Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 12
terpaksa kuberi minum arak saja. Dan nyata bayi itu suka
sekali." "Lalu bagaimana akhirnya?"
"Pada hari keenam, ketika aku masih tidur tiba2 aku
mendengar suara anak menangis ngo-ek". ngo ek. Aku
segera loncat bangun dan menuju kamar. Coba, engkau
tebak apa yang kulihat di situ?"
"Bayi itu dapat hidup," kata Sian Li.
"Benar," kata Lo Kun, "lalu bagaimana dia?"
"Nangis." "Lalu?" "Lalu apa lagi?" kata Sian Li
" Entahlah, ".. Dia berjalan ....... "
"Hai, bayi umur setahun sudah dapat berjalan?" teriak
Sian Li. "Bukan hanya dapat berjalan, pun dia terus menyambar
guci arak yang kuletakkan di meja dan diminumnya ......."
"Dia minum arak sendiri ?" Sian Li terkejut.
"Ya, bayi itu memang keranjingan sekali, gemar minum
arak." "Eh, kakek, apakah dia benar2 hidup?" tanya Sian Li.
"Ya, sejak saat itu dia hidup lagi, dapat berjalan kemanamana
dan suka minum arak."
"Ah, tentulah karena kakek telah memberi dia minum
Cian-Iian-hay-te-sam itu."
"Benar, sampai delapan biji!"
"Itulah," seru Sian Li, "dua biji saja orang sudah sehat
dan kuat, mengapa kakek memberinya minum sampai
delapan biji. Dia tentu melebihi gajah kuatnya."
"Benar, Sian Li," kata kakek Lo Lun, "anak itu memang
kuat sekali. Buktinya baru berumur satu tahun saja dia
sudah bisa berjalan dan lari."
"Lalu keanehan apa lagi yang terjadi pada dirinya?"
"Dia bertambah gemuk. Tetapi ya, memang aneh
sekali......" "Mengapa ?" tanya Sian Li.
"Rambutnya tak dapat tumbuh, hanya bagian belakang
kepalanya saja yang tumbuh. Dan lagi dia juga sukar bicara.
Kalau bicara gagap ak-uk, ak-uk. Umur enam tahun baru
bisa bicara agak lancar. Coba engkau pandang, engkau kira
dia berumur berapa?"
Sejenak Sian Li menatap Uk Uk, kemudian menjawab,
"Dia tentu sudah berumur 11-an tahun."
"Salah," kata kakek Lo Kun, "dia baru umur genap
delapan, hampir sembilan. Tetapi rupanya memang lebih
tua dari umurnya." "Dia kuat sekali, bukan?"
"Ya," sahut kakek Lo Kun, "pernah ada gunduk batu
besar longsor dan menggelinding kearah lembah. Waktu dia
melihat dia terus lari menahan batu itu."
"Makannya tentu banyak juga, bukan?"
"Kalau makan nasi sih biasa saja, tetapi kalau minum
arak, ho, jangan ditanya lagi. Berguci-guci tentu dapat
disikat habis." "Apa tidak mabuk?"
"Entah, anak itu memang keranjingan, ia tak pernah
mabuk, katanya minum arak itu seperti minum air saja."
"Ah," Sian Li mendesah, "apakah kakek juga memberi
pelajaran silat kepadanya?"
"Ya, memang pernah kuberinya latihan ilmu silat tetapi
bocah itu memang edan, kok."
"Lho, edan bagaimana?"
"Dia membalik semua gerakan dalam jurus yang
kuajarkan. Artinya, kalau aku memukul ke muka, dia
memukul ke belakang dan kalau tanganku menebas ke
kanan, dia menebas ke kiri. Pokoknya, semua gerakan
dalam jurus itu berubah arahnya."
"Bagus, itu kan hebat sekali. Musuh yang tahu nama dari
jurus yang kakek mainkan, apabila berhadapan dengan Uk
Uk, tentu akan kelabakan setengah mati," seru Sian Li.
"Ah, tapi anak itu memang kranjingan sekali. Nakalnya
bukan main, pokoknya bukan buatan, limbungnya bukan
kepalang. Karena harus merawat sejak masih bayi mendidik
sampai begitu besar aku tak sempat keluar dari gua. Dan
keinginanku untuk menjenguk cucuku Blo'on dan engkau
terpaksa kutekan." "Dan sekarang kakek kan sudah bisa keluar?"
"Yah," kakek Lo Kun mendesah, "mana tahu kalau
selama bertahun-tahun harus menyepi dalam gua saja.
Rindunya pada Blo'on dan kau, tak dapat ditahan lagi.
Beberapa hari ini aku selalu terbayang-bayang akan wajah
kalian semua. Mana sukomu si Blo'on?"
Sian Li dengan ringkas lalu menceritakan apa yang telah
terjadi selama ini. "Lho. B'o'oti engkau suruh jadi pendekar?" teriak Lo
Kun, "Habis bagaimana, kek," kata Sian Li, negara kan sedang
berperang....." "Lho, perang " Perang dengan siapa Lo Kun terkejut.
"Eh, kakek ini bagaimana. Kerajaan Beng diserang oleh
bangsa Boan, kotaraja di Pakkia sudah diduduki dan raja
Beng sudah hijrah ke Lam-kia. Saat ini dimana-mana
sedang kacau. Pasukan kerajaan Beng sedang bertahan
disepanjang bengawan Hong-ho. Mengapa kakek tak tahu?"
"Ah, ini memang ulah mentri2 kerajaan yang tak becus.
Mereka hanya mengurusi soal upah dan pesta serta
menghidangkan wanita cantik pada raja."
"Ya mungkin." 'Lho, tidak mungkin lagi tetapi tentu begitu. Mengapa
negara diserang musuh mereka tak memanggil aku untuk
memimpin pasukan ?" "Lho, kakek ini siapa sih ?"
'"Sian Li, apa aku belum pernah bercerita kepadamu
bahwa dulu aku ini seorang jenderal?"
Diarn2 Sian Li geli dalam hati. Namun untuk tidak
membuat hati kakek itu gelo dia hanya mengangguk saja.
"Dan bagaimana dengan sukomu Blo'on "'
"Mengapa dia, kek ?"
"Dia kan menantu raja," kata Lo Kun, "mengapa dia tak
mau memimpin pasukan untuk mengusir musuh " Kalau
dia tak mengerti ilmu perang, mengapa tak mau memanggil
aku ?" Walaupun menganggap kakek Lo Kun itu mengoceh tak
keruan tetapi mau juga Siau Li menanggapi, "Kemungkinan
dia juga bingung memikirkan kakek yang tak pernah
muncul selama ber-tahun2 ini. Dia tentu tak tahu dimana
tempat tinggal kakek. Dan diapun juga tak tahu kalau kakek
masih hidup atau sudah mati."
"Berkat arak Hek-hou-ciu, aku tentu dapat berumur
panjang," kata Lo Kun, "ya, benar. Kemungkinan sukomu
Blo'on memang menganggap begitu sehingga dia tak dapat
mencari aku." "Jadi kakek juga hendak mencari suko dan aku ?" Sian Li
menegas. "Ya." "Jika begitu mari kita bersama-sama mencarinya ke kota
Yang-ciu. Suko hendak melamar pekerjaan pada jenderal
Ko Kiat disana." "Lebih baik kita omong2 disini dulu," kata Lo Kun. "kan
masih banyak yang dapat kita ceritakan selama berpisahan
delapan tahun itu." "Kakek hendak bertanya apa lagi ?"
"Apakah sukomu sudah beristeri ?"
"Belum" sahut Sian Li, "berulang kali para ketua partai
persilatan membujuknya supaya menikah. Merekapun
mengajukan calon" yang cantik, tetapi suko tak mau."
"Ya, mungkin karena dia sudah menjadi mantu raja
maka dia menolak. Yang goblok adalah para ketua partai
persilatan itu. Yang sudah beristeri ditawari gadis cantik,
yang belum bersteri perti aku ini, mereka tak mau
menawari. Hm, nanti kalau bertemu Blo'on akan
kusuruhnya menerima saja tawaran itu. Setelah itu berikan
saja gadis cantik itu kepadaku, tanggung beres!"
Sian Li tertawa, "Ai, kakek kan sudah tua, mengapa
masih asyik memikirkan isteri?"
"Lho, soal beristeri itu tidak tergantung tua dan muda.
Pokoknya selama manusia itu masih bernapas, boleh saja
dia beristeri, asal ada wanita yang mau."
Sian Li tak mau berbantah, ia bertanya, "Kakek Lo,
apakah benar suko itu sudah menikah?"
"Sukomu dipungut menantu oleh raja karena sukomu
berhasil mengobati penyakit puteri raja."
"Tetapi apakah suko mau?"
"Itu dia, kalau orang goblok. Diberi puteri raja dia tak
mau malah melarikan diri. Kalau memangnya tak mau,
berikan saja kepadaku kan beres."
"Jadi secara resmi suko belum menikah dengan puteri
raja itu?" tanya Sian Li.
"Raja memang bermaksud hendak menikahkan sukomu
dengan salah seorang puterinya tetapi sukomu malah
minggat dari keraton."
Note: Tentang kisah Blo'on dipungut menantu oleh raja
adalah karena dia dapat menyembuhkan penyakit aneh dari
puteri. Tetapi Blo'on minggat. Kalau ingin mengetahui yang
jelas, silahkan baca Pendekar Blo"on.
"Kakek," kata Sian Li yang rupanya menarik perhatian
tentang masalah itu, "benarkah suko pernah ditunangkan
pada anak perempuan dari serang tokoh di Thay-goan yang
bernama Han Hian Liong?"
"Siapa yang bilang?"
Sian Li lalu menuturkan tentang kedatangan Han Bi Ing
yang membawa surat dari ayahnya, bahwa Blo'on itu calon
suami dari Han Bi Ing karena dulu ayah Blo'on, Kim Thian
Cong telah mengikat janji dengan Han Bun Liong untuk
menjodohkan anaknya. "Entahlah, aku tak tahu. Karena aku sendiri juga tak
pernah kenal dengan Kim Thian Cong, ayah si Blo'on,"
kata kakek Lo Kun, "tetapi apakah Han Bi Ing itu cantik?"
"Ya, cantik sekali."
"Lalu dimana sekarang?"
"Juga mencari suko," sahut Sian Li, "tetapi apakah suko
mau menerimanya?" "Anak itu memang sukar," gumam kakek Lo Kun,"
jangankan Han Bi Ing, sedang puteri raja saja dia menolak.
Hm, seenaknya sendiri saja mentang2 laris lalu tak ingat
pada kakeknya." Sian Li hanya tertawa. Ia tahu kekek Lo Kun itu seperti
sukonya Blo'on. Kadang pikirannya waras, ingatannya
tajam dan dapat bicara dengan genah bahkan dapat
memberi wejangan berharga. Tetapi kalau penyakit
limbungnya kambuh, dia akan ngoceh tak keruan,
bertingkah laku tak genah.
Sekonyong-konyong mereka mendengar derap kuda lari
riuh gemuruh sekali. Saat itu hari sudah petang dan suasana
disekeliling hutan itu sunyi sekali sehingga suara gemuruh
tanah didebur kuda, terdengar jelas sekali.
"Eng ..... eng .... kongkong..... ada kuda," seru Uk Uk.
Ketika kakek Lo Kun dan Sian Li memandang ke
sebelah muka mereka terkejut"..
( bersambung ) -ooo0dw0ooo- Jilid 18. Aih, aih. Empatpuluh prajurit berkuda dengan pakaian lengkap
seperti sedang menyerbu dalam medan perang, sedang lari
menuju ke tempat Sian Li dan kakek Lo Kun.
Cepat sekali mereka sudah tiba dan terus loncat turun
dan mengepung Sian Li bertiga. Seorang perwira bertubuh
tinggi besar segera maju.
"Hai, mana bocah pekok yang telah menghina Lau
kongcu tadi?" teriak perwira yang berkumis seram itu.
Sebelum kakek Lo Kun menjawab, Sian Li telah
mendahului, "Dia adalah adikku."
Melihat Sian Li seorang gadis cantik, berobah sikap
perwira itu. Semula bengis sekarang mulutnya tampak
ramah. "O, adik nona?" perwira itu menegas dan muka
dicerahkan. "Ya," sahut Sian Li. "Mengapa adik nona berani
menghina kongcu putera jenderal Lau Cek Jing atasan kami
tanya perwira itu. "Apakah engkau disuruh oleh jenderal Lau untuk
menangkap adikku?" Sian Li balas bertanya.
"Ya, tetapi aku agak sangsi apakah benar adik nona yang
melakukannya." "Memang benar," sahut Sian Li, "tetapi aku melakukan
hal itu karena terpaksa."
"Terpaksa bagaimana maksud nona?"
"Karena putera jenderal itu hendak memaksa aku supaya
bermalam di tempatnya. Waktu, aku menolak dia suruh
pengawalnya untuk menangkap aku. Melihat aku diserang
oleh pengawal anak jenderal itu, adikku marah dan terus
meringkus anak jenderal itu."
"O," perwira itu mendesuh kejut. Tetapi, ia memang tahu
akan tabiat putera atasannya suka memaksa wanita
terutama gadis2 cantik untuk melayani kemauannya.
"Sebenarnya putera jenderal itu harus malu dan tak
berani mengatakan peristiwa itu kepada ayahnya."
"Malu bagaimana?" perwira itu heran.
"Malu karena dia hendak mengganggu seorang gadis.
Malu karena dia dapat dibekuk seorang anak kecil."
"Mana adik nona itu ?"
'"Ini," Sian Li menunjuk pada Uk Uk.
Demi melihat perwujudan Uk Uk yang berkepala gundul
dan bertubuh gemuk, perwira itu ini longong, "Anak itu ?"
serunya heran. "Ya." Diam2 perwira itu heran dan hampir tak percaya. Lau
kongcu juga belajar silat apa-lagi dibeking oleh dua orang
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kausu, mengapa sampai dapat diringkus oleh seorang bocah
yang bentuknya begitu macam, pikirnya.
"Nona, apakah benar anak itu yang membekuk kongcu
kami ?" ia menegasi "Ya." "Apakah bukan adik nona yang lainnya lagi."
"Aku tak punya adik lagi kecuali dia," sahut Sian Li," o,
engkau kira yang mengalahkan anak jenderal itu seorang
jago silat yang sakti, bukan " Kalau tidak, perlu apa engkau
membawa berpuluh-puluh prajurit bersenjata lengkap untuk
mengepung kami bertiga ?"
Perwira itu tersipu-sipu malu.
"Kami hanya mendapat perintah dari atasan kami, nona.
Kami tak mengira kalau yang mengalahkan rombongan
Lau kongcu itu ternyata hanya seorang bocah yang
berwajah lucu ......."
"Lho, jangan omong seenakmu sendiri, bajingan !" teriak
U k Uk dengan tiba2. Sudah tentu perwira itu berjingkrak kaget karena dimaki
Uk Uk. Merahlah mukanya seketika.
"Uk, jangan memaki orang," seru Sian Li lalu berpaling
kepada perwira itu, "sebenarnya ia tak tahu apa arti kata
'bajingan" itu. Tetapi tadi putera jenderal itu telah
memakinya bajingan. Dia lalu bertanya apa artinya
bajingan itu dan kakekku memberi keterangan kalau
bajingan itu orang yang jahat. Dia tentu mengira kalian ini
orang jahat yang hendak menangkap kami maka dia tentu
kontan memaki. Harap jangan salah faham."
Walaupun mendongkol tetapi karena berhadapan dengan
seorang gadis cantik, terpaksa perwira itu meramahkan
wajahnya. "Ah, karena dia tak tahu, adik nona itu tak
salah," katanya. "Lalu bagaimana maksud kalian kemari," tegur Sian Li
pula. "Kami mendapat perintah dari atasan, supaya membawa
orang yang telah menghina Lau kongcu, menghadap
jenderal kami." "Untuk apa?" "Tetapi nona tak perlu takut," cepat perwira itu
menghibur, "dihadapan jenderal Lau nona boleh
menceritakan apa yang telah terjadi. Jenderal Lau tentu
dapat memberi keadilan."
Sian Li segera berunding dengan kakek Lo Kun. Dia
mengemukakan alasan, jika melawan tentu akan terjadi
pertempuran. Bukan karena takut tetapi hal itu hanya akan
menimbulkan pertumpahan darah yang tak perlu. Kawanan
prajurit itu adalah prajurit kerajaan Beng. Tak baik kalau
memusuhi bangsa sendiri."
"Maksudmu kita ikut kepada mereka mengalap jenderal
Lau itu ?" kakek Lo Kun menegas.
"Kurasa baik begitu," jawab Sian Li, "nanti dihadapan
jenderal itu kita dapat memberi keterangan yang
sebenarnya." Setelah bersepakat. Sian Li lalu mengatakan pada
perwira itu bahwa dia dan kedua kawan-bersedih ikut
mereka. Singkatnya, mereka telah tiba di markas besar jenderal
Liu Cek Jing. Tetapi jenderal sedang menerima tamu,
utusan dari mentri pertahanan Su Hwat. Mereka
dipersilahkan beristirahat di dalam ruang.
"Silakan beristirahat dulu di ruang ini, nona, seorang
prajurit," besok pagi baru kita antar menghadap jenderal
Lau." Segalanya tampak wajar dan tak mencurigakan. Tetapi
Sian Li masih tetap berhati-hati. masih tak percaya kalau
jenderal Lau sedang nerima tetamu. Teringat akan ulah
putera jenderal yang bernama Lau Bun Sui itu, dia tetap
curiga. Tetapi ia tak tahu bagaimana cara membuktikan
benar atau tidak ia akan dihadapkan jenderal Lau.
Ia mendapat sebuah kamar dan kakek Kun satu kamar
dengan Uk Uk. Saat itu mereka belum tidur, masih
beromong-omong diruang muka.
Pada saat itu muncullah seorang gadis membawa
hidangan makanan dan minuman. Gadis itu sebenarnya
berwajah cantik tetapi saat itu tampak pucat dan matanya
cekung tak bersinar. Wajahnya kuyu.
"Siauya menyuruh kami mengantar hidangan malam
untuk nona," katanya dengan suara perlahan.
Sian Li mengucap terima kasih dan si pelayan itu
meletakkan hidangan dimeja. gadis pelayan itu terkesiap,
matanya berkilat ketika melihat Uk Uk.
Sian Li memperhatikan perobahan muka pelayan itu dan
menegurnya, "Kenapa, cici ter melihat adik itu ?"
"Dia .... dia seperti adikku ...."
'O," desuh Sian Li, "dimanakah adik cici sekarang?"
Gadis itu tidak menyahut melainkan menundukkan
kepala. Beberapa butir airmata menetes turun ke lantai.
"Cici, mengapa engkau menangis?" tanya Sian Li.
"Tidak apa2, nona," kata pelayan itu, "aku jadi terkenang
kepada adikku itu. Entah sekarang dia berada dimana ..."
Menduga pelayan itu tentu mengalami derita dalam
hidupnya, Sian Li berkata dengan nada lembut, "Ah, cici
tentu mengalami derita hidup. Apabila percaya kepada
kami, maukah engkau menceritakan peristiwa yang
menimpa diri cici?" Pelayan itu memandang sejenak ke sekeliling. Setelah
memperoleh kepastian tak ada lain orang, barulah dia
berkata dengan pelahan, "Nona, memang benar seperti kata
nona. Aku menanggung kehidupan yang menyedihkan.
Ayahku ditangkap dan karena berani melawan, lalu
dianiaya sampai mati. Mendengar itu ibuku lalu bunuh diri,
sedang adikku juga melarikan diri. Dan aku telah diambil
dari rumah secara paksa ....... "
"Siapa yang melakukan hal itu?"
Anakbuah Tio wan-gwe," kata gadis itu. Wan-gwe
artinja hartawan. "Siapa Tio wan-gwe itu?" Sian Li terkejut.
"Dia adalah orang yang paling kaya di kampung ini,
seorang tuan rumah yang memiliki beratus-ratus hektar
sawah. Dia memelihara berpuluh tukang pukul. Bermula
ayah meminjam uang untuk mengerjakan sawah
peninggalan engkong. Tetapi tak tahu bagaimana, pada saat
hampir panen, sawah ayah telah dirusak orang , ..... "
"Karena peristiwa itu ayah tak dapat membayar hutang.
Tio wan-gwe berkeras hendak nagih kalau ayah tak dapat
membajar, sawah akan diambil. Kami sekeluarga segera
mengunjungi rumah Tio wan-gwe untuk memohon belas
kasihan agar memberi waktu beberapa bulan lagi. Maksud
ayah mengajak isteri dan anaknya adalah untuk mengetuk
perasaan Tio wan-gwe tetapi malah berbalik menjadi suatu
bencana . "Tiba2 Tio wan-gwe bersikap manis kepada ayah.
Bahkan ayah diberi pinjaman uang lagi. Ayah terlongonglongong.
Tak pernah ia menyangka bahwa Tio wan-gwe
yang terkenal kejam itu ternyata begitu baik kepadanya ....
"Beberapa waktu kemudian, datanglah seorang pesuruh
dari Tio wan-gwe ke rumah. Maksud kedatangannya tak
lain adalah hendak meminang aku untuk dijadikan gundik
hartawan yang sudah setengah baya, punya isteri dan
beberapa gundik. "Ayah terkejut dan menolak lamaran itu. Dia telah
memberikan sawahnya sebagai pembayar hutang. Tetapi
Tio wan-gwe menolak dengan dalih bahwa harga sawah
ayah itu masih belum memadai untuk membayar hutang
ayah. Kalau ayah mau memberikan aku, hutangnya akan
dibebaskan. Tetapi kalau tidak, ayah akan ditangkap dan
dipenjarakan ....." "Karena ayah berkeras kepala akhirnya dia ditangkap
oleh kawanan tukang pukul Tio wan-gwe dan karena tak
tahan mengalami siksaan akhirnya ayahpun meninggal.
Kawanan tukang pukul datang lagi ke rumah kami,
mengatakan kalau ayah minta ibu dan aku supaya datang
menjenguknya untuk berunding. Tetapi waktu kami berdua
datang ternyata kami ditipu. Aku terus dimasukkan
kedalam sebuah ruangan yang dijaga keras. Melihat itu ibu
kalap. Karena putus asa dia sampai bunuh diri ....... "
"'O, hartawan itu harus diberi hajaran yang setimpal,"
seru Sian Li. Kemudian dia minta nona itu melanjutkan
ceritanya. "Tetapi sebelum Tio wan-gwe mencemarkan diriku, tiba2
pasukan jenderal Lau datang di kota. Tio wan-gwe berusaha
untuk mencari perlindungan kepada jenderal Lau agar harta
benda dan sawahnya tak diganggu. Setelah memberi
sumbangan uang dan bahan makanan yarg berlimpahlimpah,
Tio wanpwe juga memberi gadis2 cantik kepada
jenderal itu .... " "Dan dirinya termasuk salah seorang yang diberrikan
kepada jenderal Lau?" tukas Sian Li.
"Ya," pelayan itu menghela napas, "apa dayaku seorang
gadis desa yang lemah. Tetapi bagiku sudah tiada
mengharap apa2 lagi kecuali hanya satu."
"Coba katakanlah, cici," kata Sian Li, "barangkali kami
dapat membantu harapan cici."
"Kedua orangtuaku sudah mati dan aku ibarat bunga
yang sudah layu. Sebenarnya aku sudah tak ingin hidup,
tetapi aku paksakan diri untuk bertahan hidup hanya karena
aku ingin mengetahui tentang diri adikku itu ..."
"Dimanakah adik cici waktu itu"''
"Waktu aku dan ibu datang ke rumah Wan-gwe, adik
berada di rumah. Dia seorang lelaki yung bertubuh montok
seperti adik nona! Umurnya juga sebaya ....... "
"Kalau begitu, biar dia menjadi adikmu saja," kata Sian
Li. 'Ak uk, ak ak, uk-uk ... ap ..... apa" seru Uk Uk tergagapgagap.
"Engkau akan kuberikan kepada cici supaja dijadikan
adiknya ...... " "Mau !" teriak Uk Uk.
"Ohhhhh," pelayan itu berseru tertahan penuh haru dan
kejut. Sian Li tahu bahwa yang dimaksud Uk Uk Hu adalah
lawan kata dari mau alias tidak mau. Tetapi agar pelayan
itu jangan bersedih iapun diam saja.
"Cici, mengapa sekarang cici hanya disuruh mengantar
makanan dan minuman kepada kami?" tanya Sian Li.
"Habis manis sepah dibuang," pelayan muda Iiu
menghela napas, "setelah beberapa waktu aku dijadikan
gundik jenderal Lau, maka diapun bosan, lalu menjadikan
aku sebagai pelayan."
"Cici," kata Sian Li," aku berjanji akan mencari adikmu,
jangan bersedih hati."
"Benarkah nona akan mencarikan adikku ?" tanya
pelayan itu. "Demi kehormatanku !"
''Oh, Tuhan, terima kasih," serta merta pelayan itu
berlutut, "jika nona berhasil menemukan adikku, berikanlah
bungkusan ini kepadanya, maukah nona?"
"Baik," kata Sian Li seraya menyambuti bungkusan yang
ternyata terbuat dari kulit kambing. Tanpa bertanya apa
isinya, ia terus menyimpan kedalam baju.
"Nona, bolehkah aku mendapat tahu nama nona agar
kelak dapat kuukir budi kebaikau nona itu dalam hatiku
selama hayat masih terkandung dalam badan ?" tanya
pelayan itu. "Aku Liok Sian Li," kata Sian Li yang juga bertanya
nama pelayan itu. Nona pelayan itu bernama Un Sin Nio.
"Nona Liok," kata Sin Nio, "aku hendak membalas budi
kebaikan nona. Aku menyangsikan bahwa dalam hidangan
makanan dan arak ini, kemungkinan diberi obat bius.
Sian Li terkejut, "Mengapa engkau menceritakan begitu "
Apakah engkau tahu hal itu ?"
"Begini nona Liok," Sin Nio memberi keterangan," dulu
akupun pernah mengalami nasib begini. Waktu aku
dikurung dalam kamar rahasia, aku sudah bertekad hendak
mati daripada kehormatanku tercemar. Aku mengancam
setiap pelayan maupun prajurit yang hendak membujukku
supaya mau melayani. Rupanya mereka kuatir kalau aku
benar2 akan membuktikan ancamannya. Mereka merobah
sikap. Mereka memperlakukan aku dengan baik sehingga
aku lengah. Pada malam itu akupun mau makan dan
minum the yang mereka antarkan. Tetapi setelah itu aku
pingsan. Keesokan harinya kudapatkan aku berbaring diatas
sebuah ranjang yang ada disebuah kamar yang mewah.
Ternyata kehormatanku sudah direnggut oleh jenderal Lau
waktu aku dalam keadaan tak sadar."
"Hm, jenderal itu harus diberi pelajaran yang setimpal,"
dengus Sian Li, "rupanya dia menganggap bahwa seorang
jenderal itu boleh berbuat segala apa !"
"Oleh karena itu, nona Liok," kata Sin Nio pula, "aku
kuatir nona juga akan menderita nasib seirperti diriku
tempo hari. Maka silakan periksa dulu apakah makanan
dan minuman itu terdapat rucun bius."
"Apakah bukan engkau yang menyiapkan hidangan itu ?"
tanya Sian Li. "Bukan," kata San Li, "aku hanya diperintah untuk
membawa kepada nona "
Siok Li menjemput sepotong ikan dan dijilatnya.
Kemudian diapun mencicipi sedikit teh dan arak. Ternyata
rasanya memang agak berbeda. Dia curiga.
"Kurasa engkau benar, cici Sin," katanya, "hidangan ini
memang dicampuri dengan racun sejenis obat bius, Jelas
mereka juga akan membius aku dan akan melakukan seperti
terhadap diri cici."
"Sian Li, mari kita hajar mereka," tiba2 kakek Lo Kun
berteriak terus hendak melangkah ke luar.
"Jangan terburu-buru, kakek Lo," cepat Sian Li
mencegah, "kita cari akal untuk mengerjai mereka."
Lo Kun menurut, "Hm, jenderal dan putranya itu
memang telur busuk semua. Bukan sibuk mengatur pasukan
untuk menghadapi musuh kebalikannya mereka malah
sibuk merusak wanita baik2."
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nona Liok," kata Sin Nio, "biarlah aku saja yang
mewakili nona." "Mewakili bagaimana ?" Sian Li heran,
"Kemungkinan malam nanti, mereka tentu akan
mengambil nona untuk dibawa ke tempat Lau kongcu......"
"Lho, mengapa putera jenderal itu yang berbuat ?" tanya
Sian Li. "Ya, dari jurumasak yang menyuruh mengantarkan
hidangan ini, aku mendapat keterangan bahwa yang
memerintahkan itu adalah kongcu bukan jenderal."
"Apakah jenderal itu benar2 sedang menerima tetamu ?"
"Ya, memang benar," kata Sin Nio," maka biarlah aku
yang menyaru jadi nona dan beserta kakek dan adik nona,
silakan meloloskan diri dari sarang harimau ini."
Sian Li merenung. Beberapa saat kemudian dia bertanya,
"'Engkau mengatakan bahwa jenderal itu mempunyai
banyak gundik. Apakah wanita2 itu berada di markas sini ?"
"Ya." "Baiklah," kata Sian Li gembira, "tolong tunjukkan aku
dimana wanita2 penghibur itu ditempatkan. Dan juga
tempat kediaman putera jenderal itu."
Setelah Sin Nio siap mengantar maka Sian li pun minta
agar Lo Kun dan Uk Uk menunggu kamar situ dulu,
'"Harap kakek jangan pergi2, tunggu sampai aku datang
baru nanti kita bergerak."
Sian Li dan Sin Nio segera menuju ke bagian gedung
lain. Sin Nio berbisik-bisik, "Beberapa gadis ini, jenderal
Lau mendapat seorang gadis yang cantik. Rupanya jenderal
tergila-gila sekali, gudik-gundiknya yang lain tak digubris
lagi." 'O, bagus, bawa aku kesana," kata Sian Li.
Mereka menuju kesebuah villa kecil yang jauh. Villa itu
merupakan sebuah bangunan tersendiri, dikelilingi taman
dan empang ikan. Dengan hati2 dapatlah Sian Li mendekati jendela. Saat
itu jendela belum ditutup. Dari celah jendela dapatlah Sian
Li mengintip kedalam. Dilihatnya seorang nona yang cantik
sedang berhias. Umurnya sebaya dengan dia.
Sian Li mengetuk pintu. Terdengar langkah lembut dan
pada lain saat pintupun terbuka. Sesosok wajah cantik
menonjol. Tetapi sebelum dia sempat mengetahui apa yang
terjadi dan sempat membuka mulut, sebuah tangan telah
menutuk dadanya. Wanita cantik itu rubuh.
Ternyata Sian Li sudah siap di depan pintu. Begitu nona
cantik itu membuka pintu cepat ia menutuk jalandarahnya
supaya pingsan. Dengan sebat sekali Sian Li memanggul
tubuh nona dan suruh Sin Nio mengantarkan ke tempat
tinggal Lau Bun Sui. Anak jenderal itu tinggal disamping gedung disebuah
bangunan yang bagus, masih satu kompleks dengan gedung
markas besar. Sian Li bersembunyi dibalik sebuah gerumbul pohon Gotong
(sejenis jambu). "Cici Sin, jagalah nona ini," ia letakkan tubuh nona
cantik itu dan melesat pergi. Tak berapa lama ia kembali
dengan membawa seperangkat pakaian prajurit penjaga.
"Cici, aku berhasil merubuhkan seorang jurit yang
sedang meronda. Lekas pakailah seragam ini."
"Untuk apa?" Sin Nio heran.
"Bawalah nona itu kepada Lau kongcu apakah engkau
kuat memanggulnya?" tanya Sian Li.
"Ya," Sin Nio mengangguk. Dia seorang gadis petani
yang biasa bekerja kasar. Tetapi Sin Nio tertegun.
"Mengapa?" tegur Sian Li.
"Andaikata keterangan dari juru-masak kepadaku tadi
bohong, berarti Lau kongcu tak mengetahui peristiwa ini.
Lalu bagaimana aku harus bicara kepadanya?" kala Sin
Nio. Sian Li terkejut. Memang apa yang dikatakan Sin Nio itu
benar. Tetapi secepat itu pula ia sudah mendapat akal untuk
melindungi keselamatan Sin Nio.
"Jika terjadi hal begitu," kata Sian Li, "cici harus
membawa pergi nona ini lagi. Kalau Lau kongcu menahan,
aku akan turun tangan melindungi cici," kata Sian Li.
Setelah mendapat jaminan itu barulah Sin Nio
berangkat. Baginya memang sudah tak ada yang ditakutkan
lagi. Andaikata perbuatannya itu kepergok dan dia dibunuh
Lau kongcu, diapun terserah saja. Baginya, setelah dapat
menyerahkan kantong kulit milik mendiang ayahnya
kepada adiknya, dia sudah legah sekali. Syukur dapat hidup
dan bertemu dengan adiknya, pun andaikata mati, diapun
sudah puas. Untuk melindungi Sin Nio, Sian Li mencari tempat
persembunyian di dekat gedung, dibalik sebuah gununggunungan
palsu. Dia siapkan beberapa piau atau senjata
rahasia. Terdengar Sin Nio tiba di muka pintu dan mulai
mengetuk. Diam2 Sian Li ikut tegang. Namun ia
menghibur diri. Sebelum dibawa Sin Nio, Sian Li memang
sudah merobah sedikit dandanan gundik jenderal itu supaya
mirip dengan dirinya; "Ho, siapa itu?" terdengar sebuah suara lelaki berseru
dari dalam. "Hamba, kongcu," sahut Sin Nio dengan sengaja
menirukan nada orang lelaki. Diam2 Sian Li memuji.
"Siapa?" "Hamba telah membawa nona cantik yang kongcu
inginkan itu ..... " dalam menunggu penyahutan Lau Bun
Sui, hati Sin Nio tegang bukan kepalang.
"Bagus ..... bawa masuk!"
"Ah," diam2 Sin Nio menghela napas longgar. Ternyata
keterangan jurumasak tadi memang benar.
Sambil setengah menutupkan tubuh gundik jenderal Lau
ke mukanya agar Lau Bun Sui jangan sampai mengetahui,
Sin Nio pun melangkah masuk.
Untung Lau Bun Sui hanya memperhatikan nona cantik
yang dipanggul Siu Nio itu. Pokoknya nona cantik yang
diidam-idamkan itu telah dibawa kedalam kamarnya. Lain2
hal dia tak perdulikan lagi.
"Taruh kedalam kamarku," perintah anak jenderal itu.
karena dekat, Sin Nio segera mencium bau arak yang
menghambur dari mulut kongcu itu. Tentu anakmuda itu
habis meneguk arak, pikirnya.
Penerangan dalam kamar anak jenderal itu hanya
remang2. Ranjangnya indah, bantal dan guling bersulam
lukisan sepasang naga dan burung burung. Baunya harum
seperti kamar penganten. Setelah meletakkan tubuh nona cantik itu di atas ranjang,
Sin Nio pun bergegas keluar. Dan di sambut dengan
gembira oleh Sian Li. "Wah! nona memang nakal," Sin Nia tertawa, alangkah
gaduhnya nanti apabila jenderal tua kehilangan gundik
kesayangannya yang ternyata berada dalam kamar
puteranya ......" "Kita pinjam tangan jenderal itu untuk kuhajar
anaknya," Sian Li tertawa. Karena kuatir akan dicari maka
Sin Nio lalu berpisah dengan Sian Li.
Sian Li kembali ke kamarnya. Terkejut sekali ketika ia
melihat seorang prajurit tua yang pendek tengah berdandan.
"Oh, kakek Lo, engkau!" prajurit itu bukan lain adalah
kakek Lo Kun. "Gagah tidak aku ?" kata Lo Kun.
"Ya, keren juga," terpaksa Sian Li memberi komentar.
"Beginilah dulu ketika aku masih jadi jendral. Musuh
tentu lari pontang panting kalau lihat aku," kata Lo Kun
dengan membusung dada. Nostalgia atau kerinduan akan kenangan memang sering
menghinggapi hati setiap manusia. Demikian dengan kakek
Lo Kun. Dia juga teringat ketika dulu pernah menjadi
jenderal perajurit. Tentang riwajat Lo Kun, secara ringkas dapat kita
tuturkan begini. Menurut ocehannya dahulu dia pernah
menjabat sebagai mentri kerajaan bagian militer. Dan
menurut katanya dia pernah diangkat sebagai jenderal. Oleh
baginda Ing In dia disuruh menjaga Somali seorang raksasa
dari Persia yang dipenjara dalam sebuah gua.
Entah bagaimana raja telah mati dan diganti lain raja
yang tak tahu menahu tentang Lo Kun, sehingga sampai
berpuluh tahun Lo Kun tetap menjaga digua itu. Akhirnya
ia keluar dari gua itu. Dia merasa asing pada orang2 dan
masyarakat dan akhirnya berjumpa dengan Blo"on ikut
mengembara kemana2. "Apakah jenderal begitu pakaiannya ?" tanya San Li.
"Ya." "Kasihan." "Lho, mengapa kasihan ?"
"Seragam yang kakek pakai itu adalah seragam prajurit
kerucuk yang hanya menjadi penjaga markas. Tetapi kakek
mengatakan menjadi seorang jenderal. Jika begitu, jenderal
seperti kakek ini sama dengan kerucuk jaman sekarang, hi,
"Wah, celaka, sialan," kakek Lo Kun terus mencopot
pakaian seragamnya. "Kakek, dari mana engkau mendapatkan pakaian itu ?"
tanya Sian Li. "Tadi seorang prajurit datang kemari terus kuringkus."
"Dimana dia sekarang ?" Sian Li terkejut.
"Tuh tidur di bawah kolong ranjang."
"Tidur ?" "Ya, karena kutabok kepalanya dia terus meloso tak
bangun." Diam2 Sian Li girang. Rencananya menyuruh Sin Nio
menyaru jadi penjaga untuk membawa nona cantik gundik
jenderal Lau ke kamar Kau Bun Sui ternyata tepat. Lau Bun
Sui memang menyuruh seorang bawahannya untuk
mengambil dirinya (Sian Li).
Sekarang Sian Li hendak mencari akal bagaimana
supaya jenderal Lau marah dan menghajar anaknya.
"Kakek, kasih pakaian seragam itu kepadaku," akhirnya
ia menemukan akal.. Kemudian dia rnemakai pakaian
seragam itu dan kini menjadi seorang prajurit.
"Kakek dan adik Uk Uk, tinggal disini dulu. Jaga prajurit
itu jangan sampai bangun," pesan Sian Li.
"Engkau mau kemana ?"
"Akan mengaduk markas ini."
"Lho, mengapa engkau sendiri" Bagaimaa? kalau aku
ikut ?" "Jangan kakek," kata Sian Li, "markas ini penuh dengan
prajurit2. Kalau kepergok dengan mereka, kita tentu repot
nanti." Kemudian Sian Li keluar. Dia menuju ketempat kamar
wanita2 yang menjadi gundik jenderal Lau.
"Hamba diiuruh Lau ciangkjn untuk membawa nona,"
katanya kepada seorang nona yang cantik.
Nona itupun percaya dan menurut saja, ternyata Sian Li
membawa wanita cantik itu kegedung tempat kediaman
Lau Bin Sui. "Hai, mau apa engkau ?" tegur seorang prajurit penjaga.
"Hus, jangan keras2, rejeki nomplok nih."
"Apa ?" Sian Li mendekati prajurit itu dan membisikan beberapa
patah kepada prajurit itu. Seketika airmuka penjaga itu
berseri gembira. "Silakan nona ikut kepadanya dan lakukan menurut
katanya," kata Sian Li, "ini permintaan ciangkun. harap
nona jangan membantah." kemudian Sian Li kembali ke
kamar gundik yang lain dan membawanya lagi ketempat
tinggal Lau Ban Sui. Wanita itu dipaserahkan kepada
penjaga yang kebetulan memergokinya.
Demikian berturut-turut sampai sepuluh kali ia
melakukan hal itu. Membawa gundik jendral Lau yang
berjumlah sepuluh prajurit yang menjaga tempat tinggal
puteranya. Setelah itu barulah Sian Li kembali menemui l,o
Kun dan Uk Uk, "Beres ....... " katanya.
"Apanya yang beres?" tegur Lo Kun.
"Nanti malam kita lihat saja," kata Sian Li, "mana
prajurit yang pingsan itu?"
"Masih dibawah kolong rarjang. Tadi dia bangun tetapi
ditabok Uk Uk lalu tidur lagi."
"Baik," kata Sian Li seraya membuka pakaian seragam
prajurit," kita boleh beristirahat dulu
Benar juga yang dikatakan San Li. Tengah malam, di
markas besar telah timbul kegaduhan. Walau marah2 dan
memaki-maki kawanan prajurit yang menjaga, "Mana
wanita2 itu" Melenyap semua?"
Penjaga2 kelabakan setengah mati. Mereka terus
memanggil kawan2nya untuk mencari di seluruh markas.
Tetapi tak berjumpa. Salah seorang prajurit mengusulkan
supaya mencari ke gedung samping tempat kediaman Lau
kongcu. Sekawanan prajurit segera menuju ke gedung Lau Bun
Sai. Setelah mencari secara berpencar mereka terkejut
bukan kepalang. Ternyata nona cantik yang dijadikan
gundik jenderal Lau itu telah dikeram oleh prajurit2 penjaga
di gedung. "Kalian tunggu disini, aku hendak menghadap ciangkun
melaporkan peristiwa ini," kata kepala prajurit.
"Apa?" teriak jenderal Lau sambil melabrak meja,
"nona2 cantik itu berada dalami kamar prajurit2 kongcu?"
"Benar, ciangkun. Hamba menyaksikan sendiri
bagaimana prajurit itu bersenang-senang dengan para nona
cantik milik ciangkun."
"Tangkap mereka dan bawa kemari!" titah jenderal Lau
marah sekali. Tak berapa lama berbondong-bondong sepuluh prajurit
dengan sepuluh nona cantik dibawa kawanan penjaga
markas untuk menghadap jenderal Lau.
"Bangsat!" bentak jenderal Lau, "mengapa kalian berani
mencuri nona2 peliharaanku itu?"
Kesepuluh prajurit itu gemetar dan serentak berlutut,
"Ampun ciangkun, hamba tak berani berbuat demikian
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
andaikata bukan ciangkun sendiri yang menitahkan ....... "
"Apa?" jenderal Lau terbeliak, "aku memberi perintah
kepadamu?" "Benar, ciangkun," kata prajurit itu, "seorang prajurit
dari markas ciangkun telah datang bersama-sama seorang
nona cantik. Dia membisiki hamba bahwa untuk menghibur
jerih payah hamba selama mengikuti ciangkun dan kongcu,
maka malam ini hamba diberi kesempatan untuk
menikmati kesenangan dengan nona itu .... "
"Hambapun demikian .... hamba juga begitu," begitulah
kesepuluh prajurit itu memberi kesaksian.
"Bangsat!" bentak jenderal Lau, "tidak! Aku tidak pernah
memberi perintah begitu. Uang dan barang apa saja, bisa
kuberikan tetapi tidak nona2 yang melayani aku itu."
"Jika hamba bohong, hamba bersedia dihukum penggal
kepala, ciangkun," kata prajurit yang pertama yang bicara
tadi, "apabila ciangkun tak percaya, silakan ciangkun
bertanya kepada para nona itu,"
"Hai, Melati, benarkah begitu?" seru jenderal Lau kepada
seorang nona. "Benar, ciangkun. Hamba telah dijemput oleh seorang
prajurit yang katanya membawa titah dari ciangkun. Lalu
hamba diantarkan ke gedung samping dan diterimakan
pada seorang prajurit. Dia pesan hamba harus menuruti apa
kehendak prajurit itu .... "
"Jahanam ....!" jenderal Lau menggebrak meja dan
melonjak bangun, "tangkap prajurit yang mengaku kusuruh
itu!" Sekalian prajurit bengong. Mereka tak tahu siapa prajurit
itu. "Hai, mengapa kalian diam saja!" bentak jenderal Lau.
"Ciangkun, hamba tak tahu siapa prajurit yang berani
mengacau itu," kata prajurit.
Rupanya jenderal Lau menyadari hal itu tetapi cepat ia
membentak, "Goblok, tolol! Kalian hanya kawanan
kantong nasi yang tak berguna. Hayo lekas kumpulkan
seluruh prajurit yang malam ini bertugas menjaga!"
Seluruh prajurit penjaga dipanggil. Kesepuluh gundik
jenderal itupun disuruh meneliti siapa gerangan diantara
mereka yang melakukan pengacauan tadi. Tetapi wanita2
itu tak dapat menemukannya.
Tiba2 jenderal Lau teringat, "Hai, mana burung Hong?"
Wanita2 itu tahu siapa yang dimaksudkan dengan si
burung Hong. Dia tak lain adalah bunga baru, nona cantik
yang baru saja didapatkan Jenderal Lau dan saat itu paling
disayang sendiri. "Hamba ..... hamba sekalian tak tahu, ciangkun," jawab
gundik2 itu dengan ketakutan.
Jenderal Lau serentak suruh seorang prajurit memerksa
ke villa di tengah taman, tempat kediaman gundik yang
paling disayanginya itu. Tak berapa lama prajurit itu kembali dengan membawa
laporan bahwa Hong Hong tak berada di dalam villa.
"Jahanam!" teriak jenderal Lau seperti orang kebakaran
jenggot, "kemana si Hong" Coba panggil Lau kongcu
kemari!" Tak berapa lama Lau Bun Sui datang dengan diiring oleh
prajurit yang disuruh jenderal Lau tadi.
"Hai, kemana saja engkau" Mengapa orang pada ramai2,
engkau masih enak2 tidur saja?" teriak jenderal Lau.
"Maaf, ayah," kata Lau Bun Sui, "tadi aku sehabis
minum arak dan tidur pulas sekali. Bukankah ayah sedang
menerima tetamu?" "Lihat, para penjagamu telah rebutan berpesta pora
dengan wanita- cantik di markas ini. Mengapa engkau tak
tahu!" jenderal Lau menegur pula.
"Lho, apakah yang telah terjadi?" putera jendral itu
terkejut. "Pada waktu aku sedang bercakap-cakap dengan tetamu,
seorang prajurit telah membawa mereka."
"Tidak ayah !" Seru Bun Sui, "aku tak tahu menahu soal
itu. Dan akupun tak tahu siapa prajurit yang berani
mengacau itu ?" "Kemana Hong Hong ?" seru jenderal Lau dengan nada
tajam. "Hong Hong" Siapakah Hong Hong?"
"Dia adalah nona yang paling cantik yang baru saja
kuperoleh. Malam ini dia juga menghilang dari kamarnya.
Apakah tidak engkau sembunyikan ?"
"Ah, tidak ayah," Bun Sui gopoh memberi jawaban,
"masakan aku berani mengganggu kesenangan ayah....."
Baru dia berkata begitu terdengarlah suara orang berjalan
dan seketika jenderal Laupun memekik, 'Bangsat ! Engkau
berani membohongi aku!"
Bun Sui terkejut dan berpaling. Ia terkejut ketika melihat
Sui Tek Po, pengawal peribadi ayahnya, sedang mengiring
seotang nona cantik. Dan astaga.....nona itu tak lain akalah
nona yang tadi tidur bersamanya.....
Ternyata diam2 jenderal Lau telah membisik
pengawalnya agar menggeledah kamar Bun Sui. Ternyata
kecurigaan jenderal itu memang terbukti. Sin Tik Po telah
menemukan Hong Hong terkulai di ranjang.
"Bangsat, engkau berani membohongi aku ya!" teriak
jenderal Lau dengan deliki mata kepada puteranya.
"Ti..... dak, ayah, ti ..... dak .....," seru l.au Bun Sui
tergagap-gagap. "Hm. engkau masih berani membantah?" bentak jenderal
Lau, kemudian berpaling kepada Hong Hong gundiknya
tersayang," Hong Hong, bagus sekali perbuatanmu ya .... "
"Ampun, ciangkun. Pada sore tadi pintu depan diketuk
orang dan ketika kubuka, tiba2 aku ditutuk dadaku sehingga
pingsan. Ketika tersadar tahu-tahu......" Hong Hong
menangi tersedu-sedu. "Kenapa ?" "Aku berada di ranjang kongcu dalam keadaan"...," si
cantik menangis lagi dengan sedih.
"Apa engkau tak bilang kepadanya siapa dirimu?"
"Aku tak diberi kesempatan bicara. Kongcu?".
kongcu....." ''Kongcu, bagaimana ?"
"Kalap sekali sampai aku terkulai lemas....." Hong Hong
menangis makin keras, "ciangkun.... ciangkun mohon
melindungi diriku ....."
Marah wajah jenderal Lau ketika mendengar rintihan si
cantik yang paling disayanginya itu. Sepuluh nona2 cantik
yang menjadi gundik jenderal itu telah dibuat "pesta' oleh
prajurit penjaga. Dan Hong Hong, selir yang paling
disayangi telah dilalap Bun Sui, puteranja sendiri. Betapa
perasaan Lau Ceng Jing sebagai seorang jenderal, dapat
dibayangkan. "Penggal kepala mereka!" serentak dia berteriak memberi
perintah. Tiba2 seorang lelaki muda tampil ke hadapan jenderal
itu, "Ciang kun, harap ciangkun jangan terlalu berat
menjatuhkan hukuman kepada mereka. Aku memintakan
keringanan untuk mereka terutama untuk kongcu."
Jenderal Lau merentang mata dan melihat bahwa lelaki
yang memintakan keringanan hukuman itu tak lain adalah
tetamunya, Bok Kian putera keponakan dari mentri
pertahanan Su Go Hwat yang diutus untuk menyampaikan
pesan mentri pertahanan kepada jenderal Lau.
"O, Bok kongcu?""
"Ciangkun, saat ini musuh sedang mengancam kita. Jika
kita menjatuhkan hukuman terlalu keras kepada anakbuah
karena melanggar kesalahan yang tiada sangkutan urusan
pasukan, tidakah hal itu akan melemahkan kekuatan kita"
Yang kita perlukan saat ini adalah disiplin dan semangat
juang yang tinggi dari anak pasukan untuk menghadapi
musuh. Mohon ciangkun suka meluluskan permohonanku."
Pertama, yang berkata itu adalah putera keponakan dari
mentri pertahanan. Kalau dia menolak, tentulah pemuda itu
akan melapor kepada mentri pertahanan. Kedua, memang
kata2 Bok Kian itu tepat. Dalam keadaan seperti saat itu
memang kurang tepat kalau hati anak pasukan sampai
terpecah. Namun diapun mempunyai pendirian. Sebagai
seorang jenderal dia harus mengunjuk kewibawaan
terhadap anakbuah. Selir2 dan selir kesayangannya dibuat
pesta-pora oleh anakbuahnya, memang suatu hinaan yang
tak dapat didiamkan lagi. Dan dia pun hendak mengunjuk
kepada keponakan mentri pertahan itu bahwa dia dapat
tegakkan disiplin tentara tanpa memandang bulu walaupun
terhadap puteranya sendiri.
"Baik. karena Bok kongcu telah memintakan keringanan
kepada kalian," katanya, maka hukumannya tidak
dipenggal kepala tetapi dirobah menjadi hukuman 50 kali
dirangket. Prajurit, lekas laksanakan hukuman rangket itu !"
Bok Kian hendak mencegah tetapi prajurit itu menggusur
kesepuluh prajurit dan Lau Bun ke halaman dan
melaksanakan hukuman 50 rangket dengan cambuk.
Beberapa saat kemudian, seorang prajurit melaksanakan
hukuman itu menghadap, "Ciangkun kesepuluh prajurit itu
telah selesai menjalani hukuman rangket. Hanya tinggal
seoorang saja yang belum."
"Siapa ?" "Lau kongcu ......"
"Mengapa tidak kalian laksanakan hukuman itu
kepadanya ?" "Hamba tak berani, ciangkun ..... ,:
"Karena dia puteraku ?"
"Demikianlah, ciangkun."
Jenderal berbangkit dan menyambar cambuk dari tangan
prajurit itu lalu menuju ke halaman. Disitu Bun Sui masih
tegak berdiri. "Prajurit, lekas ikat tangannya pada tonggak dan bukalah
bajunya!" perintah jenderal Lau.
Setelah perintah itu dilaksanakan, maka Jenderai
Laupun segera mengayunkan cambuk menghajar tubuh
puteranya. Saat itu dia sedang dilanda kemarahan karena
gundiknya tersayang Hong Hong, telah dilalap Bun Sui.
Setelah limapuluh kali cambukan, Bun Sui pun lunglai
dan pingsan. Jenderal Lau suruh prajurit membawa
puteranya ke villanya. Jendral itupun kembali masuk ke
markas. "Ah, ciangkun surgguh keras memegang disiplin," kita
Bok Kian. "Disiplin adalah merupakan undang2 pasukan. Kalau
disiplin dilanggar dan diinjak, pasukan tentu morat marit,"
kata Jenderal Lau, "dan sebagai seorang pimpinan aku
wajib memegang teguh disiplin itu."
Tiba2 seorang prajurit yang disuruh menyelidiki ke
tempat kediaman Lau Bun Sui tadi, datang menghadap.
"Lapor!" seru prajurit itu seraya memberi hormat, "di
sebuah ruangan di tempat kediaman Lau kongcu, terdapat
tiga orang. Seorang kakek, seorang gadis dan seorang anak
laki gemuk." "Siapa ?" seru jenderal Lau.
"Entah, hamba belum kenal."
"Bawa mereka kemari !" perintah jenderal Lau.
Tak berapa lama ketiga orang itu yang tak lain adalah
kakek Lo Kun. Sian Li dan Uk Uk, dibawa menghadap
jenderal Lau. "Hai, kakek, siapa engkau !" tegur jenderal Lau.
"Apakah engkau ini jenderal Lau ?" balas kakek Lo Kun.
"Ya, mengapa ?"
"Jika begitu, engkau harus bersikap menghormat
kepadaku. Jangan menegur orang semaumu sendiri begitu
macam." Jenderal Lau terbeliak, "Siapa engkau?"
"Aku mentri kerajaan !"
"Mentri kerajaan " Siapa namamu !"
"Jenderal Lo Kun."
Jenderal Lau hendak membentak tetapi cepat Bok Kian
membisikinya. Jenderal itu tampak mengangguk.
"Lopeh, siapakah ramamu ?" katanya dengan nada lebih
ramah. "Eh, apa engkau tuli " Bukankah sudah kukatakan
namaku Lo Kun ?" Jenderal Lau terlongong, Masakan dia seorang jenderal
disemprot mentah2 oleh seorang kakek, "Rupanya kakek ini
memang orang gila pikirnya, Ia membenarkan kisikan Bok
Kian. "Mengapa engkau bersembunyi dalam gedung markas ini
?" kata jenderal Lau dengan menekan kemarahan.
"Siapa yang sudi bersembunyi disini. Bukankah
prajurit2mu yang mengundang aku dengan dua cucuku ini
kemari "' balas kakek Lo Kun.
"Lho, siapa yang suruh ?" seru jenderal kepada prajurit
yang berada di ruang itu.
Seorang prajurit segera memberi laporan bahwa sore tadi
Lau Bun Sui telah menitahkai: pasukan berkuda menuju ke
luar kota dan rupanya membawa seorang kakek bersama
seorang gadis dan seorang bocah laki.
"Ho, mengapa kalian sampai diundang ke tempat Lau
kongcu ?" tanya jenderal.
"Aneh, sungguh aneh," gumam kakek Lo Kun.
"Mengapa aneh" Apanya yang aneh?" seru jenderal Lau.
"Engkau adalah ayahnya mengapa engkau tanya
kepadaku?" ''Edan memang kakek ini," gumam jenderal dalam hati.
Agar dia tak selalu dibantah dengan kata2 yang ngawur
maka dia tak mau bertanya kepada kakek Lo Kun
melainkan beralih ke arah Sian Li, "Siapakah nona ini?"
"Aku dan kakekku sedang berjalan, entah dimana kami
dihadang oleh beberapa prajurit. Adalah seorang
mengatakan sebagai putera jenderal Lau. Dia hendak
memaksa aku supaya menginap disini. Aku tak mau dan
akhirnya dia suruh para pengiringnya menangkap aku.
Melihat itu, adikku marah lalu menangkap kongcu itu.
Kongcu kesakitan dan melarkan diri. Tak berapa lama
datanglah berpuluh prajurit berkuda hendak menangkap
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami. Sebenarnya kami hendak melawan tetapi kepala
prajurit berkuda mengatakan supaya aku ikut saja
menghadap jenderal. Jenderal Lau tentu dapat memberi
keputusan yang adil."
"Ah, Iagi2 si Bun Sui yang suka mengganggu wanita.
Tetapi benarkah begitu?" pikirnya. Ia suruh seorang prajurit
supaya mengundang Bun Sui.
Tak berapa lama prajurit itu datang dan memberi
laporan, "Wah, celaka, ciangkun, Lou kongcu pergi!"
"Apa" Dia pergi?"
"Benar, ciangkun," kata prajurit itu gemetar, "kongcu
mengajak kesepuluh prajurit yang mendapat hukuman
rangket tadi." "Lekas kejar!" perintah jenderal Lau. Beberapa prajurit
segera siap melakukan pengejaran.
"Hm, anak itu memang keras kepala," gumam jenderal
Lau, "sebenarnya tak kuperbolehkan dia ikut dalam
pasukan ini. Tetapi dia berkeras ikut. Untuk cari
pengalaman, katanya. " dia berjanji akan mentaati disiplin
tentara ..." "Apakah karena dihukum rangket tadi, kongcu terus
ngambek?" tanya Bok Kian.
"Memang sejak kecil, dia terlalu dimanja oleh mamanya.
Maklum dia adalah anak satu2nya. Segala permintaannya
selalu dituruti mamanya."
"Dimanakah Lau hujin (nyonya Lau ) sekarang?" tanya
Bok Kian pula. "Dia masih tinggal di kotaraja Lam-kia.
"Apakah tak mungkin kongcu kembali ke sana?" tanya
Bok Kian pula. "Mungkin," kata jenderal Lau, "mudah-mudahan saja dia
pulang kepada mamanya."
"Soal keterangan nona bahwa puteraku menganggu nona
di tengah jalan, terpaksa kutunda sampai nanti dia dibawa
kemari. Tetapi harap kau tahu, bahwa berbohong kepada
jenderal itu berat hukumannya."
"Ya, tetapi aku memang mengatakan keadaan yang
sebenarnya, ciangkun," kata Sian Li.
"Engkau mengatakan bahwa adikmu marah lalu dapat
membekuk kongcu, benarkah itu?" tanya jenderal Lau. Dia
tak percaya omongan Sian Li karena Bun Sui juga pandai
ilmusilat. "Benar, ciangkun ....... "
"Kalau tak percaya, dicoba lagi saja!" seru kakek Lo
Kun. Rupanya jenderal Lau hendak mencari pelampiasan dari
kemarahannya tadi. Dia segera menyetujui, "Baik, tak perlu
kongcu, tetapi cukup dengan pengawalku Si Tek Po kausu
ini. Kalau dapat mengalahkannya, baru aku percaya."
'Uk, apa aku berani?" tanya kakek Lo Kun.
"Ber ..... bera . , . ni ..... ergkong .....," sahut Uk Uk.
Melihat perwujudan Uk Uk seorang bocah cilik yang
lucu, timbullah rasa kekuatiran Bok Kian, "Ciangkun, dia.
hanya seorang bocah desa. Bagaimana mungkin akan diadu
dengan pengawal ciangkun yang berilmu tinggi?"
"Kakeknya yang minta begitu."
"Mengapa tidak kakeknya saja yang diadu.
Jenderal Lau mengangguk, "Ya, jangan dengan anak
kecil itu tetapi dengan engkongnya yang tua itu!"
"Aku?" teriak Lo Kun, "ah, jangaaaan .
"Mengapa?" "Bertanding dengan cucuku dulu. Kalau cucuku kalah
barulah aku." "Ben ..... benar ..... lawan engkau dul dulu ... , baru
dengan eng ..... kongkong . ku!" seru Uk Uk.
"Sin kausu, silakan memberi sedikit hajaran pada bocah
itu tetapi jangan sampai terluka." seru jenderal Lau.
Sin Tek Po memberi hormat lalu tampil tengah ruangan,
''Bocah gemuk, mari kita bermain-main beberap jurus saja."
Dengan langkah gontai majulah Uk Uk, "Hei, aku
hendak menjajal kepandaianmu" Bagaimana kalau aku
kalah?" "Harus menyembah kakimu!"
"Ah, masih terlalu ringan!"
"Lalu apa?" "Aku harus mau jadi kuda yang engkau tunggangi
memutari ruangan ini, sanggup ..... ?"
"Baik," sahut Sin Tek Po, "tetapi ... huh maksudmu
engkau atau aku?" "Aku!" "Lalu bagaimana kalau aku yang kalah?"
Pengawal jenderal Lau itu tak tahu bahwa bagi si Uk Uk,
istilah aku-engkau itu terbalik artinya.
"Terserah ......"
"Bagaimana kalau diberi arak ?" tanya Sin Tek Po.
Rupanya dia memang menyiasati Uk Uk tetapi siapa tahu
dia salah tafsir dan tak mengerti tentang pengetahuan Uk
Uk mengenai arti kata "kau-engkau'.
"O, setuju sekali !" teriak Uk Uk, "Kalau diberi arak,
memang suatu hal yang tak pernah terjadi. Diam2 anak itu
memaki Sin Tek Po," orang goblok?"!"
Sian Li menyadari akan kehilafan itu. Diam2 geli.
"Hayo, lekas mulai," seru Uk Uk seraya pasang kuda2 di
tengah ruangan. Melihat bentuk tubuh Uk Uk yang gendut perutnya dan
mukanya yang seperti orang tua itu maka lupalah jenderal
Lau akan kemarahannya. "Siapa dulu yang menyerang ?" seru Uk Uk.
"Engkau !" jawab Sin Tek Po.
"O, baik, silahkan ......."
Terjadi kemacetan yang menggelikan. Uk Uk pasang
kuda2 dan Sin Tek Po juga berdiri tegak. Keduanya saling
menunggu serangan. Dengan pengertiannya mengenai
inilah 'aku-engkau, Uk Uk mengira Sin Tek Po yang akan
rnenyetang. Sin Tek Po mengira kalau Uk Uk yang akan
mulai menyerang dulu. "Hai, bocah gendut, mengapa diam saja seru Sin Tek Po
setelah beberapa saat melihat Uk Uk tak bergerak.
"Lho. bukankah aku yang hendak menyerang dulu ?"
teriak Uk Uk, "Ya, mengapa tak segera mulai ?"
"Ak ..... aku ..... gila ! Lekas serang, ja" jangan ba, ba
..... nyak mulut !" "Ya, hayo seranglah !"
"Jangan ngo. , . ceh saja. Le, lekassss !"
"Kan engkau yang menyerang !" seru Sin'Po.
"Bu, bu, bukan .... aku dulu !" teriak Uk Uk
"Bocah edan, kalau engkau sudah tahu mengapa diam
saja !" "Yang e,e,edan itu ... aku ..... meng .... apa aku tak lekas
..... me"me ?" menyerang !"
"Lekassss !" bentak Sin Tek Po.
"Cepatttt !" Uk Uk juga menjerit.
"Hai, engkau gila barangkali ?"
"Benar, aku memang edan !" sahut Uk Uk Kali ini Sin
Tek Po benar2 melongo. Sementara Sian Li hanya
tersenyum dan kakek Lo Kun tertawa mengakak.
Sin Tek Po merah mukanya. Karena Uk tak mau
menyerang terpaksa dia turun tangan untuk menyerang
dulu. Dia menampar pipi Uk Uk. Plak,,,,,, plak ....
aduhhhhh ! Sekalian orang terkejut karena mendengar jeritan
mengaduh itu bukan suara anak tetapi suara Sin Tek Po.
Apa yang terjadi " Ternyata baru Sin Tek Po mengangkat tangan, tahu2
pipinya yang kiri sudah ditampar Uk Uk.
Memang Sin Tek Po masih memandang rendah pada Uk
Uk. Pikirnya, bocah gendut itu bisa bersilat apa
terhadapnya. Maka agak santai dia mengangkat tangan
kanannya. Maksudnya apabila Uk Uk bergerak
menghindar, barulah dia nanti hajar dengan serangan yang
sesungguhnya. Tetapi dia tak tahu bahwa Uk Uk itu, karena
kegilaan kakek Lo Kun, telah makan delapan biji buah som
dari dasar laut yang berumur seribu tahun, bukan saja
tenaga-dalamnya sakti, juga tubuhnya dapat bergerak
secepat kilat. "Setan. Engkau berani menampar-pipiku ?" teriak Sin
Tek Po yang segera menyerang keras. Dihadapan jenderal
Lau dia malu sekali karena pipinya, belum2 sudah ditampar
Uk Uk. Piakkkkk..... Kembali terdengar suara pipi ditampar. Dan nampak Sin
Tek Po menyurut mundur selangkah karena pipi sebelah
kanannya membegap merah. Apa yang terjadi " Lagi2 Sin Tek Po kalah cepat dengan tangan Uk Uk.
Pengawal sang jenderal itu harus meringis dan kheki sekali.
Tetapi diam2 dia heran. Mengapa gerak pukulan Uk Uk itu
selalu berlawanan dari biasanya " Misalnya, dalam jurus
Heng jay-kuo atau Raja-kera-memetik-buah tadi, jurusnya
pukulan itu melayang dari sebelah kiri. Eh, tahu2 tangan
kanan Uk Uk yang bergerak dari sebelah kanan menampar
pipi sebelah kirinya (Tek Po).
Namun pengawal itu tak sempat berpikir lebih panjang.
Dia mengkal sekali karena pipi kanan dan kirinya kena
ditampar seorang gendut. Tentulah dia akan ditegur
jenderal nanti. "Peduli dengan pesan jenderal Lau tadi Bocah edan ini
harus kuhajar sampai setengah mati !" pikir Sin Tek Po.
Sin Tek Po bergelar Elang-sakti. Dia faham akan
ilmusilat Eng-jiau-kang atau Cengkeraman garuda. Maka
tanpa peduli segala apa, dia lancarkan serangan yang
dahsyat dan gencar. Tetapi dia cepat terkejut sekali ketika Uk Uk juga
bergerak. Bocah gemuk ini loncat kesana kemari dalam
kecepatan yang menyamai setan.
Sin Tek Po dulu juga seorang tokoh persilatan yang
ternama di daerah Sense. Selama belasan tahun
berkecimpung dalam persilatan belum pernah ia melihat
ilmusilat seaneh yang dimainkan anak gendut itu. Mirip
dengan gerak Pat-poh- kim-siau atau Delapan-langkahmemburutonggoret. Tetapi juga lain. Kalau ia menduga
lawan tentu bergerak ke kiri ternyata anak itu bergerak ke
kanan. Kalau menduga Uk Uk tentu akan memukul keatas
kepala, tahu2 anak itu malah meninju perutnya.
Sin Tek Po benar2 kelabakan setengah mati. Juga Sian Li
tak luput dari rasa kejut dan heran. Diam2 ia menghampiri
ke sisi kakek Lo Kun dan berbisik, "Kakek, ilmusilat apakah
yang dimainkan Uk Uk itu?"
"Hm, itulah ajaranku." sahut Lo Kun.
"Ilmusilat apa namanya"''
''Pat- pih kam- hou."
"Delapan-langkah-mengejar-macan?" Sian Li menegas.
Kakek Lo Kun mengangguk dan berbisik, "tapi anak itu
memang edan. Semua gerakan jurus Pat pah-kam-hou itu
diganti arahnya. Saya sendiri kalau berlatih dengan dia,
tentu terkena tinju dan tendangannya. Hm, bocah kok
nakal, entah siapa yang ditiru ....... "
Plok, plok, plok .... terdengar suara tamparan dan
tendangan yang mendarat di tubuh.
"Aduhhhh ..... ," terdengar S!n Tek Po jerit sembari
mendekap mulutnya yang berdarah. Teriyata dia kena
tamparan si Uk Uk. Karena lawan bandel, Uk Uk
menampar dengan keras hingga sebuah gigi depan Sm Tek
Po rompal. "Berhenti!" teriak jenderal Lau, "bocah gemuk, engkau
yang menang!" "Hayo, sekarang aku harus merangkak akan kaunaiki,"
teriak Uk Uk kepada Sin Tek Po.
"Baik, lekas engkau merangkak!" seru Tek Po. Dia geram
sekali maka nanti apabili naiki punggung bocah itu dia
hendak menjepit keras."
"Ya, hayo lekas!" seru Uk Uk.
"Lho, engkau!" "Ya, benar, aku, hayo lekas!" bentak Uk
"Gila engkau," teriak Sin Tek Po, "yang harus
merangkak itu engkau! Mengapa. engkau memberi perintah
supaya lekas merangkak?"
'"Siapa bilang kalau bukan aku" Hayo, jangan banyak
mulut!'' teriak Uk Uk. '"Eh, jangan gila-gilaan bocah gemuk," Tek Po deliki
mata, "engkau yang harus merangkak karena aku kalah!"
"Benar, goblok" seru Uk Uk pula, "mengapa aku tak
lekas merangkak" Apa tunggu sampai engkau paksa ya"''
"Lho, bocah ini bagaimana?" Sin Tek benar2 kewalahan.
Pengawal itu segera berpaling kepada jenderal Lau dan
jenderal itupun berseru, "Hai, bocah. jangan ugal-ugalan
dihadapanku. Lekas engkau merangkak!''
"Siapa?" sahut Uk Uk.
"Engkau!" "Ya, benar, aku. Tetapi mengapa dia tak mau mulai?"
Jenderal Lau mencium bau bahwa ada sesuatu yang tak
beres dengan kata2 bocah gemuk itu. Ia beipaling dan
menegur kakek Lo Kun, "Hai, kek, mengapa dengan
cucumu itu?" Lo Kun tertawa mengakak, "Inilah akibat kalau salah
didik. Dunia terbalik, orang2 menjadi bingung."
"Hai, jangan ngoceh sendiri engkau," bentak Jenderal
Lau, "bagaimana cucumu itu?"
"Engkau memang jenderal goblok," damprat Kun,
"mengapa engkau tak tahu keadaan cucu itu?"
"Gila, kenalpun baru sekarang mengapa aku diharuskan
kenal padanya?" "Itulah tanda seorang jenderal yang tak punya
pengalaman luas," kata kakek Lo Kun, "ketahuilah, di
dunia ini terdapat seorang yang mengartikan kata "aku' itu
menjadi "engkau". Dan kaya "engkau" menjadi "aku". Tak
percaya" Tuh buktinya cucuku itu. Kalau dia bilang 'aku' ,
berarti "kau". Kalau dia ngomong 'engkau' berarti "aku".
Sudah jelas?"
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang edan engkau" bentak jenderal Lau "mengapa bisa
begitu" Siapa yang suruh dia begitu?"
"Aku yang mengajar." kata kakek Lo Kun "itu waktu dia
masih kecil dan sakit. Karena gugup aku telah mengajarkan
kepadanya bahwa kata 'aku' itu adalah "engkau". Dan kata
'engkau' adalah "aku" artinya."
"Kakek goblok, mengapa tak engkau betulkan kesalahan
itu?" "Siapa bilang tidak?" bantah kakek Lo Kun, sudah
berulang kali kukatakan kalau pengertian "aku-engkau" itu
salah, terbalik artinya. Tetapi anak itu memang bandel.
Sekali dia sudah menerima petunjukku, walaupun salah
tafsir, tetapi kukuh tak mau merobah. Dia tetap
mengartikan kata 'aku' itu adalah "engkau" dan kata
'engkau" itu adalah "aku". Celaka tidak?"
Tetapi tiba2 kakek itu tertawa mengakak. "Ha, ha, ha
....ku pikir2 apa yang kuajarkan memang tepat. Siapakah
yang mengajarkan tentang kata "aku-engkau" dulu" Kalau
dia berhak mengatakan 'aku' itu saya dan 'engkau' itu
artinya kowe, mengapa aku tak berhak merobahnya 'Aku'
menjadi "kowe", dan 'engkau' menjadi "aku". Kalau perlu
samua kata2 boleh diganti artinya. Bikin lagi yang baru!"
Jenderal Lau terlongong" "Pada masa jaman edan seperti
ini banyak bermunculan manusia-manusia edan. Masakan
kata 'aku' dianggap "engkau" dan kata 'engkau' dianggap
"aku". Dunia sudah gilaaaa ....... "
Kakek Lo Kun tertawa ngakak, "Ya, benar, dunia ini
sudah gilaaaa. Ada bocah pekok yang mempunyai bahasa
sendiri. Ada jenderal goblok yang sempit pengalaman, ha,
ha, ha ... " "Jangan kurang ajar terhadap atasanku, kakek gila !"
bentak seorang lelaki setengah tua yang sejak tadi berdiri
disamping jenderal Lau. Dia adalah Kiang Hun, salah
seorang penjaga jenderal Lau. Dia juga dulunya seorang
tokoh persilatan yang punya nama. Dia jebolan murid
perguruan Tu-tong-pay. Sambil membentak Kiang Hun
terus memukul Lo Kun. Prakkkkk ..... Pukulan Kiang Hun tepat mengenai gundul kakek Lo
Kun tetapi seketika juga Kiang Hun malah menjerit
kesakitan dan menyurut mundur. Dia seperti memukul
sebuah batok kepala yang sekeras baja.
"Eh, jenderal, anakbuahmu main pukul, mengapa
engkau diam saja " Kalau begitu akulah yang akan
menindaknya !" Lo Kun terus maju dan menerkam lengan
pengawal itu. Kang Hun terkejut dan berusaha hendak menarik. Tetapi
tiba2 tangan Lo Kun sudah menerkam tangannya dan terus
ditarik, uhhhhh ..... Kang Hun terkejut sekali. Dia hendak mengerahkan
tenaga untuk bertahan tetapi sia2 saja. Tangan kakek itu
seperti baja kerasnya sehingga pengawal jenderal Lau itu
harus menahan kesakitan sampai dahinya bercucuran
keringat.... "Lo-cianpwe, harap lepaskan. Kita orang sendiri
?"?"." tiba2 terdengar suara yang ramah di belakang
Lo Kun. Ketika Lo Kun berpaling ternyata yang ada
dibelakangnya itu seorang pemuda berwajah polos jujur.
Dia tak lain adalah Bok Kian.
"Kakek Lo, luluskanlah permintaan kongcu itu," Sian Li
juga ikut meminta. "Baik, karena kalian yang meminta akupun menurut,"
kata kakek Lo Kun seraya lepaskah cengkeramannya," eh,
anaknuda, wajahmu begitu polos seperti cucuku Blo'on.
Engkau tentu juga blo'on, ya "
Bok Kian terbeliak. "Jangan kecewa, wajah blo'on bukan berarti jahat. Aku
lebih suka wajah yang blo'on tetapi jujur daripada wajah
tampan tetapi licik," kembali kakek itu menyusuli kata2.
"Hai, kakek gila, jangan kurang ajar terhadap Bok
kongcu, dia adalah putera keponakan dari mentri
pertahanan Su Go Hwat tayjin !" bentak jenderal Lau."
"Siapa mentri Su Go Hwat " Mengapa waktu aku jadi
mentri tak pernah mendengar nama itu?" seru Lo Kun.
"Terima kasih lo-cianpwe," sela Bok Kian yang cepat
menyadari kalau kakek itu seorang limbung pikiran.
"Aku suka kepadamu. Wajahmu polos sekali seperti
bulan purnama. Apakah engkau dilahirkan waktu tanggal
limabelas ?" tanya Lo Kun.
Bok Kian melongo. Sian Li mendekatinya lalu berkata
dengan bisik2, "Harap kongcu maafkan dan maklum,
kakekku itu memang suka mengoceh tak keruan ......"
Bok Kian mengangguk, lalu menjawab, "Aku juga tak
tahu. Kelak kalau pulang akan kutanyakan hal itu kepada
mama." "Eh, siapakah namamu ?" tanya Lo Kun pula.
"Bok Kian." "Nama ayahmu ?"
"Bok Jin Tiang."
"Lho, aku masih belum kenal," gumam kakek itu lalu
melanjut bertanya, nama kakekmu ?"
"Bok Jing." "Lho, belum kenal lagi," gerutu Lo Kun, nama ayah
eyangmu ?" "Bok Tiong." "Eh, mengapa masih belum kenal ?"
"Siapakah lo-cianpwe ini ?"
"Aku Lo Kun, mentri Kesayangan dari baginda Beng
Seng Cou, raja kedua dari kerajaan Beng....."
"Lho, berapakah umur lo-cianpwe ?" Bok Kian terkejut.
"Perlu apa harus menghitung umur " tak suka tambah
umur, umur itu kubuangi semua biar tetap awet muda."
Bok kian tertawa. "Eh, tertawa " Siapa suruh tertawa ?" tegas Lo Kun.
"Tidak ada yang suruh," kata Bok Kian menahan geli,
"itu lho, mengapa umur kok dibuang. Habis siapa yang mau
mengambilnya ?" "Ha, ha, ha....." tiba2 Lo Kun juga tertawa, "terserah saja
siapa yang mau mengambil ?"."
Melihat suasana jadi ricuh tak karuan, Jenderai Lau
minta agar Bok Kian duduk kembali. Tetapi waktu jenderal
itu hendak mulai bicara, tiba2 datanglah seorang prajurit
menghadap, "Lapor kehadapan ciangkun," kata prajurit
sambil memberi hormat, "bahwa kongcu dan pengiringnya
telah ditangkap musuh ..."
"Apa !" jerderal Lau terkejut.
"Lau kongcu beserta pengiringnya telah ditawan pasukan
Ceng." Bukan kepalang kejut jenderal itu waktu mendengar
laporan anakbuahnya. Ia menegas, "Ngaco! Bagaimana
kalian tahu?" "Hamba dengan serombongan pasukan telah
melaksanakan perintah ciangkun untuk mengejar jejak
kongcu. Tetapi ketika tiba di daerah gunung Lo san, hamba
telah diserang oleh pasukan Ceng. Mereka berteriak-teriak
suruh hamba menyampaiku kepada ciangkun. Kalau
ciangkun tak mau menyerah maka Lau kongcu akan
disembelih." "Apa mereka mengatakan kalau sudah dapat menangkap
kongcu?" "Ya," sahut prajurit itu, "bahkan mereka telah
mengunjukkan sesosok mayat dari prajurit kita yang ikut
pada kongcu." "Celaka!" jenderal Lau menggebrak meja, anak itu
memang tak mau mendengar kata sehingga menyusahkan
orangtua saja!" Melihat suasana segenting itu Bok Kian minta agar Lo
Kun duduk kembali dan menyuruh Uk Uk jangan
melanjutkan pertengkaran mulut dengan Sin Tek Po, "Locianpwe,
kita sedang menghadapi peristiwa yang gawat,
harap lo-cian-suka tenang dulu."
Walaupun linglung tetapi Lo Kun juga tahu akan
keadaan saat itu. Dia menurut.
"Bok kongcu, bagaimana menurut pendapat sicu?" tanya
jenderal Lau. "Dengan sudah merembesnya pasukan musuh di
pegunungan Lo-san, jelas mereka sudah dapat
menyeberangi sungai Hong-ho," kata Bok Kian
"Ya, benar." 'Tetapi kurasa," kata Bok Kian pula, "pasukan itu bukan
sebuah pasukan yang besar. Karena selama ini belum
terdengar berita tentang gerakan pasukan Ceng yang
menyeberang sungai Hong-ho untuk menyerang pertahanan
kita di tepi barat sungai itu."
"Hm, penilaian kongcu benar," kata jenderal Lau pula,
''dengan begitu jelas pasukan musuh di gunung Lo-san itu
hanya suatu satuan kecil untuk menyusup kedalam
pertahanan kita dan menimbulkan kekacauan."
"Tepat sekali dugaan ciangkun," kata Bok Kian, "oleh
karena itu kita dapat menggerakkan pasukan untuk
mengepung musuh di gunung Lo san itu dan membebaskan
kongcu." Tiba2 prajurit yang berpangkat sersan tadi menyela,
"Maaf, ciangkun, hamba lupa menyampaikan sebuah berita
dari mereka." "Apa?" "Mereka mengatakan kalau ciangkun berani
menggerakkan pasukan untuk menyerang, mereka segera
akan menyembelih kongcu."
"Jahanam!' teriak jenderal Lau geram sekali, "jelas
mereka hendak membuat kongcu sebagai sandera untuk
menekan aku supaya menyerah. Huh, jangan harap mereka
dapat memaksa aku!" "Tetapi ciangkun, bagaimana dengan Lau kongcu putera
ciangkun?" tanya Bok Kian.
"Ah, harap kongcu jangan berkata begitu," kata jenderal
Lau, "dalam peperangan tak ada lagi urusan keluarga.
Musuh hendak mencaplok negeri kita jangankan hanya
keluarga, bahkan jiwa kota sendiri kalau perlu harus rela
kita korbankan untuk menghancurkan musuh."
"Bagus, jenderal Lau!" tiba2 kakek Lo Kun berseru
memuji, "itu baru seorang jenderal. Aku dulu juga begitu.
Waktu aku disuruh menjaga Somali seorang Persia yang
tinggi dan besar sekali, akupun rela mengorbankan segala
kesenanganku." "Siapa yang suruh?"
"Tentu saja seri baginda," kata kakek Lok, "baginda
bilang kalau dia tak datang mengambil orang Persia itu, aku
tak boleh pergi dari tempat dia dipenjara. Akhirnya aku tak
tahu sampai berapa puluh tahun, tahu2 waktu aku keluar
dari gua, orang menjerit karena melihat aku. Mereka
mengatakan aku seorang kakek antik ..."
"Apa antik itu?" tanya jenderal Lau.
"Antik artinya kuno sekali atau jeman purba kata Lo
Kun. Melihat pembicaraan akan menyimpang, pada hal2 yang
tak ada sangkut pautnya maka Bok Kian cepat menyela,
"Lau ciangkun, bagaimana tindakan ciangkun?"
"Sudah tentu akan kukerahkan pasukan untuk
menggempur mereka!" "'Jangan ciangkun," cegah Bok Kian, "berbahaya bagi
keselamatan kongcu. Mereka adalah prajurit2 Ceng yang
ganas. Coba lihatlah, setiap kali mereka menduduki kota,
mereka tentu mengganas rakyat. Jika ciangkun
mengerahkan pasukan mereka tentu akan membuktikan
ancaman mereka." "Tak apa, kongcu," kata jenderal Lau, "biarlah anakku
menjadi korban asal musuh dapat ditumpas."
"Ciangkun," tiba2 Sian Li ikut bicara, "apa yang
dikatakan kongcu ini memang benar. Jangan terburu-buru
mengerahkan pasukan dulu. Kita coba dulu dengan lain
jalan." Sebenarnya dalam hati jenderal itu juga kelabakan
setengah mati kalau harus mengorbankan patera yang satusatunya
itu. Tetapi dihadapan putera keponakan dari mentri
Su Go Hwat, terpaksa dia jual lagak garang.
Waktu mendengar usul Sian Li, dia lalu bertanya,
"Bagaimana menurut pendapat nona."
"Begini, ciangkun," kata Sian Li, "ciangkun titahkan saja
kepada beberapa perwira anakbuah ciangkun yang
berkepandaian tinggi untuk menyelidiki sarang mereka di
Lusan. Dan jika dapat, usahakanlah supaya membebaskan
Lau Kongcu dari cengkeraman mereka."
"Tepat!" setu Bok Kian, "aku setuju dengan saran nona."
"Ya, memang usul itu bagus sekali," sambut Jenderal
Lau, "tetapi bagaimana kalau gagal ?"
"Jika gagal barulah ciangkun majukan rencana yang
kedua yakni mengerahkan pasukan untuk menggempur
mereka," jawab Sian Li, "tetapi daripada harus
mengorbankan keselamatan kongcu, sebaiknyalah kita
tempuh jalan yang pertama tadi dulu."
Jenderal Lau mengangguk. Dalam pasukannya kiranya
hanya kedua pengawal peribadinya yakni Sin Tek Po dan
Kiang Hun yang memiliki kepandaian silat tinggi. Tetapi
ternyata tadi Sin Tek Po telah dikalahkan si bocah pekok
Uk Uk. Dan Kiang Hun tak beikutik terhadap Lo Kun.
"kalau begitu ..........."
"Nona," katanya kepada Sian Li, "apakah kau suka
membantu kami ?" "Bagaimana maksud jenderal ?"
"Kurasa nona, kakek nona dan adik nona itu memiliki
kepandaian yang sakti. Bagaimana kalau aku minta
bantuan nona bertiga untuk melakukan penyelidikan ke
Losan ?" Sian Li merasa bahwa karena gara2nya hendak memberi
pelajaran kepada Bun Sai, maka sampai pemuda itu
meninggalkan markas, dan ditangkap musuh. Dia memang
tak suka terhadap tingkah laku putera jenderal itu. Tetapi
karena anak muda itu sampai tertangkap pasukan musuh
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus berusaha menolongnya untuk menebusnya.
Bagaimanapun bagi Sian Li, semarah2nya terhadap
jenderal Lau dan puteranya, dia masih lebih benci terhadap
orang Ceng yang hendak menguasai negerinya.
"Baiklah, ciangkun, aku bersedia untuk lakukan tugas
itu," kata Sian Li, "Terima kasih nona," kata jenderal "bukankah nona akan
berangkat -bersama kakek dan adik nona ?"
'Silakan jenderal tanya kepada mereka."
"Kakek, bukankah engkau bersedia menemani nona ini
?"' tanya jenderal Lau.
"Hm, memang begitulah sifat seorang berkuasa dan
berharta. Kalau memerlukan baru bersikap manis. Tetapi
kalau tidak berminta tolong, huh, lagaknya bukan main!"
"Ciangkun," tiba2 Bok Kian berseru, "aku bersedia pergi
bersama nona ini." Sebelum jenderal Lau menyahut, Lo Kun sudah
menyelutuk, "Uh, anak berwajah purnama jangan
meremehkan aku. Engkau kira aku takut masuk kedalam
sarang mereka ?" "Mengapa lo cianpwe tidak mau pergi?"
"Siapa bilang tidak mau pergi ?" balas Lo Kun, "hm,
bulan purnama, ketahuilah, aku ini kakek aseli dari cucuku
Sian Li. Kalau cucuku sampai kena bahaya, aku tentu
ngamuk. Biar sampai mati tentu kujalani."
Bok Kian terkesiap tetapi pada lain saat dia tertawa.
"Lho, tertawa " Siapa suruh engkau tertawa?" bentak Lo
Kun. "Lo-cianpwe." "Aku " O, ya, benar, benar, ha, ha, ha.....
"Sudahlah, jangan banyak guyon," teriak jenderal Lou,
"sekarang siapkan siapa saja yang akan pergi ke Losan."
"Aku bersama kakekku ini." kata Sian Li
"Cic..... cici . ,. aku, aku ..... ikut !" seru Uk Uk.
"Ya, kami bertigalah yang akan pergi ciangkun," kati
Sian Li. "Aku juga, nona," kata Bok Kian.
"Bok kongcu, mengapa kongcu hendak ikut"
berbahayalah kalau sampai terjadi sesuatu pada diri kongcu
nanti, "cegah jenderal Lou.
"Tidak, ciangkun," Bo Kian gelengkan kepala "setelah
menyampaikan pesan dari Su tay-jin, aku sudah tak punya
urusan penting lainnya lagi, biarlah aku ikut serta dengan
rombongan nona untuk membebaskan Lau kongcu."
"Hm, baiklah," kata jenderal Lau, "akan kusiapkan
sekelompok perwira yang pandai silat untuk membantu
perjalanan kongcu,* "Kurasa, ciangkun dapat menyiapkan pasukan untuk
mengepung gunung itu, agar mereka jangan sampai lolos,"
kata Sian Li. Sebelum jenderal sempat menjawab, Bok Kian sudah
berseru, "Liu ciangkun, jika ciangkun dapat meluluskan,
berilah aku duapuluh prajurit,"
"O. untuk apa ?"
"Biarlah rombongan nona ini mengambil jalan dari
muka. Gerombolan itu tentu memusatkan perhatian mereka
untuk menghadapi nona ini. Dan dengan prajurit itu aku
akan menyerang dari belakang gunung."
"Baik, kongcu," seru jenderal Lau," aku akan
menyiapkan pasukan untuk mengurung gunung itu."
Demikian setelah rencana sudah diputuskan maka Sian
Li, Lo Kun dan Uk Uk segera berangkat.
"Uh, pemuda berwajah terang itu, ksatrya juga. Dia mau
membantu kita. Eh, Sian Li, mengapa engkau mau
menempuh bahaya ini," tegur Lo Kun.
'"Pertama. kita menghadapi pasukan Ceng. Menurut kata
jenderal Lau, mereka sudah merembes masuk ke daerah
pertahanan pasukan Beng. Ini berbahaya dan harus lekas2
disapu bersih." "Setuju !" seru kakek Lo Kun.
"Kedua, putra jenderal itu meninggalkan markas
ayahnya karena dihukum rangket. Dan hukuman itu terjadi
karena tindakan kita, bukan?"
"Ya." "Oleh karena itu maka akupun merasa bertanggung
jawab atas keselamatan putera jenderal Lau. Kalau
puteranya sampai terkena bahaya, bulankah pikiran dan
hati jenderal itu akan kacau-balau" Dan kalau pikiran
kacau, dia tentu tak mampu untuk memimpin pasukannya
menghadapi serangan musuh."
"Ganti saja jenderal semacam itu. Dia hanya banyak
bersenang-senang dengan wanita2 cantik. Kalau perlu
biarlah aku yang menggantinya sebagai pimpinan pasukan."
Sian Li hanya tertawa. Parjalanan ke gunung Lo-san cukup jauh. Keesokan
harinya mereka tiba di daerah kaki gunung, Uk Uk lapar
dan mereka singgah dulu di sebuah kedai dari sebuah desa
yang tak jauh dari gunung Losan.
"Paman, benarkah di puncak gunung Losan ada
gerombolan begal?" Sian Li bertanya kepada pemilik kedai.
"Apakah nona hendak melakukan perjalanan kesana?"
balas pemilik kedai itu. "Ya." Seketika wajah pemilik kedai itu berobah pucat, "Ah,
lebih baik jangan nona."
"Mengapa ?" tanya Sian Li.
"Gunung Losan telah dikuasai oleh gerombolan yang
dipimpin oleh Lo-san-sam-ho (tiga burung bangau dari
gunung Losan). Berbahaya sekali kalau sampai tertangkap
mereka." "O, Lo-san-sam-ho ?" ulang Sian Li.
Belum pemilik kedai menjawab, kakek Lo Kun sudah
menyelutuk, "Bagus, kebetulan kami bertiga ini Se-kay-satok
!" Pemilik kedai melongo, "Apa itu Se-kay-sat-ok ?"
"Se-kay-sat-ok artinya Pembasmi-penjahat di-dunia,
goblok !" teriak Lo Kun.
"Apa " Kalian ini hendak membasmi orang jahat dalam
dunia ?" teriak pemilik kedai.
"Tentu, tentu," sahut Lo Kun dengan bangga.
"Wah, wah," guman pemilik kedai, "penjahat apa yang
akan dapat kalian basmi, kakek ?"
"Goblok !" teriak kakek Lo Kun, "arak itu baik atau jahat
?" "Tidak baik buat yang tak suka. Baik bagi yang senang,"
sahut pemilik kedai. "Jangan mencla-menele tak keruan. Bilang saja tidak
baik !" teriak Lo Kun, "nah, sekarang bawa keluar semua
persediaan arakmu, lekas !"
Entah bagaimana, seperti kena pengaruh gaib, pemilik
kedai itupun segera masuk dan kembali dengan membawa
sebuah guci sebesar gentong, "Inilah persediaan arakku."
"Bagus !" seru kakek Lo Kun, "tak perlu aku, cukup
cucuku bocah gendut itu tentu dapat membasmi arak jahat
ini." "Uk, buang arak dalam gentong ini sampai habis!" teriak
Lo Kun. Sebelum pemilik kedai tahu apa yang akan terjadi,
tiba2 Uk Uk terus angkat gentong arak itu dan diteguknya.
"Sudah, eng, engkong....," Uk Uk meletakkan gentong
yang ternyata sudah kosong isinya. Pemilik kedai
terlongong- longong. Mulut melongo, mata mendelik. Ia tak
pernah menyaksikan seorang bocah dapat meminum
segentong arak sampai habis ludas.
"Nah, sekarang percaya tidak engkau ?" seru Lo Kun
dengan bangga, "setiap manusia sesat, barang jahat, tentu
akan kami sikat sampai ludas.
Tiba2 pemilik kedai itu tersadar. Serunya, boleh saja
anak itu menghabiskan arakku yang istimewa itu tetapi
harus bayar !" "Apa " Suruh membayar " Edan engkau !" kakek Lo
Kun, sudah kubantu engkau membasmi barang jahat,
mengapa malah minta bayar " Sebenarnya engkau yang
harus membayar kami!"
"Tidak ! Engkau harus membayar arak itu !"
Sian Li kaget karena Uk Uk dapat minum habis
segentong arak. Dia menyadari kakek Lo Kun tentu akan
bikin rusuh di kedai itu. Maka buru2 dia bilang, "Jangan
ribut, paman. Berapakah harga arakmu yang dihabiskan
adikku itu "Gentong itu berisi 20 kati arak, tiap kati harganya satu
tail perak ....... "
"Baik, nanti akan kubayar semua," kata Sian Li,
"sekarang tolong kasih bubur dan sayur.
Tak berapa lama pesanan itupun disediakan. Setelah
selesai makan maka Sian Lipun membayar rekeningnya.
Saat itu matahari sudah sepenggalah tingginya, Sian Li,
Lo Kun dan Uk Uk segera melanjutkan perjalanan naik ke
gunung Lo San. -ooo0dw0ooo- Jilid 19. Jamblang kocok Memang apa yang dikatakan pemilik kedai itu benar.
Belum berapa lama mendaki gunung, Sian Li bertiga sudah
dihadang oleh sekelompok crang2 kasar.
"Berhenti," kata salah seorang yang bertubuh tinggi
besar, "mau kemana kalian ini?"
"Menikmati pemandangan gunung Losan yang terkenal
indah alamnya," sahut Sian Li.
"O, nona manis, mau piknik ya?"
"Cis," desis Sian Li.
"Bagus, mari kita antarkan naik keatas," kata lelaki itu
pula dengan tertawa. "Tak perlu," jawab Sian Li, "aku dapat berjalan sendiri."
Lelaki tinggi besar itu tertawa, "Memang benar,"
katanya, "tetapi di puncak gunung ini ada yang menguasai.
Gunung ini bukan tempat pesiar. Tetapi bagai seorang nona
yang cantik, pemimpin kami tentu menyambut dengan
gembira." "Hus, orangutan, jangan kurangajar terhadap cucuku!"
bentak Lo Kun. "Bajingan, kutampar mulutku nanti!" teriak Uk Uk pula.
Lelaki tinggi besar itu terbeliak. Ia merasa anak itu
memakinya tetapi aneh, mengapa anak itu hendak
menampar mulutnya sendiri"
Sudah tentu dia tak mengerti bahwa Uk Uk mempunyai
istilah sendiri dengan kata aku-engkau, "Eh, babi kecil,
siapa yang engkau maki bajingan itu?" serunya.
"Aku, orangutan!" sahut Uk Uk.
"Engkau?" "Hm." "Ha, ha, babi gemuk, engkau sudah gila barangkali,
mengapa engkau memaki dirimu sendiri."
"Orang gila! Engkau memaki aku, bukan engkau memaki
engkau sendiri!" "Babi engkau ini!"
"Benar aku memang babi sung , . . . sung ?" guh!"
"Ha, ha, ha ... . hauppppp," lelaki tingi besar itu tertawa
ngakak tetapi tiba-tiba mulutnya kemasukan benda bundar
yang hampir menerobos masuk ke dalam kerongkongan.
Sudah tentu dia gelagapan dan terbatuk-batuk. Huak, lalu ia
muntahkan benda itu. Ah, ternyata sebutir telur asin.
Tadi waktu di kedai, Uk Uk minta direbuskan telur titik
untuk bekal. Melihat lelaki tinggi besar itu tertawa lebar,
tangan Uk Uk terasa usil, ia menjemput sebutir telur dan
dijentikkan ke mulut orang. Akibatnya lelaki tinggi besar itu
keselak dan muntah2. "Ha, ha. ha ....," terdengar kakek Lo Kun tertawa
ngakak. Sudah tentu lelaki tinggi besar itu marah sekali. "Babi
cilik, kusembelih engkau !" dia terus loncat menerkam Uk
Uk. Plak .... tetapi Uk Uk sudah menyelinap ke samping dan
menampar pipi orang. Beberapa kawannya yang melihat
lelaki tinggi besar dipermainkan Uk Uk, ikut marah dan
terus berhambur menerkam Uk Uk.
Plak, plak, plak .... Tiga orang yang menyerbu Uk Uk itu menjerit kesakitan
karena pipinya mendapat hadiah tamparan dari Uk Uk.
Lelaki tinggi besar sekonyong-konyong menerkam. Uk
Uk lari belakang. Begitu dapat mensengkeram tubuh Uk Uk
terus diangkat keatas hendak dibanting, aduhhhh,
aduhhhh......belum sempat ia melemparkan tubuh Uk Uk,
tapi Uk Uk sudah menyambar kedua telinga orang itu dan
dipelintirnya keras2 Lelaki tinggi besar itu mati kutu. Kalau dia membanting
Uk Uk, jelas telinganya tentu akan ikut tertarik putus.
Tetapi dia tak sempat memikirkan hal itu karena telinganya
benar sakit sekali, aduhhhh.....
"Hayo, turunkan engkau!" teriak Uk Uk. Walaupun
menderita kesakitan yang hebat, tetapi orang itu masih
sempat terbeliak ketika mendengar kata2 Uk Uk. Mengapa
dia suruh menurunkan "engkau ' "Apakah aku harus
menurunkan diriku sendiri"
Tiba2 lelaki tinggi besar itu mengendapkan tubuh
berjongkok. Mungkin ini yang dimaksud babi cilik,
pikirnya. "Turunkan engkau!" teriak Uk Uk pula. Ia memelintir
telinga orang makin keras.
"Aduh . . . ya, ya . . . , " dia tak sempat merenungkan
kata2 Uk Uk yang aneh itu dan terus menurunkan Uk Uk.
Uk Uk menggeliat berdiri tetapi masih menguasai kedua
telinga si tinggi besar, "Jawab . . . bu?" kankah aku ini
gerombolan begal gunung Losan?"
Lelaki tinggi besar itu mendelik, sahutnya, "Bukan,
engkau bukan gerombolan begal gunung Losan, engkau
orang asing yang datang kemari."
"Orang edan!" bentak Uk Uk, "siapa bilang aku ini orang
asing?" "Bukankah engkau tetamu yang baru tiba digunung ini?"
seru lelaki tinggi besar pula.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bukan, aku bukan tetamu tetapi gerombol-begal gunung
ini. Hayo, mau mengaku atau kau putuskan telingaku!"
Dalam kesakitan itu, si tinggi besar masih dapat menilai
kita2 Uk Uk, "Baik, aku tak mau ngaku .... aduhhhhhhh!"
Dia menjerit keras sekali karena telinganya dipelintir Uk
Uk sedemikian rupa sehingga putus separoh. Darah
bercucuran mengalir ke lehernya. "Uk, lepaskan," melihat
itu kakek Lo Kun menyambar kedua tangan si tinggi besar
di telikung ke belakang. "Mengapa engkau bandel?" bentak kakek Lo Kun.
Sambil mengerang-erang, si tinggi besar memaki,
"Bangsat gendut itu suruh aku tak mengaku nanti aku boleh
memutuskan telingaku, ternyata dia bajingan cilik yang tak
kena diturut omongannya ..... "
"Engkau yang salah, goblok!" Lo Kun balas dampratnya.
"Kenapa salah?"
"Uk Uk mempunyai bahasa sendiri, tahu!"
"Uk Uk" Siapa Uk Uk?"
"Itu adalah cucuku yang perutnya buncit itu, goblok!"
"O . . . aduh," tiba2 si tinggi besar memekik kesakitan.
Waktu sedang berbicara, ia hendak menggunakan
kesempatan untuk meronta tetapi akibatnya tulang
lengannya malah seperti mau patah.
Sekalian kawannya heran mengapa si tinggi besar yang
terkenal bertenaga paling kuat diantara kawan-kawannya,
tak mampu berkutik ditelikung seorang kakek pendek.
"Apakah mereka bukan bangsa manusia ?" bisik salah
seorang kepada kawannya. Mereka menyaksikan
bagaimana seorang bocah berperut buncit mampu menjiwir
telinga si tinggi besar dan kini si tinggi besar itu ditelikung
oleh seorang kakek pendek.
"Mungkin juga," kata kawannya.
"Ah, tidak, mereka bukan bangsa dedemit. Nona itu
seorang manusia biasa."
"Ya, memang. Kalau nona itu memang gadis biasa tetapi
bocah dan kakek itu, coba kau lihat, apa bangsa manusia
mempunyai potongan tubuh seperti itu. Si kakek pendek
dan berwajah seperti patung. Si bocah perut buncit,
mukanya bundar seperti bulan purnama . . , ."
Demikian basak-bisik di antara anggauta rombolan yang
dipimpin si tinggi besar itu.
"Kakek kate, jangan menyakiti aku. Kalau mau bunuh,
bunuhlah saja," seru si tinggi besar.
"Buat apa membunuh engkau?" sahut Lo Kun.
"Hm, berani membunuh aku, pemimpinku lentu akan
mencincangmu !'' 'O, mengancam ya ?" seru kakek Lo Kun, "baik,
panggillah kepalamu kemari" " Ia terus lepaskan si tinggi
besar. "Tunggu !" teriak Sian Li ketika si tinggi besar hendak
angkat kaki. "Apa mau menangkap aku lagi ?" tanya orang tinggi
besar itu. "Tidak," sahut Sian Li, "kakekku telah bermurah hati
mengampuni engkau. Kalau engkau seorang manusia baik,
engkau harus menghaturkan terima kasih. Tetapi aku tak
perlu mendapat pernyataan terima kasihmu. Cukup kalau
engkau mau menjawab pertanyaanku dengan sejujurnya,"
"Apa yang hendak engkau tanyakan?"
"Apakah gerombolanmu menangkap seorang pemuda
dan pengiringnya ?" Tidak!" "Bohong !" hentak Sian Li," aku tak perlu tanya
kepadamu lagi. Lekas panggil kepalamu."
Orang tinggi besar itu segera mengajak kawan-kawannya
naik gunung. Beberapa waktu kemudian mereka muncul
lagi. "Ji-saycu kami mengundang kalian naik keatas," kata si
tinggi besar. Ji artinya kedua. Say artinya markas gerombolan. Cu
artinya kepala. Ji say-cu berarti pemimpin kedua.
"Boleh, takut apa?" seru kakek Lo Kun "Uk, hayo kita
obrak-abrik sarang mereka."
Demikian mereka bertiga dengan diiring oleh belasan
anakbuah gerombolan segera naik ke atas gunung. Selama
dalam perjalanan itu Sian Li sempat memperhatikan
keadaan di gunung itu. Ia seperti mendapat kesan bahwa
tak ada jejak2 tentang pemusatan pasukan Ceng.
Markas mereka terletak di sebuah lembah yang strategis
sekali. Lembah itu dikelilingi jurang yang terjal. Hanya ada
sebuah mulut jalanan yang mencapai lembah itu.
Sian Li berhadapan dengan-seorang lelaki muda yang
berwajah aneh. Hidungnya mancung sekali, mata sipit dan
kening lebar. "Apa maksud kedatangan kalian ke gunung ini?" tanya
orang itu. "Siapa engkau?" balas Sian Li.
"Aku ji-saycu Li Kong dari Losan."
"Aku hendak minta seorang tawanan yang kalian
tangkap," kata Sian Li secara langsung.
"Tawanan" Tawanan apa?"
"Jangan berpura-pura," seru Sian Li, "kalian berkomplot
dengan pasukan Ceng untuk menculik Lau kongcu, putera
jenderal Lau Cek Jit di Sanse."
Orang itu terkejut, "Jangan bicara sembarangan saja.
Kami tak tahu menahu soal anak jenderal itu."
"Hm, dengan syarat apa engkau bersedia memberi
pengakuan?" "Lho, apa maksudmu?" Li Kong terkesiap.
"Maling tentu tak ada yang mau mengaku kalau tidak
digebuk," kata Sian Li, "maka kutanya kepadamu, dengan
pakai syarat apa baru engkau mau mengaku?"
Li kongcu kicupkan matanya, "O, maksudmu engkau
hendak menantang berkelahi adu kepandaian?"
"Ya," jawab Sian Li, "kalau engkau kalah engkau harus
membebaskan putera jenderal Lau."
"Kalau engkau yang kalah?" balas Li Kong.
"Kalian harus menyiapkan perjamuan besar untuk kita
bertiga," selutuk Lo Kun.
"O, engkau kakek tua renta. Mengapa engkau belum
mati?" "Siapa yang suruh mati?"
"Orang seperti engkau kalau belum mati tentunya
menghabiskan bahan makanan saja."
"Ya, benar," sahut kakek Lo Kun, "aku sendiri juga tak
tahu mengapa aku belum mati. Hus, jangan bicara tak
keruan. Sekarang engkau berani terima tantangan cucuku
tidak?" "Boleh." 'Engkau boleh memilih lawan dengan siapa kau akan
bertanding." "Aku pilih nona itu saja."
"Banci !" teriak kakek Lo Kun, "mengapa engkau
seorang lelaki memilih bertanding lawan seorang dara ?"
"Itu yang tepat," sahut Li Kong," aku perjaka. Kalau
nona itu kalah, dia harus ikut aku."
Sian Li tersipu merah mukanya. Cepat menghardik,
"Jangan banyak mulut, lekas engkau maju dan mulailah
kita adu kepandaian."
Li Kong serentak berbangkit dan menghampiri ke muka
Sian Li. "Silakan menyerang dulu," seru Sian Li.
Li Kong membuka serangannya dengan suatu gerak
terkaman ke punggung si nona. Tetapi dengan mudah
serangan itu dapat dihindari Sian Li.
Keduanya segera terlibat dalam pertempuran yang makin
lama makin seru. Diam2 Li Kong terkejut mengapa seorang
dara yang cantik dapat mengimbangi permainannya.
Tiba2 Sian Li mundur dan berseru, "Silakan periksa
bijumu....." Ketika Li Kong menunduk untuk memeriksa bajunya
ternyata sebuah kancing telah copot, entah kemana.
"Engkau memang lihay sekali. Tetapi jangan buru2
bersorak dulu. Kita bertempur pakai senjata saja,"
"Baik," Sian Li menerima tantangan. Li Kong memang
hebat. Dia dapat memainkan ilmugolok dengan hebat
sekali. Ilmu golok itu disebut Suan-hong-to atau ilmu golok
Angin-puyuh. Sesuai dengan namanya golok Li Kong
memang berputar seperti angin puyuh.
Tetapi Sian Li tetap dapat mengimbangi permainan
lawannya. Dia mainkan ilmupedang Giok-kiam-hwat atau
ilmupedang Bidadari. Li Kong penasaran sekali. Dia adalah tokoh nomor dua
dari gunung Losan. Dihadapan anak-buahnya, dia tak
mampu mengalahkan seorang nona cantik yang tak dikenal.
"Ho, ho, cucuku Sian Li sekarang bertambah maju
kepandaiannya," seru Lo Kun, "hai, mata sipit, begitu
macam kepandaian yang engkau miliki, mengapa tak
menyerah saja !" "Eng, eng . . . kong .. . dia mir, mir. . . rip. burung ba ...
ngau . . .," seru si pekok Uk Uk dengan nada tergagapgagap.
"Ya, benar, hidungnya begitu panjang seperti paruh
burung bangau," sahut kakek Lo Kun.
"Tapi bang . .. bangau itu paruhnya hi . . . hitam . . .
tidak me.. me" merah seperti dia ..."
"Ha, ha, ha," kakek Lo Kun tertawa mengakak," itu
bangau gadungan namanya." Eh, tetapi hidung harimau itu
juga merah, Uk." 'Kalau, kalau beg. .. begitu . . . dia bangau harimau, eng,
engkong . . ." "Hai," teriak kakek Lo Kun," hidung harimau itu kalau
direndam arak, rasanya nikmat sekali,. Uk. Apa engkau
sudah pernah makan " He setan cilik, engkau sudah pernah
makan, jangan bilang belum!"
"Kapan ?" "Itu lho, arak yang pakai isi butir2 merak dan rasanya
kenyal2 enak itu." "Lho, eng . . . engkong ., . bilang itu dawet hidung . . . ."
"Itulah !" teriak Lo Kun, "ya, memang saat itu kubilang
dawet hidung, sebenarnya hidung harimau kucacah dan
kurendam dengan arak. Bagaimana rasanya, Uk ?"
"Syurrr sekali eng" engkong !"
"Kalau begitu," tiba2 Lo Kun berseru kepada Sian Li,
"Sian Li, potonglah hidungnya yang panjang itu. Akan
kubuat campuran arak. Sejak mendengar pembicaraan antara Kun dengan Uk
Uk tadi, walaupun sudah berusaha untuk menghilangkan
tetapi karena si kakek dan bocah itu bicara keras sebebasbebasnya,
terpaksa Li Kong mendengar juga. Dirinya
disebut seperti burung bangau, sudah membuat darahnya
naik. Apalagi waktu dikata hidungnya yang merah seperti
bangau-harimau, dia makin marah. Dan meledaklah
kemarahannya ketika hidungnya hendak di potong
dijadikan campuran arak. Bagaimana pun, dia tak dapat
menguasai diri lagi. "Kakek bangsat, mampus engkau !" dengan menggerung
seperti harimau, Li Kong loncat ke samping untuk
membabat tubuh Lo Kun. "Engkau edan !" teriak Lo Kun yang karena terkejut atas
serangan tak terduga-duga itu sambil buang tubuh ke
belakang dan bergelundungan di lantai,
Luput membabat Lo Kun, Li Kong melanjutkan untuk
menabas tubuh Uk Uk, 'Babi cilik, kusembelih engkau !
"Aduhhhhh.....!"
Uk Uk juga terkejut sekali atas serangan Li Kong itu.
Rasa kejut telah menggelorakan darahnya dan karena darah
bergolak maka isi perutnya meledak keluar, pufff. .. ia
menyembur. Arak dalam perutnya segera mencurah ke
muka Li Kong; rasakan mukanya seperti tersiram air panas,
celakanya, beberapa percik arak panas Uk Uk telah
menabur biji matanya. Semburan arak yang dilakukan Uk
Uk itu dilakukan dengan amat kerasnya. Li Kong menjerit
dan mendekap matanya yang pecah. Namun tokoh kedua
dari gunung Losan ini memang keras wataknya. Dia marah
sekali menerima derita kesakitan yang sedemikian hebat.
Setelah mengarahkan tempat Uk Uk berdiri, tiba2 dia terus
loncat untuk membenturkan kepalanya ke tubuh anak itu.
Dia kerahkan segenap tenaga untuk membentur. Kalau dia
harus mati, biarlah anak itu juga mampus. Demikian
tekadnya. Tetapi saat itu Uk Uk cukup waspada loncat menghindar
ke samping dan darrrr . ". luput membentur Uk Uk, kepala
Li Kong terus membentur tiang yang terbuat dari batu,
Seketika terjadilah pemandangan yang amat mengerikan! Li
Kong terkapar di lantai berlumuran darah, kepalanya pecah
...... Melihat itu gemparlah sekalian anakbuah gunung Losan.
Mereka serempak menyerbu ketiga orang itu. Pertempuran
berlangsung dahsyat dan acak-acakan. Tetapi
bagaimanapun beraninya, karena melihat sekian banyak
kawan2 yang menggeletak rubuh, mau tak mau pecah juga
nyali kawanan anakbuah gunung Lo san itu. Mereka yang masih belum terluka. segera melarikan diri. Sian Li juga sudah terlanjur mengumbar kemarahan. Setelah dapat menghancurkan musuh, dia segera mengajak Lo Kun dan Uk Uk untuk menyerbu kedalam sarang mereka, mencari Bun Sui. Tetapi sampai
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beberapa waktu menyelidiki segenap penjuru, mereka tak menemukan barang seorang tawanan.
"Aneh," gumam Sian Li, "dimanakah mereka menyikap
putera jenderal dan para pengiringnya itu?"
Tiba2 mereka mendengar suara orang yang berisik.
Buru2 mereka keluar. Ternyata sisa anak buah Li Kong
yang melarikan diri tadi muncul kembali dengan mengiring
dua orang lelaki setelah tua. Yang seorang mengenakan
jubah pertapaan dan yang seorang berpakaian biasa.
"Omitohud!" seru pertapa setengah tua itu demi
menyaksikan keadaan markas yang porak-poranda dan
anakbuah yang menggeletak di lantai.
"Itulah mereka, toa-saycu, yang telah membunuh jisaycu!"
seru seorang anakbuah kepada pertapa itu.
"Benarkah sicu bertiga yang telah membunuhi mereka?"
tegur pertapa itu. "Maaf, totiang, siapakah totiang ini?" balas Sian Li.
"Aku Lo san siangjin, tokoh pertama dari san-sam-ho,"
sahut pertapa itu. Mendengar suara orang yang ramah, Sian Li pun agak
reda kemarahannya, "O, totiang ini kepala dari gerombolan
gunung Losan?" "Ah, li-sicu terlalu berat menjatuhkan anggapan terhadap
Losan," kata Losan siang jin, "yang berada di gunung
Losan ini bukan gerombolan melainkan sebuah keluarga
besar dari rakyat miskin yang telah kehilangan segala
miliknya karena akibat perang."
"Ah, totiang seorang pertapa, mengapa totiang masih
suka mengelabuhi orang?" kata Sian Li.
"Bagaimana maksud li-sicu?" tanya pertapa dari gunung
Losan itu. Li artinya perempuan, dan sicu adalah sebutan
yang diucapkan seorang paderi, imam dan pertapa terdapat
seseorang. "Orang2 Losan telah bersekutu dengan pasukan Ceng
sehingga pasukan Ceng bisa men'yusup ke gunung ini."
"Li-sicu, jangan menuduh semena-mena. Tuduhan yang
tak berdasar bukti, berarti fitnah."
"Tetapi itu suatu kenyataan," masih Stan Li bersikeras.
"Apakah li-sicu dapat membuktikan tentang persekutuan
itu?" "Totiang," jawab Sian Li, "untuk mengelabuhi perhatian
orang, memang banyak sekali caranya. Prajurit2 Ceng itu
dapat menyembunyikan diri di daerah gunung yang begini
luasnya. Tatapi ada sebuah bukti yang kuat, yang tentu tak
dapat totiang sangkal lagi."
"Silakan li-sicu mengatakannya," kata pertapa Losan
yang masih tetap tenang2.
"Siapa yang menangkap putera jenderal Lau Cek Jing
yang berjalan melalui daerah gunung ini?"
"Putera jenderal Lau Cek Jing?" pertapa Lo-san
mengulang, "ah, harap li-sicu jangan bergurau."
"Siapa yang bergurau dengan totiang" Aku bicara dengan
sungguh2." "Jika demikian halnya," kata pertapa itu, akupun akan
menjawab dengan sungguh2 bahwa kami tak tahu menahu
soal putera jenderal Lau."
Bagaimana kalau aku dapat membuktikan putra jenderal
Lau itu disembunyikan di daerah Losan ini?"
"Silakan mencari. Kalau benar anakbuah kami yang
melakukan, aku bersedia menerima hukuman."
"Lho, apakah totiang bersungguh-sungguh?"
"Ya." "Mengapa totiang bersekutu dengan pasukan Ceng."
"Li-sicu," kata pertapa itu, "seorang pertapa diharuskan
untuk memiliki kesabaran dan ketenangan. Tetapi kalau
terus menerus dituduh berhianat pada negara dan menculik
putera seorang jenderal, kurasa kesabaran itu akan habis.
Karena kesabaran itu juga ada batasnya."
Melinat ketenangan dan kesungguhan kata orang, Sian
Li agak bersangsi. "Ah, pertapa, memang lidah itu tak bertulang," tiba2
kakek Lo Kun berseru, "bisa saja kau ngomong yang indah2
tetapi buktinya anak jenderal itu memang hilang di gunung
ini. Hay engkau mau mengembalikan atau tidak" Kalau
tidak, terpaksa engkau harus kususulkan orang-orangmu
yang sudah pulang ke akhirat itu!"
"Siancay! Siancay!" seru Losan siangjin, janganlah lojin
tergesa-gesa menghambur tuduhan. Pinto, Losan siangjin,
sudah lama mengundur ciri dari dunia persilatan. Pinto
mengasingkan ke gunung ini karena jemu melihat keadaan
masyarakat negara yang diperintah raja Beng. Tetapi bukan
berarti pinto akan menghianatinya. Di gunung ini pinto
banyak menerima murid2 dan pengikut-pengikut. Kepada
mereka kutanamkan pendirian yang tegas bahwa setiap
murid dan anakbuah gunung Losan tak boleh berkawan
dengani orang Ceng. Kalau birani melanggar, tentu akan
menerima hukuman berat."
"Ah, itu urusanmu sendiri, pertapa," kata Lo Kun,
"pokoknya, jenderal Lau telah mengatakan minta bantuan,
kepada kita untuk mencari anaknya yang hilang ditangkap
musuh di gununng ini. Kalau tak mau mengembalikan,
gunung ini akan kami ratakan dengan tanah!"
'"Siancay ! Siancay!" pertapa itu berseru, "tidakkah lojin
(orangtua) merasa kasihan kepada rakyat disini kalau
sampai gunung ini rata dengan tanah" Bukankah mereka
akan tertimpa guguran tanah"' Bukankah binatang2 buas
akan berhamburan masuk kota" Disini masih banyak
harimau buas." Rupanya tajam sekali pandangan pertapa ini. Mendengar
kata2 Lo Kun, cepat dia dapat ketahui bahwa kakek itu
tidak normal pikirannya, maka sengaja ia merangkai kata2
untuk mengolok-olok. "Aya !" teriak kakek Lo Kun, "harimau apakah ada
harimau hitam?" "Segala macam harimau ada, lojin."
"Wah, kalau begitu sayang jika gunung ini diratakan
dengan bumi. Macan2 hitam itu tentu mengungsi ke
tempatku," kata Lo Kun, Losan siangjin melongo. Dia tak
tahu bahwa itu tinggal di gua Hek-hou-tong (gua Macan
hitam) di gunung Hok-hou-san.
"Li-sicu, kami benar2 tak tahu menahu soal putera
jenderal Lau Cek Jing yang hilang
=== Halaman 22-23 tidak ada. Lupa discan kali
=== "Babi kecil, kubedah ususmu !" teriaknya seraya loncat
menerkam Uk Uk. Dia tak percaya kalau bocah yang
perutnya buncit akan mampu menghindar.
"Pfufff !" tiba2 Uk Uk menyembur. Karena tadi dia dapat
menyembur Li Kong, maka teringatlah dia kalau perutnya
masih ada persediaan arak yang diminumnya di kedai tadi.
"Uh ?". Ui Bin terkejut. Karena tak berjaga-jaga,
hampir saja biji matanya pecah. Tetapi untunglah dia dapat
menutup kelopak matanya dengan cepat sehingga hanya
mukanya yang terhambur percikan arak. Tetapi hal itu
sudah cukup membuatnya menjerit kesakitan karena
rasanya seperti disembur air panas.
Adalah karena diminumi kakek Lo Kun sampai delapan
butir buah som yang tumbuh didasat laut sampai seribu
tahun, maka Uk Uk mempunyai tenaga-dalam yang panas.
Adalah karena panas itu rambutnya sampai tak dapat
tumbuh dan hanya bagian belakang seperti orang kuncir.
Setelah masuk kedalam perut, arak itu menjadi panas
sehingga waktu disemburkan, Ui Bun seperti disiram air
panas. "Ha, ha, ha, ha .... ," Lo Kun tertawa mengakak, "baru
bergebrak sudah mundur, dasar kunyuk gunung!"
Ui Bin hendak maju tetapi dicegah Lo-san siangjin yang
kemudian berkata, "Si-cu, engkau lihay sekali, dapat
menyembur arak dari perut. Apakah si-cu mau menyembur
aku?" Uk Uk berpaling kepada Lo Kun, "Eng ... engkong .. . or
. .. orang . . apa ini?"
"Pertapa." "Ap . . apaaa pertap .. . tapa itu?"
"Pertapa adalah orang yang duduk semedhi di gunung
yang sunyi untuk rnensucikan batinnya."
"Wah, ka, kalau begitu ... . sama dengan bangsa bin ..
binatang bu, bu . . . as?"
"Hus, bukan!" "Meng, mengapa tinggal di, di hutan?"
"Babi, kecil!, jangan kurang ajar terhadap toakoku!" Ui
Bin karena toako atau saudara tuanya dibuat main oleh Uk
Uk. Tetapi Lo-san siangjin tenang2 saja.
"Siau-situ, lekas semburlah aku," katanya.
"Lho, tidak mau!"
"Mengapa?" "Masakan engkau suruh nyembur engkau sendiri"
"Bukan, engkau sembur aku," kata pertapa.
"0, aku juga bisa nyembur" Boleh, si . . lahkan."
Lo-san siangjin terbeliak. Dia heran atas kata2 bocah
gemuk itu. "Engkau," katanya seraya menuding Uk "boleh
menyembur aku . . . , " ia menunjuk pada dirinya.
"Ya, boleh," seru Uk Uk. Tetapi sampai sekian jenak
belum juga Uk Uk bergerak, padahal Lo-san siangjin sudah
siap. Sudah tentu pertapa itu heran.
"Mengapa engkau diam saja?" tegurnya.
"Lho, aneh, mengapa aku diam saja?" balas Uk Uk.
"Engkau yang menyerang," pertapa menunjuk Uk Uk.
"Ya, boleh. Silakan."
"Lho, engkau ini bagaimana?"
"Habis, bukankah aku yang menyerang dulu?"
"Ya." "Mengapa aku tak mulai?"
"Lho, kenapa tidak?" seru pertapa itu.
"Tanya pada aku sendiri," sahut Uk Uk.
"Eh, siau-sicu, apakah engkau ini waras" Tampaknya
engkau ini tidak waras pikiran," karena jengkel pertapa itu
berkata. "Mung, mungkin be . . . nar. Aku, aku . . . memang ti, ti,
tidak waras . . . . "
"Ah, kemungkinan bocah ini memang gila," pikir
pertapa. Kalau begitu percuma berhadapan dengan dia. Ia
berpaling ke arah Sian Li, katanya, "Li-sicu, adikmu itu
tentu tak waras pikirannya. Harap suruh dia menyingkir
saja." Sian Li terpaksa tersenyum, "Tidak, dia tidak gila hanya
totiang yang tak tahu kepadanya."
"Tak tahu bagaimana?" tanya pertapa.
"Dia mengartikan kata ' aku ' itu adalah kau dan kata '
engkau" itu berarti aku. Coba renungkan pembicaraannya
tadi. Dia mengira totiang yang hendak menyerang maka dia
menunggu. Dan totiang tentu mengira dia yang akan
bergerak maka totiangpun menunggu," Sian Li memberikan
keterangan. Setelah merenung sejenak, pertapa itu baru kaget, "Ah,
benar, memang kalau diartikan begitu, akulah yang disuruh
menyerang dulu. Tetapi mengapi anak itu membalik
arti.kata aku dengan engkau" Siapa yang mengajarnya
begitu?" "Ini orangnya, akulah," seru kakek Lo Kun.
"Lho, itu kan membingungkan orang?" kata pertapa.
"Siapa suruh bingung?" balas Lo Kun, kalau bingung, itu
urusan orang lain. Tetapi dia tidak merasa bingung."
"Mengapa lojin tak membetulkan kesalahan itu?" tanya
pertapa. "Siapa bilang tidak" Sudah beberapa kali kuberi
keterangan tetapi dia menolak. Dia mengatakan pelajaran
itu sudah terlanjur melekat di otaknya, sukar dihapus. Aku
bisa berbuat apa lagi?"
Lo-san siangjin mendapat kesan bahwa saat itu dia
sedang berhadapan dengan sekawan manusia yang aneh.
Seorang kakek pendek yang linglung dan seorang bocah
gemuk yang sinting. Hanya nona itu saja yang normal
pikirannya. Setelah mendapat penjelasan dari Sian Li maka Lo-san
siangjin lalu mencobanya, "Hai, siau-sicu, akulah yang
mulai menyerang!" "O, begitu" Mengapa tadi tak bilang?" kata Uk Uk. Ia
segera kerahkan semangat dan berdiri pada jarak dua meter
dari Lo-san siangjin, "terimalah . . . .! "
Securah arak segera menyembur kearah Lo-san siangjin
tetapi pertapa itu juga cepat menghambur tiupan dengan
mulut. Ternyata semburan arak Uk Uk itu terdampar ke
samping. Uk Uk terkejut. Ia menyembur lagi tetapi tetap tak
berhasil. Sampai tiga kali juga gagal.
"Uk, berhentilah," seru Lo Kun, "pertapa itu memang
hebat, biar aku yang menghadapinya, tua lawan tua."
Uk Uk menurut dan sekarang Lo Kun yang maju
kehadapan Lo-san siangjin.
"Omitohud!'' seru Lo-san siangjin, "kita orangtua,
mengapa harus berkelahi" Kalau hendak berkelahi, apa lojin
berani melawan karang itu?"
"Lho, aku ini kan orang, mengapa disuruh berkelahi
melawan batu?" "Manusia dengan binatang unggul mana?"
"Terang unggul manusia."
"Dengan batu unggul mana?"
"Terang unggul manusia."
"Lhah, mengapa lojin takut melawan batu itu?"
"Siapa bilang takut?" teriak Lo Kun, "coba tunjukkan
batu yang mana!" Lo-san siangjin menghampiri segunduk batu karang
sebesar kerbau yang berada di halaman "Inilah musuh
lojin." "Lalu suruh aku bagaimana?"
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Angkat!'' "Wah, tidak bisa."
"Gigit!" '"Eh, jangan gila-gilaan, pertapa. Masakan orang disuruh
gigit batu." "Kalau begitu pukul saja."
"Nah, begitulah," kata Lo Kun seraya bersiap-siap.
Setelah menyingsing lengan baju, dia terus ayunkan
tujunya, prakkkk.....Segumpal batu berhamburan tetapi
cuma sebagian saja itupun Lo Kun harus meringis karena
menahan kesakitan. "Pertapa, engkau menipu aku!" teriaknya.
"Menipu bagaimana?"
"Ternyata tanganku sakit sekali."
Mau tak mau terpaksa Lo-san siangjin geli dalam hati.
Makin tebal dugaannya bahwa Lo Kun itu memang seorang
kakek linglung. "Siapa yang suruh sakit?" Lo-san siangjin menirukan
perkataan Lo Kun. "Uh . . . , " Lo Kun tak dapat menjawab kecuali hanya
mendengus. "Aku tidak menipu. Lihatlah aku juga akan
pemukulnya," seru Lo-san siangjin. Dia tidak mendekati
batu seperti apa yang dilakukan Lo Kun melainkan dari
jarak satu meter dia ayunkan tangannya, bummmm .... batu
karang yang sebesar kerbau itupun pecah berantakan.
"Biat-gong-ciang yang sakti!" Sian Li memuji.
"Bukan, li-sicu," kata Lo-san siangjin, "bukan B'at-gong
ciang tetapi Kim-kong-ciang yang sudah duapuluh tahun
pinto pelajari." "Sayang "Mengapa li-sicu mengatakan begitu?" tegur Losan
sianjin. "Totiang mempunyai kepandaian yang begitu sakti,
mengapa totiang rela bersekutu dengan orang Boan yang
jelas hendak menjajah kita?"
"Li-sicu, jangan menghambur fitnah!" seru Lo-san
siangjin, "hidupku sudah ibarat matahari yang mulai
merebah ke barat. Mengapa dalam menjelang senja itu aku
tidak ingin mencari kesenangan dan keteduhan" Perlu apa
aku harus membantu orang Boan" Pangkat, harta atau
nama" Ah sudah lampau. Aku tak menginginkan semua.
Aku hanya butuh ketenangan dan kedamaian."
Sian Li bersangsi. Menilik sikap dan ucapan pertapa itu,
memang tak ada tanda2 dia bersekongkol dengan pasukan
Ceng. Demikian sepanjang pengamatannya selama
mendaki ke atas gunung dia tak melihat tanda2 terdapatnya
barang seorang prajurit Ceng. Mungkinkah laporan prajurit
kepada jenderal Lau itu salah" Tetapi kemanakah Bun Sui
telah lenyap" Tiba2 seorang anakbuah Lo- san datang menghadap,
"Siang-jin, di sekitar lembah Ong-lu. kok terjadi
pertempuran antara dua buah pasukan."
Eng Djiauw Ong 10 Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Rajawali Sakti Dari Langit Selatan 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama