Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 7
Tangan Membalik Langit. Dia tinggal menyendiri dilauwteng
Kioe-kiong-kok ini sudah sebuluh tahun. Dia tinggal tanpa
berdaya, bisanya cuma tidur dan bangun dan dahar dan
ngelamun. Tidak berani dia berlalu dari tempat sembunyinya
ini. Telah lenyap tulang-tulang kejumawaannya dulu hari. Dia
telah menjadi putus asa meskipun benar kadang-kadang dia
memikir untuk hidup pula. setiap malam dia berpikir tak
keruan junterungannya. Demikian malam ini dia menggadangi
si Puteri Malam, sampai dia ingat kampung halamannya,
hingga dia mengenangkan segala lelakon hidupnya yang
sudah-sudah. Tengah jago tua ini menjublak itu, tiba-tiba ada suara halus
berkerosek dibelakangnya. Biar bagaimana, dia ialah seorang
yang mengerti ilmu silat, telinganya masih terang, matanya
378 masih tajam. Dia tahu bahwa ada orang telah menyerangnya.
Tak kecewa dia menjadi si Tangan Membalik Langit.
Tangannya liehay sekali. Begitu memutar tubuh, begitu dia
menyerang. "Brak" demikian suara nyaring terdengar. Celaka
kedua daun pintu lauwteng, yang terhajar roboh pukulannya
itu, hingga seluruh lauwteng turut menggetar. Tapi, dia tidak
melihat setengah manusia juga. Maka dia berdiri melengak.
"Tangan yang liehay" mendadak telinganya mendengar
suara pujian yang disusuli tertawa dingin- suara itu mirip
suara nyamuk tetapi dia dapat mendengarnya tegas sekali.
Maka kagetlah dia. Dengan sebat dia lompat kedepan, setelah
mana dengan sebat dia memutar tubuh. Maka kagetlah dia,
tubuhnya menggigil. Di depannya berdiri satu tubuh mirip bayangan hitam,
sebab orang itu tertutup kepala dan seluruh tubuhnya, sampai
dikakinya. Cuma sepasang mata yang tajam molos mencilak,
membikin siapa yang melihatnya ciut hatinya.
"Siapa kau?" dia menanya, suaranya menyatakan kagetnya.
Orang itu tertawa dingin pula.
"Ang Ban Thong" sahutnya. "Mimpi pun, kau tak akan
menyangka aku siapa" Kata-kata itu belum diucapkan habis,
atau tangannya orang itu bergerak.
Jilid 5.1 : Empat Mestika Raja Naga
Ang Ban Thong sendiri pun bergerak untuk menyerang.
Hanya untuk kagetnya dia mendapat kenyataan tubuh orang
maju dan kedua lengannya segera tercekal keras, akibatnya
yang mana dia merasakan sakit dan gatal sekali pada seluruh
tubuhnya! Celakanya terus dia tidak berdaya, hingga tinggal
air matanya yang menetes turun ke lantai lauwteng.
379 Orang tidak dikenal itu memegang dengan tiga jari dari
masing-masing tangannya, semua jari tangannya itu dipencet
dan dikendorkan bergantian.
"Sekarang kau dengar, aku akan memberitahukan kau!"
berkata pula orang itu. "Kau perlu diberitahu supaya kau mati
puas! Hendak aku Tanya kau: Dulu hari ketika orang
mengeroyok Cia Bun, kau ada satu diantaranya atau tidak"
Kau mesti omong terus terang, dengan jujur, supaya dapat
aku memberi kepuasan kepadamu!"
Mendengar pertanyaan itu, Ban Thong merasa dia seperti
mendengar Guntur. Dia lantas merasakan matanya
berkunang-kunang. "Apa ?" tanyanya, suaranya menggetar. "Kau"..kau pernah
apa dengan Cia Bun?"
"Aku?" orang itu menyawab. "Si wilayah Sam siang pernah
kita bertemu muka! Kau pasti tidak pernah melupakannya!
Aku ialah itu bocah yang digendong di punggungnya Cia Bun!"
Bukan kepalang kagetnya Ang Ban Thong.
"Apt ?" katanya" "Kamu jadinya tidak mati" Habis mayat
kecil di gunung Bu Kong San mayat siapa "''
Seperti melupakan sakitnya, Ban Thong lantas berpikir.
Orang itu tertawa dingin berulang-ulang. Tak sedap tertawa
itu masuk kedalam telinga si orang she Ang.
"Benar, tuan kecil kau masih belum mati!" berkata orang
itu, bengis. "Kau tidak menyangkanya bukan" Sekarang tuan
kecil kau dating kemari untuk menagih hutang lama! Sekarang
aku Tanya lagi padamu! Di rumah ini masih ada dua orang lain
yang pernah mengeroyok ayahku! Mereka itu tinggal di bagian
mana dari Hoan Pek San Chung ini" Disamping mereka itu,
siapa-siapa lagi yang telah turut mengepung ayahku itu" Kau
bicaralah!" 380 Pertanyaan itu hebat tetapi itu seperti juga suatu
keringanan untuk Ban Thong.
"Bencana itu tidak ada pintunya seperti juga rejeki," dia
mengoceh seorang diri, "Bencana itu dicari oleh orang yang
bersangkutan sendiri"malam ini aku menemui saatku ini, aku
cuma harus menyesalkan diriku sendiri?" Lantas dia tertawa
sedih, dia menyebutkan tentang dua orang yang ditanyakan
itu. Dia menuturkan roman, usia dan tempat sembunyi
mereka. Tentang yang lainnya, ia menunjuk lima orang Ceng
Hong Pay. "Lainnya aku tidak tahu," katanya akhirnya, terus ia
meram, untuk menyambut kematiannya.
Orang itu menghela napas.
"Baiklah, aku menyempurnakan kau!" katanya seraya terus
ia menotok didada, maka robohlah tubuh Ang Ban Thong,
menyusul mana orang itu seperti bayangan seperti munculnya
tadi, Iantas menghilang dari lauwteng Kioe Kiong Kok itu,
lenyap diantara pepohonan yang lebat.
Besok pagi, gemparlah Hoan Pek San-chung. Telah didapat
tahu bahwa tiga orang yang menumpangi diri, telah
meninggal dunia tidak keruan paran. Merekalah Ang Ban
Thong, Ong Soei dan Lee Siang.
Lo-sancoe Kiong Thian Tan kaget dan heran, dia sendiri
Iantas pergi melihat, untuk. memeriksa. Semua mayat tidak
ada tanda lukanya, cuma ada tanda
bekas totokan. Dan kecuali pintu lauwteng Kioe Kiong Kok
yang gempur, dua kamar yang lainnya tak rusak sama sekali,
dan tak ada juga tanda-tandanya bekas orang bertarung,
sedang ketiga orang itu dikenal liehay, yang tak gampanggampang
orang merobohkannya. Maka diakhirnya tuan rumah
ini ingat akan warta yang dibawa Leng Hoei, puteranya, hal
dua peristiwa yang menggemparkan di Tionggoan.
381 "Benarkah ini perbuatannya Twie Hun Poan Cia Bun?" ia
tanya dirinya sendiri, "Rupanya dialah yang itu malam
membantui aku secara diam-diam. Sungguh hebat sepak
terjangnya!" Thian Tan menjadi masgul. Ban Thong bertiga menumpang
padanya, sekarang mereka itu terbinasa diluar tahunya,
sebagai tuan rumah, ia harus bertanggung jawab, menurut
aturan kaum Kang Ouw, tidak dapat ia melepaskan diri. Tapi,
bagaimana ia harus bekerja " Siapa si pembunuh gelap "
Bagaimana kalau dia benarlah Cia Boen, yang pernah
menolongnya dari ancaman Hok San Jie Sioe " Pasti ia tidak
dapat turun tangan terhadap Cia Boen.
Perdamaian lantas diadakan diantara ayah dan anaknya.
Masih mereka tidak berdaya. Apa yang mereka bisa lakukan
ialah mengirim beberapa orang untuk membuat penyelidikan.
Sang hari berjalan terus, cepat lewatnya. Satu bulan telah
berselang semenjak peristiwa aneh dan hebat itu atas diri Ang
Ban Thong bertiga. Sekarang ini gunung Tiang Pek San seperti
ditutupi salju, yang terbang turun berhamburan. Seluruh
gunung, seantero lembah, putih mengkilap dengan sinarnya
benda dingin itu. Kapan hawa udara telah menjadi sangat
dingin, berhenti!ah turunnya salju yang membeku. Malam itu
pun angin keras. Salju tebalnya sampai satu kaki. Sampai
matahari muncul, salju itu tak dapat lantas tersinarkan lumer.
Hawa udara jadi semakin dingin. Baru belakangan terlihat
jatuhnya tetesan-tetesan air.
Jie In dengan mengenakan baju kulitnya yang
gerombongan pergi keluar kamarnya, ia berdiri diam dengan
kedua tangannya dimasuki kedalam tangan baju. Ia melihat
jauh ke sekitarnyarnya. Ia menikmati keindahannya musim
dingin itu. Lama juga ia berdiam diluar itu, ia seperti memikir
382 sesuatu, setelah batuk-batuk dua kali, ia bertindak masuk
kekamar tulis. "Pin Jie !" ia memanggil.
Kacung itu berada disamping rumah, sambil jongkok ia
tengah memasak teh, sekalian menghangatkan dirinya. Ketika
mendengar panggilan, ia lantas menyahuti, panjang suaranya.
"Bukankah sinshe memanggil aku " Baik, aku lantas
datang..." Dan ia masuk sambil membawa poci teh.
"Pin Jie," berkata si guru sekolah, "coba kau pergi melihat
loo-sancoe, ia sedang luang temponya atau tidak, jikalau dia
lagi senggang, kau undanglah ia datang kemari sebentar. Kau
bilang saja bahwa aku ada satu urusan yang hendak
dibicarakan dengannya."
Pin Jie terima titah itu, ia menyahuti dan lantas pergi
keluar. Tidak selang lama, muncullah Thian Tan bersama
kacungnya . Ia tertawa Ketika ia melihat guru cucunya.
"Jie Sinshe," katanya riang, "Pin Jie membilangi aku bahwa
shinse mempunyai urusan yang hendak dibicarakan, benarkah
" Urusan apakah itu ?"
"Sabenarnya aku kangen pada kampong halamanku, " ia
menyahut, "Aku hendak minta cuti supaya aku dapat pulang
menyambangi kuburan leluhurku. Lain tahun bulan tiga pasti
aku akan kembali kemari. Bagaimana pikiran loo sancoe?"
Kiong Thian Tan pun tertawa.
"Aku kira urusan penting apa" katanya, "Biasanya saja
kalau orang kangen dengan kampong halamannya. Cuma
sekarang ini hawa udara sedang buruknya, tidak lama lagi
akan tiba saatnya salju besar menutupi gunung, jalanan
menjadi sukar dilalui. Untuk kami kaum rimba persilatan masih
tidak apa, tidak demikian dengan sinshe seorang anak
383 sekolahan"Apakah tidak lebih baik sinshe menunggu sampai
musim semi lain tahun..?"
Tanpa menanti tuan rumah berhenti bicara, Jie In berkata:
"Terima kasih untuk kebaikan loo-sancoe, aku bersyukur
sekali, hanya apa mau dikata, keras sekali niatku pulang,
jikalau mesti menunggu sampai lain tahun, tak sanggup aku.
Perihal jalanan sukar, itu tak menjadi halangan untukku, itulah
sudah biasa untuk kaum perantau."
Melihat orang demikian mendesak, Thian Tan tidak mau
mencegah lagi. "Jikalau demikian aku tidak bisa bilang apa-apa lagi"
katanya, "Cuma aku minta sukalah sinshe menanti sampai tiga
hari lagi, supaya cucuku dapat memberi selamat jalan"
"Oh loo sancoe, tak usahlah demikian berabeh!" kata Jie In
mencegah, "Aku toh akan kembali dalam bulan ketiga lain
tahun" Toh ini bukannya perpisahan untuk selama-lamanya"
Aku anggap tak usahlah loo sancoe mengadakan perpisahan
secara demikian" Thian Tan berbangkit, ia tertawa.
"Putusan sudah tetap, tak usah sinshe pakai banyak aturan
lagi" ia kata, lalu dengan perlahan-lahan ia bertindak keluar.
Jie In terpaksa menerima, dengan hormat ia mengantarkan
majikannya pergi. Syukur ada kelambatan tiga hari itu maka terjadilah Jie In
dapat menolongi Kiong Thian Tan dari ancaman bahaya maut.
Beruntun dua hari telah diadakan perjamuan perpisahan,
oleh loo-sancoe, oleh nyonya ru mah,, lalu oleh Leng Hoei,
oleh isterinya tuan muda ini.
Selagi menghadiri pesta, Nyonya Leng Hoei, Jie In melihat
perut si nyonya telah menjadi besar, ia agaknya terperanjat.
384 Leng Hoei tajam matanya, ia melihat itu, hingga ia jadi heran.
la lantas tanya kenapa si sinshe kaget.
Jie In bersenyum, ia bersuara perlahan, entah apa ia
bilang. la tidak menjawab. Tentu sekali tuan muda itu jadi
semakin heran dan penasaran juga.
"Sinshe, ada apakah?" ia Tanya, suaranya keras,
"Omonglah, sinshe, kami kaum Rimba Persilatan, kami tidak
mengenal pantangan!"
Jie In tertawa. "Siauw sancoe, kau dengar" ia menyahut akhirnya, "Suatu
soal, apabila ia tidak diperhatikan, tidak ada soalnya, tetapi
sekali diperhatikan, dia dapat mengacaukan pikiran.
Sebelumnya aku bicara, ingin aku memberi selamat kepada
loo-sancoe, bahwa pada tahun yang mendatang kau bakal
memperoleh cucu!" Kata-kata itu menggirangkan Leng Hoei suami isteri
begitupun Thian Tan dan Yap Han Song Sioe In pun girang,
dia mengawasi gurunya. "Anak, lain tahun kau bakal mendapat adik laki-laki!" kata
Jie In "Tidakkah kau akan girang sekali?"
"Tentu, tentu!" kata anak itu, yang terus menghampirkan
ibunya, sambil menunjuk perut ibunya yang besar ia tanya,
Ibu, apakah adikku didalam situ?"
Nyonya Leng Hoei likat tetapi ia girang, ia tertawa seperti
kedua mentuanya dan suaminya itu.
Jie In tidak menghiraukan orang tertawa riang. Ia
mengawasi Nyonya Leng Hoei
dan nanya "Siauw-hoejin, didalam bulan ini kau pernah
melakukan pertempuran atau tidak?"
Nyonya itu heran hingga tercengang. la menggeleng
kepala. 385 "Tidak," sahutnya. ".Ah, pada sepuluh hari dimuka, pernah
aku berlatih dengan suamiku. Apakah kandunganku
tergerak?"i "Kandungan tidak tergerak hanya kedudukannya tergeser"
kata si tabib tertawa, "Kandungan bergeser artinya melahirkan
sedikit sukar. Syukur aku melihatnya, menjadi masih ada daya
memperbaikinya. Siauw sancoe, sebentar malam sukalah kau
datang kekamarku, nanti aku mengajari kau ilmu memulihkan
kandungan, setelah itu dengan makan beberapa bungkus obat
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saja, siauw hujien tak usah menguatirkan apa-apa lagi"
Leng Hoei girang, "Budimu besar sekali, sinshe," ia kata, "Aku tak dapat balas
budimu ini. Kalau nanti anakku terlahir, biarlah dia
mengangkat kau sebagai ayah pungutnya."
Jie In tertawa. "Aku tidak mempunyai rejeki itu, siauw-sancoe," ia kata.
"Untukku cukup asal aku dapat dahar beberapa telurmerahnya
." Belum berhenti suara guru sekolah ini atau Thian Tan
mendadak menjerit dan tubuhnya terguling kebelakang
bersama kursinya. Jie In terkejut, mukanya pucat, tetapi segera dia melesat
ke cim chee dimana dia berlompat naik, Ketika Kiong Leng
Hoei lompat menyusul, guru sekolah itu sudah berada jauh
beberapa puluh tombak dan didepan si guru ada tiga orang
lagi berlari-lari. Mereka terlihat tegas sebab salju terang sekali.
Heran dan kaget menjadi satu dalam hati Leng Hoei.
Selama beberapa bulan ia tinggal sama guru sekolah
merangkap tabib itu, tidak ia ketahui orang sebenarnya liehay
ilmu silatnya, baru sekarang ia mengetahuinya. Ia hanya
heran kenapa guru itu menyimpan diri demikian rupa.
386 Bukankah dia tidak mengandung maksud busuk apa-apa
terhadap Hoan Pek San Chung"
Sembari berpikir, tak berhenti tuan muda ini dari larinya,
bahkan ia lari sekeras bisa untuk menyusul. Ia mendapatkan
Jie In sudah mendahului dua diantara tiga orang, dia memutar
tubuhnya untuk memegat. Ia tidak lihat bagaimana orang
turun tangan, ketika ia menyandak, dua orang itu sudah roboh
tidak berkutik, demikian juga orang yang ketiga, yang dapat
dicandak si guru sekolah.
Melihat tibanya Leng Hoei, Jie In berkata, "Aku mau lantas
pulang menolongi loo-sancoe, tolong siauw sancoe membawa
pulang mereka ini untuk mengompes keterangannya" Habis
berkata dia lantas lompat. Sekali saja dia sudah pergi tujuh
atau delapan tombak, maka dilain saat tubuhnya segera
lenyap didalam san-chung.
Kembali Leng Hoei kaget dan heran. itulah ilmu ringan
tubuh yang sangat mahir. Yang ia tahu, orang cuma dapat
lompat lima tombak. Tapi ia tidak sempat berpikir, ia lantas
bekerja. Jie In sendiri, setibanya ia didalam rumah, ia melihat
semua orang bergelisah. Loo-sancoe telah ditotok untuk tutup
jalan darahnya oleh isterinya, dia telah dibawa masuk kedalam
kamarnya dimana dia direbahkan diatas pembaringan. Disitu
pun berkurnpul banyak anggauta Cian San Pay, yang
mendapat kabar sancoe mereka terluka, tapi ketika mereka
mau pergi menyusul si orang jahat, si guru mencegah.
"Ketiga penjahat itu sudah dapat ditotok siauw sancoe,
sebentar mereka dibawa pulang" katanya. Ia sendiri
menghampirkan Thian Tan yang rebah dengan gigi terkancing,
matanya mendelik, tubuhnya menggigil tak hentinya. Nyonya
sancoe tua nampak sangat berduka.
387 ,,Jie Sinshe," kata nyonya itu, "Tidak aku melihat bahwa
kau sebenarnya seorang luar biasa. Loo sancoe telah terkena
pukulan tang pek koet Han Hong Ciang, kabarnya pukulan itu
tidak ada obatnya, benar aku telah menotok menutup jalan
darah suamiku, mungkin dia tak akan bertahan lama ...... ."
Habis berkata, tak dapat dicegah lagi, airmatanya si nyonya
tua bercucuran. "Aku bukan orang luar biasa, loo-hoejin," kata Jie In
merendah. "Tentang sedikit luka dari loo-sancoe, janganlah
dibuat kuatir, dapat aku mengobatinya."
Ketika itu Leng Hoei sudah kembaIi, sembari tertawa, tabib
ini berkata: "Siauw-sancoe, hebat tanganmu, tak sampai
sepuluh jurus telah berhasil kau membekuk mereka bertiga!
Sungguh aku kagum!" Leng Hoei melengak, tetapi lantas ia mengerti. "Tahulah ia
guru sekolah ini tetap tak ingin orang mengetahui dia pandai
silat, maka terpaksa ia berdiam, cuma ia bersenyum. Melihat
keadaan ayahnya, sebaliknya ia berduka dan berkuatir.
"Bagaimana lukanya ayahku?" ia tanya.
Jie In mengangguk, terus ia berbisik"Siauw-sancoe, tolong
ajak semua orang keruangan depan, dan jagalah agar mereka
tak mengetahui aku mengerti silat."
"Aku mengerti" sahut Leng Hoei. "Hanya kenapa aku tidak
dapat membebaskan totokan tiga orang itu?"
"Sebentar, sehabis menolongi loo-sancoe kita nanti bicara
pula" kata si guru, tetap berbisik.
"Baiklah, tentang ayahku, aku mengandal pada sinshe" kata
Leng Hoei, yang lantas mengajak semua orang keluar, hingga
didalam kamar tinggal Jie In bersama kedua nyonya serta Sioe
388 In. Diluar pintu berdiri satu orang, yaitu Pin Jie. Dia ini
agaknya menyesal yang selama beberapa lama tidak
mengetahui si guru sekolah demikian lihay. Maka tanpa
merasa, ia sampok kepalanya sendiri.
Berselang dua jam maka di dalam kamar terdengar tertawa
yang nyaring dari loo-sancoe Kiong Thian Tan. Itulah bukti
yang san-coe tua itu sudah sembuh. Maka habis mendengar
itu, Pin Jie Iari keluar keruangan besar untuk memberi kabar
kepada tuan mudanya. Menyusul kaburnya si kacung, Jie In muncul untuk pulang
kekamarnya sendiri. Disini ia duduk menjublek dikursi
malasnya, agaknya ia berpikir keras.
Tidak lama gorden tersingkap, sebuah kepala orang nongol.
Hanya sebentar, kepala itu ngelepot lenyap.
"Ha, kunyuk kecil" berkata si guru sekolah. "Jikalau kau
mau masuk, masuklah, jangan diluar saja dengan lagakmu
sebagai setan! Awas nanti aku keset kulitmu!"
Pin Jie lantas muncul, ia lantas memberi hormat sehormathormatnya
kepada si guru sekolah seraya ia berkata: "Sinshe,
pandai sekali kau bersandiwara! Sungguh sinshe tega kepada
Pin Jie tidak diberikann sesuatu yang ada harganya sebagai
hadiah" "Kunyuk cilik!" Jie In tertawa, "Beginilah lagakmu!"
"Tetapi sinshe," kata kacung itu, "Pin Jie belum pernah
mengabaikan kau?" "Sudahlah!" kata guru sekolah itu. "Lain tahun aku akan
datang pula, itu waktu kau pasti akan menerima sesuatu dari
aku" Belum sempat si kacung berkata apa-apa lagi, Leng Hoei
telah datang masuk kedalam kamar Jie In, maka dia lantas
mengundurkan diri, sedang si guru sekolah lantas mengajari
sancoe muda itu caranya bagaimana harus memperbaiki
389 kandungan, setelah mana ia membuatkan tiga macam resep,
kemudian ia mengajari pula ilmu menotok bebas kepada
ketiga orang tangkapan yang membokong sancoe tua.
Leng Hoei girang sekali, setelah mengerti semua, ia berlalu
dengan cepat. Besoknya pagi, Thian Tan bersama isterinya datang
menemui Jie In untuk menghaturkan terima kasih mereka.
"Rupanya" berkata tuan rumah kemudian tertawa, "Ketika
itu malam Hok San Jie Sioe datang, sinshe-lah yang telah
menghindarkan aku dari mara bahaya!"
Guru sekolah itu tertawa, ia tidak menyahut.
"Jikalau aku tidak keliru menerka" kata pula Thian Tan
tetap tertawa, "Kebinasaannya Ang Ban Thong bertiga
tentulah perbuatan sinshe juga, sebab mereka itulah orangorang
liehay, lain orang tidak nanti demikian gampang dapat
turun tangan atas diri mereka! Menurut anakku, sinshe sangat
liehay, langka orang dengan kepandaian yang dimiliki sinshe"
Mendadak saja Jie In menatap tajam tuan rumahnya.
"Benar, itulah perbuatanku yang rendah!" katanya, tertawa,
"Apakah loo-sancoe berniat membalaskan?"
"Jangan salah mengerti, sinshe!" kata tuan rumah itu, yang
mengulapkan tangan dan tertawa manis, "Untuk kau, urusan
bagaimana besar juga, aku bersedia bertanggungjawab! Aku
hanya heran diantara sinshe dan mereka itu sebenarnya ada
permusuhan apakah" Mungkinkah diantara sinshe dan Twie
Hoen Poan ada sesuatu hubungannya?"
Ketika itu Leng Hoei pun muncul bersama isterinya, untuk
menghaturkan terima kasih mereka.
Jie In tergerak hatinya mendengar pertanyaan tuan rumah
yang tua itu, ia tertawa tetapi sedih tertawanya.
"Tentang hubunganku dengan Twie Hoen Poan Cia tayhiap,
maaf tidak dapat aku menjelaskan sekarang ini!" sahutnya.
390 "Asal sancoe sekalian suka berjanji akan tolong
merahasiakannya, lain kali sancoe semua akan
mengetahuinya" Tuan tumah yang tua tertawa terbahak.
"Jie sinshe, kita kenal satu dengan lain sudah sekian lama,
apakah sinshe masih tidak mempercayai Kiong Thian Tan"
Asal kau tidak menyuruhnya aku pun tidak nanti
membocorkan rahasiamu ini. Apa yang aku hendak minta ialah
sudikah kau menjadi sahabatku untuk selama-lamanya?"
Jie In menggoyang kepala.
"Aku masih terlalu muda, sebenarnya pantaslah kalau aku
menjadi keponakan sancoe" berkata ia. Dengan menjadi
"sahabat untuk selama-lamanya" itu Thian Tan maksudkan
pengangkatan saudara. Thian Tan heran tetapi ia tertawa seraya bertepuk tangan.
"Kau telah berusia empat puluh lebih, sinshe, mengapa kau
mengatakan usiamu masih terlalu muda?" ia bertanya.
Jie In pun tertawa, lalu dengan tangannya ia merabah.
kebelakang telinganya, untuk menariknya, maka Iocotlah
topengnya, hingga Thian Tan suami-isteri, juga Leng Hoei dan
isterinya, melihat seorang muda yang tampan.
Leng Hoei terkejut tetapi ia maju menghampirkan.
"Kau"kau.." katanya, seperti orang gugup, "Kau bukankah
si pelajar aneh yang menggemparkan Sungai Besar Selatan
dan Utara?" Dengan cepat Jie In mengenakan pula topengnya. Ia
tertawa tanpa menjawab. Thian Tan heran sebentar, lantas ia tertawa lagi.
391 "Dengan begini mestilah kita menjadi saudara angkat!"
katanya, suaranya tetap, "Biarlah aku membesarkan hatiku
menyebut kau loo-teetay!"
"Loo sancoe" berkata Jie In, "Meskipun benar apa yang loosancoe
katakana tetapi sepak terjang loo-sancoe ini akan
menyulitkan kepada siauw sancoe! Aku lihat baiklah kita tetap
seperti semula.." "Kita tetap dengan kita, biarlah Leng Hoei memanggil apa
yang ia suka!" kata tuan rumah yang tua itu, yang ngotot
dengan keputusannya itu"
Jie In tidak membilang apa-apa, tetapi ia menimbulkan
urusannya. "Hari ini aku mau meminta diri untuk kembali ke Selatan"
demikian katanya, "Lain tahun disaat loo-sancoe menggempo
cucu, aku akan datang kemari untuk menggerecok secawan
arak kegirangan Keluarga Kiong!"
"Loo-teetay," berkata Thian Tan, "Kau hendak pulang ke
Selatan, baiklah, kami tidak akan menahan kau, asal lain
tahun kau pasti kembali ! Baiklah loo teetay ketahui, Hoan Pek
san Chung kami ini ada seperti kepunyaan loo-teetay sendiri,
jadi kapan kau sudi datang, kapan kau datang, dan kapan kau
suka pergi, kapan kau boleh pergi!"
Sembari berkata, ketua Cian san Pay itu mengeluarkan
sebuah leng-cian, yang ia serahkan pada si anak muda seraya
ia menambahkan: "Inilah pertanda paling tinggi dan
dimuliakan dari Partai kami, asal didalam wilayah Partai,
dengan ini orang dapat lewat tanpa rintangan, serta kapan
ada ditemukan orang-orang kami yang berbuat salah, looteetay
dapat menggunai untuk menjalankan hukuman
terhadapnya, guna membersihkan Partai kami dari anggautaanggauta
yang buruk" 392 Jie In tidak berani terima leng-cian atau panah-titahan itu,
tetapi Kiong Thian Tan mendesaknya, akhirnya ia menerima
juga. Untuk itu ia menghaturkan terima kasih, karena dengan
itu telah dibuktikan yang ia diberikan kepercayaan sangat
besar. Sampai disitu pertemuan mereka, Jie In segera berkemas,
lantas ia berangkat turun gunung dengan tetap menggunai
tandu seperti pada waktu datangnya.
Thian Tan dan Leng Hoei mengantar sampai dimulut
gunung, berat mereka mesti berpisah dengan si guru sekolah
penolong besar dari mereka, hingga mereka mesti menepas
air mata. XII Hari itu salju putih turun beterbangan seperti bulu angsa,
salju itu ditiup angin keras hingga bagaikan lagi menari.
Dibidang yang luas salju belaka yang tertampak. Hawa udara
sebenarnya dingin akan tetapi di jalan besar Peng-ciu-too
terlihat satu penunggang kuda lagi mengaburkan binatang
tunggangannya dengan dia seperti mendekam di punggung
kuda, dengan sebelah tangannya tak hentinya mengayun
cambuknya hingga kabur tak perduli hidung dan embunembunannya
terus mengeluarkan uap putih. Dimana dia
lewat, kuda itu meninggalkan tapaknya yang besar dan dalam.
Sesudah kabur setengah jam, penunggang kuda itu melihat
samar-samar dusun kecil didepannya. Ia menghela napas
lega, ia mengendorkan larinya kudanya. Ia menepuk-nepuk
punggung binatang itu sambil berkata: "Mungkin hari ini kita
tidak dapat tiba di San-im, maka baiklah didusun didepan itu
aku memberikanmu ketika untuk beristirahat dan makan
kenyang, besok baru kita melanjuti perjalanan kita ini."
Kuda itu seperti mengerti perkataan majikannya, dia
menggoyang-goyang kedua kupingnya, dia meringkik perlahan
393 lalu dia menggeraki pula keempat kakinya untuk lari pula
dengan keras. Penunggang kuda itu ialah Jie In si guru sekolah atau In
Gak kita, yang tetap menyamar sebagai seorang pelajar usia
pertengahan. Sejak meninggalkan Hoan Pek San Chung,
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langsung dia menuju ke Charhar Utara, akan berdiam
ditempat peternakannya Hui In Ciu Gouh Hong Piu, setelah
tiga hari, ia melanjuti perjalanannya ke propinsi Shoasay,
Hong Piu telah memberikan ia seekor kuda jempolan, ialah
kuda yang ia tunggangi itu. Setelah melintasi Hoay-jin, ia
memikir akan tiba di San-im, siapa tahu ia terhadang salju, ia
kesasar, syukur ia bertemu serombongan saudagar yang
menunjuki ia arah San-im. Tapi ia tetap terganggu benda
putih yang dingin itu, hingga terpaksa ia mesti singgah di
dusun di sebelah depan itu dimana cuma ada kira-kira lima
puluh rumah. Ia berhenti di rumah yang ketiga, yang
kebetulan losmen adanya, mereknya An Lie.
Pegawai hotel sudah lantas muncul, karena dia mendengar
kelenengan kuda. "Silahkan masuk, tuan, angin keras. !" dia menyambut.
Jie In menyerahkan kudanya seraya minta binatang itu
dikasi makan, habis itu ia menyingkap gordrn untuk masuk
kedalam rumah dimana ruangan dihangatkan tabunan
kotoran-kotoran binatang, yang apinya berkobar-kobar. Diatas
tabunan itu ada digantung teko besar dari tembaga, yang
airnya melonjak-lonjak naik.
Tidak lama masuklahpelayan tadi maka Jie In minta arak
dan nasi serta lauk-pauknya untuk ia dahar sendirian sambil
menenggak arak perlahan-lahan. Ia memilih sebuah meja
kosong. Ia memperhatikan setiap tetamu lainnya, yang
umumnya terdiri kaum saudagar. Segera ia tertarik
perhatiannya oleh seorang tetamu kurus, yang duduk mencil
394 di pojokan, sebab dia terus mengawasi dua saudara diarah
depannya. Kedua saudagar itu dandan perlente, keduanya bicara
asyik, meskipun perlahan suaranya sering-sering mereka
tertawa. Mata mereka pun tajam, sikap mereka tawar ketika
mereka memandang si kurus. Maka itu Jie In menduga orang
mestinya orang Kang-ouw yang lagi menyamar.
"Mungkin bakal terjadi sesuatu," Jie In berpikir pula.
Kedua saudagar itu gembira sekali, dari bicara perlahan,
mereka omong keras dan nyaring juga tertawanya. Selagi
begitu, gorden tersingkap angin menghembus masuk, dususul
masuknya tiga orang, yang besar tubuhnya. Mereka ini lantas
memandang kelilingan, hingga pandangan mereka tak lolos
dari si kurus dan kedua saudagar itu. Mereka lantas
menggebriki salju dipakaian mereka.
"Hawa udara dingin sekali, disini kita dapat minum untuk
melawan hawa dingin itu!" kata satu diantaranya tertawa.
"Mari!" Dia bicara dengan lagu suara orang Hoo-lam.
Dua kawannya itu tertawa.
Ketiganya lantas duduk didekat pintu.
Si kurus, yang tubuhnya kate, mengawasi ketiga orang itu,
lantas dia tunduk, tangannya membeset bahpauwnya.
Mata Jie In melintas dari tiga orang baru itu kepada si katekurus,
didalam Hatinya, ia kata : "Mereka bertiga dan si kurus ini orang
satu golongan, sengaja mereka berpura-pura tak kenal satu
dengan lain. Mungkin bakal terjadi lelakon yang menarik
hati.." Ketika ia memandang kedua saudagar, diam-diam ia
menggeleng kepala. Dua orang itu seperti tidak merasakan
sesuatu, tetap mereka berbicara dengan asyik.
395 Jie In memperhatikan kedua saudagar, yang usianya
masing-masing lebih kurang empat puluh tahun. Yang satu
bermuka bundar, alisnya tebal, matanya jernih, jenggotnya
pendek, tubuhnya ditutup baju kulit. Dia senantiasa
bersenyum. Dan kawannya yang mukanya panjang,
mempunyai kumis dan jenggot yang panjang yang terpecah
tiga. Dia pun mengenakan baju kulit. Selalu dia mengawasi
kawannya. "Saudara Khoe," berkata si muka bundar, setelah mereka
bicara pula, "Dalam usaha pegadaian ada kata-kata terkenal,
tiga tahun tidak berusaha, tiga tahun dapat hidup. Ketika dulu
hari aku menjadi kuasa rumah gadai, majikanku menghargai
aku, pendapatanku satu tahun, dapat dimakan untuk lima
tahun. Thian memberkahi aku. Pada suatu hari kami
kedatangan seorang yang mirip pemuda hartawan rudin, dia
mau menggadaikan serenceng mutiara, untuk dua puluh ribu
tail perak, untuk selamanya dia tidak mau menebusnya.
Majikanku menggoyang kepala. Aku lihat mutiara itu ada
harganya, majikanku tetap menolak. Pemuda itu mengurangi
harga satu perlimanya. Majikanku tetap menolak. Akhirnya
aku kata kalau majikanku tidak mau membeli, biarlah aku
yang membelinya. Majikanku setuju, maka jadilah aku yang
membelinya. Setelah orang itu pergi, majikanku bilang harga
mutiara itu terlalu murah, bahwa harga sebenarnya mungkin
delapan puluh sampai seratus ribu tail perak, ia tidak mau
membeli sebab mungkin asal-usulnya tidak jelas, bahwa
mungkin itulah barang dari keratin, jadi dia takut. Dia kata
padaku, karena aku berani membeli, mungkin malaikat
bintang terang datang padaku. Ketika aku masuk ke kamarku,
aku meneliti mutiara itu. Bagaimana girangku! Benar-benar
mutiara itu berharga, apapula empat diantaranya, yang besar,
yang harganya sudah sukar untuk dinilai"
Si muka panjang tertawa. "Apakah yang kau dapatkan itu?" tanyanya.
396 "Keempat butir itu berlainan satu dari lain, warnanya
merah, ungu, biru dan putih masing-masing?"
"Saudara Lie kau belum menyebutkan khasiat atau
kebaikannya?" "Sabar, saudaraku," kata si Lie tertawa lebar, "Mari aku
beritahukan kau hal yang merah dulu. Itulah mutiara pemunah
racun. Siapa keracunan, tak perduli lihaynya racun itu asal dia
mengemu mutiara itu, dia sembuh seketika. Yang lainnya
dapat menolong kita dari bahaya api, air dan pengaruh sesat.
Itulah semua mutiara yang disebut Liong Kiang Su Po atau
empat mustika raja naga. Syukur orang tak tahu aku memiliki
mutiara mustika itu. "Ha..ha..ha..!"
Selagi orang itu, juga kawannya tertawa, Jie In mendengar
satu suara perlahan: "Besok kamu bakal jadi mayat kaku,
sekarang kamu masih tertawa riang.." Ia terperanjat, ia lantas
memandang kearah darimana suara datang. Kata-kata itu
diucapkan satu diantara tiga tetamu tadi.
Kedua orang itu juga dapat mendengarnya, sesaat mereka
mengerutkan dahi, tetapi lekas gembira kembali, bahkan si
muka bundar kata: "Saudara Khoe, maukah kau melihatnya"
Nanti aku keluarkan.."
"Jangan!" kata si muka bundar, yang mengulapkan tangan,
"Benda mestika mana dapat diperlihatkan ditempat terbuka"
Biar, nanti saja aku melihatnya sesudah kita tiba ditempat
tujuan.." "Tempat apa?"" kata suara halus tadi tetapi tegas.
"Tempat ini, Yoo Kee Cip, ialah tempat akhirmu..!"
Dua saudagar itu berbicara terus, mereka agaknya tidak
mendapat dengar suara itu, yang mirip suara nyamuk.
397 Jie In memperhatikan kedua pihak. Dengan lantas ia
mengerti kedua saudagar itu mempunyai barang berharga,
dan keempat orang, si kate kurus dan tiga yang baru datang
itu, menguntitnya. Mungkin kedua saudagar liehay, empat
orang itu tidak lantas turun tangan, mereka menantikan ketika
dan mencari bantuan, dari itu Yo Kee Cip dijadikan tempat
yang terpilih untuk turun tangan.
"Entah bagaimana liehaynya kedua saudagar ini maka
mereka bernyali begini besar dan si penjahat menjadi jeri
karenanya." Jie In berpikir.
Jilid 5.2. Perebutan Dua Buah Mestika
Justeru itu diluar terdengar ringkikan kuda. Kaget Jie In. Ia
mengenali suara kudanya. Lantas saja ia berbangkit dan lari
keluar. Baru ia menyingkap gorden, ia sudah melihat kudanya
dikurung empat orang, yang satu lagi menarik tali lesnya.
Kuda itu seperti mengenali majikannya, dia tidak mau diseret
pergi, dia meringkik seraya berjingkrakan.
Ketika itu salju sudah berhenti dan tinggal angin Barat daya
yang masih bertiup terus, dan sang mega, yang melayanglayang,
membuatnya cuaca mulai guram.
"Binatang!" membentak si pencuri kuda, yang menjadi
panas hati karena bandelnya binatang itu. Dia mengangkat
tangannya, hendak menyampok kuda itu atau mendadak
angin bersiur kearahnya terus tangannya itu tak dapat turun,
hingga dia menjadi kaget dan tercengang.
Jie In tiba tepat ketika kudanya hendak dihajar itu,
tubuhnya mencelat dengan gerakannya "Leng Khong pou hie"
atau "Tindakan kosong ditengah udara" terus tangannya
menanggapi tangan si pencuri tanpa penjahat itu sempat
melihatnya atau berkelit.
398 "Kuda yang bagus, siapa yang melihat, siapa yang
menyukainya!" ia kata sambil tertawa dingin."Meski demikian,
jikalau kau menyukai kuda ini, harus kau tanya dulu
pemiliknya, dia suka menyerahkannya atau tidak! Mana dapat
kau berlaku sebagai tikus pencuri makanan" Adakah
perbuatanmu ini ajarannya orang tuamu yang tolol?"
Pencuri itu kaget dan malu, ia menyesali dirinya karena
kurang awas dan kurang gesit, tetapi mendengar teguran itu,
darahnya naik. Dia pun tertawa dingin dan kata dengan tajam:
"Orang tuaku ialah leluhurmu! Orangtuamu ini, asal dia
melihat barang yang disukai, dia lantas hendak mengulur
tangannya!" Belum berhenti suara itu tetapi toh mesti mesti berhenti
sendiri. Satu gaplokan yang nyaring yang membuatnya itu. Si
pencuri kuda kesakitan tanpa bisa menjerit, lantas mukanya
menjadi bengap dan merah, bahkan beberapa buah giginya
goyah! Baru belakangan separuh merintih dia sambil
memegangi pipinya itu! "Dan orangtuamu paling gemar menggaplok orang!" kata
Jie In tertawa. "Asal aku melihat sesuatu yang tak cocok
dengan hatiku, lantas ingin aku turun tangan! Benar demikian
bukan?" Pencuri kuda bukan cuma bengap mukanya dan sakit
rasanya itu, juga matanya berkunang-kunang, sesaat
kemudian barulah dia menjadi sangat murka, maka sambil
berteriak dia menghunus goloknya, untuk menyerang.
"Kau cari mampus?" kata Jie In dengan seraya dia
mengajukan tangannya, untuk menanggapi tangan si
penyerang di bagian nadi.
399 Penyerang itu menjadi kaget, percuma dia mau
mengelakkan tangannya, dalam sedetik itu juga goloknya
telah kena dicekal, dan ketika tangan kiri si pemilik kuda
membarengi, tubuhnya terpental tinggi, jatuh terbanting
didepan pintu losmen, hingga tubuhnya melesak diantara
salju. Jie In tidak berhenti sampai disitu, dengan mengerahkan
tenaganya, ia membikin golok si pencuri menjadi patah
beberapa potong, terus patahan itu ia lemparkan, kemudia ia
mengawasi ketiga penjahat lainnya sambil ia bersenyum
berseri-seri. Tiga orang itu mendongkol, berbareng jeri hatinya karena
mereka telah menyaksikan liehaynya si pemilik kuda.
Sebenarnya tadi mereka hendak mencegah kawan mereka
mencuri kuda itu, tetapi sebelum sempat mereka mencegah
Jie In sudah keluar dan turun tangan. Lantas yang satu kata
dengan dingin: "Benar kawanku salah akan tetapi dia tidak melukai
kudamu, mengapa kau melukai dia" Hari ini kami mempunyai
urusan, urusan ini baik dicatat saja sampai lain waktu! Baiklah
kami memberi batas tempo dua hari untuk hidupmu !"
Jie In gusar mendengar kata-kata galak itu.
"Kamu yang bersalah, kamu masih berani banyak tingkah?"
katanya dalam hati. Maka ia lantas mengibas kepada tiga
orang itu, atas mana mereka itu lantas terpelanting roboh
jauhnya beberpa tombak. Tanpa memperhatikan lagi pada
mereka, ia menuntun balik kudanya.
Apa yang kejadian itu membikin heran dan kagum
beberapa orang lain, antaranya rombongan tiga orang lainnya
serta kedua saudagar yang pakaiannya perlente itu, sebab
ketika mereka mendengar ringkikan kuda serta larinya Jie In
keluar, mereka lantas lari keluar juga untuk menyaksikan
400 karena mereka percaya mesti terjadi sesuatu yang menarik
hati untuk ditonton. Benarlah dugaan mereka, hanya
kesudahannya itu diluar dugaannya.
Satu diantara yang tiga itu kata perlahan pada kawankawannya:
"Kenapa si kunyuk kumat penyakitnya" Dia tengah
bertugas, kenapa dia menimbulkan gara-gara?"
Kedua saudagar itu tidak berkata-kata, mereka cuma saling
mengawasi saking herannya.
Si pencuri kuda pingsan karena terbanting itu, ketika dia
mendusin, dia mengawasi tiga kawan, yang berdiri
didepannya, yang memandangnya dengan sorot mata gusar.
Dia hendak mengatakan sesuatu, ketika seorang meninju
dadanya hingga dia terguling pula.
Jie In lewat disamping ketiga orang itu, ia tidak membilang
apa-apa, Cuma dari hidungnya terdengar suara : "Hm!"
Kedua saudagar itu turut masuk, untuk mendapatkan Jie In
lagi bersantap. Mereka saling pandang dan saling tertawa
pula, terus mereka pun kembali ke meja mereka.
Masih ada tetamu lainnya, rata-rata mereka mengawasi
dengan keheranan pada si pelajar usia pertengahan itu.
Sedang diluar, masih ramai suaranya kawan-kawannya si
pencuri kuda, yang masih memarahi kawannya yang
bertangan panjang itu. Api tabunan berkobar terus, kadang-kadang terdengar
suara mereteknya. Tak lama masuk pula tiga orang tadi. Untuk sekelebatan,
mereka memandang bergantian kepada Jie In dan si kedua
saudagar. Kedua saudagar itu berlaku tenang, tapi mereka
agaknya dapat menerka tentulah mereka bertiga lagi
menduga-duga Jie In itu kawannya atau bukan.
401
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si kate kurus, yang tadi keluar, tidak masuk pula, maka
dapatlah diduga, dia tentu pergi untuk mencari bala bantuan.
Jie In dahar dengan lahapnya, ia masih meminta daging
lagi. Diam-diam ia memperhatikan si kate kurus, yang tetap
tak muncul, maka kemudian ia ngoceh sendiri:
"Sahabat yang baik, kau menanti aku menunggu, kau
menghitung aku menghitung juga! Rupanya tak menanti
terang tanah, hanya diwaktu malam, kamu hendak turun
tangan ! Benarkah " Apakah kamu menyangka aku tidak bakal
mengulurkan tanganku" Baiklah! Mala mini tentu tidak ada
yang akan masuk tidur..!"
Kedua saudagar itu heran, mereka mendongkol tetapi
setelah mereka berpikir sejenak, diam-diam girang hati
mereka. Mereka menduga orang tentu bakal membantui mereka.
Maka itu, kalau tadinya mereka rada berkuatir, sekarang hati
mereka lega betul-betul. Jie In masih terus ngoceh sendirian dengan suara tak
tandas. Ketiga orang itu, kawan penjahat, menjadi heran. Mereka
pun dengar suaranya Jie In dan dapat menerka maksudnya
kata-kata yang samar-samar itu. Memang tadi, selagi mau
masuk kedalam, mereka telah memberi tanda dengan tangan
mereka kepada si kate kurus yang terus tidak muncul lagi itu.
Mereka heran kenapa Jie In dapat membade maksud mereka.
Mereka mau turun tangan malam itu sebab mereka tahu,
kalau mereka menanti besok sesudah memasuki kota Gan
bun-kwan, sulit usaha mereka. Gan bun-kwan masuk wilayah
Ceng Hong Pay dan mereka curiga Ceng Hong Pay nanti turun
tangan juga, kalau mereka didului, pasti rugilah mereka.
Mereka pun tahu baik, kedua saudagar itu licin sekali,
semenjak dari kotaraja mereka menguntit, saban-saban dua
orang itu dapat meloloskan diri. Mereka tidak takut kepada
kedua saudagar tapi mereka jeri terhadap si pelajar usia
402 pertengahan itu, yang kepandaiannya mereka telah saksikan
sendiri. Lewat lagi sekian lama, para tetamu mulai bubaran. Ada
yang masuk tidur, ada yang pulang kerumahnya. Akhirnya
tinggal tiga orang itu, si saudagar dan Jie In. Seorang pelayan
menghampirkan Jie In, menanya kalau-kalau tetamu ini mau
masuk tidur. "Kau tidak tahu, sahabat, sekarang ini pikiranku lagi
ruwet!" kata Jie In bersenyum. "Maka itu, meski aku ingin
tidur, tidak nanti aku tidur pulas. Baik kau membawakan aku
arak dan sayurannya, sebentar mungkin aku gembira dan
membuka pertunjukan sulap, umpama bagaimana
mempermainkan kunyuk atau rase! Sebentar kau boleh
membuka matamu!" Pelayan itu menyahuti "Ya" tapi ia heran. Ia heran karena
sudah malam tetamunya masih mau main sulap.
Tiga penjahat itu kaget dalam hati. Kebetulan sekali Jie In
menggedor hati mereka. Mereka justru Chin Pak Sam Ho, atau
tiga rase dari Shoasay Utara, ialah Thong Thian Ho Cu Kwie,
Bu Eng Ho Khouw Kiat dan Bong Tok Ho Teng Giok Hay.
Justru suasana sunyi itu, di kejauhan terdengar siulan yang
nyaring dan panjang. Jie In mengangkat kepalanya, ia tertawa dan berkata
sendirian: "Nah temponya telah sampai! San tuan telah tiba! Kenapa
kamu berdiam saja" Aku telah menanti sekian lama! Bukankah
bakal ada pertunjukan yang menarik hati" Kenapa kamu
sengaja membuat aku menanti sia-sia belaka?"
Jie In orang Selatan, sekarang ia mengasi dengar logat
suara orang Utara, suaranya jadi kaku, janggal didengarnya.
403 Hati Chin Pak Sam Ho berdebar, lantas mereka bangun
berdiri, kepada Jie In mereka mendelik, terus mereka pergi
kabur. Kedua saudagar itu lantas berbangkit setelah mereka
mendengar siulan itu. Untuk sejenak, mereka nampak
sungguh-sungguh, tak lagi acuh tak acuh seperti tadi.
Sebelum mereka berbuat apa-apa, dari luar mereka dengar
suara nyaring ini: "Khu Lin! Lie Siauw Leng! Ketua kami sudah tiba, silahkan
kamu keluar untuk berbicara!"
Suara itu keras dan panjang.
Khu Lin dan Lie Siauw Leng, kedua saudagar itu, mengasi
dengar suara tertawa mereka yang dingin, lantas keduanya
lompat kearah pintu, lebih dulu keduanya menyerang gorden,
lantas menyusuli terpentangnya kain itu, keduanya lompat
keluar. Jie In kagum menyaksikan gerak-geriknya dua orang itu.
Mereka tabah hatinya dan berpengalaman.
Khu lin dan Lie Siauw Leng menduga tepat. Ketika gorden
terpentang, mereka mendengar suara senjata rahasia, yang
mengenai gorden, setelah itu, buru-buru mereka lompat
keluar. Kembali mereka tertawa.
Jie In menyusul. Ia menduga, dua saudagar ini mesti
menghadapi lawan berat. Benar saja, diluar, antara tanah
bersalju, tertampak rombongan dari puluhan orang, yang
seperti telah mengurung Hotel Lie An.
Kedua saudagar, dengan pedang ditangan, mengawasi
sekalian musuhnya. Diantara rombongan itu tertampak seorang tua yang
romannya bengis sekali, matanya bersinar tajam, tubuhnya
tinggi delapan kaki, dia nampak berdiri tegar seperti menara
404 besi. Menghadapi kedua saudagar, dia tertawa dengan lagu
suaranya tidak enak, kemudian dia membentak:
"Kedua sahabat, berlakulah tahu diri sedikit! Lekas kamu
serahkan ho-siu ouw serta Liong Kiong Su Po yang kamu bawa
itu! Ketahui oleh kamu, aku si orang tua masih hendak
berbuat baik kepada kamu! Jangan kamu terlalu andalkan
pelajarannya Thian Tie Tiauw Siu yang menjadi gurumu itu!
Aku si orang tua, Leng-koan Kie Sat Ang Tiang Ceng, aku tidak
memandang mata kepada gurumu itu! Lihat saja, kamu dapat
lolos dari sini atau tidak?"
"Hm, bangsat tua!" Lie Siauw Leng mendamprat, "Kau
jangan memikir yang tidak-tidak! Benda yang lain orang
dengan susah payah mendapatkannya, mana dapat itu
dengan gampang saja diserahkan kepada kamu" Baiklah,
jangan kita membuang-buang tempo, mari kita mengandalkan
kepandaian masing-masing! Apa maumu" Maju satu lawan
satu atau kau hendak main keroyok?"
Sementara itu Ang Tiang Ceng heran menyaksikan Jie In
berdiri di belakang dua saudagar itu, terpisahnya hampir lima
tombak, hatinya bekerja: Turut katanya Siu long Touw Hoan,
pelajar ini liehay tenaga dalamnya, dengan sekali bergerak
saja dia dapat melemparkan Empat tikus tetapi aku tidak
melihat tanda-tanda dari keliehayannya itu..Apa mungkin aku
keliru" Karena ini, ia berlambat menjawab tantangan.
Maka Chin Pak Sam Ho yang berdiri di belakangnya, lantas
lompat maju lalu satu diantaranya, yaitu Bu-eng Ho Khouw
Kiat, kata sembari tertawa mengejek:
"Sahabat-sahabat, janganlah kamu tidak minum arak
pemberian selamat, sebaliknya menenggak arak dendaan!
Untuk kamu kami datang tanpa menghiraukan perjalanan jauh
beribu lie! Untuk apakah" Maka kamu keluarkanlah dua
barang kamu itu, urusan beres, jikalau tidak, kami dari Hek
405 liong Pay, kami tidak mau mengerti! Penolakan kami berarti
dusun Yo Kee Cip ini tempat pekuburan kamu!"
Khu Lin tertawa dingin. "Memang aku telah melihatnya, kamu bukan orang yang
dipelihara orang!" katanya, menghina. "Untuk urusan mala
mini, tak usah kamu menggunai lidah kamu!"
Kata-kata itu disusuli serangan kepada Bu-eng Ho Khouw
Kiat si Rase Tanpa Bayangan, yang ditikam pinggangnya.
Khouw Kiat mendapatkan julukannya itu disebabkan
kegesitannya tetapi tikaman Khu Lin membuatnya kaget,
dalam gugup dia menjejak tanah, untuk berlompat tinggi.
Syukur untuknya, pedang lewat di bawahan kakinya. Tapi
lawan tidak berhenti sampai disitu, dia ditikam pula, terus
sampai tiga kali, megarah tiga jalan darahnya: kiu-bwee, ngokie
dan ciang-bun. Baru dia bebas, atau tikaman yang
keempat sudah menyusul lagi. Syukur dia lantas dapat
membalas menyerang, hingga dia tak usah terdesak lebih
jauh. Pedang Khu Lin kalah berat, ketika bentrok, pedang itu
mental.Senjatanya Khouw Kiat semacam tempuling long-gicie,
yang panjang dua kaki lebih. Habis menyerang yang mana
dapat digagalkan Khu Lin, dalam murkanya, dia terus
menyerang dengan senjata rahasia, yang berupa besi cagak,
yang jumlahnya dua belas buah.
Si Saudagar terancam bahaya. Karena mereka terpisahnya
dekat, ia seperti dibokong. Disaat berbahaya itu, mendadak ia
mendengar seruan di belakangnya, lantas terasa tubuhnya
ditarik mundur. Ia pun masih mendengar sambaran angin,
yang membikin senjata rahasia itu runtuh sendirinya, jatuh ke
tanah. 406 Orang yang menolongi itu ialah Jie In, tidak bekerja
kepalang tanggung. Ia melesat kepada Bu Eng Ho, tangannya
diluncurkan. Sebelum si Rase Tanpa Bayangan tahu apa-apa,
tangannya sudah kena ditangkap, cuma telinganya mendengar
tertawa mengejek disusuli kata-kata ini: "Mala mini tidak dapat
kamu menggunai senjata rahasia, atau Yo Kee Cip ini akan
menjadi tempat runtuhnya kamu kaum Hek Liong Pay." Katakata
itu ditutup dengan samparan, sehingga Khouw Kiat
terpelanting lima tombak lebih.
Kie Leng sat Sin menyaksikan bagaimana orangnya
dihalang-halangi dan dirobohkan, dia heran sekali. Dialah satu
ahli tetapi dia tidak dapat mengenali si pelajar menggunai ilmu
silat dari partai mana. Dia pun lantas mengerti, kalau tetap
pihaknya dirintangi, maksudnya pasti tak akan tercapai.
Mendadak dia mendapat ingatan busuk. Ialah selagi Khu Lin
terbengong dan Lie Siauw Leng keheran-heranan, ia
berlompat maju, kelima tangannya yang besar, diulur kepada
kedua saudagar itu untuk dicekuk.
Kedua saudagar itu kaget, dengan berbareng mereka
menangkis dengan pedang mereka, tetapi hebat jago Hek
Liong Pay itu, jago kawanan Naga Hitam, pedang mereka
kena disampok patah, menyusul mana, serangannya dilanjuti.
Jie In melihat kedua saudagar terancam, ia mau menolongi.
Kedua rase lainnya melihat ketuanya bakal berhasil, mereka
maju untuk mencegah si pelajar. Tindakan mereka ini disusul
oleh mepat kawannya yang lain.
Melihat orang berlaku curang demikian, Jie In jadi gusar.
Untuk menghalau perintang-perintang itu, sembari berlompat
ia menyambut dengan tangan kiri dengan satu jurus dari Bie
Lek Sin Kang. Tepat tangkisannya, ia membikin enam musuh
itu terpental mundur, hingga dengan tangan kanannya, dapat
407 ia bertindak terus terhadap Ang Tiang Ceng, lima jeriji
tangannya dipakai menjambak pundak.
Ang Tiang Ceng kaget sekali. Ia merasakan pundaknya itu
terjepit jeriji-jeriji tangan yang keras, hingga matanya
kegelapan, batal menyerang kedua saudagar, ia menyampok
ke belakang, sedang kakinya menjejak untuk berlompat ke
depan. Jie In tertawa, tangannya dilepaskan, maka itu Tiang Ceng
terpental hanya dua tombak. Kepala Hek Liong Pay ini dapat
memberatkan tubuhnya, hingga dia tak usah mental jatuh.
Khu Lin dan Siauw Leng tidak bebas seluruhnya. Karena Jie
In dirintangi enam orang, ia terlambat. Maka itu leher mereka
kena juga terlukakan sedikit hingga darahnya bercucuran.
Tanpa pertolongan itu, benar seperti katanyaTiga Rase dari
Shoasay Utara, Yo Kee Cip bakal jadi tempat dimana mereka
dikubur, sebab tangannya Kie Leng Sat Sin sangat berbahaya.
Ang Tiang Ceng segera membalik tubuhnya, matanya
mengawasi Jie In. Ia mendapatkan mata musuh ini sangat
tajam, ia heran menyaksikan tujuh orangnya roboh dalam
sekejap. Ia mengerti, ia lagi menghadapi musuh yang tidak
dapat dipandang enteng. Ketika itu angin Utara menderu-deru, menyapu mega
hitam, maka langit menjadi terang, sang bulan yang tampak
indah diatas langit. Jagat tampak putih, segala apa tampak
tegas. Demikian tertampak orang-orang Hek Liong Pay
ditempatnya masing-masing. Diatas salju, diatas wuwungan,
diatas payon hotel. Ang Tiang Ceng mengawasi orang-orangnya, ia merasa
puas. Hanya sedetik kemudian ia agaknya masgul. Inilah
408 sebab ia ingat liehaynya si pelajar usia pertengahan itu, yang
tidak dikenalnya. Jie In sebaliknya memasang matanya. Ia tidak mau
bertindak sembarangan. Begitulah, ia melihat lima orang, yang
baru muncul dari ujung salju yang jauh, yang lari
menghampirkan Ang Tiang Ceng, untuk berhenti di depan
ketua Hek Liong Pay itu. Aneh semua kelima orang ini. Mereka semua keriputan
mukanya, baju yang mereka pakai ialah baju panjang warna
abu-abu, yang besar gerombongan hingga memain tak
hentinya diantara sampokannya angin. Mereka mirip dengan
Kie Leng Sat Sin. Alis mereka lanang, hidung mereka melesak,
kulit muka mereka seperti tidak ada darahnya. Di antara
kedua bibirnya terlihat gigi tonggos putih seperti caling. Di
saat demikian, memandangi roman mereka, orang dapat
menggigil bahna seramnya.
Ang Tiang Ceng tertawa lebar dan berkata dengan nyaring:
"Sungguh aku tidak sangka juga, Liong-bun Kun Tiong telah
tertarik hatinya! Benar-benar inilah diluar dugaanku!"
"Kiranya mereka bersaudara, pantas romannya mirip
semua," kata Jie In di dalam hatinya. Liong-bun Kun Tiong itu
berarti persaudaraan dari Liong-bun.
Kelima orang baru itu dengan serentak mengasi dengar
suara mereka yang dingin, "Ang Tong-kee! Di dalam hal ini,
tindakanmu kurang tepat! Barang-barang ada demikian langka
dan berharga, maka untuk kau memikirnya menelan sendiri,
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itulah tidak dapat!"
Kedua matanya Kie Leng Sat Sin bersinar menyala, kembali
dia tertawa dan berkata, "Wilayah Shoasay Utara ini ialah
wilayah pengaruh kami kaum Hek Liong Pay, maka itu apa
yang aku orang she Ang suka lakukan, aku melakukannya!
409 Tapi kamu"hm!..kamu hendak turun tangan didalam air
keruh, kamu ingin mendapatkan barang yang tersedia,
sungguh itu bukanlah soal yang mudah dan enak untuk kamu!
Barang berharga luar biasa itu berada didalam tangannya itu
tiga orang di hadapanmu, jikalau kamu hendak
mengambilnya, kamu ambillah! Tapi harus diketahui oleh
kamu, mereka bertiga adalah tangan-tangan yang keras, maka
aku duga, baru kamu berlima, tidak gampang-gampang kamu
berhasil!" Suara yang tajam tadi lantas terdengar pula; "Kami lima
saudara dari Liong-bun, asal kami mau turun tangan, walau
pun orang sudah lari ke neraka, masih dapat kami
membetotnya kembali! Biasanya tidak ada apa juga yang kami
tidak dapat mengurusnya! Jikalau kau hendak meminjam
golok lain orang untuk melakukan pembunuhan, bicara terus
terang, artinya kau hendak menggunai tenaga kami, oh itulah
tak dapat terjadi walaupun kau lagi bermimpi!"
Ang Tiang Ceng tertawa dingin pula: "Jangan kamu
mengira yang manusia Liong-bun Ngo Koay sudah
mengagetkan langit dan mengejutkan bumi!" katanya.
"Omong terus terang. apakah kamu dapat membikin orang
hanya terperanjat" Hm?"
Ang Tiang Ceng berlaku cerdik, ia lagi mengebor untuk
membikin panas hatinya lima saudara Liong-bun itu yang
dijulukkan Liong-bun Ngo Koay atau Lima Siluman dari Liongbun.
Ia tahu kegagahan mereka berimbang sama
kegagahannya sendiri, maka biarlah mereka itu yang
menempur lebih dulu pada orang aneh di depannya ini. Ia
sendiri memang ragu-ragu dapat mengalahkan Jie In, maka
kebetulan sekali datang lima orang ini. Ia telah memikir selagi
Jie In dilibat Liong-bun Ngo Koay, hendak ia menyerbu Khu
Lin dan Lie Siauw Leng. Ia hanya tidak memikir lebih jauh
kepada pepatah yang membilang, sang cengcorang hendak
410 menangkap sang tonggeret ada si burung gereja! Barangbarangnya
kedua saudagar itu telah menyebabkan
berkumpulnya orang-orang Kang-ouw kalangan Jalan Hitam di
dusun Yo Kee Cip itu. Liong-bun Ngo Koay bukannya tidak dapat menangkap
maksud hatinya Ang Tiang Ceng itu hanya mereka memikir
baik mereka merampas dulu barang berharga, baru mereka
melayani ketua Hek Liong Pay itu.
Ketika itu Khu Lin dan Lie Siauw Leng sudah membalut luka
di leher mereka. Syukur luka itu tidak membahayakan. Karena
pedang mereka sudah patah dan berserakan di tanah bersalju,
terpaksa dengan tangan kosong mereka berdiri di samping Jie
In. Selagi menghampirkan, mereka mengangkat tangan
memberi hormat. Jie In memandang mereka, ia tertawa dan berkata:
"Apakah luka tuan-tuan berdua tidak berbahaya" Jangan
kuatir, peristiwa malam ini pastilah tidak ada bahayanya, cuma
mengejutkan! Tuan-tuan baiklah berdiri di pinggiran untuk
menonton saja!" "Terima kasih!" berkata kedua saudagar itu. Memang luka
mereka tidak berarti akan tetapi sekarang hati mereka tidak
tenteram. Di depan sana ada musuh-musuh yang tangguh.
Mereka harus mendengar si pelajar mengatakan, bahaya tidak
ada, yang ada cuma hal yang mengejutkan.
Liong-bun Ngo Koay itu galak sekali. Dengan tindakan
lebar, mereka maju hingga di depan Jie In dan kedua
saudagar itu. Jie In berlaku sangat tabah, tenang sekali sikapnya. Ia
berdiri sambil menggendong tangan, ia memalingkan mukanya
dan berkata sambil tertawa kepada kedua saudagar itu:
411 "Saudara-saudara, tahukah kamu mala mini malam pesta
besar" Inilah malam yang sukar didapatkannya! Kecuali Hek
Liong Pay dan Liong-bun Ngo Koay, masih ada orang-orang
lainnya yang datang hadir!"
Suara itu tidak nyaring tetapi terdengar nyata dan
terdengarnya jauh hingga ke tegalan di sekitarnya.
Liong-bun Ngo Koay heran, mereka lantas berpaling.
Benarlah, mereka melihat munculnya beberapa puluh
bayangan lain, yang dengan lekas sudah datang dekat
mereka. Mau atau tidak mereka begitu pun Ang Tiang Ceng
berubah air mukanya. Orang-orang yang baru datang itu
tinggi-kate dan gemuk-kurus tubuhnya masing-masing.
"Baiklah kita nerobos pergi!" kata kedua saudagar pada Jie
In. Mereka bicara perlahan sekali, hati mereka berdebaran.
Jie In menggeleng kepala, dia tertawa.
"Meski kawanan bangsat ini besar jumlahnya, buat tempo
sejenak tidak nanti mereka dapat mengganggu kita," katanya
tenang. "Baiklah kita menonton mereka itu saling bentrok
sendiri! Jikalau kita menyingkir, itu justeru bakal
mendatangkan bahaya?"
Dua saudagar itu bingung, mereka menghela napas.
Di sana lantas terdengar suara berisik. Itulah disebabkan
mereka itu berebut omong. Akhirnya Ang Tiang Ceng tertawa
berkakak dan berkata dengan suara nyaring: "Barang
mestikanya cuma dua rupa, tetapi sekarang ini rekan-rekan
yang datang, berikut kami dari pihak Hek Liong Pay,
berjumlah tak kurang dari seratus lebih orang, maka itu ingin
aku menanyai kamu, kalau nanti kita berhasil, bagaimana kita
membaginya?" Seorang yang suaranya nyaring berkata: "Setelah barang
didapat, kita lantas mengadakan satu pertemuan mengadu
kepandaian, siapa yang keluar sebagai pemenang nomor satu,
412 mestika itu menjadi kepunyaannya! Sekarang ini percuma kita
saling berebutan terlebih dulu, itulah angin busuk belaka!"
"Tuan, pikiran kau ini bagus sekali!" kata Ang Tiang Ceng,
mengejek. "Sekarang aku hendak menanya, sebelum kita
mengadu kepandaian, mustika itu hendak dititipkan kepada
siapa?" Tepat pertanyaan ini. Semua orang lantas bungkam, hingga
redalah suasana kacau itu. Justeru itu dari wuwungan losmen
terdengar suara nyaring ini: "Jikalau itu dititipkan pada aku si
orang tua, bukankah tepat?"
Kata-kata itu segera disusul dengan lompat turunnya tiga
bayangan orang, selagi yang lainnya masih mengawasi. Jie In
telah lantas mengenali siapa mereka itu, ialah Ay Hong Sok
Kheng Hong bersama Hek Molek Kiang Yauw Cong dan Thian
Hong kiam Tonghong Giok Kun.
Mendapatkan mereka ini, pemuda ini mengerutkan alis, ia
jadi ingat kepada Kang Yauw Hong, Bagaimana dengan Nona
Kang di Ngo Bie San di tempatnya Ban In Su-thay" ia pun
merasa sulit, Tidak dapat ia segera memperkenalkan diri
kepada mereka itu. Sesudah Kheng Hong bertiga datang mendekat, maka
berisik pulalah rombongan penjahat itu, segera terdengar satu
suara nyaring: "Lihat, apakah kedua orang itu bukannya dua
bocah dari Ngo Bie Pay" Susah-susah mereka dicari, siapa
sangka mereka justru mengantarkan diri mereka Hahaha"
orang itu tertawa bergelak, habis mana, teriihatlah majunya
dua orang dengan senjata terhunus.
"Mundur" berseru seorang dari Liong-bun Ngo Koay, yang
mengibaskan sebelah tangannya. Hebat kibasan itu, kedua
orang tadi mundur terpelanting satu tombak jauhnya hingga
muka mereka menjadi pucat.
413 "Kalau kalian mempunyai sangkutan, pergi kalian cari lain
tempat di mana kalian dapat membuat perhitungan" berkata
anggota Liong-bun Ngo Koay itu. "Malam ini kami lima
bersaudara hendak bekerja, kami larang siapa pun campur
tangan, jangan orang mengharap mengail Ikan diair keruh"
Diantara kedua orang itu, yang satu berkata keras: "Lao-su
dari Keluarga Jim, jangan kau bertingkah Nanti kau akan
menerima pembalasan Apakah kau kira pihak sana itu
makanan yang empuk" Hm"
"Hm" bersuara pula kelima Siluman dari Liong-bun, Mereka
tidak menggubrisnya, sebalik-nya, mereka mengawasi Khu Lin
dan Lie siauw Leng sambil memperdengarkan tertawa mereka
yang aneh. Liong bun Ngo Koay baru muncul belasan tahun yang lalu,
setiap keluar mereka tentu berlima. Mereka sama-sama
telengas, kalau mereka turun tangan. tidak pernah mereka
meninggalkan orang yang masih hidup,
Kalau satu diantaranya tak dapat melayani musuh, mereka
lantas meluruk berlima sampai sebegitu jauh belum ada orang
yang dapat lolos dari ilmu silat bersatu padu dari mereka,
yang diberi nama Hong-in sip-pat Ciang, atau Delapan belas
Tangan Bencana, itulah yang menyebabkan nama mereka
tersohor dan disegani. Daerah pengaruh mereka ialah daerah Hoo-lok. Mereka
lima saudara, she mereka ialah Jim, dan nama mereka
menuruti urutan Liong, Houw, Pa, Him dan Hong, atau naga,
harimau, macan tutul, biruang dan burung hong, Merekalah
murid- muridnya sam Cian Mo Kun dari gunung Kauw Louw
san di propinsi Kwiesay. Segera terdengar tertawanya Jim Him, yang terus berkata
dengan dingini "Tuan-tuan, kafau kalian suka berjanji kedua
mustika itu dibagi masing-masing separuh kepada kami, suka
414 kami membantu kaliaa, membantu dari awal hingga diakhirnya
dan kami menjamin keselamatan kalian sebaliknya, terserah
kepada kalian kalian adalah orang-orang yang mengerti
selatan, kalian pasti dapat mempertimbangkan dengan baik"
Dari samping kedua saudagar she Khu dan she Lie itu
terdengar tertawa bergelak dan kata-kata nyaring: "Sunggun
aneh, Liong-bun Ngo Koay dapat mengucapkan kata-kata
manis seperti ini" itulah suaranya Ay Hong sok Kheng Hong,
yang telah menempatkan diri di dekat kedua saudagar itu.
"Anjing tua, siapa kau?"Jim Liong membentak "siapa
menghendaki kau ikut campur urusan."
suara itu keras dan tajam. Kheng Hong tertawa bergolak
pula. "Namaku si orang tua ialah Kheng Hong" sahutnya, " kalian
tentu sudah pernah mendengar-nya Ketika aku si orang tua
mulai muncul dalam dunia Kang-ouw, kalian masih berada
dalam kandungku anjing, maka sampai sekarang ini kalian
masih belum dapat bicara seperti manusia"
Jim Liong murka bukan buatan, dia lantas mengenjot
tubuhnya melompat jauh, untuk dengan sebelah tangannya
menghajar orang yang menghinanya. Bukan main sebalnya
gerakannya itu. Ay Hong sok menyambut dengan tertawa bergolaknya,
Kedua pundaknya lantas bergerak. Belum lagi Jim Liong tiba,
ia sudah mencelat mundur satu tombak. Dia mengawasi
dengan mata dibikin kecil, dengan roman jenaka ia berkata: "
Kabarnya kalian lima siluman biasanya menerjang bersama,
kalian pun rada bersifat iblis, maka karena sekarang kau maju
sendiri, aku si orang tua bukanlah tandinganmu. Kau harus
mengetahui sekalipun si siluman aneh Sam Cian, mereka
masih lebih muda dua tingkat dari aku"
415 Kelima siluman itu mendongkol bukan main, Di muka
umum itu, mereka sangat dihina, Benar Kheng Hong
berguyon, toh mereka merasa terejek, Maka empat siluman
lainnya lantas maju, hingga mereka jadi berdiri berbaris
dengan saudara tua mereka, lalu bersama-sama, dengan
saling susul, mereka menyerang, hingga serangan mereka itu
mendatangkan desiran angin yang keras.
Biasanya, siapa tenaga dalamnya belum mahir, terkena
serangan anginnya saja dia dapat mati karena keluarnya
darah dari mulut, hidung, mata dan lainnya lagi.
Ay Hong sok mengenali serangan itu, ia tidak takut. ia
mengandalkan pada tenaga Ngo Heng ciang kepunyaannya
sendiri, siapa tahu, hebat adalah Hong-in sip-pat CiaNg dari
kelima siluman dari Liong-bun itu, ketika ia merasa dirinya
mulai terkurung, ia mengerahkan tenaganya untuk bertahan.
ia bergerak ke arah barat, guna meloloskan diri
Di sana pun ada tenaga yang mendesaknya balik Tapi ia
tidak takut, ia mengerahkan pula tenaganya, untuk mendesak
pada Jim Liong dan Jim pa, hingga mereka berdua mundur
dua tindak. Akan tetapi, ia berhasil di sini, di sana datang
desakan lain, dari Jim Houw dan Jim Him.
Kembali ia melawan, justru itu, dari belakangnya, datang
desakan yang lainnya lagi, Karena itu, ia tidak berpikir lagi
untuk menyerang, ia hanya berpikir untuk membela diri,
Kembali ia mengerahkan tenaga dalamnya, yang telah ia latih
selama dua puluh tahun, dengan itu ia melayani musuhmusuhaya
yang tangguh itu. syukur ia lihay, kalau tidak, cepat
juga ia akan kena dirobohkan.
Selagi kelima siluman itu menempur Kheng Hong, di pihak
lain juga sudah mulai mau bergerak.
Ang Tiang Ceng melihat Liong-bun Ngo Koay ngotot
melawan Ay Hong sok. Ia percaya mereka berlima tidak dapat
memecah perhatian, maka sambil tertawa riang ia berkata:
416 "Tuan-tuan Kita orang datang ke mari untuk kedua rupa
mustika itu, oleh karena itu sudah selayaknya kita bekerja
sama Kita ini, bergabung kita beruntung, bercerai kita gagal.
Maka tindakan utama dari kita sekarang ialah lebih dulu
membereskan itu lima orang lagi di pihak sana , setelah kita
berhasil dan mendapatkan mustika mereka, baru kita
berunding bagaimana harus mengatur pembagiannya tentang
ho-siu-ouw, dapat kita membaginya dengan memotongnya,
sedang mustika lainnya, aku pikir baiklah kita menggunakan
cara undian, Bagaimana tuan-tuan?"
"Bagus" banyak suara menyatakan setuju, karena
tampaknya tidak ada cara lain yang lebih baik dari itu, Bahkan
lima orang lantas melompat ke arah Khu Lin berlima.
Tonghong Giok Kun dan Kiang Yauw Cong tertawa
menyaksikan lagak kelima orang itu, mereka lantas maju
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk mencegat, tetapi karena mereka hanya berdua saja, ada
yang lainnya yang maju terus kepada Khu Lin, Lie siauw Leng
dan Jie In bertiga. Ketika itu Jie In tengah berpikir la sendiri, ia tak takuti apa
pun juga, akan tetapi untuk melindungi kelima orang itu, rada
sulit. Pihak lawan terdiri dari orang-orang ternama, ia juga
tidak mau menggunakan Bie Lek sin Kang atau Hian Wan sippat
ciang, karena ia takut dikenali Kheng Hong.
Juga dengan digunakannya kedua rupa kepandaiannya itu,
ia bakal semakin dikenal, hingga ia akan jadi kurang leluasa
bergerak. Tapi la tak sempat berpikir terlalu banyak. Dua
musuh sudah lantas tiba di depannya, ia tertawa panjang, ia
menyambut mereka, ia masih belum berhenti tertawa atau
kedua musuhnya sudah terpental, pedang mereka pindah ke
dalam tangannya, hingga terus saja ia menyerahkan itu
kepada si kedua saudagar.
417 Khu Lin dan Lie siauw Leng saling mengawasi, mereka
menyambut pedang itu, tetapi mereka jengah, semenjak
pedang mereka dirusak Ang Tiang Ceng, mereka sudah
bingung, Atas datangnya musuh barusan, mereka terpaksa
hendak menyambut dengan tangan kosong, Untuk herannya
mereka. begitu si pelajar mendahutui melompat maju sambil
tertawa, orang telah berhasil merampas senjata kedua musuh
itu Mereka juga kagum menyaksikan gerakan sangat cepat dari
si pelajar, sampai mereka seperti tidak melihatnya Mereka
merasa, sekalipun guru mereka, Thian Tie Tiauw su, si Pengail
dari telaga Thian Tie, tidak selihay pelajar ini.
Habis menyerahkan pedang,Jie In berkata sambil tertawa
pada kedua saudagar itu: "Saudara berdua murid-muridnya Thian Tie Tiauw siu, aku
percaya lihay ilmu silat kalian, akan tetapi sekarang tuan-tuan
menghadapi musuh yang berjumlah jauh lebih besar, baiklah
tuan-tuan memikirkan jalan untuk menyelamatkan diri sendiri
saja, Terutama hadapilah musuh dengan tenang, Musuh
berjumlah besar dan tangguh, tetapi aku percaya, mereka
tidak dapat mengganggu kita dalam waktu yang pendek. Maka
aku lagi berpikir supaya kita bisa mundur dari sini dengan
tidak kurang sesuatu apa pun. Kie Leng sat sin Ang Tiang
Ceng lagi meminjam tenaga orang untuk membunuh orang,
supaya setelah kita letih, dia sendiri yang turun tangan.
Diantara musuh bukan cuma Ang Tiang Ceng dan Liongbun
Ngo Koay yang lihay, masih ada yang lainnya yang belum
memperlihatkan diri, maka kita harus tenang, jangan kita
mengobral tenaga kita."
Khu Lin dan Lie siauw Leng mengangguk seraya
mengucapkan terima kasih.
Tonghong Giok Kun dan Kiang Yauw Cong sudah
memperoleh kemenangan dalam beberapa gebrak, mereka
418 dapat menabas kutung leher seorang musuh dan membuat
cacad kaki dan tangan dua musuh lainnya, maka salju di dekat
mereka menjadi merah tersemprot darah hidup, darah mana
lantas beku sendirinya. Di pihak Kheng Hong, pertempuran berjalan sangat hebat,
Kelima siluman itu tidak dapat menerima penghinaan sambil
bertempur mereka mengasih dengar suara mereka yang
berisik, hingga suara itu berkumandang di empat penjuru.
Mereka maju merapatkan diri, Ay Hong sok memperlihatkan
sorot mata yang bengis, setiap kali lawan merangsak. la
menyerang dengan pukulannya yang lihay, hingga selalu salah
satu lawannya terpukul mundur.
Hanya, setiap kali musuh mundur, setiap kali juga dia maju
lagi, hingga mereka terus dapat mengurung, Maka percuma ia
beraksi, ia tidak dapat memecahkan kepungan.
Jie In melihat. keadaannya si Tonghong sok Kiat, Di kepung
secara demikian, dia akhirnya bakal jadi letih dan lelah dan
akan roboh atau terbiasa karenanya Maka ia memikirkan jalan
untuk memberi pertolongan supaya kawan itu selamat
berbareng namanya tetap terhormat ia tidak mengambil waktu
lama, ia telah mendapatkan jalan yang dicarinya itu.
Demikianlah, di saat Kheng Hong menyerang, ia menyerang
dengan diam-diam. Jim Him adalah lawan pertama yang dijadikan korban,
orang she Jim yang nomor empat itu lagi maju, dia diserang
Kheng Hong. Berbareng dengan itu Jie In pun menyerang,
menotok jalan darah sam-yang di dada nya. sambil
menyerang itu Jie In berpura - pura tenang, berbicara sambil
tertawa dengan Khu Lin dan siauw Leng.
Ketika itu Tonghong Giok Kun berdua Kiang Yauw Cong,
setelah robohnya tiga penyerangnya, terancam akan dikeroyok
enam orang lain, yang melompat maju ke arahnya.
419 Jie In melihat itu, lekas ia maju, tangannya ditolakkan ke
depan. Tepat dia berhasil menahan mereka, hingga mereka
menjadi heran. Tanpa memperdulikan orang heran, si pelajar berkata
dengan perlahan tetapi bengis: " Kalau kalian tidak
menggunakan aturan Kang-ouw dan mau menang dengan
main keroyok. itu artinya saat kematian kalian sudah tiba. Aku
peringatkan kalian dapat berkelahi satu lawan satu, terutama
jangan kalian menggunakan senjata rahasia Tahukah kalian?"
Habis berkata Jie In mundur pula.
Keenam orang itu ialah Liang- ciu Liok sat, enam jago dari
Liang ciu, Mereka biasanya besar kepala, sekarang mereka
dicegah sipelajar, mereka jadi serba salah. Menempur mereka
jeri, mundur mereka malu. Mereka lantas saling mengawasi,
kemudian yang lima maju, yang satu mundur, Yang lima itu
mau menempur terus pada Tonghong Giok Kun, Kiang Yauw
Cong dan jie In serta Khu Lin dan Lie Siauw Leng.
Liok sat yang menghampiri Jie In tetap kecil hatinya,
tangannya yang mencekal senjata bergemetaran, melihat
mana, si pelajar tertawa dalam hatinya. Dengan cepat ia
menggerakkan tangan kanannya, menggaplok kuping drang
sambil membentak: "Apakah kau masih tidak mau mundur"
Dapatkah manusia seperti mu melayani aku?"
Jago Liang cin ini tidak berdaya, terpaksa ia mundur,
percuma ia memegang senjata. ia sekarang mesti mengusapusap
pipinya yang bengap. Adalah empat Liok sat lainnya, yang jadi bertempur dengan
seru, Kheng Hong terus menghadapi Jim Him. Musuh ini, yang
terpukul mundur, karena dia tertotok Jie In, merasakan
punggungnya dingin. Mulanya dia tidak menghiraukannya, dia
menyangka punggungnya itu terkena angin oleh karena bajuTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
420 nya tipis, hanya sesaat kemudian, dia menjadi heran, lantas
dia menjadi kaget. Perubahan perasaan datang dengan cepat, ialah terasakan
otot-ototnya menjadi lemas dan ngilu, tenaganya berkurang
sendirinya Jie In menotok jalan darah sam-yang, kalau dia di
totok jalan darah kin-siunya, pasti dia roboh segera.
Orang menjadi heran menyaksikan keadaan Jim Him ini,
mereka lantas menduga dia pasti terkena "tangan jahat",
tetapi tidak ada orang yang melihat serangan gelap itu.
sebaliknya, Kheng Hong yang melihat tenaga musuhnya
berkurang, menjadi girang sekali, ia menggunakan waktunya
untuk menyerang pula. Jim Him kena terhajar, dia terpelanting lima tombak, terus
roboh, tak dapat dia bangun pula.
Dengan robohnya satu orang, runtuhlah pengepungan
persaudaraan she Jim itu. Ay Hong sok lolos, ia lantas
menerjang dengan hebat, maka sekarang ialah yang sebentarsebentar
mendesak lawannya mundur.
Jilid 5.3. Mengawal obat mestika ho-siu-ouw
"Tahan" Jim Liong berteriak ketika ia melirik kepada
adiknya yang roboh itu, tubuh siapa rebah melingkar, sedang
mulutnya memperdengarkan suara yang menyayatkan hati,
"Hari ini kami lima bersaudara mengaku kalah. Tapi ini
bukan disebabkan kami kalah darimu, Kheng Losu, melainkan
disebabkan adikku sakit mendadak Baiklah, Kheng Losu, kami
tidak menghendaki pula barang-barang mustika itu sampai
berjumpa pula" Habis berkata, saudara tua ini lantas menghampiri adiknya,
Ketika itu, tubuh Jim Him menjadi ciut, tenaganya habis sama
sekali, hingga tubuh itu menjadi lemas dan lunak.
421 Dia pun tidak berteriak-teriak lagi, dia cuma bisa merintih
perlahan, Tanpa merasa, Jim Liong mengucurkan air mata,
juga tiga saudaranya yang lain, Berbareng dengan itu, mereka
heran atas lihaynya Kheng Hong, Tentu saja, tidak dapat
mereka berdiam lama-lama di situ Jim Him lantas dipondong,
untuk di ajak pergi menghilang.
Ay Hong sok tertawa lebar, Tapi la tertawa dengan merasa
heran, karena ia tak tahu sebabnya mengapa tubuh Jim Him
menjadi ringkas. Pertempuran diantara keempat Liok sat dan Tonghong Giok
Kun beramai berjalan dengan seru tetapi kipa, inilah
disebabkan jago-jago Liang- ciu itu sudah ciut hatinya, Maka
setelah lewat dua puluh jurus, mereka kena dikalahkan. Liok
sat yang kedua pun berkata di dalam hatinya: "Di sini ada
sipelajar rudin, tidak ada harapan lagi untuk dapat merampas
mustika, kalau kami tidak mengangkat kaki sekarang, mau
menunggu kapan lagi?" Demikianlah, seperti Liong-bun Ngo
Koay, ia mengajak lima saudaranya menyingkir untuk pulang
ke Liang ciu. Menyaksikan kesudahannya pertempuran itu, Ang Tiang
Ceng girang berbareng berduka. Girang sebab ia telah berhasil
menjalankan tipu dayanya, meminjam golok orang lain.
Bersusah lantaran ia sudah kepalang tanggung, seperti orang
yang menunggang harimau, sukar turun, Dalam keadaan
bingung itu, sekian lama ia berdiam saja, ia seperti tidak
melihat kaburnya Ngo Koay dan Liok sat.
Sikap Kie Leng sat sin ini membangkitkan amarahnya
Thong Thian Keng Ong Ek. si ikan Hiu dari hulu sungai Hong
Hoo serta siauwyauw Ie-su Pheng Hui, imam dari kuil Kim
Thian Koan di Lian-ciu. Mereka dapat melihat akal muslihatnya si orang she Ang.
Pheng Hui lantas memandang tajam pada ketua Hek Liong
Pay itu, sembari memperdengarkan tertawa dingin, dia
422 berkata: "Ang Tongke, jangan kau diam-diam saja dengan
akalmu ini Kami sudah menjual jiwa kami, kau sendiri tetap
berduduk untuk menerima hasilnya Aku Pheng Hui tidak dapat
terpedayakan olehmu. Malam ini kami tidak mau turun tangan
dulu, ingin kami melihat lagak kalian kaum Hek Liong Pay.
Andaikata kau merasa tidak mempunyai guna, baiklah kau
lekas mengangkat kaki, supaya dengan begitu tak usahlah kau
mencampuri urusan kami"
"Benar, saudara Pheng benar" Ong Ek menimpali "Ang
Tongke, sungguh kau sangat tidak memandang sebelah mata
kepada saudara-saudara kaum Kang-ouw"
Ang Tiang Ceng menunduk sambil meram, mendengar
kata-kata kedua orang itu, ia mengangkat kepalanya, matanya
lantas menjadi bersinar tajam.
"Tuan-tuan, kalian mau menang sendiri" ia berkata, tertawa
dingin, " Wilayah shoasay Barat ini ialah daerah pengaruh
kami, dan juga urusan ini termasuk urusan kami, untuk mana
kami sudah berpikir masak lama-lama dan bekerja keras
sekali, kalian tahu, kami sudah menguntit hampir satu bulan.
Di sinilah, di Yo Kee Cip. kami telah bersiap-siap untuk turun
tangan, tetapi kalian, kalian hendak enak saja, kalian mau
mendapat bagian sambil duduk menganggur
kalian yang melanggar hak, kenapa sekarang kalian berani
menegur kami" Coba aku tidak ingat kepada persahabatan
lama dari kita, Yo Kee Cip ini dapat menjadi tempat
penguburan tulang-tulang kalian"
Mulanya Tiang ceng bicara perlahan, lalu makin lama makin
keras, ketika kawan-kawannya telah mendengar semua,
mereka menjadi kurang senang, tampak kemurkaan mereka
pada wajah mereka. Muka Peng Hui dan Ong Ek menjadi merah sendirinya.
"Ang Tiang ceng" Peng Hui berseru, "Lain orang takut
padamu, aku tidak. Mari kita lihat, siapa yang nanti dikubur di
sini" 423 Kata-kata itu disusul dengan serangan kedua tangan ke
arah dada ketua Hek Liong Pay itu, angin kepalannya
menyambar lebih dulu. BAB 13 "BAGUS" berkata Tiang Ceng tertawa dingin, tangannya
diangkat untuk dipakai menangkis, hingga tangan mereka
bentrok keras, atas mana keduanya sama-sama terpukul
mundur, Itulah tanda mereka berdua berimbang maka Pheng Hui
lantas maju pula, guna menyerang lebih jauh, hingga Tiang
ceng mesti melayaninya. Jie In menonton dengan otaknya dikasih bekerja, ia tahu,
itulah perbuatan Kheng Hong bertiga membikin runtuh
penjagaan orang-orang Hok Liong Pay, yang pada kena
ditotok hingga mereka berdiam bagaikan patung, cuma mata
mereka yang menyatakan kemurkaan mereka. ia tidak berpikir
lama untuk lantas bekerja, Maka ia mengisiki Khu Lin dan
Siauw Leng: "Sahabat, kawanan penjahat lagi bentrok sendiri
kita tak dapat berdiam terus di sini. Pergilah kalian mundur
perlahan-lahan ke istal, tuntunlah kuda kalian ke belakang,
untuk menyingkir nanti aku menyusul Kalau kita berdiam
lama-lama, mungkin kita sukar lolos dari sini."
Kedua saudagar itu setuju maka dengan hampir tak
terlihat, mereka main mundur.
Ketika itu Ay Hong sok mendongkol melihat Jie In bertiga
tidak memperhatikan pihaknya, hingga dia berkata dalam
hatinya: "Apakah pihakku salah" Gila betul" Karena itu, ia pun
mengajak kawannya menjauhkan diri
Pheng Hui dan Ang Tiang Ceng masih bertarung terus,
mereka sama-sama besar kepala, mereka pun sama-sama
gagah, masing-masing mengeluarkan kepandaiannya.
424 Ong Ek tidak membantu kawannya, tetapi la berpikir lain, ia
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berpikir untuk merampas mustika, Maka diam-diam ia
memberi isyarat kepada kawan-kawannya, lantas ia melompat
ke arah Jie In bertiga, Belasan orang lantas menyusul dia.
Sang malam guram, si Putri Malam teraling gumpalangumpalan
mega. Karena itu, orang-orang yang bergerak di
atas salju tampak seperti sekumpulan setan saja.
Percuma Ong Ek maju, ia lantas kehilangan Jie In bertiga,
ia menjadi heran, Maka tanpa menghiraukan lagi Kheng Hong
bertiga, ia mengajak kawan-kawannya lari ke arah lain.
Kheng Hong sendiri telah melihat orang bergerak ke arah ia
dan dua kawannya, ia lantas bersiap untuk menyambut
serangan, maka heranlah ia ketika mendapat kenyataan orang
pergi ke lain arah itu, Ketika ia melihat ke sekelilingnya,
barulah ia terkejut, Jie In bertiga sudah tidak ada lagi diantara
mereka semua. Maka mengertilah ia akan sepak terjang Ong
Ek itu. "Ke mana mereka pergi?" Ay Hong sok bertanya pada
dirinya sendiri, ia tidak tahu, ia tidak melihat orang
mengangkat kaki, Toh terpisahnya Jie In bertiga dari mereka
cuma kira-kira dua tombak. ia jadi menggelengkan kepala,
Ketika ia berpaling kepada kedua kawannya, ia, menyeringai
dan berkata: "Anak-anak. kita keliru. Kita membantu orang,
bukannya orang berterima kasih, mereka justru mabur. Buat
apa kita berdiam lebih lama lagi di sini" Perlu apa kita makan
angin saja" Tak ada faedahnya menonton orang berkelahi
Mari" Tonghong Giok Kun dan Kiang Yauw Cong tertawa, mereka
turut menyingkir lenyap di tempat yang gelap.
Ang Tiang Ceng dan Pheng Hui, yang lagi mengotot itu
tidak tahu menghilangnya dua rombongan orang itu, mereka
masih bertempur Tiang Ceng berlega hati, ia percaya orangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
425 orangnya. Bila terjadi sesuatu, pasti ada orangnya yang
memberi laporan. Hanya ia tidak mengetahui bahwa orang-orangnya itu
sudah dibikin menjadi boneka-boneka hidup oleh Kheng Hong.
Akhirnya orangnya Pheng Hui yang berseru: "Tongke
berdua, buat apa kalian berkelahi lebih jauh" Mereka sudah
kabur semua" Pheng Hui terkejut Dengan satu pukulan, ia membuat Tiang
Ceng mundur satu tindak. la sendiri melompat hingga tiga
tombak. terus berkata: "orang she Ang, urusan kita masih
belum selesai, maka kau ingat saja"
Habis berkata, ia menggapai kepada kawan-kawan-nya,
lantas mereka menyingkir pergi
Tiang Ceng mengasih dengar ejekan berulang kali, saking
sengit, ia menghajar salju di depannya, hingga salju muncrat
ke tubuh dan kepalanya, ini ada baiknya, ia lekas menjadi
tenang, Angin pun membantu mendinginkan hatinya.
Ketika ia melihat ke sekeliling-nya, ia mendapatkan delapan
orangnya, yang separuh telah terluka, Tanpa merasa, ia
menarik napas panjang. ia telah kena dirobohkan.
"Pelajar berusia pertengahan itu lihay luar biasa, Ong Ek
beramai menyusul dia, mereka tentu tidak akan mendapat
hasil, mungkin mereka akan menerima pengajaran," katanya
dalam hati, "Baiklah aku mengenal selatan..." Karena itu, ia lantas
mengurus orang-orangnya, buat terus pergi
Ketika matahari pagi mulai muncul, maka terlihatlah
wilayah yang luas yang bercahaya putih dan angin yang
menderu- deru keras, Hawa dingin melebihi hari kemarinnya.
Dijalan antara kota Gan-bun-kwan dan kecamatan Tay-koan
biasanya jarang dilalui disaat begitu, tetapi sekarang terlihat
tiga penunggang kuda dengan kuda mereka lari berlompatan
426 karena salju yang membeku mulai lumer, setiap menaruh kaki,
kaki kuda itu terus melesak Maka ketiga binatang itu sebentarsebentar
meringkik panjang Jie In berada di punggung salah seekor kuda, ia memutar
cambuknya di atas kepalanya, beberapa kali cambuknya itu
pun dikasih berbunyi menjeter, ia tampaknya tenang, Tidak
demikian dengan Khu Lin dan Lie siauw Leng, Mereka agaknya
tegang, hingga mereka tak dapat berbicara dan tertawa
seperti waktu di Yo Kee cip tadi malam. Berulang kali mereka
berpaling ke belakang, untuk melihat ada penjahat yang
menyusulnya atau tidak "Jangan takut, tuan-tuan" kata Jie In tertawa, "Majulah
terus dengan tenang Kalau kawanan bermuka tebal itu
menyusul, maka aku akan menuruti mereka seperti apa yang
mereka kehendaki, akan kukirim mereka kembali. Atau baiklah
aku mengantar kalian sampai di tempat tujuan kalian,
Bukankah tuan-tuan mau pergi ke Thay-goan?"
Semenjak berlalu dari Yo Kee Cip. inilah yang pertama kali
Jie In membuka pembicaraan, yang memecahkan kesunyian
diantara mereka bertiga. Khu Lin tertawa.
"Tay-hiap." ia berkata, "atas bantuanmu tadi malam, tak
usah kami menghaturkan terima kasih lagi. Kami melihat kau
bukanlah orang biasa, maka kami pasti akan disangka berlaku
palsu apabila kami menggunakan banyak peradatan, Meski
begitu, kami masih mau meminta tanya she dan nama
tayhiap. sudikah tayhiap memberitahukannya?"
Jie In tertawa lebar. "Namaku Jie In," ia menyahut "Kau memanggil tayhiap. aku
tidak berani menerimanya. Kau panggillah sembarang saja." ia
berhenti sebentar, lalu ia tertawa pula dan ber-kata: "Tuantuan,
besar nyali kalian Kenapa kalian dapat ngobrol leluasa di
Yo Kee Cip" Kenapa kalian lancang bicara mengenai mustika
kalian" Apakah itu bukan berarti mencari bencana sendiri?"
427 Khu Lin menyeringai ia likat, "itulah terpaksa," sahutnya,
"Tak dapat kami tak berbuat demikian, sebenarnya tidak ada
empat mustika dari raja naga, yang ada cuma ho-siu-ouw."
Jie In heran. "Coba kalian jelaskan," pintanya.
Lie Siauw Leng mewakili kawannya, ia berkata: "Duduknya
persoalan begini, Khu suheng berbicara tengah mabuk, tanpa
ia mengetahuinya ia menimbulkan ancaman bahaya. Pada tiga
bulan yang lalu, guru kami, yaitu Thian Tie Tiauw siu, telah
menjanjikan pertempuran dengan Goan Cin Cu, ketua dari
Ngo Tay Pay. Diantara mereka memang ada perselisihan
pertempuran dilakukan di bawah gunung Ngo Tay san.
Kesudahannya, Goan Cin Cu kena terhajar pundaknya dan
guru kami terluka dadanya, obat untuk luka guru kami itu
tidak lain ialah ho-siu-ouw. Mengenai obat itu syukur ada
Ceng Tim Taysu, pendeta kepala dari Ceng sian sie yang
menjadi sahabat guru kami, Ceng Tim Taysu memberi
keterangan bahwa di kota raja di rumahnya Tan Kong Pou,
menteri Kong-lok-sie, yang menjadi sahabatnya, ada dua buah
pohon ho-siu-ouw itu, yang semua telah berumur seribu
tahun. Pada sepuluh tahun yang lalu, Ceng Tim Taysu pernah
menolong keluarga Tan dari kebinasaan maka untuk
membalas budi, Tan Kong Pou suka menghadiahkan sebuah
ho-siu-ouw. Taysu menampik, katanya sebagai seorang su-ci,
apalagi ia sudah berusia delapan puluh tahun, ia tak
membutuhkan itu, tetapi ia berjanji apabila dilain waktu ia
memerlukannya, ia akan mengirim orang untuk memintanya.
Maka taysu hendak menolong guru kami, Untuk meminta
obat itu, taysu tidak dapat pergi sendiri, hanyalah kami yang
diutus, Kepada kami diberikan serenceng mutiara sebagai
tanda bukti, Tan Kong Pou memberikan ho-siu-ouw itu. Waktu
kami mau meninggalkan kota raja, kebetulan kami bertemu
dengan seorang sahabat yang telah tak bertemu dengan kami
banyak tahun, dia mengundang kami berjamu, Di situ, selagi
428 berjamu itu, sesudah minum banyak air kata-kata, Khu suheng
memperlihatkan ho-siu-ouw dan berkata, serenceng mutiara
itu dapat dibandingkan dengan empat mustika naga.
Diluar dugaan kami, di situ ada orang Hok Liong Pay, dia
rupanya keliru mendengar maka dia pergi mengabarkan
kepada ketuanya, Ketika kami insyaf, sudah terlambat
Demikianlah di sepanjang jalan kami sebentar-sebentar
menghadapi ancaman bahaya.
Terpaksa kami menyamar menjadi saudagar. Apa pun yang
kami bilang, penjahat itu tidak mau percaya, Memang ada
empat mustika naga itu, tetapi adanya di dalam istana kaisar."
"Luka guru kami itu berbahaya," Khu Lin menyambung,
"Ceng Tim Taysu telah memberikan obatnya yang mujarab,
tetapi obat itu cuma bertahan selama lima bulan, katanya
selewatnya lima bulan, meski ada Ho-siu-ouw guru kami tak
dapat sembuh seluruhnya, maka kami perlu lekas pulang, Tapi
kami diganggu kawanan penjahat, selain menyamar kami pun
mestijalan memutar, Berita telah tersiar luas, kecuali Hek
Liong Pay, ada penjahat atau orang-orang lainnya yang
menghendaki obat itu, karena itu kami dikuntit dan dicegat
banyak musuh, Begitulah kami terancam bahaya hebat di Yo
Kee Cip. Ho-siu-ouw dapat dimakan juga oleh sembarang
orang kaum persilatan itulah sebabnya selain penjahat ada
orang-orang kaum lurus yang mengincarnya, semua ini adalah
salah kami, yang sudah berlaku sembrono, sekarang kami
bebas, tetapi ini belum berarti bebas benar-benar, perjalanan
keThay-goan masih jauh, kecuali di kiri ada gunung NgoTay
san, dikananpun ada pegunungan In Tiong san, maka kami
kuatir di tengah jalan masih akan dihadapi banyak ancaman-"
Baru sekarang Jie In mengerti ia lantas berpikir.
"Saudara-saudara, kalian benar-benar terancam bahaya,"
katanya sesaat kemudian, "Kalau kalian tetap berkuatir,
sudikah kalian menerima bantuanku" Apakah kalian dapat
mempercayai aku" Lebih baik ho-siu-ouw itu diserahkan
429 padaku, apabila betul terjadi sesaatu, nanti aku yang
menyerahkan kepada guru kalian di kuil Ceng sian sie."
Khu Lin dan siauw Leng tidak menyangsikan si pelajar,
Yang pertama lantas merogoh sakunya dan menyerahkan obat
yang dijadikan perebutan itu, Ho-siu-ouw mirip bayi, ada
tangan, ada kakinya, dan warnanya abu-abu putih.
"Harap Jie Tayhiap tidak bergurau," kata dia. "Mana dapat
kami tidak mempercayai tayhiap" Cuma inilah terlalu
memberatkan tay-hiap. Bukankah, asal tayhiap menghendaki
gampang saja kau merebutnya dari kami?"
jie In tertawa, ia meneliti obat itu, yang harum baunya,
yang mendatangkan rasa segar, sembari menyimpan itu
dalam sakunya, ia berkata: "Barang ini benar-benar sangat
menarik hati, sampai hatiku pun tergerak, sekarang begini
saja," ia menambahkan, sungguh-sungguh .
"Dalam perjalanan kita lebih jauh ini, kita harus
menggunakan akal, selanjutnya, tak perduli kita bertemu
dengan siapa saja, asal ada yang menanyakan, kalian boleh
bilang ho-siu-ouw telah kena dirampas Hek Liong Pay,
Kedustaan ini tak dapat dipertahankan, tetapi lumayan guna
merebut waktu, Aku percaya, kalau nanti rahasia bocor,
tentulah guru kalian sudah sembuh."
-00000000- Khu Lin dan siauw Leng setuju, Mereka memuji si pelajar
cerdik sekali, sedang orang pun gagah. selama dua puluh
tahun, belum pernah mereka bertemu dengan orang pintar
dan kosen seperti ini, Meski begitu, mereka tidak berani
menanyakan asal-usul orang.
"Lagipula," Jie In memesan lagi, "Selama di tengah jalan,
kita lebih baik berpura-pura tidak kenal satu dengan yang
lain." Khu Lin dan Siauw Leng kembali setuju.
430 Baru sampai di situ mereka bicara, di belakang mereka
terdengar suara berisik yang berupa dampratan, ketika
mereka menoleh, mereka melihat belasan orang lari
mendatangi. Di kejauhan, mereka semua tampak bagaikan bayangan,
cepat larinya mereka itu di atas salju.
Jie In tertawa dan berkata: "Hebat di kolong langit ini ada
orang-orang tak takut mampus seperti mereka itu Biarlah,
nanti aku si orang she Jie membuat mereka dapat
menyampaikan maksud hati mereka Tuan-tuan, harap kalian
menonton saja." Kedua saudagar itu mengangguk. hati mereka pepat,
berduka dan berkuatir, Baru mereka lolos dari bahaya,
sekarang muncul yang tain, Mereka menginsyafi diri sendiri,
dan diri merekalah yang dikuatirkan.
Mereka percaya Jie In akan dapat menyampaikan obat
kepada guru mereka, tetapi, dengan berpisah dari Jie In,
bagaimana nanti mereka melindungi diri mereka sendiri"
Cepat sekali, belasan orang itu sudah sampai.
Jie In menyambut mereka itu sambil tertawa bergelak dan
cambuknya diayun hingga terdengar suara anginnya dan juga
suara menjeternya. Lalu, hebat lah kesudahannya, Dua orang
yang di paling depan lantas menjerit menyayatkan hati, tubuh
mereka terpelanting, terus roboh pingsan- Pipi kanan mereka
terluka dan darah mengalir keluar karenanya. Karena kejadian
itu, semua kawan mereka merandek.
Diantara mereka terdapat Ong Ek. Dia ini tertawa ingin, dia
berkata: "Tuan, kau siapa" Aku si orang she Ong tidak
berurusan denganmu, mengapa kau merintangi kami?"
"Tak usah kau perdulikan aku siapa" sahut Jie In,
romannya bengis, "sekarang ini, selama hidupmu, jangan kau
harapkan pula mustika naga dan ho-siu-ouw Lebih baik kalian
431 turut nasehatku, lekas kalian pulang, supaya aku tak usah
melakukan pembunuhan lagi"
Mata Ong Ek melotot, terus dia tertawa tergelak-gelak. Tak
enak mendengar tertawanya itu. Terus dia berkata nyaring:
"Aku Thong-thian-keng Ong Ek, baru pertama kali ini aku
mendengar suara terkebur seperti suaramu ini. Hm. Meski
benar kau lihay, di mataku kau tidak berarti banyak" ia lantas
berpaling ke kiri dan kanannya, mendadak dia berseru: "Maju"
Dan bergeraklah belasan orang itu.
"Kalian mencari mampus" "Jie In membentak seraya
tangannya diayun, hingga cambuknya meluncur seperti tadi,
menyusul itu terdengarlah teriakan saling susul akibat
terguling robohnya lima orang, hingga yang lainnya batal
maju, bahkan mereka itu berebut melompat mundur.
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ong Ek jadi berdiri menjublek.
Jie In tertawa, ia berkata: "Ong Ek. kau dijuluki sebagai
satu siluman dari sungai Hong Hoo, agaknya hatimu belum
mati sebelum kau melihat sungai itu" Kata-kata ini disusul
dengan diluncurkannya pula cambuk-nya, yang ujungnya
menyambar ke pundak si orang she Ong itu, si ikan Hiu.
Ong Ek kaget, tanpa berpikir lagi, dia menjejak tanah,
untuk melompat mundur dua tombak. Dia jeri melihat
robohnya tujuh kawannya barusan, Tapi belum kakinya
menginjak tanah, cambuk Jie In sudah meluncur tiba, Dia jadi
kaget dan takut, dia pun mengetahui bahwa dia tak dapat
mundur pula. Dia menjadi nekad, dia mengulurkan tangannya
untuk mencoba menangkap dan merebut cambuk itu
Cambuk Jie In tak dapat dirampas, Ujung cambuk tertarik
kembali, terus diputar lebih jauh, Maka sekarang Ong Ek
terancam iga-nya. Dia menjadi kaget sekali, hingga dia
mengeluarkan keringat dingin, secepatnya dia mendak sambil
432 terus melompat mundur, nyatanya dia kalah cepat, Ujung
cambuk lantas melilit tubuhnya.
Kaget semua kawan si ikan Hiu, beberapa diantaranya
lantas melompat maju, guna menyerang, untuk menolong.
Jie In tertawa lebar, cambuknya digentak, maka tubuh Ong
Ek terangkat naik melayang di tengah udara, sesudah mana,
cambuk itu dipakai menangkis berbagai senjata tajam, hingga
banyak senjata terlepas dari cekalan, dan telapak tangan
mereka yang memegang senjata itu terasa sakit.
Sipelajar berusia pertengahan tidak berhenti sampai di situ,
cambuknya terayun lagi, sekarang untuk menyambar tubuh
orang, maka kawanan penyerang itu, sambil mengeluarkan
teriakan tertahan- pada roboh terguling
Ong Ek baru merayap bangun atau Jie In sudah melompat
ke depannya, ia ini tersenyum. Dia penasaran, dia pun takut,
maka dengan nekad dia menyerang dengan kedua tinjunya,
tenaganya dikerahkan semuanya .
Dia sangat ingin dapat menghajar mampus perintangnya
ini. Tapi dia tak dapat mewujudkan niatnya itu, bahkan
sebaliknya, dia menjadi kaget, Tinjunya tidak mengenai
sasaran, bahkan tinjunya itu kena tertarik tenaga yang besar,
hingga tak dapat dia menariknya pulang.
"Hm"Jie In tertawa menghina, tangan kirinya melayang...
Hampir Ong Ek menjerit kesakitan. Dia tergaplok hingga
matanya berkunang-kunang dan kepalanya pusing, pipinya
pun hengap. Gaplokan itu membuat telinganya berbunyi
sekian lama. "Apakah kau masih belum kapok" "Jie In bertanya, tertawa,
".Baiklah, kalau kau mempunyai kepandaian silat, kau
keluarkanlah semuanya"
Ong Ek berdiam dengan napas mengeros, ia mengawasi
dengan bengong, lenyap sudah kegarangannya.
433 "Kenapa kau tidak mau bicara?" tanya Jie In tertawa, "Ke
mana perginya kegaranganmu" Aku menyangka kau lihay
sekali, siapa tahu begini saja kepandaianmu Kenapa kau masih
tidak mau mengangkat kaki" Buat apa kau tetap berdiri di
depanku" Menjemukan saja" Kata-kata itu ditutup dengan
gerakan tangan kiri. Ong Ek takut nanti kena dihajar pula, karena sekarang
hatinya sudah kuncup, ia lantas saja melompat mundur, untuk
terus lari pergi, diturut oleh kawan-kawannya. Hanya
sebentar, lenyap mereka semua, kecuali mayat kawankawannya
yang bergelimpangan di atas salju.
Khu Lin dan Siauw Leng tercengang, mereka kagum bukan
main. Mereka melihat orang cuma main-main dengan
cambuknya, siapa tahu kesudahannya demikian hebat dan
menakjubkan. Bukankah Ong Ek jago Hong Hoo Utara dan
Barat" Bukankah orang ini jauh lebih lihay dari guru mereka"
Maka malulah mereka mendua, mungkin orang she Jie ini
seorang tertua yang baru muncul pula.
Toh usia orang belum lebih dari empatpuluh tahun. Jie In
sudah melompat naik ke atas kuda-nya, ketika ia memutar
kudanya itu, kedua kawannya bersikap sangat menghormat
terhadapnya, hingga ia menjadi likat sendirinya. ia tertawa
dan berkata: "Beginikah sikap kalian" Apakah kalian tak sudi
bersahabat denganku ?"
"Di depan tayhiap mana berani kami berlaku kurang
hormat?" sahut kedua orang itu. Jie In menggelengkan
kepala. "Aku tidak menyangka kalian menggunakan banyak aturan"
katanya. Lantas mereka berjalan bersama.
Sampai sekian lama tidak tampak siauw Yauw Ie-su, maka
diduga tentulah dia telah bertemu dengan Ong Ek dan
menjadi tidak berani datang menyusul.
434 Ketika mereka bertiga lewat di Heng-koan- cuaca berubah
guram, sebab sang mega menghalangi sang matahari itulah
tanda sang magrib lagi mendatangi hingga tak lama lagi,
langit bakal menjadi gelap.
Angin Utara menghembus keras, membuat pepohonan di
sepanjang tepi jalan tertiup doyong, Angin pun membawa
turun salju, Akhirnya turun hujan dengan tetesan-tetesannya
yang besar. Maka salju yang baru bertumpuk-tumpuk lantas
lumer, hingga di situ tampak seperti kebanjiran.
Ketiga ekor kuda itu tak usah berlompatan lagi, sekarang
semuanya dapat berlari seperti biasa, Dengan begitu mereka
melakukan perjalanan jauh lebih cepat, Tindakan kuda
menyebabkan air muncrat berhamburan hingga pakaian
mereka menjadi basah seluruh-nya. karena ditimpa salju dan
hujan, lalu muncratan air itu.
Hujan lebat hingga orang cuma bisa melihat sekitarnya
sejauh belasan tombak Jie In beda dengan kedua kawannya
itu, ia dapat melihat sampai kira-kira empat puluh tombak.
Maka ia dapat melihat mendatangnya tujuh atau delapan
orang yang semuanya memakai tudung lebar ia menduga
kepada musuh. "Sahabat-sahabatku, di depan ada orang-orang lagi
mendatangi" ia berkata pada Khu Lin dan siauw Leng.
"Pergilah kalian maju dan berbicara seperti yang telah
dijanjikan aku akan menyusul belakangan"
Kedua kawannya itu mengangguk. dengan menjepitkan
kedua kaki mereka, mereka membuat kuda mereka masingmasing
melompat maju, untuk lari lebih cepat,Jie In
sebaliknya menahan kudanya, dalam hatinya ia berkata:
"siapakah mereka itu" Mungkinkah mereka datang untuk hosiuouw" Kalau benar, dari mana mereka mengetahui Khu Lin
dan Lie Siauw Leng bakal lewat di sini" inilah rada aneh."
435 Segera ia melihat Khu Lin berdua sudah berhadapan
dengan rombongan di depan dan mereka kedua belah pihak
lagi berbicara, maka ia pun mengeprak kudanya, untuk
menyusul. selagi mendekati ia melihat tujuh imam. Ia
menduga kepada imam-imam dari Ngo Tay san.
Maka berpikirlah ia: " Kenapa bangsa imam pun kemaruk?"
ia maju terus hingga ia berada di depan kedua kawannya,
hingga imam-imam itu menjadi terbelakangi, ia lantas
berteriak "Aku kira kalian dapat kabur ke atas langit Akhirnya
kalian tercandak juga. Lekas serahkan ho-siu-ouw, dengan
begitu kita masih dapat menjadi kawan"
Di dalam hatinya, Khu Lin dan Siauw Leng tertawa, Bagus
sekali sandiwara Jie In ini. Mereka pun turut membawa
peranan mereka. "Tuan, mengapa kau tidak percaya orang?" Khu Lin
menegur, Dia tertawa dingin, "Aku sudah bilang, kedua rupa
barangku telah dirampas Kie Leng sat sin Ang Tiang ceng dari
Hek Liong Pay Bukannya kau cari dia, kau cari kami, apa
gunanya?" Belum Jie In menyahuti, imam yang terdepan, yang kurus
tubuhnya, tersenyum dan berkata: "Kedua sicu she Khu dan
she Lie, mana dapat kalian menghina orang dengan kedustaan
kalian ini" Kami baru saja menerima surat yang dikirim dengan
perantaraan burung dari Ang Paycu yang mengabarkan hosiuouw berada di tangan kalian Tentu saja, kami percaya Ang
Pang cu itu Baiklah kalian mengerti andaikata kami
mengijinkan kalian lewat di sini, di depan sana kalian tak bakal
lolos dari pihak Ceng Hong Pay. Maka lebih baik kalian turut
kami ke Ngo Tay san. Kami cuma minta separuh dari ho-siuouw.
Bukankah itu tidak merugikan kalian" kalian dapat
tinggal selama setengah bulan di gunung kami, nanti kami
mengantarkan kalian keThay-goan. Untuk penyakit gurumu,
separuh ho-siu-ouw pun sudah cukup, Dengan begitu,
436 permusuhan gurumu dengan partai kami pun dapat
dihabiskan. Bukankah itu berarti kebaikan kedua belah pihak?"
selagi berbicara itu, si imam menatap tajam mata kedua orang
di depannya itu. "Hm Enak saja kau bicara" Jie In menyela, Dia tertawa
dingin, "ingat, masih ada aku di sini Aku telah berlari lari
ribuan li untuk menyusul, apa aku mesti makan angin saja."
Imam itu berubah air mukanya, ia berpaling dan
mengawasi "Siapa kau?" tanyanya bengis, "Cara bagaimana kau berani
bersikap begini kurang ajar terhadap ceng Hie cinjin?"
"Hm Hm" Jie In mengejek berulang-ulang, "Kawanan
hidung kerbau dari Ngo Tay San menjadi berandal dan tukang
membegal" Sungguh sukar dipercayai Meminta makan dari
kaum Kang-ouw, apakah itu aturannya Ngo Tay Pay" Mengapa
aturan itu tidak diumumkan diantara kaum Rimba Pcrsilatan?"
Muka ceng Hie menjadi merah padam, ia lantas menghunus
pedangnya, terus ia memasang kuda-kudanya. ia juga tertawa
dingin, "Kau bicara besar, tuan, kau pasti mempunyai kepandaian
yang mengejutkan orang" katanya mengejek, "Sudah, jangan
kau banyak omong lagi, coba kau kalahkan aku Kalau tidak,
tak dapat aku membiarkanmu berjumawa begini"
Hujan besar masih terus turun,jubah ke-tujuh imam itu
juga kuyup semuanya, Kaki mereka terpendam air dan salju
sebatas mata kaki. Sang angin tetap menghembus dahsyat,
hingga tudung semua imam itu keras tersampok
mengeluarkan suara berisik, Suara mereka sama-sama keras,
tetapi terdengarnya perlahan.
Jilid 5.4. Hu Wan dan Hu Ceng sudah remaja
437 Jie In bercokol di atas kudanya, tangan kirinya sebentarsebentar
menyeka mukanya" ia bersikap sabar, tapi ketika ia
mendengar tantangan si imam, parasnya berubah, mendadak
ia mengayun cambuknya, sebagai kesudahannya, ada serupa
benda yang tersambar terus terbang melayang
Ceng Hie Cinjin menjadi murid kepala dari Goan Cin Cu,
ketua Ngo Tay Pay, maka dalam hal ilmu silat, kecuali gurunya
itu, tidak ada yang melebihinya, Baik tangan kosong, maupun
ilmu pedang dan senjata rahasia, ia telah dapat menguasainya
dengan baik, Karenanya, biasanya ia sangat bangga dengan
kepandaiannya itu. Tapi sekarang, ia kena dibikin kaget, penasaran dan heran,
Tak terlihat lagi gerakan tangan orang di depan, tahu-tahu
pedangnya terbetot dan terbang, Cuma telapak tangannya
tergetar sedikit, saking murka, tanpa mengatakan apa-apa
lagi, ia menyerang Jie In dan kudanya dengan berbareng,
sambil menyerang ia bertindak maju, ingin ia dapat
membekuk orang di depannya itu.
Jie In tidak berniat melukai imam itu, ia mengetahui adanya
permusuhan diantara Thian Tie Tiauw siu dengan pihak Ngo
Tay Pay, ia tidak mau memperbesar itu, ia ingin
mengundurkan kawanan imam itu, supaya Khu Lin dan siauw
Leng dapat lewat, siapa sangka Ceng Hie berlaku demikian
telengas, maka ia menjadi kurang senang.
"Kenapa seorang imam telengas begini?" pikirnya, sambil
berpikir itu, ia gunakan cambuknya untuk menghajar kedua
tangan si penyerang. Benar-benar Ceng Hie tidak menyangka cambuk orang
demikian lihay, ia membatalkan serangannya, ia hendak
menarik pulang kedua tangannya, akan tetapi ia kalah sebat,
438 tahu-tahu tangannya telah terlibat ujung cambuk. keras dan
sakit rasanya. Jie In tidak mau berlaku keterlaluan, lekas-lekas ia menarik
lolos cambuknya itu, maka si imam dapat melompat mundur,
mukanya menjadi sangat pucat, syukur ada air hujan, orang
tidak melihat perubahan air mukanya itu.
"Hm" kata Jie In, "aku kira pelajaran Nao Tay Pay lihay luar
biasa, tidak tahunya cuma sebegini Ceng Hie, kau membuat
muka Ngo Tay san menjadi guram"
Baru Jie In berhenti bicara, seorang imam yang berdiri di
tengah-tengah kawannya melompat maju, Dia tampan dan
ramah tamah romannya, Demikianiah dia tersenyum dan
berkata dengan sabar: "Dalam kalangan Rimba Persilatan,
siapa menang dan siapa kalah, sudah biasa, maka mengapa
tuan menghina orang di muka umum" Tuan lihay sekali, tak
sukar untukmu menjadi seorang ketua, maka apa gunanya
sepak terjangmu ini" Tuan, kami turun gunung untuk
menolong guru kami, Kami membutuhkan ho-siu-ouw,
separuh saja Bukankah perbuatan kami ini perbuatan umum"
Kenapa tuan bersikap begini keterlaluan?"
Mendengar kata-kata orang yang sabar ini, hati Jie In
tertarik, ia tersenyum. "Totiang, ucapanmu beralasan juga," katanya, ia pun
bersikap sabar "Cuma cara kalian ini tidak tepat, Andaikata
benar ho-siu-ouw berada di tangan mereka berdua, kalian pun
tidak boleh mencegat dan merampasnya, Menurut pantasnya
kalian mesti menyambut mereka, terus kalian mengantarkan
ke tempat tujuannya, di sana dengan memakai aturan kalian
menemui guru mereka, untuk meminta sedikit dari barang itu.
Bukankah itu pantas?"
Imam itu mengenal aturan, jawaban Jie In membuatnya
bungkam. 439 Mendadak Ceng Hie berteriak: "Tadi aku alpa, aku kena
dicurangi olehmu. Apakah kau kira kau dapat berjumawa"
Kalau aku tidak kasih rasa kepadamu lihaynya ilmu pedang
Ngo Tay Pay, aku bersumpah tidak mau menjadi manusia"
Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar itu Jie In tertawa geli, ia menganggap Ceng Hie
sangat terkebur, Hebat Jago Tay Pay andaikata dikemudian
hari dia mendapat ketua seperti imam ini. Maka ia berpikir ia
harus mengajar adat. "Totiang" katanya, tertawa mengejek. "Pedangmu sudah
terbang, kau masih berani bicara besar Kalau begitu, baiklah,
mari aku belajar kenal dengan ilmu pedang partaimu"
Muka Ceng Hie menjadi merah, dia malu.
Tapi dia penasaran, Maka dia berkata: "Kami bertujuh
saudara seperguruan mempunyai semacam barisan pedang,
kalau kau dapat memecahkannya, ho-siu-ouw tak kami
kehendaki pula dan kami pun akan segera pulang ke gunung
kami Kalau kau kalah, maka..."
Jie In tertawa lebar. "Kau menghendaki aku mengangkat kaki dari sini, bukan?"
ia melanjutkan "Baiklah, aku terima tantanganmu ini silahkan
mengatur barisanmu" Imam yang pertama berbicara bergelisah. ia menganggap
kawannya terlalu sembrono. Bagaimana kalau mereka gagal"
Apa nanti yang terjadi dengan guru mereka, yang
membutuhkan ho-siu-ouw" ia lantas mengedipkan mata
kepada Ceng Hie, tetapi Ceng Hie berlagak pilon, dia bahkan
melompat untuk memungut pedangnya tadi, untuk segera
bersiap. Dengan apa boleh buat imam itu menghela napas, lantas ia
bersama lima saudaranya yang lain turut bersiap. mengatur
barisan mereka. 440 Jie In dari atas kudanya menyaksikan Ceng Hie mengatur
barisannya itu berdasarkan tujuh bintang, maka tahulah ia,
itulah barisan pedang Cit Chee Kiam Tin. Di dalam hatinya ia
berkata, tak mungkin barisan itu lebih lihay dari ilmu pedang
ajaran kakek gurunya. ia lantas tertawa dan melompat turun
dari kudanya, untuk memasuki barisan imam itu.
Ketika itu angin dan hujan masih meng-gema, suaranya
berisik, Begitu Jie In datang, ketujuh imam itu menjadi
terkejut Mereka telah melihat tindakan orang yang tubuhnya
sangat ringan, karena air tak muncrat seperti biasanya diinjak
oleh seorang yang kurang mahir kepandaiannya.
Khu Lin dan Lie siauw Leng pun turut menjadi kagum,
hingga mereka berdua saling mengawasi .
Jie In mengangkat tinggi cambuknya, ia memutar tak
hentinya. " Kalian yang memulai atau aku?" tanyanya
tersenyum. Ceng Hie tertawa menyeringai ia tidak menjawab, ia segera
bertindak, atas mana, ia diturut enam saudaranya, Dengan
begitu bergeraklah barisannya, yang terus berubah
kedudukannya, sesudah itu barulah mereka menyerang
berbareng. Jie In ingin menyaksikan bekerjanya barisan, ia tidak lantas
berkelit, menyingkir dari ujung pedang mereka itu. ia bergerak
sangat lincah dan licin. "Bagus" Ceng Hie memuji, menyaksikan kegesitan
lawannya, Karena itu, ia menyerang dengan lebih bengis,
begitupun keenam saudaranya.
Ketujuh imam itu mengambil kedudukannya masingmasing,
dengan begitu, mereka pun menyerang masingmasing,
dengan caranya sendiri Setelah lewat beberapa jurus Jie In lantas dapat melihat
nyata, orang bergerak dengan tujuh kali tujuh gerakan atau
441 sama dengan empat puluh sembilan jurus, segera setelah ia
mengerti, ia bersiul keras dan panjang, ia tidak lagi hanya
main berkelit, sekarang ia mulai melakukan serangan.
Segera terjadi bentrokan Ujung cambuk hendak melibat
ketujuh pedang. Akibatnya ia menjadi terkejut.
Ujung cambuk mendapat perlawanan keras, bahkan hampir
cambuk itu terlepas dari cekalan Tapi ini membuatnya
penasaran Tanpa bersangsi lagi, ia menggunakan Bie Lek sin
Kang. Begitu tenaga tersalurkan ke ujung cam-buk. sekali lagi
cambuk itu melibat, terus di-tarik.
suara berkontrangan lantas terdengar Ketujuh pedang itu
tersambar terlepas dari tangan setiap imam, terbang tinggi,
lantas turun pula,jatuh ke air hujan yang bagaikan air bah itu,
Akan tetapi tangan kiri Jie In pun bekerja, menyambar maka
semua pedang itu kena ia genggam.
Ceng Hie semua terkejut, Meski begitu, barisan mereka
tidak lantas pecah, Mereka masih dapat mengepung dengan
rapi. Cuma sekarang mereka tidak dapat menyerang dengan
pedang. Jie In mengerti orang belum mau menyerah, ia lantas
bertindak. Ia mengincar si imam kepala.
Sekonyong-konyong Ceng Hie terperanjat Tak tahu ia
bagaimana duduk perkaranya, mendadak sebelah tangannya
kena tercekal, lantas dia ditarik, hingga tubuhnya keluar dari
dalam barisannya, Keenam imam lainnya kaget, mereka mau
mencegah tetapi sudah terlambat.
Jie In telah menggunakan satu jurus dari Hian wan Sip-pat
Kay, cekalannya membuat si lmam merasakan tubuhnya kaku
dan ngilu, hingga meskipun dia basah kuyup dengan air hujan,
toh keringatnya mengucur keluar karena hebatnya
penderitaan tercekat tangan lawan yang kuat itu.
Tapi tak lama dia tersiksa, tiba-tiba dia merasa tangannya
bebas, sebab lawannya telah melepaskan cekalannya.
Rahasia Mo-kau Kaucu 7 Keajaiban Negeri Es Karya Khu Lung Badai Awan Angin 22
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama