Ceritasilat Novel Online

Kisah Membunuh Naga 3

Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong Bagian 3


Melihat orang2 itu belum menyebar kan garam dibagian belakang rumah, buru-buru ia mengmbil jalan mutar kebelakang gedung dan lain melompat masuk kedalam tembok pekarangan.
Dalam pekarangan yang sangat luas berdiri lima buah bangunan dengan tigapuluh atau empatpuluh kamar dan apa yang mengheran kan, seluruh gedung itu gelap gulita, tidak terlihat sinar lampu atau lilin.
"Dirumah tengah, dari mana mengepul asap hitam, pasti ada manusianya, pikir-Jie Thay Glam. Karena kuatir penghuni runah menganggapnya sebagai musuh, ia lalu mengambil sebatang cabang kering, menyalakan api dan lalu menyulutnya. Sambil mengangkat obor itu tinggi2 ia berkata."Murid Bu-tongpay. Jie Thay Giam, datang berkunjung untuk memberitahukan satu rahasia. Aku tidak mengandung maksud kurang baik, harap kalian jangan curiga," Walau perlahan suaranya tajam dan jauh, sehingga menurut perhitungan, setiap perkataannya bisa didengar oleh penghuni dalam lima rumah itu. Tapi sesudah mengulangi perkataannya dua kali, ia masih juga belum mendapat jawaban.
Jie Thay Giam adalah seorang pendekar dari sebuah partai kenamaan dan tentu saja nyalinya labih besar dari manusia biasa. Biarpun gedung itu menyeramkan, ia sungkan memperlihatkan kelemahan.
Tanpa menghunus golok dan dengan hanya mengempos semangat supaya panca indranya jadi lebih tajam, ia segera bertindak masuk kedalam rumah yang mangeluarkan asap hitam.
Setelah melewati sebuah cim chee, ia tiba diruangan belakang. Mendadak ia berdiri terpaku, sebab dipinggir ruang itu menggeletak dua mayat, yang satu mengenakan pakaian too jin (imam), sedang yang lain memakai pakaian petani. Usia kedua orang itu sudah lanjut dan mukanya menyeramkan, seperti juga kesakitan hebat sebelum menghembuskan napas yang penghabisan. Tapi dibadan mereka sedikitpun tidak terlihat tanda-tanda luka barang tajam.
Jie Thay Giam berjalan terus untuk menyelidiki keadaan rumah itu. Ia mendapat kenyataan bahwa setiap pintu terbuka lebar tapi semua kamar gelap gulita, sehingga ia tak bisa lihat apa yang terdapat dalam kamar-kamar itu. Kecuali obor yang dibawanya, tidak terdapat lain penerangan seluruh rumah yang luas itu. Meskipun bernyali besar, mau tak mau hatinya berdebar juga.
Dari situ, ia terus pergi keruangan samping, dimana ia melihat pemandangan yang lebih hebat lagi.
Dalam ruangan itu, menggeletak mayat dua puluh orang lebih dengan senjata2 mereka. Dilihat dari muka mayat2 itu, sebagian sudah mati lama juga sebagaian lagi baru saja mati. "Dari senjatanya, diantara mereka terdapat orang2 pandai." katanya di dalam hati. "Senjata untuk menotok jalan darah, roda Ngoheng-lun, Poan-koan pit dan sebagainya. Jika orang2 itu tidak mahir dalam ilmu menotok jalan darah, mereka tentu tidak menggunakan senjata itu. Mengapa mereka mati disini" Mengapa ?"
Semula ia masuk gedung itu dengan sikap sembarangan. Tapi sekarang sesudah melihat mayatnya begitu banyak jago-jago, ia lantas saja berhati-hati. "Murid Bu-tong-pay Jie Thay Giam minta bertemu dengan Cianpwee untak melaporkan suatu urusan," teriaknya kembali. Jawaban tetap tidak ada, tapi diruangan tengah terdengar suara orang meniup api dan suara merontoknya perapian. Dengan tindakan hati-hati, ia lalu menghampiri suara itu dan sesudah melewati tembok dan sekosol, tibalah ia di ruangan tengah.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Ia terkejut sebab merasakan menyambarnya hawa yang sangat panas. Ditengah-tengah ruangan terdapat sebuah dapur besar yang terbuat dari batu dan api di dalam dapur itu menjilat-jilat keatas.
Diseputar dapur berdiri tiga orang yang sedang meniup dengan menggunakan tenaga Lweekang, sedang diatas dapur menggeletak melintang sedatang pedang yang panjangnya kira-kira empat kaki. Sebab panasnya, dari merah sinar api berubah hijau dan dari hijau berubah merah, tapi sinar golok tersebut masih tetap berkeredepan dan sedikitpun tidak melumer atau rusak karena panas api.
Ketiga orang rata2 berusia kurang lebih enampuluh tahun dan mereka semua mengenakan jubah hijau.
Muka mereka penuh debu dan jubah mereka banyak berlubang akibat peletikan api, diatas kepala mereka mengepul uap putih dan saraya mengempos semangat, perlahan-lahan mereka meniup api. Setiap kali ditiup, api itu menjilat keatas kira2 lima kaki tingginya dan menggulung golok yang berkeredepan itu. Jie Thay Giam mengerti, bahWa ketiga orang tua itu memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi. Dengan berdiri di tempat yang berapa tombak jauhnya dari perapian itu, ia sudah merasakan hebatnya hawa panas, sehingga dapatlah dibayangkan panasnya hawa yang menyambar ketiga kakek itu, yang berdiri dipinggir dapur. Tapi aneh sungguh, biarpun digulung api yang bersinar hijau, golok itu masih tetap utuh dan Warna nya tidak berubah sama sekali.
Mendadak diatas genteng terdengar suara menyeramkan "Berhenti! Marah golok mustika itu adalah kedosaan besar."
Jantung Je Thay Giam memukul keras, karena ia mengenali, bahwa suara itu adalah suara si jubah sulam. Tapi ketiga kakek itu tidak menghiraukannya dan malahan meniup semakin hebat. Mendadak hampir berbareng dengan terdengar nya suara tertawa dingin, satu bayangan yang bersinar emas berkelebatan dan bagaikan jatuhnya selembar daun, sijubah sulam sudah berdiri ditengah-tengah ruangan.
Dengan bantuan sinar api, Jie Thay Giam bisa lihat tegas romannya orang itu, yang ternyata adalah seorang pemuda yang baru berusia kurang lebih duapuluh tahun, dengan muka yang tampan, tapi pucat dan bersorot hijau. Sulaman benang emas dijubahnya yang sangat indah dan mewah, merupakan gambar-gambar harimau, singa bunga-bunga. Dengan sikap tenang dan tanpa membawa senjata, ia berkata dengan suara dingin "Tiang pek sam khim, mengapa kau akan merusakkan senjata mustika itu " "Seraya berkata, begitu ia maju setindak.
Sikakek yang berdiri disebelah barat mendadak mementang lima jari tangannya yang, terus menyambar kemuka orang. Sijubah sulam mengempas dan maju lagi setindak. Kakek yang berdiri disebelah timur dengan cepat meagambil satu martil yang terletak di pinggir dapur dan lalu menghantam kepala orang. Tapi gerakan pemuda itu gesit luar biasa. Dengan sekali miringkan badan, ia kermbali bisa meloloskan diri dari serangan kedua Martil itu menghantam tempat kosong dan jatuh dilantai dengan muncratnya lelatu api. Ternyata batu lantai bukan biasa, tapi batu gunung yang sangat keras.
Sikakek yang disebelah barat lantas saja bantu menyerang dengan kedua tangan yang jari2nya dipentang seperti cakar ayam. Ia menyerang secara nekat2an dengan pukulan-pukulan yang membinasakan, sehingga Jie Thay Giam jadi merasa sangat heran, "Sakit hati apa yang didendam orang-orang ini, sehingga mereka berkelahi dengan menggunakan pukulan pukulan yang kejam itu?" tanyanya di dalam hati.
Tapi kepandaian si jubah sulam benar-benar luar biasa. Walaupun diserang oleh kedua kakek itu, ia masih bersenyum senyum dan melayani dengan sikap acuh tak acuh. Sesudah bertempur beberapa jurus, si kakek yang ber senjata martil membentak: "Siapa tuan " Biar maui golok mustika, tuan harus lebih dulu memberitahukan she dan namamu,"
(Bersambung jilid 4 ) BU KIE Karya : CHING YUNG Terjemahan: Bu Beng Tjoe Jilid 4 Tapi si jubah sulam tidak menjawab, ia hanya tertawa dingin, mendadak ia memutar badan, disusul dengan suara "krak-krek" dari sikakek yang disebelah timur, terbang menghantam dan menjebloskan atap rumah, akan kemudian jatuh dipekarangan gedung !
Kakek yang martilnya terbang, dapat berpikir cepat. Ia tahu, bahwa mereka tengah menghadapi musuh yang satu, pihaknya dan meskipun tiga lawan satu, pihaknya pasti bakal dapat dirobohkan. Maka itu, buru-buru ia mengambil satu jepitan api untuk menjepit golok To Liong to.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Pada waktu itu si kakek yang berdiri disebelah selatan, sudah siap sedia dengan senjata rahasianya dan menunggu kesempatan untuk menimpuk si jubah sulam. Akan tetapi karena gerakan pemuda itu gesit luar biasa, maka sedari tadi ia belum mendapatkan lowongan untuk menyerang. Sekarang, begitu lihat sikakek disebelah timur menangkat jepitan untuk menjepit To-Liong to hatinya terkesiap. Ia yakin, begitu lekas golok mustika itu jatuh kedalam tangan orang lain, ia sukar mendapatkannya kembali. Sesudah sikakek memiliki To liong to, mana mampu ia melawannya" Dalam bingungnya, ia jadi nekad dan bagaikan kilat, tangannya menyambar kedapur dan mencekel gagang golok.
Meskipun tidak sampai lumer sebagai,akibat dari pembakaran yang sangat hebat itu, golok itu panas luar biasa. Begitu tangan sikakek mencekel gagang golok, uap putih mengepul keatas dan semua orang mengendus bau daging dibakar. Tapi ia seperti juga tidak merasa sakit dan membelatak, ia tetap mencekel gagang golok itu. Karena kaget, pertempuran terhenti dan semua orang berdiri terpaku. Dilain saat, kakek itu sudah melompat kebelakang dan kemudian, sambil menenteng To-liong-to, bagaikan seorang edan, ia kabur dari ruangan itu.
Sijubah sulam tertawa dingin "Mana bisa begitu mudah?" katanya seraya turut melompat dan menjabret punggung sikakek yang lalu digentak kebelakang. Orang tua itu membalik tangannya dan To-Liong-to manyambar. Sebelum mata golok tiba, hawa panas sudah menyambar muka sijubah sulam, sehingga rambut dan alisnya lantas jadi hangus.
Pemuda itu terkejut dan tak berani menyambut dengan tangannya. Cepat bagaikan kilat, kedua tangannya mendorong kedepan dan tubuh sikakek terbang kearah mulut dapur!"
Jie Tay Giam yang sadari tadi menonton pertempuran itu sebenarnya tak ingin mencampuri sebab persoalan golok mustika tidak bersangkut paut dengan dirinya. Tapi pada detik jiwa sikakek terancam kebinasaan tanpa memikir panjang2 lagi, ia mengempos semangat dan melompat. Sedang badannya masih berada ditengah udara ia menjambret rambut orang tua itu law mengangkatnya keatas dan kemudian, dengan gerakan yang sangat indah ia hinggap diatas lantai. Lompatan itu yang merupakan ilmu mengentengkan badan paling tinggi dalam Rimba Persilatan dinamakan Tee in ciong "Lompatan awan tangga".
Si jubah sulat dan Tiang-Pek-Sam-khim yang tadinya tidak memperhatikan padanya jadi kaget bukan main.
"Bukankah lompatan itu Tee in ciong yang kesohor dikolong langit?" tanya pemuda itu.
Mendengar orang menyebutkan nama ilmunya. Jie Thay Giam bermula merasa kaget, tapi kemudian ia girang karena mendapat pujian, "ilmu yang cetek itu tiada artinya untuk di-sebut2", jawabnya dengan suara merendah. "Apakah aku bisa mendapat tahu she dan nama tuan yang mulia?"
"Bagus! Bagus!" katanya, tanpa menjawab pertanyaan orang. "Orang mengatakan, bahwa ilmu mengentengkan badan Bu tong pay tiada keduanya dalam dunia. Perkataan itu ternyata ada benarnya juga". Walaupun kata2nya memberi pujian, tapi suaranya bernada sombong, se olah2 seorang Cianpwee orang yang tingkatannya lebih tinggi sedang memuji kepandaian seorang Hoanpwee orang yang tingkatannya lebih bawah.
Jie Thay Giam mendongkol tapi ia menahan sabar. "Dengan sekali bergerak tuan sudah membinasakan seorang jago Hay see pay, katanya kepandaian tuan sungguh2 tak bisa diukur bagaimana tingginya."
Si baju sulam kaget. "Eeh, dia lihat aku, tapi aku sendiri tak lihat dia," katanya di dalam hati. "Dimana bocah itu bersembunyi?"
Ia tersenyum tawar dan berkata dengan suara yang tawar pula. "Benar ilmu itu sukar dimengerti oleh orang luar. Jangankan tuan, sedangkan Ciang bun jin Bu tong pay sendiripun belum tentu bisa mengerti."
Jie Thay Giam adalah seorang yang sangat sabar tapi mendengar hinaan terhadap gurunya, darahnya naik juga. Baik juga ia masih bisa menguasai dirinya dan merasa tidak perlu untuk menambah musuh karena beberapa perkataan kurang ajar itu ia bersenyum seraya berkata. "Dalam dunia persilatan memang terdapat banyak sekali ilmu2 yang murni dan yang sesat Bu tong pay hanya memiliki sekelumit ilmu dari lautan ilmu yang dalam dan luas. Ilmu yang dimiliki tuan memang juga tidak dipunyai oleh guruku."
Jawabnya yang sungkan itu mengandung duri dan ia seperti juga mau mengatakan bahwa Bu tong pay memang tidak mengerti segala ilmu sesat dan menyeleweng.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sementara itu, sikakek yang mencekal golok mendadak memutar To Liong to dan lari menerjang keluar.
Jie Thay Giam yang berdiri paling dekat, paling dulu menerima serangan. Tiba2 ia merasakan sambaran angin hebat kearah pinggangnya. Sesudah menolong jiwa orang tua itu, sedikitpun ia tidak duga, bahwa dirinya bakal diserang cara begitu. Pada saat yang sangat berbahaya, ia menotol lantai dengan kakinya dan badannya lantas saja melesat keatas. Kakek itu sendiri terus lari keluar sambil menyabetkan To liong to secara membabi buta.
Si jubah sulam dan dua kakek lainnya tidak berani merintangi dengan kekerasar dan seraya berteriak2, mereka lalu mengumbar dari belakang.
Jie Thay Giam pun lantas turut mengudak. Berkat ilmu mengentengkan badannya yang sangat tinggi, biarpun mengubar belakangan, ia lebih dulu menyandak kakek itu, yang lari dengan tindakkan limbung dan kedua tangan mencekel To liong to, seperti juga tidak kuat menentengnya dengan satu tangan.
Begitu tahu dicandak orang, sambil mangeluarkan teriakan keras, ia melompat jauh dengan menggunakan seantero tenaga dan badannya lantas saja melesat keluar pintu depan. Heran sungguh, begitu kedua kakinya hinggap di tanah, ia terguling dan berteriak kesakitan seperti juga terluka berat.
Si jubah sulam dan kedua kakek lainnya menyusul dan coba merebut To liong to. Tapi dengan serentak merekapun turut2 robah dan mengeluarkan teriakan menyayat hati, seolah2 dipagut ular atau lain binatang berbisa. Sijubah sulam yang ilmunya paling tinggi dengan cepat melompat bangun dan lantas kabur sekeras2nya. Tapi ketiga kakek itu terus bergulingan dan tak bisa bangun lagi.
Melihat kejadian luar biasa itu Jie Thay Ciam segera bergerak untuk memberi pertolongan. Mendadak ia kaget sendiri sebab tiba2 saja ia ingat garam beracun yang disebar oleh orang2 Hay see pay. Melihat akibatnya terhadap Tiang-pek Sam khim dan sijubah sulam, racun itu mestinya hebat luar biasa ia tahu bahwa seputar gedung itu telah dikurung dengan garam beracun sehingga ia sendiripun tak tahu bagaimana harus meloloskan diri.
Ia berdiri diam dan mengasah otak. Sekonyong konyong ia lihat dua kursi tinggi dikedua samping pintu dan mendadak ia dapat pikiran baik. Buru-buru ia membalik kedua kursi itu dan sambil menggaetkan kakinya dikursi ia berjalan seperti orang main jangkungan.
Ketiga orang tua masih terus bergulingan diatas tanah sambil mengeluarkan teriakan hebat. Thay Giam mengerti bahwa ia sedang berada di tempat yang sangat berbahaya cepat cepat ia merobek ujung bajunya dan dengan menggunakannya sebagai alat ia men jambret punggung sikakek yang mencekal To liong to dan sambil menentengnya ia lari kejurusan timur se-cepat-cepatnya.
Inilah kejadian yang tak di duga2 oleh orang Hay see pang dengan serentak mereka melepaskan sejata rahasia. Tapi Jie Thay Giam yang gerakannya cepat luar biasa dalam sekejap sudah berada diluar jarak senjata rahasia. orang2 Hay see pang tak mau mengerti dan terus mengejar se-keras2nya.
Se konyong2, Jie Thay Giam melompat tinggi, sedang kedua kakinya menendang kedua kursi itu lantas saja terbang kebelakang dan menghantam beberapa pengejarnya. Mereka berteriak kesakitan dan semua kawannya terpaksa berhenti sejenak untuk melihat
keadaan mereka. Dengan menggunakan kesempatan itu sambil mengempos semangat, Jie Thay Giam mempercepat tindakannya dan dalam sekejap ia sudah meninggalkan pengejarnya jauh sekali.
Sesudah lari lagi beberrapa jauh, ia hanya mendengar suara ombak laut dan suara kejaran musuh sudah tidak terdengar lagi.
"Bagaimana keadaanmu?" tanyanya.
Sikakek tidak menjawab. Ia merintih kesakitan "Lebih baik cuci badannya yang penuh garam beracun,"
pikir Thay Giam. Ia segera membawa orang tua itu keair yang cetek dan lalu melemparkannya keair itu, dengan menjaga supaya air laut tidak mengenakan badannya sendiri. Beberapa saat kemudian, kakek itu kelihatan tersadar, tapi belum bisa bangun. Selagi Thay Giam mau mengangsurkan tangan untuk menariknya, tiba2 menyambar gelombang besar yang secara kebetulan, sudah melontarkan badan situa keatas pasir.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Sekarang kau sudah terlolos dari bahaya dan karena mempunyai urusan panting aku tidak bisa menemani terus, maka disini saja kita berpisahan." kata Thay Giam.
Sambil menekan pasir dengan kedua tangan nya si kakek mengangkat badannya. "Kau kau...mengapa kau tidak merampas golak mustika ini?" tanyanya dengan suara heran.
Thay Giam tertawa. "Biarpun bagus, golok itu bukan milikku," jawabnya. "Bagaimana aku bisa merampasnya?" Si kakek jadi semakin heran. Ia tak percaya dalam dunia ada orang begitu mulia.
"Kau..,.kau...tipu busuk apa yang dijalankan olehmu?" tanyanya. "Kau ingin menyiksa aku?"
"Kita sama sekali tidak bermusuhan, bagai mana aku bisa menyiksa kau?" Thay Giam balas tanya seraya tersenyum. "Malam ini, secara kebetulan kita bertemu dan karena merasa tak tega melihat kau terluka, aku sudah memberi pertolongan."
Orang tua itu menggeleng2kan kepalanya. "Jiwaku berada dalam tanganmu, kalaukau mau ,bunuhlah sekarang!" katanya dengan suara keras. Tapi jika kau turunkan tangan beracun, sesudah mati aku akan jadi setan penasaran dan akan terus me-ngubar2 kau."
Thay Giam tahu otak si tua masih kalang kabut dan ia hanya bersenyum tanpa meladesi. Baru saja ia mau berlalu, mendadak menyambar sebuah gelombang besar, sehingga pakaiannya basah kuyup dan kakek sendiri mendekam diatas pasir dengan badan gemetaran.
Dengan adanya kejadian itu, Thay Giam berubah pikiran. "Jika menolong orang, kita harus menolong sampai diakhirnya," pikirnya "kalau aku berlalu, mungkin sekali dia akan mati di dalam laut." Memikir begitu, ia lantas saja menjambak punggung si kakek itu dan sambil menentengnya, ia berjalan kearah sebuah bukit, ia mengawasi keadaan diseputarnya dan melihat sebuah rumah kecil yang bentuknya menyerupai kelenteng. Ia lalu pergi kesitu dan benar saja rumah itu rumah berhala yang didepannya terdapat huruf2 "Hay sin bia" Kelenteng Malaikat Laut. Ia menolak pintu dan mendapat kenyataan bahwa kelenteng yang sangat kecil itu hanya mempunyai sebuah ruangan.
Sesudah meletakkan si kekak diatas meja sembahyang, ia mengeluar bahan api, tapi tak dapat menggunakan karena basah. Dalam gelap, ia meraba2 meja sembahyang dan sungguh untung diatas meja terdapat bahan api yang diperlukannya. Ia lalu menyalakan bahan api itu dan menyulut lilin yang tinggal sepotong.
Dibawah sinar lilin ia lihat muka si kakek yang berwarna hijau ungu sebagai tanda keracunan hebat.
Dengan kaget ia merogo saku dan mengeluarkan sebutir Thian sin Kay tok tan atau pel pemunah racun.
"Telanlah pel ini," katanya.
Si kakek membuka mataya. "Tidak," katanya dengan suara gusar. "Aku lebih suka mati daripada makan pil racunan."
Biar bagaimana sabarpun, Jie Thay Giam naik juga darahnya. Sambil mengerutkan alis, ia berkata dengan suara keras: "Kau anggap aku siapa" Walaupun Bu tong Cit hiap bukan orang2 mulia, mereka sedikitnya bukan manusia2 yang gemar mencelakakan sesama manusia. Sebentar pel ini adalah untuk memunahkan racun. Karena kau sudah kena racun hebat, biarpun belum tentu bisa menolong jiwamu, sedikitnya pel ini bisa memperpanjang usiamu selama tiga hari. Paling benar kau menyerahkan To liong to kepada Hay see pay dan menukarkannya dengan obat pemunah."
Mendadak kakek itu melompat bangun dan berteriak : "Tidak . . . .! Tidak bisa !"
"Perlu apa golok mustika itu, kalau jiwamu sendiri sudah melayang?" tanya Thay Giam.
"Jiwaku boleh melayang, tapi To liong to mesti tetap jadi milikku" jawabnya dengan suara pasti seraya mencekal golok itu erat2 dan menempelkannya dipipinya dengan sikap sangat menyayang.
Jie Thay Giam jadi heran bukan main. Ia sebenarnya ingin menanya, "apa kefaedahan golok tersebut sehingga dicinta sampai begitu. Tapi melihat sorot mata si kakek yang serakah dan ganas, ia jadi merasa muak dan sesudan memutar badan, ia lantas saja berjalan pergi.
"Tahan! Mau kemana kau?" bentak orang tua itu.
Thay Giam tertawa. "Kemudian aku mau pergi, bukan urusanmu," jawabnya sambil berjalan terus.
Tapi baru ia berjalan beberapa tindak, mendadak kakek itu menangis keras seperti jeritan binatang yang terluka hebat yang penuh kesakitan dan putus harapan.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Tangisan itu telah membangkitkan rasa kesatria Jie Thay Giam. Ia balik kembali menanya: "Mengapa kau menangis?"
"Sesudah mengalami banyak sekali penderitaan, barulah aku memiliki golok mustika ini." jawabnya.
"Tapi sekarang aku tahu, dalam sekejap mata, jiwaku akan terpulang kealam baka. Sesudah aku mati, perlu apa golok mustika ini ?"
"Hm....untuk menyelamatkan jiwamu tak ada jalan lain dari pada menyerahkan golok itu kepada Hay see pay untuk ditukar dengan obat pemunah" kata Jie Thay Giam.
Sikakek menangis meng gerung2. "Aku tak tega untuk menyerahkannya! Tak tega untuk menyerahkan!" teriaknya dengan nada pe
nuh keserakahan. Thay Giam merasa geli melihat serakahnya orang tua itu tapi dengan menyaksikan penderitaannya yang sangat hebat ia tidak bisa tertawa pula, seorang ahli silat yang sejati hanya mengandalkan kepandaiannya untuk mengalahkan musuh dan dalam sepak terjang ia selalu berjalan lurus dan bersedia untuk menolong sesama manusia supaya namanya tetap harum turun temurun. "Golok atau pedang mustika adalah benda2 yang berada diluar badan kita. Kalau mendapatkannya kita tak usah bergirang, sedang kalau kehilangan kita juga boleh tak usah merasa sedih. Maka itu, perlu apa Lootiang mesti bersedih sampai begitu rupa?"
"Enak saja kau bicara!" bentak sikake! "Apa kau penuh dengan kata2 seperti berikut."
"Bu lim cie cun, po to to liang, hauw leng thian hee boh kam poet cong?" (Yang termulia dalam Rimba Persilatan golok mustika membunuh naga perintahuya dikolong langit tiada manusia yang berani tidak menurut.)
Jie Thay Giam tertawa." Tenta saja aku pernah mendengarnya," jawabnya. "Disebelah bawah parkataan itu masih ada dua baris perkataan lain yang berbunyi:"Ie thian poet coat, swee ie ceng hong?"
Sepanjang tahuku, apa yang dimaksudkan dengan ucapan itu ada lah suatu peristiwa yang menggemparkan Rimba Persilatan pada beberapa puluh tahun berselang dan sama sekali bukan membicarakan golok mustika To Liong Ie thian berarti mengandal kepada Langit atau Tuhan. Tapi disini Ie thian adalah namanya sebatang pedang mustika. Maka itu, Ie thian poet coat, swee ie ceng hong!
Berarti: "Ie thian tidak keluar siapa lagi yang melawan ketajamannya"
"Kejadian apa yang menggemparkan?" tanya sikakek. "Coba kau ceritakan."
"Peristiwa itu diketahui oleh hampir setiap orang dalam Rimba Persilatan," menerangkan Thay Giam.
"Yang dimaksudkan ialah peristiwa dibunuhnya kaisar Mongol Hian cong, oleh Sintiauw Tay Hiap Yo Ko. Mulai dari waktu itu setiap perintah yang dikeluarkan oleh Sintiauw Tay hiap tidak pernah tidak diturut oleh segenap orang2 gagah dikolong langit. Dengan Liong, (naga) dimaksudkan kaisar Mongol dan To liong berarti membunuh kaisar Mongol. Apa kau kira dalam dunia ini benar2 ada naga?"
Si kakek tertawa dingin. "Aku minta tanya. Senjata ada yang biasa digunakan oleh Yo Tay hiap ?"
tanyanya. Thay Giam agak terkejut: "Menurut katanya guruku, Yo Tayhiap berlengan satu dan ia biasanya tidak menggunakan senjata apapun juga," jawabnya. "Tapi pada hari waktu bertempur melawan Kim Lun Hoan ong diluar kota Siang yang, ia menggunakan senjata pedang"
"Senjata apa yang digunakan Yo Tay biap untuk membinasakan kaisar Mongol?" tanya pula si kakek.
"Ia menimpuk Hian cong dengan sebutir batu dan kejadian ini dilihat oleh semua orang." jawabnya.
Orang tua itu kelihatan girang. "Baiklah" katanya. "Menurut katamu sendiri, Yo Tayhiap biasa menggunakan saja tangannya atau tempo2 menggunakan pedang. Senjata yang digunakanya sebutir batu.
Dengan begitu, dari mana datangnya perkataan po to to liong atau golok mustika membunuh naga?"
Jie Thay Giam terperanjat dan untuk beberapa saat ia tak dapat menjawab pertanyaan itu. "Ah! Kurasa itu hanya kata2 yang ditemu kan se-enak2nya saja oleh orang2 Rimba Persilatan," jawabnya sesudah selang beberapa saat. "Orang tentu tidak bisa mengatakan 'batu membunuh naga'. Kata2 itu tak enak didengarnya."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sekali lagi si kakek tertawa dingin. "Alasanmu adalah alasan dibuat2 yang tak ada dasarnya sama sekali," katanya dengan suara mengejek. "Aku mau tanya lagi, apa artinya perkataan Ie thian poet-cut, wee ie ceng hong?"
Lagi2 Jie Thay Giam bungkam. Sesudah mengasah otak beberapa lama, baru ia menjawab: "Mungkin sekali Ie thian namanya orang. Sepanjang cerita, Yo Thayhiap belajar ilmu silat dari istrinya. Bisa jadi Yo Hujin bernama Ie Thian dan mungkin juga perkataan itu dimaksudkan Kwee Tay hiap yang telah membela kota Siang yang mati2an."
"Hm !" si orang tua mengeluarkan suara hidung.
"Aku memang sudah duga, kau tak tahu apa artinya perkataan itu. Sekarang kau dengarlah. To liong adalah sebilah golok yaitu golok To Liong to yang sedang dicekal olehku. Ie thian adalah namanya sebatang pedang. Pedang itu dikenal sebagai Ie thian kiam. Makanya perkataan itu berarti begini: Dalam Rimba Parsilatan, benda yang termulia adalah golok To liong to Segala perintah dari orang yang bisa memiliki golok itu, akan diturut oieh segenap orang gagah dikolong langit. Asal saja Ie thian kiam tidak muncul, maka senjata yang terlihay dalam dunia adalah To liong to sendiri."
Thay Giam separoh percaya separoh tidak. "Boleh aku lihat golok itu ?" tanyanya.
Sikakek memeluk To liong to erat2. "Kau kira aku bocah usia 3 tahun?" katanya dengan suara gusar.
"Jangan kau harap bisa akali aku". sesudah kena racun ia sebenarnya tidak bertenaga lagi, tapi setelah menelan pel yang di berikan oleh Jie Thay Giam sebagian tenaga nya pulih kembali dan dapat mengerahkgn Lweekang untuk memeluk golok mustika.
Dilain saat sebagai akibat dari pengarahan tenaga dalam itu napasnya ter sengal2.
"Kalau kau tidak mempermisikan, aku pun tidak ingin memaksa," kata Thay Giant seraya tertawa.
"Sekarang sesudah kau memiliki golok mustika To Liong, siapakah yang bersedia untuk menurut perintahmu" Apakah karena melihat kau memeluk golok itu aku segera menurut segala kemauanmu"
Benar2 menggelikan menurut pendapatku, kau adalah seorang yang baik tapi sebab percaya segala omongan gila pada akhirnya akan mengorbankan jiwamu sendiri. Hai! Malahan sampai dini detik kau masih belum tersadar juga."
"Bahwa kau tidak bisa memerintah aku adalah suatu bukti bahwa golok itu sebenar nya tidak luar biasa sama sekali."
Sikakek bengong dan tidak bisa mengeluarkan sepatah kata. "Lau tee," katanya sesudah berpikir beberapa lama. "Sekarang kita mengadakan serupa perjanjian. Kau menolong jiwa ku dan aku akan membuka sebagian rahasia dari kebagusannya golok mustika ini. Apa kau mupakat?"
Jie Thay Giam tetawa terbahak2. "Looliang dengan berkata begitu kau sungguh memandang rendah murid2 Bu tong," katanya.
"Menolong manusia yang harus ditolong adalah tugas dari kami semua. Apakah kau kira dalam menolong orang kami mengharapkan pembalasan budi" Kau kena garam beracun, tapi aku sendiri tidak tahu racun apa adanya itu. Maka itulah sebagaimana kukatakan jalan satu2nya adalah meminta obat pemunah dari Hay see pay sendiri."
"Tak mungkin!" kata situa sambil menggelengkan kepala.
"Golok mustika ini telah dicuri dari dalam tangan Hay-see-pay. Mereka sangat membenci aku dan mereka pasti tak akan sudi menolong."
"Dengan menyerahkan golok itu kepada mereka, segala sakit hati akan menjadi hilang." kata Thay Giam. "Perlu apa mereka mengambil jiwamu?"
Tapi sikakek tetap menggeleng2kan kepala, "Kulihat kau mempunyai kepandaian yang sangat tinggi dan kau pasti bisa mencuri obat pemunah dari Hay-see-pay." katanya. "Pergilah curi obat itu dan tolonglah selembar jiwaku."
"Aku merasa menyesal tak dapat meluluskan permintaanmu itu," kata Thay Giam. "Pertama, aku sendiri mempunyai urusan penting dan tidak boleh berdiam terlalu lama di tempat ini. Kedua, kau telah mencuri golok orang dan dalam hal ini, kaulah. Mana bisa aku mengambil pihak yang tidak benar"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Lootian, lekaslah kau meminta pertolongan pihak Haysee-pay. Jika terlambat aku khawatir tidak keburu lagi."
Melihat Thay Giam memutar badan untuk segera berlalu, si tua buru-buru berkata "Sudahlah, tak apa jika kau tak mau menolong. Tapi aku ingin ajukan sebuah pertanyaan lagi. Pada waktu kau mengangkat tubuhku, apakah akan ada merasakan apa2 yang luar biasa?"
"Benar, aku sendiri merasa sangat heran," jawabnya. "Kau bertubuh kurus dan kecil tapi pada waktu aku mengangkat badanmu aku merasa herat sekali, kira2 ada duaratus kati, Kau tidak membawa barang berat, tapi mengapa berat badanmu begitu hebat ?"
Orang tua itu segera menaruh To-liong to di atas tanah dan berkata: "Nah, coba sekarang kau angkat lagi badanku."
Thay Giam segera mencekal baju si kakek dan mengangkatnya. Benar saja, dengan heran mendapat kenyataan, bahwa berat badan orang tua itu hanya kira2 delapanpuluh kati. "Betul luar biasa," katanya.
"Aku tak nyata, berat golok itu ada seratus kati lebih." Sambil berkata begitu, perlahan-lahan ia melepaskan tubuh si kakek diatas tanah.
"Keanehan golok ini bukan hanya terpihak pada beratnya saja." kata pula si kakek. "Lau-tee, kau she apa, she Jie atau she Thio?"
"Aku she Jie, namaku Thay Giam, Lootiang bagaimana kau bisa menebak begitu?"
Si kakek tertawa seraya berkata: "Diantara Bu-tong Cit-hiap, Song Tayhiap berusia le bih tua dari padamu. In hiap dan Boh hiap baru berusia kira2 duapuluh tahun. Jie hiap dan Sam hiap kedua2nya she Jie. Sie hiap dan Ngo hiap masing2 she Thio. Dalam Rimba persilatan, siapakah yang tidak tahu itu"
Lautee kalau begitu kau adalah Jie Samhiap. Tak heran jika kau memiliki kepandaian yang begitu lihay.
Nama Butong Cithiap menggemparkan seluruh dunia persilatan dan kini hari, aku mendapat bukti, bahwa nama besar itu benar2 bukan kosong."
Walaupun masih berusia muda, Jie Thay Giam sudah kenyang makan asam garam dunia Kangouw. Ia mengerti bahwa pujian itu mempunyai maksud untuk dapat pertolongannya, sehingga oleh karenanya ia menjadi kheki terhadap sikakek yang coba mengumpak dirinya.
"Bolehkah aku mendapat tahu she dan nama Loo tiang yang?" tanyanya.
"Aku she Tek, namaku Seng," sahutnya. "Sahabat2 diwilayah Liao tong memberi gelar Hay tong ceng kepadaku." Hay tong ceng ada lah semacam burung elang yang terdapat didaerah Liao tong. Burung itu ganas dan buas dan biasa makan binatang2 kecil.
"Thay Giam segera merangkap kedua tangannya seraya berkata. "Sudah lama sekali aku mendengar nama besar Loo tiang. Aku merasa sangat beruntung bahwa dihari ini bisa berkenalan dengan Loo tiang."
Sehabis berkata begitu ia dongak mengawasi langit.
Tek Sang mengerti bahwa pemuda itu akan segera berangkat pergi. Ia menganggap bahwa untuk menahannya ia harus memancing Thay Giam dengan keuntungan besar. Maka itu, ia lantas saja berkata.
"Dalam hal ini ada apa2 yang belum dimengerti olehmu.
Kata2 hauw len2 thian hee, boh kam po pang, pada hakekatnya bukan berarti bahwa perintah orang yang memiliki To Liong to, ia akan dituruti dengan begitu saja oleh orang2 gagah dalam Rimba Persilatan.
Bukan arti yang sebenarnya bukan begitu."
Ia berdiam sejenak dan kemudian berbisik: "Jie Lau tee, di dalam golok mustika itu tersimpan kitab rahasia ilmu silat. Ada yang kata Kioe yang Cin keng, ada pula yang kata Kioe im Cin keng. Asal saja orang bisa mengeluarkan kitab tersebut dan beralih menurut petunjuk2nya, maka orang itu akan memiliki kepandaian yang sedemikian tinggi, sehingga semua orang tak akan berani membantah segala perintahnya."
Cerita mengenai kedua kitab itu memang per nah didengar oleh Jie Thay Giam dari gurunya. Dulu, pada sebelum Kak wan Taysu meninggal dunia, guru2 dari Siauw-lim, Bu tong dan Gobie telah memetik beberapa bagian dari Kioe yang Cin keng, tapi kitab itu, sendiri tak diketahui lagi dimana adanya.
Mengenai Kioe im Cin keng, sudah beberapa tahun orang tidak pernah me-nyebut2 lagi kitab itu, sehingga dalam Rimba Persilatan, orang sangat menyangsika kebenarannya cerita itu.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Melihat paras Jie'Thay Giam yang penuh rasa tidak percaya Tek Seng lantas saja berkata lagi:
"Sesudah mendapat golok mustika ini, kami bertiga coba mencairkannya dengan menggunakan api guna mengambil kitab yang tersimpan di dalamnya. Tapi rahasia itu bocor dan sebelum berhasil, orang sudah datang mengganggu. Jie Lau tee, sekarang aku ingin minta pertolonganmu untuk mencuri pemunah racun.
Sesudah aku sembuh, kita bisa pergi ketempat yang sepi dan jauh dari manusia untuk mencairkan To Hong to dan mengambil kitab itu. Dalam beberapa tahun saja, kita berdua sudah bisa menjagoi dikolong langit. Jie Lau tee, bagaimana pendapatmu?"
Thay Giam menggelengkan kepalanya. "Hal itu tidak boleh terlalu dipercaya," katanya. "Jangankan dalam golok itu memang tidak tersimpan kitab, sedangkan, sekalipun benar ada kitabnya, pada sebelum golok itu menjadi cair kitab tersebut tentu sudah menjadi abu."
"Golok itu keras luar biasa dan tak dapat dibuka dengan pahat yang bagaimana tajam-Pun,." kata Tek Seng. "Jalan satunya adalah mencairkannya dengan menggunakan api. Bicara sampai disitu paras Jie Thay Giam mendadak berubah dan dengan tangannya ia mengebut lilin2 yang lantas padam. "Ada orang"
bisiknya. Tek Sen yang Lweekangnya masih kalah jauh dari pemuda itu, tak dapat dengar apapun juga. Baru saja ia mau menanya, disebelah kejauhan mendadak terdengar suara seruan yang saling sambut. "Musuh mendatangi!" katanya dengan suara kaget. "Mari kita kabur dari belakang kelenteng."
"Dibelakang kelenteng juga sudah ada musuh," kata Thay Giam.
"Celaka !" mengeluh Hay tong ceng.
"Tek Loo tiang," kata Thay Giam. "Yang datang adalah orang Hay see pay. Dengan menggunakan kesempatan ini, paling baik kau minta obat pemunah. Aku sendiri tak dapat mencampuri urusanmu dan segala apa terserah atas putusan Lootiong sendiri."
Sikakek ketakutan setengah mati dan ia mencekal tangan Jie Sam hiap erat2. "Tidak, tidak... kau tidak boleh meninggalkan aku....tak boleh meninggalkan aku..." katanya dengan suara gemetar dan terputus-putus.
Thay Giam merasa jari tangan sikakek yang mencekal pergelangan tangannya bagaikan jepitan besi, dingin seperti es. Dengan sekali membalik tangan, ia melepaskan cekalan itu dan berbalik mencengkeram lima jerijinya orang itu. Tek Seng merasa tulang jerijinya seperti mau patah, tapi pada saat itu ia yakin, bahwa orang satu2nya yang bisa menolong jiwanya adalah pemuda itu. Untuk menyerahkan To-liong to yang telah direbutnya dengan mempertaruhkan jiwa, ia sungguh tak rela lebih tak rela daripada memotong dan memberikan sepotong dagingnya sendiri.
Maka itu, se-konyong2 ia memeluk Thay Giam dengan tangatnnya, secara nekat2an.
Dengan kaget pemuda itu menggoyang pundak untuk melepaskan pelukan itu. Tapi mati2an sikakek memeluk terus seperti orang kalelap di air. "Krek...krek..." demikian terdengar suara berkekreknya tulang.
Thay Giam mengerti, bahwa jika ia mengerahkan Lwekang lagi, tulang kedua lengan Tek Seng akan lantas menjadi patah. Hatinya tak tega dan ia tidak mengeluarkan lagi tenaga dalamnya. "Lepas!"
bentaknya. Sesaat itu, suara tindakan kaki sudah tiba di luar kelenteng disusul dengan suara gedebrukan dan pintu terpental karena ditendang orang Thay Giam terkesiap. "Orang ini bukan lawan enteng." pikirnya.
Hampir berbareng ia mengendus bau amis dan di dalam kegelapan serupa benda dilontarkan kedalam.
Dengan sekali menggoyang badan, seperti seekor cacing ia meloloskan diri dari pelukan Tek Sang dan dengan kecepatan luar biasa, sebelum benda itu atau senjata rahasia mengbantam, ia sudah melompat kebelakang patung Malaikat laut. Hampir berbareng. ia dengar teriakan sikakek yang lantas roboh bergulingan dilantai, sedang senjata rahasia itu masih terus dilepaskan tak henti2nya.
Semakin lama bau amis jadi semakin hebat seolah2 ratusan ikan busuk dilemparkan kedalam kelenteng itu. Tek Seng yang sudah bisa bangun kembali, melompat kesana sini dengan tindakan limbung seperti orang mabuk tapi karena ruangan itu sangat sempit dan juga sebab keadaannya memang sudah payah, maka beruntun senjata2 rahasia itu mengenakan badannya dengan jitu.
Sesudah mendengar suara menyambarnya, Thay Giam berkata dalam hatinya : "Senjata apa itu" pasir beracun" Kalau pasir beracun, bagaimana Tek Seng bisa mempertahankan diri begitu lama?" Dilain saat
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
ia mendusin. "Ah! Tak salah! Garam beracun dari Hay-see-pay," pikirnya. Walaupun kepandaian tinggi, tapi karena garam menyambar terus menerus mama mana ia berani menerjang keluar" Sementara itu diatap kelenteng kembali terdengar suara keras dan atap itu lantas saja berlubang di susul dengan turunnya garam dari lubang tersebut.
Sampai disitu Jie Thay Giam yang bernyali besar keder juga hatinya. "Celaka! Tak dinyana aku harus membuang jiwa di tempat ini ia mengeluh. Ia ingat kejadian pada waktu si jubah sulam dan Tiang pek Sam khim kena garam beracun. Ketika kakek itu, sudah tak usah dikatakan lagi, tapi malahan si Jubah sulam yang berkepandaian tinggi masih tak tahan menghadapi garam itu. Ia merasa dadanya menyesak dan hampir2 muntah karena bau amis itu dan ia yakin bahwa dalam tempo cepat ia tak akan bisa terlolos lagi dari racun yang menyambar dari depan dan turun dari atas seperti hujan gerimis dalam bingungnya ia menghantam punggung patung yang lantas saja berlubang besar, melihat begitu hatinya girang dan buruburu masuk kedalam perut patung. Dengan adanya aling2 itu garam itu tak bisa mencelakakan dirinya lagi.
Karena bekerjanya racun garam agak lambat, maka meskipun Tek Seng berteriak kesakitan ia masih bergulingan.Sementara itu karena merasa jerih akan kepandaian Jie Thay Giam orang2 Hay see pay belum berani menerjang masuk dan masih terus menimpuk dengan senjata rahasia mereka untuk menunggu sampai tak berdayanya kedua musuh itu.
Menurut kebiasaan senjata rahasia beracun yang dikenal dalam dunia Kang ouw, seperti jarum emas, pasir besi dan sebagainya, mencelakakan manusia sesudah senjata itu menancap ditubuh dan racunnya masuk kejalanan darah. Tapi bekerjanya racun Hay see pay sedikit berbeda. Sesudah garam itu menempel dikulit, racunnya masuk kedalam badan manusia dengan per-lahan-lahan sampai sikorban binasa, Jie Thay Giam mengerti bahwa dengan bersembunyi di dalam perut patung, ia tak akan bisa menghentikan serangan Hay see pay. Tapi karena tak ada jalan yang lebih baik ia harus menunggu sampai tumpukan garam itu mereda dan barulah coba menerjang keluar dari lubang asap.
Ia segera mengeluarkan pel pemunah racun yang lalu ditelannya dan kemudian memusat ken semangat seraya menjalankan pernapasannya. Beberapa saat kemudian dadanya yang menyesak jadi lega kembali.
Sementara itu, orang2 Hay see pay yang berada diluar kelenteng berdamai dengan suara perlahan.
"Tak ada suaranya lagi mungkin mereka sudah pingsan" kata yang satu.
"Tunggulah sebentar. Pemuda itu lihay sekali kita tidak boleh ter-gesa2" kata yang lain.
"Sekali ini kita mendapat hasil besar dan Toako pasti akan memberi hadiah yang besar juga" kata orang ketiga.
Tiba2 terdengar bentakan keras: "Hei! Lebih baik kamu menakluk supaya jangan membuang jiwa secara cuma2." Bentakan itu disusul dengan teriakan komando dan beberapa belas orang lantas saja menerjang masuk. Mereka semua sudah memakai obat pemunah sehingga tak takuti lagi garam beracun.
"Dengan Heng-see-pay aku tidak mempunyai ganjelan apapun juga, sedang kedatanganku di sini juga bukan untuk merebut o-liong- to," Sekarang paling benar aku munculkan diri dan coba mendamaikan mereka." Tapi dilain saat ia mendapat pikiran lain.
"Tidak bisa,tidak bisa aku berbuat begitu." pikirnya, "Bu tong-pay adalah sebuah partai besar yang namanya menggetarkan Rimba Persilatan. Jika aku ke luar dan coba bicara baik2 dengan mereka, artinya seperti juga aku menekuk lutut dan sikapku ini sangat memalukan guruku.''
Selagi ia bersangsi, di tempat yang jauh memdadak terdengar serupa seruan. Seruan itu halus bagaikan benang sutera. tapi tajam, dan menusuk kuping, sehingga orang yang mendengarnya ber-debar2 hatinya.
Dilain saat seruan itu sudah terdengar didepan kelenteng, sehingga bukan main kagetnya Thay Giam karena kecepatan yang sungguh luar biasa. Pertama kali, seruan itu terdengar di tempat yang jaraknya beberapa li dan dilain detik sudah tiba didepan pintu.
Dalam dunia ini kecuali beberapa macam burung yang terbangnya luar biasa cepat, baik manusia maupun binatang tak akan mempunyai kecepatan yang begitu hebat. Lebih aneh didengar dari suaranya seruan manusia.
Hampir berbareng dengan berhentinya seruan itu, Tek Seng mengeluarkan teriakan ketakutan.
"Kau....kau juga maui To liong...Peh bie" Peh bie berarti Alis putih.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Mendadak diluar kelenteng terjadi perubahan luar biasa. Puluhan orang Hay see pay tiba2 bungkam mulutnya. Keadaan sunyi senyap se-olah2 puluhan manusia itu berubah menjadi batu. Mereka seperti juga melihat sesuatu yang sangat menakuti sehingga bahwa takutnya, tak dapat mereka mengeluarkan suara lagi.
Beberapa saat kemudian kesunyian itu dipecahkan dengan suara "bruk!" dan salah seorang roboh terguling. Robohnya orang itu disusuri dengan teriakan yang gemetar:" Peh bie!.... Lari. ayo lari!...."
Teriakan itu putus ditengah jalan. Mungkin sekali orang yang berteriak tak bisa meneruskan teriakannya dan kawan2nya tak kuat lari lagi, sebab sesuatu yang ditakuti sudah masuk kedalam klenteng.
Jie Thay Giam heran tak kepalang. "Apa itu Peh bie?" tanyanya di dalam hati. "Apa binatang buas atau manusia yang lihay luar biasa, sehingga semua orang ketakutan begitu rupa?"
Se-konyong2 terdengar suara seorang: "Kauw cu Pemimpin Agama tanya kamu, dimana adanya To Liong to. Lekas keluarkan. Kauw cu berhasil mulai dan akan mengampuni kamu semua. Suara itu manis dan lemah lembut, tapi mengandung keangkeran.
"Dia...dia yang curi," demikian terdengar jawaban seorang Hay see pay. "Kami datang kemari justru untuk coba merebut pulang Kauw cu.....Kauw cu....."
" "Eh, mana golok mustika itu?" tanya suara yang manis itu. Thay Giam tahu, orang itu menanya Tek Seng, Tapi kakek itu tidak menjawab. Dilain saat terdengar robohnya sesosok tubuh.
"Celaka! Tek Seng dibinasakan," pikir Thay Giam. Ia yakin, bahwa dengan seorang diri, ia bukan tandingan musuh. Tapi sesudah mencampuri urusan ini, ia merasa malu untuk bersembunyi terus.
"Mundur dada waktu berbahaya, bukan perbuatan seorang lelaki," katanya di dalam hati. Baru saja ia mau melompat keluar, mendadak terdengar suara yang dingin: "Dia sudah mati karena ketakutan. Geledah badannya,"
Lain2 Thay Giam terkesiap. "Mati sebab ketakutan?" tanya dalam hati. Sementara itu sudah terdengar suara dirobeknya pakaian dan dibolak baliknya badan manusia. "Melaporkan kepada Kauw cu, bahwa dibadan orang ini tidak terdapat apapun juga," kata orang yang suaranya lemah lembut.
Perkataan orang itu disusul dengan suara pemimpin Hay see pay yang berkata dengan suara gemetar ;
"Kauw cu ... terang dia yang mencuri. Kami tak berani berdusta...." Ia bicara dengan ketakutan sangat hebat, seperti juga nyalinya hancur, sehingga bulu roma Jie Thay Giam bangun semua.
"Benar2 heran." Katanya di dalam hati. "Golok mustika itu memang dicekel Tek Seng. Ke mana perginya."
"Kamu mengatakan bahwa golok inustika itu dicuri olehnya, tapi mengapa tak kedapatan?" tanya pula orang yang suaranya manis. "Tak salah lagi kamulah yang menyembunyikannya. Begini saja! Siapa yang bicara terus terang, dialah yang diampuni jiwanya. Diantara kamu hanya seorang yang boleh hidup terus.
Siapa yang bicara lebih du1u, dialah yang dapat pengampunan."
Keadaan sunyi senyap dan beberapa saat kemudian, barulah si pemimpin Hay-see-pay berkata :
"Dengan sejujurnya kami melapor kan kepada Kauwcu, bahwa kami tidak tahu menahu tentang hilangnya golok mustika itu. Tapi kami berjanji akan berusaha untuk menyelidiki sampai se-terang2nya"
Kauwcu itu tidak menjawab ia hanya mengeluarkan suara dihidung.
Orang yang suaranya manja berkata lagi. "Siapa yang bicara terus terang, dialah yang boleh hidup terus" Keadaan kembali sunyi senyap.
Tiba2, kesunyian yang menakuti itu dipecahkan oleh teriakan seorang. Dengan se-betul2nya kami sedang mencari golok mustika itu, yang mendadak menghilang secara luar biasa. Jika kau tetap tidak percaya, dari pada mati konyol, lebih baik kami melawan mati2 an sampai dimana kepandaian Peh bie Kauw..." Suara itu berhenti ditengah jalan dan keadaan kembali sunyi senyap. Rupanya dia sudah binasa dengan begitu saja.
"Tadi seorang lelaki yaag berusia kira" 30 tahun telah menolong kakek itu," menerang kan Hay see pay. "Dia mnemiliki ilmu mengentengkan badan yang sangat tinggi. Entah kemana perginya sekarang.
Golok mustika itu pasti dibawa lari olehnya,"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Kauw cu itu kembali mengeluarkan suara dihidung dan kemudian berkata dengan suara dingin;
"Ampuni jiwa orang ini.." Hampir berbareng terdengar kesiuran angin dan ia sudah keluar dari pintu kelenteng. Tiba2 terdengar pula suara, nyaring di tempat yang jauhnya belasan tombak.
Jie Thay Giam tak bisa menahan sabar lagi seraya melompat keluar dari perut patung ia berteriak "aku berada disini jangan celakakan orang!"
Tapi keadaan lagi2 sunyi senyap. Thay Giam mengawasi disekitarnya dan ia lihat semua orang berdiri seperti patung ia heran bukan main dan buru-buru menyulut lilin diatas meja sembahyang. Mendadak ia mengeluarkan seruan tertahan karena dua puluh lebih anggota Hay see pay berdiri tegak tanpa bergerak seperti juga tertotok jalanan darahnya sedang muka mereka mengunjuk rasa takut yang sangat hebar dengan nyalinya yang besar dan pengalamannya yang luas tak urung jantung Thay Giam memukul keras,
"Bagaimanakah lihaynya Kauw-cu Peh bie kauw it?"" tanyanya di dalam hati. "Orang2 Hay see pay bukan sembarang orang tapi mengapa bertemu dengan Kauw cu, mereka ketakutan sampai begini rupa ia mengangsurkan tangannya dengan niatan menotok jalanan darah Hoa kay hiat dari salah seorang itu untuk membuka jalanan darahnya yang tertutup.
Tapi lagi2 ia kaget jerijinya menotok jalanan darah yang sudah membekuk dan orang itu tetap tidak bergerak setelah memeriksa pernapasannya baru dia tahu dia sudah binasa" Kecuali seorang semua anggota Hay see pay sudah binasa sebab totokan perjalanan darah yang membinasakan orang yang masih hidup itu yaitu orang yang bicara paling belakang sebab dilantas dengan napas ter-sengal2.
Rasa heran dan kagetnya Thay Giam sukar dilukiskan benar ia tak mengerti bagaimana dalam sekejap mata, Kauw cu itu bisa membinasakan dua puluh orang lebih yang berkepandaian tinggi sambil mengangkat tubuh orang itu ia bertanya: "Agama apa Peh bie kauw" Siapa Kauw cu itu?" Orang itu tidak menjawab pertanyaannya yang diulangi beberapa kali dia hanya mengawasi dengan mata membelalak.
Thay Giam memegang nadinya dan ternyata aliran darah orang itu sudah kalang kabut sebagai tanda bahwa beberapa uratnya telah diputuskan sehingga ia menjadi gagu dan terganggu otaknya.
Darah Jie Thay Giam lantas saja meluap. "Apa itu Peh-bie kauw" Mengapa dia begitu kejam?"
tanyanya di dalam hati dengan penuh kegusaran. Tapi ia tabu, bahwa ia bukan tandingan orang itu. Sesaat itu juga, ia sudah menghitung2 tindakan yang akan diambilnya. Ia ingin segera berangkat ke Bu tong san untuk melaporkan kejadian itu dan menanyakan asal usul Peh bie kauw kepada gurunya. Ia berniat mengajak semua saudara seperguruannya untuk menyatroni manusia yang dinamakan Peh bie Kauwcu. Ia menganggap, bahwa walaupun Kauwcu itu lihay luar biasa Bu-tong Cithiap masih dapat menandinginya.
Melihat garam beracun yang tersebar diseputar kelenteng itu, ia menghela napas panjang. "Orang2
Hay see pay juga bukan manusia baik2, sehingga kebinasaannya yang begitu rupa mungkin ada pantasnya juga," katanya di dalam kelenteng sangat tak pantas dan orang bisa celaka, jika kebetulan datang disini."
Memikir begitu ia segera mangambil golok dan menggali satu lubang besar di dalam kebun sayur.
Sesudah itu, dengan hati2 ia mengangkat mayat2 itu yang lalu memasukkan kedalam lubang. Sesudah memindahkan belasan mayat, tiba2 ia terkejut, karena mayat itu berat luar biasa, sedangkan badannya hanya berukuran sedang. Ia segera memeriksa dan ternyata, dari pundak terus kepunggung mayat itu terdapat luka besar yang sangat panjang. Begitu ia meraba tangannya menyentuh benda yang keras dingin dan setelah ditarik keluar benda itu bukan lain daripada To liong-to yang diperebuti!
Secara kasar ia segera menebak apa yang sudah terjadi. Rupanya, begitu melihat Peh-bie Kauwcu, Hay-tong ceng Tek Seng hancur nyalinya dan ia mati ketakutan. Pada waktu menghembuskan napasnya yang penghabisan golok itu terlepas dari cekalannva dan jatuh dipunggung orang itu. Karena berat dan tajam To Liong to amblas dibadan orang itu.
Maka itu tidaklah heran jika pada waktu menggeledah semua orang, kaki tangan Kauw cu tidak bisa mendapatkan apapun juga.
Kalau dalam hati Jie Thay Giam tidak muncul rasa kasihan mungkin sekali golok mustika yang menggemparkan itu, akan hilang dari dunia persilatan.
"Golok ini adalah mustika dalam Rimba Persilatan," kata Thay Giam dan dalam hatinya "Akan tetapi, menurut pendapatku, senjata ini bukan senjata yang mujur. Hay tong ceng Tek Sang dan-puluhan orang Hay see pay binasa karena gara2 To liong to. Sekarang paling benar aku mempersembahkan senjata ini kepada Suhu, untuk meminta keputusan."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sesudah selesai menguburkan semua mayat itu, karena kuatir garam beracun mencelakakan rakyat, ia segera mencari cabang2 kering yang lalu disulut untuk membakar kelenteng tersebut. Dibawah sinar api itu ia lalu meneliti golok mustika itu yang ternyata berwarna hitam bukan besi dan juga bukan emas, entah dibuat dari logam apa. Dari gagang sampai badannya samar2 terlihat garisan2 yang berwarna biru.
Dengan mata kepala sendiri, ia telah menyaksikan dibakarnya golok itu, tapi sungguh aneh, golok tersebut tidak rusak sedikitpun. "Bagaimana orang bisa menggunakan golok yang begini berat?" tanyanya di dalam hati. "Dulu, Ceng liong Yan-goat to dari Kwan Ong-ya, yang mempunyai tenaga malaikat, hanya delipan puluh satu kati beratnya," Kwan Ong-ya, Kwan Kong dari jaman samkok.
Ia segera me masukkan golok itu kedalam buntalannya dan kemudian berkata dengan suara perlahan didepan kuburan Tek Seng. "..Tek Loo tiang, bukan mau serakahi golok ini. Tapi karena To liong to senjata luar biasa, maka jika jatuh ketangan manusia jahat, bencananya bukan kecil. Aku ingin menyerahkannya kepada Suhu, seorarg adil yang berhati mulia, yang tentu akan bisa membereskan persoalan golok ini se-baiknya."
Sesudah berkata begitu, ia lalu menggendong buntalannya dan meneruskan perjalanan kejurusan utara.
Sesudah berjalan kurang lebih setengah jam tibalah ia ditepi sungai. Ketika itu ribuan bintang yang sinarnya sudah suram masih berkelip kelip diatas sungai. Ia mengawasi keberbagai jurusan tapi tak terlihat sebuah perahu pun. Ia lalu berjalan disepanjang gili2 dan kira2 semakanan nasi, ia lihat sinar lampu dari sebuan perahu penangkap ikan yang terpisah kira2 belasan tombak dari tepi sungai.
"Toako penangkap ikan!" teriaknya. "Tolong seberangkan aku?"
Karena perahu ikan itu terpisah terlalu jauh sipenangkap ikan rupanya tidak mendengar teriakannya.
Thay Giam segera mengempos semangat dan berteriak lagi. Terikan itu yang disertai dengan Lweekang yang sudah dilatih kira2 dua puluh tahun nyaring dan sangat tajam. Beberapa saat kemudian dari aliran sebelah atas muncul sebuah perahu kecil yang menggunakan layar dan yang perlahan-lahan menempel ditepi sungai. "Apa tuan mau menyeberang" tanya si juru mudi.
"Benar, aku ingin minta pertolongan Toako untuk menyeberangkan aku," jawabnya dengan girang.
"Sekali menyeberang ongkosnya satu tahil perak." kata pula juru mudi itu.
Permintaan itu sebenarnya terlalu mahal tapi sebab ingin buru-buru, Thay Giam tak rewel lagi.
"Baiklah," katanya seraya melompat turun kedalam perahu yang melesak kedalam air.
"Tuan, bawa apa kau " Mengapa begitu berat," tanya juru mudi itu dengan perasaan heran.


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jie Thay Giam segara mengangsurkan sepotong perak dan menjawab sambil tertawa : "Tak apa2.
Badanku berat. Ayohlah"'
Si juru mudi kelihatannya bercuriga dan berulang kali melirik buntalan Thay Giam. Sesaat kemudian, dengan menuruti aliran air, perahu itu belayar dengan mengambil arah timur laut. Sesudah melalui satu li lebih tiba2 terdengar suara gemuruh.
"Juru mudi, apa mau turun hujan?" tanya Thay Giam.
"Bukan." jawabnya seraya tertawa, "Guru itu suara air pasang sungai Cian tong kang. Dengan mengikuti aliran air pasang. dalam sekejap kita bisa sampai dilain tepi."
Thay Giam mengawasi kearah suara itu. Jauh2 ia lihat sehelai garis putih yang mendatangi dengan ber-gulung2. Suara itu kian lama kian menghebat dan gelombang juga jadi makin besar. "Baru sekarang kutahu, bahwa diantara langit dan bumi terdapat pemandangan yang seangker ini," katanya di dalam itati.
"Tidak cuma2 aku membuat perjalanan ini." Dilain saat, ombak sungai sudah tiba dan mendorong perahu dengan kekuatan luar biasa.
Selagi memandang dengan penuh perhatian se-konyong Thay Giam mengeluarkan seruan tertahan, karena dipuncak ombak terlihat sebuah perahu yang menerjang kedepan menurut gerakan ombak itu. Apa yang luar biasa ialah pada layar putih dari perahu itu terdapat lukisan yang merupakan sebuah tangan berwarna merah dengan lima jeriji yang terpentang lebar. Karena memiliki mata yang sangat tajam, biarpun di dalam kegelapan, dalam jarak puluhan tombak ia sudah bisa lihat tangan berdarah itu.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sijuru mudi sendiri baru bisa melihatnya sesudah perahu itu datang terlebih dekat. Mendadak ia mengeluarkan teriakkan ketaku tan:" Hiat chioe hoan." (Hiat chioe hoan perahu layar Tangan berdarah).
"Apa itu Hiat chioe hoan?" tanya Thay Giam.
Sebaliknya dari menjawab ia menerjun ke dalam air! Thay Giam terperanjat dengan gelombang yang sebear itu biarpun pandai berenang, orang tak akan bisa bertahan lama di dalam air buru-buru ia mengambil sebatang gala yang lalu disodor keair tapi juru mudi itu menggoyangkan tangan dengan paras muka ketakutan dan dilain saat ia masuk kedalam gelombang untuk tidak keluar lagi.
Tanpa juru mudi begitu terpukul ombak, perahu itu lantas saja terputar. Cepat-cepat Thay Giam pergi kebelakang perahu untuk memegang kemudi pada saat itulah mendadak terdengar suara "dak" dan perahu Hiat chioe hoan membentur perahunya Thay Giam
Karena kepala Hiat chioe hoan dilapis besi begitu terbentur, perahu Thay Giam lantas saja bocor dan air menerobos masuk.
Bukan main gusarnya Thay Giam. "Perahu siapa yang begitu kurang ajar?" bentaknya dengan suara keras. Melihat perahunya sudah hampir tenggelam, dengan sekali menotol ujung kaki, ia melompat keatas kepala perahu Hiat chioe hoan. Pada yang bersamaan satu ombak besar menerjang, sehingga Hiat chioe hoan "terbang" keatas, setombak lebih tinggi nya. Kejadian itu terjadi pada sesaat badan Thay Giam berada ditengah udara sehingga perhitungannya meleset semua dan ia melayang jatuh kedalam air.
Pada detik yang sangat genting sambil mengempos semangatnya ia menggoyang kedua pandaknya dan dengan menggunakan gerakan Tee in ciang, tiba2 tubuhnya meleset keatas lagi setombak lebih dan kedua kakinya hinggap diatas kepala perahu Hiat-chioe-hoan.
"Ada orang tercebur di air! Lekas tolong !" teriak Thay Giam. Ia mengulangi teriakannya beberapa kali. Tapi tidak mendapat jawaban.
Dengan mendongkol ia menolak pintu gubuk perahu tapi pintu itu yang terbuat dari besi, tidak bergeming. Seraya menggerakkan Lweekang dikedua lengannya ia mendorong sambil membentak keras.
Pintu belum terbuka tapi sudah berlobang karena menghubungkan gubuk dan pintu telah putus dan jatuh dengan mengeluarkan suara berkerincingan.
Tiba2 di dalam gubuk terdengar suara orang "Tee in ciong dan Tin san ciang (Pukulan menggetarkan gunung) yang tersohor dari Bu tong pay sungguh bukan pujian kosong. Jie Sam hiap serahkan To liong to yang berada dalam buntalanmu dan kami akan mengantarkan kau menyeberang sungai suara yang le mah lembut itu bukan lain dari pada suara kaki tangan Peh bie Kauw cu yang pernah didengarnya dikelenteng Hay sin bio. Sekarang baru ia tahu bahwa perahu Hiat ciu hosn adalah milik Peh bie Kauw cu sehingga tidak heran sijuru mudi jadi ketakutan setengah mati.
Tapi ia tak mengerti bagimana orang itu tahu namanya dan beradanya To liong to di dalam tangannya.
Sebelum ia menanya orang itu sudah berkata lagi:" Jie Sam Hiap mungkin kau merasa heran mengapa kami tahu she dan namamu bukankah begitu tapi sebenarnya kau tak usah heran kecuali ahli silat Bu tong pay dalam dunia ini siapa lagi yang memiliki lompatan Tee in ciong dan pululan Tin san ciang" Tiga hari sebelum Jie Sam hiap menginjak wilayah Ciat kang kami sudah mendapat warta. Hanya sayang kami tidak keburu menyambut dari tempat jauh.
Thay Giam tak tahu bagaimana harus menjawab perkataan orang itu tapi mengingat sijuru mudi yang tercebur di dalam air ia lantas saja berkata. "Hal lain dapat ditunda paling dulu kita harus menolong jiwanya juri mudi itu."
Orang itu tertawa ter-bahak2. "Jie Sam hiap hatimu terlalu mulia katanya. "Juragan perahu itu mempunyai satu gelaran yang sangat bagus yaitu Sauw cay Seei kwie (Setan air yang menagih hutang) Disungai Ciang tong-kang entah berapa banyak jiwa melayang di dalam tangannya. Jie Sam hiap adalah seorang yang berhati sangat mulia. Tapi setan air itu sebenarnya sudah mengincar buntalanmu dan ingin menagih hutang dari penitisan yang lain. Haha !"
Thay Giam sendiri sebelumnya sudah menaruh curiga, karena-lihat lahat juru mudi itu yang seperti lagak bangsat. Sekarang ia mendapat kenyataan, bahwa kecurigaannya sangat beralasan. "Bolehkah aku mendapat tahu she dan nama tuan yang besar dan apa boleh aku bertemu muka denganmu?" tanya Thay Giam.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Antara Peh bie kauw dan partai tuan sama sekali tidak mendapat tali persahahatan atau permusuhan,"
jawabnya. "Maka itu menurut pendapatku, lebih baik kita tak usah bertemu muka. Jie Sam hiap taruh saja To liong to di kepala perahu dan kami akan menyeberangkan kau ketepi."
Mendengar perkataan itu, darah Thay Giam lantas saja naik. "Apakah To liong milik Peh bie kauw?"
tanyanya dengan suara kaku.
"Bukan," jawabnya. "Tapi golok itu adalah senjata termulia dalam Rimba Persilatan, maka dapatlah dimengerti, jika setiap ahli silat sangat ingin memilikinya."
"Kalau begitu, dengan sangat menyesal aku tak bisa meluluskan permintaanmu," kata Thay Giam.
"Golok ini sudah jatuh kedalam tangan ku dan aku merasa berkewajiban uniuk menyerahkan kepada guruku, supaya ia bisa memberi keputusan. Aku masih berusia muda dan tak dapat mengambil keputusan apa apa."
Orang itu kembali bicara, tapi suaranya sehalus bunyi nyamuk, sehingga Thay Giam tak dapat menangkapnya. "Apa kau kata?" tanyanya sambil maju beberapa tindak.
Sesaat itu, gelombang besar kembali menghantam, sehingga perahu layar itu "terbang" keatas dan terombang ambing ditengah2 ombak. Mendadak Jie Thay Giam merasa sakit gatal didada dan pahanya, seperti digigit nyamuk. Waktu itu adalah permulaan musim semi dan biasanya tidak ada nyamuk.
Tapi ia tidak menghiraukan dan lalu menepuk beberapa kali di tempat yang gatal. "Untuk merebut sebilah golok, Peh bie kauw telah membinasakan tidak sedikit manusia," katanya dengan suara nyaring.
"Dikelenteng Hay sin bio saja, beberapa puluh orang telah melayang jiwanya. Menurut pendapatku, tanganmu agak terlalu kejam."
"Kau salah," membunuh orang itu. "Dalam menurunkan tangan, Peh bie kauw selalu membuat perbedaan. Terhadap orang jahat, kami turunkan tangan yang berat, sedang terhadap orang baik, kami turunkan tangan enteng. Jie Sam hiap, namamu yang mulia telah menggetarkan dunia Kangouw dan kami tentu tidak akan mengambil jiwamu. Jika kau menyerahkan To Liong to, kami akan segera memberikan obat pemunah jarum Bun sie ciam kepadamu," Bun sie ciam Jarum kumis nyamuk.
Mendengar kata2 "Bun sie ciam," Thay Giam terperanjat. Buru-buru ia meraba dada, dibagian yang bekas digigit nyamuk. Ia merasa gata12, tiada bedanya seperti akibat gigitan nyamuk. Tapi sesudah memikir sejenak, ia mengerti, bahwa rasa gatal itu tak mungkin akibat gigitan nyamuk, karena pada waktu itu adalah musim semi, apapula jika diingat, bahwa ia sedang berada diatas sungai. Dari mana datangnya nyamuk" Mendadak ia mendusin. "A-ha! Kalau begitu, ia sengaja bicara perlukan untuk memancing supaya aku datang terlebih dekat, agar ia bisa menimpuk dengan senjata rahasianya yang sangat halus," katanya didadalam hati. Mengingat ketakutannya Tek Seng orang2 Hay-see-pay dan si juragan perahu, maka boleh dipastikan, racun itu hebat luar biasa. Maka itu, jalan yang terbaik adalah menangkap dan memaksanya untuk mengeluar kan obat pemunah. Memikir begitu, sambil membentak keras, ia melompat kedalam gubuk perahu itu.
Sebelum kedua kakinya hinggap dipapan perahu, angin yang sangat tajam menyambar mukanya dan dalam gusarnya, iapun segera menghantam dengan sekuat tenaga. Begitu kedua tangan kebentrok, kedua lawan itu tetpental kebelakang dengan berbareng Jie Thay Giam sendiri terdorong keluar, tapi sukar, ia tak sampai roboh terguling hanya telapak tangannya dirasakan sakit sekali ia mengerti bahwa musuh telah menyembunyikan senjata dalam tangannya sebab pada waktu kedua telapak tangan beradu ia merasa tujuh batang jarum atau paku, menancap ditelapak tangan nya. Dalam segebrakan itu ia sudah tahu bahwa tenaga lawan kira2 setanding dengan tenaganya sendiri.
"Racun Ciang sim Cit sang tengku hebat luar biasa" demikian terdengar suara orang itu "Lweekang Jia Sam hiap sungguh liehay dan aku merasa takluk. Ciang sim Cit seng teng (Paku tujuh bintang) yang ditaruh ditelapak tangan.
Jie Thay Giam yang sabar sekarang menjadi kalap is meraba buntalannya dan lalu mencabut To liong to. Sambil mencekal gagang golok dengan kedua lengan ia membacok. "Trang!" pintu besi itu terbelah dua melihat tajamnya golok itu semangatnya terbangun dan ia lalu membacok kalang kabut sehinga gubuk itu yang terbuat dari pada besi lantas menjadi hancur dan lembaran2 besi jatuh ke dalam air.
Orang yang berada di dalam gubuk tak dapat menyembunyikan dirinya lagi ia lalu melompat kebelakang perahu seraya menbentak "kau sudah kena dua macam racun, mau apa kau banyak lagak." Jie Thay Giam yang sudah mata gelap tidak menghiraukannya dan terus menerjang sampai memutar golok.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Melihat serangan kalap itu buru-buru orang itu menangkis dengan sebuah jangkar. "Trang" jangkar itu juga terbelah dua dengan hati mencelos ia melompat kesamping dan berteriak.
"Hei" Kau lebih sayang jiwa atau lebih sayang golok?"
Thay Giam berhenti menyerang. "Baiklah" katanya. Serahkan obat pemunah aku akan menyerahkan golok ini kepadamu. Sesaat itu merasa pahanya semakin gatal dan sakit sebagai tanda bahwa racun sudah mulai bekerja. Mengingat bahwa To liong to telah didapatinya secara kebetulan dan sebab ia memang tak ingin memiliki harta benda orang lain maka hilang hilangnya golok itu juga tidak dirasakan berat olehnya.
Dilain saat, ia sudah melemparkan To Liong to diatas papan perahu.
Orang itu kegirangan dan buru-buru menjemput nya, akan kemudian meng-usap2 badan golok itu dengan sikap yang sangat menyayang. Ia berdiri dengan membelakangi rembulan, sehingga Thay Giam tak dapat lihat nyata mukanya. Tapi dalam perhatiannya kepada golok itu, ia rupanya lupa akan janjinya untumemberikan obat pemunah.
Lewat beberapa saat, rasa sakit dan gatal didada dan paha Thay Giam makin menghebat. "Eh, mana obat?" tanyanya.
Orang itu tertawa berkakakan seperti juga mendengar cerita lucu.
Tentu saja Thay Giam jadi gusar seka]i." Hei! Aku minta obat yang dijanjikan olehmu," bentaknya.
"Ada apa lucunya ?"
Orang itu menuding muka Thay Giam dan berkata seraya tertawa: "Hihihi ! Kau sungguh tolol !
Sebelum aku mengeluarkan obat, kau sudah lebih menyerahkan golok ?"
"Perkataan seorang laki2 seperti juga larinya seekor kuda," kata Thay Giam dengan amarah me-luap2.
"Kita sudah berjanji untuk menukar golok dengan obat, apa kau lupa?"
Orang itu tertawa lagi. "Dengan golok dalam tanganmu, aku masih jerih juga," katanya dengan suara mengejek, "Adat kata kau tidak bisa menangkan aku, kau masih dapat melemparkan golok itu kedalam sungai dan belum tentu aku bisa mencarinya. Tapi sekarang, sesudah golok ini berada dalam tanganku, apa kau masih mengharapkan obat pemunahan ?"
Perkataan itu se-olah2 air dingin yang mengguyur kepala Thay Giam. Mimpipun ia tidak pernah mimpi, bahwa orang itu bisa berlaku begitu licik. Ia ingat, bahwa Bu-tong-pay tak mempunyai permusuhan apapun jugs dengan Peh bie-kauw, sedang orang itupun memiliki kepandaian tinggi, sehingga kedudukannya pasti bukan kedudukan rendah. Tapi mengapa ia menjilat lagi ludah yang sudah dibuang"
"Jie Sam hiap," orang itu berkata pula. "Ada satu hal yang harus diterangkan kepadamu. Racun dari Bun sie ciam masih tidak begitu hebat tapi racun Cit-seng benar2 luar biasa. Dalam tempo dalam duapuluh empat jam semua dagingmu akan copot dan jatuh ditanah. Dalam dunia kecuali obat pemunah dari Peh bie kauw, jangankan manusia, sedang dewapun tak akan bisa menolongnya. Disamping itu andaikata sekarang aku memberikan obat pemunah, obat itu hanya bisa menolong selembar jiwamu, tapi ilmu silat Jie Sam-hiap yang tersohor dalam dunia Kangouw tak akan bisa pulih kembali untuk selama2nya. Perkataan itu dikeluarkan dengan suara manis dan lemah lembut, se-olah2 manusia itu sedang bicara dengan sahabat karibnya.
"Hidup atau mati adalah takdir," kata Thay Giam sambil menahan amarah. "Selama hidup Jie Thay Giam belum pernah melakukan apa2 yang tidak baik, sehingga ia boleh tak usah merasa malu terhadap Langit dan bumi. Andaikata sekarang aku binasa dalam tangan seorang rendah, sedikitpun aku tidak merasa jerih."
Orang itu mengacungkan jempolnya. "Bagus!," ia memuji. "Nama besarnya Bu tong Cithiap benar2
bukan nama kosong. Orang gagah yang kenal Cit-seng-teng dan Bu sie-ciam tak bisa dihitung berapa banyaknya. Kalau bukan, meminta ampun, mereka yaitu orang2 yang mempunyai tulang punggung tentu mencaci aku. Tapi orang yang seperti Jie Sam-hiap, yang tidak menghiraukan masih akan hidup, aku sungguh jarang menemui."
Thay Giam mengeluarkan suara dihidung "Tapi apakah aku boleh mendapat tahu she dan nama tuan yang besar?" tanyanya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Aku hanialah seorang kecil dalam Peh-bie-kauw dan jika Bu-tong-pay ingin membalas sakit hati adalah Kauw cu yang akan melayaninya." jawabnya. "Malam ini, Jie Sam hiap akan mati dengan diam2."
(Bersambung Jilid 5) BU KIE Karya : CHING YUNG Terjemahan: Bu Beng Tjoe Jilid 5 SEMENTARA itu, karena leher dan badannya tak bisa bergerak, JieThay Giam hanya bisa melihat bendera piauw yang tertancap dipot bunga. Untuk sejenak seluruh ruangan sunyi senyap dan yang terdengar hanialah bunyi laler yang beterbangan kian kemari. Lain suara yang didengarnya ialah suara nafas Touw Tay Kim yang ter-sengal2. Walaupun tak melihat mukanya, ia bisa menebak, bahwa Cong piauw tauw itu tengah mengawasi emas yang berkredepan dengan mata membelalak.
Beberapa saat kemudian, barulah terdengar suara Touw Tay Kim: "In Toa ya, piauw apa yang mau diantar?"
"Lebih dulu jawablah pertanyaanku," sahutnya. "Apakah kau bisa memenuhi tiga syarat yang diajukan olehku.."
Touw Tay Kim menepuk lututnya seraya berkata: "In Toa ya, sesudah kau memberi hadiah yang begitu besar, biarlah aku mempertaruhkan jiwa untuk memenuhi segala permintaanmu, Kapan aku bisa menerima piauw itu?"
"Piauw yang harus dilindungi dan diantar olehmu adalah orang rebah dibalai2 itu," jawabnya dengan suara dingin.
Tanpa merasa, Touw Tay Kim mengeluarkan seruan tertahan, bahkan herannya.
Jie Thay Giam terkesiap. Ia membuka mulut, tapi suara yang mau dikeluarkan, tak bisa keluar.
Dengan menggunakan seantero tenaganya, is coba melompat turun, tapi tubuhnya tak bisa bergerak sedikitpun. Sekarang baru ia tahu, racun Cit seng teng benar2 liehay.
"Apa ... apa .... benar tuan ini?" menegas Touw Tay Kim dengan suara terputus2.
"Tak salah," jawabnya. "Kau sendiri yang harus mengantarkannya. Kau bolah menukar orang. Dalam sepuluh hari, kau sudah mesti tiba di Bu tong san, Siang yang hu, propinsi Ouw pak, dan menyerahkan orang itu kepada Thio Sam Hong, Ciang cun Couw su bu tong pay."
"Bu tong pay?" menegas Touw Tay Kim. "Biarpun tak mempunyai ganjela apa2 dengan Bu tong pay, tapi kami, murid2 Siauw lim-sie jarang...jarang sekali berhubungan dengan mereka ....Ia...."
"Jika gagal, kau tak akan dapat mengganti kerugian dengan laksaan tail emas," kata si orang she In dengan suara tawar.
"Katakan saja. Terima atau tidak. Mengapa sebagai seo-rang laki2 kau begitu sukar mengambil keputusan?"
"Baiklah, dengan memandang muka In Toanya, Liong-boan Piauw-kiok menerima baik piauw ini,"
jawabnya. Orang ini tersenyum. "Hari ini Sha gwe Jie kauw (Bulan tiga tanggal 2")," katanya. "Kalau pada Sie gwee Cee kauw Ngosie (Bu1an Empat tanggai 9), tengah hari, kau belum menyerahkan tuan ini kepada Ciong bun Couwsu Bu tong pay, aku akan membasmi besar kecil tujupuluh satu orang di Liong baen Piauw kiok. Malah ayam dan anjingpun tak akan diampuni olehku!" Ancaman itu disusul dengan suara
"trik trik" dan belasan jarum perak yang halus menancap dipot bunga itu yang lantas saja hUncur jadi puluhan keping yang jatuh berhamburan dilantai.
Timpukan senjata rahasia itu yang disertai dengan Lwekang dahsyat, benar2 mengejutkan. Touw Tay Kim mengeluarkan seruan kaget sedang Jie Thay Giam pun terkesiap.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Ayoh pulang!" bentak siorang she In. Dua tukang gotong lalu saja menaruh balai2 diatas lantai dan segera meninggalkan ruangan itu dengan ter-buru-buru.
Selang beberapa saat, sesudah dapat menentramkan hati Touw Tay Kim menghampiri Jie Thay Giam seraya menanya: "Bolehkah kutahu she dan nama tuan yang mulia" Apa benar tuan dari Bu tong pay ?"
Thay Giam tak dapat berbicara, ia hanya mengawasi Cong piauw tauw itu yang berusia kira2
limapuluh tahun, badannya tinggi besar dengan otot2 lengan yang menonjol keluar dan parasnya angker sekali. Melihat potongan badan dan gera2kan orang itu, Thay Giam tahu bahwa ia adalah seorang ahli ilmu silat Gwa kang(ilmu silat luar).
"In Toaya adalah seorang tampan yang lemah lembut gerakannya," kata Touw Tay Kim. "Tak dinyana mereka memiliki kepandaian yang begitu tinggi. Orang dari partai manakah dia?" Ia mengulangi pertanyaannya beberara kali tapi Thay Giam tetap tidak menjawab dan terus memeramkan kedua matanya.
Hati Cong-piauw tauw itu merasa sangat tidak enak. Ia sendiri adalah seorang ahli melepaskan senjata rahasia sehingga di dalam dunia Kangouw, ia mendapat julukan Ie-pie-him, tapi kepandaian siorang she In betul2 luar biasa.
Dengan sekali mengebas tangan bajunya belasan batang jarum yang halus bagaikan bulu kerbau telah menghancurkan sebuah pot kristal. Jika tak melihatnya dengan mata kepala sendiri ia tentu tak akan percaya. Ia membungkuk dan menjemput kepingan kristal yang jatuh dilantai ternyata setiap jarum seperti juga terpantek masuk dengan martil kedalam kristal itu. Lweekang yang sedemikian hebat, ia sungguh belum pernah mendengarnya.
Sudah dua puluh tahun lebih Touw Tay Kim mengepalai Liong bun Piauw kiok dan selama itu ia telah mengalami tidak sedikit gelombang dari dunia Kang ouw. Tapi piauw manusia hidup dengan ongkos dua ribu tahil emas bukan saja belum pernah dialami olehnya, tapi juga belum pernah terdengar dalam seluruh sejarah perusahaan piauw.
Sesudah menyimpan emas itu ia segera memerintahkan orang untuk membawa Jie Thay Giam kesebuah kamar yang sepi supaya sisakit bisa mengaso, kemudian dengan cepat ia mengumpulkan para piauw tauw, menyiapkan kuda kereta untuk berangkat pada hari itu juga.
Sebelum berangkat karena merasi tidak enak mendengar ancaman siorang she In, Touw Tay kam lebih dulu berdamai dengan dua orang piaum tauw yang berusia tinggi sesudah menghitung2, mereka mendapat kenyataan bahwa dari ibu Touw Tay Kiam sampai bayi Ciok Piauw tauw yang berusia belum cukup sebulan keluarga Liong bun Piauw kiok tepat berjumlah tujuh puluh satu orang yaitu sesuai dengan jumlah yang disebutkan oleh siorang she In. Mereka bertiga lantas saja saling mengawasi dengan hati berdebar.
"Cong pauw touw," kata Piauw tauw she Ciok itu. "Menurut pendapatku meskipun hadiahnya besar tugas ini terlalu berbahaya, sehingga lebih baik kita menolak saja."
Piauw tauw yang satunya lagi seorang she Su, lantas saja berkata: "Ciok Sam ko sayang sungguh pendapatmu diutarakan sesudah kasep. Piauw ini sudah diterima dan apakah Liong bun Piauw kiok yang sudah mendapat nama besar selama dua puluh tahun lebih harus mengembalikannya lagi?"
"Su Ngo tee," kata Ciok Piauw tauw dengan suara mendongkol. "Kau menyayang nama besar Liong bun Piauw kiok tapi apa kau tidak menyayangi jiwanya begitu banyak orang" Menurut penglihatanku urusan ini sangat mencurigakan dan mungkin sekali orang sedang memasang jebakan untuk menjebak kita."
Su Pauw tauw tertawa dingin seraya berkata "sesudah makan dari perusahaan piauw, memang siang malam kita hidup diujung senjata. Kalau Ciok Sam ko mau hidup tenteram, kau harus berdiam saja dirumah sambil mendukung bayimu dan jangan berkelana diluaran."
Kedua Piauw tauw itu lantas saja mulai bertengkar keras, sehingga Touw Tay Kim harus datang disama tengah, "Jie wie jangan tarik urat," katanya sambil tersenyum. "Piauw sudah diterima dan kita memang tidak boleh mundur lagi, Orang kata, musuh datang jenderal menyambut, air datang tanah menguruk. Bahwa Ciok Sam ko memikiri So So istri kakek lelaki dan anaknya, adalah kejadian yang sangat bisa dimengerti. Sekarang begini saja, kita mengirim semua orang tua, perempuan dan anak2 dari
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
keluarga piauw hang kesebuah kampung diluar kota Lim an. Tindakan ini bukan sebab kita bernyali kecil, tapi hanya untuk menjaga akan terjadinya segala kemungkinan.
Sehabis berkata begitu, ia segera memerintah kan sejumlah pegawai piauw hang untuk segera mengantar keluarga para piauw tauw ke sebuah dusun guna menyingkirkan diri sementara waktu.
Semua orang yang bakal mengiring piauw istimewa itu, lantas saja makan kenyang dan mempersiapkan bekalan untuk disepanjang jalan. Sesudah beres, seorang pegawai segera membawa bendera piauw dengan kedua tangannya dan berjalan kepintu tengah dari gedung Liong bun Piauw tok.
Sambil membuka bendera itu, ia membentak: "Liong bun sam yauw lee, Hie jie hoa wia long!" (Tiga ekor gabus yang sedang melompat dari Liong bun, akan berubah menjadi naga).
Sementara itu, macam2 pikiran masuk kedalam otak Jie Thay Giam yang rebah dalam sebuah kereta.
"Selama berkelana dalam dunia Kangouw aku selalu memandang rendah orang2 Phiauw hang, katanya di dalam hati. "Tak dinyana, selagi menghadapi bencana besar, aku harus diangkut ke Bu tong san oleh mereka." Dilain saat, ia bertanya pada dirinya sendiri "Siapakah sahabat she In itu yang sudah menolong jiwaku" Didengar dari suaranya, ia mestinya seorang perempuan dan menurut katanya Cong piauw tauw, parasnya tampan dan ilmu silatmya tinggi. Tapi cara2nya sungguh luar biasa. Hanya sayang, aku tak dapat melihat wajahnya dan, juga tak bisa menghaturkan terima kasih. Jika bisa terlolos dari kebinasaan.
aku pasti akan membalas budinya yang sangat besar itu."
Kereta berjalan terus dan waktu hampir tiba dipintu kota, se-konyong2 terdengar teriakkan Touw Tay Kim: "Mengapa kamu kembali" Aku sudah memesan, kamu tak boleh balik ke Lim-an."
"Cong...cong-piauw- tauw," demikian terdengar jawaban terputus". "Kami...kuping kami!"
"Siapa yang potong kupingmu?" teriak pula Touw Tay Kim dengan suara gusar tercampur kaget.
"Selagi...mengantar...Loa tay tay (nyonya tua ibu Touw Tay Kim) keluar kota, baru kira2 dua li, kami....dicegat orang," menerangkan orang itu dengan suara gemetar: "Pencegat2 itu bengis dan ganas sekali. Keluarga Liong bun Piauw kiok tidak boleh meninggalkan kota Lim an, kata satu diantaranya.
Aku coba melawan dengan mulut, tapi orang itu lantas saja menghunus golok dan memotong kupingku!
Kuping meraka... mereka berduapun telah dipotong olehnya. Orang itu menyuruh aku beritahukan Cong piauw tiauw, bahwa jika piauw yang harus diantar tidak tiba pada temponya yang betul, maka...maka....ayam dan anjing akan di basmi semua.
Touw Tay Kim menghela napas. Ia mengerti bahwa setiap gerak gerik Liong bun Piauw kiauw sekarang diawasi orang. Sambil mengebas tangan kanannya ia lantas saja berkata. "Baiklah kamu pulang saja. Jaga baik2 semua keluarga dan gedung Piauw kiok. Jangan keluar kalau tidak terlalu perlu." Sehabis berkata begitu ia mencambuk kuda dan rombongan itu lantas berangkat.
Dengan secepat-cepatnya mereka menuju kejurusan barat. Yang mengantar Jie Thay Giam, selain Touw Couw piauw tauw Ciok dan Su Piauw tauw, masih ada empat orang piauw su muda yang bertubuh kuat dan kekar. Mereka semua menunggang kuda pilihan dan seperti yang dikatakan siorang she In mereka menukar kereta, menukar kuda2, tapi tidak diperbolehkan menukar orang2. Dengan hati berdebar mereka meneruskan perjalanan siang hari dan malam karena mereka tahu, bahwa jika terlambat bukan saja jiwa mereka sendiri tapi jiwa semua keluarga Liong bun Piauw kiok pun tak akan bisa ditolong lagi.
Waktu baru keluar dari kota Lim an, Touw Tay Kim menduga, bahwa disepanjang jalan, ia akan harus mengadu jiwa. Ia harus mengadu jiwa dalam pertempuran2 mati2an. Tapi diluar dugaan, sesudah meniggalkan Ciat kang, melewati An hui dan kemudian masuk dalam propinsi Ouw pak, dalam beberapa hari, mereka tak pernah menemui rintangan apapun jugaa. Hari itu, telah mereka lewati kota Hoan shia, Thay pang tiam, Sian jin touw, Kong hwa koan. Dia kemudian sesudah menyeberang sungai Han sui, tibalah mereka di Laoho kouw dari mana mereka bisa mencapai Bu tong san dalam tempo sehari.
Sebelum Ngo sie, mereka sudah tiba di Song kengcu dan tak lama lagi akan tiba di gunung Butongsan.
Biarpun disepanjang jalan cepat lelah tapi mereka tiba pada waktu yang tepat sehingga para piauw tauw jadi sangat girang.
Waktu itu adalah buntut musim semi dan permulaan musim panas. Langit cerah, hawa hangat, pohon2
hijau, dan bunga2 beraneka warna. Sambil memandang puncak Thian cu hong yang menjulang kelangit dengan cambuknya. Touw Tay Kim berkata: "Ciok Sam tee selama beberapa tahun ini nama Bu tong bay jadi semakin tersohor dan meskipun masih belum bisa menandingi Siauw lim pay, sepak terjang Bu tong
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Cit hiap telah menggetarkan dunia Kang ouw. Dengan melihat Thian cu hong yang begitu angker, aku jadi ingat perkataan orang bahwa jika manusianya jempol tanahnya pun keramat."
"Biarpun Bu tong pay telah mendapat nama besar tapi dasarnya masih sangat cetek dan tak bisa dibandengkan dengan Siauw lim pay yang mempunyai sejarah seribu tahun lebih," kata Ciok Piauw tauw.
"Ambil saja contoh, Cong piauw-tauw sendiri, yang memiliki Jie sie chioe Hang-mo-ciang (Pukulan takluki iblis yang mempunyai duapuluh empat jalan) dan Liam cu Kong-piauw yang bisa dilepaskan beruntun. Siapakah diantara orang2 Butong yang mempunyai ilmu yang sangat tinggi itu."
"Benar", seru Su Piauw tauw. "Omongan2 dalam kalangan Kangouw kebanyakan tidak boleh dipercaya. Nama Bu tong cit hiap memang cukup tersohor, tapi bagaimana tinggi kepandaian mereka, kami belum pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Mungkin sekali pujian2 itu diberikan oleb orang2 kampung yang belum pernah melihat luasnya dunia."
Touw Tay Kim hanya bersenyum. Sebagai seorang yang mempunyai pengetahuan banyak lebih tinggi daripada kedua Piauw-tauw itu, ia yakin, bahwa nama besarnya bu tong pay bukan nama kosong dan Butong Cit hiap pasti memiliki kepandaian luar biasa. Akan tetapi karena selama duapuluh tahun lebih ia memang jarang bertemu dengan tandingan maka ia sangat percaya akan kepandaiannya sendiri. Sudah ber-ulang2 ia mendengar umpakan kedua piauw tauw itu dan sebagai manusia biasa, ia tetap merasa girang setiap kali, mendengar pujian yang muluk.
Sembari ber-omong2 ketiga piauw tauw itu, berjalan dangan rendengkan kuda mereka semakin lama jalanan gunung semakin sempit, sehingga orang tidak bisa jalan berendeng dan Su Piauw tauw lalu menahan les kuda untuk berjalan disebelah belakang.
"Cong piauw tauw kalau sebentar kita bertemu dengan Thio Sam Hoag, peradatan apa yang dijalankan kita", tanya Ciok piauw tauw.
"Kita bukan dari partai dan tak punya ikatan apupun juga" jawabnya. "Akan tetapi Thio Sam Hong sudah beusia sembilan puluh tahun dan dalam Rimba Persilatan dapat dikatakan ialah yang merasa paling tua. Untuk menghormati seorang Ciau pwee dari Rimba Persilatan tidak halangannya jika kira berlutut di hadapannya."
"Menurut pendapatku, begitu bertemu kita berteriak: "Thio Cinjin, Boanpwee memberi hormat dengan berlutut!" ia tentu akan belaku sungkan dan coba mencegah", kata Ciok Piau tauw, "dengan demikian kita boleh tidak usah menjalankan peradatan yang besar itu.."
Touw Tay Kim tidak memberi jawaban. Ia hanya bersenyum karena ia sedang coba menebak asal usul Jie Thay Giam.
Selama sepuluh hari Thay Giam tidak pernah bergerak dan juga tidak pernah mengeluar kan sepatah kata. Makan minumnya dan segalanya harus ditolong oleh pegawai piauw kiok. Sudah beberapa hari Tauw Tay Kim dan lain piauw tauw coba men duga2 tapi mereka tetap tak bisa menebak siapa adanya pemuda itu. Apa dia murid Bu tong pay" Sahabat atau musuh Bu tong" Semakin mendekat Bu tong san semakin besar rasa heran mereka. Tapi mereka ingat bahwa begitu lekas bertemu dengan Thio Sam Hong teka teki itu akan terpecah sendirinya. Hanya mereka tak tahu apa pertemuan itu akan berbuntut dengan kecelakaan atau keberuntungan.
Selagi Touw Tay Kim mengasah otak disebelah barat tiba2 terdengar suara kaki kuda. Untuk menyelidiki Ciok piauw tauw lantas saja mengebrak tunggangannya yang segera kabur terlebih dulu.
Beberapa saat kemudian ia melihat enam penunggang kuda yang setelah berada dalam jarak belasan tombak dari rombongan piauw mendadak menahan les dan menghadang ditengah jalan. Tiga orang terbaris didepan dan tiga orang disebelah belakang.
"Apakah bakal muncul rintangan dikaki Bu tong san?" Touw Tay Kim bertanya di dalam hati. Ia mendekati Su Piauw tauw dan ber bisik. "Hati2 jaga kereta."
Sementara itu seorang pegawai piauw kiok sudah meng-goyang2 bendera ikan gabus sebagai satu pemberian harmat, sedang Touw Tay Kim sendiri segera majukan kudanya untuk menyambut keenam orang itu. "Liongbun Piauw kiok numpang lewat di tempat sahabat dan jika kami berlaku kurang hormat mohon sahabat sudi memaafkan" katanya seraya membungkuk.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Diantara enam pemegat itu terdapa dua orang tosu "imam" yang memakai topi kuning sedang yang lainnya adalah orang2 biasa. Mereka semua menyoren golok atau pedang dan sikapnya angker sekali.
Mendadak Touw Tay Kim mendapat satu ingatan: "Apakah mereka bukan enam pendekar dari Bu tong Cit hiap?" tanyanya di dalam hati ia segera menggebrak tunggangannya dan berkata sambil merangkap kedua tangannya "aku adalah Touw Tay Kim dari Liong bun Piauw kiok, bolehkah aku mendapat tahu she dan nama saudara yang mulia?"
"Perlu apa Touw heng datang di Bu tong san", tanya salah seorang yang berdiri disebelah kanan.
Orang itu bertubuh jangung sedang pada pipi kirinya terdapat sebuah tahi lalat itu tumbuh tiga lembar rambut yang panjang. "Piauw kiok kami telah diminta membawa seorang yang terluka berat ke Bu tong san untuk diserahkan kepada Ciang bun dari partai saudara2. Thio Cinjin," jawabnya.
"Kami telah diminia oleh seorang she In untuk membawa tuan itu kegunung ini," sahutnya. "Siapa adanya tuan itu, bagaimana ia mendapat luka dan duduknya persoalan semua tak diketahui oleh kami.
Liong Bun Piauw kiok hanya menerima permintaan orang dan menjalankan tugasnya sebaik mungkin.
Mengenai soal pribadi, kami selamanya belum pernah mencari tuan."
Sebagai seorang yang sudah puluhan tahun bekerja dalam perusahaan piauw. Touw Tay Kim punya pengalaman luas. Dengan berkata begitu, ia mencuci bersih segala kemungkinan yang bisa merembet kepada Liong bun Piauw kiok. Baik Jie Thay Giam seorang sahabat, maupun musuh Bu tong pay, keenam orang itu tak bisa menjadi gusar terhadapnya.
Orang yang bertahi lalat menengok kepada dua kawannya seraya berkata. "Orang she In" Siapa orang itu?"
"Ia adalah seorang pemuda yang berparas tampan dan mempunyai kepandaian tinggi dalam ilmu melepaskan senjata rahasia," menerangkan Touw Tay Kim.
"Apa kau pernah bertempur dengannya ?" tanya pula si penyegat.
Touw Tay Kim jadi bingung dan menjawab dengan gugup: "Tidak... tidak .. dia yang...."
Belum habis perkataannya salah seorang lain sudah membentak: "Mana To liong to" Dalam tangan siapa golok itu berada ?"
"Apa itu To liong to?" menegas Touw Tay Kim dengan kaget. "Apakah Bu lim cie cun, Po to to liong !
yang tersohor?" Orang yang membentak ternyata beradat berangasan. Tanpa banyak bicara lagi, ia segera melompat turun dari tunggangannya meng hampiri kereta, membuka tirai lain melongok kedalamnya.
Melihat gerakan orang itu yang gesit luar biasa, Tauw Tay Kim jadi semakin bercuriga. "Apakah kalian bukan Bu tong Cit hiap yang namanya tersohor dalam dunia Kangouw "' tanyanya. "Yang mana Song Tay hiap" Sudah lama kudengar nama besarnya dan aku ingin sekali bertemu muka."
"Nama itu hanya nama kosong belaka dan tidak-cukup berharga untuk di-sebut2," kata orang vang bertahi lalat. "Touw heng terlalu merendahkan diri."
Sesaat itu, si berangasan sudah melompat pula keatas punggung kudanya. "Lukanya sangat berat dan harus segera ditolong " katanya. "Biarlah kita saja yang membawanya."
Orang yang bertahi lalat lalu merangkap ke dua tangannya seraya berkata dengan suara manis: "Untuk capai lelah Touw heng yang dari jauh sudah mengantar sampai disini, Siauwte menghaturkan banyak terima kasih."
Tauw Tay Kim segera membalas hormat dan mengucapkan perkataan merendahkan diri.
"Saudara itu mendapat luka yang sangat berat, maka biarlah kami saja yang membawanya keatas gunung untuk segera ditolong." kata pula orang itu.
Toaw Tay Kim yang memang ingin melepas kan diri dari tanggung jawab selekas mungkin lantas saja berkata: "Biarlah. Kalau begitu di sini saja kami menyerahkan tuan itu kepada Butong-pay."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Touw heng jangan kuatir," kata orang itu. "Sekarang Siauwte yang bertanggung jawab. Apakah ongkos piauw sudah dibayar?"
"Sudah dibayar cukup," jawabnya.
Orang itu lalu mengeluarkan sepotong emas yang beratnya kira2 seratus tahil dan berkata sambil mengangsurkan kepada Touw tay Kim: "Ini untuk beli teh, harap Touw heng suka mem-bagi2kan kepada saudara2 yang lain."
Cong piaw tauw itu menolak dengan keras. "Dua ribu tahil emas sudah lebih daripada cukup." katanya.
"Aku bukan seorang temaha."
"Hm Dua tahil emas..." kata orang yang bertahi lalat itu. Dua kawannya lantas saja majukan tunggangan mereka, yang satu melompat keatas kereta, mengambil Ies dari tangan kusir dan lalu menjalankan kereta itu sedang yang satunya lagi mengikuti dari belakang.
Orang yang bertahi lalat mengayun tangan dan melemparkan potongan emas itu kearah Touw Tay Kim. "Touw heng jangan berlaku sungkan," katanya seraya tertawa. "Kalian kem ball saja kekota Lim an."
Melihat potongan emas melayang kehadapan nya, Touw Tay Kim terpaksa menyambutnya.
Sebenarnya ia masih ingin memulangkannya tapi orang itu sudah berlaku dengan kaburkan tunggangannya.
Disebelah kejauhan ia lihat lima orang mengiring kereta yang muat Jie Tay Giam dan sesudah membelok disuatu tikungan mereka menghilang dari pemandangan. Dilain saat melihat potongan emas yang dicekal dalam tangannya, ia terkesiap karena terdapatnya sepuluh tapak jari yang dalamnya kira2
setengah dim. Apa yang lebih luar biasa, ialah, tapak jari2 itu, sampai urat2nya, terpeta nyata diatas potongan emas itu. Walaupun emas lebih lembek dari pada besi atau tembaga, tapi tenaga jari tangan itu, yang disertai dengan Lweekang yang sangat dahsyat benar2 mengejutkan. Sambil mengawasi emas itu dengan mulut ternganga, ia berkata dalam hatinya "Bu tong Cip hiap sungguh2 lihay. Di dalam Siau lim pay mungkin hanya satu dua Su siok yang mempelajari Kim kong cie, yang mempunyai kepandaian seperti itu."
Melihat pemimpin mengawasi potongan emas itu dengan bengong, Ciok Piauw tauw ber kata: "Cong piauw-tauw, murid2 Bu tong agak tak tahu adat. Sesudah bertemu muka, mereka sama sekali tidak memperkenalkan diri dan juga tidak menanyakan she dan nama kita. Dari tempat yang jauhnya ribuan kita datang kesini. Tapi mereka merasa tak perlu untuk mengundang kita bersantap atau menginap semalaman datam kuil mereka. Sebagai sesama orang Rimba Persilatan, sikap mereka sangat tidak manis."
Di dalam hati, memang Touw Tay Kim me rasa sangat tak puas akan sikap orang2 itu, hanya ia tak mengatakan terang2an. Maka itu mendengar perkataan rekannya, ia seera berkata dengan suara tawar:
"Dengan adanya mereka, kita bisa menghemat tenaga. Baiklah ada baiknya juga?"
"Disamping itu, aku sebenarnya agak tak enak jika orang2 Siauw-lim-pay mesti masuk kedalam kuil Bu tong-pay. Jie-wie Hiantee marilah kita berangkat pulang!"
Dalam perjalanan itu, meskipun tidak menemui, halangan Liong bun Piauw-kiok telah dihina orang.
Bahwa Bu-tong Liok-hiap sudah tidak mamperkenalkan diri, merupakan tanda bahwa mereka tak memandang sebelah mata kepada Piauw kiok itu. Semakin memikir Touw Tay Kim jadi semakin mendongkol dan diam2 ia menghitung cara bagaimana sakit hati itu bisa dibalasnya.
Dalam perjalanan pulang itu sedang sipemimpin diliputi dengan kemasgulan, para Piauw tiauw dan pegawai bergirang2. Sesudah capai sepuluh hari dan sepuluh malam, Liong bun Piauw-kiok bisa mengantongi duaribu tail emas dan Cong piauw tiauw mereka yang terbuka tangannya, sudah pasti akan memberi hadiah besar.
Diwaktu magrib, mereka sudah melewati Song kengcu. Melihat Touw Tay Kim masih berduka Ciok piauw-touw berkata: "Cong-piauw, jangan kau terlalu jengkel. Gunung tinggi dan air panjang dilain hari dalam dunia Kangouw, kita pasti akan bisa berpapasan
lagi dengan mereka. Hm! Berapa lama Bu"tong Cit-hiap bisa mempertahankannya ?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Touw Tay kim menghela napas. Ciok Hiante katanya. "Ada suatu hal yang sangat dibuat menyesal olehku."
"Hal apa ?" tanyanya.
Baru saja ia berkata begitu, disebelah belakang tiba2 terdengar suara kaki kuda. Tindak kuda itu tidak begitu gencar, malah boleh di katakan perlahan, tapi heran sungguh, semakin lama kedengarannya semakin dekat. Semua orang lantas saja menengok kebelakang. Ternyata kuda itu mempunyai kaki yang amat panjang sedang bendanyapun kira2 dua kaki lebih tinggi daripada kuda biasa, dengan kaki yang panjang langkahnya sangat lebar, sehingga biarpun larinya tak terlalu cepat, jarak yang dicapai lebih jauh daripada kuda biasa, bukan saja istimewa tubuh dan kakinya, gerakannya angker sekali sedang bulunya mengkilap seperti dipoles minyak.
"Bagus benar kuda itu!" memuji Ciok piauw tauw. Ia terdiam sejenak dan kemudian berka ta : "..Cong pit tauw, apakah kami berbuat sesuatu kesalahan?"
"Bukan, bukan kalian berbuat kesalahan," jawabnya dengan suara duka. "Apa yang diingatkan adalah kejadian pada duapuluh lima tahun berselang. Waktu itu, sudah dua belas tahun aku belajar dalam Siauw lim sie dan sudah memenuhi syarat2 sebagai murid yang lulus. Guruku Goan-hiap Sian su coba membujuk supaya aku berdiam lagi lima tahun guna belajar lima Tay kim kong ciang. Tapi sebagai seorang pemuda yang pendek pikiran, aku menganggap, bahwa kepandaian dimilikiku, sudah cukup untuk aku malang melintang dalam dunia Kangouw. Maka itu, ditambah lagi dengan rasa tak tahan untuk hidup menderita terlebih lama di dalam kuil, aku sudah menolak bujukan In su. Hai! Jika pada waktu itu aku belajar lagi lima tahun, hari ini aku tentu tak akan dihina oleh murid2 oe tong..." Baru berkata sampai disitu, orang yang menunggang kuda jempolan itu, yang bulunya berwarna hijau putih, sudah menyandak dan kemudian melewati rombongan piauw hang. Selagi lewat, sipenunggang kuda melirik Touw Tay Kim dan Ciok Ptauw tauw dengan paras muka heran.
Touw Tay Kim pun mengawasi orang itu yang ternyata adalah seorang pemuda tampan yang berusia kira2 dua puluh dua tahun dengan paras muka yang angker.
Dilihat sekelebatan ia seorang yang bertubuh kecil lemah tapi sesudah diawasi dalam tubuh yang kecil itu terdapat gerakan2 yang gesit,lincah dan mantep. Sambil merangkap kedua tangannya, pemuda itu berseru: "Numpang lewat! Numpang lewat!" Dalam sekejap, kuda itu sudah kabur didepan rombongan piauw hang.
Sembari mengawasi byangan pemuda itu, Touw Tay Kim bertanya: "Ciok Hian tee, bagaimana pendapatmu mengenai orang muda itu ?"
"Dia turun dari atas gunung mungkin sekali salah seorang murid Bu tong." jawabnya. Tapi ia tidak membekal senjata dan badannyapun kelihatan lemah. Bisa jadi juga ia seorang biasa saja dan bukan murid Bu tong."
Mendadak, pemuda itu memutar tunggangan nya dan balik kembali. Jauh2 ia sudah memberi hormat seraya berkata: "Maaf ! Siauwtee ingin ajukan satu pertanyaan, harap kalian tidak jadi gusar."
Mendengar kata2 yang manis itu, Touw Tay Kim segera menahan les dan balas menanya: "Pertanyaan apa ?"
Seraya melirik bendera ikan gabus yang dicekal oleh seorang pegawai piauw hang, pemuda itu berkata. "Apakah kalian dari Liong-bun Piauwkiok dikota Lim-an ?"
"Benar," jawab Ciok Piauw tauw.
"Boleh aku mendapat tahu she dan nama Sahabat2 yang mulia?" tanya lagi pemuda itu "Apakah Touw Cong-piauw-tauw baik?"
Ciok-piauw-tauw merasa senang sekali melihat cara2 pemuda itu yang ramah tamah, tapi karena orang2 Kang-ouw sangat sukar ditebak isi hatinya, maka ia belum berani bicara terus terang. "Aku she Cok, siapakah sahabat?" katanya. "Apakah sahabat men genal Cong-piauw tauw dari piauw-kiok kami?"
Pemuda itu lantas saja melompat turun dari tunggangannya dan maju beberapa tindak dengan satu tangan menuntun kuda. "Aku she Thio, namaku Cui San," ia memperkenalkan diri. "Sudah lama kudengar nama besar dari Cong piauw tauw hanya sayang aku belum bisa berkenalan dengannya."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Begitu mendengar nama "Thio Cui San" Touw Tay Kim dan yang lain2 terkejut bukan main. Nama Thio Cui San "Touw tong Cit hiap" dan dalam beberapa tahun yang terakhir namanya sangat terkenal dalam Rimba Persilatan. Menurut katanya orang ia memiliki ilmu silat yang sangat tinggi dan tidak dinyana, ia bukan saja masih berusia begitu muda, tapi gerak geriknya juga menyerupai anak sekolah yang lembut.
Dengan rasa sangsi Touw Tay Kim majukan kudanya seraya berkata: "Aku yang rendah ialah Touw Tay Kim. Apakah tuan bukan Gin kauw Tiat hoa Thio Ngo hiap?"
Muka pemuda itu lantas saja bersemu dadu "Pendekar apa?" tanya dengan suara jengah. "Pujian Touw Cong piauw-touw terlalu tinggi untuk diterima olehku. Sesudah datang di Bu tong-san, mengapa kalian tidak mampir di tempat kami" Hari ini adalah hari ulang tahun kesembilanpuluh dari guru kami dan jika sekiranya tidak menjadi halangan aku mengundang saudara2 naik kegunung untuk minum arak panjang umur."
Senang sekali hati Touw Tay Kim dan yang lain, "mengapa diantara Bu tong Cit hiap terdapat perbedaan watak yang begitu besar?" Kata Ciong piauw tauw itu di dalam "Enam orang yang jadi begitu tak mengenal adat tapi Thio Ngo hiap sedemikian tambah ramah. Ia lantas saja melompat turun dari tunggangannya dan herkata: "Dari Lim-an kami datang di Siangyang dan tujuan kami sebenarnya adalah untuk menemui Thio Cinjin. Hanya...hanya tidak membawa barang antaran, kami merasa malu untuk mendaki gunung."
Thio Cui San tersenyum. "Kita semua sama dari kalangan Rimba Persilatan," katanya dengan suara halus,"Toaw Cong piauw tauw janganlah menganggap kami sebagai orang luar. Guruku sering mengatakan bahwa ilmu silat Bu tong pay bersumber dari Siauw lim dan ia memesan bahwa jika bertemu dengan Cian pwee Siauw lim pay kami harus menghormat nya sebagaimana mustinya kalau guruku tahu rombongan Toaw Cong piauw tauw lewat di-kaki gunung siang2 ia tentu sudah memerintahkan kami menyambut dari tempat yang jauh."
Mendengar perkataan itu Touw Tay Kim jadi salah mengerti, ia menduga Thio Cui San hanya berpura2 dan dalam perkataan yang tajam. Ia tertawa dan berkat dengan suara tawar. "Walaupun ilmu silat Bu tong dikatakan ter sumber dari Siau lim sie akan tetapi bagaikan warna2 hijau sebenarnya berasal dari warna biru tapi pada akhirnya hijau mengalahkan biru. Thio Sian hiap yang masih berusia muda memang sangat dikagumi orang. Tapi manusia yang seperti aku dalam usia yang sudah lanjut ini kepalaku seperti juga menempel di badan anjing."
"Ah, mengapa Cong piauw tauw", kata begitu Thio Cui San. "Dalam kalangan Kang ouw, siapakah yang tidak mengenal nama besar Lioag bun Piauw kiok" Dalam Rimba Persilatan semua orang tabu liehaynya Jie cap sie chioe Hong mo ciang dan Lian cu Kong piauw. Touw Cong piauw tauw apakah kau boleh memperkenalkan beberapa Toako ini ke padaku?"
Mendengar permintaan orang yang diajukan secara pantas, Touw Tay Kim lantas saja memperkenalkan Ciok dan Su Piauw tauw kepada pemuda itu.
"Aku sungguh merasa beruntung bahwa dini hari bisa berkenalan dengan saudara2 yang mempunyai nama besar dalam Rimba Persilatan" kata pula pemuda itu. "Dulu Kim to golok emas dari Ciok Piauw tauw telah merohohkan Ie yang Ngo hiang (Lima Jago Ie yang) dijalankan Sin an sedang ilmu silat toya Sam gie kun dari Su Piau tauw juga tidak kurang tersohornya."
Sebagai seorang murid yang sangat disayang oleh Thio Sam Hong pemuda itu mempunyai pengetahuan yang sangat luas mengenai didunia Kang ouw karena dia sering mendengari cerita gurunya.
Dengan otak yang cerdas dan peringatan yang kuat apa yang sudah didengarnya tidak terlupa lagi sebagai Couw su Bu tong pay yang sudah mencapai usia sembilan puluh tahun dan mempunyai pergaulan luar, Thio Sam Hong dapat dikatakan mengenal semua partai semua cabang persilatan dan semua tokoh dan segala pengalamannya serta pengetahuannya sering diceritahan kepada murid2nya. Maka itu, begitu mendengar nama Ciok dan Su Piaaw tauw, Thio Cui San lantas saja bisa menyebutkan kepandaian yang sering diandalkan dari kedua orang.
Bahwa pemuda itu mengenal kepandaian Touw Tay Kim yang namanya sudah terkenal selama puluhan tahun, bukan kejadian yang meng herankan. Tapi pengetahuannya mengenai Ciok dan Su Piauw tauw, yaitu ahli2 silat kelas empat atau kelas lima, ada sedikit luar biasa. Tak usah dikatakan lagi, pujian yang diucapkan dengan nada sungguh2 itu, menggirang kan sangat hatinya ketiga pemimpin piauw hang itu.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Cong piauw tauw" kata Ciok piauw tauw. "Hari itu secara kebetulan adalah hari ulang tahun orang tua itu. Menurut pendapatku, memang pantas jika kita naik keatas untuk menberi selamat panjang umur."
"Benar," kata Thio Cui San. "Sesudah kalian datang kesini. kami harus memenuhi tugas sebagai tuan rumah. Beberapa saudara seperuruanku adalah orang2 yang sangat suka bergaul. Marilah, aku mengundang kalian menginap semalam dua malam."
Sesudah mendengar pembicaraan itu, Touw Tay Kim mendapat lain pikiran. "Bagaimana dia bisa tahu begitu tegas mengenal Ciok dan Su Piauw tauw?" tanya di dalam hati. Dalam hal ini mungkin terdapat lain latar belakang. Apakah karena perbuatannya yang tak mengenal adat keenam orang yang tadi sudah ditegur oleh gurunya yang memerintahkan pemuda ini menghaturkan maaf dan mengundang kita?"
Memikir begitu, hatinya jadi lebih lega. Ia tertawa seraya berkata: "Kalau saudara seperguruanmu sama ramah tamahnya seperti Thio Ngo hiap, sedari tadi kami sudah naik keatas gunung."
"Apa?" menegasi Cui San dengan suara heran. "Apakah Cong piauw tauw sudah bertemu dengan saudara seperguruanku" Yang mana?"
Touw Tay Kim kembali menduga pemuda itu ber-pura2. "Hari ini, rejekimu sangat besar," jawabnya.
"Dalam seharian saja, aku su dah bertemu dengan hampir semua anggauta dari Bu tong Cit hiap."
Pemuda itu jadi semakin heran dan mengawasi pemimpin piauw hang itu dengan mata terbuka lebar.
Wanita Iblis 19 Kelelawar Hijau Lanjutan Payung Sengkala Karya S D Liong Pedang Kayu Harum 14

Cari Blog Ini