Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 28
sebaliknya tangan kirinya terasa sakit, meskipun jari tangan
orang itu belum mengenai telak padanya, Lekas-lekas ia
menarik pulang tangannya itu.
Jie In berkata begitu tetapi ia tidak lantas berhenti bergerak
ia menggulang telapakan tangannya untuk dijadikan kepalan,
lalu dengan cepat luar biasa ia menolak, menolak dengan
huruf "Menolak" dari Bie Lek Sin Kang.
Orang itu merasakan dadanya tertolak keras mau atau
tidak. ia kena tertolak hingga terpental mundur. ia merasa
syukur ketika ia menginjak tanah dengan tegak ia tidak terluka
Dan ketika ia memandang Jie In, oarang itu sudah pisahkan
diri jauhnya belasan tombak ia heran hingga ia melengak
lantas ia menggoyang-goyang kepala terus ia lenyap
kesampingnya dimana ada pepohonan lebat.
1694 Jie In tidak kenal jalanan disitu, ia jalan sejalannya saja. ia
turun gunung, Beberapa kali ia bertemu orang-orang murid
Ngo Bie Pay, ia tidak hiraukan, Mereka itu juga tidak
mengganggu, melainkan air muka mereka dingin, sikap
mereka tidak menghiraukannya.
"Pantaslah mereka tidakpuas terhadapku, memang
perbuatanku ini memandang rendah pada mereka" pikir Jie In.
"Tapi perbuatanku ini pantas sekali" ia ingat halnya Kim Teng
Siangjin sudah berkomplot dengan rombongan orang yang
mengepung ayahnya. mendadak ia dapat serupa pikiranTengah berjalan itu Jie In berpapasan dengan seorang
pendeta muda. cepat sekali ia lompat kedepannya pendeta itu,
hingga dia jadi terhalang.
"Numpang tanya, disebelah mana dapat kediamannya Ban
In Suthay?" sambil bersenyum tanya pendeta itu.
Kelihatannya orang beribadat itu bimbang, sapanya dia
merasa sulit, Tapi kemudian dia menjawab juga.
"Dari sini siecu pergi langsung keselatan sana" ia
menunjuki jalan. "Disana disisi kuil Toa Ngo Sie ada ranggon
Sin Cui Kok. itulah ia...
Habis berkata mendadak ia menjejak tanda guna
mengenjot tubuhnya maka dilain saat, dengan lompat lewat
diatas kepalanya Jie In, ia sudah melanjuti perjalanannya
dengan terus berlari-lari.
Jie In tidak berbuat apa-apa atas sikap si pendeta, ia hanya
lantas mengubah tujuan kearah selatan, Untuk ini ia mesti
melintasi rimba. Karena ia berjalan dengan cepat, dengan
cepat juga ia telah tiba didepan kuil Toa Ngo Sie.
Disitu ada sebuah pohon aras, yang daun nya lebat dan
menawungi seperti payung, Untuk herannya dibawah pohon
itu ia melihat Kang Yauw Hong lagi berdiri diam, seperti ada
sesuatu yang nona itu lagi pikirkanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1695 Nona itu segera mengangkat kepalanya dan berpaling. ia
dikejutkan oleh suara tindakan kaki. ia tidak menyangka pada
Jie In maka juga ia melengak. Hanya sebentar, ia nampak
penasaran, airmatanya pun lantas meleleh keluar Jie In
menduga sinona sudah mengenali padanya, maka ia
menghampirkan- "Jangan bersikap begini, adik Hong" kata ia perlahan "Kau
nanti mendatangkan kecurigaan- Mana gurumu" Mari kau ajak
aku pergi menemui gurumu itu."
Yauw Hong dapat menenangkan diri, ia tertawa meskipun
tertawanya sedih... "Sejak berlalu dari Kim Tian- guruku bersembahyang
diruang sian tong," kata dia, "sampai sekarang masih belum
selesai, coba tunggu sebentar, hendak aku melihatnya. Kau
tunggu diluar situ, jangan pergi jauh-jauh." Lantas nona itu
memutar tubuh masuk ke dalam Sin cui Kok.
Ji In mengawasi orang bertindak pergi, ia menghela napas,
Ia lantas ingat beginilah hasilnya ia merantau selama setahun
lebih. Tugasnya belum selesai, ia sendiri terlibat dalam asmara
dan penasaran- "Sungguh sulit hidup dalam dunia Kang ouw." pikirnya,
"Musuh bertumpuk sebagai bukit, penasaran dalam bagaikan
lautan, sekarang muncul soal asmara... Dimana sebenarnya
tempat yang tenang?"
Tiba tiba terdengar suara halus dari alat-alat tetabuan suci,
suara bokhi yang tercampur pembacaan doa sembahyang
Suara itu keluarnya dari dalam kuil Toa Ngo Si itu.
Ji In memandang kesekitarnya, ia melihat gunung indah
dan tenang, ia menjadi ketarik hati, hingga pikirannya
melayang: Bagaimana senang untuk mendapatkan gunung
indah ini sebagai kawan-..
1696 Tengah tersengsam itu, Jie In mendengar tindakan kaki
perlahan mendatangi dibelakangnya, terus ia mendengar juga
sapaan: "Kakak Jie In, sejak kita berpisah apakah kau baik
baik saja?" ia lantas menoleh maka ia menampak Tonghong
Giok Kun menghentikan tindakan kira tujuh tombak jauhnya,
roman orang tersenyum tetapi pada itu terlihat sinar
kedukaan- Ia mengawasi anak muda itu, ia bersenyum
"Tonghong Siauwhiap. apakah kau tak kuatir pertemuan kita
ini mendatangkan kecurigaan?" ia tanya.
Tonghong Giok Kun menghampirkan untuk berdiri
berendeng. "Saudara In, berat usaha kau ini," kata ia. "Ada orangorang
tertua pihak kita yang mengerti tanpa tindakanmu ini,
Kim Teng Siangjin sukar dikasih mengerti dan ia pasti terus
akan berbuat kukuh dan sewenang-wenang, hanya dengan
begitu juga, kau kehilangan kesan baik.
Perbuatan kau ini melanggar kehormatan Partai kami,
Kalau nanti kau berlalu dari sini ada kemungkinan kau nanti
terancam serangan. Aku percaya kau murah hati, aku harap
saja kau nanti melayani mereka sampai dibalas hanya saling
towel..." Jilid 33 JIE IN mengangguk "Aku tahu," sahutnya.
"Saudara In, tahukah kau kenapa Kim Teng Toa-supe
meminta tempo untuk pertandingannya" "
Ji In heran, ia mengawasi. "inilah aku tidak tahu,"
jawabnya. Tonghong Giok Kun menghela napas, ia agak
masgul. "Partai kami mempunyai seorang tertua yang hidup
menyendiri di puncak Cian Hud Teng," ia menerangkan- "Ia
lihay ilmu silat- nya. Selama tiga ratus tahun kemarin, ialah
orang partai kami yang terlihay, ia bertabiat keras dan aneh,
1697 ia banyak menyebabkan banyak permusuhan, hingga Ngo Bi
Pay menjadi banyak urusannya.
Untuk mencegah ia main gila terlebih jauh, oleh ciangbunjin
kami dua generasi yang lalu, ia dihukum berdiam dikuil Ban
Siu Si diatas puncak itu, supaya ia dapat hidup beribadat
terus, Bukan cuma aku tidak mendapat ketika menemuinya,
juga tertua-tertua kami. Cuma Kim Teng Toasupe, karena kedudukannya sebagai
ketua, saban bulan dua kali dapat bertemu dengannya,
Sekarang toa-supe meminta tempo, aku kuatir dia hendak
menemui tertua kami itu untuk minta bantuan atau mungkin
dia mengadu dan mengogok-ogok."
Ji In nampak masgul. Terima kasih," katanya.
"Saudara In," kata Tonghong Giok Kun, kali ini sungguhsungguh,
"kaulah jago tergagah dijaman ini, meski begitu, kau
harus berjaga jaga dari penyerangan gelap. sekarang ini kau
telah menjadi musuh partai maka diempat penjuru disini ada
tak sedikit mata yang mengawasimu. Harap kau maafkan
aku, aku tidak dapat membantu kau. Aku juga meminta diri."
Pemuda itu memberi hormat, lantas ia berlompat untuk
pergi menghilang. Dilain pihak dari Sin cui Kok terlihat berkelebatnya sebuah
tubuh putih, lantas Kang Yauw Hong sudah berdiri didepan
sianak muda sembari tertawa dia kata: "Suhu mengundang
Siauwmoay akan memimpin kau masuk kedalam. Engko In,
maka marilah Kau turut padaku."
Ji In mengangguk terus ia bertindak mengikuti nona itu.
Belum lama dua orang itu masuk kedalam Sin cui Kok.
maka didepan kuil Toa Ngo Sit seratus tindak terpisahnya dari
tempatnya Ban In Suthay itu tampak munculnya empat
bayangan orang, setelah tertampak nyata, merekalah tiga
pendeta dan seorang biasa,
1698 Ketiga pendeta berusia rata-rata lima puluh lebih, semua
bertubuh besar dan tangannya membekal sian-thung.
Orang biasa itu berumur lima puluh lebih kurang
dipundaknya tergendol sepasang tongkat Hud-ciu koay
matanya sangat tajam, Dia ini mengawasi ke Sin Cui Kok. lalu
dia tertawa dingin dan kata: "Biar bagaimana Ji In terlalu
menghina partai kita, dia memandangnya terlalu enteng,
seperti juga kita disini tidak ada orangnya. Dia boleh gagah
luar biasa, tetapi apakah dia dapat melawan kita berempat"
Bukankah kita juga dibantu tiga orang utan yang tenaganya
luar biasa" Rasanya tak sukar untuk membekuk dia hiduphidup,"
"Tetapi disini bukan tempat yang tepat untuk
membekuknya," kata pendeta yang lain- "Jikalau Ban In
Suthay muncul dan dia mencegah, kita akan jadi maju dan
mundur serba salah, Laginya dengan Ji In berani datang
sendiri kemari, mesti dia gagah, maka itu Peng Sute,
janganlah kau sembrono."
Si orang tua bukan pendeta berdiam sebentar lalu dia
mengangguk. "Dia bakal lewat diluar rimba ini mari kita menantikan dia
disana," katanya. Ketiga kawan itu setuju, maka berempat mereka lantas
berjalan pergi kearah luar rimba. Baru mereka berjalan atau
dari pohon cemara yang lebat lompatlah tiga bayangan yang
besar, yang berbulu, hingga segera terlihat tiga orang utan
dengan mata merah dan gigi bercaling yang dapat berjalan
sambil berdiri. Sebagai manusia, romannya bengis luar biasa, Dengan
mengikuti empat orang itu, lekas juga ketiga ekor binatang itu
lenyap dibelakang pepohonan lebat dan gelap.
Maka sunyilah tempat itu.
oo 1699 Matahari sedang ditengah-tengah langit ketika dari dalam
Sin cui Kok terlihat turunnya tiga bayangan orang, diantara
siapa yang sepasang nona-nona cantik dan yang ketiga yalah
Jie In si tetamu yang tak diundang dari Ngo Bie San- sepasang
nona lantas mengambil jalan tikungan dan lenyap tinggal Jie
In sendiri berjalan dengan perlahan dan tenang kedalam
rimba pohon cemara didepan kuil Toa Ngo Sie.
Begitu Jie In keluar dari dalam rimba, lantas ia tercengang,
Disitu tampak empat orang tiga pendeta satu bukan pendeta.
Si orang bukan pendeta itu lantas maju dua tindak
memapani, "Apakah aku lagi berhadapan dengan Jie Tayhiap?" dia
menanya, "Aku yang rendah yalah Peng Kiam i Ho. Aku
berruntung sekali dapat melihat wajah tayhiap"
Jie In bersenyum. "Peng Losu, ia berkata, "kita orang orang terhormat, kita
tidak nanti melakukan apa-apa yang gelap. Bukankah sudah
lama tuan menantikan aku si orang she Jie" Kalau boleh aku
minta sukalah tuan omong dengan jujur"
Orang she Peng itu tertawa lebar, "Dasar Jie Tayhiap
seorang yang polos" katanya, "Aku yang rendah hendak
memohon sesuatu yang mungkin kurang pantas yalah aku
minta supaya pada kami dikembalikan ciangbun sin-hu kami,
supaya dengan begitu nama baik partai kami dapat dilindungi
Atas pertolongan tuan ini kami akan mengingat budi."
Jie In melengak. itulah permintaan diluar sangkaannya ia
dibikin sulit karenanya, ia seperti tengah menunggang
harimau, Asal ia menyerahkan sin hu maka Kim Teng bakal
segera pulih kedudukannya sebagai ciangbunjin atau ketua,
Untuknya kemudian itu tidak berarti banyak tidak demikian
bagi rombongannya Kang Yauw Hong, mereka itu pasti segera
dipandang sebagai murid-murid murtad dan pengkhianat
partai, Tapi ia tertawa. 1700 "Maaf Peng Losu," katanya tenang, Tadi pagi telah Ji In
menjanjikan Ci Tiok Taysu akan mengembalikan sin-hu kepada
keempat tiang lo, maka itu sulit untuk aku meluluskan
permintaanmu Aku minta losu maklum saja."
Mendadak roman Peng Kiam Ho menjadi bengis.
"Ji Tayhiap. apakah benar-benar kau percaya bahwa kau
bakal dapat mengalahkan ciangbunjin kami?" dia tanya.
"Perkara kalah atau menang itu, sukar untuk diterka," kata
Ji In, sungguh-sungguh, "Jikalau aku si orang she Ji kalah,
pastilah sin-hu segera kembali ketangannya Kim Teng Siangjin.
Kalau sebaliknya Kim Teng Siangjin yang tak beruntung
dan kalah Peng Losu, apakah kau percaya kepandaianmu
dapat melebihkan Siangjin?"
Peng Kiam Ho tertawa dingin, lantas kedua tangannya
meraba kepunggungnya, maka dalam sekejab saja kedua
tangannya sudah mencekal sepasang tongkatnya.
"Jikalau begini, percuma kita banyak omong" bentaknya,
"Dengan sepasang senjataku ini aku yang rendah ingin belajar
kenal dengan kepandaianmu yang lihay Ji Tayhiap"
Sambil berkata begitu, jago Ngo Bi ini sudah lantas
menolakkan senjatanya, yang terus menerbitkan angin yang
keras. ooooooo BAB 31 LIHAY Peng Kiam Ho. Begitu menolak kedua tangannya
lantas terbuka, Dengan begitu maka kedua batang senjatanya
lantas menyerang Ji In diatas dan dibawah, itulah tipu silat
"Menunjuk langit, menggaris bumi,"
Ji In tidak suka menambah permusuhan Dengan sebat ia
menjejak tanah untuk berlompat kesamping. Justeru itu ia
melihat bayangan berkelebat ke pundaknya, disusul dengan
bentakan bengis: "Ji Sicu, maafkanlah pinceng"
1701 Dengan hanya melirik Ji In tahu bahwa ia sedang diserang
dengan sianthung, Dengan sebat dan lincah, ia berkelit,
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangannya diulur dengan jeriji-jeriji dibuka, mengancam
hendak mencekal ujung tongkat itu.
Sambil berbuat demikian, orang she Ji ini merasa sulit,
Disamping tidak ingin perdalam permusuhan, ia ingat baik
sekali pesan Bu Liang Siangjin supaya sebelum mengumpul
sepuluh laksa macam kebaikan, jangan ia melakukan
pembunuhan- Justeru kawannya menyerang, dua pendeta yang lain maju
menerjang juga, Dengan begitu segera Ji In dikepung
berempat, Tetapi ia tidak melawan, ia hanya main berkelit.
Menyaksikan kelincahan lawan, Peng Kiam Ho bertiga
terkejut didalam hati, Tapi Kiam Ho penasaran, maka ia
berlompat pula, guna mengulangi serangannya yang kesekian
kalinya, Ji in berkelit. Untuk pertama kalinya, ia menggunai
tipu silat cit Kim Sin Hoat, ilmu dari Tujuh Macam Unggas.
"Ji Sicu, apakah kau masih tak mau menyerah tertawan?"
tiba tiba terdengar bentakan yang datangnya dari atas.
"Tidak" jawab Ji in, yang menghalau diri, hingga ia kembali
lolos dari serangan sambil berlompat tinggi.
Keempat musuh itu berdiri kumpul, didalam hati mereka
kagum bukan main- Jie In berdiri dengan kedua tangan dikasih turun, sikapnya
sangat sabar dan tenang. tengah disinari matahari, tampak ia
bersenyum manis. "Jie Tayhiap." kata Kiam Ho, "justeru kami belum
menurunkan tangan jahat, paling baik kau serahkan sin-hu
kami supaya dengan begitu kita pun jadi tak usah merusak
persahabatan-" Jie In tertawa tawar. 1702 "Peng Losu, buat apakah kau mencapaikan lagi lidahmu?"
sahutnya sabar, "Jikalau bukannya aku si orang she Jie telah
bersumpah tak akan mencelakai orang, disaat ini pastilah tak
dapat kau membuka mulut besarmu."
Mukanya Kiam Ho menjadi merah.
"Jikalau tetap tayhiap berkukuh dan berjumawa," kata dia
sengit, "maafkanlah jikalau aku yang rendah berbuat kurang
ajar terhadapmu" Kata-kata itu ditutup dengan siulan yang nyaring yang
menusuk telinga berkumandang didalam rimba dan lembah,
lalu itu mendapat pekiknya tiga ekor orang utan, yang muncul
dari dalam rimba, ketiga lari kepada Jie In, untuk lantas
mengurung, dengan mementang kedua tangan dan mulutnya
binatang itu mengapit dengar terus pekiknya.
Kaget juga Jie In mengawasi tiga ekor binatang luar biasa
itu, yang baru pertama kali ini ia percaya, selain tenaganya
luar biasa binatang itu mungkin kebal, tak mempan senjata, ia
tidak takut. ia mengawasi terus ketiga binatang itu dengan
dingin, ia tanya: "Peng Losu, adakah ini yang merupakan
ancaman kamu?" Kiam Ho belum menyahuti, dia didului oleh seorang
pendeta yang berdiri disebelah timurnya, Pendeta itu kata
setelah memuji: "Jie Si-cu, ketiga orang utan ini binatang
binatang yang aneh yang tenaganya besar luar biasa, dengan
kukunya mereka dapat merobek kulit singa dan gajah, maka
itu meskipun sicu sangat tangguh, kau tetap berkulit dan
berdaging manusia Belum tentu sicu dapat bertahan terhadap
ketiga binatang ini. Maka pinceng minta sukalah sicu tidak
mengandalkan kegagahanmu sudilah kau memikirnya masakmasak"
"Kau mulia hati, taysu, aku mengucap terima kasib," kata
Jie In, dingin, "Hanya dengan ancaman kamu ini nyata kau
1703 masih belum memperoleh penerangan keagamaan, padamu
masih ada pikirannya si manusia biasa."
Pendeta itu menghela napas, dia berdiam-Peng Kiam Ho
tidak suka orang bicara saja, ia terus berseru, atas itu ketiga
orang utan itu berpekik keras, lantas mereka lompat
menubruk Jie In Sama sekali Jie In tidak menangkis atau berkelip ia tidak
mundur, sebaliknya ia menyambut dengan tolakan Bi Lek Sin
Kang huruf "Menggempur" dan "Menyentil" maka hebat dua
diantara ketiga binatang liar itu tubuhnya terpental mundur
sampai belasan tombak sampai dimuka rimba.
Yang ketiga berlompat dari lain arah untuk menyambutnya
Jie in menggeser tubuh kekiri, terus tangan kanannya
diluncurkan guna menangkap tangan kirinya binatang itu,
terus ia memencet dan melemparkan Maka binatang itu
terangkat dan terlempar tinggi.
Tanpa ampun ketiga orang utan itu jatuh berpekik terus tak
berkutik pula, sebab jiwanya semua pada melayang pergi.
Peng Kiam Ho menjadi sangat gusar, ia maju sambil
menyengir dan kata dengan sengit "Jikalau bukannya kau,
tentu aku" Dengan sepasang senjatanya ia menyerang
sehebat-hebatnya. Akan tetapi, begitu ia menyerang itu begitu
ia melengak. Hanya dengan satu kali berkelebat, lawannya seperti lenyap
dari depan matanya, sebaliknya kedua lengannya segera
terasa sakit sekali hingga senjatanya tak dapat dicekal lebih
lama pula, kedua senjatanya itu terlepas dan jatuh sendirinya
Saking sakit ia menjerit dan merintih, berbareng dengan itu
tubuhnya terpental jauh jatuh terkulai disamping ketiga orang
utan, untuk tak berkutik lagi.
Ketiga pendeta melengak. kemudian mereka saling
menatap setelah itu bertiga mereka maju dua tindak. untuk
1704 terus berkata: "Sicu benar luar biasa kepandaian si-cu
Sekarang silakan si-cu menyambut kami bertiga"
Lantas mereka meluncurkan tangan mereka, kelihatannya
perlahan tetapi tenaganya hebat.
Ji in bersenyum, tanpa membilang apa-apa ia mengangkat
kedua tangannya, untuk dipakai menolak.
Ketiga pendeta menjadi kaget dan heran- Kembali mereka
melengak. Tadinya mereka menduga akan satu bentrokan
keras, tak tahunya tolakan mereka seperti masuk kelaut,
mereka merasakan siuran hawa yang dingin, terus siuran itu
berubah menjadi dorongan yang kuat.
Baru sekarang mereka berkuatir, lekas-lekas mereka
menarik pulang, Tapi sekarang sudah kasip. Tangan mereka
terasa dingin tubuh mereka seperti tergencet, sukar mereka
bergerak. sekaranglah mereka ingat kepada kematian, hingga
mereka merasa takut. Mau atau tidak. sendirinya mereka
memperlihatkan roman takut...
Jie In menggunai Bi Lek Sin Kang huruf "Merubah" atau
"melebur" dengan itu ia seperti melumerkan tenaga ketiga
musuhnya, setelah itu dengan perlahan lahan ia berbalik
mendesak Maka tak tahanlah ketiga pendeta itu. Mengawasi
ketiga pendeta, mata Jie In bersinar tajam.
"Sam-wi taysu, aku minta janganlah kamu membawa lebih
jauh sikapmu yang sembrono..." ia kata sabar, "Sekarang aku
minta sukalah taysu kembali kedalam kuil, jikalau ada
perbuatanku yang tak layaknya, tak dapatkah itu ditunggu
sampai sebentar malam?"
Habis berkata itu Jie In menyimpan tenaganya, maka
ketiga pendeta itu lantas memperoleh kebebasannya, akan
tetapi tubuhnya tertotok hingga mereka mesti berjalan pergi.
Mereka sendiri merasa tenaga mereka habis seperti orang
baru sembuh dari sakit. Tanpa dapat berbuat apa-apa,
melainkan saling bersenyum pahit, mereka menghilang
didalam lebatnya pepohonanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1705 Dengan masgul Jie In pun lantas berlalu, ia berjalan jalan
disekitar situ, tak setindak juga ia menginjak kuil, ia berlaku
waspada karena ia kuatir nanti ada lagi serangan gelap. Baru
kemudian ia pergi kearah ceng Im Kok yang seperti dirangkul
air didua jurusan, didalam kali kecil itu ada banyak ikannya.
Di-tengah kali ada sebuah batu yang dinamakan batu Gu
Sim cio yang menyambung dengan dua buah jembatan yang
bernama siang Kio ceng Im, itulah satu diantara tempat
kesohor dari Ngo Bi San- Dengan kagum Jie In berdiri ditepi kali kecil itu, mengawasi
air yang mengalir. Meski begitu, ia dapat melihat ketika
seorang pendeta dengan jubah kuning keluar dari ceng Im
Kok menuju ke jembatan. Begitu datang dekat pendeta itu tertawa sambil menguruturut
kumis jeng gotnya yang putih seperti perak- dengan
sikapnya yang manis itu dia berkata, "Jie Sicu bersendirian
saja, tentulah kau kesepian, maka itu dapatkah pinceng
menemani kau?" Jie In mengawasi sambil bersenyum. "Akulah seorang
tetamu," katanya ramah, "asal taysu tidak mencela aku dan
tak memandang aku sebagai musuh, aku suka sekali."
Pendeta itu mengawasi, ia menghela napas, kemudian ia
tertawa. "Pinceng seorang yang insaf," ia berkata "tak sudi pinceng
diganggu oleh peristiwa hari ini. Dapatkah sicu menempatkan
dirimu sebagai tetamu yang biasa supaya aku pun dapat
sebagai tuan rumah menyambutmu?"
"Aku bersedia menurut perintah mu taysu," sahut Jie In
halus. "Pinceng bernama Ko In," kata pendeta itu. "Silahkan sicu
turut pinceng masuk ke dalam tempatku"
Ji in menurut, maka ia ikut masuk kedalam Ceng Im Kok.
1706 Sampai malam anak muda ini berdiam ditempat nya Ko In
itu, baru ia keluar, dengan lantas ia menuju ke Kim Tian- ia
berlari-lari keras, dengan begitu ia tiba dengan cepat.
Begitu ia sampai, didalam pendopo muncul seorang
pendeta yang terus menyapa: "Jie Sicu di-situ ingin pinceng
menyampaikan berita bahwa ciangbunjin kami sudah
mengubah tempat pertemuannya dengan sicu, Kim Tian
menjadi puncak suci dari Ngo Bi Pay, maka itu ditukar dengan
Cian Hud Teng." Dengan lantas Jie In ingat keterangannya Tonghong Giok
Kun. "Mana dia Kim Teng Siangjin?" ia tanya dingin, ia
tertawa. "Dia sekarang berada di Cian Hud Teng lagi menantikan
sicu," sahut pendeta itu, "Pin-ceng diperintahkan untuk
menyambut dan mengantarkan sicu kesana."
"Baiklah" sahut Jie In. "Sampai ini waktu pendeta tua itu
masih tetap membawa lagaknya sebagai ketua"
Pendeta itu nampak gusar.
"Aku minta kau berhati hati mengeluarkan kata-katamu,
sicu" katanya, "Haraplah sicu tidak mengundang sesuatu yang
akibatnya tak menyenangi hati..."
Sepasang alisnya Jie In bangun.
"Mulutmu besar" katanya tak senang, "Apakah Kim Teng
sipendeta tua masih berkuasa sebagai ciangbunjin dari Ngo Bi
Pay?" Pendeta itu melengak. Tak dapat ia menjawab pertanyaan
itu, Tak dapat juga ia tidak menjawabnya. Memang benar Kim
Teng Siang-jin sudah copot sebagai ketua mereka, bahkan dia
telah kehilangan sin hu. Jie In lihat orang serba salah, romannya tak sedap untuk
dipandang, ia berlagak pilon. "Eh, kau kenapakah?" ia tanya
berpura-pura. "Siapa membuat kau ketakutan?"
1707 Masih pendeta itu mendongkol.
"Kau mengganggu sicu" katanya, "Ijinkanlah pinceng
mengundurkan diri silahkan sicu naik sendiri ke Cian Hud
Teng" Jie In tertawa lebar. "Apakah kau menyangka tak dapat tidak aku mesti
mengadu jiwa dengan Kim Teng si keledai bangsat itu?" ia
kata. Terus ia berjalan pergi.
Pendeta itu terkejut, ia takut menyalahi tugasnya.
"Sicu," ia berkata, "maaf untuk kelakuan pinceng yang
kurang ajar ini. Marilah pinceng memimpin sicu naik" Lalu ia
mendahului si-anak muda berlari keatas, Sambil lari itu
kadang-kadang ia menoleh kebelakang. Jie In tertawa, ia
mengikuti. Lewat dua puncak tibalah mereka disebuah-puncak yang
tinggi sekali, Si pendeta sampai lebih dulu, dia berdiri diam
dipuncak itu- Jie In melihat kelilingan-"Inikah Cian Hud Teng?" ia tanya.
"Itulah disana" sahut sipendeta seraya tangannya
menunjuk kedepan. Jie In mengawasi. Terpisah dua puluh tombak lebih di
sebelah depan tertampak sebuah puncak yang seperti masuk
kedalam awan, diantara sinar rembulan disana tampak juga
pepohonan- Seumumnya puncak itu gelap. Tidak ada jalan
untuk sampai disana. "Kenapa kau berhenti disini" "Jie In tanya sipendeta,
"Kenapa kau tidak jalan terus?" ia tertawa dingin.
"Cian Hud Teng menjadi puncak suci, pinceng tidak berani
naik kesana," pendeta im menjawab.
"Habis bagaimana jalannya untuk orang pergi kesana?"
"Sicu toh mempunyai kepandaian ringan tubuh yang
mahir?" pendeta itu membaliki, "Apakah sicu tidak lihat disana
1708 - itu dua lembar jembatan rantai yang menghubungi satu
dengan lain?" ia menunjuk.
Jie In heran juga maka lantas mengawasi ke tempat yang
ditunjuk pendeta itu. Baru sekarang ia melihat dua lembar
rantai, Memang orang dapat jalan disitu, tetapi disebabkan
tiupan angin keras jembatan itu bergoyang goncang tak
hentinya. "Didalam ini mesti ada rahasianya..." ia berpikir, Maka ia
berpaling kepada si pendeta dengan perlahan, acuh tak acuh.
Pendeta itu kaget ketika sinar matanya bentrok dengan
sinarmata orang didepannya itu hatinya goncang.
"Kecuali jembatan kawat itu, apakah masih ada jalan lain
untuk naik kepuncak?" tanya pula In Gak.
"Ada tapi tak dipakai," sahut si pendeta "Jalanan itu
menjadi jalanan terlarang selama seratus tahun lebih, Siapa
lancang jalan disitu dia bagian mati orang kami yang dapat
jalan d iatas jembatan rantai ini, kecuali ciangbunjin kami,
belum pernah aku lihat seorang lain juga. Inilah bukan tak ada
orang yang tak bisa hanya itu disebabkan larangan, yang tidak
dapat dilanggar."
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jie In tertawa. "Kelihatan kau pun lihay," ia kata, "Silakan kau menunjuki
jalan padaku. Aku jamin bahwa kau nanti turun pula dari Cian
Hud Teng dengan tidak kurang sesuatu apa"
Pendeta itu kaget sampai mukanya menjadi pucat, Terang
dia takut. "Kepandaianku tidak berarti" katanya "Tak dapat pinceng
melintasi ini jembatan rantai, harap sicu tidak
mentertawakannya..."
Jie In tertawa dingin, berbareng dengan itu tangannya
menyamber jalan darah ji- khi dari pendeta itu hingga orang
menjerit tertahan terus tubuhnya roboh dengan pingsanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1709 Ketika itu angin bertiup keras. Jie In memandang kepada
jembatan, yang bergoyang keras, ia mengawasi seraya
berpikir. "Pastilah ini tipu daya keji dari Kim Teng," ia menduga,
"Selagi aku berjalan sampai ditengah dapat kejadian dua
orangnya, yang berada di kedua seberang, nanti membikin
putus jembatan istimewa ini, Dengan begitu pastilah aku bakal
roboh hancur-lebur didasar jurang ini.
Sungguh dia jahat, Syukur aku curiga, Sekarang aku telah
merobohkan ini satu orangnya bagaimana dengan yang
diujung sana"..."
Ia menjadi bersangsi hingga ia mesti berpikir keras, Lantas
ia ingat sesuatu, Maka ia berpikir pula: "Tak dapat aku dibikin
bingung. jaraknya jembatan ini cuma kira-kira tiga puluh
tombak dapat aku melompatinya dengan bantuan ilmu Leng
Khong Hie Touw di gabung dengan Thian Liong Pat Sie,
Kenapa aku tidak mau berlaku sebat" Sebelum mereka sempat
memutuskan jembatan tentulah aku sudah sampai diseberang.
Apa mereka bisa bikin atas diriku?"
Meskipun ia sudah berpikir demikian anak muda ini masih
memandang kearah jurang yang dalam sekali, ia sukar melihat
apa-apa, Didalam jurang itu, angin menderu keras.
"Sebenarnya apa bukan lebih baik untuk menyeberang
dengan ambil jalan lain?" ia masih berpikir "Hanya buat apa
aku menyebabkan Kim Teng si bangsat gundul memandang
enteng kepadaku?" Mengingat ini, semangatnya menjadi terbangun. Maka ia
lantas mengambil keputusannya,
Terus ia lompat tujuh atau delapan tombak. ia berlompat
dengan ilmunya, "Cian Liong Seng Thian" atau, "Naga naik
kelangit." Begitu kakinya menginjak rantai ia lompat pula
dengan berjumpalitan, hingga ia lewat lagi empat tombak"
Ketika itu kepalanya berada di bawah dan kakinya diatas,
Dengan kedua tangannya ia menjambret rantai,
1710 Tiba-tiba diantara suara angin ia mendengar pujian
nyaring: "Sungguh ilmu silat Thian Liong Sin-Hoat yang lihay"
Tentu sekali ia menjadi terkejut, apa pula itu waktu lantas ia
mendapat lihat berkelebatnya satu bayangan didekat puncak
menyusul mana terlibat juga sesuatu yang bersinar hijau
menyambar kearah jembatanDiujung yang lain tampak sinar yang serupa, ia kaget
karena ia dapat menduga apa artinya itu, itulah saat mati atau
hidupnya... Didalam keadaan yang mengancam itu. Jie In tidak menjadi
bingung, Dengan tangan kanan ia mencekal rantai, ia menarik
dengan menggentak keras, Maka itu bersama dua lembar
rantai itu ia meluncur turun, menuju kesebuah batu besar
ditembok jurang dari Cian Hud Teng.
Justeru itu ada tiga sinar pedang menyambar ke arahnya,
Tidak ayal lagi ia menolak dengan tangan kirinya
Tiga kali terdengar jeritan paling susul lalu terlihat tiga
bayangan orang terjatuh kedalam jurang .
Jie In sudah lantas tiba dibatu gunung dimana ia dapat
menaruh kaki, Biar bagaimana ia kaget, Setelah dapat
menetapkan hati, baru ia melongok kedalam jurang,
ketepiannya, ia melihat banyak pohon rotan, dan lainnya yang
kecil-kecil. Tanpa oyot rotan, tak dapat orang merayap naik keatas
atau turun ke dasar jurang, Akhirnya ia menghela napas.
"Sungguh Kim Teng jahat," katanya didalam hati, "Dilihat
dari sini, berbahaya untuk aku manjat terus, Hanya
bagaimana aku harus turunnya".."
Lagi sekali Jie In mesti mengasa otak. ia menghadapi
kesulitan disusun kesulitan, Lalu ia ingat ketiga orang yang
terhajar roboh barusan, Mereka itu tentulah ketahui jalan naik
dan jalan turun, Kalau tidak- tidak nanti mereka berada
1711 dipinggang jurang itu. Upamanya mereka tentulah bisa
kembali dari tempat dari mana mereka datang...
Maka ia memandang tajam kesekitarnya, Lama-lama ia
dapat lihat samar-samar, ia mendapatkan batu itu besar dan
bundar sepuluh tombak lebih, ia heran, ia mengawasi terus,
Dengan lewatnya sang waktu, ia dapat melihat dengan
terlebih nyata pula. Ada dua batang rotan dekat batu itu yang licin bekas
dipegang-pegang atau dibuat main, Rotan itu meroyot turun,
ia jadi curiga. "Mungkinkah dibawah batu ini ada jalannya?"
pikirnya. Tanpa berpikir lebih jauh Jie In pegang dua batang rotan
itu dengan perantaraan itu, dia merosot turun, ia terus
memasang mata, ia melihat dibawah batu sebuah lobang gua.
Dengan tubuh masih berayun ia menaruh kaki dimulut gua
untuk masuk ke dalamnya, mendapatkan sebuah gua yang
sangat gelap. Karena itu diwaktu bertindak ia berlaku hati-hati
sekali, terutama ia memasang telinganya, ia bertindak dengan
perlahan, Masuk kedalam hawa terasa dingin.
Terowongan pun makin sempit. jalanan banyak
pengkolannya. Terang itulah jalan naik.
"Inilah tentu jalan untuk naik kepuncak Cian Hud Teng,"
pikirnya, ia jalan terus sejauh kira seratus tombak lebih ketika
mendadak ia merandak. ia menangkap suaranya dua orang,
Dengan lantas ia memasang telinga.
"Kenapa mereka bertiga masih belum kembali?" demikian
suara yang satu. "Jangan jangan Jie In tidak mau mengambil
jalan di jembatan rantai itu, Untuk sampai di Cian Hud Teng,
mesti ada jalan lainnya. Jie In pasti dapat memikir itu. Atau
mungkin dia sudah tahu jalanan itu, Mustahil dia bersedia
untuk menempuh bahaya?"
1712 "Jalanan itu jalanan yang terlarang," kata yang lain- "Siapa
jalan disitu dia bagian mati tanpa ampun lagi. Sudah seratus
tahun lebih tak ada orang yang berani memakai jalan itu.
Mustahil Jie In berani jalan disana?"
"Apakah Jie In dapat dibikin takut oleh larangan itu"
Bukankah dia liehay dan nyalinya besar sekali. Lihat saja,
seorang diri dia berani mendaki Ngo Bie San dan nyelundup
masuk ke Kim Tian mencuri sin-hu itulah tanda orang dengan
keberanian luar biasa, Hanya Ciangbunjin seorang yang luas
pengetahuannya, dia pandai menaksir hati orang Rimba
Persilatan- Dia percaya Jie In bakal mengandalkan kepandaiannya,
meski karena keangkuhan atau kejumawaannya Jie In
mengambil jalan jembatan rantai itu sedikitnya untuk dicobacoba..."
Mendengar itu Jie In kagum berbareng terkesiap hatinya,
Nyata ia sudah melakukan suatu pelanggaran kepada
pantangan besar kaum Rimba Persilatan, Memang benar ia
besar kepala, Memang tak seharusnya ia mengambil jalan
jembatan rantai itu. "Lain kali aku masti berhati-hati" katanya dalam hati. "Suhu
memang mengatakan aku muda dan hatiku gampang
goncang." Ia kagum buat dugaanya Kim Teng Siangjin,
"Jadinya menurut kau pasti Jie In bakal mengambil jalan
jembatan rantai itu?" kata pula yang kedua, "Kalau benar ini
tentulah tubuhnya sudah hancur remuk di dasar jurang..."
"Belum tentu... Mungkin, mereka itu bertiga masih
menunggu. Mereka bukan dari kelas satu tetapi mereka cerdik
sekali. Atau ada kemungkinan lagi Jie In telah menduga
kepada ancaman bahaya dan telah menggagalkannya... Ah,
kasihan Kim Teng Ciangbunjin, kesukarannya bukan main, dia
berduka tak terkira. Ciat In su-couw tidak sudi membantu
1713 padanya, hingga dia mesti menempuh bahaya seorang diri,
jikalau usahanya itu gagal, pastilah Jie In bakal naik Cian Hud
Teng itulah perbuatan berbahaya untuknya, tentu sekali
Sucouw bakal menganggap ia melanggar larangan. Sucouw
demikian liehay, mana sanggup Jie In melawannya?"
Mendengar pembicaraan lebih lanjut itu Jie In berpikir:
"Benar sekali dugaan Tonghong Giok Kun. Benar-benar Kim
Teng mencoba minta bantuan Ciat in Sucouw itu, Karena dia
tidak dibantu, sekarang pastilah Kim Teng lagi
menyembunyikan diri, Dia tentu hendak memancing aku
supaya aku melanggar aturan Ciat in itu... Baiklah aku coba
bekuk dua orang ini, guna mengorek keterangan dari
mulutnya dimana Kim Teng sudah sembunyikan diri. Aku mesti
langsung mencari dia, tak dapat aku menimbulkan lain urusan
lagi." Lantas In Gak memperhatikan dua orang itu. ia menduga ia
terpisah lebih kurang sepuluh tombak dari mereka itu. Dengan
berani ia menjejak tanah, untuk lompat kedepan,
Ia bergerak dengan sangat cepat tetapi ditempat seperti
terowongan gua itu, suara anginnya bersiur nyata. Dua orang
itu terkejut. "Siapa?" mereka tanya.
In Gak tidak menjawab, hanya sebelum-orang sempat
berdaya, tangannya sudah menyambar pundak mereka itu.
Itulah gerakan tipu silat "Siang Liong Put cui," atau
"Sepasang naga menyemburkan air" suatu jurus dari Hian
Wan Sip-pat Kay bagian ci Liong ciu hoat atau "Mengekang
Naga" Maka dua orang itu tak sempat berdaya menangkis
atau berkelit, tubuh mereka lemas selekasnya mereka
mengasih dengar suara kaget tertahan, keduanya roboh cuma
mata mereka yang mendelong mengawasi.
"Apakah kau Jie In?" tanya yang satu yang suaranya parau,
"Kau main membokong, kami tidak puas Aku minta kau
1714 bebaskan kami dari totokan, lalu kita bertempur satu lawan
satu dengan begitu sekalipun mesti mati, kami puas."
"Tidak salah akulah Jie In" sahut In Gak yang menarik
pulang kedua tangannya "Aku tidak berniat membunuh orang
maka itu aku bokong kamu. Tidak dapat kamu menggunai
kata-kata kamu untuk membikin aku gusar. Tidak bisa lain aku
minta sukalah kamu bersabar sebentar"
Dua orang itu berdiam. Mereka merasakan tubuh- mereka
makin lemah, Lantas mereka mengerahkan tenaga dalam,
niatnya untuk melawan atau sedikitnya bertahan- Adalah
keinginan mereka yang sangat untuk bisa membebaskan diri.
Apa mau, justeru mereka mengerahkan tenaga justeru darah
mereka menjadi mandek. Bukan main kagetnya mereka. Cepat-cepat mereka
menghentikan percobaan mereka itu.
"Kami masih mempunyai tiga kawan yang menjaga dimulut
gua," berkata orang yang kedua, "Kenapa mereka belum juga
kembali" Apakah mereka pun telan kena ditotok tuan?"
"Ketiga kawan kamu itu ?" Jie In mengulangi "Mereka itu
menyerang aku dengan pedang mereka, aku mengalah
dengan berkelit. Sayang mereka menyerang terlalu hebat,
setelah serangannya gagal mereka tak dapat menguasai diri
mereka, mereka terjerunuk masuk kedalam jurang dimana
mereka mengubur diri mereka sendiri."
Dua orang itu kaget, mereka mengawasi satu pada yang
lain, mulut mereka bungkam.
"Aku si orang she Jie ingin memohon sesuatu kepada
kamu, tuan-tuan" berkata Jie In kemudian- "Sekarang ini Kim
Teng Siangjin bersembunyi dibagian mana di Cian Hud Teng"
Aku minta kamu suka memberi keterangan kamu," suara itu
perlahan dan sabar tetapi nadanya mengancam.
Dua orang itu mengangkat muka mereka, untuk mengawasi
Jie In- Dengan lantas sinar mata mereka kedua belah pihak
1715 beradu, Dua orang itu terkejut. Sinar mata Jie In sangat tajam
dan berpengaruh seperti pedang menusuk jantung hati
mereka keruan berdebaran.
"Tuan apakah kau tidak menginsafi halnya siapa berbuat
baik dia menanam kebaikan?" kata yang satu. "Bukankah baik
untuk menahan diri guna tidak berlaku keterlaluan" Sungguh
bagus kalau tuan bisa melepas tangan dimana tangan kau
dapat dilepas. Bukankah Kim Teng ciangbun bukannya musuh
besar turun temurun dari tuan?"
Lagi pula ilmu silat Kim Teng ciangbun tak ada dibawahan
kau, tuan maka jikalau kamu sampai bertempur entahlah
menjangan bakal terbinasa ditangan siapa, Maka itu jikalau
menurut kami, suka kami memberi nasihat agar tuan
menghentikan tindakanmu dan lantas pergi pulang saja..."
Jie In bersenyum. "Kau bermaksud baik tuan tuan," kata ia. "Apakah tuantuan
tidak tahu untukku ada jalan buat datang kemari tetapi
tidak ada pintu buat pergi keluar" Bukankah sekarang ini anak
panah sudah dipasang pada busurnya hingga jemparing tak
dapat tak dilepaskan" sebenarnya aku si orang she Jie belum
pernah aku bertindak keterlaluan dari itu kamu baiklah
melegakan hati kamu. Tolong tuan tuan beritahukan dimana
Kim Teng bersembunyi aku tahu bagaimana aku harus
mengambil sikap terhadapnya."
Dua orang itu kaget. "Apakah jembatan rantai sudah putus?" tanya yang satu.
Dia tidak menanti jawaban, hanya dia menghela napas, Baru
setelah itu dia menambahkan: "Sekarang ini Kim Teng
ciangbun lagi menempatkan diri di kamar chong Keng Kok dari
kuil Ban Siu Si, disebelah timurnya, pergilah tuan cari dia
disana..." Jie In mengangguk 1716 "Terima kasih," katanya, "Sekarang aku minta sukalah
kamu berdiam terus disini, sebentar apabila telah tiba saatnya,
kamu nanti dapat bebas sendiri."
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perkataan Jie In ini ditutup dengan totokannya kepada
jalan darah tidur dari dua orang itu, setelah itu dengan cepat
ia berlalu untuk maju terus kedepan.
Tidak lama maka tibalah Jie In diluar gua hingga ia melihat
dirinya berada dipinggiran jurang cian Hud Gay.
Ketika itu rembulan sudah berada ditengah-tengah langit,
bintang bintang mulai sirna. Sebaliknya sang angin menderu
deru, suaranya berisik, dilembah terdengar kumandangnya.
Jie In memandang ke sekelilingnya. ia melihat sebuah kuil
didepannya, ia percaya itulah Ban Siu Si. ia mendapatkan kuil
sunyi dan tiada sinar apinya, Meski begitu, habis menghela
napas ia toh lari kearah rumah suci itu.
Diatas chong Keng Kok. lauwteng tempat simpan kitabkitab,
diruang sebelah timur, di antara banyak para-para
terdapat banyak sekali kitab, Didalam kamar itu, ditengah
tengahnya seorang pendeta lagi duduk bersila diatas
pouwtoan. Dia merangkap kedua tangannya dan kepalanya
tunduk. Dialah seorang pendeta tua, karena dia Kim Teng Siangjin
ketua Ngo Bi Pay yang baru saja melepaskan kedudukannya
sebagai ciangbunjin- Nampak tegas pada wajahnya bahwa dia lagi mendongkol
berbareng berduka, dari mulutnya saban saban terdengar
suara tak tegas tanda dari pikirannya yang kacau, Dia telah
memikir kalau tipu dayanya berhasil, pasti Jie In terkubur
didasar jurang maka dari mayat orang dia akan mendapatkan
pulang ciangbun Sin-hu, untuk dia memperoleh pula
kedudukannya yang agung. Kalau tidak, tak dapat ia
memikirnya... 1717 Tengah pendeta ini kelelap dalam pikirannya itu, tiba tiba ia
mendengar satu suara perlahan yang nadanya dingin: "Aku si
orang she Jie datang menetapi janji, Siangjin sungguh agung,
taklah kecewa kau menjadi seorang ketua, aku si orang she
Jie taklah sanggup menandingimu..."
Bukan kepalang kagetnya sipendeta, ia heran kenapa orang
ketahui ia bersembunyi didalam chong Keng Kok. ia menduga
kalau Jie In berhasil menyeberang ke cian Hud Sie, mestinya
dia lagi mencari ubak-ubakan didalam Ban Siu Sie hingga dia
mungkin kepergok Ciat In hingga dia bakal di ringkus pendeta
berilmu itu. Tanpa menoleh lagi ia menggeraki tangannya
kebelakang sambil tubuhnya bergerak. niatnya menyerang
sambil berlompat bangun, Akan tetapi disaat ia mengerahkan
tenaganya, mendadak ia merasa lengannya sakit lalu kaku,
lalu napasnya mendesak mandek. hingga mau atau tidak, ia
mesti mengasi dengar suara rintihanJie In tahu baik orang liehay dan licik, dia menduga bakal
menerbitkan suara untuk membikin kaget pada Ciat In Siansu
maka itu dia sudah berlaku sebat mendahului dengan satu
jurus Hian Wan Sip-pat Kay, "Kwe Seng menghitung
binatang," dia mencekal lengan sipendeta, dia memencet dan
mengangkat. Maka itu ketika tubuh Kim Teng terangkat naik, tubuh itu
lantas turun kembali tanpa menerbitkan suara.
Segera keduanya berdiri berhadapan, mata mereka saling
menatap. Yang satu memandang keren, yang lain nampaknya
likat sekali. Jie In lantas berkata perlahan tetapi tajam: "Siangjin,
hatimu sangat busuk." Mengapa kau hendak mencelakai aku
sampai begini rupa" Sekarang apakah kau hendak bilang?"
Sekian lama Kim Teng Siangjin berdiam baru dia tertawa
menyeringai malu dan berduka dan mendongkol.
"Kau beruntung sekali tak terkubur di dasar jurang, siecu
itulah rupanya kehendakan Thian," kata dia. "karena itu apa
1718 aku sipendeta tua bisa bilang" Hanya kalau kau mengatakan
aku busuk. itulah tak tepat, Aku sipendeta tua menjalankan
aturanku menghukum murid-muridku, tindakan itu tidak
menyalahi atau menentang kau siecu, tetapi sebaliknya kau,
kau telah membikin runtuh keagunganku sebagai seorang
ketua partai hingga tak ada tempat untuk aku menaruh diriku.
Hal yang benar yalah aku melakukan perbuatanku saking
terpaksa. Umpamakata kita berdua bertukaran tempat tidak
nanti kau akan mengatakan aku sipendeta tua bertindak
keterlaluan" Jie In tertawa dingin- "Jadi Siangjin hendak mengatakan aku si orang she Jie
keterlaluan?" katanya. "Sicu ketahui sendiri, buat apa sicu
menanya lagi." Jie In mengawasi tajam, ia kata heran- "Kejadian hari ini
mungkin seperti apa yang kau katakan, siangjin. Akan tetapi
jikalau kau suka memikir dengan tenang, maka kau pastilah
ketahui bahwa aku si orang tua she Jie telah bertindak dengan
hati murah terhadapmu"
Kim Teng nampak melengak. "Sebenarnya aku cuma
bertindak terlalu kukuh, sama sekali aku tidak bersalah terlalu
besar," katanya, "Sekarang aku telah roboh ditangan kau,
jikalau kau hendak mempersalahkan, pasti kau tidak
kekurangan alasan..."
Jie In tertawa pula. "Siangjin, bagus kata-katamu" katanya, "Apakah siangjin
ingat halnya seorang yang bernama Twi Hun Poan Cia Bun"
ketika dulu hari itu terjadi pengeroyokan pengecut di Siang
Kang, itu telah terjadi karena kaulah yang berbuat, siangjin
Mustahilkah siangjin tidak ingat itu dan tak menginsafi akan
akibatnya?" Mukanya Kim Teng Siangjin menjadi pucat, ia kaget bukan
main- ia paksakan diri akan tertawa dan kata: "Ketika itu dua
1719 muridku telah dikorek matanya dan dikutungi anggauta
tubuhnya, mereka digantung selama tiga hari, hingga mereka
mati karenanya darahnya kering. itulah sebab utama
permusuhan. Apakah pembalasan untuk itu tak layak?"
Mendengar bantahan itu, Jie In murka tak kepalang, hingga
darahnya terasa bergolak.
"Tutup mulutmu" ia membentak, Jikalau bukannya muridmuridmu
sangat jahat, mana bisa mereka mendapat
hukumannya" Cia Bun adalah seorang tay-hiap. mana bisa dia
membunuh orang tanpa salah-dosa?"
Diwaktu berkata demikian, hati Jie In sendiri bertentangan
dengan sangat keras, ingin ia menuntut balas buat membunuh
sipendeta, berbareng dengan itu ia seperti mendengar
pesannya Bu Liang Siangjin untuk ia jangan membunuh orang,
maka itu ia mengawasi sipendeta dengan matanya bersinar
bengis sekali. Kim Teng Siangjin telah menjadi nekad, ia pikir lebih baik
mati daripada hidup, Maka itu dengan berani ia mengasih
dengar tertawa dingin. "Kiranya kaulah sahabatnya Cia Bun, sicu" katanya, "Kau
mencari balas untuk sahabat-mu, kau harus dipuji, Dulu hari
itu aku mengatur tipu jahat untuk menentang kejahatan,
perbuatanku itu tidak ada orang yang mendapat tahu, tetapi
sicu dapat juga menyelidikinya, kau benar cerdik luar biasa,
coba itu waktu Cia Bun menangkap kedua muridku itu untuk
diserahkan pada aku sipendeta tua, supaya aku sendirilah
yang menghukumnya, pasti tak bakal terjadi peristiwa
pengepungan di Siang Kang itu"
"Aku si orang she Jie bukannya lagi bekerja untuk
sahabatku" kata Jie In lagi, "Aku lagi bekerja karena
permintaan anaknya Cia Tay-hiap itu Tentang perbuatanmu
dulu hari itu, jikalau kau ingin orang tidak mendapat tahu
seharusnya janganlah kau kerjakan. Hm, Sampai saat ini kau
1720 masih memutar lidahmu yang lemas. Mari kita bicara dari
kejadian hari ini itulah contoh. Kau sangat mengeloni muridmu
Maka seandainya dulu hari itu Cia Tay-hiap menyerahkan
murid- niurid mu padamu siapa mau percaya bahwa kau bakal
menjalankan aturanmu tanpa kau berlaku berat sebelah?"
Kim Teng kalah alasan, dia berdiam. "Sicu, jangan kau
keterlaluan" katanya kemudian, "Tentang peristiwa dulu hari
itu. sukar untuk dibicarakan sekarang, sulit buat mendapat
tahu siapa benar dan siapa salah Cia Bun ada turunannya,
kenapa turunannya itu tidak mau datang sendiri kemari"
Bukankah sakit hati ayah membuatnya orang tak dapat hidup
bersama-sama dikolong langit" Sampai itu waktu aku
sipendeta tua, aku akan mati puas.
Tapi sekarang sicu perlakukan aku secara memaksa. Dalam
hal ini bukannya kepandaianku tidak berarti, itu cuma
disebabkan kita belum mengadu jiwa, maka juga kekalahanku
ini tak dapat aku terima"
Jie In masih mengendalikan diri, "Turunannya Cia Tayhiap
sekarang masih ada di gunung dimana ia lagi belajar silat,
nanti ada saatnya dia bakal datang mencari sendiri padamu"
katanya, "Sekarang ini aku siorang she Jie tidak mempunyai
terlalu banyak tempo untuk melayani kau" ia lantas
melepaskan cekalannya, ia kata pula: "Sekarang aku meminta
diri, lain kali bakal datang-hari-nya yang kita akan bertemu
pula" Kim Teng Siangjin merasakan tenaganya habis, mau atau
tidak- ia jatuh numprah. Jie In ingin lompat ke jendela buat mengangkat kaki ketika
ia mendengar satu suara orang tua yang keren yang
datangnya dari arah jendela, katanya: "Apakah kau Jie In
sendiri" Cian Hud Teng menjadi tempat terlarang semenjak
seratus tahun, kau sengaja mendatanginya, kau benar
bernyali besar dan lancang. Apa kau hendak bilang sekarang?"
1721 Jie In melengak. Didalam hatinya ia kata. "Akhir-akhirnya
aku membikin kaget juga pada Ciat In Siansu Sudah terlanjur,
biarlah" Maka ia lantas mengawasi keluar.
Di depan jendela dimana ada tanah pekarangan yang
datar, dibawah sebuah pohon kayu yang besar dan daunnya
lebat, nampak seorang pendeta tua bertubuh kurus dengan
kumis dan jenggotnya telah putih semua, ia lantas lompat
keluar untuk menghampirkan sampai kira delapan kaki.
Pendeta itu mengawasi tajam, terus dia membentak: "Ha,
didepan lolap kau masih berani mempertontonkan
kepandaianmu" Dia berkata begitu dengan matanya bersinar
tajam, terus tangannya diulur buat dipakai menyambar. Itulah
sambaran hebat sekali. Jie In berkelit dengan tindakan Hian
Thian Cit Seng Pou. Pendeta tua itu terperanjat. Sekejap saja orang dapat
menyingkir dari tangannya yang lihay itu, Tapi ia tidak
berhenti, ia lantas berdetak pula, Sambil tubuhnya memutar,
tangan kanannya meluncur.
Lagi sekali sambaran itu tak mengenai sasarannya, Tubuh
Jie In berkelebat dan bebas. Bukan main herannya Ciat In demikian si pendeta tua. "Tidak pernah ada orang lolos dari sambaranku," pikirnya,
"Dia ini benar benar orang lihay."
Ketika itu terdengar tertawa perlahan dari Jie In yang
berada dibelakang si pendeta.
"Locianpwe, kenapa locianpwe tidak suka memberikan
ketika untukku memberi keterangan?" tanyanya, "Taruh kata
benar boanpwe sudah berbuat lancang, tetapi pelanggaran ini
bukan pelanggaran sengaja, ada alasannya untuk
memaafkannya ..." Ciat In memutar tubuh dengan perlahan.
"Benar- benarkah kau tak tahu adanya larangan?" ia
menegas. 1722 Jie In memperlihatkan sikap menghormat
"Boanpwe belum pernah merantau, pengetahuan dan
pendengaranku cetek sekali." ia berkata, "apa yang pernah
boanpwe lakukan yalah menuntut penghidupan sebagai tabib,
Kali ini boanpwe datang kemari karena menerima permintaan
keponakan muridmu untuk memenuhi undangan Kim Teng
Siangjin untuk menguji kepandaian diatas puncak Cian Hud
Teng ini..." "Tentang itu, lolap sudah tahu," kata Ciat In, "dan apa
yang kamu berdua bicarakan barusan, lolap telah dengar
semua, Perihal urusan Ngo Bi Pay. lolap sudah bersumpah
tidak mau mencampur tahu, Tapi siapa lancang datang ke cian
Hud Teng, dialah bagian mati Benar- benarkah kau tidak
ketahui larangan itu."
"Locianpwe," kata Jie In, "jikalau apa yang boanpwe
katakan tidak benar, silahkan locianpwe tanya pada Kim Teng
siangjin pasti locianpwe akan mengetahuinya." ia hening
sejenak. ia mengawasi pendeta tua itu, lalu menambahkan
"Pastilah locianpwe menjadi orang tertua dari Ngo Bi Pay
syukur boanpwe dapat mengunjunginya, Sukalah locianpwe
memberitahukan nama dan gelaran locianpwe pada
boanpwe?" Pendeta itu mengawasi sejenak. "Namaku si orang tua
sudah lama tak diketahui orang, maka itu tak usah kau tanya"
ia menjawab "Biar bagaimana kau sudah naik ke Cian Hud
Teng ini kau jadi sudah melanggar laranganku, Barusan kau
dapat lolos dari samberanku, itulah bukti ilmu silatmu tak
dapat dicela, maka sekarang lolap tidak mau membikin susah
padamu, mari kau layani lolap. asal kau dapat bertempur
sampai seratus jurus kau boleh berlalu dari sini dengan tidak
terganggu." 1723 Jie In berdiam sekian lama, baru ia menjawab "Boanpwe
tidak tahu diri, biarlah boanpwe menerima perintah locianpwe,
cuma boanpwe mohon sukalah locianpwe berbelas kasihan..."
Ciat In siansu lantas berkata dingin: "Sebabnya kenapa
sekarang lolap berada disini yalah karena belum pernah lolap
mengenal kasihan, sudah lewat banyak tahun, masih lolap tak
sudi merubahnya, maka itu sekarang setiap kali lolap turun
tangan, pasti lolap tidak mau mengenal kasihan, karenanya
segala apa lihat saja peruntunganmu"
Hati Jie In bercekat. "Hebat orang tua ini," pikirnya. "Dia benar-benar jumawa
dan keras hatinya. Kelihatannya malam ini tak dapat tidak, aku
mesti keluarkan semua kepandaianku." Maka ia tertawa
dengan jumawa, kakinya bertindak dengan tindakan Hian
Thian Cit Seng Pou. ia bersiap dengan kedua tangan di dada,
terus ia menjura, Habis itu ia kata: "Locianpwe, silahkan
locianpwe memberikan pengajaranmu."
Alis putih dari Ciat In bangun, matanya pun bersinar
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bengis. "Benarkah kau berani tak memandang mata pada
lolap?" tandanya membentak.
"Tidak. locianpwe," sahut Jie In tertawa, "Locianpwe sendiri
yang hendak memberikan pengajaran padaku, Loeianpwe
bilang aku dapat membebaskan diri dalam seratus jurus
locianpwe akan membiarkan aku berlalu dengan tidak kurang
suatu apa dari cian Hud Teng ini. Karena itu mana berani
boanpwe menurunkan tanganku?"
Ciat In mengasih lihat wajah dingin.
"Kau berhati-hati" katanya, "Didalam seratus jurus itu lolap
telah mengumpulkan semua macam ilmu silat dikolong langit
ini maka itu lolap kuatir kau tak akan bertahan sampai semua
seratus jurus itu..." Setelah begitu kedua tangannya lantas
bergerak. cepat umpama kata kilat.
1724 Jie In menggeser tubuh kekiri, jauhnya setombak lebih. ia
bergerak dengan sangat cepat, toh ia terkejut, Tangannya Ciat
In meluncur terus kepadanya. Terpaksa ia bergerak lebih jauh
dengan Hian Thian cit Seng Pou, tindakan Tujuh Bintang.
Ciat In menjadi jago Ngo Bi Pay yang utama, sudah begitu
selama beberapa puluh tahun terkeram dipuncak cian Hud
Teng, ia tidak alpa dengan ilmu silatnya, maka itu dapat
dimengerti berapa jauh ia telah memperoleh kemajuanJie In kaget mendapatkan ia disusul terus, ia tidak kena
terjambret tetapi anginnya serangan sipendeta terasa
menusuk telinganya. Maka ia kata dalam hatinya:
"Pendeta ini hebat luar biasa jikalau kepandaiannya ini
diwariskan semua kepada orang-orang Ngo Bi Pay, pasti Ngo
Bi Pay bakal jadi jago Rimba Persilatan-"
Tengah berpikir ini, Jie In menjadi kaget pula, ciat In
menyerang ia dengan jurus "Ngo Gak Teng In" atau "Lima
gunung besar menelan awan", Tanpa diketahuinya pundaknya
di bagian jalan darah kin-Ceng telah kena disentuh.
Dalam sekejap pundaknya itu, pundak kiri menjadi kaku,
Sambil mendaki ia segera melakukan pembalasan, Dengan
lima jari tangan kanan dengan jurus "Hun Sui Kim Liong" atau
"Memecah air menangkap naga" ia menyamber tangannya
sipendeta, itulah suatu jurus Ci Liong Ciu Hoat dari Hian Wan
Sip-pat Kay. Ciat In terkejut ia merasa tangannya, di bagian nadi, kena
tercekal lawan- Baru sekarang ia insaf lawan benar-benar lihay
luar biasa. Untuk menolong diri, sambil menarik pulang tangan
kanannya itu, dengan tangan kirinya ia menyerang.
Jie In tahu diri, ia mengenal batas, Tanpa menanti
serangan tiba, ia sudah mencelat mundur tujuh kaki, inilah
gerakannya yang dinamakan "Kim Lee To Coan Po" atau "Ikan
gabus emas berjumpalitan menembusi umbak" ia melesat
jauhnya delapan tombak. 1725 Hebat serangannya Ciat In itu, Kehilangan sasarannya,
tangannya menghajar pohon aras dibelakang lawannya,
hingga pohon itu bergoncang keras.
"Locianpwe, aku mohon tanya." Berkata Jie In, "apakah
telah cukup jumlah seratus jurus?"
Tanpa merasa saking cepatnya, mereka sudah melewati
banyak jurus. Melihat kegesitan lawan, Ciat In menghela napas dalam
hatinya dan berpikir: "Benarlah apa yang dibilang mengenai
lihaynya orang ini, Aku merasa ilmu silatku sudah luar biasa
hingga aku menjadi jumawa, tidak tahunya ada orang yang
dapat menimpali aku, Aku ingat kata-katanya almarhum
ciangbunjin bahwa aku, karena sesatku apabila aku campur
urusan Ngo Bi Pay, aku bisa membikin NgoBiPay runtuh
karenanya, ini pula sebabnya Kenapa aku telah bersumpah
tidak mau mencampuri urusan Partai, Sekarang berbukti aku
lagi menghadapi orang tangguh ini. Memang, apabila aku
roboh ditangan dia ini, habislah sudah Ngo Bie Pay..."
Justeru ia berpikir, ia mendengar pertanyaannya Jie In itu.
"Baru empatpuluh sembilan jurus" ia menjawab "Apakah kau
jeri?" ia menjawab dingin.
Jie In tertawa tawar, ia menyahut: "Kepandaian boanpwe
cetek sekali tak dapat boanpwe dibandingi dengan locianpwe,
Akan tetapi locianpwe telan menjanjikan batas seratus jurus,
boanpwe merasa bahwa dalam seratus jurus taklah sampai
boanpwe kena dirobohkan"
Mendengar itu sinar mata ciat In berubah menjadi sinarpembunuhan,
Teranglah bahwa hatinya menjadi panas.
"Benarkah katamu ini?" ia tegaskan- "Lo-lap..."
Mendadak sinar mata itu beruba menjadi lunak pula,
Dengan menghela napas, ia kata: "Pergilah kau meninggalkan
cian Hud Teng Lolap tidak akan melakukan pembunuhan Kim
1726 Teng sudah kehilangan kedudukannya sebagai ketua dengan
begitu lolap menjadi dapat kawan untuk memahami pelbagai
kitab guna melewatkan dihari-hari yang sunyi diatas puncak
ini. Hanya baiklah kau ingat kalau nanti datang harinya Kim
Teng pergi mencari kau itu artinya telah tiba hari dari
kecelakaanmu" Jie In melengak. "Rupanya locianpwe hendak mewariskan semua
kepandaian locianpwe kepada Kim Teng Taysu?" kata ia
perlahan- "Benar," menjawab sipendeta, suaranya keren, "Lolap
sudah bersumpah tidak mempedulikan urusan Ngo Bi Pay,
sumpah itu hendak lolap hormati. sebenarnya kau harus
dihukum picis tetapi lolap tidak mau melanggar sumpah, maka
selanjutnya tugas melindungi Ngo Bi Pay akan lolap serahkan
pada Kim Teng keponakan muridku itu."
"Itulah urusan locianpwe, boanpwe tidak berhak
mencampur tahu," berkata Jie In, "hanya ingin boanpwe
tegaskan, Kim Teng berpikiran cupat, dia tinggal menanti saja
hari kebinasaannya "
Habis mengucap begitu Jie In tertawa berkakak, lantas
tubuhnya mencelat, jauhnya belasan tombak hingga dilain
saat ia sudah meninggalkan kuil Ban Siu Si itu.
Didalam pendopo Kun Louw Tian dari kuil Tay Seng Si
empat tianglo lagi duduk bersemedhi, Merekalah Ci Tiok serta
saudara-saudara seperguruannya, Keempatnya bersila dihadapan
Sang Budha, tubuh mereka seperti digulung asap
dupa yang harum, sedang seluruh ruang terang dengan api
lilin- Ketika itu sudah jam empat kira-kira. Sang malam sunyi
sekali, Tapi kesunyian itu mendadak terganggu dengan
jatuhnya sebuah genting dipayon diluar ruang, Keempat tianglo
terkejut semuanya lantas mengangkat kepala untuk
1727 menoleh, mata mereka dibuka. Justeru itu mereka melihat
suatu benda menyamber dari luar.
Kouw Siu Taysu mengangkat tangannya diulur guna
menyambuti benda itu. Begitu ia sudah melihat jelas barang
itu yalah ciangbun Sin-hu, ia berseru: "ltulah Jie In jangan
kasih dia lolos atau nama Ngo Bi Pay runtuh"
Hampir berbareng, tubuhnya keempat tianglo mencelat dari
tempat duduknya untuk berlompat keluar.
Dalam sekejap itu maka riuhlah suara genta.
xxx DI LUAR kota Seng-touw dimana ada Bu Houw Su atau kuil
cu-kat Liang yang penuh dengan pepohonan pek yang lebat,
hingga pepohonan itu seperti tak kenal musim rontok. disana
terlihat In Gak lagi berjalan perlahan-lahan diantara jalanan
yang berbatu, ia lagi pepat pikirannya, ia mencoba melegakan
itu dengan jalan bersenandung.
Sekarang ini pemuda itu dibikin sulit dengan urusan di
pulau Giok ciong To. Mundur tak bisa, maju sukar, Maka itu ia
jadi mesti berpikir keras sekali.
Ketika kemarin dulu malam In Gak meninggalkan Ngo Bi
San dimana ia membayar pulang ciangbun Sinhu dengan
melemparkannya kepada Kouw Siu Tianglo berempat ia
dikejar mereka itu tanpa hasil, jangan kata ia tertangkap.
terkepung pun tidak. dalam sekejap ia hilang dari matanya
sekalian pengejar itu. Ketika mengejar dengan sia-sia sampai di kaki gunung, Pek
Siang Taysu kata pada kawan-kawannya: "Aku lihat percuma
kita mengejar Jie In. Kim Teng Suheng terlalu membawa
dirinya sendiri, dia jumawa karenanya dia kehilangan
kedudukannya sebagai ciangbunjin,
1728 "Saudara Kouw Siu taruh kata kira dapat menyusul Jie In,
apa kita bisa bikin?"
Kouw Siu melengak. Akhirnya ia menghela napas dan
memutar tubuhnya untuk pulang ke kuilnya.
Dua hari In Gak berdiam di Seng-touw. ia menanti
kembalinya song Bun Kiamkek. Bersama Chong Si ia berniat
meninggalkan cheng Shia menuju ke Touw-kang-yan, kekuil Ji
Un Bio, ia mau minta chong Si bersama Lui Siauw Thian pergi
ke Giok ciong To, ia sendiri ingin pergi ke cap In Gay, Pak
Thian San- Diwaktu mau berangkat ia telah minta bantuannya Leng
Hui, untuk Leng Hui pergi ke Ke-leng, guna menggali kuburan
ibunya, guna tulang belulang ibu itu diangkat dan dikubur
menjadi satu dengan tulang belulang ayahnya, ia membuat
peta gunung Po Hoa San agar Leng Hui tidak keliru, ia pun
memesan wanti wanti sambil menjanjikan pertemuan pula
dikuil Bu Houw Su di Seng touw itu.
Ia menghitung-hitung harinya, ia percaya Leng Hui akan
sudah kembali, siapa tahu Leng Hui atau Song Bun Kiamkek,
belum tiba juga, Maka ia menjadi berkuatir dan mendugaduga:
"Mungkinkah ditengah jalan dia bertemu musuh dan
menjadi terlambat karenanya...?"
Malam itu rembulan guram dan bintang-bintang jarang,
suasana sunyi. Tengah In Gak merasa kesepian, ia mendengar
suara melesat diluar tembok. lantas tertampak lompat
masuknya satu bayangan orang yang segera tiba didepan kuil.
Nyata dialah Leng Hui yang lagi ditunggu-tunggu itu.
"Syukur aku tidak mensia-siakan tugasku" kata Leng Hui
sambil memberi hormat dan
bersenyum, "Ditengah jalan aku bertemu seorang sahabat
dalam kesukaran, aku membantu dulu padanya yang meminta
1729 sangat bantuan, karena itu aku terlambat pulang, Aku
membikin kau menanti lama siauwhiap. sukakah kau
memaafkannya?" In Gak tertawa. "Jangan bilang begitu saudara Leng," katanya, "Malah aku
tak dapat membalas kebaikanmu yang telah bekerja untukku,
Kau tentu letih dan belum dahar, mari kita pergi kedalam kota
untuk bersantap besok pagi kita pergi ke ceng Shia untuk
mengajak Pit Tayhiap berangkat bersama."
Leng Hui setuju, maka itu berdua mereka meninggalkan
kuil menuju kedalam kota.
XXX Dikota Pian-keng, Pun Lui Kiam-kek Suma Tiong Beng,
pemilik dari Thian Mapiauw Kiok, girang sekali menyambut
kedatangannya Cia In Gak yang bersama-sama Pit Siauw
Hong dan Leng Hui. ia menjamu mereka itu.
Piauwsu muda Suma Tiang siu muncul di dalam perjamuan
itu bersama ciok Beng Kie isterinya. Mereka mengtaturkan
terima kasih mereka. Beng Kie mengempo sepasang anaknya
yang kembar. "Lo-piauwsu, berbahagialah kau dengan sepasang cucumu
ini" kata In Gak tertawa, ia memberi selamat kepada si
piauwsu tua. Suma Tiong Beng tertawa bergelak.
"Inilah hadiahmu, laote" sahut piauwsu tua itu, "Menyesal
kami tidak tahu dengan cara apa kami harus membalas
budimu ini." Pit Siauw Hong heran mendengar pembicaraan itu,
Bagaimana In Gak dapat memberi cucu kepada piauwsu itu"
Maka ia minta keteranganSuma Tiong Beng menjelaskan halnya Beng Kie ditolong
hingga nyonya itu mendapat pulang kehebatannya guna
memperoleh anak. Siauw Hong heran, Sekarang ia mengawasi
sianak muda "Bagaimana siauwhiap" katanya, "Kau pandai
ilmu tabib?" 1730 "Mengarti sedikit," In Gak menjawab, "Bukankah ada
pepatah yang membilang, sekali tabib tolol didalam tempo
sepuluh tahun mesti ada hari dari untung bagusnya" Begitulah
kebetulan saja aku dapat memberikan pertolonganku."
"Siauwhiap gagah dan pandai" Siauw Hong memuji,
"Siauwhiap cuma merendah saja."
Demikian orang bersantap dan minum dengan gembira,
sampai seorang pegawai piauwklok terlihat datang dengan
tergesa-gesa dan terus dia berbisik pada Suma Tiong Beng.
"Ya, aku tahu." kata tuan rumah seraya mengangkat
tangannya, sedang alisnya terbangun.
Pegawai itu berlalu pula, sedang majikannya minum
araknya dengan gembira seperti biasa.
In Gak heran- "Ada apakah?" ia tanya tuan rumahnya.
"Kita sekarang lagi bergembira" kata tuan rumah tertawa,
"Sebentar saja kira bicara pula"
In Gak tidak mau mengarti.
"Lo-piauwtauw sukalah memberi keterangan," ia mendesak.
Suma Tiong Beng menghela napas, "inilah perkara Hui
Thian Auw-cu Law Keng Tek." katanya masgul, Alisnya In Gak
terbangun "oh, dia" katanya keras, sedang matanya bersinar
bengis. "Jangan gusar, laote" kata Suma Tiong Beng tertawa, "Kita
pun tak dapat sesalkan Law Keng Tek. Sudah tiga puluh tahun
dia menjadi jago di Ho-lok. setelah dirobohkan laote dia lantas
menjadi ciut nyalinya, Tapi tak dapat selamanya dia
mengekang diri. Mana dia bisa tenteram hati melihat pelbagai
piauwkiok tak menghormatinya lagi seperti dulu-dulu" Belum
lama terdengar dia sudah membangun diri pula.
Katanya dia memperoleh bantuannya Leng Siauw cu ketua
Hoa San Pay serta Soat San Jin Mo. Kabar itu aku tidak
perhatikan, aku kira hanya kabar angin belaka, siapa tahu
semua piauwklok lainnya percaya betul, mereka jadi
1731 bergelisah lantas mereka mengadakan rapat untuk bicarakan
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
daya guna menghadapinya. Aku sendiri, aku minta mereka
berlaku sabar..." Mendengar disebutnya Leng Siauw ciu dan Soat SanJin Mo,
In Gak menjadi gusar, "Apakah warta itu benar?" ia tegaskan,
"kelihatannya tak dapat disangsikan lagi." sahut Tiong Beng.
"Barusan orangku memberitahukan bahwa telah diterima
kabar halnya Leng Siauw ciu bersama Soat San Jin Mo telah
tiba di Him Ji San pada tiga hari yang baru lalu, bahwa Ban
Seng Piauw Kiok telah menampak kerugian digunung Him Ji
San itu dimana piauwnya telah dirampas Law Keng Tek.
Katanya pihak perampas itu telah menyampaikan pesan
supaya didalam tempo tujuh hari semua piauwkiok mengirim
wakil untuk membuat kunjungan kegunung Him Ji San..."
In Gak tertawa dingin. "Itulah mudah," katanya, Terus ia menyambungi perlahan
kepada si piauwsu tua. Mendengar itu romannya Suma Tiong
Beng menjadi terang. ia segera berbangkit.
"Kembali kita mengganggu siauhiap." katanya. "Nanti aku
menyampaikan kabar pada mereka itu. Tuan-tuan, minumlah
dengan perlahan-lahan, aku si orang tua hendak pergi
sebentar, segera aku kembali." ia lantas bertindak pergi.
Leng Hui berbisik pada In Gak: "Apakah urusan ini tidak
akan menghambat kepergian kita ke Giok ciong To?"
"Aku rasa tidak-" In Gak menjawab "Sekarang ini sekalian
saja aku menuntut balas guna ayahku, Aku percaya urusan di
Giok-ciong To bakal dapat dibereskan mereka itu."
Mendapat jawaban itu, Leng Hui tidak bilang apa-apa lagi.
In Gak lantas berbangkit akan pergi keluar kantor piauwkiok.
Jit Goat Sianjin ciang Louw Kun lantas turut keluar, hanya
ia langsung menuju k ke istal, untuk menuntun seekor kuda
pilihan, ia menghampirkan si anak muda seraya berkata:
1732 "Siauwhiap. inilah kuda pilihan jempolan, dia dapat lari keras
dan jauh. Semoga siauwhiap berhasil"
Jilid 34 (Tamat) IN GAK menyambuti kuda, sambil mengucap terima kasih,
ia lompat naik, lantas ia menuju keluar kota. Mulanya kuda itu
dikasih jalan perlahan-lahan, hanya setibanya di luar pintu
kota, menggeprak lesnya sambil berseru, cambuknya menjeter
diudara, atas mana kudanya itu berlompat berjingkrak, terus
kabur meninggalkan debu mengepul naik di belakangnya.
Malam itu gunung Him Ji San terbenam dalam kesunyian
Bintang-bintang sedikit, rembulan kurang cahayanya,
sebaliknya embun dan es membuat pakaian demak, Bagaikan
seekor biruang, gunung itu nampak bercokol diam, terkurung
dengan banyak pepohonan. Justeru suasana tenang itu atau
mendadak tertampak api menyala lalu berkobar asapnya terus
mengepul naik. Dengan dibantu angin yang bertiup keras, api itu lantas
merupakan suatu kebakaran yang meluas, maka juga lantas
riuhlah suara banyak kuda serta penghuni penghuni gunung
itu... Yang menjadi kurban raja api yalah gudang rangsum.
Law Keng Tek muncul dengan bergelisah dan gusar
Dengan berteriak-teriak, ia memerintahkan orang orangnya
menempur api, untuk dipadamkan- Di lain pihak ia berteriak
dengan kata-katanya yang bengis: "Pasti ini perbuatan orang
orang Ban Seng Piauw Kiok. Lekas periksa piauwnya
terganggu atau tidak" Selagi berkata begitu, matanya Keng
Tek bersinar tajam. Dua orangnya lantas lari pergi, guna
menjalankan titah itu. Lekas sekali satu orang sudah lari
kembali 1733 "Tong ke, piauw itu belum terganggu," ia melaporkan
"Hutongke telah memerintahkan mencari si pelepas api untuk
dibekuk, akan tetapi katanya tak ada orang jahat yang
kedapatan bahkan orang yang dicurigai juga tidak ada."
Keng Tek heran. Segera juga kembali orang yang kedua, Dia tergesa-gesa
dan romannya gelisah. "Tong ke, cucu tongke telah dibawa lari si pelepas api"
demikian dia melaporkan, gugup, "orang jahat itu
meninggalkan surat memberitahukan agar tongke bersama
kedua locianpwe Leng Siauw cu dan Soat San Jin Mo segera
pergi kepanggung Ie ong Tay di Pian-liang untuk
menyambutnya Tempo yang diberikan yalah sebentar malam,
jikalau lewat batas tempo itu, katanya jiwa cucu tongke itu tak
dapat terjamin" Keng Tek kaget bagaikan disambar guntur ia paling
menyayangi cucunya itu, yang baru berumur tiga tahun, yang
cerdik sekali, lenyapnya cucu itu berarti seperti lenyapnya
nyawanya sendiri, Mukanya lantas menjadi pucat. Dia
membanting-banting kaki, Tidak ayal lagi, dia berlari keluar.
Malam itu guram, rembulan sudah doyong kebarat, Angin
bertiup keras, Disekitar panggung Ie ong Tay pasir
beterbangan, begitupun daun daun rontok. panggung itu
beserta menaranya, berdiri tegak. Diatas panggung terlihat
tiga orang tua berdiri tegak dengan muka mereka tampak
dingin maka disinar suram rembulan wajah mereka mirip
wajah mayat-mayat. Merekalah In Gak bersama Pit Siauw Hong dan Leng Hui
bertiga, yang menyamar menjadi orang-orang berusia lanjut.
Ketika itu sudah jam dua.
"Kenapa Law Keng Tek masih belum datang juga?" Siauw
Hiong tanya, ia merasa bahwa mereka sudah menanti lama.
1734 "Aku duga dia pasti bakal datang," menjawab sianak muda.
"Lebih-lebih Leng Siauw cu dan Soat San Jin Mo bangsa
jumawa. Mereka pernah dipermainkan aku, mana mereka
dapat menahan sabar lagi" - Nah lihat itu apakah bukan
mereka lagi mendatangi?" In Gak menunjuk kearah depanPit Siauw f Hong mengawasi ia melihat berlari- larinya
belasan bayangan- Lekas sekali rombongan bayangan itu sudah sampai di
depan panggung, Diantara mereka tiga yang menjadi kepala.
Hui Thian Auw cu Law Keng Tek mengawasi bengis.
"Ketiga tuan diatas panggung, adakah kamu yang tadi pagi
sudah mengunjungi tempat kami sambil meninggalkan surat?"
ia tanya keras. In Gak bertiga tertawa, sambil tertawa mereka lompat
turun dari panggung, Pesat sekali lompatnya mereka, segera
mereka berdiri sekira satu tombak didepan tiga orang itu serta
rombongannya. Leng Siauw cu dan Soat San Jin Mo dengan mata mereka
yang bengis mengawasi tiga orang tua didepan mereka itu.
Mereka mengawasi sambil menduga-duga, Seingat mereka
belum pernah mereka lihat atau kenal tiga orang tua itu. Maka
itu, mereka menjadi heranIn Gak lantas menjawab, suaranya keren: "Tidak salah
itulah kami si orang tua bertiga Law Keng Tek, hendak aku,
tanya kau, kau memerintahkan dengan batas tempo supaya
semua piauwsu dari kota Pian-peng datang kesarang
penjahatmu, apakah maksudmu?"
Lauw Keog Tek tidak lantas menjawab. Dia tetap
menguatirkan keselamatan cucunya, Mukanya lantas menjadi
merah. 1735 Adalah soat SanJin Mo yang mengasih dengar suaranya
yang dingin dan seram. Siaps bernyali kecil bisa jeri
karenanya. "Manusia jumawa" katanya bengis. "Di- depanku kamu
masih berani menyebut dirimu
Si orang tua..." "Plok" demikian satu suara nyaring yang menghentikan
kata-kata orang jumawa itu.
In Gak tidak mau memberi hati. ia meluncurkan sebelah
tangannya menggaplok pipi orang yang lagi mementang mulut
itu. Soat San Jin Mo kaget sekali, dia menjerit kesakitan Pipi
kirinya terasa sangat sakit, pipi itu menjadi merah dan
bengap. tulangnya nyengsol. Mulanya matanya pun
kegelapan- Karena itu tanpa ayal sedikit juga ia balas
menyerang, In Gak berlaku sangat cepat, ia memutar tangannya untuk
menangkap tangan si Hantu, sembari memegang terus, ia
kata dingin: "Aku si orang tua mencari Lauw Keng Tek,
bukannya kau. Buat apa kau gelisah tidak keruan" Aku si
orang tua ketahui tentang dirimu. Kau mengandal sangat pada
ilmu silatmu yang diberi nama cin San Khi Kang, ilmu tenaga
dalam yang katanya dapat menggempur gunung Kau sabar
saja, sebentar aku si orang tua akan belajar kenal dengan
ilmumu itu. Sekarang ini belum ada ketikanya untuk kau
membuka mulutmu" In Gak menghentikan kata-katanya denjan tangannya
menyamber, maka Soat San Jin Mo lantas mundur dengan
tubuhnya terhuyung-huyung beberapa tindak.
Leng Siauw cu terkejut, dia sampai mengawasi dengan
mendelong. Luar biasa akan menyaksikan kawannya yang
kosen itu dapat diperlakukan demikian rupa. Habis menancap
kakinya Soat San Jin Mo tertawa berkakak, Dia gusar bukan
mainTiraikasih Website http://kangzusi.com/
1736 "Bagus, bagus" dia berseru, "Malam ini aku bertemu
dengan lawanku Kau hina sekali, kau membokong selagi orang
tidak bersiap sedia Baiklah, aku nanti ajar kau kenal dengan
cin San Khi Kang" Lalu kata-katanya ditutup dengan tubuhnya berlompat
maju, untuk menyerang, Dia berseru bagaikan kerbau kalap.
In Gak tidak lantas melayani, ia hanya menyerukan Keng
Tek: "Law Keng Tek, mustahilkah kau tidak menghendaki jiwa
cucumu?" Keng Tek kaget, tubuhnya bergemetar.
"Soat San Locianpwe, tahan" ia berseru, gugup, suaranya
parau. Soat San Jin Mo menunda penyerangannya. Dia tertawa
menghina dan berkata mengejek "Kau main menahan orang
sebagai jaminan, itukah kelakuannya seorang jago Rimba
Persilatan?" In Gak mengganda tertawa lebar.
"Kau bicara dari orang jago Rimba Persilatan" katanya,
"Tahukah kau siapa aku si orang tua?"
Soat San Jin Mo melengak. Dia menatap tajam. Dia heran
berbareng mendongkol Memang dia tidak kenal orang
didepannya itu. In Gak pun mengawasi ia tertawa dingin.
"Kau tidak tahu siapa aku si orang tua" katanya, Sengaja ia
terus menyebut dirinya si orang iua. "Sebaliknya aku si orang
tua mengenal baik kepada kamu Bukannya aku si orang tua
memandang tak mata kepadamu Meski kau bergabung
dengan Leng Siauw cu mengeroyok aku, kamu tidak bakal
dapat bertahan sampai sepuluh jurus"
Leng Siauw cu tertawa nyaring.
"Sungguh mulut besar" katanya, "Aku si orang tua ingin
sekali belajar kenal dengan kau"
"Kau tunggu sebentar "jawab In Gak dingin "Kau percaya,
tak akan aku membuatnya kau nganggur" ia berpaling kepada
Law Keng Tek. untuk berkata pula: "Law Keng Tek segera
1737 sekarang kau antarkan pulang piauw dari Ban Seng Piauw
Kiok. terus kau pergi mengunjungi semua piauwkiok untuk kau
menghaturkan maaf mu kepada semua piauwsu, habis itu
lantas kau bubarkan sarang penjahatmu. Dengan begitu maka
cucumu dapat pulang dengan tidak kurang suatu apa"
Keng Tek menjadi jago Kalangan Hitam di Ho-lok. mana
dapat ia menerima hinaan semacam itu" Maka meskipun
hatinya kebat-kebit, ia toh terpengaruhkan keangkuhan dan
kemurkaannya, Dengan berani dia tertawa dingin.
"Aku si orang she Law laki laki sejati, meskipun mesti
terbinasa, tidak dapat aku diperhina" katanya nyaring, "Tuan
tuan, kata-katamu ini tidak dapat aku terima"
Sambil menutup perkataannya itu, Keng Tek lompat
menyerang dengan pukulannya yang lihay, yaitu Tiat Siu Keng
Khi atau Tangan baju besi, juga ia membarengi dengan
tangan kirinya, mengarah jalan darah thian-ki dari sianak
muda, Saking murka, ia menyerang hebat sekali.
In Gak berdiri tegak, ia tidak mundur atau berkelit.
Sebaliknya Pit Siauw Hong disisinya maju untuk dengan
kedua tangannya menolak kepada penyerang itu.
Kedua pihak lantas bentrok keras, Keng Tek terkejut, ia
tergempur hingga darahnya terasa mandek sedang tubuhnya
mesti mundur dua tindak. Justeru itu Leng Hui berlompat maju menikam kearah
tenggorokan orang dijalan darah tiaw-kiat. Sembari menikam
itu ia kata bengis: "Bukankah kau yang mengatakan bahwa
kau lebih suka terbinasa daripada terhina" Kau lihat aku
putuskan tiga belas otot-ototmu Aku ingin menyaksikan
bagaimana kau mati tidak hidup pun tidak"
1738 Semua orangnya Keng Tek kaget tak ter-kira, Untuk
mereka, berdiam salah, maju membantu salah juga. Begitulah,
mereka maju tetapi mereka tidak menyerbu...
Soat San Jin Mo dan Leng Siauw cu pun kaget. Mereka
tidak menyangka kedua musuh yang tua itu demikian kosen,
sebaliknya In Gak mengawasi bengis kepada mereka berdua.
Akhirnya Leng Siauw cu tertawa dingin dan kata: "Apakah
artinya dua mengepung satu."
In Gak berdiam, ia seperti tuli.
Law Keng Tek tidak keburu berdaya, jalan darahnya itu
telah diancam Bukan main takutnya ia mendengar tiga belas
ototnya hendak dibikin putus, ia menginsafi siksaan semacam
itu, jiwanya bakal lenyap perlahan-lahan- Kelihatan nyata
roman takutnya. Leng Hui mengawasi semua penjahat dari Him Ji San, ia
bentak mereka itu, "Jikalau kamu menghendaki jiwa ketua
kamu ini, lekas sekarang kamu pulang dan mengambil piauw
dari Ban Seng Piauw Kiok untuk diantar pulang dengan tidak
kurang suatu apa" "Kau terlalu kejam, tuan" kata satu penjahat tertawa
menyeringai tetapi dia memutar tubuhnya mengajak kawan
kawannya segera mengangkat kaki.
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kini tiga orang yang masih berdiri diam dibelakangnya Leng
Siauw cu, itulah tanda bahwa mereka menjadi murid murid
Hoa San Pay. Leng Hui tidak cuma mengancam saja, segera ia menotok
Keng Tek pada jalan darah hong-sin, maka tanpa tempo lagi,
jago itu roboh terkulai. Baru sekarang In Gak membuka mulutnya. "Sekarang
datang giliran kamu berdua tuan-tuan" ia kata pada Leng
Siauw cu dan Soat San Jin Mo, berkata sambil tertawa, "Kamu
bicaralah" 1739 Tiga orang dibelakangnya Leng Siauw cu itu berlompat
maju. Mereka meletaki pedang mereka didepan dadanya
masing-masing. "Kami akan mewakilkan guru kami" berkata yang satu,
"Locianpwe, tolong locianpwe memberikan nama locianpwe"
"Aku orang hutan, aku tidak mempunyai nama" kata In Gak
sabar, "Jikalau kamu mau maju, kamu majulah"
Tanpa berkata lagi ketiga orang itu lompat bersama,
pedang mereka menikam ketiga arah. Mereka bergerak
dengan gesit sekali, Leng Siauw cu merasa pasti tiga orang itu tak dapat
melawan In Gak. si orang tua yang ia tidak kenal tetapi ia
tidak dapat mencegah mereka, maka itu ia mengawasi dengan
alisnya meng kerut. In Gak berkelit lincah sekali Begitu ia bebas, kedua
tangannya menolak kepada dua diantara ketiga penyerang itu.
Tanpa bersuara lagi dua orang itu roboh. selagi menyerang
tempat kosong, mereka habis daya, cuma orang yang ketiga
yang sempat menarik pulang senjatanya dengan apa ia segera
menyerang dengan mengarah dadanya lawan, Dia tetap bisa
berlaku sebat. In Gak bersenyum tawar, ketika ujung pedang meluncur
kearahnya, ia mengulur tangannya untuk menyambar pedang
itu untuk diteruskan ditarik dengan keras dan kaget. Tidak
ampun lagi penyerang itu terkusruk kedepan,
Selagi tubuh orang terjerunuk itu, In Gak meluncurkan
tangan kirinya kearah dada orang maka orang yang ketiga ini
pun lantas roboh tak berkutik disisi kedua lawannya, Mereka
itu melayang jiwanya dalam seketika.
Tak sempat Leng Siauw cu memberikan pertolongannya, ia
kaget berbareng sangat gusar. Rambut dan kumisnya berdiri
semua. 1740 "Ada permusuhan apa diantara kau dan ketiga muridku
itu?" dia menegur. "Bukankah orang dapat bertempur sampai
batas saling towel saja" Kenapa kau berlaku begini kejam?"
In Gak tidak gubris Leng Siauw cu, ia memandang Soat San
Jin Mo yang tak kalah kagetnya dengan kawannya itu, ia kata
tawar. "Aku tahu kau sudah siap dengan kepandaianmu cin San
Khi-kang, Mengapa kau tidak mau lantas turun tangan?"
Mukanya Soat San Jin Mo menjadi merah lalu padam, ia
malu berbareng gusar, ia memang mau lantas menyerang
tetapi karena ketiga muridnya Leng Siauw cu mendahului ia
kena tertunda, Lalu dia kaget melihat tiga orang itu kena
dirobohkan dalam segebrakan, Ketika ia ditegur, ia sadar
lantas timbul pula kemarahannya.
"Kau serahkan jiwamu" ia membentak, kedua tangannya
diluncurkan berbareng. Hebat serangannya ini, suara anginnya
seperti mengguntur dengan tiba-tiba.
In Gak tidak menangkis, ia hanya berkelit ia
menyelamatkan diri dengan menjejak tanah buat lompat
mengapungi diri dengan tipu silat Thian liong Pat Si dengan
begitu tubuhnya mumbul keatas, untuk dari atas segera
menyerang kebawah. ia membalas dengan serangan Bi Lek
Sin kang huruf "Menindih", ia juga menggunai dua dua
serangannya. Karena ia hendak membalas sakit hati ayahnya, anak muda
ini menggunai tenaga dua belas bagian penuh.
Soat San Jin Mo heran, Baru ia menyerang atau musuh
sudah lenyap dari hadapannya, Tengah ia heran itu, segera ia
merasai tenaga yang sangat besar menindih kepadanya ia
mencoba bertahan, tetapi ia tidak sanggup, Tindihan itu makin
lama makin berat, Ketika ia memaksa juga bertahan, sebab
sudah tidak ada jalan lain, lantas matanya kegelapan,
napasnya sesak, begitu ia bersuara satu kali tubuhnya roboh,
1741 darah mengalir keluar dari pelbagai anggauta tubuhnya seperti
mata, hidung mulut, dan telinga.
Kaget Leng Siauw cu bukan kepalang, Dia jago tetapi
hatinya menjadi ciut dalam sekejap. Kalau Soat San Jin Mo
roboh secara demikian mudah apa artinya perlawanannya"
Maka tanpa membilang suatu apa apa lagi ia berlompat untuk
melarikan diri, Menyingkir yalah jalan satu-satunya untuknya.
"Kau mau lari kemana?" demikian ia mendengar teguran
dibelakangnya, Tengah ia lari itu, ia merasa lima buah jari
tangan yang keras menyambar punggungnya hingga ia
merasa sakit tak terkira karena semua jeriji itu menusuk
kedalam dagingnya Dengan menggigit rapat gigi atas dan
bawahnya ia menahan sakitnya itu, ia tak dapat berkutik lagi.
"Hendak aku membikin kau mati puas" kata In Gak bengis,
"Siapa suruh kau dulu hari ikut serta dalam pengeroyokan atas
dirinya Twi Hun Poan cia Tayhiap"
Leng Siauw cu bergidik, tubuhnya bergemetar.
"Tunggu aku ingin bicara ... " katanya, ia kaget tak terkira,
ia takut. Leng Hui berlompat maju, ujung pedangnya lantas nancap
didada orang hingga darahnya Leng Siauw cu muncrat,
jiwanya terbang pergi, Maka tubuhnya roboh terbanting
setelah In Gak melepaskannya.
Si anak muda melengak. Tak ia sangka aksinya Song Bun
Kiam Kek Leng Hui tertawa dan kata: "Maaf, aku bertindak
karena terpaksa, Leng Siauw cu sangat licik, mulutnya lihay
sekali, Aku kuatir dia nanti memutar lidah sedang hatimu
lemah siauwhiap. Lebih baik dia lantas mampus, sebab dia
pantas menerima hukumannya ini"
In Gak melengak, tidak dapat ia membilang apa-apa lagi.
Pit Siauw Hong mengangkat tubuh Law Keng Tek.
"Mari kita pergi" katanya, mengajak. Justeru itu mereka
mendengar tindakan kaki semuanya lantas menoleh untuk
1742 herannya, mereka menampak tubuh Soat San Jin Mo berlarilari.
terus menghilang ditempat gelap. Rupanya dia belum
mati, dia merayap pergi setelah terpisah jauh dia merayap
bangun untuk kabur, In Gak mau mengejar tetapi Siauw Hong
tarik tangannya. "Jangan kejar dia," kata kawan itu. "Angin meniup keras,
malam pun gelap. dia tak bakal kesusul. Dia pula sudah
menyembunyikan diri. Biarlah dia bertemu pula dengan kita
dilain hari..." In Gak berdiam, lalu dia kata perlahan "Soat San Jin Mo
lolos, aku kuatir dia bakal jadi ancaman bencana bagi pelbagai
piauwkiok dikoia Pian-liang. sebenarnya hatiku tidak
tenteram." Mendengar itu Pit Siauw Hong dan Leng Hui membenarkan"Habis bagaimana?" tanya mereka yang jadi menyesal.
In Gak menghela napas. "Aku menyangka Soat San Jin Mo sudah mati, tak tahunya
dia berpura-pura," katanya, "Karena aku mencegah Leng
Siauw cu kabur, aku menjadi alpa. Tapi dia terluka didalam,
mungkin dia mesti berobat dan beristirahat sakitnya dua atau
tiga tahun. Sebenarnya, meskipun aku tidak roboh, aku
terkena juga serangan cin San Khi nya dan sekarang aku
merasai tubuhku sekikit sakit dan napasku tak tersalurkan
sempurna..." Leng Hui terkejut. "Mendengar kata-kata kau ini, siauwhiap baru aku ingat,"
berkata dia. "Pernah aku mendengar hal ilmu Hian im Hek ce
yang dapat digabung didalam cin San Khi Kang, bahwa siapa
terkena itu, darahnya bisa jadi kering hingga dia akan
terbinasa tanpa merasa. Diwak-tu begitu, parasnya tidak
berubah hingga dia tak terkentara sudah terluka didalam.
Biasanya selang setengah atau satu tahun kemudian baru
ketahuan bekerjanya racun..."
"Apakah tidak ada obatnya untuk itu?" In Gak tanya.
1743 "Sayang aku tidak tahu hal itu," sahut Leng Hui, masgul.
"Biarlah," kata In Gdk bersenyum. "Aku berserah kepada
Thian, tidak nanti Hian Im Hek ce dapat sembarang
membunuh aku, atau mungkin sudah nasibku begitu..." "Meski
begitu, jangan kau alpakan, siauw-hiap." kata Siauw Hong.
"Aku juga baru mendengar saja, kepastiannya tidak ada,"
Leng Hui menambahkan- juga kita tidak bisa pastikan apa
benar tadi Soat San Jin Mo telah menggunakan Hian Im Hek
ce. Aku bicara untuk kita menjaga saja..."
In Gak tertawa. "Aku tidak percaya Hian Im Hek ce demikian lihay,"
katanya, "Pit Losu, tolong kamu membereskan mayatnya Leng
Siauw cu beramai ini, habis itu harap kamu menyusul kepiauwkiok.
" Leng Hui mengangguk ia menghela napas melihat In Gak
demikian tenang, Dengan dibantu Bu Eng Sin ciang Pit Siauw
Hong, ia lantas mebgubur keempat mayat dibawah tumpukan
debu dan pasir... XXX Diwaktu tengah hari, kota Pianliang masih seperti terbenam
angin berikut pasirnya. Matahari masih tergantung diatas
langit tetapi sinarnya guram.
Justeru itu Banseng Piauw Kick kedatangan enam
penunggang kuda yang semua kudanya tinggi dan besar,
Begitu tiba, semua penunggangnya lantas lompat turun dari
masing-masing kudanya itu. Dilihat dari kegesitannya tidak
salah lagi merekalah orang orang Kang ouw, Hanya ketika itu,
roman mereka berduka, Yang satu mengawasi piauwkiok, ia
berkata: "Tuan tuan jangan bekerja dengan turuti suara hati
saja, Baiklah kita minta bertemu dulu dengan cara hormat..."
Kebetulan itu waktu terlihat keluarnya seorang umur tiga
puluh tahun dari dalam piauwkiok ia melihat gerak-gerik enam
orang itu lantas ia memberi hormat dan
menanyai 1744 "Tuan-tuan dari manakah" Ada urusan apakah tuan-tuan
datang ke piauwkiok kami?"
Enam orang itu melengak. mereka saling mengawasi
Seorang yang kumisnya semua kuning, segera memberi
hormat. "Tolong tuan wartakan congpiauwtauw kamu," katanya,
"bahwa kami dari Him Ji San datang mengantar pulang Piauw
yang sekarang masih ada di dalam perjalanan tetapi akan
lekas tiba..." Orang piauwkiok itu heran hingga ia melongo, selang
sekian lama baru ia sadar, lantas ia memperlihatkan roman
girang. "Harap tunggu sebentar, tuan-tuan" kata-nya. "Nanti aku
mevvartakan kepada congpiauwtauw kami" ia terus lari
masuk. guna menyampaikan berita yang mengherankan itu.
sikumis kuning mengawasi kawan-kawan-nya, agaknya
mereka pun heran- "Rupa-rupanya orang piauwkiok juga masih belum ketahui
hal ini," kata dia, "Apakah ketiga orang tua tadi malam
bukannya orang-orang yang diminta bantuannya oleh Ban
Seng Piauw Kiok" Kalau begitu sekarang ini dimanakah adanya
tong ke kita serta kedua locianpwe Leng Siauw cu dan Soat
San Jin Mo..." Lima kawan itu tak kalah herannya. "Tadi kita pergi
melongok kepanggung Ie ong Tay," kata satu diantaranya,
"disana kita tidak melihat tanda apa juga, sebab semua bekas
telah ketutupan pasir dan debu, Rupanya terang tongke
bertiga telah dibikin celaka oleh tiga orang tua yang jahat itu.
Sayang tadi malam kita pergi semua, tidak ada yang berdiam
mengintai..." Orang dengan kumis kuning itu menyeringai dia agaknya
berduka. 1745 Ketika itu ada serupa benda putih menyamber sikumis
kuning ini. ia melihat itu, ia lantas menanggapi Waktu ia
periksa itu, itulah sehelai kertas tergulung yang ada suratnya.
Lantas ia membaca. Kesudahannya ia kaget.
Ketika kelima yang lainnya melihat muka kawannya itu,
mereka heran, mereka kaget sendirinya, lantas mereka
mendekati untuk melihat surat itu, tetapi sikumis kuning sudah
lantas masuki kertas itu kedalam sakunya sebab itu waktu di
ambang pintu piauwkiok segera terdengar suara tertawa yang
nyaring yang diikuti kata-kata ini:
"Tuan-tuan tetamu telah tiba, aku menyambutnya ayal, aku
minta sukalah tuan tuan memberi maaf"
Itulah suaranya seorang tua yang mukanya putih, yang
muncul dengan cepat, wajahnya tersungging senyumanSi kumis kuning maju menghampirkan, buat memberi
hormat sambil menjura dalam, ia pun lantas kata ramah: "Aku
yang rendah bernama Lo Eng. Kami datang atas perintah
tongke kami untuk mengantar pulang piauw dari piauwkiok
disini. oleh karena kami menunggang kuda dan kuda kami
dapat lari keras, kami tiba terlebih dulu, Kereta piauw lagi
dalam perjalanan, mungkin akan tiba di sini lagi satu jam.
Kami sendiri lagi mendapat titah terlebih jauh, kami tidak
dapat berdiam lama disini, kami mohon mengundurkan diri
lagi. Tentang piauw itu, setibanya harap cong-piauwtauw suka
periksa, umpama ada kesalahan atau kekurangan, tolong lah
beritahukan kami diatas gunung, nanti kami mengganti
dengan sepantasnya."
Orang tua itu mengasih lihat roman menyesal.
"Tuan-tuan berenam telah tiba disini," kata ia, "maka itu
aku minta sukalah kamu duduk dulu didalam, untuk kita
minum arak. habis itu baru tuan tuan berangkat pula.
Bukankah tuan tuan suka mampir dulu?"
"Kami lagi bertugas, kami tidak dapat berdiam lama disini,"
kata Lo Eng. "Lain kali saja, apabila ada ketikanya yang luang,
1746
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami datang menggerecok kemari." ia memberi hormat, lantas
bersama lima kawannya ia lompat naik keatas kudanya, buat
berlalu dengan cepat. Enam orang ini bukan kabur pulang hanya mereka pergi ke
kuil Tiat Ta Si Mereka mengabarkan kuda mereka tanpa
menghiraukan pasir dan debu yang beterbangan sebentar saja
mereka sudah lenyap di antara pasir dan debu itu.
Tiat Ta Si dengan menaranya yang tinggi berdiri tegak
ditengah-tengah serangan pasir dan angin, Dibawahan itu ada
paseban Pat Kak Teng, Disitu in Gak bertiga - dalam roman
sebagai orang-orang tua - lagi duduk-duduk bersama Law
Keng Tek. Keng Tek sendiri tengah mengempo cucunya yang berumur
tiga tahun itu, yang dengan matanya yang jeli mengawasi
bergantian kepada keempat orang tua disitu, Keng Tek
mengusap usap rambut sibocah, agaknya ia merasa
berkasihan sekali. Tidak lama mereka lalu mendengar tindakan
kaki kuda yang berisik. "Itulah mereka tiba" kata Keng Tek cepat, ia berduka,
alisnya terbangun, ketika ia bersenyum, ia bersenyum sedih.
Benarlah tiba keenam penunggang kuda tadi. Mereka itu
melengak saking heran menyaksikan Keng Tek. tongke
mereka itu, lagi duduk bersama dengan ketiga musuh.
In Gak berbangkit dengan perlahan, sikapnya dingin, akan
tetapi ia bersenyum. "Law Tong ke," berkata ia, "aku minta sukalah kau
mengajak orang-orangmu pulang ke-gunung, Kita sudah
bicara cukup jelas, tetapi lagi sekali aku ingin memberi ingat
bahwa usaha kau sekarang ini yang dapat memusnahkan diri
sendiri, maka itu baiklah kau mengubah cara hidupmu, Kami si
orang tua tinggal menyendiri digunung Hok Gu San sana, kita
tinggal berdekatan, apabila ada ketikanya yang luang, aku
harap kita nanti dapat saling berkunjung"
1747 Law Keng Tek berbangkit sikap dan romannya
menghormat. "Aku si orang she Law masuk dalam dunia penjahat, tanpa
merasa aku telah tenggelam dalam," katanya, "Aku menyesal
tak dapat mengubah diri sedari siang-siang, Sekarang aku
berterima kasih atas nasihatmu, ketiga locianpwe, Dapatkah
aku mengetahui nama cianpwe semua, untuk aku mengingat
nya?" In Gak bersenyum. "Sudah lama kami tinggal digunung, kami lupa nama kami,"
sahutnya, "Law Tong ke, silahkan berangkat, maafkan kami si
orang tua tak dapat mengantar kau"
Sambil mengempo cucunya, Keng Tek menjura. "Aku
memohon diri," katanya, "Sampai kita jumpa pula" ia memutar
tubuh, untuk bertindak keluar. Sampai di luar paseban, ia
seperti ingat sesuatu, ia berdiri menjublak, lalu lekas ia
kembali kedalam. "Tong ke hendak omong apa lagi?" tanya In
Gak. Keng Tek masih bersangsi sebentar, baru ia menjawab:
"Ada satu hal cianpwe bertiga mungkin belum jelas, inilah
halnya Leng siauw cu dan Soat San Jin Mo. sebenarnya
mereka bukan diminta olehku untuk mereka membantui aku.
cianpwe tentu telah mendengar pelbagai peristiwa yang hebat
dan menyedihkan untuk kaum Rimba Hijau, umpama kejadian
di lauwteng Hong Ho Lauw itu. Semua itu menyakiti hati,
maka kaum Rimba Hijau sangat membenci kepada orang yang
bersangkutan yang mencelakai mereka itu. Benar mereka
pada berdiam, tetapi kebencian mereka hebat."
"Oh begitu?" kata In Gak. tawar, "Tentang pelbagai
peristiwa itu, aku si orang tua pernah mendengar hanya aku
tidak tahu siapa yang mengepalai itu?"
"Menurut dugaan soat San Jin Mo dan Leng siauw cu,
orang itu pastilah bukan lain daripada Koay ciu Si-seng Jie In,"
sahut Keng Tek. "Kaum Kang ouw ramai membicarakan
1748 bahwa Jie In itu pandai luar biasa serta tak ketentuan tempat
kediamannya, Mereka berdua menduga demikian tetapi
mereka pun jeri, maka itu sudah berselang setengah tahun
mereka berdiam saja, baru sekarang mereka datang ke Him Ji
San dengan suatu maksud..."
In Gak tertawa tawar. Dua kawannya berdiam saja,
"Sungguh menarik mendengar keterangan kau ini" katanya,
"Apakah maksud yang dikandung mereka itu" Law Tongke,
silahkan duduk dan berceritalah dengan jelas, suka aku
mendengarnya . " Keng Tek menurut, setelah menjura ia duduk pula.
"Soat San Jin Mo dan kawan-Kawannya jeri terhadap Jie In,
maka itu mereka telah memikir suatu akal," ia berkata.
"Apakah itu, Law Tongke?"
"Mereka mau bertindak dengan sabar, supaya mereka tak
menggeprak rumput membikin ular kaget, Mereka sudah
mengirim orang mencari tahu siapa sebenarnya orang jahat
dalam peristiwa di Hong Ho Law dan lainnya itu, Mereka ingin
tahu, orang dari partai atau golongan apa, Setelah itu baru
mereka mau mengunai akal licik. Jie In itu hendak dibikin jadi
terpencil, lalu diberi umpan pancing, untuk kemudian
dibinasakan Hanya, apa adanya itu, aku tidak tahu jelas."
In Gak tertawa. "Kalau semua itu cuma usaha Soat San Jin Mo berdua Leng
Siauw Cu, itulah khayalan atau impian belaka" katanya.
"Soat San Jin Mo tidak bekerja sendiri, "Keng Tek
menjelaskan terlebih jauh. "Menurut dia, dia telah
menghubungi beberapa jago tua yang telah lama
menyembunyikan diri, Mereka itu orang-orang dari jalan Hitam
dan sesat, diantaranya yang satu lihay luar biasa" hanya tak
diketahui siapa dia, Sekarang ini Leng Siauw cu sudah mati
tetapi Soat San Jin Mo masih hidup, tentulah dia yang bakal
bekerja melanjuti cita cita mereka itu.
1749 Setelah lukanya sembuh, pasti Soat San Jin Mo akan
menyelidiki juga hal kamu, ketiga cianpwe, terutama dia tentu
akan tidak membiarkan pelbagai piauwkiok di Pian-liang itu.
Aku sendiri, aku akan pulang untuk membubarkan diri buat
nanti hidup bersembunyi maka itu mungkin kita tidak bakal
bertemu pula, inilah nasihatku, yang aku berikan dengan
setulusnya hati karena aku ingat kebaikan cianpwe ber-tiga."
Habis berkata, Keng Tek berbangkit, untuk memberi
hormat, kemudian ia memutar tubuh, untuk berlalu dengan
cepat, ia pergi bersama enam orangnya itu, yang masih tidak
mengerti duduknya hal. "Biar bagaimana, mengingat keterangannya Keng Tek ini,
tak dapat kita tidak bersiaga," kata Leng Hui setelah mereka
berada bertiga saja. In Gak berdiam sebentar, ia berkata: "Gelombang Rimba
persilatan tak akan ada saat redanya, sebab itulah terjadi
karena manusia, bukan karena urusannya, Begitulah, setelah
merantau sekian lama aku jadi jemu dan sebal karenanya,
Segala apa terulang, tak ada hentinya, Umpama kata tidak
ada aku, mesti ada lain orang yang menggantikannya. Jiwi losu,
mari kita pergi" Ia berbangkit untuk pergi keluar paseban, Maka kapan
kedua sahabat itu mengikuti, bertiga mereka berlari lari
diantara angin debu dan pasir...
Baru ditengah jalan, In Gak merasakan tubuhnya tak
nyaman- ia menduga kepada akibatnya serangan Hian im Hek
ce. Ketika ia beritahukan itu pada Leng Hui dan Siauw Hong
kedua kawan itu terperanjat.
"Tak jauh didepan sana yalah pintu selatan kota ci-ciu,"
berkata Leng Hui, "baik kita singgah disana, Siauwhiap
mengerti ilmu obat obatan, disana kau dapat mencoba
membeli dan memakai obat obat pembasmi bisa...."
1750 "Tapi, aku merasa tak enak sekali," kata In Gak. ia
terancam bahaya tetapi ia bersenyum, 'Masih jauh untuk
sampai dikota ci-ciu. Baik disini saja kita singgah dulu, nanti
aku mencoba mengerahkan tenaga dalamku untuk mengusir
keluar racun itu. Apa yang aku minta yalah supaya selagi aku
bersemedhi, saudara berdua sukalah untuk menjadi penjaga
diriku.' Habis berkata, In Gak lantas menjatuhkan diri, untuk duduk
bersila, Dengan lantas ia berdiam, guna mengerahkan tenaga
dalamnya. Untuk itu ia menyalurkan napasnya secara teratur
ia menggunai ilmu Pou Te Sian Kang. ia terkejut ketika ia
merasa darahnya tak jalan benar, Kemana darah beracun
terusir, setiap kali sampai disuatu tempat, disitu terasa sakit.
"Benarlah kata Leng Hui," pikirnya. "Syukur aku mengerti
Pou Te sin Kang, maka kemana bisa tiba, dari sana bisa itu
dapat diusir pergi, Kalau aku lain orang, pastilah sudah
darahku kering dan aku bakal bercelaka tak ampun lagi..."
Ia mengerahkan terus tenaganya untuk mendesak bisa
sampai semuanya berkumpul ditiga tempat, sebab untuk
mengusirnya keluar, ia tidak sanggup, Habis itu ia berbangkit.
"Untuk sementara ancaman bahaya sudah tidak ada,"
katanya tertawa, "Mari kita pergi ke ci ciu, disana aku nanti
berdaya pula." Leng Hui menghela napas.
"Siauwhiap. kau benar benar lihay," katanya, memuji, "Kau
dapat merasai serangan racun itu, tenaga dalammu mahir
dapat kau membataskannya, coba aku, pasti sudah aku putus
asa..." In Gak tertawa. Siauw Hong pun kagum.
Mereka berjalan terus, Disepanjang jalan mereka merasa
puas, pemandangan alam disitu menarik hati, Bukit-bukit
seperti naik dan turun. Pohon pohon kuning dengan debu,
Suasana disitu mirip dengan suasana di Kay hong.
Lohor kira jam tiga, sampailah mereka di luar kota selatan,
Disitulah tempat kuburannya Hoan ceng serta Kwa Kiam Tay,
1751 atau panggung tempat menggantung pedang dari Kui cap.
semua peninggalan kuno yang sekarang sudah tak ada
bekasnya atau tinggal reruntuhan temboknya saja.
Tengah mereka bertiga berjalan, mendadak mereka
mendengar suara tubuh orang jatuh,
Ketiganya terperanjat Siauw Hong lantas lompat
kesamping, kereruntuhan tembok, In Gak dan Leng Hui
menyusul dengan segera. Siauw Hong melompati reruntuhan tembok lima kaki
tingginya, lalu diantara rumput-rumput tebal dan tinggi
sebatas dengkul nampak seorang muda rebah terluka, usia
orang itu ditaksir kira dua puluh lima tahun. Tubuh orang itu
belepotan darah, Melihat orang datang, dia mengawasi bengis
lantas dia berteriak keras: Apakah kau membantu si harimau
galak" Kalau kau mau, kau bunuhlah aku"
Siauw Hong heran, hingga ia mengawasi saja sampai In
Gak dan Leng Hui tiba disisinya.
Melihat orang itu, In Gak sangat terperanjat.
"Kau toh Kat Siauwhiap?" tanyanya, "Kau kenapakah?"
Orang muda itu membuka matanya, untuk mengawasi ia
kaget dan heran mendengar suara In Gak. yang ia rasa kenal.
Lantas ia kata: "Tuan-tuan bertiga tentulah lagi menyamar
Tuan, aku rasanya seperti mengenal suaramu..."
In Gak segera mengulapkan tangan, untuk mencegah,
"Siauwhiap. kelihatannya kau sudah mengeluarkan terlalu
banyak darah," katanya, "Maka itu baik kau jangan omong
banyak dulu..." ia pun memberikan sebutir pil Tiang cun Tan,
untuk orang segera menelannya.
Pemuda itu menjadi girang sekali, ialah Kat Thian Ho,
murid Kun Lun Pay. Sekarang ia mengenali In Gak sebagai si
orang tua berbaju hijau yang ia pernah ketemui disungai siang
Kang didepan lauwteng Hong Ho Lauw.
1752 Mereka belum sempat bicara lebih jauh atau mendadak
kesitu datang dua orang lain, yang gerakannya gesit,
Merekalah dua pendeta berjubah kuning dengan kepala dan
telinga besar dan lebar, romannya bengis, sedang tangannya
masing-masing mencekal tongkat Sian-thung yang berat.
Mereka mengawasi ketiga orang itu dan sianak muda yang
terluka, kemudian yang satu kata kepada ketiga orang itu:
"orang ini menjadi musuh kuil kami. Sicu bertiga orang-orang
pelancongan, harap kamu tidak usilan hingga karenanya kamu
menjadi dapat membangun keonaran..."
Pendeta itu bukan cuma berkata, untuk memberi
nasihatnya itu, sembari berkata demikian dia lompat kepada
Kat Thian Ho, untuk mencekuk sipemuda. Menampak
demikian, Leng Hui lompat menghadang, tangannya pun
menolak. "Apa kau mau bikin' dia menegur "Kamulah murid-murid
Sang Budha, bukannya kamu melakukan ibadat, kamu justeru
hendak mencelakai orang"
Pendeta itu tertolak mundur lima kaki, Dia kaget, Lantas
mukanya menjadi muram, suatu tanda ia gusar, Kawannya
pun heran dan gusar. "Sicu, kau berani usilan terhadap kami
orang suci?" dia tanya bengis.
Leng Hui tertawa dingin. "Dikolong langit ini, semua orang dapat mengurus semua
perkara, asal yang tidak adil" katanya, keras, "Kau orang suci,
mengapa kau tidak mengutamakan kesucianmu?" ia menunjuk
Thian Ho dan tanyai "Siapa pemuda itu" Ada sangkutan apa
diantara kamu dan dia" Asal alasanmu pantas, akusi orang tua
akan melepas tangan."
Pendeta yang satu itu melengak. maka majulah yang
kedua. 1753 "Sicu, benar- benarkah kau hendak mengganggu pinceng"'
dia tanya, menyeringai. "Kalau benar, maafkanlah pinceng,
yang terpaksa mesti turun tangan"
Benar-benar, dengan tongkatnya dia lantas menyerang.
Leng Hui berkelit mundur, tangan kanannya diangkat
tinggi. itulah kelitan sambil menangkis, Setelah itu dengan
sebat tangan kanannya itu dikasih turun, guna menekan
tongkat lawan, ia menekan dengan menggunai tipu silat huruf
'Menempel". Tak kecewa orang she Leng ini menjadi orang Kiong Lay
Pay, Dia bergerak cepat dan dengan tenaga penuh, ia
menghunus pedangnya selagi ia mundur itu, setelah menekan
pedangnya diluncurkan guna menusuk dada lawan, itulah
tusukan Tawon gula membuat main pusu,
Si pendeta kaget sekali. inilah ia tidak sangka, Dengan
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebat ia melenggak. habis itu tubuhnya bangkit pula, ia lantas
menyerang lagi, dengan jurusnya "Pat Hong Hong" atau
"Angin dan hujan didelapan penjuru", Kelitan melenggak itu
yalah "In Li Pong Goat" atau "Di dalam mega memandang
rembulan' Leng Hui tertawa lama, ia berkelit pula dari serangan
sipendeta, habis itu, balas menerjang, Maka bertempurlah
mereka berdua. Lewat sekian lama, pendeta itu keteter
meskipun senjatanya berat.
Pendeta yang satunya mengawasi saja, baru setelah
kawannya itu terdesak. ia mau bergerak untuk membantu.
Pit Siauw Hong melihat lagak orang, dengan tertawa
dingin, ia kata: 'Kau mau berdua mengepung satu" janganlah
kau memikir demikian macam Awas, nanti aku si orang tua
menghajar kau dengan tanganku ini"
"Jangan banyak omong" kata sipendeta, bengis, "Sekarang
kau sesumbar, sebentar kau tahu rasa"
1754 Lantas dia lompat mundur, terus dia mengawasi kawannya
yang lagi bertempur itu. Siauw Hong berdiam, ia memperhatikan In Gak. yang ia
terus dampingi, ia mau cegah anak muda ini timbul
amarahnya, itulah berbahaya untuknya, yang lagi mengekang
bisa Hia Im Hek ce dari Soat San Jin Mo.
Kat Thian IHo sendiri sudah lantas mulai segar akibat pil
Tiang cun Tan yang ia makan itu, ia lantas duduk bersemedhi,
guna meluruskan jalan napasnya, buat mengumpul
tenaganya, ia heran menyaksikan In Gak menyaksikan
pertempuran dengan cara sangat tenang itu.
Sebagai si orang tua berbaju hijau di Hong Ho Lauw, ia
anggap. mudah sekali seandainya In Gak hendak merobohkan
kedua pendeta itu. Siauw Hong tertawa dan kata pada In Gak: "Leng Losu
lihay sekali, tak kecewa dia menjadi seorang jago dijaman ini'
"Bicara tentang ilmu pedang, yang terutama lihay yalah
ilmu pedang Kun LunPay," kata In Gak. yang turut tertawa,
"tetapi disamping itu ilmu pedang juga bergantung pada
seseorang pribadi, ilmu pedang membutuhkan bakat atau
kecerdasan, perlu ilmu disesuaikan dengan pikiran-"
Itulah benar, maka Siauw Hong kagum mendengarnya.
"Orang ini masih sangat muda, dia gagah dan pintar,
sungguh dia satu jago muda
sejati" pikirnya, Kedua orang yang bertempur itu sudah mencapai suatu
babak yang menentukan. Song Bun Kiam Kek dengan ilmu
pedangnya Song Bun Kiam Hoat, sudah mengurung lawannya,
Si pendeta menjadi repot, dia terdesak hingga dia lebih
banyak membela diri daripada menyerang. Tiba-tiba Leng Hui
tertawa nyaring, lantas pedangnya menyontek ke iga.
Si pendeta menjerit kesakitan, ia berlompat dengan
darahnya muncrat, Dengan tangan kanannya masih
1755 memegang tongkatnya, tubuhnya membentur reruntuhan
tembok hingga tembok itu gugur, suaranya nyaring, debunya
beterbangan Dia ternyata kehilangan sebelah lengannya.
Pendeta yang satunya kaget, dia lompat akan menyusul
kawannya, yang ia terus ajak menyingkir jauhnya belasan
tombak. Justeru itu dari rumpun tebal terlihat munculnya empat
orang tua dengan romannya yang bengis dan luar biasa,
masing-masing mengenakan jubah panjang warna kuning,
jubah mana memain diantara sampokan sang angin hingga
mereka mirip sekawanan hantu yang menakutkan...
ooooooo DUA pendeta itu lari kepada empat orang tua yang
beroman bengis dan luar biasa itu, mereka mengatakan
sesuatu, atas mana itu empat orang lantas mengangkat
pundak mereka-terus keempat-empatnya mengawasi Leng Hui
beramai. Habis itu, berenam mereka berangkat pergi.
Leng Hui menjadi heran, ia tadinya menyangka bakal
menempur pula empat orang aneh itu.
"Mereka berempat itu yang dipanggil Hoa He Su ok" Thian
Ho memberitahu "Dan kedua pendeta itu menjadi pendeta
tukang menyambut tetamu dari kuil Tay Hud Si di gunung in
Liong San." In Gak mengangguk "Sekarang sudah sore, mari kita masuk ke-dalam kota
mencari rumah penginapan," ia kata. "Aku percaya mereka
bakal tidak mau sudah sampai di sini saja, mungkin mereka
akan menyusul kita untuk menerbitkan onar. Kat Siauwhiap.
sebentar saja didalam rumah penginapan kau menuturkan halikhwalmu."
Thian Ho mengangguk. ia lalu memberi hormat.
"Dua kali aku bertemu locianpwe, saban-saban aku
ditolongi." katanya, bersyukur "Budi besar itu tak nanti aku
1756 lupakan seumur hidupku, Locianpwe, kau mirip sinaga sakti.
maka itu aku minta sukalah kau memberitahukan-.."
In Gak mengulapkan tangan, mencegah orang bicara lebih
jauh, sembari tertawa ia kata: "Sebenarnya aku bertemu
siauwhiap sudah tiga kali"
Thian Ho melengak. inilah ia tidak ingat.
Tapi karena In Gak sudah lantas bertindak pergi, ia tidak
minta keterangan lagi, ia mengikuti sambil berpikir.
Kota ci-ciu menjadi kota penting di waktu perang, Ketika
mereka berempat tiba di dalam kota, sudah waktunya api
dipasang, Maka itu, setiap rupa mengeluatkan asap atau
memperlihatkan cahaya api. Begitu mendapat rumah
penginapan, mereka lantas memborong sebuah ruang.
In Gak masuk kedalam kamar untuk lantas menulis surat
obat. Tulisannya cepat dan huruf hurufnya indah dan gagah,
Leng Hui menyambuti resep itu, untuk segera dibawa pergi.
Meihat demikian, baru sekarang Thian Ho dapat menduga
kenapa tadi si orang tua tidak turun tangan, kiranya orang
mendapat suatu luka di dalam.
Kemudian In Gak mengeluarkan sebuah kotak kecil dari
kuningan, di dalamnya ada dua batang jarum emas, yang
panjangnya berlain-2an, sembari berpaling kepada Pit Siauw
Hong, ia kata tertawa: "Sudah lama benda ini tak pernah
terpakai olehku, Benar ada pembilangan tabib tak dapat
mengobati dirinya sendiri, tetapi sekarang terpaksa aku mesti
melakukan hal yang bertentangan dengan kata-kata itu.
Bagaimana jikalau aku minta losu menjaga diriku diluar
kamar?" Pit Siauw Hong mengagumi In Gak.
"Aku si orang tua menurut perintah," katanya tertawa,
Bahkan ia segera pergi keluar, untuk berdiri sebagai centeng.
1757 In Gak mencekal jarumnya, dengan sebat dan lincah ia
bekerja, ia menusuk dibawahan tetek kiri dijalan darah ki-bun,
lalu dijalan darah kiu-bwe disebelah kanan, Setelah itu ia
memejamkan matanya, ia menarik napas dalam perlahanlahan,
untuk menyalurkan napasnya, Dengan cara ini ia
mendesak racun Hian Im Hek ce kejalan darah yang kosong
untuk akhirnya ia bakar dengan hawa panas dalam tubuhnya.
Kat Thian Ho mengawasi kira satu jam, lantas ia melihat
dari hidungnya In Gak mengepul hawa hitam seperti asap.
yang baunya luar biasa, ia menjadi heranJusteru itu Leng Hui balik dengan membawa sebuah
mangkok dalam mana ada obat warna hitam kental, yang
asapnya masih mengepul. In Gak membuka matanya, Sekarang dari hidungnya keluar
hawa putih, Lebih dulu ia cabut jarumnya untuk disimpan,
kemudian ia menyambuti obat dari Leng Hui dan segera
Misteri Pulau Neraka 1 Jangan Ganggu Aku Karya Wen Rui An Badai Awan Angin 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama