Lembah Nirmala Karya Khu Lung Bagian 15
sesungguhnya tak pernah terjalin perselisihan apa-apa mengapa kau justru selalu merusak dan
mengacaukan transaksiku" Apakah kau bermaksud membalas dendam ataukah merasa iri dengan
cara kerjaku ini......."
"Kau tak usah mengaco belo" teriak Kim Thi sia amat mendongkol. "Terus terang saja aku
bilang, aku merasa tak terbiasa menyaksikan ulah serta tingkah lakumu itu."
"Hanya dikarenakan alasan ini?" si unta sama sekali tidak mendongkol, setelah tertawa aneh
lanjutnya: "Kau merasa tak terbiasa dengan ulah dan tingkah lakuku" Hmmm.......lantas bagaimana pula
dengan sekian banyak manusia didunia ini yang tak senang dengan tingkah lakuku" Apakah
merekapun berbuat yang sama denganmu, selalu memusuhi diriku?"
"Maknya" umpat Kim Thi sia gusar. "Hey tua bangka jelek. Sebetulnya aku yang datang
mencarimu ataulah kau yang datang mencariku?"
"Hmmmm, Lu Ci sidungu itu betul-betul goblok dan bebal otaknya, dia selalu mencari urusan
denganku. Kalau tidak diberi sedikit ganjaran hal ini mana boleh jadi" Apalagi apa sih salahnya
kalau kau memberi sedikit ongkos jalan kepadanya" Bukankah sinona cantik itu banyak uang" Kau
adalah gondaknya, sudah pasti kaupun tak akan miskin membagi sedikit uang kepadaku rasanya
juga merupakan perbuatan amal, siapa tahu kau lebih pelit daripada seekor anjing."
"Tua bangka celaka, jika kau berani mengaco belo lagi, toaya akan segera beradujiwa
denganmu." Kemudian dengan amat gusar dia mengeluarkan tiga tahil perak tadi dari sakunya dan
dibanting keatas tanah sambil berkata lebih jauh:
"Kau jangan menganggap aku terpesona oleh uangnya. Coba kau lihat, hanya inilah harta
kekayaanku, bila kau menganggap uang melebihi nyawamu, ambillah. Tetapi jangan mencoba
mencemooh diriku lagi dengan kata-kata yang tidak senonoh. Kalau tidak. jangan salahkan bila
aku berbuat nekad." Dengan sikap yang amat hambar siunta menarik kembali pandangan matanya dari atas uang
tersebut, katanya: "oooh, tak kusangka kau sibocah kunyuk masih punya semangat kelakian, maaf......maaf......"
sembari berkata dia segera melepaskan kaki sebelahnya dari sepatu, lalu menjepit uang perak
tadi dengan kelima jari kakinya setelah itu baru dia ambil dan dimasukkan kedalam saku.
"Hey tua keparat" Kim Thi sia segera berseru nyaring. "Sekarang aku sudah terjatuh
ketanganmu, apa yang hendak kau perbuat cepat katakan, bila terlambat hingga saudara Lu
datang kemari, kau pasti akan dikuliti olehnya........"
si unta sebera mendengus dingin.
"Lu Ci tak akan tahan menghadapi seujung jariku, kau tak usah menggunakan namanya untuk
mengertak orang" Kemudian setelah meludah, dengan nada memeras dia berkata:
"Setiap orang tahu kalau belakangan ini Kim Thi sia sedang ketimpa nasib mujur, terutama
setelah kusaksikan dengan mata kepala sendiri Kau tidak usah menyangkal lagi, aku tahu sigadis
cantik itu begitu terpesona kepadamu sehingga rela berkorban bagimu. sekarang kau sudah
terjatuh ketanganku, bila kau tidak menjumpainya lagi maka dia pasti sangat gelisah. Nah
manfaatkan kesempatan yang sangat baik ini aku harus mengaduk untung sebesar-besarnya. Kau
tahu aku sudah hidup miskin separuh hidupku, maka aku selalu berusaha untuk memperbaiki
nasibku ini......" Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Aku rasa, apa yang menjadi maksud hatiku sudah cukup jelas bukan?"
sambil menunjukkan kelima jari tangannya dia berkata lagi:
"Nah bocah kunyuk. kau tentu jelas bukan berapa angka ini" Ya, aku hanya membutuhkan lima
ratus tahil perak." "Tua bangka celaka, kau hendak memeras?" teriak Kim Thi sia teramat gusar. siunta segera
tertawa terkekeh-kekeh. "Haaaaah.......haaaaah.......haaaaah...... saudaraku, kenapa sih menggunakan istilah yang
begitu tak sedap" Sesungguhnya aku cuma minta ongkos penebusan, kalau dulu ongkos
pertolongan belum kau bayar aku masih bisa memaklumi, karena kejadian itu hanya kebetulanApalagi kaupun berhasil meloloskan diri sendiri dari bahaya, tapi kali ini kau mesti membayar
ongkos penebusan. Hmmmm...... mataku sudah kupentang lebar-lebar. Aku seperti melihat
kegelisahan dari sinona cantik yang tak melihat kekasihnya kembali kesamping tubuhnya.........."
Tiba-tiba saja Kim Thi sia berhasil menenangkan kembali pikirannya, dia mendengus dingin.
"Tua bangka busuk. Perhitunganmu kali ini kelewat bagus, tapi sayang aku sudah bentrokan
dengan gadis itu. Dia bahkan bersorak gembira jika mengetahui kesulitanku sekarang."
"Sungguh?" teriak siunta sambil membelalakkan matanya lebar-lebar. "Kau benar-benar sudah
bentrok dengannya..... kau benar-benar sudah bentrok dengannya......"
Kim Thi sia tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah.....haaaah......haaaah.....siunta yang kalah bukan aku, melainkan kau sendiri."
"Tak mungkin" ucap si unta meyakinkan- "Bila sinona cantik itu menerima pemberitahuanku,
kujamin dia pasti tak akan tenang dan tergesa-gesa akan datang kemari. Bila kau tak percaya mari
kita bertaruh. Heeeeh....heeeeh......bertaruh seratus tahil perak saja, jadi kalau dijumlahkan
semuanya, jadi enam ratus tahil heeeeh.....heeeeh......"
Kim Thi sia paling benci dengan sikap tamak dan mata duitan dari orang ini. Ucapan tersebut
kontan saja menggusarkan hatinya, tanpa banyak berbicara dia memutar telapak tangannya dan
melepaskan sebuah pukulan dahsyat kearah depan.
Reaksi dari siunta ternyata cukup cepat baru saja dia menggerakkan tubuhnya, jari tangannya
yang mencengkeram diatas jalan darah telah ditambahi dtngan tenaga sebesar dua bagian.
seketika itu juga Kim Thi sia merasakan punggungnya kesemutan, segenap kekuatan tubuh
nyapun punah tak berbekas. sambil tertawa terkekeh-kekeh siunta segera berkata:
"Hey bocah keparat, sekarang kau sudahjutuh ketanganku, buat apa sih bersikap segarang
itu?" Dengan penuh kebencian Kim Thi sia berseru:
"seorang lelaki sejati dapat menyesuaikan keadaan. Hari ini anggap saja nasibku lagi sial hingga
terjatuh ketanganmu, tapi lihat saja nanti bila suatu ketika kaupun terjatuh ketanganku.Jangan
harap kau bisa melewati masa tersebut dengan gembira."
" Lebih baik persoalan seperti itu dibicarakan dikemudian hari saja" tukas siunta tak senang
hati. "sekarang mari kita berbicara tentang masalah pokok. Kau harus tahu bahwa aku siunta
bukan manusia yang sama sekali tak berperasaan, terutama sekali terhadap orang yang berjodoh
denganku. Begitu saja kunyuk cilik. Transaksi yang terjadi kali ini merupakan untuk pertama
kalinya. Akupun merasa rikuh untuk mengajukan permintaan kelewat tinggi. setelah melalui
pemikiran dan pembahasan yang serius, aku pikir biarlah ongkos tebusanmu kukurangi seratus
tahil perak lagi. Nah sobat karib, tentunya kabar ini merupakan kabar baik bukan?"
"Percuma kalau cuma minta uang tebusan kuanjurkan kepadamu, lebih baik jual saja diriku.
Coba kita lihat aku laku berapa tahil perak?"
"sahabat, kau memang sangat pintar" seru siunta tertawa. "Baiklah aku akan menurut
kehendakmu itu dengan menawarkan dirimu kepada sinona cantik itu tolong tanya dia berada
dimana sekarang?" "Tua bangka celaka, kuperingatkan kepadamu agar tidak menjumpai dirinya, aku tak sudi
bertemu dengannya lagi. Bila kau bermaksud memancingnya kemari karena uang, mulai sekarang
jangan salahkan bila kupandang dirimu sebagai musuh besar."
"ooooh tentu saja, tentu saja" kata siunta sambil tertawa licik. "selama ini aku selalu berdagang
atas dasar kesempatan kedua belah pihak. kalau toh kau enggan bersua dengannya, akan
kuberitahukan kepadanya melalui surat, kau bisa menulis dalam surat itu agar menyiapkan seribu
tahil perak untuk ongkos tebusan, bila urusan telah beres maka kita akan sama-sama tidak saling
berhutang dan boleh pergi menurut kehendak masing-masing . "
Berbicara sampai disitu mendadak sepasang telinganya digerakkan berapa kali. Kemudian
umpatnya: "Sialan betul sikeparat Lu Ci, siang tak datang malam tak tiba, kenapa justru disaat toaya
sedang membicarakan transaksi besar ini malah datang mengacau. Benar-benar menjengkelkanHey, kita sudahi dulu pembicaraan di sampai disini apakah kau masih punya usul lain?"
"Lepaskan tanganmu" teriak Kim Thi sia keras-keras dengan mata melotot serunya lagi.
"Apakah kau senang melihat aku kehilangan muka dihadapan sahabat baruku?"
"Yaa, betul, betul, kalau pohon memerlukan kulit, manusia memerlukan muka. Itu memang
lumrah, tapi sebelum pembayaran berlangsung aku tak bisa membebaskan dirimu. Kalau kau
sampai kabur, waaah......bukankah akupun gagal mendapatkan uang tebusannya?"
"Telur busuk. kau anggap aku Kim Thi sia macam apa?" umpat pemuda itu sambil menyumpahnyumpah
. Kemudian dengan amarah yang meluap-luap dia duduk diatas tanah dan berseru lagi sambil
bertolak pinggang: "Toaya justru bersikeras tak mau pergi, akan kulihat dengan cara apa kau bisa menggerakkan
diriku." siunta sebera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah....haaaah......sederhana sekali, dalam gusarnya aku bisa membuangmu diatas gunung,
biar ular dan binatang buas menerkam dirimu, melalap dagingmu dan menggerogoti tulangmu,
tetapi yang sial adalah sinona cantik, harta lenyap orangpun hilang. Haaaah....haaaah....."
setelah menunjukkan muka setan dia melanjutkan:
"Dan akhirnya, sinona cantik akan bersedih hati, membuat akupun turut beriba hati."
Baru saja Kim Thi sia hendak mengumpat, tahu-tahu jalan darahnya sudah ditotok kembali,
otomatis semua umpatannya tak mampu diutarakan keluar.
sementara itu siunta sudah mendehem pelan dan berkata kembali dengan suara lebih lembut:
"Kita sudah berkenalan cukup lama, namun selama ini tak punya kesempatan untuk
berbincang-bincang denganmu, mumpung malam ini udara cerah dan angin berhembus sepoisepoi,
apa salahnya kalau kita berbicara sampai sepuasnya?" Berbicara sampai disini dia berhenti
sejenak. lalu sambil berpaling teriaknya: "Lu Ci betul bukan apa kuucapkan?"
Dengan wajah tersipu-sipu Lu Ci munculkan diri dari balik sebatang pohon, sahutnya agak
tertegun: "Aku.......aku tidak mendengar terlalu jelas apa yang kau bicarakan, maka aku tidak berani
memberikan pendapat apa-apa." siunta sebera tertawa dingin.
"Bocah dusun, ilmu membohongmu masih ketinggalan jauh, bukankah kau sudah sekian lama
menyadap pembicaraan kami" masa duduknya persoalan masih belum kau ketahui?"
Lu Ci tidak menjawab pertanyaaannya itu, dengan wajah bersemu merah dia menghampiri Kim
Thi sia, lalu ujarnya: "saudara Thi sia, aku sudah lama menunggu dengan gelisah, aku kira kau sudah menjumpai
sesuatu peristiwa, tak tahunya sedang berbincang-bincang disini."
Kim Thi sia tak mampu berbicara, terpaksa dia mengerdipkan matanya berulang kali sebagai
kode rahasia. Lu Ci adalah seorang lelaki kasar yang berpikiran sederhana, dia cuma merasa keheranan tanpa
berhasil memahami maksudnya, bahkan tanyanya lebih jauh: "saudara Thi sia, mengapa kau tak
berbicara" Apakah aku telah salah berbicara?"
"Lu ci" siunta segera menyela. "saudara Thi sia mu sedang terserang penyakit, biarkan ia
beristirahat sebentar."
"Terserang penyakit?" Lu ci sangat terkejut. "Penyakit apa yang dideritanya" seriuskah
keadaannya?" "Tidak terlalu serius, hanya tak mampu berbicara lagi, kau jangan mengusiknya dulu. Biarkan
dia beristirahat sebentar."
Lu Ci termenung berapa saat tanpa berbicara, sementara dihati kecilnya berpikir:
"Aaaah, ada yang tak beres. Kim Thi sia termashur sebagai manusia baja, bagaimana mungkin
ia bisa terserang penyakit secara tiba-tiba" sudah pasti ada sebab musabab lainnya."
Melihat timbulnya kecurigaan diwajah Lu Ci, dengan cepat siunta dapat menebak isi hatinya,
maka sambil tertawa dingin ia segera berkata:
"Lu Ci, aku ingin bertanya kepadamu. Bersediakah kau menemani saudara Thi sia?"
"Apa maksudmu?" tanya Lu Ci tertegun-sambil maju selangkah kata siunta:
"Bila kau bersedia menemaninya, akupun dapat membuatmu terserang penyakit"
"Dia dapat membantuku terserang penyakit?" Lu Ci segera berpikir. "Kalau begitu penyakit yang
diderita saudara Thi sia adalah penyakit hasil ulahnya."
Dengan cepat dia menyadari apa yang terjadi dengan wajah berubah hardiknya:
"Keparat unta, rupanya kau yang telah melukai saudara Thi sia. Hmmm, bila penyakit itu tak
segera kau obati akan kubantai dirimu secara keji."
Tapi sayang, baru selesai perkataan tersebut diutarakan, jalan darah dipinggangnya sudah
terasa kesemutan disusuk kemudian segenap kekuatan tubuhnya hilang lenyap tak berbekas.
Tak ampun lagi tubuhnya roboh terjengkang keatas tanah.
Rasa sedih, malu dan benci yang mencekam perasaannya sekarang tak terlukiskan dengan
kata-kata, hampir saja dia berteriak keras:
siunta segera menginjak dadanya kuat-kuat, kemudian serunya sambil tertawa lengking:
" Kalian berdua selalu mengatai diriku dengan ucapan tak sedap. sekarang kurasa kalian tentu
lelah sekali, mumpung lagi tak enak badan, beristirahat dulu disini sepuasnya."
Dari depan sana dia mengangkat sebuah atu besar lalu sambil duduk diatasnya dia berkata
lantang: "Lu Ci, kau masih berhutang 30 tahil perak kepadaku. Bagaimanapun juga hutang tersebut
mesti kau bayar, mumpung sekarang ada kesempatan untuk beristirahat, pikir cara membayar
hutang itu. Pokoknya kalau sampai besok pagi nampak uangnya tersedia, akan kupatahkan
bahumu. Hmmm......."
"Unta kunyuk" umpat Lu Ci didalam hati. "Sekarang kau boleh bergaya, tapi suatu ketika nanti.
Hmmm akan kusuruh kau saksikan kelihayanmu."
Mendadak dari atas ranting pohon kedengaran suara burung mencicir disusul terbang kearah
laini siunta segera mendongakkan kepalanya sambil memperhatikan sekejap, kemudian gumamnya:
"Tanpa sebab burung malam bercicit, delapan puluh persen ada orang datang kemari."
Dengan gerakan selincah tikus ia segera membungkukkan badannya keatas tanah sambil
merangkak maju kedepan, sepasang matanya celingukan kian kemari dengan tajam. sementara
gerak geriknya sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun. Melihat hal ini, Kim Thi sia segera
berpikir: " Cekatan benar manusia keparat ini, tak heran aku selalu menderita kerugian ditangannya."
Gerak geriknya saat itu selain lincahpun amat kocak. hampir saja Kim Thi sia dan Lu Ci tertawa
terbahak-bahak saking gelinya.
selang berapa saat kemudian, siunta sudah melompat naik keatas pohon dan menyembunyikan
diri dibalik dedaunan yang rimbun, bahkan berulang-ulang ia perdengarkan suara cicitan burung,
bagi mereka yang tidak mengetahui, mimpipun mereka tidak akan menyangka kalau suara cicitan
tersebut bukan suara burung asli.
Mendadak tampak sesosok bayangan manusia melintas lewat dengan kecepatan luar biasa dan
sama sekali tak menimbulkan sedikit suarapun, jelas ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya
telah mencapai puncak kesempurnaan.
Baru saja orang itu munculkan diri, terdengarlah suara bentakan keras bergema memecahkan
keheningan. "Nirmala nomor delapan, apakah Dewi Nirmala telah datang?"
Begitu teguran bergema, dari depan situ muncul kembali sesosok bayangan manusia. Bayangan
tersebut berputar lincah ditengah udara kemudian melayang turun diatas tanah dengan manis
sekali. "Atas perintah Dewi Nirmala, arena harus dipersiapkan lebih dulu."
orang yang datang pertama tadi manggut-manggut, dia maju kedepan dan menendang jalan
darah siau yau hiat ditubuh Kim Thi sia.
Pemuda Kim memejamkan matanya rapat-rapat, seketika ia terpental sejauh tiga kaki lebih dan
terjatuh dibalik semak belukar.
sekujur badannya kontan terasa kaku, linu dan kesemutan. Kepalanya pusing tujuh keliling,
hampir saja napasnya putus saking kesakitan.
sementara itu orang tadi telah menendang pula jalan darah siau yau hiat dipinggang Lu Ci,
tanpa menimbulkan sedikit suarapun Lu Ci terpental juga sejauh tiga kaki dan roboh tak sadarkan
diri sementara itu siunta sama sekali tak berani berkutik, dia adalah seorang yang pintar dan
cekatan- Begitu menyadari bahwa orang tersebut memiliki tenaga dalam yang sempurna tak tahu
kalau dirinya bukan tandingan, diapun segera memutar haluan dengan niat " melarikan diri".
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan kilat Nirmala nomor delapan mengamati sekejap
wajah Lu Ci, lalu serunya keheranan:
"Hey, mengapa orang itu tidak mengeluarkan sedikit suarapun" Mungkinkah dia telah menjadi
sesosok mayat" Hey Nirmala nomor tujuh, apakah kau tidak turun tangan kelewat berat?"
"Tendanganku tadi kuserangkan diatas jalan darah siau yau hiatpun aku percaya biar dewa pun
tak akan lolos dari kematian, apalagi kedua orang itu sudah tergeletak tak bergerak. aku yakin
delapan puluh persen mereka adalah mayat."
Jalan darah siau yau hiat merupakan satu diantara tiga puluh enam buah jalan darah penting
lainnya. Bila tersentuh pelan akan berakibat tertawa bila terlampau keras akan menyebabkan
kematian, kedua orang itu tergeletak tak bergerak ditengah hutan ditengah malam buta begini
jangan-jangan mereka adalah mayat yang dibuang orang. Aku rasa seranganmu tadi amat berat,
sehingga tertawa pun tak sempat mereka sudah putus nyawa semua......."
"Yaa benar, akupun berpendapat demikian" Nirmala nomor tujuh manggut-manggut tanda
membenarkan. sementara itu Kim Thi sia yang tergeletak dibalik semak belukar segera berpikir dengan
perasaan kacau. "Aaaai kali ini aku bakal mati, sungguh menggemaskan perbuatan siunta yang telah menotok
jalan darahku. Kalau tidak. aku pasti masih memiliki sisa tenaga untuk melakukan perlawanan."
Tiba-tiba Nirmala nomor tujuh melangkah maju kedepan menghampiri kembali Lu ci, kemudian
dia membungkukkan badannya memeriksa dengan napas orang tersebut, setelah itu katanya
sambil manggut-manggut: "orang ini sudah putus napas, sekarang kecurigaanku sudah hilang. Nah Nirmala nomor
delapan, kaupun tak usah kuatir rahasia ini sampai bocor keluar lagi."
"Hey, sungguh aneh" seru Nirmala nomor delapan tiba-tiba. "Rembulan sudah persis diatas
awan, mengapa Dewi Nirmala belum juga menampakkan dirinya......?"
"Menurut dugaanku, kemungkinan besar Dewi Nirmala telah menjumpai suatu kejadian yang
diluar dugaan." Nirmala nomor delapan segera mendengus.
"HHmmm, omong kosong, siapa yang dapat meloloskan diri dari tangan kejinya?"
Walaupun dengusannya pelan, namun dapat didengar siunta dengan jelas sekali, sudah jelas
orang itu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.
Diam-diam siunta merasa terkesiap. dia semakin tak ebrani bergerak lagi, malah napaspun
cepat-cepat ditahan. Angin dingin yang berhembus lewat serasa menusuk tulang, siunta merasakan wajahnya
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membeku karena kedinginan sementara hatinya berdebar keras dicekam kekuatiran, semenjak
terjun kedalam dunia persilatan belum pernah dia merasakan ketegangan seperti ini.
Ia sadar bahwa tenaga dalam yang dimilikinya masih selisih jauh bila dibandingkan dengan
kedua orang tersebut, seandainya jejaknya sampai ketahuan dapat dipastikan dia akan mengalami
nasib yang tragis. Menghadapi ancaman bahaya maut seperti ini, mau tak mau dia harus bertindak dengan lebih
berhati-hati lagi. Dalam pada itu Nirmala nomor tujuh telah berkata:
" Nirmala nomor delapan, selama banyak tahun ini, apakah kau telah merasakan sesuatu?"
Nirmala nomor delapan menghela napas panjang, tiba-tiba dia merendahkan suaranya seraya
berkata: "Terus terang kubilang, seandainya dalam hati kecilnya tiada setitik harapan, aku benar-benar
ingin melepaskan diri dari kesengsaraan dengan mengakhiri sisa hidupku. Aaai.....menjalankan
penghidupan yang sama sekali tak menarik serta tidak menggembirakan hati begini, aku merasa
tubuhku seperti digerogoti secara pelan-pelan-"
sekalipun orang ini tak berani mengemukakan isi hatinya secara berterus terang, ditinjau dari
napasnya, dapat ditangkap banyak kedukaan dan kepedihan yang mencekam perasaan hatinya.
"Yaa benar" terdengar nirmala nomor tujuhpun mengeluh. "Kaupun merasakan diriku seperti
sudah dijual sebagai seorang budak. selain tak berpendirian, akupun tak bisa bergerak secara
bebas serta mengambil keputusan menuruti kehendak hatiku sendiri"
Pelan-pelan Nirmala nomor delapan memejamkan matanya. Dua titik air mata nampak jatuh
berlinang membasahi pipinya.
setelah termenung sejenak, tiba-tiba dia mengangkat kepalanya dan memandang sekejap
sekeliling tempat itu kemudian ujarnya dengan suara dalam dan berat:
"sudahlah, lebih baik kita tak usah memikirkan persoalan semacam itu, sebentar lagi Dewi
Nirmala bakal datang."
Menyaksikan sorot mayanya yang sangat tajam bagaikan sembilu itu, siunta yang bersembunyi
dibalik dedaunan merasakan hatinya bergetar keras dan tubuhnya gemetaran suatu perasaan
seram dan ngeri yang entah datang darimana tahu-tahu telah menyelimuti seluruh perasaan
hatinya. Ia dapat merasakan bahwa sepasang mata orang itu tajam seperti bintang, dingin melebihi
saiju. seakan-akan dia sedang menghadapi seorang algejo yang siap menghabisi nyawa
korbannya. Tiba-tiba Nirmala nomor tujuh membungkukkan badan memberi hormat seraya berseru:
"Menyambut kedatangan sincu"
siunta mencoba mengintip dari balik dedaunan yang rimbun, dibawah sinar rembulan ia
saksikan sesosok bayangan hitam berkelebat lewat bagaikan kilat menyambar belum sempat dia
mengerdipkan matanya tahu-tahu orang yang disebut sebagai "sin cu" itu sudah muncul ditengah
arena. selama hidup belum pernah dia menyaksikan ilmu meringankan tubuh selihay ini bahkan
mendengarpun belum pernah, begitu terkesiapnya dia sampai lidahpun tidak bisa ditarik kembali.
sin cu tersebut berperawakan gemuk, walaupun demikian kegemukan badannya sama sekali
tidak mempengaruhi kelincahan serta kegesitannya didalam menggerakkan badan.
siunta tak berani mengamati wajah orang itu dengan seksama dia hanya dapat merasakan
bahwa orang itu mengenakan baju yang perlente dari bahan mahal, namun wajahnya dikerudungi
dengan selembar kain. Sinar mata orang itu jauh lebih tajam daripada rembulan, persis seperti dua butir batu permata
yang membiarkan sinar tajam bila bergerak pelan.....
Betapapun rapatnya siunta menyembunyikan diri, ia selalu berpendapat bahwa tempat
persembunyiannya itu seakan-akan telah diketahui lawan.
Pelan-pelan sudah terlihat bayangan manusia bergerak. ternyata sin cu yang semula dikira
gemuk sesungguhnya bertubuh kurus. Dia nampak gemuk karena disampingnya berdiri pula
seseorang yang lain baru sekarang siunta tahu bahwa orang yang munculkan diri barusan terdiri
dari dua orang yang berdiri berjajar rapat.
sementara orang yang kedua telah melepaskan ilat kepalanya hingga berurailah rambutnya
yang panjang, mimpipun siunta tak mengira kalau orang yang disebut Dewi Nirmala ternyata
adalah seorang perempuan cantik. sementara itu Dewi Nirmala telah berkata sambil tertawa
ringan- "Gara-gara sesuatu persoalan aku telah datang agak terlambat, tentunya kalian berdua sudah
menunggu cukup lama bukan?" Buru-buru Nirmala nomor tujuh menjura seraya menjawab:
"Karena ada urusan lain, tentu saja sin cu datang agak terlambat. Kami berdua tak berani
menyalahkan-" sekali lagi siunta dibuat tertegun, dia merasakan nada pembicaraan si Dewi Nirmala amat
merdu bagaikan burung nuri yang berkicau. setiap patah katanya selalu menimbulkan daya pesona
yang luar biasa bagi mereka yang mendengarkan. Diam-diam diapun berpikir.
"Dengan suaranya yang begitu merdu merayu, wajahnya pasti cantik bak bidadari dari
khayangan- Tak kusangka orang yang disebut Dewi Nirmala adalah perempuan yang begini
menarik." Menyusul kemudian dia berpikir lebih jauh:
"Siapa pula orang yang satunya" Aaaaai, sayang kegelapan mencekam seluruh permukaan
tanah, sehingga sukar bagiku untuk melihat dengan lebih jelas."
Walaupun begitu namun dia bisa menebak secara pasti bahwa orang tersebut tentu
bermusuhan dengan Dewi Nirmala. Kalau tidak, tak mungkin orang kedua itu dibanting keraskeras
keatas tanah dengan penuh amarah.
Dewi Nirmala membenahi rambutnya yang kusut dengan tangannya yang putih lembut jari
jemarinya yang panjang dan ramping dengan kuku yang terawat rapi, menunjukkan bahwa
perempuan ini mempunyai daya tarik yang luar biasa. Diam-diam siunta menghela napas pikirnya:
"Siapa yang akan menyangka seorang perempuan cantik yang begitu menarik dan
mempesonakan hati orang, sesungguhnya memiliki ilmu silat yang begitu hebat dan luar biasa."
Sementara itu Dewi Nirmala telah berkata:
"Selama dua hari terakhir ini orang-orang yang kukirim selalu terbunuh secara aneh, bukan saja
tiada kabar beritanya. Bahkan jenasah merekapun dikubur orang secara rahasia. Peristiwa ini
sangat menggusarkan hatiku sehingga tak segan-segan aku tinggalkan lembah untuk melakukan
penyelidikan sendiri. Sekarang aku baru tahu, rupanya nirmala nomor sembilan, sepuluh dan
sebelas telah dibunuh oleh sembilan pedang dari dunia persilatan."
"Siapa membunuh orang dia harus membayar dengan nyawa" ucap Nirmala nomor delapan
cepat. "Aku yakin sin cu pasti sudah menemukan sesuatu cara untuk menghadapi sembilan
pedang dari dunia persilatan?" Dewi Nirmala manggut-manggut.
"Yaa, aku sudah mulai melangkah dengan rencanaku itu."
setelah menuding kearah orang yang tergeletak diatas tanah itu, terusnya:
"Dia adalah pedang bintang, satu diantara sembilan pedang dunia persilatan."
Kedua orang itu tidak berkomentar apa-apa mereka tetap membungkam diri dalam seribu
bahasa. Tapi siunta yang menyadap pembicaraan tersebut menjadi sangat terperanjat, pikirnya
tanpa terasa: "HHmmm, kau belum tahu siapakah kesembilan pedang dari dunia persilatan itu. Berani amat
kau menjalin tali permusuhan dengan mereka?" Terdengar Dewi Nirmala berkata lagi:
"Hmmm, ternyata sembilan pedang dari dunia persilatan hanya begitu-begitu saja, buktinya
sipedang bintang hanya mampu bertahan sepuluh gebrakan saja ditanganku."
Buktinya sipedang bintang sudah dipecundangi oleh perempuan tersebut, sekarang siunta baru
kaget. Dia tak menganggap perempuan tersebut membual lagi. sementara itu Nirmala nomor
tujuh telah berkata: "Ilmu silat sin cu tiada tandingannya dikolng langit, sudah barang tentu sembilan pedang dari
dunia persilatan bukan tandinganmu."
"Yaa benar" sambung Nirmala nomor delapan. "Apabila sembilan pedang dari dunia persilatan
berani memusuhi sin cu, maka ibaratnya telur diadu dengan batu, tak mungkin mereka bisa
meraih kemenangan." Tampaknya Dewi Nirmala amat senang dipuji dan disanjung orang, ia segera tertawa cekikikan
setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian:
"Coba kau bebaskan jalan darahnya aku akan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya."
Nirmala nomor delapan tak berani berayal dengan cepat dia membebaskan sipedang bintang
dari totokan- Berkilat sepasang mata sipedang bintang, tiba-tiba dia melompat bangun dari atas tanah dan
melancarkan sebuah sapuan kilat kedepan.
Dengan gerakan tangannya yang lincah seperti ular Nirmala nomor tujuh menggulung serangan
lawan secara manis, serunya singkat: "Tenanglah sedikit"
Tahu-tahu sipedang bintang mengeluh dan roboh terjungkal keatas tanah.
Beberapa gerakan itu dilakukan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat yang sepintas,
sebelum siunta mengetahui pasti apa yang terjadi, tahu-tahu sipedang bintang sudah roboh
terjungkal. sekarang dia baru menyadari akan kelihayan Dewi Nirmala, pandangan terhadapnyapun
berbeda, kewaspadaannya ditingkatkan berapa kali lipat. Pikirnya dihati:
"Anak buahnya saja sudah memiliki kepandaian silat selihay ini, apalagi dia sendiri" entah
sampai dimanakah taraf kemampuan yang dimilikinya itu."
sipedang bintang yang jalan darahnya telah dibebaskan kini sudah mampu untuk berbicara,
sejak ia terhajar oleh Nirmala nomor tujuh hingga separuh badannya kesemutan agaknya dia
sadar kalau kepandaian silatnya tak mampu mengungguli lawan, terpaksa dengan kening berkerut
karena marah serunya penuh kebencian:
"Baik, baik, anggap saja sembilan pedang dari dunia persilatan telah jatuh pencundang
ditangan kalian, bila punya nyali ayolah bunuh diriku. Bila ingin dihina....hmmm, tak nanti harapan
kalian bisa terlaksana."
"Kau tak usah banyak ngebacot lagi" tukas Nirmala nomor tujuh dengan suara lantang. "Kau
tidak berhak untuk mengumbar kegaranganmu ditempat ini." Habis berkata kembali tangannya
diayunkan kedepan. "Plaaaakkkkk"
Bekas lima buah jari tangan yang tajam melekat diatas pipi sipedang bintang. Dengan penuh
kegusaran sipedang bintang segera berseru:
"Hey sobat, sebetulnya kau tahu aturan dunia persilatan tidak" Beginikah caramu terhadap
seorang musuh?" "plaaaaakkk, plooookkkk"
Kembali Nirmala nomor tujuh menempeleng wajah orang itu keras-keras, lalu serunya:
"suruh jangan banyak bicara, kau berani membangkang" HHmmm, kalau berani berbicara
sembarangan lagi, hati-hati dengan wajahmu."
sipedang bintang tak berani berkutik lagi, ia tahu banyak bertingkah dalam keadaan begini
sama artinya dengan mencari penyakit buat diri sendiri, maka setelah melotot sekejap kearahnya
dengan penuh amarah, diapun membungkam diri dalam seribu bahasa. siunta yang menyaksikan
semua peristiwa itupun mulai berpikir:
"Dilihat dari kegirangan Nirmala nomor tujuh tampaknya setiap musuh yang terjatuh
ketangannya pasti akan mengalami nasib sial delapan keturunannya......."
Berpikir sampai disitu, diapun mulai menguatirkan keselamatan diri sendiri.
selang berapa saat kemudian, ketika Dewi Nirmala menyaksikan pemuda itu sudah tenang
kembali, dia baru bertanya pelan. "suhumu?"
Pedang bintang mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap kearahnya, lalu menjawab
singkat: "Tidak tahu."
"Apa tidak tahu" bentak Nirmala nomor tujuh keras-keras kembali dia menampar korbannya
keras-keras. Pedang bintang teramat gusar hingga matanya melorot besar teriaknya lantang:
"Telur busuk, lebih baik bunuhlah aku"
siunta yang mengikuti peristiwa itupun segera berpikir:
"suhunya sipedang bintang adalah Malaikat pedang berbaju perlente yang amat tersohor
namanya didalam dunia persilatan, mungkinkah dia mempunyai ikatan dendam dengan si Dewi
Nirmala hingga sekarang dia hendak melampiaskan rasa gusarnya kepada murid-muridnya" Kalau
memang begitu perbuatan Dewi Nirmala jelas tak benar......."
sementara dia masih berpikir, Dewi Nirmala telah berkata lagi:
" Nirmala nomor tujuh, disini tak ada urusanmu lagi, harap kau tinggalkan tempat ini."
Mendengar perkataan tersebut Nirmala nomor tujuh mengiakan dengan hormat kemudian
membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
sepeninggal orang itu, Dewi Nirmala baru berkata kepada sipedang bintang sambil tersenyum
manis. "Tabiatnya memang kurang baik, harap kau sudi memaafkannya."
"sudah cukup sabar aku membiarkan dia bertingkah" kata sipedang bintang sambil mendengus.
"Bila kalian menghinaku terus menerus. HHmmm, suatu hati, suheng te kami pasti akan
membalaskan dendam bagiku." Dewi Nirmala sebera tertawa.
"setelah aku berani membekukmu kemari tentu saja kamipun tidak takut dengan segala
ancaman, kau tak usah memikirkan suhu balas dendam lebih dulu, paling baik jawablah semua
pertanyaanku" Kemudian setelah berhenti sejenak, ia bertanya lagi: "sekarang Malaikat pedang berbaju
perlente berada dimana?"
"sudah mati" sahut sipedang bintang sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah.
"Bagus sekali" Dewi Nirmala tersenyum. "Kau masih terhitung jujur, padahal akupun sudah
mendapat kabar tentang kematiannya, hanya belum berani memastikan-" Kemudian setelah
berhenti sejenak. kembali dia menambahkan-"Padahal manusia semacam dia memang pantas
untuk mampus secepatnya."
sipedang bintang sebera berteriak dengan marah.
"Hey jika kau berani menghina dan mencemooh guruku yang telah meninggal lagi. Jangan
salahkan bila aku akan mencaci maki dirimu."
"Baiklah, terlepas dari persoalan tersebut aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan lagi,
setahuku, kepandaian silat yang paling diandalkan oleh Malaikat pedang berbaju perlente adalah
Tay goan sinkang benarkah demikian?"
Mendengar nada pertanyaan perempuan itujauh lebih lembut dan lunak, sambil menahan hawa
amarahnya pedang bintang menjawab:
"Benar" ilmu Tay goan sinkang tiada taranya dikolong langit, dia orang tua sering mengagumi
kehebatan itu." "Apakah Malaikat pedang berbaju perlente telah mewariskan ilmu Tay goan sinkang nyakepada
murid-muridnya" Kau termasuk satu diantara sembilan pedang, apakah kaupun mewarisi
kepandaian tersebut?"
"Tidak" "Tidak......" gumam Dewi Nirmala, tiba-tiba nada pembicaraannya berubah lebih keras lagi dan
mengandung nada amarah. "Kenapa tidak" Apakah kalian ini bukan anak muridnya?"
"soal ini darimana aku bisa tahu?" sahut sipedang bintang tidak puas. "Apa yang menjadi
pemikirannya, darimana kami sebagai muridnya bisa memahami........"
"Tidak. diantara kalian pasti ada seseorang yang paling disukai, hanya saja persoalan ini tidak
pernah diumumkan saja."
"Tebakanmu keliru besar, aku berani memastikan suhu tidak mewariskan ilmu Tay goan
sinkangnya kepada siapapun"
"Kalau sampai ada?"
"Kalautoh kau tak mau mempercayai perkataanku, apa pula dayaku.......?" seru sipedang
bintang tak senang hati. Mendadak timbul satu kecurigaan dihati kecilnya, dengan cepat dia balik bertanya:
"Aku benar-benar tak habis mengerti, pertanyaan yang kau ajukan selama ini selalu berkisar
pada masalah ilmu Tay goan sinkang. sebenarnya apa maksud tujuanmu yang sebenarnya.....?"
"Maaf kalau aku tak sanggup menjawab pertanyaan tersebut, sebab aku hanya ingin bertanya,
tak ingin menjawab. sudahkan kaupahami maksud hatiku itu?"
"Kalau begitu jangan harap aku memberi jawaban lagi kepadamu" seru pedang bintang
mendongkol. "Kini keselamatan jiwamu sudah berada ditanganku" ucap Dewi Nirmala hambar. "Ketahuilah,
siapa yang bisa menyesuaikan diri dengan keadaan, dialah seorang manusia pintar. Bila kau
bersedia menjawab setiap pertanyaanku sejujurnya maka akan terbuka jalan kehidupan bagimu.
Kalau tidak, hmmm, kaupasti bisa menduga bukan. Apa yang bakal dilakukan anak buahku
terhadapmu." JILID 29 "Kalau begitu tanyalah" kata pedang bintang bintang.
Sesungguhnya dia bukan benar-benar "semangat jantan". tapi terdesak oleh keadaan mau tak
mau dia mesti menegur dengan hati panas.
Tapi sekarang, setelah dia dapat berpikir dengan pikiran dingin, ia berpendapat bahwa
menyelamatkan jiwa sendiri adalah jauh lebih penting daripada persoalan apapunTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Begitulah, ketika Dewi Nirmala melihat korbannya telah memberikan tanggapan yang positif,
diapun berkata lagi sambil tertawa genit:
"Ilmu Tay goan sinkang merupakan ilmu maha sakti didalam dunia persilatan, Malaikat pedang
berbaju perlente sebagai pewaris kepandaian sakti ini sudah pasti tak akan rela ilmunya musnah
dengan begitu saja. coba kau pikirkan kembali dengan seksama. Adalah diantara saudara-saudara
seperguruanmu yang memiliki ilmu silat jauh lebih hebat dari pada rekan-rekan lainnya?"
Pedang bintang termenung berapa saat lamanya, mendadak seperti teringat akan sesuatu, ia
segera berseru tertahan: "Ya a, teringat aku sekarang, dia pasti Kim Thi sia. Yaa, pasti dia ia memiliki kepandaian silat
yang tak mampu dipatahkan oleh siapa saja."
Sebagaimana diketahui, dia pernah bertemu satu kali dengan Kim Thi sia sehingga mengetahui
juga kalau pemuda tersebut memiliki kepandaian silat yang amat tangguh, maka setelah berpikir
sejenak. la segera berpendapat bahwa orang itulah yang dimaksudkan.
"siapakah Kim Thi sia itu?" seru Dewi Nirmala dengan wajah berseri dan sikap lebih
bersemangat. "Dia adalah pedang yang mana diantara kalian" Kini ia berada dimana?"
"Ia bukan termasuk saudara seperguruan kami, tapi sering kali menyebut diri sebagai murid
Malaikat pedang berbaju perlente. Aku sendiripun tidak tahu dimanakah ia berada sekarang,
pokoknya dia termasuk orang kenamaan sehingga tak sulit untuk mencarinya." Dalam pada itu
siunta pun sedang berpikir dengan perasaan terkejut:
"Bocah keparat, rupanya kau telah mewarisi kepandaian rahasia dari Malaikat pedang berbaju
perlente, tak heran kalau nyawamu begitu panjang dan tak pernah bisa dibikin mampus."
Kemudian pikirnya lagi: "siapa yang mengira bahwa sesungguhnya dia berada dihadapannya. Aduh.....aku tak bisa
memberitahukan soal ini kepadanya. Perempuan itu adalah seorang wanita berhati keji. Aku tak
akan salah melihat orang."
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dipihak lain, Dewi Nirmala telah berpaling kearah Nirmala nomor delapan sembari berkata:
"Coba kau carikan manusia yang bernama Kim Thi sia itu, selidiki jejaknya dalam waktu yang
paling singkat kalau gagal. Hmmm, akan kuhadapi dirimu dengan peraturan lembah kita."
"Nirmala nomor delapan menerima perintah" sahut Nirmala nomor delapan dengan suara
dalam. Dewi Nirmala segera berpaling lagi kearah pedang bintang seraya bertanya: "Kau benar-benar
tidak mengetahui jejak Kim Thi sia?"
"Benar-benar tidak tahu."
"Baiklah" Dewi Nirmala segera tersenyum genit. "Apa yang ingin kutanyakan telah kutanyakan
semua. Kau boleh pergi sekarang."
Pedang bintang menjadi kegirangan setengah mati sesudah mendengar perkataan itu. Namun
diluar wajahnya sama sekali tidak menimbulkan perubahan apapun. sesudah manggut-manggut
segera katanya : "Pemberian nona pada hari ini tak pernah akan kulupakan. Dikemudian hari kebaikan anda
pasti akan kubalas, selama gunung nan hijau, air tetap mengalir, sampai berjumpa lain saat."
selesai berkata dia segera beranjak pergi dari situ dengan langkah lebar.
Baru saja berjalan berapa langkah, tampaknya dia sudah tak mampu mengendalikan rasa ngeri
dan takutnya lagi mendadak ia berpekik nyaring. Ditengah pekikan tersebut ujung kakinya segera
menjejak tanah dan meluncur kedepan dengan kecepatan luar biasa.
Memandang bayangan punggungnya yang menjauh, Dewi Nirmala mendengus dingin,
mendadak dia berkata: "Manusia bedebah yang tak tahu diri berani meninggalkan kata-kata untuk mencari balas."
Mencorong sinar tajam dari balik matanya selesai mengucapkan perkataan tersebut, tiba-tiba
dia mengayunkan telapak tangannya kedepan.
Waktu itu sipedang bintang sudah tiga kaki meninggalkan permukaan tanah sambil
berjumpalitan beberapa kali ditengah udara. Belum jauh dia melarikan diri, tahu-tahu telapak
tangan Dewi Nirmala telah diayunkan kemuka.
selisih jarak kedua belah pihak telah mencapai lima kaki waktu itu, tiba-tiba terdengar sipedang
bintang mendengus tertahan lalu roboh terjungkal keatas tanah. Akhirnya setelah berkelejitan
berapa kali ia menghembuskan napas panjang dan tidak pernah bangkit kembali.
Dengan sebuah kebutan yang begitu ringan tahu-tahu Dewi Nirmala telah berhasil
membinasakan pedang bintang dari sini bisa terlihat betapa sempurnanya tenaga dalam yang
dimilikinya. siunta yang bersembunyi diatas pohon nyaris menjerit tertahan saking kagetnya.
Masih untung dia memiliki ketenangan yang luar biasa, coba bukan begitu niscaya dia akan
mengalami nasib strategis sipedang bintang.
"Betul-betul berhati keji bagaikan ular berbisa, keji bagaikan ular berbisa......." gumamnya
dengan suara gemetar. sementara itu Dewi Nirmala sudah berjalan mendekat dengan langkah pelan, dia cabut keluar
pedangnya dari pinggang lalu diayunkan kedepan kuat-kuat, pedang tersebut segera menembusi
batang pohon hingga tinggal gagangnya.
"siapa membunuh orang, dia harus membayar dengan nyawa" kata perempuan itu dingin, "tiga
orang anak buahku telah menemui ajalnya, maka kaupun jangan harap bisa pulang dengan
selamat" Walaupun perkataan tersebut diucapkan dengan kata-kata yang manis, namun yang manis
hanya diluarnya sementara didalamnya justru mengandung racun jahat yang mengerikan hati.
Dibawah sinar rembulan, terlihat tiga sosok bayangan manusia berkelebat lewat dengan
kecepatan luar biasa, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan
mata. Menanti orang-orang itu sudah pergi jauh, siunta baru menghembuskan napas panjang. Tapi
sekarang dia belum berani turun kebawah, serasa baju terlepas dari cengkeraman harimau, dia
merasakan seluruh badannya lemas tak bertenaga.
Menanti awan hitam telah menyelimuti seluruh rembulan, dia baru turun dari atas pohon
dengan langkah pelan. Pertanyaan pertama yang timbul kemudian adalah masih hidupkah Kim Thi sia.
seandainya dia tidak menotok jalan darah pemuda tersebut, paling tidak ia masih memiliki
kemampuan untuk memberi perlawanan, mati hidupnya juga merupakan tanda tanya besar.
Kedua, dia kasihan dengan nasib Lu Ci, kemungkinan besar telah menemui ajalnya pula.
sampai lama sekali, siunta tetap berdiri termangu- mangu dengan pikiran serta perasaan yang
amat kalut. Bintang bertaburan diangkasa, angin malam berhembus makin dingin.
Memandang dua sosok mayat yang tergeletak diatas dahan. siunta merasakan hatinya berdebar
keras, perasaan aneh tiba-tiba saja muncul dan menyelimuti perasaannya.
Dengan termangu-mangu dia bersandar diatas dahan pohon, sementara benaknya dipenuhi
bayangan Dewi Nirmala yang kejam. Tak lama kemudian iapun tertidur tanpa terasa, tidur karena
letih yang luar biasa. Ketika fajar mulai menyingingsi dan ia disadarkan dari tidurnya oleh embun yang basah,
delapan jam telah dilewatkan tanpa terasa.
Tiba-tiba saja dia merasa gerak geriknya menjadi lamban, bahkan susah untuk digerakkan
sekehendak hatinya. Bagi perasaan seorang jago silat yang tajam, hal mana sangat mengejutkan hatinya. Dengan
cepat ia membuka matanya sambil menengok. tapi apa yang kemudian terlihat seketika
membuatnya amat terkesiap hingga peluh dingin jatuh bercucuran.
Kim Thi sia telah berdiri dihadapannya sambil bertolak pinggang ketika melihat dia sadar dari
tidurnya, dengan penuh amarah umpatnya:
"Tua bangka jelek akhirnya kau terjatuh juga ketangan toaya. Nah kalau ingin berkentut
sekarang, lekaskan kentutmu secepatnya, daripada toaya mesti banyak bicara."
Dia adalah orang yang pintar, menghadapi pertanyaan tersebut mulutnya tetap membungkam,
tapi hatinya segera berpikir:
"Mungkinkah semalam aku bermimpi" sudah jelas orang ini mampus ditangan anak buah Dewi
Nirmala, kenapa sekarang bisa hidup kembali" Aaaai....rupanya Lu Ci sitelur busuk inipun belum
mati. Hmmm gayanya yang menyebalkan sungguh menjengkelkan hati, tapi........apa yang
sebenarnya telah terjadi?"
Biarpun dia cukup berpengalaman, toh kali ini pikirannya dibuat kalut oleh keadaan tersebut.
Rupanya Kim Thi sia menjadi sangat mendongkol melihat kejadian itu dengan geramnya dia
menepuk bahunya keras-keras lalu mengumpat:
"Maknya tua bangka celaka, siapa suruh kau geleng-gelengkan kepala" Kalau ada pesan
terakhir ayoh cepat utarakan toaya sudah tak sabar lagi menanti."
Melihat tubuh sendiri sudah diikat diatas dahan pohon bagaikan bakcang, jangan lagi bergerak
bahkan untuk bernapaspun tak mampu. Ia segera sadar bahwa tiada kekuatan lagi baginya untuk
melawan maka sambil tertawa menyengir katanya:
"Hey bocah kunyuk. apa-apaan kau ini" Kita sebagai sesama saudara toh selalu berhubungan
akrab, kenapa kau mempermainkanku tatkala aku sedang tertidur?"
"semalam toaya sudah cukup puas kau permainkan" seru Kim Thi sia dengan mendongkol.
"Maka sekarang adalah giliran toaya untuk mempermainkan dirimu nah apa salahnya kalau aku
berbuat begitu" Hey tua bangka sialan, tentunya kau tak pernah menduga akan menjumpai
peristiwa seperti hari ini bukan?" Kembali siunta tertawa.
"saudara cilik, kau jangan marah dulu tolong beritahu kepada engkoh tuamu bagaimana
caramu untuk mempertahankan hidup?"
"oooh, jadi kau anggap aku sudah mampus?" teriak Kim Thi sia berang, kemudian sambil
menepuk dadanya dia berseru. "Hmmm, kalau begitu aku perlu memberitahukan soal ini
kepadamu. Ketika orang itu menendang jalan darah siau yau hiat ku tadi, secara kebetulan justru
membebaskan diriku dari pengaruh totokanmu. Nah coba kaupikirkan sendiri, kenapa aku tak bisa
hidup terus?" Dengan perasaan tak habis mengerti siunta berkata:
"Dengan mata kepala sendiri aku saksikan tendangannya membuat tubuhmu mencelat sejauh
tiga kaki lebih. Aku yakin biar dewapun pasti terluka oleh serangan tersebut, kenapa kau justru
tetap sehat walafiat saja?"
"Maknya, apa sih engkoh tua engkoh muda?" umpat Kim Thi sia sangat mendongkol. "Justru
karena tendangan orang itu kelewat keras, maka hingga kentongan keempat semalam,
kekuatanku sudah pulih kembali. Coba bukan begitu, sedari tadi aku sudah merasakan
siksaanmU." "Yaa benar-benar maknya siunta ini" sela Lu Ci. "Secara diam- diam kau telah menotok jalan
darahku, membuat aku tersiksa setengah malaman".
"Terus terang saja, aku tidak berniat mencelakai kalian" kata siunta dengan nada minta maaf.
"Tapi kedatangan orang-orang itu kelewat garang, sehingga mau tak mau aku harus
menyembunyikan diri lebih dulu. Akibatnya hampir saja kalian berdua kehilangan nyawa. Ya a
bicara terus terangnya memang akulah yang bersalah."
Habis berkata dia hendak menunjukkan mimik muka ingin meminta maaf kepada mereka.
Kim Thi sia tak mampu menahan diri lagi, dia segera melompat bangun dan berteriak keras:
"Hey situa bangka, kau jangan harap bisa membujuk kami dengan kata-kata manismu. Maknya,
hari ini aku wajib memberi pelajaran yang setimpal kepadamu."
seraya berkata, dia segera mengayunkan kepalanya dan menghantam dada siunta keras-keras.
"Duuuukkkk. Dengan perawakan tubuh siunta yang kecil, bagaimana mungkin dia sanggup menahan pukulan
yang keras itu, kontan saja dia menjerit kesakitan dan segera roboh terjungkal keatas tanah.
Tapi berhubung tubuhnya terikat kencang, maka biarpun dia ingin merontapun tak ada
gunanya. Kontan saja dia mencaci maki kalang kabut:
"sudah, sudahlah, bocah keparat, perbuatanmu ini cepat atau lambat pasti akan dibalas oleh
saudara-saudaraku." "Thi sia, jangan kau percayai perkataannya" teriak Lu Ci cepat. "Dia tak punya saudara, selama
ini dia malang melintang seorang diri" Kim Thi sia tertawa dingin.
"Hmmm, sekalipun dia betul-betul punya saudara yang berkepala tiga lengan enampun aku tak
ambil perduli, saudara Lu Ci, tidak sedikit kerugian yang kau alami ditangannya, kenapa kau tidak
memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk menghajarnya habis-habisan. Toh biar
dipukul sampai mampuspun tidak menjadi masalah."
Lu Ci yang berpikiran sederhana tidak ragu-ragu lagi setelah mendengar perkataan itu, ia
segera mengayunkan kepalannya yang besar dan langsung dihantamkan kedada siunta.
Tak ampun siunta terhajar hingga mirip anjing menjilat tahi, dia bergidik sendiri hingga tak
mampu berbuat banyak lagi.
sadar kalau orang yang dihadapinya sekarang adalah orang-orang kasar yang tak tahu aturan,
dia percaya biar digunakan kekerasanpun tak ada gunanya maka kepada Kim Thi sia rengeknya:
"saudara tua, sekalipun tidak memandang diatas wajah pendeta, hargailah wajah sang Buddha.
Jangan lagi diantara kita sudah terjalin hubungan yang cukup akrab, berbicara soal usiapun aku
sudah tak mampu menahan gebukan semacam ini, siapa tahu kalau kau menggebuk sekali lagi,
akus segera akan mampus" Lote, sudilah memandang pada hubungan kita sebagai sahabat tua,
ampuni diriku kali ini. Lain waktu aku tak akan mengganggu lote lagi......"
"Hey unta, panggil aku ayah, akan kuampuni jiwamu."
"Ya betul, betul" seru Lu Ci sambil tertawa tergelak. "Asal kau memanggil ayah kepada kami,
kamipun tak akan menggebuki dirimu lagi."
sembari mengatupkan kelopak matanya siunta menghela napas panjang, katanya:
"Lote, tidak seharusnya kau menyuruhku berbuat begitu, bagaimanapun juga sudah puluhan
tahun lamanya aku berkecimpungan didalam dunia persilatan, biar tak becuspun masih terhitung
seorang jagoan. Masa kalian menyuruhku melakukan perbuatan yang begini memalukan"
Bagaimanapun jua kalian mesti memikirkan masa depanku"
Tampaknya persoalan tersebut amat memedihkan hatinya, dengan air mata bercucuran
katanya lebih jauh: "Lote, apakah aku salah melihat orang. selama ini aku selalu menganggap kalian sebagai
sahabat karibku. Tak disangka.....aaaaai, ternyata kalian memaksaku untuk memanggil ayah
kepada kalian." Kim Thi sia paling takut melihat orang melelehkan air mata, sekalipun dia tahu kalau siunta
adalah orang licik dan air matanya empat puluh persen hanya tangisan palsu. Namun setelah
menyaksikan adegan tersebut tak urung perasaannya menjadi lemah juga.
sementara itu air mata masih jatuh bercucuran membasahi wajah siunta, dengan suara yang
parau dia berkata: "Lote, bunuhlah aku. Bila kau memaksaku untuk melakukan perbuatan seperti ini, lebih baik
aku beristirahat dialam baka saja."
"saudara Thi sia, dia sedang pura-pura nangis, kau jangan sampai dapat terpengaruh olehnya"
buru-buru Lu Ci memperingatkan.
"Unta" Kim Thi sia segera berseru. "kau pun termasuk seorang lelaki sejati, sebagai seorang
lelaki tidak seharusnya kau menangis secara begitu mudah, kenapa sih lagakmu macam banci
saja?" Berbicara sampai disini, tiba-tiba dia mendapatkah satu akal, segera serunya:
"Hey unta, aku adalah seorang yang paling suka membalas seseorang dengan mempergunakan
cara yang sama. Waktu kau menangkapku tadi, kau bersikeras hendak memerasku untuk
membayar uang tebusku sebesar lima ratus tahil perak. Maka sekarang akulah yang telah
menangkapmu, karena itu kaupun mesti membayar lima ratus tahil perak sebagai uang
tebusannya.." Mendengar perkataan itu, siunta segera berhenti melelehkan air mata, dengan perasaa terkejut
dia berseru: "Apa" Kau hendak menarik lima ratus tahil sebagai uang tebusan" Waaah.....lagakmu seperti
singa yang mementangkan mulut lebar-lebar, kau anggap jiwa miskinku laku lima ratus tahil
perak" oooh lote, memandang diatas wajah Thian, ampunilah aku kali ini."
"Maknya, aku sudah tahu kalau kau menganggap uang seperti nyawa sendiri Baru kusinggung
soal uang, aku sudah hampir menangis." Lu Ci segera meludah sambil berkata pula:
"Didalam sakunya tentu banyak uang, sekalipun kita minta lima ratus tahlipun tidak bakal
membuatnya miskin saudara Thi sia, aku rasa begininya saja. Kalau toh uang yang berada dalam
sakunya diperoleh dengan cara tidak halal, kenapa kita tidak merampoknya habis-habisan agar ia
bisa melakukan banyak amal bisa bersama orang miskin dikemudian hari?"
Berubah hebat paras muka siunta sesudah mendengar perkataan itu, kontan saja dia
mengumpat: "Lu Ci, kau sitelur busuk anak kura-kura. Bacotmu bau dan pintar mengada-ngada. Dalam
penetisan mendatang kau pasti dijelmakan sebagai seekor anjing budukan." sementar itu Kim Thi
sia sudah manggut-manggut sambil tertawa, sahutnya: "Bagus sekali, kalau begitu mari kita turun
tangan." Lu Ci segera berjongkok dan tanpa sungkan-sungkan lagi dia merogoh kedalam saku siunta
serta menggerayangi semua benda yang berada disitu.
sepasang mata siunta nampak merah berapi-api. Giginya saling gemurutukan keras, jelas rasa
bencinya telah merasuk sampai kedalam tulang. Tak selang berapa saat kemudian......
secara beruntun Lu Ci telah mengeluarkan banyak sekali barang, seketika itu juga Kim Thi sia
mencoba untuk mengamati dengan seksama, ternyata diantara benda-benda itu terdapat uang
perak. uang kertas mutiara, batu permata, dan aneka macam benda mestika yang tak ternilai
harganya. Menurut penilaian Kim Thi sia sepintas lalu, benda-benda yang berhasil dikeluarkan dari saku
siunta mencapai berapa laksa tahil. sambil tertawa dingin Lu ci segera berseru:
"Aku hanya tahu dia kaya sekali, tak kusangka kekayaannya berlimpah-limpah dan amat
mengejutkan hati." Rasa benci siunta benar-benar sudah merasuk kedalam tulang, ketika mendengar perkataan itu,
kembali dia mengumpat: "Lu Ci, kau dilahirkan oleh kura-kura perbuatan salah apa sih yang pernah kuperbuat
terhadapmu" Kenapa kau bersekongkol dengannya merampok hartaku?"
"Hmmmm, kau masih punya muka untuk berkata begini. Aku pingin tahu, dari mana kau
dapatkan semua harta kekayaan itu merupakan hasil yang kutabung sepanjang hidupku, kau
jangan menduga yang bukan-bukan." Kim Thi sia mendengus dingin"Hmmmm, kau masih mencoba untuk membantah" Dari sikapmu dalam menghadapi Lu Ci. Aku
sudah tahu kalau harta kekayaanmu berasal dari jalan tak halal, bagaimanapun jua, aku tak bakal
tertipu oleh tipu muslihatmu........."
Mendadak sorot matanya berhenti diatas hancuran perak milikinya yang berserakan diantara
intan permata, kontan saja umpatnya lagi:
"Kau betul-betul kere setengah mati sampai hancuran perak milikkupun menarik minatmu.
Hmmmm, dari sini dapat diketahui sampai dimanakah tabiatmu yang sebenarnya."
Merah padam selembar wajah siunta, cepat-cepat dia pejamkan rapat-rapat dan berlagak tidak
mendengar perkataannya. Dengan gerakan cepat Lu Ci membungkus semua harta rampasannya kedalam secarik kain.
setelah diikat kencang-kencang, ujarnya: "Segala sesuatunya sudah beres, saudara Kim mari
berangkat." "Baik" Kim Thi sia manggut- manggut. "Mari kita membawa serta dirinya......."
seraya berkata tiba-tiba saja dia menotok jalan darahnya, menyusul kemudian melepaskan
siunta dari belenggu. Kemudian satu dari kiri yang lain dari kanan membawanya pergi kearah
barat. sepanjang jalan siunta menunjukkan sikap yang amat tenang, kecuali Kim Thi sia atau Lu ci
mengajukan pertanyaan kepadanya diapun tidak banyak berbicara.
orang ini memang cerdik sekali, setelah sadar kalau dirinya terjatuh ketangan lawan, sehingga
banyak persoalan tak mungkin bisa dilakukan sendiri, diapun tidak banyak cincong. Tapi
membiarkan kedua orang tersebut berbuat untuknya. Tiga puluh li kemudian, sampailah mereka
bertiga dikota Liong gan sia.
Kota tersebut merupakan pusat perdagangan sehingga kota amat ramai dengan manis ia yang
berlalu lalang. Lu ci sering kali melewati kota ini sehingga dia mengenali sekali seluk beluk kota tersebut,
karena waktu itu mereka tak ada urusan penting. Maka diajaknya Kim Thi sia sekalian pergi
menonton sebuah pertunjukkan sandiwara.
Bagi Kim Thi sia, pertunjukkan tersebut dianggap suatu yang aneh sekali, karena perasaan
ingin tahu, bersama Lu ci berangkatlah mereka menuju ketempat pertunjukkan itu dan menanti
diadakannya tontonan. siunta duduk pula disisinya dengan tenang, sementara sepasang matanya berputar entah
sedang memikirkan akal muslihat apa.
Tapi Kim Thi sia percaya, dia tak akan mampu berbuat apa-apa, karena jalan darahnya sudah
ditotok. Berapa saat sudah lewat, pertunjukkan belum juga dimulai. sementara penonton yang
berdatangan semakin banyak. sampai akhirnya kursi yang tersedia sudah mulai penuh dan suara
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hiruk pikuk memekikkan telinga. saat itulah Kim Thi sia baru menganggap "tontonan" ini suatu
permainan yang tidak sederhana.
Berapa saat kemudian, seorang yang mengenakan jubah sutera munculkan diri dari balik
panggung. Disusul kemudian suara gembrengan pun dibunyikan ramai sekali, layar kuning selebar
berapa kakipun pelan-pelan ditarik kesamping.
Kim Thi sia menyaksikan panggung itu tetap kosong dan tak terlihat seorang manusia pun,
tanpa terasa pikirnya: "Huuuh, apanya yang menarik. mungkinkah yang dinamakan tontonan adalah permainan
gembrengan dari orang-orang yang berada ditesi panggung itu."
sementara itu suara gembrengan dan tambur berkumandang makin keras dan cepat.
suaranya bagaikan ada seribu prajurit yang sedang teriibat dalam suatu pertarungan sengit.
Kim Thi sia mulai mendongkol dan tak sabar, pikirnya:
"Huuuh, berisik amat. Suara gembrengan dan tambur yang dibunyikan macam orang mau
berangkat perang. Apakah tontonan begini yang disukai banyak orang" IHmmm, yaaa, aku tahu
sekarang. Sudah pasti hanya orang edan yang gemar menonton pertunjukkan semacam ini."
Dia mencoba berpaling kesamping, dilihatnya siunta sedang memperhatikan keatas panggung
tanpa berkedip. Wajahnya amat serius dan kelihatan asyik menonton maka tanpa terasa diapun
berpaling kearah panggung.
Entah sedari kapan, ternyata diatas panggung telah muncul seorang lelaki berjubah periente
yang bermuka bopeng. Dengan langkah lebar sibopeng beejalan ketengah panggung dan menjura keempat penjuru,
lalu serunya dengan suara parau: "Selamat datang saudara-saudara sekalian-"
Kemudian dia membalikkan badan dan duduk disebuah kursi sambil mengelus jenggot dan
memandang keangkasa, sikapnya angkuh dan acuh tak acuh, membuat Kim Thi sia semakin
masgul melihatnya. Disamping itu, muncul pula kecurigaan didalam hatinya, buru-buru dia bertanya kepada Lu ci:
"Saudara Lu, tenaga dalam yang dimiliki orang ini hebat sekali dari perkataannya barusan,
dapat diketahui ia memiliki tenaga yang hebat. Bukankah begitu?"
sambil tertawa Lu Ci menjawab:
"si bopeng tak pernah belajar silat suaranya nyaring merupajan hasil latihan selama bertahuntahun
sedang ucapannya tadi merupakan pembukaan dari tontonan ini, sudah kau jangan
mengusik terus." setengah mengerti setengah tidak Kim Thi sia manggut-manggut diapun tidak banyak bertanya
lagi. Kuatir dianggap Lu Ci sebagai orang dusun yang bodoh.
selang berapa saat kemudian suara gembrengan dibunyikan makin keras baru saja Kim Thi sia
tak sabar menanti, tiba-tiba dari balik panggung muncul kembali dua orang manusia.
Yang berada didepan memakai baju ringkas berwarna merah dengab sepasang pedang
tersoren dipunggung langkahnya berat dan mantap. Kim Thi sia segera berpikir kembali:
"Pemuda ini gagah perkasa dan mantap langkahnya Jelas dia adalah seorang tokoh kenamaan
dalam dunia persilatan."
orang kedua bermuka merah, berambut panjang dan mempunyai dua gigi taring berwarna
kuning, ditambah jubahnya hitam ikat pinggangnya merah, membuat dandanannya kelihatan tak
genah. Ia segera bertanya kepada Lu ci:
"Jagoan darimana sih manusia itu, rasanya belum pernah kujumpai dandanan seperti itu"
"Dia adalah panglima andalan dari siperampok kuda ui yang disebut Hek sat koay, siluman
bengis bermuka hitam."
Kim Thi sia berpikir sebentar, lalu katanya seraya menggeleng.
"Heran, kalau toh dia berani munculkan diri diatas panggung sudah pasti namanya cukup
termashur didalam dunia persilatan mengapa aku belum pernah mendengar nama Hek sat koay
tersebut?" "Siperampok kuda Ui maupun Hek sat koay adalah jago-jago kenamaan pada lima ratus tahun
berselang, darimana kau bisa tahu?"
Mendengar perkataan tersebut, Kim Thi sia jadi terkejut dan cepat-cepat melompat bangun,
teriaknya: "Apa" Manusia itu sudah termashur sejak lima ratus tahun berselang" Kalau begitu dia sudah
menjadi siluman?" Lu Ci mengawasi rekannya dengan termangu, dia tidak mengerti apa maksud perkataan itu.
Tiba-tiba terdengar orang yang berada dibelakangnya berteriak: "Hey, duduk. duduk Jangan
menutupi penglihatan kami."
Buru-buru Kim Thi sia duduk kembali, sementara benaknya dipenuhi dengan pelbagai pikiran,
dia benar-benar tak habis mengerti. orang yang nampaknya baru berusia lima puluh tahunan,
kenapa bisa berubah menjadi Hek sat koay yang telah berusia lima ratus tahun"
Dalam pada itu diatas panggung sudah berlangsung tanya jawab. sibopeng berkata dengan
suara dalam: "saudara, ada urusan apa anda datang kemari disenja ini?"
Kim Thi sia segera menjadi melongo seingatnya saat ini baru tengah hari. Kenapa orang
dipanggung mengatakan sudah senja" Mungkinkah mereka hidup kelewat lama didunia ini
sehingga suasanapun menjadi kacau dalam pandangan mereka" Tampak Hek sat koay menjura
sambil berkata: "Secara kebetulan saka aku lewat di Tay goan sehingga sekalian datang berkunjung kemari."
Begitu ucapan diutarakan suara gembrenganpun berhenti berbunyi disusuk kemudian tampak
pemuda gagah tadi berlutut sambil berkata:
"Aku yang muda ui liang heng sudah lama mengagumi nama toaya. Hari ini sengaja aku datang
mengunjungi cay cu sekalian menyampaikan salam." Tak lama kemudian terdengarlah suara
perempuan berseru keras: "Ayah, jangan marah. Ananda terpaksa pulang malam.........."
Menyaksikan kesemuanya itu Kim Thi sia menjadi melongo dan kebingungan, dengan mata
melotot dia berpikir: "Aneh, aneh, sesungguhnya mereka yang sudah sinting ataukah aku yang sudah gila" sekarnag
baru tengah hari, tapi mereka justru bilang sudah senja. Malah siperempuan itu mengatakan
pulang malam.. .....gila......gila semua aku benar-benar tak habis mengerti. Apa ulah silumansiluman
berusia lima ratus tahun ini?"
Dia mencoba memperhatikan Lu Ci dan siunta, bahkan hampir semua penonton mengikuti
setiap kejadian dipanggang dengan seksama. seakan-akan mereka kuatir kalau sampai
ketinggalan setiap adegan yang terjadi.
"Maknya......." umpat Kim Thi sia dihati. "Hebar betul kesadaran orang-orang itu untuk
mengikuti kejadian dipanggang. Huuuh, benar-benar sebuah siksaan hidup." Tiba-tiba terdengar
Lu Ci bergumam: "Nah, sinona besar telah muncul. sudah pasti dia yang menguasahi seluruh panggung benarbenar
asyik. Benar-benar asyik."
Ketika Kim Thi sia memperhatikan kembali keatas panggung, disitu telah muncul seorang nona
yang berbaju sutera, berdandan medok dengan usia antara dua puluh delapan tahunan.
Yang paling tak sedap dilihat adalah sepasang matanya yang besar dan jeli justru diberi cat
warna dibawah kelopak matanya. Mukanya dibedaki tebal dan bibirnya diberi gincu tebal. Hal ini
membuat seorang gadis yang sesungguhnya menarik berubah macam perempyan siluman saja.
"Huuuh, tampaknya lebih jelek daripada monyet. Heran siapa yang mendandaninya hingga
macam begitu" orang itu mesti dihajar habis-habisan" pikir Kim Thi sia.
Tak lama kemudian musik bergema dan perempuan itupun menari sambil menyanyi yang
disambut tepuk tangan riuh dari penonton.
Hanya Kim Thi sia seorang menutupi telinga sendiri dengan jari tangan. Hati masgul dan tak
gembira, diam-diam ia menyalahkan Lu Ci yang tidak seharusnya mengajaknya kemari hingga dia
mesti merasakan siksaan hidup,
Ia mencoba berpaling, melihat Lu Ci pun turut bertepuk tangan dengan gembira, tiba-tiba saja
timbul amarah dihatinya. Dengan suara keras segera bentaknya:
"Hey Lu Ci, kalau kau berani bertepuk tangan lagi, jangan salahkan kalau aku akan
menggebukmu" "saudara Kim apa kau bilang?" seru Lu Ci agak tertegun"Jangan bertepuk tangan atau aku tak akan menganggap dirimu sebagai teman lagi" ancaman
Kim Thi sia semakin mendongkol.
Lu Ci tidak habis mengerti apa yang terjadi. Melihat rekannya bermuka macam dia pun tak
berani melanggar keinginannya dan segera berhenti bertepuk tangan-Kim Thi sia segera
bergumam: "Lu Ci, perasaanku kurang baik, maafkan diriku." selesai berkata, ia segera bersandar
dikursi dan tertidur nyenyak.
Entah berapa lama sudah lewat, suara gembrengan yang amat keras mengejutkan dia dari
tidurnya. Ketika membuka matanya kembali, dia saksikan banyak orang sedang mengucurkan air
mata. Apa yang terlihat membuat rasa kantuknya hilang seketika, dengan perasaan terkejut
bercampur keheranan dia bertanya kepada Lu Ci: "Hey, sebenarnya apa yang terjadi, kenapa
kalian semua......" Kata-kata itu tak sanggup dilanjutkan kembali, ternyata wajah Lu Cipun sudah dibasahi oleh
butiran air mata. Lu Ci adalah sahabatnya, tentu saja dia lebih menguatirkan dirinya, dengan suara dalam segera
tegurnya dengan nada dalam:
"saudara Lu Ci, siapa yang telah menganiaya dirimu" Biar aku balaskan dendam bagimu."
sambil berkata dia mencoba memperhatikan keadaan disekitar situ, namun yang tampak hanya
wajah-wajah yang sedih, tak seorangpun menunjukkan wajah "bengis" atau "buas".
sementara dia masih keheranan, Lu Ci telah menunjuk kearah panggung seraya berkata lagi:
"Aaaai, sianak durhaka itu benar-benar kejam, neneknya sudah berusia delapan puluh tahun,
lagipula menderita sakit encok yang berat. Tapi dia masih begitu kejam dan tega untuk
mencambuki tubuhnya."
Kim Thi sia segera berpaling kearah panggung. Betul juga dia saksikan seorang lelaki setengah
umur sedang mencambuki seorang nenek berambut putih sambil tertawa licik, sementara sinenek
memeluki kakinya sambil menangis dan meminta ampun.
Tapi lelaki setengah umur itu benar-benar berhati jahat, sambil tertawa dingin dia mencambuk
terus tiada hentinya. Empat orang centeng dan seorang gadis menangis sambil berdiri ketakutan disisinya. Ternyata
tak seorangpun yang berani melerai.
Melihat adegan itu, timbul hawa amarah didalam hati Kim Thi sia, pikirnya tanpa terasa:
"Kurang ajar, ditengah hari bolong pun terdapat manusia bagaikan binatang yang berani
menghajar orang tua semaunya sendiri. Aku sebagai seorang pendekar tak boleh berpeluk tangan
saja, akan kuberi pelajaran yang setimpal kepadanya."
Apa yang terpikir dilakukan, tiba-tiba dia melompat bangun dan lari menuju kepanggung.
Lu Ci berniat memanggilnya tapi tak berhasil, terpaksa dia hanya mengawasi bayangan
punggungnya dengan termangu.
sementara itu para penontonpun dibuat tertegun oleh peristiwa yang terjadi sangat mendadak
dan diluar dugaan itu Kini Kim Thi sia langsung melompat naik keatas panggung dan mencengkeram lelaki setengah
umur yang berperan sebagai anak durhaka itu, kemudian tanpa ditanya pa atau bu, ia langsung
menghajarnya sampai babak belur.
Dalam waktu singkat orang itu sudah menjerit-jerit kesakitan dan bergulingan diatas tanah.
sampai rasa mendongkolnya sudah mereda, lelaki setengah umur itu telah berada dalam
keadaan tak sadar. suasana menjadi gaduh dan heboh, disusul kemudian dari balik panggung bermunculan aneka
ragam manusia, ada pendetanya, tosu siucay, buan, perempuan tua, gadis muda dan aneka
ragam lainnya. sambil munculkan diri, orang-orang itu berteriak:
"Hey, bagaimana sih kamu ini" kenapa memukul orang secara sembarangan"jangan dianggap
tiada hukum negara yang berlaku disini sehingga kau boleh memukul orang secara sembarangan-"
"Kentut anjingmu" umpat Kim Thi sia marah. " Kalian sendiri hanya berpangku tangan tanpa
menolong melihat kesusahan orang. sekarang berani mencaci maki diriku. Hmmm, kalau toaya
sudah marah, akan kubakar gedung kalian sampai ludas."
Tiba-tiba sinenek yang dihajar oleh "anak durhaka" itu melompat bangun, lalu sambil menuding
kearahnya, dia mengumpat:
"Anak muda yang tak tahu urusan, kenapa kau memukul orang secara sembarangan" Apakah
kau tidak takut dengan petugas negara?" Nenek itu semakin marah.
"Ngaco belo, inikan cuma permainan sandiwara. Dipukul pun bukan dipukul secara sungguhan,
kenapa kau justru melukai orang lain" Benar-benar menjengkelkan"
sambil berkata dia segera menarik rambut sendiri hingga terlepaslah rambutnya yang berubah
itu. Ketika Kim Thi sia mengamati dengan seksama dia makin terperanjat lagi, teriaknya amat
terkejut: "Aaaaah, rupanya kau seorang pria?"
" Enyah kau dari sini" umpat pria tersebut marah. "Sedikitlah tahu diri, kau harus mengerti,
kami yang mencari sesuap nasi dengan mengadakan pertunjukkan ini bukan manusia yang bisa
dipermainkan dengan semaunya."
Mimpipun Kim Thi sia tak pernah menyangka kalau dalam waktu singkat telah terjadi
perubahan sebanyak ini, untuk sesaat dia menjadi tertegun dan tak mampu mengucapkan sepatah
katapun- Dengan cepat keempat orang lelaki yang berdandan centeng itu mengambil sepikul air dingin
dan diguyurkan diatas kepala "sianak durhaka" tak lama kemudian si "anak durhaka" itupun
siuman kembali dari pingsannya.
Begitu membuka matanya dan melihat Kim Thi sia masih berdiri tegak dihadapannya si "anak
durhaka" itu segera menjerit kaget, lalu tanpa banyak bicara dia membalikkan badan dan
melarikan diri terbirit-birit keadaannya mengenaskan sekali.
Waktu itu para penonton dibawah panggung tak ada yang melelehkan air mata lagi. semua
orang dibuat tertawa terpingkal-pingkal oleh peristiwa aneh yang tak pernah diduga itu.
Lu Ci yang paling repot, cepat-cepat dia melompat naik keatas panggung dan menjura kepada
para pemeran sandiwara sambil berkata:
"Maaf, maaf berhubung saudaraku ini berjiwa ksatria dan selalu ingin tampilkan diri bila melihat
kejadian yang tak adil, maka diapun menjadi tak tahan setelah melihat permainan kalian yang
begitu sungguh-sungguh atas kelancangan dari saudaraku ini, harap saudara sekalian sudi
memaafkan-" Gelak tertawa yang amat riuh dibawah panggung membuat paras muka Kim Thi sia berubah
menjadi merah padam bagaikan kepiting rebus untuk berapa saat lamanya dia tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
sebagai seorang yang cukup pintar dengan cepat pemuda itu sadar bahwa ia telah salah
mengartikan permainan sandiwara sebagai kejadian sungguhan tak heran para penonton dibuat
tertawa terpingkal-pingkal.
Untung saja bujukan Lu Ci berhasil meredakan amarah para pemeran sandiwara itu akhirnya Lu
Ci mengeluarkan sekeping uang perak dan diserahkan kepada pemimpin rombongan sandiwara
sambil katanya: "Anggaplah uang tak seberapa ini sebagai ongkos untuk merawat mereka yang terluka sedang
sahabatku itupun susah untuk diminta mohon maaf untuk itu harap saudara sekalian sudi
memaafkan." Dengan susah payah kehebohan tersebut dapat diredakan. Meski pertunjukkan dilanjutkan
kembali, namun Kim Thi sia tak punya muka untuk berdiam lebih lama disitu. Bersama Lu Ci dan
siunta, tergopoh-gopoh mereka pergi meninggalkan tempat itu. Ditengah jalan, siunta berkaokkaok
marah: "Lu Ci, kau bisa saja bersikap royal, sedikit-dikit lantas mengambil uangku yang kau gunakan
seperti yang pribadimu saja. Hmmm, coba kalau jalan darahmu tidak tertotok, tak nanti kubiarkan
kau berbuat semena-mena."
"Toako, uang adalah harta sampingan, sebagai orang persilatan, mengapa sih pikiranmu tak
bisa terbuka?" ucap Lu Ci.
"Maknya, seandainya pikiranku bisa lebih terbuka, saat ini aku sudah mati kelaparan-" Lu Ci
tahu bahwa usahanya untuk membujuk tak akan berhasil, diapun segera berpikir:
"Gunung mudah dirubah, namun watak susah diganti, kalau dia sudah begitu kokoh dengan
pendiriannya yang memandang yang bagaikan nyawa sendiri Rasanya biar aku berbicara sampai
lidahku membusukpun tak bakal dapat menggerakkan hatinya."
sementara itu Kim Thi sia berjalan dengan kepala tertunduk dan langkah yang sangat berat, Lu
Ci tahu rekannya dalam keadaan tak senang hati, diapun tidak mengajaknya berbicara.
Mendadak melintas lewat tiga orang lelaki kekar berbaju hitam, terdengar salah satu
diantaranya sedang berkata:
"Hey, sudah dengar belum kalian malam ini kita akan bergerak."
Timbul rasa ingin tahu dihati Kim Thi sia setelah mendengar pembicaraan ini, dengan cepat ia
membalikkan badan dan mengikuti dibelakang ketiga orang tersebut. Kedengaran salah seorang
diantara mereka berbisik,
"sipenyanyi opera itu sangat bagus. Toako, sudah kuputuskan akan menyerahkan sipenyanyi
opera itu untukmu." "samte memang baik hati" Kata lelaki ditengah. "Terus terang saja, aku memang menaruh
maksud kepadanya." "Kalau begitu kita tetapkan begini saja, malam nanti kita bergerak."
Kim Thi sia kuatir jejaknya diketahui ketiga orang itu, selesai mendengar pembicaraan tersebut,
dia segera membalikkan badan dan menyusul rombongan sendiri Kepada Lu Ci segera tanyanya:
"Tolong beri penjelasan kepadaku, manusia macam apakah sipenyanyi opera itu?"
"Biasanya penyanyi opera itu adalah seorang perempuan panggung."
"oooh begitu" Kim Thi sia manggut- manggut. "Terima kasih buat keteranganmu itu."
Diam-diam dia telah mengambil keputusan, dalam menghadapi persoalan apapun dia tidak
ingin memberitahukan kepada Lu Ci lagi, karena memang begitulah wataknya. Dia lebih senang
menanggulangi sendiri masalah yang dihadapi daripada memohon bantuan orang lain.
Tanpa terasa sampailah mereka didepan sebuah rumah penginapan yang memakai merek
"Peng bin". Ketika Kim Thi sia mendongakkan kepalanya untuk memperhatikan cuaca mendadak dia
saksikan ada sebuah kain panjang yang tergantung diatas atap rumah, diatas kain tadi terteralah
beberapa huruf yang berbunyi:
"Nirmala nomor tujuh menantang sembilan pedang dari dunia persilatan untuk berduel."
Membaca tulisan ini, pemuda Kim segera berpikir:
"Aduh celaka, dengan munculnya tulisan tersebut disini, berarti suhengku sekalian pasti
menginap ditempat ini, jejakku tidak boleh sampai diketahui mereka."
Berpikir demikian cepat-cepat dia menarik Lu Ci dan siunta untuk diajak pergi, bisiknya:
"Mari kita pindah kerumah penginapan yang lain saja." Kemudian dengan gelisah dia berpikir:
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"seandainya musuh besar pembunuh suhu bukan saudara seperguruanku, sebagai adik
seperguruan mereka, sesungguhnya aku wajib menyumbangkan sedikit tenaga. Ilmu silat dari
Nirmala nomor tujuh pasti jauh lebih hebat daripada Nirmala nomor sepuluh apa yang harus
kulakukan sekarang?"
"Hey bocah muda, aku ingin menggunakan dua macam rahasia yang sangat penting untuk
ditukar dengan kebebasan, bagaimana menurut pendapatmu......?"
setelah berhenti sejenak, kembali tambahnya:
"Bahkan rahasia tersebut berhubungan erat sekali dengan dirimu. Aku harap kau
pertimbangkan masak-masak. sebab aku tak bermaksud memaksamu untuk menerimanya."
Mendengar ia berbicara dengan serius, dengan wajah tercengang Kim Thi sia menghentikan
langkahnya lalu berseru: "Hey unta, apakah kau hendak bermain gila lagi?" Dengan tak senang
hatijawab siunta: "Jangan kau anggap aku orang yang suka mengingkari janji. Padahal.. ..aaaai, lebih baik tak
usah kukatakan, toh aku tidak berniat memaksamu........."
Kemudian setelah berhenti sejenak. kembali dia melanjutkan"Sebelum membicarakan persoalan ini, aku perlu menyinggung sedikit tentang masalahnya.
Terus terang saja, kedua rahasia tersebut menyangkut soal perguruanmu."
Kim Thi sia segera merasakan hatinya berdebar keras sesudah mendengar perkataan itu,
pikirnya: "Dia menyebut kalau rahasia itu menyangkut rahasia perguruanku. Jangan-jangan dia
maksudkan sebab kematian dari suhuku Malaikat pedang berbaju perlente."
Teringat kembali akan tujuannya berkelana dalam dunia persilatan, perasaan ingin tahunyapun
meningkat sepuluh kali lipat tak tahan lagi dia bertanya:
"Apakah kau mengetahui sebab-sebab kematian guru" selain persoalan itu, dalam perguruan
kami tidak terdapat rahasia lain. Hey unta, betulkan perkataanku ini?"
Ia seperti bertanya pada diri sendiri, juga seperti bertanya kepada orang lain-Pokoknya dia
benar-benar ingin mengetahui rahasia tersbeut.
Melihat pemuda itu sudah tertarik. siuntapun berlagak makin merahasiakan masalahnya, ia
berkata: "Maaf, setelah perundingan antara kedua belah pihak selesai dibicarakan, aku tak akan
menyinggung kembali masalah tersebut."
Kim Thi sia sangat gemas bercampur gelisah. Kalau bisa dia hendak menghajar ornag itu habishabisan,
katanya lagi: "Hey unta, kau benar-benar maknya, aku toh bukan anak kecil. siapa yang tak tahu kalau kau
bakal melarikan diri setelah kubebaskan dirimu nanti......."
sambil menepuk dada si Unta berkata: "Kujamin dengan harga diriku, seandainya....."
Ia berhenti sejenak dan tertawa dingin, tambahnya:
"Bila kau tak percaya kepadaku, carilah dengan sistim yang lain."
"Dengan cara bagaimana" Coba kau terangkan"
"Kau toh bisa saja tidak membebaskan aku secara keseluruhan. cukup membebaskan saja jalan
darahku. sewaktu kubicarakan soal rahasia tadi kalian berdua dapat mengawasi aku dari samping.
seandainya aku hendak menipu kalian dengan tipu muslihat, kaupun bisa berusaha mencegahku
dengan kekerasan, bukankah ilmu silat kalian berdua sangat hebat, apalagi selisih jarak kita
demikian dekat, tak nanti aku bisa melepaskan diri dari tangan kalian berdua."
"Baik, kita penuhi permintaanmu itu" ucap Kim Thi sia kemudian.
Dia ingin cepat-cepat mengetahui kedua macam " rahasia" tersebut, maka sekalipun dia
berpendapat bahwa cara tersebut tak masuk diakal, namun dia tak ambil perduli.
Ketika Lu ci diberi tanda, ia tak berani berayal dan segera membebaskan si Unta dari pengaruh
totokan. Begitu jalan darahnya bebas, si unta tetap lemas seperti sedia kala karena peredaran darahnya
belum menjadi lancar kembali.
Lu Ci segera menyiapkan telapak tangannya diatas ubun-ubun orang tersebut. Asal siunta
menipu mereka, diapun akan segera melancarkan serangan yang mematikan-Dengan suara keras
siunta berseru: "Rahasia pertama adalag tentang kematian sipedang bintang. Anggota termuda dari sembilan
pedang dunia persilatan ditangan Dwei Nirmala."
Kim Thi sia berseru tertahan, tapi sebentar kemudian ia telah berseru dengan penuh amarah:
"Ngaco belo tak karuan, selama dua hari belakangan ini kau tak pernah meninggalkan sisi kami.
Dari mana kau bisa tahu"Jika kau melihatnya, kenapa aku sama sekali tidak melihatnya?"
siunta tidak langsung menanggapi pertanyaan itu, dia tertawa dingin kemudian ujarnya: "Kau
masih teringat dengan peristiwa pada malam itu?"
"Yaa masih ingat, malam itu merupakan malam sial bagiku, tapi juga malam sial bagimu."
"Kau masih ingat bagaimana ditendang orang sampai jatuh semaput?"
"Tentu saja masih ingat" sahut sang pemuda. Kemudian dia balik bertanya:
"Tapi apa sangkut pautnya peristiwa itu dengan kematian sipedang bintang?"
"Kau tahu orang yang menendangmu waktu itu adalah Nirmala nomor tujuh disaat kau tak
sadarkan diri, Nirmala nomor delapan dan Dewi Nirmalapun munculkan diri. Pedang bintang sudah
menjadi tawanan Dewi Nirmala waktu itu. setelah semua keterangan berhasil diperoleh dari mulut
pedang bintang Dewi Nirmalapun mengayunkan tangannya membunuh dirinya."
Kali ini mau tak mau Kim Thi sia harus percaya dengan keterangannya, dia segera menggigit
bibirnya kencang-kencang. sepasang matanya memancarkan sinar tajam, sementara dihati
kecilnya diam-diam ia bersumpah:
"Dewi Nirmala, kau iblis jahat. Aku bersumpah tak akan hidup berdampingan denganmu"
siunta telah menatap pemuda tersebut lekat-lekat, dengan suara pelan dia berkata kemudian"Dengarkan baik-baik, aku akan menyinggung persoalan kedua......."
Dengan nada setengah mengejek dia berkata:
"Hey kunyuk muda, katakan terus teran benarkah kau telah mempelajari ilmu Tay goan sinkang
dari Malaikat pedang berbaju perleten?"
Kim Thi sia sangat terkejut setelah mendengar perkataan itu, diam-diam pikirnya:
" Heran, aku tak pernah mengungkapkan tentang persoalan ini, darimana dia bisa
mengetahui?" setelah berpikir sebentar, ia memutuskan untuk tidak mengakui, maka katanya kemudian-"soal
ini kau tak perlu tahu, cepat katakan apa rahasia kedua?" setelah tertawa terkekeh-kekeh, siunta
berkata: "Hey kunyuk muda, posisimu sekarang berbahaya sekali. Sebelum menemui ajalnya sipedang
bintang telah membocorkan segala sesuatunya kau tahu tujuan si Dewi Nirmala tak lain adalah
ilmu Tay goan sinkang, sekarang dia telah mengutus orang untuk melacaki jejakmu dimanamana."
"Dewi Nirmala ingin merampas ilmu Tay goan sinkangku?" tanya Kim Thi sia agak tertegun"Aku mendengar kesemuanya itu dengan mata kepala sendiri Aku rasa berita ini tak bakal
salah." Lalu setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Dewi Nirmala benar-benar sangat hebat, entah dia berasal dari mana, tapi yang pasti dia
mampu membunuh sipedang bintang dari jarak lima kaki. Hey kunyuk muda, aku lihat masa
depanmu bakal suram."
"Aku tak bakal takut" kata Kim Thi sia sambil membusungkan dadanya. "Ada tentara yang
datang kebendung, ada air bah yang menggulung kutahan, biar langit ambrukpun aku tak bakal
takut, jangan lagi hanya seorang manusia."
"Entah bagaimanapun juga, yang jelas kau bakal mati, karena itu aku tak berani melakukan
perjalanan bersamamu, takutnya bila si Dewi Nirmala tak mau tahu urusan hingga akupun, turut
dibantai. waaaah.....bisa berabe jadinya."
Begitu perkataan tersebut diutarakan tiba-tiba saja Kim Thi sia teringat akan suatu persoalan,
dengan cepat dia menempelkan telapak tangannya diatas dadanya, hawa murni dipersiapkan, asal
kekuatan tersebut dipancarkan niscaya siunta bakal muntah darah dan mati.
"Hey kunyuk tua" segera bentaknya. " Kau pasti seorang mata-mata......."
Memandang wajahnya yang diliputi hawa sesat, siunta menjadi bergidik karena ngeri tapi
sekuat tenaga dia berusaha menunjukkan senyuman, katanya cepat: "Hey bocah muda, atas dasar
apa kau menuduhku sebagai mata-mata?"
"Kau melukiskan si Dewi Nirmala sebagai seseorang yang sangat lihay, seakan-akan setiap
orang yang menjumpainya pasti akan mati. Kenapa kau siunta yang telah menyadap rahasianya
dan tetap saja masih hidup segar bugar" Ayoh katakan terus terang atas dasar apa kau tetap
hidup didunia ini?" "Hey, kalau dibicarakan sebetulnya amat memalukan, sebetulnya aku cuma menyadap
pembicaraan mereka dari tempat persembunyianku." kata siunta sambil tertawa getir. Dengan
gemas Kim Thi sia menarik kembali telapak tangannya, lalu berkata: " Kecuali itu, apakah kau
masih berhasil mendapatkan rahasia lain?"
"seandainya masih ada, kaupun tidak berhak memaksaku untuk mengatakan kecuali kau
bersedia membayar dengan sejumlah uang."
Berbicara tentang uang, tiba-tiba saja sepasang matanya bersinar tajam, seakan-akan anjing
pemburu yang melihat korban. Ia melirik sekejap kesaku Lu Ci, tapi Lu Ci segera membentak:
"Hey unta disini sudah tak ada urusanmu lagi, cepat enyah dari hadapan kami."
Ternyata ia tidak membiarkan siunta "enyah" sendiri, dengan cepat bajunya dicengkeram lalu
diangkat keatas, baru saja siunta menjerit karena kehilangan keseimbangan badannya, tahu-tahu
tubuhnya sudah dibanting keatas tanah keras-keras.
sambil merangkak bangun dan menggertak gigi menahan sakit, siunta segera mencaci maki
kalang kabut: "Bajingan busuk. kalian berdua berhati-hatilah, suatu ketika toaya pasti akan datang kembali"
Dengan geram Kim Thi sia memburu maju kedepan, lalu sambil mengayunkan kepalannya dia
membentak: "Apa kau bilang?"
siunta cepat-cepat membalikkan badan dan melarikan diri terbirit-birit. Dalam waktu singkat
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Kim Thi sia balas untuk menggubrisnya
lagi, kepada Lu Ci segera tanyanya:
"saudara Lu, aku rasa situasinya sudah kau ketahui dengan jelas, siluman iblis yang bernama
Dewi Nirmala telah mengurus orang untuk membekukku, bila kau merasa ancaman ini
membahayakan keselamatan jiwamu, lebih baik berpisahlah dari sisiku. Bila kita bersua kembali
dikemudian hari, kita masih tetap merupakan sahabat karib."
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut, dalam hati kecilnya sudah timbul hasrat untuk beradu
jiwa dengan Dewi Nirmala. Dengan nada tak senang hati Lu Ci segera berseru:
"Bila aku tahu saudara Kim bakal mengucapkan kata-kata begini, aku Lu Ci tak bakal
bersahabat denganmu."
Meski kata-kata yang singkat namun amat mengharukan perasaan Kim Thi sia. Dia segera
berpikir: "Akhrnya aku berhasil juga menjalin seorang sahabat sejati."
Malam semakin kelam, angin berhembus kencang menerbangkan pasir dan debu, sambil
mengangkat tinggi-tinggi bajunya Kim Thi sia beangkat menuju rumah penginapan dengan
langkah lebar. Agaknya dia telah memutuskan untuk beradu jiwa dengan orang-orang Dewi Nirmala.
Lu Ci membungkam diri dalam seribu bahasa, sementara dihati kecilnya dia berpikir:
"Sejak suhu pergi berkelana, hingga kini-jejaknya masih menjadi tanda tanya besar. Ada yang
mengatakan dia telah tewas, ada yang mengatakan dia menjadi pendeta. Tapi bagaimanapun juga
sepantasnya dia memberi kabar kepadaku."
sebaliknya Kim Thi sia juga sedang terbenam dalam pemikiran sendiri, pikirnya waktu itu:
"seandainya orang yang berada dirumah penginapan itu sipedang perak. pedang tembaga dan
pedang besi, pertemuan saat itu tentu serba rikuh, sebaliknya andaikata mereka adalah pedang
kayu, pedang api, pedang tanah dan pedang air, terutama sipedang kayu, dia tentu akan marah
kepadaku gara-gara urusan putri Kim huan- Waaaah....rasanya kepergianku kali ini hanya mencari
penyakit untuk diri sendiri......."
setelah termenung sejenak, akhirnya diapun bergumam:
"Lebih baik aku turun tangan secara diam-diam. Yaa.......turun tangan secara diam-diam."
JILID 30 Dalam kegelapan malam yang mencekam, kembali ia teringat dengan putri Kim huan- ia benarbenar
tak habis mengerti, selama masih berada bersama gadis itu, dia tak pernah membayangkan
tentang dirinya, tapi begitu meninggalkannya, dia sering merindukan dirinya.
"Mungkinkah aku benar- benar jatuh cinta kepadanya......?" ingatan tersebut melintas lewat
didalam benaknya. Pengetahuannya tentang " cinta" masih terlalu tipis, jauh melebihi tentang kesan baik.
Dengan kepala tertunduk ia berjalan menelususri jalanan, ia membayangkan kembali peristiwa
pada malam itu....... Saat itu putri Kim huan sedang berkata kepada sipedang besi.
"Sayang aku tak pandai bersilat hingga merasa diriku lemah dan tak berguna. Kalau tidak.
beranikah dia mempermainkan aku?" segera bergumam:
"Aaaaai......hanya Thian yang tahu, benarkah aku pernah mempermainkan dirinya......"
Iapun seakan-akan mendengar gadis ini berkata begini: "Aku berani membunuhnya,
percayakah kau?" Perkataan tersebut ditujukan kepada sipedang besi, waktu itu hatinya terasa amat murka.
Semua kesan baik yang terjalin banyak waktu seketika punah oleh perkataan tersebut. Hampir
saja ia hendak mendobrak pintu untuk menyerbu kedalam serta memaki gadis tersebut.
Hingga kini, dia tetap tak mengerti kenapa gadis tersebut bisa berkata demikian.....
"Aaaai, lebih baik kulupakansaja dirinya. Lupakan saja dirinya......."
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya ia segera berseru:
"Mengapa aku tidak mengerudungi wajahku dengan kain" Disatu pihak para suheng tak bakal
mengenali aku. Dipihak lain akupun bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mengobrak abrik
Dewi Nirmala beserta para begundalnya....."
Dengan watak sekarang, apa yang terpikir olehnya segera pula dilakukan tanpa
mempertimbangkan untung ruginya.
Maka dirobeknya secarik kain untuk mengerudungi wajahnya setelah dibuat dua lubang kecil
untuk melihat diapun berkata:
"Lu ci, dandananku sekarang, masih kenalkah kau dengan diriku.........?"
Lu ci memperhatikan sekejap dandanan anak muda itu, kemudian menjawab:
"Lebih baik rambutmu dibikin agak kacau sebab model rambutmu macam sarang burung itu
merupakan cici khasmu. Biar orang lain tidak melihat wajahmu model rambutmu sudah menjadi
ciri khasmu." "Maknya...... memangnya model rambutmu paling bagus sendiri?" umpat Kim Thi sia sambil
tertawa. Meski begitu, dia toh menurut juga untuk membuat rambutnya kusut dan membiarkannya
terurai kebawah. "Saudara Lu, bolehkah aku meminjam sebentar senjatamu" kata sang pemuda kemudian"Boleh saja" sahut Lu ci sambil menyerahkan tongkat besinya kepada pemuda itu. "cuma
setelah tak terpakai berapa hari, toya itu hampir berkarat. Selesai meminjam, saudara Kim harus
menggosokkan senjata itu untukku."
"Tak usah kuatir, cuma........"
Setelah berhenti sejenak. dengan suara dalam ia menambahkan-"Kaupun harus menyanggupi
sebuah permintaanku."
"Katakanlah, asal aku mampu melakukannya, pasti tak akan kubuat dirimu kecewa."
"Tinggalkan aku....." dengan tanpa sungkan-sungkan Kim Thi sia berseru. " Kau tak perlu
mencampuri urusan pribadi saudara seperguruanku. Saudara Lu, tentunya kau bisa memahami
maksud hatiku bukan?"
Lu ci tertegun untuk berapa saat, melihat keseriusan pemuda itu, ia segera memahami bahwa
rekannya menjumpai kesulitan, karenanya diapun manggut.
"Tak usah kuatir, aku tak akan mencampuri urusan pribadi orang lain- Kalau begitu kita
berpisah dulu disini, akan kunantikan kedatanganmu dirumah penginapan lain-"
Dengan pandangan tajam Kim Thi sia, mengawasi rekannya sekejap. kemudian katanya pula:
"Saudara Lu, seandainya terjadi sesuatu musibah atas diriku, harap kau bisa tinggalkan tempat
ini selekasnya. Anggap saja peristiwa ini sebagai impian buruk. Lanjutkan masa depanmu sendiri
tanpa mengutusi diriku lagi, mengerti?"
Lu ci merasakan hatinya bergetar keras. Dia memahami arti perkataan tersebut, karenanya
dengan perasaan berat dia melirik sekejap kearahnya. Kemudian membalikkan badan dan
beranjak pergi dari situ.
Sebagai seorang kasar, dia tidak butuh pertanyaan apapun, kendatipun perasaan hatinya berat
sekali namun akhirnya toh perasaan tersebut ditahan juga, karena diapun tahu kata-kata
perpisahan yang memedihkan hati sama sekali tak ada gunanya.
Mengawasi bayangan punggung rekannya yang menjauh, Kim Thi sia merasakan pikirannya
agak kaku, tapi sebentar kemudian ia sudah berpikir:
"Sejak terjun kedalam dunia persilatan, meskipun sudah banyak pekerjaan yang kulakukan, tapi
bila diamati sebenarnya, ternyata tak sebuahpun yang meninggalkan kesan dalam bagiku, kali ini
musuh yang kuhadapi adalah Dewi Nirmala yang misterius. Aku harus berupaya dengan segala
kemampuanku untuk menciptakan sesuatu hasil, sekalipun akhirnya aku harus tewas, rasanya
akupun tak usah mati menyesal."
Ditengah hembusan angin malam yang kencang, pemuda itu berjalan terus sambil berpikir lebih
jauh: "Aku harus pergi dulu kerombongan pemain sandiwara, kemudian baru pergi membantu
suheng.....hmmmm, sebelum mati bisa meninggalkan sebuah karya besar, rasanya matipun bisa
mati dengan meram." Dengan mempercepat langkahnya dia menuju kerombongan pemain sandiwara.
Untuk membangkitkan semangatnya, sambil berjalan pemuda itupun mengumandangkan suara
nyanyian yang keras, lantang dan gagah perkasa.
Agaknya suara nyanyian itu segera mengejutkan seorang pemuda yang berada dalam sebuah
hutan disisi jalan, dengan perasaan ingin tahu pemuda itu munculkan diri dari balik pepohonanNamun ketika dia tiba diluar hutan bayangan punggung Kim Thi sia telah berada dikejauhan
sana, pemuda itupun termenung sejenak akhirnya tanpa ragu-ragu dia mengintil dari belakangnya.
Ditengah hembusan malam terdengar orang itu seakan-akan sedang bergumam seorang diri:
"Bila kudengar suara nyanyian yang gagah dan bersemangat, dapat diduga dia adalah seorang
lelaki sejati yang hebat, aku harus menjalin tali persahabatan dengannya."
Tak lama kemudian Kim Thi sia telah sampai ditempat tujuan waktu langit sangat gelap
sehingga tak nampak kelima jari tangan sendiri, malam itupun tak ada pertunjukkan sehingga
keheningan yang mencekam membuat suasana bagaikan dikuburanSampai lama sekali ia berdiri termangu- mangu diluar pintu, akhirnya setelah mengambil
keputusan dia duduk dipintu muka dan mulai menghimpun tenaga dalamnya...
Selang berapa saat kemudian tiba-tiba muncul seorang berjubah panjang yang berjalan
mendekat dengan kepala tertunduk. Kim Thi sia mengira" sasaran-nya telah datang, ia segera
melompat bangun-
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata orang itu berlagak acuh tak acuh, mula-mula dia memperhatikan sekejap sekeliling
ruangan, lalu dengan suara pelan-pelan ujarnya:
"Ooooh, rupanya pada malam ini tiada pertunjukkan, tak aneh kalau setitik cahaya pun tak
nampak. mungkin para pemainnya sudah tidur semua."
Mendengar perkataan tersebut, Kim Thi sia segera berpikir:
"Ternyata dia hanya tamu yang hendak menonton pertunjukkan, hampir saja aku bertarung
dengannya." Diam-diam ia tertawa bodoh dan segera duduk kembali. Terdengar orang itu bergumam
kembali: "Aaaai, malam ini udara amat cerah, kenapa aku tidak beristirahat sejenak disini dan baru pergi
setelah rembulan muncul nanti?"
Sambil berkata pelan-pelan dia naik keatas panggung dan duduk tidakjauh dari Kim Thi sia
sementara itu Kim Thi sia yang dibebani jalan pemikiran sendiripun tetap membungkam serta tidak
menggubris dirinya. Tak selang berapa saat kemudian orang itu bergumam lagi:
"Sungguh aneh, seharusnya rembulan dibulan delapan adalah saat paling purnama. Kenapa
sudah kutunggu sekian lama belum nampak juga" Mungkinkah rembulannya sudah ditelan oleh
anjing langit........"
Kim Thi sia ingin tertawa, rasanya namun tak mampu tertawa, orang itu memang aneh sekali,
sudah jelas disampingnya ada orang, ternyata ia sama sekali tidak menggubris bahkan menengok
sekejappun tidak malah seperti orang sinting saja bergumam seorang diri.
"Aneh benar orang ini" pikirnya kemudian- "Hari sudah begini malam, kenapa ia belum juga
ingin pulang untuk tidur" Apakah diapun seekor " kucing malam?""
Sambil bertopang dagu dia mencoba untuk berpaling, kebetulan orang itupun sedang berpaling
menengok kearahnya, kontan saja empat mata mereka saling bertemu satu dengan lainnya.
Sebetulnya Kim Thi sia ingin bertanya:
"Hey, kenapa kau tidak pulang untuk tidur?"
Tapi berhadapan dengan orang asing dia merasa canggung untuk mengajukan pertanyaan
tersebut. Ternyata orang itu memiliki sorot mata yang tajam bagaikan sembilu. Bagaikan sebilah pedang
mestika yang menembusi dadanya saja, membuat Kim Thi sia merasa amat terperanjat dan segera
melompat bangun seraya berseru: "ooooh, ternyata sobat adalah seorang jago silat"
Bertemu dengan seorang jago silat yang tak diketahui asal usulnya ditengah malam buta jelas
merupakan suatu peristiwa yang luar biasa, karena itu sewaktu berbicara tadi, tenaga dalamnya
telah dihimpun kedalam telapak tangannya siap melepaskan serangan- Asal musuh bertindak
mencurigakan maka dia akan menyerang lebih dulu. Sambil tersenyum orang itu berkata:
"Berbicara yang sebenarnya, sewaktu masih kecil dulu aku memang pernah mempelajari ilmu
silat, tapi bila dibandingkan dengan saudara. Waaaah.....masih ketinggalan sukup jauh"
Ucapan yang amat tenang dan datar tanpa sikap permusuhan ini segera mengendorkan
kembali rasa tegang Kim Thi sia, otomatis dia pun mengendorkan juga himpunan tenaga
dalamnya. Terdengar orang itu berkata lagi:
"Bolehkah aku tahu siapa nama anda" Aku berharap bisa menjalin tali persahabatan
denganmu." Baru selesai perkataan itu diutarakan, mendadak dari kejauhan sana telah muncul tiga sosok
bayangan manusia. Kim Thi sia segera berseru:
"Sobat, cepat bungkukkan badan, jangan membiarkan mereka tahu akan jejak kita"
Seraya berkata dia segera menjatuhkan diri keatas tanah diikuti pula oleh orang tersebut.
Ditengah kegelapan, terlihat ketiga sosok bayangan manusia itu memencarkan diri dan
melayang keatas rumah dari tiga arah yang berbeda.
Gerak gerik ketiga orang itu amat lincah dan cekatan, ilmu meringankan tubuhnya sangat lihay,
dari situ membuktikan pula bahwa ilmu silat yang mereka milikipun lihay sekali.
Menanti sampai ketiga orang tersebut sudah melompat naik keatap Kim Thi sia berdua baru
cepat-cepat bangkit berdiri serta menyembunyikan diri disudut ruangan bisiknya kepada orang itu
dengan suara lirih: "Sobat, cepatlah pulang kerumah, jurusan yang bakal berlangsung ditempat ini sama sekali tak
ada sangkut pautnya dengan dirimu."
orang itu menyelinap kehadapannya, lalu sambil menatap wajah pemuda itu lekat-lekat
serunya: "Aku paling suka mencampuri urusan orang laun, kau tak usah mengurusi gerak gerikku."
Melihat orang itu berwajah gagah dan perkasa, Kim Thi sia pun tak tega untuk memaksanya
pulang, hanya bisiknya: "Aku tak keberatan bila kau hendak mencampuri urusanku, tapi jangan sekali-kali menghalangi
rencanaku." "Apa rencanamu?" tanya orang itu keherananTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Menangkap hidup, hidup" jawab Kim Thi sia singkat.
Selesai berkata dia segera mendorong pintu gerbang dan menyelinap masuk, siang tadi ia
sudah pernah datang kesitu, maka terhadap keadaan didalamnya, ia mengetahui cukup jelas,
dalam beberapa kali lintasan saja ia telah berada ditengah halaman dalam.
Dengan tenaganya dia mendekam dibawah kursi sambil menengok keatas panggung, layar
dipanggung sudah diturunkan- Suasana gelap tanpa penerangan, dan tak kedengaran sedikit
suarapun- Lama-kelamaan timbul kecurigaan dalam hatinya, dia segera berpikir.
"Jangan-jangan para pemain sandiwara itu mempunyai tempat pemondokkan yang lain- Yaa
betul, bagaimana mungkin mereka bisa tidur diatas panggung yang terbuat dari kayu?" Berpikir
begitu dia segera melompat naik keatas panggung tersebut.
Betul juga, dibalik layar tak dijumpai apa-apa, suasana gelap gulita dan tak kelihatan seorang
manusiapun, setelah meneliti sebentar, diapun melanjutkan gerakannya menuju kebelakang
panggung. Waktu itu diatas atap rumahpun telah muncul bayangan manusia, entah sejak kapan tampak
sesosok bayangan manusia melayang turun kebawah dengan kecepatan tinggi.
Kim Thi sia dapat mendengar dengusan napasnya yang memburu, dia tahu para penjahat
sudah siap melakukan perbuatannya, ini terbukti dari perasaan tegang yang mencekam
perasaannya. orang itu berhenti berapa saat disitu tanpa melakukan sesuatu tindakan, agaknya dia sedang
menentukan arah sasaran yang tepat sebelum mengambil sesuatu tindakanKim Thi sia merasa tempat persembunyiannya amat strategis, seba dengan bersembunyi dibalik
layar ini berarti dia berada diposisi gelap dengan musuh berada dipihak terang, tentu saja
kedudukannya jauh lebih menguntungkanMendadak terdengar penjahat yang muncul pertama kali tadi berbisik dengan lirih: "Toako, para
penyanyi opera sudah pindah rumah"
"Tolol" umpat orang yang berada diatas atap rumah. " Kau toh bukan baru pertama kali ini
berkunjung kemari, masa tempat tinggal para pemainnyapun tidak kau ketahui" IHmmm, kalau
beginipun tak becus, buat apa masih memikirkan untuk menangkap sibunga penyanyi itu."
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, kembali terlihat sesosok bayangan manusia
melayang turun dari atas atap rumah begitu dua sosok bayangan manusia itu bergabung, salah
seorang diantaranya segera mengajak rekannya bergerak menuju keatas panggung.
Dalam keadaan seperti ini, Kim Thi sia semakin tak berani bertindak gegabah, dia segera
membungkus diri dibalik kain dan menahan napas sambil melakukan pengintaian, dia ingin tahu
permainan busuk apakah yang hendak diperbuat kedua orang itu.
Belum berapa langkah kedua orang itu berada diatas panggung, pemuda kita sudah berhasil
melihat dengan jelas keadaan dari musuhnya. Tampak orang yang disebut "toako" itu berbisik
secara tiba-tiba. "Setelah bermain sandiwara siang malam, para pemainnya sudah tertidur nyenyak sekarang.
Kau tunggu saja disini, biar aku sendiri yang bekerja."
Selesai berkata ia segera bergerak menuju kebelakang panggung. Dalam waktu singkat
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Kim Thi sia yang menyembunyikan diri kontan saja menyumpah-nyumpah didalam hati. sebab
dengan tertinggalnya seseorang disitu untuk melakukan pengawasan berarti ia semakin tak leluasa
untuk melakukan sesuatu tindakan, pikirnya:
"Seandainya aku munculkan diri serta bertarung dengannya, niscaya pertarungan kami akan
mengejutkan sitoako tersebut. Dengan begitu, bukankah semua rencanaku bakal berantakan?"
Meski sangat gelisah, akhirnya dia tetap menanti dengan perasaan ditekanDengan berhati-hati sekali ia melongok keluar dan mengintip bayangan punggung penjahat itu.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, ia segera berpikir:
"Yaaa benar, seandainya aku dapat membekuknya dengan menggunakan gerak serangan
tercepat, tak mungkin toakonya bisa mengetahui perbuatanku ini......."
Diam-diam iapun mulai mempertimbangkan diri, dengan kepandaian yang dimiliki sekarang,
rasanya agak mustahil baginya untuk merobohkan musuh dalam sekali gempuran denganjarak tiga
kaki. Tapi seandainya dia menggunakan taktik "Memancing musuh masuk perangkap" bisa jadi
usahanya akan berhasil dengan sukses.
Jangan dilihat pemuda itu kasar diluar sesungguhnya cekatan dan pintar didalam, begitu
pikirnya diputar dalam waktu singkat dia telah berhasil mendapatkan satu akal.
Setelah menarik napas panjang-panjang, sambil mempersiapkan toya besi hasil pinjaman dari
Lu ci, dengan langkah lebar dia munculkan diri dari balik tempat persembunyiannya, begitu
mendekati diapun berbisik:
"Saudara ku, mana toako" Kenapa belum juga kelihatan, apakah sudah terjadi sesuatu yang tak
diinginkan?" Ketika mendengar teguran tersebut, orang itu segera membalikkan badan dan menengok
dengan wajah termangu-mangu. Sambil tertawa kembali Kim Thi sia menegur: "Mana toako."
Dia tahu bila kesempatan disaat musuh sedang termangu tidak dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya.
Banyak kesulitan bisa bermunculan kemudian, karena itu sementara dia masih menegur,
sebuah serangan kilat telah dilancarkan dengan hebatnya. " Duuuukkkk. ....."
Dalam terkejut dan tertegunnya, oran itu tak sempat lagi melakukan tangkisan- Tak ampun ia
terkena hantaman toya hingga roboh seketika keatas tanah.
Selesai bekerja, Kim Thi sia menyembunyikan dirinya lagi dibalik tirai sambil menunggu
munculnya kembali sang "toako" tadi.
Tak lama kemudian dari belakang panggung bergema suara langkah kaki yang sangat ringanDisusul kemudian dengan munculnya sang toako itu.....
Dia muncul dengan mengempit sesosok bayangan hitam, meskipun Kim Thi sia tak sempat
melihat dengan jelas raut mukanya namun dia bisa menduga bahwa bayangan hitam itu tak lain
adalah sibunga penyanyi. Diapun tidak mengira segampang itu sang "toako" nya berhasil menculik si bunga penyanyi
tersebut, bahkan tindakannya sama sekali tidak mengusik ataupun mengejutkan siapa saja.
Berdasarkan kemampuannya itu bisa diketahui bahwa kemampuannya memang luar biasa.
Setelah munculkan diri, sang toako itu segera berkata sambil tertawa.
"Hiante, sekarang kita bisa tinggalkan pintu gerbang dengan langkah lebar, semua anggota
pemain opera ini telah kublus dengan sebuah dupa pemabuk. Dalam empat jam mendatang,
jangan harap bisa mendusin kembali. Haaah......haaaaah......."
Sang adik sama sekali tak berbicara, dia hanya berdiri tak bergerak ditempat. sitoako itu
menjadi geli, dengan suara keras segera tegurnya:
"coba lihat tampangmu yang begitu tegang hiante, masa sampai wajahpun kau kerudungi" Aku
toh tidak menyuruhmu naik kebukit golok atau turun kekuali minyak. Kenapa sih kau mesti
melakukan perbuatan yang begini memalukan?"
"Toako" akhirnya sang adik berseru. "Kau memang cukup perkasa tapi sekarang akulah yang
harus menunjukkan keperkasaanku kepadamu."
Memanfaatkan kesempatan disaat sang "toako" masih termangu, toyanya kembali diayunkan
kedepan- Sang "toako" segera berseru tertahan dan robih terjungkal keatas tanah, ia tak mampu lagi
menunjukkan keperkasaannya.
Sambil tertawa dingin Kim Thi sia menyambar tubuh si "bunga penyanyi" serta memeluknya,
kemudian dengan langkah lebar dia berjalan menuju keluar pintu.
Ketika keluar daripintu depan, kebetulan ia berpapasan dengan si "kucing malam", sementara si
Durjana Dan Ksatria 13 Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung Heng Thian Siau To 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama