Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 26
coan, tak dapat orang tak mengambiljalan air.
Untuk itu orang tak hiraukan sewaan perahu yang mahal,
Didalam perjalanan ini, orang mengandal tiga bagian pada
peruntungan dan tujuh bagian pada kepandaiannya siawak
perahu... Diantara belasan kendaraan air itu, ada sebuah dalam
mana ada menumpang In Gak bersama Bin San Jie Tok dan
Song- bun Kiam-kek Leng Hui. Mereka berempat telah menjadi
sahabat-sahabat karib. Ketika itu kedua si Racun dan Song bun Kim kek bercokol
ditengah perahu sambil menghadapi arak sedang In Gak lagi
merebahkan diri menghadap ke-dalam, kedua matanya
dirapatkan- Dia tengah berpikir keras sambil telinganya
mendengar suara air, Kali ini In Gak beda sekali dengan In
Gak ketika dia bermula meninggalkan Ho Hoa San dan dari
pelabuhan Liong Kauw naik perahu menuju ke Lam ciang.
Dulu hari itu dia gembira sekarang ia tawar hatinya, ia ingin
melepaskan diri dari libatan asmara tetapi itu mudah dipikir,
sulit diwujudkannya tak peduli ia pandai ilmu silatnya. Setiap
kali ia merasa tenang lantas didepan matanya berpeta
wajahnya pelbagai nona manis, maka di akhirnya ia mesti
menghela napas. Tanpa merasa ia bersenandung...
Theng ceng mendengar suara orang tak bergembira, dia
tertawa dan menimpali: "Penghidupan itu memang
memusingkan kepala, buat apakah dipikirkannya".."
1570 In Gak menyeringai ia berbangkit untuk turut menenggak
arak. Mereka lantas berbicara tentang pelbagai peristiwa
dalam dunia Rimba PersilatanPada suatu hari perahu mereka mendekati Kie Tong Kiap.
selat paling berbahaya tapi pun yang terindah, Mereka berdiri
dikepala perahu untuk memandangi kecantikan alam itu.
Tengah memandang itu, tiba-tiba In Gak melihat Leng Hui
lagi mengawasi sebuah perahu tetangga mereka, lama dia
mengawasi, alisnya bermain berkerut, ia menjadi heran, maka
sendirinya ia mengalihkan pandangannya keperahu disebelah
itu. Didalam perahu itu terlihat tiga penumpang lagi duduk
berkumpul, Yang seorang telah lanjut usianya, didadanya
berkibar-kibar kumis janggutnya yang seperti perak- kedua
matanya tajam seperti mata tikus.
Orang yang kedua dari usia pertengahan tubuhnya kurus,
kulitnya hitam, Yang ketiga yalah seorang tauwto, atau
pendeta yang memelihara rambut, yang ada kumisnya.
"Siapakah mereka?" sianak muda tanya kawannya. Leng Hui
yang wajahnya muram, menggoyang kepala dia diam saja.
"Mereka mesti musuhnya Leng Hui?" In Gak pikir. ia
tambah heran, "Kalau bukannya tidak nanti dia menjadi begini
tidak tenteram." Meski demikian, ia tidak menanyakan terlebih
jauh, Sekarang ini ia ketahui baik, Leng Hui bukanlah seorang
buruk. dia cuma berani, mungkin karena omongan tak dipikirpikir,
dia banyak musuhnya, dia kesohor jahat..."
Karena ini In Gak selanjutnya lebih memperhatikan
kawannya ini. Perlayaran kehulu ini membuat kendaraan air lambat sekali
lajunya, didalam satu hari cuma dapat dilalui belasan lie. Disini
selat lebih sempit, air lebih deras, bahaya melanggar wadas
atau kandas besar kecil. Selagi air banjir, tunggul wadas kelam
tak nampak dimuka air. 1571 Perjalanan ayal itu menambah tak tenangnya Leng Hui,
bahkan dia menjadi gelisah semenjak dia melihat tiga orang
dalam perahu tetangga itu.
In Gak menjadi tambah heran, sedang untuk menanya ia
merasa tidak leluasa, ia lalu mengambil keputusan guna
mencari tahu. Setelah belayar tiga hari tibalah perahu di Kui-bun disini
mendadak Bin San Jie Tok tinbul keingiannya buat pulang dulu
ke Bin San, bahkan mereka lantas meminta diri, terus mereka
mendarat. Tiba-tiba tiga orang diperahu tetangga itu juga
meninggalkan perahu mereka untuk naik kedarat.
"Siauwhiap." berkata Leng Hui, "Mari kita kuntit tiga orang
itu" Sudilah kau?" Sianak muda heran, "Leng Losu kita masih
belum memberitahukan aku siapa mereka itu?" ia kata.
"Aku pikir, dimana kita dapat meletaki tangan, baik kata
meletakinya, buat apa kita mencari keruwetan tidak keruan?"
"Mereka bertiga besar sangkut pautnya dengan
kematiannya ayahmu almarhum dulu hari."
Leng IHui berkata, Dia agak bernapsu tanpa menantikan
jawaban, dia lantas lompat kedarat. In Gak heran dan ketarik
hatinya, maka ia lompat menyusul.
Tiga orang didepan ilu masuk kekota Kui bun disana
mereka masuk kedalam sebuah penginapanSetelah bersangsi sejenak. Leng Hui ajak In Gak mampir
juga dirumah penginapan itu. justru mereka masuk. mereka di
dului oleh dua orang lain- yalah seorang tua yang kate gemuk
serta seorang muda berbaju putih dengan pedang tergendol
dipunggungnya. Leng Hui mengkerutkan alisnya, dia kata perlahan: "Dijalan
Su coan ini bakal ada keramaian untuk di tontonUntuk kesekian kalinya, In Gak dibuatnya heran. ia
mengawasi sahabatnya itu, siapa sudah bertindak masuk
seraya memanggil jongos kesebuah kamar.
1572 Hebat song-bun Kiam-kek. Kali ini dia bersikap sepeti sikera
binal. Baru dia menjatuhkan diri dikursi atau dengan tergesa
gesa dia pergi keluar. In Gak mengawasi saja, herannya pukan
kepalang, saking heran, ia menjadi masgul.
Kira seminunan teh, Leng Hui kembali di belakangnya
mengikuti seorang jongos yang membawa sebuah keranjang
makanan serta sebuah poci tembaga yang besar. Jongos itu
lantas menjanjikan barang makanan itu, ketika ia tanya Leng
Hui ada perlu apa lagi dan memperoleh jawaban "Tidak" ia
lantas mengundurkan diri.
"Apakah Leng Losu keluar cuma untuk memesan makanan
ini?" In Gak tanya tertawa.
Leng Hui sudah berusia limapuluh tahun lebih tetapi dia
masih mirip bocah, ditanya begitu, mukanya menjadi terang
dengan senyumannya. "Siauwhiap." sahutnya, "ada urusan apa juga, sebentar
sehabis bersantap baru kita bicarakannya ia lantas mengiakan
cawannya sianak muda, baru cawannya sendiri, In Gak
mengawasi mendelong, "Leng Losu," katanya "caramu yang
penuh rahasia ini, membuat aku tak dapat mengasiturun
barang makanan kedalam perutku..."
Leng Hui mengawasi, ia menghela napas. "oleh karena
siauwhiap sangat ingin tahu, baiklah, agak terpaksa,
"Bukankah baru itu siauwhiap telah menanyakan aku apa aku
tahu apa-apa mengenai pengepungan atas diri mendiang
ayahmu" Bukankah aku telah memberikan jawabanku bahwa
aku hanya mendengar kabar angin saja dan tak tahu jelas"
Masih ingatlah siauwhiap jawabanku itu?" In Gak
mengangguk. "Aku tak tahu losu ketahui atau tidak. aku tetap sangsi," ia
menyahut "Aku percaya pastilah ada apa apa yang bikin losu
sulit membuka mulut, karena itu aku bersabar saja."
1573 "Ketika itu hari siauwhiap minta keteranganku memang
benar aku tidak tahu," Leng Hui berkata, "akan tetapi kali ini
lain lagi." In Gak menjadi terlebih heran, matanya menatap tajam.
"Panjang untuk menutur, siauwbiap." Leng Hui melanjuti.
Jikalau siauwhiap suka dahar dan minum, nanti aku
menjelaskan semua-mua nya." ia mengwasi barang hidangan,
yang berbau dan sedap. agaknya ia sangat bernapsu untuk
memakannya In Gak tertawa melihat kelakuan orang itu, ia
mengangkat sumpitnya dan mulai dahar.
Leng Hui lantas makan juga, ia minum dengan napsu,
Sebentar saja nampak wajahnya menjadi riang sekali.
"Ini arak Tin-lian dan bakmie hebat sekali" kita dia gembira.
In Gak mengawasi, dia tidak membilang apa-apa.
Melihat sikap sianak muda, Song bun Kiam-kek likat
sendirinya, "Didalam kalangan Rimba Persilatan, banyak peristiwa yang
tak dapat dipikirkan," katanya kemudian- "dan juga banyak
orang yang luar biasa hingga tak terpikirkan pula Demikian
tiga orang dari perahu tetangga kita itu sampai sekarang aku
masih belum berhasil mengetahui she dan namanya demikian
juga tentang ilmu silat mereka yang Iiehay sekali..."
In Gak heran, ia melengak. Jikalau begitu kenapa losu
ketahui mereka ada sangkut pautnya dengan ayahku
almarhum?" ia tanya, juga kenapa losu ketahui ilmusilat
mereka liehay sekali?"
"Siauwhiap. aku siorang she Leng, hendak aku bicara," kata
Leng Hui, "tapi kalau kata kataku kurang tepat, aku minta
siauwhiap jangan gusar."
"Asal losu omong dengan sebenar-benar-nya kenapa aku
mesti b erg usar?" In Gak menjawab "Sebaliknya jika ayahku
almarhum di dunia baka dapat memeramkan matanya dengan
tenang, akujustru akan sangat bersyukur kepada losu"
1574 Leng Hui menghirup araknya, ia mau bicara tapi gagal,
agaknya ia susah membuka mulutnya. Masih ia menenggak
pula, baru ia akhirnya dapat juga bicara.
"Semasa hidupnya ayahmu duluhari." ia berkata,
Julukannya yaitu Twie Hun Poan telah menggemparkan
hampir seluruh negara, Itulah sebab ayahmu itu keras
sikapnya, itulah apa yang orang menyebutnya muka besi,
tidak mengenal kesihan. Demikian sudah terjadi orang-orang
yang terbinasa ditangannya, pihak sesat dan pihak lurus juga,
tak kurang dari seribu orang, perbuatan ayahmu itu
menggetarkan Rimba Persilatan, itu pula sebabnya kenapa
pihak musuh tak ada yang tak ingin membinasakannya, guna
membalas dendam. Untuk menuntutbalas itu, mereka menemui banyak
kesulitan, lantaran mendiang ayahmu ada bagaikan sinaga
sakti yang nampak kepalanya tak ekornya, Ayahmu itu bisa
sekali membawa dirinya. Banyak orang yang menyelidiki hal
ikhwal mendiang ayahmu, tidak ada yang ketahui asal
usulnya. Mungkin sampai sekarang ini siauwhiap sendiri belum
tahu jelas bukan?" Mau atau tidak. In Gak mengangguk wajahnya nampak
guram. "Dimasa banyak orang hendak menyingkirkan ayahmu itu,
siauwhiap. usiaku masih muda," Leng Hui mulai pula setelah ia
hening sekian lama, "Ketika itu aku belum tahu apa apa, aku
polos maka apa juga tak ada orang yang suka
memberitahukan padaku. Meskipun demikian beberapa diantara penggeraknya itu,
ada orang-orang partaiku, tak lolos dari mataku, hanya ketika
itu aku tidak memperhatikannya..."
Habis berkata begitu, ia menuang lagi arak untuk segera
dicegluk pula, lalu menyusul sepotong daging sambil
mengunyah, kedua matanya bersinar tajam. Kelihatannya ia
memikirkan urusan yang telah lampau itu, Kemudian lagi, ia
kembali menghela napas. 1575 "Disaat orang lagi berembuk untuk menyingkirkan ayahmu
itu, siauwhiap." mulaipula, "maka beruntun- runtun datang
warta halnya kurban-kurban ayahmu itu, karena itu, mereka
berdaya semakin keras. Kemudian datanglah satu hari yang
toa-suheng kami kakak seperguruan yang tertua kembali ke
Kiong Lay San- ia ada bersama dua orang.
Salah satu orang itu ialah si orang tua dari perahu tetangga
kita itu. Banyak tahun sudah berselang wajahnya orang tua itu
masih belum berubah, maka itu aku masih mengingatnya baik
sekali." "Siapakah itu orang yang lainnya ?" In Gak tanya.
"Orang yang lainnya itu sangat mudah untuk dikenali,"
Leng Hui menjawab, "Dia kurus kering seperti sebatang
bambu dan kepalanya gundul serta matanya biru. Dia tak
nampak didalam perahu tetangga itu. Mereka itu menyebut
diri sebagai sute adik seperguruan dari mendiang ayahku.
Dengan ayahmu mereka telah berselisih semenjak mereka
bertiga sama-sama belajar silat diatas gunung, Katanya saking
gusar, ayahmu sudah menotok mereka pada otot-cacadnya
dan mereka dikurung didalam guha.
Tentang ini aku mendengar dari toa-suheng kami itu
penjelasannya aku tidak tahu, bahkan aku tidak tahu juga she
dan nama mereka berdua begitupun asal-usul mereka itu,
juga sampai sekarang ini, ketua kami tidak tahu-menahu she
dan nama serta riwayat mereka."
Leng Hui berhenti sebentar, baru ia melanjuti: "orang tua
dengan alis dan kumis ubanan itu besar bicaranya, ia berkata,
untuk membekuk mendiang ayahmu, siauwhiap tenaga
mereka dibutuhkan sangat, kalau tidak orang tak akan
berhasil, ia mengatakan ilmu silat mereka sangat lihay.
Ketika itu aku sangat tidak puas hingga aku menguji
kepandaiannya. Aku menggunai alasan meminta pengajaran.
Belum satu jurus, pedang ku telah kena dibikin terlepas dan
sembilan jalan darahku telah tertotok olehnya. Adalah sikurus
1576 kering yang menolong membebaskan aku dari totokan
kawannya itu. Mengenai kejadian itu si kurus-kering nampak kurang puas
terhadap saudara seperguruannya itu. Besoknya mereka itu
bersama toasuheng serta beberapa anggota partai kami pergi
turun gunung. Kemudian tiga bulan berselangnya tersiarlah
berita halnya ayahmu dan kau sendiri siauwhiap. telah
tercilakakan orang sedang toasuheng kami serta beberapa
saudara seperguruannya itu kedapatan mayat-mayat nya
ditepinya telaga Tong Teng, cuma satu yang masih hidup dan
dialah yang membakar mayatnya suheng semua. Dia juga
tidak berumur panjang, selekasnya dia kembali diatas gunung,
baru dia menyebut dua pata kata dia roboh binasa." "Apakah
yang dikatakan dia itu?"
"Itulah aku tidak tahu, Ketika itu aku lagi pergi ke Kui-ciu
selatan, berselang tiga tahun baru aku pulang. Lama lama
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
urusan itu telah aku lupakan, Urusan bukan urusan aku. aku
tidak memperhatikannya. "Sekarang ini digunungmu itu masih ada lagi yang ketahui
atau ingat kata-kata itu?" In Gak menanya pula.
Leng Hui berpikir dulu baru ia menjawab: "Aku duga cuma
mengena kebinasaannya toa-suheng semua..."
In Gak berbangkit alisnya pun terbangun.
"Kalau begitu, perlu aku cari mereka itu bertiga untuk
ditanya" katanya, "Kalau sampai mereka itu keburu
mengangkat kaki pasti aku menyesal seumur hidupku..." Leng
Hui menghela napas. "Mereka itu juga sudah pergi..." katanya.
In Gak kaget bagaikan disambar guntur, hingga berdiri
menjublak matanya menjadi kosong.
"Apa?" dia tanya, nyaring setelah dia sadar, "Mengapa kau
tidak membilangnya dari siang-siang?"
Matanya anak muda ini berapi, Leng Hui mengetahui
kemarahan orang "Sabar, siauwhiap. sabar," kata dia tenang,
Jangan siauwhiap terburu napsu, Hal ini pun berada diluar
1577 dugaan, Ketika tadi aku pergi keluar, aku mendapatkan
mereka lagi keluar juga, mereka berlalu dengan melompati
tembok kota. Aku lantas kuntit mereka itu, terus sampai
dihutan yang lebat. Aku takut nanti kepergok mereka, aku
menyembunyikan diri dibelakang sebuah pohon besar.
Disitu aku mendengar mereka berbicara, Kata yang
seorang: "Adik, kau pergi mengundang cie Hay, nanti tujuh
hari kemudian, kita orang bertemu di Poan Liong Kiap di cui In
Liong." Habis berkata, dia lantas pergi. Dan yang lain terus
pergi juga, Aku lantas keluar dari tempat sembunyi. Aku masih
melihat siorang kate gemuk serta sianak muda berpakaian
putih dengan pedang dipunggungnya menuju kebarat....
Leng Hui berhenti bicara untuk menghela napas Tapi ia
tidak berhenti lama lantas juga ia kata pula: "Sekarang ini kita
mesti pergi ke Poan Lung Kiap. untuk dalam tujuh hari itu
dapatkan menemukan mereka, Aku percaya disana kita bakal
memperoleh keterangan cuma ingin aku jelaskan bahwa aku
tidak berani tanggung dua orang itu, situa dan muda, yalah
orang-orang yang bertanggung jawab atau yang telah campur
tangan dalam pengeroyokan itu.
Ketua kami sudah meninggal dunia pada tiga tahun yang
lalu, sedang orang-orang yang mengetahui peristiwa duluhari
itu juga sudah tak ada lagi, Apa yang aku ketahui ini pastilah
tak cukup,.." In Gak bersenyum. "Leng Losu, meski apa yang kau ketahui cuma sebegini,
kau toh telah membuat aku berteriak keras sekali," ia bilang.
"Harap kau suka maafkan kelakuan barusan, Apakah losu
ketahui di mana letaknya selat Poan Liong kiap itu?"
"Aku duga letaknya didekat Kiam-kok," sahut Leng Hui.
"tapi aku tidak berani pastikan-"
In Gak mengawasi keluar jendela, Untuk ia keterangan itu
sudah cukup, Maka besoknya tengah hari bersama-sama
sahabat itu, ia berangkat. Dihari ketiga mendekati sore,
1578 mereka telah tiba dikota kecamatan Kiam-kok. Disitu mereka
lantas mencari keterangan prihal Poan Liong Kiap.
Untuk kelesuannya In Gak orang menjawabnya tidak ada
selat dengan nama demikian itu, Tapi ia tidak mau sudah
dengan begitu saja. "Mari kita mencari terus dengan berpisahan-" ia kata pada
Leng Hui. ia lantas pergi ke Kiam-kok utara dan Leng Hui ke
Kiam-kok selatan- Mereka berjanji akan bertemu didalam kota
pada hari yang ke-enam. Dihari kelima, In Gak masih mundar mandir ditanah
pegunungan Kiam Bun San dalam wilayah Kiam kok. Sudah
satu hari dan satu malam ia mencari dengan sia-sia, itu waktu
ia berada dijalan penghubung lima lie diselatan Kiam-kok. ia
tidak puas sekali. Ia berpikir: "Menurut Leng Hui, orang bakal
bertemu di Poan Liong Kiap. Selat itu mesti berada di cui In
Long sekitar tiga ratus lie, cui In Long yalah jalan penghubung
antara Liong Liong di Kiam-kok selatan sampai dibaratnya cutong,
disepanjang jalan dikiri dan di kanannya ada tumbuh
pohon pek puluhan ribu buah.
Kenapa sekarang aku belum juga menemui selat itu"
Mestinya selat berada disekitar cui In Long in-." lalu ia bersiul
nyaring. Tepat itu waktu, ia mendengar suara tertawa
dibelakangnya serta pertanyaan ini, "Tuan, apakah tuan yang
barusan bersiul" Nyatalah mahir sekali tenaga dalam tuan?"
ia terperanjat, hatinya terkesiap. Hebat bahwa ia tidak
mengetahui ada orang dibelakangnya. Maka lantas ia mau
menduga orang itu mesti orang dengan kepandaian silat yang
liehay. Dengan cepat ia memutar tubuhnya.
Disana ada seorang dengan usia lebih kurang tiga puluh
tahun, mukanya putih dan terang pakaiannya hitam berkibarkibarkan
angin romannya bengis tetapi tenang. Dibelakang
orang itu ada seorang lain-seorang dengan tubuh besar dan
berbaju kuning matanya tajam, mukanya penuh berewok,
1579 sedang tangannya menyekal sebatang pedang pendek yang
berkilauan itulah sebuah pedang mustika. ia mengawasi tajam
mereka itu, lantas ia kata dingin:
"Siulan itu benar siulanku Ada apakah sangkutannya itu
dengan kau, tuan?" Belum lagi orang itu menyahuti, sibaju kuning sudah
menegur keras: "Kau bicara tanpa pakai aturan. Apakah kau
sudah bosan hidup?" In Gak mengawasi, alisnya terbangun. orang itu tertawa
lebar, terus dia mendelik
kepada sibaju kuning, kemudian dia menoleh pula pada
pemuda kita, untuk berkata: "Hambaku ini kasar, dia tidak
tahu aturan, aku harap tuan tidak menghiraukan dia."
In Gak menjadi tenang pula, "Tidak nanti aku
berpandangan sama seperti dia," sahutnya, ia tertawa. Tapi ia
lantas menambahkan: "Aku lagi mencari satu orang, karena
aku lagi repot, tuan persilakanlah."
Orang itu nampak heran- "Oh kiranya tuan lagi mercari orang?" katanya, "Bagus Aku
datang kemari tengah mencari orang juga, siapakah orang itu"
Mungkinkah dia pun orang yang lagi dicari olehku"
Inilah In Gak tidak sangka mendengar orang itu, matanya
bersinar. "Siapakah orang yang tuan cari itu?" ia tanya bersenyum,
"ingin aku mendengarnya jikalau tuan suka memberitahukan
aku." Si orang baju kuning turut pula. Dia membentak: "Kongcu
kami menanya kau, kenapa kau tidak jawab?"
Orang itu tidak menegur hambanya tetapi dia kata: "Tidak
ada hubungannya orang yang aku cari itu, yalah sahabatku,
tinggal didalam lembah dekat sini. Dia sama seperti aku
mengarti ilmu silat, tetapi dia tidak sudi nama besar, maka
juga dalam Rimba Persilatan, namanya tak terdengar. Tuan
1580 sendiri, tuan tentulah berkenamaan, sukalah tuan
memberitahukan namamu yang benar?"
Hati In Gak bercekat mendengar sahabat orang tinggal
didalam lembah itu. "Aku yalah seorang yang baru keluar dari rumah
perguruan, sebagai orang muda, tak berani aku menerima
pujian kau ini, tuan," sahutnya, "Aku yang rendah yalah
Rhouw Ban. Tuan masih belum memberitahukan she dan namanya
sahabatmu itu. Mungkin dialah orang yang kita cari bersama."
"Itulah pasti" berkata orang itu tertawa, "Ditempat ini,
gunung Kiam Bun San, cuma tinggal sahabatku itu satu orang,
Kenapa kita tidak mau pergi bersama menemui dia" Kalau
umpamanya bukan, masih belum terlambat untuk tuan
mencari orang yang tuan hendak cari itu."
In Gak berpura mengasi lihat roman sangsi.
"Sulit sulit. . . untuk aku menuruti perintahmu ini..."
katanya. Belum ia menutup mulutuya, sibaju kuning sudah bertindak
maju, pedangnya dikibaskan-Dia membentak: "Eh kenapa kau
tidak tahu diri" Bagaimana Kau berani menentang ulahnya
kongcuku" Benar-benar kau sudah tidak menghendaki jiwamu
lagi?" Dia lantas menghunus pedangnya. Lalu mendadak dia
berseru: "oh" lalu dia berdiri tercengang.
Ketika sinar pedangnya berkelebat, In Gak sudah mencelat
mundur ke sebuah batu dimana sambil tertawa ia kata pada
orang tidak dikenal itu, "Jikalau aku tidak keburu berkelit,
bukankah aku sudah mati ditangan hambamu ini, tuan"
Senjata mustika semacam itu dapatkah dipegang oleh
sembarang manusia kasar?"
Orang itu heran- Dia tidak melihat cara berIompatnya In
Gak. Tapi dia bersenyum. 1581 "Tuan, kau liehay sekali" dia memuji "Justeru karena ini,
semakin aku ingin bersahabat untuk minta pengajaran dari
kau. Dengan orang kasar semacam dia, jangan tuan sepaham.
Tentang sahabatku itu bukannya aku tidak sudi
memberitahukan kau. tuan, itulah disebabkan dia sendiri yang
tak ingin orang mengetahuinya.
Aku-pun masih belum tahu dia benar atau tidak orang yang
tuan hendak cari itu. Dia tinggal tak jauh dari sini, cuma sekira
lima lie, sebentar orang dapat sampai ditempatnya itu, maka
kalau tuan pergi kesana, tidaklah kau bakat mensia-siakan
waktumu yang berharga."
Habis berkata begitu, orang itu berlompat, maka sedetik
kemudian, dia sudah berdiri di depannya In Gak.
Si baju kuning turut berlompat juga. Dia pesat sekali. Dia
mengawasi In Gak dengan roman membenci. Karena katakatanya
sianak barusan, dia ditegur majikannya itu, ingin dia
mencoba anak muda didepan ini.
Orang itu batuk perlahan, dia berkata seperti menegur
dirinya sendiri "Aku alpa sekali. Tuan telah memberitahukan
namamu yang besar, aku sendiri belum memberitahukan
namaku yang rendah: Aku she Bek dan namaku Ham Eng."
Dia lantas menoleh kepada pengikutnya seraya berkata,
"Hambaku ini bernama Yang cong Seng, Sebenarnva dialah
seorang yang ternama untuk wilayah pedalaman, karena
dialah cucu ketua suku ceng-teng di Inlam selatan, sedang
pedang ditangannya itu mustika pusaka turun menurunnya.
Da gigih sekali, hingga mungkin untuk Tionggoan cuma ada
beberapa orang saja yang dapat dibandingkan dengannya."
Dia tertawa lebar, lantas dia menambahkan. "Hanya kalau
dia dibanding dengan kau, tuan, itulah soalnya. Dia telah
menerima budi ayahku yang pernah menolongi jiwanya, maka
dia rela menjadi hamba, oleh karena ayahku tidak dapat
menolak. terpaksa keinginannya itu diterima baik."
1582 In Gak mengawasi Yang cong Seng, ia tertawa. ia kata,
"Mengingat budi hendak membalasnya, itulah perbuatan
seorang laki-laki sejati, maka itu tuan, hamba ini yalah
seorang luar biasa yang sukar didapatkannya."
Itulah pujian dan Bek Ham Eng mengarti itu, ia bersenyum.
Yang cong Seng mengerti maksud orang, tetapi dia tidak
senang, dia kata, "Aku dengar orang Tionggoan itu licik,
kelihatannya pendengaranmu itu benar. Aku siorang she Yang,
aku menerima budi, hendak aku membalasnya, itulah urusan,
tetapi kau, buat apa kau memb ica ra ka nnya"
Mendengar itu, In Gak tertawa lebar "Kata-kata yang tak
sepaham, setengah patah sajapun kebanyakan" katanya,
"Saudara Bek, kita berdua sukar dapat berdampingan
bersama, maka itu ijinkanlah aku meminta diri."
Ia lantas memberi hormat, berniat berangkat pergi.
"Sabar, tuan- kata Him Eng cepat. "Aku harap kau anggap
saja kata-kata dia seperti angin yang lewat. Mari kita pergi
sekarang ketempat-nya sahabatku itu..."
Mendengar itu In Gak lantas mendapat pikiran- Katanya
dalam hati, "Aku tidak kenal dia, kita baru pernah ketemu
pertama kali ini, kenapa dia mendesak aku pergi ketempat
sahabatnya itu" Mungkinkah dia mengandung maksud apaapa?"
ia menjadi tertarik hatinya. Maka ia mengangguk dan
sembari tertawa berkata. "Tuan, silakan kau menunjuki jalan"
Bek Ham Eng tidak berkata apa apa lagi, dia lantas
berlompat, untuk berjalan disebelah depan- Dia berlompat dan
bertindak cepat dan gesit. Sebentar saja dia telah melintasi
jalan perhubung, terus dia turun kelembah diantara kedua
puncak. In Gak mengagumi liehaynya ringan tubuh orang itu, akan
tetapi ia tidak mau ketinggalan ia lantas menyusul, ia
mempernahkan diri dibelakang orang sheBek itu. Sementara
itu ia terkejut. Inilah sebab sihamba baju kuning menyusul
1583 dengan pesat sekali. Karena ini, ia berjaga supaya tidak
sampai kena terbelakangkan.
Dipihak lain, pemuda ini terkejut melihat jalanan
didepannya, Lembah rendah kira seratus tombak jalannya
makin lama makin sempit dan sukar, salah sedikit orang bisa
terpeleset jatuh, sedikitnya orang akan patah kaki tangannya,
Maka ia berlaku hati-hati sekali.
Ham Eng nampaknya tidak demikian, Dia lompat turun,
baru setelah mendekati dasar lembah tiga tombak tubuhnya
jungkir balik, hingga kakinya menginjak tanah dengan
perlahan tanpa suara. Baru setelah itu, ia dapat kesempatan.
mengangkat kepala dongak keatas, untuk melihat sianak
muda. Lantas ia menjadi kagum dan celengap. Beda daripada ia,
In Gak turun dengan perlahan dan tenang, seperti orang turun
dengan perantaraan mega.Jadi itulah ilmu ringan tubuh yang
lain daripada yang lain- Hampir In Gak menginjak tanah, mendadak ia merasakan
tolakan angin yang keras, ia tahu tentulah ia dibokong Yang
cong seng, Sambil bersuara "Hm" dalam hatinya, lantas ia
membela diri, ia mengerahkan tenaga, Bie Lek Sin Kang.
Yang cong Seng tetap panas hatinya, ia ingin memberi
"rasa" kepada anak muda itu. Ketika ia mendapat kenyataan,
ilmu ringan tubuh In Gak liehay seperti ilmu majikannya. ia
kagum berbareng merasa tidak puas, maka itu timbullah rasa
jelusnya, maka ia lantas menyerang anak muda itu.
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kalau ia berhasil pastilah celaka anak muda itu. celaka
untuknya serangannya liwat tidak keruan karena mana,
tubuhnya sendiri yang turun semakin cepat, hingga ia menjadi
sangat kaget dan takut, Tiba-tiba ia terkejut, ia merasakan
dadanya terhajar barang berat ribuan kati, tanpa merasa ia
menjerit, tubuhnya mental naik, habis mana tubuh itu turun
pula. 1584 Ketika itu In Gak sudah tiba ditanah, sikapnya tenang sekali
mengenai hamba itu, ia seperti tak tahu-menahu.
Bek Ham Eng heran, tetapi dia berlompat guna memapaki
hambanya, hingga mereka turun bersama tanpa hamba itu
mendapat kecelakaan-"cong Seng, kau kenapa?" dia tanya
heran-"Tidak apa-apa," sahut hamba itu seraya memegangi
dadanya. Syukur untuk cong Seng, In Gak tidak menghajar keras,
hingga dia cuma merasai dadanya sesak.
Ham Eng heran, ia menoleh kepada In Gak. Anak muda itu
lagi mengawasi lembah, tangannya digendong, wajahnya
berseri-seri. Setelah, memandang sianak muda dan mengawasi
hambanya, kemudian Ham Eng dapat menduga duduknya hal,
akan tetapi ia tidak membilang apa-apa, hanya sambil tertawa
ia kata: "Tuan, kau liehay sekali, aku kagum untuk ilmu ringan
tubuh kau yang begini mahir?" Habis itu ia kata pada
hambanya "cong Seng, kau jalan didepan"
Cong Seng tunduk. dia menyahuti "Ya?" lantas dia
bertindak melewati majikannya dan siorang muda untuk
berjalan lebih dulu. Ham Eng tertawa, ia kata: "Tuan Khouw sahabatku tinggal
disana, tak jauh lagi, silahkan"
In Gak bersenyum ia lantas membuka tindakannya. Karena
Yang cong Seng berjalan cepat ia mesti menyusul sama
cepatnya. Lembah itu dalam, maka itu, dongak keatas orang hanya
melihat sedikit sinar terang, Angin sebaliknya menderu- deru,
jala nan pun sempit, sukarnya tak usah disebutkan lagi.
Makinjauh, sinar terang makin berkurang.
Selama dua lie, orang berjalan menikung beberapa kali.
Kemudian orang sampai dihutan rotan lebat, dimana cahaya
matahari ketutupan karenanya. Ditempat seperti itu, orang
menduga pun tidak bahwa lembah itu ada penghuninya.
1585 Disini pedang mustika dari Yang cong Seng ada faedahnya,
Dengan dibulang baling-kan senjata itu mengeluarkan sinar
terang. In Gak kagum, dia menghela napas dan kata: "Ah Kalau
aku mempunyai pedang mustika semacam itu, alangkah besar
faedahnya Diwaktu malam mustika itu dapat dipakai sebagai
pengganti lampu..." Ham Eng tertawa mendengar perkataan orang itu, Yang
cong Ssng sebaliknya mendongkol. Dia menyangka orang
mengejeki padanya. Dia menahan marah hingga tubuhnya
bergemetaran. Tidak lama sampailah mereka di depan sebuah gua. Karena
letaknya gua dimuka tikungan, lantas saja dapat terlihat.
Mendadak Bek Ham Eng tertawa dan kata: "cong Seng kau
masuk lebih dulu" Dengan hanya satu kelebatan, hamba itu sudah melintasi
mulut gua. In Gak bersama Ham Eng mengikut masuk. Dengan
pertolongan sinar pedang, In Gak dapat melihat tembokan
guha licin mengkilap-jalanan merupakan terowongan yang
berliku- liku, lalu terdapat beberapa terowongan lain, yang
satu dengan lain ada hubungannya, Disebelah dalam itu,
orang mendapat cahaya terang dari mutiara, yang disesapkan
ditembok. Disitu juga kedapatan beberapa kamar.
In Gak menjadi heran sekali. Gua itujadi gua bikinan
manusia, Hebat melihat adanya kamar kamar itu serta
terowongannya yang berliku-liku, mengingat dalamnya gua
serta terowongannya yang panjang, itulah bukan hasil
tenaganya satu atau dua orang.
Gunung dan gua banyak, kenapa orang justeru membuat
guha yang sangat tersembunyi ini " Kenapa orang suka tinggal
ditempat sesunyi ini"
1586 Yang cong seng mengambil terowongan yang ketiga di
sebelah kiri. Disitu ada penerangan mutiara tetapi dia tak
melepaskan pedang-nya. Mereka masuk dalam sebuah kamar, yang ada pintunya
diempat penjuru, Disitu ada kursi dan meja, semua terbikin
dari kayu garu yang halus dan bagus urat-uratnya, yang
buatannya indah. Diatas meja ada sebuah pot bunga anggrek,
yang bunganya putih dan merah serta harum baunya.
Baru mereka masuk dalam kamar itu, atau dari kamar
sebelah terdengar teguran- "Siapa lancang memasuki guha?"
Kata-kata itu disusul munculnya seorang yang gerakannya
lincah. In Gak segera melihat seorang muda dengan muka putih
dan tampan, alisnya tebal. cuma satu cacadnya, yalah satu
kerutan di ujung matanya, bajunya panjang dan menjadi luar
biasa sebab baju itu mengkilap disinar mutiara, sinarnya yang
berwarna lima rupa menyilaukan mata.
Begitu anak muda itu melihat Ham Eng dan cong Seng
alisnya terbang, terus dia
"Aku menduga saudara Bek dan Yang congkoan akan tiba
besok tengah hari tak tahunya kamu datang sekarang" dia
kata, Lalu dia mengawasi In Gak sebentar, untuk menoleh
pula pada siorang she Bek dan menatap:
"Siapakah tuan ini" Adakah dia sahabatmu saudara Bek?"
Ham Eng bersenyum. "Saudara ini saudara Khouw Ban, aku menemui dia
dilembah," ia menyahut "Saudara Khouw membilangi aku
bahwa ia lagi mencari satu orang, ketika aku tanya siapa
orang itu, ia tidak menyebutkan she dan nama nya, maka itu
aku menduga mungkin dia lagi mencari kau, adikku, jadinya
kau tidak kenal dia?"
Anak muda itu tidak menjawab, hanya mengawasi In Gak,
mendadak dia kata bengis, "Siapa itu yang kau lagi cari"
1587 jikalau kau berani mendusta, aku pasti akan menbikin kau
pergi keneraka dengan beriepotan darah"
In Gak tertawa dingin, dengan tajam ia menatap orang itu.
"Perduli apa kau aku mencari orang itu?" sahutnya tawar,
"Apakah kau kira kau berhak mengurusnya" Aku pula tiada
niatku kemari adalah ini saudara Bek yang mengajak orang
jumawa segagah kau tidak ada pandangan mataku Aku pun
tak sempat melayani kau"
Maka ia berpaling pada Bek Ham Eng, untuk melanjut
berkata, "Saudara Bek, aku berterima kasih untuk kebaikan
kau ini, jikalau lain ketika ada jodohnya, aku akan
mengunjungi kau untuk menghaturkan terima kasihku"
Tajam kata-kata itu, yang bernada teguran, In Gak merasa
ia seperti dipinjuk memasuki guha itu, setelah mengucap itu ia
bertindak pergi. Sekonyong-konyong sianak muda penghuni rumah tertawa
nyaring, disusul kata-katanya ini tajam. "Guhaku ini mudah
untuk di-masuki tetapi sukar untuk ditinggalkan pergi. Maka
itu aku kuatir sulit untuk kau pergi keluar." Suara tertawa itu,
kata-kata itu, mendatangkan rasa seram.
In Gak terkejut, ia lantas berpaling, ia sekarang melihat
jalanan beda daripada jalanan yang semula, yang tadi ia
masuki, jalanan menjadi banyak sekali, Kata ia dalam hatinya.
"Gua ini benar aneh, inilah mirip sebuah tempat rahasia jikalau
aku terkurung disini, gagal urusanku, Sayang..."
Lantas ia berpikir pula. "Kenapa aku tidak mau bekuk
pemuda ini, untuk memaksa dia menunjuki aku jalan keluar?"
Maka itu, ia bertindak balik, Begitu ia menindak d lambang
pintu, cong Seng menyambut dengan tikaman pedang, sedang
Ham Eng bersama sianak muda yang tidak dikenal itu,
menolak dengan berbareng, sepasang tangan mereka masingmasing
besar sekali tenaganya, ia menjadi kaget sekali.
1588 Biarnya ia liehay, di sambut secara begitu, tak sanggup ia
bertahan, Maka itu, ia berlompat kesamping.
Si anak muda terjerunuk ke depan, ia tidak dapat
mempertahankan diri karena sebatnya In Gak bergerak
mundur dengan tindakan Hian Thian cit seng Pou.
Tengah In Gak hendak menggunai jurus Hian Wan Sip-pat
Kay, guna menyerang tiba-tiba ia mendengar teguran, "Eh,
bagaimana kau?" Lalu satu bayangan putih berkelebat di
antara mereka. "Hm" bersuara sianak muda, yang lantas lompat mundur
tujuh kaki. In Gak lantas melihat seorang nona d engan pakaian serba
putih, yang romannya cantik bagaikan dewi, kulitnya pun putih
sekali. Nona itu mengerutkan alis, dia kata pada sianak muda
"Apakah orang ini bermusuh denganmu" Kenapa kau
menggunai pukulan Lui Teng ciang-hoat" Makin lama kau
makin menyebalkan. Nanti aku memberitahukan hal ini pada
ayah" "Lui Teng ciang-hoat" yalah pukulan "Geledek. Si anak
muda tertawa tawar. "Adik Lui, kau tidak tahu..." katanya.
"Tak usah kau menyebutkannya" memotong nona itu.
"Adikmu telah mendengarnya semua"
Bek Ham Eng menghampirkan satu tindak.
"Adik Lui" ia menyapa tertawa. "Baru satu tahun kau tidak
terlihat, kau nampak semakin manis"
Si nona bersenyum, ia tidak menyahuti, hanya menanya:
"Mana aku punya engko Giok" Kenapa dia tidak datang" Pada
tiga bulan yang lalu aku telah memesan kata-kata padamu,
apakah kau menyembunyikan dan tak menyampaikannya
kepadanya?" "Tiga bulan yang lalu Louw Siauwhiap telah datang kemari,
Apakah nona tidak bertemu dengannya?"
1589 Itulah perkataannya Yang cong Seng yang mendahului
majikannya. Sementara itu Ham Eng menyahuti, agaknya dia gelisah
"Sebenarnya adik Giok telah
mesti datang kemari pada tiga bulan yang lalu, apa mau
mendadak ada urusan penting yang mencegah padanya: Aku
pun duga dia bakal segera sampai disini...
In Gak melirik kepada semua orang didalam guha itu. ia
melihat sinar matanya sianak muda berbaju putih ketika
sinona menyebut "engko Giok" itulah sinar kejelusan, ia belum
tahu duduknya hal tetapi merasa bahwa ia sudah dapat
menerka tiga bagian- ia mau meneruskan maksudnya
menangkap anak muda itu ketika sekonyong-konyong mutiara
didalam ruang itu menjadi gelap dan ruang bagaikan berputar.
Dalam sekejab saja ia berada dalam kegelapan hingga ia
sukar bernapas, "Ah." ia berkata, menyesal dan masgul,
tubuhnya menyender ditembok batu. ia putus asa, ia juga
mendongkol dan gusar. Maka pikiran menjadi sangat ruwet, ia lantas ingat sikapnya
Bek Ham Yang dan Yang cong Seng: ia jadi membenci mereka
itu, Mengenai cong Seng ia merasa bahwa sikapnya sedikit
keterlaluan Kecuali gelap. ruang dimana ia berada, In Gak rasai
hawanya panas menambah ruwetnya pikiran, ia lantas
menjadi nekad, maka perlahan lahan ia mengangkat kedua
tangannya, berniat dengan jurus ke-empatbelas dari Bie Lek
sin-Kang mencoba menggempur tembok guha itu.
Belum lagi ia menyerang mendadak telinganya mendengar
suara perlahan, suara menghela napas. coba ruang tak
sesunyi itu sukar ia mendengarnya.
---ooo0dw0ooo-- 1590 Jilid 30 : Biang keladi pembunuh ayah...
DENGAN lantas In Gak berpikir, matanya mengawasi
kearah dari mana suara itu datang. ia belum sampai melihat
apa-apa, sekonyong-konyong ruang itu menjadi terang seperti
tadi, Didepannya berdiri si nona baju putih, tangannya
memegang sebuah mutiara sebesar leng-keng, Dengan begitu
ia melihat ruang jalan ruang tertutup tanpa jalan keluar.
Sinona dengan suara berduka, lantas berkata. "Apakah kau
hendak mengerahkan tenagamu menggempur kamar batu ini"
itulah tidak ada gunanya sekalipun orang yang jauh ter-liehay
daripadamu tak ada yang sanggup melakukannya dengan
berhasil." In Gak heran, sampai ia tercengang.
"Nona, apa kau bilang?" ia menegaskan. Si nona terlihat
masgul "Apakah benar-benar kau tidak tahu?" dia bertanya
menghela napas, "Gua ini yalah gua buatannya cukat Bu
Houw di jaman Han yang dibikin menurut garis-garis Pat-Kwa,
hingga orang sukar memasukinya dan sulit untuk keluar lagi
dari sini, ini dia yang dinamakan chong Kuo Tong, gua tempat
menyembunyikan pasukan tentara.
Di jaman kacaunya tiga negara bagian, cu-kat Bu Houw
menginsafi sulitnya lalu lintas atau perhubungan, mana ia
menyiapkan gua ini sebagai tempat menyimpan, Katanya
dilembah sekitarnya sini ada sembilan gua semacam ini, yang
masing-masing berbeda bangunannya, tapi selama beberapa
tahun cuma kedapatan dua, dan inilah satu diantaranya. Yang
lainnya berada di Poan liong Kiap di cui In Long..."
In Gak terperanjat mendengar disebutnya Poan liong Kiap
dan cui In Long itu. "Apakah gua di Hoan liong Kiap itu ada orang yang
mendiami?" ia tanya cepat, Nona itu mengangguk perlahan.
"Bukan saja ada penghuninya bahkan dialah musuh dari
tong-cu disini," ia menyahut Tong-cu yalah majikan atau
1591 pemilik gua, "Tongcu dari Poan liong Kiap bertubuh kurus
kering seperti sebatang bambu, kepalanya lanang bersinar
kebiru-biruan, romannya sangat menakuti, sebaliknya
tabiatnya halus dan ramah-tamah..."
In Gak heran berbareng bersyukur, Tidak ia menyangka
akan mendengar hal Poan liong Kiap dari nona ini. ia juga
menanya tentang letaknya selat Poan liong Kiap itu disebelah
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mana cui In Long, atau sinona sudah berkata pula:
"Lantaran Kin Teng Hui dan Bok In bermusuhan satu
dengan lain, maka kau disangka sebagai orang suruhannya
pihak sana. Lantaran itu kau dikurung disini..."
In Gak heran- Dari girang, ia menjadi mendongkol, jadinya
benar telah memincuknya dan sekarang ia dipenjarakan"Nona mendengar kata katamu ini masih ada yang kurang
jelas bagiku," katanya kemudian ia mencoba berlaku sabar,
"Siapa itu Kin Teng Hui" Siapa itu Bok In" Kenapakah mereka
itu berdua bermusuhan satu pada lain?"
Nona itu mengangkat tangannya, untuk menyingkap
rambutnya naik, ia bersenyum.
"Kenapa kau agaknya tolol?" dia kata, "Kin Teng Hui yalah
majikan dari goa ini dan Bok In majikan dari Poan liong
Kiap..." "Apakah Kin Teng Hui yalah pemuda dengan alis
gompyok?" "Bukan," nona itu menyahut seraya menggeleng kepala,
"Dialah ayahnya, permusuhan di antara mereka itu sudah
mulai sejak belasan tahun yang lampau. Ah, apakah perlunya
itu" sebenarnya aku bersimpati kepada Bok In. Dia berlaku
jujur tetapi kejujuran itu tidak diterima pihak sini, nampaknya
mereka disini belum puas sebelum Bok in terbinasakan-"
In Gak tetap tidak mengarti, "Nona, urusan apakah itu yang
menyebabkan permusuhan mereka?"
1592 Dengan matanya yang jeli sinona mengawasi pemuda
didepannya, ia agak heran orang meminta penjelasan
demikian mendesak. tetapi akhirnya ia tertawa.
"Aku ketahui itu cuma dari mulutnya Kin Teng Hui," ia
menyahut. "Pada belasan tahun yang lalu itu, dalam Rimba
persilatan muncul seorang kosen luar biasa, yang sangat jujur,
hingga dia benci kejahatan seperti benci musuhnya. Dia gagah
sekali. . " Selagi mengucapkan itu, agaknya nona ini mengagumi
sekali orang kosen luar biasa yang ia sebutkan itu, Habis itu,
bukannya ia melanjut penuturannya, seperti yang heran
sekali, tiba-tiba ia menanya: "Kau seperti tidak kesusu mau
keluar dari guna ini?" In Gak terbengong.
"Sudah tentu aku ingin lekas-lekas keluar dari sini,"
sahutnya, "cuma aku masih ingin mendengar keterangan kau
perihal permusuhan mereka itu, siapakah orang kosen yang
luar biasa itu?" "Dialah Twie-Hun-Poan Cia Bun." Mendengar disebutnya
nama ayahnya mendadak In Gak merasai matanya gelap.
seperti bumi terputar, bagaikan guntur berbunyi. ooooooo
BAB 27 "Eh, kau kenapakah?" sinona tanya terkejut. Tubuh orang
limbung. "Tidak apa-apa" In Gak menyahut tertawa "Silakan
nona melanjuti," Nona itu melanjuti "Cia Bun itu bersaudara seperguruan
dengan Bok In dan Peng Ko, oleh karena mereka berguru
kepada satu orang, Cia Bun yalah yang tertua, Setelah guru
mereka menutup mata, ketiga saudara itu turun gunung
dengan berpencaran. Cia Bun bersendirian, dia menghukum
dan membunuh orang-orang Rimba persilatan yang buruk. dia
membikin takut sangat padanya, Berbareng dengan itu, dia
pun mengumpul dendam. Bok In bersama Pheng Ko masuk dalam dunia Rimba Hijau,
mereka hitam makan hitam, mereka juga menadah dan
mengumpul barang-barang gelap. Kemudian Cia Bun
1593 mendapat tahu perbuatan kedua adik seperguruan itu, dia
gusar sekali, dia datang menyateroni.
Bok In dan Pheng Ko ditotok tujuh jalan darahya,
ilmusilatnya dimusnahkan sebagian. Karena ada saudarasaudara
seperguruan, jiwa mereka dikasih hidup supaya
mereka dapat merobah kelakuan, Karena itu Pheng Ko
bersakit hati kepada kakak seperguruan itu. Kemudian ia
berdua Bok In pulih ilmusilatnya, kedua lantas bersumpah
menuntut balas. Mereka tahu Cia Bun dibenci banyak orang kaum sesat dan
lurus juga, orang dari pelbagai partai, lantas mereka
mengumpul kawan, Secara rahasia mereka merencanakan
penyerangan gelap. Semua orang yang turut ambil bagian
diharus memakai topeng supaya satu dengan lain tidak saling
mengenali. Demikian Cia Bun diarah, dikuntit, sampai di-tepi telaga
Tong Teng barulah dia kena dikepung"
Bercerita sampai disitu, nona itu tertawa, "Seharusnya Cia
Bun dan putranya terbinasa, karena penyerang-penyerangnya
itu kaum persilatan kelas satu dan kelas dua," ia melanjuti
sejenak kemudian- "Akan tetapi kenyataannya diluar dugaanBok In itu, setelah ditotok Cia Bun, lantas insaf atas
perbuatan perbuatannya yang keliru. Tapi dia mengerti, tidak
dapat dia mencegah Pheng Ko membalas dendam, maka itu
dia turut sepak terjangnya Pheng Ko itu dengan berpura-pura,
selalu dia berdaya secara diam-diam menolongi Cia Bun.
Selama dalam penguntitan sampai di Tong Teng ouw.
setahu berapa banyak penjahat yang dibinasakan Bok In.
Demikian dalam pengepungan ditepi telaga itu, Bok In
membuka satu jalan supaya Cia Bun lolos bersama anaknya,
Mayat-mayatnya si orang tua dan anak kecil digunung Bu
Kong San juga Bok In yang mengaturnya.
Rahasia itu dipegang keras oleh Bok In, sampai pada tiga
tahun yang lalu dia membocorkannya sendiri diluar
keinginannya itu waktu diantara mereka berdua terjadi
perselisihan, lalu habis menenggak banyak air kata-kata
1594 sampai dia mabuk. dia ngoceh tidak keruan, dia membuka
rahasianya sendiri. Pheng Ko gusar sekali. Dua saudara seperguruan itu lantas
bertempur. Kesudahannya Pheng Ko terlukakan parah, Ketika
itu Kin Teng Hui menyaksikan pertempuran itu, Dia menegur
Bok In, katanya Bok In menjual kawan, Lantas dia dihajar Bok
In sampai patah tujuh tulang rusuk-nya. Begitulah berdua
mereka jadi bermusuhan. Demikian keteranganku kau
tentunya puas sekarang"
In Gak diam berdiri dengan menjublak. la tidak menyangka
jiwanya telah ditolongi Bok In. setelah sinona menutup
ceritanya itu, baru ia sadar la lantas menjura untuk
menghaturkan terima kasih, ia kata: "Nona, aku sangat
berterima kasih padamu, sebenarnya Cia Bun ialah ayahku,
sekarang aku nrnta nona menunjuki aku di bagian mana dari
Cui In Long letaknya Poan liong kip. Budi ini tidak nanti aku
lupakan-" Nona itu terperanjat dengan mementang lebar kedua
matanya, ia menatap pemuda di depannya itu.
"Oh, kiranya kau.." katanya, Tapi mendadak sinar matanya
menjadi guram, agaknya dia menyesel dan penasaran
"Aku juga tidak ketahui letaknya Poan liong Kiap." katanya
perlahan "Engko Giok ketahui itu, hanya sayang dia telah
dicelakakan Kin Bun liong..."
Lantas sinona tergenang air matanya. In Gak heran"Bukankah tadi Bek Ham Eng bilang dia mempunyai urusan
dan sudah pergi ke Hok-kian?" ia kata "Dan Kin Bun Long,
siapakah dia?" Nona itu tunduk. "Cara bagaimana kau dapat mempercayai Bek Ham Eng?"
ia balik menanya perlahan, "Yang benar yalah Yang cong
Seng. Engko Giok itu seorang jujur, dia sangat mencintai aku,
jikalau dia bilang mau datang, pasti ia tidak bakal ke lain
tempat, Maka aku menduga tentulah dia sudah dianiayai Kin
1595 Bun liong. Apakah kau belum dapat menerka siapa Kin Bun
Long itu?" Kali ini air matanya sinona mengucur turun, menetes jatuh
ke tanah. In Gak jadi terharu, ia bersimpati dan berkasihan terhadap
ini nona yang polos, ia sekarang bisa menduga siapa Kin Bun
Long. "Nona, jangan berduka," ia kata, menghibur "Aku mau
percaya engko Giok kau itu bernasib seusai ini, yaitu dia sudah
kena dikurung Kin Bun Long di dalam salah sebuah kamar
batu disini..." Belum berhenti suaranya sipemuda, atau si-pemudi nampak
menjadi girang. "Ah, mengapa aku tidak ingat sampai disitu," katanya
gembira, "Sekarang kau bantulah engko Giok meloloskan diri,
nanti aku minta dia mengantarkan kau ke Poan liong Kiap"
In Gak mengawasi nona itu.
"Apakah sekarang Bek Ham Eng dan Kin Bun Long masih
didalam ini gua?" katanya, "Asal dia dapat menunjuki aku
jalan keluar ini, aku nanti rintangi mereka, nona sendiri boleh
pergi mencari dan menolongi engko Giok."
Sinona girang benar benar, hingga ia dapat tertawa.
"Mereka telah ikut Kin Teng Hui ke Poan liong Kiap." ia
kata. "Kau cuma perlu menghalang-halangi orang-orang Kin
Teng Hui. Gua ini diatur menurut garis-garis Pat Kwa, maka itu
untuk keluar dari sini orang cuma perlu kenal seng-mui yaitu
pintu hidup, jalannya yalah, kekiri tiga tindak ke kanan tiga
tindak, lantas tidak ada rintangannya lagi, Mari turut aku"
Tanpa malu-malu, nona itu mengulur tangan untuk
mencekal dan menarik tangan sipemuda, yang ia ajak
menyeploskan diri disebuah renggangan tembok.
In Gak baru merasa heran atau ia lantas mendapatkan
cahaya terang, itu berarti ia sudah keluar dari dalam kamar
1596 rahasia itu, Dan ia berada pula dalam kamar dimana tadi ia
berada bersama Bek Ham Eng bertiga.
Diam-diam ia tertawa sendirinya, ia mengagumi cukat Bu
Houw untuk gua rahasianya ini, Maka sayanglah orang pandai
itu keburu mati hingga dia tak berhasil menunjang terus pada
Lauw Pie. Si nona berjalan urus, In Gak tetap mengintil dibelakang,
Kecuali memperhatikan tindakan-nya, ia pun berjaga jaga kalau-kalau ada
penyerangan gelap dari orangnya Kin Teng Hui.
Benar-benar saja, berjalan kekiri dan kanan puluhan
tombak jauhnya, mendadak mereka melihat munculnya dua
orang bertubuh besar secara tiba-tiba. Mereka itu mencekal
masing-masing sebatang golok besar, Mereka pun
mengenakan pakaian seragam. "Nona Liu mau pergi kemana?"
tanya yang satu. Keduanya belum melihat In Gak ada bersama
sinona. Nona itu mencibirkan mulutnya, "Nonamu mau pergi
kekamar batu Gadis Kam untuk melihat engko Giok" Ia
menyahut. "Apakah kamu mau menguasai aku?"
Dua orang itu kaget, mereka heran kenapa si nona ketahui
halnya si "engko Giok" itu, Lantas mereka nampak serba
salah, Kemudian yang satu sambil mengasi tangannya turun
lurus, berkata sabar: "Bukannya aku menghalang-halangi
nona, tetapi kami mendapat perintah dari tongcu yang
melarang siapa pun masuk kedalam kamar itu..."
"Plok" demikian satu suara nyaring, danpipi kanannya
orang itu menjadi merah akibat gaplokan yang memberi rasa
sakit dan panas, yang membekas merah-bengap. "Ngaco"
sinona berseru, "Apakah kau dapat merintangi aku?"
Lantas dengan satu gerakan yang lincah nona itu sudah
melewati dua orang itu. In Gak heran dan kagum, ia tidak
pernah menyangka sinona demikian gesit.
1597 "Nona, aku minta sukalah kau berhenti" kata orang yang
kedua, Dengan membawa goloknya, dia menyusul, "maafkan
aku" Orang yang digaplok itu, dengan roman bengis, mengawasi
In Gak. Dia rupanya hendak menumplaki kemarahannya
terhadap pemuda ini. In Gak bersenyum, Begitu ia bergerak begitu ia melewati
orang itu. Tapi orang itu gusar dan lantas menyerang dengan
goloknya yang besar. celakalah dia karena serangannya itu,
tiba-tiba dia merasakan sakit pada pinggangnya, terus
tubuhnya roboh" Kawannya, yang menyusul sinona, mendengar suara tubuh
roboh itu, dia menoleh, tapi justeru baru dia berpaling itu,
jalan darahnya-jalan darah kie-bun-telah lantas kena totok
sipemuda hingga tanpa membuka suara lagi, dia pun roboh
terguling. Sinona berhenti berlari dan menoleh ketika dua kali ia
mendengar suara roboh saling susul itu, lantas ia tertawa dia
kita sambil bersenyum: "Benar katanya Bek Ham Eng ilmu
silatmu liehay sekali. Mulai dari sini sampai kesebelah dalam
masih ada enambelas orangnya Kin Teng Hui, karena
seumurku aku paling takut membunuh orang, kau saja yang
bereskan mereka itu."
In Gak bersenyum. "Kau majulah, nona, menunjuki jalan" ia kata, "Kalau ada
pula yang merintangi, nanti aku yang mewakilkan kau turun
tangan-..." Tiba tiba dari samping mereka terdengar suara yang
mengejek dan seram terdengarnya: "Nona Liu, hatimu busuk
sekali Kenapa kau mengajak orang luar datang kemari
menentang kami si orang tua semua?"
Kata-kata itu diakhiri dengan tertawa dingin lantas
muncullah enam orang, yang terdepan yalah seorang bermuka
1598 merah seperti kepiting di-rebus, jenggotnya merah juga dan
panjang, matanya bercahaya sangat tajam. Mereka muncul
dengan tiba-tiba tetapi dia bertindak perlahan-lahan.
Nona Liu tidak menjadi kaget atau takut, sebaliknya dia
tertawa geli. "Paman Cu, mengapa kau menyesatkan keponakanmu?" ia
berkata, "Kau pun mengatakan kau paling menyayangi aku,
tetapi engko Giok dikurung selama tiga bulan, kau
membiarkannya, kau tega tidak memberitahukan aku..." orang
tua itu melengak. Lantas ia menghela napas.
"Aku bukannya tidak mau memberitahukan kau, nona," ia
berkata, menyesal "Tentang hatinya tongcu muda, kau lebih
ketahui daripada aku, jikalau aku memberitahukan kau,
akibatnya jelek, bahkan ada kemungkinan jiwanya Cui Si Giok
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nanti terbang melayang. Kau tahu, Selama tiga bulan ini aku
sudah berdaya keras menolonginya."
Ia batuk-batuk dua kali, Lantas ia tertawa dan kata pula:
"Karena nona sudah ketahui tentang si Giok itu, baiklah aku
situa tidak mau menutup lebih lama lagi. Kalau nona mau
bertemu sama si Giok, boleh sekali, asal kau tunggu
kembalinya tongcu. nanti aku bicara kepadanya minta si Giok
dimerdekakan- Sekarang nona, kau masuklah sendiri" Kata
kata itu berarti merintangi In Gak.
Pemuda ini telah memperoleh banyak pengalaman
mendengar suaranya orang tua muka merah ini, apapula
mendengar suara batuk" batuknya ia sudah lantas menduga
situa ini pasti telah mengandung maksud busuk terhadap
Nona Liu. Sinona tertawa mendengar perkataan orang yang ia
panggil Paman cu itu. "Baiklah keponakanmu akan masuk" ia
berkata terus ia mau bertindak.
"Nona, tahan dulu" In Gak mencegah. "Apakah kau tidak
takut di tipu " Siapa tahu jikalau engko Giok kau itu dijadikan
umpan?" Nona itu melengak. 1599 "Benar," pikirnya, "Engko Giok lihay tak kalah dari Bun liong
kalau dia bukan ditipu mana bisa dia kena ditahan". Maka ia
menunda menindak. Si orang tua terkejut, parasnya berubah, dengan satu kali
mengenjot tubuh, dia sudah melewati sinona, untuk berdiri
didepan sianak muda. "Kau siapa?" ia membentak "Kau lancang masuk kedalam
gua ini, mampuslah bagianmu Lebih celaka kau juga sudah
membujuki nona Liu berontak. Mari serahkan jiwamu" Lantas
tangan kanannya melayang kedada sianak muda, Hebat
serangannya itu. "Hm" In Gak bersuara, tubuhnya berkelit kekiri, lalu selagi
tangan penyerangnya lewat, ia menggeraki lima jari tangan
kirinya, untuk menyamber tangan itu.
orang tua itu terkejut, menyaksikan orang demikian gesit
dan lihay. ia lantas memasang kuda kudanya, tangan
kanannya itu diputar, untuk berbalik menangkap tangan
pemuda itu. Dia pun lihay.
In Gak telah menggunakan Hian Wan Sip-pat Kay, maka itu
dengan cepat ia bisa menarik pulang tangannya itu, untuk
segera dipakai menyerang pula.
Si orang tua kembali terkejut, Serangan membalasnya itu
gagah Tapi sekarang dia terkejut dua kali, Diluar dugaannya,
sambaran si pemuda yang kedua kali telah memberi hasil, lima
jarinya kena mencari jalan darah kek-coan, Dia menjadi
sangat kaget, Segera dia merasai separuh tubuhnya kehabisan
tenaganya, tak dapat dia berdaya pula bahkan dengan tubuh
menggigil dia merintih. In Gak tertawa, lima jari tangannya itu dilepaskan, tetapi
menyusul itu, sebagai ganti-nya, dia menotok terus ke jalan
darah ingtouw didada si orang tua, Sambil menotok itu dia
kata dingin: "Lekas kau ajak sinona membebaskan Cui
Siauwhiap, jikalau kau berani mengerahkan tenaga dalammu,
1600 semua anggauta dalam tubuhmu bakal tergerak, kau nanti
mengeluarkan darah dari mata hidung mulut dan lainnya
lubang ditubuhmu. Dengan begitu kau masih belum bisa lantas mampus,
hanya tubuhmu bakal ciut ringkas menjadi seperti tubuh bayi,
hingga kau mesti menderita sangat. Kau pasti ketahui
hebatnya totokan Souw-im Hiat-meh"
Semangatnya orang tua itu terbang, apapula ketika ia
melihat anak muda itu berlompat kepada kawannya, yang tua
dan muda, menyusul mana mereka itu pada menjerit
kesakitan, semuanya roboh saling susul tanpa mereka itu
sanggup membela diri. "Nona Liu, silahkan turut aku" ia kata pada sinona, Ketika ia
berkata itu, suaranya lemah, air matanya menetes turun,
rupanya ia sangat menyesal.
Si nona telah menyaksikan kepandaiannya pemuda itu, ia
kagum bukan kepalang, ia tertawa dan berkata: "Aku tidak
sangka kepandaian kau melebihkan kepandaiannya engko
Giok" Habis itu baru ia ikuti siorang tua, yang bertindak
terhuyung-huyung. In Gak kagum mendengar suara sinona, ia berpikir: "Dia
memandang engko Gioknya mirip malaikat, inilah hebatnya
asmara" Dilain pihak ia sendiri jeri terhadap asmara seperti
orang takut ular atau kala. Karena ini, ia menghormati sinona,
ia lantas bertindak mengikuti Selagi berjalan itu dan melihat
tubuh sinona bagian belakang, ia menjadi membayangi Kouw
Yan Bun, Tio Lian cu, Kang Yauw Hong dan lainnya... Lalu ia
menghela napas. Tanpa merasa, ia telah ikuti si orang tua dan sinona sampai
disebuah kamar batu. Di sana mendadak ia mendengar
jeritannya nona Liu. Baru sekarang ia sadar. Maka ia melihat
nona itu sudah menubruk seorang muda dengan baju biru,
yang dia peluki sambil ia menangis sedih sekali.
1601 Orang muda itu kusut rambutnya, mukanya sangat pucat
akibat kurungan selama tiga bulan, romannya sangat kucai,
akan tetapi semua itu tidak melenyapkan romannya yang
tampan- Si orang tua tidak sanggup bertahan, dari menyender
ditembok batu dia roboh terkulai sendirinya dikaki tembok itu,
mukanya meringis, menandakan dia menderita hebat dari
totokan In Gak. Karena ia merasa pasti pemuda itu Cui Si Giok adanya,
sambil bersenyum In Gak lantas berkata, "Nona Liu, Cui
Siauwhiap telah dapat ditolongi, kau harusnya bergirang, Aku
harap kau lekas memberitahukan hal permintaanku
terhadapnya." Nona itu berhenti menangis, dengan mata merah," ia
menoleh kepada sianak muda, Kemudian ia berbisik pada si
engko Giok. Pemuda itu mengasih dengar suara tak tegas, terus ia
berbangkit untuk menghampirkan In Gak ia menjura seraya
berkata lemah, "Kau telah menolongi aku, saudara, aku sangat
berterima kasih kepada kau. jikalau kau memerlukan
bantuanku si orang she Cui, aku bersedia untuk menuruti
segala perintahmu." ia lantas melihat si orang tua, maka ia
kata keras dan dingin- "Bangsat tua kau toh ngalami juga kejadian seperti ini hari"
ia lantas menggeraki tangannya, untuk dimelayangkan.
orang tua itu sudah tidak berdaya, matanya pun kabur,
maka itu, ketika ia menerima serangan itu, lantas ia
memuntahkan darah hidup, terus jiwanya melayang pergi.
Habis menyerang itu, muka Si Giok pun menjadi bertambah
pucat, suatu tanda dia lelah menggunai tenaga berlebihanMenampak demikian, In Gak lantas memberikan sebutir pil
sembari ia kata. "Cui Siauwhiap kau lemah sekali, tidak dapat
kau menggunai tenaga, pil ini bukan pil dewa tetapi ini akan
membantu memulihkan kesehatanmu silahkan kau makan"
1602 Si Giok sangat terharu, ia mengulur tangan menerimanya.
"Bersama nona Liu aku hendak berkemas," ia kata
kemudian, "Disini juga masih ada beberapa orang jahat,
bersama nona Liu hendak aku membereskan mereka, agar
dibelakang kali mereka tidak menjadi ancaman bencana lagi.
Harap siauwhiap menanti sebentar, setelah itu aku akan antar
kau ke Poan liong Kiap."
"Silahkan," In Gak berkata, "Baiklah kita jangan menyebutnyebut
siauwhiap lagi, mari kita menjadi kakak dan adik
sekarang aku mau pergi keluar, untuk menantikan kamu di
sana," Mendengar itu, sinona tertawa. "Dapatkah kau keluar?"
tanyanya manis. In Gak melengak. tapi segera ia berkata. "Bukankah tadi
nona telah memberitahukan aku halnya guha ini berdasarkan
garis-garis Pat Kwa" Aku percaya aku akan dapat berjalan
keluar." Ia memberi hormat, segera ia berlalu dengan cepat, ia
menanti cuma kira setengah jam lantas ia melihat si Giok dan
nona Liu bertindak keluar sambil berendeng.
Setelah membersihkan diri dan menukar pakaian, pemuda
tampan sedang bibirnya merah seperti dipakaikan yanci,
Hingga dia sebanding kalau dibandingkan dengan In Gak. Dia
sembabat sekali berdampingan dengan nona Liu, yang botoh,
yang tak hentinya bersenyum manis.
"Kamu berdua pasangan yang sembabat sekali," In Gak
kata, "semua kamu merupakan bulan purnama, bunga indah,
burung hong dan burung loan yang berbunyi berbareng"
Si Giok likat tetapi dia tertawa, Sinona melirik In Gak, dia
bersenyum jengah, In Gak juga bersenyum.
Maka itu dengan riang gembira mereka meninggalkan gua
itu, menuju kekota Kiamkok, Ditengah jalan, kedua pemuda
lantas saja cocok satu dengan lain, banyak yang mereka
bicarakan Karena ini In Gak ketahui, gurunya Si Giok
1603 sahabatnya Kin Teng Hui setelah guru itu menutup mata, dia
ditumpangi pada orang she Kin itu, hingga dia memandang
Teng Hui seperti gurunya juga.
Si nona Liu cui Pin namanya, pernah keponakan Kin Teng
Hui, maka dengan Kin Bun liong dia pernah misan, Bun liong
menyukai misan ini tapi cui Pin mencintai Si Giok. maka itu dia
tidak mendapati muka dari sinona, hingga dia menjadi jelus,
sampai diakhirnya dia dapat ingatan jahat.
Begitulah Si Giok diakali, dimasuki kedalam kamar rahasia
itu, untuk di siksa hingga mati sendirinya, kecuali dia suka
menyerahkan cui Pin- Dia pikir kalau dia sudah menikah sama
sinona, Si Giok ini tentu tidak berdaya lagi, itu waktu dia
barulah mau membebaskannya. Dia telah memikir baik,
rencananya itu sudah dijalankan, tak tahu akhirnya, datang In
Gak. maka hancur leburlah rencananya itu.
In Gak menghela napas, ia sampai tidak sempat
memperhatikan keindahan alam disekitarnya, sedang Kiam
Bun San ada satu antara enam gunung terkenal didalam tanah
Siok yalah propinsi Su-coan. ia kata: "Belum pernah aku
mencicipi hari-hari yang tenang, maka jikalau telah selesai aku
menuntut balas, hendak aku mencari satu tempat yang
tersembunyi disini untus membangun gubuk. guna aku tinggal
menyendiri dengan tenteram dan aman..."
Si Giok tertawa. "Itulah gampang asal orang dapat menyingkirkan nama"
katanya, "Mudah untuk mengatakannya, sulit untuk
mewujudkannya," kata In Gak yang kembali menghela napas,
"Jikalau dapat kita meniup seruling diantara siliran sang angin
dan menabuh kim dibawah pancaran bulan bulan purnama, itu
barulah penghidupan yang aman dan berbahagia."
Si Giok tahu orang bernasib malang semenjak kecil, ia
dapat mengerti kedukaannya sianak muda, ia bersenyum. Lalu
ia menukar haluan bicara. Ia menunjuk kepada mega yang
indah dan tempat-tempat terkenal diwilayah itu terutama
1604 kepada keindahannya Kiam-kwan, indah tetapi berbahaya
sebab itulah tempat penting di waktu perang.
Demikian sambil berbicara mereka melanjutkan perjananan
dengan cepat Dari Kiam-kwan ke kecamatan Kiam-kok
perjalanan ada delapan puluh lie lebih, jalannya sukar, maka
itu diwaktu magrib barulah mereka bertiga sampai dikota Kiam
kok itu. "Aku mempunyai seorang sahabat lagi menantikan aku di
rumah penginapan" In Gak memberitahu, "Dia, asal penjahat
tetapi sekarang sudah insaf, maka itu apakah kamu berdua
suka menemui dia?" "Tentu" sahut Sie Giok, cepat dan sambil bersenyum.
"Siapa dapat merobah cara hidupnya yalah seorang yang
cerdas dan kuat hatinya maka itu suka aku bertemu
dengannya" In Gak mengangguk. lalu dengan tindakan perlahan ia
mengajak dua kawannya memasuki rumah penginapan
Jongos mengenali pemuda kita, dia menyambut dengan
manis. "Tetamu she Leng itu sudah menantikan selama satu
hari," kata ia tertawa, "Dia tak bernapsu dahar dan minum,
nampaknya hatinya sangat tidak tenang rupanya dia berkuatir
untuk kau, tuan." In Gak mengangguk tetapi didalam hati ia berpikir keras ia
menduga-duga apa mungkin kawannya itu telah bertemu
dengan Pheng Ko semua hingga dia menjadi berkuatir.
Jongos tadi masuk kedalam sambil berlari-lari guna
mengasi kabar pada Leng Hui, maka itu ketika In Gak bertiga
tiba didalam Song-bun Kiam-kek sudah menanti dipekarangan
dalam, kumis yang panjang memain diantara tiupan sang
angin. "Kau menderita satu hari, siauwhiap. sebaliknya aku
bermalas-malasan disini," katanya bersenyum.
Walaupun cuaca sudah guram akan tetapi In Gak masih
dapat melihat sinar mata orang yang tidak tenang, sedang
1605 alisnya kawan itu berkerut ia menduga Leng Hui mesti
mempunyai kabar penting, ia tidak segera menanyakan hanya
dengan tenang ia bertindak kedalam, Lebih dulu ia
perkenalkan ketiga orang itu dan menyuruh jongos lekas
menyediakan barang makananLeng Hui mengawasi In Gak agaknya dia masgul.
"Beberapa hari lamanya aku menjelajah tanah perbukitan,
sayang aku masih belum berhasil mendapatkan poan liong
Kiap." katanya kemudian.
"Jangan berduka, Leng Losu," In Gak menghibur, "Saudara
Cui ini telah mengetahuinya bahkan telah diketahui juga siapa
penghuninya." Pemuda ini lalu memberikan penjelasannya. Hanya sekejab
itu, Leng Hui menjadi girang sekali.
"Syukur, siauwhiap." katanya "Aku memberi selamat yang
kau telah mengetahui hal musuhmu, semoga kau berhasil
dengan tuntutan pembalasanmu pantas dulu-hari itu aku
melihat Bok In bersikap dingin, tak sepatah dia mengatakan
setuju untuk mengepung ayahmu dan tak juga dia
membantahnya, kiranya dia mainkan peranannya itu untuk
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menolong secara tersembunyi. Lalu dia terlihat lesu dan
berkata: "Sayang aku si orang tua tidak dapat menemani
siauwhiap pergi ke cui In Long untuk menyaksikan bagaimana
dengan tanganmu sendiri kau membinasakan musuh besarmu
itu." In Gak heran hingga ia berjingkrak.
"Losu" ia berkata, "Ketika aku baru datang jongos
membilangi aku losu terus tidak bergembira aku bersangsi,
tetapi sekarang aku melihat kedukaanmu pada alismu maka
itu aku minta sukalah losu menerangi padaku apa adanya
kesulitan losu itu. Aku harap aku bisa turut merasai kesulitan
itu..." Leng Hui mau membuka mulutnya ketika terlihat jongos
datang dengan barang makanan, ia membatalkan maksudnya,
1606 sebaliknya sembari tertawa ia kata: "Sebentar habis bersantap
dan mabuk barulah aku bicara, sebab bicara sekarang berarti
menambah kedukaanmu Siauwhiap dan nona Liu menjadi
tetamu-tetamu yang datang dari tempat jauh, biarlah aku
yang menjadi tuan rumah menjamu mereka"
Si Giok berbangkit untuk memberi hormat.
"Kamilah orang orang muda, tak sanggup kami menerima
kehormatan dari losu," ia berkata merendah.
Leng Hui tertawa pula, sekarang ia nampak gembira.
"Mari duduk" ia berkata, "Mari kita mulai bersantap!" ia
lantas duduk disebelah bawah ia menuangi arak mereka.
"Leng Losu," kata In Gak selang sejenak. "Kita ada orangorang
Kang ouw, kitalah bangsa dada terbuka maka itu
diantara kita ada urusan apakah yang tak dapat dibicarakan
satu dengan lain" Pula diantara kita tidak ada soal-soal yang
tidak dapat dipecahkan Leng Losu apakah kesukaran kau itu"
Lekas kau beber jikalau tidak, tidak akan napsu daharku, Aku
percaya kau sendiri, arak yang masuk kedala m perutmu cuma
cuma akan menambah kedukaanmu."
Mendengar itu Leng Hui menyeringai, "Jikalau siauwhiap
berkeras ingin mengetahui tak dapat aku tidak
memberitahukannya," ia berkata, "Siauwhiap ketahui sendiri
aku ini asal orang macam apa maka itu apa yang dulu-dulu
aku kerjakan semua itu yalah hal-hal yang bertentangan
dengan peri kepantasan- Semua itu tak dapat aku lupakan, tak
dapat juga aku mencucinya bersih. itu semua tinggal menjadi
penyesalan, Mengenai perbuatanku duluhari itu, ada satu hal
yang membikin aku berduka. Dalam hal ini, andaikata
siauwhiap suka membantu aku, aku juga tak dapat
menerimanya sebab aku kuatir dengan membantu aku,
siauwhiap dapat dituding orang banyak..."
"Dalam hal itu mungkin losu benar, tetapi losu pun harus
ketahui biasanya sepak terjangku yalah menurut hatiku
sendiri." In Gak bilang, "Didalam dunia Rimba persilatan
1607 kebenaran dan kekeliruan sukar dijelaskan, seperti juga
perbedaan antara kebaikan dan kejahatan bergantung kepada
sehelai benang, silahkan losu memberikan penuturan, nanti
aku lihat sampai dimana dapat aku memberikan bantuanku.
Taruh kata aku tidak dapat membantu secara berterang,
jangan losu lupa bahwa aku mempunyai seribu muka ..."
Sembari berkata begitu, In Gak mengeluarkan sehelai
topengnya dan pakai itu. Leng Hui mengerutkan alisnya, ia berkata: "Tak dapat aku
melupakan itu. Hanya untuk meminta bantuan siauwhiap saja
aku sudah merasa malu sendiri "Baiklah akan aku memberikan
keteranganku inilah peristiwa pada dua bulan yang baru lalu.
Tujuh buah piauw Kiok besar di Holam bergabung
mengangkut satu antaran barang berharga seperti harganya
sebuah kota. Segala apa diatur dengan cara diam-diam hingga
orang-orang jalan Hitam tak ada yang mengetahui. Tapi
perjalanan jauh sekali, dari Holam ke Kam-siok ada beribu-ribu
lie, maka akhirnya rahasia molos juga.
Dua rombongan orang Rimba Hijau lantas menguntit
rombongan piauw-Kiok itu, mereka sudah lantas memilih
tempat dimana mereka bakal turun tangan, Ketika itu aku
menjadi tetamu digunung liong San, yang letaknya diperbatasan
kedua propinsi Siamsay dan Kamsiok. Kepala
penjahat dari gunung liong San itu yalah Kim-ko Siat-pian Sim
Tin Kwe si Tombak Mas - Ruyung besi. Dia telah minta
bantuanku. Ketika aku tiba dibukit Kim Ke Nia di Hu-hong, tempat yang
dipilih itu disana kedapatan mayat-mayat bergelimpangan
semua mayatnya pengiring-pengiring piauw-kok. Teranglah
sudah ada rombongan yang mendahului kita, Sim Tin Kwe
lantas memerintahkan untuk segera mengundurkan diri.
Apa mau disitu masih ada orang piauwKiok yang
menyembunyikan diri, diantara terangnya rembulan dan
bintang-bintang, aku terlihat mereka itu. Kemudian kita
mendapat keterangan, meskipun rombongan piauwsu dipegat,
1608 barang berharga itu tidak kena dirampas, cuma sembilan belas
pengiring yang terbinasa.
Katanya kawanan begal itu memakai tutup muka hitam
semuanya, hingga mereka tidak dapat di kenalkan, tetapi
mereka semua llehay. Kerena aku terlibat pihak piauwKiok itu,
aku disangka turut ambil bagianKemarin digunung Ke Beng San aku bertemu dengan
rombongan Sin Kun Kiang Sin, congpiauwtauw dari Tiong-ciu
Piauw Kiok, dia tidak mau mengerti, maka dia menjanjikan aku
akan sebentar malam jam lima bertemu dikuil Bu Houw Su
yang letaknya dari sini duapuiuh iie, katanya untuk bicara
terlebih jauh." In Gak tertawa. "Leng Losu tidak turut membegal, itu sudah cukup, ia kata
"Baiklah losu bilang saja bahwa losu cuma kebetulan berada
ditempat kejadian itu. Dalam urusan ini, nanti aku yang maju
dimuka..." Belum lagi Leng Hui mengatakan sesuatu dari luar
terdengar suara tertawa dingin dan kata-kata ini. "Leng Hui,
biarnya kau pandai mainkan lidahmu, kau sukar mencuci
bersih dosamu jadi janganlah kau memperdayai orang
mengantar jiwa sia-sia belaka Adakah perbuatanmu ini
perbuatan satu laki-laki sejati?"
In Gak tidak menanti suara orang berhenti, ia sudah
berimpat keluar jendela, maka ia lantas berhadapan dengan
tiga orang usia pertengahan yang semua dandan dengan
singsat, Mereka itu berdiri berendeng diatas genteng, melihat
munculnya si anak muda, mereka berlompat turun untuk
memapak. Mereka nampak heran melihat In Gak muda sekali tapi
tubuhnya demikian enteng, sedang sinar matanya sangat
berpengaruh. Anak muda kita mengawasi tajam, lalu berkata dengan
suara dalam: "Siapa benar siapa salah, segera itu akan dapat
1609 dijelaskan. Karena Leng Hui sudah menerima baik akan
sebentar fajar bertemu dikuil Bu Houw su, kenapa tuan-tuan
bertiga datang membikin pengawasan disini" Adakah ini
perbuatan orang gagah?"
Mukanya ketiga orang itu menjadi merah,
Tapi yang satu lantas berkata: "Tuan telah mengatakannya
baik kami akan menantikan kamu di Bo Houw Su" Terus dia
berlompat naik ke-atas genting diturut dua kawannya, untuk
melenyap ditempat gelap. In Gak kembali kedalam untuk melanjuti bersantap. Dilain
saat, belum sampai jam empat, berdua Leng Hui ia sudah tiba dikuilnya cukat Liang.
Ketika itu rembulan sudah turun di barat, kuil gelap- gulita,
tidak ada orang disitu, maka In Gak menyalakan tabunan
hingga ia melihat patungnya cu-kat Bu Houw yang agung dan
keren, sedang disekitar tembok ada buah-kalamnya pelbagi
pelancong semenjak ribuan tahun.
"Sekarang masih terlalu siang, mari kita menantikan-" kata
sianak muda tertawa. Ketika itu ia melihat sisi sebatang lilin didepan patung,
Mendadak ia lompat menghampirkan- untuk merabah, setelah
mana ia kata bersenyum "belum lama telah ada orang datang
kemari. Lilin ini masih hangat." ia menggeleng kepala, ia
berkata pula, "Biarlah tak usah kita pedulikan siapa dia,
sebentar jam lima toh segala apa akan menjadi terang" ia
nyalakan sisa lilin itu, terus ia bertindak pelahan membaca
pelbagai tulisan ditembok itu, diantara mana banyak syair dan
buah kalamnya yang indah hingga tanpa merasa ia
bersenandung untuk memujinya.
Tengah anak muda ini beriang-gembira itu, dari luar kuil
terdengar siulan yang nyaring yang memecahkan kesunyian
sang fajar, yang berkumandang di empat penjuru lembah.
"Mari kita pergi keluar kuil, untuk melihat siapa itu yang
datang" ia mengajak Leng Hui, Song-bun Kiam kek menurut,
1610 maka lekas juga mereka berada diluar, hingga mereka masih
sempat melihat lari mendatangnya belasan orang, yang
dengan cepat telah tiba didepan mereka.
Diantaranya seorang tua usia limapuluh tahun, yang
matanya tajam dengan roman gusar menatap Leng Hui, untuk
terus berkata "Sahabat she Teng, kau sendiri saja harus
mengganti sembilan belas jiwa. Kenapakah kau masih
mengajak seorang lain sebagai tulang-punggung" "
"Kiang Losu" Leng Hui menjawab, "Siapa takut tidak nanti
dia datang Siapa datang, tidak nanti dia takuti Kematian itu
buat apakah harus disayangkan" Demikian Leng Hui, sekarang
aku berada disini cuma ingin aku menjelaskan bahwa, si
penjahat yang tulen enak-enakan mereka diluaran sedang
yang sudah mati tak dapat memeramkan matanya masingmasing,
tetap mereka berpenasaran dalam baka.
Apa tuan-tuan tega melihat mereka itu tetap tak puas
untuk selama jaman nya?"
Sin-Kun Kiang Sin menjadi tambah gusar, "Leng Hui" dia
membentak, "apakah sampai sekarang ini kau tetap
menyangkal?" In Gak tidak menanti Leng Hui menyambut, ia maju
menghadang, tangannya menyampok.
Kiang Sin piauwsu tua itu menjadi terkejut Dia merasakan
benturan keras hingga tubuhnya terhuyung beberapa tindak.
In Gak mengawasi tajam, lalu matanya menatap satu
diantara kawanan piauwsu itu, terus-ia menanya nyaring,
"Suma Lopiauwsu sejak kita berpisah, apa kau kau baik-baik
saja" Masihkah kau mengenali aku yang muda?"
Pun Lui Kek Suma Tiong Beng telah melihat potongan
tubuh In Gak ia merasa mengenali tetapi sebab orang
memakai topeng, ia bersangsi, sekarang begitu mendengar
suara orang, ia lantas ingat baik sekali ia menjadi heran
berbareng girang, tidak tempo lagi, ia lompat maju guna
mencekal keras kedua tangannya si anak muda.
1611 "Oh, benar-benar kau, lao-te?" tegurnya, "Kau membikin
kakakmu hampir mati memikirkan kau"
In Gak tidak menjawab hanya terus ia berbisik ditelinga
piauwsu itu. Mendengar itu, Suma Tiong Bsng tertawa bergelak
"Dengan hanya satu patah katamu, laote, tidak ada urusan
yang tidak dapat dibereskan," ia bilang kemudian- Lantas ia
lari kedalam rombongannya, untuk berbicara kasak-kusuk.
Tidak lama Kiang Sin maju menghambirkan In Gak, untuk
memberi hormat seraya berkata: "Sudah lama aku mendengar
nama besar siauw-hiap. yang mendengung ditelingaku, maka
itu hari ini aku dapat bertemu dengan kau, aku merasa sangat
berbahagiab jikalau siauwhiap suka membantu, aku percaya
urusan bakal dapat dibereskan. Baiklah aku si orang she Kiang
nanti menantikan di Bu Houw Su dikota Seng-touw"
Suma Tiong Beng menghampirkan pula, ia memberi hormat
sambil berkata: "Kakakmu girang sekali telah memperoleh
sepasang cucu laki-laki dan wanita, dan itu semua karena
kepandaian kau, laote Aku sangat berterima kasih padamu"
In Gak tertawa lebar. "Semua itu disebabkan kemuliaan hati kau, lopiauwsu" ia
kata, itulah Thian yang memberi hadiah kepadamu" Lalu ia
menambahkan, "Aku mempunyai satu urusan penting, yang
perlu segera diselesaikan karena kita bakal bertemu pula tidak
lama lagi aku minta diri"
Kata-kata itu diakhiri dengan ia bersama Leng Hui
berlompat pergi menghilang ditempat gelap.
Kiang Sin semua kagum, mereka semua pun lantas
meninggalkan kuil Bu Houw itu... XXX
Pagi itu In Gak berempat bersama Cui Sie Giok. Liu cui Pin
dan Leng Hui, telah berada didaerah pegunungan, Sie Giok berada di sebelah
depanTiraikasih Website http://kangzusi.com/
1612 "Disini" berkata pemuda she Cui itu, "Poan Liong Kiap yalah
nama yang diberikan oleh Bok Locianpwe sendiri, karenanya
penduduk sini tidak ada yang tahu, tidak heran kalau Leng
losu tidak berhasil mencarinya. Sebelum kita tiba digua Bok
Locianpwe, baik kita jangan perlihatkan diri dulu, kita tunggui
rombongannya Pheng Ko. Saudara Cia silahkan kau melayani
si orang she Pheng, Kami berdua, kami tidak mau sudah
sebelum kami menyingkirkan Bek Ham Eng dan Kin Bun liong.
Mereka semua orang lihay, mereka tidak dapat diberikan
ketika untuk meloloskan diri, kita bisa gawat. Maka itu,
bagaimana pikiran kau, saudara Cia?"
In Gak berpikir sebentar, ia mengangguk.
Si Giok menunjuk kedepan kearah selat di antara dua
puncak. "Selat itu tempat keletakannya Poan liong Kiap." ia berkata,
"sekarang selat tak nampak sebab inilah waktunya tertutup
mega, Mari kita pergi kesana, Hati-hati sebab jalanannya licin" Pemuda ini bertindak memasuki rimba pohon pek turun
kelembah, Orang berjalan dengan bantuan tangan juga untuk
berpegangan, Awan dan kabut mendatangkan rasa demak,
jalanan sukar, ada banyak batu yang berdiri yang disebut
"rebung batu", Syukur mereka semua lihay, mereka bisa turun
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan tidak kurang suatu apa.
"Sudah sampai" kata Si Giok perlahan sesudah mereka
mengambil tempo kira setengah jam perjalanan.
In Gak membuka mata tajam. ia melihat lembah lebar
enam atau tujuh tombak. Mulut gua terpisah tiga tombak dari
mereka. Dongak kelangit, ia menampak kabut atau awan
menutup matahari dan langit, Dilamping lembah ada tumbuh
pepohonan dengan cabang-cabang dan daun-daunnya yang
lebat. 1613 "Mari kita memecah diri dalam dua rombongan-" si Giok
kata, "Kita bersembunyi di atas pohon supaya tak gampang
orang melihat kita. Asal kita siap sedia untuk saling
membantu." In Gak setuju, maka ia mengajak Leng Hui bersembunyi
bersamanya. Si Giok mengajak Cui Pin pergi kesamping gua.
In Gak merasa tegang hingga ia mendengar ketukan
jantungnya sendiri, ia menyabarkan diri menanti sang waktu
yang lewat detik demi detik. selat sunyi sekali, maka juga
telinga mereka dapat mendengar ketika ada suara tindakan
kaki yang darijauh mendatangi dekat ...
Menduga pasti musuh yang datang, In Gak -lantas bersiap
sedia. Dari tindakan kaki ia tahu yang datang itu bukan cuma
satu dua orang, ia mengawasi tajam.
Segera juga tampak seorang berjalan di muka. Dialah
seorang tauwto, In Gak menantikan lalu mendadak dia lompat
turun, terus menyerang dengan totokan jeriji tengah dan
telunjuk kedua tangannya, mencari tetek kiri dan kanan
pendeta yang memelihara rambut itu.
Tauwto itu tidak menyangka sekali akan datangnya
serangan itu, apa pula itulah totokan "udara kosong," Leng
Khong Tiam hoat dari Hian Wan Sip pat Kay. ia baru kaget
ketika ia melihat bayangan berkelebat, akan tetapi waktu itu
kedua teteknya sudah tertotok. kontan dia merasa dingin dan
kaku, terus pikirannya gelap. hingga tubuhnya segera
menyusul roboh pingsan, cuma suara robohnya itu yang
terdengar keras. "Sua Hiante, kau kenapa?" terdengar pertanyaan kaget dan
nyaring didalam kabut menyusul mana terlihat munculnya
seorang tua dengan rambut dan alis ubanan, dengan kumis
jenggot panjang warna perak. Dialah Pheng Ko si jago tua.
Melihat orang itu, meluap darahnya In Gak. Tanpa
mengatakan apa apa, ia lompat maju untuk menerjang.
1614 Pheng Ko bercuriga melihat robohnya si-tauwto, maka itu
ketika ia mendengar angin menyamber, lantas ia lompat
mundur, sedang kedua tangannya dikibaskan, guna mengebut
kabur. In Gak tidak berhenti dengan serangannya yang pertama
yang tidik memberikan hasil itu, gesit luar biasa ia berlompat
pula menyusul musuh ayahnya itu, guna mengulangi
serangannya yang kedua kali, Kali ini ia berhasil, tetapi
serangannya itu ditangkis. Tangan mereka bentrok keras,
keduanya mundur masing-masing tiga tindak maka itu
teranglah mereka berdua sama tangguhnya.
Segera terlihat munculnya tujuh orang lain yang dikepalai
Bek Ham Eng. Mereka itu terkejut atas adanya rintangan itu.
Pheng Ko menyangka Bok In yang memegat pihaknya, tapi
sekarang ia melihat seorang muda berbaju hijau, yang
romannya luar biasa, ia tidak takut, sebaliknya ia tertawa
terbahak. "Aku tidak sangka Bok In masih temaha akan kehidupannya
dan dia takut mati maka juga dia suruh seorang bocah
membantunya" ia berkata keras mengejek. Meski ia membuka
mulut besar, didalam hatinya ia terperanjat untuk
ketangguhannya anak muda tidak dikenal itu sebab tenaga
dalamnya tergempur hebat, ia tahu cuma sedikit orang yang
dapat menandingi dirinya.
In Gak tidak meladeni suara orang itu, inilah musuh
besarnya maka ia ingin membinasakannya dengan tangannya
sendiri, ia lantas meraba kepinggangnya untuk mengeluarkan
pedangnya pedang lunak Kim-coan-kiam yang hitam
mengkilap. yang semenjak ia turun gunung tidak pernah ia
gunakan-Pheng Ko terkejut melihat senjata yang berkilau itu.
"Siapa kau?" ia menegur bengis.
In Gak tetap tidak melayani orang bicara sebaliknya ia
lompat menerjang dengan menggunai pedang istimewa itu.
1615 Pheng Ko melihat sinar hitam, dia menolak dengan
menggunai tenaga dalamnya.
Kin Teng Hui semua berniat membantui jago tua itu, akan
tetapi melihat pertempuran itu, mereka jadi mundur untuk
memberikan gelanggang yang lebar.
In Gak ditolak dengan hebat akan tetapi ia, menggunai
Hian Thian cit seng Pou, maka dengan lincah ia bisa berkelit,
ia tidak menyingkir jauh, sebaliknya, ia maju pula dengan
penyerangannya. Pheng Ko terkejut pula, ia heran orang dapat lolos dari
serangannya itu. ia melihat sinar hitam menyamber pula ke
pundak kirinya, ia mendak dengan cepat, tangan kirinya
diluncurkan guna seketika juga balas menyerang, ia ingat
dapat mencekal tangan sianak muda. Tapi baru tangannya itu
terulur, atau pundak kanannya terasa dingin dan sakit, Sebab
Kim-coan-kiam telah nancap dipundaknya itu.
In Gak tertawa nyaring bagaikan kalap. pedangnya itu
disentak keras maka sebagai kesudahannya, lengan kanannya
Pheng Ko kutung sambil menyemburkan darah
Meski begitu sebagai satu jago, orang she-Pheng itu tidak
roboh, Dia berlompat mundur, dia mengerahkan tenaga
dalamnya guna menutup jalan darahnya, agar darahnya tidak
keluar terus menerus, Hanya celaka untuknya baru dia
menaruh tetap kakinya dan menahan keluarnya darah,
penyerangnya sudah berlompat menyusul.
Dia penasaran dia mau tanya siapa penyerang itu. Tapi In
Gak memikir lain dia merangsak dia mengulur tangan kirinya
dengan lima jeriji-nya terbuka, Pheng Ko kaget dan kelabakan
berulang kali dia berkelit, tidak urung dia repot melayanijurusjurus,
"Thie liong cu" dari Hian Wan Smpat Kay dari In Gak.
maka tahu-tahu lima jari tangan sianak muda sudah
menguasai jalan darah tie-Kiok pada lengan kirinya.
Kali ini percuma dia kaget dan terkesiap hatinya. Dia
merasa darahnya bergolak. tulang tulangnya berbunyi meretek
1616 tenaganya buyar sendirinya. Dia merasakan begitu sakit
sampai dia merintih tak tertahankan lagi, sedang kedua
matanya mendelik saking takutnya.
In Gak tertawa nyaring dan dingin itulah tertawa dari
puasnya hati. Ketika pedang hitamnya berkelebat, maka
lengan kiri Peng Ko juga terpisah dari tubuhnya sebatas
pundak seperti lengan kanannya tadi.
Darahnya muncrat, tubuhnya terhuyung, Tapi dia sadar
sekarang, dia mengertak gigi lalu berseru: "Sahabat siapa
kau" Adalah biasa kalau didalam dunia Rimba persilatan
terjadi sikuat menang dan silemah terbinasa akan tetapi aku si
orang tua tidak mengenal kau, aku tidak mempunyai musuh
besar yang permusuhannya tak dapat didamaikan. Kau mesti
bikin aku mati puas dan meram"
In Gak mengawasi dan terdengar pula tertawanya yang
menyeramkan itu, hingga roman-nya yang bengis bertambah
bengis dengan kesebatan luar biasa ia menaruh ujung
pedangnya di dada orang. Baru sekarang dia berseru: "Kau
mau tahu " Baiklah Biarlah kau mati dengan terang "
Lalu ia meneruskan perlahan : "Kau ingatkah perkaranya
Twie-Hun Poan Cia Bun " ini berarti seorang anak membalas
sakit hati ayahnya. Maka sekarang kau boleh mampus tanpa
penasaran " Benar-benar Pheng Ko merasa dia seperti disamber guntur.
Dia lantas menghela napas terus dia berkata lemah: "Baiklah,
aku menyempurnakan cita-citamu, anak "
Habis berkata itu tubuhnya roboh, maka ujung pedang
nembus didadanya dari mulutnya keluar jeritan hebat yang
menyayatkan hati. ooooooo BAB 28 SUNGAI Kie Leng Kang panjang dan banyak tikungannya,
airnya bening kehijau hijauan, dikedua tepinya tumbuh banyak
1617 pepohonan maka itu apa pula di waktu pagi, sungai itu
memberikan pemandangan alam yang tenteram dan menarik
hati. Begitulah diwaktu sang matahari mulai muncul ditepian
terlihat seorang muda lagi berjalan perlahan dibagian
kampung kaum nelayan. Dia muda dan tampan dia jalan
mundar-mandir. Kemudian terdengar dia menghela napas dan berkata
seorang diri: "Kebanyakan dari musuh-musuh ayah dan ibuku
telah menerima pembalasannya maka itu mengingat dunia
Kang ouw sangat banyak bahayanya, setelah beres urusan di
Thian San hendak aku mengurus jenazah ayah dan ibuku,
untuk dipersatukan sesudah mana aku ingin hidup menyendiri
di Po Hoa San, buat menjadi kawannya sang rimba untuk
hidup dalam dunia syair..."
Pemuda itu yalah Cia In Gak. yang hatinya telah menjadi
tawar, yang terbenam dalam kemasgulan ia seperti hidup
dalam kesepian. Sudah dua hari ia berada dikampung nelayan
itu, untuk memperbaiki kuburan ibunya.
Setiap waktunya yang senggang itu, ia lewatkan dengan
ngelamun saja. ia merasa seperti tidak ada orang yang dapat
turut merasakan kedukaannya itu...
Tidak lama, ia meninggalkan tepian sungai Ke Leng itu,
bagaikan terbang cepatnya, ia berlari-lari kearah kota.
Justeru ia berlalu itu maka didekat situ muncul lima orang
anggauta partai Pengemis, mereka berkumpul, mereka ksak
kusuk. setelah mana mereka pun mengangkat kaki dengan
berpencaran keempat jurusan-..
XXX Itulah permulaan musim panas dan diwaktu tengah hari
pula, matahari berada ditengah-tengah sedang memancarkan
cahayanya yang panas terik. Justeru begitu maka terlihatlah
debu mengepul naik dijalan diantara Tong-lam dan An-gak.
1618 Sebab empat ekor kuda yang ada penunggangnya, lagi
kabur keras, Salah satu penunggang kuda yang mendekam
dipunggung kudanya saban-saban mengayun cambuknya, ia
nampak gelisah atau cemas, ia seperti orang terancam
bahaya. Sedang pada penunggang kuda yang lain ada
mendekam juga seorang anak kecil.
Jalanan disitu terapit dengan dua gunung, maka itu
keempat kuda itu kabur dijalanan di dalam selat.
Penunggang kuda yang pertama sudah lantas menahan
kudanya, diturut oleh tiga yang lain- Karena berhentinya
sangat mendadak. keempat ekor kuda mengangkat tinggi
kedua kaki depannya semuanya mengasih dengar
ringkikannya. Segera setelah keempat binatang itu menurunkan kaki
depannya itu, semua penunggangnya lantas lompat turun
untuk masing-masing menghunus senjatanya.
Satu penunggang yang mukanya bersemu kuning yang
mukanya berpotongan muka kera dan kumisnya jarang,
melihat kesekelilingnya dengan sinar matanya yang tajam.
Tiga kawannya berkumpul disekitar bocah yang mendekam
dipunggung kuda itu. Simuka kuning kemudian menghela
napas dan berkata: "Aku tidak sangka kawanan bangsat itu
hendak menghabiskan turunan orang Kelihatannya aku Hauw
Lie Peng tak dapat aku melindungi lebih jauh bocah ini.,."
Ketiga kawan itu sebaliknya berkata: "Hauw Losu jangan
kecil hati Biarlah hari ini kita kemala yang hancur tapi jangan
jadi genting yang utuh Biar bagaimana kita mesti melawan
terus " Hauw Lie Peng tertawa meringis.
Siulan tadi terulang pula, lantas terlihat orangnya, yang
berjumlah belasan, Mereka itu datang bagaikan meluruk.
begitu sampai, mereka menerjang keempat orang itu, sedang
satu diantaranya yang bertubuh besar menyambar si- bocah
cilik. Bocah itu menjerit keras sekali.
1619 Hauw Lie Peng berempat mendengar jeritan itu, mereka
kaget, mereka hendak menolongi. Sia-sia saja, Msreka sendiri
lagi dikepung hingga mereka repot melawanPertempuan berjalan terus, lalu jeritan kesakitan terdengar
saling susul, akan akhirnya lembah menjadi sunyi, sebab
semua penyerang itu pada kabur pergi, disitu tinggal
menggeletak empat kurban manusia yang mandi darah...
Baru setelah berselang sekian lama, kesitu ada datang satu
orang lain sambil berlari- lari, Kapan ia melihat keempat
mayat, diantara siapa ada cian-bian Gouw Khong Hauw Lie
Peng, dia mengerutkan alis dan menggeleng kepala.
Lantas ia merabah dada orang, untuk kegirangannya ia
merasa dada itu masih hangat dan jantungnya masih
memukul, Lekas-lekas ia mengeluarkan obatnya ia paksa
masuki itu kedalam mulut orang. Habis itu ia menotok jalan
darah tidur. Tiga orang lainnya setelah diperiksa ternyata sudah
melayang jiwanya, Karena itu, ia lantas menggali lubang
sekedarnya, guna mengubur mayat mereka itu.
Disitu masih ada keempat kuda, yang lagi makan rumput,
maka In Gak- demikian penolong itu memilih satu yang paling
bagus, ia naiki tubuh Hauw Lie Peng kepunggung kuda, ia
sendiri, habis memakai Kedok. lantas lompat naik juga
kepunggung kuda itu, yang terus dikasi kabur.
Lembah itu kembali sunyi daripada manusia...
Tiga hari kemudian, diwaktu lohor, Cia In Gak telah sampai
di kota Seng-touw, ibu-kota propinsi Su-coan, ia pergi
langsung kehotel Ban Pin.
Hauw Lie Peng masih tidur nyenyak. maka itu ia diangkat,
dibawa kedalam. "Apakah tuan mau sewa kamar ?" tanya
jongos, yang menyambut. "Kalau tidak- buat apakah?" In Gak
jawab mendongkol suaranya bengis. Jongos itu kaget, dia
ketakutan 1620
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mari ikut aku" dia kata lekas, dan lekas juga dia bertindak
mendahului. Didalam hatinya dia mendumal: "Apes aku hari
ini." Karena aku ketemu orang dengan muka memedi ini..."
Malam itu sampai jam dua, In Gak masih belum tidur,
Dengan duka ia mengawasi tubuh Hauw Lie Peng, yang rebah
diatas pembaringan- Dia tidur nyenyak. Dia terluka didalam,
bekas gempuran tenaga-dalam, maka itu, dla perlu tempo
berobat dan beristirahat setengah bulan untuk mendapat
kesembuhannya, Sekarang ini dia belum boleh bicara, hingga
keterangannya tidak bisa ditanyakan.
Dia menyesal karena dia belum dapat mengetahui siapa itu
pihak musuh, Dia lagi berpikir kapan mendadak dia ingat yang
dia mempunyai janji dengan Tiat-jiauw Hekseng Heng Thian
Seng. Tidak ayal lagi, dia berkemas lantas dia lari keluar.
Tiba-tiba dia melihat dua bayangan orang berkelebat diatas
wuwungan lantas lenyap. Tidak ayai lagi ia lompat untuk
menyusul, ia berhasil menyandak begitu datang dekat ia
menyamber. "Su-tianglo ampuni . . ." terdengar suara salah seorang.
In Gak sudah membentur pundak dua orang itu ketika ia
lantas menarik pulang tangannya, ia heran hingga ia
tercengang. "Apakah kamu orang-orang Kay Pang?" ia tanya, "Kenapa
kamu ketahui aku berada disini.
Dua orang itu memutar tubuhnya, kelihatan mereka masih
ketakutan- Yang disebelah kiri, seorang pengemis tua,
menekuk kakinya memberi hormat ia berkata: "Hamba Ban
Tiang Kit bersama ini saudara ong Tio dari cabang di Su-coan
Barat, oleh karena su-tianglo pergi dengan diam-diam sehabis
runtuhnya oey KiePay, kami diperintah toa-tianglo pergi
mencari, untuk memberi kabar sekalian menguntit terus.
In Gak terharu mendengar perhatian dan kebaikan kakak
angkatnya itu. 1621 "Toa-tiang-lo usilan" katanya tertawa, Ban Tiang Kit
berkata pula. "Hambah ketahui toa-tiang-lo telah mengejar
tenaga mencari semua nona-nona, sekarang mereka sudah
bersama toa tiang lo itu dan sudah berangkat juga kemari."
Mendengar itu, dada In Gak berombak, Tak tahu ia mesti
bergirang atau berduka, ia hanya merasa pikirannya kusut,
Tapi ia tertawa dan kata. "Sekarang aku mau pergi ke Thian
San, aku tidak dapat menantikan mereka. pergi kamu
kekamarku, kau bawa sahabatku itu kemarkas-cabang sini
untuk dirawat selama setengah bulan kemudian kamu tanya
keterangannya tentang musuhnya sesudah mana kamu minta
toa tiang lo pergi menolongi dia."
"Baik" sahut Ban Tiang Kit. In Gak lantas berlompat untuk
berlalu. Hampir berbareng dengan itu, Ban Tiang Kit mengibas
tangan ketempat gelap atas mana segera terlihat beberapa
bayangan berlari-lari menyusul anak muda itu ..
Malam itu langit bersih sekali. mega tak ada sedang
rembulan terang jernih. Ketika itu di dalam pekarangan kuil Bu
Hauw Su tiga lie di timur kota Seng tou terlihat seorang muda
dengan baju hitam lagi berjalan mundar mandir dijalanan
bertaburan batu, Saban-saban dia melongok keluar kuil,
agaknya dia tidak sabaran.
Belum lama, dari dalam kuil terlihat seorang lari keluar
dengan ceat telah sampai disisinya anak muda itu. untuk terus
berkata: "Saudara Heng, orang she Cia itu banyakan tidak
bakal datang, maka itu buat apa kau terus menunggui dia"
Dengan dia. saudara ada berhubungan budi-tidak bermusuh,
dari itu janganlah kau membenci dia yang tidak mau
membantu kau memulihkan tenagamu, Bukankah dia telah
mengatakan karena tenaga dalamnya tidak cukup kuat dia
kuatir nanti gagal menolongi kau hingga kau jadi bercelaka
karenanya, hingga kau bakal menyesal seumur hidupmu"
1622 Disamping itu dia hendak lekas-lekas pulang untuk menolongi
mertuanya yang terancam bahaya siang atau malam."
Orang she Heng itu, yalah Heng Tiang Seng si Rajawali
Hitam. Tiat-jiauw Heng Eng, mengawasi orang itu dengan
bengis, terus dia memotongj "Memang aku berhutang budi
terhadap-nya, tetapi aku telah menunjuki dia jalan, bukankah
budi itu telah terbalas himpas" sebenarnya mungkin dia
dengki maka dia tidak mau menolongi aku, supaya aku
tersiksa terus selama setengah bulan.
Kalau aku ingat, aku benci sangat padanya dulu pun aku
telah bersumpah kalau aku tidak dapat menuntut balas tidak
nanti sakit hatiku terlampiaskanKawan itu berdiam, baru sedetik kemudian dia tertawa.
"Saudara, manusia itu pandai tetapi dia tak sepandai
Thian," dia kata. "Selama didusun Ban Tak can Tay-su, kau
telah meninggalkan suara untuknya surat yang ditaruhkan
racun berbisa, tetapi dia tetap tak tercelakakan, itulah bukti
llehaynya dia Saudara, aku beri selamat padamu yang sakit
hatimu telah terbalas, maka itu janganlah kau nanti membuat
kesalahan besar karena keliru berpikir, Menurut aku baiklah
kita pulang ke Hong san."
Dari tempatnya sembunyi diatas pohon, In Gak memasang
telinga. Dia kata dalam hatinya: "Si orang budiman membalas
kejahatan dengan kebaikan, sebaliknya si orang rendah
membalas kebaikan dengan kejahatan Kenapa hati sesama
manusia demikian besar bedanya. Tidakkah itu menyedihkan?"
Sekarang ia ingat kenapa selagi meninggalkan dusun Ban
Tek cun tengah memasuki dusun Sin cun, lengannya menjadi
kaku dan lemas, hingga ia perlu mengobati dengan tenaga
dalam Pou-te Pwe Yap Siang kang, guna mengusir racunnya.
Tadinya ia mengira sakit itu disebabkan ketularan lukanya
Heng Thian seng tidak tahunya itulah disebabkan racunnya
orang she Heng itu. 1623 Maka ia lantas berpikir, "Kalau dia terus di kasih tinggal
hidup, dia bisa menjadi ancaman bahaya Kaum Rimba
Persilatan, Baiklah dia disingkirkan-.."
Ia mendengar Thian Seng berkata sambil tertawa dingin,
"Aku telah mengambil putusan, Untuk mencegah ia dapat
datang memenuhkan janji, aku telah mengatur suatu tipu lain,
Disepanjang jalan aku sudah melakukan tiga rupa kejahatan,
disitu aku saban-saban meninggalkan she dan namanya
supaya kehormatan menjadi tercemar, itulah usahaku lancang
pergi ke tempat ceng Shia pay, menghajar mampus ke lima
murid kepala serta mencuri kitab rahasia, sekarang jemparing
sudah dilepas dari busurnya itu tak dapat ditarik pulang lagi."
Orang yang satunya agaknya berkasihan terhadap Thian
Seng, dia mengawasi berduka, hingga dia tidak dapat
mengatakan apa-apa. Diatas pohon, In Gak sebaliknya gusar sekali, ia kata dalam
hatinya: "Aku tidak sangka kau begini jahat. Aku sumpah
bahwa aku mesti bunuh padamu."
Habis berpikir demikian, In Gak mau lantas lompat turun,
atau tiba-tiba ia ingat hal kitab yang dicuri Thian Seng itu. ia
berpikir pula: "Dia bilang dia mencuri kitab, Bukankah itu kitab
yang di Bu Leng San aku dengar dikatakan Pit Siauw Hong,
yalah kitab Heng In cin Keng" Toh kitab itu sudah dicuri
majikan dari kepulauan Giok ciong To Mungkin itulah suatu
kitab lainnya dari ceng Shia Pay, Apakah kitab itu masih ada
ditangannya" Ataukah dia simpan dilain tempat" Tidakkah
urusan kitab itu bakal mendatangkan gelombang besar" Kalau
benar, bagaimana aku dapat mencuci nodaku" Baik aku kuntit
padanya..." Lalu terdengar pula suaranya Heng Thian Seng: "Saudara
Tio,aku mencapekan kau yang telah menemani aku. Untuk
mendapatkan kepercayaan dia itu, tak dapat tidak. hendak
1624 aku menunggu sampai terang tanah, kalau dia tetap tidak
datang, baru aku pulang ketempat penginapanku"
Orang sha Tio itu tertawa, "Untuk kaum Rimba persilatan
malam dijadikan siang, itulah lumrah," dia kata, "Saudara Heng, kau terlalu
memakai banyak adat peradatan-"
Heng Thian Seng tidak menjawab, sambil bersenyum dia
jalan mundar mandir. Sang rembulan bersinar permai, bagian luar dari Bu Houw
Su dan telaganya terang sekali.
Selagi In Gak menantikan itu, ketika ia kebetulan
memandang kesawah, ia melihat satu orang berlari lari
mendatangi. orang itu nampak sangat gesit, Selagi orang
mendatangi ia mengenali orang itu, yalah Song-bun Kiam-kek,
ia menjadi kaget. Tentu sekali ia mau mencegah Leng Hong
menggagalkan urusannya, maka ia lantas lompat turun dari
atas pohon, lari memapaki sebenarnya habis In Gak
membinasakan Pheng Ko dan terus merobohkan Kin Teng Hui,
Kin Bun liong, Bek Ham Eng dan Yang cong Seng berempat, ia
telah bertemu dengan Bok In.
Bok In sudah bersembunyi didalam gua, Dia telah
menyaksikan kegagahan In Gak hingga dia menjadi sangat
heran dan kagum, Lantas dia keluar dari tempatnya sembunyi
dan menanya In Gak tentang she dan nama serta asal
usulnya. In Gak bicara terus terang bahwa ialah putranya Cia
Bun. Mulanya Bok In melengak, akhirnya ia sadar, dia menjadi
girang sekali, Dia mencekal erat-erat tangannya sianak muda,
putra tunggal saudara seperguruannya, Dia mengajak In Gak
ke guanya, untuk mereka bicara panjang lebar menuturkan
hal ikhwal masing masing. Tiga hari lamanya In Gak berdiam
didalam gua dengan orang she Bok itu, baru ia pamitan dan
berpisahan- Kemudian lagi ia dan Leng Hui berpisahan dan Cui
Sie Giok dan Siu cui Piu.
1625 Itulah perpisahan yang mendukakan hati mereka kedua
belah pihak. Leng Hui ada urusan menemui seorang sahabat, maka ia
menjanjikan pertemuan malam ini dikuil Bu Houw Su itu, ia
tahu bahwa In Gak telah berjanji dengan Tiat-jiauw Hek Thian
Sang untuk bertemu juga dikuil itu, ia hanya tidak menduga
Thian Seng mengandung maksud busuk.
Demikian ia datang memenuhkan janji, syukur In Gak
melihatnya, maka ini anak muda lantas memegat, guna
mencegah Leng Hui yang tidak tahu duduknya hal, nanti
membikin gagal maksudnya menyingkirkan Thian Seng itu.
"Leng Losu" In Gak menyapa.
Leng Hui kaget hingga ia sudah lantas menghunus
pedangnya, tapi begitu ia kenali sianak muda, ia menjadi
heran- "Wah siauwhiap apakah Heng Tian Seng tidak menepati
janji?" dia tanya. Sebelumnya menjawab, In Gak tertawa
dingin. --ooo0dw0ooo-- Jilid 31 : Kekalahan ilmu silat Giok-ciong-to
"Dia manusia jahat," ia menjawab, Lantas ia jelaskan apa
yang ia barusan dengar. "Sungguh dia satu manusia rendah"
kata Leng Hui masgul dan sengit. "Mari" In Gak mengajak. ia
pesan agar kawan ini waspada.
Berdua mereka bersembunyi diatas sebuah pohon- Dari situ
mereka melihat Thian seng masih asyik bicara dengan
sahabatnya. "Siauwhiap jangan kau ragu-ragu," kata Leng Hui selang
sekian lama. "Kalau kau terlambat bisa gagal. Baiklah aku
pancing sahabatnya itu meninggalkan dia, lantas kau turun
1626 tangan, Tentang kitab rahasia yang dia curi itu, asal dia di
kompes mustahil dia tidak akan membebernya."
In Gak berpikir sekian lama, baru ia mengangguk.
Leng Hui lantas lompat turun dari pohon, terus dia lari
kearah pintu kuil. Heng Thian Seng dan sahabatnya orang she Tio itu tengah
bicara dengan asyik ketika mereka melihat ada orang datang
orang mana sudah tua dan kumis panjang, romannya agung.
Mereka menjadi heran lantas mereka mengawasi tajam.
Song-bun Kiam-kek bersikap acuh tak acuh dia bertindak
kearah mereka itu, Ketika dia sudah datang dekat, mendadak
dia menjejek kakinya si orang she Tio.
Habis itu tanpa memperdulikan orang gusar atau tidak. dia
bertindak terus dengan cepat menuju ke kedalam kuil
kependopo. Orang she Tio itu kaget, dia kesakitan, Jejekan itu keras.
Melihat orang tidak menghaturkan maaf, dia menjadi gusar,
Teranglah orang mencari gara-gara, Maka itu sambil
membentak dia lompat menyusul untuk terus menyerang. Dia
menggunai seluruh tenaganya, dia menggunai dua-dua
tangannya. Leng Hui tertawa berkakak sembari tertawa, dia
berkelit. Dia lari terus kependopo. "Jahanam, kemana kau
mau pergi?" mendamprat si orang she Tio, yang mengejar
terus. Heng Thian Seng juga menduga orang sengaja
menimbulkan onar, mau ia menyusul kawannya akan tetapi
disaat ia hendak membuka tindakannya, tiba tiba ia
mendengar tertawa yang menyeramkan dari arah
belakangnya, ia kaget sekali.
Justeru itu sebelum ia sempat menoleh ia sudah kena
ditotok tiga jalan darahnya yaitu lengtay sintong dan tiang
kang. Tidak ampun lagi ia merasai kepalanya pusing terus ia
roboh. 1627 Itulah In Gak yang muncul tiba-tiba, yang terus menotok
dengan ilmu totok dari Hian Wan Sippat Kay, habis mana ia
mengulur tangan kanannya mengangkat dan mengempit
tubuh orang, buat dibawa menyingkir keatas pohon dimana ia
letaki orang di cabang. Kemudian lagi tanpa ayal, ia lompat turun pula, lari masuk
ke-dalam kuil. Disitu ia mendapatkan Leng Hui dan si orang
she Tio lagi bersiap untuk bertempur. "Sahabat, sabar dulu" ia
teriaki mereka. "Mari dengar dulu perkataanku"
Orang she Tio itu berpaling dengan cepat. dia terkejut.
Didalam pendopo itu ada pelita, karena cahaya api itu dia
lantas melihat mukanya orang.
In Gak juga melihat tegas orang itu yang romannya gagah
mukanya lebar telinganya besar, alisnya tebal, matanya tajam.
itulah wajah yang lurus, ia mendekati sambil memunjuk Leng
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hui. ia berkata: "Sahabatku ini memang sengaja memancing
kau tuan, Karena kau orang baik -baik kami tidak
menghendaki sampai terjadi batu kemala dan bata biasa
hancur bersama, ingin kami melindungi kau, Apakah tuan
mendendam?" orang itu mengawasi terus, dia heran. "Apakah
maksud kata-kata tuan ini?" dia tanya.
In Gak tertawa, ia tidak menjawab hanya balik menanya.
"Bagaimana tuan pikir tentang Heng Thian Seng?" orang itu
melengak dia berdiam, Kembali matanya bersinar. "Apakah
tuan yalah Cia..." "Benar" In Gak memotong. ia bicara terus terang, "Heng
Thian Seng itu membalas kebaikan dengan kejahatan, tetapi itulah tidak apa hanya
celakanya dia sudah mencuri dan membunuh orang, guna
mengacau Rimba persilatan buat semua itu dia pakai namaku
Bagaimana dapat aku mencuci bersih namaku" Maka itu
terpaksa aku merobohkan dia," untuk bawa kepadanya ke
Ceng Shia San-.." Baru sekarang orang itu mengasih lihat sikap lesu, bahkan
ia menghela napas, 1628 "Aku tahu kau tuan, kepandaian kau liehay, namamu
besar," ia berkata, "Telah lama aku mengagumi kau, Aku yang
rendah Tio Bouw Kong, asal dari cek-shia, Thian Seng itu
sahabat kekalku, sayang dia bertabiat keras dia biasa bawa
maunya sendiri, sudah sering aku menasihati dia, dia tetap
tidak menghiraukannya hingga aku menjadi kewalahan-"
In Gak bersenyum. "Kalau begitu, Tio Losu, kaulah murid dari cek Shia Su Yu"
ia kata, "Belum lama berselang aku telah pergi ketanah Siok.
ditengah jalan aku bertemu dengan cek Shia Su Yu, kita lantas
berkumpul dua hari lamanya, Aku senang bersahabatan
dengan mereka itu." Bouw Kong memberi hormat, "Tuan cuma memuji," dia
kata, "Sekarang juga aku hendak pulang ke cek Shia, urusan
di sini aku tidak mau campuri pula dan seumurku aku pun
tidak bakal menyiarkannya." ia pun memberi hormat pada
Leng Hui. sesudah mana ia bertindak cepat keluar untuk
berlalu. Setelah orang pergi jauh, In Gak berpaling pada Leng Hui.
"Suma Tiong Beng dan Kiang Sin akan datang ke sengtouw
dalam dua hari ini," ia berkata "maka itu mari kita pergi
ke markas cabang Kay Pang, untuk minta saudara-saudara
pengemis membantu membuat penyelidikan supaya dengan
cepat dapat diketahui siapa si kepala penjahat. oleh karena
aku mesti lekas pergi ke ceng Shia, aku minta losu berdiam
disini untuk sementara waktu guna mengepalai penyelidikan
itu." Leng Hui terima baik tugas itu, maka bersama sama
mereka berlalu, In Gak mampir dipohon untuk mengambil
Heng Thian Seng. Setelah itu wilayah kuil Bu Houw itu
menjadi sunyi-senyap pula.
Gunung Ceng Shia San terletak di barat daya kecamatan
Koan-koan, terpisah tiga puluh lie dari kota, itulah gunung
tempat bersemayamnya kaum agama To Kauw. Untuk propinsi
1629 Su-coan ceng Shia San sama terkenalnya seperti Ngo Bie SanDisitu selama empat musim pepohonan hijau terus, maka itu
didapatlah namanya yaitu ceng Shia, atau Kota Hijau. Disitu
terdapat tiga puluh enam puncak serta tujuh puluh dua gua.
Pagi itu In Gak menuju gunung itu dengan punggung
menggendol sebuah karung goni besar, Ujung bajunya
berkibar-kibar tertiup angin,
Keluar dari kota Koan-koan In Gak mengikuti jalan menuju
ke selatan-barat ceng-shia. Dia bertindak cepat sekali hingga
disepanjang jalan orang heran melihatnya. Sudah mukanya
beroman aneh, dia juga menggendol karung goni itu.
Dia sebaliknya tidak menghiraukan orang banyak itu, dia
berjalan terus sampai dikaki gunung, di depan kuil Tiang Seng
Kiong yang bertembok merah dimana pun ada tumbuh ban
pohon bambu yang daunnya memain diantara desiran sang
angin- Belun lagi anak muda itu bertindak masuk kedalam kuil, di
ambang pintu sudah muncul seorang imam dengan jenggot
panjang dan mata celi tangannya mencekal sebatang kebutan
putih- mulus bagaikan salju. Segera dia mengawasi dengan
tajam dengan sepasang matanya yang bagus itu.
"Sie cu datang dari mana?" dia menanya, "Apakah maksud
sie-cu?" Dia juga mengawasi karung yang besar itu, In Gak
bersenyum. "Aku yang rendah mau pergi kepuncak Giok Hong Tong," ia
menyahut "Aku minta sukalah lotiang menunjuki jalannya."
Imam itu terlihat kaget, Mendadak dia menjadi gusar.
"Sie-cu, aku minta sukalah kau jangan omong main-main,"
ia berkata, "Gunung kami ini tidak melarang orang datang
pesiar akan tetapi Giok Hong Tong itu sudah beberapa ratus
tahun lamanya tak pernah didatangi orang-orang pelancong"
"Kata-katamu ini totiang, membuat aku menduga-duga,"
kata In Gak, "Apakah puncak Giok Hong Tong itu sukar didaki
hingga orang-orang pelancong jeri karenanya" Atau mungkin
1630 puncak itu menjadi terlarang hingga kamu melarang orang
mendakinya." Imam itu bersikap keren. "Jikalau sie-cu sudah tahu, tak usah aku menggoyang lidah
pula" katanya. In Gak tetap sabar, ia malah bersenyum.
"Jikalau puncak itu berbahaya, ancaman bahaya itu tidak
dapat mencegah aku mendaki," ia berkata, "Sebaliknya kalau
itu benar larangan, maka hari ini terpaksa aku mesti mendaki
juga. Aku mempunyai urusan yang sangat penting hingga tak
dapat aku menghiraukan sekalipun larangan"
Dari gusar, imam itu tertawa lantang.
"Aku telah menjelaskannya, sie-cu" dia kata, Jikalau sie-cu
paksa mau naik pula, aku kuatir ribuan murid ceng Shia Pay nanti memandang
kau sebagai musuh besar itulah berbahaya sebab tentunya
sulit untuk sie-cu turun dari gunung ini"
"Kau baik, totiang, aku ingat kebaikan kau ini. Tapi aku ada
seumpama anak panah yang sudah dipasang dibusurnya,
panah itu tak dapat tidak ditarik" Habis berkata dia tertawa
terbahak bahak, terus dia bertindak pergi.
"Berhenti" mendadak terdengar bentakan di sebelah
belakang sianak muda, Pula lantas terasa sambarannya anginDengan sebat In Gak lompat kesamping, ketika ia memutar
tubuhnya, ia melihat si imam bersama empat imam yang
lainnya, yang semua pada menggendol pedang, semuanya
berdiri tegak dijarak dua tombak semuanya mengawasi
dengan tajam "Ada apa lotiang menyusul aku?" tanya In Gak
tenang. "Barang apakah itu dalam karungmu, sie-cu?" si imam balik
menanya, Dia tertawa dingin, In Gak bersikap dingin, ia pun
Panji Tengkorak Darah 2 Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen Iblis Sungai Telaga 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama