Ceritasilat Novel Online

Naga Jawa Negeri Di Atap Langit 8

Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma Bagian 8


juga akan menghadapi penjagaan para penyoren pedang dari
dunia persilatan. Seperti setiap cara dan jalan rahasia masingmasing sudah saling diketahui dan tertutup, sehingga jika
penyusupan dari pihak pengepung tidak pernah berhasil, begitu
pula siapa pun dari dalam benteng yang mendapat penugasan
menembus garis pengepungan akhirnya mati terbunuh. Adapun
yang tetap tinggal adalah pengepungan dan kebertahanan itu
sendiri, yang menunjukkan betapa kedua belah pihak kini
menggunakan siasat yang sama.
Sun Tzu berkata: Tunggu sampai musuh bisa dikalahkan
lantas seranglah 1 Apakah kiranya yang dipikirkan Yang Mulia Paduka BayangBayang jika sudah jelas bahwa tercurinya Pedang Mata Cahaya
untuk tangan kiri bukanlah tujuan utama, sedangkan penguasaan
Kotaraja Chang'an, yang tampak seperti tujuan sebenarnya, tidak
menunjukkan harapan seperti akan berhasil" Sebaliknya kelompok
demi kelompok justru meninggalkannya, dan meskipun tampaknya
sekarang terhenti, tiada kepastian apakah perpecahan itu akan
687 berakhir. Aku menduga, tidak semua pihak mendukung penyerbuan ini karena keberpihakannya kepada keluarga besar
Yan Guifei dari Shannan, melainkan karena janji pembagian harta
karun dari Balai Semangat Kilauan Berlian yang tidak terlihat
seperti akan dipenuhi. Aku masih berdiri di atas tembok, di balik berlapis-lapis
pengepungan ini masih terdapat padang kehitaman yang begitu
kelam. Memasuki bulan keempat mungkinkah akan berlangsung
suatu pertempuran penentuan" Mungkinkah suatu pengepungan
yang berlama-lama tidak mempunyai tujuan di luar pengepungan
itu sendiri" Betapapun, punya atau tidak punya tujuan, pengepungan yang lebih lama lagi akan memperbesar peluang
perpecahan, dan semakin banyak kelompok meninggalkan medan
pertempuran, semakin memperluas kelemahan. Sementara di
balik tembok, jika sikap dan siasat bertahan masih terus dijalankan,
sumber pangan bagi seluruh penduduk Chang'an sudah menipis,
dan kecuali bagi segelintir orang kaya, mereka semua bisa mati
kelaparan! MEMANDANG kelam di balik garis paling belakang pengepungan,
yang kini bisa dilakukan karena kelompok demi kelompok dari
pasukan pemberontak itu memisahkan diri, dan kemungkinan
besar pulang ke kampung halaman, aku merasa sangat was-was.
688 Mungkin saja memang karena kekelaman bisa memberi perasaan
rawan, sebagaimana pembayangan mana pun memungkinkannya
ketika menatap kekelaman, keremangan, kegelapan, dan segala
sesuatu yang dinaungi bayang-bayang kehitaman...
Mungkin, karena yang kupikirkan bukanlah kerawanan perasaan,
melainkan suatu kemungkinan ancaman, nun jauh di balik
kegelapan itu suatu ancaman maut yang mengerikan!
Aku masih berdiri di atas tembok sisi barat, menghadap ke arah
barat, menghayati angin yang bertiup kencang membawa segala
cerita yang tidak dapat diuraikan. Aku menghela napas panjang
sembari mengunyah bakpau yang kuambil dari balik bajuku. Di
antara deru angin kurasakan pergerakan halus di belakangku,
yang sudah pasti bukan para penjahat kambuhan tanpa
pengetahuan ilmu silat. Bahkan sejauh kuketahui ilmu silat yang
dikuasai para Pengawal Burung Emas maupun Pasukan Hutan
Bersayap, ilmu silat mereka yang bergerak sesenyap bayangbayang ini jauh lebih tinggi. Jadi mereka bukan pengawal kota,
yang akan memperingatkan dan menghukum diriku karena telah
melanggar jam malam. 689 Tanpa menoleh pun kuketahui mereka berjumlah delapan orang
dan tidak seorang pun bersenjata pedang. Hmm. Apakah mereka
bermaksud mengeroyokku"
Aku masih mengunyah bakpau yang cukup besar dan berisi
kacang hijau itu. "Izinkan aku menghabiskan bakpau ini sebelum bertarung,"
kataku, "Kukira delapan pendekar berilmu tinggi tidak akan
berkeberatan dengan masalah sepele seperti ini."
Terdengar suara tawa kecil yang rendah dan dingin.
"Makan bakpau bukanlah masalah sepele, setinggi apa pun ilmu
seorang pendekar, ia tidak akan bisa bersilat dengan sempurna
dalam keadaan lapar."
Tentu saja ia benar, tetapi ia masih melanjutkan, "Namun
barangkali kita sama sekali tidak perlu bertarung."
Aku tertegun. "Jadi mengapakah kiranya diriku yang bodoh mendapat keberuntungan seperti itu?"
690 Mereka tidak langsung menjawab, dalam gelap tampak mereka
saling berpandangan, seperti menentukan siapa yang sebaiknya
memberi jawaban. Memang suara berbedalah kini yang menjawab pertanyaanku,
suara seorang perempuan. "Kita tidak usah bertarung jika Pendekar Tanpa Nama mengizinkan
kami untuk membawa sepasang pedang panjang di punggungnya." Ah! Akhirnya! Setelah sekian lama kukira pemilik pedang panjang
melengkung ini memilih untuk diam dan menghilang selamanya.
Namun kujawab tanpa memperlihatkan perasaanku.
"Oh, pedang...," jawabku sambil masih makan bakpau, ''aku pasti
bersedia menyerahkannya asal pemilik pedang ini mengambilnya
sendiri.'' Tiada terdengar mempersiapkan jawaban apa senjata-senjatanya, pun. Kudengar mereka mengelus-elus maupun menimang-nimangnya, seolah-olah senjata itu hewan piaraan,
bahkan sahabat karib, yang kali ini sangat mereka butuhkan
tenaganya. 691 Akhirnya terdengar lagi suara yang semula.
"Kami tidak ingin memenangkan pertarungan karena lawan kami
lemas dan kelaparan. Habiskanlah bakpaumu, setelah itu kita
bertarung antara hidup dan mati!"
Kutelan bagian terakhir dari bakpau itu.
"Kenapa harus antara hidup dan mati..." Aku berkata sambil
mencabut sepasang pedang panjang melengkung itu dari
punggungku dan berbalik. "... kalau akulah yang akan hidup dan
kalianlah yang akan mati?"
Mereka tidak menjawab, tetapi jelas darahnya naik ke ubun-ubun,
dan kuharapkan mereka cukup terpancing.
Serentak delapan orang yang semuanya berbaju hitam pekat
sehingga sulit dibedakan dengan malam ini menyerang dengan
jurus berpadanan yang mengunci.
"Pendekar sombong! Kupikir semakin tinggi ilmu seseorang
semakin orang itu akan berendah hati! Kami Delapan Naga tidak
bisa menerima penghinaan ini!"
692 Mereka terpancing tetapi kini aku tidak bisa lagi bermain-main.
Senjata mereka pun bermacam-macam dan tidak semuanya
pernah aku ketahui. Mereka menggunakan shengbiao atau anak
panah bertali, liuchingchui atau bandul besi bertali, sepasang quan
atau cincin terbang, sepasang bishou atau belati yang beronce,
gou atau pengait, shaoziqun atau sepasang pentungan yang tidak
kembar, ji atau tombak berkait, dan yueyachan atau tombak bulan
sabit. Setiap senjata mengancam dengan jurus-jurus yang tidak pernah
kukenal, sehingga aku harus menggunakan Jurus Ba?yangan
Cermin untuk menyerapnya agar dapat kukembalikan lagi dalam
bentuk yang tidak mereka kenal.
MALAM begitu gelap, sangat amat gelap, bagaikan tiada lagi yang
lebih gelap, dan dalam kegelapan seperti itulah delapan orang
berbusana hitam menyerangku dengan jurus-jurus berpasangan
yang belum kukenal. Kelompok Delapan Naga ini tidak hanya
mengandalkan keberpadanan mereka, yang dengan keterampilan
tingkat tinggi sungguh mampu mengunci, melainkan juga
mengandalkan kegelapan sebagai bagian dari jurus-jurusnya,
sehingga sungguh mampu mendesakku dan memang akan
membelah-belah tubuhku jika tidak segera melayaninya dengan
jurus-jurus Ilmu Bayangan Cermin.
693 Demikianlah kuhadapi anak panah bertali yang seperti punya mata
sendiri, bandul besi bertali menghancurkan batu kali, yang sekali sambar bisa sepasang cincin terbang yang
ketajamannya tak perlu dipertanyakan lagi, belati beronce yang
dimainkan dengan sangat piawai sekali, pengait yang seperti
selalu nyaris mengait kaki, sepasang pentungan dengan te?naga
menggebuk yang menjamin mati, tombak berkait yang selalu
mengincar ulu hati, dan tombak bulan sabit yang selalu menanti
pengelitan terakhir lawan, yang ketika tanpa pertahanan terlalu
mudah dihabisi. Delapan pendekar berilmu silat tingkat tinggi, berkelebat lebih
cepat dari kilat dalam gelap, dengan jurus berpadanan penuh
perangkap, membuatku menahan diri untuk tidak menyerang,
sebelum Ilmu Bayangan Cermin menyerap semua jurus dari setiap
orang satu per satu, sampai tidak ada yang bisa ditambahkan lagi.
Dalam pekatnya kegelapan aku tak berusaha melihat, karena
justru dalam keterpejaman Ilmu Mendengar Semut Berbisik di
Dalam Liang dapat kulihat segala bentuk dan segala gerak dalam
gelap. Betapapun ini belum menjamin keselamatan apa pun ketika
jurus-jurus berpadanan Delapan Naga ini dalam kenyataannya
sulit kukenali, sehingga aku hanya bisa menghindar dan menahan
694 diri untuk balas menyerang, sebelum Ilmu Bayangan Cermin
menyerap segala jurus yang mereka keluarkan.
Sun Tzu berkata: menghindari kekalahan tergantung kepada diri tetapi peluang mengalahkan lawan diberikan lawan sendiri 1
Namun jurus-jurus itu belum habis, ketika yang bersenjata
sepasang belati beronce mendadak tersentak ke belakang dan
terpelanting untuk terguling dan melayang jatuh dari atas ke sisi
luar tembok, dengan anak panah menancap di dadanya.
Belum habis tertegun, tiga anak panah terdengar menancap pada
tiga leher, dan tiga tubuh pun terpental karena kuatnya daya
dorong anak panah itu. Ketiganya juga jatuh melayang ke sisi luar
tembok. Tidak kulihat siapa pun di sekitar tempat kami bertarung yang
dapat diperhitungkan sebagai tempat dari mana panah-panah itu
695 dilepaskan. Panah-panah itu telah dilepaskan dari tempat yang
jauh di balik kegelapan. Tak dapat kubayangkan betapa tinggi
kemampuan yang telah melepaskan panah-panah itu.
"Hihihihihi! Delapan Naga sekarang tinggal Empat Naga! Hihihihi!"
Terdengar suara itu lagi.
Satu di antara Delapan Naga yang tinggal empat itu mendengus.
"Hmmmhh! Pembokong! Siapa dirimu, siapa gurumu, dan apa
perguruanmu" Buruk benar pelajaranmu dari tempat itu!"
"Hihihihihihi! Siapa yang mengajari kalian mengeroyok" Aku tidak
perlu menjawab pertanyaan orang mati!"
Jawaban seperti ini tentu hanya memancing serangan lagi. Namun
kini bukan delapan orang yang mengeroyokku, melainkan hanya
dua orang, karena sisa Delapan Naga yang dua lagi telah
menyerang pendekar panah bersuara merdu itu. Aku kembali
memejamkan mataku agar Ilmu Mendengar Semut Berbisik di
Dalam Liang tetap memperlihatkan garis tubuh mereka yang
bergerak itu, karena berkurangnya delapan lawan menjadi dua
orang tidak membuatnya lebih mudah. Jurus-jurus mereka tetap
tidak kukenal, sehingga kuharap Ilmu Bayangan Cermin segera
696 menangkap kelengkapannya agar dengan secepatnya bisa
kugunakan untuk menghadapi mereka.
Senjata keduanya yang begitu asing bagiku, masing-masing


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sepasang pentungan yang tidak kembar dan sepasang cincin
terbang yang kali ini dipegang, merupakan paduan yang sangat
menyulitkan dalam kegelapan dan kecepatan yang melebihi
kecepatan pikiran. Rupa-rupanya itulah yang harus dilakukan
apabila padanan jurus delapan orang berkurang menjadi dua
orang. Jika disebutkan betapa menyerang adalah pertahanan terbaik,
dalam pertarungan ini aku hanya bisa menghindar karena
menyerang dalam pancingan penjebakan jelas hanya seperti
mempersembahkan nyawa. "Serahkanlah kedua pedang itu sekarang hai orang asing! Orang
yang tidak memiliki nama tidak pantas memiliki apa pun jua!"
Bagaimanakah harus kutanggapi kalimat seperti itu"
AKU sudah sangat terbiasa jika siapa pun dengan cara apa pun
mempersoalkan betapa diriku tidak memiliki nama, karena
Sepasang Naga dari Celah Kledung yang menyelamatkan dan
merawatku telah meyakinkanku bahwa sesungguhnya, 697 semestinya, aku memiliki nama. Ketika mereka menyelamatkan
diriku, dari tangan pengasuh yang sudah tewas di dalam gerobak
yang kemudian meluncur ke jurang, aku bukanlah bayi yang baru
saja dilahirkan, jadi pasti sudah diberi nama. Justru karena itulah
Sepasang Naga dari Celah Kledung tidak ingin dan tidak merasa
berhak untuk mengganti atau menumpuknya dengan nama lain.
Orang tua asuhku itu hanya menyebutku, "Anakku". Selain itu
mereka juga meyakinkanku, betapa diriku tidak kurang suatu apa
jika tidak menyandang suatu nama.
"Nama hanyalah nama. Dirimu adalah perbuatanmu," kata ibuku.
Dalam keadaan biasa aku tidak punya masalah, jika siapa pun
dalam keadaan apa pun mempersoalkan, bahkan merendahkan
diriku hanya karena tidak bernama itu. Namun, kali ini, ucapan
seperti itu kudengar ketika aku berada dalam titik terendah
kerawanan. Nalarku mampu menerima keadaan, yang betapapun
sangat kusesali, tetap menjelaskan ketidakmungkinanku menghindari peristiwa itu. Dalam pertarungan yang berlangsung
begitu cepat, amat sangat cepat, bagaikan tiada lagi yang bisa
lebih cepat, siapa pun yang memulainya hanya bisa menyalahkan
dirinya sendiri jika terbunuh. Betapapun hatiku berkata lain:
bagaimana mungkin dalam hidup yang cuma sekali ini seorang
Yan Zi terbunuh oleh tanganku sendiri"
698 Maka, mendengar kata-kata salah seorang dari Delapan Naga itu
serasa hancur lebur perasaanku, sehingga kubiarkan saja
serangan dua pentungan dan dua cincin tajam yang melebihi
kecepatan pikiran itu menghajar tubuhku.
Cras-cras! Bug-bug! Benakku masih terang, tetapi hatiku sungguh galau. Seolah-olah
memang sudah sepantasnyalah aku mati sebagai pembunuh Yan
Zi. Dalam suasana hati seperti ini Jurus Tanpa Bentuk tak bisa
bekerja dengan sendirinya seperti biasa.
Tubuhku melayang jatuh dengan lebam maupun luka goresan
yang berbahaya, karena shaoziqun dan quan bukanlah sembarang
senjata, digerakkan dengan tenaga dalam, jurusnya pun sangat
mengunci pula. "Pendekar Tanpa Nama!"
Kudengar suara merdu yang panik.
Aku melayang jatuh, tetapi aku bisa melamun.
Dalam Kitab Zhuangzi 1 disebutkan: dikau mungkin pernah mendengar nada-nada Manusia,
699 tetapi belum pernah mendengar nada-nada Bumi;
dikau mungkin pernah mendengar nada-nada Bumi,
tetapi belum pernah mendengar nada-nada Langit. 2
Aku jatuh ke sisi luar tembok, jika dibandingkan dengan kecepatan
pikiran, maka kejatuhanku seperti kejatuhan kapas yang melayang-layang di udara. Kira-kira tiga perempat perjalanan
sebelum jatuh berdebum di bumi, dan mungkin dihabisi para
pengepung yang berjaga di luar tembok benteng, meluncurlah
panah bertali yang langsung menjirat dan melibatku. Kejatuhanku
langsung terhenti dengan tersentak, dan segera saja ditarik ke
atas, karena para penjaga dari pihak pengepung tampak berlari
mendatangi dengan gerakan siap membacok.
Ketika para penjaga dari pihak pengepung tiba, justru jatuh
berdebum dua mayat yang semula adalah kedua lawanku, dengan
anak panah menancap di dahi mereka masing-masing. Belum
lewat keterkejutan mereka, berdebum lagi dua mayat yang semula
adalah lawan pendekar panah itu. Kali ini dengan anak panah
menancap pada masing-masing jantung mereka. Sambil terbenturbentur pada tembok benteng ketika ditarik ke atas, kulihat usaha
sejumlah penjaga untuk memanahku, tetapi saat mereka baru
700 mementang busur, segera pula menancap anak panah pada salah
satu dari mata mereka. Tubuhku terasa sakit dan tiada berdaya tergantung-gantung dan
terbentur-bentur ketika ditarik ke atas. Masih dapat kubayangkan
bagaimana pendekar panah bersuara merdu itu telah memanah
kedua lawanku lebih dulu, sebelum memanah kedua lawannya
sendiri, tetapi tak dapat kubayangkan percepatan pergerakannya,
karena memasang panah pada busur, membidik, dan melepaskannya itu jumlah gerakannya jauh lebih banyak daripada
sabetan pedang. Tiba di atas tembok kukira aku sudah tidak sadarkan diri. Tidaklah
terlalu mengherankan jika lukaku lebih dari parah. Kelak akan
diceritakan kepadaku bahwa ketika sampai di atas tembok itu diriku
sudah tidak bernapas. Demikianlah dikisahkan kemudian bahwa
perempuan pendekar panah bersuara merdu itu berusaha
memberikan pernapasan buatan, dengan cara menempelkan
bibirnya pada bibirku --sama seperti yang pernah kulakukan
kepada Yan Zi. BIBIR yang dalam kegelapan hanya terasa kelembutannya itu
memang tidak bermaksud menciumku, bahkan lebih dari sekadar
pernapasan buatan, pendekar panah bersuara merdu itu telah
701 menyalurkan tenaga dalamnya, sehingga bibir itu bukan hanya
terasa lembut melainkan juga hangat. Kehangatan yang terasa
mengalir dari bibir itu ke seluruh tubuhku, yang membuat lukalukaku tak lantas menjadi sembuh, tetapi bahayanya terkurangi
menjadi hanya luka luar, karena adalah luka dalam yang membuat
napasku berhenti. "Pendekar Tanpa Nama, lupakanlah masalah pribadimu demi
kepentingan orang banyak," kudengar suara merdu, dan juga bau
wangi, yang sejak awal kemunculan panah-panah itu sebetulnya
sudah tercium, tetapi kehadirannya tidak terlalu kusadari.
"Ilmu silatmu terlalu tinggi untuk bisa terluka dengan terlalu
mudah," katanya lagi, "Ingatlah bagaimana dirimu mendapatkan
ilmu silat, dan apakah kamu pikir cukup sebanding apa pun
masalahmu, untuk mati tanpa perlawanan terhadap mereka yang
dikirim oleh orang yang kamu cari."
Aku masih tergeletak dalam usaha mengembalikan kesadaran
ketika kudengar suara logam berdentang di lantai batu. Kulirik dan
kulihat sepasang pedang panjang itu. Aku sudah berhasil
memancing pemiliknya, meskipun ia hanya mengirim orang-orang
bayaran untuk mengambilnya, dan nyaris berantakan karena katakata yang tanpa disengaja sungguh memukulku.
702 "Aku juga mencari orang yang sama, dan sampai hari ini belum
kudapatkan juga, tetapi kuketahui bagaimana cara-caramu lebih
mungkin untuk memancingnya, karena kamu berhasil membuat dia
hadir tanpa kehadirannya, dengan kesan yang sama sekali tidak
dia kehendaki." Kuingat kembali betapa sudah lama diriku memburunya dan telah
melepaskan peluang untuk mendapatkannya.
"Dia adalah seorang petugas rahasia, tetapi kamu membuatnya
seolah dia lupa akan tugas-tugas rahasia itu. Sungguh cara yang
nyaris berhasil jika kamu tidak menyia-nyiakannya. Apa pun
penyebabnya, kamu telah merusak hasil pekerjaanmu sendiri."
Namun pedang itu masih di tanganku, kukira dia masih akan
menghendakinya, atas nama kehormatan seorang pendekar,
tetapi tuntutan pekerjaan memaksanya untuk bergerak secara
rahasia. Apakah kiranya yang membuat pendekar panah ini juga
mencarinya" "Jika kamu sudi, wahai Tuan Pendekar, kita bisa bekerja sama."
703 Perempuan pendekar yang bersuara merdu dan selalu membawa
bau wangi itu telah menyelamatkan jiwaku. Apa yang bisa
kukatakan untuk menolaknya"
Laozi berkata: Sang Jalan hanyalah jalan kembali; Satu-satunya mutu kegunaan
hanya kelemahannya. Ketika segenap makhluk di bawah langit
adalah hasil Keberadaan, keberadaan itu sendiri dihasilkan Ketakberadaan. 1
Setelah menyalurkan tenaga dalam dengan cara seperti itu,
perempuan pendekar tersebut mengangkat tubuh, mengalungkan
tangan kiriku ke pundaknya, dan kami pun terseok seperti dua
orang mabuk pada malam yang sudah menjadi sangat amat kelam.
704 Tentu kedua pedang panjang melengkung itu telah disarungkannya kembali ke punggungku.
Jam malam sudah berlaku. Jika para Pengawal Burung Emas
memergoki kami, tentu mereka tidak akan melepaskan kami tanpa
menghukum terlebih dahulu, meski sebagai orang dari dunia
persilatan kami dapat berkelebat menghilang. Chang'an saat jam
malam pada masa darurat perang ini bukannya menjadi sepi, atau
tepatnya memang sunyi dan sepi tetapi di balik kegelapan selalu
ada bayangan mengendap atau berkelebat, yang jika tidak berasal
dari para penjahat kambuhan tentu adalah orang-orang dari dunia
persilatan, baik golongan putih maupun golongan hitam.
Maka demikianlah di suatu perempatan yang gelap di dekat sudut
barat laut, kami ketahui betapa sejumlah orang telah mengintai dan
mengawasi dari empat penjuru. Terdengar suara tawa yang dingin
di balik kegelapan itu. "Hmmm. Delapan Naga telah gagal dalam menjalankan tugasnya,
tapi jangan harap itu akan terjadi lagi malam ini."
Lantas mereka pun muncul dari balik kegelapan. Tetap saja hanya
bayangan hitamlah yang dapat kami saksikan.
705 "Serahkanlah kedua pedang itu sekarang, jika ingin nyawa kalian
tetap bertahan di dalam tubuh busuk kalian itu."
Kudengar kata-kata itu. Luka dalamku telah disembuhkan, tetapi
tubuhku yang terajam sepasang pentungan dan cincin tertajam itu
tetap saja tubuh yang terluka.
"Janganlah bergerak," pendekar panah itu berbisik, "semuanya
bisa kuatasi." Sangatlah tidak enak perasaanku dilindungi dan dibela dalam
keadaan tidak berdaya seperti ini.
"Aku bisa membela diriku sendiri," kataku sambil berusaha meraih
kedua pedang panjang melengkung itu.
Namun ternyata gerakan tanganku itu telah membuat luka-luka
sayatan cincin tertajam membuka, dan betapa sakitnya sungguh
luar biasa. "Aaahh!" "Sudah aku katakan, jangan bergerak! Kamu akan menyulitkan
diriku!" 706 Saat itu, empat bayangan berkelebat menyerbu, dari empat
penjuru! GOLONGAN hitam selalu memiliki jurus yang sesuai dengan
kehitaman itu sendiri. Itulah sebabnya malam dan kegelapan selalu
menjadi kawan, dan begitu banyak siasat memanfaatkan
kegelapan malam sebagai bagian dari jurus itu sendiri.
Demikianlah empat bayangan yang berkelebat itu memang benar
hanya bayangan, yang tak bisa dibunuh maupun membunuh, dan
baru setelah itu pemilik bayangan tersebut datang, meskipun tetap
berkelebat sebagai bayangan!
Begitulah kelebat bayangan yang pertama menjadi gerak tipu,
sedangkan bayangan kedua adalah ancaman sebenarnya, yang
betapapun telah diketahui penolongku ini. Empat bayangan
pertama yang tampak sungguh nyata saling memapas dan tak
terhenti sama sekali karena memang hanya bayangan, tetapi
setelah itu jelas ancaman mautlah yang datang dari balik
kegelapan. Pendekar panah ini tak bisa ke mana pun dengan diriku menempel
pada tubuhnya, tetapi ia telah mencabut sebatang anak panah dari
sarung anak panah di punggungnya, dan segera berputar
707 melingkar seutuhnya sembari merendahkan diriku maupun dirinya.
Berlangsung dalam kecepatan tertinggi, sempat kudengar bunyi


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perut yang terobek sampai empat kali, dan ketika kami tegak
kembali terlihatlah empat tubuh meluncur tengkurap di jalanan,
meninggalkan jejak panjang isi perut yang berceceran.
Sisanya hanyalah kesunyian. Meski dalam kegelapan dapat kulihat
sepasang mata merah yang mengawasi. Cara seperti itu terasa
jauh lebih mengancam daripada jika ia keluar dari dalam kegelapan
dan menyerang, karena terhadap setiap gerak dapat segera
dilakukan tanggapan. Terhadap ancaman yang tidak kunjung
menjadi serangan, kewaspadaan yang tercurahkan kepadanya
jauh lebih menguras daya, dan semakin lama ancaman tidak
menjadi serangan, semakin terbuka kemungkinan betapa daya
kewaspadaan itu terlemahkan.
Pendekar panah itu meniup ujung baja mata anak panahnya yang
menghitam dalam kegelapan karena darah yang mengental.
"Huh! Mengotor-ngotori saja!"
Lantas ia menoleh ke arah kegelapan tempat mata merah itu masih
mencorong. 708 "Mata Merah! Mengapa kamu tidak keluar saja dari balik kegelapan
itu, mengantar nyawamu kemari!"
Terdengar tawa yang sungguh dingin dalam embusan angin yang
seperti tiba-tiba saja datang.
"Pendekar Panah Wangi terbukti sungguh perkasa, tetapi tidak
memiliki cukup keberanian untuk memasuki kegelapan itu sendiri."
Tubuh tempat kepalaku menyungkum lemas baru kusadari
memang terasa wangi, tidak terlalu tajam, tetapi tidak teringkari.
Jadi namanya Pendekar Panah Wangi. Kukira bukan tubuhnya
saja yang meruapkan bau wangi, tetapi juga panah-panahnya,
yang setelah dilepaskan bisa ditinggal pergi, dan sepanjang
jalurnya meninggalkan bau wangi. Itulah yang membuatnya
disebut Pendekar Panah Wangi. Kukira mereka yang tidak
langsung mati ketika tertancap panah-panahnya sempat mencium
bau wangi itu, dan barangkali membawa kenangan atas baunya
ketika melayang untuk berbaur kembali dengan leluhur mereka.
"Aku belum sebodoh itu Mata Merah," kata Panah Wangi, ''Aku
bukan tak tahu akal bulus golongan hitam, yang dalam segala hal
hanya berani bermain dalam kegelapan."
709 "Seorang pendekar siap menghadapi musuh dari mana saja,
Panah Wangi, semua korbanmu juga tak tahu dari mana panahmu
datang." "Sudahlah Mata Merah, katakan saja kepada majikanmu yang
pengecut itu, biarlah dia sendiri mengambil sepasang pedang
hiasan dinding ini."
Terdengar lagi tawa yang dingin itu.
"Pemilik pedang itu terlalu sibuk, Panah Wangi. Kau tahulah
keadaan kota ini." "Hihihihi! Jadi akan selalu ada orang mengantarkan nyawa kalau
begitu! Hihihihihihi!"
"Kunasehatkan kamu jangan ikut campur Panah Wangi, dirimu
celaka nanti!" "Hmmhh! Sejak kapan Panah Wangi takut mati?"
Belum habis kalimat itu, sebatang anak panah melesat dalam
gelap dan langsung menancap di antara dua mata merah, yang
semula mencorong tapi kini meredup dan merosot ke bawah.
Mungkinkah Mata Merah masih sempat menghirup bau wangi
710 panah itu sebelum mati" Kukira tidak dan tidak perlu. Lebih baik
manusia meninggalkan dunia yang busuk daripada dunia yang
wangi, karena dunia yang wangi sungguh terlalu enak untuk tidak
ditinggali. Laozi berkata: dengan mengosongkan hati dan mengisi perut
mereka melemahkan kecerdasan mereka
dan memperkuat sumber daya
selalu berkutat membuat orang-orang tak berpengetahuan
tak berkeinginan 1 Kami baru saja bersepakat untuk pergi ke wihara Buddha di petak
yang terletak di sudut barat daya Chang'an itu 2, penampungan
orang asing yang terjebak di Chang'an selama pengepungan,
ketika dari luar tembok terdengar suara hiruk-pikuk maupun bunyi
tambur yang menggetarkan perasaan.
MENDENGAR suara itu, aku teringat kemungkinan yang telah
kupikirkan ketika memandang kegelapan di kejauhan. Kemungkinan yang sengaja tidak kuungkapkan karena gambaran
711 yang mengerikan. Kami saling berpandangan, Panah Wangi
tampaknya dapat membayangkan apa yang kupikirkan, dan
segera menjauhkan tubuhku.
Kedua tangannya bergerak cepat memberikan sejumlah totokan.
Segera terasa suatu aliran yang menyegarkan, mengalir ke seluruh
tubuh bersama darahku, seolah-olah dalam udara sedingin ini
diriku baru saja menghabiskan bakpau panas.
"Telanlah ini." Ia memberikan tiga butir obat yang kelak kuketahui
berwarna hijau tua, yang dalam kegelapan ini hanya terlihat
sebagai tiga butiran hitam.
"Apa ini?" tanyaku, meski sesungguhnyalah sangat tiada perlu.
"Percaya saja kepadaku, supaya kita bisa saling membantu."
Kutelan tiga butir obat itu. Pahit sekali. Aku menyeringai.
"Bukan racun," katanya lagi, "Itu akan membuat kamu pulih
kembali, tetapi janganlah tenggelam ke dalam masalah sendiri,
apalagi di tengah pertarungan antara hidup dan mati."
Tanpa menanti jawaban, Panah Wangi menggamitku, dan kami
pun berkelebat ke arah tembok benteng, tempat terdengarnya
712 hiruk-pikuk di baliknya, yang sejak tadi menimbulkan rasa
penasaran. Namun pikiranku bercabang tentang Panah Wangi.
Tidak kuragukan betapa dia telah membantu, membela, dan
menolongku, tetapi jika dirinya bisa memberikan obat yang sangat
berdaya ini sekarang, mengapa tidak bisa diberikan sebelumnya,
sehingga ia terpaksa merangkul dan memapahku sepanjang jalan,
bagaikan aku ini pemabuk yang telah minum arak sepanjang
malam" Ini memang bukan obat ajaib, yang membuat luka pedih di bahu
kanan dan kiriku akibat sayatan sepasang cincin tertajam itu
menutup kembali, tetapi kepedihannya tidak terlalu mengganggu
lagi dan kini diriku dalam sekali jejak telah melayang ke atas
tembok. Dari atas tembok sisi barat di bagian selatan, kami lihat
pemandangan itu, balatentara Negeri Atap Langit telah menyerbu!
Bukan dari dalam kota, karena semua gerbang kota masih tertutup
rapat, tetapi dari luar kepungan itu!
Malam memang gelap, tetapi tambur yang ditabuh dengan
membahana tampak sengaja membangunkan pasukan pemberontak yang tertidur di dalam tenda, ketika sebagian besar
petugas jaga telah ditewaskan para penyusup terlebih dahulu,
713 sementara obor-obor sengaja dinyalakan, tak lebih dan tak kurang
untuk memperlihatkan umbul-umbul Wangsa Tang yang berkibar
dalam malam menunjukkan ketegasan.
Serbuan mendadak pada malam tergelap jelas menimbulkan
kekacauan, sejumlah tenda langsung terbakar, ringkik kuda
menambah kepanikan, dan jerit kesakitan menyulut kengerian
maupun dendam pembalasan. Menurut Sun Tzu, peperangan
terbaik dimenangkan tanpa pertempuran, dan betapapun menangkap atau menawan musuh adalah lebih baik daripada
menghancurkannya 1, tetapi serbuan ini tampak tidak ingin
memberi peluang mengambil napas dan tidak pula seperti
berkehendak membiarkan satu pun manusia tersisa.
Meskipun cukup jauh dan cukup gelap, tetapi segala obor
membuatnya jelas bagiku bagaimana wajah-wajah kaum prajurit
berseragam tempur dari atas kudanya dengan tenang membacokkan pedang, menusukkan tombak, melecutkan cambuk
berduri, menghentakkan tali penjerat bergerigi sehingga memutuskan leher lawan, dan melepaskan pisau-pisau terbang
bertali, yang setelah menancap pada jantung langsung bisa ditarik
dan dipergunakan lagi, sementara dari belakang pasukan berkuda
yang ganas, tetapi sangat dingin dalam pembantaian ini, melesat
714 ke atas ribuan anak-anak panah berapi yang hanya membawa
maut kepada lawan ketika turun kembali.
Sepanjang garis pengepungan yang mengelilingi Kotaraja Chang'an semakin banyak tenda-tenda yang terbakar dan apinya
menyala-nyala menerangi langit tanpa rembulan. Tidak cukup
tenda, para penyusup tanpa kuda berkelebat di celah pertempuran
membawa api dengan tugas membakar tenda-tenda besar yang
menjadi barak tentara. Pada saat yang sama, para penyusup
berilmu silat tingkat tinggi berkelebat pula dengan tugas tersendiri,
yakni membunuh para perwira. Siasat ini dapat kuketahui karena
teramati berlangsung pada jarak yang paling dekat.
Dikerjakan secara mendadak, tetapi dengan sengaja tidak
serentak, garis pengepungan itu terkacaukan ketika pasukan
pemberontak yang berada pada titik-titik tak diserang segera
membantu yang sedang diserang, mengakibatkan terjadinya
ruang-ruang kosong sepanjang garis pengepungan, yang segera
menjadi pintu masuk penyerangan baru!
SEJAK hari pertama pengepungan pada pertengahan bulan Jyesta
tahun 797 1, lebih dari tiga bulan yang lalu, sebenarnyalah
Maharaja Dezong tidak tinggal diam. Diutusnya sejumlah anggota
pengawal raja yang mengikutinya agar menghubungi para
715 panglima pasukan penjaga perbatasan, baik yang berada di
perbatasan Kerajaan Tibet maupun di wilayah yang berbatasan
dengan suku-suku Uighur di utara. Para panglima dari wilayahwilayah tersebut harus bertemu lebih dahulu untuk menentukan
pasukan manakah yang bisa ditarik untuk membebaskan
Chang'an, berdasarkan genting dan tidaknya keadaan di
perbatasan. Dalam pertemuan para panglima ternyata dipertimbangkan bahwa
pasukan penjaga perbatasan yang mana pun dari kedua wilayah
tersebut tidak ditarik ke kotaraja, meskipun hanya separonya,
karena pengurangan yang besar akan tampak jelas dalam
pengamatan, dan lebih besar kemungkinannya untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh pihak lawan. Selama ini
pun, demikian pertimbangan para panglima, perjanjian perbatasan
sering dilanggar oleh pihak lawan setiap kali terdapat kesempatan,
sehingga penarikan pasukan secara besar-besaran sangat
mungkin bukan hanya berakibat pelanggaran, melainkan penyerbuan besar pula sampai ke Chang'an.
Betapapun Chang'an harus diselamatkan, sehingga diputuskan
untuk mengirim pasukan penjaga perbatasan cadangan yang
selama ini ditempatkan di ujung paling barat dari perbentengan
Tembok Besar, yakni dari Jiayuguan yang terletak di wilayah
716 Longyu. Dengan demikian bantuan yang dikirim ini bukan hanya
cukup besar, tetapi juga sangat terlatih, mengingat medan sekitar
Jiayuguan yang berat. Hanya saja Jiayuguan sekarang tidak
berada dalam keadaan genting, sehingga setidaknya tiga
perempat bagian di antaranya bisa diberangkatkan.
Cuaca buruk dalam perjalanan yang sangat jauh dari Longyu ke
Huainan 2, tempat Kotaraja Chang'an berada, memang memperlambat tibanya pasukan, tetapi juga menguntungkan
karena ketika mereka tiba pada awal bulan Bhadrapada tahun 798,
dan tidak menunggu waktu lama untuk menyerang, balatentara
Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang itu sudah cukup lelah jiwa
maupun raganya. Jika pertempuran dapat menjadi saluran bagi
segala persoalan, pengepungan adalah kemampuan menahan
dan mengelola segala persoalan dalam waktu panjang. Maka
meskipun hari-hari pertempuran hanya berlangsung pada awal
pengepungan kota, pengepungan itu sendiri tidak kalah beratnya.
Jumlah pasukan resmi Negeri Atap Langit hanya sepertiga
balatentara pengepung, yang setelah ditinggalkan berbagai
kelompok yang pulang ke tempat asal masing-masing, mungkin
hanya tinggal sekitar 80.000 saja. Namun tentara pasukan


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemerintahan Wangsa Tang yang tidak sampai 25.000 orang ini
adalah pasukan tempur, bukan petani maupun penjahat kambuhan
717 atau sekadar orang-orang sakit hati yang dilatih sebentar sebelum
berangkat melakukan pemberontakan. Demikianlah kata pemberontakan mungkin terdengar sebagai gagasan yang gagah,
tetapi bertempur itu adalah tindakan yang bisa bertentangan
dengan gagasan. Sun Tzu berkata: aturannya adalah jangan mengepung kota bertembok jika dapat dihindari
persiapan mantel, kubu bergerak, dan berbagai peralatan perang
perlu waktu tiga bulan menumpuk gundukan tanah pada tembok
butuh tiga bulan lagi 3 Apakah yang dikehendaki Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang jika
diketahuinya betapa pengepungan ini tidak dapat meruntuhkan
pertahanan Chang'an" Aku masih berada di atas tembok ketika
kusaksikan pasukan pemberontak yang bagaikan berada pada
akhir tenaganya, terus-menerus terbantai dan terdesak sampai
mendekati tembok. 718 Panah Wangi menggamitku. Kami harus berpindah tempat ketika
pasukan pertahanan mulai memenuhi tembok, tampaknya
perkembangan di luar tembok itu dengan cepat telah ditanggapi.
Para pemanah berderet mengisi setiap celah pada benteng,
menarik busur mereka dan membidik. Pada saat punggung
pasukan pemberontak yang terus mundur itu mencapai jarak bidik,
anak panah masing-masing pasti segera berlesatan menuju
sasaran. Namun sebelum itu terjadi, aku sudah berkelebat dan
tidak berada di tempat itu lagi.
BERSAMA Panah Wangi yang dengan ilmu meringankan
tubuhnya mampu berlari lebih cepat dari kecepatan anak
panahnya sendiri, aku mengelilingi tembok benteng yang
melindungi empat sisi Chang'an, dan menyaksikan betapa dalam
luasnya kekelaman malam, deretan api bencana dari tenda-tenda
yang terbakar tiada lebih dan tiada kurang hanyalah tampil sebagai
keindahan. Namun betapa semunya keindahan bagi mata yang
memandang itu, jika kobaran api hanyalah menerangi petaka
kemanusiaan bernama perang, tempat segala kecerdasan dalam
siasat dan tipu daya dipersembahkan bagi pemusnahan.
Kemudian bukan hanya tenda-tenda, tetapi segala peralatan yang
semula dimaksudkan untuk menembus pertahanan Chang'an,
seperti pelontar bola-bola peledak, gerobak balok-balok kayu
719 penghancur gerbang, dan tangga-tangga beroda dengan panggung di atasnya yang tidak pernah dipergunakan lagi, karena
selalu gagal mendekati tembok kota juga dibakar, menjadi oborobor raksasa yang menerangi angkasa. Maka bukan hanya
pelontarnya, tetapi juga sisa bola-bola peledak segera dimusnahkan dengan cara meledakkannya. Demikianlah langit
menjadi terang benderang oleh berbagai ledakan di segala
penjuru, bola-bola api beterbangan dan meledak di langit malam
menjadi kembang api. Dalam permainan cahaya pesta raya, maut bertebaran bagaikan
peserta riang gembira, memperlihatkan pemandangan perang
yang begitu purba dengan iringan tambur-tambur raksasa, yang
ketika ditabuh sekuat tenaga dalam kegelapan malam bagai
membahana dari langit adanya Bendera-bendera yang seperti
sengaja dibuat jauh lebih besar ukurannya menyibak langit, dari
segala arah menuju ke segala arah, bagai digerakkan tangantangan raksasa, menggetarkan siapa pun yang berada di
bawahnya. Nyawa, yang kali ini kembali dibanting harganya, dapat
dipastikan terlalu banyak yang membubung ke udara bersama
percik-percik api pembakaran dan segala ledakan, sebelum disapu
angin dingin dari utara. 720 Pasukan berkuda melaju dari tenda ke tenda dan membakarnya
dalam serangan pertama, disusul pasukan jalan kaki berlari
bagaikan banjir bandang yang menenggelamkan segalanya, ketika
semua orang yang berlarian keluar tenda dengan setengah tertidur
ditewaskan segera tanpa harus ditanya apakah sudah siap
kehilangan nyawa. Darah semburat karena sabetan pedang, tubuh
terdorong tombak sampai menancap pada uang yang sudah
menyala, kepala berubah bentuk karena ditimpa gada berat sekuat
tenaga, kuda yang meringkik sambil mengangkat kaki tinggi-tinggi
dengan penunggang yang melecut-lecutkan cambuk berduri,
segala usaha pemusnahan yang begitu menyakitkannya sehingga
hanya kemadanian yang menjadi jalan pembebasan.
Laozi berkata: Dao tak pernah menjalankan; tapi melaluinya segala sesuatu terselesaikan. 1
Dari tembok sisi barat bagian selatan kami telah melesat ke
Gerbang Yanping dan segera berkelebat lagi ke Gerbang
Jinguang, tetapi di mana pun pemandangannya masih sama, yakni
raungan kemalangan dan ketegaan penuntasannya. Para 721 pemberontak yang meskipun mengenal pimpinan dan bawahan,
tetapi tidak menunjukkannya dalam busana maupun tanda
kepangkatan, berhadapan dengan tentara berseragam yang
penuh keyakinan tampak dalam kedudukan serbakasihan. Busana
mereka yang telah semakin kumal setelah memasuki bulan
keempat pengepungan, membuat pasukan pemberontak yang tak
seorang pun pernah bersua dengan Yang Mulia Paduka BayangBayang itu tampak mengenaskan.
Mereka yang berasal dari dunia persilatan maupun perkumpulan
rahasia, memiliki kemampuan dan kemungkinan terbesar untuk
menyelamatkan diri dan lolos dari air bah kematian ini, bahkan
kami dapat melihat bagaimana mereka dapat melenting dan
berkelebat, dan pada gilirannya membalas pula. Kami saksikan
misalnya suatu bayangan yang melenting-lenting di atas kepala
para prajurit yang sedang bertempur, dengan gerakan terindah
bagaikan penari, tetapi yang setiap kali tangannya mengibas,
melesatlah jarum-jarum beracun yang menebarkan maut ke segala
penjuru. Bahkan para perwira pasukan pemerintah yang berloncatan
mengepungnya, dalam satu jurus pun sudah tewas semua.
Benarkah tiada lawan yang mungkin baginya" Kemudian kami
saksikan betapa orang-orang persilatan ini, dari golongan putih
722 maupun golongan hitam, semakin banyak berkelebat tanpa
tandingan di tengah gemuruh pertempuran.
Pendekar Panah Wangi melirikku, dalam cahaya api dari medan
pertempuran di luar tembok benteng, baru kusadari betapa
perempuan pendekar ini cantiknya sungguh tiada terperi. Namun
kukira perempuan pendekar ini melirikku hanya dalam satu arti,
yakni suatu pertanyaan apakah kami perlu turun tangan
menghalangi pembantaian orang-orang persilatan terhadap para
prajurit kerajaan ini. PENDEKAR Panah Wangi sudah mengambil anak panah dari
sarung di punggungnya, memasangnya pada busur, tetapi belum
mulai membidik. Itu berarti perempuan pendekar tersebut telah
mengambil keputusan untuk dirinya, tetapi masih ingin mengetahui
apakah aku akan bertindak atau tidak.
"Apakah kiranya yang masih meragukan bagi Pendekar Tanpa
Nama" Apakah pembantaian tanpa belas itu tidak cukup
meyakinkannya?" Barangkali aku berpikir terlalu banyak di tengah peperangan
seperti ini, tetapi diriku tidak bisa menghindarinya. Betapapun
sebetulnya aku berpikir cepat sekali di tengah kekalutan ini.
723 Kenyataan bahwa terdapat para pendekar golongan putih maupun
orang-orang golongan hitam di dalam pasukan Yang Mulia Paduka
Bayang-Bayang membuatku merasa harus memahami tujuan
pengepungan. Ketika sebuah pengepungan bertahan lebih dari
tiga bulan, harus dikatakan merupakan suatu pencapaian, yang
terutama diakibatkan oleh tujuannya.
Apakah tujuannya" Itulah persoalannya. Kepada golongan putih
dikatakannya segala sesuatu yang akan disetujui oleh seorang
pendekar, dan itu mungkin perlawanan atas penindasan umum
terhadap keluarga besar Yang Guifei. Kesayangan Maharaja
Daizong yang turun takhta tahun 779 itu sangat dibenci, karena
sepupunya Perdana Menteri Yang Guozhong menempatkan
anggota keluarganya di berbagai kedudukan dalam pemerintahan.
Sedangkan, kepada golongan hitam tentulah dijanjikannya apa
pun yang memenuhi kepentingan mereka, dan dugaanku adalah
sesuatu yang berhubungan dengan harta benda, atau senjata
mestika. Ini belum menjelaskan tujuan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang,
yang menjadi semakin tidak jelas dengan pengepungan sangat
lama itu. 724 "Jika kamu masih ragu, aku tidak akan memaksamu," kata Panah
Wangi sambil membidik, "tetapi diriku tidak bisa menundanya lebih
lama lagi." Lantas anak panahnya pun meluncur dengan kecepatan pikiran,
seperti yang pernah kuduga, karena hanya dengan menentukan
sasarannya saja, maka anak panahnya akan melesat dan
menancap pada sasarannya itu.
Namun sebelum anak panah itu mengenai sasaran, sepasang
pedang panjang melengkung telah membuat dua garis merah
saling menyilang pada dada sasarannya itu, sehingga ketika anak
panah itu menancap, aku sudah menghabisi tiga sosok golongan
hitam lainnya. Zhuangzi berkata: manusia tidak melihat air mengalir sebagai cermin
tetapi pada air yang diam;
hanyalah air diam dapat menahan
dan membuat semuanya menetap 1
725 Pertempuran berkecamuk di segenap empat sisi benteng
Chang'an. Pengepungan itu sudah koyak-moyak, karena dengan
jumlah 25.000 berbanding 80.000 orang, pasukan pemerintah
berhasil memancing yang 55.000 orang ikut menyerbu titik-titik
serangan mendadak itu. Terbagi dalam satuan-satuan yang lebih
kecil, tetap saja jumlah setiap satuannya pada setiap titik serangan
masih besar, sehingga gelombang serbuan masih saja menggentarkan. Jumlah pasukan pemberontak yang lebih dari tiga
kali besarnya tidak berarti banyak, dalam serangan mendadak
seperti ini satu prajurit kerajaan bisa dengan segera membunuh
lima orang dari pasukan pemberontak yang baru saja bangun tidur.
Namun kesempatan seperti itu tidak berlangsung lama, bahkan
ketika orang-orang persilatan mulai bergerak, sekali kibas jarumjarum beracun golongan hitam yang tersebar bisa langsung
menerbangkan seratus nyawa. Jika keadaan seperti itu berlangsung terus, tidak mustahil kedudukan pasukan pemerintah
yang sekarang ini masih di atas angin bisa berbalik. Kiranya
pertimbangan semacam itulah yang membuat ribuan anak panah
kini melesat dari atas benteng menuju punggung pasukan
pemberontak yang masih terus didesak mundur. Bahkan tampak
seperti diandaikan belum cukup, gerbang-gerbang kota pada
empat sisi serentak terbuka dan mengalirlah pasukan berkuda
726 yang selama ini menjaga kota, dengan dendam menumpuk lebih
dari tiga bulan lamanya, demi penuntasan kerja dengan segera.
Pedang membabat tengkuk, tombak menusuk perut, kelewang
memapas kaki kuda, bandul besi menjirat leher penunggangnya,
panah-panah menancap di jantung, kapak terayun membelah
kepala, cambuk berduri menghancurkan mata, sementara api terus
berkobar dan ledakan masih terdengar di mana-mana. Di tengah
pertempuran besar yang berkecamuk diriku dan Panah Wangi
melesat, berkelebat, dan melenting-lenting dalam pertarungan
menghadapi orang-orang dari dunia persilatan agar mereka tidak
terus berpesta mencabuti beratus-ratus nyawa seperti sabit
membabat rerumputan. Dengan sepasang pedang panjang melengkung kumainkan Jurus
Dua Pedang Menulis Kematian, sehingga tidak seorang pun lawan
yang kutewaskan mengalami penderitaan. Mereka yang baik
melayang ke surga, mereka yang jahat jatuh ke neraka, tetapi
dalam perkara ini tentu diriku tak bisa campur tangan.
"Heheheheheh! Menewaskan tanpa rasa kesakitan," kudengar
suara dari arah belakang, "baik hati benar, Harimau Perang?"
727 AKU sengaja tidak membalikkan badan, karena tahu itulah suatu
jebakan. Membalikkan badan bukanlah kuda-kuda atau jurus
tertentu, bahkan Jurus Penjerat Naga pun, yang seluruh jurusnya


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak seperti jurus, tidak menyediakan pembalikan badan tanpa
pertahanan seperti itu. Sebaliknya, jika aku dapat membuatnya
menyerangku dalam keadaan memunggunginya seperti ini, maka
saat itulah dia masuk ke dalam jebakan Jurus Penjerat Naga.
Langit begitu hitam sehingga penerangan dari api segala
pembakaran dan berbagai ledakan sangat besar artinya. Aku tidak
bergerak dan dia pun tidak bergerak. Aku tahu kami sudah
langsung memasuki tingkat pertarungan tertinggi, pertarungan
tingkat naga. Tiadalah diriku akan mengira betapa kujalani
pertarungan tingkat tertinggi ini di sini, nun jauh di Negeri Atap
Langit, bukan di puncak gunung pada terang bulan nan sunyi,
tetapi di tengah hiruk-pikuk pengesahan kebiadaban purba pada
bulan mati. Jurus Penjerat Naga dipelajari Sepasang Naga dari Celah Kledung
yang mengasuhku sebagai kesiapan jika bentrok dengan lawan
bertingkat naga. Di seluruh Yavabhumipala hanya terdapat
sembilan pendekar tingkat naga, dan semuanya tergabung dalam
Pahoman Sembilan Naga yang bertugas menjaga keseimbangan
dunia persilatan. Sepasang Naga dari Celah Kledung pernah
728 diminta menjadi naga kesepuluh, tetapi menolaknya. Semenjak
itulah keduanya mempersiapkan Jurus Penjerat Naga dan
mewariskan kitab Jurus Penjerat Naga yang ditulis Pendekar Satu
Jurus lebih dari 100 tahun sebelumnya.
Aku mempelajari Jurus Penjerat Naga dengan cara yang aneh,
yakni dalam bimbingan seorang bhiksu tua yang terus-menerus
menyerang dengan cara tertentu sebelum menghilang. Baru
kusadari kemudian betapa itu tiada lebih dan tiada kurang
merupakan cara pengenalan jurus maupun latihannya, yang
kemudian dalam kesendirian di sebuah bangsal dapat kuperdalam.
Belum pernah kuhadapi seorang pendekar tingkat naga sebelumnya, tetapi Naga Hitam melalui kaki-tangannya bahkan
sampai Chang'an masih terus-menerus mengejarku.
Kini kuhadapi seorang pendekar setingkat itu. Aku memegang
kedua pedang panjang melengkung yang masih bersimbah darah
orang-orang golongan hitam. Namun aku mempunyai perasaan
bahwa orang ini dari golongan putih, bahkan suaranya seperti
menyatakan betapa seluruh rambutnya pun sudah memutih.
Apakah aku harus membunuh seorang tua berambut putih dari
golongan putih" Betapapun, saat itu dan di situ, setelah diingatkan
Panah Wangi, aku tidak mau mati terbunuh.
729 Mengzi berkata: kata-kata orang besar tidak wajib dipercaya
begitupun tindakannya yang jelas lurusnya;
tetapi ia melakukan kebenaran terbutuhkan;
pertimbangan sesuai keadaan 1
Sudah berapa lama kami berdiri seperti itu di tengah pertempuran
yang setiap saat makin menggila" Aku masih memunggunginya
dan siapa pun dia masih menatap punggungku. Jika aku berbalik
maka itu berarti memasuki kedudukan terlemahku, dan dalam
pertarungan tingkat naga setiap unsur terkecil dari kesalahan
langsung berarti kematian.
Kedudukan orang itulah yang justru sudah terkunci. Jika
menyerang artinya ia sudah masuk perangkap Jurus Penjerat
Naga. Jika ia berbalik dan pergi maka saat itulah pertahanannya
terbuka dan kematiannya tiba. Tidak ada yang bisa kulakukan dan
tidak ada pula yang bisa dilakukannya, selain menunggu diriku
berbalik dan menyerangnya, sehingga pertahananku terbuka, yang
karenanya tidak akan pernah kulakukan pula.
730 Ruang dan waktu kami memisahkan diri meski kami tak pernah
pergi dari medan pertempuran ini. Kami seperti berdiri di tengah
sungai besar yang arusnya deras sekali, sehingga dunia terasa
berputar mengitari meski yang mengelilingi kami adalah pertempuran itu sendiri. Perhatian kami terpusatkan dengan
sangat tinggi. Di tengah pertempuran artinya pasukan kedua belah
pihak juga saling membunuh di antara kedudukan kami, dan kami
tetap mematung saling menunggu tanpa peduli, karena sedikit saja
lengah hanyalah berarti kematian salah satu dari kami.
Kudengar suara tambur tapi tak kudengar suara tambur, kulihat api
berkobar tapi tak kulihat api berkobar, kudengar jerit kesakitan dan
raung kebuasan tetapi tak kudengar jerit kesakitan dan raung
kebuasan ditingkah ringkik kuda yang mengangkat kaki setinggitingginya di depan mata. Kami berada di sana tetapi tampak seperti
tidak berada di sana, seolah-olah kami berada di sana padahal
tidak berada di sana. Kami berada di dunia persilatan yang
meskipun berpijak di bumi memiliki ruang dan waktu kami sendiri.
Pertempuran berkecamuk dengan sengit dan kami berada di
tengah-tengahnya, masih berdiri saling menanti dengan kewaspadaan yang sangat tinggi, karena hanya kelengahan
sesaat akan berakibat kematian.
731 PASUKAN kaum pemberontak telah terdesak untuk terus-menerus
mundur dengan punggung mendekati tembok kota, tempat para
pemanah jitu dari atas tembok memilih sasaran terbaik dengan
penuh rasa dendam, karena pengepungan tiga bulan lebih yang
telah mengakibatkan banyak penderitaan. Munculnya pasukan
penjaga perbatasan yang didatangkan dari Benteng Jiayuguan di
wilayah Longyu dari balik kegelapan malam menjadi serangan
mendadak yang mengejutkan. Jumlah balatentara yang 80.000
orang dengan cepat berkurang oleh serangan 25.000 pasukan
tempur terlatih yang tugas se?umur hidupnya hanyalah berperang.
Para pemberontak yang semula mengepung Kotaraja Chang'an
de?ngan pagar betis dari enam pen-juru yang teracu kepada
penggambar?an mandala I Ching, kini berganti terkepung oleh
serangan malam penuh siasat yang dalam waktu singkat telah
membakar segenap tenda, peralatan, dan kendaraan penggempur
gerbang yang nyaris teronggok tak pernah digunakan. Pasukan
penjaga perbatasan dari luar kota menyerbu dari empat penjuru,
diiringi dentam tambur yang digemakan langit, dan pembakaran
bola-bola peledak yang menimbulkan kembang api di angkasa
malam. Suatu gebrakan yang segera berlanjut dengan pembantaian. 732 Dalam keterkejutan, kepanikan, dan kelelahan, pasukan pemberontak yang pertahanannya tak pernah ditembus seorang
penyusup pun, kali ini terkacaukan. Belum habis penataan dalam
gerak mundur untuk membalas serangan, pintu-pintu gerbang
raksasa tembok benteng mendadak terbuka, memuntahkan
pasukan berkuda yang sudah lama sekali menunggu kesempatan
untuk melancarkan serangan balasan.
"Bunuh! Bunuh! Bunuh!"
Dalam semangat pembantaian yang dilawan dengan kenekatan
mempertahankan hidup, aku masih berdiri memunggungi lawan
yang mengira diriku adalah Harimau Perang. Aku memang
memasang Jurus Penjerat Naga yang membuat diriku harus
menunggu dan menunggu, tetapi karena memunggungi dan tidak
bisa melihatnya sama sekali maka kupasang Ilmu Mendengar
Semut Berbisik di Dalam Liang, sehingga yang tersampaikan oleh
suara tergambarkan dalam keterpejaman mata.
Semula agak sulit mencarinya dalam kecamuk pertempuran ribuan
manusia di sekitar dan di antara kami berdua, tetapi kemudian
terdapat satu sosok yang sama sekali tidak bergerak. Ilmu
pendengaran ini memperlihatkan sosok dalam keterpejaman mata,
hanya sebagai garis kuning kehijauan pembentuk sosok itu. Di
733 antara semua garis yang bergerak memang hanya dia yang berdiri
mematung. Segalanya diam dari sosoknya yang memegang
senjata toya itu, kecuali rambut pada kepala yang tak mengenakan
fu tou melambai-lambai tertiup angin. Melihat rambutnya yang
panjang tetapi jarang itu, kuduga ia seorang tua, sesuai dengan
tingkat ilmu silatnya pada tingkat naga. Bagaimana ia sampai ke
medan pertumpahan darah ini"
Pertarungan di sekitar kami masih mengharu-biru, lautan
pertempuran bergelombang pada empat sisi tembok benteng
Chang'an. Mayat sudah bergeletakan di mana-mana dengan
tombak, panah, kelewang, dan berbagai senjata lain menancap
tegak maupun agak miring di atas tubuhnya. Di antara mayatmayat itu, mereka yang terluka terdengar menyuarakan rintihan
atas kesakitan tak tertahankan, sebelum terinjak kaki-kaki kuda
yang melaju dan berlalu, untuk diganti injakan pasukan berjalan
kaki yang mencari-cari lawan.
Dalam semalam segalanya langsung berubah. Menang atau kalah
mereka yang semula hidup kini banyak yang mati, mereka yang
masih hidup mungkin pula kehilangan tangan atau kaki, dan yang
kemarin merdeka kini tawanan yang harus diikat pada tangan
maupun kaki. Di sana-sini masih terlihat perlawanan, tetapi lebih
banyak lagi yang melarikan diri. Kadang terlihat satu orang yang
734 busananya bersimbah darah dan memegang pedang yang juga
merah karena darah, dikepung sepuluh sampai duabelas orang
dengan senjata yang ditimang-timang.
Angin dingin berembus kencang membawa pergi sisa-sisa asap
kebakaran. Langit mulai menampakkan warna pagi, tetapi manusia
bagaikan telah sampai kepada akhir kemanusiaannya. Apakah aku
dan orang tua itu merupakan perkecualian" Aku belum bisa
mengakui maupun membela diri karena pertarungan kami belum
berakhir, bahkan sebetulnya seperti sama sekali belum dimulai!
Pertempuran sudah selesai. Kami masih berdiri dalam suatu jarak
tanpa bergerak sama sekali. Aku masih memunggunginya sambil
memegang kedua pedang panjang melengkung, yang telah
membuat pendekar tingkat naga itu mengira -seperti yang
kuinginkan- bahwa diriku adalah Harimau Perang...
Kong Fuzi berkata: manusia yang mencintai kebenaran
lebih baik daripada yang mengetahuinya,
manusia yang mendapat kebahagiaan di dalamnya
lebih baik daripada yang mencintai kebenaran itu
735 APAKAH yang dipikirkan orang awam mengenai dunia persilatan"
Mereka tentu mendengar, dari kedai ke kedai, bagaimana seorang
pendekar diceritakan kedahsyatannya bagaikan sebuah dongeng.
Para pendekar berkelebat, bergerak lebih cepat dari pikiran,
sehingga pertarungannya tidak dapat dilihat oleh mata orang
biasa. Hanya angin yang berkesiur, demikian selalu disebutkan,
lantas tinggal lawan-lawannya yang tergeletak sebagai mayat
dengan darah mengalir membasahi bumi...
Pada saat itu, sang pendekar sudah berkelebat entah ke mana.
Tidak dapat bertanggung jawab, mengapa setiap pertarungan
yang tidak dapat disaksikan mata awam itu harus berakhir dengan
tumpahnya darah, tanpa salah seorangnya melakukan kejahatan
sama sekali. Kadang aku juga mendengar kisah semacam itu dari kedai ke
kedai, dengan seorang pencerita yang sangat memikat dan
menghibur, begitu rupa menghiburnya sehingga tidak dapat
kupisahkan, apakah para pendengarnya terpesona karena apa
yang diceritakannya ataukah karena cara berceritanya itu sendiri.
Aku seringkali tidak bisa mengerti, bagaimana seseorang bisa
bercerita secara rinci tentang sesuatu yang diakui tak diketahuinya.
Pertarungan antarpendekar, yang tidak dapat dilihat mata awam
736 seperti dirinya, bisa diceritakan kembali sampai gerakan yang
terkecil. Masih ditambah dengan segenap latar belakang mengapa
pertarungan itu sampai terjadi. Apakah dia sendiri berasal dari
dunia persilatan, ataukah hanya juru dongeng belaka"
Maka aku pun tidak dapat mengetahui, apakah yang dipikirkan
para prajurit dan para petugas yang mengumpulkan mayat-mayat
dengan gerobak, yang lalu lalang di medan pertempuran pada pagi
yang muram ini, menyaksikan aku dan lawanku berdiri mematung
tanpa gerak sama sekali. Siapa pun yang bergerak, dia hanya
bergerak untuk menyerang, tetapi bagi pemegang Jurus Penjerat
Naga, siapa pun yang menyerang pertahanannya sudah terbuka.
Aku tidak menyerangnya dan dia tidak menyerangku, tetapi
kewaspadaan kami sungguh terjaga. Jika ia menyerang, baru
mulai bergerak ia langsung kutewaskan dalam sekejap mata. Jika
aku menyerang, berarti aku melepaskan Jurus Penjerat Naga, dan
menghadapi seorang pendekar tingkat naga tanpa jurus itu tiada
jaminan aku dapat mengalahkannya.
Aku menunggu dia menyerang, dia menunggu aku menyerang.
Bahkan tanpa Jurus Penjerat Naga pun setiap pendekar
mengetahui betapa dalam setiap serangan terbuka kelemahan.
Itulah yang membuat orang tua berambut putih ini menunggu.
737 Sampai kapan ia menunggu, itulah pertarungan yang sedang
berlangsung dengan berdiri mematung ini.
Semula cukup banyak orang berkerumun memperhatikan kami.
Mereka yang pernah mendengar cerita tentang dunia persilatan,
mungkin menghubung-hubungkan apa yang mereka saksikan
dengan cerita yang pernah mereka dengar, dan untuk sejenak
seperti berharap betapa sesuatu akan terjadi. Namun, sebagian


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

besar masih tercekam oleh akhir pertempuran, yang meski berarti
pembebasan, tetap memberikan pemandangan yang menyedihkan. Saat matahari sudah tinggi, tidak ada lagi yang
bahkan sekadar ingin tahu apa yang terjadi.
Dari dalam kota orang-orang mengalir dengan gerobak maupun
tandu-tandu untuk mengangkut mayat-mayat atau orang-orang
yang terluka. Mereka bahkan juga bekerja di sekitar kami, sehingga
pada akhir hari tempat itu sudah bersih dari mayat-mayat
bergelimpangan, maupun orang-orang terluka yang merintih
sepanjang malam sampai tak mampu bersuara lagi.
Namun apabila ada orang yang tanpa penghormatan seperti akan
bermain-main dengan kedudukan kami yang mematung ini, seperti
akan menyentuh pedang yang kupegang dengan ujung pedangnya, atau bahkan menarik-narik rambut putih orang tua itu,
738 maka akan menancaplah sebatang anak panah tepat pada dahi,
yang akan membuatnya mati saat masih berdiri.
Ketika malam tiba di sekitar kami hanyalah sepi, bukan sekadar
karena angin dingin dan ketiadaan gerak bukanlah paduan
menarik untuk menguji daya tahan tubuh dan hati, tetapi juga
karena banyak yang dianggap lebih layak diambil peduli. Dari arah
utara terdengar suara tambur dan bunyi-bunyian menyambut
kedatangan maharaja, yang memasuki Istana Daming melewati
Gerbang Chong Xuan atau Gerbang Hitam Ganda. Nada-nadanya
lebih terdengar prihatin daripada gembira.
Segalanya gelap di sekitar kami. Sampai berapa lama kami akan
mematung dan saling menunggu seperti ini" Ruang dan waktu
kami seperti memisahkan diri dari ruang dan waktu bumi. Dataran
hilang, langit hilang, hanya tinggal kami. Aku memunggungi
dengan pemusatan perhatian yang lebih dari tinggi. Kulepaskan
diri dari diriku dan terus mengawasi.
Betapapun aku bahkan belum pernah melihat wajahnya. Kapan dia
menyerang. Kapan dia menyerang. Kapan dia menyerang. Pada
saat dia menyerang pada saat itu pula sepasang pedang panjang
melengkung ini akan membabat putus lehernya.
739 Malam berganti pagi. Gelap berganti terang.
Tiga hari tiga malam kami bergeming.
Pada hari keempat aku yang masih memunggunginya mendengar
ia jatuh terguling. ANGIN lebih dingin lagi memasuki bulan Asuji tahun 798. Para
panglima pasukan pemberontak yang tertangkap telah dihukum
pancung. Mereka berjumlah delapan orang, sesuai dengan tata
penyerangan yang teracu kepada mandala I Ching. Masingmasing dari kepala para panglima itu digantungkan di tujuh
gerbang kota. Satu yang tersisa digantungkan di Pasar Barat.
Kepala panglima yang digantung di Pasar Barat itu kukenali
sebagai salah satu panglima dari perbatasan, yang perbincangannya tanpa sengaja kucuri dengar di semak-semak
dekat Balai Zi Chen atau Balai Peraduan Merah, ketika bersama
Yan Zi Si Walet dan Kipas Sakti menyusup ke Istana Daming.
Perempuan yang bercakap-cakap dan minum arak bersamanya
waktu itu pernah kulihat berada di antara kerumunan orang-orang
yang menonton dan betapa wajahnya bersimbah air mata.
Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang dinyatakan sebagai buron,
tetapi selain tiada gambar yang bisa dipasang, aku pun tahu
740 mencari manusia antara ada dan tiada ini nyaris sama dengan
kemustahilan. Sebulan setelah pengepungan usai Kotaraja Chang'an belum pulih
seperti semula. Keceriaan dan berbagai macam pesta raya
memang seperti telah kembali, tetapi pengalaman selama
pengepungan dan pertempuran terakhir dengan sangat banyak
korban menjadi kenangan yang memberi tekanan kepada
perasaan. Tidak banyak yang dikatakan tentang pengepungan dan
pertempuran, tetapi perasaan tidak aman bagai terus membayang.
Betapapun keamanan di dalam kota memang tidak pernah sama
lagi, ketika muncul banyak orang yang tidak jelas apakah sekadar
pengembara atau pedagang yang lewat. Jika kafilah para
pedagang asing memang melapor dan mendaftarkan diri,
kemudian menginap atau berdiam di tempat mereka bisa dilacak,
maka banyaklah di antara pasukan pemberontak yang melarikan
diri, ternyata tidak memilih pergi ke gunung atau ke hutan atau
kembali ke desa masing-masing, melainkan masuk ke dalam kota.
Chang'an yang sedang kacau ketika para Pengawal Burung Emas
lebih banyak dikerahkan membantu pertahanan kota memungkinkan terjadinya penyusupan besar-besaran untuk
membentuk jaringan. Namun para penjahat kambuhan yang
741 bergabung dengan pasukan pemberontak ketika memasuki kota
kembali menjadi penjahat kambuhan, yang kemudian akan selalu
berebut lahan dengan penjahat kambuhan lama, yang sebelum
pengepungan tidak dapat berbuat banyak dengan kehadiran
Pengawal Burung Emas. Bentrokan antara kedua golongan penjahat kambuhan ini tidak
mengurangi kejahatan yang terus merongrong kehidupan Chang'an. Jika sebelum pengepungan berlakunya jam malam
sangat ketat, dan karena itu justru siang hari di berbagai tempat
menjadi rawan, kini dengan perhatian yang terpecah, semula
membantu pertahanan kota kemudian memburu para penyusup,
kejahatan sehari-hari berlangsung.
Keadaan ini memberikan kepadaku kemungkinan berperan
sebagai Harimau Perang, sebagaimana lawan terakhirku itu
mengenaliku. Rasanya sudah lama dan terlalu lama aku
memburunya dan dia memburuku, dan aku tidak bisa dan tidak
perlu melepaskan urusan ini, karena tanpa sumpah apa pun
mendengar jawaban darinya atas pertanyaan terpenting, betapapun telah menjadi tujuan yang membawaku ke Chang'an ini.
"Tampaknya kamu memiliki hubungan pribadi dengan Panglima
Amrita," kata Panah Wangi, tanpa meminta suatu jawaban.
742 Aku tidak menjawab dan hanya menghela napas panjang.
Di Negeri Atap Langit terdapat pepatah: mencintai adalah mengingat
siapa yang tak terlupakan
tidaklah mati 1 Begitulah jika pada siang hari aku berlaku sebagai mata-mata yang
mencari keterangan tentang rencana kejahatan, pada malam hari
aku adalah pembasmi para penjahat itu. Pada siang hari aku
menyamar sebagai pengemis, atau bhikku pengembara bercaping
yang hidup dari sedekah, pada malam hari sengaja kuhadirkan
sosok diriku dalam citra Harimau Perang. Cukup sebagai
bayangan hitam yang berkelebat, dengan dua pedang panjang
melengkung, rambut lurus panjang, dan busana yang menonjolkan
kekekaran bahu, sehabis memapas dua atau tiga penjahat
sekaligus, diriku menghilang. Lantas sisa satu orang yang sengaja
kutinggalkan akan mendesis, "Harimau Perang..."
Aku tetap tinggal di wihara Buddha, di dalam petak yang terletak di
sudut barat daya Chang'an itu, penampungan orang asing yang
terjebak di Chang'an selama pengepungan, yang kini tidak terlalu
penuh sesak seperti sebelumnya. Jika berangkat aku mengenakan
743 caping sebagaimana orang awam dari pedalaman; jika pulang,
karena melewati jam malam, aku berkelebat melompati tembok
dan berjingkat tak terlihat agar tak mengundang pertanyaan.
Namun pada suatu malam, terlihatlah bayangan hitam yang
melipat tangan, mencegatku di wuwungan.
"HMMH ! Pendekar Tanpa Nama, yang selalu mengaku dirinya
tidak bernama, kini minta dirinya disebut Harimau Perang?"
Busananya serbahitam, ringkas seperti busana penyusupan, dan
ia menyoren dua pedang di punggungnya. Tampak meyakinkan
sebagai seorang pendekar, yang hidup hanya untuk mencapai
kesempurnaan dalam ilmu persilatan, tetapi ucapannya membuat
diriku berpikir bahwa ia seorang pembunuh bayaran.
"Aku tidak pernah mengaku bernama itu," kataku, "apakah kamu
yang lebih beruntung karena memiliki nama adalah juga orang
suruhannya?" Ia mendengus, bahkan meludah.
"Suruhan" Puih! Aku hanya mengambil sepundi uang emas untuk
pekerjaan semudah membalik tangan."
744 Jadi ia seorang pemburu hadiah, bukan pembunuh bayaran, yang
tetap akan membunuh jika tindakan itu memang diperlukan. Jika
pemburu hadiah bekerja sendirian, maka pembunuh bayaran
dapat bekerja sendirian atau juga bagian dari perkumpulan
rahasia, tetapi dalam ketiga kedudukan tersebut juga tidak berlaku
penyebutan nama-nama. "Tidak dapat kuharapkan juga penyebutan suatu nama, bukan?"
Ia mendengus lagi. "Hmmh! Apalah artinya sebuah nama."
Dingin sekali caranya mengucapkan itu, seperti mengucapkannya
kepada diri sendiri. "Kelompok Delapan Naga maupun Mata Merah katanya tak
berhasil mengambil kedua pedang itu darimu," katanya kemudian,
sambil mencabut kedua pedangnya, "Kamu pasti sangat tangguh."
Aku juga mencabut sepasang pedang panjang melengkung itu.
"Kedua pedang itu harus diambil sendiri," kataku, "tetapi kematian
mereka adalah pekerjaan Pendekar Panah Wangi."
745 "Panah Wangi" Heheheheh! Betina satu itu. Apakah dirimu sudah
ditidurinya juga"!"
Aku belum sempat menjawab, dan tak tahu apakah pertanyaannya
itu perlu dijawab ketika ia berkelebat menyerangku dengan dua
pedang jian, yang memang dibuat hanya untuk seni bermain
pedang, dan kemungkinan besar dibuat hanya untuk dirinya sendiri
saja, sehingga segala sesuatu tepat sesuai dengan kehendaknya
- dan pedang itu pun akan bergerak sesuai dengan hatinya. Ia
menginginkan menginginkan tertusuknya jantung, tertusuklah jantung; ia perut, terbabatlah perut; ia terbabatnya menginginkan terpenggalnya kepala, terpenggal pula kepala.
Di atas wuwungan, dalam kelamnya malam, aku melenting
setinggi-tingginya, hanya untuk turun kembali dan balas menyerang. Di atas wuwungan berlangsung pertarungan antara
dua pemain pedang yang masing-masing menggunakan sepasang
pedang. Sampai beberapa saat lamanya belum jelas siapa di
antara kami berdua yang akan menang atau kalah.
Para guru ilmu silat di Shannan dan Jiangnan selalu berkata
kepada muridnya: Maju dengan kecepatan angin,
746 mundur setelah tindakan keras.
Maju lagi sepanjang tubuh,
jangan ragukan sedikit tekanan.
Ajukan telapak tangan, ketika napas dihembuskan,
demi kemangkusan diikuti teriakan.
Seperti naga bergerak ke sini dan ke sana,
menang atau kalah adalah soal keadaan. 1
Gerakan lawanku menunjuk keberasalannya dari Perguruan
Shaolin, seperti yang telah sangat kukenali dari ilmu pedang yang
dimainkan Yan Zi Si Walet. Apa yang berlaku sebagai petunjuk
untuk jurus-jurus tangan kosong sama berlakunya untuk ilmu
pedang, dan karena bertarung demi kepentingan rahasia dalam
kesunyian malam, segala hentakan tidak diikuti teriakan, melainkan sekadar napas yang dihembuskan, dengan jauh lebih


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keras. 747 Seperti pencapaian kebuddhaan, begitu pula penguasaan seni
pertarungan dapat diberi peringkat. Adapun lawanku tampaknya
telah mencapai peringkat tertinggi. Ketiga peringkat dalam ilmu
silat Perguruan Shaolin teracu kepada kemampuan memaduleburkan yang keras dan yang lembut. Pada tingkat pendekar, ilmu
silat yang dikuasainya tak lagi keras atau lembut, melainkan pada
saat bersamaan kedua-duanya.
Pada tingkat ini lawan tak dapat menduga gerakannya,
gerakannya di luar pelacakan; yang semula lentur mendadak
keras, dan ketika lawan terpukul atau tersabet pedang, ia tak tahu
dari mana serangan itu datang. Pada tingkat pendekar, seseorang
tampak halus dan lembut, tetapi kehalusan dan kelembutannya
ketika digunakan memberi hasil tindakan yang kuat dan keras.
Pada tingkat di bawahnya, seseorang tak mampu memadukan
yang keras dan yang lembut; pada tingkat di bawahnya lagi
seseorang hanya tahu yang keras, dan tidak ada seorang guru pun
dapat membenahinya 2 --pada tingkat pertama inilah seorang
penjahat kambuhan yang berkeliaran di dalam kota berada.
Lawanku jelas berada pada tingkat pendekar, tetapi ia bukan
seorang pendekar. Ia menggunakan ilmunya untuk memburu
hadiah, demi kepentingannya sendiri. Ilmunya yang tinggi bukan
saja tidak berguna bagi yang lemah dan tidak berdaya, karena ia
748 memenuhi permintaan apa saja, tetapi selama ada bayarannya.
Maka sungguh ketinggian ilmu silatnya menjadikan lawanku, yang
sangat piawai memainkan sepasang jian ini, sebagai orang
berbahaya! DI malam yang kelam, di atas wuwungan, dengan hanya bulan
sabit menghiasi langit, dan kecepatan pikiran yang tidak dapat
diikuti mata telanjang, pertarungan kami jelas tidak dapat diikuti
orang awam. Namun bagi yang cukup berilmu untuk mengikutinya,
kukira pertarungan kami dapat diikuti dengan pandangan seperti
menonton tarian. Permainan sepasang pedangnya indah, yang
menggugahku untuk mengimbanginya dengan keindahan pula,
yang sebetulnyalah masing-masing merupakan keindahan maut,
keindahan dengan tujuan mencabut nyawa!
Dengan segera kukenali betapa ilmu pedang yang digunakannya
adalah Ilmu Pedang Aliran Naga. Sejauh kukenali Ilmu Pedang
Mata Cahaya yang sering dimainkan Yan Zi, inilah rupanya yang
menjadi sumbernya! Aku bahkan tidak memerlukan Jurus
Bayangan Cermin karena sudah mengenalinya. Demikianlah aku
menangkis, menangkis, dan menangkis, tetapi kemudian maju
mendesaknya dengan ilmu pedang yang pertama kali kupelajari,
yakni Ilmu Pedang Cahaya Naga. Maka ia pun melenting,
melenting, dan melenting, sebelum menyerang kembali.
749 Pertarungan antara Ilmu Pedang Aliran Naga melawan Ilmu
Pedang Cahaya Naga ini, betapapun memperlihatkan Ilmu Pedang
Aliran Naga itulah yang menjadi sumber pengembangan Ilmu
Pedang Cahaya Naga. Adapun pengembangan terpenting adalah
kecepatannya yang menjadi kecepatan cahaya. Namun karena
sejak awal kami telah bergerak dengan kecepatan pikiran, maka
peningkatannya tak dapat dilihat mata awam, meski di atas
wuwungan ini, jika seseorang belum tidur dan mendengarkan,
sebetulnya cukup terdengar jelas juga suara kesiur angin dan
benturan logam. Aku tak ingin orang-orang yang tinggal di tempat penampungan ini
terbangun, apalagi jika kemudian mengenaliku. Meskipun mata
orang awam tidak akan dapat menyaksikan pertarungan dengan
kecepatan pikiran, aku tidak boleh gegabah mengandaikan semua
orang yang berada di tempat penampungan itu tidak berasal dari
dunia persilatan. Bukankah beberapa kali kukatakan, betapa
terbuka kemungkinan terdapatnya seorang mpu yang menyembunyikan dirinya sebagai pedagang biasa di pojok pasar
yang gelap dan berbau apak" Begitu dengan mpu, begitu pula
dengan seseorang bertingkat pendekar, yang meskipun menguasai ilmu silat sepenuhnya tidak berminat terlibat dengan
dunia persilatan itu sendiri.
750 Mozi berkata: saling mencintai secara semestawi
akan menguntungkan satu sama lain;
saling membenci secara semestawi
akan menyakiti satu sama lain.1
Maka kudesak ia agar menjauh dari tempat penampungan yang
menjadi tempat tinggal nyamanku selama ini. Sekali saja ada yang
mengenaliku dalam pertarungan di atas wuwungan, hilang sudah
ruang ketenangan yang sudah kudapati dan merupakan ruang
istirah selama ini. Mula-mula aku berhasil membuatnya melenting ke rumah abu
yang juga berada di dalam petak, tetapi belum lagi hinggap sudah
kuserang dia agar melenting dan melenting lagi, sampai ia
terpaksa menggunakan ilmu cicak, agar telapak kakinya yang
bersepatu dapat menempel pada dinding pagoda setinggi 330 kaki
itu. Dengan ilmu cicak yang sama aku terus menempel
pergerakannya. Dalam sekejap keempat pedang sudah saling
berbenturan seratus kali, meski belum satu kali pun kami saling
mengenai. Dari tingkat ke tingkat ia melenting ke atas dengan ilmu
751 meringankan tubuh yang tampak sangat tinggi, menjejak batas
setiap tingkat yang menonjol pada dinding pagoda.
Inilah pagoda yang sengaja didirikan untuk melawan daya yin yang
merugikan dari Danau Lekuk Ular di bagian barat kota. Dengan
masing-masing memegang dua pedang kami masih menarikan
ilmu pedang kami masing-masing, Ilmu Pedang Aliran Naga
melawan Ilmu Pedang Cahaya Naga, tempat jurus-jurus dengan
kecepatan pikiran ditandingi oleh jurus-jurus dengan kecepatan
cahaya. Setiap kali meningkat jurus yang kami mainkan, kami pun
naik berganti tingkat dan bertarung dengan tubuh miring, kaki
menempel dengan ilmu cicak, tetapi tetap lincah babat-membabat
dan tendang-menendang. Fajar merekah ketika 2.000 jurus sudah kami lampaui dan tiba di
puncak pagoda. Aku khawatir, para bhiksu yang melakukan
upacara naik dan berdoa di puncak pagoda akan dapat
menyaksikan pertarungan ini. Bukankah guru-guru Perguruan
Shaolin adalah para bhiksu pula"
PERTARUNGAN yang berlangsung lebih cepat dari cepat,
kuhayati lebih lambat dari lambat, ketika bahkan kedipan mata
lamanya berabad-abad, dan aku bisa menulis sebuah kitab dengan
gerakan pedang sampai tamat.
752 Aku mengguratkan aksara dengan pedang ketika menyerangnya,
menjadi kata-kata yang menentukan nasib, tetapi lawanku
menangkisnya dengan gerakan pedang pembentuk aksara pula,
menjadi kata-kata untuk menolak penentuan nasibnya.
Ilmu pedangnya jelas tidak dapat dipandang sebelah mata. Aksara
dari masa Maharani Wu Zetian yang berbunyi zhao dilawan
dengan bunyi zhao dari aksara yang sama, yakni pedang di tangan
kiri menulis ming yang berarti terang di atas, dan pedang di tangan
kanan menulis kong atau langit di bawah. Penumpukan itu
berbunyi zhao yang berarti menyinari makhluk hidup di bumi siang
dan malam seperti rembulan dan matahari.1
Gerakan pedang membentuk aksara wanita tujuh jurus dilawan
dengan aksara wanita tujuh jurus yang memiliki lima goresan
dasar, yakni titik, atas-bawah, serong kiri-kanan, membentuk
lengkungan dan lingkaran. Aksara tulang ramalan ditandingi
aksara tulang ramalan. Aksara prasasti perunggu dihadapi aksara
prasasti perunggu. Aksara tambur batu dikembari aksara tambur
batu. Aksara segel kecil dicegat aksara segel kecil. Aksara
pegawai kerajaan diimbangi aksara pegawai kerajaan. Aksara
umum ditangkis aksara umum. Aksara miring dibentengi aksara
miring. Aksara miring liar disaingi aksara miring liar. Begitu pula
jurus-jurus aksara setengah miring dipudarkan jurus-jurus aksara
753 setengah miring 2. Namun aku tidak ingin lagi pertarungan ini
berlangsung lebih lama. Para pendekar dari Hedong kudengar berkata: pukulan yang betul tidak terlihat lawan harus jatuh tanpa melihat tanganmu 3 Apa yang dianjurkan bagi pukulan tangan kosong dapat berlaku
pula bagi tusukan pedang. Maka tanpa sedikit pun mengurangi
kecepatan aku mengganti permainan, dari Ilmu Pedang Cahaya
Naga beralih ke Ilmu Pedang Naga Kembar.
Hanya dalam tiga jurus kedua pedang jian yang indah terpental ke
atas, dan kedua pedang panjang melengkung itu menancap pada
dada kiri-kanan sampai tembus ke punggungnya. Dengan segala
hormat, kakiku menjejak tubuhnya agar terlepas dan melayang ke
bawah dari ketinggian 330 kaki.
Ketika kutengok dari atap, kuperkirakan pemburu hadiah berilmu
tinggi itu akan jatuh pada atap serambi wihara di sampingnya,
754 tempat tertanamnya gigi Buddha sepanjang jari telunjuk, yang
dibawa seorang peziarah dari Jambhudvipa 4. Tubuh itu akan
menimpa atap dan terpental untuk jatuh berguling-guling di
halaman depan wihara. Jika belum ada yang melihatnya, ia akan
tergeletak seperti orang tidur. Namun dengan suara keras ketika
tubuhnya menimpa atap serambi, sebagian orang yang sudah
setengah terbangun pasti segera keluar untuk melihatnya.
Orang-orang akan melihat sosok berbusana serbahitam yang
tengkurap seperti orang tidur, tetapi kemudian mereka akan
melihat pula betapa terdapat darah yang mengalir, dan apabila
tubuhnya mereka balikkan ternyatalah terdapat dua lubang
tusukan pedang pada dada kiri maupun kanan. Mereka akan
ternganga dan melihat ke atas, mencari tempat dari mana orang ini
mungkin telah dibunuh dan dijatuhkan.
Saat itulah aku sudah harus berkelebat menghilang.
Ketika mereka menengok ke atas, aku memang sudah menghilang. Aku muncul kembali di belakang orang-orang itu. Hari sudah lebih
terang. Aku juga ingin melihat wajahnya.
"Bukan orang sini," kata seseorang.
755 "Tidak ada tanda apa pun yang menunjukkan asalnya," kata yang
lain. Di dalam hati senyumanku kutahan. Tidakkah diketahuinya betapa
pendekar paling tersohor di dunia persilatan pun tidak akan pernah
dikenali oleh orang awam, karena mereka berada di dunia yang
lain, apalagi jika siapa pun dari dunia persilatan itu telah memilih
jalan kerahasiaan" Satu regu Pengawal Burung Emas segera tiba. Salah seorang
menatap wajah mayat itu sebentar.
"Pasti tadi orang ini tengkurap," katanya, "siapa yang membalik?"
Seseorang mengangkat tangan, dan langsung terjungkir karena
tendangan. "Bodoh! Apa kata Hakim Hou nanti melihat tempat kejadian
perkara sudah terkacaukan begini rupa?"
Ia perhatikan lagi wajah itu.
"Siapa di antara kalian yang mengenalinya?"
Semua orang dalam kerumunan itu, termasuk diriku, menggelenggelengkan kepala. Kutatap sekali lagi wajah orang yang
756 kutamatkan riwayatnya melalui pertarungan seru itu. Kuingat
kalimat yang diucapkannya dengan dingin.
"Hmmh! Apalah artinya sebuah nama..."
HAKIM Hou di Chang'an sering disebutkan dalam napas yang
sama dengan Hakim Dee yang hidup lebih dari 100 tahun
sebelumnya. Dengan kekuasaan yang besar, Hakim Hou terkenal
karena kehendak kuat agar hukum ditegakkan seadil-adilnya. Ia
tidak peduli apakah pihak yang bersalah itu penjahat kambuhan
atau bangsawan, karena siapa pun yang terbukti bersalah harus
dihukum. Sudah banyak sekali orang kaya dan pejabat tinggi pemerintah
yang berusaha menyuapnya, dengan harta benda dan segala
kesenangan duniawi, tetapi bukan saja usaha itu gagal, melainkan
menjadi penyebab tambahan yang membuat mereka dihukum
berat. Mulai dari sarjana susastra, tentara, baik perwira maupun
bawahannya, sampai pendeta, rahib, padri, dan bhiksu, lelaki
maupun perempuan, tanpa pandang bulu tetap sama di mata
hukum. Dalam keadaan darurat perang, kekacauan di dalam kota yang
seolah tanpa peraturan tidak membuatnya mengendur. Semua
757 pelaku kejahatan tetap dilacak sampai tertangkap, dan jika belum
bisa tertangkap akan terus diburu. Tidak ada pelaku kejahatan
yang dibiarkan hidup tenang, dan para pelaku kejahatan itu sendiri
ternyata juga tidak tinggal diam. Sejak masih menjadi hakim dari
desa ke desa di pedalaman sudah sering Hakim Hou menghadapi
ancaman pembunuhan, keluarganya diculik dan dijadikan sandera,
bahkan tidak jarang diserang begitu saja ketika sidang pengadilan
berlangsung. Keadaan ini wajarlah jika mempersyaratkan sang hakim untuk
memiliki ilmu silat yang tinggi, lengkap dengan segala lwee-kang
dan gin-kang, yakni tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh,
karena kuasa kejahatan yang terjamin akan selalu memaksakan
kehendaknya. Dengan cara kasar maupun halus, licik maupun


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

licin, segala daya kejahatan selalu menguji kesabaran, ketabahan,
dan keberanian Hakim Hou, yang tidak terlihat pernah bosan
menegakkan hukum. Kejahatan marak duapuluh kali lipat semasa pengepungan dan
sesudahnya, dan jumlah para petugas kehakiman sungguh tidak
berimbang dengan perkembangan kejahatan yang merajalela
dalam kekacauan itu. Betapapun dengan segala kekurangannya,
Hakim Hou tidak pernah suka penghukuman tanpa pengadilan.
758 "Apa itu dunia persilatan" Tidak ada hukum lain di Kotaraja
Chang'an kecuali hukum Negeri Atap Langit. Jika setiap orang
boleh membunuh orang lain hanya berdasarkan pertimbangannya
sendiri, mengapa sebuah negara harus berdiri?"
Tentu Hakim Hou harus mengatakan itu, meski banyak orang yang
bersyukur setiap kali para penjahat kambuhan bergelimpangan di
jalan dengan anak panah berbau harum di dahinya, maupun
dengan luka silang sabetan dua pedang panjang melengkung.
Laozi berkata: mengalahkan yang lain-lain
adalah kekuasaan, mengalahkan diri sendiri adalah kekuatan. 1 Para petugas kehakiman yang menyidik bukti-bukti di tempat
kejadian perkara ternyata sampai kepada kesimpulan bahwa
benda tajam yang menembus dada sampai tembus ke punggung
orang yang jatuh ini sama dengan benda tajam yang membuat
mayat-mayat para penjahat kambuhan bergelimpangan di jalanan
Chang'an. Bahkan setelah melakukan pemeriksaan seksama,
759 dapat diketahui betapa senjata pembunuh ini adalah sepasang
pedang panjang melengkung, sama dengan senjata milik Harimau
Perang, kepala mata-mata pemerintahan Wangsa Tang yang baru.
Memang hanya Harimau Perang yang memiliki senjata seperti itu.
"Bayangan yang berkelebat dalam gelap itu memang seperti
Harimau Perang yang berambut panjang, menyoren sepasang
pedang panjang yang menyilang di punggungnya, busananya yang
melebar pada bahu membuat dirinya kekar," demikianlah
kesaksian semua orang, kepada siapa sengaja kuberi kesan,
bahwa diriku adalah Harimau Perang. Agar dirinya mencariku dan
aku bisa menyelesaikan urusanku.
Apa yang kupikirkan menjadi kenyataan, tetapi dengan perkembangan di luar dugaan. Hakim Hou secara resmi meminta
agar Kepala Mata-Mata Negeri Atap Langit Harimau Perang
menyerahkan senjatanya untuk diperiksa. Harimau Perang
ternyata bukan hanya tidak bersedia menyerahkan senjatanya,
melainkan justru mengajukan surat pengunduran diri.
Namun Hakim Hou tetap menginginkan dia ditangkap, maka
Harimau Perang pun kini hilang dan menjadi buronan.
760 "Dia tidak mungkin mengakui bahwa senjatanya jatuh ke
tanganmu, karena sebagai pendekar itu memalukan sekali," ujar
Panah Wangi. "Tapi ia tetap akan mencari dan berusaha merebut
pedangnya, jika tidak dengan segala cara membunuhmu."
Kukira aku tidak bisa menyalahkannya, seperti dirinya juga tidak
bisa menyalahkanku telah mencarinya sampai jauh nun di sini.
MUNCULNYA Hakim Hou dalam urusanku membuat diriku harus
mengetahui bagaimana hukum berlangsung di Chang'an, atau
tepatnya Negeri Atap Langit, tempat pendekar golongan putih yang
membunuh datuk golongan hitam disamakan dengan kejahatan
karena melakukan pembunuhan.
Dunia persilatan merupakan dunia tersendiri, tetapi dengan ruang
dan waktu yang kadang terpisah dan kadang melebur dengan
kehidupan sehari-hari. Tidak terpisah seterusnya dan tidak
melebur seterusnya. Di dalam dunia persilatan, pertarungan satu
lawan satu adalah pertarungan yang adil; dalam hukum dunia
sehari-hari, siapa pun yang melakukan pembunuhan harus
ditangkap dan diadili. Perkara apakah orang itu harus dihukum
berdasarkan tingkat kesalahannya atau dibebaskan karena
membela diri, maka perkara itu harus diselesaikan dalam
pengadilan. 761 Betapapun perkara itu dapat kumengerti. Adapun yang tidak dapat
kumengerti adalah jika Harimau Perang kini menjadi buronan,
karena belum dapat ditangkap maka keluarganyalah yang harus
ditangkap. Namun karena Harimau Perang datang tanpa keluarga
dari Daerah Perlindungan An Nam, maka siapa pun yang tinggal
bersamanya yang ditangkap dan ditahan.
Sebagai seorang pejabat tinggi dalam bidang tugas rahasia,
Harimau Perang mendapat sebuah rumah gedung besar untuk
ditinggali, lengkap dengan para pengawal dan para pelayan.
Mereka semua ditangkap, ditahan, dan diperiksa. Setelah terbukti
tidak terlibat kejahatan apa pun mereka segera dibebaskan,
termasuk seorang kebiri yang dipekerjakan sebagai kepala rumah
tangga. Kecuali seorang gadis yang berada di sana tanpa terlalu
jelas pekerjaan dan kedudukannya. Konon pekerjaannya setiap
hari adalah melukis. Untuk sementara disebutlah ia sebagai
kekasih Harimau Perang. Ditangkapnya gadis ini memberikan perasaan tidak enak
kepadaku, yang telah menjadi penyebab musabab terkacaukannya
kehidupan Harimau Perang. Dengan sengaja aku telah membantai
para penjahat kambuhan dari malam ke malam, dan dengan
sengaja pula kuperlihatkan diriku selintas kepada para saksi mata
suatu kesan bahwa diriku adalah Harimau Perang.
762 Demikianlah menjadi perbincangan dari kedai ke kedai bahwa
Harimau Perang membasmi kejahatan yang semakin marak di
Kotaraja Chang'an semenjak dan seusai pengepungan, dengan ciri
yang telah semakin dikenal, yakni berambut lurus panjang,
menyoren dua pedang panjang melengkung yang disarungkan di
punggung dengan menyilang. Sengaja pula kukenakan busana
yang melebar ke samping kiri dan kanan pada kedua bahu, yang
memberi kesan tegak, tegap, dan kukuh, seperti ciri Harimau
Perang, karena diriku sendiri tidak berkesan seperti itu.
Aku sengaja melakukannya agar Harimau Perang, jika ia memang
Harimau Perang yang bertanggung jawab atas terbunuhnya
Amrita, mencariku, muncul di hadapanku dan bicara, bukan
sekadar berkelebat datang dan berkelebat pergi seperti yang
sudah terjadi. Ternyata setiap kali datang orang meminta
sepasang pedang panjang melengkung yang bukan Harimau
Perang, melainkan orang-orang bayaran, baik dari perkumpulan
rahasia maupun pemburu hadiah, yang justru menambah korbankorban bergelimpangan, sampai menjadi perhatian Hakim Hou.
"Perempuan yang untuk sementara dianggap kekasih Harimau
Perang itu ditahan, mungkin dimaksudkan Hakim Hou agar
Harimau Perang menyerahkan diri," kata Panah Wangi.
763 "Mungkin saja, tetapi jika memang begitu, tentu waktu akan
ditangkap itulah dia menyerahkan diri," kataku.
Panah Wangi menceritakan kepadaku, sebetulnya memang sering
terjadi, jika suatu perkara belum selesai dan orang yang berperkara
meninggal, maka keluarga terdekatnya, anak laki-laki misalnya,
akan ditahan sampai perkaranya selesai. Jika cara seperti itu biasa
dilakukan dalam perkara penunggakan pajak 1), maka tidak dapat
kubayangkan berapa lama pula gadis tak bersalah itu akan berada
dalam tahanan, karena yang disebut Harimau Perang kukira tidak
akan pernah menyerahkan dirinya dalam urusan ini.
"Selain gadis yang selalu melukis itu belum tentu memang
kekasihnya, yang membunuh semua penjahat kambuhan itu juga
bukan Harimau Perang," kataku, "Jadi aku berpikir untuk
membebaskannya." "Pikirkan juga apa yang akan terjadi selanjutnya," sahut Panah
Wangi, "gadis itu mau disembunyikan di mana" Apakah yang bisa
dilakukannya sebagai seorang buronan jika pekerjaannya setiap
hari adalah melukis?"
Kata-kata Panah Wangi membuatku tidak dapat berbicara dan
dadaku menjadi kosong. Salah atau bukan salahnya, begitu
764 tegakah Harimau Perang membiarkan gadis yang disebut-sebut
pekerjaannya hanya melukis itu berada dalam tahanan, dalam
waktu yang belum dapat diketahui lamanya" Namun perasaan
kosong itu datang karena dirikulah yang menjadi penyebabnya!
YANG Mulia Paduka Bayang-Bayang tampaknya paham apa yang
harus dilakukannya untuk mengacaukan Chang'an. Berakhirnya
pengepungan sama sekali bukan akhir dari sebuah perlawanan.
Pemberontakan memang banyak bentuknya, bahkan tidak selalu
harus bersenjata. Tampaknya Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang
bahkan sudah mempersiapkan apa yang harus dilakukan jika pada
suatu hari pengepungan tertembus dan terbuyarkan. Alih-alih
memberikan perlawanan penyerangan pasukan berat, berkuda terbukanya segera gerbang ditanggapi bagi dengan penyusupan besar-besaran.
Pasukan pemberontak, yang ganti terkepung oleh pasukan
penjaga perbatasan, masih ditambah serangan ribuan anak panah
dan pasukan berkuda dari dalam kota, setidaknya terpecah
menjadi empat jenis pelarian. Yakni mereka yang kembali ke desa
dan menjadi petani seperti semula, mereka yang pergi ke gunung
dan hutan dan menjadi perampok yang menanti mangsa, mereka
yang masuk ke dalam kota lantas menjadi penjahat kambuhan
berkeliaran, serta mereka yang dengan segala persiapan dan
765 perhitungan menyusup ke dalam serta menjadi bagian dari
khalayak Kotaraja Chang'an.
Menghilangnya Harimau Perang yang tidak membuat kedudukannya sebagai kepala mata-mata segera diganti, karena
ia sendiri seorang pengganti, membuat jaringan penyusupan
merasuk semakin dalam, yang segala kegiatannya kini lebih tak
terendus, terutama apabila yang disusupinya kemudian adalah
pikiran. Di segala kedai kudengar bermacam hal, tetapi semuanya
belum memberi petunjuk bagaimana Harimau Perang bisa
ditemukan. Apakah masih ada gunanya kubabat para penjahat
kambuhan dengan kedua pedang melengkung panjang"
Aku memang diliputi keraguan karena setiap kali luka penjahat
terhubungkan dengan senjata Harimau Perang itu, beban semakin
bertambah kepada sang gadis yang pekerjaannya setiap hari
membuat lukisan. Namun keraguanku tidak mengurangi jumlah penjahat yang
bergelimpangan, karena dari malam ke malam Panah Wangi
mengincar, membidik, dan melepaskan anak-anak panahnya yang
selalu dengan tepat mengenai sasaran. Mayat-mayat para
penjahat kambuhan ini bergelimpangan jika tidak dengan anak
panah menancap di dahi dari depan, tentu pada leher dari samping
766 kiri atau samping kanan, pada dada di kiri dan kanan, dan kadangkadang pula tampak begitu kuat panah itu melesat dan
menghunjam ulu hati dari arah depan, sehingga orangnya terbang
melayang dan tertancap pada tembok atau pintu gerbang. Tidak
jarang pula bukan hanya satu, tetapi kedua tangan terbentang
dengan panah menancapkan kedua telapak tangannya pada
tembok, dan masih tertancap dua panah lagi pada masing-masing
pergelangan kakinya, seolah-olah untuk latihan.
"Jangan terlalu kejam," kataku, yang selalu berada di tempat
kejadian. Namun kukira Panah Wangi baru cukup kejam terhadap para
pemerkosa. Seperti yang pernah kusaksikan dulu, ia akan
melaku?kan kebiri-paksa terhadap pelakunya, sekali sabet dengan
mata anak panah yang digenggamnya. Lantas dibiarkannya
merasa kesakitan, kalau perlu sampai teriakannya membuat
orang-orang keluar dari pintu gerbang petak-petak di sekitarnya
meski terdapat jam malam. Jika itu terjadi, maka dibiarkannya
mereka menjadi saksi penghukuman yang dilakukannya, yakni
menancapkan anak panah tepat pada lubang di tubuhnya, yang
telah menjadi pancuran darah karena kebiri-paksa yang dilakukannya. Dari jarak dekat maupun jarak jauh, ditancapkan
dengan tangan maupun dibidik dari atas wuwungan, anak panah
767 itu selalu mengenai sasarannya, tepat pada lubang yang tercipta
karena dibabatnya anggota badan yang digunakan untuk
memperkosa. Kepada korban perkosaan tersebut ia selalu berpesan, "Jika tidak
ingin mengalaminya lagi, belajarlah ilmu silat setinggi-tingginya."
Suatu hal yang sangat amat benar adanya.
Namun yang kupikirkan adalah apa yang akan dipikirkan Hakim
Hou. Ji King bertanya kepada Kong Fuzi tentang pemerintah.
"Apa pendapat kamu tentang pembunuhan yang tidak memenuhi
Dao, dalam rangka menyenangkan mereka yang dengan itu
menjadi terpenuhi?" Kong Fuzi menjawab, "Jika kamu menyelenggarakan pemerintahan, mengapa kamu menggunakan pembunuhan" Jika


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamu mencoba sesuatu yang baik, maka khalayak akan
berperilaku baik, itu sudah cukup. Hakikat pribadi utama seperti
angin, sedangkan orang picik seperti rumput; jika angin bertiup di
atas rerumputan, semestinyalah merunduk." 1
768 Dengan banyaknya mayat bergelimpangan di mana-mana,
meskipun semuanya penjahat kambuhan, telah memaksa Hakim
Hou membuat pernyataan yang dibacakan di seantero Chang'an
oleh para penyebar pengumuman yang sebelum membacakannya
membunyikan gong. Isi pengumuman itu membuat diriku dan Panah Wangi berkerut
kening. "PENGUMUMAN ! Pengumuman!
"Sehubungan dengan terdapatnya mayat-mayat bergelimpangan
di seluruh Chang'an, yang setelah diperiksa memang para
penjahat kambuhan, yang selama ini selalu mengganggu
kenyamanan, maka bersama ini dinyatakan oleh Dewan Peradilan
Kerajaan bahwa pembunuhan tiada semena-mena tersebut tidak
bisa dibenarkan. "Di negeri ini hukum tanpa pandang bulu harus ditegakkan, bahkan
penjahat kambuhan sekalipun berhak mendapat peradilan, maka
para pembunuh ini harus ditangkap dan diadili sesuai dengan
hukum Negeri Atap Langit.
"Bersama ini pula disampaikan kepada umum agar menyampaikan
kepada Pengawal Burung Emas maupun para petugas Dewan
769 Peradilan Kerajaan jika mengetahui keberadaan para tersangka
berikut: "Pertama, pria, usia 40 tahun, dikenal dan disebut sebagai
Harimau Perang. Ciri-cirinya berambut lurus panjang, tegap dan
tinggi dengan bahu melebar, dan selalu menyoren sepasang
pedang panjang melengkung, yang disarungkan menyilang di
punggungnya. "Kedua, wanita, usia 30 tahun, dikenal dan disebut sebagai Panah
Wangi. Ciri-cirinya berambut lurus panjang, berbusana serbaringkas dengan warna serbagelap, selalu membawa busur
yang melintang di badan, dan anak-anak panah dalam sarung di
punggungnya. "Bersama pengumuman ini pula diharapkan kedua tersangka
tersebut menyerahkan diri, dengan janji akan mendapat pengadilan seadil-adilnya; tetapi bersama ini pula diumumkan
bahwa dengan menetapkan kedua orang ini sebagai tersangka,
ditetapkan pula kedudukan mereka sebagai orang yang dicari oleh
Dewan Peradilan Kerajaan.
"Demikianlah Dewan Peradilan Kerajaan telah mengirim para
petugas untuk menangkap para tersangka ini, hidup atau mati.
770 "Sekian! "Tertanda "Hakim Agung Kerajaan
"Hou." Aku dan Panah Wangi berada di antara kerumunan ketika
pengumuman itu dibacakan, bahkan kemudian bersama gambar
Harimau Perang dan Panah Wangi pada kertas, lantas ditempelkan. Pada siang hari kami memang menyamarkan diri, bergerak,
menyusup, dan berbaur, tanpa menunjukkan ciri apa pun yang
sekiranya akan menonjol atau mudah diingat dan ditandai. Dalam
udara dingin kami mengenakan kerudung kain tebal yang sungguh
maksudnya untuk menutupi, masih ditambah caping yang
melindungi kami dari terpaan matahari, yang meskipun udaranya
dingin tetap saja terang-benderang menyilaukan.
Tak dapat kubayangkan betapa kesulitan Harimau Perang, yang
tanpa pernah kubayangkan juga akan berakhir begini, memang
ditimbulkan olehku. 771 Mengzi berkata: siapa mampu memegang api tanpa berpikir sama sekali
untuk memadamkannya" 1
Kami saling berpandangan tetapi tidak mengeluarkan suara sama
sekali, dan tetap menjelajahi kotaraya ini, memburu Harimau
Perang. Meskipun telah menjadi orang buronan, menurut Panah
Wangi, orang seperti Harimau Perang mendapatkan namanya
karena tindak kejantanan, sehingga ia tak akan hilang lenyap
ditelan bumi tanpa mengambil senjatanya kembali.
"Siapa kiranya yang akan memburu kalian?"
Aku bertanya dengan perasaan aneh karena menyebut Harimau
Perang dan Panah Wangi dalam kedudukan yang sama, yakni
sebagai buronan, sementara kenyataannya diriku dan Panah
Wangi juga memburu Harimau Perang.
"Orang-orang terbaik," ujar Panah Wangi singkat, tetapi menunjukkan peningkatan kewaspadaan yang sangat tinggi.
772 Begitulah pernah kukatakan, dunia persilatan adalah dunia
tersendiri, tetapi yang meskipun terpisah, karena berada pada
ruang dan waktu yang sama dengan kehidupan sehari-hari, tidak
terhindarkan untuk sesekali terlebur. Tokoh-tokoh seperti Harimau
Perang jelas hidup dalam kedua dunia tersebut. Kini ia juga
menjadi buronan pada dunia tersebut. Dalam kehidupan seharihari ia diburu para petugas Dewan Peradilan Kerajaan, dalam
dunia persilatan diriku dan Panah Wangi memburunya dengan
alasan masing-masing. Harimau Perang sebagai tokoh dunia
kerahasiaan selama ini memainkan peran dengan keluar-masuk
kedua dunia itu, tetapi kini ruang geraknya menyempit.
"Dewan Peradilan Kerajaan yang sekarang dipimpin Hakim Hou
sebagai Hakim Agung memang sedang mengalami masa yang
sulit, karena pengepungan dan sesudahnya menimbulkan kekacauan hukum," ujar Panah Wangi, ''Tetapi Hakim Hou selalu
menyimpan tenaga terbaik untuk persoalan tersulit. Jika para
penjahat kambuhan cukup diburu petugas kehakiman lulusan
perguruan silat di dalam kota, baik Shaolin atau Butong, maka
buronan tingkat pendekar akan diburu petugas tingkat pendekar
pula, yang mungkin didatangkan dari gunung."
Di Pasar Timur kulihat wajah kedua buronan pada kertas yang
ditempelkan di papan pengumuman. Wajah Harimau Perang
773 sebagian tertutup rambutnya yang lurus panjang bagaikan rambut
itu sedang tertiup angin. Sebagai pejabat tinggi kerajaan, meskipun
dalam bidang kerahasiaan, Harimau Perang tentu pernah muncul
dalam berbagai pertemuan, setidaknya pertemuan tertutup, dan
betapa selama itu tidak seorang pun dapat mengingat wajahnya
dengan cukup jelas! JIKA wajah Harimau Perang sangat tidak jelas karena tertutup
rambut panjang yang tertiup angin, wajah Panah Wangi bukan
hanya lebih jelas, tetapi juga sangat cantik. Banyak orang yang
berkerumun dan tidak segera pergi, sebetulnya bukan karena
membaca pengumuman tentang para buronan itu, melainkan
disebabkan oleh pesona paras rupawan gambar Panah Wangi.
Siapakah Panah Wangi" Sayang sekali aku juga tidak terlalu
mengenalnya. Bahkan wajahnya yang tergambar begitu cantik,
lebih sering hadir kepadaku dalam kelebat gerakan kami di malam
hari, ketika kami mengendap dalam wujud bayangan di balik
kelam, dari lorong gelap satu ke lorong gelap yang lain, membantai
para penjahat golongan hitam.
Dalam kegelapan pun aku tetap dapat mengenali kecantikannya,
meski dengan cara yang berbeda, karena betapapun gelapnya
malam keindahan adalah keindahan, ketika mata cemerlang yang
774 melirik itu memantulkan cahaya rembulan. Namun pada siang hari,
ketika kami mencari tahu siapa kiranya yang akan dapat kami
bantai malam harinya, Panah Wangi dapat menyamarkan bukan
saja kecantikannya, melainkan juga bahwa dirinya adalah
perempuan. Dengan busana kumal, kerudung, dan caping, pada siang hari
Panah Wangi melebur dengan gerak banyak orang di jalanan.
Begitu pula diriku, menyusupi segenap kecenderungan dari setiap
lapis kehidupan Chang'an, melacak jejak Harimau Perang.
Meskipun Jalur Sutera ke arah barat maupun ke Luoyang telah
hidup kembali seusai pengepungan, kami menganggap Harimau
Perang tidak akan meninggalkan Chang'an, setidaknya selama
sepasang pedangnya masih berada di tanganku.
Apakah sebenarnya urusan Panah Wangi dengan Harimau
Perang" Ia belum pernah mengungkapnya. Kuingat kata-katanya
setelah membunuh pemerkosa, ketika untuk pertama kali kami
berjumpa, ''Seperti juga dirimu, aku sedang mencari keadilan!"
Dunia persilatan bukan dunia persilatan jika tidak diwarnai urusan
dendam, bahkan seperti dengan sengaja membalaskan apa yang
tampaknya seperti dendam kaum perempuan. Dengan banyaknya
korban kebiri-paksa, dan anak panah menancap pada lubang
775 tempat anggota badan yang dipergunakan untuk memperkosa itu
hilang, orang-orang bicara tentang perburuan para pemerkosa.
Anak panah milik Panah Wangi seolah telah dijampi-jampi, bahwa
jika dilepaskan akan menancap pada anggota badan siapa pun
yang mempergunakannya untuk memperkosa, sudah maupun
belum dikebiri-paksa. Ketika suatu kali mayat yang tertancap lima
anak panah di tembok itu adalah seorang menteri berbusana sutra
mewah, yang memang terkenal sebagai tukang perkosa, dari kedai
ke kedai kudengar khalayak bersuka cita.
Han Fei berkata: Terdapat dua alat, dan hanya dua, yang dengannya seorang
penguasa menguasai menteri-menterinya. Dua alat ini adalah
hukuman dan keuntungan. Apa yang kumaksud hukuman dan keuntungan" Kuanggap
pelaksanaannya adalah hukuman dan ganjaran adalah keuntungan. Mereka yang menjadi menteri terpukau oleh
pelaksanaan hukuman berat tetapi menghargai ganjaran sebagai
menguntungkan. Maka jika seorang penguasa memberlakukan
hukuman dan ganjaran, para menterinya akan mengagumi yang
776 dipertuan dan menyesuaikan diri kepada keuntungan yang
ditawarkannya. 1 Peperangan yang tidak kunjung berhenti di perbatasan, dan
terutama sejak Pemberontakan An Lushan, membuat pemerintahan Wangsa Tang cenderung melemah dan menurun,
sehingga pelanggaran hukum terus-menerus berlangsung. Jam
malam yang biasanya ditakuti semasa pengepungan telah menjadi
terlalu longgar, dan setelah pengepungan usai peraturan belum
bisa kembali tegak seperti semula.
Pelanggaran jam malam itulah yang sering memancing para
penjahat kambuhan seperti kucing yang langsung dihadapkan
kepada ikan. Para pedagang yang tidak bisa menunda urusannya,
keluarga orang sakit parah yang mencari tabib, perempuan mau
melahirkan, atau orang muda yang merasa dapat melanggar
segala peraturan demi cinta, menjadi incaran para penjahat
kambuhan. Perondaan para Pengawal Burung Emas yang memusatkan
perhatian untuk membongkar jaringan para penyusup, sangat tidak
mencukupi kebutuhan pengawasan malam untuk kota sebesar
Chang'an. Namun pembasmian yang kami lakukan, yang tentunya
777 mengurangi jumlah penjahat kambuhan dari malam ke malam,
bagi Hakim Hou hanyalah penanda kekacauan.
Adapun katanya, "Dengan segala kekuatan yang ada, kita harus
menghukum para pembunuh yang disebut orang-orang sebagai
pendekar ini!" PERNYATAAN Hakim Hou itu tidak menghentikan apapun. Dari
malam ke malam kami berdua bertemu di suatu tempat, lantas
dengan segera berkelebat di balik kelam memburu para begundal
golongan hitam. Kami mengendap, kami menguntit, dan kami
harus memergokinya terlebih dahulu, sebelum kami menyergap
dan memberinya hukuman yang lebih dari setimpal. Kusebutkan
lebih dari setimpal karena tentu kami tidak menunggu sampai
seseorang diperkosa atau dibunuh lebih dulu, sebelum kami
merasa wajib untuk segera menamatkan riwayatnya.
Seseorang akan segera tertancap anak panah yang meruapkan
bau wangi ketika sudah jelas akan memperkosa atau membunuh,
dan bagi Panah Wangi hukuman untuk percobaan perkosaan jauh
lebih kejam daripada percobaan pembunuhan. Tiada bedanya bagi
Panah Wangi, apakah masih merupakan percobaan perkosaan
atau telah melakukannya, anak panah tertajam akan melesat
secepat pikiran pada tempat seperti yang pernah diuraikan. Meski
778 masih percobaan, kepada pelakunya tanpa ampun Panah Wangi


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetap memberlangsungkan pengebirian paksa sebelum membunuhnya. Dalam gelap malam panah-panah berlesatan, tepat menancap
pada sasaran. Begitu juga sepasang pedang panjang melengkung
ini, yang kumainkan ibarat tarian dalam kelam, yang meskipun
tampak lamban dalam penghayatan, sambarannya melebihi
kecepatan pikiran. Kami berkelebat dan melenting naik-turun
genting. Tubuh-tubuh yang ambruk belum berdebum dan jerit
kesakitan masih terdengar ketika kami sudah membantai penjahat
lain di tempat lain. Betapapun Panah Wangi tidak keliru ketika disebutnya Dewan
Peradilan Kerajaan akan mengirimkan orang-orang terbaik.
Semenjak diumumkannya nama kedua buronan, setiap gerak kami
bukan sekadar diintai, diikuti, lantas dicegat untuk diajak bicara
sebelum ditahan, melainkan langsung diserang dengan kecepatan
bukan alang-kepalang, berkelebat dari balik malam bagaikan
kelelawar menyambar buah-buahan.
Demikianlah ketika kami berkelebat naik-turun genting dari satu
tempat ke tempat lain, satu per satu datang bayangan berkelebat
menyerang dari balik kegelapan tanpa tantangan. Serangan
779 dengan kecepatan bayangan berkelebat seperti itu sangat
berbahaya, bukan hanya karena kecepatannya sangat tinggi,
tetapi karena nyaris tidak dapat dilihat dalam kegelapan. Bayangan
hitam dan kekelaman bagaimanakah kiranya dapat dibedakan"
Hanya angin berkesiur dari senjata tajam yang membabat ke
tempat mematikan. Padmasambhava berkata: semoga unsur-unsur udara tidak bangkit sebagai musuh-musuh 1
Maka bukankah sangat berbahaya segala serangan ini, ketika dari
segalanya yang serbahitam, sebagaimana layaknya malam,
bayangan-bayangan hitam datang mengancam" Dalam kelebat
berkecepatan pikiran, tanganku memegang dan memainkan
sepasang pedang panjang melengkung dengan Ilmu Pedang
Cahaya Naga, terbang dengan sentuhan telapak sepatu dari
tembok ke tembok, menyambut serangan demi serangan yang
datang berkelebat dengan tidak kalah cepatnya.
Bertarung secepat kilat dalam perbenturan di udara seperti itu,
setiap kali kuayunkan pedang pada kedua tanganku maka dua
nyawa terbang bersamaan. Namun lebih sering aku tidak perlu
780 mengayunkan kedua pedangku. Bayangan hitam berlesatan itulah
yang seperti menyambarkan diri, dan aku cukup menghadangnya
dengan pedangku yang kiri atau yang kanan, bahkan kadang
dengan dua pedang di kiri dan kanan, sehingga bayangan hitam
itu memang akan terus melesat, tetapi hanya sebagai tubuh tanpa
nyawa lagi di dalamnya. Bayangan demi bayangan masih menyerang kami dari balik
kekelaman dengan cara yang sama, hanya saja Panah Wangi
menggunakan dua anak panah seperti aku menggunakan kedua
pedangku. Mata anak panahnya yang sangat amat tajam kukira
menggores, menusuk, dan merobek, dengan amat sangat
meyakinkan dan menyakitkan, atas bayangan-bayangan hitam
berkelebat yang tak bisa dibedakan dengan malam.
Maka yang bergelimpangan di jalanan Chang'an kini bukan hanya
para penjahat kambuhan, melainkan juga para petugas Dewan
Peradilan Kerajaan. "Sudah begitu banyak korban, Harimau Perang belum muncul
juga," ujar Panah Wangi, "Apakah salah satu dari kita mesti
menantangnya bertarung secara terbuka?"
781 APAKAH kiranya yang dipikirkan oleh Harimau Perang" Tahun lalu
ia masih seorang kepala mata-mata pasukan gabungan kaum
pemberontak di Daerah Perlindungan An Nam, yang berhasil
menyatukan berbagai unsur terpisah dari dunia kerahasiaan,
sehingga berbagai golongan yang sebelumnya tidak saling
mengenal dapat bersatu, mengepung Kota Thang-long agar
terbebaskan dari penjajahan Negeri Atap Langit.
Pengepungan yang tampaknya meyakinkan, gagal karena
pengkhianatan Harimau Perang sendiri, yang bukan saja
mengakibatkan pasukan gabungan itu hancur lebur, tetapi juga
membuat pemimpin pasukan pemberontak Panglima Amrita yang
menyusup ke dalam kota, masuk ke dalam jebakan dan tewas
pula. Itulah yang membuat pemerintahan Wangsa Tang tertarik
menjadikannya kepala mata-mata Negeri Atap Langit, dan bagi
Harimau Perang yang telah menjadi musuh semua orang di
Daerah Perlindungan An Nam, tawaran itu diambilnya sebagai
pilihan terbaik. Keterangan rahasia mengenai keberangkatannya disampaikan
kepadaku oleh jaringan rahasia para bhiksu. Aku mendahuluinya
untuk mencegat, tetapi kejadian demi kejadian membuatnya
782 melewati diriku di lautan kelabu gunung batu, yang membatasi An
Nam dari Negeri Atap Langit.
Maka di sinilah diriku sekarang, sekali lagi terlibat dalam suatu
pengepungan yang telah digagalkan. Harimau Perang boleh
dianggap bekerja dengan bagus, tetapi dengan penerapan hukum
tanpa pandang bulu oleh Hakim Hou, kedudukannya menjadi
sangat sulit. Namun rasanya tak mungkin ia sekadar bersabar kepadaku, yang
telah memojokkan dirinya, dengan membuat jejak-jejak pembunuhan mengarah ke senjatanya itu.
"Ia seorang manusia dunia rahasia," kata Panah Wangi, ketika
kami sama-sama memata-matai mangsa kami pada siang hari di
Pasar Barat. "Apa pun yang kita pikirkan tentang dirinya mungkin
sesuai pengarahannya."
Tentunya ia sangat licin, dan tentunya juga sangat licik. Aku
sungguh tidak tahu banyak tentang Harimau Perang, dan tidak
tahu pasti bagaimana membaca langkah-langkahnya selain
menunggu. "Kita bisa mengumumkan tantangan itu, tetapi kurasa dia tidak
akan begitu bodoh untuk memenuhinya," kataku.
783 "Kenapa?" "Pada masa seperti sekarang, orang seperti Harimau Perang
banyak sekali urusannya, karena ia berada di tengah seribu satu
jaringan rahasia." "Apalagi yang menjadi urusannya, jika pemerintah Wangsa Tang
saja membuangnya?" "Sebaliknya, kukira menjadi kepala mata-mata Negeri Atap Langit
tidak pernah menjadi tujuannya."
Panah Wangi tidak menyahut lagi. Kukira ia berpikir keras. Terlalu
banyak perubahan mendadak di Chang'an, tetapi sebetulnya
perubahan di Negeri Atap Langit sudah berlangsung lebih lama.
An Lushan, panglima berdarah campuran Sogdian dan Turk dari
kalangan tentara yang memberontak dan menguasai Chang'an
pada tahun 755, memang mati dibunuh seorang kebiri yang setia
kepada maharaja di tendanya pada 757, tetapi sampai hari ini
sebetulnya pemberontakan silih berganti mengguncang Negeri
Mestika Golok Naga 1 Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L Mestika Golok Naga 4

Cari Blog Ini