Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 11
berbaring di tengah-tengah kedua nona itu. Sepasang tangannya merangkul nona Pu
dan nona Bhok! Saking kagetnya, kedua nona itu sampai menjerit tertahan, namun tidak sempat
menyingkirkan diri. Hanya Kiam Peng yang masih berusaha memberontak.
Siau Po menggunakan kesempatan itu untuk memiringkan tubuhnya ke arah Pui Ie.
Dengan demikian bibirnya segera menyentuh pipi si gadi yang halus, Dia juga
menciumnya satu kali. "Sungguh harum..." kata si bocah ceriwis.
Nona Pui terkejut setengah mati, Dia ingin meronta, namun dia hanya mengeluarkan
jerita tertahan saking nyerinya. Lukanya memang masih belum sembuh dan tidak boleh
sembarangan bergerak, Meskipun demikian, tangan kirinya masih melayang juga ke
pipi si bocah. Plok! Terdengar suara gaplokan yang keras.
"Ah! Kau hendak membunuh suamimu" Kau tidak takut menjadi janda?" goda Siau
Po sambil membalikkan tubuhnya dan terus mencium pipi Kiam Peng yang putih dan
halus, "Hm! Sama harumnya!
Setelah itu si thay-kam cilik melompat turun dari tempat tidur Terus dia berlari keluar
dari kamarnya dan mengunci pintunya dari luar.
Kamar Siau Po terletak disisi ruang makan Raja, di sebelah selatan gudang, Karena
itu dia berjalan menuju utara untuk mengitari pendopo Yang Sim-tian, kemudian belok
ke kiri melintasi tiga ruangan kemudian melewati pintu Yang Hoa mui.
Pintu Sin An mui dan maju terus melalui keraton Siu an kiong yang terletak di sisi
pendopo Eng Hoa tian, Lantas memutar lagi lewat pintu Si Tiat mui dan akhirnya keluar
dari Sin Bu mui di sebelah utara. Pintu adanya di bagian belakang Ci Kiam sia, kota
terlarang, sekeluarnya dari istana dia langsung menuju kedai Kho Seng.
Begitu Siau Po duduk, seorang pelayan segera menghampirinya dan menyuguhkan
teh hangat, setelah itu, Kho Gan-tiau berjalan perlahan mendekatinya dan melewatinya.
Namun ketika lewat dia mengedipkan matanya, Siau Po mengangguk. Dibiarkannya
orang itu berlalu. "Kau pasti menunggu aku," pikirnya dalam hati, Dia meneguk tehnya beberapa kali,
terus dilemparkannya uang di atas meja sembari berkata.
"Hari ini tidak ada tukang cerita.,." ia pun bangkit dan berjalan dengan tenang seperti
Kho Gan-tiau tadi. Di jalan raya, di sebelah ujungnya tampak Kh Gan-tiau berdiri menunggu.
Siau Po berjalan terus menghampiri Di samping ada dua buah joli,
"Silahkan naik!" kata Go Tiau kepada Siau Po Kemudian dia naik ke atas joli lainnya,
Dia berbuat demikian setelah menoleh ke sekitarnya dan yakin tidak ada seorang pun
yang melihatnya. Gerakan kaki si tukang gotong joli cepat sekali, mereka seperti dibawa terbang,
Dalam sekejap mata mereka sudah sampai di tempat tujuan.
Siau Po melihat tempat itu merupakan halaman sebuah rumah, Di sini Gan Tiau
masuk terlebih dahulu, dan dia pun mengikuti dari belakang, Begitu melintasi dinding
berbentuk rembulan, di sana tampak berkumpul sejumlah anggota perkumpula Tian-te
hwe, semuanya segera memberi hormat dengan menjura, Di antaranya terdapat, Hoan
Kon Hong Ci-tiong, Hian Ceng tojin serta orang she Cian yang mengantarkan babi ke
istana. "Eh, Cian laopan!" sapa Siau Po sambil tertawa "Sebenarnya siapakah she dan
nama besarmu?" Orang ditanya ikut tertawa.
"Sesungguhnya sebawahanmu ini memang she Cian, sedangkan nama belakangnya
Lao Pun (ua pokok)."
Siau Po tertawa tergelak.
"Kenyataannya kau memang cerdas dan pandai bekerja," puji Siau Po. "Kalau
berdagang, kau pasti untung terus!"
"Ah.... Wi hiocu hanya memuji saja..." kata si Cian tersenyum para anggota yang
lainnya segera mengundang Siau Po masuk ke ruang tengah dan semuanya langsung
duduk berkumpul. "Wi hiocu, silahkan lihat!" kata Hoan Kong yang tidak sabaran. Dia segera
memperlihatkan sehelai kartu nama berwarna merah yang lebar.
"Tulisan itu.,." Siau Po berkata terus terang, tapi sikapnya memang jenaka," Mereka
semua bisa melihat aku, tapi aku tidak mengenal mereka sama sekali Bahkan inilah
pertemuan kita yang pertama!"
"Hiocu, kartu itu merupakan sehelai surat undangan." kata Cian laopan menjelaskan
"Kita diundang untuk menghadiri sebuah pesta perjamuan.
"Bagus!" sahut Siau Po. "Pihak mana yang memberi muka terang kepada Tian-te
hwe dengan undangannya itu?"
"Menurut huruf-huruf yang tertera di atas surat undangan ini, orang yang
mengundang kami adalah Bhok Kiam-seng!" kata Cian Lao Pun memberikan
keterangan. Siau Po langsung tertegun.
"Bhok Kiam-seng?" dia mengulangi nama itu sekali lagi.
"lya," sahut si Cian, "Dia adalah Siau ongya atau pangeran muda dari Bhok onghu."
Sekarang Siau Po baru menganggukkan kepalanya.
"Oh, jadi dia itu kakaknya si babi hoa tiau hokleng itu?"
"Benar!" kata si Cian.
"Dia mengundang kita semua?" tanya Siau Po kembali
"Dalam surat undangan dia menulis dengan sungkan, Dia mengundang hiocu dari
Ceng bo tong dan sekalian orang-orang gagah dari Tian Te Hwe untuk menghadiri
perjamuannya, Waktunya malam ini, sedangkan tempatnya di lorong Si Kang cu ho
tong." "Coba kau katakan, apa maksud undangannya ini?" tanya Siau Po kepada si Cian,
"Mungkinkah dia mencampurkan obat bius dalam barang hidangannya nanti?"
"Menurut tata krama, tidak mungkin dia melakukan perbuatan serendah itu," kata si
Cia "Nama Bhok onghu dalam dunia kangouw sangat terkenal sedangkan Bhok Kiamseng
juga seorang pangeran muda, Boleh bilang derajatnya sama dengan Tan Cong
tocu kita, Meskipun demikian, ada pepatah yang mengatakan, rapat tiada yang
sempurna, pesta tidak ada yang baik akhirnya, Karena itu, hiocu, apa yang hiocu
khawatirkan, mau tidak mau kita harus menjaganya!"
"Jadi kita pergi ke sana tanpa menyentuh makanannya sama sekali?" tanya Siau Po.
"Di sana toh ada masakan yang terkenal di Inlam dan kita harus mencicipinya!"
Para hadirin saling menatap sekilas, Siau Po menjadi heran, Tidak ada seorang pun
yang membuka suara sampai sekian lama.
"Kami semua mohon petunjuk dari Wi hiocu," kata Hian Ceng tojin akhirnya.
Siau Po tertawa. "Ada arak yang harus, ada hidang yang lezat Malam ini kita harus
mencicipinya, Untuk berjaga-jaga, sebaiknya kalian mengangkat aku sebagai ketua,
Setelah kenyang bersantap, kita bisa berjudi dan berpelesiran dengan nona-nona
manis! Aku yang menanggung seluruh biayanya! Tapi, kalau kalian ingin membantu aku
berhemat, mari kita semua penuhi undangan keluarga Bhok itu!"
Lucu sekali cara bicara Siau Po, tapi dengan demikian ucapannya jadi tidak jelas, Dia
tidak memberikan keputusan apakah mereka harus memenuhi undangan keluarga Bhok
atau tidak. "Hiocu," kata Hoan Kong, "Menggembirakan sekali hiocu bersedia mengajak kami
menghadiri pesta perjamuan undangan keluarga Bhok ini memang harus kita terima
baik, Sebab kalau kita menolak, pasti akan mempengaruhi nama baik Tian-te hwe. Bisa
timbul anggapan kita ini pengecut dan nama baik perkumpulan kita akan runtuh...."
"Jadi kau setuju kita pergi?" tanya Siau Po menegaskan. Kemudian dia menoleh
kepada Hian Cen tojin, Hong Ci-tiong, si Cian dan Kho Gan-tiau, Semua rekannya itu
menganggukkan kepalanya, "Kalau semua sudah menyatakan persetujuan nya, nah...
marilah kita makan barang hidangan, ada meneguk arak yang mereka sajikan nanti!"
kata Sia Po akhirnya, "lni yang dinamakan, musuh datang kita hadang, air datang kita
bendung, teh datan kita teguk! Dan nasi datang, kita lahap semuanya Kalau racun yang
datang, ya terpaksa kita telan juga! Kita adalah orang-orang gagah yang tidak takut
mati. Siapa takut mati, tidak pantas disebut seorang laki-laki sejati!"
"Yang penting kita semua meningkatkan kewaspadaan," kata Hian Ceng tojin
kemudian, "Kita akan tahu bagaimana kenyataannya nanti, Di antara kita, ada yang
minum teh, ada pula yang tidak, Juga tidak semuanya minum arak, Ada juga di antara
kita yang tidak makan daging maupun ikan. Dengan demikian, biarpun mereka menaruh
racun, toh tidak mungkin pada semua makanan dan minuman Kita juga tidak akan mati
semua! Kalau kita datang tapi menolak makan dan minum, kita pasti jadi bahan
tertawaan...." Dengan demikian, keputusan sudah diambil, untuk menghadiri perjamuan Bhok
Kiam-sen Siau Po melepaskan seragam thay-kamnya, Dia berdandan sebagai seorang
pemuda gagah, Untuknya, Kho Gan-tiau telah menyediakan seperangkat pakaian
lengkap dengan kopiahnya, Dia juga pergi dengan naik joli, anggota Tian-te hwe yang
lainnya hanya berjalan kaki.
Demikianlah mereka menuju lorong Si kongcu ho tong.
Di tengah jalan Siau Po berpikir. Di dalam istana, siang dan malam aku selalu
khawatir memikirkan si nenek sihir yang jahat itu. Aku takut dia akan mencari
kesempatan untuk membunuhku Tapi sekarang, keadaannya berbeda sekali, Di dalam
istana mana mungkin aku sebebas dan sesenang ini" Namun aku harus ingat pesan
Suhu, Aku berdiam di dalam istana untuk menyelidiki situasi kerajaan Ceng, Kalau aku
lancang mengundurkan diri, bukan saja aku tidak berhasil mendapatkan informasi apaapa.
Mungkin nyawaku sendiri tidak terjamin. Biar-lah, sebaiknya aku lihat dulu
perkembangannya. Lorong Si kongcu jaraknya dua li 1ebih. setibanya rombongan, Siau Po langsung
keluar dari jolinya. Mereka segera mendengar suara tetabuhan yang riuh rendah.
"Apakah ada pesta pernikahan sehingga suasananya demikian meriah?" tanya Siau
Po dalam hati. Di depan mereka tampak sebuah rumah besar dengan halaman yang luas, Di situ
terlihat belasan orang, dandanan mereka rapi, mereka maju untuk melakukan
penyambutan di depan pintu gerbang Yang berdiri paling depan adalah seorang
pemuda berusia kurang lebih dua puluh tahun, Tubuhn kurus tinggi, tampangnya
tampan dan gagah, Dia segera memperkenalkan diri.
"Aku yang rendah bernama Bhok Kiam-sen Dengan segala kehormatan menyambut
kedatang Wi hiocu yang terhormat beserta rombongannya!"
Pergaulan Siau Po dengan para pembesar negeri sudah luas sekali. Karena itu dia
menganggap penyambutan yang dilakukan tuan rumah wajar saja, Dengan mudah dia
dapat membawa diri. Kalau perlu dia dapat menunjukkan tampang anggun. Bhok Kiamseng
ini memang pangeran muda, tapi kalau dibandingkan dengan Kong Cin ong, dia
masih kalah satu tingkat, pangeran Kong, baik raja sendiri sangat akrab dengannya.
Meskipun demikian, dengan sopan dia membalas penghormatan orang itu sambil
berkata. "Siau ongya terlalu banyak peradatan, tak sanggup aku menerimanya!"
Sementara itu, secara diam-diam Siau Po memperhatikan pangeran muda ini. Dan
dia melihat kenyataan bahwa wajahnya memang mirip deng Kiam Peng, Tidak salah
lagi mereka memang kak beradik.
Bhok Kiam-seng sudah tahu bahwa hiocu Ceng-bok tong dari Tian-te Hwe yang
berkedudukan di kota Peking usianya masih muda, dan dari Pek Han hong dia juga
mendengar kepandaian bocah ini masih rendah sekali, namun mulutnya si hiocu lihay
sekali. Dia pandai memojokkan orang dengan kata-katanya, Tampangnya seperti orang
kasar dan kemungkinan dia diangkat sebagai hiocu hanya memandang muka gurunya
yang menjadi ketua pusat Tian-te hwe.
Sekarang, melihat ketenangan dan kewibawaan Siau Po, dia menjadi heran, Diamdiam
dia berpikir. "Mungkin bocah ini mempunyai keistimewaan tersendiri..."
Dia segera mengundang tamu-tamunya masuk ke dalam di mana setiap kursi diberi
alas merah yang tebal. Para tamu itu pun mengambil tempat duduk dan begitu pun tuan rumahnya. Di
sampingnya berdiri Sinjiu kisu Sou Kong. Pek Han-hong dan belasan orang lainnya,
Mereka berdiri tegak dengan tangan di luruskan kebawah.
Setelah semuanya duduk, Kedua belah saling berkenalan Sampai di situ, diam-diam
Hoan Kong berpikir dalam hati.
"Pangeran Bhok itu sikapnya tidak dibuat-buat dan tidak angkuh. Dia mengenal
sekali aturan dunia kangouw!"
Para pelayan pun menyuguhkan teh, Pemainan musik memperdengarkan lagu
sebagai penyambutan atas tamu-tamunya, Kemudian barang hidangan pun disajikan
Bhok Kiam-seng memberikan isyarat dengan tangan sebagai tanda perjamuan dimulai
Dia juga mengajak para tamunya menuju meja makan
"Silahkan Wi hiocu mengambil tempat duduk." katanya mempersilahkan. Nadanya
ramah sekali. Siau Po menerima undangan itu dengan sikap hormat. Dia pun mengucapkan terima
kasih. Setelah dia duduk, Bhok Kiam Seng memilih tempat di sebelahnya.
"Undang suhu!" kata tuan rumah setelah semua orang duduk,
Sou kong dan Pek Han-hong pergi ke dalam, tidak lama kemudian mereka keluar lagi
dengan mengiringi seorang tua. Kiam Seng segera menyambutnya sambil berkata.
"Suhu, hari ini hiocu Ceng-bok tong, Wi hiocu dari Tian-te hwe telah sudi berkunjung
ke tempat kita, Dengan demikian beliau telah memberikan muka terang kepada kami!"
kemudian dia berpaling kepada Siau Po dan berkata kembali "Wi hiocu inilah Liu suhu,
guru aku yang rendah!"
Siau Po segera memberi hormat seraya memuji orang itu yang menurutnya sudah
lama dia mendengar nama besarnya.
Orang tua itu bertubuh tinggi besar, wajahnya kemerah-merahan, kumis dan
janggutnya sudah memutih. sedangkan kepalanya botak, Usianya kira-kira tujuh puluh
tahun namun tampaknya masih sehat dan sepasang matanya menyorotkan sinar yang
tajam Justru dia sedang menatap tamunya yang masih muda lekat-lekat Kemudian sambil
tertawa dia berkata. "Belakangan ini nama Tian-te hwe semakin terkenal saja!"
Suara si orang tua juga lebih keras dari orang kebanyakan Setelah itu dia
menambahkan "Usia Wi hiocu masih muda sekali, Benar-benar orang yang sulit
ditemukan keduanya dalam dunia persilatan!".
Siau Po tertawa dan menyahut. "Aku bukan orang pandai, justru tolol sekali, Barubaru
ini tanganku telah tercekal oleh Pek suhu sehingga tidak dapat berkutik Hampir
saja aku berkaok-kaok kesakitan ilmu silatku benar-benar rendah sekali!"
Selesai berkata, si hiocu muda malah tertawa terbahak-bahak Dia tidak merasa malu
atau jengah sedikit pun sehingga semua orang menatapnya dengan heran, Malah Pek
Han-hong sendiri yang merasa malu.
Si orang tua sebaliknya ikut tertawa lebar.
"Wi hiocu orangnya benar-benar polos!" katanya memuji."Hm, demikianlah sikap
seorang Iaki-laki sejati, Hiocu, lohu kagum tiga bagian terhadapmu."
Kembali Siau Po tertawa. "Kagum tiga bagian, itu sudah terlalu banyak, Syukur aku yang rendah tidak
dipandang sebagai pengemis cilik yang tidak punya kebisaan apa-apa."
Mendengar kata-katanya, orang tua itu tertawa lagi.
"Oh, hiocu sungguh pandai bergurau!" katanya.
Sampai di situ, Hian Ceng tojin turut bicara,
"Locianpwe, apakah locianpwe ini Tiat Pwe-cong liong Si naga berpunggung besi Liu
loeng-hiong yang namanya sudah sangat terkenal di dalam dunia kangouw, khususnya
wilayah selatan?" "Tidak salah!" sahut si orang tua. bibirnya menyunggingkan senyuman, "Syukur Hian
Ceng tojin masih mengingat nama hina aku si orang tua."
Di dalam hatinya Hian Ceng tojin terkejut sekali.
"Belum lagi aku memperkenalkan diri, dia sudah tahu siapa aku. Dari sini dapat
dibuktikan bahwa persiapan Bhok Kiam-seng ini sempurna sekali. Dengan hadirnya
orang tua ini, pangeran muda ini tidak perlu menggunakan racun. Dengan
mengandalkan ilmu silatnya saja, mungkin kami bukan tandingannya!"
Meskipun dia berpikir demikian, tapi imam itu tetap menjura dan berkata.
"Liu loenghiong, ketika tempo dulu Liu Loenghiong menghajar tiga penjahat di sungai
Nou kang serta melabrak tentara Boan, nama besar loenghiong langsung
menggetarkan dunia kangouw, setiap orang muda dari dunia persilatan memuji tinggi
dan sangat menghormati Liu Loenghiong!"
"ltu kan urusan lama, untuk apa diungkit kembali?" kata Lio Loenghiong sambil
tertawa, tapi nada suaranya menandakan dia senang mendengar pujian itu.
Jago tua itu bernama Liu Tay-hong. Namanya sudah terkenal sekali, Dan dulunya dia
sangat dihargai oleh keluarga Bhok, yakni semasa Bhok Tian-po masih hidup, Ketika
pasukan Boanciu menggempur wilayah Inlam, dialah yang berjasa menyelamatkan
keluarga Bhok. sedangkan Bhok Kiam-seng diangkatnya sebagai murid. Karena itu, di
dalam keluarga tersebut, kecuali, sang pangeran, dialah orang yang paling dihormati
"Suhu," kata Bhok Kiam-seng. "Tolong Suhu temani Wi hiocu!"
"Baik!" sahut Tay Hong yang terus duduk di sisi Wi Siau-po, hiocu dari Ceng-bok tong
itu. Meja itu berbentuk astakona atau segi delapan, ada juga yang menyebutnya Patkua,
Di kursi pertama duduk Siau Po dan Liu Tay-hong. Di sisinya duduk Sou Kong dan
Hong Ci-tiong, sedangkan di sebelah kanan, duduk Bhok Kiam-seng, Di situ masih ada
sebuah kursi yang kosong.
Sejak semula pihak Tian-te hwe sudah melihat kursi yang kosong itu, Mereka pun
menerka-nerka dalam hati.
"Entah tokoh lihay mana lagi yang diundang oleh pihak keluarga Bhok ini?" Sebab di
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meja itu seharusnya ditempati orang-orang yang terhormat.
Mereka tidak perlu menanti terlalu lama, karena segera terdengar suara tuan rumah
yang memerintahkan. "Harap bimbing Ci suhu keluar untuk duduk bersama-sama di sini!" demikianlah kata
si tuan rumah, "Biar para tetamu kita menemuinya dan semoga hati mereka menjadi
tenang karenanya!" "Ya!" sahut Sou Kong yang terus pergi ke dalam. Sejenak kemudian dia muncul
kembali sambil membimbing seseorang yang disebut sebagai Ci suhu itu.
Melihat orang yang dibawa keluar oleh Sou Kong, Hoan Kong dan yang lainnya
menjadi terkejut dan girang bukan main.
"Ci toako!" tanpa dapat menahan diri mereka semuanya berseru.
"Orang she Ci itu tubuhnya bungkuk, bukan lain dari Patjiu Wan kau Ci Tian-coan
yang belum lama ini diculik orang, wajahnya kuning dan pucat, menandakan
kesehatannya belum pulih sekali. Yan penting dia sudah bebas dari ancaman maut.
Semua orang Tian-te hwe langsung mengerumuninya untuk memberi hormat dan
menanyakan keadaannya. "Ci suhu, mari duduk sini!" ajak Kiam Seng sambil menunjuk kursi yang masih
kosong tadi, Ci Tian-coan menghampiri Wi Siau-po dan menjura dalam-dalam kepadanya,
"Apakah Wi hiocu baik-baik saja?"
Siau Po membalas hormat. "Ci samko, semoga kau juga baik-baik saja!" katanya, "Bagaimana dengan usaha
obat koyomu" Apakah banyak kemajuan?"
Ci Tian-coan menarik nafas panjang.
"Aku tidak berdagang lagi," sahutnya gundah, "Sebawahanmu ini telah diculik oleh
begundalnya Go Sam-kui. Hampir saja nyawa ini melayang. untung ada Bhok Siau
ongya dan Liu Loenghiong yang datang memberikan pertolonganku.
Mendengar keterangannya, orang-orang Tian-te hwe langsung tertegun,
"Oh, Ci samko, rupanya hari itu kau diserbu orangnya pengkhianat bangsa Go Samkui
itu..." seru Hoan Kong.
"Benar! Rombongan pengkhianat itu menyerbu toko obatku dan menawan aku," kata
Tian Coan memberikan keterangan lebih jauh, "Yo It-hong si anjing buduk itu mencaci
maki aku dengan serabutan dan mulutku juga ditempel dengan koyo, katanya biar aku
si kunyuk tua mati kelaparan!"
Mendengar disebutnya nama Yo It-kong, Hoan Kong dan yang lainnya tidak sangsi
lagi bahwa perbuatan itu dilakukan oleh begundalnya Go Sam-kui. Mereka langsung
menghadap Sou Kong dan Pek Han-hong untuk menyatakan maaf.
"Kami mohon maaf atas kelancangan kami yang sembarang menuduh kemarin ini!
Kenyataannya kalian demikian baik hati. Kami pihak Tian-te hwe sangat bersyukur
karenanya!" Tidak apa-apa," sahut Sou Kong, "Kami tidak berani menerima pernyataan maaf
kalian, Kami hanya bekerja atas perintah Siau ongya dan kami tidak berani menyebut
diri kami telah berjasa dalam hal ini."
Suara Han Hong terdengar tawar, Hal ini membuktikan dia sendiri tidak puas
menolong Ci Tian-coan, Rupanya dia masih ingat kematian saudaranya, Pek Hansiong.
"Siau ongya cerdas sekali," pikir Siau Po dalam hatinya, Dia sudah mengerti
duduknya persoalan Ci Tian-coan yang menyebabkan kesalahpahaman dengan pihak
Bhok ongya, "Aku telah menahan adik perempuannya, sekarang dia menolong Ci
samko. Apakah dia mempunyai maksud tertentu agar aku melepaskan adiknya"
sementara ini, biarlah aku pura-pura tidak tahu, biar aku lihat dulu
perkembangannya..!" Karena itu, dia hanya berdiam diri, Ketika itu para pelayan, mulai menyuguhkan arak
dan hidangan, Kiam Seng mempersilahkan para tamu untuk mulai bersantap. Pihak
Tian-te hwe menerima baik serta mengucapkan terima kasih.
Mereka langsung minum dan bersantap tanpa ragu-ragu lagi, Apalagi di sana ada
Tian Coan dan Liu Tay-hong, tidak mungkin mereka berniat buruk.
Setelah minum tiga cawan, Liu Tay-hong mengelus kumis dan janggutnya, Kemudian
terdengar dia bertanya. "Para laote sekalian, siapakah yang menjadi pemimpin kalian di kotaraja ini?"
"Di kotaraja ini," sahut Hoan Kong. "Orang kami yang paling tinggi kedudukannya
ialah Wi hiocu!" "Bagus!" kata Liu Tay-hong. Dia meneguk araknya kembali "Sekarang aku ingin tahu,
apakah Wi hiocu dapat bertanggung jawab dalam urusan perselisihan yang terjadi
antara pihak Tian-te hwe dengan kami?"
Siau Po belum paham apa maksud pihak Bhok ong-ya, karena itu dia segera
mendahului menjawab. "Lopek, kalau kau hendak membicarakan sesuatu, utarakanlah langsung! Aku, Wi
Siau-po, bahkan masih kecil, kalau urusan kecil aku bisa bertanggung jawab, tapi kalau
urusan besar, aku tidak sanggup memikulnya!"
Mendengar kata-kata Siau Po, kedua pihak sama-sama terkejut Mereka
mengerutkan alisnya sambil berpikir.
"Cara omong bocah ini benar-benar serampangan! Sudah tentu dia ingin
mengingkari kebaikan orang, ucapannya tidak seperti orang gagah!"
Terdengar Liu Tay-hong berkata lagi.
"Kalau kau tidak bisa bertanggung jawab, urusan ini tidak dapat diselesaikan Oleh
karena itu, laote, harap kau sampaikan kata-kataku kepada gurumu, Tan congtocu,
Supaya gurumu itu yang datang sendiri untuk membereskannya!"
"Untuk urusan apakah Lopek ingin bicara dengan guruku?" tanya Siau Po. "Tapi,
baiklah, Lopek tulis saja sepucuk surat, nanti kami menyuruh orang
menyampaikannya." Orang tua she Liu itu tertawa datar.
"Kau ingin tahu apa urusannya?" tanyanya menegaskan, "Urusan kematian saudara
Pek Han-siong di tangan Ci samya! Bagaimana urusan ini harus diselesaikan" Dalam
hal ini, kami ingin meminta pendapat Tan congtocu, itulah maksud kami
mengundangnya!" Mendengar sampai disini, Ci Tian Coan langsung berdiri.
"Bhok siau ongya dan Liu Loenghiong," katanya dengan suara gagah. "Kalian telah
menolong aku dari tangannya si pengkhianat bangsa. Dengan demikian aku terbebas
dari siksaan, Bagiku, hal ini membuat aku bersyukur dan berterima kasih
sebanyakbanyaknya, Mengenai urusannya Pek taihiap, dia terbinasa di tanganku, Dalam hal ini,
aku bersedia mengganti satu jiwa dengan satu jiwa pula. Aku bersedia menyerahkan
jiwa tuaku ini, karena itu, aku minta Siau ongya dan Liu loenghiong jangan menyulitkan
Wi hiocu dan Tan cong-tocu kami. Saudara Hoan, pinjamkanlah golokmu padaku!" dia
mengulurkan tangannya untuk menyambut golok Hong Kong.
Rupanya Ci Tian-coan ingin membunuh diri untuk menyelesaikan urusan ini.
"Tahan!" cegah Wi Siau-po. "Ci samko, sabarlah! Kau duduklah dulu! jangan samko
emosi, Kau toh sudah berusia lanjut, mengapa pikiranmu begitu pendek" Aku menjadi
hiocu Ceng-bok tong dari perkumpulan Tian-te hwe, bukan" Kalau kau tidak mendengar
kata-kataku, berarti kau melanggar perintah dan kau tidak menghormati aku sebagai
ketuamu!" Orang-orang Tian-te hwe paling takut mendengar kata "tidak mendengar perintah!"
Tidak terkecuali Ci Tian-coan yang sudah berusia lanjut itu, Bergegas dia menjura
kepada Siau Po dan berkata,
"Ci Tian-coan sadar atas dosanya, sekarang Tian Coan akan mendengar perintah
hiocu!" Siau Po merasa puas. Terdengar dia berkata.
"Pek tayhiap sudah menutup mata, seandainya Ci samko mengganti dengan
selembar jiwanya, Pek tayhiap tetap tidak akan hidup kembali. Karena itu, kalau kita
bicara soal ganti mengganti urusan ini tetap saja tidak dapat diselesaikan!"
Pandangan semua orang segera beralih kepada Siau Po. Kata-katanya sungguh luar
biasa, Mereka ingin tahu apa lagi yang akan dikatakannya,
"Mungkinkah nanti dia mengoceh tidak karuan?" Tentu saja pihak Tian-te hwe yang
paling mengkhawatirkan hal ini, Malah ada seseorang yang berkata dengan suara lirih:
"Nama Tian-te he dalam dunia kangouw sudah terkenal sekali. Tidak sepantasnya
hancur di tangan hiocu cilik yang belum tahu apa-apa ini. Kalau dia mengoceh
sembarangan, kelak di kemudian hari, kita tentu tidak mempunyai muka lagi untuk
bertemu dengan orang lain!"
Siau Po seakan tidak memperdulikan sikap para hadirin ataupun rekan-rekannya
yang menatap kepadanya dengan pandangan cemas, Dia melanjutkan kata-katanya,
kali ini kepada Bhok Kiam Seng.
"Siau ongya," demikian katanya, "Kali ini Sia ongya datang ke kotaraja dari Inlam
yang jauh berapa orangkah yang Siau ong-ya bawa" Apakah semuanya sudah hadir di
sini" Bukankah masih ada kurang beberapa orang?"
Kiam Seng merasa heran mendengar kata-ka si bocah.
"Hm!" Dia mendengus dingin, "Wi hiocu, apa maksud kata-katamu barusan?"
"Tidak banyak artinya, Siau ong-ya," sahut bocah cilik seenaknya. "Jiwa Siau ongya
san berharga, lain dengan jiwaku, Wi Siau-po yang tidak ada artinya ini, Karena jiwa
Siau ongya sangat berharga, berbahaya sekali kalau Siau ongya mebawa orang yang
terlalu sedikit untuk melindungimu. Bagaimana kalau kurang waspada, Siau ongya
ditawan oleh penjahat bangsa Tatcu" Bukankah hal ini akan menjadi kerugian besar
dan sama sekali tidak boleh terjadi?"
Bagian 22 Bhok Kiam-Seng menatap bocah di depannya dengan pandangan tajam, Alisnya
menjungkit ke atas, "Kawanan anjing bangsa Tatcu hendak menawan aku?" tanyanya dengan nada sinis.
Tidak semudah apa yang kau katakan, Wi hiocu!"
Siau Po tertawa. "Memang ilmu silat Siau ongya tinggi sekali," katanya, "Di seluruh negeri ini, mungkin
sulit lagi dicari tandingannya, jarang sekali ada orang yang sanggup melawan Siau
ongya. Mungkin bangsa Tatcu tidak sanggup menawan Siau ongya, tapi bagaimana
dengan orang lainnya" Anggota lain dari Bhok onghu maupun sahabat-sahabat Siau
ongya belum tentu selihay Siau ongya sendiri Nah, bagaimana kalau di antara mereka
ada yang terjatuh ke tangan bangsa Tatcu" Bukankah kejadian itu akan membawa
kesusahan dalam hati Siau ong-ya?"
Wajah si pangeran muda itu langsung berubah hebat. Dia pasti tidak merasa puas.
"Wi hiocu!" bentaknya dengan suara keras "Apakah hiocu sedang menyindiri aku?"
"Tidak, Siau ongya, Sekali-sekali tidak!" sahu Siau Po tenang, "Bukan begitu
maksudku, seumurku ini, aku sudah sering dihina orang, tetap aku sendiri tidak pernah
menghina siapa pun Orang telah mencekal lenganku Nah, lihatlah sendiri buktinya,
Ketika itu aku benar-benar kesakitan sehingga seperti mengalami kematian lalu hidup
kembali, itulah akibat perbuatan Pek jihiap yang tenaga dalamnya tidak ada
tandingannya. Lebih-lebih dua jurus Heng-sau Ciang kun da Kao-san Liu Sui yang
hebat luar biasa! Kala kedua jurus ini dipakai untuk menolong sahabat kalian, tentu
sangat tepat dan akan berhasil dengan baik. Apalagi kalau dipakai untuk menyambar
sesuatu, misalnya kambing atau kerbau, tentu lebih berhasil lagi!"
Wajah Pek Han-hong menjadi merah padam. Dia merasa malu sekaligus
mendongkol. Hamp saja dia mengumbar hawa amarahnya, tetapi untunglah dia masih
bisa mengendalikan diri. Bhok Kiam-seng segera menolehkan kepalanya dan melirik sekilas kepada Liu Tayhong.
Dia merasa ucapan hiocu dari Tian-te hwe ini mengandung makna yang dalam.
"Saudara kecil," Liu Tay-hong segera berkata "perkataanmu itu mempunyai maksud
yang dalam sekali sehingga sukar bagi kami untuk menjajaki-nya. Saudara kecil,
maafkan kami yang masih kurang mengerti!"
Sebaliknya, Wi Siau-po tetap tertawa, "Liu loyacu terlalu sungkan!" sahutnya, "Tidak
sanggup aku menerima penghargaan yang terlalu tinggi, sebetulnya ucapanku dangkal
sekali dan tidak berarti apa-apa!"
"Saudara kecil," kata Liu Tay-ong kembali "Kalau tidak salah, kau bermaksud
mengatakan bahwa ada orang kami yang telah ditawan oleh bangsa Tatcu, bukankah
begitu" Atau, kau mempunyai maksud yang lain?"
"Tidak ada maksud lainnya sama sekali," sahut Siau Po. "Bhok siau ongya, Liu
loenghiong, anggap saja aku sudah minum arak terlalu banyak sehingga mabuk dan
ucapanku jadi ngelantur yang bukan-bukan!"
"Hm!" terdengar lagi Bhok Kiam-seng mendengus dingin, "Wi hiocu, kedatanganmu
kemari ternyata hanya untuk bergurau dan menyakiti orang" Atau kau sedang mencari
hiburan?" "Oh, Siau ongya," sahut Siau Po. "Rupanya Siau ongya hendak mencari hiburan"
Apakah di kotaraja ini Siau ongya belum pernah berpelesiran kemana-mana?"
Kiam Seng semakin heran. "Bagaimana" Apa yang kau maksudkan?" tanya-nya.
"Kotaraja ini luas sekali," kata Siau Po. "Di kota Kun Beng di propinsi Inlam kalian
tidak seluas kotaraja ini, bukan?"
Hati pangeran muda ini semakin panas.
"Memangnya kenapa?" tanyanya dengan nada jengkel.
Hoan Kong juga bingung mendengar kata-kata ketuanya yang tidak karuan, Karena
itu dia membuka suara. "Memang kota Peking ini merupakan kota yang besar dan indah sekali, sayangnya
telah diduduki oleh bangsa Tatcu! Kita adalah orang-orang yang berdarah panas, tidak
ada seorang pun di antara kita yang tidak menjadi marah karenanya!"
Siau Po telah mengundang kami menghadiri perjamuan ini, kebaikan ini tidak dapat
kami m ba1asnya. Karena itu, kami ingin melakukan suatu, Kapankah kiranya Siau
ongya mempunyai waktu luang" Aku ingin mengajakmu berpesiar. Kalau ada orang
yang kenal baik wilayah ini, tentu Siau ongya tidak akan kesasar, sebaliknya kalau Siau
ongya pergi sendiri berjalan-jalan, lalu tak sengaja salah masuk ke dalam istana raja,
oh walaupun Siau ongya berkepandaian tinggi, urusannya bisa gawat sekali...."
"Saudara kecil, di dalam kata-katamu tersembunyi maksud lainnya!" tukas Liu Tay-h
"Saudara kecil, kita adalah orang-orang sendiri. Ada apa-apa, silahkan kau katakan
terus-terang saja!" Orang tua yang lihay ini menerka ada sesuatu yang penting, karena itu dia bersikap
sabar. Tidak ada yang lebih jelas lagi dari kata-kataku ini!" sahut Siau Po. "Para sahabat
dari Bhok Siau ongya sangat lihay kepandaiannya, terlebih-lebih kedua jurus Heng-Sau
Ciang Kun dan Kao-San Liu Sui, Tidak ada yang sanggup menandinginya, Tapi, di
kotaraja, kalau orang pergi berpesiar tapi tidak tahu jalan, mungkin dia bisa keliru
masuk Ci-kim Sia, kota terlarang itu!"
Liu Tay-hong dan Bhok Kiam-seng saling menatap sekilas. Mereka mengganggap
tamunya ini agak aneh. "Lalu bagaimana baiknya?" tanya Tay Hong.
"Menurut apa yang kudengar," sahut Siau Po. "Kota terlarang mempunyai banyak
pintu, Satu per satu seperti jumlah pendopo-pendopo di dalamnya. Siapa yang jalan di
dalam Kota Terlarang, apabila tanpa Raja atau permaisuri yang menunjukkan jalan,
mudah sekali orang tersesat Bahkan ada kemungkinan kesasar dan tidak bisa keluar
lagi untuk seumur hidup! Aku adalah seorang bocah yang tidak berpengalaman karena
itu aku juga tidak tahu, ada atau tidak kemungkinan Raja ataupun permaisuri menjadi
penunjuk jalan di malam gelap gulita.... Bisa jadi, dengan nama besar Bhok siauong-ya,
si raja cilik atau si nenek sihir menjadi ketakutan dan bersedia menjadi petunjuk
jalan, Ha ini sukar dikatakan!"
Siau Po sudah biasa memaki ibu suri sebagai nenek sihir atau perempuan jalang,
tapi baru kali ini dia mengatakannya di depan umum, Hal ini justru membuat hatinya
menjadi senang, Sedangkan para hadirin yang lain justru merasa heran mendengar Siau Po menyebut
ibu suri s bagai si nenek sihir. Baru kali ini mereka mendengar ada orang yang
menyebut kata-kata itu terhadap ibu suri. Tanpa dapat mempertahank diri lagi, Hoan
Kong dan anggota Tian-te hwe lainnya jadi tertawa geli.
Terdengar Liu Tay-hong berkata, "Orang-orang sebawahannya Siau ongya bia
bekerja dengan teliti, Tidak mungkin mereka nyasar masuk ke dalam kota Terlarang,
Menurut kabar yang kami dapatkan, Go Sam-kui mengutus puttranya datang ke
kotaraja, bisa jadi ia memerintah orang-orangnya membuat kekacauan, Kemungkinan
seperti ini ada saja bukan?"
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Apa yang Liu loyacu katakan memang tidak salah, Aku mempunyai seorang teman
berjudi yang menjadi pengawal dalam istana, Dia mengatakan tadi malam terjadi
penyerbuan di istana oleh sekelompok penjahat." Dia menghentikan kata-kata-nya
sejenak, "kemudian mereka mengenali orang-orang itu sebagai bawahan Bhok siau ongya..."
Bhok Kiam-seng mengeluarkan seruan tertahan. Terang dia terkejut sekali.
"Apa?" tangan kanannya bergetar, sehingga cawan araknya terlepas dan jatuh pecah
di atas lantai. "Tadinya aku juga tidak percaya, tapi aku berpikir lagi, Keluarga Bhok terdiri dari
para patriot pecinta bangsa, Mereka memgirim orang untuk membunuh raja Tatcu, hal itu
perlu dikagumi sekarang mendengar ucapan Liu loyacu, ternyata mereka adalah orangorang
kiriman Go Sam-kui, kalau begitu, orang-orang itu tidak boleh diampuni. Nanti
aku harus mengatakan kepada temanku itu, agar para penyerbu itu diberi hukuman
berat, Coba bayangkan saja, orang-orang Go Sam-kui pasti bukan terdiri dari manusia
baik-baik! Karena itu, mereka harus disiksa biar kapok!"
"Saudara kecil," tanya Liu Tay-hong, "Siapakah nama sahabatmu itu" Apa
pangkatnya dalam istana?"
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Dia hanya seorang siwi yang pangkatnya rendah sekali, malah dia merupakan orang
baru dan belum diberikan kepercayaan penuh, Tugasnya kebanyakan melayani para
siwi yang sudah senior, Dia tidak mempunyai she atau pun nama, Kami biasa
memanggilnya Lay Li-tau siau Samcu atau si Kepala Kurapan! Menurutnya, para
tawanan itu dibelenggu Tadinya aku berpikir untuk menyuruh Siau Samcu memberi
makan kepada mereka, tapi sekarang Liu loenghiong mengatakan bahwa mereka
adalah kaki tangan bangsa pengkhianat, Nanti aku minta sahabatku itu membacok kaki
mereka agar tidak dapat melarikan diri!"
"Aku cuma menerka," kata Liu Tay-hong cepat, "Tidak berani aku memastikannya,
Karena mereka itu berani menyerbu istana, boleh dibilang mereka juga terdiri dari
orang-orang yang bernyali besar! Karena itu, Wi hiocu, ada baiknya kau minta
sahabatmu itu memperlakukan mereka secara baik-baik saja."
"Sahabatku itu baik sekali kepadaku," kata Siau Po. "Sering dia mengajak aku
bermain judi, Kalau kehabisan uang, aku suka meminjamkan barang delapan atau
sepuluh tail Dan aku tidak pernah memintanya kembali Karena itu, apa pun
permintaanku dia tidak pernah menolaknya!"
"Baguslah kalau begitu," sahut Liu Tay-hong. "Sebenarnya berapa jumlah orang yang
ditawan dan siapa saja nama mereka itu" Mereka bernyali besar sehingga kami merasa
kagum. Bagaimana perlakuan yang mereka terima sekarang ini" Baik atau buruk" Wi
hiocu, kami bersyukur sekali andaikata kau dapat menolong kami mencari keterangan
tersebut. Siau Po menepuk dadanya. "Gampang! Tidak ada urusan yang lebih gampang lagi daripada itu!" kata Siau Po
mengagulkan diri, "Sayang mereka bukan orang-orangnya Siau ongya, Kalau tidak, aku
pasti mencari jalan membebaskan mereka, Dengan demikian kita bisa menukar satu
jiwa dengan satu jiwa pula, Dan urusan Ci samko pun bisa diselesaikan."
Liu Tay-hong menoleh kepada Bhok Kiam-seng, sembari menatap, dia
menganggukkan kepalanya sedikit.
"lya, Kami tidak tahu siapa para penyerbu itu," kata si pangeran muda. Tetapi karena
mereka berusaha membunuh raja bangsa Tatcu, pasti mereka juga terdiri dari orangorang
gagah pecinta negara, Mereka bisa dihitung sebagai rekan kami yang ingin
menjatuhkan kerajaan Ceng dan membangun kembali kerajaan Beng, Karena itu, Wi
hiocu, kalau bisa mencari jalan untuk membebaskan mereka, tidak perduli berhasil atau
tidak, Untuk selamanya Bhok Kiam-seng merasa bersyukur dan urusan Ci samya tidak
akan diperpanjang Iagi..."
Siau Po menoleh ke arah Pek Han-hong, namun mulutnya menjawab ucapan sang
pangeran. "Kalau tidak mendengar Siau ongya mengatakannya sendiri, kemungkinan Pek jihiap
tidak mau mengerti," katanya, "Apabila lain kali Pek jihiap mencekal tanganku kembali
dan meremasnya keras-keras, aku bisa menangis berkaok-kaok saking sakitnya, Hebat
sekali penderitaan itu, mungkin aku tidak sanggup menahannya..."
Mendengar ucapan tamunya itii, Pek Han-hong berdiri dari tempat duduknya dan
berkata denga nada serius:
"Andaikata Wi hiocu dapat menolong orang kami, eh, menolong orang-orang gagah
yang tertawan bangsa Tatcu itu, aku si orang she Pek tanganku yang telah bersalah ini,
bersedia dikutungkan sebagai pernyataan maafku!"
"Tidak perlu, tidak perlur kata Siau Po. "Meskipun kau mengutungkan sebelah
tanganmu untukku, tapi apa gunanya bagiku" Lagipula, apakah sahabatku itu bisa
menolong mereka atau tidak sekarang masih sulit dipastikan Kawanan penyerbu itu
ingin membunuh raja. Dosa mereka tidak palang tanggung beratnya, sedangkan
mereka kemungkinan dibelenggu dengan beberapa rantai yang tebal dan dijaga ketat
oleh banyak pengawal Kalau aku tadi bicara soal menolong orang, sebetulnya aku
hanya membual saja untuk membanggak diriku sendiri..."
"Menolong orang yang tertawan di dalam istana memang merupakan hal yang sulit
sekali," Bhok Kiam-seng. "Kami juga tidak berani yakin akan hasilnya, Meskipun dengan
sungguh-sungguh. Dengan kata lain, berhasil atau tidak, kami tetap berterima kasih
kepadamu." Dia menghentikan kata-katanya sejenak, seakan ada sesuatu yang
dipertimbangkannya, Kemudian baru dia melanjutkan kata-katanya kembali: "Ada satu
persoalan lagi, Aku mempunyai seorang adik perempuan yang ikut datang ke kotaraja,
tetapi beberapa hari yang lalu tiba-tiba saja dia menghilang, Kami tahu pergaulan Wi
hiocu dan anggota Tian-te hwe yang lainnya sangat luas di kotaraja ini. Kami harap
saudara sekalian bersedia menolong kami mencari keterangan tentang adikku itu."
"Oh, urusan itu mudah sekali, Kami akan membantu sekuat tenaga, Baiklah,
sekarang kami sudah cukup makan dan minum. sekarang juga aku akan menemui
sahabatku Siau Samcu untuk merundingkan hal ini, Neneknya! Paling tidak aku harus
mengajaknya berjudi dan membuatnya kalah habis-habisan!" selesai berkata, Siau Po
segera bangkit untuk memohon diri, "Terima kasih sekali lagi atas perjamuan ini.
sekarang aku ingin mengajak Ci samko pulang bersama kami, bolehkah?"
Bhok Kiam-seng tidak melarang, Dia sendiri mengantarkan Siau Po dan rombongan
anggota Tian-te hwe sampai depan pintu gerbang.
"Wi hiocu, jangan sungkan-sungkan, Terima kasih atas kedatangan Wi hiocu dan
para saudara Tian-te hwe yang lainnya," katanya,
Mereka kembali ke tempat semula, Hoan Kong yang tidak sabaran langsung
bertanya. "Hiocu, apakah benar tadi malam istana di datangi penyerbu" Kalau dilihat dari
gerak-gerik Bhok siau ongya tadi, kemungkinan para penyerbu memang orang-orang
mereka!" "Memang benar ada kawanan pemberontak yang menyerbu istana tadi malam, tapi
urusan dirahasiakan. Tidak boleh ada yang menyiarkan karena itu tidak ada orang yang
tahu kecuali orang yang bersangkutan dan petugas dalam istana, Kalau menilik dari
sikap mereka tadi, sudah terang kawanan penyerbu itu memang orang-orang Bhok
onghu!" "Mereka berani menyerbu istana untuk membunuh Raja, nyali mereka memang
besar sekali." kata Hian Ceng tojin ikut memberikan pendapatnya. "Mereka harus
dihormati dan dikagumi Hi apakah mereka bisa ditolong" Bukankah sebenarnya urusan
ini sukar sekali dilaksanakan?"
Sebenarnya ketika perjamuan sedang berlangsung di tempat Bhok Kiam-seng, Siau
Po su menyadari bahwa tentunya sulit menolong penyerbu itu. Akan tetapi dia ingat
bahwa di dalam kamarnya tersembunyi dua orang nona keluarga Bhok, Nona Bhok
sebetulnya adalah tawanan orang Tian-te hwe yang diselundupkan ke dalam istana
mana mereka anggap sebagai tempat penyekapan yang aman.
Tidak demikian halnya dengan Pui Ie. Dia termasuk salah seorang penyerbu dan
tidak begitu sulit meloloskannya dari istana, itulah sebabnya dia tertawa mendengar
pertanyaan Hian Ceng tojin.
"MenoIong orang banyak tentu saja sulit, tapi kalau seorang saja bisa lolos, itu kan
sudah cukup" Bukankah Ci samko hanya membunuh seorang Pek Han-Siong" Tidak
ada salahnya kalau kita juga cuma membebaskan satu orang saja. Bukankah satu jiwa
ditukar dengan satu jiwa" Dengan demikian, kita sama-sama tidak rugi,
Sebaliknya, modal kita beranak, Bahkan kita juga bisa mengembalikan si nona yang
dibawa Cian laopan sekalian Apa yang akan mereka katakan setelah mendapatkan
Siau Kuncu kembali" Nah, Cian laopan, besok pagi kau boleh mengantar seekor babi,
tidak. dua ekor babi ke dalam kamarku, Di dapur nanti aku akan marah-marah padamu
dengan mengatakan babi yang kau bawa itu jelek sekali dan kau terpaksa
membawanya pulang lagi!"
Cian Laopan tertawa sambil tertepuk tangan.
"Bagus! Akal Wi hiocu memang selalu jitu. Babi mati untuk memasukkan si nona cilik
sudah ada. Tinggal cari lagi seekor babi yang ukurannya super!"
Wi Siau-po menghibur Ci Tian-coan beberapa patah kata.
"Ci samko, jangan banyak pikiran Semuanya pasti beres, Mengenai Yo It-hong yang
telah menyusahkan Ci samko, aku akan meminta Go En him mematahkan kakinya biar
Ci samko senang!" "lya, iya. Terima kasih atas perhatian Wi hiocu" sahut Ci Tian-coan, tapi dalam
hatinya dia berkat "Bocah ini pembual juga! Go Eng-him adalah putera Peng Si-ong,
mana mungkin dia mendengarkan kata-katamu?"
Wi Siau-po berjanji akan menyelesaikan masalah terbunuhnya Pek Han siong tanpa
sengaja tangannya, Meskipun hatinya merasa berterima kasih, tapi Ci Tian-goan tidak
percaya sepenuhnya bahwa bocah cilik tersebut mempunyai kepandai demikian lihay.
Baru saja Siau Po sampai di dalam istana, dua orang thay-kam segera
menyambutnya. "Kui kongkong, cepat! Sri Baginda mencarimu." kata mereka.
"Apakah ada urusan yang penting?" tanya Si Po.
"Entahlah! Tapi Sri Baginda telah memanggil mu beberapa kali, Kemungkinan
memang ada urusan yang penting. sekarang Sri Baginda ada di kamar tulisnya," sahut
salah seorang thay-kam itu.
Siau Po mengiakan. Dia langsung pergi ke pong, Di dalam kamar tulisnya, tampak
Sri Baginda sedang berjalan mondar-mandir dengan kepala tundukkannya, Begitu
melihat Siau Po, dia sangat senang, Dia langsung menegur dengan cepat.
"Aih, celaka! Kau pergi kemana saja?"
Siau Po merasa kaisar Kong Hi berbicara dengan gayanya sendiri seperti biasa bila
berduaan dengannya, Hatinya menjadi lega.
"Sri Baginda, hamba baru saja kembali dari luar, Hamba memikirkan urusan
penyerbuan tadi malam, Kawanan penyerbu itu benar-benar bernyali besar, Kalau tidak
ditumpas, mereka bisa menjadi ancaman bahaya! Terutama kita harus mencari biang
keladinya! Karena itulah hamba mengganti pakaian seperti orang biasa lalu keluar
mengadakan penyelidikan Hamba putar-putar dalam kota, setiap gang dan jalan besar
hamba masuki Hamba ingin tahu siapa pemimpin para pemberontak itu dan apakah
mereka masih ada di kota raja...."
"Bagus!" puji kaisar Kong Hi. Dia merasa puas sekali, "Lalu, bagaimana hasilnya?"
Siau Po berpikir dengan cepat.
"Kalau aku bilang berhasil, rasanya terlalu cepat!" karena itu dia menjawab: "Hamba
belum berhasil, Sri Baginda, karena itu besok pagi hamba akan melakukan penyelidikan
kembali!" "Kalau kau menyelidiki dengan caramu itu, belum tentu akan ada hasilnya," kata
kaisar Kong Hi. "Kau seperti mengukur jalanan saja, Nah, aku mempunyai sebuah
akal!" Siau Po menunjukkan mimik kegirangan.
"Apa itu, Sri Baginda?" tanyanya, "Tentunya sebuah akal yang bagus, bukan?"
Kaisar Kong Hi tertawa. "Barusan To Lung datang memberikan laporan," katanya, "Menurutnya, para
tawanan itu menutup mulutnya rapat-rapat, Mereka tidak mempan bujukan maupun
siksaan, Satu-satunya keterangan yang mereka berikan hanya menyatakan bahwa
mereka adalah orang-orangnya Go Sam-kui. karena itu, aku rasa, percuma saja mereka
dijatuhi hukuman mati. sekarang aku justru menganggap ada baiknya, mereka
dibebaskan saja..." "Di bebaskan saja?" tanya Siau Po seakan tidak percaya dengan pendengarannya
sendiri. "Bukankah terlalu enak bagi mereka?"
Kaisar Kong Hi tersenyum.
"Kita melepaskan anak srigala," katanya, "Dan anak srigala pasti pulang mencari
induknya!" Mendengar keterangan itu, Siau Po senang sekali, Dia bersorak sambil bertepuk
tangan. "Bagus! Bagus sekali!" serunya, "ltu artinya lepas para penyerbu itu secara diamdiam
kita mengikuti mereka, Bukankah dengan demikian kau akan bertemu dengan
pemimpinnya" Sri Baginda akal Sri Baginda ini bagus sekali, Kecerdasan Baginda
masih memang tiga kali lipat dari pada Cukat Liang!"
Raja tertawa. "Apanya yang menang tiga kali lipat daripada Cukat Liang" Oh, kau sedang
menepuk punggung ku, tapi sayangnya kelebihan. Kau tahu, masih kesulitan lainnya"
Setelah kita membebaskan para penyerbu itu, kita masih harus berusaha mengikuti
mereka tanpa disadari orang-orang itu Siau Kui cu, aku ingin memberikan sebuah tugas
kepadamu, pergilah kau ke penjara dan pura-pura jadi orang baik yang berniat
menolong mereka membebaskan diri, Setelah itu, kau pasti dianggap sebagai dewa
penolong dan kemungkinan kau akan diajak ke sarang mereka...."
Siau Po pura-pura bimbang.
"Ini... ini.,." katanya gugup.
"Memang siasat ini berbahaya sekali dijalankan," kata Sri Baginda. Dia mengira Siau
Po mengkhawatirkan keselamatan dirinya sendiri, "Asal mereka tahu siapa dirimu, pasti
jiwamu akan melayang, Sayang aku adalah seorang raja, kalau tidak, aku pasti akan
melakukannya sendiri, Aku yakin tugas seperti ini pasti menarik sekali..."
"Sri Baginda," kata Siau Po, "Kalau Sri Baginda menitahkan, hamba pasti
menjalankannya, Tugas yang jauh lebih berbahayapun akan hamba laksanakan!"
Senang sekali hati raja mendengar kata-kata Siau Po. Dia menepuk-nepuk pundak
bocah itu. "Memang aku tahu kau cerdas dan bernyali besar!" katanya, "Aku juga tahu kau akan
melakukan apa pun untukku, Kau seorang bocah, para penyerbu itu pasti tidak
mencurigaimu Tadinya aku berpikir untuk mengirim dua orang pahlawan yang lihay, tapi
aku khawatir rahasia mereka akan terbongkar sebab para penyerbu itu pasti bukan oran
orang tolol yang bisa menaruh kepercayaan begitu saja. Mereka pasti curiga. Sekali
gagal, siasat ini tidak terpakai lagi, Siau Kui cu, kau saja yang melakukan tugas ini,
anggaplah kau sebagai pengganti diriku!"
Semenjak belajar ilmu silat, Kaisar Kong ingin sekali menjajal kepandaiannya sendiri,
sayangnya kedudukannya terlalu tinggi. Dia tidak bisa melakukan keinginan hatinya
seenaknya, Apalagi melakukan sesuatu yang bisa membahayakan dirinya. Karena itu
pula, sekarang terpaksa dia menyerahkan tugas ini kepada thay-kam cilik kepercayaan
ini. "Kau harus pandai-pandai membawa diri," pesan raja itu kepada hambanya,
"sikapmu harus wajar mungkin, Ada baiknya kalau di depan mereka kau membunuh
satu dua orang siwi, Dengan demikian mereka tidak akan sangsi kepadamu, Akan
kupesan To Lung agar memperlunak penjaga sehingga kau dapat mengajak mereka
melolosk diri!" "Baiklah!" sahut Siau Po. "Tapi para siwi jauh lebih gagah daripada hamba, Hamba
khawatir untuk melawan mereka saja tidak ada kesanggupan, apalagi hendak
membunuh satu dua orang diantaranya!"
"Tentang itu tidak perlu kau cemaskan," kata kaisar Kong Hi. "Kau harus bekerja
dengan melihat situasinya, terutama kau harus berhati-hati, jangan sampai kau yang
terbunuh dulu di tangan para siwi itu!"
Siau Po menjulurkan lidahnya.
"Kalau hamba sampai terbunuh lebih dulu, sungguh hamba akan mati kecewa!"
katanya, "Pasti hamba akan dituduh sebagai antek-anteknya para penyerbu itu!"
Kaisar Kong Hi mengibaskan tangannya dengan maksud mencegah Siau Po berkata
lebih jauh. "Siau Kui cu, seandainya kau bisa melakukan tugas itu dengan baik, Hadiah apakah
yang kau inginkan dariku?"
Nada suara raja menunjukkan hatinya sedang gembira.
"Kalau tugas itu dapat hamba selesaikan dengan baik, pastilah Sri Baginda akan
senang," sahutnya, "Asal Sri Baginda senang, hal itu jauh lebih besar artinya dari apa
pun di dunia ini, kegembiraan Sri Baginda tidak dapat dibandingkan dengan hadiah apa
pun. Sri Baginda, kalau nanti ada tugas lain yang lebih menarik dan penuh bahaya,
harap Sri Baginda menugaskan hamba yang menyelesaikannya. itulah hadiah yang
hamba minta pada Sri Baginda!"
Hati kaisar Kong Hi semakin senang mendengar ucapan Siau Po.
"Pasti! Pasti!" katanya berulang-ulang. "Siau Kui cu, sayang kau seorang thay-kam
kalau tidak, aku akan memberi pangkat kepadamu!" Hati Siau Po tercekat, ada sesuatu
yang melintas dalam benaknya.
"Banyak-banyak terima kasih, Sri Baginda!" Tapi dalam hatinya dia justru berpikir:
"Suatu hari nanti kau pasti tahu aku seorang thay-kam gadungan mungkin waktu itu kau
akan marah sekali terhadapku!" Karena itu, dia menambahkan: "Sri Baginda, hamba
ada sedikit permohonan!"
Raja tertawa. "Kau ingin mendapat pangkat?" tanyanya.
"Bukan!" sahut Siau Po. "Hamba sudah lama bekerja pada Sri Baginda, Selama ini
hamba setia dan bersedia melakukan tugas apa saja, Karena itu hamba mohon, bila
kelak hamba melakukan suatu yang menimbulkan bencana, Hamba mohon, sudilah
kiranya Sri Baginda mengampuni jiwa hamba supaya hamba jangan sampai mendapat
hukuma penggal kepala."
"Asal kau tetap setia padaku, asal kau bekerja dengan kesungguhan hati, maka
kepalamu akan tetap kokoh di atas batang lehermu!" kata Kaisar Kong Hi sambil
tertawa terbahak-bahak. "Terima kasih, Sri Baginda!" kata Siau Po kembali, Setelah itu dia memberi hormat
dan memohon diri dari hadapan raja.
Sekeluarnya dari Gi-Si pong, dia melangkah dengan perlahan, otaknya bekerja.
"Aku bermaksud menolong Pui Ie dan Siau kuncu keluar dari istana ini, siapa sangka
sekarang aku justru mendapat perintah untuk membebaskan para penyerbu itu. Kalau
demikian, aku tidak perlu terburu-buru melepaskan kedua nona itu. Lebih baik aku
menunaikan dulu tugasku ini, Aneh bukan" Barusan aku berkumpul dan berpesta
dengan pemimpin para penyerbu itu, Hm! Apakah aku harus melaporkan pada Sri
Baginda perihal si kura-kura cilik Bhok Kian-seng dan si kura-kura tua Liy Tay-hong"
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi, kalau aku melakukan hal itu, pasti kesudahannya suhu tidak akan mengampuni
aku. sebetulnya aku masih ingin menjadi hiocu Tian-te hwe atau tidak?"
Siau Po sadar kedudukannya dalam istana, Se-mua orang sangat menghormatinya,
Bahkan Sri Baginda pun sangat menyayanginya, Malah pernah dia berpikir untuk
menjadi thay-kam saja untuk selamanya, alangkah senangnya hidup seperti ini!
Tapi sekarang, ada satu hal yang merisaukannya, Mengenai masalah thayhou,
Setiap kali dia ingat si nenek sihir itu, hatinya langsung terguncang!
"Perempuan tua jalang itu sangat membenciku Setiap saat ada kemungkinan dia
ingin merenggut nyawaku," pikirnya kemudian "Karena itulah aku tidak bisa berdiam
lama-lama dalam istana!"
Demikianlah sambil berjalan otak Siau Po terus berputar Ketika dia tiba di depan siwi
pong, yaitu kamar para siwi yang letaknya di sebelah barat keraton Kian-ceng kiong,
seorang siwi langsung menghambur ke depannya untuk menyambut. Orang itu
memamerkan tertawa yang ramah.
"Oh, Kui kongkong! Angin apa yang membawa kongkong berkunjung kemari?"
Siau Po segera mengenali siwi itu sebagai pemimpin di tempat itu. Dia tidak lain dan
tidak bukan dari Tio Ci-hian yang mendapat uang dari Siau Po dan mendapat persenan
dari To Lung. Dia tahu semua ini karena Kui kongkong sudah mengatakan hal yang
baik-baik tentang mereka di depan Baginda.
Setelah berhadapan dengan siwi itu, Siau Po segera tertawa lebar.
"Aku datang untuk melihat beberapa penyerbu yang tertawan itu," sahutnya. "Mereka
adalah para pemberontak yang bernyali besar." Setelah berkata demikian dia segera
berbisik kepada orang itu: "Baginda menitahkan aku untuk memeriksa mereka. Aku
harus mendapatkan pengakuan mereka tentang orang yang mendalangi perbuatan
mereka itu," Ci Hian menganggukkan kepalanya.
"Baiklah," sahutnya sebagai tanda mengerti. Dia menjawab dengan nada berbisik
juga, "Mulut ketiga pemberontak itu benar-benar tertutup rapat. mereka telah dihajar
dengan empat batang rotan yang menjadi patah, tapi mereka tetap tidak bersedia
memberikan keterangan apa-apa, Mereka hanya mengaku sebagai orang-orang yang
dikirim oleh Go Sam-kui!"
Siau Po mengangguk. "Biarlah aku coba menanyakan lagi para tawanan itu," katanya,
Tio Ci-hian mengantarkan Siau Po ke tempat para tahanan. Letak ruangannya di
sebelah barat Di dalamnya ada tiga orang yang terpancang pada tiang kayu, Tubuh
bagian atas mereka telanjang dan penuh dengan bekas pecutan rotan sehingga
menimbulkan noda yang mengerikan. Kulit dan daging mereka terkelupas dan darah
pun, memenuhi seluruh tubuh.
Yang seorang bertubuh besar serta berewokan, Dua orang lainnya adalah pemudapemuda
berusia kurang lebih dua puluhan tahun, Pemuda yang satu berkulit putih
bersih, wajahnya juga tampan sedangkan seorang lainnya lagi lebih angker
tampangnya.. Dadanya ditato dengan gambar seekor harimau yang tampak ganas.
"Di antara kedua pemuda ini, entah mana yang namanya Lau It-cou?" tanya Siau Po
dalam hati, Dia memperhatikan mereka lekat-lekat Dia tidak langsung menanyakan
apa-apa kepada para tawanan itu, tapi malah menoleh kepada Tio Ci-hian sambil
berkata. "Tio toako, mungkin kau keliru menawan orang! Coba toako mundur sebentar!"
Ci Hian segera mengiakan Dia segera mengundurkan diri dan menutup pintu tempat
tahanan ini rapat-rapat. Siau Po langsung menghampiri ketiga tawan itu,
"Tuan-tuan sekalian, siapakah nama dan she tuan bertiga yang mulia?" tanyanya
dengan nada ramah. Orang yang bertubuh besar dan berewok langsung mendelikkan matanya lebarlebar.
"Thay-kam anjing!" dampratnya, "Kau kira dengan derajatmu ini, kau pantas
menanyakan nama dari she-ku yang mulia?"
Kata-katanya itu merupakan penghinaan dan hal ini membuat Siau Po menjadi
kurang senang, tapi dia mengerti bahwa hal ini terjadi karena orang gagah itu telah
disiksa sedemikian rupa dan merasakan penderitaan sehingga menjadi gusar.
"Kedatanganku ini atas permintaan seseorang. katanya, "Aku datang untuk menolong
seorang sahabat yang bernama Lau It-cou!"
Begitu kata-katanya diucapkan, ketiga orang itu langsung tampak terkejut saking
herannya, untuk sesaat mereka saling mengawasi lalu ketiga menoleh kepada si thaykam
cilik. "Kau menerima permintaan dari siapa?" tany bewok.
"Apakah di antara kalian ada yang bernama Lau It-cou?" Siau Po malah menanya
lagi tanpa menghiraukan si bewok, "Kalau ada, aku ingin bicara dengannya, Kalau tidak
ada, ya sudah!" Kembali ketiga orang itu saling melirik sekilas. Terbukti mereka ragu-ragu karena
curiga, tampaknya mereka tidak ingin tertipu oleh siasat lawan.
"Siapa kau?" kembali si bewok yang bertanya.
Siau Po tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya berkata.
"Orang-orang yang meminta pertolonganku itu, satu she Bhok, sedangkan yang
satunya lagi she Liu. Kenalkah kalian pada orang yang berjuluk Tiat Pwe-cong Liong?"
Si Bewok menjawab dengan suara lantang.
"Tiat-Pwe cong Liong Liu Tay-hong terkenal di tiga propinsi Inlam, Kui Cui dan
Sucoan, Siapa yang tidak tahu atau mendengar namanya" Dan orang she Bhok itu
pasti Bhok Kiam-seng, putera Bhok Tian-po yang namanya sudah tersohor Namun saat
ini Bhok Kiam-seng sedang merantau di dunia kangouw, entah sudah mati atau masih
hidup,.,." Kembali Siau Po mengangguk.
"Kalau tuan-tuan bertiga tidak kenal Siau ongya dari keluarga Bhok serta Liu loyacu
maka terbukti kalian bukan sahabat-sahabatnya, Dengan demikian kalian juga tidak
mengenal dua jurus ilmu ini...."
Tanpa menunggu sahutan dari ketiga orang itu, Siau Po langsung menjalankan
kedua jurus Heng-Sau Ciang Kun dan Kao-San Liu Sui, Kedua jurus itu adalah ilmu
keluarga Bhok, Di saat dia masih mempertunjukkan kedua jurus tersebut, si pemuda
dengan tato harimau di dadanya mengeluarkan seruan tertahan.
"Aih...!" Mendengar suara itu, Siau Po menghentikan gerakannya.
"Eh, kenapa?" tanyanya.
"Ah... tidak apa-apa," sahut orang itu jengah.
"Siapa yang mengajarkan kedua jurus itu?" tany si bewok.
Siau Po tertawa. "lstriku!" sahut Siau Po.
"Cis!" si bewok meludah. "Bagaimana mungkin seorang thay-kam bisa punya istri?"
Hampir dia mengejek Siau Po dengan kata-kata "thay-kam anjing" lagi. sedangkan
Siau Po hany tersenyum. "Memangnya kenapa thay-kam tidak boleh punya istri?" tanyanya, "Kalau orang suka
menikah denganku, kenapa kau yang usil" istriku itu she Pui dengan nama tunggal Ie!"
Belum berhenti gema suara si thay-kam cilik, pemuda yang berkulit putih langsung
membentak. "Ngaco kau!" Siau Po menatap pemuda itu, urat-urat di dahinya menonjol sehingga tampak
berwarna biru kehijauan dan matanya mendelik dengan cahaya merah membara. Hal ini
membuktikan bahwa dia gusar sekali mendengar ucapan Siau Po.
Dengan demikian Siau Po segera bisa menduga bahwa dialah yang bernama Lau It
cou. Dia melihat pemuda tampan dan gagah. Di saat marah, tampangnya berwibawa
dan garang. "Ngaco apanya?" dia balik bertanya, Dia tidak merasa takut sama sekali meskipun
orang itu tampak angker "Kau tahu, istriku itu adalah keturunan dari salah satu keciang
keluarga Bhok yang tersohor yakni salah satu dari keluarga Pek, Pui, Sou dan Lau!
Ketika kami menikah, salah satu saksinya ialah seseorang yang bernama Sou Kong, dia
berjuluk Sin Jiu kisu. Ada seorang lagi yang bernama Pek Han-hong, yakni saudara Pek
Han-siong yang belum lama ini mati dihajar orang, Kalian tahu, Pek Han-hong ini miskin
sekali, sehingga untuk memakamkan saudaranya dia terpaksa menjadi comblang demi
mendapatkan sedikit uang!"
Mendengar ucapannya, si anak muda itu semakin gusar.
"Kau... kau!" saking kesalnya dia tidak sanggup mengatakan apa-apa.
"Saudara, bersabarlah," kata si bewok menenangkan rekannya, Kemudian dia
menoleh kepada Siau Po. "Sahabat, tampaknya kau banyak tahu tentang keluarga
Bhok?" "Aku toh termasuk menantu dari keluarga Bhok," sahut Siau Po. "Sebagai seorang
menantu, mana mungkin aku tidak tahu segala sesuatu yang menyangkut keluarga
mertuaku" Nona Pui Ie itu tadinya tidak sudi menikah denganku, Katanya dia sudah
berjanji akan menikah dengan kakak seperguruannya, Lau It cou. sekarang pikirannya
berubah karena dia mendengar kekasihnya itu manusia yang tidak berguna sebab dia
datang ke Go Sam-kui si pengkhianat bangsa itu dan sudi menjadi bawahannya,
bahkan mau saja disuruh menyerbu istana untuk membunuh kaisar Kong Hi. Nah, coba
kau pikir, setiap bangsa Han toh benci sekali kepada Go Sam-kui yang telah menjual
negaranya sendiri..."
Bicara sampai di situ, Siau Po merendahkan suaranya, Kemudian dia melanjutkan
kembali: "Go Sam-kui sudah berpihak pada orang Tatcu, bangsa yang menjadi musuh
negara kita, Dia takluk dan bersedia bekerja bagi musuh kita itu. Go Sam-kui berpihak
pada Tatcu dengan mempersembahkan negara kita yang indah dan permai, Siapa saja
orang Han, membenci Go Sam-kui sehingga ingin sekali membeset kulitnya dan makan
dagingnya, sedangkan It Cou, si bocah busuk itu, dia boleh menghamba pada siapa
saja, tapi mengapa dia justru memilih Go Sam-kui sebagai tuannya" Tentu saja karena
hal ini nona Pui marah sekali, di mana dia harus menaruh mukanya bila bertemu
dengan orang-orang gagah se tanah air" itulah sebabnya dia mengambil keputusan
untuk tidak menikah dengan kakak seperguruannya itu!"
Mendengar sampai di sini, tiba-tiba anak muda itu berteriak.
"Aku... aku... aku.,.!" tapi lagi-lagi dia tidak sanggup melanjutkan kata-katanya
karena emosinya yang berlebihan "Sabar!" seru si bewok, Dia menatap Siau Po lekat-lekat lalu berkata: "Tuan, setiap
orang mempunyai cita-cita tersendiri. Kau telah menjadi thay-kam dalam istana Ceng,
bukankah itu suatu pekerjaan yang merendahkan dirimu sendiri?"
"Tepat! Tepat!" sahut Siau Po tanpa merasa malu sedikit pun. "Memang pekerjaan ini
membuat pamorku jatuh. Tapi sekarang, mari kita bicarakan saja urusan ini. istriku
teringat akan bekas kekasihnya, dia meminta aku mencari tahu tentangnya, Dia ingin
mendapat kepastian apakah kekasihnya itu sudah mati atau belum, Dia berkata begini,
kalau benar Lau It-cou itu sudah mati, maka dia dapat menikah denganku tanpa
merasakan susah, Nah, sahabat bertiga, benarkah di antara kalian tidak ada yang
bernama Lau It-cou" Kalau benar, aku akan pergi sekarang, Nanti malam kami akan
mengadakan upacara pernikahan dengan bersembahyang pada langit dan bumi!"
Begitu selesai berkata, Siau Po segera membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan
tempat itu, "Aku...lah!" kata si anak muda berkulit bersih dengan penuh semangat.
"Sabar!" lagi-lagi si bewok mencegah rekannya berbicara lebih jauh, "Jangan sampai
kena terpedaya!" Si anak muda itu meronta-ronta.
"Dia... dia.,.!" serunya tersendat-sendat, kemudian dia meludahi Siau Po.
Si bocah cilik sempat melihat hal itu, dia sege mengelakkan diri, Dia juga melihat
para tawana nya itu diikat dengan tali yang terbuat dari urat kerbau, Meskipun meronta
dengan sekuat tenaga tidak mungkin mereka sanggup meloloskan diri. Diam-diam dia
berpikir dalam hati. "Sudah pasti dialah Lau It-cou. Dia sudah mau mengaku, tapi sayangnya selalu
dicegah oleh temannya, si bewok, Bagaimana baiknya sekarang?"
Setelah berpikir sejenak, bocah yang cerdik ini segera menemukan akal yang bagus.
"Kalian di sini dulu untuk sementara, aku aka pulang dan meminta keterangan dari
istriku!" Memang luar biasa watak bocah yang satu ini. Dia menyebut Pui Ie sebagai istri. Dia
juga mengatakan akan mengadakan upacara pernikahan dengan bersembahyang pada
langit dan bumi, Kali ini dia benar-benar meninggalkan tempat para tahanan itu,
sesampainya di pelataran depan, dia berbisik kepada Ci Hian yang sedang
menunggunya. "Aku telah mendapat suatu keterangan. Mulai sekarang, jangan kau siksa lagi
mereka. Sebentar aku akan kembali lagi!"
Tio Ci-hian mengangguk dan Siau Po pun segera melangkah pergi.
Ketika Siau Po kembali ke kamarnya, hari su dah gelap, Dia ingat kedua nona yang
terseka dalam kamarnya, Pasti mereka sudah lapar, Karena itu dia tidak langsung
masuk ke dalam kamarnya tapi berjalan menuju Siang-sian tong untuk memesan
barang hidangan, Dia mengatakan ingin menjamu para siwi yang malam sebelumnya
telah berjasa meringkus para penyerbu, Dia juga berpesan bahwa perjamuannya nanti
tidak perlu dilayani para thay-kam, karena sembari bersantap, dia ingin membicarakan
urusan rahasia. Ketika kembali ke kamarnya, Siau Po disambut oleh Kiam Peng,
"Kenapa kau baru pulang?"
"Kau tentunya kebingungan setengah mati menantikan aku, bukan?" sahut Siau Po
sambil tertawa "Kau tahu, aku telah menyelidiki dan aku memperoleh kabar gembira!"
Pui Ie yang berbaring di atas tempat tidur segera mengangkat kepalanya.
"Kabar apa?" tanyanya cepat.
Siau Po menyalakan lilin agar kamar menjadi terang dan dia dapat melihat wajah si
nona yang bersemu dadu, matanya membengkak sebagai tanda bahwa dia baru saja
menangis. Pasti hatinya sedih sekali memikirkan kekasihnya, Lau It-cou. Siau Po
menarik nafas panjang. "Kabar yang aku bawa itu pasti membuat hatimu gembira namun sayangnya
merupakan malapetaka untukku!" sahutnya, "Karena istri yang baru aku dapatkan akan
melayang lagi! Benar, budak Lau It-cou itu memang belum mati!"
"Ah!" Pui Ie mengeluarkan seruan tertahan. Untuk sesaat dia tidak dapat menahan
keguncang" hatinya yang gembira sekali mendengar berita d Siau Po.
Kiam Peng juga senang sekali.
"Oh!" serunya, "Jadi, Lau suko selamat dia tidak kurang apa pun?"
"Mati sih belum," sahut Siau Po. "Tapi untuk hidup terus, sukarnya bukan main. Dia
sudah tertawan oleh para siwi dan sekarang sedang diperiksa. Dia kukuh mengaku
sebagai orangnya Go Sam-kui dan mengatakan bahwa ia mendapat perintah untuk
membunuh kaisar Kong Hi. Begitulah, dia masih hidup sekarang, tapi sedang
menantikan hukum kematiannya! Kalau perbuatannya ini tersiar diluaran, pasti
namanya akan busuk dan dicela oleh para orang gagah karena dikenal sebagai anjing
pengkhianat Go Sam-kui. Apalagi setelah dia menjalankan hukuman mati, Namanya
akan semakin bau!" Pui Ie berusaha bergerak bangun Saat ini dia sudah dapat mengendalikan
perasaannya. "Sebelum datang menyerbu ke istana ini, kami sudah mempertimbangkan bahwa
kami bisa ditahan dan dihukum mati, Kami tidak memperdulikan hal itu, asal dapat
merobohkan Go Sam-kui, pengkhianat bangsa! Cita-cita kami hanya membalaskan
sakit hati raja kami!"
Siau Po mengacungkan jempolnya.
"Bagus! Penuh semangat!" katanya memuji, "Aku si Kui kongkong merasa kagum
sekali! Sekarang, nona Pui, ada satu urusan penting yang harus kita rundingkan Mari
aku tanya dulu, seandainya aku bisa membebaskan kakak seperguruanmu itu, apa
yang akan kau lakukan" Bagaimana dengan engkau sendiri?"
Mata Pui Ie menyorotkan sinar berkilauan wajahnya merah padam.
"Apakah kau benar-benar sanggup menolong kakak seperguruanku itu?" tanyanya
menegaskan "Kalau benar, bi.,.arlah a.,.ku menjadi budakmu seumur hidup! Dengan
kata lain, pekerjaan apa pun dan sesulit apa pun, asal kau perintahkan aku Pui Ie, akan
melakukannya tanpa mengerutkan sepasang alisku!"
"Bagaimana kalau kita membuat perjanjian?" tanya Siau Po. "Bisa" Dalam hal ini,
biar Siau kuncu menjadi saksinya! Kalau aku berhasil menolong Lau sukomu itu, akan
kuserahkan dia kepada Siau ongya Bhok Kiam seng dan Tiat Pwe-cong Liong Liu
loyacu...." "Eh, kau tahu tentang kokoku dan Liu suhu?" tukas Kiam Peng keheranan.
"Siau ongya dari Bhok onghu serta Tiat Pwe-cong Liong Liu Tay-hong merupakan
orang-orang yang sudah terkenal sekali, Siapa yang tidak pernah mendengar nama
mereka?" "Kau memang orang baik. Setelah kau berhasil membebaskan Lau suko, kami
semua pasti berterima kasih dan bersyukur atas jasa-jasamu itu! kata Kiam Peng.
Siau Po menggelengkan kepalanya,
"Aku bukan orang baik," sahuthya. "Sekarang aku sedang mengadakan transaksi
jual-beli dengan kalian, Lau It-cau merupakan orang yang luar biasa. Dia telah
melanggar undang-undang negara sehingga dosanya berat sekali, Kalau aku hendak
menolongnya, aku juga harus berani mengorbankan diri, Aku bisa menghadapi bencana
besar. Kalau perbuatanku itu sampai ketahuan, seluruh keluagaku, termasuk nenek,
kakek, paman tua, pam muda, bibi tua, bibi muda, kakak adikku yang jumlahnya
sepuluh orang bisa terancam hukuman penggal kepala, Setelah itu, rumahku, harta
benda berupa emas, perak, tembaga, uang, barang-bara antik semuanya akan disita
oleh negara, Nah, coba kau bayangkan beratnya tanggung jawab yang harus kupikul!"
Setiap kali Siau Po berkata sampai pada bagi tertentu, Kiam Peng selalu
menganggukkan kepalanya. Ucapan Siau Po memang berlebihan, tapi bukan berarti
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak mengandung kebenaran Perbuatannya mengandung resiko yang besar Katakatanya
memang harus dibenarkan, meskipun Siau Po sampai membawa nama kakek
dan neneknya. Pui Ie juga membenarkan kata-kata Siau Po.
"Memang benar! perbuatan ini memerlukan tanggungjawab yang tidak kepalang
besarnya, Baiklah, aku tidak jadi meminta bantuanmu! Bagiku, kalau Lau suko diancam
hukuman mati, aku juga tidak sudi hidup lebih lama lagi. Terpaksa kita menyerah pada
suratan nasib saja...."
Selesai berkata, Pui Ie langsung menangis. Air matanya mengucur deras.
"Jangan mudah bersedih, jangan asal mengalirkan air mata saja!" kata Siau Po. "Kau
begitu cantik dan manis, Begitu indahnya sehingga mirip batu kumala dan bunga
bermekaran, Melihat air matamu mengalir, hatiku pun ikut hancur luluh. Nona Pui, demi
engkau, aku akan melakukan apa saja, Aku akan menolong kakak seperguruannya Dan
aku pasti akan berhasil! Nona Pui, mari kita mengadakan perjanjian Kalau aku gagal
menolong Lau sukomu itu, biarlah seumur hidupku aku menjadi budakmu, Sebaliknya,
andaikata aku berhasil menolong Lau sukomu keluar dengan selamat dari istana ini,
maka untuk seumur hidup, kau harus menjadi istriku, Seorang laki-laki sejati, asal
katakatanya sudah tercetus keluar, entah empat kuda apa pun sukar mengejarnya! Nah,
demikianlah janji kita!"
Pui Ie memandangi Siau Po dengan pandangan tertegun wajahnya sebentar merah
sebentar pucat, Kemudian dengan perlahan dia berkata.
"Kui toako, demi... keselamatan Lau suko, a... ku akan melakukan apa saja,
seandainya kau... berhasil membebas.,.kannya, apabila kau ingin aku melayanimu, se.,,
umur hidup, sebetul.,.nya bukan tidak bi... sa, tapi...."
Tiba-tiba Pui Ie menghentikan kata, karena di saat itu juga terdengar suara dari luar
kamar. "Kui kongkong, barang hidangan sudah siap!"
"Bagus!" sahut Siau Po yang langsung membuka pintu kamarnya dan
merapatkannya kembali Dia membiarkan empat orang thay-kam mengantarkan barang
hidangan ke dalam ruang tamu, semuanya diatur dengan rapi di atas meja.
"Sekarang pergilah kalian, kalian tidak perlu melayani aku," kata Siau Po kemudian.
"Baiklah, kongkong!" sahut salah satu thay-kam, "Apakah masih ada yang kurang?"
"Sudah cukup!" kata Siau Po. Dia melihat barang hidangan itu cukup untuk delapan
orang "lngat! Kalau aku tidak panggil, jangan ada yang datang kemari!"
Dia memberi persen kepada mereka itu masing masing lima tail perak, Tentu saja
para thay-kam itu kegirangan menerimanya.
Begitu para thay-kam itu berlalu, Siau Po mengunci pintu kembali Setelah itu dia
menggeser meja yang penuh hidangan itu ke dalam kamar. Dia mengisi tiga mangkok
nasi dan juga menuangkan tiga cawan arak.
"Nona Pui," panggilnya seraya tertawa, Hidangan semua sudah tersedia dan tinggal
menyantapnya saja, Tadi nona mengatakan tapi, apa maksudnya?"
Saat itu Pui Ie sedang dibantu bangun oleh Kiam Peng, Mendengar pertanyaan Siau
Po, wajahnya jadi merah jengah sehingga cepat-cepat dia menundukkan kepalanya,
Untuk sekian lama dia berdiam diri.
"Sebetulnya, aku ingin mengatakan," akhirnya dia menyahut juga, "Kau bekerja
sebagai thay-kam di istana, mana... mungkin kau bi.,.sa mempunyai istri" Tapi, tak
perduli bagaimana caranya, asal kau bisa menolong Lau suko meloloskan diri dari
tempat tahanan, untuk seumur hidup, aku akan melayanimu...."
Sinar lilin menerangi wajah si nona, kecantikannya semakin kentara ketika tersipusipu.
Siau Po masih anak bau kencur, tapi dia juga merasa tertarik dengan kecantikan
gadis itu. "Oh, rupanya karena kau mengetahui aku seorang thay-kam?" kata si bocah sembari
tertawa, "Karena aku orang kebiri, jadi aku tidak bisa mempunyai istri! Ah... itu
urusanku sendiri, tidak perlu kau khawatirkan. Sekarang aku tanya dulu, bersediakah kau menjadi
istriku?" Sepasang alis Pui Ie mengernyit, wajahnya merah kembali, Namun sekarang
emosinya meluap Dia merasa gusar, tapi beberapa saat kemudian pikirannya jernih
kembali. "Jangan kata hanya menjadi istrimu, meskipun kau jual aku ke rumah pelesiran
menjadi perempuan penghibur atau pun perempuan jalang, aku rela!"
Ucapan itu hebat sekali, Apabila orang lain yang mendengarnya, pasti akan marah
karena tersinggung, Tidak demikian halnya dengan Siau Po. Sejak kecil dia dibesarkan
dalam rumah pelesiran Baginya kata-kata itu biasa-biasa saja.
"Baiklah!" sahutnya. "Dengan demikian kita sudah mengadakan perjanjian Nah, istri
dan adikku yang manis, mari kita keringkan cawan kita!"
Sejak melihat gerak-geriknya Siau Po dua hari ini, Pui Ie tidak menganggapnya
sebagai thay-kam lagi, Dalam pandangannya, Siau Po sangat cekatan dan cerdik,
Dengan mudah dia berhasil membunuh Sui Tong dan membuat tubuhnya lumer tinggal
cairan. Dia juga mendapat kenyataan bahwa para thay-kam lainnya di istana ini sangat
menghormati bocah, dia masih sangat muda, dan mulai timbul kesan baik dalam
hatinya. Diam-diam Pui Ie juga mengaguminya.
Di lain pihak, Pui Ie juga ingat akan Lau It-cou kakak seperguruan yang dikenalnya
sejak kecil. Mereka berlatih silat bersama-sama, Hubungan mereka sudah erat sekali,
Meskipun keduanya tidak pernah mengatakan apa-apa, namun jauh di dasar lubuk hati,
mereka telah sepakat untuk menikah kelak.
Malam itu mereka bekerja sama menyerbu istana kerajaan Ceng ini, Bahkan dia
menyaksikan Lau It-cou tertawan Dia ingin memberikan bantuan tetapi kondisinya tidak
memungkinkan, sebab dia sendiri sudah terluka. Dia menduga, karena tertawan oleh
pihak musuh, nyawa Lau It-cou tidak mungkin dipertahankan lagi.
Di luar dugaannya, si thay-kam cilik ini mengatakan kekasih hatinya belum mati,
Bahkan Siau Po juga berjanji untuk menolongnya meloloskan diri. Karena itu pula,
benaknya segera berputar.
"Biarlah Lau suko bebas dan selamat," demikian pikirnya dalam hati, Tidak apa-apa
kalau hidupku selanjutnya akan menderita, malah aku bersyukur kepada Thian yang
maha kuasa, Apakah thay-kam cilik ini mempunyai maksud tertentu"
Ah! Mungkin dia hanya mengoceh sembarangan Mustahil seorang thay-kam bisa
beristri! Ya, dia tentu bicara seenaknya untuk menggoda aku! Biarlah, aku menerima
baik saja permintaannya...!"
Demikianlah dia mengambil keputusannya. Karena itu dia langsung mengembangkan
seulas senyuman Dia mengangkat cawan araknya dan dibawa ke bibirnya.
"Sekarang aku minum arak bersamamu, tapi kau harus ingat baik-baik. Kalau kau
tidak mamp menolongi Lau suko, maka kau tidak akan lolos dari goIokku!"
Siau Po tersenyum, senang hatinya meliha wajah si nona berseri-seri, wajahnya
tampak semakin manis kalau tersenyum. Dia mengangka cawannya dan berkata:
"Janji kita merupakan kepastian yang tidak dapat diingkari lagi. Karena itu aku juga
ingi bertanya, seandainya aku sudah berhasil menolong Lau sukomu, lalu kau merasa
menyesal, bagaimana" Mungkin saja kau mengingkari kata-katamu sendiri dan tetap
ingin menikah dengannya, Kalau kalia bekerja sama mengepung aku seorang diri, lalu
di menbacok aku satu kali dan kau pun menebas aku satu kali, bukankah tubuh aku, si
Kui kongkong akan terbelah menjadi dua bagian" Nah, inilah yan harus aku jaga!"
Pui Ie memperlihatkan tampang serius.
"Raja langit di atas, Ratu bumi di bawah, seandainya Kui kongkong benar-benar
berhasil menolong Lau suko meloloskan diri dengan selamat maka Siauli (sebutan
untuk diri sendiri bagi anak perempuan) Pui Ie bersedia menikah dengan Kui kongkong
dan menjadi istrinya serta melayaninya seumur hidup, Siauli akan setia dan tidak nanti
berhati dua. Apabila Siauli mengingkarinya, biarlah siauli tersiksa di alam baka nanti
dan tidak akan menjelma lagi untuk selama-lamanya!" Selesai berkata dia menunjuk
kepada Siau kuncu, "Nah, Siau kuncu menjadi saksinya!"
Bukan main senangnya hati Siau Po mendengar nona itu bersumpah berat, Dia
segera menoleh kepada Kiam Peng dan bertanya.
"Adikku yang baik, apakah kau mempunyai kekasih hati yang harus kutolong?"
"Tidak!" sahut nona Bhok.
"Sayang! Sayang!" kata Siau Po. "Kalau kau juga mempunyai kekasih hati, aku akan
menolongnya sekalian. Dengan demikian, kau juga akan bersumpah menikah
denganku, bukan?" "Fui!" Kiam Peng pura-pura meludah. "Sudah mendapatkan seorang istri, masih
belum merasa puas! Rupanya dikasih hati, kau malah minta ampela!"
Siau Po tertawa. "Jangan heran!" katanya, "Bukankah ada pepatah yang mengatakan "si katak buduk
berkhayal ingin makan daging angsa khayangan! Eh, iya, istriku... bersama-sama
dengan Lau sukomu itu, ada tertawan dua orang lainnya, Yang satunya berewokan,
siapakah dia?" "ltu Gouw susiok!" sahut Kiam Peng, Susiok artinya paman guru,
"Siapakah yang lainnya?" tanya Siau Po kembali "Di dadanya ada tato harimau yang
buas." "Dia berjuluk Chi Mo houw (Si harimau hijau) Go piu," sahut Bhok Kiam-peng kembali
"Di murid Gouw susiok!"
"Siapa nama lengkap Gouw susiok itu?" tany Siau Po.
"Nama lengkap Gouw susiok ialah Gouw Lip sin," sahut Kiam Peng, "Julukannya Yau
Tau Say (Singa menggoyangkan kepala)."
Siau Po tertawa. "Julukannya bagus sekali," kata Siau Po. "Apa pun yang dikatakan orang, dia pasti
selalu menggelengkan kepalanya."
"Kui toako," kata Bhok Kiam-peng sambil tersenyum, Dia merasa thay-kam cilik ini
jenaka sekali "Kau toh ingin menolong Lau suko, sekalian saja kau tolong Gouw susiok
dan Go Piu meloloskan diri dari tempat tahanan!"
"Gouw susiok dan Go Piu itu apakah mempunyai puteri atau kenalan gadis-gadis
cantik?" tanya Siau Po.
"Aku tidak tahu," sahut Kiam Peng. "Untuk apa kau menanyakan hal itu?"
Bagian 23 "Aku ingin menanyakan dulu tentang kenal gadis mereka yang manis-manis itu. ingin
kutegaskan, apabila aku menolong Gouw susiok dan Piu, apakah mereka juga bersedia
menjadi istriku. Coba bayangkan saja, aku akan menghadapi bahaya besar untuk
menolong orang, masa aku harus kerja bakti tanpa pamrih apa-apa?"
Selesai Siau Po berbicara, sebuah benda dengan bayangan kehitaman melayang ke
arah kepalanya, Siau Po sempat melihat dan berusaha menghindarkan diri, tapi dia
kalah cepat. Begitu dia menundukkan kepalanya, benda itu dengan telak menghajar
dahinya. "Aduh!" jerit Siau Po. Disusut dengan sebuah cawan yang jatuh di atas tanah dan
hancur dengan menerbitkan suara nyaring, sedangkan dahinya mengucurkan darah
yang terus mengalir sampai matanya dan membuat pandangannya menjadi samar.
"Pergi kau, bunuh saja Lau It-cou!" Terdengar suara teriakan Pui Ie. "Nonamu juga
tidak mau memikirkannya lagi, Tidak nanti aku sudi dihina sedemikian rupa selamanya
olehmu!" Ternyata Pui Ie yang menyambit cawan arak ke kepala Siau Po. Dia kehilangan
sabarnya mendengar ocehan si bocah, hatinya panas sekali, Untung saja luka Pui Ie
belum sembuh sehingga tenaganya jauh berkurang dibandingkan biasanya, Kalau
tidak, serangannya itu pasti luar biasa dan Siau Po bisa celaka karenanya.
Mula-mula Kiam Peng juga ikut terkejut, namun akhirnya perasaannya lebih tenang
setelah tahu apa yang terjadi.
"Kui toako!" katanya, "Ke sini! Aku periksa lukamu, jangan sampai ada pecahan
beling yang menancap di dalam dagingmu!"
"Aku tidak mau mendekatimu!" teriak Siau Po. "lstriku saja sudah berusaha
membunuh suaminya sendiri!"
"Siapa suruh kau mengoceh yang bukan-bukan?" kata Kiam Peng. "Kenapa kau ingin
mengganggu anak istri orang" Aku sendiri merasa panas mendengar kata-katamu tadi!"
Siau Po tertawa. "Oh, aku mengerti sekarang!" katanya, "Rupanya kalian cemburu dan iri. Iya, baru
mendengar aku akan mencari perempuan lain saja, istriku yang tua dan istri yang muda
sudah lantas cemburu!"
Kiam Peng menyambar lagi sebuah cawan arak.
"Kau panggil aku apa?" bentaknya dengan nada keras, "Awas kalau kuhajar sekali
lagi kau denga cangkir ini!"
Siau Po mengusap darah yang mengalir di matanya. Dia dapat melihat wajah si nona
yang sedang marah. wajahnya semakin manis dan cantik, Karena itu dia malah
tersenyum, Setelah itu, dia melirik ke arah Pui Ie. Nona itu tampak menyesal Siau Po
merasa lukanya perih, tapi dia toh merasa senang.
"lstri tuaku telah menimpuk aku dengan cawan arak, karena itu, kalau istriku yang
muda tidak diijinkan menyambit juga, namanya tidak adil." Diapun berjalan mendekati
Kiam Peng kemudian melanjutkan kembali. "Nah, istri mudaku, kau juga boleh
menyambit aku sekarang!"
"Baik!" seru Kiam Peng. ia segera menyiram arak di cawannya yang masih sisa
setengah ke arah Siau Po!
Si bocah berusaha mengelak, tapi wajahnya basah juga tersembur air arak yang
disiramkan itu, Namun dasar bocah nakal, dia malah mengulurkan lidahnya mencicipi
arak yang manis itu. "Sedap. Sedap!" katanya berulang kali, "lstri tua menghajar aku sehingga dahiku
mengucurkan darah. sekarang istri mudaku malah menyiram arak ke wajahku, Darah
dan arak bercampur menjadi satu, aih! Lama-lama aku bisa mati juga!"
Mendengar kata-katanya lucu, Kiam Peng dan Pui Ie jadi tertawa juga.
"Dasar manusia tidak punya guna!" maki Pui Ie sembari mengeluarkan sapu tangan
yang kemudian diangsurkan kepada Kiam Peng. "Kau bersihkan darahnya!"
Kiam Peng tertawa. "Kau yang menghajarnya sehingga terluka, mengapa aku yang harus membersihkan
darahnya?" tanyanya.
Pui Ie membekap mulut Kiam Peng.
"Kau toh istri mudanya?" katanya menggoda.
Sekali lagi Kiam Peng tertawa.
"Cis! Barusan kaulah yang menerima baik syarat yang diajukannya, Bukan aku!"
"Siapa bilang kau tidak menerima?" kata Pui Ie tidak mau kalah, "Bukankah dia
menantang istri mudanya menyambit juga" Dan kau telah menyiram wajahnya dengan
arak! Hal ini kan berarti kau bersedia menjadi istri mudanya?"
Sekarang giliran Siau Po yang tertawa.
"Tepat! Tepat!" katanya lantang, "istri tuaku sungguh cinta dan sayang sekali
kepadaku, Baiklah Kalian berdua boleh menenteramkan hati. Tidak mungkin aku main
gila dengan perempuan lain!"
Diam-diam Pui Ie berpikir dalam hatinya.
"Dia seorang thay-kam, tidak mungkin bisa menjadi suami yang sebenarnya,
Tentunya dia hanya bergurau, Lidahnya memang tajam!"
Pui Ie sudah mempunyai kesan baik terhada Siau Po. Mengenai ucapannya tentang
istri tua dan istri muda, tentunya dia hanya iseng, Bukankah thay-kam cilik itu jenaka
sekali" Demikianlah mereka bertiga terus bersenda gurau, sampai akhirnya Pui Ie berkata:
"Kemari kau!" dia memeriksa luka di dahi Si Po. Dia khawatir masih ada sisa beling
yang menancap di dalam dagingnya, sementara itu dia juga membersihkan darahnya
dan ditaburi obat agar darahnya tidak mengalir terus.
Ketiga-tiganya tidak suka minum arak, Karena itu sampai selesai makan, arak yang
disajikan masih utuh, Tidak ada seorang pun yang menyentuhnya.
Habis bersantap, Siau Po menguap.
"Bagaimana malam ini" Apakah aku tidur dengan istri tuaku atau istri mudaku?"
tanyanya. Pui Ie memperlihatkan mimik serius,
"Kalau bergurau, kau harus tahu batasnya" katanya garang, "Apabila kau naik lagi ke
atas tempat tidur, awas! Aku akan membunuhmu dengan bacokan golok ini!"
Siau Po tertawa, Dia meleletkan lidahnya.
"Hebat!" serunya, "Pada suatu hari nanti, mungkin nyawaku bisa melayang di
tanganmu!" Kedua gadis itu jadi tertawa lagi mendengar perkataannya, Siau Po segera menelan
sebutir pil yang dihadiahkan ibu suri, Setelah itu dia membuka pintu kamarnya untuk
mengeluarkan meja hidangan Selesai bekerja dia menggelar tikar di atas lantai lalu
tanpa mengganti pakaiannya lagi, dia berbaring di sana. Rupanya dia sudah letih sekali,
Dalam sekejap mata dia sudah tertidur dengan pulas.
Ketika keesokan paginya dia terbangun dari tidur, Dia merasa tubuhnya hangat Di
saat dia membuka matanya, ternyata tubuhnya telah ditutupi sehelai selimut. Kepalanya
juga beralas bantal Kemudian dia bangkit duduk dan mengawasi tempat tidurnya.
Di balik kelambu yang tipis, tampak secara samar-samar Pui Ie dan Kiam Peng tidur
berdampingan Siau Po berdiri, dengan mengendap-endap dia menghampiri tempat tidur
itu. Dengan perlahan dan hati-hati dia menyingkapkan kelambunya kemudian melongok
ke dalamnya. Tampak olehnya Pui Ie dan Kiam Peng sama-sama ayu dan anggun Kedua gadis
cantik itu tidur dengan hampir berdempetan Sungguh mempesona pemandangan yang
ada di hadapannya, Tanpa sadar dia mendekati wajahnya untuk mencium kedua nona
itu, tapi tiba-tiba saja timbul perasaan khawatir mereka akan terjaga karenanya.
"Oh!" serunya dalam hati, "Seandainya kedua gadis cantik ini bisa menjadi istriku,
tentu hidupku akan menyenangkan sekali, Di rumah pelesiran seperti Li Cun-wan, mana
ada gadis-gadis yang secantik dan seayu mereka?"
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perlahan-lahan Siau Po berjalan mendekat pintu, tapi baru saja dia membukanya,
suara gerakan pintu itu ternyata membangunkan Pui Ie Gadis itu langsung membuka
matanya dan memperhatikan Siau Po. Bibirnya menyunggingkan senyuman.
"Kui... Kui... Oh, kau sudah bangun?" sapany dengan suara halus.
"Kui... Kui apa?" sahut Siau Po sembari tertawa "Apa kau keberatan memanggilku
suami yang baik?" "lngat!" sahut Pui Ie, "Kau toh belum menolong orang yang kau janjikan itu!"
"Jangan khawatir!" kata Siau Po. "Sekarang juga aku akan membebaskan mereka !"
Tepat pada saat itu terdengar suara bersin Kiam Peng.
"Hei, pagi-pagi begini apa yang kalian bicarakan?" tanyanya.
"Kami berdua tidak tidur sepanjang malam" sahut Siau Po. Banyak sekali yang kami
bicarakan." Kemudian dia menguap dan menambahkan "Oh, aku mengantuk sekali,..
aku ingin tidur...!"
Wajah Pui Ie jadi merah padam.
"Orang memang tidak bisa bicara baik-baik denganmu," katanya, "kenapa kau
mengatakan kita tidak tidur sepanjang malam?"
Siau Po tidak memberikan komentar, dia hanya tertawa.
"Nah, istriku yang baik," katanya kemudian "Sekarang mari kita bicara serius, Kau
tulislah sepucuk surat, nanti aku bawa kepada Lau sukomu itu agar dia percaya
kepadaku dan bersedia mengikut aku keluar dari istana ini. Tanpa surat darimu, aku
khawatir dia akan curiga dan takut dirinya ditipu, Kemungkinan dia berkeras
mengatakan bahwa dirinya adalah orangnya Go Sam-kui!"
"Kau benar," kata Pui Ie. "Tapi, apa yang harus kutulis?"
"Kau boleh tulis apa saja!" sahut Siau Po. "Umpamanya kau bisa mengatakan bahwa
aku adalah suamimu, suami yang paling baik di kolong langit ini! Ada baiknya kau juga
menyebut kebaikanku karena menikahi dirimu, aku bersedia menolongnya
membebaskan diri dari tempat tahanan!"
Sembari berbicara, Siau Po mengambil alat tulis milik Hay kongkong. semuanya
dipindahkan ke depan tempat tidur, kemudian dia juga menggosok bak tinta nya agar
menjadi kental. Tidak kepalang tanggung, dia juga mengambil sehelai kertas lalu
dibeberkannya di atas meja, dan pitnya disediakan
Pui le bergerak bangun untuk duduk, Ketika menerima pit dari tangan Siau Po, tibatiba
dia menangis terisak-isak. Air matanya mengucur dengan deras.
"Apa yang harus kutulis?" tanyanya denga tersengguk-sengguk,
"Apa pun boleh," kata Siau Po. Dia merasa kasihan juga melihat kesedihan gadis itu.
"Aku toh buta huruf, apa pun yang kau tulis, aku tidak bisa membacanya. Karena itu kau
tidak perlu khawatir Tapi sebaiknya jangan kau katakan bahwa kau telah menikah
denganku, nanti Lau sukomu menjad gusar dan tidak sudi ditolong olehku!"
"Kau buta huruf?" tanya Pui le menegaskan "Kau tidak membohongi aku?"
"Kalau aku mengerti membaca, biarlah aku menjadi si anak kura-kura!" sahut Siau
Po. "Aku bukan suamimu, akulah anakmu, akulah cucumu!"
Pui le dapat melihat kesungguhan Siau Po dan dia mempercayainya. Sembari
mengangkat pit, dia terus berpikir Tapi sampai sekian lama dia masih tidak tahu apa
yang harus ditulisnya. "Sudah, sudah!" seru Siau Po yang mulai kehabisan sabar, "Baik, nanti kalau aku
sudah berhasil membebaskan Lau It-cou, kau boleh menikah dengannya, Aku tidak
akan merebutmu! Lagipula, kau tidak bersungguh hati ingin menikah denganku dengan
demikian kelak di kemudian hari aku juga tidak perlu merasakan dikhianati. Lebih baik
sejak sekarang aku mengalah, Biar kau senang dapat menikah dengan Lau It-cou! Apa
pun yang ingin kau tulis, tulislah! jangan khawatir, aku tidak takut!"
Pui le memperhatikan Siau Po lekat-lekat. Air matanya masih mengambang,
kemudian dia menundukkan kepalanya, Kali ini tampaknya dia bersyukur dan senang,
dia juga langsung menggerakkan pit nya. Beberapa kali dia menambahkan air di bak
tintanya, akhirnya selesai juga pekerjaannya.
"Nah, ini!" katanya, Dia menyodorkan surat itu kepada Siau Po. "Tolong kau
sampaikan kepadanya !"
"Hm! Kau...!" maki Siau Po dalam hati. "Mengapa kau tidak memanggil aku toako,
tapi membahasakan kau saja?"
Hatinya memang mendongkol juga, tapi dia ingin bersikap sebagai seorang laki-laki
sejati, Karenanya dia menahan kekesalan hatinya dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
Dia mengulurkan tangannya untuk menyambut surat yang disodorkan si nona
kemudian ia masukkan ke dalam sakunya, namun dalam hatinya dia masih berkata
juga. "lstri yang cantik dan baik malah diserahkan kepada orang lain..."
Setelah menutup pintu kamarnya, Siau Po berjalan menuju tempat para siwi, Kali ini
yang mendapat bagian meronda adalah Tio Kong-lian. Dia sudah mendapat kisikan dari
To Lung, atasannya untuk membantu Kui kongkong membebaskan ke tiga orang
tahanan, namun dia juga mendapat pes untuk berhati-hati agar ketiga tawanan itu tidak
menjadi curiga atau mempunyai dugaan bahwa mereka dilepaskan dengan sengaja.
Begitu melihat Siau Po, Kong Lian segera menghampiri untuk menyambutnya.
Sembari tertawa dia mengedipkan matanya, setelah itu dia mengajak thay-kam cilik itu
ke samping gunung buatan.
Siau Po mengikuti. "Kui kongkong, dengan cara bagaimana kongkong akan menolong mereka?" tanya
Kong Lian, Siau Po jadi berpikir setelah melihat keramahan siwi ini.
"Sri Baginda berpesan agar aku membunuh satu dua orang siwi yang menjaga, agar
aku dapat membebaskan para tahanan" pikirnya, "Tapi orang she Tio ini begini baik,
tegakah aku membunuhnya?"
"Nanti aku periksa lagi ketiga tahanan itu, katanya setelah berpikir sejenak. "Aku
akan kerja dengan melihat situasinya."
"Terima kasih, kongkong," sahut Kong Lian,
"Untuk apa kau mengucapkan terima kasih kepadaku?" tanya Siau Po heran.
"Hamba ingin bekerja dengan Kui kongkong." sahut Kong Lian, "Hamba harap untuk
selanjutnya hamba akan mendapat bantuan dari kongkong agar dapat memperoleh
kedudukan yang lebih tinggi!"
Siau Po tersenyum mendengar ucapan siwi itu.
"Kau bekerja dengan setia kepada Sri Baginda, hanya satu hal yang aku
khawatirkan..." Kong Lian terkejut mendengar kata-kata Siau Po.
"Apa itu, kongkong?" tanyanya khawatir.
"Aku takut kalau kau terus memperoleh kemajuan, gudang uangmu tidak akan muat
lagi karena hartamu sudah berlebihan..." sahut Siau Po.
Pertama-tama Kong Lian bingung, namun akhirnya dia tertawa, Kemudian, setelah
tawanya berhenti, dia berkata dengan suara perlahan.
"Kongkong, hamba sudah berunding dengan para siwi lainnya yang berjaga di sini
bahwa kami semua akan bekerja dengan segenap kemampuan untuk membantu
kongkong, Kami yakin kelak kongkong akan menjadi kepala atau pemimpin para thaykam
di sini!" "Bagus!" kata Siau Po. "Hal itu mungkin harus menunggu beberapa tahun lagi kalau
usiaku sudah agak dewasa."
Siau Po segera berjalan ke dalam tempat tahanan, Baru satu malam saja tampak
jelas Lou It-cou bertiga sudah jauh lebih lesu. Memang mereka tidak disiksa lagi, tapi
karena perasaannya yang sumpek dan rasa nyeri masih nyut-nyutan, mereka tidak ada
selera mengisi perut. Sudah dua hari dua malam mereka tidak makan apa-apa.
Di dalam kamar tahanan, terdapat delapan siw yang menjaga, Melihat kedatangan
Siau Po, merek segera memberi hormat dengan menjura.
Siau Po sudah mempertimbangkan apa yang harus diperbuatnya, Dia segera berkata
dengan suara lantang. "Sri Baginda sudah mengeluarkan firman! Ke tiga pemberontak ini besar sekali
dosanya, Mereka harus segera dihukum mati di hadapan khalayak ramai. Karena itu
lekas kalian siapkan hidangan biar mereka bisa makan sampai kenyang, Dengan
demikian, setelah mati mereka tidak akan menjadi setan kelaparan!"
Serentak para siwi itu menyahut. "Baik!"
Gouw Lip-sin, tahanan yang bertubuh besar serta berewokan langsung berteriak:
"Kami mati demi Peng Si-ong, nama kami akan harum untuk selamanya, Kami lebih
hebat berkali-kali lipat daripada kalian segala anjing buduk yang menjadi budak bangsa
Tatcu!" "Kurang ajar!" damprat salah seorang siwi yang menjadi gusar, ia menyabet satu kali
dengan cambuknya, "Gouw Sam-kui adalah si pemberontak. Dia juga akan dihukum
mati berikut seluruh anggota keluarganya!"
Sebaliknya, Lau It-cou tidak mengatakan apa-apa. Dia mendongakkan kepalanya ke
atas seperti sedang memikirkan sesuatu, Bibirnya bergerak-gerak, tapi tidak jelas apa
yang dikatakannya, sedangkan kawannya yang satu lagi juga membungkam saja.
Dengan cepat barang hidangan sudah dibawa datang, jumlahnya cukup untuk tiga
orang lengkap dengan araknya pula.
"Ketiga pemberontak ini mendengar kepala mereka akan dipenggal sebentar lagi,
mungkin karena terkejut setengah mati sehingga tubuh mereka gemetar Aku khawatir
mereka tidak berselera untuk makan, Oleh karena itu, saudara sekalian, sukalah
kiranya kalian melelahkan diri untuk menyuapi mereka dan bantu mereka minum arak
barang dua tiga cawan. Tapi ingat, jangan lolohi terlalu banyak. Kalau mereka sampai
mabuk, tentu mereka tidak akan merasa enaknya kepala dipenggal. Mereka tidak akan
merasa sakit dan ini pasti terlalu enak bagi mereka yang dosanya demikian besar
Lagipula, sesampainya di alam baka, Giam lo-ong akan berhadapan dengan tiga setan
pemabukan dan Giam Lo-ong akan marah lalu mencambuki mereka dengan rotan
sebanyak tiga kali Bukankah hal ini menambah penderitaan mereka?"
Para siwi tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Siau Po. Mereka merasa thaykam
cilik ini lucu sekali, mereka menghampiri ketiga tawanan itu untuk menyuapi
mereka. Gouw Lip-sin tidak sungkan-sungkan lagi, Dia segera meneguk arak yang disodorkan
dan menikmati hidangan yang disuapkan.
Go Piu juga makan, tapi setiap kali disuapi, dia selalu memaki, "Budak anjing!"
Lau It-cou tampak pucat sekali wajahnya. Baru makan satu sendok, dia tidak
sanggup lagi membuka mulutnya, Kepalanya digeleng-gelengkan.
"Baiklah!" kata Siau Po yang memperhatika ketiga tahanan itu diberi makan,
"Sekarang kalia semua boleh keluar dulu, Aku ingin memeriksa mereka lagi! Masih ada
beberapa hal yang ingin diketahui oleh Sri Baginda, Setelah diperiksa, baru mereka
dibawa untuk menjalani hukuman mati!"
Tio Kong-lian segera mengiakan. Dia segera mengajak rekan-rekannya
meninggalkan kamar tahanan itu. Setelah keluar mereka pun merapatkan pintunya.
Siau Po menunggu sampai para siwi itu sudah keluar semua, Dia segera
menghampiri Gouw Li sin bertiga, Dia memperhatikan mereka denga senyumnya yang
aneh. Thay-kam anjing, apa yang lucu sehingga kau tersenyum-senyum?" bentak Gouw
Lip-sin. Siau Po tertawa. "Aku tersenyum sendiri!" sahutnya tenang. "Apa hubungannya denganmu?"
Tepat pada saat itulah, Lau It-cou berkata.
"Kongkong, a...ku... akulah Lau It-cou."
Siau Po heran sehingga dia tertegun, Dia tidak menyangka Lau It-cou akan
mengaku. Belum lagi dia sempat memberikan jawaban, Gouw Lip-sin dan Go Piu sudah
membentak kawannya. "Apa yang kau ocehkan?"
"Kongkong.,." kata Lau It-cou tanpa memperdulikan kedua rekannya, "Kau...
tolonglah a.,.ku, tolonglah ka...mi!"
"Hei, manusia pengecut!" bentak Gouw Lip-sin. "Kau tamak kehidupan, kau takut
mampus, apakah itu perbuatan seorang enghiong" Mengapa kau mementang bacot
memohon pertolongan orang?"
"Tapi..." kata It Cou gugup, "Dia bilang bahwa Siau ongya dan guruku... yang
meminta dia menolong kita...."
"Apakah kau percaya ocehannya yang hanya kebohongan belaka?" tanya Lip Sin
garang. Siau Po tersenyum melihat orang yang adatnya keras kepala itu.
"Yau Ta'u Saycu Gouw loyacu," panggilnya, "Dengan memandang mukaku ini,
bolehkah kau kurangi gelengan kepalamu itu?"
Gouw Lip-sin terkejut setengah mati.
"Kau.. kau...?" matanya menatap Siau Po dengan pandangan keheranan
Siau Po kembali tertawa. "Aku kenal baik dengan kalian bertiga," sahutnya. "Saudara ini bernama Go Piu dan
julukannya Chi Mo houw, Go toako ini adalah murid kesayanganmu Seorang guru yang
tersohor pasti mempunyai murid yang lihay, aku merasa kagum sekali!"
Gouw Lip-sin terdiam. Matanya menatap thaykam cilik itu lekat-lekat Dia merasa
terkejut dan heran. Bagaimana bocah ini bisa mengetahui namanya dan julukannya"
Dengan demikian, bukankah rahasia mereka sudah terbongkar" Hal ini pula yang
membuatnya jadi sangsi. Ketika orang itu sedang berdiam diri, Siau Po merogoh ke dalam sakunya, Dia
mengeluarkan surat Pui Ie, kemudian membukanya dan merentangkannya di hadapan
pemuda She Lau. "Kau lihat surat ini, siapa yang menulisnya" tanyanya.
It Cou memperhatikan tulisan dalam surat dan membacanya, tiba-tiba dia
memperlihatkan kegirangan yang luar biasa.
"lni tulisan Pui sumoay!" serunya, suaranya terdengar gemetar "Gouw susiok, adik
seperguruanku mengatakan bahwa Kui kongkong ini dapat untuk menolong kita, Kita
diharapkan menurut apa pun katanya!"
Gouw Lip-sin merasa heran.
"Mari aku !ihat!" katanya.
Tanpa mengatakan apa-apa, Siau Po membawa surat itu kepada si bewok, Dia harus
memberikan bantuannya karena kedua tangan It Cou terik sehingga tidak dapat
menyodorkannya sendiri, Bahkan untuk membaca pun, harus Siau Po yang megangi
surat itu. Diam-diam si bocah berpikir dalam hati.
"Entah apa yang ditulis nona Pui dalam suratnya " Mungkinkah urusan asmara,
Kalau benar, sungguh istriku itu tidak tahu malu!"
Ketika itu Gouw Lip-sin sudah membaca surat Pui Ie. isinya sebagai berikut:
"Lau suko, Kui kongkong ini adalah orang sendiri, Dia baik hati, Ditempuhnya bahaya
untuk menolongi kalian, Kau harus dengar apa yang dikatakan oleh Kui kongkong agar
kalian semua bisa terbebas dari bahaya!"
"Adikmu, Pui Ie."
"Ah!" seru Lip Sin. Dia merasa heran sekali, "Surat ini memakai kode rahasia Bhok
onghu kita, Jadi surat ini tentu bukan surat palsu!"
Siau Po senang mendengar bunyi surat itu.Ternyata tidak ada kata-kata mesra yang
ditulis Pui Ie. "Tentu saja, Mana ada surat yang palsu?" katanya.
"Kongkong," kata It Cou. "Dimana sumoayku sekarang?"
"Dia ada di atas tempat tidurku," kata Siau Po, tentu saja hanya dalam hati, "Dia
sekarang sedang bersembunyi di tempat yang aman," sahutnya, "Setelah berhasil
menolongi kalian, baru aku menolongnya, Dengan demikian kalian bisa berkumpul
bersama lagi!" It cou merasa terharu mendengar kata-kata Siau Po. Air matanya sampai mengucur.
"Kongkong, budi besarmu ini, entah kapan dan bagaimana baru aku dapat
membalasnya..." Sebenarnya It Cou gagah berani, tapi barusan ketika Siau Po mengatakan mereka
akan dihukum penggal kepala setelah mereka selesai bersantap tiba-tiba saja hatinya
menjadi goyah karena terguncang.
Tanpa berpikir panjang lagi dia mengaku dirinya sebagai Lau It-cou. Karena hal itu
pula di dibentak oleh Gouw Lip-sin. sekarang bukan main girang perasaannya, sebab
Pui Ie sudah mengatakan dalam surat bahwa thay-kam di hadapannya ini akan
menolongi mereka. Gouw Lip-sin tetap berani dan tenang. Kecurigaannya tidak langsung terhapus.
"Tuan, aku mohon tanya she dan namamu ya mulia?" tanyanya kepada Siau Po.
"Mengapa tua mau menolong kami?"
"Baiklah! Aku akan berkata terus-terang!" sahut Siau Po. "Di mata sahabatsahabatku,
aku bernama Lay Lie-tau Siau samcu. Kalian tidak usah heran, Dulu
kepalaku memang kurapan, tetapi sekarang tidak lagi, Aku mempunyai seorang
sahabat Dia seorang hiocu bagian Ceng-bok tong dari perkumpulan Tian-te hwe
Namanya Wi Siau-po. . mengatakan bahwa dalam perkumpulan Tian-te hwe terjadi
kesalah pahaman karena salah seorang anggotanya membunuh Pek Han-siong dari
Bhok onghu kalian, Hal ini membuat Bhok siau ongya tidak mau mengerti. Bukankah
sulit sekali, karena orang yang sudah mati kan tidak bisa hidup kembali" Apa yang
harus dilakukan" itulah sebabnya Wi Siau-po datang kepadaku dan meminta tolong
agar aku membebaskan kalian bertiga, Dengan demikian, pihak Tian-te hwe tidak
berhutang nyawa kepada kalian dan hubungan antara Bhok onghu dan Tian-te hwe pun
dapat berlangsung terus!"
Gouw Lip-sin tahu benar urusan kematian Pek Han-siong. sekarang ia percaya
penuh terhadap Siau Po, Dia menganggukkan kepalanya dan berkata.
"Aku tahu urusan itu! Dan aku minta maaf atas kelakuan kasarku barusan!"
Siau Po tertawa. "Tidak apa, tidak apa!" katanya, "sekarang urusan kita, Bagaimana cara yang baik
agar kalian dapat membebaskan diri dari tempat ini?"
"Tentunya Kongkong sudah mendapatkan cara yang bagus!" kata Lau It-cou. "Kami
hanya menurut saja, silahkan kongkong katakan apa yang harus kami lakukan!"
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku belum mendapat akal apa-apa," sahut Siau Po. "Bagaimana dengan kau, Gouw
loyacu?" tanyanya kepada Lip Sin kemudian.
"Di dalam istana ada banyak siwi anjing Tatcu!" kata si bewok, "Oleh karena itu,
rasanya kita tidak dapat meloloskan diri di siang hari. Menurutku, lebih baik, kita
tunggu sampai hari sudah gelap saja!"
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Nanti tolong kongkong lepaskan ikatan kami. Dengan demikian kita bisa menerobos
keluar kata Lip Sin selanjutnya.
Sekali Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Cara ini cukup baik," sahutnya, "Tapi belum seratus persen aman dan selamat!"
Siau Po berjalan mondar-mandir dengan kepala ditundukkan
"lya, lebih baik kita menerobos keluar saja" kata Go Piu ikut memberikan
pendapatnya. "Syukurlah kalau kita berhasil, kalau sampai gagal paling-paling mati!"
"Go suko," tegur Lau It-cou."jangan kau mengganggu kongkong yang sedang
mencari akal!" Go Piu menoIeh, Dia menatap rekannya dengan pandangan sinis, Diam-diam dia
berpikir dalam hati. Sementara itu, otak Siau Po juga sedang be putar.
"Paling bagus kalau aku mempunyai obat bius dengan demikian aku bisa membuat
para siwi tidak sadarkan diri dan tidak perlu jatuh korban!"
Dengan membawa pikiran demikian, dia segera keluar dari tempat tahanan untuk
mencari Ko Lian. Tio toako, aku memerlukan obat Bong ho yok. Dapatkah kau mencarinya segera?"
"Bisa, bisa!" sahut Tio Kong-lian, "Saudara ini selalu menyediakan obat itu. Nanti aku
akan mengambilnya!" "Tio toako mempunyai obat bius itu?" tanyanya ke orang yang keheranan "Buat apa
kau selalu menyediakannya?"
"Sebenarnya begini," sahut Tio Kong-lian. "Kemarin ini Sui hu congkoan menyuruh
kami menawan dua orang yang berkepandaian tinggi Kalau kami menggunakan
kekerasan pasti ada korban jatuh, Dan lagipula kita tidak bisa menawan orang yang
hendak ditangkap itu hidup-hidup, Karena itu saudara Cio segera mencari obat itu untuk
kami gunakan!" Mendengar penjelasan itu, diam-diam Siau Po berpikir dalam hati.
"Apanya yang jatuh korban dan tidak dapat menawan orang-orang itu hidup-hidup"
Yang jelas pasti kalian tidak sanggup melawan mereka!" Lalu dia bertanya: "Bagaimana
kesudahannya?" Tio Kong-lian tertawa. "Kami berhasil, orang-orang itu telah tertawan!" katanya.
Nada suaranya menunjukkan kebanggaan dan kegembiraan Karena hal itu
menyangkut Sui Tong, maka Siau Po bertanya lagi.
"Siapa orang-orang yang ditangkap itu" Dan apa kesalahan mereka ?"
"Mereka adalah dua orang Tong-nia dari Cong jinhu. Katanya mereka bersalah
terhadap thayhou, Setelah mereka ditawan, Sui hu congkoan memaka mereka mengeluarkan satu
perangkat kitab, Kemudian hidung dan mulut mereka ditempel deng kertas perekat agar
mereka tidak dapat bernafas sama sekali kemudian akhirnya mati konyol..."
Disebut tentang seperangkat kitab, suatu ingatan segera melintas di benak Siau Po.
"Oh, rupanya si nenek sihir itu berusaha mendapatkan sejilid kitab Si Cap Ji cin-keng
yang lain, tapi mengapa setelah mendapatkannya, Sui To tidak segera
menyerahkannya kepada ibu suri. Kenapa kitab itu disimpan dalam tubuhnya"
Mungkinkah dia ingin mengangkanginya sendiri?"
Kemudian dia bertanya lagi: "kitab apakah itu" Mengapa kitab itu demikian penting?"
"Aku tidak tahu kitab apa," sahut Kong Lian "Baiklah, sekarang juga aku akan
mengambilkan obat bius itu."
"Oh ya, sekalian saja kau minta orang di Sian sian tong menyediakan hidangan untuk
dua meja kata Siau Po menitahkan. "Aku ingin menjamu para siwi!"
"0h. Lagi-lagi kongkong akan menjamu kami." sahut Kong Lian dengan nada riang,
pendek kata asal mengikuti Kui kongkong, kami tidak akan kekurangan makan dan
minum!" Tidak lama setelah berlalunya, Tio Kong-li sudah kembali lagi dengan membawa satu
bungkus besar obat bius Bong hoan-yok, beratnya mungkin ada satu kati, Dia
menyerahkannya kepada Siau Po sembari tersenyum dan berkata dengan perlahan.
"Obat ini cukup untuk merobohkan seribu orang, Kalau sasarannya hanya satu
orang, cukup seujung kuku saja dimasukkan ke dalam teh atau arak!"
Selesai berkata, Kong Lian menemui rekan-rekannya untuk meminta mereka
menyiapkan meja dan kursi untuk bersantap seraya memberitahukan.
"Kui kongkong akan menjamu kita semua!"
Munculnya Jit Cu Kiong 1 Golok Sakti Karya Chin Yung Pendekar Latah 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama