Tembang Tantangan Karya S H Mintardja Bagian 21
Ki Sangga Geni dan kedua muridnyapun menyaksikan
pertempuran itu dengan tegang. Ki Sangga Geni yang juga berilmu sangat tinggi itu dapat mengikuti dengan jelas, apa yang terjadi di arena perang tanding itu.
Tetapi Ki Sangga Geni justru menjadi gelisah, jika ia mengingat, siapakah yang seharusnya menang diantara
keduanya. Dari satu sisi, Ki Sangga Geni menginginkan Ki
Margawasana itu terbunuh. Dengan demikian, ia tidak perlu lagi bersusah payah berperang tanding untuk mengalahkan dan membunuhnya. Iapun tidak dapat dikatakan ingkar janji, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena ia sudah datang pada waktunya. Kalau sebelum
saatnya tiba Ki Margawasana itu mati, itu sama sekali bukan salahnya.
Tetapi disisi lain, ia justru ingin Ki Margawasana itu tetap hidup. Jika Ki Margawasana mati karena tangan orang lain, maka ia tidak akan mendapat kepuasan.Ia ingin Ki
Margawasana itu mati karena tangannya sebagaimana yang diucapkan pada saat ia dikalahkan oleh Ki Margawasana.
Namun ketika keduanya bertempur dalam tataran yang
semakin tinggi, Ki Sangga Genipun menjadi berdebar-debar.
Sebenarnyalah kedua orang itu bertempur dalam tataran ilmu yang semakin lama semakin tinggi. Keduanya saling menyerang dengan garangnya. Tangan Ki Surya Wisesa
bergerak tarayun-ayun dengan cepat, sehingga tangan Ki Surya Wisesa itu seakan-akan tidak hanya terdiri dari dua lengan saja. Tetapi tangan Ki Surya Wisesa itu seakan-akan telah bertambah menjadi empat.
Tetapi Ki Margawasana itu mampu bergerak semakin cepat.
Kecepatan tangan Ki Surya Wisesa telah dimbangi dengan kecepatan gerak Ki Margawasana, sehingga Ki Margawasana itupun
seolah-olah berada di mana-mana. Serangan- serangannya seolah-olah telah datang membadai dari segala arah, sehingga kadang-kadang Ki Surya Wisesa harus
berloncat surut untuk mengambil jarak.
Demikianlah pertempuran diantara kedua orang yang
berilmu sangat tinggi itu berlangsung terus. Keduanya bahkan bagaikan dua ekor burung terbang serta bertempur di udara, seperti dua ekor garuda yang berebut pengakuan sebagai raja yang menguasai angkasa.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keduanya saling menyerang, mengelak dan bahkan terjadi pula benturan-benturan kekuatan diantara mereka.
Kiai Surya Wisesa benar-benar telah menguasai ilmunya sampai tuntas. Tetapi Kiai Surya Wisesa tidak tahu, bahkan Ki Margawasana justru telah melengkapi ilmunya sampai lembar tertakhir dari sebuah kitab yang disimpannya rapat-rapat.
Yang tidak boleh diketahui oleh siapapun. Bahkan oleh murid-muridnya sendiri.
Namun pada saat terakhir, Ki Margawasana sudah sampai kepada satu keputusan, bahkan Ki Udyana, bahkan muridnya yang bungsu itu sudah matang untuk mempelajarinya.
Itulah sebabnya, maka Ki Margawasana sudah mempersiapkan kedua orang muridnya itu untuk pada suatu saat mewarisi kitabnya. Bahkan jika Ki Margawasana tidak dapat keluar dengan selama" dari perang tanding itu, maka ia sudah meninggalkan sepucuk surat kepada orang tua yang menunggui rumahnya di Gebang. Surat bagi Ki Udyana dan Wikan, yang memberitahukan kepada mereka tentang kitab itu serta dimana kitab itu disimpan.
Demikianlah, maka perang tanding itupun masih saja
berlangsung dengan sengitnya. Sementara itu mataharipun bergerak perlahan-lahan melewati puncak langit. Kemudian perlahan-lahan pula bergeser semakin ke Barat.
Orang-orang yang menyaksikan perang tanding itupun
menjadi semakin berdebar-debar. Mereka yang berdiri di panas matahari sekedar menyaksikan itupun rasa-rasanya sudah menjadi sangat letih. Keringat mereka telah membasahi pakaian mereka. Leher mereka menjadi kering dan kulit mereka bagaikan telah menjadi hangus terpanggang panas matahari.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka sama sekali tidak dapat membayangkan, bagaimana dengan kedua orang yang sedang bertarung itu.
Ki Sangga Genipun menjadi tegang. Ia tidak dapat
mengingkari kenyataan yang ada di hadapannya, bahwa Ki Surya Wisesa memang memiliki kelebihan dari Ki Sangga Geni sendiri. Sementara itu, Ki Margawasana masih selalu dapat mengimbanginya.
"Jika aku yang harus bertempur melawan Ki Margawasana.
kecil sekali kemungkinannya bahwa aku akan dapat
mengalahkannya" berkata Ki Sangga Geni di dalam hatinya.
Kenyataan yang dihadapinya itu telah memaksanya untuk mengaku dengan jujur, setidak-tidaknya kepada diri sendiri, bahwa ilmu Ki Surya Wisesa dan Ki Margawasana memang lebih tinggi dari ilmunya.
Dalam pada itu, maka debupun telah berhamburan di
arena. Tanahpun menjadi bagikan dibajak. Hentakan-hentakan ilmu yang sangat tinggi, telah membuat keadaan disekitar arena itu menjadi bergetar semakin keras.
Serangan-serangan yang datang silih berganti telah
membuat kedua orang itu sekali-sekali terpental, terpelanting dan jatuh berguling. Namun dengan cepat mereka meloncat bangkit serta segera kembali memasuki pertarungn yang semakin seru.
Benturan-benturan yang terjadi telah mengguncang pepohonan yang ada disekitar arena, menggugurkan daun-daunnya. Bahkan dahan-dahan yang keringpun berpatahan dan jatuh di tanah.
Namun bagaimanapun tinggi ilmu mereka berdua, namun
merekapun akhirnya harus mengakui pula keterbatasan
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka. Dukungan wadag mereka memang tidak selalu
sejalan dengan kemauan mereka yang menyala.
Akhirnya, ketika matahari menjadi semakin condong ke Barat, mereka mulai merasakan, bahwa dukungan kewadagan
mereka mulai menyusut setelah mereka mengerahkan segenap tenaga dan kemampuap mereka.
Kiai Surya Wisesapun harus mengakui, bahwa tenaganya sudah mulai menyusut meskipun ia masih tetap berada dalam keadaan yang mantap.
Demikian pula Ki Margawasana. Ia menyadari sepenuhnya, bahwa ada keterbatasan pada unsur kewadagannya. Karena itulah, maka baik Kiai Surya Wisesa maupun
Ki Margawasana harus segera berusaha menyelesaikan
pertempuran itu. Namun mereka tidak dapat berbuat lebih banyak lagi.
Apalagi mereka merasakan tubuh mereka yang kesakitan betapapun mereka meningkatkan daya tahan mereka.
Serangan-serangan yang mampu menembus pertahanan
lawan, telah membuat tulang-tulang mereka bagaikan menjadi retak.
Namun pada saat mereka harus menyadari keterbatasan
mereka itu, Kiai Surya Wisesa justru harus lebih banyak bergeser surut. Serangan-serangan Ki Margawasana yang didukung oleh tenaga dalamnya yang tinggi, lebih banyak menembus pertahanan Kiai Surya Wisesa daripada serangan-serangan Kiai Surya Wisesa.
"Gila ki Margawasana" desis Ki Sangga Geni di luar
sadarnya. "Ada apa guru?" bertanya seorang muridnya.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku harus mengakui kelebihan Ki Margawasana. Aku harus mengakui, bahwa aku tidak akan dapat mengimbangi ilmunya sebagaimana kau dikalahkan oleh Kiai Surya Wisesa"
Kedua muridnya mengangguk-angguk. Kedua orang muridnya itupun dapat merasakan, bahwa kemampuan Ki
Margawasana mampu mendesak Kiai Surya Wisesa.
Sementara itu, Ki Udyana dan Wikanpun menjadi sangat tegang. Keduanya tidak putus-putusnya berdoa didalam hati, agar guru mereka selalu mendapat perlindungan sehingga guru mereka dapat meninggalkan arena perang tanding itu dengan selamat.
Sementara itu, kedua orang murid Kiai Surya Wisesa yang berdiri di dua sudut arena itu menjadi lebih tegang lagi.
Merekapun mengerti, bahwa Kiai Surya Wisesa mulai terdesak.
Meskipun demikian mereka masih tetap berpengharapan.
Kiai Surya Wisesa masih memiliki ilmu puncaknya yang akan dapat dipergunakannya untuk mengakhiri perlawanan Ki Margawisesa, sebagaimana Kiai Surya mengakhiri perlawanan Ki Sangga Geni.
Meskipun demikian, murid-murid Kiai Surya Wisesa itu sudah mempersiapkan diri mereka. Jika keadaan menjadi sulit dan tidak teratasi bagi Kiai Surya Wisesa, maka murid-muridnya harus berbuat sesuatu untuk menyelamatkannya.
Agaknya harga diri Kiai Surya Wisesa hanya sebatas
keselamatannya. Jika nyawanya terancam, maka Kiai Surya Wisesapun telah melupakan harga dirinya.
Tetapi jika itu terjadi, jika Kiai Surya Wisesa harus melepaskan harga dirinya jika keselamatannya terancam, maka Kiai Surya Wisesa telah siap meninggalkan Ngadireja untuk mencari daerah baru yang akan dapat mengakui kel-http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ebihnnya. Bahkan mengakui bahwa Kiai Surya Wisesa adalah orang terbaik di seluruh negeri ini.
Dalam pada itu, tidak hanya dua orang murid Kiai Surya Wisesa yang berada di sudut-sudut arena pertandingan. Tetapi murid-murid Kiai Surya Wisesa yang tersebar diantara mereka yang menyaksikan pertarungan itupun telah mempersiapkan diri pula.
Kedua orang yang berada di sudut arena telah memberikan pesan, bahwa dengan gerakan-gerakan tertentu yang telah mereka sepakati, kedua orang murid Kiai Surya Wisesa itu memerintahkan agar saudara-saudara seperguruannya bersiap untuk melakukan sesuatu yang agaknya juga sudah
direncanakan oleh para murid Kiai Surya Wisesa.
Ki Sangga Geni yang telah mencium rencana itu, sempat melihat
dua orang murid Kiai Surya Wisesa yang mempersiapkan diri. Tetapi ketika Ki Sangga Geni itu akan merayap mendekati mereka, timbul keragu-raguan di dalam hatinya.
"Kenapa aku harus ikut campur" Kenapa aku harus
berusaha untuk menyelamatkan Ki Margawasana serta dua orang muridnya" Adalah lebih baik jika Ki Margawasana itu mati. Dengan demikian, aku tidak perlu lagi berperang tanding melawannya. Sementara ilmunya ternyata masih lebih tinggi selapis dengan ilmuku. Jika ia dapat memenangkan perang tanding ini, akan berarti bahwa ia telah mengalahkan Kiai Surya
Wisesa, sementara aku sendiri tidak dapat mengalahkannya. Karena itu, jika Ki Margawasana itu selamat, maka akulah yang terancam akan mati dalam perang tanding yang telah kami sepakati"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka Ki Sangga Genipun berpura-pura tidak melihat kegelisahan kedua orang itu. Bahkan ketika mereka bergeser mendekat.
Ki Udyana dan Wikan justru lebih terikat kepada arena pertempuran itu daripada memperhatikan kedua orang murid Kiai Surya Wisesa. Itulah sebabnya kedua orang itu tidak melihat ketika seorang murid Kiai Surya Wisesa itu memberi isyarat, melanjutkan isyarat Kiai Surya Wisesa, agar murid-muridnya mulai melakukan sesuatu ketika dirasa bahwa sulit bagi Kiai Surya Wisesa untuk memenangkan perang tanding itu. Namun Kiai Surya Wisesa masih berharap jika perhatian Ki Margawasana terpecah, maka ia akan dapat mempergunakan kesempatan itu untuk menghancurkannya dengan ilmu
pamungkasnya. Tetapi Ki Margawasana sendiri justru mengetahui isyarat yang diberikan oleh Kiai Surya Wisesa. Karena itu, maka Ki Margawasana tidak ingin menjadi korban kecurangan
lawannya. Karena itu, Ki Masragawasanalah yang justru dengan cepat memancing agar Kiai Surya Wisesa segera mempergunakan Aji Pamungkasnya.
Sebelum para murid Kiai Surya Wisesa sempat berbuat
sesuatu untuk menarik perhatian Ki Margawasana, maka Ki Margawasana
telah meloncat mengambil jarak. Ki Margawasana yang berhasil mulai mendesak lawannya itu justru mulai membuat ancang-ancang untuk melepaskan Aji Pamungkasnya meskipun Ki Margawasana sendiri mash belum tersudut sehingga tidak mempunyai kesempatan lagi.
Kiai Surya Wisesa terkejut. Ia tidak mengira bahwa Ki Margawasana secepat itu berniat untuk melepaskan Aji Pamungkasnya.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Kiai Surya Wisesa tidak mempunyai kesempatan
untuk membuat pertimbangan-pertimbangan. Ia justru merasa terlambat memberikan isyarat kepada para muridnya untuk berbuat
sesuatu yang dapat menarik perhatian Ki Margawasana. Karena itu, untuk menghindari akibat yang lebih buruk lagi, maka Kiai Surya Wisesapun segera mempersiapkan Aji
Pamungkasnya. Dalam sekejap Kiai Surya Wisesa itu sudah siap dan dengan agak tergesa-gesa Kiai Surya Wisesa telah melontarkan Ilmu Pamungkasnya. Kiai Surya Wisesa itu berniat untuk mendahului Ki Margawasana meskipun hanya sekejap.
Tetapi Ki Margawasana justru lebih siap dari lawannya.
Karena itu demikian Kiai Surya Wisesa melontarkan Aji Pamungkasnya,
maka Ki Margawasanapun telah melakukannya pula. Bukan ilmu angin pusarannya yang
diluncurkannya, tetapi seleret sinar yang membentur Aji Pamungkas yang dilontarkan oleh Kiai Surya Wisesa.
Benturan yang dahsyat telah terjadi. Rasa-rasanya bumipun telah terguncang. Pepohonan bergoyang sehingga ranting-ranting serta daun-daunnya yang kuning telah berguguran di tanah.
Ki Margawasana telah terlempar beberapa langkah surut.
Tubuhnya terpelanting jatah diluar arena perang tanding Ki Udyana dan Wikanpun segera berlari mendekatinya.
Merekapun segera berjongkok disini tubuh Ki Margawasana.
Namun Ki Margawasana yang terpelanting jatuh terlentang itu masih mampu bangkit dan duduk dengan dibantu oleh Ki Udyana dan Wikan. Dar bibirnya meleleh darah yang segera menitik di pangkuannya.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Guru" desis Ki Udyana.
Ki Margawasana itupun kemudian duduk bersila, memusatkan nalar budinya untuk mengatur pernafasannya.
Disini lain, Kiai Surya Wisesapun telah terlempar pula.
Tubuhnyapun terbanting di tanah sebagaimana Ki Margawasana. Namun keadaan Ki Surya Wisesapun nampaknya lebih parah dari Ki Margawasana. Kiai Surya Wisesa melontarkan Aji Pamungkasnya dengan tergesa-gesa, sehingga ia tidak sempat memanfaatkan segala tenaga dan kekuatan didukung oleh tenaga dalamnya sepenuhnya.
Para murid Kiai Surya Wisesa itupun terkejut. Gurunya telah terpancing untuk segera melontarkan ilmunya ketika murid-muridnya yang harus memecah perhatian Ki Margawasana belum sempat berbuat apa-apa.
Ketika dua orang muridnya berjongkok disisinya, maka Kiai Surya Wisesa yang terluka parah itu mencoba untuk
mengatakan sesuatu. Tetapi darha telah meleleh pula dari mulutnya.
"Guru. Guru" desis muridnya.
"Margawasana curang" desis Ki Surya Wisesa dengan susah payah "Aku telah terpancing untuk melawan ilmunya dengan tergesa-gesa. Sementara itu kalian terlalu lamban untuk memancing perhatiannya.
"Segala sesuatunya berlangsung begitu cepat guru. Lebih cepat dari perkiraan kita. Isyarat gurupun baru saja guru berikan, sehingga segala sesuatunya menjadi terlambat"
"Bagaimana keadaan Ki Margawasana?"
"Ia juga terpental keluar dar arena, guru"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak mau mati sendiri. Bunuh Margawasana yang
terluka parah itu. Ia tidak akan dapat melawan kalian.
Lumatkan pula kedua orang muridnya. Ia hanya membawa dua
orang bersamanya. Kerahkan saudara-saudara seperguruanmu" "Baik, guru. Tetapi keadaan guru sendiri?"
"Biarkan aku. Tidak ada obat yang dapat mengobat isi dadaku yang sudah hancur sekarang ini"
"Tetapi....." "Kerjakan perintahku. Kerahkan saudara-saudaramu yang ada disini. bunuh Margawasana bersama kedua orang
muridnya itu" Kedua orang murid Kiai Surya Wisesa itupun segera bangkit berdiri. Iapun segera memberkan isyarat kepada saudara-saudara seperguruannya yang berada di sekitar arena, berbaur dengan orang-orang yang menyaksikan perang
tanding itu. Sejenak kemudian telah berkumpul tujuh orang murid Kiai Surya Wisesa yang kemudian telah bergabung bersama dua orang murid terpercayanya.
"Apa yang harus kita lakukan, kakang. Yang terjadi ternyata berbeda dengan yang kita rencanakan. Rencana pertama maupun rencana kedua"
"Lupakan rencana-rencana itu. Sekarang bunuh Margawasana dan kedua orang muridnya itu"
"Baik, kakang" Kedelapan orang itu telah meninggalkan Kiai Surya Wisesa yang terbaring. Seorang lagi menunggui gurunya yang masih menyeringai menahan sakit.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Udyana dan Wikan terkejut melihat sikap delapan orang yang mendatangi mereka. Panggraita mereka mengatakan, bahwa delapan orang itu berniat buruk atas mereka.
"Guru. Apa yang harus kami lakukan?" bertanya Ki Udyana.
"Jika mereka berniat buruk, apaboleh buat. Adalah hak kalian berdua untuk membela diri. Apapun yang terjadi, biarlah terjadi. Mudah-mudahan Tuhan masih melindungi kita"
Orang-orang yang menyaksikan perang tanding itu menjadi semakin berdebar-debar. Gejolak yang terjadi di jantung mereka satu benturan dua ilmu yang sangat tinggi itu terjadi masih belum mereda, merekapun kemudian melihat, bahwa ternyata setelah perang tanding berakhir, masih ada peristiwa yang sangat menegangkan.
Sementara itu, diantara mereka yang menyaksikan perang tanding itu, Ki Sangga Geni menjadi sangat bimbang, apa yang akan dilakukannya. Ia melihat bahwa delapan orang murid Kiai Surya Wisesa itu tentu akan berniat buruk. Mereka tentu akan membunuh Ki Margawasana yang sudah tidak
berdaya serta kedua orang muridnya. Meskipun Ki Sangga Geni mengerti, bahwa Ki Udyana dan Wikan adalah dua orang murid pilihan yang berilmu tinggi, namun melawan delapan orang murid Kiai surya Wisesa adalah kerja yang sangat berat.
Murid-murid Kiai Surya wisesa itu tentu juga orang-orang berilmu tinggi. Meskipun mungkin tingkat ilmu mereka tidak setinggi ilmu Kiai Pentog, namun delapan orang adalah satu kekuatan yang sangat berbahaya.
Namun dari dalam relung hatinya terdengar suara "Biarkan saja Margawasana mati. Bukankah dengan demikian aku tidak akan perlu berperang tanding melawannya. Jika ia tetap hidup dan kemudian sembuh serta pulih kembali, maka akan sulit sekali untuk dapat mengalahkannya"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka Ki Sangga Geni itupun justru berniat untuk meninggalkan tempat itu. Kepada kedua orang muridnya iapun berkata "Mari kita pergi. Kita tidak berkepentingan lagi dengan apa yang terjadi selanjutnya"
"Tetapi orang-orang itu tentu akan membunuh Ki
Margawasana serta kedua orang muridnya"
"Persetan dengan mereka" geram Ki Sangga Geni.
Tetapi diwajah kedua muridnya ia melihat keragu-raguan yang sangat. Nampaknya mereka merasa berkeberatan untuk meninggalkan Ki Margawasana dengan kedua orang muridnya dalam keadaan yang sangat sulit. Betapapun tinggi ilmu kedua orang murid Ki Margawasana, namun untuk melawan delapan orang, maka mereka akan mengalami tekanan yang sangat berat.
Kedelapan orang itu adalah saudara-saudara seperguruan Kiai Pentog yang pernah menguasai lingkungan Ngadireja dan sekitarnya.
Tembang Tantangan Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Meskipun kedua orang muridnya itu tidak mengatakannya, tetapi Ki Sangga Geni itu seakan-akan mendengar mereka memperingatkan, bahwa Ki Margawasana itupun pernah
menyelamatkannya ketika maut sudah mengintipnya, disaat Ki Sangga Geni itu berperang tanding melawan Kiai Surya Wisesa itu pula.
Sejenak Ki Sangga Geni termangu-mangu. Sementara itu, Ki Udyana dan Wikanpun telah bengkit berdiri, sementara Ki Margawasana masih duduk bersila sambil memusatkan nalar budinya, mengatur pernafasannya untuk mengatasi kesulitan di bagian dalam tubuhnya.
Untuk beberapa saat Ki Sangga Geni masih belum
mengambil sikap. Namun kedua muridnya masih belum
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beranjak dari tempatnya untuk mengikut gurunya pergi meninggalkan tempat itu.
Tiba-tiba Ki Sangga Geni itupun berpaling ke bekas arena perang tanding itu. Dilihatnya Ki Udyana dan Wikan telah mulai bertempur melawan kedelapan orang yang berniat untuk membunuh Ki Margawasana yang masih sangat lemah serta kedua orang muridnya itu.
Sejenak Ki Sangga Geni itu berdiri mematung. Namun tiba-tiba saja iapun berkata sambil meloncat menuju ke bekas arena perang tanding itu "Ki selamatkan Ki Margawasana"
Aba-aba itu tidak perlu diulangi lagi. Kedua orang muridnyapun segera berlari mengikuti Ki Sangga Geni.
Ki Udyana dan Wikan harus mengerahkan segenap
kemampuan mereka untuk melindungi gurunya yang lemah.
Keduanya berloncatan dengan tangkasnya. Namun adalah sangat sulit untuk menahan kedelapan orang yang sudah menghentak kemampuan mereka pula. Dengan geram mereka bertekad untuk membunuh Ki Margawasana itu lebih
dahulu.Baru kedua orang muridnya.
Enam orang diantara mereka berusaha untukmendesak Ki Udyana dan Wikan agar mereka menjauhi Ki Margawasana.
Sementara itu, dua orang yang lain sudah siap untuk
membunuh Ki Margawasana. "Aku akan membunuh dengan membenamkan jari-jari
tanganku ke dadanya" geram seorang diantara mereka.
Karena itu, maka orang itu sama sekali tidak mempergunakan senjata apapun.
Sementara yang seorang lagi "Biarkan aku memilin lehernya sampai tulang-tulang lehernya patah. Baru ia tahu, bahwa ia http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berhadapan dengan sebuah perguruan yang tidak ada
bandingnya di bentangan pesisir Lor sampai pesisir Kidul.
Namun ternyata sulit sekali untuk mendesak Ki Udyana dan Wikan menjauh dari Ki Margawasana yang lemah.Keduanya berusaha untuk tetap bertahan saling membelakangi di depan dan di belakang Ki Margawasana.
Tetapi Ki Udyana dan Wikanpun akhirnya mengalami
kesulitan. Dalam keadaan yang hampir tidak teratasi, tiba-tiba
terdengar seseorang berteriak "Bertalianlah murid-murid Margawasana. Aku berdiri di pihakmu"
Ketika mereka berpaling, mereka melihat Ki Sangga Geni bersama kedua orang muridnya berlari-lari mendekat.
Para murid Kiai Surya Wisesa itu menjadi berdebar-debar.
Mereka tahu, siapakah Ki Sangga Geni itu. Mereka tahu, bahwa Ki Sangga Geni pernah berperang tanding melawan guru mereka. Meskipun guru mereka dapat mengatasinya, tetapi Ki Sangga Geni itu adalah seorang yang berilmu sangat tinggi.
Dalam pada itu, maka sejenak kemudian, Ki Sangga Geni serta kedua orang muridnya telah bergabung bersama Ki Udyana dan Wikan. Dengan demikian, maka pekerjaan Ki Udyana dan Wikanpun menjadi jauh lebih ringan.
Sebenarnyalah, pertempuran antara ke delapan murid Ki Surya Wisesa melawan Ki Sangga Geni bersama kedua orang-muridnya serta kedua orang murid Ki Margawasana itu
menjadi semakin seru. Kedua belah pihak telah mengerahkan kemampuan mereka. Meskipun jumlah mereka berbeda, tetapi kemampuan merekapun berbeda pula.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itulah, maka Ki Sangga Geni dan kedua orang
muridnya sempat mendesak para murid Kiai Surya Wisesa menjauhi Ki Margawasana.
Dalam pada itu, murid Kiai surya Wisesa yang menunggui gurunya yang terluka sangat berat itupun menjadi semakin berdebar-debar.
Orang itu melekatkan kupingnya ke mulut Kiai Surya Wisesa ketika Kiai Surya Wisesa itu bertanya kepadanya dengan suara yang sangat perlahan "Apakah Margawasana itu sudah mati?"
Murid Kiai Surya Wisesa itu menjadi ragu-ragu. Namun kemudian iapun menjawab "Sudah guru. Baru saja saudara-saudaraku membunuhnya"
"Kedua orang muridnya?"
"Mereka juga sudah mati"
Kiai Surya Wisesa itu tertawa. Tetapi suara tertawanya terputus. Nafasnya menjadi berdesakan dan akhirnya Kiai Surya Wisesa itupun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
"Guru, guru" muridnya itu mengguncang-guncang tubuh
gurunya.Namun Kiai Surya Wisesa sudah tidak dapat
mendengarnya. Muridnya itu menggeretakkan giginya. Iapun segera bangkit berdiri. Diamatinyl" beberapa orang saudara seperguruannya yang sedang bertempur itu. Namun kemudian sambil berteriak orang itupun berlari "Aku bunuh kau Margawasana"
Orang-orang yang sedang bertempur melawan para murid Kiai Surya Wisesa itupun terkejut. Ketika Ki Udyana berpaling, maka dilihatnya orang yang semula menunggu Kiai. Surya Wisesa itu berlari kearah Ki Margawaasana yang sedang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berusaha memperbaiki pernafasan serta peredaran darahnya dan tatanan urat syarafnya.
Karena itu, maka Ki Udyanapun segera meloncat
meninggalkan lawan-lawannya dan menghadang orang yang berlari kencang sekali itu. Sementara lawan-lawannya telah diambil alih o leh Wikan, Ki Sangga Geni serta kedua orang muridnya.
Ki Udyana yang melihat orang itu berlari seperti seekor banteng yang terluka, telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Bahkan Ki Udyana itupun telah siap membenturkan kekuatan yang dilambari tenaga dalamnya yang tinggi
melawan serangan orang yang berlari kencang itu.
Demikian orang itu menjadi semakin dekat, maka orang itupun berteriak "Mihggir, atau kaulah yang akan mati"
Tetapi Ki Udyana tidak menepi. Ia bahkan sedikit
memiringkan tubuhnya serta merendah pada lututnya.
Karena Ki Udyana tidak menepi, maka orang itupun dengan kekuatan penuh telah menyerang Ki Udyana. Dengan ancang-ancang yang panjang, orang itu meloncat? serta memiringkan tubuhnya. Kedua kakinya terjulur merapat mengarah ke dada Ki Udyana
Namun Ki Udyana yang berdiri dan memiringkan tubuhnya serta sedikit merertUah pada lututnya itu, telah membentur serangan itu. Ki Udyana melindungi tubuhnya dengan kedua tangannya yang dilipatnya di depln dadanya.
Benturan yang sangat keras telah terjadi.Ki Udyana itupun tergetar beberapa langkah surut. Namun Ki Udyana masih tetap mampu mempertahankan keseimbangannya.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, orang yang menyerangnya dengan kedua
kakinya itupun berteriak kesakitan. Kedua kakinya bagaikan telah membentur lapisan baja yang sangat kokoh, sehingga tidak tergoyahkan oleh serangannya.
Orang itu tidak saja terpental. Namun kedua kakinya terasa bagaikan menjadi retak.
Demikian orang itu terbanting di tanah, maka iapun
menggeliat kesakitan, sehingga akhirnya orang itupun menjadi pingsan.
Sejenak Ki Udyana berdiri tegak. Meskipun ia sudah
melindungi dadanya dengan kedua tangannya yang bersilang didadanya, namun terasa dadanya menjadi sesak dan bahkan kedua tangannya itupun terasa sakit.
Ki Udyana telah berusaha untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya untuk mengurangi rasa sakit dan sesak. Sehingga perlahan-lahan keadaannya menjadi lebih baik.Meskipun demikian, dada dan kedua tangannya itu masih saja terasa nyeri.
Tetapi Ki Udyana tidak dapat tinggal diam. Karena lawannya yang seorang itu pingsan, maka iapun segera memasuki arena pertempuran itu kembali, meskipun Ki Udyana masih saja sambil berdesah menahan sakit.
Para murid Kiai Surya Wisesa itu segera menyadari bahwa gurunya
tentu sudah meninggal sehingga saudara seperguruannya yang menungguinya bagaikan menjadi gila.
Karena itu, maka merekapun segera menghentakkan kemampuan mereka untuk segera mengakhiri pertempuran itu. Mereka harus membunuh Ki Margawasana serta murid-muridnya. Bahkan Ki Sangga Geni dan kedua orang muridnya yang telah mencampuri persoalan itu.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi mereka tidak dapat berbuat banyak. Ki Udyana yang meskipun dadanya masih merasa nyeri, serta Wikan,
bertempur dengan kecepatan yang tinggi. Sementara itu, Ki Sangga Geni benar-benar merupakan seorang yang sangat garang.
Pertempuran itu tidak berlangsung terlalu lama. Tiba-tiba saja semua lawan-lawan kedua orang murid Ki Margawasana serta Ki Sangga Geni dan kedua orang muridnya itu telah terbaring berserakan.
Ketika Ki Margawasana kemudian telah menjadi lebih baik serta mulai berusaha untuk bangkit berdiri, iapun bertanya
"Apa yang sudah terjadi?"
"Mereka memang berbuat curang guru. Kami. terpaksa
berbuat sesuatu" "Aku tidak berniat membunuh mereka" berkata Ki Sangga Geni "Tetapi salah mereka sendiri. Daya tahan mereka terlalu rendah, sehingga ada diantara mereka yang mati. Tetapi ada yang pingsan. Entahlah. Aku tidak sempat memperhatikan mereka seorang demi seorang"
Ki Margawasana memang mendengar diantara mereka ada
yang merintih. Bahkan dua orangpun kemudian telah
menggeliat dan berusaha untuk bangkit.
"Nah, mereka masih hidup"
Ki Margawasana yang dibantu oleh Wikanpun berusaha
mendekati orang yang berusaha untuk bangkit dan duduk di tanah " Inilah akhir dari perang tanding itu. Bagaimana dengan gurumu?"
"Aku belum sempat melihatnya kembali Ki Margawasana.
Tetapi agaknya guru sudah meninggal"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Margawasana menarik nafas panjang. Katanya "Katakan kepadaku, apa untungnya perang tanding seperti ini. Jika benar gurumu meninggal, maka semuanya sudah tidak berarti lagi. Sebenarnya ia masih sangat diperlukan oleh murid-muridnya, seperti kalian dan saudara-saudara seperguruan kalian. Tetapi gurumu pergi terlalu pagi, sementara ilmu kalian masih belum cukup tinggi"
Orang itu tidak menjawab. Sementara Ki Margawasanapun berkata "Nah, sekarang kau mempunyai tugas yang tidak pernah kau harapkan. Kau harus merawat saudara-saudara seperguruanmu.
Bahkan kau harus menyelenggarakan pemakaman gurumu. Bukankah semua itu tidak pernah kau impikan. Demikian pula saudara-saudara seperguruanmu.
Kalian berguru untuk mendapatkan ilmu. Tetapi sekaramng, apa yang kalian dapatkan?"
Orang itu sama sekali tidak menjawab. Namun pertanyaan-pertanyaan Ki Margawasana itupun telah didengar pula oleh Ki Sangga Geni. Pertanyaan itupun langsung menusuk ke
jantungnya. Apa untungnya dengan perang tanding seperti yang baru saja disaksikannya. Yang kalah mati dan yang menang terluka berat di bagian tubuhnya. Bahkan mungkin sekali terjadi, kedua-keduanya tidak dapat tertolong lagi. Satu mati di tempat, yang lain mati karena luka-luka didalam tubuhnya yang tidak terobati.
Namun Ki Sangga Geni tidak berkata apa-apa.
Kepada murid Kiai Surya Wisesa, Ki Margawasanapun
berkata "Aku serahkan segala sesuatunya kepadamu. Kau adalah muridnya. Kau dibebani untuk mengurus segala
sesuatunya berhubungan dengan kematian gurumu"
"Lalu apa yang akan Ki Margawasana lakukan?" bertanya murid Kiai Surya Wisesa.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pulang. Aku akan pulang ke rumahku"
"Tetapi Ki Margawasana telah memenangkan perang
tanding ini. Itu berarti Ki Margawasana berhak disebut orang terbaik di negeri ini"
"Tidak. Tidak ada orang yang terbaik dalam olah
kanuragan. Yang berilmu tinggi, tentu ada yang lebih tinggi.
Yang terkuat sekalipun tentu mempunyai kelemahankelemahan yang pada suatu saat akan tertembus"
"Orang-orang Ngadireja tentu berniat menanggapi kemenangan ini" "Tidak perlu. Tetapi pesanku, jika kelak ada orang yang bertingkah laku seperti Kiai Pentog, maka aku atau muridku yang terpercaya akan datang lagi ke Ngadireja"
Murid Kiai Surya Wisesa itupun terdiam. Tetapi ia maish saja menahan kesakitan yang seakan-akan telah mencengkam seluruh bagian tubuhnya.
Sementara itu, Ki Wargawasana yang akan meninggalkan tempat itu, sempat melihat keadaan Kiai Surya Wisesa.
Ternyata Kiai Surya Wisesa memang sudah meninggal.
"Sungguh. Akhir yang sangat tidak diharapkan" desis Ki Margawasana.
Namun sejenak kemudian, maka Ki Margawasana itupun
telah mengajak Ki Udyana dan Wikan meninggalkan arena perang tanding itu. Mereka masih akan singgah di kedai untuk mengambil kuda-kuda mereka.
Tetapi Ki Margawasana itupun telah menemui Ki Sangga Geni dan kedua orang muridnya.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih, Ki Sangga Geni. Tanpa bantuanmu dan
murid-muridmu, entahlah, apa yang terjadi padaku" berkata Ki Margawasana.
"Aku telah membayar hutangku, Ki Margawasana" berkata Ki Sangga Geni "Kau pernah menyelamatkan aku. Dan
sekarang aku membantu murid-muridmu untuk menyelamatkanmu" "Ya. Ya. Tetapi sebenarnya sejak semula aku tidak pernah menganggap bahwa kau berhutang kepadaku. Pertolongan yang diberikan kepada sesamanya dengan ikhlas itu berbeda dengan hutang yang kita berikan kepada orang itu.
Pertolongan yang diberikan dengan ikhlas tidak akan
dihubungkan dengan tuntutan untukk dibayar kembali. Namun jika ternyata Ki Sangga Geni telah melakukannya, maka aku mengucapkan terima kasih"
"Sejak semula aku sulit mengikuti jalan pikiranmu. Tetapi entah apa yang kau pikirkan, namun aku merasa bahwa
hutangku kepadamu sudah aku lunasi. Itu artinya menurut jalan pikiranku, kita berpijak pada kesempatan yang sama"
Ki Margawasana menarik nafas panjang. Katanya "Kau
masih memikirkan perang tanding itu lagi?"
"Ya. Tentu saja aku tidak dapat menantangmu selagi kau terluka di bagian dalam tubuhmu. Tetapi luka itu tentu akan segera sembuh. Mudah-mudahan sebelum batas waktunya, kau sudah sembuh, sehingga aku benar-benar dapat menepati janjiku. Aku datang untuk membunuh setahun setelah aku kau kalahkan"
Ki Margawasana menarik nafas panjang. Sementara itu, darah Wikan yang masih panas itu rasa-rasanya bagaikan mendidih kembali. Tetapi ia berusaha untuk menahan diri.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apalagi Ki Udyana, murid Ki Margawasana yang lebih tua itupun tidak berkata apa-apa.
"Baiklah. Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Sekarang, apakah kau akan pulang dahulu atau langsung pergi ke Gebang, terserah saja kepadamu. Tetapi aku memerlukan waktu
beberapa hari untuk"menyembuhkan luka-luka dalamku" "Ki Sangga Geni termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun berkata "Aku akan langsung pergi ke Gebang.
Aku tidak mau kau katakan terlambat datang. Lebih baik aku menunggu. Jika terjadi kelambatan, itu karena keadaanmu.
Kaulah yang bertanggung jawab atas kelambatan itu"
Ki Margawasana menarik nafas panjang. Iapun tidak
mengerti, apa pula yang sebenarnya dikejar oleh Ki Sangga Geni dengan tantangan perang tandingnya itu. Seharusnya Ki Sangga Geni mampu mengukur kemampuan dirinya. Jika Kiai Surya Wisesa yang dapat mengalahkan Ki Sangga Geni itu dapat dikalahkan oleh Ki Margawasana, maka apakah ia tidak dapat menarik perbandingan dari keadaan itu.
Tetapi Ki Margawasana tidak mau menjadi takabur. Jika kelak ia sembuh dan Ki Sangga Geni menyudutkannya untuk berperang tanding, maka ia tidak akan dapat meremehkan Ki Sangga Geni yang berguru kepada iblis itu.
"Baiklah Ki Sangga Geni. Silahkan mendahului ke Gebang.
Kami bertiga datang dengan naik kuda. Sekarang kuda-kuda kami telah kami titipkan di sebuah kedai. Kami akan
mengambil kuda-kuda kami lebih dahulu"
"Mungkin kalianlah yang akan sampai lebih dahulu di
Gebang" berkata Ki Sangga Geni kemudian "Kami hanya
berjalan kaki" http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi agaknya kami akan bermalam semalam lagi di
perjalanan, baru esok sore kami akan sampai di Gedang"
Ki Sangga Genipun mengangguk-angguk. Katanya "Siapapun yang akan sampai di Gebang lebih dahulu bukan masalah. Akhirnya gala sesuatunya masih akan menunggu kau sembuh"
Ki Margawasanapun mengangguk sambil menjawab "Ya.
Aku masih menunggu kesembuhanku sehingga segala
sesuatunya menjadi pulih kembali"
Demikianlah, maka merekapun berpisah. Ki Sangga Geni dengan murid-muridnya, Ki Margawasanapun bersama murid-muridnya pula.
Ketika Ki Sangga Geni dan kedua muridnya itu telah
meninggalkan mereka, maka Wikanpun berkata "Sombongnya Ki Sangga Geni, guru. Bukankah menurut guru, orang itu hampir mati karena perang tanding melawan Kiai Surya Wisesa itu"
"Ya" "Bukankah dengan demikian seharusnya ia berpikir dua tiga kali untuk menantang guru berperang tanding"
"Tetapi jika itu sudah menjadi tekadnya, apaboleh buat"
sahut Ki Udyana. Wikanpun mengangguk-angguk. Sementara itu, kaki
merekapun telah melangkah perlahan-lahan menuju ke kedai tempat mereka menitipkan kuda mereka.
Dada Ki Margawasana masih terasa nyeri. Sementara
tubuhnya masih sangat lemah.
Ketika mereka sampai di kedai tempat mereka menitipkan kuda mereka, mereka terkejut. Sambutan pemilik kedai itu http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi sangat jauh berbeda. Ketika mereka melihat Ki Margawasana datang dengan langkah yang lemah, maka
pemilik kedai itupun dengan tergesa-gesa menyongsongnya.
"Marilah, beristirahat sajalah dahulu Ki Margawasana. Tidak di tempat semalam Ki. Margawasana bermalam. Tetapi
marilah, aku persilahkan bermalam di gandok rumah kami"
"Darimana Ki Sanak mengetahui namaku?"
"Nama Ki Sanak sudah kami dengar sejak dua tiga hari yang lalu, Bahwa Kiai Surya Wisesa akan berperang tanding melawan Ki Margawasana. Tetapi kami tidak mengira bahwa Ki Margawasana yang semalam menginap di kedaiku itulah yang akan berperang tanding hari ini. Tetapi ternyata Ki Margawasanalah yang telah turun ke arena pertarungan itu dan bahkan memenangkan perang tanding sehingga Kiai
Surya Wisesa telah terbunuh"
"Sebenarnya aku datang tidak berniat untuk membunuh, Ki Sanak. Tetapi aku tersudut sehingga aku tidak dapat berbuat lain. Betapapun aku berusaha mengekang diri, tetapi ternyata aku masih merasa lebih penting mempertahankan nyawaku meskipun aku harus mengorbankan nyawa orang lain. Sengaja atau tidak sengaja. Tetapi bukan itulah yang penting"
"Apapun niat kedatangan Ki Margawasana, namun Ki
Margawasana telah menyelesaikan perang tanding untuk menentukan siapakah orang terbaik di negeri ini"
"Negeri mana" Kiai Surya Wisesa mengira kalau ia dapat mengalahkan aku, ia akan menjadi orang terbaik di seluruh negeri. Satu mimpi buruk yang jauh dari kenyataan. Di Mataram ada lebih dari sebangsal orang berilmu jauh lebih tinggi dari ilmuku. Di mana-mana ada orang-orang berilmu tinggi. Yang satu lebih tinggi dari yang lain. Yang lebih tinggi http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu akhirnya dapat dikalahkan pula oleh orang lain yang tidak pernah
disebut namanya, karena setiap kekuatan mengandung kelemahan"
"Apakah Ki Margawasana juga mengetahui kelemahan Kiai Surya Wisesa?"
"Seseorang tidak perlu mengetahui kelemahan orang lain.
Tetapi kalau sudah dikehendaki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, maka segala sesuatunya akan terjadi"
Pemilik kedai itupun mengangguk-angguk. Namun kemudian orang itupun mempersilahkannya lagi "Marilah Ki Margawasana. Silahkan ke gandok kanan. Kami sudah
mempersiapkan bilik di gandok kanan. Barangkali akan lebih sesuai dengan Ki Margawasana serta kedua orang pengiring itu"
"Keduanya adalah murid-muridku" sahut Ki Margawasana.
Namun kemudian katanya "Tetapi biarlah kami tetap saja berada dibilik yang semalam kami pergunakan. Kami tidak ingin pindah ke bilik lain"
"Tetapi bilik di gandok yang kami sediakan itu lebih luas dari bilik yang semalam. Ada dua pembaringan yang cukup besar di bilik itu"
"Sudahlah Ki Sanak. Aku hanya akan bermalam semalam
saja lagi. Esok pagi-pagi aku akan meninggalkan Ngadireja"
"Aku mohon" "Jangan Ki Sanak. Nanti aku menjadi gelisah dan bahkan menjadi tidak tenang. Biarlah aku menikmati ketenangan di bilik yang semalam"
Pemilik kedai itu tidak dapat memaksanya. Ki Margawasana, Ki Udyana dan Wikanpun kembali ke biliknya yang semalam.
Tembang Tantangan Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian mereka memasuki bilik itu, maka Ki Margawasana yang lemah itupun segera membaringkan dirinya.
Dengan tergesa-gesa pemilik kedai itupun memerintahkan kepada pelayannya untuk menyediakan minuman hangat serta menyiapkan makan bagi mereka bertiga.
Ki Margawasanapun kemudian telah menghirup minuman
hangat, sehingga tubuhnyapun terasa menjadi lebih segar.
Ditelannya pula sebutir reramuan obat yang dibuatnya sendiri.
Pelayan itupun kemudian mempersilahkan mereka bertiga untuk makan.
"Kami siapkan makan bagi Ki Sanak bertiga. Kami sudah memisahkan satu tempat di kedai dari para pengunjung yang lain"
Ki Margawasana tidak dapat menolaknya. Iapun kemudian bangkit dari pembaringannya. Reramuan obat yang sudah diminumnya itu membuat keadaannya menjadi semakin baik.
Ketiganyapun kemudian duduk di tempat yang sudah
terpisah di kedai itu. Tetapi ternyata kedai itu menjadi penuh.
Bahkan banyak pula orang yang berada di luar kedai. Mereka ingin melihat orang yang telah berhasil mengalahkan Kiai Surya Wisesa, orang yang dianggap memiliki kemampuan yang tidak ada batasnya. Orang yang telah berhasil
mengalahkan Ki Sangga Geni, sedangkan Ki Sangga Geni itulah yang telah membunuh Kiai Pentog. Sedangkan Kiai Pentog itu adalah murid Kiai Surya Wisesa.
Namun kerumunan orang di kedai dan bahkan diluar kedai itu membuat Ki Margawasana menjadi tidak tenang. Karena itu, maka iapun minta agar makan dan minumnya di sediakan di dalam biliknya saja.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik. Baik Ki Margawasana" jawab para pelayan.
Dengan sigapnya para pelayan itupun telah memindahkan makan dan minuman Ki Margawasana serta para muridnya ke dalam biliknya.
Orang-orang yang ingin melihat ujud dari dekat orang yang sudah mengalahkan Kiai Surya Wisesa yang telah menyatakan diri orang terkuat di seluruh Ngadireja dan sekitarnya, bahkan diseluruh negeri itu, menjadi kecewa. Mereka tidak dapat melihat orang yang ternyata memiliki kelebihan dari Kiai Surya Wisesa.
Ki Margawasana memang bukan orang yang mabuk akan
pujian. Karena itu, Ki Margawasana condong untuk menyingkir daripada .menjadi tontonan orang karena kemenangannya.
Tetapi menjelang malam, ketika Ki Margawasana itu
mencoba untuk beristirahat sebaik-baiknya agar esok pagi ia dapat berkuda menempuh jarak yang jauh, ia tidak dapat ingkar lagi untuk menemuinya ketika Ki Demang di Ngadireja datang ke kedai itu.
Ki Margawasana yang msih lemah itu terpaksa menemuinya. Ki Demang di Ngadireja itu datang untuk memperkenalkan dirinya. Ia mengucapkan selamat atas kemenangan Ki
Margawasana atas Kiai Surya Wisesa.
"Sampai saat ini. Kiai Surya Wisesa memang tidak pernah merugikan rakyat Ngadireja, Ki Margawasana. Tetapi kami tetap saja ragu. Kiai Surya Wisesa adalah guru Kiai Pentog.
Iapun seorang pendendam. Ternyata beberapa waktu yang lalu, Kiai Surya Wisesa telah menantang Ki Sangga Geni untuk berperang tanding. Ia memenangkan perang tanding itu.
Namun ia tidak berhasil membunuh Ki Sangga Geni, karena Ki http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Margawasana telah menyelamatkannya dan membawanya
pergi. Karena itu, dendam Kiai Surya Wisesa ternyata beralih kepada Ki Margawasana. Ia tidak mau orang-orang Ngadireja salah paham dan menyangka bahwa Ki Margawasana memiliki ilmu yang lebih tinggi, karena waktu itu Kiai Surya Wisesa tidak berhasil merebut dan membunuh Ki Sangga Geni. Tetapi waktu itu, Kiai Surya Wisesa sedang terluka parah. Karena itu, ia ingin membuktikan bahwa ia adalah orang terbaik. Ia menantang Ki Margawasana untuk berperang tanding. Namun ternyata bahwa akhir dari perang tanding itu tidak
sebagaimana dikehendaki oleh Kiai Surya Wisesa"
"Sebenarnya aku tidak menginginkan perang tanding ini, Ki Demang" sahut Ki Margawasana "Tetapi aku telah didesak dan disudutkan untuk menerima tantangannya. Karena itu, aku terpaksa melayaninya. Namun ternyata bahwa aku lebih mencintai nyawaku sendiri daripada nyawa Kiai Surya Wisesa, sehingga aku harus menghentikan perlawanannya. Jika
kemudian Kiai Surya Wisesa itu terbunuh, itu sama sekali tidak aku rencanakan"
"Tetapi bukankah sudah wajar sekali terjadi dalam perang tanding, bahwa salah seorang diantara mereka akan
terbunuh?" Kiai Margawasana menarik nafas dalam-dalam.
"Ki Margawasana" berkata Ki Demang selanjutnya "yang kami cemaskan kemudian adalah, jika murid-murid Kiai Surya Wisesa yang masih ada itu juga mendendam. Tetapi karena mereka tidak berani melawan Ki Margawasana serta murid-muridnya, maka dendamnya akan ditumpahkan kepada rakyat Ngadireja. Mereka akan dapat berbuat lebih buruk daripada apa yang pernah dilakukan oleh Kiai Pentog"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mudah-mudahan tidak Ki Demang. Tetapi jika itu terjadi, maka aku atau muridku yang aku pilih, akan berusaha
mengatasinya. Untuk itu, setiap kali kami akan memantau keadaan di Ngadireja, langsung atau tidak langsung"
"Terima ksih, Ki Margawasana. Akupun berharap bahwa
para murid Kiai Surya Wisesa dapat mengerti keadaan yang sebenarnya, sehingga mereka tidak mendendam orang yang tidak mengerti persoalannya"
"Mudah-mudahan Ki Demang. Tetapi seperti yang aku
katakan, kami akan memantau keadaan di Ngadireja beberapa lama"
Ki Demang itupun mengangguk-angguk.
Demikianlah mereka untuk beberapa lama masih berbincang. Namun agaknya Ki Demangpun mengerti, bahwa Ki Margawasana msih sangat lemah, sehingga ia memerlukan beristirahat. Sementara itu, esok mereka akan menempuh perjalanan.yang panjang.
Karena itu, maka Ki Demang itupun segera minta diri
meninggalkan kedai itu. Baru kemudian Ki Margawasana itu benar-benar dapat
beristirahat dengan tenang. Sementara malampun menjadi semakin malam.
Ki Udyana dan Wikan telah membagi diri untuk bergantian tidur dan berjaga-jaga. Sementara Ki Margawasana akan beristirahat sebaik-baiknya.
Malampun bergeser semakin dalam. Ngadirejapun telah
menjadi tertidur lelap. Dipagi-pagi sekali, Ki Margawasana sefta kedua orang muridnya telah mempersiapkan diri. Meskipun Ki Margawasana http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih merasa nyeri di dadanya, tetapi ia tidak dapat menunda lagi. Hari itu, Ki Margawasana, Ki Udyana dan Wikan berniat untuk kembali ke Gebang. Tidak ke padepor kan. Ki Udyana dan Wikan akan ikut mengantar Ki Margawasana yang belum sembuh itu kembali ke Gebang.
"Ada sesuatu yang akan aku katakan kepada kalian berdua setelah kita sampai ke Gebang" berkata Ki Margawasana.
Karena Ki Udyana tidak menepi, maka orang itupun dengan kekuatan penuh telah menyerang Ki Udyana. Dengan ancang-ancang yang panjang, orang itu meloncat serta memiringkan tubuhnya. Kedua kakinya terjulur merapat mengarah ke dada Ki Udyana
Sebelum matahari terbit, mereka bertiga telah meninggalkan kedai itu. Pemilik kedai itu ternyata menolak ketika Ki Udyana akan membayar harga makan dan minuman mereka selama mereka berada di kedai itu. Bahkan upah bagi orang yang merawat kuda-kuda mereka.
"Terima kasih Ki Sanak. Bahwa Ki Sanak bersama Ki
Margawasana bersedia singgah dan bahkan bermalam di
kedaiku ini, rasa-rasanya sudah merupakan keberuntungan yang pantas aku sukuri"
Tetapi Ki Udyanapun kemudian telah meninggalkan
sekeping uang perak. "Jangan Ki Sanak. Apalagi sekeping uang perak. Itu nilainya banyak sekali. f)ua kali lipat dari yang seharusnya Ki Sanak bayar. Itupun aku sudah mengikhlaskannya. Sudah aku
katakan, bahwa kesediaan Ki Margawasana singgah di kedaiku itu sudah merupakan kesempatan yang sangat baik bagi perkembangan kedaiku ini. Aku sangat merasa bersukur karenanya"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Ki Udyana tidak menghiraukannya. Ia tetap saja meninggalkan sekeping uang perak itu.
Demikianlah ketiga orang itupun telah melarikan kuda mereka semakin jauh. Sementara itu, beberapa saat
kemudian, beberapa orang telah berdatangan di kedai yang baru saja ditinggalkan olehKi Margawasana bersama kedua orang muridnya. Mereka tidak hanya ingin membeli makan dan minuman. Tetapi mereka berharap bahwa mereka dapat bertemu dengan Ki Margawasana"
Tetapi Ki Margawasana sudah menjadi jauh.
Demikianlah, Ki Margawasana dan kedua orang muridnya berharap bahwa mereka akan dapat mencapai Gebang pada hari itu juga, meskipun malam hari. Ki Margawasana tidak dapat memacu kudanya terlalu kencang. Tubuhnya masih belum pulih kembali, meskipun Ki Margawasana itu tidak lupa menelan reramuan obat-obatan yang sudah disediakan sejak ia berangkat dari Gebang.
Perjalanan yang ditempuh oleh ketiga orang itu adalah perjalanan yang panjang dan berat. Apalagi keadaan Ki Margawasana yang masih lemah.
Ternyata berita tentang perang tanding yang terjadi di Ngadireja itu telah menjalar sampai kemana-mana. Karena peristiwa itu terjadi sehari sebelumnya, maka berita tentang kematian Kiai Surya Wisesa oleh Ki Margawasana itu meluncur mendahului perjalanan Ki Margawasana.
Karena itu, ketika Ki Margawasana, Ki Udyana dan Wikan berhenti di sebuah kedai yang sudah jauh dari Ngadireja, orang orang di kedai itupun telah membicarakan tentang perang tanding yang terjadi di Ngadireja.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan sungguh-sungguh sambil membanggakan diri
seorang diantara mereka yang berada di kedai itupun berkata
"Pamanku melihat dengan mata kepalanya sendiri. Perang tanding yang terjadi di Ngadireja itupun merupakan perang tanding yang sangat dahsyat. Meskipun perang tanding itu terjadi di siang hari, saat matahari memancar di langit, namun selama perang tanding itu berlangsung, maka langitpun menjadi muram. Matahari seakan-akan telah kehilangan panasnya. Dahan-dahan kayu yang besar-besar berpatahan dan runtuh ke bumi. Benturan-benturan ilmu yang terjadi di arena itu menggelegar bagaikan suara guruh dan petir yang sedang berlaga di udara. Bumipun berguncang bagaikan terjadi gempa yang kerasnya tujuh kali lipat dari saat Gunung Merapi meletus"
"Apakah Ngadireja tidak menjadi berantakan kemarin"
Apakah rakyat Ngadireja tidak menjadi ketakutan?"
"Tentu. Pasarpun tidak terdengar lagi kumandangnya.
Semua orang berlari-larian karena takut. Apalagi mendungpun tiba-tiba menggantung dilangit. Angin pusaran, tidak saja angin pusaran yang dilontarkan karena kekuatan ilmu Ki Margawasana, tetapi dimana-mana telah timbul pula angin pusaran karena ketidak seimbangnya kepadatan udara yang terjadi oleh pembahan pertanda alam yang tidak sewajarnya"
Semua orang di kedai itu mendengar ceritera orang itu dengan sungguh-sungguh. Namun Ki Margawasana sendiri, Ki Udyana dan Wikan justru menjadi gelisah.
Apalagi ketika ceritera itu semakin lama menjadi semakin menyeramkan sehingga rasa-rasanya Ki Margawasana dan kedua orang muridnya tidak kerasan duduk di kedai itu.
Demikian mereka selesai makan dan minum, maka ketiga orang itupun segera pergi meninggalkan kedai itu.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka tentu orang-orang yang sangat sombong" berkata orang yang berceritera itu "mereka tentu tersinggung mendengar ceriteraku, karena mereka merasa bahwa hanya mereka sajalah orang yang memiliki ilmu yang tinggi. Tetapi aku doakan mereka dapat bertemu langsung dengan Ki
Margawasana, sehingga mereka akan mendapatkan pengalaman yang sangat menarik bagi mereka bertiga"
Tiba-tiba seorang yang duduk disudut
kedai dan menghadap kehalaman belakang kedai itu serta membelakangi orang-orang yang berada di kedai itu lainnya,bangkit berdiri.
Ketika ia berbalik dan menggeram, maka orang-orang yang berada di kedai itupun terdiam.
Orang itu bertubuh raksasa, berwajah menyeramkan
dengan kumis lebat melintang dibawah hidungnya. Sebuah golok yang besar dan panjang tergantung dilambungnya.
Jantung orang-orang yang berada di kedai itupun menjadi berdebaran. Apalagi orang yang berceritera tentang perang tanding di Ngadireja. Agaknya orang inipun menjadi cemburu pula mendengar pujiannya atas kemampuan kedua orang
yang berilmu sangat tinggi, yang berperang tanding di Ngadireja.
Namun orang berwajah menyeramkan dengan kumis
melintang itu justru tertawa.
Meskipun demikian, orang-orang di dalam kedai itu masih juga termangu-mangu . Mereka tidak tahu pasti, kenapa orang itu tertawa.
Orang yang berceritera itu menjadi pucat ketika orang bertubuh raksasa dengan golok dipinggang itu melangkah mendekatinya. Sambil berdiri di belakangnya orang berwajah seram itu menepuk bahunya "Kau berceritera tentang Ki http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Margawasana yang kemarin berperang tanding melawan Kiai Wisesa di Ngadireja?"
Orang yang berceritera itu mengangguk sambil menjawab dengan gagap "Ya, ta, Ki Sanak"
"Kau tentu tidak melihat sendiri pertarungan itu. Bukankah kau mendengar ceritera itu dari pamanmu"
"Ya, Ki Sanak" "Jadi kau belum pernah melihat orang yang bernama Ki Margawasana yang telah mengalahkan Kiai Surya Wisesa itu?"
"Belum Ki Sanak" sahut orang itu. Suaranya bergetar oleh debar di jantungnya yang menjadi semakin cepat. Namun, tiba-tiba saja orang itu berkata "Tentu Ki Sanak. Aku tahu, siapakah Ki Margawasana itu meskipun aku belum melihatnya"
"Jadi seperti apa kira-kira Ki Margawasana itu?"
"Ki Sanak sendiri. Bukankah Ki Sanak itulah Ki Margawasana yang telah mengalahkan Kiai Surya Wisesa?"
Orang itu justru tertawa berkepanjangan. Katanya "Kau memang telah menyinggung perasaan orang lain. Kau sendiri tidak melihat perang tanding itu. Tetapi kau sudah berceritera dengan mantap dan berkepanjangan. Dengar, aku bukan Ki Margawasana"
Wajah orang yang berceritera itu menjadi semakin pucat.
Sementara orang yang bertubuh raksasa itu masih saja menepuk-nepuk bahunya. Agaknya orang itu benar-benar telah tersinggung. Apalagi ia telah salah menebak. Orang itu ternyata bukan Ki Margawasana.
"Ki Sanak" berkata orang berkumis lebat itu dengan nada yang berat. Sementara orang-orang yang berada di kedai itu menjadi berdebar-debar pula.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tadi telah berharap agar ketiga orang yang baru saja meninggalkan kedai ini bertemu dengan Ki Margawasana"
Orang itu mengangguk. "Kau menganggap orang itu terlalu sombong dan
tersinggung karena kau telah memuji kelebihan dua orang yang kemarin berperanganding itu"
"Ya, Ki Sanak" "Harapanmu itu tentu akan terpenuhi. Orang itu tidak hanya akan bertemu dengan Ki Margawasana di perjalanannya.
Tetapi orang itu akan selalu berada bersama Ki Margawasana"
"Maksud Ki Sanak"
"Orang yang tertua diantara ketiga orang itulah yang kau sebut Ki Margawasana yang kemarin berperang tanding dan mengalahkan Kiai Surya Wisesa"
Orang yang berceritera itu terkejut. Bahkan iapun dengan serta-merta bangkit berdiri "Ah. Agaknya Ki Sanak bercanda"
"Tidak. Aku tidak bercanda. Memang orang itulah Ki
Margawasana itu. Kemarin aku bertemu dengan orang itu. Aku juga tidak mengira bahwa orang itulah yang bernama Ki Margawasana. Aku bertemu di sebuah kedai, justru sebelum perang tanding itu berlangsung. Baru kemudian ketika aku menyaksikan perang tanding itu, barulah aku tahu, bahwa orang itulah yang bernama Ki Margawasana. Karena itu aku sengaja tidak menemuinya. Akupun menjadi malu kepada diriku sendiri"
Keringat dingin mengalir di punggung orang yang
berceritera itu. Namun orang berkumis lebat serta berwajah menyeramkan dengan golok yang besar tergantung di
pinggang itu berkata sambil tertawa pendek "Jangan gelisah.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu orang baik. Ia tidak akan berbuat apa-apa. Demikian orang
itu tidak melihat mukamu, ia tentu sudah melupakannya. Untunglah bahwa kau memujinya. Seandainya kau mengutuknya, iapun tidak akan marah"
"Jadi benar orang itu Ki Margawasana?"
"Ya. Kedua orang yang lain itu adalah murid-muridnya"
Orang itupun terduduk di lincak bambu. Orang-orang lain yang mendengar keterangan orang berwajah menyeramkan itupun berdebar-debar pula.
"Nah. Ingat-ingat wajahnya. Jika sekali lagi kau bertemu dengan orang itu, maka bertanyalah kepadanya, apakah benar bahwa ia adalah Ki Margawasana"
"Tetapi apakah ia akan lewat jalan ini lagi dan apalagi singgah di kedai ini?"
"Tergantung keadaah di Ngadireja. Jika keadaan di
Ngadireja kemudian tenang dan tidak terjadi gejolak, maka agaknya ia serta murid-muridnya tidak akan lewat jalan ini lagi. Tetapi jika terjadi gejolak di Ngadireja, mungkin sekali ia akan datang lagi untuk menenangkannya"
Orang yang berceritera tentang perang tanding itupun nampak sangat gelisah. Sementara orang bertubuh raksasa, berkumis tebal melintang serta berwajah menyeramkan
dengan golok yang besar itupun tertawa pendek sambil berkata "Jangan gelisah. Tidak akan ada apa-apa"
Orang bertubuh raksasa itupun kemudian melangkah
meninggalkan orang yang wajahnya menjadi semakin pucat serta keningnya menjadi basah oleh keringat itu, mendapatkan pemilik
kedai. Iapun membayar harga makan dan minumannya. Kemudian iapun minta diri"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kemana Ki Sanak?" bertanya pemilik kedai itu.
"Kemana saja mengikut langkah kaki"
Pemilik kedai itu tidak bertanya lagi. Dipandanginya saja orang yang bertubuh raksasa itu melangkah pergi.
Di dalam kedai itu, orang yang berceritera tentang perang tanding itupun masih duduk sambil menyeka keringatnya yang membasah di keningnya, di dahinya, di lehernya dan di mana-mana.
Seorang yang rambutnya sudah keputih-putihan yang
semula mendengarkan ceritera orang itu dengan sungguh-sungguh, berkata "Sudahlah. Jangan dingat-ingat lagi. Seperti kata orang yang membawa golok tadi, untunglah kau
memujinya. Setidak-tidaknya kau berceritera tentang kemampuannya yang sangat tinggi. Orang itu tidak akan marah kepadamu, meskipun seandainya ceriteramu tidak benar seperti apa yang terjadi"
"Tetapi paman memang berceritera kepadaku"
"Ya. Jika orang itu benar Ki Margawasana, iapun
mendnegar bahwa yang kau katakan itu adalah apa yang kau dengan dari pamanmu"
Orang itu mengangguk-angguk. Tetapi iapun berkata didalam hatinya "Untunglah aku tidak mencelanya. Aku justru memujinya"
Namun untuk beberapa saat orang itu masih saja nampak sangat gelisah.
Dalam pada itu, mataharipun sudah bergeser semakin ke Barat. Angin sore semilir lewat lereng bergunungan.
Ki Margawasana, Ki Udyana dan Wikan melarikan kuda
mereka menyusuri bulak-bulak panjang. Bahkan di beberapa http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ruas jalan mereka melintas di pinggir hutan yang lebat. Sekali-sekali mereka harus memanjat naik diantara batu-batu padas, namun di tempat lain mereka dengan sangat berhati-hati menuruni lembah yang dalam. Namun kuda-kuda mereka
adalah kuda yang terampil sehingga mereka dapat melewati jalur-jalur jalabn yang rumit dengan selamat.
Tetapi mereka bertiga tidak dapat memacu kuda-kuda
mereka dengan kecepatan yang sangat tinggi, karena keadaan Ki Margawasana yang masih lemah serta masih terasa nyeri di dadanya.
Meskipun demikian, mereka sampai ke Gebang agak lebih cepat dari perhitungan mereka. Sebelum senja, mereka telah sampai di rumah Ki Margawasana yang berada di Gebang.
Tetapi Ki Margawasana tidak bermalam di Gebang. Ia hanya singgah sebentar. Berbicara dengan orang tua yang
menunggu rumah itu. Namun agaknya yang dibicarakan
adalah persoalan yang cukup penting.
"Masih ada di tempatnya, Ki Margawasana" berkata orang itu.
"Apakah Ki Sangga Geni dan kedua orang muridnya telah datang?"
"Ya. Mereka datang sore tadi. Mereka singgah kemari untuk minta makan dan minum. Kemudian mereka naik ke bukit.
Masih belum terlalu lama"
Ki Margawasana mengangguk-angguk. Sementara orang
tua itu berkata "Mereka tidak akan tahu"
"Ya. Aku kira mereka memang tidak akan tahu"
Ketiga orang itupun kemudian segera naik pula ke bukit kecil itu.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah mereka menemukan Ki Sangga Geni dan
kedua orang muridnya sudah berada di bukit. Ki Sangga Geni sendiri berbaring di sebuah lincak bambu yang terdapat d bawah sebatang pohon yang rindang. Sementara kedua orang muridnya tidak nampak bersamanya.
"Selamat datang Ki Margawasana. Karena aku yang datang lebih dahulu, maka akulah yang mempersilahkan kalian"
"Dimana kedua orang muridmu?" bertanya Ki Margawasana. "Mereka sedang memancing ikan. Kami memerlukan lauk
untuk makan malam nanti. Daripada menangkap ayam lebih baik kami memancing ikan dan mencuri telur di kandang.
Ki Margawasana tersenyum. Namun setelah mereka
mengikat kuda-kuda mereka, maka Ki Margawasana dan
kedua orang muridnyapun segera masuh ke dalam rumah kecil di atas bukit itu.
"Jangan takut kelaparan" berkata Ki sangga Geni "Muridku tadi menanaknasi cukup banyak. Kami sudah mengira bahwa kalian akan datang kemari malam ini. Tetapi ternyata kalian sudah berada disini menjelang senja"
"Terima kasih" jawab Ki Margawasana sambil melangkah kepintu.
Namun ketika Ki Udyana dan Wikan duduk di ruang dalam, Ki Margawasana itupun langsung pergi ke biliknya.
Tembang Tantangan Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi tidak lama kemudian, Ki Margawasana itupun telah keluar lagi.
"Ada sesuatu yang aku simpan di bilikku" berkata Ki
Margawasana. http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankah yang guru simpan itu masih ada?" bertanya Ki Udyana.
"Ya. Aku simpan di tempat yang tersembunyi"
"Sukurlah. Apakah yang guru simpan di benda yang
berharga sekali?" bertanya Wikan.
"Ya. Sangat berharga bagi kita. Bagi kalian berdua dan bagi perguruan kita"
Ki Udyana dan Wikanpun mengangguk-angguk.
"Nah, apakah kalian akan ke pakiwan. Pergilah lebih dahulu.
Biarlah aku beristirahat sebentar"
"Baik guru" berkata Wikan.
Wikanlah yang kemudian pergi ke pakiwan. Sementara Ki Udyana menemani Ki Margawasana duduk di ruang dalam.
Ternyata di ruang dalam itu sudah terdapat minuman yang masih hangat, yang agaknya memang diperuntukkan bagi mereka bertiga.
"Kami tidak usah merebus air, guru. Kedua murid Ki Sangga Geni itu memang terampil di dapur disamping terampil bermain senjata"
Ki Margawasana itu tersenyum. Katanya "Ya. Agaknya
merekapun akan mempersiapkan makan malam. Mungkin
mereka akan membuat ikan panggang dan telur dadar"
Ki Udyanapun tertawa pula.
Setelah Wikan, maka Ki Udyanapun pergi ke pakiwan pula.
Sementara itu, telah terdengar kesibukan di dapur. Dua orang murid Ki Sangga Gani sudah mulai sibuk mempersiapkan makan malam di dapur. Sedangkan Ki Sangga Genipun telah masuk ke ruang dalam pula.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wikanpun kemudian menyalakan dlupak minyak kelapa di ajuk-ajuk. Namun Wikanpun harus pergi ke dapur untuk mencari minyak kelapa untuk mengisi dlupaknya yang hampir kering.
Setelah beberapa lampu minyak ke lapa menyala, maka
Wikanpun telah ikut berada di dapur pula.
Di dapur sudah ada beberapa ekor ikan yang sudah di
bersihkan. Beberapa butir telur. Beberapa genggam lembayung dan kacang panjang yang dipetik di kebun,
disekitar belumbang. "Kau akan membuat apa?" bertanya Wikan.
"Ada ikan, ada telur dan ada minyak kelapa"
Wikan mengangguk-angguk. Iapun.kemudian melihat murid Ki Sangga Geni itu memecahkan telur-telur itu. Mengocoknya.
Kemudian memasukkan ikan-ikan yang sudah dibersihkan itu ke dalam telur yang sudah di cocok itu. Sementara yang seorang lagi menyiapkan berbagai macam bumbu dapur untuk membuat sayur lembayung dan kacang panjang.
Ternyata Wikan masih harus belajar banyak dar muridmurid Ki Sangga Geni itu. Mereka nampak sudah terbiasa sekali mengerjakan pekerjaan dapur itu.
Sementara itu nasipun hampir masak pula.
"Kau dapat menyenduk nasi itu dar kendil ke ceting bambu itu?" bertanya salah seorang murid Ki Sangga Geni itu.
"Tentu"jawab Wikan.
"Nah, sebentar lagi nasi masak"
"Baik" jawab Wikan sambil duduk di lincak panjang yang ada di dapur.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa kau justru duduk disitu?" bertanya salah seorang murid Ki Sangga Geni.
"Bukankah masih harus menunggu"
"Sambil menunggu, kau dapat menyiapkan cetingnya,
entongnya dan jika kurang bersih, kau masih sempat
mencucinya. Sudah beberapa hari tidak dipakai. Mungkin banyak debunya atau barangkali kotoran-kotoran yang lain"
"O" Wikanpun segera bangkit. Diambil ceting bambu serta entong kayu yang ternyata memang banyak dilekati debu, sehingga Wikan harus mencucinya.
Ketika segala sesuatunya telah siap, maka Wikan dan para murid Ki Sangga Geni itupun segera mempersiapkan mangkuk dan kelengkapan yang lain dan membawanya ke ruang dalam.
Beberapa saat kemudian, maka enam orang duduk di
amben yang cukup besar di ruang tengah untuk makan malam bersama.
Ternyata kedua orang murid Ki Sangga Geni itu memang terampil bekerja didapur. Masakan merekapun cukup enak pula. Meskipun sederhana, tetapi karena mereka letih dan lapar, maka nasi hangat dengan lauk apa adanya itupun terasa lezat sekali.
Setelah makan malam, maka agaknya Ki Sangga Geni
memang menghindar pembicaraan dengan Ki Margawasana.
Karena itu, setelah murid-muridnya menyingkirkan mangkuk-mangkuk yang kotor yang baru akan dicuci esok pagi, Ki Sangga Genipun berkata "Silahkan sakit di dadamu. Karena itu kau harus banyak beristirahat. Biarlah Ki Udyana dan Wikan menutup pintu. Kami bertiga akan tidur di luar"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di luar" Dimana kalian akan tidur" Bukankah di sini ada amben yang Cukup besar yang dapat kalian pakai tidur bertiga"
"Biarlah Ki Udyana dan Wikan tidur di amben itu. Kami dapat tidur dimana-mana. Bukankah diluar banyak terdapat amben bambu. Di bawah pohon mlinjo itu juga ada. Di
serambi depan juga ada lincak panjang. Di dekat belumbang itu juga ada lincak"
"Tetapi diluar dingin"
Ki Sangga Geni itupun tertawa. Katanya "Kami dapat tidur dimana-mana. Jangankan di lincak bambu. Kami dan
barangkali juga kalian, dapat tidur diatas rerumputan kering atau diatas batu atau dimana saja, bahkan dibasahnya embun malam"
Ki Margawasana tersenyum. Katanya "Terserah saja kepada kalian bertiga"
Ki Sangga Geni dan kedua orang muridnyapun kemudian
pergi keluar rumah. Seperti yang dikatakan oleh Ki Sangga Geni, ada beberapa lincak bambu yang bertebaran di halaman dan dikebun belakang. Bahkan di sanggar ter-bukapun
terdapat lincak panjang pula yang dapat dipakai untuk tidur.
Malam itu, Ki Margawasana memang ingin segera
beristirahat. Setelah minum reramuan obat-obatan yang dibuatnya sendiri, maka Ki Margawasanapun segera masuk ke dalam biliknya.
Ki Udyana dan Wikan akan tidur di amben yang besar di ruang dalam. Namun seperti kebiasaan mereka, maka mereka akan tidur bergantian. Meskipun mereka berada di rumah gurunya, tetapi di luar ada tiga orang dari perguruan lain yang msih belum dapat dipercaya sepenuhnya.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka dihari-hari berikutnya, Ki Margawasana telah merawat dirinya sendiri di bantu oleh kedua orang muridnya, sehingga dari hari ke hari, keadaannya menjadi semakin baik, sehingga pada satu hari, Ki Margawasanapun telah
menyatakan dirinya telah sembuh. Bahkan Ki Margawasanapun menganggap, bahwa tenaga dan kemampuannyapun telah menjadi pulih kembali.
Disetiap hari, menjelang fajar Ki Margawasana bersama kedua orang muridnya selalu berada di dalam sanggar
terbukanya. Sekali-sekali Ki Sangga Genipun menyaksikan ketiga orang itu berlatih. Nampaknya Ki Margawasana sama sekali tidak menjadi curiga bahwa Ki Sangga Geni akan mengamati kelemahan ilmunya.
Sebenarnyalah bahwa Ki Margawasana memang tidak
melepaskan ilmunya yang terbaik. Ilmu yang disimpannya, sehingga hanya dalam kesempatan yang mendesak sajalah, ia akan mempergunakannya.
Namun setiap kali Ki Sangga Geni menyaksikan latihan-latihan yang dilakukan oleh Ki Margawasana serta kedua orang muridnya, jantungnya terasa berdebaran semakin cepat.
Semakin lama ia semakin menyadari, bahwa Ki Margawasana adalah seorang yang mempunyai ilmu sangat tinggi.
Bahkan Ki Sangga Genipun mengetahui pula, bahwa selain yang dilihatnya itu, Ki Margawasana tentu masih mempunyai ilmu yang tersimpan dan yang akan dapat mengakhiri
perlawanan musuh-musuhnya.
Tetapi Ki Margawasana sendiri memang tidak merasa begitu penting untuk menyembunyikan ilmunya. Bahkan kepada Ki Sangga Geni iapun berkata "Bukankah kau sudah melihat tataran ilmuku seluruhnya pada saat kau menyaksikan aku berperang tanding melawan Kiai Surya Wisesa?"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Sangga Geni hanya mengangguk-angguk.
"Kau akan dapat menakar dirimu, apakah kau akan dapat mengalahkan aku atau tidak" berkata Ki Margawsana lebih lanjut.
Dalam pada itu, ketika Ki Margawasana merasa bahwa
dirinya sudah benar-benar sembuh dan bahkan pulih kembali, maka Ki Sangga Genipun telah menemuinya pula.
"Ki Margawasana" berkata Ki Sangga Geni "Aku berada di sini bukan sekedar menumpang makan dan tidur. Tetapi aku membawa pesan dari diriku sendiri sebagaimana pernah aku ucapkan setahun yang lalu"
"Jadi kau masih bermimpi untuk berperang tanding?"
bertanya Ki Margawasana. "Ya. Aku memang datang untuk berperang tanding. Aku
tidak mau bertarung melawanmu pada saat kau masih belum sembuh sama sekali. Tetapi setelah kau sembuh sekarang dan bahkan merasa bahwa tenaga dan kemampuanmu sudah pulih kembali, maka aku akan memenuhi janjiku setahun yang lalu.
Aku datang untuk berperang tanding, apapun yang akan terjadi pada diriku. Bukankah seharusnya aku sudah mati setahun yang lalu" Selama perpanjangan hidupku karena kau tidak membunuhku setahun yang lalu, aku telah dapat
menyempurnakan ilmuku. Aku juga telah dapat membunuh Kiai Pentog dan beberapa orang yang berilmu tinggi yang lain.
Aku sudah sempat mengembara untuk menguji kemampuanku sehingga akhirnya aku yakin, bahwa aku akan dapat
memasuki perang tanding untuk melawanmu"
-ooo0dw0ooo- http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 20 "Kau sudah menyaksikan perang tanding yang aku lakukan di Ngadireja. Kaupun bahkan sudah mengalami perang tanding di Ngadireja dengan lawan yang sama dengan lawan yang aku hadapi" "Ya" "Sebenarnya kau sudah dapat membuat pertandingan serta perhitungan, serta perhitungan, apakah kau akan memaksakan perang tanding itu atau tidak. Jika kau memaksakan perang tanding itu, tanpa bermaksud untuk menyombongkan diri, aku ingin memberimu peringatan, bahwa kau harus membuat
pertimbangan beberapa kali lagi"
"Aku sudah memikirkannya masak-masak. Jika aku tidak memasuki pertarungan melawanmu dalam perang tanding, maka
sia-sialah semua usahakan selama ini untuk menuntaskan ilmuku" "Tidak. Kau tidak sia-sia meningkatkan ilmumu. Jika kau tidak meningkatkan ilmumu sampai tuntas, maka kau tentu sudah mati pada saat kau membenturkan Aji Pamungkasmu dengan ilmu Puncak Kiai Surya Wisesa. Tetapi justru karena kau sudah menuntaskan ilmumu, maka kau tetap hidup dan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akupun berhasil membantumu, mengobati luka-luka di bagian dalam tubuhmu"
Ki Sangga Geni itupun termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun berkata "Ki Margawasana. Aku tidak boleh ragu-ragu. Aku datang untuk menantangmu. Apapun yang akan terjadi, biarlah terjadi. Apakah aku akan mati atau aku akan terluka parah, aku tidak peduli. Tetapi aku harus memegang janjiku. Janji seorang laki-laki yang telah diucapkan setahun yang lalu"
"Apakah ada gunanya lagi, Ki Sangga Geni"
"Tentu. Aku tidak boleh menjilat ludahku kembali"
"Apa yang telah kau janjikan waktu itu?"
"Aku datang untuk membunuhmu setahun lagi"
"Jikakau tidak berhasil membunuhku" Bukankah perang
tanding itupun akan sia-sia pula" Jika karena itu kau terluka parah, sementara aku tidak mati, bukankah artinya sama saja, bahwa kau tidak menepati janjimu?"
"Sama dengan apa?"
"Sama dengan jika kau tidak berbuat apa-apa. Maksudku, sama saja dengan apabila tidak ada perang tanding sama sekali"
"Ki Margawasana. Aku bukan kau. Dan kau bukan aku.
Itulah sebabnya maka sikapkupun akan berbeda dengan
sikapmu, aku tahu, bagaimana kau mencoba untuk
menghindari perang tanding melawan Kiai Surya Wisesa. Aku tahu pula bahwa bukan karena kau takut menghadapinya.
Tetapi kau memang mencoba untuk tidak terjadi kekerasan.
Tetapi aku akan bersikap lain. Jika aku mempunyai keyakinan atas kemampuanku seperti kau Ki Margawasana, aku tidak http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan pernah mencoba membatalkan semua tantangan. Aku akan menjadi seperti Kiai Surya Wisesa untuk menyatakan kepada semua orang, bahwa aku adalah orang terbaik dalam olah kanuragan"
"Jika kau tahu perasaanku, kenapa kau masih juga
memaksakan kehendakmu untuk bertarung?"
"Pertanyaan serupa dapat pula aku berikan kepad-mau.
Kenapa pula kau menolak tantanganku, karena seharusnya kau tahu bahwa aku memang menghendakinya"
Ki Margawasana menarik nafas panjang. Katanya "Baiklah jika kau memang memaksaku. Tetapi kita masih mempunyai waktu. Kau dapat merenungkannya nanti malam dan esok sehari-semalam lagi. Baru sesudah kau mengambil keputusan bulat, aku akan melayanimu, apapun keputusan mu"
"Kau tidak perlu mencoba mempengaruhi aku lagi.
Keputusanku sudah bulat. Bahkan aku akan tetap berperang tanding, apakah kau melawan atau tidak melawan. Jika karena itu kau akan mati, itu karena salahmu sendiri"
"Baiklah Ki Sangga Geni. Aku adalah manusia biasa seperti kau, seperti murid-muridku dan murid-muridmu. Karena itu, maka aku tidak akan dapat berlaku sebagai sosok malaikat yang putih bersih. Jika kau tetap akan membunuhku, maka sudah sewajarnya jika aku harus membela diri. Aku tentu akan memilih membunuhmu daripada kau membunuhku"
Jantung Ki Sangga Geni itupun tergetar. Ki Margawasana tidak pernah berkata sekeras itu. Tetapi Ki Sangga Genipun sadar, bahwa kesabaran Ki Margawasana tentuada batasnya.
Namun untuk menyamarkan getar jantungnya Ki Sangga
Geni itupun berkata "Bagus. Pernyataanmu seperti itulah yang aku tunggu"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Sangga Genipun kemudian meninggalkan Ki Margawasana untuk menemui kedua muridnya.
"Besok lusa, aku akan memasuki arena perang tanding
melawan Ki Margawasana"
"Apakah Ki Margawasana telah memaksa guru untuk
melawannya dalam perang tanding?" bertanya salah seorang muridnya.
"Bukan Ki Margawasana yang memaksakan kehendaknya
untuk berperang tanding. Tetapi aku"
"Kenapa guru" Bukankah kita sudah dapat mengukur
tataran ilmu Ki Margawasana"
"Kau akan mengatakan bahwa ilmunya lebih tinggi dari ilmuku sehingga aku tidak akan mampu melawannya?"
Kedua orang muridnya itu hanya dapat saling berpandangan. "Sudahlah. Jangan hiraukan lagi. Aku datang kemari
memang untuk menantangnya berperang tanding. Adalah
tidak pantas jika aku mengurungkannya setelah aku tahu, bahwa tingkat kemampuannya sudah lebih tinggi dari tingkat kemampuanku. Bukankah dengan demikian berarti bahwa aku menjadi ketakutan untuk menghadapinya, sehingga untuk menyelamatkan diri aku membatalkan perang tanding itu?"
Seorang diantara kedua muridnya itu memberanikan diri bertanya "Tetapi bukankah Ki Margawasana sendiri juga ingin membatalkannya?"
"Ia terlalu sombong. Kelak ia akan mengatakan bahwa aku telah mencabut tantanganku karena aku menjadi ketakutan"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Guru" berkata muridnya yang lain "menurut pengenalanku atas Ki Margawasana, agaknya Ki Margawasana bukan
seorang yang terlalu membanggakan dirinya sendiri"
Ki Sangga Geni menarik nafas panjang. Katanya yang
seolah-olah ditujukan kepada dirinya sendiri "Ya. Ki Margawasana memang bukan seorang yang sombong. Tetapi lalu kenapa aku berada disini jika aku tidak menantangnya berperang tanding?"
"Tidak ada apa-apa" berkata salah seorang muridnya "tiba-tiba saja kita sudah berada disini"
Ki Sangga Geni menarik nafas panjang. Namun Ki Sangga Geni itupun kemudian melangkah pergi. Di luar sadarnya iapun kemudian duduk di atas sebuah batu di pinggir belumbang sambil memandangi berbagai jenis ikan yang berenang di dalam air yang jernih.
Kedua orang muridnya juga mengikutinya dan duduk pula di pinggir belumbang itu. Tetapi mereka tidak mengatakan apa-apa. Mereka sadar, bahwa gurunya memang sedang
bingung. Namun menurut kedua orang murid Ki Sangga Geni itu, bukan Ki Margawasanalah yang sombong, tetapi Ki Sangga Genilah yang ternyata seorang yang sangat sombong.
Sementara itu, didalam gubugnya, Ki Margawasanapun
telah memanggil kedua orang muridnya pula. Pada saat-saat terakhir, Ki Margawasana menyadari, bahwa kemampuan Ki Udyana dan Wikan masih mampu ditingkatkan lagi. Ki
Margawasanapun merasa perlu untuk mengangkat kedua
muridnya itu sampai pada tataran tertinggi ilmunya
sebagaimana dimiliknya sendiri.
"Udyana" berkata Ki Margawasana perlahan "Ternyata
kalian harus menambah bekal kalian dengan tataran tertinggi http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ilmu yang selama ini kita pelajari. Ki Sangga Genipun telah menyempurnakan ilmunya pula, meskipun ia memilih jalan sesat untuk sampai ketujuan. Meskipun demikian aku masih berharap bahwa nurani Ki Sangga Geni masih belum tertutup, sehingga masih sempat menguak jaringan ilmu sesatnya untuk menyusupkan kesadaran kemanusiaannya. Ia tentu masih dapat melepaskan diri dari ikatan ilmu sesat itu meskipun dengan demikian, ia harus mengulangi setidaknya satu tahun untuk mencapai tataran sebagaimana dicapainya sekarang, namun terlepas dari ilmu iblisnya"
Ki Udyana dan Wikan hanya mengangguk-angguk saja.
"Karena itu Udyana dan kau Wikan. Aku ingin menyerahkan kitab itu segera kepada kalian berdua. Kalian harus dapat mempelajari tataran terakhir ilmumu dalam waktu setahun.
Jika kalian berhasil, maka kalian akan mencapai tingkat sebagaimana aku capai sekarang. Bahkan dengan tenaga kewada-gan kalian yang masih lebih muda daripadaku,
sedangkan bekal-bekal kalianpun sudah lengkap, maka kalian tentu akan dapat menjalani laku kurang dari setahun, atau bahkan hanya separo dari waktu yang seharusnya dibutuhkan untuk itu"
"Terima kasih atas kepercayaan guru kepada kami berdua sahut Ki Udyana sambil mengangguk hormat.
"Ternyata kalian sangat memerlukannya. Kalau aku masih belum memberikan kitab itu sebelumnya, maka aku berniat untuk menjajagi kemungkinan menjalani laku yang berat itu.
Jika aku yang tua, dengan unsur kewadagan yang sudah mendekati senja masih sanggup melakukannya, maka
kalianpun tentu akan sanggup pula melakukannya"
"Kami akan mencoba dengan sekuat tenaga serta
kemampuan kami guru"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan ragu-ragu. Jalani laku yang ditunjukkan dalam kitab itu. Kau tidak perlu pergi kemana-mana. Segala sesuatunya dapat kau lakukan di dalam sanggar tertutup, sanggar terbuka serta dialam terbuka di sekitar padepokanmu itu"
"Ya, guru" "Tetapi kalian harus menjaga agar mereka yang masih
belum berhak untuk mendalami laku puncak itu, jangan mencoba-coba untuk menyadapnya. Mungkin karena ingin tahunya maka seseorang telah memperhatikan latihan-latihan yang kalian lakukan. Kemudian tanpa bimbingan yang pantas mereka mencoba melakukannya pula. Jika itu terjadi, maka laku itu akan membahayakan mereka yang mencobanya"
Tembang Tantangan Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku mengerti guru"
"Kelak, jika saatnya tiba, kalian berdua dapat memilih satu dua orang untuk mewarisi ilmu itu. Pilihan kalian bukan hanya sekedar melihat kemampuan dasar-dasar ilmu serta dukungan kewadagan semata-mata, tetapi lebih penting dari itu, adalah landasan kejiwaan mereka. Ilmu puncak itu tidak akan dapat dipergunakan untuk sembarang kepentingan, apalagi jika seseorang memasuki jalan sesat. Maka ilmu itu sendiri akan melakukan perlawanan, sehingga sangat membahayakan bagi orang yang merasa dirinya menguasainya.
Ki Udyana dan Wikan mendengarkan pesan-pesan itu
dengan sungguh-sngguh. Sekali-sekali merekapun mengangguk-angguk, sebagai isyarat bahwa mereka memahami pesan-pesan Ki Margawasana itu.
Malam itu, Ki Margawasana telah memberikan beberapa
pesan terpenting kepada kedua orang muridnya, sementara http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti malam sebelumnya Ki Sangga Geni dan kedua orang muridnya lebih senang berada di luar.
"Bawa kitab itu jika kau kembali ke padepokan" berkata Ki Margawasana kepada kedua orang muridnya yang terdekat itu dengan demikian, maka aku berharap, bahwa orang yang berada di pucuk pimpinan padepokan kalian adalah orang-orang yang benar-benar dapat dipercaya dan mampu
melindungi seluruh padepokan itu dari kemungkinan buruk yang dapat saja datang setiap saat"
"Terima kasih guru. Kami akan berusaha untuk berbuat sebaik-baiknya bagi padepokan kita"
"Sukurlah. Dalam dua hari ini aku masih menunggu
keputusan Ki Sangga Geni. Apakah ia benar-benar ingin berperang tanding atau penyelesaian yang lain. Jika saja ia menemukan sepeletik sinar terang di hatinya, maka aku berharap akan terjadi perubahan sikapnya. Mudah-mudahan nuraninya masih mampu melawan pengaruh iblis yang telah mencengkamnya"
"Mudah-mudahan guru"
"Aku harap bahwa kau tidak tergesa-gesa kembali ke
padepokan. Tunggu sampai dua hari lagi"
"Tentu guru. Kami sama sekali tidak tergesa-gesa. Bahkan sampai kapanpun kami akan menunggu perintah guru"
Ki Margawasana tersenyum. Namun katanya "Tetapi
sebelum kalian beranjak pulang ke padepokan, biarlah kitab itu ada padaku lebih dahulu"
"Ya, guru" jawab Ki Udyana"
Malam itu, Ki Sangga Geni tidak ingin diganggu oleh murid-muridnya. Ki Sangga Geni justru telah menyendiri. Ia masih http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja dililit oleh kebimbangan. Apa yang sebaiknya dilakukannya. "Pada batas tertentu Ki Margawasana akan kehabisan
kesabaran" berkata Ki Sangga geni didalam hatinya "ia tentu tidak ingin mati seperti yang dikatakannya. Ia tentu memilih membunuh lawannya daripada dibunuh. Dan itu tentu akan dapat dilakukannya atasku, meskipun mungkin ia juga terluka sebagaimana saat ia bertempur melawan Kiai Surya Wisesa"
Namun ternyata yang terpenting yang membuatnya bimbang, bukannya kematiannya. Bagi Ki Sangga Geni, kemungkinan mati dalam satu benturan kekerasan sama besarnya dengan kemungkinan untuk hidup. Namun ada sesuatu yang tidak dikenalnya telah mulai bergetar dihatinya.
"Untuk apa sebenarnya aku berkelahi?"pertanyaan itu tiba-tiba saja telah menggelitik perasaannya.
Ki Sangga Geni itupun menarik nafas panjang. Malam itu Ki Sangga Geni hanya dapat tidur menjelang dini di sebuah lincak panjang di kebun belakang.
Ia masih mempunyai waktu satu hari satu malam lagi untuk membuat
pertimbangan-pertimbangan menjelang perang
tanding melawan Ki Margawasana.
"Kenapa Ki Margawasana dapat menguasai dirinya untuk menghindari perkelahian"
Semakin lama hati Ki Sangga Geni itu menjadi semakin lunak. Apalagi ketika di hari itu ia melihat murid-muridnya yang sibuk mengerjakan berbagai pekerjaan bersama Wikan.
Mereka seakan-akan sudah lama berkenalan dengan akrab.
Sehari penuh Ki Sangga Geni nampak lebih banyak
merenung. Ada semacam benturan yang terjadi didalam
dirinya. http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika malam kemudian turun lagi, maka Ki Sangga Geni itu telah pergi menyusup diantara pepohonan di bukit kecil itu.
Dihadapan sebatang pohon yang besar, Ki Sangga Geni itu berlutut. Seakan-akan ia berlutut dihadapan patung wajah iblis didalam goa di dekat padepokannya.
Dengan memusatkan nalar budinya, Ki Sangga Geni itu
seakan-akan melihat wajah iblis itu melekat pada sebatang pohon raksasa dihadapannya itu.
Beberapa saat kemudian, ia melihat mata wajah iblis itu bagaikan menyala. Kemudian dari mulutnya terjulur lidah api.
Dalam pemusatan nalar budi itu, pohon raksasa yang ada di hadapannya itu bagaikan terguncang. Wajah yang melekat di pohon itu seakan-akan telah memancarkan api.
Telinga Ki Sangga Geni itupun kemudian mendengar suara dengan nada geram melingkar-lingkar di sekitarnya "Kau mulai menjadi pengecut, Sangga Geni"
"Tidak Iblis Yang Mulya. Aku memang bimbang. Tetapi
bukan karena aku menjadi pengecut. Tetapi aku menjadi terlalu bodoh sehingga aku tidak tahu lagi, untuk apa aku berkelahi esok pagi. Jika aku datang untuk membalas
kekalahanku setahun yang lalu, maka niat itupun akan sia-sia, karena sekarang aku tentu akan kalah lagi dan bahkan mungkin aku akan mati, Iblis Yang Mulia. Dengan demikian, maka bukankah perang tanding yang sudah aku tunggu
setahun itu tidak akan berarti apa-apa" Bahkan segala-galanya akan sia-sia"
"Tidak. Kau tidak akan pernah kalah melawan sia-, papun"
"Iblis Yang Mulia juga pernah berkata begitu. Tetapi menghadapi Kiai Surya Wisesa aku juga kalah. Bahkan aku hampir mati. Jika saat itu aku tidak diselamatkan oleh Ki http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Margawasana, maka aku tentu sudah mati. Lalu apa artinya ilmu yang telah Iblis Yang Mulia berikan kepadaku. Apalagi jika besok aku harus bertempur melawan Ki Margawasana"
"Tidak. Kau harus bertempur melawannya. Kau harus
membunuhnya. Kau sudah menunggu setahun untuk
melakukannya. Kau. tidak boleh melangkah surut"
"Tetapi aku tidak dapat mengingkari kenyataan Iblis yang Mulia. Aku telah dikalahkan oleh Kiai Surya Wisesa"
"Tidak. Jika kau mendapat kesempatan lagi, maka kau akan dapat mengalahkannya"
"Tidak akan ada kesempatan lagi. Surya Wisesa sudah mati.
Yang ada tinggal Ki Margawasana"
"Bunuh Margawasana"
"Untuk apa sebenarnya aku membunuhnya, Iblis yang
Mulya. Bahkan mungkin justru akulah yang terbunuh. Bahkan seandainya aku dapat membunuhnya, apakah keuntunganku"
"Bukankah kau berniat membalas kekalahanmu setahun
yang lalu?" "Setahun itu sudah terlalu lama"
"Tidak. Kau tidak boleh lemah. Kau harus dapat
membunuhnya. Bukankah aku sudah memberimu kekuatan
yang tidak terlawan?"
"Ketika aku bertempur melawan Kiai Surya Wisesa,
kekuatan puncak itupun sudah aku kuasai. Tetapi aku tetap saja kalah dan akan mati"
"Cukup. Kau tidak boleh merajuk. Kau harus bangkit. Esok kau akan bertempur melawan Ki Margawasana"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun tiba-tiba terdengar suara angin prahara yang
gemerasak menerjang dedaunan. Pohon-pohonpun segera
terguncang. Ranting-ranting berpatahan.
Semula Ki Sangga Geni menyangka bahwa kekuatan Iblis Yang Mulya itulah yang telah membuat bukit itu seakan-akan diguncang gempa. Namun sejenak kemudian, ia justru melihat wajah iblis itu bagaikan menjadi ketakutan.
"Sangga Geni. Apa yang terjadi?"
Ki Sangga Geni itu termangu-mangu. Tetapi ia sadar,
bahwa yang mengguncang bukit itu bukan kekuatan Iblis yang Mulya.
Pepohonan raksasa itupun kemudian bagaikan diputar angin putar beliung yang dahsyat telah melanda bukit kecil itu.
Wajah Iblis yang matanya bagaikan menyala itu ternyata tidak berdaya menghadapi goncangan-goncangan yang
dahsyat. Bahkan pohon raksasa tempat wajah itu menempelpun telah berguncang pula.
"Sangga Geni, Sangga Geni. Kau ada di mana?"
"Guru, Iblis Yang Mulia. Aku ada disini"
"Tolong aku Sangga Geni. Tempat aku melekatkan diri ini telah terguncang-guncang. Aku menjadi kesakitan"
"Guru Iblis yang Mulya. Apa yang terjadi"
"Angin putar beliung. Aku tidak mampu mengatasinya.
Tolong aku, Sangga Geni. Tolong aku"
"Bagaimana aku dapat menolong guru. Bahkan aku akan
minta tolong kepada guru"
"Tolong aku, tolong aku" pohon raksasa itu benar-benar telah terguncang, sehingga daunnyapun telah berguguran.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Iblis itupun nampak benar-benar menjadi ketakutan.
Nyala di matanya yang kemerah-merahan itu sudah padam.
Lidah apinyapun tidak lagi menyembur dari mulutnya.
"Guru, Iblis yang Mulya. Apa yang terjadi?"
Suara wajah yang disebut Iblis Yang Mulia itupun menjadi semakin kabur, sehingga akhirnya wajah itu bagaikan tersayat dan hanyut berserakan.
"Iblis Yang Mulia" panggil Ki Sangga Geni. Tetapi wajah Iblis Yang Mulia itupun telah hancur.
Prahara itu masih berlangsung beberapa saat. Angin putar beliung masih saja memutar pepohonan serta dahan dan dedaunan. Suaranya
gemerasak seperti lampor yang mendahului banjir bandang menjelang senja hari.
Sejenak kemudian, perlahan-lahan maka angin putar
berliung itupun menjadi semakin perlahan. Semakin lama semakin lunak, sehingga akhirnya berhenti sama sekali.
Yang ada dihadapan Ki Sangga Geni adalah sebatang pohon raksasa.Wajah Iblis Yang Mulia itu sudah tidak ada lagi.
Namun tiba-tiba saja terdengar suara seseorang yang
bertanya "Ada apa. Ki Sangga Geni?"
Ketika Ki Sangga Geni berpaling, maka diantara pohon-pohon raksasa ia melihat sosok seseorang yang berdiri tegak.
"Ada apa Ki Sangga Geni?" pertanyaan itu terdengar lagi.
Ki Sangga Genipun kemudian dapat mengenali suara itu.
Iapun kemudian telah bergumam "Ki Margawasana"
"Ya" "Kaulah yang telah bermain dengan angin prahara itu" Kau telah menghancurkan pepundenku, wajah Iblis Yang Mulia"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dimanakah wajah Iblis Yang Mulia itu?"
"Disini. Melekat pada batang pohon raksasa ini"
"Kau bermimpi. Tidak ada wajah siapa-siapa. Yang ada dihadapanmu itu adalah sebatang pohon raksasa. Pohon nyamplung yang umurnya sudah lebih dari seratus tahun"
"Wajah itu ada disini"
"Tidak" "Aku melihatnya. Aku berbicara dengan wajah itu"
"Tidak. Kau tidak melihat apa-apa. Tetapi kekuatan angan-anganmulah yang mewujudkan gambaran wajah itu.
"Bukan kekuatan angan-anganku. Mata wajah Iblis Yang Mulya itu menyala"
"Kau yang menyalakannya"
"Dari mulutnya menjulur lidah api"
"Ilmumu adalah ilmu yang kau sadap dari inti kekuatan api"
"Siapakah yang mengajarkan aku menjalani laku untuk
menguasai ilmu itu?"
"Apakah kau pernah mempunyai kitab yang memuat ajaran tentang ilmumu itu?"
"Ya. Tetapi kitab itu sudah disentuh lidah Iblis Yang Mulia sehingga terbakar menjadi debu"
"Kau sendirilah yang membakarnya"
"Aku?" "Ya. Kau. Renungkan kembali apa yang pernah terjadi
padamu. Pada laku yang pernah kau jalani. Lihatlah dengan mata hatimu yang terang. Bukan mata hatimu yang buram http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena kau telah kehilangan kepribadianmu. Kau telah menyerahkan dirimu sendiri kepada iblis, sedangkan kau sendirilah yang telah membiarkan iblis itu menguasai hatimu, menguasai perasaanmu dan akhirnya seluruh kepribadianmu"
Ki Sangga Geni itupun termangu-mangu sejenak. Sementara Ki Margawasana itupun berkata "Aku mencoba membantumu, memisahkan kau dengan berhala yang telah kau ciptakan sendiri. Sekarang, kau mempunyai kesempatan untuk kembali ke kepribadianmu. Terserah kepadamu, apakah kau akan tetap membiarkan dirimu diperbudak oleh berhala yang kau ciptakan sendiri, atau kau ingin bangkit dan menguasai dirimu sendiri"
Ki Sangga Geni itupun telah dicengkam oleh kebimbangan.
Seandainya Iblis Yang Mulia itu telah datang kepadanya dan hinggap pada sebatang pohon nyamplung raksasa itu, maka Iblis Yang Mulia itu sudah dikalahkan oleh Ki Margawasana.
Ki Margawasana itupun kemudian membiarkan Ki Sangga
Geni merenungi dirinya sendiri. Ditinggalkannya Ki Sangga Geni yang dicengkam oleh kebimbangan itu.
Malam itu, Ki Sangga Geni sama sekali tidak dapat tidur sekejappun. Ia masih saja duduk menghadapi sebatang pohon nyamplung raksasa itu.
Baru di dini hari, salah seorang muridny memberanikan diri untuk memanggilnya perlahan "Guru. Guru"
Ki Sangga Geni menarik nafas dalam-dalam.
"Aku menjadi semakin bingung. Siapakah aku dan apa yang harus akau lakukan?"
"Apakah sebaiknya guru kembali ke padepokan?"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Besok adalah hari yang sudah ditentukan untuk melakukan perang tanding. Tetapi aku sekarang tidak tahu lagi, apakah gunanya perang tanding itu"
"Jika guru mau mendengarkan pendapat kami, sebaiknya guru membatalkan perang tanding itu sebagaimana diusulkan oleh Ki Margawasana. Perang tanding itu sendiri sama sekali tidak menguntungkan guru. Kita semuanya tahu, tataran ilmu Ki Margawasana. Bukan maksudku untuk mendorong agar
guru menjadi ketakutan. Kami tahu, bahwa guru tidak akan gentar
menghadapi kematian sekalipun. Tetapi jika kemungkinan buruk itu dapat disingkirkan tanpa mengorbankan harga diri, apakah salahnya?"
Ki Sangga Geni sama sekali tidak menjawab. Tetapi ia benar-benar menelusuri perjalanannya sejak ia merasa dirinya tidak terkalahkan oleh siapapun juga, setelah ia menuntaskan ilmunya di hadapan Iblis Yang Mulia.
Ia telah membunuh beberapa orang yang tidak mau tunduk kepadanya. Bahkan ia telah membunuh orang yang menyebut dirinya Kiai Pentog. Namun ketika ia sampai di pesisir Utara dan
menemui saudara seperguruannya yang ingin dikalahkannya, maka ia telah menemukan keadaan saudara tua
seperguruannya yang sudah berubah. Kakak seperguruannya yang ingin dikalahkannya itu sudah menjadi cacat. Tetapi kakak seperguruannya itu justru merasa bahagia dengan cacatnya. Karena setelah ia menjadi cacat, maka ia tidak lagi menjadi manusia segarang serigala lapar.
Kini, setelah ia harus mengakui bahwa ia bukan orang yang tidak terkalahkan, setelah ia hampir mati dibunuh Kiai Surya Wisesa, guru Kiai Pentog. Jika saja Ki Margawasana tidak ikut campur, maka ia tentu sudah terkapar mati di arena
pertempuran di Ngadireja.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Ki Margawasana itu telah menyelamatkannya.
Sesuatu telah bergejolak di jantung Ki Sangga Geni. Tiba-tiba saja Ki Sangga Geni itu bangkit berdiri. Ketika ia menengadahkan wajahnya, maka ia melihat dari sela-sela dedaunan, bahkan langit sudah menjadi merah. Sebentar lagi fajar akan menyingsing.
"Aku harus menemui Ki Margawasana" geram Ki Sangga
Geni. "Untuk apa guru?" bertanya muridnya.
Tetapi Ki Margawasana tidak menjawab. Iapun dengan
tergesa-gesa pergi ke rumah yang berada di puncak bukit kecil itu.
Ketika ia berdiri di depan rumah itu, pintu rumah itu sudah terbuka. Ki Margawasana sudah menyapu halaman depan.
Sementara Ki Udyana menimba air mengisi pakiwan,
sedangkan Wikan berada di dapur.
"Ki Margawasana" berkata Ki Sangga Geni setelah ia berdiri di hadapan Ki Margawasana "hari ini aku berjanji untuk menantangmu berperang tanding"
Ki Margawasana yang masih memegang sapu lidi
bergagang bambu cendani menarik nafas panjang.
"Lalu, apa yang kau kehendaki?" bertanya Ki Margawasana.
"Ki Margawasana. Ternyata aku adalah seorang pengecut.
Ternyata aku tidak berani lagi memasuki arena perang tanding itu. Aku sama sekali tidak takut mati. Tetapi aku tidak tahu, bahwa ada sesuatu yang telah mencegahku, yang aku tidak berani melanggarnya. Karena itu, aku minta maaf, bahwa aku sangat mengecewakanmu. Aku mencabut tantanganku"
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Margawasana menarik nafas panjang. Dengan nada berat iapun berkata "Sukurlah, Ki Sangga Geni. Agaknya telah memancar sinar terang di hatimu. Pada saat-saat terakhir kau telah melihat jalan yang seharusnya kau lalui. Aku menjadi sangat gembira, bahwa aku tidak harus memasuki perang tanding serta mempertaruhkan nyawa. Sedang persoalannya tidak jelas sama sekali dan tidak pantas untuk ditebus dengan kematian salah seorang diantara kita. Kau atau aku"
"Yang pasti Ki Margawasana, jika perang tanding itu
berlangsung, maka akulah yang akan mati. Tetapi seperti yang sudah aku katakan, bukan kematian itulah yang aku
cemaskan" "Aku mengerti. Gejolak yang terjadi di dalam jantungmu itu adalah pertanda, bahwa kau telah terenggut dari kuasa iblis itu. Sekarang kau telah berhasil memiliki kepribadianmu kembali. Kau akan lebih banyak berbicara dengan nuranimu sendiri daripada berbicara dengan iblis"
"Aku mengerti, Ki Margawasana. Karena itu, maka aku akan minta diri. Aku dan kedua orang muridku akan kembali ke padepokanku.
Mudah-mudahan aku benar-benar telah berubah, sehingga wibawaku akan dapat merubah pula sifat dan watak dari isi padepokanku. Aku tahu, bahwa untuk melakukannya tentu akan terasa sangat sulit. Mungkin untuk beberapa lama aku harus berhadapan dengan beberapa orang muridku yang sulit untuk menerima perubahan ini. Tetapi aku harus dapat melakukannya. Sementara kedua orang muridku yang ikut aku ke bukit ini, agaknya justru telah mendahului aku. Aku berharap bahwa mereka akan sangat membantuku kelak"
"Aku mengagumimu, Ki Sangga Geni. Kau ternyata tanggap akan perubahan yang memang seharusnya terjadi atas dirimu http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan seluruh isi padepokanmu. Mudah-mudahan segala
sesuatunya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan niatmu yang baik pula. Tetapi kau tidak perlu tergesa-gesa
meninggalkan bukit kecil ini. Kau dapat beristirahat disini hingga kapan saja kau mau"
"Hari ini adalah hari yang Jajakanku terasa sangat goyah.
Sekarang aku melihat terang di jalanku. Tetapi jika tiba-tiba saja hatiku kembali di balut awan yang gelap, maka aku masih akan dapat berubah selagi hari ini masih berada dalam batasan hari tantanganku. Jika hari ini telah lewat, maka segala sesuatunya akan dapat lebih terkendali"
"Ki Sangga Geni. Justru saat-saat seperti ini akan dapat menjadi ujian bagimu. Seberapa jauh kau dapat mengusai dirimu sendiri. Seberapa jauh kau mampu berpijak pada sikap bijaksanamu. Jika hari ini kau lulus, itu berarti bahwa pijakanmu telah menjadi kokoh. Pada kesempatan lain, hatimu tidak lagi mudah goyah oleh godan apapun. Bahkan godaan iblis sekalipun"
Tembang Tantangan Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tetapi jika aku gagal?"
"Jika kau gagal, biarlah kau gagal hari ini disini. Mungkin aku masih dapat memberimu peringatan. Tetapi jika kau gagal menguasai dirimu di tempat lain tanpa ada orang yang dapat mengendalikannya, maka kau akan menjadi orang yang
sangat merugikan sesamamu. Kau akan menjadi orang yang memusuhi sesamamu sebagaimana dilakukan oleh Kiai
Pentog" Ki Sangga Geni menarik nafas panjang. Iapun kemudian berkata dengan suara yang lemah "Baiklah Ki Margawasana.
Aku akan mendengarkan kata-katamu. Meskipun umur kita tidak berselisih terlalu banyak, tetapi di hadapanmu aku tidak lebih dari anak-anak yang baru belajar berjalan dan berbicara.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi justru karena itu, aku akan berterima kasih kepadamu.
Kapan-kapan aku akan pergi lagi ke pesisir Utara untuk menemui saudara tua seperguruanku"
"Untuk apa?" "Aku akan menunjukkan kemenanganku. Jika kakak
seperguruanku itu menghentikan kejahatannya setelah ia menjadi cacat dan tidak mampu lagi melakukannya, maka kemenanganku terletak pada kemampuanku untuk berhenti, setidak-tidaknya pernah terpercik sinar terang di hatiku sehingga kau berniat untuk berhenti berbuat jahat dalam keadaanku yang utuh. Sementara kemampuanku masih
berada di puncak meskipun aku tidak dapat menyamaimu"
"Belum tentu, Ki Sangga Geni. Tanpa bantuan berhala yang kau ciptakan sendiri di angan-anganmu yang gelap dan kotor itu, kau justru akan dapat melihat lebih terang, sehingga dengan jernih kau akan dapat semakin meningkatkan ilmu yang sudah kau kuasai, yang sudah kau cuci dengan janjimu di dalam hati, disaksikan oleh Tuhan Yang Maha Suci, bahwa kau akan berubah"
Ki Sangga Geni menarik nafas panjang. Akhirnya iapun berkata "Ki Margawasana. Aku akan tinggal disini untuk beberapa hari lagi sebelum aku kembali ke Gunung Sumbing"
Demikianlah, maka Ki Sangga Geni itupun telah memberitahukan kepada kedua orang muridnya, bahwa ia masih akan berada di bukit kecil itu beberapa hari lagi.
Kepada kedua orang muridnya itu Ki Sangga Geni telah membuka hatinya selebar-lebarnya. Ia telah memberikan pengakuan tentang gejolak yang terjadi di dalam dirinya, lapun telah mengaku, bahwa Iblis Yang Mulia yang selama ini dianggap sebagai sumber ilmunya, ternyata telah dihancurkan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh Ki Margawasana. Sehingga dengan demikian, Ki Sangga Geni justru telah berpijak kepada kepribadiannya sendiri.
"Aku tahu, bahwa kalian justru telah berjalan di depanku.
Kalian telah melihat terang itu lebih dahulu dari aku, karena rasa-rasanya aku telah terikat kepada berhala yang aku ciptakan sendiri didalam angan-anganku"
Kedua orang muridnya itu hanya mengangguk-angguk saja.
Mereka tidak berani memberikan tanggapan atas sikap
gurunya itu, karena mereka belum yakin, apakah sebenarnya yang telah mendorong gurunya itu mengatakan perubahan sikapnya kepada mereka. Apakah gurunya benar-benar
berubah, atau sekedar menjajagi perasaan kedua orang muridnya itu.
Meskipun kedua orang muridnya itu menduga, bahwa apa yang dikatakan oleh gurunya itu muncul dari sikapnya yang tulus, tetapi kedua orang yang mengenali sikap dan watak Ki Sangga Geni sebelumnya, mereka masih saja di cengkam oleh keraguan.
Tetapi sebenarnyalah, bahwa apa yang dikatakan oleh Ki Sangga Geni itu bukan sekedar dibuat-buat. Kedua orang murid Ki Sangga Geni itu benar-benar telah melihat
perubahan, meskipun masih samar di dalam diri gurunya.
Seperti yang dikatakan sendiri oleh Ki Sangga Geni, bahwa jika ia berhasil melampaui hari yang mendebarkan itu, maka ia tentu benar-benar sudah berubah. Karena itu, pada hari kedua ia berada di bukit kecil setelah hari yang menegangkan itu, keadaan Ki Sangga Geni sudah berbeda.
"Kau lihat guru tersneyum dengan tulus?" bertanya seorang muridnya kepada saudara seperguruannya.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Biasanya wajah guru tidak secerah hari ini. Jika sekali-sekali guru tertawa terbahak-bahak, justru nada tertawanya adalah nada yang pahit"
"Mudah-mudahan guru benar-benar melihat kenyataan
yang telah terjadi di Ngadireja dan kenyataan-kenyataan berikutnya"
Meskipun dengan penuh harapan bahwa akan terjadi
perubahan pada gurunya, namun keduanya sama sekali tidak berani menyebutnya di hadapan gurunya.
Sebenarnyalah bahwa telah terjadi perubahan di dalam diri Ki Sangga Geni. Demikian ia menanggalkan kiblatnya kepada kuasa kegelapan, maka iapun segera memasuki suasana yang baru. Rasa-rasanya hari menjadi semakin cerah. Sinar matahari menjadi semakin terang, sementara kicau burung yang sebelumnya terdengar bagaikan umpatan-umpatan
kasar, sejak hari itu, siulan burung di cabang-cabang pepohonan terdengar bagaikan dendang yang lembut.
"Tiba-tiba saja duniapun telah berubah" berkata Ki Sangga Geni didalam hatinya.
Demikianlah, maka Ki Sangga Geni itupun telah menjadi kerasan tinggal di atas bukit. Ia merasakan betapa tenang dan tenteramnya kehidupan di atas bukit kecil itu. Bahkan Ki Sangga Geni hampir melupakan, bahwa bukit itu bukan
miliknya. Tetapi Ki Sangga Geni dan kedua orang muridnya itu masih saja tidak mau tidur di dalam rumah Ki Margawasana yang memang tidak terlalu besar itu. Bertiga mereka tidur bertebaran di mana saja mereka menjatuhkan diri pada saat mereka sudah mengantuk di malam hari. Namun, demikian mereka berbaring, maka merekapun segera tertidur pula.
http://ebook-dewikz.com/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rasa-rasanya hidup mereka sudah tidak lagi dibelit oleh persoalan-persoalan duniawi yang membuat mereka menjadi garang.
Meskipun demikian, akhirnya Ki Sangga Geni itupun
menyatakan keinginannya untuk pulang ke Gunung Sumbing.
"Aku akan membuat padepokanku seperti lingkungan di
bukit kecil ini. Di Gunung Sumbing aku juga mempunyai lingkungan yang tentu dapat aku buat senyaman lingkungan ini. Ada pebukitan yang penuh dengan pepohonan. Airpun tidak terlalu sulit untuk mengisi belumbang-belumbang yang akan aku buat. Pertamanan diantara pohon-pohon raksasa"
Bara Naga 14 Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung Panji Sakti 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama