Ceritasilat Novel Online

Pedang Kunang Kunang 9

Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong Bagian 9


579 Apabila orang biasa, tentu sudah pening dan pingsan.
Tetapi Gak Lui malah mendengus dan bagaikan sesosok
setan, ia terus menyelundup masuk ke dalam menara
yang gelap gulita itu. Tiba2 ia merasa seuntai rambut
kasar dan panjang melanda daun telinganya. Betapa
besar nyalinya, tetapi pada saat dan tempat seperti itu
mau tak mau mereganglah bulu kuduknya.
Buru2 ia salurkan tenaga dalam untuk menenangkan
hati. Setelah memandang beberapa saat, barulah ia
dapat mengetahui bahwa yang menyentuh telinganya itu
bukan lain yalah sesosok Setan Gantung atau sebuah
mahluk tergantung di atas, kepala menjulai ke bawah.
Lidahnya menjulur keluar, mata melotot, hidung, mulut
dan telinga penuh berlumuran darah merah. Dan
tubuhnya masih bergelantungan kian kemari di udara !
"Setan....?" serentak berdirilah bulu kuduk Gak Lui.
Matanyapun berkeliaran memandang ke sekeliling.
Tampak seluruh tembok ruang disitu penuh dengan
berbagai pemandangan yang seram dan aneh. Gak Lui
terpukau dan tegak berdiri seperti patung. Beberapa saat
kemudian baru ia melangkah perlahan-lahan menuju ke
tangga tingkat kedua. Tetapi baru berjalan lima langkah,
sekonyong-konyong terdengar sebuah auman dahsyat.
Cepat ia berputar tubuh. Tetapi dalam ruang yang gelap
pekat itu tiada tampak suatu apapun kecuali desir angin
yang berhembus dari pintu. Dalam sekejab mata, ruang
itupun kembali sunyi senyap seperti sebuah kuburan di
malam hari. Tetapi di lantai telah tambah lagi dengan
beberapa sosok mayat. Dari ketujuh lubang indera
mereka, masih mengalir darah yang segar .... Gak Lui tak
menghiraukan hal itu. Cepat ia naik ke tingkat kedua. Di
situpun ia menghadapi pemandangan yang serupa
dengan ruang bawah tadi. Tetapi Gak Lui tabahkan nyali
dan tak mempedulikan kesemuanya itu. Ia terus lanjutkan
580 naik ketingkat ketiga dan keempat. Tetapi pada waktu ia
hendak naik ketingkat yang lebih atas, terdengarlah
suatu hembusan suara orang yang bernada kasar:
"Siapakah engkau ?" Gak Lui hentikan langkah.
Tetapi ia tak mau cepat2 menyahut melainkan menimang
dalam hati: "Uh, apakah ini bukan suara si Pengemis
Jahat....." Tiba2 serempak dengan suara orang itu, segulung
api memancar menerangi empat penjuru dinding. Begitu
melihat lantai penuh dengan mayat dan seorang pemuda
tegak berdiri di bawah tangga, orang itu bergemerutukan
giginya dan memekik dengan nada gemetar: "Engkau ...
engkau bukan paderi Heng san! Engkau .... engkau ini ....
siapa .... siapa ....?"
"Gak Lui !" sahut pemuda itu.
"Huah ....!" orang itu menjerit kaget dan terus lari naik
ke atas tingkat. Gak Lui mendongkol tetapi ia merasa
kasihan juga kepada orang itu. Belum ia sempat
bertindak, tiba2 terdengar serangkum ketawa aneh yang
menusuk telinga: "Heh, heh, heh... budak kecil, kalau
berani naiklah ke sini !"
Kali ini Gak Lui tak ragu lagi. Suara itu adalah suara
si Pengemis Jahat. Dengan nada dingin ia menyahut:
"Memang aku hendak ke situ...."
Serempak dengan derap langkah kaki lari naik ke
atas, serangkum anginpun melanda. Kawanan murid dari
Pengemis Jahat yang berada di-tingkat kelima dan
keenam hanya merasakan angin yang meniup datang
dan tahu2 obor yang mereka pasang di ruang tingkat itu
padam. Belum sempat mereka menyulut lagi, tahu2 Gak
Lui sudah tiba ditingkat yang tertinggi. Tetapi dalam
tingkat ketujuh itupun kosong melompong. Hanya ada
581 seorang penghuninya yalah si Pengemis Jahat sendiri.
Dia tegak berdiri dengan wajah gelap. Demi melihat Gak
Lui, ia cepat membentaknya: "Dimana si kepala gundul
Hwat Hong" Mengapa dia tak datang memenuhi janji ?"
"Taysu tak berapa jauh dari tempat ini. Sekali-kali dia
tak ingkar janji !" sahut Gak Lui.
"Kalau begitu pergilah. Yang kucari yalah Hwat Hong
!" Gak Lui tertawa dingin: "Kita selesaikan dulu
perhitungan kita yang belum beres tempo hari!"
Pengemis Jahat gemetar, serunya tersendat: "Soal ini ....
belum bisa dibereskan sekarang."
"Mengapa ?" "Maharaja memerintahkan supaya engkau jangan
mati dulu." "Kalau begitu engkau tak berani turun tangan
kepadaku ?" "Jangan bermulut besar ! Untuk membunuhmu,
adalah semudah membalikkan telapak tanganku. Tetapi
aku hanya menurut perintah saja."
"Ha, ha, ha, ha !" Gak Lui tertawa sekeras-kerasnya
untuk menghamburkan kemarahannya.
"Mengapa engkau tertawa ?" tegur orang itu.
"Hm, aku tertawa karena lagakmu. Kematian sudah
didepan mata, tetapi engkau masih bertingkah sebagai
kawanan budak anjing kepada tuannya !"
Pengemis Jahat itu memang buruk wataknya.
Mendengar hinaan Gak Lui, bangkitlah amarahnya:
"Kalau begitu, engkau memang sengaja hendak mencari
aku!" bentaknya. 582 "Benar! Kalau engkau sudah sadar, lekaslah habisi
nyawamu sendiri. Kalau tidak, terpaksa aku akan turun
tangan. Dan sekali turun tangan, tak mungkin kulepaskan
seorang yang jahat. Mayat yang malang melintang di
tingkat bawah itu adalah contohnya!" Mendengar ucapan
itu, tergetarlah hati Pengemis Jahat.
Seketika ia memutuskan untuk tak mentaati perintah
Maharaja. Lebih dulu ia hendak turun tangan membasmi
pemuda yang dianggapnya sebagai musuh berat. Ia
menyeringai iblis, serunya: "Baiklah! Kalau engkau
hendak mewakili Hwat Hong jadi setan gentayangan,
akupun tak dapat mencegah. Di sini juga kita dapat adu
kepandaian!" "Sambutlah pukulanku !" Gak Lui segera berseru
seraya hendak menyerang. "Tunggu dulu !" tetapi Pengemis Jahat mencegah lalu
duduk bersila di bawah jendela.
"Eh, bagaimana " Apakah engkau takut ?" Gak Lui
tak tahu apa yang hendak dilakukan pengemis itu. Tetapi
ia tak mau menyerang orang yang duduk. Pengemis
Jahat mengangkat muka dan menyahut : "Kita tidak
bertempur tetapi adu ilmu duduk!"
Gak Lui terkesiap. Ia menghadapi kesulitan. Jika tak
menerima tantangan itu, lawan tentu mempunyai dalih
untuk mengatakan aku kalah. Namun kalau menerima,
walaupun ia dapat melayani, tetapi akan makan waktu
lama. Beberapa saat kemudian, Pengemis Jahat berseru
pula dengan nada girang: "Kalau engkau tak setuju, lain
kali saja kita berhadapan lagi."
Terpaksa dengan kertak gigi, Gak Lui menyahut:
"Engkau sudah tak mempunyai kesempatan lain kali lagi.
Duduklah!" Gak Lui serentak duduk di hadapan
583 Pengemis Jahat. Keduanya pejamkan mata dan
tenangkan napas. Pertandingan adu duduk, segera
berlangsung. Suasana dalam menara itu sunyi senyap.
Keduanya saling menyalurkan darah. Tetapi tiba2 Gak
Lui curiga, pikirnya: "Ilmu tenaga-dalam dari Pengemis
Jahat ini tak menang dari aku. Tetapi mengapa ia
menantang melakukan pertandingan begitu" Bukankah
berarti cari mati sendiri " Ah, kemungkinan tentu suatu
siasat saja ...." Segera ia kerahkan alat pendengarannya.
Samar2 di bawah menara, terdengar suara derap kaki
kawanan pengemis. Rupanya mereka sibuk mengangkat
mayat2. Tak berapa lama mereka sudah tinggalkan
menara. "Hm, mengangkati mayat untuk dikubur memang
sudah layak. Tetapi.... apakah mereka tak mungkin
mengangkat lain benda.... ?" pikirnya seraya kerahkan
indera pembauannya. Ia menyedot napas panjang.
Tetapi sayang, bau mayat2 di bawah itu campur baur tak
keruan sehingga ia tak dapat mengenal dengan jelas.
Ketika membuka mata, ia melihat Pengemis Jahat masih
duduk pejamkan mata dengan sungguh2. Diam2 ia
merasa pikirannya terlalu gelisah sehingga melanggar
pantangan orang yang tengah melakukan penyaluran
tenaga-dalam. Buru2 ia tenangkan pikirannya dan
menguasai penyaluran tenaga dalam. Tetapi tiba2
terdengar suara angin menderu. Ternyata Pengemis
Jahat melonjak bangun dan menyerangnya. Gak Lui
terkejut tetapi terlambat. Ternyata Pengemis Jahat itu
memang menggunakan siasat licik. Diam2 ia
memperhatikan gerak gerik Gak Lui. Pada saat Gak Lui
gelisah karena gangguan suara di bawah tadi, peredaran
darahnya bergolak. Dan pada saat pemuda itu hendak
menenangkan diri, sekonyong-konyong Pengemis
Jahatpun kerahkan seluruh tenaganya untuk 584 menghantam. Pukulan yang dilancarkan Pengemis Jahat itu
menggunakan kedua tangan. Tetapi anehnya, pukulan
itu tak ditujukan kepada Gak Lui melainkan pada
ruangan di situ. Tangan kiri menghantam ke atas, tangan
kanan memukul ke bawah, tepat pada lantai di tengah
mereka berdua. Sudah tentu menara yang sudah tua dan
rusak itu tak dapat menahan pukulannya. Brak, bum ....
tiang penglari roboh, debu berhamburan memenuhi
ruang. Gak Lui terkejut dan cepat melonjak bangun.
Tetapi pengemis itu sudah lolos keluar dari jendela.
Sedang dinding tembok dan tiang penglari yang
berhamburan rubuh itu, menghalangi jalan. Tetapi Gak
Lui tak mau lepaskan pengemis jahat itu. Dengan
tangkas ia menyelinap keluar, Ia menghantam lantai
sehingga berlubang. Dari lubang itu ia meluncur turun ke
bawah. Tepat pada saat ia mencapai tingkat bawah,
Pengemis Jahatpun sudah lari sepuluh tombak jauhnya,
menuju sebuah parit di bawah pohon.
"Aneh, mengapa dia tak terus melarikan diri tetapi
bersembunyi dalam parit" Apakah dia masakan bisa
lolos ?" pikir Gak Lui. Namun ia tak peduli dan terus putar
pedangnya ke atas lalu diarahkan ke punggung si
Pengemis Jahat. Serempak dengan itu, kakinyapun
bergerak hendak menendang.
Sekonyong konyong terdengar ledakan yang
dahsyat. Gak Lui terkejut dan berpaling. Apa yang
disaksikan saat itu, benar2 membuat semangatnya
terbang. Ternyata menara itu telah meledak dan hancur
bertebaran keseluruh penjuru, saat itu ia berada empat
lima tombak jauhnya dari menara itu. Tak mungkin ia
terhindar dari robohan tembok. Gak Lui terlempar jatuh
berguling-guling. Badan berlumuran darah dan rebah di
585 samping si Pengemis Jahat. Gak Lui termakan siasat si
Pengemis Jahat. Tetapi pengemis itupun tak luput dari
kematian. Pedang yang dilontarkan Gak Lui dengan ilmu
Melontar-pedang tadi, tepat sekali menembus punggung
Pengemis Jahat, terus ke dada. Pengemis Jahat itu
rubuh, tubuhnya tersanggah pedang.
Setelah asap menipis, tak kurang dari tiga-puluh anak
buah Partai Pengemis segera menerobos keluar dari
tempat persembunyiannya. Mereka hendak menolong
Pengemis Jahat. Tetapi setelah melihat keadaan
pengemis itu, mereka menjerit kaget: "Hai, wakil ketua
mati !" "Celaka ! Habis bagaimana ?"
"Lebih baik kita lekas lari !" Demikian hiruk pikuk
sekalian anak buah Partai Pengemis ketika mengetahui
wakil ketua mereka yalah si Pengemis Jahat telah mati.
"Diam!" tiba2 seorang pengemis berteriak keras. "kita
lihat dulu anak she Gak itu sudah mati atau belum!"
Ketika melihat yang bicara itu adalah Pengemis Kepala
besar, sekalian pengemis itu tak berani buka suara lagi.
Segera beberapa pengemis memeriksa Gak Lui dan
berseru: "Dia masih hidup !"
"Menyingkirlah !" seru Pengemis Kepala-besar itu,
"lihat saja bagaimana kuhantam pecah kepala bocah itu
!" Ia terus mengangkat tinju dan dilayangkan kepada Gak
Lui. Tetapi belum tinju mendarat di tubuh Gak Lui, tiba2
pengemis itu menjerit ngeri. Batang kepalanya telah
mencelat setombak jauhnya. Dari lehernya menyembur
darah segar..... Ketika sekalian orang memandang
kepadanya, ternyata di muka pengemis Kepala-besar itu
tegak seorang nona yang tak dikenal. Belum sempat
menegur siapa nona itu, tiba2 nona itu memutar pedang
586 dan tinju, mengamuk. Serentak terdengarlah jerit pekik
yang seram dari sekalian anak buah Partai Pengemis.
---oo~dwkz^0^Yah~oo--Kutungan lengan, kaki dan jari serta anggauta2
badan orang, beterbangan menghambur darah.
Suasanya seperti dalam neraka. Sudah tentu kawanan
anak murid Partai Pengemis itu tak mampu melawan
amukan nona atau Ratu ular Li Siu-mey. Beberapa
pengemis yang agak jauh jaraknya segera melarikan diri.
Tetapi baru sepemanah jauhnya, muncullah Hwat Hong
taysu beserta delapan orang muridnya. Dan secepat kilat


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka segera menyongsong anak buah pengemis itu
dengan serangan. Sesungguhnya sebagai anak murid
agama, murid2 perguruan gunung Heng-san itu
menjunjung welas asih dan peri- kemanusiaan. Tetapi
demi melihat menara ambruk dan Gak Lui tak muncul
keluar, mereka marah sekali. Kemarahan itu
ditumpahkan kepada anak buah Partai Pengemis,
sehingga mereka yang beruntung lolos dari amukan
pedang Siu-mey, akhirnyapun melayang jiwanya di
tangan murid2 Heng-san-pay.
Hwat Hong taysu cepat menghampiri ke tempat Siumey, tanyanya: " Nona Li, bagaimana dengan Gak
sauhiap ?" Saat itu Siu-mey tengah berjongkok untuk
mengangkat kepala Gak Lui. Airmata nona itu
bercucuran sebagai hujan dan menumpah menjadi satu
dengan darah di tubuh Gak Lui.
Melihat keadaan Gak Lui, Hwat Hong menyurut
selangkah dan berseru cemas: "Apakah lukanya
berbahaya?" Siu-mey hanya terisak-isak. Beberapa saat kemudian
587 baru ia mengangkat muka tetapi mulutnya tetap
terkancing oleh rasa kedukaan yang hebat. Melihat itu
tahulah Hwat Hong bahwa keadaan Gak Lui tentu buruk
sekali, iapun berjongkok dan memeriksa pernapasan Gak
Lui. Dua butir airmata menitik dari pelupuk ketua Heng
san pay itu dan dengan suara yang rawan ia berkata:
"Denyut jantungnya tak keruan, napasnya lemah
kemampuan manusia tak dapat menolongnya..."
Ucapan itu makin menambah kesedihan Siu mey.
Dan serentak pecahlah tangis nona itu bagaikan seorang
anak yang ditinggal mati orang-tuanya. Sekalian orang
yang berada di situ sama terharu dan mengucurkan
airmata. Menyadari salah omong, buru2 Hwat Hong
menyusuli kata2 pula: "Nona Li, engkau pandai sekali dalam ilmu
pengobatan. Apakah engkau mempunyai obat untuk
menolongnya ?" "Tidak .... punya...."
"Kalau begitu .... tiada baik kalau dibiarkan di sini.
Bagaimanapun kita harus cari daya untuk menolongnya
!" kata Hwat Hong. Siu-mey pejamkan mata dan gelengkan kepala:
"Paling banyak dia hanya dapat bertahan sehari saja,
aku tak mampu berdaya !"
Mendengar keterangan sinona, timbullah harapan
Hwat Hong. Diam2 ia menimang: "Bagaimana kalau
mengantarkannya ke Siau-lim-si ?" Tetapi pikiran itu
cepat dibantahnya sendiri. Perjalanan ke Siau- lim,
amatlah jauh. Andaikata dapat mendapat gereja itu,
belum tentu ada yang mampu menolong. Demikianpun
dengan partai persilatan Ceng-sia-pay dan Heng-sanpay, percuma saja. Akhirnya ketua perguruan Heng-san
588 itu hanya menghela napas: "Ah, akulah yang bersalah.
Kalau aku yang menghadapi tantangan si Pengemis
Jahat, sekalipun terjadi sesuatu, tetap aku sendiri yang
memikul akibatnya ...."
Mendengar itu Siu-mey berkata terharu: "Tak dapat
menyalahkan taysu karena semuanya itu adalah menurut
rencana engkoh Lui sendiri ...." Tiba2 nona itu terkilas
sesuatu. Untuk menolong Gak Lui ia harus mencari dua
orang tokoh sakti. Bukan Siau-lim-si ataupun partai
Ceng-sia-pay. Asal bisa mendapat pertolongan salah
satu dari kedua tokoh itu, tentu ada harapan Gak Lui
dapat ditolong. Yang satu adalah gurunya sendiri yalah
Dewi Tong Thing. Dengan ilmu kepandaiannya yang
sakti, mungkin Dewi Tong Thing dapat menolong. Tetapi
sayang telaga Tong Thing di gunung Kun-san itu jauh
sekali. Sedang orang yang kedua bukan lain yalah
Kaisar-persilatan Li Liong ci. Apabila dapat bertemu
dengan tokoh itu, tentulah Gak Lui tertolong. Tetapi pun
sayang, bayangan tokoh itu saja, tak pernah ia melihat.
Apalagi orangnya" Kini Siu-mey mengarahkan
harapannya kepada tokoh ketiga yalah ayahnya sendiri,
Tabib-sakti Li Kok-hoa. Dan justeru rencana Gak Lui-pun
hendak mencari Tabib-sakti itu. Apabila Siu- mey
bertindak menurut rencana Gak Lui, kemungkinan tentu
dapat bertemu dengan ayahnya. Tentang tempat
beradanya sang ayah itu dimana dan berapa jauhnya
serta apakah dapat dicapai dalam waktu sehari, Siu-mey
tak sempat memikirkan dan memang ia tak berani
membayangkan hal itu. "Taysu, walaupun engkoh Lui terluka tetapi rencana
kita tetap tak berobah....," katanya kepada ketua
perguruan Heng-san. "Mengapa ?" 589 "Karena rencana menolong jiwanya !" itu juga suatu usaha untuk "O .... apakah nona suka menerangkan rencana itu?"
"Rasanya tak perlu, tetapi caranya perlu dirobah yang
sesuai." Karena tiada lain jalan lagi, Hwat Hong taysu
pun setuju: "Bagus, bagus! Tetapi bagaimanakah
caranya itu?" "Harap taysu beserta kedelapan murid taysu
melindungi engkoh Lui. Ikutilah aku pada jarak tertentu.
Apapun yang terjadi, biarlah aku yang menghadapi!"
Hwat Hong taysu tak mau banyak bicara. Ia segera
suruh kedelapan muridnya membuka jubah untuk
dirangkai menjadi sebuah tempat tidur yang hangat lalu
meletakkan Gak Lui di situ. Setelah persiapan selesai,
Siu-mey segera mendahului berjalan dengan gunakan
ilmu meringankan tubuh. Secepat larinya secepat itu pula
matahari-pun terbenam di balik gunung. Hari pun malam.
Perjalanan itupun memang tak lancar. Disamping harus
hati2 untuk menjaga kemungkinan munculnya musuh,
pun setiap kali Siu-mey berpaling ke belakang untuk
melihat keadaan Gak Lui. Dan setiap kali memandang,
keadaan Gak Lui makin memburuk. Saat itu mereka
memasuki daerah pegunungan. Tubuh mereka basah
kuyup dengan peluh. Mereka berhenti sejenak untuk
memulangkan napas. Tampak oleh Hwat Hong taysu bahwa empat penjuru
tempat itu hanyalah puncak gunung dengan lembahnya
yang luas. Tiada suatu jejak manusia yang tampak.
Bahkan biara tua yang berdiri di puncak gunung sebelah
muka, selain condong pun juga sudah rusak dan tak
terawat. Sesungguhnya dalam hati tak sabar berdiam diri
tetapi terpaksa Hwat Hong tak mau banyak bertanya.
590 Hanya diam2 ia memanjatkan doa, semoga kekuasaan
Buddha dapat menciptakan suatu keajaiban. Saat itu Siumey sedang sibuk memeriksa denyut pergelangan Gak
Lui. Didapatinya denyut jantung pemuda itu seperti
berhenti. Begitu pula pernapasannya.
"Ah, terlambat ...." segera nona itu menangis terisakisak. Mendengar itu, Hwat Hong mengira Gak Lui tentu
sudah putus jiwanya. Maka ketua Heng-san-pay itu
segera berseru dengan nada duka: "Omitohud !"
Kedelapan muridnyapun serempak mengikuti Hwat Hong
taysu untuk menyanyikan doa pengantar arwah. Saat itu
suasana pegunungan yang sunyi senyap seperti
tercengkam oleh kumandang doa pujian para anak murid
Heng- san-pay untuk mengantarkan kepergian arwah
Gak Lui. Dan tangis Siu-meypun makin keras.....
Tiba2 doa dan tangisan dari kesepuluh orang itu
tersusup oleh sebuah suara yang nadanya amat kuat
dan penuh ketenangan, sekalian orang terkesiap, suara
doa dan tangisanpun sirap seketika. Bahkan Gak Lui
yang masih belum sadar itu, dadanya tampak berombak
seperti menyedot napas. Peristiwa itu benar2 ajaib! Dan
sekalian orang itu, karena luapan rasa kejut2 girang,
sampai tak dapat bicara. Mereka menumpahkan
perhatian untuk mendengarkan lebih lanjut. Dan yang
makin mengherankan yalah, seruan pendatang yang tak
dikenal itupun bernada: "Omitohud !" Cepat Hwat Hong taysu melangkah maju tiga tindak.
Dengan nada yang sungguh2 dan hormat, ia berseru
nyaring ke arah puncak gunung: "Hwat Hong taysu dari
Heng san, mohon bertanya, apakah saudara ini bukan
Kaisar Persilatan ...."
591 Ucapan itu membuat Ratu-ular Siu-mey gemetar.
Karena apabila benar Kaisar Persilatan yang datang,
itulah suatu rejeki yang hampir tak dapat dipercayainya.
Tetapi ia tahu bahwa Hwat Hong tak mungkin salah
mengenal orang. Sesungguhnya memang Hwat Hong tak
salah kenal. Karena ia cukup faham akan suara Kaisar
Persilatan. Walaupun sudah 20 tahun lamanya namun ia
tetap tak lupa akan tokoh itu. Sebuah suara yang
nadanya bening segera terdengar: "Aku memang Li
Liong-ci. Adakah selama ini Hwat Hong taysu baik2 saja
?" "Oh .... ," seru ketua Heng san-pay dengan penuh
kegirangan. Ia kerutkan dahi, mengharap agar dapat
melihat tokoh itu. Sayang puncak itu terlampau tinggi dan
hutan amat lebat sehingga ia tak mampu melihat jelas.
Apalagi ilmu tenaga-dalam tokoh itu tinggi sekali
sehingga sukar diketahui orang dari arah mana ia
bersuara. Karena tak mampu menemukan sasaran, Hwat
Hong taysu tertegun. Melihat itu Siu-mey tak
menghiraukan segala apa lagi. Ia terus berlutut di tanah
menghadap ke puncak, serunya dengan gemetar:
"Paman guru, murid Li Siu-mey menghaturkan hormat?"
"Bangunlah, engkau tentu murid dari Dewi Tong
Thing !" "Benar !" sahut Siu-mey. Tetapi diam2 nona itu heran.
Pada waktu suhunya menerima ia sebagai murid, paman
gurunya itu tak mengetahui, "memang dengan
kepandaiannya ia dapat melihat diriku tetapi mengapa
dia dapat mengetahui asal usulku juga...."
"Dari ilmu Menembus-hati, dapat kurasakan bahwa di
antara kalian ini tentu ada yang sedang menderita luka
parah...." 592 Kembali Siu-mey terkejut, sahutnya gopoh: "Benar,
engkoh Lui.... eh, tidak. Gak Lui... terluka parah sekali,
mohon supeh suka segera menolongnya !"
"Aku sudah terlanjur mengangkat sumpah. Saat ini
aku tak dapat berhadapan muka dengan kalian"."
"Tetapi supeh harus kemari, kalau tidak, dia tentu...."
seru Siu- mey gelisah. Sebenarnya kata2 yang terakhir
itu yalah "mati'. Tetapi Siu-mey tak sanggup
mengucapkan. Juga Hwat Hong taysu menyurut mundur
karena terkejut dan gelisah. Tetapi tokoh itu tetap berkata
dengan nada setenang lautan: "Tak perlu kuatir. Aku
hanya tak dapat berhadapan muka dengan kalian. Tetapi
bukan menolak untuk menolong."
"Kalau tak berhadapan muka, bagaimana paman
dapat menolong ?" seru Siu-mey makin tegang.
"Akan kuminta seorang sahabat untuk mewakili?"
"Kalau begitu harap paman lekas suruh orang itu
turun kemari," seru Siu-mey. Tetapi jawaban Kaisar Li
Liong-ci sungguh diluar dugaan:
"Sahabatku itu tak mengerti ilmu-silat. Silahkan kalian
membawa Gak Lui ke dalam biara, dia nanti akan ke
situ." Walaupun heran tetapi apa boleh buat, Siu-mey
dan Hwat Hong taysu segera mengangkat Gak Lui ke
biara tua. Sesungguhnya biara tua yang rusak itu sudah
tampak oleh mereka sejak tadi. Tetapi mereka sama
sekali tak menduga bahwa Kaisar Li Liong-ci ternyata
berada dalam biara itu. "Sampai ketemu lagi !" tiba2 terdengar tokoh itu
berseru. Sekalian orang terkejut. Namun karena sudah
mendapat janji dari tokoh itu merekapun tetap
mengangkut Gak Lui ke biara. Sepenanak nasi
593 kemudian, tibalah mereka di biara tua itu. Memang sudah
rusak sekali keadaan biara itu. Bahkan kedua
pintunyapun sudah hilang. Siu-mey dan rombongannya
terkejut ketika melihat sesosok tubuh berdiri diambang
pintu. Ingin sekali mereka segera mengetahui siapakah
gerangan sahabat yang disuruh mewakili Kaisar Li Liongci itu. Mereka menduga orang itu tentu sakti. Tetapi apa
yang mereka dapatkan, hampir saja membuat mereka
putus asa. Ternyata orang itu hanya seorang lelaki
jembel, wajahnyapun biasa saja, tiada sesuatu yang luar
biasa pada dirinya. Diam2 Siu-mey meragu. Adakah
orang semacam itu mampu mewakili Kaisar Persilatan
untuk menolong jiwa Gak Lui " Tetapi karena Kaisar
Persilatan sudah menaruh kepercayaan, tentulah dia
memiliki kemampuan itu. Cepat Siu-mey mendahului
maju memberi hormat. Demikianpun Hwat Hong taysu.
Setelah memberi hormat, ia segera bertanya:
"Mohon tanya siapakah nama anda yang mulia?"
Walaupun lahiriyah orang itu tampak rudin, tetapi
kata2nya bernada tinggi dan sopan. Setelah balas
memberi hormat, dengan tertawa ia menyahut: "Aku yang
rendah bernama Ke Bing mendapat permintaan dari
saudara Li Liong ci untuk mengobati seorang kawannya.
Silahkan kalian lekas mengangkut dia kedalam biara !"
Anak murid Heng san segera melakukan perintah itu,
membawa Gak Lui ke dalam biara.
"Letakkan di depan patung...," Ke Bing memberi
perintah seraya suruh Hwat Hong taysu menunggu di
samping. Siu mey makin heran, Ia merasa keadaan
dalam biara itu lain dari luarnya. Walaupun ruang sudah
tua bangunannya tetapi keadaannya masih bersih sekali.


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bahkan sampai lantai pun berkilat-kilat. Setelah selesai
mengatur, Ke Bingpun duduk di samping Gak Lui.
Sekalian orang menumpahkan seluruh perhatiannya
594 untuk mengikuti cara orang itu hendak mulai mengobati
Gak Lui. Suasana sunyi senyap. Ke Bing merogoh ke
dalam baju dan mengeluarkan sebuah benda. Siu-mey
dan Hwat Hong menduga tentulah orang itu
mengeluarkan obat. Tetapi alangkah kejutnya ketika
mereka melihat benda yang dikeluarkan Ke Bing itu
bukan obat melainkan sebuah Kim-jiu atau TanganEmas. Melihat itu Siu-mey serta merta berlutut memberi
hormat. Ia pernah mendengar suhunya bercerita tentang
benda itu. Benda itu yalah sebuah benda peninggalan
kakek gurunya dan kini merupakan yang keramat dalam
dunia persilatan. Begitu pula Hwat Hong yang luas
pengalaman, segera mengetahui asal usul benda itu.
Buru2 iapun pejamkan mata dan berseru: "Omitohud !"
Tetapi Ke Bing hanya tenang2 saja. Ia meletakkan
Tangan Emas itu di dada Gak Lui. Kelima jari tangan itu
tepat melekat pada kelima jalan darah di dada Gak Lui.
Kini Siu-mey dan Hwat Hong taysu baru mengetahui
khasiat dari Tangan Emas itu. Diam2 mereka mengagumi
sekali. Ke Bing mengangkat muka dan tersenyum :
"Dalam satu jam lagi Gak Lui tentu sudah sadar, harap
kalian berdua jangan kuatir."
Siu mey mengiakan dengan girang sekali lalu dengan
nada menghormat ia bertanya: "Ke sian-seng, engkau
adalah sahabat dari paman guruku. Adakah engkau tahu
apa sebab paman guru tak mau mengunjukkan diri
kepada orang?" Siu-mey menunggu jawaban dengan hati berdebar. Ia
kuatir orang tak mau menerangkan. Tetapi diluar dugaan
ternyata Ke Bing ramah sekali sikapnya. Sambil
mengangguk kepala ia tertawa : "Alasannya sederhana
sekali. Dia mendapat tugas dari guru untuk mengunjungi
arca2 yang dipuja dalam biara maupun gereja. Ia hendak
menyembahyangkan para arwah dari orang2 yang telah
595 mati dibunuhnya. Oleh karena di daerah Tionggoan
jumlah rumah suci tak terhitung banyaknya. Setiap gereja
harus sembahyang, setiap arca harus bersujut. Sekalipun
ilmu kepandaiannya sangat tinggi, pun tak mungkin
mampu melakukan muhibah itu dalam waktu yang
singkat. Dan selama dalam perjalanan muhibah itu dia
tak boleh melakukan pertumpahan darah lagi. itulah
sebabnya maka ia tak mau unjuk diri pada orang agar
jangan sampai mengganggu waktunya."
---oo~dwkz^0^Tah~oo--Mendengar itu Hwat Hong kerutkan alis, serunya :
"Ke sianseng, aku kenal lama dengan Kaisar Persilatan.
Akupun cukup jelas akan pribadinya yang sangat
membenci pada kejahatan. Tetapi kini si Maharaja telah
muncul dengan perbuatannya yang jahat. Jika Kaisar
Persilatan takut terganggu waktunya dalam perjalanan
dan tak bertindak apa2, apakah itu sesuai dengan
pribadinya ?" "Ini.... akupun pernah mendengar ucapannya. Dia
mengatakan dunia persilatan akan tertimpa malapetaka
pembunuhan lagi dan ia pun berhasrat untuk membantu.
Justeru karena itu, ia harus cepat2 menyelesaikan
muhibahnya, baru nanti akan datang ...."
"Bilakah dia akan datang itu ?"
"Kalau tiada halangan suatu apa, kira2 dalam waktu
tiga bulan. Tetapi kalau ada aral melintang, ah, sukar
ditentukan ...." "O..." seru Hwat Hong terkejut, "mengapa begitu
lama" Mungkin sudah tak keburu lagi !"
Siu-meypun berseru dengan nada putus asa: 596 "Sekalipun keburu waktunya, tetapi kalau beliau siorang
tua tak mau turun tangan, pun percuma juga."
"Ah, tidak begitu !" seru Ke Bing.
"Mengapa ?" "Dia mengatakan bahwa dalam dunia persilatan kelak
bakal muncul orang baru yang akan dapat melenyapkan
malapetaka itu !" "Adakah yang dimaksud itu engkoh Lui ?"
"Benar! Memang dia."
"Oh?" Siu-mey mendesuh tegang. Ia tersenyum
rawan seraya melirik ke arah Gak Lui yang masih belum
sadar. Suatu perasaan bahagia tersenyum bangga
menyerbak di hati nona itu. Tetapi Hwat Hong
mempunyai pemikiran lain, serunya:
"Walaupun kepandaian Gak sauhiap bukan kepalang
tetapi kalau bertanding lawan Maharaja, rasanya masih
terpaut jauh. Entah bagaimanakah cara untuk
meningkatkan kepandaian Gak sauhiap itu ?"
"Untuk meningkatkan, tentu bisa. Tetapi ilmu
kepandaian dari Maharaja itu mencangkum kedua aliran
Putih dan Hitam. Tak mungkin dalam setengah sampai
satu tahun dia dapat menyamainya."
"Lalu bagaimana ?"
"Kelak Gak Lui bakal memperoleh sebuah senjata
yang amat sakti. Maharaja pasti akan terbasmi dengan
senjata istimewa itu !"
"Aneh !" gumam Siu-mey seraya berpikir dalam hati:
"Rencana engkoh Lui untuk mencari pedang pusaka
Thian-lui-koay-kiam, rupanya Ke Bing ini sudah
mengetahui. Tetapi dia hanya seorang biasa. Dengan
597 dasar apa ia dapat menerka hal itu ?"
Rasa heran mendorong Siu-mey mengarahkan
pandang matanya kepada orang yang mengaku bernama
Ke Bing itu. Dari sinar matanya jelas Ke Bing itu tiada
memiliki ilmu tenaga dalam tetapi memancarkan
kecerdasan yang tajam. Rupanya Ke Bing dapat
menduga isi hati si nona, serunya: "Nona Li, soal itu
saudara Li Liong-ci yang memberitahukan kepadaku. Aku
hanya menyampaikan saja."
"Benarkah ?" "Dia sudah meyakinkan ilmu Liok-to-sin-thong
(Menembus enam indera). Ilmu pelajaran dari perguruan
agama yang tinggi itu, termasuk juga ilmu Thian simthong (menembus hati), Thian-gan- thong (menembus
mata), Thian-ji-thong .... enam macam. Tentang isi hati
orang dan kejadian yang akan datang, dapat menebak
dengan jitu sekali ...."
"Dan anda sendiri ?"
"Aku tetap hanya seorang biasa. Tetapi dia pernah
mengajarkan ilmu Thian-gan-thong kepadaku. Itulah
sebabnya maka aku mempunyai sedikit kepandaian."
Mendengar uraian itu timbullah gairah Hwat Hong
taysu. Karena Liok-to-sin thong, memang sangat sukar
dipelajari. Maka bertanyalah ia dengan rasa heran: "Ke
sianseng, dengan rasa malu kepada diri sendiri karena
berpengetahuan dangkal, aku tak mengerti tentang ilmu
Liok-to-sin-thong itu. Maka mohon tanya, adakah aku
dapat berhasil mempelajari ilmu itu?"
"Ini.....," Ke Bing terkesiap, "ah, taysu tentu akan
berhasil dan tak berapa lama lagi taysu tentu....akan
mendapat kesempatan untuk mengenyam penerangan
598 sari2 pelajaran agama."
"Dan aku bagaimana?" Siu-mey menyeletuk.
"Nona" Kelak engkau tentu jadi seorang pendekar
wanita yang menggetarkan dunia persilatan."
"Dan engkoh Lui ?" Ke Bing tak mau langsung
menyahut melainkan tertawa: "Tentang dia biarlah dia
sendiri yang menjawab !"
Rupanya Siu-mey menyadari kalau pertanyaannya
terlalu mesra maka merahlah wajahnya dan terus
tundukkan kepala, beralih memandang ke arah Gak Lui.
Saat itu tampak wajah Gak Lui berseri kemerah-merahan
dan napasnyapun sudah normal lagi. Jelas bahwa
pemuda itu sudah terlepas dari bahaya maut.
Tenaganyapun sudah pulih. Sekalian orang diam-diam
bersyukur atas peristiwa itu dan mereka menantikan
dengan penuh perhatian sampai pemuda itu akan
sadarkan diri. Sekonyong-konyong terdengar teriakan nyaring
memecah kesunyian. Ternyata Gak Lui sudah sadar dan
loncat bangun. Ia tak tahu dimana saat itu ia berada. Ia
memandang kepada sekalian orang yang berada di situ.
Begitu pandang matanya tertumbuk pada Ke Bing,
berserulah ia dengan suara tersendat:
"Engkau .... engkau bukankah .....yang muncul dari
gereja Siau- lim si itu !"
"Benar," sahut Ke Bing seraya dengan hati-hati
mengemasi Kim- jiu. "Mengapa tempo hari engkau pergi tanpa pamit
sehingga menimbulkan salah faham Tanghong sianseng
sehingga dia mendapat kecelakaan ?"
Melihat Gak Lui mendesak orang itu dengan
599 pertanyaan dan seolah-olah tak menghiraukan Siu-mey
serta Hwat Hong taysu, Siu-mey cepat menyelutuk dan
memberi keterangan apa yang telah terjadi pada diri
pemuda itu. Mendengar itu serta merta Gak Lui menjurah
menghaturkan terima kasih: "Ke cianpwe, mohon
cianpwe suka memaafkan keliaranku. Dan kumohon
cianpwe sudi menyampaikan terima kasihku kepada
Kaisar Persilatan atas budi pertolongannya kepada
diriku." "Ah, engkau terlalu sungkan," kata Ke Bing seraya
balas memberi hormat, "Mengapa tempo hari aku pergi
tanpa pamit adalah karena diajak Kaisar. Kalau tidak
masakan aku mampu melintasi sekian banyak penjagaan
...." "O?" Gak Lui menghela napas. Saat itu baru ia
menyadari betapa luas dan tingginya ilmu silat itu. Di atas
gunung masih ada langit. Orang yang pandai masih ada
yang lebih pandai. "Lalu apakah tujuan cianpwe naik ke gunung ini ?"
tanyanya pula. "Karena Kaisar hendak berziarah menghadap Ji-lay
titisan ketiga. Dan saat itu ia melihat hawa pembunuhan
menutup gereja Siau- lim-si, tentu akan mencelakai
seorang tokoh persilatan ... hanya karena tak mau dirinya
diketahui orang maka ia segera membawa aku agar
dapat mengalihkan perhatian orang."
"O, kiranya begitu," kata Gak Lui, "tetapi aku memang
hendak menghadap kepadanya. Sayang aku tiada rejeki
sehingga tertimpa peristiwa ini ...."
"Apakah maksudmu hendak menemuinya" Apakah
hendak menanyakan tentang ilmu Ngo heng-tay-hwat
yang terbalik itu ?" tanya Ke Bing.
600 "Benar, benar," seru Gak Lui dengan rasa keheranan
yang tak kunjung habis. Disamping mengagumi ilmu
Liok-to-sin-thong dari Kaisar Persilatan, diam2 ia
meragukan diri Ke Bing. Ke Bing seorang yang tak
mengerti ilmu silat. Adakah ia mampu mengingat semua
pesan dari Kaisar Persilatan " Melihat keraguan orang,
Ke Bing serentak menjulurkan Kim-jiu. Melihat itu
timbullah gagasan Gak Lui. Mengapa setelah
membicarakan ilmu Ngo-heng-tay hwat terbalik, lalu tiba2
Ke Bing menyodorkan Kim-jiu " Pikiran Gak Lui yang
cerdas cepat dapat menduga bahwa Kim-jiu itu kecuali
sebuah benda mujijad yang mampu memberi
pengobatan dan tenaga, pun tentu mengandung ilmu
pelajaran yang sakti. Maka dengan wajah serius dan
khidmat, ia segera menyambuti benda itu dengan
gemetar. "Saudara Li mengatakan, segala ilmu kesaktian
berada dalam Thian-liong-kim-jiu ini. Dengan kecerdasanmu, tentulah engkau dapat menyelaminya,"
kata Ke Bing. Gak Lui tersipu-sipu mengiakan.
"Tetapi benda ini adalah pusaka warisan dari partai
perguruan Thian-liong-pay. Engkau harus hati2
menjaganya." "Sudah tentu akan kujaganya dengan baik. Hanya
setelah selesai mempelajari, kemanakah aku harus
mengembalikan ?" tanya Gak Lui.
"Pada waktunya, saudara Li Liong-ci tentu akan
datang sendiri untuk mengambilnya."
"O, apakah beliau mau bertemu dengan aku ?"
"Kelak pada suatu ketika pasti akan bertemu."
"Ah, sungguh beruntung sekali! Aku masih ingin
601 meminta banyak sekali pelajaran kepada beliau !" seru
Gak Lui dengan girang. Semangatnya pun bangun
kembali. Memang ia mempunyai angan2 untuk menjagoi
dunia persilatan. Oleh karena Kaisar Persilatan tak mau
muncul dalam masyarakat ramai, maka itulah suatu
kesempatan baik baginya untuk menonjolkan diri. Tetapi
adakah ia mampu mencapai tingkat pelajaran sehebat
itu, harus dilihat dari ketekunannya belajar.
Tiba2 Ke Bing berkata: "Cita2 memang membuat
orang kagum. Aku berani memastikan, saudara Li Liongci tentu akan meluluskan. Kuharap engkau belajar
sungguh2, agar apabila tiba saatnya dapat diuji." Kata2
itu menggembirakan Gak Lui. Bahkan Hwat Hong taysu
dan Siu-mey ikut bergembira.
"Maaf," kata Ke Bing, "aku tak mengerti ilmu silat


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti kalian. Setengah hari ini, aku benar2 agak letih.
Aku hendak beristirahat dulu di sini. Jika kalian
mempunyai urusan, silahkan berangkat dulu."
Sekalian orangpun segera berbangkit dan memberi
hormat minta diri kepada Ke Bing. Kepada setiap orang
Ke Bing selalu menjawab, "Sampai berjumpa lagi" atau
"Harap menjaga diri baik2". Tetapi ketika berhadapan
dengan Hwat Hong taysu, ia berkata: "Selamat tinggal!
Selamat tinggal !" Demikian dengan Gak Lui sebagai penunjuk jalan,
rombongan orang Heng-san pun segera turun gunung.
Selama dalam perjalanan itu, tak hentinya Gak Lui
merenungkan peruntungan besar yang diterimanya itu. Ia
merasa sangat berhutang budi kepada Kaisar Persilatan.
Ia merasa sekalipun dengan jiwa, ia tak dapat membayar
budi tokoh itu. Pun kepada Ke Bing ia juga merasa
berhutang budi. Tetapi ia percaya tentu dapat
membalasnya. Untuk mengingat namanya agar jangan
602 sampai lupa, Gak Lui berulang-ulang menyebut: "Ke
Bing! Ke Bing! Ke Bing.... hai, janggal benar! Ke Bing itu
tentu bukan nama yang aseli tetapi nama palsu! Lalu
siapakah dia ... apakah dia itu?"?"
Sekonyong-konyong pemuda itu menggentakkan
kakinya ke tanah dan tanpa bicara sepatah-pun, ia terus
lari kebalik biara tua tadi. Sudah tentu Hwat Hong dan
Siu-mey tercengang. Terpaksa mereka lari menyusul
pemuda itu. Tak berapa lama merekapun sudah tiba
kembali di biara tua itu. Tampak Gak Lui tegak berdiri
diam dan sikapnya seperti orang yang kecewa.
"Engkoh Lui, kenapa engkau ?" tanya Siu-mey.
"Kalian lihatlah....!" seru Gak Lui seraya menunjuk
kedalam biara. "Apakah Ke sianseng tertimpa sesuatu?" tanya Hwat
Hong taysu. Tetapi ketika pandang matanya terarah
kedalam biara, ketua Heng-san-pay itupun segera
berteriak kaget: "Hai, dia lenyap!"
"Aneh, mengapa kalau tidak bisa ilmu silat, dia dapat
bergerak sedemikian cepatnya?"
Gak Lui gentakkan kakinya berulang kali ke tanah.
Sambil geleng2 kepala ia menghela napas: "Tiada yang
harus dibuat heran! Kalau terasa aneh itu adalah kita
yang tak dapat melihat orang!"
"Maksudmu.... ?"
"Ke Bing itu berarti Nama Palsu. Yang betul dia
adalah Kaisar Persilatan sendiri !"
"Amboi ....!" teriak Siu mey terkejut. Sejenak tertegun,
ia menggerutu seorang diri: "Ah, memang tak dapat
menyalahkan kita. Engkau dan kita semua belum pernah
melihatnya....." 603 Wajah Hwat Hong taysu serentak berobah merah,
ujarnya: "Aku yang merasa sudah faham dan pasti akan
mengenalnya apabila bertemu. Siapa tahu kepandaian Li
tayhiap Kaisar Persilatan begitu lihay, mencapai tingkat
dimana pandangan mata orang benar2 dapat disesatkan.
Ah ... aku benar merasa malu kepada diriku."
Demikian sekalian merasa sangat getun. Betapapun
halnya, Kaisar Persilatan sudah unjuk diri dan lenyap
lagi. Beberapa saat kemudian Siu-mey tertawa nyaring,
serunya: "Engkoh Lui, jangan cemas. Tadi beliau siorang tua
mengatakan, begitu engkau sudah selesai mempelajari
ilmu Ni-coan-ngo-heng, beliau tentu akan menjumpai
engkau lagi untuk menguji kepandaianmu. Mengapa
engkau tak dapat bersabar...."
"Hm ...," teringat bahwa kelak masih banyak
kesempatan, Gak Luipun menghela napas: "Ah, sayang
masih kurang sesuatu !"
"Kurang apa ?" "Aku tak mengerti ilmu Ngo-heng-ki-bun. Tentu sukar
sekali untuk mempelajari ilmu Ni-coan-ngo-heng itu."
"Hi, hi, hi, hi," Siu-mey tertawa mengikik, "dalam soal
itu aku dapat membantumu."
"Apakah engkau dapat ?"
"Sudah tentu, sebagai murid dari Dewi Tong thing,
masakan begitu saja tak bisa ?"
"Baik, sekarang silahkan engkau mengajarkan dasar2
ilmu itu." "Hm, tak semudah itu, bung. Sedikit banyak harus
ada pernyataan." 604 "Pernyataan bagaimana ?"
"Mengangkat guru meminta
memakai penghormatan !"
pelajaran, harus "Ha, ha, ha, ha," Gak Lui tertawa geli, "rupanya
engkau lupa, akupun pernah mengajarkan sejurus ilmu
pedang kepadamu. Kan ini namanya sudah lunas."
Demikian mereka duduk di dalam biara tua itu dan
Siu meypun mulai menguraikan tentang ilmu Kian-gunpat-kwa dengan segala perobahannya. Hwat Hong
taysupun ikut menambahkan penjelasan yang perlu.
Gak Lui memang cerdas. Apa yang diajarkan Siumey itu dapat dicatat dalam hati dengan baik. Setelah itu
ia mengeluarkan Thian-liong-kim-jiu, disongsongkan
pada sinar rembulan untuk memeriksa guratan2 halus
yang terdapat pada benda itu. Dengan pengamatan yang
seksama, dapatlah ia mengetahui bahwa guratan pada
Thian- liong-kim jiu itu memang merupakan tanda2 dari
susunan Pat-kwa. Bermula memang mudah. Dengan
pelajaran yang didapatnya dari Siu-mey tadi, ia dapat
mengerti susunan gurat2 itu. Tetapi setelah meningkat
pada kelompok guratan yang lain, macetlah pikirannya.
Benar2 ia tak dapat mengetahui inti keindahannya.
Dicobanya untuk mengasah otak memecahkan rahasia
itu, tetapi tetap sia2. Mata berkunang, kepala pening dan
keringatpun bercucuran deras.
---oo~dwkz^0^Tah~oo--Selama itu Siu-mey tak berani buka suara karena
kuatir akan mengganggu pemusatan semangat Gak Lui.
Tidak demikian dengan Hwat Hong taysu yang banyak
pengalaman. Kuatir kalau terlalu ngotot nanti Gak Lui
605 akan menjurus ke arah akibat yang disebut Co-hwa-jipmo atau darahnya meliar deras sehingga tak berjalan
pada saluran yang semestinya. Co-hwe-jip-mo akan
mengakibatkan tubuh orang rusak dan cacat, pikiranpun
tak waras lagi. "Sauhiap," cepat ketua Heng-san-pay itu menyelutuk,
"bahkan Kaisar Persilatanpun sudah mengatakan bahwa
untuk mempelajari ilmu itu, harus memerlukan waktu
yang cukup lama. Maka janganlah engkau terburu-buru
begitu rupa ...." Gak Lui mengiakan. Ia menghela napas untuk
melonggarkan ketegangan syarafnya. Tetapi beberapa
saat kemudian, ia mulai membenam diri untuk
memecahkan rahasia gurat2 pada Thian- liong-kim-jiu itu
lagi. Melihat itu Siu-mey segera mengalihkan perhatian
pemuda itu, serunya: "Engkoh Lui, kita masih mempunyai
rencana lain. Marilah kita berangkat !"
"Hm, hm...," Gak Lui hanya mendengus. Rupanya dia
tetap enggan. Melihat itu Siu-mey segera cari akal agar
dapat mengalihkan perhatian Gak Lui. Segera ia
menceritakan apa yang Kaisar Persilatan mengatakan
kepadanya. Bahkan menurut Kaisar Persilatan, kelak ia
akan menjadi seorang pendekar wanita yang amat
termasyhur. Lalu Kaisar Persilatanpun mengatakan
bahwa tak lama lagi Hwat Hong taysu tentu bakal
mencapai kesempurnaan dalam ilmu agama yang
dianutnya. "Apakah". engkau tak salah .... dengar?" serentak
Gak Lui bertanya dengan tegang.
"Tidak !" Mendengar itu hati Hwat Hong taysupun
tergetar rawan. Ia dapat menyelami apa arti kata2 itu.
Dan lagi ketika saling berpisah, khusus kepada dirinya,
606 Kaisar Persilatan tidak mengucapkan 'sampai jumpa lagi',
tetapi 'selamat tinggal'. Hwat Hong taysu dan Gak Lui
saling bertukar pandang. Rupanya keduanya sama2
mempunyai pengertian dalam hal itu.
"Mari kita pergi.... toh dalam waktu semalam tak
mungkin aku dapat mengetahui rahasia pelajaran itu ....."
akhirnya Gak Lui berkata.
"Benar, kita harus berangkat dan melaksanakan
rencana semula," sahut Hwat Hong taysu. Sejenak
merenung Gak Lui mengatakan bahwa sebaiknya
rencana semula itu perlu dirobah sedikit.
"Sejak saat ini kita jangan berpencar dan bersamasama menuju ke Ceng-sia !" katanya.
"Ah, tak perlu," sambut Hwat Hong, "walaupun aku
tak tahu isi rencana itu, tetapi aku tak setuju kalau
dirobah." Gak Lui hendak membantah tetapi tiba2 Siu mey
menarik lengan baju Gak Lui: "Engkoh Lui, kurasa
memang tak perlu dirobah. Rencana memikat lawan,
rasanya yang paling tepat untuk kita jalankan!"
Nona itu terpaksa hentikan kata2nya karena Gak Lui
cepat berpaling menatapnya. Tetapi Hwat Hong taysu
sudah terlanjur mendengar tentang siasat 'memikat
musuh' itu. Maka berkatalah ia: "Sauhiap, ditilik dari
urusan Pengemis Jahat, sekalipun engkau tak bilang,
tetapi aku dapat menduga. Demi supaya dapat memikat
musuh, harap engkau jangan menghalangi."
"Taysu ...." "Jangan kuatir, tak nanti aku bertindak sembarangan.
Tak peduli akan berjumpa dengan murid hianat yang
palsu ataupun dengan Topeng Besi, aku takkan
607 bertindak sembarangan!" Karena sungkan menolak dan
karena mendapat jaminan Hwat Hong, terpaksa Gak Lui
menerima. Sekalipun begitu ia tetap memberi pesan:
"Taysu, ingatlah bahwa kita masih akan ke Ceng-sia."
"Baiklah, itu berarti sekali dayung dua tepian," sahut
kepala gunung Heng-san itu. Habis berkata dengan
diikuti ke delapan anak murid, ia segera turun gunung.
Setelah jauh, barulah Siu-mey bertanya kepada Gak Lui:
"Engkoh Lui, rupanya kalian seperti ada sesuatu yang
tersembunyi dalam hati ...."
"Benar ! Ucapan Kaisar Persilatan seolah-olah
memberi petunjuk bahwa tak lama.... taysu akan
meninggalkan dunia fana."
"Hm, hanya suatu ramalan yang belum terjadi. Tak
perlu kita terlalu percaya."
Gak Lui tersenyum hambar: "Aku memang tak suka
akan tahayul. Tetapi dengan terjadinya peristiwa
Tanghong sianseng, sebaiknya kita berjaga-jaga saja."
Diam2 Siu meypun tergetar dalam hati. Namun ia
cepat menghibur diri. Asal Hwat Hong taysu benar2
pegang janjinya tak bergerak sembarangan, tentulah
akan terhindar dari bahaya. Waktu berjalan dengan
cepat. Gunung Ceng-sia-sanpun makin dekat. Sehari
berjalan lagi, tentu akan tiba. Dalam pada itu timbul
pertentangan dalam hati Gak Lui. Kemudian ia menghela
napas: "Untuk mencari adik Lian, rupanya harus mencari
daya lain. Tetapi membiarkan taysu mencapai gunung
Ceng-sia, pun suatu hal yang baik juga ...."
Siu-mey mengiakan: "Benar, setelah mengantarkan
obat, kita mencari lagi....."
Memandang ke muka, tampak anak buah Heng-san608
pay tadi menyusup ke dalam hutan. Mungkin untuk
menyelidiki barangkali dalam hutan itu terdapat musuh
yang bersembunyi. Ketika Gak Lui dan Siu-mey tiba di
tepi hutan, tiba2 terdengar Hwat Hong taysu berteriak
kaget seperti melihat sesuatu yang aneh. Gak Lui cepat
menghampiri dan saat itu terdengar suara senjata beradu
amat gencar. "Celaka !" Gak Lui makin gugup. Cepat ia mencabut
sepasang pedang dan terus secepat kilat menyerbu ke
dalam hutan. Gak Lui bergerak cepat sekali tetapi
ternyata peristiwa telah berlangsung lebih cepat. Ketika
tiba di tempat Hwat Hong, ia termangu-mangu seperti
patung. Wajahnya memberingas dan dua butir airmata
menitik turun..... Saat itu Siu-meypun tiba, serunya
meneriaki Gak Lui: "Engkoh Lui...." tetapi ketika melihat
keadaan di tempat itu, seketika iapun terlongonglongong. Kiranya saat itu Hwat Hong taysu menggeletak
mati ditanah dengan dada tertembus tusukan pedang.
Dan dari kedelapan anak muridnya, yang kurang hanya
seorang. Karena yang tujuh orang-pun sudah rebah
menjadi mayat. "Engkoh Lui !" Siu-mey akhirnya dapat menahan
kegoncangan hatinya, "bagaimanakah... ini?"
Gak Lui memandang ke sekeliling dan menajamkan
hidungnya beberapa jenak, lalu berkata dengan dingin:
"Inilah perbuatan kejam dari si orang berkerudung muka
dan Topeng Besi itu!"
"Salah !" seru Siu-mey sembari menunjuk pada
mayat Hwat Hong, "kalau bertemu musuh, sekalipun
Hwat Hong tak sempat mundur, tetapi paling tidak dia
tentu sudah mencabut pedang !" Ketika mengikuti yang
ditunjuk Siu-mey, memang Gak Lui melihat pedang Hwat
Hong taysu masih menyarung di kerangka. Jelas paderi
609 itu belum mencabutnya. Hal itu memang mengherankan.
"Kurasa taysu tentu tak ingkar janji. Tentulah telah
terjadi sesuatu yang diluar dugaan sehingga ia tak
memikir untuk mundur. Dan lawan menggunakan
kesempatan selagi dia tak berjaga, terus menyerangnya
...." kata Gak Lui sambil menghitung jumlah mayat
murid2 Heng-san-pay. Mayat2 itu malang melintang di
tanah dalam keadaan yang mengerikan. Gak Lui hanya
mendapatkan jumlah tujuh orang saja. Dan yang seorang
jelas lenyap. Gak Lui terperanjat. Tubuhnya menggigil
tegang. Melihat itu Siu- mey segera bertanya: "Tentulah


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang seorang itu ditawan musuh. Kalau kuatir dia nanti
membocorkan tentang peristiwa engkau mendapat Kim
jiu, marilah kita cepat mengejarnya !"
"Mengejar ?" "Ya !" "Tak mungkin terkejar."
"Mengapa ?" "Pertama, mengantar obat ke Ceng-sia itu, harus kita
yang melakukan. Dan hal itu tak boleh ditunda waktunya
!" "Aku yang pergi ke Ceng-sia dan engkau yang
mengejar mereka !" "Tidak, aku tak dapat mengejar !"
"O...," Siu-mey terheran-heran, "apakah engkau takut
?" "Hm, masakan aku bisa takut?"
"Lalu mengapa engkau tak mengejar ?" Gak Lui maju
selangkah: "Dengan menawan seorang murid Heng-sanpay itu, mereka tentu menggunakan cara yang ganas
610 dan menjaganya dengan ketat. Kaisar Persilatan
memberiku pusaka Kim-jiu itu, tak lama tentu akan
sampai pada Maharaja,..."
"Hm....." desis Siu-mey.
"Berulang kali Maharaja berusaha hendak menangkap aku hidup. Kali ini mungkin dia akan
berusaha lebih keras lagi untuk menangkap aku!"
"Apa alasannya ?"
"Mudah sekali," sahut Gak Lui, "dia sesungguhnya
tak tahu bagaimana kematian ayah-angkat dan bibi
guruku. Maka dia selalu kuatir kalau mereka Empat
Pedang dari Busan akan membasminya. Selain itu, dia
masih hendak ...." Tiba2 Gak Lui berhenti dan serempak dengan itu
terlintaslah sesuatu dalam benaknya. Ia seperti telah
menemukan pemecahan dari suatu rahasia yang selama
ini masih gelap baginya. Dan berkatalah ia seorang diri:
"Ya, benar, dia masih ingin menggunakan aku untuk
mengambil pedang Thian-lui koay-kiam !"
"Untuk apakah pedang itu ?" tanya Siu-mey.
"Untuk mengadu jiwa dengan Kaisar Persilatan !"
"Hai !" Siu-mey serentak tersadar, "kalau begitu jelas
engkau tak boleh sembarangan mengejar. Karena
apabila lawan dapat merebut benda Thian-liong-kim-jiu
itu, bahayanya tentu besar sekali !"
Demikian setelah menanam mayat murid2 Heng-sanpay, lalu Gak Lui membawa jenazah Hwat Hong menuju
ke Ceng-sia. Dalam perjalanan itu yang menjadi
pemikiran Gak Lui tak lain yalah bagaimana ia dapat
mempelajari ilmu Ni-coan-ngo-heng dan selekasnya
dapat merebut pedang pusaka Thian-lui-koay- kiam.
611 Selama itu iapun merasa tenaga-dalamnya bertambah
maju. Sudah tentu hal itu disebabkan karena hasil
pengobatan yang diberikan Kaisar Persilatan kepadanya.
Mengenai pengobatan itu, Gak Lui teringat bahwa Kaisar
Persilatan tidak langsung menyalurkan tenaga dalam,
melainkan hanya menggunakan Thian-liong-kim-jiu.
Ternyata Kim-jiu itu dapat melekat pada jalan darah yang
tepat dan menyalurkan tenaga-dalam ke tubuh Gak Lui.
Sungguh suatu benda pusaka yang ajaib. Makin besarlah
rasa kagum Gak Lui kepada tokoh Kaisar Persilatan.
Diam2 iapun girang karena tenaga-dalamnya bertambah.
Tetapi kegirangannya itu segera tertutup oleh awan
kedukaan atas kematian Hwat Hong taysu serta ketujuh
anak muridnya. Tengah ia berjalan dengan melamun,
tiba2 Siu mey berteriak: "Engkoh Lui, kita sudah sampai...." Gak Lui terkejut
girang. Memang benar, tak jauh di sebelah muka tampak
gunung Ceng-sia san yang terbungkus rimba hijau, ia
menduga gunung itupun tentu didirikan beberapa pos
penjagaan dari Ceng-sia-pay. Ketika ia bersama Siu-mey
melanjutkan perjalanan untuk mendaki, sekonyongkonyong di udara tampak meluncur seuntai api. Api itu
pecah berhamburan dan lenyap.
"Engkoh Lui, orang sudah mengetahui kedatangan
kita dan mereka melepas api pertandaan. Harap hati2 !"
Gak Lui menurunkan jenazah Hwat Hong taysu dan
menyembunyikan di tempat yang aman. Setelah itu ia
berkata: "Ada apa2 biarlah aku yang maju, jangan engkau
sembarangan ikut turun tangan !"
Siu-mey mengiakan: "Baik, Hui Gong taysu dari Siaulim-si sudah menyanggupi untuk memberitahukan
tentang dirimu kepada sekalian partai persilatan.
612 Kuharap siarannya itu sudah tiba pada mereka. Agar
jangan timbul salah faham lagi."
"Mudah-mudahan begitu," kata Gak Lui.
Tepat Gak Lui habis berkata, dari hutan gunung
Ceng-sia-san bermunculan beberapa sosok tubuh orang.
Mereka menghampiri ke tempat kedua pemuda itu. Yang
berjalan di sebelah depan terdiri dari empat orang imam
yang sudah tua usianya. Jelas keempat imam tua itu
tentu memiliki kepandaian tinggi. Cepat sekali
rombongan itu sudah tiba di hadapan Gak Lui. Barulah
saat itu Gak Lui dapat melihat jelas bahwa keempat
imam tua itu memelihara jenggot panjang dan jidat lebar
serta berwibawa. Mereka mengenakan jubah seragam
dan membekal pedang yang sama bentuknya. Melihat
wajah mereka menampil kemarahan, Gak Lui cepat
mendahului berkata: "Totiang berempat ini tentulah dari
partai Kong-tong-pay ?"
"Ya," sahut keempat totiang itu seraya mengisar kaki
dan membentuk diri dalam setengah lingkaran,
menghadang jalan Gak Lui dan Siu-Mey.
"Tolong tanya, siapakah diantara totiang yang disebut
Wi Ih totiang?" "Akulah !" sahut salah seorang imam tua itu seraya
maju selangkah. Wi Ih menunjuk pada ketiga kawannya:
"Yang ini suteku Wi Jing, Wi Li dan Wi Beng ...." dalam
pada memperkenalkan nama ketiga sutenya itu, mata Wi
Ihpun segera tertumbuk akan jenazah Hwat Hong taysu
yang dipanggul Gak Lui. Seketika merahlah matanya
dengan sinar kemarahan, bentaknya: "Engkau pengapakan taysu itu?"
"Pada waktu dalam perjalanan bersama taysu untuk
mengantar obat, di tengah jalan telah diserang musuh
613 gelap sehingga taysu mendapat bencana ...."
"O, apakah kalian dari gereja Siau-lim?"
"Benar ...." "Bagaimana keadaan penyakit ketua Siau-lim?"
"Sudah dapat kami sembuhkan !"
"Hm ....," wajah Wi Ih yang berbentuk panjang seperti
kuda itu agak kendor, katanya: "Gak Lui, adanya kali ini
kami tinggalkan markas Kong-tong, tak lain karena
hendak mencarimu guna membuat perhitungan. Tetapi
karena kalian telah menyembuhkan Hui Gong taysu dari
Siau-lim, sekarang kami beri engkau kesempatan untuk
mengadakan penjelasan !"
"Penjelasan itu sederhana sekali. Wi Ti dan Wi Tun
berdua totiang itu amat baik sekali hubungannya dengan
aku. Mereka mati dibunuh anak buah Maharaja
Persilatan dan untuk itu aku berusaha hendak menuntut
balas !" "Dengan begitu bukan engkau yang membunuh
mereka ?" "Sudah tentu bukan !"
"Tetapi ketua Kun-lun-pay mengatakan kalau ....
engkau. Tentulah kalian sudah bertemu dengan mereka
di gereja Siau-lim ...." Dengan ucapan yang bernada
ramah itu jelas mengunjukkan bahwa salah faham antara
partai Kong-tong-pay dengan Gak Lui, saat itu sudah
dapat dihapuskan. "Lalu bagaimanakah dengan Tanghong sianseng ?"
bertanya ketua Kong-tong-pay pula.
"Dia ...." Gak Lui berkata dengan suara sember.
614 "Mengapa ?" desak Wi Ih mulai tegang.
"Dia sudah meninggal !"
"Meninggal " Kenapa ?"
"Terkena jarum emas Pencabut Nyawa dari Siau-limsi."
"Hai, aneh !" Wi Ti totiang maju selangkah, serunya:
"Apakah Siau-lim-si menggunakan senjata rahasia untuk
mencelakainya" Bicaralah yang jelas !"
---oo~dwkz^0^Yah~oo--Setelah menghela napas, Gak Lui lalu menuturkan
apa yang telah terjadi pada Tanghong sianseng secara
jujur, Gak Lui menceritakan bahwa kematian Tanghong
sianseng itu adalah karena terkena jarum emas
Pencabut Nyawa yang tak sengaja telah dilepaskannya,
seketika membelalakkan mata Wi Ih totiang. Tring, tring,
tring.....serentak mereka mencabut pedang. Melihat itu
Siu-meypun cepat melolos pedang dan melindungi di
muka kekasihnya. Gak Lui sendiri tenang2 saja, serunya:
"Harap totiang jangan turun tangan. Apa yang kututurkan
memang sesungguhnya. Harap totiang suka menimbang
masak2 !" "Menimbang ?" teriak Wi Ih totiang, "kedua ketua
partai persilatan itu telah mati terbunuh secara berturutturut. Orang mati memang tiada buktinya. Apalagi yang
harus dipikirkan." "Harap totiang memikirkan tentang keselamatan jiwa
ketua Ceng- sia-pay. Apabila terlambat, mungkin sukar
ditolong." "Heh, heh! Adakah kalian sudah mengunjungi gereja
615 Siau-lim, masih satu pertanyaan. Taruh sudah ke sana,
pun apa yang engkau ceritakan itu, memang sukar
dipercaya !" "Lalu bagaimana dengan maksud totiang ?"
"Tiga macam hutang darah, sekali dibayar lunas !"
Gak Lui kerutkan alis dan berseru dengan sarat:
"Kedatanganku kemari adalah hendak mengantar obat.
Tidak bertujuan berkelahi dengan totiang. Dan memang
aku sudah berketetapan untuk datang ke Ceng-sia-san.
Harap totiang suka memberi jalan....."
"Ngaco belo!" bentak imam Wi Ih dengan marah lalu
mengangkat tangan kiri dan lepaskan sebuah hantaman
dahsyat yang dilambari tenaga-dalam Thay jin-cin gi,
terarah ke dada Gak Lui. "Bagus!" seru Gak Lui seraya menyongsong dengan
gerakan tangan kiri dalam jurus Ciang-mo-ciang-hwat
atau pukulan menundukkan iblis. Wi lh totiang terkejut.
Ketika pukulannya melancar setengah jalan ia sudah
merasa bahwa pukulan pemuda itu mengeluarkan
tenaga-penyedot yang aneh. Buru2 ia tarik pulang
tenaga- dalamnya, berbareng itu dengan gerak yang
menyerupai jurus Ular-keluar-guha, pedang di tangan
kananpun segera menusuk bahu lawan. Tetapi Gak Lui
tetap tenang. Dengan gerakan yang indah, ia miringkan tubuh
seraya balikkan tangan kanan dan mendorong kepada
lawan, bum.... terdengar deru angin yang dahsyat, jauh
lebih dahsyat dari pukulan Wi Ih tadi. Wi Ih totiang
benar2 tak pernah membayangkan bahwa dalam dunia
ternyata terdapat jenis pukulan yang mengandung
tenaga- penyedot, ia hendak mengganti jurus
serangannya tetapi sudah terlambat. Seketika tubuhnya
616 terhuyung sampai lima enam langkah. Darah pada
kepala dan dadanya bergolak keras. Hampir saja ia
terluka dalam. Melihat saudara seperguruannya
terdesak, Wi Ceng, Wi Li dan Wi Beng cepat hendak
turun tangan membantu. Tetapi ternyata Gak Lui tak mau
melukai orang. Maka setelah berhasil mengundurkan
orang, ia segera menarik pulang tangannya dan tak mau
menyerang lagi melainkan berseru:
"Harap totiang sekalian suka mendengarkan! Jika aku
memang mempunyai hati hendak membunuh orang,
ketua kalian tadi kalau tidak mati tentu sudah menderita
luka. Maka kuminta totiang sekalian suka tenang dan
memikirkan tentang keselamatan jiwa ketua Ceng-siapay....."
Nasehat itu keluar dari hati nurani yang baik, tetapi
sayang para imam partai Kong-tong-pay itu tak mau
mengerti. Setelah menjalankan pernapasan sejenak,
maka berserulah Wi Ih totiang:
"Tidak mudah untuk naik ke atas gunung Ceng-sia.
Lebih dulu harus mencoba barisan Tujuh Bintang dari
partai Kong tong-pay baru nanti engkau boleh naik ...."
Habis berkata ketua Kong-tong itupun segera
memberi isyarat kepada kawan2nya. Tiga orang imam
muda yang berdiri di belakangnya, segera tampil ke
muka dan dengan keempat imam tua itu kini mereka
genap berjumlah tujuh orang. Mereka bergerak-gerak
mengitari lapangan dan pada lain kejap telah membentuk
diri dalam barisan Tujuh bintang. Saat itu kedua fihak
seperti orang yang naik punggung harimau. Sukar untuk
turun lagi. Apa boleh buat, Gak Luipun terpaksa bersiap
dengan pedangnya. Pada saat suasana ketegangan memuncak, 617 sekonyong-konyong terdengar seruan nyaring yang


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergetar tegang: "Tahan! Berhenti !"
Sekalian orang terkejut dan berpaling ke arah asal
suara itu. Seorang paderi tergopoh-gopoh lari
menghampiri seraya melambai-lambaikan sepucuk surat.
Gak Lui yang bermata tajam cepat dapat mengenali
bahwa yang datang itu adalah Hoan Gong paderi dari
Siau-lim-si. Begitu tiba dengan napas terengah-engah
paderi itu memberi hormat kepada sekalian orang. Lalu
dengan hati2 menyerahkan surat kepada Wi Ih totiang:
"Ketua kami menghaturkan surat penting kepada
cianpwe!" Melihat sikap sipaderi yang begitu tegang, Wi Ih
menduga tentu membawa urusan penting. Segera ia
merobek sampul dan membaca isinya. Wajah ketua
Kong-tong-pay itu berobah-obah mimiknya. Gak Lui dan
Siu-mey menduga surat dari Hui Gong taysu itu tentu
berisi penjelasan tentang dirinya kepada ketua Kongtong-pay. Memang dugaan itu tak salah. Setelah
merenung beberapa saat, seri wajah ketua Kong-tongpay itu berobah tenang, ujarnya: "Gak ... surat dari ketua
Siau-lim-si ini menyatakan bahwa keterangan kalian tadi
memang benar. Demi menghadapi musuh2 dunia
persilatan, segala perselisihan diantara kita, kelak saja
kita perhitungkan lagi ...."
"Baik," jawab Gak Lui, "mari kita lekas2 menghadap
Thian Lok totiang!" Demikian ketegangan yang sudah meruncing itu
akhirnya dapat diredakan dan merekapun segera
mendaki ke atas menuju ke biara Ceng sia. Tetapi hal itu
bukan berarti kemarahan keempat tokoh Kong tong-pay
sudah hapus. Mereka tetap mendendam kepada Gak Lui
dan menunggu kelak pada suatu hari akan dibereskan
618 lagi. Dalam perjalanan itu diam2 Siu-mey telah mengisiki
telinga Gak Lui: "Engkoh Lui, mengapa engkau tak mau
menyerahkan saja obat dan jenazah Hwat Hong taysu
kepada keempat imam itu" Bukankah dengan
mengantarkan sendiri berarti engkau membuang waktu
untuk mempelajari ilmu Ni-coan-ngo-heng tay hwat itu?"
"Aku kuatir kaki tangan Maharaja menyusul kemari
dan merebut obat itu. Apalagi...."
"Apalagi bagaimana ?"
"Sejak saat ini aku akan membasmi mereka habishabisan !"
"O," desus Siu-mey, "engkau hendak membasmi
alat2 berita dari Maharaja!"
"Benar, dengan begitu partai2 persilatan mempunyai
waktu untuk mengatur persiapan dan aku sendiripun
mempunyai kesempatan untuk meyakinkan ilmu yang
tersimpan dalam Thian-liong-kim jiu itu !"
Dalam pada bicara itu merekapun sudah tiba di ruang
besar biara Ceng-sia-kwan. Murid kepala dari Ceng-siapay yakni Hian Wi totiang menyambut dan
mempersilahkan tetamu2nya masuk.
Dahulu ketika baru turun gunung, Gak Lui pernah
bertempur dengan Hian Wi totiang itu. Kepandaian
mereka berimbang dan hanya mengandalkan jurus ilmu
pedang yang aneh, maka pemuda itu dapat memapas
kutung pedang lawan. Tetapi kali ini, memang lain
halnya. Ilmu kepandaian Gak Lui jauh lebih tinggi dari
imam itu. Sebenarnya Gak Lui sendiri tak
membangga2kan soal itu. Tetapi bagi Hian Wi totiang
tidaklah demikian. Diam2 ia penasaran kepada pemuda
619 itu. Dalam mengambil tempat duduk itu, menurut urut2an
tinggi rendahnya kedudukan dalam perguruan, terpaksa
Hian Wi totiang tidak mendapat tempat duduk melainkan
tegak berdiri. Maka dengan menekan perasaannya,
menyambutlah Hian Wi totiang atas kedatangan Gak Lui:
"Atas nama suhu, kami menghaturkan terima kasih
kepada Gak sauhiap yang telah memerlukan datang
kemari mengantar obat. Mohon tanya, bagaimanakah
cara meminumnya" Dan harus menunggu berapa lama
obat itu baru bekerja ?"
Dalam hal itu Siu-mey lebih mengerti dari Gak Lui.
Apalagi obat itu memang dia yang membawanya. Maka
cepatlah ia mewakili Gak Lui menyahut: "Cara
meminumnya biasa saja. Tentang daya khasiatnya,
sehari atau paling lambat dalam tiga hari tentu sudah
kelihatan." "Mengapa waktunya terpaut begitu jauh ?"
"Dibantu dengan penyaluran tenaga-dalam tentu
cepat kalau mengandalkan obat itu bekerja sendiri
memang lebih lambat !"
Hian Wi kerutkan dahi, sahutnya: "Sudah tentu aku
lebih senang kalau suhu lekas sembuh. Soal penyaluran
tenaga dalam itu kuharap tuan2 suka membantu...." ia
berhenti dan memandang ke sekeliling tetamu yang
hadir. "Aku bersedia membantu tenaga," pertama tama
adalah Gak Lui yang memberi pernyataan. Tetapi Wi Ih
totiang cepat mencegah: "Nanti dulu." Cepat Gak Lui dapat menduga apa yang dipikirkan
620 paderi itu. Imam tua itu curiga dan iri hati. Maka sebelum
orang itu membuka mulut, Gak Lui sudah mendahului:
"Totiang, aku bukan seorang yang suka usil dan jauh dari
maksudku memandang rendah pada totiang. Tetapi yang
jelas, saat ini kita berkejaran dengan waktu, setiap detik
amat berharga. Jika aku yang memberi penyaluran itu,
tentu hasilnya lebih cepat !"
"Ini ... ini ... sekalipun tempo amat berharga tetapi
terpautnya hanya beberapa jam saja."
"Kuduga kawanan kaki tangan Maharaja mungkin
akan menyerang gunung ini. Apakah engkau senang
melihat ketua Ceng-sia-pay menghadapi musuh dalam
keadaan terbaring di tempat tidur ?" Gak Lui mengecam
tajam. "Ini"." "Dan sekiranya totiang masih kuatir, pada waktu aku
melakukan penyaluran tenaga-dalam nanti, silahkan
totiang dan sekalian murid2 totiang mengamati aku di
samping!" seru Gak Lui pula.
Ucapan Gak Lui yang secara blak-blakan itu
membuat ketua Kong-tong-pay tak dapat berkata apa2
lagi. Beramai-ramai rombongan tetamu itu segera dibawa
masuk ke ruang tempat Thian Lok totiang sakit. Atas
petunjuk Gak Lui maka Hian Wi tosu mengambil jenazah
Hwat Hong taysu lalu mengatur upacara penguburan.
Dalam pada itu ia memberi perintah kepada anak murid
Ceng-sia-pay supaya melakukan penjagaan yang lebih
keras. Menjaga kemungkinan musuh menyelundup.
Pada hari kedua waktu pagi, keadaan Thian Lok
totiang sudah jauh lebih baik. Semangatnya sudah pulih
kembali. Ia menemani Gak Lui dan sekalian tetamu
duduk di ruang besar. Kini kecurigaan orang pada diri
621 pemuda itu sudah lenyap sama sekali. Sebagai gantinya,
maka orang-orang Ceng-sia-pay berterima kasih
kepadanya. Ketika mendengar tentang kepandaian
Maharaja yang begitu hebat, mata Thian Lok totiang
berkilat-kilat menyapu ke arah para murid perguruan
Kong-tong-pay. Kemudian berkata dengan nada serius:
"Menghadapi Maharaja yang begitu sakti, kita bertujuh
partai persilatan harus bersatu padu untuk melawannya.
Kini aku mempunyai sebuah cara, entah apakah toheng
sekalian dapat menyetujuinya ?"
"Silahkan toheng menguraikan rencana itu, kami
dengan senang hati akan mendengarkan," sahut Wi Ih
totiang, "tetapi mengingat musuh begitu sakti, jika
memang tak punya rencana yang meyakinkan, daripada
kita serempak bersama-sama, lebih baik kita berpencar
menjaga diri sendiri-sendiri, agar jangan sampai kita
semua dilenyapkan !" Thian Lok totiang tersenyum:
"Toheng, adakah engkau sudah melupakan rencana
hebat dari para kakek-guru ketujuh partai persilatan
dahulu itu ?" "Rencana apa" Ah, aku sudah lupa!"
"Para leluhur partai perguruan kita pada seabad yang
lalu, terbagi dalam dua golongan, kaum pendeta dan
kaum imam. Kedua golongan itu berkumpul untuk saling
tukar kepandaian dan berhasil menciptakan sebuah
rencana barisan Thian lo te ong tin. Kalau barisan itu kita
laksanakan sekarang masakan kita takut menghadapi
Maharaja !" "Hm...," semangat Wi Ih totiang seketika timbul.
Tetapi beberapa saat kemudian, ia masih bersangsi,
katanya: "Rencana itu memang bagus, tetapi sayang
sedikit".." 622 "Sayang sedikit apa ?"
"Barisan Thian-lo-te ong itu sesungguhnya ciptaan
dari inti keindahan beberapa barisan, yalah barisan Tujuh
Bintang dari partai Kong-tong-pay, barisan Sam-jay-tin
dari partai Bu-tong-pay dan Go-peh-lo han-tin dari
perguruan Siau-lim-si. Disamping itu masih dibantu pula
oleh jago2 utama dari keempat partai besar. Tetapi kini
para ketua partai2 Heng-san pay, Kun-lun-pay, Bu- tongpay telah meninggal dunia dan dalam partaiku aku sudah
kehilangan toa suheng lalu akhir2 ini kehilangan dua
orang sute lagi, sudah tentu barisan Tujuh Bintang partai
Kong-tong pay sudah kehilangan daya kesaktiannya.
Maka sekalipun kami menggabung, belum tentu akan
berhasil baik." Ucapan dari ketua Kong tong-pay itu bagaikan air
dingin yang mengguyur kepala sekalian orang. Thian Lok
totiang bahkan sampai gemetar dan gelisah tak keruan.
Melihat suasana mulai suram, berserulah Gak Lui
dengan lantang: "Harap ciang-bun-jin berdua jangan
putus asa. Tentang gerak gerik dan akal muslihat musuh,
rasanya aku sudah jelas. Asal barisan itu sudah dapat
terbentuk, kiranya dapatlah untuk menjaga keselamatan
diri...." "Kalau Maharaja itu datang sendiri ?" kedua ketua
perguruan silat itu serempak bertanya.
"Akulah garang. yang menghadapinya,"
sahut Gak Lui "Tetapi....," Thian Lok totiang tak melanjutkan
kata2nya. Tetapi jelas ia menyangsikan kesanggupan
Gak Lui. "Totiang tentu menyangsikan apakah aku sanggup
menghadapinya, bukan " Ah, kesangsian totiang itu
623 memang beralasan. Tetapi aku berani memberi jaminan,
sekurang- kurangnya aku tentu mampu menahannya
sehingga ia tak sempat untuk menyerang kelain tempat!"
"Siauhiap bersedia menghadapi bahaya itu?"
"Ya!" sahut Gak Lui dengan mantap.
"Baik," kata Thian Lok totiang, "kita bulatkan janji ini.
Siau-lim, Kong-tong dan Ceng-sia akan mempelopori
usaha itu untuk berlatih bersama dalam suatu barisan!"
Tiba2 muncullah murid kepala dari Ceng-sia-pay
yakni imam Hian Wi. Ia tergopoh-gopoh masuk dan
menghadap Thian Lok dengan kata2 yang terengahengah: "Memberitahukan kepada ciang-bun- jin bahwa
Sebun sianseng dari Kun-lun dan Tek Goan taysu dari
Gobi, datang berkunjung karena suatu urusan yang amat
penting !" ---oo~dwkz^0^Yah~oo--Mendengar kedatangan kedua tokoh lihay itu,
sekalian orang tampak gembira. Tetapi mereka heran
atas sikap dan gerak gerik Hian Wi pada saat itu.
"Lekas silahkan mereka....." baru Thian Lok totiang
berkata begitu, kedua tokoh itupun sudah melangkah
masuk ke dalam ruang. Ketua Ceng-sia-pay itu tersipusipu bangkit dari tempat duduk dan menyambut kedua
tetamu itu. Demikian setelah dipersilahkan duduk,
mereka saling bertukar salam keselamatan. Setelah
memberi hormat dan bicara beberapa patah kepada Tek
Goan taysu, Gak Lui lalu beralih kepada Sebun
sianseng. Tetapi setelah mengucap kata-kata salam
keselamatan, kerongkongan Gak Lui serasa tersumbat.
Ia tak tahu bagaimana hendak merangkai kata kata untuk
624 menghibur kedukaan Sebun Giok. Walaupun seorang
periang, tetapi saat itu Sebun sianseng juga merasa
tersekat lidahnya. Beberapa saat kemudian barulah ia
dapat mengucap: "Orang mati tak dapat hidup kembali,
soal diri suhengku .... aku sudah mendengar ceritanya
dari Siau-lim-si .... Engkau...tak perlu bersedih...."
Gak Lui mempunyai hati nurani yang baik. Makin
diminta jangan bersedih, makin besarlah rasa sesal
hatinya. Kematian Tanghong sianseng benar2 membuatnya tak habis bersedih. Rela ia menukar
dengan jiwanya. Tiba2 terdengar Tek Goan taysu
berseru nyaring: "Saudara2, celaka ! Kawanan anak
buah Maharaja sudah muncul dan tak lama tentu akan
datang menantang kita !"
"Oh, baru saja kita mengatur siasat, mereka sudah
datang. Sungguh terlalu cepat sekali...," Thian Lok
totiang berseru kaget. Ketua Kong-tong-paypun membuka mulut: "Musuh
yang datang harus dihadapi. Kurasa musuh tentu datang
dengan gopoh dan tak mungkin mempersiapkan
tokoh2nya yang sakti. Inilah kesempatan baik bagi kita
untuk melenyapkan mereka agar kelak jangan menjadi
bahaya di kemudian hari !"
"Belum tentu!" sambut Sebun sianseng dengan wajah
serius, "aku dan Tek Goan taysu telah berjumpa dengan


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Garuda-sakti-cakar- emas. Dia adalah salah seorang dari
Tiga Algojonya Maharaja Persilatan. Di samping itu tentu
masih ada lain2 jago yang berkepandaian tinggi dalam
barisan mereka!" Ucapan Sebun sianseng itu menimbulkan kegemparan. Para ketua partai2 persilatan yang hadir di
situ, diam2 tergetar hatinya. Lebih2 Tiga Algojo Maharaja
625 itu, membuat mereka terkejut sekali. Gereja Siau-lim dan
gunung Ceng-sia pernah menderita amukan ketiga
Algojo Maharaja itu. Andaikata Gak Lui tak datang
menolong pada waktunya, tentulah kedua perguruan itu
menderita kerugian besar. Dan kini dalam rombongan
kaki tangan Maharaja itu ditambah lagi dengan Tigasiluman-guha-darah. Tiga tokoh dunia Hitam yang
terkenal ganas sekali. Kaum persilatan golongan Putih
segan untuk berurusan dengan mereka. Dalam suasana
yang dicengkam rasa panik itu, tiba2 Gak Lui berseru
dengan dingin: "Mereka adalah gerombolan2 penjahat
yang harus dilenyapkan. Jika mereka datang sendiri
kemari, sungguh suatu kesempatan yang baik. Sebelum
menghadapi mereka, lebih dulu kita harus mengatur
barisan kita ...." "Bagaimana engkau hendak mengatur barisan kita ?"
tanya Sebun sianseng. "Aku tak punya rencana apa2, kecuali minta kepada
taysu dan totiang sekalian, bahwa kawanan murid2 partai
persilatan yang berhianat menggabung dalam gerombolan Maharaja itu supaya diberikan kepadaku !"
Serempak bertanyalah Thian Lok totiang dan Wi Ih
totiang dengan nada bersangsi: "Mengapa engkau
menghendaki begitu ?"
Segera Gak Lui menuturkan tentang rahasia
gerombolan Topeng Besi dan rahasia yang tersembunyi
di balik penyaruan mereka itu. Juga tentang kematian
Hwat Hong taysu yang aneh, ia berjanji akan melakukan
penyelidikan. Dengan penjelasan itu Gak Lui mengharap
agar para ketua partai persilatan tak sampai salah
membunuh saudara2 seperguruannya sendiri.
Tiba2 untuk yang kedua kalinya masuklah Hian Wi
626 tojin ke dalam ruang dan berseru nyaring: "Musuh sudah
tiba di luar gunung, mohon ciang-bunjin suka memberi
petunjuk...." Thian Lok totiang tak sempat memikirkan lain2 lagi.
Cepat ia menjawab: "Segera perintahkan kepada seluruh
anak murid Ceng-sia, kecuali yang bertugas menjaga
paseban, supaya ikut aku untuk menghadapi musuh !"
Sambil berkata ketua Ceng-sia-pay itupun terus melesat
ke luar ruang. Gak Lui hendak memburu karena ia belum lega
hatinya sebelum mendapat jawaban dari ketua Ceng-siapay itu tentang rencana yang diajukan tadi. Tetapi
rupanya Siu-mey mempunyai lain rencana. Dicegahnya
sang kekasih. Demikian berturut-turut Sebun Giok, Tek
Goan taysu, keempat imam tua dari Kong-tong menuju
keluar semua. Setelah ruangan sunyi maka berbisiklah
Siu-mey kepada Gak Lui: "Engkoh Lui, aku mempunyai
suatu rencana ...." "Katakanlah! " "Dalam rangka melakukan penyelidikan pembunuh
Hwat Hong taysu nanti dalam pertempuran janganlah
engkau mengunjuk diri dulu."
"Jadi harus secara tak langsung ?"
"Ya," sahut Siu-mey, "pada saat kedua belah fihak
saling berhadapan, engkau dapat memperhatikan
ucapan dan gerak gerik mereka. Dan tentulah dari situ
engkau dapat menemukan sesuatu !"
"Hm, baik juga cara itu."
"Karena itu kita tak dapat ikut mereka agar jangan
diketahui !" Demikian kedua pemuda itu menyelinap
keluar dan menjalankan rencananya. Dalam pada itu,
627 lembah dan lereng gunung Ceng-sia-san, penuh dengan
manusia2 yang bersenjata lengkap. Mereka tegak
berjajar dengan serius. Suasana hening tegang. Dalam
kedudukan sebagai tuan rumah, Thian Lok totiang
mengambil tempat ditengah-tengah. Sebelah kanan dan
kiri, diapit oleh tokoh2 partai Kun-lun, Gobi dan Kongtong. Di belakang mereka tegak beratus-ratus anak
murid. Sedang lawan yang dihadapinya, juga mengatur
diri dalam tiga kelompok. Yang di tengah, delapan orang
berjubah biru dan berkerudung muka. Mereka yalah
empat orang murid hianat yang palsu dan empat orang
Topeng Besi. Di sebelah kiri yalah Tiga Algojo Maharaja
dan di sebelah kanan, yalah Tiga-siluman-guha-darah.
Ketiga tokoh ini bertubuh tinggi kurus. Keningnya yang
cekung mengunjukkan bahwa mereka memiliki ilmu
tenaga-dalam yang tinggi. Kecuali kedelapan tokoh
berjubah biru atau gerombolan Topeng Besi itu, semua
kaki tangan Maharaja yang berjumlah ratusan orang itu,
tiada yang mengenakan kain kerudung muka. Hal itu
berarti bahwa Maharaja telah memutuskan untuk
melakukan pertempuran yang menentukan. Oleh karena
itu mereka tak perlu menyembunyikan muka lagi kepada
musuh. Tampak wajah ketua Ceng-sia-pay mengerut serius
dan dengan nada suara yang sarat, berseru kepada
kedelapan orang berkerudung muka: "Penjahat bernyali
besar ! Kamu telah menculik dan membius tokoh2 sakti
dari tiap partai persilatan lalu masih berani memakai
kedok muka untuk merebut kedudukan ketua.
Kedatangan kalian ke gunung Ceng-sia-san ini, apakah
...." "Apakah bagaimana ?" seru salah seorang dari
kedelapan muka berkerudung itu. Karena marahnya
tangan Thian Lok sampai gemetar, serunya marah:
628 "Akan membuka kedok yang menutupi mukamu itu lalu
mencincang tubuhmu menjadi berkeping-keping !"
Ucapan yang dilantang dengan lambaran tenagadalam itu, benar-benar menggetarkan lembah dan
gunung. Kumandangnya memanjang sampai jauh. Tetapi
acuh tak acuh, terdengarlah dua buah suara penyahutan:
"Heh, heh, dengan kepandaian silat cakar ayam itu,
masakan engkau mampu membuka kedok muka kami.
Dan lagi sikapmu yang congkak ini, sungguh tak
menghormat kepada suheng, menghina orang yang lebih
tua !" "Huh, siapakah suheng engkau ini ?"
"Aku adalah Hwat Gong dari Heng-san. Kedudukanku
lebih tinggi seangkatan dari engkau !"
Mendengar nama itu, terkejutlah sekalian rombongan
tuan rumah. Tetapi secepat itu Wi Ih totiang ketua Kongtong-pay melangkah maju dan berseru nyaring: "Bangsat,
engkau berani mencelakai Hwat Hong taysu ?"
"Dia tak mau turun kursi, terpaksa harus dilenyapkan
!" "Engkau.....Goan Lo dari Heng-san ?"
"Begitulah." Wi Ih segera menantang: "Kalau berani,
hayo, bukalah kedok mukamu.....!"
JILID 13 "Heh, heh, apa sukarnya ?" orang itu tertakwa
mengekeh, "bila kalian sudah menyerah, tentu dapat
melihat wajahku !" Tiba2 Sebun sianseng kebutkan kipas dan 629 memandang ke sekeliling seraya berseru: "Harap
saudara jangan bersikap congkak. Kalau saudara
menghendaki supaya sekalian partai perguruan dan
tokoh2 persilatan tunduk, tetapi saudara tetap tak mau
unjuk muka. Lalu.....apakah nama dari partai persilatan
yang saudara hendak bentuk ?"
"Aku sudah mengumumkan ...."
"Ho, aku Sebun Giok masih ingat jelas. Menilik
mulutmu yang lancung itu, aku sudah tahu kalau engkau
ini palsu !" katanya seraya menatap orang itu dengan
tajam. Tetapi orang yang mengaku sebagai Hwat Gong
itu tetap tak tahu malu. Ia berbalik tanya: "Urusan ini
tiada sangkut pautnya dengan perguruan Kun-lun-pay.
Mengapa engkau turut campur?"
"Benar, justeru karena tiada sangkut pautnya dengan
perguruan Kun-lun maka aku hendak bertanya !" sahut
Sebun Giok. "Jangan usil !"
"Ha, ha," Sebun Giok tertawa. Ia lontarkan pandang
matanya ke seluruh hadirin. Sikapnya seperti
memandang ke arah rombongan orang Ceng-sia-pay,
Kong-tong-pay, ketiga tokoh Sam-yau dan Sam-coat.
Tetapi sesungguhnya ia sedang mencari Gak Lui. Karena
sejak keluar dari ruang besar tadi, ia tak melihat kedua
anak muda itu lagi. Bahkan sampai detik itu baik Gak Lui
maupun Siu-mey tak tampak sama sekali. Tetapi ketiga
tokoh Sam-yau dan Sam-coat itupun berkeliaran
memandang ke sekeliling. Rupanya iapun sama
tujuannya dengan Sebun Giok. Setelah gagal
mendapatkan kedua anak muda itu maka Sebun
sianseng hentikan tawanya dan berkata dengan nada
bersungguh: "Di antara yang datang terdapat juga
630 rombongan murid2 Ceng-sia-pay dan Kong-tong-pay.
Maksud mereka tentulah hendak menerima kedudukan
ketua itu, bukan ?" "Benar," sahut orang itu.
"Kalau begitu seharusnya ketua kedua perguruan itu
berunding dengan para saudara2 seperguruannya untuk
menetapkan keputusan penyerahan kedudukan itu !"
"Ini bagaimana! Apakah tak boleh melihat wajah
orang ?" tukas Sebun sianseng.
"Heh, heh, heh"." orang itu mengekeh, "boleh saja
melihat. Tetapi aku mempunyai syarat!"
Dalam pada berkata-kata, orang itu melirik Sebun
sianseng dan Tek Gong taysu. Sebun Giok dengan
tangkas cepat menjawab: "Syaratmu itu justeru sesuai
dengan keinginanku. Biarlah aku yang mengaturnya !"
"Oh...." "Perguruan Ceng-sia-pay dan Kong-tong-pay akan
memberesi murid2nya yang berhianat. Dari fihak Hengsan-pay, tiada yang hadir di sini. Maka akulah yang akan
menghadapimu. Sedang dari fihak Siau-lim-si, akan
kuminta Tek Yan taysu yang tampil mewakili. Rencana ini
tentulah sesuai dengan keinginanmu !"
"Bagus !" seru Hwat Gong palsu itu dengan mata
berkilat-kilat girang. Karena rencana itu akan
menyempatkan ia bersatu-padu dengan gerombolan
Topeng Besi. Apabila satu melawan dua, tentulah ia
dapat mengatasi tokoh dari Kun-lun-pay itu. Tetapi
disamping keuntungan, pun ia melihat kelemahan dari
rencana itu. Karena fihak Kong-tong diwakili oleh empat
orang totiang, maka gerombolannya yalah murid2
perguruan yang palsu itu, kalah kuat dan harus dua
631 orang lawan empat orang. Ah, ia tak memperdulikan hal
itu. Pokok ia sendiri memperoleh keuntungan dalam
pertempuran nanti. Sebun sianseng, tokoh dari Kun-lun,
dapat memperhitungkan rencana dalam hati orang. Ia
memperhatikan kawanan Tiga Algojo Maharaja dan Tigasiluman-guha-darah, lalu berseru nyaring: "Karena
engkau setuju, janganlah minta bantuan orang luar."
Belum Hwat Gong palsu itu menyahut, ketiga Algojo
Maharaja sudah melantang: "Selama Gak Lui tak muncul,
kami tentu akan bersikap sebagai penonton saja."
"Baik," sahut Sebun Giok dengan agak sarat. Ia
segera mengambil payung besi dari punggung dan
berkata: "Hai, kalian yang menyaru sebagai anak murid
Ceng-sia-pay dan Kong-tong- pay, lekas enyah !"
Termasuk orang yang mengenakan kerudung muka
maka beberapa orang segera melesat memenuhi
permintaan Sebun sianseng. Orang yang menyamar
sebagai Hwat Gong taysu dengan tertawa menyeringai,
berdiri tegak di hadapan Sebun sianseng. Kemudian
seorang lain berhadapan dengan Tek Yan taysu dari
Siau-lim-si. Paderi itu kerutkan alis dan mengerut wajah
kemarahan. Rupanya saat itu ia sudah tahu bahwa yang
berdiri di hadapannya itu bukan Hui Ki taysu dari Siaulim-si tetapi seorang lain yang menyaru dan mengaku
sebagai Hui Ki taysu. Sedang kelompok ketiga yang berhadapan dengan
fihak Ceng- sia pay, telah dibentur oleh Thian Lok totiang
ketua perguruan Ceng-sia-pay: "Adakah anda ini Thian
Wat murid perguruan kami ?" Tetapi orang itu hanya
gemetar dan tak menyahut. Jelas mengunjuk bahwa
yang ditanyakan itu memang benar sekalipun tiada
dijawab. Sementara di lain fihak, Wi Ih totiang dari perguruan
632 Kong-tong- pay segera memanggil ketiga adik
seperguruannya dan tiga orang anak muridnya untuk
membentuk barisan Tujuh-bintang guna menyambut
kelompok keempat dari lawan. Pada saat Wi Ih totiang
hendak menegur, fihak lawan sudah mendahului tertawa
iblis dan berseru: "Wi Ih sute, apakah selama ini engkau
baik2 saja ?" Walaupun teguran itu bernada ramah dan perlahan
tetapi kumandangnya telah mengejutkan para ketua


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

partai persilatan yang berada di tempat itu. Karena nada
itu tak asing lagi bagi mereka. Ya, itulah suara Wi Cun
totiang dahulu. Wi Ih totiangpun tertegun seperti
disambar petir. Rasa kejutnya sedemikian besar
sehingga ia sampai menyurut mundur setengah langkah.
Tiba2 orang yang berada di hadapannya itu bersuit aneh,
nadanya seperti menusuk ulu hati. Sekonyong-konyong
delapan buah sinar pedang serempak berhamburan
menusuk dada para ketua partai persilatan yang berada
di situ! Kedelapan sinar pedang itu berasal dari
kedelapan orang berkerudung muka. Mereka menyerang
secara mendadak sekali sehingga betapapun tingginya
kepandaian dari para ketua perguruan silat yang
diserang itu, namun sukar bagi mereka untuk
menghindar. Tetapi pada detik2 nyawa keempat ketua
partai persilatan itu hendak direnggut maut, sekonyongkonyong dari belakang Thian Lok totiang, meluncur
keluar dua sosok tubuh yang terbungkus sinar pedang.
Yang di muka, memancar sinar kebiru-biruan dan
menghambur angin tajam yang menderu-deru. Langsung
sinar pedang itu menerjang barisan pedang dari empat
orang berkerudung muka. Keempat orang berkerudung
muka terkejut sekali. Mereka tak asing lagi dengan warna
sinar pedang itu. Ya, itulah sinar yang berasal dari
pedang Pelangi pusaka partai Bu-tong-pay. Dan taburan
633 pedang itu jelas dimainkan dalam jurus ilmu pedang yang
hanya dipunyai oleh Gak Lui.
Keempat orang berkerudung muka itu pecah nyalinya
dan berhamburan menyingkir. Tetapi empat orang
kawannya yang belum menerima komando apa-apa, tak
mau hentikan serangannya. Tring, tring, tring, terdengar
dering gemerincing tajam dan serentak kutunglah
keempat pedang orang berkerudung muka itu dan
serempak dengan kutungnya pedang, Gak Lui gerakkan
tangan kiri dalam ilmu pukulan Menundukkan-iblis,
sedang pedang di tangan kanan dimainkan dalam ilmu
pedang Bu-san kiam. Pukulan dan pedang itu sedahsyat
gunung Thay-san yang menindih roboh. Belum pukulan
tiba, anginnya telah membuat keempat orang
berkerudung itu terhuyung-huyung.
Untunglah Gak Lui menyadari bahwa keempat orang
berkerudung itu hanya digunakan sebagai alat oleh
Maharaja Persilatan. Maka ia tak mau menurunkan
tangan jahat. Gak Lui cepat mengalihkan sasarannya
kepada keempat orang berkerudung yang dapat
menyingkir dari serbuannya tadi. Thian Lok totiang dan
ketiga ketua partai perguruan cepat menyadari apa yang
terjadi. Jiwa mereka telah diselamatkan oleh Gak Lui.
Begitu terbebas dari ancaman maut, mereka
berempatpun serempak memutar senjata untuk
membebaskan diri dari serangan lawan.
Kelompok empat orang berkerudung muka yang
dapat terhindar dari tebasan pedang Gak Lui tadi,
terkejut sekali menyaksikan kesaktian Gak Lui. Mereka
serentak mengerahkan seluruh tenaga dan menghantam
kearah Gak Lui. Bum ... terdengar letupan.
Gak Lui berputar2 dengan suatu gerakan yang aneh.
Ternyata ia menggunakan ilmu untuk meminjam tenaga
634 lawan sehingga ia tak menderita luka apa2. Dan sambil
berputar-putar itu, pedangnyapun berhamburan menusuk
lawan. Tring, tring .... pedang keempat orang itu tak
sempat dimainkan karena tahu-tahu batangnya telah
disabat pedang Gak Lui. Tangan keempat orang itu
terasa linu dan pedangnyapun rompal.
Kejut mereka bukan kepalang dan sadarlah mereka
bahwa sia2 saja untuk melanjutkan pertempuran yang
tentu akan membahayakan jiwa mereka. Dan di samping
serangan Gak Lui, saat itu sigadis ular Siu- meypun tiba
dengan taburan pedang dalam jurus permainan
Memapas-emas-memotong-kumala. Yalah jurus yang
khusus untuk membabat pedang lawan. Keempat orang
berkerudung itu runtuh nyalinya. Segera mereka bersuit
memberi isyarat kepada keempat Topeng Besi supaya
keluar dari gelanggang pertempuran. Gak Lui tak
mempedulikan keempat Topeng Besi itu. Yang diburunya
yalah keempat orang berkerudung muka. Siu-mey dan
keempat ketua partai persilatan mengikuti pemuda itu.
Melihat fihaknya kalah, ketiga Algojo Maharaja itu tak
mau tinggal diam. Cepat mereka lepaskan pukulan
kepada musuh. Kedua anggauta Algojo Maharaja, yani Setan-anginhitam dan Malaekat-rambut-merah, dalam saat2 yang
tegang itu cepat mengeluarkan senjata simpanannya.
Mereka loncat ke udara sambil taburkan bubuk kabut
beracun. Thian Lok totiang pernah menderita dari kabut
beracun, ia terkejut dan cepat berpaling untuk mencegah
Sebun siangseng dan Tek Yan taysu serta
rombongannya. Gak Luipun terhalang oleh kabut
beracun itu. Pada saat ia berhasil menghantam lenyap
kabut, ternyata orang berkerudung dan Topeng Besi
sudah kabur sampai 100-an tombak jauhnya. Saat itu
ketiga Algojo Maharaja tegak berjajar. Garuda-cakar635
emas, salah seorang dari kawanan algojo itu, mendahului
berseru: "Harap hentikan pertempuran dan marilah kita
bicara dengan tenang ..."
Gak Lui berputar-putar dan berhenti di muka ketiga
Algojo Maharaja itu. Serunya dingin: "Kalau mau bicara,
lekaslah!" Garuda-cakar-emas tertawa seram: "Urusan
hari ini sesungguhnya hanya mengenai dua buah hal.
Pertama, tentang pembersihan di dalam tubuh masing2
perguruan. Dan yang sebuah aku hendak dengan
engkau ...." "Dengan aku bagaimana?" tukas Gak Lui.
"Dengan engkau akan meminta sebuah benda kecil!"
Gak Lui terkejut. Ucapan orang itu membuktikan bahwa
murid Heng-san-pay yang telah ditawan oleh Maharaja
Persilatan itu, telah membocorkan tentang pusaka Thianliong kim-jiu atau Tangan-emas-naga-langit.
"Kalau aku tak mau menyerahkan?" Gak Lui balas
bertanya, "engkau mau bertindak bagaimana ?"
"Mungkin engkau sukar lolos dari tangan kami bertiga
!" baru berkata begitu, Garuda-cakar-emas hentikan
kata2nya. Ia ngeri melihat wajah pemuda itu menampil
hawa pembunuhan. ---oo~dwkz^0^Yah~oo--Buru2 ia melanjutkan kata2 lagi: "......dan lagi ketiga
Siluman- goha-darah itu juga telah datang untuk
menghadapimu.." Dalam kemarahannya, Gak Lui masih
berusaha untuk menghias tertawa, ia maju setengah
langkah : "Kalau begitu, lalu bagaimana kesimpulannya?"
"Kesimpulannya ?"
636 "Hm!" "Sudah jelas," sahut Garuda-cakar-emas seraya
menyapu pandang mata kepada keempat ketua partai
persilatan, sahutnya: "Mereka hanya mengandalkan pada
dirimu. Begitu engkau kalah, merekapun takkan hidup
juga !" Gak Lui bercekat dalam hati. Diam2 ia mengakui
kebenaran kata2 orang itu. Karena memang
kenyataannya, kekuatan kedua fihak itu terpaut jauh. Bila
Ketiga Algojo-Maharaja dan dan ketiga Siluman gohadarah, sekali ikut dalam pertempuran, tokoh2 partai
persilatan itu tentu hancur.... Gak Lui cepat mengambil
keputusan. Lebih dulu ia hendak membasmi ketiga
Algojo. Bagaimana kepandaian ketiga siluman- gohadarah itu akan ditinjaunya lebih lanjut. Melihat pemuda itu
diam saja, Garuda-cakar-emas menyangka kalau Gak
Lui ketakutan. Maka dengan tersenyum menyeringai ia
berseru pula: "Bagaimana kalau engkau serahkan benda
itu, pertempuranpun akan berhenti sampai di sini ...."
Sambil diam2 mengerahkan tenaga-dalam, Gak Lui
memandang ke sekelilingnya lalu menyahut dengan
pertanyaan: "Lalu bagaimana urusan partai2 persilatan
akan diselesaikan?" "Biarkan mereka sendiri yang menyelesaikan !"
"Aku?" "Silahkan berkelana bebas di dunia persilatan."
"Ah, syarat itu memang pantas juga," seru Gak Lui.
"Heh, heh," Garuda-cakar-emas mengekeh. Sambil
maju selangkah, Gak Lui bertanya pula: "Tetapi ....
apakah engkau dapat memutuskan soal ini ?"
"Hal itu merupakan amanat Maharaja Persilatan. Aku
637 hanya mewakili menyampaikannya !"
"Sayang kurang sempurna !"
"Yang mana ?" "Permintaanmu untuk meminta benda itu, tak dapat
kululuskan !" "Lalu hendak engkau serahkan siapa ?"
"Lain orangpun bisa. Misalnya .... ketiga Silumanguha-darah itupun dapat menerimanya."
"Alasanmu ?" "Dendam lama antara engkau dan aku belum selesai.
Perhitungan itu saat ini harus kita selesaikan. Sedang
ketiga Siluman-guha-darah tiada mempunyai hubungan
suatu apa dengan aku. Maka kurasa, benda itu dapat
kuserahkan kepada mereka."
Dalam pada berkata-kata itu, Gak Lui lepaskan
pandang matanya ke arah ketiga Siluman-guha-darah
yang berada di belakang ketiga Algojo. Tampak wajah
ketiga Siluman itu, tak menampil suatu reaksi apa2
kecuali hanya tersenyum iblis. Sikap itu mengunjukkan
bahwa mereka tak begitu memandang mata kepada
ketiga Algojo. Demikianpun mereka yakin tentu dapat
mengambil benda pusaka itu dari tangan Gak Lui.
Keadaan itu membuat Gak Lui diam2 tertawa. Jika ketiga
Algojo itu bersatu dengan ketiga Siluman, memang sukar
dihadapi. Tetapi ditilik dari sikap ketiga Siluman itu
rupanya mereka mengandung rencana sendiri. Mereka
hendak merebut sendiri benda pusaka Kim-jiu, agar
memperoleh jasa dari Maharaja. Tetapi si Garuda-cakaremas rupanya tak dapat meneliti sikap ketiga Siluman itu.
Setelah tertawa iblis, ia segera mulai melancarkan
serangan. Sepuluh buah cakar yang berkilat-kilat sinar
638 emas, bagaikan hujan mencurah ke tubuh Gak Lui. Dada
dan perut pemuda itu diserang dengan serempak. Jurus
yang dilancarkan itu dilambari dengan tenaga-dalam
yang penuh. Sekali kena tercengkeram, dada dan perut
Gak Lui tentu pecah berhamburan .....
Tampak mulut Garuda-cakar-emas itu mengerut
tawa. Tetapi sayang bukan tawa kegembiraan melainkan
tawa kecemasan dan kesakitan. Karena ternyata Gak Lui
dapat bergerak lebih cepat. Ia geliatkan telapak tangan
keatas dan tepat sekali dapat menangkap cakar2 emas
lawannya. Segera ia pancarkan tenaga- dalam di tangan
kiri untuk menyedot tenaga-dalam orang. Garuda-cakaremas terkejut bukan kepalang. Ia tak menyangka sama
sekali Gak Lui sedemikian lihaynya. Tetapi untuk
membebaskan tangannya, sudah tak keburu lagi. Saat itu
ia rasakan lengannya kesemutan, separo tubuhnya
seperti mati dan mulutpun sudah siap berteriak. Tetapi
sebelum ia mampu menjerit, dari tangan kanan pemuda
itu mengalirkan suatu tenaga-dalam yang keras ke dalam
jalan darahnya. Aliran tenaga-dalam itu membuat
Garuda-cakar-emas pusing dan berkunang kunang
matanya. Sekujur tubuhnya kesemutan dan mulut yang
sudah menganga itupun tak dapat mengeluarkan suara.
Garuda cakar-emas sudah tak berdaya lagi. Ia sudah
jatuh ke dalam kekuasaan Gak Lui. Asal pemuda itu
menambah saluran tenaga-dalamnya, dia tentu binasa.
Tetapi Gak Lui memang tak mau sekaligus membunuh
orang itu. Ia hendak menggunakan tenaga ketiga Algojo
itu. Setelah itu barulah ia menghancurkan mereka bertiga
dengan serempak. Sungguh kebetulan sekali kedua Algojo yang lain
yalah Setan- angin-hitam dan Malaekat-rambut merah
tak mengetahui keadaan kawannya. Mereka berdua
berdiri agak jauh dan teraling oleh para ketua partai
639 persilatan. Mereka hanya melihat Garuda cakar-emas
saling bercekalan tangan dengan Gak-Lui. Mereka
sangka tentulah Garuda-cakar-emas sedang adu tenaga
dalam dengan Gak Lui dan menilik kedudukan kakinya
rupanya Garuda- cakar-emas lebih unggul. Beberapa
saat kemudian barulah kedua Algojo itu terkejut melihat
tubuh kawannya gemetar. Kaki Garuda-cakar emas
walaupun masih tegak berdiri tetapi sudah tak bertenaga
lagi. Garuda cakar-emas masih dapat berdiri karena
dipegang Gak Lui. Saat itu barulah Setan-angin-hitam
dan Malaekat-rambut-merah terbeliak kaget. Hendak
menaburkan kabut beracun mereka kuatir akan melukai
si Garuda-cakar-emas sendiri. Maka mereka berduapun
terus bergerak menyerang Gak Lui. Tetapi selagi masih
berada pada jarak setombak jauhnya, mereka berdua
mendengar suara berdetak2 macam tulang putus. Dan
lebih terkejut pula ketika tahu2 Gak Lui mengangkat
tubuh Garuda-emas dan melemparkan kepada kedua
orang itu. Sebelum kedua Algojo itu sempat
membebaskan diri dari lontaran mayat si Garuda-cakaremas, sekonyong-konyong Gak Lui sudah gerakkan
senjata cakar-emas milik Garuda-cakar emas yang
direbutnya, menghunjam ke arah kedua lawannya. Jarak
yang sedemikian dekat dan pula masih sibuk menghindar
dari lontaran tubuh Garuda-emas, membuat kedua Algojo
itu tak mampu menghindar lagi. Terdengar dua buah
jeritan ngeri dan disusul dengan muncratan darah yang
bertebaran keempat penjuru.
Setan angin-hitam terkena empat buah jari cakaremas. Yang dua biji, tepat menyusup kedua matanya
hingga gundu matanya hancur. Sedang dua buah jari
yang lain tepat bersarang ke tenggorokannya. Seketika
habislah riwayat si Setan-angin- hitam! Sedang si
Malaekat-rambut-merah dalam gugup, menangkis
640 dengan kedua tangannya. Pikirnya, ia hendak menyapu
jatuh jari2 cakar-emas yang menabur dirinya itu. Tetapi


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baru tangannya bergerak setengah jalan, iapun sudah
menjerit ngeri dan terhuyung-huyung rubuh dengan usus
berhamburan ke luar .....
Peristiwa sekaligus dapat menghancurkan ketiga
Algojo Maharaja, benar2 membuat sekalian ketua partai
persilatan terlongong-longong heran. Ketiga Silumanguha-darah yang sikapnya angkuhpun terkejut.
Serempak mereka berhamburan loncat ke muka Gak
Lui. Dengan tertawa dingin, Gak Lui terus hendak maju.
Tetapi Thian Lok totiang ketua Ceng-sia-pay cepat maju
membisiki: "Sauhiap, ketiga siluman itu amat ganas
sekali. Entah mereka akan menggunakan senjata rahasia
apa. Kami sudah dapat mengatasi kawanan murid
murtad itu, adakah engkau ...."
"Bagaimana ?" "Pancing mereka ke lain tempat."
"Hm," Gak Lui mengiakan. Saat itu ketiga Silumangoha-darah sudah tiba di hadapannya. Serangkum bau
darah yang anyir berhembus terbawa angin. Gak Lui
terkejut. Ia duga ketiga siluman itu tentu memiliki ilmu
kepandaian hitam. "Orang she Gak, lekaslah engkau serahkan benda
yang engkau bawa itu !"
"Kepadamu ?" "Sudah tentu !"
"Di sini ?" masih Gak Lui bertanya.
"Ini ...." "Ini bagaimana ?" desak Gak Lui.
641 "Demi menjaga rahasia, marilah kita pergi ke sana,"
sahut orang itu seraya merenung. Rupanya mereka tak
menghendaki rahasia Kim-jiu itu diketahui orang. Justeru
itulah yang dikehendaki Gak Lui.
Sejenak ia berpaling dan tersenyum kepada para
ketua partai persilatan. Mereka terdiri dari Thian Lok
totiang, Tek Gong taysu, Sebun sianseng dan ketua
Kong-tong-pay Wi Ih totiang beserta empat saudara
seperguruannya dan tiga orang murid. Jumlah itu kiranya
cukup untuk menghadapi orang berkerudung muka dan
gerombolan Topeng Besi yang berjumlah delapan orang.
Namun Gak Lui masih kuatir mereka tak dapat melayani
musuh. Maka ia berpaling dan memberi isyarat ekor mata
kepada Siu- mey. Maksudnya suruh nona itu tinggal
membantu barisan tokoh2 partai persilatan.
"Mari !" akhirnya ia berkata kepada ketiga Silumanguha-darah dan terus melesat ke pedalaman gunung.
Tak berapa lama tibalah mereka di sebuah lembah yang
amat terpencil. Gunungnya tak berapa tinggi tetapi
merupakan sebuah pegunungan karang sehingga
banyaklah terdapat guha2 batu karang dengan tiang2
batu kerucut yang runcing dan kokoh. Melihat pemuda itu
lari kedalam lembah, ketiga Siluman-goha- darah itu
tertawa menyeringai. Mereka segera mengatur diri untuk
menghadang dari tiga jurusan apabila Gak Lui sampai
mundur. "Berhenti !" serempak mereka membentak. Melihat
keadaan gunung karang itu, diam2 Gak Lui terkejut juga.
Ia duga ketiga siluman itu sudah mengetahui keadaan
tempat itu maka mereka sengaja memancing kesitu.
Namun pemuda itu tak gentar. Ia memperhitungkan
ketiga siluman itu tentu akan menggunakan puluhan
guha karang yang menghias dikaki gunung itu untuk
642 melancarkan siasat mereka. Tetapi mereka tentu tak
mengetahui bahwa ia memiliki indera penglihatan dan
pendengaran yang jauh melebihi orang biasa. Begitupun
indera penciumannya, luar biasa tajam. Gak Lui hentikan
langkah dan berpaling menghadapi ketiga siluman itu.
"Orang she Gak," Seru pemimpin dari gerombolan
tiga serangkai Siluman-goha darah itu, "sekarang
serahkan pusaka Thian-hong- kim-jiu itu kepadaku ...."
"Mengapa terburu-buru?" sahut Gak Lui tenang,
"kalau kalian berani datang meminta pusaka itu,
masakan kalian tak mau memberitahukan nama
kalian....." Orang itu meneguk air liur lalu berseru bangga: "Aku
adalah kepala dari tiga serangkai Siluman-goha-darah,
yalah Thian Hong si Pukulan-darah-pemburu-nyawa !"
"Dan kedua kawanmu itu ?" Pukulan-darah-pemburunyawa menunjuk kepada kedua kawannya: "Yang ini Ci
Yong gelar Panah-darah-pelenyap-nyawa !"
"Hm !" dengus Gak Lui.
"Dan yang itu, penggebuk-nyawa." Ih Cing gelar Tongkat-darah- "Hm ..." tiba2 Gak Lui mendengus lalu tengadahkan
kepala tertawa nyaring. Nadanya berkumandang bagai
naga meringkik di udara. Tenaga-dalam yang
berhamburan dari nada tertawa itu membuat wajah
ketiga Siluman-goha-darah tak berketentuan warnanya.
Akhirnya Pukulan-darah-pemburu-nyawa maju selangkah
dan berseru dengan nada sarat: "Apa yang engkau
tertawakan" Mengapa tak lekas ....."
"Huh, aku menertawakan kalian bertiga yang punya
mata tetapi tak dapat melihat apa2 !"
643 "Tak dapat melihat apa?" Thian Hong si Pukulandarah-pemburu- nyawa membelalakkan mata, "apakah
engkau hendak ingkar ?" Gak Lui balas menatap orang
dengan pandang mata berapi-api:
"Aku toh belum meluluskan!"
"Jelas engkau mengatakan kepada ketiga Algojo tadi
kalau hendak menyerahkan benda itu kepada kami
bertiga !" "Thian-liong kim ciang merupakan pusaka dunia
persilatan. Jangankan diserahkan, bahkan menjamah
saja kalian jangan harap kuijinkan !" seru Gak Lui.
Impian Pukulan darah-pemburu nyawa untuk
memperoleh jasa dari Maharaja Persilatan, seketika
buyar seperti awan tertiup angin. Karena malu ia marah
sekali. Wajahnya membesi gelap.
"Budak! Ketahuilah bahwa lembah Hian-sim-koh atau
penjerumus orang ini, tak mungkin memberi kesempatan
padamu meloloskan diri !" serunya.
"O," seru Gak Lui, "kiranya lembah ini disebut Hiansim-koh."
"Benar !" "Keadaan lembah ini rumit dan berbahaya sekali.
Tepat untuk tempat pengubur kalian !"
Belum Gak Lui sempat menyelesaikan kata2nya,
Pukulan-darah- pemburu-nyawa menggerung marah dan
terus ayunkan kedua tangannya menghantam bahu Gak
Lui. "Bagus !" seru Gak Lui sambil masih tenang2 tegak
ditempat lalu secepat kilat songsongkan tangannya
menangkis. Ia pancarkan tenaga dalam Penakluk-dunia
644 untuk mengimbangi gerak sambaran menangkap tangan
musuh. Tetapi pada saat tangan bergerak setengah
jalan, tiba2 ia terkejut sehingga wajahnya sampai
berobah warna. Ternyata ia sempat memperhatikan
bahwa telapak tangan si Pukulan-darah-pemburu-nyawa
itu tiba2 berobah merah darah. Bermula hanya setitik
kecil tetapi cepat sekali warna merah itu menebar
memenuhi seluruh telapak tangannya.
---oo~dwkz^0^Yah~oo--Serentak Gak Lui teringat akan peringatan Thian Lok
totiang tadi. Sebelum mengetahui ilmu kepandaian
kawanan siluman itu, janganlah ia sampai gegabah adu
pukulan. Tetapi saat itu kedua fihak hanya terpisah dua
tiga langkah. Dalam sibuknya, Gak Lui miringkan tubuh
ke samping. Tangan kirinya yang diayunkan tadi diangkat
ke atas dan berbareng itu tangan kanannya menjulur
lurus ke muka, menghamburkan tenaga-dalam yang
keras. Semula Pukulan-darah-pemburu-nyawa sudah
hampir bersorak kegirangan karena Gak Lui berani
menangkis. Dan ia yakin dalam jarak sedekat itu tak
mungkin Gak Lui dapat menghindar atau menarik pulang
tangannya. Maka ia segera salurkan seluruh tenagadalam sehingga telapak tangannva berobah semerah
darah. Angin yang memancar dari telapak-tangannya itu
membaurkan hawa yang anyir.....
Bum.......terdengar letupan keras ketika kedua
pukulan itu saling beradu. Baik Gak Lui maupun Pukulandarah pemburu-nyawa sama2 terhuyung2 ke belakang.
Karena sebuah pukulan beradu dengan dua pukulan,
Gak Lui tersurut mundur tiga langkah. Telapak kakinya
menyusup meninggalkan bekas setengah dim di tanah.
Dan karena ia agak lambat menarik pulang tangan
645 kirinya, lengan bajunya kena terlumur tetesan darah.
Walaupun hanya terluka kecil tetapi baunya memuakkan
sekali. Adalah karena melontarkan dua pukulan, barulah
Pukulan-darah- pemburu-nyawa itu dapat bertahan.
Tetapi tak urung ia harus terhuyung mundur lima langkah
baru dapat berdiri tegak. Jelas dalam adu pukulan itu,
Gak Lui lebih unggul. Tetapi diam2 Gak Luipun tergetar
hatinya. Saat itu barulah ia mengetahui bahwa tenagadalam kawanan siluman goha-darah itu lebih tinggi dari
ketiga Algojo Maharaja. Dan pula bau darah yang anyir
itu benar2 merupakan racun yang luar biasa. Sedang
ilmu kepandaian para ketua persilatan kebanyakan
adalah bersumber pada ilmu silat kaum gereja. Justeru
ilmu hitam dari ketiga Siluman-goha-darah itu adalah ilmu
yang dapat mengatasi tenaga dalam Tun-yang atau
keras dari para tokoh2 ketua partai. Maka tak heran bila
ketua2 partai persilatan itu terkejut gentar menghadapi
ketiga Siluman-goha-darah. Dan lagi lawan berjumlah
tiga orang. Walaupun mereka angkuh dan congkak tetapi
dalam kesukaran mereka tentu akan bersatu. Satu lawan
tiga, memang beratlah. Tetapi Gak Lui tak sempat
menimang lebih lanjut karena saat itu Panah-darah
pelenyap-nyawa melesat dan tamparkan lengan
jubahnya yang besar dan keras ke muka Gak Lui.
Gak Luipun cepat mengangkat tangan kiri untuk
menabas siku lengan orang. Tetapi ternyata gerakan
Panah-darah-pelenyap- nyawa itu hanya suatu siasat
untuk menipu. Karena secepat itu pula, ia putar lengan
bajunya dan sing, sing, sing .... berdesinganlah hujan
anak panah-darah melanda Gak Lui. Gak Lui terkejut
sekali. Cepat ia putar tubuh dan melesat beberapa
tombak jauhnya seraya hantamkan tangan kiri ke arah
anak panah itu. Sedang tangan kanan siap mencabut
pedang Pelangi. Tetapi belum sempat ia mencabut ke
646 luar pedang, tiba2 terdengar angin menderu-deru dan
pada lain kejab, tubuhnya telah dilingkupi oleh beratusratus sinar tongkat yang berwarna merah. Jelas taburan
sinar tongkat darah itu berasal dari serangan Tongkatdarah-pelebur-nyawa.
Pada saat Gak Lui berputaran tubuh untuk
melindungi tubuh, Pukulan-darah pemburu-nyawa-pun
sudah menyerbunya lagi. Dua buah tinjunya yang
berlumuran darah, menyerang pinggang dan punggungnya. Dalam keadaan seperti itu betapa lihay
kepandaian Gak Lui sekalipun, tetapi karena diserang
oleh tiga tokoh kuat, ia menjadi kelabakan juga. Dengan
mengertak gigi, segera ia mainkan pedang pusaka
Pelangi, menyapu hujan anak panah yang mencurah dari
atas. Lalu kisarkan kuda2 kaki ke belakang,
menyongsong serangan dari belakang dari Pukulandarah- pemburu-nyawa tadi.
Terdengar suara mendering riuh dari anak panah
yang tersapu pedang dan berbareng itu, serangan
Pukulan-darah-pemburu- nyawapun dapat dihalau.
Tetapi tepat pada saat itu, tongkat si Tongkat-darahpelebur-nyawa menghunjam ke dadanya. Duk .... dada
pemuda itu termakan hantaman tongkat. Ketiga Silumangoha-darah itu girang sekali ketika melihat tubuh Gak Lui
mengendap ke bawah. Mereka yakin pemuda itu tentu
terluka dadanya. Tetapi ketika Tongkat-darah peleburnyawa hendak maju menghantam lagi, tiba2 ia mengeluh
dan cepat2 menutup matanya dengan lengan baju.
Pusaka Thian-liong-kim-jiu disimpan Gak Lui dalam
dadanya. Rupanya si Tongkat-darah tahu akan hal itu.
Maka ia tujukan tongkat ke dada Gak Lui. Ia berhasil
membuat benda pusaka itu menonjol ke atas dada Gak
Lui. Tetapi ketika hendak menyusuli serangan lagi, tiba2
benda pusaka itu memancarkan sinar yang luar biasa
647 tajamnya sehingga silau mata kawanan siluman-gohadarah itu dibuatnya. Mereka cepat2 menutup mata
dengan lengan bajunya. Tring .... Gak Lui membabat kutung tongkat lawan
dan berbareng itu si Tongkat-darahpun terhuyunghuyung mundur sampai dua langkah. Gak Lui telah
diselamatkan oleh pusaka Thian-liong-kim-jiu yang
disimpan dalam dada. Pada saat ketiga siluman itu
menyerang lagi, Gak Luipun sudah siap. Kini ia gunakan
gerak-langkah yang aneh. Seolah-olah ia malah menuju
ke tempat serangan lawan.
Dahulu dengan gerak langkah itu, Gak Lui dapat
menghindari tiga buah serangan pedang dari Permaisuri
Biru dan tiga buah serangan dari Maharaja Persilatan.
Panah-darah, Tongkat-darah dan Pukulan-darah pun
serupa. Mereka hanya menyerang angin kosong ketika
pemuda itu berputar-putar tubuh dan melejit keluar dari
kepungan mereka. Setelah bebas, Gak Luipun cepat
mencabut pedang lagi. Kini tangan kiri mencekal pedang
Ko-hong-cin-ik (burung rajawali rentang sayap) dan
tangan kanan memegang pedang Pelangi.
Pedang Ko-hong diputar deras untuk melindungi diri
dari serangan senjata rahasia. Pedang Pelangi
dimainkan untuk menyerang ketiga lawan. Walaupun
ketiga Siluman goha darah itu telah menumplak seluruh
kepandaiannya, namun mereka terpaksa harus menekan
nafsu karena perlu menjaga diri dari serangan pemuda
itu. Melihat gelagat tak enak, tiba2 Pukulan darah
memperdengarkan dua buah suitan aneh dan pada lain
saat mereka bertiga serempak loncat mundur: "Berhenti
!" Melihat ketiga lawan mundur jauh dan sukar diburu,


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gak Luipun hentikan pedang dan berseru dingin:
"Apakah kalian hendak lari ?"
648 "Aku bukan manusia semacam itu !" sahut kawanan
siluman itu. "Mau bicara?" "Benar ...." "Baik, sebelum mati, kuberi kalian kesempatan bicara
!" Pukulan-darah-pemburu-nyawa tertawa sinis: "Gak
Lui, menilik sikapmu, rupanya engkau hendak
membunuh orang, bukan ?""
"Heh, heh," Gak Lui mengekeh, "pintar juga engkau
melihat sikap orang."
"Tetapi seharusnya engkau memakai cara yang adil !"
"Dalam hal apa aku tak adil?"
"Engkau menggunakan pusaka Thian-liong-kim-jiu
untuk melindungi dirimu. Itu tak adil !"
"Mengapa ?" tanya Gak Lui.
"Kalau tiada benda itu, engkau tentu sudah mati di
bawah tongkatku !" ---oo~dwkz^0^Yah~oo--Gak Lui tahu apa yang dikehendaki lawan. Ia tak mau
mudah disiasati, serunya: "Lalu bagaimana menurut
keinginanmu." Pukulan-darah-pemburu-nyawa maju tiga
langkah, serunya: "Sudah tentu aku tak dapat menyuruhmu meletakkan
benda itu di samping, tetapi ...."
"Tetapi bagaimana ?" desak Gak Lui.
649 "Seharusnya engkau sembunyikan benda itu dalam
pakaianmu." Gak Lui menundukkan kepala. Dilihatnya pusaka
Kim-jiu itu menonjol keluar ke atas dadanya. Ia kerutkan
alis dan cepat menangkap maksud orang.
"O, kiranya kalian takut akan perbawanya sehingga
kalian tak dapat menggunakan ilmu hitam, bukan ?" seru
Gak Lui. "Benar! Kalau engkau menghendaki pertempuran
yang ramai dan adil, haruslah engkau menurut usulku
tadi ...." Gak Lui tertawa menukas: "Ha, ha, omongan begitu,
tak malu engkau ucapkan! Kalau aku tak mau balas
menyerang, tentulah kalian akan lebih girang lagi,
bukan?" Karena siasatnya tak mempan, Pukulan-darah
berobah wajahnya. Ia maju dua langkah pula: "Ho, pintar
juga engkau menebak. Tetapi seharusnya engkau
pernah mendengar kata orang bahwa kami tiga
Golok Kumala Hijau 2 Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Imbauan Pendekar 3

Cari Blog Ini