Ceritasilat Novel Online

Kisah Membunuh Naga 28

Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong Bagian 28


Di luar dugaan rombongan Bu Kie muncul pada saat yang tepat dan ia segera menerjang ke luar.
Dalam Bengkauw, ia berkedudukan rendah sebagai orang bawahan, ia lantas memberi hormat Yo Siauw, In Thian Ceng dan yang lain-lain. Melihat kegagahannya dan mengingat bahwa saudara angkat Kauwcu para pemimpin Beng kauw itu memperlakukannya sebagai sahabat yang sederajat.
Siang Gie Cun segera memerintahkan orang menyediakan makanan untuk menjamu para tamunya.
Selagi makan minum, ia menceritakan keadaan dan apa yang dilakukannya di daerah itu. Selama beberapa tahun, daerah Hwai lam dan Hwai pa (sebelah selatan dan utara sungai Hwai ho) mengalami kekeringan, sehingga rakyat sangat menderita. Karena terpaksa, ia mengumpulkan saudara-saudara Beng kauw dan melakukan pekerjaan tanpa modal. Tapi dalam pekerjaan itu ia hanya merampok milik hartawan jahat atau pembesar rakus dan jika ada kelebihan, kelebihan itu selalu digunakan untuk menolong rakyat. Beberapa kali tentara Goan coba menyerang tangsi mereka tapi selalu dapat dipukul mundur.
Sesudah menginap semalaman, pada keesokan paginya, bersama pasukan Siang Gie Cun rombongan Bu Kie meneruskan perjalalan. Mereka menganggap, bahwa sesudah mengalami kekalahan, selama dua tiga bulan tentara Goan pasti tak akan berani menyerang lagi.
Beberapa hari kemudian mereka tiba di luar Ouw tiap kok. Mendengar kedatangan Kauwcu para anggota Bengkauw yang sudah tiba lebih dahulu lantas saja keluar menyambut. Ternyata barisan Kie bok kie sudah membangun rumah-rumah kecil untuk tempat meneduhnya para orang gagah. Wie It Siauw, Peng Eng Giok dan Swee Poet tek pun sudah berada di situ dan mereka segera menemui Bu Kie.
Sesudah berkenalan dengan semua orang, Bu Kie segera memerintahkan disediakan barang sembahyang dan lalu menyembayangi suami istri Ouw Ceng Goe dan Kie Siauw Hu. Mengingat kejadian dahulu bukan main rasa terharunya. Mimpipun tak pernah mimpi, bahwa hari ini ia bisa kembali seorang Kauwcu dari satu agama yang sangat besar pengaruhnya pada jaman itu.
Tiga hari kemudian tibalah harian Tiongciu. Di tengah-tengah lapangan Ouw tiap kok yang luas didirikan sebuah panggung tinggi dan di depan panggung dinyalakan api kun bun, yang sangat besar.
Sesudah semua pemimpin Beng kauw berkumpul, Bu Kie segera naik ke atas panggung dan dengan suara lantang mengumumkan bahwa Beng kauw sudah menghentikan permusuhan dengan berbagai partai persilatan di wilayah Tionggoan dan bahwa sekarang Beng kauw berusaha dengan sekuat tenaga utnu mengusir penjajah Goan dari tanah air. Sesudah itu, ia membaca peraturan-peraturan agama yang bertujuan untuk menyingkirkan penjahat dan menolong sesama manusia yang memerlukan pertolongan.
Pengumuman itu disambut oleh sorak sorai gegap gempita. Dalam suasana riang gembira dan dengan semangat bergelora para hio cu dan yang lain-lain memasang hio dan bersumpah untuk mentaati pesan Kauwcu. Hari itu dian berkobar-kobar, wangi hio dapat diendus di seluruh selat. Sesudah terpecah belah begitu lama, Beng Kauw sekarang bersatu kembali. Semua orang mengakui, bahwa di dalam Beng Kauw belum pernah tercapai persatuan yang sedemikian kokoh dan diantaranya banyak yang mengucurkan air mata kegirangan.
Sesudah itu Bu Kie membuat lain pengumuman yang berbunyi sebagai berikut:
"Menurut kebiasaan agama kita, kita semua tidak makan makanan yang asalnya berjiwa. Tapi dalam menghadapi kelaparan, manusia harus makan apapun juga yang bisa dimakan. Apa pula hari ini kita harus bertekad untuk melakukan satu pekerjaan besar, yaitu mengusir Tat cu (orang Mongol) dari tanah air kita.
Kalau kita tetap tidak makan makanan berjiwa, maka tenaga atau semangat kita akan berkurang dan kita sukar untuk menunaikan tugas tugas yang berat itu. Maka itulah, mulai dari sekarang, kami mulai
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
menghapuskan peraturan yang melarang anggota-anggota makan makanan berjiwa dan minum arak.
Sebagai manusia yang hidup dalam dunia ini, kita harus mementingkan urusan besar. Soal makan adalah soal remeh yang bisa diubah sesuai dengan keadaan."
Malam itu, dibawah sinar rembulan, beberapa ribu pemimpin Beng kauw makan minum sepuas hati dan pesta baru berakhir setelah terang tanah.
Sesudah mengaso sampai kira-kira tengah hari, Bu Kie bangun dan mandi. Baru saja dia selesai berpakaian, seorang anggota melaporkan bahwa Ciu Coan Ciang, Cie Tat dan beberapa anggota lain dari Ang sui kie minta bertemu.
Bu Kie girang dan lalu keluar menyambut. Begitu melihat Bu Kie, Ciu Coan Ciang, Cie Tat, Thong Ho, Teng Jie, Hoa In, Gouw Liang dan Gouw Tin yang menunggu di luar pintu, lantas saja memberi hormat dan membungkuk.
Cepat-cepat Bu Kie membalas hormat. Di depan matanya lantas saja terbayang kejadian pada hari itu, pada waktu Cie Tat menolong jiwanya. Dengan tangan kiri menuntun Cu Goan Ciang dan tangan kanan menuntun Cie Tat, ia mengajak semua orang memasuk ke dalam. Sesudah meminta maaf, Cu Goan Ciang dan kawan-kawannya baru berani duduk di kursi. Ternyata Cu Goan Ciang sudah tak menjadi pendeta lagi. "Sesudah menerima perintah Kauwcu, buru-buru kami datang ke sini," katanya.
"Di luar dugaan, di tengah jalan kami bertemu dengan kejadian yang luar biasa, sehingga kami terlambat, dan untuk itu, kami memohon maaf."
"Kejadian apa?" tanya Bu Kie.
"Pada bulan enam kami telah menerima perintah Kauwcu," jawabnya. "Kami merasa girang lalu berdamai tenang barang antaran yang sebaiknya dibawa kami untuk memberi selamat kepada Kauwcu.
Tapi Hwai pak daerah miskin dan tak ada barang berharga. Untung juga masih ada banyak waktu dan sesudah berunding, kami mengambil keputusan untuk mencoba peruntungan di propinsi Shoa tang. Sebab kuatir dikenali pembesar negeri, kami menyamar sebagai kusir kereta keledai, dengan aku sendiri sebagai pemimpin rombongan. Hari itu kami tiba di kota Kwie tek hu dimana kereta kami disewa oleh beberapa saudagar yang ingin pergi ke Ho tek, di Shoa tang. Selagi enak berjalan, tiba-tiba kami diuber oleh sejumlah orang yang bersenjata dan kelihatannya garang sekali. Mereka mengusir saudagar2 itu dan kemudian dengan sikap galak mengatakan bahwa kami harus mengangkut lain penumpang. Saudara Hoa In yang beradat berangasan lantas saja mau turun tangan. Untung saja ia keburu dihalangi oleh saudara Cie Tat yang buru-buru memberi isyarat dengan lirikan mata. Orang2 itu mengirim kami dan sembilan buah kereta kami ke sebuah lembah, dimana sudah menunggu beberapa belas kereta lain. Di atas tanah kelihatan berduduk sejumlah hweeshio?"
"Hweeshio?" menegas Bu Kie.
"Benar," jawabnya. "Mereka kelihatannya sangat berduka cita, sebagian besar mereka berduduk dengan menundukkan kepala. Tapi banyak di antaranya bukan sembarang orang. Ada yang Tay yang hiatnya menonjol keluar, ada yang tubuhnya tinggi besar kokoh. Bisik-bisik saudara Cie Tat mengatakan, bahwa pendeta2 itu memiliki ilmu silat yang sangat tinggi. Setibanya kami, orang-orang galak itu memerintahkan semua hweeshio naik ke kereta dan menggiring kami ke jurusan utara."
Ke jilid 51 Kisah Pembunuh Naga Jilid 51 Karya Chin Yung ================ "Aku merasa pasti, bahwa di dalam hal ini terselip sesuatu yang luar biasa. Diam2 aku memesan supaya semua saudara berwaspada dan harus menjaga supaya penyamaran kita tidak diketahui. Disepanjang jalan kami memperhatikan gerak-gerik dan bicaranya orang2 yang mengiring kami. Tapi mereka sangat berhati-hati dan di hadapan kami, mereka tak pernah bicara sembarangan. Belakangan, dengan memberankan diri ditengah malam saudara Gouw Liang coba memasang kuping diluar jendela kamar mereka. Sesudah menyatroni 4-5 malam, barulah ia mendapat sedikit keterangan. Ternyata hweesio itu adalah pendeta2 berilmu dati Siauw Lim Sie di siong san."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Biarpun sudah menduga dari semula, mendengar itu Bu Kie mengeluarkan seruan kaget.
Sesudah berdiam sejenak, Cu Goan Ciang melanjutkan penuturannya. "Malam itu, sesudah mengintip beberapa lama, saudara Gouw Liang mendengar suara seseorang. "Hitung2 Cu Jin benar2 lihai, semua jago dari 6 partai besar tak ada yang terlolos dari tangannya. Semenjak dahulu, siapakah yang bisa berbuat seperti itu?" seorang lagi menyambung. "Masih ada lain hal yang mengangumkan. Dengan sebatang anak panah, majikan kita berhasil memanah 2 ekor tiauw. Dengan siasatnya yang sangat lihai, ia sudah menyeret iblis2 Mo Kauw ke dalam lubang permusuhan." Kami lantas saja berunding. Kami berpendapat, bahwa karena agama kita juga disebut2, kami harus menyelidiki hal ini sampai seterang2nya guna dilaporkan kepada Kauwcu."
"Benar" kata Bu Kie sambil menggangguk. "Keputusan kalian tepat sekali"
"Kami terus digiring ke jurusan utara," kata pula Cu Goan Ciang. "Di sepanjang jalan kami berlagak sebagai manusia tolol. Saudara Thong Ho dan saudara Teng Jie berlagak berkelahi lantaran berebut 5
tahil perak. Mereka saling memukul membabi buta untuk menunjukan mereka tidak mengerti ilmu silat.
Orang2 galak itu tertawa terbahak2 dan mereka tak memperhatikan kami lagi. Disamping itu kami memperlakukan sangat hormat kepada mereka. Kami selalu memanggil mereka dengan panggilan
"looya" (Tuan Besar). Saudara Gouw Tin mengusulkan untuk menggunakan obat pulas guna menolong pendeta2 itu. Sesudah berdamai, kami menolak usulnya. Kami berpendapat, bahwa terlebih dahulu kami harus menyelidiki teka teki ini sampai didasarnya. Kamipun berpendapat, bahwa orang2 itu sangat berhati2 dan memiliki kepandaian tinggi, sehingga sekali salah bertindak urusan besar bisa menjadi gagal.
Maka itu, kami tidak berani turun tangan. Waktu tiba dikota Ho kian hu, kami bertemu dengan 6 buah kereta lain yang juga membawa orang. Orang2 dalam kereta itu adalah orang2 biasa. Selagi makan, salah seorang pendeta menegur orang itu dengan berkata begini "Song Tayhiap, kaupun berada disini?""
Bu Kie terkesiap. "Song Thayhiap?" ia menegas.
"Bagaimana macamnya?"
"Dia bertubuh jangkung kurus," jawabnya. "Usianya kira2 50 atau 60 tahun. Jenggotnya bercabang 3, paras mukanya tampan dan anggun."
Tak salah lagi itulah Song Wan Kiauw! Bu Kie girang dan buru-buru menanyakan macamnya orang2
lain dalam rombongan itu. Dari keterangan Cu Gon Ciang, ia menarik kesimpulan bahwa Jie Lian Ciu, Thio Song Kee dan Boh Seng Kok juga berada disitu. "Apakah mereka terluka" Apa dirantai?" tanyanya pula.
"Tidak" jawab Cu Goan Ciang. "Mereka tak dirantai dan kamipun tak melihat tanda2 luka. Mereka berbicara dan main-main seperti orang yang sehat. Mereka hanya tak punya semangat dan kalau berjalan tindakan mereka agak limbung. Mendengar perkataan pendeta Siauw Lim itu Song Tayhiap hanya tertawa getir. Ia tidak menjawab. Hweesio itu ingin bicara lagi tapi seorang penjaga keburu datang dan dengan kasar memisahkan mereka dalam jarak belasan li. Kami tak pernah ketemu muka lagi dengan rombongan Song Tayhiap. Pada tanggal 3 bulan 7, rombongan kami tiba di kota raja."
"Ah!" seru Bu Kie "Kota raja! Kalau begitu yang turun angan kaisar Goan sendiri. Habis bagaimana?"
"Pendeta2 Siauw Lim dikirim kesebuah rumah berhala yang sangat besar di See saja" katanya
"kamipun disuruh nginap di bio (kuil) itu."
"Bio apa?" tanya Bu Kie.
"Ketika tiba didepan kuil, aku mendogak dan mengawasi papan nama yang terpasang diluar" jawabnya
"Bio itu adalah Pan Hoat sie, karena mendongak, aku dicambuk oleh seorang penjaga. Kami segera berdamai, kami menduga, bahwa untuk menutup mulut kami, kami akan dibinasakan. Maka itu, kami mengambil keputusan untuk melarikan diri malam itu juga"
"Sungguh berbahaya" kata Bu Kie. "Untung juga mereka tidak mengejar, sehingga kalian bisa lari sampai disini dengan selamat"
Thonh Ho tertawa. "Cu Taoko sudah bertindak terlebih dahulu untuk mencegah pengejaran" katanya.
"Selagi penjaga2pergi keluar cepat-cepat kami menyatroni tempat penjualan keledai dan membekuk 7
penjual keledai. Sesudah menukar pakaian dengan mereka, kami mebunuh ke-7 orang itu kedalam bio.
Kami mebacok2 muka mereka supaya tidak dikenali lagi. Kemudian kami mebinasakan kusir2 kereta
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
yang lain datang bersama2 kami menyebar uang perak di lantai. Dengan begitu penjaga2 tentu akan menduga, bahwa ke-2 rombongan kusir kereta saling bunuh sebab saling berebut uang." Ia sama sekali tak merasai kekejaman dari perbuatan itu dan sambil cerita sambil tertawa2.
Bu Kie terkejut. Ia melirik Cie Tat yang kelihatannya mereasa tak tega, sedang paras Jie menunjukkan paras jengah. Hanialah Cu Goan Ciang yang bersikap tenang dengan paras muka tak berubah. "Dia kejam dan lihay" kata Bu Kie dalam hati. Sesudah menentramkan hati, ia berkata dengan suara tajam. "Biar tipu toako bagus, tapi mulai sekarang kita tidak boleh membunuh manusia yang tidak berdosa" Dengan serentak Cu Goan Ciang dan kawan2nya berbangkit dan berkata sambil membungkuk. "Kami akan memperhatikan perintah Kauwcu".
"Kau berjasa besar dan sekarang kita sudah tahu dimana adanya rombongan Siauw Lim dan Bu Tong,"
kata pula Bu Kie. "Sesudah selesai mengatur gerakan untuk merobohkan kerajaan Goan, kita akan segera ke kota raja untuk menolong rombongan kedua partai itu" sesudah beres urusan yang mengenai kepentingan umum barulah ia menyebutkan hal masak daging kerbau di kelenteng Hong kak sie pada hari itu. Mengingat kejadian itu, semua orang tertawa terkakak dan menepuk2 tangan.
Malam itu, Bu Kie mengadakan perhimpunan dengan segenap pemimpin Beng Kauw. Mereka menyalakan api ungun dan memasang hio. Secara resmi maka telah diambil suatu keputusan, bahwa seluruh bengkauw siap akan bergerak dengan serentak. Pasukan dan segenap anggota Beng Kauw harus saling tolong menolong dalam meenggempur tentara musuh dan merubuhkan kerajaan Goan.
Rencana gerakan Beng Kauw adalah sebagai berikut Kauwcu Thio Bu Kie bersama Kong Beng Cu su Yo Siauw dan Ceng Ek Hok Ong Wie It Siauw memegang kekuasaan Cong Tan (seluruhnya) dan menjadi Cong Swee (pemimpin ketentaraan yang tertinggi).
Pheh Bie Eng ong In Thian Ceng bersama seluruh anggota Pheh bie kie bergerak di daerah Khong lam.
Cu Goan Ciang, Cit Tat, Thonh Ho, Teng Jie, Hoa in, Gauw Liang dan Gauw Tin, bersama pasukan pasukan Siang Gie Cun, Kwee Cu Hian dan Sun Tek Ciu bergerak di Hu Ciu di Hwai Pak.
Po Tay hweesio Swee Poet Tek denagn memimpin Han San Tong, Lauw Hok Thong, Touw Cun Too, Lo Bun So, Seng Bun Yoe, Ong Hian Tiong dan Hau Kauw Jie bergerak di Eng Ciu propinsi Ho Lam.
Pheng Eng Giok dengan memimpin Cie, Siu Hwie, Cee Cin Ong dan Beng Giok Tin bergerak di Yauw Ciu, Wan Ciu, Sin Ciu dan lain2 kota di kang say.
Tiat Toan Toojin dengan memimpin Po Sam Ong dan Beng Hay Ma bergerak di daerah Siang couw dan Keng siang.
Ciu Tian dengan memimpin Cie Ma Lie dan Tio Kun Yang bergerak di daerah Ciu siok dan Hoang pay.
Leng Kiam bersama anggota Beng Kauw wilayah See Hek harus mencegat bara tentara Mongol yang dikirim ke Tionggoan dari See Hek.
Ngo Hek kie dikuasai Cong Tan yang juga akan mengatur dan mengirim bala bantuan yang perlu dibantu.
Itulah rencana pergerakan Beng Kauw yang menurut taksiran orang telah direncanakan oleh Yo Siauw.
Pengumuman Bu Kie itu disambut dengan tepuk tangan dan sorak2 yang menggetarkan seluruh Ouw tiap kok. Sesudah suasana agak mereda, Bu Kie berkata dengan suara nyaring. "Menurut perhitungan kalo kita hanya mengandalkan tenaga sendiri tak gampang kita bisa merobohkan kerajaan Goan yang sudah menancapkan kaki selama seratus tahun. Maka itu, kita harus berserikat dengan semua orang gagah di seluruh negeri dan dengan kerja sama yang erat kokoh, semoga kita bisa mencapai tujuan yang besar ini. Disini waktu hampir separuh tokoh2 rimba persilatan Tionggoan, telah ditawan dengan kerajaan Goan. Coang tan akan berusaha sekeras tenaga untuk menolong mereka. Besok saudara2 harus puang ke masing2 tempat untuk mengatur dan mempersiapkan segala sesuatu. Begitu lekas mendapat kesempatan, saudara2 boleh segera bergerak. Cong tan pun akan lekas berangkat ke kota raja. Hari ini kita boleh makan minum sepuas hati. Di belakang hari entah kapan kita bisa bertemu muka lagi. Kami mengharapkan saudara2 akan saling mencintai kawan seperjuangan dan akan mengutamakan kepentingan
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
umum. Janganlah saudara2 serakah untuk kepentingan pribadi atau saling bunuh dengan kawan sendiri.
Terhadap siapapun juga yang menyeleweng Cong Tan tak akan memberi ampun.
Pernyataan dan nasehat itu disambut dengan teriakan2 bersemangat oleh para hadirin yang berjanji akan mentaati pesan Kauwcu mereka.
Sesudah itu diadakan upacara sumpah. Dengan meneteskan darah dan memasang hio semua orang bersumpah untuk berserikat sehidup semati dan berjuang untuk melaksanakan rencana serta mencapai tujuan mereka. Pada keesokan paginya, semua orang berpamitan pada kauwcu. Meskipun mereka terdiri dari orang2 gagah yang berhati baja, perpisahan itu mengharukan banyak orang karena mereka yakin, bahwa di dalam peperangan bakal jatuh banyak korban sehingga belum tentu berapa banyak orang yang bisa ketemu muka lagi. Perlahan-lahan mereka mulai keluar dari mulut Ouw Tiap Kok, dimana dinyalakan sebuah api ungun yang sangat besar. Entah siapa yang memulai, tiba2 diselat itu berkumandang nyanyian seperti berikut.
"Membakar ragaku, Api nan suci. Hidup apa senangnya. Mati apa susahnya" Semua orang lantas saja mengikuti dan suara nyanyian makin keras.
Membakar ragaku. Api nan suci. Hidup apa senangnya"
Mati apa susahnya" Untuk kebaikan, menyingkirkan kejahatan.
Guna kegelimangan Beng Kauw.
Kesenangan dan kedukaan. Semua berpulang kedalam tanah.
Kasihan manusia di dalam dunia.
Banyak yang menderita! Kasihan manusia di dalam dunia
Banyak yang menderita! Diantara suara nyanyian itu yang mengalun di seluruh selat, para pemimpin Beng Kauw yang mengenakan pakaian serba putih meminta diri dari Kauwcu mereka. Satu demi satu mereka menghampiri Bu Kie membungkuk dan lalu berjalan keluar tanpa menengok lagi.
Bu Kie menerima pemberian hormat itu dengan rasa terharu. Mereka itu adalah orang2 gagah sejati.
Selama 10 atau 20 tahun demi nusa dan bangsa, darah mereka akan mengucur di bumi Tiongkok.
Mengingat begitu tanpa merasa air matanyadi kedua pipinya.
Makin lama suara nyanyian makin jauh. Tak lama kemudian, Ouw tiap kok yang selama beberapa hari penuh dengan manusia, pulang keasal sunyi dan tenang. Yang masih ketinggalan hanya Bu Kie, Yo Siauw, Wie It Siauw, Cu Goan Ciang dan kawan2nya.
Sesudah menanyakan letak Ban hoat sie dan macamnya penjaga kelenteng itu Bu Kie berkata kepada Cu Goan Ciang "Cu taoko, dunia sedang menghadapi kekalutan dan kita tidak boleh menyia-nyiakan setiap kesempatan. Kalian tak usah menemani kami lagi ke kota raja. Sekarang saja kita berpisah"
"Baiklah" jawabnya. "Kami mengharapkan Kauwcu akan segera berhasil dan kami semua menunggu kabar baik" sehabis berkata begitu dengan kawan2nya ia meninggalkan Ouw tiap kok.
"Mari kitapun harus berangkat" kata Bu Kie sesudah rombongan Cu Goan Ciang berlalu. "Siauw Ciauw, karena kau membawa2 rantai, sebaiknya kau menunggu disini saja"
si nona tidak menolak, tapi ia mengantar terus menerus. Sesudah 3 li, 3 li lagi dan ia tetap tak tega untuk berpisahan.
"Siauw Ciauw kau sudah mengantar terlalu jauh" kata Bu Kie. "Ada kemungkinan kau kesasar dan tidak bisa kembali ke Ouw tiap kok"
"Thio kauwcu apakah kau akan bertemu dengan Tio Kuwnio di kota raja?" tanya si nona.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Entahlah" jawabnya.
"Jika kau bertemu dengan dia, bolehkah ajukan satu permintaan untukku?"
Bu Kie heran "Permintaan apa?" tanyanya.
"Minta pinjam Ie Thian po kiam untuk memutuskan rantai. Sebegitu lama rantai ini masih belum bisa diputuskan, sebegitu lama aku masih jadi orang perantara"
melihat sikap dan paras muka si nona Bu Kie merasa tak tega. "Aku kuatir, ia tak sudi meminjamkan pedang itu. Kita bisa minta supaya dia sendiri yang memutuskan rantai ini"
Bu Kie tertah. "Siauw Ciauw, kalau maksud" katanya. "Kau hanya ingin mengikut kami. Yo Co su bagaimana pendapatmu" Apa boleh kita ajak padanya?"
Yo Siauw menegrti jalan pikiran sang Kauwcu. Dengan bertanya begitu, Bu Kie sebenarnya ingin mengajak si nona. Maka itu, ia lantas saja menjawab "Tak halangan jika Kuwcu ingin mengajak dia, diperjalanan ia bisa merawat Kauwcu. Hanya rantai itu sangat menarik perhatian. Begini saja, ia berlagak sakit dan bersembunyi di kereta. Didepan orang banyak, ia tidak boleh sembarangan menonjolkan muka"
Siauw Ciauw girang bukan main. "Terima kasih Kowcu, terima kasih Yo Co su" katanya. Ia menengok Wie it Siuaw dan menambahkan "Terima kasih Wie Hot ong"
Wie It Siauw tertawa dan berkata "Perlu apa kau menghaturkan terima kasih kepadaku" Hati2 kau, kalau penyakitku kumat lagi, aku bisa menghisap darahmu" sambil berkata begitu, ia menyeringai dan memperlihatkan 2 baris giginya yang putih.
Siauw Ciauw tahu, Wie It Ong sedang bergurau, tapi ia merasa seram. Ia mundur beberapa tindak dan berkata "Wie Hot ong, jgn menakut2i aku"
Demikianlah, dengan menggunakan 3 ekor kuda dan sebuah kereta, Bu Kie berempat menuju ke kota raja. Perjalanan itu dilakukan tanpa menemui halangan dan pada suatu hari, tibalah mereka di Taytouw (sekarang peking). Ibukota dari kerajaan Goan.
Sebagai tempat berdiamnya kaisar, ota itu tentu saja lain daripada yang lain. Wakil2 berbagai negeri dan suku2 bangsa berkumpul disitu. Begitu masuk di pintu kota. Bu Kie berempat langsung menuju ke See shia (kota sebelah barat) dan mencari sebuah rumah penginapan yang besar. Yo siauw membawa lagak sebagai seorang hartawan. Ia minta 3 kamar kelas 1 dan memberi persen secara loyal kepada pelayan, yang tentu saja berlaku sangat hormat dalam pelayannya. Sesudah minum the, Yo Siauw memanggil pelayan itu dan mengajaknya beromong2 tentang keadaan di kota raja. Ia mengatakan ia suka sekali meninjau tempat2 yang mempunyai nilai kebudayaan dan sejarah. "Dimana kami bisa melihat lihat kelenteng2 tua yang tersohor?" tanyanya.
Sesudah menyebutkan beberapa nama, si pelayan menyebutkan Ban hoat sioe. "Ban hoat soie sangat besar" katanya " Di dalam kelenteng itu terdapat 3 patung budha yang sangat besar, yang terbuat daripada tembaga. Diseluruh negeri tidak ada lain patung yang sebesar itu. Sebenarnya kalian mau meninjau bio tersebut, hanya sayang kalian terlambat. Semenjak setengah tahun yang lalu, kelenteng itu digunakan sebagai tempat tinggal para Hud ya(pendeta) dari See hoan (daerah barat). Sekarang rakyat tidak lagi berani datang kesitu"
"Biarpun ada Hoang Ceng, halangan apa kalo kita melihat2 bio itu?" kata Yo Siauw.
Si pelayan menggeleng2kan kepalanya. Sesudah menegok kesana kesini, ia berbisik "Tuan baru saja datang kesini dan tak tahu keadaan yang sebenarnya. Bukan aku banyak mulut, para Hud ya Su hoan itu galak luar biasa. Mereka sering memukul dan membunuh orang. Mereka dilindungi Hong siang (Kaisar), sehingga tak satu manusiapun yang berani menepuk lalat di kepala harimau. Rakyat biasa tak berani datang lagi di kelenteng itu."
Bahwa para pendeta Su Hoan sering berlaku sewenang2 terhadap rakyat sudah lama diketahui Yo Siauw. Ia hanya tak menduga, bahwa pendeta2 itu berani berbuat sesuka hati di kota raja. Mendengar keterangan si pelayan ia tidak berkata suatu apa lagi.
Sesudah makan malam, Bu Kie, Yo Siauw dan Wie It Siauw bersemedi untuk mengaso dan mengumpulkan tenaga kira2 tengah malam mereka membuka jendela dan lalu menuju ke arah barat.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Ban Hoat Sie berloteng 4 dan di belakang kelenteng terdiri sebuah menara yang bertingkat 9. dengan menggunakan ilmu ringan badan, dalam sekejap mereka sudah berada didepan kelenteng.
Sesudah memberi isyarat dengan gerakan tangan, mereka mengambil jalan mutar dan pergi ke sebelah kiri. Mereka ingin melompat naik ke atas menara guna menyelidiki keadaan di dalam kelenteng. Diluar dugaan dari jarak kira2 30 tombak mendadak mereka melihat bayangan2 manusia bergerak2 di menara itu. Ternyata disetiap tingkat terdapat penjagaan dan dibawah menarapun berkumpul kurang lebih 20
penjaga. Melihat begitu mereka kaget tercampur girang. Mereka yakin bahwa dengan adanya penjagaan yang keras itu, tokoh2 Siauw lim, Bu tong dan yang lain2 partai pasti dipenjarakan dalam menara itu. Mereka mngirit waktu dan tak usah menyelidiki di tempat lain.
Tapi merekapun mengerti, bahwa tak gampang mereka memberi pertolongan. Orang2 seperti Kung Bun, Kung Tie, Song Wan Kiauw dan lainnya adalah ahli silat kelas utama tapi mereka tertawan dan tidak berdaya. Ini membuktikan bahwa di pihak musuh terdapat banyak orang pandai yang tidak boleh dibuat gegabah.
Sebelum berangkat ke Bang hut sie, Bu Kie bertiga sudah berdamai dan menyetujui untuk bertindak dengan sangat berhati2. maka itu, sesudah mengawasi menara tersebut beberapa lama mereka segera bertindak mundur.
Tiba2 ditingkat keenam muncul penerangan yang terang benderang. Dari sebelah kejauhan Bu Kie melihat gerakan 8-9 orang yang tangannya memegang obor. Dari tingkat ke-6, orang2 itu turun ke tingkat ke-5, turun lagi ke tingkat ke-4, terus turun sampai ke bawah dan akhirnya keluar dari pintu menara dan menuju ke arah kelenteng. Yo Siauw mengelapkan tangan dan lalu menguntit dengan hati2.
Pekarangan belakang Ban hoat sie penuh dengan pohon2 besar yang berusia tua. Bu kie bertinga bersembunyi di belakang pohon2 itu dan kalau angin meniup barulah mereka berani bergerak maju. Ban hoat sie penuh dengan orang pandai dan mereka sedikitpun tidak berani berlaku ceroboh. Ilmu ringan badan mereka sudah mencapai tingkat tinggi, tapi mereka masih merasa khawatir, kalau2 diketahui orang.
Maka itu, mereka baru berani bergerak berbareng tiupan angin, diantara berkereseknya daun2. dengan cara begitu, mereka maju kurang lebih 20 tombak.
Dengan bantuan sinar obor, mereka melihat beberapa belas lelaki yang mengenakan jubah kuning dan memegang senjata, mengiring seorang kakek yang menggunakan jubah panjang. Satu waktu, kakek itu menengok ke belakangdan Bu Kie terkesinap karena ia itu bukan lain daripada Thie kim Sianseng Ho Thay Ciong, Cang bu bun jie Kun Lun pay.
Tak lama kemudian, orang2 itu masuk di pintu belakang Ban hoat sie. Sesudah menunggu beberapa saat, melihat disekitar itu tidak ditaruh penjaga. Bu Kie bertiga turut masuk ke dalam.
Ban hoat sie terdiri dari sejumlah bangunan besar kecil dan sejumlah besar kamar2. untung juga begitu masuk, Bu Kie bertiga melihat penerangan luar biasa di Toa thian (ruangan besar, tempat sembayang utama) Mereka merasa pasti bahwa Ho Thay Ciong di bawa ke ruangan ini. Indap2 mereka mendekati.
Bu Kie mengintip di jendela sedang Yo Siauw dan Wie It Siauw menjaga di kiri kanan. Sebagai orang yang berkepandaian tinggi, mereka bernyali besar. Tapi dalam sarang harimau jantung mereka memukul keras.
Celah jendela sangat kecil dan Bu Kie hanya bisa melihat bagian sebelah bawah tubuh Ho Thay Ciong.
Lain2 orang yang berada dalam ruangan itu tidak bisa dilihat olehnya.
Sekonyong2 ia mendegar suara Ho Thay Ciong "Aku sudah ditipu dan jatuh ke dalam tanganmu. Mau bunuh, boleh bunuh! Kamu tak usah mengharap aku sudi menjadi anjingnya kaisarmu. Biarpun kau membujuk 3 tahun atau 5 tahun lagi, kau hanya membuang2 tenaga"
Bu Kie manggut2kan kepalanya.
"Walupun Ho Thay Ciong bukan seorang kun cu, tapi dalam menghadapi urusan penting, ternyata ia bisa mempertahankan keanggunannya sebagai seorang Ciang bun" pikirnya.
"Kalau kau mau terus keras kepala, Ciu jin pun takkan memaksa," kata seorang dengan suara dingin.
"Apa kau sudah tahu peraturan disini?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Meskipun kau memutuskan sepuluh jari tanganku, aku tetap takkan menakluk," kata Ho Thay Ciong.
"Baiklah." Kata orang itu "Sekali lagi aku ingin memberitahukan peraturan kami. Apabila kau bisa memenangkan ketiga orang ini, kami akan selekas mungkin akan melepaskan kamu. Kalau kau kalah, kami akan memutuskan jari tanganmu dan kemudian mengurung kau lagi selama 1 bulan. Sesudah itu, kami akan menanyakan pula, kalau kau sudah berubah pikiran dan suka menakluk pada Hong siang"
"2 jari tanganku sudah putus" kata Ho Thay Ciong "Putus sebelah lagi tak menjadi soal. Ambil pedang!"
Orang itu tertawa dingin. "Kalau semua jari tanganmu sudah putus, biarpun kau mau menakluk, kami takkan menerima. Perlu apa menerima orang yang sudah tak berguna lagi" Serahkan pedang padanya!
Mokopas, kau majulah terlebih dahulu"
"Baik." Jawab seorang yang suaranya kasar.
Dengan menggunakan sinkang, Bu Kie meniup celah jendela yang lantas terbuka lebar. Ia melihat Ho Thay Ciong yang memegang pedang kayu yang ujungnya dibungkus kain. Yang berdiri didepannya adalah seorang tinggi besar yang memegang sepasang golok baja. Tapi Ho Thay Ciong sedikitpun tak merasa keder dan sambil mengibaskan pedang kayu, ia membentak "Hayolah!" seraya berkata begitu, ia membacok salah satu pukulan lihai dari Kun Lun Kiam hoat.
Mokopas berkelit dan balas menyerang. Jika bertubuh besar, gerakannya cukup gesit dan setiap serangannya ditujukan kepada badan Ho Thay Ciong yang berbahaya.
Sesudah memperhatikan beberapa jurus, Bu Kie berkata di dalam hati "Mengapa tindakan Ho sianseng kosong dan nafasnya tersengal2" Ia kelihatan sudah tak punya tenaga dalam".
Semenjak memiliki Kioe yang Sin kang dan Kian kun Tay lo ie Sim hoat, Bu Kie dapat memahami berbagai ilmu silat yang terdapat dalam dunia persilatan. Selama beberapa bulan yang paling belakang, ia telah menerima banyak petunjuk dari Thio Sam Hong, sehingga kepandaiannya tambah tinggi. Kini, makin lama ia menonton pertandingan antara Ho Thay Ciong dan pendeta See hoan itu, makin ia merasa bahwa dibalik pertempuran itu terselip suatu latar belakang. Kiam hoat Ho Thay Ciong tetap lihai akan tetapi ia tidak memiliki lagi Lweekang dan tenaganya bersaman dengan tenaga orang biasa yang tidak mengerti ilmu silat. Dilain pihak kepandaian Hoan ceng itu kalah jauh dari Ho Ciangbun. Beberapa kali ia menyerang dengan hebat. Tapi setiap serangannya dapat dipunahkan. Sesudah bertanding kira2 50 jurus tiba2 Ho Thay Ciong membentak. "Kena" pedang kayu yang menyambar ke timur mendadak dan membelok ke barat dan mapir tepat di iga pendeta See hoan itu. Jika pedang itu pedang baja atau jika Ho Thay Ciong masih mempunyai Lweekang pendeta itu sudah pasti sudah binasa. Tapi sekarang bacokan itu, hanya mengakibatkan sedikit rasa sakit.
"Mokopas, mundur kau!" bentak orang yang suaranya dingin. "Uawei sekarang giliranmu!"
Bu Kie mengawasi orang yang memberi perintah itu. Muka orang yang berjenggot putih, seolah2
tertutup oleh selapis asap hitam dan dia bukan lain daripada salah seorang dari Hian beng Jie lo. Ia berdiri sambil menggendong tangan dan kedua matanya dirapatkan, seolah2 dia tidak memperdulikan apa yang terjadi dalam ruangan itu.
Tiba2 Bu Kie melihat sepasang kaki diatas sebuah meja kate yang dialaskan dengan sutra sulam.
Kedua kaki itu memakai sepatu kuning dan diatas setiap sepatu tertera dengan sebutir mutiara yang berkeredapan. Jantung Bu Kie memukul keras. Ia mengenali, bahwa sepasang kaki itu yang bulat dan bagus sekali bentuknya adalah kaki nona Tio Beng. Dalam pertemuan di Bu tong san, ia menghadapi nona itu sebagai seorang musuh. Tapi sekarang entah mengapa hatinya berdebar2 dan paras mukanya berubah merah.
Kaki Tio Beng bergerak. Ia rupanya sedang memperhatikan jalannya pertempuran.
Berselang kira2 seminuman the, mendadak Ho Thay Ciong membentak lagi. "Kena!" ia berhasil merobohkan jago kedua.
"Uawol mundur!" bentak Hian beng Loojia. "Helin Pohu maju"
Ketika itu, nafas Ho Thay Ciong udah tersengal. Sesudah merobohkan 2 orang lawan, tenaganya mulai abis. Sesaat kemudian, pertempuran ke-3 dimulai. Helin Pohu menggunakan senjata berat, yaitu sebatang
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
toya baja dan ia bertenaga sangat besar. Angin pukulan toya menyambar nyambar dengan hebatnya, sehingga semua lilin yang menerangi ruangan itu berkedip2, sebentar gelap, sebentar terang. Baru saja belasan jurus, pedang kayu sudah terpukul patah dan sambil menghela nafas Ho Thay Ciong melemparkan pedang buntungnya di lantai.
"Thie Kiam Sian seng, apa sekarang kau tidak suka menakluk?" tanya Hian beng Loe jin.
"Tidak!" jawabnya dengan angkuh. "Aku bukan saja tidak menakluk, tapi juga tidak menyerah kalah.
Kalau aku masih memiliki tenaga dalam, Hoan ceng itu sama sekali bukan tandinganku."
"Putuskan jari manis tangan kirinya!" bentak Hian beng Loo jin. "Sesudah itu kirim pulang ke menara!"
bu Kie menengok dan mengawasi kedua kawannya. Yo Siauw menggeleng2kan kepala, sebagai tanda bahwa ia tidak menyetujui penyerbuan yang bakal menggagalkan seluruh rencana mereka.
Sesaat kemudian terdengar suara dibacoknya jari tangan dan suara orang yang membalut luka, Ho Thay Ciong bener2 jago, sedikitpun ia tidak mengeluarkan suara. Sesudah itu sejumlah pengawal baju kuning kembali keluar dari pintu belakang dan mengantar Ho Thay Ciong balik ke menara. Dengan menyembunyikan diri di sudut tembok, Bu Kie bertiga melihat paras muka si kakek yang pucat bagaikan kertas dan kedua matanya yang seolah2 mengeluarkan api.
Sekonyong2 di dalam ruangan terdengar suara wanita yang nyaring.
"Loo thung kek, sungguh lihai Kiam hoat Kun lun pay. Ia membacok Mokopas dengan pukulan ini, membabat seperti ini disebelah kiri dan memutar begini di sebelah kanan?"" Orang yang bicara bukan lain daripada Tio Beng. Sambil bicara dengan dilayani oleh Mokopas, ia bersilat menggunakan pedang kayu, menurutr pukulan2 yang tadi digunakan oleh Ho Thay Ciong.
Orang yang dipanggil Loo Thung Kek adalah Hian beng Loo jin, si kakek muka hitam yang lantas saja memberi pujian.
"Cu jin berotak sangat cerdas. Pukulan2 itu tidaj beda dengan aslinya"
Tio Beng berlatih berulang2. setiap kali ia membacok iga Mokopas dengan menggunakan tenaga.
Sehingga, biarpun pedang itu pedang kayu si pendeta su hoa harus merasai kesakitan hebat, sebab harus menerima pukulan berulang2 di tempat yang sama. Tapi walaupun berjengit2. Mokopas sama sekali tidak memperlihatkan rasa jengkel. Sesudah memahami beberapa pukulan, Tio Beng lalu memanggil Unwol dan berlatih dengan pendeta itu dalam pukulan2 Ho Thay Ciong yang tadi merobohkan si pendeta.
Melihat begitu Bu Kie segera mengerti latar belakang kejadian itu. Dengan suatu tipu Tio Beng telah memenjarakan tokoh2 berbagai partai di Ban Hoat Sie dan menekan Lweekang mereka dengan menggunakan obat. Dengan cara itu ia mencoba ahli2 silat tersebut menekluk kepada kerajaan Goan.
Karena tujuan yang pertama tidak berhasil, maka ia memerintahkan orang2nya bertanding dengan tokoh2
itu. Sedang ia sendiri memperhatikan jalannya pertandingan untuk mencuri pukulan2 yang paling lihay dari berbagai partai. Dari sini dapatlah dilihat, bahwa nona yang cantik itu telah menjalankan tipu daya.
Sekarang Tio Beng berlatih dengan Helin Po hu. Sesudah beberapa lama ia kelihatan bersangsi dalam beberapa jurus yang terakhir. Ia menengok dan bertanya. "Lok Thung kek, apa begini?"
Si kakek muka hitam terkejut dan sambil berpaling ke sebelah kiri, ia berkata "Saudara Ho, apa kau lihat tegas pukulan2 itu?"
Tio Beng tersenyum "Kauw suhu" katanya. "Aku mohon petunjukmu"
Seorang Tauw too (pendeta ) yang berambut putih lantas saja bertindak keluar. Dia bongkok dan pincang, sedang mukanya penuh dengan bacokan golok, sehingga hampir tidak dapat dikenali. Disamping itu, ia bertubuh tinggi besar, sehingga biarpun bongkok, ia tidak lebih kate daripada Lok Thung Kek.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia mengambil pedang kayu daro tangan Tio Beng dan segera menyerang Helin Pohu dengan pukulan2 Kun Lun Kim hoat. Gerak2annya adalah sedemikian lincah, sehingga ia seolah2 sudah mempelajari ilmu pedang itu selama puluhan tahun.
Seperti Ho Thay Ciong, Kauw Tauw too tidak menggunakan tenaga dalam, sedang Helin Pohu menyerang dengan sekuat tenaga. Sesudah bertanding beberapa saat. Sambil membentak Helin Pohu
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
menyabet dengan toyanya. Sebagian lilin padam karena angin pukulan itu. Itulah pukulan yang mematahkan pedang Ho Thay Ciong. Menghadapi sabetan dahsyat itu Kauw Tauw too memperlihatkan kegesitannya. Bagaikan walet yang terbang diatas air, pedangnya berkelebat, menempel di badan toya dan menapas ke depan, menghantam tangan Helin Pohu yang lantas kesemutan. "Trang!" toya itu jatuh dilantai. Muka Helin Pohu berubah merah. Ia tahu bahwa jika pedang itu pedang baja, jari2 tangannya tentu sudah terbabat putus, "Aku menyerah kalah!" katanya sambil membungkuk dan lalu menjemput toyanya.
Dengan kedua tangan Kauw Tauw too segera memulangkan pedang kayu kepada Tio Beng.
"Kauw Suhu" kata si nona sambil tersenyum "Apakah pukulan yang terakhir juga Kun lun Kiam hoat?"
si pendeta manggutkan kepalanya.
"Apa Ho Thay Ciong tak mampu menggunakan pukulan itu?" tanya Tio Beng.
Dia menggangguk lagi. "Kauw suhu coba ajar aku lagi" memohon si nona.
Pendeta itu lantas saja melayani Tio Beng dengan tangan kosong. Biarpun ia Bongkok dan pincang, gerakannya gesit luar biasa, sehingga Tio Beng tidak bisa melayaninya. Tapi meski begitu, berkat kecerdasannya, si nona bisa juga meniru ferakan setiap pukulan. Sesudah beberapa gebrakan, dalam satu gerakan yang cepat dan indah, si tauw too memutar badan sambil mendorong dengan ke-2 tangannya.
Kemudia ia berdiri tegak dan tidak bergerak lagi.
Tio Beng terkejut. Sungguh lihay pukulan itu!" puji Bu Kie di dalam hati.
Sesudah memikir sejenak, nona Tio mendusin. "Apa!" serunya "Kauw suhu, jika kau memegang toya, toya itu tentu sudah menghantam lenganku. Dengan cara apa pukulan itu bisa dipunahkan?"
Kauw tauw too segera membuat suatu gerakan seperti orang merampas toya dan berbareng kaki kirinya menendang. Gerakan itu yang dibuat dalam kecepatan luar biasa, bukan pukulan Kun lun Pay.
"Kauw suhu, perlahan sedikit!" kata Tio Beng sambil tertawa.
"Tenaga dalammu tak cukup, tak dapat kau meniru gerakan itu" kata Bu Kie di dalam hati.
Kouw Tauw too mwnggoyang2kan tangannya, sebagai tanda bahwa Tio Beng yang belum mempunyai cukup Lweekang tak akan bisa menggunakan pukulan itu. Sesudah itu, tanpa meladeni si nona lagi, dengan terpincang2 ia kembali ke tempatnya.
"Kepandaian Tauw too itu mungkin tidak berada di sebelah bawah Hian beng Jie lo" pikit Bu Kie.
"Biarpun lweekangnya belum diketahui seberapa tingginya. Tapi ia bukan lawan enteng. Mengapa ia tak pernah bicara" Apa ia gagu" Tak mungkin gagu, sebab ia tak tuli. Tio kauwnio kelihatannya sangat menghormati dia. Dia pasti bukan sembarang orang."
Melihat si bongkok tidak meladeninya. Tio Beng tidak menjadi gusar. Ia hanya tersenyum dan kemudian berkata "Panggil Tong Bun Liang!"
Tak lama kemudiam Tong bun liang digiring masuk dan kembali Long thung kek menyuruh 3 orang untuk melayani tetua Kong Tong pay itu. Tong Bun Liang yang tak mau jatuh dibawah angin karena senjata yang tidak seimbang minta bertanding dengan tangan kosong. Ia berhasil merobohkan 2 orang lawan, tapi kalah dalam pertandingan yang ke-3. seperti Ho Thay Ciong salah satu jati tangannya segera dikutungkan. Sesudah Tong Bun Liang meninggalkan ruangan itu, dengan dibantu oleh Long Thung Kek sendiri, Tio Beng segera berlatih dalam pukulan2 Kong Tong pay.
Di dalam hati Bu Kie memuji kelihayan Tio Beng. Nona itu rupa2nya mengerti, bahwa tenaga dalamnya tak cukup dan untuk memiliki lweekang yang tinggi, ia harus berlatih dalam jangka waktu yang lama. Maka itu, ia mengambil jalan yang lebih pendek. Untuk menambal kekurangan dalam lweekang, ia memetik bagian2 yang paling bagus dari berbagai ilmu silat dalam dunia persilatan.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sesudah berlatih beberapa lama, Tio Beng berkata "Panggil Biat Coat Loo nie!"
"Sudah 5 hari Biat Coat mogok makan" jawab seorang pengawal baju kuning.
"Sampai hari ini dia msih keras kepala"
"Biar dia mati kelaparan!" kata si nona sambil tersenyum. "Kalau begitu, panggillah Ciu Ci Jiak!"
Semenjak kembali dari Bu Tong, dari kakek gurunya, Bu Kie sudah mengerti segala kejadian semenjak ia berpisahan dengan Thay suhu itu. Ia tahu, bahwa Ciu Ci (Tit) Jiak adalah si gadis yang dulu ditolong Thio Sam Hong ditengah sungai Han sui. Pada waktu itu, mereka berdua masih kecil. Tapi kecintaan, atau sedikitnya keramah tamahan, si nona tak dapat dilupakan olehnya. Di Kong beng teng atas perintah Biat Coat, Cie Jiak pernah menikam dia. Tapi ia sedikit tidak pernah merasa sakit hati. Sekarang mendengar perintah Tio Beng, tiba2 jantung memukul keras.
Tak lama kemudian, sejumlah pengawal baju kuning mengawal nona Ciu untuk masuk kurungan itu.
Bu Kie mendapat kenyataan, bahwa si nona banyak lebih kurus, tapi kecantikannya tetap tak berubah. Ia bertindak masuk dengan sikap tenang, seolah2 ia tidak memikiri lagi soal hidup atau mati.
Lok Thung Kek segera menanyakan apa Ciu Ci Jiak suka menakluk, tapi si nona tak menjawab dan hanya menggelengkan kepala. Baru saja kakek itu mau memerintahkan orang sebawahannya turun ke gelanggang, tiba2 Tio Beng berkata. "Aku sungguh merasa kagum, bahwa dalam usia yang masih begitu muda kau telah menjadi salah seorang murid terpenting dari Go Bie Pay. Kudengar kau sangat disayang oleh Biat Coat Suthay dan telah mendapat ilmu yang paling tinggi dari gurumu. Apa begitu?"
"Ilmu silat guruku sangat luas dan dalam" jawabnya. "Mana bisa orang gampang2 mewarisi ilmunya yang paling tinggi?"
Tio Beng tertawa. "Menurut peraturan disini asal saja orang bisa menangkan 3 orangku, ia akan segera diantar keluar tanpa diganggu selembar rambutpun" katanya. "Mengapa gurumu begitu sombong dan sungkan memperlihatkan ilmu silatnya kepada kami?"
"Dalam menghadapi kebinasaan, guruku sungkan dihina" sahut nona Ciu "Mana boleh Ciangbun Go Bie pay mencari keselamatan dari orang2 sebawahanmu" Kau benar! Guruku memang tak memandang sebelah mata kepada manusia2 rendah yang jahat dan kejam. Memang benar suhu tak sudi bertanding dengan manusia2 seperti kau dan anjing2mu!"
walaupun disemprot dengan perkataan2 tajam, Tio Beng kelihatan tidak menjadi gusar. Ia bahkan masih tertawa. "Bagaimana dengan Ciu Kauwnio sendiri?" tanyanya.
"Aku seorang muda, belum mempunyai pendirian sendiri" jawabnya. "Aku hanya turut apa yang dikatakan oleh guruku"
"Gurumu juga melarang kau bertanding dengan kami, bukan?" tanya pula Tio Beng. "Mengapa begitu?"
Ciu Jiak tersenyum dingin. "Biarpun Kiam hoat Goe bie pay tidak bisa dinamakan sebagai ilmu pedang yang sangat tinggi, sedikitnya kiam hoat kami adalah ilmu dari sebuah partai lurus bersih di wilayah Tionggoan. Maka itu, kami tentu saja menjaga supaya ilmu itu tidak sampai dicuri oleh segala manusia yang tidak mengenal malu"
Tio Beng terkejut. Ia tidak pernah menduga bahwa maksudnya telah ditebak jitu oleh Biat Coat Suthay. Mendengar sindiran yang sangat pedas, darahnya meluap juga. "Sret!" ia menghunus Ie Thian kiam. "Gurumu telah mencaci kami sebagai manusia yang tidak mengenal malu" katanya. "Baiklah!
Sekaranf aku ingin menanya pedang Ie Thian kiam ini terang2 sebuah mustika milik keluargaku.
Mengapa partaimu, partai Goe Bie Pay telah mencurinya?"
"Semenjak dahulu orang mengenal Ie Thian kiam dan To Liong To sebagai senjata2 mustika milik rimba persilatan daerah Tionggoan." Jawabnya dengan suara tawar. "Aku belum pernah mendengar, bahwa pedang itu mempunyai sangkut paut dengan seorang perempuan Hoan pang (orang asing dari See hoan)"
Paras muka Tio Beng lantas saja berubah merah padam. "Ha!" bentaknya. "Apa benar kau tidak mau bertanding?" Nona Ciu menggeleng2kan kepala.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Menurut peraturan disini, orang yang kalah bertanding atau yang tidak mau bertanding harus diputuskan salah satu jari tangannya" kata Tio Beng "Rupa2nya kau beradat sombong karena menggangulkan mukamu yang sangat cantik. Aku sekarang tak mau memutuskan jari tanganmu" ia menunjuk Kauw Tauw too dan berkata pula. "Aku akan membuat mukamu seperti muka suhu itu. Aku akan membuat beberapa puluh goresan pedang diatas mukamu. Kumau lihat apakah kau masih bisa mempertahankan kesombonganmu"
sehabis berkata begitu, ia mengibaskan tangannya. 2 pengawal baju kuning lantas saja melompat dan mencekel ke-2 lengan Ciu Jiak erat2.
Tio Beng tertawa mengejek. "Untuk menggores muka, orang tidak perlu memiliki Kiam hoat Go bie pay" katanya. "Apa kau kira aku tidak mengubah kau menjadi perempuan muka jelek karena ilmu silatku tak keruan macamnya?"
Kedua mata nona Ciu mengembang air dan tubuhnya bergemetaran. Untung Ie thian kiam hanya terpisah beberapa dim dari pipinya. Dengan sekali mendorong tangannya si iblis bisa membuat mukanya menyerupai muka tauw too itu.
Tio Beng tertawa "Kau takut tidak?" tanyanya.
Sekarang Ciu Ci Jiak tidak bisa mempertahankan keteguhannya lagi. Ia menggangguk dan menjawab dengan suara parau "Takut"
"Bagus!" kata nona Tio. "Apa itu berarti, bahwa kau menakluk?"
"Tidak!" jawabnya. "Lebih baik kau bunuh aku saja"
Tio Beng tertawa nyaring. "Aku belum pernah membunuh orang." Katanya. "Aku hanya ingin menggores kulit dan sedikit dagingmu"
Tiba2 sinar putih berkelebat. Tio Beng benar2 menyabetkan Ie thian kiam ke muka nona Ciu. Pada detik yang sangat berbahaya, sebelum ujung pedang menyentuh kulit, tiba2 terdengar suara "Trang!"
sebuah benda melayang dan Ie thian kiam terpukul miring. Hampir berbareng jendela hancur, seorang melompat masuk dan 2 pengawal yang mencekal Ciu Ci Jiak roboh dilantai. Semua kejadian itu terjadi dalam sekejap mata. Dilain detik tangan kiri orang itu melindungi nona Ciu dengan memeluk pinggang si nona, sedang tangan kanannya mengadu dengan Long Thung Kek. "Plak!" keduanya terhuyung2
setindak. Ternyata orang yang menolong bukan lain Bu Kie.
Menyerbunya Bu Kie seolah2 halilintar ditengah hari bolong. Dalam ruangan itu berkumpul jago-jago yang sangat lihai, tapi tak urung mereka terkesiap. Bahkan Hian beng ji loe (2 kakek yang memiliki Hian beng sin kiang) yang memiliki kepandaian paling tinggi tak keburu menghalangi Bu Kie. Tapi biar bagaimanapun Long Tung Kek bertindak cepat. Begitu mendengar pecahan jendela, ia lantas melompat ke depan Tio Beng untuk melindungi majikannya dan berbareng menyambut pukulan Bu Kie. Diluar dugaannya bentrokan tangannya membuatnya terhuyung. Buru-buru ia mengempos semangat, tapi ia kaget sebab ia merasa sekujur badannya panas, seperti orang masuk ke dalam dapur. Mengapa begitu"
Karena pada waktu beradu tangan, Kioe yang cin keng dari Be Kie menerobos masuk kedalam badannya.
Sebagaimana diketahui, Lweekang Long Thung Kek adalah Lweekang yang sangat dingin. Kioe yang Cin kie adalah "hawa" yang bersifat Sun yang (panas murni). Maka itu, masuknya Kioe yang cin kie suda mengakibatkan bentrokan antara panas dan dingin di dalam tubuhnya.


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat keadaan Long Thung Kek, Hian beng Jie lo yang satunya lagi yang bernama Ho Pit Ong cepat-cepat menghampiri dan mencekal tangan Long Thung Kek. Dengan tenaga kedua orang itu barulah Kioe yang cin kie dapat ditindih.
Pada detik itu, orang yang merasai keneruntungan yang paling besar adalah Ciu Cie Jiak. Dalam menghadapi bahaya besar, ia tidak pernah mimpi, bahwa ia akan mendapat pertolongan dan yang menolong adalah Bu Kie sendiri. Dengan jantung memukul keras ia mendapat tahu, bahwa pinggangnya dipeluk Bu Kie. Semenjak pertemuan di Kong beng teng, siang malam ia belum pernah melupakan pemuda itu.
Maka itulah, biarpun menghadapi bahaya besar, biarpun ia berada ditengah2 ratusan golok, ia merasa beruntung dan tidak memperdulikan apapun juga.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sementara itu melihat kauwcu mereka menyerbu, Yo Siauw dan wie It Siauw-pun segera melompat masuk dan berdiri di belakang Bu Kie. Orang2nya Tio Beng yang semula kaget sekarang sudah tenang kemabli lantaran mereka tahu, bahwa yang datang hanialah 3 orang musuh. Dari tanda yang diberikan oleh pengawal, mereka tahu bahwa diluar ruangan itu tidak terdapat lain musuh. Mereka lantas saja menjaga semua pintu dan menunggu perintah sang majikan.
Nona Tio tidak bergusar. Ia mengawasi Bu Kie dan kemudian mengawasi 2 benda kuning berkeredapan yang menggeletak di lantai. Ternyata, waktu ia mau menggores muka Ciu Cie Jiak. Bu Kie sudah menimpuk dengan serupa benda dan sebab Ie thian Kiam tajam luar biasa maka benda itu terbacok menjadi 2 potong. Sekarang ia tahu, bahwa benda itu adalah kotak emas yang ia berikan kepada Bu Kie.
"Kau rupa2nya membenci sangat kotak itu" katanya dengan suara pelan.
Melihat sorot mata Tio Beng yang penuh rasa menyesal, Bu Kie kaget dan heran. "Aku tidak membawa senjata rahasia" katanya dengan suara lemah lembut. "Dalam keadaan kesusu, aku sudah menggunakan kotak itu. Harap Tio kauwnio tidak menjadi gusar"
Kedua mata si nona mendadak mengeluarkan sinar terang. "Apakah kau selalu membawa kotak itu?"
tanyanya. "Ya" jawabnya. Melihat Tio Beng terus mengawasi dirinya, dengan paras muka merah cepat-cepat Bu Kie melepaskan pelukannya pada pinggang Cie Jiak.
Nona Tio menghela nafas dan berkata. "Aku tak tahu bahwa Ciu Cie Jiak adalah"..adalah"sahabatmu.
kalau kutahu tentu tidak berbuat begitu terhadapnya. Kalau begitu kalian adalah?""ia tidak meneruskan perkataannya dan menengok ke jurusan lain.
"Ciu Kauwnio tidak".bukan"..apa2"kata Bu Kie "Hanya?"hanya"."
Tanpa mengeluarkan sepatah kata Tio Beng mengawasi pula 2 potong kertas itu. Sinar matanya menunjuk, bahwa ia ingin bicara banyak tapi mulutnya terkancing.
Melihat begitu Ciu Ci Jiak kaget. Dengan jantung memukul keras ia berkata di dalam hati "Ah! Tak dinytana iblis perempuan itu mencintainya"
Tapi Bu Kie tidak memikir sampai disitu. Ia hanya merasa, bahwa ia sudah berbuat salah. Isi kotak itu sudah mengobati Jie Thay Giam dam In Lie Heng. Sebagai pembalasan budi, ia menggunakannya sebagai senjata rahasia, sehingga kotak itu terbagi 2. inilah ketelaluan, pikirnya. Ia segera menjemput ke-2 potong kotak itu dari atas lantai dan berkata dengan suara meminta maaf. "Aku akan meminta seorang tukang yang pandai untuk menyambungnya lagi"
"Apa benar?" menegas si nona dengan suara girang.
Bu Kie manggutkan kepala. Ia merasa heran mengapa nona Tio begitu girang. Tapi ia tak mau memikir panjang panjang. Ia hanya menganggap bahwa wanita muda itu sering menunjukan sikap yang aneh2. ia segera memasukkan kedua potongan itu kedalam sakunya.
"Nah, sekarang kau pergilah!" kata Tio Beng.
Alis Bu Kie berkerut. Ia datang dengan tujuan untuk menolong para pamannya dan lain2. sebelum mereka tertolong ia tidak bisa pergi. Tapi dilain pihak, musuh mempunyai banyak sekali orang pandai dan dengan hanya bertiga, ia tidak bisa berbuat banyak. "Tio kauwnio, perlu apa kau menangkap Toasopeh dan yang lain2nya" tanyanya.
Nona Tio tertawa, "Maksudku sebenarnya baik sekali" jawabnya. "Aku mengundang mereka supaya mereka suka mengeluarkan tenaga untuk kerajaan supaya kita bersama2 bisa mencicipi kesenangan dan kemewahan. Diluar dugaan mereka sangat keras kepala. Maka itu, aku tidak bisa berbuat lain daripada coba membujuk mereka dengan perlahan-lahan".
Bu Kie mengeluarkan suara dihidung dan lalu mendekati Ciu Cie Jiak. Biarpun dikurung oleh musuh2
yang berkepandaian sangat tinggi, sikapnya tenang dan wajar. Tadi ketika ia menjemput kedua potong kotak emas, ia bergerak seolah2 di ruangan itu tak ada manusianya. Sekarang, setelah menyapu seluruh ruangan dengan matanya, ia berkata "Baiklah! Kalau begitu, kami ingin berpamitan." Ia memegang tangan Ciu Cie Jiak, memutar badan dan lalu bertindak keluar.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Tahan!" bentak Tio Beng. "Jika kau inin pergi sendiri, aku tak nanti menghalang-halangi. Tapi dengan mengajak Ciu kauwnio tanpa memberitahukan aku, kau sungguh tidak memandang sebelah mata kepadaku".
"Benar aku melanggar adat kesopanan" kata Bu Kie sambil menghentikan tindakannya lalu memutar tubuh. "Tio kauwnio, aku meminta kau melepaskan Ciu Kauwnio dan mempermisikannya untuk mengikut aku".
Tio Beng tidak menjawab. Ia memberi isyarat kepada Hian beng Jie lo dengan lirikan mata. Ho Pit Ong maju beberapa tindak dan berkata "Thio kauwcu, kau datang lantas datang, mau pergi lantas pergi.
Mau menolong orang lantas menolong. Kau pikirlah! Dengan perbuatan itu, dimana kami harus menaruh muka" Apabila kau tidak memperlihatkan kepandaianmu kami semua tentu merasa sangat penasaran."
Mendengar suara si kakek, darah Bu Kie lantas saja meluap. "Tua bangka kurang ajar!" cacinya
"dahulu, diwaktu aku masih kecil, kau sudah membekuk aku, sehingga hampir2 jiwaku melayang. Hari ini, kau masih ada muka bicara begitu di hadapanku. Sambutlah!" seraya berkata begitu, ia menghantam Ho Pit Ong.
Lok Tung Kek yang tadi sudah berkenalan dengan kelihayan Bu Kie, mengerti bahwa dengan seorang diri, kawan itu bukan tandingan pemuda itu. Bagaikan kilat ia melompat dan memukul. Bu Kie tidak membatalkan serangannya tangan kanannya terus menghantam Ho Pit Ong sedang tangan kirinya menangkis pukulan Lok Thung Kek. Dalam gebrakan ini "Tenaga tulen" melawan "tenaga tulen".
Berbarengan dengan bentrokan empat lengan, tubuh ketiga orang itu bergoyang2.
Pada beberapa bulan berselang, dalam pertemuan di Bu tong san, 2 tangan Hian beng Jie lo melayani ke-2 tangan Bu Kie, sedang 2 tangan mereka yang lain menghantam tubuh pemuda itu. Sekarang mereka ingin mengulangi siasat itu. 2 tangan mereka yang masih merdeka dengan berbareng menghantam Bu Kie.
Tapi sesudah dibokong satu kali. Siang2 ia sudah memikiri cara bagaimana untuk memunahkannya.
Demikianlah, selagi ke-2 tangan musuh menyambar, tiba2 ia menyikut dengan menggunakan Kian kun Tay lo ie Sin Kang. "Plak!" tangan kiri Ho Pit Ong memukul tangan kanan Lok Thung Kek. Kedua kakek itu memukul dengan ciang hiat yang sama, dengan tenaga yang sama pula. Sambil mengeluarkan seruan tertahan, mereka merasakan kesakitan hebat. Tak kepalang rasa herannya. Mereka sama sekali tidak mengerti, mengapa mereka saling pukul dengan teman sendiri. Ternyata, biarpun berkepandaian tinggi, Hian beng jie lo belum mengenal Kian kun Tay lo ie.
Dilain saat, dengan gusar mereka menyerang bagaikan hujan dan angin. Dalam serangan itu, mereka bekerja sama erat sekali, yang satu menyerang, yang satu membela diri. Tapi Bu Kie terus menggunakan Tay loe ie sin kang, sehingga beberapa kali ke-2 lawannya saling gebuk dengan kawan sendiri.
Hian beng Jie lo saling mengawasi dengan mata membelalak dan muka pucat. Sementara itu, Bu Kie mengubah cara berkelahinya. Kini ia menyerang, dengan "hawa" yang "panas murni". Diserang begitu ke-2 kakek itu yang mempunyai Lweekang "dingin" jadi setengah mati.
Bu Kie terus mendesak tanpa mengenal ampun. Makin lama pukulan2nya makin cepat dan erat. Dalam pertemuan ini, ia mengenali, bahwa diantara Hian beng Jie lo, Ho Pat Ong lah yang telah memukulnya dengan Hian Beng sin ciang pada 20 tahun berselang. Ia ingat cara bagaimana pukulan itu sudah mengakibatkan penderitaan hebat bagi dirinya dan hampir saja ia kehilangan jiwa. Ia adalah seorang yang selalu bersedia untuk mengampuni semua manusia. Tetapi sekarang, darahnya mendidih. Terhadap Lok Thung Kek, ia masih berlaku murah hati, tapi terhadap Ho Pit Ong ia tak sungkan2 lagi.
Sesudah bertempur kira2 20 jurus muka Ho Pit Ong yang semula hijau berubah menjadi merah. Tiba2
Bu Kie menghantam dengan telapak tangannya. Buru-buru ia menangkis dengan tangan kiri, sedang tangan kanan mereka itu dapat digunakan lagi untuk balas menyerang "Plak!...Plak!" kedua tangan dengan saling susul mampir di pundak Long Thung Kek sedang tangan Bu Kie terus menyambar tanpa bisa ditangkis atau dikelit lagi. "Buk!" dadanya terpukul keras. Untung juga pada detik terakhir Bu Kie merubah pikiran dan sungkan mengambil jiwa musuh. Sehingga pada saat yang memutuskan, ia mengurangi tenaganya. Tapi biarpun begitu, Ho Pit Ong segera memuntahkan darah, dari merah mukanya berubah menjadi ungu dan badannya bergoyang2. kalau Bu Kie mengirim pukulan susulan kakek itu tentu segera tamat riwayatnya. Sementara itu sebab kena 2 pukulan kawan sendiri. Lok Thung Kek berjengit dan seraya menggigit gigi ia terhuyung beberapa tindak.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Hian Beng Jie lo adalah jago-jago utama dibawah perintah Tio Beng. Bahwa belum cukup 30 jurus mereka sudah terluka berat, adalah kejadian yang sungguh2 mengejutkan semua orang. Terhitung Yo Siauw dan Wie It Siauw sendiri.
Mengejutkan karena pada waktu bergebrak dengan Hian beng Jie lo di Bu Tong San kepandaian Bu Kie belum setinggi sekarang. Tak disangka dalam tempo beberapa bulan saja, ia sudah maju begitu pesat.
Sebab musabab dari kemajuan itu ialah sambil mengobati Jie Thay Giam dan In Lie Heng selama beberapa bulan Bu Kie banyak menerima pelajaran dari Thio Sam Hong. Kioe yang sin kang, Kian kun thay lo ie dan Thay kek kun telah bergabung menjadi satu sehingga dapat dikatakan, Bu Kie telah mencapai tingkat tertinggi dalam ilmu silat. Sesudah memikir sejenak, Yo Siauw mengerti sebab musabab itu. Mereka kagum terhadap guru besar itu dan mengagumi juga kauwcu mereka.
Sesudah menderita kekalahan dalam pertandingan tangan kosong sambil membentak keras, dengan berbareng hian beng jie lo mengeluarkan senjata mereka. Lok Thung Kek memegang sebatang tongkat pendek bercagak menyerupai tanduk menjangan, warna hitam, entah dibuat dari logam apa. Ho Pit Ong mencekal sepasang pit(senjata seperti pena Tionggoan) warna putih terang, seperti krystal, yang ujungnya lancip seperti patuk burung Ho. Mereka sudah lama mengikuti Tio Beng tapi malah nona itu sendiri tidak pernah melihat mereka menggunakan senjata.
Dimana saat satu sinar hitam dan 2 sinar putih segera mengepung Bu Kie. Pemuda itu tak bersenjata, tapi sedikitpun ia tak merasa keder. Ia justru ingin menjajal kepandaiannya. Ia ingin mengetahui apakah dengan tangan kosong ia bisa melayani ke-2 musuh yang lihay itu.
Dalam kegusarannya, Hian beng jie lo menggunakan senjata yang jarang sekali mereka gunakan.
Selama hidup mereka sangat mengandalkan senjata itu yang dapat digunakan untuk menyerang musuh dengan pukulan2 aneh. Nama mereka atau lebih tepat nama julukan mereka telah didapatkan dari senjata itu. Lok kak Toan thung dan Ho swee Siang pit (Tongkat pendek yang menyerupai tanduk menjangan dan sepasang pit yang menyerupai patuk burung ho) dan sebagai ringkas mereka menggunakan nama Lok Thung Kek (si pit burung ho).
Dengan memusatkan seluruh perhatian dan semangatnya, Bu Kie melayani ke-2 musuh itu. Untuk menyelamatkan diri dari serangan2 musuh luar biasa ia menggunakan ilmu ringan badan yang paling tinggi. Tapi untuk sementara waktu, ia belum benar2 memahami pukulan2 kedua kakek itu yang benar2
aneh. Dengan demikian biarpun ia berkepandaian cukup untuk membela diri, ia tak bisa mendapat kemenangan dalam waktu cepat.
Sementara itu, begitu Bu Kie bertempur melawan hian beng jie lo, Tio Beng menepuk tangan 3 kali dan 3 orang lantas saja menerjang Yo Siauw, 4 orang meyerang Wie It Siauw, sedang 2 orang membekuk Ciu Cie Jiak. Dalam sekejap Yo Siauw mwlukai lawan dengan pedangnya. Wie It Siauw merubuhkan 2
orang dengan pukulan Bian Ciang. Tapi jumlah musuh terlalu banyak. Roboh satu maju 2. Bu Kie yang sedang dikepung tak bisa memberikan pertolongan. Andaikata mereka bertiga ingin melarikan diri, mereka masih bisa berbuat begitu. Tapi kalau mau mengajak Ciu Cie Jiak mereka takkan bisa melakukan itu.
Kisah Pembunuh Naga Jilid 52 Karya Chin Yung ================ Makin lama keadaan pihak Bu Kie jadi makin jelek. Mereka bingung dan makin bingung, mereka makin terdesak. Sekonyong2 Tio Beng membentak. "Semua berhenti!"
Hampir berbareng, semua jagonya nona Tio melompat keluar dari gelanggang.
Yo Siauw segera memasukkan pedangnya kedalam sarung, sedang Wie It Siauw memulangkan golok yg dirampasnya kepada pemiliknya. Sesudah itu sambil tertawa terbahak2 mereka berdiri dibelakang Bu Kie. Orang2 sebawahan Tio Beng yg berkepandaian tinggi Kouw Tauw Too dan yang lain2 banyak yg belum turun ke gelangang. Apabila mereka menyerbu, Bu Kie bertiga pasti takkan bisa mempertahankan diri. Bahwa dalam menghadapi bahaya kedua pemimpin Bengkauw itu masih bisa tertawa sudah membangkitkan rasa kagum dalam hatinya semua orang. Sementara itu dengan rasa kuatir Bu Kie melihat seorang pria yg menudingkan sebatang pisau ke punggung Ciu cie Jiak.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Thio kongcu, sam wie (ketiga tuan) pergilah", kata nona Ciu. "Aku merasa sangat berterima kasih akan maksud sam wie yg mulia."
"Thio Kongcu," kata Tio Beng sambil tersenyum. "Aku sungguh merasa kasihan terhadap nona yg begitu cantik. Apakah Ciu Kouwnio gadis idam2an mu?"
Paras muka Bu Kie lantas saja berubah merah. "Ciu Kouwnie dan aku sudah saling mengenal sejak kecil" katanya. "Diwaktu kecial aku telah dipukul oleh manusia itu?" ia menuding Hi Pin Ong, "Dengan Hian beng Sin ciang. Racun dingin masuk kedalam tubuhku dan aku hampir tak bisa bergerak. Pada waktu itu Ciu Kouwnio telah merawat aku menyuapi makan kemulutku dan memberi minum kepadaku.
Budi yang besar itu sukar sekali bisa dilupakan olehku."
"Kalau begitu, kalian adalah kawan sedari kecil," kata Tio Beng. "Bukankah kau ingin mengangkat dia sebagai kauwcu Hujim (Nyonya kauwcu) dari Beng Kauw?"
Muka Bu Kie jadi terlebih merah. "Sebelum musuh dapat diusir, tak bisa aku menikah!" katanya.
Tio Beng lantas saja gusar, "Apa benar2 kau mau menumpas aku?" tanyanya.
Bu Kie menggelengkan kepalanya. "Sampai sekarang aku masih belum tahu asal usul kauw Nio,"
katanya. "Meskipun kita telah kebentrok berapa kali bukan aku, tp kauwnio yg cari urusan. Apabila kouwnio sudi melepaskan para pamanku dan tokoh2 berbagai partai, aku akan merasa sangat berterima kasih dan sedikitpun tidak berani bermusuhan lagi dengan kouwnio. Apapula kouwnio boleh memerintahkan aku melakukan tiga rupa pekerjaan. Kouwnio boleh menyebutkannya dan aku pasti akan melakukannya sedapat mungkin."
Tio Beng tertawa, "Ah! Kau belum lupa?" katanya. Ia berpaling kepada Ciu Cie Jiak dan berkata pula.
"Jika benar Ciu kouwnio bukan gadis idamanmu, bukan saudari seperguruanmu bukan tunangamyu, maka di goresnya muka yg cantik itu sama sekali tiada sangkut pautnya dengan kau."
Sehabis berkata begitu, ia melirik. Hampir berbareng Lok Thung Kek dan Ho Pit Ong melompat kedepat Ciu Cie Jiak dengan masing2 mencekal senjata, sedang salah seorang pengawal menudingkan pisau pada muka Cu.
"Thio kong cu," kata pula Tio Beng. "Lebih baik kau berterus terang kepadaku."
Selagi Tio Beng bicara, Wie It Siauw membuka telapak tangannya dan meludahinya beberapa kali, akan kemudian menggosok gosok telapak tangan yg penuh ludah itu di sela sepatunya. Semua orang merasa heran. Mereka tak bisa menebak apa maksud Wie Hok Ong.
Sekonyong2 Ceng Ek Hong Ong tertawa terbahak bahak dan belum habis ia tertawa tubuhnya berkelebat bagaikan kilat. Hampir berbareng Tio Beng kedua pipi nya di usap orang dan dilain detik Wie It Siauw sudah berdiri lagi di tempat semula dengan tangan memegang dua batang golok pendek. Tak seorangpun melihat, dari pinggang siapa ia mencabut kedua senjata itu.
Nona Tio terkesiap, ia tak berani meraba pipinya dan lalu mengeluarkan sehelai sapu tangan untuk menyusutnya. Sapu tangan itu bergelepotan suatu cairan2 lendir yg tercampur tanah. Ludah Wie Hok Ong! Bahwa gusar, paras muka si nona berubah menjadi meah padam. Mengingat mukanya dilabur ludah hampir2 ia muntah.
"Tio Kouwnio!" bentak Wit It Siang dengan suara lantang. "Kalau kau mau merusak muka Ciu Kouwnio, aku tentu tudak bisa mencegah. Nama Thio Kauwcu kami dikenal ditengah lautan dan sebagai pemuda berkepandaian tinggi dan tampat, tak sukar untuk mencari gadis2 cantik untuk dijadikan istri dan empat gundik. Pada hakekatnya, ia tak memikir Ciu Kounio. Tapi kau manusia kejam luar biasa dan aku, si orang she Wie, tidak bisa membiarkan dengan begitu saja. Tio Kouwnio, kau dengarlah! Jika hari ini kau menggores muka Ciu Kouwnio satu kali, aku akan membalas budi dengan dua kali lipat, aku akan menggores mukamu dua kali, aku akan membayar dengan empat goresan. Apabila kau memutuskan satu jari tangannya, aku akan memutuskan satu dua jari tangan2mu. Si orang she Wie tidak pernah berdusta.
Apa yg diaktanya pasti akan dilakukannya. Ceng Ek Hok Ong belum pernah menjilat lagi ludah yg sudah dibuangi. Mungkin kau bisa menjaga diri selama setengah atau satu tahun, tapi kau pasti tak akan mampu berwaspada terus menerus dalam delapan sembilan tahun atau sepuluh tahun. Mungkin untuk menyelamatkan diri kau akan menyruh anjing2mu untuk membinasakan aku. Tapi aku percaya tak seorangpun di dalam dunia ini yg bisa mengubar dirinya Ceng Ek Hong Ong. Nah selamat tinggal!."
Berbareng dengan terdengarnya "perkataan tinggal" badan Wie It Siauw menghilang dari ruangan itu.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Kecepatan bergeraknya Wie Hok Ong sungguh2 menakjubkan, semua orang yakin bahwa ancaman yg dikeluarkan dengan suara tenang bukan gertak sambal.
Muka Tio Beng sebentar pucat, sebentar merah. Ia mengerti, bahwa kalau tadi Wie It Siauw mengusap mukanya menyeluruh dengan sebatang pisau, muka yg cantik itu sudah mulai cacat iapun yakin bahwa sesuai dengan ancaman itu, ia tak akan bisa menjaga diri terus menerus. Dalam ruangan itu, org yg berilmu silat paling tinggi adalah Bu Kie. Tapi Bu Kie pun tidak ungkulan melawan Wie It Siauw dalam ilmu ringan badan. Dalam perlombaan jarak jauh berkat Lweekangnya ia akan memperoleh kemenangan.
Tp dalam jarak dekat ia tak usah berharap bisa menyandek Wie Hok Ong. Pada jaman itu, dalam seluruh rimba persilatan, Wie It Siauw lah yg paling memiliki ilmu mengentengkan badan yg paling tinggi.
Sesaat kemudian, sambil membungkuk Bu Kie berkata, "Tio Kauwnio, kalau begitu sekarang saja kami minta diri." Dengan menuntun tangan Yo Siauw, ia meninggalkan ruangan itu. Ia tahu bahwa sesudah mendapat ancaman, Tio Beng pasti tidak berani main gila terhadap Ciu Cie Jiak.
Dengan raas malu dan gusar nona Tio mengawasi mereka, tapi ita tidak berani memerintahkan orang2nya untuk mencegat kedua pimpinan Beng Kauw itu.
Setibanya dirumah penginapan, Wie It Siauw sudah menunggu, "Wie Hok Ong," kata Bu Kie sambil tertawa, "hari ini kau memberi pelajaran lepat kepat kepada mereka. Mereka sekarang mengerti, bahwa Beng Kauw tidak boleh dibuat gegabah."
Wie It Siauw tertawa nyaring, "Aku tanggung tiga hari tiga malam nona cantik itu tidak enak tidur,"
katanya. "Makin dia tidak enak tidur, makin sukar kita menolong orang," kata Yo Siauw.
"Yo Co Su bagaimana pikiranmu?" tanya Bu Kie. "Apakah kau mempunyai daya yang baik untuk menolong mereka?"
Alis Yo Siauw berkerut. "Memang sukar," jawabnya. "Kita hanya bertiga, apapula kedatangan kita sudah diketahui oleh musuh."
Bu Kie merasa jangah. "Akulah yang bersalah," katanya dengan suara meminta maat. "Sebab melihat Ciu Kauwnio menghadap bahaya aku tidak bisa untuk melakukan dan menahan hati, sehingga akhirnya aku merusak urusan besar."
"Kauw cu tidak bersalah," bantah Yo Siauw. "Dalam keadaan begitu, kamipun tidak bisa tidak turun tangan. Bahwa dengan seorang diri, Kauw cu sudah mengalahkan Hian Beng Jie Lo, adalah kejadian yg sangat baik untuk pihak kita." Sesudah beromong2 beberapa lama lagi, mereka segera pergi mengaso di masing2 kamarnya.
Pada esok harinya Bu Kie tersadar dari tidurnya. Begitu membuka mata ia melihat jendela terpentang lebar dan seorang berdiri didepan jendela sedang mengawasinya. Dengan kaget ia melompat bangun.
Orang itu mukanya penuh tanda bacokan golok, bukan lain daripada Kouw Tauw Too. Bu Kie makin kaget, Kouw Tauw Too terus mengawasinya, tapi ia kelihatan tidak mengandung maksud jelek. Bu Kie merasa seolah2 kepalanya diguyur air dingin. "Bagaimana aku bisa pulas begitu nyenyak?", katanya di dalam hati. Musuh sudah berada diluar jendela dan aku masih belum tahu. Dilain saat ia berteriak, "Yo ce su! Wie Hok ong!" Mereka yg tidur dikamar sebelah, lantas saja menyahut. Hati Bu Kie agak lega sedikitnya ia tahu, bahwa kedua kawannya tidak dicelakai musuh.
Sementara itu, Kauw Tauw Too sudah menyingkir. Bagaikan kilat Bu Kie melompat keluar jendela dan terus mengubar. Yo Siauw dan Wie It Siauw menyusul dari belakang. Setibanya diluar mereka tidak melihat musuh lain, sedang si pendeta kabur ke arah utara. Seraya memberi isyarat dengan ulapan tanga, mereka mengejar.
Meskipun pincang, pendeta itu bisa lari cepat sekali. Waktu itu fajar baru menyingsing dan jalanan masih sepi. Tapi lama kemudian, mereka sudah keluar dari pintu utara dan Kouw Tauw too membelok kejalanan kecil. Sesudah lari tujuh delapan li lagi, mereka tiba disebuah bukit batu dan si pendeta menghentikan tindakannya. Sesudah mengibas2kan tangannya sebagai tanda supaya Yo Siauw and Wie It Siauw mundur, ia memberi hormat. "Apa maksudnya?" tanyanya di dalam hati. "Tempat ini tiada manusianya dan kalau sampai bertempur, dengan seorang diri, dia pasti kalah. Kelihatannya dia tidak mengandung maksud jahat."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Selagi Bu Kie memikir begitu, seraya mengeluarkan suara "ah ah uh uh" si gagu sudah menerjang. Dia menyerang dengan memandang sepuluh jeriji tangan kiri merupakan Houw Jiauw (kuku harimau), tangan kannya berbentuk Liong Jiauw (cakar naga) sepuluh jari tangannya bengkok seperti gretan baja dan serangannya hebat luar biasa.
Dengan mengibaskan tangan kiri, Bu Kie memunahkan serangan lawan. "Bagaiman maksud Siang jin?" tanyanya. "Sesudah bicara, kita masih mempunyai banyak waktu untuk bertempur." Tapi si pendeta tidak meladeni dan terus menyerang. Tangan kirinya semula merupakan Hauw Jiauw berubah menjadi Eng Jiauw (cakar elang) sedang tangan kanannya berubah menjadi Hauw Jiauw.
"Apa benar2 Sian jin mau bertanding juga?" tanya Bu Kie seraya berkelit.
Si gagu tetap tidak menjawab. Kedua tangannya berubah lagi Eng Jiauw menjadi Say ciang (telapak tangan singa), Houw Jiauw menjadi Ho uwee (patuk burung Ho), sedang pukulannyapun turut berubah.
Demikianlah, dalam tiga gebrakan ia sudah menyerang dengan enam rupa pukulan.
Bu Kie tidak berani berayal lagi dan segara melayani dengan Thay kek kun. Ia bergerak bagaikan mengalirnya air dan setiap pukulannya, baik membela diri maupun menyerang, merupakan lingkaran Thay kek. Dalam pihak, Kauw tauw too menyerang dengan tipu2 yg beraneka ragam. Ia menggunakan ilmu silat yg aneh2 menggabung silat "sesat" dengan silat dari partai lurus bersih. Tapi Bu Kie sendiri tetap melayani dengan Thay Kek Kun. Sesudah bertempur kurang lebih tujuh puluh jurus, sambil membentak keras. Kouw Tauw Too, meninju dari jurusan Tiong Kiong. Bagaikan kilat, dengan gerakan Jie hong Sie pit, Bu Kie memuji tinju yang menyambar dan berbareng dengan pukulan Tan Pian, telapak tangan kanannya meneput punggung si pendeta yg bongkok. Tepukan itu mampir tepat pada sasarannya, tapi Bu Kie tidak menggunakan Lwee Kang dan begitu telapak tangannya menyentuh punggung ia segera menarik pulang.
Si pendeta melompat kebelakang dan mengawasi Bu Kie dengan sorot mata berterima kasih. Ia mengerti bahwa dalam tepukan tadi, pemuda itu telah menaruh belas kasihan. Sesaat kemudian, ia menggapai Yo Siauw dan dengan gerakan tangan mengutarakan keinginannya untuk meminjam pedang.
Yo Siauw membuka ikatan tali pedang dan bersama sama sarungnya, ia menyerahkan senjata itu kepada si pendeta.
Bu Kie heran, "Mengapa Co Su meminjam senjata kepada musuh?" tanyanya dalam hati.
Sementara itu, sesudah menghunus pedang Kouw Tauw too memberi isyarat supaya Bu Kie meminjam pedang Wie It Siauw. Tapi pemuda itu menggelengkan kepala dan lalu menggambil sarung pedang dari tangan si pendeta. Sesudah itu, sambil melintangkan sarung pedang di depan dada ia membuat gerakan Ceng chioe (mengundang). Kouw Tauw too tidak berlaku sungkan2 lagi dan lalu membuka serangan. Setelah menyaksikan cara bagimana pendeta itu mengajar ilmu pedang kepada Tio Beng, Bu Kie tahu, bahwa dia memiliki Kiam hoat yg sangat tinggi. Maka itu, ia segera melayani dengan Thay kek Kiam hoat. Seperti juga dalam pertandingan tangan kosong, Kouw tauw too menyerang dengan rupa2 pukulan yg dikirim secara berantai yg satu belum habis yg lain sudah menyusul. Sesudah bertanding beberapa lama, Bu Kie merasa kagum sekali.
"Kalau aku ketemu dia pada setengah tahun berselang, di dalam kiam hoat belum tentu aku dapat menandinginya," katanya di dalam hati. "Di bandingkan dengan Giok Bin Sin Kiam Tong Hong Peng ilmu pedang yg masih lebih tinggi setingkat." Memikir begitu, di dalam hatinya lantas muncul rasa sayang kepada pendeta itu.
Sesudah lewat beberapa jurus lagi, Kauw Tauw Too menyerang dengan ilmu Loan Pie Hong (angin puyuh) dan pedangnya menyambar nyambar bagaikan berlaksa ular. Bu Kie menyambut setiap serangan dengan memusatkan seluruh semangat dan perhatiannya. Mendadak, mendadak saja dengan kecepatan yg tak mungkin dilukiskan ia membalik sarung pedang sehingga mulutnya menghadap keluar dan memapaki pedang si pendeta yg menyambar! Srok! Pedang itu masuk kesarungnya. Hampir berbareng, kedua menyambar dan menyentuk pergelangan tangan si pendeta dan kemudia, sambil tersenyum melompat mundur. Kalau mau, dengan menggunakan sedikit tenaga, ia sudah dapat merampas pedang si pendeta.
Cara yg digunakannya itu berbahaya dan indah luar biasa.
Diluar dugaan, selagi ia melompat mundur, sebelum kakinya menginjak tanah, Kouw Tauw too sudah melemparkan pedangnya dan menghantam dengan telapak tangan. Dari sambaran angin, ia tahu bahwa pukulan itu disertai lweekang yg dahsyat. Karena ingin menjajal kekuatan tenaga dalam pendeta itu, ia segera menyambut dengan tangan kanannya dan kemudian barulah kedua kakinya hinggap ditanah.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Kouw Tauw Too tidak berhenti sampai disitu dan terus mengirim pukulan2 hebat. Bu Kie segera mengeluarkan ilmu Kian Kun Tay Lo Ie yg paling tingig dna dengan ilmu tersebut, ia mengumpulkan tenaga pukulan2 itu. Kemudian sambil membentak keras, ia balas memukul. Pukulan it seolah2 air banjir yg memecahkan bendungan. Tenaga kira2 dua puluh pukulan Kouw Tauw too yg terkumpul menjadi satu, dilepaskan secara mendadak. Di dalam dunia belum pernah ada tenaga pukulan sehebat itu. Jika pukulan itu menimpa tubuh manusia, maka daging dan tulang pasti bisa hancur luluh.
Sesaat itu kedua telapak tangan menempel dan Kouw Tauw too tidak bisa meloloskan diri lagi. Tiba2
tangan kiri Bu Kie menjambret dada si pendeta dan melemparkannya keatas, sehingga tubuh yg tinggi besar itu terbang ke angkasa. Hampir berbareng terdengar suara keras dan batu2 terbang berhamburan.
Pukulan yg sangat dahsyat itu menimpa batu.
Yo Siauw dan Wie It Siauw mengeluarkan teriakan kaget. Semula mereka menduga, bahwa dalam pertandingan Lwee Kang antara Kauw Cu dan Kouw Tauw Too, keputusan siapa menang siapa kalah baru bisa didapat sedikitinya dalam waktu seminuman the. Diluar taksiran, detik yg menentukan tercapai dalam waktu yg begitu cepat.
Sesaat kemudian, dengan keringat membasahi telapak tangannya, Kouw Tauw too sudah hinggap pula di tanah dengan selamat. Begitu lekas kedua kakinya menyentuh tanah, dengan kedua tangannya ia membuat gerakan seperti api yg berkobar2 dan sesudah itu, sambil menaruh tangannya diatas dada dan berlulut ia berkata "Siauwjin (aku yg rendah)."
"Kong Beng Yo su Hoan Yauw, menghadap Kauwcu. Siauwjin menghaturkan banyak terima kasih kepada Kauwcu yg sudah menaruh belas kasihan, dan meminta maaf untuk segala kekurang ajaranku."
Bukan main kagetnya Bu Kie. Mimpipun ia tak pernah mimpi, bahwa si gagu Kouw Tauw too bukan saja bisa bicara, tapi jg Kong beng Yoe Su dari Beng Kauw yg sudah menghilang selama banyak tahun.
Buru-buru ia membangunkannya dan berkata, "Hoan Yoe Su, antara orang sendiri janganlah menggunakan terlalu banyak peradatan."
Waktu tiba di bukit batu itu, Yo Siauw dan Wie It Siauw sebenarnya sudah menduga duga. Hanya karena tubuh dan muka Hoan Yauw berubah terlalu banyak, maka mereka belum berani memastikan.
Sesudah Hoan Yauw memperlihatkan ilmu silatnya, dugaan mereka jadi makin keras. Sekarang dengan serentak mereka mendekat dan mencekal tangan kawan itu erat2. sambil mengawasi Hoan Yauw dengan air mata berlinang2, Yo Siauw berkata, "Saudara Hoa, siang malam kakakmu memikiri kau."
Hoan Yauw memeluknya. Ia menangis segak2 dan berkata, "Taoko kita harus berterima kasih kepada Tuhan yg sudha mengirim seorang kauwcu yg berkepandaian tinggi dan bijaksana kepada kita. Kitapun harus berterima kasih, bahwa hari ini kita bisa bertemu muka lagi."
"Saudara, mengapa kau jadi begini?" tanya Yo Siauw.
"Jika aku tidak merusak muka dan tubuh sendiri, cara bagimana kudapat mengabuli Seng Kun?"
jawabnya. Mendenger keterangan itu, Bu Kie bertiga kaget bercampur duka. Mereka sekarang tahu, bahwa Hoan Yauw sudah mencaci diri sendiri untuk bisa masuk kedalam kalangan musuh.
"Saudara, kau sangat menderita," kata Yo Siauw dengan suara parau.
Dahulu, dalam kalangan Kang Ouw, Yo Siauw dan Hoan Yauw dikenal sebagai Siauw Yauw Jie Sian (Siauw dan Yauw dua dewa) dan julukan itu didapat karena mereka berdua memiliki muka yg sangat tampan. Dari sini dapatlah dibayangkan bahwa dengan mencacati muka sendiri, Hoan Yauw telah membuat suatu pengorbanan yg sangat besar. Wie It Siauw yg beradat aneh sebenarnya tidak begitu akur dengan Hoan Youw. Tapi sekarang ia turut berduka dan sambil berlutut ia berkata, "Hoan Yoe su, hari ini Wie It Siauw benar2 takluk kepadamu."
Hoan Yauw segera balas berlutut. "Ilmu ringan badan Wie Hog ong tiada bandingannya dalam dunia,"
katanya. "Makin tau kau kian lihai. Semalam Kauw Touw too bertambah pengalaman."
Yo Siauw menengok kesekitarnya dan berkata, "Tempat ini tidak jauh dari kota dan musuh banyak mempunyai mata. Lebih baik kita pergi kelembah sebelah depan." Semua menyetujui dan mereka lantas saja berangkat. Sesudah berlari2 belasan li, mereka tiba dibelakang sebuah bukit kecil, darimana mereka
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
bisa memandang beberapa li jauhnya, sehingga mereka tak usah kuatir pembicaraan mereka di dengar orang. Mereka lalu duduk ditanah dan mendengari cerita Hoan Yauw.
Sebagaimana diketahui, sesudah Yo Po Thian menghilang dengan mendadak Peng Kauw terpecah belah sebab para pemimpinnya berebut kedudukan Kauwcu. Hoan Yauw sendiri percaya Yo Po Thian belum meninggal dunia, maka seorang diri ia menjelajah dunia Kang ouw untuk mencari pemimpin itu.
Dalam beberapa tahun ia masih jg belum berhasil. Belakangan ia menduga mungkin sekali Yo Po Thian dicelakai orang2 Kay pang. Diam2 dia membekuk beberapa tokoh partai si pengemis dan menyiksanya untuk mengorek keterangan. Tapi tindakan inipun tidak berhasil. Ia bukan saja gagal, tapi tanpa sebab juga sudah mempersakiti banyak anggot Kaypang. Ketika itu, permusuhan kalangan Beng Kauw makin menghebat. Dalam agama tersebut, ia mempunyai kedudukan yg sangat tinggi. Apabila ia mau tampil kemuka dan turut serta dalam perebutan kedudukan Kauwcu, ia pasti akan mendapat banyak pengikut.
Akhirnya dia mengundurkan diri dari dunia pergaulan dan menjadi pendeta yg memelihara rambut (tauw too).
Tapi manusia tidak bisa melawan maunya nasib. Suatu kejadian yg sangat kebetulan telah terjadi. Pada suatu hari, selagi lewat dikaki gunung Thay heng san, ia ditimpa hujan dan lalu meneduh di sebuah kelenteng rusak. Tanpa di sengaja ia mendengar pembicaraan dua orang yg satu Seng Kun, yg lain seorang pendeta. Belakangan baru itu tahu, bahwa pendeta itu adalah Kong kian Tay su, kepala dari empat pendeta suci dari kuil Siauw Lim sie.
Di Kong beng teng, Hoan Yauw pernah bertemu dengan Seng Kun dan ia tahu, bahwa orang itu adalah adik seperguruan Yo Kauwcu. Sesudah mereka selesai bicara, ia sebenarnya ingin segera menemuinya.
Diluar dugaan, baru saja mendengar beberapa patah perkataan, dia sudah kaget tak kepalang. Dengan berlutut di lantai, Seng Kun meminta belas kasihan Kong kian Tay su. Dia menceritakan, cara bagaimana waktu mabuk arak, dia telah memperkosa anak dari muridnya sendiri, yaitu Cia Sun, dan cara bagimana dia belakangan membunuh rumah tangga murid itu. Diapun menuturkan bahwa untuk membalas sakit hati, Cia Sun telah mencarinya diberbagai tempat, tapi dia tak berani muncul untuk menemui murid itu.
Akhirnya, dengan menggunakan namanya, Cia Sun membunuh banyak jago Rimba Persilatan guna memaksa dia keluar.
Kejadian itu telah diketahui Bu Kie. Tapi mendengar berita Hoan Yauw, ia kembali gusar tercampur duka.
Selanjutnya Hoan Yauw menuturkan, bahwa sambil menangis Seng Kun memohon supaya Kong kia Tay su suka menerima sebagai murid. Dia juga memohon, supaya dengan belas kasihan sang Budha, pendeta itu suka mendamaikan permusuhannya dengan Cia Sun.
"Siancay, siancay!" kata Kong kian Tay su, "Lautan kesengsaraan tiada batasnya," memalingkan kepala, melihat daratan, menaruh golok, menjadi Budha. Manakala kau sungguh2 merasa menyesal, pintu Sang Budha. Manakala kau sungguh2 merasa menyesal, pintu sang Budha terbuka lebar dan kau takkan dibiarkan berdiri diluar pintu." Sehabis berkata begitu, ia mencukur rambut Seng Kun dan menerima sebagai murid. Disamping itu, ia pun berjanji akan berusaha mendamaikan permusuhan hebat antara Seng Kun dan Cia Sun.
Mendengar sampai disitu, Bu Kie segera memutar cara bagaimana Cia Sun membinasakan Kong kian Tay su dengan pukulan hebat. Kong kian sudah rela menerima pukulan dengan harapan bisa membereskan sakit hati itu. Diluar dugaan, Seng Kun sudah memperdayai gurunya. Pada waktu itu Kong kian mau melepaskan napas yg penghabisan, ia tidak muncul untuk menemui Cia Sun.
Yo Siauw menyambung dengan menceritakan cara bagaimana Seng Kun menyerang Kong bent teng dan cara bagaimana dalam pertempuran melawau In Thian Ceng dan In Yan Ong, ia akhirnya binasa.
Hoan Yauw merangkap kedua tangannya dan berkata berulang2. "Omitohud! Siancay, siancay!"
Dengan hati duka, Yo Siauw mengawasi kawan itu yg dahulu terkenal sebagai seorang pria yg berparas tampan.
"Dengan Kim mo Say ong, perhitunganku sangat baik," kata pula Hoan Youw.
"Akupun mendengar, bahwa seluruh keluarganya telah dibinasakan orang. Aku hanya tak pernah menduga bahwa pembunuh itu adalah gurunya sendiri. Sesudah hujan berhenti mereka keluar dari kelenteng itu dan aku mengikuti dari belakang. Kutahu mereka berkepandaian tinggi dan hanya berani menguntit dari kejauhan. Tapi kong kian tidak bisa diakali. Ia tahu bahwa dirinya dikuntit orang. Sambil
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
berjalan ia berkata2 seorang diri, ia mengatakan bahwa seorang murid Budha harus mempunyai hati kasihan. Mendengar begitu, aku tidak berani mengikuti lagi."
"Berselang kira2 setahun kudengar Kong kian Tay su meninggal dunia. Aku merasa curiga dan menduga, bahwa wafatnya pendeta itu tentu mempunyai sangkut paut dengan Seng Kun. Diam2 kupergi ke Siauw Lim Sie untuk menyelidiki. Tapi aku tidak berani masuk kedalam kuil dan hanya bergerak disekitar gunung Siong San, benar saja. Langit tidak menyianyiakan usaha manusia yg sungguh2. secara kebetulan aku mendengar pembicaraan antara Seng Kun dan seorang utusan kaisar. Utusan kaisar itu bukan lain daripada Lok Thian Kek. Mereka berdua berkepandaian terlalu tinggi dan aku merasa tidak unggulan. Aku tidak berani datang telalu dekat. Dari kejauhan, aku hanya dapat menangkap sepatah dua patah. Perkataan yg didengar jelas oelhku hanialah, "Kong Beng teng harus dimusnahkan" Sekarang kutahu bahwa agama kita tengah menghadai bencana dan aku tidak bisa berpeluk tangan lagi. Aku lantas saja menguntit Lok tong kek sampai di kota raja. Manusia itu aku tak berani ganggu. Dia berkepandaian terlalu tinggi. Yg lainnya kupandang remeh akhirnya sesudah menyelidiki lama juga, aku mendapat tahu bahwa jagao2 Rimba persilatan itu adalah orang2 sebawahannya Jie Lam Ong Khakan Temur."
Jie Lam Ong Khakan Temur adalah seorang anggota keluarga kaisar. Ia berpangkat Thay kat Thay wie dan berkuasa atas semua tentara kerajaan diseluruh negeri. Ia seorang pintar dan gagah, menteri utama dari kaisar Goen. Dia lah yg sudah menindas pemberontakan rakyat di Kang hoay. Sudah lama Bu Kie dan para pemimpin beng kauw mendengar nama besarnya. Sekarang, mendengar Lok Thung Kek dan lain2 jago rimba persilatan menjadi orang bawahan pembesar itu, biarpun tidak terlalu kaget sedikit banyak Bu Kie terkejut juga (Jie Lam Ong = Raja muda Jie Lam)
"Tapi siapakah adanya Tio Kouwnio?" tanya Yo Siauw.
"Coba taoko tebak," kata Hoan Yauw.
"Apa nona itu bukan putrinya Khakan Temur?" tanya pula Yo Siauw.
Hoan Yaow menepuk2 tangannya. "Benar," katanya. "Sekali menebak taoko menebak jitu. Jie Lam Ong mempunyai seorang putera yg bernama Kuh Kuh Temur dan seorang puteri yg bernama Ming Ming Temur. Nama itu nama Mongol, kedua anak itu gemar ilmu silat dan mereka punya kepandaian yg cukup tinggi. Disamping itu merekapun suka berpakaian seperti orang Han dan menggunakan bahasa Han.
Belakangan masing2 menggunakan jg nama Han, Kuh Kuh Temur memilih nama Ong Popo dan Ming Ming memilih nama Tio Beng. Perkataan Tio Beng hampir bersamaan dengan Siauw beng dan Siauw beng Kun cu (putri Siauw Beng) gelaran si nona."
Wie It Siauw tertawa, "Kakak beradik itu sangat aneh," katanya. "Yang satu she Ong, satu lagi she Tio. Kejadian itu tak akan terjadi dalam kalangan orang Han."
"She ato nama keluarga mereka ialah Temur," menerangkan Hoan Yauw. "Menurut kebiasaan orang asing, nama keluarga ditaruh disebelah belakang."
"Dari muka dan potongan badan, Tio Kouw nio seorang wanita cantik," kata Yo Siauw. "Hanya sayang, wataknya terlalu kejam."
Baru sekarang Bu Kie tahu asal usul Tio Beng. Sebenarnya siang2 ia sudah menduga bahwa nona itu seorang putri yg berasal dari turunan keluarga kaisar. Ia hanya tidak pernah menaksir, bahwa nona Tio putrinya raja muda Jie Lam Ong yg memegang kekuasaan atas semua tentara kerajaan. Beberapa kali ia selalu jatuh dibawah angin.
Dalam ilmu silat nona Tio memang masih kalah jauh, tapi dalam menggunakan tipu, ia banyak lebih unggul drpd dirinya sendiri. Mengingat itu semua di dalam hati Bu Kie merasa jengah.
"Dalam penyelidikan selanjutnya aku mengetahui bahwa Jie Lam Ong ingin membasmi semua partai persilatan yg terdalam dalam dunia Kangouw," kata pula Hoan Yauw. "Ia telah menerima baik rencana Seng Kun. Sebagai tindakan pertama, ia inin menumpas agama kita. Dalam menimbang2 keadaan itu, aku berpendapat bahwa dengan terpecah belahnya kalangan kita sendiri dan tangguhnya musuh, bahaya yg sedang dihadapi benar2 hebat. Untuk menolong jalan satu2nya adalah masuk kedalam Ong Hu dan coba menyelidiki rencana raja itu. Sesudah tahu rencana mereka, baru aku bertindak dengan mengimbangi keadaan. Selain itu,t ak ada jalan lain lagi. Tapi aku sudah pernah bertemu muka dengan Sun Kun, sehingga untuk mencegah bocornya rahasia aku mesti membunuh manusia itu."
"Benar," kata Wie It Siauw.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Tapi manusia itu sangat licin dan ilmu silat nya pun sangat tinggi," kata pula Hoan Yauw. "Tiga kali aku mencoba membokong dia, tiga kali aku gagal. Dalam usaha yg ketiga, aku berhasil menikamnya dengan pedang, tapi aku sendiri kena pukulan telapak tangannya. Untung juga aku berhasil melarikan diri tanpa dikenali. Tapi aku terluka berat dan sesudah berobat setahun lebih, barulah kesehatanku pulih kembali. Waktu itu rencana Jie Lam Ong sudah mendekati penyelesaiannya dan untuk bencana agama kita sudah diambang pintu. Aku jadi nekad, aku merusak muka sendiri, aku mematahkan tulang betisku dan menyamar sebagai seorang gagu dan bongkok aku pergi ke negeri Watzu."
"Negeri Watzu?" menegas Wie It Siauw. "Negeri itu jauhnya berlaksa li. Perlu apa Hoan Yoe pergi ke situ?"
Sebelum Hoan Yauw menjawab, Yo Siauw sudah mendahului. "Saudara, sunggu bagus tipumu itu! Yo heng, perginya saudara Hoan ke negeri itu sungguh tepat. Dinegeri itu, ia pasti akan diundang untuk bekerja kepada pembesar2 Mongol. Sebagaimana kau tahu, Jie Lam Ong sedang mencari orang2 pandai.
Untuk mengambil hatinya raja muda itu, pembesar2 Watzu pasti akan mengirim saudara Hoan ke kota raja. Dengan muka dan badan yg sudah berubah dan dengan berlagak gagu, biarpun Seng Kun lihati, dia pasti tidak akan bisa mengenali."
Wie It Siauw menghela napas. "Yo kauwcu telah menempatkan Siauw Yauw Jie Sian disebelah atas keempat Hoat Ong dan sekarang aku mengakui bahwa mata Yo Kauw cu benar2 tajam," katanya. "Tipu selihai itu pasti takkan bisa dipikir oleh Eng ong, Hok ong dan lain2 ong."
"Wie heng banyak terima kasih untuk pujian mu yg tinggi," kata Hoan Yauw. Ia berhenti sejenak dan kemudian berkata lagi dengan suara perlahan, "Kauw cu, aku sekarang ingin menerima hukuman."
"Mengapa Hoan Yoe su berkata begitu?" tanya Bu Kie.
Hoan Yauw berbangkit dan sambil membungkuk, ia menjawab, "Aku telah berbuat kedosaan besar sebab sudah membunuh saudara2 dari agama kita. Sesuai dengan dugaan Yo Co Su, di Watzy aku sengaja membunuh singa dan membinasakan harimau, sehingga namaku lantas saja terkenal. Pembesar2 disitu lalu mengirim aku kepada Jie Lam Ong. Guna memperkuat kepercayaan raja muda itu atas diriku, aku membunuh tiga orang hio cu dari agama kita."
Alis Bu Kie berkerut. Ia tidak lantas menjawab. Di dalam hati ia beranggapan, bahwa tindakan Hoan Yauw sangat luar biasa dan agak kejam. Ia rela mengorbankan muka dan kaki sendiri dan belakangan membunuh kawan sendiri. "Beng Kauw dinamakan orang sebagai agama sesat, agama siluman,"
pikirnya. "Dilihat begini, sampai kapan Beng Kauw bisa mencuci kata2 sesat dan siluman itu?"
Melihat sikap Bu Kie, tiba2 Houw Yauw menghunus pedang Yo Siauw. Dengan skali berkelebat, pedang itu sudah memutuskan tiga jari tangan kirinya, Bu Kie terkejut dan merampas senjata itu, "Hoan Yoe su".
Mengapa".. mengapa kau berbuat begitu" tanyanya dengan mata membelak.
"Membunug saudara2 dalam agama kita adalah kedosaan besar," jawabnya. "Karena urusan besar belum selesai, Hoan Yauw belum berani membunuh diri. Sekarang Hoan Yauw lebih dahulu memutuskan tiga jeriji dan nanti dia kaan mempersembahkan kepalanya kepaa Kauwcu."
Aku sudah mengampuni kesalahan Hoan Yoe su," kata Bu Kie. "Mengapa kau berbuat begitu.
Sekarang kita menghadapi tugas yg sangat berat. Kuharap Hoan Yoe Su tidak menyebut2 lagi urusan ini."
Sehabis berkata begitu ia mengeluarkan obat luka, menyobek ujung bajunya dan membalut luka Hoan Yauw. Di dalam hati ia merasa sangat tidak enak. Ia tahu bahw Hoan Yauw bukan gertak sambel. Apa yg dikatakannya dapat dilakukannya. Mungkin mereka dihari di kemudian ia akan membunuh diri.
Mengingat segala penderitaannya demi skepentingan Beng Kauw, Bu Kie terasa sangat terharu dan tiba2
ia menekuk sebelah lututnya, "Hoan yoe su sebagai orang yg berjasa besar untuk agama kita, terimalah hormatku," katanya dengan suara parau. "Apabila kau melukai lagi dirimu, itu berarti kau menganggap aku sebagai manusia yg tak punya guna dan tidak pantas untuk menjadi kauwcu dari agama kita. Kalau kau menikam dirimu satu kali, aku akan menikam diriku dua kali."
Melihat Kauw cu mereka berlulut, dengan air mata bercucuran Hoan Yauw, Yo Siauw dan Wie It Siauw segera turut berlutut.
"Saudara Hoan," kata Yo Siauw sambil menyusut airmatanya. "Kau tidak boleh mengulangi perbuatan itu. Bangun robohnya agama kita hanya mengandalkan kauw cu seorang. Kauw cu telah mengeluarkan perintah dan kau tidak boleh melanggar perintah itu."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Dalam pertandingan hari ini aku sudah merasa takluk terhadap kauw cu," kata Hoan Yauw, "Kouw Tauw too mempunyai adat yg sangat aneh dan aku memohon belas kasihan Kauwcu."
Dengan kedua tangan, Bu Kie membangunkan Hoan Yauw. Sesudah terjadinya kejadian ini, ia dan Hoan Yauw menjadi sahabat yg saling mencintai.
Sesudah itu, Hoan Yauw segara menceritakan pengalaman dalam gedung Jie Lam ong.
Pada jaman itu kaisar Goan yg bodoh diikuti oleh mentri2 dorna sehingga, karena tindakan2 nya yg seweang2 negeri jadi kalut dan rakyat memberontak. Untung besar kerajaan Goan masih mempunyai Jie Lam ong yg gagah dan bijaksana. Tanpa mengenal capai, raja muda itu membawa tentara kesana sini untuk menindas berbagai pemberontakan. Tapi negeri tetap tidak menjadi aman, disana sudah kalut lagi.
Dalam kerepotannya, raja muda terpaksa menunda rencana untuk membasmi partai2 persilatan.
Selama beberapa tahnun kedua anaknya sudah menjadi besar. Kuh kuh Temur alias Ong Po Po mengikuti ayahandanya dalam tentara, sedang Ming Ming Temur (Tio Beng) memimpin rombongan jago-jago silat untuk menumpas partai2 rimba persilatan. Jago-jago itu terdiri dari ahli2 silat Mongol, Han dan See Hek dan diantara terdapat juga sejumlah pendeta See hoan.
Gerakan enam partai besar untuk menyerang Kong beng teng membuka kesempatan baik bagi Tio Beng. Atas usul Seng Kun, ia membawa semua jagonya untuk membasmi enam partai itu dan Beng Kauw dengan sekaligus. Kejadian di Leng Lioe Chung dan lain2 adalah sebagian dari rencana itu.
Karena sedang bertugas diseberang lautan untuk menyelidiki tempat sembunyinya Cia Sun maka Hoan Yauw tidak turut serta dalam rombongan Tio Beng yg pergi ke See Hek. Belakangan baru ia tahu bahwa ia menggunakan racun Sip Hiang Joan Kinsan (obat bubuk berbau harum yg membuat lemasnya tubuh manusia) yg dipersembahkan oleh pendeta See hoan. Tio Beng telah menangkap jago-jago enam partai besar yg mau pulang dari Kong Beng Teng. Racun itu asin spt garam dan wangi bagaikan sayur yg segar.
Dengan mencampurnya di dalam makanan, nona Tio berhasil menjaring semua kurban. Biarpun masih bisa bergerak dan berjalan seperti biasa orang2 yg kena racun itu lemas badannya dan habis semua tenaga lweekangnya. Hanya waktu meracuni Hwa pay, kaki tangan Tio Beng kurang berhati2 dan rahasia bocor.
Satu pertempuran lantas saja terjadi. Tapi Hwa san pay tak tahan melawan jago-jago seperti Hian Beng Jie Lo, Sin cian Pat Hiong, Atoa, A jie, A sam dan yg lain2 sehingga sesudah beberapa belas orang binasa mereka semua kena dibekuk jg.
Penangkapan atas diri para pendeta dikuil Siauw Lim sie jg dilakukan dengan tipu daya itu. Tapi kuil Siauw Lim sie biasanya dijaga keras, sehingga tidak gampang orang bisa turun tangan. Menaruh racun dikuil tersebut berbeda jauh dengan menaruh racun di rumah2 pengindapan untuk menangkap orang2 yg sedang bepergian.
"Aku tahu bahwa tugas menaruh racun dalam kuil itu sebenarnya jatuh kedalam tangan Seng Kun,"
kata Hoan Yauw. "Dengan kedudukannya sebgai murid Kong Kian Tay su, dengan mudah ia akan bisa menjalankan peranannya. Tapi ia keburu mati dalam pertempuran di Kong Beng Teng. Aku merasa sangat heran. Siapa yg meracuni pendeta2 Siauw Lim Sie" Waktu itu aku baru saja kembali dari luar lautan dan menyusul rombongan yg mau membekuk pendeta2 Siauw Lim Sie. Aku kepingin sekali menyelidiki, tapi sebab sudah berlagak gagu, tentu saja aku tidak bisa menanyakan mereka. Apapula Siauw Lim pay sering menghina agama kita and untuk berterus terang, aku merasa senang sekali, jika pendeta2 itu merasai sedikit penderitaan. Kauwcu, mungkin kau tak setuju dengan pendetaku itu. Ha ha!"
"Saudara, bukankah penggeseran patung Tat mo dilakukan oleh kau?" tanya Yo Siauw.
Hoan Yauw tertawa, "Ya," jawabnya. "Ditulisnya huruf2 itu adalah atas perintah Kuncun (putri seorang pangeran) untuk menumplek semua kedosaan atas pundak agama kita. Belakangan, sesudah mereka semua berlalu, diam2 aku kembali dan memutar patung itu. Matanya kawan2 ternyata tajam sekali dan bisa melihat kejadian itu. Saudara Yo, apakah waktu itu kau mempunyai dugaan, bahwa pekerjaan tersebut dilakukan olehku?"
"Aku hanya tahu, bahwa pihak musuh terdapat seorang berkepandaian tinggi yg diam2 dilindungi agama kita," jawabnya. "Aku tidak perna mimpi, bahwa pelindung kita saudara sendiri!" keempat pemimpin Beng Kauw itu tertawa terbahak2.
Kepada Hoan Yauw, Yo Siauw segera memberitahukan bahwa Beng Kauw sudah mengakhiri permusuhan dengan partai2 persilatan dan dengan bekerja sama, akan berusaha merobohkan kerajaan
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Goan. Maka itu, Yo Siauw Beng Kauw merasa berkewajiban untuk menolong tokoh2 dari keenam partai itu.
"Musuh berjumlah besar, kita kecil," kata Hoan Yauw. "Dengan hanya mengandalkan tenaga empat orang, kita takkan berhasil. Jalan satu2nya kita harus berusaha untuk mendapatkan obat pemunah Sip hiang Joan kin san dan memberikannya kepada hweshio, niekow dan hidung kerbau bau itu. Sesudah tenaga dalamnya pulih kembali, beramai2 kita bisa menghandatam Tat cu dan kabur dari kota raja ini."
Selama belasan tahun, Hoan Yauw tak pernah berbicara, sehingga sekarang lidahnya agak kaku dan suara yg dikeluarkannya tak begitu tegas. Disamping itu, berhubung adanya permusuhan antara Beng Kauw dan partai2 Rimba Persilatan, dalam mengeluarkan kata2 ia tak sungkan lagi. Mendengar suara yg pelat (pelo) dan perkataan "bau", Yo Siauw merasa geli tercampur kuatir. Ia memberi isyarat dengan lirikan mata, tapi Hoan Yauw tidak meladeni.
Tapi Bu Kie sendiri tidak menjadi kecil hati. "Pendapat Hoan Yoe su memang benar," katanya. "Tapi cara bagaimana kita bisa mendapatkan obat pemunah itu?"
"Sebab aku berlagak gagu, maka biarpun kuncu menghormati aku, ia belum pernah mengajak aku dalam merundingkan soal2 penting," jawabnya. "Selain begitu, aku datang dari lain negeri dan dapatlah dimengerti, jika ia menganggap diriku sebagai orang kepercayaan. Maka itu, sampai sekarang aku belum tahu bagaimana macamnya obat pemudah Sip hiang Joan kin san. Aku hanya mengetahui, bahwa karena obat itu obat yg sangat penting, kuncu sudah berlaku sangat hati2. Kalau tak salah, racun dan obat dipegang oleh Hoan beng Jie lo yang satu memegang racun, yg lain memegang obat. Bukan saja begitu, pada waktu2 tertentu, bahkan diadakan tukar menukar dalam pemegangannya. Misalnya, kalau bulan ini Lok Thung Kek menguasai racun, lalu bulan ia menguasai obat pemunah."
Yo Siauw menghela napas, "Wanita itu sungguh pintar," katanya. "Tanggung2 lelaki tak akan bisa menandingi dia. Apa dia tidak percaya habis kepada Hian beng Jie lo?"
"Pertama memang begitu dan kedua untuk menjaga secara lebih hati2," kata Hoan Yauw. "Kita sekarang ingin mencuri obat pemunah. Dengan tindakan Kuncu itu kita tak tahu siapa memegangnya. Lok Thung Kek atau Ho Pit Ong. Disamping itu, kudengar antara racun dan obat tidak perbedaan bau dan warna, sehingga, andaikata kita berhasil mencurinya, kita masih belum bisa memutuskan, apa kita mendapatkan obat atau racun. Sip hiang joan kin san mengandung serupa bahaya yg tidak diketahui oleh banyak orang. Kalau orang kena racun itu pertama kali, otot2 dan tulang2nya tak bertenaga lagi, tenaga dalam lagi, tenaga dalamnya hilang semua. Tapi kalau dia kena untuk kedua kalinya biar bagaimana sedikitpun maka aliran darahnya akan berbalik dan dia akan mati tanpa bisa ditolong lagi."
Wie It Siauw meleletkan lidahnya, "Kalau begitu, kita tidak boleh salah," katanya.
"Memang begitu," kata Hoan Yauw. "Tapi aku mempunyai satu jalan yg baik. Tanpa memperdulikan obat dan racun, kita curi saja apa yg disimpan oleh Hian Beng Sie Lo. Sesudah itu kita memberikannya kepada seorang Hwa san pay atau Khing tong pay yg kedudukan nya tidak begitu penting. Bubuk yg membinasakan sudah pasti adalah bubuk racun. Dengan begitu kita lantas tahum yg mana racun yg mana obat. Kauwcu, bagaimana pendapatmu?"
Bu Kie mengerti bahwa Hoan Yauw masih memiliki sifat2 sesat. Tapi ia hanya tertawa dan berkata,
"Aku tidak begitu setuju. Terdapat kemungkinan bahwa yg dicuri kita racun semuanya."
Yo Siauw menepuk lututnya. "Kauw cu kau benar, sesudah kita mengacau mungkin sekali karena berkuatir kauwcu menyimpan sendiri obat pemunah. Menurut pemikiraku yg paling penting kita harus menyelidiki siapa yg memegang obat itu. Sesudah tahu pasti barulah kita mengatur daya upaya untuk mencurinya. Sesudah mengasah otak beberapa saat, ia berkata pula, "Saudara Hoan, apakah yg paling disukai Hian beng Jie Lo?"
"Lok Thung kek suka paras cantik. Ho Pit Ong suka arak," jawabnya.
"Kauwcu," kata Yo Siauw kepada Bu Kie. "Apakah ada racun yg menghilangkan manusia seperti Sip hiang joan kin san?"
Bu Kie tersenyum, "Tidak sukar untuk membuat seseorang menghilangkan tenaga," jawabnya. "Tapi jika racun itu masuk kedalam perut seorang yg berkepandain tinggi, belum cukup setengah jam, tenaganya sudah habis. Membuat racun yg selihai Sip hiang joan kin san, aku rasanya tak mampu."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Setengah jam sudah cukup," kata Yo Siauw. "Aku telah memikirkan suatu daya, tapi apa dapat digunakan atu tidak terserah atas pertimbangan Kauwcu. Saudara Hoan cobalah kau mengundang Ho Pit Ong untuk meminum arak dan di dalam arak kau menaruh racun yg dibuat oleh Kauwcu. Kau mendahului bikin ribut berlagak gusar dan mengatakan, bahwa kau sudah diracuni oleh Ho Pit ong dengan Sip Hiang Joan kin san. Menurut dugaanku dengan siasat itu, kita bisa segera mengetahui siapa yg menyimpan obat pemunah. Dengan mengimbangi keadaan, kita bisa lantas merampasnya."
Perguruan Sejati 1 Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen Dendam Empu Bharada 29

Cari Blog Ini