Ceritasilat Novel Online

Pedang Kunang Kunang 2

Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong Bagian 2


menyerbu. Keempat orang yang kehilangan pedang tadi,
tclah mendapat gantii pedang, ikut menyerang.
Dalam taburan hujan pedang itu, Gak Lui pun
mencabut pedangnya yang lain. Dengan sepasang
panjang, ia mengamuk. Tring..., tring...., tring .....
Kemana pedang Gak Lui berkelebat, tentu terdapat
pedang musuh yang terpapas kutung. Dering
gemerincing dari benturan pedang itu amat memekakan
telinga. Tetapi kawanan orang itu tak kenal mundur.
Terlebih- pula siwanita dan keempat lelaki yang pertama
77 menyerang tadi. Mereka pantang mundur. Dalam cuaca
yang mulai meremang petang, suasana makin
menyeramkan. "Celaka........! Rupanya orang2 ini bukan golongan
orang jahat! Perlu apa harus membunuh .........."
Demikian terlintas dalam benak Gak Lui. Ia segera robah
permainan pedangnya. Pedang di sapukan keempat
keliling. Setelah mengundurkan musuh, sekonyong-konyong
ia loncat melambung keudara lalu melayang turun,
kedalam semak terus melarikan diri. Tak berapa saat ia
sudah lari 10 li jauhnya. Berpaling kebelakang, gedung
besar yang diterangi api unggun itu sudah amat jauh
sekali. Segera ia masuk kedalam hutan duduk
bersemedhi memulangkan tenaga. Tetapi pikirannya
sukar ditenangkan. Tak henti2nya ia memikirkan
peristiwa yang dialaminya itu.
"Kawanan orang itu benar tak kenal, aturan, tetapi
dari wajahnya mereka seperti tengah menghadapi
ketegangan. Mungkin akulah yang tak kenal tata-aturan
dunia persilatan sehingga melanggar pantangan mereka
......... ah, lebih baik besok pagi kesana lagi ........... "
Setelah lepaskan kerisauan pikirannya, akhirnya
dapatlah Gak Lui bersemedhi dengan tenang. Pada saat
ia membuka mata, haripun sudah fajar. Kembali ia
merenungkan pertempuran semalam, pikirnya :
"Untunglah aku tak bertindak ganas. Mereka hanya
terluka luar. Tetapi peristiwa itu memang aneh sekali Aku
barus menyelidiki lagi ........ "
Setelah mengambil keputusan ia segera menuju ke
desa lagi. Gedung itu tampak sunyi senyap. Api unggun
sudah padam semua. Hanya disana sini masih
78 membekas sisa asap. Yang aneh, pintu gedung masih
tetap terbuka. Tetapi tak tampak seorangpun juga. Tiba2
mata Gak Lui tertumbuk akan sesuatu yang aneh. Pada
tembok pintu, terdapat secarik kertas hitam yang
berrtuliskan huruf warna merah dan dibubuhi cap tinta
emas. Gak Lui maju menghampiri. Astaga.....! Kembali ia
terbeliak kaget. Ternyata huruf merah pada kertas hitam
itu bukan tinta biasa melainkan dari darah manusia.
Bunyinya: "Yang taat padaku, hidup. Yang menentang, mati!"
Maharaja. "Hai! bukankah ini Amanat Takdir dari dunia
persilatan !" Gak Lui terkejut. Segera ia merobek surat itu
dan melihat sebaliknya. Ah, ternyata terdapat 3 buah
huruf besar. Seketika meng-gigilah tubuh pemuda itu.
Segera ia menyimpan surat yang dirobek itu dalam baju
lalu melangkah masuk: "Hai, mana orangnya ?" sambil
berjalan ia berteriak memanggil. Namun tiada
penyahutan sama sekali. Yang menyahut seruannva itu
hanya ceceran noda darah dilantai. Menurutkan ceceran
darah, ia terus masuk kedalam sebuah ruangan besar.
Kembali ia terbeliak kaget. Wanita dan keempat laki2
yang bertempur dengan dia semalam, saat itu terpaku
ditengah ruangan dengan senjata masing- masing.
Senjata itu menusuk dada tembus sampai kepunggung.
Empat keliling tembok ruang, penuh terpaku dengan
tubuh anak buah gedung itu! Mata mereka melotot
keluar, wajah menampilkan ketakutan yang mengerikan.
Gak Lui tegak berdiri ditengah puluhan mayat-mayat
yang tegak berdiri terpaku di dinding. Makin
mendalamlah rasa kebenciannya terhadap Maharaja.
Saat itu iapun segera menyadari kesalah faham yang
terjadi semalam. "Mereka tentu menerima Amanat Takdir
79 dari si Maharaja. Lalu mereka mengatur penjagaan keras
untuk menghadapi musuh. Setiap pendatang, tentu
dianggap orang dari Maharaja itu. Begitu pula terhadap
diriku, mereka duga aku tentu salah seorang dari
gerombolan Topeng Besi. Dan ketika kutinggalkan
tempat ini, gerombolan pengganas itu tentu datang dan
membunuh mereka habis-habisan. Ah........, sehurusnya
semalam aku herada disini, membantu mereka
menghadapi pengganas-pengganas itu. Sekarang aku
kehilangan kesempatan untuk menuntut balas pada
musuh....." ia menimang-nimang dalam hati.
Karena gemas, Gak Lui mengerunyutkan gerahamnya dengan keras. Berputar memandang pada
mayat2 yang berada dalam ruang itu, ia berdoa pelahan:
"Saudara2 aku Gak Lui bersumpah akan membalaskan
dendamu saudara. Harap kalian mengasoh di alam baka
dengan tenang. Maaf karena tak sempat menguburkan,
terpaksa jenazah saudara2 akan kubakar saja........!"
Dengan obor itu mulai membakar ruangan itu. Bau
mayat terhakar, membaur kemana-mana, memuakkan
perut orang. Setelah selesai mengadakan pembakaran
mayat, Gak Lui segera menetapkan rencana. "Dengan
terdapat Amanat Takdir disini, tentu gerombolan
pengganas itu akan melakukan pembunuhan pada
tokoh2 golongan Putih dilain tempat. Dan untuk mencari
keterangan tentang letak sumber air Pencuci Jiwa itu, tak
sembarang orang dapat memberitahu. Aku harus lekas2
mencari tokoh persilatan yang lain ..........."
Secepat kilat ia terus menerobos keluar dari ruang
itu. Tetapi baru beberapa tombak meninggalkan gedung,
dua sosok bayangan melesat cepat kedalam gedung itu.
Baik Gak Lui maupun kedua orang itu sama2 lari pesat.
Yang satu keluar, yang lain masuk. Tubrukan pasti tak
80 dapat dihindarkan lagi. Pada saat jarak kedua fihak
tinggal satu meter, dengan kegesitan yang luar biasa,
Gak Lui enjot tubuh melambung ke udara. Melayang dua
tombak tingginya melampaui kepala kedua pendatang
itu....! Tetapi ternyata kedua pendatang itu, juga berilmu
tinggi. Salah seorang ternyata seorang tua yang
berjenggot panjang. Tampak terkejut karena melihat Gak
Lui melambung diatas kepalanya, ia terus lari menerobos
kedalam gedung. Sedangkan kawannya, seorang tua
berwajah hitam, berhenti dan berputar diri lalu
mendamprat Gak Lui: "Hai........., hendak lari kemana
engkau Topeng Besi......"!" Tring .... orang tua berwajah
hitam itu terus mencabut pedang lalu loncat menusuk
pungung Gak Lui. Saat itu Gak Lui masih melayang di udara. Dari angin
gerakan pedang, tahulah buhwa penyerangnya itu
memiliki tenaga-dalam yang tinggi. Maka ia gerakkan,
kedua. tangannya, menampar kebelakang dan menggurat dengan tenaga-sakti Algojo-dunia. Orang tua
itu tergetar sampai miring tubuh-nya. Ia benar2 terkejut
karena jurus Algojo-dunia yang hebat itu........" Secepat
kilat Gak Luipun berputar diri dan berseru: "Aku........
bukan gerombolan Topeng Besi Engkau salah, duga
......." "Jangan ngaco belo.....!" bentak orangtua berwajah
hitam itu lalu taburkan pedangnya makin dahsyat. Mau
tak mau Gak Lui menghela napas. Ia mengkal dan
geram: "Ah........., kembali harus bertemu" dengan
manusia yang gila. Terpaksa harus kupapas pedangnya
dulu baru nanti bicara lagi.....!" pikirnya.
Sengaja ia memhuka sebuah peluang. Dadanya
dibuka tak dlindungi. Orangtua berwajah hitam itu
mengira kalau mendapat kesempatan bagus, segera ia
81 menusuk ke tenggorokan lawan. Tetapi baru pedang
menusuk, secepat kilat Gak Lui sudah taburkan
pedangnya, tring .... putuslah seketika pedang orangtua
berwajah hitam itu menjadi dua ....!
"Aku akan mengadu jiwa denganmu !" teriak urangtua
berwajah hitam itu. Membuang pedangnya yang kutung,
ia terus hendak membentur dada Gak Lui dengan kapala
....! Tepat pada saat itu, .....orangtua berjenggot panjang
yang menerobos masuk kedalam gedung tadi, muncul
keluar. Mukanya penuh dengan bekas airmata. Secepat
kilat dia enjot tubuhnya melayang keudara, menusuk
bahu kanan Gak Lui. Saat itu Gak Lui belum sempat
menarik pulang pedangnya. Serangan2 dari kedua
orangtua dari bawah dan atas itu, membuatnya terkejut.
Dalam gugupnya ia teruskan pedangnya dengan
jurus Menjolok- bintang- memetik-rembulan. Menangkis
dengan pedang orangtua berjenggot panjang, serempak
dengan itu tangannya kiri menampar orangtua muka
hitam yang hendak meyeruduk. Tring ......pedang
orangtua berjenggot panjang terlempar keudara, dia dan
orang muka hitam, terkena hantaman Gak Lui sampai
tersurut mundur dua langkah.
Orang tua muka hitam terengah-engah napasnya dan
terus hendak menyerbu lagi. Tetapi dicegah orangtua
berjenggot panjang: "Hiante, harap, bersabar dulu"
Kemudian orangtua berjenggot panjang itu menegur Gak
Lui: "Siapakah anda ini" Mengapa hari2 sepagi begini ini
sudah bergegas-gegas keluar dari desa Ngo kiat-cung
sini?" "Maaf, mohon paman berdua memberitahukan nama
dan maksud kedatangan kemari dulu, baru nanti kujawab
82 pertanyaan itu," sahut Gak Lui
"AKU Hi Liong-hui bergelar Pedang Samudera dan ini
adikku angkat Pedang Gelombang Go Bun Hua. Dunia
persilatan menjuluki kami sebagai Sepasang Pedang
Gelombang Samudera. Karena kami bersahabat baik
dengan Lima jago, maka begitu mendengar mereka
menerima Amanat Maut, kami terus bergegas datang
kemari untuk menjenguk....!" kata orang tua berjenggot
panjang itu. Melihat wajah kedua orangtua itu jujur dan kata2nya
bersungguhsungguh, Gak Lui pun segera memberitahukan namanya. Ia menuturkan tentang
kesalah fahaman yang terjadi ketika ia datang ke desa
Ngo-kiat-cung. Pada hal maksud tujuannya hanyalah
hendak bertanya tentang letak sumber air Pencuci Jiwa.
Habis menutur, ia mengeluarkan surat Amanat Maut
yang diambilnya dari samping pintu. Diluar dugaan,
begitu melihat Amanat Maut itu, pucatlah seketika wajah
kedua orangtua itu. Pedang Gelombang Go Bun-hua
serentak menjerit kaget dan meraung : "Ho......., kiranya
itulah Amanat Maut! Dengan membawa surat itu, siapa
lagi engkau kalau bukan anggauta gerombolan Topeng
Besi!" Sudah tentu Gak Lui sendiri juga terkesiap kaget.
Tetapi sebelum ia sempat memberi penjelasan, Pedang
Samudera Hi Liong-hui sudah mencegah adik-angkatnya:
"Harap hiante jangan lekas bercuriga! Masakan engkau
tak memperhatikan ilmu permainannya pedang yang
aneh tadi?" "Aku tak kenal permainannya itu!" seru Pedang
Gelombang Go Bun-hua. "Tetapi lain sama sekali dengan
ilmupedang gerombolan Topeng Besi itul"
83 "Lalu siapakah dia?"
"Tentulah pemuda Pemangkas-pedang yang telah
menggetarkan dunia persilatan itu!" kata Pedang
Samudera Hi Liong-hui. Saat itu barulah Go Bun-hua
tersadar. Kini Gak Luilah yang berbalik heran. Buru2 ia
bertanya: "Tadi Go lo-cianpwe mengenali surat ini
sebagai Amanat Maut. Lalu apakah bedanya dengan
Amanat Hidup?" "Amanat Hidup kertasnya putihl"
"Mengapa lo-cianpwe tahu begitu jelas ?"
"Aku....." baru Pedang mengucap sepatah, Pedang
Samudera segera menukas : "Kami hanya mendengar
cerita orang pcrsilatan. Kini tentang Kelima Jago itu
sudah selesai, kamipun hendak pergi....!"
"Nanti dulu ....!" Pedang Samudera Hi Liong-hui
kerutkan alisnya yang panjang :
"Saudara hendak perlu apa lagi?"
"Masih ada beberap soal yang, hendak kumintakan
keterangan pada cianpwe," kata Gak Lui.
"O ... apakah soal engkau hendak pergi ke sumber air
Pencuci Jiwa itu ?" Itu salah satunya !"
"Sumber air Pcncuci - Jiwa itu melalui gunung Thiangan-san yang jauh. Dari sini mau menuju kearah timur.
Kira2 setengah bulan baru akan tiba disana. Tetapi
banyak sekali orang persilatan yang mati ditepi telaga itu.
Tiga puluh tahun tak pernah ada pengunjung yang
selamat jiwanya. Dalam hat ini perlu kujelaskan padamu
lebih dulu I"

Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Terima kasih atas keterangan cianpwe. Lain dari itu,
tadi cianpwe mengatakan bahwa jurus permainan
84 pedangku tak sama dengan gerombolan Topeng Besi.
Lalu ilmu pedang aliran manakah yang digunakan
mereka itu?" "Kabarnya meliputi berbagai aliran, Siau-lim, Bu-tong,
Kong-tong, Ceng-sia dan, Heng-san, kelima partai
persilatan besar..........!"
Seketika gemetarlah Gak Lui. Tempo hari mendiang
ayah angkatnya mengatakan hanya tiga partai persilatan,
ternyata kini si Hidung Gerumpung itu dapat
menundukkan tokoh2 dari lima partai persilatan besar!
Karena marah hampir Gak Lui hendak mendamprat
tokoh2 murtad yang mau diperbudak si hidung
Gerumpung. Namun ditelannya kembali makiannya lalu
bertanya lebih lanjut : "Dari aliran partai manakah ilmu silat si Maharaja
itu?" "Dia memang misterius sekali! Tiada seorangpun
yang mengetahui aliran ilmu silatnya dan sampai berapa
tinggi kepandaiannya itu. Tentang kekuatannya, mungkin
didunia persilatan tiada yang mampu menandinginya
kecuali Raja-di-raja Li Liong-ci!"
Gak Lui makin terkejut. Namun ia tak patah hati
bahwa niatnya untuk membalas dendam itu makin keras.
Disamping itu diam2 ia tak puas dengan Raja-di-raja Li
Liong-ci yang tetap menyembunyikan diri itu.
"Pertanyaan yang terakhir yalah hendak mohon locianpwe suka menjawab sejujurnya. Adakah lo-cianpwe
sudah menerima Amanat Takdir atau belum?"
"Ini ..... ini...., belum menerima" sahut Pedang
Samudra.....!" "Tetapi Pedang Gelombang Go Bun-hua locianpwe
85 mengatakan sudah pernah melihat Amanat Hidup,
mengapa lo-cianpwe menyangkal.......?" desak Gak Lui.
"Ah, umurmu masih muda belia, jangan keiliwat ingin
tahu segala, agar jangan terganggu perjalananmu........"
"Maharaja dan gerombolan Topeng Besi, mempunyai
dendam sedalam lautan dengan aku. Aku bersedia
membantu lo- cianpwe."
"Dalam hal itu, aku mempunyai perhitungan sendiri,
baik engkau jangan ikut campur !" sahut Pedang
Samudera. "Tidak......! Aku tak dapat berpeluk tangan
mengawasi saja. Apakah lo-cianpwe menganggap
kepandaianku itu lebih rendah ......."
"Kami berdua mengagumi kepandaianmu. Tetapi
kalau hendak bermusuhan dengan si Maharaja, haruslah
engkau balajar sampai mencapai tataran yang tinggi.
Terus terang, dengan kepandaian yang engkau miliki
sekarang ini, masih terlalu jauh jika hendak menempur
mereka...." "Tetapi keputusanku sudah tetap, tak perlu locianpwe mencegah....!"
Pedang Samudra Hi Liong - mengkerutkan dahi
karena sikap Gak Lui yang keras kepala. Tiba2 Pedang
Gelombang Go Bun-hua diam2 mendekati Hi Liong-hui
dan membisiki beberapa patah kata ke telinganya.
Pedang Samudra Hi Long-hui mengangguk-angguk, lalu
berkata kepada Gak Lui : "Kalau begitu baiklah, aku
mempunyai sebuah urusan yang amat penting hendak
minta tolong kepadamu. Entah engkau mau atau tidak ?"
"Silahkan cianpwe mengatakan .......!" "Saat ini
umurku sudah hampir 60 tahun dan hanya mempunyai
86 seorang putera yang kunamakan Hi Kiam-gin. Sudah
lama ia keluar mengembara, sampai sekarang belum
pulang. Hatiku sungguh cemas ........ "
"Aku bersedia mencarinya !" sahut Gak Lui.
Pedang Samudera Hi Liong-hui terharu mendengar
kesediaan anak muda itu. Serentak ia berlutut
menghaturkan terima kasih. "Engkau benar2 merupakan
bintang penolong dari keluarga Hi, hanya saja.......
anakku itu berwatak liar ......."
Gak Lui terkejut karena jago tua itu berlutut
dihadapannya. Buru2 ia mengangkatnya bangun :
"Sudah tentu aku akan mewajibkan diri sebagai seorang
saudara untuk mencari putera lo-cianpwe itu. Tak peduli
bagaimana wataknya, aku tetap tak merobah
pendirianku. Tetapi bagaimanakah wajah saudara Hi itu.
Apakah ada ciri2 pengenalnya yang khas ?"
"Anakku itu berumur 19 tahun, wajahnya cukup
gagah. Membawa sepasang pedang panjang dan
pendek. Pada waktu meninggalkan rumah dia menuju
kearah timur. Sungguh kebetulan engkau hendak menuju
kesumber air Pencuci Jiwa. Mungkin dapat bertemu di
tengah jalan." "Lalu tentang peristiwa gerombolan
Topeng Besi malam ini ..........."
"Gak siauhiap, kucinta sekali kepada puteraku. Harap
engkau suka melindunginya. Lain2 urusan, tak perlu
engkau hiraukan." "lni ....... " "Desaku merupakan sebuah tanah datar segi tiga.
Dibelakang desa terdapat lembah gunung. Jika engkau
mengikuti aku, tentu segera diketahui orang-orangku. Itu
berarti engkau tak dapat di percaya. Terutama lembah
87 itu, jangan sekali-kali engkau kesana ......" kata Pedang
Sumedera Hi Liong-hui dengan nada serius. Melihat
orang begitu bersungguh-sungguh meminta, Gak Luipun
berkata dengan lantang: "Karena cianpwe menghendaki
begitu, baiklah. Silahkan cianpwe berdua pergi dulu.
Setengah jam kemudian baru aku berangkat. Menilik
kepandaian berjalan cepat dari cianpwe berdua, tak
mungkin aku dapat mengejar."
Mendengar itu barulah Pedang Samudera Hi Lionghui legah hati. Setelah mengulang lagi perminntaannya
agar Gakl Lui benar2 mau mencarikan jejak puteranya
yang hilang itu, kedua jago pedang tua itu segera
melesat pergi. SETENGAH jam kemudian barulah Gak Lui
berangkat. Tepat pada saat ia tinggalkan tempat itu,
sesosok bayangan hitam diam2 mengikutinya. Walaupun
terpaut setengah jam dan saat itu 'Sepasang Pedang
Gelombang- Samudera sudah tiba dirumah, tetapi karena
Gak Lui dibesarkan di gunung Yau-san, dia memiliki
indera pembau yang tajam sekali. Dalam mengenal bau
orang dengan binatang. Maka sekalipun terpaut
setengah jam ia dapat juga mencium jejak kedua jago
pedang tadi. Memandang kemuka, dilihatnya sebuah
gedung besar tegak dengan megahnya. Dan dilihat-nya
sepasang Pedang Gelombang-Samudera itu tengah
berdiri di muka gedung sambil mencekal pedang.
"Celaka kalau ketahuan mereka, sungguh tak enak,"
pikirnya. Cepat ia membiluk kekanan dan lari sekencangkencangnya. Melihat itu, orang yang mengikutinya dari
belakang tadi, terkejut lalu buru-buru menyembunyikau
diri dengan rebah ditanah.
Setelah tiga kali membiluk tiga buah tikungan, tibalah
Gak Lui dalam lembah dibelakang gunung. Lembah itu
88 merupakan tanah rendah yang menyerupai sebuah
lumpang batu. Ditengah penuh dengan hutan dan batu2
aneh. Walaupun pada siang hari, suasananya tampak
menyeramkan. Kemudian ketika memandang kelereng
gunung, Gak Lui melihat lereng itu terdiri dari karang
yang melandai tinggi. Tiada hutan dan pepohonan
sehingga tak dapat dibuat tempat bersembunyi. Terpaksa
ia menyusup diantara gundukan2 batu aneh itu. Ketika
hampir mencapai bagian tengah lembah, tiba2 dilihat
sesosok bayangan muncul diatas gunung, buru2 ia
mengumpat di belakang batu.
"Cetaka...! Kiranya Go Bun-hua cianpwe! Jika sampai
dilihatnya, sungguh tak enak ..... lebih baik kutunggu
sampai malam hari ........" setelah memutuskan begitu, ia
mencari tempat meneduh dibalik batu besar, ia
mengeluarkan ransum kering lalu memakannya. Untuk
menghadapi pertempuran nanti malam, ia siapkan
sepasang pedangnya. Lain2 perbekalannya, disimpan
hati2 dalam celah batu. Ketika tangannya menjamah batu, ia merasa aneh:
"Eh, mengapa batu ini begini licin sekali ?" Dan serempak
dengan itu hidungnya mencium bahu anyir. pembau Gak
Lui yang tajam tetap.......tak dapat mengenali bau itu. Ia
segera duduk bersemedhi, menunggu datangnya malam.
Akhirnya haripun malam. Tetapi malam itu, tiada bintang
dan bulan sehingga suana amat seram. Gak Lui terus
bangkit. Dalam beberapa loncatan saja, ia sudah
mencapai puncak gunung. Melongok kebawah, tampak
rumah2 dibawah gelap pekat2. Pada empat penjuru,
terdapat 10-an lebih api unnggun. Bukan melainkan
rumah2 itu saja, bahkan lereng gunung disebelah depan
pun tampak terang. Saat itu barulah Gak Lui menyadari
akan kegunaan unggun api itu. Tetamu tak dapat melihat
kedalam, tetapi orang dalam dapat melihat jelas setiap
89 pendatang. Ia mulai menuruni gunung.
Karena kuatir jejaknya ketahuan, terpaksa Gak Lui
berjalan hati2 menyusup diantara pohon2 yang rindang.
Perjalanan yang tak berapa, jauh itu telah makan waktu
yang cukup panjang. Saat itu sudah menjelang tengah
malam. Walaupun -musuh belum muncul, tetapi Gak Lui
duga mereka tentu sudah berada disekitar tempat itu.
Sekonyong-konyong terdengar suara suitan tajam.
Rupanya dari jarak yang cukup jauh. Diam2 Gak Lui
menggigil. Pada lain saat tampak beberapa bayangan
hitam bermunculan dari empat penjuru. Mereka
menghampiri tumpukan api dan tahu2 unggun api itu
padam semua. Malam makin pakat.
Segera Gak Lui keluar dari tempat persembunyiannya. Untuk mempersingkat waktu, dari
lereng gunung ia loncat kebawah, terus hendak menuju
kegedung kediaman Hi Liong-hui si Pedang Samudera.
Tetapi ketika masih dua meter dari atas tanah,
sekonyong- konyong kakinya dibabat pedang. Ia terkejut
sekali dan buru2 menekuk lututnya, bergeliatan
melambung keudara lagi seraya mencabut pedang.
Tring...., tring.., ia menangkis pedang penyerang gelap
itu. Dan dengan meminjam tenaga benturan pedang, ia
berjumpalitan melayang turun kebumi. Begitu tegak
ditanah, barulah ia dapat mengetahui siapa penyerangnya itu. Seorang manusia yang mirip hantu.
Dari atas kepala sampai kebawah kaki, tertutup jubah
hitam. Hanya pada bagian mata diberi lubang. Dari
lubang itu tampak sepasang biji matanya yang aneh.
Meram tidak, melekpun bukan. Sama sekali tak
menyerupai seorang manusia hidup!
"Adakah yang gihu katakan tentang Topeng Besi itu,
serupa ini dandanan-nya.......!" diam2 is menimang dalam
90 hati. Ditatap dua orang aneh itu dengan tajam. Ia hendak
menyelidiki apakah pada bagian kepala orang masih
terdapat lagi topeng besi. Tetapi orang aneh itu tak mau
memberi kesempatan kepadanya
Pedang ditaburkan laksana kembang api berhamburan di udara. Yang diserang selalu jalan darah
maut pada tubuh Gak Lui. Dengan hati2 Gak Lui
melayani. Ia tak mau balas menyerang melainkan
bertahan diri. Ia hendak menyelidiki ilmu pedang orang
itu. Ah......., ternyata orang itu menggunakan ilmu
istimewa dari partai Bu tong pay. Kepandaian dan tenaga
saktinya lebih tinggi dari Ceng Suan totiang, pejabat
ketua dari Bu-tong-pay ! Gak Lui tak berani berlaku ayal. Segera ia keluarkan
jurus Menyolok-bintang- memetik bulan. Melihat Gak Lui
mengisar kaki kesamping, orang aneh itu segera
congkelkan pedangnya dari bawah keatas.
"Bagus......!" diam2 Gak Lui berseru girang. Segera ia
pancarkan tenaga-saktinya. Pedangnya berobah laksana
sinar bianglala yang mengurung pedang orang hingga
hampir terpental jatuh. Tetapi, pada saat Gak Lui hampir
berhasil menundukkan pedang lawan, tiba2 dari arah
gedung terdengar ledakan keras. Gak Lui terkejut,
keluhnya : "Celaka, habislah riwayat kedua cianpwe
........" Karena perhatiannya terpengaruh oleh ledakan itu,
Gak Lui agak tertegun. Kesempatan itu tak disia-siakan siorang aneh, tiba2
ia kerahkan tenaga untuk menindih pedang Gak Lui, lalu
dikiblatkan memapas muka Gak Lui. Gak Lui terperanjat
sekali, buru2 ia menyurut mundur dua langah. Tangan
kanan menangkis dengan pedang, tangan kiri cepat
mencabut pedang pusaka Pelangi lalu balas menusuk ke
mata lawan. Melihat pedang pusaka dari Bu-tong-pay itu,
91 orang berkedok hitam terbeliak. Buru2 ia tegak berdiri
seraya menarik pulang pedangnya. Pada saat itu,
secepat kilat Gak Lui menarik pedang ditangan kanan
lalu menusuk alis orang itu. Krek....., krek .... terdngar


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara logam beradu. Orang aneh itu mundur tiga
langkah. Gak Lui tergetar hatinya. Walaupun ia telah
gunakan tenaga penuh untuk menusuk namun muka
orang yang terlindung dengan topeng besi, tak dapat
ditembus pedang. Kain kerudung bagian muka yang
telah terpapas robek itu, menampakkan sebuah topeng
besi yang tebalnya lebih dari satu dim. Menilik dari noda
karatan pada topeng besi itu, jelas kalau sudab dipakai
selama bertahun-tahun. "Bunuh........! tiba2 benak Gak Lui terlintas akan
tuntutan kewajibannya membalas dendam. Ia harus
membunuh orang bertopeng besi itu. Terus dia tusukkan
pedang Pelangi kemata orang. Tatapi..........ia terkejut
sendiri karena orang itu tetap diam saja. Gak Lui
serentak terbayang akan wajah yang penuh welas asih
dari Ceng Hi totiang, ketua Bu-tong-pay yang telah
menyerahkan pedang Pelangi kepadanya. Seketika tak
sampailah hatinya untuk melangsungkan tusukan maut
itu. "Karena rupanya engkau kenal akan pedang ini,
tentulah engkau ini Ceng Ci totiang yang telah
menghilang itu !" serunya dengan bengis. Tetapi orang
aneh itu tak menyahut. Melainkan sepasang matanya
yang berkilat-kilat. "Dalam penyerangan gelap pada Empat Pedang
Busan 18 tahun yang lalu, apakah engkau juga ikut serta
!" seru Gak Lui pula.
"Mengapa membisu saja ........... apakah engkau
......... terkena sihir!" Gak Lui berteriak lagi. Tiga kuli Gak
92 Lui bertanya, tiga kali tak disahut. Marahlah pemuda itu,
serunya : "Hutang jiwa harus ganti jiwa ! Tak peduli
engkau ini imam Ceng Ci atau bukan.....! pedang di
hamburkan dengan jurus Memotong-emas-membelahkumala. Tetapi baru pedang bergerak, tiba2 ia rasakan
punggungnya disambar oleh tebasan pedang. Terpaksa
Gak Lui berputar tubuh untuk menjaga diri.
"Aku disini, jangan salah lihat" tiba2 terdengar suara
orang berseru dengan nada kuat. Gak Lui berputar tubuh
dan hentikan pedang. Ah, ia berhadapan lagi dengan
seorang Topeng besi. "Siapa engkau....!" tegurnya.
"AKU adalah imam Bu-tong pay Ceng Ci totiang
......... " "Oh ..... !" Gak Lui terkejut, "lalu siapakah orang
bertopeng yang tadi.....?"
"Topeng Besi...... ya...! Topeng Besi, perlu apa
banyak pertanyaan !" bentak si Topeng Besi.
"Sepasang Pedang Gelombang-Samudera, mereka
telah menolak Amanat Hidup dari Maharaja, sudah tentu
mereka harus mati.....!"
"Ho, murid Bu-tong yang murtad. Aku hendak
menuntutkan balas pada orang, yang telah engkau
celakai!" teriak Gak Lui.
"Huh...., betapa tinggikah kepandaianmu berani
bermulut besar ......."
"Lihat pedang......!", Gak Lui terus menyerang dengan
sepasang pedangnya. Topeng besi yang mengaku
bernama Ceng Ci totiang itu mundur setombak lalu
mendengus dingin. "Jangan kesusu mati......! Engkau tadi mengatakan
hendak mencari aku, kenapa?"
93 "Bu .... " Gak Lui hendak menanyakan tentang
peristiwa Empat Pedang Busan, tetapi tiba2 ia
mengalihkan kata dengan membentak: "Mewakili Ceng Ki
totiang untuk memeriksa penghianatanmu."
"Ha..., ha..., ha..., ha....! orang itu tertawa gelak2, lalu
berseru : " Atas hak apa" "
"Inilah........!" Gak Lui mengacungkan pedang Pelangi
ke atas kepalanya dan menuding lawan. "Oho.........
kiranya engkau mengandalkan kepandainmu silat cakar
kucing itu !" ejek si Topeng Besi.
Gak Lui terkejut. Sedikitpun orang itu tak
mengindahkan pedang pusaka partainya. Jelas sudah
terlalu besar kejahatannya. Harus dibunuh.........!
Tiba2 orang itu berkata pula dengan congkak: "Tak
lama setelah menerima kedudukan sebagai ketua partai
Bu-tong, cousu-ya akan mengadakan pembersihan.
Karena engkau kenal mereka, bolehlah membawa surat.
Tetapi ada syaratnya "Syarat.......?" karena marah Gak Lui sampai dingin
kaki tangannya. Tetapi menyadari bahwa saat itu sedang
berhadapan dengan musuh besar, terpaksa ia harus
menahan kemarahannya. Lalu menghela napas. Topeng
Besi Ceng Ci totiang mengira kalau pemuda itu sudah
meluluskan. Ia melanjutkan kata-katanya :" Syaratnya
sederhana. Asal engkau tunduk pada Maharaja dan
menjadi salah seorang anggauta Topeng Besi."
Mendengar itu tertariklah perhatian Gak Lui. la
hendak menyelidiki keadaan Maharaja. "Cobalah engkau
terangkan keadaan Maharaja itu.....!" serunya.
"Apa yang engkau ingin tahu....?"
"Namanya, asal usulnya ............. "
94 "Ini......... engkau tak pernah bertanya "
",Hm...., rupanya engkau juga tak mengerti sendiri !
Coba katakanlah, dia mempunyai hidung atau tidak?"
Mendengar pertanyaan itu Topeng Besi imam Ceng Ci
tertawa menyeringai. Serunya : "Jangan..... ngaco belo,
dia ... dia .... mustahil tak punya hidung, tanya saja lain
hal.....!" "Ilmu silatnya termasuk aliran mana" Sebagai kaki
tangannya, engkau harus tahu.....!"
"Segala aliran partai persilatan, tak ada yang tak
faham. Kesempurnaan kepandaiannya, didunia tiada
tandingannya....!" Gak Lui mendengus, lalu bertanya tajam
"Bagaimana kalau dibanding dengan Raja-diraja?"
: "Eh....... engkau kenal pada Raja-diraja" Apakah
engkau mempunyai hubungan?"
"Hanya mendengar namanya saja !"
Orang bertopeng itu menghela napas longgar:
"Menilik umurmu, tak mungkin kenal ...."
"Tetapi kalian kepadanya!" takut seperti melihat macan "Heh..., heh....! Lambat-laun, dia tentu akan
dilenyapkan oleh Maharaja! Nah....., sekarang lekas
engkau nyatakan, mau tunduk atau tidak !"
"Huh, aku mau membawa suratmu. Tetapi dengan
syarat juga !" "Katakan.....!"
"Aku harus membawa kepalamu seorang murid
penghianat itu, bersama surat itu!"
95 Topeng-Besi imam Ceng Ci tertawa nyaring,
kumandang tawanya bergema jauh ke langit. Habis
tertawa pedang segera berhamburan melibat tubuh Gak
Lui. Gak Lui terkejut. Ia rasakan dirinya diselimuti oleh
sinar pedang yang berhawa dingin. Jurus2 yang
dimainkan imam itu bukan melainkan ilmu pedang Butong-pay, pun kesempurnaan dan tenaganya, jauh
melebihi dari si Topeng Besi yang tadi. Gak Lui bersuit
nyaring. Sepasang pedangnya dimainkan menurut ajaran
ilmu pedang "Pedang lblis' dan "Pedang Laknat'. Seluruh
kepandaian dan tenaganya dicurahkan dalam permainan
itu. Cepat sekali tigapuluh jurus telah berlangsung. Ketiga
batang pedang itu berhamburan saling mengadu
kekuatan. Rupanya Topeng Besi Ceng Ci totiang itu
terkejut juga. Ia tak mengira bahwa seorang pemuda
yang mukanya ditutup dengan kedok kulit binatang
ternyata memiliki ilmu pedang yang sedemikian hebat
dan aneh. llmu pedang yang tidak termasuk ilmu pedang
dari ke 7 partai persilatan.
Hampir setengah hari bertempur tetap ia tak mampu
mengetahui dari aliran manakah ilmu pedang lawannya
itu. Dan yang paling mengejutkan perasaannya yalah,
anggauta Topeng Besi yang biasanya selalu tunduk pada
perintahnya saat itu hanya berdiri tertegun disamping.
Anak buah itu sama sekali tak mau membantu tetapi
hanya memandang terIongong-longong mengikuti gerak
pedang Pelangi yang dimainkan Gak Lui.
"Aneh....! Ilmu apakah yang dimiliki budak ini
sehingga dapat membuat anggauta Topeng Besi tak mau
mendengar perintahku lagi ?" diam2 Ceng Ci totiang
mengeluh heran. Tiba2 ia mendapat pikiran. Bersuitlah ia
senyaring-nyaringnya. Sebuah suitan yang melengking
96 tajam, menggigilkan h orang......! Mendengar itu, anggota
Topeng Besi jadi gelagapan. Sinar matanya memancar
cahaya lagi, lalu mulai bergerak menyerang punggung
Gak Lui. Gak Lui sibuk juga.
Dalam, tekanan dua musuh yang berkepandaian
tinggi, ia harus kerahkan seluruh tenaganya untuk
menghadapi. Pedang ditangan kanan dimainkan untuk
melayani serangan Ceng Ci totiang. Sedang pedang
Pelangi yang dicekal ditangan kiri, diputar untuk
menghalau serangan anggauta Topeng Besi dibelakangnya. Melihat anak muda itu dapat bertahan diri, timbullah
nafsu keganasan Ceng Ci totiang: "Menilik gelagat, sukar
untuk menangkapnya hidup-hidup. Tak peduli dia anak
murid partai mana, paling perlu harus dilenyapkan.....!"
Cepat ia loncat kesamping anggauta Topeng Besi
tadi. Kini dengan bahu membahu, keduanya mulai
lancarkan serangan dahsyat kepada Gak Lui. Lima jurus
kemudian, tiba2 Ceng Ci totiang hantamkan tangan
kirinya dengan tenaga sakti Hian-bun-cin-gi. Bagaikan
gelombang laut, pukulan itu memancarkan gelombang
tenaga yang melanda Gak Lui. Betapa tangkas Gak Lui
menangkis, namun tetap ia terpental tiga langkah
kebelakang dan muntah darah. Melihat pukulannya
berhasil, Ceng Ci totiang tak mau memberi ampun lagi.
Pukulan kedua disusulkan dengan cepat, bum.........
Dada Gak Lui terlanda angin pukulan dahsyat itu. Namun
dengan menggigit gigi menahan sakit, ia enjot tubuhnya
loncat beberapa langkah jauhnya.
"Hai, hendak lari kemana engkau......!" teriak Ceng Ci
totiang seraya loncat melayang keudara. Gak Lui nekad.
Tanpa berpaling kebelakang, ia balikkan pedang Pelangi
memapas kebelakang. Tring ....... putuslah pedang
97 anggauta Topeng Besi itu. Ceng Ci totiang terkejut,
teriaknya : "Ho, ternyata engkaulah Pemangkas Pedang
itu !" Saat itu Gak Lui masih melayang diudara. Sekalipun
ia tak sempat merenungkan teriakan terkejut dari Ceng
Ci totiang, namun tak urung ia agak tertegun juga. Dan
sedikit kelambatan itu, harus dibayarnya mahal. Untuk
yang ketiga kali, dadanya tersambar pukulan sakti dari
tenaga Hian-bun-ciu-gi yang dilancarkan Ceng Ci totiang.
Dalam gugup, Gak Lui menarik pedang Pelangi lalu
menusuk dengan pedang ditangan kanan. Dengan
gerakan itu ia dapat memaksa Ceng Ci totiang mundur
setengah langkah. Tetapi dia sindiripun muntah darah
beberapa kali lagi .... Secepat menginjak bumi, Gak Lui kalap, berputar
tubuh ia meraung: "Bangsat, aku hendak mengadu jiwa
dengan engkau........!"
Tetapi pada saat itu juga, telinganya seolah-olah
terngiang oleh suara Pedang Iblis dan Pedang Aneh :
"Anak Lui, larilah dulu.....!, Musuh besar yang
sesungguhnya masih belum muncul, engkau harus
mencari ........." Gak Lui gelagapan tersadar. Cepat ia batalkan
minatnya, lalu loncat beberapa langkah dan terus
melarikan diri. Tetapi Ceng Ci totiang tetap mengejarnya.
Gak Lui tak dapat menahan kemarahannya lagi.
Serentak berhenti ia berputar tubuh lalu gerakkan kedua
pedangnya. Tring .... Ceng Ci totiang yang amat
bernapsu untuk membunuh lawan terkejut sekali, ketika
tahu2 pedangnya terpapas kutung , oleh Gak Lui. Untung
pada saat itu anggauta Topeng Besi tadipun menyusul
tiba. Dengan pedangnya yang kutung, cepat ia menusuk
tenggorokan Gak Lui. Crek..... karena terlindung oleh
98 kedok kulit binatang yang kebal senjata, tusukan
anggauta Topeng Besi itu tak mampu menembus
terggorokannya. Namun sekalipun begitu, tak urung Gak
Lui terhuyung-huyung dan tiba2 kakinya tergelincir jatuh
bergelundungan sepanjang karang, menurun kebawah .
Jika anggauta Topeng Hitam tertegun dan menarik
pedangnya melihat lawan sudah tergelincir jatuh
kebawah, tidak demikian dengan Ceng Ci totiang, Imam
itu tertawa nyaring lalu loncat mengejar kebawah.
Pendek kata, sebelum membunuh pemuda itu, tak
puaslah hatinya. Ternyata Gak Lui menggelinding kearah
tepi lembah. Begitu tiba dikaki karang, cepat ia loncat
bangun, lari kebalik batu besar tempat ia menyimpan
barang2 bekalannya. Papa saat ia mengambil
bekalannya itu, tiba2 hidungnya metincium bahu yang
amat anyir sehingga ia hampir muntah. Sebelum ia
sempat mengetahui bau anyir itu, Ceng Ci totiangpun tiba


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan terus menghantamnya. Tetapi habis menghantam,
imam itu menjerit kaget ! Dari sebelah batu besar,
menghambur sebuah arus tenaga penyedot yang berbau
anyir dan dingin. Seketika menjeritlah Ceng Ci totiang
seperti melihat hantu disiang hari
Gak Lui mendengus tertahan. Ia dilanda pukulan
Ceng Ci totiang. Baru tubuh terhuyung tiba-tiba disedot
oleh tenaga-hisap dari belakang. Wut..... laksana anak
panah, tubuh Gak Lui melesat masuk kedalam sebuah
liang yang gelap dan lembab. Ia coba meronta, tetapi
dinding lubang itu tiba2 merapat menjepitnya. Gak Lui
terkejut lalu pingsan. Ternyata Ceng Ci totiang menjerit
tadi karena melihat dua bilah daging merah sebesar kuali
dan dua buah bola api sebesar genggaman tangan.
Ceng Ci totiang cepat2 loncat mundur sampai tiga
tombak. Ketika memperhatikan dengan seksama,
ternyata daging merah sebesar kuali itu adalah mulut dari
99 seekor ular besar. Bau anyir dan tenaga-hisap yang
melancar dari belakang Gak Lui tadi adalah berasal dari
semburan mulut ular besar itu. Dan pemuda itu telah
tersedot masuk kedalam perut si ular Namun naga itu
tampaknya masih belum kenyang. Kepalanya menjulur
ke atas, lidahnya yang runcing merah, tak henti2 nya
melelet-lelet :............'
Ceng Ci totiang ngeri. Ia loncat menghampiri
anggauta Topeng Besi dan menimang : "Budak itu
memang pendek umurnya, tetapi menurut laporan dari
mata2 kita, seharusnya dia berada ditempat 100-an li
jauhnya. Mengapa tiba2 muncul di sini ....." Ah.......,
tetapi karena ia sudah mati, tak perlu dikejar lagi ...."
Baru ia hendak mengajak anggauta Topeng Besi itu
angkat kaki, tiba2 ia dapatkan tubuh orang itu berkisarkisar pelahan. Dan scrempak dengan itu, Ceng Ci totiang
seperti mendengar suara suitan yang lemah mengalun di
angkasa. Mirip dengan suitan pertandaan tetapi pun
menyerupai desis bangsa ular. Karena menghadapi
beberara peristiwa yeng aneh, Ceng Ci totiang tak mau
membuang waktu menyelidiki lagi. Ia bersuit memanggil
anggauta Topeng Besi terus loncat tinggalkan tempat itu.
ULAR RAKSASA itupun bergeliatan masuk ke dalam
sarangnya. Sebuah goha di tepi lembah, ternyata goha
itu dalam sekali, lembab dan berli-liku amat panjang. Gak
Lui masih pingsan di dalam perut ular. Ternyata dalam
guha itu telah siap menyambut seekor mahkluk aneh
yang berkulit lima warna. Begitu ular masuk, mahkluk
aneh itu segera mendahului berjalan di muka, menjadi
penunjuk jalan ular itu. Ular itu mengikuti di belakang
mahkluk aneh yang merangkak dan merayap ke atas, ke
bawah lalu membiluk ke kanan dan ke kiri, menyusup
kebagian dalam dari guha itu. Kira2 sepeminum teh
lamanya, mereka telah masuk ke dalam sebuah lubang
100 kuburan yang luar biasa besarnya. Di atas dinding liang
kubur itu, melekat sejumlah besar mutiara besar2 yang
terang gemilang cahayanya. Sedang di sekeliling liang
kubur itu penuh dengan berpuluh-puluh tulang rangka
ular-besar dan longsongan kulit ular. Juga pada dinding
liang terdapat banyak sekali lubang besar kecil untuk
sarang ular. Sebenarnya liang kubur itu bukanlah
kuburan untuk manusia mlainkan kuburan dari jenis ular
besar yang hidup ratusan tahun yang lalu. Mutiara2 yang
melekat pada dinding yang memancarkan cahaya terang
itu, sebenarnya berasal dari otak ular besar yang meleleh
dan membeku menjadi semacam kristal yang dapat
memancarkan cahaya terang benderang.
Tiba2 terjadi suatu keanehan. Mahkluk aneh yang
menjadi penunjuk jalan itu sekonyong- konyong berdiri
seperti manusia. Setelah beberapa kali menggoyangkan
tubuh, tiba2 dia berobah menjadi seorang gadis cantik.
Rambutnya memanjang sampai kepantat. Kulitnya
berwarna segar kemerah-merahan. Tubuhnya hanya
terbungkus oleh sehelai pakaian dari kulit ular yang
mengkilap. Setelah berdiri, gadiss itu menyiak kulit ular
yang menutup kepalanya keatas dada, begitu pula kulit
bagian kakinya disingkap keatas lutut hingga tampaklah
kulit kakinya yang putih.
"Mengapa engkau makan orang?" pada lain saat
gadis itu menegur ular besar tadi. Ular itu menundukkan
kepala seolah-olah seperti menyesal. Rupanya binatang
itu mengerti bahasa sigadis. "Hm........, jika tak Iekas2
kupanggil kamu, orang itu tentu sudah engkau kunyah
dalam perutmu! Hayo lekas muntahkan keluar........!" seru
sigadis pula. Serta merta Ular Besar itu segera mengangakan
mulutnya. Setelah badannya bergetaran dan ekornya
101 bergeliatan, Gak Lui beserta senjatanya, dimuntahkan
keluar. Habis itu, ular besar terus meluncur masuk
kebagian, dalam dari liang kubur. Rupanya ia takut
mendapat hukuman sigadis, lalu buru2 menyembunyikan diri. "Hai, kiranya seorang lelaki ...." gadis itu
melengking kaget kemudian ia ulurkan tangan ke mulut
Gak Lui untuk memeriksa pernapasannya. Ia terkejut
karena napas pemuda itu sudah tak terdengar. Buru2 ia
memeriksa pergelangan tangan Gak Lui. Setelah
beberapa saat, segera ia lari ke dalam liang dan
mengamhil sebatang kim-cau (rumput emas) yang
bentuknya panjang kurus seperti anak panah. Lebih dulu
rumput kim-cau itu dikunyahnya sampai halus, lalu ia
menundukkan muka, memakankan kunyahan rumput itu
ke mulut Gak Lui, seperti seekor burung sedang memberi
makan kepada anaknya.....
Tetapi Gak Lui sedang pingsan. Mulutnya terkancing
rapat, napas berhenti sehingga tak dapat menerima
susupan rumput halus itu. Gadis itu tidak gugup. Tanpa
malu2 lagi, ia terus lekatkan bibirnya kebibir Gak Lui lalu
mulai kerahkan tenaga-dalam untuk meniupkan rumput
obat itu kedalam mulut Gak Lui. Supaya tiupannya
berhasil, tanpa disadari tubuh gadis itupun merapat pada
tubuh Gak Lui .... Beberapa saat kemudian tampak dada
Gak Lui mulai bergerak mengikuti tiupan hawa dari mulut
sigadis. Pelahan-lahan pemuda itu mulai dapat
bernapas. Dalam keadaan masih belum sadar, ia
rasakan suatu arus hawa hangat yang harum meluncur
kedalam tenggorokan terus memancar keseluruh
tubuhnya. Kunyahan rumput kim-cau itu cepat sekali
menyalur keseluruh jalandarah Gak Lui. Seketika
menimbulkan rangsang panas yang membakar
ubun2nya. Karena mencurahkan perhatian untuk
meniupkan kunyahan rumput obat kemulut Gak Lui,
102 tanpa disadari pakaian kulit ular yang menutup tubuh
gadis itu meluncur lepas sehingga Gak Lui tak dapat
menahan diri lagi. Kedua insan itu bagaikan naik
gelombang samudera yang mengayun, berkejar-kejaran
menuju kepantai. Makin lama makin mengalun tinggi,
makin tinggi sekali keangkasa akhirnya, pecah
berbamburan tertumbuk karang. Bagaikan letusan
gunung, ombak meledak pecah dan terhempaslah kedua
insan itu lemah lunglai tak bertenaga lagi. Kedua muda
mudi itu telah melanggar makan buah terlarang ....
Karena kesadaran mereka telah hanyut dibawa rangsang
rumput obat. Disaat, kesadaran hilang berkuasalah sang
Nafsu......! Beberapa saat kemudian, tersadarlah Gak Lui akan
apa yang telah terjadi. Pertama yang dilihatnya benar2
menyentuh perasaannya. Bagaikan sekuntum bunga
yang habis dilanda hujan, gadis jelita itu tampak lemah
lunglai. Kedua tangannya mendekap muka, tersipu-sipu
dan terisak- isak...... "Hai....., apakah yang telah kulakukan" tiba2 ........
Gak Lui loncat bangun. Ia tcrkejut ketika menyadari apa
yang telah terjadi. Dengan terhuyung-huyung ia
menunduk dan berkata kepada nona itu: "Nona,
maafkan. Aku sungguh menyesal sekali. Ini ...... ini tak
kusengaja ....." Gadis itu mengangkat mukanya pelahanlahan. Sepasang pipinya tampak kemerah-merahan dan
menyahutlah ia dengan tawar: "Akupun tak sengaja....itu
dikarenakan..........."
"Karena apa......?"
"Karena aku ......... menyusurkan rumput kedalam
mulutmu." "Rumput apa?" diam2 Gak Lui memang bibirnya
103 masih merasakan harum dan manis dan tubuhnya terasa
panas. "Rumput itu disebut rumput Panah-emas-wangi.
Khasiatnya dapat melenyapkan racun. Tetapi ..., aku tak
tahu kalau rumput itu, .... dapat membuat orang ... kacau
balau pikirannya." Keterangan sijelita secara jujur itu telah melenyapkan
kecurigaan Gak Lui. Ia percaya karena dara itu berusaha
sungguh2 untuk menolong dirinya tetapi karena tak tahu
jelas khasiat rumput itu. telah menyebabkan mereka
berdua terangsang melakukan perbuatan yang terlarang,
Diam2 Gak Lui berterima kasih kepada si gadis cantik itu.
Tapi disaat disamping itu, kini ia bertambah sebuah
beban kewadjiban. "Budi kebaikan nona, pasti tak kulupakan," kata Gak
Lui, "kelak tentu akan kubalas sepenuh-penuhnya"
Ucapan itu bahkan menimbulkan ketegangan sijelita. Ia
menghela napas, katanya: "Engkau ...... hendak......
membalas ......dengan apa?"
"Silahkan nona mengatakan,
berusaha melaksanakan !"
aku tentu akan "Setelah terjadi hal tadi ..... aku ..... terpaksa .... harus
ikut padamu selama-lamanya" Gadis itu tersipu-sipu malu
ketika mengucapkan isi hatinya. Gak Lui terperanjat :
"Hal ini .... jangan" Gadis cantik itu kerutkan alis : "
Apakah engkau ........ sudah beristeri ?"
"Belum....!" "Apa hendak memberi tahu orangtuamu ?"
"Sejak kecil aku tak pernah melihat orangtuaku. Mau
melapor kepada siapa" "
"Menilik engkau membekal senjata, tentulah engkau
104 seorang persilatan. Apakah engkau sedang melakukan
perintah gurumu?" "Gurukupun sudah meninggal dunia."
"Oh....," gadis itu mendengus kejut. Alisnya makin
melekik dalam. Sepasang biji matanya memancar rasa
iba, serunya sambil menggigit bibir: "Kalau, begitu ....
engkau tak mau bertanggung jawab?"
"Tidak..., tidak.....! Bukan begitulah. Adalah karena
sedang melakukan tugas kewajiban maka aku tak berani
sembarangan meluluskan"
"Omonganmu itu, bertentangan sendiri! Aku tak
mengerti apa maksudmu?"
"Diriku sedang memikul kewajiban membalas
dendam. Untuk itu aku harus menuntut ilmu kesaktian
yang tiada tandingannya. Dengan begitu barulah
harapanku tetkabul. Keadaanku saat ini selain harus giat
mencari ilmu kcsaktian, pun tiap saat selalu ditimpah
bahaya2 yang tak ter-duga2"
"Oleh karena itu engkau tak mau tertindih lain beban
lagi.....?" "Karena aku tak ingin engkau terlibat dalam bahaya
itu!" Menilik sikap dan ucapan Gak Lui yang begitu bersungguh2, gadis itu mau percaya juga. Ia tundukkan
kepala dan menghela napas panjang.
"Nona, apakah engkau tiada lain urusan yang perlu
kubantu?" tanya Gak Lui.
"Ibuku sudah meninggal. Aku bermaksud akan
mencari ayah, tetapi ... sekarang aku tak ingin pergi lagi!"
"Lalu bagimana kehendakmu?"
105 "Akan tinggal didalam Liang kubur ini seumur hidup!"
"Ah......., tak perlu begitu. Dan dimanakah tempat
tinggal ayahmu yang hendak engkau cari itu."
"Ayah sudah beberapa tahun menghilang. Tak tahu
dimana dia berada!" "Hilang?"Gak Lui terbelalak kaget. Diam2 ia teringat
akan keadaan dunia pesilatan, dimana banyak tokoh2
persilatan, yang hilang tak ketahuan rimbanya. Adakah
ayah gadis itu juga salah seorang yang menjadi korban"
"Apakah ayah nona itu seorang tokoh sakti?" tanyanya
segera. "Ayahku Li Kok-hua, bukan tokoh persilatan sakti
tetapi seorang tabib nomor satu di dunia.
"Oh, makanya engkau mengerti ilmu obat-obatan.
Jadi engkau puteri seorang tabib sakti!"
"Sedikit2 ilmu pengobatan yang kumiliki itu bukan
kupelajari dari ayah tetapi dari ibuku. Karena pada waktu
ayah menghilang, aku masih dalam kandungan ibu."
"Berapakah umur nona sekarang?" .
"Tujuh belas!" "Kalau begitu ayah nona menghilang sejak 17 tahun
yang lalu?" "Benar," "Mengapa beliau menghilang?"
"Ibu mengatakan, pada malam itu ayah diundang
oleh seorang sastrawan untuk mengobati, tetapi sejak
malam itu, ayah tak pernah pulang, lagi!"
"Ibu nona bagaimana meninggalnya" Dan mengapa
nona berada disini" 106 "Ibu menunggu sampai 14 tahun. Karena ayah tetap
tak ada beritanya, ibu lalu membawa aku mengembara
mencari jejak ayah, Tetapi sungguh malang. Di tengah


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perjalannan, ibu menderita sakit dan meninggal. Seorang
diri aku melanjutkan perjalanan dan akhirnya tersesat
masuk ke, dalam guha kuburan sini."
"Apakah nona tak berjumpa dengan ular ?"
"Akupun mengalami peristiwa seperti engkau. Ditelan
ular dan dibawa masuk ke dalam liang lalu dimuntahkan
keluar lagi." Diam2 dalam hati kecil Gak Lui setengah tak percaya
bahwa ia ditolong nona itu ke luar dari perut ular. Maka
makin tidak percaya lagi ia akan keterangan sinona
tentang peristiwa ditelan ular lalu dimuntahkan itu. Gak
Lui kerutkan alis . JILID 3 "Eh, engkau tak Percaya?" tegur dara itu demi
melihat Gak Lui bersangsi, "kutahu berjenis bunga dan
rumput yang aneh. Ketika berada di luar guha aku telah
makan rumput Panah-mas-wangi. Setelah menelan
diriku, ular itu terpaksa memuntahkannya lagi. Akhirnya
kami jadi sahabat. Selama bertahun-tahun ini, aku
banyak belajar darinya mengenai cara tidur dimusim
rontok, bernafas ....... "
"Tidak, itu bukan ilmu bernafas!" tukas Gak Lui,
"memang dalam ilmu silat terdapat suatu pelajaran yang
disebut KURA2 BERNAPAS. Pelajaran itu diambil dari
cara2 binatang bulus bernafas dalam air. Teori kura2 dan
ular tidaklah sejenis. Dengan begitu engkau telah
meyakinkan suatu ilmu yang istimewa. Kelak tentu amat
107 berguna dalam usaha mencari ayahmu ........."
"Sayang aku tak dapat silat ....., tetapi maukah
engkau mengajari aku?"
"Ilmu-silatku, termasuk sebuah aliran istimewa yang
mungkin dapat mengundang perhatian musuh. Oleh
karena itu lebih haik jangan"
"O......., ini tak boleh, itu tak boleh! Kalau begitu lebih
baik aku tak keluar dari sini saja!" sidara mendesah
geram....., "kelak apabila ketemu ayah, dengan ilmu
pengobatannya tentu dapat mengenali diriku ....... "
Dengan ucapan itu sidara hendak mengatakan
bahwa ia kuatir kalau ayahnya dapat mengetahui dirinya
sudah bukan gadis lagi. Tetapi karena sungkan
mengatakan kata2 itu, ia berkata dengan tak jelas. Tetapi
Gak Lui tak menyadari hal itu. Dengan terus terang, ia
berkata: "Orang tuaku telah dicelakai orang. Dan untuk
itu aku bersumpah hendak menuntut balas. Seharusnya
engkaupun mempunyai penderian begitu juga!"
"Kalau begitu engkau suka membawa aku ke luar ?"
"Ya, akan kubawa kamu keluar, kemudian aku tetap
akan menuju ketempat tujuanku dan engkaupun mencari
jejak ayahmu." "Kalau begitu, tentang soal pertama yang kukatakan
tadi, engkau ........"
"Sekarang aku tak mau mengucapkan kata2 manis
hanya sekedar untuk mengelabuhi engkau. Tetapi
setelah sakit hati orang tuaku himpas, tentu....... tentulah
...... " "Tentu, bagaimana.....?" tukas gadis itu.
"Tentu akan meluluskan !"
108 Gadis itu menggigit bibir, merenung beberapa jenak
lalu bertanya dengan nada sarat: "Kalau mengembara di
dunia persilatan, apakah engkau tak jatuh cinta pada lain
orang" "Tak mungkin....! percayalah.....!"
"Sungguh......?"
"Dengan pedang sebagai sumpah. Jika aku sampai
berbalik haluan, biarlah mati di bawah tusukan pedang
....... " Dara itu bagaikan meneguk sari madu. Cepat-cepat
ia mendekap mulut Gak Lui dan rebahkan diri ke dada
pemuda itu. Beberapa waktu kemudian barulah mereka
berpisah walaupun dengan hati berat. Dengan wajah
berseri merah dan bertanyalah gadis itu dengan berbisik :
"Sudah hampir setengah hari siapakah namamu?"
"Aku Gak Lui dan engkau" "
"Si Ular ....."
"Huh, itu bukan namamu !"
"Aku tinggal didalam lubang ular, hidup sebagai ular,
sudah tentu bernama si Ular" Gak Lui berbangkit
serentak dan berkata : "Jika engkau tak mau bilang, aku
akan pergi sekarang juga!"
"Hi...., hi...., hi ..." gadis ular itu tertawa geli, serunya:
"Aku tak takut engkau pergi. Kalau tak kutunjukkan
jalannya, mungkin seumur hidup engkau tak mampu
keluar dari tempat ini.......!"
"Masakah?" seru Gak Lui seraya memandang
kesekeliling guha itu. "Siapa membohongimu" Dalam makam ular ini, tiada
jalan keluar sama sekali. Hanya lubang terowongan
109 untuk jalan ular saja. Betapapun tinggi kepandaianmu,
jika tak kutunjukkan jalannya, engkau tentu akan tersesat
dalam terowongan yang pelik dan tak dapat keluar !"
Melihat tulang2 ular dan kulit2 ular yang menumpuk
setinggi bukit, diam2 mengigilah perasaan Gak Lui. Si
Ular buru2 melangkah kemukanya dan tertawa: "Ih,
hanya bersendau gurau saja, tak boleh marah! Namaku
Li Siau mey ...." Gak Lui pun tertawa: "Hu...., indah sekali nama itu.
Apakah engkau takut kuketahui?"
"Romanku cakap tetapi engkau tutupi dengan kedok
yang mengerikan. Apakah itu tak menakutkan aku juga?"
balas Siau-mey. Gak Lui terkejut dan cepat2 meraba
mukanya "Engkau membuka kedok mukaku ini?"
"Tidak! Aku hanya menduga saja."
"Benarkah begitu"
"Sudah tentu benar, semula aku sibuk menolongmu,
kemudian ... tak ingat memmbuka kedok muka itu lagi."
Legalah hati Gak Lui. Ia, menghela napas longgar. Suatu
hal yang membuat heran Siau-mey sigadis ular,
tanyanya: "Mengapa engkau takut membuka kedokmu. Apakah
engkau tak angap ......"
"Aku telah bersumpah sebelum mendapat ilmu sakti
tanpa tanding tak akan membuka kedokku ini. Membuka
kedok berarti melanggar sumpah!"
"Apakah aku ..... sekarang ini engkau anggap orang
luar?" "Jangankan engkau.....sedang aku sendiripun tak,
pernah melihat muka sendiri "
110 "Ai ..." Siau-mey melengking tak percaya. "Itu benar2
hal yang paling aneh didunia, masakan engkau tak kenal
wadjahmu sendiri!" Gak Lui menghela napas.
"Keteranganku itu memang benar," katanya, "aku
memang tak pernah melihat wajahku sendiri. Memang
satu waktu ingin kubuka kedok ini agar dapat kuduga
bagaimana raut wajah orang tuaku itu."
"Seorang manusia tak mungkin tak tahu wajahnya
sendiri. Misalnya diwaktu cuci muka dan berkaca.......... "
"Aku dipelihara oleh ayah angkatku. Beliau takut
kalau melihat wajahku lantas teringat akan ayahku. Oleh
karena sejak kecil aku diberi kedok muka ini. Selama itu
tak diperbolehkan aku berkaca dan mencuci muka.
Beliaupun berpesan apabila melintasi sungai, dilarang
menundukkan muka kepermukaan air sungai dan jangan
sekali- kali membuka kedok muka ini !"
"Ah, riwayatmu benar2 gaib sekali !" seru sigadis ular
Siau-mey. "Sekarang masih belum dapat diketahui jelas !"
"Musuh keluargamu itu teritu lihay sekali !"
"Kabarnya memang amat sakti dan ganas luar biasa."
"Kalau begitu........., akupun hendak belajar silat !"
"Mengapa " "
"Untuk membantu engkau menuntut balas !"
"Tak perlu!" "Orang tuamu pun orang tuaku juga, mengapa
engkau tak memperbolehkan" "
"Belajar silat, bukan hal yang mudah. Harus sudah
mempunyai dasar latihan yang kokoh !" Sesungguhnya
111 diam2 Gak Lui memperhatikan bahwa gadis itu secara
tak sengaja sudah mempelajari suatu ilmu tenaga-dalam
yang istimewa. Tetapi kalau menilik wajahnya yang
sedemikian ayu, tak mungkin gadis itu mempunyai bakat
belajar silat. Maka sekalipun mulutnya mengucap kata2
tadi, dalam hati diam2 ia bersangsi. Tiba2 gadis itu
melesat. Sekali gerak dapat melesat sampai dua tombak
jauhnya. Saat itu ia berada di tepi guha. Sambil
menunjuk pada tumpukan tulang2 ular, ia berseru :
"Kalau tak percaya, lihatlah ini !" Habis berkata gadis itu
terus mengangkat setumpuk tulang belulang ular yang
beratnya tak kurang dari beberapa ratus kati ......
Gak Lui terkejut. Setelah Siau-mey letakkan
tumpukau tulang ular itu ketanah, barulah ia berkata
dengan nada menyesal: "Sayang aku tak dapat memberi
pelajaran ilmu silat kepadamu. Apalagi anak perempuan
belajar silat pun .... kurang leluasa !"
"Engkau tak dapat memberi pelajaran, aku bisa
berguru pada lain orang. Dan hendak kucari seorang
cianpwe wanita, masakan tak leluasa!"
"Baiklah kalau begitu. Kurasa kita harus lekas
tinggalkan tempat ini," kata Gak Lui.
"Ah..., mana boleh begitu cepat. Aku harus berkemas
kemas dan memberi selamat tinggal kepada ular naga
........ dan lagi ...."
"Dan lagi bagaimana?"
"Aku harus membawa dua kawan kecil untuk kuajak
pergi." Gak Lui meluluskan. Siau-mey cepat meluncur
kedalam persembunyian ular, sedang Gak Lui
mengemasi sepasang pedang dan barang bekalannya.
112 "Ah...., pedang-samudera Hi Liong-hui dan pedanggelombang Go Sun-hua tentu sudah celaka ditangan
musuh ganas itu. Putera tunggal dari Hi-cianpwe yang
bernama Hi Kiam-gim, harus kubantu untuk membalaskan sakit hati orang tuanya ............. demikian
Gak Lui merenung. Kemudian pikirannya melayang pada,
Ceng Ci totiang dan anggauta Topeng besi yang
bertempur dengannya itu. Kedua orang itu benar aneh
sekali. Ceng Ci totiang memang sakti ilmusilatnya, tetapi
mengapa sama sekali tak kenal pada pedang Pelangi
pusaka partai Bu-tong-pay" Bukankah hal itu mustahil
sekali kalau mengingat bahwa Ceng Ci itu paderi
tingkatan tinggi dari partai Bu-tong-pay! Sedang si
Topeng Besi itu, ilmu silatnya jelas dari aliran Bu-tongpay. Pula dia bahkan mengenali pedang Pelangi. Begitu
melihat pedang pusaka Bu-tong-pay, dia tertegun dan tak
dapat bicara .... Terutama topeng besi yang
dikenakannya itu. Selain aneh bentuk dan amat tebal
besinya pun penuh dengan karatan. Apakah topeng besi
itu terus dipakaianya dan tak pernah dilepas" Benar2
kedua orang itu diliputi oleh kabut rahasia. Kabut itu
sekarang Gak Lui belum dapat menyingkapnya. Tiba2
Gak Lui terkesiap ketika ia teringat akan kata2 Ceng Ci
totiang yang aneh. Paderi itu berkata: "Engkau si
Pemangkas pedang, mengapa sebentar saja sudah
berada di sini?" Jika direnungkan, jelas paderi itu heran atas
kemunculan Gak Lui di tempat itu. Jika demikian, apakah
terdapat seorang tokoh Pemangkas Pedang yang
muncul dilain tempat lagi" Benak Gak Lui dilalu lalang
oleh hal2 yang misterius sekali. Semua teka teki yang
dihadapi itu, ia tak mampu memecahkannya.
"Ah......, betapapun halnya, yang penting aku harus
mencari sumber air Pencuci Jiwa lebih dulu!" akhirnya ia
113 menetapkan keputusannya. ---oo0oo--Pada saat ia masih termenung dilamun kenangan
perististiwa2 yang aneh itu, tiba2 terdengar suara desis
yang tajam. Empat penjuru penuh dengan gemercik sisik
ular bergesek dengan tanah, menimbulkan suatu bunyibunyian yang menyeramkan! Gak Lui bergidik bulu
romanya. Ketika memandang kesekeliling, tiba-tiba
hidungnya terbaur angin yang amat anyir dan pada lain
saat lima ekor ular besar meluncur tiba. Badan ular yang
sebesar dahan kayu, bergeliatan membentuk sebuah
barisan ular yang cukup tinggi. Kelima ular besar
mengangkat kepala, menjulurkan lidah dan mengipasngipaskan ekornya dihadapan Gak Lui. Karena tak tahan
akan bau yang anyir Gak Lui hampir muntah dan
pingsan. Dia tak dapat mengenali ular mana yang telah
menelan dirinya tadi. Dalam gugup cepat ia siapkan
pedang dan memandang kearah liang makam ular
sebelah dalam. Tetapi ia tak melihat bayangan Siau-mey.
Gak Lui makin gemetar. Cepat ia menarik batang pedang
dari sarungnya......... Dalam saat2 yang amat tegang itu, tiba2 dari arah
lubang sebelah dalam terdengar suitan melengking.
Bagaikan terbang sigadis ular Siau-mey meluncur keluar.
Begitu melihat gadis itu, kedua ular naga tadi segera
bergeliatan memberi jalan. Pada lain kejab, gadis itupun
sudah berada disamping Gak Lui. Gak Lui menghela
napas longgar, lalu susupkan pedang ke dalam sarung
lagi. Dengan dada berombak keras, gadis itu bertanya:
"Engkoh Lui, aku terlambat, apakah engkau kaget?"
"Ah, tak apa. Tetapi melihat kelima ular besar itu saja,
114

Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hatiku sudah goncang keras!"
"Ah...., kelima ular penjaga makam ini, memang
keluar hendak mengantar perjalanan kita. Mereka tak
makan orang. apalagi setelah makan rumput Panah-masharum, seharusnya engkau jangan takut kepada
kawanan ular itu!" "Ya..., ya...., kutahu. Tetapi mana kawan kecilmu itu"
Apa sudah ketemu?" "Sudah!" Sambil bercakap-cakap itu, Gak Lui memperhatikan
keadaan Siau-mey. Dilihatnya gadis itu masih
mengenakan pakaian kulit ular yang gilang gemilang
menyilaukan mata. Kakinya telanjang, begitu pula bagian
dadanya. Hanya pada pergelangan tangan kiri, memakai
sebuah gelang warna emas yang aneh bentuknya.
Sedang tangan kanan memakai gelang batu kumala
putih. Gak Lui kerutkan alis, tanyanya : "Apakah engkau
sudah selesai berkemas?"
Siau-mey mengiakan. "Kalau begitu, mari kita berangkat !" Gadis ular Siaumey segera memberi selamat tinggal satu demi satu
kepada kelima ular naga itu. Setelah itu ia cepat
menyusul Gak Lui. Mereka menuju ke sebuah guha
berbentuk bundar yang luasnya bebarapa tombak.
Dengan lincah sekali, Siau-mey menyusup ke dalam
lubang guha seraya berseru menyuruh Gak Lui
mengikuti. Pemuda itupun segera mengikutinya.
Ternyata dinding guha itu sangat licin dan mengkilap
sekali seperti kaca. Dan lagi sebentar dinding kaca itu
melayang ke-atas sebentar meluncur turun. Sesaat
menggeser ke-kanan, sesaat ke-kiri. Tak ubahnya seperti
sebuah barisan yang amat hebat. Dalam berjalan
115 sebagai penunjuk jalan itu, tak henti-hentinya mulut Siaumey mendesis-desis pelahan. Gak Lui pun terpaksa
meniru gerakan Siau-mey untuk merayap dengan tangan
dan kakinya. Diam2 ia mengakui, jika tiada penunjuk
gadis ular itu, tak mungkin dia mampu ke luar dari
makam ular situ. Entah berapa lama mereka merayap itu,
tiba2 Gak Lui tertiup hembusan angin dan semangatnya
terasa segar. Setelah merayap dua tiga tombak jauhnya
lagi, mereka telah keluar dari tanah.
Memandang kemuka, kira2 dua li jauhnya tampak api
penerangan dari sebuah pedesaan.
"Adik Mey....."
"Hm ......" mendengar kekasihnya memanggil dengan,
sebutan yang mesra, gadis ular itu cepat menyahut
dengan penuh rasa bahagia.
"Sekarang kita berada dimana?"
"Entah apa nama tempatnya, tetapi yang jelas berada
ditempat yang berlawanan arah dengan lembah." Gak Lui
tertegun, katanya: "Sebenarnya aku ingin kembali
ketempat bermula aku jatuh kedalam lembah. Ingin
kulihat keadaannya. Tetapi tak nyana engkau telah
membawaku kemari." "Aku kuatir orang yang mencelakaimu itu masih
menunggu diluar lembah. Dan lagi gunung bagian
sebelah itu ..........bukankah sudah terbakar api?" Gak Lui
serentak teringat pada waktu melintasi puncak gunung, ia
melihat dusun keluarga Hi telah menjadi lautan api.
"Ah ..... " ia menghela napas panjang, "baiklah tak
perlu melihat. Mari kita mepuju ke desa itu"
Tetapi Siau-mey tampak meragu, katanya: "Sudah
bertahun- tahun aku tak melihat orang, Aku agak ngeri
116 ......... " "Kalau begitu, biarlah kupergi membeli pakaian
untukmu. Setelah itu kita cari tempat yang sepi untuk
beristirahat. Tentu engkau takkan ngeri bertemu dengan
orang!" ---oo0oo--Demikian tak berapa lama setelah Gak Lui kembali
membawa pakaian, mereka segera mencari tempat
meneduh. Kebetulan sekali mereka mendapatkan
sebuah kuil kuno yang belum begitu rusak keadaannya.
Ditingkah oleh sinar rembulan, kedua kekasih itu duduk
berdampingan. Siau-mey sandarkan kepala pada bahu
Gak Lui, sambil memandang rembulan dengan senyum
bahagia. Dalam genggaman cinta, gadis itu seperti
dimabuk kepayang. Berada dalam sebuah kuil kuno di
tengah hutan belantara, ia merasa seperti di dalam
nirwarna .... Tetapi pada umumnya, detik2 bahagia itu
selalu terasa berjalan cepat sekali. Tak berapa lama
sudah menjelang tengah malam. Tiba2 bertanyalah gadis
itu: "Engkoh Lui, hendak kemanakah engkau besok pagi
itu ...?" "Kegunung Thian-gan-san
Pencuci Jiwa !" "Apakah engkau sungguh2
membawa aku kesana?"
mencari .... tak sumber air dapat .... "Sungguh tak dapat!"
"Aku merasa berat berpisah dengan engkau."
"Ah, masakan manusia hidup takan berjumpa lagi.
Kuharap engkaupun mencari ayahmu dan akupun bisa
memperoleh jejak kedua orangtuaku lalu membalaskan
117 sakithati mereka !" "Engkoh Lui, engkau belum memberitahukan nama
ayah dan ibu !" "Tetapi apakah kepentingannya kepadamu ?"
"Ih...., engkau ini memang keterlaluan, engkoh Lui.
Masakan seorang menantu tak tahu nama kedua
mertuanya ........." jawab Siau-mey tersipu-sipu merah
dan menunduklah gadis itu.
"Baik, tetapi sekali-kali
kepada orang lain !"
jangan memberitahukan "Sudah tentu." "Ayahku adalah Bu-san ........" Baru mengatakan
begitu, tiba2 diluar kuil terdengar suara derap langkah
orang. Dari derap langkahnya, bukan seorang tetapi
belasan orang. Tak berapa lama, orang2 itupun
melangkah masuk ke dalam kuil. Sekali lihat dan dengar
nada suara mereka, tahulah Gak Lui kalau yang datang
itu rombongan orang persilatan yang memiliki
kepandaian tinggi. Salah seorang yang suaranya kasar
garang, meraung-raung dengan geram: "Celaka...!
Sungguh menjengkelkan sekali bocah Pemangkas
Pedang itu. Kita mencarinya dia menghilang !"
"Habis memangkas pedang orang, dia terus
melarikan diri. Tentulah takut dilihat orang ........."
Demikian terdengar ocehan beberapa orang itu yang
membuat panas hati Gak Lui tetapi terpaksa menahan
kemarahannya. Tiba2 terdengar derap langkah seorang
yang datang lagi dan berscru dengan tegang: "Kabar
baik! Pemangkas Pedang itu telah ditelan ular besar!"
Mendengar itu tergetarlah hati Gak Lui. Mengapa orang
itu tahu peristitiwa tersebut"
118 "Ah, dia tentulah mata2 dari Maharaja!" pikiran Gak
Lui dan serentak ia tak dapat menahan kemarahannya
lagi. Mencabut pedangnya, ia serentak menerjang keluar!
Tetapi baru pemuda itu hendak bergerak, gadis ular
Siau-mey dapat memegang lengan Gak Lui: "Engkoh Lui,
mengapa engkau ini?"
"Jangan pedulikan aku!" Gak Lui meronta. Walaupun
tidak menggunakan tenaga penuh tetapi tetap ia tak
dapat melepaskan lengannya dari cekalan sigadis.
"Apakah orang yang mencelakai dirimu itu?"
"Ya...!, mereka anak buahnya, lekas lepaskan aku!"
Gak Lui kerahkan tenaga dalam, siap hendak meronta.
Sekalipun tak pernah belajar silat tetapi tanpa sengaja
Siau-mey telah mempelajari ilmu mengatur pernapasan
dan tenaga-dalam dari ular naga. Pada saat Gak Lui
kerahkan tenaga, Siau-mey pun ikut mengerahkan
tenaga. Cekalannya masih kencang sekali.
"Engkoh Lui, Perlu apa engkau mencarinya?"
"Untuk menanyakan dimana musuhku."
"Kalau mau sungguh2 bertanya, tak seharusnya
engkau keluar." "Apa maksudmu?"
"Kalau engkau yang bertanya, mereka tentu akan
memberi jawaban yang bohong. Lebih baik biarkan
mereka bilang sendiri. Nah, itulah baru boleh dipercaya!"
"Benar juga......." Gak Lui segera menutup
pernapasan dan mencurahkan mendengarannya. Karena
lama tinggal diliang ular, telinga Siau-mey pun lebih
tajam dari orang biasa. Ia pun curahkan perhatiannya.
Orang2 persilatan itu segera masuk kedalam ruangan
besar. Setelah mengatur tempat duduk masing2, maka
119 terdengar pula suara orang yang bernada kasar dan
parau itu, membentak: "Setan Keluyuran, kemarilah!" "Pedang Api,
menunggu perintahmu!" terdengar orang yang dipanggil
sebagai Setan Kelunyuran itu menyahut.
"Tadi engkau mengatakan bagaimana dengan si
Pemangkas Pedang itu" Ceritakan lagi!"
"Budak hina itu sudah dimakan ular besar!"
"Ngaco belo engkau! Mungkin karena tak berhasil
mendapat berita, engkau lantas merangkai cerita yang
tidak2" "Percaya atau tidak, terserah padamu. Tetapi aku
bicara sesungguhnya !"
"Apakah engkau menyaksikan sendiri?"
"Tidak" "Tetapi mengapa engkau begitu yakin?"
"Aku .... aku ..... faham akan daerah ini.
"Semua peristiwa yang terjadi di situ, tentu kuketahui
!" Rupanya Pedang Api tetap tak percaya. Wajahnya
tampak muram seperti mau marah. Tetapi salah seorang
lainnya cepat melerai: "Ah..., kurasa kalian jangan begitu.
Bukankah kita bekerjasama. Jika budak hina itu memang
sudah mati, kita boleh melampiaskan kesesakan dada."
"Ah, jangan bicara seperti itu !" Bertanyalah Setan
Keluyuran dengan nada dingin: "Cara bagaimana
saudara hendak melampiaskan penasaran itu?"
"Aku Pedang Api, senang sekali dapat menghajar
budak itu lalu mencincangnya."
120 "Kalau menurut ucapanmu itu, kita harus menarik
tubuh budak itu ke luar dari perut ular. Setelah itu baru
ditantang berkelahi?" Kata2 Setan Keluyuran itu
menimbulkan gelak tertawa orang. Tiba2 serangkum
angin keras meniup ke arah tempat persembunyian Gak
Lui. Dengan kepandaiannya mencium angin mengenal
benda, Gak Lui mengetahui bahwa tamparan angin keras
itu berasal dari gerakan tubuh belasan orang yang
berdatangan ke tempat situ. Mereka adalah musuh2 dari
Gak Lui ketika pemuda itu berkelana ke dalam dunia
persilatan untuk memapas pedang orang. Gelak suara
tawa dari Setan Keluyuran masih belum lenyap
kumandangnya. Tiba2 Pedang Api menghantam meja
sembahyangan, meja berhamburan ke mana-mana. Lalu
menjerit murka : "Setan Keluyuran, engkau berani
menyindir aku ?" Namun Setan Keluyuran itu masih tetap
tertawa aneh : "Tak perlu saudara menggertak aku. Jika
engkau benar2 sakti, masakan engkau sampai
dikalahkan pemuda Pemangkas-pedang itu."
Bum...., bum .... terdengar suara keras dari adu
pukulan antara Setan Keluyuran lawan Pedang Api.
Kawannya yang tadi, cepat mencegah : "Ah...., janganlah
kalian berkelahi sungguh2. Kita semua orang2 gagah
dari tiap2 partai persilatan. Tujuan kita bersama adalah
untuk mencari jejak budak Pemangkas-pedang itu. Tetapi
jika dia memang sudah mati, besok pagi kita tinggalkan
tempat ini." Siau-liong membisiki Siau-mey : "Aku hendak
menjenguk mereka, jangan engkau ke luar dari sini."
"Engkoh Lui, jika engkau sampai berkelahi dengan
orang, bagai mana aku harus berbuat" tanya sigadis.
"Cepatlah engkau pergi, jangan cemaskan diriku ....!"
Gak Lui secepat kilat sudah melesat kemuka ruangan.
121 Dilihatnya dalam ruangan terdapat 13 tokoh persilatan.
Tapi ia tak dapat mengetahui yang manakah Setan
Keluyuran itu. Pedang Api yang sedang ribut mulut
dengan Setan Keluyuran itu, ketika melihat seorang
muncul dimuka ruangan, terkejut dan hentikan
perkelahiannya. Belasan oraung itu segera berhamburan
keluar. "Berhenti!" bentak Gak Lui, jangan bergerak, aku
hendak bicara !" Ketiga belas orang itu segera mengepung Gak Lui.
Mereka menghunus senjata masing2. Sikapnya tegang
sekali. "Aku Gak Lui, memang tempo hari yang memapas
kutung senjata saudara2. Tetapi hal itu ada sebabnya.
Saat ini hendak kuakhiri perselisihan itu!"
Mendengar itu Pedang Api segera maju selangkah,
serunya: "Dengan cara bagaimana engkau berhak
mengakhiri hal itu?"
"Jika saudara2 suka menyambut tawaranku
berdamai, kelak tentu akan kukatakan sebab-sebab-nya
aku memapas senjata saudara2 itu, agar saudara jangan


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penasaran!" "Jika kami tak mau?"
"Silahkan menetapkan waktu dan tempat, aku tentu
akan melayani keinginan saudara2!"
"Beranikah engkau melawan kami ke 13 jago pedang
ini," "Sedikitpun aku tak gentar, tetapi ......."
"Mengapa?" "Aku hanya mau menghadapi yang ke 12 orang
122 karena yang seorang harus lenyap."
"Yang mana?" "Setan Keluyuran!"
"Mengapa?" "Dia adalah kaki tangan Maharaja. Aku hendak
menanyainya" Kata2 Gak Lui itu membuat mereka
tersentak kaget. Duabelas pasang mata mencurah
kearah seorang tinggi yang berhidung kakaktua. Gak Lui
segera menuding orang itu, serunya: "Mengapa engkau
tak lekas keluar" Tunggu apa lagi!" Bermula Setan
Keluyuran itu terkejut gemetar tetapi pada lain saat ia
tertawa mengejek. "Atas dasar apakah engkau memfitnah diriku?"
serunya. "Ketika aku berjumpa dengan ular naga, hanya si
Topeng Besi dan si-imam jahat Ceng Ci yang
mengetahui. Tetapi mengapa engkau tahu juga"
Bukankah itu suatu bukti bahwa engkau adalah kaki
tangan durjana yang telah mengganas dunia persilatan
itu!" sahut Gak Lui.
Setan Keluyuran itu batuk2 sebentar lalu memandang
kepada orang- orang disekeliling serunya: "Saudarasaudara sudah menyatakan hendak mencincang si
Pemangkas Pedang itu. Tetapi mengapa setelah budak
itu datang, saudara2 membiarkan dia mengoceh tak
keruan ........" Pedang Api mendengus, teriaknya: "Gak Lui cukup
kuat alasannya. Jika engkau tak dapat memberi
penjelasan, hm ....... "
"Wah..., wah...., wah...., mengapa saudara membawa
perselisihan peribadi ke dalam persengketaan umum"
123 Ah, tak sedap dilihatlah!" seru Setan Keluyuran
mengejek. Gak Lui tak dapat menahan kesabarannya
lagi. Memandang dengan mata berkilat-kilat kepada
sekalian orang gagah, ia berkata: "Harap saudara
saudara suka memikir selangkah. Aku hendak
membalaskan kematian Lima-orang gagah dan kedua
jago Pedang Samudera dan Pedang Gelombang"
Habis berkata pemuda itu terus bersiap hendak
lancarkan pukulan Algojo-dunia untuk meringkus Setan
Keluyuran. Tetapi baru saja tangan hendak mengayun,
tiba2 dari belakang ia merasa dilanda tiupan augin keras.
Pedang Api dan rombongannya tak mengetahui hal itu,
tetapi Gak Lui segera menarik pulang tangannya dan
membentak: "Hai, siapakah kalian itu" Mengapa tak
turun kemari, bicara terus terang !" Terdengar dua buah
penyahutan yang parau dari atas serambi:
"Kami berdua adalah imam Wi Tun dan Wi Ti dari
Kong-tong- pay!" Kedua imam tua itu, sederajat
kedudukannya dengan ketua Khotong-pay. Kesaktiannya dalam ilmu pedang menggetarkan sampai
keempat samudra. Maka kemunculannya, benar2 sangat
mengejutkan sekalian orang. Tersipu-sipu sekalian orang
gagah memberi hormat kepada kedua imam tua itu.
Pedang Api segera memberi hormat dan memperkenalkan diri. "Murid orang biasa dari Siau-lim-pay, Tan Tay-kong,
memberi hormat kepada lo cianpwe berdua!" Setelah itu
berturut-turut mereka memperkenalkan diri sebagai Tio
Lam san murid Heng-san pay, Oh Hek-bu murid Cengsia pay, Ci Kok-ceng murid Kiu-hoan-bun dan lain-2...
Kebanyakan mereka adalah anak murid partai
golongan Ceng- pay. Dan kedua imam tua itu pun satu
demi satu membalas hormat. Kemudian yang terakhir
124 adalah orang yang digelar sebagai Setan Keluyuran itu.
Dengan hormat ia berkata: "Wanpwe Lim Yan,
menghaturkan hormat dan selamat datang kepada locianpwe berdua "
Melihat dia tak menyebut partai perguruannya, imam
tua Wi Ti segera bertanya: "Siapakah nama gurumu
"Wanpwe adalah anakmurid .... Hantu tulang putih
...." "Oh...." seru imam tua Wi Ti dengan dingin, kemudian
memandang sekalian orang gagah
"Menilik gelagatnya, kalian ini benar2 rombongan
naga dan ular, tidak membedakan putih dengan Hitam.
Sungguh tak urus." Mendengar dampratan imam tua itu, Pedang Api
malu dalam hati. Buru2 ia memberi penjelasan: "Adalah
karena tak paham jalanan maka terpaksa kami
mengijinkan dia ikut. Dan lagi diapun, pernah dipapas
kutung pedangnya ......"
Kedua imam tua Wi Ti dan Wi Tun tetap. tak, senang.
Tiba2 mereka berpaling kepada Gak Lui. Sudah tentu
pemuda itu terkejut. "Adakah, cianpwe berdua juga hendak mencari aku?"
tanya Gak Lui. "Murid keponakanku Hian Wi tojin telah di papas
kutung pedangnya. Tentulah engkau yang memapas itu!"
"Memang benar .... "
"Sesungguhnya perkelahiau itu?" karena apa sampai terjadi "Aku mempunyai suatu sebab. Sayang tak leluasa
kuberitahukan!" 125 "Pedang merupakan nyawa kedua dari seorang
persilatan. Bukan saja bagi yang terpapas pedangnya
tentu malu, pun bagi perguruannya merupakan suatu
hinaan besar. Sekarang murid keponakanku telah
menerima hukuman dari ketua. Kami menerima tugas
untuk menyelidiki hal itu. Jika engkau tak mau
mengatakan sebabnya, murid keponakanku Hian Wi itu
tentu akan menerima hukuman berat. Dilenyapkan ilmu
kepandaiannya dan diusir dari perguruan !"
Mendengar itu dengan nada penuh sesal Gak Lui
berkata : "Dapatkah kumohon pada cianpwe supaya
kembali ke gunung dan tolong sampaikan pada ketua.
Peristiwa pemangkasan pedang itu bukan tanggung
jawab Hian Wi tojin. Kelak aku tentu akan datang
menghadap untuk memberi penjelasan !"
"Karena bukan tanggung jawab murid keponakanku,
maka jelas engkaulah yang bertanggung jawab. Dalam
hal ini terpaksa aku harus mencari keterangan sampai
jelas!" "Tetapi saat ini aku masih mempunyai lain urusan
yang penting. Dapatkah lain hari........"
"Dengan susah payah, kami baru dapat mencarimu di
sini. Kurasa lebih baik sekarang juga engkau memberi
penjelasan !" desak imam tua itu.
Gak Lui merenung. Rombongan yang dihadapinya itu
terdiri dari campuran antara Putih dan Hitam. Dan lagi
Siau-mey masih bersembunyi di samping ruang.
Berhadapan dengan sekian banyak orang dari berbagai
aliran yang berbeda-beda itu, memang memungkinkan
terjadinya hal- hal di luar dugaan ...............
Tiba-tiba Setan Keluyuran mendapat pikiran untuk
menggunakan kesempatan saat itu. Dengan tertawa ia
126 berkata kepada ke dua imam tua Wi Ti dan Wi Tun:
"Kata2 cianpwe tadi memang tepat sekali. Kami kemari
karena hendak mencari budak itu. Tetapi sayang ada
beberapa kawan yang takut kepadanya. Syukur cianpwe
berdua datang sehingga urusan tentu beres ...."
Tetapi Setan Keluyuran kecele. Kedua imam tua dari
Kong-tong- pay itu membenci orang2 golongan Hitam.
Mendengar sanjung pujian Setan Keluyuran, ke dua
imam tua itu deliki mata dan menyahut dingin: " Kalian
guru dan murid, tersohor buruk nama. Kami Kong-tongpay tak berani menerima petunjukmu!" Kemudian ke dua
imam itu berpaling kepada Gak Lui, serunya :
"Baiklah, kami berdua akan menonton di samping
sini. Silahkan engkau membereskan urusanmu dahulu !"
Habis berkata ke dua imam itu terus melayang ke atas
atap serambi lagi. Tetapi Setan Keluyuran itu memang
julig sekali. Siasat yang satu gagal, ia sudah siap dengan
siasat lain lagi. Tanpa malu-malu lagi ia berseru keras :
"Lain orang takut kepada budak itu, memang dapat
dimengerti. Tetapi kalau cianpwe berdua juga gentar
kepadanya, benar-benar menghilangkan muka. Dan lagi
Gak Lui sebenarnya adalah anggota Topeng Besi, mata2
dari Maharaja!" Sudah tentu kata2 itu seperti halilintar meledak
disiang hari. Kedua imam dari Konglong-pay terbeliak
kaget! Begitupun sekalian orang gagah yang hadir disitu.
Tadi Gak Lui menuduh Setan Keluyuran itu kaki tangan
Maharaja, tetapi sekarang Setan Keluyuran berbalik
menuduhnya sehingga salah seorang anggauta
gerombolan Topeng Besi ! Dalam kehiruk pikukan
sebagai reaksi atas kata2 Setan Keluyuran itu, maka
Pedang Api Tau Tay-kong murid Siau-lim-si segera
melangkah maju dan membentak dengan suara
127 menggeledek: "Kalian berdua saling tuduh menuduh.
Sebenarnya siapakah yang mempunyai bukti yang kuat!"
Dengan tangkas, Setan Keluyuran segera menggembor sekeras- kerasnya: "Anakbuah Maharaja
tentu membawa Amanat Takdir. Silahkan kalian
menggeledah, siapakah diantara kami berdua yang
menyimpan surat amanat itu, dialah mata-mata!"
Mendengar itu Gak Lui seperti disambar kilat kejutnya,
pikirannya; "Kuambil Amanat Mati ditempat kediaman Kelima
Jago, mengapa dia tahu juga!" Berfikir sampai hal itu,
cepat ia merabah saku bajunya ...
"Hai, budak, kalau memang seorang jantan hayo
keluarkanlah sendiri!" teriak Setan Keluyuran. Karena
marahnya, Gak Lui sampai gemetar. Cepat ia mengambil
keluar Amanat Mati itu. Seketika berobahlah wajah
sekalian orang gagah. "Benar!, memang Amanat Mati ini kusimpan. Tetapi
Amanat Mati itu kuambil dari tempat kediaman Kelima
Jago. Hai!, Setan Keluyuran, engkau harus mengganti
jiwa ...." Tetapi Setan Kelujuran yang licin bagi belut, cepat
melengking: "Pembunuh sudah terang berada disini,
kalian masih tunggu apa lagi !" Bahkan sehabis berseru,
Setan Keluyuran terus mencabut pedang hendak
menyerang. Tetapi kalah cepat dengan Gak Lui. Pemuda
yang terbakar oleh dendam kemarahan itu, segera
hantamkan tangan kirinya keudara. Serangkum
gelombang penyedot segera melanda Setan Keluyuran.
Tubuh orang itu melengkung dan tertarik dua langkah
kemuka. Dengan sekuat tenaga ia berontak dan barulah
dapat berdiri tegak lagi. Tring .......! pedangnya
128 berhambhuran melayang keudara dan tahu-tahu
meluncur ketangan Gak Lui. Sekali hantamkan ujung
pedang ketanah, pedang Setan Keluyuran itu kutung
menjadi dua. Ilmu kepandaian merebut senjata dari jarak
jauh itu, benar2 mengejutkan sekalian orang. Mereka
belum pernah menyaksikan ilmu yang seluar biasa itu.
Pedang Api dan rombongan benar2 tercekam dalam
kerisauan. Antara rasa kejut, malu, dan marah. Tetapi
beberapa orang yang terkena pengaruh kata2 Setan
Keluyuran tadi, segera maju menyerang Gak Lui.
"Menyingkirlah, jangan cari penyakit sendiri .......!"
teriak Gak Lui seraya gerakkan tangannya dalam ilmu
Algojo Dunia untk melindungi diri. Tetapi sayang,
sekalian orang telah kehilangan daya pikir yang sadar,
tidak ada seorangpun yang mendengar seruan Gak Lui.
Sepuluh desiran angin pukulan dahsyat dan hujan sinar
pedang sama menluncur kearah Gak Lui. Betapapun
Gak Lui dengan ilmu kesaktiannya yang aneh itu, tetap
kewalahan menghadapi serangan dari 13 takoh berilmu
tinggi. Darahnya bergolak keras, gerakannya menjadi
kacau. Dalam keadaan secara terpaksa, ia mencabut
sepasang pedang panjang dan pendak. Dengan
demikian, berlangsunglah suatu pertempuran berdarah
yang seru. Pedang Api Tan Tay-kong mengeluarkan ilmu
istimewa dari perguruan-nya, menyerang dengan matimatian. Setan Keluyuran menyerang dengan tangan
kosong. Ia gunakan ilmu Im-Jan-jiu atau ilmu pukulan
membuat orang cacad. Beberapa kali dalam kesempatan
yang baik, ia mencuri serangan.
Pedang panjang yang dicekal tangan kanan,
dimainkan Gak Lui dalam ilmu Menjolok-bintangmemetik-bulan. Dari arah kedudukan yang tak terdugaduga, Gak Lui dapat gerakan pedangnya untuk
mencongkel pedang lawannya. Sementara Pedang


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

129 Pelangi yang dimainkan dengan tangan kiri dalam ilmu
Membelah-emas-memotong-kumala, bagaikan ular yang
sedang menjulur-julurkan lidahnya untuk memagut.
Hanya pagutan ujung pedang Gak Lui itu adalah untuk
memapas kutung pedang orang. Saat itu didalam ruang
biara telah berlangsung suatu pertempuran senjata yang
dahsyat sekali. Menimbulkan sambaran angin yang
menderu-deru .... Dering gemerincing dari benturan senjata tajam,
terdengar amat tajam sekali sampai memekakkan
telinga. Ilmu pedang Menjolok-bintang-memetik-rembulan
yang dimainkan Gak Lui itu memang luar biasa sekali.
Beberapa pedang lawannya dapat dipentalkan keudara,
melambung tinggi sampai beberapa tombak. Dibawah
sinar rembulan, pedang2 yang melayang keudara itu,
sepintas pandang menyerupai bintang jatuh dari langit ....
Ada juga yang pedangnya kena terpapas kutung sampai
pendak dan makin pendak, terpaksa harus buang tangkai
pedangnya. Karena jika dilanjutkan, setelah tangkai
pedang pun terpapas, tentulah tangannya yang akan
menjadi korban. Hanya dalam waktu sepenanak nasi
saja, pertempuran telah berjalan 100-an jurus.
Saat itu ke 13 tokoh2 lihay yang semula
menggunakan pedang, saat itu terpaksa hanya tinggal
tangan kosong saja. Tetapi rupanya karena malu campur
marah, mereka semakin kalap. Pedang terpapas habis,
mereka tetap gunakan tangan kosong untuk
melancarkan serangan. Kedua imam tua Wi Ti dan Wi Tun, diam2 terperanjat
menyaksikan kesaktian pemuda Gak Lui. Wi Ti terus
hendak turun membantu tetapi dicegah Wi Tun.
"Melihat kepandaiannya, dia mungkin anggauta
Topeng Besi ..." kata Wi Ti.
130 Tetapi sambil menuding kearah Pedang Pelangi yang
digunakan Gak Lui, Wi Tun berbisik: "Dengan memakai
pedang itu jelas dia tentu pernah ke Bu-tong-san dan tak
mungkin menjadi anggauta kaki tangan Maharaja! Dan
lagi orang2 itu campur baur tak keruan dengan golongan
Hitam, biarlah mereka merasakan sedikit kopi pahit!"
Pada saat kedua imam Kong-tong-pay itu bercakapcakap, Gak Luipun sudah menyarungkan pedang dan
gunakan tangan kosong untuk menghadapi serangan
lawan. Berbeda dengan pedang. Pukutan lebih lincah
131 dan sukar dikuasai lawan. Maka serangan ke 13 orang
itu, membuat Gak Lui sibuk sekali. Pemuda itu gunakan
ilmu meringankan tubuh Burung-rajawali- pentang- sayap
untuk menghindari serangan. Gerakan pemuda itu berputar2 laksana seekor burung rajawali yang sedang
berpesta-pora diantara kawanan kambing.
Berulang kali susul menyusul terdengar erang dan
dengus tertahan dari beberapa orang yang terkena
pukulan. Dalam beberapa saat, hampir separoh dari
pengeroyok itu dapat dipukul terhuyung-huyung oleh Gak
Lui. Melihat pemuda itu makin lama semakin perkasa
bahkan lebih hebat daripada menggunakan pedang tadi,
Setan KeIuyuran menyadari bahwa apabila di lanjutkan,
jelas pertempuran itu tentu akan dimenangkan Gak Lui.
Diam2 tergetarlah hati Setan Keluyuran. Serentak timbul
rencananya untuk meloloskan diri. Maka setelah
melakukan sebuah gerak serangan kosong, cepat ia
melesat ke ruang samping.
Gak Lui terkejut, ia kuatir Siau-mey masih berada
dalam ruang samping itu dan tentu ditangkap Setan
Keluyuran. Tetapi begitu perhatiannya terpecah, saat itu
juga musuh telah memburu dengan pukulan yang
dahsyat dan menguasainya lagi. Tiba2 dari samping
ruang terdengar gelak tertawa yang cabul. Dan menyusul
terdengar lengking jeritan ngeri dari seorang gadis.
"Celaka!" diam2 Gak Lui mengeluh dan tertegun
kaget. Bluk..., bluk..., bluk..., tiga buah pukulan telah
melanda tubuh pemuda itu. Seketika Ia muntah darah
........ Tetapi pemuda itu mendadak tampak beringas
sekali. Sepasang matanya berkilat-kilat memancarkan
api. Dengan kalap ia segera melancarkan 6 buah jurus
dahsyat. Seperti mendapat kekualan gaib, pemuda itu
132 mengamuk laksana banteng terluka.
Dua belas jago-jago silat yang tangguh, dalam
beberapa waktu, telah berantakan. Sebagian dapat di
hantam terhuyung-huyung oleh Gak Lui dan sebagian
dapat disedot tenaga-murninya sehingga kehabisan
tenaga. Juga Gak Lui sendiri tak keruan keadaannya.
Mulutnya mengumut darah. Namun dengan nekad,
sehabis merubuhkan pengeroyoknya, ia terus menyerbu
keruangan samping. Tetapi baru ia hendak bergerak,
gadis ular Siau-mey sudah melesat keluar dari ruang
samping itu. Setan Keluyuran mengejarnya. Dengan
cepat ia menutuk dua buah jalan darah gadis itu tetapi
entah bagaimana tutukannya itu selalu meleset ....
"Engkoh Lui, tolonglah aku!" teriak Siau-mey dengan
ketakutan. Tetapi pada saat itu juga tangannya dapat
dicengkeram Setan Keluyuran. Dan tepat pada saat itu,
Wi Ti totiangpun melayang turun dari atas serambi terus
menutuk kedua orang, Siau-mey dan Setan Keluyuran.
Saat Siau-mey terancam bahaya, sekonyong-konyong
Siau-mey gerakkan kedua lengannya dan bersuit aneh.
Seketika dua buah sinar emas dan perak berhamburan
dari kedua lengannya dan tahu2 gadis ular itu terlepas,
dari bahaya, terus djatuhkan diri kedada kekasihnya.
Tetapl pada saat itu juga Setan Keluyuran tegak seperti
patung, tubuhnya menggigil seperti orang terserang
penyakit malaria. Wajahnyapun turut berkerenyutan. Bluk
...... tiba2 dia rubuh ke tanah. Demikianpun imam tua Wi
Ti totiang. Wajahnya menampil rasa kejut ketakutan.
Baru berjalan tiga langkah, iapun rubuh ....
Sebelum Gak Lui tahu apa yang terjadi dan belum
sempat berbuat apa2, sekonyong-konyong Wi Tun
totiang sudah lontarkan pukulan tenaga sakti kearah
mereka berdua. Karena sedang memeluk Siau-mey, Gak
133 Lui tak sempat menangkis. Terpaksa sambil melindungi
gadis itu, ia terus enjot tubuhnya melambung
keudara.............. Tetapi baru melambung beberapa
meter, pinggangnya telah tersapu angin pukulan si-imam.
Bum ,.... ia terlempar beberapa tombak. Mata berkunang2 dan gelaplah disekeliling penjuru. Darahnya
bergolak keras. Setelah dapat meruhuhkan Gak Lui, Wi Tun cepat
melayang kesamping Wi Ti. Dilihatnya wajah suhengnya
itu pucat lesi, napas berhenti. Jelas terkena sebuah jenis
racun yang hebat ! Wi Tun yang biasanya amat sabar,
saat itu lupa segala apa. Tring .....!, ia mencabut pedang
lalu menyerbu Gak Lui. Gak Lui buru-buru menyingkirkan
Siau-mey dan mencabut pedang untuk menangkis. Cepat
sekali mereka sudah bertempur 10 jurus.
Tiba2 sigadis ular Siau-mey seperti teringat sesuatu.
Buru2 ia menghampiri ke tempat imam Wi Ti untuk
memeriksa lukanya Saat itu Wi Tun totiang sedang
menumpahkan seluruh tenaganya dalam ilmu pedang
partai Kong-tong pay. Hebatnya bukan alang kepalang.
Sedang Pedang Api Tan Tay keng dan kawan sedang
sibuk menolong kawan2nya yang menggeletak di tanah.
Seluruh mata rombangan Pedang Api itu tercurah
dengan penuh kebencian kepada Gak Lui. Juga terhadap
sikap kedua imam tua Kong-tong-pay yang hanya
berpeluk tangan melihat pertempuran tadi, merekapun
tak puas. Mereka mulai makin percaya akan keterangan
Setan Keluyuran tadi bahwa Gak Lui ini seorang anggota
gerombolan Topeng Besi. Buktinya, pemuda itu
membawa Amanat Mati dari Maharaja dan memusuhi
tokoh2 golongan Putih. Anggapan mereka terhadap sikap kedua imam tua
Kong-tong-pay itupun, agak mencurigakan. Tentu ada
134 maksud tertentu mengapa kedua imam tua itu tak mau
campur tangan dalam pertempuran tadi! Dalam pada itu,
pertempuran antara Wi Tun totiang dengan Gak Lui
masih berlangsung seru sekali. Karena tak mampu
mengalahkan Gak Lui yang sudah menderita luka itu, Wi
Tun totiang merasa malu dan marah. Segera ia
tumpahkan seluruh tenaga-saktinya untuk menghantam
dada lawan. Gak Lui terkejut. Setitik iapun tak pernah mengira
bahwa imam tua itu akan mati- matian hendak mengadu
jiwa. Dalam keadaan yang tak mungkin dihindarinya ini,
terpaksa Ia menangkis dengan tangan kiri. Krak ....
terdengar benturan yang keras dan tersurutlah Gak Lui
tiga langkah kebelakang. Tubuhnya terhuyung-huyung
sambil tetap mencekal pedang yang dilintangkan kemuka
untuk melindungi diri. Tetapi difihak Wi Tun totiang lebih
mengenaskan. Kedua tangan imam tua itu melentuk
lunglai, kedua kaki lemas dan rubuhlah imam itu ketanah
.... Hening lelap. Suasana ruangan tampak menyeramkan. Beberapa sosok tubuh malang melintang
menggeletak dilantai. Beberapa saat kemudian, tampak
gadis ular Siau-mey bangkit terus menghampiri ketempat
Gak Lui. Dilihatnya dada sang kekasih itu berombak
keras; wajah merah membara dan tegak seperti patung.
Jelas kekasihnya itu tentu menderita kesakitan yang
hebat. "Engkoh Lui, engkau ...... bagaimana?"
"Lekas ... papahlah aku ........ duduk........."
Siau-mey segera membantu kekasihnya duduk
disamping Wi Tun totiang. Dengan susah payah Gak Lui
letakkan pedang lalu lekatkan tangannya keperut imam
135 itu. Dengan pelahan ia salurkan tenaga-murni Wi Tun
yang disedotnya itu ke dalam tubuh siimam itu. Tak
berapa lama, Gak Lui merasakan getaran hatinya agak
tenang dan rasa sakitnyapun berkurang. Juga Wi Tun
totiangpun mulai kembali tenaganya, Akhirnya tersadar
dan membuka mata. Sebelum kedua orang saling
berbicara, Wi Ti totiangpun yang tadi telah ditolong Siaumey sudah bangun lalu menghampiri ketempat mereka.
Demikianlah, keempat orang itu saling menuturkan
pengalaman masing2. Wi Ti totiang mengatakan bahwa
tutukannya tadi sebenarnya hendak mencegah Setan
Keluyaran mencelakai Siau-mey. Tetapi dalam gugup,
Siau-mey telah meronta dan membalas menutuknya
hingga rubuh. Gak Luipun segera menuturkan tentang Amanat Mati
yang diambilnya dari desa kediaman Kelima jago. Kini
kedua imam Kong-tong-pay itu menyadari kesalahan
faham mereka. Mereka memberi hormat, menghaturkun
terima kasih karena telah ditolong dari bencana maut.
Setelah itu mereka minta diri dan tinggalkan tempat itu.
Tetapi. tiba-tiba Gak Lui teringat sesuatu serunya: "Harap
totiang berdua suka berhenti sebentar. Aku hendak
mohon bertanya." "Ah, Gak siauhiap tak perlu sungkan ..."
"Mohon tanya, apakah diantara anak murid partai
totiang ada yang lenyap pada 18 tahun yang lalu ?"
Kedua imam tua itu saling bertukar pandang lalu
berkatalah Wi Ti totiang: "Jika lain orang yang tanya,
kami tak leluasa memberi keterangan, Tetapi karena
kalian berdua telah menolong kami, maka tak enaklah
kalau kami merahasiakan soal itu .... "
"Demi kehormatanku, tak nanti kubocorkan rahasia
136 itu kepada lain orang. Pula akupun masih ada soal yang
penting akan kuberitahukan kepada totiang"
"Yang lenyap dari salah seorang Tujuh-jago-pedang
Kong-tong- pay itu adalah toa suheng kami Wi Cun
totiang" "Oh ......, bagaimana dengan kelakuan Wi Cun
totiang?" "Cukup baik, tetapi .........."
"Tetapi bagaimana"
"Perangainya keras sekali, kurang ramah tamah."
"Mungkin dia telah berobah perangainya sehingga
melakukan sesuatu hal yang diluar dugaan, benarkah?"
"Hal itu .... aku tak berani memastikan, pun tak dapat
menyangkal ..." Gak Lui merenung sejenak lalu berkata dengan nada
sungguh2: "Adaikata dia telah menggabungkan diri pada
golongan hitam, misalnya menjadi kaki tangan Maharaja,
bagaimanakah tindakan partai totiang terhadap dirinya?"
"Sudah tentu akan dijatuhi hukuman sebagai murid
murtad! Tetapi hal itu harus ada bukti yang benar2
meyakinkan!" "Bukti ...... ?" "Sudah tentu hurus ada bukti itu. Dan
ucapanmu itu seperti memberi isyarat secara diam2
tentang sesuatu hal!"
Gak Lui menuturkan tentang perjumpaannya dengan
imam Ceng Ci totiang yang menyatakan hendak
mengadakan pembersihan pada partai Bu-tong-pay. Wi
Ti dan Wi Tun terkejut sekali. Berserulah kedua imam itu
dengan serempak: "Hubungan Kong- tong-pay dengan
Bu-tong-pay boleh dikatakan adalah seperti kaki dengan
137 tangan. Soal itu kami tak dapat tak mengurusnya .........
Dan lagi turunnya Ceng Suan tutiang dari gunung
pastilah untuk hal itu juga!"
Kali ini Gak Lui lah yang tergetar hatinya. Bukan
karena takut rombongan Bu-tong-pay akan meminta


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali pedang pusaka Pelangi dari tangannya.
Melainkan cemas akan tindakan Ceng Suan totiang itu.
Dengan kepergian ketua Bu-tong-pay dari gunung,
musuh mudah menggunakan kesempatan itu untuk
mengganggu markas Butong-pay. Setelah menenangkan
perasaannya, Gak Lui berkata: "Karena Bu-tong-pay
telah mengalami peristiwa itu, kuharap partai Kong- tongpay juga barus meningkatkan kewaspadaan agar jangan
tertimpah sesuatu yang tak diharapkan"
"Terima kasih atas peringatan Gak sauhiap. Kami
tentu akan segera melaporkan hal itu kepada ketua!" kata
kedua imam itu lalu memberi hormat dan terus pergi.
Pada saat. Gak Lui berputar tubuh, barulah ia teringat
akan Setan Keluyuran. Ketika diperiksanya ternyata
orang itu sudah mati. Kaki tangannya menyurut kecil,
wajahnya perot dan lulitnyapun pucat seperti kertas
Apabila disentuh jari, kulit mukanya itu sudah membusuk.
"Aneh .... mengapa dia mati sengeri begitu?" diam2
Gak Lui bertanya kepada dirinya.
"Dia mati digigit si Kumala!" tiba2 sigadis ular Siaumey menyahut..........
"Kumala?" Siau-mey geliatkan tangan kanannya lalu
melolos rantai kumala yang melingkar ditangannya itu.
"Ho....., itulah ... sahabat kecil-mu?"
Siau-mey mengiakan, lalu bersuit nyaring. Nadanya
tak kalah nyaring dari suitan Ceng Ci totiang ketika
138 memanggil anggauta Topeng Besi. Begitu mendengar
suitan Siau-mey, rantai kumala ditangan Siau- mey itu,
bergerak. Rantai itu dapat mengangkat keatas,
memantulkan sebuah kepala binatang yang berbentulk
segi tiga. "Oh, kiranya seekor ular berbisa!" seru Gak Lui.
"Benar, racunnya memang ganas sekali. Apabila
menggigit orang, dalam waktu paling lama satu jam,
orang tentu cair jadi air!"
"Kalau begitu, Wi Ti totiang rubuh tadi bukan karena
engkau totok tetapi karena digigit ular emas itu"!"
"Ya, benar! Imam itu memang digigit si-Emas. Karena
Wi Ti totiang itu tergolong aliran Putih maka kuberinya
pertolongan!" "Ah........" Gak Lui menghela napas, "Setan Keluyuran
itu sebaiknya jangan mati dan harus ditolong. Dia adalah
kunci rahasia dari musuhku. Aku dapat mengorek
keterangan dari mulutnya........"
Siau-mey tersipu-sipu merah. Sejenak merenung ia
berkata: "Tetapi dia tak dapat ditolong lagi ......... eh,
mengapa engkau tak coba2 menggeledah badannya"
Mungkin dapat diketemukan suatu petunjuk!"
Gak Lui menurut. Ketika mengeledah pakaian Setan
Keluyuran, ia berhasil menemukan sebuah lencana emas
yang aneh bentuknya. Diatas lencana itu diukir huruf :
"Menteri dari Maharaja".
"Hm, kiranya lencana ini merupakan tanda pengenal
mereka ......" pikir Gak Lui. Dan ketika membuka bekal
Setan Keluyuran, ia menemukan lagi sehelai kain 'biru
penutup kepala dan muka. Itulah sarung kepala yang
biasa dikenakan anggauta Topeng Besi ! Gak Lui
139 menyimpan kedua benda itu dibajunya. Tiba2 Siau-mey
menanyakan perihal Amanat Mati yang menyebabkan
Gak Lui diserang rombongan Pedang Api tadi.
"Engkoh Lui, perlu apa engkau menyimpan benda2
itu" Bukankah hal itu akan menimbulkan faham orang?"
kata Siau- mey. "Soal itu tak perlu engkau tanyakan. Kelak tentu ada
gunanya bagiku!" Perangai gadis ular Siau-mey memang
lemah lembut. Ia tak mau berbantah lagi. Kemudian ia
menarik tangan kekasihnya dan berkata dengan mesra :
"Engkoh Lui, orang2 sudah pergi, mari kita masuk dan
beristirahat ke dalam ruangan." Tetapi saat itu hari sudah
fajar. Gak Lui gelengkan kepala: "Kita .... saat ini harus
berpisah." "Berpisah ?" Siau-mey terkejut.
"Sesungguhnya aku tak tega kalau engkau seorang
diri berkelana. Lebih baik cari suatu temtpat yang aman
dan engkau menetap sementara disitu."
"Tidak..., tidak....!" rupanya Siau-mey mempunyai lain
rencana, "aku mempunyai si Kumala, si Emas dan ular
Pelangi serta akupun memiliki ilmu jaga diri. Aku dapat
pergi, seorang diri!"
"Kapan engkau memiliki kepandaian jaga diri itu ?"
"Dulu sewaktu masih tinggal di makam ular, sering
kulihat kawanan ular besar itu saling bergurau. Tanpa
sengaja mereka masing2 mengeluarkan kepandaian
berkelahinya. Tadipun telah kugunakan sebuah sapuan
tangan dan kaki untuk merubuhkan Setan Keluyuran.
Kalau tidak, masakan aku dapat lolos dari ruang samping
!" Kalau begitu sebenarnya engkau memang mempunyai
kepandaian bela diri. Hanya saja karena gugup
140 menghadapi musuh, hampir saja engkau kena disergap
orang ....... " "Kelak aku takkan takut lagi. Barang siapa
menghinaku, tentu takkan kuberi ampun!" kata Siau-mey.
"Bagus" Gak Lui memuji. Keduanya segera keluar
dari ruang itu. Setelah tiba di-jalan besar, mereka segera
berpisah. "Kudoakan engkau dapat menemukan ayah-mu !"
kata Gak Lui. "Kuharap engkaupun dapat menemukan sumber air.
Pencuci Jiwa!" balas Siau-mey. Setelah saling
berpelukan, kedua kekasih ini segera berpisah. Gak Lui
bergegas-gegas menuju kearah tempat sumber air
Pencuci Jiwa. SETELAH kekasihnya itu lenyap dari pandangan
mata, Siau-mey berkata dalam hati : "Engkoh Lui, aku
benar2 tak tega. Akan kuikuti engkau secara diam2 Tak
peduli ke Nirwana atau ke Neraka............ Betapapun
jauh larimu, tetapi dengan membaui napasmu aku tentu
dapat mencarimu!" Setelah menentukan rencananya,
gadis ular itupun segera melesat menyusul kearah tujuan
Gak Lui. Setelah dua hari metaempuh perjalanan, barulah Gak
Lui menyadari bahwa lukanya masih belum sembuh
sama sekali. Tenaganya belum pulih. Ia merasa cemas
lalu membiluk ke sebuah tikungan gunting. Maksudnya
hendak mencari tempat yang aman untuk melakukan
penyaluran napas. Pada saat ia menyusup ke dalam
sebuah hutan untuk mencari tempat beristirahat, tiba2
dari belakang menghembus serangkum angin dan
menyusul terdengar suara orang membentak: "Hai,
pendatang, lekas hunus pedangmu!"
141 "Menghunus pedang?" Gak Lui heran.
"Benar, dan engkau boleh mulai menyerang dulu!"
kata orang itu. Gak Lui makin kaget. Nada ucapan itu
persis seperti ketika ia turun gunung dahulu dalam
rangka memapas pedang tokoh2 persilatan untuk dibawa
menghadap ayah angkatnya. Secepat kilat Gak Lui
berputar tubuh untuk melihat orang yang menggertaknya
itu. Dan astaga .... hampir saja ia menjerit kaget! Dan
orang itupun juga menjerit kaget! Kiranya yang dihadapi
Gak Lui itu juga seorang yang memakai kerudung hitam.
Kepala dan mukanya tertutup. Dandananya persis seperti
dirinya. Orang itupun demikian juga. Ia terkejut karena
Gak Lui menyerupai dirinya.
142 Memang sepintas pandang keduanya hampir
menyerupai satu sama lain. Tetapi sesungguhnya ada
juga bedanya. Gak Lui lebih tinggi dari orang itu. Dan
kedok muka yang dipakainya itu agak beda bentuknya
dengan orang itu. Begitu pula orang itu pedangnya hanya
sebatang. Sekalipun hegitu, memang sukar membedakan mereka. "Siapa engkau!" orang itu menegur lebih dulu. Dari
nada dan sinar matanya serta baris gigi yang masih
penuh dan putih, jelas orang itu masih muda. "Aku Gak
Lui sahut Gak Lui. Diam2 ia menimang, tentulah orang
itulah yang telah keliru disangka oleh Ceng Ci totiang
sebagai si Pemangkas Pedang.
"Hm, bangsa kerucuk yang tak berharga. Lekas
hunus pedangmu!" seru orang itu.
"Siapa engkau " seru Gak Lui.
"Tuanmu ini adalah si Pemangkas Pedang, mengapa
masih bertanya lagi!"
"Ha, ha, ha ... !" Gak Lui tertawa ter-gelak2 "kalau
engkau benar2 dia, engkau telah melanggar sebuah
peraturannya!" "Peraturan apa?"
"Selama berkelana memapas pedang orang, dia tak
pernah menanyakan nama orang. Kecuali orang itu
mengatakan sendiri !"
"Oh ...... apakah engkau ......" orang itu gemetar
tubuhnya dan maju tiga langkah kemuka.
"Tak usah engkau tanya! Mari kita sama2 menghunus
pedang dan lihatlah siapa yang lebih tangkas
Tring ........ secepat menarik pedang orang itu terus
143 menyerang Gak Lui. Gak Luipun mencabut pedangnya
tetapi tak sampai mengeluarkan suara begitu
gemerincing. Cepat kedua sudah melangsungkan 10
jurus serangan, Gak Lui dapatkan tenaga-dalam orang
itu masih lemah tetapi permainan pedangnya hebat dan
aneh sekali. laksana gelombang samudera yang susul
menyusul mendampar. Menyerang tetapi lincah
bertahan. Sesaat Gak Lui tak mampu menemukan kelemahan
lawan. Berhadapan dengan seorang lawan yang
dandanan dan umurnya sebaya, timbullah kegembiraan
Gak Lui untuk memenangkan pertempuran itu. Pikirnya:
"Hm, engkau mengaku sebagai si Pemangkas Pedang.
Akan kuberi contoh bagaimana cara memangkas pedang
orang!" Seketika Gak Lui robah permainan pedangnya,
menjadi hujan sinar yang mencurah kepedang lawan.
Orang itu mendengus hina dan berani menangkis.
"Bagus!" seru Gak Lui seraya menambahkan tenagadalamnya. Pedang berputar laksana angin puyuh dan
ujung pedang orang itu pasti terpapas. Tetapi ternyata
orang itu sudah siap. Pada saat pedangnya terancam
kutung, dia malah maju selangkah dan secepat kilat
merogoh baju. Tring .... terdengar suara berdering dan
tahu2 sebatang pedang pendek secepat kilat memapas
pedang Gak Lui. Cepat bukan kepalang sehingga lawan
tentu tak sempat menarik pedangnya lagi.
Dalam gugup, Gak Lui cepat menarik pedang Pelangi
dari bahunya dan terus disongsongkan. Tring
...........terdengar benturan pedang yang melengking
nyaring sekali sehingga telinga kedua orang itu serasa
mau pecah. Mereka sama2 loncat mundur setombak lalu
memeriksa senjata masing2. Ternyata pedang mereka itu
sama2 tak kurang suatu apa. Pemuda yang mengaku
144 sebagai Pemangkas Pedang itu menyadari bahwa dirinya
takkan menang melawan Gak Lui. Setelah mendengus
geram, tiba2 ia berputar diri terus lari ........ Cepat Gak Lui
loncat dan mencekal tangan pemuda,itu, serunya :
"Saudara Hi, jangan pergi...."
"Siapakah saudaramu itu!" bentak pemuda itu seraya
meronta sekuat-kuatnya. Gak Lui terpaksa lepaskan
cekalannya dan dengan menahan kemarahan berkata;
"Engkau tentu Hi Kiam-gin, putera dari Hi Liong-hui
Locianpwe." "Mengapa engkau tahu?"
bibirnya. pemuda itu gemetar "Aku bernama Gak Lui. Ayahmu minta tolong
kepadaku ....... " "Minta tolong apa?"
"Beliau mengatakan perangaimu ....... Perangaimu
agak keras. Dikuatirkan di luarkan akan menimbulkan
keonaran." "Apakah beliau ..... minta engkau memanggilku
pulang?" "Tidak!" teringat hahwa keluarga Hi Lionghui sudah
berantakan dan pemuda itu tiada mempunyai rumah lagi,
maka Gak Lui terpaksa menyangkal, katanya: "Hi
cianpwe hanya minta kepadaku supaya melindungi
engkau." Orang berkedok dan mengaku sebagai Pemangkas
Pedang memang ternyata, adalah Hi Kiam-gin, putera
dari Pedang Samudera Hi Liong-hui. Pemuda itu tertawa
ewah: "Ah..., kita tak jauh terpautnya .... kepandaian kita
berdua, ditambah dengan pedang yang dapat memapas
segala logam, sama2 mempunyai kemampuan untuk
145 berdiri dengan kaki sndiri. Baiklah, buka kedokmu dan
beritahukan umurmu. Entah siapa.yang lebih tua"
"Maaf, aku tak dapat membuka kedokku ini.
Mengenai umur, engkau lebih tua setahun dari aku......"
"Ha..., ha..., ha .... kalau begitu aku menjadi toako.
Sejak saat ini dalam segala hal engkau harus mendengar
perintahku." Kareni gembira menjadi toako atau engkoh,
sampai lupalah Kiam- gin tentang permintaannya kepada
Gak Lui supaya membuka kedoknya itu.
"Memang seharusnya aku menyebut engkoh Gin,
tetapi ada beberapa hal yang engkau harus meluluskan!"
"Gak-te silahkan bilang!" kata Kiam-gin seraya
menyimpan pedangnya Ia membahasakan Gak Lui


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan sebutan Gak-te atau adik Gak. Mereka berdua
duduk bercakap-cakap. "Pertama, harap engkau, suka kembali mengenakan
pakaian seperti semula"
"O.......!" Kiam-gin menjerit kaget, "kembali dalam
pakaian semula yang bagaimana?"
"Mudah saja! Lepas kedok mukamu dan tak usah
menyebut dirimu sebagai si Pemangkas-pedang. Karena
itu berbahaya sekali!" Hi Kiam-gin menghela napas
longgar. Ia segera melepaskan kedoknya, tampak alis
yang melengkung indah dan bibir merah berisi gigi putih
mengkilap. Benar2 seorang pria yang cakap sekali.
Malah lebih tepat dikata cantik.
"Kedua, siapa saja yang telah kau papas pedangnya
" Dan apakah selama itu pernah terjadi sesuatu" tanya
Gak Lui pula "Sebatangpun belum pernah dapat kupapas ....
karena begitu kuberitahukan nama Pemangkas pedang,
146 orang2 itu terus ngacir pergi ...."
"Apakah tak pernah ada yang lebih sakti dari
engkau?" "Ada juga ... "
"Lalu bagaimana engkau dapat meloloskan diri"
"Kecuali pedang, Hi-jong-kiam (Usus ikan), aku masih
mempunyai dua macam pusaka lagi!"
"Apa ?" "Engkau kenal ayahku, mengapa engkau tak tahu
akan dua macam senjata api dari keluarga Hi?"
"Waktu amat singkat, tak dapat banyak bercakapcakap"
"Kalau begitu, aku beritahu padamu!" Kiam-gin
mengambil sebuah Kim-long atau kantong-kantong dan
mengeluarkan dua butir pelor. Yang satu hitam, satu
merah. "Yang merah ini disebut Api-sakti dan yang hitam
disebut Kabut penyesat. Bukan saja, aku dapat
melempar dengan tepat pun juga dapat membuatnya
sendiri. Cobalah engkau lihat dayanya dulu!" Ia terus
lontarkan kedua pelor itu kearah sebatang pohon kecil
yang berada 10 tombak jauhnya. Bum ... bum ...
terdengar dua buah letusan. Api-sakti memuntahkan
sinar terang seluas satu tombak, membakar habis pohon
itu. Dan menyusul Kabutpenyesat tadipun mengembangkan gumpalan kabut tebal. sehinggakeadaan sekelilingnya gelap gulita. Kiam-gin tertawa dan
menepuk bahu Gak Lui: "Bagus sekali, bukan" Dulu
ketika, berhadapan dengan musuh yang lihay,
kuhadiahkan dia sebuah pelor Asap-penyesat. Dia
pusing dan menyasar kelain jurusan ........eh, kalau
147 engkau suka, kuberimu beberapa butir!"
"Tak usahlah, aku tak memerlukannya, pakailah
sendiri saja!" "Akn punya banyak sekali. Sewaktu pergi dari rumah,
diam2 kubawa setengah kantong!"
"Oh...., jadi engkau pergi secara diam2"
"Ayahku tak mengdinkan
kuambil langkah begitu!"
aku keluar, terpaksa Seketika Gak Lui teringat ketika tempat kediaman
kedua jago Pedang Gelombang dan Pedang Samudera
terdengar ledakan. Kiranya mereka memang mempunyai
persedian pelor semacam itu. Diam2 Gak Lui tak setuju
akan tindakan Kiam-gin yang minggat dari rumah. Tetapi
dilain pihak, diam2 ia girang. Karena dengan
kepergiannya itu, Kiam-gin lolos dari bencana
pembunuhan yang menimpa keluarganya. Sesaat Gak
Lui agak bingung Haruskah ia memberitahukan tentang
keadaan keluarga Hi itu kepada Kiam-gin" Ia merasa
telah menerima permintaan tolong dari Hi Liong-hui untuk
melindungi puteranya. Tetapi dengan cara, bagaimanakah ia akan melaksanakan hal itu. Demikian
Gak Lui termenung- menung memikirkan hal itu..........
"Eh, mengapa engkau tak bicara?" tiba2 Kiam-gin
menegurnya. Gak Lui gelagapan dan dengan gugup
berkata: "Aku tak menghendaki senjata gelap. Aku
hendak belajar ilmu kesaktian yang tanpa tanding
didunia. Membunuh si Hidung Gerumpung dan
membalas sakit hati keluargaku ......"
"lh, siapakah Hidung Gerumpung itu" Mengapa
terdapat tokoh persilatan yang begitu lucu namanya"
Hayo, lekas ceritakan kepada engkohmu. Gin!" seru
148 Kiam-gin. Gak Lui merasa kelepasan ornong. Tetapi
karena sudah terlanjur ia tak dapat menyangkal lagi.
Terpaksa ia merangkai sebuah cerita tentang si
Gerumpung yang misterius itu.
"Hm..., sungguh aneh dan ganas benar manusia itu!
Aku akan menemani engkau keliling keseluruh pelosok
dunia untuk mencarinya. Jika belum ketemu, aku takkau
meninggalkan engkau...." Tetapi belum selesai ia
berkata, Asap penyesat yang dilepaskan tadi
mcmuncratkan api, panasnya bukan main. Beberapa
pohon disekeliling hancur meledak. "Api akan merangas
kemari, hayo kita cari lain tempat ....!" kiam- gin terus
menyeret lengan Gak Lui. Setelah lari lima enam li, barulah mereka mendapat
sebuah tempat yang sesuai. Tetapi asap hitam itu telah
menyulitkan si gadis ular Siau-mey. Ketika ia tiba di
tempat itu, ternyata Gak Lui sudah pergi sehingga Siaumey kehilangan jejak Barulah setelah makan waktu lama
sekali, ia berhasil ketemu dengan kekasihnya lagi.
SETELAH beristirahat ditempat yang baru, berkatalah
Kiam-gin dengan wajah sungguh2: "Sekarang kita harus
melakukan upacara mengangkat saudara!" Demikian
Pendekar Wanita Penyebar Bunga 8 Kisah Si Rase Terbang Karya Chin Yung Pendekar Kembar 14

Cari Blog Ini