Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 6
lama semakin lebar dan akhirnya dari dalam gulungan sinar pedang itu
menyambar mata pedang, bagaikan kilat cepatnya menyambar ke arah
leher Cin Hay! Bukan hanya dahsyat sekali serangan ini, melainkan
juga amat indah gerakannya sehingga Cin Hay memandang kagum.
Namun diapun tahu akan bahayanya serangan lawan, maka cepat dia
meloncat ke belakang, menggerakkan pedangnya menangkis dari
samping. 352 "Cringgg......!" Kembali bunga api berpijar, dan pedang di tangan Cin
Hay, begitu bertemu pedang lawan sengaja dia pentalkan ke samping
untuk terus membabat ke arah pergelangan tangan lawan yang
memegang pedang. Akan tetapi, Kim Cu juga sudah tahu akan siasat
ini dan cepat ia menarik kembali pedangnya yang tertangkis, memutar
pergelangan tangannya sehingga pedangnya membentuk lingkaran
menutup serangan lawan yang terpaksa menarik kembali pedangnya
karena jalan ke arah lengan gadis itu tertutup sudah.
Terjadilah perkelahian pedang yang amat cepat, amat kuat dan juga
amat indah dipandang. Tubuh keduanya seperti digulung sinar hitam
dan putih! Tanpa mereka sadari, pertemuan pedang yang berkali-kali
itu, disertai tenaga sin-kang yang amat kuat, membuat kedua pedang
itu tergetar hebat dan cat yang menutupi kedua pedang itu terlepas dan
kini nampaklah bentuk aseli kedua pedang itu.
Pedang di tangan Cin Hay berubah menjadi sebatang pedang berwarna
putih gelap dan sinar pedangnya menjadi putih, sedangkan pedang di
tangan Kim Cu menjadi sebatang pedang hitam yang sinarnya hitam
sekali. Juga pedang-pedang itu amat indahnya, buatannya halus dan
ada ukiran naga di batang pedang-pedang itu.
Pedang Naga Putih dan Pedang Naga Hitam! Pedang jantan dan
pedang betina yang terbuat dari Kim-san Liong-cu dicampur baja biru.
Inilah sepasang pedang pusaka yang asli, buatan kakek Thio Wi Han
yang dipesan oleh Hek-sim Lo-mo. Adapun sepasang pedang yang
hampir serupa bentuknya, yang palsu, terjatuh ke tangan Kiu-bwe Moli dan Lui Teng.
353 Setelah bertanding selama belasan jurus, baik Cin Hay maupun Kim
Cu merasa betapa lihainya lawan. Cin Hay merasa khawatir sekali
kalau-kalau pedang hitam gadis itu akan melukai tubuh Thio Wi Han
yang dipanggulnya. Maka dia lalu meloncat agak jauh ke belakang
sambil berseru. "Berhenti!" Kim Cu yang merasa penasaran, mukanya sudah menjadi merah. Ia
mendongkol sekali tidak mampu mengalahkan pemuda ini dan ia pun
menahan gerakan pedangnya sambil memandang dengan mata
mendelik. Ketika mereka saling berpandangan itulah, di dalam hati
masing-masing timbul kekaguman.
Liong-li melihat seorang pria muda yang sudah cukup dewasa,
berwajah tampan, berbentuk sedang dan sederhana dan bersikap gagah
sekali. Bukan ketampanan pemuda ini yang menarik hati Liong-li,
melainkan sinar mata mencorong dan sikap yang penuh kegagahan
tanpa ada bayangan kesombongan itu.
Di lain pihak, Cin Hay juga kagum sekali melihat lawannya. Seorang
wanita muda yang usianya kurang lebih duapuluh tiga tahun,
wajahnya amat manis dengan mulut yang kecil akan tetapi bibirnya
penuh dan merah basah menggairahkan. Di bawah mata kirinya ada
tahi lalat di atas pipi. Ketika wanita muda itu tersenyum mengejek,
nampak lesung pipit di pinggir mulut. Seorang wanita yang cantik
jelita dan manis, dengan bentuk tubuh yang padat berisi, kulit muka
dan leher yang putih mulus, akan tetapi yang lebih dari segalanya
adalah matanya yang bersinar-sinar tajam dan sikapnya yang gagah
perkasa penuh keberanian itu.
354 Mereka bukan hanya mengamati diri masing-masing lawan penuh
perhatian, akan tetapi juga memandang ke arah pedang lawan dan
merekapun kagum. Cin Hay melihat betapa wanita yang pakaiannya
serba hitam itu memegang sebatang pedang yang juga berwarna
hitam! Dan pedang itu tadi ternyata sudah membuktikan
keampuhannya, mampu menandingi pedang di tangannya Sebaliknya
Liong-li juga mengamati pedang di tangan pemuda berpakaian putih
itu, sebatang pedang yang berwarna putih dan yang ampuh sekali.
"Hemm, keparat, mengapa berhenti" Takutkah engkau?" bentaknya
dengan senyum mengejek. Cin Hay adalah orang yang pendiam dan sabar, akan tetapi entah
bagaimana, senyum mengejek dan pandang mata wanita muda itu, apa
lagi kata-katanya membuat perutnya terasa panas juga. Selain itu, juga
ada perasaan penasaran di dalam hatinya karena tadi dia sudah
merasakan betapa lihainya wanita ini sehingga baik tenaga maupun
pedangnya dapat ditandingi oleh wanita galak itu. Dia merasa tidak
percaya kalau dia tidak mampu mengalahkannya dan timbul
keinginannya untuk menguji sampai di mana kepandaian wanita itu
dan kalau mungkin mengalahkannya untuk memberi hajaran atas
kesombongannya. "Aku tidak takut sama sekali! Aku minta berhenti karena pertandingan
antara kita dapat melukai kakek yang kupanggul dan hal ini tidak
kukehendaki sama sekali."
"Bagus! Akupun tidak ingin nenek ini terluka. Nah, mari kita turunkan
mereka lebih dulu, baru kita lanjutkan pertandingan kita kalau
memang engkau berani!"
355 "Huh, siapa takut padamu?" Cin Hay semakin panas ditantang oleh
wanita itu. Mereka menurunkan tubuh kakek dan nenek itu dari panggulan
mereka, kemudian tanpa banyak cakap lagi keduanya sudah saling
terjang seperti dua ekor singa kelaparan yang berebut mangsa, atau
lebih tepat lagi, seperti sepasang naga memperebutkan mustika!
Seekor naga putih dan seekor naga hitam saja layaknya mereka itu.
Cin Hay berpakaian putih dan memegang pedang putih, sedangkan
Liong-li berpakaian hitam dan memegang pedang hitam. Mereka tidak
tahu bahwa nama pedang di tangan mereka itupun Pek-liong-kiam
(Pedang Naga Putih) dan Hek-liong-kiam (Pedang Naga Hitam)!
Permainan pedang mereka amat hebatnya. Karena maklum bahwa
lawan amat tangguh, keduanya sudah mengerahkan seluruh tenaga
dan mengeluarkan kepandaian simpanan sehingga kini tubuh mereka
lenyap menjadi bayangan putih dan bayangan hitam, dan pedang
merekapun menciptakan gulungan sinar putih dan hitam yang saling
belit dan saling tekan. Makin lama serangan mereka semakin dahsyat dan keduanya juga
menjadi semakin kagum di samping rasa penasaran karena sama
sekali mereka tidak mampu mendesak lawan. Cin Hay dapat melihat
bahwa ilmu pedang wanita itu amat ganas dan penuh tipu daya, ciri
khas ilmu silat dari golongan sesat, namun sungguh telah menduduki
tingkat tinggi sehingga ilmunya sendiri yang sudah mantap dan bersih
itu tidak mampu mendesaknya.
Sebaliknya, Liong-li, hampir menangis saking penasaran karena ilmu
pedangnya seolah-olah membentur tembok baja yang membuat semua
356 serangannya gagal dan membalik! Saking penasaran, ia lupa bahwa
yang bertanding dengannya bukanlah musuh, bahkan sama sekali
tidak dikenalnya dan mereka bertandingpun tanpa alasan tertentu!
Ia lupa akan hal ini dan tiba-tiba Lie Kim Cu mengeluarkan bentakanbentakan dengan suara melengking nyaring. Ia telah menambah
serangannya dengan dorongan-dorongan tangan kirinya yang berubah
merah, karena ia telah mempergunakan ilmu pukulan beracun Hiattok-ciang!
Cin Hay terkejut bukan main. Dia agak lengah tadi, sama sekali tidak
mengira bahwa wanita secantik itu dapat mengeluarkan ilmu pukulan
sekeji itu! Dikiranya bahwa wanita berpakaian hitam itu hanya
mengeluarkan pukulan biasa saja, didorong tenaga sin-kang, maka
melihat tangan kiri itu mendorong ke arah dadanya, diapun menarik
kaki kanan ke belakang dan menyambut tangan kiri lawan itu dengan
tangan kirinya pula, menangkis dari samping dalam.
"Plakkk!" Dua telapak tangan bertemu dan akibatnya Cin Hay
mengeluarkan teriakan kaget dan tubuhnya terpelanting!
Kesempatan itu dipergunakan oleh Liong-li Lie Kim Cu untuk
mendesak dengan pedangnya, menyambar ke arah pundak Cin Hay,
bukan untuk membunuh melainkan hanya melukai pundak saja. Akan
tetapi, biarpun Cin Hay merasa betapa tadi hawa panas menyusup
melalui telapak tangannya yang menangkis, membuat tubuhnya
terpelanting dan dadanya terguncang, dia masih dapat menggerakkan
pedangnya menangkis dari bawah.
"Trang-cring-tranggg......!" Tiga kali pedang Liong-li menyambar dan
tiga kali pula Cin Hay menangkis. Akan tetapi pemuda itu merasa
357 betapa pandang matanya berkunang-kunang. Dia telah terkena
pukulan beracun! Kalau perkelahian itu dilanjutkan, dia akan celaka.
Dia harus bersila dan menghimpun hawa murni untuk mengusir hawa
beracun itu, akan tetapi lawannya tidak memberi kesempatan.
Tiba tiba terdengar seruan kakek dan nenek itu hampir berbareng,
"Tahan senjata.....! Jangan berkelahi antara orang sendiri......!
Seruan ini mengejutkan Liong-li yang segera meloncat ke belakang
sambil membalikkan tubuhnya untuk memandang kepada nenek yang
tadi dipanggulnya. Cin Hay merasa bersyukur karena terbebas dari
ancaman maut dan diapun cepat duduk bersila, memandang kepada
kakek Thio Wi Han. Cin Hay dan Kim Cu memandang kepada kakek dan nenek itu yang
kini sudah saling rangkul dalam keadaan luka parah dan mereka itu
terhuyung menghampiri mereka, akan tetapi lalu menjatuhkan diri
duduk di atas tanah sambil saling memapah.
"Orang muda, kenapa engkau berkelahi dengan nona ini?" Thio Wi
Han bertanya. Tadi dia siuman dari pingsannya dan hampir bersamaan, isterinya juga
siuman. Mereka saling menghampiri dengan girang karena
bagaimanapun juga, keduanya masih hidup dan dapat saling berjumpa.
Akan tetapi mereka berdua tidak mengerti mengapa dua orang muda
yang sakti itu kini saling serang mati-matian.
Dengan singkat mereka saling menceritakan pengalaman masingmasing dan tahulah mereka bahwa dua orang yang saling serang itu
adalah penolong mereka dan mungkin terjadi salah paham. Biarpun
358 keduanya sudah terluka parah, mereka mengumpulkan sisa tenaga
untuk mendekati dua orang yang saling berkelahi itu dan mereka
berteriak-teriak menyuruh mereka berhenti berkelahi.
"Aku tidak tahu, locianpwe. Aku sedang berjalan melarikan locianpwe
dari pengejaran musuh, tiba-tiba saja ia muncul dan menyerangku.
Tentu ia seorang di antara anak buah Hek-sim Lo-mo!"
"Ngaco!" Liong-li membentak, "Engkaulah anak buah Hek-sim Lomo, maka aku menyerangmu."
"Aku bukan anak buah Hek-sim Lo-mo!" bantah Cin Hay.
"Akupun bukan!" Liong-li Lie Kim Cu tidak mau kalah.
"Aih, sudahlah......!" kata kakek Thio Wi Han terengah. "Ketahuilah,
nona yang perkasa, yang kautolong adalah isteriku, aku adalah Thio
Wi Han dan pemuda ini menolongku terlepas dari tangan anak buah
Hek-sim Lo-mo, Akan tetapi aku...... ah, aku terluka parah......"
"Jangan terlalu...... banyak bicara....!" Isterinya merangkulnya, juga
dalam keadaan payah. "Kami...... berdua terluka parah..... tubuh kami yang tua tidak sanggup
menahan... ketahuilah...... pedang yang kalian pegang itu... adalah
Pek-liong-kiam... dan Hek-liong-kiam..... jantan dan betina...... berasal
dari Kim-san Liong-cu... jangan sampai terjatuh ke tangan Hek-sim.....
Lo-mo. Kuberikan kepada kalian... pergunakanlah sebaiknya......"
Kakek itu terkulai. Isterinya menjerit lalu terkulai pula.
359 Ketika Cin Hay dan Kim Cu menubruk dan memeriksa, ternyata
keduanya telah tewas! Dalam keadaan masih berlutut saling berhadapan, terhalang dua tubuh
tak bernyawa lagi itu, Cin Hay dan Kim Cu saling pandang. Sampai
lama mereka saling pandang, lalu Kim Cu tersenyum, teringat akan
perkelahian mereka tadi. Cin Hay juga tersenyum, senyum kecut
karena perkelahian itu tadi membuatnya menderita luka dalam yang
ditahannya dan tidak ingin diperlihatkannya kepada lawan atau bekas
lawan itu. "Kita harus kubur mereka......" katanya lirih.
Kim Cu mengangguk setuju, "Ya, dalam satu lubang. Mereka saling
mencinta sampai mati."
Cin Hay mengerutkan alisnya mendengar ucapan ini, akan tetapi tidak
membantah dan tanpa bicara lagi keduanya lalu saling bantu menggali
tanah. Cukup dalam dan lebar untuk mengubur dua jenazah itu.
Biarpun secara amat sederhana, tanpa peti, namun dengan penuh
khidmat Cin Hay dan Kim Cu mengubur jenazah kakek Thio Wi Han
dan isterinya yang tewas secara gagah berani itu.
Setelah memberi penghormatan terakhir, tiba-tiba Cin Hay roboh
terguling. Sejak tadi, dia telah menahan penderitaannya karena nyeri
akibat pukulan beracun Kim Cu tadi. Dia menahannya saja, dan ketika
dia harus menggunakan tenaga untuk menggali lubang dan mengubur
dua mayat, dia telah mengerahkan tenaga yang membuat lukanya
semakin parah. Akhirnya, dia tidak kuat menahan lagi dan ketika
memberi penghormatan di depan makam, dia terguling dan jatuh
pingsan. 360 "Ehhh......?"!!" Kim Cu terkejut dan heran sekali. Cepat ia berlutut di
dekat tubuh pemuda itu dan memeriksanya. Melihat tanda merah di
pergelangan tangan pemuda itu, barulah ia tahu bahwa pemuda itu
telah terluka oleh pukulan Hiat-tok-ciang yang dilakukannya tadi!
"Ah, kiranya dia luka oleh Hiat-tok-ciang tadi?" bisiknya dengan hati
menyesal. Pemuda ini seorang pendekar budiman yang telah menyelamatkan
kakek Thio Wi Han dan biarpun ia belum mendengar semua duduknya
perkara, ia sudah dapat menduga bahwa pemuda itu seorang yang lihai
sekali dan juga gagah perkasa, menimbulkan rasa kagum dan suka di
dalam hatinya. Kini, pemuda itu terluka beracun oleh pukulannya.
Tanpa ragu-ragu lagi Kim Cu lalu membuka kancing baju pemuda itu.
Sejenak mukanya berubah kemerahan. Teringat ia akan pengalamanpengalamannya yang lalu, ketika ia secara terpaksa sekali harus
melayani para pria sebagai seorang pelacur! Betapa ia sudah pandai
dan hafal cara membuka pakaian langganannya dengan cara yang
menarik! Akan tetapi, segera diusirnya ingatannya ini. Ia kini adalah Liong-li!
Ia sekarang adalah seorang wanita perkasa dan di depannya terdapat
seorang pria yang terluka oleh pukulannya, seorang pria yang sama
sekali tidak berdosa! Ia harus menebus kekeliruannya itu dan harus
menyembuhkannya! Kini wajahnya biasa saja dan jari-jari tangannya dengan cekatan
membukai semua kancing baju pemuda itu dan menanggalkan baju
itu. Nampaklah dada yang bidang, dengan kulit yang putih sehat,
tegap dan kuat. Akan tetapi seperti yang diduganya, di sebagian dada
361 kiri terdapat tanda merah dan itu menandakan bahwa racun dari Hiattok-ciang yang tadinya mengenai tangan pemuda itu ketika beradu
lengan dengannya, telah menjalar ke atas dan hawa beracun telah
memasuki dada sebelah kiri.
Dengan ilmu kepandaiannya yang demikian tinggi, pasti pemuda itu
akan mampu mempergunakan sin-kang dan hawa murni untuk
menekan hawa beracun itu keluar, akan tetapi ia merasa heran sekali
mengapa pemuda itu tidak segera melakukannya, bahkan nekat
menggali lubang dan mengubur dua jenazah itu sehingga racun itu
hawanya makin menjalar naik sampai ke dada. Hemm, agaknya
pemuda ini tadi merasa malu kepadanya maka menahan semua
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kenyerian itu, dan akan mengobatinya kalau sudah sendirian. Akan
tetapi agaknya dia terlalu memandang rendah kepada akibat Hiat-tokciang!
Dengan tenang tanpa ragu-ragu, Kim Cu lalu meletakkan kedua
telapak tangannya ke pundak dan dada kiri pemuda itu, lalu
mengerahkan sin-kangnya dan mendorong keluar hawa beracun dari
Hiat-tok-ciang itu. Ia bersila dekat pemuda itu dan kurang lebih
setengah jam saja, warna merah yang tadi nampak di dada kiri pemuda
itu telah lenyap dan kini turun ke lengan kiri.
Kim Cu memandang wajah pemuda itu. Wajah yang tampan dan
halus, seperti wajah seorang pemuda pelajar, tidak pantas menjadi
wajah seorang yang memiliki ilmu silat demikian tingginya. Ia kagum.
Pemuda ini memang hebat ilmu silatnya. Kalau tadi ia tidak
mempergunakan Hiat-tok-ciang, belum tentu ia menang.
362 Dan iapun dapat menduga bahwa pemuda itu agaknya tidak mengira
bahwa ia menghadapi pukulan beracun, maka sampai dapat
terpengaruh dan terkena hawa beracun. Wajah itu ketika dalam
keadaan tidak sadar, nampak seperti orang tidur saja, dan nampak
muda sekali. "Hemm, orang muda yang malang......" katanya lirih.
Cin Hay membuka matanya, bingung melihat dia rebah telentang dan
wanita cantik itu bersila di dekatnya. "Apa...... apa kaubilang?"
tanyanya, masih agak nanar.
"Aku bilang, engkau orang muda yang malang......"
"Hemm, aku tidak muda lagi! Tentu lebih tua darimu, nona!"
"Kalau begitu......, laki-laki yang malang!"
Entah mengapa dia sendiripun tidak tahu, akan tetapi hatinya senang
mendengar dia disebut laki-laki, bukan orang muda! Dan pada saat itu
diapun melihat bahwa bajunya telah dilucuti orang, maka serentak
diapun bangkit duduk dan menutupi dadanya dengan kedua tangan.
Melihat ini, Kim Cu tak dapat menahan diri lagi tertawa.
Cin Hay menyambar pakaian atas itu cepat memakainya sambil
memandang kepada wanita itu dengan alis berkerut.
"Kenapa kau tertawa?"
Dia merasa bahwa dia ditertawai karena wanita itu tertawa sambil
terus memandang kepadanya. Dia merasa mendongkol juga walaupun
363 harus diakuinya bahwa wanita itu sungguh manis sekali kalau tertawa,
tertawa bebas dan tidak malu-malu. Mulutnya terbuka sehingga
kelihatan deretan gigi yang rapi dan putih seperti mutiara, rongga
mulut yang merah dan ujung lidah yang merah muda.
Kini Kim Cu menggunakan saputangan untuk menahan ketawanya,
menutupi mulutnya dengan saputangan dan gerakan ini demikian
penuh gaya kewanitaan yang lembut.
"Engkau...... lucu! Kenapa dadamu kau tutupi" Hik-hik, engkau ini
laki-laki tulen kenapa malu kelihatan dadanya?"
Cin Hay melompat berdiri, mukanya menjadi merah. "Kenapa engkau
menanggalkan bajuku" Tentu engkau yang melakukannya! Tak tahu
malu! Kenapa engkau menanggalkan bajuku?"
Kim Cu masih duduk di atas tanah sambil memandang dengan
senyum manis sekali. Hatinya makin senang, makin kagum. Laki-laki
ini marah-marah karena bajunya ia tanggalkan! Ohh, pada hal, semua
laki-laki dahulu berebut untuk ditanggalkan pakaiannya olehnya! Jelas
bahwa pria yang satu ini memang lain sama sekali.
"Orang tak mengenal budi! Engkau roboh pingsan karena terkena
hawa pukulan beracun. Aku telah membantumu menghilangkan hawa
beracun dari dadamu, dan engkau malah menuduhku yang bukanbukan" Aku tidak tahu malu, ya" Bagus sekali! Apakah engkau
menantangku untuk mengadu kepandaian lagi?"
Kim Cu meloncat bangun dan kini ia sudah memasang kuda-kuda
yang indah, kaki kanan diangkat dan ditekuk sehingga lututnya hampir
364 menempel dada, lengan kanan diangkat lurus menuding ke atas,
tangan kiri melingkar di depan pinggang.
Kini Cin Hay teringat dan dia meraba-raba dada kirinya. Rasa nyeri
itu sudah hilang dari dadanya, dan tinggal di bagian lengan kiri saja,
dari siku ke bawah. Tahulah ia bahwa apa yang diucapkan wanita ini
memang benar. Wanita itu telah melukainya dengan pukulan beracun,
ketika ia pingsan wanita ini pula yang telah mengobatinya, dan ia
malah memaki-makinya. Tadinya dia menduga bahwa wanita ini tidak tahu malu! Diapun
merasa lega, mukanya berubah merah dan diapun tertawa geli melihat
betapa wanita itu sudah memasang kuda-kuda siap untuk bertanding
mati-matian. Kim Cu mengerutkan alisnya, diam-diam melirik ke arah kaki
tangannya. Apakah kuda-kudanya jelek maka pemuda itu
mentertawainya. "Ehh" Kenapa engkau tertawa" Mentertawai aku, ya?"
Cin Hay cepat memberi hormat merangkapkan kedua tangan di depan
dada. "Minta ampun, sama sekali aku tidak mentertawaimu, nona. Mana aku
berani" Aku mentertawai kebodohanku sendiri. Aku yang tidak tahu
malu, nona. Engkau sih...... tahu malu sekali. Aku yang tolol dan aku
berterima kasih, nona. Nah, untuk membuktikan bahwa aku yang tidak
tahu malu, biar kubuka lagi baju ini agar engkau dapat melanjutkan
pengobatanmu, karena aku masih merasa nyeri di lengan kiriku."
365 Cin Hay lalu menanggalkan bajunya dan berdiri dengan tubuh atas
telanjang di depan Kim Cu, sama sekali tidak kelihatan malu-malu
seperti tadi lagi karena dia sudah tidak menduga yang bukan-bukan
terhadap Kim Cu. Anehnya, kini wajah Kim Cu yang menjadi kemerahan! Ia sendiri
merasa heran. Sudah sering ia melihat dada orang, dada pria yang
telanjang. Kenapa kini jantungnya berdebar melihat dada laki-laki
yang tidak dikenalnya ini" Pada hal tadi, meraba dada itu untuk
mengobatinya, ia sama sekali tidak merasa apa-apa! Bodoh kau, Kim
Cu, makinya kepada diri sendiri. Seperti seorang perawan saja kau!
Tak tahu malu! "Ke sinikan lenganmu, biar kuobati," katanya sambil duduk dan Cin
Hay juga duduk di depannya. Keduanya duduk bersila, berhadapan
dan Cin Hay menjulurkan lengan kirinya.
Sejenak Kim Cu memandang dada itu, lengan itu, bulu hitam di
bawah pangkal lengan itu, akan tetapi ia segera dapat menguasai
perasaannya, membuang jauh-jauh getaran dan gejolak perasaan
mudanya, lalu menangkap lengan itu dan menempelkan telapak
tangan kanannya ke atas lengan kiri Cin Hay, mengerahkan sinkangnya.
Cin Hay merasakan betapa ada hawa yang hangat memasuki
lengannya, terasa nyaman sekali. Tiba-tiba dia memejamkan kedua
matanya dan dia harus mengerahkan seluruh kekuatan batinnya untuk
melawan gairah berahi yang tiba-tiba timbul. Sentuhan jari tangan
wanita itu pada lengannya, seolah-olah menyusup ke dalam hatinya
366 dan terasa begitu hangat, begitu lunak dan lembut, mengandung
getaran mesra. Cin Hay segera mengerahkan kekuatannya untuk mematikan semua
rasa dan menutup ingatannya. Pikiran yang biasanya menuntun rasa
dan membangkitkan gairah berahi itu. Diapun berperang sendiri
dengan pikirannya dan akhirnya diapun dapat menguasai dirinya,
menguasai tubuh dan perasaannya dan menjadi tenang kembali
biarpun tubuhnya kini menjadi basah oleh keringat!
Biarpun usianya baru duapuluh tiga tahun, namun Hek-liong-li atau
Lie Kim Cu adalah seorang wanita yang sudah banyak
pengalamannya dengan kaum pria, biarpun pengalaman itu datang
kepadanya secara terpaksa. Maka iapun dapat merasakan dan tahu
bahwa tadi pemuda yang diobatinya itu telah dibakar berahi. Akan
tetapi, ia melihat pula perjuangan Cin Hay melawan gairah itu dan
pemuda itu berhasil, walaupun kini tubuhnya penuh keringat. Diamdiam Kim Cu menjadi semakin kagum.
Pemuda ini memang bukan pria sembarangan yang mudah hanyut
oleh nafsunya sendiri, pikirnya. Sukar mencari seorang pria seperti ini.
Seorang pria pilihan! Iapun melepaskan lengan itu karena semua hawa
beracun akibat pukulan Hiat-tok-ciang telah bersih dari lengan itu.
Cin Hay membuka mata memandang lengannya, menggerakgerakkannya dan memang sama sekali sudah pulih, tidak ada rasa
nyeri lagi. "Terima kasih, engkau baik
mengenakan bajunya yang putih.
sekali, nona," katanya sambil 367 Sepasang mata yang tajam bersinar itu mengamati wajah Cin Hay
penuh selidik, agaknya sinar mata itu ingin menjenguk isi hati pemuda
itu, kemudian Liong-li bertanya, "Hemm, engkau ini memuji ataukah
mengejek, heh?" Cin Hay memandang terbelalak. "Tentu saja memuji, mengapa mesti
mengejek?" "Akulah yang membuat engkau keracunan, masa untuk itu engkau
memujiku?" "Ah, itukah" Akan tetapi, ketika itu engkau menganggap aku sebagai
musuh, nona, dan untuk mengalahkan musuh, engkau
mempergunakan ilmu yang paling ampuh untuk itu, engkau tidak
bersalah." Kim Cu hanya tersenyum saja, akan tetapi diam-diam ia masih
penasaran. Memang tadi ia mampu mengalahkan pemuda ini, akan
tetapi kalau pemuda itu siap siaga sebelumnya, kiranya akan mampu
menolak pukulan beracun Hiat-tok-ciang itu. Ia menang karena curang
dan ia sebenarnya masih ingin sekali menguji kepandaian mereka
berdua, siapa yang sesungguhnya lebih unggul. Akan tetapi tentu saja
ia merasa tidak enak. Ia lalu melirik ke arah pedang yang sudah dipasang di pinggang
pemuda itu. Sebatang pedang pusaka yang baik sekali, tidak kalah
oleh pedang yang diberikan kepadanya oleh nenek tadi.
Apa nama pedang pemuda itu" Pek-liong-kiam! Dan pedangnya
sendiri Hek-liong-kiam sungguh tepat sekali menjadi miliknya.
Bukankah ia juga mempunyai julukan Hek-liong-li (Dewi Naga
368 Hitam)" Maka sudah sepatutnya menjadi pemilik pedang pusaka Hekliong-kiam (Pedang Naga Hitam)! Akan tetapi pemuda itu, pantaskah
menjadi pemilik Pek-liong-kiam"
"Siapakah namamu?" tiba-tiba Kim Cu bertanya. "Aku sendiri dikenal
orang sebagai Hek-liong-li!"
Cin Hay mengerutkan alisnya. Wanita ini bagaimanapun juga sungguh
tinggi hati. Menanyakan namanya akan tetapi tidak mau
memperkenalkan nama sendiri melainkan memperkenalkan nama
julukannya! Akan tetapi di samping rasa tidak puas ini, diapun
terheran. Julukan wanita ini Hek-liong-li! Sedangkan dia sendiri dijuluki Pekliong-eng (Pendekar Naga Putih). Dia tadi sudah merasa heran akan
hal yang amat kebetulan itu. Dia berjuluk Pendekar Naga Putih dan
oleh kakek Thio Wi Han diberi Pedang Naga Putih!
"Aku dikenal orang sebagai Pek-liong-eng," jawabnya singkat.
Sepasang mata itu terbelalak dan muka yang cantik itu menjadi
kemerahan. Merah karena marah. Kedua tangan yang kecil itu dikepal
dan sikapnya seperti hendak memukul sehingga diam-diam Cin Hay
juga siap siaga kalau-kalau dirinya diserang.
"Wah, engkau ini kiranya memang kurang ajar!" bentaknya marah.
Cin Hay yang terbelalak kini. "Aku" Kurang ajar" Eh-eh, bagaimana
sih engkau ini, nona" Apa maksudmu mengatakan aku kurang ajar?"
369 "Engkau hanya ikut-ikutan aku saja! Apakah engkau bermaksud
menghinaku" Katakan saja kalau engkau hendak menantang untuk
bertanding sampai sejuta jurus! Aku tidak takut!"
"Sejuta jurus! Wah, mana kuat, nona. Sungguh mati, bersumpah
disaksikan bumi dan langit aku tidak bermaksud menghinamu, nona,
dan akupun sama sekali tidak ikut-ikutan. Karena tadi nona hanya
memperkenalkan julukan, maka kukira nona tidak ingin berkenalan,
maksudku, tidak ingin saling memperkenalkan nama, maka akupun
tadi hanya memperkenalkan nama julukan yang kuterima dari orangorang. Aku memang disebut Pek-liong-eng, mungkin karena aku
selalu mengenakan pakaian putih, dan namaku sendiri adalah Tan Cin
Hay." Kim Cu menelan kemarahannya, bahkan kini ia merasa sungkan dan
malu. Kembali ia telah salah sangka. Mengapa ia selalu berprasangka
buruk terhadap orang ini" Mungkin karena ia memang mulai
membenci pria sejak ia dipaksa melayani bermacam-macam pria itu,
yang dilakukan penuh kejijikan dan kedukaan.
"Betapa anehnya kebetulan ini," katanya tanpa meminta maaf,
"Engkau berjuluk Pek-liong-eng dan engkau memperoleh warisan
Pek-liong-kiam, sedangkan aku berjuluk Hek-liong-li dan aku
memperoleh warisan Hek-liong-kiam pula!"
"Agaknya inilah yang dinamakan jodoh, nona."
Kembali mata itu berkilat. "Siapa yang berjodoh?" tanyanya dengan
suara kering, agaknya kembali ia berprasangka buruk, mengira bahwa
Cin Hay hendak menggodanya.
370 "Siapa lagi kalau bukan kita...... dengan pedang-pedang itu, nona.
Engkau berjodoh dengan Hek-liong-kiam dan akupun berjodoh
dengan Pek-liong-kiam. Dan kitapun saling berjodoh untuk bekerja
sama, setidaknya untuk menghadapi Hek-sim Lo-mo."
"Hemm, siapa membutuhkan bantuanmu" Seorang diri saja aku
sanggup membasmi Hek-sim Lo-mo dengan kaki tangannya. Kau
boleh tunggu dan lihat saja!" Berkata demikian, Kim Cu sudah
meloncat jauh dan berlari cepat meninggalkan Cin Hay.
"Heiii! Nona, tunggu dulu......!!" Cin Hay juga melompat dan
mengejar. Melihat pemuda itu mengejar, Liong-li lalu "tancap gas" dan ngebut
secepatnya. Tubuhnya melesat ke depan bagaikan anak panah terlepas
dari busurnya sehingga sebentar saja Cin Hay tertinggal jauh. Pemuda
itu terkejut dan kagum, akan tetapi diapun tidak mau kalah begitu saja.
Kesempatan ini agaknya dipergunakan oleh mereka berdua untuk
bertanding ilmu berlari cepat. Liong-li tidak mau kalah dan ia
mengerahkan seluruh gin-kang (ilmu meringankan tubuh) dan
kekuatan larinya, akan tetapi Cin Hay juga mengerahkan seluruh
tenaga dan ternyata dalam hal ilmu berlari cepat inipun tingkat mereka
seimbang! Akan tetapi agaknya Cin Hay lebih menang dalam hal
pernapasan karena akhirnya wanita itupun berhenti karena napasnya
terengah-engah. Dengan marah karena tentu pernapasannya yang senin kemis itu akan
kelihatan orang, yang biarpun sudah ditahan-tahankannya agar jangan
terengah-engah tetap saja megap-megap seperti ikan dilempar di
371 daratan. Liong-li berhenti dan membalikkan tubuh dengan mata
menyinarkan kilat kemarahan.
Akan tetapi kemarahannya pudar seketika dan mulut yang cemberut
itu berubah menjadi senyuman ketika ia melihat bahwa keadaan Cin
Hay tiada bedanya dengan dirinya, yaitu hermandi peluh dan
terengah-engah! Jadi ia tidak perlu malu-malu lagi.
"Hemm...... men... jemuhkan...... mau apa kau... mengejar-ngejar
aku...?" tanyanya dengan nada marah akan tetapi kedengarannya lucu
karena ia terengah-engah.
Sesungguhnya, Cin Hay tidak perlu terengah-engah walaupun
tubuhnya juga basah oleh keringat. Pernapasannya lebih kuat dan dia
masih mampu bernapas biasa. Akan tetapi dia mulai mengenal watak
wanita cantik manis berjuluk Dewi Naga Hitam itu, yalah watak tidak
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mau kalah! Melihat betapa wanita itu terengah-engah, dia maklum bahwa wanita
itu akan tersinggung dan akan menjadi marah sekali kalau melihat
lawannya tidak terengah?engah. Oleh karena itu, sengaja Cin Hay
megap-megap untuk mengimbangi keadaan wanita itu.
"Aku... mau..... menagih...... hutangmu padaku......"
Mendengar ini, Liong-li menjadi sedemikian herannya sampai ia
melongo, matanya terbelalak mulutnya ternganga dan agaknya ia
sudah lupa lagi untuk terengah-engah!
"Nagih... nagih...... hutang?" Hai, Tan Cin Hay atau Pek-liong-eng,
jangan ngawur kau! Sejak kapan aku mempunyai hutang padamu"
372 Nenek moyangku pun tidak mempunyai hutang sepeserpun kepada
nenek moyangmu!" "Wah, ini namanya penyabar dan mudah lupa, yaitu sabar dan mudah
lupa kalau punya hutang! Baru beberapa menit engkau hutang padaku,
nona, dan sekarang sudah lupa, ataukah pura-pura lupa?"
"Wah, engkau memang setan tukang fitnah keji! Apa memang sudah
miring otakmu" Aku hutang apa, hah?"
Cin Hay tersenyum. Sungguh hebat wanita ini semua gerak-geriknya
amat menarik, amat wajar, kecantikan yang aseli dan tidak dibuatbuat!
"Baiklah kalau engkau sudah lupa, Hek-liong-li, engkau hutang nama
kepadaku!" "Hutang...... hutang nama......?" Liong-li mengulang dengan alis
berkerut, tidak mengerti.
"Ketika engkau memperkenalkan nama julukanmu, akupun segera
membayarnya dengan memperkenalkan nama julukanku. Kemudian
aku sudah memperkenalkan nama aseliku kepadamu, akan tetapi
engkau belum membayarnya. Bukankah ini berarti engkau masih
hutang nama kepadaku?"
Kini mengertilah Liong-li, dan ia tersenyum mengejek. "Hem,
namaku tidak sembarangan kuperkenalkan kepada setiap orang, apa
lagi kepada sembarang laki-laki!" Berkata demikian, iapun
membalikkan tubuhnya dan pergi dari situ dengan cepat.
373 Sekali ini, Cin Hay tidak mengejar. Untuk apa mengejar wanita yang
demikian tinggi hati" Dia bermaksud baik, mengajak wanita itu untuk
bekerja sama, yaitu menentang kekuasaan Hek-sim Lo-mo yang jahat.
Dia tahu betapa lihainya Hek-sim Lo-mo, apa lagi masih dibantu oleh
anak buahnya yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Biarpun Si Dewi Naga Hitam itu pun lihai sekali, namun dia
meragukan apakah ia akan mampu menandingi Hek-sim Lo-mo dan
kawan-kawannya. Mengingat akan ketinggian hati wanita itu, Cin Hay merasa segan
untuk membantunya. Akan tetapi ada sesuatu pada diri wanita itu,
kepribadiannya yang amat menarik, yang membuat dia menggerakkan
kaki untuk membayanginya. Tidak, dia tidak mungkin membiarkan
saja wanita itu memasuki bencana, memasuki guha yang penuh
dengan harimau buas dan ganas. Dia harus membantunya.
Bukankah wanita itu dan dia yang telah dipilih oleh mendiang kakek
Thio Wi Han untuk mewarisi dua batang pedang pusaka, dan
menggunakan dua batang pedang pusaka itu untuk menentang Heksim Lo-mo dan anak buahnya" Bagaimanapun juga, sepasang pedang
itu adalah pedang jantan dan pedang betina yang dibuat dari bahan
yang sama, yaitu dari Kim-san Liong-cu.
Pasangan pedang itu harus bekerja sama, apa lagi kalau menghadapi
manusia-manusia sejahat iblis, seperti Hek-sim Lo-mo dan kawankawannya itu. Biarpun kini tidak lagi berusaha menyusul, namun Cin
Hay membayangi terus dari jarak yang cukup jauh, namun dia tidak
pernah kehilangan bayangan hitam di sebelah depan itu.
"Y" 374 Song Tek Hin didorong ke dalam ruangan itu oleh Kwa Ti, si muka
burik perut gendut orang pertama Wei-ho Cap-sha-kwi. Badannya
yang penuh luka dan memar itu tak bertenaga lagi, akan tetapi
semangat Tek Hin masih tinggi.
"Brukkk!" Tek Hin roboh tersungkur di atas lantai, di dekat kaki Heksim Lo-mo yang duduk di atas kursi.
Wajah Hek-sim Lo-mo yang hitam itu nampak lebih hitam dari
biasanya, matanya mendelik lebar dan seluruh bulu kasar di mukanya
itu seperti berdiri kaku. Dia marah sekali mendengar berita bahwa
Thio Wi Han dan isterinya telah lolos, demikian pula pemuda
berpakaian putih yang amat lihai itu.
"GOBLOK semua!" bentaknya dengan suara parau. "Kalian begini
banyak orang tidak mampu mencegah mereka lari" Yauw Ban, engkau
yang herjuluk Tok-gan-liong, mana kelihaianmu yang kaubanggakan
itu" Dan kalian He-nan Siang-mo, mana keampuhan golok kalian"
Kiu-bwe Mo-li, Jai-hwa Kongcu, dan ini tigabelas orang Setan Weiho, kalian semua juga hanyalah gentong-gentong nasi yang kosong
belaka! Hayo jawab, mana pertanggungan jawab kalian! Kalau tidak
jelas keterangan kalian, jangan salahkan aku kalau kedua tanganku ini
bergerak mencabuti nyawa kalian yang tidak ada harganya itu!"
Kiu-bwe Mo-li bermain mata dengan Jai-hwa Kongcu Lui Teng.
Mereka tersenyum?senyum dengan terbuka sehingga kelihatan oleh
Hek-sim Lo-mo yang menjadi semakin marah. "Keparat! Kalian
berdua berani mempermainkan aku dan berani mentertawakan aku?"
bentaknya, tangannya sudah gatal-gatal untuk menyerang dua orang
pembantu yang biasanya menjadi orang-orang kepercayaannya itu.
375 Melihat ini, Kiu-bwe Mo-li menjadi pucat wajahnya dan cepat-cepat
ia melangkah maju dan memberi hormat kepada Hek-sim Lo-mo.
Biarpun ia sendiri dijuluki Mo-li (Iblis Betina) dan memiliki watak
yang amat kejam, liar dan ganas, namun wanita ini amat takut kepada
Hek-sim Lo-mo. Terhadap datuk yang satu ini ia memang mati kutu.
Menggunakan ilmu kepandaian kalah jauh, mengandalkan kecantikan
dan kegenitan tidak mempan.
"Ampun, Beng-cu. Harap Beng-cu menenangkan hati karena tidak
percuma Beng-cu mempunyai pembantu-pembantu seperti Kiu-bwe
Mo-li dan Jai-hwa Kongcu!" Berkata demikian, dengan lagak bangga
Kiu-bwe Mo-li melirik ke kanan kiri. Yauw Ban dan para pembantu
lain terkejut mendengar ucapan itu dan mereka menduga-duga apa
yang dimaksudkan oleh iblis betina itu, demikian beraninya bicara
besar di depan Hek-sim Lo-mo,
Akan tetapi Hek-sim Lo-mo bukan seorang bodoh. Biarpun tadi dia
marah besar mendengar betapa Thio Wi Han dan isterinya berhasil
melarikan diri, bahkan seorang di antara dua tawanan, yaitu pemuda
berpakaian putih yang amat lihai itupun lolos, kini mendengat ucapan
Kiu-bwe Mo-li, dia mengharapkan sesuatu yang menyenangkan.
"Hemm, katakanlah, Mo-li. Hasil baik apakah yang telah dilakukan
olehmu dan Jai-hwa Kongcu?"
Dua orang pembantu utama itu menggerakkan tangan mengambil
pedang mereka dari balik jubah dan melihat dua batang pedang itu,
wajah Hek-sim Lo-mo menjadi cerah berseri. Tentu saja dia mengenal
sepasang pedang naga yang dibuat oleh kakek Thio Wi Han, yang
376 dibuat dari Kim-san Liong-cu itu! Kalau tadi dia marah besar adalah
karena dia merasa kehilangan sepasang pedang pusaka itu.
"Ahhh! Kiranya kalian dapat menyelamatkan sepasang pedang itu!"
katanya gembira dan dia menerima sepasang pedang itu dari tangan
dua orang pembantunya. Sambil mengamati kedua pedang itu setelah
mencabut dari sarungnya dengan wajah gembira, Hek-sim Lo-mo lalu
berkata kepada mereka semua,
"Sekarang ceritakan apa yang tetah terjadi dan bagaimana mereka itu
sampai dapat lolos."
Wei-ho Cap-sha-kwi diwakili oleh Kwa Ti bercerita, "Pagi hari itu,
muncul kakek Thio Wi Han di dalam ruangan tahanan, katanya
hendak menengok keadaan dua orang keponakannya yang menjadi
tawanan. Ketika tiba di depan kamar tahanan itu, dia mengamuk
mempergunakan sepasang pedang pusaka itu. Dua orang tawanan
itupun keluar dan mengamuk, dan kami berhasil menangkap kembali
yang seorang ini!" Dia menuding kepada Song Tek Hin yang masih
duduk di atas lantai sambil memandang mereka semua dengan
tersenyum mengejek, sebagai seorang penonton yang penuh perhatian,
Kiu-bwe Mo-li melanjutkan, "Untung bahwa kami berdua segera
datang menghadapi Thio Wi Han. Tentu saja kami berdua akan
mampu menangkap kembali kakek itu kalau saja tidak ada pemuda
berpakaian putih yang lihai itu. Dia keluar dari tempat tahanan dan
dialah yang membantu kakek Thio Wi Han, bahkan dia pula yang
melarikan kakek itu. Akan tetapi, kami telah berhasil melukai Thio Wi
Han, luka parah, dan kami berdua berhasil pula merampas sepasang
pedang pusaka ini dari tangannya."
377 Hek-sim Lo-mo mengangguk-angguk. "Memang pemuda itu lihai,
lawannya hanyalah aku. Tidak aneh kalau kalian tidak mampu
menandinginya. Akan tetapi syukur bahwa pedang-pedang ini dapat
kalian rampas. Dan bagaimana dengan engkau, Tok-gan-liong Yauw
Ban?" Datuk iblis itu menoleh kepada para pembantunya yang lain.
"Bukankah engkau dibantu oleh He-nan Siang-mo" Engkau sudah
mendengar sendiri. Bagaimanapun juga, Cap-sha-kwi telah berhasil
menangkap kembali seorang tawanan, sedangkan Mo-li dan Jai-hwa
Kongcu telah berhasil merampas kembali sepasang pedang pusaka.
Bagaimana dengan kalian bertiga?"
Wajah Yauw Ban berubah agak kemerahan. Mata tunggalnya
mencorong, tanda bahwa dia marah sekali kepada pihak musuh yang
telah membuat dia tersudut dan harus mengecewakan pimpinannya.
"Maafkan kami, Beng-cu. Kami bertiga bertemu dengan isteri Thio
Wi Han. Kami merasa curiga dan menegurnya, akan tetapi tiba-tiba ia
menyerang kami. Tentu kami akan mampu menangkapnya kembali
kalau tidak ada gadis berpakaian hitam itu yang tiba-tiba muncul dan
membantu nenek itu......"
"Gadis berpakaian hitam......?" Kiu-bwe Mo-li berseru. "Maksudmu
Hek-liong-li......?"
"Benar, gadis yang pernah membuat engkau kewalahan itu, Mo-li,"
kata Yauw Ban dengan senyum mengejek.
"Teruskan ceritamu!" kata Hek-sim Lo-mo tidak sabar melihat dua
orang pembantunya ini agaknya saling mengejek.
378 "Kami bertiga berhasil melukai isteri Thio Wi Han, ia menderita luka
parah dan tak mungkin dapat hidup lagi. Akan tetapi kami tidak dapat
menawannya karena ia dilarikan oleh gadis berpakaian hitam itu."
Hek-sim Lo-mo mengangguk-angguk. Dia tidak memusingkan
lolosnya suami isteri itu. Yang penting baginya adalah sepasang
pedang itu yang kini telah terjatuh ke tangannya. "Sudahlah,
bagaimanapun juga, kita tidak rugi banyak. Sepasang pusakaku dapat
kembali kepadaku, dan suami isteri itu biarpun tidak tertangkap
namun terluka parah."
"]uga masih ada keuntungan kita, Beng-cu, yaitu tertawannya kembali
pemuda itu!" kata Kwa Ti pemimpin Wei-ho Cap-sha-kwi untuk
menonjolkan jasa mereka. "Apakah kami boleh menyiksanya sampai
mati untuk melampiaskan rasa penasaran Beng-cu dan kita semua?"
Hek-sim Lo-mo menoleh kepada Song Tek Hin.
Pemuda ini tersenyum mengejek kepadanya. "Kalian bunuh
membunuh aku seribu kali, aku tidak takut! Kalian telah menyiksa
tunanganku sampai mati, telah membunuh calon mertuaku dan
merampas Kim-san Liong-cu. Kejahatan kalian bertumpuk-tumpuk,
tak mungkin dapat terlepas dari hukuman Tuhan!"
"Beng-cu, biar kusiksa dia!" kata Kiu-bwe Mo-li.
Hek-sim Lo-mo tersenyum menyeringai kepada wanita iblis itu. "Heh,
akan kauhisap dia dulu sampai habis seperti seekor laba-laba
menghisap korbannya, baru akan kaubunuh?"
"Biar kusiksa dia sekarang juga di sini Beng-cu!" kata pula Kwa Ti.
379 Hek-sim Lo-mo mengangkat tangannya. "Bodoh! Orang-orang yang
bijaksana seperti kita tidak melakukan perbuatan hanya menurutkan
perasaan hati saja, akan tetapi harus memakai perhitungan. Apa
untungnya kalau kita menyiksa dan membunuhnya" Seperti kanakkanak saja. Tidak, dia masih ada gunanya untuk kita, setidaknya untuk
aku!" "Eh, masih ada gunanya" Untuk apa anjing ini, Beng-cu?" tanya Jaihwa Kongcu yang membenci pemuda itu karena tadi jelas Kiu-bwe
Mo-li membutuhkan pemuda itu untuk melampiaskan nafsunya. Dia
tidak merasa cemburu, karena bagaimanapun juga, seorang jai-hwacat seperti dia tentu saja tidak tergila-gila kepada seorang wanita
keriputan seperti Kiu-bwe Mo-li.
"Kalian ini kurang panjang akal. Memang sepasang pedang pusaka
sudah berada di tanganku, akan tetapi apakah aku akan membiarkan
saja dua ekor anjing cilik itu, Hek-liong-li dan Tan Cin Hay,
menghinaku dengan tindakan mereka yang berani menantangku"
Mencari mereka bukan hal yang mudah, oleh karena itu satu-satunya
jalan untuk dapat membalas hinaan mereka, untuk dapat menumpas
mereka, adalah memancing mereka datang! Dan pemuda ini
merupakan umpan yang baik sekali. Kalau mereka tahu bahwa dia ini
masih hidup dan menjadi tawanan kita, pada suatu hari pasti dua orang
itu akan muncul dan tibalah kesempatan bagiku untuk menghantam
mereka!" "Aih, itu akal bagus sekali, Beng-cu. Biar aku yang menjaganya agar
dia jangan sampai lolos!" kata Kiu-bwe Mo-li yang memandang
pemuda itu seperti seekor kucing kelaparan melihat daging segar.
380 "Ho-ho, kalau kucing disuruh menjaga ikan, tentu akan digerogotinya
sendiri sampai habis!" tiba-tiba Gan Siang berseru sambil tertawa.
Adik kembarnya ikut pula tertawa dan berkata.
"Kalau engkau yang menjaga, Mo-li, umpan itu tentu akan menjadi
busuk dan rusak sebelum ikan yang dipancing datang mendekatinya,
ha-ha!" Semua orang tersenyum dan Kiu-bwe Mo-li memandang kepada si
kembar itu dengan sinar mata berkilat marah. Akan tetapi Hek-sim
Lo-mo meredakan mereka dengan suaranya yang parau berwibawa,
"Sudahlah, tidak perlu ribut-ribut. Pemuda itu untuk sementara ini
tidak boleh diganggu, tidak boleh mati, bahkan harus kelihatan sehat
agar dua orang yang kutunggu-tunggu itu muncul. Sekarang kita
kembali ke Lok-yang dan sebelum dua orang itu datang dan
dibinasakan, kalian para pembantu utamaku yang lima orang, dibantu
oleh Wei-ho Cap-sha-kwi, harus melakukan penjagaan dengan ketat!"
Tiba-tiba Song Tek Hin tertawa sehingga semua orang menoleh
kepadanya. "Bagus sekali! Orang tidak menghendaki kematianku, justeru aku
yang ingin mati! Kalau mulai saat ini aku tidak diperlakukan sebagai
seorang tamu agung terhormat, tidak mendapat makanan yang enak,
kamar yang bersih, ganti pakaian yang bersih, aku akan mogok makan
minum dan akan membunuh diri saja!"
"Jangan khawatir, Song Tek Hin. Semua permintaanmu itu akan kami
penuhi asal engkau tidak berusaha meloloskan diri," kata Hek-sim Lomo.
381 "Mengapa meloloskan diri" Kawan-kawanku tentu akan datang
membebaskan aku!" kata Song Tek Hin menyombong.
Dia meragukan apakah Pek-liong-eng akan mau datang menolongnya,
dan andaikata mau juga, apakah mungkin pendekar itu seorang diri
saja menghadapi Hek-sim Lo-mo dan anak buahnya"
Sedikit sekali harapan baginya untuk lobos dari kematian di tangan
para penjahat ini. Diapun tidak mengharapkan dapat lolos, hanya lebih
baik mati wajar dari pada mati tersiksa, dan sebaiknya lagi kalau
sebelum mati dia menikmati kehidupan yang menyenangkan, menjadi
tamu agung di rumah seorang datuk iblis seperti Hek-sim Lo-mo! Dan
siapa tahu, dia mendapat kesempatan untuk meloloskan diri.
Hek-sim Lo-mo lalu mengajak semua anak buahnya pulang ke Lokyang, di mana dia hidup sebagai seorang hartawan besar di dalam
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gedungnya yang luas dan megah. Dia gembira sekali dapat membawa
pulang sepasang pedang pusaka itu dan dia menepati janjinya.
Song Tek Hin hidup di dalam gedung itu sehagai seorang tamu
terhormat, mendapatkan sebuah kamar yang bersih dan indah,
mendapatkan ganti pakaian dan hidangan makanan untuknya juga
yang serba enak. Akan tetapi dia sama sekali tidak boleh bebas dan
selalu berada dalam pengawasan para anak buah Hek-sim Lo-mo.
Song Tek Hin juga seorang yang cukup cerdik. Dia maklum bahwa
dia menjadi tamu terhormat bukan karena dimanja, bukan karena
disuka, melainkan karena dia dijadikan umpan. Dia maklum bahwa
selama Tan Cin Hay belum muncul, dia akan selamat. Kalau pendekar
itu sudah muncul, barulah dia terancam bahaya dan hanya ada dua
kemungkinan baginya. 382 Pertama, dia akan dapat diselamatkan pendekar itu dan lolos dari
rumah penjara mewah ini. Kedua, dia akan tewas terbunuh sebelum
Cin Hay mampu menolongnya. Maka, diapun tidak tergesa-gesa
mencari kesempatan untuk melarikan diri, maklum bahwa hal itu
selain amat sukar, juga amat berbahaya. Sekali saja dia berusaha
melarikan diri dan sampai tertangkap kembali, dia pasti akan dibunuh
dengan siksaan! "Y" Malam itu bulan bersinar terang. Kota Lok-yang bermandikan sinar
bulan dan sejak bulan muncul tadi, orang-orang berjalan-jalan dan
keluar dari rumah masing-masing untuk menikmati malam terang
bulan yang indah. Akan tetapi, hawa udara dingin sekali, tanda bahwa
musim dingin sudah di ambang pintu. Saking dinginnya hawa udara,
maka belum tengah malam orang-orang sudah masuk ke rumah
masing-masing. Lebih nyaman di dalam rumah dengan perapian
menghangatkan tubuh dan menikmati sinar bulan sambil memandang
keluar jendela kaca saja.
Malam itu memang indah, namun amat dingin dan karenanya sunyi
sekali. Dari pintu gerbang sebelah barat kota Lok-yang, berkelebat
bayangan hitam yang gerakannya seperti seekor burung saja.
Bayangan ini menyusup ke dalam bayangan-bayangan yang redup,
agaknya menghindari pertemuan dengan orang dan ia menghampiri
sebuah rumah gedung besar yang berdiri di pinggir kota.
Rumah gedung itu adalah tempat tinggal Hek-sim Lo-mo! Sejenak
bayangan itu mengelilingi luar tembok dan setelah bayangan itu
383 merasa yakin bahwa tidak ada orang melihatnya, sekali tubuhnya
bergerak, ia telah melompat ke atas tembok dan melayang ke dalam.
Bayangan hitam itu adalah Hek-liong-li Lie Kim Cu. Wanita ini
merasa penasaran sekali kalau belum dapat membasmi Hek-sim Lomo dan kawan-kawannya. Setelah malam tiba, ia memasuki kota Lokyang dari pintu barat dan langsung saja ia mengunjungi tempat tinggal
datuk sesat itu. Liong-li memang seorang wanita yang amat tabah. Ia tahu siapa
adanya Hek-sim Lo-mo, maklum bahwa seorang di antara Kiu Lo-mo
atau Sembilan Ihlis Tua yang turun ke dunia ramai dan membuat
geger dunia persilatan itu, bukanlah seorang lawan yang boleh
dipandang ringan. Dan iapun dapat menduga bahwa di rumah datuk
itu tentu terdapat pula, para pembantunya yang pandai, di antaranya
adalah Kiu-bwe Mo-li yang masih terhitung sucinya atau kakak
seperguruannya sendiri karena Kiu-bwe Mo-li adalah murid
keponakan dari gurunya. Akan tetapi, ia tidak takut. Apa lagi sekarang
di pinggangnya tergantung Hek-liong-kiam!
Memang tepat dugaan Liong-li. Di rumah besar itu, selain Hek-sim
Lo-mo sendiri, ting-gal pula belasan orang pelayan wanita yang ratarata muda, cantik dan pandai silat dan beberapa orang di antara
mereka juga melayani majikan mereka sebagai selir-selir. Selain
mereka, di situ, seperti pernah diperintahkan Hek-sim Lo-mo, tinggal
pula para pembantu utamanya, yaitu Yauw Ban, Kiu-bwe Mo-li, Jaihwa Kongcu, dan dua orang kembar He-nan Siang-mo. Selain mereka
berlima, masih ditambah lagi Wei-ho Cap-sha-kwi yang merupakan
pasukan penjaga keamanan di gedung itu. Jelaslah betapa kuatnya
keadaan di rumah besar mewah milik Hek-sim Lo-mo itu.
384 Karena keadaan yang kuat ini agaknya yang membuat mereka menjadi
lengah. Mereka adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi. Baru Wei-ho Cap-sha-kwi saja sudah merupakan tigabelas
orang yang sukar dicari lawannya, apa lagi lima orang pembantu
utama Hek-sim Lo-mo. Belum lagi diingat bahwa Hek-sim Lo-mo
sendiri adalah seorang sakti yang agaknya tanpa dikawal atau
dijagapun takkan ada orang yang berani mengganggunya. Hanya
orang gila sajalah yang akan berani mati mengganggu kediaman datuk
iblis ini! Pendapat inilah yang membuat para pembantu Hek-sim Lomo menjadi lengah dan hanya melakukan penjagaan setengah hati
saja, tidak bersungguh-sungguh.
Pada malam yang dingin itu apa lagi! Wei-ho Cap-sha-kwi merasa
malas untuk berjaga di luar, apa lagi di dalam gardu penjagaan yang
terbuka sehingga mereka tidak dapat berlindung terhadap serangan
hawa udara yang amat dingin itu. Tentang keindahan sinar bulan di
malam itu, bagi orang-orang seperti mereka, mana ada keindahan
kecuali hal-hal yang menyenangkan mereka dan memuaskan nafsunafsu mereka"
Sesungguhnyalah, hanya orang orang yang wataknya jahat, atau
orang-orang tak berperasaan, atau orang-orang yang condong
berpenyakit jiwa sajalah yang tidak mampu lagi menikmati keindahan
alam. Tidak mampu menikmati keindahan bentuk-bentuk dan warnawarna bunga, hijaunya rumput dan daun-daunan, indahnya burungburung dan merdunya nyanyian mereka, nyamannya udara jernih di
tempat sunyi, nikmatnya dendang air sungai dan segala keindahan
alam yang luar biasa ini.
385 Lima orang pembantu utama Hek-sim Lo-mo sudah sejak tadi
memasuki kamar masing-masing. Jai-hwa Kongcu Lui Teng berhasil
menggandeng seorang di antara para pelayan wanita tuan rumah dan
mengajaknya masuk ke dalam kamarnya. Kiu-bwe Mo-li yang merasa
kesepian, meninggalkan kamarnya dan berkunjung ke kamar Song
Tek Hin, untuk ke sekian kalinya membujuk rayu pemuda itu yang tak
pernah mau melayaninya. Untuk mempergunakan kekerasan, Kiu-bwe
Mo-li tentu saja tidak berani, takut akan larangan Hek-sim Lo-mo.
Wei-ho Cap-sha-kwi yang bertugas jaga dan bahkan bertanggung
jawab akan keamanan di sekitar rumah gedung itu, berkumpul di
ruangan belakang, menghadapi meja, daging dan kacang goreng, juga
beberapa guci arak. Mereka berusaha menghangatkan tubuh yang
diserang hawa dingin itu dengan minum arak!
Tigabelas orang kasar ini sama sekali tidak tahu betapa ada sepasang
mata yang jeli dan tajam mengintai dari balik jendela ke arah mereka.
Kalau saja mereka tidak begitu lengah, tentu sebagai orang-orang
yang berilmu tinggi, mereka akan menjadi penjaga- penjaga yang
sukar ditembus penjagaan mereka.
Orang yang mengintai dari balik jendela itu adalah Liong-li! Ia segera
dapat menduga bahwa tigabelas orang kasar ini adalah anak buah
Hek-sim Lo-mo. Biarpun ia tidak gentar menghadapi keroyokan
tigabelas orang itu, akan tetapi Liong-li bersikap hati-hati. Ia ingin
mencari Hek-sim Lo-mo lebih dulu dan ia ingin menyelidiki siapa saja
yang berada di rumah itu dan yang akan menjadi lawannya. Setelah
melihat betapa tigabelas orang itu makan minum dengan lahapnya, ia
menyelinap pergi. Biarkan mereka itu minum sepuasnya sampai
mabok, makin mabok makin mudah dibasminya nanti, pikirnya.
386 Melihat sebuah kamar masih terang dan ada suara orang bicara di
dalamnya, Liong-li menyelinap ke balik jendela kamar itu dan
melubangi kertas jendela. Ia dapat melihat dengan jelas, dan dapat
menangkap percakapan itu dengan jelas pula. Mula-mula, mukanya
berubah merah karena muak dan marah melihat betapa wanita yang
sudah dikenalnya, yaitu Kiu-bwe Mo-li, sedang duduk berhadapan
dengan seorang pemuda tampan!
Pemuda itu makan minum dan mereka duduk dihalangi meja makan.
Wanita cabul itu nampak genit bukan main, dengan muka yang tebal
oleh bedak, putih seperti tembok, mengingatkan Liong-li akan pemain
wayang yang menghias mukanya seperti kedok. Dan wanita cabul itu
bicara merengek-rengek, penuh bujuk rayu kepada pemuda yang
kelihatannya tenang-tenang saja sambil makan paha ayam yang
digerogotinya. Kelihatannya enak benar pemuda itu makan, sehingga
di luar kehendaknya sendiri, Liong-li menelan ludah karena timbul
seleranya. "Orang she Song yang tampan, kurang baik apakah kami di sini
terhadap dirimu" Kami melayanimu, memberimu makan enak,
pakaian yang baik, kamar yang bersih dan menyenangkan pula.
Engkau dianggap sebagai seorang tamu terhormat. Bukankah aku juga
selalu bersikap ramah kepadamu?"
Pemuda itu tersenyum dan dari tempat sembunyinya, Liong-li harus
mengakui bahwa pemuda itu ganteng dan sikapnya tenang, sedikitpun
tidak memperlihatkan rasa takut, akan tetapi jelas dia tidak tertarik
oleh bujuk rayu si cabul Mo-li.
387 "Mo-li, memang kuakui bahwa kalian bersikap baik. Akan tetapi itu
hanya karena Hek-sim Lo-mo memegang janjinya kepadaku.
Bukankah aku juga bersikap tidak melawan dan tidak pernah berusaha
melarikan diri" Bukankah aku telah menjadi umpan yang amat baik"
Hanya sayang, Mo-li, tidak ada ikan yang tertarik oleh umpan macam
aku." "Hemm, kami masih merasa yakin bahwa sekali waktu, Pek-liong-eng
Tan Cin Hay pasti akan muncul untuk menolongmu."
Tek Hin, pemuda itu, tertawa. Dia memang sedang berusaha agar
penjagaan terhadap dirinya makin lengah lagi agar dia memperoleh
kesempatan untuk melarikan diri, "Ha-ha-ha, mana mungkin" Untuk
apa dia datang menolongku" Dia bukan orang tolol yang tidak tahu
bahwa aku dijadikan umpan untuk memancing kedatangannya! Tidak,
aku sudah mengatakan bahwa aku tidak takut mati, dan tidak perlu dia
mengorbankan dirinya untuk keselamatanku!"
Mendengar semua itu. diam-diam Liong.li terkejut. Kiranya pemuda
ini teman dari pemuda berpakaian putih yang lihai itu, Pek-liong-eng
Tan Cin Hay! Dan pemuda ini ditahan di sini sebagai umpan agar Cin
Hay datang menolongnya, tentu saja untuk ditangkap atau dibunuh!
"Kalau bukan dia, tentu Hek-liong-li akan datang!" kata pula Mo-li.
Tentu saja Liong-li terkejut mendengar ini, hampir saja ia lupa dan
hampir mengeluarkan seruan kaget mendengar namanya disebut.
Akan tetapi untung bahwa ia masih mampu mengendalikan dirinya
sehingga ia tidak bergerak, hanya jantungnya saja yang berdetak keras
karena tegang. 388 "Sudah beberapa kali engkau menyebut Hek-liong-li! Wanita macam
apa sih ia itu" Aku mengenalnyapun tidak! Andaikata ia mau juga
menolongku, apa bisa" kuharap ia tidak datang agar tidak sampai
menyerahkan nyawanya kepada orang-orang jahat di sini!"
Liong-li cemberut mendengar kalimat pertama, akan tetapi tersenyum
mendengar kalimat terakhir. Pemuda ini boleh juga, pikirnya. Begitu
tabah dan penuh keberanian, dan tidak ingin orang lain celaka untuk
menolongnya. Semangat seperti ini hanya dimiliki seorang pendekar.
Akan tetapi kalau dia pendekar, mengapa mau menjadi tamu
terhormat di rumah Hek-sim Lo-mo" Siapakah dia"
Kini ia melihat Kiu-bwe Mo-li bangkit dan mengitari meja,
menghampiri pemuda itu, "Song Tek Hin, pemuda yang ganteng.
Betapa rinduku kepadamu selama ini. Kalau-kalau engkau mau
menyenangkan aku, semalam ini saja, besok pagi-pagi engkau sudah
akan kubawa jauh meninggalkan tempat ini dan bebas!"
Wajah Liong-li kembali menjadi merah. Sungguh tak tahu malu,
wanita hampir nenek-nenek itu membujuk rayu pemuda itu. Akan
tetapi janjinya sungguh muluk, memberi kebebasan pada keesokan
harinya! Akan maukah pemuda itu" Akan jatuhkah" Andaikata
pemuda itu mau menerima ajakan Mo-li, ia tidak terlalu
menyalahkannya karena imbalannya adalah kebebasan yang berarti
mungkin juga keselamatan nyawanya. Akan tetapi, dengan
penglihatannya yang awas dan berpengalaman, Liong-li dapat
menduga bahwa kalau pemuda itu mau melayani hasrat kotor nenek
itu, tentu dia akan tertipu dan tidak akan mungkin Mo-li berani
membebaskannya! 389 Semua itu hanya tipuan belaka, rayuan kosong. Hati Liong-li tertarik
sekali. Dia seperti melihat sebuah sandiwara, dimainkan dua orang
pemain yang ahli dan pandai. Dia seperti melihat seorang pemuda
diuji ketahanan batinnya. Sembilan dari sepuluh orang pemuda tentu
akan menuruti kemauan Mo-li, mengingat bahwa itu merupakan
tebusan nyawa, tebusan kebebasan!
Liong-li melihat betapa kedua tangan Mo-li telah merayap ke pundak
kanan kiri pemuda itu, kedua lengan itu siap merangkul dan wanita itu
sudah mendekatkan mukanya.
Tiba-tiba pemuda itu menggerakkan tangan kanannya, menyambar ke
arah muka Mo-li. Gerakan pemuda itu jelas menunjukkan bahwa dia
mengerti ilmu silat, walaupun tidak terlalu tinggi. Mo-li terkejut dan
hendak mengelak, akan tetapi mukanya terlampau dekat.
"Plakkk!" Muka nenek itu telah kena ditampar, cukup keras sampai
ujung bibirnya berdarah dan pipi yang kempot itu kini kelihatan merah
bekas tangan si pemuda! Hampir saja Liong-li bersorak saking girangnya. Puas rasa hatinya
melihat nenek itu ditampar pipinya, ingin ia bersorak dan bertepuk
tangan. "Nenek tak tahu malu!" Tek Hin membentak sambil bangkit berdiri.
"Kaukira aku ini orang macam kamu yang tidak malu melakukan
perbuatan hina apapun" Aku tidak sudi menuruti kemauanmu yang
busuk dan kotor!" Muka nenek itu sebentar pucat sebentar merah, sepasang matanya
mengeluarkan sinar berkilat. Melihat ini, Liong-li sendiri diam-diam
390 sudah siap-siap untuk menolong kalau-kalau pemuda itu akan
dibunuh, hal yang sangat boleh jadi mengingat akan penghinaan hebat
yang diterima nenek itu. "Anjing kecil......, keparat busuk, kau...... kau berani menamparku dan
menghinaku?" bentak Kiu-bwe Mo-li, tangannya gemetar karena
sudah gatal-gatal ia hendak menjatuhkan tangan maut kepada pemuda
itu. Selama hidupnya belum pernah ia menerima penghinaan seperti itu
dari seorang pria. Kebanyakan pria tentu menuruti keinginannya,
kalaupun ada yang menolak, maka penolakan itu dilakukan dengan
takut-takut dan penuh hormat, bukan secara menghina seperti yang
dilakukan Tek Hin, bahkan dengan menamparnya!
"Kubunuh kau...... hemmm, kusiksa kau......!"
Kiu-bwe Mo-li mendesis-desis, kedua tangannya sudah gemetar, dari
mulut yang mendesis itu keluar busa, mengerikan sekali sikapnya.
Akan tetapi Tek Hin tersenyum saja, bukan senyum dibuat-buat,
melainkan senyum penuh ketenangan dan kemenangan.
"Mo-li, apa gunanya engkau mengancam" Sejak dulupun aku sudah
siap menghadapi mati. Siapa takut mati" Mau bunuh, silakan,
lakukanlah karena akhirnya engkaupun akan mampus di tangan Heksim Lo-mo. Nah, siksalah, hendak kulihat sampai di mana
keberanianmu melanggar perintah dan larangan Lo-mo!"
Wajah itu menjadi pucat, sampai beberapa lamanya wanita itu berdiri
seperti patung, tak tahu apa yang harus dilakukan, kemudian ia
mendengus dan sekali meloncat ia sudah keluar dari dalam kamar itu
391 melalui pintu dan membanting daun pintunya. Tek Hin tertawa-tawa
senang dan melanjutkan makan daging ayam.
Diam-diam Liong-li kagum bukan main. Hebat memang pemuda itu!
Nyawanya terancam, namun masih
mampu main-main,
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mempermainkan Kiu-bwe Mo-li dan iblis betina itu sama sekali tidak
berkutik karena takut kepada Hek-sim Lo-mo. Diam-diam Liong-li
membayangkan dengan hati gentar juga. Kalau seorang iblis betina
seperti Kiu-bwe Mo-li sampai demikian takutnya terhadap Hek-sim
Lo-mo, dapat dibayangkan betapa hebat dan kejamnya datuk sesat itu.
Ketika itu, dengan perasaan mendongkol dan hati yang sakit sekali,
Kiu-bwe Mo-li meninggalkan kamar Tek Hin. Ketika ia melewati
ruangan dalam, Wei-ho Cap-sha-kwi masih minum-minum. Mereka
tadi mengetahui bahwa wanita itu mengunjungi Tek Hin.
Sudah berulang kali wanita itu membujuk rayu namun tak pernah
dilayani oleh tawanan terhormat itu. Maka kini melihat wanita itu
lewat dengan muka keruh, diam-diam mereka mentertawainya. Akan
tetapi, mereka juga heran melihat mengapa sekali ini Kiu-bwe Mo-li
kelihatan marah bukan main, bahkan tadi merekapun mendengar suara
daun pintu dibanting oleh Mo-li. Karena sudah menjadi tugas mereka
mengamati tawanan yang seperti tamu agung itu, Kwa Ti merasa tidak
enak dan menyuruh tiga orang anak buahnya untuk melihat keadaan
Tek Hin. "Coba lihat bagaimana dia, akan tetapi lihat saja dari jendela, tidak
perlu masuk," katanya.
Tiga orang anggauta Wei-ho Cap-sha-kwi itu berindap-indap
menghampiri kamar Tek Hin dan mereka terkejut melihat bayangan
392 hitam berkelebat meninggalkan jendela kamar itu. Ada orang luar
rupanya yang berada di dalam gedung dan tadi agaknya berdiri diluar
jendela kamar Tek Hin! Mereka segera mencabut senjata masingmasing dan mengejar bayangan hitam itu.
Bayangan itu agaknya sengaja mempermainkan mereka bertiga karena
ia tidak segera melarikan diri melainkan berputaran di serambi
samping yang menembus ke kebun samping. Tiga orang itu makin
berbesar hati karena agaknya orang itu tidak dapat bergerak dengan
sangat gesit, maka tak lama kemudian mereka berhasil menyusul dan
mengepung bayangan hitam itu.
Mereka tidak dapat mengenalnya, hanya melihat bayangan hitam yang
bentuk tubuhnya ramping, pakaiannya serba hitam. Dengan garang
seorang di antara mereka membentak.
"Siapa engkau" Hayo cepat menyerah dan berlutut sebelum senjata
kami minum darahmu!"
Bayangan itu adalah Liong-li. Mendengar bentakan ini, tiba-tiba ia
membalik dengan kedua tangan kosong dan senyum mengejek.
"Monyet kecil bermulut besar!" katanya.
Begitu wanita itu membalik dan tiga orang itu dapat melihat
wajahnya, mereka terkejut bukan main karena tentu saja mereka
mengenal Liong-li yang pernah mereka dengar sebagai seorang yang
sakti sekali. Mereka tidak mampu menandingi gadis berpakaian hitam
ini, apa lagi kini mereka hanya bertiga!
Orang-orang yang berhati kejam biasanya memang berwatak
pengecut. Mereka hanya berani berlagak dan sewenang-wenang kalau
393 mengandalkan jumlah banyak, atau kalau merasa yakin bahwa mereka
lebih kuat. Kalau bertemu lawan kuat, segera hati mereka menguncup
dan mereka menjadi ketakutan.
Tanpa banyak cakap lagi, biarpun golok mereka masih berada di
tangan, tiga orang itu membalikkan tubuh, tanpa dikomando lagi
mereka melarikan diri seperti bertemu dengan setan yang amat
menakutkan. Akan tetapi, bayangan hitam itu berkelebat cepat sekali,
bergerak ke arah mereka dan satu demi satu, tiga orang itu roboh
terpelanting dan tidak mampu bangkit kembali karena mereka telah
tewas, terkena tamparan Hiat-tok-ciang pada tengkuk mereka!
Kwa Ti merasa khawatir juga setelah menunggu beberapa lamanya,
tiga orang rekannya belum juga kembali. Biarpun dalam keadaan agak
pening karena terlalu banyak minum arak, dia masih ada kecurigaan,
maka dia lalu memerintahkan lima orang rekannya lagi untuk keluar
melihat dan menyusul tiga orang rekan pertama.
Lima orang yang gerakannya agak terhuyung karena terlampau
banyak minum arak, sambil tertawa-tawa keluar dari ruangan itu. "Haha-ha, gara-gara Mo-li yang gila laki-laki itu, membikin repot kita
saja!" kata seorang di antara mereka.
"Jangan-jangan tiga orang kawan kitapun disuruhnya melayani
perempuan haus laki-laki itu!" kata orang kedua.
Sambil tertawa-tawa, mereka lalu menuju ke kamar Song Tek Hin
yang kini sudah kelihatan gelap. Akan tetapi sesungguhnya, pemuda
itu belum tidur. Tadi ketika mendengar bentakan seorang diantara
anggauta-anggauta Wei-ho Cap-sha-kwi, dia terkejut, cepat
394 memadamkan lampu dan dia mengintai dari balik jendela keluar.
Maka diapun melihat apa yang telah terjadi di luar kamarnya.
Seorang gadis cantik jelita berpakaian hitam telah merobohkan tiga
orang di antara Wei-ho Cap-sha-kwi dengan demikian mudahnya,
dengan tangan kosong saja! Tek Hin juga seorang yang memiliki
kepandaian silat lumayan, akan tetapi baru sekarang ia melihat
seorang gadis muda yang demikian lihainya. Kiu-bwe Mo-li memang
lihai, akan tetapi kiranya nenek itu tidaklah sehebat gadis ini, pikirnya
dengan girang akan tetapi juga heran mengapa gadis itu datang dan
membunuh tiga orang dari Cap-sha-kwi itu. Tentu akan terjadi
kegemparan dan semua iblis itu akan keluar, pikirnya.
Diapun keluar dari kamarnya. Melihat orang meloncat keluar dari
kamar itu, Liong-li sudah siap untuk mengirim pukulan mautnya.
Akan tetapi ketika ia melihat bahwa yang keluar adalah pemuda yang
dikaguminya tadi, iapun menahan senyumnya.
"Mau apa kau keluar?" tanyanya sambil tersenyum.
Sejenak Song Tek Hin terkesima. Gadis itu sedemikian cantik
manisnya ketika tersenyum! Bukan main. Demikian cantik manis,
demikian tinggi ilmunya. Dan tiba-tiba dia teringat akan percakapan
antara para pimpinan kaum sesat itu.
"Apakah nona yang disebut Hek-liong-li?"
Kini Liong-li yang mengerutkan alisnya. "Bagaimana engkau dapat
mengenalku?" ia bertanya balik.
395 "Nona, harap kau cepat pergi dari sini. Mereka semua akan keluar,
engkau akan dikeroyok dan mereka itu lihai sekali! Pergilah, nona,
sebelum terlambat." "Tapi engkau sendiri?" Liong-li bertanya, semakin heran melihat
sikap pemuda itu. "Aku" Ah, biarlah, jangan pusingkan aku. Aku akan akui telah
membunuh mereka ini. Cepatlah, nona......!"
Makin kagum rasa hati Liong-li kepada pemuda itu. Begitu saja
pemuda itu yang agaknya menjadi tawanan terhormat di tempat itu,
hendak mengorbankan diri untuk keselamatannya dan menasihatkan
agar ia cepat menyelamatkan diri, tanpa memperdulikan dirinya
sendiri. Tiba-tiba bermunculan lima orang di antara Cap-sha-kwi. Melihat ini,
Tek Hin cepat mengambil sebatang golok, milik seorang di antara tiga
Cap-sha-kwi yang tewas itu.
Sementara itu, melihat betapa tiga orang kawan mereka telah menjadi
mayat, tentu saja lima orang itu terkejut sekali. Tek Hin sudah
meloncat ke depan dan berkata dengan suara lantang.
"Aku yang telah membunuh mereka!"
Akan tetapi, lima orang .itu seperti tidak memperdulikannya karena
mereka semua kini memandang kepada Liong-li dan wajah mereka
berubah pucat, mata mereka terbelalak seperti melihat setan di siang
hari! 396 "Hek-liong-li......!" seorang di antara mereka berteriak ketakutan.
Akan tetapi Liong-li sudah menerjang ke depan, membagi-bagi
pukulan maut Hiat-tok-ciang. Melihat ini, Tek Hin juga memutar
goloknya dan dia sudah bertanding mati- matian melawan seorang di
antara lima anggauta Cap-sha-kwi itu.
Dalam waktu singkat saja, biarpun hanya dengan tangan kosong,
Liong-li telah merobohkan tiga orang lagi, Tek Hin juga berhasil
menusukkan goloknya memasuki perut lawan dan orang itupun roboh
dan tewas. Seorang lagi hendak melarikan diri, akan tetapi Tek Hin
melontarkan goloknya dan senjata itu menancap di punggung lawan
yang roboh dan tewas pula.
Tek Hin sudah mengambil dua batang golok lawan, menyerahkan
sebatang kepada Liong-li. "Kepalang, tinggal lima orang lagi di antara
Cap-sha-kwi, mari kita serbu mereka di dalam!"
Pemuda ini tidak mau mempergunakan kesempatan itu untuk
melarikan diri, agaknya dia lupa saking gembiranya melihat betapa
ada orang yaqg mampu membasmi Cap-sha-kwi demikian mudahnya,
bahkan diapun kebagian dua orang lawan. Hal ini sedikit banyak
membuat dia mampu membalas atas kematian keluarga tunangannya,
yaitu Pouw Sianseng dan Pouw Bi Hwa.
Melihat sikap pemuda ini yang berubah, dan nampaknya demikian
gagah, Liong-li hanya mengangguk dan iapun mengikuti pemuda itu
yang menyerbu ke dalam ruangan di mana sisa Cap-sha-kwi masih
minum-minum. Tinggal lima orang anggauta Wei-ho Cap-sha-kwi
yang tinggal, dipimpin oleh Kwa Ti.
397 "Heii, Kwa Ti babi gendut! Sekarang tiba saatnya bagi kamu dan
gerombolanmu Cap-sha-kwi mampus dan menghadap Giam-ong
untuk menerima hukuman di neraka!" bentak Tek Hin sambil
meloncat masuk melalui pintu, diikuti oleh Liong-li yang juga
memegang sebatang golok rampasan.
Melihat masuknya Tek Hin yang memegang sebatang golok, lima
orang itu terkejut, akan tetapi mereka lebih kaget lagi, bahkan gentar
ketika melihat gadis pakaian hitam yang ikut melompat masuk di
belakang pemuda itu. "Liong-li.....!" Kwa Ti berseru kaget dan mereka berlima sudah cepat
mencabut golok masing-masing. Dengan sikap gagah, Tek Hin yang
merasa gembira karena melihat betapa delapan orang Cap-sha-kwi
telah tewas, dengan penuh semangat lalu menerjang maju dan
menggerakkan goloknya menyerang Kwa Ti, orang pertama dari Capsha-kwi!
"Trang-trang......!" Kwa Ti yang berperut gendut itu menangkis sambil
mengerahkan tenaganya dan akibatnya, tubuh Tek Hin terdorong ke
belakang dan dia merasa tangan yang memegang golok tergetar hebat.
Akan tetapi, Tek Hin tidak menjadi gentar dan diapun cepat memutar
lagi goloknya dan menyerang lagi lebih dahsyat.
Kwa Ti mengelak dan membalas, dia dibantu oleh seorang rekan dari
kiri. Desakan mereka membuat Tek Hin terhuyung dan tentu golok di
tangan Kwa Ti akan mengenai tubuhnya kalau saja pada saat itu tidak
berkelebat bayangan hitam. Tangan Liong-li bergerak, sinar golok
berkelebat dan tubuh Kwa Ti terjengkang, darah mengucur dari
lehernya dan diapun tewas seketika!
398 Empat orang yang lain menjadi panik. Mereka ada yang berteriakteriak minta tolong. Akan tetapi Tek Hin sudah merobohkan seorang
lagi, sedangkan amukan golok di tangan Liong-li membuat tiga orang
yang lain roboh pula. Kini habislah Wei-ho Cap-sha-kwi, semua tewas
di tangan Liong-li yang dibantu Tek Hin.
"Lihiap (pendekar wanita), engkau sungguh hebat...... aku kagum
sekali, engkau sungguh luar biasa sekali!" Tek Hin menjura dan
memuji dengan pandang mata penuh kagum.
Mau tak mau Liong-li tertawa. Pemuda ini gagah dan lucu, juga
pemberani dan tidak begitu mementingkan diri pribadi, seolah-olah
berani menentang maut dengan sikap terbuka.
Akan tetapi pada saat itu, nampak banyak bayangan orang berkelebat
masuk dan di situ telah berdiri Yauw Ban, Kiu-bwe Mo-li, Jai-hwa
Kongcu, dan dua orang kembar He-nan Siang-mo! Mereka berlima
telah memegang senjata masing-masing dan sikap mereka mengancam
sekali. Mereka semua marah melihat mayat-mayat bergelimpangan
dan tahulah mereka bahwa Wei-ho Cap-sha-kwi telah tewas semua di
tangan gadis pakaian hitam yang amat lihai itu.
"Awas, lihiap. Inilah para pembantu utama Hek-sim Lo-mo!" kata
Tek Hin, hatinya gentar karena dia membayangkan betapa akan
beratnya kalau nona itu harus melawan pengeroyokan lima orang ini.
"Minggirlah, biar kuhadapi mereka!" kata Liong-li dengan sikap
tenang walaupun ia maklum bahwa lima orang lawannya ini tentu
merupakan lawan yang amat berat.
399 Kiu-bwe Mo-li terkekeh. "Heh-he-he-be, sumoi, kiranya engkau
datang juga untuk menyerahkan nyawamu!"
"Aku tidak mempunyai suci macam engkau," bentak Liong-li dengan
perasaan sebal. "Tar-tar-tarrr......!" Cambuk ekor sembilan di tangan Kiu-bwe Mo-li
meledak-ledak ketika ia menggerakkan cambuk itu di atas kepalanya,
"Sumoi atau bukan, engkau akan mampus di tangan kami!" Dan iapun
sudah menerjang dengan cambuk hitamnya, mengirim serangan yang
dabsyat kepada Liong-li yang masih memegang golok.
Liong-li tidak tergesa mempergunakan pedang pusakanya karena
bagaimanapun juga, ia tidak begitu memandang tinggi para lawannya.
Kalau Hek-sim Lo-mo yang keluar, barulah ia akan mempergunakan
pedang pusakanya itu. Maka, menghadapi serangan Kiu-bwe Mo-li, ia
menggerakkan goloknya menangkis.
Sementara itu, melihat betapa gadis perkasa itu menghadapi banyak
lawan, Song Tek Hin tidak mau tinggal diam saja. "Lihiap, aku akan
membantumu sedapat mungkin!" teriaknya dan dengan goloknya,
diapun terjun ke dalam perkelahian itu dan menyerang Kiu-bwe Mo-li
dengan bacokan sekuat tenaga.
"Tranggg!" goloknya tertangkis di udara dan terpental lepas dari
tangannya ketika pedang di tangan Yauw Ban menangkis golok itu.
Dan sebelum Tek Hin dapat mengelak, jari tangan kiri Yauw Ban
meluncur dan sebuah totokan membuat Tek Hin terguling dan tak
mampu berkutik lagi! 400 Melihat ini, Liong-li terkejut dan hendak menolong pemuda itu, akan
tetapi pada saat itu, bukan hanya Kiu-bwe Mo-li yang menyerang,
melainkan juga Jai-hwa Kong-cu Lui Teng dan sepasang orang
kembar He-nan Siang-mo sudah pula mengeroyoknya. Ia memutar
goloknya menghadapi pengeroyokan empat orang ini dan para
pengeroyoknya itu sama sekali tidak boleh disamakan dengan para
anggauta Cap-sha-kwi! Mereka sudah mendengar akan kelihaiannya, maka empat orang itu
bersikap hati-hati sekali sehingga pukulan-pukulan Hiat-tok-ciang dari
tangan kiri Liong-li belum juga menemui sasaran karena selalu
dielakkan lawan. Bahkan kini Yauw Ban juga turut mengeroyoknya
dengan permainan pedangnya yang amat lihai itu.
Baru kini Liong-li tahu bahwa para pembantu utama dari Hek-sim Lomo memang hebat sekali. Pengeroyokan lima orang itu membuat ia
terdesak, akan tetapi gadis yang amat perkasa ini memutar goloknya
sedemikian rupa sehingga seluruh tubuhnya lenyap terlindung oleh
gulungan sinar golok yang berkilauan tertimpa sinar lampu-lampu
yang lebar itu. Golok itu milik seorang di antara Wei-ho Cap-sha-kwi. Karena
tigabelas orang tokoh sesat ini merupakan tokoh sesat yang terkenal
dan sudah lama malang melintang di dunia kang-ouw, maka golok
mereka tentu saja bukan golok sembarangan, melainkan terbuat dari
baja yang baik. Maka, bertemu dengan senjata lima orang itu, Liong-li
dapat menandingi dan tangkisan-tangkisannya tidak sampai
merusakkan goloknya. 401 Tiba-tiba terdengar bentakan parau yang suaranya menggetarkan
ruangan itu, "Hemm, inikah yang berjuluk Hek-liong-li?"" Dan ada
angin menyambar dahsyat ke arah gadis itu.
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Liong-li terkejut melihat sinar terang dan karena sinar itu menyambar
ke arah lehernya, ia cepat menggerakkan goloknya menangkis.
"Trakkk......!" Goloknya patah menjadi dua potong dan angin yang
amat keras menyambar ke arahnya. Ia cepat mempergunakan ginkangnya dan tubuhnya sudah meloncat keluar dari ruangan itu!
Kiranya yang menyerangnya adalah seorang kakek raksasa yang
tinggi besar bermuka hitam. Ia dapat menduga bahwa tentu ini yang
bernama Hek-sim Lo-mo! Ketika ia melompat keluar dari ruangan itu, Hek-sim Lo-mo dan lima
orang pembantunya mengejar dan berlompatan keluar. Liong-li
bermaksud untuk melawan mati-matian, akan tetapi tiba-tiba ada
bayangan putih berkelebat di sampingnya dan lengannya disentuh
orang. "Hek-liong-li, cepat lari. Jangan melawan musuh di dalam
sarangnya!" kata orang yang menyentuh lengannya itu.
"Pek-liong-eng......!" Liong-li berseru, agak marah melihat pemuda ini
berani menghalanginya. "Ssttt, nanti kita bicara. Mari kita pergi!" Cin Hay sudah menangkap
lengan kanan wanita itu yang tadinya hendak mencabut pedang, dan
sekali meloncat, tubuh Cin Hay melesat jauh dan tubuh Liong-li
terbawa loncat! 402 Wanita itu mendongkol sekali, akan tetapi ia dapat melihat kebenaran
ajakan untuk lari ini. Memang ia telah bersikap sembrono sekali.
Pihak musuh amat kuat, dan ia tidak tahu siapa lagi yang berada di
situ. Kalau ia dikeroyok banyak orang pandai di dalam sarang mereka,
hal ini amatlah berbahaya. Maka iapun melepaskan lengannya dan lari
sendiri dengan cepatnya. Mereka berdua menghilang ditelan
kegelapan bayang-bayang pohon sehingga Hek-sim Lo-mo dan lima
orang pembantunya tidak dapat melakukan pengejaran.
"Pemuda pakaian putih itupun muncul......!? kata Jai-hwa Kongcu
dengan khawatir dan agak gemetar.
"Cap-sha-kwi telah tewas semua di tangan Liong-li!" kata Kiu-bwe
Mo-li dengan gemas. "Sebaiknya Song Tek Hin itu dibunuh saja. Dia yang menjadi garagara sampai Cap-sha-kwi tewas!" kata Gan Siang, seorang dari Henan Siang-mo.
"Kalian sungguh bodoh!" kata Hek-sim Lo-mo. "Kalau Cap-sha-kwi
mampus, hal itu adalah karena ketololan mereka sendiri, karena
mereka telah lengah dan mabok-mabokan. Akan tetapi sungguh bodoh
sekali kalau Song Tek Hin itu dibunuh. Dia tetap merupakan umpan
yang baik. Bukankah dua ekor ikan itu benar-benar muncul karena ada
umpan pemuda itu" Malam ini mereka hanya dapat membunuh Capsha-kwi, akan tetapi bukan itu tujuan mereka. Mereka pasti akan
datang lagi untuk menolongnya, karena itu tidak boleh dibunuh.
Belum waktunya dia dibunuh!"
Demikianlah, Tek Hin masih terlepas dari maut yang sudah
mengancamnya dan kini dia disekap dalam kamar, diawasi dengan
403 ketat oleh kelima pembantu utama Hek-sim Lo-mo. Walaupun dia
masih diberi makan dan tidak disiksa, akan tetapi kaki tangannya
dirantai dan dia tidak diperkenankan keluar dari kamarnya!
"Y" "Engkau lancang sekali! Kenapa engkau berani menarikku dan
membujukku pergi meninggalkan sarang Hek-sim Lo-mo?" Liong-li
mencela Cin Hay sambil mengerutkan alisnya. Mereka sudah tiba jauh
di luar kota Lok-yang, duduk di tepi sungai kecil di sebuah hutan, di
mana terhampar rumput hijau yang tebal dan lunak.
Sinar bulan menimpa air yang berdendang merdu, air yang tidak
begitu dalam, namun amat jernih dan yang bermain-main dengan
batu-batu kali yang berkilauan tertimpa sinar bulan. Pohon-pohon
besar di belakang sana nampak seperti barisan raksasa yang
melindungi mereka, dan hamparan petak rumput itu seperti permadani
hijau yang amat indah. Malam sudah amat larut dan hawa udara amat
dinginnya. Cin Hay membuat api unggun dan api itu mendatangkan kehangatan
dan mengusir nyamuk. Mendengar ucapan Liong-li yang mencelanya, celaan yang entah ke
berapa kalinya karena sejak tadi wanita itu mengomel terus, dia lalu
menghadapinya. Mereka duduk di atas rumput. berhadapan, terhalang
api unggun. Dari balik api unggun, melihat wajah wanita muda
berpakaian serba hitam itu sungguh merupakan penglihatan
mentakjubkan. 404 Wajah yang ayu itu seperti terbuat dari pada emas. Emas yang terukir
indah. Matanya seperti sepasang bintang. Dan mulut itu! Agak
cemberut, bibirnya agak terbuka. manisnya sukar diceritakan!
"Maafkan aku, nona......"
"Tidak usah nona-nonaan! Engkau bukan pelayanku!" Liong-li yang
masih mendongkol itu mencela lagi.
Cin Hay membelalakkan matanya. "Sungguh membingungkan!
Disebut nona tidak mau, dan aku belum mengetahui siapa namamu,
habis harus panggil apa?"
"Engkau panggil apa saja, asal jangan nona. Panggilan itu seperti
ejekan saja karena engkau bukan kacungku!"
"Baiklah, Liong-li. Sebaiknya tanpa Hek (hitam) karena engkau tidak
berkulit hitam, Hanya pakaianmu yang hitam. Maafkan aku tadi,
Liong-li. Melihat engkau menandingi Hek-sim Lo-mo dan para
pembantunya di sarang mereka, aku khawatir sekali. Ketahuilah
bahwa datuk iblis itu lihai bukan main......"
"Aku tahu! Golok rampasanku tadi patah oleh pedangnya, akan tetapi
engkau boleh takut kepadanya, aku tidak!"
"Ah, harap engkau suka bersikap adil dan suka mempertimbangkan,
Liong-li. Ini bukan soal takut atau tidak, melainkan kita harus berhatihati menghadapi orang-orang jahat dan licik seperti mereka. Kalau
tadi engkau nekat menghadapi pengeroyokan mereka di sarang
mereka, akhirnya engkau tentu akan celaka."
405 "Hemm, perduli amat engkau apakah aku akan celaka atau tidak"
Pula, di sana terdapat pemuda yang gagah berani itu......"
"Ahhh" Kaumaksudkan Song Tek Hin?"
"Namanya Song Tek Hin" Dia seorang yang memiliki ilmu silat
sedikit saja, akan tetapi dia sungguh gagah berani menghadapi maut.
Tidak lari-lari ketakutan seperti kita tadi!"
Cin Hay tertawa. "Ha-ha, memang Tek Hin memiliki keberanian yang
hebat! Bahkan kalau tidak kebetulan aku melihat dan mencegahnya,
dia sudah mengambil nyawanya sendiri. Tentu saja sekarang dia tidak
takut mati, karena agaknya memang dia merindukan kematian."
"Ehh" Apakah yang terjadi dengan dia?" Liong-li tertarik sekali.
Semua kemarahan lenyap dari mukanya dan kini ia bersikap seolaholah ia sedang bercakap-cakap dengan seorang sahabat lama.
Dan Cin Hay juga merasa senang melihat sikap ini. Entah bagaimana,
dia merasa seolah-olah sudah lama sekali mangenal baik dan menjadi
sahabat gadis perkasa ini! Dia merasa cocok sekali dengan Liong-li,
bahkan walaupun wataknya angin-anginan, mudah marah, namun
watak inipun menarik baginya, karena marahnya gadis itu ada
dasarnya. "Dia itu calon mantu mendiang Pouw Sianseng......"
"Siapa itu Pouw Sianseng dan apa hubungannya......"
"Semua ada hubungannya. Harap dengarkan ceritaku dengan tenang
dan sabar, Liong-li. Setelah kita berdua dipilih oleh mendiang kakek
406 Thio Wi Han sebagai ahliwaris-ahliwaris Pek-liong-kiam dan Hekliong-kiam, kiranya sudah sepatutnya kalau kita bekerja sama
menghadapi Hek-sim Lo-mo, bukan?"
"Lihat saja nanti perkembangannya. Teruskan ceritamu tentang Song
Tek Hin itu." "Pouw Sianseng adalah orang yang beruntung mendapatkan Kim-san
Liong-cu, yaitu batu atau logam pusaka yang diperebutkan......"
"Aku tahu tentang Kim-san Liong-cu," Liong-li memotong, "guruku
menyuruh aku untuk mencari dan mendapatkan Kim-san Liong-cu
pula. Bagaimana Kim-san Liong-cu dapat terjatuh ke tangan orang
bernama Pouw Sianseng itu?"
"Hal itu aku kurang jelas, sebaiknya kelak kita tanyakan kepada Tek
Hin, kalau kita berhasil membebaskannya. Akan tetapi, agaknya Heksim Lo-mo tahu akan rahasia itu. Dia menangkap Pouw Sianseng dan
puterinya yang menjadi tunangan Song Tek Hin. Puterinya diperkosa
oleh anak buah Hek-sim Lo-mo untuk memaksa Pouw Sianseng
menyerahkan mustika itu, dan akhirnya Pouw Sianseng pun dibunuh
setelah Liong-cu (mustika naga) itu terampas oleh Hek-sim Lo-mo.
Puterinya juga tewas."
"Hemm, memang mereka itu iblis-iblis kejam!" kata Liong-li gemas.
"Seperti engkau mungkin sudah dapat menduga, Hek-sim Lo-mo
membawa Liong-cu itu kepada kakek Thio Wi Han, ahli pembuat
pedang pusaka dan memaksa kakek itu membuatkan sepasang pedang.
Anak buahnya berjaga-jaga di rumah suami isteri Thio Wi Han itu.
Akan tetapi seperti kita ketahui, agaknya mereka berdua tidak rela
407 menyerahkan pedang-pedang pusaka kepada Hek-sim Lo-mo. Mereka
melarikan diri dan bertemu dengan kita."
"Hemm, lalu bagaimana dengan pemuda itu?"
"Wah, agaknya engkau tertarik sekali kepadanya!" Cin Hay berseru.
Wanita itu menatap wajahnya dengan sinar mata tajam, dan polos,
"Memang, aku tertarik kepadanya dan aku suka kepadanya. Dia
pemberani, gagah, tidak mementingkan diri sendiri......"
"Dan tampan!" "Ya, dan tampan," kata pula Liong-li dengan polos.
Cin Hay tersenyum. Dia tidak cemburu atau iri hati, seolah-olah dia
mendengarkan seorang adik perempuan memuji-muji seorang kawan
pria saja! "Aku bertemu dengan Song Tek Hin ketika dia hendak membunuh
diri di depan kuburan kuno dari Kiang-sun-ong, karena dia merasa
berduka telah kehilangan tunangannya, yaitu Pouw Bi Hwa yang
tewas bersama ayahnya di tangan Hek-sim Lo- mo dan anak buahnya.
Aku sempat mencegahnya dan menasihatinya, dan dia menurut,
bahkan kami lalu pergi mengunjungi kakek Thio Wi Han. Sayang,
kami berdua tertawan oleh para penjahat itu......"
"Engkau" Tertawan" Aneh, kukira kepandaianmu cukup untuk dapat
membela diri dan tidak sampai tertawan!"
408 "Mereka menangkap Tek Hin dan mengancam sehingga terpaksa aku
menyerah dan ditawan bersama dia di dalam rumah mendiang kakek
Thio Wi Han. Kemudian, kakek Thio muncul di pagi hari dan
menyerahkan pedang Pek-liong-kiam ini kepadaku setelah dia terluka
parah. Aku membawanya lari, terpaksa meninggalkan Tek Hin yang
kembali mereka tawan."
"Hemm, dan engkau bertemu dengan aku yang menyelamatkan isteri
kakek Thio itu, dan agaknya Tek Hin lalu dibawa ke sini oleh Heksim Lo-mo dan anak buahnya."
"Begitulah, Liong-li," kata Cin Hay sambil menambahkan kayu pada
api unggun. "Tentu saja aku tidak dapat membiarkan dia menjadi
tawanan, maka aku memang sudah mempunyai niat untuk mencoba
membebaskannya sambil menentang Hek-sim Lo-mo dan kawankawannya. Akan tetapi, engkau mendahului dan aku membayangimu
dari jauh. Aku melihat betapa engkau telah menewaskan Cap-sha-kwi,
sungguh hebat sekali engkau, Liong-li. Setidaknya, kini kekuatan
mereka berkurang." Menerima pujian itu, kembali Liong-li merasa jantungnya berdebar.
Ini aneh, pikirnya. Banyak sudah ia menerima pujian pria, baik untuk
kecantikannya maupun untuk kelihaiannya, dan setiap kali menerima
pujian, ia merasa jemu dan bahkan dengan senyum mengejek. Ia tahu
betapa pria memang paling pandai memuji dan suka mengobral
pujian, tentu saja dengan maksud untuk merayu kaum wanita.
Akan tetapi, pujian yang keluar dari mulut Cin Hay ini tidak
dianggapnya sebagai rayuan, bahkan berarti besar. Hal ini adalah
karena ia tahu benar bahwa kepandaian pemuda ini tidak berada di
409 sebelah bawah tingkatnya! Sejenak mereka saling pandang dari atas
api unggun dan jelas nampak betapa masing-masing saling pandang
dengan sinar mata penuh kekaguman.
"Kalau engkau tahu bahwa kekuatan mereka berkurang, kenapa
engkau mengajak aku lari seperti dua orang anak kecil takut
menghadapi setan-setan" Kenapa kita tidak menyerbu saja dan
membasmi mereka malam tadi?"
"Aku sudah pernah menjadi tahanan mereka, akan tetapi ketika itu aku
ditahan di dalam rumah kakek Thio Wi Han yang bersahaja. Kini,
mereka berada di dalam sarang mereka sendiri. Orang-orang seperti
mereka yang amat kejam dan jahat, tentu juga amat curang dan licik.
Dalam sarang itu tentu dipasangi banyak alat-alat rahasia dan jebakanjebakan yang berbahaya. Hal itu amat membahayakan keadaan kita
sendiri." "Apakah tidak membahayakan keselamatan Song Tek Hin?"
Cin Hay tersenyum. "Jangan khawatirkan dia. Kalau memang para
iblis itu menghendaki nyawanya, apa sukarnya bagi mereka untuk
membunuhnya" Memang begitulah keadaannya yang kadang-kadang
amat membingungkan. Orang yang ingin mati, tidak juga menemui
kematiannya, sebaliknya orang yang tidak ingin mati, sekali waktu
tiba-tiba saja mati! Kalau orang macam Hek-sim Lo-mo tidak segera
membunuh Tek Hin dan menahannya, maka hal itu hanya berarti
bahwa datuk iblis itu masih membutuhkan Tek Hin hidup-hidup. Dan
agaknya aku mengetahui mengapa mereka belum juga membunuhnya,
dan sekarangpun kita tidak perlu khawatir dia akan dibunuh tidak
secepat itu!" 410 "Hemm, omonganmu masuk di akal. Akan tetapi apa yang
menyebabkan Hek-sim Lo-mo tidak segera membunuhnya?"
"Untuk memancing kedatanganku!"
"Hemm, belum tentu hanya itu, juga memancing kedatanganku!" kata
Liong-li tidak mau kalah.
"Ehh" Apakah mereka juga mengenalmu sebagai lawan?"
"Sebelum malam ini, aku pernah bentrok dengan mereka, juga aku
telah membunuh Twa-to Ngo-houw anak buah mereka, membunuh
pula Tiat-pi Hek-wan, Hek-sim Lo-mo tentu amat membenciku."
"Aihh, dan sekarang engkau membunuh pula Wei-ho Cap-sha-kwi!
Hebat, engkau memang hebat, Liong-li. Aku kagum padamu, dan
tentu Tek Hin akan merasa girang sekali mendengar bahwa engkau
yang membunuh Tiat-pi Hek-wan, karena penjahat itulah yang
memperkosa tunangannya sampai mati."
Liong-li termenung. Betapa banyaknya manusia yang baik hidup
menderita di dunia ini. Ia teringat akan keadaan hidupnya sendiri. Ia
tidak merasa bahwa ia seorang manusia yang baik, akan tetapi
setidaknya ia tidak pernah melakukan perbuatan jahat, sampai tiba
perubahan hebat pada dirinya semenjak ia secara terpaksa menjadi
selir Pengeran Coan Siu Ong.
Ia memandang kepada Cin Hay, diam-diam ia ingin sekali mendengar
bagaimana riwayat pendekar muda berpakaian putih ini. Apakah juga
pernah menderita sengsara seperti ia dan juga seperti Tek Hin" Akan
tetapi untuk menanyakan hal itu, ia merasa rikuh.
411 "Sekarang, setelah kita melarikan diri dari sana, lalu apa yang akan
kita lakukan?" "Kita menghadapi Hek-sim Lo-mo dan kawan-kawannya di luar
sarang mereka, agar tidak ada bahaya perangkap dengan alat rahasia."
"Bagaimana kita dapat memancing mereka keluar?"
"Kita tidak memancing mereka, melainkan menantang! Terangterangan kita tantang Hek-sim Lo-mo untuk mengadu kepandaian di
suatu tempat terbuka. Aku yakin seorang datuk iblis seperti dia
memiliki watak yang angkuh dan tentu dia merasa malu kalau tidak
menerima tantangan kita orang-orang muda."
Liong-li mengangguk-angguk, "Baik, kaulakukan saja hal itu. Akan
tetapi kalau tidak berhasil besok dia keluar memenuhi tantangan kita,
aku akan menyerbu ke sana seorang diri!"
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cin Hay tersenyum. "Harap jangan tergesa-gesa. Berilah waktu
sampai dua hari. Aku mengundang dia dengan surat tantangan besok
agar besok lusa dia suka datang ke tempat ini, lusa jam sembilan pagi
untuk memenuhi tantangan kita. Kalau lusa dia tidak datang, barulah
kita menyerbu ke sana."
"Kita?" "Tentu saja, Liong-li. Kita berdua sudah sama-sama terjun ke dalam
urusan ini, sama-sama basah. Apakah engkau tidak sudi bekerja sama
dengan aku?" 412 Beberapa lamanya mereka saling pandang. Api unggun sudah padam,
akan tetapi mereka tidak memerlukannya lagi karena sinar matahari
pagi sudah mulai mengusir sisa kegelapan malam.
"Mengingat bahwa kita berdua adalah ahli waris sepasang pedang
Naga, baiklah, aku mau bekerja sama. Akan tetapi aku tidak mau
menjadi anak buahmu yang harus mentaati semua perintahmu."
"Begitukah" Baik, mulai sekarang engkau yang menjadi
pemimpinnya, Liong-li, dan aku akan mentaati semua petunjukmu!"
Wajah Lie Kim Cu berubah merah dan mulutnya cemberut. "Bukan
begitu maksudku, kita bekerja sama, setiap tindakan harus
dirundingkan dan disetujui bersama. Pendeknya, aku tidak mau
menjadi anak buah." "Aku tidak berkeberatan untuk menjadi anak buah," jawab Cin Hay,
"biar engkau yang menjadi bapak buah...... eh, maksudku ibu
buah...eh......" "Sudahlah, aku setuju dengan maksudmu mengirim surat tantangan
tadi. Bagaimana engkau hendak melakukannya?"
"Akan kutulis sebuah surat tantangan berbunyi begini :
Hek-liong-li dan Pek-liong-eng menantang Hek-sim Lo-mo untuk
mengadu ilmu. Kalau berani, agar datang di petak rumput tepi sungai
dalam hutan sebelah timur kota, besok pagi jam 9.00 pagi. Kami
tunggu!" 413 Liong-li mengangguk-angguk. "Baik, kalau begitu, aku mau pergi
dulu dan besok lusa pagi aku datang ke sini."
"Nanti dulu, Liong-li, masih ada siasat lain yang perlu kubicarakan
denganmu." Liong-li yang tadinya sudah bangkit berdiri, terpaksa duduk kembali
dan memandang wajah pemuda itu dengan tajam penuh selidik.
"Siasat apa lagi?"
"Liong-li, engkau tentu tahu bahwa orang semacam Hek-sim Lo-mo
adalah lawan yang tangguh sekali, selain tinggi ilmu silatnya, juga
tentu licik dan curang. Dia menawan Tek Hin, tentu akan
mempergunakan pemuda itu, selain untuk memancing kami, juga
mungkin sekali dia hendak mempergunakan dia sebagai sandera untuk
memaksa kita menyerah. Oleh karena itu, akan lebih baik kalau kita
setelah mengirim surat tantangan, berusaha untuk membebaskan Tek
Hin lebih dulu." "Hemm, caranya?" tanya Liong-li sambil mengelus-elus dagunya.
Diam-diam Cin Hay amat tertarik. Wanita cantik ini kadang-kadang
lucu, mengelus dagu seperti kebiasaan banyak pria kalau sedang
berpikir. Pada hal dagu itu halus mulus, sama sekali tidak ada
jenggotnya! "Caranya" Kita bekerja sama, maka kuserahkan padamu bagaimana
baiknya untuk dapat membebaskan Tek Hin sebelum gerombolan
penjahat itu memenuhi undangan kita."
414 Liong-li merasa bahwa ia sedang diuji kecerdikannya oleh Pek-liongeng, maka iapun berpikir keras dan mengambil keputusan untuk
memaksakan siasat yang sedang dirancangnya itu. Ada sepuluh menit
ia mengerutkan alis dan termenung itu, dan diam-diam Cin Hay
mengerling dan mengamatinya dengan hati tertarik.
"Ah, sudah kudapatkan!" tiba-tiba wanita itu berseru dan wajahnya
berseri. "Bagus, bentangkan rencanamu, Liong-li!" kata Cin Hay, ikut
gembira. "Kalau kita malam ini atau malam besok menyerbu untuk menolong
Tek Hin, hal itu tentu tidak ada gunanya karena kita sudah mengirim
tantangan memancing mereka keluar dari sarang. Lalu bagaimana kita
dapat membebaskan Tek Hin sebelum mereka keluar memenuhi
tantangan kita" Hanya ada satu jalan!" Liong-li memandang Cin Hay
den keduanya saling pandang seperti hendak menjenguk isi hati
masing-masing. Cin Hay juga sudah mempunyai rencana dan memang tepat seperti
dikatakan Liong-li tadi. Hanya ada satu jalan, dan dia ingin sekali tahu
apakah jalan pikiran mereka sama.
"Nanti dulu, Liong-li. Tunggu aku tuliskan dulu rencanaku, kemudian
disesuaikan dengan rencanamu dan kita rundingkan sematangnya."
Cin Hay cepat mengeluarkan alat tulis yang berupa daun lebar saja
yang dipetiknya dari pohon dan sebatang kayu kecil runcing untuk
menulis. Dicoret-coretnya di atas beberapa helai daun, kemudian
setelah selesai, dia menelungkupkan daun-daun itu dan berkata lagi,
415 "Nah, sekarang katakanlah bagaimana jalan satu-satunya yang hendak
kau tempuh untuk menolong Tek Hin."
"Kita tidak mungkin menolong Tek Hin keluar dari sarang itu selama
Hek-sim Lo-mo dan kawan-kawannya berada di sana. Kita lihat saja.
Kalau lusa dia bawa Tek Hin keluar untuk menyambut tantangan kita,
seorang di antara kita serbu Hek-sim Lo-mo dan seorang lagi cepat
membebaskan Tek Hin. Kalau mereka meninggalkan Tek Hin di
sarang mereka, begitu mereka keluar untuk menyambut tantangan
kita, kita menyelundup dulu ke dalam dan membebaskannya, baru kita
mengejar gerombolan itu."
Cin Hay tersenyum. Hatinya gembira sekali, gembira dan juga kagum.
Ternyata jalan pikiran mereka sama! Sungguh senang sekali bekerja
sama dengan wanita yang cantik manis dan cerdik ini.
"Hemm, kenapa kau senyum-senyum?"
Cin Hay menyerahkan tumpukan daun yang ditulisnya tadi kepada
Liong-li. "Kau bacalah sendiri."
Liong-li membaca. Coretan-coretan itu cukup jelas, dan alisnya
berkerut ketika ia membaca,
"Kalau mereka membawa Tek Hin, kita serbu di perjalanan, kalau
mereka meninggalkannya, kita bebaskan Tek Hin selagi mereka
keluar memenuhi tantangan kita."
"Heiii, kau menjiplak saja rencanaku, ya?"
416 "Aih, Liong-li, bagaimana aku menjiplak kalau aku yang lebih dulu
menuliskannya di atas daun-daun ini" Apakah engkau tadi melihat aku
corat-coret dan dapat membaca dari gerakanku?"
"Tan Cin Hay!" Liong-li meloncat berdiri dan alisnya terangkat,
matanya terbelalak marah. "Kau menuduh aku menjiplakmu" Hei,
laki-laki yang lancang mulut!"
Cin Hay terkejut. Sungguh sukar diduga sebelumnya watak wanita ini,
pikirnya. Tiada hujan tiada angin, seperti kilat dan guntur menyambarnyambar begitu saja. Cepat dia bangkit berdiri.
"Maaf, Liong-li. Aku hanya ingin bergurau. Tentu saja engkau tidak
menjiplaknya, seperti akupun tidak menjiplak darimu. Ternyata jalan
pikiran kita sama dan ini berarti bahwa memang kita cocok untuk
saling kerja sama. Selanjutnya, bagaimana baiknya rencana ini
dilaksanakan, terserah kepadamu."
Rasa panas di dada Liong-li menjadi dingin kembali. Wataknya
memang pemarah semenjak ia menjadi Liong-li, akan tetapi
kesadarannya selalu membuat ia mudah melihat persoalan dan iapun
tahu bahwa pemuda itu tidak sengaja menuduhnya menjiplak.
"Sudahlah, sebaiknya kau berhati-hati kalau bicara. Ingat, di antara
kita belum ada yang kalah atau menang, maka sekali waktu ingin aku
menguji kepandaian kita."
"Wah, lupa lagi kau, Liong-li" Aku pernah terkena pukulanmu, tangan
kirimu yang membuat aku panas dingin dan keracunan."
417 "Hemm, itu belum berarti aku menang. Sudah, mari kita rundingkan
dari mana kita dapat mengintai sebaiknya. Tentu mereka akan melalui
pintu gerbang sebelah timur, kita mencari tempat persembunyian yang
baik di luar pintu gerbang......"
Mereka lalu duduk lagi. Kini api unggun telah padam, dan mereka
merundingkan siasat mereka untuk mengirim tantangan dan untuk
mengintai rombongan musuh itu kalau mereka keluar esok lusa pagi.
"Y" Bayangan yang tubuhnya ramping itu bergerak dengan gesitnya,
meloncati pagar tembok bangunan rumah Hek-sim Lo-mo. Di
punggungnya tergantung sepasang pedang dan ketika bulan menyinari
mukanya, nampaklah wajah seorang gadis yang manis, dengan
pakaian serba hijau dan matanya bersinar terang ketika ia melompat
ke sebelah dalam dan memandang ke kanan kiri penuh selidik.
Agaknya iapun maklum bahwa ia berada di sarang harimau ganas,
maka ia mencabut siang-kiam (sepasang pedang) dari punggungnya,
lalu melangkah maju berindap-indap menghampiri bangunan gedung
yang besar itu. Ia tidak tahu sama sekali bahwa sejak ia muncul di luar
tembok pagar bangunan itu, semua gerak geriknya telah diikuti oleh
pandang mata beberapa orang yang mengintai dari dalam gedung.
Karena baru saja menderita kerugian besar dengan terbunuhnya Weiho Cap-sha-kwi, dan tahu bahwa di luar terdapat dua orang musuh
yang amat lihai, maka Hek-sim Lo-mo dan para pembantunya
bersikap hati-hati sekali. Mereka tidak pernah lengah melakukan
penjagaan secara bergiliran dan pada malam hari itu, tentu saja mereka
418 yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi itu dapat melihat
gerak-gerik bayangan berpakaian hijau yang melompati pagar tembok.
Malam itu yang melakukan giliran berjaga malam adalah Jai-hwa
Kongcu Lui Teng dan Yauw Ban. Mereka berdua bersama belasan
orang penjaga yang menjadi anak buah mereka, mengintai dan
mengamati gerak gerik bayangan berbaju hijau itu.
Ketika mereka melihat bahwa bayangan itu adalah seorang gadis,
tadinya mereka terkejut dan mengira bahwa yang muncul adalah
Liong-li. Akan tetapi ketika sinar bulan menimpa wajah gadis itu dan
mereka melihat bahwa gadis itu bukan Liong-li, hati kedua orang
jagoan ini menjadi besar. Apa lagi Jai-hwa Kong-cu Lui Teng, ketika
melihat gadis manis itu, dia tersenyum dan berbisik kepada Yauw
Ban. "Yauw toako, serahkan saja gadis itu kepadaku. Aku akan
menangkapnya!" Yauw Ban mengerutkan alisnya. Dia sudah mengenal benar watak Jaihwa Kongcu ini, seorang pemuda yang gila perempuan dan tidak
pernah mau melepaskan seorang gadis cantik begitu saja tanpa
mengganggunya. "Ingat, kita sedang menghadapi ancaman musuh yang lihai. Jangan
pandang rendah gadis ini, dan setelah berhasil menangkapnya, jangan
sekali-kali mengganggunya sebelum membawanya menghadap Bengcu agar ia diperiksa apa maksudnya datang ke sini. Siapa tahu ia
adalah teman dari Liong-li atau pemuda baju putih itu."
419 Jai-hwa Kongcu tersenyum. "Aku mengerti, toako. Akan kutangkap ia
dan kubawa ke depan Beng-cu, kemudian kalau Beng-cu
menyerahkan ia kepadaku, hemm......!" Matanya berkejap penuh arti,
kemudian sambil menyeringai, Lui Teng berkelebat lenyap di dalam
gelap untuk mencari gadis yang sudah masuk ke dalam pekarangan
tadi. Yauw Ban tidak tinggal diam. Bersama anak buah diapun lalu
membayangi, setelah berpesan kepada para penjaga lainnya agar tidak
lengah dan tetap melakukan penjagaan ketat. Siapa tahu gadis itu
hanya merupakan siasat dari dua orang musuh yang lihai itu, untuk
memindahkan perhatian mereka, kemudian kalau mereka lengah
karena mengejar gadis baju hijau, lalu pemuda baju putih dan Liong-li
akan menyerbu masuk! Gadis baju hijau itu memang manis sekali wajahnya, dan kulit muka
dan lehernya nampak putih mulus di balik pakaiannya yang serba
hijau. Sepasang pedang yang dicabutnya juga mengeluarkan sinar
berkilauan, tanda bahwa itu adalah sepasang pedang yang baik dan
cukup ampuh. Gerakannya ringan sekali ketika dara ini menyelinap di antara pohonpohon mendekati gedung itu. Ia memasuki gedung itu dari sebuah
pintu belakang yang dengan mudah ia dorong terbuka dari luar. Sekali
menyelinap masuk, sikapnya amat waspada dan iapun mencari-cari.
Yang dicarinya adalah kamar di mana ia akan dapat menemukan Heksim Lo-mo karena kedatangannya ini adalah untuk membunuh datuk
sesat itu! 420 Dengan berindap-indap gadis baju hijau itu mengintai dari jendela
sebuah kamar. Ia melihat seorang pemuda tampan duduk menghadapi
meja dan sedang membaca buku di bawah sinar tiga batang lilin. Ia
dapat melihat wajah pemuda itu dengan jelas dan sepasang mata yang
jeli itu terbelalak penuh kaget dan keheranan!
"Song-toako......" Terdengar ia berbisik dari luar jendela.
Pemuda itu bukan lain adalah Song Tek Hin yang menjadi tawanan!
Semenjak kegagalan Liong-li untuk membebaskannya, pemuda ini
merasa kecewa sekali. Setelah berjumpa dengan Liong-li, dia merasa
kagum sekali dan merasa heran mengapa kini dia tidak lagi nekat
untuk menghadapi kematian.
Kehidupan yang tadinya terasa kosong setelah kematian tunangannya,
yaitu Pouw Bi Hwa, yang membuat dia tidak kerasan lagi hidup di
dunia, kini berubah. Kehidupan itu berarti kembali! Dia tahu bahwa
dia telah jatuh cinta kepada pendekar wanita yang amat perkasa itu,
pendekar yang dengan beraninya menyerbu dan menentang Hek-sim
Lo-mo dan berusaha untuk membebaskannya.
Sayang sekali bahwa gadis itu gagal dan terpaksa melarikan diri
bersama Cin Hay, sedangkan dia tertawan kembali. Untungnya, Heksim Lo-mo masih mempergunakan dia sebagai umpan dan tidak
membunuhnya. Untuk melenyapkan kekesalan hatinya, dia membaca
buku yang memang disediakan oleh tuan rumah untuk dia melewatkan
waktu menganggur, "Song-toako......!"
421 Song Tek Hin terkejut. Tadi dia sudah mendengar bisikan itu akan
tetapi karena perhatiannya tercurah kepada bacaannya, dia tidak
memperhatikan dan mengira bahwa dia salah dengar. Akan tetapi
sekali ini dia menoleh ke arah jendela dan wajahnya berseri, matanya
memandang penuh harapan. Liong-li datang lagi! Datang lagi untuk
membebaskannya, pikirnya.
"Liong-li......!" bisiknya kembali dan cepat dia membuka daun jendela
dengan hati-hati sekali. Akan tetapi, wajah yang dilihatnya di luar
jendela sama sekali bukan wajah Liong-li, walaupun wajah itu juga
manis dan menarik sekali.
"Ah, engkau...... Su Hong Ing......?" dalam suaranya terkandung
keheranan, kekagetan juga kekecewaan karena yang muncul bukan
Liong-li yang amat diharapkan dan dirindukan.
Su Hong Ing ini adalah saudara misan dari mendiang Pouw Bi Hwa,
masih keponakan dari ibu tunangannya itu dan Su Hong Ing menjadi
murid dari perguruan silat Bu-tong-pai yang amat terkenal pula. Ilmu
silat gadis baju hijau ini sudah lumayan tingginya, seimbang dengan
tingkat kepandaian Song Tek Hin. Tek Hin mengenal Hong Ing
karena pernah gadis ini datang dan tinggal untuk beberapa bulan
lamanya di rumah mendiang Pouw Sianseng dan sempat
diperkenalkan kepadanya oleh mendiang Pouw Bi Hwa, tunangannya.
Sekali melompat, Hong Ing telah melompati jendela dan telah berada
di dalam. "Song-toako, bagaimana engkau dapat berada di sini?"
bisiknya, dan melihat pemuda itu tidak terbelenggu, sama sekali
bukan sebagai tahanan bahkan kamarnyapun cukup bagus, ia lalu
Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengerutkan alisnya. 422 "Ah, toa-ko, sungguh aku tidak mengerti! Mereka telah membunuh
paman dan membunuh adik Bi Hwa, dan engkau malah...... agaknya
menjadi sahabat para penjahat itu" Sungguh tak kusangka......!"
"Ssttt, Ing-moi, jangan kau bicara begitu. Engkau tidak tahu, aku di
sini sebagai tawanan, sebagai umpan agar dua orang pendekar yang
menjadi musuh mereka datang untuk mencoba membebaskan aku,
tidak tahunya engkau malah yang muncul! Hong Ing, lekas engkau
pergi dari sini selagi masih ada kesempatan. Cepat, mereka itu lihai
sekali! Engkau dan aku bukanlah lawan mereka. Pergilah, Ingmoi......!"
"TIBA-TIBA terdengar suara tertawa dari luar jendela. "Ha-ha-ha,
nona manis masuk tanpa diundang, tidak boleh pergi begitu saja
sebelum berkenalan dengan aku!"
Tek Hin mengenal suara Jai-hwa Kongcu Lui Teng dan dia terkejut
sekali. Si mata keranjang itu merupakan seorang pembantu Hek-sim
Lo-mo, seorang di antara para pembantu yang paling lihai!
"Celaka, dia lihai sekali," bisiknya kepada Hong Ing, lalu dia
menjengguk keluar jendela dan berkata dengan suara lantang,
"Saudara Lui Teng, harap jangan ganggu. Yang datang ini adalah
adikku sendiri yang ingin menjengukku, tidak mempunyai iktikad
buruk. Biarkan ia pergi dan harap jangan diganggu!"
"Ha-ha-ha, bagus! Kalau ia adikmu sendiri, maka berarti ia adalah
tamu kami. Marilah, nona, mari kuantar engkau menghadap Beng-cu
yang menjadi tuan rumah. Silakan keluar!"
423 Hong Ing mengerutkan alisnya. Ia menyelundup ke tempat itu hanya
dengan satu tujuan, yaitu membunuh Hek-sim Lo-mo yang telah
membunuh pamannya, Pouw Sianseng dan adik misannya Pouw Bi
Hwa. Ia mengandalkan ilmu silatnya sebagai seorang murid Bu-tongpai yang lihai dan ia percaya bahwa dengan ilmunya yang amat
diandalkan, yaitu sepasang pedang, ia akan mampu membunuh datuk
sesat itu. Tak disangkanya sama sekali bahwa Song Tek Hin, calon
ipar misannya yang ia tahu juga amat lihai, telah menjadi seorang
tawanan di situ, kelihatannya amat tidak berdaya walaupun tidak
dibelenggu! Kini, mendengar suara orang di luar itu, tentu saja ia tidak merasa
gentar. "Aku datang hendak bertemu dan membuat perhitungan dengan Heksim Lo-mo, bukan ingin bertemu dengan Beng-cu atau siapapun
juga!" bentaknya. Jai-hwa Kongcu Lui Teng tertawa. "Ha-ha-ha, Song Tek Hin, apakah
engkau tidak memberitahu kepada adikmu bahwa locianpwe Hek-sim
Lo-mo itu adalah Beng-cu?"
Mendengar ini, Hong Ing menoleh kepada Tek Hin dan pemuda itu
mengangguk membenarkan. "Ing-moi, engkau cepat menerobos
keluar dan lari!" bisiknya dengan hati khawatir sekali.
"Tidak, aku harus bertemu dengan Hek-sim Lo-mo!" jawab Hong Ing
yang memiliki keberanian luar biasa, tiada bedanya dengan Tek Hin
sendiri. 424 Hanya bedanya, kalau sekarang Tek Hin sudah tahu benar akan
keadaan pihak lawan yang sungguh amat lihai sehingga dia sama
sekali bukan lawan mereka, sebaliknya Hong Ing yang belum
mengetahui keadaan dan kekuatan Hek-sim Lo-mo, masih
memandang rendah mereka dan mengira bahwa dengan ilmu
kepandaiannya, ia akan mampu membunuh datuk itu untuk
membalaskan kematian paman dan adik misannya!
Setelah berkata demikian, dengan kedua tangan masih memegang
sepasang pedangnya, Hong Ing melompat keluar dari kamar itu
melalui jendela. Di luar jendela, dia disambut oleh seorang laki-laki
yang berwajah tampan, memakai pakaian seperti pelajar, sikapnya
ramah dan laki-laki itu telah menjura dengan hormat kepadanya.
"Nona, namaku Lui Teng dan marilah kuantar nona untuk bertemu
dengan Beng-cu Hek-sim Lo-mo yang tentu akan menyambut nona
dengan baik," katanya dengan halus.
Su Hong Ing hanya mengangguk, lalu ia mengikuti Lui Teng melalui
lorong menuju ke sebuah ruangan di mana Hek-sim Lo-mo yang
sudah dilapori tentang penyusupan seorang gadis baju hijau itu telah
duduk menanti. Ruangan itu luas dan ketika Hong Ing yang mengikuti Lui Teng dari
belakang tiba di situ, ia melihat seorang kakek tinggi besar bermuka
hitam, matanya lebar, kumis dan jenggotnya lebat, pakaiannya seperti
hartawan dan sikapnya berwibawa. Ia menduga bahwa tentu itulah
yang disebut Hek-sim Lo-mo, maka begitu berdiri di depan kakek itu,
ia lalu bicara dengan suara lantang.
425 "Apakah engkau yang bernama Hek-sim Lo-mo dan engkau yang
telah membunuh paman Pouw dan puterinya, Pouw Bi Hwa?"
Mendengar pertanyaan ini, Hek-sim Lo-mo memandang gadis itu
tanpa menjawab, lalu dia berbalik dengan sebuah pertanyaan dengan
suaranya yang besar parau, "Dan engkau siapakah, nona?"
"Namaku Su Hong Ing, aku seorang murid Bu-tong-pai dan aku
datang untuk membalaskan kematian pamanku dan adik misanku.
Kalau benar engkau Hek-sim Lo-mo, bangkitlah dan mari kita
membuat perhitungan!" Berkata demikian, gadis itu sudah memasang
Rajawali Lembah Huai 2 Serigala Dari Kunlun Long Cu Ya Sim Karya Kwao La Yen Tujuh Pedang Tiga Ruyung 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama