Lembah Selaksa Bunga Karya Kho Ping Hoo Bagian 6
antara para pejabat tinggi yang hanya mementingkan diri sendiri
dengan cara melakukan korupsi, pemerasan, kecurangan dan lainlain. Aku merasa muak maka aku lebih senang meninggalkan kota
raja dan hidup dengan tenang tenteram mempelajari ilmu ikut Suhu
Ouw-yang Sianjin." Li Ai menghela napas panjang dan perasaan sukanya kepada
pemuda itu bertambah. Bouw Cu An ini tidak seperti para pemuda
bangsawan yang pernah dia jumpai dan kenal di kota raja. Sama
sekali berbeda! "Aih, memang sukar dipercaya kalau kita ceritakan kepada orang
lain, Bouw Kongcu. Semua orang tentu akan menganggap bahwa
kehidupan seorang anggauta keluarga para bangsawan yang
berpangkat tinggi dan kaya raya di kotaraja pasti enak dan
menyenangkan. Akan tetapi apa yang telah kita alami" Kepahitan
dan ketidak-tenteraman, sungguh menyedihkan."
Dua orang muda itu saling tertarik, bahkan mungkin saja mereka
itu telah jatuh cinta pada pertemuan pertama ini. Akan tetapi diam364
diam keduanya merasa tidak berharga bagi yang lain. Bouw Cu An
merasa tidak berharga untuk menjadi pasangan Li Ai mengingat
bahwa kalau Li Ai puteri seorang perwira tinggi yang jelas amat
setia kepada negara dan sudah banyak dan besar jasanya, maka
sebaliknya dia adalah putera seorang pangeran yang hendak
mengkhianati dan memberontak kepada pemerintah!
Sebaliknya, Li Ai sendiri juga merasa tidak pantas menjadi
pasangan Cu An mengingat bahwa kalau Cu An putera seorang
pangeran, bahkan masih keponakan kaisar, ia sendiri hanya puteri
seorang perwira yang dianggap pengkhianat dan dirinya sendiri
telah ternoda, bukan perawan lagi! Hampir saja ia tidak dapat
menahan runtuhnya air matanya ketika ia ingat akan hal ini.
Pada saat itu, tiba-tiba Bwe Kiok Hwa memasuki ruangan tamu itu
dengan muka pucat dan suaranya terdengar gemetar.
"Nona, celaka, Nona! Dari bagian utara datang segerombolan
orang bekas anak buah Ban-hwa-pang yang lama menyerbu dan
mereka sudah membakar tanaman di sana dan merobohkan
beberapa orang anak buah! Tentu orang ini yang menjadi matamata mereka!" Bwe Kiok Hwa dengan marah lalu menerjang Cu An
dengan pedangnya! Tentu saja Cu An cepat mengelak dan dari samping dia
menendang lutut kiri Bwe Kiok Hwa. Hampir saja tendangannya
mengenai sasaran, akan tetapi Bwe Kiok Hwa yang sudah
memperoleh latihan yang lumayan dari Hwe-thian Mo-li dapat
melompat ke belakang walaupun tubuhnya terhuyung. Sebelum ia
nekat menyerang lagi, Li Ai sudah membentaknya.
365 "Enci Bwe, hentikan itu! Jangan menyerang orang secara
sembarangan dan menuduh membabi-buta! Bouw Kongcu adalah
adik seperguruan Enci Siang Lan, dan engkau berani
menyerangnya?" Ditegur begitu, Bwe Kiok Hwa menghentikan serangannya dan
memandang bingung. Tadi ia memang memiliki kecurigaan dan
dugaan keras bahwa kedatangan pemuda itu tentu ada
hubungannya dengan gerombolan Ban-hwa-pang lama yang tibatiba pagi itu datang menyerbu, membakari tanaman untuk
menghalau semua jebakan yang dipasang di bagian itu.
"Mari, Kongcu, kita lihat keadaannya!" Li Ai mengajak Cu An dan
mereka berdua lalu berlari cepat keluar dari bangunan induk itu,
diikuti oleh Bwe Kiok Hwa yang masih memegang pedang. Tidak
sukar mencari tempat yang dimaksudkan karena dari atas sudah
tampak lereng di bagian utara yang mengepulkan asap tanda
kebakaran. Semua anak buah Ban-hwa-pang tampak berlari-larian ke arah itu.
"Bawa peralatan untuk memadamkan kebakaran!" teriak Li Ai. .
"Bawa kayu-kayu pemukul dan air!" teriak pula Cu An.
Para anggauta Ban-hwa-pang itu mentaati perintah ini dan ramairamai mereka lari ke lereng utara sambil membawa alat-alat untuk
memadamkan kebakaran. Setelah mereka berdua menuruni lereng itu, Li Ai dan Cu An
melihat sekitar duapuluh orang laki-laki, dipimpin seorang laki-laki
366 tua bermuka penuh berewok yang memegang sepasang golok,
sedang berkelahi melawan puluhan orang wanita anggauta Banhwa-pang. Karena para anggauta wanita Ban-hwa-pang baru
sekitar setahun lebih belajar ilmu silat, mereka tampak kewalahan
menghadapi serbukan gerombolan laki-laki yang tampak buas itu.
Namun, karena yang menggembleng mereka adalah Hwe-thian
Mo-li, maka dalam setahun itu mereka telah memperoleh tenaga
dan kegesitan yang lumayan sehingga walaupun terdesak hebat,
mereka masih mampu melakukan perlawanan. Sementara itu,
para anggauta lain sibuk memadamkan api agar jangan menjalar
ke atas. "Kongcu, mari kita hajar mereka!" kata Li Ai dan tanpa menanti
jawaban gadis ini sudah mencabut pedangnya dan menerjang para
penyerbu, diikuti Cu An yang juga sudah mencabut pedangnya.
Dua orang muda ini menerjang dan mengamuk dengan hebatnya.
Biarpun Li Ai tidaklah sehebat Cu An ilmu pedangnya, namun
karena marah dan penuh semangat, gerakan Li Ai amat ganas.
Pedangnya berkelebatan seperti halilintar menyambar-nyambar.
Juga gerakan pedang Cu An amat kuat sehingga sebentar saja
enam orang penyerbu telah roboh oleh pedang sepasang orang
muda ini. Hal ini membakar semangat para anggauta wanita Ban-hwa-pang
dan mereka melawan dengan lebih gigih. Sebaliknya, para
penyerbu menjadi terkejut bukan main.
Memang sebagian besar dari mereka sudah jerih terhadap nama
Hwe-thian Mo-li. Mereka baru berani diajak menyerbu oleh
367 pemimpin baru mereka setelah mendengar bahwa Hwe-thian Moli sedang tidak berada di Ban-hwa-kok. Akan tetapi ternyata
sekarang muncul sepasang orang muda yang demikian ganas dan
lihai ilmu pedangnya! Hal ini membuat nyali mereka menjadi
semakin mengecil. Li Ai dan Cu An kini menerjang ke arah pemimpin gerombolan yang
mukanya penuh berewok itu. Dia ini dahulunya merupakan
pembantu utama Siangkoan Leng, Ketua Ban-hwa-pang yang
telah terbunuh oleh Hwe-thian Mo-li. Semua anggauta Ban-hwapang berikut ketuanya telah dibasmi dan dibunuh habis oleh Hwethian Mo-li yang menjadi seperti gila dan mengamuk setelah
merasa dirinya dinodai dan Si Berewok ini adalah salah satu di
antara beberapa orang saja yang sempat melarikan diri, walaupun
terluka parah. Kini, dia mengumpulkan teman-teman para perampok untuk
membalas dendam, membakar dan mencoba untuk menguasai
kembali Ban-hwa-pang. Akan tetapi tidak disangkanya bahwa di
situ terdapat Li Ai dan Cu An yang cukup lihai sehingga pihak
mereka yang kini terdesak hebat.
Si Berewok cukup lihai. Andaikata yang melawannya hanya Li Ai
atau Cu An sendiri, kiranya dia tidak akan mudah dikalahkan. Akan
tetapi kini dua orang muda itu maju bersama dan mereka saling
melindungi dan saling bantu karena memang ada perasaan yang
dekat dan saling menyayang di antara keduanya, maka
pertahanan maupun penyerangan mereka dapat disatukan dan
menjadi terlalu kuat bagi Si Berewok.
368 Setelah melawan mati-matian selama duapuluh jurus, akhirnya Si
Berewok roboh terkena sabetan pedang Li Ai dan tusukan pedang
Cu An. Dia roboh dan tewas.
Melihat ini, sisa para gerombolan menjadi panik, sebaliknya para
wanita anggauta Ban-hwa-pang menjadi semakin bersemangat.
Bagaikan harimau-harimau betina mereka berteriak-teriak
menerjang sisa gerombolan, dipimpin Li Ai dan Cu An sehingga
akhirnya semua anggauta gerombolan yang menyerbu telah dapat
dirobohkan dan ditewaskan!
Para wanita itu bersorak gembira karena kemenangan ini,
kemenangan dalam pertempuran yang pertama kali mempertahankan tempat kediaman mereka! Hanya ada enam
orang wanita rekan mereka yang terluka. Mereka segera dirawat
dan atas perintah Li Ai, semua mayat para gerombolan itu dikubur
dalam beberapa lubang, jauh di kaki bukit Ban-hwa-san.
Li Ai dan Cu An berjalan berdampingan naik kembali ke puncak
Ban-hwa-kok. Sejak itu, mereka merasa semakin dekat satu
kepada yang lain. Terasa suatu kemesraan yang amat
membahagiakan hati mereka.
Wajah mereka cerah penuh senyum, terutama setiap kali pandang
mata mereka saling bertemu dan bertaut. Walaupun mulut mereka
tidak mengucapkan sepatah kata pun, namun sinar mata mereka
telah mengutarakan seluruh isi hati mereka yang dapat mereka
tangkap dan mengerti sedalam-dalamnya.
Mereka saling jatuh cinta! Ada perasaan bahagia yang mendalam,
namun kebahagiaan yang mendatangkan duka apabila mereka
369 mengingat akan keadaan diri masing-masing. Li Ai teringat akan
keadaan dirinya yang sudah ternoda, dan Cu An teringat akan
keadaan dirinya sebagai putera seorang pengkhianat dan
pemberontak! Akan tetapi peristiwa penyerbuan gerombolan itu membuat Cu An
mendapatkan alasan dan kesempatan untuk bermalam satu
malam lagi di Ban-hwa-kok, dalam waktu itu membuka peluang
bagi mereka untuk saling memperlihatkan perasaan hati masingmasing, walaupun hanya melalui pandang mata dan senyum
penuh madu. Tanpa bicara pun mereka yakin bahwa mereka saling
mencinta. Mereka makan siang, lalu makan malam bersama.
Pada keesokan harinya, setelah mandi dan makan pagi,
suasananya diliputi keharuan dan kesedihan karena saatnya telah
tiba bagi mereka untuk saling berpisah. Pagi itu setelah sarapan,
Cu An harus meninggalkan Ban-hwa-pang, menyusul gurunya ke
kota raja! Mereka berdua sarapan, akan tetapi tidaklah senikmat
biasanya. Bahkan rasanya sukar menelan makanan menghadapi
perpisahan di depan mata.
Setelah selesai makan, Cu An berkata lirih. "Sekarang aku harus
berkemas......" "...... Kongcu...... mengapa tergesa-gesa" Hari masih amat pagi."
Cu An memandang wajah gadis itu dengan sinar mata tajam.
"Nona Kui, setelah apa yang kita alami bersama, rasanya kaku dan
tidak enak mendengar engkau masih menyebut aku Kongcu."
"Engkau pun menyebut aku Siocia......" bantah Li Ai.
370 Cu An tersenyum dan gadis itu pun ikut tersenyum pula. Tanpa
bicara lagi mereka sudah saling mengetahui isi hati masing-masing
yang ingin mendapatkan sebutan yang lebih akrab lagi, bukan
sebutan bersopan-sopan seperti dua orang yang asing satu sama
lain. "Baiklah mulai sekarang, aku akan menyebutmu Moi-moi (Adik
Perempuan), bolehkah, Ai-moi?"
"Tentu saja, dan aku akan senang kalau boleh menyebutmu An-ko
(Kakak Laki-laki An)."
Keduanya saling tersenyum lagi dan kini pandang mata mereka
lebih leluasa mengirim sinar-sinar kasih.
"Sekarang aku harus berkemas dan siap untuk turun dari sini, Aimoi."
"Baiklah, silakan An-ko."
Cu An lalu memasuki kamarnya dan mengemasi buntalan
pakaiannya. Setelah dia keluar, dia melihat Li Ai sudah
menunggunya dan ketika dia menuruni puncak bukit itu, Li Ai
mengantarnya dan berjalan di sampingnya, sebagai pengantar dan
penunjuk jalan karena jalan menurun itu penuh jebakan dan
perangkap. Mereka berjalan berdampingan sambil bercakapcakap.
"Aku merasa senang dan berbahagia sekali dapat berkenalan
denganmu, Ai-moi." 371 "Aku pun merasa senang dan terhormat dapat bertemu dan
berkenalan denganmu, An-ko. Engkau seorang putera pangeran
yang terhormat dan berkedudukan tinggi, sedangkan aku......"
"Hushh, jangan berkata begitu, Ai-moi," kata Cu An sambil
memegang tangan kiri gadis itu yang berjalan di samping
kanannya. Merasa betapa tangan kirinya dipegang erat, Li Ai terkejut akan
tetapi biarpun hatinya menolak, jari-jari tangannya dengan hangat
membalas genggaman tangan pemuda yang kokoh kuat itu.
"Aku bicara sejujurya, An-ko. Bahkan berjalan berdua begini saja
sebetulnya tidak pantas bagiku......"
"Ai-moi......!" Cu An berhenti melangkah dan menarik gadis itu
sehingga mereka berdiri berhadapan, dekat sekali dan ketika
mereka saling pandang, Cu An agak menunduk dan Li Ai agak
berdongak, mereka dapat merasakan hembusan napas masingmasing di muka mereka.
"Jangan engkau sekali lagi berkata seperti itu, Ai-moi. Ucapan itu
amat menyakitkan hatiku. Engkau lebih dari pantas berjalan dalam
kehidupan ini di sampingku, akulah yang tidak pantas bagimu. Aimoi, aku...... aku sayang kamu, aku cinta kamu......"
"An-ko......!" Kini kedua tangan mereka saling bertemu dan jari-jari
tangan mereka saling remas. Sejenak Li Ai yang, merasa tubuhnya
lunglai, menyandarkan mukanya di dada pemuda itu yang
merangkul pundaknya. Biarpun tidak lama mereka berada dalam
keadaan seperti ini, namun rasanya hati mereka telah menjadi satu
372 dan sukar untuk dipisahkan lagi. Akan tetapi Li Ai segera
menyadari keadaan dirinya. Ia menjauhkan diri dan berkata lirih.
"Dari sini ke bawah sudah tidak ada perangkap lagi, An-ko.
Selamat jalan, An-ko dan terima kasih, engkau baik sekali. Nanti
kalau Enci Siang Lan kembali, akan kuceritakan padanya tentang
kunjunganmu." Li Ai menguatkan hatinya, akan tetapi tetap saja
suaranya terdengar agak gemetar karena haru dan sedih akan
berpisah dari pemuda itu.
"Baik, Ai-moi. Kurasa aku akan dapat bertemu dengannya di kota
raja. Kalau aku bertemu dengannya, akan kuceritakan
pembelaanmu kepada Ban-hwa-pang dari serbuan pengacau."
Cu An mengambil sebuah kantung kecil yang biasa dia pergunakan
untuk menyimpan uang emas, sebuah kantung kecil dari kain
disulam indah dengan gambar sepasang kupu-kupu dan
memberikannya kepada Li Ai.
"Ai-moi, aku tidak mempunyai apa-apa yang berharga. Harap
engkau suka menerima hadiah dariku ini sebagai tanda mata atas
persahabatan kita." Li Ai menerimanya dengan tangan gemetar, lalu berkata, "Aku pun
tidak mempunyai apa-apa, An-ko, akan tetapi silakan ambil apa
saja yang kausuka." Cu An mengamati gadis itu, lalu mengelus rambutnya yang hitam
panjang lebat dan agak berikal itu. "Bolehkah aku mengambil
hiasan rambutmu ini, Ai-moi?"
373 "Tentu saja boleh, An-ko," jawab gadis itu dengan muka berubah
kemerahan. Cu An mengambil tusuk sanggul yang berupa bunga teratai itu dan
begitu dicabut sanggulnya terlepas dan rambut yang panjang itu
terurai menutupi kedua pundak Li Ai.
"Alangkah indah rambutmu, Ai-moi," Cu An mengelus rambut itu
Lembah Selaksa Bunga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan mesra. Selama hidupnya baru sekali ini Li Ai merasa dicinta pria,
sebaliknya juga Cu An baru sekali ini merasa dekat sekali dengan
wanita. Keduanya salah tingkah dan merasa canggung, jantung
berdebar tegang dan tidak tahu harus berkata dan berbuat apa.
"Nah, selamat tinggal, Adikku sayang."
"Selamat jalan, An-ko."
Kedua tangan yang saling berpegang itu merenggang dan
perlahan-lahan terlepas ketika Cu An mulai melangkah
meninggalkan Li Ai. Setelah mengikuti bayangan pemuda yang
menuruni lereng terakhir itu sampai bayangan itu lenyap barulah Li
Ai tidak dapat menahan tangisnya. Ia menangis sedih, berjalan
mendaki bukit sambil menangis. Ia teringat akan keadaan dirinya,
yakin bahwa ia tidak akan mungkin dapat hidup berjodoh dengan
Cu An, pemuda yang telah merebut cintanya.
Ia teringat akan Bong Kim atau Bong Kongcu, putera Hartawan
Bong di kota raja, pria pertama yang mengaku cinta dan
melamarnya sebagai isteri. Mula-mula ia memang tertarik, akan
374 tetapi setelah pemuda itu diberitahu bahwa ia bukan perawan lagi,
Bong Kim malah menghinanya dan memandang rendah
kepadanya dan hanya ingin mengambilnya sebagai seorang selir.
Karena ia tidak mencinta Bong Kim, maka sikap Bong Kim itu tidak
begitu menyakitkan hatinya, apalagi pemuda hartawan itu telah
menerima hajaran keras dari Hwe-thian Mo-li.
Akan tetapi ia benar-benar jatuh cinta kepada Bouw Cu An. Kalau
sampai Bouw Cu An nanti memperlihatkan sikap seperti Bong Kim,
ia tidak akan kuat menerimanya. Lebih baik mati saja! Karena itu,
sebaiknya kalau ia tidak melanjutkan hubungan cintanya dengan
Bouw Cu An. Bahkan, sebaiknya kalau ia tidak saling mencinta
dengan pria manapun juga agar jangan sampai tersiksa hatinya
kelak. Pemuda mana yang akan mau menerima jodoh seorang gadis
yang bukan perawan lagi" Ah, betapa tololnya dan tidak adilnya
laki-laki! Ia bukan perawan lagi bukan karena kesalahannya, bukan
karena kehendaknya, melainkan karena terpaksa! Orang bernasib
buru sepertinya bukannya dikasihani, malah dihina, direndahkan,
dan diejek! Bagaimana sebaliknya kalau pria" Berapa banyaknya laki-laki
yang ketika menikah bukan perjaka lagi, dan hal itu pun terjadi
karena dia sengaja, karena kesalahannya, bukan karena ada yang
memaksa, akan tetapi kalau laki-laki tidak ada yang menghina atau
menyalahkannya! Betapa tidak adilnya ini. Pikiran seperti ini
mengganggu kepalanya ketika ia mendaki pulang ke
perkampungan Ban-hwa-pang sehingga setelah tiba di rumah, ia
375 merasa pening dan segera merebahkan diri tidur dengan muka
masih ada bekas air mata.
Sementara itu, Bouw Cu An yang menuruni bukit itu pun dilanda
perasaan campur aduk. Ada rasa gembira dan bahagia karena dia
merasa benar bahwa dia telah jatuh cinta kepada Kui Li Ai dan dia
merasa bahwa gadis itu pun membalas cintanya. Mereka berdua
saling mencinta dan alangkah akan bahagianya kalau kelak dia
dapat menjadi jodoh, menjadi suami gadis yang baginya paling
cantik menarik di antara semua wanita di dunia ini. Akan tetapi
perasaan bahagia ini dinodai ingatannya akan ayahnya. Ayahnya
mempunyai niat memberontak berarti ayahnya mempunyai watak
khianat terhadap pemerintah.
Sebaliknya, Kui Li Ai adalah puteri tunggal mendiang Kui Ciangkun, seorang perwira tinggi yang patriotik, seorang pahlawan yang
gagah perkasa dan dihormati karena setianya kepada pemerintah.
Kalau kemudian Li Ai mengetahui bahwa ayahnya seorang
pengkhianat, apakah gadis itu sudi menjadi mantu pengkhianat"
Ingatan ini membuat hati Cu An merasa berat dan sedih sekali. Dia
mengambil keputusan untuk menentang ayahnya sendiri, untuk
berusaha sekuatnya menyadarkan keinginan ayahnya yang
hendak memberontak itu. Bagaimanapun juga, ayahnya telah
mendapatkan kedudukan yang cukup tinggi dari kaisar, diangkat
menjadi penasihat Kaisar dalam urusan hubungan dengan para
suku lain di luar daerah kekuasaan kerajaan Beng. Dengan
keputusan hati yang tetap, pemuda itu lalu mempercepat
perjalanannya menuju ke kota raja.
376 "Y" Hwe-thian Mo-li Nyo Siang Lan memasuki kota raja. Jantungnya
berdebar juga ketika ia memasuki kota raja yang sudah dikenalnya
dengan baik itu. Sudah lama ia merasa rindu sekali kepada Ong
Lian Hong, adik seperguruan atau adik angkatnya sendiri, puteri
dari gurunya. Dulu, ia tidak jadi singgah di rumah adiknya itu karena
bagaimanapun juga, ia masih merasa tidak enak untuk bertemu
dengan Sim Tek Kun, putera Pangeran Sim Liok Ong yang
pendekar Kun-lun-pai dan kini menjadi suami Ong Lian Hong itu.
Ia pernah jatuh cinta kepada putera pangeran itu.
Sim Tek Kun merupakan pria pertama yang dicintanya, akan tetapi
kemudian dia mengetahui bahwa Sim Tek Kun adalah pemuda
yang sudah dijodohkan dengan Ong Lian Hong sejak mereka kecil
dan ternyata keduanya juga jatuh cinta setelah bertemu pada saat
mereka telah dewasa. Bahkan ia sendiri yang mendorong
keduanya dapat saling bertemu dan berjodoh!
Biarpun ia melepas cinta pertamanya itu dengan rela, namun tetap
saja ada bekas luka dalam hatinya, walau kini luka itu sudah
mengering. Ia merasa amat rindu kepada Ong Lian Hong dan kini
ia tidak dapat menahan lagi rasa rindunya. Ia menekan perasaan
tegangnya, lalu setelah mengambil keputusan, pada siang hari itu
ia melanjutkan langkahnya langsung saja ke istana Pangeran Sim
Liok Ong, di mana tentu saja Ong Lian Hong tinggal bersama
suaminya, putera pangeran itu.
377 Penjaga istana Pangeran Sim tentu saja tidak mengenalnya. Akan
tetapi ketika ia memperkenalkan diri sebagai Hwe-thian Mo-li dan
ingin bertemu dengan suami isteri Sim Tek Kun, dua orang perajurit
itu terkejut dan cepat memberi hormat lalu mempersilakan Siang
Lan duduk menanti di dalam gardu penjagaan karena mereka
hendak melaporkan ke dalam istana.
Tak lama kemudian, Siang Lan melihat Ong Lian Hong dan Sim
Tek Kun berlari-larian keluar dari dalam istana menuju ke gardu
penjagaan dekat pintu gerbang. Ia bangkit berdiri dan keluar dari
gardu menyambut mereka. Hatinya terharu sekali ketika ia melihat
Lian Hong masih tetap cantik dan anggun, akan tetapi agak gemuk
dan setelah dekat, ia gembira sekali melihat bahwa adiknya itu
ternyata agak gendut, tanda bahwa Ong Lian Hong telah
mengandung! Mungkin baru beberapa bulan sehingga tidak
tampak terlalu besar, namun ia dapat menduga bahwa adiknya itu
telah hamil! "Enci Lan......!!" Lian Hong berlari dan mengembangkan kedua
lengannya. "Hong-moi!" Siang Lan juga menyambut dan
berangkulan, dan Lian Hong menangis terisak-isak.
keduanya "Hushh......! Lian Hong, kenapa pertemuan menggembirakan ini
kausambut dengan tangis?" kata Siang Lan tersenyum, akan tetapi
kedua matanya basah. "Enci...... maafkan aku......"
378 Tiba-tiba Lian Hong merasa lengannya dipegang suaminya dan
tahulah ia bahwa suaminya melarang ia membicarakan urusan
lama yang hanya akan menimbulkan singgungan dalam hati, maka
ia melanjutkan dengan maksud lain. "......maafkan kami tidak tahu
akan kunjunganmu sehingga lambat menyambutmu."
"Aih, tidak apa-apa, Adikku. Aku pun tidak memberi kabar lebih
dulu, bagaimana kalian bisa tahu?"
"Hwe-thian Mo-li, sungguh kami merasa bahagia sekali dapat
menerima kunjunganmu!" kata Sim Tek Kun dengan ramah dan
gembira. "Kun-lun Siauw-hiap, bagaimana keadaan kalian" Engkau
menjaga Adikku dengan baik-baik, bukan?" kata pula Hwe-thian
Mo-li dan suaranya terdengar biasa karena hatinya kini sudah
tenteram melihat bahwa mereka berdua agaknya juga tidak ingin
bicara tentang masa lalu.
"Kami dalam keadaan baik, terima kasih. Mari kita bicara di dalam
saja. Hong-moi, ajak Encimu masuk ke dalam."
"Mari, Enci Lan!" Lian Hong lalu menggandeng tangan Siang Lan
dan mereka berdua lalu berjalan menuju ke istana Pangeran Sim,
diikuti oleh Sim Tek Kun dari belakang. Setelah oleh Lian Hong
encinya itu dipertemukan dengan Pangeran Sim Liok Ong dan
isterinya, Lian Hong dan Sim Tek Kun lalu mengajak Siang Lan
masuk ke dalam dan di ruangan dalam mereka bertiga bercakapcakap dengan gembira.
"Sudah berapa bulan kandunganmu, Lian Hong?"
379 Lian Hong menundukkan muka memandang ke arah perutnya,
mukanya berubah kemerahan dan tangan kirinya mengelus perut,
mengerling sambil tersenyum kepada suaminya lalu menjawab,
"Dua bulan lebih, Enci Lan."
"Mudah-mudahan anakmu yang pertama laki-laki, Adik Hong!"
"Nona Nyo Siang Lan, sungguh kami berdua merasa beruntung
sekali dapat menerima kunjunganmu ini. Akan tetapi kalau boleh
kami mengetahui, apakah selain kunjungan persaudaraan,
kedatanganmu ini ada hubungannya dengan undangan Jenderal
Chang Ku Cing?" "Aih, benar sekali! Bagaimana engkau dapat mengetahuinya, Sim
Kongcu?" "Wah, kenapa sih kalian menggunakan sebutan seperti orang
asing begitu" Aku jadi merasa tidak enak mendengarnya. Kun-ko,
dan Lan-ci, kenapa kalian tidak menyebut seperti kakak dan adik
saja?" tegur Lian Hong sambil tertawa.
Wanita muda ini maklum bahwa terdapat kecanggungan di antara
dua orang yang dulu saling memiliki hubungan batin itu, maka ia
lalu mencairkan kekakuan dan kecanggungan itu. Sim Tek Kun dan
Nyo Siang Lan tertawa mendengar ini.
"Nah, kalau engkau sudah ditegur oleh isterimu yang galak ini, lalu
bagaimana sikapmu, Kun-ko?" kata Siang Lan, menyebut Kun-ko
(Kakak kun) tanpa canggung karena memang ia sudah lama
mengenal Sim Tek Kun, bahkan sebelum Lian Hong mengenal
putera pangeran itu. 380 Sim Tek Kun tertawa. "Ha-ha, memang aku yang bersalah, Lanmoi. Sepantasnya memang kita tidak bersikap sungkan dan asing
satu sama lain. Bukankah kita telah menjadi lebih akrab daripada
sekadar teman, kini dapat dibilang menjadi keluarga" Isteriku
adalah adik angkatmu, maka aku pun berarti saudaramu pula."
Percakapan menjadi lebih ramah dan akrab. Siang Lan lalu
menceritakan maksud kunjungannya ke kota raja, menjawab
pertanyaan Tek Kun tadi. "Sesungguhnya memang benar bahwa Paman Jenderal Chang Ku
Cing mengutus Saudara Chang Hong Bu berkunjung ke Ban-hwakok dan mengundangku agar aku membantu dia melakukan
penyelidikan dan menangkap para pembunuh yang telah
melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap para pejabat
tinggi yang setia kepada Kaisar. Karena kami di Ban-hwa-kok
sedang membangun, maka aku minta Bu-ko, maksudku saudara
Chang Hong Bu untuk kembali dulu ke kota raja, kemudian aku
menyusul setelah pekerjaan di sana selesai.
"Setelah memasuki kota raja, sebelum menghadap Paman
Jenderal Chang Ku Cing, aku ingat kepada kalian, maka aku
langsung saja berkunjung ke sini lebih dulu. Kalian tentu lebih tahu
apa yang telah terjadi di kota raja sehingga Paman Jenderal Chang
perlu untuk mengundang dan minta bantuanku."
Ong Lian Hong menjawab, "Paman Jenderal Chang Ku Cing juga
sudah mengundang kami berdua dan minta bantuan kami, juga
menanyakan alamatmu kepada kami. Kami hanya mengira-ngira
saja di mana adanya dirimu, Enci Lan, karena kami telah
381 mendengar tentang engkau yang membasmi gerombolan Banhwa-kok dan memimpin perkumpulan itu. Ada pun tentang
pembunuhan-pembunuhan itu, memang aneh, dan agaknya
suamiku dapat bercerita lebih banyak."
Siang Lan memandang Tek Kun. "Apakah yang telah terjadi, Kunko?"
Tek Kun menghela napas panjang sebelum menjawab. "Telah
terjadi pembunuhan atas diri enam orang pejabat tinggi yang setia
kepada Kaisar dan melihat cacat yang diderita enam orang itu
mudah diketahui bahwa pembunuhnya tentu ada tiga orang.
Penyebab kematian itu ada tiga macam, jadi mungkin setiap orang
pembunuh telah membunuh dua orang pejabat tinggi. Melihat dari
cacat yang menyebabkan kematian, dan cara mereka membunuh
tanpa diketahui seorang pun petugas jaga, padahal yang dibunuh
adalah pejabat-pejabat tinggi yang rumahnya dijaga, maka jelas
bahwa mereka adalah orang-orang yang berkepandaian tinggi."
"Hemm, apakah bukan orang-orang Pek-lian-kauw dan Ngo-liankauw yang melakukannya" Ingat, dulu pun yang melakukan
pemberontakan adalah orang-orang Pek-lian-kauw yang
mempunyai banyak sekali tokoh lihai."
"Jenderal Chang juga menduga demikian. Akan tetapi anehnya,
begitu diadakan pembersihan dan seluruh kota raja digeledah,
tidak dapat ditemukan jejak para pembunuh itu. Padahal kalau ada
orang-orang Pek-lian-kauw bersembunyi di kota raja, sudah pasti
dapat diketahui dan ditangkap karena penggeledahan dilakukan
sampai ke pelosok-pelosok. Mereka itu seolah menghilang dan
382 setelah melakukan pembunuhan-pembunuhan itu dan pemerintah
mengadakan pembersihan dan pencarian, pembunuhan itu pun
berhenti tiba-tiba. "Kami berdua juga sudah membantu sedapat kami, menyelidiki
seluruh tempat, bahkan beberapa malam kami bergadang dan
meronda secara diam-diam, namun tidak menemukan apapun.
Melihat penjagaan yang dilakukan atas perintah Jenderal Chang,
tidak mungkin ada orang asing dapat keluar masuk pintu gerbang
kota raja seenaknya saja."
"Hemm, kalau begitu, apakah tidak mungkin kalau ada
pengkhianatan di dalam kota raja yang sengaja menyembunyikan
para pembunuh itu?" tanya Hwe-thian Mo-li.
"Persis, itu pun telah kami pikirkan. Dan mengingat bahwa hanya
rumah-rumah pejabat yang amat tinggi kedudukannya saja yang
terbebas dari penggeledahan, maka andaikata ada pengkhianat,
dia pasti seorang pejabat tinggi. Akan tetapi siapa" Siapakah
pejabat tinggi yang hendak mengkhianati kaisar dan bersekutu
dengan pihak pemberontak?"
"Seorang pengkhianat yang bergerak dengan diam-diam dan
rahasia jauh lebih berbahaya daripada pemberontakan yang
bergerak dengan terang-terangan," kata Siang Lan. "Apakah
setelah pembunuhan enam orang pejabat tinggi itu, lalu berhenti
dan tidak terjadi pembunuhan lagi?"
"Itulah masalahnya maka amat sukar menyelidiki siapa dalang
pembunuhan-pembunuhan itu. Setelah terjadi pembunuhan enam
orang pejabat tinggi itu dan Jenderal Chang melakukan
Lembah Selaksa Bunga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
383 penyelidikan dengan ketat, pembunuhan itu berhenti dan tidak
pernah terjadi lagi kerusuhan apalagi pembunuhan," kata Sim Tek
Kun. "Hemm, agaknya dalangnya memang cerdik. Kalau menurut aku,
sebaiknya kalau kita pancing dia keluar, dengan jalan
memperlemah penjagaan dan penyelidikan. Kalau para pembunuh
itu menganggap penjagaan menjadi lemah kemungkinan besar
mereka akan bergerak lagi dan itulah kesempatan bagi kita untuk
menangkapnya." "Akan tetapi hal itu membahayakan keselamatan para pejabat
tinggi!" seru Ong Lian Hong.
"Sebaiknya kalau engkau menghadap Jenderal Chang dan
membicarakan hal ini dengan dia, Lan-moi. Hanya dialah yang
berhak mengambil keputusan," kata Tek Kun.
"Akan tetapi nanti dulu, Enci Lan. Jangan tergesa-gesa
meninggalkan aku. Aku masih rindu. Biarlah engkau tinggal dulu
barang sehari dua hari di sini. Aku ingin mengadakan pesta
keluarga untuk menyambutmu. Setelah itu baru engkau pergi
menemui Jenderal Chang dan mulai bekerja!" kata Lian Hong dan
atas permintaan adik angkatnya ini tentu saja Siang Lan tidak
mampu menolak. Ketika berada berdua saja di dalam kamar mereka, Lian Hong
berkata kepada suaminya. "Kun-ko, aku ingin mengadakan pesta
keluarga dan mengundang Chang Hong Bu untuk datang dan ikut
dalam pesta makan untuk menyambut kunjungan Enci Lan."
384 Mendengar sesuatu yang agak aneh dalam nada suara isterinya,
Tek Kun memandang wajah Lian Hong dan alisnya berkerut. "Eh,
Hong-moi, apa artinya ini" Apa maksudmu mengundang Chang
Hong Bu ke dalam pesta keluarga kita" Dia itu tidak mempunyai
hubungan keluarga dengan kita atau dengan Siang Lan!"
Isterinya tersenyum manis. "Aih, suamiku! Apakah engkau tidak
dapat menduga apa maksudku" Kita sudah tahu bahwa Chang
Hong Bu adalah seorang pemuda yang gagah perkasa. Dia
keponakan Jenderal Chang, murid Siauw-lim-pai yang tinggi ilmu
silatnya, juga seorang pemuda terpelajar dan baik budi, tampan
pula. Tidakkah engkau pikir dia itu cocok sekali kalau menjadi
pasangan hidup Enci Lan?"
"Oh-oh......! Maksudmu, engkau hendak main menjadi comblang"
Isteriku, jangan kau gegabah. Bagaimana kalau Siang Lan tidak
setuju" Ingat, ia galak sekali, jangan-jangan ia akan marah
kepadamu karena ulahmu yang nakal ini!"
"Kun-ko, apakah engkau tidak melihat wajah Enci Lan ketika ia
bercerita tentang pertemuannya dengan Chang Hong Bu di
Lembah Selaksa Bunga" Kemudian ia menceritakan betapa
bersama Chang Hong Bu ia dikeroyok orang-orang lihai dari Peklian-kauw. Ketika menceritakan tentang kegagahan Chang Hong
Bu, kulihat wajahnya berseri dan sinar matanya masih
membayangkan kekaguman terhadap pemuda pendekar Siauwlim-pai itu!
"Nah, berdasarkan kenyataan ini, salahkah aku kalau aku
sekarang berusaha untuk saling mendekatkan mereka" Siapa tahu
385 mereka akan dapat menjadi jodoh yang serasi dan bahagia, seperti
kita, suamiku!" Melihat pandang mata Lian Hong membayangkan keharuan dan
kesedihan hati, Tek Kun maklum apa yang dipikirkan isterinya.
Isterinya sudah dia beritahu bahwa dahulu, sebelum dia bertemu
dengannya, dia telah mempunyai hubungan batin dengan Siang
Lan. Hwe-thian Mo-li mencintanya, akan tetapi sengaja mengalah
ketika mengetahui bahwa selain dia tunangan Lian Hong, juga
saling mencinta dengan tunangannya itu.
Mendengar itu, hati Lian Hong terharu dan sedih sekali. Ia merasa
iba kepada Siang Lan yang amat dikasihinya seperti kakaknya
sendiri. Maka kalau kini ia berusaha untuk membahagiakan hati
Siang Lan dan mencoba mencarikan jodohnya yang setimpal, apa
salahnya hal itu dicobanya"
Dia merangkul isterinya. "Baiklah, isteriku, lakukanlah semua
rencana baikmu itu."
Lian Hong merasa girang dan mencium pipi suaminya. "Engkau
memang suami yang paling baik, Kun-ko!"
Demikianlah, malam itu diadakan pesta makan keluarga. Karena
yang berpesta itu orang-orang muda dan di situ hadir pula Chang
Hong Bu, maka Pangeran Sim Liok Ong dan isterinya setelah
selesai makan lalu masuk ke dalam, tidak ingin mengganggu
kegembiraan pertemuan orang-orang muda itu.
Kini tinggal Sim Tek Kun, Ong Lian Hong, Chang Hong Bu, dan
Nyo Siang Lan berempat yang bercakap-cakap. Setelah makan
386 selesai mereka pindah duduk di ruangan tamu dan melanjutkan
percakapan di situ. Siang Lan juga terkejut namun gembira ketika melihat kedatangan
Hong Bu yang diundang untuk ikut berpesta. Akan tetapi ia tidak
berprasangka karena ia tahu bahwa hubungan antara keponakan
Jenderal Chang dan Sim Tek Kun tentu akrab, maka undangan itu
pun dianggapnya wajar saja. Sebaliknya, Hong Bu gembira sekali
karena memang dia telah jatuh cinta kepada Hwe-thian Mo-li sejak
pertama kali berjumpa. "Wah, kalau aku tahu engkau sudah berada di kota raja, Lan-moi,
aku tentu segera menemuinya di sini! Paman Jenderal Chang
sudah amat menanti-nanti kedatanganmu," demikian Hong Bu
berkata sambil menatap wajah yang jelita itu.
"Sebetulnya begitu tiba di kota raja, aku ingin segera menghadap
Paman Jenderal Chang, Bu-ko, akan tetapi ini, Hong-moi dan Kunko menahan aku."
"Habis, kami sudah amat kangen sih!" kata Lian Hong dan mereka
berempat bercakap-cakap tentang keadaan di kota raja.
"Keadaan di kota raja memang aman-aman saja akan tetapi paman
Jenderal Chang masih tetap merasa penasaran. Setelah
melakukan penggeledahan dengan cermat di kota raja dan
hasilnya tidak ada, kini penyelidikan mulai diarahkan keluar kota
raja dan agaknya Paman Chang telah mempunyai rencana untuk
melakukan gerakan pembersihan di tempat-tempat tertentu.
Agaknya Paman Chang hanya menanti kedatanganmu, Lan-moi,
387 untuk mulai dengan gerakan pembersihan itu. Oleh karena itu,
sebaiknya kalau engkau segera menghadap ke sana."
Mereka lalu memutuskan untuk besok pagi pergi menghadap
Jenderal Chang. Hong Bu berjanji untuk menyampaikan dulu
kepada pamannya akan kedatangan Siang Lan dan besok pagi dia
akan datang menjemput dan mereka berempat akan bersamasama menghadap Jenderal Chang.
Pertemuan ramah tamah dan akrab itu membuat hati Chang Hong
Bu semakin tertarik kepada Siang Lan. Hal ini diketahui oleh Lian
Hong dan suaminya yang menjadi girang sekali, juga dirasakan
oleh Siang Lan sendiri. Sebetulnya ia merasa bersyukur bahwa
seorang pemuda perkasa seperti Chang Hong Bu menaruh
perhatian terhadap dirinya, akan tetapi ia masih sangsi. Dapatkah
ia menjalin asmara dengan seorang pria"
Sesungguhnya, pada saat itu hatinya sudah lebih condong kepada
Paman Bu-beng-cu, laki-laki yang telah melepas banyak sekali
budi kebaikan kepadanya, laki-laki yang telah menumbuhkan
semangat hidupnya, dan satu-satunya laki-laki yang amat
dikaguminya. Akan tetapi, kalau mengingat keadaan dirinya yang
sudah ternoda, ia takut untuk menyatakan cinta kepada seorang
pria. Bagaimana kalau laki-laki seperti Chang Hong Bu mengetahui
bahwa ia bukan perawan lagi" Akan berubahkan sikapnya,
berbalik merasa jijik dan tidak cinta lagi" Ah, betapa dia akan
merasa terhina, marah, dan mungkin saja ia berbalik menjadi amat
benci kepada Hong Bu! 388 "Y" Panglima besar Jenderal Chang Ku Cing menerima kedatangan
Nyo Siang Lan yang ditemani Chang Hong Bu, Sim Tek Kun dan
Ong Lian Hong dengan wajah berseri gembira. Jenderal yang
usianya sudah limapuluh dua tahun itu masih tampak gagah
perkasa, dengan tubuh tinggi tegap, wajahnya penuh wibawa
dengan kumis dan jenggot pendek dibentuk rapi, sepasang
matanya yang tajam mengandung keteguhan seorang pemimpin.
Akan tetapi dia tampak ramah ketika menyambut kedatangan Hwethian Mo-li Nyo Siang Lan yang memang dia kagumi.
"Selamat datang, Hwe-thian Mo-li! Kami sudah lama menunggu
kedatanganmu!" "Maafkan saya, Paman. Karena masih harus membenahi Lembah
Selaksa Bunga, maka kedatangan saya agak terlambat," kata
Siang Lan. "Kami kira, kalian tentu sudah mendengar dengan jelas akan
peristiwa pembunuhan terhadap enam orang pejabat tinggi
kerajaan sekitar sebulan lebih yang lalu. Sejak terjadinya
pembunuhan terhadap enam orang pejabat itu, sampai kini tidak
ada lagi pembunuhan. Kami sudah mengerahkan semua tenaga
untuk membongkar dan mencari pembunuhnya, namun selama ini
kami gagal dan belum dapat menangkap para pembunuhnya.
"Tiga orang pembunuh itu jelas merupakan orang-orang yang amat
tinggi ilmu silatnya, dan tentu mereka itu mempunyai hubungan
dengan pihak yang berkhianat terhadap kerajaan. Sayang sampai
sekarang kami belum berhasil membongkar rahasia itu. Agaknya
389 pihak mereka juga ketakutan dan berdiam diri tidak membuat
gerakan sehingga sulit untuk dilacak."
"Paman, seperti telah saya laporkan kemarin, bagaimana
pendapat Paman tentang usul Hwe-thian Mo-li untuk
mengendurkan penjagaan dan memberi kesempatan serta
memancing para pembunuh agar mereka berani beraksi kembali"
Dengan demikian kita dapat melacaknya," kata Hong Bu kepada
pamannya. Jenderal Chang mengangguk-angguk.
"Usul yang dikemukakan Hwe-thian Mo-li Nyo Siang Lan memang
cukup baik. Akan tetapi kami kira hasilnya tidaklah sepadan
dengan resikonya. Kalau kita menggunakan siasat mengendurkan
penjagaan, hal ini mungkin saja mudah diketahui mereka karena
seperti kami katakan tadi, para pembunuh itu tentu mempunyai
hubungan persekutuan dengan orang dalam yang akan
mengetahui pula tentang siasat kita mengendurkan penjagaan.
"Padahal resikonya cukup berat. Bagaimana kalau mereka itu
serentak bergerak melakukan pernbunuhan-pembunuhan lagi"
Tidak, kami kira siasat itu terlalu berbahaya untuk dilakukan. Akan
tetapi kami telah mendapatkan titik-titik terang.
"Penyelidikan kami telah dapat menemukan tempat persembunyian gerombolan yang mencurigakan. Mungkin saja
mereka itu adalah gerombolan Pek-lian-kauw atau Ngo-lian-kauw
yang memperkuat diri dan siap di dalam hutan luar kota raja untuk
sewaktu-waktu apabila saatnya tiba, akan mengadakan
penyerbuan besar-besaran ke kota raja.
390 "Nah, penemuan inilah yang lebih penting! Kita harus mendahului
mereka, memukul mereka dan menghancurkan mereka sebelum
mereka sempat bergerak. Dan untuk membantu para perwira tinggi
memimpin pasukannya menyerbu dan membasmi gerombolan itu,
kami minta agar kalian berempat membantu."
Tentu saja empat orang muda itu menyatakan kesanggupan
mereka untuk membantu. Mereka berlima lalu mempelajari
kedudukan gerombolan yang diketahui bermarkas dalam hutan di
sebelah barat kota raja, di sebuah bukit yang berhutan lebat.
Mereka mempelajari gambaran peta yang telah dipersiapkan oleh
Jenderal Chang dan menurut Jenderal Chang, para penyelidiknya
menaksir bahwa kekuatan gerombolan itu terdiri dari sekitar
empatratus orang yang telah terlatih dengan baik dan rata-rata
menguasai ilmu silat. "Mereka adalah sisa-sisa para anggauta Ngo-lian-kauw. Para
pemimpin Ngo-lian-kauw, yaitu Ngo-lian Heng-te yang dahulu
berkedudukan di Poa-teng, Hopak, telah dibasmi oleh Hwe-thian
Mo-li Nyo Siang Lan! Kini agaknya sisa para anggauta dan
pimpinan Ngo-lian-kauw mengadakan gerakan pemberontakan,
bergabung dan diperkuat oleh Pek-lian-kauw."
Setelah mereka mempelajari peta itu dengan seksama, Jenderal
Chang Ku Cing lalu memanggil para perwira tinggi yang menjadi
pembantunya. Mereka semua juga sudah diberi penjelasan
tentang rencana penyerbuan itu dan semua perwira merasa
gembira sekali dan berbesar hati ketika mendengar bahwa
mereka, dalam penyerbuan itu akan dibantu oleh dua pasang
orang muda yang sudah mereka ketahui kehebatannya.
391 Terutama sekali dengan adanya Hwe-thian Mo-li Nyo Siang Lan di
pihak mereka, hati mereka menjadi lega dan bersemangat.
Tadinya mereka memang agak merasa khawatir mendengar
bahwa gerombolan yang akan mereka serbu dipimpin oleh orangorang Ngo-lian-kauw dan terutama Pek-lian-kauw yang sudah
terkenal amat lihai itu. Siang Lan membantu Sim Tek Kun membujuk Lian Hong agar
wanita yang sedang mengandung, walaupun baru dua bulan lebih
itu, tidak usah ikut membantu penyerbuan pasukan ke hutan
tempat bermarkas gerombolan. Akhirnya Lian Hong mau
mengalah dan tinggal di rumah, sedangkan mereka bertiga, Siang
Lan, Tek Kun, dan Hong Bu, menemani lima orang perwira tinggi
memimpin sekitar tujuhratus orang perajurit melakukan
penyerbuan ke hutan itu pada pagi-pagi sekali.
Setelah berhasil melakukan pembunuhan terhadap enam orang
pejabat tinggi yang setia kepada Kaisar, Pangeran Bouw Ji Kong
menghentikan aksi itu, bahkan segera menyelundupkan tiga orang
sakti yang menjadi sekutunya dan yang melakukan pembunuhanpembunuhan itu keluar dari kota raja. Mereka adalah Hwa Hwa
Hoat-su, datuk Pek-lian-kauw, Hongbacu, tokoh Mancu utusan
Nurhacu pemimpin bangsa Mancu, dan Tarmalan, datuk atau
dukun bangsa Hui yang menjadi utusan bangsa Hui yang
mendukung gerakan Pangeran Bouw Ji Kong yang ibunya juga
puteri kepala suku bangsa Hui.
Pangeran Bouw Ji Kong tidak mengadakan gerakan, maklum
bahwa Jenderal Chang yang diserahi tugas menangkap para
pembunuh mengadakan penjagaan yang amat ketat. Akan tetapi
392 diam-diam Pangeran Bouw masih mengadakan hubungan dengan
pihak Pek-lian-kauw dan Ngo-lian-kauw, dan persekutuan ini
mengadakan pemusatan kekuatan baru di dalam hutan di Bukit
Cemara yang terletak di sebelah barat kota raja.
Bukit Cemara itu penuh dengan hutan lebat, maka amat baik
dijadikan markas dan tempat persembunyian. Apalagi di bukit itu
terdapat banyak guha-guha yang oleh para anggauta Pek-liankauw telah dibuat terowongan-terowongan. Juga di situ dibuat
perangkap dan jebakan yang berbahaya karena para anggauta
Pek-lian-kauw dan Ngo-lian-kauw memang ahli dalam membuat
Lembah Selaksa Bunga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jebakan-jebakan dan penyebaran racun.
Menurut Pangeran Bouw Ji Kong, pihak Pek-lian-kauw sudah
dipesan agar jangan membuat gerakan lebih dulu karena
pertahanan di kota raja amat kuat. Dianjurkan agar pihak
pemberontak itu menanti tanda darinya karena dia hendak
menyusun siasat baru agar keadaan di kota raja kacau dan dalam
keadaan kacau di mana pertahanannya melemah, barulah
pasukan Pek-lian-kauw akan melakukan penyerbuan.
Akan tetapi pangeran Bouw Ji kong terlalu memandang remeh
kecerdikan Jenderal Chang Ku Cing. Secara diam-diam jenderal
yang pandai dan berpengalaman ini mengalihkan perhatiannya ke
luar kota raja, menyebar para penyelidik yang pilihan sehingga
akhirnya dia mendapatkan keterangan bahwa bukit Cemara
menjadi sarang para gerombolan pemberontak. Bahkan tanpa
adanya kebocoran gerakan pembersihan yang dilakukan pagi hari
itu berjalan dengan sempurna. Para pemberontak baru tahu
setelah bukit itu dikepung pasukan kerajaan!
393 Bukit Cemara itupun geger! Terjadi pertempuran di seluruh
permukaan bukit. Pertempuran mati-matian yang amat dahsyat,
campur aduk sehingga kedua pihak tidak mungkin dapat
mempergunakan senjata anak panah karena besar kemungkinan
akan mengenai kawan sendiri.
Banyak perajurit kerajaan terjebak perangkap dan berjatuhan, ada
pula yang terkena ledakan dari alat-alat peledak yang dipasang
orang-orang Ngo-lian-kauw. Akan tetapi karena jumlah pasukan
kerajaan hampir dua kali lipat besarnya maka di pihak
pemberontak lebih banyak lagi yang jatuh korban. Apalagi di situ
ada Hwe-thian Mo-li, Sim Tek Kun, Chang Hong Bu yang
membantu para perwira, mengamuk seperti tiga ekor naga sakti.
Pangeran Bouw Ji Kong terkejut mendengar bahwa pasukan
kerajaan menyerbu tempat yang dijadikan sarang kaum Pek-liankauw dan Ngo-lian-kauw di Bukit Cemara. Dia tentu saja
mengetahui bahwa mereka itu adalah sisa para anak buah Peklian-kauw cabang Liauw-ning yang berada di sebelah timur Peking,
dan sebagian lagi sisa anak buah Ngo-lian-kauw di Po-teng.
Dia cukup cerdik sehingga pangeran itu tidak menaruh orangorangnya di hutan itu, sehingga tidak perlu khawatir rahasianya
bersekutu dengan mereka akan diketahui pemerintah. Kang-lam
Jit-sian yang menjadi para jagoannya hanya dikenal sebagai para
pengawal pribadinya. Bagaimanapun juga, Pangeran Bouw Ji Kong masih
mengharapkan pertempuran itu akan merugikan pasukan kerajaan
karena dia tahu bahwa di antara para pimpinan Pek-lian-kauw,
394 terdapat beberapa orang pendeta Pek-lian-kauw yang sakti, di
antaranya terdapat dua orang tokoh yang dikirim dari pusat Peklian-kauw, yang berjuluk Thian-te Lo-mo (Iblis Tua langit dan Bumi)
terdiri dari dua orang kakek pendeta Pek-lian-kauw.
Seorang berjuluk Thian Lo-mo (Iblis Tua langit) yang bermuka putih
seperti kapur dan Tee Lo-mo (Iblis Tua bumi) yang bermuka hitam
seperti arang. Sepasang kakek berusia sekitar enampuluh tahun
ini merupakan pasangan yang amat hebat, selain memiliki ilmu silat
tinggi juga mereka berdua mahir menggunakan ilmu sihir.
Memang dua orang pendeta Pek-lian-kauw ini lihai bukan main.
Ketika pasukan kerajaan datang menyerbu, mereka berdua
mengamuk dan sepak terjang mereka menggiriskan semua orang.
Bukan saja golok besar mereka itu bergulung-gulung seperti
seekor naga mengamuk di angkasa, akan tetapi juga mereka
berdua dapat mengadakan awan dan halilintar dari sihir mereka
yang membuat para perajurit gentar dan banyak yang roboh oleh
mereka. Akan tetapi tiba-tiba muncul tiga orang muda itu! Hwethian Mo-li sudah berkelebat dan pedang Lui-kong-kiam (Pedang
Kilat) di tangannya menyambar bagaikan halilintar, menangkis
golok besar di tangan Thian Lo-mo.
"Tranggg......!" Thian Lo-mo yang sedang mengamuk dan sudah
membunuh delapan orang perajurit itu terkejut bukan main ketika
tiba-tiba ada halilintar menyambar dan goloknya terpental, tangan
kanannya terasa panas sehingga hampir saja dia melepaskan
gagang golok yang dipegangnya itu. Ketika dia melompat ke
samping dan cepat memutar tubuh, dia berhadapan dengan
seorang gadis cantik yang gagah perkasa.
395 Gadis berusia sekitar duapuluh tiga tahun, tubuhnya padat ramping
dan indah menggairahkan, rambutnya hitam panjang ikal mayang
dengan anak rambut berjuntai lembut di dahi dan kedua pelipisnya.
Matanya bagaikan sepasang bintang kejora. Hidungnya mancung
kecil dan mulutnya merupakan daya tarik yang amat
menggairahkan. Seorang gadis yang benar-benar jelita namun
juga tampak gagah berwibawa.
Thian Lo-mo sudah mendengar akan nama besar Hwe-thian Mo-li,
maka begitu berhadapan dengan Siang Lan dan merasakan
tangkisan pedang Lui-kong-kiam tadi, dia membentak.
"Engkaukah yang berjuluk Hwe-thian Mo-li?"
"Benar, aku Hwe-thian Mo-li yang telah datang untuk membasmi
pemberontak jahat macam kalian!"
"Perempuan hina! Engkau telah membunuh sahabat-sahabat kami
Ngo-lian Heng-te dan beberapa orang saudara kami dari Pek-liankauw sekarang rasakan pembalasan kami! Tee Lo-mo, ini musuh
kita Hwe-thian Mo-li!" teriak Thian Lo-mo dengan marah sekali.
Pada saat itu, seorang kakek lain yang bermuka hitam arang
datang menerjang dengan golok besarnya. Hwe-thian Mo-li cepat
mengelak dan ia pun segera menggerakkan pedangnya,
menghadapi pengeroyokan dua orang pendeta Pek-lian-kauw itu.
Ternyata mereka berdua itu tangguh sekali setelah maju bersama.
Bukan hanya ilmu golok mereka yang amat kuat, namun juga
tangan kiri mereka seringkali melancarkan pukulan dorongan jarak
jauh yang mendatangkan angin kuat dan menghembuskan uap.
396 Uap putih keluar dari telapak tangan Thian Lo-mo dan uap hitam
keluar dari tangan Tee Lo-mo! Betapa pun lihainya, Siang Lan
terdesak oleh pengeroyokan dua orang tokoh Pek-lian-kauw itu.
Akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan dua orang
pemuda sudah menerjang maju membantu Siang Lan. Mereka
adalah Sim Tek Kun dan Chang Hong Bu yang tadi mengamuk
merobohkan banyak anak buah Pek-lian-kauw dan melihat betapa
Siang Lan menghadapi pengeroyokan dua orang pendeta Peklian-kauw yang lihai, mereka berdua menerjang maju dan
menyerang Thian Lo-mo! "Trang-cringgg......!" Thian Lo-mo terhuyung ke belakang ketika dia
menangkis dua sinar pedang itu dengan goloknya. Dia terkejut
sekali akan tetapi segera menghadapi serangan dua orang
pemuda yang memiliki gerakan pedang amat hebat. Diam-diam dia
mengeluh karena dia benar-benar menghadapi dua orang lawan
yang amat tangguh. Melawan seorang saja dari mereka sudah
cukup berat apalagi mereka itu maju bersama.
Sim Tek Kun adalah seorang murid Kun-lun-pai, sedangkan Chang
Hong Bu adalah seorang pendekar Siauw-lim-pai! Tentu saja Thian
Lo-mo terdesak hebat dan hanya dapat melindungi diri dengan
putaran golok besarnya sambil terus bergerak mundur.
Sementara itu, ditinggalkan seorang diri melawan Hwe-thian Mo-li
yang memiliki ilmu pedang amat dahsyat itu, Tee Lo-mo juga
segera terdesak hebat. Pengerahan tenaga sihir dan permainan
goloknya semua dikeluarkan namun sia-sia belaka, dia tidak
mampu menghindarkan semua sambaran kilat halilintar dari
397 pedang gadis itu dan setelah lewat duapuluh jurus, pedang Siang
Lan menyambar lehernya dan Tee Lo-mo roboh dan tewas
seketika! Siang Lan tidak mempedulikannya lagi dan cepat ia mencari dua
orang pemuda yang tadi bertanding mengeroyok Thian Lo-mo. Tak
jauh dari situ ia melihat dua orang itu baru saja merobohkan Thian
Lo-mo yang tewas terkena sambaran pedang jago-jago muda dari
Kun-lun-pai dan Siauw-lim-pai itu.
Pertempuran berlangsung seru, akan tetapi setelah dua orang
tokoh besar Pek-lian-kauw itu tewas, semangat para pemberontak
menjadi lemah. Mereka masih melawan mati-matian dan bertahan
sampai tengah hari, akan tetapi ketika satu demi satu para
pimpinan mereka roboh dan banyak rekan-rekan mereka
berjatuhan, mereka menjadi panik.
Akhirnya, tak dapat mereka pertahankan lagi dan mulailah mereka
melarikan diri cerai-berai. Ada yang mencoba untuk bertahan
dalam terowongan-terowongan, ada pula yang melarikan diri
menggunakan alat peledak yang mengeluarkan asap tebal. Akan
tetapi, akhirnya paling banyak hanya seratus orang saja dari
mereka yang berhasil lolos dan melarikan diri. Lainnya roboh tewas
atau luka dan tertawan. Biarpun di pihak pasukan pemerintah ada pula yang gugur, namun
pasukan pemerintah memperoleh kemenangan dalam pertempuran itu dan mereka bersorak gembira ketika membakar
bekas-bekas sarang gerombolan di Bukit Cemara itu. Hampir
semua pemimpin gerombolan tewas dalam pertempuran itu.
398 Akan tetapi, diam-diam Hwe-thian Mo-li dan dua orang pemuda
perkasa, Sim Tek Kun dan Chang Hong Bu, tiga para perwira tinggi
yang memimpin pasukan pemerintah, kecewa karena mereka tidak
menemukan para pembunuh yang dicari-cari oleh Jenderal Chang.
Tadinya Siang Lan menduga bahwa dua orang Thian-te Lo-mo
adalah pembunuh-pembunuh itu, akan tetapi setelah ia bersama
Tek Kun dan Hong Bu menewaskan mereka, ia menduga bahwa
para pembunuh itu bukan mereka dan agaknya tidak ikut dalam
gerombolan yang telah dibasmi itu.
Biarpun demikian, Jenderal Chang Ku Cing merasa gembira akan
keberhasilan operasi pembasmian gerombolan pemberontak itu.
Hal ini setidaknya membuat para pemberontak menjadi jerih dan
tidak berani main-main di kota raja. Dan dia pun tetap
meningkatkan penjagaan karena siapa tahu, para pemberontak
akan melakukan kekacauan seperti itu pula, ialah membunuhi para
pejabat tinggi. Hwe-thian Mo-li Nyo Siang Lan ditahan oleh Ong Lian Hong untuk
sementara agar tinggal di rumah mereka. Selain Lian Hong merasa
rindu kepada enci angkatnya itu, iapun mempunyai niat yang kuat
untuk mendekatkan dan menjodohkan Nyo Siang Lan dengan
Chang Hong Bu. Ia merasa bahwa pemuda keponakan Jenderal
Chang itu merupakan jodoh yang tepat sekali bagi Nyo Siang Lan.
Maka ia membujuk suaminya untuk menyetujui kalau mereka
mengundang Hong Bu untuk datang bertamu dan bermain di
rumah mereka agar memberi kesempatan sebanyaknya kepada
dua orang muda itu untuk saling berkenalan lebih akrab lagi.
399 Bahkan Sim Tek Kun terpaksa memenuhi permintaan yang sangat
dari isterinya untuk diam-diam menghubungi Jenderal Chang Ku
Cing dan mengajukan usul mereka untuk menjodohkan Chang
Hong Bu dengan Nyo Siang Lan. Jenderal Chang Ku Cing dengan
sendirinya merasa setuju sekali karena dia memang pengagum
besar Hwe-thian Mo-li Nyo Siang Lan. Dia menyatakan
persetujuannya dan berjanji untuk membicarakan hal itu kepada
keponakannya. "Y" "Enci Lan, aku ingin mengajakmu untuk mengunjungi Ibu
kandungku dan kakek serta Nenekku. Maukah engkau?" Pada pagi
hari itu Lian Hong berkata kepada Siang Lan setelah mereka
sarapan pagi. "Kalian berdua pergilah, aku sendiri harus menghadap Paman
Jenderal Chang yang kemarin memesan agar aku pagi ini
berkunjung kepadanya karena ada urusan penting yang akan
dibicarakan." Lian Hong tersenyum, maklum bahwa yang akan dibicarakan
suaminya dan Jenderal Chang Ku Cing adalah urusan perjodohan
antara Chang Hong Bu dan Nyo Siang Lan seperti yang mereka
rencanakan. Akan tetapi ia diam saja karena hal itu masih mereka
rahasiakan terhadap Siang Lan sendiri. Mereka masih khawatir
kalau-kalau Siang Lan akan merasa tersinggung dan marah.
Mereka menghendaki agar hubungan antara Siang Lan dan Hong
Bu terjadi secara wajar dan timbul keakraban dan kasih sayang di
antara mereka. Kalau sudah begitu keadaannya, maka mudahlah
400 bagi mereka untuk mengusulkan perjodohan tanpa menyinggung
perasaan gadis yang keras hati itu.
Siang Lan terkejut akan tetapi juga gembira dan tegang hatinya
mendengar disebutnya ibu kandung Lian Hong. Ibu kandung Lian
Hong berarti isteri mendiang gurunya, Pat-jiu Kiam-ong Ong Han
Cu yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri!
"Ah, aku akan merasa senang dan terhormat sekali bertemu
dengan ibu kandungmu atau isteri mendiang Guruku, Hong-moi!"
katanya. "Di mana beliau tinggal?"
"Ibuku tinggal di rumah Kakekku, yaitu Jaksa Ciok Gun. Dahulu
Kakekku adalah Jaksa di Hun-lam, akan tetapi sudah lama beliau
pindah ke kota raja dan menjadi jaksa di daerah bagian selatan
kota raja." Demikianlah, dengan gembira dua orang wanita itu lalu menuju ke
bagian selatan kota raja, ke rumah Jaksa Ciok yang menjadi kakek
Ong Lian Hong. Seperti kita ketahui, Ciok Bwe Kim, yaitu ibu
kandung Ong Lian Hong, kini tinggal bersama ayahnya, Jaksa Ciok
Gun itu. Mereka naik kereta karena Ong Lian Hong adalah mantu
Pangeran Sim Liok Ong, jadi ia kini termasuk seorang wanita
bangsawan yang tentu saja tidak pantas kalau melakukan
perjalanan dengan jalan kaki!
Dua orang wanita cantik itu disambut dengan gembira bukan main
oleh keluarga Ciok. Jaksa Ciok sudah lama mendengar dan
mengagumi nama besar Hwe-thian Mo-li Nyo Siang Lan, apalagi
gadis perkasa itu adalah murid mantunya, mendiang Ong Han Cu.
Juga Nyonya Ciok Bwe Kim yang kini telah berusia empatpuluh
401 tahun lebih dan masih tampak cantik itu, merasa girang dan terharu
sekali. Ia pun sudah banyak mendengar tentang Nyo Siang Lan,
sebagai murid tersayang mendiang suaminya.
Siang Lan dihormati dan disanjung, diterima dengan pesta makan
keluarga sehingga gadis itu merasa senang dan berterima kasih.
Ternyata bukan hanya mendiang gurunya saja yang baik terhadap
dirinya, melainkan juga isteri gurunya dan keluarganya. Baru lewat
tengah hari mereka berdua naik kereta meninggalkan gedung
tempat tinggal Jaksa Ciok Gun untuk kembali ke rumah Pangeran
Sim Liok Ong. Ketika kereta tiba di dekat lapangan terbuka di depan pasar, di
seberang jembatan besar, Siang Lan melihat banyak orang
berkerumun dan terdengar suara tambur dan canang dipukul
seperti biasa dilakukan para penjual obat yang biasa
mendemonstrasikan ilmu silat untuk menarik minat penonton agar
suka membeli obat yang mereka tawarkan. Mendengar pukulan
tambur dan canang yang berirama gagah dan mengandung
tenaga, Siang Lan tertarik dan menyuruh kusir kereta
menghentikan keretanya. Lian Hong tertawa melihat encinya
Lembah Selaksa Bunga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seperti kanak-kanak hendak menonton penjual obat, akan tetapi ia
pun ikut turun dan bergembira bersama Siang Lan menghampiri
kerumunan orang banyak itu.
Beberapa orang penonton memberi tempat kepada dua orang
gadis itu di depan. Mereka menyingkir dengan sopan ketika melihat
bahwa dua orang gadis jelita yang hendak menonton itu turun dari
kereta dan melihat sikap mereka seperti gadis-gadis bangsawan.
402 Siang Lan dan Lian Hong kini melihat dengan hati tertarik. Ternyata
yang dijadikan tontonan itu adalah seorang gadis muda belia dan
seorang kakek yang rambutnya sudah putih. Gadis itu cantik
manis, usianya kitar tujuhbelas atau delapanbelas tahun,
pakaiannya sederhana dan rapi serba ketat sehingga menonjolkan
lekuk lengkung tubuhnya yang laksana bunga sedang mulai
mekar. Adapun kakek tentu sudah berusia sekitar enampuluh tiga tahun,
wajahnya tampak ada garis-garis penderitaan, rambutnya putih
semua, tampaknya lemah dan pakaiannya juga sederhana seperti
pakaian petani. Kakek itulah yang menabuh canang, sedangkan
gadis itu dengan gerakan gagah dan mengandung tenaga,
menabuh tambur yang bunyinya seperti derap kaki pasukan atau
seperti permainan barong-sai.
Setelah melihat betapa banyak orang mengerumuninya, kakek itu
memberi isyarat kepada si Gadis dan mereka menghentikan bunyibunyian itu. Kakek itu lalu memberi hormat sambil membungkuk ke
empat penjuru. Mulailah orang-orang ramai bicara sendiri dan terdengar suara,
"Mana obat yang dijualnya?"
Setelah memberi hormat ke empat penjuru, terdengar suara kakek
itu, suaranya lemah dan tidak lantang. "Cu-wi (Saudara Sekalian)
yang terhormat. Sebelumnya kami berdua kakek dan cucu mohon
maaf kepada Cu-wi. Kami bukan penjual obat, kami tidak
mempunyai sesuatu untuk ditawarkan dan dijual. Akan tetapi
karena dalam melakukan perjalanan ini kami kehabisan bekal,
403 maka kami hanya mohon kedermawanan Cu-wi untuk memberi
sumbangan dan kami hanya dapat menyuguhkan beberapa
permainan silat dari cucu kami yang masih bodoh. Sekali lagi,
kalau pertunjukan cucu kami tidak berharga, mohon Cu-wi
memaafkan kami." Setelah berkata demikian, kakek itu mengambil tambur dari tangan
cucunya, lalu mulai menabuh tambur itu dengan pukulan yang
lemah. Siang Lan dan Lian Hong melihat bahwa pukulan tambur
kakek itu sama sekali berbeda dengan pukulan cucunya yang
mengandung tenaga cukup kuat sehingga mereka berdua sudah
mengetahui bahwa agaknya hanya Sang Cucu itu yang mahir ilmu
silat sedangkan sang Kakek adalah seorang petani biasa yang
lemah. Kini gadis manis itu berdiri tegak lalu memberi hormat keempat
penjuru dengan merangkap kedua tangan depan dada. Setelah itu
ia mulai bersilat. Gerakannya cukup ringan, cepat dan
mengandung tenaga. Bagi Siang Lan dan Lian Hong, gerakan silat gadis itu biasa saja
dan belum cukup tinggi, akan tetapi keduanya terkejut dan tertarik
sekali karena mengenal bahwa ilmu silat yang dimainkan gadis itu
adalah ilmu silat Kun-lun-pai! Gadis itu memiliki ilmu silat aliran
Kun-lun-pai, satu perguruan dengan Sim Tek Kun!
Tentu saja hal ini amat menarik perhatian mereka, terutama sekali
perhatian Lian Hong karena gadis itu masih memiliki hubungan
seperguruan dengan suaminya. Akan tetapi ketika ia hendak
menyapa, lengannya dipegang Siang Lan dan Hwe-thian Mo-li
404 memberi isyarat agar adik angkatnya itu diam dan melihat saja
perkembangannya. Setelah gadis itu selesai bersilat selama belasan jurus dan berhenti
bergerak, terdengar tepuk tangan memuji dari para penonton. Bagi
para penonton, terutama yang tidak mahir ilmu silat, permainan
silat itu cukup mengagumkan, apalagi karena memang gadis itu
cukup cantik dan terutama sekali memiliki bentuk tubuh yang
denok menggairahkan hati pria, terutama yang memiliki watak
mata keranjang. Pada saat itu Sang Kakek membawa sebuah caping lebar yang
ditelentangkan dan dia berjalan menghampiri para penonton dan
mengelilingi tempat itu sambil mengacungkan caping mohon
sumbangan. Hampir semua orang melemparkan sepotong atau
sekeping uang ke dalam caping, yang diterima dengan wajah
berseri dan muka mengangguk-angguk oleh kakek itu. Setelah
berputar sekeliling dan sudah cukup banyak uang terkumpul dalam
caping, kakek itu lalu melangkah ke tengah lapangan, meletakkan
capingnya di atas tanah lalu dia memberi hormat lagi ke empat
penjuru. "Banyak terima kasih atas sumbangan Cu-wi. Sudah sering kami
mendengar bahwa para penghuni kota raja adalah orang-orang
dermawan, dan baru siang hari ini kami melihat buktinya. Terima
kasih banyak, sumbangan Cu-wi dapat menyambung hidup kami
selama beberapa hari."
Tiba-tiba muncul seorang laki-laki bertubuh tinggi besar dari
kerumunan penonton. Dia seorang laki-laki berusia sedikitnya
405 tigapuluh lima tahun, wajahnya bopeng (bekas cacar) dan matanya
lebar, tubuhnya kokoh kuat dan wajahnya bengis. Dia sudah berdiri
dekat kakek itu dan berkata dengan suaranya yang lantang.
"Enak saja engkau orang tua mengumpulkan uang orang tanpa
memberi sesuatu! Ini namanya penipuan! Orang menerima uang
harus memberi sesuatu, akan tetapi kalian tidak memberi apa-apa,
obat juga tidak. Bagaimana mau enaknya saja mengambil uang
orang-orang" Engkau penipu!"
Kakek itu memandang dengan kaget. "Tuan, maaf, kami memang
tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan. Akan tetapi cucu saya
tadi sudah menghibur dengan permainan silatnya......"
"Huh, apa artinya menonton gerakan silat yang begitu saja"
Biasanya untuk menghibur orang-orang diadakan pertunjukan
yang lebih ramai, setidaknya untuk permainan silat diadakan
pertunjukan pi-bu (adu ilmu silat). Kalau ada pi-bu, nah, itu baru
namanya pertunjukan dan kami semua akan senang
mengeluarkan uang. Akan tetapi kalian ini tidak memberi
pertunjukan apa-apa. Kalau mau mengemis, lakukan saja seperti
biasa, duduk berjongkok di tepi jalan dan mengacungkan tangan
mohon sedekah!" Di antara para penonton, terdapat pula banyak orang muda yang
biasa bersikap berandalan. Mendengar ucapan itu mereka
bersorak dan mentertawakan kakek yang tampak bengong
ketakutan itu. Lian Hong sudah hendak maju, akan tetapi kembali
Siang Lan menahan lengannya can menggelengkan kepalanya.
406 Kini gadis manis itu menghampiri kakeknya dan berkata. "Kongkong, minggirlah, biarkan aku yang bicara dengan Tuan ini."
Mendengar ini, kakek itu minggir dengan wajah pucat dan
tampaknya dia gelisah sekali akan keselamatan cucunya.
"Tuan, kami tidak mengenal Tuan, juga kami tidak mempunyai
urusan denganmu, apalagi mengganggumu. Akan tetapi mengapa
sekarang engkau hendak mengganggu kami yang hanya sekedar
minta bantuan kepada para budiman ini karena bekal kami telah
habis. Apa sih kesalahan kami kepadamu?"
Si Tinggi Besar muka bopeng itu kini memandang kepada gadis itu
sambil menyeringai. Mulutnya yang lebar terbuka dan dia
memperlihatkan giginya yang besar-besar dan banyak yang rusak
hitam, seperti seekor orang utan menyeringai.
"Nona, engkau seorang gadis yang masih muda dan begini cantik,
sungguh sayang Kakekmu membiarkan engkau mencari uang
dengan menjadi tontonan. Akan tetapi karena engkau sudah
memperlihatkan ilmu silatmu, aku menjadi tertarik dan aku
menantangmu untuk melakukan pi-bu."
"Tuan, kami datang di sini bukan untuk mencari permusuhan, juga
bukan untuk pamer kepandaian apalagi untuk pi-bu. Aku tidak mau
melakukan pi-bu dengan siapapun juga," jawab gadis itu dengan
sikap tenang. "Ha-ha, kalau engkau yang sudah berani memperlihatkan ilmu silat
menolak pi-bu, maka berarti engkau mengaku kalah. Sekarang
begini saja, aku juga bukan orang yang mau menang sendiri.
407 Disaksikan oleh semua penonton di sini, mari kita membuat
pertaruhan begini. Kita bertanding pi-bu dengan tangan kosong.
"Kalau aku kalah, maka uang sumbangan dalam caping itu akan
kutambah lagi dengan lima tail perak dan engkau boleh bebas
mencari sumbangan di sini. Akan tetapi kalau engkau kalah, uang
dan ditambah lima tail perak tetap kuberikan kepadamu, akan
tetapi engkau harus mau menjadi kekasihku selama satu bulan!
Ha-ha, adil sekali, bukan?"
Wajah gadis itu berubah merah sekali, akan tetapi ia masih tenang
walaupun kakeknya tampak pucat dan gemetaran.
"Hemm, begitukah keinginanmu" Dan bagaimana tandanya kalah
atau menang?" tanya Si Gadis, sedangkan para penonton menjadi
tegang dan memandang penuh perhatian. Sudah biasa bagi
penonton, suka sekali mereka menyaksikan ketegangan, apalagi
akan menyaksikan pi-bu dan di antara mereka bahkan sudah
banyak yang diam-diam ikut bertaruh!
"Tentu saja siapa yang roboh dianggap kalah!" kata laki-laki itu.
"Ha-ha-ha, aku Si Tinju Maut Koan Sek kalau sampai kalah oleh
Nona manis ini, mau mencium kakimu yang mungil, Nona!" Dia
tertawa diikuti banyak pemuda yang tertawa secara kurang ajar.
Melihat Lian Hong marah-marah, Siang Lan berbisik. "Kita lihat
saja dulu. Simpan marahmu, kalau engkau marah dan benci,
jangan-jangan anakmu kelak bisa seperti dia."
408 Diingatkan demikian, Lian Hong terkejut dan segera menenangkan
diri karena ia merasa ngeri kalau sampai anaknya kelak keluar
seperti si Bopeng itu. Diam-diam ia mengelus perutnya!
Gadis itu memberi isyarat kepada kakeknya untuk menyingkirkan
caping itu ke pinggir, kemudian ia mengikat sabuknya sehingga
ketat melingkari pinggangnya yang ramping, menggulung lengan
bajunya sampai ke siku. Kemudian ia berdiri dengan tenang,
menanti lawannya dan setelah berhadapan, ia lalu menudingkan
telunjuk kirinya ke arah muka orang itu dan berkata dengan suara
lantang dan tegas. "Koan Sek, buka telingamu dan dengarkan baik-baik, disaksikan
oleh semua penonton di sini, nonamu she Siauw akan
mengucapkan pendirianku! Boleh jadi kakekku dan aku adalah
orang-orang miskin berasal dari dusun, tidak memiliki kekayaan
dan tidak memiliki kepandaian, melainkan orang-orang sederhana
dan bodoh. Akan tetapi, ketahuilah, hai orang yang menjadi budak
nafsu, kami adalah manusia-manusia yang masih memiliki
kesusilaan, kesopanan, jalan kebenaran, yang menjunjung tinggi
kebenaran dan keadilan, tidak sudi melakukan hal-hal yang rendah
dan hina! "Engkau memaksa aku untuk pi-bu, kalau aku menolak tentu aku
akan dianggap pengecut. Tidak, aku tidak menolak. Guruku
mengajarkan aku selain ilmu silat juga tentang kegagahan dan
harga diri. Kalau aku bisa menangkan pertandingan ini, aku tidak
butuh uangmu, tidak butuh apa-apa darimu. Akan tetapi kalau aku
kalah darimu, aku pun tidak sudi menuruti semua keinginanmu
409 yang hina dan rendah. Kalau kau hendak bunuh aku, silakan, aku
tidak takut mati membela kehormatan diriku!"
Ucapan itu membuat Siang Lan dan Lian Hong tertegun dan
terkagum-kagum. Bukan main gadis remaja ini. Demikian
gagahnya seolah ia seorang pendekar besar saja! Dan agaknya
banyak pula para penonton yang merasa kagum karena tepuk
tangan riuh menyambut ucapan itu, membuat Koan Sek yang
berjuluk Si Tinju Maut itu menjadi salah tingkah dan mukanya yang
bopeng tampak hitam karena semua darah berkumpul di sana.
"Gadis sombong, rasakan pukulan mautku!" Dia berseru dan mulai
menyerang dengan pukulan yang amat kuat ke arah dada yang
membusung itu. Baru pukulan ke arah dada gadis itu saja sudah merupakan cara
serangan yang tidak mengenal sopan, padahal pertandingan itu
hanyalah sebuah pi-bu. Jelas bahwa Koan Sek ini adalah golongan
orang yang kasar dan kejam.
"Wuuttt......!" Pukulan itu luput ketika gadis yang mengaku she
Siauw itu mengelak dengan gerakannya yang cukup ringan. Akan
tetapi tamparan ke arah dada yang luput itu dilanjutkan oleh Koan
Sek dengan mencengkeram ke arah dada! Gadis itu
menggerakkan tangan kanan dari luar dan menangkis.
"Plakk!" Ia berhasil menangkis walaupun ia merasa betapa kuatnya
lengan besar laki-laki itu sehingga tubuhnya agak condong ke
samping ketika lengan mereka bertemu. Akan tetapi gadis itu
dengan sigapnya lalu menggerakkan kakinya menendang ke arah
lambung lawan. 410 "Wuuuttt...... plakk!" Koan Sek dapat, menangkis tendangan ini dan
mereka segera saling serang dengan seru.
Siang Lan dan Lian Hong melihat betapa gerakan gadis itu sudah
baik dan aseli merupakan ilmu silat Kun-lun-pai, akan tetapi
agaknya ia masih belum menguasai ilmu silatnya dengan matang.
Gerakannya cukup lincah dan tubuhnya ringan, akan tetapi
tenaganya masih kurang kuat sehingga tiap kali tangan atau kaki
mereka berbenturan, tubuh gadis itu terhuyung mundur.
Melihat ini, Koan Sek sudah tertawa-tawa mengejek. Sikap
sombong dan memandang rendah lawan merupakan sikap yang
dipantang oleh seorang ahli silat yang sudah mendalami ilmunya
karena sikap ini mendatangkan kelengahan kepada dirinya sendiri.
Hal ini terbukti ketika perkelahian itu telah berlangsung belasan
jurus di mana Koan Sek terus mendesak gadis itu sambil tertawatawa dan mengeluarkan ucapan yang tidak senonoh. Pada saat dia
berhenti menyerang untuk tertawa bergelak, tiba-tiba tubuh gadis
itu menyambar dengan cepat sekali sambil menendang dengan
tubuh melompat tinggi! Koan Sek terkejut dan cepat ia menangkap kaki kiri gadis itu yang
menyambar ke arah mukanya.
"Plakk!" Dia berhasil menangkap pergelangan kaki kiri gadis itu,
akan tetapi tiba-tiba kaki kanan gadis itu menendang dengan
pengerahan seluruh tenaganya bertekankan kepada kaki kirinya
yang ditangkap. 411 "Wuuttt...... desss......!" Sepatu kaki kanan gadis itu tepat mengenai
ulu hati Koan Sek sehingga tubuhnya terjengkang dan dia
terbanting jatuh demikian kuatnya sehingga sejenak dia menjadi
nanar dan matanya melihat segala sesuatu berputar-putar.
Ketika mendengar sorak-sorai dan tepuk tangan penonton, dia
menyadari keadaannya. Cepat dia melompat berdiri, menggoyang
kepalanya mengusir kepeningan dan di lain saat dia telah
mencabut sebatang golok dari pinggangnya!
Para penonton ada yang menjerit-jerit ketika melihat Koan Sek
Lembah Selaksa Bunga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan golok telanjang kini menerjang dan menyerang gadis itu
membabi buta! Gadis itu mencoba untuk berloncatan ke kanan kiri
mengelak dari sambaran golok, akan tetapi tiba-tiba kaki kiri Koan
Sek menendang, mengenai pahanya dan gadis itu pun
terpelanting. Bagaikan binatang buas, Koan Sek yang marah dan malu karena
tadi dirobohkan gadis itu, mengejar dengan loncatan dan
mengayun goloknya ke atas untuk dibacokkan ke arah gadis itu.
Gadis itu sudah terjatuh miring dan agaknya ia tidak akan mampu
menghindarkan dirinya dari bacokan, akan tetapi ia sama sekali
tidak tampak takut, bahkan memandang kepada penyerangnya
dengan mata mencorong penuh kemarahan!
Golok di tangan Koan Sek terayun turun dan......
"Desss......!!" tubuh Koan Sek terpental dan dia terbanting jatuh di
atas tanah. Dia hanya merasa dirinya disambar halilintar sehingga
tidak dapat melihat jelas bahwa sesungguhnya tadi ada seorang
412 pemuda gagah perkasa melompat dan menendangnya sambil
melompat. Pemuda itu bukan lain adalah Chang Hong Bu. Pemuda yang
kebetulan sedang lewat di situ dan melihat rame-rame itu lalu
datang menonton dan melihat Koan Sek hendak menyerang
seorang gadis dengan goloknya, dia menjadi marah dan sekali
terjang, tubuh Koan Sek terlempar!
Pada saat itu, muncul dua orang laki-laki yang usianya sekitar
empatpuluh tahun. Mereka ini adalah kakak-kakak seperguruan
dari Koan Sek. Mereka bertiga pada hari itu memasuki kota raja
untuk pelesir dan bersenang-senang. Karena mereka adalah tiga
orang seperguruan yang biasa memaksakan kehendak melakukan
kekerasan dan merasa diri mereka jagoan, maka tadi melihat gadis
manis itu, Koan Sek menjadi iseng dan ingin memamerkan
kepandaiannya, juga ingin mempermainkannya karena dia
termasuk seorang laki-laki hidung belang yang suka
mempermainkan wanita. Kini, melihat adik seperguruan mereka ditendang seorang
pemuda, dua orang kakak seperguruan Koan Sek menjadi marah
dan mereka sudah melompat memasuki kalangan sambil
mencabut golok masing-masing.
"Keparat, jangan main keroyokan!" bentak orang yang bertubuh
tinggi kurus dan mukanya pucat seperti berpenyakitan. Akan tetapi
orang kedua, yang bertubuh pendek gemuk dan matanya sipit
sekali seperti terpejam, sudah menyerang Chang Hong Bu dengan
goloknya. 413 Permainan golok Si pendek Gendut itu ternyata cepat dan kuat
sekali, jauh lebih cepat dibandingkan gerakan Koan Sek. Akan
tetapi dengan mudah saja Hong Bu mengelak. Sementara itu, Si
Tinggi kurus muka pucat juga sudah menggerakkan goloknya
hendak mengeroyok, akan tetapi Lian Hong sudah melompat ke
dalam lapangan itu dan membentak.
"Jahanam-jahanam busuk dari mana berani mengacau di sini?"
Melihat wanita yang cantik jelita muncul di depannya, Si Tinggi
kurus menyeringai. "Ah, kalau harus melukaimu, aku tidak tega,
Nona manis! Minggirlah jangan sampai golokku melukai kulitmu
yang lembut dan mulus!"
Lian Hong marah sekali. "Keparat busuk!" Dan ia pun sudah
menerjang dengan tamparan tangan kirinya yang mendatangkan
angin dahsyat sehingga Si Tinggi kurus terkejut bukan main dan
melompat ke belakang. Kini Koan Sek yang melihat kedua suhengnya maju, mendapat hati
dan dia pun sudah bangkit berdiri lalu melangkah lebar
menghampiri gadis pemain silat tadi dengan golok masih di tangan.
Akan, tetapi tiba-tiba tampak sesosok bayangan berkelebat dan
tahu-tahu Hwe-thian Mo-li Nyo Siang Lan sudah berada di
depannya. Koan Sek yang mata keranjang sampai bengong
melihat gadis yang cantik ini berdiri di depannya.
"Manusia busuk, mampuslah kau!" Siang Lan berseru, tubuhnya
berputar dan kaki kirinya mencuat dalam tendangan berputar.
414 "Syuuttt...... desss......!!" Tubuh Koan Sek terkena tendangan tepat
di dadanya sehingga tubuhnya terlempar dan dia jatuh terbanting
dengan keras! Sebelum dia dapat merangkak bangun, sekali tubuh Siang Lan
melayang ia sudah tiba di depan laki-laki muka bopeng itu dan
kembali kakinya menendang. Kini yang menjadi sasaran adalah
pergelangan tangan kanan Koan Sek yang memegang golok.
"Wuuttt...... krekk!" Tulang pergelangan tangan itu patah-patah dan
goloknya terlempar jauh. "Aduhh......!" Koan Sek menjerit dan memegangi pergelangan
tangan kanan dengan tangan kirinya.
Sementara itu, pertandingan antara si Tinggi kurus melawan Lian
Hong juga berat sebelah. Baru tiga kali membacok dan selalu luput,
tangan kiri Lian Hong menampar dan tepat mengenai pipi kanan si
Tinggi kurus. "Wuutt...... krekk......!" Tulang rahang pipi kanan si Tinggi kurus
patah-patah dan tendangan kedua membuat goloknya terlempar.
Si Tinggi kurus menjerit kesakitan dan terpelanting keras,
memegangi rahangnya yang pecah-pecah berdarah.
Demikian pula, si Gendut Pendek bukan lawan Hong Bu. Baru dua
gebrakan saja dia pun sudah roboh tertendang dan goloknya juga
terpental jauh. Si Tinggi kurus yang mencoba bangun, kembali
harus terbanting oleh tendangan susulan Lian Hong. Demikian
pula Si pendek Gendut dijadikan bola ditendang ke sana sini oleh
Hong Bu sehingga dia berkaok-kaok kesakitan.
415 Pada saat itu, banyak orang mengenal tiga orang muda perkasa
ini. Melihat Siang Lan, ada yang berteriak.
"Ah, ia adalah Hwe-thian Mo-li! Mampuslah orang-orang jahat ini!"
Mendengar disebutnya nama Hwe-thian Mo-li, Koan Sek dan dua
orang suhengnya terkejut setengah mampus. Nyali mereka
terbang dan mereka bertiga segera menjatuhkan diri berlutut
menghadapi tiga orang itu, menyembah-nyembah dan
membenturkan dahi mereka ke atas tanah berulang-ulang seperti
tiga ekor ayam sedang makan beras.
"Ampunkan hamba...... ampunkan hamba...... ampunkan
hamba......" berulang-ulang mereka bergumam dan tentu saja
suara si Tinggi kurus muka pucat itu tidak karuan karena
rahangnya yang pecah-pecah membuat dia tidak dapat
mengeluarkan suara dengan jelas. Si Pendek Gendut saking
takutnya mengeluarkan suara seperti seekor babi gendut
disembelih dan yang lucu dan mengherankan adalah Koan Sek
sendiri. Orang tinggi besar berwajah menyeramkan ini saking takutnya kini
menangis, mengguguk seperti anak kecil dan melihat betapa di
bawah tubuh mereka basah, sukar diketahui siapa di antara
mereka yang mengompol saking takutnya. Mungkin ke tiganya!
Para penonton melihat betapa jauh bedanya sikap tiga orang ini
dengan sikap gadis manis tadi. Dalam keadaan terancam maut,
gadis tadi bersikap gagah perkasa dan sama sekali tidak gentar
menghadapi ancaman maut, sedangkan tiga orang yang sombong
416 dan tampak gagah ini, begitu terancam maut menjadi ketakutan
seperti orang-orang yang berjiwa pengecut!
Kini Hwe-thian Mo-li Nyo Siang Lan telah dapat mengenal gadis
manis itu. Melihat kakek itu dan gadis ini, ia tidak ragu lagi bahwa
gadis itu adalah Siauw Kim, gadis yang pernah ditolongnya dari
tangan Hartawan Siong Tat yang hendak memaksa gadis itu
menjadi pemainannya. Ia berhasil membunuh Siong Tat dan
menghajar para jagoannya, membebaskan Siauw Kim dan
kakeknya itu yang bernama Lim Bun, seorang petani dari dusun
Kang-leng. Siang Lan masih sangsi karena setahunya, tiga-empat tahun yang
lalu Siauw Kim adalah gadis remaja yang lemah dan tidak pandai
silat. Sekarang, walaupun ilmu silatnya belum matang, namun jelas
ia memiliki dasar ilmu silat aliran Kun-lun-pai! Mengingat akan
nasib Siauw Kim dan melihat kegagahannya, hati Siang Lan
menjadi panas sekali kepada tiga orang laki-laki jahat itu.
Diambilnya golok mereka yang tergeletak di atas tanah, lalu ia
berseru. "Sebetulnya tiga orang jahanam macam kalian tidak berhak hidup
di dunia ini karena hanya akan menimbulkan kekacauan dan
kejahatan. Akan tetapi aku, Hwe-thian Mo-li tak pernah memberi
ampun kepada jahanam laki-laki yang memandang rendah wanita
tanpa memberi hukuman yang setimpal."
Setelah berkata demikian, golok di tangannya berkelebat tiga kali
bagaikan halilintar menyambar dan tiga orang penjahat itu menjerit
417 kesakitan, bukit hidung mereka terbabat buntung dan darah
muncrat membasahi muka mereka!
"Nah, pergilah kalian anjing-anjing keparat! Kalau aku melihat
muka kalian muncul di kota raja lagi, kepalamu yang akan
kubuntungi!" Setelah berkata demikian, kaki Siang Lan menendang
tiga kali dan tubuh mereka terpental dan jatuh bergulingan.
Sambil menangis kesakitan tiga orang itu lalu terhuyung-huyung
setengah merangkak, melarikan diri dari tempat itu. Para penonton
merasa senang akan tetapi juga merasa ngeri sehingga satu demi
satu mereka membubarkan diri meninggalkan tempat itu.
Ketika Siang Lan memandang dan mencari gadis tadi, ternyata
gadis itu bersama kakeknya kini sedang berlutut di depan kaki
Chang Hong Bu. Agaknya gadis itu menangis dan terdengar
suaranya yang penuh keharuan.
"Kalau tidak ada Tai-hiap yang menolong saya dan kong-kong,
kami berdua tentu telah tewas di tangan orang-orang jahat itu.
Kami berhutang budi dan nyawa kepada Tai-hiap, dan kami
bersedia mengorbankan jiwa raga kami untuk membalas kebaikan
Tai-hiap. Kalau kami tidak mampu membalasnya, kami akan
bersembahyang setiap hari mohon kepada Thian (Tuhan) agar Dia
yang membalas budi kebaikan Tai-hiap kepada kami."
Melihat gadis itu dan kakeknya berlutut di depan kakinya, Hong Bu
menjadi serba salah. Untuk membangunkan gadis itu, dia harus
menyentuhnya dan hal ini dia tidak mau melakukannya karena
tentu dianggap kurang sopan. Kalau tidak dibangunkan, dia
418 merasa rikuh sekali dua orang kakek dan cucu itu berlutut seperti
itu di depan kakinya. "Nona dan engkau, Kakek yang baik, bangkitlah dan jangan
berlutut seperti ini!" katanya, akan tetapi gadis itu tidak mau bangkit
dan kakeknya pun agaknya hanya ikut-ikutan tidak mau bangkit
berdiri. Melihat Siang Lan dan Lian Hong memandang ke arah
mereka, Hong Bu lalu berseru kepada Siang Lan.
"Lan-moi, tolonglah, bangkitkan mereka......"
Siang Lan menghampiri dua orang yang masih berlutut itu
sedangkan Hong Bu sudah mundur menjauhkan diri sehingga
mereka tidak lagi berlutut di depan kakinya.
"Siauw Kim, engkaukah ini" Dan bukankah ini kakek Lim Bun yang
dulu tinggal di Kang-leng?"
Gadis itu memang Siauw Kim adanya dan kakeknya adalah Kakek
Lim Bun. Tiga empat tahun yang lalu ketika dalam keadaan miskin,
terpaksa untuk mengobati cucunya Kakek Lim Bun menggadaikan
cucunya, Siauw Kim, kepada Hartawan Siong Tat, hampir saja
Siauw Kim menjadi korban kejahatan Siong Tat yang mata
keranjang dan hampir Kakek Lim Bun bunuh diri. Hwe-thian Mo-li
Nyo Siang Lan menolong mereka, bahkan membunuh Hartawan
Siong Tat dan menghancurkan rumah tangga gadai, menghajar
para anak buah pegadaian itu.
Ketika Siauw Kim memandang dan melihat Siang Lan, segera ia
teringat maka ia pun menubruk kaki Siang Lan sambil menangis.
419 Juga Kakek Lim mengenal Siang Lan. "Ah, kiranya engkau juga
yang menolong kami, Li-hiap!" katanya.
Siang Lan menarik bangun Siauw Kim dan memandangi gadis itu
dengan kagum. Gadis remaja dahulu itu kini telah dewasa dan
cukup cantik manis dan gagah.
"Bagaimana kalian dapat berada di kota raja dan mengapa kalian
tadi mencari sumbangan?"
"Aih, Li-hiap. Panjang ceritanya......" kata Siauw Kim.
"Enci Lan, tidak baik bicara di sini. Mari kita ajak Adik ini dan
kakeknya ke rumah dan kita bicara di sana! Kakak Chang Hong
Bu, karena sudah saling bertemu di sini secara kebetulan, mari
engkau ikut dengan kami."
Ajakan Lian Hong ini diterima senang oleh Hong Bu karena
memang tadinya Hong Bu bermaksud pergi mengunjungi Siang
Lan, gadis yang telah memikat hatinya.
Setelah tiba di rumah Pangeran Sim Liok Ong, mereka disambut
oleh Sim Tek Kun dan mereka semua mengajak Siauw Kim dan
kakeknya ke dalam ruangan tamu. Lian Hong menceritakan
dengan singkat kepada suaminya tentang Siauw Kim dan
kakeknya. Kemudian tiba giliran Siang Lan untuk bercerita kepada mereka
tentang Siauw Kim dan Lim Bun yang ditolongnya sekitar tiga tahun
lebih yang lalu di Kang-leng. Setelah itu, Siang Lan memegang
tangan Siauw Kim dan bertanya.
420 "Nah, sekarang tiba giliranmu, Siauw Kim. Ceritakan keadaan
dirimu sejak kita saling berpisah. Bagaimana engkau kini dapat
menjadi murid Kun-lun-pai dan bagaimana pula engkau sampai
tiba di kota raja." Siauw Kim lalu menceritakan riwayatnya. Setelah dulu ditolong
Siang Lan, gadis remaja itu masih mengalami banyak
kesengsaraan lagi. Ibunya dan tiga orang adiknya mati satu demi
satu karena wabah penyakit yang mengamuk.
Kakek Lim Bun terpaksa membawa cucunya yang tinggal seorang
itu pergi meninggalkan dusun Kang-leng yang diserang wabah.
Akan tetapi di tengah perjalanan yang sengsara itu, tiba-tiba Kakek
Lim Bun jatuh sakit pula. Agaknya wabah itu telah menular
kepadanya juga. Mujur baginya, dalam keadaan setengah mati di lereng sebuah
bukit, mereka berdua bertemu dengan seorang pertapa miskin
sederhana yang dapat mengobati kakek Lim Bun sampai sembuh.
Mendengar riwayat Siauw Kim yang penuh kesengsaraan, pertapa
itu lalu mengijinkan Siauw Kim dan kakeknya tinggal di bukit tempat
dia bertapa, hidup sederhana dan Siauw Kim lalu dilatih ilmu silat
olehnya. "Akan tetapi sungguh nasib kami amatlah buruknya, Li-hiap," kata
Siauw Kim dan tiba-tiba gadis itu menangis. Lim Bun juga
menundukkan mukanya yang telah keriputan dan menghela napas
berulang-ulang. "Nanti dulu, Nona!" tiba-tiba Sim Tek Kun berkata. "Siapakah
pertapa yang melatih silat kepadamu itu" Apakah dia seorang
421
Lembah Selaksa Bunga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tokoh Kun-lun-pai?" Dia tadi sudah mendengar dari isterinya
bahwa Siauw Kim tadi memperlihatkan ilmu silat Kun-lun-pai.
Siauw Kim menyusut air matanya. "Nama Suhu hanya saya ketahui
julukannya saja karena beliau tidak pernah menceritakan nama
aselinya. Julukannya Kim-gan-liong......"
Tentu saja Tek Kun, Lian Hong, dan Siang Lan terkejut sekali
mendengar ini. "Ah, kiranya gurumu itu adalah Susiok Kim-gan-liong!" seru Tek
Kun, "Dan di mana beliau sekarang?"
Siauw Kim menangis lagi. "Itulah, nasib kami sungguh selalu buruk.
Setelah hidup tenang dan tenteram bersama Suhu, walaupun
dalam keadaan sederhana sekali, selama hampir tiga tahun,
Suhu...... meninggal dunia......"
"Beliau meninggal......?" Tek Kun berseru kaget. "Akan tetapi
kenapa" Bagaimana beliau yang belum tua benar sampai
meninggal?" Siauw Kim menggelengkan kepala dengan sedih. "Sejak hidup
bersamanya, kami melihat Suhu seperti hidup dalam timbunan
duka. Beliau tidak pernah tampak gembira, bahkan seringkali
tampak gelisah dan berduka, dan kesehatannya sering terganggu.
Akhir-akhir ini beliau sering batuk-batuk dan...... kalau batuk
terkadang mengeluarkan darah...... dan pada suatu malam, sekitar
empat bulan yang lalu, Suhu meninggal dunia......"
"Aih, kasihan susiok......" Sim Tek Kun menghela napas panjang.
422 Lian Hong dan Siang Lan juga menundukkan muka mereka.
Dahulu, mereka menganggap bahwa Kim-gan-liong merupakan
seorang di antara musuh besar yang mengeroyok dan membunuh
guru mereka, Pat-jiu Kiam-ong Ong Han Cu ayah kandung Ong
Lian Hong. Akan tetapi kemudian Siang Lan mengetahui bahwa
Kim-gan-liong sama sekali tidak ikut mengeroyok, melainkan dia
mengajak pi-bu Pat-jiu Kiam-ong karena memang pi-bu
merupakan kesukaan Kim-gan-liong.
Agaknya peristiwa itu, walaupun dia tidak ikut mengeroyok namun
menjadi penyebab tewasnya Pat-jiu Kiam-ong yang diracuni dan
dikeroyok banyak orang. Hal itu meracuni hatinya sehingga dia
sakit-sakitan, menjadi pertapa dan dalam usia yang belum tua,
baru sekitar limapuluh empat tahun, telah meninggal karena
digerogoti penyakit yang timbul dari penyesalan dan duka!
"Siauw Kim, setelah gurumu meninggal, lalu engkau dan kakekmu
pergi ke kota raja?" Siang Lan bertanya.
Seperti yang telah dilakukan sejak tadi dan ini tidak luput dari
perhatian Siang Lan, Siauw Kim mengerling ke arah wajah Chang
Hong Bu, kerling tajam yang mengandung penuh kekagumanan
terima kasih! "Sebelum meninggal dunia Suhu memesan kepada saya, karena
saya sudah tidak mempunyai keluarga lain kecuali kong-kong,
Suhu memerintahkan saya untuk pergi ke kota raja. Kami orang
miskin, Suhu juga tidak mempunyai apa-apa. Setiap hari kami
hanya makan dari tanaman di lereng bukit. Maka ketika kami
423 berangkat kami tidak membawa bekal uang, hanya membawa
bahan makanan. "Akan tetapi setelah bahan makanan habis, terpaksa kami......
minta sumbangan dan untuk balas jasa, saya memperlihatkan ilmu
silat yang pernah saya pelajari dari Suhu selama tiga tahun ini.
Saya dan kong-kong tidak tahu bagaimana harus mencari uang
untuk sekedar makan dan kami hanya mengharapkan belas
kasihan dan kedermawanan orang.
"Setiba kami di sini, kami kehabisan uang dan terpaksa tadi saya
dan kong-kong minta sumbangan sekadarnya. Sama sekali tidak
kami sangka akan muncul tiga orang jahat itu. Ah, kalau saja tidak
ada...... In-kong (Tuan Penolong) ini...... ah, tentu kami kakek dan
cucu telah menjadi korban......"
"Nanti dulu, Siauw Kim. Kenapa gurumu menyuruh engkau dan
kakekmu pergi ke kota raja" Apa tujuan kalian datang ke kota raja
ini?" tanya Siang Lan.
"Suhu berpesan agar kami mencari seorang murid keponakan
suhu yang berada di kota raja dan suhu mengharapkan agar murid
keponakannya itu dapat membantu dan memberi jalan demi
kebaikan hidup kami kakek dan Cucu."
"Siapakah murid keponakan Gurumu itu, Siauw Kim?" tanya Siang
Lan sambil mengerling kepada Sim Tek Kun.
Sim Tek Kun dan isterinya juga memandang Siauw Kim dengan
hati tegang karena mereka berdua sudah menduga siapa yang
424 dimaksudkan Siauw Kim sebagai murid keponakan Kim-gan-liong
itu. "Kata Suhu, murid keponakannya itu adalah putera seorang
pangeran dan bernama Sim Tek Kun," kata Siauw Kim yang sama
sekali tidak pernah mengira bahwa orang yang disebut namanya
itu berada di depannya. "Hemm, Siauw Kim, apakah engkau pernah bertemu dengan murid
keponakan Gurumu itu?" desak Siang Lan.
Siauw Kim menggelengkan kepalanya dan lagi-lagi ia mengerling
kepada Chang Hong Bu yang ikut mendengarkan.
"Nah, kalau begitu kuperkenalkan. Dia inilah putera pangeran yang
bernama Sim Tek Kun dan ini adalah isterinya, Ong Lian Hong
adikku," kata Siang Lan sambil menudingkan telunjuknya kepada
Tek Kun. Tentu saja Siauw Kim terkejut bukan main dan ia pun cepat
menjura dengan hormat kapada Sim Tek Kun dan Ong Lian Hong.
"Ah...... kiranya Paduka......"
"Hushh, jangan menyebut Paduka kepada suamiku, Siauw Kim,"
kata Lian Hong. "Bagaimanapun juga, engkau masih merupakan
adik misan seperguruan dari suamiku. Engkau dan suamiku satu
perguruan, sama-sama murid Kun-lun-pai, maka engkau adalah
Sumoinya (Adik Perempuan seperguruan) dan suamiku adalah
Suhengmu (Kakak laki-laki Seperguruanmu)."
425 "Ah, mana saya pantas menjadi adik seperguruan beliau......?"
bantah Siauw Kim dengan sungkan.
"Sumoi Siauw Kim, jangan bersikap begitu. Isteriku benar,
bagaimanapun juga engkau adalah murid mendiang Susiok Kimgan-liong, berarti engkau adalah Sumoiku dan aku adalah
Suhengmu." Siauw Kim merasa terharu bukan main. Sambil mengusap air
matanya, ia berkata. "Ah, engkau sungguh seorang yang berbudi
mulia dan isterimu juga seorang yang baik sekali, Suheng.
Ternyata benar seperti yang diceritakan mendiang Suhu, bahwa
Suheng seorang bangsawan tinggi akan tetapi berwatak seorang
pendekar sejati." "Pangeran...... terimalah hormat dan terima kasih kami!" kata
Kakek Lim Bun sambil menjura dengan hormat.
"Cukup, Kakek Lim Bun, tidak perlu memakai banyak peradatan,"
kata Sim Tek Kun. "Akan tetapi, Sumoi, aku masih merasa heran
dan tidak mengerti, apa maksud mendiang Susiok Kim-gan-liong
menyuruh engkau dan kakekmu datang kepadaku. Apa yang dapat
kami lakukan untukmu?"
Mendengar pertanyaan ini, Siauw Kim tampak bingung dan ia
saling berpandangan dengan kakeknya, lalu dengan suara lirih ia
berkata. "Suheng...... Suhu hanya berpesan agar kami menghadap
suheng dan...... dan mohon petunjuk dan menolong kami...... ah,
saya...... saya tidak tahu harus bilang apa......"
426 Kakek Lim Bun segera membantu cucunya. "Pangeran, saya
mohon dapat diberi pekerjaan. Pekerjaan apa saja, yang penting
kami berdua mendapatkan tempat tinggal dan dapat makan setiap
hari......" Siauw Kim memotong ucapan kakeknya. "Suheng, kami berdua
tidak membutuhkan yang berlebihan. Kami hanya butuh pekerjaan
yang tetap agar kami berdua tidak perlu lagi merantau tanpa
tempat tinggal yang tetap dan minta-minta sumbangan untuk biaya
hidup kami sehari-hari. Saya siap untuk membantu keluarga dan
rumah tangga Suheng, menjadi pelayan misalnya...... dan kakek
saya juga dapat membantu, menjadi tukang kebun atau apa saja.
Kami tidak takut bekerja keras......"
Semua orang terharu mendengar ucapan gadis yang lugu dan
bersemangat itu. Chang Hong Bu yang sejak tadi mendengarkan
dengan penuh perhatian merasa kasihan akan tetapi juga kagum.
Baru sekali ini dia bertemu seorang gadis dusun sederhana yang
demikian gagah berani, jujur dan bersemangat tinggi menjaga
nama dan kehormatannya, juga tidak segan untuk bekerja keras
agar dapat menghidupi dirinya sendiri dan kakeknya. Benar-benar
seorang gadis yang walaupun belum terlalu tinggi ilmunya, namun
sudah memiliki jiwa pendekar!
"Aih, kebetulan sekali!" tiba-tiba Siang Lan berseru. "Hong-moi,
sebentar lagi engkau akan membutuhkan bantuan orang yang
dapat kaupercaya sepenuhnya. Tiga-empat bulan lagi saja engkau
sudah harus menjaga dirimu baik-baik. Bagaimana kalau kalian
menerima Siauw Kim membantumu di sini" Adapun kakek Lim Bun
427 tentu saja dapat membantu mengawasi para pelayan di gedung
ini!" Lian Hong tersenyum dan memandang suaminya. "Bagaimana
pendapatmu dengan usul Enci Siang Lan, Kun-ko?"
Sim Tek Kun tersenyum. "Terserah kepadamu, aku sih setuju saja
dan kurasa Ayah dan Ibu akan menyetujuinya pula."
Mendengar ini, Siauw Kim dengan girang menjatuhkan diri berlutut
lagi di depan Tek Kun dan isterinya. "Terima kasih, Suheng berdua
sungguh telah membangkitkan gairah hidup baru kepada kami!"
Kakek Lim Bun juga berlutut, akan tetapi Tek Kun cepat
membangunkannya dan Lian Hong juga mengangkat bangun
Siauw Kim yang berlutut di depannya.
"Sumoi, kami menerima bantuanmu untuk mengatur rumah tangga
di sini dan membantu pekerjaan isteriku, akan tetapi kami tidak
suka kalau engkau bersikap sebagai seorang pelayan. Engkau
kuterima sebagai Sumoiku, maka kalau engkau bersikap
merendahkan diri sebagai seorang pelayan, hal itu berarti
merendahkan kehormatanku sebagai Suhengmu. Mengertikah
engkau?" kata Sim Tek Kun dengan suara tegas.
"Baik Suheng dan maafkan sikap kami tadi," kata Siauw Kim.
"Bagus, urusan ini sudah dapat diselesaikan dengan baik. Engkau
bekerjalah dengan baik, Siauw Kim, dan kakek Lim Bun, kalian
berdua menerima budi kebaikan adikku Ong Lian Hong dan
suaminya, maka kuharap kalian berdua mampu membalas budi
428 kebaikan mereka itu dengan menjadi orang-orang yang dapat
dipercaya dan setia. Seandainya kelak engkau tidak ingin bekerja
di sini, engkau boleh ikut denganku ke Lembah Selaksa Bunga dan
membantu aku di sana. Akan tetapi karena lembah Selaksa Bunga
merupakan tempat tinggal khusus untuk wanita, maka tentu saja
Kakekmu tidak mungkin dapat ikut tinggal di sana."
Tiba-tiba Siang Lan teringat akan sesuatu dan ia berkata kepada
Siauw Kim. "Siauw Kim, tahukah engkau siapa penolongmu ini?" Ia menuding
kepada Chang Hong Bu. Siauw Kim memandang wajah Hong Bu dan menggelengkan
kepalanya. "Saya tidak berani menanyakan nama In-kong," katanya lirih.
"Ketahuilah bahwa dia ini bernama Chang Hong Bu, pendekar
muda murid Siauw-lim-pai yang amat lihai dan dia adalah
keponakan dari Jenderal Chang Ku Cing yang terkenal."
Mendengar ini, Siauw Kim terkejut sekali dan cepat ia memberi
hormat sambil menjura kepada pemuda yang amat dikaguminya
itu. "Maaf kalau saya bersikap kurang hormat kepadamu, Chang Inkong!"
Disebut Chang In-kong (Tuan Penolong Chang) Hong Bu menjadi
merah mukanya dan dia cepat berkata.
429 "Nona, jangan sebut aku In-kong karena bukan aku saja yang tadi
mengusir tiga orang jahat itu, akan tetapi terutama sekali Hwe-thian
Mo-li Nyo Siang Lan dan Adik Ong Lian Hong. Pula tentu sebagai
murid Kun-lun-pai engkau juga mengetahui bahwa menentang
orang-orang jahat merupakan kewajiban bagi seorang murid
perguruan silat yang baik. Jadi, dalam peristiwa tadi tidak ada
hutang budi maupun tuan penolong."
"Terima kasih dan maafkan saya, Chang Tai-hiap," kata Siauw
Kim. Dengan hati merasa bahagia sekali Siauw Kim lalu dengan rajin
mulai membantu pekerjaan rumah tangga di gedung Pangeran Sim
Liok Ong. Pangeran itu dan isterinya menerima Siauw Kim dan
kakeknya dengan senang hati karena dua orang itu sungguh
merupakan orang-orang yang tahu diri dan rajin bekerja.
Malam itu, Nyo Siang Lan tak dapat tidur. Ia gelisah rebah di atas
pembaringan dalam kamarnya, memikirkan tentang dirinya. Ia
sungguh merasa bingung dan gelisah. Keadaan dirinya sendiri
sudah ternoda dan ia merasa dirinya tidak berharga dan membawa
aib. Ia merasa benar bahwa Chang Hong Bu jatuh cinta kepadanya.
Rasanya tidak akan sukar untuk jatuh cinta kepada seorang
pendekar muda seperti Chang Hong Bu. Masih muda, gagah dan
tampan, keponakan seorang jenderal besar yang terkenal
bijaksana dan pandai, memiliki ilmu silat yang cukup tinggi. Ah,
tidak banyak pemuda sehebat Hong Bu.
430 Ia merasa kagum dan suka kepada pemuda yang sopan itu. Akan
tetapi cinta" Ia meragukan dirinya sendiri. Rasanya sulit ia dapat
jatuh cinta kepada seorang laki-laki setelah ia menjadi korban
kebuasan dan kekejian laki-laki, yaitu Thian-te Mo-ong!
Tiba-tiba wajah Bu-beng-cu terbayang depan matanya. Wajah
seorang laki-laki yang matang dan sudah dewasa benar. Usia Bubeng-cu tentu sudah sekitar empatpuluh empat tahun. Wajah yang
lembut penuh pengertian, sinar mata yang mengandung
kebijaksanaan dan senyumnya yang penuh kesabaran.
Kepada Bu-beng-cu ia menaruh kepercayaan besar sekali, bahkan
Bu-beng-cu merupakan satu-satunya orang di samping Kui Li Ai
yang telah ia ceritakan tentang dirinya yang sudah dinodai orang.
Dan apa kata Bu-beng-cu" Bahwa kalau dapat ia harus
memaafkan pemerkosanya atau kalau tidak dapat mengampuninya, bunuh saja!
Siang Lan terkenang akan pengalamannya yang aneh. Ketika dia
ditangkap Hoat Hwa Cin-jin dan nyaris diperkosa orang lagi,
muncul Bu-beng-cu menyelamatkannya bahkan ia berhasil
membunuh Hoat Hwa Cin-jin. Pada saat itu, rasa haru dan juga
lega karena terhindar dari nasib diperkosa orang lagi, ia merangkul
gurunya dan pada saat itulah ia merasa betapa perasaan hatinya
Lembah Selaksa Bunga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dekat sekali dengan Bu-beng-cu.
Baru ia menyadari bahwa tanpa ia ketahui ia telah jatuh cinta
kepada Bu-beng-cu. Sungguh aneh dan mengherankan hatinya.
Mengapa bertemu dengan pemuda-pemuda yang tampan dan
gagah perkasa ia tidak jatuh cinta" Bahkan cintanya kepada Sim
431 Tek Kun dahulu tidaklah sedalam apa yang ia rasakan terhadap
Bu-beng-cu! Apakah karena laki-laki itu teramat baik kepadanya,
berkali-kali membela dan menolongnya, melindunginya bahkan
dengan sungguh-sungguh menurunkan ilmu-ilmunya kepadanya
agar kelak dapat membalas dendam sakit hatinya kepada Thian-te
Mo-ong" Ia sendiri tidak tahu. Akan tetapi awan gelap menyelubungi hati
gadis itu ketika ia teringat betapa sikap Bu-beng-cu seolah tidak
menyambut cintanya! Hal ini memang juga dapat diterimanya
karena bagaimana mungkin seorang gadis yang sudah ternoda
seperti dirinya pantas menjadi pasangan hidup seorang pendekar
besar yang bijaksana seperti Bu-beng-cu"
Siang Lan teringat lagi kepada Chang Hong Bu. Tidak, ia tidak
akan membiarkan dirinya terjerat cinta dengan pemuda itu! Tidak
mungkin! Kalau ia menerima dan membalas cinta pemuda itu, ia
harus bersikap jujur, harus berani mengaku kepadanya bahwa
dirinya bukan perawan lagi, bahwa ia telah diperkosa seorang
penjahat. Dan ia sudah dapat membayangkan. Bibir pemuda yang murah
senyum itu akan berjebi mengejeknya, sedangkan matanya yang
bersinar tajam berwibawa itu tentu akan memandang rendah! Ah,
kalau sampai demikian, ia tentu akan berubah amat membenci
pemuda itu! Ah, tidak! Lebih baik ia tidak melibatkan diri dalam
cinta dengan seorang laki-laki. Ia sudah tidak layak untuk menjadi
isteri orang karena tidak akan tahan melihat suaminya kelak
memandang rendah dan hina kepadanya!
432 Ia lalu teringat akan Siauw Kim! Gadis itu jauh lebih layak menjadi
jodoh Chang Hong Bu. Biarpun gadis itu seorang gadis dusun
namun ia memiliki watak gagah seorang pendekar tabah dan
berani menjaga kehormatannya yang lebih dihargainya daripada
nyawa. Dan ia melihat sinar mata penuh kagum dari sepasang
mata gadis itu kepada Chang Hong Bu!
Lebih baik ia segera kembali ke Lembah Selaksa Bunga.
Mendadak saja hatinya merasa rindu kepada gurunya" Bu-bengcu, gurunya pernah mengatakan bahwa setahun lagi belajar
dengan tekun, ia pasti akan mampu menandingi Thian-te Mo-ong!
Baru sekarang ia merasa betapa setelah berada di kota raja, jauh
dari Bu-beng-cu, ia merasa kehilangan dan hidupnya terasa tidak
lengkap! Dengan pikiran mengambil keputusan ini akhirnya Hwethian Mo-li Nyo Siang Lan dapat tidur pulas.
"Y" Malam hari itu terjadi peristiwa yang penting di istana Pangeran
Bouw Ji Kong. Pangeran itu telah menyuruh para datuk yang
membantunya, yaitu Hongbacu tokoh Mancu, Tarmalan tokoh suku
bangsa Hui, dan Hwa Hwa Hoat-su datuk Pek-lian-kauw, untuk
sementara keluar dari kota raja dan bersembunyi.
Sejak malam itu, Pangeran Bouw Ji Kong lebih banyak termenung
dalam kamarnya dalam keadaan murung. Dia melihat betapa
perkembangan usahanya untuk merebut tahta kerajaan tidak
berjalan mulus. Pihak pemerintah terlampau kuat, bukan saja di
sana ada Jenderal Chang Ku Cing yang gagah perkasa dan
pandai, juga masih ada Menteri Yang Ting Ho yang bijaksana dan
433 yang merupakan pembantu terpercaya dari kaisar Wan Li selain itu
juga dihormati dan disegani para pejabat tinggi.
Bukan kenyataan ini saja yang membuat hati pangeran Bouw Ji
Kong menjadi risau, akan tetapi juga melihat betapa para
sekutunya dari Mancu dan Pek-lian-kauw, terutama sekali para
pendukungnya, merupakan orang-orang yang memerasnya.
Banyak sekali permintaan mereka berupa uang dan harta benda
lain sehingga dia sudah mengeluarkan banyak harta simpanannya
untuk menyenangkan hati mereka agar mereka tetap
mendukungnya. Adapun hal yang paling menyakitkan hatinya adalah lenyapnya
putera tunggalnya, Bouw Cu An! Puteranya hanya seorang itu,
anak-anaknya yang lain adalah perempuan. Tentu saja dia merasa
amat sayang kepada puteranya itu yang sejak kecil sudah dia
panggilkan ahli-ahli sastra dan tata negara, dia persiapkan agar
kelak puteranya itu pantas menjadi seorang pangeran mahkota
calon kaisar! Bahkan juga puteranya telah dilatih ilmu silat yang
cukup memadai. Biarpun akhirnya Bouw Cu An memperlihatkan sikap
menentangnya dalam urusan melaksanakan rencananya merebut
tahta kerajaan, namun kemarahannya kepada puteranya hanyalah
di luarnya saja agar terlihat oleh para pendukungnya. Di dalam
hatinya, tetap saja ayah ini amat sayang kepada puteranya. Maka,
mendengar laporan Hongbacu bahwa puteranya telah diculik Ouwyang Sianjin dan sampai sekarang belum juga dapat ditemukan,
hati pangeran Bouw Ji Kong menjadi gelisah sekali. Dia melihat
434 rencana pemberontakannya, selain perkembangannya, juga amat merugikannya.
kurang maju Tentu saja selama ini, tindakan dan rencana pemberontakan
Pangeran Bouw Ji Kong dia anggap sebagai "perjuangan", demi
rakyat demi mengubah pemerintah sang korup menjadi pemerintah
yang bersih, dan sebagainya yang muluk-muluk lagi. Akan tetapi
sesungguhnya, Pangeran Bouw Ji Kong mempunyai jiwa dan
watak pedagang! Watak pedagang membuat dia dalam segala
tindakannya mendasari dengan untung rugi.
Kalau tindakannya itu menguntungkan, hal ini memperkuat
semangatnya untuk melanjutkan apa yang dia perjuangkan, akan
tetapi kalau kenyataannya merugikan, dia kehilangan semangat
dan mulai memikirkan tindakan apa yang harus dia lakukan untuk
menghindarkan dirinya dari kerugian. Pemimpin seperti ini, dan
sebagian terbesar seperti yang tercatat dalam sejarah memang
demikian, selalu akan mabok kemenangan dan menyelam ke
dalam lautan kesenangan kalau usahanya berhasil, melupakan
rakyat yang tadinya dijadikan tulang punggung untuk mendukung
"perjuangannya".
Malam yang dingin itu Pangeran Bouw Ji Kong duduk termenung
seorang diri di dalam kamarnya, tidak dapat tidur memikirkan
kegagalannya, terutama sekali dengan hati rindu dan sedih
memikirkan puteranya yang hilang. Semua penghiburan yang
diberikan isteri dan para selir ditolaknya dan dia malam itu tidak
mau diganggu, duduk termenung seorang diri dalam kamarnya
yang besar. Angin malam yang berhembus memasuki kamar
435 melalui celah-celah dinding bagian atas membawa hawa dingin
menyusup tulang. Tiba-tiba daun jendela kamar itu terkuak dari luar, menimbulkan
suara berderit. Pangeran Bouw Ji Kong terkejut dari lamunannya,
menoleh ke arah jendela dan cepat dia melompat berdiri sambil
menyambar pedang yang diletakkan di atas mejanya. Pangeran ini
memang memiliki ilmu silat yang cukup tangguh dan ilmu silatnya
itulah yang pernah dia ajarkan pula kepada Bouw Cu An, putera
tunggalnya. Jendela itu terbuka dan sesosok tubuh melayang
memasuki kamar. Pedang Darah Bunga Iblis 13 Pusaka Tongkat Sakti Karya Tjoe Beng Siang Patung Emas Kaki Tunggal 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama