimuka
pintu, tentu tuan2 dapat melihatnya!"
Selagi si jongos bicara, dua anak muda sudah sampai
dipintu dimana mereka melongok kelain bagian, lalu satu diantaranya kata "Hm! Baharu rombongan piauwsoe! Apa
artinya" Walaupun utusan raja, aku hendak belajar kenal dengannya! Kau jangan ngoce saja!"
Jongos itu diam, hatinya lega melihat orang memutar
tubuh. Ia duga mereka ini bukan orang baik2, ia harap2
mereka pergi dengan lekas. Tapi, sembari lewat, ia
tunjukkan kamar2 "Tuan, lihat, semua itu sudah penuh!"
Mendadakan salah satu pemuda itu ayun tangannya,
begitu cepat, sampai si jongos tidak dapat melihat, sedang kawannya membarengi berkata "Terpaksa kita mesti cari
lain hotel...." Kemudian ia tambahkan pada kawan nya
"Saudara, barang sampai di ujung jalan baharu mati,
baharu sekarang kau puas! Berulang2 kau bikin aku berabe!
Mustahil, semasuknya dikota Hookan, dia masih tak dapat dicari" Nah, mari lekas, kalau kita ayal2an, Cit Loo akan tegur kita!"
Keduanya lalu pergi tanpa mempersulit lagi si jongos.
Na Pek lihat gerak gerik kedua pemuda itu, ia sudah
lantas menduga pada orang jahat, dugaan nya jadi lebih pasti menampak aksinya pemuda yang satu. Pemuda itu
ayun tangannya yang menggenggam satu senjata rahasia.
"Jadi kamu sedang incar piauw" Didaerah Titlee kamu
berani arah barang yang dilindungi Ban Seng Piauw Kiok"
Ah, aku benar2 ingin lihat, siapa kamu yang bernyali
demikian besar!...."
Na Pek bicara didalam hatinya. Kapan ia telah saksikan tidak ada gerakan suatu apa dipihak rombongan piauwkiok, ia berkata pula dalam hatinya "Segala kantong nasi!
Pahlawan Harapan 10 Putri Ular Putih Karya Zhang Hen Shui Pedang Ular Merah 1

Cari Blog Ini