Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 11
lemparkan senjatanya. Ah Liong kernbali memberi
perintah. Tetapi kali ini bukan kepada prajurit melainkan
kepada penduduk, "Encek2 sekalian, kumpulkanlah
senjata2 itu." Eh, entah bagaimana penduduk seperti prajurit yang
menurut perintah atasannya. Mereka lakukan permintaan
Ah Liong. Ah Liong suruh kawanan prajurit itu keluar ke halaman
semua dan berdiri berjajar-jajar, "Hayo, kalian lepaskan
pakaian prajurit kalian semua!"
Prajurit itu saling berpandangan satu sama lain, "Eh, tak
mau ya" Kalau begitu, kopralmu akan kusembelih . . " dia
terus mengambil pedang, Melihat itu terpaksa kawanan prajurit itu menurut, "Baju
dalam juga harus dibuka!" .
"Tetapi . . .. " baru seorang prajurit hendak membantah,
Ah Liong sudah membentak, "Apa minta kopralmu
kusembelih, ya?" Prajurit itu terpaksa menurut lagi.
"Encek2 sekalian," seru Ah Liong kepada penduduk,
"ikat tangan mereka!"
Bermula para penduduk itu jeri tetapi dengan lagak
seperti seorang jendera!, Ah Liong berseru, "Jangan takut,
mereka takkan berani melawan!"
Akhirnya para pendudukpun menurut. Dan ternyata
prajurit Ceng yang berjumlah duapuluh orang itu diikat
tangannya oleh penduduk. "Ambil gunting dan pentung!" perintah Ah Liong.
"Lho, buat apa engkoh kecil'?" tanya seorang penduduk.
"Nanti tahu sendiri!" kata Ah Liong.
Ah Liong minta disediakan lima buah pentung kayu.
Setelah barang itu disediakan dia memanggil sepuluh
penduduk, "Yang lima pegang pentung itu. Dan yang lima
ambillah gunting." Walaupun tak tahu apa yang dikehendak Ah Liong,
penduduk itu menurut saja, Sedang kawanan prajurit Ceng
dag-dig-dug tak keruan rasa hatinya.
"Kalau bajingan cilik itu hendak memburu kita, daripada
mati konyol, lebih baik kita rnelawan saja," bisik beberapa
prajurit kepada kawannya.
"Encek2 yang pegang gunting sekarang cukurlah rambut
mereka. Sedang yang pegang pentung, jagalah dibelakang
mereka. Setiap prajurit dijaga seorang. Kalau prajurit itu
sampai berani membangkang, kemplang saja kepalanya
dengan pentung kayu itu. biar kapok !" Keruan saja prajurit itu tak dapat berkutik. Berani bergerak, pentung yang dibelakang kepala mereka tertu akan jatuh di gundulnya. Mereka membiarkan saja dirinya dibuat bulan- bulanan oleh rakyat yang taat akan
perintah Ah Liong. Tak berapa lama mereka rasakan kepalanya silir sekali.
Ah, jika tadi masih berupa duapuluh orang prajurit yang
keren saat itu berobah menjadi duapuluh paderi gundul
yang hanya pakai celana dalam.
Kopral itupun tak luput dari sasaran. Dia juga digunduli
rambutnya dan pakaiannyapun dilucuti.
"Nah, sekarang kalian boleh pergi," seru Huru Hara,
"Ingat, begitulah resikonya kalau orang Han mau menjadi
prajurit Ceng. Rakyat tentu akan memusuhi. Kalau kalian
berani kembali kepada kesatuan kalian, celaka, kalian tentu
akan dihukum ...." Kawanan prajurit itu tak menghiraukan ocehan Huru
Hara. Pokok, mereka harus menyelamatkan diri dulu.
Mereka lari seperti dikejar setan.
Penduduk desa amat gembira sekali menyaksikan
peristiwa itu. Mereka tak habis gelinya. Sampai ada
perutnya yang kejang. "Hohan," tiba2 kepala desa, orang yang sudah setengah
tua berkata kepada Huru Hara, "terima kasih atas
pertolongan hohan untuk mengusir kawanan prajurit Ceng
itu" "Ah, tak perlu paman mengucap begitu," kata Huru
Hara, "adalah sudah menjadi kewajiban setiap rakyat Han
untuk membasmi orang Boan yang hendak menjajah negeri
kita." "Benar, hohan," kata kepala desa, "tetapi apabila hohan
pergi dan mereka datang lagi dengan membawa pasukan
yang lebih besar untuk menghukum kami, bukankah
penduduk disini akan celaka semua ?"
"Tadi aku sudah mengatakan mereka bahwa aku berasal
dari lain desa kebetulan lewat sini. Dan katakan saja kepada
mereka kalau penduduk disini terpaksa malakukan
perintahku karena takut. Biarlah segala resiko, timpahkan
saja kepadaku," kata Huru Hara.
"Itu memang benar." kata kepala desa, "tetapi kurasa
mereka adalah prajurit2 yang tak menghiraukan segala
keterangan. Mereka tentu akan melampiaskan
kemarahannya kepada kami."
"Lalu bagaimuna maksud, paman ?" tanya Huru Hara.
"Sudah terlanjur basah, kita harus mandi sekalian," kata
kepala desa, "karena sudah terlanjur menghina kawanan
prajurit Ceng itu biarlah kita melawan mereka sekali!"
"Ya," kata Huru Hara, "'memang kalau seluruh rakyat
mernpunyai pendirian seperti paman kita pasti dapat
menghalau orang Ceng. Tetapi paman sudah tua dan
penduduk disinipun sudah biasa hidup sebagai petani,
berumah tangga dan beranak isteri. Bagaimana tahan
menderita kehidupan sebagai lasykar yang harus
menghadapi peperangan besar ini. Apakah tidak kasihan
terhadap wanita dan anak2 kecil di desa ini ?"
Kepala desa itu menghela napas, "Hati dan pikiran
memang sering berbeda. Tetapi apa boleh buat. Ada sebuah
kata2 mutiara yang mengatakan 'jar basuki mawa beya,
artinya Setiap kebahagian tentu harus ada pengorbanan.
Tanpa pengorbanan, kebahagiaan itu takkan datang.
Karena kebahagiaan itu tidak mencurah dari langit tetapi
harus kita ciptakan dengan usaha dan tenaga kita sendiri."
Huru Hara terkesiap. Ternyata jiwa ksatrya, semangat
cinta pada negara itu, tidak hanya terdapat di kota2 besar,
di kerajaan, pun di desa yang kecil juga terdapat.
"Tetapi sebelum bertindak, kuharap paman, suka
memikirkan lebih jauh," katanya.
'Sudah kupikirkan, hohan," kata kepala desa itu, "akan
kuajak seluruh penduduk desa ikut kepada hohan."
"Hah?" Huru Hara terbelalak kaget, "ikut aku?"
"Ya," sahut kepala desa dengan mantap, kami rela dan
taat ikut pada hohan."
"Aduh," Huru Hara berteriak tertahan, "bagaimana sih
ini. Aku hanya seorang kelana yang tak punya tempat
tinggal tertentu. Bahkan saat ini aku masih menjadi seorang
tawanan . . . . " "Lho, hohan ini seorang tawanan" Siapa yang berani
menawan hohan?" kata kepala desa itu dengan
memberingas, "kami seluruh penduduk desa, besar kecil,
tua muda, lelaki perempuan, akan menghancurkan orang
yang berani menawan hohan itu."
"Terima kasih, paman," kata Huru Hara, mernang benar
kami saat ini masih menjadi tawanan. Tetapi harap paman
jangan kuatir, aku dapat mengatasi sendiri."
"Tuh, dengar tidak, cici," bisik Ah Liong kepada Ah Lan
yang kebetulan berdiri disebelahnya, "kalau mereka tahu
cici yang menawan engkohku, penduduk desa disini tentu
akan marah." Ah Lan tersipu-sipu merah mukanya. "Paman," tiba2 Ah
Lian gadis yang bertubuh tinggi semampai berseru, "yang
menawan pemuda ini adalah himpunan kami Hong-li-hoa
atas permintaan dari Barisan Suka Rela yang mengatakan
bahwa pemuda ini adalah seorang penghianat. Dia pernah
menolong pemimpin pasukan Ceng bernama kolonel Totay
dari serbuan barisan Suka Rela itu."
"Tidak mungkin !" tiba2 terdengar bebera penduduk
serempak berseru, "kami lihat dengan mata kepala sendiri
tadi, bagaimana hohan ini telah mernusuhi prajurit Ceng."
"Ya, benar, rasanya itu hanya fitnah," kata kepala desa,
"mengapa nona percaya?"
Ah Lian gelagapan menangkis, "Kami juga tak tahu
persoalan itu. Tetapi kami hanya melakukan permintaan
dari pimpinan Barisan Suka Rela."
"Ah, tidak bisa," kata kepala desa itu pula "pemimpin tak
boleh membawa kemauannya sendiri saja. Harus
mendengar suara rakyat yang dipimpin, maupun rakyat
biasa. "Ah, tak apa paman," kata Huru Hara, "aku dapat
memberi pertanggungan jawab kepada pimpinan Barisan
Suka Rela itu." "Baiklah." kata kepala desa, "tetapi hohan tak perlu
kuatir. Kalau pimpinan Barisan Suka Rela tetap kukuh pada
anggapannya sendiri dan menganggap hohan sebagai
penghianat, kami penduduk desa Siau-koan disini akan
memberontak kepada mereka !"
"Kawan2, mari kita ikut hohan ini menghadap Barisan
Suka Rela," teriak seorang penduduk.
"Setuju !" sambut penduduk yang lain. "Kalau perlu kita
bentuk barisan sendiri" teriak seorang penduduk lagi.
"Kalau mau membentuk barisan," tiba2 Ah Liong
menyelutuk, "kasih saja nama Barisan Haru Hara."
"Lho, apa-apaan pakai nama begitu ?"
"Nama engkohku Hok itu adalah Huru Hara?"
"0, begitu " Bagus, bagus! Saat ini juga kita bentuk
Barisan Huru Hara," teriak penduduk dengan serempak.
"Siapa pimpinannya ?" tanya Ah Liong.
"Hohan itu !" "Dia engkohku. Kalau dia menjadi pimpinan, encek2
pun harus mengangkat aku sebagai jenderal cilik."
Tertawalah sekalian orang mendengar kata2 anak
kuncung itu. "Paman," kata Huru Hara kepada kepala desa, "aku
gembira sekali atas semangat dari penduduk desa. Tetapi
hati boleh panas kepala harus dingin. Untuk membentuk
barisan, tidak boleh secara acak-acakan dalam sekejab mata
terus jadi." "Benar," kata kepala desa, "lalu bagaimana maksud
hohan ?" "Begini," kata Huru Hara. "paman dan sekalian
penduduk tetap tinggal disini dulu. Kalau memang mau
membentuk barisan, latihlah dulu penduduk. Yang penting
untuk menjaga keamanan desa dulu dari serangan prajurit
Ceng. Tetapi ?""."
"Tetapi bagaimana, hohan?"
"Ah, prajurit2 Ceng itu memiliki persenjataan lengkap
dan ganas. Mereka tentu akan menghancurkan dan
membunuh tanpa ampun apabila penduduk berani
melawan. Maka dari itu kurasa, lebih baik, paman sekalian
menyingkir ke hutan di pegunungan yang sunyi. Agar
jangan sampai dapat dikejar mereka. Nah, ditempat itulah
paman sekalian boleh berlatih dan menjalankan gerakan
untuk menghancurkan mereka."
"Bagus," teriak kepala desa, kemudian bertanya kepada
sekalian penduduk bagaimana mereka.
"Setuju! Kami setuju untuk tinggalkan desa ini. Lebih
baik hidup di alam pegunungan yang bebas daripada harus
menjadi budak yang melayani orang Boan!" teriak sekalian
penduduk. Kepala desa mengatakan bahwa tidak jauh dari desa itu
terdapat sebuah lembah. Mereka akan menuju dan menetap
di lembah itu. "Baik, paman. Aku hendak melanjutkan jalanan dulu.
Setelah urusanku selesai aku akan datang ke lembah itu,"
kata Huru Hara. Demikian setelah selesai, Huru Hara mengajak Ah Liong
dan kedua gadis itu melanjutkan perjalanan lagi.
"Lian suci," .kata Ah Lan yang berjalan seiring dengan
Ah Lian di belakang Huru Hara, "kurasa lebih baik kita tak
mengantarkan pemuda ini ke tempat Barisan Suka Rela."
"Mengapa?" Ah I.ian heran.
"Bukankah suci sudah menyaksikan sendiri bagaimana
sikapnya terhadap prajurit2 Ceng di desa tadi?"
"O, engkau anggap dia bukan seorang penghianat?"
"Apakah suci tidak menganggap begitu juga?" balas Ah
Lan. "Ah, soal itu kita tak tahu. Kita hanya melakukan
perintah toa-suci saja, Ah Lan."
"Benar," kata Ah Lan, "tetapi kita juga harus berani
mengatakan yang hitam itu hitam dan yang putih itu putih;"
"Maksudmu kita bebaskan dia?"
"Mengapa kita harus membikin susah seorang yang tidak
bcrsalah dan bahkan dia jelas seorang pendekar yang
menentang orang Beng. Bukankah pendiriannya itu sama
dengan tujuan kita?"
"Tetapi janganlah kita buru2 menarik kesimpulan dulu.
Siapa tahu kalau dia pura-pura bertindak begitu agar kita
terpengaruh." "Tidak, suci, kurasa dia seorang jujur. Tak mungkin dia
mau bersikap pura2."
"Ah Lan," tiba2 Ah Lian berbisik-bisik "mengapa engkau
ngotot hendak membelanya ada rasa, ya ?"
"Suci, jangan bilang begitu," Ah Lan tersipu2 malu, "kita
ini kan bunga hutan yang sudah tak berharga lagi." "
Berkata sampai disitu suara Ah Lan kedengaran terharu.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Cici Lan, mengapa engkau hendak menangis ?" tiba2
pula Ah Liong berpaling, "apakah cici itu mengatai engkau
yang tidak patut ?" "Adik kecil...."
"Katakanlah," seru Ah Liong, "kalau dia berani mengatangatai
cici, terpaksa akan kuhajar."
"Eh, anak kecil berani sama orang yang lebih besar ?"
seru Ah Lan yang mau dihajar.
"Siapa yang salah harus dihajar, tak peduli besar atau
kecil. Kalau aku salah, kepalaku boleh eagkau kemplang,
aku tak marah," sahut Ah Liong, "tetapi kalau engkau yang
salah, engkaupun harus dihajar."
"Tetapi aku merasa tak berkata apa2," bantah Ah Lian.
"Bohong !" teriak Ah Liong, "kudengar kalian tadi bicara
kasak kusuk. Kalau bukan engkau siapa lagi yang menyakiti
hati cici Lan ?" "Lho, kalau engkau menganggap Ah Lan itu apakah aku
bukan cicimu?" tanya Ah Lian.
"Nanti dulu" kata Ah Liong, "aku tak mau mengaku cici
kepada sembarang orang sebelum ku tahu dia benar2
berhati baik." "Apakah aku berhati baik ?"
"Jangan pura2 berlagak bodoh," kata Ah Liong,
"bukankah engkau yang ngotot hendak tetap mengantarkan
engkohku kepada barisan Suka Rela" Bukankah engkau
yang masih tak percaya pada engkohku " Huh ..... "
"Adik kecil, aku hanya melakukan perintah dari
pimpinanku saja." "Pimpinan itu manusia atau setan ?"
"Tentu saja manusia."
"Kalau manusia tentu punya pikiran. Masakan
semaunya sendiri saja menuduh engkohku sebagai
penghianat. Nanti didepan pemimpin Suka Rela, kalau dia
masih tetap hendak menghukum engkohku, aku tentu akan
mengajak berkelahi. Sekarang saja boleh dimulai, kalau
engkau juga menganggap engkohku seorang penghianat,
hayo kita berkelahi !"
"Ah Liong, jangan," cegah Huru Hara.
"Tidak engkoh Hok," bantah Ah Liong yang memanggil
Huru Hara dengan sebutan engkoh Hok, "dia memang
kurang menyenangkan. Tidak seperti cici Lan. Buktinya
tadi waktu di pesta, masa dia mau dicipok kopral Ceng itu.
Sebaliknya kuperhatikan cici Lan selalu menghindar kalau
kopral itu hendak mencipoknya."
Sudah tentu malu sekali Ah Lian dikatakan begitu.
Serentak dia berteriak, "Anak kecil, jangan keliwat kurang
ajar. Apa engkau kira aku tak berani menghajarmu?"
"Jangan cici Lian," kata Ah Lan, "jangan meladeni dia.
Dia masih kecil." "Lho, engkau mau membelanya ya?"
"Kalau mau membela, engkau mau apa"' teriak Ah
Liong. "Sudahlah Ah Liong, jangan banyak bicara!' bentak Huru
Hara, "nona, silakan engkau melakukan perintah atasanmu.
Aku memang mencari pamanku yang ditawan Barisan Suka
Rela itu. Dia tak bersalah. Kalau pamanku sampai
dihukum, hm, akupun takkan bersikap sungkan lagi kepada
mereka." "Benar, engkoh," teriak Ah Liong, "mentang2. mereka
itu barisan Suka Rela. Kita juga punya Barisan Huru Hara.
Engkoh pemimpinnya dan aku jenderal kecilnya. Kalau
mereka berani menghukum paman engkoh, kita obrak-abrik
saja mereka!" Mereka menuju ke utara. Beberapa hari kemudian
setelah tak mengalami peristiwa apa2, tiba-tiba pada hari itu
mereka melihat hal yang memaksa mereka harus turun
tangan. Itu waktu mereka tiba di kaki sebuah gunung yang
menurut keterangan penduduk adalah gunung Lo-san di
propinsi Shoatang. Tiba2 mereka mendengar suara dering
senjata orang bertempur. Huru Hara cepat lari menghampiri. Ternyata di tengah
jalan yang sepi, tampak seorang pemuda berkuda sedang
bertempur melawan dua orang lelaki yang mengenakan
topeng. Pemuda itu cukup gagah walaupun harus melawan dua
musuh. Tetapi kedua lelaki bertopeng itu rupanya amat
ganas sekali. Pelahan-lahan pemuda itu mulai terdesak dan
pada saat Huru Hara muncul, dia sedang kewalahan dan
terancam bahaya. "Berhenti!" teriak Huru Hara seraya lari menghampiri.
Pemuda berkuda itu berwajah bersih dan jujur. Dia
terkejut dan berpaling. Cret . . . bahunya tertusuk pedang
salah seorang bertopeng sehingga lengan bajunya
berlumuran darah merah. "Bangsat, engkau tak mengindahkan peringatanku,"
Huru Hara loncat rnenghantam orang itu.
Orang itu menyongsong dengan babatkar pedangnya ke
tangan Huru Hara. Tetapi Huru Hara juga cepat menarik
tangan. Namun sebelum sempat digerakkan lagi, pedang
orang bertopeng itupun sudah mernbabat kakinya. Memang
cepat, dahsyat dan berbahaya sekali serangan orang itu.
Tetapi bukan kepalang kejutnya ketika tiba-tiba kaki
Huru Hara mencelat ke atas dan menghilang. Ia cepat
berputar tubuh. Ah, ternyata Huru Hara memang sudah
berada di belakangnya. Dan saat itu tangan Huru Harapun
sudah menghunus batang pedang pandak dan tumpul.
"Bagus, engkau juga pandai bermain pedan seru lelaki
bertopeng itu. Dia segera menaburl pedangnya sehingga
Huru Hara seperti dilanda oleh curahan beratus percik sinar
putih. Melihat itu Huru Harapun menirukan. Dan memutar
pedang magnitnya dengan deras. Orang itu terkejut sekali
ketika menyaksikan permainan pedang Huru Hara. Dia
belum pernah melihat pedang semacam itu. Kalau menilik
gerakannya bukan seperti ilmupedang tetapi lebih
menyerupai gerak awut-awutan. Tetapi kalau menilik
kecepatannya seperti badai, jelas dia tentu orang persilatan.
Karena tak mungkin orang yang tak memiliki ilinu tenagadalam
sedemikian saktinya mampu memainkan pedang
yang sedemikian dahsyat. Pikir orang bertopeng itu. Dia
benar2 terkejut dan heran. Terkejut karena gerak pedang
yang dimainkannya. Heran karena dia tak mengerti
ilmupedang apakah yang dimiliki lawannya,
Dan yang lebih mengejutkan hati orang itu adalah
beberapa saat kemudian, ia rasakan tenaga dalamnya tak
beres, pedangnya seperti disedot oleh pedang lawan.
Walaupun dia berusaha mangerahkan seluruh tenagadalamnya
hingga sampai kepalanya mandi keringat tapi
akhirnya pedangnya itu makin mendekat dan akhirnya
melekat pada pedang lawan.
"Uh . . . , " mulut lelaki bertopeng itu mendesis kejut
karena iapun terbawa berputar-putar oleh pedang lawan.
Terpaksa ia lepaskan pedangnya, tetapi karena tubuhnya
terlanjur dibawa berputar-putar, waktu melepaskan diri, dia
sempoyongan seperti orang mabuk dan akhirnya jatuh
terduduk ditanah. Dia pejamkan mata berusaha untuk
menenangkan kepalanya yang pusing tujuh keliling dan
darahnya bergolak keras. "Hai, engkau, jangan mengganas!" teriak Huru Hara
yang secepat kilat sudah loncat untuk menyerang orang
bertopeng kedua yang menusuk pemuda tadi.
Orang bertopeng itu menangkis dengan pedangnya, tring
. . . . dia rnendesuh kaget karena pedangnyapun melekat
pada pedang lawan. Maka dia berusaha untuk
mengerahkan tenaga, makin dia tak dapat menarik
pedangnya. Buru2 dia lepaskan pedangnya dan terus lari.
"Hai, mau lari kemana engkau!" Ah Liong seraya
mengejar. Huru Hara tak mau mencegahnya karena ia perlu
menolong pemuda yang terluka itu. Ternyata Ah Lan sudah
memeriksa bahu pemuda yang terkena tusukan pedang itu.
Lukanya sih tidak seberapa parah tetapi mengapa pemuda
itu tampak pucat dan napasnya mulai terengah-engah"
"Kenapa lukanya?" tanya Huru Hara.
"Lihatlah," kata Ah Lan sernbati rnerobek lengan baju
pemuda itu untuk memperlihatkan lukanya, "disekitar
lukanya sudah membiru, begitu pula darahnya juga merah
tua warnanya." "Dan?" "Kukira pedang orang bertopeng itu beracun, kalau
hanya pedang biasa tak mungkin begini," kata Ah Lan.
"Kita harus cepat menolongnya," kata Huru Hara.
"Ya, tetapi aku hanya membawa obat untuk luka
biasa.......". kata Ah Lan.
Huru Hama merogoh bajunya dan memberi sebutir pil,
suruh Ah Lan masukkan ke mulut pemuda yang sudah
mulai tak sadatkan diri ini. Beberapa saat.kemudian wajah
pemuda itu tampak bercahaya merah dan diapun dapat
membuka mata. "0, apakah aku sudah berada di akhirat ?" anyanya
seraya berdiri. "Belum," kata Ah Lan, "engkau masih hidup."
"Bukankah tadi aku terkena tusukan pedang dari orang
bertopeng ..... " pemuda itu memandang ke bahunya.
Ternyata bahunya sudah dibalut dengan kain putih.
"Siapakah nona ini ?" tanyanya.
"Aku kebetulan lalu disini dan melihat engkau berkelahi.
Engkau tertusuk pedang dan rubuh. Engkau pingsan karena
pedang orang bertopeng itu mengandung racun."
"0, apakah nona yang telah menolong jiwa ku?" serta
merta pemuda itu terus menjurah menghaturkan terima
kasih. " Tunggu," Ah Lan gopoh memberi keterangan bahwa
yang menolong pemuda itu adalah Huru Hara.
"Oh, terima kasih loheng (saudara)," kata pemuda itu
seraya menghadap kearah Huru Hara dan menjurah.
"Jangan," cegah Huru Hara, "sudah sewajib saya
manusia itu tolong menolong. Siapakah saudara ini " Dan
mengapa saudara bakelahi dengan dua orarg bertopeng ?"
"Aku bernama Bok Kian. Aku sedang melakukan
perintah dari pamanku untuk menghubungi jenderal Lau
Cek Cong dt Ik-koan...."
"0. siapakah paman saudara ?" Huru Hara terkejut.
"Pamanku bernama Su Go Hwat,"
"Oh, Su Go Hwat mentri pertahanan kerajaan Bang itu
?" Bok Kian mengangguk. "Ah, jika begitu kebetulan sekali," kata Huru Hara, "aku
pernah bertemu dengan Su tayjin di kota Yan-ciu. Tetapi itu
waktu saudara Bok tidak tampak."
"Memang," kata Bok Kian, "aku selalu mundar mandir
ke beberapa daerah. Paman Su menugaskan aku menjadi
penghubung diantara paman dengan jenderal2 yang berada
di daerah-daerah. Seperti halnya kali ini aku harus
menghadap jenderal Lau Ceng Co di Ik-koan. Dan ketika
tiba di tempat ini, tiba2 aku dihadang oleh orang bertopeng
tadi. "Siapakah mereka ?" tanya Huru Hara.
"Aku sendiri juga tak tahu Mereka tak mau rnengaku
melainkan hanya suruh aku menyerahkan diri hendak
dibunuhnya." 'Pada saat negeri sedang dalam keadaan perang seperti
dewasa ini," kata Huru Hara "memang banyak
bermunculan kawanan pengacau dan begal."
"Benar." sahut Bok Kian, "tetapi kedua lelaki bertopeng
itu tidak meminta barang kepadaku, melainkan meminta
kepalaku. Dan kalau menilik ilmu kepandaiannya jelas
mereka bukan bangsa begal tetapi orang persilatan yang
berilmu tinggi." "Ya, benar," kata Huru Hara. Tiba2 dia teringat,"
serunya, "yang satu masih kita tawan, tuh dia masih duduk
pejamkan mata." Huru Hara terus menghampiri, "Hai, engkau, bangun !"
serunya. Tetapi orang itu diam saja.
Waktu Huru Hara hendak enghampiri untuk membuka
topengnya, tiba2 Ah Liong mendatangi.
"Bagaimana orang itu ?" tegar Huru Hara. "Wah, celaka
engkoh," seru anak kuncung itu.
"Celaka bagaimana ?"
"Karena ketakutan kukejar, dia tergelincir masuk
kedalam jurang yang curam."
"Mati?" "Tak berkutik lagi."
"Hm, tak apa. dia memang pantas menerima hukuman
begitu. Sekarang cobalah engkau buka topeng orang itu."
Ah Liong melakukan perintah. Ketika topeng dibuka
ternyata orang itu berwajah brewok, berumur hampir
empatpuluh tahun. "Hai, mengapa dia masih meram saja ?" seru Huru Hara.
"Ya, benar," kata Ah Liong, "hai, orang brewok, hayo
bangunlah, hari sudah pagi dan lekas gosok gigi !"
Bok Kian terlongong mendengar ocehan anak kuncung
yang belum dikenalnya itu.
Tetapi orang brewok itu tetap diam dan meram.
"Lho, mengapa engkau begitu malas suka molor saja ?"
teriak Ah Liong, "hayo bangun !"
Tetapi orang brewok itu tetap diam.
Akhirnya karena tak sabar, Ah Liong terus ulurkan
tangan dan membuka kelopak mata orang itu, "Hus,
mengapa deliki mata kepadaku !"
Waktu tangannya dilepas, kelopak mata oran itu
rnengatup lagi, "Lho, setan brewok, engka ini malas sekali
," dia terus membuka lagi kelopak mata yang satunya dari
orang itu. Kemudian ditiup dengan mulutnya. "huff, huff.'
"Eh mengapa matamu menteleng (mendelik) saja tidak
berkedip !" teriak Ah Liong.
Ah Lin terkejut dan minta Ah Liong lepaskan
tangannya, "Coba kuperiksanya. Dia memegang tangan
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang itu dan memeriksa denyut nadinya, "Ah ......... dia
sudah tak bernyawa lagi,"
"Aneh," Huru Hara heran, "aku tak memukulnya sama
sekali. Dia hanya ikut terputar-putar dengan pedangku."
Sekalian orang juga terkejut dan tak tahu penyebab
kematian orang itu. Memang mereka melihat bagaimana
tadi Huru Hara memutar pedangnya dan orang itu terseret
ikut berputar-putar. Sebenarnya kematian orang bertopeng itu tak lain karena
urat2 jantungnya putus akibat tenaga sakti Ji-ih-sin-kang
yang memancar dari tangan Huru Hara. Ji-ih sin-kang atau
tenaga sakti yang dapat digerakkan menurut kehendak hati
memang luar biasa. Makin lawan menggunakan tenaga
untuk menolaknya, makin keraslah tenaga tolak (mental )
yang akan dideritanya. Agar pembaca tidak hingung dari mana Huru Hara dapat
memiliki tenaga Ji-ih-sin- kang- itu, pembaca membaca
cersil Pendekar Blo"on, tentu jelas. Tetapi andaikata
pembaca tak sempat membaca cerita itu, dapat kami
tuturkan disini secara singkat saja tentang kisah Pendekar
Blo"on waktu mendapatkan tenaga-sakti yang luar biasa itu.
Demikian: Pendekar Huru Hara yang sekarang ini tak lain adalah
Kim Yu Yong, putera pendekar besar Kim Thian Cong
yang diangkat orang sebagai pemimpin dunia persilatan.
Kim Yu Yong itu lebih terkenal dengan sebutan Kim
Blo`on Dia tak mau belajar silat sehingga ayahnya jengkel.
Malah pada suatu hari Blo"on minggat dan berkelana.
Ada seorang paderi Thian Tiok (India) yang pernah
dikalahkan Kim Thian Cong, hendak cari balas. Tetapi
karena Kim Thian Cong sudah meninggal maka paderi
India itu lalu menumpahkan pembalasannya kepada
Blo`on. Blo"on dijadikan pemuda yang hilang pikirannya.
Dalam kelananya, Blo"on mendapatkan dua orang kakek
aneh yaitu kakek Lo Kun dan kakek Kerbau Putih, yang
juga kakek2 linglung semua. Pada suatu hari Blo"on dan
kedua kakek itu menolong nelayan yang anak gadisnya
hendak diambil isteri oleh kepala perampok dari Hong-ho
(Sungai Kuning ). Blo"on suruh Liok Sian Li, sumoaynya,
menjadi mempelai perempuan menggantikan anak gadis
pak nelayan itu. Waktu dibawa dengan perahu, perahunya
terbalik. Blo"on Sian-li jatuh kedalam muara dan dengan
kemukjijatan alam, keduanya telah terseret masuk ke dalam
laut. Disitu terdapat sebuah kerajaan. Blo"on ternyata
disedot oleh mulut seekor kuda laut lalu dimuntahkan dan
masuk kedalam perut seekor naga yang sudah berumur
ratusan tahun. Di dalam perut naga itu Blo"on telah
mernakan hati ular itu, hingga ular mati. Ular itu adalah
penjaga kerajaan laut yang dihuni oleh seorang mentri
kerajaan Lam Song. Dia seorang mentri setya. Dia
membawa putera mahkota lari dengan kapal tetapi karena
dikepung musuh akhirnya ia mencebur kedalam laut
bersama putera mahkota itu.
Keajaiban alam, kemujijatan Tuhan. Mentri itu tidak
mati tetapi putera mahkota mati. Dia tenggelam dan
tersedot masuk kedalam sebuah gua karang dari sebuah
gunung didalam laut. Mentri itu memelihara berbagai
binatang untuk menjaga keratonnya. Naga yang menyedot
Blo"on itu disebut panglima Ceng-liong (Naga Hijau).
Blo"on masih mengalami peristiwa yang gaib. Waktu
berada dalam gua keraton dibawah laut, Blo"on bertemu
dengan seekor binatang yang menyerupai ki-lin atau warak.
Rupanya binatang itu juga salah satu dari penunggu
kerajaan dibawah laut. Blo"on berkelahi dengan ki-lin itu
dan secara tidak disangaja telah menggigit dan menghisap
darah binatang itu. Dengan demikian dia makin mendapat
tenaga sakti yang tiada taranya. Dia memiliki apa yang
disebut Ji-ih sin-kang, tenaga-sakti yang digerakkan
menurut kernauan hatinya.
Dia tak mengerti hal itu. Dan tak mengerti bagaimana
harus menyalurkan tenaga-sakti itu, Tetapi setiap kali dia
marah atau ingin mengeluarkan tenaga, misalnya waktu
bertempur atau diserang lawan, begitu hatinya ingin
bergerak maka tenaga-sakti Ji-ih-sin-kang itupun segera
rnemancar keluar. Punya tapi tak punya. Tak punya tapi punya.
Demikianlah keadaan Blo"on. Sepintas memang bisa
dianggap mustahil atau terlalu khayal. Tetapi di dunia ini,
segala keajaiban bisa terjadi. Justeru seorang anak yang tak
suka belajar silat malah mendapat penemuan yang luar
biasa gaibnya. Andaikata dia mengerti bagaimana
menyalurkan tenaga-dalam tentulah dia akan menjadi sakti
sekali. Tetapi disitulah letak keajaiban alam. Kalau dia
senang belajar silat dan dapat menyalurkan tenaga-dalam,
mungkin dia takkan mendapat berkah penemuan yang ajaib
itu . . . . Demikian sekilas kisah ringkas dari perjalanan Pendekar
Blo"on waktu mendapatkan tenaga sakti itu. Maka dengan
panjelasan ini mudah-mudahan pembaca tak bingung
mengapa pendekar Huru Hara yang tak lain adalah
penjelmaan dari Kim Blo"on, mampu menghadapi jago-jago
silat yang sakti. Dengan mengontang-antingkan tubuh
orang bertopeng itu, dapatlah tenaga-saktinya menyebabkan
urat-urat jantung orang itu putus.
Pil yang di minurnkan kepada Bok Kian itu juga salah
satu penemuan Blo"on ketika kesasar masuk kedalam laut,
yaitu buah som yang berumur ratusan tahun. Khasiatnya
selain dapat menambah tenaga dalam, juga dapat
memunahkan segala macam racun.
"Sialan, makanya kupentang matanya, lalu meram lagi,
ternyata dia sudah koit ..... ," seru Ah Liong.
Bok Kian melongo. Ah Lan juga, "Apa sih koit itu ?"
"Ko-it artinya tamat nyawanya."
"Eh, Ah Liong, dari mana engkau memperoleh istilah2
yang aneh2 itu?" "Dari nenek." kata Ah Liong lalu menuding Bok Kian,
"Lho, bukankah engkoh ini tadi juga hampir ko-it "
Mengapa sekarang sudah sembuh ?"
Bok Kian tertawa. "Siapakah engkau ini adik kecil?"
"Aku adalah adik dari engkoh ini," ia menunjuk Huru
Hara, "dan engkau ?"
"Hus, Ah Liong, jangan kurang sopan. Dia adalah putera
keponakan dari mentri kerajaan Su Go Hwat tayjin," tegur
Huru Hara. "Lho, mengapa tidak di kerajaan " Mengapa kaluyuran
sampai disini ?" Bok Kian tidak marah melainkan tertawa,
"Yang jadi mentri itu adalah pamanku. Aku kan rakyat
kecil seperti engkau. Mengapa tak boleh keluyuran kemanarnana
?" "Bagus, engkoh Bok, kalau begitu aku suka berkawan
dengan engkau," kata Ah Liong.
Bok Kian suka dengan anak itu, demikian pula terhadap
Huru Hara. Huru Hara juga suka kepada pemuda yang
berwajah polos itu. Setelah beromong-omong, merekapun terus melanjutkan
perjalanan lagi. Atas pertanyaan Bok Kian, Huru Hara
mengatakan bahwa dia hendak mencari Barisan Suka Rela.
Karena Bok Kian juga menuju ke utara menemui jenderal
Lau Ce Jing di 1k- koan maka Huru Hara dapat bersamasama
menempuh perjalanan. "Nanti setelah kita mendapat tahu dimana tempat
barisan Suka Rela itu barulah aku berpisah dengan
saudara," kata Huru Hara.
"Engkoh Bok, lihatlah !" tiba2 Ah Liong berteriak seraya
mengunjukkan sebuah benda.
"Apa itu ?" tanya Huru Hara.
"Aku mendapat benda ini dari dalam kantong baju si
brewok," kata Ah Liong seraya menyerahkan benda itu
kepada Huru Hara. "Apakah ini Bok-heng ?" tanya Huru
Hara seraya memberikan benda itu kepada Bok Kian.
"heng", artinya engkoh atau bung. Bok-heng artinya
saudara (bung) Bok. Sudah menjadi adat kebiasaan di
negeri itu, kalau memanggil tentu nama marganya (she)
yang disebut, Bok Kian orang she (marga) Bok, maka
disebut Bok-heng. "Inilah lencana pertandaan .... eh Gi-yong kun !" teriak
Bok Kian setelah mengamati benda itu. Gi- yong-kun yalah
Barisan Suka Rela. "Lho, kalau begitu dia seorang anggauta Barisan Suka
Rela," seru Huru Hara.
Ah Lan menghampiri dan meminta lencana. Sesaat
kemudian dia mengangguk, "Benar, memang inilah lencana
yang dipakai oleh anggauta Gi-yong-kun."
"Apakah setiap anggauta Barisan Suka Rela memakai
pertandaan itu ?" "Kukira tidak. Hanya pimpinannya saja yang memiliki
lencana begini." "Lalu bagaimana untuk tanda pengenal dari seorang
anggauta Barisan Suka Rela itu ?" tanya Huru Hara.
"Lian suci, apakah engkau ingat ?" tanya Ah Lian" pada
Ah Lan, kakak seperguruannya.
"Tidak," sahut Ah Lian dengan dingin. Memang sejak
adu lidah dengan Ah Liong, Ah Lian masih mengkal dan
sepanjang perjalanan diam saja.
"0, aku ingat, ya," tiba2 Ah Lan berkata, "'pada bahu
setiap angauta Barisan Suka Rela tenlu terdapat tatoo huruf
Gi." Ah Liong terus membuka baju si brewok dan memeriksa
bahunya tetapi tak terdapat tanda tatoo apa2.
"Aneh, mengapa anggauta Barisan Suka Rela menyerang
Bok-heng ?" kata Huru Hara.
",Mungkin mereka tak kenal kepadaku," sahut Bok Kian.
"Kalau tak kenal mengapa mereka begitu ngotot hendak
membunuh Bok- heng ?"
"Memang aneh," kata Bok Kian, "entahla aku sendiri
juga tak mengerti." Belum berapa jauh mereka berjalan, tiba-tiba mereka
dihadang oleh berpuluh orang yang bersenjata.
Seorang yang bertubuh kekar dan dada serta tangannya
berbulu lebat, berseru, "Hai, kalian, lekas serahkan diri.
Kalian sudah terkepung !"
Huru Hara terkejut. Berpaling ke kanan, kiri dan
belakang, ia melihat berpuluh orang bersenjata telah
mengepungnya. "Siapakah engkau ?" seru Huru Hara.
"Kami anakbuah Elang Hitam dari gunung Hong-hongsan
sini." "Apa itu Elang Hitam ?"
"Rombongan rakyat yang ditindas kerajaan Beng dan
dikejar-kejar kerajaan Ceng."
"O," desuh Huru Hara, "lalu mengapa kalian hendak
menangkap rombonganku ?"
"Kalian telah membunuh dua orang pimpin kami.
Sekarang kalian harus serahkan diri dan ikut kami
menghadap ketua!" Huru Hara mengiakan. Mereka dibawa keatas gunung
Hong-hong-san dan dihadapkan kepada pimpinan
gerombolan yang bernama Ang Hin bergelar Thiat- jiu-kimkong
atau Malaekat- tangan besi.
"Engkau yang membunuh ji-te dan sam-te kami?"
pemimpin gerombolan gunung Hong-hon--san yang
bertubuh keras dan bertangan kasar itu menegur setelah
beberapa saat memandang Huru Hara dengan tajam.
"Ya," sahut Huru Hara.
"Benar?" Ang Hin menegas lagi karena hampir tak
percaya kalau pemuda yang berdandan nyentrik dan
mernelihara dua buah kuncir di atas telinganya, mampu
mengalahkan ji-te dan sam-te atau adik kedua dan adik
ketiga. "Perlu apa harus bohong?" sahut Huru Hara.
"Mengapa engkau membunuh mereka?"
"Mereka cari mati sendiri!"
"Aku tak mengerti omonganmu!" teriak pemimpin
gerombolan gunung Hong-hong-san itu.
"Mereka mencegat Bok kongcu ini dan hendak
membunuhnya. Untung kebetulan aku lewat kesitu dan
meminta mereka berhenti. Tetapi mereka tak
mengindahkan permintaanku dan malah menyerang aku.
Kalau mereka mati, bukankah mereka sendiri yang cari
mati?" "Siapa Bok kongcu itu?"
"Putera keponakan dari Su Go Hwat tayjin rnenteri
kerajaan Beng." "Aku tidak dibawah kekuasaan raja Beng yang sudah
hampir bobrok itu." "Aneh, kalau tidak mengakui kekuasaan raja Beng,
mengapa kalian mempunyai hubungan dengan Barisan
Suka Rela?" "Ngaco!" bentak Ang Hin, "siapa bilang mempunyai
hubungan dengan Barisan Suka Rela?"
"Ada dua hal," kata Huru Hara, "pertama, mengapa dia
ngotot hendak membunuh Bok kongcu. Kedua, salah
seorang saudaramu itu mempunyai lencana sebagai
anggauta Barisan Suka Rela. Lihatlah buktinya ini," Huru
Hara mengunjuk lencana tadi,
Pimpinan gerornbolan gunung Hong-hong san itu
rnenyambuti dan rnemeriksa, "Hm, aneh mengapa sam-te
mempunyai lencana ini?"
"Mengapa heran" Bukankah kalian mempunyai
hubungan dengan Barisan Suka Rela?"
"Tidak," seru Ah Hin, "kami adalah gerombolan yang
hidup bebas di gunung sini. Setiap orang yang lalu di
daerah gunung ini, entah dia orang Beng atau pasukan
Ceng, tentu akan kucegat dan harus membayar cukai."
"Hm, apakah engkau kira gunung ini milikmu sendiri?"
seru Huru Hara. Ang Hin menggeram, "Sekarang ini negara sedang
perang. Siapa yang memiliki daerah ini belum dapat
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diketahui pasti. Hari ini masih daerah kekuasaan Beng
tetapi besok atau lusa sudah direbut orang, lebih baik
daerah ini menjadi milik kita, rakyat yang membutuhkan
tempat dan makan" "Kedua saudaramu jelas memiliki lencana Barisan Suka
Rela, mereka tentu mempunyai hubungan. Tetapi mengapa
engkau tak tahu" Apakah engkau tak punya hubungan
dengan gerakan Barisan Suka Rela itu?"
"Sudah kukatakan," kata Ang Hin, "kami adalah rakyat
bebas. Kami butuh hidup, persetan kerajaan Beng atau
kerajaan Ceng. Mereka adalah raja2 yang hanya
mementingkan enaknya sendiri saja. Raja Beng kek, raja
Ceng kek, apa kebaikannya untuk kita. Toh kita juga harus
mencangkul sawah sendiri, menanam padi dan memintal
lawe. Semua atas hasil usaha kita, bukan raja yang
memberi. Bahkan kita yang ditarik pajak."
"Engkau benar," sahut Bok Kian, "tetapi sayang
sebenarnya itu untuk engkau sendiri. Andaikata engkau
hidup di pulau kosong, mungkin pendirianmu benar. Tetapi
engkau hidup disebuah negara yang mempunyai
pemerintahan. Negara harus membentuk pasukan untuk
menjaga keselamatan negara dan keamanan, harus
memelihara pegawai untuk mengatur urusan pamerintahan,
harus membangun jalan, jembatan dan hal2 yang
menyangkutkan kepentingan rakyat. Tidakkah semuanya
itu memerlukan beaya". Itulah sebab, maka rakyat harus
bayar pajak. Tidak semua biaya negara itu hanya
tergantung pada pungutan pajak. Pajak hanya. merupakan
salah sebagian kecil dari penghasilan negara."
"Engkau mengatakan tak ada bedanya raja Beng dengan
raja Ceng," kata Bok Kian lebih lanjut, "anggapan itu salah.
Tentu saja ada bedanya. Engkau diperintah oleh raja orang
Han atau bangsamu sendiri dengan diperintah oleh raja
Ceng, lain suku. Sejahat-jahatnya raja Beng tetapi tentu
masih lebih jahat raja Ceng. Dan ketiga kalinya, kalau
semua orang mempunyai pikiran seperti engkau, lha negeri
ini lalu apa jadinya" Semua orang rnenghendaki kebebasan
hendak membentuk gerombolan sendiri2, tidak mau
mengakui kekuasaan kerajaan. Lalu negara ini tidak lagi
merupa suatu negara yang mempunyai pemerintahan
teratur tetapi suatu negara yang terdiri dari gerombolangerombolan!"
"Hm, karena pamanmu menjadi mentri, maka engkau
mati2an hendak membela kerajaan Beng. Tetapi ketahuilah,
karni rakyat kelaparan dan kapiran di gunung Hong-hongsan
ini tak perduli dengan kekuasaan raja lagi. Kami akan
cari kehidupan didaerah yang kami kuasai ini."
"Pamanku memang mentri, tetapi aku bukan. Sekalipun
begitu aku akan menetapi kewajibanku sebagai seorang
rakyat yang harus membela negara dari serangan musuh,
"kata Bok Kian," aku tidak mengganggu kalian tetapi
mengapa kalian hendak mengganggu aku ?"
"Ya, kedua saudaramu itu hendak membunuh Bok-heng
ini. Dan jelas mereka mempunyai hubungan dengan
Barisan Suka Rela. Dengan begitu berarti engkau juga
berjuang untuk membela kerajaan Beng, bukan ?" tanya
Huru Hara. "Tidak !" bantah Ang Bin, "aku tak tahu menahu kalau
ji-te dan sam-te telah mengadakan hubungan dengan fihak
Barisan Suka Rela. Mereka tak pernah memberitahukan hal
itu kepadaku. Dan aku memang tak setuju bergabung
dengau pihak manapun juga."
"Mengapa ?" tegur Huru Hara.
"Hm," dengus Ang Hin, "tuh lihat mereka yang
menamakan diri sebagai Lasykar Tani yang dipimpin Li Cu
Seng itu. Mereka terdiri dari petani tertindas yang kelaparan
sehingga mudah di hasut untuk memberontak. Setelah
berhasil masuk ke kota-raja, eh, Li Cu Seng lalu cari
enaknya sendiri saja, lalu mengangkat diri sebagai raja.
Lasykarnya dihibur dengan kebiasaan boleh merampok
harta dan wanita dari tiap kota yang diduduki. Petani2 yang
bodoh menganggap Li Cu Seng seorang pemimpin yang
jempol sehingga mereka setya sekali dan mengangkat Li Cu
Seng sebagai raja. Pada hal mereka hanya diperalat saja."
"Hm, pandai sekali engkau mengupas kelemahan orang.
Tetapi engkau sendiri " Apakah kau juga tidak memperalat
rakyat yang kelaparan" Bukankah engkau juga menganggap
dirimu sebagai raja di gunung ini ?" tegur Huru Hara
dengan tajam. "Hai, engkau, pendekar kesiangan," teriak Ang Hin
marah, "engkau adalah tawanan menunggu hukuman.
Mengapa tidak minta ampun kebalikannya engkau malah
berani menghina aku "Ang Hin," kata Huru Hara, "aku minta penegasanmu.
Jawablah yang jujur. Engkau mempunyai hubungan dengan
Barisan Suka atau tidak !"
"Tidak !" "Jika demikian, akupun tak mau jadi tawananmu," seru
Huru Hara. "Apa katamu " Tak mau jadi tawanan" Ha, ha, ha .. .."
"Ha, ha, ha ..... " tiba2 terdengar suara orang menirukan
gaya tertawa Ang Hin, "Hus, setau kuncung, engkau berani kurang ajaran
menirukan aku tertawa ?" bentak Ang Hin.
"Ha, ha, ha ... mengapa tak berani tukang pandai!"
'Siapa tukang pandai "'
'Engkau ! Bukankah engkau ini seorang tukang pandaibesi
?" "Bangsat !" teriak Ang Hin, "rangket anak kuncung itu!"
Beberapa anakbuah maju hendak menangkap Ah Liong,
tetapi anak itu berkelebat menghindar dan menyelinap
kebelakang mereka dan menarik celana mereka. Uh, uh
?". kedua anak buah gunung Hong-hong-san itu segera
berjongkok karena tali celananya terlepas. Sebelum mereka
sempat memberesi tali celananya yang putus, tiba2 tubuh
mereka terangkat dan dilemparkan ke meja Ang Hin,
brakkk, geroobrak ..... kedua tabuh anakbuah gunung
Hong- hong- san itu jatuh tertimpa meja sehingga Ang Hin
harus loncat mundur untuk rrenghindar.
Saluruh anakbuah Ang Hin serentak mencabut senjata
dan memberingas. "Ang Hin, kalau aku dan kawan-kawanku melawan,
jelas tentu akan terjadi pertumpahan darah besar. Kasihan
anakbuahmu yang tak berdosa itu. Baiknya begini saja.
Silakan engkau pilih lawan yang mana, aku atau adikku.
Kalau engkau menang, aku akan serahkan diri. Terserah
engkau hendak memberi hukuman apa saja !"
Bok Kian terkejut. Ia memang belum kenal siapa Ah
Liong yang kuncung itu. "Ya, tukang pandai-besi, pilih saja aku yang kecil. Kalau
engkau mampu mengalahkan aku, aku akan ikut engkau !"
seru Ah Liong. Walaupun kheki tetapi Ang Hin malu kalau harus
bertanding melawan Ah Liong. Serentak rnenuding Huru
Hara, "Aku menghendaki engkau yang jadi lawanku !"
"Sialan !" teriak Ah Liong," mengapa engkau tidak
rnemilih aku saja ?"
"Baik," sahut Huru Hara, "tetapi bagaimana kalau
engkau yang kalah?" "Terserah kepadamu !"
"Bagus," seru Huru Hara, "hanya engkai boleh
menyerang dulu Ang Hin bergelar Thia-jiu-kam-kong atau Malaekatbertanganbesi, Tinjunya memang sekeras besi dan
tenaganya benar2 seperti raksasa. juga memiliki ilmusilat
yang tinggi. "Lihat serangan !" seru Ang Hin yang segera menyerang
dengan tinju rnengarah ke dada Huru Hara.
Huru Hara tidak menghindar melainkan menyambar
pergelangan tangan orang. Aug Hin terkejut. Dia hendak
menggeliatkan tangannya menghindar tetapi kalah cepat.
Gerak sambaran Huru Hara itu cepatnya bukan alang
kepalang. Ang Hin terkejut ketika pergelangan tangan
dicengkeram. Ia berusaha untuk kerahkan tenaga dan
meronta. Tetapi akibatnya malah runyam. Ia rasakan tulang
ruas pergelangan tangannya seperti putus, sakitnya bukan
kepalang sehingga dahinya bercucuran keringat.
Tiba2 Huru Hara lepaskan cekalannya, "Terserah engkau
sudah mengaku kalah atau belum!"
"Hem," desuh Ang Hin. Dia kekhi sekali. Dia yang
menyandang gelar Thiat jiu-kim-kong Malaekat-tanganbesi,
dalam satu gebrak saja sudah dapat dikuasai lawan.
Merah mukanya. "Ang Hin, rupanya engkau rnasih belum puas bukan"
Silakan engkau menyerang lagi," seru Huru Hara.
"Ambilkan senjataku!" teriak Ang Hin. Seorang
anakbuahnya segera lari memberikan sepasang senjata
Thong jin atau orang2an tembaga. Senjata jin atau orangorangan
tembaga. Senjata itu berbentuk seperti orang yang
kedua tangannya bersidekap di dada, besarnya seperti bayi,
panjang satu meter. Terbuat dari besi tembaga yang keras.
Beratnya tiap senjata, tak kurang dari lima puluh kati.
Huru Hara mencabut pedang Tanduk-kerbau. Pikirnya
kalau menggunakan pedang ini, aku dapat membereskan
pertempuran dengan cepat. Asal aku tak memutar-mutar
tubuhnya, dia tentu tak putus jiwanya seperti orang
bertopeng tadi. "Wut, wut, wat . . ". terdengar angin menderu-deru keras
ketika Ang Hin memainkan sepasang senjata Thong-jin.
Ngeri sekalian anakbuah gunung Hong hong-san
menyaksikan permainan itu. Lebih2 apabila
membayangkan betapa akibatnya nanti kalau Huru Hara
sampai terhantam kedua senjata berat itu.
"Tring . . . . tring . . . ". terdengar dua kali bunyi
bergemerincing ketika pedang Huru Hara menangkis salah
satu senjata thong-jin yang lagi hendak melayang, pun ikut
melekat pada pedang Huru Hara.
Ang Hin berusaha untuk menarik sepasang senjatanya
tetapi sampai mukanya berkerenyut tegang, dia tetap tak
mampu. "Celaka," pikir Huru Hara, "kalau dia terus menerus
mengeluarkan tenaga untuk menarik senjatanya, dia tentu
akan menderita luka. Lebih baik kupaksanya . . . . "
Ia menarik pedang itu, selekas Ang Hin terseret maju.
Huru Hara segera mendupak perutnya, auh . . . . Ang Hin
terpelanting rubuh. dua senjata thong-jin masih melekat
pada pedang Huru Hara. "Bagaimana, apakah engkau masih belum puas lagi?"
tegur Huru Hara. Ang Hin terlongong. Dia tak mengerti apa sebab
sepasang senjatanya sampai melekat pada pedang lawan
begitu keras. Berhadapan dengan Huru Hara, dia benar2
mati kutu tak dapat mengembangkan ilmu kepandaiannya.
Melihat pemimpinnya dirubuhkan, sekalian anakbuah
gunung Hong-hong-san hendak menyerbu Huru Hara tetapi
secepat itu Huru Hara sudah loncat kemuka menyambar
tubuh Ang Hin dan diangkatnya tinggi2.
"Hayo, kalau kalian berani bergerak, pemimpinmu ini
tentu akan kubanting hancur," teriak Huru Hara.
Dia tak takut kepada anakbuah gerombolan, tetapi dia
merasa kasihan kalau sampai terjadi pertumpahan darah
yang besar. Dengan siasat itu ia menghentikan gerakan
anakbuah gerombolan. Huru Hara menurunkan tubuh Ang Hin dan
menegurnya, "Ang Hin, walaupun gerombolan yang
engkau himpun ini gerombolan pengacau atau bega1, tetapi
engkau adalah peminpin mereka. Seorang pemimpin harus
bertanggung jawab atas ucapannya. Nah, bagaimana
janjimu?" "Baik," kata Ang Hin, "akulah yang bertanggung jawab
sendiri. Jangan mengganggu anakbuahku."
"Kalau begitu, perintahkan anakbuahmu tenang dan
duduk kembali di tempat masing-masing," kata Huru Hara.
Setelah Ang Hin memberi perintah dan sekalian
anakbuah gerombolan itu duduk lagi, maka Huru Hara
berkata, "Coba katakan sendiri, hukuman apa yang engkau
minta!" "Terserah kepadamh."
"Sekarang engkau kubebaskan."
"Mengapa?" "Karena engkau seorang pemimpin yang bertanggung
jawab. Anakbuahmu itu perlu pemimpin seperti engkau.
Salurkanlah mereka ke arah jalan yang benar, jangan
menjadi gerombolan pengacau yang tak berguna."
"Ah, aku malu enjadi pimpinan mereka lagi. Aku
seorang pemimpin yang tak becus."
(Bersambung) -ooo0dw0ooo- Jilid 17. Huru Hara mendapat kesan bahwa Ang Hin itu seorang
yang jujur dan bertanggung jawab. Mendengar pengakuan
kepala gerombolan gunung Hong-Hong-san itu, Huru Hara
tertawa. "Mengapa engkau berkata begitu" Apakah karena engkau
kukalahkan?" tanyanya.
Ang Hin termenung. "Pikiranmu salah," kata Huru Hara pula, "kalah atau
menang sudah biasa dalam pertempuran. Ketahuilah,
ukuran seorang pemimpin bukan dilihat dari tinggi
rendahnya ilmusilatnya. Tetapi dari kebijaksanaan
kepemimpinannya dan, kejujuran peribadinya."
Ang Hin masih tertegun diam.
"Engkau jujur saudara Ang Hin," kata Huru Hara,
"jangan engkau putus asa karena engkau kukalahkan tadi.
Tetapi engkau harus ingat akan kepentingan beratus-ratus
anakbuahmu yang menggantungkan hidupnya dibawah
kepemimpinanmu. Lihat, sekarang negara sadang dalam,
keadaan rang melawan serbuan pasukan Ceng. Jika engkau
mengundurkan diri sebagai pimpinan mereka tentu akan
kacau dan kemungkinan besar tentu akan terjunkan diri
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam dunia kejahatan, menjadi rampok, begal dan
pengacau yang menambah kesengsaraan rakyat kita."
Ang Hin terperangah. "Dalam satu hal, pendirianmu memang benar. Yalah
engkau dapat menghimpun rakyat yang kelaparan dan
kehilangan tempat tinggalnya, berkumpul di gunung ini.
Yang jelas engkau dapat memberi hidup kepada mereka,"
kata Huru Hara tetapi dalam lingkungan yang lebih luas
yakni dalam kepentingan keamanan rakyat dan
keselamatan negara, pendirianmu itu kurang benar."
"Memang selama dibawah pemerintahan kerajaan Beng,
kehidupan rakyat kurang mendapat perhatian. Tetapi itu
bukan berarti bahwa kita harus membenci pada pemerintah
dan negara. Atau kita terus menjadi penghianat untuk
menghianati negara dan bangsa," kata Huru Hara dengan
tandas," yang salah adalah kawanan mentri durna yang
merebut pengaruh hendak menguasai pemerintahan. Nah,
kawanan manusia terkutuk semacam itulah yang harus kita
berantas. Soal siapa yang jadi raja, pokoknya dia orang
Beng yang setya kepada negara, bijaksana, cakap, itu sudah
cukup?"." "Yang paling tepat kalau engkoh yang jadi " tiba2 Ah
Liong berteriak. Sudah tentu sekalian orang terkejut dan Huru Hara pun
membentaknya, "Hus. jangan bicara sembarangan! Tidak
mudah orang jadi raja itu. Dan lagi engkau kira jadi raja itu
enak apa?" "Lho, jadi raja kan dihormati orang dan tinggal perintah
saja, segala perintahnya tentu diturut," seru Ah Liong.
"Hm, memang kalau orang bicara soal raja, lalu
menganggap dari segi enaknya saja," kata Huru Hara, "pada
hal sesungguhnya raja itu adalah kepala negara, kepala
seluruh rakyat. Menjadi kepala harus memikirkan
bawahannya, rakyat dan negerinya. Harus cakap dan
bijaksana, harus adil dan berwibawa. Mana orang seperti
aku pantas jadi raja?"
"Tetapi tidak hohan," tiba2 Ang Hin berkata dengan
nada bersungguh, "aku ingin engkau yang menjadi raja
kita!" "Gila!'' teriak Huru Hara, "jangan dengerin kata bocah
kuncung itu. Dia kalau ngomong memang suka seenaknya
sendiri saja," " Tetapi tidak, hohan." bantah Ang Hin, engkau
memiliki kepandaian sakti engkau luas pengalaman dan
tajam pikiran, mengapa tak mungkin engkau menjadi raja"
Bukankah Li Cu Seng itu juga dulu asalnya hanya seorang
pengantar surat" Kalau dia mampu memimpin Lasykar
Tani di kemudian menjadi raja mengapa hohan tidak ?"
"Ah, saudara Ang," Huru Hata menghela napas, "aku sih
tak kepingin jadi raja, Pernah dulu aku jadi.....ah, lebih baik
jadi rakyat biasa saja. Lebih tenang, lebih leluasa."
Sebenarnya Huru Hara hendak mengatakan pernah aku
dulu jadi menantu raja" ..... tetapi dia buru2 menghentikan
dan beralih kepersoalan lain.
"Ya, akupun berpendapat demikian," kata Ang Hin yang
tak memperhatikan kata2 Huru Hara tadi dan dia juga tak
pernah mengira bahwa pemuda yang berada di hadapannya
itu pernah menjadi menantu raja, "tetapi tadi hohan
mengatakan bahwa pendirianku itu salah,"
"Jangan salah faham. Ang heng," kata Huru Hara, "yang
kukatakan salah tadi yalah pemahamanmu tentang tak mau
mengakui kekuasaan Beng. Kenyataan kita kini memang
rakyat kerajaan Beng maka kita harus mengakui
keberadaannya. Soal raja Beng tak becus, itu memang
menjadi kewajiban kita untuk merobah. Saat ini negara kita
sedang diserang pasukan Boan Ceng, kita harus
menghadapinya. Setelah musuh selesai baru kita pikirkan
lagi urusan dalam pemerintahan negara kita."
"Baik," kata Ang Hin, "aku bersedia melakukan anjuran
hohan dengan satu syarat yakni hohan harus mau
menerima pengangkatan sebagai pemimpin gunung Honghongsan ini. Jika hohan menolak, akupun tetap akan
melanjutkan pendirianku yang lalu."
"Bagus, encek Ang Hin," teriak Ah Liong pula, "rakyat
di desa Siau-koan juga mengangkat engkohku jadi
pemimpin dan aku jadi jenderal kecil. Bukankah nanti
engkau juga mengangkat aku jadi jenderal kecil dari Honghongsan ?" "Tentu, tentu," Ang Hin menyahut.
Huru Hara hendak membuka mulut tetapi Bok Kian
menghampirinya, "Loan-heng," saat ini negara sedang
kacau balau, rakyat kehilangan kepercayaan pada
pemerintahan. Loan-heng harus menerima mereka agar
mereka mendapat pimpinan yang tepat."
Dalam memperkenalkan diri, Huru Hara menyebut
dirinya dengan nama Loan Tulan Te maka Bok Kian
memanggilnya dengan sebutan Loan-heng.
Huru Hara diam2 dapat menerima anjuran Bok Kian.
Memang kalau dia menolak, tentu anakbuah gunung Honghongsan itu akan menjadi gerombolan yang mengacau
keamanan dan merugikan rakyat.
"Jika Ang-heng memang menghendaki demikian,
akupun menerima ....... "
"Bagus'' teriak Ang Hin dengan serentak.
"Tetapi nanti dulu," kata Huru Hara, "akupun juga akan
mengajukan syarat." 'O, katakanlah." "Karena aku sedang mencari Barisan Suka Rela, terpaksa
aku tak dapat tinggal disini. Maka kuangkat Ang-heng
menjadi wakilku disini untuk memimpin sekalian
saudara2." "Lho, mengapa hohan hendak mencari Barisan Suka
Rela" Apakah hohan mempunyai hubungan dengan
mereka?" Huru Hara gelengkan kepala, "Aku tak mempunyai
hubungan bahkan kenalpun belum dengan mereka. Aku
perlu akan menyerahkan diri untuk memberi keterangan
tentang tindakanku waktu aku menolong kolonel Totay dari
pasukan Ceng yang diserbu Barisan Suka Rela. Dan kedua,
aku hendak minta supaya pamanku yang mereka tawan,
dibebaskan." "Kalau begitu Barisan Suka Rela itu menuduh hohan
berhianat?" seru Ang Hin.
"Begitulah anggapan mereka,"
"Jika demikian"," seluruh anakbuah gunung Hong-hongsan
akan mengiringkan hohan untuk menghadapi Barisan
Suka Rela," kata Ang Hin dengan tandas.
Huru Hara terkejut. Buru2 ia menenangkan kepada
orang2 gunung Hong-hong-san itu, "Terima kasih atas
dukungan Ang Heng. Tetapi persoalan ini dapat
kuselesaikan sendiri. Mereka juga berjuang melawan
penjajah Ceng maka tak baiklah jika kita bermusuhan
dengan mereka." "Benar, encek Ang," tiba2 Ah Liong ikut meyelutuk,
"persoalan dengan Barisan Suka Rela dapat kami bereskan
sendiri. Yang penting jangan lupa. Kalau engkohku jadi
pemimpin, kalianpun harus mengangkat aku sebagai
jenderal kecil." Sekalian orang tertawa mendengar ocehan bocah
kuncung itu. Karena hari sudah malam, terpaksa Huru
Hara dan rombongannya menginap di gunung Hong-hongsan.
Ang Hin herdak mengadakan perjamuan tetapi Huru
Hara menolaknya, "Ah, tak perlu. Lebih baik menghemat
persediaan makanan. Hari masih panjang dan beratus-ratus
anakbuah kita masih harus makan."
Juga Huru Hara menolak untuk dijamu arak. Dia minta
teh saja. Malam hari dalam kesempatan beromong-omong
barulah Huru Hara tahu bahwa kedua lelaki bertopeng yang
hendak membunuh Bok itu adalah dua jago silat yang
terkenal dalam dunia hitam yakni Siang Kim Lui tergelar
Elang besi dan Gui Pak bergelar Serigala-gigi-baja.
Sebenarnya yang menjadi kepala gunung Hong-hong-san
adalah Ang Hin. Tetapi kemudian dia mendapat tambahan
dua orang jago silat golongan hitam. Ternyata kemudian
kedua orang itu lebih dapat mempengaruhi arakbuah Honghong
san dan makin menguasai gunung itu. Pengaruh dan
kekuasaan Ang Hin makin terdesak sehingga namanya saja
toako atau pemimpin pertama tetapi kekuasaan ada pada
kedua orang itu. Sebenarnya memang Siong Kim Lui dan Gui Pak
hendak membelokkan tujuan Hong hong-menjadi
gerombolan begal. Pada hal tujuan Ang Hin membentuk
gerombolan Hong-hong-san tidak begitu, Dia hanya ingin
menolong kesengsaraan rakyat yang rumah, sawah dan
harta bendanya telah hilang dirampas pasukan Ceng.
Memang dia benci kepada kerajaan Beng karena telah
menindas rakyat. Tetapi diapun benci juga kepada pasukan
Ceng yang telah membikin rusak negara dan membuat
rakyat sengsara. Dia ingin membentuk suatu daerah
kekuasaan sendiri di Hong-hong-san yang bebas dari
kekuasaan kedua kerajaan yang sedang berperang itu.
"Tetapi mengapa Siang Kim Lui dan Gui Pak hendak
membunuh Bok-heng?" kata Huru Hara setelah mendengar
cerita Ang Hin tentang keadaan gunung Hong-hong-san.
"Memang aku sendiri tak mengerti," kata Ang Hin, "eh,
Loan-heng mengatakan bahwa Bok kongcu itu putera
kemanakan mentri Su Go Hwat tayjin ?"
"Ya. Kenapa ?" "Ya, sekarang aku teringat," kata Ang Hin, beberapa hari
yang lalu gunung ini telah menerima kedatangan seorang
pemuda. Dia bersahabat dengan Siang ji-te dan Gui samte.
Katanya dia juga putera kemanakan dari Su Gu Hwat tayjin
......" "O, siapakah namanya ?" teriak Bok Kian terkejut.
"Aya," seru Ang Hin, "aku lupa , ... kalau tak salah ....
ah, aku hanya ingat dia dipanggil Su kongcu oleh ji te dan
sam-te. Namanya yang lengkap aku lupa sama sekali."
"Ah, tentu dia," seru Bok Kian.
'"Siapa ?" tanya Huru Hara.
"Su Hong Liang koko, putera keponakan dari paman,"
kata Bok Kian, "lalu mengapa dia kemari?"
"Katanya kepadaku, hanya sekedar singgah karena sudah
lama tak berjumpa dengan ji-te dan sam-te dan kebetulan
saja lewat di gunung ini," kata Ang Hin.
Peristiwa Siang Kim Lui dan Gui Pak hendak
membunuh Bok Kian memang masih tetap tak dapat
diketahui latar belakangnya. Demikian pula mengapa Gui
Pak mempunyai lencana Barisan Suka Rela.
Keesokan harinya Huru Hara dan rombongan hendak
melanjutkan perjalanan. "Loan-heng," kata Ang Hin, "pagi tadi kami telah
mendapat laporan dari anakbuah yang kukirim untuk
menyelidiki, bahwa induk Barisan Suka Rela itu berpusat di
gunung Lu-liang-san di barat-daya (barat selatan) wilayah
Sanse." Huru Hara mengucap terima kasihi Setelah tinggalkan
gunung itu di perbatasan Sanse, terpaksa Huru Hara
berpisah dengan Bok Kian yang hendak melanjutkan
perjalanan ke Shoa-tang. "Bok-heng," kata Huru Hara, "setelah urusanku selesai,
aku bermaksud hendak mencari Go Hwat tayjin. Aku sudah
berjanji pada beliau untuk bekerja kepada beliau. Apabila
bertemu dengan beliau, tolong sampaikan keteranganku
ini." "Baik, Loan-heng," kata Bok Kian, "paman Su tentu
gembira sekali apabila Loan-heng segera dapat
mendampinginya. Memang beliau sangat sibuk sekali."
oo0oo Jaman edan Kisah BLO"ON CARI JODOH ini memang merupakan
kisah yang panjang. Tetapi justeru karena panjangnya itu
banyaklah terjadi peristiwa2 besar dan tokoh2 aneh,
Asyikkkk, dah ! Dalam jilid2 yang terdahulu telah diceritakan tentang
beberapa rombongan yang terlihat langsung dalam cerita
ini. Agar pembaca tidak sampai lupa, maka terpaksa kami
akan menceritakan pe-nRiil. irian dan peristiwa yang
dialami dari setiap rombongan itu.
Ada tiga rombongan yang telah kami hidangkan, Yakni,
rombongan Kim Yu Ci, engkoh dari Kim Blo'on, yang
mengantar Han Bi Ing mencari ayahnya di kota Thay-goanhu.
Si dara centil In Hong karena kehilangan kakeknya
Tong Kui Tik dan pemuda cakap Wan-ong Kui, terpaksa
ikut bersama rombongan Han Bi Ing.
Sebenarnya bermula rombongan In Hong ini terdiri dari
dia, Wan-ong Kui Tong Tik dan Han Bi Ing yang sama2
hendak mencari Blo"on di puncak Giok-li-nia gunung Lohusan. Tetapi di tempat itu mereka disergap oleh kawanan kuku
garuda atau kaki tangan kerajaan Ceng. Jago tua Tong Kui
Tik bertempur lawan pertapa Suto Kiat dan Win-ong Kui
menghadapi Hian Hian tojin, sute dari Hong Hong tojin
ketua Go-bi-pay. Mereka lari ke sebuah hutan dan
bertempur disitu sehingga tercerai dari rombongan Han Bi
Ing dan In Hong. Kedua nona itu hanya menghadapi Ko
Cay Seng, sasterawan sakti yang memiliki ilmu kepandaian
sekali gus dapat menutuk enam buah jalandarah. Untung
Han Bi Ing dapat menusuk telapak tangan sastrawan yang
menjadi mata2 kerajaan Ceng itu sehingga terluka dan lari.
Dan pada saat itu datanglah Kim Yu Ci engkoh diri Kim
Blo'on, (baca : jilid 10).
Rombongan kedua, adalah Liok Sian Li, sumoay dari
Blo'on yang tinggal menjaga di gunung. Dialah yang
menganjurkan supaya Blo"on jadi pendekar dan turun
gunung untuk melamar pekerjaan pada jenderal Ko-Kiat
yang membutuhkan pengawal untuk mengantar barang
sumbangan pada jenderal Ui Tek Kong.
Selama Blo'on pergi maka Sian Li menyaru sebagai
Blo'on untuk menerima tetamu2 yang datang. Memang
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
selama ini ketujuh ketua dari tujuh perguruan besar di dunia
persilatan yakni perguruan Siau-lim. Bu-tong, Hoa-san, Go
bi, Kun-lun. Kong-tong, dan Kaypang, sering berkunjung ke
Gak-in-ma untuk menjenguk keadaan Blo"on. Agar mereka
tidak bingung karena Blo'on turun gurung maka Liok Sian
Li terpaksa menyaru jadi Blo"on.
Setelah rombongan Wan-ong Kui dan kawanan kuku
garuda kerajaan Ceng pergi, Liok Sian Li memutuskan
untuk menyusul sukonya. Dia turun gunung seorang diri.
Sedarg rombongan ketiga, yalah Tong Kui Tik dan Wanong
Kui yang belum diketahui bagaimana nasibnya.
Oleh karena mereka itu juga harus diceritakan maka
terpaksa kita tinggalkan dulu pendekar Huru Hara yang
tengah menuju ke gunung Lu-ang san untuk mencari
markas Barisan Suka Rela.
Sekarang marilah kita ikuti perjalanan beberapa orang
yang berangkat dari puncak Giok-li-ma itu.
Rombongan Han Bi Ing, In Hong dan Kim i Ci sudah
pernah kami ceritakan dalam jilid permulaan cerita ini.
Maka kami pilih dulu Liok Sian Li, sumoay Blo'on yang
turun gunung seorang diri untuk mencari Blo'on itu.
Sekedar memberi sedikit gambaran tentang keluarga
Blo'on kepada pembaca yang belum sempat mengikuti
cerita PENDEKAR BLO'ON itulah kami cuplikkan sedikit
tentang keluarga Blo"on.
Ayah Blo'on bernama Kim Thian Cong, seorang jago
termasyhur yang diagungkan sebagai pemimpin dunia
persilatan. Tetapi Blo'on sendiri tidak suka belajar silat.
Kim Thian Cong mempunyai tiga murid. Murid pertama
Tio Goan Pa, dua Kwik Ing dan murid ketiga addah
seorang gadis bernama Liok Sian Li.
Waktu Kim Thian Cong meninggal, banyak tokoh2
dunia persilatan yang datang untuk melayat. Diantaranya
terdapat beberapa tokoh hitam yang hendak melakukan
balas dendam. Mereka pernah dikalahkan oleh Kim Thian
Cong. Walau pun Kim Thian Cong sudah meninggal tetapi
mereka tetap hendak menghancurkan jenasahnya.
Melihat situasi yang berbahaya itu, ketua-ketua
perguruan segera bermufakat untuk menyembunyikan
jenasah Kim Thian Cong dalam sebuah kamar rahasia dan
dijaga oleh Kwik Ing, murid yang kedua. Tetapi secara
misterius jenasah hilang dan Kwik Ing mati terbunuh.
Kemudian timbul seorang tokoh hitam yang sakti yang
hendak menguasai dunia persilatan. Ketua dari ketujuh
partai persilatan tak berdaya. Akhirnya mereka bersepakat
untuk menuliskan ilmu kepandaiannya dalam sebuah buku
yang diberikan kepada Tio Goan Pa. Agar apabila mereka
sampai mati terbunuh, Tio Goan Pa masih dapat
memberikan ilmu itu kepada murid dari partai persilatan
masing2. Tetapi ternyata Tio Goan Pa mendurhaka. Dialah yang
mencuri mayat gurunya dan diapun 'menelan' kitab
pelajaran silat dari ketujuh ketua partai persilatan itu.
Kemudian dia melarikan diri menghilang dari dunia
persilatan. Selain Kim Blo'on (nama sebenarnya Kim Yu Yong),
dari hasil hubungan asmara dengan seorang wanita lain
bernama Hiang Hiang niocu, Kim Thian Cong juga
mempunyai putera yang bernama Kim Yu Ci. Dia adalah
engkoh dari Kim Blo'on. Bermula engkoh dan adik itu
saling berhadapan sebagai lawan, tetapi setelah melalui
berbagai liku2 peristiwa, Hiang Hiang niocu muncul dan
dapat mendamaikan serta mempersatukan kedua kakak
beradik itu. Demikianlah cuplikan ringkas dari sejarah kehidupan
keluarga Blo'on, agar dalam mengikuti cerita BLO" ON
CARI JODOH ini, pembaca dapat memiliki gambaran
yang lebih jelas. Sekarang mari kita ikuti perjalanan Liok Sian Li dulu
yang belum banyak diceritakan.
Karena kuatir menerima kunjungan para ketua ketujuh
partai persilatan sehingga akhirnya ketahuan kalau Blo'on
turun gunung maka dara memutuskan untuk menyusul
Blo'on yang saat itu sedang menjadi pendekar dengan nama
yang jarang yakni pendekar Huru Hara.
Sian Li tak mau menyaru jadi Bio'on karena kuatir
kepergok murid2 ketujuh partai persilatan.
"Hm, ketujuh ketua partai persilatan memang menaruh
perhatian besar kepada suko (Blo'on ). Mereka sering
rnenasehati agar supaya tetap tinggal saja di gunung dan
mau belajar silat. Bahkan beberapa waktu yang lalu, para
ketua partai persilatan itu mulai membujuk agar mau
menikah. Mereka sanggup mencarikan yang sesuai sebagai
jodoh suko," dalam perjalanan Sian Li sempat melamun.
Memang orang berjalan seorang diri sering dihinggapi oleh
nostalgia atau rasa terkenang pada masa2 lalu.
"Tetapi watak suko itu memang aneh. Suhu sendiri (
Kim Thian Cong ) jengkel karena ia tak mau disuruh belajar
silat. Ketujuh partai persilatan itupun bohwat ( tobat )
terhadap suko. Banyak sudah gadis2 cantik, pintar, berilmu
tinggi, yang hendak dijodohkan kepada suko tetapi suko
selalu menolak," Sian Li melamun lebih lanjut.
"Ah tiba2 ia menghela napas, "orang2 sama menaruh
perhatian besar kepada suka karena suko adalah putera
seorang pendekar besar yang pernah menjadi pemimpin
dunia persilatan. Tetapi siapakah yang memperhatikan
diriku?" Teringat dirinya, hati Sian Li makin rawan. Ia seorang
gadis yang sudah sebatang kara. Dia tak tahu apakah di
dunia ini masih ada sanak saudaranya lagi yang mash
hidup. Sejak kecil dia sudah dipungut suhunya yang
memperlakukannya sebagai puterinya sendiri.
Dulu waktu masih kecil, ia memang tak pernah memiliki
perasaan sedih akan nasib dirinya, merasa gembira hidup di
puncak Giok-li-nia dan dianggap sebagai puteri kandung
oleh suami isteri Kim Thian Cong. Disamping itu diapun
masih mempunyai dua orang suko yakni Tio Goan Pa dan
Kwik Ing. Dia merasa dunia ini indah dan mataharipun
gemilang. Tetapi setelah suko ( isteri Kim Thian Cong ) meninggal
dan kemudian suhunya juga meninggal dia merasa dunia
ini sempit. Lebih celaka lagi ketika ji-suko Kwik ing mati
dibunuh orang, dan yang paling terasa sebagai palu godam
yang menghancurkan perasaannya adalah bahwa toasuhengnya,
Tio Goan Pa, seorang murid durhaka.
Bersama dengan kedua sukonya itu, Sian lie berangkat ke
alam dewasa. Diam2 diantara kedua sukonya itu seperti
timbul persaingan untuk merebut hatinya. Tio Goan Pa
cerdik, tampanpandai mengambil hati. Kwik Ing jujur, agak
tolol tetapi setia. Walaupun belum pernah mengatakan,
tetapi ia lebih menyukai Kwik Ing dari pada Tio Goan Pa.
Dia kasihan dengan ji-suko Kwik Ing. Bahwa ternyata Kwik
Ing mati terbunuh menarik kesimpulan bahwa
pembunuhnya tentu Tio Goan Pa. Jika Tio Goan Pa sudah
berani mencuri jenasah suhunya dan melarikan kitab
pusaka berisi ilmu kepandaian dari tujuh partai persilatan
ternama, tentu dialah yang membunuh Kwik Ing juga.
Diam2 Sian Li bersumpah dalam hati untuk menuntut
balas kepada Tio Goan Pa.
"Hai, nona manis, melamun ya ?" tiba2 didengar suara
orang berseru menegurnya. Sian-li terkejut gelagapan" dan
berpaling. Ternyata saat itu dia sedang berada hutan diluar kota
Siu-yang-koan. Dan di belakangnya tampak dua orang
prajurit yang memandangnya dengan mata berapi-api.
"Wah, cantiknya," teru salah seorang yang bermata sipit.
"'Bangsat, prajurit mana kalian ini ?" tegur Sian Li
dengan marah. "Ai nona manis, jangan marah dong," kata prajurit
bermata sipit itu," memang kami adalah prajurit dari
pasukan jenderal Lau Cek Cing."
"Persetan dengan prajurit jenderal siapa saja. Tetapi
tingkahmu itu sungguh kurang ajar!"
"Lho, mengapa kurang ajar ?" seru prajurit mata sipit itu.
"Siapa Lau Cik Jing itu ?"
"Salah seorang jenderal kerajaan Beng, nona."
"Apa kewajiban seorang prajurit itu?" tanya Sian Li pula.
"Membela negara !"
"Hanya itu " "Lalu apa lagi ?"
"Apa tidak melindungi rakyatnya ?"
"Tentu dong, nona manis. Kami tentu melindungi
rakyat. Tanpa kami mungkin prajurit2 yang ganas itu tentu
sudah menangkap nona," kata prajurit mata sipit dengan
bangga. "Hm, tingkahmu tadi apakah juga termasuk melindungi
rakyat?" tegur San Li dengan tajam.
"Lho, mengapa tidak ?" sahut prajurit bermatya sipit itu,
"bukanlah rona berjalan seorarg diri"
"Hm, apa pedulimu ?"
"Tentu saja kami harus peduli. Saat ini negara sedang
berperang, keamanan dimana-mana kacau, banyak
perampok dan begal. Mengapa nona berjalan seorang diri
saja ?" ''Eh, enak saja engkau ngomong," berkata Sian Li, "aku
dapat mengurus diriku sendiri. Tak perlu kalian repot2
mengurus aku." 'Sudah tentu aku wajib mengurus. Kami sebagai
pelindung rakyat, aku harus melindungi keselamatn nona."
"Gila !" teriak Sian Li, "siapa yang sudi dapat
perlindunganmu " Aku dapat berjalan sendiri dan menjaga
diriku sendiri." "Ai, nona manis, jangan begitu. Daripada nona jatuh ke
tangan musuh yang ganas, lebih baik nona ikut kami."
'Cis!'' Sian Li meludah, "ikut manusia macam engkau ?"
"Bukan, nona manis. Bukan ikut aku tetapi ikut pada
sauya (tuan muda) kami. Dia tampan terpelajar, kaya dan
putra seorang jenderal ternama."
Sian Li deliki mata," Jangan ngoceh tak keruan, bangsat
!"* "Lho, nona cantik jangan galak2, dan percayalah, nona,
kalau kongcu melihat nona dia pasti bersedia bertekuk lutut
menyembah dihadapan nona."
"Gila !' bentak Sian Li muak, "beginikah mentalitas
prajurit2 Beng itu?"
'"Apa itu mentalitas ?"
"Mentalitas adalah ahlak atau mutu pikiran, babi!'
"Uh aku tak mengerti mentalitas segala. Yang kutahu
hanyalah bahwa engkau ini seorang yang cantik sekali, ha,
ha, ha !" '"Hai apa2an itu prajurit !" tiba2 terdengar suara orang
berseru. Mendengar suara itu serentak kedua prajurit itupun
pecah nyalinya. Keduanya buru2 menyurut mundur dan
berpaling lalu tersipu-sipu membungkukkan tubuh memberi
hormat, 'Maafkan kami, kongcu."
Ternyata pada saat itu muncullah seorang pemuda
berpakaian mewah, diiring oleh dua orang lelaki gagah.
Pemuda itu menyandang tabung anak panah dan
memegang busur. Sementara kedua pengawalnya itu
masing2 membawa tombak dan lembing.
Serta melihat Sian Li, berubahlah wajah pemuda itu
menjadi cerah seketika. Memang pemuda itu cukup
tampan. Berkulit putih, mukanya licin dan bersih. Hanya
sepasang matanya yang juling dan hidung agak melengkung
seperti paruh burung betet.
"Hai, siapa nona itu, prajurit ?" tegur pemuda itu seraya
menghampiri. "Entah, kongcu," sahut prajurit bermata sipit tadi,"
waktu kami keluar, kami berpapasan dengan nona ini."
"Mengapa tak engkau laporkan kepadaku
"Maaf, kongcu," kata prajurit itu," hamba tentu akan
menghaturkan kepada kongcu. Tetapi baru hamba tanya
namanya, dia sudah marah! dan memaki-maki hamba."
"Tentu kau ganggu dia !"
"Tidak kongcu. Hamba bertanya dengan baik-baik tetapi
dia sudah marah2 tak keruan."
"Hm, pergi !" bentak pemuda itu. Setelah kedua prajurit
itu menyingkir, pemuda itu dengan mencerahkan
airmukanya, mulai menyapa Sial Li, "Nona, maafkan
prajuritku yang tak tahu aturan itu. Tetapi bolehkah aku
mendapat tahu nama yang mulia ?"
"Maaf, kongcu," sahut Sian Li, "aku harus lekas2
melanjutkan perjalanan agar tidak sampai kemalaman di
tengah hutan." "Nona hendak kemana ?"
"Aku harus mencapai kota sebelum hari keburu gelap,"
Sian Li menghindari pertanyaan orang.
"Jangan kuatir nona," kata pemuda itu, "nona boleh
bermalam di gedungku saja."
"Ah, terima kasih, tetapi aku ....... "
"Kuharap nona jangan menolak. Hari sudah hampir
gelap. Percayalah, kami tentu akan melayani nona dengan
sebaik-baiknya," kata pemuda dengan gaya yang aksi.
"Hm, siapakah pemuda ceriwis ini" Kalau melihat
dandanannya dan membawa pengiring, dia tentu bukan
pemuda sembarangan," pikir Sian Li. Ia memutuskan untuk
menyelidiki diri pemuda itu.
"Ah, tetapi kita kan belum kenal. Bagaimana mungkin
aku seorang gadis menginap di rumah kongcu," katanya
untuk memancing keterangan pemuda itu.
"'Ah, tak perlu nona harus sungkan. Aku tingga1 di
gedung panglima. Menginap disana bukan main amannya,"
kata pemuda itu. "O, kongcu tinggal di gedung panglima. Apakah kongcu
seorang perwira?" 'Bukan, tetapi semua perwira tunduk pada perintahku,"
pemuda itu tertawa bangga.
'Lho, apakah kongcu ini panglima?"
"Beda tapi serupa." kembali pemuda itu tertawa.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Harap kongcu suka memberi keterangan jelas."
"Kho kausu, tolong beri keterangan kepada nona ini,"
kata pemuda itu kepada salah seorang pengiringnya yang
memelihara kumis pendek. Pengawal yang dipanggil Kho kausu itu segera tampil
kemuka dan berkata, "Ketahuilah nona, Kongcu kami ini
adalah Lau Bun Sui kongcu putera dari jenderal Lau Cek
Jing yang berkuasa di kota Siau-yu-koan. Kumohon nona
suka menerima undangan kongcu. Nona pasti takkan
kecewa. "Hm," dengus Sian Li, "terima kasih. Tapi aku benar2
hendak lekas2 melanjutkan perjalanan. Lain kali apabila
datang kemari, aku tentu akan memenuhi undangan
kongcumu." Pemuda itu memang bernama Liu Bun Si putera dari
jenderal Lau Cek Jing yang ditempatkan di wilayah Sanse.
Pada saat itu dia bersama rombongan prajurit dan kedua
pengawal pribadinya yaitu Kho kausu dan Tan kausu
sedang berburu di hutan. Kedua kausu atau guru silat
memiliki kepandaian yang tinggi.
"Harap nona jangan menolak," bujuk kausu, "karena
selama ini jarang sekali kongcu sampai berkenan
mengundang tetamu wanitanya. Hanya gadis2 yang pilihan
dan mencocoki hatinya barulah kongcu mau menaruh
perhatian. Dan nona termasuk yang paling beruntung
karena langsung mendapat undangan kongcu."
"Apakah kongcumu sering mengundang gadis2 cantik?"
Sian Li masih menyelidiki karena saat itu ia mendapat
firasat bagaimana peribadi anak jenderal itu.
"Ah, seorang putera jenderal seperti kongcu adalah
wajarlah kalau banyak gadis2 cantik yang
menggandrunginya. Tetapi selama ini, kongcu masih belum
ada yang mencocoki hatinya. Maka kukatakan, nonalah
yang paling beruntung karena kongcu langsung
mengundang nona." Makin keras dugaan Sian Li siapa anak jengral itu,
"Terima kasih. Tetapi kali ini aku benar2 ingin memburu
waktu untuk melanjutkan perjalanan."
"Kemanakah nona hendak pergi?"
"Aku hendak ke Yang-ciu menjenguk keluargaku yang
sakit," kata Sian Li memberi keterangan bohong. Ia tahu
Blo'on menuju ke Yang-ciu untuk melamar pekerjaan pada
jenderal Ko Kiat. "Ah, kota Yang-ciu jauh sekali dari sini. Lebih baik nona
bermalam dulu. Besok kongcu tentu akan menyediakan
kuda agar nona bisa cepat tiba disana."
"Ah, maaf, aku dapat berjalan sendiri."
"Seorang diri?"
"Ya." "Ai, jangan begitu nona. Ketahuilah, sekarang suasana
negara sedang kacau. Dimana-mana bermunculan kaum
begal dan perampok. Apalagi kalau sampai berpapasan
dengan prajurit2 Ceng yang ganas. Apabila melihat seorang
gadis cantik berjalan seorang diri, mereka tentu akan
menangkap nona." "Apakah memang begitu kwalitet prajurit Ceng itu?"
"Mereka adalah suku Tartar Boan, Apalagi mereka
menang perang. Tentu akan berpesta merampas harta benda
dan wanita." "Adakah prajurit2 Beng juga tidak begitu?" tanya Sian Li
dengan nada mengejek. "Ah, masakan kami berbuat begitu terhadap rakyat
sendiri, terutama yang masih gadis. Kan kami sebagai
prajurit harus melindungi rakyat.1
"Indah sekali kata-katamu," seru Sian "sayang yang
kudapatkan, beda sekali."
"Apa maksud nona?"
"Jika benar engkau hendak melindungi rakyat, mengapa
engkau hendak memaksa aku harus menerima undangan
kongcurnu!" "Lho, kami kan bermaksud baik."
"Adakah memaksa orang itu baik?"
"Ah, ketahuilah nona. Bahwa dalam keadaan perang
seperti dewasa ini, kaum jenderal dan prajuritlah yang
berkuasa. Sebenarnya kami bertugas untuk menahan
siapapun juga, karena daerah ini lah daerah kekuasaan
jenderal kami. Tetapi dengan baik hati kongcu hendak
mengundang nona, mengapa menolak?"
"Apakah setiap undangan harus diterima ?"
"Jika nona ingin tak ingin mendapat suatu kesulitan."
"Kalau aku tetap menolak ?"
"Nona hanya boleh menerima tak berhak menolak."
"O, engkau hendak memaksa " Baik, cobalah kau akan
mampu berbuat apa kalau aku tetap hendak melanjutkan
perjalanan," kata Sian Li yang terus berputar tubuh dan
ayunkan langkah. "Nona, berhentilah," Kho kausu loncat hendak
memegang tangan Sian Li. Tetapi secepat Sian Li gerakkan
tangan, Kho kausu menjerit keras. Ternyata dengan ilmu
Siau-kin-na-jiu atau menerkam tangan orang, Sian Li
berhasil menangkis pergelangan guru silat itu dan terus
dipelintir. Kho kausu mengira kalau nona secantik Sian Li tentu
mudah ditangkap. Dia tak pernah bermimpi bahwa Sian Li
ternyata memiliki ilmusilat tinggi. Kho kausu terhuyunghuyung
mundur sernbari mendekap pergelangan tangannya
yang patah, Muka guru silat itu merah padam. '
"Jangan melukai kawanku, nona," seru Tan kaucu yang
terus loncat menerkam Sian Li.
Sian Li menghindar kesamping lalu menangkis tangan
kausu itu. Tetapi Tan kausu juga cukup lihay. Dengan
gerak berputar tubuh ke samping Sian Li, dengan cepat ia
menerkam bahu Sian Li. "Jangan melukainya, kausu!" teriak Bun Sui karena
melihat kausu itu hendak menerkam tulang pi-peh-kut bahu
Sian Li. Kalau sampai diterkam keras, Sian Li tentu akan
cacad seumur hidup. Tan kausu terkejut. Sebenarnya diapun mempunyai
pikiran begitu. Tetapi karena anak jenderal itu
meneriakinya, ia tertegun. Kesempatan itu tak disia-siakan
Sian Li yang dengan jurus Lian-hoan-tui atau tendanganberantai,
ia berhasil menendang perut guru silat itu hingga
terlempar kebelakang sampai beberapa langkah.
Tahu kalau dia yang menyebabkan pengawalnya kalah,
Lau Bun Sui terus maju dan menyerang Sian Li. Jurus
pertama dia menggunakan hou-thou-sim atau Macanhitammencuri-hati. Tangannya nyelonong kemuka untuk
meremas dada Sian Li. "Keparat!" Sien Li yang tahu akan maksud orang
menjadi merah mukanya. Anak jenderal bermata keranjang.
Dia harus diberi pelajar pikirnya.
Setelah menghindar, Sian Li balas menyerang dengan
jurus Song-liong tham-cu atau Sepasang-naga-bersebutmustika.
Dua buah jari kanan menusuk ke mata anak
jenderal itu. Sedang tangan kiri menyodok lambung.
"Ah"..," Bun Sui terkejut ketika menyaksikan
permainan Sian Li. Namun dia juga tak lemah. Dia sagera
mengendapkan tubuh dalam jurus Yau-cu-hoan-sim atau
Burung-elang-memutar- badan dia segera mendorongkan
tangan kemuka dalam jurus Liong-beng-coan-ciang atau
Naga-menembus- tangan. Sian Li gunakan jurus Thui-jong-ong-gwat Membukajendelamemandang-bulan. Kedua tangan menyiak pukulan
orang lalu diteruskan untuk menusuk tenggorokan.
"Ah, nona keliwat ganas !" teriak Lau Bun hui seraya
beranjak mundur. Kemudian ia mulai melancarkan
serangan yang gencar. Tetapi berhadapan dengan murid kesayangan pendekar
besar Kim Thian Cong. Lau Bun Sui tak mampu berbuat
apa2. "Kena !" beberapa saat kemudian Sian Li berteriak dan
Lan Bun Suipun terhuyung-huyung. Anak jenderal itu
terkena pukulan pada bahunya sehingga sebelah tangannya
kesemutan. "Tangkap !" teriaknya memberi perintah. Seketika
duabelas prajurit segera maju menyerang Sian Li. Bahkan
saat itu Tan kausu dan Kho kausu juga ikut mengembut.
Menghadapi empat belas orang, Sian Li terpaksa harus
mengeluarkan segenap kepandaiannya. Dia berlincahan
bagai seekor burung walet yang menyusup kedalam
kawanan tawon. Sudah tentu kawanan prajurit itu bukan
tandingannya. Hanya karena mereka berjumlah banyak
maka mereka masih dapat bertahan. Sekalipun begita tak
urung terdengar beberapa kali suara orang menjerit dan
mengaduh. Beberapa prajurit itu harus menelan hajaran
dari Sian Li. Ada yang giginya putus karena pipinya
ditampar, ada yang pipinya begap karena telinganya
ditabok dan ada yang meringkuk kesakitan karena perutnya
ditinju. Tetapi Sian Li juga sibuk. Serangan Khi kausu dan Tan
kausu itu memang berbahaya. Mereka adalah guru silat
yang menjadi pengawai peribadi anak jenderal Lau Cek
Jing. Walaupun bukan tergolong jago kelas satu, tetapi
karena maju berdua ditambah pula dengan selusin prajurit
mau tak mau Sian Li harus sibuk juga.
Sekonyong-konyong dari balik gerumbul pohon muncul
seorang bocah lelaki gundul yang terus dari menghampiri
Lau Bun Sui, "Uk ..... uk ..... kau ..,. ma .... ling ... ng ......," bocah itu
dengan ah-uk-ah-uk, menuding Lau Bun Sui.
Anak jenderal itu terkejut. Tetapi sebelum dia sempat
bicara, tahu2 mukanya telah ditampar bocah pekok itu,
plakkhk ?"." "Aduh ..... , " Lau Bun Sui menjerit kesakitan.
"Ak, ak, ak ..... uk, uk, uk ..... kau ..... siingngng ..... , "
bocah gundul yang bertubuh gemuk itu loncat lagi dan
menampar pipi Lau Bun Sui.
Lau Bun Sui juga pandai silat. Ia tahu kalau bocah pekok
itu hendak menampar pipinya yang sebelah lagi. Ia hendak
menghantam tetapi belum sempat tangan digerakkan, tahu2
pipinya yang sebelah sudah kena ditampar lagi, plakkk ....
"Aduh ... ," kembali Lau Bun Sui menjerit kesakitan. Dia
benar2 marah sekali. Masakan seorang bocah pekok yang
tak diketahui asal usul dan urusannya, berani menampar
pipinya sampai dua kali. Kebangetan sekali kalau aku
sampai kalah dengan bocah pekok ini, pikirnya.
Serentak dia memberingas dan balas menyerang. Dengan
gemas dia gunakan jurus Sin-eng-hwat atau Garuda-saktimenerkam,
dia rentang kedua tangan untuk menerkam
kepala bocah lalu hendak dihantamnya biar pecah.
"Uhhhh .... " dia menjerit kaget kaget karena tiba2 bocah
pekok itu lenyap dan tahu2 telinganya telah dijiwir dari
belakang. "Ak, ak, ak ..... uk, uk, uk ..... mau nga-ku "
atau ti ..... dak ....., " bocah pekok itu menarik kedua telinga
Bun Sui sekeras-kerasnya seraya ak, uk, ak, uk suruh dia
ngaku. Bun Sui meringis kesakitan. Dia berusaha untuk meronta
tetapi makin bergerak, makin keras telinganya ditarik
sehingga rasanya seperti putus.
"Hai, Uk uk ..... siapa yang engkau jiwir itu?" tiba2
terdengar sebuah suara parau dan muncullah seorang kakek
tua bertubuh pendek. "Ak, ak, ak ... uk, uk, uk - . maling ?". seru bocah pekok
itu. "Bagus Uk Uk, suruh dia mengembalikan kelinci gemuk
itu!" seru kakek pendek seraya menghampiri.
Mendengar ribut2 itu terutama jerit kesal dari Lau Bun
Sui yang telinganya seperti mau putus, terkejutlah Kho
kausu, Tan kausu dan sekalian prajurit. Mereka
berhamburan loncat mundur dan lepaskan Sian Li.
Kho kausu dan Tan kausu serentak lari hendak
menghajar bocah pekok itu. Tetapi sebelum mereka tiba,
bocah pekok itu sudah memutar telinga Bun Sui sehingga
Bun Sui ikut berputar belakang, Kemudian bocah pekok itu
menyongsong Bun Sui kearah kedua kausu, "Ak, ak ak, uk,
uk ..... berani ... maju ... putus ku.. pingnya ....."
"Aduhhhh .... berhenti kamu!" teriak Lau Bun Sui
kepada kedua pengawalnya.
Kedua guru silat itupun hentikan langkah, Kho kausu
berseru, "Awas, kalau engkau sampai melukai kongcu
kami, engkau tentu kucincang!"
"Ya ... ya ... dia pantas di cincang ... " seru anak pekok
itu. "Siapa yang pantas dicincang?"
"Ak, ak ... ini ... , " bocah pekok itu menggeleng
gelengkan kepala Bun Sui, maksudnya mencitakan anak
jenderal itu yang pantas dicincang.
Kho kausu mendelik seketika, "Bukan dia, dia adalah
kongcu kami ... " 'Tidak! Dia bukan kongcu, eh ... kongcu" Apa itu kong ...
cu?" "Bocah pekok! Kongcu adalah sebutan putra seorang
berpangkat!" 'O, ya, ya ... kongcu tentu sam ... a ... dengan ... kong ...
kong ... Kun." Kho kausu melongo. "Kho-heng, bocah itu gila," kata Tan kausu.
"Apa" Bocah ini gila ... " teriak bocah pelok itu. Karena
terkejut dia dapat bicara deras.
Perut Kho kausu seperti kencang rasanya dan dada Tan
kausu seperti mau meledak. Kedua guru silat itu benar2
seperti orang yang kebakan jenggot.
' "Engkau gila ya?" teriak Kho kausu setengah menjerit.
"Ak, ak ... uk, uk ... pantas ..."
Kho kausu melongo lagi, "Siapa yang engkau katakan
pantas itu?" "Aku ..." "Pantas," seru Kho kausu.
"Ha, ha, ha," tiba2 terdengar kakek tua renta itu tertawa
membatu roboh.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hai, kakek pendek, mengapa engkau tertawa?" bentak
Kho kausu yang merasa dirinya yang ditertawakan itu.
"Sudah tentu aku harus tertawa," seru kakek pendek itu,
"engkau kira siapa yang dimasud gila oleh cucuku Uk Uk
itu?" "Dia sendiri." "Ho, ho, o, goblok, sungguh goblok engkau ini, bung!"
seru kakek pendek. "Lho, kenapa,?" Kho kausu tercengang.
"Baik Uk Uk, pengertiannya tentang kau memang lain
dari orang'," kata kakek itu dengan bangga.
"Lain bagaimana?"
"Kalau kita mengatakan 'aku', bagi dia berarti 'engkau".
Kalau 'engkau", dia mengartikan 'aku'! Dan ada beberapa
kata yang bagi dia terbalik artinya.''
"Terbaik bagaimana ?"
"Berlawanan, goblok!" teriak kakek pendek itu,
"misalnya, kalau engkau suruh dia pergi dia akan datang.
Kalau suruh dia datang, dia akan pergi. Begitulah yang
kumaksud dengan terbalik artinya itu."
"O," Kho kausu mejongo.
"Maka yang dia maksudkan 'aku' tadi adalah dia hendak
mengatakan 'engkau'. Jadi dia hendak mengatakan kalau
engkaulah yang pantas jadi orang gila, ha, ha, ha . , ..."
"Kakek sinting!" bentak Kho kausu marah-marah
mendengar penjelasan itu, "siapa engkau?"
"Aku adalah engkong dari bocah itu. Dan Uk Uk, bocah
itu. adalah cucuku."
"Namanya Uk Uk?" karena terkejut mendengar nama
yang begitu aneh, tanpa disadari Kho kausu sampai minta
penjelasan. Padahal sebelumnya dia sedang marah.
'Ya," sahut si kekek dengan bangga, "istimewa bukan "
Mungkin dalam jagad ini tak ada orang yang dapat
memberi nama kepada anak atau cucunya begitu istimewa.
Coba lu cari, kulau ada yang kembar dengan nama itu,
lapor padaku nanti tentu segera kuganti nama cucuku itu
dengan yang baru, yang istimewa, yang tiada keduanya lagi
!" Kho kausu terlongong- longong -sehingga mulutnya
melongo. Seumur hidup baru pertama kali itu dia bertemu
dengan bocah pekok yang sinting dan seorang kakek yang
bicaranya tak keruan seperti orang edan.
"Kho kausu, jangan bicara sendiri saja. Lekas selesaikan
persoalan ini. Telingaku sudah mau putus rasanya!" teriak
Lau Bun Sui. Kho kausu gelagapan dan Tan kausu juga berjingkrak
kaget. Buru2 Kho kausu berseru pada kakek linglung itu,
"Kakek, suruh cucumu si Uk Uk itu lepaskan kongcu kami.
Kongcu kami itu adalah putera dari jenderal Lau Ceng Jing
yang berkuasa di Sansei"
"O, anak jenderal" Siapa namanya" Jendral Lau ... "
"Lau Ceng Jing," cepat Kho kausu menyambung.
"Lau Ceng Jing?" kakek itu kerutkan dahi "aneh, dulu
waktu aku masih jadi mentri kerajaan, mengapa aku tak
pernah mendengar nama itu. Coba engkau tanyakan pada
jenderalmu, apakah sudah kenal dengan jenderal Lo Kun!"
"Siapa jenderal Lo Kun?" Kho kausu terbeliak.
"Aku, goblok!" bentak kakek itu.
Kho kausu mendelik. Tetapi cepat ia menyadari bahwa
yang dihadapinya itu adalah kakek yang tak waras
pikirannya. "Ya, baik, nanti kalau pulang tentu akan kutanyakan
pada jenderal kami," kata Kho kausu dengan menekan
kemarahannya, "sekarang kuminta engkau suruh cucumu
itu lepaskan kongcu kami."
"Uk Uk. ikat dia!" teriak kakek yang mengenalkan diri
dengan nama Lo Kun. "Gila engkau!" bentak Kho kausu terus hendak
menerkam kakek itu. "Engkau yang gila, goblok!" kakek itu balik membentak
seraya songsongkan tangannya mendorong tubuh Kho
kausu. Kho kausu terkejut ketika dirinya seperti dilanda
oleh suatu gelombang tenaga yang kuat sehingga dia
tersurut mundur. "Kuminta engkau suruh cucumu melepaskan kongcu,
mengapa engkau suruh dia mengikatnya?" teriak Kho kausu
dengan deliki mata. "Engkau memang goblok," kata kakek itu, "Uk Uk, katakata
itu terbalik artinya. Kalau kusuruh ikat dia tentu akan
melepaskan ?"" "Engkong, tetapi bagaimana dengan kelinci ... itu ... ?"
seru Uk Uk. "Dia bilang apa?"
'Belum bilang ..... apa ..... a ... pa, engkong".."
"Tanya!" "Mana kelinci gemuk itu ?" seru Uk Uk pada Lau Bun
Sui. "Kelinci apa ?"
"Kel ,. inci yang ... lar ..... i ke tempatmu ta ..... di .....
Kel ... inci ... itu mau engkau tang" kap ..... perut engkau
..... ke..... nyang .... ha ........ kembal ... i ... kan . kepada eng
. kau"!" Lau Bun Sui sudah mendengar keterangan kakek tadi
babwa bagi Uk Uk kalau bilang 'kau' itu berarti 'aku'. Dan
kalau mengatakan 'aku" berarti 'engkau'. Maka diapun dapat
mengerti apa yang dimaksudkan si Uk Uk itu.
"Celaka, sialan benar," gumam Lau Bun Sui "bocah edan
ini menuduh aku telah merampasi kelinci yang hendak
ditangkapnya." "Aku, eh . - . engkau tidak tahu kelinci Tapi engkau
sanggup memberi aku beberapa kelinci gemuk, asal aku
mau melepaskan engkau".." terpaksa Lau Bun Sui
menggunakm istilah aku dan engkau, sesuai dengan
pengertian bocah pekok itu.
"Sungguh " Aku tidak bohong ?"
"Sungguh," kata Liu Bun Sui dengan manahan geram.
Uk Uk pun lepaskan telinga anak jendral itu. Begitu
lepas, Lau Bun Sui terus menghampiri ke tempat kedua
pengawalnya.! berbalik tubuh dan menuding Uk Uk,"
Tangkap bajingan cilik itu !"
"Eng ..... engkong ..... apa bajing ..... an itu?" tanya Uk
Uk kepada kakek Lo Kun. "Bajingan itu orang jahat," sahut kakek Lo Kun.
"Hai, siapa yang di maki bajing ..... an?" bentak Uk Uk
kepada Lau Bun Sui. "Engkau !" 'O, pantas'." sahut Uk Uk.
Lau Bun Sui menyadari bahwa dia telah lupa
menggunakan istilah yang dimengerti Uk Uk. engkau, bagi
Uk Uk diartikan aku, "Sialan, dia menganggap aku memaki
diriku sendiri ...."
Saat itu berapa prajurit dan kedua guru silat pun
menghunus senjata dan hendak menyerang Uk Uk.
"Eng ..... kong ,... kong ... ,," teriak Uk Uk ketika melihat
hendak diserang dengan senjata.
Kakek Lo Kun segera melepas buli-buli arak yang
terselip di pinggangnya dan terus dilemparkan kearah Uk
Uk, "terimalah!"
Uk Uk menyambuti lalu meneguknya. Pada i?t itu
beberapa prajuritpun sudah menyerbunya, pr .... buffff ....
Ternyata bocah pekok itu telah menyemburkan arak
dalam mulut kearah beberapa prajurit. aneh tetapi nyata.
Prajurit2 itu menjerit kesakitan lalu menyurut mundur.
Wut, wut .... pedang kedua guru silat serempak
melayang menabas kepala Uk Uk. dengan gesit Uk Uk
dapat menghindari. Kho kausu dan Tan kausu makin kalap.
Diserangnya bocah itu dengan gencar. Dari kanan kiri,
muka lakang, atas dan bawah. Tetapi Uk Uk seperti setan
cilik yang tak punya bayangan. Dia lari memutari kedua
penyerangnya itu. Kemudian setelah berlangsung beberapa
jurus, tiba2 Uk Uk menyembur arak ke muka
penyerangnya. Kho kausu dan Tan kausu meringis. Percikan arak itu
terasa panas. Muka mereka seperti digigit berpuluh semutapi.
Mereka masih dapat memang berusaha untuk bertahan.
Tetapi ketika beberapa butir percik arak itu mengenai biji
mata mereka menjerit dan loncat mundur.
Selusin prajurit yang mengiring anak jendral Lau berburu
itu pun tak berdaya mengira semburan arak dari mulut Uk
Uk. Memang mereka tak sampai terluka tetapi mereka tak
tahan sakitnya. Arak yang disemburkan itu sepasang yang
mendidih. Akhirnya rombongan Laul Sui itupun lari ke
dalam kota. "Uk, pergilah!" seru kakek Lo Kun. Lalu bocah pekok
itupun hentikan langkah lalu kembali ke tempat si kakek.
"Mana buli-buliku," kata kakek itu. Dan Uk Uk pun
menyerahkannya, "Aku Kenyang, engkong," latanya.
"Hus. mengapa aku tak minta kelinci itu ke pada pemuda
tadi?" seru kakek Lo Kun.
"Bagaimana kalau minum arak saja ?" tanya Uk Uk.
"Gila, kalau aku habiskan lalu bagaimana dengan engkau
?" "Jangan kuatir, engkong," kata Uk Uk, "engkau hanya
minum sedikit saja. Engkong masih dapat minum banyak."
Keduanya berbicara dengan istilah "aku" dan "engkau",
menurut pengertian mereka yang terbalik artinya.
Tiba2 Sian Li menghampiri dan terus memeluk kakek Lo
Kun, ' Oh, engkau engkong ..."
"Huh, huh .... hahhhh ..... siapa engkau bocah
perempuan," kakek itu terkejut dan berusaha melepaskan
diri. "Kakek Lo Kun," seru Sian Li, "bukankah engkau kakek
Lo Kun ?" "Ya." "Engkau lupa kepadaku ?"
"Hm," kakek itu kerutkan dahinya yang penuh keriput
lalu berkata, "siapa ya ?"
"Masih ingat kepada Blo'on ?"
"Hai !" kakek itu berjingkrak kaget, "mana dia " Aku
memang hendak mencarinya ?"
"Aku adalah sumoaynya, Liok Sian Li."
"Apaaaa ?" teriak kakek itu teikejut, "engkau sumoaynya
" Ah, jangan main2, nona. Masa gadis secantik engkau mau
menjadi sumoay dari cucuku si B'o'on itu.
Sian Li sudah tahu akan watak linglung kakek itu maka
dia hanya ganda tertawa saja.
"Ya. aku memang sumoaynya. Kakek masih ingat ketika
bersama menolong kepala kampul nelayan di tepi sungai
Hong-ho yang anak perempuannya hendak diambil isteri
oleh kepala bajak itu?"
Kakek Lo Kun termenung, pejamkan mata seperti orang
merenung. Tiba2 dia menjerit, "Astagafirullah .... ! Engkau
..... engkau Sian Li " Ah .... bukan ..... bukan ..... Dulu
engkau masih perawan kecil mengapa sekarang sudah jadi
gadis yang begini cantik ?"
Sian Li tertawa, "Ah, memang, dulu juga seorang bayi
tetapi beberapa tahun kemudian menjadi gadis cilik dan
sekarang makin besar."
"Aneh, aneh," kakek linglung itu garuk2 kepalanya,
"yang kecil jadi besar tetapi mengapa yang tua tetap tua ?"
"Tentu saja, kakek," Sian Li tertawa.
"Yang muda jadi tua mengapa yang tua tidak jadi muda
kembali" Bukankah matahari keluar dari timur lalu silam ke
barat kemudian muncul dari timur lagi" Mengapa manusia
tidak begitu juga?" ''Ah, kalau yang tua tidak mati, dunia ini jadi penuh
nanti," Sian Li tertawa.
"Tidak mungkin penuh," bantah kakek Lo Kun, "kan ada
yang sakit dan mati, ada yang mati berperang."
Sian Li tertawa. Dia tak mau berbantah dengan kakek
yang linglung itu. Katanya pula, "Kakek Lo, sekarang
engkau tentu sudah ingat dan mau mengakui aku ini Sian
Li, sumoay dari suko Blo'on, bukan?"
"Ya, dehhhh," "Lho, jangan seperti merasa terpaksa begitu, kakek Lo.
Kalau memang engkau tetap belum ingat aku dan tak mau
mengakui aku ini Sian Li, ya sudah. Akupun hendak
melanjutkan perjalanan saja," habis berkata Sian Li terus
berputar tubuh lalu ayunkan langkah.
Wut ..... sesosok bayangan melesat dan kakek itu sudah
menghadang di depan Sian Li.
'Tunggu dulu," katanya, "sekarang aku ingat. Ya, engkau
memang Sian Li, cucuku yang manis dan sekarang makin
bertambah cantik, ha, ha, ha....." kakek itu terus memeluk
Sian Li. "Eng ..... kong ..... kong ..... siapakah itu?" tiba2 Uk Uk
menghampiri. "Bocah edan, masakan engkau tak kenal?" bentak kakek
Lo Kun," ini kan cucuku Sian Li.
"Cucumu" Ah, jangan gitu eng ..... kong"
"Bocah edan! Ini memang cucuku!"
"Tidak! Engkau tidak punya cucu."
"Siapa bilang aku tak punya cucu?" teriak kakek Lo Kun
ngotot. Sian Li menyadari bahwa kakek Lo Kun telah lupa,
pengertian Uk Uk dalam istilah 'aku- engkau' yang terbalik
artinya itu. Maka dia tertawa, "Ai, kakek ini bagaimana"
Mengapa kek lupa akan kata2 aku-engkau yang dimengerti
adik itu?" "O, ya, ya, benar, benar," kakek Lo tertawa meringis,
"ya, benar, Uk Uk, ini memang cucumu."
"O, aku punya cucu" Siapa namanya?" tanya Uk Uk.
"Sian Li," kata kakek Lo Kun, "aku harus memanggil
taci kepadanya, tahu!"
'Baik, eng ..... kong ..... , " Uk Uk meng angguk.
"Adik kecil, siapa namamu?" tanya Sian yang
melepaskan diri dari pelukan kakek Lo Kun.
"Kata eng ..... kong ..... Sian ..... Li
"Bu .... eh, ya, benar," Sian Li segera teringat istilah akuengkau
yang digunakan anak itu. Dia lupa sehingga keliru.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adik kecil, siapa namaku?" Sian Li me ulang
pertanyaannya lagi. "Uk Uk," "Uk Uk" Aneh, nama apa itu?"
"Entah itu eng ... kong ..... yang memberi."
"Kakek Lo, apa artinya nama itu?" tanya mi Li.
"Entah aku sendiri juga tak tahu," kata ka-1 Lo Kun,
"karena kalau bicara ak, uk, ak, uk ak lancar maka
kunamakan Uk Uk. Dan lama2 nama itu enak diucapkan
dan sedap didengar juga."
"Tetapi biasanya setiap nama itu tentu ada artinya. Dan
nama untuk anak tentu berarti yang bagus."
"Ah, jangan terikat dengan adat lama, cucuku," kaia Lo
Kun, "apa itu sih nama" Yang penting bukan nama dengan
attinya yang bagus tetapi orangnya dengan sifatnya yang
baik. Tidak percaya, coba engkau namakan bunga mawar
itu dengan nama baru, misalnya bunga bangkai. Toh
baunya tetap harum, bukan " Sebaliknya coba sebut bunga
bangkai itu dengan nama bunga Bidadari, toh tetap bau.
Masakan ada bidadari yang baunya apek, ha, ha, ha .... "
Diam2 Sian Li membenarkan dalam hati. diam2 pula ia
mendapat kesan bahwa dari mulut seorang kakek linglung
seperti Lo Kun, ternyata dapat menghamburkan kata2
mutiara juga. "Tetapi biasanya orangtua tentu menaruh harapannya
kepada nama yang diberikan kepada anaknya itu" kita Sian
Li, "lalu apa harapan kakek dengan itu?"
'Supaya dia ber-uk-uk setiap kali melihat yang tak baik,
yang tak adil dan yang tak benar. Bukankah anjing itu juga
jeguk (menyalak) huk, huk, kalau melihat penjahat masuk
kerumahnja?" "Matiiiii engkau eng" engkong ?".. Jangan engkong
menya?" makan engkong ?". seperti anjing?" teriak Uk
Uk. "Bukan begitu Uk," seru kakek Lo-Kun, "engkau tidak
menyamakan aku seperti anjing. Bukan orangnya yang
engkau samakan dengan anjing, tetapi sifatnya."
"Sifatnya yang bagaimana eng ". Kong?"
'"Memang kalau mendengar kata "anjing" orang tentu
menganggap rendah. Orang tentu tidak mau d sebut seperti
anjing. Orang tentu menganggap dirinya . lebih tinggi dari
anjing. Tetapi ketahuilah Uk," kata Lo Kun, "kata Lo Kun,
anjing adalah binatang yang paling setya kepada tuannya.
Dia dapat menjaga rumah, dapat menjaga keamanan
kampung. Tetapi manusia" Bukankah dalam kerajaan itu
banyak mentri dan pembesar yang tidak setya kepada
negara" Menumpuk harta, menggunakan kekuasaan secara
sewenang-wenang, menipu dan menindas rakyat, itu
termasuk melanggar undang-undang negara. Yang
melanggar undang2 adalah tidak setya kepada negara.
Malah2 yang berhianat menjual negara. Dia tak mau
disamakan dengan anjing tetapi harus dianggap lebih
rendah dari anjing."
Diam2 Sian Li heran. Dulu kakek Lo Kun tak kalah
linglungnya dari Blo'on, tetapi mengapa sekarang sudah
banyak berobah, dapat memberi ulasan yang tepat".
"Eng ..... kong ..... apa aku ... mau ..... punya ... cucu an
... jing?" tanya Sian Li.
"Siapa" Tidak, engkau tidak sudi punya cucu anjing!"
seru kakek Lo Kun. "Kal ..... au begit ... u ... engkau buk ... kan ... anjing ya?"
"Tentu saja aku bukan anjing."
"Ya, sud ... sudah ... aku senang."
"Kakek Lo, mari kita duduk dibawah pohon untuk
omong2 yang enak," ajak Sian Li. Merekapun lalu duduk
dibawah sebatang pohon ditepi jalan.
"Kakek Lo," kata Sian Li membuka pembicaraan, "kakek
dari mana dan mengapa sampai bertahun-tahun kakek tak
pernah datang ke Giok-li-nia menjenguk kami?"
"Yahhhh," kakek Lo Kun menghela napas, sebenarnya
aku sudah kangen sekali pada kalian, Blo"on dan engkau.
Tetapi waktu itu aku sedang sibuk sekali sehingga aku tidak
dapat pergi kemana mana.?"
"O, apa saja yang menyebabkan kakek begitu sibuk ?"
"Apa lagi kalau bukan Uk Uk ini," kata Lo Kun.
"O, ya," tiba2 Sian Li teringat "aku bisa mendapat
keterangan tentang adik Uk Uk ini, apakah dia yang
sebenarnya" Aoakah dia cucu kakek " Bagaimana asal usul
kakek mendapat cucu itu ?"
Lo Kun tidak menyahut tetapi mengambil buli2 arak dan
terus meneguknya. Kemudian menawarkan kepada Sian Li
apakah nona itu mau minum. Sian Li gelengkan kepala.
"Dan aku Uk, sudah kenyang ya ?" tanya kakek itu."
"Tentu saja sudah kenyang," ia terus menyambar buli2
itu dan meneguknya. Setelah itu diserahkan kepada kakek
Lo Kun lagi. "Aku hendak bercerita sekarang," kata kakek Lo Kun.
Dan mulailah ia bercerita.
"Sejak berpisah dengan Blo'on dan para ketua partai
persilatan di gunung Hong- san dan akupun sebenarnya
hendak menyusul Blo'on Giok-li-nia (baca: Pendekar
B.o'on). "Tetapi di tengah jalan tiba2 "saja ingin sekali pulang
menjenguk tempat tinggalku di gunung Hok-hou-san. Eh,
ketika melalui sebuah hutan aku mendengar suara bayi
menangis ngo-ek ngo-ek" Dan serempak pada saat itu.
Kudengar suara aum harimau. Segera aku lari memburu ke
tempat itu. "Ah .... ternyata di sebuah gua, aku melihat sebuah
pemandangan yang mengerikan. Seekor harimau gembong
tengah menjilati kepala seorang bayi yang mengeletak di
tanah. Harimau itu harus bekerja keras untuk
membersihkan tubuh dan kepala bayi yang dirubung semut.
Mungkin karena jengkel, berulang kali harimau itu
mengaum-aum. Dia tak berani makan bayi yang bersemut,
harus dibersihkan dulu. Dan bayi itu terus menangis ngo-ek
ngo-ek ....." "Aku gugup sekali mencari akal untuk mengusir harimau
itu. Akhirnya aku nekad. Aku mengambil beberapa batu
dan kutimpukkan. Harimau itu kesakitan dan marah. Dia
menyerang aku. Untung karena sebelah matanya sudah
buta kena lontaran batu, walaupun aku sendiri juga babak
belur tetapi akhirnya aku berhasil membunuh harimau itu.
"Aku segera mengambil bayi itu tetapi karena tubuhnya
masih banyak semut, kumandikan bayi itu dengan darah
harimau. Setelah itu kuminumi dengan darah harimau. Eh,
bayi itu diam kemudian tertawa-tawa kepadaku ...."
"Kubawa bayi itu pulang ke gunung Hok-hou san dan
kurawatnya. Tetapi pada suatu hari ketika baru berumur
satu tahun, bayi itu sakit keras. Aku kelabakan setengah
mati. Sampai begitu tua aku belum pernah beranak,
sekarang suruh merawat bayi, aduhhhhh....."
"O, apa eng ..... kong ..... belum pernah bera ..... nak?"
Uk Uk menyelutuk. "Belum." "Mengapa tak mau ber ..... anak?"
"Sudah tentu tak mau."
"Mengapa?" "Bocah edan, engkau kan orang laki2, mana bisa
beranak?" gerutu kakek Lo Kun.
Mendengar itu Sian Li tertawa.
"O, apakah o ..... rang ..... la, la ... ki tak bisa bera ..... a
..... nak?" "Bocah edan sekali!" bentak Lo Kun, "mana ada orang
lelaki beranak?" "Hab.. bis . siapa yang ber ..... anak itu?"
"Perempuan." "Kalau begi ..... tu, eng, engkau ... ini, anak ..... nya ... ,
seorang perem, perempuan "..
"Ya, tentu." "Mana per, prem ..... puan itu?"
"Entah," sahut kakek Lo Kun, "waktu itu aku
menggeletak di tanah dan dijilati harimau"."
"O, harimau itu ..... laki atau ... per" . perempuan ..."
"Bocah edan aku ini, Uk!" bentak kakek Lo Kun
"Apa salah engkau, eng ..... kong?"
"Kalau manusia bisa diketahui laki atau perempuan.
Kalau harimau" Dekat saja sudah gemetar masakan hendak
melihat laki atau perempuannya, uh siapa yang berani?"'
gerutu kakek Lo Kun. 'Lho, kalau manusia mengapa kakek tahu laki-laki atau
perempuan?" masih Uk Uk mendesak.
"Dari potongan rambut, dari pakaiannya dan dari
telinganya, mukanya, kan sudah diketahui. Tapi kalau
harimau?" "A ... a ... apa harimau ti ... dak bisa?"
"E, anak ini benar2 goblok. Mana ada harimau pakai
sanggul rambut, mana ada yang mukanya pakai bedak,
mana ada yang bibirnya diberi merah2....."
"Ada, hari ... mau ... itu ... bibirnya ten tu ?" merah!"
teriak Uk Uk. "Tetapi apa telinganya berlubang seperti orang
perempuan?" "Mungkin ti ... dak ... tetapi ak ... aku .. mmm ... meme
... meriksa ... " Sian Li geli melihat perdebatan antara kakek dengan
bocah linglung itu. Kemudian ia minta supaya kakek itu
melanjutkan ceritanya. "Uh, sampai dimana tadi?" seru kakek Lo Kun.
Sian Li tertawa dan mengatakan kalau sampai pada
cerita bayi itu jatuh sakit keras.
'"O, benar, benar," kata kakek Lo Kun, 'bayi itu sakit
keras. Aku bingung sekali. Akhirnya aku teringat bahwa
engkau pernah memberi beberapa butir buah som. Menurut
katamu buah som itu disebut Cian-lian-hay-te-som (buah
som berumur seribu tahun yang tumbuh didasar laut),
engkau masih ingat bukan ?"
"O, ya, benar," sahut Sian Li, "buah itu kudapatkan
ketika aku bersama suko B!oon kecebur kedalam laut dan
masuk kedalam sebuah gua kerajaan. Lalu apakah buah
som itu kau minumkan kepada bayi itu ?"
"Bukankah menurut engkau, buah som itu termasuk
buah mustika yang mempunyai khasiat mukjijat dapat
menambah umur panjang ?"
"Ya." "Ternyata buah itu baru kumakan dua buah, masih sisa
delapan biji maka terus kuminumkan saja."!
"Semua ?" Sian Li terkejut.
"Ya, biar bayi itu lekas sembuh !"
"Lalu apakah benar bayi itu sembuh ?"
"Celaka !" teriak kakek Lo Kun, "beberapa saat
kemudian bayi itu malah mati....."
"Ihhhhh," desis Sian Li.
"Lho, apa, apa eng ..... kau sudah ma... ti, engkong ?"
teriak Uk Uk. "Ya, aku memang sudah mati waktu itu," kata kakek Lo
Kun, kemudian melanjutkan ceritanya lagi.
"Aku menangis gerung2 dan gulung koming karena
merasa akulah yang menyebabkan bayi itu mati. Oleh
karena itu aku tak mau menguburnya, biar dia tetap tidur di
atas balai2 saja. Akupun tiap hari akan memberinya makan
dan minum, mencuci mukanya ......"
''O, aneh sekali, luar biasa," seru Sian Li terkejut, heran
disamping geli. '"Celakanya," sambung kakek Lo Kun pula, bayi itu tak
dapat menelan makanan. Terpaksa hanya kuberi minum
saja. Karena air susah maka kuberinya minum arak
buatanku." "Arak apa itu, kakek ?" tanya Sian Li.
"Arak Hek hou-ciu," kata Lo Kun.
"Lho, Hek-hou-ciu itu artinya kan arak Macan hitam,
arak apa itu ?" "'Ketahuilah Sian Li," kata kakek Lo Kun, dulu dilembah
gunung Hok-hou-san (gunung Macan mendekam) banyak
terdapat harimau hitam. karenai mereka banyak yang
kubunuh sehingga mereka takut kepadaku. Macan2 hitam
yang kubunuh itu darahnya dimasukkan dalam guci lalu
kuberi hati dari macan itu dan kutuang dengan arak.
Setelah beberapa tahun, jadilah arak Hek-hou-ciu ini yang
luar biasa." "Eh jangan tertawa, anak perempuan," seru Lo Kun,
'"arak itu berhasiat tinggi untuk nambah tenaga dan umur.
Lihat karena bertahun-tahun minum arak Hek hou ciu" aku
masih tetap segar dan panjang umur."
"O, bayi itu kakek minumi arak Hek- hou ciu?" tanya
Sian Li. "Ya," kata Lo Kun, "kurang ajar memang bayi itu. Tiap
hari dia dapat menghabiskan satu guci arak Hek-hou-ciu."
"Tiap hari kakek beri minum arak itu?"
"Habis" Karena dia tak dapat menelan makanan,
Pedang Kiri Pedang Kanan 6 Han Bu Kong Karya Tak Diketahui Golok Sakti 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama