Ceritasilat Novel Online

Eng Djiauw Ong 7

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 7


membawa mayatnya Kiang Kian Houw. Gak yang Sam
Niauw itu diperintah berangkat lebih dahulu, mereka
dipesan, siang singgah, malam berlayar, nanti ia sendiri sehabis nya hadapi Eng Jianw Ong, akan menyusul terus, ia percaya ia akan dapat menyandak, untuk nanti mereka
berangkat sama2 pulang ke Gan Tong San. Maka itu, disitu ditinggal cuma empat anak buah.
Adalah aturan dari Hong Bwee Pang, jikalau si
pemimpin sedang bicara, anak buahnya mesti mengundurkan diri, mereka dilarang mengintai atau
mencuri dengar, atau kalau satu anggota diperintah
menjaga, kecuali dengan pesanan, dia tak boleh tinggalkan tempat penjagaannya. Demikian kali ini, empat anak buah itu diperintah mengaso diperahu kedua, dibelakang perahu.
Ouw Can senantiasa berlaku waspada, apapula ia sedang hadapi musuh2 istimewa.
Liong Jiang terima perintah nya Ouw Can, dari luar
perahu ia memanggil anak buah, untuk mereka bawa air
teh, akan tetapi, dua kali ia memanggil, ia tidak dapat jawaban, hingga ia jadi mendongkol.
"Kurang ajar anak buah ini!" kata dia, "Pasti mereka
sudah pada tidur!" Ia pergi kebelakang perahu. Penerangan masih menyala, akan tetapi perahu itu kosong.
"Ah, tentu mereka pergi keperahu belakang," pikir ia, yang terus pergi keperahu yang kedua, sembari memasuki perahu itu ia kembali memanggil2. Tetap ia tidak peroleh penyahutan, hingga ia sampai dibelakang perahu dimana ia dapatkan empat anak buahnya sedang rebah teringkus
dengan mulut tersumbat, hingga bukan kepalang kaget dan heran nya.
"Ouw Loosu, lekas kemari!" ia berteriak.
Teriakan itu dapat, didengar nyata, Ouw Can beramai
segera lari mendatangi. Merekapun terperanjat ketika
melihat konco mereka itu mati kutunya.
"Siapa ringkus kau?" tanya Ouw Can setelah ia
menyingkirkan sumbatan pada mulutnya masing2.
Tiga anak buah tidak tahu apa2, katanya tiba2 mereka
merasa ada yang totok, lantas mereka rubuh pingsan, tapi yang ksempat masih bisa lihat bahwa penyerang mereka
ada satu imam tua. "Aneh," pikir Ouw Can. Demikian juga anggapan yang
lain. Disini mereka bukan berhadapan dengan Eng Jiauw Ong. Jadi ada satu musuh lain, yang liehay. Mereka pada berdiri bengong dengan pikiran kusut.
Ban Liu Tong umpatkan diri dikemudi sehabisnya dia
diserang dengan senjata rahasia, selagi sembunyi, ia terus pikirkan Eng Jiauw Ong, karena terus ia tidak lihat suheng itu. Ketika Ouw Can semua kembali kedalam perahu, ia
pergi kedepan. Di sinipun suheng itu tidak ada. Maka ia terus loncat kedarat akan mencari disitu. Ia memandang
kesekitarnya, terutama ke arah Barat utara. Ia lari kearah ini kapan ia tampak satu bayangan berkelebat keluar dari balik pohon yangliu. Ia pun perdengarkan suara suitan jari
tangan yang dimasukkan kedalam mulut. Ia dapat jawaban yang
serupa. Segera ia lari lebih cepat untuk menghampirkan. Bertemulah ia kepada suhengnya. Lantas mereka berkumpul disemak yang lebat, untuk pasang
omong. Eng Jiauw Ong sedang mengintai dijendela kiri apabila ia saksikan sikap mencurigai dari ouw Can, selagi ia niat memberi kisikan pada Ban Liu Tong, ia merasa ada kebutan enteng pada pundaknya. Ditempat sempit seperti itu, ia tidak bisa berkelit sambil jauhkan diri, terpaksa ia gunai
"Koay bong hoan in" atau " Ular naga jumpalitan" dan
"Kim liong tam jiauw" atau "Naga emas ulur cengkeraman," untuk melindungi diri. Atas ini, ia tampak satu bayangan mirip dengan hembusan gulungan asap
hitam, melesat ke tepi, jauhnya empat tumbak lebih.
Ia heran tetapi dengan "It hoo ciong thian," bagaikan burung hoo serbu langit, iapun lompat menyusul akan kejar orang itu, yang lari terus. Dia ada punya peryakinan empat puluh tahun lebih, ia tidak dapat susul bayangan itu. Dilain pihak, sehabisnya dia lompat, panah tangan dari dalam perahu telah samber ia, ia dengar jatuhnya senjata itu, tentu saja ia lolos dari ancaman bencana itu. Mengertilah ia bahwa bayangan itu sudah lindungi ia secara istimewa. Tak sempat ia kembali ke perahu akan tengok saudaranya,
segera ia susul bayangan itu. Ia masuk ketempat lebat walaupun ia ingat pribahasa kaum kang ouw, pantangan
untuk mengejar masuk kedalam rimba. Ia jadi lebih berani, karena ia tak sangsi lagi bahwa bayangan itu bukanlah musuh. Tapi sia2 saja ia mengejar, ia mencari, bayangan itu lenyap terus.
"Pasti dia ada seorang dari angkatan tertua, bu lim cian pwse," ia menduga2. "Sayang Cu In Am cu tidak ada
disini, kalau dia ada, dia pasti dapat mengenalinya"."
Ia menoleh kebelakang, ia dapatkan bahwa ia sudah
terpisah jauh dari perahu, maka tidak bersangsi2 lagi ia perdengarkan suaranya yang nyaring "Tay hiap tidak
dikenal, aku Ong Too Liong sangat bersyukur untuk
bantuan mu, maka tolong kau perlihatkan diri!"
Tidak ada jawaban. untuk pertanyaan itu, sang malam
tetap sunyi. Percaya bahwa orang tak ingin menemui ia, Ong Too
Liong putar tubuhnya buat kembali keperahu, untuk cari suteenya. Baharu ia keluar dari tempat lebat, atau dari sampingnya ia dengar suara nyaring dari seorang tua
"Ketua dari Hoay Yang Pay, Hong Bwee dan In Hong
masih berada ditangan penjahat, jangan kau pandang
musuh terlalu enteng, jangan kau memperdalam permusuhan! Ketahuilah, urusan di Cap jie Lian hoan ouw ada sangat sulit, dari itu kau mesti berhati2! Nah, sampai di Ceng hong po!"
Selagi orang bicara, Eng Jiauw Ong segera menoleh,
rasanya suara itu tak jauh dari ia, tapi setelah menoleh, suara itu terpisah jauh, seperti naik di atas pohon, lantas lenyap. Ia sudah lantas loncat menyusul sambil berseru
"Loo cianpwse, tunggu dahulu, aku hendak bicara!" Sia2
saja, ia tak dapat menyandak, tidak perduli ia ada sangat gesit dan ia telah gunai antero kepandaiannya mengentengi tubuh. Ia lihat orang lari ketepi kali dan lompat keair, untuk menghilang diseberang.
Jago Hoay siang ini mengerti bahwa orang sudah gunai
"Teng peng touw sui" atau ilmu berlari2 diatas air, ilmu mana, dalam golongan Lam Pay dan Pak Pay, Selatan dan
Utara, sudah jarang sekali ada yang mengerti. Karena ini, ia lantas menduga, orang liehay itu mesti salah satu Keng Tim Suthay dari See Gak Pay serta To Cie Taysu dari Hong tek kwan atau Yan tiauw Siang Hiap dan Tiat So Toojin dari pihaknya. Hal ini membikin ia girang karena nanti diwaktu memasuki Cap jie Lian hoan ouw, dia bakal dapat
bantuannya orang pandai. Karena ini, segera ia keluar dari rimba akan kembali keperahu. Justeru itu, ia dengar suitan dari Ban Liu Tong, ia lantas hampirkan sutee itu, hingga mereka jadi berkumpul, dengan keduanya bisa saling
menuturkan pengalamannya masing2. Liu Tong pun girang mengetahui hal munculnya orang pandai tak dikenal itu.
Setelah mana, keduanya kembali keperahu musuh, untuk
berikan pengajaran, agar musuh tidak berani pandang
enteng pada mereka. Dalam suasana sunyi mereka naik
keperahu yang kedua. Mereka lihat, cahaya api, dengan begitu, mereka lihat juga empat anak buah yang teringkus dan mulut tersumbat. Mereka bisa duga, itu adalah hasil kerjaan nya si orang pandai tadi, yang rupanya datang kesitu selagi mereka berdua pasang omong didalam rimba.
Liu Tong ingin dengar keterangannya anak2 buah itu, ia minta suhengnya pergi keluar, untuk ber jaga2, tetapi belum sempat ia menanya, ia sudah dengar suara panggilan ber ulang2. Itulah panggilan Ma Liong Jiang. Lekas2 keduanya mengumpatkan diri seraya memasang mata. Mereka kenali Liong Jiang. Dan, sesudah to cu she Ma ini teriaki Ouw Can, mereka lihat munculnya Heng tong To cu itu bersama rombongannya.
Begitulah Ouw Can, yang merasakan dirinya paling
malu, karena dihadapannya Ma Liong Jiang ia nampak
kejadian aneh dan hebat itu.
"Kau jaga disini," akhirnya ketua pengadilan ini pesan anak buahnya itu. "Apabila ada terjadi suatu apa, segera kau berikan tanda!"
Ia percaya, karena letaknya Hauw Kee Tiam tak terlalu jauh dari perahunya ini, dari sana mereka bisa dengar apabila datang pertandaan dari sini.
Setelah itu, dengan bererot, mereka keluar dari perahu kedua ini. Begitu lekas mereka memandang kearah perahu mereka, perahu yang pertama, mereka tercengang dan
kaget, akan akhirnya Ouw Can membanting2 kaki.
Dari jendela perahu kelihatan asap mengepul dan api
berkobar2. "Oh, pit hu celaka, dia berani bakar perahuku!" dia
menjerit. Ia mengenjot diri akan loncat kedepan, hingga ia tampak nyata, api memakan jendela kiri dan kanan dan minyak
terbakar memberi bau nyata.
Siauw Thio Liang Siauw Cun, yang lompat menyusul,
sudah lantas mencari ember untuk siram api yang sedang menyala2 itu. Dengan empat atau lima kali seblok, jendela kiri dapat dipadamkan, sedang dikanan, empat anak buah adalah yang bekerja, karena mereka ada anak2 perahu,
mereka bisa bekerja dengan sebat.
Setelah Ouw Can semua masuk kedalam perahu, mereka
dapatkan pembaringan berikut kasur dan sepreinya pada hangus terbakar dan sisanya, basah, dan lantai perahu penuh minyak dan air. Ia mengarti, diwaktu hujan begitu, musuh tentu tahu api sukar berkobar, dari itu, telah
digunakan minyak dan lilin sebagai umpan.
Ketua pengadilan Hong Bwee Pang ini melotot dan
kertek gigi. Kebakaran itu ada hasil buah pikiran dan kerjaannya
Ban Liu Tong, sedang Eng Jiauw Ong tadinya kurang
setuju, suheng ini hendak taati pesan penolong nya untuk tidak perdalam permusuhan, tetapi Liu Tong sangat jemu karena orang telah gunai bong han yoh, hingga hampir2 dia ruhuh ditangan rombongan manusia keji itu.
Selagi orang repot padamkan api, Ban Liu Tong
sembunyikan diri diatas tihang layar dan Eng Jiauw Ong umpatkan diri disamping perahu.
Bahna gusar dan ibuknya, rombongan Ouw Can sampai
lupakan kebiasaan yang mesti dilakukan disaat serupa itu, yalan memecah kawan, sebagian buat padamkna api
sebagian pula untuk cari musuh. Mereka justeru repot dan akhirnya kumpul didalam, maka dua musuh mereka jadi
bisa bekerja dengan leluasa.
Dengan tangannya, Eng Jiauw Ong menunjuk pada Ban
Liu Tong, lalu ia menunjuk lebih jauh keperahu ke dua, kemudian ia sendiri melompat keperahu yang ke dua itu.
Perbuatan ini diturut segera oleh sang sutee.
Siok beng Sin Ie telah berkeputusan akan musnahkan
kendaraan air musuh ini. Ia masuk ke dalam, ia tidak dapati bahan api, maka ia kata pada saudaranya "Suheng, tunggu sebentar, aku hendak cari serupa barang!" Dan terus ia pergi keluar, kebelakang perahu. Disini ia dapatkan
setahang minyak moa yu, beberapa batang lilin dan lainnya, yang mudah terbakar, ia bawa itu kembali kedalam perahu, minyaknya lantas ia tuang, diatasnya ia tumpuk! ker tas, sesudah mana, ia nyalakan Ulin. Secara demikian, api ber kobar dengan cepat, mereka sendiri lantas lari keluar, loncat ke darat dimana mereka cari tempat sembunyi masing2
untuk menonton". Sekali ini, api benar besar, sekejab saja jendela kiri dan kanan kena dirembet terbakar.
Ouw Can mendongkol dan gusar bukan kepalang karena
perahunya dibakar. "Ouw Loosu," berkata Ma Liong Jiang, "melihat
kejadian ini, terang Eng Jiauw Ong sedang tantang kita!
Aku percaya, bong han yoh kita sudah tidak mempan
terhadap musuh, sekarang mereka tentu berada dekat kita.
Biarlah anak2 yang mengurus perahu ini, mari kita
mendarat untuk cari mereka, apabila mereka tidak ada
disini, kita terus pergi ke Hauw Kee Tiam! Pasti sekali malam ini tak dapat kita berdiri ber sama2 musuh kita itu!...."
Baharu Liong Jiang berkata sampai disitu atau satu anak buah, yang pergi keluar untuk timba air, berseru "Loosu semua, lekas keluar! Lihat, perahu keduapun terbakar!"
Ouw Can merasakan diri seperti disamber petir,
kupingnya seperti ketulian, sampai hampir saja kedua
kakinya tak dapat menahan tubuhnya, karena ia hampir
pingsan. Ia senderkan diri akan pusatkan pikirannya. Tapi segera, juga ia banting2 kaki.
"Ah, aku Ouw Can harus mampus!" kata ia kemudian.
"Kenapa aku jadi begini tolol" Mengapa aku tidak mencari musuh sebaliknya membiarkan dia ber ulang2 membakar
perahu" Oh, Gui Loo su, kita telah rubuh, sayang kita pernah hidup banyak tahun dalam dunya kang ouw...."
Selagi mengucap demikian, Ouw Can lihat Ma Liong
Jiang yang mau bertindak keluar, ia lantas menegur "Ma To cu, kau hendak bikin apa" Mengapa kau masih diam saja disini, apa yang mesti ditunggui?"
Liong Jiang mendongkol mendengar teguran itu, teguran yang ia anggap tak tahu malu. Ia insaf benar2 ketua
pengadilan Hong Bwee Pang ini cuma licik tetapi
kepandaiannya tidak seberapa. Buktinya sekarang pihak Hoay Yang Pay telah perhina padanya tetapi dia tak
berjaya. Karena ini, ia pikir tak berguna ia ladeni padanya.
Maka ia terus bertindak keluar, hingga ia lihat perahu yang sedang diamuk api, gemuruh suara merotok dari bambu
yang terbakar, dari papan yang meletak, asappun
bergulung2, tetapi sukar, lantas mumbul naik, karena hujan gerimis.
Mengikuti Ouw Can, Gui Cin Pang, Kui Liong Tek dan
Siauw Cun sudah berdiri diluar perahu. Kui Liong Tek
berniat memutari perahu untuk cari musuh, tapi Siauw Cun mencegah.
"Percuma, loosu," kata Siauw Thio Liang. "Ouw Loosu,
benar atau tidak dugaanku, sekarang ini, kalau musuh tidak sedang sembunyi didarat, pasti mereka sudah kembali
kehotel mereka" Maka menurut aku tidak perlu kita
perdulikan lagi perahu kita ini, akan mengikuti pepatah biarlah, dia datang dari sungai, kesungai dia pergi! Sekarang marilah kita mendarat, akan tempur orang2 Hoay Yang Pay itu! Akur, loosu?"
"Bagus, kau benar!" Ouw Can jawab. "Tak dapat aku
berdiri ber sama2 lagi dengan Eng Jiauw Ong si tua bangka itu!" Lantas ia teriaki anak buahnya "Biarkan perahu yang ke dua itu terbakar musnah, sekarang kau jaga saja perahu ini!"
Setelah mengucap demikian, segera ketua pengadilan ini loncat kedarat, perbuatan mana diturut oleh kawan2nya.
Perahu yang terbakar telah terbakar terus, walaupun
demikian, cahaya apinya tak dapat menerangi seluruh tepi kali.
Liong Jiang berada dibelakang tapi segera ia melompat ke depan.
"Susiok," kata ia pada paman gurunya, "untuk pergi ke Hauw Kee Tiam, mari aku yang tunjukkan jalan!"
"Kau kenal baik tempat ini, kau boleh jalan didepan,"
kata Cin Pang. "Sesampainya didekat hotel sebentar, jangan kau sembrono. Disini adalah Ouw Loosu yang pegang
pimpinan, kau mesti dengar perintah! Kau ngerti?"
Cin Pang ucapkan kata2 itu lebih banyak ditujukan
kepada Ouw Can. Ia tidak puas terhadap kawannya ini,
karena sampai begitu jauh, dia dapat kenyataan orang tidak hargai dan tak perdulikan pada Liong Jiang Heng tong tocu itu terlalu berkepala besar dan bawa karap sendiri, hingga Cin Pang sebagai pamannya Liong Jiang, tidak dilihat mata sama sekali.
"Ya, susiok!" jawab Liong Jiang atas nasihat paman
guru itu, kata2 mana ia mengerti dimaksudkan kepada
siapa. Ouw Can sedang berpikir keras, meskipun ia dengar
ucapan nya Gui Cin Pang itu tetapi perhatian itu tidak mendapat perhatiannya. Ia jalan terus, menuju kehotel Hauw Kee Tiam.
Eng Jiauw Ong dan Ban Liu Tong tunggu sampai orang
sudah jalan belasan tumbak, dengan lilin satu tanda, berdua mereka lantas menguntit. Begitu lekas sudah mendekati hotel, mereka berpencar pula, dengan bantuannya rumah2
penduduk tetangganya hotel, mereka coba mendahului
diluar tahu rombongan musuh itu.
"Tak akan gampang2 kau sekalian memasuki hotel"."
kata Liu Tong dalam hatinya, sesudah ia mendekati jendela hotel nya kira2 enam atau tujuh tumbak. Ia lihat dikiri dan kanannya ada rumah2 penduduk yang tak rata tinggi
rendahnya, didekat kali ada sawah ladang. Rumah2
penduduk itu tak teratur berbaris.
Dari atas rumah penduduk, dimana ia sembunyikan diri, Liu Tong melihat Ma Liong Jiang jalan dimuka, lalu Siauw Cun, yang ke tiga Ouw Cun, dibelakang ia, Kui Liong Tek, baharu Gui Cin Pang. Jarak mereka satu dengan lain ada dua tindak kira2, kecuali Cin Pang yang terpisahnya sedikit jauh.
"Loosu semua, lihat disana, itulah hotel Hauw Kee
Tiam!" kata Ma Liong Jiang selagi ia mendekati hotel
tersebut, tangan nya menunjuk kedepan.
Liong Jiang bicara selagi mereka jalan terus, mendadak Siauw Cun merandek dan mundur satu tindak.
Gerakan ini tidak disangka2 Ouw Cun, diapun merandek
dengan tiba, jikalau tidak, pasti dia kena dilanggar.
"He, apa ini?" ia menegor dengan mendongkol.
Kata2 itu disusul satu samberan angin dari samping.
Karena kaget, Ouw Can keluarkan seruan tertahan
sambil ia berkelit mundur, senjata rahasia lewat dipipinya.
Selagi ia berkelit, dari kanan menyamber angin yang lain.
Ini kali dia sempat menangkis dengan goloknya, hingga serangan dapat dirintangi, senjata penyerang jatuh ketanah.
Nyata itu bukannya senjata rahasia.
Bukan kepalang mendongkolnya Ouw Can.
"Eh. sahabat!" ia menegur. "Cara bagaimana kau berani permainkan Ouw Jie thayya" Apakah begini caranya satu sahabat" ...."
Teguran tidak dapat jawaban, hanya dari belakang ada
datang dua samberan angin. Ouw Can berkelit, walaupun tanah ada licin. Ia sebenarnya gesit, akan tetapi serangan ada hebat, pundak kanannya menjadi sasaran, diantara
suara nyaring, ia merasakan sangat sakit. Tapi itu bukannya senjata rahasia, hanya batu bata atau genteng. Dalam
murkanya, dan kuatir kawan2nya tertawai ia, ia loncat kearah rumah dari mana ia duga serangan datang.
Karena musuh membokong, empat kawannya Ouw Can
lantas pencarkan diri. Selagi Ouw Can sampai didepan sebuah rumah, Cin
Pang lihat satu bayangan, dari samping melesat kebelakangnya ketua pengadilan itu, ia tadinya hendak memberi peringatan, akan tetapi kapan ia mengingat
kejumawaannya kawan itu, ia lantas berdiam saja. Tapi bayangan itu tidak menyerang, dia hanya loncat naik
kesebuah rumah. Menampak demikian, Cin Pang susul kawan itu.
"Ouw Loosu, apakah kau lihat barusan satu bayangan
lewat disini?" ia tanya.
"Ya, satu bayangan tetapi dia sangat gesit," sahut Ouw Can, dengan suara tak sewajarnya.
Cin Pang tahu pasti, orang tak lihat bayangan itu, bahwa orang mendustakan ia.
"Mari kita pergi ke Hauw Kee Tiam!" ia mengajak.
Ouw Can hendak menjawab, atau
"Bangsat, awas!" demikian satu suara, yang datang dari kanan jauhnya belasan tindak, dari mana menyamber suatu benda hitam, entah benda apa.
Ouw Can lompat minggir, tangannya kiri ambil golok
dari tangan kanan, ia siapkan peluru besinya, justeru benda itu jatuh didekat ia, ia loncat untuk mengejar. Begitulah ia lihat satu bayangan, yang loncat ke belakang rumah, maka ia lantas menyusul.
"Kemana kau hendak pergi?" ia membentak seraya
tangannya diayun, hingga dua buah peluru melesat saling susul.
Tapi serangan itu dapat jawaban tertawa terbahak2.
"Aha, mainkan kampak didepan ahli?" demikian suara
mengejek. "Kau berani adu kepandaian senjata rahasia
dengan loosu" Nah, ini aku bayar pulang!"
Ouw Can tidak lihat musuh, tahu2 dua pelurunya telah
menyamber ia, kemuka dan perut, menyambernya
berbareng. Melihat samberan senjata rahasia itu, terang sipenyerang ada lebih lie hay.
Dengan goloknya, golok Thian kong Pek cui too, Ouw
Can sampok jatuh kedua pelurunya itu. Ia jadi sangat
jengah, tapi karena gusar, ia serukan Siauw Cun "Malam ini aku mesti dapatkan keputusan dengan tua bangka dari Hoay siang, siapa mampus siapa hidup, kalau tidak, tak mau aku berhenti! Siapa takut mampus dan sayang jiwanya, lekas dia kembali keperahu, jangan dia rubuh dengan
kecewa disini!...." Siauw Cun, juga Liong Jiang dan Kui Liong Tek, tahu
ketua pengadilan itu telah menjadi kulap, tanpa kata apa
mereka bergerak maju, akan kurung rumah diatas mana
musuh berada.

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gui Cin Pang pun mengerti komarahanriya Ouw Can,
yang dua kali kena dipermainkan,ia pun turut maju, tetapi sambil ia berkata "Memang, loosu, jikalau kita tidak
mundur, kita mesti maju! Hayolah loosu kita cari musuh kita ini !"
Kata2 itu tajam. tetapi Ouw Can tidak dengar, dia hanya meloncat terus, naik keatas rumah, sedang Cin Pang maju dari sebelah Barat. Siauw Cun pun terlihat, dari Timur menuju ke Utara.
Ouw Can menuju kewuwungan Barat, dari situ ia turun
kepayon, untuk mencari musuh, baharu ia sampai atau satu bayangan loncat ketembok disampingnya dimana bayangan itu berdiri dengan "Kim kse tok lip" atau "Ayam emas
berdiri dengan sebelah kaki."
"Eh, penjahat yang tak tahu malu, kau masih tidak mau datang untuk terima binasa?" demikian orang itu mengejek.
"Jikalau kau masih mendesak, ingatlah, jangan katakan kami keterlaluan!"
Ouw Can ada sangat murka, ia mendongkol sekali
karena musuh bermain kucing2an, tetapi sekarang ia lihat orang perlihatkan diri, ia puas.
"Kau main sembunyi saja, kau adalah bangsa pit hu!" ia berseru. "Malam ini jikalau aku tak kasi rasa dengan
golokku, kau niscaya belum kenal kepada Ouw Jiethayya!"
Menyusul kata2nya itu, Ouw Can loncat turun ketanah.
Ia ada cerdik untuk tidak bertempur diatas genteng yang licin dengan air hujan, dari situ baharulah ia hendak hampirkan musuh. Baharu ia hendak loncat pula, atau
dengan tiba jendelanya dari rumah itu menjeblak terbuka
sambil terbitkan suara keras, disusul dengan bentakan
"Bangsat busuk, kau hendak kabur kemana?" Lalu serupa benda melayang menyamber kearah ia.
Dengan gesit Ouw Can egoskan diri. Ia terluput dari
serangan, tetapi benda itu jatuh di tanah didekat ia sambil perdengarkan suara nyaring, menyusul mana, air muncrat dan pecahan nya terbang berhamburan.
Ternyatalah itu ada sebuah paso air kencing, maka juga air kotoran itu muncrat mengenai orang Hong Bwee Pang itu muka, kepala dan pakaiannya, hingga segera ia
mencium bau "harum semerbak?"
"Sial!" berteriak Heng tong tocu ini. Kemudian ia
mendamprat "Pit hu, kau cari mampus! Jie thayyamu toh tidak cari kau" Awas, sebentar aku nanti bikin perhitungan denganmu!"
Orang yang berdiri ditembok tertawa ter bahak2.
Orang didalam, satu petani, juga tidak takut. Dia sangka Ouw Can ada penjahat. Dia kata dengan nyaring "Bangsat, kau berani banyak laga" Jikalau tidak dihajar adat, mana kau tahu keliehayanku! Eh, Loo Ho, Siauw Sam cu, hayo siapkan senjatamu, mari kita bekuk bangsat bau ini!"
Petani itu perdengarkan suara nyaring, dia telah
menyebabkan terbangunnya beberapa tetangga, mereka itu lantas pada berikan pehyahutan mereka.
Ouw Can mendongkol bukan kepalang.
"Ah, binatang ini mesti dimampusi terlebih dahulu!"
pikir ia bahna gemasnya. Orang ditembok itu rupanya bisa menduga kemarahannya ketua Hong Bwee Pang ini, ia lantas berseru
"Eh, to cu dari Hong Bwee Pang, kenapa kau layani segala
petani yang tak tahu hitam atau putih" Bukankah kau yang mencari susah sendiri" Mari, mari! Disini bukan tempat bertempur, mari keluar!"
Ucapan itu disusul oleh gerakannya orang itu, yang
bertindak ke Barat selatan.
Ouw Can telah ditantang, dengan terpaksa ia tinggalkan si petani, ia menyusul.
Siauw Cun dan Liong Jiang masih sadar bahwa
melayani petani tak ada gunanya, cuma2 kemerdekaan
mereka jadi terbatas, dari itu mereka puas melihat orang, berlalu dari tembok, lalu mereka pun menyusul.
"Susul, jangan kasi dia lolos!" Siauw Cun menganjurkan.
Juga Cin Pang dan Liong Tek turut mengejar.
Tidak jauh dari situ ada satu tempat tanpa rumah,
sebuah kuburan besar menghalangi didepan mereka,
diseputarnya ada pohon2 siong, cui dan pek.
Tembok kuburan ada luas, tinggi empat kaki lebih. Si
penantang itu lompat masuk kedalam tembok itu.
Ouw Can anggap tempat pekuburan itu cocok sekali
untuk pertempuran. "Gui To cu, mari kita masuk dari pintu depan," ia kata pada Gui Cin Pang. "Biar yang lain2 panjat tembok
disekitarnya. Kita mesti cegah musuh keburu bersiap
sedia!" Ouw Can lantas mutar akan pergi kedepan, hingga ia
lihat sebuah pintu yang tinggi dan besar dengan papan merek putih dengan huruf2 hitam, dalam gelap hurufnya tak dapat dibaca. Ke duanya segera loncat naik keatas pintu, akan memandang kedalam.
Jalanan ada diapit dengan kuda2an batu, dilihat diwaktu malam, keadaannya sangat seram. Bukan melainkan Ouw
Can, juga Cin Pang turut ragu2. Jikalau musuh umpatkan diri, ada sulit dan berbahaya untuk mereka.
Selagi mereka sangsi, dari belakang sebuah anak2an batu terdengar suara tertawa mengejek, lantas satu bayangan berkelebat keluar, bayangan mana pergi ke jalanan terapit pohon, disitu ia tertawa pula, sambil terus berkata "Kenapa jiewie sungkan sekali" Apakah kau kuatir tuan rumah hantu disini tak akan sambut kau sekalian" Mari, aku telah
wakilkan kau memberi kabar pada tuan rumah hantu, yang ijinkan kau dan kawan2mu masuk. Hayolah! Mustahil kau hendak tunggu datangnya wakil yang resmi" Jikalau jiewie ayal2an. maaf, aku mesti pergi...."
Bukan main mendelunya Ouw Can dipermainkan secara
demikian, sampai dia bungkam.
"Pit hu, jangan bertingka! Mari aku antar kau masuk ke liang kubur!" berseru Gui Cin Pang sambil lompat turun, akan hampirkan musuh itu.
Ouw Can sudah lantas perdengarkan suitan, lantas iapun loncat turun akan susul kawan nya.
Liong Jiang, Liong Tek dan Siauw Cun dengar,
pertandaan itu, mereka lantas muncul.
Jalanan dipekarangan dalam itu tidak becek atau
berlumpur, karena diampar batu halus, malah sehabis
kehujanan, makin leluasa orang berjalan disitu. Jalanan itu buntu tercegat kuburannya, yang besar dan lebar, didepan mana, didepan bongpay, ada meja abunya. Adalah
sesampainya didepan bongpay, musuh itu loncat naik
kemeja untuk terus duduk numprah, bagaikan patung saja.
Heng tong To cu Ouw Can dan Piauw pou To cu Gui
Cin Pang adalah orang2 kang ouw atau loklim ulung,
menampak sikap musuh itu mereka merandek, tapi mereka mengawasi dengan siap sedia.
"Eh, apakah kau Eng Jiauw Ong dari Hoay siang?" Ouw
Can tanya dengan bengis. "Jikalau kau benar ada ketua Hoay Yang Pay, sudah selayaknya kau bertindak secara
laki2, tidak seperti sekarang main sembunyi, main senjata rahasia, untuk
menghina orang! Aku tidak
puas dipermainkan olehmu!"
Orang diatas meja kuburan itu tertawa ter bahak2.
"Oh, rombongan mahluk tak kenal aturan!" ia kata
dengan nyaring. "Kau semua cuma lihat lain orang hitam, tidak melihat diri sendiri hitam juga! Kenapa kau tidak mau akui diri sendiri tak punya guna hingga kau membikin malu Hong Bwee Pang sendiri" Mengapa kau katai orang lain
main secara gelap" Terang sudah, kau semua ada punya
mata tanpa bijinya hingga mirip dengan si buta! Mustahil Hoay siang Tay hiap kesudian berpandangan cupat seperti kau kawanan maling tikus pencuri anjing, yang sangat
rendah hina dina" Jikalau kau sekalian benar hendak bikin beres perhitunganmu dengan Hoay Yang Pay, seharushya
sejak meninggalkan surat di See Gak Hoa San, kau
nantikan saja pihak Hoay Yang Pay datang untuk
memenuhi janji, kenapa juga sebaliknya kau culik murid2
kami" Itulah perbuatan sangat buruk! Kenapa kau gunai bong han yoh untuk sapu bersih pada kami" Tapi perbuatan hina itu tak dapat lolos dari matanya ketua Hoay Yang Pay!
Sepantasnya, sesudah gagal, kau mesti lekas angkat kaki, tapi sekarang kau berani datang kemari! Sekali lagi aku peringatkan, lekas kau berlalu, kau bukanlah tandingan kami! Biar urusan kita diurus oleh ketua dengan ketua! Kau sendiri, bangsa tak tahu malu, cuma2 saja akan bikin turun
derajatnya Hong Bwee Pang! Nah, siapa tak tahu mampus, marilah maju. mari!"
Dihina secara demikian, dua2 Ouw Can dan Gui Cin
Pang murka sekali. "Kau ngaco belo!" Ouw Tocde membentak. "Tocumu
cuma mau ketemu! si tua bangka Eng Jiauw Ong, ketua
dari Hoay Yang Pay, aku tak sudi layani orang tak punya nama! Jikalau kau benar orang Hoay Yang Pay,
beritahukan namamu!"
"Oh, jadinya kau tidak kenal aku si orang tua?" orang itu tertawa besar pula. "Aku adalah Siok beng Sin Ie Ban Liu Tong dari Kwie in po digunung Kian San! Kau tentu
ketahui, aku dapat menolong orang tapi juga dapat
mencelakai orangl Aku biasa sambung jiwa orang, tetapi sekarang aku inginkan jiwamu sekalian! Sekarang aku telah berikan keterangan, biar sebentar kau jadi setan yang insaf keburukan diri sendiri!"
Mengetahui orang itu ada Ban Liu Tong, Gui Cin Pang
insaf bahwa mereka sedang hadapi kesulitan, akan tetapi melihat orang bertangan kosong, ia anggap ia toh menang diatas angin.
Ouw Can sendiri percaya, dengan goloknya ia akan
sanggup melayaninya. Gui Cin Pang anggap ia mesti tak sia2kan tempo. Ia
menduga bahwa, Eng Jiauw Ong mesti ada bersama
suteenya itu, maka kalau sampai ia tunggu munculnya jago Hoay siang ketua Hoay Yang Pay, sulit kedudukan mereka.
Dari itu, mendahului Ouw Can, ia lompat maju.
"Ban Liu Tong, jangan banyak tingkah!" ia membentak.
"Lihat Gui Loosu nanti kirim kau pulang!"
Ucapan ini belum habis dikeluarkan atau golok sudah
menyamber, karena pemimpin Hong Bwee Pang ini telah
taruh kakinya ditempat sejauh empat kaki dari lawan.
Bacokannya adalah apa yang dinamai "Tan hong tiauw
yang" atau "Burung hong menghadapi matahari."
Ketika bacokan sampai, Liu Tong berkelit kepinggir, dari mana tangan kanannya, dengan gerakan "Sian jin cie louw"
atau "Dewa menunjukkan jalan," sudah barengi menyerang batok kepala musuh.
Cin Pang lihat bacokannya tidak memberi hasil, lekas2 ia pun egos tubuhnya, sambil berbuat demikian, goloknya
ditarik pulang, terus dipakai membabat iga kiri, karena iapun berkelit kekanan.
Cepat sekali, Liu Tong loncat jauhnya enam tujuh kaki.
Sambil lompat maju karena mana, Ma Liong Jiang pun
loncat dan Kui Liong Tek terpaksa memburu. Sambil
mendekati, Siauw Cun berseru "Jiewie Loosu, serahkan si tua bangka she Ban itu kepadaku untuk dibikin beres!"
Siauw Cun cuma beraksi saja dengan kata2nya itu,
karena di lain saat, bertiga mereka kepung Ban Liu Tong.
Biar bagaimana, repot juga Siok beng Sin Ie melayani
lima musuh yang tanggu dan nekat itu, tetapi ia tidak keder, Ia belum keteter, namun sebagai seorang yang sehat
pikirannya, ia insaf ia ada terancam bahaya. Lima golok itu ada liehay dan ketika itu ada diwaktu malam yang gelap.
Terpaksa, disemailah kegesitan istimewa, ia berlaku sangat awas dan waspada.
Untung bagi Liu Tong, walaupun lima musuh kepung ia
dengan sengit, mereka sendiripun berlaku sangat waspada, mereka kuatir kesalahan kena serang kawan sendiri.
Pertempuran berjalan terus dengan seru sampai tiba2,
ditempat jauhnya lima tumbak, dari pohon siong, ada
terdengar itu suara nyaring dan panjang, yang disusul dengan teguran. "Kawanan rase, gerombolanan anjing, ada berapa besar jumlahmu hingga kau andalkan jumlahmu
yang banyak itu" Tapi aku tidak takut, aku nanti bikin beres kau semua!"
Kata2 itu lantas disusul dengan melayang turunnya satu tubuh, yang sesampainya ditanah tidak menerbitkan suara apa juga. Itu ada suatu bukti dari entengnya tubuh atau liehay nya ilmu Keng sin sut dari orang ini.
Menampak demikian, orang2 Hong Bwee Pang itu
terkejut sendirinya, malah Kui Liong Tek menjadi alpa, ayal gerakannya, hingga nadinya kena disamber Liu Tong, hingga goloknya terlepas dan terlempar jauh setumbak
lebih, mengenai satu boneka batu disamping mereka. Tidak tempo lagi, ia loncat kesamping, untuk singkirkan diri.
"Tikus, kau hendak lari kemana?" demikian satu
bentakan, yang mendengung dikupingnya orang she Kui
ini. Selagi kaki nya baharu saja menginjak tanah, selagi ia kaget, sebelah kakinya telah kena dibentur, hingga segera ia rubuh, sesudah mana, ia rasakan orang mengangkat
tubuhnya laksana entengnya ssekor anak ayam. Iapun
lantas dengar orang itu berteriak "Sambutlah!" Ia rasakan tubuhnya melayang, ia rubuh, tetapi segera ia berdiri pula, hanya sebelum ia tahu apa2, ada orang gencet pinggangnya kiri dan kanan, seraya ia dibentak "Boca, kau rebahlah, supaya ibumu tak usah hajar padamu!"
Suara itu ada nyaring sekali. Lantas ia rubuh pula, rebah, kedua tangannya telah ditelikung. Selama itu, tak pernah ia memperoleh kesempatan akan lihat roman nya orang yang bikin ia tidak berdaya. Ia pun merasa sangat malu. Baiknya
disitu tidak ada anak buahnya, yang saksikan rubuhnya itu.
Ia tidak terluka, tetapi ia mati kutu.
Hal 222 259 hilang Setelah itu, orang yang baharu loncat turun dan atas
pohon itu, terdengar pula suaranya. "Kawanan penjahat yang tidak sayang jiwa, berhentilah dahulu sebentar! Ban Sutee, berlakulah murah hati terhadap mereka! Aku niat bicara dahulu dengan mereka ini !"
"Baik," sahut Liu Tong tanpa bersangsi, sambil
melompat mundur, keluar dari kepungan musuh2nya. Ia
mencelat dengan lewati kepalanya empat musuh itu, terus ia berdiri disamping su hengnya.
Ouw Can berempat sudah lantas berkumpul menjadi
satu. Nampaknya wajah mereka ada tegang. Mereka
memasang mata kepada orang yang suaranya keren itu.
Itu waktu hujan sudah berhenti, mega mendung telah
mulai buyar, hingga samar2 kelihatan bulan sisir, yang masih memain antara sang awan. Dengan begini, mereka
yang bermata awas, bisa melihat dengan cukup tegas.
Satu tumbak lebih jauhnya dari mereka, Ouw Can
berempat lihat satu orang tua yang tubuh nya kurus tetapi sikapnya gagah dan bengis, tangan kirinya dibelakang, tangan kanannya mengurut kumis.
"Cuwie loosu, ini dia Eng Jiauw Ong ketua dari Hoay
Yang Pay!" Ma Liong Jiang paling dahulu keluarkan
suaranya, apabila ia telah melihat tegas.
Ouw Can bertiga mengawasi terus, hati mereka keder.
Bukankah melawan satu Ban Liu Tong saja. yang menjadi sutee mereka sudah kewalahan" Tak lagi mereka bersikap garang sebagai semula.
"Siapa yang menjadi kepala diantara kau?" Ong Too
Liong tanya. "Itulah aku, Ouw Can," sahut Heng tong tocu Hong
Bwee Pang dengan terpaksa. "Ong Too Liong, kau
melainkan satu guru silat di Lek Tiok Tong, di Ceng hong po, Hoay siang, cara bagaimana kau berani musuhkan kita kaum Hong Bwee Pang" Tahukah kau, siapa di dunya kang ouw yang berani main gila terhadap kami" Ada berapa yang telah mati karena memusuhi Hong Bwee Pang" Kau dengar nasihatku si orang she Ouw, mari kau turut aku kepusatku, untuk menemui ketua kami guna selesaikan perselisihan, supaya selanjutnya kedua pihak hidup akur, tidak lagi saling menyusahkan. Jikalau kau tetap berkepala besar, Hoay
Yang Pay jangan harap, bisa tancap kaki pula didalam
dunya kang ouw!" Eng Jiauw Ong tertawa dingin.
"Ouw Can, kau pandai bicara!" kata ia. "Teranglah kau keliru mengenal aku si orang she Ong! Sejak aku pimpin Hoay Yang Pay, aku melainkan tahu urus kaumku sendiri.
Dengan menuruti azas kaumku, kami masuk dalam dunya
kang ouw untuk singkirkan sikuat dan jahat, guna tolong silemah bercelaka. Perselisihanku dengan Hong Bwee Pang ada mengenai diriku sendiri, itu ada urusan perseorangan, maka jikalau Hong Bwee Pang ada satu laki dia mesti bikin perhitungan denganku seorang, jangan dia berlaku hina dina dengan culik murid2 kami! Kau semua berlaku
demikian busuk, mana aku mau mengerti" Baharu aku
ambil putusan akan pergi ke Cap jie Lian hoan ouw untuk menegurnya,
pihakmu sendiri telah ganggu kami disepanjang jalan, kau berlaku curang sekali! Maka itu aku hendak beri ajaran kepada kau sekalian! Kau ada kaum
Kang ouw, seharusnya kau insaf dan mundur sendiri, tetapi kau tidak berbuat demikian bahkan dengan tak tahu malu
kau membabi buta mempersulit dan memperbahaya kami.
Rupanya karena kami tak sudi melayaninya, kau menjadi olokan dan anggap kami dapat dipermainkan. Dihotel
hauw Kee Tiam kau sudah pertunjukkan sesuatu yang
meruntuhkan nama Hong Bwee Pang, sungguh sayang ".
Ouw Can, jangan kau berlaga gila lebih jauh, dengan
kepandaian yang kau punyai, kau bukannya tandinganku!
Aku tidak mau basmi kau, aku sudah loloskan jiwamu
berlima, pergilah kau pulang untuk memberi laporan
kepada Liong Tauw Pang cu, supaya pemimpinmu itu siap sedia dengan gunung golok dan kwali mendidih! Bilang
Ong Too Liong nanti pergi kesana, guna lakukan
pertempuran yang memutuskan, mati atau hidup! Bilang
juga apabila kedua murid kami terganggu selembar saja rambu nya, kami nanti injak Hong Bwee Pang menjadi
tanah rata! Demikian pesanku. Andai kata kau masih
penasaran dan ingin mencoba2 aku, persilahkan, mari,
mari! kau boleh rasakan daging nya sepasang tangan
kosongku ini!" Gui Cin Pang jadi sangat gusar mendengar perkataan
menghina itu. "Eng Jiauw Ong, apa kepandaianmu maka kau berani
demikian terkebur?" ia menegur. "Aku Gui Cin Pang tidak puas! Mari kita coba2!"
To cu ini sudah lantas bertindak maju.
Kembali Eng Jiauw Ong tertawa, secara menghina.
"Kau berani menantang aku untuk bertempur?" kata ia.
"Kau ada punya kepandaian apa" Tunggu sebentar!"
Jago Hoay siang ini memutar tubuh akan hampirkan
patung batu besar disampingnya. Ia berdiri dibelakang patung itu, dengan tangan kanan ia cekal lehernya, dengan tangan kiri ia angkat bagian bawahnya. "Bangun!" ia
berseru. Dan patung itu, yang beratnya lima atau enam ratus kati, ia bawa jalan dengan cepat beberapa tindak sebelum ia kembali ditempat asalnya, sesudah mana, ia berseru "Sambutilah!" Menyusul itu, ia melemparkan
patung itu, sampai jauhnya satu tumbak lebih. Ketika
patung itu sampai ditanah, dengan perdengarkan suara
keras, dia jatuh nancap, berdiri seperti asalnya.
Cin Pang bertiga melongo, mereka kagum dan kaget.
Tidak dinyana orang tua kurus itu ada punya tenaga
bagaikan raksasa. "Ong Too Liong, malam ini kami rubuh ditanganmu,"
akhir nya Ouw Can akui. "Baik, kami nanti tunggu kau di Cap jie Lian hoan ouw!"
Heng tong tocu ini terus putar tubuhnya, dengan niat
angkat kaki. "Jangan kesusu!" kata Eng Jiauw Ong sambil tertawa
terbahak2. "Cukup asal kau semua tahu keliehayanku!
Disini masih ada dua koncomu, mustahil kau inginkan kita yang antar mereka ke Cap jie Lian hoan ouw" Justeru
akulah yang ingin berangkat lebih dahulu. Sampaikan
kepada ketuamu bahwa aku si orang she Ong bakal sampai di pusatmu, lamanya setengah bulan, sedikitnya sepuluh hari, disana aku nanti terima pengajaran."
Setelah berkata demikian, jago Hoay siang ini putar
tubuh, akan gapekan Liu Tong "Sutee, kita bakal segera bertemu dengan Thian lam It Souw Bu Wie Yang, ketua
dari Hong Bwee Pang, maka mari kita jangan layani segala mereka ini!"
Eng Jiauw Ong bertindak ketempat gelap antara
pepohonan, saudaranya ikuti dia, disana mereka menghilang. XXXII Dengan air muka merah padam bahna malunya, Ouw
Can saling mengawasi dengan kawan2nya, tetapi segera ia hampirkan Kui Liong Tek, yang rebah ditanah dengan
kedua tangannya tertelikung kebelakang.
Siauw Cun dan Ma Liong Jiang lantas kasi bangun
kawan itu, yang belengguannya terus diloloskan.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kui Liong Tek menghela napas, lalu ia pandang Ouw
Can semua dengan muka merah.
"Kita telah dirubuhkan secara begini, mana kita ada
muka akan berdiri terus didalam Hong Bwee Pang?" kata ia dengan sangat mendongkol. "Sakit hati ini mesti dibalas!
Sekarang ini aku hendak merantau, untuk sembunyikan
diri, she dan nama, guna cari pelajaran lebih sempurna!
Jikalau aku tidak mampu rubuhkan Eng Jiauw Ong, tak
mau aku menemui pula kawan2 sesama kaum kang ouw!"
"Sabar, Kui To cu," berkata Gui Cin Pang. "Bukannya
kita tidak bersemangat dan tak tahu malu, tetapi kekalahan kita ini bukan disebabkan kita tidak tahu diri. Hoay Yang Pay itu sudah menjagoi dikalangan Rimba Persilatan di Selatan dan Utara sungai Besar, lebih2 selama yang
belakangan ini. Eng Jiauw Ong itu telah punyakan latihan kepandaian empatpuluh tahun lebih, tidak heran apabila ia tak dapat sembarangan dilawan. Kita kalah, tak usah kita malu. Kitapun telah dapat pesan dari Pusat Umum, apabila kita bukannya tandingan, kita diharuskan memancing dia datang ke Cap jie Lian hoan ouw. Tugas ini kita sudah jalankan. Bukankah Eng Jiauw Ong bersedia akan datang kepusat kita" Sekarang kita mesti lekas pulang untuk
memberi laporan supaya Pang cu bisa bersiap sedia. Biarlah disana kita cari ketika untuk lampiaskan dendaman ini,
untuk mencuci malu. Sekarang kita ada diantara rekan
sendiri, tidak ada anak buah kita, aku percaya kejadian ini tidak akan teruwar keluar. Tidakkah demikian, Kui To cu?"
Liong Tek manggut. "Baiklah, Gui To cu, aku suka turut kata2mu," to cu ini jawab. "Sekarang perlu kita lekas pulang, supaya kita tidak ketinggalan oleh Eng Jiauw Ong."
"Jangan kuatir, Kui Loo su," Siauw Cun menghibur.
"Pusat kita bukannya pusat umum, umpama kata mereka
mendahului sampai, tak nanti gampang2 mereka mampu
lantas mencari ketemu...."
Selagi Siauw Cun mengucap demikian, mendadak
mereka dengar suara "ah ah uh uh" dari atas pohon terpisah lima tindak dari mereka, hingga mereka semua menjadi
heran. "Siapa?" Cin Pang tanya dengan bentakannya.
Pertanyaan itu sia2, tidak ada yang sahuti.
Cin Pang ber sama2 Siauw Cun dan Liong Jiang segera
maju menghampirkan, Ouw Can susul mereka. Liong Tek
menjemput goloknya, untuk menghampirkan juga.
"Siapa?" kembali mereka menanya. Dua kali mereka
mengulangi, tetapi tidak ada jawaban.
Setelah datang lebih dekat dan mengawasi, mereka lihat satu orang tergantung dengan tertelikung dan mulutnya tersumbat.
"Ouw Loosu," berkata Siauw Cun, "tadi Eng Jiauw Ong
sebut dua orang kita, yang satu tentu dimaksudkan Kui Loosu, maka yang lainnya mesti dia ini, hanya entah dia siapa. Nanti aku lihat "Tapi hati2," pesan Ouw Can yang
mengangguk menyatakan setuju. Iapun hargai kepandaian mengentengi tubuh dari Siauw Thio Liang.
Siauw Cun tancap goloknya dibebokong, ia bertindak
kebawa pohon, apabila ia sudah mengawasi sekian lama, ia enjot tubuhnya akan loncat naik akan hampirkan orang
tergantung itu siapa benar tertelikung kedua kaki dan tangannya, tetapi tubuhnya tidak digantung, dia hanya diletaki melintang diatas sebuah cabang, umpama dia geraki badannya, dia bisa terpeleset dan jatuh!
"Hebat," kata Siauw Cun dalam hatinya. Tapi ia masih
belum bisa lihat tegas mukanya orang itu. Ia coba
menginjak cabang yang kuat, ia lantas mendekati
kesamping orang itu. "Jangan bergerak, aku Siauw Cun hendak tolong kau,"
kata ia seraya ia tepuk bebokongnya orang itu. Tapi ia lebih dahulu cabut sumbatan mulut, hingga orang itu bisa
mengeluarkan napas lega, lalu ia menjerit.
"Oh, Siauw To cu!" kemudian kata ia "lekas tolongi aku, aku tak kuat, pinggangku bisa patah!...."
Rupanya dia sudah cukup lama "terpanggang" diatas
cabang itu dimana ia tidak berani bergerak.
"Oh, kau Song Jie!" kata Siauw Cun, yang kenali suara nya orang itu.
Dilain saat, jongos tetiron itu sudah dikasi turun.
Melihat dia, Ouw Can merasa malu.
"Apa sudah terjadi dengan kau?" to cu ini tanya.
"Ketika aku pulang, aku masuk kedalam pekarangan
dengan panjat tembok seperti waktu keluarnya," Song Jie terangkan.
"Belum sampai aku loncat sampai ditanah atau ada
orang yang sanggapi aku, aku tertawan tanpa bisa melawan, kemudian aku dibawa kedalam kamar dimana si hitam
ringkus aku, mulutku disumbat. Eng Jiauw Ong lantas
suruh murid2nya bebenah, aku dibawa kekantor kuasa.
Entah apa yang dia lakukan disitu, aku cuma dengar suara semburan air dari mulut. Rupanya dia tolongi orang yang kena dibikin pules obat tidur. Dengan lekas Eng Jiauw Ong keluar pula, aku dikempit, samar2 aku dengar aku diancam ketika aku dibawa naik keatas pohon, katanya sebentar akan ada orang tolongi aku. Aku dilarang bergerak, atau aku akan jatuh mampus. Dari separuh pingsan, aku sadar.
Bukan main sakitnya dadaku karena mesti melintang diatas cabang, itulah siksaan hebat, sukur loosu keburu datang, jikalau tidak, akhirnya aku bakal jatuh sendiri...."
"Inilah bukti Couwsu kita lindungi kau," kata Ouw Can.
"Lain kali kau mesti bekerja lebih keras untuk Ma To cu mu!"
Liong Jiang menderu sekali, ingin ia tabas tubuhnya
sebawahan itu, supaya orang tidak perhina padanya, karena Ouw Can berkata dengan maksud menyindir. Ia sendiri
tidak berani berbentrok dengan tocu itu.
"Minggir kau!" ia bentak Song Jie. "Kaulah yang bikin kita gagal!"
Song Jie ketakutan, ia pergi kebelakang mereka.
Liong Tek lihat suasana jelek. "Hal sudah terjadi,
siapapun tak dapat disesalkan," ia maju sama tengah.
"Sekarang sudah mulai terang tanah, mari kita kembali keperahu kita!"
Ouw Can menurut, mereka lantas berangkat, tetapi Ma
Liong Jiang bawa Song Jie kepusatnya sendiri, karena Ouw
Can beramai terus berangkat pulang ke Cap jie Lian hoan ouw, agar Eng Jiauw Ong tidak dului mereka.
Benar seperti katanya Song Jie, Eng Jiauw Ong sudah
bebenah, karena dia tidak berniat kembali kehotelnya, sehabis bersama Liu Tong gertak rombongannya Ouw Can, ia ajak Su touw Kiam dan Coh Heng meninggalkan Kian
hoo tian, ketika terang tanah, mereka sudah lakukan
perjalanan dua puluh lie lebih, mereka telah sampai di Liok lie po di Co hoo wan. Cuaca itu waktu ada terang. Mereka sudah pikir akan singgah untuk sarapan pagi, selagi jalan untuk cari hotel, tiba Liu Tong senggol suhengnya seraya berbisik "Lihat, suheng, bukankah am cu ada disini?"
Too Liong ikuti tujuan mata nya sang sutee. Dijalan
besar sebelah Timur, ditembok satu hotel dia lihat tulisan huruf "in" awan.
"Benar, itu ada tanda dari am cu," Eng Jiauw Ong
manggut. "Mungkin dia sudah berangkat, ke Barat selatan...."
Liu Tong mengawasi, sekarang ia melihat, guratan
terakhir ada menuju kearah yang disebutkan suheng Itu.
Tanpa perhatian, orang tak akan dapat artikan guratan itu.
"Suheng awas sekali, aku kalah," sutee ini mengakui.
"Sekarang perlu kita tanya, kapan berangkatnya dia."
Eng Jiauw Ong setuju, ia anggukkan kepala. Maka
berempat mereka hampirkan hotel itu, yang pakai merek Hok Bouw. Satu jongos menyambut mereka, mereka
diantarkan kesebuah kamar yang besar dimana paling
dahulu mereka disuguhi teh kemudian nasi.
"Apa disini ada menumpang ruang beribadat?" tanya
Too Liong selagi jongos atur barang hidangan.
Pelayan itu tercengang. "Oh, oh, apa jiewie ada Ong Loosu dan Ban Loosu?" ia
balik tanya. "Cara bagaimana kau ketahui she kita?" Too Liong
menegasi. "Oh, benar2 orang sendiri!" yongos ini berkata pula,
seperti pada dirinya sendiri. "Loosuhu aku masih belum berangkat, nanti ku undang ia datang kemari."
Tanpa tunggu jawaban, jongos itu berlari kedalam.
Jiauw Ong dan Ban Liu Tong menjadi heran, hingga
timbul kecurigaan mereka. Tanda diluar bukankah
menyatakan pendeta wanita itu sudah berangkat" Kenapa dia masih belum pergi" Tetapi toh dengan hati bimbang mereka menantikan juga.
Jongos itu kembali dengan cepat, tetapi romannya tak
bergembira sebagai tadi, ia nampak nya menyesal dan
heran. Segera ia kata "Tooya tadi ada aneh sekali! Dia bilang dia hendak nantikan loosu berdua, tetapi baharu saja dia telah berangkat pergi! Bagaimana jiewie loosu kenal padanya" ...."
"Apa?" Liu Tong memotong. "Kau sebut too ya" Yang
aku maksudkan adalah satu su thay yang telah berusia
lanjut. Kenapa kau sebut2 too ya?"
"Tetapi, sutee," Eng Jiauw Ong turut bicara, "too ya itu tentunya kenal kita. Jikalau tidak, cara bagaimana dia ketahui she kita?" Lalu ia mengawasi jongos itu akan tanya
"Ada satu su thay bersama empat muridnya perempuan,
adakah mereka itu singgah disini?"
Jongos itu mengangguk. "Benar mereka pun singgah
disini, tetapi mereka berangkat kemarin," ia kasi tahu.
"Anehnya, jiewie loosu tanyakan su thay itu, dia sendiri tak menanyakan tentang jiewie, jiewie tidak cari si too ya, dia justeru bilang terang2 bahwa dia telah berjanji kepada jiewie untuk satu pertemuan! Tidakkah ini aneh sekali?"
"Kau tak usah menjadi heran," Too Liong berkata pada
si pelayan "Kami datang untuk pasang hio guna membayar kaul, ketemu gunung kami menghormat, ketemui kuil kami bersujud, tidak aneh apabila kami kenal banyak orang
beribadat. Apa bisa jadi tooya yang kau sebutkan tadi ada Tan Tooya dari Pek In Koan di Go Gu San?"
"Bukan, loosu," sahut jongos itu sambil menggeleng
kepala. "Jangan loosu katakan aku banyak mulut, tooya itu bilang dia sedang mengembara, tetapi dimataku dia adalah satu imam melarat sekali, yang hidupnya dari turunan tak seberapa. Dari kepala sampai dikakinya, dia tak punya barang berharga satu atau dua tail, kecuali pedangnya, yang barangkali laku buat tiga sampai lima tail perak. Kalau dia tidak punya pedangnya itu, barangkali kami tidak berani ijinkan dia singgah, karena dikewatirkan dia dahar tidak kuat membayar. Dia datang tadi baharu saja terang tanah, lantas dia minta air dan barang makanan, untuk bersantap dan minum. Baru saja aku tanya majikan tentang uang
pembayarannya imam itu, atau jiewie datang, maka aku
lantas sambut diyewie. Dia baharu saja pergi dengan
meninggalkan uang dua tail lebih. Coba pikir, apa tooya itu tidak aneh?"
"Kalau begitu, benarlah dia!" Eng Jiauw Ong kata pada Liu Tong. Kemudian dia tanya jongos "Berapa usianya
tooya itu?" "Barangkali enam puluh tahun kurang lebih. Dia kurus
sekali tetapi jangkung, tubuhnya kekar dan romannya
bersemangat, malah makannya pun kuat, sebab dia dahar habis makanan untuk tiga orang muda!"
"Dia tidak hutang, bagus," Eng Jiauw Ong bilang.
"Kami yang alpa, kami lupa kepada janjinya itu. Pergi kau layani lain tetamu."
Jongos itu undurkan diri, setelah mana, Liu Tong kata pada suteenya "Dugaanku imam itu mestinya Cianpwse
Tiat So Tu jin dari Liu Sian Koan, Tay San."
"Memang, memang dia," Too Liong benarkan.
"Disepanjang jalan dia kuntit kita, tak perduli hujan gerimis, senantiasa dia kisiki kita, sampai dia suruh kita bersabar."
"Sampai sekarang ini dia masih saja jenaka dan aneh
kelakuannya, tak pernah berobah," Liu Tong kata.
"Sekarang, suheng, tak dapat kita ayal2an, kita mesti lekas sampai di Ceng hong po. Bukankah dia bilang dia hendak nantikan kita dirumahmu" Tak boleh kita bikin dia
menunggu terlalu lama!"
Eng Jiauw Ong manggut. Karena itu waktu Cu In Am cu
juga sudah berangkat. Sehabis dahar, mereka beristirahat sebentar, lantas
mereka melanjutkan perjalanan. Ditengah jalan mereka
masgul. Selama itu tak pernah mereka dapat dengar tentang In Hong dan Hong Bwee. Ketika mereka memasuki
propinsi An hui, masih mereka tidak peroleh hasil, kecuali dengar kabar bahwa kedua murid itu tak kurang suatu apa.
Kawanan penculik ada sangat cerdik, saban2 mereka
sesatkan jalan. Pada suatu hari di Bong shia koan, disebuah hotel, ada kedapatan tanda rahasia dari Cu In Am cu. Itu ada bukti bahwa pendeta wanita itu pasti sudah sampai di Ceng hong po. Dida lam hotel dimana mereka singgah, mereka juga dapati surat peninggalan dari Tiat So Toojin, yang menulis
"Hoay siang Siang hiap, lekas pulang ke Lek Tiok Tong
kumpulkan tenaga buat pergi ke Tap jie Lian hoan ouw, untuk tolong Hong Bwee dan In Hong. Terkabar
rombongan yang kau pecundangi di Hoo lam sudah
kembali kesarang mereka untuk atur tipu daya guna
mencari balas, maka itu harus kau waspada."
Too Liong dan Liu Tong kagum dan berterima kasih.
Terang sekali imam tua itu senantiasa dampingi mereka.
Karena ini, lekas2 mereka meninggalkan kota Hong shia koan, seberangi sungai Siauw Hoo, untuk dari Utara Keng san koan menembusi Hoay wan, lintasi Pang pou, menuju langsung ke Hoay siang. Perjalanan ini ada sukar.
Disepanjang jalan, kalau tidak ada tentera pemberontak, tentu ada pasukan pemerintah Boan. Tapi dengan tak suatu halangan, mereka sampai juga di Lek Tiok Tong, di rumah mereka. Sejak didepan, sudah lantas ada hiang yong, yalah serdadu desa sukarela, yang mengabarkan sampainya
mereka ke kong so, kantor pusat dari Lek Tiok Tong.
Kapan Eng Jiauw Ong dan rombongannya sudah lewati
kali pelindung desa, mereka disambut sambil berdiri rapi oleh barisan hiang yong yang menjaga disitu.
Ban Liu Tong lihat desa telah terjaga lebih sempurna
daripada waktu ia datang paling belakang. Lek Tiok Tong dan Ceng hong po sebenarnya ada dua desa yang
dipersatukan. Di Lek Tiok Tong ada kebun bambu yang
luas nya beberapa ratus bauw, yang menghasilkan bambu, maka itu, seputar desa ditutup dengan pagar bambu. Pintu ada dua, ada diberdirikan empat tiauw tauw. ranggon besar pengintai, serta dua belas keng lauw, ranggon peronda. Kali pelindung ada mengitari desa, airnya dialirkan dari sungai Hoay, airnyapun dipakai buat bercucuk tanam, maka
sebelas kampung yang tergabung dalamnya, ada subur
tanah ladangnya. Maka, selagi negara ada kalut, Ceng hong po sendiri ada aman dan makmur.
Kagum Liu Tong terhadap suhengnya, yang pandai
mengatur desanya. Untuk sampai ke kongso, ada satu jalan yang panjang
dan lebar, dikedua tepinya ada ditanami pohon bambu, dan disepanjang jalan, saban2 ada serdadu desa yang menjaga.
Sesudah jalan setengah lie, empat hiang yong menyambut untuk talangi Su touw Kiam dan Coh Heng menggendol
pauwhok mereka. Dari sini, jalan jadi banyak pengkolannya, kekiri dan kanan, hingga bisa menyebabkan orang kebelingar atau kesasar. Selewatnya jalan rahasia ini, baharu orang sampai disatu tempat terbuka, yang lebar.
Disitu berdiri kongso dimana pekarangan ada ditanami
pelbagai pohon bunga, rumputnya rata dan terawat.
Kongso inipun terkurung pagar bambu. Pintu pekarangan dijaga dua chung teng.
Selagi bertindak masuk kedalam pekarangan, belasan
orang keluar menyambut. Eng Jiauw Ong melihat, kecuali orang sendiri, pun ada tujuh tetamu, yang termasuk
undangan, yang telah tiba terlebih dahulu.
"Semua orang sendiri, didalam saja kita jalankan
kehormatan," kata Eng Jiauw Ong.
Demikian orang memasuki kongso.
Wakil ketua, po cu dari Ceng hong po, Cie Too Hoo,
sudah lantas berkata "Suheng, seharusnya paling lambat kau sampai kemarin malam, tapi baharu hari ini kau tiba, dari itu, tadi malam sia sia saja kami menanti dalam
kekuatiran. Kalau hari ini kau tidak sampai juga, pasti kami akan pimpin satu pasukan akan menyusulnya diperjalanan.
Apakah kau terhalang ditengah jalan?"
"Menyesal aku bikin kau berkuatir, sutee" sahut Eng
Jiauw Ong. "Sebenarnya juga, disepanjang jalan orang2
Hong Bwee Pang telah ganggu kami. Sebentar aku nanti
tuturkan semua." Eng Jiauw Ong ingin ketemui dahulu satu per satu
tetamu2nya, yang telah memenuhi undangannya, yalan
Tiong ciu Kiamkek Ciong Gam, guru silat Wie Siu Bin dan Kim Jiang dari Ek pak, Utara, piauwsu Hauw Tay dari
Shoatang Se latan, dua dari Cse Sui Sam kiat Phang Yok Buri dan Phang Yok Siu, dan Kim too souw Khu Beng dari Siong San. Mereka inipun inginkan keterangan perihal
diculiknya In Hong dan Hong Bwee.
Sehabisnya suguhan teh, Cie Too Hoo tanya, "mana dia
Cu In Am cu dari See Gak Pay, yang katanya datang
bersama." "Turut rencana dia mesti sampai terlebih dahulu satu
hari," sahut Eng Jiauw Ong. "Entah kenapa, dia
terbelakang. Apa tak bisa jadi, sutee, mereka terhalang?" ia tanya Ban Liu Tong.
"Aku percaya am cu bukan terhalang, dia mesti ada
punya kan urusan lain." sahut Liu Tong. "Ada berbahaya kalau penjahat berani rintangi am cu."
Ketika itu, dengan saling susul ada datang orang2 tua sebelas desa, untuk menemui ketua mereka, yang katanya telah
kembali, dari itu repot Ong Too Liong menyambutnya, iapun sekalian tanya keadaannya masing2.
Seberlalunya semua tetua itu, Cie Too Hoo jamu Too
Liong dan Liu Tong. Selagi bersantap, Eng Jiauw Ong
gunai kesempatan akan tuturkan sebab musabab dari
bentrokan dengan pihak Hong Bwee Pang.
XXXIII "Mereka keterlaluan," kata Kim too souw Khu Beng
yang menjadi gusar. "Aku tahu benar, kita pihak Hoay
Yang Pay bisa bawa diri. Kalau toh kita bentrok dengan orang jahat, ada biasa saja, tapi tindakan mereka sangat hina. Aku lihat, mak sud sebenarnya dari Hong Bwee Pang adalah untuk menjagoi sendiri di Kanglam ....."
Baharu Khu Beng bicara sampai disitu, datang satu
chung teng yang mengabarkan tiba nya Sin Piauwsu, hingga Too Liong dan Liu Tong jadi tercengang.
"Aiya!" seru mereka. "Sin Loo enghiong sudah berusia
lanjut, dia tak hiraukan usianya dan jalan yang jauh, dia memerlukan datang, sedang dia bukannya kaum kita,
sungguh ia mulia. Mari kita sambut padanya!"
Keduanya bangkit, diturut oleh yang lain lain, yang
kebanyakan kenal piauwsu she Sin itu, yalah Siang ciang Tin Kwan see Sin wie Pang, sahabat kekal dari Mau Liu Tong, yang sebagai piawsu, namanya kesohor di Liauw
tong. "Ya, dia harus dihargai," nyatakan Ciong Gam dan
Hauw Tay. Semua lantas bertindak keluar, baharu sampai ditikungan, mereka sudah berpapasan dengan piauwsu tua itu, yang diiring dua thung teng, sedang dibelakangnya ada ikut satu anak muda yang bawa pauwhoknya.
"Sin Loo enghiong, sungguh tak berani kami menerima
kunyungan ini!" berseru Too Liong dan Liu Tong yang
maju dimuka untuk beri hormat mereka. Sedang Liu Tong menambahkan "Lauwko, sungguh kau baik sekali, aku
sangat berterima kasih !"
"Kita ada sahabat2, jangan ssejie!" sahut jago tua itu, yang membalas hormat. "Jikalau aku tidak pergi
berkunjung ke Kwie in po, pasti aku tak tahu yang Ban Lauwtee telah berangkat kemari. Dari Thio Hie pun aku ketahui halnya persengketaan Hong Bwee Pang. Kenapa
lauwtee tidak beritahukan aku tentang perselisihan itu" Ah lauwtee, kau harus didenda!..."
Dan ia bersenyum.

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebelum Liu Tong menyahuti, Eng Jiauw Ong
mendahulukan ajar kenal tetamunya ini dengan Ciong Gam bertujuh, setelah mana, Sin Wie Pang pun suruh anak muda pengikutnya, yang ada muridnya, Hui thian Giok niauw
Hang Lim, hunjuk hormat pada semua orang.
Eng Jiauw Ong lantas undang semua orang masuk akan
ambil tempat duduk. Diam2 Tiong ciu Kiamkek Ciong Gam pandang piauwsu
tua ini, yang umurnya sudah lebih daripada enam puluh tahun, rambut dan kumis jenggotnya sudah putih semua, akan tetapi roman nya masih gagah, tubuhnya tinggi dan kekar, kulit mukanya masih bersemu merah, sepasang
matanya tajam. Selagi minum teh, piauwsu tua ini lihat meja perjamuan.
"Ciongwie jinheng, nyatalah aku datang bukan pada
saatnya," berkata ia. "Ciongwie sedang bersantap, aku telah mengganggunya, aku menyesal sekali. Jikalau ciongwie
memandang kepadaku, silahkan duduk dan dahar terus,
jangan sungkan2" Ia bicara sambil berbangkit.
"Sin Jieko, apabila jieko tidak mencela, silahkan kau duduk bersama," Liu Tong mengundang. "Kita ada sama2
orang Rimba Persilatan, jangan see jie. Biarlah inipun
menjadi perjamuan untuk jieko, supaya kita leluasa
bercakap2." Cie Too Hoo sudah lantas perintah chungteng siapkan
dua meja hidangan yang baharu.
"Sebenarnya kita berdua sudah dahar," Wie Pang kata.
"Jangan ssejie, loo enghiong, mari kita dahar bersama,"
Too Liong memohon. Wie Pang mengucap terima kasih, ia lantas ambil tempat duduknya.
Too Liong segera suguhkan arak, sedang barang
makanan sudah mulai disajikan pula.
"Kedatanganku ini, ke satu untuk kerukunan kaum kita, kedua ada suatu hal yang aku ingin sampaikan pada Ong Suheng," Wie Pang kata kemudian. "Tentang diriku, Ban Loosu ketahui baik sekali. Aku mengerti silat sedikit sekali, kalau toh aku bisa hidup dalam perusahaan piauw, semua itu karena bantuannya sahabat2. Dengan segala kumpulan rahasia aku tidak punya perhubungan sama sekali, adalah setelah dengar keterangan muridnya Ban Loosu perihal
Hong Bwee Pang, aku baharu ingat bahwa aku sebenarnya ada sangkut pautnya."
Mendengar demikian, semua orang tercengang.
"Ciongwie, perlu aku bicara, untuk tidak menerbitkan
salah mengerti," Sin Wie Pang melanjutkan. "Sudah sekian lama aku undurkan diri, adalah maksudku untuk
beristirahat guna bebaskan diri dari segala kesulitan. Tapi tetap aku masih punyakan sahabat2. Pada tahun yang
sudah, satu sahabatku di Kanglam ada omong tentang
munculnya satu orang kang ouw luar biasa, yang dipanggil Thian lam It Souw Bu Wie Yang, yang sudah bangunkan
pula Hong Bwee Pang dengan berkedudukan di Cap jie
Lian hoan ouw. Nama itu mengingatkan aku kepada
muridnya susiokku. Tempo aku selidiki lebih jauh, nyata dia benar adalah suhengku. Selama belajar silat, kami jarang bertemu satu dengan lain, dalam satu tahun, ketika bertemunya cuma satu atau dua kali. Setelah sama2 keluar dari perguruan, kami jadi seperti putus hubungan, suheng itu berdiam di Selatan, aku di Utara dimana aku ikuti dua sahabat. Untuk belasan tahun aku berdiam didaerah
Shoatang dan Shoasay serta Hong Hoo Selatan, baharu
setelah berumur tiga pululi enam tahun, aku buka Hin Seng Piauw Kiok di Kauw pak. Selama tiga puluh tahun, tidak pernah aku bertemu suhengku itu. Seperti aku sudah
terangkan, baharu sejak tahun yang lalu aku dengar Bu Suheng telah kepalai Hong Bwee Pang. Aku tidak bisa
berbuat suatu apa tetapi aku sayangi sepak terjang nya suheng itu. Aku mengerti, semakin besar gerakannya,
semakin besar juga bencana yang mengancam padanya.
Aku berdiam saja karena aku tahu suheng itu berkepala besar dan jumawa, dia sangat cerdik, kepandaiannya jauh melebihi aku, umpama aku nasihati padanya, pasti dia
bakal perhina aku, mungkin dia tak sudi aku sutee
kepadaku. Aku anggap tak perlu aku ambil tindakan yang toh tak akan ada faedahnya. Tapi sekarang ada lain. Dia bentrok kepada Hoay Yang Pay, sedang Ban suheng adalah sahabatku. Tak dapat aku berdiam saja. Tapi aku
berkedudukan serba salah, tak dapat aku bantu salah satu pihak. Maka diakhirnya aku henti, ku ambil satu jalan, ingin aku mengakurkan kedua pihak. Pertempuran berarti kerugian untuk kedua pihak. Dalam hal ini, tidak ada salah satu pihak yang dapat pengaruhi aku, sebagaimana aku
datang kemari atas suka sendiri. Dengan bertindak begini juga aku tidak dapat duga bagamana akan hasilnya dan
bagaimana akibatnya nanti."
Too Liong dan Liu Tong berbangkit, mereka menjura
pada piauwsu tua itu. "Sungguh loo piauwsu baik sekali." kata Eng Jiauw Ong.
"Apa juga akibatnya tindakan loo piauwsu ini, kami tetap anggap itu sebagai budi besar, yang tak akan kami lupakan.
Umpama loo piauwsu berhasil, kami nanti akur saja, kami tak akan mempersulit pada loo piauwsu."
"Lauwko boleh percaya, kami pasti akan turut lauwko,"
Liu Tong pun berikan kepastian. "Memang, seperti kata lauwko barusan, Hong Bwee Pang ada galak sekali.
Lauwko, tidak nanti aku lupakan budi kau ini."
Mendengar demikian, Sin Wie Pang yadi puas sekali.
"Harap jiewie loosu tidak bicara tentang budi," kata ia.
"Bagiku cukup asal jangan ada ucapan bahwa aku
melindung suheng seperguruanku. Maksudku yang utama
adalah agar persennketaan hebat dapat disingkirkan.
Ciong Gam puji piauwsu tua ini.
"Loo piauwsu," kemudian ia tambahkan, "Apa kau suka
beritahukan dimana letaknya Cap jie Lian hoan ouw itu.
Pernah aku tanya kedua suteeku, mereka pun tidak tahu.
Daerah Gan Tong San di Ciatkang Selatan ada luas sekali, tak ada orang dapat sampaikan pusat umum dari Hong
Bwee Pang itu." Ditanya demikian, mukanya Sin Piauwsu menjadi
merah. "Ciong Loosu, pertanyaan kau ini mirip dimajukan
kepada seorang buta," ia menyahut. "Dengan sebenarnya, aku sendiri tidak tahu keletakannya Cap jie Lian hoan ouw, cuma orang bilang, itu berada didekat Hun cui kwan. Nanti saja, sesudah aku dapat mencari, aku kirim muridku ini untuk menyampaikan kabar pada loosu semua."
"Loo piauwsu, tak dapat kau berbuat demikian," Ciong
Gam mencegah. "Itulah berbahaya bagimu."
"Ya, lauwko, tak dapat kau berbuat demikian," Liu Tong sambungkan. "Aku percaya, sepak terjangmu ini akan
mencurigai Bu Wie Yang. Sebelum nya, kau tidak pernah cari dia, mendadakan ada urusan kami, kau datang
kepadanya, jikalau itu ditambah dengan datangnya
muridmu kepada kami, pasti kau akan dicurigai sebagai pengkhianat, hingga bisa terjadi kau akan bentrok padanya.
Biarkanlah kami sendiri yang cari sarangnya itu. Kami akan tunggu saja hasilnya ikhtiar lauwko, setelah itu, kami nanti timbang tindakan apa kami akan ambil lebih jauh."
Sin Wie Pang anggap Liu Tong benar, ia tidak memaksa.
Mereka lalu bersantap sampai perjamuan ditutup, selagi mereka duduk berkumpul lebih jauh, Too Liong minta
perkenan untuk undurkan dirikatanya untuk meronda. Liu Tong diminta wakilkan ia kawani semua tetamu. Itu waktu sudah dipermulaan jam Yu sie, jam lima atau enam
magerib. Tapi Sin Wie Pang beranggapan lain, ia justeru minta
perkenan akan boleh turut meronda, katanya untuk dapat melihat Lek Tiok Tong yang tersohor, yang sudah lama ia dengar. Ini ada ketikanya yang baik.
"Ah, loo piauwsu memuji saja," Too Liong merendah.
"Tempatku ini ada satu desa yang sepi, melihat desa ini pasti loo piauwsu akan tertawa. Melulu untuk menjaga
keselamatan diri, aku telah coba mengatur penjagaan.
Jikalau ada kekurangannya, harap loo piauwsu suka
berikan pengunjukan kepadaku."
LiuTong tertawa. "Sebenarnya kau berdua saling bersungkan," kata dia.
"Sekarang begini saja, aku undang semua untuk sama2
melihat, agar apabila ada sesuatu kekurangan, biarlah semua tetamu kita yang terhormat suka mengubahnya."
Too Liong manggut. "Begitu paling baik," kata ia, yang terus undang semua tetamunya.
Maka semua orang lantas ber yangkit, semua pergi
keluar mengikuti tuan rumah, yang membuka jalan.
Segera orang lihat tegas rimba pohon bambu yang teratur rapi, hingga nama dusun itu cocok dengan keadaannya.
"Lek tiok" pun berarti "bambu". Ada tempat2, jangan kata waktu malam, waktu siang pun tak dapat diinjak orang
asing, karena di situ ditancapi pelatok2 bambu runcing mirip dengan "Bwee hoa chung" atau "pelatok bunga
bwee"-pelatok untuk adu silat. Orang asing pun gampang tersasar disitu.
Lapangan luas itu adalah untuk belajar silat atau belajar baris, lebarnya dua puluh bauw lebih, dimana sedia segala macam alat senjata, setiap habis latihan, tentu lantas dibersihkan, seperti itu waktu, ada empat chungteng sedang bebenah. Disini segala apa teratur rapi demikianpun dalam hal keangkatan ciang bun jin, ahli waris atau ketua kaum.
Menurut tingkatan, derajatnya Tiongciu Kiamkek Ciong
Gam ada seimbang dengan Ong Too Liong, dia ada pernah suheng, tetapi toh Too Liong yang mengetuai Hoay Yang Pay. Inilah sebab Hoay Yang Pay mengadakan aturan,
ahliwaris diangkat bukan karena dia ada murid pertama atau tertua, hanya menurut pilihan umum, asal dia
berkepandaian liehay dan disukai. Tiongciu Kiamkek ada lebih liehay, tapi ia tawar dengan penghidupan, walaupun benar ia gemar sekali merantau dimana banyak yang ia
telah lakukan. Sudah lama dia tidak pernah pulang ke Hoay siang, tapi sekarang ia kagum menampak pengaturannya
Eng Jiauw Ong, diam2 ia puji sutee ini.
Dari lapangan latihan itu, orang pergi kegudang umum
dari Lek Tiok Tong. Gudang ini ambil tempat lebih luas, terjaga lebih sempurna, jauh dari segala pendirian, guna cegah bahaya api. Gudang terdiri dari dua puluh empat ruang besar dan kekar buatannya. Kecuali beras dan padi, disitupun disimpan ikan dan daging, sayuran dan lainnya bahan makanan teman nasi, untuk keperluan sebelas
kampung, persediaannya cukup untuk tiga tahun, umpama kata ada bahaya kering, air bah dan perang. Di sekitar gudang ada lagi gudang pelbagai alat senjata, antaranya bengkel persenjataan, hingga orang tak usah beli senjata dari luar.
Sesudah orang meninjau, Eng Jiauw Ong minta dengan
sangat agar semua itu tidak diuwarkan kepada orang luar, kesatu untuk jaga pihak musuh berdengki, kedua agar
pemerintah tidak curiya dan menduga Lek Tiok Tong
bersiap untuk pemberontakan.
"Akupun ada kekuatiran bagi Kwie in po," Ban Liu Tong tambahkan. "Maka disana aku selalu berlaku waspada.
Kami bekerja untuk keselamatan tempat sendiri lain tidak."
"Kau benar, sutee, kau harus bisa jaga diri," kata Siong San Kim too souw Khu Beng yang menjadi toa suheng.
Kemudian Too Liong mengantar akan melihat2 rumah
tinggal dari delapan hiangthio, tetua delapan kampung, yang berada dibelakang gudang, jauhnya sepanahan lebih.
Tempat ini ada tenang, sekitarnya ada pohon murbei, yang diusahakan. Lainnya adalah sawah2, kebun buah2an dan
sayuran, untuk memenuhi kebutuhan prenduduk.
Sebelum sampai dikali pelindung desa, ada lagi selapis pagar bambu dengan pelatoknya yang tajam, dengan kawat bajanya yang kasar. Semua pelatok itu dipasang menurut usul dan Tiat So Toojin. Benar pagar kuat tetapi sesuatu orang yang mengerti ilmu entengi tubuh bisa loncati itu, maka dipasangi pelatok untuk menjaga. Sebagai penambah, banyak kelenengan di bandulkan disitu, hingga siapa
nyelusup masuk, dia akan langgar kelenengan , yang
suaranya menjadi pertandaan ada bahaya. Diluar pagar
bambu juga ada dipasangkan pelbagai gaetan untuk
penjagaan, dipasangnya secara rahasia sehingga sukar
orang melihatnya, siapa sembrono, tahu2 dia akan sudah tergaet.
Demikian Eng Jiauw Ong antar tetamunya, sambil
saban2 memberikan keterangan, sesudah mana, karena
berbareng iapun sudah selesai meronda, ia
ajak rombongannya kembali ke kongso.
Demikian kuat penjagaan Eng Jiauw Ong toh masih ada
orang liehay, yang bisa nyelusup masuk"
XXXIV Sesampainya di kongso, penerangan telah dinyalakan.
Semua lantas duduk berkumpul pula akan menghadapi air teh sambil pasang omong. Kemudian Hu po cu Cie Too
Hoo undang sekalian tetamu duduk bersantap.
Eng Jiauw Ong utarakan pada Siong San Kim too souw
Khu Beng dan Tiongciu Kiam kek Ciong Gam tentang
nyatannya lekas pergi ke Cap jie Lian hoan ouw.
"Baiklah kita tunggu lagi satu hari," Ciong Gam
nyatakan. "Dihari ketiga, ada datang lagi lain orang atau tidak, kita boleh lantas berangkat."
Eng Jiauw Ong setujui saran ini.
Habis bersantap, orang duduk pula, pasang omong
sampai jam dua, sesudah mana, semua undurkan diri untuk beristirahat. Cie Too Hoo telah sediakan tempat
untuk semua tetamunya itu. Malam itu Cie Too Hoo yang menilik perondaan,
meskipun suhengnya sudah pulang, karena ia anggap
suheng itu perlu beristirahat. Tadinya Eng Jiauw Ong
hendak pegang pula tugas nya, tetapi sang sutee desak ia, hingga ia suka mengalah.
Eng Jiauw Ong ambil tempat ber sama2 Khu Beng dan
Sin Wie Pang, diruangan kecil dibelakang. Itulah sebuah rumah dengan tiga buah kamar, pekarangannya ditanami
banyak pohon bunga, kamarnya terperabot sederhana tetapi bersih dan terawat
baik. Kursi meja semua terbuat dari
bambu. Ketiga kamar berhubungan satu dengan lain. Di
ujung Timur ada ruangan kitab, yang menembus pada
sebuah pintu kecil. Itulah pintu kamarnya tuan rumah.
Sin Wie Pang puji rumah ini, tapi Eng Jiauw Ong
merendahkan diri. Untuk kedua tetamu telah disediakan dua pembaringan
lain, satu ditaruh dibawah jendela Barat, satu lagi dibawah jendela Utara. Dimeja telah disediakan air teh.
Itu waktu sudah jam dua lewat, Eng Jiauw Ong minta
Sin Wie Pang tidur dipembaringan nya didalam kamar, ia sendiri bersama Khu Beng, sang toa suheng, tidur
dipembaringan Barat dan Utara itu. Mulanya Wie Pang
menampik tapi tuan rumah desak ia, hingga ia bersyukur sekali untuk manis budinya tuan rumah ini, ketua dari Hoay Yang Pay, hingga ia pikir ia mesti kerja sungguh akan mengakuri kedua pihak.
Oleh karena ia letih bekas perjalanan jauh, tak lama
kemudian Wie Pang sudah tidur nyenyak. Eng Jiauw Ong
dan Khu Beng tidur belakangan, sesudah mereka
bersamedhi sekian lama menuruti aturan kaumnya.
Ketika itu ada kira2 jam tiga lewat sedikit.
Eng Jiauw sedang layap2 ketika ia dengar suara
berkelisik pelahan sekali. Ia terperanjat. Segera ia pasang kuping. Tapi ia tidak dengar apa juga. Dalam keraguannya, dengan hati2 ia berbangkit, dengan jari tangan yang
dibasahkan ludahnya, ia tusuk kertas jendela untuk
mengintai keluar. Diluar, bulan sisir yang sudah mulai doyong, ada
bersinar terang. Malam ada sunyi. Melainkan angin halus mendesir pelahan. Suara lainnya tidak ada. Eng Jiauw Ong tertawa sendiri dalam hatinya. Ia anggap ia terlalu berhati2.
Ia lantas rebah pula. Tanpa merasa, karena letihnya Eng Jiauw Ong tertidur.
Ia tidak tahu berapa lama ia sudah tidur, ia hanya tersedar dengan terkejut. Kembali ia dengar suara, seperti dari pembaringan didepannya. Ia berdiam tetapi ia buka
matanya. "Siapa?" segera ia dengar suhengnya menegur.
Menyusul suara itu, terdengar satu suara dipintu,
menyamberlah suatu benda, yang mengenai tembok.
"Jahanam, kau berani mengintai?" demikian terdengar
Khu Heng menegur. Ia sudah lantas mengenakan sepatunya dan samber goloknya, Kim pwse too, yang ia letaki dikepala pembaringan, dengan ujung goloknya ia padamkan sumbu
pelita, sesudah mana, ia lompat kepintu.
Berbareng dengan itu, Eng Jiauw Ong pun telah
mencelat ke jendela, akan singkap kain penutupnya
bahagian atas, hingga diluar kamar ia lihat berkelebatannya satu bayangan tubuh menuju kearah Timur. Ia lantas
menyusul, dengan ceploskan diri dilobang jendela. Ketika ia sampai diluar, lantas ia menegur "Penjahat, kau telah datang untuk memberi pengajaran kepadaku, mari sini,
jangan kau main sembunyi2. Disini aku Eng Jiauw Ong
akan lakukan keharusanku sebagai tuan rumah."
Bayangan itu tidak menyahuti, malah terus berlompat
ketembok. Khu Beng, yang telah muncul dipintu, lihat suteenya, ia dengar teguran sutee itu, tapi iapun tampak orang
menyingkir kearah Timur utara, diatas genteng, ia segera menyusul.
Rupanya Siang ciang Tin kwansee Sin Wie Pang juga
dengar suara berisik, dia sudah lantas muncul dengan
senjatanya ditangan. Ia keluar dari jendela.
"Ong Loosu, mari kita kejar dia!" dia kata dengan
nyaring pada Eng Jiauw Ong. "Tikus itu bernyali terlalu besar, tidak enak rasanya apabila kita biarkan dia pergi pula dari Lek Tiok Tong ini!"
Setelah mengucap demikian, piauwsu tua ini segera
loncat menyusul. Eng Jiauw Ong dan Khu Beng pun tidak berayal lagi.
Diantara tiga jago itu, Eng Jiauw Ong adalah orang yang ilmunya entengi tubuh paling lie hay, maka itu ia telah lombai toasuheng dan tetamunya. Ia lihat orang didepan lari pesat sekali, sebentar saja dia sudah lewati pekarangan kongso, akan ikuti jalanan kecil dirimba bambu.
Sin Wie Pang loncat naik ditembok Timur, selagi ia
hendak loncat turun, ia tampak satu bayangan lewat
disebelah depannya, menuju ke Timur. Bayangan itu sudah lantas menegur "Siapa?"
"Oh, kau, Cie Po cu!" Wie Pang sahuti. "Aku Sin Wie
Pang!" "Loo piauwsu dapat lihat penjahat itu?" tanya Cie Too Hoo, yalah bayangan itu, ketua muda dari Ceng hong po.
"Kami sedang mengejarnya," sahut Wie Pang. "Ong Po
cu sudah berada didepan sana. Penjahat ada sangat gesit.
Apakah po cu pun sudah ketahui tentang masuknya
penjahat itu?" "Ya, baharu saja. Silahkan loo piauwsu pergi mengejar, aku akan bunyikan tanda ada bahaya."
Lantas Cie Too Hoo berlalu.
Sin Wie Pang maju, untuk susul dua kawannya. Segera
ia lihat lentera pada padam atau rusak terbakar. Ia
mengerti, itu ada perbuatannya orang jahat. Ia maju terus, ia tak lihat Eng Jiauw Ong dan Khu Beng. Di jalan cagak, untuk kegudang pusat dan lapangan latihan, ada satu
bayangan berkelebat ke arah gudang pusat, lantas ia lari menyusul. Bayangan itu ada sangat gesit. Ia menyusul
sampai disatu tempat dimana ada lentera tergantung, ia lihat orang itu ayun tangannya, lantas lentera itu padam.
"Dia benar liehay," pikir piauwsu tua ini, yang jadi
berlaku waspada. Ia cekal keras golok Kauw kong Houw
tauw too. Selagi mendekati gudang pusat, hatinya kebat kebit, ia kuatir bayangan itu nyelusup kedalam rimba dan lenyap
Justeru itu, mulailah terdengar suara kentongan
pertandaan, yang terus disambut diempat penjuru, disambut juga oleh pihak penjaga gudang, antara siapa ada yang terus muncul bersama obor dan lenteranya, untuk terus jaga
mulut jalanan, Sin Piauwsu tidak mau ketemui sekalian penjaga itu, ia lihat orang tadi menuju ke ujung Barat utara, ia menyusul terus. Jarak antara ia dan orang itu ada kira2
empat tumbak. Ia menguntit seraya umpatkan diri.
"Kemana juga kau pergi, aku nanti membuntutinya,"
kata ia dalam hatinya. Ia harap2 kumpul nya semua orang Hoay Yang Pay, untuk kepung penjahat itu.
Sinar bulan membikin Sin Piauwsu bisa juga lihat
bayangan itu, seorang tua umur lima puluh kurang lebih, rupanya berkumis pendek. Dibebokongnya ada tergendol
senjata, entah senjata apa. Dia itu merandek, untuk melihat kesekitarnya, kemudian tiba2 dia tertawa nyaring dan kata
"Ada tetamu agung, bukannya dia disambut dengan manis, malah dia diuber2, apa itu tak akan bikin orang nanti tertawai kau sekalian?"
Mendengar demikian, Sin Wie Peng segera muncul,
untuk menghampirkan. "Sahabat, kau telah datang ke Ceng hong po, sudah
seharusnya kau perkenalkan diri!" ia jawab. "Kenapa kau main sembunyi2" Apakah itu tidak menurunkan derajatnya Hong Bwee Pang" Sebutkanlah namamu, sahabat!"
"Sahabat, tak usah kau tanya namaku!" sahut orang itu dengan sabar. "Karena kau sudah ketahui aku ada sahabat dari Hong Bwee Pang, itulah terlebih baik pula! Aku telah memasuki Lek Tiok Tong, sudah selayaknya aku
beritahukan she dan namaku, supaya pihak Hoay Yang Pay tidak katakan aku tidak tahu aturan, akan tetapi aku datang untuk mengundang, bukannya untuk membikin kunjungan.
Sebab karcis namaku sudah diserahkan, tidak berani aku terlalu menggelecok disini. Apabila kau, sahabat, ingin mencari keputusan siapa lebih kuat dan lebih lemah,
silahkan kau sekalian datang ke pusat kami, disana Liong
Tauw pang cu sedang menantikan kau. Pasti sekali, dengan cara yang hormat sekali kami akan nantikan kunjunganmu sekalian. Sahabat, aku telah bicara, maaf kan aku yang sudah mengganggu Lek Tiok Tong. Sampai kita bertemu


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pula!" Sehabis mengucap demikian, yang secara merdeka
sekali, orang itu hendak putar tubuhnya untuk berlalu.
"Sahabat, kau terkebur sekali!" Sin Wie Pang
membentak. "Jikalau kami di Lek Tiok Tong bisa antap
satu sahabat datang dan pergi dengan secara sesukanya sendiri, tak usah lagi kami ini menaruh kaki dikalangan kang ouw! Kau telah datang kemari, kau seharusnya
pertunjuki sesuatu kepada kami! Tak dapat kau pergi seperti sekehendakmu
sendiri. Sahabat, kau berikanlah ajaran
padaku!" Orang tidak dikenal itu tertawa tawar.
"Aku benar2 tidak percaya, ke tua dari Lek Tiok Tong
bisa perintahkan tetamunya secara demikian" kata ia
dengan mengejek. "Sahabat, maafkan mataku yang kurang awas, aku belum ketahui she dan namamu."
Sin Wie Pang kena dipengaruhi oleh kejumawaannya
orang asing itu, hingga ia jadi mendongkol.
"Kau tanya she dan namaku?" tegasi ia. "Aku ada Siang ciang Tin kwan see Sin Wie Pang! Bu beng siauw cut, kau telah datang ke Lek Tiok Tong, kau mesti tinggalkan tanda mata!"
"Oh, kiranya Sin Loo piauw tauw!" kata orang itu,
dengan suara mengejek. "Didalam kalangan kang ouw,
sudah lama nama loo piauwsu ada sangat tersohor, tetapi katanya loo piauwsu sudah undurkan diri, kenapa sekarang loo piauwsu berada didalam air keruh ini" Loo piauwsu,
karena aku hargai kau, sukalah aku menerangkan padamu bahwa kedatanganku kesini adalah atas titahnya Liong
Tauw Hio cu, untuk undang akhliwaris dari Hoay Yang
Pay mengunjungi pusat kami. Aku pun pernah dengar
kabar, tidak sembarang orang diizinkan memasuki Lek Tiok Tong, siapa yang memasukinya, dia jangan harap bisa
keluar pula, karena itu, aku jadi bersangsi. Cap jie Lian hoan ouw terjaga bukannya tidak sempurna, walaupun
demikian masih saja ada sahabat2 yang sudah datang
mengunjunginya, tapi cerita tentang Lek Tiok Tong ada demikian hebat, bisa membikin orang menjadi jeri, dari itu aku sengaja datang kemari untuk membuka mata. Lagipun memang ada tabeatku sejak aku masuk dalam dunya kang
ouw, aku paling suka bertemu batunya, buat aku, jatuh merek ada sebagai orang dahar nasi, maka itu aku merasa beruntung yang aku telah bisa masuk kemari, untuk
menyampaikan surat undangan. Tidak apa yang tuan
rumah tidak sambut aku sebagaimana mesti nya, aku toh telah dapat kesempatan akan me lihat2 disekitar sini, maka sayang aku telah bikin kaget padamu. Loo piauwsu, kau ada satu enghiong tua, kau tentunya mengarti, apabila aku jeri, tak nanti aku datang kemari, tetapi pertemuan antara Hong Bwee Pang dan Hoay Yang Pay sudah ada didepan
mata, karena itu, tak perlu kita bertempur disini, melulu untuk merusak persahabatan. Jikalau loo piauwsu tidak buat celaan, silahkan kau juga jalan2 ke Cap jie Lian hoan ouw, disana kami pasti siap akan sambut kau secara
hormat. Bagaimana loo piauwsu pikir?"
Selagi tetamu tak diundang ini bicara, suara kentongan seperti bergemuruh disekitar Lek Tiok Tong, dekat dan jauh, suaranya saling susul. Walaupun demikian, sama
sekali tidak tertampak kekalutan. Sang tetamu pun terus bersikap tenang.
Sin Wie Pang menjadi sulit sendirinya. Ia percaya pasti, orang ini ada salah satu pemimpin dari Hong Bwee Pang. Ia adalah suteenya Liong Tauw Hio cu dari Hong Bwee Pang, ia datang untuk mendatangkan keakuran bagi kedua pihak, siapa tahu, ia sekarang hadapi utusan Liong Tauw Hio cu.
Bagaimana dia bisa turun tangan" Pun untuk ia, menang atau kalah akan ada ruginya, tidak ada untungnya. Kalau ia kalah, runtuhlah nama besar nya dan kalau ia menang, ia jadi perbesar permusuhan, ia sendiri turut kelibat, hingga akan gagallah cita2 nya. Maka akhirnya ia kata "Sahabat, aku bisa mengarti kau, tapi baiklah kaupun dapat mengarti maksudku. Aku berada disini untuk persahabatan, dari itu, pasti aku nanti pergi ke Cap jie Lian hoan ouw. Kau punya Pang cu Bu Wie Yang dengan aku ada kenanya. Inilah hal aku. Apabila aku tidak layani kau, orang bisa curiga bahwa aku datang kemari untuk ber pura2. Aku telah bicara,
sahabat, sekarang mari kita mulai!"
Itu waktu, dari rimba sebelah kiri sudah mulai terdengar suara orang, tetapi orangnya tidak muncul.
Tidak tempo lagi, Sin Wie Pang sudah lantas mulai
menyelang dengan tipu pukulan "Ciauw hu bun lou" atau
"Tukang kayu tanya jalan."
Orang Hong Bwee Pang itu bicara dengan bertangan
kosong, ketika diserang, ia lompat mundur jauhnya
setumbak lebih, ia tertawa tawar, setelah itu, baharu ia hunus sepasang senjata nya yang berkilauan, sambil
pentang itu dalam sikap "Thay peng tian cie" atau "Burung garuda pentang sayap," ia kata "Kau ada baik sekali,
baiklah, aku nanti melayani!"
Senjatanya itu nyata ada sepasang Jit goat lun, mirip roda bagaikan matahari atau rembulan. Itu ada senjata yang langka, tidak sembarang orang pandai menggunainya.
Kapan ia telah rangkap pula kedua tangannya, ia lantas
lompat maju untuk mulai dengan penyerangannya, dengan tusukan "Hek houw sin yauw" atau "Harimau hitam
mengulet." Sin Wie Pang berkelit kekiri, angan kirinya dipakai
menyampok, menyusul mana, goloknya di tangan kanan
membacok. Itu ada bacokan "Uy liong kian bwee" atau
"Naga kuning melingkarkan ekor."
Orang Hong Bwee Pang itu menangkis dengan tangan
kanan, yang telah ditarik pulang dengan sebat sekali, berbareng dengan itu, tangan kirinya menyamber kemuka.
Menampak orang punya kesempatan, Sin Piauwsu
terkeyut. Ia berdongko, goloknya dari bawah dipakai
membarengi menyerang nadi. Ini ada gerakan "Pek wan tek ko" atau "Orang hitam putih memetik buah."
Lawan itu segera tarik tangan nya karena mana, tusukan golok jadi mengenai Jit goat lun, hingga kedua senjata beradu dengan menerbitkan suara, sampai lelatu apinya meletik.
Sampai disitu Sin Wie Pang lantas gunai ilmu silat
goloknya Ngo houw Toan bun too. Ia telah punyakan
latihan golok dua puluh tahun lebih, tidak heran, demikian lanjut usianya, namun ia masih tetap gagah. Tapi disebelah itu, orang Hong Bwee Pang itu pun hehay dengan
senjatanya yang istimewa, geraknya sangat gesit, dan
senjatanya saban2 mencoba akan bikin terlepas golok
lawannya. Maka itu, sesudah jurus2 dikasi lewat, Wie Pang merasakan bahwa ia kalah gesit.
Selagi pertempuran itu berlangsung sampai disitu, tiba2
dari arah gudang pusat ada terdengar seruan "Po cu, lekas kemari! Disini ada orang jahat!" Seruan ini disusul dengan suara gembreng yang dipukul dengan nyaring dan seru.
Orang Hong Bwee Pang itu agaknya terperanjat.
"Maaf, aku tak dapat melayani lebih lama di Cap jie
Lian hoan ouw saja nanti kita berjumpa pula!"
Setelah mengucap demikian, tetamu tak diundang ini
loncat mundur tiga tumbak, sesudah mana, ia putar
tubuhnya untul terus lari kedalam pepohonan yang lebat.
XXXV Sin Wie Pang tidak mau mengerti yang ia ditinggal pergi secara demikian, ia segera loncat untuk mengejar.
"Apa Sin Loo piauwsu disana" Harap tunggu!" tiba2
terdengar pertanyaan dari arah belakang.
Piauwsu tua ini hentikan tindakannya, ia menoleh. Ia
lihat dua anak muda yang ia tidak kenal, tapi ia duga mereka adalah orang Hoay Yang Pay.
"Maaf, jiewie, aku tak kenali kau," kata ia. "Aku hendak kejar orang jahat, ada urusan apa jiewie cegah aku?"
"Loo piauwsu, kami adalah Kam Tiong dan Kam Hauw
yang ditugaskan menjaga gudang pusat ini," sahut salah satu anak muda itu. "Loo piauwsu sudah berusia lanjut, pun loo piauwsu asing dengan tempat ini, maka baik
penjahat itu dibiarkan saja, dia toh tidak akan mampu loloskan diri...."
Baharu Wie Pang dengar sampai disitu, ia lihat lagi dua orang mendatangi, hingga ia jadi curiga. Ia heran, kenapa tadi, setelah berseru sekian lama, baharu dua pemuda itu muncul. Syukur ia segera kenali, dari dua orang yang
belakangan ini, yang jalan dimuka adalah Hu pocu Cie Too Hoo.
"Penjahat itu bernyali besar," kata ketua muda dari Ceng hong po, "dia berani tempur loo piauwsu disini. Biarlah dia nanti rasakan liehaynya Ceng hong po. Aku yang perintah mereka ini berdua mencegah loo piauwsu, karena tempat ini ada asing dan disini ada tempat2 dimana orang gampang umpatkan diri, aku kuatir penjahat nanti membokong.
Bukankah loo piauwsu kenal penjahat itu?"
Wie Pang tercengang atas pertanyaan itu.
"Bagaimana po cu ketahui aku kenal dia?" ia balik tanya.
"Aku hanya dengar keterangan mereka ini bahwa loo
piauwsu kenal orang jahat itu," sahut Cie Too Hoo. "Harap loo piauwsu jangan curiga, kita justeru mengharap sangat akan ketahui hal ikhwal si orang jahat, agar gampang kita melayani mereka. Loo piauwsu tentu letih, silahkan
kembali kekongso untuk beristirahat. Ong Suheng sudah ajak orang pergi mencari, umpama kata penjahat tidak kena ditangkap, namun sedikitnya tidak nanti dia dapat berlaku jumawa pula."
Sin Wie Pang tidak puas, tetapi ketua muda ini bicara dengan manis, tak dapat ia menunjukkan ketidak
senangnya. "Sudah biasanya aku berlaku merdeka, hingga tak bisa
aku perbataskan diri," berkata dia. "Jikalau bukannya orang yang kenal baik padaku, memang gampang sekali orang
curigai aku. Aku yang dapat candak penjahat itu, apabila aku biarkan dia lolos, tentu orang sangsikan aku."
"Harap jangan mengucap demikian, loo piauwsu," kata
Cie Too Hoo dengan sabar sekali. "Loo piauwsu demikian jiatsim hendak bantu kami, kami malah sangat bersukur karenanya. Mustahil kami akan bikin satu sahabat jadi tawar hatinya" Nah, mari, silahkan loo piauwsu
beristirahat." Wie Pang terpaksa bersenyum, terus ia ikut ketua muda itu bertindak kearah gudang pusat. Penjagaan disini, ia lihat ada luar biasa. Tengloleng dari obor ditambah banyak, tapi semuanya digantung diatas galah atau di cabang2 pohon.
Disitu sama sekali tidak ada chungteng yang menjaga.
Hanya begitu lekas Cie Pocu sampai, dari tempat gelap lantas muncul satu barisan chungteng bersenjatakan panah, satu diantaranya segera melaporkan bahwa di gudang itu tak ada penjahat.
"Kau semua tetap menjaga dan jangan alpa," kata ketua muda itu, yang pesannya ditaati, sesudah mana, barisan itu undurkan diri pula.
Gudang itu memang tidak di jaga terang2an hanya
dilindungi barian sembunyi, penjagaannya dilakukan luar biasa keras. Umpama ada musuh, dengan hujan panah,
musuh akan dicegah dapat menghampirkan gudang itu.
Setelah itu, Cie Too Hoo jalan terus menuju kekongso.
Selama itu, Sin Wie Pang lihat bagaimana penjagaan
telah diatur rapi. Ia jalan dengan tidak kata apa2. Ia diam saja walaupun ia dapat kenyataan sikapnya Cie cu ada
dingin. Sampai kekongso, dia masih tidak banyak omong.
Sampai itu waktu Ong Too Liong dan Khu Beng masih
belum kembali. Ketika tadi mereka kejar musuh, saking gesitnya penjahat, mereka sedikit terlambat. Pun mereka-tidak perduli mereka ada jago2 tua- sudah bisa dilagui dengan tipu daya.
"Bersuara di Timur, menyerang di Barat" Penjahat gunai batu hui hongsek untuk padamkan lentera yang tergantung, selagi api padam, ia umpatkan diri, ia tunggu suheng dan sutee itu lewat, ia ambil lain jurusan. Karena ini, ia terlihat oleh Sin Wie Pang yang datang belakangan.
Eng Jiauw Ong dan Khu Beng menyusul sampai
dilapangan latihan ketika ia merandek dengan tiba2.
"Suheng, kita terperdaya!" kata ia. "Tidak mungkin
penjahat menyingkir kemari. Ini ada jalanan buntu.
Mesti dia lari mengarah gudang pusat. Dia benar cerdik, tapi kalau dia sampai lolos, sungguh kita malu!"
Khu Beng pun insyaf, ia jadi sangat gusar, hingga dalam hati nya ia kata, kalau ia bertemu penjahat itu, ia akan kasi rasa pada penjahat itu.
Eng Jiauw Ong sudah lantas balik akan menuju
kegudang pusat. Disebuah tikungan ia lihat satu orang berlari2 dari arah Utara.
"Siapa?" ia lantas menegur. Orang itu berhenti dengan tiba2.
"Oh, po cu?" orang itu menegasi. "Aku adalah Cian
Giok yang menjaga dibelakang sini. Dibelakang sana ada bekas orang jahat, silahkan po cu periksa."
Dengan berikan penyahutan "Baik!" Eng Jiauw Ong dan
Khu Beng lantas lari kearah yang ditunjuk, Cian Giok turut bersama, ketika sampai, dia mendahului ambil sebuah
lentera Khong beng teng, buat dipakai menyuluhi ketempat dimana ada disembunyikan kelenengan pertandaan, tapi
kelenengannya sudah putus.
"Orang itu benar liehay," kata Khu Beng. "Penjagaan
yang demikian rupa tapi dia masih bisa nyelusup masuk dan bekerja."
"Dia memang bukan orang sembarangan," membenarkan Eng Jiauw Ong, yang menunjuk, ketanah
diluar pagar. Itu ada tempat sempit dimana orang yang tak mempunyai kepandaian tidak akan bisa bergerak dengan
leluasa. "Kalau dia ada orang Hong Bwee Pang, dia mesti ada
salah satu pemimpin," Khu Beng kata pula. "Cian Giok, coba kau suluhi, aku ingin melihat."
Dan ia loncat keatas, akan periksa kawat kelenengan,
darimana ia dapat tahu, senjata musuh pun ada tajam luar biasa.
Pantas kelenengan ini disitu jadi lenyap kegunaannya. Sesudah melihat kesekitarnya Khu Beng loncat turun.
Caranya meloncat dan kegesitannya ada menerbitkan
kekaguman bagi End Jiauw Ong dan semua orang Ceng
hong po yang berada di situ. Ia sudah tua tapi tenaganya masih besar, tubuhnya gesit.
"Penjagaan kita kuat tapi penjahat toh bisa masuk
kemari" kata Khu Beng kemudian. "Aku anggap perlu
penjagaan disini ditambah. Sekarang mari kita periksa lebih jauh, akan cari tahu bagaimana caranya dia molos keluar"
Eng Jiauw Ong setuju, ia lantas titahkan Cian Giok
tambah orang kemudian bersama toasuhengnya ia menuju
ke Barat utara. Segera mereka dengar pertandaan dari
gudang pusat, yang disambut diempat penjuru. Mereka
lantas menuju kearah gudang. Belum jauh, mereka lihat satu orang lari ke pagar Barat utara. Buat sedetik, mereka berhenti lari, setelah dapat kenyataan orang itu mesti bukan orang dalam, keduanya lantas mengejar.
Lagi beberapa jauh, mereka akan sampai dipagar
terakhir. Orang itu menuju ke Barat.
Mereka lantas perkeras larinya, akan akhirnya Eng Jiauw Ong berseru . "Sahabat, tahan! Disini Ong Too Liong, tuan rumah."
Tak perdulikan teriakan, orang itu lari terus, sampai, ia berada dikaki tembok pagar.
Khu Beng mendongkol melihat sikap orang yang
demikian itu. "Sahabat, kau tidak kenal aturan!" dia berseru. "Jikalau kau tetap tidak mau berhenti dulu, jangan sesalkan aku!"
Sambil mengucap demikian, Kim too souw berlompat
lari dengan gunai ilmunya "ceng teng ciong sui" atau
"Capung loncati air" Ilmu loncat ini terdiri dari tiga loncatan beruntun selama setarikan napas. Maka itu, ia segera dapat mendekati orang itu.
Orang itu, dengan "Kauw yan coan lim," atau "Burung
walet tembusi rimba," sudah loncat naik keatas tembok pagar, berdiri diatas itu ia menoleh. Baharu sekarang ia buka mulutnya.
"Po cu, aku si orang she Bin telah menyaksikan Ceng
hong po, nah, sampai lain kali kita bertemu pula!" demikian ia berkata.
"Sahabat, kembalilah!" memanggil Khu Beng seraya
sebelah tangannya terayun, satu benda berkeredepan
menyamber. "Bagus!" berseru orang she Bin itu, yang telah patahkan sebatang pagar, untuk dipakai menangkis, hingga piauw jatuh ketanah.
Khu Beng penasaran, ia menimpuk pula, dengan
beruntun. Sambil berkelit berdongko, tetamu tidak diundang itu
luputkan bahunya sebagai saran, tetapi menyusul itu,
sebatang piauw menyamber kebawah sebelah kanan. Piauw ini ditangkis, tapi serangan ada hebat luar biasa, bambu yang dipakai menangkis itu terkena jitu dan tembus, maka tak ampun lagi ujung piauw menyamber kebetis. Tidak
perduli dia liehay, orang itu toh keluarkan seruan tertahan,
tetapi dia masih kuat berdiri dan menahan sakit. Dengan bantuan tangan kiri pada pagar, ia angkat kaki
kanannya akan cabut piauw itu, yang syukur tak dalam menancapnya.
Tadinya ia niat balas menyerang dengan piauw itu, tiba2 ia ubah pikiran, maka ia berseru pula.
"Po Cu, aku si orang she Bin sudah terima hadiahmu ini, biar
nanti saja di Cap jie Lian hoa ouw kita tukar piauw
dengan panah! Sampai ketemu pula !"
Sehabis mengucap demikian, ia terus loncat keluar pagar.
Eng Jiauw Ong loncat naik keatas pagar, hingga ia bisa saksikan bagaimana orang itu telah seberangi kali pelindung dusun, hingga ia merasa tak ada guna nya untuk mengejar terlebih jauh. Iapun heran cara bagaimana orang itu bisa dengan gampang mematahkan pagar bambu. Maka ia
lantas hampirkan bagian pagar dimana orang tadi berdiri untuk memeriksa. Segera ia mendapatkan buktinya, hingga lenyap keheranannya. Sebab bambu disini pun ada bekas babatan, seperti babatannya kawat kelenengan.
Segera juga hidung yang tajam dari ketua Ceng hong po ini cium bau amis. Ia mengawasi. Ia lihat barang cair, ia usap itu untuk dicium. Itulah darah. Sekarang ia tidak lagi terlalu mendongkol.
"Sutee, dia sudah kabur, tak usah dia disusul," Khu Beng kata pada saudaranya. "Dia tidak mau layani kita, itu artinya dia tahu bahaya dan mundur teratur."
Ong Too Liong tidak menyahuti, tetapi ia loncat turun.
Ketika itu ada rombongan ronda yang lari menghampirkan, obor dan lentera mereka mendatangkan
cahaya terang. "Dia mundur bukan karena dia insyaf bahaya tetapi dia telah terluka," kemudian kata Eng Jiauw Ong pada
suhengnya. "dia telah terkena piauw toa suheng dan karena itu, dia jadi tak enak hatinya"
Sutee ini lantas tunjukkan jari tangannya, yang
berlepotan darah. Menampak itu, Kim to souw bersenyum. Tanpa bilang
apa2 ia pungut dua piauwnya yang jatuh ditanah.
Eng Jiauw Ong tinggalkan pesanan kepada orang2nya,
setelah mana ia ajak suhengnya kembali kekongso dengan disepanjang jalan ia sekalian lakukan penilikan. Kongso berada dalam kegelapan. Selagi mendekati, mereka lihat satu orang loncat turun dari atas genteng.
"Bagaimana, suheng?" tanya orang itu.
Eng Jiauw Ong kenali sutee nya, Cie Too Hoo.
"Dia telah undurkan diri. Bagaimana disini?" kemudian Too Liong balik tanya.
"Kita telah bersiap, mana penjahat berani datang pula kemari?" jawab Too Hoo.
Sembari bicara mereka bertindak masuk. Cie Too Hoo
tepuk tangan, atas mana Su touw Kiam dan Kiang Cie Wan keluar dari tempatnya sembunyi. Mereka diminta titahkan orang nyalakan api.
Itu waktu Sin Wie Pang dan Ciong Gam sudah kembali
terlebih dahulu, melihat baliknya kedua suheng dan sutee itu, Ciong Gam lantas beritahukan bahwa penjahat telah tinggalkan undangan.
Mendengar perkataannya Tiong ciu Kiam kek, Siang
ciang Tin Kwan see kata pada Ong Too Liong "Ong Loosu, aku dan Ban Po cu adalah sahabat kekal, dengan kau
adalah sahabat2 dalam kenangan, maka itu perlu aku
memberi keterangan, dengan datang kemari, aku berlaku
lancang, aku bersikap tak tahu diri. Bagi siapa yang belum kenal aku, sikapku gampang membangkitkan kecurigaan.
Tapi aku percaya, dengan pengalamanku tiga puluh tahun lebih dalam dunya kang ouw, namaku akan mengunjuki
bahwa aku bukannya seorang licin. Maki itu loosu, apabila kau tampak apa2 yang tak tepat padaku tolong kau
unjukkan, jikalau diam saja dan tak menerangkannya, itu tandanya kau tidak sudi bersahabat dengan aku!"
Eng Jiauw Ong bingung begitupun Khu Beng, hingga tak
dapat mereka menjawab. Tapi air mukanya Cie Too Hoo
berubah menjadi merah, segera ia berpaling, akan lihat seantero ruangan.
Saking tak mengerti, Eng Jiauw Ong pun melihat
kesekitarnya. Memang benar, dengan Sin Wie Pang ia tidak punya persahabatan, mereka cuma pernah saling dengar
nama masing2, tetapi karena piauwsu itu ada sahabatnya Liu Tong, ia percaya habis piauwsu tua ini yang datangnya pun justeru untuk berikan jasa baiknya. Ia lihat, dari air mukanya, Wie Pang ada tidak senang.
"Ah, loo piauwsu," kata ia kemudian sambil tertawa,
"walaupun kita baharu bertemu akan tetapi sebenarnya
semangat kita telah lama bersahabat! Sudah lama aku Ong Too Liong kagumi kau, maka bagaimana beruntung aku
dengan kunjunganmu ini, yang hendak membantu kami.
Loo piauwsu, aku ada sangat bersukur, dari itu, mana bisa aku curigai kau" Malah aku harus malu sekali, sebagai ketua Hoay Yang Pay aku berlaku tak kepantasan terhadap sahabat2. Loo piauwsu datang bersama Ban Sutee, dari itu, justeru adalah aku yang harus minta kau maafkan apabila pelayananku tidak semestinya"
Lantas Eng Jiauw Ong undang tetamunya duduk.
Ketua Hoay Yang Pay ini tidak bercuriga, tidak
demikian dengan Cie Too Hoo dan beberapa orang lain.
Ketua muda itu sudah ceritakan tentang pembicaraan dan pertempurannya Sin Wie Pang dengan si orang jahat tak dikenal, sampai penjahat itu singkirkan diri. Menurut ia piauwsu tua ini pantas dicurigai. Ia dasarkan kecurigaan aya itu terutama atas keterangannya Kam Tiong dan Kam Mauw, yang telah pasang kuping selagi Wie Pang bicara kepada tetamu tidak diundang itu.
Tapi Eng Jiauw Ong tetap tidak mau percaya, ia percaya kejujurannya Wie Pang. Ia unjuk, tak perlu penjahat kirim mata2 untuk bekerja didalam Ceng hong po, buktinya, asal dia mau, penjahatpun bisa kirim orangnya yang pandai
akan memasuki Lek Tiok Tong. Sebalik nya pula mereka


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

toh bakal satroni Cap jie Lian hoan ouw juga.
"Maka pesanlah Kam Tiong dan Kam Hauw untuk tidak
wawarkan pula kesangsian mereka," kata ketua ini
kemudian, Kita tak perduli orang mencurigai atau tidak, kita ada tuan rumah, kita mesti jadi tuan rumah, tak boleh kita perlakukan ___ pada tetamu kita. Sutee, kita harus sabar, kita mesti berhati hati"
XXXVI Cie Too Hoo tidak puas mendengar perkataannya
suhengnya itu. "Suheng, bukannya aku tidak hargai sahabat yang
datang dari tempat jauh," ia nyatakan, "tetapi kejadian ada demikian mencurigai. Aku ada ___walaupun dalam urusan ___ sikapku adalah satu, tapi kali ini ada mengenai
keselamatannya Ceng hong po dengan sebelas desanya, aku
tidak bisa ambil sikap lain. Kita tidak bisa korbankan jiwa semua saudara kita melulu ka ]rena satu persahabatan saja.
Suheng tahu tabeatku, maka jikalau aku keliru, tolong kau berikan pengajaran padaku"
"Kau ada jujur, Cie Sutee, begitulah memang sifatnya
seorang kang ouw" Khu Beng turut bicara. "Tetapi orang bisa beda anggapan, orang tak selalu kenal baik sifat masing2, inilah yang suka menerbitkan keliru mengerti.
Kita disini berada diantara orang sendiri, apa yang kita bicarakan ada mengenai Ban Sutee, dari itu harus kita memandang padanya. Bukankah Ban Sutee jujur dan ber
hati2 serta cerdik" Bukankah ia ada dihargai sekali oleh para tetua kita" Maka selagi ia sendiri tidak bilang suatu apa, kita harus bersikap seperti dia. Sin Loo piauwsu ada sahabat kekalnya Ban Sutee, aku percaya ia tidak akan salah faham. Adalah tidak baik bila kita bentrok pandangan diantara orang sendiri. Tidakkah demikian, Sin Loo
piauwsu" Bukankah benar begitu, Cie Sutee?"
Perkataannya toasuheng itu membikin Cie Too Hoo
berpikir, ia merasa bahwa ia telah bicara terlalu tajam.
"Aku kurang pengalaman, aku bicara seadanya saja,"
kata ia. "Dengan inipun aku utarakan apa yang aku pikir, lain tidak"
Eng Jiauw Ong manggut. Ketika itu Ban Liu Tong bertindak masuk, Cie Too Hoo
hendak undurkan diri, tapi Siok beng Sin Ie segera kata padanya "Suheng, tunggu dulu. Disini ada terjadi salah faham. Sin Loopiauwsu berkeinginan demikian keras untuk bantu kita, sampai ia bertindak tanpa di pikir2 lagi, hingga kau jadi curigai pada nya. Bukankah suheng dan loo
piauwsu tidak punya persahabatan dan dari itu jadi tidak ada ganjelan" Maka itu, dalam hal ini kau mesti lihat aku.
Loo piauwsu adalah sahabatku yang aku percaya habis.
Benar2 telah terbit salah mengarti, baharu saja aku telah cari keterangan dan peroleh duduknya hal. Sin Loo
piauwsu dan Bu Wie Yang adalah suheng dan sutee satu
dengan lain, sejak beberapa puluh tahun mereka tidak
pernah ketemu satu sama lain. Loo piauwsu hidup di
Selatan dan Utara sungai besar, di Liauwtong dan
Liauwsse, belum pernah dia pergi ke Kanglam. Hal ini
diketahui orang banyak. Loo piauwsu berani serahkan harta bendanya apabila ada yang bisa buktikan, sebelum dia
datang kemari, dia sudah bertemu lebih dahulu dengan
suhengnya itu. Jadi terang, Sin Loo piauwsu tidak pikir untuk bantu atau lindungi suhengnya itu. Aku percaya pada Sin Loo piauwsu, karena itu aku harap, tidak kau curiga padanya lebih jauh."
Nyata Siok beng Sin Ie ketahui kesulitan itu dengan
cepat. "Aku suka dengar kau, sutee, sekarang aku tidak hendak bilang apa2 lagi," jawab Cie Too Hoo. "Harap sutee suka memaafkan padaku"
Eng Jiauw Ong tidak ingin urusan diperpanjang, ia
menyelak. "Cie Sutee, dengan ucapan mu ini, nyata kau mengarti
baik keterangannya Ban Sutee," kata ia. "Kita ada diantara saudara sendiri, harap urusan berhenti sampai disini. Kita sekarang harus biytarakan kepergian kita ke Cap jie Lian hoan ouw"
Itu waktu orang lantas berempuk, sambil meminum teh
yang disuguhkan. Sampai fajar, orang tidak tidur pula. Cie Too Hoo undurkan diri akan tarik pulang semua penjagaan.
Semua orang pada cuci muka.
Setelah beristirahat, Cie Too Hoo perintah orangnya
perbaiki kerusakan kelenengan dan lentera.
Kemudian, ketika orang mulai berkumpul pula, satu
chungteng. melaporkan kedatangannya seorang dari Kwie in po, untuk bertemu kepada tuan rumah dan Ban Liu
Tong. "Pergi sambut dia," menitah Eng Jiauw Ong pada Su
touw Kiam, yang berada didampingnya.
Su touw Kiam menurut, ia keluar, kapan kemudian ia
kembali, ia ada bersama enam orang. Eng Jiauw. Ong
mengawasi. Ia kenali, yang satu adalah Ciok Bin Ciam si pembawa surat undangan, dua ada persaudaraan-Sun Giok Kun dan Giok Kong-, muridanya Tio Liong In dari Lim
shia, dua lagi ada sahabat sahabatnya dari Rimba Persilatan yalah Ke Siauw Coan, guru silat dari Chong ciu dan Thay kek chiu Liu Hong Cun dari bukit Sippat Poan Nia, dan yang satu lagi adalah satu anak muda yang romannya
gagah, yang ia tidak kenal. Diam2 ia sesalkan cungtengnya, yang
sudah memberi laporan tidak jelas, hingga kedatangannya sahabat2 itu ia telah tidak sambut secara seharusnya. Segera ia berbangkit untuk menyambut dengan tergesa gesa, akan kasi hormat kepada dua sahabatnya itu.
"Oh, Liu Toako, Ke Ngo tee, harap maafkan aku!" ia
minta. "Kami telah terlambat menyambut! Kau telah datang
dari tempat jauh dengan tak perdulikan capai lelah,
sungguh hatiku tidak tenteram."
Kedua tetamu itu lekas membalas hormat.
"Malah bukannya soal" kata mereka dengan merendah.
Lantas yang lainnya juga memberi hormat kepada dua
tetamu itu. "Siapa ini?" kemudian Eng Jiauw Ong tanya Ciok Bin
___ sambil ia tunjuk si anak muda.
Tidak tunggu sampai Bin ___ menyahuti, pemuda itu
sudah maju akan memberi hormat berlutut dan manggut
pada tuan rumah seraya berkata "Tee cu adalah cucu
muridnya Yan Tiauw Siang hiap, namaku Ciok Liong
Jiang, sebab senantiasa teecu mesti dampingi guruku dan su couw, tak dipat tee cu datang siang2 untuk yumpai supe.
Harap su pe pimpin teecu menemui semua Cianpwee?"
"Ah, benar2 aku tak kenali kau!" kata Eng Jiauw Ong.
Liu Tong juga baharu tahu, inilah murid kesohor dari
Lie Hee Leng atau cucu murid dari Yan Tiauw Siang hiap.
Mereka tahu, Yan Tiauw Siang hiap cuma terima satu
murid, yalah Ciok Liong Jiang ini, karena sang guru larang muridnya terima lain murid lagi. Liong Jiang ada sangat disayang oleh kedua sucouwnya, hingga selain dari
Kucing Suruhan 1 Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun Pendekar Gelandangan 10

Cari Blog Ini