Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 10
agar mereka jangan bangun, Ketika dia akan meninggalkan kamarnya, tiba-tiba dia
berpikir: "Nona Pui itu tidak dapat dipercaya sepenuhnya, Celaka kalau dia mencuri
harta bendaku..." Karena itulah dia lalu mengambil kedua kitab serta semua uangnya
dan disimpan dalam pakaiannya, Setelah memadamkan lilin, baru dia membuka pintu
dan berjalan keluar. Di luar pintu berdiri menunggu empat orang thay-kam yang semuanya tidak ada yang
dikenalnya, Diam-diam dia menjadi heran, Thay-kam yang menjadi pemimpin segera
tertawa dan berkata. "Kui kongkong, tengah malam buta seperti ini Sri Baginda masih memanggilmu juga,
Hal ini memperlihatkan bagaimana sayangnya junjungan kita kepada Kui kongkong!"
Siau Po bersikap tenang. "lstana telah diserbu orang. Karena itu, aku sendiri ingin secepatnya bertemu dengan
Sri Baginda untuk menanyakan keselamatannya serta menghiburnya, Tapi, justru
karena belum ada panggilan, aku tidak berani lancang menjenguk beliau di tengah
malam...." "Kau begitu setia terhadap Raja, tidak heran Sri Baginda menyayangimu..." kata
thay-kam tadi. "Sekarang, mari kau ikut dengan kami." Dia memutar tubuhnya dan
melangkahkan kaki untuk berjalan di depan Siau Po.
Siau Po heran sekali, Diam-diam dia berpikir di dalam hati,
"Aku adalah kepala para thay-kam di Siang Sian tong, berarti kedudukanku lebih
tinggi daripada kedudukanmu Mengapa kau malah jalan di depanku" Usia thay-kam ini
sudah tidak muda lagi. Tidak mungkin kalau dia tidak tahu aturan." Dengan membawa
pikiran demikian, dia segera bertanya:
"Kongkong, siapakah nama dan she kongkong yang mulia" Rasanya kita jarang
bertemu..." Thay-kam itu tertawa dan berkata.
"Kongkong menjadi orang kesayangan Sri Baginda, sebaliknya kami hanya para
thay-kam biasa, Sudah tentu kongkong tidak kenal dengan kami."
"Tapi," kata Siau Po. "Sri Baginda menitahkan kalian memanggilku, berarti kalian
bukan thay-kam biasa!"
Ketika berbicara, lagi-lagi Siau Po dilanda keheranan Thay-kam yang menjemputnya
itu mengajaknya ke arah timur, sedangkan kamar raja letaknya di Tenggara.
"Eh, eh! Kau salah jalan!" tegur Siau Po sembari tertawa, Dia memang merasa
heran, tapi tidak curiga. Dia malah menertawakan thay-kam itu begitu tolol sehingga
dimana letak kamar raja pun lupa,
"Tidak salah!" sahut thay-kam itu. "Sri Baginda sedang menjenguk thayhou, Agar kita
tidak mengganggunya, kita langsung saja menuju kamar ibu suri!"
Mendengar thay-kam itu menyebut ibu suri, Siau Po terkejut setengah mati,
Mendadak dia menghentikan langkah kakinya, justru karena dia berhenti, ketiga thaykam
yang mengiringinya langsung melompat dengan posisi mengurungnya, Siau Po
tambah tercekat hatinya. "Celaka!" pikirnya, "lni pasti bukan panggilan dari Sri Baginda, Tentu thayhou yang
menitahkan mereka untuk membekukku!" Dia pun bingung, Dia tidak tahu apakah
keempat thay-kam itu mengerti ilmu silat atau tidak, Tapi satu lawan empat saja, Siau
Po sudah sangsi. Lagipula, bila sampai terjadi pertempuran, pasti para siwi akan
bermunculan dan pada saat itu semakin kecil kesempatannya untuk melarikan diri.
Meskipun hatinya tercekat, tapi pada dasarnya Siau Po memang cerdas sekali,
Dengan cepat dia berhasil menguasai dirinya, Setelah tertegun sejenak, dia segera
tertawa dan berkata. "Ke kamarnya thayhou" Bagus! Setiap kali ke kamar thayhou, aku selalu diberinya
hadiah, Kalau bukan uang emas, sedikitnya kembang gula serta kue yang lezat Dalam
hal memperlakukan para hambanya, thayhou memang yang paling baik hatinya. Dia
suka mengatakan aku sebagai budak yang mulutnya paling rakus!"
Sembari berkata, Siau Po melangkahkan kakinya menuju arah kamar tidur ibu suri.
Melihat keadaan itu, keempat thay-kam yang mengiringinya tidak mengatakan apaapa
lagi, Mereka berjalan kembali seperti posisi semula, Satu di depan, tiga lagi
mengintil di belakang. Siau Po berkata kembali. "Belum lama ini ketika aku menghadap thayhou, rejekiku bagus sekali, Aku dipersen
uang emas sebanyak lima ribu tail dan uang perak dua laksa tail, Tenagaku masih kecil,
mana kuat aku mengangkat uang sebanyak itu. Tapi thayhou memang sangat baik, dia
mengatakan, kalau aku tidak kuat mengangkatnya sekaligus, aku boleh membaginya
beberapa kali angkat Kemudian thayhou juga bertanya kepadaku: "Eh, Siau Kui cu,
uang sebanyak itu akan kau gunakan untuk apa?" Aku pun menjawab: "Harap thayhou
ketahui, hambamu gemar mengikat persahabatan dengan para thay-kam di istana,
Mana saja yang baik, pasti hambamu akan menghadiahkan uang agar dapat mereka
gunakan untuk bersenang-senang!"
Sembari berbicara, sebetulnya otak Siau Po juga bekerja mencari akal agar
mendapat kesempatan untuk meloloskan diri, Kata-katanya membuat mereka jadi ragu.
"Mana mungkin thayhou memberi persen dalam jumlah yang demikian banyak?" kata
salah seorang thay-kam yang mengiringinya dari belakang.
"Apa" Kau tidak percaya?" tanya Siau Po. "Nih, kau lihat sendiri!"
Siau Po merogo kantongnya serta mengeluarkan uangnya, Ada uang emas, ada juga
uang perak, Nilainya paling kecil lima ratus tail, Melihat uang sebanyak itu, keempat
thay-kam itu jadi terpaku!
Siau Po memperhatikan mereka lekat-lekat Dia menarik empat lembar uang
kertasnya kemudian tersenyum.
"Sri Baginda dan thayhou tidak henti-hentinya menghadiahkan uang kepadaku, Mana
mungkin aku bisa menghabiskannya" Di sini ada empat lembar uang kertas, ada yang
nilainya seribu tail, ada juga yang nilainya dua ribu tail, sekarang coba kalian uji
peruntungan saudara sekalian! Masing-masing menarik sehelai!"
Keempat thay-kam itu merasa heran, Untuk sesaat mereka jadi bimbang.
"Walaupun kau seorang dermawan, tidak mungkin kau menghadiahkan uang
sebanyak itu!" kata para thay-kam itu.
Siau Po tersenyum "Uangku banyak sekali, kemana aku harus menghamburkannya" Bahkan
kadangkala aku di-repotkan oleh uang-uang itu. Sekarang aku akan menghadap Sri
Baginda dan thayhou, entah berapa banyak lagi hadiah yang akan kuterima!" Dia
mengangkat uangnya tinggi dan mengibar-ngibarkannya.
Seorang thay-kam menatapnya dengan tajam, Kemudian dia tertawa dan bertanya.
"Kui kongkong, benarkah kau hendak memberi persen kepada kami" Apakah kau
tidak sedang bermain-main?"
"Siapa yang main-main?" kata Siau Po. "Dari semua saudara-saudaraku di Siang
sian tong, siapa yang belum pernah menerima hadiah sebanyak delapan ratus atau
seribu tail dariku" Nah, saudara-saudara sekalian, mari! Cobalah peruntungan kalian
dengan masing-masing menarik selembar uang ini. Ayo, siapa yang mengundi terlebih
dahulu?" Salah seorang thay-kam tertawa, "Aku!" katanya.
"Tunggu sebentar!" kata Siau Po kembali "Kalian harus melihat dulu biar tegas!"
Lalu keempat lembar uang kertas itu didekatkan pada lentera, Keempat thay-kam itu
mengerumuni untuk memperhatikan Ternyata memang benar, uang kertas itu bernilai
seribu serta dua ribu tail, Hati mereka sampai berdenyutan melihatnya. Watak para
thay-kam memang aneh. Mereka tidak mempunyai anak isteri. Juga tidak dapat menjabat pangkat yang tinggi,
tapi mereka selalu tergila-gila akan uang, Mungkin harta benda merupakan satusatunya
hiburan bagi mereka dalam dunia, Meskipun tinggal dalam istana, gaji seorang
thay-kam sangat kecil, belum pernah mereka melihat uang yang nilainya sampai ribuan
tail. Sekarang, melihat uang kertas di tangan Siau Po, iman mereka menjadi goyah.
Siau Po mengibas-ngibaskan uang kertasnya, "Nah, saudara-saudara, Saudara
inilah yang akan mencoba peruntungannya terlebih dahulu!" katanya pada thay-kam
yang mengajukan dirinya tadi.
Thay-kam itu segera mengulurkan sebelah tangannya, Siau Po tidak menunggu
sampai tangan itu berhasil menyentuh uang kertasnya, Secara tiba-tiba dia
mengendorkan genggamannya sehingga uang-uang kertas itu terlepas dan
berterbangan terbawa angin, Lalu dia sengaja berseru.
"Ah! Kenapa kau tidak bertindak cepat dia mencekalnya erat-erat" Lekas, lekas rebut
kembali! Siapa yang dapat, dia yang berhak memilikinya!"
Keempat thay-kam itu adalah orang-orangnya ibu suri, Mereka mendapat perintah
menyusul Sui Tong, Tugas mereka ialah memanggil Siau Po atas nama Sri Baginda,
Kalau thay-kam cilik itu membangkang, mereka harus membekuknya.
Ibu suri melakukan hal ini karena merasa khawatir Meskipun Sui Tong
berkepandaian tinggi, tapi takutnya dia kalah cerdas dengan Siau Po. Dia sendiri
pernah ditusuk oleh Siau Po sehingga tangannya terluka parah.
Keempat orang itu tidak mendapat perintah untuk membunuh bocah cilik itu,
karenanya mereka hanya bersikap mengurung. Tapi sekarang mereka disodori uang
sebanyak ribuan tail, sehingga mereka lupa akan tugas yang sedang dijalankan Mereka
juga tidak curiga, karena si thay-kam cilik yang seharusnya mereka bekuk, tidak
mengadakan perlawanan sama sekali. Karena itu pula, melihat uang kertas yang
berterbangan mereka segera berlarian mengejarnya.
"Lekas! Lekas!" seru Siau Po menambah semangat mereka, Namun, mulutnya
berteriak, kaki-nyapun digerakkan juga. Dia berlari meninggalkan tempat itu dan masuk
dari sebuah gunung buatan yang telah ia kenal baik situasinya. Memang dari tadi dia
sudah memikirkan jalan untuk menyelamatkan diri, di dalam taman itu banyak gunung
buatan, banyak juga gua buatan yang berliku-liku, Siapa pun yang lari bersembunyi di
tempat itu, tentu tidak mudah ditemukan.
Dari keempat thay-kam itu, ada satu yang berhasil mendapatkan dua lembar uang
kertas, salah satunya malah tidak mendapatkan apa-apa, karena itu dia meminta bagian
pada temannya yang mendapat dua lembar, Tapi permintaannya sudah tentu ditolak
sehingga timbullah pertengkaran di antara mereka.
"Bukankah tadi Kui kongkong telah mengatakan bahwa siapa yang mendapatkan
berhak memilikinya?" kata thay-kam yang beruntung itu, "Maka kedua lembar uang
kertas ini adalah milikku!"
"Tapi tadi juga sudah dijelaskan bahwa setiap orang mendapat satu helai!" kata
kawannya berkeras, "Kau bagi selembar kepadaku Cukup yang seribu tail saja!"
"Apa! Seribu tail?" bentak thay-kam yang beruntung itu, "Enak saja! Satu tail pun
tidak akan kuberikan!"
Kawan itu menjadi panas mendengarnya, dia segera menjambak dada rekannya.
"Kau mau memberikan atau tidak?" tanyanya dengan sikap mengancam.
"Mari kita minta Kui kongkong yang menentukan!" kata si thay-kam yang beruntung
itu, Dia segera memutar tubuhnya dan saat itu juga dia menjadi tertegun.
Siau Po tidak ada lagi di antara mereka.
"Lekas cari dia! Lekas!" teriak thay-kam itu.
Tapi thay-kam yang tidak mendapatkan uang kertas tidak mau mengerti Dia masih
mencekal baju depan orang itu.
Siau Po sudah lari sejauh belasan tombak, tapi dia masih mendengar suara
pertengkaran di antara kedua orang, Diam-diam dia menertawakan dalam hati,
Kemudian dia berpikir. "Aku akan bersembunyi di sini sampai fajar menyingsing Aku akan menyingkir dari
pintu samping. Aku tidak akan kembali ke sini lagi!"
Ketika itulah terdengar suara langkah kaki ramai mendatangi, disusul dengan suara
percakapan. "Malam ini datang pemberontak yang menyerbu, besok kita pasti mendapat teguran
Mungkin juga ada yang kena hukuman," kata salah seorang di antaranya.
Siau Po mengenali mereka sebagai para pengawal istana, Lalu terdengar seorang
yang lainnya berkata. "Semoga besok Kui kongkong membantu kita berbicara beberapa patah kata di
depan Sri Baginda...."
Kemudian terdengar lagi suara siwi yang ketiga,
"Kui kongkong masih muda sekali, tapi baik dan bijaksana, Sungguh sukar
menemukan orang seperti dia!"
Mendengar suara mereka, senang sekali hati Siau Po. Segera dia keluar dari tempat
persembunyiannya. "Hu! Saudara-saudara sekalian! jangan bersuara keras-keras!" katanya.
Dua orang yang berjalan di depan segera mengangkat lenteranya tinggi-tinggi.
"Oh, Kui kongkong!" seru mereka perlahan
Siau Po melihat belasan siwi yang tadi ada di luar kamarnya, Dia bahkan masih ingat
nama-nama mereka. "Tio toako!" katanya, "Di sana ada empat orang thay-kam yang bersekongkol dengan
kawanan pemberontak yang menyerbu malam ini. Lekas kalian bekuk mereka, pasti
kalian bernyali besar sekali!" Kemudian dia menoleh kepada siwi lainnya, "Dan kau,
Ong toako, Cio toako, kalian totok saja otot gagu mereka atau hajar rahang mereka
agar tidak bisa berkaok-kaok, dengan demikian kalian tidak perlu mengejutkan Sri
Baginda!" Sekalian siwi itu percaya penuh dengan ucapan Siau Po. Mereka juga tidak perlu
merasa khawatir karena antek-antek para penjahat itu hanya terdiri dari empat orang
thay-kam. Segera mereka menghentikan pembicaraan lentera juga dipadamkan
Dengan mengendap-endap mereka menuju tempat yang ditunjuk oleh Siau Po.
Keempat thay-kam itu masih mencari-cari Siau Po. Tegasnya dua orang yang
mencari, sedangkan dua yang lainnya masih bertengkar Dalam sekejap mata keempat
thay-kam itu sudah didekati dan dengan mudah berhasil dibekuk.
Di antara mereka ada yang tidak mengerti ilmu menotok, Karena itu mereka
menghajar muka keempat thay-kam itu sehingga mereka tidak sanggup berteriak
Suaranya hanya terdengar desahan saja.
"Bawa mereka ke kamar itu!" kata Siau Po seraya menunjuk sebuah kamar yang
letaknya d samping, "Paksa mereka berkata sejujurnya!"
Dia sendiri juga ikut masuk ke dalam kamar itu Bahkan dia duduk di tengah ruangan
begitu lentera dinyatakan kembali.
Para pengawal itu menyuruh keempat thay-kam tersebut untuk bertekuk lutut, tetapi
mereka membangkang karena menganggap mereka adalah orang orangnya ibu suri
dan tidak pantas diperlakukan seperti itu, itulah sebabnya mereka kembali mendapat
hajaran keras. Para pengawal itu menampar meninju juga menendang serta memaksa
mereka bertekuk lutut. "Barusan kalian berempat kasak-kusuk, jika kalian mencurigakan Lagak kalian
seperti pencuri dan terus bertengkar," kata Siau Po yang mulai dengan gayanya yang
khas, "Kalian juga menyebu nyebut jumlah uang, Kalau tidak salah, seribu tahil milik si
anu, dua ribu tail milik si ini! Mengapa kalian juga mengatakan bahwa kawan-kawan
kalia dari luar itu tidak bagus peruntungannya karena ada beberapa yang terluka dan
mati di tangan para si anjing?"
Mendengar kata-kata Siau Po, para siwi itu menjadi marah sekali, Lagi-lagi mereka
mengirimkan tendangan dan tinju kepada keempat thay-kam tersebut.
Para thay-kam itu berteriak-teriak penasaran tapi suara mereka tidak jelas
kedengaran karena rahang mereka sulit digerakkan
"Kalian tahu, aku telah menguntit kalian!" kata Siau Po kembali, Dia terpaksa
memfitnah untuk membela dirinya sendiri Dia juga merasa tidak ada salahnya bersikap
keras terhadap orang-orangnya ibu suri yang ingin mencelakakan dirinya.
"Lekas bicara! Aku dengar tadi kau mengatakan: "Akulah yang menunjukkan jalan
untuk mereka dan uang ini adalah pemberian mereka, karena itu mana boleh aku
membagikannya kepadamu?"
Sembari berbicara, Siau Po menunjuk pada kedua lembar uang kertas yang
diperebutkan tadi, Lalu dia menuding kepada thay-kam yang tidak berhasil
mendapatkan apa-apa. "Bukankah tadi kau mengatakan bahwa perbuatan kalian ini dapat membuat batok
kepala kalian pindah rumah dan dosa yang harus dipikul sama beratnya sehingga uang
itu harus dibagi sama rata" Kau juga mengatakan biar bagaimana pun kau harus
mendapat bagian?" "Mereka menjadi musuh dalam selimut, dosa mereka memang besar sekali, Ada
kemungkinan batok kepala mereka memang bisa pindah rumah!" kata beberapa siwi
memberikan pendapatnya. "Ter-bukti mereka sedang membagi hasil, mari kita geledah
pakaian mereka!" Kata-kata itu segera dibuktikan Ternyata selain kedua lembar uang kertas yang
sedang diperebutkan pada kedua thay-kam ditemukan dua lembar uang kertas lainnya,
Karena itu, para siwi itu jadi gaduh. Mereka tahu gaji seorang thay-kam sebulannya
hanya dua sampai tiga tail perak. Tapi sekarang mereka mempunyai uang kertas senilai
seribu dan dua ribu tail!"
"Bagus!" kata seorang siwi, "Para penyerbu itu pasti memberikan uang ini sebagai
hadiah mereka yang telah menjadi pemasuk atau penunjuk jalan, Sialnya mereka juga
mengejek kita sebagai siwi anjing! Sekarang biar mereka mendapatkan bagian
masingmasing!" Saking sengitnya para siwi itu menendang dengan hebat, salah seorang thay-kam
langsung terguling di atas tanah dan nyawanya pun melayang seketika.
"Jangan sembrono!" kata seorang siwi lainnya, "Mereka harus diperiksa dengan
seksama!" Rupanya siwi yang satu ini lebih sabar wataknya. Dia malah menolong seorang thaykam
untuk bangkit dan mengurut-urut rahangnya agar dapat berbicara.
"Ayo katakan!" bentak Siau Po. "Siapa yang menyuruh kalian melakukan perbuatan
nekat ini" Nyalimu sungguh besar sekali. Cepat katakan!"
"Aku merasa penasaran!" teriak thay-kam itu. "Kami adalah thay-kam thayhou dan
kami sedang menjalankan perintah.."
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ngaco!" bentak Siau Po sambil menerjang ke depan, Dengan tangan kirinya dia
membekap mulut thay-kam itu, sedangkan tangan kanannya menghajar batok kepala
orang sehingga thay-kam itu jatuh tidak sadarkan diri, Kemudian dia berkata kepada
para siwi: "Saudara sekalian, dia menyebut-nyebut nama thayhou, Hal ini bisa
membahayakan kita!" Para siwi itu terkejut setengah mati. Untuk sesaat mereka mempunyai pikiran yang
sama. "Mungkinkah mereka sedang menjalankan perintah thayhou untuk menjadi penunjuk
jalan bagi para pemberontak itu?"
Para siwi itu mengetahui bahwa Sri Baginda bukan putra kandung thayhou yang
sekarang, ibu suri juga sangat cerdik. Karena itu, mereka langsung menduga bahwa
ada kemungkinan Raja telah melakukan suatu perbuatan yang menyalahi thayhou
sehingga ibu tirinya itu mengambil tindakan sedemikian rupa. Mereka juga sadar dalam
istana segala hal apa pun dapat terjadi Karena itu, hati mereka menjadi was-was.
Siau Po melanjutkan pemeriksaannya.
"Benarkah kalian sedang menjalankan titah thayhou?" tanyanya pada salah seorang
thay-kam. Urusan ini hebat sekali, Kalian tidak boleh sembarangan bicara! Benarkah
kamu dititahkan oleh thayhou?"
Thay-kam itu tidak dapat berbicara, Karena itu dia hanya menganggukkan
kepalanya. "Apakah uang ini juga pemberian ibu suri?" tanyanya kembali.
Thay-kam itu menggelengkan kepalanya, Siau Po tahu apa yang harus dia katakan,
"Kalian sedang menjalankan perintah Karena itu apa yang kalian lakukan bukan
keinginan kalian sendiri, bukan?" demikian dia bertanya.
Thay-kam itu kembali menganggukkan kepalanya, "Sekarang katakan! Kalian ingin
hidup atau mati?" Tentu saja pertanyaan itu menyulitkan kedua thay-kam tersebut Untuk sesaat mereka
bingung, Yang pingsan tadi juga sudah sadar Dia menganggukkan kepalanya
sedangkan yang lain menggeleng, Lalu ketiga-tiganya mengangguk serentak dan
akhirnya menggeleng bersama-sama pula.
"Jadi kalian mau mati?" tanya Siau Po menegaskan.
Ketiga thay-kam itu menggelengkan kepalanya, "Oh, jadi kalian ingin hidup?" tanya
Siau Po. Mereka segera menganggukkan kepala, Siau Po segera menarik tangan dua
orang siwi yang menjadi pemimpin lalu mengajaknya keluar dari kamar itu. Di sana
dengan suara lirih dia berkata kepada kedua orang itu.
"Tio toako, Cio toako, kepala kita juga bisa pindah rumah!"
Kedua siwi itu, yakni Tio Kong-lian dan Cio Ci-hian terkejut setengah mati mendengar
perkataannya. "Lalu... apa yang harus kita lakukan?" tanya mereka gugup,
"Aku juga bingung!" kata Siau Po. "Kakak berdua, bagaimana pendapat kalian?"
"Celakalah kalau urusan ini sampai tersiar Aku pikir, sebaiknya kita cari akal untuk
menutupinya.,." sahut Tio Kong-lian.
"Benar begitu," timpal Cio Qi-hian. "Bagaimana kalau mereka bertiga dibebaskan dan
kita pura-pura tidak tahu saja?"
"Tapi, bagaimana kalau mereka berniat mencelakai kita?" tanya Tio Kong-Iian.
"Salah satu rekan mereka telah kita bunuh...."
"Memang ada baiknya kalau mereka dibebaskan tapi khawatirnya mereka akan
mengadu kepada thayhou," kata Siau Po. "Bukankah hal itu berbahaya sekali" Apa
yang harus kita lakukan agar mereka tidak berani mengadu" Ada bagusnya apabila
thayhou langsung membunuh mereka saja guna membungkamkan mereka, Tapi
bagaimana kalau thayhou marah dan urusan diperpanjang" Tamatlah riwayat kita!"
Tubuh kedua siwi itu menggigil saking takutnya. Tapi akhirnya Kong Lian berhasil
menguasai hatinya, Dia mengangkat tangannya kemudian menghajar sasaran kosong!
Siau Po mengerti Dia menoleh kepada Ci Hian.
"Bagus juga!" kata Ci Hian sambil mengangguk "Tapi bagaimana dengan uangnya?"
"Mudah!" kata Siau Po. "Uang itu boleh saudara ambil dan dibagi rata, Aku takut
sekali, Yang penting aku tidak terlibat dalam urusan ini!"
Mendengar uang sebanyak enam ribu tail diserahkan kepada mereka, para siwi itu
menjadi senang sekali, Berarti mereka masing-masing akan mendapatkan empat ratus
tail apabila dibagi rata, Karena itu mereka segera mengambil keputusan, Mereka
kembali ke dalam dan berbisik kepada tiga orang siwi yang dapat dipercaya penuh.
Ketiga siwi itu menganggukkan kepalanya mendengarkan bisikan pemimpinnya, Salah
satu dari mereka segera berkata kepada tiga thay-kam tadi.
"Kalian adalah orang-orangnya thayhou, Karena itu kami tidak ingin memperpanjang
urusan ini. Kalian pergilah!"
Bukan main senangnya hati ketiga thay-kam itu. Mereka langsung berjalan keluar
tanpa mengatakan apa-apa lagi. sedangkan ketiga siwi tadi mengikuti dari belakang.
Begitu mereka berada di luar, segera terdengar suara jeritan yang menyayat hati dari
ketiga thay-kam tersebut, kemudian disusul dengan teriakan salah seorang siwi tadi.
"Ada pembunuh gelap! Ada pembunuh gelap!"
"Celaka! Penyerbu gelap sudah membunuh empat orang thay-kam!" teriak siwi
lainnya. Setelah itu, ketiga siwi tadi berlari ke dalam kamar sambil berteriak.
"Kui kongkong! Celaka! Ada orang jahat yang menyerbu lagi! Empat orang kongkong
terbunuh!" "Sayang sekali!" kata Siau Po sambil menarik nafas panjang, "Cepat kalian tawan
para penjahat itu! jangan sampai ada yang lolos!"
"Salah seorang penyerbu telah berhasil kami bunuh!" teriak seorang siwi lainnya.
"Bagus." kata Siau Po, "Sekarang cepat kalian laporkan kepada siwi congkoan
tentang kematian keempat kongkong itu!"
"Baik!" sahut para siwi sambil menahan tawa, Mereka menganggap sandiwara
mereka bagus sekali, sebaliknya Siau Po sendiri tidak dapat menahan rasa gelinya, dia
tertawa cekikikan, Melihat hal itu, para siwi jadi ikut tertawa. Kemudian dia memberi
hormat seraya berkata. "Kakak semua, aku ucapkan selamat kepada kalian yang telah mendapatkan hadiah,
Nah, sampai jumpa besok!"
Tanpa menunda waktu lagi, Siau Po segera kembali ke kamarnya, Tapi baru dia
sampai di pintu, tiba-tiba dia mendengar suara dingin yang datangnya dari gerombolan
pohon bunga. "Siau kui cu, tindakanmu bagus sekali, ya?"
Bukan main terkejutnya hati Siau Po, Dia mengenali suara orang itu sebagai suara
ibu suri, Dia segera memutar tubuhnya untuk melarikan diri, Tapi baru kira-kira enam
langkah, dia merasa bahu kirinya tercekal keras, tubuhnya gemetar Di samping tidak
dapat bergerak, dia juga terpaksa membungkuk Namun pada saat itu juga, dia
berusaha mencabut pisau belatinya, Sebuah pukulan yang keras langsung mengenai
tangannya sehingga dia menjerit kesakitan.
"Eh, Siau Kui cu!" terdengar kembali suaranya Hong thayhou, Kali ini lebih
menyerupai bisikan, "Kau masih sangat muda, tapi kau sudah pandai bekerja, Dengan
mudah kau berhasil membunuh keempat orang thay-kam, malah kau menjatuhkan
fitnah kepada diriku. Berani-beraninya kau mempermainkan aku! Hm!"
Siau Po takut setengah mati, Dia juga menyesal sekali sehingga dia memaki dirinya
sendiri dalam hati. "Siau Po, kau benar-benar kura-kura cilik! To-lol! Ingat, kalau kali ini kau tidak
dapat meloloskan diri, mana namamu bukan Wi Siau Po lagi!"
Tapi pada dasarnya dia memang cerdik sekali, Dalam keadaam terdesak, dia segera
mengambil keputusannya. Thayhou sangat membenci aku. Percuma bila aku merengek memohon
pengampunannya, Baiklah. Aku akan bersikap keras, Aku harus bertaha terus sampai
mendapat kesempatan untuk kabur Hm... dia harus digertak!" Karena itu dia langsung
berkata: "Thayhou, kalau sekarang kau ingin membunuh aku,sayang sekali sudah terlambat!"
"Apanya yang patut disayangkan?" tanya thayhou heran.
"Kau hendak membunuh aku agar mulut ini bungkam," kata Siau Po. "Sayang kau
terlambat satu langkah. Bukankah tadi kau sudah mendengar apa yang dikatakan oleh
para siwi?" "Kau mengatakan aku telah mengirim empat orang kongkong yang tak punya guna
untuk bersekongkol dengan kawanan para pemberontak dan mengajak mereka masuk
ke dalam istana! Benar bukan! Untuk apa aku bersekongkol dengan para pemberontak
itu?" "Mana aku tahu apa maksudmu?" kata Siau Po dengan berani, "Mungkin Sri Baginda
bisa menduganya!" Thay-kam gadungan ini benar-benar sudah nekat.
Ibu suri merasa gusar sekali tapi dia masih bisa menguasai dirinya.
"Kalau sekarang aku menyerangmu dengan satu kali hantaman saja, kau akan
mampus!" kata-nya. "Tapi kalau benar demikian, peruntunganmu terlalu bagus!"
Siau Po benar-benar berani.
"Kalau sekarang kau membunuh aku Siau Kui cu, besok seluruh istana akan tahu!"
katanya, "Pasti setiap orang akan bertanya: "Kenapa Siau Kui cu bisa mati?" Dan
jawabannya adalah: "Pasti thayhou yang membunuhnya!" Lalu ada lagi yang bertanya:
"Mengapa thayhou harus membunuh Siau Kui cu?" Yang lain pun menyahut: "Karena
Siau Kui cu telah mengetahui rahasia thayhou!" Lalu ada lagi pertanyaan "Rahasia apa
yang telah diketahui oleh Siau Kui cu?" Aih! Bicara soal itu", ceritanya pasti panjang
sekali. Karena itu, mari! Mari masuk ke dalam kamarku, Nanti aku akan menjelaskan
kepadamu !" Thayhou terdiam beberapa saat. Dalam hatinya dia berkata:
"Apa yang diucapkan bocah ini ada benarnya juga!" Hatinya mendongkol sekali.
Saking menahan emosinya, tangan wanita itu sampai gemetaran. Lalu dia berkata,
"Biar bagaimana pun, kau harus dibunuh! Apa artinya belasan siwi" Besok aku akan
menyuruh Sui Tong membekuk mereka dan dihukum mati! Setelah itu, aku akan
terbebas dari ancaman!"
Mendengar kata-katanya, Siau Po tertawa terbahak-bahak.
"Kematianmu sudah di depan mata, Apa lagi yang kau tertawakan?" bentak ibu suri
yang hatinya panas bukan main melihat lagak Siau Po.
Lagi-lagi Siau Po tertawa.
"Ah! Thayhou, kau hendak menyuruh Sui Tong membunuh para siwi itu?" Tawa Siau
Po semakin keras. "Dia... dia.... Ha... Ha... ha...!"
"Kena... pa dia?" tanya thayhou.
"Ha... ha... ha... ha.,.!" Siau Po kembali tertawa pula, "Dia telah aku.,,."
Tadinya Siau Po ingin mengatakan "dia telah aku bunuh," tapi tiba-tiba dia mendapat
akal yang bagus. Setelah tertawa sejenak, dia terus berdiam diri.
Thayhou heran Dia menatap bocah itu lekat-lekat.
"Apa yang kau lakukan pada dirinya?" tanyanya.
Lagi-lagi si thay-kam cilik yang cerdik ini tertawa.
"Dia telah aku tundukkan!" katanya, "Dia sekarang menurut sekali sehingga tidak
sudi lagi mendengar kata-katamu!"
Thayhou tertawa dingin Dia tidak percaya kata-kata Siau Po.
"Kau setan cilik! Sampai di mana kehebatanmu?" tanyanya dengan nada mengejek
"Bagaimana mungkin kau bisa membuat Sui congkoan tidak sudi mendengar lagi katakataku?"
Siau Po terus memutar lidahnya yang tajam.
"Aku adalah seorang thay-kam cilik, tentu dia tidak mungkin menurut padaku,"
katanya, "Tapi di sana ada seseorang lainnya yang dia takuti!"
Thayhou terkejut. "Dia... dia..." katanya dengan suara bergetar "Dia takut kepada Raja?"
"Kami semua adalah para budak, siapa yang tidak takut kepada Sri Baginda?" kata
Siau Po. "Hal itu tidak perlu diherankan, bukan?"
Thayhou penasaran sehingga tanpa sadar dia jadi terlibat pembicaraan dengan si
bocah cilik. "Apa saja yang kau katakan kepada Sui Tong?"
"Semuanya telah kukatakan kepada Sri Baginda..." sahut Siau Po.
"Semuanya telah kau katakan?" Tanpa sadar thayhou mengulangi ucapan bocah itu,
Unluk sesaat dia berdiam diri, Sesaat kemudian baru dia bertanya lagi, "Di... mana dia
sekarang?" Yang di maksudkan nya tentu saja Sui Tong.
"Dia telah pergi jauh!" sahut Siau Po. "Ya, dia telah pergi jauh sekali dan tidak akan
kembali lagi! Thayhou, kalau kau hendak menemuinya, rasanya tidak begitu mudah !"
Hati thayhou tercekat. "Maksudmu, dia sudah meninggalkan istana ini?"
"Tidak salah! Dia berkata kepadaku bahwa di takut kepada Sri Baginda dan dia juga
takut kepadamu! Dia juga mengatakan bahwa sulit sekali hidup di antara dua orang
yang terus menekannya, Dia khawatir suatu hari jiwanya akan melayang. Karena itu, dia
menganggap pergi jauh-jauh adalah jalan yang terbaik baginya!"
Bagian 20 "Jadi dia sudah melarikan diri?" tanya thayhou "Benar! Eh, thayhou, bagaimana kau
bisa tahu Apakah kau telah mendengar sendiri apa yang dikatakannya" Ya! Dia sudah
pergi jauh, jauh sekali."
"Hm!" Thayhou mendengus dingin, "Jadi pangkatnya pun tidak ia kehendaki lagi"
Kemana tujuannya?" "Dia.,, dia... pergi ke...."
Baru berkata sampai disini, tiba-tiba sebuah ingatan melintas lagi di benak Siau Po.
Karena itu dia langsung melanjutkan kata-katanya. "Katanya dia akan pergi ke... entah
apa Tay san... Liok Tay... Cit Tay... Eh, bukan! Kalau tidak salah Pat Tay san."
"Mungkin Ngo Tay san?" kata thayhou.
"Benar! Benar!" Tiba-tiba Siau Po berseru, "Memang benar gunung Ngo Tay san! Oh,
thayhou, kau seperti dewa yang bisa tahu segala hal!"
"Apa lagi yang dikatakannya?" tanya thayhou tanpa memperdulikan pujian orang. Dia
juga tidak sadar bahwa bocah itu sedang mempermainkannya.
"Dia tidak mengatakan apa-apa lagi," sahut Siau Po. "Hanya... hanya...."
"Hanya apa?" tanya thayhou cepat.
"Dia hanya mengatakan bahwa dia mengerti perasaanku dan biar bagaimana dia
akan melakukan sekuat kemampuan agar berhasil walaupun dia akan dihukum mati, dia
akan melakukan nya!"
"Apa yang kau pinta dia lakukan untukmu?" tanya thayhou.
"Ah! Tidak apa-apa, Sui congkoan berkata padaku bahwa baginya, tidak memangku
jabatan bukanlah persoalan dan dia juga dapat melakukan perjalanan tanpa uang
sepeser pun. Toh, kepergiannya ini bukan untuk setengah atau satu tahun Karena itu,
aku telah memberikan uang kertas kepadanya sebesar dua puluh ribu taiI...."
"Banyak sekali uangmu!" sindir thayhou, "Dari mana kau mendapatkannya?"
"Semua uang itu aku peroleh dari orang lain! sahut Siau Po. "Aku mendapatkannya
dari Kong Ci ong, So Ngo-tu tayjin, Di dalam Siangsian tong juga banyak orang yang
sering menghadiahkan uang kepadaku!"
Thayhou tahu jawabannya itu bukan bualan belaka.
"Kau begitu baik. Tanganmu terbuka lebar, wajar kalau Sui Tong ingin membalas
kebaikan hatimu, Sebenarnya, apa yang kau suruh dia laku kan" Apa yang kau
pesankan padanya?" tanya thayhou kembali
"Hambamu tidak berani mengatakannya!" sahu Siau Po.
"Kau katakan atau tidak?" bentak Thayho garang.
Siau Po menarik nafas panjang, Dia masih membawa lagaknya seperti orang yang
dipaksa keadaan. "Sui Tong telah berjanji kepadaku," sahutnya kemudian. "Seandainya hambamu ini
mati dicelakai orang dalam istana, dia akan menghadap Sri Baginda untuk
membeberkan duduk persoalannya sebenarnya, Dia mengatakan bahwa dia akan
menulis laporan dan akan dibawanya ke mana-mana, Dia juga berjanji setiap dua bulan
akan mengadakan pertemuan denganku agar...."
"Agar apa?" bentak thayhou dengan suara sinis tapi nadanya bergetar.
"Agar setiap dua bulan sekali, aku harus menemuinya...."
"Bagaimana cara pertemuan itu?" tanya thayhou.
"Setiap dua bulan, aku harus pergi ke Tian Kio," kata Siau Po. "Di sana aku harus
menemui seorang... pria penjual buIi-buli gula batu, Aku harus bertanya kepadanya
apakah dia menjual buli-buli batu akik" Mendengar pertanyaanku orang itu akan
mengatakan bahwa harga serencengnya seratus tail, Aku harus bertanya mengapa
harga itu demikian tinggi, Orang itu bukannya menjawab tapi bertanya kepadaku,
apakah aku sudah pernah pulang ke langit" Aku harus mengatakan padanya agar dia
pulang ke rumah orang tuanya! Dengan demikian dia akan menyampaikan kabarku
kepada Sui congkoan."
Dalam waktu yang singkat, Siau Po tidak menemukan jawaban atas pertanyaan
Thayhou tadi, Karena itu dia mengubah sedikit ajaran yang dianjurkan oleh Tan Kin-lam
untuk bertemu dengan Ci Tian-coan.
Hati thayhou tercekat Dia tahu cara itu sering digunakan orang-orang kangouw untuk
berhubungan dengan rekannya, Dia jadi percaya thay-kam cilik ini bukan hanya
mengada-ada. Semakin dipikirkan hatinya semakin ciut. Dia tidak menyangka bocah
cilik ini bisa membuat Sui Tong melarikan diri, Tidak heran kalau Sui Tong menjadi
ketakutan dan melarikan diri, juga tidak aneh kalau tujuannya Ngo Tay san, yakni
tempat di mana bekas kaisar kerajaan Ceng menyucikan diri.
Dalam waktu yang singkat, banyak sekali yang terlintas dalam benak thayhou,
otaknya semaki ruwet, Setelah lewat sejenak lagi, baru dia berkat lagi.
"Bagaimana kalau dalam waktu dua bulan seperti yang dijanjikan lalu kau tidak
datang mencari penjual buli-buli gula batu itu?" tanya thayho kemudian.
"Sui congkoan mengatakan kepadaku bahwa dia akan menunggu sampai sepuluh
hari lamanya Andaikata aku tetap tidak kelihatan, dia akan mempunyai dugaan bahwa
aku sedang terancam bahaya atau kemungkinan sudah mati, maka itu dia akan..
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memikirkan jalan bagaimana caranya agar dapat menghadap Sri Baginda untuk
menyampaikan laporannya, Sampai waktu itu, hambamu memang sudah mati, Tidak
ada urusan apa-apa lagi, Namun aku tetap setia kepada junjunganku, Aku sudah
menyadarkan Sri Baginda agar penasaran dibalas dengan penasaran, permusuhan
dibalas dengan permusuhan, Sri Baginda tidak boleh sekali-kali diperdaya oleh orang
jahat, Dengan demikian hamba beserta Sui congkoan sudah membuktikan
kesetiaannya!" Terdengar suara perlahan dari mulut thayhou yang seperti orang gerutuan.
"Penasaran dibalas dengan penasaran, permusuhan dibalas dengan permusuhan....
Ya, itu memang bagus sekali!"
Siau Po tidak menghiraukan wanita itu. Terdengar dia seakan menggumam seorang
diri. "Selama beberapa hari belakangan ini, hamba akan tetap melayani Sri Baginda
sebagaimana biasanya. Hamba tidak akan membocorkan rahasia apa pun. Asal hamba
tetap hidup dan bisa merawat Sri Baginda, urusan ini tidak nanti hamba bongkar sampai
kapan pun juga!" Mendengar kata-katanya, thayhou agak lega sedikit.
"Kalau benar demikian, kau memang baik hati!"
"Sri Baginda memperlakukan aku dengan baik," kata Siau Po kembali "Dan thayhou
juga tidak berlaku buruk terhadapku Karena itu, terhadap thayhou, hamba juga akan
bersetia, Siapa tahu, kalau hati thayhou sedang senang, hamba akan mendapat hadiah
yang berharga, seandainya demikian, bukankah kita sama-sama merasa senang?"
Thayhou tertawa dingin. "Apakah kau masih mengharap aku akan memberikan hadiah kepadamu" Kutit
mukamu benar-benar tebal!"
Biar bagaimana, ibu suri merasa puas juga. Bukankah Siau Kui cu mengatakan dia
tidak akan membuka rahasia seumur hidupnya" Karena itu, dia merasa tidak ada
halangan untuk memikirkan urusan itu perlahan-lahan.
Siau Po juga merasa puas, Kata-katanya thayhou menyatakan bahwa pikirannya
sudah berubah. "Hamba tidak mengharapkan apa-apa," kata Siau Po kemudian, "Asal thayhou dan
Sri Baginda senantiasa dalam keadaan sehat wal afiat dan bergembira, sebagai
seorang hamba, aku juga ikut merasa senang! Harap thayhou tidak perlu khawatir
Besok hamba akan pergi ke Tian Kiou untuk mencari penghubung itu dan meminta dia
menyampaikan kepada Sui congkoan supaya dia menutup mulut rapat-rapat, Aku juga
akan menitipkan uang sebanyak tiga ribu tail, dengan mengatakan bahwa itulah persen
dari thayhou untuknya."
"Hm!" thayhou mendengus dingin, "Orang semacamnya yang bekerja tidak sungguhsungguh,
Karena rasa takut, dia melarikan diri, Sudah bagus batang lehernya tidak
kukutungkan, mana mungkin aku memberinya persen" Ngaco!"
"lya, iya, Thayhou benar juga!" kata Siau Po. "Lagipula uang itu toh milikku, memang
thayhou tidak sepatutnya memberi persen kepada orang itu."
Baru sekarang thayhou melepaskan cekalannya pada bahu Siau Po. ia
melepaskannya dengan perlahan-lahan.
"Siau Kui cu," katanya kemudian, "Apakah kau benar-benar setia padaku?"
Siau Po segera menjatuhkan dirinya berlutut di depan wanita itu, Dia tidak takut akan
dihajar oleh thayhou iagi. Dia juga menyembah berkali-kali.
"Iya. Hamba akan setia kepada thayhou!" demikian katanya, "Dalam hal ini, hamba
akan mendapat keuntungan besar, Hamba berjanji, kalau hamba sampai tidak setia,
biarlah Siau Kui cu rela kepalanya dikutungkan, walaupun hamba orang bodoh, tapi
hamba masih tahu bagaimana harus menyayangkan batok kepala ini."
Ibu suri menganggukkan kepalanya.
"Bagus, bagus sekali!" katanya, tapi tangannya tidak henti menepuk bahu bocah itu.
jumlah keseluruhannya tiga kali, Siau Po merasa tercekat hatinya. Tiba-tiba dia merasa
kepalanya pusing dan perutnya mual pandangan matanya berkunang-kunang,
Kerongkongannya mengeluarkan suara yang aneh, sebab dia ingin muntah tapi tidak
dapat. Terdengar thayhou berkata kembali.
"Siau Kui cu, kau ingat kan belum lama ini ketika Hay tayku si bangsat tua
mengatakan ada sejenis ilmu yang namanya Hoa Kut-bian ciang. ilmu itu bila dipelajari
sampai mencapai taraf kesempurnaan maka siapa yang terserang akan remuk seluruh
tulang belulangnya, ilmu itu sulit sekali dipelajari aku juga tidak bisa memahaminya.
walaupun demikian, otakmu sangat cerdas, Hatimu baik, lagipula penurut Aku hanya
menepuk bahumu tiga kali dengan maksud bergurau, Hal ini menyenangkan sekali...."
Siau Po tidak sanggup mengatakan apa-apa. Dia merasa dada dan isi perutnya
bergolak dan darahnya seakan mengalir dua kali lebih cepat daripada biasanya, Tanpa
dapat mempertahankan diri lagi, dia memuntahkan darah yang bercampur dengan air.
"Terbukti perempuan hina ini tidak percaya kepadaku," pikirnya dalam hati,
"Sekarang dia telah menurunkan tangan jahatnya terhadapku!"
Lalu terdengar ibu suri berkata.
"Siau Kui cu, jangan takut Aku tidak akan memukulmu sampai mati, Sebab kalau kau
sampai mati, siapa nanti yang akan pergi ke Tian Kio untuk mencari si penjual buli-buli
gula batu" Besok pagi-pagi, pertama-tama kau harus ke keraton Cu Leng kiong, di sana
aku akan memberikan tiga butir pil kepadamu, Setiap hari kau harus menelan satu butir.
Setelah tiga puluh hari kemudian, jiwamu tidak akan terancam bahaya lagi, Kalau kau
telah menghabiskan tiga puluh butir, nanti aku akan mengantarkan tiga puluh butir lagi
untukmu!" Terima kasih untuk kebaikan thayhou," kata Siau Po. Kemudian perlahan-lahan dia
menggerakkan tubuhnya untuk berdiri. Namun kepalanya pusing sekali sehingga dia
terhuyung-huyung lalu roboh kembali, Lalu dia muntah darah beberapa kali, tapi dia
masih bisa berkata: "Thayhou, setiap hari hamba akan memuja Pou Sat yang maha suci
agar thayhou dilindungi dan panjang umur, Sebab, seandainya thayhou batuk-batuk
atau masuk angin saja, tentu hamba tidak akan mendapatkan obat dan bukankah
hamba akan menjadi setan berumur pendek" Ya, hamba akan menjadi si kura-kura
yang pendek usianya."
Thayhou tertawa terbahak-bahak.
"Bagus kalau kau menyadari hal itu!" katanya keras, Setelah itu tubuhnya berkelebat
dan menghilang di balik gerombolan bunga-bunga yang lebat.
Dengan susah payah Siau Po bangkit untuk berdiri tegak, Saat itu dia sudah berhasil
menenangkan hatinya, perlahan dia mengambil jalan memutar untuk sampai di jendela
belakang kamarnya, tapi dia tidak sanggup melompati bahkan untuk sesaat dia harus
mendekam di bawah jendela untuk mengatur pernafasannya, Setelah beristirahat
sejenak, baru dia merayap naik untuk masuk lewat jendela.
"Kui toakokah itu?" terdengar Kiam Peng bertanya.
"Kalau bukan aku, siapa lagi?" sahut Siau Po dengan nada bentakan, Hal ini
membuktikan hatinya sedang tidak senang.
"Kuncu menanya kau secara baik-baik, mengapa kau menjawabnya dengan begitu
kasar?" tanya Pui Ie yang merasa tidak puas mendengar nada suara Siau Po.
"Iya..." sahut Siau Po, tapi baru sepatah kata saja, tubuhnya sudah terguling ke
dalam kamar. Dia tidak sanggup memegang kusen jendela untuk mempertahankan diri,
Tenaganya sudah habis, nafasnya pun memburu. Dia terkulai di atas lantai tanpa
sanggup bergerak, bahkan duduk pun tidak bisa.
Bhok Kiam Peng terkejut setengah mati melihat keadaannya.
"Oh!" serunya gugup. "Kenapa kau?"
"Apakah kau terluka?" Pui Ie juga ikut khawatir.
Kedua nona itu merasa tercekat hatinya, Siau Po telah terkena pukulan Hoa Kut-bian
ciang milik Hong thayhou, walaupun untuk sementara, dia tidak akan langsung mati,
tapi keadaannya cukup parah: tapi dia tidak takut, Dasar bocah nakal, mendengar
pertanyaan kedua nona itu, dia malah tertawa lebar.
"Ah! Adikku yang manis dan istriku yang cantik! Kalian berdua toh dalam keadaan
terluka, Kalau aku tidak ikut terluka, mana tepat dikatakan susah dan senang dicicipi
bersama-sama?" "Oh, kau terluka, Kui toako?" tanya Kiam Peng, "Bagian manakah yang terluka"
Apakah kau merasa sakit sekali?"
"Oh, adikku... hatimu baik sekali, Aku memang sedang kesakitan tadinya, Mendengar
pertanyaanmu yang mengandung kecemasan hatimu itu, rasa sakit itu jadi langsung
hilang, Nah, coba kau bilang, aneh bukan?"
Bhok Kiam Peng tertawa. "Ah, kau paling pandai membohongi orang!" sahutnya.
Siau Po berpegangan pada kaki meja, Dia berusaha berdiri Dalam hati dia berkata.
"Aku masih bisa hidup sampai sekarang, semua ini berkat nama Sui congkoan, Coba
seandainya thayhou mengetahui pengawalnya itu sudah mati, Tentu nyawaku akan
amblas juga malam ini!"
Perlahan-lahan Siau Po mendekati kotak obatnya. Dia buka kotak itu dan mencari
obat yang dibutuhkannya, Di dalamnya terdapat banyak botol obat, tetapi dia
mengambil sebuah yang bentuknya segi tiga dan warna dasarnya hijau keputihan. Di
antara sekian banyaknya obat milik Hay kongkong, hanya obat itu yang dikenalinya.
itulah bubuk Hoa Si-hun, obat untuk mencairkan mayat. Obat itu pernah dia gunakan
untuk menghancurkan mayat Siau Kui cu, thay-kam cilik yang namanya dia pakai
sekarang, Setelah mendapatkan obat itu, Siau Po berusaha menarik keluar mayat Sui Tong dari
kolong tempat tidur Lalu dia mengeluarkan uang kerta serta benda-benda berharga
yang tadi dia masukkan ke dalam pakaian orang itu.
"Ketika kau pergi, mayat ini terus ada di kolong tempat tidur, Kami takut sekali," kata
Kiam Peng. Siau Po tertawa. "Kalau kalian berdua sampai mati, bukankah mayat ini malah akan mendapatkan
kawan?" "Cis!" bentak Pui Ie. "Kuncu, jangan bicara dengannya!"
Siau Po tidak memperdulikan nona itu.
"Aku akan bermain sulap, apakah kalian mau melihatnya?"
Tidak!" sahut nona Pui singkat.
"Siapa yang tidak suka melihat, boleh memejamkan matanya!" kata Siau Po kembali.
Pui Ie menurut Dia segera memejamkan matanya rapat-rapat Kiam Peng juga ikut
memejamkan matanya, tapi hanya sebentar Kemudian dia melihat Siau Po
mengeluarkan sebotol kecil dan kemudian menuangkan isinya ke dalam sendok, lalu
ditaburkan di atas luka Sui Tong.
"Kalian lihat." katanya.
Tidak lama kemudian, tampak asap mengepul dari bekas luka yang ditaburkan bubuk
obat itu, lalu tercium bau tidak sedap yang disusul dengan keluarnya cairan berwarna
kuning dari luka yang menguak semakin besar itu.
"Ah!" seru Kiam Peng keheranan.
Pui Ie penasaran melihat seruan adik seperguruannya, Dia segera membuka
matanya, Ketika dia melihat apa yang disaksikan Kiam Peng, sepasang mata gadis itu
sampai membelalak lebar-lebar dan tidak dipejamkan lagi. Seperti Siau kuncu, dia juga
keheranan. Asal terkena cairan berwarna kuning tersebut, luka di tubuh mayat itu semakin
meluas, Dagingnya meleleh menjadi cairan kuning pula. Menyaksikan keadaan itu,
kedua nona itu sampai tertegun sekian lama.
"Kalian berdua, awas! Siapa yang tidak mau menuruti kata-kataku, wajahnya akan
kutaburi dengan obat ini, sehingga jelek seperti mayat ini!" gertak Siau Po.
"Kau... kau jangan menakut-nakuti orang!" bentak Kiam Peng.
Sebaliknya Pui Ie menatap Siau Po dengan tajam dan sorot matanya menunjukkan
kemarahan. Hatinya juga tercekat dan khawatir.
Senang hati Siau Po melihat kedua nona itu ketakutan. Dengan hati-hati dia
menyimpan obatnya kembali Kemudian dia mengambil sebuah kursi dan mendorong
mayat Sui Tong yang terbagi menjadi dua bagian karena gerakan cairan yang tidak
merata, Akhirnya seluruh mayat itu lumer menjadi cairan kuning dan menyebarkan bau
yang tidak enak. Melihat keadaan itu, lega rasanya hati Siau Po.
"Biar si nenek sihir itu mengirim lima laksa pengawalnya ke Ngo Tay san, tetap saja
dia tidak berhasil menemukan Sui Tong!" Setelah itu Siau Po mengambil air dari dalam
gentong untuk mencuci bersih cairan kuning tersebut Setelah membersihkan lantai, dia
membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, Dia merasa lelah sekali, matanya
langsung dipejamkan Sekejap kemudian dia suda tertidur pulas.
Sampai fajar tiba, baru Siau Po mendusin dari tidurnya, Dia langsung merasakan
nyeri di dadanya Bahkan dia juga merasa perutnya mual dan ingin muntah, tapi sampai
sekian lama dia mencoba, tetap saja tidak ada sebutir nasi pun yang dimuntahkannya.
Kiam Peng dan Pui Ie merasa heran melihatnya.
"Kui toako, apa yang kau rasakan?" tanyany prihatin
Siau Po bangun dan duduk di atas tempat tidur. Dia melihat kedua nona itu dan tidur
di antar keduanya, Kedua nona itu tidak membuka pakaian luarnya, Ketika dia melihat
waktu sudah tidak pagi cepat-cepat dia bangun dan turun dari tempat tidur.
"Kalian berbaring saja, jangan bergerak!" katanya kepada kedua nona itu, "Aku ingin
menemui Sri Baginda secepatnya!"
Tadinya Siau Po berniat keluar dari kamarnya lewat jendela, tapi tenaganya masih
1emah. Akhirnya terpaksa dia keluar dari pintu depan kemudian menguncinya dari luar.
Belum berapa lama Siau Po berada di kamar tulis kaisar Kong Hi, junjungannya itu
sudah mengundurkan diri dari ruang sidang seperti biasanya. Begitu melihat Siau Po,
kaisar Kong Hi tertawa lebar dan berkata pada thay-kam cilik kesayangannya itu.
"Siau Kui cu, lagi-lagi kau membunuh orang tadi malam."
Siau Po cepat-cepat memberi hormat dan mengucapkan selamat pagi pada
junjungannya itu. "Kau sungguh beruntung!" kata kaisar Kong Hi kembali "Kembali kau dapat
menempur para penyerbu itu. Aku sendiri, melihat wajah penyerbu itu saja tidak!
Bagaimana kepandaian para pemberontak itu" Dengan jurus apa kau
merobohkannya?" Siau Po berpikir dengan cepat Kaisar Kong Hi pandai ilmu silat Tidak mungkin dia
memberikan keterangan secara sembarangan Sebenarnya, dia tidak bertempur
melawan seorang pun di antara penyerbu tadi malam. Tapi dia teringat pertempuran
yang berlangsung di rumah keluarga Pek ketika Hong Ci-tong melawan Pek Han-tiong.
"Pertempuran itu terjadi di saat gelap," sahutnya, "Tiba-tiba hambamu melihat kaki
kiri orang itu menyapu ke kanan dan tangan kanannya menyambar ke kiri, Kemudian..."
dia pun menjelaskan tipu silat lawannya,
"Bagus!" seru kaisar Kong Hi seraya bertepuk tangan. "Tepat sekali tipu yang kau
gunakan itu!" Thay-kam gadungan itu tertegun.
"Oh, Sri Baginda, apakah kau tahu jurus silat yang digunakan para pemberontak itu?"
"lya," sahut kaisar Kong Hi. Bibirnya menyunggingkan senyuman, Tahukah kau apa
nama jurus itu?" Siau Po tahu jurus silat yang diperlihatkannya bernama Heng-Sau ciangkun, tapi dia
pura-pur tidak tahu. "Hamba tidak tahu...."
Raja tertawa. "Kalau kau tidak tahu, biar aku beritahukan, katanya, "Jurus itu bernama Heng-sau
ciang kun!" "Bagus sekali nama itu!" puji Siau Po pura-pur terkesima.
"Dia menggunakan jurus itu, lalu bagaimana kau menghadapinya?"
"Untuk sesaat hamba sempat kebingungan sahut Siau Po. "Lalu tiba-tiba saja hamba
ingat tipu silat yang pernah digunakan Sri Baginda ketika dulu kita berlatih bersama,
Ketika itu hamba kena dibuat terpental sehingga melewati kepala Sri Baginda. Kalau
tidak salah itu adalah, itu adalah tipu ilmu Hui In-jiu dari Butong paimu...."
Senang sekali hati kaisar Kong Hi mendengar jawaban Siau Po.
"Jadi kau menggunakan tipu silatku untuk memunahkan jurus Heng-sau ciang kun
itu?" "Benar, Sri Baginda," sahut Siau Po. "sebenarnya kepandaian hamba belum berarti
apa-apa, tetapi untungnya Sri Baginda sering mengajak hamba berlatih bersama
sehingga ada sebagian besar ilmu silat Sri Baginda yang masih hamba ingat dan
hamba manfaatkan begitu menghadapi musuh...."
Kaisar Kong Hi tambah senang hatinya,
"Bagus! Bagus sekali kau masih mengingatnya!"
Siau Po juga gembira melihat kaisar Kong Hi berseri-seri wajahnya.
"Untung saja ocehanku tepat!" pikirnya, Tidak sia-sia dia mengangkat rajanya itu
tinggi-tinggi. Kemudian dia menambahkan kembali "Hanya ada satu hal yang patut
disayangkan, yakni tenaga dalam hamba masih cetek sekali, Akhirnya penjahat itu
berhasil juga meloloskan diri."
"Ya, sayang! Sayang!" kata raja. "Sebenarnya kau harus langsung menotok jalan
darah hwe Cong dan Gwe Kuan penjahat itu, Kalau kau melakukan hal itu, tentu
penyerbu tersebut tidak dapat meloloskan diri lagi!"
Sembari berkata, kaisar Kong Hi segera mencekal lengan Siau Po dan menunjukkan
cara bagaimana menekan lawannya.
Siau Po berusaha meronta, tapi dia tidak berhasil membebaskan dirinya.
"Ah!" serunya penuh penyesalan "Coba kalau dari siang-siang Sri Baginda
mengajarkan tipu ini, tentu hamba tidak perlu melalui saat-saat yang membahayakan
jiwa." Kaisar Kong Hi tertawa. "Lalu, bagaimana kelanjutannya?"
"Begitu berhasil membebaskan diri, orang itu lari ke belakang hamba dan berhasil
menghajar punggung hambamu dengan kedua telapak tangannya!"
"Itulah jurus Kao-san Liu Sui!" seru Sri Baginda memberikan keterangan mengenai
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jurus yang digunakan pihak lawan.
"Oh, itukah jurus Kao-san Liu Sui?" tanya Siau Po pura-pura terkejut "Sayang aku
tidak tahu...." "Benar-benar manusia tidak berguna!" maki kaisar Kong Hi, tapi sembari tertawa,
"Mengapa waktu bertempur kau tidak menggunakan ilmu yang diajarkan gurumu"
Mengapa kau selalu meniru gerakan ilmu silatku?"
"Entahlah, Sri Baginda!" sahut Siau Po. "Setiap jurus silat yang guru hamba ajarkan,
dapat hamba gerakkan dengan baik di saat berlatih, namun apabila menghadapi
pertempuran seperti tadi malam, tiba-tiba semuanya jadi menguap dan tidak ada
satupun yang teringat dalam benak hambamu ini. sebaliknya semua gerak tipu silat Sri
Baginda justru terbayang jelas di pelupuk mata sehingga tanpa berpikir panjang lagi
hamba menirukannya, Begitu pula ketika punggung hamba terhajar Tiba-tiba saja
hamba mengelit ke samping kanan."
"ltulah jurus Keng Hong-pou," kata Sri Baginda yang menjelaskan tipu silat miliknya
yang berarti "Gerakan angin puyuh."
"Benar!" sahut Siau Po. "Setelah berkelit, hamba segera mencabut pisau belati dan
membalas menyerang musuh sambil hamba berteriak dengan keras "Hai, Siau Kui cu,
menyerah tidak?" Raja tertawa terbahak-bahak, "Aih! Kau ini benar-benar aneh!"
katanya, "Mengapa kau justru memanggil namamu sendiri?"
"Saat itu hamba tidak sempat berpikir dan menyebut nama hamba secara tanpa
sadar Hamba ingat, ketika baru-baru ini Sri Baginda mengadakan latihan dengan
hamba. Bukankah Sri Baginda selalu menyerukan kata-kata itu?"
"Bagus, bagus!" kata kaisar Kong Hi memuji, "Ternyata kau masih ingat semuanya!"
Kaisar Kong Hi merasa puas sekali, "Kalau demikian, para pemberontak itu mempunyai
nyali yang besar tapi kepandaiannya tidak seberapa lihay!" tambahnya kemudian.
"Sebetulnya, Sri Baginda," kata Siau Po. "Ada juga beberapa di antara para
pemberontak itu yang ilmu kepandaiannya cukup tinggi, Buktinya ada beberapa siwi
yang tewas dan terluka, Dasar hamba berpanjang umur, hamba telah mendapat
pelajaran dari Sri Baginda sehingga hamba sanggup menjaga diri. Kalau tidak, terpaksa
Sri Baginda hari ini mengeluarkan firman agar semua orang membaca doa untuk
menghibur arwahnya Siau Kui cu yang sudah berpulang ke alam baka serta
menghadiahkan uang sebanyak seribu tail...."
Raja tertawa. "Seribu tail tidak sebanding dengan jasamu. seharusnya selaksa!"
Siau Po juga tertawa, Senang dia dapat bergurau dengan junjungannya itu.
"Eh, Siau Kui cu... apakah kau dapat menduga asal-usul para pemberontak itu?"
tanya kaisar Kong Hi kembali
"Memalukan sekali! Hamba tidak tahu!" sahut Siau Po. "Sri Baginda, kalau ditilik dari
tipu silat yang mereka gunakan, dapatkah Sri Baginda menerka asal-usul mereka?"
"Mula-muIa aku masih bimbang, tetapi keteranganmu telah memperkuat dugaanku!"
sahut sang raja, Kemudian dia bertepuk tangan dan menurunkan perintah kepada salah
seorang pelayannya, "Pergi kau panggil So Ngo-tu dan To Lung untuk datang kemari!"
Kedua pelayan itu menunggu Sri Baginda di luar kamar tulisnya, Mendengar perintah
junjungannya itu, mereka segera berlalu untuk melaksanakan tugas tersebut.
To Lung adalah orang Boanciu asli. Pangkatnya Tou Tong atau gubernur militer, dan
termasuk golongan Bendera bersulam biru, Ketika angkatan perang Boan menyerbu ke
selatan, dia telah membangun jasa yang tidak kecil Kepandaiannya juga cukup tinggi,
namun karena terdesak oleh Go Pay, dia tidak mendapat kedudukan yang setimpal di
kota raja, Setelah Go Pay jatuh, oleh raja dia dinaikkan pangkatnya menjadi Gi Cian
siwi Tou congkoan atau Kepala barisan pengawal Raja.
Namun apa mau dikata, belum lama dia menjabat kedudukan itu, telah terjadi
penyerbuan oleh para penjahat. Dengan demikian dia jadi tidak enak hati, sepanjang
malam dia tidak dapat tidur, Dia khawatir ibu Suri atau Sri Baginda akan menegurnya
dan atau menghukumnya. Ketika Tou congkoan itu muncul, tampak matanya merah sekali. "Apakah para
penjahat yang tertawan itu sudah dimintakan keterangannya?" tanya Sri Baginda,
"Harap Sri Baginda ketahui," sahut kepala siwi itu, "Penjahat yang tertawan
jumlahnya ada tiga orang, Hamba telah memeriksanya. Dan hamba melakukannya
dengan cara terpisah-pisah untuk mencocokkan ucapan mereka nantinya, Pertamatama
mereka tidak mau mengaku, Belakangan karena tidak tahan menghadapi siksaan,
barulah mereka mengaku, Benar saja.... Mereka adalah orang-orangnya... Peng Si
ong..." Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya, "Begitu?" tanyanya agak heran "Semua
senjata para penjahat itu ada ukiran yang merupakan tanda dari Peng Si onghu," kata
To Lung menjelaskan "Sedangkan di dalam baju mereka juga terdapat tanda dari Peng
Si ong juga Dengan demikian terbukti bahwa pemberontak pemberontak itu adalah
orang-orangnya Go Sam kui. seandainya bukan sekalipun, Go Sam-kui past tidak
terlepas dari keterlibatan."
Kaisar Kong Hi kembali menganggukkan kepalanya, Kemudian dia menoleh kepada
So Ngo-tu "Apakah kau juga telah melakukan pemeriksaan?"
"Hamba telah memeriksa semua senjata dan pakaian para penjahat, Memang cocok
dengan apa yang dikatakan To congkoan!" sahut To Lung.
"Coba bawa kemari senjata-senjata dan pakaian para pemberontak itu!" perintah
kaisar Kong Hi. To Lung segera mengiakan Dia langsung k luar untuk mengambil
barang-barang yang diperintahkan kaisar Kong Hi. Dia tahu rajanya itu masi muda
sekali, tetapi otaknya cerdas dan juga sikapnya teliti. Dia memang sudah menduga raja
aka memeriksa sendiri semua senjata dan pakaian itu. Karenanya, sebelum mendapat
panggilan dia sudah mempersiapkan semuanya.
Tidak lama kemudian dia sudah kembali ia. Segera dibukanya bungkusan yang ia
bawa dan membeberkan isinya di atas meja, Setelah itu dia mengundurkan diri
beberapa tindak. Kaisar-kaisar Boanciu terdiri dari orang-orang gagah dan tidak pantang menghadapi
senjata, Tetapi dalam sebuah kamar tulis di istana, semua pembesar dilarang
membawa senjata menghadap Sri Baginda, Untuk menghindarkan diri dari kecurigaan
To Lung segera mengundurkan diri agak jauh.
Raja mengangkat sebatang golok dan memeriksanya, Memang benar dia melihat
ukiran huruf-huruf "Tay Beng sanhay kwan coanpeng hu" Kaisar Kong Hi langsung
tersenyum dan berkata. "Urusan ini agak mencurigakan! Kalau ada rencana terselubung, seharusnya semua
bukti-bukti ini dihilangkan terlebih dahulu, tapi ini malah sebaliknya!"
Kaisar Kong Hi menoleh kepada So Ngo-tu. "kalau Go Sam-kui mengutus orang ke
istana untuk melakukan pembunuhan, seharusnya dia sudah merencanakannya
matang-matang, Senjata apa yang tidak boleh digunakannya" Mengapa dia justru
memakai senjata yang ada tanda jati dirinya" Mereka toh datang ribuan li dari propinsi
Inlam, masa di tengah jalan tidak pernah terpikir bahwa ada kemungkinan senjata
mereka bisa tertinggal di dalam istana di saat melakukan penyerbuan?"
"Ya, ya! Sri Baginda benar sekali!" puji So Ngo-tu. "Sri Baginda cerdik dan dapat
memandang urusan sampai jauh, hamba benar-benar takluk!"
Raja menoleh kepada thay-kamnya yang masih muda.
"Siau Kui cu," panggilnya, "llmu silat apakah yang digunakan penjahat yang berhasil
kau bunuh itu?" "llmu Heng-sau ciang kun dan Kao-san Li Sui!" sahut si bocah cilik yang ditanyai.
"Nah, ilmu dari manakah itu?" tanya kaisar Kong Hi kepada To Lung.
Walaupun kepala pengawal ini asli orang Boan tapi To Lung kenal banyak macam
ilmu silat, Karena itu pula tidak heran kalau dia mengenal kedua macam ilmu silat yang
disebut Siau Po. "Mirip dengan ilmu silat keluarga Bhok di Inlam!" sahutnya,
Raja menepuk tangan keras-keras.
"Tidak salah! Memang tidak salah!" puji kaisar Kong Hi. "To Lung, pandanganmu luas
sekali!" Puas rasanya hati To Lung mendengar pujian junjungannya, Dia segera menjatuhkan
diri berlutut untuk memberi hormat dan mengucapkan kata-kata merendah, serta
mengucapkan terima kasih,
"Coba kalian pikir," kata kaisar Kong Hi kembali. "Kalau benar Go Sam-kui
menitahkan orang-orangnya datang ke kotaraja untuk menyerbu istana, tidak mungkin
dia memilih saat yang sama mengutus puteranya datang berkunjung ke kota Peking ini!
Para penyerbunya toh bisa datang setiap waktu, kenapa dia memilih waktu ketika
puteranya ada di sini" inilah hal pertama yang menimbulkan kecurigaan. Go Sam-kui
pandai mengatur tentara, orangnya teliti dalam mengambil setiap tindakan Mengapa dia
bisa mengirim orang-orang semacam ini untuk melakukan tugas yang dititahkannya"
Bukankah jumlahnya terlalu kecil dan kepandaian mereka tidak seberapa tinggi" Tapi
mengapa dia mengirimkannya juga" Hal inilah yang disebut kecurigaan kedua, Ada lagi
yang ketiga, Taruh kata, benar dia mengirim orang untuk membunuh raja-nya, apa
manfaat bagi dirinya" Mungkinkah dia ingin memberontak dengan menimbulkan huruhara"
Kalau dia benar ingin memberontak mengapa dia mengirim puteranya ke kota
raja" Bukankah itu berarti dia mengantarkan puteranya menuju ambang pintu
kematian?" Tatkala Siau Po mendengar dari Pui Ie, perihal muslihat yang mereka gunakan untuk
memfitnah Go Sam-kui, dia merasa siasat itu bagus sekali, Sekarang, setelah
mendengar keterangan Sri Baginda, baru dia merasa siasat itu terlalu banyak
kelemahannya. Diam-diam dia merasa kagum terhadap Raja muda yang cerdik itu.
So Ngo-tu juga memuji sang raja yang dikatakan cerdas sekali.
"Nah, mari kita pikirkan lebih jauh!" kata kaisar Kong Hi. "Seandainya para penyerbu
itu bukan orang-orang Go Sam-kui, tetapi mereka menggunakan senjata dan pakaian
yang bertanda Peng Si orujhu itu, apakah maksudnya" Apakah hal ini mempunyai arti
tersendiri" Terang ada orang yang ingin memfitnah Go Sam-kui, Peng Si ong telah
membantu kita merampas seluruh tanah Tionggoan. Sudah tentu tidak sedikit orang
yang membencinya, Nah, penjahat itulah yang harus kita cari! Siapa kira-kira orang itu"
Atau dari pihak manakah " Hal inilah yang harus kita pikirkan dengan seksama!"
"Sri Baginda benar!" sahut So Ngo-tu dan To Lung serentak "Kalau seandainya Sri
Baginda tidak berpandangan demikian jauh, mungkin kami sekalian sudah kena
dikelabui, Bukankah itu berarti kami mencelakai orang baik-baik dan memfitnah tidak
karuan?" kata To Lung menambahkan.
"Memfitnah orang baik-baik! Hm!" kata Raja, Setelah itu kaisar Kong Hi berdiam diri.
Karena itu, So Ngo-tu dan To Lung pun segera memohon diri.
Raja membiarkan kedua orang itu pergi, Dia justru memandangi Siau Kui cu lekatlekat
kemudian berkata. "Siau Kui cu, coba kau terka, bagaimana aku bisa mengetahui kedua jurus Heng-sau
ciang kun dan Kao-san Liu Sui?"
"Hambamu justru sejak tadi, dilanda keheranan," sahut Siau Po. "Apa sebabnya Sri
Baginda bisa tahu?" "Tadi pagi-pagi sekali, aku telah memanggil beberapa orang siwi untuk menghadap.
Lalu aku menanyakan soal penyerbuan tadi malam, terutama tentang ilmu silat yang
mereka gunakan, Ternyata ada beberapa jurus ilmu silat yang merupakan ciri khas
keluarga Bhok, Kau tahu, keluarga ini turun temurun menguasai wilayah Inlam, Hanya
setelah masuknya kerajaan Ceng kita, propinsi itu langsung diserahkan kepada Go
Sam-kui. Tentu saja karena itu keluarga Bhok menjadi gusar dan sakit hati.
Selain itu, Bhok Tian-po pangeran terakhir Bhok onghu justru tewas di tangan
bawahan Go Sam-kui. Hal ini menambah kebencian di hati mereka. Aku juga menyuruh
beberapa orang siwi itu menjalankan ilmu silat keluarga Bhok, ternyata di antaranya
memang ada Heng-sau ciang kun dan Kao-san Liu Sui!"
"Sungguh Sri Baginda pandai berpikir dan menerka!" puji Siau Po. Di dalam hati dia
justru merasa gundah dan khawatir sekali, Dia berpikir: "Di dalam kamarku tersembunyi
dua orang nona dari keluarga Bhok. Entah Sri Baginda mengetahuinya atau tidak?"
Ketika Siau Po masih bingung, kaisar Kong Hi tersenyum dan berkata kepadanya.
"Eh, Siau Kui cu, apakah ada pikiranmu untuk mendapatkan rejeki besar?" tanyanya.
Siau Po menoleh kepada Raja dan menatap dengan pandangan tidak mengerti.
"Kalau Sri Baginda tidak memberikan, mana berani hamba memintanya," sahut
bocah itu, Dia kurang mengerti apa yang dimaksudkan oleh junjungannya, karena itu
dia hanya dapat menduga-duga saja, "Sebaliknya, apabila Sri Baginda bersedia
memberikannya, hamba pun tidak berani menerimanya!"
Raja tertawa. "Bagus!" katanya, "Aku akan memberikan rejeki besar untukmu! sekarang kau
kumpulkan semua senjata dan pakaian dalam ini. Juga surat-surat pengakuan para
penyerbu yang kena ditawan lalu bawa semuanya kepada seseorang, Aku yakin kau
akan memperoleh harta karun!"
Siau Po tertegun, tapi sejenak kemudian dia tersadar.
"Oh, dia pasti Go Eng-him!" serunya.
"Kau memang cerdas sekali!" kata Raja, "Nah, kau bawalah semua barang-barang ini
kepadanya!" "Sungguh besar rejeki Go Eng-him!" kata Siau Po. "Ha... ha... ha.,.! sekarang jiwa dia
beserta keluarganya, semua ada di tangan Sri Baginda, Bahkan seluruhnya juga
merupakan hadiah dari Sri Baginda!"
"Bagaimana nanti kau berbicara dengannya?" tanya Sri Baginda.
"Akan hamba katakan begini kepadanya: "Eh, orang she Go, junjungan kita sangat
cerdas dan berpandangan jauh, Sri Baginda dapat mengetahui apa saja yang kalian
ayah dan anak lakukan di Inlam. Tidak ada satu hal pun yang tidak beliau ketahui Kalau
kalian hendak memberontak, Sri Baginda sudah dapat menduganya dari jauh hari Oleh
karena itu, kalian harus baik-baik dan menuruti perkataanku!"
Kaisar Kong Hi tertawa. "Kau cerdas sekali!" katanya, "Meskipun kau tidak bersekolah, kau buta huruf dan
kata-katamu kasar, tetapi alasannya selalu tepat Memang mereka ayah dan anak harus
tunduk sepenuhnya kepadaku!"
Senang Siau Po mendengar nada junjungannya. Dia segera membungkus seluruh
senjata dan pakaian dalam yang berserakan di atas meja, Juga surat pengakuan para
siwi, Kemudian dia memberi hormat kepada Raja untuk memohon diri. Setelah itu dia
memutar tubuhnya untuk meninggalkan kamar tulis Raja itu, Namun tepat pada saat itu
juga, dia merasa punggungnya nyeri sekali.
"Celaka!" gerutunya dalam hati Mendadak saja kepalanya terasa pusing dan
perutnya muak. Dia merasa ingin muntah, "Ah, aku harus menemui nenek sihir itu
secepatnya agar diberikan obat!"
Di samping Siau Po ada seorang thay-kam, sembari mengasongkan bungkusannya
yang akan menjadi harta karun, dia berkata.
"Kau pegang dulu barang ini Aku akan ke keraton Cu Leng hiong untuk
mengucapkan selamat pagi kepada thayhou!"
Thay-kam itu mengangguk Dia menyambut bungkusan itu. Siau Po bergegas pergi
ke keraton Cu Leng hiong, kamarnya ibu suri, sesampainya d sana dia meminta
seorang thay-kam mengabarkan kedatangannya.
Tidak lama kemudian muncullah Lui Cu, s dayang cilik. Melihat Siau Po, dia berkata
dengan suara lirih, "Kui kongkong, thayhou sedang marah. Katanya beliau tidak ada waktu menemui
mu. Kalau ka ada urusan apa-apa, besok saja kau datang lagi."
Siau Po jadi tertegun. "Besok baru datang lagi?" pikirnya dalam hati "Entah besok aku masih hidup atau
tidak" Terang terangan kemarin thayhou sendiri yang mengatakan agar aku datang hari
ini untuk mengambil obat sekarang dia sengaja mempermainkan aku. Ak benar-benar
tidak menyangka!" "Adik kecil," katanya kemudian kepada Lui Cu "Tolong kau kembali lagi kepada
thayhou dan kata kan bahwa kemungkinan besok aku tidak bisa hidup lagi, Tapi, Siau
Kui cu menganggap jiwanya kecil karena itu aku tidak perlu minum obat lagi!"
Lui Cu bingung, Untuk sesaat dia menatap Sia Po dengan tatapan heran.
"Eh, apa yang kau katakan?" tanyanya, "Bagaimana aku bisa menyampaikan katakatamu
kepad thayhou, sedangkan ucapanmu itu begitu tidak sopan?"
"Hm!" Siau Po mengeluarkan suara yang tawar. "Karena aku akan mati, perduli apa
kata-kataku ini sopan atau tidak!"
Selesai berkata, dia langsung membalikkan tubuhnya dan pulang ke kamarnya
sendiri Dia langsung memalang pintu kamarnya itu setelah sebelumnya mengambil dulu
bungkusan yang dititipkan tadi, Dia duduk di atas kursi dengan nafas tersengal-sengal.
Biar bagaimana, pikirannya bingung dan hatinya mendongkol.
"Apa kau kurang sehat?" tanya Kiam Peng.
"Meiihat wajahmu yang cantik, kesehatanku pun pulih kembali," sahut Siau Po, "Kau
begitu cantik sehingga bunga dan rembulan pun merasa malu memandangmu!"
Kiam Peng tertawa. "Suciku baru termasuk gadis cantik yang bisa membuat bunga-bunga malu dan
rembulan menutup diri, Di wajahku ada kura-kura kecil sehingga buruk sekali...."
Mendengar gurauan si nona cilik, hati Siau Po terasa lega juga,
"Eh, kenapa di wajahmu ada kura-kura?" tanyanya sambil tertawa. "Oh, aku tahu
sekarang, Adikku yang baik, wajahmu begitu bersih dan mulus sehingga bila kau
berkaca, kau akan melihat bayangan seekor kura-kura cilik,"
Kiam Peng heran, Dia menatap Siau Po tajam.
"Apa katamu" Mengapa kau berkata demikian."
"Kau lihat, dengan siapa kau tidur?" kata Siau Po. "Wajahmu berpotongan telur mirip
sebuah cermin Dan di sana terbayang wajahnya seseorang yang tampak mirip seekor
kura-kura kecil!" "Cis!" Pui le yang sejak tadi diam saja jadi sengit karena merasa disindir oleh Siau
Po. "Nih, kau lihat sendiri wajahku!"
Siau Po tertawa. "Kalau aku melihatnya dari dekat, maka di wajah adikku yang manis pasti terpantul
tampang seorang tuan besar yang tampan dan gagah!"
Kiam Peng tertawa, Pui le juga ikut tertawa, Mereka merasa thay-kam cilik ini
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang lucu sekali. "Kalau seekor kura-kura kecil bisa jadi tuan besar, lalu tuan besar yang bagaimana
itu?" sindir Pui Ie.
Siau Po tertawa, Juga Kiam Peng dan Pui le, tap mereka tidak berani tertawa keraskeras.
"Sekarang mari kita bicara yang serius," kata Pu Ie. "Kami harus menyingkir dari sini
Bagaimana caranya" Kau harus memikirkan jalannya bagi kami!"
Di dalam istana, Siau Po selalu dihormati oleh para thay-kam dan para siwi,
Berhadapan dengan raja, dia juga merasa gembira. Tapi begitu kembali ke kamarnya,
dia akan merasa sepi Sejak adanya kedua nona dari keluarga Bhok, dia tidak lagi
kesepian. Memang dia khawatir mereka bisa kepergok, namun dia tetap tidak ingin cepat-cepat
berpisah dengan kedua nona itu. Mendengar ucapan Pui le, dia jadi berpikir.
"Kita harus pikirkan dengan seksama, Kalian sedang terluka, Apabila kalian keluar
dari kamar ini, ada kemungkinan kalian akan kepergok dan ditawan kembali Bukankah
hal itu membahayakan sekali?" katanya.
Pui le dan Kiam Peng terdiam, Kata-kata Siau Po memang benar.
"Coba kau beritahukan kepadaku," kata Pui Ie. "Di antara kawan-kawanku yang
datang menyerbu tadi malam, ada berapa yang mati dan berapa pula yang tertawan"
Apakah kau mengetahui nama-nama mereka?"
Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu," sahutnya, "Kalau kau ingin mencari keterangan itu, nanti aku akan
menanyakannya...." "Terima kasih," kata Pui Ie.
Siau Po merasa senang dan juga heran. Barukali ini dia mendengar suara si gadis
yang demikian lembut, bahkan gadis itu pun mengucapkan terima kasih.
"Yang paling penting kau selidiki, apakah di antara orang yang tertawan itu ada
seorang she Lau atau tidak?" kata Kiam Peng ikut bicara.
"Seorang she Lau?" tanya Siau Po menegaskan "Siapa nama belakangnya?"
"Dia adalah kakak seperguruan kami," sahut Bhok Kiam-peng. "Namanya It Cou,.,
dan dia... juga kekasih... hati kakak Pui.,,."
Tiba-tiba Kiam Peng berhenti bicara dan tertawa, karena Pui Ie menggelitiknya
sehingga dia kegelian. "Oh, Lau It-cou!" seru Siau Po tertahan "Dia..."
"Dia apa?" tanya Pui Ie panik, "Ada apa dengan dia?"
"Bukankah dia bertubuh tinggi, berwajah putih dan tampan" Usianya sekitar dua
puluh lebih?" tanya Siau Po, "Bukankah ilmu silatnya cukup tinggi?"
sebenarnya Siau Po tidak tahu siapa Lau It-cou. Dia juga belum pernah melihatnya,
tetapi karena pemuda itu adalah kekasih Pui Ie, dia dapat menerka bahwa pemuda itu
pasti tampan Padahal dia hanya asal menebak dan sebagai kakak seperguruan Pui Ie,
pasti ilmu silatnya juga cukup tinggi Di luar perkiraannya, dugaan Siau Po tepat.
"Tidak salah lagi! Memang dia orangnya! Kenapa dia?" tanya Kiam Peng.
Siau Po tidak langsung menjawab Dia menarik nafas panjang terlebih dahulu.
"Aih.,, rupanya Lau suhu itu kekasih nona Pui," katanya kemudian
Tepat pada saat itu dari luar kamar terdengar suara panggilan.
"Kui kongkong, ada hadiah dari thayhou!"
Mendengar itu, Siau Po menjadi senang, Dia berkata dalam hati,
"Oh, dasar perempuan lacur! Dia toh tidak sudi menemui aku, untuk apa aku
menemuinya" sekarang lohu tidak takut mati, dia justru yang merasa khawatir!"
walaupun berpikir demikian, dia tetap menjawab: Terima kasih atas hadiah itu!"
Dan dia membuka pintu lalu menjatuhkan diri berlutut dan mengangguk kepada
orang yang membawakan hadiah itu, seorang thay-kam Dia pun mengucapkan terima
kasih kepada thay-kam tersebut.
Hadiah itu berupa sebuah kotak kayu yang berukiran indah, Ketika Siau Po membuka
tutup-nya, dia melihat isinya adalah sebotol obat Dia segera mengeluarkan selembar
uang kertas bernilai lima puluh tail dan diberikan kepada si thay-kam sebagai persenan.
Thay-kam itu senang sekali, dia tidak menyangka akan mendapatkan hadiah sebesar
itu, Dia mengucapkan terima kasih berulang kali.
Setelah kembali ke dalam kamarnya, tanpa ragu-ragu lagi Siau Po menelan sebutir
obat itu. "Kui toako!" panggil Pui Ie. "Bagaimana dengan Lau su... ko?"
"Oh, dasar perempuan bau!" maki Siau Po dalam hati, "Biasanya kau tidak pernah
bersikap ramah kepadaku, sekarang kau melakukannya sebab ingin menanyakan
keadaan sukomu, Malah kau memanggil aku Kui toako, sebaliknya aku gertak dulu dia!"
Thay-kam gadungan inipun segera menggeleng kan kepalanya sambil menarik nafas
panjang. "Sayang... sayang sekali.,." katanya.
Pui Ie terkejut setengah mati.
"Bagaimana?" tanyanya gugup, "Apakah dia terluka atau sudah mati" Cepat
katakan!" Tiba-tiba si bocah nakal itu tertawa lebar-lebar
"Oh, orang yang bernama Lau It-cou itu,., katanya memperlihatkan tampang
cengengesan "Aku tidak kenal dengannya dan aku tidak pernah melihatnya. Tapi kalau
kau menanyakan tentang dia, baiklah! sekarang kau panggil dulu aku kong kong yang
baik sebanyak tiga kali, Nanti aku past sudi melelahkan diri mencari tahu soal orang
itu!" Pertama-tama Pui Ie memang terkejut sekali namun setelah mendengar nada suara
Siau Po hatinya jadi agak lega. Tapi dia tidak mau memanggil kongkong yang baik, dia
hanya berkata. "Kau selalu bicara tidak karuan! sebaiknya kau katakan terus terang saja! Katakanlah
yang sebenarnya!" Siau Po tidak menjawab kata-katanya. Dia malah ngelantur,
"Hm! Kalau Lau It-cou itu jatuh ke tanganku, mula-mula aku akan meringkusnya
kemudian aku hajar habis-habisan, Aku akan menanyakan kepada-nya, dengan rayuan
manis apa dia dapat menipu serta mencuri jantung hatiku! Setelah itu aku akan
mengangkat golokku tinggi-tinggi dan aku bacok-kan kepadanya, suaranya begini:
Creppp!" Kiam Peng merasa tercekat hatinya.
"Apa?" tanyanya, "Apakah kau hendak membunuhnya?"
"Bukan, bukan!" sahut Siau Po. "Aku hanya ingin membacok kantong telurnya,
dengan demikian dia akan menjadi orang kebiri!"
Nona Bhok masih terlalu kecil, dia tidak mengerti apa yang dimaksudkan Siau Po,
tapi Pui Ie langsung merah padam wajahnya. Dia merasa jengah mendengar kata-kata
seperti itu. "Kau mengoceh sembarangan!" katanya.
"Lau sukomu itu kemungkinan sudah tertawan," kata Siau Po sambil tertawa, "Aku,
Kui kongkong memang tukang bicara, tapi banyak orang yang suka mendengarkan
perkataanku Nah, nona Pui, sekarang kau katakan, apakah kau ingin memohon
bantuan dariku?" Kembali wajah gadis itu merah padam, Thay-kam cilik ini benar-benar jahil, pikirnya,
"Eh, Kui toako," kata Kiam Peng turut memberi suara, "Kalau kau memang sudi
memberikan bantuan, tidak perlu menunggu orang memintanya. Bantuan yang tulus
barulah tindakan seorang yang gagah!"
Siau Po mengibaskan tangannya.
"Tidak! Kata-katamu salah!" sahutnya. "Aku justru paling senang mendengar
permohonan orang, Kalau orang memanggilku suamiku yang baik, apalagi dengan
nada yang mesra, semakin suka aku membantunya!"
Pui Ie menatap Siau Po lekat-lekat Dia benar-benar kewalahan menghadapi orang
yang satu ini. "Kui toako... akhirnya dia memanggil "Toako yang baik, aku memohon bantuanmu!"
Kembali timbul rasa iseng dalam hati Siau Po. Dia menggoda lagi
"Kau harus memanggil suami padaku!" katanya sambil tersenyum.
"Bicaramu keliru, Kui toako!" kata Kiam Peng. "Suciku ini akan menikah dengan Lau
suko, Karena itu Lau suko yang akan menjadi suaminya, Mana boleh suci memanggil
suami kepadamu?" "Tidak bisa!" kata Siau Po. "Kalau dia menikah dengan Lau It-cou, lohu cemburu! Iya,
aku merasa tidak puas, aku iri!"
"Kau tidak tahu, Kui toako," kata nona Bhok kembali. Nadanya setengah membujuk
"Lao suko itu orangnya baik sekali..."
"Tidak!" bentak si bocah cilik. "Justru karena dia baik, aku semakin iri! Aku cemburu
sekali!" Berkata begitu, Siau Po tetap tertawa, Sembari meraih bungkusannya di atas meja,
dia berjalan keluar, pintu kamarnya dikunci.
Dengan mengajak empat orang thay-kam sebagai pengiring, dia menunggang kuda
menuju jalan Tiang An barat, istana yang dihadiahkan Raja untuk Peng Si ong,
Ketika Go Eng-him mengetahui kedatangan utusan raja, dia segera keluar dan
menjatuhkan dirinya berlutut.
"Sri Baginda menitahkan aku membawa beberapa barang untuk diperlihatkan
kepadamu!" kata Siau Po langsung, "Siau ongya, nyalimu besar atau tidak?"
"Nyali Pi cit (hamba yang berpangkat rendah) kecil sekali Pi cit tidak boleh terkejut
sedikit pun," sahut Go Eng-him.
Siau Po menunjukkan mimik heran.
"Nyalimu kecil sekali sehingga tidak boleh terkejut sedikit pun?" tanyanya, "Tapi, apa
yang kau lakukan justru begitu besar dan mengejutkan!"
"Kongkong, Pi cit tidak mengerti apa yang kongkong maksudkan," sahut Go Eng-him.
Tolong kongkong jelaskan!"
Ketika bertemu dengan Siau Po di istana Kong Cin ong, Go Eng-him tidak
membahasakan dirinya Pi cit atau aku yang berpangkat rendah, Kalau sekarang dia
menyebut dirinya demikian, karena Siau Po sebagai utusan raja, Lagipula dia dapat
merasakan suasana yang kurang menguntungkan dirinya.
Siau Po tidak memberikan penjelasan Dia berkata lagi dengan tampang serius,
"Tadi malam kau telah mengirim beberapa perusuh untuk menyerbu istana! sekarang
Sri Baginda menitahkan aku menanyakan persoalan ini!"
Sejak pagi harinya Go Eng-him sudah mendengar kabar tentang serbuan tadi malam.
sekarang mendengar kata-kata Siau Po, otomatis dia terkejut setengah mati. Dari
berlulut, tanpa sadar dia berdiri kemudian berlutut kembali sambil menyembah berulang
kali menghadap arah istana kerajaan.
"Sri Baginda! Sri Baginda telah menurunkan budi yang besar kepada kami ayah dan
anak, Meskipun menjadi kerbau atau kuda, sulit rasanya membalas budi yang demikian
besar itu, Sri Baginda, budak Go Sam-kui dan Go Eng-him bersedia me ngorbankan
jiwa dan raga untuk bekerja demi Sri Baginda, Tidak nanti hati kami berani bercabang
dua!" Siau Po tertawa menyaksikan sikap orang itu.
"Bangun! Bangunlah!" katanya ramah, "Perlahan-lahan saja kau menyembah,
semuanya masih belum terlambat Siau ongya, mari! Kau lihat dulu barang-barang yang
aku bawa ini!" Sembari berkata, Siau Po membuka bungkusan nya. Go Eng-him lantas bangkit
untuk melihat is bungkusan yang terdiri dari senjata dan pakaian pakaian dalam
otomatis dia jadi menggigil dan gemetar.
"Ini... ini.,." suaranya bergetar dan ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya ketika
membaca surat pengakuan para busu, Dia memaksakan dirinya membaca sampai
habis, isinya ternyata pengakuan orang-orang yang tertawan, bahwa kedatangan
mereka menyerbu istana adalah atas perintah Go Sam-kui. Dengan demikian kelak Go
Sam-kui akan mendapat dukungan untuk menggantikan kaisar Kong Hi yang harus
dibunuh. Meskipun otaknya cerdas, Go Eng-him tetap terkejut dan ketakutan Kedua kakinya
jadi lemas dan sekali lagi dia jatuh berlutut
"Kui.... Kui... kongkong..." panggilnya dengan suara bergetar "lni tidak benar!
pastilah orang-orang itu sudah dihasut supaya memfitnah kami ayah,., dan anak! Kongkong, aku
harap kau sudi menghadap Sri Baginda dan menuturkan urusan yang sebenarnya. Sri
Baginda cerdas dan bijaksana, Pasti kata kongkong akan didengarnya...."
"Urusan ini sudah tersiar luas," kata Siau Po. "So tayjin dan To tayjin telah
menghadap Sri Baginda dan melaporkan pengakuan para penyerbu itu, Kau tahu
sendiri, ini namanya pemberontakan durhaka terhadap junjungannya! siapakah yang
bernyali demikian besar membicarakan urusan kepada Sri Baginda" Kau minta aku
menghadap Sri Baginda, sebetulnya bukan tidak bisa, tapi untuk itu aku harus
memikirkan cara yang sempurna. Alasan apa yang bisa kukemukakan untuk
membelamu, Sulit bukan?"
Bagian 21 Mendengar suara bimbang, Go Eng-him sepert mendapat sedikit harapan, Hatinya
senang sekali. "Biar bagaimana, Pi cit mengharapkan bantua kongkong," katanya, "Ya, Pi cit hanya
mengandalkan kongkong seorang!"
"Kau bangunlah!" kata Siau Po. "Mari kita bicara sembari berdiri!"
Eng Him menurut, dia bangkit.
"Benarkah para penyerbu itu bukan orang orang suruhanmu?"
"Pasti bukan!" sahut Go Eng-him tegas. "Man berani Pi cit melakukan perbuatan
durhaka dan memberontak seperti itu" Bukankah itu merupaka dosa tidak
terampunkan?" "Baik," kata Siau Po. "Aku senang bersahabat dengan mu. Aku percaya padamu,
Tapi ingat, kalau mereka memang orang-orangmu, selain menjerumuskan dirimu
sendiri, kau juga menyeret aku!"
"Aku tahu, kongkong. Mereka pasti bukan orang-orangku!" kembali Eng Him
memberikan kepastiannya. "Siapa kira-kira orang yang ingin memfitnah kalian ayah dan anak?" tanya Siau Po.
"Sulit bagiku untuk menunjuknya, Kami mempunyai banyak musuh!" sahut Go Enghim
bingung "Untuk memberikan penjelasan kepada Sri Baginda, kau harus menyebut nama
salah seorang musuhmu," kata si kongkong, "Dengan begitu Baginda baru bisa
menaruh kepercayaan atas apa yang kukatakan."
"lya, kongkong memang benar. Ayah Pi cit telah bekerja banyak demi kerajaan Ceng,
tidak sedikit lawan yang telah ia robohkan, Karena itu bisa di mengerti kalau sisa-sisa
lawannya masih membencinya sampai sekarang, Tentu saja mereka juga berusaha
mengadakan pembalasan, Umpamanya sisa orang-orangnya Lie Cong, pangeran Tong
Ong, Kui ong, Juga keluarga Bhok dari Inlam, Mereka-mereka itu pasti bisa melakukan
hal apa saja." Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Sekarang coba kau terangkan kepadaku tentang sisa-sisanya Lie Cong dan
keluarga Bhok itu, Bagaimana tentang ilmu silat mereka" Dapatkah kau
memperlihatkan beberapa jurus di antaranya agar aku dapat tuturkan di depan Sri
Baginda nanti" Aku akan mengatakan kepada Sri Baginda bahwa itulah ilmu silat para
penyerbu yang kau lihat tadi malam. Dengan demikian kata-kataku disertai bukti."
Eng Him senang sekali mendengar ucapan Siau Po. Dia yakin cara itu memang
bagus sekali. "Pemikiran kongkong ini baik sekali!" pujinya, "Mengenai ilmu silat, kepandaian aku
yang rendah masih terbatas, Karena itu, biarlah Pi cit tanyakan dulu kepada
orangorangku, silahkan kongkong duduk menunggu, sebentar Pi cit akan kembali lagi!"
Go Eng-him memberi hormat kemudian masuk ke dalam, Tidak lama kemudian, dia
sudah muncul kembali bersama salah satu orangnya, yakni Yo Ek-ci, orang yang
kemarin dibantu Siau Po untuk memenangkan perjudian sebanyak seribu enam ratus
tail. Ek Ci mengenali thay-kam cilik ini. Cepat-cepat dia memberi hormat. wajahnya
tampak kelam. Mungkin Eng Him sudah memberitahukan maksud kedatangan si thaykam
cilik sebagai utusan raja ini.
Siau Po tertawa dan berkata.
"Yo toako, jangan khawatir! Tadi malam kau berjudi di istana Kong Cin ong, tidak
sedikit orang yang melihatmu Tidak mungkin kau disangka sebagai penyerbu gelap di
istana!" "ltu memang benar! Tapi aku takut ada orang jahat yang ingin memfitnahku," kata Ek
Ci. Di adalah kepala pengawal Go Eng-him, karenanya dia juga bertanggung jawab atas
para bawahannya, "Aku khawatir ada orang yang mengatur cerita burung bahwa
sengaja Go sicu mengajak aku ke istana Kong Cin ong, tetapi di belakangnya aku justru
telah mengatur penyerbuan ke istana raja...."
"Iya.... Kekhawatiranmu memang beralasan juga." kata Siau Po.
"Kongkong, kaulah yang dapat menolong kami." kata Ek ci kemudian, "Menurut Go
sicu, kongkong sudah memberi penjelasan kepada Sri Baginda tentang bebasnya kami
dari sangkaan, Kami benar-benar berterima kasih atas kebaikan kongkong, Musuh
Peng Si ong banyak sekali, Pihak-pihak itu juga mempunyai aneka ragam ilmu silat
yang berlainan namun ilmu keluarga Bhok istimewa serta mudah dikenali..."
"Aih! Sayang sekali!" kata Siau Po yang cerdik, Sayang di sini tidak ada orang
keluarga Bhok, kalau tidak, kita dapat memintanya menjalankan beberapa jurus ilmu
keluarga itu!" "llmu tangan kosong dan ilmu pedang keluarga Bhok sangat terkenal dan sudah
tersiar luas di wilayah Inlam," kata Ek Ci. "Karena itu, hamba ingat beberapa jurus di
antaranya, kalau kongkong suka, hamba akan berusaha menjalankannya, kawanan
penyerbu itu datang membawa golok serta pedang, Bagaimana kalau hamba tunjukkan
beberapa jurus ilmu pedang Keng Hong kiam?"
Siau Po memperlihatkan mimik gembira.
"Bagus sekali kalau Yo toako mengenal ilmu silat keluarga Bhok, Aku tidak mengerti
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ilmu pedang dan untuk mempelajarinya juga memerlukan waktu yang cukup lama,
sebaiknya kau mainkan jurus tangan kosong saja, nanti aku akan mencobanya."
"Kongkong telah berhasil membekuk Go Pay, nama kongkong terkenal di empat
penjuru dunia!" kata Ek Ci. "Aku yakin ilmu silat kongkong pasti lihay sekali,
Kongkong, mana yang aku tidak paham,harap Kongkong sudi memberikan petunjuk!"
Yo Ek-ci segera menuju tengah ruangan dan mulai bersilat dengan perlahan.
Maksudnya agar si thay-kam cilik dapat melihat dengan jelas.
Ilmu silat keluarga Bhok memang terkenal sejak dua ratus tahun yang lalu, itulah
sebabnya, meskipun belum lancar sekali, tapi Yo Ek-ci mengenalnya dan dapat
menjalankan nya dengan baik, Pada dasarnya dia memang lihay, Banyak sudah dia
mendengar dan mengalami sendiri, pengetahuan nya pun luas sekali.
"Sungguh bagus!" kata Siau Po memuji ketika melihat Ek Ci menjalankan jurus
"Heng-sau cian kun" Begitu pun ketika orang itu menjalankan juru Kao-san Liu Sui.
"Bagus sekali!" pujinya sekali lagi ketika Ek Ci berhenti menunjukkan permainannya,
"Dalam waktu yang sesingkat ini, aku tidak dapat mempelajari semuanya sekaligus.
Karena itu, di depan Sri Baginda nanti, aku akan menunjukkan dua jurus itu saja,
Dengan demikian Sri Baginda bisa menanyakan kepada para siwi, apakah mereka
mengenal jurus tersebut. Coba kau katakan, apakah kau tahu asal-usuI kedua jurus
tadi?" Selesai berkata, Siau Po pun segera menjalan kan kembali kedua jurus Heng-sau
Ciang kun da Kao-san Liu Sui tersebut.
"Bagus! Kongkong bagus sekali!" seru Ek memuji "Kongkong dapat menjalankan
kedua jurus tadi dengan baik sekali! Setiap ahli silat tentu akan mengenalnya,
Kongkong memang cerdas sekali, Dengan sekali lihat saja kongkong dapat
mengikutinya. Kongkong, dengan demikian keluarga Go pasti luput dari ancaman
bahaya!" Go Eng-him berulang kali menjura kepada Siau Po seraya berkata.
"Kongkong, keluarga Go yang terdiri dari seratus jiwa lebih semuanya mengandalkan
pertolongan kongkong untuk menyelamatkannya!"
Mendengar ucapan Go Eng-him, Siau Po berpikir dalam hati.
"Keluarga Go ibarat mempunyai gunung emas dan bukit permata, Dengannya aku
tidak perlu membicarakan harga!" Dia pun menganggukkan kepalanya dan berkata,
"Bukankah kita adalah sahabat sejati" Siau ongya, jangan bicara soal budi pertolongan
Dengan berkata demikian, kau menganggap aku seperti orang luar saja, Lagipula, Siau
ongya, aku memang berusaha menoIongmu, tapi berhasil atau tidaknya toh masih
belum ketahuan!" "Baiklah, kongkong, Aku mengerti..." kata Eng Him.
Siau Po berdiri, dia mengambil bungkusaan berisi senjata dan pakaian dalam tadi,
Diam-diam dia berpikir. "Barang-barang ini untuk sementara tidak boleh aku serahkan kepadanya."
Kemudian dia pun bertanya, "Sri Baginda, juga berpesan agar aku bertanya kepadamu,
bukankah dari sekian pembesar Inlam ada seorang yang bernama Yo It-kong?"
Go Eng-him tertegun saking herannya.
"Yo It-kong adalah seorang pembesar yang pangkatnya masih rendah," pikirnya
dalam hati. Di memang datang ke kotaraja, tapi belum sempat menghadap Sri Baginda,
mengapa Sri Baginda bisa mengetahui tentang dirinya?"
Tapi secepatnya di menjawab: "Yo It-kong adalah seorang camat yang baru diangkat
untuk kecamatan Kiokceng di Inlam sekarang dia memang ada di kotaraja menunggu
kesempatan untuk bertemu dengan Sri Baginda,"
"Sri Baginda menyuruh aku menanyakan Sia ongya tentang orang itu," kata Siau Po.
"Beberap hari yang lalu Yo It-kong telah berbuat sewenang-wenang dalam sebuah
rumah makan di kotaraja ini, dia membiarkan para pengikutnya menghajar orang. Sri
Baginda ingin tahu apakah tabiatnya sekarang sudah berubah atau belum?"
Mendengar pertanyaan itu, Go Eng-him terkejut setengah mati. Yo It-kong mendapat
pangkat camat karena menyogok uang sebanyak empat laksa tail kepada Go Sam-kui.
Dari jumlah itu, Go En him sendiri menarik sebanyak tiga ribu tail. Ini yang membuatnya
terperanjat, cepat-cepat menjawab.
"Nanti Pi cit memberikan pelajaran kepadanya!" kemudian dia menoleh kepada Yo
Ek-ci dan berkata, "Kau segera perintahkan orang memanggil Yo It-kong. Pertamatama,
hajar dia dengan rotan sebanyak lima puluh kali!" Setelah itu dia berkata lagi
kepada Siau Po. "Kongkong, tolong laporkan kepada Sri Baginda bahwa Go Sam-kui
kurang teliti dalam memilih pejabat. Karena itu Go Sam-kui minta maaf dan bersedia
diturunkan pangkatnya! Tentang Yo It-kong dia akan segera dipecat dan untuk
selamalamanya tidak akan terpilih kembali. Sebagai penggantinya akan diminta Lie Pou tayjin
memilih orang yang cakap!"
Siau Po tertawa. "Ah, dia tidak perlu dihukum demikian berat!"
"Tapi Yo It-kong sungguh lancang dan nyalinya besar sekali, perbuatannya ini
sampai diketahui Sri Baginda," kta Go Eng-him. "Sebenarnya hukuman itu malah terlalu
ringan, seharusnya dia mendapatkan hukuman kematian. Nah, Yo Ek-ci, hajar lah dia
yang keras!" "Baik, Siau ongya!" sahut Yo Ek-ci.
Siau Po tertawa. "Aku rasa jiwa orang she Yo itu bisa tidak ketolongan," pikirnya dalam hati, Kemudian
dia berkata kepada Go Eng-him: "Baiklah, Siau ongya, sekarang juga aku hendak
kembali ke istana untuk memberikan laporan kepada Sri Baginda, Terutama aku harus
melatih dulu kedua jurus Heng-sau ciang kun dan Kao-san Liu Sui itu!"
Selesai berkata, thay-kam cilik itu memberi hormat kemudian membalikkan tubuhnya
untuk berjalan pergi. Go Eng-him mengiakan dan membalas penghormatannya, Kemudian dengan sigap
dia mengeluarkan sebuah bungkusan besar dari balik pakaiannya dan dengan kedua
tangannya dia angsurkan kepada Siau Po seraya berkata.
"Kui kongkong, budimu yang besar sulit Pi cit balas, Begitu pula kebaikan congkoan,
So tayjin beserta beberapa siWi Tayjin. Karena itu, Pi cit harap kongkong sudi
membantu bicara dengan mereka dan sekalian tolong sampaikan bingkisan Pi cit yang
tidak berharga ini. Kalau nanti Sri Baginda menanyakan apa-apa kepada kongkong,
harap mereka sudi membantu kongkong bicara sehingga dapat mencuci rasa
penasaran ayah Pi cit!"
Siau Po menyambut bungkusan itu yang berupa uang, Sembari tertawa dia berkata.
"Siau ongya hendak meminta bantuanku, boleh saja!"
Sudah satu tahun lebih Siau Po berdiam dalam istana, Meskipun usianya masih
muda, tapi di sudah mengerti banyak cara bicaranya seorang thay-kam dan dia dapat
bersikap baik dalam hal ini
Eng Him beserta Ek Ci mengantarkan Siau Po keluar Sikap mereka menghormat
sekali. Ketika Siau Po sudah berada di dalam joli, di mengeluarkan bungkusan yang
diberikan Go Eng him. Ketika dia membukanya, ternyata isinya uang kertas senilai
sepuluh laksa tail. "Hm!" pikirnya dalam haii, "Dari jumlah ini, lohu harus mengambil setengahnya!"
Benar saja, Dia segera menyisihkan lima laksa tail dan disusupkannya ke dalam saku
pakaian, sedangkan isinya yang lima laksa tail lagi disusun rapi kemudian dibungkus
kembali. Setibanya di istana, mula-mula dia menemui raja di kamar tulis Gi Si pong, Dia
memberi laporan tentang Go Eng-him yang menurutnya sangat menghormati dan
memuji kebijaksanaan junjungannya itu dan pangeran itu merasa bersyukur sekali.
Kaisar Kong Hi tertawa. "Hal ini pasti membuatnya terkejut sekali!"
"Ya, dia memang kaget dan ketakutan!" sahut Siau Po ikut tertawa, "Setelah itu
hamba bicara tentang para penyerbu yang ilmu silatnya telah Sri Baginda ketahui
berasal dari keluarga Bhok. Mendengar itu, Go Eng-him heran sekaligus gembira."
Raja tertawa lagi, Siau Po segera mengeluarkan bungkusan berisi uangnya sambil
berkata. "Ya, Go Eng-him sangat bersyukur Dia memberikan sejumlah uang kertas yang
katanya satu laksa buat hamba sendiri, sedangkan sisanya untuk dihadiahkan kepada
para siwi yang telah berjasa menghadang dan menumpas para penyerbu, Nah, Sri
Baginda, Dengan demikian, bukankah kami telah memperoleh untung besar?"
Siau Po memperlihatkan uang kertas itu, semuanya berjumlah seratus lembar dan
nilai masing-masingnya lima ratus tail.
Kaisar Kong Hi tertawa dan berkata:
"Kau masih sangat muda, selaksa tail pasti tidak habis kau pakai seumur hidup,
sisanya boleh kau bagi rata kepada para siwi itu!"
Senang hati Siau Po mendengar keputusan junjungannya itu, tapi dia masih berpikir:
"Sri Baginda memang cerdas sekali, tapi dia sama sekali tidak menyangka kalau aku Wi
Siau-po telah mempunyai uang sebanyak berpuluh laksa tail." Kemudian dia berkata
kepada Raja: "Sri Baginda, perkenankanlah hamba mengatakan sesuatu, Bagi hamba,
apa yang tidak tersedia" Asal hamba setia kepada Sri Baginda dan melayani dengan
baik, Sri Baginda dapat memberi kehidupan mewah kepada hamba. Karena itu, biarlah
uang sebanyak lima laksa tail ini, semuanya dibagikan saja kepada para siwi dan
kepada mereka nanti hamba akan mengatakan bahwa se mua ini adalah persenan dari
Sri Baginda sendiri Mengapa kita harus memberi muka kepada orang seperti Go Enghim?"
Sebenarnya tidak ada niat raja menghapus jasa orang. Dalam hal ini yang
dimaksudkan adalah kebaikan Go Eng-him. Tapi setelah mendengar kata-kata Siau Po
yang mengatakan "memberi muka" kepada Go Eng-him," hatinya tercekat. Meman
benar, bila dikatakan uang sebanyak itu adala hadiah dari Go Eng-him, para siwi pasti
senantia mengingat kebaikan pembesar dari Inlam itu.
Melihat Raja diam saja, Siau Po dapat menebak isi hatinya, Tanpa menanti rajanya
berbicara, Siau Po segera berkata lagi.
"Sri Baginda, ketika Go Sam-kui menyuruh putranya datang ke kotaraja ini, dia pasti
membekal uang dalam jumlah yang banyak sekali, Dan setiap bertemu orang, putranya
itu pasti memberikan persenan, Karena itu, bukan tidak mungkin dia sengaja menanam
kebaikan untuk mengambil hati.
Bukanlah dalam satu negara, meskipun seseorang itu uangnya banyak sekali, tetapi
sebetulnya merupakan milik Sri Baginda" Maka itu, hamba pikir Go Sam-kui itu rada
aneh, Dia seperti menganggap Inlam sebagai miliknya sendiri..."
Kaisar Kong hi mengangguk mendengar kata-kata Siau Po.
"Baiklah!" katanya kemudian "Kau boleh katakan bahwa uang itu merupakan
persenan dariku!" Siau Po merasa puas, Dia memohon diri terus keluar dari kamar tulis raja dan
menuju tempat para siwi di mana di sana dia juga bertemu dengan To Lung.
"To Congkoan, Sri Baginda menitahkan agar para siwi yang tadi malam telah berjasa
dibagikan uang sebanyak lima laksa tail ini!" katanya sambil menyerahkan uang itu.
To Lung senang sekali, Dia menerima uang itu dengan berlutut dan mengucapkan
terima kasih. Siau Po tertawa. "Sekarang Sri Baginda sedang gembira hatinya, Karena itu, sebaiknya kau
menghadap sendiri dan ucapkan terima kasih secara langsung!"
To Lung menurut Bersama Siau Po, dia menuju kamar tulis raja, ia berlutut di
hadapan kaisar Kong Hi sambil berkata.
"Sri Baginda telah menghadiahkan uang, karenanya hamba beserta para siwi
menghaturkan banyak terima kasih!"
Kong Hi menganggukkan kepalanya sembari tertawa. Siau Po segera mewakili
rajanya bicara. "To congkoan, Sri Baginda menitahkan supaya semua uang yang jumlahnya lima
laksa tail harus kau bagikan kepada para siwi yang telah berjasa tadi malam, Bahkan
siwi yang terluka karena tugasnya diberi lebih banyak dari yang lainnya!"
"Baik! Hamba menurut perintah!" sahut To Lung.
Melihat sikap Siau Po yang demikian cerdas, kaisar Kong Hi berpikir dalam hatinya.
"Siau Kui cu sangat setia dan pandai bekerja, otaknya cerdas sekali, Dia juga tidak
tamak oleh harta. Diberikannya semua uang yang berjumlah lima laksa tail itu kepada
para siwi, sedangkan dia tidak memungut satu ci pun!"
Sementara itu, Siau Po dan To Lung segera mengundurkan diri.
To congkoan menyisihkan uang sejumlah selaksa tail dan diserahkannya kepada
Siau Po sambil berkata. "Kui kongkong, sudilah kiranya kongkong menerima uang ini untuk dihadiahkan
kepada para kongkong sebagai tanda bukti kami para siwi terhadap kongkong!"
Siau Po tertawa. "Oh, To congkoan, kata-katamu menandakan kau kurang bersahabat Aku Siau Kui
cu, seumur hidup paling menghormati sahabat-sahabat yang berkepandaian tinggi,
Kalau saja uang yang lima laksa tail tersebut dihadiahkan Sri Baginda kepada para
pembesar sipil, biar bagaimana aku pasti akan mengambil barang satu atau dua laksa
tail. Tapi uang itu diberikan kepadamu, To congkoan, karena itu, biar kau memberikan
setengahnya pun kepadaku, aku tidak akan menerimanya!"
To Lung mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tertawa.
"Para siwi mengatakan di antara para kongkong, hanya Kui kongkong yang paling
muda juga paling bersahabat Ternyata kata-kata mereka bukan bualan belaka!"
Siau Po tersenyum. "To congkoan," katanya seperti tiba-tiba teringat akan suatu hal, "Dapatkah kau
memberitahukan kepadaku, apakah di antara para penyerbu yang tertawan itu ada
seseorang yang bernama Lau It-cou atau tidak" Kalau ada, kita dapat mengorek
keterangan darinya!"
"Aku belum tahu, kongkong," sahut To Lung, "Baiklah nanti aku akan
menyelidikinya." "Baiklah!" kata Siau Po yang terus mengundurkan diri.
Baru saja dia sampai di depan pintu kamarnya, seorang thay-kam datang
memberikan laporan kepadanya.
"Kui kongkong, orang she Cian datang lagi membawa seekor babi yang diberi nama
Te Hong jinsom ti. Katanya sebagai hadiah untuk kongkong, Sekarang dia ada di dapur
menunggu kedatangan kongkong,"
Siau Po mengernyitkan alisnya, pikirnya diam-diam:
"Babi yang dulu, hoa tiau hokleng ti masih belum selesai urusannya, sekarang dia
mengantarkan seekor lagi, Huh! Apa kau kira istana ini tempat penyimpanan babi-babi"
Tapi dia toh sudah datang, bagaimana aku harus menolaknya?"
Sembari berpikir demikian, Siau Po segera pergi ke dapur Di sana ia melihat wajah
orang she Lian yang ramai dengan senyuman itu. Malah ketika melihat Siau Po, dia
langsung berkata: "Kui kongkong, babi hoa tiau hokleng ti itu benar-benar daging babi yang berkhasiat
Lihatlah, setelah kongkong makan daging babi itu, wajah kongkong jadi bercahaya
menandakan kesehatannya yang baik, Kongkong, aku bersyukur kongkong sudi
membeli daging babi dariku, Karena itu sekarang aku membawakan lagi seekor babi
yang diberi nama Te hong jinsom ti, ini dia babinya!" katanya sambil menunjuk ke
samping. Kali ini babi hidup yang dibawanya, BuIunya putih mulus dan bersih sekali di dalam
kurungan-nya, babi itu jalan berputar-putar.
Siau Po menganggukkan kepalanya, Dia tahu orang itu sedang memberikan kisikan
kepadanya, Sebab kedatangan Cian ini tidak mungkin tanpa maksud apa-apa.
Orang she Cian itu segera menghampiri Siau Po sambil mencekal tangannya,
Sembari tertawa dia berkata:
"Benar hebat pengaruh daging babi yang hamba antarkan tempo hari, Lihat, tenaga
kongkong jadi besar dan nadinya berdenyut kencang!"
Begitu kedua tangan mereka saling menyentuh, Siau Po dapat merasakan ada kertas
yang dipindahkan ke tangannya, Dia segera menyambut kertas yang dirasa ada
maknanya itu, namun dia masih buta apa kira-kira persoalannya, sedangkan di muka
umum dia juga tidak ingin menanyakan apa-apa.
"Babi Te hong Jinsom ini lain lagi cara memakannya," kata Si Cian, "Tolong
kongkong pesankan kepada perawat babi agar binatang itu diberi makan ampas arak
selama sepuluh hari berturut-turut, Sampai waktunya aku akan datang lagi untuk
menyembelih dan memasaknya buat kongkong!"
Siau Po menjungkitkan sepasang alisnya.
"Babi hoa tiau hokleng saja sudah membuat seluruh tubuhku panas tidak karuan,"
sahutnya "Bagaimana lagi dengan jinsom ti ini" Nanti kau bawakan aku lagi Yan Oh ti!
Saudara Cian, biar ka sendiri saja yang memakan nya, aku tidak mau!"
Orang she Cian itu tertawa.
"Oh, kongkong, inilah tanda buktiku terhadap kongkong," katanya, "Lain kali aku tidak
berani memusingkan kongkong lagi!" Dia lantas memberi hormat kemudian
membalikkan tubuhnya untuk pergi.
Siau Po membiarkan orang itu berlalu, Dia berpikir keras.
"Pasti kertas ini ada tulisannya, Tapi, sekalipun hurufnya sebesar semangka, aku
juga tidak mengenalnya, Bagaimana baiknya sekarang?"
Siau Po tidak putus asa, Setelah memesan bawahannya untuk memelihara babi itu
baik-baik, dia kembali ke kamarnya, Dia berkata lagi dalam hati "Si Cian ini sangat
cerdik, pertama kali dia mengantar babi, di dalam babi itu dia menyembunyikan Siau
kuncu, sekarang dia membawa babi hidup. Hanya saja suratnya ini.... Mau tidak mau
aku harus minta bantuan Siau kuncu, Dasar celaka orang s Cian itu" Memangnya dia
tidak bisa bicara langsung" Mengapa harus tulis surat segala?"
Setelah membuka pintu, Siau Po masuk dalam kamarnya.
"Kui toako," kata Kiam Peng begitu melihat thaykarn cilik, "Tadi ada orang
membawakan barang hidangan, Tapi rupanya dia melihat pintu kamar yang terkunci jadi
dia pergi lagi tanpa mengetuk pintu."
"Mengapa kau bisa tahu kalau dia datang mengantarkan barang hidangan?" tanya
Siau Po sembari tertawa, "Ah! Tentu hidungmu mencium bau masakan yang lezat
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan" sekarang tentunya kau sudah lapar" Kenapa kau tidak makan kue saja?"
Bhok Kiam Peng tertawa. "Aku tidak malu-malu!" sahutnya, "Tadi aku sudah makan kue itu!"
Siau Po tersenyum. "Kui,., Kui toako.,." panggil Pui Ie. "Apakah kau,.,?"
Tiba-tiba si nona menghentikan kata-katanya. Dia menjadi jengah.
"Tentang Lau sukomu itu, aku belum berhasil memperoleh keterangan apa pun," shut
Siau Po yang mengerti arah pertanyaan si nona."Kata para siwi dalam istana, mereka
tidak menangkap orang she Lau...."
"Terima kasih!" kata Pui Ie. "Syukurlah kalau dia memang tidak sampai tertawan!"
"Meskipun demikian, ada baiknya bagi kalian," sahut Siau Po. "Dia ada di luar istana
walaupun mungkin dia memikirkan dirimu, Sebaliknya, kau merindukan dia, tapi kau
ada di dalam istana, Sepasang kekasih untuk selamanya tidak dapat bertemu,
bukankah hal itu mengecewakan sekali ?"
Wajah nona Pui jadi merah padam.
"Aku toh tidak mungkin berada dalam istana ini seumur hidup?" katanya.
"Seorang nona, begitu dia masuk ke dalam istana, mana ada kesempatan untuk
keluar lagi?" sahut Siau Po. Dia memang iseng dan suka menggoda, "Apalagi nona
secantik dan semanis dirimu ini, Aku Siau kui cu, begitu melihat kau saja, hatik sudah
kepincut, Timbul keinginan dalam hatiku untuk mengambil kau sebagai istri, Demikian
pula Sri Baginda, Kalau beliau melihatmu, pasti dia aka memilihmu menjadi ratu!
Karena itu, nona Pui, aku ingin memberi nasehat kepadamu, Ada baiknya kau menjadi
ratu saja!" Hati si nona merasa mendongkol dan tidak puas.
"Tidak sudi aku bicara panjang lebar denganmu!" katanya, "Setiap ucapanmu hanya
membuat aku jengkel dan membuat habis kesabaranku!"
Siau Po tidak menggubrisnya, dia hanya te tawa, Kemudian dia serahkan kertas di
tangann kepada si nona cilik,
"Siau kuncu, tolong kau bacakan surat ini katanya.
Kiam Peng menyambut kertas itu kemudi membacanya.
"Di kedai kopi Kho Seng ada nyanyian dan cerita dengan judul Eng Liat-toan."
"Eh, apa artinya ini?" tanya si nona bingung.
Mendengar bunyi surat itu, Siau Po lantas mengerti.
"Pihak Tian-te hwe ada urusan ingin bertemu denganku Aku diundang ke kedai kopi
untuk mendengar cerita tentang kisah kaisar Beng thaycou dulunya, Kecewa kau
menjadi keluarga Bhok kalau kisah Eng Liat-toan saja kau tidak tahu."
"Sudah tentu aku tahu kisah Eng Liat-toan itu," kata Bhok Kiam-peng. "ltu kan cerita
bagaimana mula-mulanya kaisar Beng thayou membangun kerajaan Beng!"
"Bagus!" kata Siau Po. "Sekarang aku akan menanyakan kepadamu, tahukah kau
kisah Bhok ongya dengan tiga kali memanah mengukuhkan kedudukannya di Inlam
serta Kui kongkong dengan sepasang tangannya memeluk si nona cantik?"
"Fui!" ejek si nona dengan keras, "Ketika kakekku mengukuhkan kedudukannya di
Inlam, tentu saja dalam kisah Eng Liat-toan ada disebut juga, Tapi tentang Kui
kongkong dengan sepasang... tangannya... tangannya...."
Siau Po memperhatikan si nona cilik lekat-lekat Lalu dia berkata dengan serius.
"Coba kau katakan! Ada tidak kisah tentang Kui kongkong yang dengan sepasang
tangannya memeluk sepasang nona cantik?"
"Sudah tentu tidak ada!" sahut Kiam Peng. "ltu kan hanya karanganmu sendiri!"
"Bagaimana kalau kita bertaruh?" tanya Sia Po. "Bagaimana kalau ada" Dan
bagaimana kalau tidak ada?"
"Kisah Eng Liat-toan itu, aku sudah hapal luar kepala!" sahut Kiam Peng. "Aku juga
sudah mendengar cerita itu berulang kali, Bertaruh apa pun aku berani! Cici Pui,
bukankah tidak ada cerita tentang Kui kongkong seperti yang dikatakannya?"
Belum sempat Pui Ie memberikan jawaban, Siau Po sudah melompat naik ke atas
tempat tidur. Tanpa membuka sepatu lagi, dia menyusup ke dalam selimut dan
Rajawali Hitam 5 Panji Akbar Matahari Terbenam Seri 3 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Hamukti Palapa 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama