Ceritasilat Novel Online

Kisah Membunuh Naga 33

Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong Bagian 33


Inilah tuduhan yang paling tidak enak bagi Tio Beng, sebab nona itu memang tidak punya niatan kurang baik. Sesudah mendengar cerita Cia Sun, ia tentu saja tahu bahwa Kim hoa Po po adalah Seng lie Tay Kie. Tapi ia sungguh2 tidak pernah memikir bahwa penyamarannya Tay Kie belum bisa ditembus oleh orang Persia. Orang-orang Cong kauw itu masih tak tahu, bahwa si nenek muka jelek sebenarnya Tay Kie.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bibir Tio Beng sudah bergerak untuk membalas dengan kata2 yang pedas, tapi melihat kedukaan Siauw Ciauw ia mengurungkan niatnya. Ia menduga pasti, bahwa di antara si nenek dan gadis cilik terdapat hubugan yang sangat erat dan ia merasa tidak tega untuk menyerang. "Siauw Ciauw moay moay," katanya, "jika aku mempunyai niat untuk mencelakai Kim hoa Po po biarlah aku mati dalam jalan yang tidak benar."
Cia Sun sendiri sangat menyesal. Ia tak mengatakan sesuatu apa, akan tetapi dalam hatinya ia telah mengambil keputusan untuk menolong Tay Kie, jika perlu dengan mengorbankan jiwa sendiri.
Sementara itu sambil menangis Siauw Ciauw berkata, "Mereka mengutuki Po po menikah dan mengkhianati agama, Po po harus dihukum bakar hidup hidupan."
"Siauw Ciauw, jangan bingung," bujuk Bu Kie. "Begitu ada kesempatan, aku akan segera menerjang untuk menolong Po po."
Sebab sudah biasa menggunakan panggilan Po po, maka biarpun sekarang Cie san Liong ong sudah tak memakai topeng ia masih tetap menggunakan istilah itu. Walaupun sudah berusia setengah tua, dengan mukanya yang asli, kecantikan nyonya itu tak kalah dari Tio Beng dan Cie Jiak. Awet muda dan kelihatannya seperti kakak Siauw Ciauw.
"Tak mungkin!" kata Siauw Ciauw dengan suara parau. "Kau takkan bisa melawan sebelas po toe ong dan Sam su. Kalau kau menerjang, kau seperti juga mengantarkan jiwa. Sekarang mereka sedang berunding untuk merebut pulang Peng seng ong."
Hmm!... Andaikata Peng seng ong bisa pulang dengan selamat, mukanya yang tercetak beberapa huruf sudah tak keruan macam," kata Tio Beng dengan suara mendongkol.
"Huruf apa?" tanya Bu Kie.
Jawab nona Tio, "Seng hwee leng yang memukul pipinya" agh!..." Tiba2 ia ingat sesuatu. "Siauw Ciauw! Apa kau mengenal bahasa Persia?"
"Kenal" "Coba lihat! Huruf apa yang tercetak di pipi Peng teng ong?"
Siauw Ciauw segera memeriksa pipi "raja" itu yang bengkak. Ia melihat tiga baris huruf Persia yang tercetak di daging Peng teng ong. Ternyata pada setiap Seng hwee leng terdapat ukiran huruf2 Persia dan pukulan itu sudah mencetak huruf2 tersebut. Tapi sebab hanya sebagian senjata yang mampir di pipi, maka tak semua huruf tercetak di pipi Peng teng ong.
Sebagaimana diketahui, Siauw Ciauw pernah mengikut Bu Kie masuk di jalan rahasia Kong Beng teng dan ia pernah menghafal Kian kun Tay lo ie. Maka itu meskipun tak mengerti dan tak pernah melatih diri, ia tak melupakan pelajaran di kulit kambing itu. Begitu membaca ia berseru,"Ah! Inilah pelajaran Kian kun Tay lo ie."
"Pelajaran Kian kun tay lo ie?" menegas
Si nona tidak lantas menyahut. Sejenak kemudian barulah ia berkata. "Bukan! Bukan pelajaran Kian kun tay lo ie. Sekelebatan aku menduga begitu, tapi ternyata bukan. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Tionghoa, bunyinya seperti berikut, "Menyambut kiri berarti depan menyambut kanan berarti belakang, tiga kosong tujuh berisi, ada di dalam tidak ada" langit persegi bumi bulat" Yang disebelah bawah tak bisa dibaca lagi."
Mendengar itu seperti juga merasa, bahwa diantara gumpalan awan awan hitam mendadak berkelebat sinar kilat, tapi sesudah berkelebatnya sinar itu, keadaan kembali menjadi gelap. Akan tetapi biar bagaimanapun jua sinar itu memberi harapan kepadanya. Bagaikan orang linglung, ia menghafal ?"
menyambut kiri berarti depan, menyambut kanan berarti belakang." Menggunakan seantero kekuatannya otak dan kecerdasannya, ia berusaha untuk mempersatukan beberapa baris kauw koat (teori ilmu silat) itu dengan pelajaran Kiam kun tay lo ie yang sudah dimilikinya. Selang beberapa saat, ia merasa seperti sudah berhasil, tapi belum berhasil. Ia merasa seperti sudah menembus halimun tapi kembali menemui rintangan.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Mendadak Siauw Ciauw berteriak, "Thio Kongcu, awas! Mereka sudah mengeluarkan perintah untuk menyerang. Sam su akan menyerang kau sedangkan Kin sioe jin Jiok dan Kong tek ong akan coba merebut Peng teng ong."
Mendengar isyarat si nona, Cia Sun segera memeluk Peng teng ong dan melontarkan To liong to ke arah Bu Kie. "Babat saja dengan To liong to!" katanya.
Tio Beng pun segera menyerahkan Ie thian kiam kepada Cie Jiak. Mereka sekarang berada dalam satu perahu, nasib setiap orang berarti nasib seorang. Bu Kie menyambut golok mustika itu dan menyisipkan di pinggangnya. Tapi mulutnya terus berkata kata" "tiga kosong tujuh berisi ada di dalam tidak ada?"
"Anak tolol!" bentak Tio Beng. "Sekarang bukan waktu belajar silat. Kau harus bersiap!"
Hampir berbareng Kim sioe Jien jiok dan Kong tek ong melompat dan menyerang Cia Sun. Sebab kuatir melukai Peng teng ong, maka dalam usaha merebut "raja" itu terpaksa merubah serangannya dengan tangan kosong. Dengan mencekal Ie thian kiam Cie Jiak mendampingi Cia Sun. Pada detik detik berbahaya, si nona menikam Peng teng ong sehingga ketiga "raja" itu terpaksa merubah serangannya untuk meluputkan Peng teng ong dari tikaman.
Di lain pihak Bu Kie sudah bertempur melawan Sam su. Sesudah mendapat pengalaman dalam beberapa pertempuran mereka berempat tidak berani berlaku sembrono dan berkelahi dengan hati-hati.
Sesudah lewat beberapa jurus tiba-tiba Hwie goat ong memukul dengan sebuah "Leng". Menurut peraturan ilmu silat, senjata itu akan mampir di pundak kiri Bu Kie. Tapi di luar dugaan, waktu menyambar di tengah udara Seng hwee leng tersebut mendadak merubah haluan secara luar biasa dan menghantam belakang leher Bu Kie.
Bu Kie merasa kesakitan hebat, matanya berkunang kunang. Tapi karena pukulan itu, otaknya tiba-tiba menjadi terang. "Menyambut kiri berarti belakang?" pikirnya. Sesaat kemudian, tanpa terasa ia berteriak. "Sekarang aku mengerti! Benar!.... begitu?"
Ternyata ilmu silat yang dimiliki Sam su hanya berdasarkan Kian kun Tay lo ie tingkat pertama. Tapi pada Seng hwee leng terdapat pelajaran yang luar biasa mengenai cara menggunakannya. Sekarang ia sudah bisa memecahkan teka teki empat baris kauw koat itu dan hanya sebaris langit persegi bumi bulat yang belum dapat ditembusnya. Ia sekarang yakin bahwa untuk bisa menyelami seluruh ilmu silat Cong kauw ia harus mempelajari seantero Kouw koat yang ada di Seng hwee leng.
Tanpa membuang2 waktu lagi, sambil membentak keras ia menyerang, kedua tangannya menyambar bagaikan kilat. Dengan sekali jurus dengan menggunakan kouwkoat "tiga kosong tujuh berisi" ia berhasil merampas dua "leng" dari tangan Hwie goat su. Di lain saat dengan "ada di dalam tidak ada" ia merebut dua "leng" lagi dari tangan Lioe in su.
Kedua utusan itu terbang semangatnya. Mereka berdiri terpaku. Sesudah memasukkan keempat "leng"
di dalam saku Bu Kie menyerang pula. Dengan kedua tangan ia mencengkeram belakang leher kedua pecundang itu yang lalu dilempar balik ke kapal mereka. Orang2 Persia kaget tak kepalang. Mereka jadi takut dan berteriak teriak.
Biauw hong su ketakutan. Buru buru ia memutar dan coba melarikan diri. Tapi gerakan Bu Kie cepat luar biasa. Dengan sekali sambar, ia menangkap kaki kiri Biauw hong su yang lalu ditarik ke belakang.
Sesudah merampas kedua "leng" ia mengangkat tubuh utusan itu dan menghantamnya ke kepala Jin jiok ong. Ketiga "raja" terkesiap, mereka buru buru lari balik ke kapal sendiri. Bu Kie lalu menotok jalan darah Biauw hong su dan melemparkannya di geladak kapal.
Kemenangan itu bukan saja menggirangkan Bu Kie, tapi juga kawan kawannya. Mereka menanya cara bagaimana pemuda itu bisa merampas enam Seng hwee leng dengan begitu mudahnya.
Bu Kie tertawa, "Kalau bukan secara kebetulan pipi orang itu terpukul Seng hwee leng tak nanti aku bisa menangkap rahasia ilmu silat mereka," katanya. Ia mengeluarkan enam biji "leng" dan menyerahkannya kepada Siauw Ciauw. "Siauw Ciauw," katanya, "lekas terjemahkan huruf-huruf di enam Seng hwee leng ini!"
Semua orang mengawasi keenam "leng" itu yang terbuat dari semacam bahan yang sangat aneh "
bukan emas dan bukan giok " tapi keras luar biasa. "Leng" itu panjangnya berbeda satu sama lain, kelihatannya terang, di dalamnya terdapat sinar api yang bergerak gerak dan warnanya berubah-ubah, sedang setiap "leng" terdapat ukiran huruf huruf Persia.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bu Kie mengerti bahwa jika ia ingin meloloskan diri dari bahaya, ia harus memahami ilmu silat Cong kauw. Maka itu, ia lantas saja berkata, "Ciu kauwnio, tandalkan Ie thian kiam di leher Peng teng ong.
Giehu, tandalkan To liong to di leher Biauw hong su. Kita harus memperpanjang waktu sedapat mungkin." Cia sun dan Cie jiak lantas saja mengangguk.
Siauw Ciauw segera memilih "leng" terpendek yang hurufnya paling sedikit lalu menterjemahkannya.
Sesudah mendengar beberapa kali Bu Kie belum juga menangkap artinya, sehingga ia mulai merasa bingung.
"Siauw Ciauw, coba kau terjemahkan huruf2 dari Seng hwee leng yang telah memukul Peng teng ong," kata Tio Beng.
Siauw Ciauw manggutkan kepalanya. Buru-buru ia mencari "leng" yang dimaksudkan. Ia mendapat kenyataan bahwa yang memukul Peng teng ong adalah Seng hwee leng yang panjangnya tujuh nomor dua. Ia lalu membaca dan Bu Kie dapat menangkap tujuh delapan bagian dari artinya. Sesudah itu ia membaca huruf huruf dari Seng hwee leng nomor satu yang paling panjang. Baru saja mendengar perkataan Bu Kie sudah berteriak dengan suara girang. "Bagus! Siauw Ciauw antara enam Seng hwee leng itu makin panjang makin mudah dimengerti. Yang dibaca olehmu ialah kouwkoat dari pelajaran pertama."
Dahulu Seng hwee leng dibuat atas permintaan si orang tua dari pegunungan dan berisi intisari dari ilmu silat Hasan Ben Sabbah. Keenam "leng" itu mengikuti agama Beng kauw memasuki Tiongkok dan bermaksud untuk menjadi tanda kekuasaan dari Kauwcu daerah Tionggoan. Lama lama di antara penganut Beng kauw wilayah Tionggoan tidak terdapat lagi orang yang paham bahasa Persia. Pada beberapa puluh tahun kemudian, keenam Seng hwee leng dicuri orang Kay pang dan belakangan jatuh ke tangan saudagar Persia, sehingga akhirnya diambil pulang oleh Cong kauw di Persia. Selama puluhan tahun ilmu silat para pemimpin Cong kauw mendapat kemajuan pesat. Akan tetapi karena ilmu yang tertera pada Seng hwee leng terlampau sukar dipelajari, maka, bahkan Tay Seng Po su ong yang berkepandaian paling tinggi hanya bisa menangkap tiga atau empat dari seluruh isinya.
Pada hakekatnya, pelajaran Kian kun Tay lo ie adalah ilmu silat pelindung agama dari Beng kauw di Persia. Tapi ilmu silat itu tidak bisa dimengerti oleh sembarang orang. Selain begitu, menurut ketetapan, jabatan Kauwcu dari Beng kauw pusat (Cong kauw) harus dipegang oleh seorang gadis dan selama ratusan tahun, kursi Kauwcu diduduki oleh beberapa wanita yang berkepandaian cetek. Itulah sebabnya mengapa di Persia sendiri, makin lama Kian kun tay lo ie makin jarang dikenal orang. Di lain pihak, Beng kauw di daerah Tionggoan masih menyimpan pelajaran Kian kun Tay lo ie yang lengkap.
Ilmu silat Cong kauw yang sangat aneh itu merupakan campuran dari sebagian Kian kun tay lo ie dan sebagian pelajaran Seng hwee leng. Para pemimpin Cong kauw insaf, bahwa jika kitab Kian kun tay lo ie bisa diambil pulang dan ditambah dengan kouwkoat Seng hwee leng, maka ilmu silat Beng kauw akan bisa menggetarkan dunia. Inilah maksud terutama pengiriman Tay Kie ke Kong beng teng.
Di luar semua dugaan, apa yang diidam-idamkan dan diusahakan oleh Cong kauw telah didapat dengan mudah oleh Bu Kie. Bu Kie telah mendapatkan ilmu itu secara kebetulan saja. Tapi andaikata Cong kauw berhasil mendapatkan kembali kitab Kian kun Tay lo ie, tanpa mempunyai Kioe yang sin kang sebagai dasar, belum tentu ada orang yang bisa menarik kefaedahannya. Dengan demikian dapatlah dilihat bahwa di dalam dunia ini, segala apa tergantung pada nasib dan manusia tidak akan bisa mencapai tujuan secara paksa.
Tanpa memperdulikan suatu apa lagi, Bu Kie bersila di kepala kapal dan Siauw Ciauw membisiki huruf2 yang terukir di Seng hwee leng. Ilmu silat yang tertera di enam "leng" itu sebenarnya sangat sulit.
Tapi kata orang mengerti satu ilmu, mengerti berlaksa ilmu. Manakala seseorang sudah mempelajari ilmu sampai di puncaknya kesempurnaan, maka dengan mudah ia bisa belajar lain2 ilmu, sebab, pada hakekatnya, semua ilmu menuju ke satu jurusan yang sama. Bu Kie telah menyelami Kioe yang sin kang, Kian kun tay lo ie dan Thay kek kun. Ketiga ilmu itu adalah ilmu ilmu silat yang paling tinggi, yang masing masing berasal dari India, Persia dan Tiongkok. Biarpun sulit, ilmu di Seng hwee leng belum bisa menyamai tingginya ketiga ilmu tersebut. Maka itulah, sesudah Siauw Ciauw selesai menterjemahkannya, Bu Kie lantas menghafal tujuh delapan bagian dan mengerti lima enam bagian. Dalam sekejap ia telah berhasil memahami pukulan pukulan aneh yang dikeluarkan oleh beberapa Po su ong dan ketiga utusan Cong kauw.
Bu Kie terus mengasah otak tanpa memperdulikan segala perkembangan. Tapi Tio Beng dan Ciu Cie Jiak yang terus memperhatikan persiapan pihak lawan, makin lama jadi makin bingung. Mereka melihat Tay Kie diborgol kaki tangannya, melihat kesebelas Po su ong, berdamai dengan bisik bisik dan menukar
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
jubah mereka dengan pakaian perang yang lemas dan melihat sebelas orang menyerahkan sebelas senjata aneh kepada "raja raja" itu. Mereka melihat gendewa gendewa dan anak panahnya ditunjukkan kepada Bu Kie dan melihat pula puluhan orang Persia yang bersenjata kapak dan pahat menerjun ke air, siap sedia untuk melubangi kapal yang ditumpangi mereka.
Ketika itu fajar sudah menyingsing. Matahari sudah mengintip di sebelah timur dan memancarkan sinar yang gilang gemilang.
Mendadak Tay seng Po su ong membentak dan bentakan itu diiringi dengan suara tambur dan terompet riuh rendah.
Bu Kie kaget. Ia mendongak dan melihat sebelas Po su ong yang mengenakan pakaian berwarna keemas emasan dan memegan senjata, sudah melompat ke kapalnya. Tapi, setelah berada di kepala kapal,
"raja" itu tidak berani lantas menyerang sebab Cia Sun dan Cie Jiak mengandalkan senjatanya di leher Peng teng ong dan Biauw hong goe. Mereka hanya mengawasi dengan mata melotot dan paras muka gusar.
Selang beberapa saat, barulah Tie hwie ong berkata dengan bahasa Tionghoa, "Lekas pulangkan orang orang kami! Kami akan mengampuni jiwa kamu. Di mata kami, beberapa orang itu bagaikan babi dan anjing. Mereka tidak berharga sedikitpun jua. Perlu apa kamu mengandalkan senjata di leher mereka"
Jika kamu mempunyai nyali, bunuhlah mereka! Di dalam Cong kauw terdapat berlaksa orang yang sederajat dengan mereka. Kebinasaan mereka tiada artinya."
"Jangan kau coba-coba menipu kami," kata Tio Beng dengan suara menyindir. "Kami tahu bahwa mereka adalah Peng teng Po su ong dan Biauw hong su yang mempunyai kedudukan tinggi dalam kalanganmu. Kau mengatakan mereka sederajat dengan babi dan anjing" Bagus!"
Alis Tie hwie ong berkerut. "Di dalam Seng kauw (agama kami yang suci) terdapat tiga ratus enampuluh Po su ong," katanya. "Peng teng ong menduduki kursi yang ketiga ratus lima puluh sembilan.
Kami mempunyai seribu dua ratus Su cia (utusan). Biauw Hong su bukan orang penting. Bunuhlah mereka, kalau kamu mau!"
"Baiklah," kata Tio Beng. "Kawan kawan, bunuhlah kedua manusia yang tak berguna itu!"
"Baik!" jawab Cia Sun seraya mengangkat To Liong to. Dengan kecepatan kilat ia menyamber kepada Peng teng ong. Orang-orang Cong kauw mengeluarkan teriakan tertahan. Tapi" To liong to, lewat dalam jarak setengah dim dari batok kepala dan hanya memapas rambut yang lantas saja terbang ditiup angin.
Kim mo Say ong kembali mengangkat golok dan menyabet dua kali beruntun ke lengan kanan dan lengan kiri Peng teng ong. Kedua sabetan itu kelihatannya hebat, tapi dalam detik mata golok hampir menyentuh kulit, Cia Sun memutar sedikit pergelangan tangannya sehingga senjata itu hanya merobek lengan baju.
Jangankan seorang buta, sekalipun orang yang tidak buta sukar meneladan Kim mo Say ong. Peng teng ong pingsan sebab ketakutan dan sebelas Po su ong yang mau menyerang berdiri terpaku.
"Apa kamu sudah lihat ilmu silat Beng kauw dari wilayah Tiong goan?" tanya Tio Beng. "Dalam kalangan agama kami Kim mo Say ong menduduki kursi yang ketiga ribu lima ratus sembilan. Apabila dengan mengandalkan jumlah besar, kamu sekarang menyerang kami, Beng kauw di Tionggoan pasti akan membalas sakit hati dan menyapu Cong kauw sampai bersih. Kamu pasti tak akan bisa melawan kami. Jalan satu-satunya bagi kamu sekalian adalah berdamai dengan kami."
Tie hwie ong yakin, bahwa nona Tio hanya menakut-nakuti, tapi ia sendiri tak tahu apakah yang harus diperbuatnya. Mendadak Tay seng Po su ong berkata kata dalam bahasa Persia.
"Thio Kongcu, awas!" teriak Siauw Ciauw. "Mereka mau melubangkan dasar kapal!"
Bu Kie terkejut. Kalau kapal mereka ditenggelamkan, mereka semua yang tidak bisa berenang akan segera menjadi tawanan. Dengan melompat ia sudah berhadapan dengan Tay seng ong.
"Mau apa kau!" bentak Tie Hwie. Hampir berbareng, Kong tek dan Hoa hie ong yang masing masing bersenjata cambuk dan martil menyerang dari kiri kanan.
Bu Kie yang sudah memahami ilmu silat Cong kauw tidak memperdulikan serangan itu. Bagaikan kilat kedua tangannya menyambar dan mencengkeram jalan darah di tenggorokan kedua "raja" itu, sehingga senjata mereka menyimpang dan beradu satu sama lain. Sesudah melempar tubuh mereka ke
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
gubuk kapal, Bu Kie segera mengamuk. Dengan dua tendangan ia melontarkan golok Cie sim dan Jin Jiok ong dan lalu dua tendangan lagi melemparkan Kin sioe dan Kie beng ong ke dalam air.
Mendadak seorang Po su ong yang bersenjata sepasang pedang pendek menikam. Bu Kie mengegos dan menendang pergelangan tangannya. Secepat kilat, orang itu menyilangkan kedua tangannya dan menikam kempungan Bu Kie. Tikaman itu cepat dan di luar dugaan, sehingga untuk menyelamatkan jiwa, Bu Kie terpaksa melompat tinggi.
Orang itu adalah Siang seng, jago nomor dua di antara dua belas Po su ong. Sesudah menikamnya gagal, ia terus merangsek dan mengirim serangan berantai. Bu Kie melayani dengan tenang. Sesudah bertempur sembilan jurus, diam diam ia memuji kepandaian "raja" itu.
Biarpun sudah memahami ilmu Seng hwee leng, tapi sebab belum berlatih, Bu Kie belum bisa mempergunakannya secara lancar. Dalam belasan jurus yang pertama, ia mempertahankan diri dengan kepandaiannya sendiri. Setelah lewat dua puluh jurus barulah ia bisa menggunakan ilmu Seng hwee leng dengan agak licin.
(Budi: Some part missing here..) (PP: not sure)
(Selamanya menang) sebab di negerinya sendiri ia jarang mendapat tandingan. Dalam menghadapi Bu Kie ia kaget bercampur heran dan pengalaman itu adalah pengalaman yang pertama didapat olehnya.
Sesudah bertanding tiga puluh jurus lebih, tiba tiba Bu Kie berduduk di atas geladak dan kedua tangannya memeluk betis Siang seng. Itulah salah satu pukulan terhebat dalam Ilmu Seng hwee leng yang dikenal, tapi belum pernah digunakan oleh Siang seng ong sendiri. Begitu lekas kedua tangannya memeluk, dengan sepuluh jari tangannya Bu Kie mencengkeram Tiong tauw dan Cu peng hiat di betis lawan. Siang seng Po su eng lantas saja lemas badannya. Ia menghela nafas dan menyerah kalah.
Tapi mendadak saja di dalam hati pemuda itu muncul rasa sayang terhadap kepandaian Siang seng.
Sambil melepaskan cengkeraman dan pelukannya ia berkata, "Kepandaianmu sangat tinggi dan biarlah kau mempertahankan nama besarmu. Pergilah!"
Siang seng Po su ong merasa berterima kasih bercampur malu. Buru-buru ia melompat balik ke kapalnya sendiri.
Ketika itu Cia Sun dan Cie Jiak sudah menyeret keluar Kong tek dan Hoa hie ong dari dalam gubuk kapal dan menjaga kedua tawanan penting itu dengan To liong to dan Ie thian kiam terhunus.
Melihat kekalahan Siang seng ong dan tertawannya Kong tek dan Hoa hie ong, Tay seng po su ong ciut nyalinya. Ia tahu bahwa jika kapal yang ditumpangi rombongan Bu Kie ditenggelamkan juga, pihaknyapun akan menderita kerugian besar, yaitu binasanya empat pemimpin penting dari Cong kauw.
Maka itu sesudah memikir beberapa saat, ia segera memberi tanda dan menarik pulang semua kawan kawannya, terhitung yang sudah selulup di air ke kapal sendiri.
"Lekas antarkan Tay Kie kemari dan luluskan tiga syarat Kim mo Say ong!" teriak Tio Beng.
Sesudah selesai berunding, Tie hwie ong berseru, "Kami bersedia untuk meluluskan permintaanmu, tapi kamu harus menjawab pertanyaan. Ilmu silat pemuda itu terus terang ilmu silat kami. Darimana ia mendapatkannya" Kamu harus memberi keterangan yang sejelas jelasnya."
Sambil menahan tertawa, nona Tio menjawab. "Kamu semua manusia manusia tolol. Dengarlah!
Pemuda itu adalah murid kedelapan dari Kong beng su cia kami. Tujuh kakak dan tujuh adik seperguruannya tak lama lagi akan tiba disini. Kalau mereka datang, kamu semua akan dibasmi bersih."
Tie hwee ong sangat pintar, tapi ia tak begitu paham bahasa Tionghoa dan hanya bisa menangkap enam tujuh bagian dari perkataan Tio Beng. Ia tahu bahwa nona itu sedang omong kosong. Sesudah memikir sejenak, ia berkata, "Baiklah! Saudara saudara pulangkan Tay Kie."
Dua orang anggota Cong kauw lantas saja mengantarkan Tay Kie ke kapal Bu Kie. Dengan dua kali menyabet dengan Ie thian kiam Cie Jiak memutuskan rantai yang mengikat kaki tangan Cie san Liong ong. Melihat ketajaman pedang itu, kedua pengantar ketakutan setengah mati dan buru buru kembali ke kapal mereka.
"Kamu boleh segera berangkat pulang," kata Tie hwie ong. "Kami akan mengirim sebuah perahu kecil untuk mengikuti dari belakang."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sambil merangkap kedua tangannya, Bu Kie berkata, "Beng kauw di Tiong goan bersumber dari Persia, kalian dan kami sebenarnya adalah saudara2. Kami mengharap bahwa kalian tidak menjadi kecil hati karena adanya salah mengerti di hari ini. Kami mengundang kalian datang di Kong beng teng, supaya kita bisa minum arak bersama sama. Untuk segala kesalahan kami dengan jalan ini aku menghaturkan maaf."
Tie hwie ong tertawa terbahak bahak. "Kami semua merasa kagum akan ilmu silatmu yang sangat tinggi," katanya. "Apa tidak girang kalau kita belajar dan terus mempelajari pelajaran itu" Apa tidak girang, kalau mendapat kunjungan sahabat dari jauh?"
Mendengar kutipan dari kata Khong cu, Bu Kie membungkuk dan berkata, "Tepat sekali perkataanmu." Ia tidak berayal lagi. Seorang diri ia mengangkat jangkar, memutar kemudi dan memasang layar, sehingga dalam beberapa saat, kapal itu mulai bergerak.
Melihat tenaga Bu Kie yang dapat mengangkat jangkar seorang diri, sedangkan pekerjaan itu sebenarnya harus dilakukan oleh belasan orang, anak buah kapal kapak Cong kauw bersorak sorak.
Sebuah perahu kecil lantas saja mendekati kapal Bu Kie dan melemparkan seutas tambang. Bu Kie lalu mengikat tambang itu di buritan kapal. Di dalam perahu itu terdapat dua orang penumpang, Lioe in su dan Hwie go su.
Kapal mulai berlayar ke jurusan barat.
Sambil memegang kemudi, Bu Kie mengawasi kapal-kapal Cong kauw. Sesudah melewati Leng coa to dan kapal2 itu tetap tidak bergerak, berubah hatinya lega. Ia segera menyerahkan kemudi kepada Siauw Ciauw, pergi ke gubuk kapal untuk menengok In Lee. Nona itu berada dalam keadaan setengah tertidur, setengah sadar. Lukanya belum mendingan, tapi juga tidak jadi lebih hebat.
Tay Kie termenung seorang diri waktu mendengar tindakan Bu Kie. Dengan rasa kagum Bu Kie mengawasi potongan tubuh nyonya itu yang langsing gemulai. Sebagian rambutnya yang hitam bergoyang goyang tertiup angin, sedang kulitnya yang putih seakan akan batu pualam. Ayah angkatnya mengatakan, bahwa dahulu Tay Kie terkenal sebagai wanita tercantik dalam Rimba Persilatan. Pujian itu bukan pujian kosong.
Di waktu maghrib, kapal Bu Kie sudah terpisah kira kira seratus li dari Leng coa to. Lautan tenang dan di atas permukaan air tidak terlihat apapun jua. Cong kauw ternyata menepati janji.
"Giehu, apa tawanan sudah boleh dilepaskan?" tanya Bu Kie.
"Boleh!" jawabnya. "Sekarang mereka tak bisa mengejar kita lagi."
Sambil menghaturkan maaf berulang-ulang, Bu Kie segera membuka "hiat" ketiga raja dan Biauw hong su.
"Enam Seng hwee leng ditaruh di bawah penjagaan kami bertiga," kata Biauw hong su. "Kalau hilang, kami berdosa besar. Maka itu, aku memohon kau suka membayar pulang."
"Seng hwee leng adalah tanda kekuasaan Kauw cu dari Beng kauw di wilayah Tiong goan," kata Cia Sun. "Hari ini, barang itu kembali kepada majikannya. Bagaimana kita bisa menyerahkannya kepadamu?"
Tapi Biauw hong su tidak mau mengerti. Ia terus memohon mohon. Bu Kie merasa, bahwa kalau ia tidak menakluki hati orang itu, di hari kemudian soal ini bisa menjadi bibit penyakit. Maka itu ia lantas berkata, "Kami sebenarnya bersedia untuk mengembalikan kepadamu. Tapi kami kuatir kepandaianmu masih terlalu rendah dan tidak bisa menjaga mustika itu. Daripada dirampas oleh orang luar lebih baik dipegang oleh kami."
"Bagaimana orang luar bisa merampasnya?" tanya Biauw hong cu.
"Jika kau tidak percaya mari kita mencoba coba," kata Bu Kie yang segera menyerahkan keenam Seng hwee leng kepadanya.
Biauw hong cu girang, tapi baru saja mengatakan "terima kasih", kedua tangan Bu Kie sudah menyambar dan merebut kembali Seng hwee leng itu.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Curang!" teriak Biauw hong cu dengan gusar. "Kau mendahului sebelum aku memegangnya erat erat."
Bu Kie tertawa, "Tak apa, boleh coba lagi," katanya seraya menyerahkan pula enam "leng" ke dalam sakunya sambil mencekal yang dua Biauw hong cu memasang kuda kuda.
Serangan Bu Kie dipapaki olehnya dengan pukulan pada pergelangan tangan. Dengan sekali membalik tangan Bu Kie sudah menangkap lengan tangan kanannya, yang lalu ditarik sehingga kedua "leng"
terpukul satu sama lain dan mengeluarkan suara "cring!" yang menggetarkan hati. Diam diam Bu Kie mengirim tenaga dalam yang sangat kuat lengan lawan, Biauw hong su lantas saja merasa lengannya kesemutan dan semua tenaganya musnah. Ia tidak bisa bergerak lagi dan dua "leng" yang dicekalnya jatuh. Dengan tenang Bu Kie lalu merogo saku lawan dan mengambil empat leng yang menggeletak di geladak kapal. "Bagaimana" Apa kau mau mencoba lagi?" tanya Bu Kie.
Paras muka Biauw hong su berubah pucat. "Kau bukan manusia! Kau setan!" katanya dengan suara parau. Ia bertindak untuk melompat ke perahu. Mendadak badannya terhuyung dan ia roboh. Lioe in su melompat naik, mendukungnya dan cepat cepat kembali ke perahu.
Sementara itu perahu sudah memasang layar dan Kong tek ong lalu memutuskan tambang sehingga kedua kendaraan air itu lantas berpisah.
"Kami yang telah membuat banyak kesalahan dan harap kalian suka memaafkan," teriak Bu Kie seraya merangkap kedua tangannya.
Kong tek ong dan kawan kawannya tidak menjawab. Mereka mengawasi dengan sorot mata gusar.
Kapal terus berlayar ke arah barat.
Sekonyong konyong Tay Kie membentak, "Bangsat! Jangan main gila!" ia menggenjot tubuh dan menerjun ke air!
Bu Kie terkesiap, buru buru ia memutar kemudi. Mendadak ia melihat timbulnya darah yang tercampur di pinggir kapal. Dengan saling susul timbul pula darah di lima tempat. Tak lama kemudian Tay Kie muncul di permukaan air dengan gigi menggigit pisau dan tangan mencekal rambut seorang Persia.
Dengan memutar kemudi, Bu Kie berusaha untuk menyambut nyonya itu. Tapi sebab ia tidak segera menurunkan layar, maka sebaliknya daripada maju kapal itu terputar dengan perlahan.
Ilmu berenang Cie san Liong ong benar benar lihay ia sudah menghampiri secepat ikan. Dalam sekejap ia sudah sampai di pinggir kapal. Dengan tangan kiri ia menekan jangkar untuk meminjam tenaga dan sekali menggenjot tubuh ia "terbang" ke atas dan kemudian hinggap di atas geladak bersama sama tawanannya.
Ternyata sesudah Kong tek ong dan kawan kawannya turun ke perahu dengan menggunakan layar sebagai aling aling tujuh penyelam meloncat ke air untuk membocorkan kapal Bu Kie. Untung besar Tay Kie yang berpengalaman luas dan bermata jeli dapat melihat gelembung gelembung air yang muncul di permukaan laut karena pernafasan orang orang itu. Dengan demikian ia berhasil membinasakan enam orang dan membekuk seorang.
Baru saja Bu Kie mau memeriksa tangkapan itu, tiba tiba di buritan kapal terdengar peledakan dahsyat diikuti dengan mengepulnya asap hitam" kapal bergoncang keras, potongan potongan kayu berterbangan ke angkasa. Dengan hati mencelos Bu Kie dan kawan kawannya merebahkan diri di geladak kapal.
"Jahat sungguh manusia manusia itu!" kata Tay Kie sambil berlari lari ke buritan kapal.
Ternyata peledakan itu telah membocorkan buritan dan air sudah mulai mengalir masuk, sedang kemudi kapalpun sudah terbang tanpa berbekas.
Dengan sorot mata berduka Tio Beng mengawasi Bu Kie. "Kapal musuh akan segera mengejar dan kita semua bakal mati tanpa kuburan," katanya di dalam hati.
Sementara itu, dengan menggunakan bahasa Persia, Tay Kie mengajukan beberapa pertanyaan kepada tawanannya yang menjawab dengan bahasa itu juga. Mendadak Cie san Liong ong mengangkat
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
tangannya dan menghantam batok kepala orang itu yang lantas saja roboh binasa. Sambil menendang mayat itu ke air, ia berkata dengan suara menyesal, "Aku hanya mengetahui, bahwa mereka berusaha untuk membocorkan kapal, tapi tidak pernah menduga bahwa mereka bakal mengikat obat pasang di buritan."
Ketika itu perahu yang ditumpangi Kong tek ong dan kawan kawannya sudah pergi jauh, sehingga biarpun pandai berenang, Tay Kie tak akan bisa mengejarnya.
Semua orang saling mengawasi tanpa mengeluarkan sepatah kata. Mereka tidak berdaya. Karena sangat besar, kapal itu tidak lantas tenggelam.
Sekonyong konyong Tay Kie dan Siauw Ciauw berbicara dalam bahasa Persia. Selagi berbicara, paras muka mereka berubah ubah. Mereka kelihatannya sedang bertengkar. Dengan kedua pipi bersemu dadu, Siauw Ciauw mengawasi Bu Kie, sedang Tay Kie mendesaknya dengan perkataan perkataan keras.
Nyonya itu rupa rupanya tengah membujuk Siauw Ciauw untuk meluluskan suatu permintaan, tapi si nona menolak keras. Belakangan sesudah melirik Bu Kie dan menghela napas, Siauw Ciauw mengatakan sesuatu. Tiba tiba Tay Kie memeluk dan menciumnya dan mereka berdua serentak mengucurkan air mata.
Siauw Ciauw menangis sedu sedan dan Tay Kie membujuknya dengan perkataan perkataan lemah lembut.
Dengan rasa heran, Bu Kie, Tio Beng dan Cie Jiak saling memandang. Mereka tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh kedua wanitu itu.
"Lihatlah paras muka mereka sangat mirip satu sama lain," bisik Tio Beng di kuping Bu Kie.
Bu Kie terkejut. Ia mengawasi. "Benar! Kedua duanya cantik, muka mereka potongan kwaci, hidung mancung kulit putih dan paras mereka memang hampir bersamaan." Dengan jantung memukul keras ia ingat perkataan Kouw Tauw too Hoan Yauw di rumah makan. Kata kata "sungguh sama" berarti sungguh sama dengan Cie san Liong ong"
Memikir begitu. Bu Kie lantas saja ingat sikap Yo Siauw dan puterinya yang sangat berwaspada terhadap Siauw Ciauw. Setiap kali ia menanya mengapa mereka begitu berhati hati terhadap seorang gadis cilik, jawabnya selalu tidak memuaskan. Sekarang baru ia mengerti, bahwa Yo Siauw bercuriga karena paras muka nona itu sangat mirip dengan Cie san Liong ong. Iapun baru mengerti mengapa Siauw Ciauw telah berusaha untuk mengubah mukanya supaya kelihatan jelek.
Mendadak ia ingat sesuatu. "Perlu apa Siauw Ciauw datang di Kong beng teng?" tanyanya di dalam hati. "Bagaimana ia bisa tahu pintu masuk dari jalanan rahasia" Ah" ia tentu disuruh Cie san Liong ong untuk mencuri pelajaran Kian kun tay lo ie. Hampir dua tahun ia menjadi pelayanku dan aku belum pernah berjaga jaga. Kalau ia mau menyalin pelajaran itu, gampangnya seperti orang merogoh saku.
Celaka sungguh! Aku" belum pernah bermimpi mimpi, bahwa ia mengandung maksud tertentu. Bu Kie, Bu Kie!... Kau tolol! Kau terlalu percaya kepada manusia?"
Sambil mengutuk diri sendiri, ia melirik Siauw Ciauw. Apa mau, si nona pun sedang mengawasi dengan sorot mata penuh kecintaan murni. Sorot mata itu bukan sorot mata berpura pura. Sekali lagi jantungnya memukul keras. Ia lantas saja ingat, bahwa pada waktu ia menghadapi enam partai besar di Kong beng teng, Siauw Ciauw pernah melindungi dirinya tanpa memperdulikan keselamatannya sendiri.
Selama hampir dua tahun, nona itu telah merawat dan melayani dia dengan penuh pengabdian. Apa dia salah menerka"
Sekonyong konyong kapal bergoncang dan sudah tenggelam separuh.
"Thio Kauwcu dan kawan2 tak usah kuatir!" kata Tay Kie. "Kalau sebentar kapal Cong kauw datang disini, aku dan Siauw Ciauw sudah mempunyai daya upaya untuk menghadapinya. Biarpun hanya seorang wanita, Cie san Liong ong bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Aku pasti tidak akan merembet rembet kalian, Thio Kauwcu dan Say ong Cia heng telah membuang budi yang seberat gunung kepadaku. Untuk itu semua, dengan jalan ini Tay Kie menghaturkan banyak terima kasih." Sehabis berkata begitu, ia menekuk lututnya.
Cia Sun dan Bu Kie buru-buru membalas hormat. Mereka tahu bahwa nyonya itu bersungguh, tapi mereka sangsi apakah Cong kauw bersedia untuk melepaskan mereka.
Perlahan tetapi pasti, kapal terus tenggelam. Tak lama kemudian, air sudah masuk di gubuk. Semua orang lalu memanjat tiang layar dengan Bu Kie mendukung In Lee dan Cie Jiak mendukung Tio Beng.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sekonyong konyong, sambil menangis Siauw Ciauw menuding ke jurusan timur. Semua orang menengok ke arah itu. Di tempat jauh, mereka melihat beberapa titik yang makin lama makin jadi besar, yang kemudian ternyata adalah belasan kapal Persia yang menghampiri dengan kecepatan luar biasa".
"Kalau aku jadi Tay Kie, aku lebih suka mati di air daripada dibakar hidup hidup," kata Bu Kie dalam hati. Tapi Tay Kie kelihatannya tenang tenang saja, sedikitpun tak mengunjuk rasa jeri sehingga Bu Kie merasa kagum sekali. "Sebagai kepala dari empat Hoat ong dia sungguh bukan sembarang orang"
pikirnya. "Pada waktu Eng ong Say ong dan Hok ong sudah dikenal sebagai orang gagah yang usianya tak muda lagi, dia masih jadi gadis remaja. Tapi belakangan kedudukannya bisa berada di sebelah atas ketiga Hoat ong itu. Dilihat sikapnya yang sekarang ia memang pantas mendapat kedudukan itu." Sambil berpikir begitu ia mengawasi kapal kapal Cong kauw yang makin dekat. "Aku telah merobohkan beberapa Po su ong dan kalau aku jatuh ke dalam tangan mereka, aku tak usah mengharap hidup,"
katanya pula dalam hati. "Biar bagaimanapun juga aku harus berusaha supaya Gie Hu, Tio Kauwnio, Ciu Kauwnio dan piauw moay bisa selamat. Dan juga" Siauw Ciauw. Hei!... Dia boleh berkhianat terhadapku tapi aku tak bisa berkhianat terhadapnya."
Tiba tiba In Lee bergerak dan membuka kedua matanya. Ia kaget ketika tahu, bahwa ia sedang didukung Bu Kie. "A Goe Koko" dimana kita berada?" tanyanya. "Mengapa kau mendukung aku?"
"Jangan takut," kata Bu Kie. "Bagaimana keadaanmu?"
In Lee menggeleng gelengkan kepalanya. "Aku tak punya tenaga, rasanya lemas," jawabnya dengan suara parau.
Begitu datang dekat, semua mulut meriam dari belasan kapal Cong kauw ditujukan ke tiang layar yang dipeluk oleh rombongan Bu Kie. Andaikata pemuda itu memiliki kepandaian yang seratus kali lipat lebih tinggi, iapun tak usah harap bisa melawan peluru meriam meriam itu.
Kapal kapal Cong kauw membuang sauh dan menurunkan layar dalam jarak kira kira seratus tombak.
Mereka rupa rupanya kuatir, bahwa kalau datang terlalu dekat, Bu Kie akan melompat dan menawan pula beberapa Po su ong.
Beberapa saat kemudian, terdengarlah suara tertawanya Tie hwie ong. "Heei!" teriaknya. "Apa kamu mau menakluk atau tidak?"
"Orang orang gagah dari Tionggoan boleh mati, tapi tidak boleh menekuk lutut," jawab Bu Kie dengan suara lantang. "Kalau kamu bukan kawanan pengecut, marilah kita mengadu ilmu silat!"
Tie hwie ong tertawa nyaring. "Orang gagah sejati mengadu kepintaran, bukan mengadu kekuatan,"
teriaknya. "Sudahlah! Kamu tidak bisa berbuat lain daripada menyerah!"
Tiba tiba Tay Kie berbicara dalam bahasa Persia. Ia bicara dengan sikap angker. Tie hwie ong kelihatan kaget dan lalu menjawab. Tayseng Po su ong turut bicara. Sehabis mereka bicara, dari atas kapal diturunkan sebuah perahu dengan delapan pendayung dan perahu itu segera menuju ke kapal Bu Kie yang sudah hampir karam.
"Thio Kauwcu, aku dan Siauw Ciauw mau menuju ke sana," kata Tay Kie. "Kalian tunggu saja disini sebentar."
"Han hujin!" bentak Cia Sun. "Beng kauw di Tionggoan telah memperlakukan kau secara baik.
Bangun atau robohnya agama kita tergantung atas Bu Kie seorang. Jika kau menjual kami, kebinasaan Cia Sun tidak menjadi soal. Tapi kalau selembar rambut Bu Kie sampai terganggu, biarpun sudah menjadi setan, Cia Sun pasti tak akan mengampuni kau."
Tay Kis tertawa dingin, "Kalau anak angkatmu seperti mustika, apakah anakku tak lebih daripada lumpur yg kotor?" tanyanya dengan suara getir. Sehabis berkata begitu seraya menuntun tangan Siauw Ciauw, ia melompat ke perahu yang segera didayung kearah kapal besar.
Mendengar perkataan nyonya itu, Cia Sun dan yang lain2 terkejut. "Kalau begitu benar Siauw Ciauw puterinya," kata Tio Beng.
Tak lama kemudian Tay Kis dan Siauw Ciauw sudah berada dikapal besar dan mereka terus bicara dengan para Po Su Ong.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sementara itu kapal Bu Kie terus menenggelam dengan perlahan. Sedim demi sedim tiang layar masuk kedalam air.
Cia Sun menghela napas. "Bu Kie," katanya. "Aku salah menilai Han Hujin, kau salah menilai Siauw Ciauw. Bu Kie seorang lelaki sejati harus mundur dan bisa maju. Biarlah untuk sementara waktu kita menelan hinaan untung mencari kesempatan guna meloloskan diri. Diatas pundakmu terdapat beban yg berat. Berlaksa laksa rakyat di Tiong Goan menunggu nunggu tindakan Beng Kauw untuk mengusir Tat cu dari negara kita. Bu Kie begitu ada kesempatan kau mesti menggunakannya untuk melarikan diri.
Jangan perdulikan yg lain. Kau adalah pemimpin suatu agama. Kau harus mengerti apa artinya itu."
Sebelum pemuda itu menyahut Tio Beng sudah mendahului. "Fuh! sedang jiwa sendiri tak bisa ditolong lagi, kau masih bicarakan soal Tat cu"
Cie Jiak yg sedari tadi terus membungkam, tiba2 berkata. "Rasa cinta Siauw Ciauw terhadap Thio Kong cu sangat besar. Menurut pendapatku ia takkan berkhianat."
"Apa kau tak lihat cara bagaimana Cie gan liong ong mendesak dia?" tanya Thio Beng. "Semula Siauw Ciauw menolak, kemudian lantaran terlalu didesak, ia kelihatannya meluluskan permintaan ibunya.
Hm.. dan dia berlagak sedih." Sesaat itu tiang layar hanya menonjol setombak lebih dari permukaan air.
Gelombang yang turun naik membawa semua orang.
"Thio kong cu," kata Tio Beng sambil tertawa, "kami akan mati bersama sama kau dan segala apa tamat ceritanya. Tapi Siauw Ciauw yg licik dan licin malah tak bisa mati bersama sama kau." Biarpun kata2 itu semacam guyon, artinya sangat mendalam. Dengan berkata begitu terang2 nona Tio menyatakan rasa cintanya yg sangat besar terhadap pemuda itu.
Bu Kie sendiri merasa sangat terharu. "Benar," pikirnya. "Aku tak bisa menikah dengan mereka sekaligus. Tapi bahwa aku bisa mati bersama2 mereka, tidaklah Cuma2 kuhidup didunia ini." Sambil memikir begitu ia melirik Tio Beng melirik Cie Jiak dan melirik pula In Lee yang berada dalam dukungannya.
Ia menghela napas. In Lee masih berada dalam keadaan setengah sadar dan setengah lupa sedang Tio Beng dan Cie Jiak seperti berlomba lomba dalam kecantikan. Pada muka mereka yg bersermu dadu terdapat titik2 air, sehingga kalau Tio Beng seperti sekuntun bunga mawar, Cie Jia bagaikan bunga anggrek. Ia menghela napas pula dan berkata dalam hati, "Hai! Bagaimana aku bisa membalas budi merek?"
Sekonyong2 dari kapal2 Cong kauw terdapat sorak sorai bergemuruh. Bu Kie kaget. Ia mendapat kenyataan, bahwa semua orang disetiap kapal berlutut diatas geladak dengan menghadap kearah kapal besar itu sendiri, semua Po Su ong berlutut di hadapan seorang yg duduk disebuah kursi. Orang itu kelihatan seperti Siauw Ciauw. Sebab jarak terlampau jauh ia tak bisa lihat tegas. Ia merasa sangat heran, apa yg dilakukan oleh orang Persia itu"
Beberapa saat kemudian, orang2 it bangung berdiri tapi sorak sorai yg sangat gembira, masih terus terdengar.
Sekonyong2 sebuah perahu mendatangi. Waktu perahu itu sudah datang dekat, penumpangnya ternyata bukan lain daripada Siauw Ciauw sendiri. Si nona menyapa dan berteriak, "Tio Kongcu! Mari kita naik kekapal besar. Mereka takkan menunggu kalian."
"Mengapa begitu?" tanya Tio Beng.
"Kalian akan segera tahu," jawabnya. "Aku pasti takkan mencelakai Tio Kong cu."
Mendadak Cia Sun bertanya "Siauw Ciauw, apakah kau sudah menjadi Kauwcu dari Beng Kau di Persia?"
Siauw Ciauw tidak menjawab, ia hanya menundukkan kepala. Selang beberapa saat air mata mengalir, turun di kedua pipinya.
Mata Bu Kie berkunang kunang. Ia sekarang bisa menebak segala kejadian yg sebenarnya. Ia berduka dan berterima kasih. "Kau telah berkorban untukku!" katanya dengan suara parau. Si nona memalingkan kepalanya. Ia tidak berani berbentrok mata dengan pemuda itu.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Cia Sun menarik napas, "Tay kie mempunyai putra yg seperti kau tidaklah memlaukan nama besarnya Cie Sang Liong Ong," katanya. "Bu Kie, mari kita ikut Siauw Ciauw Kauwcu." Sehabis berkata begitu, ia melompat ke perahu disusul oleh yg lain2. Delapan pedayung lantas saja memutar perahu itu dan mendayung kan ke arah kapal yg besar.
Dalam jarak dua puluh tombak lebih para Po Su Ong, membungkus untuk menyambut Kauwcu mereka. Biarpun Tay Kie ibunya si nona iapun menjalani peradatan seperti yg lain. Begitu lekas rombongan Bu Kie naik dengan sikap sangan hormat beberapa pelayan lantas mengantar mereka ke gubuk kapal untuk menukar pakaian yg basah.
Bu Kie sendiri diantar kesebuah kamar yang diperaboti mewah dan indah. Selagi ia mengerinkan air dibadannya, tiba2 pintu diketuk dan ditolak surang wanita yg kedua tangannya menyangga seperangkat pakaian bertindak masuk dan wanita itu adalah Siauw Ciauw.
"Kongcu, biarlah aku melayani kau," kata si nona.
Bu Kie merasa sangat terharu, "Siauw Ciauw," katanya, "Sekarang kau sudah menjadi Kauwcu dari Cong Kauw dan pada hakekatnya aku sendiri adalah seorang sahabatmu. Mana boleh kau melakukan lagi pekerjaan pelayanan?"
"Kongcu inilah untuk penghabisan kali," kata si noan. "Kita akan segera berpisahan jauh2 sekali, dan kita tak kan bertemu pula. Sesudah aku berada di negeri orang, biarpun mau tak bisa aku melayani kau lagi."
Bu Kie merasa hatinya hancur. Sambil menahan turunnya air mata, ia membiarkan si nona membayangnya " membantunya memakai baju, mengancing baju, mengangkat tali pinggang dan menyisir rambutnya. Sambil melakukan itu semua air mata Siauw Ciauw terus mengalir di kedua pipinya.
Bu Kie tak dapat mempertahankan dirinya lagi, tiba2 ia memeluk erat2. Bagaikan bendungan pecah si nona menangis tersedu sedan. Dengan tubuh bergemetara ia balas memeluk, "Siauw Ciauw," bisik Bu Kie, "Semula aku bahkan menduga kau berkhianat terhadapku. Tak dinyana rasa cintamu begitu besar."
Sambil menyandarkan kepalanya pada dada yg lebar, si nona berkata dengan suara perlahan, "Kongcu memang aku pernah menipu kau. Ibuku adalah seorang dari ketiga Seng lie cong kauw. Ia mendapat perintah untukd atang di Tiong goan guna melakukan suatu pekerjaan penting dengan pengertian bahwa kalau nanti kembali di Persia ia akan menduduki kursi Kauwcu. Tak disangka begitu bertemu dengan ayah, ibu jatuh cinta dan tidak dapat menahan dirinya lagi. Ketika ayah meninggal dunia, aku masih berada di dalam kandungan dna aku belum pernah melihat wajahnya. Ibu tahu bahwa ia berdosa besar. Ia menyerahkan cincin besi Senglie kepadaku dan memerintahkan aku pergi ke Kong beng teng untun mencuri sim hoat (pelajaran) Kian Kun Tay lo ie. Kongcu di dalam hal ini, aku sudah menipu kau. Aku tidak memberitahukan hal yg sebenarnya kepadamu. Akan tetapi, hatiku bersih. Sedikitpun aku tak punya niatan untuk menjadi Kauwcu dari Beng Kauw ki Persia. Aku mengharap untuk menjadi pelayanmu, untuk melayani kau seumur hidup, untuk tidak berpisahan denganmu selama lamanya. Aku pernah memberitahukan harapanku ini kepadamu bukan" Dan kau sendiri sudah meluluskan. Bukankah benar begitu?"
Bu Kie manggut2kan kepalanya.
Sesudah berdia sejenak, si nona berkata pula, "Aku sudah menghapal sim hoat kian kun tay lo ie, tapi menghapalnya bukan lantaran didorong oleh niatan untuk berkhianat terhadapmu. Kalau bukan karena terlalu kepaksa aku pasti tidak akan memberitahukan mereka."
"Sudahlah kau tak usah bersedih lagi," bisik Bu Kie. "Sekarang aku sudah mengerti semuanya."
"Sedari kecil, aku sudah melihat kekuatiran ibu," kata pula Siauw Ciauw. "Siang malam ia tak tentram. Belakangan ia menyamar sebagai nenek yg bermuka jelek ia mengirim aku kepada lain keluarga dan hanya menengok aku setahun sekali atau dua tahun sekali. Kongcu kalau kau dan yang lain2 tidak menghadapi kebinasaan, jangankan menjadi Kauwcu sekalipun menjadi ratu Persiaa aku pasti akan menolak."
Sehabis berkata begitu, ia menangis pula dengan badan bergemetara.
"Siauw Ciauw!" mendadak terdengar bentakan Tay Kie diluar kamar. "Jika kau mengantarkan jiwanya Kongcu."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bagaikan dipagut ular, si nona memberontak dari pelukan Bu Kie dan melompat mundur. "Kongcu, jangan ingat2 aku lagi," katanya dengan suara parau. "In Kouwhie telah mengikuti ibu dalam banyak tahun dan ia sangat mencintai kau. Ia akan menjadi seorang istri yg budiman."
"Siauw Ciauw," bisik Bu Kie. "Mari kita menerjang keluar dan membekuk satu dua Po su ong. Kita bisa paksa mereka untuk mengantarkan kita ke Leng coa to."
Si nona menggelengkan kepala, "Sekarang mereka sudah berjaga2," katanya. "Tubuh Cia Tayhiap dan Tio Kouwnio ditandalkan senjata. Kalau kita bergerak, mereka binasa." Seraya berkata begitu, ia membuka pintu berdiri Tay Kis yg punggungnya dituding dengan dua pedang oelh dua orang Persia.
Kedua orang itu membungkuk, tapi pedang mereka tidak berkisar dari punggung Cie San Liong Ong.
Denga diikuti Bu Kie, si nona berjalan keluar. Benar saja mereka melihat, bahwa Cia Sun dan lain2
berada dibanwah ancaman senjata.
"Kongcu," kata Siauw Ciauw, aku akan memberikan kau obat untuk mengobati luka In Kouwnio." Ia lalu berbicara dalam bahasa Persia dan Kong tek ong segera mengeluarkan sebotol obat luar yg lalu diserahkan kepada Bu Kie.
"Aku akan memerintahkan orang untuk mengantar kalian pulang ke Tiong Goan," kata pula si nona.
"Sekarang saja kata berpisahan. Kongcu, badan Siauw Ciauw berada di Persia, hatinya tetap bersama2
kau. Siang dan malam aku berdoa supaya kau selalu sehat segala pekerjaan bisa berjalan lancar?" Ia tak dapat meneruskan perkataannya.
"Kau berada disarang harimau, jagalah dirimu baik2," kata Bu Kie.
Si nona mengangguk dan lalu memerintahkan orang untuk menyediakan perahu.
Sesudah Cia Sun, In Lee, Tio Beng dan Cie Jiak turun ke perahu, Siauw Ciauw segera memulangkan To Liong to Ie Thian Kiam dan enam Seng hwee leng kepada Bu Kie. Sambil tertawa sedih, ia mengangkat tangan sebagai tanda perpisahan. Bu Kie berdiri terpaku, ia tdiak bisa mengeluarkan sepatah kata. Selang beberapa saat dengan hati seperti tersayat pisau ia melompat turun keperahu.
Kapal besar segera membunyikan terompet. Kedua kendaraan air bergeral memasang layar dan mulai berpisahan dengan perlahan. Dengan berdiri di kepala kapal, Siauw Ciauw mengawasi perahu Bu Kie.
Makin lama mereka jadi makin jauh, sampai akhirnya masing2 lenyap dari pemandangan.
Obat luat yg diberikan kepada In Lee tidak menolong banyak. Lukanya banyak mendingan tapi panasnya tak mau turun dan mulutnya terus mengaco karena di samping luka si nona jg menderita demam keras sebagai akibat serangan hujan dan angin. Bu Kie mulai bingung. Pada hari ketiga ia melihat pulau kecil disebelah timur. Buru-buru ia minta pengemudi memutas haluan kearah pulau itu. Tapi si pengemudi menolak dengan menggeleng2kan kepala dan berbicara dalam bahasa Persia yg tidak dimengerti Bu Kie. Ia rupa2nya menolak sebab di perintah mengantar rombongan itu ke Tiong Goan.
Dengan geraka2n tangan Bu Kie coba menerangkan, bahwa maksudnya adalah untuk mencari daun2 obat guna molong In Lee. Tapi pengemudi itu tak mau mengerti. Akhirnya karena jengkel, Bu Kie lalu merampas kemudi dan haluan perahu segera diputar ke jurusan timur.
Mereka tiba diwaktu magrib. Sesudah terombang ambing dilautan beberapa hari, semangat mereka terbangun waktu menginjak lagi bumi. Luas pulau hanya beberapa li persegi tapi karena hawanya hangat, pohon dan rumpu tumbuh dengan subur. Sesudah meminta Cie Jiak menjaga In Lee dan Tio Beng, Bu Kie segera mencari daun2 obat.
Tapi mudah mencari daun obat di pulau itu. Sampai malam baru Bu Kie menemukan salah satu macam. Ketika ia kembali, Cie Jiak sudah menyalakan api unggun.
In Lee kelihatan lebih segar. "A Goe koko," katanya. "Sebaiknya malam ini kita menginap disini saja."
Semua orang segera menyetujui. Di pulau itu tidak terdapat binatang buas dan diantara hangatnya bawa api, mereka tidur dengan hati lega.
Waktu fajar menyingsing, Bu Kie tersadar. Tiba2 ia terkejut, sebab perahu tidak ada di tempatnya. Ia berlari2 diseputar pulau, tapi perahu itu tetap tidak kelihatan bayang2nya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Dengan rasa bingung, ia mendaki bukit kecil. Baru beberapa tindak ia terhuyung hampir jatuh. Ia merasa kedua lututnya tidak bertenaga.
Hatinya mencelos. "Gie Hu!" teriaknya. "Apa kau baik?"
Cia Sun tidak menjawab. Ia makin bingung. Bagaikan terbang ia menghampiri. Hatinya agak lega, karena Kim mo say ong sedang tidur dengan tenang. Karena ada batas2 antara lelaki dan perempuan, Tio Beng, In Lee dan Cie Jiak tidur terpisah dibelakang sebuah batu besar.
Waktu Bu Kie pergi kesitu, ia melihat In Lee dan Cie Jiak tidur berhadapan, tapi Tio Beng tidak kelihatan mata hidungnya. Begitu ia mendekati matanya berkunang2! Muka In Lee belepotan darah dengan belasan tapak senjata tajam! Dengan tangan bergemetaran, ia memegang nadi si nonan yg masih mengetuk dengan perlahan. Cie Jiak pun tidak terbebas dari serangan. Sebagian rambutnya terpapas, sebagian kuping kirinya teriris putus. Tapi nona Cioa sendiri masih teruk terpulas dengan bibir tersungging senyuman.
Ketika itu perasaan Bu Kie sukar dilukiskan.
"Cie Kouwnio! Cie Kouwnio!" ia memanggil2. Tapi si noan Ciu tetap menggeros. Karena terpaksa, Bu Kie lalu menggoyang2 pundaknya. Cie Jiak berbangkit beberapa kali kemudian pulas lagi. Bu Kie tahu, bahwa nona itu kena racun, begitupun ia sendiri, sebab ia merasa seluruh badannya tidak bertenaga lagi.
Cepat-cepat ia kembali ke ayah angkatnya, "Gie hu! Gie hu!" teriaknya.
Kim mo Say ong tersadar. Perlahan-lahan ia berduduk, "Ada apa" tanyanya.
"Celaka besar, Gie hu!" jawabnya. "Kita ditipu manusia rendah." Ia segera memberitahukan hilangnya perahu dan terlukanya In Lee serta Cie Jiak.
Cia Sun terkejut. "Tio Kouwnio?" tanyanya.
"Entahlah, dia megnhilang," sahutnya. Dia menarik napas dalam2 dan coba mengerahkan tenaga. Ia merasa kaki tangannya mengambang dan lweekangnya tak bisa keluar. "Gie Hu," katanya, "Kita kena racun Sip hiang Joan Kin san."
Dari anak angkatnya, Cia Sun sudah mendengar tentang dirobohkannya orang2 enam partai besar dengan racun itu. Ia segera berbangkit dan mendapat kenyataan, bahwa ia pun tidak dapat mengeluarkan tenaga dalamnya. Sesudah menetapkan hati, ia bertanya, "Apakah dia pergi dengan membawa To Liong To dan Ie Han kiam?"
Benar saja kedua senjata mustika itu tidak bisa ditemukan.
Rasa gusar, jengkel dan menyesal memenuhi dada Bu Kie. Ia bukan menyesal karena tercurinya golok dan pedang mustika itu. Ia menyesal karena tak pernah menduga, bahwa, pada waktu ia berada dalam kesukaran besar Tio Beng bisa mengkhianatinya.
Untuk beberapa saat, ia berdiri bagaikan patung. Ia sangat bekuatir akan lukanya In Lee dan lalu pergi ke belakang batu. In Lee masih pingsan, sedang Cie Jiak masih tidur. "Lwee kangku paling kuat, sehingga aku tesadar paling dulu," pikirnya. "Sesudah aku, barulah Giehge. Tenaga dalam Ciu Kouwnio masih terlalu cetek. Rasanya ia tak gampang2 tersadar."


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia segera merobek tangan bajunya dan menggunakannya untuk membersihkan darah dari muka nona In, yang penuh dengan goresan2 garis malang melintang. Bu Kie tahu, bahwa goresan2 itu dibuat denga Ie Thian Kiam. Semenjak terluka karena timpukan Cie san Ling ong, In Lee telah mengeluarkan banyak darah. Sebagian besar racun laba2 yg mengeram dalam tubuh si nan, jg turut keluar. Oleh karena itu sebagian besar bengkak2 pada mukanya sudah menghilang, sebagian kecantikannya yg dahulu sudah pulih kembali. Tapi sekarang muka cantik itu jadi lebih menakuti lagi sebab adanya goresan pedang.
Bu Kie merasa hatinya seperti disayat pisau. Darahnya bergolak dan ia berkata sambil menggertak gigi: "Tio Beng! " Tio Beng!.... Kalau.... kau jatuh kedalam tanganku, Thio Bu Kie bukan manusia, kalau dia tidak menggores seluruh mukamu!"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Sesudah hatinya agak tentram, ia berlari2 mencari daun2 obat, yg sesudah dikunyak di dalam mulutnya, lalu ditempelkan pada muka In Lee, pada kulit dan kuping Cie Jiak.
Cie Jiak tiba2 tersadar. Ketika ia membuka mata dan mengetahui bahwa Bu Kie sedang meraba2
kepalanya, mukanya lantas saja berubah merah. Ia mendorong dengan tangannya dan bertanya, "Kau"
mengapa kau?" sebelum selesai bicara, mendadak ia merasa kupingnya sakit lalu merabanya. "Ah! ?"
teriaknya sambil melompat bangun. "Mengapa begini?" Sekonyong2 kedua lututnya lemas dan "bruk!" ia jatuh dalam pelukan Bu Kie.
"Ciu Kouwnio, jangan takut," bujuk Bu Kie.
Dengan mata membelak, Cie Jiak mengawasi muka In Lee. Ia mengusap mukanya sendiri dan bertanya, "Apa kau juga?"
"Tidak," jawab Bu Kie. "Nona hanya mendapat luka enteng."
"Perbuatan orang Persia?" tanya pula si nona. "Mengapa aku sama sekali tidak merasa?"
Bu Kie menghela napas, "Mungkin sekali ini semua dilakukan oleh Tio Kouwnio," katanya.
"Rupa2nya semalam ia menaruh racun di dalam makanan kita."
Sesudah berdiri bengong beberapa saat, Cie Jiak meraba2 kupingnya yg hilang sebagian dan tiba2 ia menangis.
"Ciu Kouwnio, untung juga kau hanya terluka enteng," bujuk Bu Kie. "Kerusakan pada kuping itu dapat ditutup dengan rambut dan tak akan bisa dilihat orang."
"Rambut" Rambutku pun sudah hilang," kata Cie Jiak dengan suara mendongkol.
"Yang terpapas hanya kulit ubun2 (meercu kepala) dan bagian itu bisa ditutup dengan rambut dari kedua pinggiran kepala," kata pula Bu Kie. "Kalau mau, nona bisa juga menggunakan rambut palsu"."
"Hm!... " si nona mengeluara suara dihidung. "Perlu apa aku menggunakan rambut palsu" Ah"
sampai pada detik ini, kau masih juga coba melindungi Tio Kouwniomu."
Disemprot begitu Bu Kie tertegun.
"Aku melindungi dia".... " katanya seperti orang linglung. "Dia sungguh jahat". Aku tak akan mengampuni dia?" Ia melihat In Lee yg tak karuan macam dan air matanya mengucur.
Cia Sun dan Bu Kie benar2 bingung. Biarpun mereka orang2 gagah, jarang tandingan skrg mereka tak tahu lagi apa yg hrs diperbuat.
Sesudah mengasah otak beberapa lama, Bu Kie bersila dan mencoba menjalankan pernapasannya. Ia merasa, bahwa ia sudah keracunan berat. Ia tahu, bahwa Sip huang Joan kin san hanya dapat dipunahkan dengan obat pemunah Tio Beng. Tapi demikian pikirnya, daripada menunggu kebinasaan tanpa berusaha, ingin mencoba2 untuk melawan racun itu dengan Lwee kang nya yg sangat tinggi. Ia segera menjalankan pernapasan guna membawa dan mengumpulkan semua racun di kaki tangannya ke bagian tantian (bawah pusar). Inilah ilmu tertinggi dari Kioe yang Sin kang yg dinamakan Poe tok Siauw kouw hoat (Ilmu pemunah segala racun).
Sesudah mengerahkan tenaga dalam kira2 satu jam, ia merasa bahwa sebagian Lweekang telah pulih kembali pada kaki tangannya. Hatinya jadi lebih lega, ia percaya bahwa ia akan dapat mengusir racun itu dari tubuhnya.
Tapi karena harus menjalankan dengan Kioe yang Sin Kang, ia tidak bisa mengajar ilmu itu kepada Cia Sun dan Cie Jiak. Jalan satu2nya ialah sesudah ia mengusir semua racun dari tubuhnya, ia harus membantu Cia Sun dan Cie Jiak dengan Kioe yagn Sin Kang.
Ilmu itu sederhana, tapi sukar dijalankan. Sesudah berusaha tujuh hari, barulah Bu Kie bisa mengusir tiga bagian racun. Harus diingat bahwa Sip hiang Sun Kin san ada salah satu semacam racun yg terlihati di dalam dunia. Tokoh2 seperti Kong bun Kong tie, Wan Ciu Biat sut Suthay yg memiliki lweekang sangat tinggi masih tak berdaya. Bahwa di dalam tujuh hari Bu Kie berhasil mengusir tiga bagian racun
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
dan mengambil pulang satu dua bagian tenaga dalamnya. Di dalam dunia, tak ada orang lain yg dapat melakukannya.
Untung juga racun itu hanya meniadakan Lwee kang dan tak membahayakan jiwa. Semula Cie Jiak merasa sangat jengkel, tapi sesudah lewat beberapa hari, ia sudah jadi biasa. Ia selalu mengawani Cia Sun menangkap ikan, memanah burung dan menyediakan makanan. Diwaktu malam ia tidur disebuah guha disebelah timur pulau itu, terpisah jauh dari Bu Kie.
Biarpun buta, Cia Sun tahu, bahwa Cie Jiak mencintai anak angkatnya. Tapi nona itu sangat menjaga tata kesopanan. Ia tak pernah mengeluarkan sepath kata yg bersifat guyon. Hal ini sudah mendatangkan rasa hormat di dalam hati orang tua itu.
Bu Kie sendiri terus dirundung dengan rasa kemalu2an. Ia merasa bahwa kemalangan ini adalah gara2nya sendiri. Tio Beng seorang putri Mongol dan musuh Beng Kauw. Banyak tokoh rimba persilatan roboh dalam tangan nona ini. Tapi ia sendiri secara sangat tolol sama sekali tidak berjaga2. sepatahpun Cia Sun dan Cie Jiak tidak pernah menialahkannya. Tapi, maka mereka bungkam makin ia merasa jengah. Kadang2 matanya kebentrik dengan mata nona Ciu. Sorot mata si nona seolah2 mengatakan begini, "Kejadian ini terjadi sebab kau dibutakan dengan kecantikan Tio Beng."
Racun dalam tubuh Bu Kie makin hari makin enteng, tapi luka In Lee kian hari kian berat. Di pulau itu ternyata tidak terdapat daun obat. Walaupun Bu Kie memliki banyak ilmu pengobatan yg tinggi ia tak berdaya. Ia tahu pasti bahwa pasti luka nona In dapat disembuhkan. Tapi tanpa obat ia tak bisa berbuat banyak. Kalau di pulau itu terdapat pohon2 besar, ia tentu sudah membuat getek untuk berlayar guna mencari pulau lain. Tapi di pulau itu hanya tumbuh pohon2 kecil. Kalau ia tak mengerti ilmu pengobatan masih tak apa. Tapi sebagai ahli, siang malam hatinya seperti diiris2. Ia tahu bagaimana harus menolong, tapi ia tak dapat menolong.
Pada suatu malam ia mengunyah seperti daun obat yg bisa menolak panas dan kemudian memasukkannya kedalam mulut In Lee. Si nona tidak bisa menelan lagi. Bukan main rasa dukanya dan air matanya jatuh berketel2 dimuka In Lee.
Tiba2 si nona membuka mata, ia tersenyum dan berkata, "A Goe koko, jangan kau susah hati. Aku ingin pergi di dunia baga untuk menemui setan kecil Thio Bu Kie yg kejam dan pendek umur. Aku ingin memberitahukan dia bahwa di dalam dunia terdapat seorang A Goe koko yg memperlakukan aku secara luar biasa baik seribuk kali, selaksa kali lebih baik daripada perlakuan Thio Bu Kie.
Bu Kie menggigit bibir untuk menahan mengucurnya air mata.
Sementara itu, sambil memegang tangan pemuda itu erat2, In Lee berkata pula, "A Goe koko, aku selalu menolak permintaanmu untuk menikah. Apa kau marah" Kurasa permintaanmu itu bukan keluar dari hati yg sejujurnya. Kurasa kau menipu aku" kau hanya ingin menyenangkan hatiku. Mukaku jelek, adatku aneh bagaimana kau bisa mencintai aku?"
"Tidak! Aku tak menipu kau!" kata Bu Kie dengan suara sungguh2. "Kau seorang gadis yg sangat baik, yg berhati mulia dan penuh kasih. Aku akan merasa sangat beruntung apa bila bisa menikah dengan kau. Sesduah kau sembuh semua urusan2 kita menjadi beres, kita akan segara menikah. Apa kau setuju?"
Dengan sorot mata berterima kasih, In Lee mengusap2 muka Bu Kie. Ia menggeleng2 kan kepala dan berkata dengan suara menyesal. "A Goe koko, aku tak bisa nikah dengan kau. Aku" sudah diberikan kepada Thio Bu Kie yg kejam dan jahat" A Goe koko, aku merasa takut" Apa yg bakal kau temukan didunia baka" Apakah ia masih akan mengunjuk kegalakannya terhadapku?"
Mendengar perkataan si nona yg tak melantur lagi melihat kedua pipinya yg bersemu dadu, hari Bu Kie mencelos. "Inilah tanda2 sinar terakhir dari api pelita yg hampir padam," katanya dalam hati.
"Apakah piauwmoay bakal meninggal dunia hari ini juga?" Bagaikan orang linglung ia mengawasi muka saudari sepupunya.
In Lee mengulan pertanyaannya.
"Dia selama2nya akan memperlakukan kau dengan penuh kecintaan," jawab Bu Kie dengan suara lemah lembut. "Dia akan menganggap kau sebagai jantung hatinya."
"Apakah dia akan memperlakukan aku sama baiknya seperti kau?" tanya pula si nona In.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Langi menjadi Saksti," kata Bu Kie dengan suara tetap. "Thio Bu Kie mencintai kau dengan setulus hati. Dia merasa menyesal bahwa diwaktu kecil dia pernah melakukan kau secara tidak pantas. Dia" dia tiada bedanya" tidak beda dari aku sendiri."
Si nona menghela napas dan pada bibirnya tersungging senyuman. "Kalau begitu" kalau begitu" "
katanya dengan suara berbisik, "Aku.. aku tidak berkuatir lagi"." Perlahan-lahan kedua matanya tertutup dan rohnya kembali ke alam baka.
Sambil menggerung2 Bu Kie memeluk jenazah In Lee. Ia mengutuk dirinya. Ia merasa menyesal tak habisnya, bahwa sampai menutup mata In Lee masih tak tahu, bahwa dia adalah Thio Bu Kie. Selama beberapa hari sinona berada dalam keadaan lupa ingat dan pada detik terakhir sudah tidak keburu diterangi padanya lagi. Kesedihan Bu Kie waktu itu tidak dapat dilukiskan lagi dengan kalam. Ia mengutuk Tio Beng berulang2. Kalau mukanya tidak digores pedang, belum tentu In Lee dapat ketolongan. Kalau tidak ditinggalkan di pulau mencil, begitu tiba di Tiong Goan, ia akan bisa menolong saudari sepupunya itu.
"Tio Beng!.. Tio Beng!" ia mengeluh dengan darah bergolak golak. "Begitu jahat kau!... kalau kau jatuh di dalam tanganku, aku pasti tidak akan mengampuni kau."
"Hm!...." mendadak terdenagr suara dingin dibelakangnya. "Kalau sudah bertemu dengan si cantik, belum tentu kau turun tangan."
Bu Kie berpaling dan melihat Cie Jiak di belakangnya. Ia berduka tercampur malu.
"Aku sudah bersumpah di hadapan jenazah piauwmoay, bahwa jika aku tidak membunuh perempuan siluman itu, Thio Bu Kie tak ada muka untuk hidup diantara langit dan bumi," katanya dengan suara parau.
"Kalau benar begitu, barulah kau seorang lelaki yg mempunyai ambekan," kata Cie Jiak seraya mendekati dan lalu menangis sambil memegang jenazah nona In.
Mendengar suara tangisan, Cia Sun datang dan iapun sangat berduka ketika tahu hal meninggalnya In Lee.
Sesudah kenyang memeras air mata, Bu Kie lalu menggali lubang dan menguburkan In Lee. Ia mengambil sebatang pohon mengulitinya dan dengan pisau si noan In, mengukir perkataan seperti berikut, "Kuburan istriku yg tercinta, In Lee." Dibawahnya ia mengukir namanya sendiri. Sesudah itu, ia berlutut ditanah dan menangis tersedu2.
Melihat kesedihan pemuda itu, Cie Jiak merasa kasihan. "Sudahlah," ia membujuk. "Dia mencintai kau dan kaupun telah memperlakukannya dengan penuh kasih. Asal saja kau tidak melanggar janjimu dan kau benar2 dapat membinasakan Tio Beng untuk membalas sakit hatinya dialam baka roh, adik In akan merasa terhibur."
(red: tidak ada halaman ato paragraph yg ilang disini, ketikan as is) Karena keduanya, racun yg sudah berkumpul di tantian Bu Kie membayar pula. Dengan bekerja keras tujuh delapan hari barulah ia bisa mengumpulkan pula racun yg buyar itu. Akhirnya kira2 sebulan, semua racun baru dapat diusir pergi.
Pulau dimana mereka terkandas berbeda dari Peng Hwee to, ato Leng coa to. Disitu bukan saja tak ada pohon pohon buah, tapi juga tidak terdapat binatang yg bisa dijadikan barang santapan. Maka itu hidup mereka sangat menderita. Untung juga, sebab merasa kasihan akah kemalangan Bu Kie, Cie Jiak sudah memperlakukannya dengan penuh kasihan dan memberikan bujukan2 yg dapat diberikan sehingga dengan begitu, penderitaan pemuda itu, banyak entengan.
Sesudah ia berhasil Bu Kie lalu membantu ayah angkatnya dalam usahanya mengusir racun Sip Hiang Joan kin san. Setelah beres dengan Cia Sun, ia sebenarnya harus menolong Cie Jiak, tapi pertolongan ia tidak dapat dilakukan sebab terbentur dengan tata kesopanan pada jaman itu. Dalam memberi bantuan sebelah tangan Bu Kie harus menempel pada pinggang dan sebelah tangan lagi hrs menempel pada kempungan yang mau ditolong. Mana boleh ia membantu seorang gadis remaja cara begitu" Tapi itu merupakan jalan satu2nya untuk memasukkan Kioe yg sin kang kedalam tubuh si nona selama beberapa hari, ia tidak dapat mengambil keputusan.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Pada suatu malam tiba2 Cia Sun bertanya, "Bu Kie berapa lamakah kita harus berdiam di pulau ini?"
Bu Kie terkejut, "Suka dikatakan," jawabnya. "Kita hanya mengharap bahwa sebuah perahu akan lewat di pulau ini."
"Dalam waktu satu bulan, apakah kau pernah melihat bayang2an perahu?" tanya pula sang Gie hu.
"Tak pernah" "Ya! Mungkin besok sebuah perahu akan lewat disini. Mungkin juga seratus tahun lagi tak muncul bayang2annya."
"Pulau ini memang pulau terpencil dan tidak berada dalam garis perhubungan air. Harapan kita memang tidak besar."
"Hm" obat pemunah tak akan bisa didapatkan, Bu Kie. Disamping rasa lemas pada kaki tangan, bahaya apa lagi yg dapat ditimbulkan oleh racun itu?"
"Kalau mengeramnya di dalam tubuh hanya sementara waktu, boleh dikata tiada lain bahaya. Tapi kalau lama, racun itu menyerap diotot dan tulang dan sangat membahayakan anggota di dalam badan."
"Nah kalau begitu mengapa kau tidak buru-buru berusaha untuk menolong Ciu Kouwnio" Kalau orang tua Ciu Kouwnio adalah anggota agama kita sedang ia sendiri seorang Ciangbun jin dari Go bie pay.
Dimana lagi kau mau cari gadis yg begitu lemah lembut dan mulia hatinya" Apa kau anggap ia kurang cantik?"
Bu Kie tertegun. "Kalau Ciu Kouwnio tidak cantik, di dalam dunia tak ada wanita cantik," jawabnya.
Cia Sun tersenyum, "Kalau begitu aku memerintahkan supaya kau berdua segera menikah," katanya.
"Sesudah menikah, kamu tidak terikat lagi dengan segala peraturan bulukan."
Cie Jiak yang juga berada disitu buru-buru berlalu dengan paras muka kemerah2an. Cia Sun melompat dan menghalangi didepannya. Ia tertawa dan berkata, "Jangan kau pergi! Hari ini aku bertekad untuk menjalankan peranan comblang."
"Cia Looya cu, mengapa kau mengacau belo?" kata si nona dengan sikap kemalu2an.
Kim mo Say ong tertawa terbahak. "Perangkap jodoh antara lelaki dan perempuan adalah urusan penting dalam penghidupan manusia," katanya. "Mengapa kau mengatakan aku mengacau belo" Bu Kie, kedua orang tuamu jg menikah di pulau kecil. Kalau dahulu mereka tidak menyampingkan segala tata adat istiadat bulukan, di dalam dunia mana bisa menjelma seorang bocah yg seperti kau" Berbeda dari kedua orang tuamu, hari ini, aku yg menjadi ayah angkatmu, menjalankan peranan sebagai Coabun (orang yang menikahkan). Apa kau tidak suka Ciu Kouwnio" Apa kau tak sudi menolong dia?"
Cie Jiak jadi makin jengah. Ia coba lari.
Sambil menarik tangan si nona, Cia Sun berkata, "Kemana kau mau lari" Apa besok kamu tidak bakal bertemu pula. Aha! Kutahu, katu tidak sudi memanggil "Kong kong" kepadaku, si buta. Bukankan begitu?"
"Bukan! Bukan begitu!"
"Dengan lain perkataan, kau menyetujui usulku?"
"Tidak!... tidak!...."
"Mengapa tidak" Apa kau anggap anak angkatku tak pantas menjadi pasangan?"
Cie Jiak tidak lantas menjawab. Sejenak kemudian, sambil menatap muka Kim mo Say ong ia berkata dengan suara perlahan. "Thio Kong cu, memiliki ilmu silat yang sangat tinggi dan namanya terkenal diseluruh kalangan Kangouw. Kalau seorang wanita bisa mendapatkan ia sebagai suami, apalagi yg masih kurang" Tapi" tapi?"
"Tapi apa?" Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Tapi". Di dalam hati, dia mencintai Tio Kouwnio. Kutahu adanya kenyataan ini."
Cia Sun menggertak gigi. "Tidak bisa jadi!" katanya. "Tak mungkin Bu Kie kelelap terhadap perempuan yg begitu jahat, yg sudah mencelakai kita secara begini hebat. Bu Kie aku ingin dengar pernyataan dari mulutmu sendiri."
Didepan mata Bu Kie terbayang senyuman dan cara2 Tio Beng yg membetot hati. Ia merasa sangat beruntung kalau bisa menikah dengan gadis yg sangat menarik hati itu. Tiba2 ia seolah2 melihat pula jenazah In Lee yg mukanya penuh dengan goresan pedang. Darahnya meluap dan ia segera berkata, "Tio Kouwnio adalah musuh besarku. Aku akan membunuh dia guna membalas sakit hatinya piauwmoay."
"Ciu Kouwnio, kau dengarlah!" kata Coa Sun. "Apa kau masih tak percaya?"
"Aku masih bersangsi?" jawabnya dengan suara perlahan. "Aku masih bersangsi, kecuali" kecuali dia bersumpah. Kalau tidak, aku lebih suka mati daripada ditolong olehnya."
"Bu Kie, lekas sumpah!" kata sang Giehu.
Bu Kie segera berlutut dan berkata. "Apabila aku, Thio Bu Kie, melupakan sakit hatinya piauwmoay, biarlah langit dan bumi mengutuk aku."
"Kau harus bicara secara tegas," kata Cie Jiak. "Apa yg ingin diperbuat olehmu terhadap Tio Kouwnio?"
Di dalam hati Cia Sun merasa geli. Galak benar nona Ciu! Belum jadi istri, tuntutannya sudah begitu hebat. Tapi sebagai seorang tua, ia lantas saja berkata. "Bu Kie, hayolah bicara biar tegas!"
Bu Kie mengangguk dan berkata dengan suara nyaring. "Perempuan siluman Tio Beng bekerja untuk kaisar Tat cu. Dia mencelakai rakyat, membunuh pendekar2 Rimba Persilatan mencari golok mustika Gie Hu dan membinasakan In Lee piauwmoay. Begitu lama ia masih bernapas, Thio Bu Kie tidak akan melupakan sakit hati itu. Jika aku melanggar sumpah ini, biarlah langit mengutuk aku, bumi mengutuk aku."
Cie Jiak tertawa. "Aku hanya kuatir, jika tiba waktunya kau akan menaruh balas kasihan terhadapnya,"
katanya. "Sekarang sudah berse," kata Cia Sun. "Kita, orang2 dalam kalangan kangouw, selamanya tidak banyak rewel. Menurut pikiranku, sebaiknya kamu berdua hari ini segera menikah, supaya racun Sip haing joan kin san bisa terusir secepat mungkin."
"Tidak!" bantah Bu Kie. "Giehu, Cie Jiak dengarlah dulu perkataanku. In kouwnio sangat mencintai aku. Sedari kecil ia menganggap aku sebagai suami nya dan akupun menganggap dia sebagai istri.
Sekarang, sedang jenazah nya masih belum dingin, mana aku tega untuk segerah menikah?"
Sesudah memikir sejenak, Cia Sun berkata, "Benar juga. Tapi bagaimana keinginanmy?"
"Menurut pikiran anak, hari ini anak mengikati tali pertunangan dengan Ciu Kouw nio dan segera membantunya dalam mengusir racun Sap hiang joan kin san," jawabnya. "Kalau dengan berkah langit, kita bisa pulang ke Tiong goan sesudah membunuh Tio Beng dan memulangkan To liong to kepada Gie hu, barulah anak melangsungkan upacara pernikahan. Dengan begini, segala apa akan dapat diselesaikan secara baik."
"Baik memang baik sekali," kata Cia Sun. "Tapi bagaimana kalau sampai sepuluh duapuluh tahun kita masih belum bisa pulang ke Tiong goan?"
"Di dalam batas waktu tiga tahun, tak peduli kita bisa pulang ke Tiong goan atau tidak Gieh pe boleh menikahkan kami," jawabnya.
Kim mo sau ong mengangguk, "Cio Kouw nio, bagaimana pendapatmu?" tanyanya.
Cie Jiak menundukkan kepalanya, selang beberapa saat, barulah ia menyahut. "Aku seorang perempuan sebatang kara. Aku tidak dapat mengambil keputusan sendiri dan menyerahkan segala apa kepada Loo ye cu."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Cia Sun tertawa terbahak2, "Bagus! Bagus!" katanya. "Kita bertiga menetapkan janji itu. Sekarang kamu sudah menjadi tunangan dan tak usah malu2 lagi. Bu Kie, lekas bantu, tunanganmu!" Sehabis berkata begitu, ia berlalu dengan tindakan lebar.
Sesudah ayah angkatnya pergi, Bu Kie berkata dengan suara perlahan. "Cie Jiak, apakah kau bisa mengerti perasaan hatiku yg penuh kesengsaraan?"
Si nona tersenyum, "Karena mukaku tak cantik, kau sudah mengajukan rupa2 alasan," katanya. "Andai kata aku Tio Kouwnio, mungkin sekarang juga"." Ia tidak meneruskan perkataannya dan berpaling kejurusan lain.
Dengan jantung memukul keras, Bu Kie berkata di dalam hati, "Waktu terombang ambing ditengah lautan aku pernah melamun untuk mengambil empat istri sekaligus. Tapi di dalam hati kecilku, orang yg benar2 kucintai adalah si perempuan siluman yg jahat itu. Hai! ". Cuma2 saja aku dinamakan seorang gagah". Aku masih belum bisa membedakan mana yg baik mana yg jahat."
Ketika Cie Jiak menengok lagi, ia lihat tunangannya sedang termenung. Tanpa mengatakan suat apa, ia segera berjalan pergi Bu Kie buru-buru menarik tangannya. Diluar dugaan sebab lweekangnya musnah, ditarik begitu, nona Ciu terhuyung dan jatuh di dalam pelukan Bu Kie. "Apakah seumur hidup aku harus selalu di hina kau?" tanyanya dengan suara mendongkol.
Cie jiak benar2 cantik. Ia cantik selagi tertawa dan cantik pula selagi bergusar. Sambil terus memeluk, Bu Kie berkata daengan suara lemah lembut. "Cie Jiak, kata pertama bertemu disungai Han su. Waktu itu aku sudah mencintai kau. Sungguh diluar dugaan, bahwa hari ini apa yg telah dibayang2kan olehku dapat terwujud. Waktu aku sedang bertempur melawan empat tetua Kun lun dan hwa san pay di kong beng teng, kau telah memberi petunjuk kepadaku dan menolong jiwaku, untuk pertolongan itu, aku sekarang menghaturkan banyak terima kasih."
Si nona membiarkan dirinya dipeluk.
"Hari itu aku menikam kau, apa kau tidak membenci aku?" bisiknya.
"Tidak," jawabnya "Kau tak menikam terus. Detik itu juga kutahu, bahwa kau sebenarnya mencintai aku."
Muka Cie Jiak lantas saja berubah merah. "Fui! Kalau kutahu bakal terjadi kejadian2 yg sudah terjadi, hari itu aku sudah menikam jantungmu, supaya aku tak dihina kau terus menerus," katanya.
Bu Kie tertawa, "Aku sangat mencintaimu, mana boleh aku menghina kau?" katanya.
Untuk beberapa saat, kedua orang muda yg sedang menikmati kebahagian tidka berkata2.
Akhirnya, sambil bersandar didada yg lebar, nona Ciu memecahkan kesunyian.
"Bu Kie koko," katanya. "Kalau aku membawa kesalahan kepadamu, kalau aku berdosa apakah kau akan mencaci aku, memukulku, membunuh aku?"
Bu Kie mencium leher si nona. "Wanita yg semulia kau tak mungkin berdosa," jawabnya.
"Biarpun nabi bisa membuat kesalahan sebagai manusia biasa, aku pasti tak terbebas dari segala kekhilafan."
"Kalau benar begitu, aku takkan marah. Aku hanya akan membujuk kau supaya insaf akan kekeliruan."
"Apa kau takkan berubah pikiran terhadapku" Apa kta takkan membunuh aku?"
"Cie Jiak, sudahlah! Jangan memikir yang tidak2. Mana bisa terjadi kejadian itu?"
"Baiklah!" kata Bu Kie sambil tertawa.
"Aku berjanji takkan berubah pikiran, tak akan membunuh kau."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Cie Jiak menatap wajah Bu Kie, "Aku tak mau kau memberi janji sambil tertawa-tawa," katanya. "Aku menuntut kau bersungguh."
"E-eh!... Ada apa yg masuk kedalam otakmu?" tanya Bu Kie sambil tertawa geli. Tapi di dalam hati dia berkata.
"Dasar aku yg salah. Ia rupa2nya masih berkuatir, karena sikapku yg penuh kecintaan terhadap Tio Beng. Siauw Ciauw dan piauw moay." Memikir begitu, dia lantas saja berkata dengan sungguh2. "Cie Jiak, kau istriku. Kalau dahulu hatiku banyak bercabang, sekarang lain keadaannya. Aku berjanji, bahwa mulai detik ini, aku takkan berubah pikiran terhadapmu. Andai kata kau bersalah, andai kata kau berdosa, aku bahkan takkan mencaci kau."
Si nona menghela napas. "Bu Kie koko," katanya. "Kau seorang laki2 yang sejati. Kuharap dihari kemudian, kau tidak akan melupakan perkataanmu yg dikeluarkan pada malam ini." Ia menuding bulan sisir yg baru muncul "Bu Kie koko, sang rembulan menjadi saksi kita berdua."
"Benar," kat Bu Kie, "Kau benar. Sang rembulan menjadi saksi." Sambil mengawasi dewi malam itu ia berkata pula.
"Cie Jiak, selama hidup, sering sekali aku dihina orang. Sebab terlalu percaya manusia, sering sekali aku menderita. Entah berapa kali, aku tak ingat lagi. Hanialah pada waktu berada di Peng hwee to bersama ayah, ibu dan Giehce, aku terbebas dari segala kelicikan manusia rendah. Waktu aku baru tiba di Tiong goa, seorang pengemis sedang bermain main dengan seekor ular, telah menipu aku. Dia membujuk supaya aku melongok kedalam karungnya untuk melihat ularnya dan tiba2 ia menangkrup dengan karungnya itu. Lihatlah sekarang. Kita datang di pulau ini dnegna sama sama menderita. Siapa nyana pada malam pertama, Tio Kouwnio telah menaruh racun dimakanan kita dan kabur dengan perahu yg satu2nya?"
Si nona tersenyum. "Sudahlah," katanya, "Menyesalpun tiada gunanya."
Tiba2 gelombang rasa bahagia bergolak golak dalam dada Bu Kie. "Cie Jiak," bisiknya. "Kau adalah manusia yg berada paling dekat denganku. Kau selalu memperlakukan aku dengan penuh kecintaan.
Dihari kemudian, sesudah kita pulang dari Tiong goan, kau dapat membantu aku untuk berjaga jaga terhadap manusia2 rendah. Dengan bantuanmu, aku boleh tak usah mengalami lebih banyak penderitaan lagi."
Si nona menggelengkan kepalanya, "Aku seorang yg tak punya guna," katanya.
"Aku kalah jauh daripada Tio Kouwnio, bahkan masih kalah dari Siauw Ciauw kouwnio. Apa kau tahu, bahwa istrimu seorang bodoh?"
Demikianlah, sambil berduduk dipinggir pantai kedua tunangan ini beromong kosong sampai larut malam.
Pada keesokan harinya Bu Kie mulai membantu Cie Jiak dengan Kioe yang Sin kang. Ia merasa girang bahwa tunangannya segera mendapat kemajuan. Mungkin sekali, sebab tidak banyak makan, Cie Jiak hanya menelan sedikit racun.
Tapi diluar dugaan, pada hari ketujuh di dalam tubuh si nona muncul semacam hawa yang amat dingin, yg melawan hawa Kioe yang sin kang. Dengan seantero tenaganya, Cie Jiak coba menekan hawa dingin itu, tapi ia tetap tak dapat memasukkan Kioe yang Sin Kang kedalam badannya. Bu Kie kaget dan segera menanyakan pendapat ayah angkatnya.
Sesudah memikir beberapa saat, Cia Sun berkata, "Akupun tidak mengerti. Mngkin sekali karena pemimpin Go Bie pay seorang wanita, maka tenaga dalam mereka bersifat Im Jioe (dingin lembek)."
Bu Kie manggut2kan kepalanya.
Untung jg lweekang Cie Jiak berada disebelah bawah lweekang Bu Kie. Maka itu dalam memasukkan sin kang kedalam tubuh si nona, pemuda itu dapat menindih hawa yg sangat dingin itu. Tapi dengan demikian ia harus mengeluarkan lebih banyak tenaga daripada waktu membantu ayah angkatnya. Ia merasa bahwa Im Kim (tenaga dingin) dari tunangannya memang belum kuat. Tapi sebagai ahli, ia tahu, bahwa dihari kemudian, kalau Cie Jiak sudah mencapai tingkat yg tinggi, ia kaan memperoleh lwee kang yg dahsyat luar biasa. Tanpa terasa ia memuji, "Cie Jiak, gurumu, Biat Coat Suthay, memang seorang
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
tokoh jarang tandingan. Ia telah mewariskan lweekang yg sangat tinggi kepadamu. Apabila kau terus berlatih menurut ajaran itu, dikemudian hari tenaga dalammu akan bisa berendeng dengan Kioe yang sin kaing yg dimiliki olehku."
"Justru!" kata si nona sambil tertawa.
"Mana bisa ilmu GO bie pay merendengi Kioe Yang Sin Kang dan Kian Kun Tay Lo Ie dari Toa Kauw Cu (Kauwcu besar)?"
"Cie Jiak, aku tidak bicara main-main," kata pula Bu Kie dengan paras sungguh2.
"Bakatmu sangat baik, mungkin sekali, di dalam jurus2 ilmu silat, kau tidak dapat memahami telalu banyak. Tapi dalam lweekang kau sudah mempunya dasar yg sangat baik. Tay suhu sering mengatakan, bahwa pada tingkat tertinggi ilmu silat yg berhubungan erat dengan sifat seorang manusia yg mempelajarinya. Seorang yg berotak cerdas belum tentu bisa naik sampai dipuncak tertinggi. Sepanjang ceritga ayah, Kwee liehiap pendiri Go Bie pay, yaitu Kwee tayhiap adalah seorang yg berotak tumpul.
Akan tetapi semenjak dahulu sampai sekarang, ilmu silat yg dimiliki Kwee tayhiap mungkin belum ada tandingannya. Tay suhu mengatakan bahwa ia sendiri belum bisa merendengi lwee kang Kwee tayhiap.
Cie Jiak, aku bersungguh2. pelajaran lwee kang Go bie pay agaknya masih lebih tinggi dari Bu tong pay.
Menurut penglihatanku dihari nanti, kalau kau sudah berhasil, kau bisa berada disebelah atas gurumu sendiri."
Si nona mengawasi tunangannya. "Ah! Kau hanya ingin mengambil hatiku," katanya seraya tersenyum. "Aku sudah merasa sangat puas, apabila aku bisa memperoleh sepersepuluh dari kepandaian Sian su. Aku akan segera berterima kasih, jika kau sudah mengajarku dalam ilmu Kioe yang Sin Kang Kian Kun tay lo Ie."
Bu Kie tidak menjawab ia megerutkan alisnya.
Si nona tertawa, "Apa aku belum cukup berderajat untuk menjadi murid Tao Kauwcu?" tanyanya.
"Bukan begitu! Aku merasa bahwa lweekang mu berbeda dari lweekang ku. Bukan saja berbeda, bahkan bertentangan satu sama lain. Kalau aku mengajar kau akan menghadapi suatu yg amat sukar dan sangat berbahaya. Bukan aku tak sudi."
"Kalau kau tak sudi mengajar, sudahlah! Perlu apa rewel2" Dalam belajar ilmu silat, paling banyak tidak berhasil. Mana bisa jadi berbahaya?"
"Kau salah! Kau salah menerka. Kioe yang Sin kang adalah lweekang yg bersifat Yang Kong (panas keras) sedang lweekang Go bie pay bersifat Im jioe (dingin lembek). Apabila kau melatih diri dalam ilmu Kioe yang Sin kang, maka Im dan Yang akan bercampur menjadi satu. Hanialah orang2 yg memiliki kepandaian sangat tinggi, misalnya Tay suhu, yg bisa mempersatukan "air" dan "api" bercampur "keras"
dengan "lembek". Salah sedikit saja ilmu itu akan membakar, orang yg berlatih seperti golok makan tuan.
Hm". Cie Jiak, nanti manakala lweekangmu sudah mencapai tingkat yg tinggi, kau boleh mempelajari Sim hoat dari Kian kun Tay lo ie."
Si nona tertawa geli, "Aku hanya berguyon," katanya. "Mulai dari sekarang aku tak akan berpisah lagi dengan kau, sehingga tak ada perbedaan apa itu ilmu silatku atau ilmu silatmu. Aku manusia yg malas.
Kioe yang Sin kang bukan ilmu yg gampang. Maka ia biarpun dipaksa, belum tentu aku mau mempelajarinya." Mendengar kata2 yg manis itu, Bu Kie merasa girang sekali.
Dalam suasana bahagia, tanpa merasa mereka sudah berdiam di pulau itu selama beberapa bulan. Cie Jiak merasa seantero tenaganya sudah pulih kembali. Mungkin sekali semua racun sudah terusir.
Sesudah musim dingin lewat, tibalah musim semi yg indah. Pada suatu hari, Bu Kie memeting beberapa ranting tho yg penuh bunga disebelah timur pulau. Dengan rasa terharu, ia menancapkan ranting2 di depan kuburan In Lee. Ia ingat bahwa saudari sepupu itu bernasib malang. Mungkin sekali, sehari pun nona itu belum pernah mencicipi rasa beruntung. Ia berdiri terpaku dan didepan matanya terbayang pula kejadian2 pada masa yg lampau.
Mendadak, ia disadarkan oleh suara burung2 laut. Ia menengadah dan tiba2 saja ia melihat layar di tempat jauh dan kendaraan air itu sedang mendatangi kearah pulau. Itulah kejadian yg tak diduga2.
Hatinya meluap dengan kegirangan. Ia melompat dan berteriak sambil berlari2. "Gie hu! Cie Jiak! Kapal!
Ada kapal!" Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Cia Sun dan Cie Jiak lantas saja menghampiri. "Bu Kie koko," kata si nona dengan suara gemetar,
"Bagaimana bisa ada kapal datang kesini?"
"Akupun tak mengerti" jawabnya. "Apa kabal bajak?"
Setengah jam kemudia, kapal layar itu sudah membuang sauh di luar pulau. Sebuah perahu kecil menghampiri pulau. Cia Sun bertiga berdiri di pesisir untuk menyambut. Segera juga mereka mendapat kenyataan, bahwa orang2 di perahu itu semua mengenakan seragam angkatan laut Mongol.
Jantung Bu Kie memukul keras. "Apa Tio Kouwnio berubah pikiran dan datang lagi kesini?" tanyanya di dalam hati. Ia melirih Cie Jiak yang ternyata sedang mengerutkan alis. Rupa2 nya tunangan itupun mempunyai dugaan yg sama.
Tak lama kemudia perahu itu menepi. Lima orang anak buah mendarat. Pemimpinnya seorang perwira, menghampiri Bu Kie dan bertanya sambil membungkuk, "Apa tuan Thio Bu Kie, Thio Kongcu?"
"Benar," jawabnya. "Siapa tuan?"
Mendengar jawaban itu, ia kelihatan girang sekali, "Namun Siauw jin yg rendah, Pas Tai," sahutnya.
"Siauwjin merasa sangat beruntun, bahwa hari ini kami bisa menemukan Kongcu. Siauwjin menerima perintah untuk menyambut Thio Kongcu dan Cia Tayhiap pulang ke Tionggoan," ia tidak menyebut nama Cie Jiak.
Bu Kie menyoja, "Dari tempat jauh tuan datang kesini dan kami merasa sangat berterima kasih,"
katanya. "Tapi apa kau boleh mendapat tahu, siapa yg memerintahkan tuan?"
"Siauw jin adalah orang sebawahan Teetok angkatan laut, Taiwa Che lu, yang menjaga propinsi Hiok kian," jawabnya. "Atas perintah Pol tua, Ciang Kun (jendral), siauwjin datang kesini untuk menyambut Kongcu dan Cia Tayhiap Pol tua Ciang kun telah mengirimkan delapan buah kapal yg coba mencari kalian diperairan sepanjang propinsi Hok Kian, Ciat kang dan kwitang. Atas berkat Thian, siauw jin lah yg memperoleh pahala ini." Dari keterang itu dapat ditarik kesimpulan, bahwa orang yg berhasil mencari Bu Kie akan mendapat hadiah besar.
Bu Kie belum pernah mendengar nama pembesar2 Mongol itu dan ia tahu bahwa semua perintah dikeluarkan atas titah Beng Beng kungcu. "Apa kau tahu, mengapa kau diperintah untuk menyambut kami?" tanyanya.
"Pol tua Ciang kun mengatakan, bahwa Thio Kongcu adalah seorang bangsawan berkedudukan tinggi dan juga seorang gagah kenamaan pada jaman ini," jawabnya. "Beliau memesan, bahwa andaikata siauwjin berhasil menemukan Kongcu, siauw jin harus melayani sebaik mungkin. Tentang mengapa siauwjin diperintah menyambut kongcu, siauwjin sendiri sebagai seorang berpangkat rendah, tidak mengetahui."
"Apa ini maunya Beng beng kongcu?" sela Cie Jiak.
Pas tai kelihatan terkejut, "Beng beng kongcu?" ia menegas. "Siauwjin tak punya rejeki begitu besar untuk menemui beliau."
"Apa artinya perkataan "rejeki" itu?" tanya pula si nona.
"Beng beng kungcu adalah wanita Mongol yg tercantik," sahutnya. "Tidak!... bukan begitu saja.
Beliau adalah wanita tercantik diseluruh dunia, seorang yg bun bu coan cay (paham ilmu surat dan ilmu perang). Beliau adalah putra yg tercinta dari Jie Lam ong Ong ya. Siauwjin belum punya rejeki untuk melihat muka emasnya."
Cie Jiak mengeluarkan suara dihidung, tapi dia tidak menanya lagi.
"Gie hu, apa kita boleh turut merek?" tanya Bu Kie.
"Sesudah mengambil barang2 kita disana, kita boleh lantas naik kapal," jawabnya. "Tuan tunggu saja disini."
"Biar Siauwjin dan anak buah kami yang mengangkut perbekalan kalian," kata Pas Tai.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Cia Sun tertawa, "Perbekalan apa" Beberapa potong barang kita tidak dapat dinamakan perbekalan.
Kami tidak berani menerima tawaran tuan," katanya.
Seraya berkata begitu, ia berlalu sambil menuntun tangan Bu Kie dan Cie Jiak. Setibanya dibelakang gunung, ia berhenti dan berkata, "Secara mendadak Tio Beng mengirim kapal. Di balik tindakan ini pasti bersembunyi tipu keji. Bagaimana kita harus menghadapinya?"
"Gie hu, apa kau rasa" Tio Beng" berada di kapal itu?" tanya Bu Kie.
"Entahlah," jawabnya. "Bagus sungguh kalau benar perempuan siluman itu berada dikapal. Kita hanya harus berhati2 dalam makanan."
Cia Sun manggut2kan kepalanya.
"Menurut taksiranku, Tio Beng tidak ikut serta," katanya pula. "Menurut ia ingin menulad tindakan orang Persia. Ia memancing kita kekapal dan setelah kapal berada ditengah lautan, pasukan laut Mongol akan mengurung dan menenggelamkan kapal yg ditumpangi kita."
Bu Kie mengeluarkan keringat dingin.
"Tapi.. apa benar dia begitu busuk?" tanyanya dengan suara gemetar. "Dia sudah tinggalkan kita di pulau ini yang akan menjadi kuburan kita. Apa itu masih belum cukup" Pada hakekatnya kita bertiga belum pernah berdosa besar terhadapnya."
Cia Sun tertawa dingin, "Kau sudah melepaskan anggota2 enam partai dari Ban hoat sie," katanya.
"Apa kau kira dia tidak sakit hati" Bagi peremouan siluman itu, perempuan siluman meninggalkan kita di pulau ini memang tak cukup sebab kita masih bisa pulang ke Tiong goan. Menghilangnya kau sudah pasti akan menggemparkan semua anggota Beng kauw. Mereka pasti akan berusaha untuk mencari kau. Dalam usaha ini, mungkin sekali mereka akan mencari sampai disini. Maka itu, jalan yg paling baik bagi si perempuan siluman adalah membinasakan kita dengan mengirim kita kedasar laut."
"Tapi Gie hu," kata si anak dengan suara sangsi, "Kalau mereka menenggelamkan kapal yang ditumpangi kita dengan tembakan meriam, bukankah Pas Tai dan lain2 anak buah kapal bakal turut binasa?"
Cia Sun tertawa terbahak2. Sesudah itu ia pun menghela napas berulang2. "Anak Bu Kie! Pikiranmu terlalu sederhana," katanya. "Apa kau rasa orang2 yg seperti dia menghiraukan matinya beberapa manusia" Kalau kaisar Mongol lembek seperti kau, mana bisa dia menyapu musuh2nya?"
Bu Kie tertegun. Selang beberapa saat baru lah ia berkata dengan suara perlahan. "Gie hu, kau benar."
"Gie hu, apakah yang harus kita perbuat?" tanya Cie Jiak.
"Bagaimana pikiranmu. Apa kau mempunya daya yg baik?" Cia Sun balas menanya.
"Kalau begitu, kita jangan mengikuti mereka. Katakan saja bahwa kita berubah pikiran dan sekarang tak mau pulang ke Tiong goan."
"Ha, ha,ha! Pikiran itu adalah pikiran tolol dari seorang gadis yg tolol pula. Kalau kita menolak, apa mereka mau mengerti" Andaikata kita membinasakan semua anak buah kapal itu, si perempuan siluman masih bisa mengirim lain2 kapal. Disamping itu, di Tionggoan masih banyak urusan yg harus diurus oleh Bu Kie. Ia tidak boleh mati konyol disini."
Paras si noan lantas saja berubah merah. "Benar," katanya dengan perlahan. "Sebaiknya kita menyerahkan saja segala apa kepada Gie Hu."
Cia Sun manggut2kan kepalanya. Setelah mengasah otak beberapa laam ia lalu bicara bisik2 dikuping kedua orang muda itu yg lantas saja mengangguk dengan paras muka girang.
Mereka lalu mengangkut semua bahan makanan keperahu kecil dan sesudah itu, Bu Kie menengok kekuburan In Lee untuk penghabisan kali dan berpamitan dengan mengucurkan air mata.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Setibanya di kapal, Bu Kie lalu memeriksa seluruh kapal. Benar saja Tio Beng tidak berada di situ.
Iapun mendapati kenyataan, bahwa di antara anak buah tidak terdapat orang yang berkepandaian tinggi.
Mereka semua adalah pelaut-pelaut biasa dari angkatan perang Mongol.
Sesudah mengangkat sauh dan menaikkan layer, kapal itu mulai berlayar. Baru berlayar beberapa puluh tomabk, Bu Kie segera bertindak dengan cepat sesuai dengan tipu yang ditetapkan Cia Sun. Tiba-tiba dengan kecepatan kilat, tangan kirinya mencekal tangan kanannya mencabut golok perwira itu, yang lalu ditandal di lehernya.
"Dengarlah perintah aku!" bentaknya.
"Suruh juru mudi jalankan kapal ke arah timur!"
Pas-tai kaget bercampur takut. "Thio"Thio Kong-cu?" katanya dengan suara gemetar,
"Siauwjin"Siauwjin."
"Turut perintahku!" bentak pula Bu Kie. "Kalau kau tidak menurut, kubacok batok kepalamu!"
"Baik"baik?" jawabnya.
Haluan kapal segera diputar ke timur.
Setelah itu, Bu Kie berkata dengan suara nyaring. "Kamu semua dengarlah! Aku sudah tahu bahwa kamu ingin mencelakai kami. Lebih baik kamu mengaku. Kalau kamu berdusta, kucabut nyawamu semua!" Seraya berkata begitu, ia menepuk pinggiran kapal dengan telapak tangan. Potongan-potongan kayu beterbangan dna bagian-bagian yang ditepuk somplak. Melihat begitu, semua anak buah ketakutan setengah mati.
"Thio Kongcu, kau bersabarlah dulu." Kata Pas-tai dengan meringis. "Dengan sebenar-benarnya, siauwjin hanya menerima perintah dari atasan untuk mencari Kongcu dan Cia Tayhiap dan mengajak kalian pulang ke Tionggoan. Siauwjin hanya berharap bahwa sesudah menunaikan tugas itu, siauwjin akan mendapat sedikit hadiah. Inilah pengakuan yang setulus-tulusnya. Kami semua tidak mempunyai niat jahat."
Mendengar nada suara yang bersungguh-sungguh, Bu Kie yakin bahwa dia tidak berdusta. Ia segera melepaskan cekalannya dan berjalan ke kepala kapal. Kedua tangannya menjumput dua buah sauh yang terbuat dari besi. "Hei! Lihatlah!" serunya. Dengan sekali menggerakkan tangan, kedua sauh yang beratnya beberapa ratus kati lantas saja terbang ke atas.
"Aduh"!" semua anak buah kapal mengeluarkan suara tertahan.
Waktu kedua sauh itu jatuh, Bu Kie mendorongnya dengan menggunakan Kian-kun Tay lo ie, sehingga mereka terbang lagi ke atas. Setelah mengulangi pertunjukkan itu tiga kali beruntun, barulah ia menyambutnya dan kemudian menaruhnya di kepala kapal.
Sebagai bangsa yang sudah menaklukkan negeri-negeri dengan kegagahan, bangsa Mongol sangat mengagumi kegagahan. Melihat kepandaian Bu Kie, tanpa terasa mereka kagum. "Kegagahan Thio Kongcu bagaikan malaikat," kata Pas-tai. "Hari ini mata Siauwjin mendapat kehormatan untuk sesuatu yang luar biasa."
Demikianlah, dnegan memperlihatkan kepandaian itu, Bu Kie berhasil menaklukkan anak buah kapal.
Kapal terus menuju ke arah timur dan masuk ke samudra. Selama tiga hari ia tak melihat lain kecuali air yang menyambung dengan langit. Menurut perhitungan Cia Sun kapal-kapal meriam yang dikirim Tio Beng hanya berkeliaran di sepanjang pantai Hok-kian dan Kwi-tang. Sekarang kapal yang ditumpanginya sudah berada di samudra dan takkan bertemu dengan kapal-kapal itu. Maka itu, pada hari kelima ia lalu memerintahkan supaya kapal memutar haluan lagi dan berlayar menuju ke arah utara. Berselang dua puluh hari lebih mereka masuk di wilayah pak hay (Lautan Utara). Cia Sun tersenyum sendirian. Biarpun pintar, Tio Beng takkan bisa menebak di mana adanya kapal itu. Dari pak hay, juru mudi diperintah lagi untuk memutar haluan ke arah barat, dengan tujuan Tiong-goan. Selama kurang lebih sebulan, Cia Sun bertiga hanya makan makanan yang dibawa mereka atau ikan yang ditangkap dari lautan. Mereka tak berani makan makanan kapal.
Pada suatu lohor, sayup-sayup mereka lihat bayangan daratan. Sesudah berada di lautan dalam waktu lama, tentara Mongol girang dan ia bersorak sorai. Di waktu magrib, kapal sudah berlabuh di pinggir
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
pantai. Daerah pantai memang satu-satunya daerah yang merupakan gunung dan airnya dalam, sehingga kapal bisa menepi sampai menempel dengan daratan. "Bu Kie," kata Cia Sun, "Coba kau selidiki di mana kita sekarang berada." Bu Kie mengiyakan dan lantas melompat ke daratan.
Apa yang ditemui Bu Kie hanialah hutan. Salju baru saja melumer dan jalanan sangat licin. Makin jauh ia maju, makin besar pohon-pohon yang ditemuinya. Ia memanjat sebuah pohon yang tinggi dan memandang ke sekitarnya. Ia ternyata berada di tengah-tengah sebuah hutan yang sangat besar.
Sedikitpun tidak terdapat tanda-tanda bahwa di hutan itu ada musuhnya.
Ia segera turun dari pohon dan mengambil keputusan untuk kembali ke kapal guna berdamai dengan ayah angkatnya. Sebelum tiba, tiba-tiba ia mendengar suara teriakan yang menyayat hati. Ia terkesiap dan berlari-lari dengan menggunakan ilmu meringankan badan. Setibanya di kapal, ia melihat mayat-mayat yang menggeletak di kapal, antaranya mayat pas-tai sendiri. Ia girang karena ayah angkatnya dan tunangannya tak kurang suatu apa. Mereka berdiri dengan tenang di kepala kapal dan di situ tidak terdapat manusia lain.
"Giehu! Cie Jiak!" serunya. "Ke mana perginya musuh?"
"Musuh apa?" Cia Sun balas bertanya.
"Apa kau bertemu dengan musuh?"
"Tidak. Tapi tentara Mongol ini?"
"Dibunuh olehku dan Cie Jiak!"
Bu Kie terkesiap, "Tak disangka, begitu tiba di Tiong-goan, mereka mencoba mencelakai kita," katanya.
"Tidak, mereka tak mencoba mencelakai kita. Aku membunuh mereka untuk menutup mulutnya.


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesudah mereka mati, Tio Beng tak akan tahu bahwa kita sudah kembali ke Tiong-goan. Mulai dari sekarang, dia berada di tempat terang dan kita di tempat gelap, sehingga usaha untuk membalaskan sakit hati akan lebih gampang tercapai."
Bu Kie tertegun. Ia tak dapat mengeluarkan sepatah kata dan hanya menatap wajah ayah angkatnya dengan mata membelalak.
"Apa" Kau anggap aku terlalu kejam?" tanya Cia Sun. "Tentara Tat cu adalah musuh-musuh kita. Apa kau mau memperlakukan mereka dengan menggunakan hati Po sat (balas kasih)?"
Bu Kie membungkam terus. Di dalam hati, ia berduka. Orang-orang itu tidak berdosa dan sikap mereka sangat baik. Biarpun musuh, ia merasa tak tega untuk membunuh mereka.
Melihat paras muka anak angkat Cia Su berkata, "Bu Kie, kau harus bisa mengeraskan hati. Terhadap musuh, kalau kita tidak turun tangan lebih dulu, kitalah yang menjadi korban. Tio Beng sangat jahat.
Terhadap manusia begitu, kita harus menghadapinya dengan tindakan yang tegas, tanpa sungkan-sungkan lagi."
Bu Kie tidak berani membantah perkataan ayah angkatnya. Ia mengangguk dan berkata dengan suara parau, "Giehu benar."
"Bu Kie, bakarlah kapal ini," perintah Cia Sun. "Cie Jiak, geledah saku-saku semua mayat. Ambil semua barang yang berharga. Ambil tiga senjata yang paling baik untuk kita."
Perintah itu segera dijalankan. Semua mayat terbakar bersama kapal yang kemudian tenggelam di laut.
Dengan demikian, kembalinya Cia Sun bertiga tidak meninggalkan tanda apapun juga. Diam-diam Bu Kie merasa kagum terhadap ayah angkatnya. Walaupun kejam, ayah angkat itu adalah seorang Kang ouw yang berpengalaman.
Malam itu mereka tidur di pinggir laut dan pada keesokan paginya meneruskan perjalanan ke selatan.
Pada hari kedua sesudah melintasi hutan, mereka bertemu dengan tujuh orang yang mencari obat-obatan sejenis "som". Ternyata mereka sekarang berada di daerah yang berdekatan dengan gunung Tiang pek san.
Sesudah berpisah dengan ketujuh orang itu, Cie Jiak bertanya, "Giehu, apa kita tak perlu bunuh orang-orang itu?"
"Cie Jiak, tutup mulutmu!" bentak Bu Kie, "Mereka tak tahu siapa kita. Apa kau mau bunuh semua manusia yang kita temui?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Paras muka si nona berubah merah. Semenjak bertemu, Bu Kie belum pernah mengeluarkan kata-kata begitu keras terhadapnya.
"Kalau ikut kata hatiku, aku memang ingin bunuh mereka," kata Cia Sun, "Tapi Kauwcu kita tidak mau membunuh lebih banyak manusia. Sekarang kita harus menukar pakaian dan menyamar supaya tidak dikenali orang."
Sesudah berjalan dua hari, mereka bertemu dengna sebuah rumah petani. Bu Kie mengeluarkan perak dan minta beli pakaian. Tapi petani itu sangat miskin dan hanya mempunyai selembar baju kulit kambing yang bisa dijual. Sesudah mereka mengunjungi kira-kira tujuh delapan rumah, barulah Bu Kie berhasil membeli tiga perangkat pakaian tua yang kusam. Cie Jiak yang biasa dengan kebersihan hampir-hampir muntah waktu mengendus bau tak enak dari pakaian itu. Tapi Cia Sun merasa girang. Sesudah mengenakan pakaian-pakaian itu dan memoles muka mereka dengan Lumpur, mereka kelihatannya seperti pengemis Lieon tong. Bu Kie yakin bahwa biarpun berhadapan, Tio Beng tak akan bisa mengenalinya.
Mereka terus berjalan ke arah selatan. Pada suatu hari, mereka tiba di sebuah kota yang harus dilewati jika orang mau masuk ke Kwan-lwee. Cia Sun bertiga pergi ke sebuah rumah makan yang paling besar.
Bu Kie mengeluarkan sepotong perak yang beratnya sepuluh tail dan berkata kepada pengurus restoran,
"Kau pegang ini. Sesudah kami selesai makan, hitunglah." Ia memberi uang lebih dulu sebab kuatir ditolak karena pakaian mereka compang-camping.
Tapi sambutannya sangat luar biasa. Pengurus itu bangun berdiri dan dengan sikap hormat memulangkan uang. "Kami sudah merasa beruntung bahwa kalian sudi mampir di rumah makan kami yang kecil ini. Apa artinya semangkok dua mangkok sayur" Kali ini biarlah kami yang menjamu kalian."
Bu Kie merasa sangat heran. Sesudah mengambil tempat duduk ia berbisik kepada Cie Jiak, "Aku heran. Mengapa dia tak mau menerima uang" Apa penyamaran kita tidak sempurna dan dikenali orang?"
Cie Jiak mengawasi Cia Sun dan Bu Kie, tidak, penyamaran mereka dapat dikatakan tidak ada cacatnya.
"Nada suara pengurus itu nada ketakutan," kata Cia Sun, "Kita harus berhati-hati."
Tiba-tiba di bawah tangga loteng terdengar suara langkah kaki ramai-ramai dan tujuh orang naik ke atas, mereka semua pengemis! Lagak pengemis-pengemis itu sangat keren da mereka duduk seperti tuan-tuan besar. Pelayan menyambut dengan sikap sangat hormat dan memanggil mereka dengan istilah "ya"
(padaku tuan), seolah-olah mereka orang-orang berpangkat tinggi.
Bu Kie segera saja mengetahui bahwa mereka itu murid-murid Kay pang yang berkedudukan agak tinggi, sebab mereka membawa lima atau enam lembar karung. Beberapa saat kemudian datang lagi lima enam pengemis, disusul dengan rombongan-rombongan lain sehingga jumlah mereka melebihi tiga puluh orang. Diantara mereka terdapat tiga orang yang membawa tujuh lembar karung.
Pendekar Pedang Dari Bu Tong 2 Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Pedang Asmara 6

Cari Blog Ini