Ceritasilat Novel Online

Tujuh Pembunuh 2

Tujuh Pembunuh Qi Sha Shou Karya Gu Long Bagian 2


sebab dia takut bininya akan memusnahkan botol berisi obat
itu, karenanya walaupun dia ingin mencari orang untuk
menghadapi nya, tapi diapun kuatir berita ini sampai bocor
hingga ketahuan oleh nya.
Liong Ngo mengalihkan sinar matanya ke tempat kejauhan,
mimik mukanya memperlihatkan perasaan sedih dan kesepian
yang tak terlukiskan dengan kata kata.
Mungkinkah di dalam kisah cerita ini, yang kesepian bukan
dewi rembulan Siang-go, melainkan Ho Ie"
"Aku tahu, meskipun dia telah mencuri obatku, tapi dia tak
pernah menyesal, diapun tak akan kesepian, dia gunakan
botol berisi obat itu memaksa aku untuk melakukan banyak
pekerjaan yang sebetulnya tak ingin kulakukan" pelan pelan
Liong Ngo berkata. Sinar mata sedih dan kesepian kini telah berubah jadi
kemarahan dan kebencian, lanjutnya:
"Oleh karena itu aku tak perduli harus membuang berapa
banyak tenaga, pikiran maupun uang, akan kuhalalkan segala
cara untuk mendapatkan kembali botol berisi obat itu!"
"Aku harus mencurinya di mana?" sekali lagi Liu Tiang-kay
tak tahan untuk bertanya.
"Tentunya kau bisa bayangkan sendiri, untuk merebut
kembali sebuah benda yang begitu penting dan berharga dari
tangannya, tak mungkin pekerjaan ini merupakan satu
pekerjaan yang gampang"
Tentu saja Liu tiang-kay sudah berpikir sampai ke situ.
Kembali Liong Ngo berkata:"Dia sembunyikan peti itu di
dalam sebuah gua rahasia diatas bukit see-soat-san, selain itu,
diapun telah mengundang tujuh orang okpa yang sedang
kabur dari kejaran jago jago Bu-lim dan sudah tak bisa
tancapkan kaki lagi di sungai telaga untuk menjaga gua
rahasia itu" Liu Tiang-kay segera teringat kembali dengan si tujuh
pembunuh Tu Jit yang dapat mencabut nyawa orang secepat
kilat. "Diluar ruang rahasia dalam gua itu terdapat sebuah pintu
baja seberat ribuan kati" kembali Liong Ngo menerangkan.
Kali ini Liu Tiang-kay teringat dengan Si Tiong, orang yang
memiliki tenaga raksasa. "peti itu disimpan di dalam sebuah pintu rahasia dalam
ruang rahasia itu, untuk masuk ke dalam ruang rahasia, orang
harus membuka pintu rahasia itu lebih dulu, harus membuka
tujuh macam gembokan, setiap gembokan dibuat oleh ahli
kunci kenamaan dikolong langit saat ini"
Kembali Liu Tiang-kay teringat dengan Kongsun Biau.
"Yang lebih penting lagi, letak gua itu hanya berjarak
berapa depa dari tempat tinggalnya, begitu ada tanda bahaya,
setiap waktu setiap saat dia bisa menyusul ke sana, bila dia
sudah muncul disitu, maka tak akan ada seorang manusia pun
di dunia ini yang bisa membawa pergi peti tersebut"
Liu Tiang-kay menghela napas panjang, mendadak dia
memahami akan satu hal............. rasa takut dan ngeri Liong
Ngo terhadap See-soat hujin bukan melulu lantaran botol
berisi obat itu, paling tidak ada separahnya dikarenakan ilmu
silat yang dimiliki perempuan itu.
Kepandaian silat yang dimiliki wanita itu jelas tidak berada
dibawah kemampuan Liong Ngo.
"Untung saja dia mempunyai satu kebiasaan yang amat
menggelikan" terus Liong Ngo, "yaitu saban malam, sebelum
naik ke tempat pembaringan, dia selalu akan melumuri setiap
inci tubuhnya dengan minyak madu yang khusus dibuatnya
untuk itu" Kembali sinar mata benci dan muak memancar keluar dari
balik pandangannya, dia berkata lebih jauh: "Tiap hari, paling
tidak dia butuh setengah jam lamanya untuk melakukan itu,
ketika sedang melakukan hal tersebut, dia selalu mengunci diri
didalam kamar, saat itu, biar langit sedang runtuh pun dia tak
bakalan tahu" Akhirnya Liu Tiang-kay paham, mengapa mereka sampai
berpisah dan tak mau berkumpul kembali.
Jika saban hari bininya harus membuang waktu hampir
setengah jam lamanya hanya untuk melakukan kebiasaan
yang sangat menggelikan, lama kelamaan dia pasti tak akan
tahan. Di kolong langit saat ini, mungkin tak bakal ada seorang
pria pun yang tahan.......................dan rasanya ttap orang
bisa membayangkan sendiri, tiap hari harus memeluk sang
istri yang sebelum naik pembaringan untuk tidur, selalu
melumuri sekujur badannya dengan minyak madu, kejadian
semacam ini benar benar merupakan satu peristiwa yang
menakutkan. Tampaknya Liong Ngo dapat membaca jalan pikirannya,
dengan suara dingin katanya:"Kejadian semacam ini benar
benar merupakan satu kejadian yang sangat memuakkan,
tapi, justru waktu selama setengah jam ini merupakan satu
satunya kesempatan bagimu untuk turun tangan"
"Berarti didalam waktu setengah jam aku harus berhasil
membantai ke tujuh okpa itu, menyingkirkan pintu baja
seberat ribuan kati, membuka ke tujuh buah gembokan,
mencuri peti itu kemudian masih harus kabur sejauh ratusan li
agar tidak terkejar olehnya?" seru Liu Tiang-kay. Liong Ngo
manggut manggut. "Aku toh pernah berkata, tugas semacam ini seharusnya
dikerjakan oleh tiga orang" katanya.
Liu Tiang-kay menghela napas panjang, ujarnya setelah
tertawa getir: "Bukan hanya tiga orang, bahkan mereka harus Tu Jit, Si
Tiong dan Kongsun Biau bertiga......."
"Tapi sekarang, kau telah memusnahkan ke tiga orang itu,
sedang aku pun tak akan bisa menemukan lagi tiga orang
semacam mereka" sambung Liong Ngo dingin.
Liu Tiang-kay sangat memahami jalan pikirannya, dia
segera menyela:"Itulah sebabnya, sekarang aku pasti akan
melakukan pekerjaan tersebut untukmu"
"Kau yakin akan berhasil?"
"Tidak, aku tak yakin"
Liong Ngo segera menarik wajahnya, kerutan dahinya
nampak sangat menyeramkan.
Dengan suara hambar kembali Liu Tiang-kay
menyambung:"Selama hidup, entah tugas apapun yang
sedang kukerjakan, sebelum dilakukan, aku tak pernah
merasa punya keyakinan untuk berhasil"
"Tapi tiap tugas selalu berhasil kau laksanakan?"
"Justru karena aku tak yakin, maka setiap gerak gerik dan
sepak terjangku selalu kuperhitungkan dengan cermat dan
sangat hati hati" Liu Tiang-kay tertawa.
Liong Ngo ikut tertawa. "Bagus, ucapan yang sangat bagus, aku memang selalu
senang dengan orang yang cermat dan sangat hati hati"
"Tapi sekarang, aku masih belum tahu bagaimana harus
bertindak" "Kenapa?"
"Sebab aku belum tahu, gua rahasia itu terletak dimana"
Kembali Liong Ngo tertawa, sambil tersenyum dia memberi
tanda. Lelaki setengah umur berbaju hijau itu segera berjalan
mendekat, kemudian meletakkan setumpuk uang kertas diatas
meja. "Tumpukan uang itu bernilai lima puluh laksa tahil perak,
ambillah dan bermainlah sepuas puasnya selama beberapa
hari" kata Liong Ngo.
Liu Tiang-kay sama s ekali tak sungkan, dia s egera terima
tumpukan uang itu dan masukkan ke dalam saku.
"Aku hanya berharap dalam sepuluh hari kau bisa gunakan
lima puluh laksa tahil perak itu untuk berfoya foya hingga
ludas" kembali Liong Ngo berkata.
Liu Tiang-kay segera tersenyum.
"Tidak gampang menghabiskan uang sebanyak itu"
katanya, "tapi paling tidak aku bisa belikan rumah gedung
buat perempuanku, aku masih bisa kalah"
"Asal satu diantara kedua hal tersebut bisa kau lakukan, ha!
itu sudah lebih dari cukup" sorot mata Liong Ngo
memancarkan juga sinar kegembiraan.
Setelah berhenti sejenak, kembali terusnya:"Siapapun itu
orangnya, sebelum melaksanakan sebuah tugas yang berat
dan penting, ia perlu releks dan mengendorkan seluruh
syarafnya, apalagi kau sudah banyak menderita gara gara
ulahku" "Padahal penderitaan itu belum seberapa" kata Liu Tiangkay
hambar, "bagaimanapun juga, Lan Thian-bong sudah tua,
serangan yang dia lancarkan sudah tidak berat"
Tiba tiba Liong Ngo tertawa tergelak............
Dengan perasaan terhenyak lelaki setengah umur berbaju
hijau itu berpaling memandang wajahnya, sejak dulu hingga
sekarang, belum pemah ia jumpai majikannya tertawa sekeras
itu. Tapi suara tertawa Liong Ngo yang nyaring dengan cepat
disudahi, tiba tiba dia menarik wajahnya dan berkata
serius:"Sepuluh hari kemudian, kau sama sekali tak
diperkenankan menyentuh seorang wanita pun, dilarang
meneguk setetes arakpun"
Liu Tiang-kay tersenyum. "Setelah berhura hura selama sepuluh hari, aku rasa untuk
sementara waktu akupun akan kehilangan selera untuk
mendekati wanita" katanya.
"Bagus, bagus sekali, sepuluh hari kemudian aku akan
mengurus orang untuk mencarimu dan membawa kau ke
tempat itu" Tiba tiba mimik mukanya berubah jadi sangat letih, sembari
mengidapkan tangannya ia berkata: "Sekarang kau boleh
pergi" Liu Tiang-kay tidak bicara apa apa lagi, dia segera pergi
dari situ. Mendadak terdengar Liong Ngo berseru lagi:"Bagaimana
pendapatmu tentang enam orang wanita yang selama
beberapa hari ini selalu menemani dan melayanimu?"
"Mereka bagus sekali"
"Jika kau suka, tak ada salahnya untuk bawa pergi mereka
semua" "Memangnya perempuan lain di dunia ini sudah
mampus semua?" seru Liu Tiang-kay sambil tertawa tergelak.
"Tentu saja tidak"
"Kalau toh belum pada mampus, kenapa aku harus
memakai ke enam orang wanita itu lagi?"
0-0-0 Liu Tiang-kay sudah berjalan keluar dari bilik.
Memandang bayangan punggungnya yang menjauh, sekali
1 agi sorot mata Liong Ngo memancarkan cahaya setajam
mata golok. "Bagaimana pendapatmu tentang orang ini?" tiba tiba dia
bertanya. Lelaki setengah umur berbaju hijau itu berdiri hormat di
belakang pintu, lewat lama kemudian dia baru berkata:"Dia
adalah seorang yang sangat berbahaya!"
Setiap patah kata yang diucapkan diutarakan sangat
lambat, seakan akan setiap patah kata yang akan diucapkan
selalu dipikirkan dan dipertimbangkan masak masak terlebih
dulu sebe lum diucapkan. "Goloknya pun sangat berbahaya" sela Liong Ngo.
Lelaki berbaju hijau itu manggut manggut.
"Betul, goloknya bukan saja dapat dipakai untuk membu
nuh orang, kadangkala juga bisa merobek tangan sendiri"
"Seandainya golok itu berada ditanganmu?" "Belum pernah
aku merobek lenganku sendiri"
Liong Ngo tertawa hambar, katanya: "Aku amat suka
menggunakan manusia berbahaya, seperti juga kau amat
senang menggunakan golok kilat" "Aku mengerti"
"Aku paham, kau pasti dapat mengerti......................"
Kali ini dia pejamkan matanya, setelah terpejam sama
sekali tidak dibuka kembali.
Rupanya ia sudah tertidur.
Liu Tiang-kay sudah berjalan keluar dari perkampungan
milik Mong Hui. Dia Tidak berjumpa lagi dengan Mong Hui, dia pun tidak
melihat lagi ke enam orang wanita itu.
Sepanjang perjalanan keluar dari perkampungan, dia tak
nampak sesosok bayangan manusia pun. Tampaknya Mong
Hui termasuk orang yang tak suka menghantar pergi tamunya,
untung saja Liu Tiang-kay termasuk type manusia macam
begini. Perlahan-lahan dia berjalan menelusuri jalan raya, dia
nampak begitu santai, begitu releks, seakan akan tak ada
persoalan yang membelenggu pikirannya.
Bila seseorang menggembol lima puluh laksa tahil perak di
dalam sakunya, bila seseorang dapat berhura-hura selama
sepuluh hari lamanya , sikap maupun lagaknya pasti sama
seperti dirinya saat itu.
Yang menjadi persoalan saat ini hanya satu, dengan cara
apa hura hura itu akan diselenggarakan" Dengan hura hura
macam apa semua uang itu bisa digunakan hingga ludas"
Persoalan semacam ini tidak seharusnya membuat pusing
siapapun. Di dalam kenyataan, hampir semua orang pasti senang
memikirkan persoalan ini, bahkan orang yang tidak
menggembol uang sebanyak lima puluh laksa tahil perak pun
kadangkala senang berkhayal seolah olah mereka memiliki
banyak uang untuk berfoya foya.
Siapapun orangnya, jika mereka membayangkan masalah
ini, biar sedang tertidur nyenyakpun seringkah bisa mendusin
sambil tersenyum. Hang-ciu sesungguhnya merupakan sebuah kota besar
yang sangat ramai Di dalam kota besar yang ramai, sudah pasti banyak
terdapat tempat perjudian serta perempuan, dua hal tersebut
memang merupakan tempat yang cocok untuk
menghamburkan uang. Apalagi perjudian.
Mula mula Liu Tiang-kay mencari beberapa orang wanita
yang termahal untuk dinikmati lebih dulu, kemudian minum
sam pai mabuk dan akhirnya pergi main judi.
Kalau orang minum dulu sampai mabuk kemudian baru
pergi bermain judi, keadaan itu tak ubahnya s eperti


Tujuh Pembunuh Qi Sha Shou Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membenturkan kepala sendiri d atas batu cadas, kalau bisa
menang judi pasti meru pakan satu kejadian yang aneh.
Tapi, kejadian aneh memang seringkah muncul tanpa
diduga. Liu tiang-kay ternyata berhasil menang judi, dia
berhasil menangkan lima puluh laksa tahil perak lagi.
Sebenarnya dia ingin menghadiahkan ke lima orang wanita
itu sepuluh laksa tahil perak setiap orang, tapi keesokan
harinya tiba tiba dia merasa ke lima orang wanita itu hampir
semuanya sangat memuakkan, yang satu lebih jelek daripada
yang lain, jangan lagi sepuluh laksa tahil, biar seribu tahi!
perakpun rasanya tak pantas.
Memang banyak lelaki selalu bersikap demikian, wanita
yang dilihat ketika sedang mabuk pada malam harinya selalu
dianggap amat cantik bagai bidadari dari kahyangan, tapi
begitu sadar dari mabuk keesokan harinya, wajah mereka
seakan akan telah berubah jadi amat jelek.
Keadaannya waktu itu persis seperti orang yang sedang
melarikan diri, kabur dari sebuah rumah pelacuran..........
kabur lagi ke rumah pelacuran yang lain, apalagi kalau sudah
minum arak, dia selalu berpendapat kali inilah dia telah
menemukan tempat pelacuran yang paling cocok dengan
seleranya. Hanya perempuan perempuan ditempat itulah benar benar
memiliki kecantikan wajah bagai bidadari dari kahyangan.
Tapi keesokan hari ketiga, sewaktu dia mendusin dari
mabuknya, kembali dia merasa perempuan yang tersedia
ditempat itu ternyata jauh lebih memuakkan, jauh lebih jelek
rupa ketimbang lima orang wanita yang dinikmatinya pada
hari pertama, bukan saja dia muak untuk memakainya,.
Bahkan untuk melirik sekejap pun rasanya amat malas.
Di hari kemudian, mucikari rumah pelacuran itu bercerita
kepada orang lain, katanya, semenjak dua belas tahun dia di
jual untuk melacurkan diri hingga akhirnya menjadi seorang
mucikari kenamaan, belum pernah dia jumpai lelaki hidung
belang seroyal dan begitu tak punya perasaan semacam tamu
"she-Liu" itu. Dia boleh dibilang tak kenal orang, tak berperasaan dan
sama sekali tak punya belas kasihan.
Ketika Liu tiang-kay berjalan masuk kedalam rumah makan
Thian-hiang-lo, tengah hari baru saja lewat.
Dia baru saja menghabiskan delapan puluh tahil perak,
maka dipesannya satu meja hidangan masakan termewah, lalu
memerintahkan sang pelayan untuk menjajarkan semua
hidangan diatas meja agar dia bisa melihatnya dengan jelas,
kemudian dengan membayar seratus dua puluh tahil perak,
dia tinggalkan rumah makan itu begitu saja.
Padahal dia sama sekali tidak mencicipi hidangan yang
dipesannya itu, biarpun hanya sesuap. Konon memang
seringkah terdapat orang kaya yang senang memesan
hidangan yang berlimpah ruah, tapi dia sendiri tidak
mencicipinya, dia bahkan hanya duduk disamping meja
melihat orang lain makan.
Masih untung semalam dia menderita sedikit kekalahan,
tapi uang yang masih digembol dalam sakunya sekarang
masih ada tujuh puluh laksa tahil perak.
Tiba tiba dia mulai sadar, ternyata bukan pekerjaan yang
terlalu gampang untuk menghabiskan uang sebanyak lima
puluh laksa tahil perak dalam sepuluh hari.
Waktu itu adalah akhir musim semi dan permulaan musim
panas, udara amat bagus dan segar, cahaya matahari
bagaikan kerlingan mata seorang gadis perawan.
Dia ambil keputusan akan berjalan jalan diluar kota, udara
segar diluar kota mungkin bisa membantunya menemukan
akal yang baik untuk menghamburkan sisa uang yang
dimilikinya. Dia pun segera membeli dua ekor kuda jempolan ditambah
sebuah kereta kuda yang masih baru, bahkan dia pun
menyewa seorang kusir kereta yang masih muda dan kuat
untuk membawa kereta kuda itu.
Dalam waktu singkat semuanya telah beres, tapi dia
hanya menghabiskan uang sebanyak seribu lima ratus tahil
perak.....................
Uang, kadangkala bisa juga dipakai untuk membeli waktu.
Sebidang tanah berwarna hijau segar terbentang diluar
kota, pegunungan yang terlihat dikejauhan tampak bagaikan
payudara perawan yang sedang melompat keluar dari balik
pakaian. Dia perintahkan kereta untuk berhenti dibawah pohon
yangliu, kemudian dengan santainya berjalan menelusuri tepi
telaga, angin sepoi sepoi yang berhembus lewat tampak
menimbulkan riak kecil diatas permukaan air, dari kejauhan
riak riak air itu tampak bagaikan pusar seorang gadis muda.
Dia merasa, dirinya saat ini tak ubahnya seperti seorang
hidung belang sejati. Dikala dia mulai berpikir dan melamun, tiba tiba pemuda itu
menyaksikan munculnya seorang gadis yang sepuluh kali lipat
lebih cantik daripada cahaya matahari, lebih manis daripada
pegunungan nun jauh disana balikan sekalipun ditambah
dengan riak air diatas permukaan telaga.
Gadis itu sedang memberi makan sekawanan ayam dalam
pekarangan rumahnya yang kecil, dia mengenakan gaun
berwarna hijau, sembari menyebar segenggam beras,
mulutnya yang kecil mungil tak hentinya mengeluarkan bunyi
"kurr,kurr.kurr" untuk memanggil kawanan ayam itu.
Selama hidup, belum pernah dia jumpai bibir kecil se
mungil dan seindah itu. Udara terasa mulai panas, pakaian yang dikenakan
perempuan itu tipis sekali, kancing diatas kerah bajunya
tampak terbuka satu sehingga nampak dengan jelas
tengkuknya yang berwarna putih dan sangat halus.
Hanya melihat tengkuknya saja, orang dapat dengan
mudali membayangkan bagian bagian tubuhnya yang lain,
apalagi waktu itu dia bertelanjang kaki, sepasang kakinya
yang putih mungil hanya mengenakan sepasang bakiak kayu.
"Kaki diatas bakiak putih bagai salju, pusar drperut hitam
bagai burung gagak" Tiba tiba Liu Tiang-kay merasa dua bait syair diatas benar
benar tidak mengerti tentang wanita, mana ada kaki wanita
diibarat kan dengan "salju?" Kalau ingin bicara sejujurnya, kaki
wanita seha rasnya putih bagai susu sapi, lembut bagai telur
ayam yang baru keluar dari cangkangnya.
Dari dalam bilik rumah muncul seorang lelaki, seorang pria
y?i| usianya sudah cukup banyak, wajahnya sangat memuak
kan, terutama sepasang mata cabulnya sungguh memuakkan
sekali, waktu itu mata yang memuakkan itu sedang menatap
pantat si gadis yang bulat lagi kencang.
Tiba tiba dia berjalan mendekat, setelah meraba dan
meremas sejenak pantat bulat itu, dia menarik tangan gadis
itu untuk diajak masuk. Gadis itu nampak tertawa cekikikan, sambil gelengkan
kepalanya dia menuding matahari di angkasa, artinya dia
sedang berkata, sekarang masih siang, kenapa kau sudah
ngebet" Kelihatannya pria itu adalah suami si gadis.
Membayangkan bagaimana begitu malam tiba, si lelaki
tengik iiu segera akan menarik si gadis naik ke ranjang dan
menaikinya, hampir saja Liu Tiang-kay tak dapat menahan
diri, dia ingin menerjang ke hadapan lelaki itu dan meninju
hidungnya hingga bengkok.
Sayang dia bukan manusia yang tak tahu aturan, dia tahu
meskipun dia bisa menghajar hidung lelaki itu sampai
bengkok, dia tak bisa menghajarnya dengan memakai
kepalan. Buru buru dia balik kembali ke kota, uang kertas miliknya
segera ditukar dengan goanpo bernilai lima puluh tahil perak,
kemudian balik laci ke tempat semula.
Waktu itu, si nona sudah tidak lagi memberi makan ayam
ayamnya, suami istri berdua sedang duduk di muka pintu
rumah, yang satu sedang minum teh sedang yang lain sedang
menjahit pakaian. Jari tangannya yang halus, panjang dan indah sedang
meraba rata tubuh lelaki itu, Ooh, betapa nikmatnya ketika
dibelai.....diraba...... Liu Tiang-kay tak dapat menahan diri lagi, dia segera
mengetuk pintu, kemudian tanpa menunggu jawaban orang
lain, dia langsung mendului, masuk ke dalam ruangan.
Lelaki itu segera melompat bangun, tegurnya dengan mata
melotot:"Siapa kau" Mau apa datang kemari?"
Liu Tiang-kay tersenyum. "Aku she-Liu, khusus datang kemari untuk menyambangi
kalian!" "Tapi aku tidak kenal kau!"
Liu Tiang-kay tersenyum, dia ambil keluar sekeping
goanpoo, kemudian katanya:"Tapi kau pasti kenal dengan
benda ini bukan?" Tentu saja setiap orang pasti kenal dengan benda itu,
sepasang biji mata lelaki itu hampir melotot keluar,
teriaknya:"ltu kan uang perak, goanpo perak!"
"Kau memiliki berapa banyak goanpo macam begini?" tanya
Liu Tiang-kay lagi. Lelaki itu tak mampu menjawab, sebab biar sekeping pun
dia tak punya. Waktu itu, si gadis sebenarnya ingin bersembunyi ke dalam
kamar, tapi dia segera menghentikan langkah kakinya setelah
melihat kepingan goanpo itu.
Benda semacam ini tampaknya memiliki daya tarik yang
luar biasa, bukan saja dapat menghentikan langkah kaki
banyak orang, juga dapat merontokkan liangsim banyak
orang. Liu Tiang-kay mulai tertawa.
Dia segera memberi tanda, si kusir pun segera menggotong
keluar empat buah peti besar yang penuh berisi goanpo dari
dalam kereta, peti peti berat itu dijejerkan di tengah halaman
dan membukanya satu per satu.
Kata Liu Tiang-kay kemudian:"Setiap keping goanpo itu
bernilai lima puluh tahil perak, semua goanpo yang ada disitu
total jenderal bernilai seribu tahil perak"
Biji mata pria itu nyaris melompat keluar dari kelopak
matanya, sementara paras muka perempuan itu pun telah
berubah merah membara, napasnya tersengkal sengkal, persis
seperti anak gadis yang mulai terangsang napsu birahinya dan
ingin segera dinaiki pasangannya.
"Kau ingin tidak mendapatkan semua goanpo itu?" tanya
Liu Tiang-kay. Pria itu segera manggut manggut.
"Bagus sekali" Liu Tiang-kay tersenyum, "bila kau mau,
akan kuberikan kepadamu!"
Biji mata lelaki itu hampir saja melompat keluar dari
kelopak matanya, ia terhuyung huyung mundur berapa
langkah, tubuhnya mulai gontai.
"Sekarang kau boleh segera ambil pergi dua peti goanpo
itu, pergi saja semaumu, kereta itu juga kuberikan kepadamu,
asal kau baru boleh pulang tujuh hari kemudian"
Setelah tersenyum dan melirik perempuan itu sekejap,
lanjutnya: "Sisanya yang dua peti akan kuberikan untuk
binimu!" Perempuan itu sama sekali tidak memandang ke arah
suaminya, sepasang matanya seperti tertempel lekat diatas
dua peti besar berisi goanpo itu.
Sambil menjulurkan lidahnya membasahi bibirnya yang
mulai mengering, pria itu berbisik dengan suara terbata bata:
"Kau.....bagaimana.... bagaimana menurut kau?"
Sambil menggigit bibir tiba tiba perempuan itu membalik
kan tubuhnya dan lari masuk ke dalam kamar.
Pria itu seperti ingin mengejar bininya, tapi kemudian dia
berhenti, dia batalkan niatnya itu.
Seluruh pikiran dan perhatiannya sudah tertuju pada dua
peti besar berisi goanpo itu.
Tiba tiba Liu Tiang-kay berkata lagi:"Kau hanya perlu pergi
selama tujuh hari, tujuh hari toh bukan masa yang terlalu
panjang...." Mendadak pria itu mencomot keluar sekeping goanpo dari
dalam peti, lalu digigitnya kuat kuat, saking kerasnya dia
menggigit hingga nyaris dua buah giginya patah jadi dua.
Tentu saja semua uang perak itu adalah uang asli.
Liu Tiang-kay berkata lagi:"Setelah tujuh hari, kau masih
boleh pulang kemari, sedang bini mu....."
Tidak menunggu hingga ucapan tersebut selesai
diutarakan, tiba tiba pria itu mengerahkan segenap tenaga
yang dimilikinya untuk menggotong peti peti berisi uang perak
itu kemudian lari menuju ke kereta kuda.
Si kusir kereta membantunya mengangkat peti uang perak
yang lain. Dengan napas terengah engah dan memeluk peti berisi
uang perak itu erat erat, lelaki itu berseru:
"Ayoh jalan, cepat jalan, terserah ke manapun mau pergi,
makin jauh semakin baik........"
Sekali lagi Liu Tiang-kay tertawa.
Kereta kuda segera bergerak meninggalkan tempat itu
dengan kecepatan tinggi. Liu Tiang-kay segera mengangkat dua peti uang yang
tersisa, berjalan masuk ke dalam rumah, meletakkan peti uang
dilantai, menutup pintu kemudian menguncinya dari dalam.
Pintu kamar tidur masih dalam keadaan terbuka, kain tirai
tergulung setengah, perempuan itu sedang duduk diujung
ranjang, menggigit kencang bibirnya, selembar wajahnya telah
berubah merah membara, merah segar bagai sekuntum bunga
tho. Sambil tersenyum Liu Tiang-kay berjalan masuk ke dalam,
kemudian tanyanya perlahan:
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
"Aku sedang berpikir, kau benar benar seorang manusia
busuk! Maknya...........! hanya manusia macam kau yang bisa
memi kirkan cara sekotor itu dan melakukan perbuatan
sebusuk itu" Liu Tiang-kay menghela napas panjang, setelah tertawa
getir katanya: "Baru saja aku bertaruh dengan diriku sendiri,
perkataan apa yang pertama kali akan kau ucapkan, bila
dalam perkataanmu itu ada kata "maknya", aku rela tidak
melihat perempuan lain selama tiga bulan penuh"


Tujuh Pembunuh Qi Sha Shou Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-00d00w00- Bab III Bulan purnama menerangi Jalanan panjang.
Perempuan itu bernama Oh Gwat-ji, rupanya dia sudah
lama kenal dengan Liu tiang-kay, malahan mereka adalah
sahabat karib. Sebenarnya apa yang telah terjadi"
Atau, tadi mereka hanya sedang bermain sandiwara"
Mengapa harus bersandiwara" Ditujukan untuk siapa
sandiwara itu" Oh Gwat-ji sudah bangkit berdiri, sambil bercekak pinggang
dan mata mendelik besar, serunya:"Aku mau tanya,
seandainya benar benar ada sepasang suami istri muda, dan
benar benar bertemu dengan manusia semacam dirimu dan
menghadapi masalah seperti ini, apa yang mesti dia lakukan?"
Pertanyaan itu kontan saja membuat Liu Tiang-kay
melengak, dia termenung dan tak mampu menjawab, sampai
lama kemudian baru jawabnya:"Biarpun aku bukan terhitung
orang baik baik, tapi aku tak bakalan melakukan perbuatan
sebejad itu" "Belum tentu aku maksudkan dirimu, maksudku, andaikata
bertemu manusia semacam dirimu?"
Liu Tiang-kay tertawa getir.
"Aku sendiri juga tak tahu harus bagaimana, jalan pikiranku
belum berpikir sejauh itu"
"Apakah akal busuk ini hasil pemikiranmu sendiri?"
Tiba tiba paras muka Liu Tiang-kay berubah amat serius,
sahutnya: "Aku sengaja berbuat begini agar Liong Ngo mengira aku
memang benar-benar seorang telur yang paling busuk, kita
tak boleh membuat dia curiga, biar sedikitpun, maka kita
mesti waspada, setiap waktu setiap saat mesti berhati hati,
pengaruh serta kekuatan yang dia miliki terlalu besar, mata
matanya terlalu banyak dan tersebar dimana mana....."
"Tapi ...barusan................."
"Barusan pun ada mata matanya disini, si kusir kereta itu
seratus persen pastilah orangnya" "Darimana kau tahu?"
"Aku dapat melihatnya"
Kembali dia menambahkan:"Jika pemuda itu adalah
seorang kusir benaran, di pasti akan terbengong macam orang
kehilangan sukma setelah melihat empat peti besar berisi
uang perak, tapi kenyataannya dia seperti sudah terbiasa
melihat hal semacam ini, dia sangat tenang dan tidak
menunjukkan perubahan wajah"
Oh Gwat-ji memutar biji matanya, rasa jengkelnya mulai
mereda, tiba tiba berkata lagi sambil tertawa:"Konon berapa
hari belakangan ini kau hidup sangat gembira"
"Hidungku saja sudah dijotos orang sampai bengkok, masa
kau masih menuduh aku hidup senang?" sahut Liu Tiang-kay
sambi! tertawa getir. "Yang penting kan tiap hari ditemani banyak cewek, biar
kena tonjokan juga tak rugi...."
Liu Tiang-kay menghela napas panjang.
"Sayang sekali tak seorang gadis pun diantara mereka yang
dapat menandingimu!"
Oh Gwat-ji ikut tertawa. "Kau tak perlu menjilat pantat, kau toh pasti sadar, aku tak
bakal masuk perangkapmu, sebelum tugas itu selesai
dikerjakan, jangan harap kau bisa menyentuhku"
"Masa menyentuh tangan saja tak boleh?"
"Tidak boleh, mulai hari ini, aku tidur diranjang dan kau
tidur di lantai, jika tengah malam kau berani merangkak naik
ke ranjang secara diam diam, aku segera akan beritahu Liong
Ngo, semua asal usulmu akan kuuwarkan keluar"
"Aah, dasar bukan manusia, kau memang setan hidup!"
umpat Liu Tiang-kay sambil menghela napas panjang.
"Kau sendiri memangnya bukan setan" Kau setan hidung
belang" Tiba tiba gadis itu tertawa lagi, setelah mengerdipkan
matanya beberapa kali, lanjutnya:"Apalagi kau tak lebih hanya
sebuah jalanan, sedang aku adalah rembulannya, sinar
rembulan bisa menyinari beribu bahkan berjuta juta jalanan,
karena itu, aku memang lawanmu yang paling tangguh"
"Yaa, yaa, aku memang selalu keheranan dengan diri
sendiri, kenapa aku mesti pilih kau sebagai patnerku"
"Karena aku adalah putri kesayangan Oh Lip, Oh loya,
karena aku mampu, aku cerdas, karena persoalan apapun aku
paham, semua masalah aku mengerti, karena aku.........."
"Karena kau bukan Cuma seekor rase kecil, kaupun seekor
siluman rase!" tukas Liu Tiang-kay cepat.
Perempuan itu memang seekor rase kecil, karena ayahnya
tak lain adalah seekor rase paling tua di dalam dunia
persilatan. Setiap sahabat dalam dunia persilatan pasti akan berubah
wajah dan berdiri bulu kuduknya bila mendengar nama "Oh
Lip" disebut orang. Sambil tertawa dingin ujar Oh Gwat-ji:"Aku sendiri juga
heran, kenapa ayahku selalu mengatakan hanya kau yang
sanggup menghadapi Liong Ngo" Kenapa aku mesti
membantumu?" "Sebab walaupun ilmu silat yang kumiliki sangat tinggi dan
hebat, walaupun aku cerdas dan pandai bekerja namun belum
pernah namaku berkibar sebagai seorang jagoan yang terso
hor'Tukas Liu Tiang-kay sambil tersenyum, "justru karena
sangat jarang orang persilatan mengenaliku, maka penyakit
yang kumiliki meski tak sedikit namun kebaikannya justru lebih
banyak, itulah sebabnya dia orang tua sudah lama berencana
mengangkatku menjadi menantunya"
"Hmm, kau bukan Cuma pandai mengibul, kentutmu pun
sangat busuk!" umpat Oh Gwat-ji sambil menarik wajah.
Tapi begitu selesai berkata, dia sendiri tak tahan untuk
tertawa cekikikan, tanyanya kemudian:"Kau sudah
berhadapan muka dengan Liong Ngo?"
"Sudah dua kali"
"Kenapa kau tidak gunakan peluang itu untuk
membekuknya" Kenapa kau sia siakan kesempatan emas itu?"
"Seandainya aku goblok seperti kau, bila aku benar benar
telah melakukan hal itu, yang kau jumpai sekarang mungkin
Cuma mayatku" Oh Gwat-ji tertawa dingin.
"Bukankah ilmu silatmu sangat hebat" Bukankah
kepandaianmu sudah terhitung jago kelas satu di kolong
langit" Bukan saja ayah selalu memuji muji kehebatanmu,
bahkan Ong-ya pun selalu memandang kau bagai barang
mestika, masa kau takut dengan orang lain?"
"Aku tak takut menghadapi orang lain, hanya takut
menghadapi Liong Ngo!" jawab Liu Tiang-kay serius.
"Apa benar kehebatan ilmu silatnya begitu menakutkan
seperti kabar berita yang tersiar dalam dunia persilatan
selama ini?" "Bahkan jauh lebih mengerikan daripada apa yang tersiar
dalam dunia persilatan selama ini, aku berani jamin, termasuk
juga para ciangbunjin dari tujuh partai besar, tak seorangpun
jagoan dalam sungai telaga yang sanggup menghadapi dua
ratus jurus serangannya!'" "Bagaimana dengan kau sendiri?"
Liu Tiang-kay tidak menjawab pertanyaan itu, kembali
katanya:"Apalagi dia didampingi seseorang yang lebih
menakut kan" "LanThian-bong?"
Liu Tiang-kay segera tertawa.
"Singa jantan itu sudah tua, apalagi sudah terlalu lama
dikurung dalam kerangkeng, walaupun masih bisa menggigit
orang tapi ketajaman giginya sudah tidak setajam dahulu,
kecongkakan dan semangat tempur nya juga sudah banyak
mengendor" Berputar biji mata Oh Gwat-ji, tiba tiba katanya:"Konon
Liong Ngo punya anak buah yang disebut orang sebagai satu
singa satu harimau satu burung merak, semuanya adalah jago
jago yang sangat menakutkan"
"Tapi sayang si singa jantan sudah tua, harimau hitam
sudah naik gunung, sedang si burung merak walaupun cantik
dan indah namun tak pandai menggigit orang"
"Jadi bukan mereka yang kau maksud?"
"Bukan" "Kalau bukan mereka, lalu siapa?"
"Seorang lelaki setengah umur yang selalu memakai baju
berwarna hijau dengan celana warna putih, dia nampak
sangat pakai aturan, teramat jujur, dan merupakan seorang
budak tulen, namun kehebatan ilmu silat yang dimiliki benar
benar tak terukur" "Dari mana kau bisa tahu?"
"Aku sempat bertarung melawan si singa jantan, tenaga
pukulannya memang dahsyat dan mengerikan, hampir seisi
gedung bergetar keras terkena dampak angin pukulannya, tapi
aku sempat melirik sekejap ke arah lelaki setengah umur
berbaju hijau itu, walaupun dia berdiri di sisi arena, jangankan
badannya, bahkan ujung baju yang dikenakan pun sama sekali
tak terpengaruh getaran angin pukulan itu"
Setelah berpikir sejenak, kembali tambahnya:"Itulah
sebabnya ketika ia menuangkan arak untukku, sengaja aku
awasi terus tangannya, belum pernah kujumpai tangan
semantap dan setenang tangannya, biarpun sedang
mengangkat poci arak yang berat dan menuang seadanya,
ternyata dia sanggup penuhi cawan arakku dengan takaran
yang pas, tidak kurang setetes, juga tidak kelebihan satu
tetes" Oh Gwat-ji mendengarkan penuturan itu dengan tenang,
dia nampak berpikir sesaat, setelah itu baru tanyanya lagi:
"Apakah kau juga sempat melihat, dari bekas telapak
tangannya, atau menurut dugaanmu senjata apa yang biasa
dia gunakan?" "Aku tak bisa menduga, tangannya sama sekali tidak
meninggalkan jejak atau pertanda apapun, tangannya begitu
halus dan lembut, seperti orang yang tak pernah belajar ilmu
silat" Siapapun itu orangnya, bila dia pernah berlatih
menggunakan senjata, maka pada telapak tangannya pasti
akan meninggal kan bekas kapalan (kulit tebal), kulit kapalan
memang tak akan lolos dari kejelian mata seorang ahli ilmu
silat. "Jangan jangan dia berlatih dengan memakai tangan kiri?"
tiba tiba Oh Gwat-ji berkata sesudah termenung sesaat.
"Yaa, mungkin saja"
"Menurut pandanganmu, jago mana yang ilmu silatnya
paling hebat diantara jago jago yang tersohor menggunakan
tangan kiri?" "Wah, kalau soal itu ada baiknya tanya dengan dirimu
sendiri, bukankah dirimu merupakan sebuah Catatan hidup
orang kenamaan dunia persilatan?"
Harus diakui, memang itulah kepandaian paling utama yang
dimiliki Oh gwat-ji. Apa yang pernah dilihat dan dibaca olehnya akan selalu
teringat dalam benaknya, selain itu, pengetahuannya amat
luas. Apalagi ayahnya memang orang terpanas, tersohor dan
paling luas pergaulannya di dalam dunia persilatan, hal ini
semakin menambah pengetahuannya hingga makin luas.
Oleh karena itu, tak sedikit yang dia ketahui tentang asal
usul tokoh dunia persilatan serta sejarah dunia persilatan.
"Menurut pendapatku, orang yang paling hebat dan luar
biasa sebagai seorang jagoan kidal adalah Chin Liat-hoa"
"Liat-hoa-to (si golok pencabut bunga)?"
Oh Gwat-ji manggut manggut.
"Konon dia sudah mulai membunuh ketika masih berusia
sembilan tahun, malahan orang yang berhasil dibunuhnya
waktu itu adalah Perampok ulung paling tersohor di daratan
Tionggoan yang disebut orang sebagai Phang Hau"
"Ehm, aku pernah dengar kisah cerita ini"
"Dia sudah tersohor ketika berusia 13 tahun, umur 16
tahun mulai malang melintang di daratan Tionggoan dengan
julukan Tionggoan Tee-it-to (Golok nomor satu dari daratan
Tionggoan), ketika berusia 31 tahun, dia sudah memimpin
Khong-tong-pay dan menjadi ciangbunjin termuda sepanjang
sejarah tujuh partai besar. Hingga waktu itu, jago persilatan
yang pernah keok diujung goloknya konon sudah mencapai
650-an orang" Liu Tiang-kay menghela napas panjang.
"Hai, kelihatannya memang tak ada orang lain yang lebih
termashur dan tersohor ketimbang dia"
"Nama besarnya memang agak menyolok lantaran sejak
muda sudah punya nama besar, namun berbicara dari
kepandaian ilmu silat yang dimiliki, mau tak mau orang harus
kagum kepadanya" Berkilat sepasang mata gadis itu, sesudah menghela napas
kembali iijamya:"Sayang aku dilahirkan belasan tahun lebih
lambat, kalau tidak, aku pasti akan berusaha untuk kawin
dengannya" "Untung saja kau dilahirkan belasan tahun lebih lambat"
sambung Liu liang-kay sambil tertawa, "kalau tidak, aku pasti
akan mencarinya dan menantangnya untuk beradu nyawa!"
Oh Gwat-ji mengerling pemuda itu sekejap, ujarnya
kemudian:"Menurut pendapatku, orang yang kau maksud pasti
bukan dia" "Oya?" "Apa mungkin orang secongkak dan sesombong dia, mau
jadi budaknya orang lain" Apalagi kabar beritanya sudah
lenyap semenjak sepuluh tahun berselang, hingga kini tak ada
yang tahu dia ada dimana, ada yang bilang dia sudah pergi ke
gunung dewa di seberang lautan, ada yang bilang dia sudah
mati, tapi perduli dia mati atau hidup, yang pasti tak mungkin
dia mau menuangkan arak bagi orang lain"
Liu Tiang-kay menghela napas panjang.
"Akupun berharap orang tersebut bukan dia, aku memang
tidak berharap mempunyai musuh setangguh dia"
Mendadak perkataannya berhenti ditengah jalan.
Pada saat perkataannya terhenti itulah, tiba tiba badannya
sudah menindih ke atas badan Oh Gwat-ji.
Tak ada yang melihat jelas gerakan tubuhnya, juga tak ada
yang mengira secara tiba tiba dia akan melakukan tindakan
semacam itu. Terlebih Oh Gwat-ji, dia sama sekali tak menyangka.
Sambil menggigit bibir dia berusaha meronta, serunya:


Tujuh Pembunuh Qi Sha Shou Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau setan hidung belang, aku.... aku toh sudah bilang......"
Tiba tiba perkataannya terhenti juga ditengah jalan, sebab
mulut Liu Tiang-kay sudah menempel diatas bibirnya.
Kini, dia hanya bisa mengeluarkan suara melalui lubang
hidungnya, bagi seorang lelaki yang sudah berpengalaman,
dia seharusnya mengerti suara macam apa yang dikeluarkan
seorang wanita melalui lubang hidungnya.
Suara semacam itu, boleh dikata dapat membuat tulang
belulang seorang pria jadi kaku, jadi kesemutan dan jadi
meradang....... Perempuan itu masih berusaha meronta, masih berusaha
mendorong tubuhnya.... Tapi kini, tangannya sudah ditangkap semua.
Wajahnya mulai terasa panas, mulai terasa mendidih,
disusul kemudian seluruh badannya ikut jadi panas, mulai
gemetaran...... Reaksi apa lagi yang bisa diperlihatkan seorang gadis
matang bila tubuhnya telah ditindihi seorang lelaki yang bukan
saja sama sekali tidak dibencinya, sebaliknya amat menaruh
simpatik kepadanya. Disaat yang amat kritis dan menegangkan itulah, mendadak
terdengar suara benturan nyaring bergema memecahkan
keheningan. "Blaaam!" pintu depan sudah ditendang orang hingga jebol
dan terpentang lebar. Seseorang muncul dalam ruangan sambil menggenggam
sebilah golok ternyata orang itu adalah sang kusir kereta yang
muda lagi kuat itu. ' 0-0-0 Tubuh Liu Tiang-kay masih menindih diatas badan Oh
Gwat-ji, hanya saja mulutnya telah bergeser dari atas bibirnya.
Sang kusir telah menerjang masuk ke pintu kamar,
memandang mereka dengan pandangan dingin, dia berdiri
sangat mantap, gaya memegang goloknya juga sempurna,
siapa pun yang melihat keadaan tersebut tentu tahu, ilmu
golok yang dimiliki orang ini pasti amat hebat.
Dari balik sorot matanya yang dingin membeku , terlihat
pandangan sinis yang mengerikan, serunya sambil tertawa
dingin: "Aku sudah berputar satu lingkaran besar diluaran,
ternyata kau belum berhasil dapatkan perempuan itu,
tampaknya kepandaianmu untuk menaklukan wanita masih
kurang sempurna" "Aku masih punya cukup waktu, lagipula akupun bukan
pemuda ingusan macam kau, kenapa aku mesti terburu
napsu?" jawab Liu Tiang-kay santai.
Dia seperti merasa tidak pada tempatnya untuk memberi
penjelasan tersebut kepada orang lain, tiba tiba wajahnya
berubah jadi amat serius, tegurnya:"Mau apa kau balik
kemari?" "Kemari untuk membunuhmu!" teriak sang kusir dengan
wajah membesi. "Kemari untuk membunuh aku, kenapa?" Liu Tiang-kay
agak terhenyak mendengar perkataan itu. Sang kusir segera
tertawa dingin. "Aku sudah tujuh-delapan tahun mengikuti dia, tapi hingga
kini masih tetap seorang lelaki rudin, mau main
perempuanpun hanya kebagian lonte kelas kambing, sedang
kau......baru saja datang sudah jadi bos besar, apa hakmu
untuk mendapat prioritas lebih?"
Tentu saja Liu Tiang-kay paham siapa yang dimaksud
sebagai "dia", tapi sengaja dia bertanya:
"Masa kau pun anak buah Liong Ngo?"
"Hmmm, asal kau mau sedikit perhatian saja, seharusnya
bisa tahu aku Phang Kong adalah manusia macam apa?"
"Ooh, jadi kau adalah Sian-hong-to (si golok angin
berpusing) Phang Kong?"
"Tak kusangka pengetahuanmu lumayan juga, ternyata
tahu siapakah aku" Liu Tiang-kay menghela napas panjang:
"Anak murid jebolan perguruan Ngo-hou-toan-bun-to
(golok sakti pembabat lima harimau) ternyata rela jadi kusir
keretanya orang lain, Hai, kejadian semacam ini memang
kelewat menghina dan merendahkan derajat serta
martabatmu" Phang Kong semakin meradang, otot hijau pada lengannya
yang menggenggam golok semakin menongol keluar, bahkan
otot pada jidatnya ikut menonjol. Sembari menggertak gigi
teriaknya: "Sudah lama aku tak tahan menerima perlakuan tak adil
semacam ini" "Oh, karena itu kau pingin membunuhku, lalu merampok ke
empat peti uang tersebut dan membawa kabur perempuan
ini?" ejek Liu Tiang-kay.
Ketika sinar mata Phang Kong tertuju ke atas bibir Oh
Gwat-ji yang mungil, tiba tiba pancaran cahaya berapi api
mencorong keluar, katanya:"Jangan lagi aku, hampir semua
lelaki pasti ingin mencicipi kehangatan tubuh janda kecil ini"
Begitu mendengar kata "Janda kecil", Oh Gwat-ji segera
berteriak keras: "Kau sudah apakan suamiku?"
"Untuk lelaki yang rela menjual bini sendiri hanya karena
melihat uang banyak, biar mesti mati delapan kalipun masih
belum cukup, memangnya kau masih sayang dia?"
Belum selesai perkataan itu diucapkan, Oh Gwat-ji sudah
menangis tersedu sedu, tangisannya begitu nyaring dan pedih
macam orang yang benar-benar baru saja kehilangan suami.
Saat itulah Liu Tiang-kay menghela napas panjang, dengan
perasaan berat hati dia merangkak turun dari atas badan
gadis itu, kemudian gumamnya:"Perempuan ini bukan dewi
langit, uang yang diperoleh pun bukan jumlah yang banyak,
kalau mesti kehilangan nyawa gara gara duit secuwil, rasanya
memang sama sekali tak berharga"
"Hmm, kaulah yang bakal kehilangan nyawa, bukan aku"
seru Phang Kong sambil tertawa dingin.
"Kau yakin dapat membunuh aku?"
"Jika kau benar benar berilmu, tak bakalan tubuhmu
digantung orang diatas wuwungan rumah setelah digebuki
habis habisan macam anjing gelandangan"
"Maka kau anggap kepandaianmu jauh lebih tangguh
ketimbang kemampuanku?"
"Aku hanya tidak terima, masa hanya digebuki sudah dapat
meraup uang sebanyak itu"
Sekali lagi Liu Tiang-kay menghela napas panjang.
"Aai, ternyata kau hanya seorang bocah ingusan yang sama
sekali tak tahu urusan, masalah kentut macam begini saja tak
paham..... aku merasa tak tega untuk membunuhmu"
"Kalau memang begitu, biar aku saja yang membunuh mu!"
Sambil berkata goloknya segera dibabat keluar, dalam
waktu singkat dia telah melancarkan lima bacokan berantai.
"Ngo-hou-toan-bun-to " golok sakti lima harimau memang
tersohor sebagai ilmu golok paling ganas, paling keji dan
paling jahat dalam dunia persilatan, serangan yang
dilancarkan si golok angin berpusing tak bisa dipandang
enteng. Liu tiang-kay tidak turun tangan.
Bahkan untuk berkelit pun dia seperti tak ingin berkelit, tapi
bacokan golok dari Phang Kong justru tak mampu mengenai
tubuhnya. Waktu itu Oh Gwat-ji sudah berhenti menangis lantaran
ketakutan, dia berjongkok diujung ranjang bagai seekor kura
kura. Kembali Phang Kong melancarkan serangkaian bacokan
kilat dan lambat laun berhasil mendesak Liu Tiang-kay hingga
mundur ke sudut ruangan, mendadak goloknya mencukil dari
bawah ke atas, secara beruntun dia mengubah serangannya
dari tiga arah, kali ini dia ancam tengkuk kiri musuhnya.
Jurus ini bernama "Boan-thian-hu-Tee" (membalik langit
membongkar bumi), sebuah jurus mematikan dari Ngo-houtoanbun-to. Tampaknya Liu Tiang-kay sudah terdesak hingga tak ada
jalan mundur lagi, disaat kritis itulah tiba tiba badannya
merayap diatas dinding ruangan dan meluncur naik ke atap
rumah. "Criing!" diantara dentingan nyaring yang memekikkan
telinga, bunga api memancar ke empat penjuru.
Phang Kong mengira bacokan mautnya pasti dapat
mengenai sasaran dan menghabisi nyawa musuhnya, karena
im dia telah mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki,
ketika sadar serangannya mengenai sasaran kosong, untuk
menarik kembali tenaganya sudah terlambat, bacokan itu
langsung menghajar diatas dinding ruangan dan menancap
hingga tembus ke dinding sisi luar.
Buru buru dia kerahkan segenap tenaganya untuk
mencabut kembali t'oloknya, siapa tahu, pada saat itulah dari
luar dinding tiba tiba muncul sebuah tangan dan segera
menjepit mata golok tersebut.
Dinding ruangan yang tebal dan kuat secara tiba tiba
berubah jadi lembek bagai terbuat dari kertas kardus, tangan
yang mencomot dari luar itu dengan sangat mudahnya
berhasil menerobos masuk ke dalam ruangan, lalu dengan
sebuah hentakan yang ringan, mata golok yang tajam dan
kuat itu seketika terpatah menjadi dua bagian.
Berubah hebat paras muka Phang Kong, seluruh badannya
terasa jadi kaku membeku dan tak sanggup bergerak lagi.
Bagaimana pun juga dia terhitung orang yang tahu
kualitas, ilmu silat sehebat ini bukan saja belum pernah
disaksikan, mendengar cerita pun belum pernah.
Terdengar seseorang berseni dari luar dinding rumah
dengan suara yang dingin membeku:
"Kau sudah tujuh-delapan tahun ikut Liong Ngo, tapi
gajimu tiap bulan paling banter hanya tujuh-delapan puluh
tahil perak, sedang dia, hanya bertemu sebentar saja sudah
berhasil meraup puluhan laksa tahil perak, karena itu kau
merasa tidak puas bukan?"
Dengan wajah hijau membesi Phang Kong manggut
manggut. Orang yang berada diluar dinding tak dapat melihat
anggukan kepalanya, karena itu Liu Tiang-kay mewakilinya
untuk menjawab:"Memang begitulah maksud hatinya"
"Kau toh sudah melihat sendiri, orang she-Liu itu sudah
digebuk Lan toaya habis habisan, diapun sudah jadi
sahabatnya Mong Hui, padahal orang yang berkumpul dengan
Mong Hui adalah musuh besar kita, darimana kau bisa tahu
siapa yang memberi duit itu kepadanya?"
Phang Kong kelihatan rada sangsi, tapi akhirnya dia berkata
juga:"Aku tahu orang macam Mong Hui tak mungkin memberi
hadiah kepada orang lain dengan cara seroyal itu, lagipula hari
itu, aku juga kebetulan melihat kongcu pergi ke
perkampungan milik Mong Hui"
"Hmm, sungguh tak kusangka ternyata kau adalah seorang
yang pintar, bahkan termasuk orang yang sangat teliti" puji
orang diluar dinding rumah dengan suara hambar.
Hanya orang yang teliti dapat melihat banyak persoalan
yang tak terlihat kebanyakan orang:
"Tapi sayang kau justru telah melakukan satu perbuatan
yang paling goblok!"
Biarpun orang itu berada diluar tembok, suara
pembicaraannya seolah-olah berasal dari sisi telinga:
"Jika kau tahu Liu tiang-kay berasal sealiran dengan kita,
mengapa kau masih ingin membunuhnya?"
Phang Kong tertunduk lesu, butiran keringat sebesar
kacang kedele jatuh bercucuran bagai hujan gerimis.
"Aku tahu salah" bisiknya lirih.
"Kau tahu kesalahan apa yang telah kau lakukan?"
"Aku........aku telah melanggar peraturan rumah tangga!"
Untuk mengucapkan kata yang terakhir, rupanya Phang
Kong harui mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya.
"Tahukah kau, apa yang bakal menimpa orang yang berani
melanggar peraturan rumah tangga?"
Wajah Phang Kong mengejang keras lantaran rasa takut
yang luar biasa, dia seakan akan melihat munculnya sepasang
tangan yang tak berwujud sedang mencekik tenggorokannya.
Tiba tiba ia balikkan badan dan menerjang keluar dari
ruangan. Dia mengira orang yang berada diluar tembok pasti tak
melihat gerak geriknya sekarang.
Tapi sayang dugaannya keliru besar, tangan yang sudah
menjulur masuk lewat dinding ruangan itu seakan akan
mempunyai mata yang tajam.
Baru saja dia putar badan dan siap untuk kabur, tangan itu
sudali diayunkan, kutungan golok yang berada dalarn
genggamannya segera melesat ke muka dengan kecepatan
tinggi. Diantara kilatan cahaya golok, tahu tahu mata golok itu
sudah menancap di punggung Phang Kong.
Pada saat yang bersamaan, dari luar pintu menyerbu
masuk empat orang lelaki kekar, salah seorang diantaranya
membawa sebuah karung goni dan segera masukkan tubuh
Phang Kong ke dalam karung im.
Orang ke dua masuk sambil menjinjing dua buah peti berisi
uang dan meletakkannya keatas meja.
Orang ketiga membawa sebuah martil, begitu masuk dia
segera mulai memperbaiki pintu rumah yang jebol karena
ditendang Phang Kong tadi.
Sedang orang ke empat membawa sekop dan peralatan
tukang batu, ketika tangan itu dicabut keluar, dia mulai
menambal dinding rumah yang berlubang itu.
Terdengar orang yang berada diluar tembok itu berkata
lagi:"Kujamin dalam tujuh hari mendatang tak bakal ada orang
yang berani mengganggumu lagi, tapi lebih baik kau pun ingat
dengan jelas, kau sama sekali bukan orang kami, kau sama
sekali tak ada hubungan dan sangkut pautnya dengan
keluarga Liong kami!"
Ketika mengutarakan kalimat yang terakhir, suara itu sudah
muncul dari tempat kejauhan.
Dinding kamar sudah ditambal, pintu rumah telah
dibetulkan, karung joni pun sudah diikat, setetes noda darah
pun tak nampak mengotori lantai ruangan.
Sejak muncul hingga berlalu, ke empat orang lelaki kekar
itu tak pernah melirik ke arah Liu Tiang-kay walau hanya
sekejap pun, suasana diluar tembok rumah kembali jadi
hening, ke empat orang lelaki kekar itupun sudah lenyap


Tujuh Pembunuh Qi Sha Shou Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibalik pintu rumah. Suasana dalam bilik rumah juga telah pulih dalam
keheningan, seakan akan tak pernah terjadi suatu peristiwa
apa pun ditempat itu. Cara kerja orang orang itu bukan saja amat cepat juga
sangat teratur dan terarah, sama sekali diluar bayangan
siapapun, tapi ada satu hal yang kini diketahui siapapun yakni
barang siapa berani melanggar peraturan rumah tangga yang
ditetapkan Liong Ngo, mereka bakal mengalami nasib tragis.
Liu Tiang-kay tidak bicara pun tidak bergerak, Oh Gwat-ji
juga tidak bergerak, perempuan ini turut membungkam dalam
seribu basa. Pelan pelan Liu Tiang-kay membuka pakaiannya dan
membaringkan diri, berbaring disisi badan Oh Gwat-ji.
Kali ini Oh Gwat-ji tidak menendangnya hingga jatuh ke
bawah, dia hanya melototkan sepasang matanya dengan
wajah tertegun. Sekarang dia baru sadar, ternyata Liong Ngo adalah
seorang manusia yang begitu menakutkan.
Tiba tiba Liu Tiang-kay berbisik:
"Mereka sudah pergi, semuanya sudah pergi"
"Dalam tujuh hari mendatang, apakah mereka benar benar
tak akan datang lagi?"
"Tampaknya orang itu bukan termasuk orang yang suka
bicara tapi tak bisa dipercaya"
"Apakah kau kenal siapa orang itu" Kau kenal tangan itu?"
Tangan itu hanya sebuah tangan kanan, dipandang dari
atas maupun bawah sama sekali tidak meninggalkan bekas
bahwa orang itu pernah belajar ilmu silat.
Tapi kini, siapapun dapat melihat bila tangan itu hendak
membunuh seseorang, mungkin tak ada kekuatan lain di dunia
ini yang dapat mencegahnya.
"Aku berharap apa yang kulihat tidak salah" kata Liu Tiangkay
kemudian. "Kau berharap dia adalah lelaki setengah umur berbaju
hijau itu?" Liu Tiang-kay manggut-manggut.
"Mengapa?" "Bila dia adalah orang itu, hal ini menandakan ada kalanya
dia tidak berada disamping Liong Ngo, ketika aku ingin
menghadapi Liong Ngo, aku berharap dia tidak berada
disamping nya" "Kau berencana sampai kapan baru akan turun tangan?"
"Menunggu hingga dia mempercayaiku seratus persen,
menunggu hingga dia memberi kesempatan kepadaku"
"Kau anggap bakal muncul hari seperti itu?"
"Yaa, aku sangat yakin!" jawaban Liu Tiang-kay sangat
tegas. Oh Gwat-ji menghela napas panjang.
"Aku hanya kuatir, bila mesti menunggu datangnya
kesempatan itu, entah berapa banyak orang lagi yang harus
mampus gara gara persoalan ini"
"Kau lagi sedih memikirkan Lo sik-tau (si batu tua)?"
"Si baru tua adalah seorang yang jujur"kata Oh Gwat-ji
dengan nada sedih, "sebenarnya tugas nya kali ini adalah
tugas yang terakhir, selesai mengerjakan tugas ini dia sudah
bersiap sedia pulang ke dusun untuk hidup sebagai petani, dia
sudah membeli sawah berapa baw"
Si batu tua adalah orang yang menyamar sebagai suami
nya tadi. Liu Tiang-kay mendengarkan dengan sangat tenang, sama
sekali tidak ada perubahan pada mimik wajahnya, katanya
kemu dian dengan suara dingin:
"Dia memang tidak seharusnya membeli sawah atau
rumah, orang yang bekerja macam kita, tiap waktu tiap saat
bisa mampus dipinggir jalan"
"Tapi dia mati dalam keadaan mengenaskan, padahal ilmu
silat yang dia miliki sama sekali tidak berada dibawah Phang
Kong si telur busuk itu, tapi sewaktu Phang Kong
membunuhnya, dia sama sekali tak boleh membalas, sebab
bila dia melakukan perlawanan maka rahasianya akan segera
terbongkar, dia........ ternyata dia lebih suka mati daripada
membocorkan rahasia kita"
"Dia memang seharusnya berbuat begitu, sebab itulah
peranan yang sedang dia emban"
"Jadi kau anggap dia memang seharusnya menerima
kematian itu?" teriak Oh Gwat-ji sambil melotot.
Ternyata Liu Tiang-kay tidak membantah.
Oh Gwat-ji nyaris menjerit saking mendongkolnya ."Sebetulnya kau ini manusia atau bukan" Kau buang kemana
sifat kemanusiaanmu" Kau...... kau.........."
Semakin bicara semakin mangkel, tiba tiba ia menendang
Liu Tiang-kay hingga jatuh terjungkal dari atas ranjang.
Liu Tiang-kay tidak marah, sebaliknya malah tertawa
terbahak bahak: "Kau keliru besar jika menganggap si batu
tua adalah seorang yang lujur, kesalahanmu semakin besar
bila kau menganggap dia benar-benar sudah mampus di
tangan si telur busuk itu"
Walaupun berbaring di lantai,dia merasa sama nyamannya
seperti berbaring diatas ranjang:
"Mungkin saja dia harus menerima satu-dua bacokan dari
Phang Kong, mungkin juga dia harus berlagak mampus agar
Phang Kong mengira dia sudah pulang ke langit barat.tapi bila
dia mampus dengan begitu gampang karena bacokan si telur
busuk itu, dia tak pantas disebut orang si batu tua, dia lebih
cocok dipanggil si tahu tua"
"Jadi menurut dugaanmu dia belum mati?" Oh Gwat-ji
masih rada sangsi. "Kau tahu, betapa penting dan seriusnya rencana kita ini"
Kau tahu, berapa lama kita rencanakan persoalan ini dengan
susah payah" Jika si batu tua adalah orang jujur seperti yang
kau bayang kan, buat apa kami harus mengajaknya untuk
bergabung daiam konspirasi ini?"
"Urusan yang lain aku tidak tahu, tapi aku tahu kau adalah
orang yang sama sekali tak jujur" akhirnya Oh Gwat-ji
tertawa. "Oya........" Sambil menggigit bibir kembali perempuan itu berkata:
"Tadi, meskipun kau sudah mendengar ada orang yang
muncul diluar sana, tidak seharusnya kau berbuat begitu,
Hmm! Aku tahu, kau sedang menggunakan aji mumpung"
"Dugaanmu hanya benar separuh" kata Liu Tiang-kay
sambil tertawa. "Jadi kau masih punyai maksud lain?"
"Aku hanya ingin membuktikan kepadamu, jika aku
berniat memperkosamu, tak mungkin kau bisa menghindar
dari cengkeramanku" Berputar sepasang biji mata Oh Gwat-ji,
bisiknya: "Sekarang kau.....kau sudah tidak kepingin?"
"Jadi kau menantang aku untuk mencoba sekali lagi?"
"Kau berani?" merah jengah wajah Oh Gwat-ji, kembali ia
menggigit bibir. Liu Tiang-kay tertawa. Tiba-tiba tubuhnya melejit kembali dari atas lantai dan tahu
tahu sudah menindih diatas tubuh Oh Gwat-ji.
"Hai, kelihatannya kau memang benar-benar setan hidung
belang" perempuan itu menghela napas.
"Tapi kali ini kau yang sengaja memancing aku, aku tahu
kau........." Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba tiba badannya
mencelat sekali lagi dari atas badan Oh Gwat-ji hingga
membentur diatas dinding ruangan dan rontok ke lantai,
sepasang tangannya memegangi perutnya sembari menahan
kesakitan, paras mukanya telah berubah jadi putih memucat.
Sambil memandang ke arahnya tiba tiba Oh Gwat-ji
berkata:"Barusan aku memang sengaja memancingmu, karena
akupun ingin beritahu kepadamu, jika aku enggan, jangan
harap kau bisa memaksakan kehendak"
Liu Tiang-kay terbungkuk bungkuk, tampaknya rasa sakit
yang luar biasa membuat dia tak mampu berkata kata, peluh
dingin sebesar kacang kedele jatuh bercucuran membasahi
jidatnya. Kali ini perasaan menyesal muncul dari balik sorot mata Oh
Gwat-ji, tampaknya dia ikut merasakan sakit itu, dengan kata
yang lembutl bisiknya:"Padahal aku toh sudah berjanji, asal
kau bisa melaksanakan tugas ini dengan baik, maka
aku.............aku..............."
Dia tidak melanjutkan perkataannya, dan dia memang tak
perlu menyelesaikan perkataan itu karena apa yang dimaksud,
jangan lagi orang laki dewasa, biar orang goblok pun pasti
paham dengan jelas. Liu Tiang-kay justru seperti tak mengerti.
Kembali dia baringkan badannya dengam perlahan,
membaringkan diri ke lantai, wajah yang selama ini tampak
ramah dan selalu berseri kini justru memperlihatkan perasaan
duka dan sedih yang tak terlukis dengan kata.
Dia tidak berkata-kata, sampai lewat lama, lama sekalipun
tak sepatah kata yang diucapkan.
Perasaan Oh Gwat-ji semakin melunak, tapi dengan wajah
berlagak serius katanya lagi:
"Biarpun tendanganku membuat kau kesakitan, tidak
sepantasnya kau masih rebah di lantai seperti anak kecil saja"
Liu Tiang-kay masih membungkam.
"Hey, sebetulnya kau sedang marah kepadaku atau lagi
memikirkan persoalan lain?" tak tahan Oh Gwat-ji segera
menegur. Akhirnya Liu Tiang-kay menghela napas panjang: "Aku
sedang berpikir, dikemudian hari ayahmu pasti akan
mencarikan seorang lelaki yang sangat baik untukmu, lelaki itu
pasti bukan berasal dari golonganku, melakukan pekerjaan
seperti aku, yang tiap saat tiap kesempatan bisa kehilangan
nyawa, kalian....................."
"Apa maksudmu mengutarakan perkataan seperti itu?"
teriak Oh Gwat-ji dengan wajah berubah.
Liu Tiang-kay tertawa, senyumannya amat mengenaskan:
"Aku tidak bermaksud lain, dalam hati aku hanya ikut berdoa
semoga kalian bisa hidup bahagia hingga kakek nenek, aku
berharap kau bisa melupakan aku dengan cepat"
"Mengapa kau berkata begitu?" seru Oh gwat-ji dengan
wajah memucat, "apa kau belum paham dengan perkataanku
tadi?" Liu Tiang-kay menghela napas panjang:"Aku mengerti, tapi
akupun tahu, tak mungkin aku bisa menunggu sampai hari
itu!" "Kenapa?" "Sejak hari itu, sejak aku menyanggupi untuk melaksana
kan tugas lersebut, aku sudah tak punya rencana untuk hidup
terus, biarpun aku mendapat kesempatan untuk membunuh
Liong Ngo, aku.............akupun tak bakalan bisa bersua lagi
dengan kau" Sorot matanya dialihkan ke tempat kejauhan, mimik
mukanya menunjukkan perasaan duka yang semakin dalam.
Oh Gwat-ji memandang pemuda itu, mimik mukanya ikut
berubah, seolah-olah ada jarum yang sedang menusuk
perasaan hatinya. Kembaii Liu Tiang-kay tertawa, ujarnya:
"Bagaimana pun juga, aku merasa cukup bangga karena
bisa menukar nyawa Liong Ngo dengan nyawaku, sebab aku
tak lebih hanya seorang yang tak punya beban, tak punya
sanak, tak punya................................"
Oh Gwat-ji tidak membiarkan dia menyelesaikan perkataan
itu. Tiba tiba ia merangkak naik ke atas tubuh pemuda itu,
kemudian dengan menggunakan bibirnya yang lembut dan
hangat mengganjal mulutnya.....
Hembusan angin diluar jendela menderu-deru makin
kancang. Seekor ayam betina sedang mengerami sekelompok ayam
kutuk yang sedang menetas...............
Rembulan sudah muncul di angkasa, cahaya yang bening
memancar masuk melalui daun jendela, menyinari wajah Oh
Gwat-ji, paras muka yang bersemu merah lantaran jengah.
Liu Tiang-kay sedang curi curi melirik ke arahnya, senyum
kepuasan yang misterius terpancar diwajahnya.
Lama sekali Oh Gwat-ji memandang rembulan diluar
jendela dengan termangu, tiba tiba bisiknya:"Aku tahu kau
sedang membohongi aku"
"Membohongi kau?"
Kembali Oh Gwat-ji menggigit bibirnya kencang-kencang:
"Kau sengaja berkata begitu agar perasaanku melunak, lalu
kau......kau ambil kesempatan untuk......untuk menjahati aku.
Hai, padahal aku pun tahu kalau kau bukan orang baik baik,
apa lacur, akhirnya aku termakan juga oleh tipu muslihatmu"
Sambil berkata, air mata meleleh keluar membasahi
pipinya...........saat seperti ini, dikala seorang gadis baru saja
kehilangan keperawanannya memang merupakan saat yang
paling rawan, paling lemah dan paling mudah mengucurkan
air mata. Liu Tiang-kay tidak menghalanginya untuk menangis, dia
menunggu sampai gejolak perasaannya menjadi tenang
kembali barulah sambil menghela napas katanya:
"Sekarang aku baru tahu, kenapa kau begitu sedih.
Ternyata kau sedih karena aku belum tentu akan mati"
Oh Gwat-ji tak ingin membantah, tapi tak tahan serunya
juga:"Padahal kau tahu dengan pasti, aku tidak bermaksud
begitu" "Bila kau tahu aku sudah mati, apakah perasaanmu akan
jauh lebih enakan?" Memandangnya sekejap, kembali perempuan itu menghela
napas:"Aku tahu, sekarang kau pasti bangga, pasti puas,
karena kau tahu mulai sekarang aku akan jadi penurut, jadi
alim, karena akhir nya aku mesti menjadi binimu"
Liu Tiang-kay tersenyum, dia tidak menyangkal.
"Aku amat takut kau akan tinggalkan aku" bisik Oh Gwat-ji
lagi dengan suara lembut, "aku berjanji pasti akan lebih alim,
lebih penurut, alim dan penurut bagai seekor macan betina!"
Mendadak dia lancarkan sebuah tendangan, membuat
tubuh Liu Tiang-kay sekali lagi terjungkal dari atas ranjang.
Liu Tiang-kay tertegun, dia terhenyak, saking kagetnya
sampai tak mampu tertawa.
Oh Gwat-ji muncul dari balik selimut, sambil menjewer
telinga pemuda itu katanya lagi dengan suara yang lebih


Tujuh Pembunuh Qi Sha Shou Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lembut: "Mulai hari ini, yang mesti penurut bukan aku tapi
kau, sebab pada akhirnya kau toh harus mengawini aku, bila
kau tak penurut, aku akan paksa kau untuk tetap tidur di
lantai, tak boleh naik ke ranjang"
Sambil tempelkan bibir diatas telinganya, dia menambah
kan:"Sekarang kau sudah paham?"
"Aku paham" Liu Tiang-kay tertawa getir, "tapi ada masalah
lain yang membuat aku semakin bingung"
"Soal apa?" "Aku tak bisa membedakan sebetulnya kau yang termakan
tipuanku atau justru aku yang termakan tipuanmu?"
Terlepas siapa yang termakan tipuan siapa, yang jelas pasti
banyak orang di dunia ini yang rela termakan tipuan itu.
Sebab penghidupan mereka dilewati dalam suasana
hangat, mesrah dan penuh kebahagiaan, hanya sayang hari
hari bahagia selalu lewat lebih cepat daripada hari biasa.
"Padahal kau tak mungkin akan mati, kau pernah berkata,
kalau tidak yakin kau tak akan turun tangan, bila kau berhasil
menaklukan Liong Ngo, siapa lagi yang berani mengusikmu?"
"Bila aku tak mampus berarti tugas itu pasti dapat
kuselesaikan, cepat atau lambat kaupun bakal jadi biniku,
lantas apa lagi yang kau sedihkan sekarang?"
Oh Gwat-ji terbungkam dalam seribu bahasa.
Tiba tiba dia jumpai Liu Tiang-kay sedang tertawa, tertawa
yang sangat memuakkan................ tentu saja tidak muak
secara keseluruhan, tentu saja dia pun merasakan kehangatan
dan kenikmatan dari senyuman itu
Enam tujuh hari lewat dalam sekejap mata, tahu tahu
mereka sudah tiba pada malam terakhir.
Malam terakhir seharusnya menjadi malam yang paling
romantis, malam yang paling hot.
Oh Gwat-ji dengan mengenakan pakaian yang sangat rapi
duduk di ruang tamu............... padahal biasanya, kalau sudah
tiba saat seperti ini, mereka sudah terburu buru naik ke atas
ranjang untuk melakukan pekerjaan rutin.
Liu Tiang-kay memperhatikannya, dia seperti sudah
menelitinya cukup lama, akhirnya tak tahan dia menegur:
"Hari ini, kesalahan apa lagi yang telah kuperbuat?"
"Tidak ada" "Mendadak kau sakit?"
"Tidak" "Lantas apa yang terjadi hari ini?"
"Aku hanya tak ingin jadi janda sebelum dinikahi"
"Tak ada orang yang suruh kau menjanda"
"Ada satu orang"
"Siapa?" "Kau!" Dengan wajah serius, katanya lagi dingin:"Dalam enam
tujuh hari ini, setiap kali aku ingin bicara serius, kau selalu
melantur ke soal lain, bila hal mi dibiarkan terus, dengan cepat
aku akan jadi seorang janda"
"Urusan serius tidak dibicarakan dengan mulut melainkan
dikerjakan dengan tangan" Liu Tiang-kay menghela napas.
"Apa rencanamu untuk melaksanakan tugas ini?"
"Ooh, jadi malam ini kau berlagak serius hanya dikarena
kan ingin mengajakku membicarakan persoalan ini?"
"Kalau tidak dibicarakan malam ini, aku tak akan
mendapatkan kesempatan lagi"
Kembali Liu Tiang-kay menghela napas. "Baiklah, mau
bicara, bicaralah!" "Liong Ngo suruh kau mencuri sebuah kotak di tempat
kediaman Nyonya rindu?"
"Ehmm!" "Dan kau sudah menyanggupi?"
"Ehm!" "Karena bila kau ingin menangkap Liong Ngo, maka kau
harus mendapat kepercayaannya lebih dulu, bila ingin
mendapat kepercayaannya, kau harus melakukan satu
pekerjaan lebih dulu untuk dirinya"
"Apa kau punya cara lain yang lebih baik?"
'Tidak ada" Setelah menghela napas, kembali perempuan itu
berkata:"Selama banyak tahun, meski kita tahu banyak kasus
besar adalah hasil karya Liong Ngo, namun hingga sekarang
kita gagal memper oleh data maupun sedikit bukti pun"
"Sekalipun berhasil memperoleh data dan buktinya, bukan
berarti bisa menangkap orangnya"
"Oleh karena itu kita mesti menggunakan pasukan tak
terduga" "Dan pasukan tak terduga yang kalian miliki adalah aku"
"Oleh sebab itu, bukan saja kau harus menangkap orang
nya, kaupun harus membuktikan semua dosa dan
kesalahannya" "Itulah sebabnya aku harus membantunya melaksanakan
tugas ini lebih dahulu"
"Kau yakin berhasil?"
"Sedikit" "Kau bisa dalam waktu setengah jam membunuh ke tujuh
orang jago yang menjaga diluar gua" Menggeser pintu seberat
ribuan kati, membuka kunci gembokan di tiga buah pintu
rahasia lalu melarikan diri ke suatu tempat yang tak mungkin
terkejar Nyonya rindu?"
"Aku hanya mengatakan aku punya sedikit keyakinan,
bukan berarti aku yakin pasti berhasil"
"Kau sudah tahu siapa saja ke tujuh orang jago itu?"
"Tidak tahu" Oh Gwat-ji segera tertawa dingin.
"Kalau apa saja tidak tahu, beraninya kau mengatakan
punya keyakinan untuk berhasil, rupanya kau memang
sengaja hendak membuat aku jadi janda muda"
Kembali Liu Tiang-kay tertawa.
"Betul, aku memang tak tahu asal usul ilmu silat mereka,
tapi aku percaya kau pasti akan beritahu kepadaku"
"Dasar apa kau mengatakan aku pasti mengetahui asal usul
ilmu silat yang mereka miliki?" tanya Oh Gwat-ji dengan wajah
serius. "Sebab kau punya kemampuan, lagipula cerdik, tak ada
urusan dunia persilatan yang tidak kau ketahui, apalagi selama
berapa malam terakhir kau jarang tidur nyenyak, aku tahu kau
pasti sedang memikirkan persoalan itu"
Walaupun wajahnya masih cemberut namun kerlingan mata
Oh Gwat-ji jauh lebih lembut dan hangat, katanya setelah
menghela napas panjang: "Hai, untung saja kau masih punya liangsim, untung tidak
sampai menyia nyiakan kesulitanku"
Liu Tiang-kay segera maju menghampiri, sembari meme
luk pinggangnya dia berbisik lembut:
"Tentu saja aku tahu, kau memang selalu baik kepadaku,
maka.........." Belum selesai ia berkata, Oh Gwat-ji telah mendorongnya
kuat kuat, tukasnya dingin:
"Maka sekarang kau harus duduk yang tenang dan
dengarkan aku menerangkan asai suul ilmu silat ke tujuh
orang itu. kemudian baik baik mencari akal untuk menghadapi
mereka, baik baik pulang dalam keadaan hidup dan jangan
biarkan aku jadi janda muda"
Sambil tertawa getir terpaksa Liu Tiang-kay duduk kembali
:"Kau benar benar tahu siapakah ke tujuh orang itu?"
"Selama berapa tahun terakhir, paling tidak ada seratus
dua ratusan orang okpa yang dipaksa kabur dari keramaian
dunia persilatan, tapi banyak diantara mereka kalau bukan
berilmu silat cetek, usianya sudah kelewat tua, tak mungkin
Nyonya Rindu akan memandang sebelah rnata kepada
mereka" "Benar, diantaranya tentu ada yang sudah mampus"
Oh Gwat-ji manggut-manggut.
"Itulah sebabnya sesudah kuhitung hitung, jumlah jagoan
yang mungkin bisa ditampung Siang-si hujin paling banter
Cuma tiga-empat belasan orang, dan diantara mereka ada
tujuh orang yang punya kemungkinan paling besar"
"Atas dasar apa kau berkata begitu?"
"Karena ke tujuh orang im bukan saja senang hidup
bermewah mewah dan senang menikmati berlimpah ruahnya
materi duniawi, mereka pun takut mati, hanya lelaki takut mati
yang rela menjadi budak seorang wanita"
"Aku tidak takut, tapi sejak saat ini aku sudah menjadi
budakmu" sela Liu Tiang-kay sambil tertawa getir.
Oh Gwat-ji mendelik besar:"Sebetulnya kau ingin tahu tidak
siapa ke tujuh orang itu?"
"Tentu saja kepingin"
"Pernahkah kau dengar orang yang bernama Siau-ngotong?"
"Apakah dia seorang jay-hoa-cat (penjahat pemetik
bunga)?" "Ngo-tong" adalah nama dewa cabul yang disembah orang
dalam kuil cabul daerah Kanglam, julukan "Siau Ngo-tong"
tentu saja berarti seorang penjahat pemetik bunga.
Oh Gwat-ji mengangguk. "Walaupun orang ini adalah seorang penjahat cabul yang
paling tak tahu malu, namun ilmu ginkang maupun cianghoat
yang dimilikinya luar biasa, apalagi dia selalu menggembol tiga
jenis senjata rahasia beracun yang bisa mencabut nyawa
begitu bertemu darah, kehebatannya sangat mengerikan"
"Aku dengar sebenarnya dia adalah anak murid keluarga
Tong dari daerah Sichuan, tentu saja ilmu amgi beracunnya
luar biasa" Keluarga Tong dari Sichuan sangat menggetarkan sungai
telaga lantaran ilmu senjata rahasia beracunnya yang hebat,
sejak tiga ratus tahun berselang hingga kini teramat jarang
orang persilatan yang berani mengusik mereka. Sebaliknya
mereka pun sangat jarang mengusik orang lain.............
ketatnya peraturan rumah tangga keluarga Tong memang
sangat termashur. Siau Ngo-tong si penjahat cay-hoa-cat Tong Kim adalah
satu satunya murid murtad dari keluarga Tong, andaikata
orang ini benar-benar bekerja untuk Siang-si hujin, mungkin
hal ini lantaran dia takut ditangkap orang orang keluarga Tong
dan dijatuhi hukuman sesuai peraturan rumah tangga mereka.
"Dari ke tujuh orang itu, kau harus ekstra hati hati terhadap
orang ini. senjata rahasia beracunnya sangat jahat" kata Oh
Gwat-ji lebih lanjut, "oleh sebab itu aku sarankan, lebih baik
pergilah dulu ke perguruan keluarga I'ong untuk minta sedikit
obat penawar racunnya"
"Sayang aku pingin pun susah diperoleh, mau beli juga tak
kuat untuk membelinya" sahut Liu Tiang-kay sambil tertawa
getir. "Kalau begitu orang pertama yang harus kau hadapi adalah
orang itu, jangan beri kesempatan kepadanya untuk
menggunakan amgi beracunnya"
Liu Tiang-kay manggut-manggut.
"Jangan kuatir" sahutnya, "aku sendiri juga tahu, bila
terhajar pasir beracun dari perguruan keluarga Tong, rasanya
pasti tak sedap" "Demi keamanan, lebih baik kau kenakan pakaian yang
lebih tebal, aku tahu kau takut panas, tapi siksaan hawa panas
tentunya lebih enakan ketimbang jiwanya terenggut"
"Aku pasti akan mengenakan mantel yang tebal"
Saat itulah Go gwat-ji merasa puas, kembali ujarnya:
"Padahal bicara soal ilmu silat, dari ke tujuh orang itu,
kungfunya bukan termasuk hebat"
"Lalu siapa yang paling hebat?"
"Ada tiga orang, kungfu mereka rata rata ampuh, pertama
adalah Kui-liu-seng si meteor setan Tam It-hui, orang ke dua
adalah Kou-hun si pembetot sukma Tio tua dan orang ke tiga
adalah Tiat hweesio si pendeta baja"
Liu Tiang-kay berkerut kening, ke tiga nama itu tak asing
baginya, dia sudah mendengarnya semua.
"Diantara mereka bertiga, terutama yang harus kau
perhatikan adalah Tiat hwesio, dulunya dia adalah salah satu
diantara delapan murid utama perguruan Siau-lim-pay, konon
ilmu silat yang diyakini adalah ilmu Tong-cu-kang (ilmu
jejaka), orang ini tak suka harta, juga tak suka main wanita,
kegemarannya yang utama adalah membunuh orang, bahkan
cara membunuh yang digunakan sangat keji, oleh karena
perbuatannya itulah dia diusir dari perguruan"
"Justru lantaran melatih ilmu Tong-cu-kang, maka dia harus
menghadapi persoalan kejiwaan, karena mengidap penyakit
kejiwaan maka dia gemar membunuh tanpa sebab musabab
yang jelas" "Mungkin saja jiwa nya ada masalah, tapi ilmu silatnya
sama sekali tak terganggu, konon ilmu cap-sah-tay-po (tiga
belas pangeran) nya sudah mencapai taraf yang paling
sempurna hingga tubuhnya jadi kebal dan tak mempan
dibacok senjata tajam"
Kembali Liu Tiang-kay tertawa.
"Mungkin lantaran dia membunuh orang kelewat banyak
maka dia jadi orang yang takut mati, karena takut mati maka
dia harus melatih kungfu yang bisa membuatnya kebal dan tak
mempan dibacok senjata"
"Yaa, tapi sayang ada banyak orang yang tak mempan
dibacok senjata tajam akhirnya justru mampus ditanganmu"
sambung Oh Gwat-ji, "karena itu kau sama sekali tak perduli"
"Tepat sekali perkataanmu itu"
Oh Gwat-ji melotot besar, tiba tiba katanya lagi sesudah
menghela napas panjang:"Padahal, persoalan yang benarbenar
membuat hatiku kuatir bukanlah mereka"
"Kalau bukan mereka lalu siapa?"
"Seorang wanita"
Kelihatannya, persoalan yang paling dikuatirkan kaum
wanita selalu adalah urusan wanita lain.
"Jadi diantara ke tujuh orang itu terdapat juga wanita?" Liu
Tiang-kay segera menimpali.
"Yaa, ada satu"
"Perempuan macam apakah dia?"
"Seorang wanita gadungan!"
"Mungkin saja aku akan terpikat wanita beneran, kalau
hanya wanita gadungan, apa yang mesti kau kualirkan?"
"Justru karena dia adalah wanita gadungan, maka aku baru
merasai kuatir" "Kenapa?" "Sebab kau sudah banyak menjumpai wanita beneran,


Tujuh Pembunuh Qi Sha Shou Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebaliknya terhadap wanita gadungan macam dia, aku berani
jamin, kau belum pernah jumpainya selama hidup"
Berputar sepasang biji mata Liu Tiang-kay, asal ada
perempuan, perduli dia asli atau gadungan, tampaknya dia
selalu menaruh minat yang luar biasa.
Dengan sorot mata yang tajam Oh Gwat-ji mengawasi
perubahan wajah pemuda itu, tegurnya kemudian dengan
suara dingin: "Aku sangat paham dengan tabiatmu, asal ada perempuan
cantik, perduli dia perempuan asli atau perempuan gadungan,
kelihatannya kemunculan mereka selalu akan menggerakkan
hatimu" "Oya?" "Kau mesti ingat, begitu kau tertarik dengan perempuan
itu, berarti ajalmu segera akan tiba"
"Jadi kau melarangku untuk melihatnya?"
"Aku pingin kau segera turun tangan membunuhnya begitu
berjumpa dengan banci itu!"
"Kalau tak salah ingat, bukankah tadi kau suruh aku
menghadapi Tong Kim terlebih dulu?"
"Betul" "Berarti aku mesti bunuh dua orang dalam perjumpaan
pertama?" "Kalau Cuma bunuh dua orang saja mah belum cukup"
Sekali lagi Liu Tiang-kay tertawa, hanya kali ini dia tertawa
getir. "Tadi aku hanya menyebut enam orang, karena orang ke
tujuh besar kemungkinan bukan manusia" Oh Gwat-ji kembali
menerangkan. "Kalau bukan manusia lalu apa?"
"Seekor anjing gila"
"Maksudmu Li Toa-Kau (si anjing besar Li) yang tak
mempan dibunuh?" seru Liu tiang-kay sambil berkerut kening.
Oh Gwat-ji mengangguk. "Lantaran dia Cuma seekor anjing gila maka dia tak pernah
memikirkan keselamatan sendiri, biarpun tahu ada bacokan
golok yang menghampiri batok kepalanya, jangankan berkelit,
mungkin dia malahan menerkam dan berusaha menggigitmu"
"Hai, pasti tak sedap bila tergigit anjing gila" Liu Tiang-kay
menghela n.ipas. "Maka dari itu kau mesti turun tangan secepat kilat, kalau
bisa bacok batok kepalanya duluan sebelum dia mendapat
kesempatan untuk menggigit tengkukmu"
"Waah, itu berarti dalam serangan pertama aku mesti
menghabisi nyawa tiga orang sekaligus!"
"Tiga orang bukan jumlah yang banyak"
"Sayang aku Cuma memiliki dua buah tangan"
"Kau toh masih punya kaki?"
"jadi kau minta aku bunuh Tong Kim dengan tangan kiri,
membantai si anjing gila dengan tangan kanan dan
menendang mampus perempuan gulungan itu?" Liu Tiang-kay
tertawa getir. "Sedari tadi toh sudah kujelaskan, kau tak boleh memberi
peluang kepada mereka walau hanya sedikitpun, tapi aku juga
tahu, bukan pekerjaan yang gampang bagimu untuk sekaligus
membunuh mereka bertiga, tentu saja kecuali kau punya
keberuntungan yang luar biasa baiknya"
"Menurut kau, bagus tidak keberuntunganku?"
"Bagus, bagus sekali!"
"Sejak kapan nih keberuntunganku sudali berubah sebagus
ini?" gumam Liu Tiang-kay sambil kerdipkan matanya berulang
kali. Oh Gwat-ji tertawa lebar.
"Semenjak kau kenal dengan aku, peruntunganmu sudah
berubah jadi sangat bagus" katanya.
Setelah berhenti sejenak, tiba tiba ia bertanya lagi:"Kau
pernah dengar ada semacam senjata rahasia yang bisa
dilepaskan melalui kaki?"
"Rasanya belum pernah"
"Kau punya kaki?"
"Kalau tidak salah mestinya punya"
"Bagus, asal punya kaki, itu sudah cukup!"
"Sudah cukup?" "Kebetulan aku punya amgi sejenis itu, dan kebetulan
kaupun punya kaki" Oh Gwat-ji menerangkan.
Jika senjata rahasia dilancarkan melalui kaki, biasanya
jarang sekali ada orang yang bisa menghindar. Kembali Oh
Gwat-ji berkata: "Seranganmu terhitung amat cepat, bila ditambah dengan
senjata rahasia yang dilancarkan melalui kaki, bagimu,
rasanya bukan pekerjaan yang terlampau sulit untuk
membunuh tiga orang sekaligus"
. "Sayang aku hanya sempat mendengar satu kali tentang
senjata rahasia jenis itu"
"Sekarang kau akan segera melihatnya"
"Di mana?" "Mungkin saat ini sudah berada di tengah perjalanan"
"Kau sudah suruh orang untuk mengirimnya kemari?"
"Betul" Oh Gwat-ji mengangguk, "ketika teringat akan ke
tiga orang itu, aku segera utus orang untuk mengirimnya
kesini" "Kau pergi keluar dari sini?"
"Biarpun aku belum pernah tinggalkan tempat ini, berita
sudah kukirim keluar"
Liu Tiang-kay tertegun. Dia bukan termasuk pemuda bodoh, namun bagaimana pun
dia berpikir dan putar otak, ia tetap tak mengerti dengan cara
apa Oh Gwat-ji mengirim berita itu keluar"
Tiba tiba perempuan itu berkata:"Aku tahu, sekeliling
tempat ini pasti berada dalam pengawasan orang orangnya
Liong Ngo, tapi sayang, sehebat hebatnya Liong Ngo, dia toh
tak bisa melarang kita untuk bersantap"
Liu Tiang-kay masih belum mengerti, apa hubungannya
bersantap dengan persoalan ini.
"Bila ingin bersantap, kita mesti menanak nasi, bila harus
menanak nasi maka kita mesti pasang api................." Oh
Gwat-ji menerangkan. Akhirnya Liu Tiang-kay paham juga apa yang dimaksud,
sambungnya: "Yaa, bila memasang api berarti ada asap yang mengepul"
"Kelihatannya kau tidak kelewat bodoh!"
Mengirim berita dengan menggunakan asap, cara ini
terhitung sebuah cara yang sangat kuno tapi seringkah justru
manjur dan amat bermanfaat.
Oh Gwat-ji kembali menatapnya, sekeras baja sinar mata
yang memancar keluar, tapi nada perkataannya justru lembut
dan halus bagai aliran air sungai, katanya:
"Selama kau punya kepandaian balikan mengerti caranya,
benda apapun yang ada di dunia ini pasti tunduk kepadamu,
rela bekerja untukmu, bahkan asap yang keluar dari cerobong
asap pun bisa mewakilimu untuk berbicara"
0-0-0 Malam belum larut tapi suasana amat tenang, dari ujung
jalanan dikejauhan sana lamat lamat terdengar suara anjing
menggonggong. Kembali Oh Gwat-ji berkata:"Selain senjata rahasia, kau
masih butuh sebilah golok sakti yang sanggup memenggal
batok kepala manusia dalam sekali tebasan"
"Golok itu juga sudah ditengah jalan?" tanya Liu Tiang-kay.
"Tidak, golok itu mesti kau dapatkan dari tangan Liong
Ngo, dari tiga belas jenis golok terbaik dan ternanam yang
pernah ada dalam dunia persilatan, paling tidak ada tujuh
bilah sudah berada ditangannya sekarang"
Liu Tiang-kay menatap wajahnya lalu mengawasi dadanya
yang menonjol keluar, katanya kemudian dengan suara
perlahan:"Sekarang, kau masih ada pesan apa lagi?"
"Tidak ada" "Berarti kita boleh segera naik ke ranjang untuk mulai
bertempur?" "Kau boleh" "Dan kau?" Oh Gwat-ji menghela napas panjang:"Sekarang aku harus
bersiap-siap untuk mati"
"Bersiap siap mati?" Liu Tiang-kay terhenyak.
"'Sepeninggalmu besok, Liong Ngo tak akan lepaskan aku,
biarpun dia percaya kau tak akan membocorkan rahasia apa
apa dihadapanku, tapi, tak mungkin dia biarkan saksi hidup
untuk meneruskan hidupnya"
Liu Tiang-kay segera mengerti apa yang dimaksud,
sahutnya sembari mengangguk:
"Yaa benar, siapapun yang datang untuk membunuhmu,
kau memang tak boleh melawan, sebab kau tak lebih hanya
bini seorang petani kecil"
"Oleh karena itu lebih baik aku mati duluan ditanganmu"
kata Oh gwat-ji sembari tertawa.
"Mati ditanganku" Kau suruh aku membunuhmu?"
"Kau keberatan?"
Liu Tiang-kay tertawa getir.
"Memangnya kau anggap aku termasuk salah satu anjing
gila yang suka menggigit orang?"
"Aku tahu kau bukan anjing gila, aku juga tahu kau tak
tega membunuhku, tapi...................."
Tertawanya bertambah misterius, bertambah
sadis:"Membunuh itu banyak caranya, terbunuh pun juga
banyak caranya" Liu Tiang-kay tidak bertanya lagi.
Mungkin dia belum terlalu jelas dengan maksud perkataan
itu, tapi dia sudah mendengar suara langkah kaki manusia
bergema mendekat. Langkah kaki itu sudah melewati pekarangan rumah,
disusul kemudian ada seseorang mengetuk pintu.
"Siapa?" "Aku" terdengar seseorang menyahut, suara seorang
wanita, bukan saja masih muda, suaranya pun amat merdu,
"aku datang untuk mengirim telur ayam"
"Ooh, rupanya bibi Ah-Tek" sahut Oh Gwat-ji, "kalau hanya
berapa butir telur, kau tak perlu terburu-buru!"
"Tidak apa-apa, kebetulan searah, malam ini aku hendak ke
kota untuk menangkap orang"
"Menangkap orang" Siapa yang mau ditangkap?"
"Siapa lagi kalau bukan si setan tua, sejak kemarin pagi dia
sudahi kabur ke kota dan hingga kini belum pulang, ada yang
melihat dia sedang tidur dengan lonte busuk, maka kali ini
aku......................"
Dia tidak melanjutkan kata katanya lagi.
Sebab dia sudah masuk ke dalam ruangan dan sedang
mengawasi Liu Tiang-kay dengan wajah tertegun, tampaknya
dia sedikit terkejut karena kehadiran orang ke tiga disitu.
Liu Tiang-kay juga sedang mengawasinya.
Perempuan ini bukan saja masih muda bahkan montok
sekali, terutama sepasang payudara nya yang gede , dia
matang seperti tomat, selain harum juga gurih.
Sementara itu Oh gwat-ji sudah merapatkan kembali pintu
rumah, tiba tiba dia berpaling ke arah Liu Tiang-kay dan
tegurnya sambil tertawa: "Bagaimana menurut pendapatmu?"
"Sangat bagus!"
"Malam nanti apakah kau pingin tidur dengannya?"
"Pingin sekali"
Sejujurnya, dia memang sangat pingin.
Pakaian yang dikenakan perempuan itu tipis sekali,
sedemikian tipisnya hingga dia dapat melihat puting susunya
yang pelan pelan mulai mengeras.
Apakah perempuan itu mulai terangsang" Mulai bernapsu"
Sambil tersenyum Oh Gwat-ji segera berkata:"Sekarang
kau boleh melepaskan semua pakaian yang kau kenakan"
Bibi Ah-Tek menggigit bibir, ternyata dia tak berusaha
menampik, semua pakaian yang dikenakan segera dilepas satu
per satu. Dia melepaskan pakaiannya dengan cepat.
Oh Gwat-ji juga sedang melepaskan pakaiannya, dia
melepaskan bajunya tak kalah cepatnya dari perempuan itu.
Mereka berdua sama sama masih muda, sama sama cantik,
sepasang paha mereka pun langsing, putih dan kencang.
Mengawasi dua orang perempuan yang berdiri
dihadapannya dalam keadaan telanjang bulat, Liu Tiang-kay
segera merasakan jantungkan berdebar keras.
Tapi dalam walau singkat ia segera mamahami apa yang
dimaksud Oh Gwat-ji. "....................... Membunuh itu banyak caranya, terbunuh
pun juga banyak caranya"
Ternyata dia sudah mempersiapkan segala sesuatunya
sedari awal, dia sudah persiapkan perempuan itu untuk
datang mewakilinya mati...............
Bukan saja mereka mempunyai perawakan tubuh yang
mirip, paras muka mereka pun mempunyai banyak kemiripan,
asal dipoles sedikit saja, dijamin anak buah Liong Ngo tak bisa
membedakan mana yang asli dan mana yang palsu.
Selain itu, didalam kenyataan mereka tak akan terlalu
memperhatikan seorang perempuan dusun macam mereka,
sebab yang harus mereka lakukan hanya membunuh seorang
wanita, perduli perempuan itu berwajah seperti apa, mereka
tak akan memperhatikan dengan jelas.
Benar saja, Oh Gwat-ji telah mengenakan pakaian yang
dilepas bibi Ah-Tek, kemudian setelah mengerling Liu Tiangkay
sekejap, ujarnya sambil tersenyum:
"Kenapa Cuma dipandang saja, kenapa tidak segera
membopongnya ke atas ranjang?"
Paras muka bibi Ah-Tek segera bersemu merah, merah
karena jengah. Tampaknya dia tidak jelas dengan tugas yang harus
diembannya, dia hanya tahu datang kesitu untuk
menggantikan seorang wanita, menemani seorang lelaki.
Ternyata lelaki itu tidak jelek, tidak memuakkan, bahkan
sekarang, dia justru berharap Oh Gwat-ji segera pergi dari
situ. Oh Gwat-ji sudah bersiap siap pergi meninggalkan tempat
itu, sambil tertawa cekikikan mendadak dia balikkan telapak
tangannya dan dihantamkan ke punggung perempuan itu.
Bibi Ah-Tek membuka mulutnya, namun tak ada jeritan
yang muncul, bahkan tak ada darah yang menyembur keluar,
karena pada saat yang bersamaan Oh Gwat-ji telah masukkan


Tujuh Pembunuh Qi Sha Shou Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebutir telur ayam yang baru dibawanya ke dalam
mulutnya............... Dengan termangu Liu Tiang-kay menyaksikan perempuan
itu roboh ke lantai, tiba tiba dia merasa mulut sendiri seakan
akan dijejali pula dengan sebutir telur mentah, selain amis
juga amat getir. Oh Gwat-ji menghela napas panjang, ujarnya:"Menurut
skenario yang semula disusun, semestinya dia harus tinggal
disini, menemanimu semalam, kemudian kau yang harus
membunuhnya" Liu Tiang-kay termenung, lewat lama kemudian dia baru
bertanya:"Mengapa secara tiba tiba kau berubah pikiran?"
"Sebab aku tak tahan melihat sikap dan perubahan mimik
mukamul terhadapnya tadi"
"Oya?" Sambil menggigit bibir kembali Oh Gwat-ji berkata:"Begitu
berjumpa dengannya, kau seolah olah sudah tak mampu
mengendalikan napsumu lagi kau seakan akan ingin segera
menyusupkan tanganmu ke balik celana! dalamnya........"
Liu Tiang-kay menghela napas panjang.
"Hai, bagaimana pun juga, cepat atau lambat dia toh bakal
mati. Untuk menyelesaikan satu pekerjaan besar, memang tak
bisa dihindari banyak orang bakal menemui ajalnya"
"Sekarang aku hanya berharap orang yang ditunjuk Liong
Ngo sebagai penunjuk jalan bukan seorang wanita"
"Seandainya seorang wanita, kau juga akan
membunuhnya?" Oh Gwat-ji tidak langsung menjawab, dari dalam keranjang
ia keluarkan sebutir telur ayam lalu diletakkan ke atas meja,
lalu dengan membawa keranjang kosong dia siap tinggalkan
tempat itu. Satu perubahan yang aneh muncul dibalik wajahnya, lewat
lama kemudian dia baru berkata:"Aku tahu, aku bukan
perempuan pertama bagimu, tapi aku berharap aku menjadi
perempuan terakhir bagimu"
Berapa butir telur ayam itu ternyata tidak berisi cairan
telur, dibalik cangkang telur yang keras disembunyikan
beberapa lembar lempengan serta per yang sangat kuat.
ketika dirangkai jadi satu, terbentuklah sebuah senjata rahasia
yang luar biasa.......... semacam senjata rahasia yang khusus
dipasang dalam sepatu. Ketika ditekan kuat dengan tungkai kaki, maka dari ujung
sepatu akan meluncur jarum beracun yang sangat lembut,
keganasan racun itu jauh lebih jahat daripada patukan gigi
ular hijau bambu. "Aku tidak duduk lagi, sekarang aku mesti berangkat ke
kota" sambil membawa keranjang kosong dan tertawa merdu,
Oh Gwat-ji berjalan meninggalkan pintu utama, suara
tertawanya masih kedengaran merdu dan gembira.
Malam diluar pintu sudah semakin kelam, suasana gelap
gulita mencekam seluruh jagad.
0-d-0-w-0 Bab IV Manusia yang bukan manusia.
Malam memang semakin larut.
Liu Tiang-kay seorang diri duduk dalam ruang tamu yang
sempit lagi jelek itu, waktu sudah berlalu, lama sekali, namun
tak kedengaran ada sedikit suara pun.
Mula mula dia membaringkan dulu perempuan asing itu ke
atas ranjang, lalu menutup tubuhnya dengan memakai selimut
dan sprei, dia seperti takut perempuan itu kedinginan.
Kemudian dia memadamkan semua lampu yang ada dalam
rumah, tidak terkecuali lampu yang ada di ruang dapur.
Dia tak takut menghadapi kematian, juga tidak takut
menghadapi kegelapan, namun terhadap dua hal itu, dia
selalu merasa benci dan muak yang tak terlukis dengan kata,
dia selalu berharap bisa tinggalkan ke dua hal itu sejauh
jauhnya. Sekarang dia sedang berusaha mengumpulkan semua
pikiran dan ingatannya, berpikir ulang sekali lagi jalannya
peristiwa sejak awal hingga sekarang..........dahulu, dia hanya
seorang manusia tak bernama, bahkan dia sendiripun tak tahu
seberapa besar kekuatan yang dimilikinya.
Dia tak tahu karena belum pernah mencoba, diapun tak
pernah ingin mencoba. Tapi Oh Lip, Oh Lo-yacu telah mempromosikan dirinya,
telah mempolesnya, seperti mempoles sebutir mutiara yang
baru diperoleh dari dalam sebuah tiram.
Oh Lo-yacu bukan saja memiliki ketajaman mata yang luar
biasa, dia pun memiliki otak yang tak tertandingi oleh
siapapun. Dia belum pernah salah melihat orang, belum pernah salah
menilaj persoalan apapun............... dugaan, analisa serta
kesimpulannya belum pernah salah satu kalipun.
Secara resmi dia belum pernah memangku jabatan tinggi
dengan mengenakan kopiah kebesaran, belum pernah makan
gaji sebagai pegawai pengadilan, tapi dia justru opas nomor
satu di kolong langit, hampir semui komandan opas di semua
propinsi, di semua keresidenan memandangnyi bagaikan Sinbin
(malaikat agung). Sebab, asal dia mau campur tangan, tak ada kasus kriminal
di koloni langit yang tak bisa terbongkar, selama dia masih
hidup, jangan hara) kawan kawan dari golongan hitam dan
kaum okpa bisa hidup bebas sentosa
Sayang, setajam apapun golok yang dimiliki akhirnya tiba
juga saatnya untuk berkarat, sekuat dan setangguh apapun
seorang manusia, akhirnya bakal tua dan sakit sakitan.
Akhirnya dia tua juga, malahan mengidap sakit rhematik,
jika tidak dituntun orang, jangan harap dia bisa berjalan, mau
melangkah pun susah. Sejak dia jatuh sakit, hanya dalam kurun waktu dua-tiga
tahun, sudah beratus ratus kasus kriminal muncul di sekitar
ibu kota..............jumlah kasus yang pasti mencapai tiga ratus
tiga puluh dua kasus. Dari tiga ratusan kasus itu, belum satu kasuspun yang
berhasil dibongkar. Padahal kasus kasus itu harus diselesaikan semua, sebab
salah satu korban pencurian bukan saja berasal dari keluarga
kerajaan, kaum bangsawan dan pejabat tinggi, bahkan
termasuk juga keluarga tokoh silat kenamaan. Bukan Cuma
berasal dari keluarga persilatan kenamaan, didalamnya
menyangkut juga keluarga dekat kekaisaran.
Sepasang kaki Oh lo-yacu boleh lumpuh, namun sepasang
matanya belum buta. Orang yang melakukan semua kasus pencurian itu pastilah
Liong Ngo, karena itu untuk membongkar semua kasus
kriminal ini, dia pun wajib mencari Liu Tiang-kay.
Semua orang tetap percaya, analisa serta kesimpulannya
kali ini pun tak bakal keliru.
Oleh karena itulah Liu Tiang-kay yang semula tak punya
nama, sama sekali tak terkenal, secara tiba tiba bisa berubah
jadi seorang tokoh yang aneh, tokoh yang disegani banyak
orang. Berpikir sampai disitu, Liu Tiang-kay sendiri masih belum
tahu, hal tersebut merupakan satu keberuntungan baginya"
Atau justru merupakan kejadian apes"
Hingga detik ini, dia masih belum terlalu jelas, mengapa Oh
Lo-yacu bisa tertarik dengan dirinya"
Dia seperti selamanya tak pernah bisa memahami manusia
licin bagai seekor rase ini, persis seperti dia pun selamanya tak
pemah bisa memahami putri kesayangan orang tua ini.
Dia hanya ingat, setahun berselang dia telah berkenalan
dengan seorang sahabat yang bernama Ong Lam. Suatu hari,
Ong Lam mengajukan usul, minta dia pergi mengunjungi Oh
Lo-yacu, tiga bulan kemudian, Oh Lo-yacu serahkan tanggung
jawab ini kepadanya, hingga malam ini, dia baru t.ihu betapa
beratnya beban yang diberikan kepadanya itu.
Kini, paling tidak dia berhasil mengelabuhi Liong Ngo dalam
Pengalamannya selama tiga bulan terakhir ini.
Tapi bagaimana selanjutnya"
Dapatkah dia membunuh Tong Kim, Tam It-hui, tosu tua
penggait sukma, Tiat hwesio, si anjing geladak Li serta wanita
gadungan im hanya dalam setengah jam" Berhasilkah dia
memperoleh kotak kayu cendana yang misterius itu"
Sanggupkah dia menangkap Liong Ngo"
Hanya daiam hati kecilnya dia tahu, sesungguhnya dia
sama sekali tak yakin bisa berhasil.
Dari semua persoalan yang dihadapi, masalah yang paling
membuatnya gundah adalah masalah Oh Gwat-ji.
Sebenarnya perempuan seperti apakah dia" Bagaimana
sikapnya terhadap dirinya"
Hanya dia sendiri yang tahu, diapun seorang manusia,
seorang manusia biasa yang terdiri dari darah dan daging, dia
bukan sebuah batu karang.
Walaupun malam semakin kelam, namun jaraknya dengan
fajar masih cukup lama. Apa yang bakal terjadi esok hari" Liong Ngo akan mengutus
manusia seperti apa untuk menjadi penunjuk jalannya"
Liu Tiang-kay menghela napas, dia berharap bisa tidur
sejenak sambil bersandar dibangku, sementara melupakan
semua kegundahan dan keruwetan yang menyelimuti
perasaan hatinya. Pada saat itulah, tiba tiba ia mendengar satu suara yang
sangat aneh, seolah-olah ada hujan gerimis yang membasahi
atap rumah im. Menyusul kemudian, "Blaaam!" seluruh bangunan rumah
itu terbakar secara mendadak, seperti sebuah rumah rumahan
kertas yang tersulut api, begitu api berkobar, kebakaran sudah
tak dapat dikendalikan lagi.
Kebakaran semacam itu, sudah barang tentu tak akan
menewaskan Liu Tiang-kay.
Sekalipun dia benar benar terkurung ditengah sebuah
tungku dengan kobaran api yang membara, siapa tahu diapun
punya akal untuk meloloskan diri.
Bangunan rumah itu, meski bukan sebuah tungku api
namun kobaran api yang menyala disitu benar-benar
mengerikan, empat penjuru semuanya api, kecuali asap tebal,
tak nampak benda apapun. Dengan satu gerakan cepat Liu Tiang-kay menerjang
keluar. Mula-mula dia menerjang masuk ke dapur, mengambil
sebuah gentong air yang besar dan mengguyur seluruh kepala
dan badannya dengan air itu hingga basah kuyup, setelah itu
dia baru menerjang keluar dari balik kobaran api.
Tak ada orang yang bisa bereaksi secepat dia, lebih lebih
tak ada orang yang bisa bergerak lebih cepat dari dia.
Kecuali api yang berkobar hebat membakar bangunan
rumah itu, suasana disekeliling tempat im tetap sunyi senyap
dan sangat tenang. Berapa kuntum bunga kuning yang tumbuh dalam
pekarangan rumah nampak lebih indah dan lebih mencolok
ditengah kilatan cahaya api yang berkobar.
Seorang nona kecil berbaju kuning, dengan menggenggam
sekuntum bunga kuning sedang mengawasinya sambil tertawa
cekikikan. Diluar pintu rumah sudah berhenti sebuah kereta kuda,
sepasang mata kuda yang menghela kereta itu sudah ditutup
dengan kain hitam. hingga kobaran api yang menjilat
bangunan rumah itu tidak sampai mengejutkannya.
Bagaikan seekor burung walet, nona kecil berbaju kuning
itu meluncur keluar, membukakan pintu kereta, kemudian
kembali berpaling ambil tertawa.
Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Liu Tiang-kay
juga tidak bertanya apa apa.
Begitu si nona membukakan pintu kereta, Liu Tiang-kay
segera masuk dan duduk dalam ruang kereta.
Kobaran api masih menjilat seluruh bangunan rumah, tapi
jaraknya dengan Liu Tiang-kay makin lama semakin jauh.
Kereta kuda berlari sangat cepat, meluncur ke muka
menembus kegelapan malam yang tak bertepian.
Malam semakin gelap. Liu Tiang-kay tak pernah takut menghadapi kegelapan, dia
hanya merasa benci dan muak yang tak terlukiskan dengan
kata kala. 0-d-0-w-0 Serba baru, mulai kaus kaki, pakaian dalam hingga jubah
luar, semuanya serba baru dan indah.
Bahkan bak mandi yang terbuat dari kayu pun kelihatan
masih baru Kereta kuda berhenti diluar halaman sebuah
Pedang Dan Kitab Suci 8 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Rase Terbang 5

Cari Blog Ini