Ceritasilat Novel Online

Kisah Membunuh Naga 11

Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong Bagian 11


yang datangnya dari arah luar pintu. Suara itu tegas sekali dan halus nadanya masuk ketelinga orang.
Suara itu datang dari tempat jauh akan tetapi seperti dari sampingnya setiap orang.
Thio Sam Hong yang semenjak tadi berdiam saja lantas berkata: "Kiranya Kong tie Siansu dari Siauw Lim pay datang! Lekas sambut!"
Ketika itu dipintu luar lantas terdengar pula suara: "Hong thio Kong bun dari Siauw lim sie dengan mengajak suteenya, Kong tie dan Kong seng serta murid muridnya memujikan agar Thio Cinjin panjang umur!"
Kong bun bersama Kong tie dan Kong-seng adalah tiga diantara pendeta-pendeta kenamaan dari Siauw lim-sie. Oleh karena saudara mereka yang tertua, Kong-Kian, telah berpulang ke Tanah Barat (meninggal) sekarang tinggal mereka saja. Karena kedatangan mereka yang tiba tiba itu batal lah Siong Kee berseru. Pula lantas ia mengerti, dengan datangnya ketiga pendeta Siauw lim-sie ini, gagallah rencananya untuk menyengap lawan.
Ho Thay Ciong dari Kun lun pay sudah lantas menyambut dengan berkata: "Sudah lama aku mendengar nama besar dari keempat pendeta berilmu dari Siauw lim-sie. Sekarang kita dapat bertemu di sini, aku merasa beruntung sekali. Dengan begini berarti juga tidaklah sia sia belaka kedatanganku kemari!"
Dari luar lantas terdengar satu suara dalam, suatu tanda bahwa yang mengeluarkannya ialah seorang yang usianya telah lanjut. Katanya: "Tuan tentunya Ho Sianseng yang menjadi Ciangbunjin dari Kun-lun-pay. Maka aku berbahagia sekali dengan pertemuan ini. Thio Cinjin, aku sipendeta tua telah datang terlambat untuk memberi selamat padamu, itulah perbuatan kurang hormat, maaf !"
Atas itu Thio Sam Hong berkata, dengan merendah: "Hari ini di Bu tong san telah berkumpul hanyak tetamu tetamu ku yang mulia. Aku girang sekali! Aku si imam hanya berhasil hidup sampai umur seratus tahun. Bagaimana aku berani membuat Suhu yang agung datang kemari.... "
Sembari berkata begitu, ia mengajak murid muridnya pergi kepintu untuk menyambut tetamu tetamunya yang dipandang suci itu dan dihormati nya.
Kedatangan rombongan Siauw-lim pay ini luar biasa. Pihak mereka dengan pihak Bu tong-pay tuan rumah, bicara dari jarak yang jauh. Kedua pihak sudah menggunakan suara dari tenaga dalam. Mereka masih terpisah jauh tetapi mereka bagaikan lagi bicara berhadapan.
Ceng hian Suthay dari Go bie pay kalah mahir tenaga dalamnya. Dia tidak berani campur bicara. Yang lain-lain terlebih pula sampai hati mereka ciut dan malu sendirinya.
Ketika Thio Sam Hong dan murid-muridnya muncul diluar, rombongan Siauw-lim-pay, yang jalannya perlahan, baru sampai didepan pintu. Ketiga pendeta tua itu datang bersama sembilan murid mereka yang telah memasuki usia pertengahan.
Kong-bun Taysu beralis putih yang panjang sampai turun kematanya, hingga dia mirip dengan Tiang-bie Loo-han, arhat yang alisnya panjang. Kong-seng bertubuh besar dan romannya gagah. Adalah Kongtie yang beroman meringis dan mulutnya monyong kebawah. Melihat romannya Kong-tie ini, Siong Kee heran, hingga dia berpikir; "Aku dapat melihat wajah orang, siapa beroman seperti pendeta ini, kalau dia bukan umurnya pendek, pasti dia mati celaka, maka heran, kenapa dia dapat berumur panjang dan dihormati banyak orang" Mungkinkah ilmu khoamia dari aku masih sangat terbatas?"
Thio Sam Hong dan Kong-bun semua adalah guru-guru silat ternama dan asalnya satu golongan. Akan tetapi mereka belum pernah mengenal satu dengan lain. Di dalam hal umur, Sam Hong lebih tua kira-kira tiga atau empat puluh tahun. Ia berasal dari Siauw lim sie, karena gurunya ialah Kak wan Taysu. Ia berderajat atau bertingkat dua lipat lebih tinggi daripada Kong bun bertiga. Hanya ia tidak menjadi pendeta dan masuknya menjadi murid Siauw lim sie pun tanpa upacara resmi. Ia cuma murid perseorangan dari Kak wan. Karena ini, pertemuan dengan Kong bun bertiga dilakukan sebagai orangKoleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
orang dari sesama derajat dan tingkat. Karenanya, Wan Kiauw dan saudara saudaranya menjadi berada ditingkat sebelah
bawah tetamu-tetamu itu. Setelah kedua pihak saling memberi hormat, Sam Hong mengundang sekalian tetamunya ke dalam dimana mereka itu bertenau dengan Ho Thay Ciong dan Ceng hian Suthay sekalian.
Kong bun halus gerak geriknya. Ia memberi hormat sekalipun terhadap anak-anak muda.
Habis minum teh, Kong bun berkata: "Thio Cinjin, menurut usia dan tingkat loolap adlah pihak yang lebih muda. Akan tetapi mengingat kedudukan Bu tong dan Siauw lim sederajat, dan loolap justeru menjadi Ciangbunjin dan Siauw lim pay, harap kau mengijinkan loolap bicara terus terang dan sukalah loolap diberi maaf."
Thio Sam Hong dapat menduga maksud orang. Karena ia memang jujur, ia lantas berkata "Sam wie yang suci, apakah kedatangan Sam wie ini untuk Thio Cui San, muridku yang nomor lima?"
" Benar", menjawab Kong bun. "Ada urusan yang hendak didamaikan dengan Thio Ngo hiap"
"Pertama yaitu halnya Thio Ngo hiap sudah membinasakan tujuh puluh dua jiwa keluanga Liong bun Piauwkiok serta enam jiwa murid Siauw lim sie. Bagaimana harus diputuskan mengenai tujuh puluh delapan jiwa itu" Yang kedua yaitu mengenai Suheng kami, Kong kian Taysu. Ialah seorang yang pemurah dan bijaksana, seumurnya belum pernah ia ribut dengan siapapun juga tetapi ia telah dicelakai Kim mo Say ong Cia Sun hingga ia mati secara sangat menyedihkan. Kami mendengar Thio Ngo-hiap mengetahui dimana beradanya Cia Sun itu, maka kami mohon sukalah Ngo hiap memberikan petunjuknya. Pasti kami dari Siauw lim sie akan mengingat budi itu."
Mendengar itu, Thio Cui San lantas berbangkit tanpa menanti gurunya bicara. Ia berkata tegas: "Kongbun Taysu, tujuh puluh delapan jiwa keluanga Liong bun Piauwkiok dan pendeta Siauw lim sie yang dimaksudkan itu bukannya dibunuh olehku. Seumur hidupku, Cui San telah menerima budi dan ajaran guruku yang berbudi luhur. Walau pun aku bodoh, tidak berani aku mendusta. Hanya halnya siapa siapa yang telah menyebabkan lenyapnya tujuh puluh delapan jiwa itu, dapat aku terangkan bahwa aku mengetahui orangnya. Cumalah tidak ingin aku memberitahukannya. Inilah jawabanku untuk urusan yang pertama itu. Mengenai urusan yang kedua, kematiannya Kong kian Taysu, siapapun di kolong langit ini tidak ada yang tidak merasa berduka akan tetapi Cia Sun itu ialah sahabat dan saudara angkatku, maka hal dimana beradanya dia sekarang, meski aku ketahui, tak dapat aku menerangkan. Kita kaum Rimba Persilatan, kita paling mengutamakan kehormatan. Dari itu aku Thio Cui San, leherku boleh kutung dan darahku boleh muncrat, tetapi alamatnya kakat angkatku itu tidak bisa aku menerangkannya. Urusanku ini tidak ada sangkut pautnya dengan guruku yang berbudi luhur, juga tidak ada hubungannya sama sekalian saudaraku sepenguruan. Jadi semua itu aku yang bertanggung jawab sendiri. Terserah kepada Taysu bila hendak membinasakan aku, silahkan turun tangan! Aku si orang she Thio, seumurku aku belum pernah aku melakukan sesuatu yang dapat membikin malu guruku, juga belum pernah aku lancang membunuh seorang baik-baik. Jikalau tuan-tuan hendak memaksa aku melakukan perbuatan tidak terhormat, bagianku ialah mati, lain tidak!"
Cui San bicara dengan bersemangat sekali hingga Kong bun memuji: "Omie toohud!" dan berpikir:
"Mendengar suaranya, ia tidak mendusta. Bagaimana sekarang"
Justeru ruang sunyi, dari luar jendela terdengar suara bocah memanggil. "Ayah!"
Cui Sin terkejut. Ia mengenali suara anaknya.
"Bu Kie, kau pulang!" serunya. Dan ia berlompat untuk lari keluar.
Dua orang masing-masing dari Bu san pay dan Sin kun bun yang berdiri dimuka pintu, menduga orang hendak melarikan diri. Sambil membentak "Kau hendak lari ke mana?" mereka mengulur tangannya, mencekuk.
Cui San keras memikirkan anaknya. Ia mementang kedua tangannya, maka dua perintang itu lantas terpental ke samping kiri dan kanan dan roboh tenguling. Ketika ia telah melompat keluar jendela, di situ ia tidak melihat suatu apa.
"Bu Kie!! Bu Kie!" ia terus memanggil berulang ulang kali.
Tidak ada penyahutan. Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Dari dalam memburu belasan orang. Apabila mereka mendapatkan orang bukannya lari, merera berdiri diam mengawasi saja.
"Bu Kie ! Bu Kie !" Cui San memanggil manggil lagi.
Tetapi ia tidak memperoleh jawaban, sebaliknya, sejenak kemudian, disitu muncul In So So. Isteri itu baru sembuh dan berada diruangan dalam ketika ia mendengar suaminya memanggil manggil anak mereka.
"Bu Kie pulang?" tanya isteri ini kegirangan.
"Barusan aku seperti mendengar suaranya. Ketika aku memburu keluar, aku tidak melihatnya." sahut sang suami.
So So kecele. "Mungkin disebabkan kau terlalu memikirannya, barusan kau salah mendengar." katanya perlahan, Cui San berdiam, lalu ia menggelengkan kepana nya dengan keras.
"Terang aku mendengarnya," katanya. "Pergilah kau masuk!"
Cui San kuatir isterinya bertemu sama sekalian tetamu dan nanti ada ekornya. Seberlalunya isteri itu, ia kembali ke dalam, terus ia memberi hormat pada Kun bun seraya meminta maaf untuk kepergiannya barusan tanpa perkenan lagi.
"Siancay, siancay!" Kong tie memuji, "Thio Ngohiap demikian menyayang anak. Kau sampai seperti lupa ingatan. Maka itu. begitu banyak jiwa yang dicelakai Cia Sun, apakah mereka itu tidak mempunyai ayah atau ibu, isteri atau anak ?"
Pendeta itu bertubuh kecil dan kurus akan tetapi suaranya nyaring bagaikan genta, menderu ditelinga para hadirin. Cui San lagi kalut pikirannya, ia tidak memberikan penyahutannya.
Kong bun mengawasi kedua suteenya, Kong tie dan Kong sang mengangguk. Maka ia lantas menghadapi tuan rumah dan berkata: "Thio Cinjin, bagaimana urusan ini hendak diputuskan, kami memohon petunjuk Cinjin saja."
"Muridku tidak mempunyai kepandaian apa-apa. Walaupun demikian tidaklah nanti dia berani memperdayai gurunya," berkata Sam Hong. "Maka itu, aku percaya tidak nanti dia berani mendustakan samwie. Seperti dia katakan, jiwanya orang-orang Liong bun Piauwkiok serta murid-muridmu itu bukanlah dia yang membunuhnya. Sedang tentang tempat kediamannya Cia Sun sudah terang dia tidak hendak memberitahukannya."
Kong tie tertawa dingin. "Tetapi ada orang yang melihat dengan matanya sendiri Thio Ngo hiap membunuh murid murid kami itu!" katanya mengejek. "Mustahilah murid-murid Bu tong pay tidak dapat mendusta tetapi murid Siauw lim pay dapat."
Dia lantas mengibas dengan tangan kirinya dan dua pendeta usia pertengahan dibelakangnya lantas maju kedepan
Dibelakang dua pendeta ini mengintil seorang pendeta lain tetapi sebab ia bertubuh kecil dan kate tubuhnya itu teraling dan tidak segera terlihat. Tiga-tiga mereka picak mata kanannya. Mereka bukan lain daripada Goan sim, Goan im dan Goan hiap, ketiga pendeta Siauw lim pay yang ditepi telaga di Lim an telah terhajar jarum emasnya in So So.
Cui San telah melihat mereka itu dan mengenalinya. Ia menduga pasti mereka bakal dijadikan saksi untuk peristiwa ditepi telaga Seeouw itu. Sekarang dugaannya itu jitu. Ia tidak takut. Ialah bukan si pembunuh, si pembunuh adalah So So yang telah menjadi isterinya. Bagaimana ia bisa tidak melindungi isterinya itu" Hanya, bagaimana ia harus melindunginya "
Diantara tiga pendeta itu yang bernama berhuruf 'Goan', Goan im yang tabiatnya paling keras.
Sebenarnya menurut adatnya, begitu bertemu Cui San, ingin ia menerjang. Tetapi karena ada gurunya, ia
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
menahan sewot. Sekarang setelah gurunya memanggil, ia lantas muncul untuk terus berkata: "Thio Cui San, ditepi telaga See ouw di Lim an, kau telah menerjang Hui bong dengan jarummu. Jarum mana masuk dari mulut, mengambil jiwanya! Aku melihat itu dengan mataku sendiri! Apakah aku memfitaah kau" Dan mata kanan kamipun disarang jarum beracun itu. Apakah kau masih hendak menyangkal?"
Di dalam keadaan seperti itu, Cui San mesti menyangkal terus. Ia kata: "Kami dari kaum Bu tong pay, benar kami mempelajari senjata rahasia dan jumlah macamnya bukan sedikit. Akan tetapi semua itu sebangsa piauw dan panah tangan! Kami bertujuh sudah lama sering merantau, cobalah tanya, apa pernah ada yang melihat kami menggunakan jarum, baik jarum emas maupun jarum perak" Maka tentang jarum beracun tak usah disebut-sebut lagi!"
Dunia Rimba Persilatan memang tahu golongan Bu tong pay golongan lurus, maka itu banyak yang tidak percaya bahwa Thio Cui San menggunai jarum jahat seperti itu. Tidak demikian dengan Goan im yang menjadi sangat gusar.
"Apakah kau tetap menyangkal?" dia membentak: "Bersama-sama sutee Goan giap aku melihat sendiri kau menyerang Hui hong dengan jarum. Jikalau itu bukannya kau, habis siapakah?"
"Aku tahu siapa dia, tetapi aku tidak hendak memberitahukan kepada kamu!" menyahut Cui San.
"Apakah kau kira murid-murid Bu tong pay dapat kau main paksa "
Cui San pandai bicara. Ia membuatnya darah Goan im meluap. Maka itu, adu mulut mereka berkesudahan dari unggul si pendeta jatuh dibawah angin.
"Goan im Suheng," Thio Siong Kee turut bicara," tentang siapa sebenarnya yang membinasakan murid-murid Siauw lim itu, untuk sekarang ini sulit buat dibikin terang. Akan tetapi Su heng kami, Jie Thay Giam, terang sudah telah dilakukan dengan Kim kong cie dari Siauw Lim pay! Maka itu kebetulan sekali kunjungan tuan tuan semua, sekarang aku mohon menanya, sebenarnya siapakah yang telah melukai Sam su heng kami itu?"
"Itulah bukan aku," Goan sim menyangkal cepat.
"Aku juga tahu bukannya kau!" kata Siong Kee tertawa dingin. "Aku juga tidak percaya kau mampu meyakinkan ilmu itu!"
Ia berdiam sejenak, lalu melanjuti: "Jikalau Suheng kami itu bertubuh sehat dan ia bertempur dengan orang partaimu yang kosen secara laki-laki, kalau ia sampai dilukakan dengan Kim kong cie, harus disesalkan saja kepandaiannya belum sempurna. Kalau pertempuran sampai terjadi orang terluka atau binasa apa mau dibilang lagi" Orang toh tidak biasanya membuat perjanjian sebelum pertandingan dimulai untuk mempertanggungkan keselamatan bulu atau rambutnya" "
" Akan tetapi Suheng kami itu justeru lagi menderita sakit berat, tubuhnya tidak dapat digerakkan.
Justeru begitu tuan pendeta itu sudah menggunakan pukulan Kim kong cie. Dia memaksa Suhengku menerangkan tentang golok mustika To liong to!"
Sampai disitu, dengan mengeraskan suaranya, Siong Kee menambahkan: "ilmu silat Siauw lim pay telah menjagoi dikolong langit ini, Siauw lim pay telah menjadi jago Rimba Persilatan. Dari itu apa perlunya dia menghendaki juga golok mustika itu" Di sebelah itu, golok tersebut pernah dilihat satu kali oleh Suhengku itu! Kenyataannya ia telah dipaksa, bukankah perbuatan itu terlalu kejam" Jie Thay Giam mempunyai juga sedikit nama dalam Kang Ouw. Ia biasa melakukan perbuatan perbuatan mulis. Dengan begitu ia jadinya pernah melakukan jasa jasa baik untuk kaum Rimba Persilatan. Tetapi sekarang ia dianiaya pihak Siauw lim pay hingga ia bercacad seumur hidupnya. Untuk sepuluh tahun ia rebah saja diatas pembaringan. Maka itu sekarang kami mau memohon pertimbangan dari tiga Taysu yang mulia"
Urusan terlukanya Jie Thay Giam dan kebinasaan keluarga Liong bun Piauw kiok itu telah menjadi bahan perselisihan selama sepuluh tahun. Hanya karena lenyapnya Thio Cui San suami isteri perkara tinggal tengantung. Sekarang pihak Siauw lim pay menimbulkannya pula dan Thio Siong Kee menggunakan ketikanya akan turut menggugatnya.
"Tentang itu pernah loolap menyelidiki," berkata Kong bun. "Loolap telah memeriksa sekalian murid Siauw lim sie, tapi tidak ada satupun yang melakukan penganiayan itu."
Mendengar jawaban itu, Thio Siong Kee merogo sakunya. untuk mengeluarkan sepotong emas goan po. Pada uang itu ada tapak jari tangan. Sambil menunjuki itu, ia berkata dengan nyaring: "baiklah semua
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
orang gagah dikolong langat ini mengetahui. Orang yang menyiksa Suheng kami itu yatah pendeta Siauw lim pay yang tapak jati tangannya berada diatas uang goanpo ini ! Kecuali dengan Kim kong cie, ada partai mana lagi yang dapat membikin tanda diatas uang seperti ini"
Goan-im bertiga menuduh Thio Cui San hanya dengan kata-kata. Sekarang Siong Kee membalas dengan ada buktinya, inilah hebat.
"Siancay, siancay!" memuji Kong bun Taysu: "Diantara orang partai kami yang meyakinkan Kim kong cie, kecuali kami bertiga cuma lima Tiang Loo dari Tat mo tong. Akan tetapi, kelima Tiang loo itu tidak pernah keluar dari kuil kami lamanya sudah tiga sampai empat puluh tahun. Maka dari itu cara bagaimana mereka dapat melukai Jie Sam Hiap?"
(Bersambung jilid 18) BU KIE Karya : CHING YUNG Terjemahan: Bu Beng Tjoe Jilid 18 Mendengar itu, Boh Seng Kok menyelak: "Barusan Taysu tidak percaya perkataannya Ngo Suko kami.
Taysu mengatakannya omong disatu pihak saja. Habis bagaimana sekarang, apakah kata kata Taysu juga bukan hanya kata kata sepihak?"
Kong bun sabar luar biasa, walaupun ditanggapi demikian rupa, ia tidak menjadi gusar.
"Jikalau Boh Cit hiap tidak percaya loolap, ya apa boleh buat!" katanya.
"Mana berani boanpwee tidak percaya Taysu?" berkata Seng Kok. "Hanialah di dalam dunia ini segala sesuatu gampang sekali berubab, sukar untuk menerkanya dan segala yang benar dan tidak benar tak dapat dipastikan. Tuan tuan cuma ketahui beberapa pendeta Siauw lim pay itu telah terbinasa ditangan Suheng kami. Sebaliknya kami menyatakan, Sam Suheng dianiaya pihak Siauw lim pay. Siapa tahu jikalau di dalam perkara ini ada sesuatu yang tersembunyi" Maka kalau menurut Cianpwee urusan harus diurus dengan sabar, supaya tidak mengganggu persahabatan diantara kedua partai. Jikalau kita bertindak sembrono, kemudian dibelakang hari urusan dapat dibikin terang, bukankah kita akan menyesal sesudah kasep."
"Boh Cit hiap benar," berkata Kong bun mengangguk.
Sedang saudaranya itu berlaku demikian sabar, Kong tie berteriak dengan mendadak: "Habis apa kah sakit hatinya Suheng Kong kian dapat dibiarkan saja" Thio Ngohiap, urusan Liongbun Piauw kiok untuk sementara boleh kita biarkan saja, tetapi tentang Cia Sun si jahat itu, itulah lain! Mengenai dia itu, hari ini kami menghendaki kau memberitahukannya biarpun kau tidak suka, kau mesti bicara juga!"
Song Wan Kiauw membungkam sekian lama. Sekarang ia melihat suasana tegang, terpaksa ia campur bicara. Ia kata nyaring "Jikalau golok mustika itu tidak ada ditangannya Cia Sun, apa kah Taysu tetap begini bernafsu hendak mengetahui dimana beradanya dia?"
Kata kata itu singkat tetapi maksudnya dalam sekali. Kong tie telah ditegur dan dituduh ingin memiliki golok mustika itu.
Kong tie menjadi gusar sekali. Tangannya menepuk meja! Maka celakalah meja itu yang menjadi hancur! Tapi inipun menandakan lihaynya tangan itu. Ia sampai terkejut sendirinya. Tapi ia lagi murka, ia tidak menghiraukannya. Ia bahkan berkata nyaring: "Sudah lama kami mendengar yang ilmu silatnya Thio Cinjin asalnya dari Siauw lim pay. Bahwa orang Rimba Persilatan mengatakan, hijau itu asalnya dari biru, tetapi yang hijau akhirnya menjadi lebih menang dari pada biru. Kamipun sudah lama mengaguminya, hanya kami tidak lagi tahu sampai dimana kebenarannya pembilangan itu. Apakah itu tidak melebihkan dari kenyataan hari itu" Hari ini di hadapan orang orang gagah diseluruh negara ini, ingin aku belajar kenal. Aku mengharap tidaklah Cinjin pelit untuk mengajarnya!"
Perkataan itu mengejutkan orang banyak berbareng menarik hati. Thio Sam Hong menjagoi pada tujuh puluh tahun yang lampau. Orang-orang sepantarannya yang pernah bertempur dengannya sudah pada mati. Jadi sekarang ini belum ada yang mengetahui sampai dimana lihaynya dia. Kecuali tujuh muridnya, belum pernah ada yang menyaksikan ia bersilat. Hanya dengan melihat dari kegagahannya Song Wan
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Kiauw bertujuh, bisalah ditaksir kelihayannya itu. Kali ini orang-orang mendengar ketua Bu tong pay itu ditantang, semua orang menjadi gembira, rata rata ingin menyaksikan pertempurannya jago jago utama.
Semua mata lantas saja diarahkan kepada Thio Sam Hong. Semua orang ingin sekali mendengar tantangan itu diterima atau tidak. Tapi orang mendapatkan orang tua itu melainkan hanya bersenyum.
Sekali tidak menolak tetapi juga tidak menerima.
"Ilmu silat Thio Cinjin sangat lihay. Dikolong langit ini tidak ada tandingannya," berkata Kong bun Taysu. "Begitu juga kami ketiga pendeta dari Siauw lim sie. Kami bukannya tandingannya Cinjin, hanialah sekarang, keadaan memaksa sekali! Perselisihan diantara murid kedua pihak, jikalau tidak dibereskan dengan kekuatan tenaga, untuk memastikan siapa kuat dan siapa lemah, sungguh sukar untuk diselesaikan. Maka itu kami bertiga menjadi tidak tau diri, kami bersedia bekerja sama bertiga meminta Cinjin sukalah memberi pengajaran kepada kami. Cinjin berderajat dua tingkat lebib tinggi dari pada kami. Jikalau kita bertempur satu lawan satu, itu artinya terhadap Cinjin kami berlaku sangat tidak hormat!"
Kata-kata ini didengar orang banyak, mereka itu pada berkata di dalam hatinya: "Perkataanmu sangat merendah, enak dldengarnya, tetapi itu artinya tiga melawan satu! Thio Sam Hong boleh liehay sekali, tetapi sekarang ia sudah berusia seratus tahun. Tenaganya tentu telah berkurang banyak sekali. Maka itu, dapatkah ia melayani tiga jago dari Siauw lim sie itu ?"
Song Wan Kiauw sudah lantas berbangkit. "Hari ini adalah hari perayaan ulang tahun guruku. Mana dapat hari ini orang mengadu kepandaian ?" katanya.
Mendengar sampai disitu para hadirin menduga Bu tong pay takut menyambut tantangan. Tapi orang belum bicara habis, Wan Kiauw berkata terus: "Laginya benar seperti kata Kongbun Taysu barusan.
Tingkat derajat diantara guruku dan Taysu bertiga berlainan, tidak seimbang. Jikalau pertempuran sampal terjadi, bukankah itu sama dengan yang tua menghina yang muda" Akan tetapi Siauw lim pay sudah menantang. Bu tong pay tidak dapat tidak menyambutnya. Pepatah membilang, kalau ada urusan, sang murid mengurusnya. Maka itu sekarang baiklah diatur begini, kami tujuh murid dari Bu tong pay, kami akan melawan dua belas pendeta lihay dari Siauw lim pay!"
Orang gempar sendirinya mendengar jawaban berani dari Wan kiauw ini. Itulah bukan menyambut tantangan belaka bahkan berbalik menantang.
Kong bun, Kong tie,dan Kong Seng datang ke Bu tong san dengan mengajak masing masing tiga murid. Dari itu jumlah mereka menjadi dua belas, dan ialah jumlah yang ditantang murid Bu tong pay itu.
Oleh karena Wan Kiauw menyebut jumlah tujuh, orang menjadi heran. Bukankah Jie Thay Giam telah bercacad dan jumlah mereka menjadi tinggal enam orang. Enam lawan dua belas, itu sama artinya satu melawan dua. Bukankah dengan begitu dengan sendirinya Song Wan Kiauw menjadi telah mengangkat harga diri Bu tong pay"
Kelihatannya Song Wan Kiauw menyerbu bahaya dengan kata katanya itu. Memang juga, terpaksa ia bersikap demikian. Tapi sikapnya ini telah diperhitungkan. Ia tahu baik Kong bun bertiga liehay melebihkan semua saudaranya. Kalau satu lawan satu, hanya ia seorang yang dapat menandinginya secara berimbang. Jie Thay Giam bercacad, sedang Jie Lian Ciu baru sembuh. Tapi kalau mereka melawan dua belas orang, ia tahu sembilan murid tiga pendeta itu tidak harus dijerikan. Maka namanya saja enam lawan dua belas, kenyataannya enam lawan tiga.
Kong tie Taysu ketahui maksud hatinya Wan Kiauw. Ia mengeluarkan suara dihidung. Ia kata: "Jikalau Thio Cinjin sendiri tidak sudi memberi pelajaran, baiklah, biar kami bertiga saja yang melawan tiga diantara keenam tuan dari Bu-tong pay. Dalam tiga pertandingan, siapa yang. menang dua kali dialah yang menang."
Thio Siong Kee dapat membade hati orang. Ia menggantikan kakaknya berbicara. Ia kata: "Jikalau Kong-tie Taysu menghendaki juga satu lawan satu, baiklah, dari kita tujuh saudara, Shako Jie Thay Giam tidak dapat turun dari pembaringan sebab ia telah dianiaya oleh pendeta Siauw lim sie. Meskipun begitu, tidak ada satu diantara kita berenam yang sudi ketinggalan. Maka baiklah kita bertempur dalam enam rombongan saja. Ialah enam murid Bu-tong-pay melawan enam pendeta gagah dari Siauw lim-pay, dan siapa yang menang dalam empat pertandingan, dialah yang menang."
"Benar begitu!" Boh Seng Kok turut bicara, "Jikalau pihak Bu-tong-pay yang kalah, Thio Ngoko akan memberitahukan tentang Kim mo Say ong Cia Sun. Dia akan memberitahukan kepada Hongthio dari Siauw-lim-sie. Umpama kata pihak Siauw-lim-pay yang mengalah, maka kami minta Taysu bertiga lantas
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
mengajak semua sababat ini, yang namanya saja datang untuk memberikan selamat ulang tahun kepada guruku, tetapi sebenarnya hendak mencari gara-gara, untuk turun dari gunung ini!"
Seng Kok mengatakan demikian sebab ia bisa mengerti maksud Siong Kee. Dengan enam lawan enam, sudah terang Bu tong pay bakal tidak kalah. Ia ketahui baik sekali kakaknya yang nomor satu dan nomor dua dapat menandingi ketiga musuh yang libay itu, tetapi ketiga murid mereka itu pasti bakal kena dikalahkan.
Kong-tie Taysu cerdik, ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak sempurna, itulah tidak sempurna!" katanya. Ia berkata begitu, lantas ia berhenti, tidak mau menjelaskan 'tidak sempurna' nya itu.
Thio Siong Kee berkata pula: "Taysu bertiga menantang guru kami, katanya kamu mau bertanding tiga lawan satu. Setelah kami enam orang Bu tong pay bersedia melawan duabelas pendeta Siauw lim-pay, Kong-tie Taysu menghendaki satu lawan satu. Kami menerima baik, tetapi Tay su bilang tidak sempurna.
Sekarang begini saja, biar boanpwee seorang diri melawan tiga pendeta yang lihay. Bukankah ini sempurna" Jikalau Taysu bertiga dapat menghajar aku sampai mati, itu arti nya Siauw lim-pay yang menang! Tidaklah itu bagus?"
Mukanya Kong-tie menjadi berubah. Hebat ejekan itu.
Tapi Kong Seng tertawa terbabak-babak, berulang kali dia memuji: "Siancay ! Siancay!"
Semenjak datangnya, pendeta ini belum pernah membuka mulutnya. Inilah yang pertama kali. Lalu ia menambahkan: "Suheng berdua, Thio Sie hiap ini mau bersendirian melawan kami bertiga, mari kami maju bersama!"
Pendeta ini lihay ilmu silatnya, tetapi ia tidak menginsafi ejekannya Siong Kee itu.
"Jangan banyak omong, Sutee!" Kong bun mencegah. Kemudian ia berpaling kepada Song Wan Kiauw dan berkata: "Begini saja ! Kami enam pendeta Siauw lim melawan enam jago Bu tong, menang atau kalah diputuskan dengan ini satu kali pukul. "
"Bukannya enam orang dari Bu tong melainkan tujuh!" berkata Wan Kiauw.
Kong tie Taysu terkejut. "Jadi kalau begitu Thio Cinjin bakat turun tangan juga ?" tanyanya.
"Taysu keliru," sahut Wan Kiauw. "Orang orang dengan siapa guru kami pernah bertempur semua sudah tidak ada lagi dalam dunia karena itu mana bisa lagi guru kami melakukan pertempuran" Sedang tentang Jie Shatee kami, dia bercacad, dia tidak dapat bengerak, dia juga tidak punya murid. Tetapi meski demikian, persaudaraan kami bertujuh sangat erat. Kami mau hidup dan mati bersama. Dari itu disaat mati hidup seperti ini, mana dapat kami berpeluk tangan menonton saja dipinggiran" Maka itu, untuk gantinya, aku hendak minta dia mencari wakil. Untuk ini biarlah dia diberi ketika untuk memberi petunjuk kepada wakilnya itu. Dengan begitu, tujuh murid Bu tong pay menempur pendeta-pendeta dari Siauw lim pay! Untuk pihak taysu, maju tujuh baik, maju duabelas baik juga, untuk kami tidak ada halangannya!"
Kong boan heran. Ia berpikir: "Sebegitu jauh yang aku tahu dipihak Bu tong pay kecuali Thio Cinjin dan tujuh muridnya, tidak ada lagi yang lihay. Maka sekarang dia mau mencari wakil mana dapat" Kalau mereka minta bantuan dari lain partai, itu bukan lagi namanya partai Bu tong pay Mengucapkan begini sebagai pelabi saja untuk memegang nama baiknya Bu tong Cit hiap ..."
Maka ia lantas mengangguk dan menyambut: "Baiklah, tujuh pendeta Siauw lim akan melawan tujuh jago Bu tong!"
Dipihak Bu tong pay, Jie Lian Ciu, Thio Siong Kee dapat membade maksudnya Toako mereka. Thio Sam Hong mempunyai semacam ilmu silat istimewa yang diberi nama "Cit bu Cit cay tin" ialah semacam warisan, untuk mana tujuh orang meski bertempur bersatu padu melayani musuh. Ilmu itu didapatkan Thio Sam Hong karena ilham yang muncul setelah ia melihat sesuatu.
Pujaan Bu tong pay ialah Cin Bu Tay tee, Pacungnya Tay tee didampingi oleh dua panglimanya, ialah Koe Ciang kun, dan Coa Ciang kun, malaikat kura-kura dan ular. Kedua Ciang kun ini berkedudukan
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
demikian rupa hingga mirip dengan letaknya Coa san dan Koe san. Gunung Ular dan Gunung Kura-kura di sungai Tiangkang dan sungai Hansui. Sifatnya ular ialah lincah, dan sifatnya kura-kura pendiam. Ular dan kura kuranya Cin Bu Tay tee justeru mencakup ke dua sifat itu. Maka setelah mendapat ilham itu segera Thio Sam Hong pergi ke Han yang untuk memandang kedua Gunung Ular dan kura-kura itu, mengawasi terus-terusan. Ia membayangi bagaimana Gunung Ular bagaikan berlegot-legot, dan Gunung Kura-kura numprak tegak dan agung.
Lantas setelah itu, ia melamuni ilmu silat yang hendak diciptakan itu. Hebat usahanya Sam Hong ini.
Ia berdiri ditepi sungai selama tiga hari dan tiga malam tanpa minum dan dahar. Dipagi hari keempat, ia menyaksikan munculnya Sang Surya yang merah marong. Mendadak ia sadar. Lantas ia tertawa lebar dan terus berangkat pulang ke Bu tong san untuk selanjutnya mengumpulkan tujuh muridnya untuk mengajar mereka ilmu silat istimewa itu.
Ilmu sitat itu mempunyali keistimewaan sendiri-sendiri bila digunakan oleh satu orang. Kalau dengan dua orang, maka mereka berdua dapat saling membantu, baik maju baik mundur Kalau bertiga, maka itu menjadi terlebih hebat pula, hebatnya seperti tiga melawan empat orang liehay.
Dengan rajin ketujuh murid itu belajar. Merekat menyakirkannya dengan sungguh-sungguh. Mereka telah memperoleh hasil berlipat ganda. Umpama empat dapat melawan delapan, lima dapat melawan enambelas, enam dapat melawan tiga puluh dua, dan tujuh dapat melawan enampuluh empat.
Dijaman itu, orang lihay cuma berjumlah kira kira tigapuluh orang. Mereka pun terpecah diantara pelbagai partai dan golongan sejati dan sesat. Maka kalau terjadi bertempuran, mereka tidak dapat besatu.
Maka itu Cinbu Cit cay tin jadi merupakan semacam barisan.
Sekarang, Song Wan Kiauw menghadapi lawan tangguh. Ia ingat ilmu silat itu.
"Sekarang aku minta Taysu suka menanti sebentar," kemudian ia kata pada Kong bun beramai. "Kami hendak menemui Jie Samtee untuk minta ia memilih wakilnya untuk menambah jumlah kami yang kurang satu."
Habis berkata, kakak sepenguruan itu mengedipkan mata pada lima saudaranya, lalu mereka memberi hormat pada guru mereka, terus mereka mengundurkan diri keperdalaman.
"Toako," kata Seng Kok yang lantas mendahului membuka mulut: "mari kita lawan pendeta pendeta Siauw lim itu dengan Cin cay tin supaya mereka menginsafi lihaynya ilmu silat Bu tong pay. Hanya siapakah yang bakal menggantikan
Shako?" "Hal itu kita putuskan dengan suara kita yang terbanyak," kata Wan Kiauw mengangguk. "Sekarang kita semua jangan bicara. Kita menulis satu nama ditelapak tangan kita. Nanti kita lihat siapa pilihan kita beramai"
"Bagus!" seru Seng Kok yang sangat setuju. Ia lantas mengambil pit dan menyerahkannya kepada kakak yang tertua itu.
Wan Kiauw menulis satu nama lalu dia membekap tangannya itu. Pitnya ia serahkan pada Lian Ciu. Si adik lantas menulis ditelapakan tangannya. Demikian seterusnya mereka berenam.
"Sekarang mari buka sama-sama!" kata Wan Kiauw kemudian.
Segera ternyata Wan Kiauw bersama Lian Ciu dan Siong Kee menulis "Ngo Teehu," artinya ipar mereka, isteri Cui San. Cui San sendiri menulis nama So so, isterinya. Seng Kok pun menulis "Ngo so," artinya isteri Cui San juga.
In Lie Hong yang paling belakang. Dia tidak membuka telapak tangannya, cuma mukanya yang merah.
"Heran!" kata Seng Kok. "Apanya yang aneh?" Lantas ia memaksa membuka kepalan kakaknya itu.
Ternyata saudara she In ini menulis "Nona Kie" ialah tunangannya.
Cui San terharu. Ia menggenggam tangan adik seperguraan itu, sedang mulutnya mengucap: "Oh, Lioktee"
Semua orang mengetahui mengapa Lie Hang sampai menulis nama tunangannya itu. Ini adalah disebabkan karena ia mengasihani In So So yang belum lagi pulih benar kesehatannya, yang pada
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
pikirnya tak seharusnya berkelahi mati-matian. Seng Kok hendak menggoda, tapi Cui San lekas mencegah dengan kedipan mata.
"Karena semua sudah setuju Tee hu, Ngotee, pergilah kau undang isterimu datang kemari," kata Wan Kiauw.
Cui San menurut. Ia segera pergi kekamarnya dan mengundang isterinya itu dengan sekalian menjelaskan duduk persoalan.
"Semua orang orang Liong bun Piauwkiok dan Hui hong beramai, akulah yang membinasakannya", kata So So. "Ketika aku melakukan hal itu, aku belum berkenalan sama Ngo-ko. Maka itu urusan itu tidak selayaknya menyeret-nyeret Bu tong-pay. Baiklah aku menyuruh saja semua pendeta itu mencari Peh bie-kauw ialah ayahku untuk mereka membuat perhitungan disana."
"Teehu, perkara telah terjadi. Kita tidak mestinya berhitungan," kata Siong Kee. "Laginya aku telah melihat jelas: katanya mereka itu datang untuk urusan Liong bun Piauw-kiok. Itu melainkan alasan yang benar ialah untuk urusannya Cia Sun. Mereka berpegangan kepada permusuhan, tapi sebenarnya mereka mencari golok mustika To-liong-to!"
"Sieko betul!" kata Seng Kok. "Memang benar mereka mencari golok mustika itu. Maka biar bagaimana, mereka pasti tanya dimana tempat berdiamnya Cia Sun sekarang ini."
"Memang demikian adanya." kata Cui San. "Kong-kian sendiri yang memberitahukan Cia Sun saudara-angkatku itu, bahwa di dalam golok To liong-to itu ada tersimpan semacam ilmu silat yang dapat membikin orang menjagoi dikolong langit ini. Kong-kian ketahui itu, mesti Kong bun, Kong-tie dan Kong-seng mengetahuinya juga."
"Jikalau begitu, terserah kepada kalian," kata So So akhirnya. "Hanya ilmu silatku masih rendah sekali, di dalam tempo pendek ini, mana dapat aku memahami Cin bu Cit tay tin?"
"Itulah gampang," berkata Wan Kiauw. "Sebenarnya dengan kita berlima melawan tujuh pendeta, kita merasa pasti bakal menang. Jikalau toh meminta bantuan kau, Teehu, itulah sebab kita mendengar lihaynya senjata rahasiamu yang berupa jarum. Kita mengharap kapan perlu, agar kau membantu kita.
Dengan begitupun pastilah Shatee bakal jadi terhibur hatinya"
Wan Kiauw benar. Ia memang memberati Jie Thay Giam yang tidak bisa turut bertempur hingga saudara itu pasti akan menyesal sekali. sedang penggunaan "tin" itu, inilah yang pertama kalinya.
Bagaimana terhiburnya Thay Giam umpama kata dia bisa turut mengambil bagian dan mereka menang.
In So So cerdas, ia lantas mengerti.
"Baik!" katanya. "Sekarang juga aku pergi kepada Shako untuk minta petunjuknya. Aku hanya kuatir nanti tidak dapat memahaminya dengan baik."
"Jangan kuatir, enso" kata In Lie Hang: "Itu lah gampang asal kau mengingat baik baik letak kedudukanmu dan gerakan kaki. Umpama kata kau mendadak lupa, kamipun dapat menyadarkan kau."
Karena ini, bertujuh mereka pergi kekamar Jie Thay Giam.
Semenjak pulang ke gunung, beberapa kali sudah Thio Cui San menemui kakak sepenguruannya itu, tapi untuk In So So, inilah yang pertama kali, sebab gangguan kesehatannya mencegah dia lantas menemui iparnya itu.
Melihat si nona muda cantik, gerak geriknya halus, Thay Giam merasa senang. Tetapi ketika ia mendengar keterangannya Wan Kiauw hal datangnya musuh pendeta Siauw lim pay yang mau di lawan dengan Cin bu Cit cay tin, untuk mana ia harus diwakili oleh So So, ia terharu dan berduka sekali. Pedih hatinya. Tentu sekali ia menyesatkan sangat cacadnya hingga ia tidak dapat membantu semua saudaranya itu. Tapi ia kuat hatinya. Ia tertawa. Sembari bersenyum, ia kata pada So So: "Teehu, Shapeh tidak dapat memberikan apa apa padamu untuk pertemuan pertama kali ini sebab kesusu. Maka baiklah, nanti aku mengajar kau tentang 'tin' kita itu. Nanti sesudah musuh mundur, akan kulatih kau terlebih jauh agar kau paham semuanya."
So So girang sekali. Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Terima kasih, Shapeh." ucapnya.
Inilah pertama kali Thay Giam mendengar suara iparnya itu. Ia agaknya terkejut sekali, segera ia menatap muka orang. Otaknyapun bekerja, memikirkan sesuatu yang telah dilupakan. Wajahnya menunjuk rasa heran yang luar biasa.
Cui Sanpun heran. "Shako, apakah kau merasa tubuhmu tidak enak?" tanyanya.
Thay Giam tidak menyahut, dari menatap ia bengong. Matanya mendelong kedepan. Mata itu bersinar sangat tajam. Sekarang terlihat juga perubahan air mukanya yang menandakan ia menderita dan penasaran.
Habis memandang saudaranya itu, Cui San berpaling pada isterinya. Juga isteri itu berubah air mukanya. So So nampaknya sangat berkuatir dan Song Wan Kiauw dan yang lainnya juga turut merasa heran. Bergantian mereka mengawasi saudara mereka itu serta sang ipar. Hati mereka tidak tenang lagi.
Kamar menjadi sangat sunyi. Semua hati orang berdebaran.
Selagi berdiam itu, Thay Giam nampak napasnya memburu, mukanya yang pucat bersemu merah.
"Ngo teehu, coba kemari," katanya perlahan. "Mari aku lihat kau....."
Tubuh So So bengemeteran, ia tidak berani menghampiri, sebaliknya tangannya menyambar tangan suaminya.
Kamar menjadi sunyi pula.
Selang sesaat, terdengar Thay Giam menghela napas.
"Kau tidak sudi datang tidak apa," katanya pula. "Dulu, hari itupun aku tidak melihat wajahmu. Teehu, aku minta sukalah kau menyebutkan kata kataku ini: Pertama, aku minta Congpiauw tauw sendiri yang mengantarkannya. Kedua, dari Lim an sampai di Sang yang, di propinsi Ouwpak, kau harus berjalan siang hari dan malam, supaya piauw bisa mencapai tempat tujuannya dalam tempo sepuluh hari. Syarat ketiga, kalau terjadi sedikit kesalahan saja, huh! huh! jangankan jiwa Cong piauw tauw sendiri, sedangkan ayam dan anjing dari Liong bun Piauwkiok pun tak akan terluput dari kebinasaan !"
Thay Giam bicara dengan perlahan, tetapi mendengar itu orang pada mengeluarkan peluh di punggungnya.
So So maju satu tindak. "Shapeh, kau benar-benar hebat!" katanya. "Kau dapat mengenali suaraku.. Memang itu hari, di dalam kantor Liong bun Piauwtiok, orang yang memesan Touw Thay Kim mengantarkan kau ke Bu tong san ialah adikmu adanya."
"Terima kasih untuk kebaikan hatimu Teehu."
"Kemudian pihak Liong bun Piauw kiok itu telah membuat kegagalan ditengah jalan," So So berkata pula. "Kegagalan itu menyebabkan kau menjadi bersengsara begini rupa. Karena itu adikmu ini telah membunuh habis semua keluarga Liong bun Piuaw kiok itu."
"Demikian rupa kau berlaku untukku, kenapa kah?" tanya Thay Giam dingin.
Wajah So So menjadi guram. Ia menghela napas panjang.
"Shapeh, perkara telah berjalan sampai sebegini jauh. Tidak dapatlah aku menyembunyikan apa-apa lagi," katanya kemudian. "Hanya terlebih dulu hendak aku menjelaskan. semua-muanya Cui San tidak tahu menahu. Aku kuatir ... aku takut..... Setelah dia mengetahui itu, selanjutnya dia bakal tidak memperdulikan lagi padaku."
"Jikalau begitu, tak usahlah kau menyebutnya lagi." kata Thay Giam. "Aku telah bercacad begini rupa, urusan yang sudah-sudah tidak usah ditimbulkan pula. Kejadian itu tidak perlu mengganggu kamu
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
sebagai suami isteri. Nah, kamu pergilah! Bu tong Liok hiap melawan pendeta-pendeta dari Siauw lim pay kemenangannya sudah dapat dipastikan. Jadi tak usahlah aku mendapat nama kosong"
Karena lukanya itu, sebab keangkuhannya, Thay Giam tidak pernah mengeluh atau mengutarakan penasarannya. Bahkan bicarapun ia tak dapat, tapi setelah dirawat sungguh sungguh oleh gurunya selama sepuluh tahun, perlahan-lahan ia bisa juga bicara. Hanya mengenai urusannya itu atas pengalamannya, ia tetap menutup mulut.
Maka itu ini hari, ialah disaat ini, kira-kiranya itu membikin semua saudaranya menjadi kaget dan heran, akan akhirnya semuanya berduka, bahkan ln Lie Heng lantas menangis.
"Shapeh, sebenarnya kau telah mendapat atau menduga dari siang-siang," berkata So So pula, "melulu karena kau berat kepada Cui San sebagai Suteemu, kau menahan sabar. Kau tidak sudi bicara. Memang itu hari disungai Cian tong, yang sembunyi di dalam perahu, yang melukakan kau dengan jarum, ialah adikmu ini ...."
Cui San terkejut. "So So!" serunya. "Benarkah itu" Kau ...... mengapa kau tidak memberitahukan itu padaku?"
"Biang keladi segala kejadian dan orang yang mencelakai Suhengmu ini ialah So So isterimu ini. Cara bagaimana aku berani menerangkannya?" sahut sang isteri. "Shako, orang yang melukai kau dengan paku Cit seng teng, yang memperdayakan golok To liong to dari tanganmu, dialah kakakku sendiri, In Ya Ong... Kami dari Peh bie kauw tidak bermusuhan dengan kamu dari Bu tong pay. Setelah kami mendapatkan golok mustika itu, sedang kamipun menghargai kau sebagai seorang gagah sejati. Maka kami telah menugaskan Liong bun Piauw kiok mengantarkan kau pulang ke Bu tong san. Perihal peristiwa ditengah jalan, sungguh aku tidak duga sama sekali."
Tubuh Cui San menggigil keras, matanya seperti menghamburkan marong. Ia lantas menuding isterinya:
"Kau.... kau mendustai aku hebat sekali!" katanya nyaring.
Mendadak Jie Thay Giam berseru keras, lantas tubuhnya mencelat dari atas pembaringannya dan roboh. Tubuh itu jatuh dipapan pembaringan hingga papan itu tak kuat menahannya dan ambruk. Thay Giam sendiri terus pingsan.
Menampak semua itu, So So menghunus pedang dipinggangnya. Ia membalik itu gagangnya pedang.
Ia angsurkan pada suaminya.
"Ngo ko," katanya. "Sudah sepuluh tahun kita menjadi suami isteri, aku bersyukur sekali untuk kecintaanmu. Maka kalau sekarang aku mati, aku puas. Aku tidak menyesal. Dari itu kau tikamlah aku supaya dengan begitu kau dapat melindungi dan mempertahankan kehormatannya Bu tong Cit hiap..... "
Cui San menyambuti pedang isterinya hendak ia meneruskan menikam dada isterinya. Mendadak ia ingat akan cinta kasih mereka selama sepuluh tahun. Hatinya menjadi lemah. Segala apa lantas berbayang didepan matanya itu. Untuk sejenak ia menjublak, diakhirnya ia berteriak, lalu ia lari keluar dari kamar, menuju kedepan !
So So dan Wan Kiauw semua tidak tahu apa yang bakal dilakukan. Mereka lari menyusul.
Mereka dapat melihat Cui San pergi keruangan besar untuk lantas berlutut didepan gurunya untuk mengangguk angguk beberapa kali seraya berkata "Suhu, kesalahanku telah menjadi begini hingga tidak dapat ditarik pulang lagi. Maka itu muridmu hanya memohon satu hal....."
Thio Sam Hong tidak tahu apa yang telah terjadi. Karena ia sabar ia berkata dengan tenang: "Apakah itu" Kau sebutkanlah! Pasti gurumu tidak akan menampik."
Cui San mengangguk pula tiga kali.
"Terima kasih, Suhoo," katanya. "Muridmu ada mempunyai seorang anak laki laki, ialah anak satu satunya. Dia sekarang masih berada di dalam tangannya orang jahat. Maka itu muridmu mohon sukalah Suhu menolongnya dari tangan iblis itu, kemudian tolong Suhu merawatnya hingga dia menjadi besar."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Habis berkata begitu, Cui San memutar tubuh kearah Kong bun Taysu dan lain tetamu terhitung Ceng hian Su thay dari Go bie pay. Dengan nyaring ia berkata: "Segala kesalahan, aku Thio Cui San yang melakukannya. Sebagai seorang laki laki, aku sendiri juga yang menanggungnya. Maka itu sekarang hendak aku membuat tuan tuan puas!"
Kata kata itu diakhiri dengan tebasan pedang nya kepada lehernya, hingga darahnya lantas muncrat dan tubuhnya roboh binasa.
Thio Sam Hong kaget bukun main. Ia melompat untuk menolong. Bersama ia melompat juga Jie Lian Ciu, Thio Siong kie dan In Lie Heng. Semua mereka pada berseru.
Berbareng dengan mereka berempat, ada lima orang lain yang turut melompat maju, akan tetapi mereka telah dibikin terpental dengan sampokan guru dan tiga muridnya. Justeru karena ini, mereka ini terlambat, Cui San keburu membunuh diri dan tubuhnya roboh.
Song Wan Kiauw, Boh Seng Kok dan In So So muncul paling belakang.
Justeru itu, dari luar jendela terdengar teriakan: "Ayah! Ayah!" Suara yang kedua kali itu tertahan seperti keluar dari mulut yang lantas tersumbat.
Hanya sekelebatan saja, Thio Sam Hong sudah mencelat keluar jendela, hingga ia dapat melihat seorang laki laki dengan dandanan seragam tentara Mongolia memeluki seorang bocah umur delapan atau sembilan tahun, bocah mana dibekap mulutnya tetapi ia coba meronta.
Hatinya Sam Hong tengah sakit dan pedih, maka itu tanpa berpikir lagi, ia membentak orang Mongolia itu: "Kau masuk kedalam !"
Orang itu tidak menurut perintah, bahkan dia menggerakkan sebelah kakinya untuk menjejak tanah, guna melompat naik keatas genteng. Selagi menjejak, ia mendak sedikit, si bocah tetap dipeluk. Tapi ia tidak dapat berlompat. Tubuhnya di rasakan berat. Thio Sam Hong yang telah melompat kepadanya, telah menekan pundaknya !
Kaget orang itu, rupanya dia mengerti gelagat, tanpa membuka suara, dia bertindak kedalam, hingga batallah dia hendak melarikan diri.
Bocah itu memang Bu Kie, puteranya Cui San dan So So. Ia telah ditotok urat gagunya. Akan tetapi ia pernah mengikuti Cia Sun belajar silat. Ia telah memperoleh kemajuan luar biasa, maka juga tidak lama habis ditotok, ia dapat dengan sendirinya membebaskan diri. Ia melihat ayahnya membunuh diri. Ia kaget luar biasa dan berteriak memanggil manggil ayahnya itu, atas mana ia segera dibekap pula, sampai kakek gurunya datang menolongnya.
In So So karam hatinya melihat suaminya membunuh diri. Meski begitu, mendapatkan anaknya, kegirangannya muncul juga, maka segera ia menghampirkan, tetapi perkataannya yang pertama ialah pertanyaan ini: "Anak, kau toh tidak menyebutkan tentang dimana adanya ayah angkatmu"
"Biarnya dia bunuh mati padaku, tidak nanti aku beritahu!" sahut si anak.
"Oh, anak yang baik", seru sang ibu, "Mari aku memelukmu!"
"Serahkan anak itu!" Sam Hong memerintah orang Mongolia.
Orang itu menurut, tanpa bersuara, ia menyerahkan si bocah kepada ibunya.
Bu Kie nelusup dalam rangkulan ibunya. "Ibu," katanya, "Siapa yang memaksa ayah membunuh diri?"
"Disini ada begini banyak orang," menyahut sang ibu. "Merekalah yang naik kegunung ini dan memaksakan kematian ayahmu!"
Matanya Bu Kie lantas menyapu, dari kiri dan kekanan. Dia masih kecil akan tetapi sinar matanya tajam sekali. Sinar mata itu mengsandung kebencian dan kemarahan hebat, hingga siapa yang sinar matanya bentrok, hatinya terkesiap.
"Bu Kie, berjanjilah kepada ibumu!" kata So So
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Titahkan, ibu!" sang anak menjawab.
"Kau jangan terburu napsu menuntut balas" katanya. "Kau harus sabar. Perlahan-lahan saja kau menantikan, asal seorang jua jangan diberi lolos...."
Mendengar itu, orang pada merasakan tubuhnya bergidik, punggungnya dingin sendirinya.
"Baik, ibu!" Bu Kie menjawab. "Aku akan menantikan dengan perlahan-lahan, seorang jua aku tidak akan kasih lolos!"
Tubuh si nyonya tiba-tiba menggigil.
"Anak," katanya, "karena ayahmu sudah mati, baiklah kita menyebutkan tempat kediamannya ayahmu itu, supaya mereka ini mendapat tahu..."
"Jangan, ibu, jangan!" Bu Kie mencegah. Tapi So So tidak memperdulikannya.
"Kong bun Taysu, mari!" katanya. "Aku hanya akan memberitahukan pada kau seorang. Mari kupingmu, akan aku bisiki...."
Semua orang heran. Inilah diluar dugaan mereka.
"Siancay ! Siancay!" Kong bun memuji. "Nyonya yang budiman, coba kau bicara tadian sedikit, pastilah Thio Ngo hiap tidak usah binasa...."
Ia lantas menghampiri So So untuk membungkuk memasang kupingnya.
Nyonya Cui San menggerakkan kedua bibirnya, tetapi suaranya tidak terdengar.
"Apa?" Kong bun tanya.


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kim mo Say ong Cia Sun, dia bersembunyi di...." kata So So. Kata "bersembunyi di" itu diucapkan sangat perlahan dan samar samar hingga sukar terdengar tegas.
"Apa!" pendeta dari Siauw lim sie itu menegas.
"Ya, dia bersembunyi disana, pergilah kau mencari sendiri." So So berkafa pula.
"Aku tidak mendengar nyata !" kata Kong bun yang menjadi gelisah sendirinya.
"Aku hanya bisa memberitahukan secara demikian maka pergilah kau kesana. Kau akan mendapatkannya sendiri...." katanya pula.
Habis itu, ibu ini merangkul anaknya untuk berbisik: "Anak, setelah dewasa nanti, jagalah dirimu agar tidak diperdayakan wanita! Makin seorang cantik dan manis dilihat, makin dia pandai memperdayakan orang ...."
Kupingnya ibu itu ditaruh ditelinga puteranya. Ia menambahkan: "Aku tidak membilangi si pendata.
aku cuma mendustakan dia!"
Lalu ia tertawa sendirinya, tertawa sedih.
"Nyonya yang baik!" Kong-bun berseru.
Sekonyong-konyong rangkulannya So So terlepas dengan sendirinya. Tubuhnya terhuyung, terus roboh celentang. Maka terlihatlah didadanya tertancapnya sebilah pisau belati. Karena selagi merangkul Bu Kie, puteranya, pisau belatinya sudah dipasang, dari itu tidak ada seorang juga yang melihat ia membunuh diri.
Bu Kie menubruk tubuh ibunya. "Ibu! Ibu!" ia memanggil-manggilnya. Tapi sang ibu telah lantas putus jiwanya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Kedukaan Boa Kie melampaui batas, sampai ia tidak dapat menangis. Ia mencabut pisau belati dari dada ibunya, ia mencekal pisau yang berlumuran darah itu. Sambil memegangnya, ia memandang Kong bun Taysu. Ia tanya dengan dingin: "Kaukah yang membunuh ibuku" Benar atau tidak?"
Kong-bun terperanjat. Kematiannya sinyonya sampai membuatnya menjublak. Biar bagaimana juga, ia adalah seorang Ciang bun jin, maka hatinya terharu juga menyaksikan sekaligus dua peristiwa berdarah yang terjadi secara beruntun dan menyayatkan hati itu.
Tanpa merasa, ia mundur setindak.
"Bukan....... bukan aku....... " katanya menyangkal. "Dia membunuh diri..."
Air matanya Bu Kie mengembang, tetapi ia mencoba menahan mengucurnya itu. Ia kata dalam hatinya: "Aku tidak boleh menangis! Aku tidak boleh menangis! Aku tidak boleh mengasi lihat mereka ini aku menangis!"
Dengan tangan mencekal keras pisau belati berdarah itu, bocah ini lantas bertindak, dari kiri ruangan terus kesebelah kanan. Dia berjalan dengan tindakan perlahan, matanya mengawasi tajam pada semua hadirin itu yang berjumlah tiga-ratus orang lebih untuk mengenali mereka satu demi satu, sedang dibatok kepalanya teringat pesan ibu nya barusan: " ... perlahan-lahan saja kau menantikan, asal saja seorang juga jangan diberi lolos!"
Memang yang mendaki gunung Bu tong san itu, kalau bukannya ketua partai atau perkumpulan, tentu ahli silat dan bahwa mereka berani mengunjungi kuilnya Thio Sam Hong, menyatakan keberanian mereka. Akan tetapi sekarang, ditatap Bu Kie demikian rupa, hati mereka terkesiap dan mencelos.
Jantung mereka berdenyutan memukul keras ..."
Akhir-akhirnya Kong bun Taysu berbatuk batuk perlahan.
"Thio Cinjin," katanya, "peristiwa ini.... ah....sungguh diluar dugaan.... Thio Ngo hiap suami isteri telah menutup mata sendirinya. Maka itu semua urusan yang telah lampau, baiklah dibikin habis saja. Sekarang kami meminta diri"
Pendeta itu lantas memberi hormat.
Thio Sam Hong membalas hormat itu. "Maaf, tidak dapat aku mengantar sampai jauh" katanya tawar.
Semua pendeta Siauw lim sie itu lantas bergerak untuk berlalu.
Mendadak In Lie Heng berseru bengis: "...kamu telah memaksa kematiannya saudaraku ....." Tapi ia segera berhenti sendirinya, karena ia lantas ingat Ngoko telah membunuh diri sebab ia malu kepada Shako. Mereka ini tidak ada sangkut pautnya. Maka ia tidak melanjuti menegur, sebaiknya ia menubruk tubuhnya Cui San dan menangis menggerung-gerung.
Semua orang menjadi merasa tidak enak hati. Lantas mereka menghampiri Thio Sam Hong untuk pamitan, sedang di dalam hati mereka, mereka berpikir: "Perkara ini hebat sekali, Bu tong pay tentulah tidak mau sudahan dengan gampang gampang...."
Hanya Song Wan Kiauw yang mengantar semua tetamunya sampai diluar pintu. Selama itu mata nya sudah merah, ketika kemudian ia memutar tubuh, air matanya lantas nerobos keluar, sedang kupingnya mendengar tangisan riuh dan memedihkan dari ruangan dalam.
Rombongan Go bie pay yang paling belakang meminta diri. Kie Siauw Hu melihat In Lie Heng menangis demikian sedih, matanya menjadi merah sendirinya, lupa malu atau likat, ia menghampiri pemuda itu.
"Liok ko, aku mau pengi," katanya perlahan sekali, "Kau..... kau rawatiah dirimu baik baik."
Dengan air mata masih mengembang, In Lie Heng mengangkat kepalanya akan memandang si nona.
Karena air matanya itu matanya seperti kabur. Ia masih sesenggukan ketika ia berkata. "Kamu..... kamu kaum Go bie pay apakah kamupun datang untuk menyeterukan Ngoko ?"
"Bukan," menyahut Siauw Hu cepat. "Hanya guruku mau meminta saudara Thio suka mengunjuk alamatnya Cia Sun."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bu Kie mendengar pembicaraan itu, mendadak ia menyeletuk: "Ibuku sudah memberitahukan itu kepada si pendeta, pergi kau tanya dia saja! Jikalau pendeta itu tidak sudi memberi tahu, pergi kamu rewel dengan mereka !"
Dalam kedukaannya, anak ini sudah mengerti maksud ibunya
"Kau anak yang baik," berkata Kie Siauw Hu. "Paman In mu tentulah akan bisa merawati kau terus ...."
Dengan kata katanya ini si nona mau maksudkan ia dan In Lie Heng pasti nanti memandang dia sebagai anak sendiri.
Kemudian ia meloloskan rantai emasnya dari lehernya. Ia memasuki itu kekepalanya Boo Kie seraya berkata dengan halus : "Ini untukmu ..."
Mendadak Bu Kie melompat sambil membentak: "Aku tidak menghendaki barang musuh!"
Nona Kie berdiri menjublak likat, tangannya tetap memegangi kalungnya itu.
"Kamu lekas pergi !" kata Bu Kie berteriak. "Aku hendak menangis! Seperginya semua musuh, baru aku menangis!"
"Anak, kami bukan musuhmu," kata Kie Siauw Hu perlahan.
Bu Kie menggertak gigi. Mendadak ia berkata sengit: "Semakin wanita cantik, semakin dia pandai menipu orang!"
Mukanya Kie Siatiw Hu menjadi merah semua, hampir ia menangis. Wajahnja Ceng hian Suthay menjadi guram.
"Sumoay, buat apa banyak bicara sama anak kecil !" katanya. "Mari kita pergi!"
Bu Kie mengawasi, ia menanti sampai Kie Siauw hu semua sudah lenyap dari pintu ruang itu, baru ia hendak menangis, atau tiba tiba napasnya berhenti berjalan, tubuhnya roboh terkulai.
Jie Lian Ciu terkejut. Ia lompat menubruk, untuk membangunkannya. Ia menyangka, saking sedihnya, anak ini jadi pingsan. Ia kata. "Anak, kau menangislah!" Iapun lantas mengurut tubuh si bocah.
Luar biala keadaannya Bu Kie. Ia tidak siuman, bahkan sebaliknya tubuhnya menjadi dingin bagaikan es. Melainkan dari hidungnya menghembuskan napas yang lemah sekali.
Lian Ciu terus mengurut, tapi ia tetap tidak tersadar.
Sekarang Wan Kiauw semua menjadi kaget.
"Anak ini keras hatinya, iapun telah mengerti segala apa." berkata Thio Sam Hong menghela napas. Ia lantas menekan jalan darah Leng thay hiat dipunggung anak itu untuk menyalurkan hawanya sendiri ketubuh si anak.
Menurut tenaganya Thio Sam Hong, orang luka bagaimana berat juga, asal jiwanya belum putus, asal dia menyalurkan hawanya, dia bakal mendusin dari pingsannya dan keadaannya lantas menjadi baikan.
Akan tetapi tidak demikian dengan Bu Kie. Anak ini mengasi lihat akibat yang luar biasa. Mukanya lantas berubah jadi pucat menjadi biru, dari biru menjadi unggu, dan tubuhnyapun bengemetaran. Ketika jidatnya diraba, jidat itu dingin seperti es. Maka kagetlah kakek guru ini. Lekas-lekas ia masuki tangannya kedalam baju di punggung untuk meraba-raba. Disitu ada satu bagian yang mengeluarkan hawa panas, sedang disekitarnya semua dingin sekali. Kalau bukannya Sam Hong, mungkin dia turut kedinginan juga.
"Wan Kiauw, lekas cari itu Tartar yang tadi membawa anak ini kemari!" guru ini menitahkan muridnya.
"Aku turut?" berkata Lian Ciu yang pun turut pengi.
Ketika tadi orang bingung, tanpa ketahuan, orang Mongolia itu telah mengangkat kakinya. Thio Sam Hong sendiri sampai lupa memperhati kan dia.
Sam Hong lantas merobek baju Bu Kin, untuk memeriksa tubuhnya yang berkulit halus dan putih.
Dipunggung kedapatan tapak dari lima jari tangan, tapak mana bersemu hijau tua dan berbahaya. Ketika
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
diraba, tapak itu mengeluarkan hawa panas sekali. Dilain pihak, disekitar, semua nya berhawa dingin.
Pantaslah, karenanya, Bu Kie pingsan bagaikan mayat.
Wan Kiauw dan Lian Ciu kembali dengan cepat dengan laporannya bahwa siorang Mongolia tidak kedapatan, bahwa mereka telah mencari dengan sia sia.Mereka inipun menjadi kaget sekali melihat tapak tangan dipunggung Bu Kie.
Thio Sam Hoag mengerutkan alisnya. Tampaknya ia menyesal ketika mengucapkan katanya: "Aku telah menyangka tigapuluh tahun yang lalu, dengan matinya Pek su Tauwto, maka lenyaplah sudah ini ilmu Hian beng Sin cieng yang lihay luar biasa. Siapa sangka sebenarnya masih ada orang yang mempunyai kepandaian itu"
Wan Kiauw kaget bukan main.
"Jadi anak ini terluka dengan ilmu Hian beng Sin ciang?" tanyanya. Ia berusia paling tinggi dan ketahui perihal ilmu pukulan tangan kosong itu, Tangan Malaikat Air, Lian Ciu dan yang lain nya, mendengar pun belum.
"Warnanya tapak jari ini ialah tanda utama dari pukulan jahat itu" Thio Sam Hong menerangkan.
"Suhu perlu obat apa?" tanya In Lie Heng: "Nanti aku lantas ambil."
Guru itu menghela napas. Ia tidak menyahut, hanya kedua mata mengucarkan air. Ia mengangkat tubuh Bu Kie untuk di rangkul erat-erat, sedang matanya mengawasi mayat Cui San.
Ia kata: "Cui San, Cui San ! Kau mengangkat aku menjadi guru. Ketika kau mau pulang, kau menitipkan anakmu ini padaku, akan tetapi aku aku tidak sanggup melindungi anakmu ini! Maka apakah artinya aku hidup sampai umur seratus tahun" Apakah gunanya Bu tong pay terkenal di seluruh jagat"
Lebin baik aku mati saja ...."
Wan Kiauw semua kaget tidak terkira. Semenjak mengikuti guru ini, mereka selalu mendapatkan si guru bergembira. Belum pernah ia bersusah hati atau berputus asa seperti ini.
"Suhu, benarkah anak ini tidak dapat ditolong lagi ?" tanya Lie Heng penasaran.
Sam Hong memeluk terus tubuh Bu Kie. Ia berjalan mundar-mandir diruang itu.
"Kecuali .... kecuali guruku Kak-wan hidup pula dan ia mengajar aku seluruh kitab Kioe yang Cin keng ....."
Semua murid Thio Sam Hong kaget. Semuanya berdiam. Kak wan Tay su telah menutup mata pada delapan puluh tahun yang lampau. Mana dapat ia hidup pula" Itu artinya, Bor Kie tidak bisa ditolong lagi....
"Suhu," kata Lion Ciu tiba tiba "Aku ingat orang Mongolia tadi. Dengannya pernah aku beradu tangan.
Memang tangannya lihay sekali, jarang orang selihay dia. Tanganku telah terluka karena beradu tangan itu, tetapi sekarang tanganku telah sembuh seantengnya, rasanya bakal tidak ada akibatnya lebih jauh..."
"Di dalam hal itu kau mengandal kepada nama besar Bu tong Cit hiap," berkata sang guru "Hian beng Sin Ciang itu luar biasa. Kalau melukai orang, celakalah korbannya. Sebaliknya, kalau dia kalah tenaga dalam, dia bakal terluka sendirinya. Ketika dia beradu tangan dengan kau, mungkin dia tidak bersungguh hati, rupanya dia jeri. Maka ingat, kalau lain kali. kau bertemu dia, berhati-hatilah."
Lian Ciu bergidik sendirinya.
"Jadi dia jeri kepada tenaga dalamku" Dia jadi tidak menggunakan seantero ilmunya yang liehay itu,"
pikirnya. "Coba lain kali dia bertemu pula denganku, tentu dia tidak akan memberi ampun lagi ...."
Keenam orang itu berdiam. Sekonyong-konyong terdengar jeritan Bu Kie: "Ayah, ayah, aduh sakit!"
Dan ia membalas merangkul Thio Sam Hong keras-keras, kepalanya diselusupkan di dada si imam tua.
Hati Sam Hong menggetar. Ia sangat menyayang anak itu. Dengan mengertak gigi ia berkata: "Mari kita gunakan semua tenaga kita untuk menolong bocah ini. Sampai berapa lama lagi dia dapat hidup, terserah kepada kemurahan hati Thian"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Ia lantas mengawasi mayat Cui San, air mata turun bercucuran ia berkata: "Cui San, Cui San, oh, bagaimana sengsara anakmu ini!"
Kemudian ia bertindak kedalam, membawa bocah itu ke kamarnya sendiri, setelah meletakkan tubuh orang ia menotok berulang ulang delapan macam jalan darahnya.
Setelah ditotok pergi datang itu, tubuh Bu Kie tidak bergemetaran lebih jauh, hanya warna kulit mukanya, warna ungu itu, sudah menjadi bertambah gelap. Sam Hong tahu baik sekali, bila warna itu berubah menjadi hitam, habislah sudah jiwa bocah yang malang ini. Maka ia lekas-lekas meloloskan semua pakaian Bu Kie, dan membuka jubahnya sendiri, lalu punggung si anak ditempel rapat rapat pada dadanya sendiri.
Ketika itu diluar, Song Wan Kiauw beramai mengurus mayat Thio Cui San dan In So So. Kemudian Jie Lian Ciu bersama Thio Siong Kee dan Boh Seng Kok bertiga menyusul guru mereka hingga mereka melihat sepak terjang guru itu, yang tengah mengerahkan tenaga dalamnya menurut ilmu "Sun-yang Bu kek kang" untuk menyedot hawa dingin dari tubuh Bu Kie. Seumurnya Thio Sam Hong tidak menikah, maka sampai usianya seratus tahun, dia tetap perjaka sejati, karena mana juga dia berhasil meyakinkan ilmu tenaga dalamnya itu yang istimewa. Hanya ilmu itu luar biasa sekali, kalau salah penggunaannya dapat mencelakakan diri sendiri.
Menyaksikan itu, ketiga murid ini berdebatati hatJnya. Mereka menguatirkan gurunya. Yang di kuatirkan, karena sudah tinggi usianya, tenaganya mungkin telah berkurang tanpa diketahui.
Selang setengah jam terlihat muka Thio Sam Hong berwarna semu hijau dan sepuluh jari tangannya bengemetaran.
Kemudian guru itu membuka matanya dan berkata: "Lian Ciu mari kau gantikan aku. Kalau kau sudah tidak sanggup, lekas suruh Siong Kee menggantikannya. Ingat, jangan kau memaksakan diri."
Lian Ciu meloloskan jubahnya, menyambuti Bu Kie, untuk dipeluk erat erat. Begitu tubuh mereka beradu, ia merasakan hawa dingin, seakan akan ia memeluk sebalok es. Maka ia berkata "Cit tee, lekas kau suruh orang menyalakan beberapa dapur, makin marong apinya makin balik!"
Demikian, dengan mengandalkan tenaga dalam mereka, guru dan murid-muridnya itu menolong Bu Kie, si bocah keturunan satu-satunya dari Cui San dan So So. Disini terlihat nyata perbedaan tingkat tenaga dalam antara guru dan murid itu. Seng Kok tidak dapat bertahan lama-lama seperti saudara-saudaranya, ia hanya kuat bertahan selama sepanasnya air teh di dalam cangkir, sedang Wan Kiauw kuat bertahan selama dua batang hii. Ketika In Lie Heng yang menggantikan, seketika itu dia menjerit dan tubuhnya menggigil.
"Mari serahkan Bu Kie padaku!" kata Sam Hong kaget. "Pergi kau bersamadhi!"
Ternyata Lie Heng menjadi lemah karena ia lah yang mendaratkan pukulan batin paling hebat karena kematian Cui San itu, hingga ia tidak dapat menguasai diri.
Usaha merampas jiwa Bu Kie dari tangan maut ini dilanjutkan terus dengan bergantian selama tiga hari dan tiga malam, maka bisalah dimengerti hebatnya penderitaan mereka.
Syukurnya ialah, hawa dingin ditubuh Bu Kie mulai berkurang, yang berarti juga berkurangnya racun dari Hian beng Sin ciang. Baru dihari ke empat, mereka dapat senggang sedikit, untuk beristirahat dan tidur. Sedang pada hari kedelapan, pembagian giliran dapat diatur lebih rapi, ialah seorang dapat menolong bergantian setiap dua jam. Dengan begitu, mereka bisa beristiahat dengan baik dan teratur.
Bu Kie memperoleh kemajuan, hawa dinginnya berkurang setiap hari. Ingatannya pun bertambah sadar, bahkan ia dapat dahar sedikit-sedikit. Semua orang berlega hati. Itulah bertanda bahwa anak ini akan dapat ditolong. Maka bukan kepalang kagetnya orang ketika tiba pada hari yang ketigapuluh enam, Lian Ciu yang pertama mengetahui datangnya perubahan luar biasa mendapatkan bahwa hawa dingin ditubuh Bu Kie tidak dapat disedot pula. Lian Ciu heran, ia menyangka bahwa tenaganya sendiri yang sudah habis, maka ia memberitahukan gurunya.
Thio Sam Hong segera mencoba sendiri, iapun gagal. Semua orang menjadi gelisah lagi. Lima hari dan lima malam mereka mencoba terus, tetapi hasilnya tetap tidak ada.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Thay su hu," berkata Bu Kie yang masih tetap sadar, "tangan dan kakiku telah terasakan hangat, hanya embun-embunanku, hati dan perut ku bertambah dingin..."
Di dalam hatinya, Thio Sam Hong kaget bukan
"Lukamu telah sembuh banyak," ia berkata meaghibur.
"Kamipun rasanya tidak usah selalu harus mendampingimu. Pergilah kau rebahkan diri sebentar dipembaringanku."
"baik, thaysuhu," kata bocah itu.
(Bersambung Jilid 19) BU KIE Karya : CHING YUNG Terjemahan: Bu Beng Tjoe Jilid 19 Bu Kie terus berlutut didepan kakek gurunya, begitupun didepan Wan Kiauw berlima, untuk manggut-manggut beberapa kali. Ia berkata pula: "Thay suhu bersama paman semua telah menolong jiwa Bu Kie, maka selanjutnya Bu Kie mohon diajarkan ilmu silat supaya Bu Kie dapat membalaskan sakit hati ayah dan ibu kelak"
Sam Hong mengajak semua muridnya keruang dalam, disini ia berkata kepada mereka itu: "Hawa dingin sudah masuk ke embun-embunan, hati dan perut, tak tertolong dengan tenaga luar. Kelihatannya sia sia belaka pengorbanan kita selama hampir empat puluh hari. Kenapa bisa terjadi begini, sungguh aku tidak mengerti...."
Semua orang mengasah otak, tapi sesudah sekian lama, belum juga ada yang bisa menebak sebab musababnya perubahan itu. Jika mau dikatakan, bahwa Sun yang Bu kek kang tidak dapat mengusir hawa dingin itu, mengapa ilmu tersebut memperlihatkan kefaedahannya selama tiga puluh enam hari dan baru gagal pada hari ke tiga puluh tujuh"
Mengapa sedang lain-lain bagian tubuhnya hangat hanya di embun-embunan, hati, dan tantian (perut, tiga dim dibawah pusar) yang dingin luar biasa"
Selang beberapa saat lagi, tiba-tiba Jie Lian Ciu berkata: "Suhu, apa tidak bisa jadi, sesudah kena pukulan Hian beng Sin ciang, Bu Kie mengerahkan Lweekang untuk melawannya dan karena salah menggunakan tenaga dalam, racun dingin itu dan tenaga dalamnya melekat satu sama lain, sehingga tidak dapat disedot lagi?"
Sam Hong menggelengkan kepala. "Tak mungkin," jawabnya. "Andai kata Cui San telah mengajarnya, anak yang masih begitu kecil pasti tidak mempunyai Lweekang yang begitu berarti."
"Suhu keliru," membantah Lian Ciu. "Tenaga dalam Bu Kie tidak lemah." Ia segera menceritakan, cara bagaimana dengan pukuan Sin Liong Pa bwee, bocah itu telah merobohkan seorang murid dari Bu san pang.
Sang guru menepuk lututnya. "Benar, kau benar!" katanya. "Anak ini tentu sudah mempelajari ilmu silatnya Kim mo Say ong Cia Sun yang aneh aneh. Kalau Lweakangnya diperoleh dari Cui San, sehingga ia memiliki tenaga dalam dari partai kita sendiri, maka pengobatan dengan Sun yang Bu kek kang sudah pasti akan mempercepat kesembuhannya dan tak mungkin akan timbul perubahan yang sangat luar biasa, Tapi .... ilmu silat apakah yang dimiliki Cia Sun?"
Ia segera kembali kekamar Bu Kie dan berkata: "Nak, Thay su hu ingin menyelidiki ilmu silat mu.
Cobalah kau memukul aku tiga kali."
"Aku tidak berani memukul Thay suhu," kata Bu Kie.
Sang kakek guru bersenyum. "Jika kau tidak memukul, cara bagaimana aku bisa mendapat tahu cetek dalamnya ilmu silatmu?" katanya. "Sebelum mengetahui itu, tak dapat aku menurunkan pelajaran yang lebih tinggi. Pukullah dengan seantero tenaga."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Kalau begitu baiklah," kata si bocah. "Tapi Thay suhu jangan membalas."
"Jangan kuatir," kata Sam Hong.
Bu Kie lantas saja miringkan badannya, tangan kanannya dari atas menyabet kebawah, kesebelah kiri.
Itulah pukulan Kian liong Cay tian (Melihat naga disawah) dari Hang liong Sip pat ciang. Sang kakek guru segera menyambut dengan tangan kirinya dan tenaga pukulan si bocah lantas saja punah.
Sam Hong manggut-manggutkan kepalanya. "Tidak jelek," katanya.
Begitu lekas pukulan pertama punah, Bu Kie memutar tubuh dan lalu menyabet pula dengan telapak tangannya, dengan jurus Sin liong Pa bwee. Sam Hong menyambutnya dengan tangan kanan dan untuk kedua kalinya, pukulan Bu Kie punah seperti masuk kedalam laut.
"Bagus!" memuji sang kakek guru. "Bahwa anak sekecil kau bisa mempunyai tenaga yang sebesar itu, sungguh-sungguh luar biasa."
Paras muka si bocah berubah merah. "Thay suhu, sudahlah! Aku tak mau memukul lagi"
"Kedua pukulanmu sangat bagus, coba lagi satu kali," memerintah Sam Hong.
Bu Kie segera membuat sebuah lingkaran dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya mendorong kedepan. Itulah pukulan Kang liong Yoe hwie (Penyesalan sang naga) dari Hang liong Sip pat ciang.
Waktu menyambutnya, Sam Hong merasa bahwa pukulan itu tidak selihay dua pukulan yang lebih dulu. Ia menggelengkan kepala seraya berkata: "Pukulan ini kurang bagus. Mungkin kau belum mahir."
"Bukan, bukan aku, tapi Giehu yang belum mahir," membantah Bu Kim. "Gie hu telah mengatakan, bahwa Hang liong sip pat ciang adalah salah satu ilmu pukulan yang terlihay di dalam dunia. Sayang, ia hanya mengenal sebagian kecil saja. Giehu juga mengatakan, bahwa ia sendiri masih belum dapat menyelami intisari dari pada Kang liong Yoe hwie, tapi ia mengajarkannya juga kepadaku, dengan pengharapan bahwa dikemudian hari aku sendiri bisa menyelaminya."
Sam Hang mengangguk "Ya." katanya. "sekarang aku mengerti. Tapi dalam pertempuran, tak boleh kau menggunakan pukulan itu, karena kau sendiri bisa celaka."
"Thay suhu, aku memohon kau untuk mengajar aku ilmu silat itu," kata Bu Kie.
"Aku sandiri tak mampu," jawabnya. "Semenjak jaman Kwee Ceng, Kwee Thayhiap, membela kota Siangyang, kecuali Kwee Tayhiap sendiri, ilmu silat itu sudah menghilang dari Rimba Persilatan."
Sesudah itu ia lalu menanyakan semua ilmu yang sudah dipelajari Bu Kie dan anak itu menerangkan sejelas-jelasnya.
Sesudah mendengar habis, Sam Hong merasa kagum akan luasnya pengetahuan Cia Sun. Dapat dikatakan, bahwa ia mengenal semua ilmu silat yang terdapat dalam Rimba Persilatan. Hanya sayang, ia tidak menyelami ilmu-ilmu itu sampai didasarnya, akan kemudian mengubah ilmu silatnya sendiri, seperti lazimnya diperbuat oleh guru-guru besar. Oleh karena begitu, biarpun ilmunya beraneka warna tak satupun yang dipelajari sampai dipuncaknya. Tak usah dikatakan lagi, bahwa dalam usia yang semuda itu, Bu Kie belum bisa mewarisi kepandaian ayah angkatnya. Apa yang sudah dilakukannya ialah menghafal kitab kitab dan Kouw koat (teori) dari macam-macam ilmu silat. Ia menghafal dengan lancar sekali. Beberapa macam ilmu silat bahkan belum pernah didengar oleh Sam Hong sendiri.
Dalam tekadnya yang bulat untnk membalas sakit hati terhadap Seng Kun, Cia Sun telah membinasakan banyak jago dari berbagai partai atau golongan persilatan. Saban kali membunuh orang, ia selalu merampas kitab ilmu silat yang dimilik oleh korbannya itu, supaya kalau belakangan ia mesti bertempur dengan kawan-kawan sikorban. Ia sudah mengenal ilmu silat musuhnya. Itulah sebabnya mengapa ia memiliki ilmu silat yang begitu banyak corak ragamnya dan ilmu-ilmu itu semua diturunkan kepada Bu Kie.
Tapi Bu Kie hanya mempelajari teori dan tidak mengenal prakteknya. Ia belum bisa bersilat berdasarkan teori itu dan masih gelap akan perubahan-perubahan yang tersebut dalam Kouw koat itu.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sam Hong manggut-manggutkan kepalanya. Ia mengerti, bahwa dengan berbuat begitu, Cia Sun memperlihatkan cintanya yang tidak terbatas terhadap anak pungutnya. Cia Sun tahu, bahwa dalam tempo beberapa tahun, Bu Kie tak akan bisa mempelejari semua ilmu silatnya.
Sang tempo sudah sangat mendesak, karena Bu Kie mesti segera pulang ke Tionggoan. Maka ia sudah menurunkan semua Kouw koat, dengan pengharapan bahwa dikemudian hari, dengan dibantu kecerdasannya, anak itu bisa mengerti sendiri teori-teori yang sudah dihapalnya.
Sesudah menyambut tiga pukulan Bu Kie, Sam Hong tahu, bahwa tenaga dalam bocah tidak murni.
Sebagai akibatnya, Lweekang dingin dari Hian beng Sin ciang tidak dapat disedot keluar lagi.
Dengan hati masgul kakek guru itu duduk terpekur sambil mengasah otak. Selang sekian lama, ia berkata dengan suara perlahan: "Untuk mengeluarkan racun itu, orang lain tidak akan dapat membantunya lagi. Jalan satu-satunya, ia harus melatih diri dengan Lweekang tertinggi dari Kioe yang Cin keng. Tapi sayang sungguh, bahwa pada waktu mendiang guruku yaitu Kak wan Taysu, menghafal kitab tersebut, aku masih sangat muda dan tidak bisa ingat seanteronya. Biarpun sudah berulang kali aku menutup diri merenungkannya sekian lama, belum juga aku dapat menyelami seluruhnya. Sekarang, karena tiada jalan lain, biarlah ia berlatih sendiri dengan apa yang aku mampu. Jika ia bisa hidup lebih lama satu hari, biarlah ia hidup lebih lama satu hari."
Sesudah itu, ia segera mengajar Bu Kie dengan Kouw koat dan cara berlatih dari Kioe yang Cin-kang (Ilmu senjata dari Kioe yang). Ilmu itu, yang kelihatannya sederhana, sangat dalam dan banyak sekali perubahannya. Dengan menjalankan pernapasan menurut peraturan yang sudan ditetapkan, Cin kie (Hawa murni) yang hangat dari tantian mengalir keberbagai jalan darah dan kemudian kembali dan berkumpul pula sekitar tantian. Pengaliran "Hawa murni" dari tantian ketantian merupakan satu putaran dan putaran itu diulang dan di ulang lagi.
Sesudah selesai satu putaran, orang yang berlatih lantas saja merasa seluruh tubuhnya nyaman luar biasa. "Hawa-murni" itu yang melayang-layang dan mengalir bagaikan asap rokok dinamakan juga In-Oen Cie kie (Hawa ungu dari Langit dan Bumi). Jika latihan seseorang sudah capai tingkat yang tinggi, In oen Cie-kie bisa mengusir racun dingin ditatian dan diberbagai jalan darah. Dalam Rimba Persilatan, azas-azas Lweekang dari berbaggai partai itu tidak banyak bedanya. Yang berbeda ialah cara berlatihnya.
Sebegitu jauh mengenai tenaga, Butong Sin-hoat dari Thio Sam Hong jarang tandingannya di dalam dunia.
Sesudah berlatih dua tahun lebih, Bu Kie sudah dapat mengumpulkan banyak juga In oen Cin Kie ditantiannya. Tapi karena racun dingin terlampau hebat, maka kehangatan dari "Hawa murni" itu tidak berhasil mengusirnya. Sebaliknya dari pada sembuh, sinar hijau dimukanya kian hari kian tua dan setiap kali racun dingin itu mengamuk, ia menderita bukan main.
Selama dua tahun, Thio Sam Hong memeras tenaga dan pikiran untuk mengajar, menilik dan merawat cucu muridnya itu. Song Wan Kiauw dan saudara-saudara sepenguruannya telah menjelajah keberbagai tempat untuk mencari obat obatan yang mujarab dan langka terdapat di dalam dunia. Mereka membawa pulang Jin som yang sudah berusia lebih seratus tahun, Sioe ouw, Hok leng dari Soat san dan sebagainya untuk diberikan kepada bocah itu. Tapi semua obat-obatan itu bagaikan batu yang dilemparkan kedalam lautan. Makin hari anak itu jadi makin kurus dan pucat.
Guna menyenangkan orang-orang yang mencintainya, Bu Kie selalu memaksakan diri untuk bergembira. Tapi sang kakek guru dan paman-paman itu merasa, bahwa turunan tunggal dari Thio Cui San sudah tak dapat ditolong lagi.
Selagi repot mengobati lukanya, tokoh-tokoh Bu tong pay tak punya tempo lagi untuk mencari musuh-musuh yang telah mencelakakan Jie Thay Giam dan Bu Kie. Selama dua tahun itu, Kauw cu Peh bie kauw, In Thian Ceng, berulang kali mengirim utusan untuk menengok cucu luarnya dan menghadiahkan banyak barang-barang berharga. Tapi mengingat bahwa secara tidak langsung Jie Thay Giam dan Thio Cui San celaka dalam tangan Peh bie kauw, pendekar-pendekar Bu tong selalu mengirim pulang barang-barang itu. Bahkan satu kali Boh Seng Kok menghajar juga utusan In Thian Ceng. Mulai waktu itu, In Thian Ceng tidak pernah mengirim orang lagi.
Tanpa terasa hari perayaan Tiong ciu tiba kembali. Menurut kebiasaan, Thio Sam Hong dan murid muridnya merayakan hari itu. Tapi pada kali sebelum mereka duduk dimeja perjamuan, penyakit Bu Kie mendadak kambuh lagi. Selebar mukanya bersinar hijau dan tubuhnya menggigil. Sebab kuatir merusak kegembiraan kakek guru dan paman-pamannya, sambil mengertak gigi, ia coba mempertahankan diri.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Tapi gejala kumatnya penyakit sudah tentu tidak dapat disembunyikan. Dengan penuh rasa cinta, In Lie Heng mendukung keponakan itu kekamarnya, menyelimutinya dan membuat satu perapian.
Tiba tiba Thio Sam Hong berkata: "Besok bersama Bu Kie, aku akan pergi ke Siauw lim sie di Siongsan"
Semua murid Thio Sam Hong tertegun. Mereka mengerti, bahwa dalam keadaan mendesak dan karena cintanya terhadap si cucu murid, guru itu rela menundukkan kepala di hadapan Siaum Lim sie untuk meminta pertolongan.
Mereka mengerti bahwa sang guru mengharap, dengan Kioe yang Cin keng yang lengkap, jiwa Bu Kie akan bisa ditolong. Sebagaimana diketahui, kioe yang Cin keng yang dimiliki Thio Sam Hong masih ada kekurangannya.
Dua tahun berselang, waktu Thio Sam Hong merayakan hari ulang tahunnya yang keseratus, perhubungan antara Siauw lim dan Bu tong telah menjadi retak. Dengan kedudukannya sebagai seorang guru besar dari sebuah partai ternama, kepergian Thio Sam Hong ke Siauw lim sie untuk meminta pertolongan, sungguh akan menurunkan derajat Bu tong pay. Akan tetapi, demi cinta yang tidak mengenal batas, guru besar itu telah menyampingkan segala nama kosong. Sesudah tertegun, semua muridnya menghela napas dengan rasa kagum akan kebesaran jiwa sang guru.
Sebenarnya, Go bie paypun mengenal sebagian Kioe yang Cin-keng. Akin tetapi, Biat coat Su thay sungkan menemui orang luar. Beberapa kali, Sam Hong telah memerintahkan in Lie Heng membawa suratnya ke gunung Go bie san. Tapi pendeta wanita itu tidak menggubris dan memulangkan surat surat itu, tanpa dibuka. Maka itulah jalan satu-satunya yang masih terbuka ialah minta pertolongan Siauw Lim sie.
Sam Hong mengerti, bahwa jika ia cuma mengutus murid-muridnya ke Siauw lim sie, Kong-bun Taysu beramai pasti tidak akan meladeni. Dari sebab itu, ia telah mengambil keputusan untuk pergi sendiri.
Demikianlah, perjamuan itu diliputi dengan kemasgulan dan sesudah meneguk beberapa cawan arak, mereka lalu bubar.
Pada keesokan barinya, pagi-pagi benar guru itu berangkat dengan mengajak Bu Kie, diantar oleh muridnya sampai dikaki gunung. Song Wan Kiauw dan saudara saudaranya sebenarnya ingin turut serta, tetapi dilarang karena Sam Hong kuatir datangnya banyak orang akan menimbulkan kecurigaan bagi pihak Siauw lim.
Dengan masing-masing menunggang keledai, si kakek dan si bocah menuju ke arah utara. Jarak antara Siauw Lim dan Bu-tong, dua pusat persilatan pada jaman itu, tidak terlalu jauh. Dari Bu-tong-san Ouwpak utara, ke Siong-san di Ho lam barat, hanya memerlukan pelayaran beberapa hari. Sesudah menyeberangi sungai Han su di Loo ho kow, mereka tiba di Lam yang. Terus menuju ke utara sampai di Nie-coo dan sesudah membelok kearah barat, tibalah mereka di gunung Siong san.
Sesudah mendaki Siauw sit san, mereka menambat keledai didahan pohon dan meneruskan perjalanan dengan jalan kaki. Sambil berjalan, Sam Hong ingat kejadian pada delapanpuluh tahun lebih yang lalu, kapan dengan memikul dua tahang
mendiang gurunya, Kak wan Taysu mengajak ia dan Kwee Siang melarikan diri dari Siauw Lim sie.
Kejadian itu sudah hampir seabad, tapi seolah olah baru terjadi kemarin. Ia menghela napas dan hatinya terharu bukan main, karena diluar semua perhitungan, hari ini ia kembali ketempat dulu. Ia mengawasi puncak-puncak gunung dan kuil Siauw lim sie yang tiada berbeda seperti ada delapanpuluh tahun berselang. Tapi orang orang yang dicintainya yaitu Kak wan dan Kwee Siang, sudah tidak ada lagi di dalam dunia.
Tak lama kemudian, mereka tiba di pendopo Lip soat teng. Kebetulan, dua pendeta kelihatan mendatangi. Sam Hong menghampiri dan sesudah memberi hormat, ia berkata: "Aku minta pertolongan suhu (tuan pendeta) untuk melaporkan kepada Hong thio Taysu (kepala kuil), bahwa Thio Sam Hong minta bertemu."
Mendengar nama "Thio Sam Hong," kedua pendeta itu terkejut. Dengan mata membelalak, mereka mengawasi kakek itu yang bertubuh tinggi besar, berambut dan berjenggot putih, sedang mukanya yang bersemu merah selalu bersenyum-senyum. Dilain saat, mereka tercengang karena orang yang mengaku bernama Thio Sam Hong itu, mengenakan jubah imam yang mesum.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Mereka tak tahu, bahwa guru besar itu memang seorang sembarangan, sembarangan cara-caranya dan sembarangan pula dalam berpakaiannya. Maka itulah, dibelakangnya sejumlah orang Kangouw menyulukinya sebagai "Tah-tah Toojin" (si imam mesum) dan ada juga orang yang menamakadnya "Thio Tah-tah"
Melihat begitu, kedua pendeta itu agak kurang percaya. "Apa kau Thio ....Thio Cinjin dari Bu tong pay?" tanya salah seorang.
Sam Hong tertawa. "Apa ada Thio Sam Hong palsu?" tanyanya.
Mendengar jawaban itu yang bernada guyon-guyon dan sama sekali bebas dari keangkeran seorang guru besar dari sebuah partai persilatan yang besar, sipendeta makin tidak percaya.
"Apa kau tidak main main ?" tanyanya pula.
Sam Hong kembali tertawa. "Apakah Thio Sam Hong berharga sedemikian besar, sehingga ia mesti dipalsukan?" tanyanya pula.
Dengan penuh kesangsian, kedua pendeta itu berlari-lari kearah kuil untuk melaporkan. Sesudah lewat sekian lama, pintu ditengah kuil terbuka dan Hong thio Kong bun Taysu muncul bersama-sama Kong tie dan Kong seng. Dibelakang mereka mengikuti lima orang pendeta tua yang mengenakan jubah pertapaan warna kuning muda. Sam Hong tahu, bahwa mereka, adalah anggauta angqauta dari Tat mo ih dan tingkatan mereka mungkin lebih tinggi daripada Kong bun dan saudara saudara sepenguruannya. Mereka itu biasanya menyembunyikan diri di dalam kuil untuk mempelajari dan merenungkan ilmu silat Siauw lim sie. Sebegitu jauh, anggauta-anggauta tat mo ih tidak pernah mencampuri urusan lain. Tapi sekarang, rupanya karena mendengar kedatangan orang orang Bu tong pay, Kong bun sudah merasa perlu untuk mengajak kelima tetua itu.
Sam Hong segera bertindak keluar dari pendopo Lip soat teng dan sambil memberi hormat, ia berkata:
"Siauwtoo merasa berat untuk menerima sambutan dari para Taysu." (Siauwtoo - Aku si imam kecil) Kong bun dan yang lain-lain segera merangkap tangan.
"Kedatangan Thio Cinjin diluar dugaan siauwceng (aku sipendeta kecil)," kata Kong bun. "'Apakah maksud kedatangan Cinjin?"
"Ingin minta pertolongan." jawabnya.
"Duduklah, duduklah," mengundang Kong bun. Sesudah duduk dipendopo itu dan disuguhkan teh, di dalam hati, Sam Hong merasa mendongkol, "Biar bagaimanapun juga, aku adalah guru besar dari sebuah partai," pikirnya. "Tingkatanku lebih tinggi daripada kamu. Mengapa kamu tidak mengundang aku masuk dikuil?" Tapi sebagai manusia yang sembarangan dan terbuka, perlakuan yang kurang pantas itu tidak dibuat pikiran olehnya.
Tapi Kong bun sendiri rupanya sudah merasakan adanya ketidak pantasan. Katanya: "Menurut adat istiadat, kami harus mengundang Thio Cin jin masuk kedalam kuil. Tapi hal itu tidak dapat dilakukan, karena dulu, diwaktu muda, Thio cin jin pernah meninggalkan Siauw lim sie tanpa pamitan. Peraturan kuil kami, yang sudah dipertahankan selama ratusan tahun, tentulah juga diketahui Thio Cinjin. Setiap murid yang melarikan diri atau murid yang berkhianat, seumur hidupnya tidak dipermisikan menginjak lagi kuil kami. Menurut peraturan itu, siapa yang melanggarnya harus di kutungkan kakinya."
Thio Sam Hong tertawa terbahak bahak. "Oh, begitu " katanya. "Memang benar, waktu masih kecil, Siauwtoo pernah berdiam di Siauw lim sie dan merawat Kak wan Taysu. Akan tetapi, apa yang dilakukan Siauwtoo hanialah menyapu lantai dan masak air. Siauwtoo belum pernah mencukur rambut dan juga belum pernah mengangkat guru. Maka itu, pada hakekatnya orang tidak dapat mengatakan, bahwa Siauwtoo adalah murid Siauw lim sie."
Kong tie tertawa dingin. "Tapi tidak dapat disangkal bahwa ilmu silat Thio Cinjin adalah curian dari Siauw Lim sie," katanya.
Darah guru besar itu lantas saja naik, tapi di lain saat, ia dapat memulihkan ketenangannya. Pikirnya:
"Biarpun ilmu silat Bu tong adalah hasil jerih payahku selama empat puluh tahun, tapi jika mau diusut sumbernya, memang juga bersumber dari Siauw lim sie. Jika Kak wan Taysu tidak menghadiahkan aku
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
dengan sepasang Loohan besi, mungkin sekali aku tak akan bisa menjadi seorang ahli silat. Maka itu kalau dikatakan ilmu silatku bersumber dari Siauw lim sie, pernyataan itu tidak terlalu salah."
Memikir begitu, ia lantas saja berkata: "Kedatangan Siauwtoo justeru untuk persoalan itu."
Kong bun dan Kong tie saling mengawasi. "Aku mohon Thio Cinjin suka menjelaskannya." Kata Kong bun.
"Barusan Kong tie Taysu mengatakan, bahwa ilmu silat Siauwtoo didapat dari Siauw lim sie,"
menerangkan Sam Hong. "Pernyataan itu adalah benar. Dulu, Siauwtoo telah merawat Kak wan Taysu dan beliau telah menurunkan ilmu dari kitab Kioe yang Cin keng yang ditulis sendiri oleh Tat mn Loocauw kepadaku. Akan tetapi, karena pada waktu itu Siauwtoo masih kecil, maka apa yang didapatkan masih banyak kekurangannya dan hal itu merupakan penyesalan besar dalam hatiku. Waktu Kak wan Taysu menghafal Cin keng, ada tiga orang yang mendengarnya. Yang satu adalah pendiri Go bie pay, Kwee Siang Liehiap, yang lain Bu Sek Siansu dan yang ketiga ialah Siauwtoo sendiri. Karena berusia paling muda, berotak paling timpul dan waktu itu Siauwtoo belum pernah belajar silat, maka ape yang didapatkan Siauwtoo paling sedikit."
"Wungkin sekali tidak sedemikian," kata Kong tie dengan suara dingin. "Sedari kecil Thio Cin jin merawat Kak wan. Selama beberapa tahun itu, apa tidak bisa jadi diam-diam Kak wan telah menurunkan banyak ilmu silat kepada Thio Cinjin" Sekarang, nama Bu tong pay menggetarkan seluruh jagat dan menurut pendapatku, semua itu ialah hadiah dari Kak wan."
Tingkatan Kak wan Taysu Iebih tinggi tiga tingkat daripada Kong tie. Menutut pantas, ia harus menggunakan istilah "Toa susiok couw." Akan tetapi, lantaran Kak wan meninggalkan Siauw lim sie di tengah jalan dan namanya sudah dicoret, maka dalam pembicaraan, Kong tie sudah tidak menggunakan istilah yang menghormat. Tapi Thio Sam Hong sendiri buru-buru bangun berdiri dan berkata sambil membungkuk "Budi Siansu (mendiang guru) yang sangat besar, selalu tak dapat dilupakan Siauwtoo."
Sikapnya itu ialah untuk menghormat mendiang gurunya.
Diantara empat Seng ceng (pendeta suci) dari Siauw lim sie, yang berhati paling mulia ialah Kong kian Taysu. Hanya sayang siang-siang ia sudah meninggal dunia. Kong bun seorang pintar dan bijaksana, rasa girang dan gusarnya jarang diutarakan pada paras mukanya. Kong seng seorang sembrono dan polos sering sering bertindak atau berbicara seenaknya saja. Antara mereka itu Kong tie lah yang berpemandangan paling sempit.
Sering-sering Kong tie merasa mendongkol, karena di dalam Rimba Persilatan, nama Bu tong sudah berendeng dengan Siauw Lim, sedang menurut anggapannya, ilmu silat Bu tong adalah "curian" dari Siauw lim sie.
Kunjungan Sam Hong pada hari itu dianggapnya bertujuan untuk membalas sakit hati Thio Cui San.
Disamping itu, masih ada lain hal yang dibuat ganjalan olehnya. Sebagaimana diketahui sebelum membunuh diri, In So So telah berlagak membisiki sembunyinya Cia Sun dikuping Kong bun. Siasat itu siasat sangat beracun. Selama dua tahun, tiada henti hentinya jago-jago Rimba Persilatan mengunjungi Siauw Lim sie untuk menanyakan dimana adanya Cia Sun. Kong bun bersumpah keras keras bahwa ia tidak tahu. Tapi pada hari itu, diruang besar "Giok hie koan", semua mata juga telah melihat, bahwa So So telah membisikkan sesuatu dikupingnya. Siapa yang mau percaya keterangan Kong bun"
Selama dua tahun, sebab gara-gara itu, banyak pertempuran telah terjadi. Tamu-tamu banyak yang binasa atau terluka, tapi pihak Siauw lim pun tidak bebas dari kerusakan. Dan kalau di hitung hitung, menurut pendapat Kong tie yang menanam bibit penyakit ialah Bu tong pay.
Sekarang, diluar dugaan Thio Sam Hong datang sendiri. Dapat dimengerti, jika Kong tie sungkan menyia-nyiakan kesempatan baik itu untuk melampiaskan rasa mendongkolnya. "Thio Cinjin sudah mengaku, bahwa ilmu silat Bu tong adalah titian dari Siauw lim sir," katanya pula. "Hanya sayang pengakuan itu tidak didengar oleh lain orang."
Tapi, walaupun diejek, Sam Hong tenang luar biasa. "Ilmu-ilmu silat dikolong langit sebenarnya bersumber satu," katanya dengan suara sabar. "Selama ratusan, selama ribuan tahun, tokoh-tokoh Rimba Persilatan memperkembangkan, memperbaiki dan menambal kekurangan-kekurangan yang terdapat dalm ilmu-ilmu silat. Maka itu, diwaktu sekarang, sukarlah dikatakan ilmu silat mana yang benar-benar merupakan sumber dari semua ilmu silat. Tapi, bahwa Siauw lim pay merupakan pemimpin dari Rimba Persilatan, adalah kenyataan yang diakui oleli semua orang. Hari ini, kedatangan Siauwtoo justeru karena
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
mengagumi ilmu silat dari partai kalian. Siauwtoo mengakui kekurangan sendiri, makanya ingin minta pelajaran dari para Taysu.."
Kong bun dan yang lain-lain terkejut. Mereka menafsirkan, bahwa kata-kata "meminta pelajaran"
sebagai suatu tantangan. Paras muka mereka lantas saja berubah dan untuk beberapa saat, keadaan sunyi.
Akhirnya, yang bicara paling dulu adalah Kong seng, sisembrono. "Baiklah, tosu tua," katanya "Jika kau mau menjajal kepandaian kami, akupun tidak takut."
"Kalian hendaknya jangan salah mengerti " kata Sam Hong cepat-cepat, "Siauwtoo mengatakan mau minta pelajaran, dan pernyataan itu adalah hal yang sesungguhnya. Dalam mempelajari Kioe yang Cin keng yang diturunkan oleh Siansu, ada banyak bagian yang belum siauwtoo ketahui. Jika kalian sudi mengajar bagian bagian yang kurang itu, siauwtoo akan merasa berterima kasih tidak habisnya." Sesudah berkata begitu, ia bangun berdiri dan membungkuk.
Pernyataan Thio Sam Hong mengejutkan semua orang. Thio Sam Hong adalah pendiri partai yang ilmu silatnya tersohor di seluruh jagat. Sesudah mencapai usia seratus tahun lebih, baik nama dan kepandaian maupun tingkatan, pada jaman itu tiada orang yang bisa merendenginya. Maka itu, adalah suatu keanehan, bahwa guru besar itu meminta pelajaran dari pendeta-pendeta Siauw lim sie.
Kong bun buru-buru bangun berdiri dan membalas hormat. "Thio Cinjin, janganlah Cinjin ber guyon guyon," katanya. "Kami adalah orang-oiang yang tingkatannya rendah dan pelajarannya cetek.
Bagaimana kami bisa memberi pelajaran?"
Sam Hong mengerti, bahwa pernyataannya terlalu aneh. Maka itu ia lantas saja menceriterakan sejelas-jelasnya duduknya persoalan. Ia menandaskan, bahwa kedatangannya itu ialah untuk menolong jiwa Bu Kie. la mengatakan bahwa ia bersedia memberitahukan pihak Siauw lim segala pelajaran yang telah diperolehnya dari Kioe yang Cin keng dengan harapan, bahwa pihak Siauw lim sudi memberitahukannya bagian bagian Kioe yang Cin keng yang belum dimengerti olehnya.
Sesudah berpikir agak Iama, Kong bun berkata: "Semenjak ribuan tahun, diantara tujuhpuluh dua macam ilmu silat Siauw lim sie, belum pernah ada seorang murid yang berhasil mempelajari lebih daripada duabelas macam."
"Ilmu yang dimiliki Thio Cinjin memang ilmu yang sangat luar biasa. Akan tetapi, ilmu silat yang diwariskan oleh leluhur partai kami dengan sesungguhnya sudah terlalu banyak, sehingga, untuk mempelajari sepersepuluhnya saja, sudah tidak gampang. Thio Cinjin menyatakan bersedia untuk menukar ilmu dengan partai kami dan untuk kesudian itu, kami merasa berterima kasih. Tapi jika dipandang dari sudut kami, kami sebenarnya tak perlu menambah ilmu, sebab kami sendiri sudah memiliki terlampau banyak."
Ia berdiam sejenak dan kemudian berkata pula: "Ilmu silat Bu tong bersumber dari Siauw lim. Jika hari ini kedua belah pihak tukar menukar ilmu, maka dikemudian hari, orang orang yang tidak tahu duduknya persoalan, akan mengatakan, bahwa meskipun ilmu silat Bu tong bersumber dari Siauw lim, Siauw lim pay pun pernah memperoleh pelajaran dari Thio Cinjin. Sebagai Ciang bunjin dari Siauw lim pay, desas desus yang semacam itu benar-benar tidak bisa di pertanggung jawabkan oleh Siauw ceng."
Diam-diam Sam Hong menghela napas. Ia merasa menyesal, bahwa Kong bun Taysu, salah seorang dari empat pendeta suci, bisa mempunyai pemandangan yang sedemikian sempit. Akan tetapi karena kedatangannya adalah untuk meminta bantuan orang, maka sebisa-bisanya ia menahan sabar dan tidak menegur. "Sam wie adalah Seng Ceng (Pendeta suci), selalu menaruh belas kasihan terhadap segenap umat manusia" Katanya dengan suara memohon: " Jiwa anak ini tergantung atas selembar rambut. Maka itu, dengan mengingat welas asihnya Sang Buddha, siauwtoo memohon pertolongan dan untuk itu, siauwtoo berterima kasih tidak habisnya."
Kong tie tertawa dingin. "Benar, memang benar seorang beribadat harus menaruh belas kasihan kepada, ummat manusia," katanya dengan tawar. "Tapi berapa banyak murid Siauw lim telah binasa di dalam tangan Thio Cui San Thio Ngo hiap dan isterinya" Karena mereka berdua sudah membunuh diri sendiri, kamipun tidak mau menarik panjang urusan ini. Kalau mau ditarik panjang, kalau kami mau bersendirian, bahwa satu jiwa harus dibayar dengan satu jiwa pula, maka anak inipun harus diserahkan untuk membayar hutang."
Semenjak tadi, Bu Kie yang berdiri disamping kakek gurunya sudah naik darah. Sebegitu jauh, sedapat dapatnya ia menekan hawa amarahtnya. Sekarang begitu mendengar disebutkanaya ayah ibunya, ia tak bisa menahan sabar lagi.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Thay sucouw," katanya dengan suara nyaring, "hweeshio hweeshio ini telah melaksanakan kematiannya ayah dan ibuku. Aku lebih suka lantas mati sekarang daripada memohon pertolongan mereka!"
"Diam!" bentak Sam Hong. "Di hadapan orang orang tua, tak boleh kau ngaco-belo. Kematian ayah dan ibumu tiada sangkut pautnya dengan pendeta pendeta suci itu."
Bu Kie tidak berani membuka mulut lagi. Tapi sebagai seorang yang beradaat angkuh, diam-diam ia mengambil keputusan untuk menolak pertolongan para pendeta itu, andaikata pertolongan itu mau diberikan.
Selagi Sam Hong menohon dan memohon lagi, tiba-tiba terdengar suara tindakan kuda dan lima orang penunggang kuda kelihatan mendatangi. Orang yang berjalan paling depan bertubuh tinggi besar dan beroman garang, macamnya seperti satu pagoda besi. Begitu tiba didepan Lip soat teng, ia menahan les dan berseru: "Bagus!"
Teriakan "bagus!" itu bagaikan suara halilintar, sehingga semua orang terkejut.
Sambil mengawasi Kong bun, orang itu berkata: "Bwee Ciok Kian dari Bu san pang ingin bertemu dengan Hong thio Siauw lim Sie. Harap kalian sudi melaporkannya."
Kata kata itu yang diucapkan secara biasa, kedengaran sangat keras dan menusuk telinga. Rupanya, sebab memiliki suara keras yang wajar, ditambah dengan daya Lweekang, maka suaranya begitu hebat.
Mendengar nama Bwee Ciok Kian, Bu Kie lantas saja ingat peristiwa yang dialaminya pada dua tahun berselang, yaitu waktu ia menghajar Ho Losam yang telah mengancamnya dengan ulat berbisa. Melihat kegarangan orang itu, ia lalu bersembunyi dibelakang sang kakek guru, karena kuatir dikenali.
Kong bun mengerutkan alis. Ia yakin, bahwa tujuan Bwee Ciok Kian adaiah untuk menyelidiki tempat sembunyinya Cia Sun. Mengingat begitu, ia jadi lebih mendongkol terhadap Cui San dan isterinya yang dianggapnya sudah menyebar bibit penyakit. "Ada urusan apa tuan mencari Hong thio kuil kami?"
Bwee Ciok Kian segera melompat turun dari tunggangannya, dan menjawab seraya merangkap kedua tangannya: "Aku ingin menyelidiki kediamannya seorang."
"Seorang, pendeta tidak mencampuri urusan luar, ia hanya membaca kitab dan bersembahyang," kata Kong tie. "Jika Bwee Pangcu ingin menyelidiki kediaman seseorang, Siauw lim sie bukan tempatnya."
"Bolehkah aku mendapat tahu, siapa adanya Taysu ?" tanya Ciok Kian.
"She dan nama adalah sesuatu yang berada di luar badan dan seseorang boleh menggunakan ilmu apapun jua," jawab Kong tie secara menyimpang.
"Hai! Nama saja Taysu sungkan memberitahukan," kata Bwee Ciok Kian dengan suara keras. "Kalau begitu, perjalananku ke Siong san percuma saja."
Mendadak Kong tie mendapat serupa pikiran "Belum tentu percuma." katanya. "Bukankah Pangcu ingin menyelidiki tempat kediaman Kim mo Say ong Cia Sun ?"
"Benar, puteraku yang sulung telah dibinasakan oleh Cia Sun" jawabnya, "Jika Taysu dapat memberi petunjuk, segenap anggauta Bu san pang akan berterima kasih tidak habisnya."
"Kedatangan Pangcu dihari ini dan diwaktu ini adalah kebetulan sekali," kata Kong tie. "Jika datang kemarin atau datang besok, kedatangan Pangcu akan percuma saja"
Mendengar itu, bukan main girangnya Bwee Ciok Kian. "Terima kasih atas petunjuk Tay-su." katanya.
"Dalam dunia hanya seorang yang tahu tempat bersembunyinya Kim mo Say ong Cia Sun," kata Kong tie dengan suara perlahan "Orang itu ialah saudara kecil yang berdiri disitu. Dia adalah putera dari Thio Cui San, Thio Ngohiap, dari Bu tong pay." Seraya berkata begitu, ia menuding Bu Kie.
Waktu Bwee Ciok Kian baru datang, Bu Kie ketakutan dan bersembunyi dibelakang Thio Sam Hong.
Tapi sekarang, melihat bahaya sudah tidak dapat dielakkan lagi dan juga mendengar disebutkannya nama
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
ayahnya, ia jadi nekat. Ia merasa, bahwa sikap pengecut sangat menurunkan keangkeran mendiang ayahnya. Ia segera maju ke depan seraya berkata: "Bwee Pangcu, kau sungguh tidak mengenal malu !"
Semua orang terkesiap. Siapapun juga tak pernah menduga, bahwa bocah kurus kering itu mempunyai nyali yang begitu besar.


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bocah ! Apa kau mau mampus!" bentak Bwee Ciok Kian.
Bu Kie keder, tapi sambil mengempos semangat, ia berkata: "Dua tahun lebih yang lalu kau telah menyuruh seorang yang barnama Ho Loosam menyamar sebagai murid Kay pang dan Ho Loosam itu telah coba menawan aku. Benarkah begitu" Mengapa kau menggunakan nama Kay pang " Benar-benar kau tidak mengenal malu!"
Paras muka Bwee Ciok Kian merah padam. Ia mengangkat tangannya, dan lalu menggaplok Bu Kie.
Sebab kuatir membinasakan si bocah, ia hanya menggunakan sebagian tenaganya, tapi biarpun begitu, tenaganya yang memang besar sudah pasti tak akan dapat disambut oleh anak itu.
Bu Kie ingin melompat mundur, tapi sudah tidak keburu lagi sebab tenaga telapak tangan Bwee Ciok Kian sudah "menutup" seluruh tubuhnya dan napasnya lantas saja menyesak. Karena tiada jalan, ia terpaksa mengangkat tangannya untuk menangkis.
Mendadak, ia merasa dari punggungnya masuk semacam hawa yang halus dan hangat. Sesaat itu tangannya sudah kebentrok dengan tangan Bwee Pangcu. "Plak!" tubuh Bwee Ciok Kian terhuyung tiga tindak dan sesudah mengerahkan tenaga Ciang kin toei, barulah ia bisa berdiri tetap.
Bukan main rasa gusar dan malunya Bwee Pangcu. Mukanya yang merah padam berubah seperti warna hati babi. Dengan mata seolah-olah mengeluarkan api, ia menacap wajah Bu Kie.
Waktu Ho Loosam melaporkan kecelakaan yang menimpa atas dirinya, ia tidak mau percaya.
Sekarangpun, bahkan sesudah mengalaminya sendiri, Ia masih tidak percaya, bahwa bocah seperti Bu Kie mempunyai tenaga yang begitu hebat. Tafsiran satu-satunya ialah anak itu memiliki ilmu siluman.
Tapi para pendeta suci dari Siauw lim sie mengerti sebab musabab dari kejadian yang aneh itu. Mereka tahu, bahwa Thio Sam Hong telah membantu cucu muridnya dengan ilmu Kat tee Coan kang (ilmu mengoperkan tenaga). Dengan menggunakan ilmu tersebut, tangan Bu Kie menyerupai sebatang tongkat yang, digunakan oleh Thio Sam Hong untuk menangkis serangan lawan. Kat tee Coan kang bukan ilmu yang terlalu sukar dipelajari. Tapi penggunaan yang begitu bagus, sehingga tidak dapat dilihat lawan, sungguh-sungguh luar biasa. Diam-diam ketiga pendeta suci mengakui, bahwa mereka tidak mampu melakuan apa yang dilakukan oleh Thio Sam Hong.
Dilain saat, Bwee Ciok Kian sudab membentak pula: "Setan kecil! Sambut lagi pukulanku !" Ia mengempos semangat dan menghantam dada Bu Kie dengan sepenuh tenaga. Sambaran tenaga itu sedemikian hebat, sehingga pakaian semua orang jadi bergoyang-goyang. Para pendeta yang kena disambar angin pukulan, merasa dada mereka menyesak dan buru-buru mengarahkan Lwee kang untuk memunahkan tenaga itu.
Selama beberapa tahun Thio Sam Hong menutup diri untuk merenungkan ilmu silat dan Ilmu Thay kek kang, yang digubahnya sendiri sangat berbeda dengan Lweekang dari partai mana pun jua. Ia menggunakan kelemahan untuk melawan kekerasan, yang diam untuk menindas yang bergerak, yang sedikit untuk merebohkan yang banyak, yang kecil untuk menjatuhkan yang besar dan apa yang paling diutamakan ialah ilmu "meminjam tenaga, memukul tenaga."
Melihat pukulan Bwee Ciok Kian yang sehebat itu, Sam Hong jadi mendongkol. "Kau sungguh kejam," katanya di dalam hati. "Terhadap anak yang masih begitu kecil, kau turunkan tangan yang begitu berat. Jika aku tidak berada disini, bukan kah Bu Kie akan bancur luluh?" Buru-buru ia menempelkan telapak tangannya dipunggung Bu Kie dan suatu daya Lweekang yang mahal dahsyat, yang dipatahkan dari latihan hampir seratus tahun, lantas saja menerobos masuk kedalam tubuh si bocah.
Sementara itu, Bu Kie sudah menyambut pukulan si raksasa dengan mengangkat tangan kanan nya mendorong dengan tangan kirinya, yaitu dengan menggunakan jurus Kian liong Cay tian
"Plak!". kedua lengan tangan kebentrok, disusul dengan, "aaah!", teriakan Bwee Ciok Kian yang tubuhnya terpental keluar bagaikan layangan putus. Sebelum orang tahu apa yang terjadi, badan si raksasa
Pendekar Pemetik Harpa 3 Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo Puteri Es 4

Cari Blog Ini