Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 6
bertindak kepintu, sebelah tangannya pegangi pedangnya.
Ia dupak daun pintu. Keadaan ada gelap, ia nyalakan api, sambil serahkan itu pada Ma Liong Jiang, ia kata "Ma To cu, tolong kau jalan didepan!"
Ma Liong Jiang jalan di muka, terus sampai diluar
pekarangan, sampai disitu, mereka menyingkir dengan
cepat. Selama itu Ban Liu Ton mengawasi, untuk cegah orang
jahat itu mengadakan gangguan.
Ong Too Liong pun loncat turun dari genteng, ia
hampirkan tuan rumah yang sedang ketakutan dan
sembunyi dikamar kerja nya.
"Mari, jangan takut," ia menghibur. "Semua penjahat
sudah pergi. Kau nyalakan api, aku hendak bicara. Kami ini orang polisi?"
Dengan hati belum tenteram benar, tuan rumah muncul.
Ia sudah lantas nyalakan api.
Eng Jiauw Ong beri tanda akan Liu Tong undurkan diri, seorang diri ia ketemui tuan rumah itu, ia terus kata
"Jangan takut, kau tidak dalam bahaya. Disini ada lima tail perak, untuk ganti dua jambanganmu. Kami orang orang
polisi dari Shoatang, yang sedang kuntit penjahat. Semua penjahat telah terluka, sengaja aku lepas mereka, agar kami bisa kuntit mereka sampai disarangnya, untuk bekuk
mereka semua. Aku ingin kau jangan bocorkan rahasia ini, umpama pembesar disini ketahui kejadian ini, kau bisa dapat susah."
Tuan rumah itu tak mau terima uang penggantian tapi
Too Liong lemparkan uangnya dan terus berlalu, akan susul suteenya dan Cu In, yang sudah kembali kekamar mereka, malah berdua mereka sedang bicara.
Tatkala itu kira2 sudah jam lima.
"Malam ini kita dapat getarkan nyali penjahat," kata ia semasuknya kedalam kamar. "Dan dua yang kecebur dalam jambangan akan tarik perhatiannya Hong Bwee Pang," Liu Tong tambahkan.
Mereka bersenyum untuk hasilnya mereka itu.
Su touw Kiam dan Coh Heng muncul, juga Siu Seng,
akan tanyakan keterangan, kemudaan mereka pun tertawa.
"Jangan anggap lucu cara kita ini," kata Cu In Am cu.
"Semua penjahat yang tadi datang bukan orang2
sembarangan, dua antaranya liehay sekali, jikalau kau memandang enteng, kau bisa rugi sendiri."
"Tapi, am cu," Too Liong memotong, "Kita telah tarik
perhatian semua orang disini, baik kita berangkat
selekasnya, kita bersihkan tubuh nanti saja tengah hari ditempat perhentian."
"Itu benar. Baik rombonganku jalan lebih dahulu,"
nyatakan Cu In. "Untuk singkirkan kecurigaan, kita harus jalan berpencaran."
"Baiklah, asal disepanjang jalan kita jangan putus
hubungan," kata Eng Jiauw Ong.
"Lebih baik lagi, dimana kita sampai, kita tinggalkan tanda ditembok." Ban Liu Tong usulkan. "Dengan begitu, gampang untuk kita saling mencari."
Cu In manggut lantas ia titahkan Siu Seng siap, sedang Eng Jiauw Ong perintah Su touw Kiam rapikan buntalan, mereka berdua pun rapikan dandanannya masing2.
Sebentar kemudian, sekalian tetamu lainnya telah pada keluar dari kamar masing2. Tuan rumah sudah lantas
datangi tetamunya yang berombongan itu, dengan niat
minta keterangan, akan tetapi kapan mereka saksikan Eng Jiauw Ong semua berdandan dengan rapi, seperti tidak ada kejadian suatu apa, ia urung menanya. Eng Jiauw Ong pun minta perhitungan, untuk ia segera bayar.
"Kita niat berangkat sekarang," kata jago Hoay siang itu.
"Kenapa begitu kesusu" " tanya tuan rumah. "Kami
gedang masak air"."
"Kami ada urusan penting, kami perlu berangkat dengan segera!" kata Liu Tong dengan keren.
Melihat demikian, tuan rumah itu segera undurkan diri.
"Biar pin nie berangkat lebih dahulu," kata Cu In
seberlalu nya tuan rumah.
"Silahkan, am cu," sahut Too Liong.
Maka pendeta itu, diiring oleh empat muridnya, sudah
lantas keluar dari hotel Hok An itu, akan menuju ke Liong hoa tin, untuk dari sana menuju lebih jauh ke Gie yang.
Sebentar kemudian, sehabis melakukan pembayaran,
Eng Jiauw Ong dan rombongannya pun mulai berangkat.
Diwaktu pagi demikian, jalanan masih sepi, yang
tertampak adalah beberapa petani.
Eng Jiauw Ong keluar dari Ang touw po dengan ambil
jalan besar ditepi kiri dan kanan mereka melihat
pemandangan yang menyegarkan mata dari sawah ladang
dan pepohonan lainnya. Ketika mereka sampai di Han seng tin, sudah jam sembilan atau sepuluh. Sejak pagi sekali, mereka belum mengisi perut, maka disini mereka singgah untuk bersantap, kemudian mereka mencari sebuah bank
untuk tukarkan uang mereka. Setelah meninggalkan Han
eng tin, Coh Heng merasa sangat gembira, karena ia tak usah lagi menggendol2 barang berat.
Mendekati magerib mereka sampai di Gie yang, untuk
lewatkan sang malam. Su touw Kiam diperintah cari Cu In diberbagai hotel dan kuil, tetapi pendeta itu tidak
kedapatan. Besoknya pagi2 perjalanan dilanjutkan. Selama dalam perjalanan, tidak pernah Eng Jiauw Ong mendapat
dengar tentang orang2 jahat. Tak pernah mereka berani ayal2 an. Sesudah melewati sungai Ie Sui, mereka mampir disebuah desa, dari situ mereka menuju ke Siong koan arah Utara, atau selatannya Ie yang koan, yalah jalanan
perbatasan kedua gunung Hok Gu San dan Gwa Hong San,
untuk potong jalan ke Selatan Lu ciu. Disini pun orang bisa mengambil jalan air di sungai Lu Hoo, untuk masuk ke
propinsi An hui. Ketika Eng Jiauw Ong sampai di Kay san kauw, yalah
perbatasan kedua gunung itu, yang merupakan mulut
jalanan, waktu mana sudah jam tujuh atau delapan malam.
Tadi mereka sudah mengaso, dari itu, merekn berjalan
malam2. Eng Jiauw On pun ingin sekali ketahui halnya
rombongan Cu In Am cu. Baharu mereka memasuki jalan gunung satu lie lebih,
bersiurlah angin gunung yang keras. Benar mereka bisa lihat jalanan tetapi Ban Liu Tong usulkan untuk cari tempat mondok. Tabib ini kuatirkan turun hujan, mereka tak bekal pakaian untuk melindungi diri.
"Apakah tak baik kita kembali saja" " kata Su touw
Kiam. "Satu anak muda begini kecil hati!" kata Eng Jiauw Ong.
"Siapa memasuki dunya kang ouw, dia mesti berani
kehujanan, berani tahan lapar dan dahaga, siapa tak
sanggup menderita, dia baik diam dirumah menjadi kongcu yasia saja!"
Su touw Kiam bungkam, dia sebenarnya bukan takut
kepada hujan, dia hanya menyarankan.
Coh Heng jerih pada supe itu, yang ia kuatir nanti jadi gusar, maka ia tarik suhengnya.
"Kenapa jadi tolol, suheng" " kata ia, setelah mereka pisahkan diri setumbak lebih. "Apakah kau tidak lihat wajah supe" Supe sedang ibuki Hoa Suheng. Kau baik
jangan banyak omong. Kalau hujan, kita cari saja
pepohonan lebat atau guha. Untuk dahar, jangan takut!"
dan ia segera tepuk2 buntalannya "Disini aku punya
bekalan dua kati mo mo! Buat aku, aku tak takuti apa juga, kecuali sang lapar, maka aku senantiasa siap makanan!"
"Kau benar, sutee," Su touw Kiam manggut. "Memang
suhu sedang pikirkan toasuheng. Tapi, kenapa aku tak tahu kau bekal mo mo" "
Coh Heng tertawa geli. "Aku berlaku hati2! Apabila supe ketahui ini, dia bisa katakan aku si gentong nasi!"
Mereka berhenti berbicara sampai disitu, karena mereka dengar suara tindakan kaki guru dan paman mereka, yang sudah dapat menyusul mereka.
"Jalan lekasan," kata Ban Liu Tong pada Su touw Kiam.
"Gurumu sedang ibuki toasu hengmu. Kita mesti keluar
dari mulut jalanan ini sebelum hujan turun!"
Baharu Liu Tong tutup mulutnya atau Eng Jiauw Ong
sudah dului mereka, tindakannya terbuka lebar, maka sang sutee sudah lantas susul dia. Su touw Kiam dan Coh Heng pun menyusul.
Angin meniup makin keras, langit lantas menjadi gelap sekali, diantara kilat2 berkelebatan, guntur pun men
dengung2. Sukar untuk melihat jalanan, maka sang kilat membantu juga kepada rombongan ini.
Bagi Too Liong dan Liu Tong, tak sukar akan lewati
jalanan gunung ini, tetapi mereka mesti rem sedikit
tindakannya, karena dibelakang mereka ada Coh Heng. Si sembrono ini sudah lantas ter sengal2, ia kewalahan
mengikuti dengan ber lari2 keras.
Selagi mendekati mulut jalanan, sudah mulai gerimis.
Too Liong didepan sudah lantas keluar dari mulut
jalanan, selagi ia jalan terus, samar2 ia dengar suara orang bicara dipepohonan ditepi jalan. Ia heran, ia lantas loncat untuk melihat, kebetulan kilat berkeredep, tapi disitu tidak ada orang.
Liu Tong lihat tingkahnya sang suheng, ia segera
menghampirkan, tapi suheng itu dului dekati ia.
"Ada apa, suheng" " ia tanya.
"Tidak apa2," sahut sang su heng. "Sebentar saja kita bicara?"
Jalan lebih jauh, Eng Jiauw Ong berlaku waspada.
Hujan tidak lantas membesar, walaupun demikian,
ketika mereka sampai di Kian hoo tian, tak jauh dari mulut jalan, pakaian mereka sudah kuyup. Disini tidak ada
pondokan, terpaksa mereka mesti jalan lebih jauh, sampai di Sam koan ek dimana ada sebuah hotel, Hauw Kee Tiam im manya. Diwaktu begitu, pintu hotel sudah ditutup
sebelah. Selagi mereka sampai dimuka pintu, kebetulan satu jongos muncul.
"Oh, tuan2 kehujanan! Berapa jumlahnya tuan2" " dia
tanya. "Kami berempat. Lekas tunjukkan kamar, pakaian kami
basah semua," kata Eng Jiauw Ong.
"Sayang, kamar besar tidak ada. Ada juga kamar kecil di sebelah Timur. Inipun kebetulan itu ada kamarnya
majikanku, dia pulang kerumahnya, kamar nya jadi kosong, kamar lainnya tidak ada lagi?"
"Sudah, jangan omong saja," Liu Tong memotong.
"Lekas ajak kami kedalam. Lihat, kami telah kuyup
semua." "Baik, tuan?" sahut jongos, yang lihat orang tak
senang. Ia segera cari lentera, kemudian ia mengundang.
"Silahkan tuan2 turut aku." Iapun segera berjalan didepan, sambil berkata pula "Bukannya aku banyak omong, tuan, tetapi aku ingin kau lihat dahulu kamarnya, cocok atau tidak. Hujan besar, kalau tidak cocok dan tuan kebasahan, habis bagaimana" Bukankah lebih baik bicara dahulu biar jelas, tuan2" "
Too Liong dan Liu Tong diam, tak sudi mereka layani
jongos yang licik itu. Su touw Kiam pun mendongkol tapi ia tahan sabar, kalau ia bertindak, ia kuatir nanti ditegur gurunya. Maka ia hendak tunggu ketikanya. Tapi Coh
Heng si sembrono ternyata cerdik. Dalam mendongkolnya, dia mendapat akal. Tiba2 ia ngusruk, seperti orang
terpeleset, mulutnya pun berteriak "Ayoh!" Karena
ngusruk, dengan pundak kanan ia bentur si jongos. Dia ini menjerit, tubuhnya rubuh tengkurap. Tapi Coh Heng pun terus rubuh, ia tindihi badannya si jongos, kedua lengannya dipakai menekan ke dua iganya jongos itu.
Jongos itu mengeluh kesakitan, benar mukanya tidak
besot, tapi mulutnya toh mencium tanah.
"Aduh, aduh, lututku sakit?" Coh Heng ber pura2.
"Suheng, tolong banguni aku".
Aku terpeleset jatuh sampai aku kena tubruk orang?"
"Aduh, tuan, kau tindih aku?" si jongos pun mengeluh.
Su touw Kiam lekas angkat bangun suteenya itu.
Eng Jiauw Ong dan Ban Liu Tong bisa menduga
kenakalannya si sembrono, tetapi mereka diam saja.
"Mengapa kau tak ber hati2" " demikian Liu Tong
menegur, dengan ber pura2.
Jongos itu tidak bisa berbuat apa apa.
"Eh, Tan Jie, kau kenapa" " tanya satu jongos lain, yang datang dengan lentera ditangannya.
"Aku lacur, baiknya aku tidak ketindihan sampai
mampus!" sahut kawan.ini.
"Ah, kau jenaka," kata sang sahabat, yang datang dekat dan menyuluhi. "Masa kau memakai yancie" ... Lekas
kau cuci"." "Kasihan kau, sahabat," Too Liong kata sambil tertawa.
Tan Jie diam saja, ia ngeloyor pergi, maka kawannya
yang gantikan ia antar semua tetamunya kekamar yang
disebutkan, kamar Selatan, yang berada di sudut Tenggara, kamarnya benar kecil, pembaringannya cuma satu tapi
sprenya cukup bersih. Kamar itu ada lampunya, yang
apinya kelak kelik, tapi jongos besarkan api itu.
Berempat mereka lantas buka baju untuk salin, dan
jongos pergi buat ambil air teh panas.
"Coh Heng, lain kali jangan kau terburu napsu," Liu
Tong tegur muridnya. "Jongos itu menyebalkan, dia harus diajar adat, tetapi kau mesti sabar?"
Liu Tong tidak teruskan perkataannya karena jongos
sudah lantas kembali. Coh Heng diam saja, ia melainkan tertawa didalam hati.
Su touw Kiam pun geli seperti sutee itu.
"Suheng, jikalau aku tidak hajar lantas padanya, aku
tidak puas," kata Coh Heng dengan pelahan, selagi ia dekati Su touw Kiam, "hatiku bisa meledak"."
"Kau cerdik, sutee," kata sang suheng, dengan pelahan juga. "Aku memang sedang memikirkan dengan cara
bagaimana aku bisa ajar adat padanya. Sekarang dia tahu rasa!"
Itu waktu, angin dingin menghembus kedalam.
"Hawa disini dingin sekali," kata Liu Tong sambil
kerutkan dahi. "Kalau orang biasa, dia bisa jatuh sakit karenanya. Kita perlu minum sedikit arak untuk lawan
hawa dingin ini." Eng Jiauw Ong setuju, dia manggut.
"Benar," katanya.
Jongos berlalu sehabis bawa teh, tapi ia lekas kembali.
"Hawa disini dingin sekali, apa tuan tuan ingin minum arak" " dia tanya.
"Apa kau punya arak Hoa tiauw" " Too Liong balik
tanya. "Hotel kami kecil, tuan, mana kami bisa sediakan
banyak macam arak" " kata jdngos itu sambil tertawa.
"Kami tak punya arak dari Kanglam. Tapi arak kaoliang kami buatan sendiri di Utara. Tuan2 coba saja dahulu, umpama tidak cocok, biar tak usah tuan2 bayar. Aku nanti, sediakan beberapa rupa makanannya?"
"Kau bawalah," kata Liu Tong. "Kami bukannya orang2
hartawan, kami bisa dahar sembarangan. Bagaimana
dengan kawanmu yang jatuh itu" Bilang padanya aku nanti kasi presen padanya."
"Tidak apa, tuan," sahut jongos itu sambil tertawa. "Dia tak hati2, dia tidak boleh sesalkan orang. Sembari
bersenyum, dia undurkan diri.
"Lihat, sutee," kata Eng Jiauw Ong. "Lihat dua jongos itu, yang satu terlalu licik, yang lain terlalu ramah tamah"."
"Aku lihat dua2nya tak pantas jadi jongos," utarakan Liu Tong. "Yang pertama terlalu licin, dan dia ini manisnya seperti gula, ada tersimpan golok dalam tertawanya?"
"Tidak apa, kita toh tidak akan singgah lama disini,"
nyata kan Eng Jiauw Ong. "Bagaimana sutee lihat hotel ini"
" "Aku percaya ini bukannya hotel yang benar," jawab
Siok beng Sin Ie. Mereka tidak bicara terus, karena jongos telah datang bersama barang makanan, malah Tan Jie membantui. Dia
ini tidak bilang suatu apa, dia pandang Coh Heng sebentar, lantas dia berlalu pula.
Eng Jiauw Ong lihat empat rupa santapan yang
nampaknya bersih. Ia geser lampu kemeja makan sambil ia kata pada Su touw Kiam "Bukankah kau hendak
kebelakang" Pergi kau minta pelayan ini antarkan kau!"
"Nanti aku antarkan." kata si jongos.
Su touw Kiam heran mendengar kata2 gurunya itu, tapi
ia segera ikut keluar, karena ia duga sikap gurunya itu mesti ada sebabnya.
Sehabis buang air kecil, Su touw Kiam lekas kembali
kekamar, si jongos terus kedapur. Ia dapati gurunya dan pamannya sedang mulai dahar, Coh Heng menemani
mereka. Untuk ia pun telah disediakan tempat, mang kok dan sumpitnya.
"Suheng, kali ini suhu mengadakan kecualian," kata Coh Heng. "Kita diijinkan minum satu cawan tetapi tak boleh yang ke dua. "Jangan kuatir, supe sudah cobai, makanan dan arak tak ada penyakitnya"." Mendengar itu, Ban Liu Tong deliki muridnya.
"Banyak mulut!" guru ini menegur.
Su touw Kiam mengerti sebabnya kenapa tadi gurunya
suruh ia keluar, nyata gurunya itu cari ketika akan periksa semua makanan, ada racunnya atau tidak. Memang,
ditempat demikian orang mesti waspada. Ia diam saja atas kata2nya sang sutee.
Coh Heng dan Su touw Kiam duduk berhadapan,
didepannya yang belakangan ini ada jendela belakang,
tingginya kira2 sependirian orang, jerujinya tidak ada, kertas jendelanya banyak yang berlobang. Selagi Su touw Kiam angkat kepalanya, dengan tak di sengaja ia lihat sinar mata di satu lobang, hingga ia jadi curiga. Dengan tiba2 ia tekan meja, ia enjot tubuhnya, hingga ia mencelat kejendela itu. Menyusul lebih jauh, ia tolak daun jendela, ia ulur sebelah tangannya, untuk segera melongok keluar.
XXVI Jendela itu, yang pernahnya pun dibelakang hotel,
menghadapi jalan umum, menghadapi juga kali. Keadaan
diluar jendela ada gelap, melainkan ditepi kali, atas beberapa kendaraan air, ada cahaya api. Kecuali suara hujan, suasana ada sunyi. Tak seorangpun kedapatan
didekat jendela itu. "Ada apa" " Eng Jiauw Ong tanya melihat sikap
muridnya. Selagi Su touw Kiam rapatkan daun jendela, jongos
masuk dengan sepiring mo mo yang masih panas, ia lantas saja sahuti gurunya "Jendela ini tidak dikunci, angin keras sekali." Lalu ia kembali kekursinya.
Jongos itu letaki piring seperti tak terjadi suatu apa, hanya kemudian, ia kata "Harap tuan2 waspada terhadap jendela ini, yang hadapi jalan umum. Disini kami tak berani alpa, malah majikanpun berhati2 dengan pakaiannnya dan lainanya barang?"
"Kami tidak punya barang apa2, tidak apa," kata Liu
Tong, yang perhatikan wajah orang. "Mo mo ini cukup,
kalau ada, tambah bubur saja."
"Menyesal, tuan, bubur sudah habis. Kami berniat
membikin sup, tapi kecap dan minyaknya kebetulan habis juga, disini tidak ada tempat untuk membelinya. Nanti aku tambah air teh saja?"
Ia berlalu, setelah mengucap demikian.
"Apakah ada orang mengintai" " tanya Liu Tong pada
Su touw Kam seberlalunya si jongos.
"Aku tidak berani pastikan tapi aku seperti lihat mata yang mengintai," sahut sang murid keponakan. "Aku
berlaku cepat tetapi diluar tak ada orang. Di luar sana ada tepi kali. Boleh jadi ada orang yang kebetulan lewat
saja"." Mendengar itu, Eng Jiauw Ong lalu tuturkan hal suara
orang ditengah jalan tadi.
"Mungkin ini ada hubungannya dengan kejadian di Ang
touw po," utarakan Liu Tong. "Karena mereka tak puas
dan datang kemari untuk menuntut balas. Cukup asal kita waspada."
Tidak lama mereka habis dahar, Eng Jiauw Ong dan Ban
Liu Tong melongok dijendela.
Ketika jongos masuk untuk bebenah, dia tidak bawa air teh. Lain orang bisa tahan sabar, tidak si sembrono.
"Eh, mana air" Apa kau hendak bikin kami mati
kehausan" " ia menegor.
"Sabar, tuan, air akan segera matang," sahut jongos itu.
Adalah kapan sebentar lagi ia muncul pula, jongos itu baharu bawa air teh, yang masih sangat panas, hingga
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk minum itu Coh Heng mesti sekali tiup sekali irup.
Sekali tuang, air teh itu dituang sampai empat lima cangkir.
Kemudian lagi kedua jongos muncul untuk pasang
papan didepan jendela, buat dijadikan pembaringan
darurat, dipasangi kasur dan spreinya.
Selagi Su touw Kiam suguhkan teh untuk guru dan
pamannya, Coh Heng telah mengirup habis satu cawan,
selagi ia mulai dengan cawan yang ke dua, ia baharu angkat cawan kemulutnya, tiba ia letaki pula cawan itu, ia rasakan kepalanya pusing dan matanya kekunangan.
"Suhu, kepalaku sakit aku hendak tidur lebih dahulu,"
kata ia. Dengan tindakan limbung ia pergi kepembaringan darurat itu, untuk segera rebahkan diri.
"Lihat, suheng," kata Liu Tong pada Too Liong. "Lihat boca itu, satu kali dia tenggak arak, lantas dia tak kenal aturan lagi! Kewalahan aku mendidik padanya?"
"Dia polos, itulah bagus," Eng Jiauw Ong bilang. "Aku suka anak sebagai dia. Baik kau tak pusingkan diri dengan urusan kecil ini."
Eng Jiauw Ong baru mengangkat cawannya, buat
dibawa kemulutnya. Segera ia dapat cium bau semerbak.
"Tidak dinyana, sutee, disini ada teh sewangi ini," kata ia. Ia terus antar cawan kemulutnya. Baharu ia hendak minum, tiba ia dengar suara "prang" dan "bruk" dan
"ayoh" saling susul, datangnya dari arah pintu. Ia dan saudaranya terperanjat. Segera ia letaki cawannya dan loncat kepintu, yang daunnya ia terus pentang, sambil ia tanya "Siapa" "
Didepan pintu kamat , si jongos rebah terguling, sebuah tehkoan teh pecah hancur, airnya melulahan, airnya masih panas.
"Sial betul, entah barang apa nyangkut dikakiku," kata jongos itu seraya merayap bangun, akan terus usut2
kakinya. "Hari ini toh bukan hari jelek
Tuan2, aku datang untuk tambahkan air teh, sekarang tehkoannya
pecah, aku tak dapat tambah lagi?"
"Tidak apa, kau boleh pergi, air sudah cukup," kata Liu Tong, yang pandang jongos itu.
Tanpa kata apa2 jongos itu angkati beling dan pergi.
Sampai itu waktu hujan masih turun terus.
Setelah tutup pintu, Liu Tong kata pada suhengnya
"Jongos itu kesandung, itulah aneh! Tanah toh rata dan tidak licin walaupun hujan dan kakinya jongos basah.
Bukankah ia jalan pelahan2" "
Ong Too Liong kerutkan dahi, sebelum ia menyahuti, ia tengok muridnya.
"Lihat suheng sutee itu!" kata dia. "Kenapa hari ini
mereka letih sekali dan bisa tidur demikian nyenyak secara gampang"
Tidakkah ada apa2 yang mencurigai disini"
Mari kita minum, habis kita padamkan api dan beristirahat.
Kita pasang kuping, sebentar jam tiga salah satu keluar
untuk cari tahu?" Liu Tong pun bercuriga, tetapi ia tidak utarakan itu.
Eng Jiauw Ong angkat cawannya, tapi air sudah dingin, ia tambahkan separuh dengan air dari tehkoan, yang
separuhnya ia angsurkan pada suteenya. Ketika ia hendak mengirup, tiba2 ia dengar suara dari luar jendela "Ah"
Sayang, sayang" Satu enghiong mesti rubuh ditangannya satu manusia rendah " Nah, minumlah!"
Liu Tong dengar itu, sembari dengan cepat letaki cawan teh, dengan tangan yang lain, dengan samberan angin, ia padamkan api, lantas tubuhnya mencelat kejendela. Ia tidak perdengarkan suara apa juga, ia terus mengintai keluar.
Malam tetap gelap, suasana tetap tenang.
Selagi sang sutee loncat ke jendela, Too Liong mencelat kepintu yang ia segera tarik, untuk dibuka dengan pelahan2, setelah itu, ia loncat keluar dimana ia tak lihat suatu apa, maka terus ia loncat naik ke genteng. Dari sini ia
mengawasi kesekitarnya. Empat penjuru gelap petang dan sunyi senyap, cuma sang hujan masih mengericik.
Melainkan dari tepi kali, dari dua tiga perahu nelayan, kelihatan sinar api kelak kelik.
"Sutee!" jago Hoay siang memanggil dengan pelahan,
apabila ia tak melihat adik seperguruannya keluar.
"Ya, suheng," sahut Liu Tong, yang terus menghampirkan. "Ada apa" "
"Aku tak lihat suatu apa."
Lantas keduanya kembali, Liu Tong segera nyalakan api.
"Sutee," tanya Too Liong sambil seka air hujan, "Musuh atau sahabat kita orang yang tadi sindirkan kita itu" "
"Dugaanku dia bukan musuh, karena dua kali dia telah
peringatkan kita," jawab Liu Tong. "Dia pun gesit sekali.
Aku loncat sebelum ia tutup mulutnya tapi ia bisa
menghilang dengan cepat luar biasa. Mungkin pihak tuan rumah hendak celakai kita! Bukankah kita sudah cukup ber hati2" Arak dan makanan bersih semua. Segala racun tak nanti, luput dari kita. Ada bubuk Cu ngo Kie hun san yang liehay tapi sekarang tidak ada yang mampu bikin itu, ada juga orangnya tetapi dia tidak berada disini hanya ditanah daerah bangsa Biauw. Pembuat bubuk racun itu ialah Kie In Giam dibukit Cit Seng Nia, karena sangat jahatnya, dia mati celaka. Semua warisan obatnya jatuh ditangan
muridnya, Ciu Yong namanya. Dia ini bermusuh dengan
banyak orang kang ouw, dia kabur ketanah Biauw. Disini ia dihargai orang Biauw karena obat2annya itu. Ia tidak gunai Cu ngo Kie hun san buat celakai orang, hanya ia pakai meracuni binatang alas, kalau racun dicampuri sedikit pada barang makanan, umpan, ada binatang liar yang tak mati dan gampang ditangkap. Katanya Ciu Yong hidup senang
ditempat perantauan itu. Apakah benar sekarang ada
semacam obat itu disini" Apa kita tidak keliru dengar" "
"Aku kira tidak," sahut Eng Jiauw Ong, yang kembali
mengawasi kekedua anak muda, hingga timbul kecurigaanna. Su touw Kiam ada rapi dan resik, dia tidur dengan tak buka pakaian, juga dia tidak lolosi sepatunya yang ada lumpurnya, itulah aneh.
"Ah, sutee, mungkin ada penyakitnya pada air teh!" kata ia tiba2.
Liu Tong tidak menyahuti. hanya ia melompat pada Su
touw Kiam, tubuh siapa ia tolak, sampai dua kali, tapi pemuda itu tidak jua terbangun, tidurnya sangat nyenyak rupanya.
"Mungkin kau benar, suheng," baharu ia sahuti
saudaranya, ke mudian. Eng Jiauw Ong hampirkan muridnya, ia angkat tubuh
muridnya, buat mukanya dihadapkan kepada api.
Masih Su touw Kiam tidak mendusi, kedua matanya
tertutup rapat, mukanya sedikit panas, bibirnya kering. Ia di goyang2, ia di panggil2, dia tetap tidur.
Dari kerutkan dahi, Eng Jiauw Ong jadi gusar.
Liu Tong ambil cawan tehnya yang ia belum minum, ia
irup sedikit buat dikemu, lalu ia sembur mukanya Su touw Kiam, tubuh siapa terus direbahkan pula, mukanya yang basah lantas disekai, kemudian, dengan teh dingin, yang dibasahi pada saputangan, ia dinginkan dada orang, yang kancing bajunya dibuka.
Secara begini, selang sedikit lama, baharulah Su touw Kiam tersedar, setelah berbangkis, ia buka kedua matanya.
Ia heran melihat guru dan paman gurunya berdiri
didepannya. Ketika ia hendak buka mulut, gurunya dahului
"Pelahan!" Ia terkejut, ia berbangkit untuk duduk, hingga saputangan basah didadanya, jatuh.
Liu Tong lantas tolong! Coh Heng yang mukanya pun
disembur dan dadanya dikompres, selama mana, Eng Jiauw Ong tuturkan muridnya perihal musuh gelap yang sudah
bikin suheng dan sutee itu tak sadar akan dirinya.
"Hampir kita celaka," tambahkan sang guru. "Jikalau
bukan konconya Hong Bwee Pang, hotel ini mesti ada hotel gelap."
Su touw Kiam jadi sangat gusar, ia loncat bangun.
"Mereka gagal ber ulang2, namun mereka tak kenal
kapok, satu kali lagi tak dapat kita bikin mereka lolos!" kata ia.
Ketika itu, Coh Heng pun tersedar, karena dia s
embrono, siang" Liu Tong cegah dia buka mulut, tapi
ketika ia ketahui duduknya hal, bahna gusar, dia
berjingkrak, terus ia ajak guru nya cari tuan rumah atau jongosnya. Dia kata ingin membakar hotel itu.
"Sabar," Su touw Kiam membujuk seraya ia tarik adik
itu kesamping. Coh Heng suka dengar suheng ini, ia lalu duduk
menjublek. "Bagaimana, suheng," Liu Tong tanya saudaranya.
"Kita cari mereka atau kita tunggu saja" "
Eng Jiauw Ong ada mendongkol. "Tak usah kita tunggu,
kita cari saja," ada jawabannya.
"Aku ingin belajar kenal dengan rombongan ini!"
"Baik, mari kita siap, kita bereskan mereka siang2, agar tak berabe!" menyatakan Siok beng Sui Ie.
Kedua saudara ini lantas rapikan pakaian mereka.
"Kau perlu diam disini jaga bungkusan kita," Eng Ji auw Ong pesan muridnya. "Kau kecilkan api itu."
Lalu berdua saudara ini bertindak keluar dengan hati2.
Hujan rintik, angin bersiur malam ada gelap, suasana
pun sunyi. Dua saudara ini loncat naik kegenteng, untuk pergi ke depan. itu waktu ada kira2 jam tiga, semua tetamu lainnya sudah pada beristirahat. Dari sebuah jendela ada molos cahaya api. Disebelah situ ada kantorannya pemilik hotel.
Ban Liu Tong loncat turun, akan hampirkan jendela dan Too Liong hampirkan pintu. Ketika Liu Tong hendak
pecahkan kertas jendela untuk mengintai, ia dengar helaan napas disebelah atas kepalanya. Ia terkejut. Dengan tiba2, dengan gerakan "Pat pou kan siam" atau "Delapan tindak menguber tonggeret," ia mencelat keatas genteng sebelah Barat, akan tengok orang yang keluarkan suara napas itu.
XXVII Begitu lekas ia sampai diatas genteng dimana ia pasang matanya, Siok beng Sin Ie menjadi jengah sendirinya. Dia telah bergerak dengan luar biasa gesitnya. Dia pun ada murid terpandai dari Hoay Yang Pay, dengan suhengnya
kepandaiannya ada berimbang, didunya kang ouw, sukar
ada tandingannya, akan tetapi satu kali ini, sejak turun gunung, berulang2 dia menghadapi lawan2 yang liehay.
Demikian malam ini, ia telah berhadapan dengan seorang yang tak dikenal, yang liehay sekali. Bukankah ia dengar helaan napas" Kenapa orang itu bisa lenyap demikian
cepat" Ia Insyaf tak ada gunanya untuk cari orang itu, maka ia segera melompat turun pula akan hampir kan
saudaranya. Suhengnya pun justeru gapekan dia seraya
tangannya menunjuk kearah Timur, dipojok tembok. Maka berdua mereka menuju kesana, untuk berkumpul dipojok
itu. "Aneh disini, sutee," kata suheng itu. "Kita jangan kasi diri kita dipermainkan." Dia berhenti dengan tiba2. Liu Tong hendak tanya saudaranya itu untuk minta penegasan, atau segera lengan kanannya di kutik oleh suhengnya, maka ia urungkan niatnya. Menyusul itu, ia melihat daun pintu dibuka, lalu ditutup pula. Daun pintu itu tak memberikan suara sama sekali. Lalu tertampak, dalam gelap gulita, seorang bertindak secara enteng menuju kebelakang.
Dua saudara ini, dengan ber indap2, lantas menguntit.
Orang itu ada satu jongos, dia menuju kekamar
tetamunya ini, dia hampirkan jendela, akan mengintai dari celah2 kertas jendela yang dia pecahkan. Agaknya dia
kaget, dengan ter gesa2 dia lari kepojok Timur selatan.
Rupanya dia bersangsi kapan dia telah berdongak keatas, mengawasi tembok. Terang sudah, dia tak punya
kepandaian loncat tinggi yang sempurna. Tapi dia toh
mencoba. Ketika dia berlompat, cuma kedua tangannya
bisa jambret ujung tembok. Selagi hujan, tembok itu licin, kedua tangannya terlepas, tidak ampun lagi ia jatuh
numprah ditanah yang becek, tak dapat ia tahan tubuhnya ia terus celentang.
Hampir saja Too Liong berdua tak tahan untuk tidak
tertawa geli. Apa yang si jongos lihat didalam kamar ada hal
menggirangkan hatinya. Api didalam kamar ada remeng,
karena Su touw Kiam telah bikin kecil sekali. Pemuda ini bersama suteenya. turunkan kelambu, keduanya rebahkan diri, ber pura2 sudah tidur. Jongos itu tidak berani
memasuki kamar, tapi ia percaya betul semua tetamunya sudah "rubuh", maka, rupanya, untuk bisa lekas mengasi kabar pada majikannya, ia undurkan diri secara tersipu2.
Lacur baginya, dia ambil jalan ditembok pojok itu, hingga dia mesti jatuh dari tembok.
Su touw Kiam telah loncat kesamping jendela ketika ia lihat orang tidak intai ia terlebih jauh, Coh Heng pun susul ia, maka keduanya dapat tahu jongos itu rubuh celentang.
Kiam bisa tahan hati untuk tidak tertawa, tidak demikian dengan Heng, dia ini cekikikan, suhengnya segera bekap mulutnya, hingga tertawanya jadi terhahan.
Jongos itu jatuh kesakitan, ia tak dengar suara tertawa tertahan didalam kamar itu. Ia sendiri tidak berani menjerit kesakitan. Setelah berdiam sekian lama akan menahan
sakit, ia merayap bangun. Urung dia naik di tembok, dia bertindak balik dengan pelahan.
Liu Tong heran. Jongos itu ada orang hotel, kenapa dia tidak ambil pintu hanya tembok tinggi" Ia niat tanyakan kesangsiannya ini pada suhengnya, tetapi Too Liong sudah lantas meloncat naik kegenteng akan menguntit si jongos.
Jongos itu pergi kekaki tembok dimana ada bertumpuk
barang2 rosokan perahu antaranya selembar papan lantai, dia bawa ini ketembok Baratdaya, senderkan berdiri dipojok tembok dimana ada genteng rumah yang kate, dengan cara ini dia manjat, dari sini dia merayap ke depan, terus kesebelan Timur, mutar ketembok. Disini, cuma bersangsi sesaat, dia loncat turun keluar pekarangan, akan terus lari dijalanan menuju ke tepi kali.
Dua saudara itu menyusul, akan mengikuti dari
kejauhan. Liu Tong gunai ketika ini akan minta keterangan dari
suhengnya. apa yang si suheng lihat di kantomya pemilik hotel.
"Kamar ada remeng2 tetapi bisa jugalah aku melihat,"
Too Liong terangkan pada suteenya. "Meja ada rapi,
tandanya orang telah beres memasuki buku. Dua orang
rebah dipembaringan, yang satunya, kakinya turun
kebawah. Satu jongos, yalah jongos ini, tuang air teh dicangkir kedalam tempolong, kemudian ia angkat
tubuhnya pemilik hotel untuk dibenarkan. Dia periksa buku dan laci uang. Aku tadinya sangka dia hendak mencuri, tapi kesudahannya, dia tidak ambil apa juga. Dia buat main sebatang anak kunci, alisnya mengkerut, kemudian dia
letaki pula anak kunci itu. Dia pun geledah sakunya dua orang, yang tidur nyenyak, dia tak peroleh apa2.
Sehabisnya kecilkan lampu, dia keluar dari kamar, akan
terus mengintai kamar kita. Herannya adalah dia tidak mau keluar dengan ambil jalan pintu. Terang dia bukannya
jongos tulen, dia mesti ada orang Hong Bwee Pang. Tidak cuma kita, juga tuan rumah dan jongosnya dia racuni
dengan obat tidur. Rupanya dia tak dapat cari kuncinya pintu depan. Dia cerdik, sayang dia tak mampu loncat
tinggi, dan kebetulan hujan dan tembok licin."
Liu Tong manggut2. Ia girang yang ia tidak sampai turun tangan terhadap orang hotel.
Selama itu mereka sudah menguntit sampai ditepi kali, terus sampai belasan lie jauhnya dari pelabuhan. itu ada tikungan kali dimana ada dua buah perahu kecil untuk
melayari sungai besar, dua2 perahu terang apinya,
dikepalanya perahu ada dipancar tengloleng kertas minyak yang ada tutupnya untuk lawan hujan. Tengloleng itu
dipancar disebelah kiri. Pasti mencurigai yang kedua perahu berlabuh bukan di
pelabuhan, hanya ditempat yang pinggiran kalinya mudun dan licin. Kearah dua perahu itu si jongos menuju.
Didekat situ ada tanah munjul, Too Liong dan Liu Tong sembunyikan diri ditanah munjul itu untuk mengintai terus.
Walaupun malam ada gelap, tapi dengan bantuan cahaya
api, mereka ini bisa melihat cukup nyata.
Berdiri ditepi kali, jongos tetiron itu rogo sakunya, atau sebentar saja, ia telah nyalakan api dari coa lian, atau sumbu kertasnya. Lalu dari kedua perahu, muncul masing2
satu orang. "Apa tuan hendak sewa perahu" " tanya orang dari
perahu pertama. "Ya, aku hendak sewa perahu yang bisa ikuti angin dan air," sahut si jongos.
"Berapa jumlah penumpang dan barangnya" " orang
diperahu tanya pula. "Orangnya tiga, barangnya dua belas macam," jawab si
jongos. "Untuk perjalanan berapa jauh" " tukang perahu tanya
lagi. "Untuk dua belas hari."
Setelah mana, si jongos lalu simpan apinya, dan suasana jadi sunyi pula. Didarat dan diperahu, dua pihak bungkam.
Cuma diperahu, orang pasang papan dan menunjang galah kejen, untuk si jongos turun keperahu yang kesatu. Kedua perahu lantas ber goyang2, seperti orang bergerak kekepala perahu ke satu itu.
Pembicaraan itu mesti ada pembicaraan rahasia, maka,
untuk mendapat kepastian, Too Liong ajak Liu Tong turun keperahu. Untuk ini, keduanya lari ketepi dengan ilmu entengi tubuh. Mereka janji akan naik seorang satu perahu, agar musuh tah ketahui mereka. Musuh ada bangsa kang
ouw, berkelisik sedikit, mereka bisa engah atau curiga.
Ketika Eng Jiauw Ong melompat keperahu, ia cuma
terbitkan goncangan sangat pelahan, terus ia sembunyi kebelakang perahu. Ia naiki perahu yang ke dua.
Liu Tong, dengan loncatan "Yan cu Hui in ciong" atau
"Burung walet terbang keudara," naiki perahu ke satu, akan terus sembunyi dibawah jendela" Beruntung buat ia,
disinipun semua penghuni sudah berada didalam. Malah ia dengar suara orang bicara keras, seperti sedang berselisih.
Orang ini berlidah Hang ciu, tapi sebentar saja, amarahnya agak reda, dengan sabar ia kata, rupanya pada seorang lain, katanya "Gui Loo suhu, bukannya aku pastikan tetapi
kelihatan urusan bisa gagal juga. Apa tak baik kita sabar
sedikit" Dia toh tak bakal lolos! Urusan dihotel Hauw Kee Tiam ini, mesti kita yang turun tangan sendiri, aku kuatir gagal. Coba tegasi padanya, apa benar2 dua orang itu rubuh oleh obat pules" "
Liu Tong basahkan telunjuk nya, untuk pecahkan kertas jendela.
Ketika itu, Too liong datang pada suteenya ini, karena diperahu ke dua dia cuma lihat beberapa anak buah sedang tidur bergeletakan. Ia masih sempat dengar suaranya si orang Hang ciu itu. Ia mengintai dari jendela kanan.
Perahu itu muat tujuh atau delapan orang, yang duduk
atau berdiri, keadaannya bersih. Ketika itu seorang umur kurang lebih lima puluh tahun, awasi seorang dengan alis halus dan mata seperti tikus, tubuhnya kurus, seraya kata
"Ouw To cu, kau benar, aku lihat, kerjanya Song Loo jie ini rada cerobo." Ia lantas awasi si jongos dan kata dengan bengis "Song Loojie, hayo bicara biar terang! Dua orang tua itu rubuh atau tidak" Kau tahu aturan kita, kau tidak boleh main gila. Kau tahu siapa adanya dua tua bangka itu, kita tak boleh gagal!"
Song Jie, si jongos, menyahuti dengan ragu2 "Semua
mereka telah minum obat pules, cuma si orang tua
belakangan dan lebih sedikit rupanya. Tadi aku intai
mereka, mereka sudah pada rebah. Aku hanya tidak berani masuk kekamar mereka untuk memeriksa dengan pasti.
Atas kealpaanku ini, harap to cu maafkan aku?"
"Dengar, apakah aku tak menduga benar" " kata si Ouw
Tocu sambil tertawa dingin. Lalu ia teruskan pada satu anak muda "Sayang, kita gagal, ketika baik ini telah dibikin lolos. Kita sudah keprak rumput untuk usir ular, maka sukarlah untuk cari lain ketika!"
"Dasar urusan kita sangat mendesak, sampaipun kita tak sempat mengatur orang," kata si anak muda. "To cu, kita harus sampai dilobang dapur untuk menghadap dengan dia, boleh jadi, turut dugaan tee cu, mereka sudah tidak
terkena"." Itu adalah kata2 rahasia bahwa baik mereka pergi
kehotel untuk menyaksikan.
"Ah, Siauw Cun, kecewa kau dapat julukan Siauw Thio
Liang-si Thio Liang Kecil!" sahut Ouw To cu itu. "Obat ti dur itu tak bisa gagal, karena itu ada obat paling manjur kepunyaan istimewa dari Kok Hio cu dari Ceng Loa Tong!
Asal obat itu mengenai tenggorokan, tak perduli orang bagaimana kosen belum dia berjalan lima tindak, dia mesti sudah kacau ingatannya dan tak sadar akan dirinya.
Song Loo jie bilang, dia sudah intai, api separuh padam, terang orang tak sempat apa2, kepalanya pusing, mereka lantas tidur?"
Si anak muda itu nampaknya jengah.
"Ya, inilah tee cu tak pikir," ia akui. "Dan bagaimana sekarang" "
Ouw To cu itu pandang semua kawannya.
"Sekarang, tak perduli bagaimana, kita mesti pergi
kehotel untuk hadapi mereka!" kata ia dengan bersemangat.
Kawanan itu lantas jadi bernapsu semuanya, mereka
mengepal2 tangan. Justeru itu Ouw To cu idapkan tangannya, kemudian ia
tanya "Siapa diluar" "
"Aku! Aku terlambat"." sahut suara diluar. "Apakah
ciongwie loosu sudah berhasil" "
Pintu disingkap dan seorang bertindak masuk.
Eng Jiauw Ong dan suteenya segera kenali See hoo to cu Ma Liong Jiang yang kecebur di celupan hijau dibengkel tenun di Ang touw po. Dia rupanya baharu dapat susul
kawannya ini. Ketika dia kabur dari Ang touw po, Liong Jiang kembali pada Hong Lun untuk tuturkan kegagalan mereka. Bukan
kepalang gusarnya ketua bagian Barat dari Hong Bwee
Pang ini. Itu waktu dia sedang sakit, napasnya sesak bekas hajarannya Eng Jiauw Ong, dia sedang berlenggak dan
rubuh diatas pembaringannya.
Liong Jiang malu sendirinya, begitu juga Soan hu to cu Liu Som dan Han shia to cu Ciong In, yang pulang dengan membawa luka. Repot mereka untuk angkat bangun
tubuhnya ketua itu, untuk disadarkan.
Selang sekian lama, Twie hun souw si Orang tua
Pengejar Roh ingat akan dirinya.
"Hong To cu, sabar," Liong Jiang menghibur. "Sekarang perlu to cu rawat diri dahulu."
"Aku malu," kata Hong Lun. "Hoay Yang Pay dan See
Gak Pay telah perhina kita rombongan See louw Cap jie louw Cong to tidak ada satu diantara kita yang dapat cuci itu, untuk melampiaskan penasaran, dari itu mana aku ada punya muka untuk menemui Liong Tauw Pang cu" Pikirku
baik sekarang kita pulangkan piauw pou kita untuk minta Pang cu tugaskan lain orang mengepalai Cap jie louw
Congto ini" Kita mesti jaga agar Hong Bwee Pang tak
mendapat malu!"
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wajahnya Ma liong Jiang berubah, dari jengah dia jadi gusar.
"Hong To cu!" dia berseru, "Kita ada pemimpin2 dari
Hong Bwee Pang, terhadap musuh2 kita, kita mesti bikin
perlawanan mati2an, dari hal kalah atau menang itu ada urusan lain! Sukar kita memastikan itu! Karena sesuatu orang ada punya kepandaiannya masing2, yang ada batas2
nya. Tidak ada aturan perkumpulan kita yang menentukan, menang atau kalah kita mesti kembalikan piauw pou! Hong To cu jikalau kau malu untuk taruh kaki lebih lama diantara kita, terserah padamu, kami tak dapat mencegahnya! Tapi Ma Liong Jiang ada lain, aku bukan bangsa tak tahu malu, yang puas menerima penghinaan, aku nanti keluarkan
antero tenagaku akan layani Eng Jiauw Ong dan ni kouw tua dari See Gak Pay! Apabila mereka belum keluar dai daearh Hoolam, aku nanti susul mereka untuk pertempuran yang memutuskan! Asal jiwaku masih belum putus, aku
akan berdaya terus! Nah, Hong To cu, sampai ketemu
pula!" Tanpa tunggu jawaban, Ma Liong Jiang putar tubuhnya
dan berlalu. Hong Lun ternganga melihat sikapnya kawan itu.
Dalam rombongannya Ini, Hong Lun bukan hanya lebih
tua usia nya, iapun ada anggota lama dan lebih tinggi juga kedudukannya, dari itu, ia mendongkol bukan main atas sikapnya See hoo tocu itu. Tapi ia sedang sakit, ia tidak bisa berbuat lain daripada antap orang pergi. Syukur disitu ada Liu Som dan Ciong In, yang coba sabarkan dan hiburkan padanya.
Ma Liong Jiang telah tinggalkan Liang Seng San.
Memangnya ia tidak puas terhadap Hong Lun, sekarang
ada ketikanya untuk ia tinggal pergi pada ketua itu. Dia anggap bathinnya Twie hun souw tidak bersih, dia sangka to cu itu main gila dengan Liok Cit Nio, tapi karena orang ada berkedudukan lebih tinggi dan bugeenya liehay, dia diam saja, Hong Lun gagal di Sin Lie Hong, dia panggil kumpul bala bantuan, sebagai kemestian Liong Jiang taati
panggilan itu. Diluar sangkaan mereka, di Ang touw po pun mereka gagal. Iapun tidak sangka, dalam mendongkolnya Hong Lun keluarkan kata yang menyakiti hati itu.
Seberlalunya dari depan Hong Lun, dia kembali
keperahunya sendiri. Kebetulan sekali rombongannya habis menjual garam gelap, yang mereka namakan see see cu atau
"anak pasir." Kemudian ia mengundang Liu Som dan
Ciong In. Mereka bersihkan diri, dan Ciong In pun diobati.
Justru itu mereka menerima kabar bahwa dari Cong to,
pusat umum di Hun cui kwan, Gan Tong San, ada dikirim dua rombongan petugas ke Hoo lam Selatan, untuk
melakukan penyelidikan suatu urusan penting.
"Inilah kebetulan," pikir Liong Jiang. "Bila ada
ketikanya, aku nanti tempelkan kouwyoh pada Hong Lun si tua bangka! Walau dia tidak rubuh, asal dia kurang
kepercayaan, sudah lumayan!"
Nyata to cu ini benci sangat pada Twie hun souw.
Dihari itu juga, sampailah rombongan petugas yang
kedua, yang mampir dipusat See hoo congto, anggota nya ada dari Gwa Sam Tong dari Pusat Umum, antaranya
selain Guw To cu pun ada paman gurunya, Gui Cin Pang.
Kalau Ouw To cu ada ketua kehakiman, adalah Gui To cu ketua urusan piauw pou, tanda bukti keanggotaan. Melihat mereka ini, Liong Jiang tahu bahwa mesti ada anggota yang melanggar aturan, yang kesalahannya tak berampun.
Diam2 ia terperanjat. Walaupun ia tahu bahwa ia tidak mempunyai dosa, namun ia kuatir ada salah satu orangnya yang main gila, jikalau itu benar, ia sedikitnya mesti ke rembet2.
Liong Jiang telah ketemui berbagai ketua itu, untuk
haturkan hormat kepada mereka, kemudian ketika datang saatnya Gui Cin Pang berada seorang diri didalam
perahunya, diam2 ia tanya paman gurunya, untuk urusan apa mereka itu keluar ber sama2.
"Ada satu anggota kita yang sudah lakukan pelanggaran hebat, yang buron ke Kanglam," paman guru itu terangkan.
"Pendakwa ada seorang anggota kita juga, untuk mana dia bisa ajukan bukti. Yang paling menyebalkan, anggota itu sudah lancang pakai namanya Hio cu, untuk dirikan
rombongan sendiri dan membuat piauw pou palsu dengan
apa ia terima murid2, untuk memperdayakan uangnya
murid2 itu. Pendakwa atau penuduhnya ini adalah musuh besarnya, sebab ia telah bunuh isteri dan anaknya
pendakwa itu. Musuh ini dengan mati2an berani masuk
kedalam Lwee Sam Tong untuk menghadap Liong Tauw
Hio cu, guna ajukan pengaduan atau dakwaannya.
Musuhnya sudah pikir, hampir tak ada harapan, yang ia akan bisa keluar pula dari Cap ji Lian hoan ouw. Dia telah nyatakan pada Hio cu, dari tujuh rupa dakwaannya, asal ada satu fitnahan, dia bersedia akan tubuhnya dicingcang hancur. Tapi dia pun hunjuk, dia sudah pesan ibunya yang telah berusia delapan puluh tahun, ibu yang sudah janji, asal dalam tempo tiga bulan, ibu ini tak dengar kabar hal kebinasaannya, itu, dia minta si ibu menghadap pada
congtok dari Liang Kang, guna beber semua rahasianya
Hong Bwee Pang, untuk minta pasukan tentera negeri pergi basmi perkumpulan rahasia ini, katanya dia bersedia akan terbinasa ber sama2 kumpulannya itu.
"Hio cu gusar bukan main apabila ia telah dengar
pengaduan itu, disatu pihak dia perintah tahan pendakwa ini, dilain pihak dia segera perintah mencari anggauta yang didakwa itu sambil menyelidiki segala perbuatannya.
Hasilnya penyelidikan membuktikan, benar tertuduh
bersalah besar dan mesti dapat bagian hukuman mati.
Hanya entah bagaimana jalannya, rahasia bocor, terdakwa
itu ketahui penyelidikannya Hio cu, dia lantas mendahului buron. Tentu saja buronnya itu membuat Hio cu menjadi semakin gusar, hingga Hio cu ambil tindakannya yang
terakhir, yalah dia telah menghimpunkan satu rapat besar istimewa, sampaipun semua hio cu. yang telah undurkan diri dalam Hok Siu Tong, Ruang Kebahagiaan, turut hadir juga. Setelah pasang hio, bersembahyang, Liong Tauw Hio cu lantas umumkan dosanya anggauta yang murtad itu,
kemudian dia angkat sumpah, jikalau anggauta itu tak
terhukum menurut aturan perkumpulan, dia hendak
bubarkan Hong Bwee Pang. Diapun sumpah, apabila tak
jalankan aturan dan sumpah ini, dia bersedia akan dikutuk Thian. Karena ini, semua orang, sahabatnya anggota yang berdosa itu, tidak berani buka mulut untuk melindungi atau mohonkan keringanan. Demikianlah kami bertujuh telah
ditugaskan untuk cari dan tangkap anggauta berdosa itu dengan diberikan hak, dimana saja bila kami dapat tangkap dia itu, disitu juga mesti diadakan pemeriksaan dan
umumkan kedosaannya, setelah itu segera jalankan
hukumannya tanpa ampun lagi. Hukumannya adalah
hukuman memecah tubuh, lalu sesuatu dari kami mesti
bawa sepotong dari tubuhnya, yang harus dipakaikan obat, supaya tidak jadi rusak. Tubuh itu mesti diperlihatkan sebagai bukti pada Hio cu, sesudah mana, semua tubuh
akan disembahyangi dan dibakar menjadi abu."
Gui Cin Pang berikan keterangan jelas pada keponakan
murid itu, akan tetapi dia tidak mau sebutkan she dan namanya anggauta yang berdosa itu.
Ma Liong Jiang tidak berani menanyakan lebih jauh,
karena ia insyaf, dalam perkara besar itu kalau, ia turut dicurigai, ia sendiri bisa dapat susah.
"Bila kiranya anggauta itu akan dapat dibekuk!" ia
tanya. "Jikalau dia buron kepedalaman, apakah itu tidak akan menerbitkan kesulitan" "
Gui Cin Pang tertawa dingin.
"Sekarang ini dia jangan harap bisa buron pula!" katanya dengan pasti. "Tadinya dia sedang diselidiki, maka dia bisa angkat kaki, sekarang kedosaannya sudah terbukti maka dia dicari dengan sungguh. Titah2 disampaikan kecuali dengan jalan atau perantaraan burung2 darah juga dengan perahu2
cepat, titah2 itu di sampaikan ketujuh puluh empat lo dilima propinsi Utara, kepada cabang2 besar dan kecil.
Semua anggauta Hong Bwee Pang, dalam tempo seratus
hari dilarang meninggalkan pusatnya masing2, malah
dilarang juga melangkah keluar sedikitpun dari Ban Lie Tiang Shia. Paling belakang ini, Pusat Umum juga telah mengirim berita cepat Tiat coan pay dengan mana
dititahkan, untuk sejumlah anggauta Hong Bwee Pang pergi berkumpul di Kang lam, siapa membandal, dia diancam
hukuman mati. Maka dalam satu bulan ini, berbagai tempat penting didaerah Tembok Besar sudah terjaga kuat, hingga tak gampang lagi akan si ang gauta yang berdosa itu bisa loloskan diri."
Setelah memberikan keterangannya itu, Gui Cin Pang
balik menanya keadaan dalam See iouw Cap jie to, pusat bagian Barat, atas mana Ma Liong Jiang berikan
laporannya dengan diantaranya dia beber lelakonnya Hong Lun serta Lie touwhu Liok Cit Nio.
"Eng Jiauw Ong itu, tua bangka dari Hoay Yang Pay,
memang Hehay," kata Gui Cin Pang. "Liong Tauw Hio cu
pun sudah ambil putusan akan laku kan pertempuran yang memutuskan. Maka titah pesan telah disampaikan kepada semua ang gota, siapa saja bisa mencemarkan namanya tua bangka Ong Too Liong itu, dia akan diberikan hadiah
besar, dan siapa yang tidak sanggup melawan, dia mesti bisa pancing si tua bangka datang ke Cap jie Lian hoan ouw, untuk Hio cu sendiri yang tempur padanya. Siapa
tidak sanggup melawan, dia mesti mundur teratur.
Mengenai Liok Cit Nio, dia memang ada memalui. Dan
mengenai Hong Lun si tua bangka, baik kau sabar, dia
sekarang ada orang andalan Pusat Umum, kita belum dapat berbuat sesuatu apa terhadapnya, tunggu saja sampai
datang saat yang baik nanti?"
"Sebenarnya tee cu datang kemari dengan pengharapan
su siok membantu padaku," kata Ma Liong Jiang. "Adalah ha rapanku, selagi Eng Jiauw Ong belum keluar dari
Hoolam ini, susiok nanti melayani dia, untuk sinarkan pula muka terangku, agar tua bangka she Hong itu tidak
pandang rendah pula kepadaku, maka sayang sekali, su siok juteru sedang menjalankan tugas berat. Tentu saja tee cu tidak berani minta suatu apa kepada susiok. Malu tee cu akan taruh kaki lebih lama di See hoo ini"."
"Kau sabarlah," Cin Pang bilang. " Sebenarnya akupun
ingin menemui ketua dari Hoay Yang Pay itu. Jikalau nanti sudah selesai tugasku, kau kirim orangmu kepadaku, kau jelaskan dimana adanya Eng Jiauw Ong, nanti kita cari dia untuk turun tangan."
Liong Jiang girang, ia meng ucap terima kasih. Ia segera mengundurkan diri akaa pencar orang2 nya keempat
penjuru, akan cari tahu dimana beradanya Eng Jiauw Ong.
Dan ketua Hoay Yang Pay itu telah dapat diketemukan
dijalanan Kay san kauw, terus dia dikuntit sampai di Kian hoo tian, sampai dihotel Hauw Kee Tiam. Si penguntit
girang, karena didalam rumah penginapan itu dia ada
punya kawan sesama anggota Hong Bwee Pang, yang
menyamar jadi jongos. Sejak Tiam lam It Souw Bu Wie Yang bangunkan pula
Hong Bwee Pang, dengan mengadakan Lwee Sam Tong
atau Tiga, Gedung Dalam, dia telah tambah segala
kekurangan, dia memperluas sepak terjangnya, demikian kalau dulu dia cuma main diair, sekarang juga didarat, dengan pentang sayap sampai di rumah penginapan.
Song Jie adalah jongos yang menjadi anggota Hong
Bwee Pang itu, dia lalu dipesan, akan pasang mata terhadap Eng Jiauw Ong dan rombongannya, si penguntit sendiri
segera pulang untuk memberi laporan kepada Ma Liong
Jiang. Ketua ini girang berbareng masgul. Girang karena ia ketahui dimana adanya musuh, masgul sebab ia tak dapat turun tangan sendiri, paman gurunya sedang repot.
Diwaktu mahgerib itu, selagi ia dalam ke ibukan, ia lihat pamannya pulang dengan air muka terang, tidak tempo lagi ia berikan kisikannya perihal laporannya mata2nya.
"Barangkali malam ini kita bisa turun tangan," berkata Cin Pang kemudian, sesudah ia berdiam sekian lamanya.
Pertemuan ini dilakukan diatas perahunya Cin Pang,
siapa terua berbangkit seraya berkata pula "Mari kita ketemui yang lain2 untuk berdamai, barangkali mereka
dapat setujui kita dan suka bekerja sama."
Paman ini ajak keponakarnya itu pergi keperahu besar
dimana ada tiga to cu kepada siapa, menuruti aturan, Liong Jiang memberi hormat, setelah pamannya duduk, ia berdiri dipinggiran.
"Ouw Loosu," kata Gui Cin Pang, "kedatangan kita ke
Kang lam ini ada kebetulan sekali. Di luar dugaan, disini pihak kita sudah kebenterok dengan Hoay Yang Pay. Ie bun to cu Tie dan Shong Loosu sudah culik muridnya Eng
Jiauw Ong, untuk dibawa kepusat kita. Karena ini, semua orang kita disini telah mesti turun tangan. Bukankah Hio cu
pun telah keluarkan titah akan lawan musuh atau, kalau tidak bisa, pancing musuh datang kepusat kita" Dalam hal ini, See Gak Pay ada tersangkut paut, karena mana, kita jadi tambah satu musuh tangguh, Tie Cin Hay dan Shong Ceng sangat cerdik, aku tidak mengerti kenapa dia
menambah permusuhan"."
Orang yang dipanggil Ouw Tocu itu kerutkan dahi, ia
lirik Liong Jiang. "Semasa baharu sampai dipe batasan Hoolam-Anhui,
aku telah dengar hal itu," sahut ia kemudian. "Sekarang ini urusan kita masih belum selesai, kita tidak mempunyai kelebihan tempo untuk urus juga itu. Tapi Gui Loosu, apa yang sudah terjadi diantara Hoay Yang Pay dengan orang2
kita dari bahagian Barat ini" "
Gui Cin Pang tuturkan bentrokan yang sudah terjadi
sebegitu jauh. "Jikalau tugasku di Barat ini, tak bisa aku antapkan Liok Cit Nio dengan sepakterjangnya itu," nyatakan Ouw To cu ke mudian. "Sekarang Cit Nio sudah kabur, tapi kita seperti telah pinjam tenaganya pihak Hoay Yang Pay, sebenarnya aku kurang setuju. Hong Lun ada terpercaya, iapun cukup tangguh, sayang dia biarkan saja Cit Nio beraksi. Asal dia mau, dia sebenarnya dapat mencegahnya. Kalau nanti aku sudah pulang ke Cap jie Lian hoan ouw, aku akan bertindak untuk beri peringatan pada Hong Lun, supaya dia rem
sedikit gerak geriknya terlebih jauh."
XXVIII "Loosu benar," Cin Pang kata pada rekannya itu. "Liong Tauw Pang cu telah adakan aturan keras, untuk kita jaga kehormatan, agar musuh tak dapat cela kita. Aku tidak sangka, masih saja ada anggauta2 kita yang main gila.
Mengenai Eng Jiauw Ong, aku anggap, sedikitnya dia mesti
dikasi rasa. Menurut Liong Jiang, sekarang dia masih
belum berlalu dari daerah ini, aku pikir untuk tidak kasi lewat ketika yang baik ini. Tentang halnya Liok Cit Nio dan Hong Lun, biar kita serahkan mereka pada undang2 kita.
Bagaimana Ouw Loosu pikir apabila kita mencoba bikin
agar Hoay Yang Pay tidak pandang hina lebih jauh pada pihak kita" "
"Sebenarnya aku pun ingin menemui Eng Jiauw Ong,"
kata orang she Ouw ini, sesudah dia berdiam sekian lama.
"Tapi urusan kita masih belum selesai, orang kita juga tidak cukup, mana kita punyakan kelebihan tempo untuk layani dia" "
"Aku rasa tenaga kita cukup juga," Cin Pang bilang.
"Turut penyelidikan, pihak See Gak Pay belum menyertai pihak Hoay Yang Pay ini, itu artinya kita kurangan satu lawan yang tanggu. Sekarang Eng Jiauw Ong singgah di
penginapan Hauw Kee Tiam di Kian hoo tian, yang tak
terpisah jauh dari sini, disana ada satu orang kita, apabila kita bisa turun tangan, kita jadi mendapat keringanan banyak. Aku pikir, apabila tugas kita selesai sebelum jam dua, kita bisa terus berangkat kehotel itu, kita bisa kerja disana kira2 jam tiga. Bagaimana to cu pikir" "
Orang she Ouw itu bukannya tak sudi mengangkat
namanya dibagian Barat ini, tetapi dia sangsi. Dia tahu benar Eng Jiauw Ong sangat kesohor untuk kepandaiannya Sha cap lak louw Sin ciang, tidak mudah untuk dilayaninya.
Akan tetapi sekarang Cin Pang desak ia, ia malu untuk menolak terus menerus, dia tak Ingin sahabat ini
memandang rendah padanya. Selagi ia belum sempat jawab Cin Pang, Tocu Nio Hong, yang berada di antaranya,
campur bicara. "Ouw Loo su," kata rekan Ini, "jikalau Eng Jiauw Ong
ada di Kian hoo tian, ini ada saatnya yang baik untuk kita
turun tangan. Bukankah didalam dapur api itu ada orang kita" Bukankah loosu sendiri ada bekal obat tidur dari Kok Hio cu dari Ceng Loan Tong" Inilah satu keringanan!
Kenapa kita tidak mau gunakan obat itu untuk rubuhkan Eng Jiauw Ong" Jikalau kita pakai obatnya, Kok Hio cu tidak akan tegur kita. Disini pun ada mengenai urusan kaum kita."
Heng tong To cu Ouw Can lantas saja tertawa.
"Jikalau kau tidak timbulkan, sahabatku, hampir aku
lewatkan ketika yang baik ini!" berkata ia. "Memang obat ini diperuntukkan kaum Hoay Yang Pay. Beruntung adalah si niekouw tua dari See Gak Pay, dia bisa lolos!" Lalu ia tambahkan pada Ma Liong Jiang "Sebentar sebelum jam
tiga, bila kita sudah selesaikan tugas kita, bukannya tidak cukup, malah kita kelebihan orang untuk dipakai.
Sebenarnya beruntung bagimu. Kalau orang yang kami cari tidak berada didalam daerahmu, datang saja kesini pun kami tak sudi. Karena kami kekurangan orang, sebentar kau harus membantunya. Ini ada urusan penting sekali, yang tak dapat dicampuri sembarang orang. Aku harap, pada
kurang lebih jam tiga, tugas kami akan sudah selesai, lantas kita bekerja di Kian hoo tian. Orangmu itu, si orang she Song, mesti cerdik dan pandai bekerja."
"Jangan kuatir, Ouw Loosu," jawab Liong Jiang.
"Orangku itu tak punya kepandaian akan tetapi dia pandai bicara dan cerdik."
"Baiklah," Ouw Can manggut Terus ia merogo sakunya
akan keluarkan satu lopa2 Pie yan nu, yang tingginya hanya satu dim lebih, sebesar jari tangan, sambil menyerahkahnya pada See hoo to cu, dia berkata. "Simpan ini baik2, inilah obat pemberiannya Kok Hio cu dari Lwee Sam Tong.
Untuk kesempurnaannya tugas kita, kita mengandal pada obat ini. Kau tahu sepuluh aturan suci dari perkumpulan
kita. Siapa juga bisa masuk menjadi anggauta, asal ada orang
perantaraannya, tetapi dipantang
keras kita memasukkan bangsa kemaruk paras elok. Dan ada dilarang keras untuk kita sembarang gunai obat pules semacam ini.
Kok Hio cu sendiri dapatkan obat ini dari tangannya
seorang kang ouw murtad, sudah lama dia simpan saja,
belum pernah dia pakai, tetapi sekarang perkara ada besar sekali, sampai Liong Tauw Pang cu bersumpah akan
singkirkan orang yang tersangkut, dan Kok Hio cu sendiri kuatirkan orang kembali lolos, terpaksa dia gunai obatnya ini. Diapun memberikan sangat sedikit kepadaku, yang
dipesan untuk menyimpan nya dengan baik2, malah aku
dipesan juga, bila masih bisa dengan jalan lain, tak boleh aku gunai ini. Tapi sekarang biarlah kita pakai. Pesanlah orangmu, jang air dia mencampuri ini didalam arak, sayur, mie atau nasi, karena orang kang ouw pandai tak dapat diabui, dia mesti campur didalam air teh. Orangmu itu sudah berjasa asal dia dapat rubuhkan musuh kita itu, setelah itu dia boleh berlepas tangan, karena kita akan pergi kehotelnya untuk rampungkan pekerjaan selanjutnya.
Umpama kita terlambat, atau dia bekerja lebih cepat, dia mesti segera mengasi kabar pada kita. Diwaktu malam,
pasti aku akan kirim perahu untuk menantikan dia. Nah, pergi kau gunai perahu cepat buat berikan titahmu, setelah itu, kau lekas kembali padaku."
Liong Jiang sambuti obat, dia terima pesan itu, lantas dia undurkan diri. Dengan perahu cepat ia kembali ke Kian hoo tian. Ia tidak berani datang sendiri kehotel, ia utus orang untuk memanggil Song Jie, kepada siapa obat mana
diberikan sambil menerangkan cara pakainya, seraya
anggota ini dipesan wanti2 mesti bekerja hati2.
Song Jie terima obat itu, ia berikan janjinya.
Setelah mana, Ma Liong Jiang lantas kembali
kepusatnya, pada rombonganhya Ouw Can. Ia sampai
diwaktu mahgerib, selagi orang baharu habis bersantap.
"Lekas kau siapkan dua buah perahu cepat," Heng tong
To cu kasi perintah. "Kau sediakan hio, lilin dan ciaktay lengkap. Dua perahuku sendiri, seberangkatnya kami, mesti menantikan didekat pelabuhan Kian hoo tian. Pesan supaya jangan pasang hio tin, agar orang tak mengenali perahu kaum kita. Kau mesti pilih anak buah yang pandai, kita hendak bekerja malam, kita tak boleh gagal."
Liong Jiang berikan janjinya tanpa ia berani tanya
perahu hendak dipakai pergi kemana. Dia pun perintah dua perahunya ketua itu mesti pergi kearah yang dipesan.
Ketika sudah berangkat, rombongannya Ouw Can terdiri
dari enam orang. Sebenarnya dia berombongan bertujuh, akan tetapi dua kawannya belum sampai. Diantara
perbekalan lilin dan lain2, Nio To cu pun bawa satu
bungkusan yang nampaknya berat. Bungkusan itu sangat
menarik perhatiannya Liong Jiang, tetapi siapa diam saja.
Ia merasa seram sendirinya melihat wajah orang yang
muram semua. Dengan membungkam dia jalan disisi
paman gurunya. Kapan perahu sampai ditikungan yang bercabang, anak
perahu tanya, mereka harus menuju kemana.
"Ke kaki Hok Gu San, berlabuh di Cit seng tong!" ada
jawaban atau titahnya Ouw Can, si ketua pengadilan.
Dengan gesit, anak buah perahu gayu kendaraannya
kearah Barat Selatan. Malam itu hujan rincik2, langit ada gelap, bintang2 tak bercahaya. Disitupun tidak ada perahu lainnya, tidak ada sekalipun yang sedang berlabuh. Tetapi anak buah perahu
rombongan ini pandai sekali, suara gayuan mereka adalah se mengga2 suara yang memecah kesunyian sang malam
gelap petang itu. See hoo tocu Ma Liong Jiang memasang mata kearah
depan tetapi ia tak lihat apa juga. Adalah setelah mendekati Cit seng tong, segera ia ingat bahwa per nah dahulu dia mendatangi tempat itu, suatu dusun mencil dan kecil,
penduduknya, selain belasan nelayan, adalah kuli2 parit dari gunung Hok Gu San. Disitu ada enam atau tujuh
rumah hina serta satu sarang judi yang laku sekali, karena tengkulak2 ikan dan kuli2 parit, pemimpinnya juga, yang tak tahu bagaimana harus gunai uangnya, suka lewatkan tempo dengan pelesiran adu peruntungan, hingga disitu pun ada hidup golongan buaya darat, yang tuntut penghidupan secara mengacau, hingga sering terjadi kegaduhan dirumah judi itu.
Dengan merasa terkejut, Liong Jiang duga, tentulah
anggota murtad dari Hong Bwee Pang yang hendak
ditawan itu, sedang sembunyikan diri di dusun mencil ini.
Segera Ouw To cu perintah perahu dihentikan ditepi lagi sepanahan dari Cit seng tong tempat yang sangat sunyi, disitu perahu mesti menantikan, diantara hujan rintik2
mereka mendarat dan berjalan dijalanan yang sukar.
Mereka gendol semua bekalan Ouw Can berjalan dimuka.
Hawapun dingin sekali. Jalan jauhnya setengah lie, mereka sampai disebuah kuil tua yang tidak terlihat dari jauh, sesudah dekat, baharulah tertampak tegas. Disitu segera muncul satu orang.
Dari dalam rombongan lantas muncul dua orang, ialah
dua dari Gak yang Sam Niauw atau "Tiga burung dari Gak yang," Mereka adalah Tong Hoo Couw dan Liok Hong
Ctu. Mereka hampirkan orang dari kuil itu, untuk memberi tanda rahasia.
Nyata orang kuil itu adalah Coan In Yan cu Lauw Cong, termuda dari Gak yang Sam Niauw, yang bertugas secara rahasia di Cit seng tong.
"Kau telah kembali, Lauw Loo sam, apa kabar" " tanya
Ouw Can setelah iapun menghampirkan.
"Urusan berjalan lancar," sahut Lauw Cong. "Siauw
chee coa Ciauw Soat Go, si Ular Hijau, dan ibunya, terima baik usul kita dan mereka berjanji akan bekerja dengan sempurna. Mereka cuma minta kita siapkan banyak orang, yang mesti segera turun tangan apabila mereka sudah
memberi tanda. Mereka cuma minta supaya mereka sendiri bebas dari marah bahaya. Mereka kuatir, kalau dia keburu sadar dari pengaruh arak, dia nanti mengganas."
Kemudian Lauw Cong mengundang masuk.
Sekarang Liong Jiang bisa lihat, itu adalah kuil melaikat gunung, sebuah kuil yang tak terurus, sampaipun patungnya tak dapat dikenali, melainkan sebuah mejanya, yang masih utuh. Di pojok Timur, tembok pun sudah gempur.
Penerangan adalah sebatang lilin yang ditancap diatas meja, pelelehan lilinnya sudah bertumpuk. Itupun menyatakan Lauw Tong berdiam disitu sudah cukup lama.
Gui Cin Pang perintah Liong Jiang lantas atur lilin dan lain2 untuk bersembahyang, dan Ouw Can titahkan Liok
Hong Ciu keluarkan Sin cie dari Kay San Couw su, pendiri kumpulan, diatas meja sembahyang itu, ia sendiri yang menaruhnya dengan hati2. Karena sin cie dibungkus kertas merah, Liong Jiang tidak tahu sin cie siapa adanya itu.
Setelah meletaki sin cie, Ouw Can berbisik kepada Gui Cin Pang, sesudah itu, ia kata pada Liong Jiang "Kau
berdiam disini jagai ruangan suci ini. Kau harus insaf, malam ini adalah malam yang Hong Bwee Pang kita
hendak jalankan aturan rumah tangganya, untuk menjaga nama baik kita. Kau sendiri harus hormati undang2 kita, maka janganlah kau berani sembarangan berkisar dari sini!"
Lalu, tanpa tunggu jawaban, Ouw Can ajak rombongannya keluar dari kuil itu akan pergi ke Cit seng tong.
Liong Jiang menjublek menunggui San Sin Bio, kuil
malaikat gunung, yang penuh debu itu. Sejak ia memasuki Hong Bwee Pang, cuma satu kali ia pernah saksikan
upacara, ketika ia disumpah sebagai anggauta. Dan selama menjadi anggauta, ia tak tahu couwsu apa yang mereka
puja. Sekarang ada ketikanya buat ia mendapat tahu, asal dia mau bentet sin cie diatas meja abu itu. Tapi ia tidak berani berbuat demikian. Dia takut terhadap Heng tong tocu Ouw Can, ketua pengadilan itu, yang licin dan
telengas. "Dia tugaskan aku menjaga disini, siapa tahu apabila
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diapun pasang orang untuk intai aku" " demikian ia pikir.
Karena ini, ia buang pikiran untuk lihat sin cie itu, ia siapkan goloknya dan menjaga dengan sungguh disebelah dalam pintu, setindakpun ia tak berani berkisar.
Kira2 satu jam telah berselang. Sang hujan masih terus turun rintik2 dan angin dingin menghembus kedalam
berulang2, membuat api berkelak kelik, saban2 hampir
padam. Satu kali, ketika api jadi demikian kecil, Liong Jiang lompat mengham pirkan seraya ia ulur tangannya, maksudnya untuk alingi api itu, guna cegah jangan sampai padam. Tapi baharu ia ulur tangannya, atau satu bayangan melesat masuk dari luar, gerakannya gesit luar biasa, sekejab saja bayangan itu telah sampai dibelakanguya. Ia
kaget dan curiga, segera ia loncat kesamping kiri, menyusul mana, sebelah tangannya dipakai menyerang.
Bayangan itu segera berkelit kekanan.
"Ma Loosu, aku!" ia perdengarkan suara.
"Siapa" " tanya Liong Jiang, yang urungkan serangannya. Sambil berbuat demikian ia pun awasi
bayangan itu, hingga ia kenali Siauw Thio Liang Siauw Cun. Ia jadi tidak puas, di dalam hatinya ia kata "Kau keterlaluan, sahabat. Benar aku ada to cu cabang tetapi dengan kau, kedudukanku ada berimbang, disini aku ada sebagai ketua, kenapa kau begini tak memandang mata
kepadaku" " Karena mendongkol, ia terus kata "Sungguh kau liehay, Siauw Loosu! Tapi kau berada ditempat gelap, aku ditempat terang, maka kau pasti telah lihat jelas sekali, aku bukannya tak berani tak taati pesan dari Ouw Loo cian pwee! Kenapa kau muncul secara demikian mendadak
dibelakangku" Bagaimana bila aku keliru menyerang kau, karena salah anggap kau sebagai lawan" Bagaimana kalau aku salah tangan dan kena lukai kau" Pastilah walaupun aku ada punya seratus mulut, tak bisa aku bela diri!
Tidakkah demikian, loosu" "
Siauw Cun merah, muka dan kupingnya karena teguran
tajam itu. Memang ia ditugaskan Ouw Cari untuk tilik Ma Liong Jiang tetapi ia sudah terburu napsu. Tetapi lekas2 ia mencoba perbaiki diri.
"Jangan curigai aku" Ma Loosu," kata ia dengan sabar.
"Memang akuv datang masuk secara sangat kesusu, hingga kau jadi sangsikan aku. Harap loosu ketahui bahwa kita ada sesama orang Hong Bwee Pang, yang hidup atau mati.
mesti bersama, tak dapat kita saling mencurigai, biar bagaimana sedikit juga. Aku datang untuk bersiap sedia,
semua loosuhu sudah berhasil dengan usahanya, segera
mereka akan kembali!"
Ma Liong Jiang kasi dengar suara dihidung, ia tidak
menjawab. Siauw Cun insaf atas kekeliruannya.
"Ma Loosu, tahukah kau, siapa yang malam ini telah
lakukan pelanggaran demikian besar hingga dia mesti
dihukum mati" " tanya ia, dengan suara manis. "Aku ada satu tauwbak kecil bahagian luar, mana aku berani lancang mencampur tahu urusan termasuk rahasia dari Pusat
Umum" " Liong Jiang baliki, sikapnya acuh tak acuh.
"Sekarang si orang jahat sudah kena ditawan, tak usah lagi kita takut akan bocorkan rahasia," kata Siauw Cun sambil bersenyum. "Jikalau aku sebutkan namanya dia itu, mungkin Ma Loosu pun ketahui dia. Anggauta yang
lakukan pelanggaran hebat ini, yang menyebabkan dia
terancam bahaya kematian, adalah Siang tauw niauw Kiang Kian Houw"."
"Ah"." Liong Jiang berseru tanpa sengaja. "Bagaimana
Siang tauw niauw Kiang Kian Houw bisa lakukan semacam pelanggaran"
Loo suhu ini semasa di Kanglam sudah
pernah lakukan usaha2 besar untuk kaum kita, ketika dia mengetuai kaum Rimba Hijau dipermukaan air, namanya
sangat kesohor, dibawah kendalinya sendiri dia ada punya empat puluh lebih perahu cepat yang memakai bendera
Burung Terbang. Ketika dia baharu masuk dalam Hong
Bwee Pang, karena dia ada punya demikian banyak perahu, dia dianggap berjasa dan Liong Tauw Pang cu kita ada
sangat hargai padanya, hingga dia telah di hadiahkan
sebuah Tiat coan pay istimewa. Dengan tunjukkan tanda rahasia itu, dimana saja dia sampai, Kiang Kian Houw
berhak menitahkan sesuatu anggauta setempat, hingga
didalam kaum kita, dia adalah salah seorang dengan
kedudukan luar biasa. Memang, ketika aku mulai membuat anjuran di Barat sini, aku dengar orang cerita, Kiang Kian Houw ada melakukan suatu apa hingga Liong Tauw Pang
cu tarik pulang Tiat coan pay nya itu, atas mana katanya dia mulai kendalikan dirinya sendiri, maka aneh, kenapa sekarang dia berdosa besar" Inilah aneh...."
"Tidak ada yang aneh, Ma Loosu," berkata Siauw Cun.
"Jikalau Kiang Kian Houw tahu diri, tidak nanti terjadi seperti hari ini. Dia memang bertabeat aneh, dia terlalu mengagulkan diri sendiri, sesudah Liong Tauw Pang cu
berikan dia nasihat, dia justeru semakin jadi binal, dia justeru melakukan segala apa yang dilarang kaum kita.
Terang dia mencoba merusaki aturan2 kita, untuk melihat apa kita bisa bikin terhadapnya. Sayang kepandaian dan kecerdikannya Kiang Kian Houw, dia tak kenal baik
sifatnya Liong Tauw Pang cu. Pang cu kita ada tegas, dia tak tahu takut, dia berani lakukan segala apa, kata2nya mesti diwujudkan, maka itu, mana Pang cu bisa
membiarkan anggotanya yang melanggar undang2 yang
berbuat dengan merusak nama baik Hong Bwee Pang"
Begitulah, dalam murka nya, Liong Tauw Pang cu sudah
ambil putusan akan hukum anggota yang murtad dan
berkhianat itu. Lihat, Ma Loosu, apa Kian Houw bukan
cari matinya sendiri" "
Liong Jiang mangut. "Itulah beralasan," kata dia.
"Jikalau Kiang Loosu tahu diri, tidak nanti menjadi
begini rupa. Tapi dia gagah, dia bukan orang sembarangan, untuk tawan dia pasti sulit sekali?"
"Dia sudah masuk perangkap, tak nanti dia bisa lolos
pula, tidak ada halangannya bila aku bercerita sekarang."
Siauw Cun menjawab pula. "Kiang Kian Houw penggemar
paras elok. Dia tahu yang kaum kita tak akan mengantap padanya, dia kabur dari Kanglam, dan umpatkan diri
disekitar Cit seng tong ini. Kalau dia terus bersembunyi, tidak gampang untuk cari dia, mungkin dia dapat
menyingkir kelain tempat pula. Apamau dia tidak bisa
buang kegemarannya itu. Disini dia telah kangkangi Siauw chee coa Ciauw Soat Go, satu bunga latar yang kesohor, keduanya katanya ada sangat menyinta satu dengan lain, hinga tak dapat mereka tak menikah, adalah karena
berdiamnya dia dirumah hina, dia dapat diendus oleh salah satu saudara kita, hingga kesudahan nya Ouw Loosu
datang kemari. Kebetulan Kiang Kian Houw sedang gila
perempuan, Ouw Loosu tidak sia2kan ketika yang baik ini.
Ibunya Ciauw Soat Go telah dipanggil datang, dia ini
dibujuk berbareng diancam, untuk bekerja bersama.
"Kami ada orang2 polisi rahasia dari Kang leng hu,
Kanglam, begitu Ouw Loosu gertak perempuan tua itu,
kami sedang cari satu penjahat besar yang sudah lakukan dua puluh lebih perkara jiwa, yang telah bisa bongkar perijara dan buron kemari, malah kami tahu, dia sembunyi dirumahmu. Kau tahu, dengan begini, kau bisa terbawa2, tetapi kamipun insaf, dengan pekerjaanmu ini, kau cuma tahu layani siapa yang banyak uangnya, dari itu, kami pikir untuk tolong padamu, hanya untuk ini kau sebaliknya harus berbuat suatu apa juga untuk kamu ketahui olehmu, kau mesti bisa simpan rahasia, apabila, penjahat. itu kabur sebelum dia ditawan, kaulah bertanggung jawab, kau bakal didakwa berkonco dan sembunyikan orang jahat, bahwa
kau telah makan sogokan, hingga kau bakal ditangkap juga!
Jikalau kau dibekuk, perhatikanlah kepalamu!"
Kaget bahtauw itu mendengar ancaman itu, maka dia
sudah lantas berjanji akan berikan bantuannya. Maka itu
Ouw Loosu lantas mengajarkan dia bagaimana mesti
bertindak, supaya penjahat besar itu bisa ditangkap.
"Siauw chee coa Ciauw Soat Go, si Ular Hijau, sudah
sumpah akan menikah dengan Kiang Kian Houw,
sebenarnya dia mengharapi kekayaannya orang she Kiang itu, sekarang dia dapat tahu bahwa dia bakal terbawa2, dia bisa mendapat susah, dengan lantas dia ubah pikiran. Dia bersedia akan bantu Ouw Loosu, yang dikiranya benar ada dari pihak polisi. Begitulah, dengan berlaga, dia semakin hunjuk cintanya pada Kian Houw, dia kasi tahu bahwa dia sudah dapat perkenan dari ibunya untuk nikah orang she Kiang ini, untuk kemudian tuntut penghidupan putih
bersih. Untuk ini, ia kata ia hendak adakan perjamuan, ia ingin berkaul, sebab tadinya ia menyangka, ia bakal tidak mampu, angkat diri dari dalam pecomberan. Kiang Kian
Houw percaya kekasihnya ini, ia setujui perjamuan itu, ia yang perintahkan siapkan meja perjamuan, yang istimewa.
Selama makan minum, Ciauw Soat Go keluarkan semua
kepandaiannya, akan bikin Kian Houw lupa daratan.
Dalam keadaan seperti itu, Ouw Loosu tidak berani
memakai obat tidur dari Kok Hio cu, dia kuatir Soat Go sembrono atau Kian Houw yang cerdik curiga, apabila
sampai Kian Houw bisa lolos, selanjut nya akan sangat sukar untuk cari pula padanya. Dasar takaran kejahatannya sudah luber, Kian Houw kena dilagui oleh Soat Go, ia kena diloloh hingga lupa daratan, hingga dengan gampang sekali ia kena diringkus. Tadi masih siang, Ouw Loosu tidak
berani sembarang angkut orang tawanan itu, dia kuatir dicurigai orang luar, maka itu dia menunggu sampai
sekarang. Ouw Loosu mengambil jalan mutar untuk sampai kemari."
Mendengar sampai disitu, redalah kemendongkolannya
Ma Liong Jiang. Ia jadi mau percaya, orang bukan
ditugaskan istimewa untuk intai dia, bahwa orang benar telah datang secara tergesa2 sekali, untuk sampai terlebih dahulu.
Benar saja, tidak berselang lama, diluar terdengar
tindakan kaki. "Sudah datang!" Siauw Cun kata seperti berseru, segera ia bertindak keluar dengan terburu, sedang Liong Jiang pun mengikuti
Sesampainya diluar, mereka melihat serombongan orang sedang mendatangi. Keduanya lantas
berdiri menantikan dikiri dan kanan pintu.
Dari rombongan yang sedang mendatangi itu, sekonyong
satu orang mencelat keluar, cepat sekali dia telah sampai didepannya Siauw Cun dan Liong Jiang berdua, hingga dia dikenali sebagai Coan in Yan cu Lauw Cong, salah satu dari Gak yang Sam Niauw.
"Sudah siap" " dia tanya Siauw Cun. Akan tetapi tanpa tunggu jawaban lagi, ia lari terus kedalam. Cepat luar biasa ia sudah lantas lari keluar pula, terus kepada rombongannya tanpa dia menoleh kekanan kiri.
"Sungguh Ouw To cu yang licin!" kata Liong Jiang
didalam hatinya. "Dia tugaskan aku, untuk menjaga disini, tapi dia tak percaya padaku. Terhadap orang demikian licin, aku mesti waspada"
Selagi to cu she Ma ini berpikir, rombongan itu sudah sampai didepannya. Yang bertindak terdepan adalah Gak yang Sam Niauw dengan goloknya ditangan masing2, lalu Kui Liong Tek yang tubuhnya jangkung dan tenaganya
besar, dibebokongnya, menggendol Siang tauw niauw
Kiang Kian Houw. Dibelakang dia ini ada si ketua she
Ouw. Gui Cin Pang jalan paling belakang dengan dikiri kanannya mengiringi dua anggota. Rombongan ini
langsung masuk ke dalam kuil.
Ma Liong Jiang dan Siauw Cun mengikuti dipaling
belakang, ketika mereka sampai didalam, Siang tauw niauw Kiang Kian Houw, si Burung Kepala Dua, sudah diletaki didepan meja sembahyang. Dia dikeredongi kain putih
dibagian atas, terang sekali dia terbelenggu sebagaimana kedua kakinya dilibat dengan tambang yang kuat.
Agaknya Kian Houw sudah sadar akan tetapi dia tak
dapat bergerak. XXIX Tidak lama, menyusul suara tindakan kaki yang ramai,
muncul empat anggota, yang menghadap pada Heng tong
To cu Ouw Can, untuk menanya hendak diberikan tugas
apa lagi. "Selagi kau tancap .bendera di Cit seng tong, ada apa2
yang mencurigai atau tidak" " Ouw Can tanya.
"Jangan kuatir, to cu," sahut salah satu anggota. "Kami bekerja secara luar biasa bersih nya. Kecuali apa yang terjadi dirumahnya Siauw Chee Coa, diseluruh Cit seng tong ini kami tak meninggalkan bekas2 apapun juga."
Nampaknya to cu itu puas, air mukanya pun terang
sekali. Dengan matanya yang tajam ia pandang seluruh
ruangan, kemudian ia awasi empat anggota itu dan berkata
"Kau sekalian masih harus berikan tenagamu!"
Kemudian ia kata pada dua pengiringnya "Disini tak ada lagi tugasmu, pergi lekas kembali keperahu untuk menjaga disana!"
Dua orang itu memberi hormat dan terus undurkan diri.
Ouw Can awasi pula empat anggotanya dan kata "Untuk
pergi ke Go Gu San masih ada sebuah jalan terang dan dua jalan gelap. Jalan terang itu ialah arah Selatan tempat
perhentian perahu kita. Disana ada sebuah jalan yang
nembus kepusat Kian hoo tian. Pergi kau kesana dan
memecah diri untuk pasang mata. Apabila kau lihat ada orang Rimba Hijau, pancinglah mereka ke Cit seng tong, jangan ijinkan mereka menuju kesekitar kuil San Sin Bio ini. Apabila ada orang datang dekat, mereka bisa lihat cahaya api disini dan bisa mendatangkan kecurigaan
mereka. Jagalah agar tak seorangpun juga dapat
melihatnya, apabila kau alpa, ingat aturan kita yang keras!"
Empat anggota itu terima tugas ini, mereka lantas
mengundurkan diri. Diam2 Liong Jiang merasa puas, karena ia tak dapat
tugas. Ia ketahui, semua enam anggota tadi adalah mereka yang dari rombongan permukaan air. Dengan demikian ia jadi dapat ketika untuk saksikan pemeriksaan dan akan lihat hukuman entah hukuman apa bakal di jalankan. Ia baharu kegirangan sendiri atau Ouw To cu menoleh padanya.
"Ma To cu," berkata ketua pengadilan itu, "Kita hendak lakukan pemeriksaan, disini tidak ada tugas untukmu,
karena Liong Tauw Pang cu cuma tugaskan kami bertujuh saudara. Disana ada satu tempat lagi, yang belum terjaga ialah tanjakan Too Kho Nia di Selatan kuil ini, jauh nya sepanahan. Dari atas tanjakan itu, orang bisa mengawasi keseluruh Go Gu San, bila ada musuh disana, pasti dia akan menuju kemari. Kita sedang jalankan aturan kita, tak dapat kita mengijinkan orang luar menyaksikannya, dari itu, silahkan to cu pergi menjaga disana."
Liong Jiang mendongkol mendengar kata2 itu, karena
terang dia tetap dicurigai walaupun dia ada satu to cu, tetapi sebelum ia sempat menjawab, Gui Cin Pang sudah kedipi mata padanya, lantaran mana, ia bersabar.
"Baik, to cu," ia menyahut dengan terpaksa. Dengan
menahan sabar sebisa2 ia segera undurkan diri, akan pergi ketempat yang ditunjuk, yang ia dapati benar ada satu tempat penting, karena ketika ia mendaki tanjakan, ia bisa lihat seluruh Go Gu San.
Malam itu ada gelap, hujan gerimis.
Selagi Liong Jiang menoleh kearah San Sin Bio, disudut Timur selatan kuil itu, ditembok yang gempur, ia tampak cahaya api. Kecuali sinar itu, ia tak lihat suatu apa, akan tetapi, hatinya berpikir.
"Disana ada tembok gempur, kenapa aku tidak mau
pergi ke sana untuk mengintai" " demikian ia tanya dirinya sendiri.
"Aku ingin saksikan jalannya pemeriksaan dan hukuman?" To cu ini ambil putusan dengan cepat, akan tetapi
sebelum menuju ke San Sin Bio, lebih dahulu ia jalan
memutari daerah penjagaannya itu, apabila ia tidak
dapatkan apa2 yang mencurigai, terus ia menuju kekuil. Ia mengambil jalanan yang sukar, rumputnya lebat, batunya banyak yang berantakan. Dia tidak menghampiri tembok
yang gempur, ia hanya pergi kelain sebelah dari mana ia bisa memandang kesebelah dalam. Untuk kepuasannya, ia bisa melihat keruangan sin cie dimana orang berkumpul.
Ruangan malaikat gunung itu ada terang sekali, karena dipasangnya beberapa batang lilin besar. Ouw Can berdiri didepan, Gak yang Sam Niauw dikanan, dan Gui Cin Pang bersama Kui Liong Tek dan Siauw Cun di sebelah bawah, berbaris. Dimuka meja, Kiang Kian Houw bertekuk lutut, kedua tangannya ditelikung, matanya madap kedalam. Dia tidak memakai baju. Kecuali angin, kuil ada sangat sunyi.
Karena Ini, walaupun kurang tedas, suara dari ruangan suci itu dapat terdengar juga.
Liong Jiang memasang mata dan kupingnya.
"Segala apa yang kau telah perbuat baik kau akui, supaya kau tidak usah membikin kita berabe," demikian antaranya terdengar suaranya Ouw Can, yang rupanya sudah lantas mulai dengan pemeriksaannya.
" Ouw Can, janganlah kau jadi si rase dengan gertakan macannya," jawab Kiang Kian Houw, yang sudah tidak
berdaya. Teranglah sudah, bahwa sekarang orang tawanan ini telah sedar benar. "Satu laki2 mesti berani tanggung jawab atas semua perbuatannya. Aku tidak perlu bilang apa2 lagi, kau boleh hukum aku menurut bunyinya aturan Hong Bwee Bang!"
"Kiang Kian Houw!" Ouw Can membentak. "Didalam
Hong Bwee Pang kau ada satu laki2, maka itu, jangan kau bikin aku banyak pusing! Kau bukannya anggota baru, kau tahu sendiri, dari sepuluh aturan besar kita, lima adalah tak berampun, tiga adalah pantangan. Kau sedang diperiksa, maka kau harus berikan segala pengakuan, jangan kau
tunggu sampai kami terpaksa korek keterangan dengan
jalan kompesan, itu artinya, sebelumnya binasa, kau mesti menderita siksaan itu bukan caranya satu laki!"
Salah satu dari Gak yang Sam Niauw balingkan
goloknya. "Kiang Lauwtee, kau lihat ini!" kata dia. "Jikalau kau berani main gila, lebih dahulu aku nanti kasi rasa dengan ini!"
Salah satu Burung dari Gak yang ini ada Coan in Yan cu Lauw Cong, si Walet Tembusi Mega, terhadap dia, Kiang Kian Houw tertawa dingin, tertawa mengejek.
"Orang she Lauw, jangan kau banyak laga dihadapannya
Kiang Jie thayya!" ia berkata. "Ketika dahulu aku masuk menjadi anggota Hong Bwee Pang, kau masih belum
mendapat nomor! Apa yang aku lakukan, kau tahu, ada
berharga untuk beberapa bacokan, dari itu, sampai sekarang ini, aku sudah hidup cukup! Dengan apa yang aku lakukan, walaupun aku tidak sebutkan, terang tak dapat aku hidup lebih lama, demikian juga apabila aku tuturkan semua, karena jiwaku tetap satu! Maka Lauw Cong, terhadap aku, jangan kau bertingkah!"
Kata2 itu tajam sekali, karenanya, kupingnya Lauw
Cong menjadi merah, hingga ia sodorkan ujungnya
goloknya. "Fui!" Kian Houw meludahi si Walet itu. "Kau berani
langgar aturan untuk menjalankan hukuman sesukamu
sendiri" Terangkah kau kurang terdidik! Jikalau tanpa
titahnya Ouw Loosu kau berani ganggu satu saja jari
tanganku, dan Kiang Jie thayya terima siksaan hebat, tak sepatah pengkuanku kau akan terima! Kau harus mengarti, pada semua perbuatanku itu, kaupun ada turut terhitung didalamnya!"
Lauw Cong menjadi bertambah malu, dengan terpaksa ia
masukkan goloknya kedalam serangkanya. Ia insaf bahwa ia sudah bersikap keliru, karena turut aturan, selama pemeriksaan, orang tak diperbolehkan mendahului hakim.
Pun dengan perbuatannya itu, ia sudah berlaku lewat batas, sebab biar bagaimana, terdakwa adalah bekas rekan nya, tak pantas dia keterlaluan, apalagi dia ada anggota lebih muda. Lacurnya bagi Kian Houw, dia sudah langgar
aturan. Gui Cin Pang tidak puas dengan perbuatannya Lauw
Cong, tetapi ia lebih tak senang kepada sikapnya Ouw Can si ketua pengadilan itu. Memang hakim ini ada sangat licik
dan licin. Kenapa dia diam saja selagi Lauw Cong tak bisa turun dari panggung" Semestinya, siang2 dia sudah cegah sikapnya Lauw Cong itu. Tapi dia menonton saja! Apakah yang dia pikirkan dalam hatinya" Ia pun tampak wajah
orang yang suram, tanda dari kelicinan. Maka diakhirnya tak dapat ia menahan sabar.
"Lauw To cu, mengapa kau terburu2 tak keruan" " ia
lalu kata pada satu Gak yang Sam Niauw itu. "Apakah kau kuatir terdakwa akan dapat loloskan dirinya" Sekarang ini Ouw To cu sedang wakili Liong Tauw Pang cu melakukan
pemeriksaan, jangan kita berpandangan cupat terhadap
terdakwa yang sudah insaf dirinya bakal binasa. Silahkan tocu undurkan diri."
Dengan muka masih merah dan mendongkol sangat,
Lauw Cong mundur ketempat asalnya. Kata2 nya rekan itu memberi alasan untuk ia undurkan diri.
Baharulah sekarang, Ouw Can perdengarkan suaranya.
"Kiang Kian Houw!" ia membentak. "Kau langgar
aturan, kau berdosa besar, masih berani kau berlaku
jumawa" Apakah kau pandang hina pada golokku"
Apakah kau anggap golokku tidak tajam" Tahukah bahwa
kau sudah melanggar tujuh rupa pantangan" "
"Ouw To cu, baik kau kurangkan kata2mu!" Kiang Kian
Houw jawab. "Aku merasa bahwa aku telah langgar
belasan undang2 kita, tetapi kau mengatakan cuma tujuh, aku tak akui itu!"
Ouw Can tertawa dingin. "Baiklah," sahut ia. "Sekarang aku hendak tanya kau.
Kenapa kau lepaskan tugasmu sebagai kepala latihan di Lian hoan ouw" Kenapa kau meninggalkan Pusat Umum"
Kenapa kau justeru pergi kecabang Sam hun kong dan
disana kau persulit perahu2 dari Pusat Umum" "
"Itulah sebab aku anggap kau semua kawanan boca yang
tak punya kepandaian berarti!" sahut Kian Houw. "Kau
sekalian tak punya derajat untuk memegang kekuasaan
besar! Sejak itu aku telah mengambil putusan akan
menunjukkan kepadamu, siapa yang ada punya kepandaian dan siapa yang tak mampu!"
"Kau ada jadi to cu, kau langgar aturan, inilah kesalahan mu yang pertama!" kata Ouw Can, yang tak perdulikan
ejekan. "Catatlah ini!" ia menitah sambil menoleh pada Kui Liong Tek, yang mendapat tugas tukang catat pengakuan.
Kui Liong Tek memang sudah siap, ia lantas jalankan
pitnya. "Jadi kaulah itu orang yang dahulu bocorkan rahasia
kepada Eng Jiauw Ong hingga empat puluh lebih
saudara2kita terima kebinasaannya bersama dua belas
perahu kita yang muat pasir putih" "
"Tidak salah! Malah kau masih beruntung,
tentara negeri masih belum keburu geledah gunung, sedang
sebenarnya aku berniat memasuki sarangmu untuk bunuh mampus pada kau semua rombongan rase dan
anjing, untuk bangunkan Hong Bwee Pang!"
"Hm, satu laki2! Jadinya kau juga yang lakukan
kejabatan dan kekejaman di Sam hoan kong dimana ada
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terjadi tiga perkara perkosaan diberikuti pembunuhan, yang sangat memalukan Hong Bwee Pang! Benar kah" "
"Benar!" "Nah, kau kurangilah penasarannya saudara2 yang kau
jual hingga mereka hilang jiwanya! Kau telah binasakan
satu keluarga tua dan muda, kau telah kangkangi orang punya anak gadis remaja, benarkah" "
"Ah, kau terlalu rewel!" bentak Kiang Kian Houw.
"Lekas kau keluarkan putusanmu!"
"Kau tak dapat tancap kaki di Sam hun kong, kau buron ke sekitarnya Souwciu dan Yang ciu, lalu disana dengan berani kau dirikan Hong Bwee Pang palsu, kau bikin piauw pou tiruan, kau siarkan ajaran sesat untuk pedayakan uang orang, kau pun obral rahasianya Hong Bwee Pang.
Bukankah semua itu ada perbuatanmu" "
"Tidak salah! Tapi itu belum semuanya!" sahut Kiang
Kian Houw dengan berani. "Kalau kau tidak tanyakan itu semua akupun tak sudi menyebutkannya!"
"Kau catat semua ini," kata Ouw Can pada Kui Liong
Tek. "Orang she Kiang ini benar ada laki2 sejati! Bawalah perbal itu kehadapannya, untuk dia bubuhi tanda
tangannya!" Kui Liong Tek menurut, ia bawa catatannya berikut
bakhie somplak kedepannya Kian Houw untuk dibubuhi,
bukan dengan alat tulis, hanya dicap dengan cap tangan dan kaki.
Ouw Can periksa cap itu, yang telah dibawa
kedepannya. "Kiang Kian Houw," tanya dia, "kau sudah langgar
tujuh aturan, tahukah kau hukuman apa kau bakal dapat" "
"Tak lebih tak kurang hukuman mati dengan memecah
tubuh menjadi tujuh!" sahut Kian Houw dengan
sewajarnya saja. "Loo Ouw, aku tahu, akan sia2 aku
mohon suatu apa kepadamu, aku satu laki2 sejati, aku
berani berbuat, aku berani bertanggung jawab akibatnya, ada kepala mesti ada ekornya, sampai pada waktunya aku
tak mundur setindak juga! Sekarang kau jangan pusing lagi, serahkan golok padaku, nanti aku habiskan jiwaku sendiri!"
Ouw Can tertawa dingin. "Aturan perkumpulan bukannya permainan belaka!"
kata ia. "Jikalau kau diijinkan bunuh diri, kita semua seperti juga mengabui ketua kita, kita bisa dituduh tidak adil menjalankan pemeriksaan. Kau harus mengarti, aku si
orang she Ouw adalah orang paling jujur! Kau sudah
langgar tujuh macam aturan, kau mesti jalankan tujuh
macam hukuman, supaya kau bisa dibuat contoh oleh
sekalian saudara2 kita. Jikalau aku turuti kau, maka nanti boleh terjadi, boleh kita puas lakukan pelbagai kejahatan, hukuman nya toh melainkan satu kali mati. Dalam
perkumpulan kita, tak ijinkan adanya semacam kejahatan, yang ada sesuka hati sendiri. Kau lakukan semacam
kejahaatan, kau mesti terima semacam hukuman, perhitungan mesti di lakukan dengan jelas, satu per satu, jadi tidak ada sisanya, tak ada kehutangan. Nah, Kiang Kian Houw, kau terimalah hukuman mu didepan
Couwsu!" Lantas hakim ini berpaling pada Siauw Cun dan
memerintah "Loloskan kedua tangannya!"
Dengan lantas, dengan goloknya Siauw Cun tabas
tambang pengikatnya Kian Kouw, hingga kedua tangannya dia ini bisa di pentang, digeraki.
Segera juga, dengan nyaring, Ouw Can kata pada
terdakwa itu "Kiang Kian Houw, kau mengertilah! Kalau sekarang kau masih memikir untuk hidup, itu artinya kau cari mati sendiri. Tengok aku bertujuh saudara, apa yang kami cekal dan apa yang ada ditubuh masing2! Kau lihat!"
Lantas ketua ini menunjuk pada saudara2nya.
Kiang Kian Houw coba memandang tujuh to cu itu, ia
nampak kecuali senjata tajam ditangan sebelah, ditangannya yang lain, mereka masing2 siap sedia juga berbagai senjata rahasia. Jadi umpama kata dia mencoba menyerang atau lari, tak dapat ia lolos dari berbagai senjata itu.
"Dengan tunduk, kau cuma terima hukuman tujuh kali!"
Ouw Can menyambungkan, "tetapi apabila kau coba bikin perlawanan kau akan merasai bacokan seratus golok atau sedikitnya sembilan puluh sembilan kali! Atau pertama2
saja aku menjadi ketua pengadilan!"
Kiang Kian Houw tidak lagi kelihatan kepala besar
seperti tadi2nya. "Ouw To cu, Kiang Kian Houw bukannya bangsa yang
tak tahu malu," kata ia sambil manggut.
"Aku tadinya percaya, biarlah aku terima budimu untuk dilain penitisan, siapa tahu kau sebenarnya ada demikian busuk dan kejam, baharulah sekarang terbukti tepatnya julukanmu Tiat sim Ouw Can si Hati Besi! Inilah rupanya disebabkan pembalasan untukku sudah tiba saatnya
". Sekarang kau boleh lakukan apa yang kau suka!"
Kian Houw turunkan kedua lengannya, tak mau dia
gerak2i itu, akan perbaiki jalan darahnya.
Ketika itu, kecuali Ouw Can, semua enam pasang mata
dari to cu lainnya tak ada satu yang berkesip. Mereka semua tahu, walaupun Siang Tauw Niauw telah
terbelenggu kakinya, namun Ilmu silatnya sesungguhnya ada sangat liehay, jikalau mereka bertarung satu sama satu, sekalipun Ouw Can sendiri, dia tak akan menang diatas angin.
Ouw Can sudah lantas jemput segabung hio, yang ia
terus sulut diapi lilin, mulutnya kemak kemik, entah apa yang diucapkan, kemudian segabung hio itu tigakali ia angkat dan kibaskan kemuka sin cie, sesudah mana, dengan tiba2 ia banting ke lantai, hingga apinya muncrat meletik keempat penjuru dan asapnya mengepul. Gerakannya ini
disusul dengan bentakannya yang nyaring "Pengkhianat
Kiang Kian Houw, terimalah hukuman yang ke lima".
ditabas sebelah lenganmu!"
Belum sampai Ouw Can tutup mulutnya, Coan in Yan
cu Lauw Cong sudah loncat kebelakang nya Kiang Kian
Houw dan tabas sebelah tangannya orang itu. Kiang Kian Houw menjerit, tapi ia ada sangat kuat. Ia loncat kearah Lauw Cong dan ulur sebelah tangannya yang masih utuh.
Lauw Cong berkelit, tapi ia kalah sebet, sehingga jari2
tangannya Siang tauw niauw mampir dan nancap pada
punduknya. Melihat adik angkatnya dalam bahaya, ketua Gak yang
Sam Niauw, Tong Hoo Couw, jadi sangat kaget dan loncat maju sembari membabat kutung lengannya Kiang Kian
Houw, yang sesudah keluarkan jeritan, lantas rubuh
pingsan. Dilain pihak, Lauw Cong juga rubuh dengan
pundak berlumuran darah dan ditolong oleh kawannya.
Setelah Kiang Kian Houw sedar lagi, Heng tong Tocu
perintah diyalankan terus hukuman, yaitu membacok
tubuhnya Kiang Kian Houw jadi tujuh potong. Sesudah
beres, Ouw Can lantas pasang hio lagi.
Kita tengok kepada Ma Liong Jiang yang menonton dari
tempat persembunyiannya. Ma Liong Jiang ceburkan diri dalam dunya kang ouw
sejak umur sembilan belas tahun, baharu pada lima tahun yang lalu, ia masuk jadi anggota Hong Bwee Pang,
pengalamannya sudah banyak, hebat dan tidak hebat, tetapi pemandangan malam ini adalah pengalamannya yang
pertama yang terhebat. Maka, mau atau tidak, ia jadi jemu sendirinya terhadap Hong Bwee Pang.
Liong Jiang sedang terbengong ketika angin dingin
samber ia, hingga ia sadar dengan tiba2, ia bergidik. Ia sedang jalankan tugas, tapi ia ketungkulan "nonton",
sekarang orang lain sudah selesaikan kewajibannya, ia masih berdiri menjublek disitu! Bagaimana apabila ia
dipergoki Ouw Can, to cu yang telengas itu" Maka tidak tempo lagi ia putar tubuhnya, ia berlari2 dijalan yang sukar itu, untuk balik ketempat penjagaannya. Beruntung ia
sampai dengan tak kurang suatu apa, hatinya lega bukan main.
Berdiri ditempat tinggi, Liong Jiang mengawasi kearah kuil. Ia tak dapat lihat bentuknya kuil, yang terlihat hanyalah sinar api yang molos dari tembok yang gempur.
Api masih ada terang penghuni kuilpun masih ada. Ia tidak mengerti mengapa, sesudah tugas selesai, rombongannya Ouw Can masih belum angkat kaki. Bukankah urusan, di
Kian hoo tian ada penting dan tak dapat diabaikan"
Bagaimana apabila urusan itu sampai gagal"
Ia ibuk sendirinya, ia ada seorang sebawahan, ia tak bisa banyak bicara. Ia pun tidak berani tinggalkan tempat penjagaannya itu kecuali dengan perkenannya Ouw Can. Terus ia
mengawasi kekuil, sampai sinar api mulai suram.
Tiba2. "Ma To cu!" demikian satu suara.
Suara itu tidak terlalu keras, akan tetapi Liong Jiang sedang menjublek, ia kaget sampai ia mengeluarkan
keringat dingin, akan tetapi ia masih ingat untuk loncat setumbak lebih sesudah mana ia berpaling.
"Siapa" " ia menegur. "Aku Co Sam, to cu," sahut suara orang yang baharu datang itu.
"Untuk apa kau datang kemari" " Liong Jiang tanya
pula, hatinya tetap kembali.
"Aku diperintah Ouw To cu untuk beritahukan pada to
cu bahwa semua loosu sudah berangkat lebih dahulu, a dari itu to cu dititahkan kau pergi kekuil San Sin Bio guna benahi semua barang sembahyang, sesudah mana to cu
dipesan untuk menyusul lekas ke Kian hoo tian," Co Sam menerangkan.
Liong Jiang mendongkol mendengar keterangan atau
titah itu. "Kenapa semua sudah lantas berangkat" " kata ia pada
anggota itu. "Kenapa orang tak bisa menantikan aku untuk sesaat saja" Kalau kau tidak datang kemari, tentulah aku akan menunggu disini seantero malam!"
"Tentang itu aku tidak tahu suatu apa," sahut Co Sam.
Baiklah sekarang to cu lekas pergi kekuil, untuk kemudian menyusul mereka."
"Baik, mari kita pergi!" kata Liong Jiang yang masih
mendeluh. -oo0dw0oo- Jilid 4 "Maaf, silahkan to cu pergi sendiri jawab Co Sam. "Aku masih bertugas untuk pergi ke sungai di Liu sie tun untuk menitahkan penjaga2 disanapun berangkat pulang. Ouw To cu pun larang aku pergi kekuil, dari itu aku tidak. berani langgar titah" Nah, aku berangkat, to cu!"
Dan anggota ini segera menghilang ditempat gelap.
Dengan terpaksa, Liong Jiang pergi kekuil, yang telah jadi kosong, disana tinggal sisa dua batang lilin, karena yang lainnya sudah padam semua. Yang ada inipun
berkelak kelik antara siuran angin, nampaknya segera akan padam juga. Suasana sungguh menyeramkan walaupun
Liong Jiang ada seorang kang ouw ulung. Didepan
matanya segera berbayang kejadian hebat tadi. Ia sungkan masuk kedalam kuil, tetapi ia telah dapat tugas, atau ia akan langgar perintah, maka mau atau tidak, dengan kertek gigi ia bertindak masuk. Apabila ia takut masuk, ia juga akan ditertawai kawannya.
Diatas meja terletak alat sembahyang, berikut kertas
merah penutup sin cie. Suasana sungguh menyeramkan,
hatinya. Liong Jiang menjadi gentar, hingga ia jadi ingat kepada saitan. Hatinya tengah berkebat kebit, tiba datang siuran angin yang memadamkan lilin sebelah kiri hingga ia terperanjat.
"Apakah Ouw To cu mestikan aku singkirkan segala
bekas2 ini, yang tak dapat dilihat oleh orang luar?" Laong Jiang beragu sendiri. "Lilin tinggal sebatang, baiklah aku besarkan yang satu lagi?"
Dan ia mengolah sumbuh lilin itu. Kemudian ia
berdongak memandang keatas. Langit2 kuil itu ada rendah.
Ia bebenah dengan cepat, ia tumpuk semua puntung lilin, juga kertas lainnya, yang tak diperlukan lagi, setelah mana, ia sulut itu semua, hingga api lantas berkobar besar, membikin ruangan itu jadi sangat terang. Sesudah itu, ia gendol bungkusannya, ia bertindak keluar dengan cepat.
Ketika ia sampai diluar pekarangan dimana ia menoleh, ia melihat api masih menyala besar. Api masih tertampak
ketika ia sudah mendekati tepi sungai, asap kelihatan nyata mengepul keluar. Ia lantas jalan terus sampai ditepi sungai dimana ia melihat sebuah perahu kecil, yang memakai
tengloleng kaumnya sendiri, tetapi setelah ia memberi tanda bukan orangnya sendiri yang sahuti ia. Dua anak buah yang layani ia bicara, rupa nya mereka ada dari Soan hoo. Nyata itu adalah perahu yang diperintah menantikannya.
"Sungguh semua to cu itu, licin sekali," pikir Liong Jiang
"Anehnya, kenapa Gui Susiok terus bungkam, tak
sedikitpun dia mau perhatikan aku?"
Ia mengikut perahu kecil ini untuk pergi ke Kian hoo
tian, ketika ia lewat di See hoo, ia mampir untuk salin pakaian, karena ini, tempo ia sampai di Kian hoo tian, ia terlambat. Ia ingin melihat, ia tidak langsung pergi kekedua perahu dengan tempel perahu kecilnya itu. Ia mendarat, ia suruh perahu itu kembali, kemudian ia hampirkan kedua perahu. Ia berlaku hati2. Pertama ia naik keperahu yang dibelakang, disini tidak ada orang, tidak juga bungkusan mayatnya Kiang Kian Houw, ia lalu pergi keperahu yang ke dua. Ia tidak dapat pergoki Eng Jiauw Ong dan Ban Liu Tong, karena mereka ini telah dahului melihat dia dan lantas umpatkan diri, kemudian mereka mengintai pula
sesudah dia masuk kedalam perahu akan menghadap Ouw
Can, hingga dua jago Hoay siang itu kenali, dia adalah pecundang mereka.
"Aku terlambat. Apakah ciong wie loosu sudah
berhasil?" demikian ia tanya. Ia anggap, karena ia ditinggal, orang tentu sengaja dahului ia untuk tawan musuh2 dihotel, supaya mereka bisa agulkan diri didepannya.
Ouw Can awasi ketua cabang ini. Ia tidak menjawab.
Adalah loci Cin Pang, yang kuatir Hong tong Tocu itu
gusar, terus kala pada keponakan muridnya. "Kami masih belum bekerja kamipun sampai disini belum lama, karena tadi, ditengah jalan, mendapat sedikit kelambatan. Kau lihat, bukankah Ouw To cu sedang dengar laporannya Song Jie" Kita perlu keterangan, obat pules sudah digunai atau
belum, atau apakah rahasia kita tidak bocor. Bagus kau telah kembali. Sekarang marilah kita berangkat sama2...."
Cin Pang menganggap, dengan campur bicara, ia sudah
redakan suasana. Akan tetapi, justeru ia baharu tutup mulutnya, atau Ouw Can telah menegur Liong Jiang.
"Kau seharusnya sudah kembali siang2!" demikian
teguran itu. Liong Jiang terkejut sampai mukanya menjadi bersemu
merah dengan tiba2. Ia menyangka bahwa ia telah
dipergoki ketika tadi ia mengintai dahulu keperahu yang dibelakang. Tapi ia mengerti, ia sebenarnya tidak
membuang tempo lama, maka ia tenangkan diri.
"Aku kembali langsung dari Cit seng tong," ia jawab.
"Hm," Ouw Can perdengarkan pula suaranya, sesudah
mana, ia berbisik terhadap Gui Cin Pang, yang duduk
disampingnya, di meja dekat pembaringan. Iapun
mengangkat cawan teh untuk cegluk airnya. Ia duduk
disebelah kiri, tubuhnya miring, mukanya hadapi jendela kanan diluar mana justeru Ban Liu Tong sedang mengintai.
Liu Tong anggap biasa saja yang Ouw Can berbisik
kepada Cin Pang, akan tetapi ia tampak perubahan air
muka orang, ia curiga. Iapun lihat, diam2 orang she Ouw itu tunjuk dua jari tangannya terhadap kawannya itu.
"Celaka, rupanya tua bangka ini telah dapat pergoki
aku...." Liu Tong menduga. Segera lebih jauh ia tampak Ouw Can kedipi Cin Pang,
tangan kirinya yang memegang cawan teh digeser, untuk alingi tangan kanannya, yang bergerak ke pinggangnya
dimana ada tergantung sebuah kantong kulit.
"Celaka, dia mau gunai. senjata rahasia!" pikir Liu Tong.
"Entah suheng sudah engah atau belum, aku mesti beri
tanda padanya...." XXX Selagi jago Kwie in po ini berpikir, dalam sedetik saja Ouw Can sudah bergerak.
"Awas!" dia berseru seraya tangannya terayun.
Heng tong To cu dari Hong Bwee Pang ini menyerang
dengan peluru besi, tiat tan wan, serangannya disusul dengan menyambernya panah tangan dari Gui Cin Pang,
yang bergerak tak kalah sebatnya. Ke dua2 senjata rahasia itu mengarah kelobang jendela jendela kiri dan kanan.
Siok beng Sin Ie luput dari serangan karena ia sudah
siap. Ia tidak mencelat kedarat, iapun tidak naik ketihang layar, disebelah itu, sebelum mengasi tanda pada
suhengnya, ia tidak mau tempur dahulu musuh2nya itu.
Maka itu, ia mengundurkan diri kebelakang perahu,
kebuntut perahu, akan menyembunyikan dirinya dipenggayu kemudi. Sambil bersembunyi ia pikirkan
suhengnya. Ia merasa pasti suheng itupun luput dari
bencana seperti ia, karena ia dengar nyata, dua2 senjata rahasia jatuh keair.
Segeralah perahu bergerak itulah tanda musuh sudah
beraksi. Beberapa orang keluar saling susul, sesuatunya ada membawa senjata masing2. Mereka mulai mencari musuh2
mereka, antaranya ada yang memeriksa wuwungan gubuk
perahu. Ouw Can dan Gui Cin Pang pergi keperahu kedua
setelah mereka selesai geledah perahu pertama. Disini pun mereka tidak peroleh hasil.
"Bagaimana, Gui To cu?" ketua pengadilan itu tanya.
"Aku percaya kita tak kena dirubuhkan, karena aku telah melihat nyata orang intai kita. Memang anu sudah
menduga tentang kedatangan musuh kita ini. Bukankah
tadi, ketika Ma To cu baharu sampai, aku sudah lantas tegur dia bahwa dia seharusnya sudah sampai siang2" Tapi Ma To cu bilang bahwa dia baharu saja sampai.
Sebelumnya Ma To cu datang, aku rasakan perahu miring sedikit, kalau aku sudah berdiam saja, aku kuatir aku menduga keliru. Sekarang ternyata benar ada musuh telah datang kemari. Musuh itu liehay, jikalau tidak, tidak nanti dia, atau mereka, luput dari senjata kita. Mereka selamat, inilah aneh! Sungguh aku sangsi ada orang demikian gesit.
Jangan malam, ini kita bakal rubuh di Kian hoo tian...."
Selagi berkata demikian, Ouw Can sudah kembali
kedalam perahunya dan duduk sambil jatuhkan diri, ia ada uring2an.
Semua orang sudah berkumpul pula didalam, karena
penggeledahan mereka berhasil nihil.
Sekarang Ma Liong Jiang lihat tegas, diantara mereka
tidak ada Gak yang Sam Niauw. tidak ada juga bungkusan besar dari mayatnya Kiang Kian Houw, dari itu ia percaya tiga orang itu mestinya ada punya tugas lain atau mereka telah ditempatkan disuatu tempat terpisah. Kembali ia insaf kelicinannya Ouw Can. Ia anggap lebih baik ia bungkam terus, karena ada sangat berbahaya akan berurusan kepada ketua pengadilan yang licik itu.
Setelah itu, Ouw Can lanjut kan pertanyaannya kepada
Song Jie. Ia tanya ada berapa jumlah musuh dihotel.
"Sama sekali empat, dua tua dua muda," sahut Song Jie.
"Dari yang tua, yang satu adalah Eng Jiauw Ong, ketua dari Hoay Yang Pay, dan yang satu lagi lagi she Ban, entah apa namanya. Kedua pemuda adalah murid nya mereka ini.
"Pergilah, disini sudah tidak ada urusan bagimu," kata Ouw
Can sambil menggoyangkan tangannya. "Sekembalinya kau ke hotel, jangan kau hunjukkan roman bingung atau kuatir, berlaku secara biasa saja, kau tetap awasi gerak geriknya dua orang tua itu."
Song Jie undurkan diri dengan cepat, benar hatinya lega, tetapi ia masgul. Ia takut berdiri didepannya ketua
pengadilan itu, yang wajahnya menyeramkan. Ia kembali kehotelnya dengan ambil jalan kecil yang tadi.
"Ouw Loosu, baik kita tak usah perdulikan tadi kita
berhadapan dengan musuh atau bukan," berkata Gui Cin
Pang. " Kita sudah ambil ketetapan akan menemui
pemimpin dari Hoy Yang Pay, marilah kita lekas pergi ke Hauw Kee Tiam untuk dapatkan kepastian."
Ouw Can ada tidak puas, hatinyapun tidak tenteram.
Tidak salah lagi bahwa tadi ada orang mengintai mereka tetapi ia heran, serangannya tidak berhasil dan orang bisa menghilang demikian cepat, bekas2nya pun tidak ada.
Menurut kalangan Rimba Persilatan, teranglah sudah
bahwa dia bukannya tandingan orang tak terlihat itu, dan sudah selayaknya dia mesti tahu diri dan mundur
sendirinya. Akan tetapi sekarang dia ada didepannya Gui Cin Pang dan Ma Liong Jiang, ia malu untuk mundur
teratur. "Baiklah!" akhirnya ia jawab. "Sebenarnya urusan kita ada sangat penting, apabila kita ayal2an, bukti kepercayaan kita nanti jadi rusak. Sehabisnya menemu tua bangka Eng Jiauw Ong itu di Hauw Kee Tiam, kita mesti segera
berangkat pulang. Satu kali barang bukti kita rusak, tak bisa kita memberi bukti lainnya lagi!"
Jawaban itu ada bagaikan titah, maka semua orang
lantas rapikan dandanan mereka. Orang pakai bungkusan kepala kain minyak, juga pakaian dalam, pakaian luar
adalah cita biasa. Begitu lekas orang selesai dandan, Ouw Can menitahkan Ma Liong Jiang pergi memanggil empat anak buahnya
untuk ia berikan titahnya. Dia sebenarnya telah dapat pinjam sebuah perahu lain, yang memuat Lauw Cong yang terluka, dan Tong Hoo Couw dan Liok Hong Ciu, yang
Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Panji Sakti ( Jit Goat Seng Sim Ki) 6 Pembalesan Seri Oey Eng Si Burung Kenari Karya Siao Ping Dendam Iblis Seribu Wajah 21
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama