Ceritasilat Novel Online

Kaki Tiga Menjangan 13

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 13


"Apa katamu?" tanyanya ingin menegaskan.
"Yang ku maksudkan adalah beberapa jilid kitab Si Cap ji cin-keng!" sahut Siau Po
mengulangi "Dan aku mengatakan bahwa kitab-kitab itu harus disayangkan...."
"Lepaskan dia!" ibu suri segera memberi perintah kepada Liu Yan.
Si dayang segera mengangkat kakinya dari dada Siau Po. Dengan sigap tangan
kanannya menjambret bagian belakang leher baju bocah itu kemudian
menghempaskannya keras-keras ke samping.
Siau Po terpaksa berdiam diri diperlakukan demikian, Dia tidak sanggup membela
diri. Dayang itu terlalu tangguh baginya, Dalam keadaan seperti ini, dia juga tidak
berani memakinya dengan kata-kata "Perempuan bau!" ucapan yang sudah di ujung lidah,
terpaksa ditelannya kembali.
Terdengar thayhou bertanya kepadanya.
"Dari siapa kau dengar tentang kitab Si Cap Ji cin-keng?"
"Karena kau akan mengutungkan kedua kakiku, aku tidak akan mengatakan apa
pun!" sahut Siau Po yang mulai menjalankan siasatnya, "Biar kita sama-sama
mengalami kerugian, Aku kehilangan sepasang kakiku dan kau tidak akan
mendapatkan kitab Si Cap Ji cin-keng itu!"
"Aku peringatkan kepadamu sebaiknya kau jawab pertanyaan thayhou dengan baikbaik!"
ancam Liu Yan. Tapi Siau Po tetap keras kepala.
"Kalau aku jawab, aku akan mati, tidak kujawab, paling-paling mati juga. Karena itu,
untuk apa aku menjawab pertanyaannya" Atau, kalian ingin menyiksaku sampai
mengaku" Aku tidak takut!"
Liu Yan segera menyambar tangan Siau Po. Bibirnya menyunggingkan senyuman.
"Saudara kecil," katanya sembari tertawa, "Jari tanganmu indah sekali. Runcing dan
panjang!" "Walaupun demikian, paling-paling kau akan mematahkannya!" sahut Siau Po yang
mengerti dirinya digertak, "Apa yang harus disayangkan?"
Belum lagi kata-katanya selesai, tiba-tiba terdengar suara gemerutuk yang
membuatnya kesakitan. Tanpa dapat dipertahankan lagi Siau Po menjerit.
"Aduh!" Ternyata Liu Yan benar-benar menjepit telunjuk Siau Po dan menekuknya keraskeras.
Wajah dayang itu memang manis dan suaranya juga merdu sekali, tapi hatinya
sangat keji, sedangkan jepitan tangannya tidak kalah dengan capitan besi.
Dalam keadaan demikian, Siau Po terpaksa membiarkan airmatanya mengalir jari
telunjuknya terasa remuk oleh jepitan Liu Yan.
"Thayhou, cepat bunuhlah aku!" teriaknya dengan air mata tetap meleleh. "Masalah
kitab itu, jangan harap aku mengatakannya! Kau akan kubunuh seperti kucing yang
mengendus bau harum ikan, tetapi tidak dapat menikmatinya. Ya... Kau hanya bisa
mencium baunya saja!"
"Kalau kau bicara yang sebenarnya tentang kitab itu, aku akan mengampuni jiwamu!"
kata thayhou. "Aku tidak membutuhkan pengampunanmu," kata Siau Po. "Mengenai kitab itu,
jangan harap aku akan bicara!"
Ibu suri langsung mengernyitkan keningnya, Dia tahu bocah itu keras kepala dan
berani, Mungkin akan sia-sia apabila dia menggunakan penyiksaan sebagai jalan
keluarnya. "Dia menyebut Si Cap Ji cin-keng, mungkin dia tahu asal-usul kitab itu," pikir thayhou
dalam hatinya. "Cara apa yang harus kugunakan agar dia mau membuka mulut" Benarbenar
sulit!" Thayhou berdiam sekian lama, Akhirnya dia berkata dengan suara perlahan kepada
Liu Yan. "Karena dia tetap tidak mau bicara, kau boleh cungkil kedua biji matanya!"
"Baik, thayhou," sahut Liu Yan, "Pertama-tama aku akan mencungkil dulu sebuah biji
matamu. Eh, adik kecil, bola matamu indah sekali, warnanya hitam, bundar dan jernih
pula, Setelah dicungkil keluar, aku akan menyimpannya sebagai kenang-kenangan!"
Selesai berkata, jari jempol dan telunjuk kanannya segera menarik kelopak mata
Siau Po. Tentu saja hal ini membuat Siau Po kesakitan.
"Jangan korek mataku, nanti aku akan bicara!" teriaknya ketakutan.
Liu Yan menarik tangannya kembali Dia tertawa .
"Nah, ini baru sikap anak yang baik!" katanya, "Sekarang kau bicaralah baik-baik,
Aku tahu ibu suri sangat menyayangimu!"
Siau Po tidak menjawab. Dia hanya mengucek-ngucek matanya karena masih terasa
nyeri. Kemu-dian dia menoleh kepada si dayang, kepalanya digeleng-gelengkan,
"Celaka! Celaka!" teriaknya berulang-ulang.
"Apanya yang celaka?" tanya Liu Yan. "Sudahlah, jangan kau berpura-pura lagi.
Thayhou ingin mengajukan pertanyaan kepadamu, mengerti" Nah, kau jawablah secara
baik-baik!" "Kau telah melukai mataku!" kata Siau Po. "Sekarang kalau aku melihat orang,
tampangnya jadi lain, wajahnya saja sekarang lain dari sebelumnya, sekarang tubuhmu
tetap seperti manusia, tetapi kepalamu besar seperti babi!"
Liu Yan tidak gusar, dia malah tertawa.
"Bagus, kalau begitu akan kurusakkan juga matamu yang sebelah lagi," katanya.
Siau Po mundur satu tindak.
"Sudahlah, jangan!" katanya, "Lebih baik aku ucapkan terima kasih saja!"
Dasar Siau Po bandel dan cerdas, Dalam keadaan seperti itu, dia masih berlagak
konyol Dia merapatkan mata kanannya, dengan mata kiri dia menatap ibu suri.
Kemudian dia menggoyang-goyangkan kepalanya,
Berbeda dengan Liu Yan, thayhou justru marah sekali, Diam-diam dia berpikir dalam
hati "Setan cilik ini tadi melihat Liu Yan dengan sebelah matanya, Dia mengatakan
tampangnya sudah berubah, bentuk kepalanya seperti seekor babi yang gemuk,
sekarang dia juga melihat padaku sedemikian rupa. Mulutnya tidak mengatakan apaapa,
tapi dalam hatinya entah apa yang diejek-kannya kepadaku!"
Karena itu dengan nada dingin dia berkata.
"Liu Yan, kau cungkil saja matanya, paling baik kedua-duanya, Dengan demikian dia
tidak bisa melirik kesana kemari!" katanya,
"Jangan, Kalau tidak ada biji mata, Bagaimana aku bisa mencari kitab Si Cap Ji
cinkeng...." "Kau mempunyai kitab Si Cap ji cin keng?" tanya ibu suri, "Dari mana kau
mendapatkannya?" "Sui Tong yang menyerahkannya kepadaku, Dia meminta aku menyimpannya baikbaik.
Kalau bisa di tempat yang aman dan tersembunyi Lalu dia berkata: "Adik kecil, di
dalam istana banyak orang jahat, Kau harus berhati-hati, seandainya terjadi sesuatu
pada dirimu, seandainya ada orang yang ingin mencungkil matamu, Biarkan saja.
Matamu tidak bisa melihat lagi, Kau tidak bisa menemukan tempat di mana kau
menyimpan kitab tersebut sedangkan orang yang mencelakaimu juga sama ruginya.
Matanya bisa melihat tapi dia tidak akan menemukan tempat kau menyembunyikan
kitab itu. Karena itu, perbuatannya yang ingin mencelakai orang lain sama saja
mencelakakan diri sendiri!"
Thayhou tidak percaya Sui Tong akan berkata demikian, tetapi memang dia pernah
menitahkan orang itu membinasakan seorang keluarganya untuk merampas kitab Si
Cap Ji cin-keng. Hanya saja ketika itu, Sui Tong melaporkan bahwa dia tidak berhasil
menemukan kitab itu, Siapa sangka ternyata Sui Tong mengangkangi kitab itu!
Mendengar kata-kata Siau Po, hati ibu suri mendongkol sekaligus gembira. Dia
mendongkol sekali karena Sui Tong berani main gila. Dan dia merasa gembira karena
ternyata kitab itu benar ada dan sekarang dia akan tahu di mana letaknya.
"Kalau demikian," kata thayhou. "Liu Yan, pergi kau ajak hantu cilik ini mengambil
kitab itu untukku! seandainya kitab itu asli, kita ampuni saja selembar nyawanya dan
dia boleh dikembalikan kepada Sri Baginda, untuk selama-lamanya dia dilarang masuk ke
dalam keraton Cuceng kiong lagi. Dengan demikian aku tidak perlu lagi melihat
wajahnya yang menyebalkan itu!"
"Liu Yan segera menarik tangan kanan Siau Po. Dia tertawa manis.
"Adik, mari kita pergi!" ajaknya.
Siau Po mengibaskan tangannya.
"Aku kan laki-laki dan kau wanita!" bentaknya, "Tapi kau justru memegang-megang
tangan orang, apa-apaan?"
"Laki-laki macam apa kau ini?" tanya Liu Yan sambil tertawa pula, "Umpama kata kau
seorang laki-laki sejati sekalipun, untuk menjadi anakku saja, kau masih terlalu muda!"
Siau Po segera mengejeknya.
"Benar" Kau benar-benar ingin menjadi ibuku" Aku memang merasa kau sama dan
persis seperti ibuku dalam segala hal!"
"Fui!" kata dayang itu dengan nada menghina. "Kau tahu, nonamu ini seorang
perawan, jangan kau mengoceh sembarangan!"
Meskipun dcmikian, Liu Yan tidak tahu makna ucapan Siau Po. Sccara tidak
langsung Siau Po memakinya sebagai perempuan hina, karena ibunya bekerja sebagai
pelacur di Li Cun wan. Selesai berkata, Liu Yan segera menarik tangan bocah itu untuk diajak pergi.
Tiba di lorong yang panjang, rasanya hati Siau Po semakin tidak karuan, Dia bingung
sekali karena belum mendapatkan akal untuk meloloskan diri dari dayang yang lihay ini,
Dia ingat pisau belatinya disembunyikan dalam kaos kaki, Kalau dia menggunakan
tangan kirinya untuk mengambil, mungkin bisa ketahuan. Lagipula dia merasa bimbang
menggunakan senjata tajam itu. Mana sanggup dia melawan dayang itu" Mungkin
dalam tiga jurus saja, dia akan kena dirobohkan,
"Aih, celaka!" pikirnya dalam hati, "Dari mana sih munculnya si gendut ini" Tiba-tiba
saja dia muncul! Rupanya ketika si nenek sihir melawan Hay kongkong baru-baru ini, si
gendut ini tidak ada di tempat, Kalau tidak, tentu si kura-kura tua itu akan mudah
dirobohkan oleh mereka berdua, Mungkin dia baru muncul dalam satu dua hari ini.Coba
kalau sejak saat beberapa hari yang lalu dia ditugaskan ibu suri untuk membunuhnya,
pasti saat ini jiwanya sudah melayang."
Tepat di saat dia berpikir sampai di sini, tiba-tiba saja dia mendapatkan akal yang
bagus. Tanpa menunda waktu lagi dia segera mengajak Liu Yan menuju ke timur
mereka melewati samping kamar tulis dari keraton Kian-ceng kiong. Dia berpikir,
satusatunya jalan untuk menyelamatkan diri adalah memohon pertolongan Sri Baginda, Dia
mempunyai dugaan bahwa si gendut ini mungkin belum kenal dengan seluk-beluk
istana karena dia baru datang tidak berapa lama.
Baru saja Siau Po menindakkan sebelah kaki-nya. Tiba-tiba dia merasa bagian
belakang lehernya kena dicekal, kemudian terdengarlah suara tertawanya Liu Yan.
"Eh, adik manis kau mau pergi kemana?"
"Ke kamarku untuk mengambil kitab," sahut Siau Po. otaknya yang cerdik dapat
mencari jawaban dengan cepat
"Lalu kenapa kau malah mengambil arah kamar tulisnya raja?" tanya si dayang yang
lihay, "Atau, mungkin kau ingin meminta pertolongannya raja?"
Saat itu juga, habislah kesabaran Siau Po.
"Oh, babi kau!" makinya, "Rupanya kau kenal baik seluk-beluk istana ini?"
Liu Yan tidak marah, sebaliknya dia malah tertawa.
"Bagian lainnya aku tidak kenal, Tapi Kian-ceng kiong, Cu-leng kiong dan kamarmu
ini tidak mungkin salah kukenali!" Dan dia menarik tangan si bocah agar membalik dan
melanjutkan kata-katanya: "Lebih baik kau ikut aku dengan baik-baik. jangan
macammacam!" Suara si dayang terdengar manis dan merdu, tetapi cekalannya bukan main
kerasnya, Apalagi ketika leher Siau Po yang dicekal, dia merasa batang lehernya
seperti patah, Dua orang thay-kam dari istana ada di dekat sana. Mereka mendengar suara jeritan
Siau Po. Mereka langsung berpaling dan mengawasi.
Melihat keadaan itu, Liu Yan segera berkata dengan suara perlahan.
"Thayhou telah berpesan kepadaku, seandainya kau berniat kabur atau berkaokkaok
sembarangan, aku harus segera membunuhmu!"
Siau Po diam. Dia sadar bahwa sia-sia saja dia berteriak-teriak memanggil raja.
Menghadapi ibu suri, raja tidak perdaya, Tidak mungkin dia menyuruh para siwi
membunuhnya tanpa alasan yang kuat.
Tepat di saat dia sedang berpikir tiba-tiba dia merasa pinggangnya nyeri sekali,
Rupanya Liu Yan telah menyikutnya dengan keras kemudian terdengar dia berkata lagi
dengan suara perlahan. "Apakah kau sedang memikirkan akal bulus lainnya?"
Saat itu, Siau Po benar-benar tidak mempunyai akal lain, Terpaksa ia melangkahkan
kaki ke kamarnya sendiri, tapi dia berpikir kembali:
"Di dalam kamarku, aku mempunyai dua orang kawan, tapi sayangnya Pui Ie sedang
terluka, De-mikian juga Siau kuncu. Kami bertiga mungkin tidak sanggup melawan si
babi gendut ini. Sebaliknya, kalau dia sampai memergoki kedua gadis itu, artinya aku
mengundang bencana besar."
Sekejap saja mereka sudah sampai di depan pintu kamar Siau Po mengeluarkan
anak kuncinya, Sengaja dia membenturkan anak kunci itu agar bunyinya nyaring, Dia
sengaja berkata dengan suara keras.
"Perempuan bau! Kau begini menyiksa aku, Awas kau! Nanti pada suatu hari aku
akan membuatmu mati penasaran!"
Liu Yan tertawa dan menjawab,
"Untuk menjaga dirimu sendiri agar mati baik-baik saja kau masih tidak mampu,
Bagaimana kau masih sanggup mengurus kematian orang lain?"
Siau Po tidak menjawab, Dia membuka pintu kamarnya keras-keras.
Dia berkata lagi dengan suara lantang, "Kitab itu, aku berikan kepada thayhou atau
tidak, sebetulnya sama saja. Kau pasti akan membunuhku juga, Kau sangka aku begitu
dungu dan tetap mengharapkan kehidupan?"
Sekali lagi Liu Yan tertawa.
"Thayhou sudah menjanjikan akan memberikan pengampunan terhadapmu
Kemungkinan dia akan menepati janjinya itu, Paling-paling sepasang biji matamu akan
dicungkil atau sepasang kakimu yang dikutungkan!"
"Hm!" Siau Po memperlihatkan sikap yang berani sekali, "Apakah kau kira thayhou
akan memperlakukan kau secara baik dengan terus menerus" Kau tahu, setelah
membunuh aku, thayhou juga akan membinasakan dirimu untuk membungkam
mulutmu!" Liu Yan tertegun, Kata-kata itu tepat menusuk hati kecilnya, Tapi hanya sebentar
saja, tiba-tiba dia mendorong tubuh Siau Po dengan keras sehingga membentur daun
pintu. Selama pembicaraan di antara mereka berlangsung, Pui le dan Kiam Peng dapat
mendengar dengan jelas, Karena itu mereka segera menduga bahwa orang yang
datang dengan si bocah cilik itu pasti orang jahat. Keduanya segera menyembunyikan
diri di bawah selimut Mereka bahkan menahan nafas dan tidak berani bersuara.
Terdengar kembali suara tawa Liu Yan.
"Lihat hari sudah siang sekali dan aku tidak mempunyai waktu untuk menunggumu
lama-lama, Cepat kau keluarkan kitab itu!" katanya sambil mendorong tubuh Siau Po
sehingga bocah itu menjadi terhuyung-huyung.
Justru pada saat itulah, Siau Po melihat sepasang sepatu sulam di kolong tempat
tidurnya, Dalam hati dia sampai menjerit celaka, Sepatu itu bisa membahayakan
jiwanya, Untung saja saat itu sudah agak siang dan lilin di dalam kamar tidak
dinyalakan, Liu Yan juga tidak melihatnya. Karena itu dia sengaja menjatuhkan diri,
seperti orang yang terpeleset, Sepatu itu didorongnya ke dalam lorong tempat tidur,
sekaligus dia sendiri juga menyelinap ke dalamnya.
"Akan kubunuh si babi hutan yang gemuk ini, seperti aku membunuh Sui Tong,"
pikirnya, justru di saat dia menekuk kakinya sedikit untuk mencabut pisau belati, tapi
saat itu juga dia merasa kakinya ditarik oleh seseorang kemudian telinganya
mendengar suara Liu Yan yang membentaknya.
"Hei, apa yang kau lakukan?"
"Aku mau mengambil kitab itu," sahut Siau Po yang cerdik. "Kitab itu aku simpan di
kolong tempat tidur ini!"
"Baiklah," kata Liu Yan yang langsung melepaskan cekalannya, ia pikir bocah itu toh
ada di dalam kamar sehingga tidak mungkin meloloskan diri darinya.
Senang sekali hati Siau Po. Dia segera menarik kaki kanannya kemudian mencabut
pisau belati itu, Dia menggenggam pisau itu dengan tangan kirinya,
"Mana kitabnya?" tanya Liu Yan. "Ke sinikan!"
"Ah, celaka!" teriak Siau Po dari dalam kolong, "Rupanya ada si buntut panjang yang
menggigit buku ini sampai robek tidak karuan!"
"Jangan main gila di hadapanku!" bentak Liu Yan. "Percuma! Lebih baik kau
serahkan kitab itu!" karena mendongkol dia segera mengulurkan tangannya ke kolong
tempat tidur Dia ingin menyambar kitab itu, tapi ia hanya mengenai tempat yang
kosong. Siau Po sudah menyusup lebih dalam lagi. Dia merapatkan tubuhnya di dinding
kamar Liu Yan merasa penasaran Dia menjulurkan tangannya lebih dalam lagi Dengan
demikian dia harus berjongkok terlebih dahulu, Tangannya sudah menyusup cukup
jauh. Siau Po menggeser tubuhnya sehingga Liu Yan tidak bisa mencapainya, Dua kali dia
lolos dari sambaran orang, tetapi yang terakhir dia bukan hanya menghindar tetapi
sekalian menikam tangan orang itu.
Liu Yan lihay sekali, Begitu gagal menyambar dia langsung menarik pulang


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya sehingga dia tidak sampai tertikam, Dan rupanya gerakan dayang itu hanya
siasat saja, hampir dalam waktu yang bersamaan dia mengulurkan tangannya untuk
mencekal tangan Siau Po. Siau Po terkejut setengah mati, pisau belati nya langsung terlepas, Liu Yan tertawa.
"Kau ingin membunuhku bukan?" tanya nya. "Sekarang aku akan mencungkil
sebelah matamu terlebih dahulu!"
Dengan gesit Liu Yan mencekik kerongkongan lalu tangan kirinya menjulur ke mata
bocah itu. "Ada ular berbisa!" teriak Siau Po tiba-tiba lalu dia menjerit
Liu Yan tercekat hatinya,
"Ada apa?" tanyanya gugup, "0h...!" terdengar dia mengeluarkan seruan tertahan
Cekikannya pada tenggorokan Siau Po mengendur, kemudian tubuhnya terkulai lalu
menggelepar-gelepar seperti orang kena sakit ayan dan akhirnya tidak berkutik lagi.
Siau Po terkejut juga senang, Dia segera merayap keluar dari kolong tempat tidur.
"Apakah kau tidak terluka?" tanya Siau kuncu.
Siau Po berdiri sebelum menjawab pertanyaan itu, dia menyingkap kelambu tempat
tidurnya, Dia melihat Pui Ie sedang duduk di atas tempat tidur, kedua tangannya
menggenggam gagang pedang erat-erat, nafasnya tersengal-sengal. Tubuh pedangnya
sendiri amblas dari atas tempat tidur sampai ke kolong.
Rupanya nona Pui inilah yang telah menikam Liu Yan karena dia sadar si thay-kam
cilik sedang terancam bahaya, Dan hunjaman pedangnya tepat mengenai punggung
wanita itu serta amblas sampai depan dadanya.
Siau Po segera mendupak pinggul Liu Yan yang bulat, Setelah itu ia baru berkata.
"Bagus! Bagus! Kakak yang baik, kau telah menolong selembar nyawaku!" katanya,
Siau Po segera mencabut pedang Pui Ie lalu digunakannya untuk menikam Liu Yan
sebanyak dua kali, Dia khawatir perempuan itu masih belum mati."
"Siapa wanita jahat ini?" tanya Siau kuncu "Mengapa dia begitu keji" Tadi aku
dengar di hendak mencungkil biji matamu!"
"Dia merupakan salah satu bawahan si nenek sihir yang paling lihay," sahut Siau Po.
Kemudian dia menoleh kepada Pui Ie dan bertanya kepadanya dengan penuh perhatian
"Apakah lukamu masih terasa sakit?"
Pui Ie mengernyitkan keningnya, sekarang sudah jauh berkurang," sahutnya Nona ini
berbohong, Barusan dia menggunakan segenap tenaganya untuk menikam, Hal ini
justru membuatnya kesakitan dan hampir saja dia jatu pingsan, itulah sebabnya nafas
gadis itu masih tersengal-sengal.
"Sebentar lagi si nenek sihir pasti akan mengirim orangnya lagi untuk menyusul Liu
Yan," kata Siau Po kemudian, "Sekarang juga kita harus memikirkan jalan untuk
meloloskan diri, Oh, ya... aku ingat sekarang, sebaiknya kalian berdua menyaru sebagai
thay-kam saja, Lalu bersama-sama kita menyelinap keluar dari sini, Kakak Pui, apakah
ka sanggup berjalan?"
"Kalau dipaksakan sih bisa saja," sahut Pui Ie.
"Baiklah kalau begitu," kata Siau Po. "Sekarang, cepatlah kalian berdandan!"
Dia segera mengeluarkan dua perangkat pakaiannya, yakni seragam para thay-kam,
yang langsung diberikannya kepada kedua gadis itu. Dia sendiri segera bekerja, Mulamula
dia menarik keluar mayat Liu Yan, Lalu dengan bubuknya yang istimewa dia
hancurkan seluruh tubuh wanita yang sudah mati itu sampai lumer menjadi cairan
kuning. Dia juga tidak lupa mengambil seluruh uang miliknya serta kitab rahasia serta tiga
jilid kitab Si Cap Ji cin-keng, Tentu saja dia juga ingat membawa semua emas
permatanya. Tiba-tiba dia teringat baju dalamnya yang menurut pesan gurunya harus dikenakan
terus. Dia segera mengambil pakaian itu, tapi untuk diserahkan nya kepada Pui Ie.
"Kakak yang baik, kau pakailah baju dalam ini. Baju ini baju mustika yang tidak bisa
ditembus oleh senjata tajam!"
"Lebih baik kau sendiri saja yang memakainya!" sahut Pui Ie.
"Kau lebih memerlukannya daripada aku!" kata Siau Po. "Kau sedang terluka, kalau
kita kepergok para siwi dan diserang, belum tentu kau sanggup melawannya, Dengan
memakai baju ini, kau tidak perlu khawatir akan terluka, Ayo, lekas kau pakai!"
"Lebih baik Siau kuncu saja yang memakainya.,." sahut Pui Ie.
"Kau saja!" kata Kiam Peng menolak, "Kau sedang terluka dan lukamu itu cukup
parah!" "lbu suri hendak mencelakakan kau," kata Pui le kepada Siau Po. "Lebih baik kau
saja yang memakainya!" Dia langsung menyingkapkan kelambu dan masuk ke dalam
tempat tidur. Siau Po tetap memaksanya.
"Kalau kau tidak mau mengenakannya, baik! Aku yang membantumu memakainya!"
katanya, Dia langsung menyingkap kelambu tempat tidur itu dan ikut masuk ke
dalamnya. "Keluar! Keluar!" teriak Kiam Peng, "Kami belum selesai berpakaian!"
"Dia tidak mau memakai baju ini, aku yang memakaikannya!" kata Siau Po.
Pui le menarik nafas panjang.
"Baiklah!" sahutnya kemudian "Berikan baju itu padaku!"
Bagian 26 Dia pun mengulurkan tangannya menyambut baju yang disodorkan oleh Siau Po.
sementara kedua gadis itu masih mengganti pakaian, Siau Po menggunakan
kesempatan itu untuk memeriksa barang-barang peninggalan Hay kongkong, terutama
untuk mengambil beberapa macam obat.
Kiam Peng yang selesai terlebih dahulu, Ketika dia turun dari tempat tidurnya, Siau
Po langsung memuji. "Benar-benar seorang thay-kam yang tampan! Mari aku bantu kau jalin rambutmu!"
Sejenak kemudian, Pui Ie juga keluar dari balik ke1ambu. pinggangnya kecil dan
tubuhnya lebih tinggi sedikit dari Siau Po sehingga tampaknya singset sekali, Ketika
dia bercermin, dia menjadi tertawa sendiri.
Kiam Peng pun tertawa. "Biar dia yang menjalin rambutku!" katanya, "Nanti aku bantu kau menjalin
rambutmu!" Siau Po tidak memperdulikannya, Dia segera mengurai rambut panjang Kiam Peng
lalu menjalinnya kembali Dia membuat kuncir secara sembarangan.
"Ah, jelek betul!" serunya, "Nanti aku perbaiki lagi!"
"Tidak usah," kata Siau Po. "Waktunya sudah tidak ada. Hari sudah mulai gelap, Kita
tidak bisa keluar dari istana, Mungkin sebentar lagi si nenek sihir akan mengirim orang
lainnya karena Liu Yun masih belum kembali juga. Kita harus mencari tempat untuk
menyembunyikan diri, besok pagi-pagi baru kita keluar dari istana!"
"Apakah thayhou tidak akan menyuruh orangnya menggeledah seluruh keraton?"
tanya Pui Ie. "Dia toh bisa melakukan hal itu?"
"Bisa sih bisa, tapi belum tentu dia akan me-lakukannya!" sahut Siau Po. "Kita lihat
saja nanti. sekarang kalian ikut aku!"
Siau Po teringat kamar di mana dulu dia sering berlatih gulat dengan kaisar Kong Hi.
Setahunya kamar itu cukup aman karena tidak pernah di-masuki orang lain.
Kaki Kiam Peng tidak terlalu nyeri lagi, dia bisa berjaian, Pui Ie juga bisa jalan,
tetapi setiap kali melangkahkan kakinya, dia harus menahan rasa sakit di dadanya, Karena
itu, Siau Po segera membimbingnya untuk berjalan setindak demi setindak, Untung saja
seluruh tempat itu sudah gelap dan sunyi Mereka tidak bertemu dengan seorang thaykam
pun. Begitu sampai di kamar tempat Siau Po dan kaisar Kong Hi berlatih, baru
ketiganya dapat menghembaskan nafas lega.
Tadi jantung mereka berdebaran dan hati mereka tegang sekali Siau Po segera
memalang pintu kamar dan membawa Pui Ie untuk duduk di atas sebuah kursi.
"Di sini sebaiknya kita jangan berbicara kalau tidak perlu sekali," kata Siau Po.
"Kamar ini dekat sekali dengan koridor panjang dan tidak sesunyi kamarku."
Pui Ie menganggukkan kepalanya, begitu juga Kiam Peng.
Malam makin gelap, Ketiga orang itu sampai tidak dapat melihat wajah temantemannya.
Ketika berdiam diri, Kiam Peng segera membuka kuncirnya kemudian
merapikannya kembali. Pui Ie ikut meraba kuncirnya, tetapi tiba-tiba saja dia mengeluarkan seruan tertahan.
"Kenapa kau?" tanya Siau Po heran. Dia ter-kejut sekali
"Tidak apa-apa..." sahut Pui Ie. "Aku hanya kehilangan tusuk kondeku...."
"lya, aku ingat sekarang!" kata Kiam Peng. Ketika aku melepaskan tusuk kondemu,
aku meletakkannya di atas meja, selesai mengepang rambutmu, aku jadi lupa
memasangnya kembali Celaka betul! Tusuk konde itu kan pemberian Lau suko!"
"Sudahlah," kata Pui Ie "sebatang tusuk konde toh tidak berarti apa-apa!"
Dalam telinga Siau Po, ucapan Pui Ie justru berarti banyak sekali sebatang tusuk
konde memang tidak berarti apa-apa, tapi nada suara si nona lain sekali. Jelas nona itu
sangat menyayangi tusuk konde yang merupakan pemberian Lau It-cou, kakak
seperguruan sekaligus kekasih hatinya itu.
"Berbuat kebaikan jangan kepalang tanggung," pikirnya dalam hati "Sebaiknya aku
kembali lagi ke kamar untuk mengambilnya."
Setelah berpikir demikian, Siau Po berdiam diri sejenak, Sesaat lagi dia baru berkata.
"Aku lapar sekali, Kalau sebentar lagi fajar menyingsing, aku tidak akan kuat
berjalan, Kalian tunggu di sini, aku akan pergi mencari makanan!"
"Kau harus kembali cepat-cepat!" pesan Kiam Peng.
"lya!" sahut Siau Po. Kemudian dia membuka pintu dengan hati-hati dan melongok ke
kiri dan kanan untuk memastikan tidak ada orang lain disekitar tempat itu. Setelah
yakin, dia cepat-cepat merapatkan pintu kamar kembali dan kembali ke tempatnya
sendiri Dia tidak berani lancang memasuki kamarnya, Pertama-tama dia mengambil jalan
memutar dan memasang telinga, Dia khawatir ibu suri sudah mengirim orang lain ke
kamarnya, Setelah mendapat kenyataan bahwa di sana sepi-sepi saja, dia baru
mendorong daun jendela dan melompat ke dalam.
Sinar rembulan membuat tusuk konde Pui Ie yang tergeletak di atas meja
memancarkan cahaya yang berkilauan Benda itu terbuat dari perak dan harganya
paling banyak dua tail. Buatannya juga kasar, tapi Siau Po mengerti bahwa tusuk konde
itu berarti sekali bagi Pui Ie.
"Hm!" pikir Siau Po. "Dasar Lai It-cou itu bocah melarat Barang sejenak ini
dihadiahkannya juga kepada nona Pui!"
Dia meludahi tusuk konde itu beberapa kali, Kemudian dia menyekanya dengan
ujung baju dan menyimpannya dalam saku, Kemudian dia juga mengambil kue kering
yang selalu tersedia di mejanya.
Ketika hendak berlalu, dia melihat bayangan berwarna merah di atas lantai, itulah
sepasang sepatu yang masih lengkap dengan kakinya, Kaki-nya Liu Yan!
Rupanya lantai kamarnya tidak rata dan bubuk obat yang mencairkan tubuh itu
mengalir ke dalam lekukan sehingga sebagian kaki Liu Yan tidak ikut mencair Mulamulanya
Siau Po memang terkejut, namun kemudian dia sadar apa sebabnya.
Setelah berdiam sejenak, dia berpikir lagi.
"Bagaimana baiknya sekarang?" dia kebingungan "Obat itu ada dalam buntalan
buntalan dan dipegang oleh Pui Ie, Tanpa obat, kaki dan sepatu ini tidak dapat
dimusnahkan. Dibawa juga mere-potkan...."
Sesaat kemudian dia sudah mendapat pikiran yang bagus,
"Kali ini, begitu keluar dari istana, aku tidak akan kembali lagi, Dengan demikian aku
juga tidak akan bertemu lagi dengan si nenek sihir Karena itu, ada baiknya sepasang
kaki ini aku lemparkan ke dalam kamarnya agar dia kaget setengah mampus!"
Membawa pikiran itu, Siau Po segera mengambil secarik kain yang digunakannya
untuk membungkus kaki itu, Kemudian dia melompat keluar lewat jendela serta
langsung menuju keraton Cu-leng Kiong.
Begitu jaraknya dengan kamar ibu suri sudah dekat, dia tidak berani langsung
meneruskan langkah kakinya, Untuk sesaat dia berputaran di taman bunga sambil
memasang telinga. "Kalau aku kurang berhati-hati sedikit saja, tentu aku bisa kepergok si nenek sihir dan
kali ini aku tidak bisa menyelamatkan diri lagi," pikirnya dalam hati,
Setengah khawatir, setengah mendongkol mengingat kebencian ibu suri, Siau Po
perlahan-lahan mendekati kamarnya ibu suri itu. Tangannya sampai berkeringat saking
tegangnya, "Akan kuletakkan sepasang kaki ini di depan undakan tangga," kata Siau Po dalam
hati. "Nanti pagi dia pasti akan melihatnya. sedangkan bila dilempar ke dalam
kamarnya, hal ini terlalu riskan bagiku!"
Siau Po maju dua tindak lagi, Langkahnya ringan sekali, Tiba-tiba dia mendengar
suara seorang laki-laki dalam kamar thayhou.
" Ah, aneh si A Yan, Mengapa dia belum kembali juga?"
Siau Po bingung. "Eh, kenapa di dalam kamar thayhou ada suara laki-laki?" tanyanya, "Suara itu juga
tidak sama dengan suara para thay-kam, Apa mungkin nenek sihir itu mempunyai
simpanan" Ha,., ha,.,.! Lohu ingin menangkap basah orang yang sedang main asmara!"
Di dalam hatinya, Siau Po mengatakan ingin menangkap basah thayhou, tapi belum
tentu dia berani melakukannya, jangan kata memergoki ibu suri, melihatnya saja dia
ngeri, Di lain pihak, dia juga tidak sudi melepaskan sepasang kaki Liu Yan begitu saja,
Dengan mengendap-endap, Siau Po maju lagi beberapa tindak lagi. Langkah kakinya
semakin ringan dan perlahan Dia harus berhati-hati agar jangan sampai menginjak
ranting pohon yang mana akan menerbitkan suara.
Kembali terdengar suara pria itu.
"Jangan-jangan telah terjadi sesuatu! Kau tahu sendiri, setan cilik itu sungguh licik,
Kenapa kau membiarkan A Yan sendiri saja yang membawanya?"
"Ah, mereka tengah membicarakan diriku," pikir Siau Po. "Mesti aku dengarkan
terus.,." karena itu dia terus memasang telinga.
Kali ini dia mendengar suara sahutan seorang wanita,
"llmu silatnya A Yan sepuluh kali lipat lebih tinggi daripada dia. Dia juga cerdik dan
selalu siap siaga, mana mungkin terjadi apa-apa pada dirinya?"
Siau Po segera mengenalinya sebagai suara ibu suri dan wanita itu melanjutkan
kata-katanya kembali. "Mungkin kitab itu disimpan di tempat yang jauh sehingga A Yan harus membawa
bocah itu mengambilnya!"
"Bersyukurlah kalau kitab itu masih bisa didapatkan," kata yang Iaki-1aki. "Kalau
tidak, hm... hm.,.!"
Nada suara laki-laki itu keras dan berwibawa. Tampaknya dia tidak begitu
menghormati ibu suri, Saking herannya, Siau Po jadi ingin lebih tahu.
"Di kolong langit ini siapa orangnya yang berani bicara begitu kurang ajar terhadap
ibu suri" Mungkinkah dia si raja tua yang sudah kembali dari Ngo Tay san?" pikirnya
dalam hati. Memikirkan kemungkinan kaisar Sun Ti yan sudah kembali ke istana, diam-diam hati
Siau Po jadi senang, kegembiraannya muncul secara tiba tiba. Dia menganggap dirinya
akan menonton suatu pertunjukan yang hebat.
Kembali terdengar suaranya ibu suri.
"Kau toh tahu, aku sudah menggunakan segala macam cara, Orang dengan
kedudukan seperti aku ini kan tidak mungkin menentengnya kemana mana" Mustahil
aku harus mondar-mandir dengan menggiringnya. Apabila aku melangkah keluar satu
tindak saja dari Cu-leng kiong ini, para thay-kam dan dayang-dayang akan
mengiringiku, Karena it mana mungkin aku berbuat demikian?"
"Tidak dapatkah kau menunggu sampai malam tiba baru membawanya?" kata si lakilaki.
Nadanya mendesak sekali, "Kalau memang itu yang menjadi alasanmu, mengapa
kau tidak memberitahukann kepadaku agar aku sendiri yang akan membawanya untuk
mengambil kitab itu?"
"Tidak berani aku membuatmu letih," sahut thayhou, "Keberadaanmu di sini, biar
bagaima tidak boleh ada orang yang mengetahuinya!"
Laki-laki itu tertawa dingin.
"Urusan ini toh besar dan penting sekali," katanya tajam "Menghadapi urusan
semacam inipun tidak perlu kita perdulikan lagi. Aku tahu apa sebabnya kau tidak
bersedia memberitahukan kepada kita! Kau khawatir aku akan merebut jasa yang telah
kau tanamkan!" Suara itu mengandung kemarahan dan penasaran.
"Apa jasaku?" tanya ibu suri, "Ada jasa, begini. Tidak ada jasa, toh begini juga."
Suaranya justru mengandung penyesalan.
Coba kalau Siau Po tidak kenal baik dengan suara ibu suri, tentu dia tidak akan
percaya bahwa wanita itu bisa mengeluarkan kata-kata seperti itu. Dalam anggapannya,
pasti salah seorang dayang yang mengatakannya.
Kedua orang itu bicara dengan perlahan, tapi jarak Siau Po sudah dekat sekali
sehingga dia dapat mendengar dengan jelas, Apalagi malam itu sunyi sekali.
Siapakah pria itu" sekarang Siau Po menyangsikan kalau itu adalah kaisar Sun Ti.
Bukankah sang kaisar telah mensucikan diri di gunung Ngo Tay san"
Saking kerasnya keinginan dalam hati Siau Po untuk mengetahui siapa orang itu, ia
memberanikan diri mendekati jendela, Dia mengintai di sela-selanya. Dilihatnya ibu suri
sedang duduk di atas tempat tidur, sedang seorang dayang sedang berjalan mondarmandir
dalam kamar itu dengan memangku sepasang tangannya di depan dada. Selain
mereka berdua, tidak ada orang lainnya lagi di dalam kamar itu!
"Eh, kemana perginya laki-laki itu?" tanya Siau Po dalam hati, Dia menjadi
kebingungan Matanya celingak-celinguk, hatinya terus bertanya-tanya.
Tiba-tiba si dayang membalikkan tubuhnya.
"Sudah! Tidak perlu kita menunggunya lagi!" katanya. "Aku akan pergi melihatnya!"
Mendengar suara orang itu, Siau Po terkejut setengah mati, Suara itu bukan lain dari
suara si laki-laki tadi, tapi bentuk orangnya sendiri seperti dayang yang biasa
melayani

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putri atau ibu suri dalam kerajaan. Rupanya dia seorang laki-laki yang menyamar
sebagai dayang! "Mari kita pergi bersama!" kata ibu suri.
Dayang itu tertawa datar. "Apakah kau merasa khawatir?" tanyanya.
"Bukannya hatiku tidak tenang," kata ibu suri, "Aku bingung dan cemas telah terjadi
sesuatu atas diri A Yan. Dengan berdua, kita bisa menghadapinya bersama apabila
terjadi apa-apa!" Dayang itu menganggukkan kepalanya.
"Ya, apa yang kau katakan ada benarnya juga!" sahutnya, "Memang kita harus
waspada, agar perahu kita tidak berbalik haluan dan tercebur atau karam Mari kita pergi
bersama!" Thayhou menganggukkan kepalanya, Kemudian dia berdiri untuk menyingkapkan
kasurnya, Kemudian tampak dia mengangkat sehelai papan. Diterangi oleh cahaya lilin
dalam kamar, tampak tangannya telah mencekal sebatang pedang, Yang mana
kemudian dimasukkannya ke balik pakaian
"Oh, rupanya di bawah tempat tidur itu ada tempat rahasianya," kata Siau Po dalam
hati, Tentunya untuk menjaga segala kemungkinan, dia menyembunyikan pedang itu di
tempat tersebut Dengan demikian mudah diambilnya bila terjadi apa-apa."
Ibu suri dan dayang gadungan itu segera keluar dari kamar, Lilinnya tidak
dipadamkan Sembari memperhatikan otak Siau Po terus bekerja.
"Sebaiknya aku letakkan sepasang kaki Liu Yan ini di tempat rahasianya, pikirnya
kemudian "Kalau sebentar dia kembali lagi dan menyimpan pedang-nya. Pasti dia akan
menyentuh sepasang kaki ini dan kaget setengah mati.
Karena menganggap siasat itu bagus sekali, tanpa bimbang lagi Siau Po masuk ke
dalam kamar ibu suri, Dia langsung menuju tempat tidur dan menyingkapkan kasurnya,
Di bawah situ ada gelang besar yang digunakan untuk menarik papannya, Dan Siau Po
langsung melihat tiga jilid kitab Si Cap Ji cin-keng!
Bocah itu segera mengenali ketiga kitab tersebut. Yang satu memang milik ibu suri
sendiri, yang kedua didapatkannya dari rumah Go Pay, demikian pula yang ketiga.
"Entah ada manfaat busuk apa dari kitab ini?" pikir Siau Po dalam hatinya, namun
hatinya senang sekali dengan penemuannya itu. "Mengapa setiap orang demikian
menghargainya" Lebih baik aku ambil saja semuanya, biar si nenek sihir kelabakan
setengah mati dan langsung jatuh semaput!"
Di dalam kotak rahasia itu masih ada beberapa macam barang lainnya, tetapi Siau
Po tidak berani membuang-buang waktu untuk memeriksanya. Hanya sekilas dia
melihat ada beberapa jilid kitab lainnya.
Dia hanya mengambil ketiga jilid kitab itu yang dibungkusnya dengan sobekan kain
taplak meja, Sebagai gantinya, dia memasukkan sepasang kaki Liu Yan ke dalam kotak
rahasia tersebut Kemudian dia menutup papannya kembali dan menurunkan kasurnya,
Ketika dia membalikkan tubuhnya dan bersiap untuk pergi, tiba-tiba terdengar suara
pintu dibuka lalu didorong.
"Celaka!" seru Siau Po dalam hatinya, Dia tidak menyangka bahwa ibu suri dan
dayang palsu itu akan kembali demikian cepat, Tidak ada jalan lainnya, Dia segera
menyusup ke dalam kolong tempat tidur untuk bersembunyi jantungnya berdebar-debar,
hatinya ketakutan setengah mati, Kalau dia sampai kepergok....
Dalam hatinya, Siau Po berharap ibu suri kembali karena ketinggalan sesuatu, dan
setelah menemukannya dia akan keluar lagi, Tentu saja dia berharap barang itu tidak
disimpan dalam kotak rahasia.
Pintu kamar segera terbentang lebar dan seseorang melompat masuk, Gerakannya
cepat dan langkahnya ringan.
Rupanya orang itu bukan ibu suri, tetapi seorang wanita bersepatu hijau muda,
celananya juga berwarna sama, Kalau dilihat dari celananya, dapat dipastikan bahwa
dia seorang dayang. "Entah Lui Cu atau bukan yang datang ini.,." Siau Po menerka-nerka dalam hati. Dia
belum sempat melihat wajah orang itu. "Kalau dia tidak cepat-cepat pergi, terpaksa aku
harus membunuh-nya.... Tunggu sampai dia mendekati tempat tidur ini...."
Siau Po mengeluarkan pisau belatinya yang tajam, Dia bersiap menikam perut orang
itu agar tewas seketika, Siau Po memang tidak bisa melihat dengan jelas, tapi dia dapat
mendengar. Dia mendengar suara lemari dibuka, Kerjanya cepat, entah apa yang
dicarinya, Dia tidak mendekati tempat tidur, Kemudian dia juga mendengar suara
gerakan senjata tajam yang merusak dua buah peti kayu,
"Ah, dia pasti bukan sembarangan dayang!" kata Siau Po dalam hati. Dia menjadi
bertanya-tanya sendiri. Hatinya juga dilanda perasaan heran. "Dapat dipastikan bahwa
tujuannya masuk ke kamar ibu suri ini adalah untuk mencuri. Mungkinkah dia juga
mencari kitab Si Cap Ji cin-keng" Dia membawa senjata tajam. Hal ini membuktikan
bahwa dia mengerti ilmu silat Aku tidak boleh keluar. Bisa-bisa dia membunuhku
terlebih dahulu." Dengan membawa pikiran demikian, Siau Po terus mendekam di kolong tempat tidur.
Dayang itu masih mengacak di sana-sini. Beberapa peti kembali dirusaknya, Siau Po
menjadi khawatir sekaligus mendongkol.
"Kalau kau tidak cepat-cepat berlalu, sebentar lagi si nenek sihir itu pasti akan
kembali Tidak apa kalau kau sendiri yang mampus, bagaimana kalau aku sampai
terbawa-bawa dan selembar jiwa Wi Siau-po ini terpaksa harus pulang ke alam baka?"
makinya dalam hati Tampaknya wanita itu sibuk sekali Dia masih belum berhasil menemukan apa yang
dicarinya, Hal ini terbukti dari tindakannya yang kembali merusak beberapa buah peti
Suaranya juga bising sekali.
"Mungkin dia memang sedang mencari kitab Si Cap Ji cin-keng ini," pikir Siau Po
bingung, "Apa sebaiknya aku lemparkan saja sebuah kitab ini agar dia cepat-cepat
pergi?" Tapi, tepat pada saat itu juga, terdengar suara langkah kaki mendatangi.
"Aku yakin Liu Yan, si perempuan hina itu telah berhasil mendapatkan kitab tersebut
dan membawanya kabur!" segera terdengar suara ibu suri.
Siau Po terkejut setengah mati Dia merasa mendongkol juga bingung, Si wanita yang
berdandan seperti dayang tidak mempunyai kesempatan untuk kabur lagi Dia segera
menyelinap ke dalam lemari yang kemudian ditutupnya dari dalam.
"Apakah kau benar-benar mengirim Liu Yan untuk mengambil kitab itu?" Terdengar
suara 1aki-laki tersebut "Bagaimana aku bisa tahu bahwa apa yang kau katakan adalah
hal yang sebenarnya?"
"Apa katamu?" tanya thayhou dengan nada gusar "Aku tidak menyuruh Liu Yan
mengambil kitab itu" Lalu, apa yang kusuruh ia lakukan?"
"Bagaimana aku bisa tahu peran apa yang sedang kau mainkan" Siapa tahu
sebenarnya kau hanya ingin menyingkirkan Liu Yan yang menjadi duri di matamu?"
"Hm!" terdengar suara thayhou yang bukan main marahnya, "Bagus! Begini rupanya
kelakuanmu sebagai seorang suheng (kakak seperguruan)" Bagaimana kau bisa
berkata begitu" Liu Yan kan sumoayku! Mana mungkin aku tega mencelakakan nya?"
Siau Po berpikir dalam hati.
"Dia menyebut-nyebut soal suheng dan sumoay. "Rupanya dayang palsu ini
suhengnya, sedangkan Liu Yan adalah sumoaynya...."
Si dayang berkata lagi, "Nyalimu memang besar dan hatimu juga keji! Hal apa yang
tidak dapat kau lakukan?"
Siau Po semakin heran, Kedua orang itu berjalan masuk ke dalam kamar, Begitu
mereka melihat keadaan dalam kamar, keduanya langsung bingung serta terperanjat
sehingga mengeluarkan seruan tertahan, Terutama ibu suri. Kamar itu kacau sekali,
semua peti dirusak dan dibongkar, isinya berantakan kemana-mana!
"Ah ada orang mencuri kitab!" teriak ibu suri tercekat hatinya ketika teringat kitab
yang disimpannya, Dia langsung menghambur ke tempat tidur untuk menyingkapkan
kasurnya serta membuka kotak rahasia.
"Aduh!" jeritnya, Kitab yang disimpannya benar-benar lenyap, sebaliknya di situ, dia
mendapatkan sepasang kaki yang mengenakan sepatu sulam, "Lihat ini!"
Laki-laki yang menyaru sebagai dayang segera menyambuti.
"Sepasang kaki orang!" serunya heran.
"Kaki Liu Yan!" teriak ibu suri. "Oh, dia telah dibunuh oleh seseorang!"
"Nah, apa kataku?" kata si dayang yang langsung tertawa dingin, "Tidak salah,
bukan?" Thayhou merasa bingung dan juga tercekat hatinya, Di samping itu, dia semakin
marah. "Apanya yang tidak salah?" tanyanya.
"Tempat penyimpanan kitabmu itu. Di kolong langit ini, hanya kau seorang yang
tahu!" kata laki-laki yang menyaru sebagai dayang itu. "Kalau bukan kau yang
membunuh Liu sumoay, lalu siapa" Mengapa sepasang kakinya bisa berada di kotak
rahasiamu itu?" "Percuma kalau kita hanya berdebat saja di sini!" tukas thayhou, "Pencuri kitab itu
pasti belum pergi jauh. Cepat kita kejar!"
"Benar!" kata si dayang, "Mungkin dia masih ada di sekitar Cu leng kong ini!"
Meskipun berkata demikian, thayhou tidak segera keluar mengejar. Dia malah
menghampiri lemarinya yang tertutup, Hal ini membuktikan bahwa dia menaruh
kecurigaan. Siau Po mengintai dari kolong tempat tidur, Hatinya berdebar-debar dan hampir saja
dia menjerit saking khawatirnya.
Tiba-tiba terlihat bayangan golok berkelebat Tentunya thayhou yang melakukan hal
itu. Dengan tangan kiri dia membuka pintu lemari dan tangan kanan yang
menggenggam golok berniat menebas ke dalamnya.
Memang benar, setindak lagi thayhou akan sampai di depan lemari itu. Tapi, tiba-tiba
pintu lemari itu menjublak lalu menghantam ibu suri. Thayhou terkejut setengah mati.
Dia tidak menyangka akan terjadi hal itu. Untung saja matanya awas dan gerakannya
cepat Dengan lincah dia mencelat mundur Namun di saat itu juga, kepalanya tertutup
beberapa potong pakaian yang dilemparkan dari dalam lemari, Dengan panik dia
menyingkirkan pakaian-pakaian itu.
Kembali menyusul sepotong baju yang menyambar ke arahnya, Kali ini dia langsung
menjerit keras. Ternyata di balik baju itu bersembunyi seseorang.
Mulanya si dayang palsu berdiam diri saja, Dia hanya berdiri memperhatikan. Begitu
mendengar suara jeritan ibu suri, dia langsung menerjang ke depan, ke arah baju yang
sedang menyambar itu. Siau Po yang bersembunyi di kolong tempat tidur merasa khawatir sekali, Dia sempat
melihat gumpalan baju itu bergulingan di atas tanah sehingga rada tersingkap sedikit
dan tampaklah pakaiannya yang berwarna hijau. Entah senjata apa yang tergenggam di
tangannya, Saat ini dia menggunakannya untuk menyerang si dayang palsu.
Laki-laki yang menyamar itu mengeluarkan seruan tertahan Setelah menghindarkan
diri, dia balas menyerang. Dayang bercelana hijau itu juga mengelak lalu mengulangi
serangannya, Tampaknya gerakan perempuan itu cukup gesit.
Siau Po masih mengintai Dia tidak bisa melihat wajah mereka, hanya bagian kaki
yang terlihat Si dayang palsu mengenakan celana berwarna abu-abu, sepatunya hitam,
Kedua orang itu bertempur dengan sengit sebegitu jauh, tidak terdengar suara
beradunya senjata tajam. Hal ini membuat Siau Po menduga bahwa si dayang palsu
tidak menggunakan senjata dalam perkelahian Namun suara angin yang terpancar dari
pukulannya justru terdengar jelas.
Lilin di ruangan itu tinggal setengah, namun kedua orang itu masih tetap bertarung,
sebetulnya jumlah lilin dalam ruangan itu ada tiga, tapi yang satu sudah padam karena
terhempas angin kencang dari pukulan si dayang palsu.
"Terima kasih kepada Langit dan Bumi," Siau Po berdoa dalam hati. "Semoga kedua
batang lilin lainnya juga padam sehingga kamar ini menjadi gelap gulita dan aku bisa
meloloskan diri...."
Baru berdoa sampai di sini, tiba-tiba lilin yang kedua pun padam. Di lain pihak, kedua
dayang itu masih bertempur terus, Tiada seorang pun yang bersuara, Rupanya mereka
khawatir menimbulkan kebisingan yang akan menyebabkan datangnya para pengawal
thay-kam maupun dayang-dayang istana tersebut.
Culeng kiong mempunyai banyak dayang dan thay-kam, Tetapi saat itu tidak ada
satu pun yang muncul karena tadi thayhou sudah berpesan bahwa mereka tidak boleh
mendekati kamarnya, kecuali bila ada panggilan.
Di samping suara berkesiurnya angin dari pukulan dan gerakan tubuh keduanya,
suara bising lainnya timbul dari kursi serta meja yang terjungkir balik.
"llmu silat si laki-Iaki yang menyaru sebagai dayang itu hebat sekali," pikir Siau Po.
Tapi pikirannya tidak sempat berlanjut sebab dia melihat benda yang berkilauan
mencelat ke atas langit-langit kamar dan menimbulkan suara keras.
Siau Po menduga bahwa benda itu kemungkinan senjata si dayang bercelana hijau
yang terlepas dari cekalannya, Senjata itu terlontar ke atas dan menancap di
langitlangit Kemudian, kedua pasang kaki orang-orang itu tidak terlihat lagi. Hal ini disebabkan
keduanya sudah bergulingan di lantai. Mereka saling mencekal meronta dan bergumul.
Sekarang Siau Po dapat melihat, kedua-duanya menggunakan ilmu Kim Na-hoat,
ilmu memegang tangan lawan. ilmu itu dikenal baik olehnya karena dia pernah
mempelajarinya bersama-sama kaisar Kong Hi.
Pertempuran masih terus berlangsung, Siau Po tetap jadi penonton gelap, Dia hanya
berharap lilin ketiga juga akan padam. Dengan demikian dia bisa pergi secara diamdiam.
Akhirnya, mendadak saja lilin yang ketiga pun padam, Kamar itu jadi gelap gulita
seketika, Namun pada saat itu juga, ternyata pertempuran juga sudah sampai pada
tahap akhir. Dayang perempuan itu kalah ulet Dia kalah tenaga, Dengan demikian si laki-laki
berhasil menguasainya, Dayang perempuan itu kena ditindihnya. Tangan dan kakinya
tidak berdaya lagi. Tapi si pria juga tidak dapat melakukan hal lainnya, karena kedua
tangannya sibuk mengendalikan perempuan itu. Tangan kirinya mencekik bagian leher,
sedangkan tangan kanannya sibuk menangkis kedua tangan si perempuan yang terus
menerus menyerangnya. Beberapa saat kemudian, habislah tenaga si dayang perempuan. Gerakan
tangannya semakin lemah dan nafasnya tersengal-sengal, Hal ini disebabkan cekikan
di lehernya yang membuat nafasnya jadi sesak, Kedua kakinya memang masih bisa
bergerak, tapi sudah tidak ada artinya lagi.
"Kalau si dayang bercelana abu-abu berhasil membunuh si dayang bercelana hijau,
celakalah aku!" pikir Siau Po dalam hatinya, "Setelah membunuh lawannya, dia pasti
akan memeriksa kolong tempat tidur dan aku Wi Siau-po akan berubah menjadi mayat!"
Berpikir demikian, si thay-kam cilik gadungan ini jadi nekat. Tanpa ragu sedikit pun,
dia segera merayap keluar dari kolong tempat tidur, Setelah dapat bergerak dengan
bebas, mendadak dia menerjang ke arah dayang gadungan dan menghunjamkan
pisaunya ke punggung orang itu.
Serangan itu benar-benar di luar dugaan si celana abu-abu. Hatinya tercekat, dia
menjerit dan meronta. Setelah menikam, Siau Po mencelat mundur Karena itu, si celana abu-abu dapat
bangkit berdir kemudian melakukan serangan kepada pembokongnya, Gerakannya
cepat sekali, sekali lompa saja dia sudah mencapai lawannya dan menceki leher si
bocah, Siau Po menjadi bingung. Dia mencoba untuk melepaskan diri sehingga untuk
sesaat dia lupa untuk menikamnya kembali
Sekarang wanita bercelana hijau itu sudah bebas. Dia dapat mengatur
pernafasannya sekejap kemudian melihat apa yang terjadi .Tanpa membuang waktu
!agi, dia menerjang ke arah musuhnya. Tangan kanannya membacok pipi kiri orang itu
sedangkan tangan kirinya menjambak rambut orang itu sehingga tertarik ke belakang.
Di saat itu terjadi sesuatu yang luar bias. Rambut si dayang bercelana abu-abu copot
karena tertarik keras. Rupanya dia mengenakan rambut palsu, sedangkan kepalanya
sendiri gundul plontos tanpa rambut sehelai pun. Rupanya dia seorang biksu yang
menyaru sebagai dayang. Hebat sekali serangan dayang bercelana hijau itu, Orang itu sampai tersungkur jatuh.
Dara mengalir deras dari punggungnya kemudian dia terkulai di atas lantai
Ternyata di saat dayang bercelana hijau it menjambak rambutnya sehingga ia
tersungkur, Siau Po segera menggunakan kesempatan itu untuk bangun dan menikam
punggung orang itu, Padahal dia mengerahkan sisa tenaganya yang terakhir, tapi
untung saja berhasil "Terima kasih, kongkong kecil," kata si dayang bercelana hijau kepada Siau Po.
"Kongkong telah menolong aku."
Siau Po menganggukkan kepalanya, tidak sempat dia memberi jawaban, Tangan
kirinya repot mengusap-usap lehernya yang dicekik dayang palsu tadi.
"Dia... dia...?" tanyanya sambil menunjuk kepada si biksu,
"Dia seorang pria yang menyelundup ke dalam istana dan menyamar sebagai
seorang dayang," sahut wanita itu, Belum sempat dia meneruskan kata-katanya,
mendadak dari luar kamar terdengar suara teriakan.
"Mana orang" Cepat! di sini telah terjadi pembunuhan!"
Nada suara orang itu bukan nada suara seorang laki-laki atau perempuan, tapi suara
seorang thay-kam, (Para thay-kam adalah laki-laki yang sudah dikebiri, mereka tidak
dapat berhubungan dengan perempuan sebagaimana laki-laki normal. Tingkah mereka
juga jadi tidak wajar Kalau zaman sekarang, mungkin hampir sama dengan waria).
Wanita itu terkejut, ia segera memberi isyarat kepada Siau Po, kemudian dia
melompat lewat jendela. Hampir dalam waktu yang bersamaan, terdengarlah suara
jeritan tertahan disusul dengan suara ambruknya tubuh seseorang, Rupanya thay-kam
yang berteriak tadi sudah disambit dengan senjata rahasia sehingga mati seketika.
"Mari!" wanita itu mengajak Siau Po yang telah mengikuti perbuatannya melompati
lewat jendela, Siau Po menurut saja karena tangannya memang dipegangi, Dia dibawa
lari ke arah utara dengan melalui tiga halaman kemudian sampai Yang-hoa mui.
Setelah itu mereka memutar lewat pendopo I-hoa kok dan pendopo Po-hoa tian dan
sampai di samping keraton Hok-kian kiong yang merupakan sebuah tempat untuk
mengadakan pembakaran, Sampai di sini baru tangan Siau Po dilepas.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bocah cilik itu memperhatikan si wanita lekat-lekat.
"Hebat sekali!" pujinya dalam hati, Siau Po merasa kagum sekali, Bentuk tubuh
wanita itu tidak berbeda banyak dengan dirinya, tapi dengan mudah dia menenteng
Siau Po dan membawanya berlari.
Tempat di mana mereka berada adalah tempat untuk membakar segala macam
sampah dan barang-barang yang tidak terpakai lagi. Pada malam hari, tempat ini sepi
sekali. "Kongkong kecil, siapakah nama kongkong?" tanya wanita itu.
"Aku bernama Siau Kui cu!" sahut Siau Po.
"Oh!" seru wanita itu heran, "Rupanya kaulah Siau Kui cu yang telah menawan Go
Pay dan sangat sayang oleh Sri Baginda!"
Siau Po tersenyum. "Tidak berani aku menerima pujian setinggi itu!" katanya merendah, Dia
memperhatikan wanita itu sekali Iagi. Usianya mungkin sekitar empat puluhan tahun,
Siau Po tidak mengenalnya, Lagi-pula selama di istana ia jarang memperhatikan para
dayang. "Kakak, siapakah nama kakak sendiri?" tanyanya kemudian.
Dayang itu tampak ragu-ragu sejenak. Kemudian dia baru menjawab.
"Kita merupakan orang senasib. Tidak boleh aku mendustaimu, Aku she To, karena
aku seorang dayang, orang-orang biasa memanggilku To kiong-go (panggilan untuk
dayang) Eh, apa yang kau lakukan sehingga bersembunyi di kolong tempat tidur ibu
suri?" "Aku mendapat firman Sri Baginda untuk memergoki perbuatan ibu suri," sahut Siau
Po ber-bohong, Dia tidak ingin memberikan keterangan yang sebenarnya.
To kionggo terperanjat. "Apa?" serunya, "Apakah Sri Baginda sudah mengetahui ada laki-laki yang
menyamar sebagai dayang di keraton Cu-leng kiong?"
"Sri Baginda sudah mengetahuinya, hanya belum jelas saja."
Dayang itu terdiam sejenak, kemudian dia berkata:
, "A... aku telah membunuh ibu suri, urusan ini gawat sekali, sebentar lagi pasti
keluar perintah untuk menutup seluruh pintu istana dan melakukan penggeledahan Oleh
karena itu aku harus berlalu dari sini secepatnya. Sahabat kecil, sampai jumpa!"
Siau Po berpikir cepat. "Kalau ibu suri sudah mati, aku aman berdiam dalam istana, Tapi berbahaya sekali
kalau semua pintu ditutup dan dilakukan penggeledahan Bagaimana dengan kedua
nona Bhok dan nona Pui" Aku harus mencari akal."
Cepat-cepat Siau Po berkata kepada To kionggo,
"To cici, aku mempunyai akal," katanya, "Sekarang juga aku akan menghadap Sri
Baginda untuk melaporkan bahwa aku melihat sendiri ibu suri dibunuh dayang palsu itu!
Bukankah ibu suri sudah mati dan di sini tidak ada saksi lainnya lagi?"
To kionggo merenung sejenak.
"Akalmu bagus juga," katanya kemudian Tapi, thay-kam itu, siapa yang
membunuhnya?" "Mudah saja," sahut Siau Po. "Aku akan mengatakan kepada Sri Baginda bahwa
dayang palsu itulah yang membunuhnya!"
"Saudara kecil, urusan ini berbahaya sekali," kata To kionggo, "Meskipun Sri Baginda
sangat menyayangimu, tetapi aku khawatir dia akan membunuhmu untuk menutup
mulut." Mendengar kata-katanya, seluruh tubuh Siau Po langsung bergetar Apa yang
dikhawatirkan memang mungkin bisa terjadi.
"Sri Baginda akan membunuh aku?" tanyanya. "Tapi, apa sebabnya?"
To kionggo tertawa dingin.
"lbu suri berbuat serong dengan seorang laki-laki yang tidak dikenal. Kalau peristiwa
ini sampai bocor keluar dan menjadi gunjingan rakyat, bagaimana raja bisa
mempertahankan kewibawaannya lagi" Taruh kata kau berjanji akan menutup rahasia
ini rapat-rapat, tetapi setiap kali Sri Baginda melihat wajahmu, tentu otaknya
berputar. Pasti hatinya ragu Iagi atau paling tidak dia merasa malu sendiri, itulah sebabnya,
cepat atau lambat, dia pasti akan membunuhmu!"
Siau Po tertegun. "Be... narkah... dia begitu kejam?" tanyanya ragu, Tapi si dayang memang benar.
Kekhawatiran dan dugaannya memang beralasan Jadi, dia tidak dapat membuka
rahasia ibu suri kepada raja.
Ketika keduanya sedang berdiam diri, tiba-tiba mereka mendengar suara tabuhan
dari arah selatan, yang disusul dengan sambutan dari tiga arah lainnya Seluruh tempat
itu jadi bising oleh suara tersebut itulah isyarat bahwa di dalam istana telah terjadi
kebakaran atau bencana lainnya, Karena adanya tanda bahaya itu, seluruh pengawal
harus bersiap sedia. "Nah, kau dengar!" kata To kionggo.
"Sekarang tak sempat lagi kita menyingkir pergilah kau membantu mereka
menangkap orang jahat, tentu saja hanya berpura-pura. Dan aku sendiri akan kembali
ke kamar untuk tidur," kata wanita itu kemudian.
Selesai berkata, wanita itu langsung mengulurkan tangannya untuk memeluk
pinggang Siau Po kemudian dibawanya lari seperti ketika mereka keluar tadi. Mereka
menuju pendopo Eng-hoa tian, Begitu sampai di sampingnya, To kionggo berbisik
kepada Siau Po. "Hati-hatilah!" Tanpa menunggu jawaban Siau Po, dia segera menyelinap ke tempat
yang gelap. Siau Po memikirkan Pui Ie dan Kiam Peng. Dia segera menuju tempat
persembunyian kedua gadis itu. Begitu sampai dia segera berkata: "Aku yang datang!"
Maksudnya agar mereka tahu dan mengenali suaranya.
"Apa yang terjadi?" tanya Kiam Peng cemas, "Di luar berisik sekali dengan suara
tabuhan, Apakah mereka akan menawan kita?"
"Bukan," sahut Siau Po, "Kita kembali dulu ke kamarku, di sana lebih aman!"
Kiam Peng terkejut mendengarnya.
"Kembali ke kamarmu?" tanyanya menegaskan "Bukankah di... sana kita sudah
membunuh orang?" "Jangan takut!" hibur Siau Po. "Tidak akan ada yang tahu! Cepat!"
Siau Po berjongkok untuk menggendong Pui Ie, kemudian dia menarik tangan Kiam
Peng dan mengajaknya pergi dengan tergesa-gesa.
Belum berapa jauh mereka berjalan, di sebuah lorong, tampak serombongan siwi
yang sedang mendatangi dengan cepat, Salah satunya yang menjadi pemimpin segera
mengangkat obornya tinggi-tinggi.
"Siapa?" bentaknya.
"Aku!" jawab Siau Po. Suaranya keras dan mantap. "Cepat kalian lindungi Sri
Baginda, Apakah telah terjadi kebakaran?"
Siwi itu langsung mengenali Siau Po. Cepat-cepat dia menyerahkan obornya kepada
salah seorang bawahannya dan berdiri tegak dengan sikap menghormat
"Kui kongkong," katanya, "Telah terjadi sesuatu di Cu-leng ki-ong...."
"lya, iya," kata Siau Po. "Kalian jalanlah duluan, nanti aku susui."
"Baik!" sahut siwi itu menganggukkan kepa!anya. Kemudian dia berlalu dengan
mengajak orang-orangnya. "Tampaknya mereka takut kepadamu," kata Kiam Peng. "Barusan aku khawatir
sekali kita akan tertimpa bencana...."
Siau Po sebenarnya ingin mengucapkan kata-kata gurauan, tapi dia ingat mereka
dalam keadaan sedemikian rupa, maka dia membatalkannya danberkata dengan
sungguh-sungguh. "Mari!" ajaknya, dia mendahului berjalan di depan
Satu kali lagi mereka sempat bertemu dengan serombongan siwi lainnya, tapi
rombongan siwi itu juga tidak berani banyak bertanya. Karena itu dalam waktu yang
singkat mereka telah kembali lagi ke kamar Baru semuanya sempat menarik nafa lega.
Untung saja Pui le dan Kiam Peng berdandan sebagai thay-kam Dengan demikian tidak
ada yang mencurigainya. "Sekarang kalian diam di sini!" kata Siau Po "lngat, jangan ganti dulu pakaian kalian!"
Dia ke luar dan mengunci pintu, setelah itu dia berjala menuju Kian-ceng kiong, kamar
tidurnya raja. Kaisar Kong Hi sudah terjaga karena riuhnya suara tabuhan Dia segera turun dari
tempat tidur lalu mengenakan pakaiannya, Tepat pada saat itu lah seorang siwi masuk
dan melaporkan bahwa telah terjadi keonaran di Cu-Leng kiong, tapi belum jelas apa
masalahnya. Raja kebingungan Saat itulah muncul Siau Po Karena itu kaisar Kong Hi langsung
bertanya kepadanya. "Apa yang terjadi" Apakah thayhou baik-baik saja?"
"Thayhou menitahkan hamba pulang dan tidur di kamar hamba sendiri," sahut Siau
Po mulai mengarang-ngarang, "Katanya besok baru hamba pindah. Siapa sangka telah
terjadi sesuatu di Cu-leng kiong, entah apa. sekarang juga hamba akan melihatnya !"
"Aku juga ingin melihat thayhou," kata kaisar Kong Hi. "Ayo, kau ikut denganku!"
"Baik," sahut Siau Po.
Raja sangat berbakti. Dia tidak sempat mengenakan pakaian kebesarannya.
Disambarnya sehelai jubah panjang dan kemudian pergi dengan tergesa-gesa dengan
diikuti oleh Siau Po. Sembari berjalan dengan cepat, dia bertanya kepada Siau Po.
"Thayhou minta kau melayaninya, mengapa kau malah kembali kepadaku?"
"Hamba mendengar suara tabuhan, tadinya hamba kira mungkin telah terjadi
kebakaran atau ada penyerbu yang datang lagi," sahut Siau Po dengan cerdik, "Tanpa
sadar hamba langsung datang kepada Sri Baginda yang tidak dapat hamba lupakan Ya,
hamba memang bersalah...."
Kaisar Kong Hi tidak mengatakan apa-apa, Dia terus berjalan, sekeluarnya dari
kamar dia lantas diiringi para siwi dan beberapa orang thay-kam. Belasan lentera
menerangi jalan sehingga dia melihat pakaian Siau Po yang tidak karuan dan
rambutnya acak-acakan Dia menyangka thay-kam cilik itu sangat setia kepadanya
sehingga begitu terjaga dari tidur langsung menemuinya. Dia tidak tahu bahwa bocah
cilik itu justru baru dari berdekam di kolong tempat tidur Hong thayhou sehingga
pakaiannya kusut semua. Pada saat itu, muncul dua orang siwi,
"Ada orang jahat yang menyerbu Cu-leng kiong!" lapor salah satunya, "Seorang thaykam
dan seorang dayang terbunuh!"
"Apakah thayhou terkejut karena kejadian ini?" tanya kaisar Kong Hi dengan nada
khawatir. "Sekarang seluruh istana telah dikurung rapat!" sahut siwi itu. "To congkoan sudah
mengepalai barisan pengawalnya!"
Hati raja menjadi agak lega mendengar keterangan itu. Tidak demikian halnya
dengan Siau Po. Dalam hatinya dia berkata.
"Meskipun To congkoan memimpin seluruh pasukan berkuda pun sudah terlambat!"
Jarak antara Kian-ceng kiong dengan Cu-leng kiong tidak seberapa jauh, Raja tiba di
kamar ibu suri setelah melewati pendopo Yang-sim tian dan Tay-kek tian, Cu-leng kiong
memang dijaga ketat Bahkan mungkin seekor lalat pun sulit menyelina ke dalamnya.
Melihat tibanya raja, para siwi segera memberi hormat dengan berlutut Raja
mengibaskan tangannya kemudian dia berjalan masuk ke pendopo.
Siau Po mendahului raja untuk menyihgkapka gorden, Kaisar Kong Hi segera
berjalan ke dala kamar Dia melihat semuanya dalam keadaan kacau. Darah
berceceran, dua sosok mayat tergeletak di lantai, Hatinya bingung juga melihat situasi
kamar itu, "Thayhou! Thayhou!" panggilnya berulang-ulang.
"Rajakah di sana?" Terdengar suara dari tempat tidur yang kelambunya tertutup,
"Jangan khawatir, aku tidak apa-apa!"
Itulah suara ibu suri, Siau Po merasa tercekat hatinya.
"Oh, rupanya si nenek sihir belum mampus juga!" katanya dalam hati. "Aih! Dasar
aku yang teledor Kenapa aku tidak memeriksanya dan menikamnya sampai mati"
sekarang dia masih hidup, hal ini berarti akulah yang akan mati...."
Si thay-kam cilik langsung mempunyai pikiran untuk lari, Tapi ketika menoleh, dia
melihat penjagaan ketat sekali, Runtuhlah keinginannya. Kepalanya menjadi pusing dan
pandangan matanya menjadi kabur, hampir saja dia semaput.
Kaisar Kong Hi tidak memperhatikan keadaan Siau Po. Dia langsung mendekati
tempat tidur. "Apakah thayhou kaget?" tanya kaisar Kong Hi prihatin, "Sungguh menyesal
penjagaan di sini kurang sempurna sehingga hal ini sampai terjadi, Semua siwi kantung
nasi ini harus mendapat hukuman berat!"
Terdengar ibu suri menarik nafas panjang.
"Tidak, aku tidak kaget Aku tidak apa-apa," sahutnya, "Hanya seorang dayang dan
seorang thay-kam yang bertengkar sehingga terjadi perkelahian dan kedua-duanya
mati, otomatis dalam hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan para siwi."
"Jadi thayhou tidak apa-apa?" tanya kaisar Kong Hi menegaskan
"Tidak. Tidak apa-apa," sahut ibu suri. "Aku hanya merasa kesal saja, Anak,
kembalilah ke kamarmu dan perintahkan para siwi agar bubar!"
Raja mengiakan kemudian langsung memerintahkan.
"Lekas undang Tabib istana untuk memeriksa keadaan thayhou!"
Siau Po bersembunyi di belakang kaisar Kong Hi. Dia tidak berani bersuara, Dia
khawatir ibu suri akan mengenali suaranya dan memanggilnya.
"Tak usah!" kata thayhou pada kaisar Kong Hi. "Tidak perlu memanggil tabib, Asal
aku bisa tidur dan beristirahat cukup, tentu hatiku akan tenang kembali Kedua mayat itu
tidak usah diangkat Hatiku sedang kacau.... Nah, kau suruh semuanya bubar!"
Suara ibu suri lemah dan terputus-putus, Hal ini membuktikan bahwa dia pun terluka
cukup parah, Kaisar Kong Hi merasa berat meninggalkannya, tapi dia tidak berani
menenteng kehendak ibunya, sebetulnya dia ingin menanyakan sebab musabab
pertengkaran antara thay-kam dan dayang yang mati itu, tapi khawatir ibu suri akan
sedih atau mendongkol. Karena itu dia membatalkan niatnya, padahal sudah selayaknya dia mengetahui
sebab terjadinya perkelahian yang sampai mengorbankan jiwa. Lagipula keluarga
kedua korban harus diberi kabar, Narnun thayhou tidak mengijinkan kedua mayat itu
disingkirkan Hal ini berarti dia tidak mau berita ini tersebar luas. Akhirnya dia
memberi hormat dan memohon diri. Bukan main senangnya hati Siau Po, tetapi sepasang kakinya menjadi lemas
sehingga dia harus berjalan dengan menumpu pada tembok.
Kaisar Kong Hi memutar otaknya, Hatinya ber-tanya-tanya, peristiwa ini hebat dan
luar biasa, Sesekali dia menoleh ke belakang dan melihat Siau Po masih mengikutinya.
"Eh, thayhou meminta kau melayaninya, mengapa sekarang kau kembali
mengikutiku?" Siau Po sudah menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu, Tapi ia pikir bahwa
ia akan meninggalkan istana secepatnya, karena itu tidak menjadi persoalan apabila dia
menjawab sekenanya saja. "Barusan hamba mendengar ucapan thayhou sedang pusing dan banyak pikiran
Thayhou juga menyuruh semuanya bubar, Hal ini berarti thayhou tidak ingin melihat
siapa pun itulah sebabnya hamba berpikir untuk menyingkir sementara, Besok pagi
barulah hamba menemui beliau lagi...."
Raja menganggukkan kepalanya, Apa yang dikatakan thay-kam cilik itu memang
beralasan Dia berjalan terus menuju kamar tidurnya. Begitu sampai dia segera
menyuruh seluruh pelayannya mengundurkan diri, Kemudian dia berkata kepada Siau
Po. "Siau Kui cu, kau tunggu sebentar!"
"Baik!" sahut Siau Po. Hatinya terasa kurang enak, Dia berpikir "Kalau Raja
menyuruhku tidur di sini untuk menemaninya, kedua mustika hidup dikamarku bisa
kebingungan setengah mati!"
Kaisar Kong Hi berjalan mondar-mandir dari timur ke barat, kemudian dari barat ke
timur lagi. Hal ini membuktikan otaknya sedang bekerja keras, Akhirnya dia berkata
kepada Siau Po. "Bagaimana pikiranmu" Menurut pendapatmu kira-kira apa sebabnya thay-kam dan
dayang itu bisa berkelahi sampai mati bersama-sama?"
"Hamba tidak dapat menerkanya, Sri Baginda," sahut Siau Po. "Memang di dalam
istana banyak thay-kam dan dayang yang tidak cocok, Sedikit persoalan saja bisa
timbul pertengkaran. Tapi biasanya mereka tidak berani melakukannya di hadapan Sri
Baginda ataupun thayhou."
Raja mengangguk. "Sekarang kau pergi memberitahukan semua orang agar urusan ini jangan
dibicarakan lagi, Dengan demikian thayhou tidak akan kesal dan marah lagi!"
"Baik, Sri Baginda," sahut Siau Po.
"Nah, kau pergilah!"
Siau Po memberi hormat, kemudian dia mengundurkan diri, Di dalam hatinya dia
berkata: "Dengan kepergianku ini, untuk selama-lamanya kita tidak akan berjumpa lagi!"
Dengan membawa pikiran demikian, dia menolehkan kepalanya, Dilihatnya kaisar Kong
Hi sedang menatap ke arahnya dengan wajah berseri-seri.
"Kemari!" panggil kaisar Kong Hi.
Siau Po memutar tubuhnya untuk menghampiri
Kaisar membuka sebuah kotak emas yang ada dekat bantal kepalanya, ia mengambil
dua potong kue. Sembari tertawa dia berkata.
"Kau tentunya letih dan lapar, ambillah kue ini!"
Siau Po menyambut kue-kue itu dengan kedua tangannya, Dia mengucapkan terima


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kasih. Dalam hati dia merasa bersyukur dan terharu, Dia merasa tidak tega
meninggalkan raja itu. Dia berkata dalam hati:
Thayhou sangat kejam dan jahat, Lagipula dia berani mengeram laki-laki dalam
kamarnya, Mungkin suatu hari dia bisa mencelakai Sri Baginda pula.... Bukankah Sri
Baginda tidak tahu apa-apa" Sri Baginda memperlakukan aku sebagai seorang sahabat
baik, kalau aku menyimpan rahasia ini dan dia sampai dicelakai oleh thayhou,
bukankah berarti aku tidak kenal budi dan tidak memperhatikannya sedikit pun?"
Membawa pikiran demikian, tiba-tiba saja di pelupuk mata Siau Po membayangkan
raja yang sudah mati. Mayatnya menggeletak di atas tanah dalam keadaan mengerikan
Keadaannya sungguh mengenaskan sehingga tanpa sadar air mata Siau Po jatuh
bercucuran. "Eh, kenapa kau?" tanya raja heran melihat si thay-kam cilik menerima kue
pemberiannya sambil menangis, Kemudian dia menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu.
Kau ingin tetap melayani aku, bukan" Soal itu mudah! Tunggu beberapa hari lagi,
setelah keadaan thayhou tenang kembali, aku akan berbicara dengannya agar kau
boleh tetap mengikuti ku. sebenarnya aku sendiri tidak sampai hati ber pisah
denganmu!" Siau Po berpikir dengan cepat Dia ingat kata kata To kionggo bahwa kalau sampai
dia membuk rahasia, kelak Sri Baginda pasti akan membunuh nya. Hal ini demi
membungkam mulutnya aga rahasia tidak sampai terbongkar.
"Tapi, biarlah!" pikirnya kemudian "Seoran laki-laki berani berbuat, berani pula
bertanggun jawab, Kalau memang harus mati, biar saja mati!"
Dia sudah mengambil keputusan Karena itu dia segera meletakkan kue pemberian
kaisar kemudia mencekal tangan junjungannya itu seraya berka dengan suara bergetar.
"Siau hian cu. Kali ini aku memanggilmu Si hian cu, boleh bukan?"
Raja tertawa meskipun merasa heran Thay-kam itu memanggil nama kecilnya dan
membahasakan dirinya dengan kamu,
"Tentu saja boleh!" katanya sambil tertawa lagi, "Aku toh sudah mengatakan
kepadamu, Kalau di tempat yang tidak ada orang lainnya, kau boleh memanggil aku
dengan sebutan itu. Apakah kau ingin berlatih silat lagi denganku" Begitu" Mari, mari.
Aku temani kau!" Raja segera memutar tangannya dan mencekal kedua lengan Siau Po.
"Jangan! jangan terburu-buru berlatih silat!" kata Siau Po menolak ajakan raja,
"Sekarang aku mempunyai urusan besar dan rahasia yang ingin kuberitahukan kepada
sahabatku, Siau nian cu! Rahasia ini jangan sekali-sekali diketahui oleh Sri Baginda,
junjunganku yang Mulia dan Maha Agung. Sebab, kalau raja sampai mendengarnya, dia
pasti akan menghukum mati diriku dengan memenggal batang leherku ini. Siau hian cu
menganggap aku sebagai sahabat sejatinya, karena itu kurasa tidak ada halangannya
kalau aku bicara dengannya."
Raja heran Dia tidak dapat menduga urusan apakah yang demikian penting dan
harus dirahasiakan tapi hal ini justru menambah rasa ingin tahu-nya, Karena itulah dia
segera menarik tangan Siau Po dan mengajaknya duduk berdampingan di atas tempat
tidur, "Cepat kau beritahukan kepadaku! Cepat!"
Siau Po tidak mau langsung bercerita, sebaliknya dia menegaskan sekali lagi.
"Sekarang kau adalah Siau hian cu. Bukan raja kan?"
Raja bertambah heran, tapi dia tersenyum.
"Benar!" sahutnya, "Sekarang ini aku adalah Siau hian cu, sahabat karibmu, bukan
raja! Kau toh tahu, dari pagi sampai malam aku menjadi raja yang selalu
disanjungsanjung, Selama ini aku belum pernah mempunyai seorang pun sahabat sejati,
sungguh tidak enak!"
"Kalau demikian, baiklah! Aku akan memberitahukan kepadamu," kata Siau Po pula,
"Kalau toh akhirnya kau tetap akan memenggal batang leherku, ya,., apa boleh buat,
aku toh tidak ber-daya...."
Raja kembali tersenyum "Untuk apa aku membunuhmu?" tanyanya, "Lagipula mana mungkin seorang
sahabat akan membunuh teman yang sudah seperti saudara baginya?"
Siau Po menarik nafas panjang.
"Baiklah! sekarang aku akan bicara!" kata nya. "Siau hian cu, aku bukanlah Siau Kuin
cu yang sebenarnya, aku juga bukan seorang thay-kam! Siau hian cu, Siau... Kui cu
yang asli... telah mati di tanganku!"
Meskipun berusaha untuk menenangkan diri, mau tidak mau Kaisar Kong Hi
terkesiap juga mendengarnya.
"Apa katamu?" tanyanya heran.
"Betul, Siau hian cu. Aku bukan Siau Kui cu. Aku juga bukan seorang thaykarn!"
sahut Siau Po tegas, Dia lalu menceritakan bagaimana dirinya dipaksa masuk ke dalam
istana, Bagaimana dia mencelakai Hay kongkong dengan membutakan sepasang
matanya, lalu dia menyamar sebagai Siau Kui cu yang sebelumnya telah dibunuhnya
terlebih dahulu, Dia juga menceritakan bahwa Hay kongkong yang mengajarkan ilmu
silat kepadanya. Mendengar semua itu, mula-mula Kaisar Kong Hi tertegun, kemudian ia malah
tertawa. "Oh, rupanya kau bukan seorang thaykarn!" katanya, "Kau hanya membunuh
seorang Siau Kui cu, apa artinya" itu toh bukan urusan besar! Tapi selanjutnya tidak
pantas lagi kau berdiam di dalam istana, Kau bisa ku angkat menjadi congkoan dari
barisan pengawal pribadiku To Lung memang gagah, tapi dalam pekerjaan dia sering
sembrono dan otaknya kurang cerdas!"
Bagian 27 "Kau baik sekali, aku mengucapkan terima kasih kepadamu," kata Siau Po. "Tapi,
meskipun demikian, aku tidak bisa menjadi congkoan, Siau hian cu, aku ada
mendengar beberapa urusan penting yang ada kaitannya dengan diri thayhou."
Kembali raja merasa heran, Dia menatap Siau Po lekat-lekat.
"Urusan yang ada kaitannya dengan thayhou?" tanyanya menegaskan "Urusan
apakah itu?" Walaupun dia mengajukan pertanyaan ku dengan sabar, tapi hatinya merasa kurang
tenteram, Dia seperti mendapat firasat yang kurang baik.
Siau Po menggigit bibirnya keras-keras untuk menabahkan hatinya, Kali ini dia
menceritakan percakapan yang terjadi antara Hay kongkong dengan thayhou di taman
bunga, Dia menceritakannya dengan terperinci.
Mendengar keterangan itu, kaisar Kong Hi menjadi terperanjat heran juga gembira,
Jadi, ayahnya, kaisar Sun Ti masih belum wafat, Dan sekarang ayahnya itu malah
menyucikan diri menjadi pendeta di gunung Ngo Tay san! Saking tegangnya, tubuh
kaisar Kong Hi sampai menggigil Dia menggenggam tangan Siau Po erat-erat.
"A,., pa.,, apakah yang kau katakan itu benar adanya?" tanyanya gugup. "Apakah
kau tidak ber-bohong" 0h.... Ayah... ayahku masih hidup...?"
"BegituIah menurut apa yang kudengar dari pembicaraan antara thayhou dan Hay
kongkong berdua," sahut Siau Po memberikan kepastiannya.
Raja turun dari tempat tidurnya untuk berdiri
"Siau Kui cu... bagus! Bagus sekali!" serunya berulang kali, "Siau Kui cu, begitu fajar
menyingsing, mari kita berangkat ke gunung Ngo Tay san untuk menjenguk ayahku itu,
Aku akan memintanya kembali ke istana!"
Kong Hi adalah seorang raja, Apa pun kehendaknya dapat terpenuhi, tapi ada
sesuatu yang dirasakannya kurang, yakni dalam usia yang demikian muda, dia telah
kehilangan kedua orang tuanya, Memang ada ibu suri, tapi thayhou adalah seorang ibu
tiri, Meskipun demikian, dia memperlakukannya dengan penuh bakti, Dia
menganggapnya sebagai ibu kandung, namun ayahnya yang telah menutup mata, tiada
penggantinya, Karena memikirkan dan merindukan seorang ayah, kaisar Kong Hi
pernah sampai menangis. sekarang dia mendengar berita rahasia dari Sfau Po bahwa
ayahandanya itu masih hidup. Benar dia merasa gembira sekali, tapi terselip juga
sedikit keraguan dalam hatinya, karena itu dia ingin pergi ke gunung Ngo Tay san untuk
membuktikannya. "Tapi, masih ada satu hal lagi, Siau hian cu," kata Siau Po. "Aku khawatir thayhou
tidak menyukai kepergianmu Sampai sebegitu jauh thayhou telah menyembunyikan
urusan ini kepadamu, tentunya hal ini menyangkut urusan yang besar sekali."
Kaisar bingung juga. Dia harus mengekang diri, supaya kegembiraannya tidak terlalu
meluap. "Urusan besar di dalam istana, apalagi yang penting-penting, semuanya tidak jelas
bagiku," kata Siau Po. "Apa yang aku tahu hanya apa yang kudengar dari pembicaraan
antara thayhou dengan Hay kongkong dan semua itu dapat kuceritakan dengan jelas."
"Baik, baik," kata raja. "Nah, kau ceritakanlah."
Kali ini Siau Po menceritakan tentang bagaimana kedua permaisuri Toan Keng
honghou dan Hau Kong honghou telah dibunuh oleh thayhou.
Kaisar Kong Hi langsung melonjak bangun.
"Kau... kau bilang Hau Kong honghou telah... dibunuh?"
Siau Po terkejut, hatinya ciut, Dia melihat wajah raja garang sekali, matanya
mendelik, daging di pipinya sampai bergerak-gerak.
"Aku... ku tidak tahu.,." sahutnya bingung. "Aku hanya mendengar percakapan antara
Hay kongkong dan thayhou..."
"A... pa yang mereka katakan?" tanya raja. "Co,., ba kau ulangi sekali lagi!"
Ingatan Siau Po memang kuat sekali, Dia mengulangi ceritanya sekali lagi, Kali ini
dengan perlahan-lahan dan jauh lebih jelas, Diulanginya setiap patah kata dari
pembicaraan antara ibu suri dengan Hay kongkong.
Kaisar Kong Hi tertegun sekian lama, Otakny terus bekerja. Dia benar-benar
bingung. "I... bu... ibu kandungku... telah dibunuh orang... katanya.
"A... pakah Hau Kong honghou itu ibu kandungmu?" tanya Siau Po.
Raja mengangguk. "Benar!" katanya, "Teruskanlah ceritamu, jangan sampai ada yang ketinggalan!"
Suara raja terdengar bergetar, satu bukti bahwa dia sedang menahan guncangan
hati sekuatnya, tapi tak urung air matanya mengalir juga.
Siau Po melanjutkan ceritanya, Dia menjelaskan seperti apa yang didengarnya, yakni
kedua permaisuri Toan Keng honghou dan Hau Kong honghou mati akibat pukulan
"Hoa-kut bian ciang." Demikian pula dengan putera Toan keng honghou, pangeran
Yong Cin ong serta selir Tang Gok ceng-hui, serta bagaimana mayat mereka diperiksa
sebagaimana permintaan Hay kongkong.
Setelah itu Hay kongkong berangkat ke Ngo Tay san untuk menyampaikan berita
tersebut kepada kaisar Sun Ti. itulah sebabnya kaisar Sun Ti memerintahkan Hay
kongkong pulang ke istana untuk mengadakan penyelidikan lebih lanjut.
Kemudian Siau Po juga menjelaskan jalannya pertempuran yang berlangsung antara
thayhou dan Hay kongkong, Tentu saja dia tidak sudi mengaku bahwa Hay kongkong
mati di tangannya, Dia hanya mengatakan bahwa mata Hay kongkong sudah buta.
Karena itu dia tidak dapat melawan ibu suri sehingga berhasil dibunuhnya.
Raja berdiam diri sambil memikirkan keseluruhan cerita itu. Dia juga berusaha
menenangkan hatinya agar bisa berpikir dengan kepala dingin, Beberapa kali dia
mengajukan pertanyaan yang semuanya dijawab dengan jelas oleh Siau Po. Akhirnya
dia menarik kesimpulan bahwa Siau Kui cu tidak mungkin membohonginya.
"Sekarang aku tanya lagi kepadamu," kata kaisar Kong Hi kemudian, "Mengapa
sampai hari ini baru kau menceritakan semuanya kepadaku?"
"Urusan ini besar sekali, mana mungkin aku berani lancang mengingatkannya ?"
sahut Siau Po. Dia bicara seenaknya seakan menghadapi seorang teman saja.
"Lagipula besok pagi aku akan kabur meninggalkan istana ini dan untuk selamanya aku
tidak akan kembali lagi!" Siau Po bicara terus terang tanpa kepalang tanggung.
Raja merasa heran. "Eh, kau ingin meninggalkan istana?" tanyanya, "Kenapa" Apakah kau takut akan
dicelakai oleh thayhou?"
"Biarlah aku bicara terus terang kepadamu,"
Kata Siau Po yang secara tidak langsung menjawab.
Pertanyaan kaisar Kong Hi itu. "Tahukah kau siapa kiongli (dayang) yang mati di Culeng
kiong" Dia adalah seorang dayang palsu, sebenarnya dia seorang laki-laki, bahkan
masih suhengnya ibu suri sendiri!"
Raja tertegun Dia merasa heran sekali, Sekarang dia baru mengetahui bahwa
ayahandanya kaisar Sun Ti masih belum mati, Hau Kong honghou atau ibu kandungnya
sendiri justru mati di tangan thayhou, Dan sekarang dia mendengar tentang seorang
dayang yang ternyata seorang laki-laki. Semua ini benar-benar aneh baginya!
"Bagaimana kau bisa mengetahui hal itu?" tanyanya kemudian.
"Malam itu, seperti apa yang kuceritakan tadi, aku telah mendengar pembicaraan
antara Hay kongkong dan ibu suri," sahut Siau Po. "Meskipun aku berusaha
menutupinya, thayhou tetap curiga, Berutang kali thayhou berusaha membunuh aku."
Kemudian Siau Po menceritakan bagaimana thayhou telah menitahkan Sui Tong lalu
Liu Yan dan beberapa orang thay-kam untuk menawan dan membunuhnya, Dia juga
menceritakan bagaimana dia mencuri dengar pembicaraan thayhou dalam kamarnya
dengan seorang pria, Bagaimana keduanya berselisih mulut dan ternyata dia adalah
seorang dayang palsu atau seorang laki-laki yang menyaru sebagai dayang dan
akhirnya setelah melalui suatu perkelahian yang sengit, thayhou berhasil
membunuhnya, namun ibu suri sendiri pun terluka.
Dalam hal ini, Siau Po bicara hal yang sebenarnya, kecuali ada beberapa bagian
yang ia hilangkan. Dia tidak menceritakan perihal To kionggo. Dia juga tidak mengakui
soal Liu Yan dan Sui Tong yang mati di tangannya, Apalagi persoalan kitab Si Cap Ji
Cin-keng yang telah diambil alih olehnya.
Untuk sesaat kaisar Kong Hi berdiam diri, otaknya terus bekerja, Dia bingung
mendengar sepak terjang ibu suri yang biasanya ia hormati dan sayangi, Kalau menilik
cerita Siau Po, seharusnya ibu tirinya itu kejam dan jahat sekali.
"Benarkah dayang itu suhengnya ibu suri?" ta nya nya kemudian "Mungkinkah ada
orang lain yan mendalangi perbuatan thayhou" Kalau meman ada, siapa kira-kira orang
di balik layar itu?"
Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu," sahutnya, "Aku benar-benar tidak dapat menerkanya."
"Sekarang pergilah kau panggilkan To Lung kemari!" kata kaisar Kong Hi
memerintahkan. "Baik!" sahut Siau Po yang langsung berlalu. Di dalam hati dia justru berpikir
"Mungkin raja akan berbentrok dengan ibu suri, Dia memanggil To Lung untuk
membekuk si nenek sihir dan memenggal lehernya, Bagaimana dengan aku"
Sebaiknya aku cepat-cepat meninggalkan tempat ini atau menunggu lagi untuk
memberikan bantuan kepada raja?"
Sementara itu To Lung sedang berduka dan bingung, Di dalam istana sudah
berulang kali terjadi peristiwa yang hebat dan dialah yang harus bertanggung jawab,
Celaka kalau sampai jabatannya copot apalagi batang lehernya putus, Dia terkejut
setengah mati ketika mengetahui raja memanggilnya, dengan perasaan kurang tenang
dia datang juga menghadap junjungannya.
Begitu sampai di kamar tidur raja, kaisar Kong Hi langsung berkata kepada pemimpin
barisan pengawalnya itu. "Di keraton Cu-leng kiong sudah aman. sekarang juga kau tarik seluruh penjagaan
barisan siwi dari tempat itu. Thayhou merasa kesal dan pusing mendengar banyak siwi
yang berkumpul di sana!"
"Baik!" sahut To lung, Diam-diam dia merasa senang, Tadinya dia mengira panggilan
raja adalah akan menegurnya. Dia segera mengundurkan diri untuk melaksanakan
perintah Sri Baginda. Pikiran kaisar Kong Hi masih terus berputar. Dia ragu-ragu mengambil tindakan
sementara itu, thay-kam gadungan kesayangannya juga sedang bimbang, apakah
sebaiknya dia menetap di istana atau segera melarikan diri"
Setelah sekian lama, kaisar Kong Hi merasa seluruh barisan siwi sudah ditarik dari
keraton Cu-leng kiong, Dia segera berkata kepada Siau Po.
"Siau Kui cu, mari kau ikut aku ke keraton Cu-leng kiong, Malam ini kita akan
mengadakan penyelidikan secara diam-diam."
"0h... Kau mau pergi sendiri?" tanya Siau Po.
Hubungan kedua orang ini memang sudah seperti sahabat karib,
"lya," sahut raja, Dia menganggap urusan ini sangat besar dan dia tidak dapat
mempercayai keterangan seorang thay-kam begitu saja. walaupun thay-kam itu adalah
Siau Kui cu yang sangat disayanginya. Dia masih dilanda kebimbangan, sebab selama
ini dia merasa sikap thayhou terhadapnya sangat baik. Mungkinkah dia dapat
melakukan semua perbuatan ini" Baginya, penyelidikan di malam hari dan secara diamdiam
adalah cara yang paling tepat untuk membuktikan semuanya.
Dia juga ingin mencoba kepandaiannya, Dia ingin mencicipi bagaimana rasanya
menjadi "Ya heng-jin" (Orang yang mengendap-endap di malam hari) seperti yang biasa
dilakukan oleh orang-orang dunia kangouw,
"Tapi," tukas Siau Po. "Thayhou sudah membunuh suhengnya itu. sekarang dia pasti
sedang tidur atau mungkin sedang mengobati lukanya, Apa yang bisa kita selidiki?"
"Kalau kita tidak menyelidiki dari mana kita bisa mendapat penjelasan tentang semua
ini?" kata Raja. Siau Po terdiam, Dia bersedia mengikuti junjungannya itu.
Kaisar Kong Hi segera berdandan, Selain baju yang singset, dia pun memakai
sepatunya yang ringan, itulah pakaian yang selalu dipakainya dulu ketika masih berlatih
silat dengan Siau Po. Selesai berpakaian, mereka keluar dari pintu samping da terus
menuju keraton Cu-leng kiong.
Beberapa orang siwi dan thay-kam melihat kemunculan sang raja, Mereka langsung
mengiringi. "Semua diam di tempat!" kata raja dengan suara berwibawa, "Siapa pun tidak boleh
sembarangan bergerak!"
Ucapannya merupakan firman atau perintah seorang kaisar Para thay-kam dan siwisiwi


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu langsung berdiri tegak dan tidak ada seorang pun yang berani mengikuti lagi.
Kaisar mengajak Siau Po berjalan terus sampai di taman keraton Cu-leng kiong,
Suasana di tempat itu sunyi sekali. Tidak terlihat seorang pengawal atau thay-kam.
Dengan mengendap-endap, raja menghampiri jendela kamar ibu suri, Di sana dia
memasang telinga, Dari dalam terdengar suara batuk-batuk ibu suri.
Hati kaisar Kong Hi berdebaran, itulah suara ibu tirinya, Dia merasa bingung juga.
Dia penasaran mengingat kekejaman dan kejahatan thayhou, tapi dia juga sedih dan
kasihan mendengar suara batuk-batuk itu, yang menandakan penderitaannya.
Dua macam perasaan yang berbeda berkecamuk dalam hati kaisar Kong hi. Antara
benci dan sayang, Rasanya dia ingin masuk ke dalam kamar itu untuk memeluk dan
menanyakan keadaannya, Di lain pihak, dia juga ingin menerjang ke dalam untuk
menanyakan kebenaran yang didengarnya tentang segala perbuatan thayhou yang
kejam dan jahat, Dia ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi atas diri ayah kandung dan
ibu kandungnya" Di satu pihak, dia juga berharap apa yang dikatakan Siau Po adalah kebohongan
belaka. Namun ada juga terselip perasaan bahwa ingin apa yang dikatakan Siau Po
adalah hal yang sebenarnya, Demikianlah untuk sesaat dia dilanda dua macam
keinginan yang terus bertentangan
Di dalam kamar thayhou, penerangan belum dipadamkan Cahaya lilin bergoyangan
Sebentar gelap, sebentar terang.
Raja tidak perlu memasang telinga terlalu dalam Dia mendengar suara seorang
perempuan. "Thayhou, hamba telah selesai menjahit...."
"Oh!" seru ibu suri, "Ma... yat., nya dayang itu,., kau masukkan ke dalam kantung...."
"Baik, thayhou," sahut perempuan itu. Dapat dipastikan bahwa dia juga seorang
dayang. "Bagaimana dengan mayatnya thay-kam itu?"
"Kau gila!" bentak thayhou, "Aku menyuruh kau mengurus mayat dayang itu
mengapa kau menyebut-nyebut soal mayatnya thay-kam?"
"Baik, baik thayhou," sahut si dayang berkali-kali, kemudian terdengar suara seperti
benda berat yang digeser.
Raja ingin melihat. Kalau tadinya dia hany memasang telinga, sekarang dia
mengintai. Tadinya dia tidak berani melihat ke dalam, karena sebaga seorang raja,
perbuatan itu tidak pantas, Tapi ternyata dia tidak dapat melihat apa-apa. Semua sela
jendela ditempel dengan kertas sehingga tertutup rapat.
"Bagaimana baiknya sekarang" Biar bagaimana, aku ingin melihatnya," katanya
dalam hati. Akhirnya dia mengambil keputusan untuk melakukan tindakan seperti yang biasa
diambil oleh orang-orang kangouw bila ingin melakukan pengintaian yakni dengan
membasahi telunjuk dengan air ludah dan kemudian ditusukkan pada kertas jendela
sehingga koyak dan terbentuk lubang.
Raja langsung bekerja, Tidak lama kemudian hasilnya sudah terlihat Di depan
matanya terlihat sebuah sela kecil. Dari sana dia dapat mengintai ke dalam, usahanya
pun tidak menimbulkan suara apa-apa.
Apa yang terlihat olehnya"
Tempat tidur thayhou tertutup dengan kelambu sehingga tubuh thayhou tidak terlihat
sebaliknya di depan tampak seorang dayang yang usianya masih muda sekali sedang
berusaha memasukkan sesosok mayat ke dalam sebuah kantong besar.
Mayat itu mengenakan pakaian yang sama seperti dayang tersebut, tetapi kepalanya
gundul plontos tanpa sehelai rambut pun,
Setelah memasukkan mayat itu ke dalam kantong, si dayang mengambil sebuah
rambut palsu yang sejak tadi tergeletak di lantai, Mula-mula dia agak ragu, tapi
akhirnya dia melemparkan rambut palsu itu juga ke dalam kantong berisi mayat.
"Thayhou, sudah selesai." katanya kemudian dengan suara perlahan.
"Apakah siwi di luar sudah pergi semua?" tanya thayhou, "Aku seperti mendengar
suara orang...." Dayang itu menuju pintu dan melongok keluar
"Sudah pergi semuanya," katanya melaporkan "Di luar tidak ada sepotong manusia
pun...." "Kau bawa kantong ini ke tepi kolam," kata thayhou menitahkan "Nanti kau masukkan
empat potong batu besar ke dalamnya, kemudian kau ikat mulut kantong itu dengan tali
yang kuat, lalu kau.,." kembali thayhou terbatuk-batuk, "Kau dorong kantong itu agar
tenggelam ke dasar koIam..."
"Baik, thayhou," sahut dayang itu, Kali ini suaranya gemetar, menandakan hatinya
yang ketakutan. "Setelah kantong itu masuk ke dalam air, kau timbun bagian atasnya dengan tanah
agar tidak kelihatan!" kata thayhou lagi.
"Baik, thayhou," sahut dayang itu, ia langsung menarik kantong mayat itu menuju
taman. Raja memperhatikan dalam hatinya dia berpikir.
"Siau Kui cu mengatakan bahwa dayang itu sebenarnya seorang laki-laki, ternyata
dia tidak berdusta, Agaknya di balik semua ini memang benar terselip rahasia yang
besar sekali, Kalau tidak, mengapa thayhou ingin menenggelamkan mayat itu agar
buktinya hilang?" Siau Po berada di samping raja. Tiba-tiba kaisar Kong Hi menggenggam tangannya
erat-erat. Rupanya tangan kedua-duanya sama-sama basah oleh keringat dingin saking
tegangnya hati masing-masing. Hebat sekali apa yang mereka saksikan apalagi bagi
seorang raja. Tidak lama kemudian terdengarlah suara ceburan air, lalu menyusul dengan
kembalinya si dayang ke kamar ibu suri.
Raja tidak kenal siapa adanya dayang itu. Tidak demikian dengan Siau Po. Dia tahu
dayang itu Lui cu adanya.
"Sudah beres semuanya?" tanya thayhou ingin mendapatkan keyakinan.
"Ya, thayhou," sahut Lui cu.
"Di sini tadinya ada dua sosok mayat, sekarang tinggal satu," kata thayhou, "Kalau
besok pagi ada yang menanyakannya kepadamu, bagaimana kau menjawabnya?"
"Ham... ba... hamba akan menjawab tidak tahu," sahut Lui cu gugup.
"Kau selalu mendampingi dan melayani aku, bagaimana kau bisa mengatakan tidak
tahu?" tanya ibu suri kembali.
"Iya... iya," sahut si dayang kebingungan Tampaknya dia tidak biasa berdusta.
"Apanya yang iya... iya?" bentak ibu suri gusar.
Dibentak sedemikian rupa, tiba-tiba saja kecerdasan si dayang tergugah. Dia segera
menjawab. "Hamba... melihat dayang yang sudah mati itu tiba-tiba bangun kembali, rupanya dia
hanya ter-luka, Ke... mudian dengan perlahan-lahan... dia berjalan keluar kamar Saat...
itu thayhou sedang tidur nyenyak, ham... ba tidak berani mengganggu, da... yang itu
ke... luar dari.... Cu-1eng... kiong, 1a... lu pergi entah... ke... mana...."
Thayhou menarik nafas panjang.
"Oh, begitu.,." katanya, "Amitaba.,.! Kiranya di belum mati, ia menyingkir sendiri....
Nah, bagus begitu!" "Terima kasih kepada Langit dan Bumi karena dia belum mati!" kata Lui cu yang
mengikuti nada bicara ibu suri.
Raja dan Siau Po masih mencuri dengar pembicaraan mereka. Untuk beberapa saat
keduanya berdiam diri, kamar itu menjadi sunyi, Kaisar Kon Hi menduga tentunya ibu tiri
itu sudah tidur, Diam diam raja melangkahkan kakinya untuk pulang ke kamarnya
sendiri Dia mendapatkan para siwi dan thay-kam masih berdiri tegak di tempat semula,
Di jadi tertawa melihatnya.
"Sekarang kalian bebas bergerak!" katanya.
Meskipun tertawa, nada suara raja tawar sekali. Hal ini disebabkan perasaannya
yang juga tawar sekali, Apa yang ia dengar dan saksikan di kamar thayhou merupakan
pukulan berat bagi bathinnya. Ternyata keterangan Siau Po memang benar Sepak
terjang ibu tirinya hebat sekali!
Setelah berada di dalam kamar, kaisar Kong Hi menatap kepada Siau Po yang masih
terus mengikutinya, Siau Po pun tengah memperhatikan junjungannya itu dengan hati
bertanya-tanya, Tindakan apakah kira-kira yang akan diambil raja setelah mengetahui
rahasia ibu tirinya itu"
Tiba-tiba air mata kaisar Kong Hi mengucur dengan deras.
"Thayhou... Thay... hou..." panggilnya dengan nada sedih.
Siau Po diam saja, Dia tidak tahu bagaimana harus menghibur junjungannya itu.
Raja masih berdiam diri sekian lama. Kemudian dia menepuk tangan satu kali. Dua
orang siwi segera muncul di depan pintu, Mereka memberi hormat kepada kaisar Kong
Hi lalu berdiri menunggu perintahnya.
"Ada dua urusan penting dan rahasia, kalian harus mengerjakannya," kata kaisar
Kong Hi kepada kedua pengawalnya itu. "Kalian harus ingat, rahasia ini jangan
sekalisekali sampai bocor! Di dalam taman Cu-leng kiong, di dasar kolam teratai ada sebuah
kantong yang besar sekali, Kantong itu harus kalian angkat dan bawa kemari. Kalian
harus bekerja dengan hati-hati, jangan menimbulkan suara berisik. Thayhou sedang
tidur, jagalah jangan sampai beliau mendusin. Kalau hal itu sampai terjadi, awas batang
leher kalian!" Kedua orang siwi itu menerima baik perintah tersebut Setelah memberi hormat,
keduanya langsung mengundurkan diri.
Kaisar Kong Hi duduk di atas tempat tidur, otaknya masih terus bekerja. Tentu
hatinya masih belum tenang juga, Dia menantikan hasil kerja kedua orang siwi itu
dengan berdiam diri. Tidak lama kemudian, kedua siwi itu muncul kembali. Mereka menggotong sebuah
kantong yang basah kuyup dan airnya masih terus menetes. Kantong itu diletakkan di
depan kamar. "Apakah thayhou kaget atau terjaga?" tanya kaisar Kong Hi. Hal itulah yang selalu
dikhawatirkan nya sejak tadi.
"Tidak! Hamba tidak berani menyebabkan hal itu terjadi!" sahut kedua pengawal itu.
Kaisar Kong Hi mengangguk
"Baik! sekarang bawalah kantong itu ke dalam!" perintah itu segera dilaksanakan.
"Sekarang kalian boleh pergi!" kata raja menitahkan,
Kedua siwi itu langsung mengundurkan diri, Siau Po segera menutup pintu, Tidak
lupa di menguncinya, Setelah itu dibukanya ikatan kanton tersebut dan dengan berani ia
menarik keluar mayatnya. Mayat itu berkepala licin, demikian pula wajahnya, Tidak ada sehelai rambut atau
cambangpun, tetapi ada bayangan hitam dari bekas cukurannya dan di tenggorokannya
juga ada tonjolan sebagaimana biasanya kaum pria, Dadanya rata, Tidak perlu
diragukan lagi dia memang seorang laki-laki, bahkan tubuhnya berotot keras dan jeriji
tangannya kasar-kasar. Hal ini membuktikan dia pandai ilmu silat, Kalau ditilik dari wajahnya, tampaknya
belum lama dia menyaru sebagai dayang dalam istana, kalau tidak, rahasianya pasti
sudah lama terbongkar. Kaisar Kong Hi sangat teliti, Dia menghunus golok di pinggangnya dan digunakannya
untuk mengoyak celana orang itu. Setelah melihat dengan jelas, hawa amarahnya
langsung meluap. Meskipun yang dihadapinya hanya sesosok mayat, namun dia
melampiaskan kemarahannya dengan membacoknya berkali-kali. Sekejap kemudian
bagian dada dan pinggang mayat itu tidak karuan lagi bentuknya.
"Thayhou.,." Siau Po ingin mengatakan sesuatu melihat kemarahan junjungannya itu.
"Thayhou apa?" kata kaisar Kong Hi dengan nada gusar "perempuan hina itu sudah
mencelakai ibu kandungku sampai mati, dia juga menyebabkan ayahandaku
meninggalkan istana ini. perbuatan busuknya benar-benar mengotori istana, Dia
benarbenar jahat! A... ku ingin membacoknya ratusan kali, Seluruh keluarganya harus
dibunuh!" Siau Po menghela nafas, Dia terdiam namun hatinya lega, Biar bagaimana, perasaan
jerinya terhadap ibu suri tetap ada. sekarang lain, Dia berpikir dalam hati.
"Sekarang raja tidak mengakui thayhou sebagai ibunya lagi, Karena itu, walaupun
thayhou akan mengambil tindakan yang bagaimana busuknya sekalipun asal aku
mengetahuinya, tidak mungkin raja akan membunuhku untuk menutup mulutku ini...."
Saking sengitnya, raja masih membacok mayat itu beberapa kali. Bahkan hampir
saja dia tidak dapat menahan keinginan hatinya untuk memerintahkan beberapa siwi
menangkap ibu suri agar dihadapkan ke padanya. Untung saja di lain saat ada suatu
hal yang terlintas di benaknya.
"Ayahanda belum wafat, sekarang beliau ber ada di gunung Ngo Tay san untuk
menyucikan diri pikirnya dalam hati, "lni merupakan urusan besar yang harus
dirahasiakan Kalau rakyat sampai mengetahui hal itu, tentu akan terjadi pergolakan.
Tidak, Aku tidak boleh sembrono!" Karena itu di menoleh kepada Siau kui cu sambil
berkata, "Sia Kui cu, besok pagi-pagi, mari kita berangkat bersama ke Ngo Tay san
untuk mencari keterangan dan bukti di sana!"
"Baik, Sri Baginda!" sahut Siau Po. Hatinya senang sekali. Baginya perjalanan itu
seperti pesiar saja. LagipuIa, keselamatannya di luar lebih terjamin daripada berada
dalam istana. Raja berkata demikian hanya mengikuti suara hatinya saja. Sesaat kemudian, dia
berpikir lain, Ketelitiannya dapat membuatnya berpikir jauh, Dia sadar bahwa dia tidak
bisa pergi berdua saja dengan Siau Po. Kalau dia pergi secara terang-terangan, tentu
banyak hal yang harus dipersiapkan Para menteri dan pembesar di setiap kota harus
mengetahuinya, dengan demikian mereka bisa mengatur penyambutan terutama demi
menjaga keselamatannya. Tapi, yang terpenting adalah masalah di kota-raja sendiri. Dia masih muda sekali,
Tidak semua menteri setia kepadanya, Bagaimana kalau di saat dirinya sedang
melakukan perjalanan lalu thayhou menggunakan kesempatan ini untuk merampas
kedudukannya dan mahkotanya dicopot" Lalu, bagaimana seandainya ia tidak berhasil
menemukan ayahandanya di Ngo Tay san" Apakah ayahnya itu benar-benar masih
hidup atau sudah mati" Kalau dia sampai gagal menemukan ayahnya, sedangkan hal
ini sudah terbuka, bukankah dia akan menjadi bahan tertawaan" Setelah berpikir
boIakbalik, akhirnya dia menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Siau kui cu!" katanya yang masih memanggil "Siau Kui cu pada sahabatnya
itu, "Aku tidak bisa meninggalkan kotaraja, sebaiknya kau pergi saja sendiri!"
Siau Po heran, hatinya agak kecewa.
"Aku sendirian?" tanyanya.
"lya, kau sendiri saja," kata kaisar Kong Hi tegas, "Kau lakukan penyelidikan untuk
mendapatkan kepastian bahwa ayahku benar-benar masi hidup dan sedang
menyucikan diri di gunung Ng Tay san, Aku harus di sini untuk memperkokoh
kedudukanku. Aku harus bersiap menghadapi perempuan hina yang jahat itu! Setelah
kau mendapatkan hasil dan kedudukanku di sini sudah cukup aman dan kuat, barulah
kita pergi bersama!"
Siau Po berpikir cepat. Usul raja itu memang cukup bagus, Tampaknya raja sudah
bertekad untuk menentang ibu suri.
"Ada baiknya kita bekerja masing-masing," pikirnya, Karena itu dia segera
menganggukkan kepalanya, "Baik! Aku akan pergi ke Ngo Tay san!"
"Ada sebuah aturan dalam kerajaan Ceng, seorang thay-kam tidak bisa
meninggalkan istana se orang diri, kecuali secara resmi atau ikut bersama ku. Tapi,
Siau kui cu, sekarang kau berbeda, karena kau bukan thay-kam, Kau boleh pergi, asal
buka sebagai seorang thay-kam, sebaiknya kau berdanda sebagai siwi saja, Hal ini
mungkin menimbulkan pertanyaan dan kecurigaan orang-orang dalam istana, Karena
selama ini kau dikenal mereka sebagai thay-kam, Bagaimana baiknya sekarang?"
Raja termenung sejenak, kemudian baru di berkata lagi: "Begini saja, Siau kui cu,
akan kujelaskan pada orang-orang bahwa demi membunuh Go Pay, aku
menugaskanmu agar menyamar sebagai thay-kam, sekarang tugasmu sudah selesai,
kau tidak perlu menjadi thay-kam lagi, Siau kui cu, sebaiknya setelah ini kau rajin
belajar ilmu surat agar kelak aku bisa menghadiahkan kau pangkat yang tinggi!"
Siau Po tertawa. "Baik!" serunya, "Bagus sih bagus! Tapi setiap kali melihat buku, kepalaku langsung
jadi pusing!" Raja pun tersenyum, Dia segera duduk di meja dan mengeluarkan kertas serta alat
tulisnya untuk membuat surat pada ayahnya, Dia ingin menjelaskan bahwa bukan
dirinya tidak berbakti (put hau), tapi sampai sekarang ia baru mengetahui bahwa
ayahnya masih hidup dan menetap di gunung Ngo Tay san. Keterangan itu membuat
hatinya senang sekali, karenanya dia berjanji akan mengatur persiapan untuk
menyambut kepulangan ayahnya ke kotaraja, Dengan demikian mereka ayah dan anak
dapat berkumpul bersama-sama lagi."
"Siau kui cu, kau harus berhati-hati," pesan kaisar Kong Hi ketika menyerahkan surat
itu kepada Siau Po. "Kalau surat ini sampai terjatuh ke tangan orang, kemungkinan kau
akan diringkus dan dibunuh...."
"Aku mengerti!" sahut Siau Po.
Raja mengambil sehelai kertas lagi kemudian menulis kembali, Bunyinya begini:
"Diperintahkan kepada Wi Siau-po, Gi-cian siwi hu congkoan yang dihadiahkan baju
Ma kwa kuning untuk pergi ke gunung Ngo Tay san dan sekitarnya untuk melakukan
tugas kenegaraan, Semua pembesar setempat sipil dan militer harus bersedia
menerima segala titahnya.
Firman atas nama kaisar Kong Hi.
Selesai menulis, raja menyerahkan surat pengangkatannya pada Siau Po dan
berkata sambil tertawa: "Aku memberimu sebuah pangkat. Nah, kau lihat sendiri, pangkat apa itu?"
Siau Po menyambuti kertas itu dan membelalakkan matanya untuk membaca surat
itu. Tidak, di hanya melihat, bukan membaca! Sebab yang dikenalnya hanya beberapa


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

huruf seperti Ng (lima), san (gunung), It (satu) dan Bun (sipil lainnya tidak, Karena
itu dia menggelengkan kepalanya sambil menyahut.
"Aku tidak tahu pangkat apa. Tapi karena kau yang menganugerahkan, tentunya
pangkat ini tidak rendah, bukan?"
Raja tertawa, kemudian dia membacakan firmannya, Mendengar apa yang tertulis di
dala kertas itu. Siau Po menjulurkan lidahnya.
"Oh! pangkat Gi-cian siwi hu congkoan?" katanya. "Sungguh hebat! Sungguh hebat!
Malah aku mengenakan baju Ma kwa kuning!"
Pangkat yang diberikan raja adalah Pemimpin muda dari pasukan pengawal pribadi
kaisar. Raja tersenyum dan berkata.
"Walaupun To Lung menjadi congkoan, tapi dia tidak dianugerahkan baju Ma kwa
kuning, sedangkan kau, bila kau berhasil menjalankan tugasmu dengan baik,
sekembalinya nanti, pangkatmu akan kunaikkan lagi, Sayang sekali usiamu masih
terlalu muda, karena itu rasanya tidak pantas kau menjadi menteri Tapi biarlah urusan
itu kita bicarakan lagi perlahan-lahan bila kau sudah kembali nanti!"
"Bagiku sendiri, pangkat tinggi atau rendah sama saja," sahut Siau Po. Dia memang
pandai bicara dan berotak encer "Bagiku sudah lebih dari cukup kalau aku bisa
senantiasa mengikutimu."
Di dalam hatinya kaisar Kong Hi senang sekali mendengar ucapan hambanya itu.
"Kau harus berhati-hati dengan kepergianmu ini," kata kaisar Kong Hi. "Semua
gerak-gerikmu harus dirahasiakan. Mengenai firmanku ini bila tidak dalam keadaan
terpaksa, jangan kau perlihatkan pada siapa pun! Nah, kau pergilah!"
Siau Po mengucapkan terima kasih, dia memberikan janjinya, Setelah itu dia
memberi hormat dan memohon diri. Ketika kembali ke kamarnya di mana kedua nona
Bhok dan nona Pui bersembunyi dia berpikir.
"Tentu mereka memikirkan aku sampai bingung dan khawatir...."
Tatkala itu fajar sudah mulai menyingsing. sampai di kamarnya, Siau Po mendorong
pintu perlahan-lahan. Dia segera melihat kedua nona itu sedang duduk berdampingan
dengan punggung menyandar tembok, Pui Ie tidak tidur.
"Oh, kau sudah kembali!" sapanya.
"Bagus sekali, selamat!" kata Siau Po tanpa menjawab kata-kata gadis itu. "Mari kita
keluar dari tempat ini sekarang juga!"
Berbeda dengan Pui Ie, Kiam Peng sedang tertidur pulas. Mendengar suara orang,
dia membuka matanya sambil berkata.
"Kau tahu, suci merasa khawatir sekali, dia takut kau menghadapi ancaman
bahaya..." "Tidak apa-apa, tak ada bahaya apa-apa," sahut Siau Po.
Pada saat itu terdengar suara bunyi genta sebagai tanda pintu istana telah dibuka
dan ratusan pembesar sipil maupun menteri-menteri hadir seperti biasanya untuk
memberi hormat dan mengikuti rapat umum bersama Sri Baginda setiap paginya.
Siau Po mendengar suara itu, tapi dia tidak memperdulikannya, Dia malah
menyalakan lilin sehingga keadaan kamar menjadi terang dan dia dapat melihat wajah
kedua nona itu, Dandanan mereka, benar-benar sempurna.
"Kalian berdua terlalu cantik," katanya, "Sebaiknya wajah kalian diolesi tanah sedikit
agar tidak terlalu putih!"
Kiam Peng kurang setuju dengan saran Siau Po, tapi Pui Ie langsung mencoret tanah
dan mengolesi wajahnya sendiri, terpaksa Kiam Peng pun mengikuti kelakuannya,
Dengah demikian rona wajah mereka jadi agak gelap.
Siau Po membungkus ketiga kitab Si Cap Ji cin-keng menjadi satu kemudian dia
mengeluarkan tusuk konde perak dan menyerahkannya kepada Pui Ie.
"Bukankah ini tusuk konde yang kau maksudkan?"
Pui Ie jadi terharu sehingga wajahnya menjadi merah, cepat-cepat ia berpaling ke
arah lain. Siau Po tersenyum. "Sebenarnya tidak ada bahayanya sama sekali," katanya, sedangkan dalam hatinya
dia berkata, ini yang dinamakan, berbuat baik mendapat pembalasan yang baik pula,
Kalau aku tidak pergi mengambil tusuk konde ini, mana mungkin aku mendapat hadiah
baju Ma kwa kuning seperti sekarang?"
Siau Po segera mengajak kedua kawannya meninggalkan istana, Mereka keluar Sinbu
mui, yakni pintu belakang kota terlarang, Ci-kiam sia.
Tatkala itu hari baru mulai terang, cuaca masih suram, penjaga kota melihat yang
keluar adalah Siau kui cu bersama dua orang thay-kam lainnya. Dia tidak berani
mencegah, bahkan bertanya pun tidak, Malah dia bersikap mengambil hati Siau Po
yang dia tahu merupakan thay-kam kesayangan raja, Dengan demikian, tanpa menemui
kesulitan sedikitpun mereka berhasil keluar dari Ci-kiam sia.
Setelah berjalan belasan tombak, Pui Ie menoleh ke belakang, kemudian dia menarik
nafas lega. Banyak yang dipikirkannya, sejak menyerbu ke dalam istana, dia telah
Pendekar Cacad 2 Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Seruling Perak Sepasang Walet 9

Cari Blog Ini