Ceritasilat Novel Online

Tiga Naga Sakti 13

Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 13


Gin San melemparkannya ke atas tanah! Kini pemuda itu
sudah membuka kedua matanya dan dari sepasang matanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keluar sinar berapi yang menyambar ke arah lima orang
pendeta itu. "Ah, kiranya engkau bocah lancang yang telah berani
mengganggu dan mengacau pekerjaan kami ?" Kakek bermata
tunggal itu berteriak marah dan bersama dengan empat orang
temannya dia kini menghadapi Gin San yang juga sudah
bangkit berdiri sambil tersenyum, akan tetapi matanya tetap
berkilat penuh kemarahan.
"Dan kalian adalah lima orang pendeta busuk yang akan
melakukan perbuatan busuk, mencoba untuk menangkap dan
menyiksa roh dari suhu dan suboku" Aha, kalau tidak keliru
kalian tentulah pendeta-pendeta Pek-lian-kauw, bukan" Dan
kalau benar demikian, mengapa kalian hendak mengganggu
ketenteraman suhu dan subo yang sudah meninggal dunia?"
Mendengar ini, wanita itu yang kini sudah tidak lagi
terpengaruh hawa mujijat, melangkah mendekati Gin San dan
berdiri di sebelah pemuda itu dengan perasaan sepenuhnya
memihak pemuda ini. Dan para pendeta itu kini memandang
heran karena mereka tidak mengira bahwa pemuda itu adalah
murid dari mendiang Gan Beng Han dan isterinya.
"Gan Beng Han dan isterinya adalah musuh-musuh kami,
dan biarpun mereka telah tewas, kami hendak menghukum
mereka......." "Keparat jahanam!" Gin San berteriak marah "Suhu dan
subo adalah pendekar-pendekar budiman, tak mungkin kalian
akan mampu mempermainkan roh mereka. Di samping itu,
ada aku Coa Gin San, murid mereka yang akan membela
mereka!" Tiba - tiba kakek bermata tunggal itu berteriak melengking
nyaring, tongkatnya diangkat tinggi-tinggi dan mulutnya
mengeluarkan suara mendesis-desis. Kembali wanita cantik itu
menjerit karena dia melihat betapa tongkat itu telah berobah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi seekor ular besar panjang yang meluncur dan
melayang ke arah Gin San !
Akan tetapi pemuda itu memandang dengan tenang,
bahkan lalu mengejek dengan ucapan nyaring. "Pendeta
siluman, permainanmu ini hanya dapat dipakai untuk menakut
- nakuti anak kecil saja " Dia lalu bertepuk tangan satu kali,
akan tetapi suara tepukan tangannya itu nyaring seperti
ledakan. "Tarrrr......... !"
Wanita yang terbelalak itu melihat betapa ular yang ganas
tadi seperti disambar ledakan membalik dan lenyap, berubah
menjadi tongkat biasa lagi di tangan pendeta mata satu yang
kelihatan terkejut. "Panggil ular !" teriak pendeta mata satu itu dan tiba-tiba
dia dan empat orang temannya lalu mengeluarkan masing masing sebatang suling ular yang bulat, lalu mereka meniup
lima buah suling itu. Terdengar suara melengking panjang
yang aneh. Kembali wanita itu menjerit ketika nampak ular ular berdatangan dari empat penjuru.
Akan tetapi segera terdengar suara lengking yang lebih
tinggi dan lebih tajam, yang seolah-olah menggulung lengking
lima batang suling pertama itu dan ketika wanita itu
menengok, dia melihat betapa pemuda tampan tadi sudah
meniup sebatang suling pula sambil duduk bersila. Sulingnya
adalah suling bambu biasa, tidak berbentuk bulat seperti
suling para pendeta, namun dari suling bambo ini keluar suara
yang luar biasa nyaringnya. Dengan mata terbelalak wanita itu
melihat betapa ular-ular itu bergegas pergi seperti diusir,
seolah - olah tidak kuat mendengar suara lengking aneh yang
menggulung suara suling yang memanggil mereka tadi.
Betapapun lima orang pendeta mengerahkan tenaga
meniup suling mereka, tetap saja mereka tidak mampu lagi
mengatasi suara suling yang ditiup oleh Gin San. Dan kini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjadilah keanehan. Suling itu suaranya makin tinggi
mengalun, makin merdu dan tak lama kemudian, lima orang
pendeta itu mulai menari! Mereka menari secara aneh, seperti
seekor ular berlenggang-lenggok, menggoyang-goyang
pinggul seperti lima orang penari perut yang lucu. Wanita itu
memandang dengan mata terbelalak dan diapun tertawa, akan
tetapi dia juga merasakan daya kuat yang mendorongnya
untuk menggoyang-royang tubuh pula. Perlahan-lahan
bangkitlah dia dan tanpa dapat dicegah lagi, diapun mulai
menggoyang-goyangkan pinggulnya yang besar dan tentu saja
gerakan tubuhnya itu mendatangkan pemandangan yang jauh
lebih sedap dari pada gerakan tubuh lima orang kakek itu.
Pinggang wanita itu kecil ramping, bentuk tubuhnya indah
menggairahkan maka ketika dia mulai menggoyang-goyang
pinggul dan pundak, tentu saja kelihatan lembut menarik.
Melihat betapa wanita itu terpengaruh oleh suara sulingnya
yang mengandung kekuatan sihir, Gin San menghentikan
tiupannya dan lima orang kakek itu menjatuhkan diri
terengah-engah di atas tanah. Mereka lelah sekali karena tadi
mereka telah berusaha sekuat tenaga untuk mengerahkan
kekuatan melawan pengaruh itu, berbeda dengan si wanita
yang tidak melawan sehingga ketika kini pengaruh itu lenyap
bersama lenyapnya suara suling, wanita itu hanya terduduk
dan menjadi bengong karena herannya.
Setelah pernapasan mereka pulih kembali lima orang kakek
itu menjadi marah bukan main. Tahulah si kakek mata satu
bahwa pemuda itu adalah seorang ahli ilmu sihir dan jelas
bahwa mereka berlima akan kalah kalau mengadu kekuatan
sihir, maka kini mereka berloncatan dan sudah mengeluarkan
senjata masing-masing. Melihat ini, Gin San tersenyum dan
bertanya,, "Kalau kalian berlima benar anggauta-anggauta
Pek-lian-kauw, mengapa kalian hendak mengganggu makam
suhu dan subo" Setahuku, mereka tidak pernah bermusuhan
dengan Pek-lian-kauw!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemimpin dari rombongan pendeta itu, yang bermata satu,
adalah It-gan Thian-cu, seorang tokoh Pek-lian-kauw yang
terkenal sekali. Dalam pertandingan sihir tadi saja tahulah dia
bahwa dia berhadapan dengan seorang pemuda yang lihai
bukan main, oleh karena itu dia tidak berani memandang
rendah dan menganggapnya sebagai lawan tangguh yang
patut mengenal dia dan teman temannya. Dengan matanya
yang hanya tinggal yang kanan saja, dia memandang tajam
penuh perhatian sambil melintangkan tongkatnya di depan
dada. "Orang muda, ketahuilah bahwa biarpun mendiang Gan
Beng Han tidak memusuhi Pek-lian kauw secara langsung,
namun dia telah melakukan perbuatan jahat dengan
mengerahkan pasukan pemeiintah membasmi Im yang pai.
Dan karena Im-yang-pai adalah sahabat dan sekutu Pek-lian
pai, maka kami datang untuk menghukum arwah Gan Beng
Han bersama isterinya! Ternyata masih ada engkau yang
menjadi murid mereka, maka biarlah kami menghukum
engkau pula yang dapat mewakili guru-gurumu." Mendengar
ini, Gin San menarik napas panjang. Mengertilah dia kini
duduknya perkara. Dan terbayanglah olehnya betapa sakit
rasa hati para tokoh Im-yang-kauw karena perkumpulan
agama itu telah terbasmi oleh pasukan pemerintah, banyak
anggauta mereka tewas dan sisanya cerai-berai. Semua itu
karena salah duga belaka. Mendiang, gurunya tentu menyerbu
Im-yang-pai bersama pasukan pemerintah karena menyangka
bahwa Im-yang-pai yang telah mengacau di Kuil Ban-hoktong. Padahal, yang melakukan hal itu dengan menyamar
sebagai orang orang Im-yang-pai adalah Beng kauw
perkumpulannya sendiri di mana dia kini menjadi tokoh
utamanya! Dan dalam penyerbuan itu, suhu dan subonya
tewas, namun Im-yang pai juga terbasmi berantakan. Dan kini
masih saja ada rentetan peristiwa itu sehingga kuburan suhu
dan subonyapun akan diganggu orang. Biang keladinya adalah
Beng-kauw ! Jadi, dialah yang harus bertanggung jawab.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua fihak yang bermusuhan itu, fihak gurunya dan fihak Imyang-pai yang kini dibantu oleh Pek-lian pai, tidak bersalah
sama sekali. Gin San menjura kepada kakek bermata satu itu. "Peristiwa
yang terjadi di lm-yang-pai itu adalah kesalah fahaman besar
yang merugikan Im-yang-pai akan tetapi juga yang telah
ditebus dengan nyawa oleh suhu dan subo. Oleh karena itu,
sekarang saya, Coa Gin San mewakili suhu dan subo untuk
menyatakan maaf dan penyesalan, harap totiang berlima suka
menyampaikan kepada Im-yang-pai."
Kakek itu mendengus marah. "Huh, aku It-gan Thian cu
hanya memenuhi tugas untuk menghukum arwah musuhmusuh besar Im-yang-kauw. Kalau engkau hendak
memintakan maaf, datang saja kepada ketua Im-yang pai
atau ketua Im-yang-kauw dan bukan kepadaku."
Gin San mengerutkan alisnya. "It-gan Thian-cu, aku bicara
baik-baik akan tetapi kenapa engkau masih bersikap seperti
musuh" Engkau boleh melakukan tugasmu, akan tetapi juga
merupakan tugasku untuk melindungi makam suhu dan
suboku, maka kalau engkau berani mengganggunya, engkau
berlima akan berhadapan dengan aku !"
"Bocah sombong!" It-gan Thian-cu berteriak, lalu memberi
isyarat kepada empat orang temannya. "Maju, tangkap hidup
atau mati bocah ini !" Dia sendiri sudah menyerang dengan
tongkatnya, menghantamkan tongkat itu dengan pengerahan
tenaganya ke arah kepala Gin San. Di dalam perkumpulan
Pek-lian-kauw, kakek bermata satu ini merupakan tokoh yang
pandai dalam ilmu sihir, maka dia dan empat orang
temannyalah yang bertugas untuk menghukum arwah suami
isteri yang dianggap musuh besar oleh Irn-yang-kauw itu.
Akan tetapi dalam ilmu silat, It-gan Thian-cu dan temantemannya hanya merupakan tokoh pertengahan saja
walaupun kalau dibandingkan dengan orang-orang biasa
mereka itu sudah merupakan orang-orang yang lihai sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat datangnya tongkat, Gin San hanya miringkan
kepala dan menerima tongkat itu dengan pundaknya, karena
dia lebih rnemperhatikan empat batang pedang dari empat
orang kakek lainnya yang juga menyerangnya. Pedangpedang itu dapat merobek pakaiannya! maka dia
menggerakkan kaki tangan menyambut empat batang pedang
itu tanpa menghiraukan tongkat yang memukul ke arah
pundaknya. "Cring-cring tranggg........ krekkk!" Empat batang pedang
itu beterbangan ke kanan kiri dan tongkat itu patah menjadi
dua ketika menghantam pundak, dan lima orang pendeta itu
tahu-tahu sudah roboh terjengkang dan terpelanting ke kanan
kiri! Mereka terkejut bukan main dan wajah mereka menjadi
pucat ketika mereka merangkak bangun, memandang kepada
Gin San dengan mata terbelalak dan membayangkan perasaan
jerih. Kemudian mereka itu membalikkan tubuh dan pergi dari
situ tanpa mengeluarkan kata-kata lagi, diikuti pandang mata
Gin San yang membiarkan mereka pergi, karena diapun
maklum batwa para pendeta itu hanya melaksanakan tugas
dan bahwa sebab-sebab dari semua permusuhan ini berada di
dalam tangan Beng-kauw yang bersalah.
Akan tetapi, setelah bayangan lima orang pendeta itu
lenyap, dia merasa pundaknya gatal gatal dan otomatis
tangannya meraba dan menggaruk pundak. Makin digaruk
makin gatal dan dengan heran Gin San lalu menyingkap leher
bajunya untuk memeriksa pundak kiri itu.
"Jangan digaruk !" tiba-tiba terdengar suara wanita dan
baru Gin San teringat bahwa wanita cantik itu masih berada di
situ. "Jangan diraba, engkau telah terluka racun jahat!
Bukankah rasanya gatal-gatal dan seperti digigiti semut dari
dalam dan lehermu terasa kaku" "
Gin San terkejut. Tentu saja dia tidak takut akan serangan
racun, dan dengan sinkangnya, ia akan mampu mengusir
racun itu, membakarnya dengan hawa panas. Akan tetapi dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kagum akan ketajaman mata wanita itu yang tanpa
memeriksa telah tahu benar apa yang dirasakannya, maka
sambil menoleh dan memandang kepada wanita itu, dia
mengangguk dan bertanya, "Bagaimana engkau bisa tahu " "
Wanita itu tersenyum dan kembali Gin San harus mengakui
babwa biarpun usia wanita ini tak muda lagi, tentu lebih dari
tigapuluh tahun, akan tetapi dia masih memiliki kecantikan
yang menggiurkan. Wajah wanita itu bulat dengan dagu
runcing, matanya jeli dan terutama sekali tahi lalat kecil di
ujung mulut kiri membuatnya nampak manis sekali. Tubuhnya
masih padat dan ramping, dan pakaiannya walaupun bukan
mewah, namun rapi sekali demikian pula rambutnya digelung
rapi dan mengkilap, tanda bahwa rambut itu terpelihara baik
baik "Aku adalah seorang ahli pengobatan, tentu saja tahu.
Biarkan aku memeriksamu. Dahulu aku pernah menolong dan
mengobati suhu yang terluka parah, sekarang aku hendak
menolong dan mengobatimu."
Wanita itu membuka baju Gin San dan memeriksa pundak
kirinya. "Ahh........!" Dia berseru kaget. "Keji sungguh kakek
Pek-lian kauw itu. Dia menggunakan racun pembusuk tulang!"
"Apa itu?" Gin San bertanya, kaget juga!
"Racun ini amat jahat. Dengan kepandaianmu, tentu
engkau akan mengira dapat mengusir hawa beracun, akan
tetapi engkau tidak tahu bahwa racun ini meninggalkan hawa
yang dapat merusak tulang pundakmu tanpa kaurasakan dan
tahu " tahu tulang itu akan membusuk."
"Ahh.......!" Gin San terkejut juga karena di antara banyak
ilmu yang dipelajarinya dari gurunya, dia tidak pernah diberi
pelajaran ilmu pengobatan.
"Akan tetapi jangan khawatir, aku mempunyai obatnya.
Mari kau ikut bersamaku ke rumahku, di sana aku akan
merawatmu sampai sembuh. Engkau adalah murid GanTiraikasih Website http://kangzusi.com/
taihiap, jika bagiku bukan orang lain. Siapa namamu tadi" Coa
Gin San?" Gin San mengangguk. "Dan siapakah bibi" Apakah sahabat
mendiang subo?" Wanita itu menggeleng kepala. "Mari kita berjalan ke
rumahku, nanti kuceritakan kepadamu tentang diriku."
Karena ingin terbebas dari racun pembusuk tulang itu, Gin
San tidak membantah dan pergilah mereka meninggalkan
kuburan itu setelah sekali lagi Gin San memberi hormat
kepada makam suhu dan subonya.
Di tengah perjalanan, wanita itu bercerita, Namanya adalah


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yo Giok Hong dan di waktu dia masih seorang dara remaja
yang cantik jelita, dia pernah bertemu dengan Gan Beng Han.
Pendekar itu terluka dan ditolong oleh Yo Giok Hong.
dibawanva ke pondok suhunya yang bernama Bin Ho Tojin,
seorang tokoh Go-bi-san yang ahli tentang pengobatan.
Berkat bantuan Yo Giok Hong dan suhunya, maka pendekar
Gan Beng Han dapat disembuhkan dan dalam pertemuan ini
Yo Giok Hong jatuh cinta kepada pendekar itu. Akan tetapi
cintanya hanya bertepuk tangan sebelah! Semua ini telah
diceritakan di bagian depan dari cerita ini.
Biarpun kemudian Yo Giok Hong menikah dengan pria lain,
melahirkan seorang puteri dan suaminya itu meninggal dunia
dalam usia muda sehingga dalam usia kurang dari tigapuluh
tahun Yo Giok Hong telah menjadi janda hidup berdua dengan
puterinya, namun di lubuk hatinya, Yo Giok Hong tidak pernah
dapat melupakan Gan Beng Han yang dicintanya. Setahun
yang lalu, dia bersama puterinya pindah ke dusun tidak jauh
dari Cin-an dan dapat dibayangkan betapa terkejut dan
berduka rasa hatinya ketika dia mendengar bahwa pendekar
pujaan hatinya itu telah tewas bersama isterinya. Dia
mengunjungi makam dan menangis dengan sedih, dan
semenjak itu hampir setiap bulan sekali dia datang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengunjungi makam pria yang dianggapnya orang yana
paling dicintanya. Demikianlah, pada hari itu, kebetulan dia melihat seorang
pemuda berdiri di depan makam itu, mengepal tinju dan
menyatakan penyesalannya bahwa Gan-taihiap dan istrinya
telah mengecewakan hati pemuda itu. Yo Giok Hong
menyangka bahwa pemuda ini tentulah musuh pria yang
dipujanya maka tanpa banyak cakap lagi dia lalu menyerang
Gin San. "Gan-taihiap adalah ..... pria satu-satunya di dunia ini yang
kupuja ...., sampai sekarangpun .... " Dia mengakhiri
ceritanya. Gin San melirik dan melihat betapa wajah yang cantik itu
menjadi agak pucat."Akan tetapi...... suhu........ telah
berkeluarga......." Wajah itu kini berubah merah dan Giok Hong mengangguk.
"Aku tahu. Dia telah beristeri dengan sumoinya sendiri, dan
akupun telah menikah dengan pria lain. Akan tetapi aku tidak
pernah melupakannya, sampai suamiku meninggal tujuh tahun
yang lalu.......aku tak pernah melupakannya......." Tiba-tiba dia
menoleh kepada Gin San dan wajahnya berubah, agak berseri.
"Cukuplah semua dongeng masa lalu ini. Mari kita jalan cepat,
pundakmu harus segera kurawat!" Dia lalu memegang tangan
Gin San dan mengajaknya berjalan cepat. Merasakan telapak
tangan yang lembut, hangat itu menggenggam tangannya,
jantung di dalam dada pemuda itu berdenyut cepat. Dia
merasa seolah - olah dia menjadi pengganti suhunya dan
memang wanita ini amat cantik, dan sungguh beruntung
suhunya dicinta sampai sedemikian rupa oleh seorang wanita
seperti ini, seorang wanita yang mencinta pria sampai pria itu
tidak ada lagi di dunia, masih saja tetap dicintanya dengan
setia!. Tiba-tiba timbul perasaan mesra di dalam hati pemuda
yang romantis ini. "Bibi Yo, perlukah aku cepat- cepat mendapat perawatan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja." "Dan rumahmu jauh dari sini ?"
"Tidak, itu di lereng bukit itu, sudah nampak dari sini
bukitnya." "Kalau begitu, begini lebih cepat !" Tiba tiba Gin San
memondong tubuh itu dan lari cepat sekali menuju ke bukit
itu. "Eh, eh...... kau........ ! "
"Aku Gin San, anggap saja mewakili suhuku, bibi." kata Gin
San. "Ahh.......kau.......bocah nakal.......! "
Giok Hong terengah, akan tetapi karena pemuda itu berlari
dengan cepat sekali, dia lalu merangkulkan kedua lengannya
ke leher Gin San. Rambut yang halus dan harum mengusik
muka pemuda itu dan tak lama kemudian dia merasa betapa
pelukan wanita itu makin erat kedua lengan merangkul leher
dan mukanya didekapkan ke leher dan sebagian mukanya.
Diam-diam Gin San tersenyum senang. Memang menyenangkan sekali memondong tubuh seorang wanita
secantik itu ! ~0-dwkz~bds~234-0~ Gin San adalah seorang pemuda yang berusia duapuluh
tahun, seorang pria muda yang sedang menanjak dewasa dan
mulai tersentuh oleh naluri alamiah berupa nafsu berahi. Daya
tarik seorang wanita mulai terasa olehnya, dan api berahi itu
telah mulai dinyalakan ketika untuk pertama kalinya dia
berdekatan dan nencium bibir seorang wanita, yaitu ketika dia
mencium Liang Hwi Nio, dara tokoh Im-yang-pai itu. Oleh
karena itulah, maka begitu dia memondong tubuh Yo Giok
Hong, janda yang belum tua itu, seketika darahnya mengalir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat sekali, napasnya agak terengah dan panas. Dan
memang pada dasarnya Gin San adalah seorang yang sejak
kecil memiliki watak gembira dan jenaka, maka tentu saja
kenikmatan ini tidak dikesampingkannya begitu saja, bahkan
hendak dinikmati sepuas hatinya! Akan tapi, ketika dia
mempelajari ilmu sihir dari Maghi Sing, dia telah mendapatkan
peringatan keras dari gurunya itu bahwa dia tidak boleh
melakukan hubungan jasmani (kelamin) dengan seorang
wanita, karena hal ini akan melenyapkan kekuatan sihir yang
ada padanya, bahkan mungkin akan mendatangkan
malapetaka baginya. "Engkau baru boleh menikah atau berhubungan dengan
wanita setelah usiamu lewat tigapuluh tahun, muridku,"
demikian antara lain pesan gurunya. Gin San amat takut
kepada gurunya, dan pesan inipun terukir di dalam
ingatannya. Pesan inilah yang membuat Gin San memiliki
keyakinan bahwa dia tidak boleh terlalu menurutkan perasaan
hatinya, membatasi dirinya dengan wanita dan hanya
menikmati sentuhan-sentuhan luar belaka tidak boleh
melanjutkan dengan hubungan yang lebih mendalam, tidak
boleh tunduk terhadap desakan nafsu berahinya sendiri.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, Yo Giok Hong
adalah seorang wanita yang pernah jatuh cinta kepada
mendiang Gan Beng Han, cinta pertama yang berkesan dalam
sekali di lubuk hatinya sehingga biarpun dia pernah menikah
dengan pria lain, namun hatinya selalu condong kepada
kekasih pertamanya itu. Apa lagi setelah suaminya meninggal
tujuh tahun yang lalu, meninggalkan dia sebagai janda dalam
usia muda, maka rindu dendamnya terhadap Gan Beng Han
makin menjadi-jadi. Ketika dia mendapatkan kenyataan bahwa
pria yang dicintanya itu telah meninggal dibunuh orang, maka
dia menjadi patah hati dan berduka sekali.
Pertemuannya dengan Gin San menggerakkan sesuatu di
dalam hatinya. Wanita yang masih muda dan haus akan cinta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini, haus akan belaian kasih sayang seorang pria yang
dicintanya secara aneh telah merasa suka sekali kepada Gin
San! Hal ini bukan saja dikarenakan sikap Gin San,
ketampanan dan kegagahannya, akan tetapi kiranya terdorong
oleh kenyataan bahwa Gin San adalah murid dari mendiang
Gan Beng Han. Murid kekasihnya! Dan murid itu demikian
lihainya, demikian sakti mengagumkan sehingga janda ini
seketika jatuh hati! Maka herankah kalau jantungnya berdebar
tegang penuh rasa nikmat, kedua lengannya merangkul leher
pemuda itu dengan mesra, ketika dia dipondong dan dibawa
lari oleh Gin San" Bertahun tahun dia haus akan kasih sayang
pria, apalagi semenjak suaminya meninggal tujuh tahun yang
lalu, dan kini, tanpa disangka-sangkanya, dia berada dalam
pondongan seorang pemuda yang demikian mengagumkan
hatinya. Gin San juga merasa betapa pelukan kedua lengan di
lehernya itu makin lama makin ketat dan rambut halus itu
membelai pipi dan lehernya, bahkan kadang-kadang dia
merasa hetapa pipi yang halus dan hangat menyentuh dagu
dan lehernya. Ketika dia menunduk dan melihat wanita itu
seperti terlena dalam pondongannya, dengan kedua mata
dipejamkan dan muka merah sekali, dia tersenyum.
Hari telah mulai gelap ketika akhirnya mereka tiba di depan
pondok yang berdiri di lereng bukit itu. Di depan pondok itu
sudah nampak lampu dinyatakan.
"Turunkan aku di sini....." bisik Giok Hong.
"Nanti saja kalau kita sudah masuk, itukah rumahmu, bibi
?" "Benar. Ah, kau sungguh hebat, Gin San, memondongku
sejauh itu sama sekali tidak nampak lelah. Turunkan aku !
Siapa sih sesungguhnya yang sakit dan perlu dirawat ?"
"Eh. tentu saja aku..........."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Melihat betapa aku yang kaupondong, sepatutnya aku
yang sakit dan kau yang akan merawatku..........."
"Aku senang sekali memondongmu, bibi... "
"Kau memang hebat, kau sungguh baik..., ah, aku suka
sekali kepadimu, Gin San." Dan sebelum pemuda itu dapat
menduga, tahu tahu kedua lengan itu menarik lehernya
sehingga dia tertunduk dan janda muda itu sudah mencium
bibirnya dengan penuh nafsu! Gin San tentu saja menyambut
ciuman ini dengan gembira dan balas mencium sampai
keduanya terengah dan tiba tiba terdengar suara halus
nyaring dari dalam rumah itu. "Ibu, kau sudah pulang " "
Mendengar suara ini, Gin San cepat melepaskan ciumannya
dan menurunkan tubuh yang dipondongnya. Akan tetapi
pandang matanya yang tajam masih dapat nenangkap bahwa
dara remaja yang keluar dalam pintu pondok itu telah melihat
adegan ciuman tadi! Maka dia memandang dengan hati
tertarik dan agak tersenyum ketika melihat janda itu tersipusipu membereskan rambutnya yang agak kusut dan berkata
dengan suara gagap, "Bi Cin ....... ini........ dia ini........ Coa Gin San murid dari
mendiang Gan-taihiap ...... "
Gin San memandang penuh perhatian kepada dara yang
berdiri di depan pintu. Seorang dara remaja. Usianya kurang
lebih enambelas tahun, dengan wajah yang manis, sepasang
mata yang indah bening seperti mata ibunya, tubuhnya
sedang tumbuh bagaikan setangkai bunga sedang mekar.
Pakaiannya tidak menyembunyikan bentuk tubuh yang padat,
dan dara itu memegang sebuah lampu yang menerangi
wajahnya sehingga wajah itu nampak kemerahan dan manis
sekali. Sepasang mata yang bening itu dengan penuh selidik
memandang kepada wajah Giok Hong dan wajah Gin San
berganti - ganti. Melihat puterinya berdiri tertegun itu, Giok Hong lalu
melangkah maju dan memegang lengan puterinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Minggirlah, Bi Cin, dan biarkan kami masuk. Gin San ini telah
......., menolongku dari serangan pendeta-pendeta siluman,
akan tetapi dia terluka, perlu kita obati. Gin San, masuklah."
Pemuda itu melangkah masuk dan baru terasa olehnya
betapa pundak kirinya pegal- pegal dan gatal - gatal.
"Masuklah ke kamar ini, Gin San. Kau pakai saja kamarku,
biar aku tidur di kamar puteriku. Eh, ini puteriku, namanya Bi
Cin, Tio Bi Cin. Kau harus cepat mengaso, biar kubuatkan obat
untuk memunahkan racun itu. Marilah." Dengan amat mesra
dan juga penuh perhatian, janda itu menggandeng tangan Gin
San dan mengajaknya masuk ke dalam kamar. Alis janda ini
berkerut ketika dia melihat puterinya itu mengikutinya masuk
ke dalam kamar itu. Betapa dia ingin membelai dan memeluk,
menciumi pemuda itu sebelum mengobatinya. Akan tetapi
sekarang tidak mungkin lagi karena puterinya mengikutinya
seperti bayangan! Setelah Gin San merebahkan diri dan Giok Hong membuka
baju pemuda itu lalu memeriksa pundaknya, dia mengeluarkan
seruan tertahan. "Ah........! Luka di dalam karena racun itu
makin menghebat ! Salahmu, karena kau telah memon.........
eh, mengeluarkan tenaga yang agak banyak tadi." Giok Hong
menahan ucapan kata "memondong" karena di situ terdapat
puterinya. Gin San hanya tersenyum karena dia sama sekali
tidak merasa khawatir. Dia tahu bahwa racun itu makin
menghebat, akan tetapi dia yakin bahwa dengan sinkangnya
dia akan mampu mengusir bersih racun itu.
Melihat keadaan pundak itu, Giok Hong mengusir nafsu
berahinya dan segera dia sibuk memasak obat sambil
menyuruh puterinya untuk memasakkan bubur guna tamu
mereka. Tanpa berkata apapun, hanya dengan lirikan mata
yang menyambar tajam ke arah wajah Gin San, dara remaja
itu lalu membantu ibunya dan mereka sudah sibuk di dapur
sedangkan Gin San rebah di atas pembaringan sambil
tersenyum-senyum, geli dan gembira memikirkan betapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan enak dan senangnya dia terjatuh dalam tangan ibu
dan anak yang cantik-cantik dan manis manis itu.
Tiga hari kemudian, setelah minum obat yang dimasak oleh
ibu dan puterinya itu, sembuhlah pundak kiri Gin San. Pemuda
ini merasa kagum akan kepandaian ibu dan anak itu, juga
akan keramahan mereka selama tiga hari dia tinggal di rumah
mereka. Dia merasa beruntung bahwa selama tiga hari tiga
malam itu, dia tidak lagi didesak oleh janda muda yang haus
cinta itu, karena Bi Cin, dara remaja itu, agaknya telah
menaruh curiga dan selalu membayangi atau menemani
ibunya di waktu janda ini merawat dan memasuki kamar Gin
San. Oleh karena itu, Giok Hong hanya sempat mengutarakan
rasa cintanya melalui sentuhan-sentuhan mesra, kerling mata
dan senyum manis belaka, tidak berani melakukan hal yang
lebih dari pada itu karena puterinya selalu memasang mata
dan telinga. Ketika pada hari ke empat itu Giok Hong bersama puterinya
memasuki kamar Gin San pemuda ini ternyata sudah duduk di
atas kursi dan sudah berpakaian rapi, siap untuk berangkat


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pergi. Melihat nyonya rumah itu datang menbawa obat dan
hidangan pagi, Gin San cepat bangkit dan menjura.
"Bibi Hong dan adik Cin, hendaknya kalian tidak usah repotrepot lagi. Aku sudah sembuh sama sekali dan pagi ini aku
hendak berpamit untuk meninggalkan kalian dan melanjutkan
perjalananku........"
"Ahh........!" Giok Hong berseru dan wajahnya berubah
agak pucat. Gin San cepat memberi hormat kepada janda itu. "Bibi dan
adik selama tiga hari ini amat baik kepadaku, tidak hanya
telah merawatku dengan teliti, akan tetapi juga bersikap
ramah dan manis budi, sungguh membuat aku Coa Gin San
berhutang budi kepada kalian. Mudah mudahan saja kelak aku
akan berkesempatan untuk membalas budi kalian. Sekarang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harap kalian suka maafkan aku dan mengijinkan aku pergi dari
sini." Dengan sikap gugup dan muka masih pucat nyonya janda
itu menoleh kepada puterinya. "Bi Cin, kau keluarlah dulu dari
kamar ini, aku mau bicara berdua dengan Gin San." Sikapnya
tegas dan suaranya mendesak. Sejenak Bi Cin memandang
ibunya, akan tetapi dia lalu menundukkan muka, memutar
tubuhnya dan melangkah keluar dengan cepat. Setelah dara
itu keluar dan tidak terdengar suaranya di luar kamar, Giok
Hong lalu membalikkan tubuhnya menaruh obat di atas meja
dekat hidangan pagi yang tadi ditaruh di situ oleh puterinya,
dan dia lalu mendekati Gin San.
Pemuda itu melihat betapa sepasang mata yang indah itu
basah dengan air mata dan sebelum dia dapat berkata-kata,
nyonya janda itu sudah menubruk dan merangkulnya sambil
menangis! "Gin San........jangan kau tinggalkan aku .......!" Giok Hong
berseru lirih. Gin San tersenyum dan jari-jari tangannya segera mengelus
dan mengusap rambut dan muka yang halus itu, "Ada saatnya
bertemu, ada saatnya berkumpul, dan ada pula saat untuk
berpisah, bibi yang manis," katanya halus.
"Gin San, tidak tahukah engkau betapa aku........ amat suka
kepadamu, betapa aku cinta padamu" Gin San, semenjak aku
bertemu denganmu, terobatilah penderitaan hatiku, seolah
olah engkau menjadi pengganti mendiang Gan taihiap
bagiku......." '"Engkau memang baik dan manis, bibi," Gin San berkata
terharu dan keduanya sudah saling rangkul dan saling
berciuman mesra. Pemuda itu sampai gelagapan dan terpaksa
menjauhkan mukanya karena rangsangan Giok Hong
sedemikian penuh nafsu yang dapat menyeretnya. "Akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi, aku harus pergi, bibi. Tidak mungkin aku harus tinggal
selamanya bersamamu di sini."
"Mengapa tidak mungkin" Aku cinta padamu dan kau.......
aku merasa bahwa engkaupun cinta padaku......"
"Aku suka kepadamu, bibi. Tentang cinta aku sendiri tidak
tahu......." "Kau cinta padaku, aku yakin akan hal itu. Dari
sentuhanmu, dari pandang matamu, dari bibirmu......., ah, Gin
San, jangan kautinggakan aku lagi. Kalau engkau memang
harus pergi merantau, biarlan aku ikut. Kaubawalah aku ke
mana kau pergi, aku akan melayanimu, Gin San......."
Gin San menarik napas panjang dan dengan halus dia
melepaskan diri dari rangkulan. Suaranya terdengar tegas dan
juga halus membujuk ketika dia berkata, "Bibi Giok Hong,
engkau bicara dalam keadaan tidak sadar. Ingatlah baik-baik
siapa adanya engkau, dan ingatlah bahwa engkau adalah
seorang ibu yang harus menjaga adik Bi Cin baik-baik. Ingat
bahwa kalau kita menurutkan nafsu hati belaka, kelak
perbuatan kita akan merusak menghancurkan nama baik kita,
terutama nama baikmu dan karena itu engkau akan merusak
pula kehidupan adik Bi Cin."
"Ohhh........!" Giok Hong terpekik lirih dan menjatuhkan diri
duduk di atas pembaringan sambil menangis. Ucapan itu
membuka mata dan menyadarkannya bahwa dia masih
mempunyai kewajiban terhadap puterinya.
"Mengertikah engkau, bibi " Hidup memang tidak hanya
berarti mengurusi diri sendiri Maka, banyak sekali kaitankaitannya dengan orang-orang lain, dengan keluarga dan
dengan persoalan-persoalan lain. Dan aku tidak mau merusak
namamu, tidak mau membikin sengsara adik Bi Cin. Nah,
selamat tinggal, bibi Hong, aku akan selalu ingat kepadamu."
"Gin San........!" Wanita itu bangkit dan kembali menubruk,
merangkul dan menciumi pemuda itu sambil menangis. "Aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cinta padamu, Gin San.......
meninggalkan aku begitu saja?"
bagaimana engkau dapat Gin San mengecup bibir yang gemetar itu, tersenyum.
"Mana bisa aku meninggalkan kau begini saja" Aku
meninggalkan engkau dengan membawa kenangan manis,
bibi. Dan kelak, kalau memang berjodoh, kita tentu akan
dapat saling berjumpa kembali. Nah, inilah tanda mata dariku
harap bibi simpan sebagai kenang-kenangan." Pemuda itu
melolos sabuk rantai peraknya, mematahkan sebuah mata
rantai ikat pinggang itu dan memberikannya pada Giok Hong
yang menerimanya dengan tangan gemetar. Lalu diciuminya
mata rantai itu dan dipegangnya.
"Ah, Gin San........" janda itu lalu melepas cincin emas yang
menghias jari manis tangan kanannya, "Kau terimalah ini, dan
jangan, jangan kaulupakan aku, Gin San........"
Gin San menerima dan menyimpan cincin itu, kemudian
terpaksa dia melepaskan karena janda itu merangkulnya dan
seolah-olah tidak rela melepaskannya. Dia meninggalkan Giok
Hong yang menangis tersedu-sedu dalam kamar, melangkah
dengan cepat keluar dari dalam pondok di lereng bukit itu.
Memang patut dikasihani seorang wanita seperti Giok Hong
itu. Dilihat sepintas lalu dengan kaca mata kesusilaan yang
oleh umum sudah ditentukan sebagai alat pengukur bagi
seorang wanita, memang kelihatannya tidak patut dan tidak
tahu malu apa yang di perbuat oleh janda itu. Namun, apa bila
kita memandang keadaannya tanpa prasangka dan tanpa
ketentuan pendapat yang kaku, kita dapat menarik napas
sedih dan merasa kasihan. Giok Hong adalah seorang manusia
biasa, seorang wanita yang sehat jasmaninya. Dan sebagai
seorang wanita sehat yang usianya baru tigapuluh lima tahun,
belum tua benar, maka amatlah wajar kalau dia masih amat
membutuhkan cinta kasih seorang pria. Semenjak muda,
ketika masih gadis, dia telah menderita patah hati karena cinta
kasihnya terhadap Gan Beng Han bertepuk tangan sebelah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian, setelah dia menikah dengan pria lain dan
penderitaannya mulai terobati, suaminya meninggal dunia dan
dia ditinggalkan sendirian bersama puterinya. Umum boleh
menganggap dia seorang janda yang kotor, yang gila pria, dan
sebagainya. Namun, kalau kita wawas secara adil dan jujur,
kotor atau jahatkah kalau seorang wanita mendambakan kasih
sayang dan belaian mesra seorang pria" Bukanlah hal itu
timbul dari naluri yang wajar, dari kebutuhan jasmani yang
sehat" Pilihannya jatuh kepada Gin San, yang sepintas lalu
nampak lucu dan mentertawakan karena pemuda itu jauh
lebih muda dari padanya. Namun, dalam hal ini kesempatan
dan kebetulan memainkan peranan penting sekali. Kebetulan
dia berjumpa dengan Gin San, kebetulan pemudi ini adalah
murid dari pria yang dicintanya, dan terbuka kesempatan nya
untuk berdekatan dan merawat pemuda itu. Maka, anehkah
kalau sampai janda itu jatuh cinta"
Cinta asmara antara pria dan wanita memang merupakan
hal yang penuh rahasia dan aneh. Daya tarik antara pria dan
wanita bukan hanya terletak pada wajah yang cantik dan
tampan, bukan hanya pada usia muda atau tua, bukan psda
harta semata, namun daya tarik itu menyelinap di manamana. Mungkin saja seorang pria dan seorang wanita saling
tertarik dan saling mencinta karena daya tarik yang terletak
dalam watak masing-masing yang cocok. Mungkin juga karena
kagum, karena iba, dan sebagainya. Cinta asmara antara pria
dan wanita tidak mengenal usia, tidak mengenal agama, tidak
mengenal bangsa atau golongan, tidak mengenal harta,
kepandaian, kedudukan dan sebagainya. Cinta kasih antara
manusia adalah perasaan kemanusiaan yang terindah dan
paling agung. Ada juga rasa haru di dalam hati Gin San ketika dia
meninggalkan pondok di lereng bukit itu. Bibi Giok Hong
demikian baik kepadaku, pikirnya. Dan dia belum mampu
membalas, bahkan kini mengecewakan hatinya, mendukakan
hatinya dengan meninggalkan tempat itu. Akan tetapi, dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus pergi, tak mungkin dia tinggal terus di situ, tenggelam
dalam pelukan janda itu Akan menjadi laki - laki apa
macamnya dia kalau dia terus tinggal di sana"
Cuaca cerah pagi itu dan Gin San melupakan semua
renungannya, melanjutkan perjalanan dengan gembira dan
ketika tangannya tanpa disadarinya memasuki saku bajunya,
jari-jari tangannya bertemu dengan dua buah benda.
Ditariknya dua benda itu keluar dan dipandangnya hiasan
rambut teratai emas yang dihadiahkan Liang Hwi Nio
kepadanya, dan cincin emas hadiah dari Yo Giok Hong tadi.
Dia tersenyum, mengenangkan dua orang wanita itu dan
membanding-bandingkan mereka. Keduanya sama cantik
manis, sama menarik, memiliki keistimewaan sendiri-sendiri.
Liang Hwi Nio masih muda dan bagaikan bunga sedang
semerbak harum, delapanbelas tahun usianya, cantik dan
terutama sekali lesung pipit itu membuat mulutnya amat
manis menggairahkan. Dan janda itu, seorang wanita yang
sudah matang, ciumannya berani dan merangsang panas,
kecantikannya terutama terletak pada hidungnya yang
mancung dan cuping hidungnya dapat bergerak halus
kembang - kempis membayangkan perasaan hatinya.
" Berhenti !" Gin San tersentak dari lamunannya dan memandang heran
kepada dara yang menghadang di depannya dengan pedang
di tangan itu. "Cin-moi (adik Cin)........!" Gin San berseru heran melihat
dara itu bersikap mengancam dengan pedangnya, namun
masih nampak olehnya betapa dara ini kelihatan gagah dan
cantik, kedua pipinya kemerahan dan terutama sekali
matanya. Dara ini memiliki mata yang hebat! Lebih indah dari
mata ibunya. Demikian jeli dan bening tajam, agak lebar
denga kedua ujung kanan kiri meruncing ke atas seperti
dilukis saja. Pemuda ini sudah tenggelam kedalam keindahan
mata itu sehingga dia lupa lagi akan sikap aneh dari gadis ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Coa Gin San, aku sengaja menantimu di sini dan
bersiaplah engkau untuk mati! "
Gin San memandang dengan mata terbelalak heran.
Selama tiga hari tiga malam ini Bi Cin juga bersikap ramah dan
manis kepadanya, sungguhpun tidak pernah mesra seperti
ibunya. "Kenapa?" tanyanya bingung. "Kenapa aku harus mati " "
''Untuk menebus kekurang ajaranmu! Engkau telah
menghina ibuku!" Bi Cin sudah menerjang dengan pedangnya,
menusuk dengan cepat dan gerakannya memang ringan
sekali. Sejak kecil, dara ini sudah dilatih oleh ibunya bukan
hanya dalam ilmu pengobatan, melainkan juga dalam ilmu
silat sehingga dia tidak asing memegang dan mempermainkan
sebatan pedang. Namun, tentu saja bagi Gin San, serangan itu
sama sekali tidak ada artinya dan berturut- turut sampai lima
kali dia selalu mengelak dari tusukan dan bacokan pedang.
"Eh-eh eh, nanti dulu, adik Bi Cin ! Nanti dulu dan
terangkanlah, dalam hal apa aku kurang ajar dan menghina "
Engkau dan ibumu selalu baik kepadaku bagaimana mungkin
aku menghina ibumu ?" Gin San berseru sambil berloncatan ke
sana-sini, kemudian meloncat jauh ke belakang.
Dara itu berdiri dengan dada bergelombang saking
marahnya dan juga saking lelahnya telah melakukan serangan
bertubi yang selalu mengenai tempat kosong itu. Matanya
bersinar sinar seperti mengeluarkan titik api, indah sekali.
"Coa Gin San, engkau sungguh seorang manusia yang
rendah budi. Ibuku dengan hati suci dan tulus telah
menolongmu, mengobatimu, akan tetapi engkau telah berani
menghinanya." "Adik Bi Cin, harap jangan marah-marah dulu dan
jelaskanlah, apa yang telah kulakukan sehingga engkau
menuduh aku menghina ibumu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau..... engkau telah..... merangkul dan menciuminya!
Itulah penghinaan hebat dan engkau harus mampus!" Dara itu
sudah menerjang lagi, kini lebih hebat dan nekat gerakannya.
"Ahhh......!" Gin San berseru heran dan kaget, cepat dia
mengelak lagi ke sana ke mari.
Kiranya dara ini tadi telah mengintai! Dan menganggap
bahwa dia menghina ibunya. Padahal, saling peluk cium itu
dilakukan lebih dulu oleh bibi Giok Hong ! Dan pula, mengapa
peluk cium sukarela itu dianggap menghina" Agaknya dara ini
masih sedemikian murninya sehingga tidak tahu bahwa peluk
cium yang dilakukan oleh kedua fihak dengan sukarela sama
sekali bukan penghinaan namanya, melainkan kemesraan
yang timbul oleh pencurahan rasa sayang di dalam hati.
"Dengarkan dulu penjelasanku.......!" Dia berusaha untuk
menerangkan, akan tetapi dara itu menyerangnya kalangkabut dan agaknya sukar untuk diajak bicara baik-baik. Maka
Gin San lalu bergerak menyambut pedang itu dan sekali
tangkap saja dia sudah merampas pedang itu, dibuangnya ke
belakang dan sebelum Bi Cin tahu apa yang terjadi, dia telah
dirangkul oleh Gin San. "Yang begini kaukatakan menghina, Cin moi ?" bisiknya dan
kedua tangannya mendekap tubuh dara itu. Bi Cin meronta
dan kedua tangannya yang berada di belakang tubuh Gi San
itu berusaha memukul dan menghantam akan tetapi tentu
saja tidak terasa oleh Gin San yang memeluknya makin ketat.
"Inikah yang kaukatakan menghina?" bisiknya lagi dan
ketika Bi Cin meronta sekuatnya dia lalu menunduk dan
mencium mulut Bi Cin. Dara itu meronta makin keras, kedua
tangannya kini menjambak-jambak rambut Gin San. Akan
tetapi pemuda itu tidak perduli dan ciumannya makin kuat.


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Naiklah sedu-sedan dari dada gadis itu dan tanpa
disadarinya, kedua tangan yang tadinya menjambak rambut
Gin San kini melepaskan rambut itu dan melingkari leher,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merangkul pemuda itu. Ketika Gin San akhirnya melepaskan
ciumannya dan memandang, ternyata dara itu memejamkan
mata dan napasnya terengah-engah. Gin San mencium dua
mata yang terpejam itu dengan lembut. Sepasang mata itu
terbuka, terbelalak memandangnya.
"Bukan main indahnya matamu, Cin-moi....!" Dia berbisik.
Bi Cin tidak menjawab, hanya bibirnya yang masih
menggigil oleh ciuman tadi bergerak-gerak, matanya seperti
mata seekor kelinci kebingungan.
"Apakah engkau menganggap ini penghinaan?" kembali Gin
San bertanya lirih. Bi Cin lalu mendekapkan mukanya di dada pemuda itu.
Dengan suara bercampur isak gadis itu berbisik, "San-ko.......
beginilah seharusnya....... beginilah yang kuinginkan semenjak
kau datang....... akan tetapi mengapa engkau mencium ibuku"
Hampir meledak rasa hatiku melihatnya tadi......."
Gin San tersenyum, menunduk dan mencium rambut yang
harum itu, lalu dipegangnya dagu itu, diangkatnya wajah
cantik dengan sepasang mata bintang itu, diciumnya mata itu
sehingga terpejam dan diciumnya lagi bibir merekah itu
sampai lama. "Engkau anak nakal.........!" Gin San berbisik.
"San-ko, kaubawalah aku pergi. Aku tak mau kembali ke
rumah, aku ingin ikut bersamamu, koko........!"
Gin San melepaskan pelukannya dan melangkah mundur.
Diloloskannya ikat pinggang perak dan dipatahkannya sebuah
mata rantai, "Terimalah ini, Cin-moi. Sebagai tanda
persahabatan kita. Kelak kita akan bertemu kembali, akan
tetapi sekarang ini tidak mungkin aku mengajakmu pergi. Aku
hanya minta tanda mata ini darimu untuk kenang-kenangan."
Tangan kirinya bergerak ke arah kepala Bi Cin dan jari-jari
tangannya telah merobek ujung pita rambut merah dari sutera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. "Selamat tinggal, Cin-moi, engkau manis sekali !" Sekali
meloncat Gin San sudah lenyap dari situ meninggalkan Bi Cin
yang masih pening dimabok oleh ciuman-ciuman tadi.
"San-koko......!" Akhirnya dia berseru mencari-cari dengan
matanya lalu menangis ketika melihat pemuda itu telah
lenyap. Dia memandang sebuah mata rantai perak di
tangannya, menggenggamnya erat-erat lalu dengan langkah
gontai dia kembali ke lereng bukit, setelah memungut kembali
pedangnya. Gin San berlari cepat dan kadang kadang tersenyum.
Sungguh aneh watak wanita, pikirnya. Tadinya Bi Cin
menyerangnya mati-matian, dan baru dia tahu bahwa dara itu
sebenarnya cemburu! Mengapa semua wanita yang selama ini
dijumpainya menjadi luluh setelah dirayunya" Apakah semua
wanita selalu ingin dirayu, ingin dicinta. ingin dimanja dan
ingin diperhatikan oleh pria" Kembali Gin San tersenyum dan
jari jari tangannya bermain-main dengan tiga macam benda
yang diterimanya dari tiga orang wanita itu. Hiasan rambut
teratai emas dari Hwi Nio, cincin dari Giok Hong, dan pita
rambut yang diambilnya sendiri dari rambut Bi Cin.
~0-dwkz~bds~234-0~ Perahu kecil itu bergoyang ke kanan kiri oleh keriput air
yang bergelombang kecil digerakkan angin. Sunyi senyap di
permukaan telaga itu, dan pagi masih berkabut, menghalangi
pandang mata. Agaknya segala sesuatu di sekitar telaga itu
masih tidur, kecuali dua orang yang di dalam perahu kecil
sambil mencurahkan seluruh perhatian ke ujung tangkai
pancing yang mereka pegang.
Kakek itu sudah tua sekali, tentu sudah lebih delapanpuluh
tahun usianya. Biarpun tubuhnya kurus, namun wajahnya
masih nampak berseri dan sehat, dengan sepasang mata yang
tenang namun bersinar tajam. Bajunya berwarna kuning dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
potongannya longgar seperti jubah hwesio, rambutnya yang
sudah tiga perempat bagian putih itu digelung ke atas dan
diikat dengan pita kuning. Dengan wajah berseri dan mulut
tersenyum dia memandangi air, dimana tali pancingnya
bersambung dengan bayang tali itu di permukaan air.
Di ujung yang berlawanan dari perahu duduk pula seorang
pemuda yang tampan dan berpakaian sederhana pula seperti
kakek itu. Pemuda ini usianya kurang lebih duapuluh tahun,
tubuhnya sedang, wajahnya tampan dan sikapnya gagah,
pandang matanya tajam penuh kesungguhan. Pemuda ini
adalah Tan Sian Lun putera mendiang Tan Bun Hong dan
mendiang Song Kim Bwee. Adapun kakek itu adai Siangkoan
Lojin atau yang bernama Siangkoan Lee, kakek sakti yang
suka merantau, yang lalu hidup sebagai petani atau nelayan,
biarpun memiliki kesaktian tinggi namun tidak pernah mau
menonjolkan nama sehingga di dunia kang-ouw, nama
Siangkoan Lee tidak dikenal orang. Seperti telah kita ketahui
dari bagian depan, Sian Lun ditolong dan dibawa pergi oleh
kakek itu ketika terjadi keributan di Kuil Ban-hok-tong, kurang
lebih sepuluh tahun yang lalu. Selama sepuluh tahun itu, dia
digembleng dan dilatih oleh gurunya, bahkan gurunya yang
menyayangnya itu telah mewariskan seluruh kepandaiannya
kepada Sian- Lun. Melihat kakek dan pemuda itu di dalam perahu di atas
telaga yang sunyi di pagi hari itu , tekun memancing ikan,
orang akan menyangka bahwa mereka itu hanyalah dua orang
nelayan biasa saja, atau dua orang yang mempunyai
kegemaran memancing. Sama sekali tidak akan ada yang
mengira bahwa mereka adalah guru dan murid yang memiliki
ilmu kepandaian tinggi sekali.
Tiba-tiba Sian Lun menarik tangkai pancingnya dan seekor
ikan terangkat dan menggelepar di dalam perahu. Seekor ikan
yang cukup gemuk dan sebesar lengan tangan, dengan sisik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berwarna putih seperti perak dan mata merah seperti
permata. Sian Lun membebaskan mulut ikan dari pancingnya,
sejenak memegang ikan yang menggelepar-gelepar itu,
kagum akan keindahan warna sisik putih bersih dan mata
merah itu, kemudian tiba-tiba dia melemparkan ikan itu
kembali ke dalam telaga. "Cluppp........" Ikan itu menyelam dan permukaan telaga
tenang kembali. "Ha-ha-ha, kemarin engkau membebaskan kembali kelinci
yang kautangkap, sekarang kau membebaskan ikan yang
terkena pancingmu, Sian Lun!" Kakek itu yang sejak tadi
mengikuti gerak-gerik muridnya dengan sudut matanya,
tertawa dan menegur. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sian Lun menundukkan mukanya, alisnya berkerut. "Suhu,
aku kasihan sekali melihat ikan itu. Demikian indahnya,
demikian hidup dan sehat, mengapa harus mati hanya untuk
memenuhi selera mulut dan kebutuhan perutku?"
Kakek itu tertawa bergelak, menancapkan tongkat
pancingnya di perahu dan duduk mem-balikkan tubuhnya,
menghadapi muridnya. "Itulah hidup! Hidup dan mati adalah
dua hal yang saling isi mengisi, yang tidak pernah dapat
dipisahkan. Tidak ada hidup kalau tidak ada mati. Bukan hidup
namanya kalau tidak akan mati. Dan kematian itu datang
dengan cara apa saja. Mengapa hal yang begitu saja
merisaukan hatimu, Sian Lun?"
'Saya sudah kehilangan selera saya untuk makan ikan,
suhu, kalau untuk itu saya harus merusak keindahan dan
kehidupan." Pemuda itu melemparkan tangkai pancingnya ke
dalam perahu. Kembali kakek itu tertawa. "Aha, mengapa muridku
menjadi begini lemah" Mengapa mengisi kehidupan dengan
keluh dan keprihatinan" Muridku, aku teringat akan ucapan
sang bijaksana Yang Cu di jaman dahulu. Beliau mengatakan
bahwa tidak ada manusia hidup lebih dari seratus tahun, dan
yang mencapai usia seratus tahun, di antara seribu belum
tentu ada satu. Kalaupun ada, dia itu akan hidup sebagai
seorang pikun, seperti kanak-kanak dan sudah tidak berdaya
apa-apa. Setengah kehidupan ini dihamburkan untuk tidur,
atau dihamburkan untuk hal-hal tidak berguna di siang
harinya. Setengahnya lagi, manusia dihimpit oleh penderitaan,
sakit, duka, kekecewaan, kematian, kehilangan, kegelisahan
dan ketakutan. Hampir tidak ada waktu bagi manusia untuk
hidup dalam keadaan damai dan tenteram tanpa digerogoti
oleh kekhawatiran," Sian Lun mendengarkan saja dengan penuh perhatian. Dia
maklum betapa bijaksana gurunya ini dan betapa dalam
semua kata-kata gurunya terkandung kebenaran mutlak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah artinya hidup manusia?" Kakek itu melanjutkan
sambil memandang ke langit yang mulai disentuh cahaya
kuning emas dan matahari pagi, seolah olah dia hendak
bertanya kepada gumpalan-gumpalan awan yang berari
lembut. "Kesenangan apakah yang terkandung dalam
kehidupan" Apakah untuk menikmati keindahan dan
kekayaan" Apakah untuk menikmati kemerduan suara dan
keindahan warna-warni" Akan tetapi akan tiba saatnya bagi
semua manusia di mana kecantikan dan kekayaan tidak lagi
memenuhi kebutuhan hati, dan di mana suara hanya meniadi
kebisingan bagi telinga, dan warna menjadi kemuakan bagi
mata." Kembali kakek itu menarik napas panjang, akan tetapi
mulutnya masih tersenyum seolah-olah dia mentertawakan
kehidupannya sendiri. "Apakah kita hidup ini hanya untuk berjaga-jaga dengan
takut agar tidak melanggar hukum dan menderita
hukumannya, dan kadang kadang bergerak terdorong oleh
keinginan mendapatkan ganjaran atau nama besar" Kita hidup
di dalam dunia gila, memperebutkan pujian hampa,
mengkhayal bahwa nama besar akan abadi. Kita hidup terjepit
dalam lorong sempit, dikuasai oleh hal-hal picik yang kita lihat
dan dengar, tenggelam dalam prasangka-prasangka kita,
melewati segala kebahagiaan hidup tanpa menyadari bahwa
kita telah kehilangan segalanya. Tak pernah kita menikmati
kesegaran anggur dari kebebasan. Kita hidup sebagai orang
orang hukuman dalam penjara, tertimbun belenggu."
Sian Lun maklum bahwa apa yang diucapkan oleh gurunya
itu memang menjadi pegangan hidup gurunya. Gurunya tak
pernah mengejar nama, tak pernah mengejar harta, tak perna
mengejar kesenangan. Namun gurunya selalu gembira!
Betapapun juga, dia sering kali termenung membayangkan
betapa kosongnya kehidupan seperti yang dihayati oleh
gurunya itu Betapa kosong tanpa arti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akan tetapi, suhu. Betapa mungkin kita hidup bebas dari
segalanya di dunia ini, melepaskan diri dari ikatan-ikatan
kemanusiaan " Betapa mungkin kita berdiam diri saja kalau
menyaksikan ketidakadilan, betapa mungkin kita berpeluk
tangan saja kalau menyaksikan kejahatan" Lalu apa gunanya
saya bersusah payah mempelajari ilmu dari suhu selama ini"
Mohon petunjuk, suhu."
"Siang Lun, kebebasan berarti bebas dari segala cara,
bebas dari segala aturan, bebas dari segala petunjuk. Apapun
yang kaulakukan barulah bebas kalau beidasarkan naluri
hatimu sendiri, tanpa tiru-tiru. tanpa pamrih memperoleh
sesuatu, baik mengejar maupun menghindarkan hukuman."
"Tapi, nama baik........."
"Ha ha ha, persetan dengan nama baik Kalau engkau
melakukan sesuatu dengan pamrih untuk memperoleh nama
baik, maka apa yang kaulakukan itu adalah palsu dan kotor.
Kebaikan kaunamakan kepada perbuatanmu itu, namun
sesungguhnya itu hanyalah suatu cara untuk mendapatkan
nama baik, jadi hanya pura pura dan palsu belaka. Apakah
artinya nama baik" Selagi hidup, semua mahluk memang
berbeda, akan tetapi dalam kematian mereka semua sama
juga. Selagi hidup mereka itu bisa pintar atau bodoh, mulia
atau hina, namun dalam kematian, mereka semua sama sama
berbau, membusuk, hancur dan lenyap. Dalam kelahiran
mereka sama, dalam kematianpun tiada bedanya, jadi kita
semua ini sama sama pintar, sama-sama bodoh, sama-sama
mulia dan sama sama hina. Ada yang usianya hanya sampai
sepuluh tahun, ada yang mencapai seratus tahun, namun
kesemuanya akhirnya mati juga. Orang suci yang agung mati
seperti juga si dungu yang jahat. Di waktu hidup dinamakan
raja-raja agung Yao dan Shun, namun setelah mati mereka itu
hanyalah tulang-tulang membusuk. Di waktu hidup dinamakan
raja-raja lalim Chieh dan Chou, namun setelah mati, mereka
juga hanya tulang-tulang membusuk. Dan tulang-tulang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membusuk dimanapun sama saja, siapa yang dapat mengenal
dan membedakan mereka?"
Bagi pendengaran Sian Lun yang masih berdarah muda,
ucapan suhunya itu dianggapnya lemah tanpa semangat,
seperti suara orang yang putus asa. "Lalu, apakah yang harus
kita lakukan selagi hidup, suhu " "
"Apa " Nikmatilah hidup selagi kehidupan ini milik kita !
Mau mengail ! Mengaillah Mau makan ikan" Makanlah ! Kita
tidak mempunyai waktu untuk memusingkan hal-hal sesudah
mati." "Akan tetapi, kalau kita hanya menurutkan suara hati,
biasanya kita hanya akan mengejar kesenangan belaka, dan
dari situ timbullah penyelewengan dan perbuatan yang jahat,
suhu" Jilid XIX GURUNYA menyambar tangkai
pancing dan seekor ikan menggelepar ke dalam perahu, ikan
bersisik emas yang indah sekali.
"Aha, jahat atau tidak, baik atau
tidak hanyalah anggapan sepihak
saja, muridku. Sedangkan kebencian,
iri hati, ingin menang sendiri, datang
dari si aku, yaitu pikiran yang ingin


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengulang apa yang dianggap
menyenangkan dan menolak apa
yang dianggap tidak menyenangkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari pengalaman yang lalu. Sudahlah, Sian Lun engkau akan
mengerti sendiri kelak kalau engkau mau membuka mata dan
telinga melihat kenyataan-kenyataan dalam kehidupan ini.
Sekarang, hayo cepat panggang ikan itu selagi masih segar
untuk sarapan pagi !"
Sian Lun mentaati perintah suhunya. Melihat pemuda itu
membersihkan ikan dengan wajah agak muram, Siangkoan
Lojin berkata, "Hidup kita tiada bedanya dengan ikan ini,
muridku. Selagi kita masih hidup, kematian selalu mengancam
kita dari segala penjuru, dan tanpa kita ketahui, ada pula
Tukang Pancing yang selalu mengincar nyawa kita tanpa pilih
bulu. Siapa makan umpan, dia terkena pancing. Senang dan
susah memang tak dapat dipisahkan, merupakan rangkaian
yang tak terputuskan. Oleh karena itu, mengapa kita
membiarkan diri dikuasai oleh senang dan susah yang
sesungguhnya hanya merupakan permainan dari pikiran kita
sendiri" Bergembiralah selagi hidup, seperti ikan-ikan dalam
air itu karena siapa tahu, sekarang atau besok tiba giliran kita
menjadi korban pancing!"
Tak lama kemudian, guru dan murid itu sudah mulai
dengan sarapan pagi mereka, nasi dengan daging ikan
panggang yang sedap, dan terciumlah bau arak yang
menambah selera. Mereka makan tanpa bicara, mencurahkan
seluruh perhatian kepada apa yang mereka lakukan pada saat
itu. Tiba-tiba perhatian mereka tertarik oleh suara orang yang
nyaring menembus kesunyian pagi, walaupun bayangan orang
yang bernyanyi itu belum dapat menembus kabut yang makin
tebal oleh munculnya sinar matahari. Guru dan murid itu
mengambil sikap tidak perduli, akan tetapi sesungguhnya
mereka tertarik sekali karena suara orang itu berirama seperti
membaca sajak. Siapakah yang menguasai dunia laut selatan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapakah yang merajai laut selatan"
Semua telaga, sungai dan lautan
berikut semua isinya menjadi milik siapa Pertanyaan-pertanyaan yang aneh itu tiba-tiba disambut
atau dijawab oleh suara beberapa orang yang berseru nyaring,
"Lam-ong (Raja Selatan)........!!"
Pertanyaan yang diteriakkan seperti nyanyian itu dilakukan
orang berulang kali, dan jawabannya selalu sama. Kini suarasuara itu makin mendekat dan tiba-tiba terdengar suara itu
membentak, "Hei, kalian para nelayan rendah! Ikan siapakah
yang kalian jala itu ?"
Terdengar jawaban yang lemah dan gemetar. "Lam ong....... ! "
"Atas kurnia siapa kalian dapat memperoleh ikan dan dapat
hidup setiap hari?" "Lam-ong! Hormat dan terima kasih kami kepada Lamongya........ !"
"Ha-ha, tolol! Apa artinya hormat dan terima kasih dengan
kata-kata belaka" Hayo kalian angkut ke perahu kami
sekeranjang ikan yang besar. Cepat !"
"Akan tetapi....... ampun, tuan........ malam ini amat sepi,
semalam suntuk kami baru memperoleh sekeranjang
saja......." "Cerewet! Kalian berani membantah dan tadi mengatakan
bahwa kalian menghormat dan berterima kasih kepada Lamong" Apakah kalian ingin menjadi makanan ikan di telaga ini?"
"Ampun....... ampun......... membantah........ silakan........"
kami tidak berani Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siangkoan Lee dan Siang Lun mengerutkan alis, namun
mereka masih terus makan, tidak mau memperdulikan urusan
itu, sungguhpun diam-diam mereka itu bertanya-tanya siapa
gerangan yang disebut Lam ong itu dan mereka dapat
menduga bahwa orang-orang yang merampas ikan itu
tentulah anak buah dari tokoh yang disebut Raja Selatan itu.
Mereka berdua masih makan juga ketika bayangan perahu
besar itu nampak muncul dari dalam kabut dan tahu-tahu
telah dekat dengan perahu kecil mereka yang bergoyang
makin keras oleh gelombang air yang ditimbulkan oleh perahu
besar itu. Kini nampaklah anak buah perahu besar itu yang
terdiri dai lima orang, dan di geladak berdiri dua orang laki laki
yang usianya tentu sudah limapuluh tahun lebih, keduanya
bertubuh tinggi besar yang seorang memegang sebatang
tongkat dan yang kedua membawa sebatang golok tergantung
di punggungnya. Di dalam perahu itu sudah bertumpuk
beberapa keranjang ikan, agaknya pemberian dari beberapa
orang nelayan yang mencari ikan di telaga itu.
Ketika dua orang kakek itu melihat seorang tua renta dan
seorang pemuda di dalam perahu kecil sedang makan nasi
dan panggang ikan, mereka segera menegur dengan suara
lantang. "Hai, kalian dua orang nelayan miskin! Ikan siapakah yang
kalian makan itu?" "Ikan kami sendiri!" Sian Lun menjawab cepat tanpa
memperdulikan mereka dan terus makan, sedang gurunya
hanya terkekeh saja. "Nelayan tolol! Dari mana engkau memperoleh ikan itu?"
kembali seorang di antara mereka, yang memegang tongkat,
membentak. "Dari dalam telaga ini!"
"Kiranya engkau mengerti juga ! Nah, milik siapa gerangan
telaga ini?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Milik siapa" Milik semua orang !" jawab lagi Sian Lun
seenaknya. ''Keparat, kalian telah makan ikan milik Lam-ong tanpa ijin,
bahkan tidak mau mengakui, sekarang biar kalian menjadi
makanan ikan!" Tiba-tiba terdengar sambaran angin dahsyat
sekali ke arah perahu kecil. .
"Brakkkk!" Perahu kecil itu pecah berantakan dihantam
tongkat dan tubuh guru dan murid itu lenyap dan tahu tahu
mereka telah ada di atas perahu besar. Bahkan Siang-koan
Lojin masih membawa daging ikan dan masih melanjutkan
makan, kini dia berjongkok di atas geladak perahu besar,
sedangkan Sian Lun sudah bangkit berdiri dengan sikap
marah. "Orang-orang jahat! Apa kesalahan kami maka kalian
merusak perahu kami?" tanya pemuda itu dengan suara halus
dan sikap tenang namun sepasang matanya mengeluarkan
sinar berkilat. Melihat betapa kakek dan pemuda itu tahu tahu telah
berada di atas perahu besar tanpa mereka lihat, padahal
perahu kecil mereka itu telah hancur, dua orang tinggi besar
itu memandang dengan mata terbelalak dan mereka mengerti
bahwa dua orang itu bukan orang sembarangan. Kini mereka
maju dan dengan sikap agak halus si pemegang tongkat
bertanya, "Siapakah adanya dua orang gagah yang tidak
memandang mata kepada Lam-ong" kawan ataukah lawan?"
Sian Lun sudah marah sekali menyaksikan sikap mereka
yang sewenang-wenang itu, namun dia masih bersikap tenang
dan halus, "Kami tidak mengenal Lam-ong, maka kami
bukanlah lawan atau kawannya. Kami tidak mempunyai
urusan apapun dengan kalian, mengapa kalian bertindak
sewenang - wenang dan merusak perahu kami?"
Dua orang tinggi besar itu saling pandang dengan heran.
Tentu saja mereka merasa heran mendengar betapa ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang, yang tidak nengenal nama Lam-ong! Padahal, setiap
orang nelayan pasti tahu siapa adanya Lam-ong, apa lagi
kalau orang itu merupakan orang dari dunia liok-lim atau kang
ouw. Akan tetapi karena mereka tahu bahwa banyak orang
dari daerah barat, timur atau utara, tokoh - tokoh, kang-ouw
yang berkepandaian tinggi dan yang tentu saja tidak kenal
dengan mereka dan mungkin juga tidak pernah mendengar
nama Lam ong, maka dua orang itu bersikap hati hati.
"Hemm, agaknya kalian adalah orang orang lancang ysng
tidak mau menyelidiki terlebih dulu daerah yang kalian
datangi. Ketahuilah bahwa seluruh wilayah selatan ini, dari
telaga sungai sampai ke laut selatan, berada di bawah
kekuasaan Lam-ong dan setiap orang kang-ouw atau liok-lim
yang mencari nafkah di daerah ini, harus terlebih dulu
memperoleh persetujuan dari Lam-ong kami. Kalian berdua
telah menikmati ikan telaga ini dan menikmati pemandangan
indah di sini tanpa perkenan Lam-ong, hal itu saja sudah
merupakan dosa yang tak boleh diampuni. Akan tetapi
mengingat bahwa kalian tentulah datang dari tempat jauh dan
tidak mengenal segala sesuatu di daerah ini, maka biarlah
kami akan mengampuni kalian asal kalian cepat minta ampun
dan menceritakan siapa kalian dan datang dari mana. "
Sian Lun telah merasa betapa keterlaluan sikap dua orang
itu, maka dengan tenang dia berkata, menekan
kemarahannya, "Kami tidak perlu memperkenalkan diri, dan
tentang minta ampun, sebenarnya kalianlah yang patut minta
ampun kepada kami. Akan tetapi kamipun tidak membutuhkan
permintaan ampun, kami hanya membutuhkan uang
pengganti perahu untuk kami bayarkan kepada pemilik perahu
yang kami sewa itu. Hayo kaubayar harga perahu itu kepada
kami dan antarkan kami ke darat.! "
Mendengar ucapan itu, dua orang tinggi besar itu menjadi
makin marah. Si pemegang tongkat yang matanya sipit sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti terpejam itu menoleh kepada lima orang anak
buahnya, mengangguk dan berkata, "Lempar mereka ke air!"
Lima orang anak buah perahu besar itu adalah orang-orang
kasar yang bertubuh kuat dan bersikap kasar sekali, maka
mendengar perintah ini mereka sudah tertawa tawa gembira
dan kini dengan ganas mereka menubruk maju seperti hendak
berebut untuk menangkap pemuda yang berani mati itu dan
melemparkannya ke dalam telaga. Namun, Sian Lun sudah
siap siaga dan setiap ada orang datang menubruknya, orang
itu tentu terlempar keluar dari perahu dan terbanting ke air di
luar perahu! Hanya terdengar lima orang itu berteriak dan
beturut - turut tubuh mereka semua terlempar keluar dari
perahu, ketika tubuh mereka menimpa air terdengarsuara
keras dan air muncrat sampai tinggi, menunjukkan bahwa
mereka terbanting cukup keras ke dalam air.
"Ehh........?" Dua orang tinggi besar itu berseru kaget dan
makin marah, juga heran karena hampir mereka tidak dapat
percaya melihat betapa lima orang pembantu mereka itu
dapat dilempar-lemparkan keluar dari perahu semudah itu.
"Sute, orang ini tidak boleh diberi ampun !" bentak si
pemegang tongkat kepada temannya akan tetapi sutenya itu
ternyata sudah mencabut golok yang tergantung di
punggungnya dan dengan kecepatan kilat dia sudah meloncat
dan mengayun goloknya menyerang Sian Lun. Cepat dan kuat
juga gerakan orang inidan goloknya mengeluarkan suara
berdesing dibarengi sinar berkilat ketika menyambar ke arah
leher Sian Lun. Namun, pemuda ini selama sepuluh tahun
telah digembleng secara hebat oleh Siangkoan Lojin, dan
terutama sekali pemuda ini sudah mewarisi kepandaian
ginkang yang amat tinggi tingkatnya dari gurunya itu. Maka, si
penyerang itu terkejut dan terheran setengah mati ketika dia
melihat betapa lawan yang diserangnya itu tiba - tiba saja
lenyap dari depannya dan hanya ada angin bersilir di sebelah
kanannya. Cepat dia menengok dan benar saja, pemuda itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah berada dibelakangnya ! Maka diapun memutar tubuh
didahului oleh goloknya yang menyambar lebih ganas lagi ke
arahpinggang Sian Lun. Dengan ringan sekali pemuda itu
meloncat dan sinar golok menyambar lewat di bawah kakinya.
Ketika pemuda itu yang masih meloncat ke atas
menggerakkan kaki kirinya, hampir saja ujung sepatu itu
menotok jalan darah di leher si pemegang golok kalau saja dia
tidak membuang diri ke belakang secepatnya dan pada saat
itu suhengnya yang memegang tongkat sudah membantunya
dengan serangan tongkat yang menotok ke arah lambung Sian
Lun dengan kepatan dan tenaga yang lebih hebat dari pada si
pemegang golok! Totokan itu mengarah jalan darah
berbahaya dan kalau mengenai sasaran yang tepat dapat
mendatangkan maut dan begitu Siang Lun miringkan tubuh
mengelak, ujung tongkat itu sudah menyambar secara
bertubi-tubi, melancarkan totokan-totokan sebanyak tujuh kali
berturut - turut dan setiap totokan ditujukan ke jalan darah
maut. "Hemm, manusia ganas dan kejam!" Sian Lun berseru
ketika melihat totokan- totokan maut itu. Dia hanya mengelak
terus sampai tujuh kali dan pada saat itu, golok dari
penyerang pertama telah menyambar lagi, menutup jalan
keluar sedangkan ujung tongkat masih terus melanjutkan
serangannya. "Pergilah!" Sian Lun berseru nyaring dan tubuhnya
berkelebat sedemikian cepatnya sehingga dua orang
pengeroyoknya tidak dapat nengikuti gerakannya itu, akan
tetapi tahu-tahu mereka merasa betapa tubuh mereka
terlempar berikut senjata mereka, keluar dari perahu.
"Byurrr! Byuurr!" Kembali air telaga muncrat dan dua orang
kakek itu gelagapan. Namun, ternyata, seperti juga lima orang
anak buah mereka tadi, dua orang kakek ini selain pandai ilmu
silat juga ternyata merupakan ahli-ahli dalam air karena begitu
mereka terbanting, mereka terus menyelam dan berenang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan cepat sekali menjauhi perahu, menyusul anak buah
mereka yang lebih dulu berenang ke darat. Mereka maklum
bahwa melanjutkan pertempuran menghadapi pemuda itu
merupakan hal yang sia-sia belaka karena ternyata pemuda itu
memiliki kepandaian yang terlampau tinggi bagi mereka.
Sementara itu, setelah melihat semua lawannya pergi, Sian
Lun baru teringat kepada gurunya dan dia membalikkan
tubuh. Dengan heran dia melihat gurunya itu berdiri tegak
memandang kepadanya dengan sinar mata penuh teguran
dan penyesalan. Selama sepuluh tahun hidup bersama


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siangkoan Lojin, tentu saja Sian Lun telah mengenal watak
gurunya, dan telah mengerti apa artinya setiap gerak-gerik
suhunya, setiap pandang mata suhunya. Maka melihat betapa
suhunya kelihatan menyesal dan berduka, dia cepat
menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu dan berkata,
"Harap suhu suka mengampunkan teccu yang telah lancang
tangan menghajar mereka itu. Mereka itu keterlaluan sekali
sehingga teecu tidak dapat menahan kesabaran lagi."
"Sian Lun, apakah engkau tidak dapat melihat bahwa
kesabaran yang ditahan-tahan itu sama sekali tidak ada
artinya" Belajar sabar adalah omong kosong belaka!"
"Akan tetapi, suhu. Kalau kita tidak belajar sabar, bukankah
kita lalu menjadi pemarah besar ?"
"Hemm, engkau membiarkan diri terperosok ke dalam
perangkap dari kata-kata yang berkebalikan. Marah-sabar,
benci-cinta, dan sebagainya. Baik sabar dan cinta, maupun
marah dan benci, semua itu tidak mungkin dapat dipelajari.
tidak mungkin dapat dilatih, muridku. Apakah engkau tidak
dapat melihat kenyataan ini " Kalau engkau mempergunakan
kemauan untuk bersabar, memaksa hati bersabar menahan
kemarahan, hal itu hanya merupakan penipuan diri belaka,
kesabaran macam itu hanyalah merupakan penutup
sementara belaka terhadap api kemarahan, seperti api dalam
sekam. Kesabaran macam itu hanya berlaku sementara saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan api kemarahan akan berkobar lagi sewaktu-waktu, bahkan
lebih hebat, karena dengan penutup kesabaran itu engkau
mengumpulkan kekuatan api kemarahan."
"Habis bagaimana, suhu" Bagaimana kalau teecu diserang
nafsu amarah" Tanpa kesabaran, marah itu tentu akan
membuat teecu mata gelap dan melakukan hal-hal yang amat
hebat akibatnya. " "Itulah biang keladinya! Mata gelap! Mengapa harus mata
gelap" Mengapa kita tidak mau membuka mata batin kita
setiap saat sehingga jika datang kemarahan, kita juga dalam
keadaan sadar dan dapat memandang kemarahan itu,
menyelaminya tanpa menerima atau menolaknya" Menghadapi kemarahan kita dengan penuh kewaspadaan,
dengan penuh kesadaran, dengan demikian kita dapat
menyelaminya, mempelajarinya, menyelidikinya dengaa teliti
apa yang dinamakan kemarahan itu."
"Akan tetapi, suhu, kalau kita waspada dan sadar selalu
dan setiap saat, mana ada kemarahan ?"
"Itulah! Mengapa kita tidak mau waspada setiap saat
terhadap diri sendiri lahir batin. Kemarahan, kekecewaan,
penderitaan karena benci, penyelewengan-penyelewengan
yang dinamakan kejahatan, semua itu merupakan akibat dari
pada kelalaian, kelengahan, akibat dari keadaan kita yang
tidak sadar, tidak waspada. Kalau kita selalu waspada dan
sadar, apakah ada kemarahan" Dan kalau tidak ada
kemarahan lagi di dalam diri kita, apakah perlu belajar sabar"
Sebaliknya, kalau masih ada kemarahan di dalam hati, apa
gunanya belajar sabar" Muridku, kenyataan ini harus
kausadari dan kaulihat benar - benar. Coba kaulihat
perbuatanmu tadi. Mengapa engkau marah kepada anak buah
Lam - ong itu?" "Karena mereka kejam, karena mereka melakukan
kekerasan terhadap para nelayan mengandalkan kekuasaan
mereka." Setelah berpikir cepat, dia menambahkan, "Karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka mengancam nyawa teecu dan para nelayan yang tidak
taat kepada mereka, karena mereka sewenang - wenang."
"Bagus! Sekarang lihat tindakanmu tadi. Apakah bedanya
dengan tindakan mereka setelah tindakanmu itu dituntun oleh
kemarahan yang menimbulkan kebencian" Lihat baik-baik.
Apakah engkau juga tidak sama kejamnya dengan mereka
ketika engkau melakukan kekerasan kepada tujuh orang itu"
Seperti juga mereka, engkau tadi dalam keadaan marah teIah
melakukan kekerasan dengan mengandalkan kekuasaanmu,
dalam hal ini, ilmu kepandaian yang lebih tinggi dari mereka.
Seperti juga mereka yang mengancam nyawa orang lain,
engkau tadi juga mengancam nyawa mereka. Karena marah
dan mata gelap, engkau telah melemparkan mereka ke air,
tanpa kau ingat bahwa andaikata mereka itu tidak pandai
renang, hal itu mungkin akan membunuh mereka. Bukankah
dalam kemarahan tadi engkau juga telah bertindak sewenangwenang tanpa kausadari sendiri?"
Sian Lun melongo, wajahnya berobah agak pucat dan
kembali dia memberi hormat sambil berlutut. Matanya seperti
dibuka dan dia melihat kenyataan yang mengerikan, bahwa
dalam keadaan marah memang perbuatannya tadi tidak
banyak selisihnya dengan perbuatan orang-orang yang
dicelanya tadi! "Ampunkan petunjuk." teecu yang bodoh, suhu, teecu mohon "Petunjuk apa lagi, Sian Lun" Asal engkau waspada setiap
saat, mengamati dirimu sendiri setiap saat dengan penuh
perhatian, dengan kesadaran yang sempurna, maka tidak ada
lagi yang perlu kauketahui dari orang lain. Di dalam
kewaspadaan itu, dalam kesadaran itu sudah penuh dengan
kenyataan, penuh dengan pelajaran."
"Suhu, kalau tadi teecu tidak menghadapi mereka dengan
kemarahan, melihat kekejaman mereka, melihat serangan
mereka, lalu apa yang akan teecu lakukan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
'Sian Lun, kewaspadaan dan kesadaran akan melahirkan
tindakan langsung dan seketika tindakan yang tepat, bukan
tindakan yang di dorong oleh kemarahan dan kebencian.
Tindakan itu akan berbeda sekali artinya. Mungkin untuk
menjaga diri engkau akan merobohkan mereka, akan tetapi
semua itu tidak kau lakukan dalam keadaan membenci
mereka, dan tanpa adanya kebencian, tidak akan ada pula
tindakan kejam. Walaupun boleh saja kelihatan keras, namun
sesungguhnya bukan kekerasan karena tidak didorong oleh
nafsu kemarahan dan kebencian. Mengertikah engkau Sian
Lun?" Sian Lun mengangguk. "Mudah-mudahan semua ini dapat
membuka mata teecu untuk selanjutnya selalu waspada
terhadap diri teecu sendiri lahir batin dan bertindak seketika
lahir dari kewaspadaan, bukan menurutkan perhitungan
pikiran yang dikuasai oleh kemarahan dan kebencian."
"Ha ha ha, bagus, muridku. Sekarang, apa yang akan
kaulakukan dengan perahu besar yang kaurampas ini?"
"Teecu akan membawanya ke darat, akan teecu
kembalikan kepada pemiliknya asal mereka suka mengganti
perahu nelayan yang kita sewa. Kalau tidak, perahu ini akan
teecu berikan saja kepada nelayan itu untuk mengganti
perahunya yang hancur."
"Kaukira akan begitu mudah" Mari kita lihat apa yang
diakibatkan oleh peristiwa tadi," Siangkoan Lojin berkata dan
Sian Lun lalu mendayung perahu itu ke tepi telaga.
Matahari telah naik dengan cerahnya ketika perahu besar
yang didayung oleh Sian Lun itu tiba di tepi telaga, di mana
malam tadi Sian Lun dan gurunya meninggalkan nelayan
pemilik perahu kecil yang disewanya. Akan tetapi, dia melihat
bahwa bukan hanya nelayan itu yang menanti di situ,
melainkan juga ada belasan orang yang segera berdiri dengan
sikap menyambut ketika perahu besar itu menepi. Mereka itu
adalah orang-orang yang bersikap galak dan gagah, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anehnya di antara mereka itu tampak dua orang kakek yang
menanti dengan duduk di atas kursi-kursi indah! Aneh sekali
mengapa orang sengaja membawa kursi ke tepi telaga itu.
Belasan orang itu berdiri di belakang dua orang kakek itu
dengan sikap menghormat, ketika Sian Lun dan gurunya
meloncat turun ke darat, barulah nampak oleh Sian Lun
bahwa tidak jauh dari tempat itu terdapat tujuh orang yang
duduk di atas tanah dalam pakaian basah kuyup dan muka
pucat ketakutan. Dia segera mengenal tujuh orang itu sebagai
orang orang yang tadi telah dilempar keluar perahu! Sian Lun
cepat memandang kepada dua orang kakek yang duduk di
atas kursi itu penuh perhatian karena dia dapat menduga
bahwa mereka itu tentulah pimpinan dari gerombolan orangorang kasar itu. Dan apa yang dilihatnya membuat dia diamdiam terkejut karena pandang matanya yang tajam dapat
mengenal orang-orang pandai. Kakek pertama bertubuh tinggi
kurus, lebih tinggi dari orang-orang biasa dan seperti biasa
terdapat pada orang-orang yang bertubuh tinggi, kedua
pundaknya agak condong ke depan sehingga punggungnya
kelihatan agak bongkok. Kakek itu biarpun memandang ke
arah Sian Lun dan Siangkoan Lojin dengan sepasang mata
sipit yang bersinar tajam, namun sikapnya tenang saja dan dia
duduk sambil mengisi huncwe (pipa tembakau), sebatang
huncwe yang panjangnya ada dua kaki dan berwarna hitam
mengkilap. Bau asap tembakau yang harum dan aneh
memenuhi sekitar tempat itu. Di sebelah kirinya duduk kakek
ke dua, yang nampak lebih muda dari pada kakek pertama.
Kalau kakek pertama berusia kurang lebih tujuhpuluh tahun,
kakek ke dua ini paling banyak lima-puluh lima tahun usianya.
Tubuhnya tinggi tegap, nampak masih kuat dan wajahnya
pucat bukan karena sakit, melainkan pucatnya seorang yang
sudah tinggi tenaga sinkangnya yang dilatih secara luar biasa
dan melampaui batas. Sepasang matanya cekung dan dari
dalamnya menyambar sepasang sinar mata yang tajam sekali.
Kakek kedua ini duduk sambil menyilangkan kedua lengan di
depan dada, sikapnya agung penuh wibawa dan terbayang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keangkuhan dan sikap memandang ringan ketika
memandang kepada Siangkoan Lojin dan Sian Lun.
dia Tidak mengherankan kalau kakek ke dua itu memandang
rendah. Dia adalah seorang kawakan dalam dunia kang-ouw
yang telah mengenal hampir semua tokoh di dunia kang-ouw,
bukan hanya di dunia kang-ouw wilayah selatan, bahkan
hampir semua tokoh kang-ouw di seluruh daratan ! Kini,
melihat bahwa kakek dan pemuda yang turun dari perahu
besar itu sama sekali tidak terkenal, tentu saja kakek itu
memandang rendah. Siapakah adanya dua orang kakek yang angkuh dan
berwibawa itu" Kakek berhuncwe itu bukan lain adalah Lamong sendiri! Kebetulan sekali pada malam hari itu Lam-ong
bersama pembantunya, kakek ke dua itu, sedang melancong
ke telaga itu. Lam-ong bernama Oh Ging Siu, seorang tokoh
kang ouw kenamaan di selatan, terkenal sebagai seorang
berilmu tinggi sekali, terutama huncwenya itu yang dinamakan
huncwe maut, amat ditakuti orang. Karena merasa bahwa di
wilayah selatan dia merupakan datuk nomor satu, maka dia
memakai julukan Lam-ong! Tentu saja julukan ini banyak
mengundang permusuhan, akan tetapi para tokoh liok lim dan
kang ouw yang merasa tidak setuju dengan julukan yang amat
sombong ini, seorang demi seorang telah dirobohkan oleh
Lam-ong Oh Ging Siu sehingga akhirnya dia diakui sebagai
Lam-ong! Kedudukannya itu adalah semacam bengcu
diselatan, dan tentu saja yang dikuasainya hanyalah kaum
sesat saja, dan sudah tentu saja golongan partai-partai
persilatan besar tidak mengakuinya sebagai pusat pimpinan.
Betapapun juga, karena Lam-ong memiliki ilmu kepandaian
yang amat hebat dan pengaruhnya amat besar, hampir
seluruh dunia hitam tunduk kepadanya maka partai-partai
besar tidak mau berurusan dengan dia, apa lagi karena Lamong pun tidak begitu bodoh untuk memusuhi partai - partai
besar ini. Adapun kakek ke dua yang berwajah pucat itu"
Kakek inipun bukan orang sembarangan, melainkan pembantu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau tangan kanan dari Lam-ong. Dia berjuluk Lam-thian
Seng-jin, seorang yang juga terkenal lihai bukan main.
Sebetulnya, dua orang kakek ini tidak pernah berurusan
secara langsung dengan fihak lawan, apa lagi sampai harus
menangani sendiri. Mereka merasa terlampau tinggi, dan
adalah merendahkan nama mereka yang besar dan tinggi itu
untuk turun tangan sendiri menghadapi lawan. Cukup dengan
anak buah mereka. Akan tetapi, karena kebetulan sekali
malam ini mereka bermalam di tepi telaga dan mendengar
betapa anak buah mereka yang katanya sedang mencarikan
ikan untuk bahan hidangan pagi mereka lalu anak buah
mereka itu diganggu orang yang kabarnya memiliki
kepandaian tinggi, Lam-ong dan pembantunya marah sekali.
Demikianlah, pagi itu mereka dengan diantar oleh kaki tangan
mereka sudah menanti di tepi telaga ketika perahu besar itu
menepi. Akan tetapi, Lam-ong dan Lam-thian Seng- jin sudah
merasa kecewa melihat bahwa kakek dan pemuda itu sama
sekali tidak terkenal, kelihatan seperti dua orang nelayan biasa
saja yang sama sekali tidak patut untuk mereka hadapi
sendiri! Duabelas orang anak buah Lam-ong agaknya juga
berpendapat demikian. Melihat betapa alis tebal yang
melindungi sepasang mata sipit dari Lam ong itu
berkerut,kemudian kepala itu bergerak memberi isyarat
dengan sikap membayangkan kekesalan hati, duabelas orang
yang terdiri dari pimpinan - pimpinan bajak telaga, sungai dan
laut di daerah selatan itu segera menyambut Sian Lun dan
gurunya dan maju nengepung mereka berdua.
Seorang di antara mereka yang brewok dan mukanya
hitam, dengan suara besar lantang segera menegur, "Apakah
kalian berdua yang telah berani mati mengganggu anak buah
kami dan berani pula merampas perahu milik Lam-ong ya ?"
Sian Lun tersenyum, penuh ketenangan. Kini dia lebih
waspada dan lebih bijaksana semenjak bercakap dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gurunya tadi, dan tidak akan mudah terseret oleh nafsu
amarah. "Sesungguhnya, apa yang kaukatakan itu adalah hal yang
sebaliknya. Kami berdua yang diganggu oleh anak buah kalian
dan perahu kami yang dipukul hancur oleh anak buah kalian."
Mendengar jawaban ini, duabelas orang itu meniadi marah.


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa banyak cakap mereka bergerak dan menyerang kepada
kakek dan pemuda yang kelihatan tenang saja itu. Lam ong
dan Lam-thian Seng-jin hanya memandang saja ketika anak
buah mereka menubruk dua orang yang berada di tengahtengah, dalam keadaan terkurung itu. Akan tetapi mereka
terbelalak kaget ketika melihat betaapa duabelas orang itu
tiba-tiba terlempar kembali ke belakang seperti daun-daun
kering tertiup angin keras. Duabelas orang itu makin marah
karena tiba-tiba mereka terdorong ke belakang begitu pemuda
itu menggerakkan kedua lengannya, dan mereka sudah
mencabut senjata masing-masing, siap untuk mengeroyok.
"Tahan ! Mundur kalian semua" Tiba-tiba terdengar seruan
suara yang tinggi nyaring dan mendengar ini, duabelas orang
itu cepat mundur, agaknya jerih bukan main mendengar
perintah ini. Kiranya yang berteriak itu adalah Lam-thian Sengjin, wakil atau pembantu utama dari Lam-ong yang masih
kelihatan tenang-tenang saja itu, Lam-thian Seng-jin megenal
pukulan sakti yang hawanya saja sudah nembuat duabelas
orang itu terpental, maka hatinya mulai tertarik dan
penasaran. Dia tadi tidak melihat siapa yang melakukan
dorongan dengan hawa pukulan dahsyat itu, akan tetapi
mengira bahwa tentu kakek tua renta itulah yang
melakukannya. Dua orang itu tadi dikurung rapat maka dia
tidak dapat melihat mereka. Akan tetapi, melihat dahsyatnya
hawa pukulan, tidak salah lagi tentu kakek itulah yang
melakukannya dan dia mengira bahwa tentu kakek itu seorang
pandai yang menyembunyikan diri maka sama sekali tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah dikenalnya. Betapapun juga kalau dia mendengar
nama kakek sederhana itu mungkin dia akan mengenalnya.
Lam-thian Seng-jin sudah mendapat isyarat dari Lam-ong
dan dia sudah turun dari atas kursinya, melangkah dengan
sikap tenang dan dengan gerakan kaki tegap seperti langkah
harimau, menghampiri guru dan murid itu. Adapun Lam-ong
sendiri masih duduk dan mengisap huncwenya dengan mata
meram melek dan sikap acuh tak acuh, namun sesungguhnya
pandang matanya tak pernah melepaskan kakek dan pemuda
itu. Kini Lam-thian Seng-jin telah berhadapan dengan Sian Lun
dan Siangkoan Lojin. Sian Lun bersikap tenang, berdiri tegak
sedangkan Siangkoan Lojin sambil tersenyum lalu duduk di
atas batu di tepi telaga itu, mengambil sikap sebagai penonton
karena memang dia ingin sekali melihat sikap dan sepak
terjang muridnya menghadapi lawan yang dia tahu amat
tangguh ini. Inilah merupakan ujian yang amat baik bagi
muridnya, pikir kakek ini dengan hati gembira.
Lam-thian Seng-jin adalah seorang tokoh besar di dunia
persilatan wilayah selatan menjadi orang nomor dua sesudah
Lam-ong, maka tentu saja dia menyesuaikan sikapnya dengan
kedudukannya yang tinggi, tidak seperti para anak buah yang
tadi bertindak sembrono dan sama sekali tidak mempunyai
wibawa. Dia kini menghampiri Siangkoan Lojin dan
mengangguk sebagai tanda hormat atau salam, lalu terdengar
dia berkata, suaranya lantang namun halus, sikapnya angkuh.
"Sobat, agaknya engkau belum pernah mendengar nama
Lam-ong dan aku Lam-thian Seng-jin adalah wakil dan
pembantu beliau. Akan tetapi kami juga belum pernah
bertemu denganmu, oleh karena itu, sukalah kiranya engkau
memperkenalkan diri dan apa sebabnya engkau mengganggu
pekerjaan anak buah kami."
Siangkoan Lojin tersenyum lebar dan sepasang matanya
memandang dengan jenaka. Sikapnya tak acuh dan dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengangkat alisnya ketika menjawab, "Engkau tanya
kepadaku, sobat" Namaku Siangkoan, tukang cari ikan. Kalau
kau mau tahu tentang urusan dengan anak buahmu, tanya
saja kepadanya." Dia menuding kepada Sian Lun.
"Benar, akulah yang bertanggung jawab atas semua
kejadian tadi !" Sian Lun berkata karena dia maklum bahwa
gurunya paling tidak mau urusan. Kini Lam-thian Seng-jin
memutar tubuh menghadapinya, alisnya berkerut. Jadi
pemuda inikah yang memiliki hawa pukulan dahsyat tadi" Dan
siapakah kakek bernama Siangkoan itu" Memang ada
beberapa orang tokoh kang-ouw yang memiliki she (nama
keturunan) Siangkoan, akan tetapi mereka semua itu
dikenalnya dan kakek ini bukan seorang di antara mereka.
Benar-benar dia belum pernah mendengar nama kakek ini
sebagai tokoh kang-ouw. Barangkali pemuda itu pernah
didengar namanya. "Hemm, begitukah?" Dia berkata sambil menatap wajah
pemuda itu dengan tajam. "Dan siapakah engkau, orang
muda?" "Nama saya Tan Sian Lun, locianpwe," jawab Sian Lun
dengan sikap hormat dan sikap serta jawaban ini membuat
Lam-thian Seng-jin menjadi hati-hati karena dari sikap dan
jawaban itu dia dapat menduga bahwa pemuda ini bukan
orang sembarangan, melainkan seorang pemuda yang tahu
akan sopan santu dan seperti orang terpelajar, keadaan
seorang pemuda seperti itu jauh lebih berbahaya dari pada
seorang pemuda yang kasar dan sombong mengandalkan
kepandaiannya. "Hemm, Tan-sicu, engkau yang masih amat muda ini telah
berani mengacau di selatan. Ceritakan apa sebabnya engkau
bentrok dengan anak buah kami."
"Bukan kami sengaja hendak bermusuhan, locianpwe. Saya
dan suhu sedang memancing ikan, tahu-tahu kami diserang
oleh mereka yang berperahu besar." Dia menoleh ke arah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tujuh orang yang semalam atau menjelang pagi tadi
menghancurkan perahu kecilnya. Sementara itu, kembali Lamthian Seng-jin terkejut dan mengerling ke arah Siangkoan
Lojin ketika mendengar pemuda itu menyebut suhu kepada
kakek itu. "Mereka menghancurkan perahu kecil kami yang
kami sewa dari paman nelayan di sana itu." Dia menuding ke
arah kakek nelayan yang jongkok tidak jauh dari tempat itu
dengan muka ketakutan. Lam-thian bagaimana?" Seng-jin mengangguk-angguk. "Lalu, "Saya hanya minta agar mereka mengganti perahu yang
mereka hancurkan, akan tetapi mereka menyerang kami
sehingga terpaksa saya melawan. Mereka jatuh ke telaga dan
saya lalu mendayung perahu ke tepi sini. Harap locianpwe
pertimbangkan. Apakah kesalahan saya dan suhu yang hanya
memancing beberapa ekor ikan untuk sarapan pagi" Sama
sekali kami tidak berniat mencari musuh, apalagi menentang
Lam-ong atau locianpwe."
Biarpun kata-kata itu merendah, namun sikap pemuda itu
sama sekali tidak menunjukkan rasa jerih, maka diam-diam
Lam-thian Seng-jin merasa tidak puas sekali. Kalau pemuda
itu kelihatan jerih atau minta maaf, tentu diapun tidak akan
menarik panjang peristiwa itu, menunjukkan "kebesaran hati"
seperti layaknya sikap seorang cabang atas! Akan tetapi
pemuda itu bersikap tenang saja, sama sekali tidak
memandang tinggi kepadanya atau kepada Lam-ong, maka
hatinya menjadi penasaran. Apa lagi guru pemuda itu, kakek
tak terkenal she Siangkoan itu, hanya duduk sambil
tersenyum-senyum saja seperti orang yang sedang nonton
wayang. Akan tetapi dia adalah seorang yang berkedudukan
tinggi dan hal ini harus diperlihatkannya terlebih dahulu
kepada guru dan murid yang agaknya datang dari jauh dan
belum mengenalnya itu. Maka dia lalu memberi isyarat
memanggil tujuh orang anak buah itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka datang dengan sikap takut-takut "Hayo kalian cepat
minta maaf kepada Tan-sicu dan cepat ganti kerugian kepada
nelayan itu." Tujuh orang itu cepat menjura kepada Sian Lun yang tentu
saja merasa sungkan dan cepat membalas penghormatan
mereka, kemudian mereka bertujuh lalu menghampiri nelayan
yang berjongkok dengan muka pucat, menanyakan harga
perahu kecil dan langsung menggantinya secara royal.
Nelayan itu merasa girang sekali, menghaturkan terima kasih
dan cepat pergi dari situ membawa uang penggantian
perahunya. Tadinya dia sudah ketakutan setengah mati ketika
mendengar bahwa Lam-ong bersama anak buahnya berada di
situ, maka dia merasa beruntung sekali bahwa dia
memperoleh ganti rugi atas kehilangan perahunya.
Kalau tadinya ada perasaan tidak senang di dalam hati Sian
Lun terhadap Lam-ong, Lam-thian Seng-jin bersama anak
buah mereka, kini dia merasa lega dan juga tidak enak.
Ternyata kakek itu bersikap baik dan pantas sekali, maka dia
cepat-cepat menjura kepada Lam-thian Seng-jin sambil
berkata, "Sungguh baik sekali penyelesaian locianpwe yang
budiman." Lam-thian Seng-jin tersenyum angkuh. "Engkau merasa
puas, sicu?" "Tentu saja, dan saya berterima kasih sekali, juga mohon
maaf atas kelancangan saya terhadap anak buah locianpwe
pagi tadi." "Hemm, di dalam dunia kang-ouw, apakah yang tak dapat
diselesaikan" Segala peristiwa harus diselesaikan dengan
wajar dan adil, itulah sikap para orang gagah! Budi dan
dendam harus dibalas! Fihak kami telah membayar kerugian
sicu, maka sekarang kami menuntut agar sicu juga membayar
kerugian kami." Sian Lun memandang tajam. "Maksud locianpwe?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lam thian Seng jin tersenyum mengejek. "Sicu memiliki
ilmu kepandaian tinggi sekali hingga tidak memandang
sebelah mata kepada para anak buah Lam ong, telah
merobohkan mereka, bukan hanya di perahu, bahkan tadi di
depan mata kami sendiri. Kerugian batin ini harus sicu bayar."
"Caranya?" "Dengan menandingi kami, dan aku mempersilakan sicu
melayaniku barang beberapa jurus agar kita saling mengenal
tingkat kepandaian dan lain kali tidak lagi berani bertindak
lancang tanpa memandang mata."
"Locianpwe menantang?"
"Aku hanya menagih hutang, menebus kekalahan, tapi
kalau sicu menganggapnya menantang, terserah." Sikap Lamthian Seng-jin masih halus dan berwibawa, sikap seorang
datuk tingkat tinggi! "Kalau saya menolak?" Sian Lun bertanya penasaran.
"Sicu harus berlutut tiga kali minta ampun kepada Lamong, selanjutnya tidak boleh lagi menginjak wilayah selatan."
Sian Lun merasa hatinya panas dan dia teringat akan
nasihat suhunya, maka otomatis menoleh kepada suhunya.
Akan tetapi kakek itu masih tersenyum-senyum saja, seperti
tidak mengacuhkan urusan itu, dan maklumlah pemuda itu
bahwa gurunya menyerahkan segala keputusan kepadanya.
Diapun ingin sekali mencoba kepandaian kakek yang kelihatan
lemah lembut namun yang sesungguhnya berhati keras ini,
kelihatan rendah hati namun sesungguhnya angkuh. Atau
lebih tepat lagi, dia ingin menguji kepandaiannya sendiri
karena semenjak dia belajar ilmu kepada Siaugkoan Lojin,
belum pernah dia bertanding melawan seorang yang memiliki
kesaktian seperti kakek di depannya ini, "Biarlah saya
melayani tantangan locianpwe."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus! Kau mulailah!" Kakek itu menantang dan kedua
kakinya sudah terpentang lebar, sikapnya gagah dan mukanya
menjadi makin pucat, tanda bahwa dia sedang mengerahkan
tenaga sinkangnya. "Locianpwe yang menantang, sepatutnya locianpwe yang
maju lebih dulu dan......."
"Sambut serangan !" Belum habis Sian Lun bicara, kakek itu
sudah menyerangnya dengan kecepatan luar biasa. Kiranya, di
dalam sikapnya yang lemah lembut dan menjaga gengsi itu
tersembunyi kecurangan yang cerdik dan hebat karena kakek
itu mempergunakan kesempatan selagi lawannya bicara, hal
yang tidak menguntungkan bagi orang yang membutuhkan
pengerahan sinkang untuk menjaga dirinya, cepat melakukan
serangan yang dahsyat. Akan tetapi Sian Lun adalah murid tersayang dari
Siangkoan Lojin, dan selama sepuluh tahun ini telah menerima
gemblengan secara hebat, telah mewarisi ilmu-ilmu simpanan
dari kakek sakti itu, maka biarpun dia diserang secara tiba
tiba, dia tidak kehilangan ketenangan dan kesigapannya. Bagi
seorang yang sudah matang ilmu silatnya, semua urat
syarafnya selalu berada dalam keadaan siap siaga, apa lagi di
waktu jaga, bahkan dalam tidur sekalipun, dia telah memiliki
kesigapan yang setiap saat dapat dipergunakan apabila
diancam bahaya. Gerak refleksnya amat tajam dan peka
sehingga semua panca inderanya amat peka dan tahu akan
datangnya setiap serangan yang mengancam dirinya. Oleh
karena itu, biarpun dia masih belum selesai bicara dan
diserang secara tiba-tiba dan dengan kecepatan yang amat
luar biasa itu, Sian Lun masih sempat untuk menggerakkan
tangannya menangkis. "Dukk!" Karena tangkisan itu tiba-tiba dan tidak
mengandung tenaga sinkang sepenuhnya, sebaliknya
serangan lawan amat kuatnya, dengan tenaga sinkang penuh,
maka begitu kedua lengannya bertemu, tubuh Sian Lun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjengkang dan terhuyung ke belakang. Hal ini dianggap oleh
Lam-thian Seng-jin sebagai tanda bahwa pemuda itu biarpun
cukup kuat namun tidak dapat menandingi tenaga saktinya,
maka sambil tersenyum dia meloncat ke depan dan
menghujankan serangan dengan jari-jari tangannya. Ternyata
kakek ini adalah seorang ahli ilmu tiam-hiat-hoat (menotok
jalan darah) dan sekali bergerak, dia telah melancarkan
totokan totokan ke arah tujuh jalan darah maut secara
bertubi-tubi. Sian Lun maklum akan bahaya besar yang terkandung
dalam serangan lawan itu, maka diapun cepat menggerakkan
tubuhnya mengelak dengan kecepatan luar biasa dan setelah
dia berhasil melewatkan totokan ke tujuh, dia membalas
dengan tamparan dengan pinggir tangannya yang teibuka.
"Wuuuttt........ dukkk !" Keduanya terdorong ke belakang
oleh benturan dua lengan yang bertemu ketika Lam-thian
Seng-jin menangkis tamparan itu. Sian Lun menyusul dengan
tamparan ke dua.

Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wuuuttt........ plakk !" Kembali keduanya terjengkang. Kini
dengan hati terkejut dan heran Lam-thian Seng-jin
mendapatkan kenyataan bahwa lawannya yang masih muda
ini benar benar memiliki sinkang yang amat kuat, tidak kalah
olehnya karena dalam benturan tenaga kedua kalinya itu, dia
telah mengerahkan seluruh kekuatan sinkangnya dan ternyata
pemuda itu dapat mengimbangi tenaganya. Juga di lain fihak,
Sian Lun mengerti bahwa kakek ini benar-benar tangguh
sekali. "Jagalah, locianpwe!" bentaknya dan kini pemuda itu
menerjang dengan pukulan pukulan aneh yang amat dahsyat
Kedua lengan dan jari-jari tangannya membentuk gerakan
cakar naga, gerakannya cepat bukan main, tubuhnya
berkelebat seperti tubuh seekor naga bermain-main di
angkasa. Sian Lun telah mainkan Ilmu Pukulan Sin-liong-jiauw
kang (Ilmu Silat Cakar Naga Sakti) Ilmu silat ini adalah ciptaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siangkoan Lojin sendiri, berdasarkan dari Ilmu Silat Coa-kun
(Ilmu Silat Ular) namun telah dicampur dan diolahnya kembali
dengan bermacam ilmu silat yang telah dipelajarinya selama
puluhan tahun merantau ke seluruh bagian dunia.
Menghadapi Ilmu Silat Sin-liong jiauw-kang ini, Lam-thian
Seng-jin terkejut. Bahkan hanya gerakan pemuda itu cepat
sekali sehingga sukar baginya untuk mengikutinya dengan
pandang mata, juga dari pukulan-pukulan itu meluncur hawa
panas yang menandakan bahwa pemuda itu telah matang
dalam permainannya, dapat mengisi pukulan dengan sinkang
yang kuat sekali. Di samping itu, biarpun dia telah
memperhatikan dengan seksama dan tahu bahwa ilmu silat ini
berdasarkan Coa-kun, namun dia tidak mengenalnya, belum
pernah dia menghadapi ilmu silat seperti ini sehingga dia tidak
dapat menduga perkembangannya dan harus mengandalkan
pertahanannya sendiri yang diperkuat. Oleh karena ini, dia
tidak lagi sempat untuk balas menyerang karena pemuda itu
telah mendesaknya dengan serangan serangan berantai yang
agaknya tak kunjung putus, begitu dapat ditangkis atau
dielakkan, serangan itu telah bersambung pula dengan
serangan berikutnya yang lebih dahsyat.
Dalam keadaan terdesak itu, Lam-thian Seng-jin masih
mampu mempertahankan dirinya dengan gerakan kedua
tangannya yang menangkis sambil mengelak dan main
mundur, akan tetapi diam-diam dia mencari kesempatan baik.
Ketika kesempatan itu terbuka, dia mengeluarkan suara
melengking nyaring yang menggetarkan jantung, dan tiba-tiba
kedua tangannya yang terbuka itu saling bertemu seperti
orang bertepuk, akan tetapi tepukan itu mengeluarkan suara
ledakan dan dari kedua telapak tangannya keluar uap tebal,
kemudian secepat kilat kedua tangannya mendorong kedepan.
Itulah pukulan Lui-kongciang (Tangan geledek) yang amat
lihai dan kalau mengenai tubuh lawan dapat membuat kulit
tubuh terbakar dan terkupas!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Haaiiiitt!" Sian Lun membentak dan diapun mendorongkan
kedua tangannya ke depan dengan gerakan Ilmu Leng-in
ciang (Tangan Awan Dingin), semacam ilmu pukulan sakti
yang mengandung Im-kang ciptaan Siangkoan-Lojin.
"Ceesssss.......! " Nampak asap mengepul tebal ketika dua
telapak tangan bertemu dan tubuh Lam-thian Seng-jin
bergoyang-goyang, mukanya yang tadinya pucat sekali itu
berubah kemerahan dan sepasang matanya memperlihatkan
kegelisahan. Kiranya Lui kong ciang itu bertemu dengan lawannya yang
ampuh, yaitu Leng-in ciang dan seperti halnya api yang takut
bertemu air dingin, tenaga Lui-kong ciang dari kakek itu
seperti kena dihisap oleh tenaga yang keluar dari kedua
telapak tangan Sian Lun. Kakek itu terkejut dan khawatir
sekali karena dua pasang tangan itu telah melekat dan kalau
dilanjutkan, dia dapat celaka dan mengalami luka dalam yang
hebat. Untuk menarik kembali kedua tangannya sudah tidak
sempat lagi. Sebetulnya, adu tenaga sakti itu bukan
ditentukan oleh sifat dari ilmunya, melainkan ditentukan oleh
kekuatan dasar dari keduanya! Dalam hal ini, Sian Lun masih
menang kuat apalagi karena memang dasar dari ilmunya itu
lebih bersih. Akan tetapi Sian Lun memang tidak bermaksud sama sekali
untuk mencelakai lawan, apa lagi membunuhnya, maka
melihat keadaan kakek itu, dia telah merasa puas karena tahu
bahwa dalam pertandingan itu dialah yang lebih unggul.
Dengan cepat dia lalu berseru keras, mendorong lawan dan
meloncat ke belakang sambil menarik kembali kedua
tangannya.Lam Thian Seng-jin terhuyung dan tentu ia
terbanting roboh kalau saja Lam-ong tidak cepat menahan
punggungnya dengan ujung huncwe-nya. Merasa ada hawa
panas dari ujung huncwe telah memasuki punggungnya, pulih
kembali tenaga Lam-thian Seng-jin dan dia mampu melompat
ke samping dan berdiri tegak dengan muka kemerahan. Dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdiri dan memandang bingung, tidak tahu harus berbuat
dan berkata apa. Untuk melawan lagi, dia maklum bahwa dia
telah kalah dan kalau tadi lawan yang muda itu menghendaki,
tentu dia sudah roboh tewas. Akan tetapi untuk mengaku
kalahpun dia malu karena sebagai orang kedua di selatan,
mana mungkin dia mengaku kalah terhadap seorang pemuda
yang usianya baru duapuluhan tahun.
Sementara itu, setelah menolong pembantunya, Lam-ong
Oh Ging Siu, Si Raja Selatan itu kini berdiri dengan kedua kaki
terpentang dan dia memandang Sian Lun sambil menghisap
huncwenya dengan sedotan keras berkali-kali dan kemudian
dia mencabut huncwe dari mulutnya, lalu meniupkan asap dari
mulutnya ke arah Sian Lun. Kelihatannya kakek itu hanya
main-main saja meniupkan asap huncwenya, Akan tetapi
dapat dibayangkan betapa kaget hati Sian Lun ketika dia
melihat bahwa asap itu menjadi segumpal asap panjang kecil
yang meluncur seperti anak panah menuju ke arah mukanya
dan mengeluarkan suara bercuitan! Cepat Sian Lun meloncat
ke samping kiri untuk menghindar, akan tetapi...... dengan
cepat pula asap yang berbentuk anak panah itu meliuk ke kiri
dan mengejarnya ! "Ahh.......!" Sian Lun terpaksa melempar diri ke belakang
dan ketika dalam keadaan setengah rebah dia melihat asap itu
terus mengejarnya, dia cepat menghantamkan tangan
kanannya ke arah asap itu dengan tenaga sinkangnya. Untung
baginya bahwa asap itu setelah meliuk dua kali, berkurang
tenaganya dan. terkena hawa pukulan tangannya membuyar
dan tercium bau yang menyesakkan napas, bau tembakan
yang aneh. "Hemm, bagus, kau boleh juga, orang muda!" Terdengar
Lam-ong berkata dan orang yang baru mendengar suara ini
tentu terkejut sekali. Lam-ong Oh Ging Siu adalah seorang
kakek yang usianya sudah tujuhpuluh tahun, tubuhnya tinggi
sekali, satu kepala lebih tinggi dari orang biasa, dan amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kurus seperti biasa orang yang kecanduan madat atau rokok
berat. Matanya sipit dengan alis tebal, jenggotnya panjang,
pendeknya dia adalah seorang kakek yang gagah. Akan tetapi
suaranya sepeni suara seorang wanita! Kalau tidak melihat
kakek ini bicara, hanya mendengar suaranya saja, orang tentu
akan yakin bahwa itu adalah suara seorang wanita muda yang
merdu dan nyaring ! Sian Lun meloncat bangun dan jantungnya berdebar
tegang. Dia maklum bahwa kakek ini benar-benar lihai bukan
main. Seorang yang telah dapat menguasai khikang seperti itu
sehingga dapat mengendalikan asap untuk menyerang lawan
secara demikian ganas, benar-benar membuktikan bahwa dia
telah mencapai tingkat yang tinggi sekali dalam ilmu silat!
Akan tetapi tentu saja dia tidak takut dan dia sudah siap sedia
menandingi Si Raja Selatan ini.
"Ha - ha - ha, kiranya hari ini aku masih dapat bertemu
dengan Si Huncwe Maut, bajak laut tunggal yang pernah
menghantui seluruh kepulauan selatan. Kabarnya sudah
meninggal, tahu-tahu muncul sebagai Lam-ong!"
Sian Lun cepat melangkah mundur ketika dia mendengar
suara gurunya ini dan Lam-ong sendiri kini memutar leher
menoleh kepada Siangkoan Lojin, memandang dengan mata
yang sipit itu menjadi makin sipit seperti terpejam, akan tetapi
dari garis tipis itu menyambar sinar yang menyeramkan.
Perlahan-lahan dia memutar tubuhnya menghadapi Siangkoan
Lojin dan sejenak memandang penuh penyelidikan untuk
mengenal orang itu. Akan tetapi dia tidak mengenalnya dan
Lam-ong mengeluarkan suara mendengus.
Kiranya, ketika dia masih muda, kurang lebih empat
limapuluh tahun yang lalu, pernah Siangkoan Lee mendengar
tentang adanya seorang bajak laut tunggal yang terkenal
sekali dan terutama sekali terkenal karena kejamnya, lihainya
dan huncwe mautnya. Bajak laut itu dikenal dengan julukan Si
Huncwe Maut dan kabarnya dia adalah seorang laki-laki yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagah akan tetapi yang tidak pantang melakukan segala
macam kejahatan, membajak, merampok, memperkosa
wanita, membunuh. Sebetulnya, dia sendiri belum pernah
jumpa dengan Si Huncwe Maut dan kalau dia mengeluarkan
ucapan demikian adalah karena dia tadi melihat betapa
hebatnya kepandaian Lam-ong mempergunakan huncwenya
maka dia menyamakan Lam-ong dengan Si Huncwe Maut
Siangkoan Lojin hanya ngawur saja, akan tetapi sama sekali
tidak pernah disangkanya bahwa kata-katanya yang ngawur
itu justeru mengandung kenyataan! Memang Lam-ong ini
bukan lain adalah Si Huncwe Maut! Akan tetapi mengapa
matanya menjadi sipit sekali dani suaranya berobah seperti
suara wanita" Inilah keistimewaan dan kecerdikan orang ini.
Namanya sebagai Huncwe Maut amat dikenal dan karena satu
di antara kejahatannya adalah sebagai jai - hwa - cat
(penjahat pemetik bunga atau pemerkosa wanita) dan pada
suatu malam dia berhasil memperkosa isteri seorang
pendekar, maka dia dimusuhi oleh semua pendekar dan
menjadi buronan. Beberapa kali dia hampir tewas di tangan
para pendekar yang mengejar-ngejarnya, maka akhirnya dia
lalu bersembunyi di dalam sebuah pulau kecil kosong di
selatan. Di tempat ini dia bertapa selama belasan tahun, dan
sambil memperdalam ilmunya, dia lalu merobah mukanya,
dibantu oleh seorang ahli sehingga dia menjelma menjadi
seorang manusia lain. Tabib pandai yang merobah mukanya
itu lalu dibunuhnya. Demikianlah, Si Huncwe Maut muncul lagi di dunia kangouw sebagai seorang berusia lima puluh tahun yang amat
lihai. Ditaklukkannya semua jagoan sehingga akhirnya dia
diangkat menjadi datuk nomor satu dan dia berjuluk Lam-ong,
menjadi datuk dari semua bajak dan hidup sebagai raja
sampai sekarang. Kini usianya sudah tujuhpuluh tahun dan
kepandaiannya meningkat makin tinggi dan baru beberapa
tahun saja dia berani lagi terang-terangan menggunakan
huncwe itu sebagai alat merokok dan juga sebagai senjata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak ada seorangpun di antara para pendekar yang dulu
mengejar-neejarnya dan yang sekarang banyak yang sudah
mati, atau kalau masih adapun sudah amat tua, yang mengira
bahwa Lam-ong yang terkenal dan berpengaruh sekali itu
adalah Si Huncwe Maut. Oleh karena itu, dapat dibayangkan betapa kagetnya hati
Lam-ong ketika mendengar kata kata Siangkoan Lojin yang
sebenarnya hanya ngawur saja itu. Dia mengira bahwa
Siangkoan Lojin tentu seorang di antara para pendekar yang
di waktu mudanya dulu pernah beramai ramai mengeroyok
dan mengejarnya. Maki timbullah rasa dendamnya dan karena
kini Siangkoan Lojin hanya sendirian saja, maka dia tidak
merasa jerih lagi. Apa lagi baru seorang diri, biarpun andaikata
semua musuh-musuhnya dahulu kini datang lagi mengeroyoknya, dia tidak akan gentar!
"Sobat, siapakah engkau dan apakah engkau hendak
mewakili muridmu untuk menguji ke pandaian dengan aku?"
Suaranya yang tinggi nyaring seperti suara wanita itu
melengking dan mengandung getaran kuat. Selain dapat
merobah wajahnya, juga Si Huncwe Maut itu telah dapat
merobah suaranya dengan latihan khikang yang amat kuat.
Siangkoan Lojin tersenyum dan matanya berkedip-kedip
seperti mengajak bergurau "Lam-ong, tadi muridku telah
melayani tantangan Lam thian Seng jin yang sombong dan
berakhir dengan kemenangan muridku. Mengapa engkau
masih merasa penasaran dan hendak turun tangan sendiri"
Kalau hanya maaf yang kaubutuhkan, biarlah aku minta maaf
kepadamu ........" Siangkoan Lojin membuat gerakan hendak
berlutut. "Suhu ......!!" bentakan dari Sian Lun ini terdengar
menggeledek karena murid ini benar-benar merasa penasaran
kalau sampai suhunya yang dijunjung tinggi itu berlutut minta
ampun. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siangkoan Lojin terkejut dan menoleh, melihat wajah
muridnya merah sekali dia menjadi tidak tega dan tidak jadi
berlutut. Sementara itu, Lam ong tertawa lirih. "Ha-ha, sobat,
semangatmu kalah besar dengan muridmu. Kau minggirlah
saja kalau gentar, agaknya muridmu memiliki nyali yang lebih
besar dan mungkin kepandaiannya juga sudah melampaui
tingkatmu." "Ah, mana bisa! Muridku sudah menang dan terus terang
saja, dibandingkan dengan engkau orang tua yang lihai,
muridku tentu kalah. Maka biarlah aku mewakilinya mengaku
kalah kepadamu, dan biarlah kami pergi saja dan selanjutnya
di antara kita tidak ada apa-apa lagi. Bagaimana?" Siangkoan
Lojin benar-benar bicara dengan sewajarnya dan dengan
halus, sepenuhnya mengalah sehingga Sian Lun yang
mendengarkan dan melihat hal ini mengerutkan alisnya karena
merasa tidak puas. Lam-ong adalah seorang kakek tua renta yang pada tahun
tahun terakhir ini terlalu tinggi disanjung orang sehingga dia
menjadi lengah dan tidak tahu betapa sikap Siangkoan Lojin


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang sederhana dan mengalah itu sudah membayangkan
watak seorang yang luar biasa sekali. Kalau dia waspada, dia
tentu akan mundur, karena sikap mengalah dari lawan itu saja
Kemelut Blambangan 1 Sepasang Pendekar Kembar Ouw Yang Heng-te Karya Kho Ping Hoo Petualangan Manusia Harimau 6

Cari Blog Ini