Ceritasilat Novel Online

Kisah Si Naga Langit 3

Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


buah dadanya diremas, Hong Yj mengerahkan tenaganya,
mernutar tubuh ke kiri dengan tiba-tiba dan dengan hentakan
keras la menggerakkan siku lengan kirinya ke belakang
menghantam dada panglima itu.
"Dukkk ! !" Keras sekali siku kiri Hong Yi itu,
menghantam dada Panglima Ciang sehingga tubuh panglima itu
terjengkang, mulutnya mengeluarkan keluhan mengaduh. Hortg
Yi sudah tidak mau memperdulikannya lagi dan wanita ini lalu
berlari keluar ruangan itu menuju ke ruangan depan ke mana
suaminya pergi. "He, tunggu, keparat!" Panglima Ciang memaki marah dan
mengejar. Ketika Hong Yi memasuki ruangan depan, ia mellhat
suaminya sedang berdiri di depan petugas yang agaknya
menanyakan segala macam data tentang diri mereka. Hong Yi
berlari masuk, mengejutkan sernua orang,
"Yi-mol, ada apakah"' Si Tiong bertanya heran. Akan tetapl
Hong Yi sudah , menyambar tangannya dan menarlknya.
"Mari, Tlong-ko, klta pergi saja dari tempat ini!" Hong Yl menarik
tangan suaminya yang terpaksa mengikutlnya. Mereka berlari
keluar dari ruangan itu dan tiba di pekarangan gedung. Akan
tetapi pada saat itu, Panglima Ciang keiuar pula dari ruangan itu
138 dan berteriak kepada para perajurit penjaga di luar yang
berjumlah lima belas orang.
"Tahan mereka! Tangkap mereka!" Lima belas orang perajurit itu
mendengar aba-aba panglima atasan mereka, serentak
bergerak dan mereka sudah mengepung Si Tiong dan Hong Yi.
Suami isteri itu terkepung dan mereka siap membela diri dan
berdlri saling membelakangi.
"Ciangkun, apa kesalahan kami" Mengapa kami hendak
ditangkap?" Si Tiong berteriak kepada panglima itu dengan
penasaran. "Tiong-ko, kita tldak bersalah apapun. Aku tidak melakukan
kesalahan, percayalah kepadaku!" kata Hoog Yi lirih kepada
suaminya. "Tangkap mereka, jebloskan mereka dalam penjara!" teriak
Panglima Ciang dengan marah. Lima belas orang peraju-rit itu
serentak menyerbu dan tangan-tangan mereka berserabutan
hendak me-nangkap Si Tiong dan Hong Yi. Suami isteri itu tentu
saja tidak membiarkan dirinya ditangkap. Mereka mengelak,
menangkis bahkan menarnpar dan menendangi mereka
sehingga para perajurit itu berpelantingan.
Melihat ini, Panglima Ciang menjadi semakin marah.
"Pergunakan senjata, kalau perlu bunuh mereka!" Dia sendiri
sudah mencabut golok besar yang berai dan berkilauan. Para
perajurit yang mendengar perlntah ini segera mencabut senjata
tajam masing-masing. 139 Pada saat itu terdengar suara bentak-an menggeledek, "Tahan!
Jangan bergerak semua!"
Semua orang menengok dan terkejutlah Panglima Ciang ketika
melihat siapa yang mengeluarkan bentakan itu. Si Tiong dan
Hong Yi juga cepat menengok dan mereka melihat seorang pria
bertubuh tinggi tegap berusia sekitar lima puluh tahun, wajahnya
gagah dan berwibawa, pakaiannya menunjukkan bahwa dia
seorang panglima berkedudukan tinggi. Di belakang panglima ini
berdiri tujuh orang perwira tinggi lainnya.
Panglima Ciang Sun Bo tergopoh-gopoh menyambut panglima
itu dan memberi hormat sambil menyebut, "Gak Tai-clangkun
(Panglima Besar Gak)!"
Mendengar sebutan ini, Si Tiong dan Hong Yi memandang
kagum. Biarpun belum pernah bertemu, namun kedua suami
isteri itu pernah mendengar nama Pangllma Gak Hui yang
terkenal di seluruh negeri sebagai seorang panglima yang gagah
perkasa, bijaksana dan arnat setia kepada negara, setia kepada
Kerajaan Sung. "Panglima Ciang, apa yang terjadi di sini" Mengapa engkau dan
para perajurit mengeroyok dua orang muda ini?" Dia
memandang ke arah Si Tiong dan Hong Yi.
Panglima Ciang tampak gugup. ".... anu, Tai-ciangkun, ia....
wanita ini melawan dan suaminya itu menibantu.."
Pangllma Gak Hul memandang kepada Sl Tiong, lalu kepada
Hong Yl dan diam-dlam merasa heran mengapa ada wanita
cantik dalam kantor penerimaan calon perajurit itu.
140 "Siapa nama kalian?". tanya panglima Gak Hui.
Si Tiong dan Hong Yi melangkah maju dan memberi hormat
kepada panglima yang terkenal itu. "Saya bernama Han Si Tiong
dan ini adalah isteri saya bernama Liang Hong Yi, taiciangkun."
"Hemm, Nyonya, benarkah melawan Ciang-ciangkun" Kalau
benar mengapa?" Hong Yi sudah pernah bergaul dengan pria-pria bangsawan,
maka ia tidak malu-malu berhadapan dengan seorang panglima
besar. "Maafkan saya, tai-ciangkun. Saya tidak bersalah. Saya
dan suami saya datang ke sini untuk mendaftarkan diri menjadi
perajurit. Kami ingin berjuang untuk membela nusa dan bangsa,
menentang bangsa Kiri yang menjajah tanah air kita. Kami
diterima Panglima Ciang, akan tetapi dia hendak menguji ilmu
silat saya dan dia.... dia bersikap tidak wajar dan melanggar
susila, maka terpaksa saya melawannya, taiciangkun."
Jenderal Gak Hui mengerling ke arah Panglima Ciang. Dia
sudah lama mendengar tentang watak rekannya ini yang
terkenal mata keranjang, maka dia sudah dapat rnembayangkan
apa yang kiranya terjadi. Dari sepak terjang suami isteri muda
ketika dikeroyok tadi, dia melihat bahwa mereka berdua,
terutama si suami, memiliki ilmu silat yang cukup ting-gi. Tentu
Pariglima Ciang bersikap tidak sopan terhadap wanita cantik itu
akan tetapi dia bertemu dengan batu, wanita itu menolak dan
melawan. "Apa yang kaulakukan, Ciang-ciang-kun?" tegurnya dengan
suara tegas. 141 Panglima Ciang menjadi merah mukanya. Biarpun Jenderal Gak
Hui termasuk rekannya, namun Jenderal Gak Hui lebih besar
kekuasaannya dibandingkan dia dan Juga jenderal itu menjadi
kepercayaan kaisar. "Saya.... saya telah menerima mereka, Gak?ciangkun. Saya....
saya hanya ingin menguji wanita itu, baik ilmu silatnya maupun
mentalnya karena tidak biasa ada wanita mau menjadi perajurit."
"Hemm, sudahlah. Aku sendiri yang akan menerima Han Si
Tiong dan isterinya ini, menjadi pembantu-pembantuku."
Bukan main girangnya hati Han Si Tiong dan Liang Hong Yi.
Mereka tentu saja merasa bangga bukan main dapat menjadi
pembantu-pembantu Jenderal Gak Hui yang amat terkenal dan
dipuja rakyat Jelata itu. Jenderal ini sudah terkenal sebagai
pelindung rakyat Jelata yang diganggu oleh para penjahat dan
para perajurit Kerajaan Kin di perbatasan. Jenderal Gak Hui
melarang keras pasukannya mengganggu rakyat, bahkan dia
memerintahkan pasukannya untuk membantu rakyat dalam
membangun dusun mereka yang rusak oleh perang, dan
menolong mereka apabila mereka membutuhkan pertolongan.
"Banyak terima kasih, Gak tai-ciangkun!" Suami isteri itui berseru
sambil memberi hormat. Setelah menyelesaikan kunjungannya untuk memeriksa
pelaksanaan penerimaan calon-calon perajurit, Jenderal Gak Hui
meninggalkan gedung Panglima Ciang dan Si Tiong bersama
isterinya diajak serta. 142 Jenderal Gak Hui mengajak mereka ke markasnya dan setelah
melihat, mereka mendemonstrasikan permainan silat mereka,
Jenderal Gak Hui lalu mengang-kat suami isteri itu menjadi
perwira-perwira. Hong Yi tidak dipisahkan dan suaminya, bahkan
diangkat menjadi pembantu perwira yang selalu mendampingi
suaminya dalam mernimpin pasukan. Tentu saja suami isteri ini
menjadi girang bukan main dan berterima kasih sekali kepada
keputusan Jenderal Gak Hui yang bijaksana.
Sewaktu mereka bertugas di kota ra-j'a,, pekerjaan mereka
adalah melatih ilmu silat Repada para perajurit. Tugas ini
mereka lakukan dengan penuh kesungguh-an dan tekun
sehingga para perajurit dalam pasukan pimpinan mereka
memperoleh kemajuan pesat dalam ilmu silat dan olah
keperajuritan. Tentu saja Jenderal Gak Hui merasa puas dan
girang bahwa dia tidak salah pilih ketika mengangkat suami isteri
itu menjadi, pembantunya. Dalam waktu singkat Han Si Tiong
mendapatkan kenaikan pangkat sehingga dia dan isterinya
dipercaya untuk memimpin pasukannya yang berjumlah ribuan
orang. Setahun kemudian Hong Yi melahirkan seorang anak
perempuan. Tentu saja hal ini menambah kebahagiaan mereka.
Anak itu diberi nama Han Bi Lan dan mereka, lalu mengirim
utusan untuk menjemput Lu-ma karena Hong Yi membutuhkan
bantuan bibinya itu untuk rnerawat dan mcngasuh Bi Lan. Pula
ia merasa kasihan kepada bibinya yang dulu memang
menginginkan untuk ikut dengannya kalau mimpinya sudah
terujud, yaitu kalau ia dan suaminya telah memper-oleh
kedudukan dan kemuliaan di kota raja Lin-an. Lu-ma datang dan
ia merasa berbahagia sekali. Biarpun di Cin-koan ia dapat hidup
143 berkecukupan sebagai pengelola rumah hiburan, namun ia tidak
pernah merasa berbahagia, apa lagi setelah di tinggal pergi
Hong Yi. la mencinta Hong Yi seperti anak kandung sendiri dan
kini ia hidup serumah dengan Hong Yi dan suaminya, apa lagi ia
kini mempunyai momongan seorang cucu yang mungil! la
mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah dirasakannya
ketika ia tinggal di Cin-koan.
*** Kaisar Kao Tsung mengumpulkan para menteri dan
panglimanya untuk mengadakan sidang dan mernbicarakan usul
yang diajukan oleh Jenderal Gak Hui kepada Kaisar.
Persidangan itu dihadiri oleh semua pejabat tinggi, sipil dan
militer. Tentu saja Perdana Menferi yang menjadi pembantu
kaisar terpenting, hadir pu-la. Perdana Menteri itu adalah Chin
Kui. Menteri Chin Kui adalah seorang laki-laki tinggi kurus
berusia sekitar lima puluh tahun. Mulutnya selalu condong tersehyum sinis, mukanya dan sepasang teli-nganya yang kecil
membuat wajah tttt mirip wajah tikus dengan kumisnya yang
jjarang dan menjuntai di kanan kiri mulutnya. Akan tetapi
sepasang mata yang kecil itu selalu bergerak, membayangkan
kecerdikan dan dia pandai membawa diri, pandai mengambil
hati. Dia pandai bica-ra dan dapat mengambil hati Kaisar Kao
Tsung sehingga dla amat dipercaya.
Setelah persidangan dibuka menyambut munculnya Kaisar Kao
Tsung, dengan penghormatan kepada kaisar, Kaisar Kao Tsung
lalu berkata dengan suaranya yang lembut. "Persidangan ini
kami adakan untuk membicarakan usul yang disampaikan
Jenderal Gak Hui kepada kami. Kami harap kalian dapat
144 menyumbang pemikiran bagaimana jalan terbaik yang harus
diambil. Jenderal Gak, harap engkau suka kemukakan usulmu itu agar
para menteri dan panglima dapat mende-ngarkan lalu ikut
membantu memikirkan."
Jenderal Gak Hui tnemberi hormat kepada kaisar, mengucapkan
terima kasih atas kesempatan bicara yang diberikan, lalu dia
bangkit dan menghadap ke arah para menteri dan panglima.
"Saudara-saudara, para menteri dan panglima yang saya
hormati. Saya telah menghaturkan usul kepada Sribaginda
Kaisar agar saya diperkenankan menghimpun dan memim-pin
barisan untuk menyerang bangsa Kin dan mengusirnya dari
tanah air kita. Sekaranglah saat yang terbaik untuk berge-rak
dan mengusir mereka."
Kaisar Kao Tsung mengangkat tangan meniberi isarat sehingga
Jenderal Gak Hui menghentikan ucapannya dan meni-beri
hormat kepada kaisar lalu duduk kembali.
"Jenderal Gak Hui, kami ingin sekali mendengar alasanmu,
mengapa engkau sekarang ini saat terbaik untuk bergerak dan
menyerang pasukan bangsa Kin".
"Sribaginda Kaisar Yang Mulia, anggapan hamba ini
berdasarkan alasan-alasan yang amat kuat dan hamba tidak
akan berani mengajukan usul.kepada pa-duka katau hamba
tidak merasa yakin benar pertama dari para mata?mata dan
penyelidik yang hamba kirim ke utara, hamba mendapat
keterangan bahwa keadaan bangsa Kin yang menduduki da8
erah utara kini tidak terlalu kuat. Banyak kekacauan terjadi
145 karena rakyat memusuhi mereka dan rakyat tidak mau
membantu ransum mereka secara suka rela. Dan kecuali itu,
terjadi pertikaian dan perebutan kekuasaan di antara para
komandan yang menguasai daerah jajahan mereka itu. Adapun
alasan yang ke-dua, hamba telah mempersiapkah pasu-kan
dengan baik sehingga terkumpul barisan yang berjumlah cukup
banyak. Selain itu, hamba juga membentuk pasukan?pasukan
inti yang dilatih ilmu silat dengan baik, bahkan didukung para
pendekar yang berjiwa patriot. Karena itu, harhba yakin bahwa
kalau hamba menibawa barisan bergerak sekarang, hamba
tentu akan berhasil membinasakan dan memukui mundur
mereka." Kaisar Kao Tsung mengangguk-angguk sambil tersenyum.
"Bagus sekali, Jenderal Gak Hui. Kami merasa setuju se-kali
karena kamipun. sudah lama sekall menanti-nanti saatnya untuk
melihat bangsa Kin yang biadab itu dihancurkan agar segala
dendam sakit hati ini dapat terbalas. Akan tetapi kami ingin
mendengar pendapat kalian. Kemukakanlah pendapat kalian
agar kita dapat memikirkan dan merundingkan bersama."
Sebagian besar para menteri dan panglima dengan singkat
namun tegas menyatakan mendukung usul dan penda-pat
Jenderal Gak Hui. Ketika tiba-tiba giliran Panglima Ciang Sun Bo
untuk menyatakan pendapatnya, dia memberi , hormat kepada
kaisar dan berkata, "Hamba mohon ampun, Srlbaginda Yang
Mulia. Bukan sekali-kali hamba hendak menentang usul
pendapat Jenderal Gak Hui, akan tetapi hamba hanya
meng?ingatkan agar paduka berhati-hati sekali dalam
mengambil keputusan untuk menyerang bangsa Kin. Hamba
mendengar dan agaknya semua orang juga mengeta-hui bahwa
146 balatentara Kin amatlah kuatnya sehingga hamba khawatir
kalau-kalau barisan kita tidak akari mampu mengalahkan
mereka." Jenderal Gak Hui mengerutkan alisnya dan menoleh kepada


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Panglima Ciang Sun Bo. "Ciangciangkun, kalau engkau takut,
Jangan ikut maju berperang!"
"Jenderal Gak Hui, biarkanlah semua orang mengajukah
pendapat mereka masing-masing." kata Kaisar Kao Tsung.
"Ampunkan hamba, Yang Mulia." kata Jenderal Gak Hui sambil
mengerut" kan alisnya dan menundukkan mukanya. Dia tahu
bahwa Panglima Ciang Sun Bo sengaJa menentangnya karena
memang ada perasaan tidak suka antara dia dan Panglima
Ciang, apa lagi setelah 'kejadian beberapa tahun yang lalu, yaitu
ketika terjadi keributan di gedung panglim&' itu karena dia
hendak berbuat tidak sopan terhadap Liang Hong Yi yang kini
bersama suami wanita itu telah menjadi pembantunya yang
boleh diandalkan. Ka-renajasa Han Si Tiong dan Liang Hong Yi
itulah maka kini dapat dibentuk pasu-kan khusus yang kuat
sehingga membesarkan hatinya untuk menyerang .bangsa Kin di
utara. Tiba-tiba Perdana Menteri Chin Kui yang sejak tadi hanya diam
mendengarkan saja, berkata dengan suaranya yang halus
namun cukup lantang. "Yang Mulia, hamba kira apa yang dikatakan Panglima Ciang
Sun Bo tadi sama sekali tidak keliru dan patut untuk diperhatikan
dan direnungkan. Semua orang tahu betapa kuatnya balatentara
Kin. Tentu paduka tidak lupa bahwa ke-jatuhan Sung di utara
147 justeru karena pasukan-pasukan kita yang lebih dulu menyerang
balatentara Kin. Hal itu yang menyababkan bangsa Kin
menyerang terus sampai ke selatan. Tentu paduka tidak lupa
akan kesalahan taktik yang diusulkan Perdana Meoteri Cai
Ching ketika itu. Dia mengusulkan kepada mendiang Kaisar Hui
Tsung untuk mengejar dan menyerang barisan Kin di utara
sehing-ga para pimpinan Kin 'menjadi marah la-lu berbalik
menyerang kita sampai ter-paksa kerajaan diungsikan ke sini.
Yang Mulia, sebaiknya jangan mengganggu harimau yang
sedang tidur. Saat ini bangsa Kin tenang-tenang saja tidak
mengganggu kita, mengapa kita mendahului menyerang
mereka?" Kaisar Kao Tsung mengerutkan alisnya dan memandang kepada
Perdana Menterinya itu dengan heran. "Perdana Menteri Chin
Kui, bagaimana engkau dapat berkata begitu" Apakah kalau
menurut engkau, kami tidak usah memusuhi bangsa Kin, tidak
usah membalas dendam atas kematian ayahanda kami, tidak
berusaha untuk merebut kembali wilayah Sung yang telah
dirampasnya" Begitukah?" Dalam suara Kaisar Kao Tsung
terkandung kemarahan. "Ampun, Yang Mulia. Sama sekali tidak demikian maksud
hamba. Akan tetapi, kita tidak bisa selalu mengandalkan
kekuatan tenaga. Kekuatan tenaga kasar tanpa dibantu
pemikiran yang mendalam dan cerdik dapat menggagalkan
semua usaha. Kalau kita hendak menyerang Bangsa Kin, kita
harus mempergunakan perhitungan yang tepat, tidak sembrono.
Mohon Paduka bayangkan, kalau sembrono lalu serangan itu
gagal sama sekali, bahkan mengakibatkan balatentara
menyerbu ke selatan dan menguasai seluruh negeri, bukankah
148 hal itu akari merupakan suatu malapetaka yang mengerikan"
Hamba sekarang hendak bertanya kepada Jenderal Gak Hui.
Dia yang mengusulkan penyerangan ke utara ini. Kalau sampai
penyerangan gagal dan akibatnya seperti yang hamba
khawatirkan itu, lalu siapa yang akan bertanggung jawab?"
Mendengar ucapan itu, Kaisar Kao Tsung menoleh kepada
Jenderal Gak Hul. Wajah Jenderal Gak Hul menjadl merah dan
hatlnya yang keras dan penuh kesetiaan kepada Kerajaan Sung
menjadi panas. "Hamba tidak akan gagal, Yang Mulia!" katanya kepada kaisar
yang memandang kepadanya.
"Akan tetapi tidak ada yang pasti di dunia ini, Gak Ciangkun.
Hidup kitapun tidak bisa dipastikan kapan berhentinya.
Bagaimana kalau engkau gagal, kalah da-lam perang melawan
balatentara Kin" Bagaimana pertanggungan jawabmu ter-hadap
Yang Mulia, terhadap bangsa dan terhadap kerajaan?" Suara
Perdana Men-teri Chin Kui mengandung tantangan dan ejekan.
Jenderal Gak Hui merasa dada-nya seolah hendak meletus
saking marahnya. Akan tetapi di depan kaisar dia tidak berani
memperlihatkan kemarahan dan menahan perasaannya. Apa
yang hen-dak dia lakukan adalah demi kepentingan kerajaan
dan bangsa, akan tetapi kegagalannya akan ditimpakan kepada
dia seorang! "Kalau saya gagal, saya bersedia untuk dipecat dan dijatuhi
hukuman yang pallng berat, Chintaijin (Pembesar Chln)l"
katanya sambll memandang wajah Perdana Menterl itu dengan
slnar mata tegas dan keras.
149 "Bagus! Tentu saja kalau gagal engkau tidak cukup
mengucapkan maaf lalu lepas tangan. Engkau mempermainkan
nasib kerajaan dan bangsa dalam usulmu ini, Ciang-kun!"
"Sudahlah, Perdana Menteri Chin Kui!" kata Kaisar Kao Tsung.
"Jenderal Gak Hui sudah menyatakan pendapat dan
kesanggupan pertanggungan jawabnya dan kami mengenal dia
sebagai seorang gagah yang selalu memegang teguh katakatanya. Kami juga percaya bahwa dia tentu akan berhasil.
Karena itu, kami memutuskan menerima usulmu, Jenderal Gak
Hul. Laksanakanlah seperti yang kaurencanakan itu!"
"Terima kasih atas kepercayaan paduka dan hamba siap
melaksanakan perintah, Yang Mulia!" Kata Jenderal Gak Hui
dengan suara tegas yang mengandung kegembiraan.
Persidangan dibubarkan dan Jenderal Gak Hui cepat kembali ke
markasnya. Dia segera memanggll semua pembantunya, yaltu
para perwlra yang menjadl komandan darl pasukanpasukannya.
Setelah mereka berkumpul, di anta-ra mereka terdapat Han Si
Tiong dan isterinya, Liang Hong Yi, Jenderal Gak menceritakan
tentang persetujuan kaisar yang menerima usulnya untuk
melakukan penyerbuan ke utara, mengusir penjajah Kin.
"Aku peringatkan kepada kalian bahwa kita semua adalah
pengemban-pengemban tugas yang mulia, yaitu membela
bangsa dan tanah air dengan taruhan nyawa. Hidup yang
sempurna berarti melaksanakan tugas dengan baik karena hidup
ini sendiri berarti memikul tugas-tugas. Untuk dapat menjadi
seorang ma-nusia seutuhnya kita, harus dapat melak" sanakan
semua tugas itu dengan sebalk-baiknya. Tugas pertama dan
150 utama ada-lah tugas seorang manusia terhadap Tu-hannya,
yaitu menaati semua perintah Tuhan melalui kitab agama
maslng-maslng yang tentu bersumber kepada keba" ikan dan
hidup bermanfaat bagi mtnusla dan dunla. Dalam tugas utama
ini terca-kup tugas-tugas lain yang banyak ma-camnya, misalnya
tugas kewajiban sebagai orang tua terhadap anak-anaknya,
sebagai anak terhadap orang tuanya, se?1 bagai suami
tcrhadap isterinya dan sebaliknya, sebagai anggauta keluarga
terha-dap sanak keluarganya, sebagai guru ter-hadap muridnya
dan sebaliknya, sebagai anggaUta masyarakat, sebagai
sahabat, sebagai warga negara terhadap negaranya dan
sebagainya lagi. Termasuk tugas yang sekarang kalian emban,
yaitu tugas seorang perajurit terhadap atasan dan pasukannya,
sebagai seorang patriot terhadap bangsa dan tanah airnya.
Kalau hendak menjadi seorang manusia seutuh-nya, maka,
semua tugas itu harus dilaksanakan dengan baik. Satu saja
tugas itu diabaikan, tentu dia tidak dapat menjadi manusia baik
yang seutuhnya! Biarpun semua tugas yang kusebutkan tadi
telah kalian laksanakan dengan baik, namun kalau kalian tidak
memenuhi tugas kali-an sebagai seorang perajurit dan patriot,
maka kalian tetap akan menjadi orang yang tercela. Apa lagi
kalau ada di antara kalian yang mengkhianati perjuangan, nama
seorang pengkhianat akan dikutuk rakyat selama hidupnya. Aku
percaya bahwa kalian adalah patriot-patriot yang "gagati
perkasa, yang siap mempertaruhkan nyawa demi keselamatan
bangsa dan tanah air, demi kehormatan Kerajaan Sung."
Setelah memberi penrigatan kepada pa-ra perwira itu, Jenderal
Gak lalu memba-gi-bagi tugas kepada mereka. Setelah
151 pertemuan itu dibubarkan, Jenderal Gak memanggil Han Si
Tiong dan Liang Hong Yi ke dalam kantornya.
"Kalian telah berjasa besar dalam menggembleng Pasukan
Halilintar sehingga pasukan yang kalian pimpin dapat di-jadikan
pasukan inti yang akan mempelopori dan memberi dorongan
semangat kepada seluruh barisan. Akan tetapi ja-sa kalian itu
belum terbukti manfaatnya bagi kerajaan. Sekarang tiba saatnya
ka-lian membuktikan bahwa kalian dan pasukan kalian
benar?benar boleh diandalkan dan menjadi tulang punggung
seluruh barisan. Apakah kalian berdua sudah siap lahir batin
.untuk melaksanakan tugas yang amat penting akan tetapi juga
amat berbahaya ini?"
Dengan sikap tegak dan suara tegas suami isteri itu menjawab
serentak, "Kami siap melaksanakan tuga$, Tai-ciangkun!"
Gak Hui memandang suami isteri itu dengan kagum dan
bangga. Tidak salah penilaiannya terhadap suami isteri ini ketika
pertama kali dia melihat mereka dalam rumah Panglima Ciang
Sun Bo. Han Si Tiong kini telah menjadi seorang pria gagah
perkasa berusia tiga puluh tiga tahun, sedangkan Liang Hong Yi
yang juga berpakaian sebagai seorang perwira Itu tampak gagah
dan cantik manis da-lam usianya yang dua puluh enam tahun.
"Sekarang kalian pulanglah dan mem-buat persiapan. Seperti
telah kita rencanakan tadi, besok pagi-pagi benar sebelum fajar
menyingsing, kita akan berangkat"
"Baik, tai-ciangkun!" kedua orang suami isteri itu memberi
hormat lalu ber-gegas pulang ke rumah mereka. Sebagal
perwira, mereka telah mendapatkan rumah tinggal sendiri di
152 mana mereka tinggal bersama anak tunggal mereka, Han Bi Lan
yang kini sudah berusia tujuh tahun dan Lu-ma yang kini tampak
selalu gembira dan tubuhnya menjadi' gemuk. Lu-ma inilah yang
mengasuh Bi Lan de-ngan penuh kasih sayang seorang nenek
apabila ayah ibu anak itu meninggalkan rumah untuk bertugas.
Ketika Si Tiong dan Hong Yi melangkah masuk melalui pintu
depan, Bi Lan, anak perempuan berusia tujuh tahun yang mungil
dan manis itu, tiba-tiba menyambut ayah ibunya dengan
bentakan nyaring, "Ayah ibu awas seranganku!" Dan anak itu
dengan gerakan yang gesit sekali' telah menyerang ayah ibunya
dengan pukulan-pukulan dan tendangan-tendangan. Mulutnya
yang kecil mungil berseru berulang-ulang,
"Haiiittt.... yaaattt?"
Si Tiong dan Hong Yi mengelak dan membiarkan anak mereka
melakukan serangan bertubitubi sampai tujuh jurus. Kemudian
Si Tiong menangkap lengan Bi Lan dan mengangkat tubuh anak
itu dan dipondongnya, "Bagus, Bi Lan. Akan tetapi engkau harus berlatih lebih tekun
lagi." kata Si Tiong sambil mencium pipi anaknya.
"Akan tetapi engkau juga tidak boleh melalaikan pelajaranmu
membaca dan menulis, Bi Lan." kata Hopg Yi. Lu-ma muncul
dari dalam. Badannya gemuk dan sehat dan wajahnya penuh
senyum. "Mana berani ia melalaikan pela-jarannya" Selama ada
aku di sisinya, ia tidak akan berani bermalasmalasan!" Bi Lan
cemberut dan melapor kepada ibunya. "Ibu, nenek Lu galak dan
kejam! Kalau aku tidak menurut, ia tidak mau melanjutkan
dongengnya!" 153 "Bukan galak dan kejam, melainkan itu karena ia sayang sekali
kepadamu, Bi Lan. Nenek ingin engkau menjadi seorang yang
pandai dan berguna bagi manusia dan dunia kelak." kata Hong
Yi. "Baiklah, nenekmu yang galak dan kejam ini malam nanti akan
melanjutkan dongengnya tentang nenek sihir yang jahat itu."
kata Lu-ma sambil tersenyum.
Bi Lan turun dari pondongan ayah-nya dan lari menghampiri Luma lalu memeluknya."Nenek Lu tidak galak dan kejam,
melainkan baik hati sekali! Aku sayang padamu, nek. Malam
nanti lanjutkan donggengnya, ya?"
Mei-eka semua tertawa menyaksikan k kemanjaan anak itu. Si
Tiong dan Hong Yi lalu berkemas dan setelah makan malam
mereka mengatakan kepada Lu-ma dan Bi Lan bahwa besok
pagi-pagi sekali se-belum fajar menyingsing mereka akan
berangkat bertugas dan sekali ini mere-ka akan pergi untuk
waktu yang lama dan belum dapat ditentukan berapa lamanya.
"Kalian akan pergi ke inana dan me-lakukan tugas apakah maka
membutuh-kan waktu lama?" tanya Lu-ma.
"Kami akan memimpin pasukan menu-ju ke utara untuk
berperang mengusir bangsa Kin." kata Hong Yi.
Lu-ma melompat bangkit dari duduk-nya.
"Berperang...." Ahhh
!" Mata nenek itu terbelalak dan
alisnya berkerut, wajahnya membayangkan kekhawatiran besar.
154 "Engkau kenapakah nek" Ayah dan ibu adalah prajurit-prarajurit
patriot yang gagah perkasa, tentu saja mereka pergi berperang
untuk mengu sir penjajah", kata Bi Lan yang memang sejak kecil
telah diberi pengertian oleh ayah ibunya tentang kependekaran
dan kepahlawanan. "kita sepatutnya merasa bangga, nek".
Lu-ma masih tampak gelisah. "Akan tetapi.... bertempur....?""
"Bibi ucapan Bi Lan. tadi benar sekali. Kami harus bertempur
membela bangsa dan tanah air. Karena itu kami titip Bi Lan agar
kau amati ia baik-baik selama kami pergi."
"Ibu, aku ingin ikut berperang melawan Bangsa Kin !" tiba-tiba Bi
Lan berkata lantang. Si Tiong tersenyum bangga. "Enskau masih terlalu kecil. Bi Lan.
Engkau harus belajar dan berlatih dengan giat agar menJadi
kuat dan mampu melawan musuh. seKarang belum waktunya
karena di pihak musuhpun tidak ada anak kecilnya."
Kalau sudah besar aku boleh ikut bertempur, ayah?"
"Tentu saja! Engkau akan menjadi seorang pahlawan yang
gagah perkasa dan ditakuti musuh."
Setelah Bi Lan tidur, malam itu Han Si Tiong dan Liang Hong Yi
bicara lebih serius kepada Lu-ma. "Kalau terjadi apa-apa dengan
kami, andaikata kami gugur dalam perang, rawatlah Bi Lan baikbaik bibi. Di almari itu kami tinggalkan seluruh harta milik kami,
dapat engkau pergunakan untuk membesarkan Bi Lan. Jangan
lupa untuk mengundang guru silat dan guru sastra untuk
mendidiknya." pesan Liang Hong Yi.
155 Lu - ma mengangguk - angguk sambil mengusap air matanya. la
tidak dapat menyembunyikan kegelisahan hatinya. Ia amat
sayang kepada Hong Yi, menganggap wanita itu seperti anak
kandungnya sendlri. Membayangkan Hong Yi bertempur dalam
perang, terluka atau bahkan tewas, hatinya merasa gelisah
bukan main. Melihat nenek itu menahan isak dan mengusap air


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata, Hong Yi merangkulnya"
"Tenanglah dan jangan khawatir, bibi. Kami akan menjaga diri
dengan hati-hati dan percayalah, Jenderal Gak Hui akan
membawa kami mencapai kemenangan yang gemilang." kata Si
Tiong dengan nada menghibur dan membesarkan hati.
"Benar, bi. Jangan khawatir dan jangan memperlihatkan
kesedihan kepada Bi Lan agar anak itu tidak ikut khawatir dan
bersedih. Kami berdua pasti akan pulang dengan selamat." kata
Hong Yi. Akhirnya Lu-ma dapat menenangkan hatinya. Akan tetapi malam
itu ia tidak mau berpisah dari Bi Lan dan menemani anak itu tidur
di kamar Bi Lan JILID 5 Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali suami isteri itu sudah
selesai berkemas. Ketika saatnya keberangkatan tiba, mereka
memasuki kamar Bi Lan dan ternyata Lu-ma juga sudah bangun
sejak tadi. Mereka menggugah anak itu. Anak itu malam tadi
sudah memesan dengan sangat kepada ayah ibunya agar dia
digugah kalau mereka hendak berangkat.
156 Bi Lan terbangun. Hong Yl merangkul anaknya. "Anakku Bi Lan,
engkau baik-balk menjaga dlrimu dl rumah. Taati semua
petunjuk nenekmu dan jangan lupa untuk belajar dengan tekun,
baik sastra maupun sllat."
"Jangan khawatir, Ibu." Dan ketlka la melihat Lu-ma mengusap
air matanya, Bi Lan menegur. "Eh, nenek kenapa menangis"
Jangan cengeng, nek dan Jangan khawatir. Selama ayah dan
ibu pergi, a-kulah yang akan menjagamu!"
Si Tiong juga merangkul anaknya. "Bi Lan, ingat, selama ayah
dan ibu tidak berada di rumah, engkau jangan nakal. Jangan
suka berkelahi dengan anak-anak lain."
"Ayah, ibu, kalau pulang jangan lupa membawa oleh?oleh!"
Hong Yi tersenyum. "Baik, akan tetapi oleh-oleh apa yang kau
inginkan, Bi Lan?" "Aku ingin ayah dan ibu pulang membawa oleh-oleh sebatang
pedang bengkok milik seorang panglima Bangsa Kin!"
Han Si Tiong saling bertukar pandang dengan Liang Hong Yi.
Keduanya mengangguk. "Baiklah, Bi Lan, aku akan
mengusahakan agar dapat merobohkan seorang panglima Kin
dan merampas pedangnya untukmu."
Suaml isterl Itu lalu meninggalkan rumah, dlantar sampai keluar
pekarang-an oleh Bi Lan dan Lu-ma. Bi Lan meng-antar ayah
ibunya dengan wajah cerah dan pandang mata bangga, tidak
sepertl Lu-ma yang niengusap alr matanya yang selalu mengalir
keluar dari sepasang matanya.
157 Setelah suami isteri yang sering nengbk dan melambaikan
tangan menghilang di tikungan jalan, Bi Lan menggandeng
tangan neneknya dan mengomel. "Aih, nenek ini cengengl benar
sih! Sudah tua menangis! Ayah dan ibu kan pergi berjuang,
sepatutnya bergembira dan berbangga, bukan menangis."
Lu-ma menyusut air matanya dan tersenyum, rnengelus rambut
kepala cucunya yang amat disayangnya. "Aku juga gembira dan
bangga, Bi Lan." "Lalu kenapa nenek menangis?" "Hemm,
karena cengeng itulah!"
"Ehh ?". Bi Lan.tldak mengerti bingung.
"Sudahlah, mari kita masuk ke rumah, mandi yang segar,
berganti pakaian lalu sarapan." Luma lalu menggandeng tangan
cucunya dan mereka memasuki rumah yang bagl Lu-ma tibatiba
teraaa sepi itu. *** Sepasang suami isteri itu memang tampak gagah sekali ketika
mereka menunggang kuda memimpin Pasukan Halilintar yang
mereka bentuk. Terutama sekali Liang Hong Yi tampak cantik
dan juga gagah perkasa. Dengan pakaian perang wanita yang
baru berusia dua puluh enam tahun ini tampak gagah dan
melihat isteri komandan mereka ini ikut me-mimpin pasukan di
samping suaminya, para perajurit anggauta Pasukan Halilintar
menjadi gembira dan bersemangat sekali!
Balatentara Kerajaan Sung itu dipimpin sendiri oleh Jenderal
Gak Hui. Setelah barlaan keluar darl kota raja, Jenderal Gak Hul
lalu membagi barisan besar itu menjadi llma pasukan, dl
158 antaranya Pasukan Halllintar yang bertugas sebagal pendobrak
dl garis terdepan. Pasukan?pasukan Itu berpencar dan
dlmaksudkan untuk menyerang benteng pertahanan tentara Kin
di utara dari beberapa jurus-an. Siasat inl dilakukan untuk
memecah perhatian musuh, membuyarkan pemusat-kekuatan
musuh dan menimbulkan kesan seolah-olah yang melakukan
penyerbuan ke utara itu jauh lebih besar jumlahnya dari pada
yang sebenarnya. Penyerbuan besar-besaran yang dilakukan barisan yang
dipimpin Jenderal Gak Hui Ini mengejutkan barisan Kln. Apa lagi
karena serbuan itu dilakukan darl berbagai jurusan. Mereka
melakukan perlawanan mati-matian dan terjadilah pertempuran
di mana-mana, pertempuran yang dahsyat
Han Si Tiong memperlihatkan kegagahannya. Pasukan Halilintar
yang dipimpinnya merupakan pasukan yang membuat pihak
musuh berantakan dan terpaksa mendatangkan bala bantuan
lebih besar untuk menghadapl pasukan istimewa yang dipimpin
Han Si Tiong dan isterinya. Liang Hong Yi bertempur di samping
suaminya, di setiap pertempuran wanita muda ini mengamuk
dengan pedangnya. Gelung rambutnya terlepas dan rambutnya
riap-riapan ketika ia mengamuk dan merobohkan banyak lawan.
Ketika pertempuran sedang memuncak, tiba-tlba Hong Yi
melihat suaminya bertanding melawan seorang lawan yang
bertubuh tinggi besar dan melihat pakaiannya dapat diketahui
bahwa dia seorang panglima. Panglima Kin ini memainkan
sebatang pedang bengkok dan dia lihai bukan main. Han Si
Tiong sendiri sampai kewalahan menghadapi lawan yang amat
tangguh ini. Dan sepak terjang panglima Kin ini agaknya
159 mendatangkan semangat yang berkobar di pihak pasukan Kin.
Apa lagi datang pasukan lain yang membantu sehingga selain
jumlah pasukan Kin lebih besar, juga kedudukan mereka jauh
lebih kuat. Pada saat itu, Pasukan Halilintar berada di lereng
sebuah bukit dan mereka terkepung ketat oleh pasukan musuh.
Mereka terdesak hebat dan melihat ini, Han Si Tiong bermaksud
untuk mencari jalan terobosan agar pasukannya dapat
dlselamatkan dan untuk sementara mun-dur dulu dari kepungan
dari pada pasu-i kannya hancur dibinasakan pihak lawan yang
amat kuat. Juga dia melihat beta" pa pasukannya sudah tampak
kelelahan dan semangat mereka sudah mulai lemah. Karena
perhatiannya terpecah, hampir saja lehernya terkeria sabetan
pedang panglima musuh yang dilawannya. Dia cepat melompat
ke belakang dan memutar pedangnya sehingga tubuhnya
terlindung dan terpaksa dia mencurahkan seluruh perhatiannya
lagi menghadapi lawan yang tangguh itu. Karena desakan ini,
maka Han Si Tiong belum mendapat kesempatan untuk
memerintahkan pasukannya mundur.
Liang Hong Yi juga melihat keadaan Pasukan Halilintar yang
sudah terje-pit dan terdesak itu. la merasa khawatir sekali
melihat pasukan yang tampak kelelahan dan kehilangan
semangat. la tahu bahwa hanya ada satu cara untuk
menyelamatkan diri dan memenangkan pertempuran berat
sebelah itu, ialah dengan meningkatkan semangat pasukannya
sehingga berapi-api. Maka, ia lalu cepat berlari ke arah para
perajurit yang bertugas membawa bendera Pasukan Halilintar.
Setelah tiba dekat, ia berseru, "Be-rikan bendera dan genderang
itul" la merampas begitu saja bendera pasukan dan sebuah
genderang perang, lalu berlari ke arah puncak buklt kecll tak
160 jauh darl sltu. Setelah tlba dl puncak, la menancapkan tihang
bendera dl puncak, kemudian ia memukul gendereng dengan
sekuat teriaga, menglayaratkan penyerbuan. Bunyl genderang
bertalu-talu, nyaring Ae-kali, mengejutkan Pasukan Halilintar
sendiri dan juga pihak lawan. Ketika pasu-kan Kin melihat bahwa
yang memukul genderang itu seorang wanita yang ram-butnya
riap-riapan dan berpakaian seba-gai perwira, mereka
menghujankan anak panah ke arah Liang Hong Yi. Namun,
Hong Yi mempergunakan pedang di tangan kanan untuk
menangkisi semua anak panah yang menyambar ke arah
tubuhnya sedangkan tangan kirinya tetap memukuli genderang.
Melihat kegagahan Hong Yl, para perajurit Pasukan Halilintar
menjadi kagum dan bangga. Semangat mereka terbakar
berkobar-kobar dan mulut mereka me?ngeluarkan teriakanteriakan nyaring, kemudian bagaikan kesetanan mereka
mengarnuk! Hebat bukan main sepak terjang para perajurit
Pasukan Halilintar ini, bagaikan halilintar menyambar-nyambar
dan para perajurit Kin roboh bergelimpang-an! Biarpun Hong Yi
sudah menghentikan pemukulan genderang, namun bunyi
genderang masih bertalu-talu karena ada perajurit penabuh
genderang yang meng-gantikannya. Hong Yi sendiri lalu berlari
menuruni bukit kecil itu. la melihat betapa suaminya masih
bertanding seru melawan panglima Kin dan kini suaminya mulai
terdesak dan keadaannya berbahaya sekali. Maka, dengan
pedang di tangan Hong Yi melompat dan menerjang, membantu
suaminya menyerang panglima itu. Panglima itu terkejut karena
gerakan pedang Hong Yi cukup dahsyat. Dia mengerahkan
tenaga dan mengeluarkan semua ilmu pedangnya, namun
menghadapi pengeroyokan suami isteri itu, akhirnya dia roboh
161 terkena tusukan pedang di tangan Han Si Tiong. Tusukan itu
mengenai dadanya dan diapun roboh dan tewas.
"Pangeran Cusi gugur. .. .lt" terdengar seruan beberapa orang
perajurit Kin yang bertempur tldak jauh dari situ. Berita inl terus
menjalar dan robohnya panglima Kin yang ternyata seorang
pangeran ini membuat pasukan Kin menjadi kacau dan panik.
Han Si Tiong teringat akan pesan puterinya. Dia lalu mengambil
pedang berinkok milik panglima atau pangeran yang tewas. itu.
Sebatang pedang yang indah sekali, bergagang emas! Setelah
membuka sarung pedang yang tergantung di pinggang pangeran
itu dan menggantung pedang itu di pinggangnya sendiri,
bersama Hong Yi dia lalu terus memimpin pasukannya untuk
mendesak plhak iawan yang sudah menjadl panlk Itu. Akhirnya
pasukan Kin mundur melarlkan diri, meninggalkan banyak
kawan yang tewas. Pasukan Halilintar yang mula-mula
mengejar, berhenti atas perintah Han Sl Tiong. Mengejar terus di
daerah lawan, selain membuat pasukannya yang sudah lelah
sekali itu kehabisan tenaga, juga ada bahayanya mereka akan
terjebak, Pasukan Halilintar bersorak menggegap?gempita
sebagai pernyataan kegembiraan mereka. Hong Yl yang telah
berhasil menlngkatkan semangat pasukannya dengan cara yang
gagah berani itu menjadl bahan percakapan pasukan yang
merasa kagum dan bangga sekali.
Kemenangan demi kemenangan diperoleh barisan yang
dipimpin Jenderal Gak Hui dan Pasukan Halilintar memegang
peran penting dalam pertempuran yang berhasil ini. Tentu saja
Jenderal Gak Hui mencatat semua jasa Han Si Tiong dan juga
Liang Hong Yi. 162 Akan tetapi, selagi Jenderal Gak Hui mulai berhasil dengan
gerakan serangannya ke arah utara yang dikuasai kerajaan Kin,
tiba-tlba saja datang utusan Kaisar Sung Kao Tsu yang
membawa surat perintah kaisar untuk Jenderal Gak HUl.
Alangkah terkejut rasa hatl Jenderal Gak Hul ketika membaca
surat perintah Itu. Kalsar memerintahkan agar dia menghentikan
serangannya dan segera menarlk barisannya kembali ke
selatan. Rasa kaget, heran, penasaran dan marah memenuhi
hati jenderal inl. Dia sudah mulai menyerang dan mendapatkan
banyak kemenangan dan kemajuan. Kalau dia diberi
kesempatan, bukan mustahil dia akan mampu mengusir
penjajah Kin keluar dari seluruh daerah Sung yang dirampasnya
karena di sepanjang daerah yang dapat direbutnya, seluruh
rakyat menyambutnya dengan hangat dan siap membantunya!
Dia dapat memperbesar dan memperkuat barisannya sambil
berperang. Akan tetapi, tlba-tiba tanpa alasan apapun, Kaisar
merintahkan agar dia menghentikan gerakannya dan menarik
kembali pasukan-pasukannya ke selatan! Biarpun ha-tinya
penuh penyesalan, namun Gak Hui adalah seorang panglima
yang amat se-tia kepada Kerajaan Sung. Berarti dia harus setia
kepada Kaisar! Apapun perintah kaisar harus dia taati, bahkan
dia siap memberikan nyawanya kalau hal itu dikehendaki oleh
kaisar! Demikianlah kesetiaan Jenderal Gak Hui yang disanjung
dan dipuji rakyat jelata. Jenderal Gak Hui sempat menitikkan air
mata ketika dia berada seorang diri dalam kamarnya pada saat
dia memerintahkan para perwiranya untuk menarik kembali
pasukan-pasukan di bawah komandonya.
Apakah yeng terjadi dl kota raja, terutama di lstana Kaisar"
Mengapa Kaisar Sung Kao Tsu memerlntahkan Jenderal Gak
163 Hul untuk menghentikan gerak-an penyerbuannya menguslr
pefijajah Kln yang sudah mulai tampak hasllnya"
Semua ini adalah hasll persekutuan antara Raja Kin dan
Perdana Menteri Chin Kul yang sudah dijalin selama bertahuntahun. Perdana Menteri Chin Kui yang sudah bersahabat
dengan Raja Kin Ini selalu berusaha untuk mencegah Kaisar
Kao Tsu memerangi kerajaan Kin di Sung Utara. Akan tetapi
sekali ini dia tldak berhasil sehingga Kaisar Kao Tsu mengljlnkan
Jenderal Gak Hui untuk mengadakan gerakan penyerbuan ke
utarfl sepertl yang diusulkan Jenderal Gak itu.
Serangan mendadak itu mengejutkan Raja Kln. Apa lagi ketika
seorang pa-ngeran tewas dalam pertempuran itu. Dia menjadi
marah sekali dan segera dia me-merintahkan seorang
menterinya untuk memanggil seorang datuk yang tinggal dl Slnkiang, Datuk ini bukan lain adalah Ouw Kan, peranakan UigurCina yang berilmu tinggi dan datuk ini memang su-dah seringkali
dimintai bantuan untuk melaksanakan tugas yang berat dengan
imbalan besar. Pada bagian awal kisah ini kita sudah mengenal
Ouw Kan datuk darl Sin-kiang ini yang mencoba untuk
merampas kitab-kitab yang dibawa Tiong Lee Cin-jin dari hegara
India. Tak lama kemudian Ouw Kan sudah datang menghadap Raja
Kin. Usianya se-kitar enam puluh dua tahun. Rambut, .kumis
dan jenggotnya sudah berwarna putih. Tubuhnya sedang saja
namun ma-sih tegak dan tegap seperti tubuh se-orang muda.
Tangannya selalu membawa sebatang tongkat dari ular cobra
kering. Wajahnya tidak buruk, akan tetapi me-nyeramkan dan


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sepasang matanya yang lebar itu bergerak liar. Raja Kin me164
nyambutnya dengan girang dan datuk ini dihormati,
diperbolehkan menghadap ra-ja sambil duduk di atas kurst,
menghadap Raja Kin. "Apakah yang dapat saya lakukan untuk paduka?" tanya Ouw
Kan tanpa banyak upacara lagi. Memang sikap datuk ini
terhadap Raja Kin berbeda derigan sikap para pembesar pada
umumnya. Dia tidak pernah memberl hormat secara berlebihan
kepada siapapun juga dan hal inipun dlmaklumi oleh Raja Kln.
"Kami membutuhkan bantuanmu, Ouw-sicu (orang gagah Ouw),
untuk urusan yang teramat penting. Engkau akan kami beri surat
kuasa dan pergilah ke Selatan ke kota raja Hang-couw dan
jumpal Perdana Menteri Chin Kui. Atas nama kami tegurlah dia
mengapa balatentara Sung Selatan yang dlpimpin Jenderal Gak
Hui sampal menyerang ke utara. Katakan bahwa dla harus dapat
membujuk kaisar menghentlkan serangan itu, kalau tldak kami
akan memutuskan hubungan dan akan menyerang ke selatan."
"Tugas itu mudah sekali, Sribaginda. Kenapa untuk tugas
sesederhana itu harus saya yang melakukannya" Paduka dapat
mengutus sembarang orang." kata Ouw Kan yang merasa
betapa tugas itu terlalu kecil tak berarti bagi dirlnya yang biasa
melakukan tugas-tugas yang lebih besar dan sukar.
"Itu baru tugas pertama, Ouw-sicu. Ada tugas ke dua yang amat
penting dan berat. Kami kira hanya engkau yang akan dapat
melaksanakan dengan baik, Ouw-sicu." kata Raja Kin.
"Nah itu yang saya sukai, Sribaginda. Apakah tugas ke dua itu?"
165 "Ketahuilah bahwa dalam penyerbuan barisan Kerajaan Sung
Selatan, putera kami telah gugur dalam pertempuran. Dia tewas
di tangan perwira yang bernama Han Si Tiong bersama isterinya
yang bernama Liang Hong Yi. Nah, engkau carilah mereka dan
engkau tentu tahu apa yang harus kaulakukan terhadap mereka
untuk membalas sakit hatlku karena kematian puteraku di
tangan mereka." Ouw Kan mengangguk-angguk. Wajah-nya berseri dan mulutnya
yang dikelilingi kumis dan jenggot itu tersenyum, hati-nya
gembira. "Baik, Sribaginda. Harap paduka tidak khawatir. Dua
tugas Itu pasti akan dapat saya laksanakan dengan baik. Kapan
saya harus berangkat?"
"Sekarang juga berangkatlah. Pilihlah kuda terbaik dan di
sepanjang perjalanan sampai ke tapal batas, setiap orang
pejabat tentu akan mengganti kudamu dengan yang baru asal
engkau tunjukkan surat kuasa dari kami. Akan tetapi, Ouw sicu,
jangan engkau melibatkan diri dalam pertempuran karena hal itu
akan menghambat terlaksananya tugasmu yang penting.
Berangkatlah dan hadiah besar menantimu setelah engkau
menyelesaikan tugas itu dengan baik."
Ouw Kan menerima surat kuasa dari Raja Kin dan berangkatlah
dia menunggang seekor kuda pilihan yang baik. Demikianlah,
selagi di perbatasan masih terjadi pertempuran, Ouw Kan
memasuki kota raja Hang-couw dan tidak sukar baginya untuk
menemukan gedung istana tempat tinggal Perdana Menteri Chin
Kui. 166 Perdana Menteri Chin Kui tergopoh-gopoh menerima utusan
Raja Kin itu dan mengajaknya bercakap-cakap dalam ruangan
rahasia yang tertutup rapat. Dia pernah bertemu dengan Ouw
Kan sebagai utusan Raja Kin, apa lagi ketika Ouw Kan
memperlihatkan surat kuasanya, Chin Kui percaya sepenuhnya
kepada datuk itu. Dia menyambut tamunya dengan jamuan
makan. Setelah mereka makan minum, Perdana Menteri Chin
Kui lalu menanyakan maksud kunjungan Ouw Kan.
"Saya datang diutus oleh Sribaginda Kerajaan Kin yang marah
sekali karena barisan Sung telah menyerang daerah Kin dan
saya diutus untuk menegur dan me?nanyakan kepada Chintaijin
(Pembesar Chin) mengapa hal seperti itu dapat ter-jadi.
Sribaginda minta agar saya menyampaikan kepada Chin-taijin
bahwa kalau taijin tidak segera membujuk Kaisar Sung agar
cepat menghentikan serangan dan menarik kembali pasukan
dari daerah Kerajaan Kin, maka Sribaginda akan memutuskan
hubungan dengan taijin dan akan menyerang dan membasmi
Sung Selatan!" Wajah Chin Kui agak berubah pucat dan dia menelan ludah
beberapa kali sebelum menjawab. "Ouw-slcu, harap sampalkan
kepada Sribaginda. Saya mohon maaf sebesar-besarnya atas
penyerangan Itu. Percayalah, saya sudah berusaha sekuatnya
untuk mencegah penyerangan itu, akan tetapi semua ini garagara si kepala batu Jenderal Gak Hui. Dia dapat mempengaruhi
Kaisar sehingga Kaisar menyetujui penyerbuan itu. Akan tetapi,
saya akan berusaha matimatian untuk membujuk Kaisar agar
barisan itu ditarik kembali. Tunggu dan lihatlah saja, saya yakin
pasti akan berhasil."
167 "Hemm, saya harap saja janjimu ini akan dapat dipenuhi dengan
cepat, Chin-taijin. Karena kalau tidak, tentu Sribaginda akan
menganggap bahwa taijin mengkhianati persahabatan. Nah,
sekarang setelah saya menyampaikan pesan Sribaginda, saya
mohon dirl akan melak-sanakan tugas lain. Saya minta tolong
kepada taijin agar suka memberitahu dl mana adanya rumah
seorang perwira yang bernama Han Sl Tiong, seorang perwira
dalam barisan yang tkut menyerbu ke utara."
"Han Sl Tiong" Ah, aku Ingat. Dia adalah perwira baru yang
ditugaskan membentuk Pasukan Halilintar. Rumahnya berada dl
sebelah barat Jembatan Rembulan, di ujung selatan kota, Ouwsicu."
"Terima kasih, taijin dan saya mohon pamit." Ouw Kan bangkit
berdiri dan merangkap kedua tangan depan dada sebagai
penghormatan. "Sebentar, sicu!" Perdana Menteri Chin Kui mengambil sebuah
kantung kain yang sejak tadi telah dipersiapkan dan memberikan
kantung itu kepada tamunya. "Ini ada sedikit hadiah dari kami
iintuk sicu." Hadiah atau bingkisan seperti ini sudah biasa diterima Ouw Kan,
maka diapun tidak sungkan lagi, menerima kantung kain yang
cukup berat itu, lalu membungkuk dan keluar dari gedung besar
itu. Tak lama kemudian Ouw Kan sudah tiba di depan rumah Han Si
Tiong. Dia menambatkan kudanya di sebatang pohon, kemudian
dia memasuki pekarangan rumah itu. Seorang lakl-lakl setengah
tua yang bekerja di pekarangan Itu sebagai tukang kebun
168 menghampirinya. Melihat seorang kakek menggendong buntalan
kain kuning dan kepalanya memakai topi bulu, tukang kebun itu
segera bertanya dengan sikap hormat.
"Tuan mencari siapakah?"
Ouw Kan memandang tukang kebun jg itu lalu menjawab, "Aku
mencari tuan rumah, ada urusan penting sekali."
"Wah, sayang sekali, tuan. Majikan, saya bersama isterinya
sedang pergi memimpin pasukan untuk berperang mengusir
penjajah Kin!" kata tukang kebun itu dengan nada bangga.
Ouw Kan mengerutkan alisnya. "Hemm, mereka pergi dan belum
pulang" Kalau begltu, siapa saja yang tinggal di rumah?"
"Tinggal nyonya tua dan nona kecil.
"Tolong panggll mereka keluar. Aku dapat menyampaikan
urusan penting ini kepada mereka saja."
Mellhat tamu itu sudah tua dan agaknya mempunyai urusan
penting, tukang kebun tidak curlga. "Baiklah, tuan. Slla-kan
duduk menunggu dl ruang tamu, sa-ya akan melaporkan kepada
nyonya tua." Tukang kebun mengantar Ouw Kan fcgiemasuki ruangan tamu
yang berada di bagian luar rumah itu, kemudian dia masuk ke
dalam untuk melaporkan kedatangan tamu itu kepada Luma.
Ketika itu, Lu-ma sedang bereda di dapur membantu pelayan
wanita setengah tua yang menjadi pelayan dalam keluarga itu.
Bi Lan juga membantu. Anak berusia tujuh tahun ini memang
ingin membantu segala pekerjaan yang dilakukan neneknya.
169 Mereka mempersiapkan masakan untuk makan siang nanti.
Ketika tukang kebun melaporkan bahwa di ruang tamu
menunggu seorang tamu lakl-laki tua yang mengatakan ada
urusan sangat penting untuk dlsampaikan kepada Lu-ma, nenek
ini lalu mencuci tangannya.
"Slapakah, nek?"
"Tidak tahu siapa, mungkin tamu kenalan ayahmu." kata Lu-ma,
lalu ia melangkah keluar dari dapur menuju ke ruangan tamu di
depan. Bi Lan tidak mau ketinggalan, menggandeng tangan
neneknya, ikut pergi ke ruangan tamu.
Setelah Lu-ma dan Bi Lan memasuki ruangan tamu, mereRa1
meiihat seorang laki-laki tua duduk di atas kursi dan memandang
kepada mereka dengan sinar mata penuh selldlk. Ouw Kan
bangklt berdlrl. dan segera bertanya. "Aku ingin bertemu dengan
Han Si Tlong dan laterl-nya. Dl mana mereka?"
Lu-ma menduga bahwa tentu kakete Inl kenalan balk Haa Si
Tiong, maka ia-pun menjawab, "Han Si Tlong dan isteri-nya tldak
ada di rumah, mereka pergl perang dan belum pulang."
"Dan siapakah kalian ini?"
"Saya Lu-ma, bibi mereka dan ini Han Bi Lan, anak tunggal
mereka." Ouw Kan memandang anak perempuan, Itu. Sungguh seorang
anak perempuani yang manis dan mungil sekali. Kalau dia
membunuh anak ini, hal Itu sudah merupakan pembalasan hebat
yang akan menghancurkan hati Han Sl Tiong dan isterinya. Akan
170 tetapi dia meragu. Mungkin Sribaginda Raja Kin mempunyai
rencana lain dengan anak musuh-musuhnya ini. Mungkin juga
dapat dipergunakan untuk memaksa suaml isteri itu datang!
Sebaiknya dia cullk dan bawa saja anak ini dan diserahkan
kepada Sribaginda Raja Kln. Setelah berpikir demikian, tiba-tiba
dia menjulurkan tangan kanannya hendak menangkap lengan Bi
Lan. "Eh....?" Ouw Kan terbelalak, kaget dan heran. Anak perempuan
kecil itu dapat mengelak sehingga tangkapannya luput.
"Mau apa engkau?" bentak Bi Lan dan ia sudah memasang
kuda-kuda, siap untuk berkelahi! "Nek, dia ini orang jahat, nek.
Hati-hati, dia orang jahat!"
Ouw Kan merasa kagum juga. Hebat anak ini, pikirnya. Selain
memiliki ba-kat gerakan yang amat gesit, juga tam-paknya cerdik
bukan main. Maka dia lalu melangkah maju dan RembaH
tangannya menyambar. Bl Lan mengelak, akan teta-pi apa
artinya kegesitan seorang anak perempuan berusia tujuh tahun
terhadap datuk yang sakti itu" Sekali jari tangan Ouw Kan
menyambar, Bi Lan sudah tertotok dan. terkulai. Akan tetapi
Ouw Kan menangkapnya sehingga anak itu tidak sampal roboh
dan sekali angkat, Bl Lan sudah berada dalam pondongan
lengan kinnya, terkulai lemas, tak mampu bergerak atau
bersuara! Melihat ini, Lu-ma terbelalak dan ia marah sekali. Tadi ketika
cucunya berteriak mengatakan bahwa laki-laki itu jahat, ia tentu
saja tidak percaya. Akan tetapi sekarang ia marah sekali.
171 Bagaikan seekor singa betina direbut anaknya, ia menyerbu
dengan kedua tangan membentuk cakar ke arah Ouw Kan.
"Mau apa engkau dengan cucuku" Le-paskan ia! Lepaskan Bi
Lan, engkau penjahat!"
Akan tetapi tangan kanan Ouw Kan yang memegang tongkat
ular cobra kering bergerak dan robohlah Lu-ma tanpa dapat
bersuara lagi karena totokan tongkat itu mengenai ulu hatinya
dan ia tewas seketika. Biarpun tidak mampu bergerak dan
bersuara, Bi Lan masih sadar dan ia melihat dengan mata
terbelalak betapa neneknya roboh dan tak bergerak lagl. la tidak
dapat mengeluarkan suara tangis, akan tetapl dari kedua
matanya bercucuran air mata.
Pembantu wanita yang tadl dlpesan oleh Lu-ma untuk
mengeluarkan minuman untuk tamu, muncul di pintu. la
terbelalak melihat Lu-ma menggeletak di atas tanah dan Bi Lan
dipondong seorang kakek yang memegang sebatang tongkat ular, dan anak itu menangis tanpa suara. Po-ci dan cawan
minuman yang dibawanya di atas baki terlepas dari tangannya
dan jatuh tnengeluarkan bunyi berkerontang-an. Melihat ini,
sebelum pembantu vyani-ta jitu melarikan diri, Ouw Kan kembali
menggerakkan tongkatnya yang menyambar dan mengenai
leher wanita itu. Tanpa mengeluarkan suara lagi wanita itupun
roboh dan tewas seketika.
Setelah membunuh dua orang wanita lemah itu, Ouw Kan lalu
melangkah ke-luar sambil memondong Bi Lan yang ma-kln
deras tangisnya setelah melihat Lu-ma dan pembantu rumah
tangga itu di-bunuh kakek yang menculiknya? Karena khawatir
172 kalau-kalau ada yang melihatnya dan menjadi curiga melihat
anak yang dipondongnya itu mencucurkan air mata dan
wajahnya Jelas menunjukkan tangls walaupun tldak ada suara
keluar dari mulutnya, Ouw Kan menepuk tengkuk Bi Lan ddn
anak perempuan itu terkulai dan pingsan, seperti tidur. Ouw Kan
menyimpan tongkatnya, diselipkan di ikat pinggangnya,
kemudian dengan langkah lebar hendak keluar dari pekarangan
itu. Akan tetapi, tukang kebun yang tadi pertama kali
menyambutnya, melihat dia tergesa-gesa keluar sambil
memondong Bi Lan. Tukang kebun itu tentu saja menjadi curiga.
Dia mengejar dan rnenghadang di depan kakek itu.
"Heii! Mau kaubawa ke mana Nona'i Bi Lan itu" Lepaskan!"
Tukang kebun itu menerjang untuk merampas Bi Lan dari tangan
Ouw Kan. Datuk ini melihat bahwa gerakan tukang kebun itu
cukup? kuat, menunjukkan bahwa dia pandai bermain silat. Akan
tetapi tentu saja tingkat kepandaian tukang kebun itu tidak ada
artinya dibandingkan tingkat Ouw Kan. Menghadapi terjangan
tukang kebun itu, Ouw Kan menyambutnya dengan ten-dangan
kaki kanannya. Cepat dan kuat sekali tendangan itu. Biarpun
tukang kebun itu sudah berusaha mengelak, tetap saja ujung
sepatu Ouw Kan masih menyambar iganya.
"Krekk !" Tukang kebun itu terpelanting keras dan
roboh tak dapat bergerak lagi. Tulangtulang iganya patah-patah
dihantam tendangan kaki Ouw Kan! Karena khawatir kalau
banyak orang akan rnelihatnya, dan merasa yakin bahwa tukang
kebun itu juga tewas, Ouw Kan lalu cepat keluar dari
173 pekarangan itu. Dengan cepat dia menuju ke pintu gerbang kota
raja sebelah utara. Melihat seorang kakek menggendong
seorang anak perempuan yang agaknya sakit atau tertidur
dipondong dengan sikap penuh kasih sayang, tentu saja tidak
ada orang yang mencurigainya dan Ouw Kan dapat keluar dari
kota raja dengan aman. Sementara itu, sepergi Ouw Kan, Perdana Menteri Chin Kui lalu


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berusaha keras untuk membujuk Kaisar Sung Kao Tsu,
memperingatkan kaisar bahwa gerakan penyerbuan yang
dilakukan Jenderal Gak Hui itu sesungguhnya salah sama
sekali. Bangsa Kin yang berada di utara selama ini tidak pernah
mengganggu daerah Sung di selatan sehingga kita berada
dalam keadaan tenteram penuh damal, dapat bekerja
membangun kembali kerajaan di daerah yang tanahnya lebih
subur. Mengapa sekarang mencari permusuhan" Kalau nanti
Kerajaan Kin membalas dan menyerbu ke selatan, bukankah hal
itu i akan mendatangkan kesengsaraan"
"Hamba yang akan mengusahakan minta maaf dan hamba
berani menanggung bahwa Sribaginda Raja Kin tidak akan
melakukan balas dendam terhadap penyerbuan itu, asalkan
paduka segera memerintahkan Jenderal Gak Hui agar
menghentikan penyerbuan dan menarlk kembali balatentara."
Demikian Pefdana Menterl Chln Kul mengakhlri bujukannya.
Kalsar Kao Tsu menurut, apa lagi ketika para menteri lain juga
mendukung usul Perdana Menteri Chin Kui. Juga pada dasarnya
Kaisar Kao Tsu mernang seorang yang tidak suka perang.
Maka, diapun segera mengambil keputusan dan dikirimlah
utusan dengan perintahnya kepada Jenderal Gak Hui untuk
174 menghenti-kan penyerbuan ke utara dan menarik kembali
barisannya ke daerah selatan.
Jenderal Gak Hui merasa kecewa, marah dan menyesal sekall.
Dla telah memenangkan pertempuran dl banyak tempat dan
sudah menguasal daerah yang luas. Akan tetapi karena
kesetiaannya, terpaksa dla menlnggalkan daerah yang telah
dlkuasainya itu dan kemball ke selatan, diiringi tangis kecewa
penduduk daerah yang ditinggalkannya. Akan tetapi dia masih
ragu untuk pulang ke kota ra-Ja dan mendirikan perkemahan di
dae-rah tapal batas. Dia hanya mengutus pa-ra perwiranya
kembali ke kota ra|a dan mengantar laporan tertulis yang
dltujukan kepada Kaisar Kao Tsu.
Karena sudah tldak ada pertempuran lagi, Han Si Tiong dan
Liang Hong Yl Juga Ikut pulang dengan sebagian darl pasukan
dan para perwlranya. Kalau di sepanjang perjalanan, pasukan
yang pulang ke kota raja membawa kemenang" an ini disambut
oleh rakyat dengan gem-bira, setelah memasuki kota raja, dari (
pihak pemerintah malah tidak ada pe-nyambutan dan
suasananya dingin saja. Hal ini adalah karena perintah dan
pengaruh Perdana Menterl Chtn Kul yang menganggap barlsan
yang menang perang itu bahkan meruglkan kerajaan!
Betapapun juga, ketika menerima para perwira yang pulang dan
menghadapnya, Kaisar Kao Tsu menerima mereka dengan baik.
Bahkan dla lalu memberi anugerah pangkat kepada para perwira
yang namanya disebut dalam daftar Jasa yang dikirlm Jenderal
Gak Hui. Karena Han Sl Tiong dan Isterinya dipuji-puji oleh
Jenderal Gak Hul, maka Kaisar Kao Tsu memberl anugerah
keduduk-an pangllma muda kepada Han Si Tiong dan isterlnya
175 dan keduanya diangkat menjadi bangsawan! Suaml isteri inl ialu
pulang ke rumah mereka. Tadl bersama para perwira lain, begitu
masuk kota raja mereka langsung menghadap kaisar. Ini
merupakan peraturan datt tidak boleh dilanggar oleh siapapun
juga. Tentu saja mereka merasa gembira sekali, teruta-ma sekali
Hong Yi. Kalau diingat bahwa tadinya ia hidup dalam rumah
pelesir asuhan Lu-ma dan walaupun ia tidak diperas, namun
tetap saja ia pernah menjadi seorang pelacur! Dan sekarang, ia
memperoleh seorang suami yang baik dan yang mencintainya,
tidak memandang rendah walaupun suaminya tahu bahwa ia
seorang bekas pelacur! Dan ia telah mempunyai seorang anak
yang manis pula. Sekarang ditambah lagi anugerah dari Kaisar
yang mengangkat ia dan suaminya menjadi bangsawan!
Bangsawan yang ber-kedudukan terhormat sebagai panglima
muda! Semua ini sungguh cocok sekali dengan ramalan yang ia
dapatkan dari Kwan Im Bio, kuil dari Sang Dewi Welas Asih itu.
Dengan hati dipenuhi kebanggaan dan kebahagiaan, bersama
suaminya ia pulang membawa hadiah pedang bengkok
bergagang emas untuk anak mereka.
Akan tetapi, alangkah heran rasa hatl mereka ketika mereka tiba
di depan rumah mereka. Keadaan tempat tinggal mereka itu
hampir tak dapat mereka kenali lagi. Pekarangannya tak terawat,
penuh dengan rumput liar dan daun-daun, kering. Agaknya
sudah lama sekali tidak' pernah disapu dan dibersihkan. Dinding
rumah itupun kotor dan semua pintu dan jendela di depan
tertutup. Rumah itu tampak sunyi sekali. Sungguh aneh. Seluruh
penduduk kota raja sudah mendengar bahwa sebagian pasukan
yang pergi ber-perang sudah pulang. Mustahil kalau Lu-ma,
176 pelayan wanita, tukang kebun dan Bi Lan belum mendengar
akan kepulangan rnereka. Mereka tidak ada yang menyambut"
Dengan hati merasa heran dan tidak enak suami isteri itu berlari
memasuki pekarangan. Setelah hampir tiba di pin-tu depan, tibatiba muncul seorang perajurit dari pintu samping. Melihat Han Si
Tiong dan Liang Hong Yi, perajurit itu memberi hormat. Tentu
saja suami isteri ini bertambah heran melihat adanya seorang
perajurit di situ. Han Si Tiong cepat melompat ke depan perajurit itu. "Hei, siapa
engkau dan mengapa berada di sini?"
"Han-ciangkun, saya memang hari ini bertugas menjaga rumah
ciangkun ini." jawab perajurit itu.
"Menjaga rumah kami" Kenapa" Dan di mana puteri kami" Di
mana Lu-ma dan para pembancu?" tanya Sl Tiong sambil
mengerutkan alisnya. Perajurit itu tampak bingung. Dia mengerti bahwa suami isteri
perwira ini belum tahu akan malapetaka yang menimpa keluarga
mereka dan agaknya d?a| menjadi orang pertama yang harus
rneo-j ceritakannya! Dia merasa tidak enak sekali harus
menyampaikan berita yang menyedihkan itu.
"Tidak ada siapa-siapa di rumah ini, ciangkun. Hanya ada saya
yang bertugas jaga hari ini. Kwe-ciangkun atasan saya yang
memerintahkan kami inelakukan penjagaan di sini secara
bergantian dan hari ini tiba giliran saya."
177 "Akan tetapi kenapa" Apa yang telah terjadi" Ke mana perginya
semua peng-hunl rumah Ini" Di mana anakku?" Liang Hong Yl
yang sudah tldak sabar lagt bertanya, suaranya mengandung
kegelisahan. Perajurlt itu menelan ludah beberapaj kali sebelum menjawab,
kemudian memberanikan diri menjawab, "Ciangkun dan hujin,
telah terjadi hal yang menyedihkan di rumah ini, kurang lebih
sebulan yang lalu...."
Han Si Tiong menangkap mengguncangnya. "Apa yang
ceritakan!" lengan perajurit itu dan telah terjadi" Hayo cepat
Perajurit itu mengangguk - angguk. "Kurang lebih sebulan yang
lalu, di ru-mah ini telah ditemukan Lu-ma dan pelayan wanita
telah tewas, dan tukang kebun terluka parah...."
"Dan anakku" Puteriku Bl Lan....?"" teriak Hong Yi wajahnya
menjadi pucat sekali. "Ia.... ia.... hilang. Tidak ada yang tahu ke
mana...." "Aihhh !" Hong Yi sudah melompat ke serambi
depan dan mendorong dauh plntu depan. Pintu itu terpalang dari
dalam, akan tetapl dorongari kedua tangan Hong Yl yang disertal
tenaga saktl itu membuat palang pintu jebol dan daun pintunya
terbuka. Hong Yi berlari-lart memerlksa semua bagian dalam
rumah. Kosong! Benar?benar telah kosong, tidak ada
seorangpun di situ. Anakoya tidak ada di rumah itu!
"BiLan ! Bi Lan !! Bibi Lu-ma !!" la menjerit-jerit
178 mernanggil sambil ber-lari ke sanasini mencari-cari, akan te-tapi
tidak ada yang menjawab. Tiba-tiba Si Tiong merangkulnya dan
melihat su-aminya, Hong Yi merangkul dan menangis.
"Tiong-ko.... di mana Bi Lan" Dan BiBi Lu-ma" Apa yang terjadi
dengan me-reka?" la menangis tersedu-sedu di atas dada
suaminya. Han Si Tiong mendekap kepala iste-rinya. "Yi-moi, tenangkanlah
hatimu, Yi-moi. Dalam keadaan seperti ini kita harus
menguatkan perasaan hati. Ingat sepak terjangmu dalam
pertempuran. Engkau seorang wanita gagah perkasa, harus
mampu dan kuat menghadapi apapun juga. Tenangkanlah
hatimu." Hong Yi menumpahkan kegelisahan-nya melalui tangis. Setelah
tangisnya mereda dan ia mampu menguatkan hati-nya, ia
melepaskan rangkulannya. Dengan wajah pucat dan sepasang
mata merah, ia bertanya kepada suaminya. "Tiong-ko,
bagaimana dengan Bi Lan" Apa yang terjadi dengan anak kita
itu?" "Tenangkan hatimu, Yi-moi. Aku sudah mendengar cerita
perajurlt itu. Bi-bi Lu-ma dan pelayan wanita telah dibunuh
orang. Tukang kebun kita terluka parah akan tetapi kata perajurit
itu, sebelum tukang kebun tewas, dia sempat dibawa oleh Kweeciangkun. Dan anak kita agaknya dibawa lari pembunuh itu."
"Ahh ! Siapakah yang melakukan ini" Aku
bersumpah akan membunuhnya dengan tanganku sendiri. Bi
Lan, anak kita.... bagaimana nasibnya....?"
179 "Tenangkan hatimu. Setidaknya, aku yakin Bi Lan masih hidup.
Kalau penculik itu berniat membunuhnya, tentu sudah
dilakukannya seperti ketika dia membunuh yang lain. Kalau dia
menculik anak kita, itu berarti dia menginginkan anak kita hiduphidup dan selama Bi Lan masih hidup, ada harapan bagi kita
untuk dapat berjumpa lagi dengannya."
, "Akan tetapi, siapakah yang melakukan kekejian ini" Siapa yang
memusuhi kita seperti ini?"
"Kita tunggu saja. Aku sudah memerintahkan perajurit tadi untuk
mengundang Kweeclangkun ke sini. Engkau tahu, Kweeciangkun adalah sahabat kita yang baik. Tentu dia mengetahui
lebih banyak dari tukang kebun kita itu."
Tak lama kemudiari muncullah Kwee-clangkun. Perwira Kwee ini
tldak ikut pergi berperang karena dia bertugas sebagal perwira
pasukan penjaga kota raja. Dia bersahabat balk dengan Han Si
Tiong dan biarpun dia tldak termasuk anak buah Jenderal Gak
Hul seperti halnya Sl Tlong, akan tetapl Perwlra Kwee Inl-pun
seorang yang tidak suka kepada Perdana Menterl Chin Kui.
Begitu diterima oleh Si Tlong dan Hong Yi, Kwee-ciangkun
merangkul sahabatnya itu.. "Han-ciangkun, aku merasa ikut
prihatin atas malapetaka yang menimpa keluargamu selagi
kalian pergi berjuang melawan penjajah Kin." katanya terharu.
"Terima kasih, Kwee-fciangkuit. Duduklah dan ceritakanlah
sejelasnya kepa-da kami apa yang telah terjadi dalam rumah
kami ini ketika kami pergi bertempur." kata Han Si Tiong.
180 Moreka bertlga duduk bertiadapan. Mirang lebih sebulan yang
lalu, tepat-nya mungktn srdah tiga puluh lima hari, padu suatu
pagi aku mendengar laporan dari anak buahku yang melakukan
peron-dten bahwa telah terjadi pernbunuhan di rumahmu ini.
Mula-mula yang mengetahuinya adalah seorang tetanggamu
yang melihat tukang kebunmu menggeletak di pekarangan.
Mendengar bahwa pembunuhan itu terjadi di rumahmu, aku
sendiri lalu bergegas datang melakukan pemeriksaan. Ternyata
bukan hanya tukang kebun yang menggeletak dalam Keadaan
terluka parah, melainkan juga Lu-ma, bibi kallan Itu, dan wanita
pembantu rutnah tangga kallan telah menggeletak tewas di
kamar tamu." "Kwe-ciaogkun, siapa yang melakukan pembunuhan keji ini"
Dan apa yang terjadi dengan anakku Bi Lan?" Hong Yi bertanya
tak sabar. "Tenanglah. Yl-mol. Biarkan Kwee-ciangkun
ceritanya." suaminya menenangkannya
melanluthan Kwee-ciangkun yang bernama Kwee Gi itu, seorang pria tinggi
besar gagah berusia kurang lebih empat puluh tahun, menghela
napas panjang. dan memandang dengan sinar mata penuh iba
kepada Hong Yi. "Pada saat itu, aku tidak tahu apa yang terjadi
dengan Bi Lan yang tidak berada di rumah. Akan tetapi aku melihat tukang kebun itu masih hidup, maka aku lalu menyuruh
orang memanggil tabib dan merawatnya. Setelah dia siuman
dari pingsannya, aku segera bertanya ke-padanya apa yang
telah terjadi. .Sebelum dla tewas karena luka parah, semua
tulang iganya patah-patah, dia bercerita kepadaku. Katanya pagi
hari itu datang seorang laki-laki berusia enam puluh tahun lebih,
181 rambut, kumis dan jeriggotnya le-bat dan sudah putih semua,
mengenakan topl aslng sepertt yang biasa dipakal suku-suku
asing di utara dan barat, memegang sebatang tongkat ular kobra
kering, wajahnya menyeramkan dengan mata lebar dan liar,
tubuhnya sedang dan tegap. Tamu itu datang mencari kalian
berdua. Ketika dijawab bahwa kalian pergi, dia minta bertemu
dengan siapa saja yang berada di rumah. Tukang kebun itu lalu
memberitahu Lu-ma dan tukang kebun itu kembali ke
pekarangan depan, tldak tahu lagi apa yang terjadi di dalam.
Akan tetapi, tak lama kemudian dia me-lihat laki-laki tua itu
keluar dari dalam rumah sambil memondong Bi Lan yang
tampak lemas dan anak itu me sangis tanpa suara. Tukang
kebun berusaha untuk merebut kembali anak itu, akan tetapi
penculik itu lihai sekali. Sebuah tendangan yang amat kuat
mematahkan tulang-tulang iga tukang kebun itu sehing-ga dia
roboh pingsan. Nah, demikianlah ceritanya. Setelah
menceritakan semua itu, diapun menghembuskan napas
terakhlr. Ketika aku memeriksa Jenazah Lu-ma dan pelayan Itu,
mereka berdua tewas dengan luka di ulu hati dan di leher. Luka
itu kecil saja, agaknya tertusuk benda tumpul, akan tetapi di
sekitar luka itu berwarna menghitam. Tentu mereka keracunan
hebat sekali dan tewas seketika. Dari kenyataan itu, jelas bahwa
laki-laki tua itu seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi."
Sunyi sekali setelah Kwee-ciangkun menyelesaikan ceritanya.
Suami isteri itu saling berpandangan dan perlahan-lahan dari
kedua mata Hong Yi kemba-li menetes-netes air mata.
"Tiong-ko, kenalkah engkau dengan jahanam itu?" tanya Hong
Yi sanrbil menahan isak tangisnya.
182 Sambil mengerutkan alisrtya, Han Si Tiong menggeleng kepala.
"Aku tidak mengenalnya, tidak pernah melihatnya, mendengarpun belum. Kenapa orang yang tidak dikenal
reelakukan semua kekejaman ini?"


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Akupun tidak mengenal orang dengan gambaran seperti itu.
Akan tetapi kenapa dia menculik anakku?" Hong Yi mengepal
kedua tangannya, kegelisahan, kedukaan dan kemarahan
memenuhi hatinya. Kwee-clangkun menghela napas panjang. "Kiranya tldak salah
lagi kalau aku mengira bahwa perbuatan orang yang keji ini
tentu merupakan suatu balas dendam"
"Akan tetapi kami berdua tidak mengenal orang macam itu!
Bagaimana dia dapat membalas dendam kalau kita
mengenalnyapun tidak" Ada urusan apa antara orang itu
dengan kami?" kata Hong Yi penasaran sekali.
"Tidak selamanya orang yang menden-g dam kepada kita turun
tangan sendiri. Bisa saja dia menyuruh orang lain yang lihai
untuk melaksanakan balas dendamnya itu. Mungkin saja orang
yang membunuh bibi kalian dan menculik puteri kalian adalah
orang suruhan, seorang pembunuh bayaran." kata Kwee Gi.
Han Si Tiong mengangguk-angguk "Apa yang dikatakan Kweeciangkun itu benar sekali, Yimoi. Tentu ada orang yang sakit hati
kepada kita, yang secara pengecut membalas dendam kepada
keluarga kita. Betapapun Juga, masih ada harapan bagl kita
bahwa mereka tidak akan mengganggu Bi Lan yang tidak
bersalah apapun kepada mereka."
183 "Perkiraanmu itu kurasa benar sekali Han-ciangkun. Kalau
pembunuh itu menginginkan kematian anakmu, tentu hal itu
telah dilakukannya di sini, tidak perlu bersusah payah menculik
anak itu keluar dari kota raja yang tentu saja mengandung resiko
ketahuan." "Aku bersumpah akan mencari penculik itu, membunuhnya dan
merampas kembali anakku' Aku tidak akan berhenti sebelum
dapat menemukannya!" Hong Yi berkata dengan tegas dan
penuh kemarahan. Si Tiong menghela napas panjang. "Tentu hal itu akan kita
lakukan, Yi-moi, akan tetapi harus dengan persiapan matang
dan sebagai seorang yang memegang kewajiban, kita harus
mengembalikan dulu kedudukan yang dianugerahkan kepada
kita. Ahh, sungguh bertubi-tubi malapeta-ka menimpa diri kami,
Kwee-ciangkun. Pertama, kami harus ikut berduka dan prihatin
karena Jenderal Gak dipaksa menghentikan gerakannya dan
menarik mundur pasukannya yang sudah mulai memperoleh
kemenangan. Kemudian setelah kami pulang dengan hati berat,
kami bahkan dihadapkan dengan. peristlwa pembunuhan bibi
daa dua orang pembantu kami dan penculikan anak kami." Han
Si Tiong menarik napas panjang lagi dengan wajah diliputi
kedukaan. "Aku mengerti, Han-ciangkun. Biar-pun engkau dan isterimu
mendapat anu-gerah pangkat panglima muda dan men-jadi
bangsawan, namun hati kalian diliputi kedukaan. Aku juga
mengerti akan keputusan Sribaginda Kaisar yang mengejutkan
itu, yang memerintahkan Jenderal Gak menghentikan gerakan
penyerbuan ke utara dan menarik mundur tentara-nya. Semua
184 ini gara?gara bujukan perdana Meteri Chin Kui dan
antek?anteknya sehingga Sri Baginda Kaisar mengambil
keputusan seperti itu. Djam-diam aku sendi-ri sudah mengirim
orang yang dapat ku-percaya untuk mengabarkan tentang per-j
buatan Perdana Menteri Chin Kui ini kepada Jenderal Gak Hul."
kata Perwira Kwee Gi. "Hemm, begitukah?" Han 'Sl Tiong mengepal tinjunya. "Kasihan
Jenderal Gak yang gagah perkasa dan budiman. Kasihan rakyat
yang tinggal di sekitar perbatasan sebelah utara yang tadinya
sudah dibebaskan oleh pasukan kita. Mereka mengantar
penarikan mundur pasu-kan di bawah pimpinan Jenderal Gak
de-ngan ratap tangis. Kalau begitu, untuk apa kami lebih lama
lagi bertugas sebagai perwira" Kwee-ciangkun, kami berdua
akan mengundurkan diri, kami akan pergi mencari puteri kami
sampai dapat kami temukan."
Kwee-ciangkun dapat memaklumi ke-adaan sahabatnya.
Demikianlah, Han Si Tiong dan Liang Hong Yi lalu mohon ijin
untuk mengundurkan diri dan berhenti dari jabatan mereka
dengan alasan harus mencari puteri mereka yang hilang diculik
orang. Permohonan berhenti Ini hanya sampai di tangan
Jenderal Ciang Sun Bo yang berhak menangani urusan Ini.
Seperti kita ketahui, Jenderal Ciang itil adalah anak buah
Perdana Menteri Chin Kui dan dia pernah bentrok dengan Si
Tiong dan Liang Hong Yi karena dia tertarik oleh kecantikan
Hong Yi. Dlu tidak berani mengganggu, suumi isteri itu karena
mereka menjadl para pembantu Jenderal Gak Hul, Oleh karena
itu membaca permohonan suami isteri itu untuk berhenti dari
pekerjaan mereka, tentu saja dia segera menyetujui.
185 Han Si Tiong dan Liang Hong Yl la-lu berkemas, menjuali harta
miliknya lalu meninggalkan kpta raja. Mereka berdua merantau,
mencari-cari puteri mereka. Akan tetapi penculik itu sama sekali
ti-dak meninggalkan jejak sehingga mereka tidak tahu harus
mencari ke mana. Dari ciri-ciri penculik itu seperti yang
diceritakan oleh tukang kebun mereka kepada Kweeclangkun,
mereka mendengar keterangan dari orang-orang kang-ouw (sungai telaga, dunia persilatan) bahwa yang dimaksud itu mungkin
seorang datuk yang bernama Ouw Kan dan berjuluk Toat-beng
Coa-ong (Raja Lllar Pencabut Nyawa). Akan tetapl selama
bertahun-tahun Inl datuk Itu hanya dlkenal ssbagai seorang yang
datang darl Sln?klang dan riamanya amat terkenal dl utara, dl
daerah yang klni dtduduki Kerajaan Kln. Karena itu Si Tiong dan
Hong Yi pergl merantau ke utara, lalu ke Sin-kiang. Sampai
hampir dua tahun mereka merantau dan mencarl?carl, akan
tetapi semua usaha mereka sla-sia. Mereka tldak dapat menemukan datuk yang mereka curigai Itu, bahkan akhirnya di
daerah Sin-kiang mereka mendengar bahwa datuk itu mung-kin
sekali sudah tewas, walaupun tak se-orangpun dapat
memastikan akan hal itu dan tidak ada pula yang tahu di mana
kuburnya. Juga tidak ada orang yang da-pat mengatakan di
mana adanya Bi Lan yang diculik itu.
Akhirnya setelah semua usaha mereka sia-sia, Si Tiong dan
Hong Yi meng-hentikan usaha mereka mencari puterl mereka.
Dengan kecewa dan duka mere-ka lalu membeli sebidang tanah
di dekat See-ouw (Telaga Barat) dan hldup sebagai petani,
mengasingkan diri dari dunla ramai. Mereka hidup sederhana.
Sang Waktu akhirnya mengobati sakit hati dan kedukaan
mereka. Mereka menerima nasib dan hidup sebagai petani,
186 mendapatkan ketenterartian dan kedamaian di tempat yang
sunyi dan indah itu. Penduduk sekitar telaga yang indah itu
kadang melihat sepasang suami isteri ini menunggartg keledai
mereka di sepanjang tepi telaga sambil menikmati
pemandangan yang indah sekali dari 'tempat itu. Mereka hidup
terasing dan jauh dari dusun, seperti dua orang pertapa. Bahkan para penduduk dusun di sekitar tela-ga tidak pernah tahu
bahwa sepasang suami isteri itu adalah bekas panglima dan
telah memperoleh gelar bangsawan darl Kaisar Sung Kao Tsu!
*** Apa yang terjadi dengan Bi Lan" Mari kita ikuti perjalanan Ouw
Kan datukr yang dikenal dengan julukan Toat-beng Coa-ong itu,
yang berhasil membawa Bi Lan yang ditotok pingsan dan
dipondongnya itu keluar pintu gerbang kota raja sebelah utara.
Orang-orang yang melihatnya tentu menduga bahwa kakek itu
memondong cucunya yang sedang tldur.
Setelah tiba jauh darl kota raja, Ouw Kan menurunkan Bi Lan
dan membebaskan totokannya. Bi Lan yarig merasa tubuhnya
kaku dan lemah, jatuh terduduk. Kini ia terbebas dari totokan,
mampu bergerak dan mengeluarkan suara. Begitu ia dapat
menggerakkan tangan kakinya, tanpa memperdulikan tubuhnya
yang masih terasa lemah, ia sudah meloncat bangun.
"Kakek jahat, engkau telah membu-nuh nenek, pelayan dan
tukang kebun ka-n?i! Aku harus niembalaskan kernattan
mereka!" Setelah mengeluarkan suara bentakan ini, ia lalu
menerjang dan menyerang kakek itu kalang kabut!
187 Akan tetapi apa artinya serangan se-orang anak berusia tujuh
tahun" Biarpun Bi Lan sejak kecil telah digembleng dasar-dasar
ilmu silat oleh ayah ibunya, na-mun tentu saja inenghadapi
seorang datuk seperti Ouw Kan, kepandaiannya itu sama sekali
tidak ada artinya. Sekali tangan kiri kakek itu menyambar, anak
itu telah terpelanting dan terbanting roboh.
"Hemm, anak bandel! Kalau engkau tidak mau menaatiku dan
berjalan sendiri dengan baikbaik, aku akan membuatmu tidak
dapat bergerak seperti tadi kemudian aku akan menyeretmu!"
Bi Lan adalah seorang anak yang memiliki keberanian besar.
Mendengar ancaman itu ia sama sekali tidak merasa takut,
bahkan kini ia sudah bangkit dan dengan nekat ia inenyerang
lagi! Ouw Kan menangkap lengan Bi Lan, akan tetapi anak itu
cepat mendekatkan mukanya dan menggigit tangan kakek itu!
"Uhh'" Ouw Kan yang tidak mengira tergigit tangannya. Karena
merasa nyeri dia lalu mengibaskan tangannya dan kembali Bi
Lan terpelanting. Akan tetapi ia bangkit lagi, mukanya merah
karena marah dan ia sama sekali tidak menangis,
"Kakek iblis! Kubunuh engkau!" teriaknya dan kembali ia
menerjang. Ouw Kan diam-diam merasa kagum akan kenekatan dan
keberanian anak itu akan tetapi dia juga merasa terganggu. Kini
dia menggerakkan tangan dan sekali jari tangannya menotok, Bi
Lan roboh dengan tubuh lemas dan kaki tangan lumpuh. Akan
tetapi ia masih dapat mengeluarkan suara dan lapun memaki
maki. 188 "Kakek Jahat! Kakek Iblls! Muka jelek, hatimu lebih jelek lagi!"
"Hemm, engkau memang bandel dan keras kepala. Engkau
mencari sakit sendiri. Disuruh berjalan sendiri baik-baik tidak
mau, rasakan sekarang aku akan menyeretmu!" Ouw Kan
melepaskan pita rambut Bi Lan sehingga rambut yang panjang
itu terurai lepas. Kemudian kakek itu menjambak rambut Bi Lan
yang lebat dan hitam, lalu menyeret tubuh yang telentang itu di
belakang. Tentu saja Bi Lan merasa tersiksa sekali. Belakang kedua
lengan dan kakinya, juga punggung dan pinggulnya, terasa
sakit-sakit karena terseret dan terantuk batu-batu di jalan. Tubuh
bagian belakang itu lecet-lecet, pakaiannya bagian belakang
juga pecah-pecah. Rasa pe-dih menusuk tulang. Akan tetapi ia
mengeraskan hatinya, tidak mau berteriak, tidak mengeluh.
Hanya matanya yang menjadi basah dan alr mata turun ke atas
kedua pipinya. Setelah berjalan agak jauh, Ouw Kati merasa kesal juga harus
menyeret tubuh anak itu. Sama tldak enaknya dengan
memondong. Dia berhenti dan menoleh. Dilihatnya anak itu
sama sekali tidak mengeluh, melainkan mengertakkan gigi dan
kedua matanya mengeluarkan air mata namun sedikitpun tidak
terdengar tangisnya. Anak yang luar biasa, pikirnya kagum.
Bagian belakang tubuh anak itu sudah lecet-lecet berdarah,
akan tetapl la tldak pernah mengeluh, dan sepasang mata yang
jeli itu memandang ke-padanya penuh kemarahan!
"Nah, tidak enak bukan kalau kuseret" Apa sekarang engkau
masih keras kepala dan tidak mau berjalan sendiri?"
189 Bi Lan adalah seorang anak yang pemberani dan keras hati,
akan tetapi di samping itu ia juga seorang anak yang cerdlk
bukan main. Pikirannya berjalan cepat. la sudah melihat untung
ruginya. Kalau la berkeras tidak menaati perintah penculikya, ia
akan tersiksa, terluka dan mungkin akan tewas. Kalau begitu,
tentu ia tldak beri kesempatan lagi untuk membalas semua
kejahatan yang telah dilakukan kakek itu. Sebaliknya kalau ia
menaati, selain penyiksaan yang menghina itu tidak perlu ia
rasakan, juga masih terbuka kesempatan baginya untuk
membalas dan kalau mungkin membunuh kakek ini. Setelah
pikiran secepat kllat ini bekerja, ia lalu mengatakan keputusan
hatinya. "Baik, aku akan berjalan sendiri." Ouw Kan tersenyum, merasa
menang dan dia lalu membebaskan totokannya sehingga Bi Lan
mampu bergerak kembali. Bi Lan maklum bahwa menyerang lagi
dengan nekat akan sia-sia belaka. la harus menekan
kemarahannya dan menahan kesabarannya, menanti terbukanya kesempatan yang baik untuk membalas dendam. la
bangkit dan merasa betapa bagian belakang tubuhnya nyerl
sekall, panas dan pedih sehingga tak tertahankan lagi la
menyeringai kesakltan. Melihat inl, Ouw Kan yang merasa kagum dan suka mellhat anak
perempuan yang pemberanl dan tahan uji itu mengeluarkan
sebuah bungkusan dari sakunya. "Menghadaplah ke sana, akan
kuobati lecet-lecet itu!"'
Bi Lan tidak membantah, lalu berdirl membelakangi kakek itu.
Ouw Kan membuka bungkusan yang terisi obat bubuk berwarna
kuning. Dia menaburkan bubuk kuning itu pada luka-luka di
190 bagian be-lakang tubuh Bi Lan. Anak itu merasa betapa panas
dan pedih di tubuhnya se-gera hUang terganti rasa dingin dan
nyaman. "Nah, mari kita lanjutkan perjalanan kita." kata Ouw Kan. Dia
melangkah dan Bi Lan berjalan di sampingnya. Setelah berjalan
tanpa bicara beberapa lamanya, Bi Lan lalu bertanya, mengatur
agar kemarahan tidak muncul dalam suaranya.
"Engkau ini siapakah, Kek?"
Ouw Kan tersenyum dan mengelus jenggot putihnya yang lebat.
Dari suaranya, anak ini sama sekali tidak menunjukkan rasa
takut. Sungguh seorang anak yang luar biasa!
"Hemm, mau tahu slapa aku" Aku bukan orang biasa saja.
Namaku Ouw Kan, akan tetapi dunia persilatan mengenal aku
sebagai Toat-beng Coa-ong!"
"Pantas tongkatmu ular kering!" kata Bl Lan sambll memandang
ke arah tongkat yang kinl dipegang tangan kanan kakek itu.
"Ha-ha, engkau cerdlk. Siapa nama-mu?" "Namaku Han Bi Lan,
kek." "Han Bi Lan" Nama yang bagus." Ouw Kan menganggukangguk. Datuk Ini adalah seorang yang berwatak aneh dan
terkenal kejam sekali. Dia dapat membunuhi orang tanpa
berkedipi Akan tetapi, betapapun jahatnya, ada juga saatnya dia
bersikap seperti seorang manusia biasa yang dapat tertarik dan
merasa suka kepada seseorang seperti sekarang dia merasa
191 suka sekali kepatfa anak perempuan yang dlcullknya ini. Sikap
Bl Lan yang pemberanl Itu membuat dia kagum dan suka.
"Akan tetapi, kek. Engkau yang tidak mengenal aku, kenapa
sekarang menculikku" Dan nenek Lu-ma, pembantu rumah


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangga dan tukang kebun kami, apa kesalahan mereka
terhadapmu" Kenapa mereka kau bunuh?"
Dihujani pertanyaan ini, Ouw Kan tertawa. Dia adalah seorang
manusia yang tak pernah menyadari akan kesalahannya. Dia
percaya bahwa segala yang dia lakukan adalah benar, tidak
jahat, karena semua perbuatannya itu ada alasannya! Nafsu
daya rendah memang menjadlkan hati akal pikiran sebagai
sarang?nya dan melalui hati akal pikiran inilah nafsu setan
membisikkan alasan-alasan untuk membenarkan segala
perbuatannya yang menyimpang dari kebenaran. Setan itu
cerdik bukan main. Dia niembela se-mua perbuatan sesat
dengan alasan-alas-an yang tampaknya masuk akal dan benar!
"Hemm, engkau ingin tahu mengapa aku melakukan penculikan
dan pembunuhan itu, Bl Lan" Semua Itu untuk menghukum
dosa yang dllakukan ayah ibumu" Mereka telah membunuh
Pangeran Cu Sl dalam pertempuran, maka Sribaginda Raja Kin
lalu menyuruh aku untuk membalas dendam kematian
puteranya." "Akan tetapi, kenapa aku yang kau culik dan mereka yang kau
bunuh" Kami tidak mempunyai kesalahan apapun!" Bi Lan
membantah. "Kalau ayah ibumu berada di rumah, tentu mereka yang akan
kubunuh. Akan tetapi mereka tidak berada di rumah. Yang ada
192 hanya engkau puteri mereka dan orang-orang itu. Maka engkau
yang kuculik dan mereka kubunuh sebagai pembalasan atas
kematian Pangeran Cu Si."
Pada saat itu terdengar suara derap kaki kuda datang dari
belakang. Ouw Kan berhenti melangkah dan menengok. Bi Lan
juga memutar tubuh. Mereka melihat seorang laki-laki
menunggang kuda datang dari arah belakang. Ouw Kan lalu
berdiri di tengah jalan menghadang dan mengangkat tangan kiri
ke atas sebagai tanda menghentikan penunggang kuda itu.
Kuda dihentikan, debu mengepul dan laki-laki itu melompat turun
dari atas punggung kudanya. Dia seorang laki-laki kurang lebih
empat puluh tahun dan me-lihat sebatang golok yang terselip di
punggungnya dapat diduga bahwa dia se-orang yang siap
menghadapi gangguan dengan kekerasan. Seorang tokoh kangouw yang mengandalkan ilmu silatnya untuk membela diri.
Mukanya bulat, tubuhnya kokoh dan sinar matanya mencorong.
Alisnya berkerut ketika ia memandang kakek yang
menghentikannya di tengah jalan itu. "Paman tua, ada keperluan
apakah engkau menghadang perjalananku?" tanya laki-laki itu
sambil memandang kepada Bi Lan yang berdiri di tepi jalan.
"Apakah ada sesuatu yang perlu kubantu?"
"He-he, memang ada yang perlu Kau-bantu, sobat. Aku sudah
tua dan cucuku ini masih kecil. Kami membutuhkan kudamu
untuk melanjutkan perjalanan kami. Maka, engkau lanjutkan
perjatanan dengan jalan kaki dan tinggalkan kudamu untuk kami
pakai." kata Ouw Kan dengan senyum.
193 "Dia bohong! Aku bukan cucunya. Dia bukan kakekku, dia
menculikku!" tiba-tiba Bi Lan berteriak. la melihat sikap gagah
laki-laki itu dan mengharapkan pertolongan darinya.
Laki-laki itu mengerutkan alisnya semakin dalam dan
memandang kepada Ouw Kan dengan tajam penuh selidik.
"Ehh" Benarkah itu, paman tua?"
Sikap lembut Ouw Kan lenyap, ter-ganti pandang mata
mencorong dan sua-ranya juga ketus. "Jangan mencampuri
urusanku. Berikan saja kudamu itu kepadaku!"
"Hemm, engkau sudah menculik seorang anak perempuan dan
kini hendak merampas kudaku" Orang tua, jangan engkau
berani main-main di depanku! Engkau tidak tahu siapa aku" Aku
adalah orang yang disebut Hui-liong Sin-to (Go-lok Sakti Naga
Terbang)! Minggirlah dan jangan ganggu. aku lagi dan biarkan
aku mengantarkan anak ini kembali ke orang tuanya. Barulah
aku mau mengampunimu!"
"Heh-heh-heh, kalau begitu terpaksa gku harus membunuhmu!"
kata Ouw Kan tertawa sambil menggerakkan tongkat ularnya.
Tongkat itu meluncur ke arah dada laki-laki itu. Akan tetapi orang
yang mengaku berjuluk Hui-liong Sin-to itu dengan tangkas dan
gesitnya menge-lak ke belakang dan sekali tangan kanannya
meraba punggung, tampak slnar berkelebat dan sebatang golok
yang amat tajam telah berada dl tangan kanannya.
Ouw Kan tidak perduli. Serangan pertamanya yang dapat
dihindarkan lawan itu membuatnya penasaran dan diapun
menyerang lagi. Kini tongkat ular kobra itu membuat gerakan
melayang dan melingkar-llngkar menyerang ke arah titik-titik
194 jalan darah maut di bagian tubuh lawannya. Hui-llong Sin-to
terkeJut bukan matn, mengenal serangan yang amat berbahaya. Dia cepat memutar goloknya me-nangkls sambil
mengerahkan tenaga de-ngan maksud untuk mematahkan
tongkat ular kobra kerlng itu.
"Tranggg ! !'' Tampak bunga apl ber-pijar dan
bukan tongkat ular itu yang patah, melainkan golok Itu terpental
dan hamplr saja terlepas dart tangan peme-gangnya. Laki-laki itu
terkejut bukan main. Dia adalah seorang ahli silat yang
kenamaan dan tergolong jagoan sehingga memperoleh julukan
Golok Sakti Naga Terbang. Goloknya amat terkenal dan jarang
menemukan tanding. Akan tetapi sekali ini berhadapan dengan
seorang kakek, tongkat ular kering kakek itu dapat membuat
goloknya terpental! Tahulah dia bahwa dia berhadapan dengan
seorang lawan sakti. Akan tetapi dia tidak mendapat
kesempatan untuk berpikir karena tongkat yang sudah berubah
menjadi gu-lungan sinar hitam itu sudah menyambar lagi ke
arahnya. JILID 6 Hui-Liong Sin-To terpaksa menangkis lagi sambil terhuyung ke
belakang. Ouw Kan menggerakkan tangan kirinya, dengan
telapak tangannya dia men dorong ke arah dada lawan.
"Robohlah!" bentaknya.
Serangkum tenaga dahsyat menyambar dan tubuh orang itu
terpental ke be!akang dan terbanting roboh. Goloknya terlepas
darl tangannya dan tubuh itu terkulal lemas. Matanya terbelalak
195 memandang Ouw Kan yang berdlrl sambll tersenyum mengejek.
Telunjuk tangan kanannya dlangkat menuding dan rnulutnya
yang mengeluarkan darah segar bertanya, "Siapa.... siapa
engkau ?" "Toat-beng Coa-ong Ouw Kan namaku!" kata Ouw Kan. Orang
Itu tampak terkejut sekali. , "Toat-beng Coaong
" Ahhhh .... mati aku
!" Dia terkulai lagi
dan diam tak bergerak, tewas seketika karena pukulan Ouw Kan
tadi mengandung hawa beracun yang amat dahsyat.
Bi Lan menonton dengan mata terbe-lalak dan hatl merasa
ngeri. Kjni sadarlah anak inl bahwa penculiknya adalah seorang
yang saktl dan berbahaya sekall. Tahulah la bahwa la tidak
mungkin akan dapat terlepas darl cengkeraman kakek inl
mempergunakan kekerasan. la mena-han kebenciannya yang
makln mendalam melihat betapa kakek Itu demlkian mudah nya
membunuh orang, hanya untuk merampas kudanya.
Ouw Kan menghampiri Bi Lan dan tersenyum, lalu berkata
dengan nada bangga. "Hah, orang macam itu berani melawan
aku! Mencari mampus sendlri. Hayo, Bi Lan, kita melanjutkan
perjalanan dengan menunggang kuda."
Bi Lan tldak membantah ketika la diangkat dan didudukkan dl
atas pung-gung kuda. Kemudian kakek Itu melompat dan duduk
di belakangnya. Kuda dilarikan meninggalkan tempat itu. Bi Lan
menoleh memandang ke arah pemilik kuda yang menggeletak
tanpa nyawa di atas tanah dan ia mulai merasa ngerl.
196 "Bl Lan, kalau engkau bertemu orang mengatakan bahwa aku
menculikmu laiu orang Itu menantangku, dia tentu akan matl dl
tanganku dan engkaulah yang menyebabkan kematlannya Itu,"
kata Ouw Kan. Bl Lan merasa ngerl, Kakek inl lihal bukan maln dan ia tahu
bahwa ucapen kakek itu bukan sekedar gertak kosong belaka.
"Habls, apa yang harua kukatakan kepada orang" Engkau
memang menculikku." Jawabnya. "Engkau akan membawaku ke
mana, kek" Apa yang akan kaulakukan denganku" Kalau
engkau hendak membunuhku, kenapa tldak kaulakukan
sekarang?" "Heh-heh, aku suka melihatmu dan sayang kalau engkau
dibunuh, Bl Lan. Aku akan membawamu ke utara dan menyerahkanmu kepada Srlbaginda Raja Kin yang kematian
puteranya. Terserah kepadanya apa yang akan clilakukannya
terhadap dirimu." Bi Lan mengerutkan 'altsnya. Hatiriya merasa khawatir sekali.
Raja Kin itu mendedam sakit hati kepada ayah ibunya yang telah
membunuh puteranya da-lam perang. Kalau ia terjatuh ke
tangan raja itu, teittu akan celaka hidupnya. Raja itu tentu akan
melampiaskan dendamnya. Mungkin ia akan dibunuh, atau
disiksa. Atau la akan disandera dan dijadikan umpan untuk
memancing datangnya ayah ibunya! Ah, gawat sekali kalau
begitu. Akan tetapi ia diam saja.
Siang hari itu panasnya bukan main. Ouw Kan menghentikan
kudanya dan mereka turun dari atas punggung kuda. Setelah
menambatkan kudanya pada sebatang pohon, Ouw Kan
197 mengajak Bl Lan duduk dl bawah pohon yang teduh. Jalan
pegunungan itu sunyi sekali.
"Perutku lapar, kita makan dulu." katanya dan dia mengeluarkan
ssebuah bung kusan yang berisi roti kering dan daging kering.
"Kita makan seadanya dan minum anggur ini." Ternyata kakek
itu membawa seguci anggur.
"Aku tidak suka minum anggur. Di sana ada alr, aku ingln minum
air." kata Bi Lan, menunjuk ke arah alr yang mengucur darl
celah-celah batu padas. Karena ia tldak Ingin kelaparan dan, kehabisan tenaga, Bl Lan
makan rotl dan daglng kerlng, dan mlnum alr yang ditampung
dengan kedua tangannya. Ouw Kan ?endlrl makan rotl dan
daging kerlng lalu la minum anggur sampai habls setengah guci.
Dalam. keadaan hampir mabuk dia lalu merebahkan diri di atas
rumput dl bawah pohon Itu dan sebentar saja dia sudah tldur
mendengkur! Bi Lan duduk dl rumput dan memandang kakek Itu dengan
Jantung berdebar. Inilah aaatnya, piklrnya. Saat yang memberl
kesempatan kepadanya untuk meloloskan diri, untuk melarlkan
diri! la menanti sampai dengkur kakek itu terdengar teratur dan
panjang-panjang, tanda bahwa tidurnya sudah pulas benar. la
bangkit berdirl, perlahan-lahan sambil terus mengamati kakek
itu. Tidak ada tanda-tanda bahwa kakek itu memperhatikannya.
la memutar tubuhnya, kemudian berjingkat rnelangkah
meninggalkan tempat itu. Akan tetapi baru belasan langkah ia
berjalan, tiba-tiba tubuhnya seperti ditarik oleh kekuatan yang
taktam-pak sehingga ia terhuyung ke belakang dan jatuh
198 terduduk di tempatnya yang tadi! la memutar tubuh melihat betapa kakek itu masih mendengkur! Bi Lan menjadi penasaran
sekali. Kembali ia bangkit berdiri dengan hati-hati dan kini ia
melangkah meninggalkan tempat itu sambil mundur, matanya
tetap meman-dang ke arah kakek yang masih tidur mendengkur.
Setelah mundur belasan langkah, la irtelihat kakek yang maslh
mendengkur itu tlba-tiba menggerakkan tangan ke arahnya dan
.... kembali ada tenaga yang amat kuat menariknya ke depan.
Betapa-pun ia berusaha untuk bertahan, tetap saja tubuhnya
tertarlk kembali ke depan dan ia jatuh terduduk di tempatnya
yang tadi, tak jauh dari tubuh kakek yang re-bah telentang dan
tidur mendengkur itu! Hati Bi Lan menjadi gemas sekali. Mengertilah ia bahwa kakek
sakti itulah yang membuat tubuhnya selalu tertarik kembali.
Entah bagaimana, dalam keada-an tidur mendengkur kakek itu
mampu mencegahnya melarikan diri! Kempirah-an membakar
hatinya. Sekaranglah kesempatan itu terbuka baginya. Makin
lama ia akan semakin jauh di daerah uta-ra dan akan makin
kecillah harapar untuk dapat meloloskan diri. Kalau kakeK ini,
biarpun dalam tidur, dapat menghalanginya melarikan diri, satusatunya jalan harus membunuhnya lebih dulu! Bi Lan menjadi
nekat. Di dekatnya terdapat seborgkah batu sebesar kepalanya.
la mengambil. batu itu dan mengangkatnya dengan ke-dua
tangannya. Lalu ia menghampiri Ouw Kan. Dengan
mengerahkan seluruh tena-ganya ia membanting batu itu,
menimpakannya ke arah muka Ouw Kan yang tidur telentang di
atas rumput! 199 "Wuuuttt.... bukkkk!" sungguh aneh. Dia masih mendengkur,
akan tetapi ketika batu ttu menlmpa, kepalanya bergerak ke
samping sehingga batu itu menghantam tanah, tidak mengenai
mukanya! Bi Lan menjadi penasaran sekali. Diambilnya lagi batu
itu dan ditimpakan lagi ke arah muka. Namun, sampai tiga kali ia
mengulang, tetap saja hantamannya itu . tidak pernah mengenai
muka kakek itu. Bi Lan menjadi penasaran sekali dan untuk ke
empat kalinya ia menimpakan batu itu sekuat tenaga ke atas
dada Ouw Kan! Sekali ini kakek itu tidak dapat mengelak dan
batu itu tepat menehantam dadanya.
"Bukkk ! !" Bi Lan terpental sampai tiga meter,
seperti dilontarkan tenaga yang amat kuat dan batu itu terlepas
dan kedua tangannya, terpental lebih jauh lagi. Tubuh Bi Lan
terbanting keras ke atas tanah sehingga pinggulnya tera-sa
nyeri. Ouw Kan bangkit duduk, menggosok-gosok kedua matanya
seperti orang baru bangun tidur, memandang kepada Bi Lan.
lalu bangkit berdiri. Bi Lan juga bangkit berdin walaupun
pinggulnya terasa nyeri. la maklum bahwa ia tidak mungkin dapat terbebas dari kakek ini. Kesempatan baik tadi telah ia
pergunakan, akan tetapi ternyata kakek itu seorang yang a-mat
sakti. Sedang dalam keadaan tidur saja kakek itu dapat
menggagalkan usahanya menyferang untuk membebaskan diri,
apalagi dalam keadaan sadar. Dan ia dapat membayangkan
betapa ngeri na-sibnya kalau terjatuh ke dalam tangan Raja Kin
yang mendendam kepada ayah ibunya.
200 "Tidak! Aku tidak mau kaubawa lagi! Biar kaubunuh aku, aku
tetap tidak mau ikut denganmu!" teriak Bi Lan dengan nekat.
Ouw Kan tertawa bergelak. Dia me-rasa semakin suka kepada
anak yang pemberani, nekat dan tidak takut mati ini. "Ha-ha-ha,
Bi Lan. Apa kaukira engkau akan dapat- menolak kalau aku
membawamu pergi?" Dia lalu berkemak-kemik membaca
mantera dan mengerah-kan kekuatan sihirnya, lalu berkata dengan suara yang lembut namun mengan-dung wibawa yang kuat
sekali. "Bi Lan, anak baik! Ke sinilah, engkau harus patuh dan


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ikut denganku, ke manapun kubawa engkau pergi!"
Ada sesuatu yang teramat kuat mendorong Bi Lan, baik
mendorong hatinya dan kedua kakinya sehingga ia me!angkah
maju, menghampiri kakek itu. Akan tetapi baru tiga langkah ia
berjalan, tiba-tiba terdengar suara tawa yang nyaring dan tibatiba saja kekuatan yang mendorong Bi Lan itu lenyap.
"Tidak, tidak!" Bi Lari berhenti dan menggeleng kepalanya. "Aku
tidak sudi ikut denganmu. Engkau kakek jahat, telah membunuh
nenek, pelayan dan tukang kebun kami. Aku benci padamut"
Ouw Kan merasa terkejut sekali melihat betapa pengaruh
sihirnya atas diri anak itu punah. Dia tahu bahwa suara tawa
tadilah yang memunahkan kekuatan sihirnya. Dia merasakan
getaran he-bat terkandung dalam suara tawa itu.
"Omitohud! Toat-beng Coa-ong Ouw Kan di mana-mana
mendatangkan kekacauan belaka. Anak sekecil inipun hendak
dipaksanya. Uih, sungguh mernalukan sekali seorang datuk
besar sampai dimakl-maki anak kecil!"
201 Ouw Kan cepat memutar tubuh ke kanan dan dia melihat kakek
itu! Seo-rang kakek yang berusia sekitar enam puluh tahun,
berjubah kuning dengan kotak kotak merah, kepalanya gundul
mengenakan peci kain kuning. Tubuhnyating-gi besar berperut
gendut dan bajunya tidak terkancing sehingga dadanya tampak.
Mukanya bulat dan semua anggauta tu-buh kakek ini tampak
kebulat?bulatan. Di tangan kanannya terdapat sebatang tongkat
panjang berkepala naga. Tentu saja Ouw Kan menjadi terkejut
dan juga marah sekali. Baru beberapa bulan dia bertemu
dengan kakek ini yang bukan lain adalah Jit Kong Lama,
pendeta Lama dari Tibet yang amat sakti itu. Per-nah dia dan Ali
Ahmed datuk suku Hui itu berhadapan dengan Jit
Kong Lama dan memperebutkan kitab-kitab yang dibawa Tlong
Lee Cin-jin dan dia bersama Ali Ahmed kalah melawan kakek
gundul dari Tibet Inl. "Jit Kong Lama!" Ouw Kan membentak marah. "Tidak malukah
engkau seba-gai seorang datuk besar hendak mencampuri
urusan orang lain" Urusanku dengan anak ini sama sekalt ttdak
ada ?ahgkui pautnya dengan dirimu, karena itu pergilah dan
jangan mengganggu kami!"
"Ha-ha-ha! Ouw Kan, pinceng (aku) tidak sudi mencampuri
urusan pribadimu, akan tetapi pinceng ingin inencampuri urusan
anak ini. Kalau ia memang suka kaubawa pergi, pinceng tidak
akan peduli. Akan tetapi kalau ia tidak mau kau bawa pergi,
setelah ada pinceng di sini, engkau tidak boleh memaksanya."
Mendengar ucapan hwesio gundul berjubah aneh itu, Bi Lan
cepat berkata dengan lantang. "Losuhu yang baik, dia itu orang
202 jahat sekali!" Telunjuknya menuding ke arah muka Ouw Kan.
"Aku tidak sudi ikut dengan dial".
Jit Kong Lama tertawa lagi. "Ha-ha-ha, Ouw Kan, engkau sudah
mendengar sendiri dengan jelas! Anak Ini tidak tnau ikut
denganmu, maka pergilah' linggal-kan ia dan jangan
menggunakan paksaan Ouw Kan menjadi marah bukan main. la amat membutuhkan diri
Bi Lan untuk dijadikan bukti keberhasilan tugasnya kepada Raja
Kin. Dia tidak berhasil membunuh Han Si Tiong dan Liang Hong
Yi, sekarang harus gagal lagi menculik anak mereka.
Membunuhi nenek dan dua pela-yan itu, tentu saja tidak ada
artinya bagi pembalasan dendam kematian Pangeran Cu Si.
Akan tetapi diapun bukan seorang bodoh. Baru beberapa bulan
yang lalu, bersama Ali Ahmed sekalipun mere-ka tidak mampu
menandingi Jit Kong Lama. Apalagi sekarang harus melawan
seorang diri! Dia tidak sebodoh itu untuk mencari penyakit
melawan orang yang jauh lebih, kuat dari padanya.
"Anak ini aku yang membawanya sampai di sirai. Kalau ia tidak
mau ikut, biar ia $rarnpus saja!" Setelah berkata demikian, tibatiba dengan gerakan ce-pat sekali tubuhnya sudah melompat ke
arah Bi Lan dan tongkat ular kobra itu meluncur ke arah kepala
anak perempuan itu. "Trakkk!" tongkat itu bertemU ujung tongkat naga di tangan Jit
Kong Lama sehingga terpental dan tubuh Ouw Kan agak
terhuyung ketika ia terdorong ke belakang.
"Omitohud! Apa kaukira pinceng ini patung" Anak ini tidak sudi
kau bawa, apalagi kaubunuh! Karena ia tidak mau, pinccng
203 harus membelanya!" Jit Kong Lama melintangkantongkat kepala
naga di depan dadanya. Ouw Kan memandang dengan mata berapi, akan tetapi dia
menahan diri dan tidak berani menyerang. "Jit Kong La-ma,
sekali ini aku mengalah kepadamu. Akan tetapi ingatlah bahwa
aku bertttgas sebagai utusan Sribaginda Raja Kin dan campur
tanganmu ini berarti engkau telah berdosa terhadap KeraJaan
Kin!" "Ha-ha-ha, ancamanmu itu tidak ada artinya bagi pinceng.
Pinceng bukan war-ga negara Kin, maka pinceng tidak berdosa
kepada kerajaan manapun!"
Setelah melotot kepada pendeta Lama dan Bi Lan, Ouw Kan lalu
memutar tubuhnya, berlari ke arah kuda yang dltam-batkan pada
batang pohon, melepas kendali kuda lalu melompat ke atas
punggung binatang itu dan cepat meninggalkan tempat itu.
Kini pendeta Lama itu berdiri berhadapan dengan Bi Lan.
Mereka saling pan-dang dan memperhatikan.
Sebagai anak Cerdik Bi Lan tahu bahwa kakek gundul ini telah
menolongnya dan ia ha-rus berterima kasih kepadanya. Maka iapun maju menghampiri dan menjatuhkan diri berlutut di depan Jit
Kong Lama. "Losuhu telah menolong saya dan membebaskan
saya dari tangan pembunuh dan penculik itu. Saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada losuhu."
Jit Kong Hwesio membungkuk ctan menggunakan tangan kirinya
untuk mera-ba-raba dan menekan-nekan kepala, kedua pundak
204 dan punggung Bi Lan. Anak itu merasa heran dan tidak enak
diraba-raba seperti ku, akan tetsipi ia diam saja.
"Bangkitlah, anak baik. Siapa namattiu dan di mana tempat
tinggalmu?" Bi Lan bangkit berdiri. "Saya bernama Han Bi Lan dan tempat
tinggal saya dl kota raja Hangchou."
"Omitohud! Begitu jauhnya dia membawamu" Dari Hang-chou
ke sini" Wah, perjalanan dari sini ke Hang-chou dengan"
berjalan kaki akan makan waktu puluhan hari! Bagaimana
engkau akan dapat pulang sendiri, Bi Lan" Di dalam perjalanan
sejauh itu, engkau tentu akan bertemu banyak orang jahat.
Engkau mungil dan cantik, tentu banyak orang jahat tidak akan
melepaskanmu begitu saja."
Mendengar ini, kembali" Bi Lan men-jatuhkap dirinya berlutut.
"Lo-suhu, mohon losuhu jangan kepalang menolong saya. Kalau
losuhu sudi menolong saya mengantarkan saya pulang ke Hangchou, pasti saya akan sampai di rumah dengan selamat dan
kedua orang tua saya tentu akan berterima kasih sekali kepada
losuhu." Bi Lan belum mau menyebutkan nama ayah dan
ibunya, karena la beluin mengenal slapa sebenarnya kakek Inl
dan la tldak tahu apakah kakek ini tidak memusuhl ayah Ibunya.
"Omltohud untuk melindungimu engkau harus
menjadi muridku dan pinceng melihat
engkau bertulang baik, pantas menjadi muridku
205 " "Teecu suka menjadi murid suhu!" Cepat Bi Lan menyambar
tawaran ini. "Omitohud! Tidak ringan syaratnya untuk rtienjadi muridku, Bi
Lan. Sampai hari ini pinceng belum pernah menerinia murid dan
kalau engkaii memang berjodoh menjadi muridku, engkau harus
memenuhi syarat itu."
"Apakah syarat itu, suhu" Teecu (murid) tentu akan bersedia
untuk memenuhl-nya!" kata Bi Lan dengan penuh semangat.
"Ada dua syarat yang harus kaupenuhi. Pertama, engkau harus
mengikuti aku selama sepuluh tahun dan selama itu engkau
tidak boleh pergi ke manapun juga, tidak boleh pulang ke rumah
orang tuamu. Dan syarat ke dua, setelah sepuluh tahun menjadi
muridku, engkau boleh pergi dan pulang kepada orang tuamu,
Pendekar Sakti Suling Pualam 17 Pendekar Lembah Naga Serial Pendekar Muka Buruk Karya Tjan I D Rajawali Emas 7

Cari Blog Ini