Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 11
adil. Kalau Thian-li-pang merupakan sekelompok pejuang, segolong-an pendekar yang
berjiwa patriot, apakah kita sampai menentang mereka dan menjadi tawanan mereka" Ingat,
bahwa kalau pasukan pemerintah benar-benar dikerah-kan pangeran Cia Sun untuk
menggempur Thian-li-pang, yang digempur adalah ge-rombolan penjahat, bukan
perkumpulan pejuang sejati." Ia berhenti sebentar, lalu melanjutkan penuh keyakinan. "Aku
me-ngenal baik Pangeran Cia Sun. Harus kuakui bahwa dia seorang pangeran Man-cu, akan
tetapi dia tidak berjiwa pen-jajah, bahkan dia menghormati para pe-juang dan tidak akan
mencampuri urusan pemberontak para pejuang. Kalau tidak begitu, bagaimana mungkin dia
sampai menjadi adik angkat Sin-ciang Tai-hiap Yo Han?"
Sian Li tersenyum. Tentu saja gadis itu akan membela mati-matian Pangeran Cia Sun,
kekasihnya, tunangan dan calon suaminya. Akan tetapi, pembelaan itu pun bukan hanya
ngawur dan ia tak da-pat membantah kebenaran apa yang di-ucapan Hui Eng.
"Mudah-mudahan Pangeran Cia Sun cepat muncul dengan bala bantuannya, enci Eng. Aku
ingin cepat bebas dan mencari Han-ko. Kalau perlu, akan kubongkar dengan tanganku sendiri
batu-batu yang menimbuni sumur tua itu."
Mereka menerima suguhan makan malam yang dimasukkan melalui lubang di antara jeruji
baja. Ternyata Ouw Seng Bu tetap memperlakukan mereka dengan baik. Hidangan yang
disuguhkan cukup mewah, bahkan ada pula minuman anggur segar. Mereka berdua tidak
menolak dan makan sampai kenyang untuk menjaga kondisi tubuh mereka, kemudian mereka
bersamadhi lagi mengumpulkan kekuatan agar selalu siap menghadapi segala kemungkinan.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
302 Diam-diam mereka pun dapat menduga bahwa berkat adanya Cu Kim Giok di situ, maka
agaknya Ouw Seng Bu bersikap lunak kepada mereka.
Menyerah dengan penuh kepasrahan, penuh kepercayaan akan kekuasaan Tuhan, dan berdaya
upaya sekuat tenaga dan kemampuan yang ada merupakan dua persyaratan hidup yang tak
boleh dipisah-kan dan tidak boleh pula diabaikan kita. Hanya menyerah saja tanpa berupaya,
atau hanya berupaya saja tanpa penyerah-an dengan keimanan kepada Tuhan, tidak-lah
lengkap dan tidak pula benar. Kita hidup sebagai hasil ciptaan Tuhan yang sempurna dan
lengkap, dan semua per-lengkapan yang pada kita ini memang diikut-sertakan kita agar dapat
kita per-gunakan untuk keperluan hidup. Panca indera kita, tangan kaki kita, hati akal pikiran,
semua itu merupakan perlengkap-an sempurna yang sudah sepatutnya kita pergunakan, kita
kerjakan demi kelangsungan hidup ini, demi kesejahteraan, demi kebahagiaan hidup. Namun,
di sam-ping daya upaya ini, kita harus yakin sepenuhnya bahwa segala sesuatu baru dapat
terjadi apabila ditentukan oleh kekuasaan Tuhan! Menyerah saja tanpa usaha, sama saja
dengan mempersekutu Tuhan. Kalau perlu kita lapar, kita harus makan dan untuk bisa makan
kita harus mencari makanan itu. Hanya menyerah saja tanpa makan, tidak mungkin kita
terbebas dari rasa lapar. Akan tetapi, mencari makanan saja tanpa penyerahan kepada Tuhan,
kita dapat dibawa me-nyeleweng oleh nafsu sehingga kita mu-dah melakukan penyelewengan,
misalnya mengambil kebutuhan kita itu dari orang lain, mencuri, merampok dan sebagainya.
Maka, kedua syarat itu tidak terpisahkan, yaitu, pada lahirnya kita berusaha sekuat
kemampuan kita, pada batinnya kita menyerah kepada kekuasaan Tuhan. Kalau sudah begini,
lengkaplah sudah. Berhasil atau tidaknya usaha kita, kita serahkan kepada Tuhan. Yang
terpenting, kita berusaha sekuat kemampuan kita! Kalau sudah begini, berhasil atau gagal
tidak membuat kita terlalu mabuk atau terlalu kecewa, karena kita maklum sepenuhnya bahwa
segala kehendak Tuhan pun jadilah! Kita hanya dapat bersyukur akan kekuasa-an Tuhan.
Tuhan Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui, tahu apa yang terbaik bagi kita. Mungkin di
dalam suatu kenyataan yang bagi hati akal pikiran kita merupakan kegagalan, tersembunyi
suatu hikmah, tersembunyi suatu berkah demi kebaikan kita. Dalam kehidupan kita ini, betapa
banyaknya berkah Tuhan bersem-bunyi di balik pengalaman yang kita anggap
menguntungkan atau tidak me-nyenangkan.
Demikian pula dengan Yo Han. Biarpun menurut hati akal pikiran dia tertimpa malapetaka,
terkubur hidup-hidup di dalam sumur tua, suatu hal yang amat tidak menyenangkan, juga
yang mengancam ke-selamatan nyawanya, namun pemuda ini sama sekali tidak tenggelam ke
dalam keputusan, tidak terseret ke dalam ke-dukaan. Kekuatan seperti yang dimiliki Yo Han
ini dapat kita miliki, yaitu kalau kita memiliki kepasrahan dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan, dengan iman yang sepenuhnya, sehingga kita yang se-penuhnya percaya bahwa
apa pun yang terjadi, tidak lepas dari kehendak Tuhan!Yo Han terbebas dari kematian,
ter-timbun atau tertimpa batu, kemudian, dia terbebas pula dari bahaya kelaparan ketika dapat
menemukan jamur yang dapat dimakan. Kini, dia berusaha sekuat tenaga untuk mencari jalan
keluar tanpa sedikit pun pernah mengurangi penyerah-annya kepada Tuhan. Andaikata Tuhan
menghendaki bahwa dia akan tewas, dia sudah siap setiap saat.
Dengan amat giat dan tekun, Yo Han mencari jalan keluar dengan menggali lubang-lubang
yang sempit, mencari jalan keluar. Sebuah demi sebuah batu dia lepaskan, melanjutkan
gerakannya me-rayap dalam lubang terowongan yang kecil sempit itu. Setiap hari, bahkan
dalam gelap pun dia bekerja, hanya ber-henti kalau dia memerlukan istirahat untuk
menghimpun tenaga baru atau kalau dia lapar dan mengantuk.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
303 Akhirnya, pada suatu siang, ketekunan yang penuh penyerahan itu mendatangkan hasil yang
sama sekali di luar dugaannya. Ada sinar terang di depan. Dia merayap terus, menyingkirkan
batu-batu penghalang lubang sempit itu dan akhirnya, ternyata lubang terakhir yang
merupakan lorong amat panjang itu membawa dia muncul di tepi sebuah tebing jurang, di
lereng bukit! "Terima kasih, Tuhan!" Yo Han ber-lutut dengan sepenuh hati merasa ber-syukur akan
kemurahan Tuhan yang telah membebaskannya dari dalam bumi yang seolah menghimpitnya
itu! Kemudian, dia duduk bersila setelah makan jamur meng-himpun kekuatan dan menjelang
sore, dia mulai mencari jalan menuruni tebing yang curam itu.
Malam gelap membuat Yo Han terpaksa menghentikan usahanya dan dia melewatkan malam
di tebing jurang. Pada keesokan harinya, pagi-pagi setelah terang tanah, dia melanjutkan
usahanya menuruni tebing itu. Dia harus segera kembali ke Thian-li-pang dan mengadakan
pembersihan di sana. Dia sekarang mengerti bahwa Ouw Seng Bu telah berkhianat, telah
membunuhi para pimpinan Thian-li-pang dan mengangkat diri sendiri menjadi ketua. Dan
pemuda yang aneh itu, yang memiliki ilmu aneh pula, telah mengajak golongan sesat untuk
bersekutu. Thian-li-pang telah diselewengkan dia harus bertindak. Dialah yang bertaggung
jawab. Dia teringat akan pesan mendiang kakek Ciu Lam Hok, gurunya, agar dia
membersihkan Thian-li-pang dan mengembalikan Thian-li-pang kepada cita-cita semula,
yaitu perkumpulan orang-orang berjiwa patriot, dan pendekar sejati yang berjuang untuk
membebaskan bangsa dari penjajahan. Mejadi pembela bangsa bukan pengganggu keamanan
rakyat, bukan menjadi penjahat!
*** "Giok-moi.... kenapa engkau menangis....?" Suara yang lembut dan sentuhan halus pada
pundaknya membuat Kim Giok terkejut. Ia bangkit duduk dan melihat Seng Bu sudah duduk
di tepi pembaringan-nya, dan kini pemuda itu merangkul pun-daknya.
"Koko....aku.... aku merasa gelisah sekali...."
Seng Bu menarik gadis itu ke dadanya dan mengelus rambutnya yang halus. "Giok-moi
tersayang, kenapa engkau geli-sah" Bukankah di sini ada aku yang se-lalu siap untuk
melindungimu dan mem-bahagiakan hatimu?" Dia mengusap dahi gadis itu dengan bibirnya.
"Apakah yang telah terjadi, sayangku."
"Koko, betapa hatiku tidak akan geli-sah dan risau" Ketika aku mencoba untuk membujuk
Sian Li dan Hui Eng, aku ha-nya mendapat teguran, ejekan dan penghinaan. Ketika aku
menemui tawanan baru itu, ternyata pemuda itu adalah twako Gak Ciang Hun, dan aku pun di
sana menerima celaan dan makian. Ahhh, Koko, sungguh aku merasa malu dan bersedih
sekali...." "Kalau begitu, biar kuhajar mereka, kusiksa mereka yang berani menghina dan
mengejekmu!" Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
304 Kim Giok memegang lengan pemuda itu. "Jangan, Koko! Bukan begitu maksud-ku. Aku
gelisah dan risau karena aku merasa bimbang. Kenapa mereka menolak berjuang bersama
kita" Mengapa mereka menganggap engkau bersalah dan jahat?"
Rangkulan Seng Bu semakin erat, dan dia berbisik dekat telinga gadis itu. "Giok--moi,
apakah engkau tidak percaya kepada-ku" Tentu saja mereka memusuhiku ka-rena mereka
semua itu memihak Yo Han, tidak tahu bahwa Yo Han telah berubah, telah membunuhi para
pemim-pin Thian-li-pang, bahkan hampir saja membunuhku. Engkau tahu sendiri betapa aku
hampir mati, Giok-moi. Kalau eng-kau pun seperti mereka, tidak percaya kepadaku, habislah
sudah harapan hidupku. Engkaulah satu-satunya orang yang mem-beri harapan kepadaku.
Biar seluruh ma-nusia di dunia ini tidak percaya kepadaku dan memusuhiku, akan kuhadapi
dan ku-lawan mereka yang memusuhiku!"
"Koko...." Kim Giok yang kurang pengalaman itu terbuai oleh kemesraan kata-kata yang
diucapkan Seng Bu. "Aku akan selalu berpihak padamu, membelamu dan setia kepadamu."
"Terima kasih, Giok-moi, aku cinta padamu, Giok-moi, aku cinta padamu se-penuh jiwa
ragaku." Ucapan ini meng-getar penuh perasaan dan baru saat itu-lah Seng Bu benar-benar
bicara dari lubuk hatinya. Memang dia jatuh cinta kepada Kim Giok, walaupun cintanya
bergelimang nafsu berahi, cintanya tim-bul karena baginya, tidak ada gadis yang lebih cantik
menggairahkan daripada Kim Giok. Dengan tubuh gemetar, dia men-dekap dan mencium pipi
dan bibir gadis itu. Kim Giok agak terkejut dan ia de-ngan halus melepaskan diri dari rangkul-an. Ia sendiri
kalau mau jujur, merasa senang dengan perlakuan penuh kemesra-an itu, akan tetapi karena
hatinya me-mang sedang risau, ia pun tidak ingin melanjutkan kemesraan yang membuat
jantungnya berdebar keras itu.
"Koko, aku ingin bicara padamu."
Seng Bu tersenyum. "Ehhh" Bukankah sudah sejak tadi kita bicara?" Dia hen-dak merangkul
lagi akan tetapi Kim Giok menolak dengan tangannya.
"Aku tidak main-main dan harap eng-kau bersungguh-sungguh, Bu-ko. Aku min-ta
kepadamu agar engkau suka membebas-kan mereka bertiga, yaitu Sian Li, enci Hui Eng, dan
Gak-twako. Kalau engkau tidak membebaskan mereka, hatiku akan selalu merasa risau.
Maukah engkau, Koko?"
Seng Bu mengerutkan alisnya dan se-jenak dia menatap wajah kekasihnya. penuh selidik.
"Giok-moi, tidak salahkah apa yang kudengar ini" Engkau minta kepadaku agar aku
membebaskan orang--orang yang memusuhi aku dan yang hen-dak membunuhku?" Dia
tersenyum, akan tetapi senyumnya masam. "Itu berarti melepaskan tiga ekor harimau yang
akan selalu mengancam keselamatanku, ke-selamatan kita, bahkan akan menggagalkan usaha
perjuangan kita. Itukah yang kau-kehendaki."
"Tentu saja tidak, Koko. Aku akan mengajukan syarat kepada mereka, ku-minta mereka
berjanji tidak memusuhimu kalau kita bebaskan mereka."
"Itu berbahaya sekali, Giok-moi.Ingat, masih ada seorang lagi dari mereka yang lolos, yaitu
Pangeran Cia Sun. Dia meru-pakan ancaman besar bagi kita selama dia masih belum
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
305 tertangkap. Setelah dia tertawan, baru kita bicarakan lagi ten-tang permintaanmu itu.
Percayalah pada-ku, Giok-moi. Bukankah selama ini aku tidak pernah berbohong kepadamu
dan kuperintahkan anak buah kita agar mem-perlakukan para tawanan itu dengan baik?"
Kembali Seng Bu meraih dan merangkul, hendak mencium dan hendak merebahkan gadis itu
ke atas pembaringan. Kim Giok meronta dan melepaskan diri, meloncat turun dari
pembaringan, memandang kepada kekasihnya dengan alis berkerut.
"Koko, apa yang kaulakukan ini?"
"Giok-moi, kita saling mencinta dan aku tahu, aku selalu sibuk dengan peker-jaan ini. Aku....
aku ingin.... memiliki dirimu sepenuhnya. Giok-moi...." Pemuda itu hendak merangkul lagi,
akan tetapi Kim Giok melangkah mundur menghindar.
"Bu-ko, kita tidak boleh kita belum menikah!"
"Giok-moi, kasihanilah aku. Kita pasti akan menikah, akan tetapi aku harus meminangmu
dulu kepada orang tuamu dan hal itu akan makan waktu lama. Aku ingin memiliki dirimu
sepenuhnya, se-karang...."
"Tidak, aku tidak mau!"
"Giok-moi....!" Seng Bu menjulurkan kedua tangannya, akan tetapi Kim Giok meloncat
keluar dari dalam kamar itu, dikejar kekasihnya. Sebetulnya, Seng Bu bukanlah seorang
pemuda yang gila wa-nita, bukan pula hamba nafsu berahi. Akan tetapi, dia sungguh-sungguh
jatuh cinta kepada Kim Giok dan dia takut kehilangan gadis itu yang agaknya kini meragu dan
bahkan minta agar para tawanan dibebaskan. Kalau dia dapat menggauli Kim Giok sekarang,
tentu gadis itu terikat kepadanya dan tidak akan lepas lagi dari tangannya, bahkan akan lebih
kuat dan patuh kepadanya. Karena itu, sikapnya sekarang seperti hendak memaksa Kim Giok
menyerahkan diri lebih dipengaruhi perhitungan yang menguntungkan dirinya daripada
sekedar terseret nafsu berahi.
Kim Giok berlari keluar dari bangun-an itu, dikejar oleh Seng Bu yang tentu saja tidak
hendak berlaku kasar, hanya mengejar untuk membujuk kekasihnya.
"Giok-moi, tunggu....!" serunya sambil tertawa karena merasa betapa kekasihnya itu seperti
mengajaknya bermain kejar--kejaran seperti kanak-kanak saja.
Pada saat itu, terdengar suara terom-pet dan tambur, disusul kegaduhan luar biasa di bawah
puncak. Beberapa orang anak buah Thian-li-pang berlari-larian dan ketika Kim Giok dan
Seng Bu yang berhenti berlari memandang, nampak Kui Thian-cu, Im Yang-ji dan Siangkoan
Kok datang pula berlarian.
"Ah, celaka, Pangcu!" kata Im Yang-ji dengan muka pucat. Tosu Pat-kwa--pai yang tinggi
kurus ini nampak gugup. "Apa yang terjadi" Kenapa kalian begitu panik?" Seng Bu bertanya.
"Pangcu, pasukan besar pemerintah telah mengepung kita dari empat pen-juru!" kata pula Im
Yang-ji. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
306 "Jahanam!" Seng Bu berseru marah dan matanya mulai mencorong aneh se-hingga Kim Giok
yang melihatnya menjadi terkejut. Dalam keadaan marah seperti itu, Seng Bu seolah telah
berubah, wajah-nya bengis, pandang matanya mencorong dan otaknya mendadak saja menjadi
cerdik dan licik sekali. "Im Yang-ji Totiang, dan Kui Thian-cu Totiang, kalian cepat atur
pasukan kalian masing-masing menyambut musuh dari sayap kanan dan kiri. Dan engkau,
paman Siangkoan, cepat atur ba-risan Thian-li-pang kita, bagi menjadi dua untuk
mempertahankan depan dan belakang. Aku akan menangkap para tawanan untuk dijadikan
sandera, karena aku yakin Pangeran Cia Sun berdiri di belakang penyerbuan ini!"
Tiga orang pembantu itu segera pergi melakukan perintah dan Seng Bu hendak berlari
masuk, agaknya sudah lupa sama sekali kepada Kim Giok.
"Koko, jangan!" Kim Giok melompat dan gadis ini sudah berdiri menghadang Seng Bu.
"Giok-moi, minggirlah kau!" bentak Seng Bu marah, matanya yang mencorong itu sama
sekali sudah tidak mengandung sinar kasih sayang, melainkan kebengisan dan kemarahan.
"Tidak, Bu-koko! Engkau tidak boleh membuat mereka bertiga menjadi sandera. Bahkan
setelah pasukan pemerintah me-nyerang, jelas bahwa mereka tidak mempunyai hubungan
dengan itu karena me-reka berada di sini sebagai tawanan, maka kita sudah seharusnya
membebas-kan mereka sekarang juga. Mungkin me-reka akan menyadari dan membantu kita
untuk melawan pasukan pemerintah."
"Minggir, Giok-moi! Kalau mereka tidak boleh dijadikan sandera, mereka bahkan harus
dibunuh agar berkurang musuh kita."
"Bu-ko, musuh kita adalah penjajah Mancu, bukan anggauta keluarga besar para pendekar!"
kata Cu Kim Giok dan kini Koai-liong-pokiam telah terhunus di tangannya. "Aku tidak
memperkenankan siapapun membunuh para tawanan itu!"
Mendengar ini, tiba-tiba Ouw Seng Bu tertawa, dan suaranya tawanya sungguh mendirikan
bulu roma, mengerikan. "Ha-ha-ha-ha-ha, kiranya engkau pun kini menjadi musuhku, Giokmoi" Engkau kucinta sepenuh jiwa ragaku, engkau pun memusuhi aku" Engkau tega sekali,
Giok-moi...." dan laki-laki ini pun menangis! Kim Giok sampai menjadi bengong dan baru
sekarang ia dapat menduga bahwa pria yang dicintanya ini adalah seorang yang miring
otaknya. "Ha-ha-ha," Seng Bu tertawa lagi. "Engkau hendak membela mereka?" Dia pun berteriak
kepada sekelompok anak buahnya yang berlari dekat. "Heiii, kalian! Cepat suruh bakar
tempat tahanan. Sekarang juga, cepat!"
"Baik, Pangcu!" sahut mereka dan mereka pun berlarian ke arah rumah tahanan.
"Tidaaak, jangan....!" Kim Giok me-lompat ke depan untuk mengejar dan mencegah anak
buah Thian-li-pang itu melakukan pembakaran.
"Cu Kim Giok, engkau musuh kami!" terdengar bentakan Seng Bu dan dia pun sudah
meloncat lalu langsung mengirim pukulan ketika tubuhnya dan tubuh Kim Giok masih
melayang di udara. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
307 Karena tidak menduga bahwa pria yang dikasihinya itu akan menyerangnya, juga karena
serangan aneh itu datangnya amat cepat, membawa angin dingin, ma-ka biarpun Kim Giok
berusaha melakukan gerakan poksai (salto) untuk menghindar, tetap saja lambungnya terkena
pukulan itu. "Aughhh....!" Kim Giok mengeluh dan tubuhnya terkulai, jatuh ke atas tanah. Ia rebah miring
dan merasa betapa lam-bungnya seperti dimasuki benda dingin sekali, seperti sebongkah air
beku dan dadanya sesak, pandang matanya ber-kunang.
"Giok-moi.... kekasihku.... Giok-moi....!" Seng Bu menangis dan dia meng-hampiri tubuh
yang roboh miring itu. Akan tetap pada saat itu, terdengar suara yang membuat Seng Bu
terkejut seperti disengat binatang berbisa dan tengkuknya terasa dingin dan tebal sa-king ngeri
dan takutnya. "Ouw Seng Bu, pengkhianat keji ma-nusia berhati iblis!" Suara Yo Han. Cepat Seng Bu
membalikkan tubuhnya dan dia sudah berhadapan dengan Yo Han! Dia merasa seperti dalam
mimpi dan menatap wajah Yo Han dengan mata terbelalak. Apalagi mendengar suara gaduh
pertem-puran yang menunjukkan bahwa pasukan pemerintah sudah menyerbu ke dalam
perkampungan Thian-li-pang.
Sementara itu, Kim Giok mengangkat mukanya dan ia terbelalak melihat api telah membakar
rumah tahanan. Melihat api mulai berkobar, seakan timbul sema-ngat dan kekhawatirannya.
Ia meloncat dan dengan pedang di tangan, ia seperti melupakan rasa nyeri di lambungnya. Ia
berlari menuju ke rumah tahanan itu, tidak mempedulikan lagi kepada Seng Bu.
Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah tiba di dekat rumah tahanan itu, dia melihat beberapa orang anggauta Thian-li-pang
sedang membakar bagian samping rumah tahanan yang sudah mulai berkobar. Dengan marah
Kim Giok meng-gerakkan pedangnya dan empat orang anggauta Thian-li-pang roboh. Dua
orang lagi yang menjadi terkejut melihat tu-nangan ketua mereka mengamuk, tahu bahwa
calon nyonya ketua itu kini menjadi musuh. Mereka menggerakkan golok, akan tetapi mereka
pun segera terpelanting mandi darah, menjadi korban pedang Koai--liong Po-kiam di tangan
gadis dari Lem-bah Naga Siluman itu. Kim Giok tidak mempedulikan berkobarnya api,
dengan cepat ia meloncat masuk, menyelinap dan berlari menuju ke kamar tahanan. Ia melihat
betapa Sian Li dan Hui Eng telah dapat mematahkan rantai yapg membelenggu kaki tangan
mereka dan mereka berdua kini sedang berusaha se-kuat tenaga untuk menjebol jeruji baja
dengan menarik dan membetot-betot, namun agaknya usaha ini tidak akan membawa hasil.
Juga di bagian ujung sana, di mana Gak Ciang Hun, Gan Bi Kim dan lima orang tosu ditahan,
ter-dengar suara gaduh ketika mereka men-dorong-dorong pintu baja kamar tahanan mereka.
Dengan sisa tenaga terakhir, Kim Giok menyambut empat orang anggauta Thian-li-pang
yang agaknya hendak me-ninggalkan ruangan yang mulai terbakar itu. Mereka adalah para
penjaga sebelah dalam dan ia tahu bahwa kunci kamar--kamar tahanan itu pasti berada di
tangan mereka. Pedangnya berkelebat menyam-bar-nyambar dan robohlah empat orang itu.
Kim Giok memeriksa pakaian mereka dan menemukan gelang besi yang digan-tungi beberapa
buah kunci. Cepat ia menghampiri kamar tahanan di mana Sian Li dan Hui Eng sejak tadi
meman-dangnya dengan sinar mata penuh harap-an dan kegembiraan. Tentu saja mereka
berdua merasa gembira sekali bahwa pada saat terakhir, ternyata Kim Giok menunjukkan
bahwa ia tetap seorang puteri sepasang pendekar dari Lembah Naga Siluman yang gagah
perkasa! Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
308 Setelah Kim Giok berhasil membuka kunci pintu dan menarik daun pintu baja terbuka, ia pun
terhuyung. Ia menyerah-Kan gelang kunci kepada Sian Li sambil berpegang kepada jeruji.
"Cepat.... bebaskan mereka.... di ujung sana....!" Dan ia pun terkulai roboh.
"Kim Giok....!" Sian Li berseru dan cepat merangkulnya. Kepada Hui Eng ia berkata, "Enci
Eng, cepat bebaskan ta-wanan di ujung sana, bahkan kalau masih ada yang lain, bebaskan
mereka semua." Hui Eng menerima kunci dan tak lama kemudian ia sudah membuka pintu kamar tahanan di
mana Ciang Hun dan lain-lain dikeram.
Sian Li masih memeriksa keadaan Kim Giok dan terkejutlah ia ketika me-lihat lambung
gadis itu terdapat tanda menghitam dan sekali raba saja tahulah ia bahwa isi perut gadis itu
telah menderita luka yang agaknya tidak mungkin disembuhkan lagi.
"Kim Giok....!" Ia merangkul, penuh keharuan. Biarpun gadis yang terluka parah itu tidak
menerangkan, Sian Li sudah dapat menduga bahwa tentu Kim Giok terpukul oleh Ouw Seng
Bu ketika gadis ini nekat hendak membebaskan ia dan Hui Eng. Hanya yang membuat ia
heran, bagaimana Kim Giok tetap masih dapat membebaskannya, padahal pukulan itu saja
merupakan pukulan maut yang mematikan.
"Sian Li.... mintakan ampun.... kepada ayah ibu...." Kim Giok mengeluh dan terkulai.
"Sian Li, cepat kita harus meninggal-kan tempat ini. Kebakaran mulai mem-besar dan
sebentar lagi tidak akan ada jalan keluar," kata Hui Eng yang datang bersama Gak Ciang Hun,
Gan Bi Kim dan lima orang tosu Bu-tong-pai.
Sian Li memandang dan Ciang Hun juga berkata, "Benar, adik Sian Li, kita harus cepat
pergi. Ah, bukankah itu adik Cu Kim Giok" Kenapa ia?"
Sian Li menjawab dengan suara geme-tar, "Gak-twako.... tanpa pertolongan Kim Giok,
kita semua akan hangus dan mati terbakar. Ia yang menolong kita membukakan pintu tahanan
dan ia.... ia telah tewas. Mari, bantu aku membawa-nya keluar, Twako."
Tanpa diminta untuk ke dua kalinya, Ciang Hun sudah mengangkat tubuh yang masih hangat
dan lemas itu, memondong dan membawanya ke luar bersama yang lain.
Melihat di luar sudah terjadi pertem-puran hebat antara anak buah Thian--li-pang melawan
pasukan pemerintah yang menyerbu masuk, Sian Li menyerah-kan jenazah Kim Giok agar
ditunggu oleh lima orang tosu Bu-tong-pai yang masih menderita luka-luka, sedangkan ia
sendir bersama Hui Eng, Ciang Hun dan Bi Kim lalu mengamuk, membantu pasukan
me-nyerbu para anggauta Thian-li-pang se-hingga mereka itu cerai-berai dan banyak yang
jatuh. "Aku harus mencari Seng Bu!" teriak Sian Li dengan marah.
"Aku akan mencari Siangkoan Kok!" kata pula Hui Eng.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
309 Akan tetapi, mereka melihat Siang-koan Kok dan dua orang tosu pembantu, yaitu Im Yang-ji
tokoh Pat-kwa-pai dan Kui Thian-cu tokoh Pek-lian-kauw, meng-amuk dan membuat para
perajurit dan perwira yang mengeroyok menjadi kocar--kocir dan banyak perajurit yang
roboh. Hui Eng yang melihat Siangkoan Kok mengamuk, segera mencabut pedangnya dan
menyerang bekas ayah angkatnya, juga gurunya itu. Memang Ouw Seng Bu tidak merampas
senjata para tawanan itu sehingga kini mereka dapat memperguna-kan senjata masing-masing.
Melihat gadis itu nekat menyerang bekas ketua Pao--beng-pai yang lihai itu, Sian Li merasa
khawatir dan ia pun sudah menerjang maju membantu Hui Eng mengeroyok Siangkoan Kok.
Adapun Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim sudah membantu para perwira dan perajurit yang
mengeroyok dua orang tosu dari Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw.
Siangkoan Kok yang terkejut sekali melihat para tawanan sudah lolos, ter-paksa
mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk menghadapi dua orang gadis yang
tangguh itu. Tingkat kepandaian bekas puteri dan muridnya itu sudah hampir menyusulnya,
sedangkan Si Bangau Merah juga merupakan seorang wanita yang amat lihai, maka dia pun
harus mengeluarkan seluruh kepandaian-nya untuk membela diri.
Jumlah pasukan yang menyerbu amat-lah banyaknya sehingga orang-orang Thian--li-pang
menjadi kewalahan dan terdesak hebat. Tiba-tiba muncul Cia Sun yang memimpin sebuah
regu perajurit pilihan dan melihat betapa kekasihnya sudah bertanding melawan Siangkoan
Kok di-bantu Tan Sian Li, dia pun segera me-merintahkan para perwira dan perajurit yang
memiliki kepandaian untuk ikut pula mengeroyok. Pertandingan berat sebelah itu tidak
berlangsung terlalu lama. Biar-pun mereka bertiga berhasil merobohkan banyak perajurit,
namun Siangkoan Kok, Im Yang-ji, dan Kui Thian-cu setelah menderita banyak luka-luka,
akhirnya roboh. Siangkoan Kok tewas dengan dada tertembus pedang di tangan Hui Eng. Im
Yang-ji dan Kui Thian-cu juga tewas dengan tubuh penuh luka.
Cia Sun gembira sekali melihat Hui Eng selamat. "Adik Sian Li, di sana ku-lihat kakak Yo
Han sedang bertanding melawan Ouw Seng Bu."
Sian Li mengeluarkan suara seperti sorak gembira mendengar ini dan ia pun berlari cepat
menuju ke arah yang ditun-juk Cia Sun diikuti oleh yang lain. Setelah tiba di tempat yang
dimaksudkan, mereka tertegun menyaksikan sebuah pertandingan yang luar biasa hebatnya.
Ketika ada yang hendak bergerak mem-bantu Yo Han, Sian Li cepat berkata, "Jangan ada
yang bergerak, Han-koko tidak akan kalah dan dia tidak senang kalau dibantu dengan
pengeroyokan." Mendengar ucapan ini, semua orang mak-lum dan mereka menonton dengan
kagum dan juga tegang, kecuali Sian Li yang percaya sepenuhnya bahwa kekasih hati-nya
tidak akan kalah. Pertemuan antara Yo Han dan Ouw Seng Bu tentu saja membuat ketua Thian--li-pang itu
terkejut setengah mati. Wa-jahnya menjadi pucat, matanya terbelalak, akan tetapi perlahanlahan wajah itu ber-ubah merah dan matanya menjadi men-corong liar penuh kebencian dan
kemarah-an. "Kau....?""!!" Seng Bu berseru dan suaranya terdengar dingin dan tajam mengiris jantung,
mulutnya kini mem-bentuk senyum menyeringai yang amat bengis. Yo Han sendiri merasa
bulu teng-kuknya berdiri. Orang ini tidak waras, pikirnya.
"Ouw Seng Bu, kenapa engkau mem-bunuh Lauw Pangcu dan para pimpinan Thian-lipang?" Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
310 Seng Bu merasa tidak perlu lagi me-rahasiakan semua perbuatannya dan dia tertawa."Ha-haha, mereka itu tidak ada gunanya, membuat Thian-li-pang menjadi lemah saja. Thian-li-pang
harus menjadi yang terkuat, harus dapat mengajak se-luruh kekuatan untuk menghancurkan
penjajah Mancu. Mereka itu orang-orang lemah!"
"Ouw Seng Bu, engkau membunuh mereka dan menguasai Thian-li-pang, bukan demi
perjuangan melainkan untuk mencari kedudukan tinggi. Engkau ber-sekutu dengan golongan
sesat, engkau membiarkan anak buah Thian-li-pang melakukan perbuatan jahat. Bahkan
eng-kau secara tak tahu malu dan curang sekali menjebak aku ke dalam sumur. Heran sekali
kenapa engkau, murid Lauw Pangcu yang dahulu amat dipercaya dan baik, mendadak
berubah seperti iblis" Apakah engkau telah menjadi gila?"
"Yo Han, semua orang Thian-li-pang memujamu. Kau lalu menjadi sombong. Kaukira hanya
engkau yang telah mengua-sai Bu-kek Hoat-keng" Ha-ha-ha, aku pun telah menguasainya dan
aku akan mem-bunuhmu untuk kedua kalinya!" Setelah berkata demikian, Ouw Seng Bu
menyerang dengan gerakan yang aneh dan dahsyat sekali. Dam-diam Yo Han merasa heran
dan terkejut mendengar bahwa orang ini telah menguasai Bu-kek Hoat-keng, dan melihat
serangan yang luar biasa itu. Yang membuat dia heran adalah mengenal gerakan tangan Seng
Bu ketika menyerang-nya. Memang itu adalah gerakan dari Bu--kek Hoat-keng!
Karena merasa heran, Yo Han ingin sekali melihat lebih banyak lagi gerakan itu dan dia pun
mengelak cepat tanpa membalas, membiarkan Seng Bu menye-rang lagi bertubi-tubi. Dan
tidak salah lagi, jurus-jurus yang dimainkan Seng Bu ketika menyerangnya adalah ilmu Bu-kek Hoat-keng, akan tetapi semakin lama, semakin aneh saja perkembangan jurus--jurus itu.
Hebatnya, serangan itu me-ngandung hawa dingin yang aneh karena ketika satu kali dia
menangkis, tangan-nya yang bertemu lengan lawan itu terasa panas! Pukulan Seng Bu itu
mengandung hawa beracun yang amat ganas! Ber-bahaya sekali bagi lawan dan tidak
meng-herankan kalau Lauw Kang Hui dan yang lain-lain tewas di tangan Seng Bu. Dia
sendiri kalau tidak menguasai Bu-kek Hoat-keng, tentu akan terpengaruh hawa beracun itu.
Seng Bu yang merasa bahwa dia telah memiliki ilmu yang tak terkalahkan, ma-kin berbesar
hati melihat Yo Han tak pernah membalas dan hanya lebih banyak mengelak dan berloncatan
untuk meng-hindarkan serangan-serangannya. Akan tetapi dia pun merasa penasaran melihat
dia belum juga berhasil. Dia harus dapat membunuh Yo Han secepatnya agar dia
mendapatkan kesempatan untuk melarikan diri, karena dia melihat betapa banyak-nya
pasukan pemerintah menyerbu perkampungan Thian-li-pang itu. Maka, dia segera berteriak
memanggil anak buahnya dan sedikitnya dua puluh orang anak buah Thian-li-pang kini
menggunakan senjata mereka mengepung dan mengero-yok Yo Han!
Yo Han maklum bahwa Seng Bu men-cari kesempatan melarikan diri dan hal ini haruslah
dicegah. Maka, dia pun tidak pernah meninggalkan atau menjauhi Seng Bu. Dia mulai
menggunakan ilmunya untuk menyerang dan menutup jalan ke-luar Seng Bu, sedangkan para
anak buah Thian-li-pang yang mengepung dan me-ngeroyoknya dengan ragu-ragu dan gentar,
dia robohkan dengan tendangan dan tamparan saja, tidak membuat mereka ter-luka parah.
"Para anggauta Thian-li-pang, cepat kalian ajak teman-teman untuk melarikan diri! Jangan
hiraukan lagi Ouw Seng Bu yang menyeret kalian ke dalam penyelewengan!" beberapa kali
Yo Han berseru. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
311 "Kelak aku sendiri yang akan mem-bangun kembali Thian-li-pang!" kembali Yo Han
berseru. Terjadi kebimbangan dalam hati para anggauta Thian-li-pang. Mereka yang memang
berwatak jahat dan lebih senang dipimpin Seng Bu karena di bawah bimbingan Seng Bu
mereka dapat melampiaskan nafsu dan keserakahan mereka secara bebas, tidak
mempeduli-kan seruan Yo Han ini dan mereka tetap melakukan perlawanan dan setia kepada
Seng Bu. Akan tetapi, lebih banyak lagi angauta yang hanya terpaksa mentaati ketua baru itu,
dan kini para anggauta ini segera menyampaikan pesan kepada kawan-kawan sehaluan dan
mereka pun mulai berserabutan mencari lubang untuk meloloskan diri dari penyerbuan
pasukan pemerintah. Mendengar teriakan Yo Han dan me-lihat betapa anak buahnya yang menge-royok Yo Han
terpelanting ke kanan kiri sehingga dia tidak mendapat kesempatan sama sekali untuk
meloloskan diri dari Yo Han, Seng Bu menjadi marah dan nekat.
"Yo Han, engkau harus mati di ta-nganku!" bentaknya dan dia pun menye-rang lagi sambil
mengeluarkan teriakan yang menyeramkan, bukan teriakan ma-nusia lagi melainkan teriakan
iblis. Dan pada saat itulah Sian Li dan para tokoh lain muncul dan menjadi penonton.
Yo Han juga melihat mereka dan hatinya berdebar girang bukan main me-lihat Sian Li dalam
keadaan sehat dan selamat. Dia pun mengenal Hui Eng dan Cia Sun, membuat hatinya
menjadi se-makin girang bahwa adik angkatnya itu telah bersatu dengan kekasihnya. Akan
tetapi hanya sebentar dia dapat melirik ke arah Sian Li dan yang lain-lain kare-na dia harus
memperhatikan lawannya yang ternyata amat tangguh dan memiliki ilmu silat yang amat aneh
itu. "Hyaaattt....!!" Seng Bu nekat melihat munculnya para tawanan. Tahulah dia bahwa dia harus
membela diri mati-mati-an dan tidak ada jalan keluar kecuali dia dapat membunuh Yo Han.
Sambil me-ngeluarkan bentakan nyaring, dia me-nyerang dengan gencar, kedua tangannya
melakukan pukulan dengan cara mendo-rong dengan telapak tangan, dan dari kedua
tangannya itu menyambar hawa yang dingin seperti es, dan nampak pula uap hitam membiru
keluar dari kedua telapak tangan itu.
"Hemmm....!!" Yo Han mengelak dan menampar dari samping. Lawannya agak-nya
mengenal gerakan serangan ini dan dapat mengelak dengan baik, lalu mem-balas dengan
dorongan tangan kanan. Diam-diam Yo Han semakin heran. Dia mengenal benar gerakan kaki
tangan Seng Bu itu. Datang lagi serangan dahsyat dari Seng Bu yang mengerahkan seluruh tenaganya dalam
setiap serangan. Yo Han merasa aneh. Dia yakin bahwa gerakan-gerakan itu benar ilmu Bukek Hoat-keng seperti yang pernah dipelajarinya dari kakek Ciu Lam Hok. Bagaimana
mungkin Seng Bu dapat mempelajarinya" Kakek itu telah meninggal, dan semua coret-moret
di dalam lorong sumur tua telah dihapus. Dia tidak tahu bahwa kakek Ciu Lam Hok pernah
membuat coret-moret lain di sumur ke dua, yang ditemukan Seng Bu, catatan ilmu itu yang
tidak lengkap sa-ma sekali dan yang telah dipelajari de-ngan keliru oleh Seng Bu. Yo Han
menge-nal semua gerakan itu, akan tetapi ilmu Bu-kek Hoat-keng yang dipelajarinya
mempungai daya mengembalikan setiap pukulan lawan. Bu-kek Hoat-keng bukan pukulan
untuk merobohkan orang, melain-kan mempunyai daya tolak yang luar biasa sehingga
serangan yang bagaimana hebat pun, akan membalik kepada pe-nyerangnya sendiri. Akan
tetapi, gerakan yang mirip Bu-kek Hoat-keng dan dimain-kan Seng Bu ini memiliki daya
serang yang demikian dahsyatnya, mengandung hawa maut dan beracun! Kalau dia sen-diri
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
312 mempergunakan tenaga Bu-kek Hoat--keng, tentu pukulan aneh dari Seng Bu itu akan
membalik dan mana mungkin ada manusia dapat bertahan kalau ter-kena pukulan sehebat itu"
Dia tidak ingin membunuh Seng Bu, walaupun dia tahu bahwa Seng Bu telah membunuh
Lauw Kang Hui dan para pimpinan lain dan pemuda itu telah membawa Thian--li-pang
menyeleweng. Dia ingin menyadar-kan Seng Bu dan membuat pemuda itu bertaubat. Tidak
ada istilah terlambat untuk bertaubat selagi manusianya masih hidup.
Akan tetapi, justeru karena dia tidak mau membunuh lawan, maka perkelahian itu menjadi
amat seru dan juga tidak mudah bagi Yo Han untuk menundukkan lawannya. Karena dia
memiliki ilmu Bu--kek Hoat-keng yang asli, tentu saja ting-katnya lebih tinggi dibandingkan
Seng Bu. Bu-kek Hoat-keng yang dimiliki dan di-kuasai Seng Bu telah menjadi ilmu sesat
yang amat keji dan berbahaya, sedangkan yang dikuasai Yo Han adalah ilmu yang
mengandung keajaiban, yang memiliki daya menolak semua kekuatan jahat, bahkan menolak
semua hawa beracun. Namun, karena Yo Han tidak bermaksud membunuh, tidak membalas
serangan lawan dengan jurus ampuh mematikan, dan bahkan dia tidak mau menggunakan
tenaga menolak balik serangan Seng Bu, maka perkelahian itu menjadi ulet dan lama. Seng
Bu mengerahkan seluruh te-naganya, namun semua hawa sakti yang keluar dari tubuhnya,
bagaikan batu besar dilempar ke dalam telaga saja ketika dipakai menyerang Yo Han, semua
tenaga itu tenggelam dan tidak mendatangkan akibat apa pun. Setiap kali Yo Han me-nangkis,
tangan Seng Bu tergetar hebat dan seperti lumpuh. Seng Bu tidak tahu bahwa kalau Yo Han
menggunakan tenaga sakti dari Bu-kek Hoat-keng, maka tenaga-nya bukan hanya tenggelam,
melainkan membalik dan seolah dia memukul diri-nya sendiri.
Bagi mereka yang menonton perkelahi-an itu, tentu saja nampak amat seru dan
menegangkan. Sian Li sampai bermandi peluh menyaksikan perkelahian itu karena tidak
kelihatan kekasihnya unggul, walau-pun juga tidak nampak terdesak. Agaknya kedua orang
itu memiliki ilmu dan kekuatan yang serupa dan setingkat!
"Haaaiiihhhhh....!!" Kembali Seng Bu menyerang, sekali ini tubuhnya mencelat ke atas,
bagaikan seekor burung garuda dia menyambar turun dengan kedua ta-ngan dijulurkan lurus
ke depan, dengan pengerahan tenaga sepenuhnya ke arah kedua telapak tangannya yang
berwarna kehitaman dan mengeluarkan uap hitam.
Melihat serangan maut yang amat berbahaya ini, Sian Li mengepal tangan kanannya dan
memandang dengan mata terbelalak. Sebagai seorang ahli ilmu silat Ang-ho Sin-kun (Silat
Sakti Bangau Merah), ia tahu betapa besar bahayanya serangan seperti itu, karena di dalam
ilmu silatnya terdapat pula jurus penye-rangan sambil melayang seperti itu.
Akan tetapi Yo Han juga mengenal jurus yang berbahaya ini dan tahulah dia bahwa Seng Bu
sudah nekat dan hendak mengadu nyawa! Dengan tenang saja Yo Han sudah mengambil
keputusan bahwa dia harus cepat menundukkan Seng Bu dan merobohkannya, walaupun tidak
ha-rus membunuhnya. Pemuda ini agaknya sudah miring otaknya, maka kalau dibiar-kan
lolos dan membawa pergi ilmunya yang sesat, akan merupakan bahaya besar bagi umum,
terutama sekali bagi dunia kang-ouw. Dia harus dapat berusaha me-nyadarkannya atau
merampas ilmu sesat itu. Bagaikan seekor burung walet, tiba--tiba tubuh Yo Han juga
mencelat ke atas menyambut serangan Seng Bu. Me-lihat ini, Seng Bu mengeluarkan suara
tawa aneh karena dia girang dan yakin sekali ini akan mampu membunuh Yo Han. Dengan
pengerahan seluruh tenaga-nya, dia menggunakan kedua tangannya mendorong ke arah tubuh
Yo Han. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
313 "Wuuuttt....!" Seng Bu terkejut karena tiba-tiba tubuh itu lenyap dari depannya dan kedua
tangannya menghantam udara kosong. Maklum bahwa dia terkecoh, dia berusaha membuat
gerakan jungkir balik seperti yang dilakukan Yo Han dengan cepat ketika mengelak tadi,
namun ter-lambat. Dari sebelah atasnya, Yo Han telah menggunakan tangan yang
dimiring-kan untuk memukul punggung Seng Bu.
"Desss....!!" Seng Bu mengeluarkan keluhan lirih dan tubuhnya terbanting ke atas tanah. Yo
Han menyusul dengan melayang turun. Akan tetapi, dapat di-bayangkan kagetnya hati
Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pendekar Tangan Sakti ini ketika tiba-tiba tubuh yang tadinya terbanting roboh itu, telah
ber-gerak meloncat bangun dan menyambut Yo Han yang baru saja turun itu dengan
dorongan kedua tangan, dahsyat bukan main karena Seng Bu mengerahkan se-luruh tenaga
terakhir dalam serangan mendadak ini. Ternyata Seng Bu memiliki kekuatan luar biasa
sehingga pukulan Yo Han tadi seolah tidak terasa olehnya!
Tidak ada lain jalan bagi Yo Han kecuali dia juga menyambut dengan ke-dua tangannya
didorongkan ke depan. "Wuuuttt.... plakkk!" Dua pasang tapak tangan itu bertemu dan melekat! Yo Han merasa
betapa ada hawa yang amat dingin menyerangnya. Akan tetapi, dia mengerahkan tenaga
panas dan kini Seng Bu yang merasa betapa kekuatannya terdorong oleh tenaga yang dahsyat
se-kali. Dia mempertahankan dan terjadilah dorong mendorong dengan menggunakan ilmu
yang sama, yaitu Bu-kek Hoat-keng, akan tetapi kalau ilmu yang dikuasai Yo Han murni,
sebaliknya yang dikuasai Seng Bu merupakan ilmu sesat yang timbul karena keliru latihan.
Dari kepala Yo Han mengepul uap putih, sebaliknya dari kepala Seng Bu mengepul uap
hitam. Seng Bu mendengus--dengus, muka dan lehernya sudah penuh keringat dan perlahanlahan, tenaganya mengendur sedangkan hawa panas dari tapak tangan Yo Han mulai
memasuki dirinya melalui kedua tapak tangannya.
Yo Han merasa mendapatkan kesem-patan. Dia harus menggunakan tenaga saktinya untuk
mendorong keluar hawa beracun itu dari tubuh Seng Bu, dan merusak pusat penghimpunan
sin-kang agar selanjutnya Seng Bu tidak dapat lagi mempergunakan ilmu sesatnya itu. Dia
sudah mengambil keputusan bahwa itulah satu-satunya jalan untuk memaksa Seng Bu
kembali ke jalan benar, yaitu dengan mengadakan kekuatan yang akan mendorongnya
melakukan kekejian. Kalau Seng Bu sudah tidak memiliki kekuatan yang dapat dia andalkan,
tentu dia tidak akan mampu merajalela lagi.
Sian Li, Hui Eng, Ciang Hun, Cia Sun, dan Bi Kim yang maklum apa artinya adu tenaga sinkang antara kedua orang muda yang lihai itu, menonton dengan hati tegang. Terutama sekali
Sian Li. Gadis ini maklum bahwa dalam adu te-naga sin-kang seperti itu, berarti adu nyawa,
dan kalau sampai kekasihnya kalah dalam adu tenaga sin-kang ini, ia tahu bahwa Seng Bu
pasti tidak segan--segan untuk membunuhnya. Untuk mem-bantu, ia tidak mau karena hal itu
akan merendahkan Yo Han dan tidak sesuai dengan watak pendekar. Maka, wajahnya sudah
mulai pucat karena ia merasa gelisah sekali.
"Jangan takut, dia pasti menang," terdengar Hui Eng berbisik di sampingnya dan Sian Li
mengangguk, berterima kasih karena ia pun tahu bahwa Hui Eng cukup lihai untuk dapat
menduga yang tepat, menghilangkan keraguannya sendiri.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
314 Dan memang ucapan Hui Eng itu bukan sekedar hiburan kosong belaka. Gadis lihai ini sudah
melihat betapa Seng Bu terdesak hebat dalam adu tenaga itu, membuat uap tebal menghitam
keluar dari kepalanya, matanya mendelik dan keringatnya membasahi muka dan leher, juga
nampak betapa tubuh Seng Bu mulai menggigil.
Seng Bu maklum bahwa dia tidak akan menang, akan tetapi dia pun tidak mau menyerah.
Masih dikerahkan tenaga-nya yang terakhir dan dia seperti men-dengar suara tulang patah di
dalam dada-nya, dan dia pun melangkah mundur, kedua tangannya ditarik lepas dari ta-ngan
Yo Han dan menggunakan kedua tangan untuk menekan dadanya yang terasa nyeri. Dia pan
muntahkan darah segar, terhuyung ke belakang.
"Ouw Seng Bu, masih ada kesempatan hidup bagimu. Pergi, berobat dan ber-taubatlah!" kata
Yo Han lembut. Dengan mata mendelik penuh kebenci-an Seng Bu memandang kepada Yo Han, kemudian,
dia masih nekat hendak me-ngerahkan tenaga dan menyerang lagi. Akan tetapi begitu dia
mengerahkan te-naga sin-kang, isi dada perutnya seperti diremas, membuat dia mengeluh dan
terhuyung, dan dia memandang kepada Yo Han dengan mata terbelalak bingung.
"Seng Bu, engkau tidak akan dapat menggunakan tenaga berbuat kejahatan lagi.
Bertaubatlah!" kata Yo Han lembut dan dalam suaranya terkandung perasaan iba.
Mendengar ini, tahulah Seng Bu bah-wa sudah habis baginya, habis segalanya.
Dia teringat secara mendadak kepada Cu Kim Giok, gadis yang dicinta dan men-cintanya,
dan di dalam lubuk hatinya timbul penyesalan yang amat mendalam. Dia mengeluarkan
keluhan panjang lalu tubuhnya membalik dan dia sudah berlari menuju ke tempat tahanan
yang kini berkobar dimakan api. Yo Han dan se-mua orang mengejarnya.
Ketika Seng Bu melihat lima orang tosu Bu-tong-pai, berdiri dan tak jauh dari situ rebah
sesosok tubuh, ia tersen-tak kaget mengenal tubuh Kim Giok yang dicarinya. Tanpa
mempedulikan apa pun, dia berseru memanggil, "Giok--moi....!!" Dan, dia pun menubruk
mayat gadis itu. "Giok-moi ah, Giok-moi....!" Dia meratap dan menangis. Yo Han dan yang lain-lain sudah
tiba di situ. "Ouw Seng Bu iblis busuk, tak perlu lagi engkau pura-pura menangis! Simpan saja air mata
buayamu itu, karena Kim Giok tewas oleh pukulanmu. Engkaulah yang telah membunuhnya,
kenapa engkau kini pura-pura menangis?" tegur Sian Li gemas dan marah.
Mendengar ucapan Sian Li, tangis Seng Bu semakin menjadi-jadi. Seperti anak kecil dia
menangis dan meratap, sesenggukan. "Giok-moi.... Kim Giok.... ampunkan aku.... ampunkan
aku...." de-mikian ratapnya berulang kali, kemudian tanpa diduga-duga oleh semua orang,
tiba-tiba dia menggerakkan tangan kanan-nya, meringis menahan nyeri ketika me-ngerahkan
tenaga terakhir dan tangan itu menyambar dan mencengkeram ubun--ubun kepalanya sendiri.
Terdengar suara tulang patah dan dia pun roboh dan te-was di atas jenazah Kim Giok yang
ma-sih hangat. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
315 Semua orang terbelalak, akan tetapi mereka tidak mampu berbuat apa-apa. "Mungkin inilah
yang terbaik...." kata Yo Han halus penuh rasa haru dan iba."Kakak Yo Han, untung engkau
dapat muncul dalam keadaan selamat, kalau tidak.... sukar aku membayangkan apa yang akan
terjadi dengan kami semua," kata Cia Sun.
Yo Han memandang kepada adik ang-katnya itu sambil mengerutkan alisnya dan suaranya
memang lembut, namun penuh teguran ketika dia berkata, "Cia-siauwte, kenapa engkau
melanggar janji, mengerahkan pasukan pemerintah untuk menyerbu perkumpulan pejuang?"
Wajah Cia Sun berubah kemerahan. "Ahhh, Twako. Aku sama sekali bukan mengerahkan
pasukan untuk menyerbu perkumpulan pejuang, melainkan terpaksa mengerahkan pasukan
untuk menolong Eng-moi dan nona Sian Li dari tangan penjahat!
Hui Eng segera maju membela. "Dia benar! Tanpa datangnya pasukan yang menyerbu
perkumpulan Thian-li-pang yang sudah menjadi gerombolan penjahat itu, mungkin kami
sekarang telah tewas."
Sian Li sudah maju dan memegang lengan Yo Han dengan mesra. "Han-koko, mereka itu
benar. Pangeran mengerahkan pasukan bukan hanya untuk menyelamat-kan kami berdua,
bahkan untuk mencoba menolongmu yang dikabarkan tewas da-lam sumur."
Yo Han termangu. Kalau Sian Li su-dah memberi kesaksiannya, tentu dia tidak meragukan
lagi kebenarannya. "Ka-lau begitu, mari kita pergi dari sini dan bicara di luar tempat ini." Dia
meman-dang kepada gadis yang tewas di samping Seng Bu dan bertanya, "Siapakah nona
yang tewas ini?" "Han-koko, ia bukan orang lain. Ia adalah puteri Paman Cu Kun Tek dari Lembah Naga
Siluman." kata Sian Li.
Yo Han terbelalak. "Ahhh....!"
"Ia yang telah membebaskan kami dari rumah tahanan yang terbakar. Tanpa bantuannya,
kami semua tentu sudah ter-bakar mati di dalam kamar tahanan." kata pula Sian Li, lalu ia
menunjuk ke-pada lima orang tosu, Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim. "Lima orang Totiang ini
dari Pu-tong-pai, dan ini kakak Gak Ciang Hun dan enci ini...."
"Aku sudah mengenal Yo-taihiap dengan baik, adik Sian Li."
"Benar apa yang dikatakan saudara Yo Han, kita bicara saja di luar. Biar kubawa jenazah
nona Cu Kim Giok ini keluar." Dia lalu memondong jenazah itu.
"Mari ikut aku. Aku yang akan mem-bukakan jalan keluar." kata Cia Sun. Dia pun berjalan
diikuti mereka semua dan para perwira atau perajurit tentu saja tidak berani menghalangi
pangeran ini keluar dari perkampungan Thian-li-pang diikuti lima orang tosu Bu-tong-pai,
Gak Ciang Hun yang memondong jenazah Cu Kim Giok, Yo Han, Sian Li, Bi Kim, dan Hui
Eng. Setelah tiba di kaki bukit, barulah mereka berhenti dan menurut usul Gak Ciang Hun yang
disetujui pula oleh me-reka semua, lima orang tosu Bu-tong--pai yang lebih mengetahui akan
urusan itu, diminta agar memilihkan sebidang tanah yang baik untuk mengubur jenazah Cu
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
316 Kim Giok. Semua orang membantu menggali lubang dan dengan upacara sederhana namun
khidmat yang dipimpin oleh Thian-tocu tosu dari Bu-tong-pai. Setelah selesai pemakaman
yang dilaku-kan tanpa ada yang bicara, akhirnya mereka mendapat kesempatan untuk du-duk
di dekat makam dalam sebuah lingkaran dan barulah mereka saling menceritakan pengalaman
masing-masing. Seperti dengan sendirinya, Sian Li duduk di dekat Yo Han dan pandang mata
Sian Li bersinar-sinar penuh kebahagiaan karena akhirnya ia dapat bertemu dan ber-kumpul
dengan pria yang sejak kecil telah dicintanya itu. Hui Eng juga duduk di dekat Cia Sun,
sedangkan Bi Kim duduk di dekat Ciang Hun. Bergantian mereka menceritakan pengalaman
mereka. Yo Han merasa lega dan gembira ketika mendengar bahwa Hui Eng yang tadinya dianggap
sebagai puteri Siang-koan Kok, ternyata adalah gadis yang selama ini dicarinya, yaitu puteri
Liong--siauw Kiam-hiap (Pendekar Pedang Suling Naga) Sim Houw yang hilang diculik
orang sejak kecil. Apalagi sekarang Hui Eng telah menemukan jodohnya, yaitu adik
angkatnya, Pangeran Cia Sun yang dia tahu adalah seorang pangeran Mancu yang berjiwa
pendekar. Makin besar rasa bahagia hatinya ketika dia melihat bahwa Gan Bi Kim, cucu
keponakan gurunya yang oleh nenek Ciu Ceng dijodohkan dengannya itu nampak akrab dan
saling mencinta dengan Gak Ciang Hun.
Kini giliran Yo Han menceritakannya dan semua orang, terutama sekali Sian Li yang merasa
ngeri dan kadang mengeluarkan seruan tertahan sambil meme-gang lengan Yo Han,
mendengarkan de-ngan penuh ketegangan dan kengerian.
"Sian-cai...., sungguh menakjubkan sekali mendengar betapa dalam keadaan yang
agaknya sudah tidak ada harapan itu, ternyata Yo-taihiap masih dapat meloloskan diri!
Mengagumkan sekali!"
Yo Han tersenyum melihat pandang mata mereka semua penuh kagum kepadanya. "Totiang,
dan Cu-wi (Saudara sekalian), harap jangan memuji aku. Se-sungguhnya, aku sendiri sudah
meragukan apakah aku akan mampu keluar dari dalam sumur yang sudah ditutup dari luar itu.
Namun, dalam keadaan apa pun juga, sebelum hayat meninggalkan badan, aku tidak akan
pernah putus asa. Di atas segala kekuatan di dunia ini, ada suatu kekuatan yang maha kuat,
maha kuasa, dan maha mengetahui! Aku hanya menyerah kepada kekuasaan itu, yakni
kekuasaan Tuhan Sang Maha Pencipta. Aku yakin sepenuhnya bahwa kekuasaan itu
menyerap sampai ke manapun, bahkan di dalam tanah itu pun kekuasaanNya bekerja dengan
sempurna. Oleh karena itu, selama badan ini masih mampu ber-gerak, aku harus berusaha
sekuat ke-mampuan untuk mempertahankan hidup ini, didasari penyerahan yang mutlak
kepada kekuasaan itu."
"Kekuasaan itulah To...." Thian-tocu menggumam.
"Saya kira memang tepat ucapan To-tiang. To yang dimaksudkan itulah hukum Alam, atau
Kekuasaan Tuhan yang selalu bekerja dan bergerak tiada hentinya, tak pernah menyimpang
sedikit pun dari ke-tepatannya, seperti timbul tenggelamnya matahari dan bulan, seperti
gerakan om-bak samudera ke kanan kiri yang tiada berkesudahan. Karena penyerahan mut-lak
kepada Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Kuasa itulah maka tidak ada rasa gelisah atau
takut sedikit pun. Dan ke-tenangan ini amat menguntungkan kita dalam menghadapi peristiwa
apa saja. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
317 Demikianlah, dengan tekun dan tak me-ngenal menyerah kepada kesulitan, de-ngan pasrah
kepada Tuhan, akhirnya ke-kuatan dari kekuasaan Tuhan itu yang menuntunku sehingga
dapat lolos dari ancaman maut di perut bumi."
Semua orang terkesan dan suasana menjadi sunyi.
"Han-ko, bagaimana si Seng Bu itu dapat memiliki ilmu kepandaian sehebat itu" Bukankah
dia pula yang telah mem-bunuh para pimpinan Thian-li-pang, ke-mudian dia menjatuhkan
fitnah bahwa engkau yang telah membunuh mereka. Ketika melawannya, aku merasakan
be-tapa hebat tenaganya, dan melihat dia bertanding denganmu tadi, sungguh me-negangkan
dan menggelisahkan. Bagai-mana seorang murid Thian-li-pang dapat memiliki ilmu
kepandaian sehebat itu, Koko?"
Yo Han menghela napas panjang. "Agaknya hal itu akan tetap merupakan rahasia yang tak
terpecahkan, Li-moi. Aku sendiri ketika bertanding dengannya, merasa heran dan terkejut
bukan main karena aku mengenal ilmunya sebagai ilmu yang pernah kupelajari. Padahal ilmu
itu tidak pernah dipelajari orang lain dan yang menguasainya hanyalah mendiang suhu
sebagai penemunya dan aku sebagai muridnya. Entah bagaimana, agaknya Seng Bu dapat
pula mempelajari ilmu itu, hanya saja.... ilmu yang di-kuasainya itu mempunyai perbedaan
bumi langit dengan ilmuku. Ilmu itu menjadi sesat dan berbahaya sekali, mengandung hawa
beracun yang dahsyat. Kalau tidak salah perhitunganku, agaknya dia secara kebetulan, entah
bagaimana, telah mene-mukan dan mempelajari ilmu itu, akan tetapi tanpa bimbingan, dia
mempelajari-nya secara keliru sehingga tanpa di-sengaja, dia telah menguasai ilmu yang
menjadi sesat dan dahsyat, dan mungkin saja karena penguasaan ilmu itu, dia menjadi
berubah dan tidak waras lagi."
"Aku ikut merasa menyesal sekali, Twako. Bagaimanapun juga, aku telah membantu
hancurnya Thian-li-pang, pada-hal engkau tentu tahu bahwa aku tidak pernah memusuhi para
pejuang." kata Cia Sun.
"Bukan salahmu, Cia-te. Thian-li-pang telah diselewengkan menjadi gerombolan jahat yang
bersekutu dengan golongan sesat. Biarlah kelak aku akan mencoba menyusunnya kembali
menjadi perkumpul-an para pejuang yang sehat dan berjiwa pendekar, seperti pesan mendiang
suhu. Sekarang, apa yang akan kalian lakukan?"
"Siancai, kami berlima mohon diri, ka-rena kami sudah terlalu lama meninggalkan Bu-tongsan, Yo-taihiap." kata Thian--tocu. Lima orang tosu itu bangkit dan memberi hormat, dibalas
oleh enam orang muda itu.
"Ngo-wi To-tiang dari Bu-tong-pai sungguh merupakan sahabat yang amat baik, membelaku
sampai hampir menjadi korban kekejaman Ouw Seng Bu."
"Sian-cai....,Yo-taihiap tentu sudah mengerti sepenuhnya bahwa orang-orang seperti kita ini,
tidak pernah membela seseorang maupun memusuhi seseorang. Yang kita bela adalah
kebenaran dan yang kita tentang adalah kejahatan. Bu-kankah begitu, Taihiap?" kata Thiantocu. Yo Han dan yang lan-lain memandang kagum dan mereka semua mengangguk menyetujui.
"Kalau begitu terima kasih dan selamat jalan, Totiang."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
318 "Sampai jumpa, Yo-taihiap dan sua-dara sekalian." Lima orang tosu itu lalu pergi
meninggalkan tempat itu. Setelah lima orang tosu itu pergi, enam orang muda itu saling pandang. "Nah, sekarang tiba
saatnya bagi kita untuk saling berpisah," kata Yo Han sambil memandang kepada Sian Li.
"Aku bersama adik Sian Li akan pergi ke ru-mah orang tua, Li-moi, akan tetapi aku
mengharap bantuan adik Cia Sun untuk menemani kami. Terus terang saja, se-perti yang
mungkin telah kalian ketahui, kami berdua sudah bertekad untuk hidup bersama sebagai
suami isteri, padahal, oleh orang tuanya, Li-moi telah dijodoh-kan dengan adik Cia Sun. Oleh
karena itu, aku membutuhkan bantuan Cia-te untuk menemani kami agar Cia-te yang
memberi penjelasan kepada paman Tan Sin Hong berdua."
"Tentu, tentu saja aku akan menemani kalian!" seru Cia Sun gembira. "Akan tetapi, sebelum
itu, aku minta kepada kalian semua untuk menemani aku dulu bersama adik Hui Eng. Aku
hendak me-ngantarkan Eng-moi kepada orang tuanya di Lok-yang. Mengingat bahwa Engmoi pernah bertemu dengan ayah ibu kan-dungnya dalam keadaan yang tidak me-nyenangkan
di rumah pendekar Suma Ceng Liong, maka tentu pertemuan itu akan terasa canggung. Kalau
ada kalian semua yang ikut dan membantu memberi kesaksian dan penerangan, tentu akan
lebih menyenangkan. Terutama sekali, aku juga mohon bantuan Yo-toako untuk
membicarakan urusan kami berdua ke-pada orang tua Eng-moi."
Yo Han tersenyum memandang kepada Hui Eng yang menjadi merah kedua pipi-nya dan
menundukkan kepalanya. "Aku mengerti, Cia-te, dan agaknya kita me-mang saling
membutuhkan. Aku yakin Gak-twako tidak akan keberatan untuk ikut pula ke Lok-yang
membantu adik Sim Hui Eng."
"Ah, tentu saja!" kata Gak Ciang Hun dan dia pun nampak tersipu dan salah tingkah.
"Bahkan aku pun.... hemmm.... aku pun atau maksudku kami berdua, aku dan adik Gan Bi
Kim, amat membutuh-kan bantuanmu, Yo-siauwte. Aku pun ingin berterus terang saja. Aku
sudah mendengar dari adik Bi Kim bahwa oleh neneknya, ia telah ditunangkan denganmu,
Yo-te, akan tetapi kenyataannya seka-rang, engkau saling mencinta dengan adik Sian Li,
sedangkan adik Bi Kim.... ah, kami berdua saling mencinta dan sudah mengambil
keputusan untuk berjodoh. Nah, tanpa bantuan Yo-te, bagaimana kami berdua akan berani
menghadapi keluarganya?"
Kini enam orang itu saling pandang dan meledaklah tawa mereka. Sian Li yang memang
berwatak lincah jenaka itu tidak menyembunyikan tawanya karena geli hatinya. "Hi-hik-hik,
alangkah lucunya! Agaknya memang kita berenam ini sudah ditakdirkan untuk saling bantu
dan harus melakukan perjalanan bersama. Betapa menggembirakan! Kita saling kait mengait,
saling membutuhkan bantuan!"
Yo Han mengangguk-angguk. "Memang aneh, dan agaknya memang Tuhan meng-hendaki
demikian! Aku ditunangkan dengan Gan Bi Kim, akan tetapi adik Bi Kim berjodoh dengan
Gak-twako dan aku ber-jodoh dengan Li-moi yang ditunangkan dengan Cia-te, sedangkan
Cia-te berjodoh dengan Sim Hui Eng yang selama ini kita semua mencarinya! Baiklah,
sekarang di-atur begini saja. Pertama-tama kita se-mua pergi ke rumah orang tua adik Sim
Hui Eng, karena bagaimanapun juga, pe-ristiwa bertemunya kembali adik Eng dengan ayah
ibunya merupakan hal yang amat membahagiakan dan penting sekali. Nah, setelah dari sana,
kita tinggalkan dulu adik Eng bersama orang tuanya, dan Cia-te ikut dengan kami untuk
menemui orang tua Li-moi. Setelah itu, aku me-ninggalkan dulu Li-moi di rumah orang
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
319 tuanya dan aku menemani Gak-twako untuk berkunjung ke rumah adik Gan Bi Kim. Dengan
demikian semua urusan akan menjadi beres!"
Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Demikianlah, tiga pasang kekasih itu lalu mulai melakukan perjalanan berantai itu untuk
saling bantu. Mula-mula mere-ka berenam pergi berkunjung ke Lok--yang.
Pendekar Suling Naga Sim Houw dan isterinya, Can Bi Lan, menyambut keda-tangan mereka
dengan gembira dan juga terheran-heran karena mereka mengenal Hui Eng sebagai gadis Paobeng-pai yang pernah membikin kacau pertemuan ke-luarga besar di rumah Suma Ceng
Liong. Akan tetapi, keheranan mereka berubah menjadi kejutan yang luar biasa ketika mereka
mendengar bahwa gadis itu bukan lain adalah Eng Eng, atau Sim Hui Eng, anak kandung
mereka! Mula-mula mereka merasa sukar untuk percaya, akan tetapi setelah Yo Han, Sian Li,
dan Pangeran Cia Sun bercerita, ditambah lagi bukti tanda tahi lalat hitam di pundak kiri dan
noda merah di ibu jari kaki di telapak kaki kanan, Can Bi Lan menubruk puteri-nya sambil
menjerit dan menangis. Ter-jadilah pertemuan yang amat mengharu-kan hati dan sukar
dilukiskan betapa bahagia rasa hati Sim Houw dan Can Bi Lan ketika mereka dapat
menemukan kembali puteri mereka yang hilang sejak kecil itu.
Setelah suasana keharuan mereda, dengan hati-hati Yo Han dan Sian Li menceritakan tentang
hubungan kasih sayang antara Hui Eng dan Cia Sun, dan tentang semua pengalaman mereka,
ten-tang pembelaan Cia Sun kepada Hui Eng.
Mula-mula, suami isteri itu tertegun. Mereka menemukan kembali puteri mere-ka, akan tetapi
juga mendengar bahwa puteri mereka berjodoh dengan seorang pangeran Mancu" Akan
tetapi, suami isteri ini memang bijaksana. Mendengar betapa pangeran calon mantu mereka
itu adik angkat Pendekar Tangan Sakti Yo Han, juga dipuji-puji sebagai bekas calon suami Si
Bangau Merah Tan Sian Li, juga bahwa pangeran itu berjiwa pendekar, tidak memusuhi para
pejuang dan tidak setuju pula dengan penindasan, mereka pun dapat menerima dengan hati
lapang. Pada keesokan harinya Yo Han dan Sian Li, Ciang Hun dan Bi Kim, mengajak Cia Sun untuk
melanjutkan perjalanan dan meninggalkan dulu Hui Eng bersama orang tuanya. Cia Sun
berjanji kepada keluarga itu untuk segera minta kepada ayah ibu-nya untuk mengajukan
pinangan secara resmi. Kemudian, Cia Sun mengikuti Yo Han dan Sian Li mengunjungi
orang tua Si Bangau Merah, yaitu Pendekar Bangau Putih Tan Sin Hong yang tinggal di Ta-tung sebelah barat Peking.
Sekali ini, Tan Sin Hong dan Kao Hong Li menerima puteri mereka dengan gembira dan
mereka berdua bahkan me-rasa berbahagia sekali ketika mendengar keterangan mereka semua
tentang pem-batalan pertalian jodoh antara puteri mereka dengan Cia Sun yang dengan jujur
mengakui bahwa dia saling mencinta dengan Sim Hui Eng. Kini suami isteri ini dapat
menerima pinangan Yo Han dengan rasa syukur karena bagaimanapun juga sebetulnya
mereka pun amat me-nyayang Yo Han yang kini ternyata telah menjadi seorang pendekar
sakti yang ber-nama besar sebagai Pendekar Tangan Sakti. Suami isteri ini pun ikut merasa
gembira mendengar bahwa puteri keluarga Sim yang hilang itu telah ditemukan kembali,
bahkan akan menjadi jodoh Pa-ngeran Cia Sun, bekas calon mantu mereka.
Dari rumah orang tua Sian Li, Yo Han mengikuti Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim ke kota
raja. Juga Pangeran Cia Sun hendak pulang ke kota raja untuk minta kepada orang tuanya
meminang Sim Hui Eng. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
320 Keluarga pembesar Gan Seng, juga nenek Ciu Ceng, menyambut pulangnya Gan Bi Kim
dengan gembira pula. Mereka agak tercengang ketika mendengar pengakuan Gan Bi Kim
bahwa ia telah memutuskan pertalian jodohnya dengan Yo Han, karena Yo Han telah
berjodoh dengan gadis lain. Akan tetapi mereka pun merasa lega ketika diperkenalkan dengan
Gak Ciang Hun sebagai pemuda yang dipilih Bi Kim sebagai calon jodoh-nya. Apalagi Yo
Han ikut bicara dan memberi penjelasan bahwa sebelum bertemu Bi Kim, sebetulnya dia
sudah memiliki pilihan hati. Keluarga itu bahkan merasa bangga mendengar bahwa calon
mantu mereka, Gak Ciang Hun, adalah keturunan pendekar besar yang mem-punyai nama
harum di dunia persilatan.
Demikianlah, tiga pasangan kekasih ini tidak menemui halangan apa pun dalam urusan
perjodohan mereka. Pihak orang tua telah menerima dengan senang hati dan pinangan resmi
dilakukan, bah-kan pernikahan tiga pasang mempelai ini dirayakan dalam tahun itu juga.
Cia Sun mengajak isterinya, Sim Hui Eng, tinggal di kota raja, dan sekali waktu keduanya
juga tinggal di rumah mertuanya di Lok-yang. Gak Ciang Hun mengajak isterinya, Gan Bi
Kim tinggal di Beng-san, bekas tempat tinggal orang tuanya, yaitu di puncak Telaga Warna
yang indah. Yo Han sendiri bersama isterinya, Tan Sian Li, melakukan perjalanan bulan madu jauh ke
Lembah Naga Siluman, untuk menyampaikan berita duka tentang kematian Cu Kim Giok
kepada keluarga Cu. Berita itu tentu saja disambut de-ngan tangis oleh Cu Kun Tek dan Pouw
Li Sian, dan mereka mendengarkan ke-terangan Yo Han dan Sian Li tentang puteri mereka,
dan menerima pesan ter-akhir Kim Giok melalui Sian Li untuk mohon ampun kepada ayah
ibunya. Biar-pun hati mereka terasa hancur karena kematian puteri mereka, namun
setidak-nya mereka terhibur juga bahwa pada saat terakhir, puteri mereka sadar dan bertindak
sesuai dengan jiwa kependekar-an keluarga mereka. Puteri mereka, Cu Kim Giok, tewas
sebagai seorang pen-dekar wanita yang membela kebenaran. Juga mereka tidak merasa
penasaran karena pembunuh. puteri mereka, yaitu ketua Thian-li-pang Ouw Seng Bu, telah
menemui ajalnya pula. Kemudian Pendekar Tangan Sakti Yo Han bersama isterinya, Si Bangau Merah Tan Sian Li
berkunjung ke Bukit Naga dan di tempat itu, dibantu oleh isterinya, Yo Han menghimpun
kembali perkumpulan Thian-li-pang. Para anggauta lama yang semula memang tidak setuju
dengan ke-sesatan Thian-li-pang dikumpulkan dan perkumpulan itu pun didirikan kembali
dengan jumlah anggauta yang kecil. Akan tetapi di bawah bimbingan Yo Han, Thian--li-pang
bangkit kembali menjadi perkum-pulan para pendekar pejuang yang ter-kenal bersih dan di
kemudian hari, Thian--li-pang memegang peran penting dalam perjuangan rakyat menentang
kekuasaan penjajah Mancu.
Sampai di sini berakhirlah kisah Pen-dekar Tangan Sakti dengan harapan pe-ngarang mudahmudahan kisah ini ada manfaatnya bagi para pembacanya. Se-perti tercatat dalam sejarah,
setahun lebih kemudian (1796), Kaisar Kian Liong meninggal dunia dan tahta kerajaan Ceng
dipimpin oleh Kaisar Cia Cing, putera Kaisar Kian Liong. Kaisar Cia Cing me-merintah
selama dua puluh empat tahun (1796 - 1820), kemudian dilanjutkan putera-nya, Kaisar Tao
Kuang (1820 - 1850). Akan tetapi semenjak wafatnya Kaisar Kian Liong, kerajaan Mancu ini
mulai kehilangan pamornya dan kejayaannya mulai memudar. Pemberontakan terjadi di
mana-mana, ditambah lagi dengan masuknya kekuatan asing barat (orang kulit putih) yang
mulai menancapkan kuku kekuasaan mereka di daratan Cina. Sampai jumpa di lain kisah.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
321 Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
322 Pedang Keramat Thian Hong Kiam 1 Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Pendekar Bayangan Setan 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama