Ceritasilat Novel Online

Sepasang Naga Penakluk Iblis 11

Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 11


pemuda ini kalau sudah tersenyum seperti itu, pikirnya, akan tetapi
segera ditekannya gairah hatinya.
"Enci, sebaiknya kita membayangi mereka dari jauh saja, pura-pura
kita mencari ikan dengan demikian mereka tidak mencurigai kita dan
kita akan tahu ke mana perahu mereka pergi. Kalau mereka sudah
menghentikan perahu, barulah kita mendekat, akan tetapi tanpa
menggunakan perahu lagi. Kita dapat berenang mendekati mereka."
Liong-li merasa kurang jelas. "Kita sudah membawa perlengkapan
sehingga dapat mengintai dengan berenang, akan tetapi tentu mereka
akan melihat kita?" "Tidak, enci. Kita dapat bersembunyi di situ." Pemuda itu menunjuk
ke kiri dan Liong- li melihat daun dan bunga teratai yang lebat
terapung di permukaan air. Ia tersenyum dan memandang wajah
pemuda itu dengan kagum. "Engkau hebat, Sun Ting!"
Sun Ting menjadi tumbuh-tumbuhan memasukannya ke mereka mendayung gembira sekali dan diapun cepat mengambil
yang terapung di permukaan air itu,
dalam perahunya. Kemudian, perlahan-lahan
perahu, mengikuti perahu besar Po-yang Sam714
liong itu dari kejauhan. Setelah perahu besar itu berhenti dan
melempar jangkar di tengah telaga, Sun Ting bergumam lirih, dan
menghentikan perahunya. "Aneh, mereka berhenti di tempat yang
biasa kami pergunakan untuk mencari batu dari dasar telaga!"
"Hemm, agaknya ada hubungannya dengan pekerjaanmu itu, Sun
Ting. Kita harus menyelidiki ke sana."
"Memang sebaiknya kita mendekat dengan berenang dan kita
meninggalkan perahu di sini."
Karena merasa bahwa di air dialah yang dapat memimpin, Sun Ting
dengan cekatan lalu melemparkan jangkar untuk menahan perahu, dan
dia membuka pakaian luarnya. Dengan hati bangga dia melihat betapa
pandang mata wanita jelita itu ditujukan kepada tubuhnya dengan
kekaguman yang tidak disembunyikan.
Memang, Liong-li memandang tubuh pemuda itu dengan kagum.
Tubuh yang biasa bermain dalam air itu memang tegap, dengan otototot sempurna menggembung di balik kulit yang halus. Dadanya
bidang, dengan tonjolan-tonjolan sempurna, pinggang ramping dan
perut kempis, paha dan betisnya seperti kaki katak.
Ia sendiripun menanggalkan pakaian luarnya dan ia tersenyum ketika
kini tiba giliran Sun Ting untuk mengamati tubuh yang padat dengan
lekuk lengkung tubuh seorang wanita yang masak itu.
Liong-li mengenakan tambahan kaki katak untuk memudahkan ia
bergerak dalam air, dan membawa pipa kecil untuk dipakai
mengambil napas ke permukaan air di waktu menyelam. Kemudian,
715 keduanya berenang sambil bersembunyi di bawah atau di antara daundaun dari bunga teratai, mendekati perahu besar.
Demikianlah. dengan bersembunyi di balik bunga teratai mereka
mengintai dan alangkah kaget hati mereka ketika melihat Pek-liong
dan Cian Li telah menjadi tawanan di perahu itu. Dari tempat
persembunyiannya, Liong-li mengamati orang-orang yang berada di
dalam perahu, maklum bahwa mereka itu tentulah orang-orang pandai
dan tokoh-tokoh dunia hitam. Ia melihat pula Pek-liong yang berdiri
dengan sikapnya yang tenang.
Melihat sahabat dan rekannya ini, berdebar rasa jantung dalam dada
Liong-li. Betapa sudah amat rindunya kepada Pek-liong! Dan Pekliong kelihatan sehat, bahkan lebih tegap dan lebih gagah dari pada
dahulu. Sikapnya yang tenang itu, walaupun kaki dan tangannya dibelenggu
rantai, membuat hati Liong-li merasa terharu bercampur bangga.
Tidak ada orang kedua segagah dan setabah Pek-liong, juga amat
cerdik dan berani menghadapi ancaman maut tanpa berkedip mata!
Iapun melihat seorang gadis cantik manis yang kelihatan cemberut
dan khawatir, kemudian melihat gadis itu membuka pakaian luarnya.
Liong-li memandang kagum. Seorang gadis yang memiliki bentuk
tubuh indah. Ia teringat akan keindahan bentuk tubuh Sun Ting.
"Apakah gadis itu adikmu yang bernama Kam Cian Li itu?"
"Benar, cici, dan aku merasa heran sekali apa yang ia akan lakukan di
sana itu. Ia menanggalkan pakaian, mengenakan pakaian selam, itu
berarti ia akan menyelam." Sun Ting termenung lalu melanjutkan
dengan ragu dan khawatir. "Akan tetapi, kenapa......?"
716 Liong-li mengerutkan alisnya yang berbentuk indah. "Mari kita
renungkan sebentar," bisiknya. "Pek-liong menyerah karena Cian Li
ditawan, dan kini mereka berdua dibawa ke sini oleh para penjahat itu.
Pek-liong dibelenggu dan kelihatan tidak melawan sedangkan adikmu
itu kini hendak menyelam. Hemm, agaknya ini ada hubungannya
dengan rahasia peta Patung Emas!"
"Peta Patung emas?" Sun Ting bertanya heran.
"Itulah yang diperebutkan oleh kawanan penjahat itu, demikian
menurut isi surat Pek-liong. Agaknya kini adikmu dipaksa untuk
menyelam dan mencari sesuatu, dan Pek-liong tidak berdaya selama
adikmu menjadi tawanan mereka."
"Kalau begitu, biar aku menyelam dan menghubungi adikku di dalam
air......" "Jangan dulu. Lihat......!"
Pada saat itulah Cian Li mendorong Tok-sim Nio-cu Lui Cin Si dan
kedua orang wanita itu terjatuh ke dalam air. Mereka melihat betapa
Tok-sim Nio-cu kelabakan di dalam air kemudian tenggelam seperti
diseret ke bawah. "Ha-ha, bagus adikku! Seret mereka satu demi satu ke bawah air
sampai mereka mati lemas!" Sun Ting berkata girang. "Biar aku
membantunya!" Akan tetapi Liong-li menangkap lengannya. "Jangan, kita lihat
bagaimana perkembangannya. Kaulihat, biarpun terbelenggu, Pekliong mampu melindungi adikmu. Ketika raksasa pakaian hitam itu
717 tadi memukul ke arah adikmu yang menerjang wanita cantik itu, Pekliong menangkisnya. Dan raksasa itu bertenaga besar. Benar Pekliong, mereka mempunyai banyak kaki tangan yang pandai. Kita harus
berhati-hati dan melihat dulu perkembangannya sebelum turun
tangan." Sementara itu, Pek-liong tersenyum gembira melihat betapa Cian Li
telah mampu melampiaskan amarahnya kepada Tok-sim Nio-cu,
wanita lihai itu tanpa si wanita sesat mampu membela diri! Sungguh
Cian Li amat hebat, penuh keberanian, pikirnya.
Melihat betapa Tok-sim Nio-cu masih terengah-engah biarpun
perutnya sudah kempis kembali, wajahnya pucat dan matanya liar, dia
tidak dapat menahan ketawanya. Apa lagi melihat rambut itu basah
awut-awutan, pupurnya luntur dan pakaiannya juga basah kuyup.
Seperti seekor kucing yang tadinya angkuh memamerkan
kecantikannya, kini basah kuyup dan jelek!
Akan tetapi, dia melihat sinar maut berkilat di mata Tok-sim Nio-cu
setiap kali wanita itu memandang ke arah air. Berbahaya, pikirnya.
Wanita ini bisa berbahaya sekali dan mungkin saja dalam
kemarahannya ia akan membunuh Cian Li begitu gadis itu muncul
kembali ke atas. "Beng-cu, kalau aku menjadi engkau, aku akan berhati-hati agar
jangan sampai namaku menjadi rusak sebagai orang yang suka
melanggar janjinya terhadap nona Kam Cian Li!" kata Pek-liong
sambil tersenyum mengejek.
718 Siauw-bin Ciu-kwi mengerutkan alisnya. "Hemm, aku bukan seorang
yang suka melanggar janjiku. Aku seorang beng-cu, mengerti"
Seorang beng-cu, seperti seorang raja, tidak akan melanggar janji!"
"Akan tetapi ada orang lain yang akan membuat engkau terpaksa
melanggar janjimu, beng-cu. Aku khawatir begitu nona Kam muncul,
ia akan dibunuh oleh Tok-sim Nio-cu!"
Siauw-bin Ciu-kwi menoleh kepada Tok-sim Nio-cu dan matanya
berkilat. "Ia tidak akan berani!"
Ucapan ini sudah cukup bagi Pek-liong, karena itu merupakan
jaminan keselamatan bagi Cian Li. Tok-sim Nio-cu jelas tidak akan
berani turun tangan mengganggu Cian Li.
Tok-sim Nio-cu menyeringai dan memandang kepada Pek-liong.
Kemarahannya terhadap Cian Li lebih besar dari pada gairahnya
terhadap Pek-liong, "Pek-liong. kaukira aka tidak akan dapat
membalasnya kelak setelah ia dibebaskan oleh beng-cu" Hemmm,
kelak akan kubikin hancur seluruh tubuhnya, kulit mukanya akan
kusayat-sayat!" Di dalam batinnya, Pek-liong berjanji, "Sebelum kaulakukan itu,
engkau akan lebih dulu kubunuh!"
Akan tetapi pada saat itu, semua orang memperhatikan munculnya
sebuah kepala di permukaan air. Kepala Cian Li! Gadis itu
mengguncang kepala sehingga rambut yang basah kuyup dan
menutupi mukanya itu tersibak dan nampaklah mukanya yang cantik
dan kemerahan. Ia mengambil pernapasan panjang di atas permukaan
air, lalu nampak tangan kanannya yang memegang sebuah guci. Dari
719 jauh, Sun Ting berbisik heran. "Aih, benda apakah yang berada di
tangan Cian Li itu" Aku tidak pernah melihatnya."
"Sttt......, kulihat itu sebuah guci. Dan adikmu menyerahkannya
kepada si gendut kepala botak. Hemm, agaknya dia itulah yang
berjuluk Siauw-bin Ciu-kwi, seorang di antara Kiu Lo-mo! Dan lihat,
semua orang kini mengepung dan mengancam Pek-liong!"
Dua orang pengintai itu memandang dengan khawatir. Memang kini
setelah Cian Li naik ke atas perahu, ia menyerahkan guci itu kepada
Siauw-bin Ciu-kwi dan memang sudah diatur sebelumnya, Siauw-bin
Ciu-kwi yang menerima guci itu kini berdiri di belakang Pek-liong
sambil mendekatkan tangan, siap menyerang, sedangkan para
pembantunya juga semua telah menodongkan senjata kepada pendekar
yang sudah dibelenggu kaki tangannya itu.
"Heil! Apa artinya lelucon ini, Siauw-bin Ciu-kwi?" bentak Pek-liong.
"Kalian memang tak tahu malu!" tiba-tiba Cian Li membentak dengan
suara nyaring. "Kalian sudah berjanji akan membebaskan aku kalau
aku menyerahkan peta itu, dan sekarang kalian malah mengancam
Hay-koko?" Mendengar gadis itu menyebut Hay-koko kepada Pek-liong, dan
melihat sikapnya yang demikian beraninya untuk membela Pek-liong,
Liong-li tersenyum. Sikap dan kata-kata itu saja sudah jelas baginya
untuk menduga bahwa seperti banyak wanita lain, gadis penyelam
yang bertubuh indah dan berwajah manis itu telah jatuh cinta kepada
Pek-liong-eng Tan Cin Hay!
720 "Ha-ha-ha, aku memang sudah berjanji untuk membebaskanmu, nona
Kam dan aku Siauw-bin Ciu-kwi tidak akan menarik kembali janjiku
kepadamu! Akan tetapi aku tidak pernah berjanji untuk membebaskan
Pek-liong! Khawatir kalau-kalau dia akan membuat banyak ulah,
maka dia harus dijaga sebelum aku melihat apakah peta yang
kauberikan kepadaku ini tulen ataukah palsu!"
Setelah berkata demikian, Siauw-bin Ciu-kwi yang membiarkan para
pembantunya menodongkan senjata mereka kepada Pek-liong, dia
sendiri lalu membuka tutup guci dan mengeluarkan isinya. Segulung
peta yang sama benar dengan peta yang berada di tangannya, yaitu
bagian yang hilang. Dia cepat membuka gulungan peta itu, mencocokkan dengan bagian
yang berada padanya dan ternyata memang peta yang diserahkan Cian
Li itu merupakan sambungan peta yang dia dapatkan! Dan setelah
disambung, baru mudah dimengerti bahwa peta itu menunjukkan di
mana adanya Patung Emas! Dengan sepasang matanya yang
mencorong kejam itu, Siauw-bin Ciu-kwi mempelajari peta dan
wajahnya berseri. Dia sudah memperoleh petunjuk di mana adanya
Patung Emas! Menurut petunjuk peta yang sudah digabungkan itu, Patung Emas
ternyata disembunyikan di dasar telaga itu, di bagian barat dengan
ukuran lima tombak dari pulau kecil yang menonjol keluar selebar
beberapa meter persegi. Tempat itu mudah dicari! Akan tetapi diapun
menyadari bahwa untuk mengambil patung itu, dibutuhkan tenaga
seorang penyelam yang pandai! Maka, dia masih membutuhkan
tenaga nona Kam Cian Li! Pada hal, dia telah berjanji
membebaskannya. 721 Tiba-tiba saja Siauw-bin Ciu-kwi meloncat dan tangan kanannya
membuat gerakan seperti hendak mencengkeram ke arah kepala Pekliong. Melihat ini, Pek-liong terkejut. "Siauw-bin Ciu-kwi, engkau
hendak membunuhku secara pengecut?" Dia sudah siap untuk
melawan mati-matian. Akan tetapi beng-cu itu tidak melanjutkan serangannya, melainkan
berkata kepada Cian Li. "Nona Kam Cian Li, aku sudah berjanji
bahwa engkau akan kubebaskan kalau sudah menyerahkan peta. Peta
ini memang tulen dan engkau boleh bebas. Akan tetapi, kalau engkau
pergi sekarang dan tidak mau membantu kami sekali lagi, terpaksa
aku akan membunuh Pek-liong di depanmu sebelum engkau pergi!"
Tentu saja Cian Li terkejut bukan main dan matanya terbelalak
memandang kepada Pek-liong. Ia tidak perduli betapa ada beberapa
pasang mata dari para pembantu beng-cu itu melotot penuh gairah
memandang kepadanya, terutama kepada tubuhnya yang seperti
telanjang bulat saja karena pakaian selam yang menempel di tubuhnya
ketat seperti kulit kedua karena basah.
"Apa...... apa maksudmu" Aku akan membantu kalian, asal kalian
sekali ini berjanji tidak akan membunuh Hay-koko!"
"Bagus! Kuterima syaratmu itu, nona Kam. Menurut peta ini, tempat
penyimpanan Patung emas berada di dasar telaga pula, di bagian lain
dekat pulau kecil di sebelah barat. Nah, engkau harus menyelam sekali
lagi untuk mengambilkan patung emas itu untuk kami, dan kami
berjanji bahwa kami tidak akan membunuh Pek-liong!"
722 "Cian Li, jangan percaya mereka......!" Pek-liong berseru akan tetapi
tiba-tiba saja tangan kiri Siauw-bin Ciu-kwi bergerak menotok
punggungnya dan Pek-liong roboh dengan tubuh lemas.
"Apa yang kaulakukan ini?" Cian Li berteriak dan matanya terbelalak
memandang kepada Pek-liong yang sudah tidak berdaya dan terkulai
itu. "Aku hanya menotoknya agar dia tidak dapat sembarangan
memberontak dan membikin kacau. Sekali lagi kujanjikan, nona Kam,
bahwa kalau engkau suka membantu kami, sekali lagi menyelam
untuk mengambil patung emas dari dasar telaga, maka aku tidak akan
membunuh Pek-liong!"
"Engkau mau bersumpah bahwa engkau tidak akan membunuh Haykoko?" Cian Li mendesak.
Siauw-bin Ciu-kwi tersenyum menyeringai. Kalau saja dia tidak
membutuhkan bantuan gadis itu, tentu pertanyaan itu saja sulah
menjadi alasan cukup baginya untuk membunuh Cian Li!
"Aku bersumpah tidak akan membunuh Pek-liong kalau engkau
berhasil mengambil patung emas dari dasar telaga!"
"Baik, mari bawa aku ke tempat itu dan aku akan membantumu
mengambil patung emas," kata Cian Li dengan hati lega.
Sementara itu, Pek-liong maklum bahwa dia tentu saja tidak mungkin
dapat mempercaya orang sejahat Siauw-bin Ciu-kwi. Dia harus
bertindak cerdik karena dia harus menyelamatkan diri sendiri, juga
menyelamatkan Cian Li. Kalau saja gadis itu sudah bebas, dia tidak
723 begitu khawatir lagi. Betapapun juga, dia harus berhati-hati karena dia
maklum bahwa selain lihai, juga Siauw-bin Ciu-kwi amat cerdik.
Ketika melihat perahu besar itu mengangkat jangkar dan bergerak


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuju ke barat, Liong-li dan Sun Ting juga sudah berada di perahu
kecil mereka dan mendayung perlahan-lahan membayangi perahu
besar itu dari jauh. Baru setelah perahu besar berhenti melempar
jangkar keluar mereka berdua juga menghentikan perahu mereka dan
seperti tadi, mereka mendekati perahu, bersembunyi di balik
tumbuhan bunga teratai sampai mereka berada dekat dan bukan hanya
dapat melihat, akan tetapi juga dapat mendengar percakapan di atas
perahu besar. Melihat daerah di mana perahu besar berhenti, Cian Li terkejut dan ia
segera berkata kepada Siauw-bin Ciu-kwi. "Aih, daerah ini merupakan
bagian paling dalam dari telaga! Tidak mudah mencari barang di dasar
yang amat dalam ini. Aku tidak akan dapat bertahan lama di bawah
sana. Terlalu dalam!"
Dengan mata terbelalak ngeri Cian Li yang berdiri di kepala perahu
melihat ke air yang nampak agak kehitaman tanda bahwa bagian itu
memang dalam sekali. Tiba-tiba terdengar teriakan, "Li-moi, jangan mau menyelam di situ.
Berbahaya sekali......!"
Semua orang menengok dan melihat seorang laki-laki berenang
dengan gerakan kuat dan cepat sekali menuju ke perahu besar. Melihat
orang itu, Siauw-bin Ciu-kwi menyeringai, "Nona Kam, bukankah dia
itu kakakmu?" 724 Sementara itu, melihat munculnya Sun Ting yang sama sekali tidak
disangka-sangkanya, Cian Li terkejut. "Koko, kenapa kau ke sini"
Pergilah cepat......!"
"Tidak, aku harus membantumu!" kata Sun Ting dan dia sudah
merayap naik ke perahu melalui rantai jangkar, dengan gerakan yang
cekatan. Di lain saat dia telah berada di atas perahu besar. Sedetik dia bertemu
pandang dengan Pek-liong, akan tetapi Sun Ting seperti tidak perduli
kepada pendekar itu, Dia memandang kepada Cian Li penuh
kekhawatiran. Akan tetapi tiba-tiba, beberapa batang senjata telah
menodong tubuh Sun Ting. Pemuda ini membalik, memandang
kepada Siauw-bin Ciu-kwi dan berkata dengan suara lantang
mengandung kemarahan. "Kalian sungguh kejam! Kalian hendak memaksa adikku menyelam di
tempat yang amat dalam ini?"
Siauw-bin Ciu-kwi tersenyum lebar, hatinya girang sekali melihat
munculnya kakak gadis itu. "Ha-ha-ha, ia sudah berjanji akan
membantu kami mengambil patung emas di dasar telaga ini."
"Koko, dia memaksaku, kalau aku tidak mau, dia akan membunuh
Hay-ko" Untuk keselamatan Hay-ko aku terpaksa menyanggupi."
"Benar ucapannya itu, orang muda. Ia sudah berjanji dan akupun
sudah berjanji tidak akan membunuh Pek-liong kalau ia bisa
mengambilkan patung emas yang berada di dasar telaga ini. Kalau
engkau melihat bahwa tempat ini dalam dan berbabaya, tentu saja
engkau boleh membantu adikmu, ha-ha!"
725 "Memang aku mau membantu adikku dalam pekerjaan berbahaya ini.
Akan tetapi aku minta agar aku mendengar pula janji itu. Kalau kami
berdua berhasil menemukan benda yang kalian cari, maka kami
berdua akan kalian bebaskan, dan juga Tan-taihiap akan kalian
bebaskan" Berjanjilah, atau, kalau tidak, kami tidak akan menyelam,
biar kalian bunuh sekalipun!"
Siauw-bin Ciu-kwi mengerutkan alisnya. "Anak muda, jangan
membuat kami marah! Aku sudah saling berjanji dengan adikmu,
kalau ia dapat mengambilkan patung emas itu, kami akan
membebaskan ia dan kami sudah berjanji tidak akan membunuh Pekliong."
"Tapi......" Sun Ting hendak membantah karena dia tetap hendak
menuntut agar Pek-liong dibebaskan. Melihat ini, Pek-liong segera
berkata. "Saudara Kam Sun Ting, sudahlah jangan engkau pikirkan lagi aku!
Kalian penuhi permintaan Beng-cu, ambil patung emas itu dari dasar
telaga. Aku sudah pasti tidak akan mereka bunuh, karena selain Bengcu sudah berjanji kepada adikmu, juga aku kini yakin bahwa tiada
gunanya menentang Beng-cu. Aku ingin membantunya agar aku
mendapatkan bagian harta karun itu!"
Mendengar ucapan yang lantang ini, Sun Ting terbelalak memandang
kepada pendekar itu. "Apa" Engkau...... engkau akan membantu
mereka ini, taihiap......?" tanyanya hampir tidak percaya.
Juga Cian Li memandang heran kepada pendekar itu. Kalau ia
membantu para penjahat itu mengambil peta dan kini mengambil
patung emas adalah karena terpaksa, karena ia ingin menyelamatkan
726 Pek-liong. Akan tetapi sekarang pendekar itu tiba-tiba berbalik pikiran
dan hendak membantu para penjahat dengan pamrih memperoleh
bagian harta karun! "Hay-ko......!" Iapun berseru heran.
Pek-liong melambaikan tangannya dengan sikap tak sabar, akan tetapi
ternyata tangannya itu lemas tak bertenaga dan baru dia teringat
bahwa dia masih belum pulih dari totokan Siauw-bin Ciu-kwi yang
lihai. "Sudahlah, kalian jangan mencampuri urusan pribadiku. Penuhi
saja permintaan beng-cu dan kalian segera pergi dengan bebas dari
sini dan selanjutnya jangan lagi mencampuri urusan kami."
Mendengar ini, kakak beradik itu memandang marah, dan Siauw-bin
Ciu-kwi tertawa bergelak. "Bagus, Pek-liong. Aku akan senang sekali
bekerja sama denganmu. Akan tetapi maksud baikmu itu harus diuji
dulu kebenarannya!" Sun Ting dan Cian Li tidak banyak cakap lagi. Biarpun di dalam hati
mereka marah kepada Pek-liong, dan merasa bahwa pendekar itu tidak
pantas lagi dibela, akan tetapi Cian Li tetap ingin menyelamatkannya.
Bukan hanya karena ia telah berhutang budi kepada Pek-liong, akan
tetapi karena memang ia telah jatuh cinta. Kalau ia tidak memenuhi
permintaan beng-cu mengambilkan patung emas yang telah ia pelajari
dari peta dan ketahui di mana letaknya, tentu Pek-liong akan dibunuh!
"Mari, Ting-ko, bantu aku!" katanya dan ia menggandeng tangan
kakaknya, lalu diajak terjun ke air. Mengagumkan sekali melibat
betapa dua orang kakak beradik itu menimpa air seperti dua batang
tombak saja, tidak menimbulkan suara berisik dan tubuh mereka
segera lenyap di telan air.
727 Kalau saja tidak ada kakaknya, biarpun terpaksa tentu akan sukar bagi
Cian Li untuk menemukan patung emas itu karena bagian ini memang
dalam dan agak gelap. Hanya dengan meraba-raba, akhirnya ia
menemukan guha seperti yang dimaksudkan dalam petunjuk peta yang
sudah lengkap itu. Bersama Sun Ting ia memasuki guha dan benar
saja, di sudut guha kecil itu ia menemukan sebuah patung yang
tingginya kurang lebih satu kaki. Patung itu cukup berat dan Sun Ting
lalu membawanya, dan mereka berdua segera naik ke permukaan air.
Mereka yang berada di dalam perahu besar, semua menjenguk ke air
dengan penuh ketegangan hati, penuh harapan dan kecemasan. Begitu
nampak dua buah kepala itu muncul dan kakak beradik itu terengahengah memenuhi paru-paru dengan udara baru, Siauw-bin Ciu-kwi
segera berteriak dari atas.
"Sudah kalian temukan patung emas itu?"
Sun Ting mengangkat tangan kanannya dan nampaklah sebuah patung
yang berkilauan karena terbuat dari emas murni! Semua orang berseru
kagum dan Siauw-bin Ciu-kwi segera berkata, "Cepat naik ke perahu
dan serahkan kepada kami!"
"Akan kulemparkan ke atas dan kami berdua akan segera pergi dari
sini!" kata Sun Ting.
"Baik, lemparkanlah!" teriak Siauw-bin Ciu-kwi.
"Tapi jangan langgar sumpahmu! Kalian tidak akan membunuh Tantaihiap!" Cian Li berseru dan suaranya mengandung isak karena
hatinya kecewa sekali melihat betapa pendekar yang dipuja dan
728 dicintanya itu akhirnya merendahkan diri menjadi kaki tangan
penjahat. "Ha-ha, jangan khawatir, nona. Kami tidak akan membunuhnya, apa
lagi dia kini menjadi sekutu kami. Nah, lemparkan patung emas itu!"
Sun Ting melemparkan benda itu ke atas perahu, disambar oleh
tangan Siauw-bin Ciu-kwi. Semua orang mengagumi patung emas itu
yang tentu merupakan benda berharga, bukan saja berharga amat
mahal karena terbuat dari emas murni, akan tetapi juga berharga
karena merupakan benda kuno yang antik.
Biarpun tubuhnya masih belum bebas dari pengaruh totokan dan dia
belum dapat bergerak leluasa, namun Pek-liong sudah dapat memutar
tubuhnya yang rebah dan ia memandang ke arah Siauw-bin Ciu-kwi
yang sedang mengamati patung emas itu bersama para pembantunya.
Dia melihat bahwa patung emas itu memang indah, sebuah patung
emas Dewi Kwan Im Po-sat yang ukirannya amat indah. Tentu patung
itu amat mahal, akan tetapi belum cukup mahal untuk diributkan dan
dijadikan perebutan, dan dia tahu bahwa orang seperti Siauw-bin Ciukwi tentu tidak akan sudi bersusah payah kalau hanya untuk
mendapatkan sebuah patung emas semacam itu. Dia juga melihat
betapa wajah Siauw-bin Ciu-kwi sudah mengandung kekecewaan,
walaupun para pembantunya berseri-seri mengamati patung emas itu.
Dugaannya benar. Dan dari jauhpun dia tahu bahwa patung emas itu
bukan sembarang patung. Dia sudah banyak mempelajari tentang
patung kuno dan diam-diam dia menduga bahwa tentu patung itu
menyimpan rahasia yang amat penting.
729 Kalau tidak demikian, kiranya tidak mungkin orang jaman dahulu
menyembunyikan patung itu dengan menyertai petanya pula! Patung
emas seperti itu bukan merupakan harta karun yang luar biasa, dan
orang seperti Siauw-bin Ciu-kwi tentu akan bisa mendapatkan dengan
mencuri simpanan hartawan besar atau bangsawan tinggi.
Sementara itu, kakak beradik she Kam sudah menyelam kembali dan
berenang dengan cepat bagaikan dua ekor ikan saja, meninggalkan
perahu besar, akan tetapi mereka tidak diperdulikan lagi oleh para
penjahat yang mengagumi patung emas.
Ada satu hal lain yang diyakini oleh hati Pek-liong, yaitu kehadiran
Liong-li. Dia tahu bahwa sudah pasti Liong-li datang bersama Sun
Ting dan sekarang entah berada di mana rekannya itu. Dari sikap Sun
Ting yang demikian tabahnya saja diapun sudah menduga bahwa
keberanian Sun Ting itu tentu ada penyebabnya, dan penyebab itu
kiranya bukan lain karena ada Liong-li di belakangnya! Akan tetapi di
mana adanya Liong-li"
Dia tahu bahwa biarpun Liong-li pandai berenang, namun tidak ada
artinya kalau dibandingkan dengan kakak beradik Kam dan tentu
wanita perkasa itu tidak akan begitu sembrono untuk mengandalkan
kepandaian renangnya menghadapi kawanan penjahat itu. Baru Poyang Sam-liong saja sudah memiliki ilmu renang yang jauh lebih
pandai dari Liong-li. Namun, hatinya tetap yakin bahwa Liong-li tidak
berada jauh dari situ, maka diapun tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, Beng-cu! Apa artinya kalau yang kaucari dengan susah
payah itu ternyata hanya sebuah patung emas seperti itu" Ha-ha,
dalam semalam saja aku akan mampu mendapatkan beberapa buah
730 patung emas seperti itu untukmu! Itulah kalau engkau mempunyai
pembantu-pembantu yang tidak becus! Kalau kita berdua bekerja
sama, tentu hasilnya akan seratus kali lebih besar dari pada itu!"
Pek-liong berkata dengan suara lantang, sengaja dikuatkan agar
terdengar oleh Liong-li yang berada entah di mana, akan tetapi
diharapkannya tidak terlalu jauh sehingga dapat mendengar
ucapannya. Kerut merut di antara alis Siauw-bin Ciu-kwi makin mendalam.
Memang dia merasa kecewa sekali melihat hasil jerih payah selama
ini. Hanya sebuah patung emas seperti itu! Memang mahal, akan
tetapi dia mengharapkan harta karun yang lebih berharga lagi. Dia
dapat membayangkan bahwa kalau dia mempunyai seorang pembantu
seperti Pek-liong, tentu hasil usaha mereka akan lebih hebat. Akan
tetapi tentu saja dia masih belum percaya akan kebenaran kata-kata
pendekar itu. Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring halus, "Pek-liong, engkau
sungguh seorang manusia tidak tahu malu!"
Semua orang terkejut. Siauw-bin Ciu-kwi sekali meloncat sudah
mendekati Pek-liong, patung emas masuk ke dalam jubahnya. Dia
cerdik sekali dan siap menyerang Pek-liong yang dijadikan sandera.
Dari bawah perahu, nampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu di
depan Siauw-bin Ciu-kwi dan para pembantunya telah berdiri seorang
wanita cantik dengan pakaian serba hitam, pakaian yang ringkas dan
basah, ketat menempel pada tubuhnya yang padat ramping dan matang
itu. Begitu melihat wanita berpakaian hitam ini, Siauw-bin Ciu-kwi
731 dan para pembantunya dapat menduga siapa yang datang. Siauw-bin
Ciu-kwi sudah membentak garang.
"Apakah yang datang ini Hek-liong-li (Pendekar Wanita Naga
Hitam)?" Sementara itu, para pembantunya dengan senjatanya di
tangan sudah siap untuk mengeroyok.
Liong-li tersenyum dan muncullah sepasang lesung pipit yang
membuat wajah itu menjadi semakin manis. Pek I Kongcu Ciong
Koan memandang dengan bengong. Dia terpesona oleh kecantikan
Liong-li, akan tetapi juga diam-diam merasa kagum dan gentar karena
dia sudah mendengar berita bahwa gadis jelita berjuluk Si Naga Hitam
ini luar biasa lihainya, juga bertangan baja, tidak segan membunuh
lawannya. "Siauw-bin Ciu-kwi, aku datang bukan untuk kamu, melainkan untuk
Pek-liong, manusia pengecut yang rendah ini! Jangan kalian ikut
campur, kelak kalau ada alasannya yang kuat, aku akan mencari
kamu! Hei, Pek-liong manusia tak tahu malu! Kiranya harga dirimu
demikian rendah dan murah. Engkau telah bermain gila dengan gadis
penyelam itu, dan untuk gadis itu engkau rela menjadi tawanan dan
hinaan orang. Sungguh aku kecewa sekali dan merasa menyesal
pernah menjadi temanmu!"
Semua orang menoleh kepada Pek-liong dan melihat betapa pemuda
itu, walaupun masih setengah lumpuh oleh totokan, memandang
kepada Liong-li dengan mata melotot dan muka merah.
"Hek-liong-li, tutup mulutmu yang kotor! Engkau sendiri bukan
perempuan baik-baik, engkau melakukan perjinaan dengan Kam Sun
Ting, siapa yang tidak tahu" Engkau melihat kesalahan orang sekecil732
kecilnya tanpa melihat tengkukmu sendiri yang kotor! Memang aku
ingin bekerja sama dengan Siauw-bin Ciu-kwi yang menjadi beng-cu,
habis engkau mau apa" Aku sudah muak bekerja sama dengan kamu
yang penuh cemburu, yang selalu menghinaku dan tidak memandang
sebelah mata! Engkau tidak pernah sadar bahwa sebenarnya, tanpa
aku, engkau tidak ada artinya!"
"Jahanam busuk! Kurobek mulutmu!" bentak Liong-li marah.
"Coba saja kalau kau bisa! Kalau aku tidak dalam pengaruh totokan,
akulah yang akan merobek mulutmu!"
Siauw-bin Ciu-kwi yang sejak tadi mengamati dua orang muda yang
sedang bertengkar itu, tiba-tiba tertawa. "Ha-ha, sungguh lucu. Pekliong dan Hek-liong-li bertengkar dan saling cemburu! Permainan apa
pula ini" Pek-liong, biarlah kubebaskan totokanmu. Hendak kulihat
kejujuranmu, apakah benar engkau hendak bersekutu dengan kami
atau tidak. Engkau harus membunuh Liong-li untuk meyakinkan
kami!" Akan tetapi ketika Siauw-bin Ciu-kwi hendak menggerakkan tangan,
Tok-sim Nio-cu Lui Cin Si berseru, "Beng-cu, sabar dulu! Harap
Beng-cu tidak sampai terkecoh oleh mereka Bagaimana kalau setelah
Beng-cu membebaskan touokannya, Pek-liong lalu bergabung dengan
Liong-li dan mereka menyerang kita" Setidaknya, mereka berdua
tentu berusaha untuk membebaskan diri!" Tentu saja wanita yang haus
laki-laki ini akan merasa kecewa sekali kalau Pek-liong sampai lolos
karena pemuda perkasa itu telah membangkitkan gairahnya.


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha-ha, aku bukanlah sebodoh engkau, Tok-sim Nio-cu! Biarkan
kalau mereka berdua hendak menipuku. Biar mereka mengamuk, kita
733 keroyok bersama. Biarkan mereka mencoba untuk meloloskan diri.
Apa yang kita takutkan" Kita berada di atas perahu, di tengah telaga.
Kemana mereka dapat melarikan diri" Betapapun lihainya mereka, di
dalam air mereka tidak dapat banyak bergerak. Dan kita mempunyai
Po-yang Sam-liong dan anak buahnya yang akan mudah menangkap
mereka!" Mendengar ini, Tok-sim Nio-cu diam saja dan memang benar apa
yang dikatakan Beng-cu itu. Juga diam-diam Pek-liong dan Hekliong-li harus mengakui kecerdikan si pendek gendut kepala botak itu.
"Siauw-bin Ciu-kwi, tidak perlu kalian khawatir. Aku datang untuk
menghajar Pek-liong, bukan kalian!" kata pula Liong-li.
Siauw-bin Ciu-kwi lalu menggerakkan tangannya dan dua kali dia
menotok punggung Pek-liong yang seketika merasa tubuhnya bebas
dari pengaruh totokan. Beng-cu itu memang sudah memperhitungkannya dengan matang.
Selain mereka berada di tengah telaga, juga dia yakin bahwa Liong-li
muncul tanpa membawa senjata. Demikian pula Pek-liong, tidak
bersenjata, maka tentu saja dia dibantu para tokoh sesat tidak perlu
takut menghadapi mereka, andaikata mereka benar-benar hendak
menyerang mereka atau hendak meloloskan diri.
Pek-liong bangkit berdiri, lalu menghampiri Liong-li. Kedua orang ini
berdiri berhadapan dengan sikap marah. Liong-li mencibir. "Huh,
pendekar yang berjuluk Pek-liong-eng ternyata hanyalah seorang lakilaki mata keranjang dan seorang pengecut!"
734 "Liong-li, mulutmu sungguh busuk sekali! Engkaulah perempuan
rendah, gila laki-laki, akan kurobek mulutmu itu!" Berkata demikian,
Pek-liong sudah menyerang dengan cengkeraman ke arah Liong-li.
Akan tetapi, gadis perkasa ini mengelak ke kiri dan dari kiri ia
membalas dengan pukulan maut ke arah lambung Pek-liong. Dia
menangkis dengan pengerahan tenaganya.
"Dukk!" Dua lengan bertemu dan keduanya terhuyung ke belakang.
Liong-li mengeluarkan suara lengkingan nyaring dan iapun kini
menerjang dan menyerang dengan gerakan yang amat cepat. Pukulan
dan tendangan menyambar bertubi-tubi, akan tetapi Pek-liong yang
agaknya sudah menjadi marah sekali, mengelak, menangkis dap
membalas tak kalah sengitnya.
Para pembantu Siauw-bin Ciu-kwi sudah siap dengan senjata di
tangan, mengepung dua orang yang sedang bertanding itu. Siauw-bin
Ciu-kwi sendiri berdiri menonton dengan penuh perhatian. Kalau dua
orang itu hanya bersandiwara, tentu matanya yang tajam itu akan
dapat menangkapnya, Dia seorang ahli silat kelas tinggi, tentu akan
dapat membedakan mana yang perkelahian benar-benar dan mana
yang pura-pura! Dan apa yang disaksikannya itu, tak dapat diragukan lagi merupakan
suatu perkelahian sungguh-sungguh, bahkan setiap pukulan
mengandung ancaman maut bagi lawan! Tentu saja Siauw-bin Ciukwi tidak pernah melihat kalau dua orang ini sedang melakukan
latihan pertandingan silat! Dua orang muda ini sudah mencapai
tingkat yang sedemikian tingginya sehingga mereka telah menguasai
tenaga mereka sepenuhnya sehingga andaikata kepalan tangan atau
735 ujung pedang mereka sudah menyentuh kulit lawan, mereka masih
mampu menghentikan serangan mereka sampai di situ saja!
Kini Pek-liong nampak terdesak hebat oleh Liong-li yang
mempergunakan ilmu silat Bi-jin-kun yang selain amat indah, juga
mengandung banyak gerak tipu yang berbahaya. Pek-liong juga sudah
memainkan Pek-liong Sin-kun, namun agaknya dia masih kalah cepat
sehingga kecepatan gerakan Liong-li membuat dia sibuk juga. Karena
kalah cepat, maka perkelahian itu dikendalikan oleh Liong-li dan Pekliong terseret, hanya mampu mengelak dan menangkis saja untuk
melindungi dirinya. Melihat ini, Siauw-bin Ciu-kwi lalu mengeluarkan sebatang pisau
yang panjangnya dua jengkal, melemparkannya kepada Pek-liong
sambil berseru, "Pek-liong, kau pergunakan ini!"
Pek-liong menerima pisau yang dilemparkan kepadanya itu dan kini
dia menyerang dengan pisau itu. Gerakannya mantap, cepat dan kuat.
Setelah dia mempergunakan pisau itu, mulailah Liong-li terdesak!
Wanita perkasa ini maklum akan lihainya lawan kalau
mempergunakan senjata tajam, maka ia hanya menghindarkan diri
dari desakan itu dengan ilmunya yang hebat, yaitu langkah ajaib Liuseng-pouw yang membuat tubuhnya selalu dapat mengelak secara
otomatis setiap kali pisau itu menyambar. Akan tetapi ia terdesak
mundur sampai ke tepi perahu dan anak buah Siauw-bin Ciu-kwi yang
mengepung terpaksa menyingkir.
"Pek-liong, engkau pengecut mengandalkan komplotanmu! Lain kali
aku akan mencarimu lagi!" berkata demikian, Liong-li membalikkan
tubuh dan meloncat ke air. Akan tetapi, Pek-liong membentak.
736 "Liong-li, hendak lari ke mana kau?"
Dan pisau di tangannya itupun meluncur lepas dari tangannya, dan
semua orang melihat betapa dengan tepat sekali pisau itu menancap
pada pinggul kanan Liong-li. Wanita itu terbanting ke permukaan air.
Air muncrat tinggi dan semua orang lari ke tepi perahu, melihat betapa
tubuh itu tenggelam dan permukaan air nampak kemerahan, merah
karena darah! Agaknya, Liong-li yang terkena sambitan pisau itu
tenggelam dan tewas! Sampai lama mereka memandang ke air. Jelas, tidak ada muncul lagi
wanita perkasa itu, dan di sekitar perahu besar itu tidak nampak
adanya perahu lain. Perahu-perahu kecil para nelayan berada jauh dari
perahu itu, dan tidak nampak gerakan mencurigakan di sekeliling
tempat itu. Sampai lama keadaan sunyi dan hati mereka semua merasa
tegang. Kesunyian itu dipecahkan suara ketawa Siauw-bin Ciu-kwi.
"Ha-ha-ha, bagus sekali! Kiranya engkau sungguh-sungguh ingin
bergabung dengan kami, Pek-liong. Akan tetapi, mengapa engkau
sampai membunuhnya" Mengapa engkau yang terkenal sebagai
rekannya, kini tiba-tiba saja demikian membencinya" Hal ini agak
aneh dan mencurigakan!" Beng-cu itu memandang kepada Pek-liong
dengan pandang mata penuh selidik.
"Pertanyaan yang tepat sekali! Mempunyai seorang rekan dan kawan
yang sehebat itu, selain ilmu kepandaiannya tinggi, juga amat cantik
jelita dan menarik hati, kenapa tiba-tiba saja dimusuhi bahkan
dibunuh" Hal ini amat mencurigakan, Beng-cu!" kata Pek I Kongcu.
"Hi-hik, aku tahu. Jawabannya mudah sekali. Semua laki laki memang
tidak ada bedanya, Kongcu, seperti engkau juga. Semua laki-laki
737 mempunyai penyakit yang sama, yaitu pembosan, apa lagi setelah
bertemu dengan wanita lain yang masih baru, Pek-liong juga bosan
kepada Hek-liong-li apa lagi setelah berjumpa dengan gadis penyelam
itu, kemudian bertemu pula dengan aku di sini! Hi-hik, bukankah
begitu, Pek-liong yang tampan?"
Pek I Kongcu cemberut, dan Pek-liong tersenyum. "Dugaan kalian
semua keliru," jawabnya. "Memang aku benci sekali kepadanya, dan
iapun benci kepadaku, akan tetapi bukan karena bosan, melainkan
karena Hek-liong-li telah mencuri pedang pusakaku!"
"Hemm......!" Siauw-bin Ciu-kwi mengerutkan alisnya. Tentu saja dia
sudah mendengar bahwa Pek-liong-eng memiliki pedang pusaka
ampuh yang disebut Pek-liong-po-kiam, dan diapun mendengar bahwa
Hek-liong-li juga memiliki pedang pusaka Hek-liong-po-kiam. "Akan
tetapi, aku melihat ia datang tanpa pedang sama sekali, bahkan
pedangnya sendiripun tidak ada dibawanya!"
Pek-liong cemberut dan menarik napas panjang karena hatinya merasa
kesal sekali. "Itulah pandainya ia berpura-pura! Tentu ia tidak mengira
bahwa aku berada di antara beng-cu dan kawan-kawan di sini. Terjadi
beberapa bulan yang lalu. Pedang itu bersamaku, dan aku tidur di
rumahnya. Tapi pada keesokan harinya, pedangku telah lenyap dan
dengan muka tebal ia tidak mengakuinya, itulah permulaan kami
saling membenci!" "Tapi ketika engkau mula-mula kami tangkap, engkau membanggakan
Hek-liong-li yang katanya akan muncul menolongmu!" Pek I Kongcu
mendesak untuk meyakinkan hatinya yang belum mau percaya.
738 Pek-liong tersenyum mengejek. "Lalu apa yang harus kulakukan
dalam keadaan tidak berdaya itu" Aku hanya menakut-nakuti kalian.
Buktinya, wanita itu begitu datang memaki-maki dan ingin
membunuhku, dan akupun membalas sehingga kini ia tenggelam dan
tewas. Sudahlah, tidak perlu lagi kita membicarakan orang yang sudah
mati. Beng-cu, tadi kukatakan bahwa hasil usahamu itu sia-sia saja
kalau hanya mendapatkan sebuah patung seperti itu. Memang
berharga, akan tetapi apakah sepadan dengan jerih payahmu" Aku
yakin patung itu merupakan rahasia pula."
"Maksudmu" Rahasia apa pula yang terdapat pada patung emas ini?"
Siauw-bin Ciu-kwi mengamati patung itu dengan alis berkerut.
"Hal itulah yang harus kita selidiki, Beng-cu. Coba berikan patung
emas itu, biar kuperiksa." Berkata demikian, Pek-liong menjulurkan
tangannya. Dia tersenyum melihat betapa Pek I Kongcu dan yang lainlain, kecuali Tok-sim Nio-cu, siap dengan senjata mereka untuk
menyerang kepadanya. Siauw-bin Ciu-kwi juga memandang kepada
para pembantunya, lalu dia tertawa dan menyerahkan patung emas itu
kepada Pek-liong. "Ha-ha-ha, kalian memang terlalu curiga. Seorang diri saja di sini,
Pek-liong tidak akan dapat berbuat sesuatu yang bodoh. Aku mulai
percaya kepadamu, Pek-liong. Nah, coba kau periksa patung itu, siapa
tahu apa yang kau katakan itu benar."
Pek-liong menerima patung emas itu, memandang ke sekeliling dan
tersenyum menyaksikan sikap mereka, juga tersenyum manis kepada
Tok-sim Nio-cu yang tidak mencurigainya. Wanita ini membalas
739 senyumnya, mendekat dan menyentuh pundaknya dengan sikap
manja. "Pek-liong, aku percaya kepadamu. Rahasia apa sih yang terdapat
pada patung emas ini?"
Dengan lembut Pek-liong melepaskan diri dari sentuhan lembut mesra
itu, lalu dia menghadap Siauw-bin Ciu-kwi, menjawab kepada wanita
itu sambil lalu saja, "Untuk itu aku harus menyelidikinya dulu."
Dan diapun melakukan penyelidikan. Diamati patung emas itu,
ditimang-timang dan semua gerakannya diikuti oleh Siauw-bin Ciukwi, dan kaki tangannya dengan penuh perhatian. Sekali ini Pek-liong
tidak bersandiwara. Dia memang benar-benar melakukan
penyelidikan, mempergunakan segala kecerdikan akalnya.
Dia memang banyak tahu tentang barang-barang pusaka kuno dan
sudah mempelajarinya, maka dari ciri-ciri ukirannya iapun dapat
menduga bahwa patung emas ini sedikitnya berusia limaratus tahun.
Ada setengah jam dia meneliti patung emas itu sehingga semua orang
mulai menjadi tidak sabar lagi.
"Bagaimana, Pek-liong?" Siauw-bin Ciu-kwi bertanya.
"Beng-cu, pergunakanlah pedang dan memenggal leher patung emas
ini!" kata Pek-liong.
Tentu saja semua orang terkejut. Patung emas itu merupakan sebuah
benda yang langka dan amat berharga, bukan hanya karena emasnya,
melainkan karena merupakan benda pusaka kuno dengan ukirannya
yang indah dan halus. Kalau dipenggal leher patung itu, sama saja
740 dengan merusak dan mengurangi nilainya! Akan tetapi, Siauw-bin
Ciu-kwi yang menginginkan harta yang lebih berharga lagi, segera
berkata kepada Tok-sim Nio-cu. "Nio-cu, pergunakan pedangmu
memenggal leher patung itu seperti diminta oleh Pek-liong!"
Tok-sim Nio-cu mencabut pedangnya dan berkata kepada Pek-liong
sambil tersenyum. "Pek-liong, tidak sayangkah patung begini indah
dipenggal lehernya?"
Pek-liong menjawab. "Lakukan saja perintah Beng-cu. Buntungnya
leher patung, dengan mudah dapat diutuhkan kembali oleh tukang
emas!" Mendengar ini barulah semua orang menyadari bahwa
memang kerusakan itu dapat diperbaiki dan kalau sudah disambung
kembali oleh tukang emas yang pandai tidak akan nampak bekasnya.
Pedang di tangan Tok-sim Nio-cu berkilat menyambar dan buntunglah
leher patung itu dengan sayatan yang rapi. Pek-liong melihat, seperti
yang sudah diduga, bahwa tubuh patung itu berlubang dan dia melihat
segulung kain di dalamnya.
"Berikan patung itu kepadaku!" Siauw-bin Ciu-kwi yang juga melihat
gulungan kain itu berseru.
Pek-liong tersenyum dan menyerahkan patung emas. Dengan tangan
yang jelas nampak gemetar saking tegang dan gembiranya, Siauw-bin
Ciu-kwi mengambil gulungan kain itu dari dalam perut patung. Segera
diperiksanya gulungan kain itu, dengan sikap hati-hati agar orang lain
tidak melihat tulisan yang terdapat dalam gulungan kain. Wajahnya
berubah, matanya terbelalak dan wajahnya berseri, lalu dia tertawa
bergelak-gelak. 741 "Ha-ha-ha, ha-ha-ha-ha...... jasamu besar sekali, Pek-liong. Benar
seperti dugaanmu, patung ini menyembunyikan rahasia besar. Ha-ha,
kalau berhasil kita temukan harta karun ini, aku berjanji bahwa patung
emas ini akan kuberikan sebagai hadiah kepadamu!"
"Terima kasih, Beng-cu. Sudah kuduga bahwa bekerja sama
denganmu memang menguntungkan sekali!"
Siauw-bin Ciu-kwi menyimpan gulungan kain itu ke dalam jubahnya,
lalu memandang kepada semua pembantunya dan berkata dengan
suara berwibawa. "Mulai saat ini, Pek-liong menjadi pembantuku
yang utama. Kalian tidak boleh mengganggunya! Peta rahasia Patung
Emas yang ditemukan di dalam patung ini amat penting. Kalian tidak
usah tahu dan ikuti saja aku untuk mendapatkan harta karun yang tak
ternilai besarnya. Jangan khawatir, setelah harta karun itu berada di
tanganku, kalian tentu akan memperoleh bagian masing-masing."
Setelah berkata demikian, tiba-tiba beng-cu itu memandang kepada
Pek-liong dan berkata dengan suara lantang.
"Pek-liong, jasamu besar sekali. Akan tetapi aku masih merasa heran,
bagaimana engkau dapat menduga bahwa di dalam patung terdapat
rahasianya. Hayo ceritakan agar menambah pengertian rekan-rekanmu
yang berada di sini, agar lain kali mereka mencoba menggunakan
otak, jangan hanya pandai menggunakan hati dan tangan kaki saja!"
Pek-liong tersenyum dan memandang kepada para tokoh pembantu
lainnya, sengaja berlagak tinggi hati untuk membuat hati mereka
merasa tidak senang. 742 "Ah, Beng-cu, sesungguhnya tidak sukar untuk menduga hal itu kalau
saja kita mau mempergunakan akal pikiran kita. Melihat betapa penuh
rahasia peta yang menunjukkan di mana adanya patung emas itu, dan
betapa patung itu disimpan di dasar telaga, maka tidak mungkin
kiranya kalau yang disembunyikan itu hanya sebuah patung emas
sekecil itu. Tentu ada barang lain yang jauh lebih berharga, yang
rahasianya berada di patung itu.
"Ketika aku menerima patung itu, maka dugaanku semakin kuat.
Patung itu ringan saja, berarti di dalamnya berlubang, tidak seperti
patung emas lainnya. Kalau pembuat patung emas membuat dalamnya
berlubang, hal ini hanya dengan satu maksud, yaitu untuk menyimpan
suatu benda yang teramat penting, yang jauh lebih berharga dari pada
nilai patung itu sendiri.
"Pula, setelah mengamati secara teliti aku melihat ada guratan aneh


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada leher patung, jelas itu merupakan tanda bahwa leher itu
sambungan dan dikerjakan kurang cermat. Maka, sudah bulatlah
dugaanku bahwa di dalam perut patung yang berlubang itu tentu
disembunyikan benda yang amat berharga."
"Ha-ha-ha, hebat sekali! Bagus sekali, kiranya engkau tidak hanya
lihai ilmu silatmu, akan tetapi juga amat cerdik pikiranmu. Aku girang
sekali dapat bekerja sama denganmu, Pek-liong."
"Dan aku juga gembira sekali dapat membantumu, Beng-cu."
"Dan akupun gembira kalau dapat menjadi pacarmu yang baru, Pekliong!" kata Tok-sim Nio-cu genit.
743 "Nah, kalian lihat! Baru saja membantuku, jasa Pek-liong sudah jauh
lebih besar dari pada jasa kalian selama ini! Maka dalam mengambil
harta karun ini, kalian harap bekerja keras sehingga kalian pantas
memperoleh bagian!" Perahu besar lalu digerakkan menuju ke pantai, dan kini Pek-liong
ikut mendaki Bu- kit Merak, menuju ke sarang yang dipergunakan
oleh Siauw-bin Ciu-kwi. Sekali ini bukan lagi sebagai tawanan,
melainkan sebagai pembantu Siauw-bin Ciu-kwi.
Namun, Pek-liong yang cerdik itu maklum bahwa sikap dan semua
ucapan Siauw-bin Ciu-kwi kepadanya itu masih palsu, dan dia tahu
bahwa diam-diam Siauw-bin Ciu-kwi dan para pembantunya
mengamati semua gerak geriknya. Dia harus berhati-hati sekali!
"Y" "Keparat! Tan Cin Hay itu sungguh jahat dan kejam bukan main!"
Berulang kali Kam Sun Ting mengomel panjang pendek mencaci
maki Pek-liong ketika dia bersama adiknya menyeret tubuh Liong-li
yang lemas di balik tumbuh-tumbuhan teratai menuju ke perahu kecil
mereka di tempat yang agak jauh.
"Ih, sudahlah, koko. Sudahi saja caci makimu yang tidak baik itu dan
lebih baik kita memperhatikan keadaan li-hiap ini. Mari cepat bawa ia
ke perahu!" Cian Li mencela kakaknya, hatinya merasa tidak enak
mendengar kakaknya mencaci-maki Pek-liong.
Biarpun ia sendiri merasa kecewa melihat ulah Pek-liong, namun
hatinya masih tidak rela membiarkan kakaknya mencaci maki seperti
itu di depannya. Mereka lalu berenang dengan cepat setelah jauh dari
744 perahu besar sehingga tidak kelihatan lagi dan tak lama kemudian,
mereka sudah mengangkat tubuh Liong-li ke atas perahu.
"Li-moi, cepat dayung perahu ini ke daratan yang sunyi, aku akan
mencoba merawat dan menyadarkan Liong-lihiap!" kata Sun Ting,
khawatir melihat wajah pendekar wanita itu pucat dan matanya
terpejam, akan tetapi perutnya tidak menggembung.
Dia memang sudah siap siaga. Sebelumnya telah diatur oleh pendekar
wanita itu, yaitu dia disuruh membantu adiknya agar Cian Li dapat
berhasil dan selamat. Dan dia dipesan agar bersama Cian Li siap di
bawah permukaan air, bernapas melalui batang alang-alang yang
berlubang, dan menanti di situ, siap menolong kalau ia sampai
terpaksa meloncat ke air. Maka, dia dan adiknya dapat melihat
perkelahian antara Pek-liong dan Liong-li tadi, melihat pula betapa
Liong-li meloncat ke air dan terkena samba-an pisau.
Sun Ting mengajak adiknya menyelam dan tepat seperti yang sudah
direncanakan oleh Liong-li, mereka berdua menyeret tubuh Liong-li
ke bawah air sehingga tidak nampak oleh orang-orang di dalam
perahu pendekar wanita itu timbul kembali. Mereka menyelam dan
berenang di dalam air, lalu bersembunyi di balik tumbuhan teratai
yang lebat, dan sambil bersembunyi, perlahan-lahan mereka berenang
di balik tumbuhan itu menuju ke perahu yang cukup jauh dari situ.
Yang membuat Sun Ting khawatir adalah karena Liong-li sejak tadi
pingsan dan ada pisau menancap di pinggulnya sebelah kanan.
Sun Ting tidak berani mencabut pisau itu, dan melihat betapa Liong-li
pingsan dan pucat, bahkan napasnya hampir tidak ada, dalam
kepanikannya, dia lalu membuka mulut pendekar wanita itu dan
745 menutup mulut itu dengan mulutnya sendiri lalu meniup sekuatnya
untuk membantu paru-paru gadis perkasa itu. Pada saat dia melakukan
perawatan itu, sedikitpun tidak ada perasaan apapun di hatinya kecuali
ingin menyelamatkan Liong-li, tidak timbul kemesraan atau nafsu
walaupun diam-diam dia sudah jatuh cinta kepada pendekar wanita
itu. Akhirnya, setelah melakukan perawatan itu beberapa kali, Liong-li
gelagapan, membuka matanya dan melihat betapa pemuda penyelam
itu meniup melalui mulutnya, dengan lembut ia mendorong dada
pemuda itu, lalu berbatuk-batuk.
"Cukup...... aduhh......! Ketika ia miringkan tubuhnya, baru terasa
olehnya bahwa ada pisau menancap di pinggul kanannya. Dirabanya
pinggul itu. "Sun Ting, cepat ambilkan buntalan obat, dalam buntalan pakaianku
itu buntalan kuning......"
Sun Ting membuka buntalan pakaian Liong-li yang memang
ditinggalkan di perahu itu, dan mengambilkan sebuah buntalan kuning
kecil. Ketika buntalan ini dibukanya, maka terisi bubukan kuning
yang amat halus. "Sun Ting, akan kucabut pisau ini, lalu kau robek kain yang menutupi
pinggul yang luka, taburkan obat itu di atas luka, pergunakan jarimu
untuk menekan-nekan agar obat itu masuk ke dalam lukanya," Liongli lalu mencabut pisau itu yang ternyata masuk sedalam satu jari
panjang. 746 Darah keluar dari luka di pinggul itu dan Sun Ting merobek celana
yang menutupi pinggul. Dengan tekanan-tekanan jarinya pada jalan
darah tertentu, pendarahan itu berhenti dan Liong-li menyuruh
pemuda itu menaburkan obat bubuk kuning halus. Sun Ting
menaburkan obat dan menekan-nekan obat ke dalam luka. Juga dia
tidak merasakan apa-apa melihat pinggul yang putih mulus dan halus
di depan matanya itu, karena yang teringat olehnya hanyalah bahwa
gadis perkasa itu terluka parah.
"Biarkan dulu sampai obat yang berada di luar luka mengering, jangan
ditutupi bagian yang terluka itu," kata Liong-li, kemudian kepada
Cian Li ia berkata, "Adik manis, tolong kauambilkan dua batang
pedang yang kuikat di bawah perahu ini."
Tadi sebelum ia dan Sun Ting meninggalkan perahu, Liong-li yang
selalu berhati-hati itu menyembunyikan sepasang pedang pusaka,
yaitu Pek-liong-kiam dan Hek-liong-kiam di bawah perahu.
Cian Li mengangguk dan tanpa banyak cakap lagi ia sudah
menghentikan perahu dan menyelam. Tak lama kemudian ia sudah
muncul kembali membawa dua batang pedang yang amat ampuh itu.
"Sekarang, dayunglah perahu ke pantai yang sunyi, aku harus
memikirkan apa yang akan kulakukan selanjutnya. Pek-liong masih
berada dengan mereka dan aku tahu bahwa keselamatannya masih
terancam hebat." Sun Ting mengepal tinjunya dengan gemas. "Ah, lihiap, mengapa
masih memikirkan orang jahat itu" Dia telah berubah menjadi seorang
penjahat keji! Sungguh tidak tahu malu, dia telah melukaimu dengan
curang......" 747 "Tepat seperti yang kukehendaki, Sun Ting. Memang Pek-liong
seorang yang cerdik luar biasa dan dia dapat membaca setiap isi hati
dan pikiranku. Untung dia berlaku cepat dan dapat melukai pinggulku,
kalau tidak tentu mereka akan semakin mencurigainya. Mudahmudahan saja pengorbanan pinggulku ini tidak sia-sia!"
Tentu saja kakak beradik itu terbelalak memandang kepada pendekar
wanita itu. "Lihiap......! Apa maksudmu" Benarkah bahwa Tan-taihiap
tidak berkhianat, tidak bersekutu dengan penjahat dan dengan kejam
sekali telah melukaimu?"
Pendekar wanita itu masih menelungkup. Pinggulnya terbuka dan
bukit pinggul itu menjulang ke atas, indah bentuknya dan putih mulus
kemerahan. Ia menggeleng kepalanya sambil tersenyum.
"Sama sekali tidak! Sampai dunia kiamat, Pek liong tidak akan
mengkhianati aku, dan tidak akan sudi menjadi kaki tangan penjahat."
"Akan tetapi, lihiap! Bukankah tadi dia memaki-makimu dengan katakata kotor, bahkan lalu menyerangmu" Dia sudah mengaku dengan
lantang bahwa dia ingin bekerja sama dengan Siauw-bin Ciu-kwi
untuk mendapatkan bagian harta karun. Bahkan dia telah memakimu
dengan kata-kata kotor, menuduhmu secara keji dan......"
Liong-li mengangkat tangannya unluk menutupi mulut Sun Ting yang
agaknya hendak memaki itu, dan ia tersenyum. "Kalian adalah dua
orang muda yang berjiwa bersih dan polos, tentu saja tidak mengerti
akan sepak terjang kami berdua. Menghadapi para penjahat keji dan
lihai seperti mereka, kita harus mempergunakan siasat pula."
748 "Akan tetapi, lihiap. Kalau taihiap tidak ingin bekerja sama dengan
mereka, tadi dia dapat bersama lihiap meloncat ke air dan kami berdua
yang akan mampu melarikan kalian dengan selamat. Kenapa dia
tinggal di perahu itu?" Cian Li juga membantah, merasa penasaran
dan khawatir karena pendekar yang dikaguminya itu kini masih
berada bersama para penjahat keji itu.
"Tadinya aku memang bermaksud untuk membebaskan engkau dan
dia, adik manis. Akan tetapi ketika aku mendengar ucapan Pek-liong
kepadamu, ucapan keras yang sengaja dia keluarkan agar aku dapat
mendengarnya, bahwa dia ingin bekerja sama dengan Beng-cu untuk
mendapat bagian harta karun, aku tahu akan rencananya. Maka, aku
harus bersandiwara sesuai dengan rencananya agar dia berhasil.
"Aku harus berusaha agar dia dapat diterima oleh gerombolan
penjahat itu dan dipercaya. Ketika dia melukai aku dengan pisau dan
aku jatuh ke air terus kelihatan tenggelam dan tewas, tentu dia
diterima dengan gembira oleh Beng-cu, bahkan mungkin menjadi
orang kepercayaannya!"
"Ah, kalau begitu...... Tan-taihiap tadi.... dan lihiap, hanya bermain
sandiwara saja" Semua itu merupakan siasat ji-wi (kalian) agar Tantaihiap dapat dipercaya dan diterima sebagai sekutu gerombolan
penjahat itu?" tanya Sun Ting dengan muka merah, teringat betapa
tadi dia telah memaki-maki Pek-liong.
"Sudah jelas begitu masih bertanya lagi!" Cian Li berkata dengan
mulut cemberut. "Dasar engkau yang tidak mengenal budi orang,
koko, belum apa-apa sudah mencela dan memaki-maki!"
749 "Ah, ah...... aku menyesal sekali..... akan tetapi siapa tahu bahwa
mereka itu bersandiwara" Melihat betapa lihiap benar-benar terluka
oleh pisau, siapa mengira bahwa hal itu disengaja?" Sun Ting
membela diri. Liong-li tersenyum. "Sudahlah, bukan salah Sun Ting. Memang bagi
orang lain, kami berdua sukar dimengerti. Serahkan saja kepada kami
berdua untuk menghadapi gerombolan penjahat yang amat lihai itu."
"Tapi...... tapi, lihiap. Mengapa taihiap harus menyerahkan diri, harus
menjadi sekutu mereka walaupun hanya berpura-pura" Mengapa pula
lihiap harus mengorbankan diri seperti ini" Apa perlunya bekerja
sama dengan para penjahat itu?"
"Tentu ada alasannya bagi Pek-liong untuk berbuat demikian. Hanya
dia yang mengetahui dan aku hanya melengkapi peranannya saja.
Tentu ada hal yang amat penting, teramat penting bagi kami berdua
maka dia memainkan sandiwara itu. Karena itu, kita harus waspada
dan di darat, kalian tidak mungkin dapat membantu kami. Kepandaian
kalian jauh dari pada cukup untuk melawan mereka.
"Kalau kalian membantu, bahkan kalian akan melemahkan kami,
karena kami harus melindungi kalian. Belum lagi kalau kalian ditawan
dan dijadikan sandera, memaksa kami untuk menyerah. Kalian tunggu
saja di tepi telaga. Kalau kalian melihat perahu mereka berlayar baru
kalian boleh membayangi dari jauh, apa lagi kalau melihat ada Pekliong di perahu itu. Kalian siap sedia untuk menolong kalau kami
sampai membutuhkan pertolongan di air, seperti keadaanku tadi.
Mengerti?" 750 "Baik, enci," kata Sun Ting dan kembali dia menyebut enci, hal ini
menandakan bahwa ketegangan telah lewat dan dia kembali bersikap
mesra, "Akan tetapi, engkau masih terluka......"
"Aku akan beristirahat di perahu ini. Dalam waktu beberapa jam saja
luka ini akan mengering dan aku akan dapat melakukan penyelidikan
di Bukit Merak. Kuyakin bahwa tentu Pek-liong diajak ke sana oleh
mereka." Tiba-tiba Cian Li mengepal tinju dan mukanya berubah marah.
"Sayang aku tidak berhasil membuat perempuan laknat itu mati
tenggelam!" Ia teringat kepada Tok-sim Nio-cu dan merasa cemburu, apa lagi
mengingat bahwa kini Pek-liong menjadi sekutu mereka. Tentu hal ini
akan dipergunakan sebagai kesempatan baik oleh perempuan genit itu
untuk memikat hati Pek-liong.
Liong-li tersenyum. Ia dapat membaca jalan pikiran gadis penyelam
yang manis itu, dan sambil mengamati wajah dan tubuh orang ia
berkata, "Jangan khawatir, adik manis. Aku mengenal benar siapa
Pek-liong. Dia tidak akan mudah jatuh oleh rayuan segala macam
wanita macam si genit itu. Aku tahu selera Pek-liong. Gadis seperti
engkau inilah kiranya akan memenuhi seleranya!"
Mendengar ucapan pendekar wanita ini, seketika wajah Cian Li
tersipu malu dan ketika perahu tiba di tepi yang sunyi, ia lalu
meloncat ke darat dan menalikan tali perahu pada sebatang pohon.
"Aku akan mencari kayu kering pembuat api unggun," katanya dan
iapun pergi. 751 Sun Ting masih duduk menjaga di dekat Liong-li yang masih
menelungkup. Dengan penuh rasa iba dan sayang, dia memandang
bukit pinggul yang terluka itu. Obat bubuk kuning itu nampak telah
membuat luka itu mengering, akan tetapi di sekeliling luka itu masih
nampak betapa kulit yang halus mulus itu kemerahan.
"Enci, sakit benarkah rasanya pinggulmu......?" tanya Sun Ting lirih
dan seperti otomatis, jari-jari tangannya mengelus-elus sekeliling luka,
seolah-olah dengan jari jari tangannya dia ingin mengusir perasaan
nyeri yang ada. Mendengar pertanyaan itu dan merasa betapa jari-jari
tangan itu mengelus lembut, Liong-li merasa bulu tengkuknya
meremang. "Ah, tidak berapa nyeri, Sun Ting. Sebentar lagi tentu sembuh.
Setelah cuaca gelap nanti, aku akan pergi menyelidik ke Bukit
Merak." Sun Ting tidak menjawab, tangannya masih mengelus bukit pinggul
itu di sekeliling luka. "Enci, bukit pinggulmu indah sekali bentuknya,
dan putih mulus......" katanya lirih.
Liong-li merasa betapa jantungnya berdebar, maka ia lalu berkata
cepat, "Lepaskan tanganmu, Sun Ting. Aku akan duduk, tutupkan
selimut itu pada pinggulku, lukanya sudah mengering."
Biarpun dengan lambat, seolah merasa tidak rela pinggul itu ditutupi
Sun Ting melakukan perintah itu dan sambil tersenyum Liong-li
berkata kepadanya. "Engkau perayu nakal! Tugas masih bertumpuk
untuk kita, belum waktunya bersenang-senang. Nah, bantulah adikmu
mengumpulkan kayu kering, dan coba cari makanan karena sebelum
752 pergi, aku ingin makan dulu. Cepat pergi, jangan bengong saja, aku
hendak berganti pakaian!"
Sun Ting meloncat ke darat dan setelah melangkah belasan kaki dia
menengok. Dia melihat betapa pendekar wanita itu telah
menanggalkan pakaiannya! Kalau menurut dorongan nafsunya, ingin
dia membalikkan tubuh dan menikmati penglihatan itu, akan tetapi
kesopanan memaksanya cepat membuang muka dan melanjutkan
langkahnya. Liong-li melihat semua ini dan iapun tersenyum. Seorang pemuda
yang amat baik, dan amat menyenangkan, pikirnya dan kedua pipinya
berubah merah, lesung pipitnya bermain di kanan kiri bibirnya. Iapun


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cepat berganti pakaian kering, pakaian serba hitam yang ringkas dan
menyelipkan sepasang pedang pusaka di punggung.
Dengan cepat dibereskannya rambutnya yang tadi basah dan awutawutan. Disisirnya rapi dan digelung ke atas, diikat saputangan sutera
merah dam ditusuk dengan tusuk konde perak berbentuk seekor naga
kecil. Ia mengenakan sepatunya yang tadi dilepas di dalam perahu
kecil, dan lengkaplah sudah ia, siap untuk melakukan penyelidikan,
siap untuk bertempur! Kakak beradik itu datang membawa kayu kering yang cukup, dan Sun
Ting membawa pula tiga ekor ikan yang tadi didapatnya dengan
menjala di tepi telaga. Mereka lalu duduk memghadapi api unggun
dan ketika matahari mulai tenggelam di barat, mereka makan
panggang ikan. Setelah cuaca mulai gelap, pergilah Liong-li meninggalkan kakak
beradik itu di tepi telaga. Dengan tenang Liong-li melakukan
753 perjalanan menuju ke Bukit Merak setelah mendapat petunjuk dari
Sun Ting tentang letak Bukit Merak. Malam itu kebetulan bulan
purnama, maka setelah bulan muncul, pendekar wanita ini dapat
melakukan perjalanan tanpa banyak kesukaran.
Sun Ting dan adiknya lalu kembali ke dusun mereka di luar kota Nancang. Mereka mengumpulkan pakaian dan perbekalan di rumah
mereka yang sudah diaduk-aduk oleh para penjahat ketika mereka
mencari peta dahulu itu. Malam itu mereka bermalam di rumah
sendiri, baru pada keesokan harinya, pagi-pagi mereka kembali ke
telaga, mendayung perahu mereka dan mulai dengan pengamatan
mereka kalau-kalau ada perahu penjahat berlayar. Akan tetapi, sehari
itu mereka tidak melihat ada perahu penjahat, tidak melihat pula
bayangan Pek-liong maupan Liong-li sehingga diam-diam hati kedua
orang kakak beradik ini diliputi penuh kekhawatiran.
"Y" Di bawah sinar bulan purnama, Liong-li mendaki Bukit Merak. Ia
menduga bahwa sarang penjahat itu tentu tidak semudah itu didaki
orang. Tentu di sana terkandung banyak perangkap dan juga terdapat
para penjaga. Dugaannya memang benar. Beberapa kali dia
berhadapan dengan perangkap-perangkap, seperti lubang jebakan yang
ditutup rumput, tali-tali yang kalau tersangkut kaki menurunkan jala
atau membuat tombak dan anak panah datang berhamburan dari kanan
kiri. Namun, Liong-li adalah seorang wanita perkasa yang amat cerdik dan
sudah banyak pengalamannya, maka ia selalu berhati-hati dan setiap
kali melihat ketidakwajaran di depan, ia selalu menguji keamanan
754 tempat itu dengan lemparan kayu atau batu. Maka, tak pernah ia
terperosok ke dalam jebakan atau terserang senjata rahasia yang
dipasang di jalan menuju ke sarang penjahat di lereng Bukit Merak.
Ketika ia melalui daerah yang penuh pohon sehingga di bawah pohon
terlalu gelap dan terlalu berbahaya untuk dilalui, Liong-li lalu
mempergunakan kepandaiannya dan iapun meloncat ke atas pohon,
kemudian bagaikan seekor tupai saja, ia berloncatan dari pohon ke
pohon, menuju ke lereng di mana sudah nampak sinar-sinar lampu
dari perkampungan penjahat.
Dan perhitungannya memang tepat. Setelah ia melalui jalan atas di
antara pohon- pohon, ia tidak pernah berhadapan dengan perangkap
lagi. Akan tetapi, ia tidak tahu bahwa Siauw-bin Ciu-kwi jauh lebih
cerdik dari pada yang disangkanya. Biarpun tidak dipasangi
perangkap, namun di luar kesadarannya, ketika ia berloncatan dari
pohon ke pohon, kakinya menyangkut dan membikin putus tali halus
yang berhubungan dengan tanda bahaya yang dipasang di rumah
tinggal Siauw-bin Ciu-kwi!
Beng-cu kaum penjahat ini tahu bahwa ada tamu tak diundang datang
berkunjung malam itu. Dia dapat menduga bahwa tamu yang datang
melalui pohon-pohon sudah pasti bukan kawan, maka cepat dia
memanggil para pembantunya.
"Ada musuh datang, entah berapa orang banyaknya. Mereka lihai,
datang berkunjung melalui pohon-pohon. Cepat kalian hadang dan
robohkan mereka, hidup atau mati!"
Siauw-bin Ciu-kwi merasa khawatir sekali setelah peta rahasia dari
Patung Emas berada di tangannya. Dia merahasiakan isi peta itu dari
755 para pembantunya, bahkan Tok-sim Nio-cu yang merupakan
pembantu utamanya, juga pacarnya pun tidak diberitahu. Hanya siang
tadi dia memerintahkan Po-yang Sam-liong untuk mengumpulkan
bantuan tenaga kasar sebanyak limapuluh orang.
Tak seorangpun di antara para pembatunya dapat menduga untuk apa
beng-cu mereka membutuhkan tenaga kasar sebanyak limapuluh
orang itu. Po-yang Sam-liong diberi tugas itu karena mereka adalah
tokoh-tokoh di sekitar daerah Telaga Po-yang sehingga tentu akan
lebih mudah mengumpulkan orang-orang yang dapat dipercaya.
Mereka akan diberi gaji besar, demikian beng-cu berjanji. Untuk
mengumpulkan limapuluh orang, Po-yang Sam-liong minta waktu
selama tiga hari. Demikianlah, sambil menanti orang-orang yang dikumpulkan Po-yang
Sam-liong, Siauw-bin Ciu-kwi selalu berhati-hati dan memesan para
pembantunya untuk berjaga-jaga. Diam-diam diapun membisiki para
pembantu lama untuk mengamati sepak terjang dan gerak-gerik Pekliong walaupun pada lahirnya Pek-liong seolah-olah sudah dianggap
sebagai seorang pembantu yang dipercaya pula.
Malam itu, ketika Beng-cu memanggil mereka dan memberitahu
adanya musuh yang datang berkunjung, Pek-liong juga mendapat
tugas untuk menyambut musuh.
PARA pembantu itu lalu berpencar, memimpin anak buah Beng-cu
yang berjumlah belasan orang. Tok-sim Nio-cu pergi bersama Limkwi Sai-kong karena Beng-cu tidak memperbolehkan ia bersama Pekliong. Pek-liong ditemani Hek-giam-ong Lok Hun, sedangkan Pek I
Kongcu memimpin beberapa orang anak buah. Mereka berpencar dan
756 masing-masing membawa sebuah sempritan terbuat dari bambu untuk
memberi tanda kepada kawan-kawan kalau mereka bertemu bahaya
atau bertemu musuh. "Kita menghadang musuh dari sini!" kata Pek-liong kepada Hekgiam-ong Lok Hun. Mendengar ajakan ini, Hek-giam-ong
mengerutkan alisnya dan matanya berkilat.
"Hemm, tidak akan ada musuh berani datang melalui padang rumput
yang diterangi sinar bulan seperti itu. Dia pasti muncul dari semak
belukar atau hutan!"
"Hek-giam-ong, bukankah tadi Beng-cu menyuruh engkau membantu
aku" Itu berarti bahwa aku yang menjadi pimpinan dan aku yang
bertanggung jawab. Engkau tinggal mematuhi saja. Mari!" Pek-liong
lalu melompat ke depan, menuju ke padang rumput yang berada di
sebelah kiri. Si tinggi kurus muka hitam itu mengeluarkan suara mengomel, akan
tetapi dia tidak berani membantah karena tadi memang dia yang harus
membantu Pek-liong, dan Beng-cu tentu akan marah kalau dia tidak
mentaati Pek-liong. Biarlah, pikirnya, yang akan bertanggung jawab
adalah Pek-liong! Sambil bersungut-sungut dan memanggul
ruyungnya yang berat, diapun mengejar di belakang Pek-liong yang
membawa sebatang pedang yang dipinjamnya dari ruangan belajar
silat. Tentu saja hanya Pek-liong yang sudah hafal akan kebiasaan Liong-li.
Demikian pula Liong-li tahu bahwa Pek-liong akan dapat menduga
cara yang dipergunakannya. Pek-liong tahu bahwa Liong-li cerdik
sekali. 757 Tamu malam biasa, tentu akan melakukan seperti yang dikatakan atau
diduga oleh Hek-giam-ong tadi, yaitu datang berkunjung melalui
tempat-tempat gelap yang terlindung semak-semak atau pohon-pohon.
Akan tetapi justeru kebiasaan tamu malam ini dijauhi oleh Liong-li.
Wanita perkasa itu tentu akan memilih keadaan sebaliknya sehingga
tidak akan mudah diduga lawan. Ia tentu akan mengambil jalan yang
melalui padang rumput itu.
Ketika mereka tiba di padang rumput yang rumputnya tebal dan subur
itu, mereka berdua memandang dan tidak melihat ada bayangan orang
di sana. Sinar bulan sepenuhnya menyinari padang rumput yang tidak
ada pohonnya itu dan suasana sunyi, namun pemandangan amatlah
indahnya. Padang rumput itu nampak hijau kekuningan, segar dan angin semilir
membuat ujung-ujung rumput bergoyang-goyang seperti sekelompok
penari. Namun tidak kelihatan ada orang di situ. Tiba-tiba Pek-liong
berteriak dengan lantang.
"Musuh yang bersembunyi di sana! Cepat keluar memperlihatkan diri
sebelum kami terpaksa menyerang dengan senjata rahasia kami!"
Hek-giam-ong sudah hampir tertawa, mentertawakan Pek-liong yang
dianggap tolol itu ketika tiba-tiba dari tengah padang rumput itu
berkelebat bayangan hitam yang tadinya bertiarap sehingga tidak
nampak di antara rumput yang tebal dan tinggi. Begitu melompat,
bayangam hitam itu sudah langsung saja menerjang ke arah Hekgiam-ong yang bersenjata ruyung karena si tinggi kurus muka hitam
ini yang. terdekat dengannya.
758 Hek-giam-ong terkejut bukan main. Di bawah sinar bulan purnama,
dia tidak dapat melihat dengan jelas keadaan musuh yang bergerak
amat cepatnya itu, akan tetapi yang diketahuinya adalah bahwa lawan
ini berpakaian serba hitam dari kepala sampai mukanya dikerodongi
kain hitam pula, hanya memperlihatkan sepasang mata yang
mencorong mengerikan! Dia cepat menggerakkan ruyungnya
menangkis, "Trangggg......!" Pedang di tangan orang itu terpental dan hampir
terlepas. Orang itu terkejut sekali dan meloncat untuk melarikan diri.
Pada saat itu, Pek-liong sudah menyambitkan pedangnya sambil
berseru nyaring. "Engkau hendak lari ke mana?" Pedang di tangannya meluncur ke
arah tubuh hitam yang melarikan diri itu.
"Aduhhhh......!" Orang berkedok itu berteriak dengan suara parau dan
tubuhnya terus berloncatan jauh ke depan sambil membawa pedang
yang dilemparkan Pek-liong tadi, yang agaknya menancap di
tubuhnya! Pek-liong dan Hek-giam-ong mengejar, akan tetapi orang itu sudah
menghilang ke dalam hutan terdekat yang gelap. Hek-giam-ong
menjadi bingung karena tidak tahu harus mengejar ke mana. Pada saat
itu, terdengar suara sempritan nyaring sehingga mengejutkan Hekgiam-ong.
Kiranya sempritan itu dibunyikan oleh Pek-liong yang terus mengejar
ke depan. Baru Hek-giam-ong teringat dan diapun meniup sempritan
yang berada di kantungnya. Sebentar saja, mereka semua telah ikut
759 mengejar ke situ. Tok-sim Nio-cu bersama Lim- kwi Sai-kong, dan
Pek I Kongcu bersama belasan orang anak buah.
"Kami bertemu dengan seorang musuh!" kata Hek-giam-ong sambil
mengamang-amangkan ruyungnya.
"Dia lari ke depan! Kejar!" kata Pek-liong mendahului dan mereka
semua melakukan pengejaran. Akan tetapi, sampai jauh mereka
mengejar dan memeriksa, ternyata si kedok hitam itu lenyap tanpa
meninggalkan bekas. "Dia sudah terluka terkena sambitan pedangku!" kata Pek-liong
penasaran. "Dia tidak berapa lihai. Sekali tangkis dengan ruyungku, pedangnya
hampir terlepas dari tangannya, dia lari dan disambit pedang oleh Pekliong. Jelas sambitan itu mengenai sasaran karena dia mengaduh, akan
tetapi masih mampu melarikan diri!" kata Hek-giam-ong
membanggakan kemenangannya.
Karena mereka tidak berhasil menemukan Musuh itu, mereka lalu
kembali ke markas untuk melaporkan hal itu kepada Siauw-bin Ciukwi. Beng-cu ini mengerutkan alisnya.
"Jaga yang ketat. Ingatlah bahwa kita memiliki benda yang amat
berharga, yang perlu dijaga siang malam dengan ketat. Jangan
khawatir, bagian kalian kelak akan dapat kalian pergunakan untuk
selama hidup!" Ucapan itu tentu saja menggembirakan hati para pembantunya, dan
Pek-liong berkata, 760 "Harap Beng-cu jangan khawatir. Selama ada aku di sini tidak ada
seorangpun musuh yang akan dapat mengganggu!"
Biasanya, yang membenci Pek-liong adalah Hek-giam-ong dan Pek I
Kongcu. Kini, Hek-giaam-ong diam saja karena tadi dia sudah
membuktikan kebenaran pendapat Pek-liong. Hanya Pek I Kongcu
yang berkara lirih. "Hemm, jangan menyombongkan diri dulu, Kesanggupanmu itu haruslah kita lihat dulu buktinya."
Pek-liong. Pek-liong tersenyum. "Mari kita berlumba, Pek I Kongcu, berlumba
untuk membuat jasa. Yang jelas saja, aku sudah berhasil membunuh
Hek-liong-li dan baru saja melukai seorang mata-mata musuh."
"Hemm, hal itupun harus dibuktikan dulu, Pek-liong. Tidak ada bukti
bahwa Hek-liong-li telah tewas, dan siapa tahu tamu tak diundang
yang muncul tadi adalah Hek-liong-li!"
Pek-liong menyembunyikan perasaan kagetnya. Diam-diam dia
memuji kecerdikan tokoh sesat yang tampan ini dan dia harus berhatihati karena orang ini ternyata lihai dan cerdik. Akan tetapi, dia
mendapatkan bantuan dari Hek-giam-ong yang tidak secerdik Pek I
Kongcu. "Ah, tidak mungkin kalau orang tadi Hek-liong-li. Bukankah ia telah
terluka oleh sambitan pisau dan jelas nampak ia tenggelam dan air
telaga mengandung darah" Dan kalau orang tadi Hek-liong-li, masa
sekali tangkis saja aku dapat membuat ia melarikan diri?"
761 "Sudahlah, jangan kalian ribut-ribut. Yang penting adalah bekerja
sama untuk menjaga agar jangan sampai ada musuh menyelundup
masuk. Kita berjaga dan menanti sampai Po-yang Sam-liong kembali
membawa tenaga yang kubutuhkan," kata Siauw-bin Ciu-kwi dan para
pembantunya tidak berani ribut-ribut lagi.
Pek-liong maklum bahwa biarpun nampaknya dia diberi kebebasan
oleh Siauw-bin Ciu-kwi, namun beng-cu itu masih belum percaya
sepenuhnya kepadanya dan para pembantu yang lihai dari beng-cu itu
selalu mengamati gerak-geriknya. Maka diapun tidak mau melakukan
sesuatu yang mencurigakan dan kalau tidak sedang bertugas jaga, dia
berdiam saja di dalam kamarnya.
Malam itu, ketika dia sedang beristirahat di kamarnya, pintu kamarnya
diketuk perlahan dari luar. Pek-liong membuka daun pintu kamarnya
dan Tok-sim Nio-cu menyelinap masuk tanpa permisi lagi. Bagi
wanita ini, ia tidak perduli kamar pria mana yang akan dimasukinya,
dan iapun tidak perduli apakah ada orang lain melihat ia memasuki
kamar Pek-liong! Pek-liong mengerutkan alisnya, akan tetapi wanita itu telah duduk di
tepi pembaringannya. Diapun duduk di atas kursi dan bertanya dengan
suara tenang. "Tok-sim Nio-cu, ada keperluan apakah engkau datang mengunjungi
aku!?" Dengan ha-lus dia lalu mengusirnya. "Aku ingin beristirahat,
kalau ada perlu, cepat katakan dan tinggalkan aku."
Tok-sim Nio-cu tersenyum manis. Ia tidak bangkit, bahkan lalu
merebahkan diri telentang dengan gaya yang memikat sekali.
762 "Aih, Pek-liong. Apa salahnya kalau aku menemanimu beristirahat di
sini" Aku kesepian dan hawa malam ini dingin sekali. Mari, naiklah
ke sini, Pek-liong, dan aku akan membuat engkau senang!"
Pek-liong bangkit berdiri. Tentu saja dia sudah mengenal wanita
macam apa adanya Tok-sim Nio-cu ini. Seorang wanita cabul, gila


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lelaki, hamba nafsu berahinya sendiri dan selalu menggoda pria yang
menarik hatinya. "Tok-sim Nio-cu, dengar baik-baik! Aku juga bukan seorang perjaka
yang bersih dan alim, akan tetapi ketahuilah bahwa aku datang ke sini
bukan untuk bermain gila denganmu! Aku datang ke sini untuk
mencari keuntungan, untuk mendapatkan bagian dari harta karun!"
Lalu ditambahkannya dengan tekanan mantap, "Dan terus terang saja,
sebagai wanita engkau tidak menarik hatiku dan minatku!"
Tok-sim Nio-cu mengerutkan alisnya dan pandang matanya jelas
membayangkan kemarahan dan kekecewaan, akan tetapi segera ia
menutupi semua itu dengan senyum. "Pek-liong, engkau datang untuk
mencari harta karun, bukan" Mengapa harus menerima bagian sedikit
saja dari Beng-cu" Alangkah senangnya kalau kita berdua bisa
mendapatkan seluruhnya, dibagi dua saja antara kita!"
Pek-liong terkejut, akan tetapi kecerdikannya bekerja. Dia melihat
perbedaan, bahkan sikap yang sebaliknya dari tadi Tok-sim Nio-cu
berusaha merayunya, itu adalah Tok-sim Nio-cu yang sebenarnya,
yang sudah menjadi gila oleh nafsunya sendiri. Akan tetapi yang
kedua ini, sikap yang amat berbeda ini tentu bukan sikap yang wajar,
melainkan pura-pura, sandiwara!
763 Diapun mengerti bahwa tentu Tok-sim Nio-cu yang gagal memikat
hatinya, kini menggunakan siasat yang agaknya sudah diatur oleh
Siauw-bin Ciu-kwi untuk menguji dan menjebaknya! Dia menduga
bahwa tentu Siauw-bin Ciu-kwi hendak mengujinya melalui wanita
palsu ini. Maka, diapun memandang marah.
"Tok-sim Nio-cu, engkau perempuan rendah tak tahu malu! Engkau
pengkhianat yang layak dipukul!" Berkata demikian, Pek-liong sudah
maju dan tangan kirinya menampar ke arah pipi wanita itu. Tentu saja
Tok-sim Nio-cu mengelak dan iapun menjadi marah.
"Keparat yang tak tahu diri!" Bagi wanita ini, setiap orang pria yang
tidak menguntungkan dirinya, tidak mau melayaninya, berubah
menjadi orang dibencinya. Maka sambil mengelak ia sudah
mengeluarkan kipasnya, satu di antara senjatanya yang ampuh. Ia
tidak membawa pedangnya, karena niatnya juga bukan untuk
berkelahi, melainkan untuk bermain mata dengan pria yang ganteng
dan gagah ini. Kini, dengan kipas di tangan, Tok-sim Nio-cu sudah menyerang
dengan ganas, gagang kipasnya menjadi senjata penotok yang ampuh.
Namun, Pek-liong juga mengelak dan terjadilah perkelahian di dalam
kamar itu. Pek-liong sengaja melayani wanita itu karena diapun ingin menguji
dan mengukur sampai di mana kepandaian seorang di antara caloncalon lawannya ini. Kalau sudah tiba saatnya, tentu ita akan
bertanding sungguh-sungguh melawan Tok-sim Nio-cu. Dan dia
mendapat kenyataan bahwa ilmu permainan kipas wanita itu cukup
hebat, walaupun belum merupakan bahaya besar bagi dia maupun
764 Liong-li. Dia mengelak atau menangkis dan membalas dengan tangan
kosong. Tiba-tiba daun pintu kamar itu terbuka dan muncullah Siauw-bin Ciukwi. "Hei, mengapa kalian ini" Hentikan!" bentak Beng-cu itu dan
dua orang yang sedang saling serang mati-matian itupun
menghentikan gerakan mereka.
Dengan wajah muram Pek-liong segera melaporkan, "Beng-cu, harap
tangkap wanita ini! Ia telah membujuk dan mengajak aku untuk
berkhianat, untuk mendapatkan harta karun berdua saja dengannya!"
Beng-cu itu tertawa. "Ha-ha-ha, sudahlah, Pek-liong. Ia memang
sengaja untuk mengujimu, dan aku menyuruhnya."
Jawaban ini tentu saja sama sekali tidak mengejutkan hati Pek-liong
yang memang sudah menduganya, akan tetapi dia berpura-pura
terkejut dan memandang heran, juga penasaran.
"Akan tetapi, Beng-cu! Apa artinya ini" Mengapa ia berbuat demikian
kepadaku dan mengapa pula Beng-cu yang menyuruh ia berbuat
demikian?" "Untuk menguji kesetiaanmu, Pek-liong." Dan hatinya puas sudah.
"Sekarang, jangan lagi kalian saling mendendam karena kalian berdua
adalah pembantu-pembantuku yang paling utama dan kalau harta
karun itu sudah kita peroleh, kalian akan mendapatkan bagian yang
paling besar di antara semua pembantuku."
"Terima kasih, Beng-cu, terima kasih!" kata Pek-liong dengan sinar
mata gembira dan wajah berseri.
765 Akan tetapi, Tok-sim Nio-cu masih agak cemberut karena
bagaimanapun juga, wanita ini merasa kecewa dan merasa dipandang
rendah oleh Pek-liong yang menolak cintanya! Dan Pek-liong juga
maklum bahwa seorang wanita yang terhina karena ditolak cintanya
akan merupakan musuh yang amat berbahaya dan amat membencinya.
Pada keesokan harinya, mulailah Po-yang Sam-liong membawa
tenaga-tenaga bantuan yang terdiri dari pemuda-pemuda dari dusun
yang bertubuh kekar. Mereka itu mau diajak oleh Po-yang Sam-liong,
bukan saja karena takut kepada tiga orang tokoh Telaga Po-yang itu,
akan tetapi juga tertarik oleh janji upah yang besar.
Dan mulailah Tok-sim Nio-cu yang dikecewakan Pek-liong itu
berpesta pora. Sambil menanti berkumpulnya limapuluh orang, jumlah
yang dibutuhkan, wanita ini seenaknya memilih beberapa orang
pemuda dan mengajak mereka ke kamarnya. Tentu saja para pemuda
dusun itu tidak menolak ajakan seorang wanita yang demikian
cantiknya, apa lagi dibujuk dengan hadiah berharga. Mereka bahkan
berlumba untuk memuaskan nafsu Tok-sim Nio-cu yang tak pernah
mengenal puas itu! Melihat ini, Pek I Kongcu juga menjadi iseng dan dia mengajak para
pelayan wanita muda yang manis-manis dari Beng-cu. Bergantian
para pelayan itu dengan senang hati melayani Pek I Kongcu.
Pek-liong melihat ini semua dan dia hanya tersenyum. Selama masih
memiliki kelemahan itu, diperhamba nafsu berahi, dua orang itu
berkurang bahayanya. Diapun bersembunyi saja dalam kamarnya,
kadang-kadang melihat kalau ada rombongan tenaga baru datang dan
menduga-duga apakah ada Liong-li menyelinap di antara mereka.
766 Dia merasa yakin bahwa Liong-li takkan tinggal diam, tentu wanita
perkasa itu telah membuat persiapan. Entah bagaimana caranya, dia
sendiri belum dapat menduga. Liong-li terlalu cerdik dan banyak akal,
lebih cerdik dari dia sendiri, dan dia tahu betapa pandainya Liong-li
melakukan penyamaran. Untuk ilmu penyamaran ini, Liong-li berguru
kepada tokoh pemain wayang di kota raja. Dia sendiri pernah
mempelajarinya, namun dibandingkan dengan Liong-li, dia masih
hijau. "Y" Di antara segala nafsu yang berada dalam diri manusia, yang paling
berbahaya dan amat kuatnya dalam usahanya menguasai hati dan akal
pikiran manusia adalah nafsu yang timbul dari daya rendah benda! Hal
ini adalah karena benda-benda mendatangkan banyak kesenangan bagi
manusia. Dan benda terjadi karena bekerjanya akal pikiran manusia
yang selalu berusaha untuk menjadikan kehidupan di dunia ini terasa
nikmat. Maka, tiada habis dan tiada hentinya pikiran menciptakan
benda-benda yang dapat membuat kita menikmati kehidupan.
Semua ini merupakan anugerah dari Tuhan Maha Kasih, dan kita
wajib bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas anugerah ini.
Namun, benda-benda buatan kita ini ternyata merupakan pula musuh
dalam selimut yang amat berbahaya.
Daya kekuatannya amat besar dan daya rendah benda selalu berusaha
untuk mencengkeram dan menguasai diri kita sehingga kita dapat
diperbudak olehnya. Kalau kita manusia sudah menjadi hamba dari
daya rendah kebendaan ini, maka nampaklah sikap dan perbuatan
yang amat rendah, seperti keinginan menumpuk harta kekayaan
767 dengan cara apapun juga, tidak perduli dengan cara yang halal
maupun yang haram. Terjadi pencurian, penipuan, perampokan, korupsi dan tindak pidana
lain. Nampak pula watak iri hati, murka, kikir. Membuat orang
menjadi budak nafsu amarah, karena dirinya telah lenyap, artinya yang
penting adalah benda-benda itu sendiri! Manusianya terlupa, yang
teringat hanya benda-benda berharga.
Segala macam benda yang ada, memang diperuntukkan manusia.
Demikian besarnya kemurahan dan kasih sayang Tuhan kepada kita.
Namun, diperuntukkan kepentingan manusia hidup, apa yang
diperlukan saja! Bukan untuk dijadikan makanan nafsu yang takkan
pernah merasa cukup. Manusia boleh saja mencari harta benda, boleh saja mencari uang,
karena hal itu amat perlu bagi kehidupannya. Akan tetapi, harta yang
kita cari itu tetap menjadi alat keperluan hidup, menjadi hamba yang
melayani kita manusia, bukan lalu didewa-dewakan, lalu disembah
dan diangkat menjadi majikan, dan kita menjadi hambanya!
Kita pergunakan harta yang kita dapatkan untuk kepentingan hidup
kita, keluarga kita, handai taulan dan manusia lain yang
memerlukannya. Kalau kita tidak diperbudak oleh harta, maka tentu
kita tidak akan menjadi kikir, kita tidak merasa sayang untuk
mempergunakan harta demi prikemanusiaan, menuruti dorongan hati,
yaitu kasih sayang antara manusia yang digerakkan oleh kasih sayang
Tuhan Kalau kita tidak diperbudak oleh benda, tentu kita tidak suka
melakukan hal-hal yang tidak baik, hal-hal yang haram, untuk
768 memperolehnya. Kalau kita mendapatkan benda atau harta dengan
cara yang halal, yang diridhoi Tuhan, maka harta itu akan
mendatangkan nikmat hidup yang luar biasa bagi kita.
Namun, sungguh kita harus berhati-hati, harus selalu mohon petunjuk
dari Tuhan Maha Kasih, untuk dapat menjadi manusia yang utuh,
yang tidak diperhamba oleh nafsu-nafsu kita, terutama nafsu yang
timbul dari daya rendah kebendaan. Daya rendah kebendaan ini
amatlah kuatnya, dan tanpa bantuan kekuasaan Tuhan Yang Maha
Kasih, kita manusia kiranya akan teramat sukarnya menanggulanginya. Karena kita amat membutuhkan benda, kita sudah
begini tergantung kepada benda dalam kehidupan ini.
Makin maju dunia ini, majunya adalah majunya kebendaan dan kita
semakin terpengaruhi. Kita tidak mungkin dapat membebaskan diri
dari bantuan kebendaan. Asal kita selalu ingat bahwa kita harus
memperalat benda, bukan malah diperalat.
Kalau kita mau membuka mata mengamati penuh kewaspadaan, akan
nampak betapa kita ini tak berdaya tanpa bantuan kebendaan, dan
betapa nampak bahwa manusia ini sudah dijadikan hamba-hamba
yang menuruti segala kehendak setan itu, daya rendah kebendaan itu.
Lihat saja betapa di mana-mana terjadi perang, permusuhan, tipu
menipu, segala bentuk kejahatan hanya untuk saling memperebutkan
kebendaan! Daya rendah kebendaan yang sudah mencengkeram
manusia, membuat manusia menjadi penjahat, setidak-tidaknya
menjadikan manusia kikir, tamak dan tidak mengenal prikemanusiaan.
Agaknya Siauw-bin Ciu-kwi lupa bahwa harta benda yang amat besar
akan membuat mata para pembantunya menjadi hijau! Dia terlalu
769 percaya kepada para pembantunya, tentu saja mengandalkan
kepandaiannya. Seujung rambutpun dia tidak pernah menduga bahwa
orang-orang macam Po-yang Sam-liong berani untuk mengkhianatinya, menjadi nekat karena terpengaruh oleh nafsu ingin
menguasai atau memiliki harta karun yang peta rahasianya telah
berada di tangannya! Ketika Po-yang Sam-liong mendapat tugas untuk mengumpulkan
limapuluh orang tenaga kasar, kesempatan ini dipergunakan oleh Poyang Sam-liong untuk mengatur siasat! Tiga orang raksasa she Poa
itu, tiga bersaudara yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan sudah
terkenal sebagai penguasa daerah Telaga Po-yang, hanya karena
terpaksa saja mereka mau menjadi anak buah Siauw-bin Ciu-kwi yang
menjadi beng-cu (pemimpin) mereka.
Mereka telah dikalahkan oleh Tok-sim Nio-cu dan mereka maklum
bahwa ilmu kepandaian Siauw-bin Ciu-kwi dan para pembantunya
terlalu tinggi bagi mereka untuk menentang maka terpaksa mereka
menakluk dan menjadi anak buah. Namun, tentu saja di dalam hati,
mereka merasa penasaran. Mereka bukan orang-orang yang biasa
menjadi anak buah, melainkan biasanya menjadi pemimpin.
Ketika mereka melihat betapa Siauw-bin Ciu-kwi mendapatkan
patung emas, kemudian dari dalam patung emas itu ditemukan peta
yang mengandung rahasia penyimpanan harta karun, tentu saja hati
mereka terguncang oleh keinginan keras untuk dapat memiliki harta
karun itu, bukan sekedar menerima upah kelak dari beng-cu mereka.
Dan melihat betapa Siauw-bin Ciu-kwi membutuhkan limapuluh
orang pekerja, mereka dapat menduga bahwa tentu harta karun itu
770 amat besar jumlahnya dan berada di tempat yang sukar untuk
dibongkar sehingga membutuhkan demikian banyaknya orang.
Ketika mereka bertiga diberi kesempatan selama tiga hari untuk
mengumpulkan limapuluh orang pekerja kasar, Po-yang Sam-liong
lalu menghubungi Yang-ce Ngo-kwi (Lima Iblis Sangai Yang-ce).
Yang-ce Ngo-kwi adalah lima orang kakak beradik seperguruan yang
menjadi pimpinan gerombolan bajak Sungai Yang-ce-kiang. Mereka
itu merupakan sahabat baik dari Po-yang Sam-liong, dan semenjak
bertahun-tahun mereka itu saling bantu.
Po-yang Sam-liong tidak pernah mengganggu daerah Sungai Yang-ce
yang dikuasai Yang-ce Ngo-kwi, yaitu di sepanjang sungai itu di
daerah yang panjangnya kurang lebih seratus lie. Tentu saja bagian
lain dari sungai yang teramat panjang itu dikuasai oleh tokoh-tokoh
sesat yang lain. Sebaliknya, Yang-ce Ngo-kwi dan anak buah mereka
tidak pernah mau mengganggu daerah Telaga Po-yang.
Mendengar cerita Po-yang Sam-liong tentang patung emas, lima orang
kepala bajak sungai itu merasa tertarik sekali. Orang pertama bernama
Coa Kun, berusia empatpuluh lima tahun dan bertubuh tinggi kurus.
Orang kedua dan ketiga kakak beradik, hanya dikenal dengan nama A
Kwan berusia empatpuluh tiga tahun yang berperawakan sedang dan
A Ban berusia empatpuluh satu tahun bertubuh pendek kecil.
Orang keempat dan kelima juga kakak beradik, yang pertama bernama
Ji Hok berusia empatpuluh tahun dengan tubuh tinggi besar dan
adiknya Ji Lok berusia tigapuluh delapan tahun bertubuh pendek
gendut. Mereka itu adalah kakak beradik seperguruan dan mereka
terkenal amat lihai dengan permainan golok mereka.
771 "Rahasia Patung Emas" Pernah kami mendengar cerita tentang itu,
akan tetapi karena cerita itu mengenai Telaga Po-yang, kamipun tidak
memperhatikan lagi. Kami tidak ingin mengganggu Telaga Po-yang
karena kami selalu bersahabat dengan kalian," kata Coa Kun orang
tertua kepada tiga orang tamunya itu.
Poa Seng, orang pertama dari Po-yang Sam-liong, menganggukangguk.
"Kami percaya sepenuhnya akan kesetiakawanan Yang-ce Ngo-kwi.


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kami sendiri tadinya hanya menganggap bahwa cerita itu merupakan
dongeng rakyat. Akan tetapi, kemudian kami mendengar akan adanya
peta rahasia tentang patung emas yang terjatuh ke dalam tangan Thio
Kee San, maka kami menangkapnya dan menghajarnya sampai mati.
Dalam peristiwa itulah kami bertemu dengan para pembantu Siauwbin Ciu-kwi dan kami ditundukkan, dipaksa menakluk dan menjadi
pembantu Siauw-bin Ciu-kwi yang mengangkat diri menjadi bengcu."
Dia lalu menceritakan semua keadaan, menceritakan pula tentang hasil
yang dicapai Beng-cu sehingga bukan saja patung emas dikuasainya,
akan tetapi juga peta yang tersembunyi di dalam patung itu, peta yang
amat berharga! "Peta itulah yang penuh rahasia dan amat berharga!" Poa Seng
melanjutkan ceritanya yang amat menarik perhatian lima orang
pemimpin bajak sungai itu. "Biarpun Beng-cu menyembunyikan dan
merahasiakan dari para pembantunya, namun kami dapat mengirangira bahwa tentu harta karun itu amat besar. Buktinya, dia menyuruh
kami untuk mengumpulkan limapuluh orang tenaga kasar. Hal ini saja
772 menunjukkan bahwa selain tempat itu sulit ditemukan, melalui
pembongkaran dan kerja keras, juga sudah pasti harta karun itu
banyak sekali!" Yang-ce Ngo-kwi semakin tertarik, akan tetapi mereka saling pandang
dan bersikap hati-hati. "Hemm, memang menarik sekali, Akan tetapi,
saudara Poa, sedangkan kalian bertiga saja takluk kepada mereka, apa
lagi kami. Apakah kalian menyuruh kami menyerang mereka dan
mengalami kehancuran kami?"
"Wah, Yang-ce Ngo-kwi terlalu merendahkan diri!" kata Poa Seng.
"Terus terang saja, kalau mengenai ilmu silat, memang mereka itu
merupakan sekumpulan orang yang berkepandaian tinggi dan lihai
sekali. Apa lagi, seperti kuceritakan tadi, Pek-liong-eng juga menjadi
pembantu Beng-cu, bahkan orang seperti Hek-liong-li tewas di tangan
Pek-liong. Kalau kita hanya mempergunakan tenaga kekerasan
menyerbu, memang hal itu amat sukar. Ilmu kepandaian kalian
berlima, biarpun lebih tinggi dari pada kami, kiranya belum cukup
untuk dapat mengalahkan mereka. Ingat, Siauw-bin Ciu-kwi adalah
seorang di antara Kiu Lo-mo, dia seorang datuk sesat yang sakti. Akan
tetapi, kalian mempunyai anak buah yang amat banyak!"
Coa Kun mengerutkan alisnya. "Hemm, jadi maksudmu kita
menyerbu mengandalkan anak buah kami" Memang, kami dapat
mengerahkan anak buah kami sampai duaratus orang banyaknya."
"Tidak, bukan begitu maksudku. Sebaiknya diatur begini. Kalian
memilih sekitar duapuluh lima orang anak buah pilihan. Mereka ini
akan berbaur dengan para pemuda dusun yang kupilih untuk
773 melakukan pekerjaan membongkar tempat harta karun. Kita jadikan
mereka sebagai mata-mata.
"Sementara itu, kalian bersama anak buah kalian bersembunyi tak
jauh dari tempat dibongkarnya harta karun itu, dan kalau harta itu
sudah berhasil ditemukan, kalian menyerbu, kami dan duapuluh lima
orang anak buah, yang lebih dulu menyelundup itu membantu dari
dalam. Dengan demikian, tentu mereka yang tidak mempunyai anak
buah akan menjadi panik, dan kita berkesempatan untuk melarikan
harta karun itu!" Yang-ce Ngo-kwi mengangguk-angguk, saling pandang, kemudian
mereka tertawa, "Haha-ha, suatu gagasan yang amat baik!" kata Coa
Kun. "Kita biarkan mereka mencari harta karun itu, membiarkan mereka
membongkarnya sampai dapat, setelah dapat kita turun tangan
merampasnya! Alangkah mudah kelihatannya. Akan tetapi engkau
sendiri yang mengatakan bahwa Siauw-bin Ciu-kwi adalah seorang di
antara Kiu Lo-mo yang sakti, belum lagi para pembantunya Pek-liongeng, Tok-sim Nio-cu, Lim-kwi Sai-kong, Pek I Kongcu dan Hekgiam-ong. Mereka semua adalah orang-orang yang memiliki
kepandaian amat tinggi! Apakah tidak akan merupakan bunuh diri dan
kita akan mati konyol sebelum bisa mendapatkan harta karun itu, Poyang Sam-liong?"
"Yang-ce Ngo-kwi harap jangan khawatir. Bukankah pepatah
mengatakan bahwa yang kalah otot harus menang otak" Kalau harta
karun itu telah ditemukan, ada dua jalan yang dapat kita tempuh.
Pertama, kita mengandalkan banyak anak buah untuk menyerbu dan di
774 dalam kekacauan itu, kita tidak perlu ikut menyerbu, melainkan kita
menggunakan saat kacau balau itu untuk melarikan harta karun."
"Hemm, berarti kita akan mengorbankan nyawa banyak anak buah
kita!" "Apa artinya anak buah dibandingkan harta karun" Biar kehabisan
anak buah, kalau kita memiliki harta karun, apa sukarnya
menghimpun lagi anak buah yang lebih banyak dan lebih kuat"
Sebaliknya, memiliki banyak anak buah tanpa harta, malah
merepotkan." "Hemm, akan kami pikirkan itu. Akan tetapi apakah jalan yang
kedua" Siapa tahu lebih baik."
"Jalan kedua adalah membujuk Siauw-bin Ciu-kwi untuk
menyelamatkan harta karun ke atas perahu. Nah, kalau sudah berada
di perahu dan perahu berada di atas telaga, apa sukarnya bagi kita"
Ha-ha, betapapun lihainya Beng-cu itu bersama anak buahnya, kalau
perahunya tenggelam dan mereka berada di air, sama sekali bukan
lawan kita yang merupakan setan-setan air!"
"Bagus!" seru lima orang Yang-ce Ngo-kwi, "Cara kedua ini jauh
lebih baik!" Mereka tentu saja menyetujui karena memang di samping pandai ilmu
silat golok dan tenaga besar, mereka sebagai pimpinan bajak sungai
juga memiliki ilmu di dalam air yang melebihi orang biasa. Dan
mereka tahu bahwa para ahli silat kenamaan menjadi mati kutu setelah
mereka terjatuh ke dalam air yang dalam karena mereka tidak begitu
pandai renang. 775 "Kita melihat perkembangannya sajalah nanti," kata Po-yang Samliong, "Yang penting sekali, apakah kalian menyetujui dan mau
bekerja sama dengan kami?"
"Kami setuju!" seru Coa Kun gembira, "Dan pembagian hasilnya?"
"Kita bagi masing-masing pihak setengahnya!"
"Setuju sekali!"
Demikianlah, selama tiga hari, Po-yang Sam-liong berhasil
mengumpulkan limapuluh orang pria dari usia duapuluh sampai
empatpuluh tahun. Duapuluh lima orang yang menyamar sebagai
orang-orang biasa adalah anak buah Yang-ce Ngo-kwi, sedangkan
yang duapuluh lima orang lainnya adalah penduduk dusun di sekitar
Po-yang. Mereka mau menerima ajakan Po-yang Sam-liong karena janji upah
yang cukup besar, jauh lebih besar dibandingkan hasil tani atau hasil
mencari ikan mereka. Bahkan banyak orang yang datang untuk ikut
bekerja terpaksa ditolak karena jumlahnya telah mencukupi.
Di antara duapuluh lima orang dusun itu terdapat seorang pemuda
bertubuh sedang ramping yang gerakannya gesit walaupun tubuhnya
agak kecil. Pemuda ini memiliki wajah yang bentuknya tampan, akan
tetapi karena kulit mukanya penuh bopeng, atau tanda totol-totol
hitam dan kotor, juga kulit muka, leher, kaki dan tangannya nampak
hitam kotor, maka dia menjadi tidak menarik. Po-yang Sam-liong
menerima pemuda ini yang dibawa oleh pemuda-pemuda lainnya
karena dia nampak gesit dan sehat.
776 Biar Pek-liong sekalipun kalau berhadapan dengan pemuda ini tentu
sama sekali tidak akan dapat menduga bahwa pemuda ini bukan lain
adalah Liong-li! Seperti kita ketahui, Liong-li pada malam pertama itu berhasil
memasuki daerah markas gerombolan penjahat dan kedatangannya
telah diketahui oleh Pek-liong dan Hek-giam-ong. Andaikata tidak ada
Pek-liong di situ, Hek-giam-ong tentu tidak akan menduga bahwa
tamu malam yang tidak diundang itu telah bertiarap di antara rumput.
Ketika Liong-li yang mendekam itu mendengar suara Pek-liong, ia
merasa gembira sekali. Suara Pek-liong itu jelas menandakan bahwa
ia harus keluar dan dalam kesempatan itu tentu Pek-liong dapat
memberitahukan sesuatu yang penting. Maka iapun meloncat keluar
dan langsung menggunakan Hek-liong-kiam menyerang Hek-giamong Lok Hun.
Pada saat Hek-giam-ong Lok Hun menangkis dengan ruyungnya, ia
melihat Pek-liong menggerakkan tangan mencegah, maka cepat ia
miringkan pedangnya sehingga mata pedangnya yang tajam tidak
menyambut ruyung yang tentu akan membuat ruyung itu patah.
Bahkan ia sengaja mengendurkan tenaganya sehingga ia terpental dan
meloncat jauh ke belakang, membuat gerakan melarikan diri.
Pada saat itulah, Pek-liong menyambitkan sebatang pedang. Liong-li
menyambut pedang, menangkap pedang dengan lagak terkena
sambaran pedang, mengeluarkan teriakan mengaduh lalu menghilang
ke dalam kegelapan hutan.
777 Setelah ia tiba jauh di kaki bukit, ia membaca surat yang tadi
menempel di pedang yang disambitkan Pek-liong. Surat itu singkat
saja namun cukup jelas baginya.
"Peta rahasia dalam patung emas dikuasai beng-cu. Po-yang Samliong diutus mencari limapuluh orang tenaga untuk membongkar
tempat penyimpanan harta karun. Menanti saat baik untuk turun
tangan. Harap siap, kalau mungkin menyelundup di antara para pekerja."
Hanya itulah tulisan Pek-liong, namun ia sudah dapat menggambarkan
apa yang terjadi. Tentu harta pusaka itu bukan berupa sebuah patung
emas yang biarpun berharga namun tidak sepadan dengan segala
macam rahasia pada petanya. Tentu patung emas itu menyimpan
rahasia lain dan kini ternyata ada peta di dalam patung.
Peta harta karun! Peta itu dikuasai Siauw-bin Ciu-kwi seorang, dan
melihat betapa Ciu-kwi mencari limapuluh orang pekerja, tentu harta
karun itu disimpan di tempat yang yang sukar didapat, mungkin
membutuhkan banyak tenaga untuk membongkarnya.
Cepat Liong-li melakukan persiapan. Ia menyamar sebagai seorang
pria yang bermuka bopeng totol-totol hitam, dengan kulit badan hitam
kotor pula. Kemudian, ketika Po-yang Sam-liong mencari tenaga dari
dusun, iapun menyelinap masuk setelah menyogok beberapa orang
pemuda agar membawa ia ikut bekerja. Tentu saja para pemuda dusun
itupun tidak tahu bahwa pemuda buruk rupa itu adalah seorang gadis
yang cantik jelita! 778 Ketika mencatatkan nama sebagai pekerja, Liong-li mempergunakan
nama Cu Kim, yaitu kebalikan dari namanya sendiri. She Cu bernama
Kim, dan orang-orang segera menyebut si buruk rupa yang lincah ini
A-kim! Ia mendengar bahwa dari dusun, Po-yang Sam-liong hanya
menggunakan duapuluh lima orang, sedangkan duapuluh lima orang
lainnya sudah ada dan tak seorangpun tahu dari mana mereka datang,
juga tidak ada yang mengenal mereka.
Dengan pengamatan matanya yang tajam, Liong-li melihat betapa
duapuluh lima orang yang lain itu rata-rata memiliki sinar mata yang
bengis dan kejam, juga mereka pendiam dan iapun menarik
kesimpulan bahwa mereka tentulah anak buah Po-yang Sam-liong
sendiri. Diam-diam ia menjadi tertarik dan menduga-duga, mengapa
Po-yang Sam-liong yang diutus mencari tenaga kerja sebanyak
limapuluh orang itu agaknya menyelundupkan duapuluh lima orang
anak buahnya! Dengan cerdik sekali, Liong-li dapat menyelundupkan pedang Pekliong-kiam dan Hek. liong-kiam di antara perabot yang harus mereka
bawa, yaitu linggis, cangkul dan sekop. Juga buntalan pakaian karena
menurut Po-yang Sam-liong, sebelum pekerjaan itu selesai, mereka
semua tidak boleh meninggalkan tempat pekerjaan, diharuskan tidur
di sana dan akan diberi makan.
Pada hari keempat, pagi-pagi sekali mereka semua disuruh berjalan
dalam barisan, menuruni lereng Bukit Merak dan pergi ke sebuah
bukit kecil di tepi Telaga Po-yang. Tempat ini sunyi sekali karena
bukit kecil itu merupakan bukit yang gersang, berbatu-batu dan tidak
ada tumbuh-tumbuhan kecuali rumput liar. Bukit ini penuh dengan batu-batu besar dan guha-guha batu.
779 Siauw-bin Ciu-kwi yang memimpin perjalanan itu, dan berjalan di
depan bersama Pek-liong dan Tok-sim Nio-cu, sedangkan Lim-kwi
Sai-kong, Pek I Kongcu, Hek-giam-ong dan tiga orang Po-yang Samliong diharuskan berjalan di belakang pasukan pekerja. Juga anak
buah yang belasan orang banyaknya disuruh berjalan di belakang dan
mereka ini yang diharuskan mengusir setiap orang yang berani
mendekati tempat mereka bekerja.
Setelah tiba di lereng bukit berbatu itu, Siauw-bin Ciu-kwi berhenti,
memberi isyarat kepada semua orang untuk duduk dan tidak boleh
berkeliaran ke mana-mana. Dia sendiri mengeluarkan peta dan
memeriksa dengan seksama, keningnya berkerut dan telunjuknya
menunjuk ke sana-sini. "Nio-cu, dan engkau Pek-liong, coba periksa mana di antara guhaguha itu yang dalamnya tertutup oleh batu-batu sebesar kepala orang,"
katanya. Tok-sim Nio-cu dan Pek-liong yang sejak tadi, seperti yang lain,
memandang dengan penuh perhatian dan hati tegang, segera bangkit
dan melakukan pemeriksaan. Para pekerja yang sudah siap itu,
sebagian tidak mengerti pekerjaan apa yang harus mereka lakukan,
dan mereka menanti dengan sabar. Yang penting bagi mereka bekerja
dan mendapatkan upah besar.
Sebaliknya, mereka yang menjadi anak buah Yang-ce Ngo-kwi diamdiam merasa tegang. Mereka sudah diberitahu bahwa mereka
menyamar sebagai tenaga pekerja dari dusun yang akan membongkar
tempat harta karun, dan mereka harus mentaati isyarat yang diberikan
oleh Po-yang Sam-liong. 780 "Y" Sebuah perahu kecil meluncur di tengah telaga. Yang berada di atas
perahu itu adalah Kam Sun Ting dan Kam Cian Li. Kemarin dulu
mereka berada di dalam perahu, di tepi telaga sambil meneliti kalaukalau ada perahu penjahat berlayar.
Pada saat mereka mulai gelisah karena tidak pernah mendengar berita
dari Liong-li maupun Pek-liong, tiba-tiba saja ada seorang laki-laki
muka buruk lewat dan laki-laki itu melemparkan sesuatu ke dalam
perahu mereka. Ketika Sun Ting memungut benda itu, ternyata sebuah
batu yang dibungkus surat.
"Lusa kalau ada rombongan limapuluh orang mengikuti Beng-cu
dan kawan-kawannya, kalian bayangi dari jauh. Kemudian
persiapkan perahu di tempat terdekat. Jangan sekali-sekali
mendekati mereka. Berbahaya."
Surat itu tanpa tanda tangan dan mereka berdua merasa heran sekali,
tidak tahu siapa pemuda muka buruk totol-totol hitam yang mengirim
surat itu, dan tidak tahu pula siapa penulis surat. Namun melihat
nadanya, tentu penulis surat itu Liong-li. Ataukah Pek-liong"
Siapapun juga penulis surat itu, jelas bukan pihak lawan. Bukankah
mereka diperingatkan agar jangan mendekati Beng-cu dan
rombongannya karena berbahaya"
"Kita ikuti saja petunjuk dalam surat ini," kata Sun Ting kepada
adiknya dan demikianlah, pada hari itu, pagi-pagi sekali mereka sudah
siap siaga dengan perahu mereka. Mereka bersembunyi di balik pohon-pohon, di kaki Bukit Merak. Tak
lama kemudian mereka melihat rombongan itu menuruni Bukit
781 Merak. Kakak beradik ini merasa heran. Banyak sekali rombongan itu.
Dan merekapun melihat Pek-liong berjalan di depan bersama Siauwbin Ciu-kwi dan melihat Tok-sim Nio-cu berjalan di samping Pekliong,
Cian Li mengepal tangannya,

Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Perempuan hina itu lagi......!" "Sssttt...... bukan waktunya untuk ribut dan cemburu, Li-moi. Mari
kita bayangi dari jauh." Dengan hati-hati sekali mereka membayangi dari jauh dan tidak sukar
membayangi rombongan orang sebanyak itu. Akhirnya, rombongan
itu berhenti di bukit kecil dekat pantai dan kakak beradik inipun cepat
mengambil perahu mereka dan kini mereka mendayung perahu hilir
mudik sambil tetap melihat ke arah orang-orang yang berada di bukit
kecil berbatu itu. Mereka merasa heran sekali. Mau apa para penjahat
itu membawa banyak orang ke bukit berbatu-batu yang jarang
dikunjungi orang itu"
Sementara itu, Tok-sim Nio-cu sudah menemukan guha yang penuh
dengan batu-batu sebesar kepala orang, Dengan girang ia lalu melapor
kepada Beng-cu yang segera mendekati guha itu, diikuti oleh para
pembantunya. Juga Pek-liong yang mendengar seruan Tok-sim Niocu, cepat mendekat.
"Inilah tempatnya. Tidak salah lagi, ini tempatnya!" kata Siauw-bin
Ciu-kwi berulang kali dengan mata berkilat-kilat dan wajah berseri.
Dia memeriksa kembali peta di tangannya, mulutnya berkemakkemik, dan dia memandang ke empat penjuru, "Dari depan guha dapat
dilihat puncak Bukit Merak di belakang guha, telaga di depan guha,
padang rumput di kiri guha dan dinding batu di kanan guha. Tepat,
inilah! Po-yang Sam-liong, kerahkan orang-orang itu untuk
782 membongkar batu-batu dan mengeluarkannya dari dalam guha. Akan
tetapi hati-hati, tidak perlu tergesa-gesa. Kalau sudah nampak sebuah
batu panjang seukuran manusia berdiri menyangga langit-langit guha,
berhenti dan lapor kepadaku!"
Po-yang Sam-liong lalu memberi aba-aba dan limapuluh orang itu
mulai bekerja. Tentu saja tidak semua orang dapat memasuki guha
yang lebarnya hanya kurang lebih tiga tombak itu. Mereka bekerja
dengan berbaris keluar, dan batu-batu sebesar kepala orang itu
diangkut keluar dari tangan ke tangan. Ternyata batu-batu itu banyak
sekali dan setelah bekerja setengah hari lamanya, barulah batu-batu di
mulut guha itu bersih dan mereka terus membongkar batu-batu yang
berada di dalam guha. Makin ke dalam, guha itu makin melebar dan agaknya dalam sekali,
hanya tertutup oleh banyak sekali batu besar kecil. Menjelang sore,
barulah nampak batu seperti yang dimaksudkan Beng-cu tadi, yaitu
batu yang berukuran manusia berdiri dan batu itu seperti menyangga
langit-langit guha karena mengganjal dan tidak dapat diambil. Segera
Siauw-bin Ciu-kwi diberi laporan dan bersama para pembantunya, dia
memasuki guha yang lebar itu.
"Bagus, tidak salah lagi. Akan tetapi ingat jangan ada yang
mendorong batu ini. Biarkan saja batu ini berdiri di sini dan mulai
besok pagi, kalian terus mengeluarkan batu-batu yang berada di dalam
itu. Kalau bertemu batu yang tertanam dan melekat, harus dibongkar!"
Seperti juga siang tadi, para pekerja mendapat ransum makanan yang
dipersiapkan oleh para pelayan wanita dan belasan orang anak buah
Beng-cu. Setelah makan malam, mereka semua diperbolehkan
783 mengaso dan malam itu mereka tidur di dalam tenda-tenda yang
dipasang di sekitar guha yang dibongkar. Penjagaan dilakukan dengan
ketat. Siang tadi, ada orang yang tertarik melihat demikian banyaknya orang
membongkar batu di situ, akan tetapi setelah melihat bahwa di situ ada
Po-yang Sam-liong yang menghardik, orang-orang yang hendak
menonton lari ketakutan dan tidak ada lagi orang berani mendekati
bukit kecil itu. Malam itu, biarpun mereka semua harus tidur di tempat yang
demikian sederhana dan seadanya, tetap saja tidak dilewatkan dengan
sia-sia oleh Tok-sim Nio-cu. Ia memilih seorang pekerja yang cukup
tampan dan berkulit bersih, dan dibawanya pemuda itu ke balik
sebuah batu besar di mana ia mendirikan sebuah tenda kecil,
bertilamkan rumput kering yang dikumpulkannya.
Pemuda dusun itu ternyata tidak kelihatan bodoh seperti yang lain,
dan dengan gembira dia melayani wanita cantik yang penuh gairah itu.
Akan tetapi, menghadapi seorang wanita selihai Tok-sim Nio-cu,
sebentar saja pemuda itu jatuh ke dalam rayuannya dan menjadi lunak
seperti lilin, menurut apa saja yang dikehendaki Tok-sim Nio-cu dan
menjadi permainannya. Pemuda yang kurang pengalaman itu merasa yakin bahwa wanita itu
benar-benar mencintanya, maka diapun tidak lagi dapat menyimpan
rahasia! Apa lagi ketika dengan suara manja, Tok-sim Nio-cu
menyatakan cintanya, bahwa ia tidak lagi dapat berpisah dari pemuda
itu, bahwa ia akan suka men jadi isterinya, pemuda itu mabok
kepayang! 784 "Nio-cu, kekasihku, dengar baik-baik. Kalau engkau benar
mencintaiku seperti aku cinta padamu, kita dapat menjadi suami isteri,
bahkan kita dapat hidup bersama dalam keadaan yang kaya raya. Akan
tetapi, engkau harus bersiap-siap dan begitu selesai pekerjaan ini,
engkau harus lebih dulu melarikan diri dan bersembunyi......"
"Eh, apa maksudmu?" tanya Tok-sim Nio-cu sambil memperkuat
rangkulannya. "Kami akan merampas harta karun itu. Tentu akan terjadi pertempuran
besar maka sebaiknya engkau menyingkir. Setelah nanti selesai dan
aku mendapatkan bagianku, kita dapat menikah dan hidup senang!"
Pertemuan Di Kotaraja 6 Ikat Pinggang Kemala Sabuk Kencana Karya Khu Lung Seruling Sakti 20

Cari Blog Ini