Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok Bagian 1
TOO PEK KOAY HIAP SIBUNGKUK PENDEKAR ANEH Oleh : Boe Beng Giok APABILA anak-negeri di-mana2 sedang sibuk ber-siap2 menjong-song
tibanja musim semi atau Tahun Baru dengan upatjara istimewa-nja, sadji2an
serba ledzat, arak wangi, pakaian serba baru, petasan dan kembang-api,
adalah penduduk di Thiantay sedang dalam ke-tjemasan dan ketakutan.
Laki2 maupun perempuan, tua muda ataupun kanak2 tidak terketjuali
berwadjah muram dengan Hati penuh keehwatiran. Apapula djika malamhari telah tiba, mereka tak mengerti, nasib apakah akan datang pada mereka.
Anak2 gadis djangan dikata lagi, setiap detik merasa terantjam
keselamatannja, setiap saat merasa djiwanja berada diudjung tanduk.
Begitulah seluruh kota dalam duka-nestapa, udara dan suasana-nja se-akan2
gelap diselubungi kesedihan, membajangkan peristiwa jang mengerikan.
Dan apakah sebenarnja jang membikin penduduk Thian-tay mendjadi
bingung ketakutan dan penuh kekhwatiran hidupnja seolah2 di-kedjar2
maut" Kira2 empat bulan sebelum tiba musim semi, kepala Paderi dari geredja
Seng-ong-bio meninggal tanpa sakit. Orang jang tahu mengatakan, bahwa
satu hari sebelum kematiannja, kepala Paderi tersebut, In Tjeng Hweeshio,
masih segar-bugar dan melakukan ibadat sutjinja seperti biasa. Karenanja,
kematiannja itu mengherankan. Ia seorang Paderi welas-asih, penjajang
rakjat, pengikut adjaran2 sang Buddha jang sangat patuh.
Lalu tahu2 muntjul seorang Paderi lain menempati geredja Seng-ong-bio,
mengakui dirinja pemimpin Buddhisme jang sangat luhur. Mula2 ia mendjadi
pemimpin Paderi dari geredja-besar di Hong-yang-hu di An-hwie, tiba2 ia
muntjul di Thian-tay mengambil kedudukan sebagai pengganti kepala Paderi
1 In Tjeng jang telah mangkat itu.
?"Pintjenglah jang menerima tugas untuk melandjutkan memimpin geredja
sutji ini, untuk menjebar lebih luas adjaran2 Budha jang maha agung bagi
kebaikan segenap ummat di Thian-thay membimbing mereka ke arah
kebadjikan!", demikian Hweeshio jang baru itu memaklumkan didepan
umum. "Pintjeng tahu akan kejakinan dan ketaatan kalian pada adjaran2
Buddha kita jang serba sutji dan agung itu, oleh karena itulah Pintjeng
merasa girang dapat berada di-tengah2 kalian. Dan dengan adanja kerdja"
sama diantara kita dengan segenap penduduk, maka Pintjeng pertjaja
geredja Seng-ong-bio akan bertambah djaja. dan Datuk2 meningkat
keramatnja! Dengan demikian, mudah2an rakjat selalu dilimpahkan berkat
dan sedjahtera beserta keluarganja sedalam rumah!"
Memang tampaknja mesra dan sutji kepala Paderi baru ituu, jang
memperkenalkan diri dengan nama-Buddhanja Tong Hong Hweeshio. Dan
orang menjebutnja Toa Hoosiang seperti kepala Paderi marhum In Tjeng
Hweeshio. Orang melihat kegiatan2 Tong Hong Hweeshio dalam melakukan ibadatnja
didalam klenteng pada waktu jang tertengu membatja kitab sutji. Bukan itu
sadja, kegiatan2 mengembangkan adjaran perikemanusiaan pun atjapkali
ditjeramahkan pada masjarakat umum. Ada kalanja iapun pergi memungut
derma pada segenap penduduk untuk maksud2 sutji, memperbaiki geredja,
biaja2 persembahan ataupun memelihara keperluan patung2 setiap harinja.
Haripun berputar terus dengan tjepatnja tanpa terasa empat bulan telah
berlalu sedjak Tong Hong Hweeshio mendjadi pemimpin Seng-ong-bio.
Disamping bersamaan pula tjepatnja terdjadi perubahan2 luar biasa disekitar
geredja. Mula2 penduduk dikedjutkan oleh tjeramah Tong Hong Hweeshio
ditempat umum, dimana diminta kehadiran orang2 terkemuka dan
pembesar2 setempat. "Ada suatu malaikat tiba2 muntjul melalui Hek Houw Sinbeng dari Seng-ongbio", demikian Tong Hong Hweeshio memulai tjeritera. "Apa jang Pintjeng
alami bukanlah impian atau lamunan, tetapi benar2 Pintjeng bertemu
2 dengan Sinbeng jang maha agung itu, jang besar kekuasaannja, jang
memimpin peredaran hidup dan nasib ummat manusia diatas bumi.
Dengarlah, para hadirin jang terhormat, bahwa sedjak tahun2 jang terakhir
ini, dimana pimpinan geredja ada ditangan In Tjeng Hweeshio, Hek Houw
Sinbeng telah tidak diperhatikan oleh segenap penduduk Thian-tay, padahal
terhadap mereka beliau selalu membahagiakan hidup mereka. Tumbuh2an
di Thian-tay selamanja hidup subur dan petani setiap musim mengeduk
hasil2 sawah dan ladangnja setjara sangat luar biasa, kehidupan segenap
penduduk dilimpah kedjajaan dan kesenangan. Semua adalah berkat kasihsajang Hek Houw Sinbeng. Akan tetapi apa balasnja kalian terhadap
kemurahan dan kasih-mesra Hek Houw Sinbeng selama itu" Kalian telah
melupakan beliau, tak ada minat ataupun hasrat untuk memudja
menjembah dengan djalan bahkti digeredja. Kelalaian dan ketidak atjukan
kalian inilah telah membangkitkan kemarahan sang Sinbeng itu. Kemudian
dengan kata2 tjukup keras dan tadjam Hek Houw Sinbeng mengatakan,
bahwa tak lama lagi di Thian-tay akan timbul malapetaka jang maha hebat.
Penduduk jang nama2nja sudah terdaftar sebagai penghianat2 itu akan
mengalami derita dan bentjama besar2an tanpa dapat menghindarinja! Apa
djenis malapetaka itu tak diterangkan, hanja jang djelas, mereka jang
didalam lingkungan rumah-tangganja memiliki seorang anak-gadis atau lebih,
adalah jang akan menderita paling hebat. Bila tibanja bentjana itu jang tidak
diberitahukan. Demikian kata2 jang aku dengar semalam dari Hek Houw
Sinbeng jang membangunkan bulu roma, hingga kini suaranja masih tjukup
terang! Dengan penuh rasa menjesal dan ketjewa aku terpaksa menjampaikan berita
sedih ini kepada kalian !
Semua hadirin mendjadi sangat keheranan, tetapi tak berkurang jang
mendjadi ketakutan. Pihak jang keheranan adalah orang2 jang hidupnja sudah agak lebih madju
dan banjak pengertian, mereka tidak pertjaja akan hal2 jang bersifat tahajul.
Dengan kejakinan itu, maka golongan ini memandang tjeramah Tong Hong
3 Hweeshio adalah suatu omong kosong belaka untuk me-nakut2i orang dan
menimbulkan kekatjauan atau mempunjai maksud tertentu.
Dan golongan jang ketakutan adalah mereka jang pertjaja dan penjembah2
berhala. Mereka pertjaja, bahwa berhala dan patung2 adalah sesuatu jang
keramat, kuasa dan sakti, mempunjai pengaruh2 gaib terhadap manusia.
Berdasar faham2 tahajul dan fanatik inilah maka golongan tsb lalu pertjaja
apa katanja Tong Honh Hweeshio tentang kemarahan Hek Houw Sinbeng di
Seng-ong-bio jang dikatakannja hendak menjebarkan malapetaka atas
penduduk Thian-tay, karena merekapun mengakui, selama tahun2 jang
terakhir ini mereka agak atjuh tak atjuh pada Hek Houw Sinbeng, mereka
djarang2 berziarah ke Seng-ong-bio untuk bersudjud, bersembahjang,
ataupun bersedekah. Begitulah timbul kekuatiran dan ketjemasan dalam hati mereka tentang
pitutur Tong Hong Hweeshio jang katanja bertemu dengan Roh Hek Houw
Sinbeng, jang dalam kemurkaannja hendak menjebarkan bentjana jang
belum pernah dialami sebelumnja. Orang2 ini lalu berhimpun dan ramai2
sepakat nntuk mulai besok pagi berziarah keklenteng dengan upatjara
sembahjang besar, bersudjud dan meminta ampun akan dosa2 jang
diperbuat tak dengan sengadja, dan berdjandji akan seterusnja melakukan
ibadat dan membhakti dengan segenap kesutjian hatinja.
"Sudah terlambat!" demikian berkata Tong Hong Hweeshio kepada mereka
jang datang bersembahjang itu. "Sajang, maksud kalian sudah kasep!
Semalam Hek Houw Sinbeng mendjumpai aku pula. Beliau sudah mendengar
hasrat kalian untuk bersudjud, tetapi beliau mendjadi bertambah murka.
Beliau menganggap sudjud jang dilakukan sesudah terlambat bukanlah niat
dari hati jang sungguh2. Beliau malah menjesali aku, dan mengatakan aku
pemimpin geredja jang palsu! Hweeshio penghianat! Sebab akupun
melalaikan tugas2 memimpin kalian, sehingga melupakan budi-baik Sinbeng,
melupakan segala pertolongannja, karena mereka sudah mendjadi kaja dan
makmur hidupnja Dan Sinbeng mengatakan dengan tandas, bahwa segala
kesalahan dan dosa penduduk Thian-tay baru bisa ditebus dan dihimpaskan,
4 bilamana kalian memenuhi sjarat^ jang dikemukakan beliau sjarat2 itu
terlampau berat dan sulit untuk dapat ditunaikan. Sebagai seorang sutji,
berat rasanja Pintjeng mendjelaskan tjara penebusan dosa jang
dimintakannja itu, karena tak mungkin kalian akan dapat melaksanakannja
tanpa menangis dan hati hantjur. Sungguh kalian harus dikasihani!"
Penduduk bertambah heran mendengar uraian Tong Hong Hweeshio sekali
ini. Namun mereka ingin ber-sungguh2 menebus dosanja, mereka rela
berkurban, betapapun beratnja. Lalu mereka minta pendjelasan, dan
berdjandji akan melaksanakan sjarat2 jang dikemukakan Hek Houw Sinbeng
semalam itu. "Sjarat2 penebusan dosa itu bukan berupa kebendaan maupun sadji2an jang
serba ledzat dan mahal, tetapi......." berkata Tong Hong Hweeshio jang
menghentikan kata2nja. "Katakan sadja, Toa Hoosiang, betapapun beratnja sjarat itu, kami akan
menunaikannja djuga!" kata mereka mendesak.
Wadjah Kepala Padri itu mendjukkan rupa dari kepiluhan amat sangat.
"Sjarat2 itu adalah suatu pengurbanan maha besar, namun faedahnja akan
njata benar kelak ! Pengurbanan itu ialah........... empat-puluh orang anakgadis....!" katanja, penuh kedukaan.
"Empatpuluh anak gadis............?" mengulangi sekelompok orang itu dengan
muka putjat. "Ja, tak boleh kurang meski seorang gadis pun" sahut Tong Hong Hweeshio.
"Mengapa mesti dikurbankan anak2 gadis sebanjak itu Toa Hoo-siang?"
"Entahlah! Tetapi Hek Houw Sinbeng mengatakan, bahwa sjarat itu tak boleh
di-tawar2, djika kalian tak ingin mengalami bentjana besar! Panen akan
gagal, hudjan takkan turun dan lebih daripada itu, wabah penjakit akan
meradjalela dan setiap hari akan digotong keliang kubur sedikitnja lima
sampai enam orang sekaligus!"
Dapat dibajangkan betapa ngeri peristiwa itu. Bagaimana kita akan
mengalami kelaparan, kekeringan, dan mati...................! Aku tadi berat
benar mengatakan pada kalian, karena terlampau hebat! Aku tak berdaja
5 dalam hal ini, karena aku sendiri diantjam akan disiksa-nja djuga didalam
hidupku. Sungguh mengerikan!"
Penduduk saling memandang dengan kawan2nja dengan wadjah jang putjat,
terbajang kedjadian2 hebat jang akan ditimbulkan oleh Hek Houw Sinbeng
jang sakti itu, bagaimana mereka akan mengalami kelaparan, kekeringan,
kemudian mati seorang demi se-orang tanpa ampun. Mereka mendjadi
sangat bingung. "Bagaimana tjara melakukannja penebusan dosa itu, Toa Hoo-siang" Akan
diapakan gadis2 kurban itu?" tanja salah seorang
"Mereka akan direnggut dari tangan ibu-bapanja atau keluarga2 lain!",
djawab Tong Hong Hweeshio. "Tiga hari sekali seorang gadis. Kurban2 itu
takkan kembali pula kerumahnja. Gadis2 itu akan dimandikan air-sutji
setelah disembahjangi, rohnja akan diterbangkan ketempat sutji diatas
langit, keistana Giok Tee, atau dengan kata lain mereka akan ditidjadikan
Sianlie (Bidadari). Dengan sebenarnja hal ini bukanlah suatu penngurbanan
atau kerugian, sebab dara2 itu sebaliknja akan didjadikan Bidadari,
menempati tempat sutji dan mulia diatas langit, menuntut kehidupan baru.
Kalian akan dimuliakan djuga hidupnja karena kalian memenuhi tugas jang
maha agung!" "Bagaimana tjaranja gadis2 itu diberkatkan rohnja keatas langit, Toa
Hoosiang?" "Hanja melalui mantera2 jang ada pada kekuatan Hek Houw Sinbeng! Tidak
dengan tjara menjakiti atau mengkulitnja, sebab itu adalah perbuatan
melanggar kesutjian Sinbeng dan djuga gadis2 jang akan mendjadi Bidadari
itu!" "Siapakah jang melakukan mantera" itu, Toa Hoosiang?"
"Tentu sadja pengawal Hek Houw Sin beng, siapapun tidak diperkenankan
menjaksikannja. Kalian harus percaya pengawal Sinbeng itu akan dapat
melakukan pensutjian dengan sebaik2nja berdasar ke-Tuhanan!"
"Tetapi, Toa Hoosiahg......."
"Tetapi apa?" 6 "Berat rasanja seorang ajah atau ibu menjerahkan anak gadis-nja. Mohon
Toa Hoosiang mintakan pada Hek Houw Sinbeng agar pengurbanan itu
diubah dengan tjara lain!"
"Tadi aku mengatakan, hanja itu sadja jang dikehendaki Sinbeng. Aku tak
berkuasa untuk mengubahnja atau mengadjukan keberatan, karena akupun
bakal mendjadi kurban! Selain itu, setiap penolakan ataupun keberatan dari
kalian akan tambah melipatgandakan kemurkaan Sinbeng, jang mungkin
akan bertindak selain mengambil gadismu, djuga seluruh isi keluargamu!
Begitulah aku membentangkan seluruh amanat Sinbeng, dan aku kira sudah
tjukup kalian mejakinkannja. Maka menurut nasihatku, djanganlah kalian
merasa keberatan, apalagi menentang, kalian harus ichlas bila kalian tak
ingin kota Thian-tay akan dibikin kiamat!"
Semua orang mendjadi putus asa dan ketakutan karena Tong Hong Hweeshio
tak dapat menolong. Selama berbitjara, Kepala Paderi inipun tampaknja
berduka benar, hingga suaranja kadang2 terhenti.
Tiba2 muntjul seorang muda, sikapnja pemberani dan tjerdas agaknja.
"Segala sesuatu memerlukan perundingan dan pertimbangan jang
mendalam! Lebih2 dalam hal ini, suatu hal jang amat gandjil dan baru
kali ini terdengar kedjadian seperti ini. Aku hendak mengemukakan
suatu pendapat jang mungkin bisa didjadikan bahan pertimbangan.
Bolehkan aku bersuara atas nama segenap penduduk Thian-tay bahkan
seluruh Tjiat-kang, Toa Hoosiang?", demikian katanja pemuda itu
Tong Hong Hweeshio memandang pemuda itu, jang memperkenalkan
namanja Tjio Han Boe. Ia menganggukkan kepala, maka pemuda itu
berkata pula: "Per-tama2 aku ingin pendjelasan, dalam bentuk apakah Malaikat jang
dinamakan Hek Houw Sinbeng itu?"
"Dalam bentuk Roh-sutji utusan Giok Hong Siang Tee!" djawab sang
Paderi, jang mengubah sikapnja mendjadi keren.
"Bagaimana asal-mulanja pendjelmaan Sinbeng itu?"
"Sudah terang asal-mulanja adalah seorang manusia sebagai kita!
7 Tetapi dia seorang manusia sangat luar biesa, hidup dizaman Liat Kok,
berasal dari negeri Tjee, she Tjouw bernama Kan. Dia seorang tokoh
jang sangat bidjaksana dan luhur. Setelah meninggal, oleh Giok Tee dia
ditempatkan dalam kalangan Malaikat dengan kekuasaan besar. Rohnja
adalah seekor Matjan-hitam, maka dalam bentuk Malaikat dia diberi
gelar Hek Houw Sinbeng, artinja Malaikat matjan hitam".
"Seorang Malaikat tentunja sutji dan luhur budinja terhadap segala
machluk jang ada diatas bum ini, bukankah?"
"Ja! Tetapi djangan dilupakan, Malaikat djuga berlaku sebaliknja
apabila dihianati atau disakiti hatinja!" bantah Tong Hong Hweeshio.
"Seorang sutji sudah tak memiliki lagi hati dengki, apalagi menjebar
malapetaka! Seorang Malaikat hanja memiliki rasa welas-asih dan
penjajang kepada semua ummatnja daripada menondjolkan tuntutan
penebusan dosa dengan pengurbanan gadis2 dalam djumlah sebanjak
itu, apalagi kesalahan ummat di Thian-tay tak berarti kesalahan, hanja
suatu kealpaan tak berrziarah keklenteng. Satu Malaikat jang benar
akan mengampuni setiap dosa, sebab tugasnja memang untuk
menjelamatkan dan membahagiakan ummat diatas bumi dan bukannja
untuk membunuh! Hanja-lah Malaikat palsu sadja dapat berbuat
seganas dan sebuas dikatakan Toa Hoosiang!"
"Eh eh, dari manakah kau memperoleh pengertian Malaikat, jiwanja
dan tugas2nja?" "Pertanjaan itu tak perlu didjawab, karena Toa Hoosiang tentunja lebih
faham akan hal2 sekitar ke-Malaikatan dan ke-Tuhanan!" sahut pemnda
itu. "Djadi kau ini tak pertjaja akan Hek Houw Sinbeng?"
"Sebelum aku mendapatkan bukti pertemuan atau perbintjangan
langsung diantara Hek Houw Sinbeng dengan Toa Hoosiang, aku
takkan mempertjajai tjeramah atau kata2 Toa Hoosiang jang
menggelisahkan segenap penduduk itu! Bisakah kiranja Toa Hoosiang
membuktikan itu?" "Oh, kau kira satu Malaikat sedemikian mudahnja sedia
memperlihatkan udjud pada seorang manusia jang masih kotor seperti
Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kau?" 8 "Aku berpendapat Sinbeng jang Toa Hoosiang sebut itu djauh lebih
kotor dan buruk daripada aku, karena dia masih mempunjai djiwa dan
pendirian djahat terhadap manusia2 jang tak berdosa dengan
permintaan2nja jang diluar batas perikemanusiaan!"
Tong Hong Hweeshio nampaknja mendjadi mendongkol dengan
ketjaman-ketjaman dan bantahan2 Tjio Han Boe jang tjerdik dan berani
itu. Tadinja ia mengira pemuda itu seorang anak sekolahan jang hanja
tidak pertjaja akan hal2 jang diperbintjangkan itu. Tetapi kemudian ia
jakin, Tjio Han Boe seorang pemuda jang memiliki kepandaian ilmu
silat, terbukti dari gerak-geriknja jang berbeda dengan orang
kebanjakan, tampak njata dari sikap dan tjara2nja berkata jang hanja
dapat didjumpai dalam golongan orang2 Kang-ouw. Ia sangat gusar,
tetapi ia berusaha menjembunjikan kegusarannja itu, ia tetap sabar dan
lunak. "Sajang sekali aku harus menolak permintaanmu", kata Tong Hong
Hweeshio, "karena aku tak kuasa untuk minta bertemu dengan Hek
Houw Sinbeng! Bahkan aku sangat chawatir ketidak pertjajaanmu
terhadapnja, dan ketjaman2, akan menimbulkan hal2 jang lebih hebat.
Dan kau nanti bertanggung-djawab penuh didalam hal itu! Menurut
nasihatku, sebaiknja kau lekas2 sembahjang untuk minta ampun, agar
kau tak didjadikan kurban pertama dari kemurkaannja!"
Tjio Han Boe hanja tersenjum. Ia semakin jakin akan kesimpulannja
tentang ketidak-wadjarannja Tong Hong Hweeshio mengenai
kemarahan seorang Malaikat dan tuntutannja untuk orang melakukan
pengurbanan gila2an itu! "Menjesal aku tak dapat mengikuti nasihat Toa Hoosiang untuk
bersembahjang!", ia djawab. "Aku tak berbuat kesalahan atau dosa
apapun, maka tak ada alasan aku mentjapekan diri buat sodja2 pada
berhala jang kotor!"
"Eh eh, mengapa kau berani bersikap atau mengutjapkan kata2 kotor
terhadap Sinbeng?" bertanja Tong Hong Hweeshio makin kentara
marahnja. "Seribu orang telah pertjaja, tetapi kau satu jang menentang!
Aku chawatir perbuatanmu akan mendjerumuskan segenap penduduk
Thian-tay kedjurang kebentjanaan, keneraka! Alangkah sedih hatiku
9 akan nasib mereka jang mestinja masih dapat ditolong!"
"Dengan gadis2 tak berdosa akan didjadikan kurban, masihkah dapat
dikatakan mereka ditolong oleh oleh Sinbeng?" kata Tjito Han Boe
mengedjek. Kini Tong Hong Hweeshio agaknja tak dapat menahan kesabarannja. Ia
tak mengutjapkan lagi sepatah kata, ia segera berlalu.
"Kalian penduduk Thian-tay akan segera menjaksikan atau mengalami
bahaja sebagai aku telah menggambarkannja!" berkata Tong Hong
Hweeshio seraja berdjalan masuk. "Sehari-dua lagi barangkali bentjana
hebat akan terdjadi. Kedjadian itu adalah disebabkan pemuda she Tjio
jang mendjadi biang-keladi".
Pengaruh Tong Hong Hweeshio sungguh2 amat besar, penduduk
sekarang berbalik mendjadi gusar terhadap Tjio Han Boe. Mereka
mengatakan pemuda itu terlalu lantjang dan sembrono, hingga bahaja
besar akan menimpa mereka. Mereka mengatakan, sedang penduduk
Thian-tay sendiri sangat memuliakan Hek Houw Sinbeng, tetapi
pemuda asing itu datang2 berani menghina. Karena itu mereka berkeras
memaksa pemuda asing itu meminta maaf pada Tong Hong Hweeshio
dan menarik kembali semua utjapannja jang menghina itu serta harus
minta ampun dihadapan patung Hek Houw. Lebih djauh mereka
menjatakan, apabila Tjio Han Boe tidak mau berbuat demikian, dan
kemudian benar2 timbul bahaja besar, maka dialah jang harus
bertanggung-djawab. Pemuda gagah itu hanja mentertawakan anggapan orang2 jang kukuh
dan tebal kepertjajaannja pada segala Sinbeng ataupun soal2 tahajul itu.
Mereka jang ditertawai itu mendjadi ber-tambah2 gusar.
Tetapi sementara itu ada segolongan lain jang lebih tjenderung pada
kejakinan Tjio Han Boe, dan memihak padanja. Salah seorang
diantaranja berkata dengan suara tadjam, katanja:
"Setjara terus-terang aku harus menjatakan, bahwa faham pemuda she
Tjio itu benar! Apabila satu Sinbeng sebagai Roh-sutji dan bersifat
murah, tak mungkin akan dapat berbuat sesuatu jang hakekatnja
menjelakai atau mendatangkan marabahaja pada ummnatnja diatas
bumi ini, lebih2 pada mereka jang senantiasa tak lupa bersudjud dan
10 Berbhakti. Lagi pula malapetaka jang akan disebarkan itu berupa
sesuatu jang amat gandjil, jaitu meminta pengurbanan anak-gadis
sebanjak empatpuluh orang! Tong Hong Hweeshio boleh mengatakan,
bahwa pengurbanan sematjam itu tak bersifat pendurhakaan maupun
kedosaan, bahkan kebalikannja memuliakan anak2-gadis itu, karena
mereka akan dikirim keatas langit dan hidup dalam alam ke-Dewaan!
Tetapi bagaimanapun, pengurbanan sematjam itu aku anggap sebagai
kedjahatan, kebiadaban! Tiada hukum2 serupa itu dalam wet alam
maupun wet Tuhan! Andaikata ada djuga satu Sinbeng jang merasa
kurang dapat penghargaan dan ummat2 itu dipandang berdosa, paling
banter Sinbeng menghendaki penebusan dosa tjukup dengan hanja
membajar kaul, kebhaktian atau persudjudan! Berdasar dengan faham2
itn aku setudju dengan bantahannja jang tadjam, jang menjarankan,
bahwa adalah bidjaksana bila kepala Paderi itu jang harus memintakan
ampun pada sang Sinbeng akan dosa2 penduduk Thian-tay, kalau
benar2 penduduk itu melakukan dosa! Aku minta kalian sebagai orang2
jang telah tambah madju dalam pengertian dan pengetahuan, agar tak
gampang2 kena dipengaruhi oleh propaganda menjesatkan dari Tong
Hong Hweeshio jang tak masuk diakal dan tak berdasar sama sekali itu.
Menurut pendapatku sebaiknja kalian dapat berusaha untuk
memberantas obrolan2 kepala-gundul jang menjesatkan dan
menggelisahkan itu. Marilah kita berunding untuk mentjari djalan
menentang sikepala-gundul itu. Kita harus bekerdja-sama. Kita tak
harus membiarkan kebahagiaan atau keselamatan hidup kita mesti
diganggu oleh perbuatan2 kedji seseorang, lebih2 oleh seorang jang
berselimutkan djubah dan bertasbih sebagai orang sutji!"
Agaknja golongan penduduk jang lemah itu agak terpengaruh djuga
oleh perkataan2 orang itu jang lebih masuk diakal. Timbullah kejakinan
mereka, bahwa daripada membiarkan bentjana muntjul, adalah djauh
lebih baik untuk mentjegahnja.
Orang jang berkata tadi termasuk golongan terpeladjar jang seharusnja
sudah mentjapai banjak kemajuan. Ia seorang pedagang beras di Thiantay sebelah Timur , namanja Phoa Keng In.
11 Rumah orang she Phoa itu pula dijadikan tempat berunding. Rumah itu
tjukup besar, dan ruangannja lebar. Diantara hadirin itu terdapat Tjio
Han Boe, seorang pemuda bersemangat dan aktip. Benar awas matanja
Tong Hong Hweeshio bahwa Tjio Han Boe seorang pandai ilmu silat,
satu Enghiong atau pendekar. Namanja belum banjak dikenal, karena
belum lama ia datang di Thian-tay sebagai seorang kelana jang tengah
mentjari pengalaman. Begitulah dilakukan perundingan diantara mereka. Tjio Han Boe
mengatakan, bahwa ia seorang muda jang belum berarti dalam
kalangan Kang-Ouw. Tetapi apabila ia sudah berani menentang tjara2
bertindak seorang Paderi jang menjalahgunakan ke-Paderian-nja,
sekedar ia ingin memberantas kedjahatan dan menolong silemah dan
bodoh. Sebagaimana gurunja memerintahkan padanja untuk melakukan
perbuatan2 sebagai penegak keadilan dan pemberantas kedjahatan.
"Dan pandanganku rasanja tak dapat dilabui, bahwa perbuatan Tong
Hong Hweeshio adalah menjesatkan!" ia berkata lebih djauh. "Bukan
penjesatan sadja, malah kedjahatan, kedjahatan terbesar jang pernah
dilantjarkan orang! Ada maksud2 tertentu dibalik djubah-sutjinja. Suatu
rentjana kedjahatan jang harus diselidiki lebih dahulu, kemudian
diberantas!" Utjapan2 dan sikapnja pemuda itu makin menarik dan berngaruh,
bitjaranja teratur dan berani bahkan tjukup alasan2nja. Sekalipun tidak
semua hadirin setudju akan buah pikirannja, namun sebagian besar
mereka tjondong padanja. Dan sipedagang beras senantiasa memberi
pendjelasan2 jang membenarkan seluruh pandangannja.
Sekarang dirundingkan perihal tjara2 mentjegah kedjahatan jang
katanja akan timbul itu. Hal jang penting harus didjaga, jaitu
keselamatannja gadis2 semuanja. Keluarga2 dirumahnja mempunjai
seorang anak-gadis atau lebih, diperintahkan untuk lebih waspada atau
menjembunjikan mereka ditempat aman. Sementara itu Tjio Han Boe
akan membuatl penjelidikan2 jang perlu, untuk mana diperlukan
bantuannja kepala daerah untuk bekerdja-sama.
Begitulah sedjak itu, mulai tampak perubahan2 atas kehidupan
penduduk di Thian-tay, terutama keluarga2 jang dirumahnja mempunjai
12 anak-dara. Mereka selalu dalam ketakutan dan gelisah. Karena Tong
Hong Hweeshio telah mengatakan, bahwa Malaikat Matjan-hitam,
tidak mungkin dapat menerima kebhaktian orang atau penebusan
"dosa" dengan pengurbanan apapun, karena sudah terlambat. Djadi Hek
Houw Sinbeng tetap didalam kemurkaan, tetap menuntut hukuman
pada mereka dengan mendjemput anak dara sebanjak 40 orang untuk
disutjikan rohnja naik kesurga mendjadi Bidadari2 katanja.
Orang mengerti, penebusan "dosa" dengan tjara demikian adalah
sesuatu jang terlalu hebat, jang mereka pernah mengalami. Setiap gadis
akan direnggut dan disutjikan rohnja, atau lebih betul dimusnahkan,
sebab gadis2 itu takkan kembali lagi pada orang tuanja. Maka ibubapanja manakah jang akan dapat mengurbankan anak gadisnja jang
disajanginja dibunuh untuk sia2! Ja, penebusan "dosa" tjara demikian
adalah pembunuhan besar2an
Maka setelah diketjam oleh Tjio Han Boe perihal ketidakbenaran
obrolan2 Tong Hong Hweeshio, bahwa itu adalah suatu kedjahatan
terbesar jang pernah dilakukan oleh satu Malaikat-sutji melalui lidahnja
seorang pengikut Buddha, timbullah rasa keberatan penduduk, dan kini
merekapun ikut menentangnja. Merekapun pertjaja akan keberanian
Tjio Han Boe jang tampaknja demikian bersemangat dalam usaha
pemberantasannja. Mereka berdjandji untuk bekerdja sama ataupun
memberikan bantuannja sungguh2 untuk mentjegah segala
kemungkinan jang akan timbul.
Keluarga2 jang mempunjai anak-gadis melakukan pendjagaan d3ngan
seksama. Dikala malam ber-djaga2 dengan perlengkapan sendjata
golok parang, ataupun pentungan. Sementara itu Tjio Han Boe sudah
menghubungi kepala daerah setempat, Tihu Kam Hok Sian-jang lalu
mendjandjikan bantuannja bekerdja sama memberantas kedjahatan2
jang akan terdjadi. Orang jang terutama menjertai gerakan Tjio Han
Boe adalah pedagang beras Phoa Keng In, jang sekarang memperoleh
pembantu dua orang lain lagi, Tio Peng, pedagang babi dan Oey Kong
Pek, penebang kaju-hutan. Dua orang ini termasuk orang2 berbadan
kuat dan besar njalinja. Bagi penduduk Thian-tay, Tjio Han Boe merupakan wadjah baru. Ia
13 seorang kelana remadja, hatinja baik, dan orangnjapun sopan santun.
Dari tingkah laku dan tjara2nja berbitjara, menundjukkan ia seorang
jang banjak pengetahuannja dan disamping faham ilmu silat, dan berani
menghadapi bahaja, bagaimanapun besarnja. Pendirian hidupnja suka
membela kebenaran dan pihak jang lemah, penentang kedjahatan jang
tak takut mati! Menurut Tjio Han Boe, ia bermaksud melakukan penjelidikan dan
pengintaian lebih dahulu disekitar geredja Seng-ong-bio, terhadap
peranan Tong Hong Hweeshio dan Hweeshio2 lainnja didalam
klenteng. Satu hal jang menarik perhatiannja adalah, bahwa kedatangan
Tong Hong Hweeshio jang se-konjong2 di Seng-ong-bio sebagai
pengganti In Tjeng Hweeshio jang meninggal dengan tiba2. Kematian
In Tjeng Hweeshio jang mendadak itu sudah menimbulkan
ketjurigaannja dan bertjokolnja Tong Hong Hweeshio diklenteng tanpa
undangan ataupun perkenalan pada segenap penduduk, merupakan satu
hal jang gandjil. Tak lupa Tjio Han Boe menjatakan ketjurigaannja itu,
dan itulah sebabnja mendorong keras ia untuk bertindak.
"Apabila aku sudah memperoleh kenjataan atau sedikit bukti dari
adanja ketidak-beresan dalam peranannja Tong Hong sebagai seorang
Paderi, maka aku akan segera melaporkan pada Tihu, dan minta
bantuannja untuk membuat penangkapan!"
Segera Tjio Han Boe pergi ke Seng-ong-bio sebelum matahari
menjelam. Ia berkehendak me-lihat2 dahulu suasana geredja dan
keadaan disekitannja Geredja itu terletak kita2 sedjauh 4 lie disebelah Timur kota Thian-tay
dan termasuk salah sebuah geredja terbesar diseluruh propinsi Tjiatkang. Gedungnja besar, halamannja sangat luas. Banjak benar patung2
didalamnja, dan sebuah diantaranja jang dikenal orang ialah Malaikat
Matjan-hitam, umumnja disebut Hek Houw Sinbeng.
Dari keterangan In Tjeng Hweeshio dahulu, bahwa patung Hek Houw
Sinbeng dibuat orang dizaman purba untuk memperingati djasa2 satu
tokoh bidjaksana jang banjak menjebar kebadjikan pada sesamanja
bernama Tjouw Kan, berasal dari negara Tjee. Radja muda Tjee Soan
Ong memerintahkan orang membuat sebuah patung, tetapi ahli pahat
14 itu telah bermimpi mendjumpai eeekor harimau-hitam, jang memberi
ilham padanja, agar patung itu kelak tidak dinamakan Tjouw Kan Tjeng
Sin, tetapi Hek Houw Sinbeng. Sebab Hek Houw adalah seekor
binatang sutji jang diutus oleh Giok Tee turun kedunia menjebar
kebaikan dan kebadjikan pada ummat manusia melalui roh agung
Tjouw Kan jang dibuatkan patung itu. Patung tersebut ditaruh disebelah
patung Seng Ong jang menempati geredja itu beberapa tahun terlebih
dahulu. Begitulah kemudian patung Hek Houw sangat di-sembah2 orang dan
boleh dikata Seng-ong-bio setiap hari dibandjiri orang jang datang
berziarah, bahkan dari luar daerah. Kenjataannja, sedjak orang
memperoleh Hek Houw Sinbeng, kota Thian-tay mendjadi makmur.
Orang tak tahu benar, apakah kedjajaan penduduk Thian-tay berkat
karunia Hek Houw Sinbeng ataukah Seng Ong, achirnja lalu timbul
kejakinan, bahwa kedua Sinbeng itulah sama2 keramat-nja.
Pada tahun2 jang terachir benar sadja orang mulai lebih djarang
berziarah ke Seng-ong-bio. Hanja pada setiap hari ulang-tahun Hek
Houw dan Seng Ong sadja orang pergi bersembahjang. Dan mereka
jang datang pun hanjalah orang2 jang mempunjai maksud tertentu
berhasrat minta obat, membajar kaul atau minta djodoh!
Lalu tiba2 In Tjeng Hweesio, kepala Paderi jang alim dan welas-asih
itu meninggal tanpa sakit. Sementara orang mengatakan, bahwa In
Tjeng meninggal karena serangan djantung, tetapi ada pula orang jang
mengatakan, beberapa saat sebelum meninggal In Tjeng Hweeshio
tampak dalam keadaan biasa segar-bugar, malah pada kira2 djam 8
terdengar liam-kheng dipendopo geredja. Disamping meninggalnja In
Tjeng Hweeshio jang mendadak itu, keesokan paginja, keempat
muridnja pun turut lenjap tiada berbekas. Lantas beberapa hari
kemudian tiba2 muntjul Tong Hong Hweeshio, jang mengumumkan
dirinja sebagai pengganti In Tjeng Hweeshio sebagai pemimpin
geredja. Djika Tong Hong Hweeshio memimpin Seng-ong-bio sebagai
pengganti kepala Paderi jang telah wafat, mendjalankan peraturan2
sebagaimana biasa, mungkin akan dianggap sebagai hal jang lumrah.
15 Namun ia telah membuat tjeramah2 jang menghebohkan itu, sehingga
menimbulkan ketjurigaan orang.
Dengan adanja hal2 tersebut diatas itu, jang sangat mustahil dan terlalu
me-nakut2i, membikin pemuda Tjio Han Boe mendjadi sangat tjuriga
dan gusar. Ia lebih pertjaja bahwa djubah dan tasbih jang ada pada
Tong Hong Hweeshio hanjalah sebagai tabir nntuk menjelimuti
kepalsuan dan kedjahatannja belaka. Dan semua itulah mendorong ia
Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk melakukan penjelidikan. Djiwa kependekarannja takkan
membiarkan kedjahatan meradjalela di Thian-tay.
Letak geredja Seng-ong-bio mentjil dikaki bukit Goe-thauw-nia. Disebelah
kanan ada sebuah kampung jang tak terlalu padat dengan penduduknja,
disebelah kirinja terdapat sebuah hutan bambu.
Penjelidikan Tjio Han Boe dikampung dan hutan itu tak menemui sesuatu
jang aneh selain djalan2 ketjil lalu-lintas orang. Dan dari penghuni kampung
itu iapun tidak peroleh keterangan luar biasa mengenai kehidupan Tong
Hong Hweeshio selain pada setiap waktu jang tertentu mendjalankan ibadat
sebagai umumnja orang2 sutji. Pun tentang kematian In Tjeng Hweeshio dan
lenjapnja keempat muridnja, penjelidikannja Tjio Han Boe berhasil nihil.
Namun demikian, Tjio Han Boe tidak mendjadi putus asa. Pada waktu
mendjelang malam diam2 ia memasuki geredja. Suasana geredja tak ubahnja
seperti kuil2 jang lain, bau asap dupa mengembang di-mana2, penuh udarasutji dan patung2 diatas altar tampak serba agung dan keramat. Hek Houw
Sinbeng tampak bertjokol disebelah kanan patung Sang Ong. Lalu terdengar
suara orang membatja kheng dipendopo besar. Ia menjelinap dibalik pintu
dan benar sadja tampak Tong Hong Hweeshio asjik membatja kitab sambil
duduk bersila, kedua matanja dipedjamkan, djari2 tangannja menghitung
bidji tasbih dengan 4 murid Hwees-hio dikiri-kanannja turut dengan asjiknja
membatja kitab. Gambaran itu tjukup wadjar. Para Hweeshio tengah menunaikan tugas
sutjinja. Akan tetapi hal itu tidak dapat melenjapkan ketjurigaannja Tjio Han
Boe, ia tetap meragukan pengumumannja Tong Hong Hweeshio.
16 Begitulah ia menunggu sampai larut malam. Setelah Hweeshio2 sudah
memasuki kamar tidur masing2, dan suasanapun mendjadi sunji ia memulai
penjelidikannja pula disekitar geredja. Dari pendopo sampai di-bagian2
paling belakang, di-kamar2 Paderi dan tamu sampai didapur, diusutnja
dengan seksama. Tetapi tak ada sesuatu jang aneh dapat didjumpai.
Kemudian Tjio Han Boe meninggalkan geredja dan pulang kepondokkannja.
Keesokan paginja ia mendapatkan Phoa Keng In dirumahnja, menuturkan
tentang penjelidikannja semalam di Seng-ong-bio.
"Suasana disekitarnja maupun didalam geredja aku tidak dapatkan tanda2
jang mentjurigakan", berkata Tjio Han Boe. "Akan tetapi hal itu tak berarti
tidak ada udang dibalik batu. Aku takkan merasa puas sebelum aku dapatkan
bukti jang njata, untuk menundjukkan akan kebenarannja dugaanku!"
Bersamaan pada pagi itupun Tong Hong Hweeshio muntjul di pasar dimana
ia menjatakan penjesalannja jang besar karena penduduk Thian-tay tak
mempertjajai kesaktian Hek Houw Sianbeng, bahkan sebaliknja malah
mentjoba menentangnja, karena dihasut Tjio Han Boe jang terang2
menantangnja. Ia mengatakan, bahwa semalam Hek Houw Sinbeng kembali
menampilkan diri, dan dengan amarah jang me-luap2 dia akan
memperlihatkan kesaktian dan kegaibannja untuk mengambil kurban jang
pertama! "Kalian tak tahu", kata Tong Hong Hweeshio melandjutkan obrolannja,
"bagaimana semalam aku sudah didjadikan kurban dari kelemahan2ku jang
tak mampu menjadarkan kalian dari dosa2 jang telah dibuatnja. Aku dan
keempat muridku telah ditjekik hingga pingsan hampir setengah malaman.
Beliau mengatakan, bahwa aku telah membiarkan pemuda she Tjio
melakukan perbuatan kurang adjar memasuki geredja dan tjoba mentjari
rahasia. Aku tak mengerti mengapa Tjio Han Boe demikian tebal menentang
Hek Houw Sinbeng. Rahasia apakah jang ditjarinja! Ketahuilah oleh kalian,
bahwa antjaman Hek Houw Sinbeng akan segera terbukti. Dan dalam hal ini
aku harus mengatakan dengan hati pedih, bahwa aku tak berdaja
melindungimu. Pertanggungan-djawab dalam hal ini adalah ditangan Tjio
17 Han Boe seorang, sebagai biang-keladinja daripada segala malapetaka ini!"
Habis berkata, Tong Hong Hweeshio segera berlalu. Gempar pulalah
penduduk pada pagi hari itu.
Tjio Han Boe pun mendjadi kaget, karena perbuatannja semalam telah
diketahui paderi itu, sedang ia tahu benar selama melakukan penjelidikan
diklenteng tak ada seorang Hweeshio pun jang mempergokinja. Benarkah
Malaikat Harimau-hitam jang memberitahukan si-kepala-gundul2 akan
perbuatannja itu" Demikian pikirnja dengan ragu2.
Kechawatirannja penduduk sedemikian memuntjaknja, mereka sekarang
mendesak Tjio Han Boe untuk berusaha menghindari bentjana, bahkan
mereka mengantjam apabila betul2 mereka mengalami bahaja, Tjio Han Boe
harus bertanggung-djawab sepenuhnja.
"Berabe djuga!" "Tjio Han Boe menjatakan pikirannja pada Phoa-Keng In.
"Penduduk telah djadi demikian ketakutan, dan mereka menumplakkan
kemarahannja kepadaku!"
"Memang orang dari golongan ini mudah dipengaruhi oleh sesuatu jang
dianggap bukan mustahil!" berkata Phoa Keng In. "Ketebalan kepertjajaan
mereka pada soal2 tahajul dapat menimbulkan malapetaka bagi mereka
sendiri djuga!" "Lalu bagaimana aku harus berbuat sekarang?" bertanja Tjio Han Boe.
"Per-tama2 lapor pada Kam Tihu tentang antjaman2 Tong Hong Hweeshio
tadi. Kita minta dikerahkan pendjagaan dan pengawasan diseluruh kota,
terutama disekitar Seng-ong-bio. Dan jang lebih penting lagi kita perintahkan
pada tiap2 orang jang mempunjai anak-gadis agar ber-djaga2 atau
menjembunjikan anak-gadis mereka ditempat sentosa, karena pangkal
tudjuan sasaran terutama kepada gadis2 itu!"
Seketika itu djuga Tjio Han Boe pergi mendapatkan kepala daerah Kain Tihu
untuk menjampaikan pikiran pedagang beras itu, jang segera didjalankan.
Disegala pelosok telah dikirim orang2nja Tihu lengkap dengan persendjataan
dan enam orang ditugaskan mengawasi Seng-ong-bio. Dalam pada itu Tjio
Han Boe pun tidak tinggal diam. Ber-sama2 dengan orang2 jang sefaham ia
18 melakukan pendjagaan atau pengawasan di-mana2, dengan maksud dapat
mentjegah bentjana jang katanja akan segera muntjul. Akan tetapi malam itu
telah berlalu dengan tenang, tiada terdjadi peristiwa apa pun djua.
Diluar dugaan, pada malam berikutnja benar2 telah terdjadi peristiwa hebat
jang dichwatirkan itu. Pada kira2 hampir pukul 1 tengah malam jang gelap
gulita dan sunji, mendadak bertiup angin, mula2 perlahan, kemudian
bertambah santer dan men-deru2, agaknja datang bertiup dari arah
perbukitan Goe thauw-nia. Disebuah kampung terdengar suara lolong
andjing jang membangunkan bulu roma. Sebentar sadja angin men-deru2,
dan orang jang tadjam hijungnja dapat merasakan bau tak sedap dibawakan
sang angin. Lalu pagi2 benar orang dikedjutkan dengan berita, lenjapnja seorang gadis
dari rumahnja. Gadis itu berparas tjantik, anak tunggal seorang pedagang
sutera she Tjie disebelah Timur kota.
Kam Tihu dengan disertai Tjio Han Boe dan Phoa Keng In datang ter-gopoh2
kerumah keluarga jang malang itu, jang ternjata didjadikan kurban pertama
diambil anak-gadisnja. Atas pertanjaan-nja, orang tua she Tjhie jang bernasib
tjelaka itu menerangkan, bahwa semalam anaknja tidur diatas loteng seperti
biasa, ditemani 2 budak perempuan. Sementara ia sendiri melakukan
pendjagaan di ruangan depan dan budak2 laki2............ disebelah belakang.
Tak ada terdengar sesuatu jang aneh pada malam itu. baik sebelum ataupun
sesudahnja angin bertiup. Hanja tahu2 pagi tadi dua budak perempuan itu
ber-teriak2 diatas loteng karena nona-madjikannja sudah tidak berada lagi
ditempat tidurnja. Tjio Han Boe melakukan pengusutan dengan luar biasa teliti-nja. Disekitar
kamar-loteng tak terdjadi kehilangan barang, pun tak terlihat terdjadinja
suatu perbuatan paksa. Hanja djendela-loteng sadja jang sudah terbuka
terpentang, rupanja dari sinilah masuk-keluarnja pendjahat. Dilantai tampak
tapak2 kaki jang tak djelas, hanja sedikit tanah basah kelihatan membekas.
Kemudian Tjio Han Boe melongok ke djendela dan memandang kebawah.
"Darah!" tiba2 ia berseru.
19 Dilihatnja dinding-batu jang putih tak ada tanda2 bahwa pendjahat naik
kedjendela dengan mempergunakan alat tangan ataupun tambang, tidak
pula terdapat bekas2 tapak kaki. Sekarang ia memeriksa halaman luar,
dibawah djendela-loteng benar. Diatas rumput jang basahpun tidak ada
tanda bekas tapak kaki. Ia segera menarik kesimpulan, bahwa pendjahat
tentunja ada seorang ulung dari kalangan Kang-ouw jang disebut Tjay-hoatjat (pendjahat pemetik bunga). Djadi mungkin sekali pendjahat itu
mempergunakan ilmu hui-heng, jaitu ilmu melompat tinggi. Dengan
kepandaiannja itu dia dapat mentjapai kasau rumah darimana dia membuka
daun djendela untuk masuk kedalamnja.
"Pendapatmu memang mungkin", berkata Kam Tihu. "Akan tetapi djangan
dilupa, bahwa kedjadian itu tanpa menimbulkan suara apapun. Kedua budak
perempuan dalam kamar-loteng itu tak mendengar apa2 semalam, menurut
keterangan tuan Tjie".
Mungkin pendjahat mempergunakan obat pules!" djawab Tjio Han Boe.
"Banjaklah orang2 Kang-Ouw atau Liok-lim jang mempergunakan obat
sematjam itu jang dinamakan Bie-hun-hio dan sedjenisnja. Djangankan orang
jang sedang tidur, bahkan orang jang melek pun dapat dibikin tak sadarkan
diri. Tidaklah heran kedua budak perempuan itu tidur seperti majat, dan tak
mendengar nona-nja digondol pendjahat!"
"Tetapi kita tak mendapatkan tanda2 terdjadinja kedjahatan ini!" berkata
pula Kam Tihu. "Tak ada tapak2 kaki baik dilantai kamar-loteng maupun
dihalaman-rumput". "Djustru inilah jang penting untuk diketahui!"
Tiba2 Phoa Keng In ber-seru2 disatu tempat, katanja:
"Inilah tapak2 itu! Tetapi bukan tapak kaki manusia!"
Ter-gesa2 Tjio Han Boe berdua Kam Tihu menghampiri Phoa Keng In. Ditanah
jang tidak berumput tampak bekas kaki seekor binatang jang sangat njata,
karena tanahnja agak empuk. Dan ada pula tetes darah membekas.
"Tapak kaki harimau !" berseru Tjio Han Boe. "Tidak salah, itulah seekor
harimau!" 20 Diikutnja terus bekas2 tapak kaki harimau dan tetes darah itu jang menudju
kearah Selatan, hilang ditanah berumput, tampak lagi dibagian tanah jang
gundul lalu hilang pula ditanah jang berumput dan seterusnja tak tertampak.
"Tetes darah apakah itu?" bertanja Kam Tihu.
"Menurut dugaanku, mungkin darahnja sang kurban," kata Tjio Han Boe.
"Djadi kurban itu dibunuhnja djuga?"
"Entahlah! Barangkali anggauta badan sang kurban atau sipendjahat
tersangkut barang tadjam di atas loteng, hingga darahnja keluar menetesnetes".
"Dan tapak binatang itu dapatkah dianggap sebagai bukti adanja harimausiluman atau Hek Houw beng itu?"
Tjio Han Boe mengangkat puncak dan menggelengkan kepalanja.
Demikianlah terdjadi peristiwa pertama jang menggemparkan itu, peristiwa
jang menjeramkan, jang membikin penduduk mendjadi ketakutan benar.
Antjaman Hek Houw Sinbeng mulai terbukti, dia menuntut penebusan dosa
penduduk dengan pengurbanan seorang gadis. Dan itupun bukan tuntutan
jang pertama dan penghabisan, sebagaimana dikatakan Tong Hong
Hweeshio, 40 gadis mendjadi korban.
Sementara itu beberapa orang jang menjaga geredja Seng-ong-bio
membawa laporan, bahwa keapala Paderi kedapatan seperti orang sedang
menderita sakit hebat, tak sadarrkan diri diatas pembaringan, dan murid2
Hweeshio sibuk memberikan pertolongan.
"Apa sakitnja katanja?" bertanja Kam Tihu pada pelapor itu.
"Menurut keterangan salah seorang murid Hweeshio, katanja Tong Hong
Hweeshio selalu mengigau kesakitan, se-olah2 kepalanja ada orang
menimpahkan barang berat", menerangkan pelapor itu.
"Aneh!" pikir Kam Tihu. "Mungkinkah benar2 malaikat itu kini menjiksa
padanja, karena menurut katanja, diapun akan mendapat hukuman dari Hek
Houw Sinbeng?" "Belum dapat ditentukan!" djawab Tjio Han Boe. "Hal itu perlu pula
dibuktikan. Kini jang harus dipikirkan adalah peristiwa lenjapnja gadis she
21 Tjie itu. Peristiwa itu lebih betul dinamakan pentjulikan. Sangat
dichawatirkan akan ada gadis2 lain lagi jang mendjadi kurban. Hal ini sudah
tentu harus ditjegah se-bisa2nja. Satu2nja djalan adalah harus diperkuat
pendjagaan tentara, dan setiap penduduk laki2 terutama jang muda2 harus
diperintahkan untuk mendjaga keselamatan masing2 rumahnja. Bagi mereka
jang tak mempunjai keluarga seorang gadis, kaum laki2nja harus membantu
rumah lain jang ada anak daranja".
Usul Tjio Han Boe disetudjui oleh Tihu. Demikianlah pada malam kedua,
setelah terdjadi peristiwa itu, pendjagaan diperlipat ganda kekuatannja,
tiap2 orang laki2 ditugaskan memberikan bantuannja dengan sungguh2.
Pihak Tjio Han Boe melakukan pengawasan dengan djumlah kawan terlebih
banjak dan setjara bergiliran me-nukar2 tempat. Tidak lupa diadakan tanda2
tertentu, hingga apabila sekelompok petugas melihat ada sesuatu jang
mentjurigakan, tidak sukar kelompok jang lain datang memberikan
bantuannja. Pada malam kedua tak ada pengulangan pentjulikan, suasana tenang2 sadja.
Hal itu dapat melegakan hatinja penduduk jang menganggap bahaja hanja
terdjadi satu kali itu sadja. Akan tetapi ternjata dugaan mereka keliru. Pada
malam ketiga, sekalipun para petugas melakukan pengawasan dan
pendjagaan setjara rapat dan waspada, bekerdja-sama dengan penduduk,
dan dilain pihak rombongan Tjio Han Boe pun bekerdja keras, namun
seorang gadis kembali telah hilang dari kamar-tidurnja tanpa diketahui oleh
keluarga seisi rumah. Gadis itu anak dari keluarga Ong, umur 18 tahun,
parasnja amat elok. Tanda2 pentjulikan sama sadja seperti kedjadian jang
terdahulu, ialah tjuma terdapat kedua tapak kaki harimau dihalaman rumah,
dan menghilang setelah melalui rerumputan. Djuga ada tanda2 darah
bertjetjeran dari djendela-kamar jang dibuka dengan paksa sampai ketegalan
rumput itu. Budak perempuan jang tidur sekamar dengan gadis Ong tertidur
njenjak seperti mati, sementara beberapa budak laki2 jang diwadjibkan
mendjaga didekat kamar tidur, menerangkan, setelah ada angin bertiup,
mereka merasakan badannja lemas dan matanja sangat mengantuk untuk
22 kemudian tak ingat apa2 lagi.
Sudah tentu seluruh keluarga jang malang itu sangat berduka karena
kehilangan anak-gadisnja jang disajangnja itu.
Kini Tjio Han Boe tidak ragu2 lagi, bahwa pentjulik gadis itu mempergunakan
obat tidur. Tidaklah heran, kegemparan dan ketakutan tambah men-djadi2. Mereka
mendjadi sangat tjemas, bahwa peristiwa serupa itu akan berlangsung terus.
"Hm, apakah empatpuluh gadis akan dikurbankan setjara sia2?" menggerutu
Tjio Han Boe dengan penuh kemurkaan. "Dua kurban sadja sudah terlalu
banjak, maka djika kedjahatan ini tak dapat segera diberantas akan tjelakalah
nasib para gadis jang tak berdosa! Tidak, pendurhakaan besar2an itu tak
dapat dibiarkan begitu sadja. Aku harus dapat membongkar sumbernja
kedjahatan itu, untuk maksud apa sebenarnja kedjahatan itu ditjiptakan!"
Kini Tjio Han Boe berdamai dengan Phoa Keng In, Tio Peng dan Oey Kong
Pek. Di Thian-tay hanja Ho Keng dan Oey Kong Pek dua orang, pemotong
babi dan penebang kaju itu, termasuk orang jang faham ilmu silat, bertenaga
besar dan gede njalinja. Menurut Tjio Han Boe, nanti sore akan dilakukan penjelidikan lebih luas
disekitar daerah Goe-thauw-nia. Ia jakin, sumber kedjahatan itu tak djauh
dari sekitar daerah geredja itu.
Demikian, pada waktu mendjelang petang ketiga orang itu melakukan pula
pengusutan di-dekat2 Seng-ong-bio. Apa sadja diperiksanja setjara teliti,
malah sampai disebelah dalam dan belakang geredja, namun usaha mereka
tetap sia2 belaka. Tak dapat ditemukan sesuatu jang aneh atau
mentjurigakan sekalipun jang terketjil.
"Sungguh aneh, tak ada tanda2 jang sekiranja dapat disimpulkan, bahwa
sumber kedjahatan itu timbul dari daerah klenteng!" gerutunja mereka.
Akan tetapi sementara itu kembali ada gadis hilang pada malam berikutnja,
kemudian menjusul jang keempat. Persoalannja tetap mendjadi rahasia.
Maka bisa dimengerti, ketakutan penduduk mentjapai dipuntjaknja. Djangan
dikata lagi dipihak gadis2 terutama hidup mereka seperti menghadapi
23 djurang maut, karena merekalah jang mendjadi sasaran kedjahatan.
Jang paling menjedihkan adalah gadis kurban keempat itu, gadis she Tjoa,
jang karena ia sebeberapa hari lagi akan menikah. Tjalon suaminja, seorang
Siu-tjay bernama Lauw Kiat Leng, hampir mendjadi gila dengan mendadak
karenanja. Dalam sedihnja ia bersumpah akan mentjari pendjahatnja dan
Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membalas dendam. Dengan nekad ia menggabungkan diri dengan Tjio Han
Boe untuk bekerdja-sama mentjari djedjak pendjahatnja.
"Apakah gadis2 kurban Harimau-iblis itu masih hidup ataukah sudah
dibunuh, Tjio Tjiokhee?" bertanja Lauw Siu-tjay dengan hati sakit.
"Belum lagi aku dapat me-raba2, Lauw Siu-tjay!" sahut Tjio Han Boe
memandang penuh rasa kasihan. "Djangankan mengetahui mereka masih
hidup atau sudah mati, sedangkan dimana mereka kini berada atau
disembunjikan, belum dapat diendus!"
"Aku akan bekerdja keras, dan harus dapat menemukan pendjahatnja!"
bersumpah Lauw Kiat Leng. "Djika belum aku dapat membalas dendam,
belum puas rasa hatiku!"
"Aku akan membantu dengan segenap hatiku! Hal ini bukan untuk
kepentingan Tjiokhee seorang, melainkan untuk segenap penduduk Thiantay! Satu2nja hal jang penting dalam hal ini adalah kita dapat bekerdja-sama
dengan seluruh rakjat!"
Tjio Han Boe rupanja tak dapat menahan sabar lagi akan meradjalelanja
kedjahatan itu. Empat orang gadis sudah mendjadi kurban dan djumlah itu
sudah terlalu banjak untuk dibiarkan begitu sadja hingga pada kurban lainnja.
Ia berpikir keras, tjara bagaimana kedjahatan itu harus diganjang.
Penjelidikan2 disekitar daerah Seng-ong-bio tak membawa hasil. Hal itu
memberikan kesimpulan, bahwa pusat kedjahatan itu bukan terletak disana.
Tetapi dimana" Dan apakah udjud jang benar dari Harimau-pentjulik gadis2
itu, jang tapak2 kakinja kelihatan luar biasa besarnja ditempat dimana
pentjulikan itu dilakukan" Harimau benarkah, silumankah atau memang
rohnja Hek Houw Sinbengkah" Semua itu tetap masih mendjadi teka-teki.
24 Pertanjaan2 jang belum terdjawab itu sangat memusingkan kepala Tjio Han
Boe dan kawan2nja. Bila harimau itu adalah harimau-siluman, sangatlah
mustahil, karena dizaman jang sudah banjak madju itu, istilah demikian
agaknja sudah terlalu usang. Sebaliknja djika dia benar rohnja Hek Houw
Sinbeng seperti dikatakan Tong Hong Hweeshio, lebih tidak masuk diakal lagi,
karena tidaklah mungkin ada Malaikat-sutji jang berdjiwa liar dan ganas
menimbulkan suatu kedjahatan. Lalu djadi apakah sebenarnja harimau itu"
Achirnja diambil keputusan untuk menemukan Tong Hong Hweeshio
diklenteng Seng-ong-bio. Djika ternjata Paderi itu tak dapat memberikan
keterangan2 jang diingin, maka harus diambil tindakan keras, dan dipaksa
untuk bertanggung-djawab atas segala peristiwa jang telah mengambil
kurban djiwanja 4 orang gadis tak berdosa.
Begitulah Tjio Han Boe dengan ditemani Tio Peng berdua Oey Kong Pek,
pergi kegeredja Seng-ong-bio. Sampai begitu djauh suasana didalam geredja
tak ada perubahan jang luar biasa. Akan tetapi ternjata, Tong Hong Hweeshio
sedang menderita sakit dan tinggal terbaring didalam kamar-tidurnja. Apa
sakitnja tak dapat diketahui, tetapi seorang muridnja mengatakan, bahwa dia
dihinggapi sakit sedjak hari pertama terdjadi kehilangan gadis she Tjie,
bahwa dia senantiasa berbitjara melantur dan ber-seru2 minta ampun!
"Agaknja Toa Hoosiang dihukum oleh Hek Houw Sinbeng karena tak dapat
memimpin ummat di Thian-tay kedjalan benar untuk tetap bersudjud
kegeredja!", demikian ditambahkan murid Hweeshio itu.
Mau tak mau Tjio Han Boe meninggalkan pula geredja Seng-ong-bio tanpa
hasil jang diharapkan. Pikirannja kini bertambah katjau karena tambah
persoalan dari sakitnja sang Kepala Paderi.
"Sungguh2 satu peristiwa sangat gandjil dan sukar difahami!" menggerutu
pemuda gagah itu, hatinja semakin panas.
Ia telah mengambil suatu keputusan jang memerlukan keberanian besar2an,
bahkan pengurbanan. Ia mengatakan pada kawan2nja bahwa pada malam
nanti akan ditjoba membuat penjelidikan di-geredja, jang diduganja
mendjadi pusatnja peristiwa kedjahatan itu. Ia membutuhkan bantuan Tio
25 Peng dan Oey Kong Pek. "Aku akan menjertai kalian !" berkata Lauw Siu-tjay.
"Tjiokhee tak dapat kita adjak keklenteng!" djawab Tjio Han Boe.
"Pekerdjaan kami sekali ini sangat berbahaja, sebaliknja Tjiokhee diam
menanti didalam kota sadja. Tenagamu akan diperlukan lain waktu!"
Begitulah pada malam itu, bertiga mereka pergi menudju ke dareah bukit
Goe-tauw-nia. Tjio Han Boe membawa pedang, Tio Peng golok pemotong
babi, sedang Oey Kong Pek membekal kampak.
"Mengapa kita tidak meminta bantuan Kam Tihu?" bertanja Oey Kong Pek
pada Tjio Han Boe ditengah djalan. "Lebih banjak kawan rasanja lebih baik
buat kita!" "Kita baru sadja memulai penjelidikan, bukan suatu perdjuangan," djawab
pemuda she Tjio. "Terlalu banjak kawan malah akan menjulitkan kita, lebih2
kawan jang bukan terdiri dari orang2 jang mengerti ilmu silat!"
"Apakah Tjunheng jakin, kedjahatan jang sedang meradjalela ditimbulkan
oleh golongan kaum persilatan?" bertanja Tio Peng.
"Se-tidak2nja, demikianlah! Hanja orang2 dari golongan inilah jang sering
suka berbuat hal2 luar biasa, atau perbuatan2 terkutuk! Tetapi kedjahatan
jang tengah kita hadapi ini, rasanja ada mempunjai segi2 lain, bukan suatu
kedjahatan biasa. Tetapi apa segi2 jang dimaksud itu, belum lagi aku dapat
menentukannja!" Malam itu djagat masih sadja gelap, karena belum masanja rembulan
mengundjukkan diri. Namun demikian, ketiga orang itu madju terus
ketempat jang ditudju, Tjio Han Boe dan kedua kawannja agar berlaku hati2
dan djangan bergerak djika belum ada perintah. Mereka mengusut disekitar
halaman geredja, dan di-tempat2 jang sekiranja bisa dapat ditemui sesuatu
jang mentjurigakan. Ketika sekian lama tak ada hasilnja, Tjio Han Boe ingin
menjelidiki kedalam klenteng dari sebelah atas. Demikian ia minta Tio Peng
dan Oey Kong Pek menunggu diluar dengan waspada, kalau2 ada bahaja.
Dengan ilmu lompatnja jang sudah boleh dikata tjukup baik, sekali mengajun
badan, pemuda Tjio Han Boe sudah berada diatas genteng geredja. Dengan
26 hati2 sekali ia membuat pengusutan, melongok2 kesebelah dalam dengan
melalukan genteng. Tetapi suasana tinggal sunji dan tak ada tanda2 jang
menjurigakan, malah dikamar dimana Tong Hong Hweeshio terlihat hari
kemarin, tampak masih terlentang didalam sakit. Keempat murid Hweeshio
djuga ada di-tempat tidurnja masing2. Ia lalu turun kembali dan menemukan
kedua kawannja. "Tak ada apa2 jang mentjurigakan!" ia berkata. "Semua dalam keadaan
biasa, malah kepala Paderi agaknja masih dalam sakit. Sekarang marilah kita
menjelidiki dibagian kaki bukit. Aku harap disana dapat menemukan apa2
jang berharga". Oey Kong Pek kenal baik seluk-beluknja daerah perbukitan, karena ia
seringkali lalu-lintas disana untuk menebang kaju dihutan. Ia tahu betul
bagian2 jang dilalui sekarang, ialah disebelah Selatan geredja, tetapi sampai
begitu djauh tak didjumpai apa2 jang luar biasa.
Sedjam sudah mereka ubek2an didaerah perbukitan tanpa djerih-pajahnja
memperoleh hasil. Mereka djadi djengkel, karena sampai begitu djauh tak
dapat ditemukan tempat sumbernja kedjahatan dan dimana
disembunjikannja 4 gadis jang digondolnja itu. Selagi mereka agak berputus
asa, ketika tiba2 bertiup angin dari djurusan Selatan. Sekalipun derai angin
tak sekentjang pada malam2 terdjadi pentjulikan, namun dinginnja terasa
menembus tulang dan baunja jang anjir sangat memualkan.
Tjio Han Boe mendjadi terkedjut, sebab angin dan bau anjir ini adalah tanda
dari harimau-maut berkeliaran mentjari mangsanja. Lalu ia mentjari tempat
persembunjian disebelah atas bukit, maksudnja supaja dapat melihat apakah
benar2 harimau-hantu itu sudah menampakkan dirinja.
Oey Kong Pek mengadjak kedua kawannja kesatu djalan ketjil dilereng bukit,
sebentar kemudian mereka sampai dipuntjaknja, dimana ada sebuah batu
tjukup besar untuk menjembunjikan diri. Batu itu, djika dilihat dari sebelah
Barat bentuknja seperti kepala kerbau tanpa tanduk. Itulah sebabnja bukit
itu dinamakan Goe-tauw-nia atau bukit kepala-kerbau. Dari sini ketiga orang
itu dapat melepas pandangan matanja kesegala djurusan dengan setjara
27 bebas. Namun malam segelap itu membuatnja mereka tak dapat melihat
djenis2 disekitarnja lebih daripada djarak 5 tombak djauhnja.
Sekarang angin meniup makin keras, dan selagi mereka itu belum dapat
melihat apa2, tiba2 muntjul sebuah benda besar dengan sepasang bola api
jang ber-sinar2 sangat tadjam. Dalam waktu sekedjap benda itu telah tiba
keatas bukit. Alangkah terperandjatnja mereka, ketika diketahui, bahwa
benda itu ternjata seekor matjan-hitam jang sangat besar matanja,
memandang kebatu kepala-kerbau dengan kedua sinarnja jang makin
memantjar. Tjio Han Boe siang2 sudah menjiapkan pedangnja, demikianpun kedua
kawannja. Mereka sudah menduga, itulah harimau-hantu jang sedang ditjari
mereka. Oey Kong Pek mendahului membatjok dengan kampaknja, sementara Tio
Peng menerdjang dari belakang dengan goloknja, membatjok dengan sekuat
tenaga. Diserang sekaligus dari kedua djurusan, harimau-hantu itu dapat
menjingkirkan diri dengan satu lompatan kesamping, darimana serentak ia
menubruk Oey Kong Pek dengan gerakannja jang tjepat sekali, sambil
membentangkan kuku2-nja jang pandjang2 dan runtjing. Sipenebang kaju
mengelakkan terdjangan hebat itu, sambil membatjok pula, sedang situkang
babi menjusulkan pada pantatnja matjan itu. Namun harimau-hantu itu
dengan gesit sekali kembali dapat menolong dirinja dengan lompatan djauh
sambil mengaum, hingga siaranja menggema diangkasa.
Begitulah Harimau-hantu itu dikepung dua orang jang bertenaga sangat kuat
dan pandai ilmu silat sambil masing2 mengerdjakan sendjata2nja. Akan
tetapi harimau-hantu itu bukan binatang sembarang, ilmu lompat dan
terdjangan2nja menjerupai dengan kepandaian djago silat paling mahir, dan
setiap sergapannja selalu menggunakan kuku2nja jang runtjing-tadjam.
Oey Kong Pek berhantam mati2an, sementara Tio Peng mengerdjakan
goloknja dengan sepenuh tenaganja, menjerang bagian apa sadja jang luang.
Tetapi selama itu harimau-hantu tak dapat disentuh oleh sendjata, sebaliknja
kuku2nja selalu menimbulkan antjaman berbahaja bagi kedua orang
28 musuhnja itu seraja terus-menerus mengaum.
Tiba2 kaki depan harimau-iblis itu berhasil menendang kampaknja Oey Kong
Pek hingga terlepas dari tjekalannja, berbareng dengan itu kaki depan jang
lain dapat merenggut badan sipenebang kaju, hingga Oey Kong Pek berteriak
dengan hebat. Untunglah ia keburu mendjatuhkan diri sambil bergulingan.
Dan selagi harimau itu meneruskan terkamannja, Tjio Han Boe sudah
menerdjang dengan pedangnja membatjok punggungnja harimau-hantu itu.
"Harimau-djahanam, sekaranglah aku harus membunuh untuk membajar
dosa2mu atas kematian empat orang gadis jang kau gondolnja!" serunja Tjio
Han Boe. Serangan jang mendadak dan sengit itu, diluar dugaan Tjio Han Boe, masih
dapat dielakkan oleh sang matjan kesamping, malah dari sini dia langsung
menubruk Tio Peng jang sedang mengangkat goloknja. Batjokan sipemotong
babi meleset, harimau itu menjusuli dengan serangan sengit, hingga Tio Peng
mendjadi gugup. Baiknja Tjio Han Boe sudah ada disitu, jang segera
menjerang dengan satu tusukan kearah leher, sambil berseru pula:
"Sekarang matilah kau, harimau-terkutuk!"
Namun lagi2 harimau itu dapat meluputkan diri sambil kaki depannja
menjampok pedang. Ketika itu Oey Kong Pek sudah bangun kembali dan
mengambil kampaknja, dan sambil menahan sakit karena dadanja telah
terluka, ia membatjok kepala si matjan-hitam.
Sekarang musuh berkaki-empat itu dikepung tiga orang jang masing2
bergenggaman sendjata tadjam, terutama Tjio Han Boe jang gisiauwnja
paling tinggi. Namun si matjan-hitam tidak djuga mendjadi gentar atau
mengendor, bahkan makin dikerojok makin meningkat kesengitannja, dan
terdjangan2nja bertambah hebat. Malah achirnja musuh2 manusia itu
lambat-laun nampaknja sangat pajah dan daja-tempurnja tak sedahsjat tadi.
Oey Kong Pek jang luka parah dan darahnja bertjutjuran deras adalah jang
terdahulu mendjadi lemah. Tetapi apabila ia mengundurkan diri, terang
sekali kedua kawannja akan mengalami bentjana. Sebab itulah ia
memaksakan diri untuk bergebrak dan memainkan kampaknja dengan
29 sungguh2. Namun malang benar bagi nasibnja penebang kaju itu, selagi ia
tak berhasil membatjok si matjan-hitam jang baru sadja mengelakkan
serangan Tio Peng, kebetulan matjan-hitam melompat disisinja dan
merenggut kakinja dengan satu tjakaran, hingga penebang kaju itu roboh.
Tjakaran kuku matjan-hitam itu diteruskan kebawah djanggut Oey Kong Pek
keras sekali, hingga kerongkongannja robek dan mati seketika itu.
Tio Peng mendjadi terkedjut. Djusteru ia berlambat mempergunakan
goloknja dan Tjio Han Boe tak keburu menghalanginja, harimau itu telah
merangsang badan situkang babi ditjakar dadanja sampai robek. Dengan
teriakan ngeri Tio Peng roboh ditanah.
Dengan nekad dan gusarnja Tjio Han Boe menusukkan pedangnja kedjurusan
perut sang lawan. Kembali dengan amat gesitnja si matjan-hitam dapat
melompat menjingkir, untuk seketika madju menubruk dengan
membentangkan kuku2nja. Pedangnja jang belum ditarik kembali membikin
Tjio Han Boe mendjadi ter-sipu2 mengajunkan diri keangkasa. Dengan
lompatannja itu, ia berhasil meluputkan diri dari terksman sang hariman,
namun si matjan-hitam memiliki kegesitan jang luar biass, sebelah kaki
depannja sudah diulurkan keatas dan menarik kaki Tjio Han Boe jang kanan.
Pemuda itu terpaksa menggerakkan lwee-kangnja untuk melompat keatas
pula. Tjengkeraman matjan-hitam tak sampai mematahkan kakinja, namun
dalam gugupnja itu Tjio Han Boe melompat terlalu djauh, hingga akibatnja ia
tak mengindjak dataran tetapi ketebing, dari mana ia terbanting kebawah
bukit dengan djeritannja jang mengerikan. Sebelum badannja djatuh
kebawah, pemuda gagah itu sudah tewas djiwanja. Kasihan!
Harimau-hantu itu nampaknja mendjadi sangat puas. Sambil memainkan
ekornja jang besar ia menghampiri Oey Kong Pek jang sudah tak bernjawa
dan Tio Peng jang masih meng-geliat2 sambil me-rintih2 mengerikan.
Dengan tak punja rasa kasihan, kaki depannja harimau membeset dada jang
sudah bedjat, hingga Tio Peng jang apes itu tak berkutik lagi.
Setelah itu angin berhenti bertiup dan suasana diperbukitan mendjadi sunjisenjap dan tenang kembali seperti sediakala.
30 Tak seberapa lama kemudian ajam djantan mulai berkokok, dan dari djauh
terdengar lolong2 andjing membuat bangun bulu roma. Sang fadjarpun telah
menjingsing dilangit sebelah Timur, menerangi seluruh alam dengan tjahaja
keemasannja. Tetapi diperbukitan Goe-thauw-nia tetap sunji dan lengang
seperti biasa. Hanja tetumbuhan sadjak agaknja berduka-tjita karena
semalam ada tiga orang manusia mengirimkan njawanja, dan puntjak Goethauw-nia disiram darah orang2 budiman jang sebenarnja ingin membela
kebenaran dan keadilan bagi sesamanja jang teraniaja.
Kasihan benar penghuni di Thian-tay, terutama pedagang beras Phoa Keng
In, karena tiga orang jang di-nanti2 belum djuga tampak kembali. Sampai
matahari tinggi, baik Tjio Han Boe, Tio Peng maupun Oey Kong Pek, belum
pula kelihatan mata-hidungnja. Tiada berita tentang kepergian mereka dalam
usaha penjelidikannja didalam geredja Seng ong-bio. Phoa Keng In,
demikianpun penduduk Thian-tay mendjadi tjemas dan gelisah.
Tiba2 muntjul pula Tong Hong Hweeshio ditempat umum, dimana biasa ia
menghimpun penghuni Thian-tay dan bertjeramah. Kini tampaknja kepala
Paderi itu sedang menderita sakit, dan seorang muridnja menjertainja
mendjaga. Tampaknja Tong Hong Hweeshio sangat lemah, ia tak bernafsu
menghitung bidji2 tasbihnja, wadjahnja jang agak putjat tampak njata.
"Kalian tahu. Pintjeng telah menderita sakit sedjak timbulnja peristiwa
menjedihkan dengan hilangnja seorang gadis she Tjie", ia memulai
dongengannja. "Sakitku disebabkan sangat berduka karena Hek Houw
Sinbeng benar2 membuktikan tuntutannja, membuktikan antjamannja jang
maha hebat itu. Sudah demikian Hek Houw Sin-beng menghukum djuga aku
dengan satu tjara jang tak perlu dituturkan pada kalian, karena selain
dianggap menghianati tugas2 kegeredjaan, pun menganggap Pintjeng
memihak pada mereka jang dianggap berdosa. Murid2ku memberitahukan,
sudah ada empat orang gadis didjadikan kurban Sinbeng. Betapa hantjur
disanubariku karena berita itu, tak perlu ditjeritakan. Itulah sebabnja makin
menambah deritaku, hingga aku merasa tersiksa dineraka ketudjuh! Namun
31 demikian, pagi-hari ini aku memerlukan mendjumpai kalian tanpa seidjin Hek
Houw Sinbeng, untuk menjatakan, atau menasihati, agar kalian menghapus
tantangan2nja dan menghentikan usaha penjelidikannja diklenteng untuk
mengetahui bentuk apa sebenarnja Hek Houw Sinbeng, buat kemudian
Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melakukan kebhaktian lain dihadapan patungnja, karena hal itu sudah
terlambat. Namun dengan sikap diam dan menjerah serta rela, ada
kemungkinan besar dosa kalian dapat diperketjil, dengan kata lain, djumlah
pengurbanan anak2-gadis tjukup hanja separuh sadja dari djumlah jang
ditentukan semula, atau mungkin seperempatnja. Dengarlah, sahabat2 jang
malang, bahwa nasihat ini adalah nasihat jang terachir. Dan kemudian aku
tjuma bisa mengatakan, kebahagian segenap penduduk tak mungkin pulih
kemhali bila kalian keras-kepala untuk menentang, malah terlebih baik lagi,
djika kalian dapat menundukkan golongan jang fahamnja masih pitjik
tentang pengaruh dan kuasa Malaikat-agung Hek Houw, karena mereka
adalah biang-keladi daripada akibatnja bentjana jang menimpa kalian
beberapa hari terachir ini! Nah, sekian sadja tutur dan nasihat Pintjeng,
mudah2an segenap penghuni Thian-tay akan diberi djuga berkah
keselamatan! " Setelah itu Tong Hong Hweeshio segera kembali kegeredja sambil mulutnja
terus berkomak-kamik, sedang bokhie ditabuh oleh muridnja disepandjang
djalan. Pengaruh utjapan2 kepala Paderi tjukup besar mendjadjah dalam pikiran
setiap penduduk tahajul. Mereka pertjaja benar akan kuasa Hek Houw
Sinbeng jang telah dibuktikan itu, dan pertjaja pula akan sikap Tong Hong
Hweeshio jang tanpa menghiraukan sakitnja masih mau berbuat baik pada
mereka. Maka mereka lalu mengambil keputusan untuk menghentikan aksi2
perlawanannja terhadap Malaikat Matjan-hitam jang kuasa dan sakti itu.
Mereka tak mau lagi membantu gerakan kepala-daerah Kam Tihu untuk
memberantas kedjahatan itu, sebaliknja dengan tjara2nja sendiri mereka
melakukan persudjudan pada Hek Houw Sinbeng, berdoa minta diampuni
dosanja, mereka berharap Hek Houw mau menerima pengurbanan lain
32 apapun jang dimintanja, asalkan djangan arak2 dara direnggut dari tangan
orang tua masing2 sekalipun katanja roh mereka akan ditempatkan
dikahjangan! Dilain pihak Tihu di Thian-tay merasa djengkel karena tak mendapat
sokongan lagi dari penduduk dalam usahanja memberantas kedjahatan jang
sedang meradjalela itu. Ia tahu, penduduk telah menarik diri malah
menentang usahanja, karena hasil lidah Tong Hong Hweeshio jang tadjam
mendjual omong kosong. Ia mau pertjaja kepala Paderi itu sedang sakit,
tetapi tetap menganggap Hweeshio itu seorang djahat, tingkah-lakunja tak
menjerupai orang sutji jang biasanja berbuat kebaikan buat orang banjak dan
bukannja me-nakut2inja. Satu2 hal jang membingungkan ialah, Tjio Han Boe dengan kedua kawannja
jang melakukan penjelidikan didaerah geredja belum kembali sampai hari
mendjadi sore. Djuga tak ada kabar-beritanja. Ia chawatir ketiga orang itu
mengalami bentjana. Tetapi sementara itu ia meneruskan usahanja
menjebar orang2 sebawahannja melakukan pendjagaan disekeliling tempat
di Thian-tay, ia adalah seorang kepala-daerah jang tugasnja menjelamatkan
rakjat dan mempelihara keamanan, maka apapun adanja peristiwa, ia harus
tetap berani dan mendjalankan kewadjibannja. Sekarang, setelah tidak
mendapat bantuan rakjat jang sebagian besar masih fanatik pada soal2
keramat dan tahajul, ia memperbesar djumlah anak-buahnja dan kepala2
regunja. Ia memesan kepada segenap orang2nja untuk bekerdja lebih
waspada dan hati2. "Biasanja tiga malam sekali ada gadis hilang, maka malam ini mungkin akan
terdjadi hal jang semacam itu pula!" ia berkata menambahkan, "Usahakanlah
se-baik2nja agar djangan sampai ada kurban kelima! Ingatlah, empat kurban
gadis sudah terlalu banjak jang sehingga kini masih belum diketahui nasibnja,
kasihan orang2 tua mereka jang menangis siang-malam karena kehilangan
anak2nja jang ditjintainja itu!"
Setiap petugas menjatakan djandjinja untuk bekerdja keras dan sungguh2.
Biasania orang bersuka-ria dimusim semi, berpesta dan berkumpul2 dengan
33 para keluarganja. Namun sekali ini penduduk Thian-tay rata2 sedang
menderita dan berduka-tjita, terutama keluarga2 jang kehilangan anak2
gadisnja menjambut hari sutji Tahun Baru dengan tjutjuran air mata............
Sampai djauh malam Kam Tihu masih tekun dikamar kerdjanja, otaknja terus
memikirkan peristiwa2 hebat jang terdjadi didaerah kekuasaannja dimana ia
memikul pertanggungan-djawab sangat berat mengenai keamanan dan
kebahagian rakjatnja. Dan ia terus menanti berita2 jang disampaikan oleh
anak2-buahnja. Lalu pada kira2 djam 1 Malam, tiba bertiup angin kentjang men-deru2
seperti hendak menerbangkan genteng2 rumah. Tiupan angin menjebarkan
bau anjir. Maka kagetlah Kam Tihu seketika, sebab ia tahu, tiupan anginmalam jang lain daripada biasa itu mendjadi pertanda akan timbulnja
malapetaka. Akan ada gadis hilang pula! Maka ber-debar2lah djantungnja
Kam Tihu seperti detiknja lontjeng. Api pelita mendjadi padam dan suasana
dikamar-kerdja mendjadi gelap-gelita. Selagi ia hendak menjalakan pelita, sekonjong2 terbajang sesosok benda jang besar, hitam-pekat tubuhnja, dan
sinaran kedua matanja se-olal2 berapi. Kam Tihu djadi gemetar dan keringat
dingin membasah didjidatnja.
"Dengarlah, hei Kam Tihu!" sosok bajangan itu berkata, suaranja seram.
"Barangkali kau menganggap benar, bahwa seorang kepala-daerah harus
bertindak sesuai dengan tugas2 kewadjibannja, jaitu memelihara keamanan
dilingkungan daerahnja! Akan tetapi usaha dan tindakan2mu tidaklah selaras
dengan keadaan jang sebenarnja. Kau memihak pada rakjat jang terang2
melakukan penghianatan dan kedosaan pada Malaikat Hek Houw, jang
seharusnja diindahkan. Bukan itu sadja, kau malah mentjoba menentang dan
memusuhi Hek Houw Sinbeng jang bertindak benar, jang patuh akan
perintah2nja Giok Tee. Oleh karena itulah, telah memperbesar kemurkaan
Hek Houw Sinbeng, Malaikat-kuasa itu akan melandjutkan kewadjibannja
menuntut para penentang2 jang mempunjai anak-gadis, Baru empat orang
gadis dikurbankan, sedang djumlah jang dibutuhkan ialah empatpuluh!
Setjara kebetulan kau, Tihu, dirumahmu ada seorang anak-dara tjantik, Kam
34 Lian Tju jang masih remadja. Gadis2 dari usia remadja itulah jang diperlukan
kesutjiannja! Dia akan lepas dari tanganmu, dan takkan kau mendjumpainja
pula! Tetapi malam ini belum gilirannja! Ingat baik2 kataku ini. Nah, sampai
lain malam!" Sekedjap mata harimau-iblis itu berkelebat menghilang. Entah bagaimana
lenjapnja, Kam Tihu tak mengetahuinja karena keadaan sengal gelap lagi pula
hatinja takut bukan kepalang. Ia duduk diam mematung sampai budak
menjalakan pelita pula. Ia tak mentjeritakan peristiwa tadi pada siapapun,
karena kuatir mereka akan mendjadi ketakutan. Tak lama kemudian fadjar
telah tiba. Ketika itu seorang anak-buahnja ter-gesa2 datang membawa laporan
terdjadinja pentjulikan baru, lagi2 atas diri seeorang gadis tjantik berumur 17
tahun, anak keluarga Lie, pedagang obat. Tanda2 jang didapatkan semuanja
sama sadja seperti jang sudah2.
"Hanja, sekali ini ada beberapa orang kita mengetahui setjara sambil-lalu
udjud harimau-hantu itu, ialah seekor matjan besar berbulu hitam-pekat
seluruhnja, dengan sepasang matanja jang bersinar2 amat menjilaukan!"
pelapor itu menambahkan keterangannja. "Kami telah melakukan
pengedjaran sambil ber-teriak2 agar kawan2 dilain bagian datang
membantu. Tetapi matjan-hitam itu lari sedemikian tjepatnja menudju
kearah tegalan dan menghilang dihutan ketjil. Satu2nja hal jang aneh adalah
matjan itu dapat berdjalan dengan kedua kaki belakang, sementara dua kaki
depannja menggondol sang kurban, lakunja menjerupai manusia benar!"
Bisa dimengerti, bukan main terkedjutnja Kam Tihu mendengar laporan itu.
Seorang gadis mendjadi kurban pula. Pikirannja makin djadi kalut, karena
rupanja Hek Heuw Sinbeng benar2 memperlihatkan kemarahannja dan
membuktikan antjamannja. Kini telah 5 gadis hilang dari rumahnja, dan gadis
she Lie bukan kurban jang penghabisan, masih ada gadis lainnja jang akan
mendjadi kurban kelak. Bahaja itu tak dapat dibiarkan ber-larut2, akan tetapi tjara bagaimana
mentjegahnja" Orang2 jang sedjak pertama kali menaruh perhatian besar
35 atas peristiwa itu dan telah bergiat mentjari djedjak2 pentjuliknja, sampai
pagi-hari itu tak ada kabar-beritanja. Memikirkan itu semua membikin Kam
Tihu mendjadi sangat kesal. Anak-buahnja jang telah disebarnja pun tidak
mendapat hasil, disamping itu, djumlah kurban terus bertambah.
Malah jang sangat mentjemaskan semalam harimau iblis itu datang
mengantjam padanja. Anak-gadisnia jang tjantik, puteri satu2nja jang
disajangi, akan mendapat gilirannja direnggut Hek Houw Sinbeng. Ia tidak
rela Lian Tju mesti dikurbankan. Bagaimanapun tidak!
Dan sekarang soal Lian Tju jang mendjadi pusat pemikirannja. Anak itu harus
disingkirkan dari rumahnja, ketempat jang djauh. Tetapi dimana" Ia tak punja
keluarga ataupun kenalan untuk menitipkan Lian Tju untuk sementara
waktu. Ia tak mau mentjeritakan apa jang dialaminja semalam kepada
orang2 didalam rumahnja, terutama kepada puterinja, ia tak mau membikin
seisi rumah mendjadi gaduh dan berduka, jang berarti menambah kusut
suasana. Maka satu2nja tindakan jang baik adalah setjara diam2 membuat
pendjagaan kuat disekitar rumahnja dengan tentara jang bersendjata
lengkap dibawah pimpinan seorang komandan. Selain itu dimintanja bantuan
tentara dari lain kota untuk memperteguh pendjagaan di Thian-tay.
Berita kehilangan 5 orang gadis telah meluas sampai keluar daerah. Setiap
hari orang membitjarakan tentang harimau-iblis jang menggondol anak2gadis itu.
Adalah kemudian Kam Tihu dapat pikiran untuk membuat pengumuman
mengundang orang2 gagah untuk memerangi harimau-hantu dan menolong
keselamatan anak2-dara, jang ternjata tidak disetudjui dan ditentang oleh
pihak golongan kolot jang pertjaja obrolan2 Tong Hong Hweeshio, mereka
anggap takkan membawa kebaikan bahkan tambah membuat marahnja Hek
Houw Sinbeng. Alasan jang dikemukakan mereka ialah, djusteru mereka
sedang melakukan persudjudan memohon pengampunan pada Hek Houw
Sinbeng, agar pengurbanan anak2-gadis diachiri atau se-tidak2nja dikurangi
djumlahnja. "Sebagaimana bukti telah menjatakan, karena gerakan2 kita jang mentjoba
36 memberantas harimau-hantu dengan melakukan pendjagaan setiap malam
di-mana2, kita telah kehilangan lima orang anak-gadis. Selain itu Tjio Han Boe
dengan dua orang kawannja telah lenjap-tiada beritanja. Ini membuktikan,
tindakan keras terhadap Hek Houw Sinbeng itu tak membawa kebaikan bagi
kita malah semakin memburuk. Maka sebaiknja Tihu tak usah membuat aksi
lebih djauh, biarkan sadja kehendak harimau-hantu, hingga kita dapat
mengharapkan Malaikat-Matjan-hitam akan berbalik menaruh belas-kasihan
pada kita dan mengampuni dosa2 kita serta tiada lagi gadis2 direnggut dari
tangan masing2 orang tuanja!" demikian mereka menambahkan.
Kejakinan penduduk ini menimbulkan kemarahan Kam Tihu. Orang2
demikian ini menggambarkan kebodohan dan kepitjikan pikirannja tentang
hal2 jang dihadapi, hal2 jang djika ditindjau dari sudut kenjataan, sangat
berbahaja dan tak dapat dibiarkan. Selain itu djuga mereka tergolong orang2
penakut. Mengapa mereka harus pertjaja pada soal2 mustahil jang
diperdjual-belikan sikepala-gundul Tong Hong Hweeshio" Ditambah dengan
adanja kematian In Tjeng Hweeshio jang mendadak dan lenjapnja keempat
muridnja sudah merupakan suatu ketjurigaan terhadap dirinja Tong Hong
Hweeshio, maka mengapa dari sudut2 ini tak dapat mereka menarik
kesimpulan tentang adanja kegandjilan, atau se-tidak2nja menaruh
perhatian" Bahkan sebaliknja mereka djadi begitu pertjaja pada sikepalagundul itu, dan lebih tjelaka lagi hendak membiarkan anak2-gadis direnggut
dari tangan mereka dan dikurbankan djiwanja!
"Oh tidak, tidak bisa hal ini diantapkan berlangsung!" berkata Kam Tihu,
suaranja tetap. "Apapun akibatnja nanti, kita harus berusaha memberantas
kedjahatan besar2an ini! Kita tak dapat membiarkan kurban gadis2 lainnja
termasuk anakku djuga!"
Demikianlah Kam Tihu, dengan tak menghiraukan bahaja jang akan
mengantjam pada puterinja sendiri, malah mungkin pada seluruh
keluarganja, ia madju terus dalam usahanja. Ia harus mentaati tugas2
menjelamatkan penduduk, dan memberantas kedjahatan. Ia menghimpun
sedjumlah orang jang sehaluan untuk melantjarkan tindakan-tindakan
37 menjelamatkan keamanan. Keputusannja ialah membuat pengumuman
mengundang oring2 gagah untuk menjpi bersih kedjahatan, dengan
didjandjikan hadiah2 besar.
Akibat tindakan2 Kam Tihu jang berani dan tak menghiraukan antjaman2
bahaja itu, ternjata sangat hebat.
Kini bukan hanja gadis2 sadja jang diantjam Hek Houw Sin-beng, malah
keluarga2nja djuga. Bahkan tjara2 hariinau-hantu mengambil kurbannja
sudah tidak me-milih2 golongan lagi, gadis dari golongan penduduk
penentang pun diambilnja djuga Dengan berpedoman: asal gadis tentu
didjadikan kurban. Demikian, pada malam berikutnja lagi2 terdjadi kehilangan seorang gadis.
Sekarang dari keluarga Thio, pengusaha rumah penginepan. Pada saat
terdjadi peristiwa, seorang pelajan dapat mendengar suara berisik dikamar
dimana nona-madjikannja tidur.
Djendela-kamar telah terbentang, pelajan itu melongok kedalam. Astaga,
tampak seekor harimau-hitam raksasa tengah hendak menggondol Thio
Siotjia. Dalam terkedjutnja, ia berteriak minta tolong, tetapi sekedjap itu
djuga kaki-depan matjan-hitam merenggut lehernja dengan kuku2nja, hingga
mati seketika. Lalu sedjumlah pelajan datang sambil membawa rupa2
sendjata, namun satu demi satu dibunuhnja dengan mudah. Achirnja ajah
sigadis muntjul, tetapi harimau-hantu itu tak membinasakan, melainkan
mengantjam. "Aku ampuni djiwamu, sebab djiwa anak-gadismu sudah tjukup untuk
menebus dosamu! Kau tak perlu mendjadi seperti budak2mu itu, mati konjol,
asalkan kau tak mentjoba menghalangi pekerdjaan-ku! Akulah Hek Houw
Sinbeng! Nah, esok pagi kau boleh memberi kabar pada Pek Bie Sien jang
rumahnja diseberang warung rempa2 itu, bahwa pada malam ketiga setelah
malam ini, aku akan datang bertamu untuk mengadjak anak-gadisnja jang
baik nasibnja didjadikan Sianlie! Selain itu kau perlu memperingatkan Kam
Tihu djangan menjewa djago2 Kang-ouw kepalang-tanggung, karena hasil-nja
38 akan sia2 belaka bahkan menambah besar bentjana!", kata harimau-tetiron
itu. Pemilik hotel tertegun melihat rupa harimau-iblis jang sangat mengerikan
itu, hingga ia berdiam terpaku seperti patung. Ia tak dapat berbitjara, apalagi
bergerak. Sampai kemudian matjan-hitam itu pergi dengan mengempit anakgadisnja melalui djendela, dan menghilang ditempat gelap, barulah ia sadar
pula, tapi ia tjuma bisa ber-teriak2 minta tolong, kemudian menangis seperti
anak ketjil. Utjapannja Hek Houw Sinbeng telah tersiar luas dan sampai ditelinga Pek Bie
Sien, hingga tak heran, orang tua ini mendjadi sangat ketakutan. Tetapi
sementara itu timbullah keheranan semua penduduk, sebab harimau-hantu
itu dapat bertjakap seperti manusia, begitu pula tindak-tanduknja, menurut
penuturan pemilik losmen jang sial itu. Kam Tihu tak terketjuali mendjadi
sangat terperandjat mendengar berita terachir itu.
"Benar2 kini gadis keenam!" ia berkata. "Bukan main hebatnja!"
Lebih dari itu, ia tak dapat berbitjara pula, djuga tak dapat mengerdjakan
otaknja. Tetapi kemudian ia berkesimpulan:
"Memang aku sudah mendjadi tjuriga sedjak semalam tentang adanja
harimau-iblis itu! Seumur hidupku baru sekali ini aku melihat ada seekor
binatang dapat bertjakap seperti manusia. Tak mungkin dia hewan
sewadjarnja, pun tak mungkin matjan-siluman. Hal ini menambah
memperkuat ketidak-pertjajaanku pada obrolan2 Tong Hong Hweeshio!
Tentu ada apa2 jang tak beres, dan perlu segera ditumpas!"
Kemudian, ketika ingat kata2 harimau-iblis jang hendak menjatroni keluarga
Pek jang kaja-raya, membikin pembesar-distrik ini mengerti, aksi harimauhantu itu bertambah mendjadi terang2an dan berani. Hal mana ia anggap
suatu tantangan hebat bagi pedjabat di Thian-tay malah kalangan Kang-Ouw
seumumnja! "Betul2 kurang adjar matjan-hitam itu!" menggumam, hatinja terasa panas.
Lalu tak seberapa lama kemudian datang menghadap Pek Bie Sien, seorang
kaja jang berusia setengah tua, sikapnja sangat simpatik. Sambil hampir
39 menangis ia menuturkan berita jang disampaikan dari pemilik hotel, bahwa
keselamatan anak-gadisnja sedang terantjam, maka ia mohon pertolongan
Tihu untuk melindunginja.
"Berita itu akupun baru sadja mendengarnja!" berkata Tihu. "Itu satu
antjaman kurang adjar dari harimau-hantu! Meski Pek Wan-gwee tidak
Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memintanjapun, akan aku bersiap melindungi keselamatan rumah tanggamu,
karena itu adalah mendjadi tugasku! Mulai malam nanti rumahmu akan
didjaga tentara bersendjata se-kuat2nja, dengan demikian Wan-gwee tak
perlu merasa tjemas lagi!@
"Terima kasih, Lo-ya!" djawab Pek Bie Sien. "Tetapi sementara itu aku mau
berdjandji, barang siapa jang dapat melindungi keselamatan djiwa anakku
bila benar2 ada bahaja, dengan hati iclas aku akan menjerahkan anakku
untuk didjadikan budak ataupun diperisterikan!"
"Pikiranmu itu baik sekali, tetapi lebih baik lagi bila kau tidak menghadapi
malapetaka!" Kam Tihu memenuhi djandjinja. Malam itu rumah Pek Wan-guee didjaga
dengan sangat kuatnja. Pradjurit2 bersendjata berada disekitar rumah dan
setiap saat siap waspada dengan sendjatanja. Seorang pradjurit berkata pada
kawannja: "Pek Giok Im seorang gadis amat elok lagi terpeladjar, dapat diumpamakan
sebagai kumala-hidup! Sungguh disajangkan bila dia mesti mendjadi kurban
dari perbuatan harimau-hantu jang terkutuk itu! Tjoba dengarkanlah, sedari
pagi Pek Siotjia terus menangis sadja disamping ibunja dan para pelajan.
Ratapnja demikian memiluhkan, membikin aku jang mendengarnja hatiku
dirasakan seperti hantjur!"
"Akupun tak sampai hati membiarkan dia berduka!" sahut temannja. "Aku
rela berkurban asalkan Pek Siotjia dapat diselamatkan!"
"Semoga aku nanti dapat berbuat kebaikan baginja apabila benar2 ada
harimau-iblis hendak bertingkah!"
"Djadi kau bermaksud merebut hadiah jang didjandjikan Pek Wan-gwee?""
"Tentu! Alangkah beruntungnja bila aku mendjadi menantunja. Bukankah
40 aku masih budjangan, dan membutuhkan rumah tangga?" Pertjakapan
mereka dapat didengar oleh seorang tua tak dikenal, jang sedjak beberapa
djam berselang nongkrong didekat rumah Pek Wan-gwee. Dia seorang tua
bermuka buruk, punggungnja bungkuk, pakaiannja tjabik2, menjerupai orang
minta2, membawa sebuah bungkusan kain usang disangkutkan pada
sebatang kaju sematjam tongkat. Demikian buruknja, sehingga mendjidjikkan
siapa jang melihatnja. Hanja kedua matanja sadja ber-sinar2 tadjam
berpengaruh. Adanja si Bungkuk itu tidak ada jang taruh perhatian, mereka menganggap ia
hanja seorang pengemis biasa jang banjak terdapat dipasar2. Bagi penduduk
Thian-tay, ia merupakan seorang asing dan sebagai pengemis, baru hari itu
sadja dilihat orang. Ada seseorang bertanja padanja dari mana asalnja, dan
siapa namanja. "Entahlah dari mana asalku! Tetapi bila orang iseng2 hendak mengetahui
namaku, panggil sadja aku si Bungkuk! Tjukup!" djawabnja.
Biasanja seorang pengemis mengharapkan pemberian orang, tetapi sikapnja
pengemis Bungkuk itu malah sebaliknja angkuh dan sombong! Benar2 aneh.
Seperti orang2 lain, iapun telah banjak mendengar tentang peristiwa2 jang
terdjadi di Thian-tay selama sebulan jang terachir itu. Dan bagaimana
penduduk dalam kebingungan dan ketakutan, serta kesedihan jang
melimpah para keluarga jang kehilangan anak2-gadisnja, jang hingga kini
belum dapat diketahui bagaimana nasib-nja. Apa perasaan dan kesimpulan si
Bungkuk mengenai peristiwa2 hebat itu, tak seorangpun mendapat tahu. Ia
hanja meng-geleng2kan kepala sambil menggumam dengan wadjah merahpadam.
"Suatu kedjahatan terbesar jang pernah terdjadi dalam sedjarah! Orang jang
seharusnja bersuka-ria mendjelang datangnja musim semi, telah dibikin
bingung dan ketakutan, bahkan mentjutjurkan air mata! Oh, benar2
kedjahatan jang tak dapat dibiarkan," ia menggerutu seorang diri.
Mendjelang petang, si Bungkuk mendekati rumah Pek Wan-Gwee, ia minta
bertemu dengan tuan-rumah, katanja untuk memperbintjangkan soal
41 penting. Seorang budak jang agak sombong melemparkan sebungkus
makanan padanja sambil menggerutu:
"Pengemis jang tak punja otak, bisanja datang minta sedekah, membikin
orang jang sedang ditimpah kesedihan djadi bertambah djengkel sadja! "
Si Bungkuk bersikap sabar, ia tidak gusar.
"Salah besar pandanganmu terhadap aku!" sahut si Bungkuk. "Djanganlah
kau hanja melihat rupa huruk dan pakaian mesum, lalu melemparkan
sedekah sambil marah!! Bersedekah dengan hati tak rela, sama halnja seperti
seorang memberi sesuap nasi dengan sebatang golok! Aku bukan pengemis
sembarang pengemis! Tetapi sudahlah, bawalah aku menghadap kepada
madjikanmu!" "Madjikan sedang berduka-tjita!" bentaknja budak itu.
"Aku tahu! Djusteru sebab itulah aku perlu menemukan padanja!"
"Apa perlunja kau menemui madjikanku" Kau akan menambah kedjengkelan
madjikanku sadja nantinja!"
"Djengkel atau tidak, tak perlu kau pusingkan. Soalnja, bawalah aku
menghadap padanja! Nanti kuberi persen jang lumajan! kepadamu."
Budak itu memandang dengan keheranan. Ia menganggap si Bungkuk selain
pengemis, djuga barangkali miring otaknja. Tetapi kemudian ia melaporkan
djuga pada madjikannja tentang orang buruk itu.
Pek Wan gwee seorang baik budi-pekertinja, djuga banjak pengetahuannja.
Mendengar tentang si Bungkuk itu ia mendapat anggapan, tentu ada sesuatu
jang luar biasa. Maka ia keluar mendapatkan tamu jang gandjil itu, dan
mengundang masuk keserambi dalam. Kelakuannja itu membikin semua
orang ter-heran2. "Terima kasih atas kebaikanmu, Wan-gwee!" udjar si Bungkuk sambil
mendjura dalam, hingga punggungnja bertambah melengkung. "Memang
aku tahu, akan beginilah sambutan Wan-gwee, itu sebab-nja aku berani
minta berdjumpa!" "Dan soal apakah jang dibawamu kemari?" bertanja Pek Wan-gwee seraja
menatap tamunja. 42 "Penting djuga, Wan-gwee! Tetapi aku mohon dapat kita berbitjara empatmata sadja!"
Pek Wan-gwee menjuruh semua pelajannja berlalu. Iapun mendapat
perasaan, tentu ada hal luar biasa jang hendak diberikan sitamu Bungkuk.
"Aku telah mengetahui semua peristiwa jang menimpa pada segenap
penduduk Thian-tay, dan kini giliran Wan-gwee akan mengalaminja!" Mulai
berkata si Bungkuk setelah dipersilahkan berduduk. "Keselamatan Pek Siotjia
terantjam, dan ini tak dapat dibiarkan sadja bukan?"
"Ja, tak kepalang sedihnja hatiku menghadapi ini!" djawab Pek Wan-gwee,
kentara benar kerisauan hatinja. "Untunglah Kam Tihu memberikan
pertolongannja dengan pendjagaan tentara tjukup banjak disekitar rumah
kami! Aku harap bentjana takkan datang menimpa keluargaku!"
"Tetapi bentjana akan datang djuga, sebagaimana buktinja telah njata!
Namun mudah2an aku nanti dapat menghindarkannja. Aku ingin melindungi
keselamatan rumah tangga Wan-gwee!"
"Kau?" "Ja! Semoga aku ada kemampuan berbuat kebaikan sekedarnja! Orang telah
menjerukan bantuan dari kalangan Kang-Ouw, tetapi agaknja harapan
mereka akan sia2 b3laka sekalipun disertai djandji2 berharga."
"Namun karena sudah tjukup dengan bantuannja tentara pemerintah jang
melakukan pendjagaan tjukup rapat dan kuat!"
"Sajang sekali, tenaga tentara jang sebanjak itu takkan ada faedahnja!
Bentjana tetap akan masuk kedalam rumah ini seperti halnja dengan jang
lain2!" "Mengapa begitu" Dari mana kau mengetahui semuanja ini?"
"Dari kejakinanku sendiri; berdasar dengan bukti2 jang sudah ada, kebuasan
harimau-hantu itu tak dapat dilawan dengan kekuatan sedjumlah tentara!
Harimau-hitam itu bukan sedjenis machluk biasa!"
"Silumankah dia?"
"Manusia berselimut siluman!"
"Aneh!" 43 "Lebih aneh lagi perbuatan2nja jang menggondol anak2-gadis tak berdosa!"
berkata si Bungkuk! "Itu suatu kedjahatan besar!"
"Benar! Sudah enam gadis hilang lenjap tak berbekas. Dan kurban ketudjuh
jakni Pek Siotjia, harus dihentikan! Demikianpun kurban kedelapan, jang
ditudjukan kepada puterinja Kam Tihu harus ditjegahnja djangan sampai
terdjadi!" "Bagaimana kau dapat tahu tentang semua hal ini?"
"Kam Tihu lebih tahu lagi, karena Hek Houw Sinbeng sudah pernah mertamu
kerumahnja malam hari dan telah mengantjam kepala daerah itu".
"Kam Tihu tidak pernah mengatakan tentang hal itu!"
"Sudah tentu, sebab ia tak ingin membikin seluruh keluarganja mendjadi
kalang-kabut dan suasana bertambah keruh!"
Pek Wan-gwee berdiam sedjenak untuk berpikir, ia beranggapan bahwa
orang Bungkuk ini agaknja bukan orang sembarangan.
"Lalu bentuk apakah sebenarnja Hek Houw Sinbeng itu?" ia bertanja pula.
"Ini adalah soal nanti Wan-gwee!" djawab si Bungkuk. "Jang penting
sekarang aku hendak dapat kepastian, apakah Wan-swee mempertjajai
bantuannja seorang tua buruk sebagai aku ini?"
"Mengapa tidak!" djawab Pek Wan-gwee. "Setiap bantuan dapat aku terima
dengan penuh rasa terima kasih! Dan aku pertjaja penuh akan
kemampuanmu! Sudah pasti kau memiliki satu dan lain siasat jang besar
gunanja!" "Mudah2an demikian! Nah, malam ini adalah malam ketiga sedjak
pentjulikan gadis she Thio, dan biasanja mendjadi ulangan harimau-iblis
melakukan kedjahatannja. Betulkah demikian?"
"Benari" "Dimana Pek Siotjia biasa tidur setiap malam?"
"Sedjak timbulnja pentjulikan gadis2, dia pindah kekamar lain, tidur bersama
ibunja." "Dimana kamar tidurnja jang dia biasa pergunakan?"
44 Pek Wan-gwee menundjukkan sebuah kamar diatas loteng.
"Tidurlah seperti biasa!" berkata pula si Bungkuk. "Tak usah takut, aku akan
menjertainja nanti, dan aku tahu tjara2 melindunginja!"
Pek Wan-gwee nampaknja ragu2. Rasa kuatir membajang di-wadjahnja,
kalau2 tjara jang akan ditempuh si Bungkuk akan berakibat sebaliknja.
Si Bungkuk tahu kebimbangan tuan-rumah, maka segera ia berkata dengan
sungguh2: "Aku girang djika Wan-gwee tidak mempunjai rasa tjemas! Pikirlah dengan
tenang, bahwa tak mungkin aku akan menambah besarnja bentjana
kalaupun itu masih dapat dihindari! Tempatkan sadja Siotjia dikamar-loteng
seperti biasa! Aku bukan seorang jang biasa murah berdjandji, kalaupun aku
tak tahu tjara2 untuk melindunginja! Dan aku harap Wan-gwee dapat
membulatkan pikiran untuk hasil2 menggembirakan. Sekarang pesanku jang
harus ditaati betul2, ialah bahwa tak diperbolehkan budak2 ataupun
petugas2 jang berdjaga melakukan satu tindakan atau mentjoba
menghalangi perbuatan harimau-hantu bila benar2 dia muntjul. Sesuatu
gerakan mereka jang sifatnja menentang akan menggagalkan rentjana kita!"
Pek Wan-gwee menganggukkan kepala. Dalam bingungnja dan putus asa, ia
main pertjaja sadja apa jang dikatakan sl Bungkuk jang baru dikenalnja itu,
seorang tua bermuka buruk dan berpakaian mesum menjerupai pengemis.
Iapun sebenarnja belum tahu apa siasat jang akan dipergunakan atau
kemampuan apakah jang dimiliki seorang tua seperti si Bungkuk itu, jang
untuk berdjalan sadja agaknja sudah tak kuat.
Begitulah ia menjatakan akan menuruti pikiran dan kehendak si Bungkuk,
dan menjiapkan barang hidangan serta arak. Si Bungkuk berkata, ia tak
pernah makan lebih dari semangkuk bubur-entjer, sedang arak ia tak
mengenalnja. Tibalah malam jang dinantikan, maka budak disuruhnja menjiapkan tempat
tidur untuk si Bungkuk dikamar-loteng Pek Siotjia.
"Bukan disitu tempat tidurku nanti, dan akupun tak perlu kasur ataupun
alat2 lainnja!" udjar si Bungkuk. "Taruh sadja sehelai tikar disudut kamar,
45 dibelakang pembaringan Siotjia. Dan djangan ada seorang teman Siotjia jang
menjertainja!" Pada mulanja Pek Giok Im menolak untuk tidur dikamar-loteng, karena
takutnja. Tetapi si Bungkuk menghiburkannja.
"Bila Siotjia ingin selamat, tidurlah dikamar-loteng seperti biasa. Harimauhantu akan dapat menggondol Siotjia dengan mudah sekalipun Siotjia
bersembunji ditempat lain dan didjaga seribu pengawal. Pertjajalah, Siotjia
akan terdjamin keselamatannja selama ada aku si Bungkuk melindungimu!"
Achirnja Pek Giok Im me-maksa2kan ketabahannja, mau djuga ia tidur
dikamar-loteng seperti biasa, dengan si Bungkuk meringkuk dibelakang
randjang. Api pelita sengadja diketjilkan.
Semua orang didalam rumah Pek Wan-gwee berada dalam kechwatiran dan
djam2 merajap membawa bajang2 menakutkan. Pek Wan-gwee ber-debar2
djantungnja di-tengah2 budak dan pelajan jang di tagan masing2 menjiapkan
sendjata, sementara Pek Hudjin bersembahjang terus-menerus mohon
keselamatan dan perlindungan bagi anaknja. Suasana diluar sunjimentjemaskan, jang terdengar hanja bunji binatang2 malam di-kebun2 dan
semak. Achirnja terdengar bunji kentongan dipaluh satu kali. Lantas terasa ada
bertiup angin, makin lama makin santer dan menjebarkan bau anjir. Disertai
djuga suara raung membangun bulu roma. Semua orang menggigil karena
tiupan angin jang dingin, namun mereka memaksakan diri untuk berlaku
tabah. Dan mereka pun mengerti, angin djahanam itu adalah tanda dari akan
muntjulnja bentjana hebat, seperti halnja sudah terdjadi beberapa malam
ber-turut2. Pek Giok Im adalah seorang gadis molek kebanggaan orang tuanja, dan
pudjaan para pemuda. Selain tjantik dan terpeladjar. djuga pandai menjulam.
Umurnja lebih-kurang 17 tahun, puteri remadja.
Malam itu ia tak dapat memedjamkan mata sama sekali di tempat tidurnja.
Budak2 sudah disuruh memperkuat djendela-loteng dan pintu. Akan tetapi
46 rasa takut dan ngeri terus menguasai otaknja, maka bagaimanapun ia
dibudjuk agar berlaku tabah dan tak usah kuatirkan bahaja, namun ia tetap
takut dan hampir menangis.
Lebih2 tatkala terdengar deru angin menerobos dari tjela2-djendela dan
memukul kelambu, separuh njawanja terasa sudah terbang djauh. Ia sangat
gelisah dan bergidik tubuhnja.
Lantas orangpun djelas mendengar suara sesuatu jang aneh didekat
djendela. Suara sedemikian itu tak pernah terdengar sebelumnja, hingga
djiwa Pek Giok Im jang tinggal separuh djadi berkurang lagi. Kini selain
terbangun bulu2 tengkuknja, djuga keringatnja keluar mengutjur membasahi
sekudjur badan. Akan mendjerit, ia tak berani. Achirnja ia menarik selimut
dan bersembunji didalamnja. Sementara itu api pelita telah mendjadi padam,
hingga kamar mendjadi gelap-gelita.
Dari tjelah2-djendela tampak ada sesuatu benda menerobos masuk, agaknja
seperti asap, berwarna biru-tua, me-ngepul2 dengan tjepat hingga
memenuhi kamal. Lantas mennjumpai itu daun-djendela terbentang lebar,
lalu melompat masuk dengan gerakan enteng sekali sesosok tubuh
berukuran nesar dengan kedua sinar matanja menjerupai bola-api. Njatalah
dia si Matjan-hitam jang buas dan ganas, dengan kedua kaki-depannja
harimau-iblis itu menjingkap kelambu, dan dengan mudahnja diangkatnja
tubuh Pek Giok Im bersama2 selimutnja, dipanggul dipundaknja seperti
lakunja seorang manusia biasa. Dan dengan sekali melontjati djendela dia
menghilang ditempat gelap
Adalah si Bungkuk jang nongkrong dibalik kelambu dibelakang randjang
sudah tahu djelas apa jang terdjadi didepan matanja. Ia tahu benar
bagaimana bentuk pentjulik-gadis jang sama ganasnja dengan seekor matjan
raksasa, dan tahu betapa sebat dan tjekatan setiap gerakannja. Ia
menganggukan kepala berulangkali, dan mulutnja tersenjum.
"Hm, djadi begitulah udjud Hek Houw Sinbeng jang didalam maksud2
terkutuknja mengalih rupa mendjadi seekor harimau-hantu! Benar2 kurang
adjar binatang itu!"
47 Segera djuga si Bungkuk membuka bungkusannja jang dekil dan ditariknja
sebilah pedang jang sinarnja ber-kilau2 ditempat gelap, lalu ia melompat
djendela dan bagaikan burung entengnja melajang turun kehalaman luar.
Kedua matanja jang tadjam luar biasa tahu kemana larinja sosok tubuh
Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harimau-hantu itu. Ia dapat lari seperti terbang, namun agaknja ia sengadja
memperlambat langkah kakinja, ia terus membajangi dibelakang harimauhantu. Dan tak lama kemudian anginpun mereda.
Sementara itu harimau-iblis jang tak mengetahui dibelakangnja ada orang
jang menguntitnja, enak2 melarikan kurbannja jang dipanggul diatas
pundaknja, melalui tegalan2 jang pandjang, achirnja memasuki hutanbambu. Djalan2 jang gelap dan banjak tumbuh2an malang-melintang tak
merupakan gangguan baginja, ia dapat melaluinja dengan leluasa. Kurban
jang dipanggulnja tak tampak bergerak sedikit djugapun, se-olah2 barang
mati sadja. Satu hal jang aneh, harimau-hantu itu dapat berdjalan dengan
hanja kedua kaki belakang seperti halnja selama bertarung dengan Tjio Han
Boe dengan Kedua kawannja diatas perbukitan Goe-thauw-nia beberapa
malam berselang! Keanehan itupun dapat disaksikan oleh mata si Bungkuk
jang lihay. Kira2 4 lie matjan-hitam lari seperti terbang menuruti djalan2 lembah jang
ber-liku2, menjeberangi anak-sungai. Kaki bukit Goe-thauw-nia sudah dilalui,
tetapi ia terus sadja menudju kearah Selatan. Kembali ada sebuah hutanbambu, dan dari sinilah ia memasuki sebuah djalan ketjil jang sangat gelap,
membelok ke Barat hingga sedjarak 1 lie. Ia berhenti sebentar, mulutnja
berkemak-kemik, lalu sekedjap mata terbentanglah sebuah pintu-batu. Ia
masuk, dan pintu-batu itu tertutup kembali.
Si Bungkuk sudah berada didepan pintu-batu itu, jang ternjata sebuah mulut
gua. "Hm, ternjata disinilah sarangnja!" ia berkata seorang diri, "Sarang jang
tjukup sentosa untuk orang mengerdjakan sesuatu jang gandjil!"
Si Bungkuk tidak berniat meminta tenaga bantuan anak-buahnja pembesardaerah, karena hal itu akan memperlambat usahanja, jang mungkin akan
48 mendjadi gagal pula. Ia harus turun tangan sendiri dan setjara tjepat. Ia
mentjoba menarik pintu-batu itu, tetapi tak tergojahkan. Terlampau kokoh
pintu-batu itu, dan mungkin ada alat-rahasia jang membuatnja tak
sembarang tenaga dapat membukanja.
Tetapi tak sia2 si Bungkuk sebagai seorang pendekar dan kepada Pek Wangwee ia sudah berdjandji akan menjelamatkan djiwa anaknja, Pek Giok Im,
dari bahaja. Begitulah ia membentangkan kedua djari tangan kanannja, dan
melesatlah sebuah sinar putih bergemerlapan menggempur pintu-batu.
Tampak pintu-batu itu se-olab2 dibakar, membara sekelilingnja dan sesaat
kemudian luluh dan mendjadi tjair. Si Bungkuk mendjadi gembira, lalu
berdjalan masuk kedalam gua jang gelap itu. Dengan matanja jang terangawas ia dapat terus mengikuti djedjaknja harimau-hantu, jang kini
menghilang disatu lapisan dinding 2 gua dari batu karang. Lantas tiba2
terdengar suara beberap orang ber-tjakap2, maka si Bungkuk menghentikan
langkah kakinja, dan mentjari lubang untuk mengintip.
Dilihatnja disebelah sana merupakan sebuah ruangan tersendiri jang tjukup
luas, dan dibeberapa dinding dipasang pelita2, hingga keadaannja dapat
dilihat tjukup njata. Ruangan itu mempunjai sebuah pintu lebar, diatasnja
bersuratkan huruf2 "Pendopo-sutji". Disebelah kanan ada sebuah kamarbatu, diatas pintunja bertuliskan "Ruang-pemudjaan", kamar disebelah kiri
berhuruf "Djalan-menudju-sorga". Disudut depan terletak sebuah medja
dengan satu kursi beralaskan kain-hitam bergambar matjan-hitam. Sepasang
lilin jang menjala ada dipinggir medja kanan dan kiri, mengapit sebuah
mangkuk besar berisi beberapa matjam bidji2an hasil-bumi, diatasnja
menjala sedjumlah dupa jang asapnja me-ngepul2 memenuhi ruangan.
Disampingnja terletak sebuah bokhie.
Si Bungkuk masih keburu melihat, harimau-hantu menjerahkan bungkusan
selimutnja pada dua orang kepala-gundul, jang segera dibawa masuk ke
"Ruang-pemudjaan". Dua orang kepala-gundul lain berdiri tegak dikanan-kiri
Matjan-hitam dengan sikap seperti anak-buah jang sedang menunggu
perintah. Barulah terdengar suara barimau-hantu katanja:
49 "Semua sudah disiapkan, It Ban?"
"Sudah, Toa Hoosiang!" sahut orang jang disebut It Ban.
"Ruang-pemudjaan" dan "Djalan-menudju-sorga" sudah siap segalanja?"
"Tanpa Toa Hoosiang perintah, Teetju mengerti apa jang harus dikerdjakan
pada malam ke-tudjuh ini!" djawab murid Hweeshio Too Khak.
"Bagus! Nah, sekarang bakarlah tudjuh batang hio dimedja upatjara pertama
itu. Aku akan segera liam-kheng!"
"Tetapi Toa Hoosiang, apa namanja anak-perawan jang akan disutjikan ini"
Perlu didaftar namanja!"
"Oh ja, namanja Pek Giok Im! Memang inilah auak-perawan jang aku intjar
betul! Pek Giok Im berarti Kumala-putih, perempuan jang akan membawa
chasiat paling utama dalam penjempurnaan Kui-liong-kiam pada malam
ketudjuh ini! Memang Thian menjertai kita, hingga didaerah inilah kita
mendjumpai bahan2 roh paling sutji untuk pekerdjaan besar kita!"
Segera Too Khak membakar 7 batang hio, dan harimau-hantu melakukan
upatjara sembahjang dimedja upatjara-pertama itu, berlutut 24 kali
kemudian berduduk dikursi beralaskan kain-hitam Hek Houw, mulutnja
berkemak-kemik membatja mantera, tangan kirinja menghitung bidji2
tasbih, tangan kanannja memainkan bok-hie. Selama upatjara itu, kedua
murid Hweeshio It Ban dan Too Khak berdiam diri disebelah kiri dan
kanannja matjan-hitam. Tetapi dengan mendadak Harimau-iblis nampaknja terkedjut. "Bersiap
menjambut tamu jang tak diundang itu dibalik pintu! Hajo lekas!" ia
menjerukan kedua anak-buahnja.
It Ban dan Too Khak mendjadi kaget, mereka segera menjamber golok, dan
kedua2-duanja berdjalan keluar.
Si Bungkuk mendjadi kaget djuga, ternjata harimau-hantu itu sangat lihay,
tahu bahwa ada seorang tamu tak diundang memasuki guanja. Ia sudah
mengambil ketetapan, seorang diantara kepala-gundul itu, mereka harus
dibinasakan terlebih dahulu. Begitulah pedangnja sudah menjongsong Too
Khak jang berdjalan dimuka, jang rupanja belum tahu betul dimana tempat
50 sembunji tamu jang tak diundang itu. Dalam terkedjutnja Too Khak terlambat
menangkis sambaran pedang jang se-konjong2, hingga kutunglah tangan
kanannja, dan selagi ia berlambat pula untuk menarik diri, tusukan jang lain
sudah menjusul keiganja, maka dengan teriakan ngeri Too Khak roboh dan
djiwanja melajang. "Djahanam dari mana begini kurang adjar hah?" berteriak It Ban jang
kepalanja mengkilap karena ditjukur kelimis.
Sembari berseru sembari membatjok si Bungkuk. Tjukup seru batjokannja,
ditudjukan kedada, namun si Bungkuk sudah menangkis dengan pedangnja,
hingga bunji beradunja dua sendjata terdengar njata.
"Aku kira siapa jang berani datang masuk setjara menggelap, tak tahunja
hanja orang bungkuk jang mesum," berseru pula It Ban, goloknja membatjok
pula leher orang jang bungkuk punggungnja itu.
Si Bungkuk tak melajani edjekan si-kepala-gundul, ia terus melantjarkan
serangannja. Sekalipun It Ban tampaknja tjukup tangkas dan gesit
gerakannja, namun serangan2 jang dilantjarkan lawannja tidaklah mudah
dapat dilajani, agaknja ia belum tjukup mahir dalam ilmu gisiauw, pun kurang
pengalaman, maka tjepat sekali ia kehilangan keseimbangannja menghadapi
musuh setangkas si Bungkuk jang memutarkan pedangnja demikian tjepatnja
hingga sinarnja sadja jang kelihatan ber-kelebat2.
Achirnja It Ban tak mampu memberikan perlawanan lebih lama dari
beberapa gebrakan, sekarang ia lebih banjak mundur dari pada melawan.
Satu ketika jang terluang dipergunakan untuk meninggalkan gelanggang,
akan tetapi si Bungkuk jang sudah bertekad tak memberi kelonggaran pada
manusia2 jang berbuat kedjahatan, sudah menggunakan kesempatan itu
menerdjang sambil mengirim satu tusukan tadjam kearah pinggang, hingga
sikepala gundul itu berkaok dengan hebat, lalu roboh.
Si Bungkuk hendak menghadjar harimau-iblis, tetapi Matjan-hitam itu sudah
tak kelihaian bajangannja. Sedang demikian dua orang kepala-gundul lain
muntjul dari "Ruang-pemudjaan", jang seorang menghunus golok, jang lain
sebatang toja pandjang. 51 "Kau membunuh dua orang kawanku, bangsat, kini kami menuntut balas!"
berteriak salah seorang Hweeshio itu, jang serentak menerdjang dengan
tojanja. Hweeshio lainnja menusuk dengan goloknja dari samping, mengarah
pinggang. Si Bungkuk tak mendjadi gugup diserang berbareng oleh kedua
musuh. Toja jang mendatangi dihantam dengan pedangnja, dan kaki
kanannja mendupak tangan Hweeshio jang bersendjata golok. Kedua kepalagundul itu bertambah marahnja, lalu ke-dua2nja menjergap dengan penuh
kesengitan. Maka bertarunglah ketiga musuh itu, makin lama makin hebat.
Bagi si Bungkuk kedua lawan gundul itu belum merupakan tandingan
setimpal, kepandaiannja kedua kepala gundul itu tidak terpaut terlalu banjak
dengan It Ban dan Too Khak, bahkan orang jang bertoja itu lebih rendah pula
Pendekar Cengeng 5 Golok Maut Tjan Tjie Leng Karya O P A Petualangan Manusia Harimau 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama