Ceritasilat Novel Online

Lembah Nirmala 27

Lembah Nirmala Karya Khu Lung Bagian 27


Pertarungan sengitpun kembali berkobar.
Sesungguhnya Kim Thi sia berusaha untuk mencegah berkobarnya pertarungan, tapi sayang
keadaan sudah terlambat. Melihat keadaan tersebut, tanpa terasa ia menghela napas panjang sambil berpikir:
"Aaai....tampaknya soal mana, kedudukan dan harta hanya menjadi bibit bencana bagi umat
manusia, hanya gara-gara mutiara Teng hong cu saja kedua orang pencuri yang telah berusia
lanjut itu harus saling gontok-gontokkan sendiri macam anak kecil saja. Aaai....benar-benar
keterlaluan......" Berpikir sampai disitu, ia segera menjura seraya berseru:
"cianpwee berdua, aku benar-benar tak sanggup untuk menyelesaikan urusan kalian-Maaf kalau
terpaksa aku harus mohon diri"
Baik pencuri selatan maupun sipencuri utara sama-sama tidak menggubris teriakan itu, mereka
telah memusatkan pikiran dan pertarungannya dalam pertarungan itu.
Dengan perasaan berat Kim Thi sia pun berpisah dengan mereka dan meneruskan
perjalanannya. Dengan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sekarang pemuda itu bergerak dengan
kecepatan luar biasa, sekejap mata kemudian berpuluh-puluh li sudah dilewati tanpa terasa.
Suatu ketika Kim Thi sia mendengar suara deruan angin puyuh yang dingin menyeramkan
berhembus datang. Sebagai seorang jagoan, Kim Thi sia segera merasakan sesuatu yang aneh, cepat- cepat dia
menghentikan langkahnya sambil melakukan terhadap sekeliling tempat itu.
Tapi sungguh aneh, ia tak berhasil menemukan sesuatu apapun disekitar tempat itu bahkan
yang terlihat disekitar sanapun hanya sebuah hutan yang gelap gulita.
Dengan langkah yang amat berhati-hati, pemuda itu menelusuri hutan dan menyelinap diantara
pepohonan untuk mencari sumber suara aneh tadi.
Akhirnya setelah melalui hutan yang lebar ia menemukan sebuah jalan setapak yang amat
sempit. Di ujung jalan tadi terpancang sbeuah tugu dengan beberapa tulisan yang amat besar, tulisan
tersebut berbunyi begini:
"Aku yang membuka jalan ini, aku yang membeli tempat ini, bila ada yang ingin lewat,
tinggalkan dulu batok kepalamu." Membaca tulisan mana, Kim Thi sia pun berpikir:
"Sungguh tak disangka aku akan menjumpai tulisan semacam ini ditengah hutan yang terpencil
begini, benar-benar suatu kejadian yang sangat aneh....."
Dengan cermat sekali lagi berapa huruf yang berarti. "Ditulis oleh orang Tiang Pek san."
Siapakah orang Tiang pek san yang dimaksud" Kim Thi sia tidak habis mengerti tapi timbuljuga
rasa ingin tahu didalam hatinya.
Sementara pemuda itu masih ragu-ragu mengambil keputusan,
tiba-tiba...... Dari balik keheningan bergema suara gelak tertawa yang amat menyeramkan. Suara tertawa
itu amat keras dan amat menusuk pendengaranKim Thi sia tertegun dibuatnya, ia segera sadar bahwa manusia yang menyebut diri sebagai
orang Tiang pek san itu merupakan seorang tokoh persilatan yang berilmu tinggi. Kalau tidak.
mustahil gelak tertawanya dapat menimbulkan getaran sekeras ini.
Dengan suatu gerakan yang cepat Kim Thi sia meloloskan pedang Leng gwat kiamnya dan
bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Menyusul suara gelak tertawa yang amat mengerikan tadi, terdengar pula seseorang menegur
dengan lantang. "Haaah.....haaaah......bajingan busUk dari mana yang berani membUat keonaran disini?"
Belum sempat ingatan kedua melintas lewat dalam benaknya, Kim Thi sia telah menyaksikan
seorang kakek ceking berambut putih telah melayang turun dihadapannya.
Kakek ceking itu memiliki sepasang mata yang tajam menggidikkan, diatas bibirnya tertera
sebuah codet bekas bacokan golok sepanjang tiga inci, dandanan maupun potongan mukanya
memberi kesan yang menyeramkan bagi siapapun yang memandang.
Namun Kim Thi sia tidak merasakan kesan seram tersebut, malah pikirnya dihati:
"Ia bisa bercokol disini dengan peraturannya, pasti dikarenakan sesuatu alasan tertentu."
Karena berpendapat begini, Kim Thi sia segera menjura seraya menegur:
"Tolong tanya cianpwee, mengapa kau bercokol disini dengan peraturan yang begitu aneh?"
orang Tiang pek san itu tersenyum sahutnya:
"Haaaah.....haaaah.....haaaah......sudah cukup lama aku siorang gunung menanti disini"
"Boleh aku tahu cianpwee, apa yang sedang kau nantikan?" Kim Thi sia makin tercengang.
"Aku sedang menantikan kedatangan dari para jago lihay dunia persilatan dan menantang
mereka untuk berduel."
Kim Thi sia semakin keheranan lagi setelah mendengar perkataan itu, kembali dia berkata:
"cianpwee, apa maksudmu menunggu para jago dan mengajak mereka berduel?"
Kali ini orang dari Tiang pek san itu tertawa seram. "Haaaah.....haaaaah......."
"cianpwee, apa yang gelikan?"
"Aku geli terhadap CeCunguk ingusan macam dirimu itu, ternyata kaupun berani berlagak
didepanku. Hmmm, tidakkah hal ini menggelikan."
Sikap congkak dan tinggi hati dari orang ini dengan cepat mendatangkan kesan jelek dihati
kecil Kim Thi sia, namun dia pun berusaha untuk menghindarkan diri dari pertarungan tak
berguna. Karenanya sambil tertawa paksa kembali pemuda itu berkata:
"Akupun mengerti, cianpwee bisa bercokol disini tentu disebabkan sesuatu alasan. Bolehkah
kau utarakan alasan tersebut sehingga akupun ikut tahu, bila ada sesuatu yang kurang jelas, aku
Kim Thi sia bersedia pula membantu."
"Aku Sun It tiong orang Tiang pek san selalu malang melintang seorang diri. Hmmm, dulu
dengan susah payah kucari si raja pedang berbaju putih dan mengangkatnya menjadi guru
dengan harapan bisa mempelajari ilmu silat yang tangguh, tak disangka akhirnya guruku itu mati
disaat bertarung melawan Malaikat pedang berbaju perlente, itulah sebabnya aku melatih diri
disini sambil menanti saatnya untuk melakukan pembalasan dendam."
"Waaah, sungguh tak kusangka cianpwee adalah murid kesayangan si Raja pedang berbaju
putih, maaf, maaf." Belum habis pemuda itu berbicara, dengan gusar orang Tiang pek san itu memotong. "Siapa
kau" cepat sebutkan namamu."
Kim Thi sia mengangguk pelan, katanya:
"Aku adalah Kim Thi sia anak murid Malaikat pedang berbaju perlente...."
begitu mengetahui siapa yang dihadapi, amarah orang Tiang pek san itu semakin membara,
serunya cepat: "Bagus sekali, sudah tiga tahun lamanya aku menanti disini, akhirnya kau munculkan diri juga
disini." "Tapi cianpwee, diantara kita berdua toh tak pernah terjalin permusuhan apapun, mengapa kau
menunjukkan sikap bermusuhan terhadapku.....?" seru Kim Thi sia tercengang. orang Tiang pek
san itu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaah....haaaah.....haaaah.....kautahu, apa sebabnya aku Sun It tiong hidup menyendiri dalam
jangka waktu yang lama ditempat seperti ini" Tak lain harapanku adalah suatu saat bisa bertarung
melawan anak muridnya Malaikat pedang berbaju perlente serta melampiaskan rasa dendamku"
Kim Thi sia segera tersenyum.
"cianpwee, kau tak usah gusar, bila ada persoalan katakan saja seCara terus terang mari kita
selesaikan seCara baik-baik."
Tapi orang Tiang pek san itu sama sekali tidak menggubris, tiba-tiba saja ia mendongakkan
kepalanya dan berhembus keras-keras keatas sebatang ranting pohonEntah bagaimana jadinya, tahu-tahu saja ranting sepanjang lima enam kaki itu sudah terpapas
kutung dan terjatuh keatas tangannya.
Menyaksikan kelihaian musuhnya, diam-diam Kim Thi sia merasa terperanjat sekali. Terdengar
orang Tiang pek san itu berkata lagi:
"Marilah bocah muda, hari ini kau telah muncul diwilayahku, bila ingin berlalu dari sini maka
kalahkan dulu aku." Seusai berkata, kembali segulung desingan angin tajam berkelebat kemuka dengan hebatnya.
Kim Thi sia segera meloloskan pedang Leng gwat kiamnya, lalu berkata dengan tenang:
"Baiklah, kalau toh cianpwee berkeinginan untuk melangsungkan pertarungan, Kim Thi sia
tentu akan melayani keinginanmu itu"
Sambil menggetarkan pedang Leng gwat kiamnya, pemuda tersebut melancarkan sebuah
terkaman kilat kedada orang Tiang pek sanMerasakan datangnya serangan yang begitu hebat, orang Tiang pek san itu buru-buru
mengeluarkan jurus "cecak mendaki gunung." untuk meloloskan diri dari ancaman yang tiba.
dalam waktu singkat pertarungan berlangsung dengan serunya, tiga ratus gebrakan kemudian
keadaan tetap berimbang. Kim Thi sia yang diserang terus menerus akhirnya marah juga dibuatnya, darah mudanya
membuat pemuda tersebut menyerang makin bersemangat.
Secara beruntun dia melancarkan serangkaian serangan mautnya dengan jurus-jurus tangguh
dari ilmu pedang panca Buddha, ia berusaha menekan lawannya sampai kepayahan.
Namun orang Tiang pek san itupun tidak jeri, sebaliknya dia justru mengembangkan pula ilmu
silat andalannya untuk melancarkan serangan balasan. Terdengar ia berseru sambil menyerang
dengan gencar: "Bocah keparat, bila aku tak mampu membelah dua tubuhmu dengan jurus serangan ini,
percuma aku dipanggil orang Tiang pek san-" Kim Thi sia tak mau kalah, ia segera balas
mengejek: "Hmmm, dulu gurumu siraja pedang berbaju putih pun keok ditangan guruku sudah dapat
dipastikan kaupun bukan tandinganku hari ini, lebih baik cepat- cepat menyerah kalah saja?"
Sambil mengcjek pemuda itu segera mengancam jalan darah Ki hay hiat, to boan hoan hiat,
Koan ciau hiat dan Thian teng hiat dengan jurus "naga sakti muncul disamudra."
orang Tiang pek san bukanlah jagoan sembarangan, merasakan datangnya ancaman yang
begitu hebat, cepat- cepat dia punahkan ancaman dengan gerakan "menggeser bayangan
memindah posisi", lalu teriaknya:
"Bocah kunyuk, sungguh tak kusangka ilmu silatmu hebat sekali, tak malu kau menjadi anak
muridnya Malaikat pedang berbaju perlente"
Kim Thi sia sama sekali tidak menggubris tiba-tiba ia menyelinap kebelakang punggung orang
Tiang pek san dengan gerakan "sepasang walet terbang berbareng".
Baru saja pedang Leng gwat kiamnya siap menusuk punggung lawannya tiba-tiba siorang Tiang
pek san itu membalikkan badan, lalu melepaskan sebuah serangan balasan-" Duuuukkkk. ......"
Diluar dugaan serangan tersebut bersarang didada Kim Thi sia dengan telak.
Pemuda itu segera mengeluh dan memuntahkan darah segar.
Menyaksikan musuhnya terluka, orang Tiang pek san tertawa senang, ejeknya:
"Haaaah.....haaaah.....haaaaah.....bagaimana rasanya" Sekarang kau si kunyuk pasti sudah
mengetahui bukan akan kelihayan aku si orang Tiang pek san?"
Kim Thi sia mendengus dingin, biarpun dadanya terhajar sampai memuntahkan darah segar,
namun berkat ilmu ciat khi mi khi nya yang lihay, kejadian tersebut sama sekali tidak berpengaruh
banyak terhadap kekuatan badannya.
Dengan badan bergetar keras Kim Thi sia bangkit berdiri kembali, serunya lantang:
"cianpwee, tahukah kau bahwa aku, Kim Thi sia termashur didalam dunia persilatan sebagai
manusia yang paling susah dihadapi?"
orang Tiang pek san itu menjadi semakin mendendam dan marah setelah menyaksikan Kim Thi
sia tidak roboh akibat serangannya dengan kesal dan geram ia berteriak:
"Aku tak perduli kau susah dihadapi atau tidak. pokoknya hari ini kau si kunyuk harus mampus
disini" Berbicara sampai disitu, kembali ia menggerakan ranting pohonnya melancarkan serangan.
Kim Thi sia tak sudi menunjukkan kelemahannya, dengan pedang Leng gwat kiam nya ia
melancarkan serangan balasansekali
lagi pertarungan sengit berkobar dengan hebatnya.
Tiga kentongan sudah pertarungan itu berlangsung, baik Kim Thi sia maupun si orang Tiang
pek san, kini kedua belah pihak sama-sama sudah kehabisan tenaga dan keCapaian setengah
mati. Mendadak terdengar si orang Tiang pek san itu berteriak keras:
"Bocah keparat, hari ini aku telah merasakan sampai dimanakah kelihayan ilmu silatmu,
bagaimana kau sekarang kita beristirahat dulu kemudian baru dilanjutkan pertarungan ini setelah
fajar nanti?" Mendengar perkataan tersebut, Kim Thi sia tertawa seram.
"Heeeh....heeeeh.....bila cianpwee sudah mengaku kalah, aku Kim Thi sia akan menyudahi
pertarungan sampai disini saja, kalau tidak, hmmm Jangan harap bisa lolos dari ujung pedang leng
gwat kiam ku." orang Tiang pek san itu menjadi geram, serunya jengkel.
"Bocah keparat, kau tak usah sombong, biarpun harus mampus diujung pedangmu sekarang,
akupun rela, ayoh maju"
Sambil berkata ia langsung menerkang kedepan Kim Thi sia dengan jurus "sukma gentayangan
menggapai angin-" Tapi Kim Thi sia sudah bertekad akan mengakhiri pertarungan tersebut secepat mungkin,
begitu musuhnya datang menyerang, ia segera mengeluarkan jurus "naga sakti bermain dilaut"
untuk menggempur lawan- Betapa kagetnya si orang Tiang pek san itu ketika secara tiba-tiba bahu kirinya sudah
tergempur oleh serangan musuh, tak ampun tubuhnya mundur berapa langkah dengan
sempoyongan- Kim Thi sia tidak ambil diam, secara beruntun dia melancarkan dua serangan lagi untuk
membacok lengan kanan lawanDengan usia si orang Tiang pek san yang telah lanjut lagipula tenaga dalamnya sudah banyak
berkurang, bagaimana mungkin ia sanggup melawan serangan musuh yang begitu gencar"
Tak bisa dihindari lagi, kengan kanan orang Tiang pek san itu tertusuk tepat oleh serangan
pemuda itu, darah segar bercucuran keluar dengan derasnya.
Merasakan keadaannya semakin terdesak. orang Tiang pek san itu menjadi marah bentaknya:
"Bocah keparat, jangan engkau kira setelah berhasil menusuk lenganku dua kali maka aku si
orang Tiang pek sanjadi takut kepadamu. Hmmm kalau jantan, ayoh majulah."
Seraya berkata, dia segera mengeluarkan jurus "pekerja langit membuat tangga" siap untuk
merobohkan musuh. Kim Thi sia mendengus dingin, dengan suatu gerakan cepat dia membalikkan badannya
menggunakan jurus burung walet kembali kesarang, lalu secepat kilat menusuk kedada orang
Tiang pek san itu. Di luar dugaan, siorang Tiang pek san itu sama sekali tak bergerak dari posisinya semula, ia
tidak nampak berusaha untuk berkelit ataupun melancarkan serangan balasan tubuhnya berdiri
kaku bagaikan patung. Dengan keheranan Kim Thi sia segera menegur:
"Cianpwee, meng apa kau tidak berusaha untuk bercelit ataupun menghindarkan diri dari
seranganku ini?" Pelan-pelan orang Tiang pek san itu membuka matanya kembali, kemudian menjawab:
"Sungguh tak disangka setelah malang melintang dalam dunia persilatan selama puluhan tahun
tanpa tandingan, akhirnya aku si orang Tiang pek san harus......."
"Kenapa kau Cianpwee?" buru-buru Kim Thi sia menukas.
"Sungguh tak disangka aku telah menderita kekalahan total ditangan seorang pemuda ingusan
pada hari ini, dengan kekalahan tersebut, bagaimana mungkin aku punya muka untuk berkelana
lagi didalam dunia persilatan?"
"Cianpwee" Kim Thi sia mencoba menghibur. "Memang kalah adalah suatu kejadian yang
lumrah dalam setiap pertarungan, meng apa sih persoalan tersebut harus dipikirkan?"
orang Tiang pek san itu tidak berkata-kata, ia cuma berdiri tertegun disitu tanpa bergerak,
sementara sepasang matanya mengawasi Kim Thi sia tanpa berkedip.
Menyangka musuhnya amat berputus asa, buru-buru Kim Thi sia memberi hormat seraya
berkata: "Cianpwee, maafkan aku bila aku telah bertindak kurang hormat kepadamu tadi."
Belum habis perkataan tersebut diutarakan mendadak orang Tiang pek san itu menerobos maju
kedepan dan merebut pedang Leng gwat kiam ditangan Kim Thi sia dengan kecepatan luar biasa.
Dengan amat cekatan Kim Thi sia melompat mundur beberapa langkah kebelakang lalu
serunya: "Locianpwee, apa...... apa maksudmu?"
Setelah berhasil merampas pedang Leng gwat kiam dari tangan Kim Thi sia tadi, si orang Tiang
pek san itu sama sekali tidak menggunakannya untuk melancarkan serangan, sebaliknya sambil
mendonggakkan kepala ia menghela napas panjang.
"oooh suhu....." keluhnya. "Dalam masa hidupku saat ini tak mungkin aku si orang Tiang pek
san membalaskan dendam bagimu tampaknya hal ini hanya bisa dibicarakan dalam penitisan
mendatang..^..." Kemudian ia berdiri kaku ditempat tersebut, sikapnya persis seperti sebuah patung tembaga.
Bukan cuma begitu, malah sambil menatap kearah Kim Thi sia, dia seolah-olah berkata begini:
"Sobat, apa gunanya kita mesti bertarung" Apa gunanya kita mencari nama besar dan
kedudukan?" Kemudian dengan sekali ayunan pedang tahu-tahu ia telah menghujamkan pedang Leng gwat
kiam tersebut kedalam perutnya.
Kim Thi sia tak sempat lagi menghalangi perbuatannya itu, tampak olehnya orang tersebut
roboh terjungkal keatas tanah sambil bermandikan darah segar.
Untuk berapa saat lamanya pemuda itu hanya berdiri tertegun, dia seolah-olah dibuat
terperanjat oleh peristiwa yang berlangsung didepan matanya saat itu.
Sampai lama kemudian ia baru menghela napas panjang dan mencabut keluar pedangnya dari
perut orang itu, setelah membersihkan dari noda darah, dengan masgul dan murung berangkatlah
pemuda itu meninggalkan tempat tersebut.
Pertarungan yang baru saja berlangsung seru membuat pemuda itu merasa amat letih tapi ia
mencoba berjalan terus tanpa berhenti, dia berniat menggunakan kesempatan tersebut untuk
pergi meninggalkan tempat tersebut sejauh-jauhnya.
Angin berhembus sepoi-sepoi, hari berganti hari, suatu ketika disaat Kim Thi sia sedang
menempuh perjalanan tanpa tujuan tiba-tiba ia mencium bau harum semerbak berhembus lewat.
Bersama dengan berhembusnya angin sejuk itu, terlihat pula sesosok bayangan manusia
menerjang datang kehadapannya.
Begitu melihat siapa yang berada dihadapanya, Kim Thi sia jadi melengak, serunya tanpa
sadar: "oooh, rupanya kau"
Ternyata orang yang barusan datang bukan lain adalah putri Kim huan.
Tampaknya gadis itu sudah berhasil memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup sempurna,


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerak geriknya sangat enteng, lincah dan cepat sekali.....
Melihat kegugupan serta kepanikan yang menyelimuti wajah gadis tersebut, dengan keheranan
Kim Thi sia segera menegur: "Putri Kim huan, mengapa kau?"
"Aduh celaka, aduh celaka......" seru putri Kim huan dengan napas tersengkal-sengkaL "Harap
kau sudi menolongku......"
"Kesulitan apa sih yang sebenarnya kau hadapi?" tanya Kim Thi sia keheranan"Dia.....dia sedang mengejar diriku, dia.....dia hendak membunuhku......." seru putri Kim huan
dengan cemas bercampur panik.
"Iyaa, sudah tahu kalau kau ada kesulitan, tadi siapa yang kau maksudkan sebagai dia?" sela
Kim Thi sia. Dengan cepat putri Kim huan menarik tangan Kim Thi sia dan diajak lari menuju kedalam
hutan, katanya kemudian- "Cepat kita sembunyikan diri disini, jangan sampai ketahuan orang itu........"
"Kau tak usah takut, katakan kepadaku siapakah orang yang sedang mengejarmu?" kata Kim
Thi sia dengan suara dalam, ia menarik tangan gadis itu dan mengajaknya berhenti berlari.
"Tapi aku takut sekali" keluh putri Kim huan dengan keringat bercucuran keluar. "Wajahnya
buas dan seram, ilmu silatnya lihay dan luar biasa sekali........"
Cepat-cepat Kim Thi sia memeluk gadis itu erat-erat, kembali hiburnya dengan lembut: "Selama
ada Kim Thi sia disini, kau tak usah merasa takut lagi"
Berbicara sampai disitu, ia segera mengalihkan pandangan matanya kearah mana berasalnya
gadis tersebut. Dikejauhan situ terlihatlah sebuah titik hitam yang sedang bergerak mendekat dengan
kecepatan luar biasa. Dalam waktu singkat bayangan hitam itu kian lama kian bertambah besar dan semakin dekat
didepan mata. Ternyata orang itu adalah seorang jago persilatan yang sedang berlarian dengan pedang
terhunus. Dengan mata melotot besar Kim Thi sia segera berteriak:
"Hey pedang perak. kenapa kau tergopoh-gopoh seperti orang yang gugup saja?"
Pedang perak nampak agak tertegun setelah mengetahui siapa yang berada dihadapannya,
serunya tertahan: "Thi sia sute, kau......."
Sesudah berhenti sejenak, segera katanya lagi:
"Apakah kau telah berjanji lebih dulu dengan perempuan ini dan kau sengaja menunggu
kedatangannya disini?"
"Tidak. sama sekali tidak ada kejadian seperti ini" jawab Kim Thi sia sejujurnya. Mendengar
jawaban tersebut, sipedang perak segera tersenyum, katanya pelan: "Kalau begitu bagus sekali,
harap kau segera menyingkir dari sini......"
"Kenapa?" Setelah melotot sekejap kearah putri Kim huan denganpandanganpenuh kebencian sipedang
perak berseru: "Aku hendak mencabut nyawa perempuan ini"
"Hmmm, kau tak bisa berbuat semena-mena disini"
"Jadi kau tidak mengijinkan aku berbuat begitu?" tanya sipedang perak dengan wajah tertegun.
"Tepat sekali" Sebetulnya sipedang perak terhitung juga sebagai seorang jagoan yang angkuh dan tinggi hati,
kontan saja ia merasa tak senang hati setelah mendengar perkataan ini, segera peringatnya:
"Kuharap kau jangan main api, hati- hati kalau sampai membakar jenggotmu sendiri"
"Heeeeh.....heeeeh.....omong kosong" Kim Thi sia tertawa dingin.
"Hmmm, tahukah kau, mesti putri Kim huan berparas cantik, sesungguhnya ia jahat, berhati
busuk dan kejam seperti kalajengking"
"Itukan terbatas pada pandanganmu seorang terhadapnya."
"Bukan pandanganku, tapi memang begitu kenyataannya."
"Kenyataan yang bagaimana maksudmu?"
"Mula-mula dia memikat toa suheng, dengan kecantikan mukanya, kemudian secara beruntun
dia merayU sipedang kayu, pedang air dan lain-lainnya, dia perempUan jalang."
"HUUuh, ngaco belo......." tukas putri Kim huan sambil meludah.
Pedang perak tidak menggubris seruan tersebut, kembali ujarnya kepada Kim Thi sia:
"Gara-gara ulah perempuan ini, hubungan kami kakak adik seperguruan menjadi tak akur, lebih
baik kau jangan menerjunkan diri lagi dalam persoalan ini, daripada kau sendiripun turut tertipu."
"Aku berbeda sama sekali dengan kalian tadi mungkin aku akan menimbrung dengan begitu
saja." Putri Kim huan yang mengikuti pembicaraan tersebut tiba-tiba menimbrung lagi:
"Pedang perak. katakanlah sejujur hati didalam hal yang manakah aku pernah bersikap jahat
kepadamu?" Pedang perak tertawa dingin.
"Heeeh....heeeeh.....heeeeh.....memangnya aku tak tahu akan semua ulahmu. Hmmm, dengan
bujuk rayumu kau berhasil membohongi sipedang air sehinga dia mengajarkan ilmu pedang tiga
ribu air lemasnya kepadanya......."
"Tapi ia toh mengajarkan ilmu tersebut kepadaku secara rela dan tanpa paksaan?"
"Tapi tidak seharusnya kau mencelakai sipedang air hingga tewas secara mengenaskan-"
"Kau jangan menfitnah orang dengan kata-kata yang tak karuan" bantah putri Kim huan cepat.
sekali lagi sipedang perak mendengus dingin.
"Hmmm, setelah berhasil mempelajari ilmu silat dari sipedang air, siang malam kau telah
menghisap sari lelakinya, kau menggunakan kecantikan wajahmu untuk merayu dan memikat
hatinya sehingga pada akhirnya sipedang air tewas karena kehabisan air mani"
"Kau.....kau jangan menfitnah orang dengan tuduhan yang bukan-bukan-..^...." jerit putri Kim
huan sambil menangis tersedu-sedu. Kim Thi sia segera berpaling kearah pedang perak dan
menegur: "Apakah kau mempunyai bukti dengan tuduhanmu itu?"
"Kau ingin melihat mayat sipedang air yang tewas karena kehabisan air mani" Dia berada
ditebing kuda liar, tidak jauh dari tempat ini"
"Sungguhkah itu?" tanya Kim Thi sia agak tertegun. Tanpa terasa dia berpaling dan menengok
kearah putri Kim huanberada
dalam pandangan dua orang pria secara bersamaan waktu, putri Kim huan segera
merasa amat malu bercampur sedih.
"Putri Kim huan" tiba-tiba sipedang perak membentak lagi. "Cepat katakan, benarkah ada
kejadian seperti ini?"
"Aku tak bisa disalh kan dalam peristiwa tersebut......" putri Kim huan mencoba untuk membela
diri. "Kurang ajar, kau masih berusaha membantah?" bentak sipedang perak dengan gusarnya.
"Buat apa aku membantah, didepan Thian sebagai saksi, aku tak ingin berbohong,
kenyataanpun berkata begitu."
"Nona, lebih baik kau berbicara secara terus terang saja" desak Kim Thi sia pula.
setelah didesak berulang kali, putri Kim huan menjadi nekad, serunya kemudian:
"Baiklah, aku akan memberitahukan hal yang sebenarnya, semoga saja kau bisa
mempertimbangkan dengan bijaksana."
"Akupun berharap agar kau tidak merahasiakan kejadian yang sebenarnya."
Setelah menyeka air mata yang membasahi wajahnya, putri Kim huan mulai bercerita.
"Malam tadi, kondisi badan sipedang air mulai melemah."
"Sebab musabab melemahnya kondisi badan sipedang air sudah pernah kudengar dari
penuturan pedang kayu, didalam persoalan ini kau memang tak bisa disalahkan." setelah berhenti
sejenak, putri Kim huan berkata kembali. "Waktu itu, dia......dia minta kepadaku......"
"Kalau toh kau sudah tahu bahwa kondisi badannya lemah, sudah sepantasnya bila aku
memikirkan keadaannya dengan akal yang sehat serta menampik permintaannya." sela pedang
perak cepat. Dengan sedih putri Kim huan menghela napas panjang. "Aaaai, tapi aku terlalu mencintai
dirinya" "Apa kau mencintai pedang air?" tanya Kim Thi sia dengan wajah agak tertegun, berita tersebut
sama sekali diluar dugaannya.
Dengan sedih kembali putri Kim huan menghela napas panjang.
"Benar, setiap kali dia berlutut dihadapanku dan mulai memohon agar aku bersedia melayani
keinginannya, maka betapapun besarnya alasan yang tersedia, aku tak akan menampik
keinginannya lagi." "Hmmm, itu toh menurut pembelaanmu sendiri" jengek pedang perak dengan penuh amarah.
"Kalian sama sekali tidak memahami perasaan seorang wanita, kau tahu perasaan kaum wanita
adalah paling lemah, disaat ia sudah terpengaruh oleh perasaannya maka persoalan apapun tak
pernah akan membuatnya takut atau sangai"
"Bagaimana selanjutnya?" tanya Kim Thi sia.
"Kemudian sipedang air memeluk aku sambil berteriak-teriak keras, dia bilang ingin mati
dihadapanku" ucap putri Kim huan lebih sedih lagi. Air matanya meleleh semakin deras.
Tapi pedang perak cepat menyela.
"Dan saat itulah kebetulan aku menyusul kesana dan melihat semua kejadian....."
"Waktu itu sipedang air sudah.....sudah berada diambang pintu kematian, aku cepat-cepat
merangkak bangun sambil berpakaian saking gugupnya, aku sampai tak tahu apa yang mesti
dilakukan, tapi aku bersumpah bila aku bisa menyumbangkan nyawaku untuk menggantikan
kematian dari sipedang air, aku rela berbuat begitu." Pedang perak mendengar dingin.
"Hmmm, kasihan sipedang air, belum sempat ia berpakaian kembali, nyawanya sudah keburu
melayang selagi masih berada dalam pelukanku"
"Pedang perak. seharusnya kau pergunakan ilmu Tay kim kong lek untuk menolong nyawa
sipedang air....." tegur Kim Thi sia.
Putri Kim huan yang mendengar ucapan mana buru-buru nimbrung.
"Dia sama sekali tidak berbuat begitu bukan saja tidak melakukan usaha apa-apa untuk
menyelamatkan jiwa pedang air, malahan memanfaatkan kesempatan tersebut dia
mempermainkan aku" "Aku mempermain bagaimana terhadap dirimu?" sela pedang perak dengan wajah berseru
marah. "Kau menyuruh aku tidak usah memikirkan sipedang air lagi tapi ikut bersamamu kabur sejauhjauhnya
darisini, bahkan mengatakan pula......."
Ketika berbicara sampai disitu, tiba-tiba dia menghentikan pembicaraannya sementara paras
mukanya berubah menjadi merah padam.
Bagaimana pun juga dia adalah seorang wanita sebagai perempuan tentu saja ada banyak
persoalan yang kurang leluasa untuk diutarakan dengan begitu saja.
"Dia bilang apalagi?" desak Kim Thi sia agak tertegun.
Putri Kim huan melirik sekejap kearah pedang perak, kemudian berkata lebih jauh. "Dia bilang,
kemampuannya jauh lebih hebat dari pada pedang air......."
Kim Thi sia segera berseru tertahan dengan cepat ia memahami apa arti "kemampuan" disini,
tentu saja diapun merasa rikuh untuk bertanya lebih jauh.
Setelah berkata demikian, agaknya putri Kim huan pun tidak merasa rikuh atau malu lagi,
dengan cepat ia berkata lebih jauh.
"Pedang perak. seandainya kau adalah seorang manusia yang berperasaan, coba bayangkan
sendiri, pantaskah kau mengucapkan perkataan seperti ini........?"
"Apa yang kukatakan?" dari malunya sipedang perak jadi gusar.
"Kau mengatakan kepadaku, asalkan bersedia kabur bersamamu, tanggung hidupku akan
penuh kenikmatan dan kehangatan cinta......."
"Pedang perak" seru Kim Thi sia kemudian- "Kalau begini persoalannya, maka kaulah yang
berada dipihak yang salah"
"Salah atau tidak, aku rasa tak ada sangkut pautnya dengan kalian" bentak pedang perak
segera dengan sewot. Kim Thi sia tak senang hati, ia berkata:
"Kalau begitu, kau tidak seharusnya berniat mencelakai jiwa putri Kim huan......"
"Tidak, aku bertekad hendak membunuhnya."
Mendengar ucapan mana, tanpa terasa tubuh putri Kim huan bergetar keras sekali. Sedangkan
Kim Thi sia segera berseru:
"Pedang perak terus terang aku berkata kepadamu, Kau tahu, nyawamu sendiripun berada
dalam ancaman" "Apa maksudmu?"
"Maksudnya aku hendak memenggal batok kepalamu."
"Apakah dikarenakan perempuan yang bernama putri Kim huan?" jengek pedang perak dengan
wajah tercengang. "Bukan dikarenakan persoalan ini saja." bentak Kim Thi sia.
"Lalu dikarenakan persoalan apa lagi?"
"Untuk menuntut balas bagi kematian suhuku, Malaikat pedang berbaju perlente."
Pedang perak menjadi gusar sekali, teriaknya gusar:
"Hmmm, saban kali bertemu, engkau si kunyuk busuk selalu berkaok-kaok tentang peristiwa
itu, sungguh memuakkan"
"Asal batok kepalamu sudah terpenggal dan lepas dari badan, akupun tak akan menyinggung
persoalan itu lagi dihadapanmu"
Agaknya sipedang perak sadar bahwa jiwanya tak akan lolos dari kematian, ia menjadi nekad
dan segera memutuskan untuk melancarkan serangan lebih dulu, serunya kemudian:
"Manusia keparat, jangan kau anggap pedang perak adalah manusia yang gampang
dipermainkan dengan begitu saja, aku memang sudah lama berniat menyelesaikan persoalan ini
secepatnya denganmu"
Berbicara sampai disitu, ia segera meloloskan pedangnya lalu dengan jurus "sukma pedang
arwah mutiara" melepaskan sebuah sergapan kilat kedepanKali ini amarahnya benar-benar telah berkobar dia berniat membacok mati Kim Thi sia didalam
serangan kilatnya itu. Kim Thi sia tertawa dingin, bukannya mundur dia malah mendesak maju kemuka tiba-tiba saja
tubuhnya melejit ketengah udara, lalu pedang Leng gwat kiamnya berkilauan membiaskan selapis
cahaya pedang menyelimuti seluruh angkasa.
Begitu ilmu pedang panca Buddha dilancarkan, dalam waktu singkat kabut pedang telah
mengurung musuhnya rapat-rapat.
Melihat kelihayan musuhnya, tak urung timbul juga perasaan gugup dalam hati pedang perak,
tapi ia sudah terlanjur bicara besar sehingga sekarang menyesalpun tidak ada gunanya.
Dalam keadaan begini dia hanya bisa memberi perlawanan dengan sekuat tenaga.
sementara pikirannya berputar terus mencari akal untuk meloloSkan diri dari situ. Dalam waktu
singkat tiga ratus jurus sudah lewat.
Sementara itu Kim Thi sia makin bertarung semakin bersemangat, makin menyerang jurusjurus
serangannya makin ganas dan mematikan.
Sebaliknya pedang perak makin lama makin terdesak hebat, tenaga serangannya bagaikan air
yang mengalir kebawah, mengalir keluar tiada habisnya.
Sedang kan putri Kim huan, pada mulanya merasa hatinya kebat-kebit karena menguatirkan
keselamatan jiwa Kim Thi sia. Secara diam-diam ia berdoa terus dihati kecilnya.
"oooh Thian, moga-moga kau bisa membantu pihak yang benar untuk menegakkan keadilan
didunia ini......" Tatkala putri Kim huan menyaksikan posisi pedang perak mulai terdesak hebat apa lagi dibawah
kepungan lapisan pedang Kim Thi sia, tubuhnya mundur terus dengan sempoyongan, peluh
bercucuran deras dan keadaannya sangat mengenaskan, dia menjadi amat kegirangan-Dengan
suara keras soraknya: "Pedang perak, jangan harap kau bisa berbuat kejahatan lagi didalam dunia persilatan-...."
Tak terlukiskan rasa gusar pedang perak mendengar teriakan itu sambil mengerahkan segenap
tenaga dan kepandaian silatnya untuk melakukan perlawanan. teriaknya keras- keras: "Putri Kim
huan, kau jangan keburu bersenang hati....."
"Haaaah.....haaaaah......haaaah......aku justru merasa senang aku merasa gembira......"jengek
putri Kim huan sambil tertawa terbahak-bahak.
Kemudian dengan suara lantang teriaknya lagi:
"Aku ingin melihat batok kepalamu menggelinding teriepas dari badan akupun ingin melihat
hatimu hitam atau tidak warnanya."
Pedang perak benar-benar merasa mendendam. Tiba-tiba saja dia manfaatkan peluang yang
ada untuk melejit setinggi tiga depa ketengah udara, lalu melesat keluar dari arena pertarunganTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Ilmu meringankan tubuh yang dipergunakan kali ini adalah ilmu "seratus setan berubah wujud",
bukan saja luar biasa anehnya pun amat jarang dijumpai dalam dunia persilatanUntuk berapa saat lamanya Kim Thi sia menjadi tertegun, tahu-tahu saja dia telah kehilangan
jejak pedang perak. "Aaaah, sungguh tak kusangka kau masih memiliki ilmu simpanan setangguh ini......." keluh
Kim Thi sia dengan perasaan terkejut.
Sementara dia masih tertegun, tubuh pedang perak telah melejit balik seperti bola karet, tahutahu
ia telah menyerang datang lagi.
Kali ini dia menyerang datang dengan kecepatan bagaikan kilat, pada hakekatnya tidak
memberi kesempatan kepada orang untuk mempertimbangkan lebih dulu.
Dalam keadaan begini Kim Thi sia tidak melakukan tindakan apapun, dia cuma berdiri
termangu-mangu diposisi semula.
Putri Kim huan yang menyaksikan kejadian itu menjadi amat terperanjat dengan peluh dingin
bercucuran membasahi tubuhnya, ia berteriak:
"Hati-hati......"
Belum habis seruan tersebut, pedang sipedang perak telah mendesak muncul didepan mata.
Pedang perak mendengus dingin, begitu pedangnya diayun kedepan, ia sudah
memperhitungkan bahwa pedang Leng gwat kiam ditangan Kim Thi sia tentu akan menyongsong
kedepan, maka dia segera melepaskan pula sebuah pukulan tangan kirinya dnegan kekuatan luar
biasa. "Bocah keparat, hari ini kau tak akan lolos dari tanganku lagi, jiwamu hanya bisa selamat bila
matahari dapat terbit dilangit barat"
Mimpipun Kim Thi sia tak pernah menduga sampai kesitu, dia tak mengira kalau disaat terakhir
musuhnya masih mengeluarkan ilmu simpanan yang begitu dahsyat.
Sadar bahwa ia tak mampu memusnahkan serangan tersebut, cepat- cepat pemuda itu
mengerahkan ilmu Ciat khi mi khi nya untuk menahan setiap serangan yang datang sementara
tubuhnya melompat mundur dengan sempoyonganSayang sekali gerak serangan dari sipedang perak meluncur datang dengan kecepatan luar
biasa, Kim Thi sia tak sempat lagi untuk menghindarkan diri. "Blaaaammmm........"
Dimana angin pukulan itu menyambar lewat,pusaran angin tajam menyebar kemana-mana dan
membumbung keangkasa. Putri Kim huan pun tidak mengira akan datangnya pusaran angin tajam tersebut.
Tak ampun tubuhnya segera tersambar hingga jatuh terjengkang menubruk diatas dahan


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pohon, gadis itu menjerit tertahan lalu memuntahkan darah segar.
Waktu itu, keadaan Kim Thi sia lebih mengenaskan lagi, dengan jurus serangan pedang perak
yang begitu aneh, bukan saja ia berhasil meraih kemenangan dari kekalahannya, bahkan berhasil
pula merobohkan Kim Thi sia dan membuat pemuda tersebut memuntahkan darah segar.
Sambil tertawa terbahak-bahak sipedang perak mengejek.
"Bocah keparat, habis sudah riwayatmu kali ini....haaahh....haaaahh....^."
Dalam keadaan begini dia dicekam rasa bangga yang meluap-luap sehingga dia pula kalau Kim
Thi sia memiliki ilmu Ciat khi mi khi yang mampu menahan pukulan serta menyelamatkan dirinya
dari luka yang parah. Sementara itu Kim Thi sia telah merangkak bangun kembali.
Baru selesai sipedang perak tertawa tergelak. tiba-tiba saja Kim Thi sia melompat bangun dan
menyerbu kedepan sambil melancarkan serangan dengan jurus "kejujuran mengalahkan batu
emas." Dalam gusar dan dendamnya, Kim Thi sia telah mengerahkan tenaga nya hingga mencapai
sepuluh bagian, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan tersebut.
Benturan keras yang memekikkan telinga segera bergema diangkasa dan hampir boleh dibilang
menyelimuti gelak tertawa pedang perak.
Mendadak terdengar jerit kesakitan yang memilukan hati bergema diudara. Tahu-tahu
terlihatlah tubuh pedang perak mencelat kebelakang kemudian roboh terjungkal keatas tanah.
Ia cuma berkelejitan beberapa kali, kemudian menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Melihat kematian sipedang perak, Kim Thi sia mendengus dingin, kemudian pelan-pelan
mengalihkan pandangan matanya kearah putri Kim huanWaktu itu, putri Kim huan masih berbaring ditepi pohon sambil merintih kesakitan. Cepat- cepat
Kim Thi sia membimbingnya bangun dan menegur: "Bagaimana keadaanmu sekarang" "
Putri Kim huan menghembuskan napas panjang, lalu manggut-manggut. "Keadaanku masih
rada mendingan." Dengan seksama Kim Thi sia mengawasi sekejap keadaan wajah tersebut, setelah yakin kalau
lukanya tidak berbahaya, hatinya baru terasa amat lega katanya kemudian"Bagus sekali kalau begitu"
"Bagaimana apakah pedang perak telah mampus?" tanya putri Kim huan sambil tertawa.
Pedang perak telah meninggaikan dunia ini dengan membawa semua dosa serta kejahatannya,
dia mati dengan mata melotot besar. Mendapat pertanyaan tersebut, Kim Thi sia mengangguk.
"Yaa benar, pedang perak sudah mati konyol manusia berhati busuk semacam dia memang tak
ada perlu dikasihani, dia harus dibunuh secara keji....."
"Kenapa?" "Bila manusia berhati busuk macam dia bisa mati dengan tenang, bukankah kejadian lebih
menyayangkan lagi?" Putri Kim huan segera tertawa.
"Tak kusangka pikiranmu sudah sejauh itu....aku......"
Melihat gadis itu ragu-ragu untuk melanjutkan kata-katanya, dengan cepat Kim Thi sia
bertanya: "Apa yang ingin kau katakan, katakan saja berterus terang."
"Aku merasa amat berterima kasih kepadamu"
"Aaah, soal itu mah tak perlu dibicarakan lagi....." ucap Kim Thi sia sambil tertawa nyaring.
"Tapi untuk kesekian kalinya aku telah menyelamatkan jiwa kau lagi......"
"Sudah sepantasnya bila kita hidup didunia ini saling tolong menolong, apa lagi sebagai sebagai
anggota persilatan, aku memang berkewajiban menolong kaum lemah dari penindasan kaum
kuat." Putri Kim huan segera menghela napas panjang, tanya tiba-tiba: "Apakah kau menyukai
kehidupan dalam dunia persilatan?"
"Kini aku sudah hidup dalam dunia persilatan, kenapa mesti dipersoalkan kembali suka atau
tidak?" "Seandainya kau merubah lingkungan hidupmu serta merubah kebiasaan hidupmu dalam
suasana yang lain- Apakah kau bersedia untuk menjalaninya?"
"Tidak. karena aku memang ditakdirkan sebagai manusia pengembara yang hidup dialam dunia
persilatan" Putri Kim huan segera tersenyum, katanya lembut:
"Tapi takdir belum tentu akan membiarkan seseorang hidup menuruti kehendak hatinya."
"Apa maksudmu?" tanya Kim Thi sia agak tertegun.
"Kuharap kau jangan terlalu kesemsem dengan kehidupan tak menentu yang penuh dengan
rintangan, percobaan serta ancaman bahaya maut ini......"
Kim Thi sia segera tertawa.
"Ada kalinya akupun pernah berpendapat demikian tapi......"
"Apalagi yang kau risaukan?"
"Dendam sakit hatiku belum terbalas penghinaan yang pernah kualami belum pernah kutuntut,
lagipula aku masih berhutang budi kepada beberapa orang."
"Tapi kesemuanya itu tak terhitung apa-apa, sama sekali tak ada harganya untuk dipikirkan....."
seru putri Kim huan cepat. Kemudian setelah berhenti sejenak. lanjutnya:
"Kau toh bisa saja membuang jauh-jauh semua persoalan tersebut serta tidak memikirkannya
lagi?" "Apa yang harus kulakukan?" tanya Kim Thi sia ragu-ragu.
"Aku hanya berharap kau bisa memahami apa maksud tujuan seorang manusia hidup didunia
ini, kita hidup untuk merasakan serta menikmati kebahagiaan hidup,"
"Sayang sekali aku tak punya rejeki untuk merasakan kesemuanya itu" keluh anak muda
tersebut. "Siapa bilang begitu" Kaupun dapat merasakannya....." jerit putri Kim huan keras- keras.
Kemudian setelah berhenti sejenak. lanjutnya lagi:
"Ikutlah bersamaku kembali ke negeri Kim. Ayah Baginda pasti akan menerimamu secara baikbaik
dan sejak itu pula kau akan terangkat menjadi kaum bangsawan. Kau tak usah berkeliaran
lagi didalam dunia persilatan sebagai pengembara yang tak menentu kehidupannya....."
"Tidak mungkin hal ini terjadi atas diriku...." tampik Kim Thi sia sambil tersenyum.
"Kenapa?" tanya putri Kim huan agak tertegun. "Apakah kau menganggap aku sudah ternoda,
menganggap aku sudah bukan gadis perawan lagi sehingga memandang rendah diriku?"
"Bukan, bukan begitu maksudku"
"Lalu apa maksudmu yang sebenarnya?" tanya putri Kim huan sambil membelalakkan mata nya
lebar-lebar. Kim Thi sia tersenyum.
"Sebab aku tahu orang yang paling kau cintai sesungguhnya adalah sipedang air"
"Tapi sayang ia telah meninggal dunia"
"Bila seorang gadis telah mencintai seseorang dengan tulus hati, maka tidak seharusnya dia
mengalihkan perasaan cintanya itu kepada orang lain, kendatipun orang dicintainya itu sudah
meninggal dunia." JILID 54 "Apakah kau menyuruh aku bermesraan dan berCinta dengan seorang yang sudah mati"
Apakah aku harus menyia-nyiakan kehidupanku ini dengan menjanda sepanjang masa?" cepatcepat
Kim Thi sia menyela. "Waah, kalau masalah itu sih merupakan urusan pribadimu sendiri, tiada sangkut pautnya
denganku....." "Engkoh Thi sia...." cepat-cepat putri Kim huan berseru.
Belum sempat gadis itu melanjutkan kata-katanya, dengan cepat Kim Thi sia telah menukas.
"Kuminta kau jangan menyebut aku dengan istilah itu lagi......"
"Mengapa?" tanya putri Kim huan tertegun. "Apakah kau lupa bahwa dahulu akupun selalu
menyebut koko kepadamu?"
"Persoalan antara kita dimasa lalu, kini telah berakhir sama sekali, lebih baik kita tak usah
menyinggung kembali kejadian tersebut" kata Kim Thi sia dengan wajah serius.
"Engkoh Thi sia....." pekik putri Kim huan dengan manjanya. "Apakah semua perasaan cintamu
kepadaku waktu itu, semua sikapmu yang begitu menurut kepadaku....."
"Sudahlah, tak perlu kau lanjutkan kata- kata mu itu" kembali Kim Thi sia menukas dengan
serius. "Ketahuilah, Kim Thi sia tak pernah mengerti tentang hal-hal semacam itu terhadap kaum
wanita...." Tapi putri Kim huan tetap merengek dengan manja.
"Aku tahu, dalam hati kecilmu sekarang bukan aku yang kau cintai lagi...." Kim Thi sia tertawa
dingin, sambungnya cepat.
"Lebih baik lagi kalau kau sudah mengerti benar. Aku Kim Thi sia memang sudah bersumpah
serta akan sehidup semati dengan nona Hay Jin, dan lagi....."
"Dan lagi kalian pernah melihat rembulan bersama-sama, menunggu matahari terbit bersamasama,
dan pernah mendaki bukit bersama-sama bukan?" sela putri Kim huan agak marah.
Dengan kewibawaan seorang lelaki, Kim Thi sia mengangguk dengan angkuhnya.
"Ehm, benar Kami pernah melewati saat-saat yang paling manis dan bahagia. Apa sangkut
pautnya persoalan ini denganmu?"
"Tentu saja semua persoalan tersebut ada sangkut pautnya dengan diriku" kata putri Kim huan
cepat. "Aneh benar kami ini" Agak tertegun Kim Thi sia sehabis mendengar jawaban mana.
"Dimanakah letak sangkut pautnya persoalan ini dengan dirimu......?"
"Disaat aku menjumpai seorang pria yang kucintai sedang bermesraan dan berkasih-kasihan
dengan perempUan lain, perasaan pedih dan sakit hati yang kualami saat itu tak terlukiskan
dengan kata- kata, lagipula....."
"Lagipula kau merasa cemburu" Merasa tak senang dan tak puas?" sambung Kim Thi sia polos.
"Benar, aku memang merasa sangat tidak puas, terus terang saja aku katakan, mungkin hal ini
dikarenakan rasa cintaku yang terlalu mendalam kepadamu, orang bilang perempuan adalah wajar
bila merasa cemburu. Engkoh Thi sia, apakah kau masih belum memahami perasaan hati seorang
wanita." "Aku minta janganlah kau membicarakan persoalan semacam ini lagi denganku, mau bukan?"
Kim Thi sia merasakan agak sebaL
Tapi putri Kim huan tidak melepaskan korbannya dengan begitu saja, ia merengek lebih jauh.
"Tidak. aku harus membicarakan persoalan ini denganmu, kita harus berbicara dengan sebaikbaiknya.
Engkoh Thi sia, kuminta kau mengucapkan sepatah kata lagi kepadaku, hanya sepatah
kata saja......." "Apa yang harus kukatakan?"
Pelan-pelan putri Kim huan menjatuhkan diri kedalam pelukan pemuda tersebut. Lalu dengan
manja katanya: "Aku hanya berharap kau mengatakan sekali lagi kepadaku bahwa kau tetap mencintai ku,
maka biarpun aku harus mati dalam pelukanmu, hatiku akan rela dan puas....Engkoh Thi sia,
katakanlah cepat Hayolah katakan cepat......"
Berbicara sampai disitu, ia membenamkan sama sekali tubuhnya kedalam pelukan anak muda
tersebut, Sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat, seakan-akan dia sedang menikmati
kehangatan tubuh pemuda itu.
Kim Thi sia tidak berkata apa-apa, tiba-tiba saja ia mendorong tubuh gadis tersebut hingga
terjaga dari pelukannya. Akan tetapi keadaan putri Kim huan waktu itu ibarat seekor ular kecil saja, dengan cepat dia
bersandar kembali diatas tubuh Kim Thi sia bahkan meliuk-liuk kesana kemari melakukan gerakan
yang amat merangsang hawa napsu.
Dengan cepat gerak gerik gadis tersebut menimbulkan perasaan muak dan sebal dihati kecil
Kim Thi sia, sebab orang yang dia cintai bukan putri Kim huan, paling tidak ia tidak menyenangi
sikap serta tingkah laku gadis tersebut. Dengan gemas ia mendorong tubuh itu kesamping.
Tapi dikala dia melihat putri Kim huan sedang mengawasi wajahnya dengan pandang an
merengek serta sikap yang mengenaskan hati, dia menjadi tertegun dan tak tega.
Akhirnya pelan-pelan ia jalan menghampiri gadis tersebut dan memeluknya dengan lembut.
Sementara itu air mata telah jatuh bercucuran membasahi wajah putri Kim huan dengan sedih
dia berbisik: "Engkoh Thi sia, kau....kau amat tega...."
Isak tangis putri Kim huan makin lama semakin keras, makin lama semakin memedihkan hati,
isak tangis yang memilukan hati itu seakan-akan memerlukan sikap keras kepala Kim Thi sia,
membuat pemuda itu tak tega dan merasa terharu. Akhirnya dengan nada menyesal Kim Thi sia
berbisik: "Putri Kim huan, aku...... aku memang bersikap terlalu kasar, maafkan aku"
Begitu ucapan tersebut meluncur keluar dari bibirnya, putri Kim huan segera merangkul tubuh
pemuda itu kencang-kencang. Bahkan sembari merapatkan tubuhnya diatas tubuh pemuda
tersebut, dia berbisik dengan suara merangsang.
"Engkoh Thi sia, peluk aku, rangkullah tubuhku erat-erat, ciumlah aku....ciumlah bibirku dengan
mesrah......." Mereka berdua segera saling berpelukan dengan hangat.
Kedua orang itu seakan-akan sudah melupakan keadaan disekelilingnya lupa akan segala
sesuatunya....... Mereka saling berciuman dengan hangat, saling meraba dengan penuh napsu.
Disaat keadaan makin panas dan tindak lanjut segera akan berlangsung antara sepasang muda
mudi ini, mendadak dari tengah udara terdengar suara bentakan keras seorang pria yang
mendekati kalap. "Kalian sepasang laki perempuan anjing yang tak tahu malu, berani benar kamu berdua
melakukan perbuatan terkutuk yang memalukan ditempat terpencil ini, cepat hentikan semua
perbuatan kalian" Bentakan yang muncul sangat mendadak ini seketika membuat Kim Thi sia dan putri Kim huan
jadi tertegun dan segera menghentikan perbuatan mereka....
Dengan suatu gerakan cepat Kim Thi sia mendorong tubuh putri Kim huan kebelakang, lalu
dengan cekatan sekali meraba pedang leng gwat kiamnya.
Pada saat itulah tampak sesosok bayangan tubuh manusia melayang turun dihadapan mereka
berdua dengan kecepatan luar biasa.
dalam sekilas pandangan saja Kim Thi sia telah mengenali sipendatang tersebut sebagai
sipedang emas Ko Hong liang serta sipedang kayu Gl CU yong.
Dengan pandangan penuh amarah Kim Thi sia mengawasi kedUa orang musuhnya itu lalu
membentak. "Bagus sekali kehadiran kalian berdua, aku memang berniat mencari kamu berdua untuk dikirim
keakhirat. Hmmm, sekarang kalian telah muncul sendiri, akupun tak usah repot- repot lagi mencari
kalian lagi." Baru selesai perkataan itu diutarakan, pedang emas telah tertawa dingin sambil mengejek.
"Bocah keparat, lebih baik jangan bicara sombong. Jangan kau kira setelah memiliki pedang
leng gwat kiam maka dunia persilatan berada dibawah telapak kaki mu, terus terang saja aku
bilang, aku sipedang emas akan membunuhmu hari ini......"
Tanpa banyak membuang waktu lagi, sipedang emas Kho Kong liang menerjang maju kedepan
dan melancarkan serangkaian serangan dengan jurus "Raja dari segala kekuatan" serta "kaitan
seribu tahun" dari ilmu Tay jin eng nya......
Sementara itu putri Kim huan telah menyusul datangpula dengan meloloskan sepasang pedang,
agaknya ia telah bersiap sedia mendampingi Kim Thi sia untuk menghadapi serangan musuh.
Pedang kayu Gl CU yong yang menyaksikan hal tersebut dari sisi arena menjadi amat gusar,
bentaknya keras- keras: "PerempUan rendah, kau jangan bertindak seenaknya sendiri....."
Dengan menggunakan ilmu pukulan Sian ka ciang, ia segera melepaskan dua buah serangan
kedada kiri putri Kim huan,jurus yang dipakai adalah jurus yang melompat harimau mengaum
serta "api membawa air menggulung."
Dengan cepat sipedang kayu telah terlibat dalam pertarungan yang amat seru melawan putri
Kim huan- Dipihak lain Kim Thi sia dan sipedang emas telah saling berhadapan dengan tak kalah serunya
pula. Selang berapa saat kemudian....
Ketika sipedang emas melihat ilmu pukulan Tay Jin engnya tak berhasil mengungguli lawannya,
dengan suara keras ia segera membentak:
"Bocah keparat, sungguh tak kusangka baru berpisah berapa hari, ilmu silatmu kembali telah
memperoleh kemajuan yang amat pesat."
"Hmmm, kau jangan mengira aku takut dengan ilmu pukulan tay Jin eng tersebut. Ayoh
lancarkan kembali seranganmu" seru Kim Thi sia penuh amarah.
Sampai disini, anak muda itu melancarkan pula serangkaian pukulan dengan ilmu Tay goan
sinkangnya. Pertarungan yang berlangsung saat ini benar- benar sangat hebat dan ramai, begitu hebatnya
pertarungan itu membuat pasir dan debu beterbangan menyelimuti angkasa, udara serasa menjadi
gelap secara tiba-tiba. Berapa ratus gebrakan telah lewat, namun sipedang emas dan Kim Thi sia masih bertempur
terus dengan serunya, menang kalah susah ditentukan dalam waktu singkat.
Melihat itu, sipedang emas segera mengeluarkan ilmu pedang tangan kirinya untuk menghadapi
serangan musuh. Kim Thi sia sendiripun bukan orang bodoh, ketika ia melihat musuhnya telah mengandalkan
ilmu pedang tangan kiri untuk menggencet dirinya, dengan cepat dia mengeluarkan jurus
"Kejujuran melebihi batu emas" dan "Hawa sakti menyelimuti sembilan langit" dari ilmu pukulan
Tay goan sinkang untuk membendung datangnya ancaman itu. Berapa puluhan gebrakan kembali
sudah lewat. Tiba-tiba terdengar sipedang emas berseru:
"Bocah keparat, aku lihat lebih baik kau menyerah kalah saja, dengan begitu akupun bersedia
mengampuni selembar jiwamu."
Kim Thi sia menjadi gusar sekali setelah mendengar perkataan mana, teriaknya lantang:
"Hmmm, lebih baik kau tak usah berkentut disiang hari belong. Ketahuilah aku Kim Thi sia......"
^ "Mengapa dengan dirimu?"jengek pedang emas.
"Tidak sampai berapa gebrakan lagi, aku pasti dapat memenggal batok kepalamu"
Mendengar itu, sipedang emas tertawa seram.
"Haah....haaah......lebih baik tak usah takabur lebih dulu Jangankan memenggal kepalaku,
menyentuh ujung bajukupUn kau belum mampu. Aku lihat justru kau sendiri yang bakal mampus
hari ini." Pertarungan kembali dilanjutkan kali ini kedua belah pihak sama-sama telah mengeluarkan
segenap kemampuan yang dimiliki.
Suatu ketika, mendadak sipedang emas mengayunkan pukulannya menggempur sebuah batu
cadas besar dan langsung melontarkan batu tadi menerjang dada musuh.
Kim Thi sia mendengus dingin, dengan sikap yang tenang sekali ia memutar pedang Leng gwat
kiamnya dan membendung datangnya ancaman tersebut. "Braaaakkkk....."
Ditengah suara benturan keras yang memekikkan telinga batu cadas itu kena ditangkis oleh


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bacokan pedang hingga hancur berguguran keatas tanah.
Melihat keampuhan musuhnya, pedang emas agak tertegun, segera tegurnya keras- keras:
"Bocah keparat, tak kusangka kepandaian mu sangat tangguh. Hmmm coba lihat kelihayanku
ini sekali lagi" Sambil menghimpun tenaga dalamnya sipedang emas menyambar sebatang pohon raksasa dan
membetotnya keluar, lalu melemparkan batang pohon yang besar itu kearah lawanKim Thi sia segera melejit ketengah udara dengan gerakan cepat dan enteng, menanti batang
pohon itu sudah tumbang keatas tanah. Ia baru berdiri diatas batang pohon tadi sembari
mengejek sinis. "Hey bajingan murtad, lebih baik jangan kaupergunakan cara yang amat bedoh ini untuk
menghadapiku" Gagal dengan kedua serangannya, pedang emas merasa gusar bercampur mendendam.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun dia segera mengeluarkan jurus "bunga mar dibulan lima"
dan "bunga anyelir dibulan sembilan", dua diantara jurus-jurus serangan ilmu pedang tangan kiru
yang paling tangguh untuk menerjang Kim Thi sia.
Si anak muda itupun merasa gusar sekali tak segan-segan dia mengeluarkan jurus serangan
yang paling tangguh pula untuk balas menusuk pinggang musuh.
"Traaanggg" Benturan nyaring bergema memecahkan keheningan.
Pada saat itulah mendadak sipedang emas membentak keras, memanfaatkan kesempatan
disaat Kim Thi sia belum berhasil mengubah gerak serangannya, ia membacok lengan dan
pinggang kiri pemuda itu dengan sepenuh tenaga.
Kim Thi sia menjadi kaget sekali, sekalipun ia dapat melihat datangnya serangan tersebut
namun tak sempat lagi untuk menghindarkan diri tak ampun lengan kirinya tertusuk telak hingga
darah segar jatuh bercucuran dengan derasnya. Pedang emas segera tertawa terbahak-bahak.
serunya: "Haaah.....haaaah.....haaaah......apa kataku tadi" Lebih baik letakkan senjata dan menyerah
kalah saja, asal kau masih pingin hid up, sekarang masih belum terlambat"
Kim Thi sia benar- benar merasa gusar sekali, dia balas mengumpat.
"Manusia busuk, babatan pedangmu bahaya menyebabkan kulit lenganku lecet sedikit, kau
anggap seranganmu hebat?"
Kembali sipedang emas tertawa seram.
"Hmmm, bukankah tadi kau bilang akan memenggal batok kepalaku dalam berapa jurus" Aku
lihat, justru batok kepalamu sendiri yang bakal tak utuh."
"Omong kosong, mari kita buktikan saja perkataan siapa yang lebih tepat."
"Kemarilah kunyuk jelek, hari ini akan kulihat seberapa hebat sih kepandaiaan silat yang kau
miliki?" Dengan mengerahkan jurus "Buddha sakit membersihkan debu" Kim Thi sia melancarkan
sebuah tubrukan kilat kearah lawanJurus serangan ini merupakan sebuah jurus yang sangat aneh dari ilmu pedang panca Buddha.
Tidak sembarangan orang dapat menghindarkan diri dari sergapan tersebut.
Sipedang emas hanya merasa berkelebatnya bayangan hitam dihadapannya, kemudian ia
merasakan perutnya sakit sekali.
"Aduh celaka" pikir sipedang emas cepat. "Jurus pedang ini aneh sekali....."
Ingatan tersebut belum habis melintas, Kim Thi sia telah menyusulkan sebuah pukulan lagi
dengan ilmu Tay goan sinkang.
Tak ampun sipedang emas menjerit ngeri, tubuhnya gemetar keras, darah segar menyembur
keluar dari mulutnya. Kemudian setelah berkelejitan berapa kali, dia awasi Kim Thi sia dengan pandangan sayu,
kemudian tubuhnya pelan-pelan robeh ketanah dan menghembuskan napas yang penghabisan.
Melihat musuhnya telah tewas, Kim Thi sia mendongakkan kepalanya dan tertawa seram,
serunya: "Haaah......haaaaah.......akhirnya pentolan dari sembilan pedang dunia persilatan berhasil
kubasmi dari muka bumi haaaah.....haaaaah......"
Kemudian dengan suara lirih dia berdoa:
"Suhu, aku telah melaksanakan perintahmu dengan baik, akhirnya aku tidak mengecewakan
hatimu, sipedang emas telah kubasmi dari muka bumi...."
Mendadak...... Terdengar jerit lengking bergema memecahkan keheningan, jeritan itu amat memilukan hati.
Rupanya ujung pedang sipedang kayu Gl cU yong telah menempel diatas tenggorokan putri Kim
huan. Sementara putri Kim huan sendiri berdiri dengan wajah pucat pias bagaikan mayat, ia nampak
kelabakan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Sekalipun ilmu pedang tiga ribu air lemahnya berasal dari dudukan pedang air tapi
kemampuannya masih terbatas sekali, bagaimana mungkin ia bisa menandingi kehebatan pedang
kayu" Disaat pedang kayu melontarkan pedangnya melancarkan tusukan kedepan, pada hakekatnya
putri Kim huan tak sempat lagi untuk menghindarkan diri......
Belum habis gadis itu menjerit kesakitan, tubuhnya telah robeh terjungkal keatas tanah.
Kim Thi sia yang menyaksikan peristiwa tersebut buru-buru berteriak keras: "Tunggu sebentar."
Tapi tubuh putri Kim huan sudah keburu robeh terjungkal keatas tanah dengan darah segar
bercucuran membasahi seluruh tanah gadis itu telah kehilangan tenaganya sama sekali.
Sementara itu sipedang kayu telah siap melancarkan tusukan kembali untuk menghabisi nyawa
gadis tersebut, untung pada saat itulah Kim Thi sia muncul tepat pada waktunya.
Dengan geram dan sepasang mata berapi-api sipedang kayu membentak nyaring:
"Bocah keparat, sembilan pedang dunia persilatan beleh dibilang telah punah sama sekali
ditanganmu" "IHmmm, aku hanya menjalankan pesan terakhir dari suhu. Malaikat pedang berbaju perlente
menjelang ajalnya" "Apakah orang terakhirpun tak akan kau lepaskan" Apakah kau tega membunuh diriku pula?"
tanya pedang kayu sambil tertawa pedih.
"Sudah menjadi tugasku untuk membasmi kalian sampai seakar-akarnya." Pedang kayu segera
mendengus dingin. "Hmmm, kalau toh kau berniat jahat kepadaku, akupun tak akan melepaskan dirimu dengan
begitu saja." Dengan menggunakan jurus "hati kesal pikiran kalut" ia melancarkan sebuah tusukan kedepan.
Kim Thi sia menjengek dingin, tanpa gugup barang sedikitpun ia sambut datangnya ancaman
tersebut dengan jurus "menuding langit selatan."
"Traaaangggg......."
Sepasang pedang saling membentur satu sama lainnya dengan keras, percikan bunga api
memancar keempat penjuru.
Akibat dari bentrokan ini Kim Thi sia tetap berdiri tegak ditempat semula, tubuhnya sama sekali
tak bergeser. Sebaliknya pedang kayu merasakan pergelangan tangannya menjadi kesemutan, dengan
sempoyongan tubuhnya mundur Sejauh berapa langkah kebelakang.
"Bocah keparat" Pedang kayu Segera berteriak keras. "Tak nyana tenaga dalammu telah
mendapat kemajuan yang begitu pesat."
Kim Thi sia sama seklai tidak menanggapi seruan itu, dengan gerakan yang enteng dan cekam
ia mendesak maju lebih jauh.
Pedang kayu berusaha meloloskan diri dari ancaman, ia mencoba berkelit kian kemari namun
usahanya tak pernah berhasiL
Sementara itu Kim Thi sia telah mendesak maju lebih jauh, dengan ilmu pedang panca Buddha,
ia menciptakan berkuntum-kuntum bunga pedang yang amat menyilaukan mata. sekali lagi
sipedang kayu terdesak hebat hingga mundur berulang kali kebelakang. Mendadak dari gusar ia
menjadi tertawa, serunya dengan suara keras:
"Saudara Thi sia, mengapa sih kau harus mengumbar hawa amarahmu semacam ini,
bagaimanapun juga kita kan masih terhitung sesama saudara seperguruan."
"Hmmm, tak usah banyak bicara, rasa benciku kepadamu sudah telanjur merasuk ketulang
sumsum" bentak Kim Thi sia sambil mendesak maju lebih jauh.
"Haaah.....haaah.....haaaah.....buat apa saling membenci" Kalau ada persoalan kita kan bisa
membicarakan seCara baik-baik."
"Tak usah banyak bicara lagi" tukas Kim Thi sia kesaL "Diantara kita berdua tak ada persoalan
lagi yang bisa dibicarakan-...."
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, pemuda itu segera berpikir kembali: "Pedang
kayu adalah seorang yang licik dan berakal busuk. jangan-jangan ia sedang mengatur siasat untuk
menjebakku?" Sementara itu sikap sipedang kayu kian lama kian bertambah lunak, kembali dia berkata:
"Aku bermaksud baik kepadamu, harap kau pertimbangkan perkataan tadi....."
"Hmmm, bukankah kau berniat menyelamatkan jiwamu?"
"Toh tak ada salahnya aku berbuat begini."
"Hmm, bila manusia busuk semacam kau pun dibiarkan hidup terus didunia ini semua umat
persilatan bakal mencaci maki aku."
Berbicara sampai disini, ia semakin mempergencar serangannya, jurus pedangnya bagaikan
amukan angin topan melanda kedepan dan meneter musuhnya habis-habisan.
Sipedang kayu jadi kelabakan setengah mati, dia mencoba menangkis kian kemari namun
tubuhnya mundur terus tiada hentinya.
Desingan tajam kembali menyambar tiada hentinya, kini pakaian yang dikenakan pedang kayu
sudah compang camping tak karuan lagi bentuknya.
Namun Kim Thi sia tidak melepaskan lawannya dengan begitu saja, serangan demi serangan
kembali dilancarkan dengan gencar.
Dalam waktu singkat seluruh badan sipedang kayu sudah penuh dengan luka bacokan, darah
segar yang masih bercucuran deras membuat pemuda itu berubah menjadi manusia berdarah.
Dengan sinar mata buas dan penuh luapan rasa dendam, Kim Thi sia meneter terus dengan
serangan yang lebih gencar.
Mendadak terdengar pedang kayu menjerit ngeri, tubuhnya robeh terjungkal keatas tanah dan
tewas seketika itu juga. Begitulah nasib pedang kayu yang semasa hidupnya banyak melakukan kejahatan- Kini dia
harus tewas dalam keadaan yang mengerikan.
Selesai membantai musuhnya, cepat-cepat Kim Thi sia memburu kesamping putri Kim huanSaat itu putri Kim huan masih berbaring diatas genangan darah sambil merintih kesakitan.
Wajahnya pucat pias bagaikan mayat, napasnya amat lemah,jelas luka tusukan yang
dideritanya amat parah dan jiwanya susah diselamatkan lagi.
Melihat nasib tragis yang menimpa gadis cantik itu, Kim Thi sia merasa sangat beriba hati,
cepat-cepat ia berjongkok disisi tubuhnya dan berbisik dengan lembut. "Apakah kau ingin
kugendong?" "Tidak usah" putri Kim huan tertawa manis, "Tapi...."
"Tapi apa?" "Aku harap kau.......aku harap kau...."
"Apa yang kau inginkan?"
Dengan napas yang lemah putri Kim huan berbisik: "Kau harus memenuhi dua buah
permintaanku" "Apa permintaanmu?"
"Kau jangan tanya dulu, jawablah apakah kau bersedia atau tidak......"
"Mana boleh jadi kalau tidak kau kata kan dulu?" seru Kim Thi sia tertawa paksa.
"Mengapa tidak boleh?"
"Bila tidak kau katakan dulu....."
"Apakah kau merasa kuatir?"
"Yaa, aku takut aku tak mampu melaksanakan permintaanmu itu"
"Kau pasti dapat melakukannya, kau pasti dapat melakukannya" seru putri Kim huan cepat.
"sebenarnya apa sih permintaanmu itu?"
"Katakan saja, bersedia tidak kau memenuhinya?"
"Aku......." Melihat keraguan anak muda itu, dengan sedih putri Kim huan berbisik: "Aku sudah hampir
mati, apakah kau masih tetap ragu....." Kemudian setelah menghela napas panjang, terusnya:
"Apakah kau tidak menaruh perasaan kasihan terhadap seorang wanita yang sebentar lagi akan
mati?" Kim Thi sia menjadi amat pedih, setelah termenung sejenak akhirnya dia berkata: "Baiklah."
"Kau.... kau.... kau benar- benar menyanggupinya?" seru putri Kim huan dengan gembira.
"Yaa, benar" "Pertama, aku minta kau memanggilku dengan sebutan......"
"Putri Kim huan"
"Tidak, aku minta kau memanggilku sebagai....."
Tiba-tiba ia menarik kepala pemuda tersebut dan membisikkan sesuatu disisi telinganya.
Mendengar bisikan ini, paras muka Kim Thi sia segera berubah menjadi merah padam.
tapi karena ia sudah berjanji akan memenuhi permintaannya, terpaksa dengan wajah tersipusipu
dia berbisik: "Adikku sayang......adikku sayang....."
Biarpun panggilan itu diucapkan dengan nada tersipu-sipu, namun bagi pendengaran putri Kim
huan justru jauh lebih merdu dari nada suara musik yang terindah pun. Pelan-pelan putri Kim
huan pejamkan matanya rapat-rapat, gumamnya pelan: "Engkoh Thi sia, boleh kau kusebut
demikian kepadamu" Aku......aku......."
Tiba-tiba ia merasa darah panas mengalir keluar dengan derasnya. Dengan perasaan terkesiap
Kim Thi sia segera berseru: "Kee......kenapa kau?"
"Aku tidak apa-apa......" sahut putri Kim huan sambil menyeka darah yang membasahi
tubuhnya itu. "Apakah permintaanmu yang kedua?" Kim Thi sia segera bertanya.
Dengan pandangan penuh rasa cinta putri Kim huan memandang sekejap wajah pemuda lalu
bertanya: "Apakah kaupun bersedia melakukannya bagiku?"
"tentu saja, akan kulakukan dengan senang hati" janji Kim Thi sia sambil tertawa getir.
"Sungguh?" "Bila aku berbehong dihadapanmu, biarlah aku Kim Thi sia mati tanpa sempat kabur."
"Kalau begitu peluklah aku erat-erat, peluklah tubuhku didalam rangkulanmu......"
Tanpa membuang waktu Kim Thi sia segera merangkul tubuh putri Kim huan yang penuh
berlepotan darah itu dan memeluknya dengan lembut dan mesrah.
"Apakah begini?" ia bertanya.
"Tidak, bukan begitu......."
"Lantas harus bagaimana?" Kim Thi sia agak tertegun.
"kau harus memelukku kencang-kencang, memelukku dengan penuh kehangatan cinta."
"Aku bukannya tak mau memelukmu erat-erat, tapi......" pemuda itu mencoba memberi
penjelasan. "Kau takut tubuhmu menjadi kotor?" tanya putri Kim huan cepat.
"Tidak... aku tidak bermaksud berbuat begitu"
"Lalu apa maksudmu?"
"Saat ini kau sedang terluka parah, aku kuatir."
"Kau kuatir aku mati dalam pelukanmu karena dipeluk terlalu keras?"
Dengan cepat anak muda tersebut mengangguk.
"Yaa, begitulah maksudku"
"Kalau begitu kau tak perlu kuatir......." kata si nona sambil menghela napas panjang.
"Kenapa harus begitu, tahukah kau bahwa nyawa merupakan benda yang paling berharga bagi
manusia." "Tapi nyawa sudah tidak berharga lagi bagiku" tukas putri Kim huan"Aaaah, masa ada pendapat seperti ini dipikiran manusia......?"
"Sesungguhnya alasanku sederhana sekali" kata si nona dengan sedih. "Kuharap kau jangan
menyalahkan aku, terus terang saja aku sudah tergila-gila olehmu sehingga aku rela mati dalam
pelukanmu......" "Tapi.....mana boleh begitu?" seru Kim Thi sia gugup,
"Kenapa tidak boleh, aku toh sudah tak mungkin untuk hidup lebih lanjut...."
"Jangan teriampau emosi" bujuk pemuda Kim. "Aku bersedia menggendongmu untuk pergi
mencari Lentera hijau, siapa tahu benda mestika itu bisa menyelamatkan jiwamu."
Kata- kata itu diucapkan dengan jujur, serius dan penuh dengan perasaan sayang.
"Tidak, aku tak mau hidup, aku tak ingin hidup terus......" tampik putri Kim huan.
"Apakah kau memang berniat untuk mati?"
"Benar, aku ingin mati."
"Aaaai, sungguh tragis kejadian ini....." bisik Kim Thi sia sambil menghela napas.
"Tidak tragis, sama sekali tidak memedihkan hati, aku justru menganggap pikiranku ini lebih
terbuka......." "Sebenarnya bagaimana sih jalan pemikiranmu?"
"Aku merasa kehidupan di dunia ini sama sekali tak berarti lagi."
"Kau toh bisa pulang kenegeri Kim, kembali kepangkuan orang tuamu serta mencicipi
kehidupan yang mewah dan penuh kebahagiaan?"
"Aaaai....." Kau toh enggan pulang bersama ku, apa artinya kehidupan menyendiri bagiku....?"
sahut putri Kim huan sambil menghela napas sedih.
Kim Thi sia jadi gelagapan"Soal ini.....soal ini.....sesungguhnya aku mempunyai alasanku sendiri."
"Yaa aku tahu, orang yang kau cintai sesungguhnya bukan aku, kau lebih mencintai nona Hay
Jin bukan?" cepat-cepat Kim Thi sia mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, ujarnya: "Mari kita jangan
membicarakan persoalan ini?"
"Kalau begitu peluklah aku,peluk aku kencang-kencang......."
Kali ini Kim Thi sia menurut, ia peluk gadis tersebut kencang-kencang. Kembali putri Kim huan
berseru: "Panggillah aku, panggillah aku, Cepat panggil aku......?"
"Adikku sayang?"
Kegelapan malam makin larut, ketika fajar mulai menyingsing terdengar putri Kim huan berseru
lagi dengan suara: "Peluklah aku......panggillah aku..^..ooh engkoh Thi sia jangan tinggalkan aku, peluklah aku
dan panggillah aku hingga ajalku tiba....aku.....aku ingin mati dalam pelukanmu......"
Begitulah, akhirnya putri Kim huan menghembuskan napasnya yang terakhir didalam pelukan
Kim Thi sia. Sinar matahari telah berada diatas awang-awang Cahaya yang panas bersinar diatas pusara


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putri Kim huan- Suasana terasa begitu sepi, begitu hening seakan-akan dunia turut terharu atas kematian nona
yang cantik jelita. Kim Thi sia berdiri termangu didepan pusara, peluh telah bercucuran membasahi seluruh
tubuhnya, tetapi ia masih termangu merasa sedih sekali. Dia tak ambil perduli bau busuk yang
terendus dari mayat si Pedang emas, iapun tak ambil perduli bau busuk dari mayat sipedang kayu.
Kim Thi sia amat membenci kedua jahanam ini, ia bersyukur mereka berhasil dibunuh dari
muka bumi ini. Sambil memandang keangkasa ia bergumam:
"oooh, suhu sekarang kau dapat beristirahat dengan tenang dialam baka, walaupun dengan
susah payah akhirnya muridmu yang tak becus berhasil juga membalaskan sakit hatimu, apa yang
disebut sebagai sembilan pedang dunia persilatan berhasil kutumpaskan-........"
Setelah termenung sejenak kembali ia bergumam:
"Aku harus pergi ke Lembah Nirmala secepatnya, kesatu untuk membasmi dewi Nirmala,
keduanya untuk menolong nona Hay Jin, selain itu akupun harus memenuhi janjiku dengan
sipukulan sakti tanpa bayangan-....."
Makin berpikir ia makin risau dan kesal, akhirnya dengan suara lantang ia membawakan lagu
dendam kesumat. "Dendam sakit hatiku, jauh melebihi samudra. Harus kan aku mati dalam keadaan begini" Biar
badan hancur, biar tubuh remuk, akan kucuci semua sakit hatiku ini....... Lidahku dipotong,
mataku dicukil, rambutku dipapas, tulangku dikunci, telingaku diiris, ototku dicabut, lenganku
dikuntung dan kakiku ditebas. Rasa dendamku serasa merasuk ketulang. Aku merasa pedih, aku
merasa sedih. Dendam kesumat ini harus kutuntut balas."
Dengan mengerahkan kemampuan yang ada Kim Thi sia berangkat kelembah Nirmala. ia
bergerak bagaikan sambaran kilat.
Menjelang matahari terbenam sampailah pemuda itu disebuah tebing, dari situ ia dapat melihat
pemandangan di Lembah Nirmala dengan amat jelas. Mendadak ia menyaksikan suatu
pemandangan yang amat mengerikan hati.
la melihat Dewi Nirmala sedang memeluk Hay Jin dengan senyum licik buas menghias
wajahnya, begitu kencang ia memeluk gadis tersebut hingga membuat si nona terengah-engah.
Paras muka Hay Jin kelihatan pucat pias seperti mayat, rambutnya amat kusut.
Menyaksikan peristiwa itu merah padam paras muka Kim Thi sia, dengan mata melotot
bentaknya keras- keras: "Lepaskan dia.......lepaskan dia......"
Bagalkan kemasukan setan ia mengayunkan pedang Leng gwat kiamnya sambil menyerang
Dewi Nirmala. "Braaaakkkk"
Sebatang pohon besar tersambar pedangnya hingga tumbang, pasir dan debu beterbangan
menyelimuti udara. Tiba-tiba Kim Thi sia berdiri tertegun.
Pada saat itulah terdengar seseorang berseru sambil tertawa dingin, suara itu berasal dari balik
hutan yang lebat. "Lepaskan dia......" Haaaah....haaaaah.....aku rasa tidak segampang itu."
Gelak tertawa yang keras menyadarkan kembali Kim Thi sia dari lamunannya.
la mengerti Lembah Nirmala bukan tempat sembarangan, tempat itu berupa sarang naga gua
harimau yang diliputi kemisteriusan dan ancaman bahaya yang mengerikan.
cepat-cepat ia menghimpun tenaga murninya, lalu dengan gerakan burung walet terbang
keselatan secepat kilat ia menyembunylkan diri dibalik sebuah batu cadas. Sementara itu orang
didalam hutan kembali menegur dengan suara dingin: "Hey, yang berbicara barusan nirmala
nomor berapa?" Kim Thi sia tidak menjawab, dengan sangat berhati-hati ia melongok keluar dan memperhatikan
keadaan disekelilingnya. Walaupun hutan yang lebat membuat ia tak dapat melihat dengan jelas, namun secara lamatlamat
tampak olehnya seorang pemuda sedang mencengkeram tubuh seorang kakek berambut
putih yang mengenakan gelang emas dikepalanya.
Agaknya pemuda tersebut telah berhasil menotok jalan darah Mia meh hiat ditubuh kakek
berambut putih itu sehingga sama sekali tak mampu bergerak^ oleh sebab itu sewaktu
mendengar ada orang berteriak, ia kelihatan gusar sekali. Menyaksikan kesemuanya ini, diamdiam
Kim Thi sia berpikir: "Ternyata sudah terjadi kesalahan paham dia mengira aku hendak mencampuri gerak geriknya,
padahal andaikata dia tidak berteriak keras, mungkin akupun akan bertindak gegabah dan tidak
menyangka dalam hutan ini masih ada orang yang lain-"
Sementara itu pemuda tersebut makin bertambah gusar setelah tidak mendapat reaksi apapun
dari lawannya, ia membentak nyaring:
"Aku tak perduli kau adalah Nirmala nomor berapa, setelah berani membentakku untuk
lepaskan dla, kenapa tidak berani tampilkan diri?"
Saat itu, kendatipun Kim Thi sia tidak berani memastikan siapa gerangan orang tersebut,
namun bila ditinjau dari bentakannya, sudah dapat dipastikan orang itu bukan anggota Lembah
Nirmala, itulah sebabnya tanpa ragu-ragu dia munculkan diri dari balik tempat persembunyiannya .
Baru muncul dari balik hutan, dia sudah melihat dengan jelas paras muka pemuda tadi, tanpa
terasa serunya tertahan: "Aaaah, rupanya kau adalah Sastrawan menyendiri"
"Betul, memang aku yang berada disini, mau apa kau?" bentak sastrawan menyendiri lagi
penuh amarah. Kim Thi sia tertawa.
"Buat apa sih kau marah-marah dan menganggap diriku seperti musuh besar saja?" Sastrawan
menyendiri mendengus dingin:
"Hmmm, Kim Thi sia, aku tak akan berkata terus terang kepadamu setiap manusia yang
membantu Dewi Nirmala untuk melakukan kejahatan, aku akan menganggapnya sebagai musuh
besarku" "Apa yang hendak kau lakukan terhadap mereka?"
"Akan kutumpas mereka sampai keakar-akarnya...."
cepat-cepat Kim Thi sia mengacungkan jempolnya memberi pujian, serunya dengan lantang:
"Tindakan yang tepat, perbuatan yang amat bagus, kalau begitu kita mempunyai cita-cita serta
tujuan yang sama. Sudah sepantasnya bila kita berkomplot dan bekerja sama untuk membasmi
Dewi Nirmala serta melenyapkan bibit bencana umat persilatan-"
"Apa maksudmu?" tanya Sastrawan menyendiri dengan wajah tertegun-Kim Thi sia segera
tersenyum. "Harap jangan menaruh kesalahan paham kepadaku, teriakanku tadi bukan ditujukan
kepadamu. Akupun tidak bermaksud membantu pihak Lembah Nirmala, sesungguhnya apa yang
terjadi tadi hanya kebetulan saja. Sebab aku sedang bermimpi disiang hari bohong. Aku seolaholah
melihat Dewi Nirmala sedang mencekik leher putrinya sehingga nyaris putrinya mati konyol,
kau tahu bukan, nona Hay Jin adalah seorang nona yang baik hati......"
"Apakah kau telah jatuh cinta kepada nona Hay Jin, putri dari Dewi Nirmala itu?" tegur
Sastrawan menyendiri ketus.
"Paling tidak. aku dan nona Hay Jin pernah menjalin hubungan yang sangat baik."
"Kalau memang begitu, bagaimana mungkin aku bisa mempercayaimu" Siapa tahu kau sudah
menjadi begundalnya Dewi Nirmala?"
Kim Thi sia menjadi sangat marah, serunya:
"Apakah kau baru percaya setelah kurobek keluar hatiku dan diperlihatkan kepadamu?"
Sastrawan menyendiri segera tertawa tergelak.
"Haaaah......haaaah.......haaaaah.......itu mah tak usah, tapi ada satu kesempatan bagimu
untuk membuktikan ucapanmu tadi"
"Kesempatan apakah itu?"
Sambil menuding kearah kakek berambut putih yang sedang dicengkeramnya itu Sastrawan
menyendiri berkata: "Tua bangka ini mengenakan gelang emas diatas kepalanya, kau tentu sudah tahu bukan
siapakah dia?" "Semestinya dia adalah Utusan nirmala anak buah dari Dewi Nirmala bukan?"
"Tepat sekali" sahut Sastrawan menyendiri sambil tertawa dingin, "Dia adalah Nirmala nomor
tujuh yang paling dipercayai oleh Dewi Nirmala....^"
"Waaah, aneh sekali kalau begitu" seru Kim Thi sia keheranan, "Sudah jelas Nirmala nomor
tujuh telah tewas, lagipula sewaktu menghembuskan napasnya, akupun berada dihadapanya,
mustahil kakek ini adalah Nirmala nomor tujuh."
Kakek berambut putih yang dicengkeram jalan da rah Mia meh hiatnya segera meronta keras
dan berseru: "Aku bukan gadungan, selama ini dalam peraturan Lembah Nirmala berlaku satu undangundang,
yaitu utusan nirmala harus berdiri dari dua puluh orang Jika terdapat seroang anggotanya
yang terkena musibah. Maka akan dicari pengganti lainnya dari dalam tanah Yu ming toe
tong......" Begitu mendengar nama gua neraka tersebut, tanpa terasa Kim Thi sia teringat kembali cerita
ayahnya dulu. Konon di gua tadi disekap berpuluh orang jago persilatan yang kehilangan
kebebasannya serta menjalani penghidupan yang amat menderita disitu. Sementara dia masih
termenung, dengan sinis Sastrawan menyendiri telah berkata lagi:
"Padahal tua bangka ini sudah cukup banyak merasakan penderitaan dan siksaan ditangan
Dewi Nirmala, tapi sungguh aneh setelah diangkat menjadi Utusan nirmala dia malah seolah-olah
menerima budi kebaikan yang amat besar saja, bukan cuma melupakan segala penderitaannya,
bahkan bersedia pula untuk membantu Dewi Nirmala untuk melakukan pelbagai macam
kejahatan-....." "Aaaai......sesungguhnya aku sendiri pun mempunyai kesulitan yang tak bisa diterangkan" keluh
Nirmala nomor tujuh sambil menghela napas panjang.
"Sudahlah, tak usah banyak bicara lagi. Nah Kim Thi sia, beranikah kau membunuh Nirmala
nomor tujuh?" "Kenapa tak berani?" jawab Kim Thi sia agak tertegun.
Walaupun ia menaruh perasaan benci yang merasuk sampai ketulang sumsum terhadap
Lembah Nirmala, tapi sebutan nirmala nomor tujuh menaruh kesan yang amat mendalam baginya.
Walaupun Nirmala nomor tuuh yang berada dihadapannya sekarang sama sekali tidak
mempunyai hubungan apa- apa dengannya, tetapi entah bagaimana, dia merasa agak ragu juga
untuk menghukum mati dirinya. Maka setelah berhenti sejenak, kembali ia berkata: "Mengapa sih
kita harus membunuhnya?"
"Hmmm, dengan susah payah aku mengembara untuk mencari sanak keluargaku, tapi dia telah
berbuat buas, ia telah membunuh mati satu-satunya adik perempuanku yang masih hidup,....."
"Tapi setahuku, mereka hanya menjalankan perintah dari Dewi Nirmala yang bukan bertindak
menurut kehendak sendiri"
Sastrawan menyendiri mendengus dingin.
"Siapa yang berani membunuh, dia harus mampus, dosa kesalahan orang ini tak bisa diampuni
lagi" Kim Thi sia merasa iba sekali, terutama setelah melihat kegaduhan Nirmala nomor tujuh yang
nampak tersiksa hebat ditangan Sastrawan menyendiri, bukan saja seluruh badannya gemetar
keras, mukanya menyeringai seram dan peluh dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh
tubuhnya. Dengan suara lantang ia pun berseru kemudian:
"Kalau toh kau menaruh perasaan benci yang mendalam terhadap terhadap Nirmala nomor
tujuh, mengapa kau tidak memberi kematian yang cepat baginya?"
Sastrawan menyendiri segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.....haaaah......haaaah......keenakan baginya diberi kematian yang terlalu cepat IHmmm,
akan kupetoti otot-otot tubuhnya, akan kulubangi tulang belulangnya, akan kukuliti tubuhnya dan
akan kukorek hatinya......akan kubuat dia mati tak bisa, hiduppun serasa tersiksa, akan kusuruh
dia merasa kan bagaimana tersiksanya dia karena berani membunuh adik kandung Sastrawan
menyendiri" "Kau kelewat kejam, buas dan tidak berperikemanusiaan, tak heran orang lain menyebut
Sastrawan menyendiri" kata Kim Thi sia sambil menghela napas panjang. Kembali Sastrawan
menyendiri mendengus dingin.
"Hmmm, setelah bertemu denganmu barusan, tiba-tiba saja aku berubah pikiran. Aku merasa
siksaanku terhadap Nirmala nomor tujuh sudah lebih dari cukup, maka aku putuskan untuk tidak
menghabisi nyawanya dengan tanganku sendiri..."
"Kenapa?" tanya Kim Thi sia agak tertegun. "Apakah secara tiba-tiba kau menjadi tak tega,
apakah kau merasa beriba hati menyaksikan penderitaannya?" Sastrawan menyendiri tertawa
hambar. "Tidak, karena aku ingin kaulah yang membunuh orang itu."
"Kenapa mesti aku?" seru Kim Thi sia dengan wajah tertegun.
Paras muka sastrawan menyendiri dingin dan kaku bagaikan es, dengan suara dalam ia
berkata: "Aku ingin menikmati jeritan ngeri yang memilukan hati dari Nirmala nomor tujuh disaat dia
menemui ajalnya diujung pedang Leng gwat kiamnya, karena hanya suara jeritan yang memilukan
hati itulah yang bisa melenyapkan kecurigaan dihatiku, membuktikan bahwa kau Kim Thi sia
memang suci bersih. Menunjukkan bahwa kau bukan begundalnya Dewi Nirmala."
"omong kosong" bentak Kim Thi sia teramat gusar. "Kau mesti tahu dengan jelas aku Kim Thi
sia adalah seorang lelaki sejati yang tak sudi dieprintah oleh siapa pun aku selalu bertindak
menuruti suara hatiku sendiri."
"Kalau memang begitu, hadiahkan saja dua tusukan pedang diatas dada Nirmala nomor tujuh"
kata Sastrawan menyendiri sambil mendorong tubuh Nirmala nomor tujuh kedepanWaktu itu, Nirmala nomor tujuh berdiri dengan tubuh terbetot kebelakang, begitu didorong
kuat-kuat oleh Sastrawan menyendiri, tubuhnya menjadi gontai dan akhirnya roboh terjungkal
keatas tanah. Ia segera muntahkan darah hitam, matanya melotot makin besar, dengan wajah berkerut
kencang menahan penderitaan yang luar biasa, serunya dengan terengah-engah:
"Kim, Kim Thi sia......berbuatlah kebaikan padaku.....bunuh......bunuhlah aku dengan sekali
tusukan-....." Rupanya ilmu silat yang dimiliki Nirmala nomor tujuh telah dimusnahkan, meskipun tak sampai
tewas namun tubuhnya sudah berada dalam keadaan cacad. Jarak dengan saat ajalnya pun sudah
tak jauh lagi, tak heran kalau dia berusaha mencari kepastian yang cepat untuk melepaskan diri
dari siksaan dan penderitaan tersebut.
"Baik...." sahut Kim Thi sia sambil melolos kan pedang Leng gwat kiamnya.
Dengan memutar pedangnya kencang-kencang, dia bermaksud menusuk jalan darah Tiong leng
hiat didada kakek itu, serta mengakhiri kehidupannya dalam waktu singkat.
Tapi sayang..... Belum sempat tusukan tersebut menembusi dada Nirmala nomor tujuh, tiba-tiba Sastrawan
menyendiri membentak keras: "Tunggu sebentar"
Sambil membentak ia rentangkan telapak tangannya lebar-lebar, dengan jurus "Harum bunga
menyebar luas" ia melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat mengancam tubuh Kim Thi sia.
"Hey, apa-apaan kamu ini?" dengan perasaan amat terkesiap Kim Thi sia berseru.
Dalam keadaan terancam ia tak berayal-ayal lagi dengan gerakan "kupu-kupu menyelinap
dibalik bunga" ia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuh tanpa bayangan untuk melejit
ketengah udara dan menghindarkan diri dari sergapan kilat itu sejauh tiga depa dari posisi semula.
Kemudian setelah berhasil berdiri tegak. dengan wajah tertegun tegurnya sengit:
"Sastrawan menyendiri, bagaimanapun jua ia terhitung seorang jago kenamaan dalam dunia
persilatan, mengapa perbuatanmu justru begitu licik dan memalukan" Kenapa kau menyergapku
secara munafik?" Sastrawan menyendiri tertawa nyaring.
"Sesungguhnya aku tidak berniat sama sekali untuk melancarkan sergapan terhadapmu meski
ilmu silatmu cukup tangguh, namun aku, Sastrawan menyendiri masih mampu untuk bertarung
melawanmu. Hmmm, kenapa aku mesti main bokong.....?"
"Hmmm, tapi buktinya kau telah menyerangku secara tiba-tiba, bagaimana penjelasanmu
dengan perbuatan ini?" teriak Kim Thi sia marah.
"Aku hanya berniat menghalangi niatmu untuk menghabisi nyawa Nirmala nomor tujuh dengan
sebuah tusukan saja"
"Tapu kau sendiri yang menyuruh aku menghabisi nyawa Nirmala nomor tujuh......." bantah
Kim Thi sia keheranan- "Aku kan menyuruh kau menusuknya tiga kali" tukas Sastrawan menyendiri dengan wajah
mendongkol. "Tusukan pertama maupun tusukan kedua tak boleh membuat Nirmala nomor tujuh
mati konyol, aku ingin dia mampus secara pelan-pelan tusukan yang ketiga........"
Sastrawan menyendiri tertawa dingin.
"Heeeh....heeeeh.....heeeeh.....pada tusukan yang pertama kau harus menusuk tulang bahu
Nirmala nomor tujuh, luka pada bagian bahu cuma menyebabkan darah yang bercucuran deras,
tapi untuk sesaat tak sampai membuatnya menemui ajalnya mengerti" Nah, cepat tusuklah"
Diam-diam Kim Thi sia mempertimbangkan tawaran tersebut, dia berpendapat bagaimana pun
jua Nirmala nomor tujuh telah membantu durjana untuk berbuat kejahatan, dosa semacam ini
memang tak terampuni, ditambah pula jiwanya sudah berada diambang pintu kematian, bila ia
tidak mengikuti permintaan Sastrawan menyendiri, niscaya sikapnya akan menimbulkan
kecurigaan dalam hatinya.
oleh sebab itu tanpa banyak berbicara, dia segera melaksanakan apa yang diminta orang itu.
"Aduuuuuh" Akibat dari tusukan yang tepat melubangi tulang bahu Nirmala nomor tujuh itu membuat kakek
tersebut menjerit kesakitan, suara pekikkannya amat mengerikan hati, bisa dibayangkan betapa
tersiksanya orang itu. Sastrawan menyendiri segera tertawa terbahak-bahak. pujinya:
"Haaah....haaaah^....sebuah tusukan yang tepat sekali, tusukan kedua harus kau tujukan pada
tulang iga Nirmala nomor tujuh......"
Tanpa berpikir panjang lagi Kim Thi sia segera melaksanakan kata-katanya itu.
Untuk kedua kalinya Nirmala nomor tujuh menjerit ngeri, tapi tindakan yang dilakukan Kim Thi
sia ini sungguh teramat cepat, belum habis Nirmala nomor tujuh menyelesaikan jeritan ngerinya,
pedang Leng gwat kiamnya sekali lagi menyambar kemuka kali ini dia menusuk jalan darah Yu bun
hiat ditubuh lawan- Tampak cahaya putih yang berkilauan tajam berkelebat lewat, lalu tampak Nirmala nomor tujuh
menyeringai seram, selembar jiwanya segera melayang meninggaikan raganya. Dengan wajah
berubah hebat Sastrawan menyendiri berseru:
"Kim Thi sia, gerak serangan pedangmu sungguh amat cepat da njarang dijumpai dalam dunia
persilatan." Pada saat yang bersamaan itupula tiba-tiba dari balik hutan bergema suara derap kaki manusia
yang cukup ramai. Berbareng dengan gema suara derap kaki manusia tadi, muncullah berapa orang kakek
berambut putih yang semuanya memakai gelang emas diatas kepalanya ditempat tersebut.
Terdengar beberapa orang Utusan Nirmala itu membentak keras:
"Manusia latah darimana yang berani membuat keonaran didalam Lembah Nirmala. Hmmm,
tampaknya kalian sudah bosan hidup semua"


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cepat-cepat Kim Thi sia mencabut keluar pedang Leng gwat kiamnya dari atas mayat Nirmala
nomor tujuh, kemudian dengan gerakan "Ikan terbang pantang sayap" ia melejit sejauh berapa
depa dari posisi semula dan memilih sebuah tempat yang strategis untuk bersiap diri menghadapi
segala sesuatu yang tidak diinginkan.
Sikap Sastrawan menyendiri amat tenang, ditatapnya berapa orang Utusan Nirmala itu sekejap.
kemudian katanya: "oooh, ternyata lagi- lagi ada tiga orang Utusan Nirmala yang datang menghantarkan diri
hmmmm Kalian dengarkan baik-baik, saat kiamat bagi Lembah Nirmala sudah diambang pintu, bila
tahu diri lebih baik kalian tinggaikan tempat ini selekasnya. Kalau tidak...... hmmm, jangan
menyesal bila kepala sudah terpapas kutung. Nirmala nomor tujuh merupakan contoh soal yang
terjelas untuk kalian semua."
Ketiga orang Utusan Nirmala itu mendengus dingin kemudian tertawa terbahak-bahak.
Terdengar salah seorang diantara mereka bertiga, seorang kakek bermuka hitam berteriak
lantang. "Siapa kalian berdua dan berasal dari mana" cepat laporkan sejelasnya kepada kami ketahuilah
diujung tangan Nirmala nomor enam tak pernah ada setan tanpa nama yang dibikin mampus."
"Aku adalah Kim Thi sia" sahut pemuda kita lantang. "sedangkan dia adalah jagoan muda yang
amat tersohor dari dunia persilatan, orang menyebutnya sebagai Sastrawan menyendiri...."
Seorang utusan Nirmala yang berdiri paling dekat, bersenjatakan sebuah sekop berbentuk aneh
yang berwarna hitam segera membentak keras sebelum Kim Thi sia menyelesaikan kata-katanya.
Sambil memutar senjata sekop anehnya, dia berseru:
"Bocah keparat, kau berani membunuh Nirmala nomor tujuh, hmmm Hari ini aku harus
menumpas dirimu dari muka bumi"
Dengan kecepatan bagaikan sambaran petir, dia memutar senjatanya menciptakan lapisan
sekop yang berlapis-lapis ditengah udara, dalam waktu singkat jalan darah Lo leng hiat, Yu bun
hiat, Im ku hiat, dan Yang wi hiat ditubuh Kim Thi sia sudah terkurung dibawah ancamannya.
Serangan yang dilancarkan Nirmala nomor delapan benar- benar dilakukan sangat mendadak
dengan kecepatan bagaikan sambaran petir, bukan saja diluar dugaan, lagipula amat mengerikan.
Baru saja Kim Thi sia hendak melakukan satu tindakan, tiba-tiba terdengarlah berapa kali suara
dentingan nyaring bergema memecahkan keheningan-....
"Traaang.... Traaanng..... Traaaannng....."
Dentingan demi dentingan yang bergema susul menyusul ini seketika membuat senjata sekop
itu miring kian kemari tak berbentuk serangan lagi, otomatis ancamannya terhadap Kim Thi sia
punjadi buyar. Tak terlukiskan rasa kaget Nirmala nomor enam, buru-buru serunya dengan lantang:
"Nirmala nomor delapan, senjata rahasia yang dilancarkan Sastrawan menyendiri adalah jarum
penggetar langit, kau tak boleh bertindak gegabah......."
Kembali Nirmala nomor delapan memutar senjata sekopnya melepaskan tiga buah serangan
berantai, tapi berhubung jarum penggetar langit yang dilancarkan Sastrawan menyendiri kelewat
dahsyat, pada hakekatnya susah baginya untuk mendekati Kim Thi sia, otomatis semua
ancamannya pun mengenai sasaran yang kosong.
Kepada Sastrawan menyendiri segera bentaknya:
"Kenapa sih kau suka mencampuri urusan orang lain" Aku hendak menghajar Kim Thi sia untuk
membalaskan dendam bagi kematian Nirmala nomor tujuh, apa sangkut pautnya urusanku
denganmu?" Sastrawan menyendiri tertawa sinis.
"Aku tahu, kalian menjadi anggota perguruan Nirmala bukan atas dasar kemauan sendiri, kini
musuh tangguh sudah muncul didepan mata, saat kiamat Dewi Nirmala pun sudah berada
diambang pintu, lebih baik kaburlah cepat-cepat untuk menyelamatkan diri, apa artinya menuntut
balas buat kalian semua.......?"
"Tidak bisa" teriak Nirmala nomor delapan dengan mata mendelik. "Nirmala nomor tujuh adalah
saudara kandungku, kini Kim Thi sia telah membunuhnya maka kaupun berkewajiban untuk
membalaskan dendam bagi sakit hatinya itu....."
"Kau justru salah menuduh" jengek Sastrawan menyendiri dengan wajah penuh amarah.
"Nirmala nomor tujuh mampus karena aku, maka bila kau ingin membalas dendam lebih baik
langsung membalas kepadaku."
"Apa maksud ucapanmu itu?" seru Nirmala nomor delapan agak tertegun"Sederhana sekali maksudnya, oleh karena Nirmala nomor tujuh telah membunuh adik
kandungku si Dewi awan Khu Hui cu, maka......"
"Apa" kau adalah saudaranya si Dewi awan Khu Hui cu?" seru Nirmala nomor delapan agak
tertegun. "Tepat sekali, itulah sebabnya aku harus membalaskan dendam bagi kematian adik kandungku,
maka dari itu bila kalian merasa tidak terima atas kematian dari Nirmala nomor tujuh, silahkan
langsung mencari aku"
Jilid 55 Mengetahui bahwa Nirmala nomor tujuh tewas ditangan Sastrawan menyendiri, Nirmala nomor
delapan menjadi sangat berang. Dengan sepasang mata merah membara,bentaknya keras keras"
"Kalau begitu, kau harus menyerahkan nyawa."
Dengan memutar senjata sekopnya, ia segera menyerang Sastrawan menyendiri dengan amat
dahsyatnya. Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Sastrawan menyendiri tertawa dingin.....
Ditengah senyuman dingin ia sama sekali tidak menggerakkan tangannya, tapi sepasang
kakinya dengan gerakan "Bintang berubah meteor berpindah" ia melompat kian kemari meloloskan
diri dari ancaman, kenyataannya seluruh serangan dari Nirmala nomor delapan berhasil
dipunahkan olehnya dengan mudah sekali.
Dalam waktu singkat, sepuluh jurus telah lewat, sikap Nirmala nomor delapan mulai tegang,
peluh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Mendadak terdengar Nirmala nomor enam berteriak keras,
"Nirmala nomor dua puluh, kau cepat memberi laporan kepada Sin-cu, hanya Nirmala nomor
sembilan yang bisa menaklukan bocah keparat ini."
"Baik. aku segera berangkat!!" sahut Nirmala nomor dua puluh cepat.
Selesai berkata, ia segera melejit ke udara dan kabur menuju kearah Lembah Nirmala.
Sebagaimana diketahui, andaikata Nirmala dua puluh berhasil lolos dari situ dan memberi
laporan kepada Dewi Nirmala, niscaya dari pihak Lembah Nirmala akan dikirim sekelompok besar
jagoan untuk membasi mereka berdua, sudah barang tentu Kim Thi sia tidak ingin kejadian
tersebut sampai berlangsung.
Menyaadari akan bahaya yang sedang mengancam, cepat cepat Kim Thi sia melejit ketangan
udara dengan gerakan "Naga sakti terbang ke angkasa"
Bagaikan perputaran roda kereta, dengan gerakan amat cepat dia mengejar Nirmala nomor dua
puluh, lalu dengan pedang Leng gwat kiam yang di putar bagaikan ular berbisa, secepat petir ia
lancarakan tusukan kemuka menggunakan jurus "Bunga Buddha tumbuh berkembang."
Diluar dugaan ternyata Nirmala nomor dua puluh sama sekali tidak becus, belum sempat
membalikkan badan atau memberikan suatu reaksi, tahu tahu tubuhnya sudah tertusuk telak.
Diiringi jeritan ngeri yang menyayat hati, tubuhnya segera terjungkal ke atas tanah dan tewas
seketika. Melihat gelagat tidak menguntungkan pihaknya, Nirmala nomor enam menjadi amat terkejut,
pikirnya, "Aaah, ilmu silat yang dimiliki kedua orang pemuda ini sungguh lihay, aku tidak boleh melayani
mereka secara tolol."
Mengutamakan kesempatan itu segera teriaknya keras-keras.
"Bocah keparat, kalian jangan kabur, tunggu saja orang lain akan datang membereskan
kalian...." Selesai berkata, bagaikan burung rajawali yang mementangkan sayap, dengan suatu gerakan
cepat dia melarikan diri dari situ.
Setelah membereskan Nirmala nomor dua puluh,Kim Thi sia segera membalikkan badannya,
tentu saja dia tak membiarkan Nirmala nomor enam berhasil kabur dari situ.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, secepat sambaran petir dia melakukan
pengejaran dari belakang.
Keadaan Nirmala nomor enam saat ini seperti seekor anjing ayng kena di gebug. seluruh otot
tubuhnya hanya kelihatan gemetar keras, dengan mengerahkan segenap kekuatan yang
dimilikinya dia melarikan diri terbirit-birit.
Dalam waktu singkat dua buah bukit telah dilewatinya, sementara itu selisih jarak diantara
mereka berdua pun kian lama kian bertambah dekat,
Mendadak...... Dari depatn situ muncul kembali seorang kakek bermuka merah yang memakai gelang emas
diatas kepalanya, kakek itu sedang berjalan mendekat dengan langkah santai.
Nirmala nomor enam menjadi teramat girang sesudah menyaksikan kemunculan orang itu,
buru-buru teriaknya "Nirmala nomor sembilan, cepat kemari dan tolonglah aku..."
Siapa sangka gara-gara teriakan tersebut, gerak langkahnya menjadi lebih melamban. Kim Thi
sia segera menyusul ke depa dengan kecepatan luar biasa.
lalu dengan menggunakan jurus "Daun kerng gugur berterbangan." hawa pedang serasa
menyelimuti seluruh angkasa, tahu-tahu batok kepala Nirmala nomor 6 sudah terpapas kutung
dan jatuh menggelinding diatas tanah.
Saat ituah secara kebetulan Nirmala nomor sembilan mendengar teriakan tadi dan memburu
ketempat kejadian, melihat apa yang barusan berlangsung, ia pun membentak nyaring
"Bocah keparat, lihat pukulan!!"
"Blaaaaaammm......."
Dengan segulung angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan gemuruh guntur disiang bolong,
dia melancarkan sergapan yang mengerikan ke depan.
Agaknya Kim Thi sia pun mengerti bahwa Nirmala nomor sembilan bukan manusia sembarang,
dia tak berani bertindak gegabah.
Cepat-cepat ilmu Ciat Khi mi khi-nya dikerahkan untuk melindungi tubuhnya menyurut mundur
kebelakang. Rupanya dia bermaksud mencoba kekuatan lawannya terlebih dulu sekalian menghidap sari
kekuatan musuh sebelum melancarkan serangan balasan.
Namun sayang, serangan yang dilancarkan Nirmala nomor sembilan itu tiba-tiba saja ditarik
kembali, Aliran hawa murni yang semula menyelimuti seluruh angkasa pun secara tiba-tiba hilang
lenyap tak membekas. Dari sini bisa diketahui pula bahwa tenaga dalam yang dimiliki kakek ini sudah mencapai
puncak kesempurnaan hingga bisa dipergunakan dan ditarik kembali sekehendak hati sendiri.
Tat kala dia menyaksikan Kim Thi sia sama sekali tidak berhasrat melancarkan serangan
balasan, ia segera mengerti bahwa sistem pertarungan semacam ini belum tentu mendatangkan
hasil seperti yang diinginkan, oleh sebab itulah cepat-cepat dia menarik kembali serangannya.
Menggunakan kesempatan yang ada, tubuhnya segera melejit ketengah udara seperti burung
walet yang terbang diangkasa, lalu dengan kecepatan luar biasa dia menyelip kebelakang
punggung Kim Thi sia/ Mimpipun Kim Thi sia tidak menyangka kalau ilmu meringankan tubuh yang miliki Nirmala
nomor sembilan telah mencapai kesempurnaan yang luar biasa, untuk sesaat ia menjadi kelabakan
dan tak tahu bagaimana mesti menghadapi ancaman tersebut. tak heran kalau pertahanan
tubuhnya otomatis terbuka sama sekali.
Nirmala nomor sembilan segera tertawa terbahak-bahak..
"Haaahh...Haahh.... bocah keparat, sebelum mati kau harus mengerti lebih dulu nama dari
kemampuanku ini, kepandaiant ersebut tak lain adalah gerakan Lompatan Dewi yang amat
tersohor dikolong langit!"
Berbicara sampai disitu, dengan jurus "Kapak raksasa membelah batu" dia membabat
punggung pemuda itu keras-keras.
"Duuukkk....!!"
Dengan telak serangan tersebut bersarang ditubuh pemuda tersebut. Kim Thi sia segera maju
sempoyongan dan akhirnya roboh terjungkal diatas tanah.
Melihat kejadian ini, Nirmala nomor sembilan segera tertawa terbahak-bahak lagi.
Belum habis gelak tertawanya itu, tiba-tiba suaranya terhenti sampai ditengah jalan dengan
wajah berubah hebat dan sikap tertegun, serunya kaget
"Apa...." Mengapa kau... kau bocah keparat belum mampus?"
Rupanya dia sedang menyaksiakn Kim Thi sia merangkak bangun dari atas tanah
Sekalipun serangan yang dasyat tadi bersarang telak diatas punggungnya dan mengakibatkan
tubuhnya roboh terjerembab keatas tanah hingga muntah darah, namun dengan ilmu Ciat Khi mi
khi, ia mampu memunahkan kekuatan serangan lawan dan kini bangkit berdiri kembali.
Kembali Nirmala nomor sembilan berseru dengan suara yang keheranan
"Hey, bocah keparat, betulkah kau tak mempan digebugi" sebenarnya apa yang kau andalkan?"
Kim Thi sia segera tersenyum.
"Aku Kim Thi sia sudah termasyur didalam dunia persilatan sebagai manusia yang paling susah
dihadapi, kepandaian inilah yang menjadi modal utamaku, aku tak mempan digebugi.."
"Apa sebabnya bisa begitu?" tanya Nirmala nomor sembilan dengan kening berkerut.
"sekalipun kuberitahukan kepadamu, belum tentu kau akan emngerti, inilah ilmu Ciat khi mi khi
yang diwariskan oleh guruku, si Malaikat Pedang berbaju Perlente kepadaku."
Tiba-tiba Nirmala nomor sembilan mengaruk garuk rambut putihnya yangt ak gatal, seperti
memahami sesuatu, segera serunya.
"Aaah, jadi kaulah Kim Thi sia, anak murid Malaikat pedang berbaju perlente kesepuluh."
"Benar-benar omong kosong!" tukas Kim Thi sia sambil membentak, "bukankah sudah
keberitahukan kepadamu sedari tadi?"
Dengan cepat Nirmala nomor sembilan menunjukkan wajah yang amat serius, katanya lebih
lanjut, "Benar-benar suatu peretua yang tak kusangka, sudha bersusah payah kucari jejakmu tanpa
berhasil, tak tahu akhirnya berjumpa dalam keadaan tak terduga. Hhmmm.... aku memang sedang
mengemban tuas dari Dewi Nirmala untuk mencarimu serta menggusurmu ke Lembah Nirmala."
"Bukankah aku sudah datang di Lembah Nirmala sekarang" Kebetulan aku pun sangat berharap
bisa bersua dengan Dewi Nirmala."
"Kalau begitu, kebetulan sekali." seru Nirmala nomor sembilan sambil bertepuk tangan. "Cepat
serahkan pedangmuitu dan membelenggu diri sendiri, aku segera akan membawamu ke sana."
Berbicara sampai disitu dia benar benar mengeluarkan sebuah tali otot kerbau dan dilemparkan
ke arah Kim Thi sia. Melihat benda ini, Kim Thi sia segera tertawa terbahak-bahak.
"Eeeh, apa yang kau tertawakan?" seru Nirmala nomor sembilan dengan wajah tertegun,
"memangnya aku telah salah berbicara?"
"tentu saja salah besar, kau anggap aku Kim Thi sia manusia macam apa" Hmmnn bila ingin
bertemu dengan Dewi Nirmala kalian, buat apa aku mesti memikirkan segala hal yang sepele
begitu?" "Hmnn, bila kau tak mau menuruti perkataanku, maka ajalmu akan segera tiba di tempat ini
juga." ancam Nirmala nomor sembilan dengan wajah yang amat serius.
"Antara aku dan dirimu toh tiada ikatan dendam sakit hati apapun jua, buat apa sih kau mesti
mejual jiwa tuamu untuk Dewi Nirmala?"
"Terus terang saja aku beritahukan kepadamu, aku bekerja bagi Dewi Nirmala sesungguhnya
demi diriku." Kim Thi sia memang berhasrat untuk menyelidiki rahasia dari para utusan Nirmala, maka sambil
menyabarkan diri dan sama sekali tidak menjadi gusar dia bertanya lebih jauh.
"Apa maksud perkataan itu?"
"Sesungguhnya aku sendiri pun amat membenci terhadap Dewi Nirmala. rasa benciku boleh
dibilang sudah merasuk ke tulang sumsum. dia merayu ku dengan menggunakan kecantikan
wajahnya sehingga membuat aku hancur, namaku dan pamorku kemudian tersekap didalam gua
neraka hampir sepuluh tahun lamanya. dalam keadaan terpaksalah akhirnya kukabulkan
permintaan Dewi Nirmala dan bersedia menuruti seluruh perintahnya."
"Bukankah sejak saat itu kau pun kehilangan hak mu untuk mendapatkan kebebasan?" kata
Kim Thi sia sambil tertawa.
Nirmala nomor sembilan segera menghela napas perlahan.
"Kebebasan memang merupakan hal yang paling berharga, dan sekarang Dewi Nirmala telah
menjanjikan harapan tersebut kepadaku."
"Harapan apakah itu?" desak Kim Thi sia lebih jauh.
"Asal aku dapat membekukmu baik mati atau hidup, maka aku bisa peroleh kembali
kebebasanku, tapi bila dalam keadaan hidup. Maka aku harus membekukmu hidup-hidup, nah
kuanjurkan kepadamu lebih baik sedikilah tahu diri dan segera menyerahkan diri untuk diikat."
Kim Thi sia segera tertawa geli, jengeknya,
"Bagaimana mungkin hal semacam ini bisa terjadi" Sekalipun kau peroleh kembali
kebebasanmu, baukankah kebebasanmu yang justru kau korbankan"
"Aku sudah tua dan umurku hampir berakhir, aku ingin melewatkan sisa hidupku dalam alam
kebebasan. "Hal semacam ini bukan merupakan alasan yang kuat."
Nirmala nomor sembilan segera melotot gusar, bentaknya kemudian:
"Bagimu tak berartim bagiku justru merupakan alasanku yang terutama, ketahuilah, kebebasan
tiada bernilai begitu, dari muda aku hidup tersiksa sepanjang masa, lebih baik kau saja yang aku
korbankan." Berkata sampai disini, dia segera melejit kedepan dengan menggunakan gerakan sakti
lompatan dewanya. Dalam waktu singkat tampaklah bayangan pukulan telah menyelimuti seluruh angkasa, deruan
angin serangan serasa menusuk pendengaran.
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Kim Thi sia meloloskan pedang Leng Gwat kiam-nya
dan mengeluarkan ilmu pedang panca Budha untuk menghadapi serangan serangan musuh yang
gencar itu. Secara beruntun pedangnya mengeluarkan serangkaian jurus serangan yang aneh, kabut
pedang yang tebal menyelimuti seluruh tubuhnya, sementara tubuhnya selangkah demi selangkah
Pendekar Satu Jurus 4 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Pukulan Naga Sakti 5

Cari Blog Ini