Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 31
Po dan berkata, "Sekarang kau boleh mundur dahulu dan kau dapat beristirahat!"
sedangkan pada sang imam ia berpesan, "Kau sendiri yang menilik padanya, jaga
jangan sampai ada orang yang mencelakainya tetapi jangan pula dia kelayaban
sembarangan! Anak ini sangat cerdik dan licin, jaga dengan perhatian yang istimewa...."
Bu Kin menjawab, "Ya!" dan seterusnya ia membungkuk lalu pergi.
Demikianlah seterusnya Bu Kin mengikuti terus ke mana Siau Po pergi dan memberi
kamar hingga mereka berdua selalu dapat matahari, perahu di kasi jalan kearah utara.
Selama hari pertama Siau Po selalu mengharapkan untuk bertemu dengan Sie Long
atau dengan yang lainnya, atau pasukannya agar ia dapat ditoIong. akan tetapi setelah
itu ia menjadi sangat putus asa, tidak pernah ia bertemu dengan siapa saja dari
pihaknya itu. "Omonganmu dapat dipercaya oleh Kauwcu dan juga Hujin, sekarang tinggal aku
memerintahkan pasukan perang untuk menghujani Sin Liong To dengan peluru. Syukur
aku tak langsung membinasakan Kauwcu, Dan kapal ini melaju ke utara mungkin
tujuannya itu Liauw-tong?" pikir Siau Po kemudian.
Lalu Siau Po bertanya pada Bu Kin, tetapi yang ditanya menjawab dengan semaunya
saja. Beberapa kali Siau Po menanyakan hal yang lainnya, tetapi mendapatkan
jawaban yang tidak enak didengar.
Akhirnya pada suatu saat orang itu memberitahukannya.
"Kouwcu melarangku berbicara denganmu." katanya.
Siau Po hilang kegembiraannya, ia pun dilarang untuk ke luar kamar ia senantiasa
menerka-nerka saja, apa yang akan kaucu lakukan pada dirinya, ia selalu berpikir jalan
apa yang akan di ambil untuk meloloskan diri.
Kemudian Siau Po ingat akan sesuatu.
"Aku ditawan karena Phui Ie, apakah sekarang aku dapat meloloskan diri dari sini"
sekarang jika aku dapat lolos dari sini aku tak akan berpaling lagi dengannya walaupun
untuk sekali saja, Sudah dua kali aku dipermainkannya, Tak akan aku mencuranginya
untuk yang kesekian kalinya.,." kata Siau Po dalam hati.
Akan tetapi jika ia membayangi wajah manis dan cantiknya itu, hati Siau Po menjadi
luluh juga. Kapal musuh saja mengarah ke utara, angin semakin dingin pula, Bu Kin mempunyai
tenaga dalam yang mahir sehingga ia tak merasakan menderita dari udara yang dingin
itu, Akan tetapi Siau Po tidak demikian, ia merasakan kedinginan yang amat sangat.
Pada suatu hari muncullah angin yang besar, membuat udara tambah membekukan,
di saat lain turunlah hujan salju.
"Kali ini aku akan mati kedinginan!" kata Siau Po dalam hati.
"Kakak So Ngo To pernah menghadiahkan padaku baju dari kulit binatang Tiauw,
sayang barang itu aku tinggalkan dalam markasku, Coba aku tahu Phui Ie akan
mengakali aku, pasti kali ini aku sudah merangkulnya secara terus-terusan hingga aku
tak akan kedinginan! Oh, Pek Liong Su! Benarkah kau menjadi begini bijak?" kata Siau
Po dalam hati. "Ah!" pikirnya, "Aku gila, Kalau aku tahu Phui Ie akan mengakali, aku tak akan
menjadi seperti ini" sekalipun Sin Long kaucu dan semua memiliki ilmu silat yang
sangat lihay, tak bakal mereka mampu menyerbu aku di pulau Tong Kit To..."
Kapal berlayar terus sampai tengah malam, tiba-tiba Siau Po mendengar suara
nyaring berulang-ulang, mulanya ia heran sampai ia teringat, itulah es di tengah laut
yang saling bertabrakan. "Ah, celaka!" serunya, "Bagaimana kalau kapal ini terhadang es di tengah laut ini?"
"Di tengah laut air tak dapat beku," kata Bu Kin Tojin, "Kita pun bakal segera
mendarat." "Apakah kita telah sampai di Liauw Tong?" tanya Siau Po.
"Hm!" bersuara dingin si imam, yang terus tutup mulut.
Keesokan paginya, sewaktu Siau Po membuka jendelanya, di depannya tampak
putih seluruhnya, itulah es air laut yang beku. Dari kejauhan tampak daratan, Di sana
kapal menuju dan berlabuh di waktu sore.
Walaupun Bu Kin berkata bahwa mereka akan segera mendarat dan jangkar telah
diturunkan tetapi baru keesokkan paginya mereka benar-benar turun ke darat.
Malam itu otak Siau Po terus berputar. Dia memikirkan nasibnya, sebab dia masih
belum mengetahui keputusan terakhir dari Hong kaucu terhadap dirinya, Sia-sia belaka
dia menduga-duga, Apakah ketua itu percaya penuh dengan keterangannya" Dia akan
dihukum atau di bebaskan" Dan apa maunya Hong kaucu mendatangi tempat seperti
ini" Setelah letih menguras otaknya, Siau Po tertidur pulas, Dia bermimpi Pui Ie duduk di
sisinya, Dia segera merangkul gadis itu dan nona itu berkata.
"Hush! jangan bercanda!"
"lstriku, aku memang hendak bergurau denganmu!" sahutnya.
Masih dalam mimpinya, Siau Po merasa Pui Ie meronta-ronta, lalu seperti setengah
sadar setengah tidur, Siau Po mendengar seseorang berkata kepadanya.
"Siangkong, ayo cepat kita pergi!" Dia mengenali suara itu sebagai suara Song Ji.
Terkejut sekali hati Siau Po, dia langsung terjaga, Tapi dia benar-benar merasa ada
seseorang yang memeluk tubuhnya. Tubuh orang itu sendiri lunak sekali, Hanya saja
karena keadaan sangat gelap, dia tidak dapat melihat dengan jelas wajah orang itu. Dia
menduga-duga, kemungkinan nona Pui atau Hong hujin.
Di atas kapal perang itu, setahunya hanya ada dua orang perempuan, si nona dan si
nyonya ketua. - Ah, perduli amat dia Pui Ie atau Hong hujin, lebih baik aku cium dulu dia satu
kali... - pikirnya dalam hati, Dia segera membalikkan tubuhnya untuk mencium pipi orang itu.
perempuan itu tertawa kecil, dia memaling wajahnya.
Mendengar suara tawa itu, Siau Po segera yakin bahwa yang datang memang Song
Ji. Dia menjadi girang berbareng terkejut juga heran.
"Eh, Song Ji?" tanyanya, "Bagaimana caranya kau bisa sampai ke mari?"
"Ayo cepat kita pergi!" sahut Song Ji. "Urusan lainnya kita bicarakan nanti saja."
Siau Po seperti lupa daratan, dia tertawa puIa.
"Aku dingin sekali, seluruh tubuhku terasa beku." katanya, "Mari masuk ke dalam
selimutku!" "Aih, Siangkong!" terdengar Song Ji mengeluh, "Siangkong yang baik, kalau kau
ingin bergurau, tunggulah sampai kita sudah berada di tempat yang aman! Apakah
Siangkong lupa tempat apa ini?"
Siau Po mempererat rangkulannya pada tubuh yang lunak itu.
"Ke mana kita akan pergi menyingkir?" tanyanya.
"Ke belakang perahu." sahut Song Ji. "Di sana kita mencari perahu kecil untuk
melarikan diri. sesampainya di tepian, walaupun ada orang yang memergoki kita, tidak
mungkin mereka sempat mengejar kita lagi dan kita pun tidak akan tertawan."
"Bagus! Bagus!" seru Siau Po saking senangnya, Tiba-tiba suatu ingatan melintas
dalam benaknya, "Ah! Mana si imam?"
"Dia telah ku totok dan tak berkutik lagi." sahut si nona cilik.
Bukan main senangnya hati Siau Po. Di samping itu, dia juga kagum sekali dengan
kelihayan si nona. Song Ji menarik tangan Siau Po. Keduanya segera ke luar dari kamar, Di luar wajah
Siau Po diterpa angin kencang, Dia terkejut sekali mendapatkan hawa yang demikian
dingin. Dia segera lari kembali ke dalam kamar untuk mengambil jubah Bu Kin tojin
yang kemudian digunakannya untuk menyelimuti tubuhnya agar jangan menggigil.
Ketika itu, malam gelap sekali, Tidak tampak adanya rembulan Sebaliknya, salju
sedang turun, Hal ini membuat cuaca luar biasa dinginnya.
Setibanya di luar, sepasang muda-mudi itu memasang telinganya, Keadaan di sekitar
sunyi senyap, bahkan juru mudi pun sudah tertidur pulas, Begitu sampai di belakang
perahu, Song Ji berbisik.
"Aku turun terlebih dahulu, nanti kau menyusul, Siangkong...."
Siau Po menganggukkan kepalanya, Si nona sendiri langsung melompat turun ke
sebuah perahu kecil yang tertambat di belakang kapal Memang setiap kapal yang tidak
dapat berlabuh sampai tepian sekali selalu membutuhkan perahu kecil untuk
menurunkan dan mendaratkan para penumpangnya. Perahu-perahu kecil itu juga dapat
digunakan sebagai sarana penyelamatan diri apa bila kapal yang ditumpangi karam
terhajar badai misalnya. Tubuh Song Ji ringan sekaIi. Dia dapat tiba di depan perahu tanpa meninggalkan
suara sedikit pun. Siau Po melongok ke bawah, Gelap seluruhnya sehingga hatinya agak gentar Tetapi
dia dapat melompat turun juga. Di perahu kecil Si nona menyambutinya sehingga
kakinya dapat mendarat tanpa menimbulkan suara.
Tepat pada saat itulah, dari atas kapal terdengar pertanyaan.
"Siapa di sana?" Itulah suaranya Hong kaucu.
Baik Siau Po maupun Song Ji terkejut sekali, walaupun keadaan di sekitar sangat
gelap, tapi mereka segera menggeser dan mendekam di lantai perahu. Mereka tidak
berani menerbitkan suara sedikit pun juga.
Segera juga dari jendela kapal tampak sinar api yang menyorot ke Iuar.
Song Ji merasa pasti Hong kaucu sudah mendengar suara bisikan mereka, Tidak
ayal lagi dia berdiri dan mengangkat pengayuh dengan maksud mengayuh perahu kecil
itu agar mereka dapat melarikan diri, Dengan demikian suara dayungnya langsung
terdengar oleh orang yang ada di atas.
"Siapa di sana?" Kembali terdengar pertanyaan yang keras, "Jangan bergerak!"
Kembali kedua muda-mudi itu terkejut Apalagi perahu mereka tidak mau maju sedikit
pun. Rupanya dalam keadaan gugup, Song Ji lupa melepaskan tambatan perahu
tersebut Karena itu, Siau Po segera memasukkan tangannya ke dalam air yang
dirasakannya dingin sekali.
Perahu kecil itu tertambat dengan rantai besi. suaranya bising sekali ketika Siau Po
mengangkatnya, Suara itu segera terdengar oleh orang-orang di atas kapal.
"Pek Liong Su lenyap!" demikian terdengar suara teriakan berulang-ulang. "Tentu dia
yang kabur! Ke mana perginya orang itu" Lekas kejar! Lekas susul!"
Dalam keadaan seperti itu, Siau Po tidak menjadi bingung. Dia segera mengeluarkan
pisau belatinya yang tajam dan dikutungkannya rantai besi yang menambat perahu
tersebut. perahu itu langsung meluncur karena Song Ji masih mengayuhnya keraskeras.
Ketika itu, Hong kaucu bersama Kho Cun cia, Ay Cun cia juga Bu Kin tojin sudah lari
ke buritan kapal Liok Kho Hian pun menyusul di belakang, Dengan bantuan sinar api,
mereka sempat melihat perahu kecil yang mengangkut Siau Po serta Song Ji melaju
pesat. Dalam sekejap mata jarak antara mereka sudah beberapa tombak.
Bukan main marahnya hati Hong kaucu, tangannya segera bergerak untuk
menyambar sepotong kayu dan digunakannya untuk menimpuk ke arah perahu kecil
dengan sekuat tenaganya. Sayangnya, walaupun tenaga dalam orang itu sudah mahir
sekali, tapi kayu itu sangat ringan. Karena itu serangannya gagal.
Hajarannya hanya mengenai air di belakang perahu sebab perahu itu sendiri keburu
melesat ke depan. Ketika itu Bu Kin tojin dan yang lainnya tidak berani turut menyerang dengan
menggunakan senjata rahasia masing-masing. Mereka masih belum tahu pikiran
ketuanya, Mereka masih takut mencelakai Siau Po.
Hal itu bisa membuat mereka menjadi sasaran amarah kalau melihat kegusaran
ketuanya sekarang ini, Sesaat kemudian mereka baru berani mulai menyerang.
Tidak ada senjata rahasia yang mengenai sepasang muda-mudi itu. perahu kecil
mereka melaju dengan pesat sehingga keduanya bebas dari ancaman maut.
"Bocah itu benar-benar licin!" teriak Kho Cuncia saking mendongkolnya, "Sedari
siang-siang aku sudah tahu dia bukan orang baik-baik, seharusnya dia ditebas batang
lehernya! Hidupnya orang itu bisa mendatangkan bencana besar bagi kita!"
Hong kauw cu memang sedang kesal dan marah. Kata Kho Cun cia seperti minyak
yang disiramkan ke atas api. Tentu saja dia mengetahui bahwa Kho Cun cia setengah
mengejeknya. Karena itu dengan tangan kirinya dia langsung menyambar bagian leher
orang itu sembari membentak.
"Lekas kau bekuk dan bawa dia kembali!" tangan kirinya itu terus diangkat sehingga
tubuh Kho Cun cia terangkat juga, sedangkan tangan kanannya digunakan untuk
menampar sebawahannya itu sambil membentak lagi, "Lekas pergi!"
Perintah itu diiringi dengan pengerahan tenaga dalam pada kedua lengannya yang
digerakkan ke depan, Dengan demikian tubuh Kho Cun cia bagaikan bola daging yang
langsung meluncur jauh ke laut, ke arah perahu Siau Po.
Song Ji terus mengayuh perahunya kuat-kuat.
"Oh, celaka!" teriak Siau Po yang samar-samar melihat datangnya serangan yang
istimewa itu. "Awas! ada peluru daging!"
Tapi, seperti juga batangan kayu dan berbagai senjata rahasia tadi, Tubuh Kho Cun
cia yang meluncur juga tidak sampai ke perahu, Dia terbanting keras ke permukaan air,
Dengan demikian air laut jadi muncrat dan terdengar suara jeburannya yang nyaring
sekali. Jarak antara perahu dan tubuh orang itu hanya beberapa kaki saja, Hal itu
membuktikan betapa kuatnya lemparan Hong kaucu tadi.
Kho Cun cia pandai berenang, Begitu tubuhnya tercebur ke dalam laut, dia segera
mengulurkan tangannya untuk menyambar perahu kecil yang maksudnya hendak
mencekalnya dan membuatnya terbalik agar karam, Tetapi Song Ji mengetahui gerakgerik
orang itu. Dia segera menghajar dengan dayungnya yang mengenai kepala orang
itu sampai Kho Cun cia merasa kesakitan dan pusing tujuh keliling, walaupun demikian,
cekalan tangannya pada perahu tidak segera di lepaskan.
Song Ji kebingungan Dia menyerang sekali lagi, Kali ini dia membuat lawannya
hampir pingsan walaupun demikian, lawannya itu masih belum melepaskan cekalannya
juga. Karena itu, Siau Po segera bertindak. Dengan pisau belatinya, dia mengutungkan
ke lima jari tangan orang itu.
Kho Cun cia kesakitan Dia tidak bisa menahannya sehingga cekalannya terpaksa
dilepaskan Hatinya panas sekali, Di samping menahan rasa sakit, mulutnya terus
mencaci maki. Song Ji tidak memperdulikan orang itu, dia terus mengayuh perahunya agar melaju
ke depan, dengan cepat dia memisahkan diri dari kapal Hong kaucu.
Siau Po menjemput sehelai papan pendek dari dasar perahu, Dia membantu si nona
mengayuh sehingga perahu itu semakin laju, Ketika melarikan diri, telinganya masih
sempat mendengar suara sayup-sayup makian dari atas kapal, rupanya Hong kaucu
sedang memaki kalang kabut.
Sesaat kemudian, suara cacian pun lenyap terbawa angin.
Siau Po menghela napas panjang, hatinya terasa agak lega, tidak seperti barusan
yang terus berdebar-debar saking tegangnya.
"Syukur kepada Langit dan Bumi! Akhirnya kita berhasil juga meloloskan diri!"
katanya. Song Ji mengayuh terus, akhirnya mereka sampai juga ke tepian Dia melompat turun
ke air yang dalamnya sebatas lutut Kemudian dia menarik perahunya ke pinggiran
sehingga menempel pada daratan Lalu dia berkata.
"Sudah cukup, Siangkong, kau boleh melompat sekarang!"
Siau Po menurut dengan menjejakkan kaki di perahunya kemudian mencelat ke
daratan. "Kita selamat!" serunya.
Song Ji tertawa. "Jangan kegirangan saja, Siangkong!" tegumya, "Mari kita menyingkir terus! Kita
harus waspada agar Hong kaucu tidak bisa menyusul kita."
Siau Po terkejut Alisnya langsung berkerut dia segera melihat ke sekitarnya, Kecuali
warna putih dari salju, bumi masih gelap, Tadi saja Song Ji tahu mereka sudah sampai
di mana karena di tepian karena perahu tidak dapat maju lagi.
"Aku sendiri tidak tahu apa nama tempat ini dan di mana letaknya?" kata Song Ji.
"Sekarang, Siangkong, arah mana yang harus kita tempuh?"
Nona ini turut membalikkan tubuhnya untuk mengawasi sekitarnya, Dia lebih
memang dalam hal ilmu silat tapi dalam hal kecerdikan, dia masih kalah di bandingkan
dengan Siau Po. Namun di saat itu, otak Siau Po sedang tumpul.
Hawa dingin bagaikan membuat otaknya menjadi beku, Rasanya sukar baginya
untuk memikirkan daya upaya.
"Dasar si Pui Ie celaka!" akhirnya dia mendamprat "Dia membuatku sengsara seperti
ini!" "Mari kita pergi!" kata Song Ji. "Dengan berjalan seluruh tubuh kita bergerak, otot
kita tak akan kaku seperti sekarang. Kita akan mendapatkan hawa hangat agar tidak terasa
begitu dingin." Siau Po menganggap pikiran itu ada benarnya. Dia menurut bahkan keduanya lantas
berjalan dengan bergandengan tangan. Namun, mereka masih merasakan penderitaan
Salju yang tebal membuat mereka sukar melangkah meskipun mereka berjalan dengan
menyeret kaki satu tindak demi satu tindak, Hal ini karena kaki mereka melesak ke
dalam salju sampai batas betis.
Dengan melawan penderitaan itu, Siau Po melangkah terus. sebelum dia mengetahui
di tempat mana dia berada, dia masih khawatir akan tersusul oleh Hong kaucu. Apalagi
jalan mereka sekarang begitu lambat dan jejak kaki mereka tertanam jelas di atas salju.
Sambil berjalan, Siau Po menanyakan Song Ji bagaimana bisa berada di atas kapal
musuh, Song Ji segera memberikan keterangannya, "Hari itu, secara sembunyisembunyi
aku mengikuti siangkong. Aku dapat melihat bagaimana orang-orang itu
menawanmu, justru ketika semua orang sedang memperhatikan siangkong, diam-diam
aku menyelinap ke belakang kapal itulah kapal pemerintah yang berhasil di rampas oleh
Hong kaucu. Di situ masih terdapat sejumlah anggota tentara tangsi Jiau Kie Eng, Kaucu itu
sendiri masih mengenakan seragam tangsi itu. Aku menunggu sampai tengah malam
dan keadaan sudah sunyi, baru aku keluar menolong siangkong."
Siau Po merasa bersyukur dan senang sekali Dia memuji kecerdikan dan keberanian
si nona.
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pui Ie, si budak celaka telah mengkhianati aku. sebaliknya kaulah yang baik hati
Kau telah menolongku Aku tidak sudi lagi mengambil Pui Ie sebagai istri, aku akan
menikahimu saja, Song Ji..!"
Si nona cilik terkejut, dia melepaskan cekalan tangannya dan menggeser ke
samping. "Aih, siangkong!" katanya, "Akulah budakmu, aku memang harus melayani kau
seumur hidupku." "Justru karena kau adalah budakku, maka sekarang ini aku merasa bahagia sekali."
sahut Siau Po. "Rupanya karena aku sering mengetuk Bok gi dan membaca doa, aku
mendapatkan keberuntungan ini."
Song Ji tertawa. "Siangkong bisa saja!" katanya.
Perjalanan dilanjutkan sampai terang tanah, Telah jauh mereka meninggalkan tepi
laut Di atas salju tampak tegas jejak kaki. Di sekitar mereka, terlihat tempat itu
demikian luas seakan tidak ada batasnya. Tidak ada tanda-tanda dari pihak Hong kaucu, akan
tetapi hal itu masih belum membuat hati Siau Po merasa tentram.
" Entah tempat apa ini" -- pikir Siau Po dalam hatinya, -- Biar bagaimana ada
kemungkinan ini masih wilayah kekuasaan ketua Sin Liong kau itu... --. Karena
mendapat pemikiran ini, dia segera berkata kepada rekan seperjalanannya. "Kalau
begini terus, meskipun kita berjalan sampai belasan hari, masih ada kemungkinan
orang-orang Hong kaucu bisa menyusul kita."
Song Ji menganggukkan kepalanya, Kemudian dia menunjuk ke depan.
"Bukankah tempat itu banyak pepohonannya?" tanyanya, "Nah, mari kita pergi ke
sana! Dengan berada di dalam hutan, musuh sukar melihat atau mencari kita."
Siau Po memperhatikan tempat yang di tunjuk oleh si nona itu.
"Bagus kalau itu memang hutan," katanya, "Tapi rasanya kok bukan...."
Tapi keduanya toh menuju ke sana juga, Mereka berjalan dengan setengah berlari,
setelah kurang lebih satu jam, jarak mereka baru agak dekat dan mereka dapat melihat
dengan jelas, Rupanya itu memang bukan hutan, hanya sebuah bukit kecil.
Keadaannya belum diselimuti salju seluruhnya. Disana juga tidak ada tempat
persembunyiannya. "Coba kita melihat ke belakangnya," kata Siau Po. "Mungkin di sana ada tempat
untuk berlindung...." Dan dia terus berjalan, nafasnya mulai terasa sesak.
Kurang lebih setengah jam telah lewat pula, Mereka sudah sampai di belakang bukit
itu, keadaan di sana justru putih seluruhnya dan mirip dengan lautan salju, Di sana
juga tidak ada tempat untuk bersembunyi.
Siau Po membaringkan tubuhnya di atas tanah salju tersebut Dia merasa letih dan
lapar. "Oh, Song Ji yang baik," katanya. Dalam keadaan seperti ini, ia masih dapat
bergurau, "Kalau kau tidak mengijinkan aku memeluk tubuhmu dan mencium pipimu,
mungkin aku tidak mempunyai tenaga untuk berjalan lebih jauh lagi..."
Wajah si nona cilik jadi merah padam. Dia merasa jengah serta malu, Dia juga
merasa serba salah, Menampik atau jangan" Tapi ketika dia sedang ragu-ragu itulah,
tiba-tiba telinganya mendengar suara samar-samar dari belakang mereka, Dia merasa
terkejut sekali sehingga cepat-cepat dia menolehkan kepalanya.
Di sana, dari balik bukit, muncul tujuh atau delapan ekor manjangan besar.
"Bagus!" seru Siau Po. "Nah, Song Ji, apakah kau mempunyai jalan untuk
menangkap salah seekor manjangan itu" Kita sudah lapar, kita bisa menyantap
dagingnya sebagai pengganti nasi...."
"Nanti aku coba," sahut si nona, Dia tidak begitu letih kalau dibandingkan Siau Po.
Mendadak dia melompat terus berlari ke arah serombongan binatang berkaki empat itu.
Gerakannya gesit sekali, Mungkin hal ini karena ilmu silatnya yang jauh lebih tinggi
dari pada Siau Po. Sang manjangan terkejut. Mereka langsung lari kocar kacir, Sia-sia
saja si nona mengejar sehingga sampai akhirnya dia menjadi letih sendiri.
Tapi, ternyata binatang-binatang itu tidak takut terhadap manusia, Melihat Song Ji
berhenti berlari, mereka pun tidak kabur lebih jauh. Mereka berhenti dan memalingkan
kepala untuk mengawasi Song Ji.
"Sulit rasanya menangkap binatang itu," kata Song Ji akhirnya kepada Siau Po.
"Mari kita menggunakan akal!" kata Siau Po yang cerdik, "Kita pura-pura mati saja,
lalu kita lihat, mereka akan mendekati kita atau tidak. Kalau mereka menghampiri
kita..." Si nona tertawa. "Akal itu sangatlah bagus!" katanya, "Baik. Mari kita mencobanya!" Kemudian ia
merebahkan tubuhnya. Siau Po memang sudah rebah, dia terus berdiam saja, Akan tetapi, dasarnya
memang jenaka, dia tetap saja mengoceh terus.
"Manjangan mari kau datang padaku, Kamu tahu kami berdua telah mati! Kami
berdua bagaikan berada dalam liang kubur, tak dapat kami bergerak. Akan tetapi Song
Ji telah memberikan aku delapan orang anak laki-laki dan sembilan anak perempuan...."
"Siapakah yang melahirkan anak sedemikian banyak padamu itu." tanyanya dan
mukanya menjadi merah. "Kalau delapan dan sembilan anak terlalu banyak menurut kamu, berarti cukup
masing-masing tiga saja!" kata Siau Po sambil tertawa pelan.
"Tidak..." kata si nona, ia berhenti berbicara karena kawanan manjangan itu sedang
mendatangi mereka. Si Kacung pun lantas menutup mulutnya.
Siau Po dan juga Song Ji berpura-pura mati, Napas mereka berhenti, tetapi mata
mereka terus saja mengawasi kawanan manjangan yang mendekati itu.
Beberapa kawanan manjangan itu mendekati lalu menjilati Siau Po dan Song Ji.
Segera setelah saatnya tiba, mendadak Siau Po melompat langsung ke punggung
salah satu manjangan itu dan kakinya menjepit perutnya serta kedua tangannya
menyambar ke lehernya, yang terus di peluknya ke atas.
Melihat tindakan Siau Po, Song Ji pun tak mau kalah, Dengan sekali gerakannya
Song Ji telah berada di punggung menjangan yang Iain.
Sisa menjangan yang kaget lari semuanya.
"Kau potong manjangan itu dan nanti kita akan dapat makan dengan daging
manjangan yang lezat ini!" kata si nona.
"Sabar dahulu!" kata Siau Po. "Lebih baik kita menggunakan hewan ini untuk
melarikan diri dari kejaran Hong kaucu, pastilah mereka tak dapat mengejar kita!"
katanya pula. "Baik.... Baik!" kata si nona, "Apakah kau dapat mengendalikan binatang ini" jika
tidak kita akan terpental karenanya..."
Siau Po mengangguk. "Mari kita berangkat" Ajak Siau Po yang langsung menggeprak binatang itu agar
berlari. Song Ji mengikuti cara yang dilakukan Siau Po.
Aneh adalah sifat dari binatang manjangan itu, ia suka berkawan, Sisa yang kabur
itu, melihat kedua kawanannya tidak terganggu, semua datang mendekati kawannya itu
untuk berjalan bersama-sama. jelas sifat mereka itu gemar berkumpul dan juga
bergerombol dan lari mereka tidak kalah dengan larinya kuda.
Arah tujuan Siau Po adalah barat daya, Sesudah berlari dengan kencang mereka lalu
memperlambat larinya, Dua manjangan yang ada penunggangnya berjingkrakan akan
melemparkan si penunggangnya itu. Tetapi Siau Po dan juga Song Ji tak dapat
dirobohkannya. Kaki Siau Po dan juga kaki Song Ji menjepit dengan keras sedangkan
tangannya memeluk leher binatang itu dengan keras juga.
"Kita jangan turun! Jika kita sampai turun sulit bagi kita untuk naik kembali ke
punggungnya, Kita harus dapat melarikannya sejauh mungkin. Bukankah ada pepatah
yang mengatakan, sekali kata-kata sudah terucap maka manjangan pun tak dapat
mengejarnya?" kata Siau Po.
Song Ji hanya dapat mengangguk dan tersenyum.
Siau Po dan Song Ji sangat letih tetapi mereka itu tak mau melepaskan binatang itu.
Mereka membiarkan tubuh mereka dibawa kabur oleh binatang itu. Sampai datangnya
sang magrib mereka itu sudah dibawa ke sebuah rimba.
Siau Po melihat ke sekitarnya.
"Nah di sini saja kita beristirahat" katanya.
Kemudian Siau Po mengambil pisaunya lalu ditusukkannya pada leher manjangan
itu, Ditariknya, pisau itu ke bawah dan ke atas, hingga leher binatang itu seakan mau
putus. Sang manjangan itu kaget dan kesakitan ia berontak dan berlompat-lompatan. Tak
lama kemudian tubuh manjangan itu roboh sebab nyawanya telah hilang.
Siau Po dengan cepat melompat dari punggung manjangan itu sehingga tubuh Siau
Po tidak terpental "Aku rasa satu ekor saja sudahlah cukup, maka sebaiknya yang satu ekor ini aku
bebaskan saja." kata Song Ji yang setelah berkata demikian ia pun berlompat turun.
Untuk sekejap Siau Po merebahkan tubuhnya ke tanah untuk melegakan
pernapasannya, Baru setelah itu ia mendekati manjangan itu dan menadahkan dengan
mulutnya darah yang mengalir dari lehernya itu.
Siau Po telah meminum darah manjangan itu sampai ia merasa puas, Setelah itu
barulah ia memanggil Song Ji untuk sama meminum. Gadis itu menurut juga.
Setelah meminum darah manjangan itu, tubuh mereka terasa segar dan juga hangat
tidak seperti semula. Selesai beristirahat Song Ji meminjam pisau belati Siau Po untuk mengambil daging
manjangan itu, Setelah itu ia mengumpulkan kayu bakar dari ranting pohon yang kering
lalu dibakarnya. "Manjangan, maafkan kami! Kau telah menolong kami, tetapi kau kubinasakan, itu
terpaksa sebab kami perlu mengisi perut, Di sini tak ada makanan yang dapat kami
makan..!" Demikianlah, setelah daging itu matang mereka langsung menyantapnya, Setelah
memakan daging manjangan itu mereka barulah merasakan segar kembali, dan dalam
beberapa detik dapat melupakan orang yang sedang mencarinya.
"Song Ji yang baik!" kata Siau Po kemudian. "Mari kita tetap tinggal dalam hutan ini.
Aku sebagai seorang pemburu sedangkan kau sebagai seorang istri dari pemburu,
Rasanya aku tak ingin kembali lagi ke Pakhia." katanya.
Song Ji tertunduk. "Ke mana juga Siangkong pergi, aku akan tetap bersamamu untuk merawatmu."
katanya dengan perlahan-lahan, "Sebaiknya Siangkong kembali saja ke kota raja untuk
memangku jabatan yang penting atau pun tetap di sini sebagai seorang gembala, aku
tetap saja sebagai seorang budakmu." lanjutnya.
Song Ji yang sangat cantik dan kulit tubuhnya kuning, mulus itu sangat menarik hati
Siau Po. "Dengan demikian bukankah itu berarti hidup kita telah menjadi sempurna?" katanya
sambil tertawa. "Oh!" kata si nona yang tampaknya sangat kaget Setelah itu ia berlompat naik ke
atas pohon dan berkata, "Belum.... Belum...."
Siau Po tertawa menyaksikan hal itu, Setelah malam tiba mereka sama-sama tertidur
Keesokannya Song Ji bangun langsung mengambil daging manjangan yang tersisa itu
untuk mereka sarapan, sedangkan kulit dari manjangan itu akan dijadikan baju untuk
Siau Po dan sisanya akan digunakan untuk membuat topi,
Sampai pada waktu itu Siau Po masih belum dapat melupakan musuhnya yang
menurutnya masih saja mengejarnya.
"Kita sudah dapat meloloskan diri dari tangan Hong kaucu tetapi aku rasa kita ini
belum lagi aman sepenuhnya." kata Siau Po yang mengutarakan halnya pada Song Ji.
"Aku anggap kita harus mencari manjangan lagi untuk kita pergi ke arah utara
selama tiga atau empat hari lamanya, Di sana, di tempat yang aman sentosa barulah
aku akan menjadi Wi kaucu dan kau Song Ji Hujinnya buat kita hidup beruntung dan
usia kita sama dengan usia langit." Song Ji tertawa.
"Apa itu Song Ji Hujin" Rasanya kata-kata itu tak enak didengar." kata si nona.
"Tetapi untuk menunggangi manjangan itu aku rasa tidaklah sulit karena
kawananTiraikasih website http://cerita-silat.co.cc/
kawanan manjangan itu sedang menuju ke mari. Coba kau lihat di sana itu! Bukankah
manjangan-manjangan itu sedang menuju ke mari?" kata Song Ji.
Manjangan-manjangan itu datang dari arah timur karena di arah sana terdapat hujan
salju, Mungkin itu kawanan manjangan yang kemarin kabur, tetapi sekarang jumlahnya
makin besar. Mereka berjalan dengan mengangkat kepala dan sambil memakan dedaunan,
rupanya manjangan itu jarang sekali atau tidak pernah melihat manusia, Hal itu terbukti
dengan binatang itu yang tidak takut pada manusia malah, dan malah mendekatinya....
"Semua manjangan itu sangat baik. sebaiknya kita jangan mengganggunya," kata
Song Ji. "Manjangan yang kemarin saja sudah cukup untuk kita makan selama sepuluh
hari atau lebih..." katanya pula.
Selesai berkata demikian Song Ji membungkus daging yang tersisa itu dengan
kulitnya dan memberikannya pada Siau Po satu dan untuknya satu, Dengan demikian
mereka itu membawa persediaan mereka masing-masing dan mereka
menggendongnya. Selain bekerja mereka berdua berjalan dengan perlahan-lahan mendekati kawanan
manjangan itu, Siau Po kemudian mendekati manjangan yang paling besar lalu
mengusap-usap kepala binatang ku. Anehnya binatang itu malah menjilati muka Siau
Po, bukannya pada lari....
"Manjangan ini dapat membuatku berhasil!" kata Song Ji pada Siau Po.
Siau Po menurut Dengan perlahan tetapi pasti, kacung itu telah naik ke punggung
manjangan, sedangkan sang manjangan itu tetap saja diam.
Song Ji pun telah berhasil mencari manjangan yang lainnya.
"Nah marilah kita berangkat!" kata Siau Po.
Maka kemudian manjangan itu berlari dengan cepat menuju arah dalam rimba,
Kedua ekor manjangan itu dapat dikendalikan maka mereka berangkat dengan rasa
aman. Lewat beberapa saat, pada suatu tempat Siau Po dan juga Song Ji turun dari
manjangan itu. Kemudian mereka membebaskan manjangan itu untuk pergi.
Setelah melihat arah yang akan dituju, Siau Po mengajak Song Ji untuk pergi ke arah
utara. Mereka menganggap, dengan demikian mereka sudah terpisah dari Hong kaucu.
Ketika mereka berada di dalam rimba, mereka sudah berjalan belasan hari, Kemudian
mereka bertemu dengan lain manjangan, Hidup dari daging manjangan itu.
Kesulitan yang mereka rasakan hanyalah dikarenakan pakaian mereka robek terkena
duri dan juga ranting hingga mereka itu harus menggunakan pakaian dari kulit
manjangan dan begitu juga dengan sepatu mereka.
Pada suatu hari ketika mereka sedang berjalan, mereka mendengar suara air yang
mengalir dengan derasnya, Kemudian mereka mendekati arah datangnya suara itu,
barulah mereka dapat melihat, ternyata di sana terdapat sebuah sungai. Mendadak
mereka merasa senang. Masih saja mereka berjalan beberapa lie jauhnya dan berjam-jam lamanya, Baru
setelah itu ia bertemu dengan orang, orang-orang itu memakai pakaian dari kulit
manjangan juga, dan membawa pacul, Mereka tampaknya adalah seorang pemburu.
Girang hati Siau Po dapat bertemu dengan keempat orang itu,
"Kalian mau pergi ke mana?" tanya Siau Po.
"Kami ingin pergi ke pasar di Bouw Tan Kang, dan kalian?" kata salah satu orang
yang usianya lebih tua. "Oh, untuk pergi ke Bouw Tan Kang itu melewati jalan itu dan bukan jalan ini." kata
Siau Po yang menjawab dengan ragu-ragu. "Jikalau demikian, kami salah jalan!
Bagaimana kalau kami ikut jalan bersama dengan kalian" Baik bukan?" tanyanya pula.
Orang-orang itu tidak merasa keberatan, lalu Siau Po dan juga kawan barunya itu
jalan bersama-sama, Di tengah perjalanan mereka berbicara dari hal yang kurang
penting sampai pada soal yang agak penting. Hal itu dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana pengetahuan orang-orang itu dan juga, asal-usulnya.
Setelah itu barulah diketahui kalau orang itu adalah suku Tungku atau Tungus, yang
hidup sebagai pemburu yang setelah mendapatkan hasil buruan mereka membawanya
ke pasar yang sekarang akan mereka tuju. Di sana mereka berhubungan dengan
Bangsa Tionghoa, makanya mereka jadi mengetahui Bahasa orang Tionghoa.
Kiranya pasar yang mereka tuju itu adalah pasar besar.
Siau Po merogoh kantung untuk mengambil beberapa tail uang peraknya, kemudian
mengajak kawan barunya untuk makan dan minum arak di salah satu rumah makan.
Ketika mereka sedang minum, mereka mendengar seseorang yang duduk di meja
sebelahnya berkata. "Tongkatmu ini memang bagus, namun tongkatku yang tahun dulu aku dapatkan dari
gunung Humaer Wotsi, menurut catatannya lebih tua lima puluh tahun dari
kepunyaanmu ini." Siau Po dan Song Ji segera menoleh pada mereka, Bukannya tertarik pada tongkat
atau pada pembicaraannya itu, tapi mereka terkejut dengan disebutkannya nama
gunung yang pernah mereka dengar itu. Mereka lalu saling lirik.
Siau Po kemudian mengeluarkan beberapa tail perak, lalu memanggil pelayan untuk
menyediakan daging sepanci besar dan arak dua kati untuk kedua tetangganya itu,
Mereka merasa heran, kenapa si pemburu sangat baik hati, Kemudian mereka
mengucapkan terimakasih. Siau Po pun mengajak tetangganya untuk minum bersama-sama dengan mereka,
sehingga sesaat kemudian mereka sudah dapat berbicara tentang letak gunung itu dan
beberapa sungainya. Untuk memperoleh penjelasan, Siau Po kemudian memanggil Song Ji untuk
menyebutkan nama beberapa gunung dan sungai yang disebutkan oleh orang yang
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
duduk di meja sebelahnya itu.
Selesai makan dan minum, Siau Po memisahkan diri dengan kedua tetangganya dan
ketiga kawan barunya itu, ia memisahkan diri untuk berpikir tentang masalah itu.
"Jikalau demikian, gunung Lok Teng San masih terpisah beberapa lie jauhnya dari
sini, Tetapi mumpung sekarang aku sedang merantau, sebaiknya aku pergi ke sana
untuk mengambil harta itu. Baiklah aku dan Song Ji berdiam saja di tempat asing,
menanti sampai delapan atau sepuluh tahun, mustahil jika kaucu belum juga mati....
Benarkah usianya akan sama kekal dengan usia langit?"
Siau Po masih membekal uangnya, Maka ia lantas menyewa kereta untuk pergi ke
utara bersama Song Ji. ia mengambil perjalanan ke utara, dikarenakan semakin ia ke
utara maka semakin jauh dari kawanan Sin Liong Kauw....
Oleh karena itu rasa khawatir ada orang yang mengenalinya maka Siau Po
memutuskan untuk tetap memakai pakaian kulit rusa dan di tambah dengan muka yang
di coret-coret, Di dalam kereta ia selalu berbicara dengan Siau Po dengan gembira.
Setelah berjalan beberapa hari lamanya, Siau Po merasakan udara di daerah itu
semakin dingin, bahkan keretanya lambat jalannya karena yang dilewatinya tertutup
salju, Oleh karena itu mereka melanjutkan perjalanannya dengan menunggang kuda,
Tak lama kemudian, kuda itu pun tak dapat berlari.
Maka Siau Po dan Song Ji melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, Mereka
berjalan melalui rimba dan tanah yang datar.
Di tempat yang sepi itu hati Siau Po merasa sangat tenang, ia merasa telah jauh dari
musuhnya dan bahkan musuh tak mengetahui akan keadaannya.
Song Ji berotak cemerlang atau pintar, perjalanan dilanjutkan dengan cara seperti
primitip dan terus menuju utara, Kalau mereka bertemu dengan para pemburu tak lupa
Siau Po meminta keterangan dari mereka itu.
Di atas peta bumi terdapat delapan bundaran merah. itulah letaknya Lok Teng San
(Gunung Kaki Tiga Manjangan), Tempat itu merupakan tempat bertemunya dua aliran
sungai besar. Pada suatu hari, akhirnya sampai juga Siau Po dan Song Ji di tempat yang terpisah
dari tempat yang lainnya yaitu sebuah Rimba, Di sanalah Siau Po dan Song Ji berjalan
dengan berpegangan tangan, Tiba-tiba mereka dikagetkan oleh suara ledakan senjata
api. "Mari cepat!" Siau Po berseru sambil menarik tangan Song Ji, "Celaka! Hong kaucu
telah menyusul kita!" katanya pula.
Mereka segera bersembunyi ditengah rerumputan yang lebat dan tinggi.
Baru saja Siau Po dan Song Ji bersembunyi terdengar suara teriakan-teriakan dari
belasan orang dan juga suara derap kaki kuda yang mendatangi mereka.
Siau Po memasang telinga memperhatikan suara orang dari pihak Hong kaucu yang
ia takuti itu. Kacung itu merasa takut, sebab kalau ia sampai di tawan maka kulitnya
pasti akan diseset dan ototnya akan ditariki.
Akan tetapi kemudian Siau Po merasa lega karena yang datang itu bukannya orang
dari partai Sin Liong Kau, melainkan orang Iain. Maka ia langsung saja mengintai orang
yang baru saja datang itu.
Di sana terlihat orang-orang Tungku berlarian mendatangi, sambil berteriak-teriak.
Yang membuat Siau Po kaget adalah terdengarnya suara senjata api yang disusul oleh
robohnya satu persatu orang Tungku.
Siau Po memegang tangan Song Ji erat-erat. Dalam hati ia berkata, "Senjata-senjata
api itu milik orang asing."
Terkaan Siau Po ternyata benar. Tak berapa lama kemudian datanglah beberapa
orang menunggang kuda ke arah Orang Tungku tadi, rata-rata mereka berambut kuning
dan bermata biru. Jelas mereka itu opsir atau para perwira yang kesemuanya bertubuh kekar dengan
muka yang bengis-bengis, Mereka itu bersenjatakan pedang yang melengkung. Dengan
senjata api mereka itu menyerang orang Tungku sampai habis, semuanya mati di
pedang mereka, Setelah itu mereka tertawa dan berlompatan dari punggung kudanya
lalu menggeledah para korban dan mengambil kulit binatang Ciauw, Kemudian mereka
berbicara berbisik-bisik dan pergi.
Siau Po dan Song Ji terus saja bersembunyi sesudah orang-orang asing itu pergi,
barulah mereka keluar dari persembunyian Keduanya tercengang melihat mayat orang
Tungku bergeletakan dengan berlumuran darah.
"Hantu-hantu orang asing itu pastilah juga orang-orang begal yang suka merampok
Bahkan jauh lebih jahat, Mungkinkah Gouw Sam Kui sudah memulai memberontak?"
kata Siau Po dengan kesal.
Siau Po baru teringat telah bersengkongkolnya Gouw Sam Kui dengan bangsa asing,
Asal Propinsi Inlam bergerak, maka bangsa Losat akan menyerang dari arah utara,
Mengingat angkatan perang lawan sangat kuat dan tangguh, ia pun timbul rasa
khawatirnya pada si raja cilik, maka matanya melotot menyaksikan salah satu mayat itu.
Song Ji menyaksikan Siau Po terus.
"Kasihan sekali para pemburu ini pastilah ayah, ibu, istri dan anaknya sedang
menanti hasilnya.-." katanya terharu.
"Oh! Aku ingin menemui si raja cilik," kata Siau Po.
"Menemui raja cilik?" tanya Song Ji yang terus saja mengawasi Siau Po.
"Tak salah, Gouw Sam Kui telah berkhianat, pastilah raja cilik akan berbicara
denganku, tentulah banyak kata-kata yang akan dia ucapkan padaku, Taruh kata aku
tak dapat memberikan jalan pikiran yang baik, paling tidak aku dapat menghibur hatinya
yang sedang resah itu, Nah... marilah kita kembali!" kata Siau Po.
Song Ji merasa heran. "Jadi batal kita pergi ke Lok Teng San?" tanyanya.
"Sekarang kita tangguhkan dahulu, lain waktu mudah-mudahan kita dapat pergi lagi
mencari!" kata Siau Po.
Siau Po tamak tetapi seperti telah ia katakan, kekayaan yang ia pakai sekarang ini
sudah tak habis-habisnya. Mengingat Lok Teng San itu merupakan gunung urat nadi
raja cilik, ia khawatir jikalau ia menggali tempat pusaka itu ia akan meminta kurban
raja cilik, sekarang ini biar bagaimana pun ia merasakan persahabatannya dengan Kaisar
Kong Hie sangat erat, Lagi pula jikalau hanya mereka berdua mana dapat menggali
harta di Lok Teng San itu" Dan jika mereka berhasil menggalinya, mana sanggup
mereka membawa barang itu" Dan bagaimana jikalau kepergok oleh para penjaga
gunung itu" Dalam hal itu Song Ji tak mempunyai pikiran apa-apa ia hanya menurut saja apa kata
Siau Po. "Dalam perjalanan itu kita tak boleh bertemu dengan orang asing itu, sebaiknya kita
berjalan melalui pesisir pantai saja sambil melihat-lihat apakah terdapat perahu sewaan
atau tidak..." kata Siau Po.
Song Ji mengangguk, maka bersama-sama mereka memasuki rimba itu lalu terus
berjalan ke arah timur Kira-kira tengah hari mereka sudah tiba di tepi pantai, Dari
kejauhan tampaklah sebuah kota, Melihat hal itu hati Siau Po merasa girang sekali.
"Sesampainya di dalam kota, aku akan menyewa perahu atau menyewa kuda itu
sama saja, yang penting kita sampai ke kota raja." kata Siau Po.
Maka perjalanan dilakukan dengan cepat.
Setelah lewat beberapa lie, tampak sebuah sungai yang luas yang airnya mengalir
dari barat daya dan banyak pengkolannya, Air sungai itu mengalir sangat deras, Yang
menarik perhatian yaitu sungai tersebut berhubungan dengan sungai lain.
Menyaksikan sungai itu kemudian Song Ji berkata.
"Siangkong, ini dia sungai Amur serta sungai Hek Liong Kang dan itu.... itu adalah
gunung Lok Teng San." ia pun segera menunjuk pada benteng kota.
Siau Po terperanjat dia menoleh pada Song Ji. iapun mengawasi sasaran yang di
tunjuk si nona. "Apakah kau tidak keliru" Sungguh suatu hal yang sangat kebetulan sekali!" kata
Siau Po. "Demikianlah halnya yang ada dalam peta bumi itu. Dalam peta itu hanya terdapat
delapan bundaran berwarna, tetapi tidak ada kota atau bentengnya, " kata Song Ji.
"Di dekat gunung Lok Teng San terdapat gunung lain dan kau katakan tadi tidak ada
kota dan bentengnya, sungguh luar biasa! Maka menurutku kota dan benteng itu tak
dapat di percaya. sebaiknya kita jangan pergi ke sana.,." kata Siau Po.
"Apakah artinya tidak dapat di percaya itu?" tanya Song Ji.
"Lihatlah di atas benteng kota itu! Bukankah itu ada mengembang mega" Bukankah
mega itu mega siluman! Di dalam kota itu mesti terdapat siluman." kata Siau Po.
Song Ji terkejut. "Oh! Memang aku paling takut pada siluman! Siangkong, mari kita cepat-cepat pergi
menyingkir katanya. Pada waktu itu terdengar derap kaki kuda, dari pesisir pantai yang deras itu, Ketika
Siau Po dan Song Ji menoleh tampak dari kejauhan para penunggang kuda.
Sementara Siau Po dan Song Ji sedang berada di tempat terbuka dan di sekitarnya
pun tanah terbuka, tidak ada tempat untuk bersembunyi. Melihat demikian, Siau Po lalu
menarik tangan Song Ji mengajak menjauhkan diri, mereka bergulingan di pesisir
sungai dan akhirnya bersembunyi di balik batu yang ada di tepi sungai itu.
Segera juga para penunggang kuda itu melewatinya. Ternyata mereka itu adalah
para serdadu bangsa asing. Melihat mereka Siau Po mengeluarkan lidahnya meledek,
sementara mereka itu sudah memasuki benteng kota.
"Nah, benar tidak apa kataku" Aku tadi mengatakan bahwa kota itu tak dapat di
percaya, hanya saja yang datang tadi bukanlah bangsa siluman, melainkan bangsa
asing itu yang menempatinya." kata Siau Po.
"Dengan susah payah kita mencari gunung Lok Teng San dan ternyata bangsa asing
itu yang telah menempatinya lebih dahulu dan telah merampasnya." kata Song Ji.
"Oh!" Siau Po menjerit dengan tiba-tiba dan melompat berjingkrakan, "Celaka....
Celaka!" serunya. Song Ji terperanjat dan heran.
"Apakah yang kamu maksud dengan celaka?" tanya Song Ji yang melihat wajah Siau
Po menjadi pucat. "Pasti orang-orang asing itu telah mengetahui rahasia gunung Lok Teng San!" kata
Siau Po. "Kalau tidak, mau apa mereka datang ke sini" pastilah harta dan juga urat nadi
naga itu telah mereka ketahui...."
Song Ji heran karena belum pernah mendengar tentang harta dan juga urat nadi
naga itu. Gadis itu hanya mengetahui tentang peta itu yang di dapatnya secara susah
payah. ia dapat menerka bahwa pastilah telah ada sesuatunya yang sangat penting dan
berharga sekali, ia lalu mengawasi Siangkong atau tuan mudanya itu.
"Siangkong, kalau orang asing itu telah mengetahui dan telah mengambilnya berarti
kita sudah tidak ada daya lagi. Mereka bersenjata api lagi pula bengis dan kejam, Kita
hanya berdua saja, mana dapat kita melawan mereka yang kuat itu?" katanyaa
Siau Po menghela napas panjang.
"Aneh sekali! Bukankah peta bumi itu baru saja kita selesaikan dalam beberapa hari
ini" Bagaimana rahasia itu dapat sampai bocor keluar, terutama dapat diketahui bangsa
asing itu" Ah, Tolol, Tolol!" kata Siau Po.
Siau Po memukul kepalanya sendiri.
Song Ji segera mencegahnya.
"Eh Siangkong kau kenapa" jangan kau memukuli kepalamu sendiri!" kata Song Ji.
"Mungkin setelah aku selesai mengakurkan ada orang yang telah mencuri atau
melihatnya. Aku telah menugaskan Liok Kho Hian dan Ay Gun cia menunggui kau.
Karena itu mungkinkah yang telah mencuri dan melihatnya itu kedua orang jahanam
itu?" katanya. "Ah! Ya, Mungkin saja! Mungkin mereka telah mencuri dan melihatnya sewaktu aku
sedang tertidur pulas." katanya.
Siau Po tertawa. "Kau yang begini cantik tentulah kedua setan itu telah pula mengawasimu di samping
mengawasi peta itu." kata Siau Po.
"Hus!" kata Song Ji yang mukanya terus memerah.
"Aku mengatakan mereka itu telah melihat peta bumi yang kau rancang itu." kata
Song Ji. Siau Po tertawa sementara hati dan pikirannya terus saja bekerja memikirkan hal itu.
"Mungkinkah setelah mereka mengetahui peta bumi itu lalu melaporkannya pada
Hong kaucu dan setelah itu kaucu melaporkannya pula pada orang asing itu" Akan
tetapi mengapa mereka mengatakannya secepat ini" Mengapa kaucu tidak menelannya
sendiri" Padahal itu pastilah terdapat rahasianya, sekarang aku harus mengetahui
apakah bangsa asing itu telah mengetahuinya atau belum" Apakah mereka telah
merusaknya atau belum" Tak dapat tidak aku harus melakukan penyelidikan untuk
mendapatkan kepastiannya."
"Bukankah kalau aku pergi ke sana itu sangat berbahaya" Maka aku harus mencari
akal agar aku dapat pergi ke sana." katanya.
"Kita pergi nanti saja setelah matahari terbenam. Dengan demikian mereka akan
mengalami kesulitan untuk mengetahui kedatangan kita, maka kita dapat lebih leluasa."
kata Song Ji Siau Po membenarkan pikiran Song Ji. ia terus makan daging dendeng bekalnya itu.
Setelah itu mereka merebahkan diri sambil menanti datangnya sang malam.
Kira-kira jam dua mereka bangkit menuju ke kota, malam itu jagat sangat sunyi,
rembulan pun bercahaya terang.
Terlihat benteng kota yang tentunya di buat bukan dalam waktu satu hari.
Ketika berjalan, Siau Po terperanjat melihat bayangan sendiri dan Song Ji.
"Dari atas musuh pasti akan melihat kedatangan kita." kata Siau Po.
"Kalau mereka menembak beberapa kali saja, pastilah jiwa kita akan melayang..."
pikirnya. Maka Siau Po menarik tangan Song Ji dan langsung dibawanya bersembunyi sambil
mereka memasang telinganya.
Di atas tembok sebelah timur laut tampak sebuah rumah kecil yang jendelanya
terbuka, Dari jendela itu ke luar sinar yang terpancar dari sebuah lampu, Rupanya di
sana terdapat tempat untuk berjaga-jaga.
"Mari kita pergi ke sana untuk menyingkir dari para penjaga yang berada di dalam
rumah itu!" kata Siau Po dengan berbisik-bisik di telinga Song Ji.
Song Ji mengangguk. Mereka berdua lalu mengendap-endap untuk naik ke atas rumah itu.
Setelah sampai di rumah itu, mereka berdua mendengar suara tawa dari dalam
rumah itu. Setelah mereka perhatikan suara tawa itu ternyata suara tawa seorang
perempuan. Berkali-kali wanita itu tertawa genit sambil berkata.
Siau Po dan juga Song Ji terheran-heran mendengar suara tawa itu, Mereka saling
memandangi dan berkata dalam hati masing-masing. "Mengapa dalam rumah
penjagaan ini terdapat seorang wanita?"
Siau Po mencoba mengintip dari celah-celah jendela, tetapi tak terlihat, sebab dalam
musim dingin ini orang memakai gorden tebal, sedangkan suara tawa itu terus saja
terdengar dari luar dan sesekali mereka berkata-kata namun bahasa mereka itu tak
dapat dimengerti oleh Siau Po.
Siau Po hanya dapat menerka-nerka, bahwa sepasang manusia yang ada di dalam
rumah itu pastilah bukan orang baik-baik. Mereka pastilah sedang melakukan
perbuatan yang kurang sopan....
Bagian 65 Diam-diam Siau Po merangkul Song Ji dan nona itu tetap diam saja, sebab ia
khawatir akan membuat suara yang mencurigakan orang yang ada di dalam rumah itu.
Gerak-gerik orang yang di dalam mencurigakan separuh dimengerti dan separuh tidak.
Siau Po senang melihat orang yang di peluknya hanya pasrah dan diam saja,
Dengan tangan kirinya ia memeluk tubuh Song Ji dan tangan kanannya meraba-raba
pipi yang licin milik Song Ji.
Song Ji tak meronta, ia terdiam saja dan melemaskan tubuhnya bagaikan merasa
aman berada di pelukan Siau Po, si tuan mudanya, Dengan siapa ia bersama dan
dengan siapa ia merdeka. Ketika sedang berdiam saja, tiba-tiba Siau Po terkejut karena kaki kirinya menginjak
batu es. ia jatuh terpelanting sehingga kepalanya membentur kayu jendela.
"Aduh!" serunya.
Benturan itu telah menimbulkan suara yang berisik.
Rupanya suara yang di timbulkan oleh Siau Po terdengar sampai ke dalam sehingga
suara tawa dan bicara orang yang di dalam itu terhenti sementara suara yang di luar
pun terhenti, maka suasana di situ menjadi sangat sepi.
Tiba-tiba terdengar suara dari dalam rumah yang menegur orang yang di luar.
"Siapa di sana?" tegurnya.
Siau Po dan Song Ji mendekam di tanah, mereka tak berani membuka suaranya
apalagi menjawabnya. Tak lama kemudian pintu rumah itu terbuka, tampak seseorang melangkah ke luar
dengan membawa lentera. ia berjalan ke sana ke mari mencari arah datangnya suara.
Siau Po tahu apa yang harus ia lakukan, mendadak ia melompat bangun sambil
mengeluarkan pisau belatinya yang tajam itu yang lalu digunakannya untuk mencari
sasaran, Maka tak ayal lagi dada orang itu terkena pisau belatinya.
Tak lama terdengar suara tertahan, dan setelah itu orang yang terkena pisau itu jatuh
terkulai dengan darah yang bercucuran lalu mati.
Sementara itu Song Ji yang cerdik tidak tinggal diam, ia pun terus berdiri dan
melompat masuk ke dalam rumah itu. sesampainya di dalam nona itu merasa heran,
sebab tadi ia mendengar ada suara seorang wanita, tetapi sekarang tak ada orang
sama sekali. "Ah, mana dia si wanitanya?" pikirnya.
Siau Po segera menyusul masuk.
Kamar itu dilengkapi dengan bangku panjang yang di gunakan untuk tidur, sebuah
meja dan sebuah peti kayu yang di gunakan untuk menyimpan barang, sedangkan di
atas meja masih terdapat lilin, tetapi si wanita menghilang entah ke mana.
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Cepat kau cari dia, orang itu tak boleh lolos!" kata Siau Po yang memerintahkan
Song Ji untuk mencari si wanita yang tadi tertawa-tawa dengan yang pria.
Siau Po lalu pergi keluar rumah untuk melihat orang yang baru saja ditikamnya,
Orang itu memakai baju seragam, tetapi tidak memakai celana, Siau Po terus saja
menatapnya. "Dia pasti berada di sini!" kata Siau Po.
Kemudian ia mencurigai peti itu. Maka ia lalu membuka peti itu sambil berkelit ke
samping karena takut kalau orang yang ada di dalam langsung menyerangnya, Akan
tetapi peti itu kosong. "Aneh!" katanya.
Siau Po terus memeriksa peti itu, tetapi yang didapatkan hanyalah kulit binatang
Ciauw, Siau Po mengulurkan tangannya untuk memeriksa tumpukan kulit itu.
Sambil berbuat demikian Siau Po membungkuk Tiba-tiba ia mencium bau bedak.
"Ah." serunya perlahan.
Kecurigaan Siau Po mulai timbul ia menggunakan tangannya untuk memindahkan
kulit-kulit itu dari dalam peti, Setelah habis semuanya ternyata di bawahnya terdapat
sebuah lubang besar. "Oh di sini!" katanya.
"Kiranya di sini ada jalan bawah tanah." kata Song Ji.
"Kita harus dapat merintangi dia, jikalau dia dapat meloloskan diri dan membawa
kabar pada kawan-kawannya kita bisa celaka. Bagaimana seandainya datang pasukan
asing yang banyak jumlahnya?" tanya Siau Po.
Setelah berkata demikian Siau Po mengeluarkan pisau belatinya dan langsung
ditusukkan ke dalam lobang itu. Dengan tubuhnya yang kecil mudahlah baginya untuk
bergerak, maka dengan cepat ia mengejar orang yang lari itu, sampai ia menyambar
paha yang tak bercelana. Si wanita itu kaget maka ia terus menjerit, dan berusaha meronta-ronta untuk tetap
lari. Diam-diam hati Siau Po merasa girang,
"Aku ingin tahu kau hendak pergi ke mana." katanya dalam hati. Siau Po menyimpan
pisaunya, Dengan kedua tangannya ia memegang kedua paha orang itu.
Wanita itu bertenaga besar. ia lalu menarik kakinya yang dipegang Siau Po dan terus
saja merayap, sampai-sampai tubuh Siau Po terseret. Untuk mempertahankan
tubuhnya, kacung itu mementangkan kedua kakinya, Maka dengan demikian tubuhnya
tak terseret lagi. Tiba-tiba wanita itu meronta dan kali ini berhasil melepaskan kakinya yang satu dari
pegangan Siau Po. Siau Po terkejut lalu melompat menubruknya.
Kebetulan waktu itu mereka berdua telah sampai pada tempat yang cukup luas.
Mendadak si wanita itu tertawa, Dia memutar tubuhnya ke belakang, mukanya
diajukan sehingga tepat mulutnya membentur mulut Siau Po.
Wanita itu ia mencium Siau Po tetapi hanya dapat mencium bagian hidung, Di dalam
lubang itu sangat gelap sehingga sulit untuk memperhatikan wajah orang lain.
Siau Po mencium bau yang sangat harum yang menempel pada hidungnya, Diamdiam
ia pun terkejut mendapatkan tubuh yang memeluknya itu ternyata tak
menggunakan pakaian selembar pun.
Yang lebih mengagetkan lagi, sekarang wanita itu malah memeluknya, Ketika ia
sedang berada dalam pelukan wanita bugil itu, tiba-tiba dikagetkan oleh suara Song Ji.
"Siangkong bagaimana?" tanyanya.
Siau Po ingin menjawabnya, tetapi mulutnya terus saja dicium oleh wanita itu,
sehingga ia tak dapat menjawab pertanyaan Song Ji yang menanyakan keadaannya itu.
Kembali terdengar suara orang dari atas lobang, tetapi kali ini bukan suara Song Ji,
Siau Po mendengarnya dengan jelas.
"Kami mendengar kabar bahwa Gubernur jendral telah tiba ke Ya Kutak, maka kami
terus datang menyambutnya untuk selanjutnya mengadakan perjanjian dan pertemuan!"
Mendengar kata-kata itu, Siau Po bagaikan disiram air dingin, ia mengenali dengan
jelas suara itu, itulah suara Hong kaucu.
"Kenapa Hong kaucu telah berada di sini" Mengapa wanita yang seharusnya aku
tawan ini telah berbalik menjadi baik kepadaku?" tanyanya dalam hati.
Siau Po terus berpikir dengan keras, Luar biasa pengalamannya terutama malam ini.
ia dapat memeluk tubuh yang lunak dan juga harum Namun hatinya takut juga. ia
teringat kalau ia sampai ditawan oleh Hong kaucu, tubuhnya pasti dikuliti dan ototnya
akan di tarik keluar, itulah siksaan yang tidak ingin ia dapatkan.
Maka akhirnya Siau Po meronta untuk melepaskan dari pelukan si wanita itu untuk
lari, Tetapi usahanya itu mengalami kegagalan Wanita itu malah memeluknya dengan
erat. Dalam kebingungannya, Siau Po berkata dengan bahasa yang ditirunya dari bangsa
asing itu, di telinga si wanita, Akan tetapi si wanita malah berbalik berkata di
telinga Siau Po dengan perlahan. "Kau bicara apakah" Hi... hi... hi!" kata-kata itu diakhiri dengan satu tamparan.
Pada saat itu dari atas lobang terdengar kata-kata dalam bahasa Losat, disusul
dengan suara orang Iain. "Menurut Bapak Gubernur Jendral, kedatangan Sin Liong kaucu di sambutnya
dengan senang, bahkan ia meminta maaf karena ia tidak dapat mengadakan acara
penyambutan yang selayaknya, Dan kali ini ia telah melakukan perbuatan yang kurang
hormat padamu, Bapak Gubernur juga mengatakan dan sekaligus mendoakan agar
usia kaucu sama dengan usia langit dan panjang umur, dan dapat mencapai maksud
dan tujuan yang diinginkan dan berbahagia selalu! Bapak Gubernur juga ingin
bersahabat agar dapat selalu bekerja sama dengan kaucu, Maka dengan demikian
usaha kita akan dapat tercapai dengan baik!"
"Orang itu kurang pandai berbicara." kata Siau Po dalam hati yang mendengarkan
suara orang itu. Lalu terdengar suara Hong kaucu.
"Aku pun memberikan hormat dan memujinya agar usia dia panjang umur dan
berbahagia! Aku pun memuji agar Bapak Gubernur panjang umur dan dapat naik
pangkat dengan cepat Memang aku sangat ingin agar kita dapat bekerja sama, guna
mewujudkan usaha kita bersama. Ada rejeki kita rasakan bersama ada kesulitan kita
pikul bersama pula, Untuk selama-lamanya kita saling mengikat janji."
Selesai berkata demikian, Bapak Gubernur itu pun berkata dalam bahasanya sendiri.
Siau Po mendengarkan pembicaraan itu, lalu bertanya pada si wanita yang
merangkulnya dengan erat itu, dengan suara sangat perlahan sekali.
"Siapakah kau" Mengapa kau tidak berpakaian sama sekali?" tanyanya dengan
heran. Si wanita itu tertawa perlahan ia malah berbalik bertanya pada Siau Po.
"Kau siapa" Dan mengapa kau berpakaian?" Bersamaan dengan itu si Wanita itu
membuka pakaian Siau Po sampai pakaian dalamnya.
Di saat seperti itu Siau Po sudah tak memiliki kegembiraan apa lagi untuk bergurau.
"Keadaan di sini sangat berbahaya, Mari kita cepat ke luar!" kata Siau Po.
"Jangan kau bergerak! jikalau kau bergerak maka akan menimbulkan suara yang
dapat mencurigakan." kata si wanita.
Wanita itu bicara dalam bahasa Tionghoa tetapi logatnya kaku.
Siau Po tak dapat bergerak maka bersama wanita itu ia hanya mendengarkan
pembicaraan antara Hong kaucu dengan Bapak Gubernur Jenderal itu. Siau Po
mendengarkannya dengan seorang wanita yang belum dikenalnya dan juga belum
mengenalinya. Mereka itu sedang merundingkan masalah yang sangat besar, Asal Gouw Sam Kui
telah bergerak maka mereka semuanya ikut bergerak untuk menggencet pemerintah
dari dua arah. Rencana mereka itu sama dengan rencana yang dikatakan Khantema, yang
mengatakan pemerintah Boancu akan diserang dari dua arah.
Kemudian Hong kaucu mengutarakan pikirannya, dan mengatakan.
"Jikalau pihak Losat bergerak dari Liautong, sudah tentu itu terlalu jauh dan nantinya
akan mendapatkan hambatan dari masing-masing penjagaan di berbagai tempat,
Dengan demikian sebaiknya menggunakan jalan air saja, dan mendarat di Thian Cin.
Kota raja Pakhia harus dihajar dengan senjata api, dan meriam-meriam besar, Maka
dengan demikian pihak Losat akan mendahului pihak Gouw Sam Kui untuk merampas
kota raja Pakhia." Gubernur jendral itu sangat senang dengan pemikiran tersebut Maka seterusnya ia
berkata sambil memuji-muji orang itu.
"Hong kaucu sangatlah setia sekali Maka nanti jika kita telah berhasil pastilah kau
akan diberikan hadiah beberapa propinsi untuk dijadikan tempat Hong kaucu
memerintah." katanya.
"Terimakasih.... Terimakasih!" katanya.
Siau Po kaget sekali mendengar pembicaraan orang itu.
"Dia benar-benar penghianat besar! Hingga tak terdapat perbedaan antara dia dan
Gouw Sam Kui. Rencana ini sangat jahat, maka aku harus melaporkannya pada si raja
cilik, agar di pelabuhan Thian Cin ditempatkan meriam-meriam besar, Dengan demikian
jika nanti armada Losat datang langsung dihujani dengan peluru meriam-meriam itu,
agar mereka itu tahu rasa!" kata Siau Po dalam hati.
Masih terdengar tawa mereka, maka Hong kaucu berkata.
"Yang mulia Gubernur Jendral, dari jauh kalian datang ke Tiongkok, Kami tak
mempunyai barang yang berharga untuk di persembahkan, maka sudilah Bapak
menerima mutiara yang berjumlah ratusan ini, seratus lembar kulit Tiauw dan seratus
kati Jimson. Semua ini untuk Bapak sendiri, sedangkan untuk raja Losat, kami ada
hadiah tersendiri." Mendengar pemberian hadiah yang sangat berharga itu, Siau Po berkata dalam
hatinya. "Hebat penghianat ini! Dia dapat mengumpulkan barang-barang yang sangat
berharga itu. Anjing tua itu ternyata benar-benar lihay!" katanya.
Siau Po berhenti berpikirnya karena secara tiba-tiba pipinya merasa hangat.
Ternyata si wanita itu sedang mencium, dan memeluknya erat-erat serta tangannya
sedang meraba tubuh Siau Po dengan gencarnya.
"Kau berani main gila denganku, baiklah aku tak akan sungkan-sungkan lagi
padamu!" Setelah berkata demikian Siau Po mulai beraksi. ia memang gemar bergurau,
Kacung itu mulai meraba tubuh si wanita dan menciumnya.
Tiba-tiba si wanita tertawa dengan keras, sehingga suaranya itu terdengar sampai ke
atas, dan di dengar oleh Hong kaucu, Tetapi Hong kaucu diam saja. ia menganggap
sangat wajar jika di dalam rumah Gubernur jendral itu terdapat penghuninya seorang
wanita, bahkan ia berpura-pura tidak mendengar apa-apa. Setelah berkata dengan
rendah hati, ia pun berpamitan untuk pulang, dan katanya pembicaraan dapat
dilanjutkan besok. Tiba-tiba Siau Po mendengar ada suara yang berasal dari atas kepalanya, Tak lama
kemudian muncullah cahaya terang benderang, Siau Po terkejut sebab mereka berada
di dalam peti itu dan ditutup, kemudian tutup itu ada yang membukanya dengan lebar.
Si wanita itu melepaskan rangkulannya dan langsung melompat ke luar sambil
menyambar kain dan membalutkan pada tubuhnya, Ternyata wanita itu seorang opsir
asing. ia bertubuh tinggi, berambut pirang dan hidungnya mancung serta cantik, Opsir
itu memegang pedang yang sudah keluar dari sarungnya.
"Kau keluar!" kata opsir itu kepada Siau Po.
Siau Po menurut saja lalu keluar dari dalam peti itu.
"Masih ada satu lagi." kata wanita itu sambil tertawa,
Yang di maksud ialah Song Ji. ia bersembunyi di sisi peti itu, tetapi sekarang muncul.
"Ah! Bocah cilik!" kata wanita itu kepada Siau Po sambil menatapnya. "Kau masih
begini kecil tetapi sangat romantis, Kaulah si telur busuk! Hi... hi... hi!" tawanya.
Siau Po diam saja, begitu juga Song Ji.
Si Gubernur jendral berkata dan di terjemahkan oleh si wanita itu sebab sang
Gubernur menggunakan bahasanya sendiri, Setelah berkata demikian sang Gubernur
memberikan hormat pada Siau Po.
Kembali si wanita itu mengucapkan kata-kata yang ditujukan untuk Siau Po yang
masih diam saja. Diam-diam Siau Po memperhatikan isi ruangan itu atau kamar tempat sekarang ia
berada, Tampak perlengkapannya terdiri dari banyak kulit binatang dan juga bulunya, Di
atas pembaringan terdapat banyak pakaian wanita yang berwarna-warni yang
bergemerlapan cahaya ke emasan.
Si wanita yang menutupi tubuhnya itu tampak buah dadanya yang putih dan betisnya
yang bagus. Tengah menatap tubuh si wanita itu, tiba-tiba Siau Po dikejutkan oleh si penerjemah
yang berkata kepadanya. "Tuan putri dan juga gubernur jendral menanyakan padamu, kau sebenarnya orang
apa?" tanyanya. Siau Po heran, ia bukannya menjawab pertanyaan itu malah ia balik bertanya.
"0h.... Dia itu tuan putrinya?" Demikian pertanyaannya.
"Benar, ia adalah adik kaisar Losat yang bernama Sophia dan yang ini adalah
Gubernur Jenderal Koricin, Cepat kau berlutut memberikan hormatmu!" kata si
penerjemah itu yang memperkenalkan satu persatu pada orang yang ada di depan Siau
Po. Setelah mendengarkan penjelasan itu Siau Po berpikir.
"Dialah tuan putri" Adiknya kaisar Losat! Tetapi mengapa lagaknya begitu genit dan
juga ceriwis" Tetapi Kian Leng Kong juga tidak kalah genitnya dengan tuan putri
ini,.,." Karena berpikir demikian maka Siau Po tertawa, Setelah itu ia mendekati tuan putri
itu dan memberikan hormatnya seraya berkata.
"Tuan putri baik-baik saja" Sungguh tuan putri sangat cantik seperti bidadari yang
turun dari kayangan! Di negara kami, Tiongkok tak ada wanita secantik kau."
Tuan Putri Sophia mengerti bahasa Tiongkok, Wanita itu mengetahui kalau orang itu
telah memuji kecantikannya itu, ia sangat senang sekali hatinya, Ternyata anak kecil
ini sangat romantis. "Oh, anak baik, ada hadiah untukmu." katanya sambil terus menghampiri meja untuk
mengeluarkan laci yang berisi uang emas, ia mengambil uang itu hanya belasan biji,
dan meletakkannya pada tangan Siau Po.
"Terimakasih!" kata Siau Po yang menerima uang itu. Akan tetapi setelah menerima
uang itu, Siau Po melihat jari-jemari tuan putri. Hatinya tergiur, pada jari-jemari
tangan tuan putri yang sangat indah, Maka ia lalu memegang tangan wanita itu dan
menciumnya. "Jangan kurang ajar kau!" kata si penerjemah.
Mencium tangan adalah kebudayaan orang asing tetapi cara yang di lakukan Siau Po
berbeda dengan cara orang asing itu, Siau Po mencium bukannya punggung tangan itu
melainkan semuanya. Herannya tuan putri itu malah tertawa, dan tidak cepat-cepat menarik tangannya.
"Eh, anak kecil kau sedang berbuat apa?" tanyanya pada Siau Po sambil tertawa.
"Si anak kecil sedang memburu." jawab Siau Po.
Justru pada saat itu terdengar seseorang berkata di luar kamar dengan suara keras.
"Jangan terpedaya olehnya! Bocah itu adalah mentri kebesaran kaisar Tiongkok."
katanya. Ternyata itu, suara Hong kaucu dari perkumpulan agama rahasia Sin Liong Kau yang
berada di pulau Sin Liong To.
Mendengar suara itu Siau Po tersentak kaget, tetapi ia masih sadar dan dapat
mengendalikannya, Maka ia menarik ujung baju Song Ji untuk diajaknya pergi
meninggalkan tempat itu, Akan tetapi setelah ia membuka daun pintu, di situ sudah
terdapat Hong kaucu yang menghadang dengan tangannya yang di rentangkan untuk
menghalangi orang yang akan melalui tempat itu.
Song Ji yang pemberani itu menyerang maju, dan sebelah tinjunya langsung
melayang ke samping. Hong kaucu menangkis dengan tangan kirinya, Bersamaan dengan itu tangan
kanannya menyerang sambil menotok ke arah pinggang Song Ji. Maka tak ayal lagi
Song Ji terkena totokan kaucu di pinggangnya maka dengan demikian Song Ji terkulai
lemas, dan jatuh. "Oh, Hong kaucu! Kau beruntung dan berbahagia, Usianya kekal dan sama dengan
langit! Oh, ya. Mana Hong Hujin" Apakah ia telah berada di sini bersamamu?" kata Siau
Po. Hong kaucu tak menjawab pertanyaan Siau Po. ia malah mengulurkan tangannya
untuk mengangkat pundak Siau Po. Tubuh Siau Po di tenteng dengan tangannya yang
satu dan dibawanya masuk ke dalam kamar itu.
"Harap diketahui oleh tuan putri serta Paduka Gubernur Jendral! Anak ini bernama
Wi Siau Pek atau Siau Po. ia adalah menteri besar kesayangan Kaisar Tiongkok dan ia
juga menjadi kepala pasukan pengawal pribadi kaisar, dan juga pengawal istana raja, ia
menjadi kepala utusan raja cilik dia serta kedudukan kebangsawanan Cu-ciak." kata
raja agama Sin Liong Kau.
Setelah berkata demikian, Hong kaucu meminta pada si penerjemah untuk
menerjemahkan kata-katanya itu kedalam bahasa Losat Hal itu dimaksudkan agar
Gubernur dan juga tuan putri mengerti apa yang dimaksudkan olehnya.
Setelah penterjemah itu mengutarakan pada Gubernur dan juga tuan putri, mereka
berdua tak mempercayainya, maka tuan putri itu tertawa lalu berkata.
"Dia adalah anak kecil dan bukan mentri besar."
"Tetapi hamba mempunyai buktinya!" kata Hong kaucu yang terus menoleh pada
anak buahnya untuk memerintahkan sesuatu seperti biasanya sewaktu ia berada di
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pulau Sin Liong To. "Bawa ke mari baju anak ini!" katanya, Dari luar kamar terdengar suara jawaban, Tak
lama kemudian ada seorang yang masuk sambil membawa pakaian dan kopiah Siau
Po. Dia adalah Liok Kho Hian.
Melihat pakaian itu Siau Po kaget, "Aneh! Dari mana ia mendapatkan pakaianpakaianku
itu" jika demikian memanglah Hong kaucu sangat lihay!" katanya dalam hati.
"lnilah pakaian dan juga kopiah anak kecil itu!" kata Hong kaucu.
Siau Po diam saja ketika orang mendandaninya, Memang pakaian itu adalah
pakaiannya, maka setelah dipakainya, pakaian itu sangatlah cocok dengannya dan
terlihatlah Siau Po sebagai pembesar istana Boancu.
Walaupun rahasianya telah terbongkar hingga ia tak dapat menyangkal Iagi, Siau Po
tidak merasakan takut, ia malah tertawa terbahak-bahak lalu berkata pada ketua Sin
Liong Kau itu. "Hong kaucu sungguh kau sangat lihay! Di sepanjang jalan aku membuang
pakaianku yang terkoyak-koyak itu dan di sepanjang jalan itu pula aku memungutinya."
Hong kaucu tidak menjawab kata-kata Siau Po itu.
"Geledah tubuhnya!" perintahnya pada sebawahannya itu. "Dia pasti membawa
firman dari kaisar itu serta surat-surat yang lainnya!" katanya pula.
Kembali Siau Po tertawa walaupun sebenarnya ia merasa kaget,
"Tak usah kau menggeledah, aku sendiri yang akan mengeluarkannya." kata Siau
Po. Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan susunan Gin-pio yang jumlahnya laksaan
tali uang perak. Gubernur jendral yang sudah lama tinggal di Liouwtong mengenali uang kertas itu.
Maka setelah menyaksikan uang yang jumlahnya banyak itu ia merasa heran dan
kagum. "Benar-benar anak ini ada asal-usulnya, Dia memiliki uang yang demikian
banyaknya." kata Gubernur itu pada si tuan putri.
"Anak ini sangat licin, geledah dia!" kata Hong koucu yang masih belum puas juga.
Maka Liok Kho Hian yang dibantu oleh Ay Cuncia mengeluarkan isi saku Siau Po.
Memang benar di salah satu sakunya itu terdapat firman raja cilik itu, yang di
antaranya menerangkan tentang raja-raja muda yang di perintahkan untuk mengundang setiap
pemberontak yang akan masuk ke wilayah kota raja.
Mereka itu menyanggupi firman itu, Dan juga di situ diterangkan mengenai pangkatpangkat
Siau Po di antaranya Kim Cee Tayjin yaitu utusan raja, Butggraf tingkat satu,
Baturu perkenaan memakai pakaian kehormatan warna kuning, pemimpin dari tangsi
Jiau Kie Eng berbendera putih merangkap Hu Congkuan wakil kepala pasukan
pengawal Gie Cian Sie Wie pengawal pribadi raja.
Penterjemah memberikan salinan dari firman kaisar Tionghoa itu pada Gubernur
jendral dan tuan putri Sophia, Mereka berdua menjadi sangat heran dan juga kagum
pada Siau Po. "Harap Tuan putri ketahui, Kaisar Tiongkok ini masih kecil sehingga ia paling suka
memilih anak kecil juga sebagai para menterinya, Begitulah anak ini dapat bermain
dengan rajanya, Dia sangat pandai menepuk punggung kuda dan punggung kerbau,
Karenanya kaisar Tiongkok yang masih kecil itu sangat senang padanya." kata Hong
kaucu yang memberikan keterangan pada kedua orang itu.
Setelah penterjemah itu menerangkan dan memberikan penjelasannya, tuan putri
Sophia tertawa dan berkata:
"Aku memang paling suka dengan orang yang pandai menepuk punggung kuda dan
meniup kulit kerbau itu." katanya.
Mendengar kata-kata tuan putri itu Siau Po menjadi senang, sedangkan wajah ketua
Sin Liong Kau menjadi merah dan tak sedap jika di pandang mata.
"Berapakah usia kaisar Tiongkok yang masih muda itu?" tanya si tuan putri Sophia.
"Kaisar Tiongkok berusia delapan belas tahun. Banyak orang yang mengatakan
kaisar besar itu bukanlah berarti ia besar, melainkan ia agung dan mulia walaupun
masih seperti anak-anak." Siau Po yang memberikan keterangannya.
Putri Sophia tertawa lagi.
"Raja kerajaan Losat yang besar juga diperintah oleh saudaraku yang masih kecil,
usianya baru dua puluh tahun, dan karenanya dia bukannya tua bangka." katanya.
Siau Po menoleh sedikit mendengar kata "tua bangka"
"Apakah arti dari tua bangka itu?" tanyanya dalam hati, "Apakah yang dimaksudnya
itu orang dewasa?" Maka ia lalu berkata dengan keras pada tuan putri itu.
"Tuan putri yang cantik, raja tuan putri bukanlah tua bangka itu bagus, Dan raja kami
pun bukannya tua bangka itupun bagus." katanya.
Tetapi Siau Po tidak berhenti sampai di situ, ia terus melanjutkan kata-katanya yang
di tujukan untuk Hong kaucu,
"Telur busuk dari Tiongkok ialah seorang yang tua bangka! itu tidak bagus. Ya...
tidaklah bagus." katanya.
Mendengar hal yang demikian putri Sophia tertawa terpingkal-pingkal.
Gubernur Jenderal yang usianya baru tiga puluh tahun pun ikut tertawa
mendengarkan kata-kata Siau Po.
Hong kaucu sebaliknya mukanya menjadi merah karena menahan rasa malu, Dalam
hati ia merasa sangat mendongkol dan juga menyesal, hingga ia ingin membuat Siau
Po mati saja. Lalu mendengar pula perkataan putri Sophia.
"Utusan raja kecil dari Tiongkok datang ke mari, Lalu ada apakah keperluannya itu?"
tanyanya. "Yang di pertuan kaisar Tiongkok mendengar kabar berita bahwa pembesar dari
bangsa Losat telah tiba ke Liauwtong, Maka aku diutusnya untuk mendapatkan
kepastian, Kaisar Tiongkok juga telah mendengar berita bahwa raja Losat juga masih
anak-anak dan putri mahkotanya seperti seorang bidadari yang turun dari kayangan,
Dari itu aku diutus ke mari untuk memberikan barang-barang hadiah kepada Tuan putri
dan juga untuk paduka Gubernur Jendral, aku di bekali dua ratus butir mutiara Tay Tong
serta Jimson dua ratus tail, Namun di tengah perjalanan kami dipegat segerombolan
penjahat dan mereka itu merampas semua harta kami."
Belum sempat Siau Po melanjutkan kata-kata-nya, Hong koucu yang sedari tadi diam
saja menjadi sangat kesal, ia lalu menggerakkan tangannya untuk menyerang Siau Po.
Pukulan itu diarahkan ke kepala Siau Po.
Ketika berbicara Siau Po memang sudah memperhatikan gerak-gerik Hong koucu,
Maka setelah mendapatkan serangan yang tiba-tiba itu, ia sempat mengelak dengan
menggunakan ilmu meringankan tubuh yang diajarkan oleh gurunya, ia langsung ke
belakang tubuh tuan putri Sophia.
Sungguh menakjubkan gerakan Siau Po. Terutama ilmu meringankan tubuh yang
diajarkan Kiu Lan gurunya itu, Siau Po nampak mahir sekali menggunakan ilmu itu,
Sebagai akibatnya tangan Hong kaucu yang menyerangnya membentur bangku hingga
hancur. Korichin kaget sekali, ia lalu mencabut pistolnya dan terus mengancam pada Hong
kaucu sambil membentaknya:
"Jangan kau berbuat sembrono!" bentaknya.
Barusan itu tuan putri Sophia mendengarkan pembicaraan Siau Po. Hanya Siau Po
berbicara panjang lebar sehingga tuan putri Sophia banyak yang tidak mengerti
makanya ia meminta penterjemah untuk menerangkan padanya dan setelah mengerti
maksud dari Siau Po ia pun tertawa.
"Bingkisan hadiah telah dirampas dan sebagian kau pakai untuk keperluanmu sendiri
itu sangatlah tidak bagus." katanya yang ditujukan untuk kaucu.
Mendengar kata-kata tuan putri itu kaucu menjadi bingung.
"Bukan, Anak ini memang paling pandai berdusta, janganlah Tuan putri percaya
padanya!" sangkalnya.
Hal itu Siau Po lakukan karena sewaktu berada di bawah lobang itu ia mendengar
kalau Hong kaucu telah memberikan hadiah pada Gubernur jendral itu, dan karena
kecerdikannya itu ia merubah jumlah yang besar itu menjadi lebih besar lagi.
Mendengar kata-kata Siau Po, Hong kaucu sangat mendongkol sekali, Tetapi ia tak
dapat melakukan apa-apa, apalagi sekarang gubernur itu mengancam akan
menembaknya dengan senjata api yang telah di arahkan kepadanya. sebenarnya ia
tidak takut pada senjata api, tetapi ia masih mengingat ada hal lainnya yang sangat
penting dan memerlukan bantuan bangsa Losat itu yaitu untuk menyerang Boancu,
maka tak selayaknya urusan yang besar dapat dirusak dengan urusan yang sepele itu.
Jadi ia harus dapat menahan diri, Maka dengan sabar ia melangkah ke pintu, ia tak
melakukan perlawanan dengan gubernur itu tapi tetap tenang-tenang saja.
Gubernur itu menyimpan lagi senjatanya, dan mengucapkan kata-katanya yang
langsung diartikan oleh penterjemah.
"Paduka gubernur mengatakan bahwa Hong kaucu tak usah gusar Dia mengetahui
kalau anak ini pandai berbicara yang tidak karuan. Katanya pula, tuan putri Sophia
datang ke Tiongkok ini secara rahasia, Karenanya kaisar Tiongkok pastilah tidak
mengetahuinya. Dan ia mengatakan tak mungkin kalau kaisar Tiongkok memberikan
hadiah yang besar itu pada tuan putri Sophia dan juga untuk Gubernur jendral yang
berasal dari Bangsa Losat." kata penterjemah itu.
Mendengar keterangan itu Hong kaucu sangat senang dan amarahnya reda seketika.
"Paduka Gubernur sangat pandai dan juga cerdas, serta bijaksana, Memang ia tak
mungkin terpedaya oleh ocehan anak kecil."
Mendengar demikian, Korichin lalu menanyakan tentang asal-usul Siau Po.
Hong koucu menerangan dari pertama Siau Po yang membinasakan Goh Pay dan
mengantarkan tuan putrinya Kian Leng untuk menikah dengan anak Gouw Sam Kui di
Inlam, Anak ini pandai mengarang untuk membuat dusta pada setiap orang dan juga
membuat kejahatan. Tetapi anehnya anak ini sangatlah disayang oleh kaisar Tionghoa, ia
mengutarakannya banyak yang ditambah-tambahkan dan pada akhirnya ia berkata:
"Bocah ini menjadi tangan kiri dan kanannya Kaisar Tiongkok, jikalau kita
membunuhnya, pastilah kaisar itu merasa tidak puas dan murka, Oleh karena itu
sekarang kita sebaiknya jangan meladeninya. Lebih baik sekarang kita membicarakan
cara menggerakkan angkatan perang yang hasilnya jauh lebih bermanfaat."
Ketika Hong koucu berbicara, penterjemah itu tak henti-hentinya memberikan
keterangan pada atasannya dalam bahasa Losat, Sambil mendengar pembicaraan itu
tuan putri pun tersenyum sambil memperhatikan Siau Po.
Korichin berpikir dan setelah itu ia berkata.
"Jadi kaisar itu sangat sayang pada anak ini?" tanyanya.
"Tidak salah lagi." sahut Hong kaucu dengan segala kepastian, "Jika tidak demikian,
mana mungkin dalam usia yang sedemikian mudanya ia telah memperoleh pangkat
yang sangat tinggi dan kedudukan yang sangat besar itu?" katanya pula.
"Jikalau anak ini tak dapat kita binasakan, sebaiknya kita membuat surat pada kaisar
Tiongkok yang kecil itu untuk mengirim permata yang jumlahnya sangat besar untuk
menebus anak ini." kata Korichin.
Tuan Putri Sophia yang mendengarkan pembicaraan kedua orang itu menjadi
tertawa. Secara perlahan-lahan ia menciumi pipi Siau Po dan berkata tetapi tidak
diterjemahkan, Siau Po mengira kata-kata itu suatu sanjungan, Maka hatinya merasa
girang. "Asal aku tidak dihukum mati mudah untuk si raja cilik mengeluarkan uang dan
permatanya untuk menebus aku." katanya dalam hati.
Hong kaucu tampak tidak puas tetapi ia hanya diam saja.
Setelah itu Siau Po mengambil uangnya dan membagi menjadi tiga tumpukan, Yang
paling banyak ia berikan pada tuan putri Sophia dan pada tumpukan yang kedua ia
berikan pada Korichin, Gubernur Jendral, sedangkan tumpukan yang terakhir ia berikan
pada si penterjemah dan sisanya ia masukan kembali kedalam sakunya.
Sophia dan Korichin serta penterjemah itu memerintahkan menghitung jumlah uang
itu dan seterusnya memerintahkan agar surat-surat berharga itu dapat ditukarkan
dengan uang di pedalaman Tiongkok.
Kiranya jumlah uang si tuan putri itu selaksa tail lebih, Hal itu yang membuatnya
sangat senang, itulah harta karun yang didapatnya dalam sekejap saja. Saking
girangnya, ia memeluk tubuh Siau Po dan menciumi pipi kanan dan kirinya berulangulang.
Setelah itu ia berkata dengan suara nyaring, "Jumlah ini sangatlah besar! Untuk itu
lepaskanlah anak ini agar ia pergi!"
Itulah kemerdekaan yang diinginkan oleh Siau Po, tetapi ia berpikir dan berkata
dalam hati: "Aku memang ingin merdeka, tetapi bukannya sekarang, Karena jika aku pergi,
pastilah aku akan dibunuh oleh Hong kaucu ini."
Setelah berkata demikian, maka Siau Po tertawa.
"Oh, Tuan putri! Tuan sangatlah cantik, dan aku belum pernah melihat orang yang
secantik kamu, Oleh karenanya ijinkanlah aku singgah barang beberapa hari lagi untuk
melihatmu." Sophia tertawa geli. "Jikalau demikian, baiklah! Baiklah, besok kita pulang ke Moskwa!" katanya.
Siau Po tidak mengetahui di mana tempat yang tadi telah disebutkan itu. seenaknya
saja ia berkata: "Jikalau Tuan putri yang cantik pergi ke Moskwa, utusan raja yang berpangkat tinggi
ini akan pergi ke sana, Dan jikalau Tuan putri yang cantik ini pergi ke awan, maka
utusan raja cilik ini akan pergi ke sana juga...."
Senang hati Sophia melihat anak ini yang pandai berbicara dan nada bicaranya
sangatlah jenaka sekali Dia mengangguk-angguk sambil tersenyum dan berkata.
"Baiklah. jikalau demikian, maka aku akan membawamu ke Moskwa," kata tuan putri.
Tetapi Korichin meminta pada Hong kaucu untuk meninggalkan tempat itu karena ia
ingin berbicara panjang lebar dengan Siau Po.
Tampak Hong kaucu tidak membantah keputusan dari Gubernur jendral itu, ia diam
dan menurut saja, tetapi sewaktu ia hendak meninggalkan tempat itu, sampai di pintu ia
menatap Siau Po dengan mata yang bengis.
Siau Po menjulurkan lidahnya serta kedua tangannya untuk menutupi mukanya,
itulah caranya mengejek, Sambil berbuat demikian ia berkata bagaikan berseru.
"Hong kaucu beruntunglah dan berbahagia untuk selama-lamanya dan usianya sama
dengan usia langit!"
Kaucu tidak menjawab perkataan Siau Po, dengan sangat mendongkol ia mengajak
Liok Kho Hian pergi meninggalkan tempat itu.
Sementara itu Raja Losat yang bernama Gzar yang baru berusia dua puluh tahun, itu
adalah adik dari putri Sophia, mempunyai tubuh cacat, tak dapat berjalan, Maka urusan
negara yang penting-penting diputuskannya dari atas tempat tidur di mana ia selalu
rebah, ada kesulitan baginya mengatur negaranya yang besar.
Buat keamanan negara, Czar memelihara satu pasukan berkuda yang di beri nama
Kozakh serta satu tangsi tentara yang dilengkapi dengan senjata api.
Pasukan berkuda itu dipakai untuk menyerang ke segala arah, timur dan barat, dan
pasukan bersenjata untuk menjaga keamanan raja pribadi.
Mengenai putri Sophia dapat diterangkan sebagai berikut.
Sophia sangat bebas dalam setiap tindakannya, sikapnya semau gue. Memang
sebagian Bangsa Losat bebas dalam pergaulan antara laki-laki dan wanita, di tambah
lagi wajah Sophia sangat cantik, jadi tak heran jika ia memiliki banyak kekasih dari
kalangan bangsawan dan pembesar istana.
Bahkan gubernur jendral Korichin tak terkecuali Gubernur jendral itu masih muda dan
juga tampan, oleh karenanya ia sangat disayangi tuan putrinya.
Pada saat itu Korichin sedang membuat kota baru di Jaksha dan kota-kota yang
lainnya, itulah tugas yang sangat berat baginya, Kerajaan Losat akan memberikan
pengaruhnya pada Bangsa Mongolia, Liautong yang termasuk wilayah Tiongkok.
Putri Sophia yang gemar bergerak itu telah menyusul Korichin ke Jaksha. Dia sangat
menyukai si gubernur jendral, tetapi ia tak mempunyai maksud untuk menikah
dengannya, Jadi ia hanya ingin bergaul saja.
Pada suatu hari secara kebetulan Sophia menemukan jalan rahasia yang terdapat di
dalam kamar Korachin. jalan itu terletak di dalam tanah. ia tertarik untuk melihat dan
mengetahuinya, ternyata jalan itu menuju ke luar kota dan sampailah di pos itu.
sedangkan jalan itu ia gunakan jikalau dalam melaksanakan tugasnya terdapat huruhara,
maka jalan itu baru di gunakan untuk meloloskan diri.
Melihat pada si serdadu penjaga, Sophia lalu mengajaknya untuk main gila dan
serdadu itu melayaninya, Tak lama kemudian ia kepergok oleh Siau Po dan Song Ji.
Serdadu itu mati di tangan Siau Po. Secara kebetulan tuan putri bertemu dengan Siau
Po yang ternyata berpangkat tinggi dan bersedia bermain cinta-cintaan dengannya.
Akhirnya ia bersedia mengajak utusan raja ini untuk pergi ke Moskwa.
Dalam perjalanan pulang, tuan putri di kawal oleh dua ratus tentara berkuda,
Rombongan besar itu menuju arah barat. Selama itu tuan putri selalu duduk dengan
keretanya atau dengan menunggang kudanya langsung, perjalanan itu bersipat pesiar.
Sesudah melewati dua puluh hari lebih, legalah hati Siau Po. ia percaya pastilah
Hong kaucu tak akan menemuinya, Namun ia sangat terkejut karena mendengar bahwa
perjalanan itu dapat memakan waktu empat bulan atau lebih.
"Ah! Bukankah itu sama saja dengan orang yang pergi ke langit" Dan setelah
berjalan empat bulan atau lebih itu, bukankah utusan raja, Siau Po telah menjadi tua
bangka?" Mendengar kata-kata yang sangat jenaka itu tuan putri Sophia tertawa.
"Habis mau apa" Apakah kau ingin pulang ke Pakhia" Apakah kau sudah bosan
padaku?" tanyanya. "0h... tidak! Memandangi tuan putri yang cantik ini biarkan seribu tahun lamanya tak
akan ada bosannya, Juga tidak walaupun selaksa tahun! Namun untuk pergi begitu jauh
dan lama, maka dengan sendirinya hati ini menjadi sangat takut dan cemas..." jawab
Siau Po. Sophia tersenyum mendengarkannya.
"Kau jangan khawatir apa pun juga!" kata Sophia menghibur.
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selama dua puluh hari dalam perjalanan bukan main senangnya si tuan putri, ia
mendapat kawan Siau Po, dan selama itu pula ia mendapatkan tambahan kata-kata
Tionghoa dari pembicaraan itu. Begitu juga dengan Siau Po, ia mendapat tahu sedikit
demi sedikit bahasa Losat, Keduanya memang sama-sama cerdas dan cerdik, dan
keduanya sama-sama puas dalam pergaulan.
Yang putri bukanlah gadis baik, dan yang putranya kacung berandalan. Di samping
tidak menghargai kesucian tubuhnya, iapun senang meladeninya.
Dan pada akhirnya tuan putri merasa tidak puas karena Siau Po selalu saja
mengingat-ingat negaranya, dan menginginkan pulang kembali.
"Aku tidak mengijinkan kau pulang, Kau harus menemaniku sampai ke negaraku di
Moskwa, dan kau harus tinggal denganku selama satu tahun. Setelah itu barulah kau
kuijinkan kembali ke kampung halamanmu di Pakhia." kata tuan putri.
"Satu tahun" Bukan main lamanya." sahut Siau Po.
Selama ini ia cukup mengetahui tabiat tuan putri, Maka ia harus berlaku saban jikalau
ia memaksa untuk pergi, ada kemungkinan tuan putri ini akan memerintahkan salah
satu serdadunya untuk membunuhnya.
Malam itu diam-diam Siau Po menemui Song Ji untuk membicarakan halnya tuan
putri Sophia akan menahannya selama satu tahun di negaranya, ia katakan itu pada
Song Ji karena ia tahu kalau Song Ji memiliki otak cerdas dan pandai.
"Apakah kau mempunyai jalan untuk kita menyingkirkan diri?" tanya Siau Po.
"Buat apa yang Siangkong lakukan untuk hanya dapat menurut saja." katanya yang
selalu memanggil Siau Po dengan sebutan "Siangkong" sebab ia menganggap laki-laki
itu adalah majikannya. Siau Po memandangi mega, kemudian ia menarik napas dan kemudian
menggelengkan kepalanya, itu suatu tanda kalau ia belum mendapatkan jalan ke
luarnya. Perjalanan pulang ke Tiongkok sangat jauh dan berbahaya, Mereka harus membawa
bekal pakaian yang tebal dan juga rangsum yang banyak, Andai tuan putri ini tidak
mengirim pasukannya untuk mencari dan membunuhnya ada kemungkinan ia akan mati
kedinginan dan kelaparan di tengah perjalanan.
Salju terdapat di mana-mana, di daerah yang luas, Berbeda dengan di daerah
Liauwtong yang masih terdapat rimba, Orang dapat mencari binatang buruan,
sedangkan di sini burung terbang pun tak terlihat.
Demikian selama ia tak berdaya ia mengikuti terus ke mana arah tuan putri itu.
Mulanya ia ingat si raja cilik entah bagaimana dengan raja cilik itu. juga perihal Gouw
Sam Kui, si penghianat itu sudah berontak ataukah belum, Yang terlebih sering yaitu A
Ko, ini yang tak dapat ia lupakan. Dalam hati ia selalu bertanya apakah ia masih berada
di Kun Beng atau sudah pindah.
Demikianlah selama satu bulan dalam perjalanan ia selalu mengingat-ingat orangorang
yang pernah dikenalnya. Di dalam wilayah yang bersalju itu, membuat otak jadi beku, Maka sangatlah
bersyukur bagi Siau Po, ia mudah untuk menghibur diri, sedangkan putri Sophia
membantu banyak padanya, Putri yang genit dan ceriwis itu membuatnya menjadi
girang. Demikian juga Song Ji, ia pun dapat menghiburnya, karena ia dapat berbicara
secara terbuka. Dalam perjalanan akhirnya Siau Po tidak merasa kesepian.
Waktu empat bulan lebih dilaluinya di tengah perjalanan Tiba di luar kota Moskwa
bulan sudah bulan ke empat. Pada waktu itu udara semakin hangat karena air es
tersebut makin Iama makin lumer mencair.
Di mata Siau Po walaupun kota Moskwa itu besar tetapi pembuatannya masih kalah
dengan kota Pakhia, pembuatannya kasar, di lihat dari jauh rumah-rumah tidak teratur
dan kotor, kota itu tak dapat dibandingkan dengan kota Pakhia dan juga kota-kota
lainnya yang kecil. Masih beberapa Lie dari situ telah ada orang istana yang memberikan kabar bahwa
istana akan kedatangan tuan putrinya itu. Maka tak lama kemudian terdengarlah suara
terompet yang disusul dengan barisan tentara berkuda yang bersenjatakan senjata api.
"Kakak raja telah memerintahkan kepada orang-orangnya untuk menyambut
kedatanganku!" kata tuan putri.
Akan tetapi setelah mendekati barisan berkuda itu, Sophia terkejut. Tampak jelas
para serdadu itu menggunakan seragam dengan ditancapkan bulu burung halus warna
hitam dan batang senapannya diikat kain hitam juga.
Itulah tanda berkabung. Dalam kagetnya tuan putri itu langsung mempercepat kudanya dan ia langsung
menanyakannya. "Apa yang telah terjadi?"
Seorang opsir lompat turun dari kudanya, lalu memberikan hormat kepada tuan putri
dan berkata. "Harap tuan putri ketahui, bahwa tuanku sri baginda telah dipanggil oleh Yang Maha
Kuasa dan sudah meninggalkan dunia, negara, rakyat serta telah pergi ke sorga."
Sophia kaget sekali, maka dengan cepat air matanya bercucuran membasahi
pipinya. "Kapankah terjadinya itu?" tanyanya kepada opsir itu.
"Jikalau Tuan putri pulang empat hari sebelum ini, pastilah Tuan putri akan dapat
berpamitan pada tuan raja." jawab Si Opsir itu.
Sophia mengetahuinya kalau kesehatan kakak raja sedang terganggu, Orang
meramalkan tidak lama lagi raja akan meninggal tepat sewaktu tuan putri sedang
berada di kota raja itu. Siau Po heran melihat putri itu. MuIanya sangat senang tetapi akhirnya sedih, malah
ia sangat berduka cita, Maka untuk itu Siau Po mencari keterangan tentang masalah itu.
Setelah ia ketahui masalahnya, dalam hati Siau Po merasa sangat senang, maka ia
berkata: "Dengan wafatnya raja, untuk sementara waktu keadaan istana akan kacau, Maka
tak akan mudah mereka mengadakan serangan terhadap Kota Pakhia untuk membantu
Gouw Sam Kui." Katanya dalam hati.
Kemudian Sophia masuk ke dalam kota. Di saat ia hendak memasuki istana, opsir itu
berkata padanya. "Atas perintah ibu suri, tuan putri Sophia diminta untuk beristirahat di luar istana!"
katanya. Sophia merasa heran mendengar hal itu.
"lbu suri apakah?" tanyanya dengan bengis, "lbu suri yang mana yang dapat
mengendalikan aku?" Opsir itu mengangkat tangannya sebagai isyarat untuk anak buahnya, Para anak
buahnya lalu mengangkat senjatanya dan mengarahkannya pada pasukan pengawal
tuan putri. Tak lama kemudian pasukan tuan putri telah berhasil dilucuti senjatanya.
Setelah itu mereka dititahkan untuk turun dari atas kudanya masing-masing.
Kembali Sophia menjadi heran. ia sangat gusar menyaksikan hal itu.
"Apakah kau ingin berontak?" tanyanya dengan bengis.
Opsir itu menjawab dengan kata-katanya:
"lbu suri khawatir sekembalinya tuan putri, tuan putri tidak mau menerima
pengangkatan raja yang baru, Maka itu aku dititahkan untuk menahan tuan putri,"
katanya. Muka Sophia menjadi merah.
"Raja yang baru" Siapa raja yang baru itu?" tanyanya.
"Raja yang baru adalah raja Peter I." jawab opsir itu.
Sophia tertawa, . "Peter!" katanya mengulangi kata-kata si opsir, "Peter toh, masih anak-anak! Usianya
pun baru sepuluh tahun lebih! Mana dapat ia menjadi Czar yang baru" Bukankah kau
menyebut-nyebut ibu suri" Bukankah ia itu Natalia?"
"Ya." Sahut opsir itu.
Memang ayah raja Sophia Alexius Mikhailovich, mempunyai dua orang permaisuri,
permaisuri yang pertama mempunyai anak laki-laki dan perempuan atau banyak
anaknya. Dialah ibu Sophia kakak beradik, permaisuri yang kedua ialah Natalia, yang
usianya jauh lebih muda dan mempunyai seorang putra, dialah Peter yang disebut
menjadi Peter I itu. "Mari antar aku menemuinya di istana!" kata Sophia, "Aku hendak bertemu dengan
Natalia, aku hendak bertemu dan berbicara!" katanya pula.
"Adikku Ivan berusia lebih tua dari Peter, kenapa bukan dia yang diangkat
menggantikan Czar" Lalu bagaimanakah dengan para menteri" Apakah mereka itu
tidak berbicara cara mengangkat raja baru pada ibu suri" Apakah mereka bisu?"
katanya dengan kesal. "Hamba hanya menjalankan perintah dari ibu suri, serta Sri Baginda raja, Karenanya
tuan putri sudi memaafkan aku!" jawab si Opsir itu yang kemudian memegang tali
kendali kuda tuan putri dan diajaknya untuk pergi ke arah timur.
Sophia gusar bukan main. Seumur hidupnya belum pernah ada orang yang berani
kurang ajar kepadanya, Maka tak ayal lagi ia mengayunkan cambuknya untuk
menghajar opsir itu. Ternyata opsir itu sudah siap siaga, Setelah mengetahui bahwa akan datang bahaya
ia langsung menggerakkan tubuhnya untuk menangkis serangan itu. ia tidak marah
tetapi malah tertawa, Setelah itu ia memerintahkan pada pasukannya untuk menggiring
tuan putri meninggalkan istana sampai jauh.
Siau Po dan Song Ji turut pula digiring oleh mereka.
Semasuknya tuan putri ke dalam istana luar itu, sementara istana langsung di jaga
ketat dengan pasukan bersenjata, Siapa saja dilarang masuk dan ke luar tanpa ijin.
Dalam marahnya tuan putri menghajar semua perabotan yang ada di sana
sedangkan hidangan yang sudah disiapkan dia acak-acak.
Selama beberapa hari penjagaan diperketat pada istana luar atau Villa istana. Hal itu
tak pernah kendor, maka satu kali Sophia memanggil opsir, komandan pasukan
pengawal itu. Dia menanyakan sampai berapa lama ia akan ditahan dalam istana itu.
"Menurut perintah dan pesan dari ibu suri, tuan putri suka atau mau untuk tinggal di
luar istana sampai perayaan tahun kelima puluh pengangkatan Sri Baginda Peter I. Dan
pada waktu itu tuan putri akan diundang pula."
Sophia kaget bercampur gusar.
"Apa katamu" Aku diminta untuk menanti sampai perayaan penobatan tahun kelima
puluh dari si Peter itu" Bukankah dengan demikian aku sama saja ditahan selama lima
puluh tahun lamanya?" tanyanya dengan bengis.
Komandan itu tersenyum, dia bukannya menjawab pertanyaan itu malah berkata
dengan ramah, "Sekarang ini aku sudah berusia empat puluh tahun, maka aku percaya
tak akan sanggup melayani tuan putri sampai lima puluh tahun itu. Bahkan sepuluh atau
dua puluh tahun lagi akan datang penggantiku yang masih muda dan gagah, Maka
hanya sampai di situ aku dapat melayani tuan putri Sophia." Katanya.
Hati Sophia menjadi ciut mendengar keterangan opsir itu, ia sangat takut orang akan
menahannya selama lima puluh tahun, Dia mencari akal untuk meloloskan diri dari
tahanan itu. Sophia mendapatkan akal yaitu dengan cara menggunakan kecantikannya, ia akan
merayu opsir itu, agar dengan demikian ia dapat meloloskan diri dari kurungan itu.
Si Opsir berdiam saja, malah ia mundur beberapa langkah.
"Maaf tuan putri, ibu suri telah melarang para pasukan untuk tidak mendekati tuan
putri bahkan untuk menoleh saja tak boleh, jikalau hal itu sampai dilanggar kami akan
dihukum mati. Apabila kepala pasukan pengawal telah dihukum mati, maka sebagai
penggantinya adalah wakilnya, Dan jika wakil itu pun dihukum mati, maka sebagai
penggantinya adalah wakilnya, Dan jika wakil itu pun dihukum mati maka yang akan
naik yaitu kepala kompi, Demikianlah seterusnya ganti-mengganti, pimpinan pasukan,
Oleh karenanya setiap pasukan ingin sekali untuk naik pangkat, jadi penjagaan
dilakukan dengan sangat ketat sekali." kata opsir itu.
Baru saja komandan itu menutup mututnya, pintu sudah ada yang membukanya,
Dialah komandan muda, yang senantiasa menunggu diluar, yang tengah berjaga di
luar.... Ibu suri telah mengetahui kalau Sophia itu cantik dan sangat genit Untuk itu ia
membuat peraturan agar para penjaga jangan sampai ada yang mendekatinya, ia
sangat khawatir jika Sophia akan menggunakan kecantikannya untuk merayu para
penjaga itu, maka terlebih dahulu ia mengeluarkan perintah itu.
Hal itu dimaksudkan agar tuan putri itu tidak main gila, Ternyata sekarang
kekhawatirannya itu terbukti, sekeluarnya komandan itu, Sophia masuk ke dalam
kamarnya dan menangis sepuasnya, Di saat itu ia benar-benar telah putus asa. Sia-sia
saja ia melakukan hal itu, Wanita itu sangat kesal, hanya air matanyalah yang dapat
menolongnya mengurangi kesedihannya itu. Dalam hati ia mencaci ibu tirinya itu.
Selama dalam tahanan itu Siau Po dapat mempelajari sifat tuan putri itu. Pertama ia
mengetahui sifat Sophia yang selalu marah lalu diam saja. ia pun dapat melihat para
serdadu yang mempunyai sifat kasar.
Maka ia beranggapan kalau negara itu adalah negaranya para hantu yang
mempunyai sifat kasar dan bengis dan juga memiliki sifat yang sangat jahat dan kejam.
Siau Po dan juga Song Ji sebenarnya tidak merasa sukar untuk ke luar dari istana
itu. Yang mereka pikirkan ialah jalan yang terlalu jauh untuk pulang kembali ke
tempatnya, jarak yang terlalu jauh ditambah lagi dengan rintangan yang pasti telah
menghadangnya. Tanpa penunjuk jalan mereka berdua pasti akan tersesat di tanah yang datar dan
tanah yang dipenuhi oleh es, serta salju yang sangat dingin sekali. Kedua tempat itu
sangat mengancam mereka jika tidak selalu waspada di antaranya kelaparan,
kedinginan. Walaupun mendapatkan kesukaran, dasar mereka itu masih muda dan masih gagah
mereka masih dapat menghibur diri. Ada kalanya antara mereka itu bercanda satu
dengan yang lainnya, Mereka berdua hidup rukun dan damai, saling hormat
menghormati satu dengan yang lainnya, terutama Song Ji, Nona itu selalu menghormati
siangkongnya. Pada suatu hari Siau Po bercerita pada Song Ji. ia mengambil cerita pendeta Tong
Sam Chong bersama ketiga pengiringnya yaitu Sun Gouw Kong si siluman kera, Tie Pat
Kay si siluman babi, dan See Ceng si siluman naga, yang di ajaknya pergi ke Say Thie
(Tanah barat) yang tujuannya akan mengambil kitab suci.
"Mari kita bertaruh! Menurut aku tempat yang dinamakan Say Thie yang mereka tuju
itu pastilah tak jauh berbeda dengan tempat Moskwa, Maka kalau dibandingkan dengan
pendeta Tong, aku jauh lebih lihay, Kau percaya atau tidak" jikalau kau tidak percaya
mari kita sekarang bertaruh!" kata Siau Po.
Song Ji adalah orang yang tak suka berjudi, menurutnya bertaruh itu sama dengan
berjudi. Makanya mendengar kata-kata siangkongnya ia lalu berkata:
"Jikalau siangkong menganggap kalau siang-kong lebih lihay dari pada pendeta
Tong itu ya sudah. Baiklah, Siangkong terlebih lihay dari pada pendeta Tong! Aku tak
dapat bertaruh, Aku pun tak selihay Tie Pat Kay itu...."
Setelah berkata demikian Song Ji tertawa.
Justru pada saat itu dalam kamar tuan putri terdengar suara yang sangat berisik,
itulah suara entah barang apa lagi yang telah menjadi korban, Tak lama kemudian
terdengar suara tangis tuan putri itu... yang tengah memukuli pembaringan dan
membanting-banting kakinya....
Bagian 66 "Ah kasihan, nanti aku akan menghiburnya dan datang padanya untuk apakah
menangis terus-menerus" Bukankah hal itu tak ada manfaatnya?" Kata Siau Po terharu.
Song Ji mengangguk tak berkata apa-apa. setelah itu ia pun tertunduk ikut
memikirkan hal yang diderita tuan putri itu.
Siau Po kemudian masuk ke dalam kamar tuan putri Sophia, ia berusaha untuk
menghibur tuan putri itu.
Sophia rebah dalam kamarnya di atas pembaringan kakinya digunakan untuk
menendang benda yang ada di dekatnya, ia tidak menginginkan ada orang yang
mengganggunya, dan ia pun menolak sewaktu Siau Po ingin menghiburnya dengan
bercerita. "Tidak! Aku tidak mau dengar cerita-ceritamu ituI Aku hanya ingin Czarina masuk ke
dalam neraka! Ya.... Aku hanya ingin agar Czarina masuk ke dalam neraka, Czarina
Natalia.,." katanya,
Siau Po belum mengetahui apa itu "Czarina", Kemudian ia bertanya pada tuan putri
Sophia dan tuan putri itu menerangkan apa arti Czarina itu. Setelah ia mengetahui kalau
Czarina itu ratu atau ibu suri dari raja Peter I, maka Siau Po berkata dengan sangat
senang, hal itu diperuntukkan agar tuan putri dapat melupakan kesedihannya.
"Aku kira Czarina itu orang macam apa tak tahunya ia ibu suri! Nah, mari aku
beritahu padamu, Tuan putri! Di Tiongkok, Czarina dipanggil Loo Piauw-cu atau si moler
tua, dan dia pula seorang yang sangat jahat dan kejam.
Belakangan itu setelah aku memikirkan usaha untuk menyingkirkannya dan aku telah
berhasil Aku berhasil membuatnya terusir dari istana, Rajaku sangat senang dengan
usahaku dalam mengusir ibusuri itu. Setelah itu aku mendapatkan hadiah dari raja
berupa pangkat yang sangat tinggi dan terhormat." katanya.
Sophia sangat girang mendengar kata-kata Siau Po itu, ia lalu bangkit dan duduk di
sisi pembaringan. "Daya upaya apakah yang telah kau lakukan itu?" tanyanya dengan bernapsu.
Ditanya demikian Siau Po berpikir dengan cepat lalu berkata dalam hatinya, "Aku
berhasil mengusir si moler tua itu, karena ia ibusuri palsu, Tetapi moler tua dari
Losat ini lain, dia adalah ibusuri asli raja Peter I. walaupun ia isteri kedua maha raja, tetapi
cara yang aku lakukan di Tiongkok tak dapat aku terapkan di sini."
Katanya, "Daya upayaku atau cara yang kulakukan dalam hal ini, aku bekerja sama
dengan rajaku yang masih sangat muda, dan itu pula dilakukan di hadapan ibusuri
Tiongkok." katanya memberikan penjelasan.
Tuan putri itu lalu merapatkan alisnya. "Peter sangat menyayangi ibunya, tak
Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mungkin ia mau mendengarkan kata-kataku, Tak dapat ia menentang ibunya, kecuali....
Kecuali." Kata Siau Po yang kata-katanya agak terpotong-potong.
"Kecuali apa?" tanya si putri, sampai-sampai ia melompat dari tempat tidurnya dan
mendekat pada Siau Po. Matanya menatap tajam pada Siau Po dan dari mulutnya
keluar nada yang menandakan panas hatinya dan sangat mendongkol. Dia berjalan
mundar-mandir seraya giginya menahan rasa kesal yang amat sangat.
Siau Po menatap tuan putri itu. Diam-diam ia turut menatap wajah Sophia dan
setelah itu ia pun berkata dengan ceritanya.
"Di Tiongkok dahulu pernah hidup seorang raja wanita, Dia sangat cantik, dan ia pun
banyak dinikahi oleh banyak laki-laki. Raja itu banyak memelihara selir yang
kesemuanya gagah-gagah dan tampan. Hidupnya sangat senang, dan menurut
penglihatanku, tuan putri tidak banyak berbeda dengan raja wanita di Tiongkok yang
kami sebut Bu Cek Thian. Maka sebaiknya kau sendiri yang menjadi raja, pasti kau
akan berhasil...!" Hati Sophia sangat senang mendengar kata-kata Siau Po itu soalnya seumur
hidupnya belum pernah ia memikirkan hal itu. Di negara Losat belum pernah ada raja
wanita, makanya ia beranggapan bahwa wanita itu tidak bisa menjadi raja. Tetapi
sekarang ia berpikiran lain. Kalau di Tiongkok ada raja wanita mengapa di negaranya
tidak ada" Semenjak di kurung dalam istana itu Sophia senantiasa berada dalam
kemendongkolan dan kegelisahan serta ketakutan... sebab sewaktu-waktu ada
kemungkinan ia terancam maut. Hingga setiap saat ia selalu berpikir bagaimana
caranya agar ia dapat keluar dari tempat itu, ia ingin kembali ke timur untuk hidup
bersama dengan Korichin. Di sana pastilah ia merdeka dan hidup tak terkekang seperti di sini, sekarang setelah
mendengar kata-kata Siau Po, ia seperti disadarkan dalam mimpinya, ia melihat satu
dunia baru terbentang di hadapannya.
Setelah berdiam cukup lama, kemudian secara tiba-tiba Sophia memutar tubuhnya
dan dengan tangan-tangannya ia memeluk Siau Po dan seterusnya ia menciumi
pipinya, pada saat itu matanya kembali bersinar tenang.
"Jikalau aku telah menjadi raja maka aku akan mengangkatmu menjadi permaisuriku
atau suamiku." katanya.
Dalam hati Siau Po terperanjat itu adalah di luar dari dugaannya, dan sama sekali tak
terpikirkan. "lni tidak dapat. Kami bangsa Tionghoa maka kami tak dapat menjadi ratunya
Bangsa Losat, oleh karena itu aku lebih senang jika kau mengangkat pangkatku saja."
katanya dengan cepat. "Kau jadi ratuku dan kau pun nantinya akan menjadi pembesar istana." kata Sophia,
Kembali Siau Po berkata dalam hatinya: "Sekarang ini kita sedang dalam keadaan
bahaya, mengapa aku masih saja bermimpi" Mana dapat ia mengangkat pangkatku?"
katanya. Sophia menatap Siau Po yang sedang berpikir itu.
"Coba sekarang kau pikirkan bagaimana caranya agar aku dapat menyingkirkan
Czarina Natalia itu?" tanyanya.
Siau Po merapatkan alisnya, Dalam urusan ke tatanegaraan ia memang kurang
mengerti. Bagaikan langit dan bumi, apabila ia dibandingkan dengan kaisar Kong Hie, ia
pun kalah jauh dengan Tan Kin Lam, So Ngo Ta dan juga Gouw Sam Kui.
"Tuan putri, dalam soal ini aku tak sanggup memikirkannya, sekarang begini saja,
sebaiknya aku segera pulang ke Pakhia, Di sana aku akan menanyakan pada raja
cilikku agar dia mau mencarikan jalan yang baik bagi tuan putri, Setelah itu aku akan
kembali ke mari dengan membawa orang-orang yang gagah dan perkasa, untuk
mengadakan penangkapan Czarina Natalia atau si moler tua dan Czar si bocah cilik
Peter I. Maka dengan demikian jelas kita berhasil dalam usaha kita, Kau akan naik tahta
Naga Sakti Sungai Kuning 8 Rajawali Emas Karya Kho Ping Hoo Istana Tanpa Bayangan 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama