Ceritasilat Novel Online

Sepasang Naga Penakluk Iblis 4

Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


Kim Cu melihat ini semua dan alisnya berkerut. Ia merasa heran
mengapa sedemikian banyaknya orang yang berada di situ, tidak ada
seorangpun di antara mereka yang berani mencampuri, seolah-olah
semua orang takut belaka kepada si tinggi kurus itu. Pada hal melibat
gerakan-gerakannya, orang itu hanya memiliki kemampuan silat yang
biasa saja. Demikian pengecutkah semua orang itu sehingga
membiarkan saja orang disiksa, diperas, dan kemudian bahkan anak
perempuannya hendak diganggu"
Dengan beberapa langkah saja Kim Cu sudah berada di depan si tinggi
kurus dan suaranya terdengar lantang ketika ia membentak, "Lepaskan
gadis itu!" Si tinggi kurus yang tadinya sudah hendak pergi sambil menyeret
gadis yang meronta- ronta, terkejut mendengar bentakan ini, terkejut
dan heran karena sama sekali tidak disangkanya akan ada orang berani
membentaknya seperti itu. Dan dia lebih heran lagi melihat bahwa
yang membentaknya itu hanyalah seorang wanita!
212 Akan tetapi, ketika melihat wajah dan bentuk tubuh wanita muda yang
membentaknya, hilanglah rasa marahnya dan dia menyeringai lebar,
memandang wajah yang cantik jelita itu dengan penuh perhatian dari
kepala sampai ke kaki. Tentu saja wanita ini jauh lebih menarik dari
pada gadis muda yang ditangkapnya.
"Eh" Engkau melarangku" Hemm, engkau tidak mengenal aku siapa,
tentu kau datang dari luar daerah, nona manis. Kausuruh aku
melepaskan gadis ini" Baiklah, ia kulepaskan. Lihat, sudah
kubebaskan dara yang masih terlalu muda ini. Pergilah kamu dan ajak
ayahmu!" katanya kepada anak perempuan yang segera lari
menghampiri ayahnya. Kini si tinggi kurus kembali menghadapi Kim Cu dan menyeringai
penuh kagum. "Dan setelah ia kubebaskan, engkau harus menjadi
penggantinya, nona manis. Semalam menemaniku, engkau tidak akan
kecewa, heh-heh!" Semua orang kini memandang dengan hati tertarik dan tegang.
Mereka semua memang takut kepada orang ini, bukan takut kepada
orangnya, melainkan kepada kekuasaan yang berdiri di belakangnya.
Si tinggi kurus itu adalah seorang di antara orang-orang anak buah
Twa-to Ngo-houw (Lima Harimau Bergolok Besar), yaitu lima orang
bekas bajak-bajak sungai yang amat kejam dan namanya ditakuti
semua orang. Sejak beberapa tahun ini, Twa-to Ngo-houw tidak lagi menjadi bajak
sungai, akan tetapi mereka memeras dari semua pedagang dan nelayan
untuk memberi "bagian keuntungan" kepada mereka sebagai "balas
jasa" karena Twa-to Ngo-houw merasa telah melindungi mereka dari
213 ancaman kejahatan! Karena sudah kerap kali terjadi orang yang
membangkang disiksa bahkan ada pula yang dibunuh, akhirnya
peraturan semacam pajak paksaan ini terpaksa diterima oleh semua
orang. Twa-to Ngo-houw sendiri berhenti menjadi bajak setelah mereka
ditundukkan dan takluk kepada Beng-cu, yaitu Hek-sim Lo-mo!
Mereka memungut "pajak" itupun untuk disetorkan kepada Beng-cu,
akan tetapi tentu saja tidak sebesar yang diambilnya secara paksa dari
para pedagang dan nelayan itu. Biasa, seperti selalu berlaku dalam
kehidupan orang-orang yang menjadi hamba nafsu mementingkan diri
sendiri, penyalahgunaan kekuasaan terjadi di mana-mana. Korupsi
meraja lela. Melihat seorang wanita asing berani menegur si kurus yang kini malah
jelas ingin mengganggunya, semua orang merasa khawatir, akan tetapi
tidak ada yang begitu berani mati untuk mencampurinya.
Sementara itu, Kim Cu yang mendengar ucapan si tinggi kurus, tetap
tersenyum manis, lalu berkata dengan suara merdu, "Bagaimana
engkau dapat mengajak aku bersenang-senang kalau kedua lenganmu
patah tulangnya?" "Ehh?" Si tinggi kurus memandangi kedua lengannya. "Kedua
lenganku sama sekali tidak patah, heh-heh!" Dia tertawa
memperlihatkan deretan gigi panjang dan kuning tak terpelihara.
"Sekarang belum, akan tetapi aku akan mematahkan kedua lenganmu
sebagai hukuman atas kekejamanmu terhadap nelayan tua dan anak
perempuannya tadi," kata pula Kim Cu sikapnya tetap tenang.
214 Semua orang terbelalak dan merasa semakin tegang dan khawatir.
Semua menghentikan pekerjaan mereka dan menonton peristiwa yang
akan terjadi di depan mata mereka. Tentu saja ada banyak di antara
mereka yang mengharapkan bahwa wanita cantik itu bukan hanya
berani bicara saja, melainkan juga mempunyai kekuatan untuk
membuktikan sikap dan kata-katanya.
Si tinggi kurus menjadi marah, akan tetapi karena dia menghadapi
seorang wanita cantik yang dia harapkan akan dapat menghiburnya
malam itu, dia menahan kemarahannya. Tentu saja dia memandang
rendah wanita cantik ini, yang kelihatan begitu lemah dan sama sekali
tidak kelihatan kasar seperti wanita kang-ouw kebanyakan. Tidak ada
senjata padanya, juga gerak geriknya lemah gemulai, lembut dan
halus, tidak seperti wanita kang-ouw yang biasanya kelihatan kokoh
kuat dan kejantan-jantanan.
"Ha-ha, jangan main-main di sini, nona manis. Marilah, kalau hendak
main-main, nanti di kamarku, ha-ha-ha!"
"Plakkk!" Tiba-tiba suara ketawa itu terhenti karena tangan kiri Kim
Cu telah menyambar dengan amat cepatnya, menampar pipi kanan
orang itu. Demikian kuat tamparannya sehingga seketika pipi itu bengkak,
membiru dan mulutnya mengeluarkan darah karena selain bibir kanan
pecah, juga semua gigi yang berada di sebelah kanan mulutnya rontok
dan tanggal semua! Dengan mata berapi saking marahnya dia
meludahkan gigi dan ludah merah, lalu membentak dengan suara yang
kurang jelas karena mulutnya membengkak, tangan kirinya sudah
mencengkeram ke depan, ke arah dada Kim Cu! Serangan yang
215 berbahaya dan juga kurang ajar, seolah hendak dicengkeramnya buah
dada wanita itu. Kim Cu bersikap tenang saja, seperti membiarkan buah dadanya
dicengkeram, akan tetapi setelah tangan orang itu mendekati dadanya,
tiba-tiba lengan kanannya membacok dari dalam keluar, menangkis
lengan kiri si tinggi kurus.
"Krekkk!" lengan kiri itu seketika lumpuh karena tulang lengannya
patah dibacok tangan Kim Cu yang dimiringkan!
"Aughhhhh......!" Si tinggi kurus mengaduh-aduh, akan tetapi karena
dia seorang yang biasanya ditaati dan tidak pernah dilawan, maka dia
tidak tahu diri, tidak mau tahu bahwa wanita yang dilawannya jauh
lebih lihai darinya. Tangan kanannya mencabut sebatang golok dari
pinggang dan seperti orang gila mengamuk, dia membacokkan
goloknya ke arah kepala wanita itu! Dengan amat mudah, Kim Cu
miringkan tubuhnya dan ketika golok menyambar lewat, kembali ia
membacokkan tangan yang dimiringkan ke arah lengan kanan lawan.
"Krekkk!" Kembali ada tulang lengan patah, sekali ini lengan kanan si
tinggi kurus. Golok itu terlepas dan si tinggi kurus sambil mengaduhaduh dan menangis karena kesakitan, memutar tubuh dan menjeritjerit memanggil kawan-kawannya yang sedang mengumpulkan hasil
pungutan pajak di bagian lain tak jauh dari situ.
Tiga orang datang berlari-lari dan mereka mencabut golok, langsung
mengeroyok Kim Cu. Wanita ini tersenyum. "Wah, ada tiga ekor monyet lain lagi yang
ingin merasakan patah lengannya!" katanya dan tiba-tiba tubuhnya
216 lenyap menjadi bayangan yang berkelebatan di antara tiga orang
pengeroyoknya dan segera terdengar teriakan-teriakan kesakitan, tiga
batang golok beterbangan dan merekapun mengaduh sambil
memegangi lengan kanan dengan tangan kiri karena lengan kanan itu
telah patah tulangnya! Kini tanpa dikomando lagi, empat orang jagoan
itu lalu melarikan diri dari tempat itu seperti dikejar setan!
Setelah mereka pergi, barulah terdengar orang bersorak dengan
gembiranya. Semua dendam sakit hati mereka terhadap anak buah
Twa-to Ngo-houw yang selama ini mereka pendam dan mereka tahan
di lubuk hati, kini sedikit banyak telah terobati dengan melihat empat
orang anak buah Twa-to Ngo-houw itu mendapat hajaran keras
sampai tulang lengan mereka patah-patah! Wanita tua penjual ikan
dan udang tadi segera menghampiri Kim Cu dengan wajah berseri.
"Nona boleh mengambil semua udang ini, kuberikan kepadamu,
nona!" katanya. Kim Cu menggeleng kepala dan mengeluarkan uang. "Jangan, bibi.
Engkau bukan orang kaya untuk memberi hadiah. Aku hanya minta
tolong agar engkau suka menunjukkan di mana ada warung yang mau
menggorengkan udang ini untukku."
Seorang nelayan muda datang menghampiri. "Nona, kiranya tidak
akan ada orang yang mau atau berani membantumu. Ketahuilah,
bahkan kami mengharap agar engkau suka cepat-cepat pergi sekarang
juga dari sini, nona. Demi...... demi keselamatanmu sendiri. Kami
tidak ingin melihat nona celaka!"
217 Kim Cu memandang ke sekeliling dan kiranya banyak orang sudah
berkumpul di situ dan semua orang mengangguk. Kini suasana
menjadi gaduh karena banyak orang membujuk agar ia cepat pergi.
"Kenapa?" tanya Kim Cu walaupun ia sudah menduga.
"Mereka tadi anak buah Twa-to Ngo-houw, nona. Dan tentu sebentar
lagi lima orang yang amat lihai itu akan datang atau orang-orangnya
akan datang untuk mencelakai nona. Mereka tak mungkin tinggal
diam saja melihat empat orang anak buah mereka dihajar tadi."
"Biarlah kalau mereka datang. Akan kuhajar satu demi satu! Hendak
kulihat sampai di mana kelihaian Twa-to Ngo-houw itu."
"Akan tetapi, nona, Twa-to Ngo-houw bukan pemimpin pertama.
Mereka hanya anak buah dari Beng-cu!" kata seorang pedagang yang
agaknya lebih tahu akan urusan dunia kang-ouw.
Kim Cu tersenyum. "Kalau begitu, biarlah Beng-cu itu yang datang,
aku akan menghadapinya dengan kepalanku!" Dengan gaya lucu Kim
Cu mengepal tinju kanannya dan mengangkatnya ke atas. Semua
orang merasa lucu akan tetapi khawatir. Kepalan itu kecil sekali,
nampak lemah! "Nona, kuharap engkau tidak berkata demikian," kata orang yang
biasa melakukan perjalanan sebagai pedagang dan yang sudah banyak
mendengar itu. "Agaknya nona belum mengenal siapa itu Beng-cu.
Kabarnya, seluruh penjahat di Propinsi He-nan dan Shan-tung sudah
takluk kepadanya dan menjadi anak buahnya. Dan pernah aku
mendengar bahwa beng-cu itu berjuluk Hek-sim Lo-mo, seorang di
antara Kiu Lo-mo yang memiliki kesaktian seperti iblis sendiri."
218 Kim Cu tertarik. Pernah ia mendengar dari subonya tentang Kiu Lomo, Sembilan Iblis Tua yang kabarnya turun ke dunia ramai dan yang
merupakan sembilan orang datuk sesat yang amat lihai. Kalau Bengcu itu seorang di antara mereka, sungguh ia harus berusaha
menentangnya! Bukankah ia dengan susah payah mempelajari semua
ilmu untuk menentang orang-orang jahat seperti mereka yang pernah
menghancurkan kehidupannya dan membinasakan orang tuanya"
"Kalau begitu, biarlah Hek-sim Lo-mo sendiri datang, aku tidak
takut!" katanya. Mendengar ini, semua orang menjadi ketakutan, wajah mereka
berobah pucat karena mereka tidak mengira bahwa nona ini demikian
keras kepala. Bagaimana mungkin akan melawan semua datuk jahat
yang mempunyai banyak anak buah dan juga kabarnya amat kejam
dan berilmu tinggi itu"
Takut kalau terbawa-bawa, maka semua orang mulai mengundurkan
diri cepat-cepat sehingga tempat itu menjadi sunyi! Perahu-perahu
ditinggalkan, bahkan barang-barang dagangan yang tadinya sedang
diangkut ke dalam perahu, kini ditinggalkan dan perahu-perahu ada
yang bergegas meninggalkan tempat itu.
Melihat ini, Kim Cu mengerutkan alisnya. Betapa penakutnya rakyat
jelata. Kalau rakyat jelata bersatu menghadapi para penjahat, kiranya
tidak akan ada penjahat yang hidup di dunia ini. Tidak akan ada yang
mampu melawan kekuatan rakyat apabila mereka bersatu. Berapa sih
jumlahnya penjahat" Kalau dikeroyok oleh rakyat jelata, mereka itu
akan dilindas habis! Sayang persatuan itu tidak ada, seperti nampak
dalam sikap para penduduk dusun Cia-siang-teng ini.
219 "Nona, mari kubantu nona untuk masak udang-udang itu," terdengar
suara lirih. Kim Cu menengok dan ia tersenyum girang. Kiranya masih ada orang
yang berani mendekatinya dan tinggal di situ, yaitu bukan lain adalah
nenek penjual ikan dan udang tadi!
"Bibi, apakah engkau tidak ikut pergi seperti yang lain" Engkau
berani menghadapi ancaman Twa-to Ngo-houw?"
Nenek itu mengerutkan alisnya. "Nona, apa lagi yang perlu kutakuti"
Mereka itu paling banyak hanya dapat membunuhku dan aku tidak
takut mati. Suami dan anak tunggalku juga sudah tewas setelah
mereka pukuli. Biarlah mataku yang tua ini melihat mereka mendapat
lawan yang tangguh seperti nona, yang akan menghajar mereka yang
jahat itu! Mari, nona, mari ikut dengan aku ke rumahku dan aku akan
membuatkan udang bakar yang lezat untukmu."
Kim Cu membantu nenek itu membawa udang dan ikan, lalu mereka
berdua menuju ke rumah nenek itu, sebuah rumah gubuk terpencil di
tepi sungai. Nenek itu hidup seorang diri dan keadaan gubuknya
miskin sekali sehingga Kim Cu merasa terharu.
Sebaliknya, nenek itu nampak gembira sekali. "Nona, udang besar
seperti ini paling enak kalau dibakar dalam tanah liat, kemudian
dagingnya dimakan dengan kecap dan saus. Biar kubuatkan sausnya,
dan tolong kaucarikan tanah liat di tepi sungai sebelah sana!"
Kim Cu juga merasa gembira. Ia merasa seperti menjadi keponakan
nenek itu dan iapun cepat mencarikan tanah liat. Ia membantu nenek
itu, atas petunjuk nenek itu, untuk membungkus udang-udang besar
220 itu, lima ekor banyaknya, dengan tanah liat, kemudian tanah liat itu
dibakar di dalam api membara, api arang yang panas.
"Setelah tanah liatnya mengering dan pecah-pecah, baru boleh
diangkat. Jangan lupa untuk membolak-balik bungkusan udang itu,
nona," pesan sang nenek yang sibuk membuatkan bumbu-bumbu, dan
juga menanak nasi. Setelah tanah liat yang membungkus udang-udang itu kering dan
pecah-pecah, udang bakar itu diangkat dari api. Nenek itu lalu
mengupas tanah liat yang sudah kering dan bersama tanah liat itu,
terkupas pula kulit udang! Kini yang tinggal hanyalah daging udang
yang putih kemerahan, berbau sedap dan nampak menantang mulut
sehingga Kim Cu terpaksa harus menelan air liurnya.
Nasipun sudah matang dan kini ditemani oleh sang nenek, Kim Cu
makan dan harus diakuinya bahwa selama hidupnya belum pernah ia
merasakan makan nasi sedemikian nikmat dan lezatnya. Bakar udang
itu memang lezat bukan main. Gurih dan manis, dan tidak berbau
amis. Daging udang sebesar empu jari kaki itu terasa kenyal dan
gurih, apa lagi diberi bumbu kecap dan saus. Sedap bukan main, dan
ada rasa manis aseli dari daging itu. Tanpa disadari, Kim Cu makan
lebih banyak dari biasanya.
Baru saja mereka selesai makan dan Kim Cu mencuci tangannya
dengan daun jeruk untuk mengusir sisa bau amis, terdengar suara
gaduh dan ketika ia menengok, ternyata ada lima orang laki-laki
menunggang kuda datang ke tempat itu bersama dua di antara empat
orang anak buah Twa-to Ngo-houw yang dihajarnya tadi.
221

Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat mereka, nenek itu nampak berubah pucat wajahnya dan iapun
menyelinap ke dalam gubuknya sambil berkata, "Masa bodoh, nona.
Itu Twa-to Ngo-houw sendiri muncul!"
"Jangan khawatir, bibi, aku akan menghajar mereka untuk membalas
sakit hatimu kehilangan suami dan anak," jawab Kim Cu yang sudah
bangkit berdiri dan menanti mereka di pekarangan gubuk itu yang
terbuka dan luas. Sunyi di sekitarnya. Rumah-rumah para tetangga tertutup pintu dan
jendelanya, akan tetapi Kim Cu dapat menduga bahwa banyak mata
penduduk mengintai dari tempat persembunyian mereka. Iapun berdiri
tegak dan dengan sikap tenang menanti datangnya lima orang
penunggang kuda itu sambil memandang penuh perhatian.
Mereka memang menyeramkan. Lima orang laki-laki itu bertubuh
tinggi besar dan pantas kalau disebut Lima Harimau. Usia mereka
kurang lebih empatpuluh tahun, dengan pakaian yang mentereng,
tubuh yang kokoh kuat dan ada sebatang golok besar terselip di
punggung masing-masing. Golok telanjang itu besar dan mengkilat
tajam. Juga kuda yang mereka tunggangi adalah kuda-kuda pilihan yang
tinggi dan kuat. Dua orang anak buah mereka itu ikut berlari kecil di
samping kuda dan melihat Kim Cu, keduanya segera menuding
dengan tangan yang masih sehat karena sebelah lengan yang lain
dibalut dan patah tulangnya.
"Itulah ia......!"
222 Dengan gerakan yang cekatan sekali lima orang itu berloncatan turun
dari atas kuda mereka dan kini dua orang anak buah yang lengannya
digantung sebelah itu mengurus lima ekor kuda, dibawa ke bawah
pohon-pohon, sedangkan lima orang itu melangkah lebar dan dengan
sikap mengancam menghampiri Kim Cu yang masih berdiri tegak dan
tenang. Puluhan pasang mata dari para penduduk dusun itu mengintai
dari tempat persembunyian mereka.
Mereka menahan napas dengan hati tegang dan penuh kekhawatiran.
Bagaimana mungkin nona yang cantik jelita itu akan mampu
menandingi Lima Harimau Bergolok Besar itu" Seorang saja di antara
mereka berlima sudah merupakan seorang lawan yang amat kuat, dan
para penduduk dusun itu pernah melihat seorang di antara mereka,
yang rambut kepalanya botak dan merupakan orang termuda di antara
mereka, setahun yang lalu menawan seorang wanita muda dari luar
daerah yang kebetulan berkunjung bersama suaminya di dusun itu.
Tentu saja sang suami dibantu oleh belasan orang temannya,
melakukan perlawanan. Terjadilah perkelahian, namun si kepala botak
itu merobohkan si suami bersama belasan orang temannya. Mereka
semua terluka dan si botak itu melarikan isteri orang seenaknya saja!
Baru orang yang termuda itu saja demikian kejam dan lihai, apa lagi
kini mereka berlima datang semua!
Orang termuda dari Twa-to Ngo-houw memang seorang laki-laki mata
keranjang yang suka mempermainkan wanita mana saja yang menarik
hatinya, tidak perduli ia itu perawan, janda ataukah isteri orang. Kini,
melihat betapa gadis yang menurut pelaporan anak buah tadi telah
melukai empat orang anak buah, ternyata adalah seorang gadis yang
223 amat cantik jelita dan manis, tentu saja seketika dia tertarik dan timbul
gairahnya. "Ha-ha-ha, twako, berikan gadis ini kepadaku dan biarkan aku yang
akan menghukumnya!" katanya sambil meloncat ke depan
menghadapi Kim Cu. Orang pertama dari Twa-to Ngo-houw bernama Boan Ke, bermuka
hitam bopeng dan melihat Kim Cu, diapun memandang rendah. Tentu
akan memalukan kalau Twa-to Ngo-houw, lima jagoan yang
merajalela di sepanjang Sungai Kuning daerah itu, kini harus
mengeroyok seorang gadis! Maka, mendengar permintaan adiknya
termuda, si botak yang bernama Su Leng, diapun mengangguk.
Memang sebaiknya kalau gadis yang telah lancang melukai empat
orang anak buahnya ini diserahkan kepada Su Leng, biar adik keempat
ini menyiksa dan mempermainkannya sampai mati untuk
menghukumnya. Maka diapun mengangguk sambil tertawa, dan tiga
orang adiknya yang lainpun ikut tertawa. Mereka berempat tidak
memiliki kesukaan yang sama dengan Su Leng, akan tetapi mereka
akan bergembira melihat betapa gadis itu akan dipermainkan dan
ditundukkan oleh adik mereka yang termuda.
Dengan lagak yang membuat hati Kim Cu merasa jijik dan juga geli,
kini Su Leng menghampiri Kim Cu. Dipandangnya wanita itu dari
kepala sampai ke kaki dan hatinya girang bukan main karena dia
mendapat kenyataan betapa wanita ini memang cantik jelita, berkulit
mulus dengan tubuh padat dan menggairahkan. Dia menyeringai lebar.
"Nona manis, engkaukah yang telah main-main dengan empat orang
anak buah kami tadi?"
224 Kim Cu tersenyum, demikian manisnya senyum ini sehingga Su Leng
hampir saja jatuh terkulai karena tubuhnya terasa lemas seketika!
"Benar, aku yang telah menghajar empat ekor anjing peliharaanmu
itu!" Biarpun ia tersenyum dan nada suaranya merdu dan halus, namun isi
kata-katanya menusuk perasaan sehingga Su Leng mengerutkan
alisnya dan kemarahan menyelinap di hatinya, membuat dia bicara
dengan suara kasar. "Nona, siapakah sebenarnya engkau" Siapa namamu?"
"Namaku tidak perlu kalian ketahui dan sebaiknya kalian lekas
menggelinding pergi dari sini dan jangan mengganggu aku dan
penduduk dusun ini lebih lanjut!"
Su Leng kini tertawa bergelak, merasa lucu bahwa seorang gadis
cantik jelita dan lemah begini berani mengeluarkan ucapan demikian
besar dan mengusir mereka, Twa-to Ngo-houw!
"Aih, nona manis. Agaknya engkau belum mengenal siapa kami, ya?"
"Tentu saja aku mengenal kalian," kata Kim Cu dan memperlebar
senyumnya sehingga nampak deretan giginya yang teratur rapi dan
berkilauan putih seperti mutiara. "Kalian adalah Lima Anjing
Bergolok Tumpul, benarkah?"
Lima orang itu menjadi merah mukanya dan Su Leng membentak
marah. "Perempuan sombong! Aku akan mempermainkan kamu
sampai habis-habisan, kemudian kau akan kuserahkan kepada empat
orang anak buah kami tadi agar kau disiksa sampai mampus!" Berkata
225 demikian, Su Leng sudah menubruk ke depan, tangan kiri
mencengkeram ke arah rambut kepala, tangan kanan mencengkeram
dada! Su Leng masih belum mengeluarkan goloknya karena dia masih
memandang ringan lawannya. Pula, dia ingin menangkap wanita itu
hidup-hidup, dalam keadaan tidak terluka agar dia akan dapat
mempermainkan dan menikmatinya sepuas hatinya sebelum
menyerahkan wanita itu kepada empat orang anak buahnya.
Gerakannya cepat dan kedua tangannya mendatangkan angin pukulan
yang cukup kuat ketika dia menubruk ke depan itu.
Namun, bagi Kim Cu, kecepatan dan kekuatan serangan itu bukan
apa-apa, bahkan baginya nampak lamban dan lemah. Kalau ia
menghendaki, tentu segebrakan saja ia akan mampu merobohkan
orang ini dan sekaligus membunuhnya. Tingkat kepandaian Kim Cu
jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat kepandaian lima orang jagoan
ini. Dengan kecepatan kilat, kedua tangan Kim Cu bergerak menyambut
dan mendahului lawan dengan menotok ke arah kedua siku. Totokan
itu tidak nampak saking cepatnya dan tiba-tiba saja Su Leng merasa
betapa kedua lengannya menjadi lemas kehilangan tenaga, dan pada
saat itu, tangan kiri Kim Cu menampar ke depan, dengan punggung
tangannya ia menghajar ke arah hidung Su Leng.
"Prakkk!" Tamparan itu demikian kuatnya sehingga Su Leng merasa
kepalanya terputar dan untuk menjaga agar lehernya tidak patah,
diapun mengikuti dengan tubuhnya yang berpusing. Ketika putaran
226 tubuhnya terhenti, empat orang kakaknya melihat betapa muka itu
penuh darah dan ternyata hidung Su Leng telah remuk!
Su Leng mengeluarkan suara aneh. Dia memaki-maki kalang kabut,
akan tetapi karena bukit hidungnya remuk dan lubangnya tersumbat,
suaranya bindeng dan tidak karuan sehingga terdengar lucu dan aneh.
Dia lalu mencabut goloknya dan dengan kemarahan meluap dia sudah
menyerang Kim Cu dengan golok itu.
Golok besar di tangannya itu memang berbahaya sekali. Golok itu
besar dan berat, juga amat tajam, dan di tangan Su Leng, golok itu
seperti hidup, menyambar-nyambar dan bentuk goloknya lenyap
berubah menjadi sinar yang bergulung-gulung! Kemarahan dan sakit
hati membuat gerakan golok di tangan Su Leng lebih dahsyat lagi dari
pada biasanya. Kini, nafsu berahinya yang timbul karena melihat kecantikan Kim Cu
lenyap sama sekali, terganti nafsu amarah dan kebencian yang
bagaikan api berkobar-kobar dan satu-satunya niat di hatinya kini
hanyalah mencincang tubuh wanita yang telah membikin remuk
hidungnya itu! Namun, hujan serangan golok itu disambut dengan tenang saja oleh
Kim Cu. Ia segera mempergunakan Liu-seng-pouw (Langkah Bintang
Cemara), satu di antara ilmu yang dipelajarinya dari Huang-ho Kuibo. Liu-seng atau bintang Liu (semacam cemara) adalah kedudukan
enam bintang yang letaknya segi tiga melingkar dan ketika ia
mempergunakan langkah ajaib ini, maka tubuhnya nampak selalu
menyelinap di antara sambaran golok! Dengan langkah ajaib ini,
227 golok di tangan Su Leng tidak pernah mengenai sasaran, bahkan tak
pernah mampu menyentuh ujung baju Kim Cu sama sekali.
Enak saja gadis itu melangkah ke depan belakang, ke kanan dan ke
kiri sesuai dengan kedudukan kelompok Bintang Liu. Hebatnya, ia
bukan saja mampu menghindarkan semua serangan golok, bahkan ia
masih sempat memutar tubuhnya dan beberapa kali ia berada di
belakang lawan! Hal itu membuat Su Leng penasaran sekali. Dia
mempercepat gerakan goloknya, namun sia-sia belaka, bahkan tibatiba terdengar Kim Cu membentak nyaring.
"Anjing busuk, pergilah!" Ucapan ini disusul sebuah tendangan kilat
yang mengenai pinggul Su Leng, membuat tubuh si botak ini
terlempar dan terpelanting, lalu jatuh terbanting dengan keras. Karena
dia terbanting dengan kepala lebih dulu, maka kepalanya benjol besar
dan diapun menjadi pening tujuh keliling, sampai lama tidak mampu
bangkit berdiri, hanya duduk sambil memegangi kepalanya yang
berputaran. Bintang-bintang nampak menari-nari di depan matanya!
Empat orang kakak Su Leng menjadi terkejut, heran dan juga marah
sekali. Bagaimana mungkin adik mereka itu dengan golok di tangan
demikian mudah dirobohkan oleh gadis yang tidak terkenal, bahkan
yang bertangan kosong itu" Tanpa menanti komando, empat orang itu
mencabut golok masing-masing dan merekapun mengepung Kim Cu
dari empat penjuru dan mulailah mereka menyerang dan mengeroyok!
Kim Cu maklum bahwa kalau empat orang itu maju berbareng, ia
harus lebih waspada. Bagaimanapun juga, empat batang golok yang
berat dan bergerak cepat menyambar-nyambar dari empat penjuru itu
tidak boleh dibuat main-main. Iapun cepat memainkan ilmu silat
228 tangan kosong yang disebut Bi-jin-kun (Silat Wanita Cantik), satu di
antara ilmu yang dipelajarinya dari subonya.
Bi-jin-kun merupakan ilmu silat yang gerakannya lemas, halus dan
indah sekali. Seorang wanita yang kurang cantik sekalipun akan
nampak menarik kalau pandai bermain silat ini, apa lagi seorang
wanita seperti Kim Cu! Ia memang sudah cantik jelita dan manis,
maka begitu ia bersilat Bi-jin-kun, ia nampak seperti seorang bidadari
sedang menari-nari dengan lemah gemulai dan amat indahnya!
Empat orang pengeroyoknya terbelalak kagum dan mereka seperti
menghadapi seorang wanita yang menari-nari amat indah. Anehnya,
tarian itu bukan sembarang tarian, melainkan mengandung gerakan
yang amat cekatan dan lemas, ditunjang tenaga yang amat kuat. Dari
manapun datangnya golok yang menyambar, selalu dapat dielakkan
oleh wanita cantik itu, dengan gerakan yang amat indah pula, seolaholah mengejek empat orang pengeroyoknya.
Kim Cu terus memainkan ilmu silat aneh itu dan selain gerakannya
indah sekali, juga ia tersenyum-senyum dan melirik-lirik penuh daya
pikat! Ini memang merupakan keharusan dalam memainkan ilmu silat
ini, dan akibatnya memang luar biasa sekali.
Empat orang itu kini kelihatan bingung, gerakan mereka kacau balau.
Biarpun mereka berempat bukan laki-laki mata keranjang macam Su
Leng, namun melihat wanita yang menari-nari demikian indah dan
cantiknya, entah bagaimana, mereka merasa betapa tenaga mereka
berkurang, bahkan gerakan mereka menjadi lemas. Senyum dan
kerling mata wanita itu seperti mengelus perasaan mereka!
229 Memang inilah kehebatan Bi-jin-kun ciptaan Huang-ho Kui-bo.
Bukan hanya gerakan ilmu silatnya yang lihai, juga mengandung daya
pikat yang luar biasa, yang dapat mengacaukan gerakan lawan,
membuyarkan pemusatan perhatian sehingga akan mudah
mengalahkan lawan yang sudah kacau itu.
Tiba-tiba Kim Cu mempercepat gerakannya dan kini tubuhnya lenyap
menjadi bayang?bayang yang berkelebatan ke empat penjuru.
Terdengar teriakan berturut-turut dan empat orang itupun satu demi
satu roboh terkena tendangan atau tamparan tangan Kim Cu yang
kecil halus namun mengandung tenaga sinkang ampuh itu! Mereka
bergulingan dan menjauhkan diri, lalu berloncatan bangkit.
Su Leng juga sudah berdiri dan memandang dengan mata terbelalak
melihat betapa empat orang kakaknya juga roboh oleh wanita itu,
dengan menderita benjol-benjol atau matang biru, bahkan seorang di
antara mereka patah tulang pundaknya!
Boan Ke, orang pertama dari Twa-to Ngo-houw, memandang dengan
muka pucat dan dia berkata, "Apakah...... apakah engkau yang
bernama Hek-liong-li dari...... dari Lok- yang itu?"
Kim Cu tersenyum. Tak disangkanya bahwa nama julukannya yang
baru saja dikenal orang di Lok-yang itu demikian cepatnya sampai di
tempat ini dan mereka ini mengenalnya. Ia mengangguk.
"Benar, aku adalah Hek-liong-li, lalu kalian mau apa?"
Boan Ke dan empat orang adiknya menjadi pucat. Mereka memang
sudah mendengar nama itu, bahkan mereka dipesan oleh atasan
mereka untuk mencari gadis dengan julukan Dewi Naga Hitam itu,
230 akan tetapi tadi sama sekali mereka tidak menyangka bahwa mereka
berhadapan dengan Hek-liong-li. Baru setelah mereka merasakan
kelihaian gadis berpakaian serba hitam itu, timbul dugaan bahwa
jangan-jangan gadis berpakaian hitam yang amat lihai ini adalah orang
yang dicari oleh atasannya! Dan ternyata memang benar!
"Hek-liong-li, kalau benar engkau seorang gagah, jangan kau lari.
Tunggu, kami akan segera datang kembali untuk membuat
perhitungan denganmu!" kata Boan Ke dan dia bersama empat orang
adiknya lalu berloncatan menuju ke lima ekor kuda mereka, meloncat
ke atas punggung kuda dan tanpa bicara apa-apa lagi mereka
melarikan kuda dengan cepat meninggalkan tempat itu!
Kasihan dua orang anak buah mereka itu yang terpaksa harus berlarilari dengan lengan dibalut dan digantung karena kedua orang ini
ketakutan setengah mati ditinggal oleh pimpinan mereka.
Kim Cu tidak mengejar, hanya berdiri mengikuti mereka dengan
pandang matanya sambil tersenyum mengejek. Dan tak lama
kemudian, bermunculanlah para penduduk dusun itu. Mereka tadi
menonton dari tempat persembunyian mereka dan dengan penuh
kekaguman, akan tetapi juga dengan penuh ketegangan. Mereka


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat betapa nona berpakaian hitam itu benar-benar dapat
mengalahkan Twa-to Ngo-houw dan membuat mereka yang kejam
dan jahat seperti setan itu melarikan diri terbirit-birit!
"Hidup Hek-liong-li......!" Teriak beberapa orang di antara mereka
yang tadi mendengar juga percakapan di antara Twa-to Ngo-houw dan
wanita cantik itu dan kini orang-orang dusun itu menjatuhkan diri
berlutut di depan Kim Cu.
231 Sementara itu nenek penjual ikan tadi keluar dari dalam gubuknya dan
langsung ia merangkul Kim Cu sambil menangis! Begitu terharu hati
wanita ini sehingga ia menangis.
"Terima kasih...... terima kasih, nona......"katanya setelah ia dapat
menguasai dirinya dan ikut pula menjatuhkan diri berlutut.
Kim Cu merasa tidak enak. "Harap kalian suka bangkit berdiri dan
jangan berlutut seperti itu."
Ia mengerti betapa hebat penderitaan orang-orang ini, tanpa ada yang
mampu membela atau melindungi mereka, maka kini melihat ada
orang berani menentang, bahkan telah menghajar para penindas
mereka, penduduk dusun ini menjadi kegirangan. Sekarang
katakanlah, siapa orang yang disebut Beng-cu dan menjadi atasan dari
Twa-to Ngo-houw tadi?"
Orang yang tadi pernah bercerita tentang Beng-cu, yaitu orang yang
biasa melakukan perjalanan sebagai pedagang, lalu maju mendekat.
"Seperti yang telah saya ceritakan tadi, nona. Beng-cu itu kabarnya
bernama atau berjuluk Hek-sim Lo-mo, seorang di antara Kiu Lo-mo
yang memiliki kepandaian yang amat tinggi, juga mempunyai banyak
anak buah yang lihai."
"Di mana dia tinggal?" Kim Cu bertanya cepat. Ia berpendapat bahwa
semua kekejaman yang terjadi dan dilakukan oleh anak buah Beng-cu
itu baru akan dapat terhenti kalau kepalanya atau pimpinannya yang
paling tinggi dibinasakan.
"Kabarnya di Lok-yang, nona. Kami sendiri tidak mengetahui......"
232 "Ahhh......!" Kim Cu benar-benar tercengang karena tidak pernah
disangkanya bahwa seorang di antara Kiu Lo-mo berada di Lok-yang,
kota yang baru saja ia tinggalkan. Kota di mana ia untuk pertama kali
memperlihatkan kepandaiannya dan nama julukannya dikenal orang.
"Kalau begitu aku akan mencarinya di Lok-yang. Kalian jangan
khawatir, aku akan mencari dan membinasakan iblis jahat itu!"
Berkata demikian, sekali berkelebat tubuh gadis itu telah lenyap dan
ketika semua orang memandang, ternyata ia telah berada jauh dari
situ, berlari seperti terbang cepatnya. Semua orang terbelalak, lalu
mereka kembali menjatuhkan diri berlutut ketika nenek itu berseru,
"Ia tentu Kwan-im Pouw-sat yang datang menolong kita......"
Ketika malam tiba, Kim Cu bermalam di sebuah hutan dan pada
keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia telah mendaki bukit di depan. Di
balik bukit itulah kota Lok-yang. Ia akan kembali ke kota itu, mencari
Beng-cu yang berjuluk Hek-sim Lo-mo itu! Akan tetapi ketika ia tiba
di puncak bukit dan memandang ke belakang, ia terkejut bukan main
melihat asap keluar dari sebuah dusun, di tepi sungai.
Dari atas nampak jelas. Tentu ada rumah terbakar! Hatinya merasa
tidak enak karena ia mengenal dusun itu sebagai dusun yang
ditinggalkannya! Jangan-jangan terjadi sesuatu di sana! Maka, tanpa
meragu lagi, iapun turun gunung dan berlari cepat kembali ke dusun
itu! Apa yang dikhawatirkan memang terjadi. Ia melihat para penduduk
dusun ketakutan dan mereka berkumpul di tepi sungai. Ada dua buah
rumah orang terbakar, ada pula yang telah habis dan menjadi abu.
233 Sekelompok orang, dikepalai seorang nenek yang pakaiannya pesolek,
sedang membentak-bentak semua orang dusun.
"Hayo katakan! Sekali lagi, katakan siapa yang tahu ke mana perginya
setan cilik itu! Hek-liong-li datang untuk membantu kalian, bukan"
Tentu ia memberitahu kalian ke mana ia pergi! Hayo, kalau tidak ada
yang mau mengaku, akan kubakar semua rumah di dusun ini, dan
akan kubunuh semua orang yang berada di sini!"
KIM CU memandang dengan alis berkerut.
Hatinya terasa panas sekali melihat betapa rumah gubuk nenek yang
menjual ikan itu, telah habis menjadi abu dan semakin panas rasa
hatinya ketika ia mengenal lima orang Twa-to Ngo-houw yang kini
datang bersama seorang nenek. Ia memperhatikan nenek itu.
Usianya masih belum tua benar, paling banyak empatpuluh dua tahun,
akan tetapi, wajahnya seperti nenek-nenek tua yang sudah keriputan!
Tubuhnya memang masih padat berisi seperti seorang gadis saja, akan
tetapi, mukanya nampak tua sekali walaupun dilapisi bedak tebal dan
pemerah pipi dan bibir. Wanita ini pesolek, pakaiannya mewah, dan sikapnya genit, karena
matanya melirik-lirik dan mulutnya bergerak-gerak ke arah senyum
genit, juga ketika melangkah lenggangnya dibuat-buat sehingga
pinggulnya menari-nari. Tangan kanannya memegang sebatang
cambuk yang ujungnya sembilan batang. Rambutnya panjang dikuncir
dan dibiarkan berjuntai di atas pundak terus ke depan. Rambut inilah
yang nampak menggelikan. Cara mengatur rambut itu seperti seorang
gadis remaja saja! 234 Melihat betapa semua penduduk menggigil ketakutan, akan tetapi tak
seorangpun di antara mereka mau mengaku, diam-diam Kim Cu
merasa terharu dan juga kagum. Bagaimana lemahpun, penduduk
dusun ini sungguh memiliki kesetiaan dan tidak ada yang mau
memberitahu bahwa ia pergi ke Lok-yang! Agaknya, wanita itu sudah
marah dan tidak sabar lagi. Telah beberapa buah rumah dibakarnya,
akan tetapi tak seorangpun di antara penduduk dusun itu mau
membuka mulut. "Kalian mengira aku menggertak saja, ya" Ingin melihat seorang di
antara kalian mampus?" Ia mengangkat cambuknya dan terdengar
suara meledak-ledak ketika ia menggerakkan cambuknya di udara.
Terdengar sembilan kali ledakan nyaring disusul bentakannya, "Aku
menghitung sampai tiga! Kalau tidak ada yang mengaku, berarti akan
ada sembilan orang yang tewas di ujung cambukku! Satu...:.. dua......"
"Iblis betina yang kejam, engkau mencari Hek-liong-li" Inilah aku,
jangan engkau memaksa penduduk dusun tidak berdosa, yang
memang tidak tahu aku berada di mana!"
Wanita itu adalah Kiu-bwe Mo-li, satu di antara pembantu utama Heksim Lo-mo, usianya memang baru empatpuluh tahun lebih, akan tetapi
karena ia terlalu menurutkan nafsu dan menjadi seorang wanita gila
lelaki, maka wajahnya sudah penuh keriput seperti seorang neneknenek berusia enampuluh tahun lebih! Ketika ia membalikkan tubuh
dan melihat siapa yang bicara, ia lalu tertawa genit seperti orang yang
melihat sesuatu yang amat lucu.
"Hi-hi-hi-hik, engkau yang berjuluk Hek-liong-li" Heh-heh-hik-hikhik! Kiranya hanya seorang bocah yang masih ingusan!" Tiba-tiba
235 muka yang penuh tawa itu berbalik menjadi beringas dan ia menoleh
ke arah Twa-to Ngo-houw lalu membentak, "Dan kalian tidak mampu
membunuh anak perempuan ingusan ini! Sungguh tak tahu malu
memakai nama Twa-to Ngo-houw! Hayo bunuh anak ini, hendak lihat
sampai di mana kelihaiannya!"
Twa-to Ngo-houw sudah merasakan kelihaian Kim Cu, maka mereka
tidak berani memandang ringan. Juga mereka tidak berani
membangkang terhadap perintah Kiu-bwe Mo-li yang mereka kenal
baik sebagai seorang atasan yang amat kejam dan ringan tangan.
Selain itu, mereka juga malu. Biarlah wanita iblis itu melihat sendiri
kelihaian Hek-liong-li. Boan Ke lalu mengeluarkah bentakan nyaring yang juga menjadi
isyarat bagi empat orang adiknya dan mereka lalu mencabut golok
masing-masing dan menerjang Kim Cu dengan golok di tangan.
Kembali, seperti kemarin, Kim Cu dikeroyok oleh lima orang yang
kini bergerak dengan nekat dan besar hati karena di situ terdapat Kiubwe Mo-li yang tentu tidak akan membiarkan mereka kalah.
Sekali ini, biarpun mulutnya masih dihias senyum yang amat manis,
namun di dalam hatinya Kim Cu sudah marah sekali. Orang-orang
macam ini amatlah jahatnya, membakari rumah rakyat yang tidak
berdosa, bahkan mungkin saja penjahat-penjahat seperti mereka itu
membunuhi orang-orang tanpa dosa seenaknya.
Orang-orang seperti ini harus dibasmi, karena kalau dibiarkan hidup
hanya akan menyebar kejahatan dan menyengsarakan rakyat. Maka,
ketika melihat lima orang itu mengeroyoknya, iapun segera
memainkan ilmu silatnya yang luar biasa, yaitu Bi-jin-kun yang amat
236 indah, yang membuat tubuhnya seperti menari-nari, lemah gemulai
namun juga amat berbahaya karena dalam setiap gerakan kaki dan
tangannya terkandung tenaga sinkang lembut yang amat berbahaya,
kaki dan tangan itu seakan-akan merupakan empat buah senjata
terbuat dari baja yang amat ampuh dan siap membunuh.
Tubuh Kim Cu atau Hek-liong-li adalah tubuh seorang wanita yang
sedang mekar dan matang, ramping dan lembut. juga lemas sekali,
maka ketika ia memainkan Ilmn Silat Bi-jin-kun yang indah itu, ia
seolah-olah menari-nari, namun hebatnya, gulungan sinar golok lima
orang itu tidak pernah dapat menyentuhnya. Apalagi menyentuh
bagian tubuhnya, baru menyentuh ujung pakaiannya pun sukar!
Hal ini adalah karena kedua kaki wanita cantik dan gagah itu selalu
memainkan Liu-seng-pouw, yaitu langkah-langkah ajaib yang
membuat semua serangan luput dari sasaran. Kedua kakinya bergerak
dengan lincah dan indahnya, bergeser ke depan, belakang, kanan dan
kiri, kadang-kadang melompat, kadang-kadang kedua kaki terpentang
lebar dan tubuh merendah. Karena gerakan ini dilakukan dengan
lincah dan gesit, dengan ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang
tinggi, maka tubuhnya seperti berkelebatan di antara lima gulungan
sinar golok. Dari gurunya, Huang-ho Kui-bo, Hek-liong-li mendapatkan pelajaran
bermacam-macam ilmu silat, baik tangan kosong maupun silat senjata
seperti memainkan golok, tombak, rantai, dan terutama sekali pedang
dan tongkat. Akan tetapi, sampai kini ia tidak pernah menyimpan
senjata dan hanya mengandalkan kaki tangan saja, untuk melindungi
dirinya dan karena kini ia menghadapi pengeroyokan, lima orang yang
237 cukup berbahaya maka ia memainkan ilmu silat pilihannya, yaitu Bijin-kun dengan dibantu langkah-langkah ajaib Liu-seng-pouw.
Sejak tadi Kiu-bwe Mo-li berdiri dan memperhatikan gerakan gadis
berjuluk Dewi Naga Hitam yang dikeroyok oleh lima orang
pembantunya itu dan mengertilah ia mengapa Twa-to Ngo-houw
sampai kalah. Ternyata Hek-liong-li memang lihai bukan main dan
melihat gerakan kaki gadis itu, wajah Kiu-bwe Mo-li berubah agak
pucat. Ia pernah melihat langkah-langkah dan gerakan kaki seperti itu!
Pandang matanya seperti melekat pada kedua kaki gadis cantik itu,
mengikuti semua gerakannya. Ia pernah melihatnya, akan tetapi lupa
lagi di mana. Begitu indah gerakan kaki itu, begitu gesit dan ringan,
dan begitu luar biasa karena gerakan kaki, setiap perubahan membuat
kedudukan tubuh gadis itu sukar untuk dapat tercium sinar golok,
biarpun ada lima batang golok yang menyambar-nyambar
mengeroyoknya. Akan tetapi ia tidak ingat lagi siapa yang pernah
memainkan langkah-langkah ajaib seperti itu.
Kemudian ia mengalihkan perhatiannya dari gerakan kaki Hek-liongli kepada gerakan tangannya, tubuhnya yang lemah gemulai dalam
gerakan seperti, orang menari-nari dengan indahnya. Dan melihat
gerakan silat seperti orang menari ini, Kiu-bwe Mo-li seperti tersentak
kaget. "Bi-jin-kun......! Kalau begitu...... itu Liu-seng-pouw dari...... bibi guru
Huang-ho Kui-bo.....!" bisiknya kepada diri sendiri dan ia terkejut
bukan main. Gadis berpakaian hitam ini memainkan silat-silat sakti dari bibi
gurunya yang amat lihai. Bibinya itu amat lihai, lebih lihai dari
238 mendiang gurunya, dan bibinya, Huang-ho Kui-bo, pernah menjadi
datuk sepanjang Sungai Huang-ho, ditakuti oleh semua orang
golongan kang-ouw. Akan tetapi, sudah bertahun-tahun lamanya, bibinya itu lenyap dari
dunia ramai. Orang mengira bahwa ia mengundurkan diri karena
sudah tua dam mungkin sudah mati. Karena itu, ketika Kiu Lo-mo
muncul menguasai dunia kang-ouw, Huang-ho Kui-bo juga tidak
kelihatan. Dan kini, tiba-tiba saja ia melihat seorang gadis yang lihai
sekali memainkan Bi-jin-kun dan Liu-seng-pouw, ilmu-ilmu yang
menjadi andalan Huang-ho Kui-bo!
Lima orang Twa-to Ngo-houw masih mengeroyok dan mereka yang
merasa penasaran sekali, menyerang dengan ganasnya. Lima batang
golok itu membentuk gulungan sinar yang menyilaukan mata dan
tubuh Hek-liong-li dikepung oleh gulungan sinar, seolah-olah tidak
mungkin dapat keluar lagi dengan selamat.
Namun, Hek-liong-li yang ingin cepat merobohkan lima orang
pengeroyoknya yang ia tahu adalah manusia-manusia yang jahat
sekali, tiba-tiba mengeluarkan suara melengking panjang dan ia
merobah gerakannya. Kini tubuhnya menyambar dengan ganas,
menyelinap di antara gulungan sinar golok, kedua tangannya yang kini
tiba-tiba berubah menjadi merah itu menyambar-nyambar dan
terdengarlah teriakan-teriakan susul menyusul diikuti robohnya tiga
orang di antara Twa-to Ngo-houw.
Orang pertama terpelanting roboh dengan luka di dahinya, tertusuk
jari-jari tangan kiri Hek-liong-li dan di dahinya itu hanya nampak ada
tapak tiga jari kemerahan, namun begitu terpelanting roboh dia
239 berkelojotan dan tewas seketika! Orang kedua roboh terjungkal,
kelihatannya tidak terluka karena tangan kanan Hek-liong-li tadi
mencengkeram ke dadanya, akan tetapi kalau bajunya dibuka, akan
nampak dadanya sebelah kiri luka akibat cengkeraman itu dan luka
itupun berbekas telapak tangan merah yang mengerikan. Dia roboh
dan tewas seketika. Adapun orang ketiga, roboh dengan lehernya
tertotok tiga buah jari yang meninggalkan tanda bekas kemerahan
pula, dan dia pun terjungkal dan tewas.
Melihat ini, Kiu-bwe Mo-li terbelalak. Ia pernah mendengar bahwa
bibi gurunya, Huang-ho Kui-bo, pernah menciptakan sebuah ilmu
yang mengerikan, yang disebut Hiat-tok-ciang (Tangan Racun Darah).
Inikah ilmu itu" Sungguh mengerikan dan berbahaya sekali.
Melihat tiga di antara lima orang pembantunya itu roboh dan tewas,
Kiu-bwe Mo-li tidak dapat tinggal diam lagi. Tubuhnya melayang ke
depan, cambuk ekor sembilan di tangannya digerakkan dan
terdengarlah suara ledakan nyaring berkali-kali.
"Tar-tar-tar-tarrr......" Cambuk itu meledak-ledak dan sembilan
ekornya menyambar-nyambar ke arah jalan darah maut di tubuh Hekliong-li!
Gadis ini terkejut bukan main dan cepat ia terpaksa menggulingkan
dirinya ke atas tanah dan ketika cambuk itu mengejarnya, iapun
bergulingan sampai jauh sambil menyambar sebatang golok di antara
tiga batang golok lawannya yang telah tewas. Tahulah ia bahwa nenek
itu berbahaya sekali dilawan dengan tangan kosong, maka melihat
adanya sebatang pohon tumbuh tak jauh dari situ, tubuhnya mencetat
ke atas, goloknya menyambar dan ia sudah membabat putus sebatang
240 cabang pohon yang besarnya selengan orang dan panjangnya sama
dengan tinggi tubuhnya. Cepat ia membersihkan ranting dan daun, dan di tangannya kini
terdapat sebatang tongkat yang baik. Golok itupun ia lemparkan ke
atas tanah. Tongkat merupakan senjata kedua yang disukanya di
samping pedang. Memang gurunya, Huang-ho Kui-bo, terkenal sekali
dengan ilmu tongkatnya dan nenek itu ke manapun ia pergi selalu ia
membawa sebatang tongkat hitam berbentuk ular dan ia lihai sekali
memainkan tongkatnya itu. Tentu saja Hek-liong-li sudah mewarisi
ilmu tongkat ular yang amat hebat itu dan kini ia merasa kuat setelah


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memegang sebatang tongkat dari cabang pohon.
Dua orang wanita itu kini berdiri dan saling berhadapan, saling
pandang seperti dua ekor ayam jago yang sedang saling menilai
sebelum keduanya bergebrak dalam perkelahian mati-matian. Hekliong-li atau Lie Kim Cu memandang penuh perhatian. Senyumnya
tak pernah meninggalkan mulutnya sehingga lesung pipit menghias
pipinya, membuat ia nampak manis sekali.
Diam-diam ia menilai wanita yang berdiri di depannya. Seorang
wanita yang sebetulnya belum tua benar, belum pantas disebut nenek.
Usianya baru empatpuluh tahun lebih, namun wajahnya sudah penuh
keriput dan tubuhnya sudah mulai kempot dan bagaikan setangkai
bunga yang selalu kepanasan dan kekurangan siraman air, ia nampak
jauh lebih tua dari pada usia sebenarnya. Hal ini adalah karena ia
terlampau menurutkan.nafsu-nafsunya, ia gila lelaki dan biarpun ia
hendak menutupi ketuaannya dengan sikap pesolek dan genit, namun
tetap saja ia nampak tua.
241 Pakaiannya mewah, rambutnya tersisir rapi dan mengkilap oleh
minyak, pakaiannya yang berkembang dan berwarna-warni itu terbuat
dari sutera halus, dan dengan potongan yang mencetak tubuhnya yang
mulai peyot. Dari pakaiannya, tersiar bau yang wangi menyolok
hidung karena minyak wangi sebotol penuh dituangkannya habishabisan di pakaiannya.
Rambutnya masih hitam dan panjang, dikuncir tebal, dan dibiarkan
tergantung di atas punggungnya, ujungnya diikat dengan pita merah,
seperti rambut seorang gadis remaja! Akan tetapi rambut dengan
kuncir seperti ini bukan sekedar untuk bersolek, melainkan di samping
itu, rambut ini dapat dipergunakan sebagi senjata yang amat ampuh!
Cambuk berekor sembilan yang berada di tangannya itu amat ampuh,
setiap ekor cambuk itu mengandung racun dan di samping senjata ini,
iapun pandai mempergunakan segala macam senjata rahasia beracun
seperti jarum dan paku. Memang Kiu-bwe Mo-li seorang ahli racun,
mewarisi ilmu tentang racun dari subonya yang sudah meninggal
dunia. Gurunya itu berjuluk Jeng-tok Kui-bo (Iblis Betina Seribu
Racun) dan gurunya itu masih terhitung su-ci (kakak seperguruan)
dari Huang-ho Kui-bo! Akan tetapi, gurunya itu lebih ahli tentang
racun, adapun mengenai ilmu silat, kabarnya bibi gurunya itu jauh
lebih lihai. Dan untuk memperlengkapi ilmu silatnya, selain dari
mendiang gurunya, Kiu-bwe Mo-li juga belajar ilmu silat dari
bermacam guru. "Hek-liong-li, sebelum kita bertanding, aku ingin bicara dulu
denganmu," kata Kiu-bwe Mo-li setelah beberapa lamanya mereka
saling pandang dengan sinar mata penuh penilaian.
242 "Mau bicara apa lagi" Bicaralah!" kata Hek-liong-li dengan sikap
tenang. "Aku telah melihat ilmu silatmu. Engkau pandai memainkan ilmu
langkah Liu-seng-pouw dan ilmu silat Bi-jin-kun, juga kalau tidak
salah, engkau merobohkan tiga orang anak buahku dengan Hiat-tokciang. Masih ada hubungan apakah engkau dengan Huang-ho Kuibo?"
Hek-liong-li mengerutkan alisnya. Makin yakinlah ia bahwa ia
berhadapan dengan seorang lawan tangguh yang telah mengenal ilmu
silatnya, bahkan mengenal pula nama gurunya.
"Sebelum kujawab pertanyaanmu, katakanlah dulu siapa engkau dan
mengapa engkau bertanya tentang Huang-ho Kui-bo," katanya dengan
sikap angkuh. "Aku disebut Kiu-bwe Mo-li, dan Huang-ho Kui-bo adalah bibi
guruku." Kim Cu mengangguk-angguk dan senyumnya sinis. "Hemm, engkau
tentu murid mendiang Jeng-tok Kui-bo, bukan" Su-bo pernah
bercerita tentang kau dan gurumu bahkan memperingatkan aku agar
berhati-hati terhadap engkau yang katanya amat jahat, keji dan licik,
seorang tokoh sesat yang sudah menumpuk banyak dosa."
Kiu-bwe Mo-li, tidak marah, bahkan tertawa dengan suara genit dan
dibuat-buat: "Heh-heh-hi-hi-hik! Kata-katamu menggelikan hatiku,
Hek-liong-li. Engkau mengatakan aku tokoh sesat yang jahat. Dan
siapakah bibi guru Huang-ho Kui-bo" Seorang malaikat yang suci"
243 Heh-heh, ia adalah datuk nomor satu kaum sesat di sepanjang Sungai
Huang-ho sebelum ia menghilang!"
"Tidak kusangkal, akan tetapi su-bo telah mengundurkan diri, bertapa
untuk menebus dosanya, bahkan dengan keras berpesan kepadaku
agar aku tidak terjeblos ke dalam dunia kaum sesat, bahkan aku harus
menentang mereka," kata Hek-liong-li.
"Hemm, Hek-liong-li. Engkau adalah murid bibi guruku sendiri,
dengan demikian engkau masih terhitung su-moiku (adik
seperguruanku). Oleh karena itu, tidak semestinya kita bermusuhan.
Kalau tadi engkau sudah terlanjur membunuh tiga orang anak buahku,
sudahlah, kuhabiskan sampai di sini saja. Mari kita bekerja sama dan
kalau aku yang membawamu, engkau tentu akan diterima dengan baik
sekali oleh Beng-cu kami dan mendapatkan kedudukan yang baik."
"Kiu-bwe Mo-li, dengan membujuk aku mengikuti jejakmu, engkau
menambah dosamu saja. Sebaiknya kalau engkau yang mendengar
nasihatku, tinggalkan duniamu yang hitam, kembalilah ke jalan benar
agar dosa-dosamu tertebus dengan perbuatan yang baik dan
bermanfaat bagi kehidupan manusia lain."
Wajah yang tertutup bedak tebal itu berkerut dan sepasang mata itu
mengeluarkan sinar marah, cambuk di tangannya bergoyang-goyang
dan telunjuk kiri Kiu-bwe Mo-li menunjuk ke arah muka Hek-liong-li.
"Hek-liong-li, agaknya engkau memang sudah bosan hidup! Hari ini
engkau akan mati di bawah cambukku!"
Kiu-bwe Mo-li berteriak marah dan tubuhnya bergerak cepat sekali,
dan terdengar bunyi meledak-ledak ketika cambuknya sudah terayun
244 ke atas, kemudian dari atas setelah mengeluarkan suara seperti
ledakan kecil lalu menyambar ke bawah. Sembilan ekor ujung cambuk
itu menjadi satu menyambar ke arah ubun-ubun kepala Hek-liong- li.
Setiap ekor cambuk itu sudah merupakam senjata yang ampuh, apa
lagi sekarang menjadi satu maka kekuatan yang terkandung dalam
serangan ini juga hebat sekali.
Si Dewi Naga Hitam tidak gentar menghadapi serangan ini. Iapun
tidak berani memandang ringan karena ia memang pernah mendengar
dari subonya tentang Jeng-tok Kui-bo, si ahli racun dan muridnya ini
yang kabarnya amat jahat melebihi gurunya, pandai ilmu silat dan ahli
tentang racun. Melihat sambaran cambuk yang demikian cepat dan kuat sehingga
mendatangkan angin pukulan dan suara bercuitan, ia lalu menggeser
kakinya ke kanan, membalik lalu menangkis turunnya sinar cambuk
hitam itu dengan tongkatnya, menangkis dari samping, bukan dari
bawah sehingga ia tidak mengadu tenaga secara langsung.
"Takkkk!" Pertemuan antara tongkat dam cambuk itu membuat
keduanya meloncat ke belakang karena merasa lengan mereka tergetar
hebat, tanda bahwa tenaga mereka seimbang. Akan tetapi, tiba-tiba
tongkat di tangan Liong-li menyambar, bergerak seperti seekor ular
berjalan, tidak meluncur dengan lurus melainkan, berlengganglenggok sehingga sukar diduga ke mana tongkat itu akan menyerang!
Ternyata kemudian bahwa ujung tongkat itu menyerang ke arah perut
Kiu-bwe Mo-li. Wanita ini cepat mengelak ke samping, akan tetapi sebelum
cambuknya membalas serangan lawan, tongkat itu sudah membalik
245 dan ujung yang lain menghantam ke arah kepala Kiu-bwe Mo-li.
Wanita inipun maklum akan kelihaian lawannya yang muda, maka ia
tidak memandang ringan dan bersikap hati-hati. Maka kecepatan
gerakan tongkat itu tidak mengejutkannya dan iapun cepat meloncat
ke belakang untuk mengelak, dan kini cambuknya menyambar ke
depan, ujungnya terpencar menjadi sembilan ekor seperti ular-ular
kecil panjang hidup, sembilan ekor ujung cambuk itu meledak-ledak
dan beterbangan ke depan, menyerang ke arah jalan darah Liong-li
dengan totokan-totokan maut!
Cambuk di tangan wanita ini memang berbahaya sekali, lihai bukan
main. Setiap ujung dari sembilan ekor itu bukan saja dapat melakukan
totokan pada jalan darah yang di antaranya ada yang mematikan, akan
tetapi juga masing-masing ujung mengandung racun yang amat kuat.
Tidak mengherankan apa bila ia terkenal sekali dengan senjatanya ini
dan dijuluki Kiu-bwe Mo-li (lblis Betina Ekor Sembilan).
Namun, Hek-liong-li telah mewarisi ilmu tongkat yang amat hebat
dari subonya. Senjata tongkat merupakan senjata utama subonya, di
samping pedang, dan begitu ada tongkat di tangannya, Liong-li
merasa seperti seekor harimau yang tumbuh sayap. Tongkat itu
menjadi hidup di kedua tangannya, dan menghadapi "pengeroyokan"
sembilan ekor ujung cambuk di tangan Kiu-bwe Mo-li, ia tidak
menjadi. gentar atau gugup.
Tongkatnya digerakkan secara aneh dan istimewa, dan ke mana pun
ujung cambuk menyambar, selalu bertemu dengan tongkat! Bahkan
Liong-li mampu melakukan serangan balasan dengan tak kalah
dahsyatnya! Tongkat di tangannya itu, walaupun hanya sebatang
cabang pohon namun kini seolah-olah hidup. Senjata sederhana ini
246 dapat membabat, memukul, menusuk, dan kalau diputar menjadi
seperti perisai besar yang melindungi seluruh tubuh Liong-li!
Terjadilah perkelahian yang amat seru antara kedua orang wanita itu.
Kiu-bwe Mo-li adalah seorang di antara para pembantu utama Heksim Lo-mo, pembantu yang dipercaya karena di samping Tok-ganliong Yauw Ban, ia merupakan pembantu yang memiliki ilmu
kepandaian paling tinggi dan amat diandalkan oleh Hek-sim Lo-mo.
Karena itulah, ketika datuk itu mendengar akan munculnya Hek-liongli di Lok-yang, dia mengutus Kiu-bwe Mo-li untuk mencari dan
membunuh gadis lihai itu.
Kini, setelah bertemu dengan Hek-liong-li, Kiu-bwe Mo-li tahu bahwa
ia berhadapan dengan seorang yang masih terhitung adik
seperguruannya, akan tetapi ternyata bahwa su-moi yang masih amat
muda itu telah memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi sehingga
sukar baginya untuk mendesak dengan cambuknya. Hal ini membuat
Kiu-bwe Mo-li menjadi penasaran sekali dan ia mengerahkan seluruh
tenaganya, memutar cambuknya dan menghujankan seranganserangan maut dengan senjata istimewa itu.
Gerakan tongkat di tangan Liong-li makin lama semakin mantap.
Kalau tadi ia masih nampak repot karena harus mengimbangi
kecepatan sembilan ekor ujung cambuk, kini agaknya ia sudah mampu
menangkap inti gerakan senjata lawan dan ia bergerak lebih tenang
dan mantap, bahkan kini dapat membalas serangan lebih gencar
dengan tongkatnya. Tongkat panjang merupakan senjata yang biarpun hanya sebatang,
namun memiliki dua ujung yang dapat dipergunakan secara bergantian
247 untuk menyerang atau menangkis, bahkan bagian tengahnya dapat
pula melindungi tubuh sebagai perisai. Tongkat yang dimainkan
Liong-li penuh dengan tenaga sin-kang sehingga tongkat itu dalam
gerakannya mengeluarkan suara menderu-deru disertai angin yang
menyambar-nyambar. "Syuuuttt......!" Tongkat menusuk ke arah dada Kiu-bwe Mo-li. Ketika
iblis betina ini mengelak dengan miringkan tubuh dan siap untuk
membalas serangan, tiba-tiba tongkat itu membalik.
"Wuuuttt!!" Kini ujung lain dari tongkat itu menghantam dari atas ke
arah ubun-ubun kepala Kiu-bwe Mo-li.
Tentu saja wanita ini terkejut bukan main oleh kecepatan gerakan
lawan. Ia melompat ke belakang dan kembali tongkat datang
menyerang dengan putaran yang membuat ujung tongkat membentuk
gulungan sinar melebar seperti payung. Kiu-bwe Mo-li terpaksa
mundur lagi sambil memutar cambuknya dengan cepat untuk
melindungi tubuhnya. Cambuk itu diputar menjadi gulungan sinar
hitam yang menjadi semacam perisai yang amat kuat.
Melihat betapa jagoan mereka sampai sekian lamanya belum mampu
mengalahkan Hek-liong-li, bahkan sempat pula terdesak, Boan Ke dan
Su Leng, dua orang di antara kelima Twa-to Ngo-houw yang masih
hidup, menjadi penasaran sekali. Mereka berdua merasa bersedih
karena kematian tiga orang saudara mereka dan mengharapkan agar
Kiu-bwe Mo-li dapat membalaskan kematian itu dan merobohkan
Hek-liong-li. Akan tetapi Si Dewi Naga itu agaknya masih terlampau kuat bagi Kiubwe Mo-li, maka dua orang anggauta Twa-to Ngo-houw, yang sejak
248 tadi nonton, menjadi kecewa dan marah. Mereka selama ini
mengandalkan kelihaian Kiu-bwe Mo-li dan nama besar Hek-sim Lomo, akan tetapi setelah bertemu lawan tangguh, ternyata Kiu-bwe Moli tidak mampu mengalahkan seorang gadis muda!
Dan wanita genit itu selalu menyombongkan dirinya sebagai
pembantu utama dari Hek-sim Lo-mo yang katanya tak pernah
terkalahkan oleh siapapun juga kecuali Hek-sim Lo-mo! Mereka
menjadi kecewa dan penasaran, lalu tanpa minta ijin lagi mereka lalu
terjun ke dalam medan pertempuran itu dan mengeroyok Liong-li.
Namun gadis ini sama sekali tidak menjadi gentar, bahkan dengan
penuh semangat ia menyambut dua batang golok dari dua orang lawan
baru itu dengan tongkatnya.
Tingkat kepandaian dua orang dari Twa-to Ngo-houw ini memang
masih jauh sekali dibandingkan tingkat Kiu-bwe Mo-li, apa lagi
dengan tingkat Liong-li. Maka, masuknya dua orang ini sebagai
pengeroyok, sama sekali tidak merepotkan Liong-li, bahkan membuat
Kiu-bwe Mo-li menjadi terhalang gerakan cambuknya, walaupun
diam-diam wanita ini merasa lega bahwa dalam keadaan terdesak tadi
ia mendapat bantuan. Kini ia menjadi agak longgar, tidak terdesak lagi dan iapun melakukan
serangan dengan lebih ganas, mengandalkan bantuan dua orang anak
buahnya itu. Liong-li menggerakkan tongkatnya dengan lebih cepat lagi, kini
mendesak kepada dua orang dari Twa-to Ngo-houw karena ia
memang berniat untuk membasmi lima orang tukang pukul yang
sudah mendatangkan banyak kesengsaraan kepada rakyat dusun itu.
249 Akan tetapi, Kiu-bwe Mo-li telah mendahuluinya. Wanita ini maklum
bahwa kalau sampai dua orang pembantunya itu roboh dan ia harus
sendirian saja menghadapi Liong-li, keadaannya akan menjadi
berbahaya sekali. Harus diakuinya di dalam hati bahwa ilmu
kepandaian gadis yang masih terhitung sumoinya ini amat lihai dan ia
merasa kewalahan. Ilmu tongkat itu aneh dan juga amat kuat. Maka,
selagi masih ada dua orang pembantunya, ia harus menekan
sedemikian rupa agar dapat merobohkan Liong-li. Maka, iapun cepat
menggerakkan tangan kirinya dan belasan batang paku beracun
menyambar ke arah bagian tubuh yang berbahaya dari gadis itu!
Liong-li sudah mendengar dari subonya akan keahlian Jeng-tok Kuibo dan muridnya itu dalam menggunakan senjata rahasia beracun.
Oleh karena itu, sejak tadi ia sudah siap siaga, sudah menduga bahwa
kalau terdesak, tentu wanita itu akan mempergunakan senjata rahasia
beracun itu. Maka, begitu Kiu-bwe Mo-li menggerakkan tangan
kirinya, iapun cepat melompat tinggi ke atas sambil memutar
tongkatnya. Ketika ia melihat sinar hitam menyambar ke bawah
kakinya, ia lalu memukulnya dengan tongkat dan mengarahkan
senjata rahasia itu kepada Boan Ke dan Su Leng, dua orang Twa-to
Ngo-houw itu. "Aduhhhh......!" Su Leng dan Boan Ke terguling. Su Leng yang
terkena paku beracun tepat pada pelipisnya itu langsung berkelojotan
dan tewas, sedangkan Boan Ke yang cepat mengelak akan tetapi
masih terkena pundak kirinya, merasa betapa pundak itu nyeri, panas
dan gatal. Diapun marah bukan main, apa lagi mengingat bahwa yang
melukainya adalah paku yang dilepas oleh Kiu-bwe Mo-li. Celaka,
250 pikirnya, atasan yang amat diandalkan itu bahkan telah mencelakainya
dengan paku beracun itu! Dia menjadi nekat dan dengan golok
besarnya, dia menubruk ke arah Liong-li, hendak mengadu nyawa
dengan gadis yang amat lihai itu! Akan tetapi, tubrukan yang dahsyat


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini dapat dielakkan oleh Liong-li sehingga Boan Ke terbuyung ke
depan. Pada saat itu, kembali Kiu-bwe Mo-li menggerakkan tangan kirinya
dan kini jarum-jarum halus yang belasan batang banyaknya
menyambar-nyambar ke arah Liong-li. Gadis ini terkejut. Jarum-jarum
itu lembut dan lebih berbahaya dibandingkan paku-paku tadi, maka
iapun cepat melempar tubuh ke belakang dan bergulingan menjauh.
Pada saat itu, Kiu-bwe Mo-li maklum bahwa kalau dilanjutkan, hanya
akan merugikan dirinya, maka melihat lawan bergulingan, ia
mempergunakan kesempatan itu untuk melarikan diri secepatnya!
"Kiu-bwe Mo-li pengecut!" bentakan ini keluar dari mulut Boan Ke
yang merasa penasaran dan marah melihat betapa atasannya itu
meninggalkannya setelah keadaan berbahaya. Dengan nekat dia
menggerakkan goloknya menyerang Liong-li.
"Singgg......!" Golok itu menyambar ganas.
Liong-li miringkan tubuhnya sehingga bacokan mengenai tempat
kosong dan pada saat berikutnya, tongkatnya menyambar ke arah
tengkuk lawan. "Kekkk!!" Tubuh Boan Ke terjungkal, goloknya terlepas dan dia
merintih-rintih kesakitan. Akan tetapi, dia masih marah kepada Kiubwe Mo-li yang melarikan diri meninggalkannya.
251 "Kiu-bwe Mo-li pengecut besar!" Dia masih mengeluarkan teriakan
marah. Liong-li memandang ke kanan kiri, mencari ke mana perginya musuh
utamanya, yaitu Kiu-bwe Mo-li, akan tetapi tidak melihat bayangan
orang itu. Selagi ia hendak pergi, terdengar Boan Ke, orang pertama
Twa-to Ngo-houw berseru memanggilnya.
"Hek-liong-li......!"
Kim Cu menahan langkahnya dan membalik, lalu menghampiri orang
itu yang disangkanya telah mati. Kuat juga orang ini yang terpukul
tengkuknya masih belum juga tewas. Setelah dekat ia melihat bahwa
keadaan orang itu sudah parah, dan kematian hanya soal waktu saja,
waktu yang tidak lama lagi. Akan tetapi daya tahan Boan Ke memang
cukup kuat sehingga dia masih mampu bicara, walaupun untuk itu dia
harus mengerahkan seluruh sisa tenaganya.
"Engkau mau apa?" tanya Liong-li.
"Hek-liong-li, ia Kiu-bwe Mo-li, seorang pengecut besar....., ia
meninggalkan aku. Ia hanyalah pembantunya......, yang berkuasa
adalah Beng-cu, Hek-sim Lo-mo... kau cari mereka, kau basmi
mereka...... Lo-mo berada di Lok-yang..... kalau dia tidak berada di
sana, tentu...... dia di rumah ahli pembuat pedang Thio Wi Han, di
dusun Gi-ho-cung...... kaki gunung Fu-niu-san... dia telah..... telah
mendapatkan mustika naga...... ahhhh....."
Orang pertama dari Twa-to Ngo-houw itupun terkulai dan tewas.
Liong-li memandang kepadanya, lalu kepada empat orang saudaranya
252 yang sudah lebih dulu tewas, dan wanita muda ini menarik napas
panjang. Ah, kenapa manusia harus melakukan semua kejahatan itu, menjadi
seorang penjahat, mengandalkan keberanian dan kenekatan,
menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendaknya kepada
orang lain, untuk mencuri, merampok, menipu, bahkan membunuh"
Kenapa mereka melakukan itu semua sehingga akhirnya tewas dalam
keadaan seperti ini"
Kembali ia menarik napas panjang, teringat akan nasib dirinya.
Demikian banyaknya peristiwa hebat sebagai akibat kejahatan
manusia menimpa dirinya. Ia, puteri seorang bangsawan, seorang
pejabat tinggi pemerintah yang ketika kecilnya hidup serba
kecukupan, terhormat dan mulia, setelah dewasa harus mengalami
banyak sekali hal yang amat pahit, penghinaan-penghinaan dan
kesengsaraan, banjir air mata, kehilangan ayah bunda dan keluarga
sehingga kini hidup sebatang kara, tidak memiliki apa-apa lagi!
"Tidak!" katanya kepada diri sendiri mengusir kelesuan karena duka
melanda batinnya. "Aku masih punya ini!" Ia meluruskan kedua
lengannya, "dan punya ini lagi!" Ditendangkan kedua kakinya
bergantian, "dan dengan kaki tanganku ini, aku akan memerangi
semua penjahat, menantang kejahatan dan menikmati kehidupan ini!
Enyahlah duka dan keluh kesah!"
Ia meraba kedua pipinya yang terasa halus, "Engkau masih muda,
Kim Cu, masih banyak kesempatan untuk menikmati hidup,
melupakan masa lampau yang banyak kepahitan."
253 Setelah berkata demikian iapun melompat dan dengan wajah berseri
iapun berlari cepat menuju ke Lok-yang. Ia akan mencari Kiu-bwe
Mo-li di sana, dan kalau ternyata Hek-sim Lo-mo merajalela dan
menyebar banyak kaki tangan untuk melakukan kejahatan, ia akan
menentang dan membasmi Hek-sim Lo-mo dengan komplotannya!
Dan hatinya tertarik sekali mendengar Hek-sim Lo-mo telah
memperoleh mustika naga! Dan datuk sesat itu pergi ke dusun Gi-hocung di kaki Gunung Fu-niu-san untuk menemui ahli pembuat pedang
Thio Wi Han" Hemm, menarik sekali! Bukankah subonya pernah
bercerita bahwa mustika naga dari Gunung Emas, yaitu Kim-san
Liong-cu itu juga dapat dibuat menjadi pedang yang ampuh"
Tidak sukar bagi Liong-li untuk mencari tempat kediaman Hek-sim
Lo-mo yang bagi semua orang kang-ouw disebut Beng-cu (Pemimpin
Rakyat). Akan tetapi ketika ia tiba di sana, benar saja seperti
pemberitahuan orang pertama dari Twa-to Ngo-houw sebelum tewas,
Hek-sim Lo-mo tidak berada di tempatnya.
Rumah yang menjadi tempat tinggal Hek-sim Lo-mo besar dan
megah, seperti rumah seorang hartawan besar. Rumah besar itu
dikelilingi pagar tembok yang tinggi dan selalu ada belasan orang
yang bertugas jaga di pinta gerbang, seperti rumah tinggal seorang
pembesar tinggi yang penting saja. Hanya bedanya, kalau para
penjaga rumah pembesar adalah perajurit-perajurit jaga yang
mengenakan pakaian perajurit, maka para penjaga di pintu gerbang
rumah Hek-sim Lo-mo adalah orang-orang yang mengenakan pakaian
yang ringkas, pakaian ahli silat dan sikap itu galak dan congkak.
254 Ketika belasan orang kasar ini melihat seorang gadis cantik
menghampiri pintu gerbang, mereka tercengang dan sambil
menyeringai dan menjual lagak mereka berlumba untuk menyambut.
"Hendak mencari akukah, nona manis?"
"Siapakah namamu, sayang?"
"Aduh cantiknya, sudah bersuamikah, atau masih perawan?"
"Kalau janda, mari ikut aku saja, tanggung puas dan senang!"
Melihat wajah-wajah kasar menyeringai kepadanya dan mendengar
kata-kata rayuan kasar dan kurang ajar itu, Liong-li hanya tersenyum.
Senyumnya manis bukan main sehingga belasan orang laki-laki itu
menjadi semakin tergila-gila dan masing-masing mendapatkan suatu
harapan penuh khayal, seolah-olah senyum manis gadis itu ditujukan
khusus kepada setiap orang dari mereka!
Tentu saja sikap para pria ini tidak mengejutkan hati Liong-li. Ia
sudah terbiasa oleh rayuan-rayuan halus kasar seperti itu dari kaum
pria dan ia memandang rendah semua itu, maklum akan kepalsuan
yang tersembunyi di balik nafsu berahi itu.
"Kalian baik sekali," katanya dan senyumnya melebar,
memperlihatkan kilatan gigi seperti mutiara berbaris, dan lidahnya
yang jambon menjilat bibirnya yang merah basah. "Akan tetapi aku
ingin bertemu dengan Kiu-bwe Mo-li dan Hek-sim Lo-mo."
Mendengar betapa ringannya gadis cantik jelita itu menyebut nama
besar kedua orang tokoh yang mereka takuti itu, para penjaga itu
255 saling pandang dengan mata terbelalak. Kepala jaga, seorang laki-laki
berperut gendut sekali, kepalanya juga bundar dan bulat, matanya
sipit, segera melangkah maju dan dia tidak berani main-main lagi,
walaupun suaranya masih mengandung rayuan.
"Nona yang cantik manis, siapakah engkau dan apakah engkau
mengenal betul dua orang yang namanya kau sebutkan tadi?"
"Tentu saja aku mengenal mereka. Aku seorang tamu dan ingin sekali
bertemu mereka. Harap kalian suka berbaik hati untuk melaporkan ke
dalam dan mengundang Mo-li dan Lo-mo keluar untuk menemui
aku!" Si gendut itu mengerutkan alisnya. Gadis ini sungguh lancang sekali,
bicara tentang Beng-cu seolah-olah datuk itu seorang teman baiknya
saja! Ah, jangan-jangan gadis ini memang "teman" Beng-cu. Biarpun
Beng-cu selama ini tidak pernah kelihatan suka bermain-main dengan
wanita, akan tetapi siapa tahu" Gadis ini cukup cantik, bahkan
menarik sekali dan kiranya pantas kalau berhasil menundukkan hati
datuk yang ditakuti itu. "Nanti dulu, nona," kata si gendut yang masih meragu karena dia
tidak tahu siapa gadis ini, kawan ataukah lawan dari Beng-cu. "Tidak
semudah itu untuk menemui Kiu-bwe Mo-li, apa lagi Beng-cu kami.
Apakah engkau ini sahabat mereka" Katakan dulu apa keperluanmu
agar kami dapat melapor ke dalam."
Pada hal kedua orang yang disebut oleh gadis itu tidak berada di
rumah, akan tetapi dia ingin tahu siapa gadis ini dan apa keperluannya
mencari Beng-cu dengan sikap yang demikian lancang.
256 Liong-li masih tersenyum. Ia tidak perlu banyak bicara dengan orangorang seperti mereka ini, yang hanya anak buah rendahan saja.
Sebaiknya ia berterus terang untuk menarik perhatian agar mereka
segera melapor ke dalam. "Ketahuilah bahwa aku datang untuk menghajar Kiu-bwe Mo-li
karena ia melarikan diri ketika kami berkelahi, dan aku hendak
menegur Hek-sim Lo-mo agar dia tidak melanjutkan tindakan jahat
yang dilakukan anak buahnya. Kalau mereka tidak menurut, akan
kubasmi gerombolan penjahat yang dipimpinnya."
Mendengar ucapan itu, belasan orang penjaga saling pandang, dan
ketika seorang di antara mereka tertawa, semua orang ikut pula
tertawa. Ucapan Liong-li itu terdengar lucu oleh mereka.
Si gendut juga tertawa bergelak sampai perutnya bergelombang. "Haha-ha, nanti dulu, nona manis. Siapakah engkau dan apakah engkau
yakin benar bahwa engkau tidak gila?"
"Aku disebut Hek-liong-li dan......"
Belasan orang itu terbelalak. Tentu saja mereka sudah mendengar
nama Dewi Naga Hitam yang menggemparkan Lok-yang beberapa
waktu yang lalu, bahkan mereka sudah mendengar bahwa Beng-cu
mengutus Kiu-bwe Mo-li untuk mencari dan membunuh Hek-liong-li.
Tak mereka sangka bahwa orangnya secantik dan semuda ini
sungguhpun mereka sudah mendengar berita angin bahwa yang
namanya Hek-liong-li adalah seorang wanita muda yang cantik.
Kini mereka memandang gadis berpakaian serba hitam itu dengan
mata terbelalak. Berbeda kini nampaknya. Kalau tadi pakaian hitam
257 yang mencetak bentuk tubuh yang menggairahkan itu indah, kini
keindahan itu mengandung sesuatu yang mengerikan.
"Bagus! Kami harus menangkapmu!" bentak si gendut ketika
mendengar wanita cantik itu memperkenalkan diri sebagai Hek-liongli dan tanpa ragu lagi diapun menubruk. Teman-temannya juga
bergerak, berlumba untuk menubruk tubuh yang padat mulus itu,
bukan saja untuk mencari jasa terhadap Beng-cu, juga mereka ingin
sekali merasakan hangatnya tubuh yang menggairahkan itu.
Liong-li tersenyum simpul, senyum yang mengejek dibarengi pandang
mata marah dan benci. Ia memang paling benci kepada pria yang mata
keranjang dan tidak sopan, kurang ajar terhadap wanita dan tidak
menghargai wanita. Maka, melihat orang-orang, kurang ajar ini
berlomba untuk menangkapnya, iapun cepat menggerakkan kaki
tangannya. Terdengar teriakan-teriakan kesakitan dan empat orang roboh dengan
gigi rontok dan mulut berdarah terkena tamparan dan tendangan kaki
Liong-li! Tentu saja yang lain menjadi terkejut dan marah, lalu
mereka semua menyambar senjata dan mengepung Liong-li dengan
senjata di tangan. Mereka melangkah mengitari gadis itu yang berdiri
di tengah-tengah dengan tenang saja dan senyumnya sejak tadi tidak
pernah meninggalkan mulutnya.
Akan kuhajar mereka semua ini, pikirnya. Akan kuhajar seluruh anak
buah Hek-sim Lo-mo. Tidak perlu membunuh mereka ini yang hanya
merupakan kaki tangan. Yang perlu dibunuh adalah Hek-sim Lo-mo
dan para pembantu utamanya yang jahat dan berbahaya bagi
kehidupan rakyat jelata. Para anak buah rendahan ini hanyalah orang258
orang yang tersesat dan terpengaruh oleh para pimpinan mereka,
cukup hanya menerima hajaran keras agar bertobat.
Ada empatbelas orang penjaga yang mengepungnya. Mereka
memegang bermacam senjata, ada yang memegang golok, pedang,
tombak dan ruyung. Sikap mereka ganas dan penuh ancaman.
Kini mereka tidak lagi memandang dengan mata penuh gairah berahi,
sudah terganti dengan gairah membunuh! Tiba-tiba si gendut yang
memegang sebatang pedang itu menyerang dengan dahsyat dan
agaknya gerakannya ini merupakan aba-aba atau isyarat karena
serentak belasan orang itu menggerakkan senjata masing-masing dan
menyerang Liong-li yang terkepung itu dari segala jurusan.
Namun, mereka terkejut ketika tiba-tiba tubuh gadis itu berubah
menjadi bayangan hitam yang berkelebatan cepat sekali dan
terdengarlah teriakan-teriakan beruntun, nampak segala macam
senjata beterbangan dan disusul robohnya empat orang lagi. Mereka,
roboh tak mampu bangkit kembali karena mengalami luka patah
tulang yang cukup berat! Hal ini membuat para pengeroyok menjadi jerih dan mereka hanya
mengepung dari jarak empat-lima meter sambil mengacung-acungkan
senjata untuk mengancam, akan tetapi tidak ada yang berani
menyerang setelah si gendut itu tadi juga roboh bersama tiga orang
kawan mereka. Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dari dalam rumah. "Heiii! Ada
apa ribut-ribut itu?"
259 Mendengar bentakan itu, para pengepung semakin mundur dan Liongli segera membalikkan tubuh memandang ke dalam rumah,
mengharapkan munculnya orang yang disebut Hek-sim Lo-mo. Akan
tetapi, yang muncul adalah seorang laki-laki yang lebih mirip seekor
lutung atau kingkong dari pada seorang manusia.
Orang itu mukanya seperti monyet, usianya empatpuluh tahun lebih,
tinggi besar kedua lengannya, juga dadanya yang terbuka, penuh
dengan bulu seperti kera. Mukanya hitam dan nampak otot melingkarlingkar di tubuhnya. Sungguh seorang yang amat buruk dan
menyeramkan! Liong-li tidak tahu siapa orang itu, akan tetapi tidak mungkin orang
ini yang disebut Hek-sim Lo-mo, pikirnya. Tentu seorang di antara
kaki tangannya dan agaknya orang ini, tidak boleh dipandang ringan.
Yang jelas, dia memiliki tenaga luar yang amat kuat, kekuatan dari
otot-otot terlatih. Memang orang itu adalah Tiat-pi Hek-wan (Lutung Hitam Berlengan
Besi) dan bernama Lu Sek Kwa, seorang di antara kaki tangan Heksim Lo-mo yang berwatak kejam dan sadis, dijadikan algojo tukang
siksa orang oleh Hek-sim Lo-mo. Memang luar biasa sekali orang
yang satu ini. Dia mendapatkan kenikmatan dalam menyiksa orang!
Makin tersiksa orang itu, meratap, merintih dan menangis, makin
gembiralah hatinya. Dia pula yang menyiksa mendiang Pouw Bi Hwa,
puteri mendiang Pouw Sianseng sasterawan yang mendapatkan Kimsan Liong-cu yang dirampas oleh Hek-sim Lo-mo itu.
Hek-sim Lo-mo yang merasa girang sekali berhasil merampas mustika
naga itu dari tangan Pouw Sianseng, membunuh sasterawan itu dan
260 memberikan puterinya, Bi Hwa, kepada manusia berwatak iblis ini.
Tiat-pi Hek-wan Lu Sek Kwa girang sekali dan dia memperkosa dan
mempermainkan gadis itu sampai mati!
Dia melakukannya bukan karena dia seorang yang suka memperkosa
wanita, melainkan karena dia tahu bahwa itulah cara menyiksa gadis
yang paling hebat dan karenanya paling memuaskan hatinya melihat


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

betapa gadis itu meratap, merintih dan mati sedikit demi sedikit di
bawah pandang matanya yang menikmati kesengsaraan yang diderita
korbannya! Ketika Tiat-pi Hek-wan yang bertugas menjaga rumah kediaman
pemimpinnya mendengar suara ribut-ribut, dia segera keluar. Matanya
melebar dan alisnya berkerut ketika dia melihat delapan orang penjaga
roboh dan masih mengaduh-aduh kesakitan, sementara para penjaga
lain dengan senjata di tangan mengepung seorang gadis berpakaian
hitam yang agaknya mengamuk di situ.
"Lu-toako, ia adalah Hek-liong-li yang dicari oleh Beng-cu!" teriak
seorang di antara para penjaga.
"Aha, benarkah itu?"
Dengan dua kali loncatan, Lutung Hitam itu sudah tiba di depan
Liong-li dan dia mengamati gadis itu dari kepala sampai ke kakinya.
Dan dia menyeringai lebar, di dalam hatinya dia tidak percaya bahwa
gadis ini memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Kalau para penjaga
itu roboh adalah karena ketololan mereka.
"Ha-ha-ha, nona. Sebaiknya engkau berlutut dan menyerah agar
kubawa menghadap Beng-cu. Mungkin melihat engkau begini cantik
261 Beng-cu tidak akan membunuhmu. Kalau engkau tidak mau
menyerah, aku akan menyiksamu sampai setengah mati, baru akan
kuhadapkan Beng-cu! Nah, kau pilih yang mana?"
Liong-li melibat betapa sinar mata orang yang buruk ini mengeluarkan
pandang mata yang demikian buas dan kejamnya sehingga ia bergidik.
Orang ini tentu kejam setengah mati, pikirnya. Entah sudah berapa
banyak nyawa orang tak berdosa melayang karena tangan yang
berbulu dan berotot itu. Baru melihat saja, ia sudah merasa amat benci kepada orang itu, akan
tetapi ia menahan diri dan masih tersenyum. Pengalaman-pengalaman
hebat dalam hidupnya, ditambah gemblengan yang diperolehnya dari
Huang-ho Kui-bo, membuat Lie Kim Cu kini menjadi Hek-liong-li
yang memiliki batin dan hati yang amat kuat, tidak mudab terguncang
perasaan apapun juga. "Siapakah engkau?" tanyanya singkat karena sebelum turun tangan ia
ingin tahu dulu siapa lawannya dan apa kedudukannya di bawah
pimpinan "beng-cu" Hek-sim Lo-mo.
"Heh-heh-heh, engkau ingin berkenalan dengan aku" Namaku Lu Sek
Kwa dan orang lebih mengenal aku sebagai Tiat-pi Hek-wan! Dan
nama julukanku bukan kosong belaka, nona. Lihat ini!"
Dia mengambil sebatang golok yang terlempar ke bawah, lalu
menggunakan golok di tangan kanan itu untuk membacok lengan
kirinya sendiri. Terdengar bunyi "takkk!" nyaring sekali dan lengan
itu seperti besi saja, tidak luka sama sekali. Kemudian, sekali dia
menekuk golok itu dengan kedua tangan, maka golok itupun patah
262 menjadi dua potong dan sambil tertawa dia melemparkan dua
potongan golok itu ke atas lantai!
Melihat ini, tahulah Lioag-li bahwa dugaannya benar. Orang ini
seorang ahli gwakang (tenaga luar) yang amat kuat dan mempunyai
kekebalan, terutama pada kedua lengannya.
"Nona, sebaiknya engkau menyerah saja!" seorang di antara para
penjaga tadi berseru. "Sayang kalau sampai orang secantik engkau
menerima siksaannya. Dia adalah algojo dari Beng-cu kami, nona dan
kalau engkau sampai disiksanya, engkau akan merasa menyesal hidup
di dunia ini!" Mendengar ucapan itu, Tiat-pi Hek-wan Lu Sek Kwa tertawa
bergelak, seolah merasa gembira sekali karena mendapatkan pujian
atas kekejamannya. Kini Liong-li sudah berhasil mengenal orang itu,
baik namanya maupun kedudukannya di dalam gerombolan penjahat
itu. Kiranya seorang algojo! Tentu sudah banyak sekali orang tidak
berdosa yang tewas di tangan orang ini, pikirnya. Sudah sepatutnya
kalau orang macam ini, seperti Twa-to Ngo-houw, dihukum mati!
"Bagus, kalau begitu biarlah aku mewakili para korbanmu untuk
membalaskan sakit hati mereka yang telah kausiksa dan kaubunuh!"
kata Liong-li sambil melangkah maju, mendekati manusia iblis itu,
dipandang oleh para penjaga dengan khawatir karena mereka seperti
melihat seekor kelinci yang menghampiri seekor harimau.
Kalau mereka merasa khawatir akan keselamatan Liong-li, hal ini
bukan karena kelemahan hati atau kebaikan hati mereka. Sama sekali
tidak! Mereka hanya merasa sayang kalau gadis secantik itu akan
263 disiksa habis-habisan oleh Tiat-pi Hek-wan!
menyenangkan kalau diserahkan kepada mereka!
Akan lebih Tiat-pi Hek-wan mengeluarkan gerengan marah mendengar ucapan
Liong-li itu. Dia mengembangkan kedua lengannya, seperti seekor
king-kong, lalu menerkam ke depan untuk menangkap Liong-li.
"Wuuuuttt......!!"
Tubrukan itu dielakkan dengan mudah oleh Liong-li sehingga
mengenai angin saja. Namun, Tiat-pi Hek-wan Lu Sek Kwa bukan
hanya memiliki tenaga kuat, melainkan juga pandai ilmu silat. Dia
sudah membalik dan cepat tangan kanannya yang berlengan panjang
itu meluncur ke depan, mencengkeram ke arah kepala Liong-li,
sedangkan tangan kirinya menyusul dengan cengkeraman pula ke arah
dada. Kalau Liong-li menangkis cengkeraman pertama, tentu cengkeraman
kedua itu akan berubah dan menangkap lengannya. Akan tetapi,
Liong-li kembali mengelak. Ia tidak mau menangkis, bukan karena
takut kalah tenaga, melainkan ia enggan bersentuhan dengan orang
yang menjijikkan itu. Lutung Hitam itu menjadi semakin marah. Bertubi-tubi dia
menyerang, kini bukan hanya mencengkeram dan menubruk untuk
menangkap, melainkan diseling dengan tamparan, pukulan dan
tendangan untuk merobohkan gadis itu! Namun, sampai lebih dari
duapuluh kali dia menyerang, selalu mengenai angin kosong saja!
"Perempuan setan, jangan harap dapat lolos dari tanganku!"
bentaknya dan tiba-tiba dia bergulingan dan mengejar Liong-li.
264 Sambil bergulingan, kaki dan tangannya menyerang, menendang,
mencengkeram dan gerakannya cepat sekali.
Liong-li sudah siap. Kalau ia mau, dapat ia sekali hantam
menewaskan orang ini. Akan tetapi ia teringat betapa orang ini telah
menyiksa banyak orang yang tidak berdosa, maka terlalu enak kalau
dia dibikin tewas seketika. Setidaknya dia harus mengalami
penderitaan siksaan! Begitu tubuh itu mendekat dan mencengkeram, ujung kaki Liong-li
meluncur dan tepat mengenai pergelangan tangan yang
mencengkeram. Seketika lengan itu seperti lumpuh dan kembali ujung
sepatu Liong-li menendang dan mengenai pundak.
"Tukkk!" Tendangan itu merupakan totokan pada jalan darah honghu-hiat di belakang pundak.
Sudah diatur tenaganya sehingga tendangan yang seharusnya
mematikan itu, kini hanya mendatangkan rasa nyeri yang hebat.
Terdengar Si Lutung Hitam meraung kesakitan. Akan tetapi memang
dia bandel dan kuat. Dia meloncat bangkit dan dengan muka beringas
menahan nyeri, dia sudah menyerang lagi, kedua lengannya kembali
dikembangkan dan menyambar dari kanan kiri!
Liong-li tidak mundur, bahkan melihat kedua lengan itu berkembang
dan dada orang itu terbuka, didahuluinyalah lawan itu dengan
kecepatan gerakannya yang luar biasa. Ia menerjang ke depan dan
sebelum kedua lengan itu sempat bergerak, ia sudah "memasuki" dada
itu dengan pukulan tangan kosong.
"Dessss......!"
265 Liong-li sengaja tidak mempergunakan Hiat-tok-ciang. Kalau ia
menggunakan ilmu ini, tentu lawannya roboh dan tewas. Ia hanya
menggunakan tenaga sin-kang, itupun dengan ukuran agar jangan
meremukkan isi dada lawan. Tubuh Si Lutung Hitam terjengkang dan
dia terbanting keras. Kembali dia mengaduh dan sebelum dia bangkit
berdiri, Liong-li sudah menyusulkan tendangan.
"Desss......!" Tubuh itu terguling-guling, ketika hendak bangun,
disambut tendangan lagi dan terguling lagi sampai empat kali!
Melihat ini, belasan orang penjaga tadi lalu berteriak-teriak
mengepung dan menyerang lagi dengan senjata mereka. Beberapa
orang penjaga keluar dari dalam dan ikut mengeroyok sehingga
kembali Liong-li dikeroyok oleh kurang lebih duapuluh orang!
Liong-li sudah menyambar sebatang tombak yang dapat dirampasnya,
mematahkan bagian ujung yang runcing dan kini ia memegang
sebatang toya yang dapat dimainkannya sebagai tongkat. Tentu saja ia
tidak takut menghadapi mereka dengan tangan kosong, akan tetapi ia
tidak ingin membiarkan pakaiannya terancam robek oleh hujan
senjata. Dengan toya itu di tangan, dengan mudah ia menangkis semua senjata
yang menghujaninya, dan dengan kedua ujung toyanya, ia
merobohkan para pengeroyok satu demi satu. Akan tetapi yang
menjadi sasarannya adalah Si Lutung Hitam yang kini maklum akan
kelihaian gadis itu dan dia sudah mengambil sebatang ruyung besi
yang berat dan besar. Karena dibantu oleh banyak anak buah, Tiat-pi
Hek-wan masih berani menerjang dengan ruyungnya sambil menahan
266 rasa nyeri di beberapa bagian tubuhnya yang tadi kena dihantam dan
ditendang oleh Liong-li. Liong-li memutar toyanya sedemikian rupa sehingga kembali ada dua
orang pengeroyok terjungkal. Yang seorang kena dihantam
sambungan lututnya, yang seorang lagi tersodok perutnya. Ketika ia
merasakan angin pukulan yang amat dahsyat menyambar dari
belakang, tahulah ia bahwa Si Lutung Hitam yang menyerangnya
dengan ruyung. Ruyung itu menyambar dari atas, mengarah kepalanya
yang tentu akan hancur lebur kalau terkena. Liong-li miringkan
tubuhnya, membiarkan ruyung lewat dan ujung toyanya sudah
menotok ke arah siku kanan dari tangan yang memegang ruyung.
"Tukkk..... auhhh....." Ruyung itu terlepas dan jatuh berdentang di atas
lantai ketika Tiat-pi Hek-wan melompat mundur sambil memegangi
lengan kanan dengan tangan kiri. Sambungan siku kanannya terlepas
dan lengan kanan itu menjadi lumpuh.
Maklum bahwa dia tidak akan mungkin menang, walaupun dibantu
banyak orang, Si Lutung Hitam lalu meloncat dan melarikan diri
hendak keluar dari pekarangan depan itu! Liong-li melihat ini. Ia
meloncat jauh menghindarkan diri dari pengeroyokan para penjaga,
dan melihat tubuh tinggi besar itu melarikan diri, iapun lalu
melontarkan toya di tangannya.
Toya itu meluncur seperti anak panah terlepas dari busurnya dan tak
dapat dihindarkan lagi, toya itu menusuk punggung Tiat-pi Hek-wan
Lu Sek Kwa. Demikian kuatnya lontaran toya itu sehingga menembus punggung
sampai ke dada! Robohlah Si Lutung Hitam tanpa dapat bersuara lagi,
267 roboh dan tewas seketika, menelungkup akan tetapi dadanya tidak
menyentuh tanah karena terganjal oleh ujung toya yang menembus
dadanya! Melihat robohnya jagoan ini, para anak buah yang berada di tempat itu
menjadi ketakutan dan tanpa dikomando lagi, merekapun melarikan
diri, meninggalkan teman-teman mereka yang terluka parah.
Hek-liong-li berdiri sambil tersenyum memandang kepada mereka,
lalu dengan tenang ia memasuki rumah itu untuk mencari Kiu-bwe
Mo-li, Hek-sim Lo-mo atau anak buahnya. Akan tetapi rumah itu
sudah kosong, kecuali wanita-wanita dan para pelayan yang sama
sekali tidak diganggu oleh Liong-li. Ia menangkap seorang pelayan
wanita yang nampak ketakutan, menghardiknya.
"Hayo katakan di mana adanya Hek-sim Lo-mo, Kiu-bwe Mo-li dan
yang lainnya lagi. Di mana mereka?"
Pelayan itu dengan muka pucat dan tubuh gemetar menggelengkan
kepalanya, dan hanya berkata, "Tidak tahu...... saya tidak tahu......."
berkali-kali. Tahulah Liong-li bahwa semua orang di situ tentu saja takut setengah
mati kepada Hek-sim Lo-mo dan tidak akan berani mengaku, atau
memang benar tidak tahu karena mereka ini hanyalah para pembantu
rumah tangga dan para wanita yang agaknya menjadi para penghibur
tokoh-tokoh sesat itu. Ia teringat akan keterangan orang pertama Twato Ngo-houw, maka tanpa banyak cakap lagi iapun meninggalkan
tempat itu. 268 Untung bahwa ia cepat pergi karena tidak lama kemudian, ada
pasukan keamanan kota Lok-yang yang datang ke tempat itu. Mereka
ini menerima laporan dari anak buah Hek-sim Lo-mo bahwa ada
wanita "jahat" yang mengamuk dan membunuhi orang, maka
pembesar setempat segera mengirim perwira yang memimpin pasukan
untuk menangkapnya. Memang pengaruh Hek-sim Lo-mo amat besar, bukan saja terhadap
semua orang golongan hitam, bahkan diapun dengan cerdik
mengadakan hubungan baik dengan para pejabat dan pembesar
setempat. Tentu saja dia harus membeli hubungan baik ini dengan
harta benda yang cukup banyak. Dengan adanya hubungan baik ini
maka kedudukannya terlindung.
Semua rumah pelesir, rumah judi dan segala macam tempat maksiat di
mana orang-orang bersenang-senang dan membuang uang, dikuasai
oleh Hek-sim Lo-mo dan anak buahnya. Tempat-tempat seperti itu
menghasilkan banyak uang, maka tentu saja mudah baginya untuk
mengeluarkan harta benda yang cukup besar untuk dibagi-bagikan
kepada para pembesar, sekedar "bagi hasil". Semua usahanya itu
terlindung dan keadaan aman baginya.
Dan kini, ketika Liong-li melakukan penyerbuan, anak buah Hek-sim
Lo-mo tanpa ragu-ragu lari melapor kepada pembesar komandan
keamanan Lok-yang dan pembesar ini cepat mengirim pasukan untuk
menangkap si "penjahat". Keadaan seperti ini terjadi kapan saja dan di
mana saja selama manusia masih menjadi hamba dari pada nafsu
keinginannya sendiri yang selalu mengejar kesenangan melalui uang
atau harta. 269 Pengejaran inilah yang mendatangkan segala macam penyelewengan
dalam kehidupan manusia, tidak perduli apapun kedudukannya
maupun pangkatnya. Pengejaran membuat kita menjadi buta, tidak
lagi melihat bahwa cara yang kita pergunakan adalah buruk dan tidak
sehat. Yang menentukan adalah caranya, bukan tujuannya, karena
pelaksanaan cara inilah isi kehidupan.
Cara yang buruk sudah pasti mendatangkan hasil yang buruk pula,
tidak perduli betapa mulukpun gambaran cita-cita atau tujuan itu.
Sayang sekali bahwa kebanyakan dari kita terlalu mementingkan citacita, terlalu mementingkan tujuan sehingga dalam banyak hal terjadi
kepincangan di mana tujuan menghalalkan segala cara! Cita-cita dan
tujuan hanyalah permainan pikiran yang menggambarkan gagasangagasan muluk, sebaliknya cara adalah derap langkah kehidupan
sehari-hari. Derap langkah atau perbuatan sehari-hari inilah yang
penting, bukan gagasan dan lamunan yang muluk- muluk. Kalau cara
yang kita tempuh setiap saat ini baik, sudah tidak ada persoalan lagi
apakah hasilnya baik atau tidak baik yang hanya merupakan penilaian
saja, dan cara yang baik hanya satu, yaitu apabila berlandaskan cinta
kasih. Dan cinta kasih ini tak mungkin ada selama si aku merajalela, selama
yang ada hanya pementingan diri pribadi, demi kesenangan diri
pribadi. Pementingan diri pribadi ini menimbulkan konflik,
pertentangan, kemarahan, kekecewaan, kebencian dan permusuhan.


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan dalam keadaan seperti itu, bagaimana mungkin ada cinta kasih"
Tempayan air yang kotor tidak mungkin dapat menampung air yang
jernih. Bersihkan dulu tempayan itu dari segala kotoran, dan air yang
ditampungnya akan bersih dan jernih!
270 Lie Kim Cu atau Hek-liong-li dengan cepat melakukan perjalanan
menuju ke Pegunungan Fu-niu-san. Ia akan pergi ke dusun Gi-bocung di kaki Fu-niu-san, seperti yang diceritakan oleh orang pertama
Twa-to Ngo-houw dalam pesan terakhirnya, bukan saja untuk mencari
Hek-sim Lo-mo dan kaki tangannya, akan tetapi juga untuk
menyelidiki tentang mustika naga yang kabarnya terjatuh ke tangan
Hek-sim Lo-mo itu. "Y" Kuburan itu kuno sekali, akan tetapi masih nampak megah dan kokoh
kuat. Tembok-temboknya sudah penuh lumut, dan lantainya sudah
banyak yang rusak, namun bangunan bong-pai dan empat tiang
penyangga bangunan yang bentuknya seperti kuil itu masih kokoh.
Itulah kuburan kuno yang amat terkenal di antara orang-orang dunia
persilatan. Sudah puluhan tahun lamanya, tempat ini menjadi sasaran
pencarian sebuah benda ajaib yang disebut mustika naga.
Kuburan itu terletak di bukit Kim-san (Bukit Emas) di lembah Huangho dan terkenallah sebutan Kim-san Liong-cu (Mustika Naga Gunung
Emas) yang diperebutkan oleh semua orang gagah di dunia persilatan.
Dikabarkan dari mulut ke mulut bahwa mustika naga itu
disembunyikan di tempat itu, di sekitar kuburan kuno seorang
pangeran itu. Banyak sudah tokoh kang-ouw yang tewas dalam perebutan ini, dan
kuburan itu sendiri sudah dibongkar, diobrak-abrik, tulang-tulang
kerangka tua itupun diobrak-abrik, namun tidak ada yang dapat
menemukan benda pusaka itu! Tak seorangpun tahu siapa yang telah
menemukan benda itu, dan di mana tempatnya.
271 Cin Hay berjalan seorang diri mendaki bukit Kim-san. Sunyi lengang
saja di sekitar tempat itu dan ketika dia tiba di puncak, dia melihat
bangunan kuburan kuno itu berdiri megah dan tua, juga amat sunyi.
Cin Hay teringat akan dongeng dari mendiang gurunya, yaitu Pek I
Lojin yang menceritakan bahwa di tempat ini pernah terjadi perebutan
mustika itu antara orang-orang pandai sehingga banyak jatuh korban.
Sukar membayangkan tempat yang kini amat sunyi itu pernah menjadi
medan perkelahian antara orang-orang sakti yang memperebutkan
benda yang disebut Kim-san Liong-cu. Gurunya memesan agar dia
pergi ke tempat itu dan menyelidiki di mana adanya Kim-san Liongcu! Bagaimana mungkin" Bukankah sudah puluhan orang sakti di
dunia persilatan mencari dan hasilnya sia-sia belaka, bahkan banyak
yang mengorbankan nyawa"
Cin Hay menarik napas panjang kalau teringat gurunya yang amat
baik itu. Dia dapat menduga bahwa tentu gurunya ingin sekali
mendapatkan Kim-san Liong-cu, dan karena tidak berhasil, maka
gurunya itu memesan kepada dia, murid tunggalnya, untuk
melanjutkan cita-citanya yang tidak tercapai itu! Dia sendiri tidak
mempunyai keinginan mendapatkan benda ajaib itu, akan tetapi
mengingat akan pesan terakhir suhunya, maka Cin Hay datang juga ke
tempat ini. Dengan perlahan-lahan Cin Hay menghampiri bangunan kuburan
yang seperti kuil bentuknya itu. Temboknya sudah berlumut,
gentengnya sudah banyak yang pecah dan bangunan itu nampak
menyeramkan. Akan tetapi ketika dia tiba di depan kuburan itu, cepat
dia menyelinap di balik dinding bangunan karena dia melihat seorang
272 laki-laki muda sedang berdiri menghadapi makam dengan kepala
tunduk. Tidak ada orang lain kecuali laki-laki muda yang berpakaian
sastrawan itu dan Cin Hay merasa heran sekali apa yang akan
dilakukan orang itu, seorang diri saja di tempat yang menyeramkan
ini. Apakah orang itupun mempunyai niat yang sama dengan dia,
menyelidiki dan berusaha mencari Kim-san Liong-cu yang kabarnya
hilang itu" Dia menyelinap mendekati dan mengintai, ingin sekali tahu
apa yang akan dilakukan orang itu.
Orang itu kini berubah sikapnya, tidak lagi menunduk, melainkan
mengangkat muka memandang ke arah makam, mengepal tinju dan
wajahnya yang tadi pucat itu kini nampak marah. Dia seorang pemuda
yang usianya sebaya dengan Cin Hay, kurang lebih duapuluh lima
tahun, tubuhnya tinggi kurus dan pakaian sastrawan yang menutupi
tubuhnya itu longgar dan kusut. Wajahnya agak pucat dan matanya
tadi membayangkan kedukaan walaupun kini mata itu bersinar marah.
"Kiang-sun-ong, engkau sungguh orang yang terlalu banyak dosa!
Setelah matipun engkau masih saja mendatangkan malapetaka bagi
orang-orang lain sehingga banyak sekali orang yang mati karena
engkau! Sungguh, aku kutuk engkau, semoga nyawamu mendapat
hukuman yang paling berat di alam sana!" Setelah mengeluarkan
umpatan itu, dia nampak lemas lalu menjatuhkan diri berlutut dan dia
menangis, mulutnya mengeluh dan menyebut nama, "Bi Hwa...... Bi
Hwa......!" Dia secara tiba-tiba bangkit berdiri kembali, dan matanya menjadi
beringas. "Bi Hwa, tunggulah, aku menyusulmu......!" Tiba-tiba dia
273 lari ke depan dan membenturkan kepalanya ke arah dinding dengan
jalan melompat ke depan. "Plakkk!" Kepala itu tidak mengenai dinding dan tidak hancur seperti yang
diharapkannya! Kepala itu bertemu dengan telapak tangan dan
pemuda berpakaian putih itu telah berdiri di depannya setelah
mendorongnya dengan halus ke belakang. Cin Hay yang tadi
bersembunyi dan mengintai, telah cepat meloncat dan menghalangi
pemuda sastrawan itu membunuh diri!
"Kau..... kau....., lancang mencampuri urusanku!" bentak pemuda
sastrawan itu dan diapun menyerang Cin Hay dengan pukulan yang
cukup dahsyat! Cin Hay terkejut dan heran sambil mengelak dengan cepatnya. Orang
itu melanjutkan serangannya, mengirim pukulan bertubi-tubi ke arah
Cin Hay yang mempergunakan kelincahan gerakan kakinya untuk
mengelak dan juga menangkis sambil membatasi tenaganya. Dia tahu
bahwa orang ini sedang putus asa dan marah karena niatnya
membunuh diri dihalangi, maka dia tidak menjadi marah melihat
orang itu menyerangnya, bahkan merasa semakin kasihan.
"Nanti dulu, sobat. Tahan dulu seranganmu. Orang pemarah seperti
engkau ini, bagaimana bisa mempunyai keinginan nekat membunuh
diri" Engkau masih mempunyai keinginan besar membunuh orang
lain, kenapa ingin bunuh diri secara pengecut?"
"Keparat! Engkau lancang dan berani memaki aku pengecut" Biarlah
kubunuh dulu engkau, baru aku akan bunuh diri!" bentak pemuda
274 sastrawan itu dan dia sudah mencabut pedang dan menyerang dengan
pedangnya. Seperti serangan tangan kosong tadi, serangan pedangnyapun hebat!
Cin Hay mengerutkan alisnya. Orang ini memang sudah nekat dan
agaknya kedukaan yang besar membuat jalan pikirannya tidak sehat
lagi dan kalau dibiarkan begitu akan berbahaya. Dia miringkan tubuh
dan dari samping dia menotok pergelangan tangan, terus merampas
pedang dan sebelum sastrawan muda itu bergerak, Cin Hay sudah
merobohkan orang itu dengan totokan yang melumpuhkan kaki
tangannya! "Bagus, kau lihai. Bunuh saja aku! Aku tidak ingin hidup lebih lama
lagi!" kata sastrawan muda itu, kini kemarahan lenyap dan mukanya,
terganti kedukaan seperti tadi.
Cin Hay menarik napas panjang, lalu dia duduk di atas lantai di depan
pria itu, meletakkan pedang rampasannya di atas lantai dan dengan
cepat dia membebaskan totokannya sehingga orang itu dapat bergerak
kembali. "Nah, marilah kita bicara baik-baik, sobat. Kulihat engkau memiliki
ilmu silat yang lumayan, dan melihat pakaianmu, tentu engkau
seorang yang terpelajar pula. Sebagai seorang ahli silat dan ahli sastra,
mustahil engkau tidak tahu bahwa bunuh diri merupakan perbuatan
yang rendah, hina dan pengecut. Hidup adalah tantangan dan kita
harus menghadapinya, pahit maupun manis. Nah, mari kita bicara,
siapa tahu, aku akan dapat membantumu, sobat. Namaku Tan Cin Hay
dan sebut saja aku Pek-liong-eng (Pendekar Naga Putih) karena aku
lebih suka dikenal dengan nama julukan itu."
275 Pemuda sastrawan itu sejenak mengamati wajah Cin Hay, lalu dia
menggeleng kepalanya dan menarik napas panjang. "Engkau boleh
jadi seorang pendekar besar yang budiman, tai-hiap (pendekar besar),
akan tetapi aku sangsi apakah engkau akan mampu menolongku untuk
membalas semua dendam ini. Musuhku adalah orang yang menjadi
datuk kaum sesat dan biar ada seratus orang seperti aku masih belum
cukup untuk dapat melakukan balas dendam!"
Mendengar ini, diam-diam Cin Hay terkejut. Kalau benar kata orang
itu, tentu musuhnya itu sakti bukan main!
"Sobat, sudah menjadi kewajibanku untuk membantu yang lemah
tertindas, menentang yang kuat dan jahat. Kalau memang engkau
mempunyai penasaran dan patut dibela, percayalah, betapapun
saktinya musuhmu itu, aku tentu akan mencoba untuk menentangnya.
Nah, maukah engkau bercerita tentang keadaanmu?"
"Nanti dulu, tai-hiap. Sebelumnya aku ingin bertanya, bagaimana
engkau dapat berada di tempat ini dan apa maksudmu datang ke
kuburan Kiang-sun-ong ini?"
"Aku baru sekarang tahu bahwa ini kuburan seorang yang bernama
Kiang-sun-ong. Aku hanya memenuhi pesan mendiang guruku untuk
datang ke kuburan seorang pangeran yang kuno ini dan melakukan
penyelidikan tentang benda yang disebut Kim-san Liong-cu."
"Ah, benda keparat itu! Dan terkutuk Pangeran Kiang-sun-ong yang
setelah mati masih menyimpan benda itu sehingga .menimbulkan
korban banyak orang, dan yang terakhir...... tunanganku yang
tercinta......" 276 Pemuda itu nampak berduka sekali. Cin Hay membiarkan pemuda itu
menghanyutkan diri dalam duka dan sejenak dia mengamati wajah
yang kini memejamkan mata dan nampak layu itu. Setelah pemuda itu
membuka mata kembali, Cin Hay segera berkata.
"Sobat, jangan mengira bahwa hanya engkau seorang saja yang
pernah menderita duka kehilangan seorang tunangan yang tercinta!
Banyak sekali manusia di dunia ini yang menderita seperti engkau,
bahkan lebih menderita lagi, akan tetapi jarang yang mengambil
keputusan pendek seperti engkau. Aku sendiri juga kehilangan isteriku
yang tercinta dan anak dalam kandungannya. Banyak teman
sependeritaanmu, sobat, dan kurasa setiap orang manusia mempunyai
kesengsaraan dan penderitaan masing-masing."
"Akan tetapi tentu isterimu itu tidak terbunuh seperti tunanganku,
ternoda dan terbunuh!"
"Hemm, siapa bilang tidak" Isteriku juga menjadi korban perkosaan
dan penghinaan sampai mati," kata Cin Hay dan mendengar ini,
pemuda itu membelalakkan matanya lalu memegang lengan Cin Hay.
"Maafkan aku...... ah, aku memang pengecut dan terlalu besar iba
diriku. Akan tetapi, engkau begini lihai, kenapa tidak menuntut balas
atas nasib yang menimpa isterimu?"
Cin Hay mengangguk. "Aku sudah membalas dendam itu."
"Ah, kalau begitu, mungkin saja engkau akan mampu membantuku,
tai-hiap. Aku bernama Song Tek Hin. Tunanganku bernama Pouw Bi
Hwa dan ayahnya bernama Pouw Sianseng, seorang sastrawan yang
pandai dan cukup terkenal. Calon mertuaku itu pada suatu hari
277 menemukan sebuah peta kuno di mana terdapat tulisan kuno yang
sukar dibaca. Ayah mertuaku itu dapat membacanya dan ternyata itu
adalah peta rahasia penyimpanan Kim-san Liong-cu."
Cin Hay tertarik sekali, tak disangkanya bahwa orang muda yang
hampir membunuh diri ini membawa cerita yang amat penting dan
menarik mengenai Kim-san Liong-cu yang dicarinya seperti yang
dipesankan oleh mendiang suhunya.
"Menurut petunjuk peta, akhirnya dia dapat menemukan mustika naga
itu. Bukan di kuburan ini disimpannya, melainkan di satu tempat di
bukit ini. Karena maklum bahwa mustika itu dijadikan rebutan oleh
tokoh-tokoh kang-ouw, maka ayah mertuaku itu menyimpannya di
bawah kulit perutnya! Akan tetapi malang baginya, rahasia itu
ketahuan oleh Hek-sim Lo-mo, seorang di antara Kiu Lo-mo yang kini
menjadi datuk sesat yang memiliki kekuasaan besar. Ayah mertuaku
lalu diculik, dan tunanganku juga diculik! Karena aku tidak mampu
melawan mereka, aku hanya dapat melakukan penyelidikan saja dan
membayangi ke mana mereka dibawa pergi. Kiranya mereka
dihadapkan kepada Hek-sim Lo-mo seperti yang dapat kudengar dari
hasil penyelidikanku. Ah, untuk mengetahui tentang nasib mereka
saja, aku harus menyogok banyak anggauta penjahat sehingga
menghabiskan semua harta bendaku, baru aku dapat memperoleh
keterangan yang jelas tentang mereka......" Dan wajah itupun diliputi
kedukaan kembali. Cin Hay tertarik sekali. Pantas para tokoh kang-ouw tidak berhasil
menemukan Liong-cu di kuburan itu. Kiranya telah didahului oleh
Pouw Sianseng, seorang sastrawan yang berhasil mendapatkannya
278 melalui peta kuno yang menunjukkan di mana mustika itu
disembunyikan! "Kemudian, apa yang terjadi dengan mereka dan Liong-cu itu!"
"Datuk sesat yang seperti iblis itu memaksa ayah mertuaku mengaku
dengan jalan menyiksa tunanganku. Mustika itu diambil dengan paksa
dari perut ayah mertuaku, dan keparat jahanam itu lalu menyuruh anak
buahnya yang berjuluk Tiat-pi Hek-wan untuk memperkosa Bi Hwa
sampai mati...... ah, Bi Hwa....." Pemuda itu menggigit bibir menahan
kepedihan hatinya membayangkan apa yang terjadi dengan
tunangannya. "Dan ayah mertuaku akhirnya juga dibunuh."
"Hemm, lalu apa yang telah kaulakukan selama ini?"
"Aku telah mencari Tiat-pi Hek-wan di Lok-yang dan dalam
perkelahian, aku kalah karena dikeroyok oleh dia dan anak buah lain.
Baru menghadapi dia saja aku kalah dan hampir mati, apa lagi harus
menghadapi Hek-sim Lo-mo dan para kaki tangannya yang kabarnya
amat lihai, jauh lebih lihai dari pada Tiat-pi Hek-wan. Aku menjadi
putus asa dan dari pada menanggung derita batin seperti ini, tadi
aku...... aku......"
"Sudahlah, saudara Song Tek Hin. Aku akan membantumu
menghadapi mereka! Sudah menjadi kewajibanku untuk menentang
Hek-sim Lo-mo dan kaki tangannya dan terus terang saja
kuberitahukan padamu bahwa selain menentang mereka karena
mereka jahat, juga aku akan mencoba untuk merampas mustika naga
itu, seperti dipesan oleh mendiang guruku."
279 Wajah Song Tek Hin nampak bercahaya, agaknya dia memperoleh
harapan baru. "Aku sama sekali tidak menghendaki mustika naga yang hanya akan
menimbulkan banyak gangguan dalam hidup itu. Aku hanya ingin
melihat orang-orang jahat itu tertumpas dan menerima hukuman
mereka. Marilah, tai-hiap. Aku tahu di mana adanya Hek-sim Lo-mo
dan kaki tangannya. Sudah kuselidiki dan mereka itu pergi ke dusun
Gi-ho-cung di kaki Gunung Fu-niu-san, di rumah seorang ahli
pembuat pedang bernama Thio Wi Han."
"Eh, kenapa mereka ke sana?"


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa lagi kalau bukan membuatkan pedang dari mustika naga itu?"
Diam-diam Cin Hay dapat pula menduga karena mendiang gurunya
pernah bercerita tentang Liong-cu itu yang dapat menjadi bahan
senjata yang ampuh sekali. Berangkatlah mereka meninggalkan Bukit
Emas, menuju ke pegunungan Fu-niu-san, dan dalam perjalanan ini
Cin Hay mengenal Song Tek Hin sebagai seorang pemuda yang ahli
dalam ilmu sastra dan juga memiliki ilmu silat yang cukup lumayan,
dan watak yang pendiam dan serius.
<> Keterangan yang didapat Song Tek Hin tentang Hek-sim Lo-mo
memang benar. Pada waktu itu, Hek-sim Lo-mo memang berada di
dusun Gi-ho-cung di kaki Pegunungan Fu- niu-san. Hampir tiga bulan
telah lewat sejak dia menyerahkan Liong-cu kepada Thio Wi Han dan
kini mustika naga itu telah menjadi dua batang pedang yang sudah
hampir selesai! 280 TOK-GAN-LIONG Yauw Ban, pembantu utamanya, juga berada di
dusun itu dan Yauw Ban inilah yang sering mengunjungi pondok si
ahli pembuat pedang, dan mengepalai Wei-ho Cap-sha-kwi yang
masih terus berjaga di dalam bangunan darurat yang mereka buat tak
jauh dari rumah kakek pembuat pedang. Selain Tok-gan-liong Yauw
Ban dan Cap-sha-kwi, juga para pembantu utama lain dari Hek-sim
Lo-mo berada di situ. Mereka adalah Jai-hwa Kongcu Lui Teng, si pelajar sesat yang gila
perempuan, dan He-nan Siang-mo (Sepasang Iblis He-nan), dua orang
saudara kembar yang lihai dengan golok mereka itu. Mereka semua
berada di situ atas perintah Hek-sim Lo-mo yang maklum betapa
pentingnya menjaga Liong-cu yang sedang dibuat pedang itu.
Dia tahu bahwa kalau sampai rahasia pembuatan pedang itu bocor,
seluruh jagoan dunia persilatan tentu akan datang dan berusaha
merampas mustika naga itu! Maka, dia tidak mau mengambil resiko
dan mengumpulkan para pembantu utamanya di dusun itu untuk
berjaga-jaga. Dan tak lama kemudian bahkan Kiu-bwe Mo-li muncul
di dusun itu, menyusul pemimpinnya.
Akan tetapi laporan wanita iblis ini membuat Hek-sim Lo-mo marah
sekali. Begitu Kiu-bwe Mo-li melaporkan bahwa Hek-liong-li telah
menewaskan Twa-to Ngo-houw dan bahwa Kiu-bwe Mo-li terpaksa
melarikan diri karena tidak mampu mengalahkan gadis itu, Hek-sim
Lo-mo mengeluarkan suara gerengan marah dan dia menggerakkan
tangannya ke arah wanita itu, dan angin pukulan yang amat kuat
menyambar ke arah Kiu-bwe Mo-li. Wanita iblis ini terkejut bukan
main, berusaha mengelak akan tetapi tetap saja angin pukulan
membuat ia terpelanting keras sekali.
281 Untunglah bahwa Hek-sim Lo-mo tidak melanjutkan serangannya
karena segera teringat bahwa tidak ada gunanya marah dan
menghukum pembantunya yang diandalkan itu. Tadi dia hanya merasa
kecewa dan marah mendengar betapa ada gadis muda yang berani
menentangnya, bahkan sudah membunuh lima orang pembantunya,
yaitu Twa-to Ngo-houw. "Keparat kau, Kiu-bwe Mo-li! Tidak malukah engkau melaporkan
bahwa engkau kalah oleh seorang gadis muda saja" Sungguh aku
merasa ikut malu mempunyai seorang pembantu yang lemah macam
Rajawali Sakti Dari Langit Selatan 14 Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin Jala Pedang Jaring Sutra 7

Cari Blog Ini