Ceritasilat Novel Online

Bloon Cari Jodoh 24

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 24


itu. Giok Lan seorang puteri tikoan yang lemah. Bagaimana
mungkin dapat berjuang dalam medan perang"
"Kutahu," kata Giok Lan sesaat kemudian, "bahwa
engkau tentu menganggap aku seorang lemah. Hal itu
memang benar. Karena dalam keluarga pembesar negeri
maka aku hanya dididik dalam bidang kewanitaan dan
dipersiapkan menjadi ibu rumahtangga yang baik. Tetapi
engkau tentu tak mengira bahwa aku sebenarnya mengerti
tentang ilmusilat." Kembali Huru Hara terkesiap, "Apakah siocia bisa main
silat ?" Giok Laa gelengkan kepala, "Tidak bisa. Yang kusebut
mengerti ilmusilat yalah pengetahuan tentang ilmusilat.
Tetapi karena takut dimarahi ayah dan mama, aku tak
pernah berlatih silat."
"Jadi maksud nona ?"
"Aku mengerti ilmusilat tetapi tak bisa main silat, jelas ?"
sahut Giok Lan. "O," desuh Huru Hara. Dia teringat pada dirinya sendiri.
Dia juga tak bisa main silat tetapi memiliki tenaga sakti Jiihsin-kang yang luar biasa. Aneh sekali manusia di dunia
ini, pikirnya. "Ya," sahut Huru Ham, "lalu maksud nona?"
"Aku hendak ikut berjuang tetapi aku tak tahu
bagaimana caranya dan dimanakah aku dapat
menyumhangkan tenagaku untuk perjuangan itu," kata
Giok Lan. Huru Hara merenung. Beberapa saat kemudian baru
herkata, "Sesungguhnya, setiap orang dapat berhakti kepada
negara dan berjuang menurut kemampuan dan bidangnya
masing2. Yang penting harus memiliki landasaran pikiran
tak mau dijajah bangsa lain. Aku mempunyai seorang
sumoay yang tinggal di gunung Lou-hu-san. Dia dapat
memberi pelajaran silat kepada nona. Tetapi sayang saat ini
aku masih mempunyai tugas penting untuk membantu Su
tayjin di Yang-ciu sehingga tak sempat mengantar nona ke
sana. Tetapi akupun belum tahu apakah ayah nona setuju."
"Setelah mengalami peristiwa pahit dari kaki tangan
orang Boan itu, kini ayah sadar bahwa orang yang lemah
itu tentu akan mengalami tindasan dari orang yang kuat."
"Begini nona ..... "Jangan panggil nona atau siocia kepadaku;" tukas Giok
Lan, "panggil saja namaku."
"Ah," Huru Hara menghela napas, "baiklah. Sekarang
kuharap engkau pulang dulu, Tikoan tentu bingung
mencarimu. Aku hendak ke Yang-. ciu . . . ,"
"Tidak," seru Giok Lan, "aku ikut engkau."
"Ikut aku ?" Huru Hara kaget.
"Ya." kata Giok Lan, "aku dapat membantumu
menghadapi musuh." "Tetapi ............... . tetapi . . . ."
"Tetapi bagaimana ?"
"Tetapi Yang-ciu sedang dikepung pasukan Boan. Kita
sedang menghadapi peperangan. Berbahaya sekali bagimu."
Giok Lan tertawa, "Kalau bagi aku berbahaya, apakah
bagimu, bagi Su tayjin dan bagi saudara2 yang sedang
berada di Yang-ciu, juga tidak berbahaya ?"
"Ah . . ..." "Mengapa " Jangan takut, aku takkan menyusahkan
dirimu. Aku dapat menjaga diriku sendiri."
"Tetapi bagaimana ayah dani ibumu nanti ?"
"Aku sudah meninggalkan surat. Mengatakan bahwa aku
hendak ikut berjuang dengan para pejuang. Jika terjadi
sesuatu pada kota Tong-kwan, ayah dan mama kuminta
pulang ke kampung saja. Kelak aku tentu akan pulang juga.
Tak usah kuatir, ayah sudah menyadari apa yang akan
terjadi pada negara kita. Dan lagi ayah masih ada adikku
lelaki yang masih kecil."
"Wah, berabe juga," Huru Hara garuk2 kepala. "apa
engkau sudah mantap pada pendirianmu ?" .
"Percayalah kepadaku," kata Giok Lan, "aku tentu dapat
membantu kepada Su tayjin."
"Tetapi kurasa lebih baik . . . ."
"Kalau engkau tak mau mengajak aku, aku-pun dapat
berangkat sendiri," kata Giok Lan seraya ayunkan langkah.
"Non , .. eh. Giok Lan, tunggu," terpaksa Huru Hara
mengikutinya. Mereka menuju ke Yang-ciu.
Makin dekat makin terasa suasana di daerah sudah mulai
tegang. Sering Huru Hara bertemu dengan rombongan
rakyat yang sedang mengungsi.
Selama berjalan dengan nona itu, Huru Hara mengetahui
bahwa nona itu memang seorang gadis yang halus budi,
ramah, cerdas dan luas pengetahuan.
"Kalau menurut keadaan, rasanya kerajaan Beng harus
pindah lagi ke daerah barat," katanya.
"Mengapa " Bukankah kerajaan masih mempunyai
kekuatan yang besar untuk menahan serangan.............. ?"
kata Huru Hara. "Dimana persatuan sudah menjadi barang yang langka,
hanya malapetaka yang akan tiba," kata Giok Lan, "dan
dimana kerajaan sudah penuh dorna, kehancuranpun akan
menimpah. Tidakkah engkau banyak melihat kenyataan2
seperti itu ?" Huru Hang mengiakan, "Ya, tetapi kita tidak harus
berputus asa karena hal2 itu. Kita harus berusaha untuk
menegakkan lagi kesetyaan dan menghimpun persatuan."
"Jika kerajaan Beng mempunyai lima orang putera
seperti engkau, aku yakin tentu akan dapat mengalahkan
musuh." "Ah, jangan memuji," kata Huru Hara, "sebenarnya di
negara kita ini terdapat beratus-ratus ribu pemuda yang
setya kepada negara. Soalnya hanyalah cara bagaimana
untuk membangkitkan semangat mereka, menghimpun dan
menyatukan mereka dalam suatu kesatuan."
"Oleh karena itulah maka aku mengatakan bahwa lebih
baik pemerintahan kerajaan kita, pindah lagi ke barat untuk
menyusun kekuatan lagi ..."
"Dan menegakkan pembersihan pada tubuh
pemerintahan," tukas Huru Hara.
"Itu yang penting," sambut Giok Lan.
"Kita sependapat dengan jenderal Co Liang Giok," seru
Huru Hara, "jenderal yang. menjadi panglima daerah
Kangsoh itu hendak mengdakan pembersihan ke kotaraja.
Karena sebelum tubuh pemerintahan pusat di Lam-kia
dibersihkan dari mentri Ma Su Ing dan mentri2 durna
lainnya, tentulah kerajaan Beng akan jatuh."
"O,. apakah engkau pernah bertemu dengan jenderal Co
?" tanya Giok Lan. "Ya, karena diutus mentri Su tayin untuk menyelidiki
apa maksud tujuan jenderal itu hendak meuggerakkan
anakbuahnya ke kotaraja."
Singkatnya saja, mereka telah tiba di luar kota Yang-ciu.
Keadaan kota itu memang tegang dan gawat sekali.
Pasukan Ceng mengepung dari arah utara dan rimur kota.
Kota Yang-ciu mempunyai dua buah pintu kota, di
sebelah utara dan selatan. Yang disebelah utara dijaga ketat
sekali karena pasukan Ceng memusatkan pasukannya
disitu. Sedang pintu sebelah selatan juga ditutup walaupun
tak ada pasukan musuh. Setiap orang yang hendak masuk
harus diperiksa oleh penjaga.
"Aneh." gumam Giok Lan.
"Kenapa ?" "Mengapa pintu kota ditutup begitu rapat " Pada hal
pasukan musuh mengancam dari utara," kata Giok Lan,
"Mungkin mereka takut kemungkinan musuh akan
menyerbu dari pintu selatan juga." jawab Huru Hara.
Karena pintu kota bagian selatan tertutup rapat dan
berkali-kali mengetok pintu tidak terbuka, maka Huru Hara
menggedor pintu itu dengan kuatnya, "Hai. penjaga, buka
pintu !" Memang seperti bukit roboh suara daun pintu ketika
dihantam Huru Hara. Daun pintu itu terbuat daripada kayu
yang tebal, dilapis baja.
Beberapa saat kemudian terdengar Giok Lan berteriak
keras2, "Loan-heng, lekas mundur , .."
Huru Hara terkejut. Tepat pada saat itu sebatang
anakpanah telah melayang kearahnya. Karena terkejut dia
loncat ke samping, sret, leher bajunya telah tercium ujung
anakpanah hingga robek sedikit. Untung tak mengenai
kulitnya. Ternyata diatas pintu kota, muncul berpuluh prajurit
yang bersenjata panah. Salah seorang telah melepaskan
panah kearah Huru Hara. "Hai, engkau gila !" teriak Huru Hara, "aku hendak
menghadap Su tayjin !"
"Siapa engkau ?" teriak prajurit yang berjajar diatas
tembok pintu. "Aku Loan Thian Te, laporkan saja kepada Su tayjin !"
"Loan Thian Te si Huru Hara ?"
"Ya." Mendengar jawaban Huru Hara, serempak kawanan
prajurit itu terus mengangkat busur dan sret, sret, sret .
berhamburanlah anakpanah melayang kearah Huru Hara.
Bukan main kejut Huru Hara. Ia dapat menghindar
tetapi bagaimana dengan Giok Lan "
Karena gugup, dia terus mencabut pedang Cek-thiatkiam
(pedang magnit) terus diputar untuk melindungi diri.
Aneh, berpuluh batang anakpanah itu segera melekat pada
pedang itu. Yang jaraknya terpisah satu meter pun seperti
tersedot pedang itu. "Hai, prajurit, mengapa kalian memanah aku ?" teriak
Huru Hara. "Bukankah engkau bernama Huru Hara ?" teriak
kawanan prajuri t. "Ya ..... " Sret, sret, sret ..... berhamburan pula anak panah
melayang kearah Huru Hara. Huru Hara gemas sekali. Dia
memutar pedangnya bagai angin puyuh. Bahkan kali ini,
dia maju menghampiri ke bawah kaki tembok kota.
Melihat kawanan prajurit itu tercengang karena
anakpanahnya semua melekat pada pedang Huru Hara,
Huru Hara terus berjongkok menyambar segenggam tanah
pasir bercampur kerikil kecil2, dilontarkan keatas.
"Aduh aduh ....." terdengar kawanan prajurit itu
menjerit dan mengaduh. Ternyata mata mereka terkena
lontaran tanah pasir dan terus mundur.
Beberapa saat kemudian diatas gardu penjagaan tampak
sunyi. Huru Hara cari akal bagaimana dapat memanjat
keatas. "Loan-heng, engkau hendak naik keatas pintu kota ?"
tiba2 Giok Lan bertanya. "Ya." "Apakah engkau tak mampu loncat keatas ?"
"Mungkin tidak bisa. Terlalu tinggi," sahut Huru Haru.
"Potonglah pohon dan terus loncat keatas tembok," kata
Giok Lan. Huru Hara terkesiap. Memang benar kata nona itu. Dia
terus lari mencari sebatang pohon. Ada sebatang pohon
yang batangnya sebesar paha dan tingginya lima meter.
Pohon itu ditebangnya lalu disandarkan pada tembok kota.
"Tunggu, biar kubuka pintunya," seru Huru Hara kepada
Giok Lan seraya mendaki batang po bon itu. Batang pohon
itu karena bersandar maka masih kurang dua meter dari
puncak tembok. Tetapi itu tiada halangan bagi Huru Hara.
Sekali menginjak batang pohon, dia terus melayang ke atas
dan tepat tiba di puncak tembok.
Pada masa itu. setiap kota tentu dilingkungi oleh tembok
yang tebal. Memang sengaja tembok dibuat tebal, bukan
saja supaya merupakan seperti benteng, pun dibagian
puncaknya supaya dapat di jadikan lorong kecil untuk
berjalan. Dilorong itulah penjaga dapat melakuken patroli
ataupun tempat prajurit2 menjaga kota dari seranganmusuh.
Kota yang sekelilingnya dilingkari tembok disebut shia
yang berarti benteng. Juga di negeri barat, terdapat apa
yang disebut kasteel atau tempat kediaman seorang
bangsawan atau kota. yang sekelilingnya juga dilingkungi
tembok tinggi. Setiap kota mempunyai dua buah pintu gerbang. Dan
diatas pintu itu, juga didirikan suatu pos penjagaan.
Demikianlah sedikit keterangan agar pembaca maklum.
Tepat pada saat Huru Hara menginjakkan kaki pada
lorong tembok, dari jauh tampak berpuluh prajurit berlarilari
menghampiri. Mereka menghunus senjata.
"Bunuh! Bunuh mata- mata! Bunuh matamata!" teriak
mereka seraya menyerbu. Huru Hara hampir meluap emosinya. Tetapi untung dia
ingat bahwa yang dihadapinya itu adalah prajurit Beng
yang sedang menjaga kota Yang-ciu dari serangan musuh.
Kalau dia mengamuk, dia kuatir tentu akan jatuh korban.
Pikir-pikir, apa boleh buat. Begitu mereka tiba, Huru
Hara terus melayang turun ke bawah. Disitu terdapat
beberapa penjaga. Tanpa memberi kesempatan lagi. Huru
Hara terus melesat dan meinukul rubuh mereka. Setelah itu
dia segera membuka palang pintu kota.
"Adik Lan, cepat," serunya kepada Giok Lan.
Selekas Giok Lan tiba, Huru Hara terus membopong
nona itu dan dibawa lari masuk kedalam kota.
Peristiwa Huru Hara melayang dari ketinggian tembok
kota setinggi belasan meter, membuat kawanan prajurit
yang hendak menyerangnya itu tertegun dan melongo.
Waktu melihat Huru Hara membopong seorang nona dan
lari kedalam kota, barulah kawanan prajurit itu tersadar dan
bergegas turun kebawah untuk mengejarnya.
"Tangkap mata-mata! Tangkap mata-mata!" mereka
mengejar seraya berteriak-teriak.
Huru Hara jengkel tetapi bagaimana lagi. Tiba2 ia
terkejut karena di sebelah muka muncul sekelompok
prajurit yang dipimpin oleh seorang bertubuh tegap. Jelas
mereka hendak menghadang Huru Hara.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Huru Hara berhenti dan turunkan Giok Lan. Dia maju
menyongsong kawanan prajurit itu. Seorang prajurit yang
berada paling depan segera menusuk Huru Hara dengan
tombak. Huru Hara loncat ke atas lalu menginjak batang
tombak. Sudah tentu prajurit itu tak kuat dan karena
hendak mempertahankan tombaknya dia ikut menjorok ke
bawah, plak . . . . sekali menampar muka si prajurit, Huru
Hara terus mencengkeram tubuhnya dan diangkat ke atas
lalu menyerang kawanan pra jurit itu dengan memutar
tubuh prajurit tawanannya.
Sudah tentu terkejut sekali kawanan -prajurit
menyaksikan keperkasaan Huru Hara. Merekapun takut
kalau sampai melukai kawannya sendiri.
"Hiantit, berhentilah!" tiba2 terdengar suara orang
berseru' kepada Huru Hara. Huru Hara kenal dengan suaraorang
itu. Dia hentikan amukan nya.
"O, Tong cianpwe," serunya ketika melihat Tong Kui Tik
hadir disitu. Dia tak tahu entah ka pan jago tua itu
datangnya. "Hiantit, mengapa engkau mengamuk?" tegur Tong Kui
Tik. "Mereka menyerang aku," Huru Hara lalu menceritakan
apa yang dialaminya ketika meminta pintu kepada prajurit
penjaga. Sementara itu kawanan prajurit yang mengejar Huru
Hara tadipun tiba. Tong Kui Tik bertanya kepada mereka
mengapa mereka menyerang Huru Hara.
"Kami mendapat perintah dan Su kongcu," kata kepala
kelompok. "Su kongcu" Su Hong Liang kongcu?" Tong Kui Tik
menegas. "Ya.,, "Apakah Su Hong Liang berada disini?" Huru Hara
terkejut. "Ya, dia datang bersama seorang kawan." "Apa"
Kawannya itu juga datang?" Huru Ilara makin kaget.
Tong Kul Tik mengiakan,. "Tiga hari yang lalu dia
datang bersama seorang kawannya."
"Dan nona Tiau Ing?"
"Nona Tiau Ing?" Tong Kui Tik terkesiap, "mengapa
nona Tiau Ing?" "Apakah tidak ikut datang?"
"Tidak." "Apakah Su Hong Liang hanya datang berdua saja?"
"ya." "Tidak membawa prajurit."
"Hiantit, aku tak mengerti apa yang menjadi maksudmu.
Su Hong Liang hanya datang berdua bersama kawannya
saja. Tidak ada nona Tiau Ing, juga tidak ada prajurit."
"Aneh," kata Huru Hara. Ia menuturkan apa yang telah
terjadi waktu dia bertemu nona Tiau Ing dan Su Hong
Liang. "Tong cianpwe," kata Huru Hara, "dimana Su Hong
Liang sekarang?" "Dia berada dalam markas bersama Su tayjin."
"Aku akan menghadap Su tayjiri," kata Huru Hara,
Kemudian ia memperkenalkan Giok Lan kepada Tong Kui
Tik. Tong Kui Tik terkejut tetapi diam2 dia juga kagum atas
tekad puteri tikoan itu. Mereka menuju ke markas.
"O, Loan Thian Te, engkau sudah datang," sambut
mentri pertahanan Su Go Hwa ketika melihat Huru Hara
dan Giok Lan. "Benar, tayjin," kata Hutu Hara, "tetapi hampir saja
hamba tak dapat masuk kedalam kota."
"Mengapa," ujar Su tayjin.
Huru Hara lalu menceritakan apa yang dialaminya tadi.
"Apa yang dikatakan Loan hiantit itu memang sungguh,
tayjin," kata Tong Kui Tik, "memang mengherankan sekali
mengapa Su kongcu memberi perintah begitu kepada para
penjaga." Su Go Hwat terkejut, "Aneh, nanti akan ku tanya
kepadanya." "O, apakah Su kongcu tak berada di markas" tanya Huai
Hara. "Dia sedang mengadakan inspeksi pada pintu utara
bersama kawannya," "Wah, jika begitu hamba akan menyusul ke sana" Huru
Hara terus bendak pergi. "Tunggu dulu," cegah Su Go Hwat, "kenapa engkau
begitu bernafsu sekali hendak menemui nya,"
"Tidak apa2, tayjin," Huru Hara menyadari bahwa
kemungkinan mentri pertahanan itu kuatir kalau dia hendak
menuntut balas kepada Su Hong Liang, "sebaiknya hamba
menemuinya untuk menjelaskan persoalan sekalian untuk
ikut memeriksa keadaan penjagaan kota."
"Kurasa tak perlu," kata-Su Go Hwat, "akan kusuruh
prajurit untuk memanggilnya. Engkau di sini dulu."
Karena yang menitahkan mentri pertahanan, Huru Hara
sungkan dan terpaksa menurut. Padahal sebenarnya ia ingin
mengetahui apa gerak gerak Su Hong Liang dan kawannya
itu. Memang ia curiga terhadap Su Hong Liang.
"Bagaimana hasil penyelidikanmu ke Kang soh," ujar
mentri Su Go Hwat. Huru Hara mentuturkan semua yang dialaminya ketika
bertemu dengan jenderal Co Lang Giok, "Co ciangkun
sudah berjanji kepadaku bahwa dia tak berniat sama sekali
untuk memberontak melainkan hanya ingin mengadakan
pembersihan di tubuh pemerintahan kerajaan. Terutama
tay-haksu Ma Su Ing."
"Tetapi tidakkah hal itu akan merusak kesatuan dan
memperlemah kekuatan kita ?" kata Su Go Hwat.
"Hambapun sudah mengatakan begitu tetapi Co
ciangkun mengatakan bahwa dia dapat mengatur
tindakannya agar jangan sampai menimbulkan hal yang tak
diinginkan. Dia sangat yakin bahwa tindakannya itu akan
bermanfaat demi kepentingan negara."
"Ah, seharusnya dia menahan diri dulu. Karena
bagaimanapun juga, tindakannya itu pasti akan
menimbulkan gejolak yang memperlemah kekuatan kita."
Huru Hara mengatakan bahwa kesan yang ia peroleh
selama berhadapan dengan jenderal Co Liang Giok, yalah
jenderal itu memang seorang meliter yang keras tetapi
bertanggung jawab. Maka ia percaya penuh akan janji
jenderal itu bahwa tindakkannya melakukan pembersihan
ke kotaraja itu takkan menggoncangkan negara.
Kemudian Huru Harapun menceritakan tentang
pengalamannya selama kembali ke Yang- ciu, dimana dia
banyak bertemu dengan prajurit2 anak pasukan jenderal Ko
kiat, dianjurkannya supaya prajurit2 itu menggabungkan
diri kepada mentri pertahanan Su tayjin.
"Tayjin, apakah selama ini tak ada pasukan anakbuah
jenderal Ko Kiat yang datang kemari?" tanya Huru Hara.
"Hanya sekali yalah yang dibawa Tong sian seng ini,"
kata Su Go Hwat seraya menunjuk Tong Kui Tik.
"Hanya sekali " Aneh. pada hal jelas masih ada dua
rombongan lagi. Pertama, yang dtbawa oleh seorang
pemuda bernama Sim Cui. Kedua oleh nona Tiau Ing dan
Su Hong Liang," kata Huru Hara, "itulah sebabnya maka
tadi hamba ingin menemui Su kongcu untuk menanyakan
perihal nona Tiau Ing."
"Sudah kupanggilnya, sebentar dia tentu datang," kata Su
Go Hwat. "Tayjin, mengapa jenderal Ko Kiat dibunuh jenderal
Kho Tang Kok ?" "Ah. tanah Tiong-goan memang bernasib
malang...........," mentri Su Go Hw-it menghela napas,
"memang Ko Kiat itu seorang jenderal yang benar nafsu
angkaranya. Tetapi setelah berulang kali kuberi nasehat dan
kubimbing, dia sudah sadar............"
"Itu waktu dia kutugaskan menjaga wilayah Ih-ciu agar
dapat selalu kuawasi dan berhubungan dengan aku. Seperti
Co Liang Giok. Ko Kiat itu juga keras kepala. Tiba2 saja
dia mengajukan permohonan kepada raja agar diidinkan
untuk menyerang ke utara, merebut kembali daerah yang
telah diduduki musuh."
"Tay-jin," tukas Huru Hara," mengapa dia langsung
mengajukan permohonan ke kotaraja dan tidak kepada
tayjin saja ?" "Itulah kwalitet dari para jenderal2 kita," kata Su tayjin,
"mereka kurang disiplin dan lebih suka langsung kepada
raja daripada melalui atasannya sendiri. Seolah mereka
hendak menunjukkan bahwa dirinya juga dapat
berhubungan langsung dengan raja dan mendapat idin dari
pusat." "Apakah hal itu tidak mengurangi kewibawaan tayjin
sebagai mentri pertahanan ?"
"Loan Thian Te," kata Su Go Hwat dengan nada serius."
mungkin mereka menganggap aku seorang bun-koan
(pembesar sipil) yang kebetulan saja diangkat sebagai
mentri pertahan. Mungkin mereka mengira aku tentu kalah
pandai dalam ilmuperang dengan mereka. Atau mungkin
juga mereka hanya ingin mengambil muka pada raja.
Banyak sekali kemungkinan yang dapat ditafsirkan pada
tindakakan mereka terutama jenderal Ko Kiat itu.
"Engkau tentu bertanya mengapa aku tak mau
mengambil tindakan disiplin untuk menghukum Ko Kiat,"
kata mentri pertahanan Su Go Hwat pula, "ya, memang aku
merasa seharusnya kutindak jenderal yang melanggar
disiplin itu. Tetapi ada dua buah pertimbangan yang
menyebabkan aku tak mau tergesa menindak mereka.
"Pertama, mengingat negara sedang dalam keadaan
parah menghadapi serangan musuh. Kita butuh persatuan.
Kalau mereka berontak tentu akan melemahkan kekuatan
kita. Dan kedua kaliuya, biarlah mereka mengerti siapa
pemerintahan kerajaan yang sekarang Biar mereka tahu,
siapa sesungguhnya yang menguasai kerajaan saat ini ?"
"Tetapi tayjin, kalau mereka sampai jatuh kedalam
pengaruh Ma Su Ing, bukankah keadaan akan makin
bertambah runyam lagi ?" sanggah Huru Hara.
"Bukanlah sekarang memang sudah begitu keadaannya
?" balas Su Go Hwat," coba engkau lihat jawaban dari
kotaraja atas permintaanku supaya mengirim bala bantuan
itu ?" Mentri pertahanan Su Go Hwat mengambil sebuah
amplop dinas yang memakai stempel kerajaan dan
diserahkan kepada Huru Hara.
Huru Hara membuka dan membacanya.
"O, jadi tay-haksu Ma Su Ing menolak untuk mengirim
bala bantuan kepada tayjin dan bahkan memerintahkan
tayjin supaya menggempur jenderal Co Liang Giok ?" seru
Huru Hara. Su Go Hwat mengiakan, "Begitulah maksud surat itu,
Aku harus meninggalkan Yang ciu dan kembali ke selatan
untuk menggempur Co Lian Giok."
"Lalu siapa yang akan mempertahankan Yang ciu dan
daerah utara.............. ?"
"Dia tak mengatakan," kata Su Go Hwat, "bahkan apa
yang diterima Ko Kiat atas permintaannya ke kotaraja itu "
Baginda mengatakan bahwa Ko Kiat tidak boleh merebut
kembali daerah utara yang diduduki pasukan musuh dan
harus mempertahankan daerah yang dikuasainya saja.
Bahkan kalau memang sudah berbahaya. Ko Kiat boleh
menarik mundur pasukannya."
"Ah, terlalu sekali," sera Huru Hara, "tetapi benarkah itu
amanat dari baginda sendiri ?"
Su Go Hwat gelengkan kepala, "Bukan. Yang menulis
adalah tay-haksu Ma Su Ing, baginda hanya membubuhi.
tandatangan. Bahkan kemungkinan tayhaksu sendiri yang
membubuhi tanda tangan itu."
"Celaka ! Celaka !" teriak Huru Hara, "jika raja sudah tak
berkuasa maka mentri durna tentu merajalela dan negara
pasti celaka ! Jika demikian, memang tepat sekali tindakan
jenderal Co LiangGiok untuk mengadakan pembersihan di
kotaraja itu." "Tayjin, bagaimana tindakan tayjin sekarang. Apapun
yang tayjin perintahkan, aku tentu akan melaksanakannya."
katanya lebih lanjut. "Kutahu Loan Thian Te," Su Go Hwat menghela napas,
"bagaimana jiwamu dan pendirianmu seperti kutahu
tentang diriku sendiri. Tiada lain jalan lagi, kecuali aku
harus tetap mempertahankan Yang-ciu agar jangan sampai
jatuh ke tangan musuh. "Bagaimana situasi kota ini ?"
"Musuh telah menghimpun pasukan besar di scbelah
utata dan disebelah timur. Mereka berusaha untuk
mengepung pintu kota bagian selatan agar kita terputus
hubungan dari luar, Rupanya mereka hendak membuat kita
supaya menyerah atau mati kelaparan."
"Apakah mereka belum pernah melakukan pcnyerangan
?" "Sudah beberapa kali tetapi dapat kita pukul mundur.
Kini mereka berganti siasat. Tidak mau menyerang tetapi
hanya mengepung." "Jika demikian harap tayjin menggunakan siasat untuk
melelahkan perhatian mereka," tiba2 terdengar Giok Lan
menyelutuk. Su Go Hwat terkejut, "Loan Thian Te, siapakah nona ini
?" "Nona ini adalah Siau Giok Lan siocia, puteri Siau
tikoan dari kota Tong-kwan," kata Huru Hara
memperkenalkan Giok Lan. "Mengapa nona Siau ikut kemari ?"
Huru Hara lalu menceritakan apa yang terjadi pada
keluarga Siau sehingga Siau siocia bertekad ikut dia untuk
membantu Su Go Hwat. "Ah nona Siau, engkau benar2 seorang Hoa Bok Lan
yang menitis," puji Su tayjin.
Hoa Bok Lan adalah seorang tokoh pahlawan wanita
yang ikut berjuang mempertahankan negaranya. Dan


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selanjutnya kegagahan serta perjuangan Hoa Bok Lan itu
menjadi lambang bagi wanita yang berjuang membela
negaranya. "Terima kasih, tayjin, Hamba hanya seorang gadis
lemah. Mungkin hamba tak dapat berbuat banyak untuk
menyumbangkan tenaga hamba kepada tayjin," kata Siau
Giok Lan. "Ah, jangan nona mengecilkan arti diri nona. Tak ada
manusia yang tak berguna. Tekad nona untuk berjuang itu
saja sudah merupakan suatu semangat pengabdian nona
yang luhur. Dan bukankah tadi nona menyatakan cara
untuk menghadapi kepungan musuh " Silakan nona
mengatakannya." "Mereka hendak memutuskan hubungan kita dengan
dunia luar agar kita kehabisan ransum dan kelaparan,
kitapun harus balas mereka dengan mematahkan semangat
mereka, tayjin." "O, benar, benar," seru Su tayjin. "tetapi cobalah nona
terangkan bagaimana cara untuk mematahkan semangat
mereka itu." "Bentuklah kelompok2 pasukan kecil untuk melakukan
serangan setiap malam. Tak perlu menyerang di waktu
siang hari. Kita cukup bertahan saja. Jika tiap malam
mereka kita ganggu dengan serangan2, tentulah tiap malam
mereka tak dapat tidur. Nanti apabila sudah tiba waktunya
baru kita buka serangan secara besar-besaran pada siang
hari. Karena tiap malam tak dapat tidur, tenulah semangat
mereka meujadi lesu."
"Bagus, nona Siau," seru Su tayjin, "ya, cara itu memang
baik sekali untuk mematahkan semangat musuh .."
Baru mentri bertahan Su Go Hwat berkata sampai disitu,
tiba2 mencullah Sun Hong Liang. Diluar dugaan pemuda
itu tidak kaget melihat kehadiran Huru Hara. Bahkan dia
malah tertawa. "Hola, Loan-heng, engkau sudah datang" Mengapa tak
mengabarkan kepadaku agar aku dapat menyambut ?" seru
Hong Liang dengan nada bersahabat penuh keramahan.
Huru Hara terkesiap. Dia tak menduga bahwa pemuda
itu sedemikian ramah dan ramah sekali seolah seorang yang
tak bersalah. "Bagaimana harus memberitahu kalau sedang minta
pintu saja aku sudah diserang dengan hujan anak panah
oleh para penjaga ?" sahut Huru Hara.
"Apa " Para penjaga pintu kota berani menghujani
anakpanah kepadamu ?" teriak Su Hong Liang dengan gaya
terkejut sekali. "Ya." "Apakah engkau tak memberitahu siapa diri mu ?"
Huru Hara gelengkan kepala, "Percuma. Sampai
kerongkonganku parau, mereka tak mau menghiraukan dan
begitu mendengar aku menyebut namaku mereka malah
makin deras menghujani anak panah."
"Celaka memang prajurit2 itu ?" Hong Dan
menyumpahi, "Ah, mengapa engkau memaki mereka " Mereka kan
hanya melakukan perintah saja."
"Loan-heng, aku tak mengerti apa maksudmu. Mereka
hanya melakukan perintah apa?"
"Bahwa apabila ada orang bernama Huru Hara yang
datang, supaya diserang dengan anakpanah dan jangan
sampai dapat masuk kedalam kota."
"Siapa yang memberi perintah segila itu ?"
"Seorang yang bernama Su kongcu."
"Gila !" teriak Su Hong Liang, "Su kongcu siapa "
Apakah aku ?" "Adakah disini terdapat dua orang Su kong cu?"
"Ah, mereka memang prajurit2 goblok." kata Su Hong
Liang, "ya. aku ingat sekarang. Aku memang pernah
memberi perintah begini, Setiap orang yang hendak
membuat huru hara, harus diserang dengan anakpanah.
Celaka benar ! Karena mendengar nama Loan-heng itu
Huru Hara, mereka mungkin salah dengar atau salah tafsir
kalau engkau hendak membuat huru hara."
"Tetapi aku sudah mcngatakan kalau aku ini utusan Su
tayjin. Mereka tetap tak mengacuhkan," kata Huru Hara.
"Prajurit, lekas engkau tanya siapakah yang telah
melakukan kesalahan kepada Loan sauhiap tadi. Panggil
mereka. biar kuberi hukuman !" seru Su Hong Liang kepada
prajurit penjaga di markas situ.
Karena nada dan sikap Su Hong Liang begitu
meyakinkan maka mentri Sa Go Hwatpun tak curiga.
"Ya, Loan Thian Te, kemungkinan mereka memang
salah dengar. Tetapi jangan marah. Pasti prajurit2 penjaga
yang bersalah itu pasti akan kutindak," kata mentri Su.
Huru Hara terpaksa mengiakan. Dia sungkan kepada
mentri. "Hong Liang. dimana temanmu-?" mentri Su alihkan
pembicaraan. "Dia masih melakukan pengintaian terhada gerak gerik
musuh, siok-hu." jawab Hong Liang.
"Hm, bukankah kawan Su kongcu itu yan bernama Yap
Hou ?" tanya Hurtu Hara.
"Ya, kenapa ?" "Tidak apa2, asal aku tahu saja," kata Huru Hata.
"Hong Liang." kata mentri Su pula, "Loa Thian Te
melaporkan bahwa Tiau Ing bersama engkau datang kemari
dengan membawa sekelompok prajurit anakbuah jenderal
Ko Kiat. Benarkah itu?"
"Ya." "Lalu mengapa hanya engkau yang datang. Mana Tiau
Ing dan prajurit2 itu ?"
"Begini siokhu," menerangkan Hong Lian "memang
bermula aku bersama Ing-moay hendak menuju ke Yangciu.
Tetapi ditengah jalan rombongan kita diserang oleh
sekawan penjahat. Dalam pertempuran, kita tercerai berai.
Aku terpisah dengan Ing-moay. Mereka sengaja memikat
aku supaya mengejar. Dan karena tak sadar akupun
mengejar mereka. Setelah mereka menghilang baru aku
sadar. Buru2 aku kembali tetapi Ing-moay dan prajurit2
sudah tak kelihatan disitu. Bergegas aku segera ke Yang-ciu,
kukira kalau Ing- moay sudah datang disini . . . . "
"Mengapa tak kau katakan hal itu kepadaku?" tegur
mentri Su tayjin, "Harap siokhu jangan salah mengerti," kata Hong Liang,
"aku tak mau siokhu tergang, pikiran.. Tugas
mempertahankan kota Yang-ciu dari serangan musuh, amat
penting sekali. Menyangkut ribuan jiwa rakyat. Kalau
sampai siokhu resah memikirkan Ing-moay, tidakkah hal itu
akan melemahkan perjuangan kita" Memang setelah
kutunggu sampai dua tiga hari Ing-moay belum daang, hari
ini sebenarnya aku hendak minta idin kepada siokhu untuk
mencari Ing-moay. Aku tak-an kembali sebelum membawa
Ing-moay . . . . " Karena pandainya Hong Liang merangkai kata disertai
dengan penampilan yang memberi kesan dia amat sayang
kepada Tiau Ing, menteri Su Go Hwat yang jujur,
terpengaruh juga. "Baik, disini sudah cukup aku dan beberapa orang yang
mempersiapkan pertahanan. Kalau engkau hendak mencari
adikmu, pergilah," kata mentri Su.
Su Hong Liang diam2 gembira sekali. Dia memberi
hormat dan terus hendak pergi,
"Su Hong Liang," tiba2 Huru Hara menghampiri, "kalau
terjadi sesuatu pada diri nona Thu Ing, engkau harus
bertanggung jawab!" Su Hong Liang bercekat dalam hati. Pernyataan Huru
Hara itu merupakan suatu ancaman halus. Namun pemuda
itu tersenyum ewah. "Perlu apa engkau harus ikut2 berpesan. Dia kan adikku
sendiri, sudah tentu aku lebih bertanggung jawab dari
siapapun juga," katanya tajam lalu tertawa sinis.
"Hm," desuh Huru Hara namun dia tak mau berkata
suatu apa. Beberapa saat setelah Hong Liang pergi, tiba2 ada
prajurit masuk melapor bahwa dimuka pintu sebelah utara,
ada orang ngamuk. "Siapa ?" tegur mentri Su.
"Seorang anak lelaki dan seorang kakek pendek."
"Di pintu utara ?"
"Benar, tayjin."
"Aneh, bukankah pintu utara sudah dikepung pasukan
Ceng ?" "Tetapi memang di pintu utara, tayjin."
"Tayjin, idinkan hamba bersama Tong cian pwe
memeriksa ke sana," kata Huru Hara. D minta nona Giok
Lan melanjutkan perundingan dengan Su tayjin untuk
merancang siasat. Dari atas pos penjagaan diatas pintu kota Huru Hara
terkejut karena melihat anak laki dan kakek pendek yang
berada di luar pintu kota dan berteriak-teriak minta pintu itu
tak lain adalah Ah Liong dan Cian-li-ji. Melihatnya kedua
orang sedang diserang sekelompok prajurit Ceng. Samar2
pula, Huru Hara seperti melihat diantara penyerangnya itu
terdapat Yap Hou, kawan dari Su Hong Liang.
Bukan main marah Huru Hara. Serentak dia turun dan
suruh membuka pintu. "Lekas !" bentak Huru Hara ketika melihat prajurit
penjara pintu bersangsi. Begitu pintu dibuka, Huru Hara terus menerjang keluar,
"Ah Liong, paman Cian, jangan kasih ampun kawanan
anjing itu !" Ah Liong dan Cian-li-ji terkejut lalu berpaling. Keduanya
lupa kalau saat itu sedang bertempur. Dan Huru Hara
terbelalak lebar2 ketika melihat dua orang prajurit Ceng
ayunkan tombak dan pedang menusuk Ah Liong dan Clanliji. "A .. ," baru Huru Hara hendak berteriak memberi
peringatan kepada kedua orang itu, tiba2 kedua prajurit
Ceng itu menjerit dan roboh.
Ternyata kedua prajurit itu tertancap anakpanah pada
dada mereka. Dan ketika Huru Hara berpaling keatas
tembok, dilihatnya Tong Kui Tik memberi lambaian tangan
kepadanya, Jelas bahwa yang memanah kedua prajurit itu
adalah Tong Kul Tik. "Engkoh Hok, engkau sudah disini ?" seru Ah Liong
gembira. "Ho, kemana saja engkau selama ini?" juga Cian-li-ji
berseru. "Nanti saja, sekarang mari kita basmi kawanan anjing
itu," Huru Hara terus maju menghajar kawanan prajurit
yang masih berada disitu. Ah Liong dan Cian-li-ji juga ikut.
Dalam beberapa saat saja, duapuluh prajurit Ceng yang
hendak mengejar Ah Liong dan Clang-li-ji telah terbabat
habis. "Hai, kemana jahanam tadi?" seru Huru Hara.
"Jahanam yang mana?" tanya Cian-li-ji,
"Yap Hou." "Engkau limbung," seru Cian-li-ji, "mana ada macan liar
disini?" "Apa" Macan liar?" teriak Ah Liong.
"Ya, dia hendak mencari yap hou," kata kakek Cian-li-ji.
Yap hou memang dapat berarti macan liar. Kata2 Tionghoa
memang begitu, suara-sama tetapi hurufnya lain.
"Engkoh Hok, engkau hendak mencari macan liar?" seru
Ah Liong. "Jangan banyak mulut!" bentak Huru Hara mengkal,
"Yap Hou itu bukan macan liar tetapi nama orang. Kulihat
diantara kawanan prajurit yang menyerang kalian tadi, ada
seorang yang berpakaian orang biasa ... . "
"O, benar, benar," seru Ah Liong, "memang dialah yang
menjadi gara-gara. Ketika aku dan paman Cian hendak
mencari pintu kota, tiba2 muncul seorang pemuda.
Kukatakan kalau aku hendak mencari engkoh Hok, dia
terus marah dan enyerang aku. Sudah tentu aku dan paman
Cian melawan. Dia lari tetapi tak lama kemudian
membawa kawanan prajurit untuk menangkap kami
berdua." "O, yang itu toh" Ya, kemana dia" Mengapa tak
kelihatan batang hidungnya?" seru Cian-li ji.
"Engkoh Hok, bagaimana kalau kita cari dia?" tanya Ah
Liong. Huru Hara gelengkan kepala, "Jangan sekarang. Nanti
malam kita serbu mereka. Hayo, kita masuk kedalam kota."
Pintu kota ditutup lagi. "Ah Liong, engkau haturkan terima kasih kepada Tong
lo-cianpwe ini. Kalau Tong cianpwe tak waspada, lehermu
tentu sudah terpisah dari badanmu."
"Mengapa begitu?"
"Engkau lupa kalau sedang bertempur dan engkau terus
berpaling kearahku. Saat itu musuh sedang ayunkan pedang
untuk memenggal lehermu. Untung Tong cianpwe dapat
memanah prajurit itu," menerangkan Huru Hara.
"Aku juga?" tanya Cian li-ji.
"Ya," sahut Huru Hara.
Ah Liong dan Cian-li-ji menurut. Keduanya
menghaturkan terima kasih.
"Ah, jangan banyak peradatan," seru Tong Kui
mencegah, "kita toh orang sendiri. Mengapa sedikit2 harus
mengucap terima kasih. Siapa tahu besok engkaulah yang
akan menolong aku." "Itu baru betul !" seru Ah Liong.
Huru Hara segera mengajak mereka kembali menemui
Su tayjin di markas. Su tayjin terkejut ketika diperkenalkan
dengan kedua orang aneh itu. Huru Hara sendiri sudah
nyentrik, sekarang muncul lagi seorang bocah kuncung
yang pakai baju monyetan dan seorang kakek kate.
"Tayjin, memang kami adalah manusia aneh dalam
dunia. Harap tayjin jangan kaget," kata Huru Hara.
"O, tak apa." kata Su tayjin, "mengapa kalian mengamuk
?"

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Huru Hara mencari keterangan tentang peristiwa yang
telah terjadi, "Kalau tak salah lihat, pemuda yang mecegat
Ah Liong dan paman itu adalah Yap Hou."
"Siapa Yap Hou ?"
"Kawan dari Su kongcu."
"Ah," Su tayjin mendesah kaget. Namun sesaat
kemudian berkata," bukankah Hong Liang sudah mengajak
kawannya pergi mencari Tiau Ing " Mungkin saja bukan
kawan Hong Liang tetapi lain orang yang wajahnya
menyerupai." Huru Hara diam. Dia memang sungkan kepada mentri
itu. Dan memang belum ada bukti yang nyata akan
kepalsuan Su Hong Liang sehingga Su Go Hwat masih
belum dapat disadarkan. "Biarlah, nanti apa bila sudah ada bukti yang jelas, baru
akan kulaporkan kepada Su tayjin," pikir Huru Hara.
Hari itu mereka disuruh tinggal di markas untuk
melakukan apa yang telah direncanakan Giok Lan bersama
mentri Su. "Kalian tinggal saja disini. Malam nanti baru kalian
melakukan apa yang diperintah nona Siau," kata mentri Su.
Huru Hara terkejut. Tak nyana bahwa Giok Lan dalam
waktu yang singkat telah mendaulat kepercayaan yang
begitu besar dan mentri Su Go Hwat. Dia teringat akan
kata2 Giok Lan bahwa. nona itu tidak tahu ilmusilat tetapi
mengerti ilmu silat. "Tapi ini perang, bukan bertempur dengan ilmusilat
melainkan dengan ilmu barisan perang. Apakah nona itu
juga mahir dalam ilmu perang?" pikir Huru Hara.
Dalam kesempatan beromong-omong sendiri, Huru Hara
bertanya kepada Cian-li-ji dan Ah Liong tentang
pengalaman mereka sejak terpisah.
"Wah. aku telah ditawan oleh gerombolan manusia yang
menyebut dirinya Barisan Suka Rela. Untung Sian Li
datang dan kita dapat meloloskan diri," kata Cian-li-ji.
"Apa " Sian Li sumoayku itu ?"
"Ya, tetapi celaka .... !" tiba2 ,kakek itu berseru.
"Kenapa ?" tegur Huru Hara.
"Entah bagaimana dia mengaku bukan Sia Li tetapi nona
Su Tiau Ing .." "Hah " Nona Su Tiau Ing " Itulah puteri dari mentri
pertahanan Su tayjin disini, Lalu ?"
"Aneh," guman Cian-li-ji, "jelas Sian-li tapi mengapa
tiba2 saja berobah menjadi Su Tiau Ing, ya " Eh, ketika
dalam perjalanan mencari engkau, kita kemalaman dan
terpaksa menginap disebuah kuil tua. Waktu aku bangun,
eh, Sia Li, oh, nona Su Tiau Ing itu sudah hilang. Aku
bingung mencarinya. Dan kebetulan sekali aku bertemu
dengan si Ah Liong ini. Lalu kita berdua mencarimu."
"Dan engkau Ah Liong ?" tanya Huru Hara
"Celaka, engkoh Hok," kata si kuncung "waktu engkoh
suruh aku tunggu diluar gedung kediaman mentri
Kuda........." "Hus, ngaco ! Masakan ada mentri kok Kuda !" bentak
Clan-li-ji. "Lho, yang jadi mentri besar di kotaraja siapa ?"
"Tay-haksu Ma Su Ing," kata Huru Hara.
"Lha itu dia. Apa artinya Ma itu ?"
"Kuda !" teriak Cian-li-ji, "o, ya, benar, benar, kalau
begitu di kerajaan ada mentri Kuda."
Tong Kui Tik yang juga hadir dalam omong2 itu
terpaksa harus geli melihat si kuncung Ah Liong dan kakek
pendek Cian-li-ji. Ia mendapat kesan bahwa kedua manusia
tua dan kecil itu memang kurang waras ingatannya.
"Lalu ?" tukas Huru Hara.
"Aku diusir oleh prajurit penjaga. Mereka hendak
menggebuk aku........."
"Lho apa engkau takut ?" tanya Huru Hara.
"Sebenarnya aku sih tak takut. Beberapa penjaga dapat
disengkelit jatuh Tetapi akhirnya mereka datang dengan
membawa anakpanah. Apa boleh buat. terpaksa aku
melarikan diri. Aku menunggu di jalan tetapi engkoh Hok
tak lalu disitu. Terpaksa aku pergi. Dan akhirnya bertemu
dengan paman Cian." "Ah Liong, mengapa engkau tidak mengamuk kedalam
kediaman mentri Kuda itu ?" tanya Cian-li-ji.
"Ah, bagaimana mungkin. Gedungnya dijaga ketat oleh
berpuluh prajurit bersenjata lengkap. Kalau aku nekad tentu
mati. Aku belum kepingin mati, lho. Kata engkoh Hok
".." "Eh, kuncung, siapa sih yang engkau sebut engkoh Hok
itu ?" tegur Cian-li-ji.
"Siapa lagi kalau bukan engkohku ini ?" kata Ah Liong
menunjuk Huru Hara. "Eh, Loan Thian Te, kapan sih engkau berganti nama itu
?" kini Cian-li-ji menegur Huru Hara," mengapa tak
memberitahu kepadaku ?"
"Aku tak pernah ganti nama ?" jawab Huru Hara.
"Lho. mengapa si kuncung memanggil engkau engkoh
Hok ?" "Itu sih kemauannya sendiri, bukan aku yang suruh.
Sudah kuberitahu tetapi dia tetap nekat saja,"
"Hai, kuncung, mengapa engkau nekad ?" tegur Cian-liji.
"Karena dia mirip dengan engkoh Hok, maka lebih baik
kunamakan dia engkoh Hok saja. Toh dia juga menerima
nona itu. Apa, salahnya sih ?" bantah Ah Liong.
"Kalau bukan namanya kan berabe jadinya. Lebih baik
mulai sekarang engkau berganti sebutan dengan engkoh".
engkoh .... eh, apa ya yang enak disebut ?" Cian- li-ji
bingung sendiri. Kalau panggil engkoh Loan Thian Te
terlalu panjang. Kalau engkoh Huru Hara juga janggal nanti
ditertawai orang. "Ah, lebih enak pakai engkoh Hok saja lah. Paman
sekalian jadi saksi Engkoh Hok sendiri juga senang
dipanggil begitu," "Ya, sudahlah, terserah bagaimana saja," akhirnya Hara
Hara bosan mendengar perdebatan tedua orang yang
limbung itu, "sekarang mari kita beristirahat dulu."
"Huru Hara," kata Cian-li-ji, "aku sih tidak lelah.
Bagaimana kalau aku keluar berjalan-jalan melihat kota
ini?" "Benar, paman Cian," seru Ah Liong, "aku juga ingin
ikut. Bolehkah engkoh Hok?"
"Boleh sih boleh, tetapi setiap kalian keluar tentu timbul
keonaran. Pada hal saat ini seluruh parhatian dan tenaga
kita, kita pusatkan untuk melawan musuh."
"Tidak engkoh Hok, aku berjanji takkan menimbulkan
keonaran," seru Ah Liong.
"Ya, aku juga," kata Cian-li-ji.
Huru Hara melihat waktu itu masih sore. Pikirnya,
dalam kota tak ada penduduk yang nganggur dan berjualan.
Semua dikerahkan untuk menghadapi serangan musuh.
"Baiklah, tetapi sebelum matahari terbenam kalian harus
sudah balik," katanya.
Kedua kakek dan anak itu segera keluar. Mereka hendak
melihat-lihat keindahan kota Yang ciu yang tersohor
sebagai kota cantik. "Eh, mengapa jalan2 begini sepi" Mengapa tak ada orang
jualan?" di tengah jalan Cian-li-ji mengomel panjang
pendek. Belum berapa lama berjalan di sepanjang jalan. tiba2
mereka dikejutkan oleh suara anak bersorak-sorak. Ketika
berpaling mereka melihat sekelompok anak kecil sedang
bertepuk tangan dan bersorak-sorak.
"Celaka," seru Cian-li-ji, "rupanya mereka menyoraki
kita, Ah Liong ?" "Memang bandel sekali anak2 itu " Kita dianggap apa sih
?" "Hore, ada kakek cebol dan anak kuncung" teriak
kawanan anak kecil itu. "Apakah mereka manusia ?" seru salah seorang anak.
"Barang kali bukan manusia."
"Lalu apa ?" "Setan. Ya, kata kakek memang di dinia ini terdapat
setan cebol dan setan kuncung."
"Lho, kata kakekku." sahut kawannya yang lain, "setan
itu keluarnya pada malam hari. Mengapa hari masih begini
sore sudah ada bangsa setan yang keluar ?"
"Apa barangkali orang dari bulan ?" seru seorang anak
lain. "Jangan macam2, engkau," kata kawannya
"Benar, lho," jawab anak itu," kakekku pernah bercerita
bahwa di rembulan itu terdapat penghuni."
"Ya, nenekku juga pernah bercerita begitu," sahut yang
lain, "tetapi yang tinggal di rembulan itu kan seorang dewi
yang cantik. Masakan jelek kaya begitu !"
"Huh, bisa saja," bantah anak yang tadi, mungkin kedua
setan jelek itu pelayan dari Dewi Rembulan."
"O, benar, benar," seru beberapa anak," kalau bukan
bangsa setan tentulah pelayan dari Dewi Rembulan."
"Hayo,. siapa yang berani menanyai mereka?" kata
seorang anak, "bagaimana kalau engkau Ah Siong ?"
"Aku " Ih, takut," kata Ah Siong. "engkau saja sendiri."
"Aku juga takut. Kalau dia bangsa setan, jangan2 aku
nanti dibawa pergi. Kalau benar pelayan Dewi Rembulan,
jangan2 aku bisa dibawa terbang ke rembulan nanti."
"Itu kan enak. Engkau nanti bisa melongok ke bawah
dan lihat kami bermain-main."'
"Tetapi kalau Dewi Rembulan tak mau mengembalikan
aku ke sini lagi, kan celaka aku nanti. Ayah dan mama
tentu nangis ...." "Begini saja deh," kata seorang anak yang bertubuh
paling gemuk diantara kawan-kawannya. "hayo kita cari
pentung dan beramai-ramai menanyai mereka."
"Perlu apa bawa pentung segala ?"
"Kalau mereka bangsa setan dan hendak menangkap kita
kan bisa menghajar mereka," sahut anak gemuk.
Anah2 itu setuju. Mereka bubar dan tak lama mereka
muncul lagi. Masing2 membawa potongan kayu, pentung
dan ada juga yang membawa pedang dan kapak. Kemudian
mereka beramai-ramai mengejar Cian-li-ji dan Ah Liong.
"Apa-apaan sih kacung2 cilik itu," Cian li-ji terkejut
ketika kawanan anak2 itu tiba di belakangnya.
"Mungkin mereka heran melihat paman," kata Ah Liong.
Dia menganggap anak2 itu tentu heran melihat potongan
tubuh kakek Cian-li-ji yang kuntet. Tetapi dia lupa kalau
dirinya juga menjadi bahan keheranan anak2 itu.
"Hai, kalian, berhenti!" teriak kawanan yang berjumlah
tak kurang dari duapuluh orang itu.
Cian-li-ji dan Ah Liong terpaksa berhenti.
"Siapa kalian ini?" tegur mereka.
"Aku manusia . . . ."
"Hai, mereka dapat ngomong seperti orang," seru selah
seorang anak. "Ya, dong, bangsa setan juga bisa ngomong. Pelayan
Dewi Rembulan tentu juga bisa ngomong," kata kawannya
yang lain. "Kalian ini manusia atau bangsa setan?" seru anak yang
agak besar. "Gila engkau! Masakan begini engkau anggap setan,"
teriak Cian-li-ji "apa engkau pernah melihat setan?"
"Belum." sahut anak itu, "tetapi kakek pernah bercerita
kalau bangsa setan itu tubuhnya cebol dan ada juga setan
yang kuncung. Bukan kalian ini persis seperti yang
dikatakan engkongku ?"
"Kunyuk kecil," teriak Cian-li-ji, "engkau berani
menghina aku cebol ?"
"Lha abis engkau ini cebol atau tinggi ?" balas anak itu.
"Cebol atau tidak, itu bukan salahku. Itu memang sudah
sejak aku dilahirkan."
"Siapa nama bapamu ?" seru seorang anak yang bertubuh
kurus. "Bapaku " O, ya. ya, mestinya aku punya bapa. Tetapi
celaka," Cian-li-ji garuk2 gundulnya, "mengapa aku lupa
namanya. Eh, kunyuk kecil, apakah setiap orang itu harus
punya bapa ?" "Ha, ha, ha, hi, hi, hi ............... ," anak2 itu tertawa geli
mendapat pertanyaan begitu.
"Hai kawanan kunyuk, mengapa kalian tertawa," teriak
Cian-li- ji. "Lucu, lucu sekali. Masakan orang tak punya bapa,"
anak2 itu be!sorak, "lalu siapa mama-mu ?"
"Celaka !".............. banting2 kaki ke tanah, "aku juga
lupa bertanya siapa nama mamaku .."
"Wah, kalau begitu jelas engkau ini bukan bangsa
manusia. Kalau manusia tentu punya bapa dan ibu. Engkau
tak punya bapa dan mama, engkau tentu bangsa
setan.........." "Kunyuk !" teriak Cian li ji mulai kalap, "kalian gila, ....
kalian gila ! Aku bukan setan, aku juga mausia."
"Siapa sudi percaya ?" teriak anak2 itu, "buktinya engkau
tak tahu siapa bapa dan mamamu.'
"Tetapi aku bukan setan," teriak Cian-li-ji makin ngotot.
"Kalau begitu, jelas engkau ini mahluk dari rembulan."
teriak anak yang gemuk tadi.
"Dari rembulan ?" Cian li-ji melongo.
"Ya, engkau tentu budak dari Dewi Rembulan ..... "
"Hah ..... ?" Cian-li-ji mendelik.
-oo0dw0oo- Ji1id 37 Salah tingkah Sudah tentu kakek mendelik karena dianggap sebagai
budak dari Dewi Rambulan oleh seorang bocah gemuk,
salah seorang diri kawanan anak2 kecil yang
mengerumuninya. "Apa katamu ?" teriak kakek pendek itu sesaat kemudian.
"Dewi Rembulan itu mempunyai pelayan. Karena
engkau tentu mahluk dari rembulan maka engkau tentu
pelayan dari Dewi Rembulan, "kata si gemuk."
"Eh, babi cilik, jangan sembarangan mengatakan anak


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang, seenak udelmu sendiri. JeIek2 begini aku ini kan
anak orang !" "Siapa bilang engkau anak orang " Buktinya apa "
Engkau tak tahu nama bapamu, tidak tahu nama ibumu "
Huh, masakan anak orang tak tahu nama bapa ibunya !"
"Siapa bilang aku tak tahu nama bapa ibuku ?" bantah
Cian-li ji," tetapi aku sudah lupa karena sudah seratusan
tahun lamanya." "Apa " Seratusan tahun ?"
"Babi cilik, ketahuilah, aku ini sudah berumur lebih dari
seratus tahun." "Ha, ha, ha .... hi . hi,, hi ...." terdengar, kawanan anak2
itu tertawa makin geli. "Benar, benar." teriak salah seorang anak yang
telinganya besar, hidung dan matanya juga besar. "kata
engkongku, binatang kura2 itu bisa hidup sampai ratusan
tahun. Kalau begitu engkau ini tentu anak kura-kura ..."
Sorak sorai menghambur dari mulut anak itu. Silih
berganti mereka berteriak, "Ya, benar memang dia bangsa
kura-kura." "Betul, betul ! Kalau manusia masakan begitu pendek ?"
"Wah, mengapa kura-kura bisa ngomong.?"
"Aku ingat, kawan," seru anak yang paling besar, "ayah
pernah bercerita bahwa di dunia terdapat bangsa siluman."
"Apa sih itu siluman ?" tanya si anak gemuk.
"Binatang, misalnya ular, barimau dan lain kalau bertapa
sampai ratusan tahun, lama2 bisa jadi siluman. Dia bisa
menjadi manusia, ngomong seperti manusia tetapi asalnya
dari binatang. Itulah yang disebut siluman."
"O, kalau begitu, jelas dia siluman kura-kura," teriak
kawanan anak2 itu. "Babi, kunyuk, kurcaci kamu ini semua !" tiba2 Ah Liong
membentak, "jangan menghina engkongku ini. Hayo,
barangsiapa berani, nanti ku tempeleng !"
"Lho, siluman apa ini ?" seorang anak.
"Anak kura- kura !"
"Bukan. bukan ! Lebih mirip kalau siluman cacing . ..."
"Betul ! Betul ! Siluman kura-kura dan siluman cacing
memang sama2 hidup di air !"
Kembali kawanan anak2 nakal itu bersorak gemuruh.
Ah Liong panas. Sekali loncat dia berada di belakang
anak yang gemuk dan sebelum si gemuk itu sempat
bergerak, tahu2 tengkuk dan kakinya dicengkeram dan
diangkat oleh Ah Liong. "Hayo, kalau kalian berani menghina lagi, babi kecil ini
akan kubanting !" teriak Ah Liong.
Kawanan anak2 itu terkejut. Ah Liong seorang bocah
kuncung yang kurus, mengapa dia dapat mengangkat
boneka saja. "Eh. bung, jangan mengganggu kawan kami," bocah
yang paling besar tampil ke hadapan Ah Liong, "bukan
hanya dia tetapi kami semua yang mengata-ngatai engkau.
Kalau mau membanting, bantinglah kami semua !"
"Eh, lu. mau bela " Apa lu kira gua tak mampu
meringkusmu ?" kata Ah Liong. Dan sebelum anak yang
besar itu mampu bergerak, dia sudah diringkus dan
diangkat dengan tangan oleh Ah Liong.
Melihat si kuncung Ah Liong dapat mengangkat dua
orang anak dengan tangan kanan dan kini, kawanan anak2
nakal itu makin tercengang. Tetapi dasar anak bandel,
bukan mereka jerih sebaliknya salah seorang, yaitu anak
yang kepalanya, telinga, hidung dan matanya serba besar
tadi, dengan bercekak pinggang berdiri dihadapan Ah
Liong. "Ah, bung kuncung, jangan mentang2 engkau dapat
mengangkat tubuh kedua kawan kami. "katanya," kaLau
engkau memang hendak menantang berkelahi, hayo kita
berkelahi." "Ho, engkau gajah, mau nantang berkelahi ?" seru Ah
Liong, "boleh, hayo kalian boleh maju semua !"
"Jangan sombong, bung kuncung," kata anak yang
kepalanya besar itu, "kalau mau berkelahi harus pakai
aturan. Jangan disini tempatnya. ha-yo, kalau engkau
berani, kita cari tempat yang sesuai, supaya tidak dilerai
orang. Kita nanti dapat berkelahi sampai puas."
"Dimana ?" tanya Ah Liong..
"Lepaskan dulu, kedua kawanku itu," seru si anak, "habis
itu kita nanti beramai-ramai menuju ke hutan di sebelah
sana." Ah Liong turunkan kedua anak itu, "Hayo kita kesana !"
katanya. Dan kawanan anak2 nakal itupun segera beramairamai
menuju ke sebuah hutan. "Ah Liong mengapa engkau ladeni anak2 nakal itu," kata
Cian-li-ji dengan berbisik.
"Biarlah, engkong," kata Ah Liong, "supaya mereka
mendapat pelajaran jangan suka lagi menggoda orangtua."
"Apakah engkau benar hendak menghajar mereka ?"
"Hanya sekedar memberi pelajaran saja."
Waktu tiba di sebuah hutan, Ah Liong dan Cian-li-ji
sempat memperhatikan banwa anak2 yang hadir disitu
hanya lima orang. Yang lima belas anak, entah kapan,
sudah tak ada lagi. "Eh, mana kawan-kawanmu," tegur Ah Liong.
"Tunggu saja, "kata anak yang kepala dan telinganya
besar. "Tunggu apa lagi ?" tanya Ah Liong.
"Kalau satu lawan satu," kata anak telinga besar itu.
"sudah tentu kami kalah. Walaupun engkau kurus seperti
cacing pita tetapi tenagamu besar sekali."
"Lalu ?" "Kalau engkau berani, kami akan mempersiapkan sebuah
barisan. Engkau berdua dengan kakek siluman itu, boleh
menerjang. Kalau kalian mampu membobolkan barisan
kami, kami menyerah dan akan mengangkat engkau sebagai
jenderal kecil. Berani tidak ?"
"Nanti dulu," seru Ah Liong, "aku jadi jenderal, tetapi
mana pasukanku " Apakah hanya jenderal saja tanpa
pasukan. kan lucu ?"
"Kalian kunyuk2 kecil ini yang jadi anak pasukannya !"
seru kakek Cian-li-ji. Serempak kelima anak itu menyetujui.
"Tetapi kalau dia jadi jenderal kecil, lalu aku jadi apa ?"
tanya Cian-li-ji kebingungan kalau tidak mendapat pangkat.
"Kunsu !" teriak anak telinga besar.
Ah Liong terkejut. "Kunsu " Apa itu kunsu?"
"Eh, engkau seorang calon jenderal masa tak tahu kunsu
itu apa2. Kunsu itu adalah engkongnya pasukan," tukas
Cian-li-ji. "Engkongnya pasukan " Apakah pasukan punya engkong
segala ?" tanya Ah Liong.
"Kalau pasukan punya anak-pasukan mengapa tidak
punya engkong " Habis dari mana datangnya anak itu ?"
balas Ciang-li-ji. Si telinga besar tertawa, "Kalian meman goblok. Mana
ada engkong pasukan. Kunsu it adalah orang yang memberi
nasehat dan rencana pada pasukan."
Ah Liong terkejut, "Eh, gajah cilik, mengapa engkau
tahu asal kunsu segala " Dari mana engkau memperoleh
pengetahuan itu ?" "Aku sering mendengar ayah dan paman2 tetangga
sekampung bercerita tentang keadaan kota kita ini. Mereka
memuji Su tayjin sebagai seorang kunsu yang pandai.
Waktu kutanyakan kepada ayah, dia menerangkan kunsu
itu adalah seorang penasehat atau ahli ilmu perang yang
memberi petunjuk pada pasukannya dalam menghadapi
musuh," kata, anak bertelinga besar itu.
"Wah, engkau pintar sekali. Pantasan kepalamu besar,"
Cian-1i- ji memuji. "Lho, apa hubungan pintar dengan kepala besar?" tanya
anak itu dengan polos. "Kalau kepalanya besar, otaknya tentu besar. Dapat
berpikir luas dan menampung semua pengetahuan dengan
luas pula." "Ya, tetapi tidak enak punya batok kepala besar itu,"
gumam si anak. "Kenapa?" "Yang jelas saja, berat," kata anak itu, "Kalau jalan aku
merasa seperti mengangkat buah kelapa. Dan lagi, kalau
cekcok sama kawan, dia mengejek aku sebagai si 'kepala
besar'. Kan malu?" "Salah!" seru Cian-li-ji yang tiba2 berobah seperti anak
kecil, "kepala besar itu menandakan kalau pandai. Telinga
besar, menandakan kalau tajam pendengaran, mata besar
bisa melihat jauh, hidung besar . . . . eh, apa ya?"
"Yang jelas saja menjadi tempat pembuangan sampah,"
seru Ah Liong. "Engkoh Kuncung, jangan menghina," seru yang punya
hidung besar, hidung besar itu satu keuntungan juga.
Buktinya kalau hujan, mulutku tidak sampai tertimpah airhujan
karena sudah di tampung oleh batang hidungku . , .."
"Ya, itu benar," sahut Ah Liong, "tetapi apa yang
kukatatakan tadi juga benar. Bahwa hidung besar itu
memang menjadi tempat pembuangan sampah."
"Gila !" teriak si hidung besar, "siapa sudi hidungnya
dibuat buangan sampah " Siapa yang berani membuang
sampah kedalam hidungku tentu akan kutoyor mukanya !"
"Lho, kalau begitu toyorlah mukamu sendiri !" seru Ah
Liong. "Kenapa ?" anak itu terkejut.
"Karena engkaulah yang membuang sampah itu kedalam
hidungmu sendiri." "Apa maksudmu ?"
"Begini," kata Ah Liong. "tubuh kita itu ngeluarkan
sampah atau kotoran. Kencing, berak, berkentut, meludah,
berbangkis, itu semua sampah tubuh. Dan juga upil kotoran
hidung, curak kotoran telinga, blobok kotoran mata, itu
juga sampah. Nah, karena hidungmu besar maka upil
kotoran hidungmu itu tentu menumpuk. Apakah itu bukan
tempat pembuangan sampah namanya ?"
"Uh," waktu mendengar tentang kotoran hidung, tanpa
disadari anak yang memiliki hidung besar itu menggunakan
jarinya untuk mengorek hidungnya dan waktu ditarik
keluar, dia terkejut. Memang benar, ujung jarinya penuh
dengan upil atau kotoran hidung .....
"Tuh, tuh," seru Ah Liong waktu melihatnya," percaya
nggak ?" Anak itu tak dapat berkata apa2 kecuali meringis dan
membantah. "Habis kalau sudah terlanjur punya hidung
besar, apa harus dipotong ?"
Ah Liong danCian-li-ji geli melihat sikap dan kata2 anak
itu. Tiba2 saat itu bermuncullah kawanan anak2 tadi. Kini
mereka berjumlah lengkap dua puluh anak.
Mereka segera membentuk sebuah lingkaran untuk
mengepung Ah Liong dan Cian-li-ji yang berada di tengahtengah
lingkaran. Mereka berbisik-bisik dan mengangguk-angguk. Lalu
anak yang kepala, telinga dan hidungnya serba besar tadi
berseru. "Aku disuruh menjadi juru bicara. Kamu berdua,
engkoh Kuncung dan kakek Pendek, boleh menerjang
barisan kami. Kalau kalian mampu, kalian akan kami
angkat sebagai jenderal dan".."
"Eh, gajah cilik," seru Ah Liong, "apakah nama
barisanmu itu?" "Barisan Bon-bin?" sahut anak itu.
"Barisan Bon-bin" Apa itu?"
"Barisan Kebon Binatang. Bon, singkatan dari kebon.
Dan bin, singkatan dari binatang."
"Uh, masakan barisan begini disebut barisan Kebon
Binatang" Mana binatangnya?"
"Sudahlah," seru anak itu, "tak perlu ribut2. Pokok,
segera saja kalian menyerang."
Ah Liong berbisik-bisik kepada Cian-li-ji. Tampak kakek
pendek itu mengangguk. Kemudian keduanya memecah
diri. Ah Liong menerjang ke utara dan kakek Cian- li-ji ke
selatan. Aduhhhh . . . . lho, auhhhh . . .
Tiba2 Ah Liong dan Cian-li-ji menjerit kalang kabut dan
mendekap mukanya, berjingkrak jingkrak seraya
menampar- nampar tubuh. Apa yang terjadi" Kiranya begitu Ah Liong maju, salah seorang anak
menaburkan sebuah bumbung bambu. Dan dalam buluh
bambu itu berhamburan keluar boratus-ratus bahkan beribu
tawon ( lebah ). Bagaikan bunyi ratusan pesawat terbang di
angkasa, kawanan tawon itu segera menyerang Ah Lion
sehingga Ah Liong kelabakan setengah mati. Mukanya
habis disengat tawon-tawon itu sehingga membegap.
Cian-li-ji juga mengalami nasib serupa. Hanya bedanya
kalau Ah Liong diserang kawanan tawon, adalah kakek itu
digerogoti oleh ribuan semut merah. Ketika dia maju, tiba2
salah seorang anak menaburkan buluh bambu dan dari
dalam buluh itu mengbambur benda2 kecil yang terus
inelekat pada tubuh Cian li-ji dan melakukan serangan
besar besaran. Ada yang masuk kedalam baju, menggigit
perut, dada, pusar. Ada yang nomplok ke leher terus
mengganyang leher. Celakanya, ada yang hinggap pada
muka dan kepalanya terus melakukan operasi secara aktief.
Bibir, pipi, mata. telinga dan gundul, dijadikan medan
pengamukan semut itu. Kalau Cian-li-ji menghapus semut yang menggigit muka
dan bibir, semut diatas kepala ngotot menggigiti batok
kepalanya. Kalau dia mengusap semut di kepala, semut di
perut seperti berpesta-pora mengganyang daging perut.
Kalau dia harus merogoh ke dalam baju untuk
mengenyahkan mereka maka semut merah yang lain
menggigit ketiaknya............... geli-geli sakit .....
Seumur hidup belum pernah Cian-li-ji merasakan siksaan
yang begini macam. Apalagi semut itu jenis semut merah
yang kalau menggigit tak mau melepaskan lagi. Sakitnya


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti diselomot api. Puncak penderitaan yang dirasakan Cian-liji adalah
ketika beberapa ekor semut yang bandel, berhasil
menerobos kebawah dan terus mengganyang ..... anunya.
"Aduh, maaaakkk, ampuuuunnnn .... !" saking tak
tahannya, Cian-li-ji berjingkrak-jingkrak dan berteriak-teriak
seperti orang gila. Dia la menerjang anak2 itu dan terus saja
lari. Tak berapa lama untung dia bertemu denga sebuah
sungai. Tanpa banyak perhitungan lagi, di terus loncat
kedalam sungai, byurrrr ..... Dia ingin merendam diri dalam
air sungai. Semut2 itu kalau berada dalam air tentu akan
mati semua pikirnya. Tetapi celaka ! Dia ternyata tak pandai berenang dan
arus sungai itu cukup deras. Tak ampun lagi diapun
terhanyut dibawa aliran air. Biar mati asal terlepas dari
siksaan digigiti semut, pikirnya. Dan tak berapa lama dia
tak dapat berpiki lagi karena pingsan .....
Sementara itu Ah Liong juga cukup menderita. Mukanya
bengap seperti bengkak. Tangan dan kakinya juga habis
disengat tawon. Tetapi anak itu memang cerdik dan bandel.
Walaupun menderita, dia tetap pantang menyerah. Dia
berusaha untuk menghalau dengan memukul, menampar,
menghantam tetapi tak berhasil membendung serangan
musuh. Memang ratusan ekor tawon yang kena tangannya,
tentu mati. Tetapi masih ada ratusan yang lobos dan
berhasil menyengatnya. Dan karena banyak menggunakan
tenaga untuk mengamuk, dia mulai merasa payah juga.
"Celaka, kalau terus menerus begini aku bisa matilemas,"
pikirnya. Tiba2 ia teringat sesuatu. Mungkin dengan benda
itu aku dapat menghalau tawon2 itu, pikirnya.
Cepat dia meraup tanah pasir dan terus ditaburkan pada
kawanan tawon yang hendak menyerangnya. Berulang kali
dilakukannya taburan itu. Lama kelamaan kawanan tawon
itu tampak menipis jumlahnya. Ada yang berguguran jatuh,
ada yang gentayangan di udara terus melarikan diri.
Dengan hasil itu semangat Ah Liong makin besar. Dia
terus menerus menggunakan tanah pasir untuk menabur
dau akhirnya lenyaplah kawanan tawon itu. Setelah itu dia
mulai hendak menghajar kawanan anak2 yang telah
menyiksanya. "Sudah, kami menyerah dan mengangkat engkau sebagai
jenderal," tiba2 anak yang kepala dan telinganya besar tadi,
melangkah maju dan berseru.
Sebelum Ah Liong sempat membuka mulut, anak itu
memberi komando kepada kawan-kawannya. "Hayo,
kawan2, berilah hormat kepada jenderal kita !"
Serempak keduapuluh anak itu maju dan memberi
hormat kepada Ah Liong. "Siaaaap! Hormat kepada jenderal!" teriak anak yang
paling besar yang rupanya menjadi pimpinan mereka.
"Laporan!" seru anak itu pula, "pasukan prajurit kecil
sebanyak satu peleton siap menerima perintah jenderal!"
Dihadapi dengan keadaan semacam itu, A Liong pun
terpikat. Dasar dia juga masih anak, pikirannyapun masih
kekanak-kanakan. Diam2 dia gembira karena diangkat
sebagai jenderal kecil oleh sebuah pasukan anak2. Hampir
ia tak teringat bahwa baru beberapa menit yang lalu, dia
telah menderita siksa yang hebat karena muka dan sekujur
badannya begap2 disengat tawon.
"Apakah, kalian benar2 tunduk kepada perintahku?"
serunya. "Siaaaap, pak jenderal!"
"Bagus!" seru Ah Liong, "apa kalian berani berperang?"
"Siaaaap, pak jenderal!"
"Bagus," kata Ah Liong gembira, "kalian tahu siapa,
musuh kita?" "Orang Boan!" "Mengapa kalian bertekad untuk melawan orang Boan?"
"Mereka hendak merampas kota kita!"
"Apakah orangtua kalian mengidinkan?"
"Mentri Su tayjin telah memberi perintah bahwa seluruh
penduduk kota Yang-ciu, tua, muda, besar kecil, laki
perempuan, harus bersatu padu melawan penjajah Boan."
"Apakah rakyat Yang-ciu setuju ?" tanya Ah Liong.
"Dalam sebuah rapat dimana seluruh penduduk kota
dipanggil maka Su tayjin dengan serta merta menawarkan.
Su tayjin tidak memaksa melainkan hanya mempersilakan
para penduduk menentukan pilihannya. Mau melawan
pasukan Ceng dengan resiko mungkin mati dalam
pertempuran. Atau menyerah kepada musuh dengan akibat
tetap masih hidup tetapi menjadi rakyat terjajah ..... "
"Bagaimana keputusan para penduduk ?"
"Mereka memilih jalan yang kesatu, melawan musuh
walaupun harus mati. Mereka menyatakan tunduk kepada
apapun yang menjadi keputusan Su tayjin."
"Betul !" seru Ah Liong, "memang seharusnya begitu.
Mati sebagai tuan dari tanah negerinya lebih mulia daripada
hidup sebagai budak yang tak punya negara."
"Oleh karena itu maka para orangtua kami-pun tak
melarang kami untuk ikut serta membantu perjuangan Su
tayjin mempertahankan kota ini," kata anak itu pula.
"Bagus, jika begitu kunamakan barisan ini barisan Bonbin
!" seru Ah Liong dengan garang.
"Hidup barisan Bon-bin l"
"Hidup jenderal Kuncung !"
Serempak keduapuluh anak2 itu bersorak dengan
lantang. Mereka senang akan nama barisan Bon-bin yang
artinya Kebon Binatang. Biarla mereka menjadi penghuni
Bon-bin. Bukankah Bon bin itu berpenghuni segala macam
binatang" Nah apabila kawanan binatang dalam Bou-bin itu
bersatu padu, tentulah musuh akan lari. Dan mereka
menamakan Ah Liong sebagai jenderal Kuncung karena Ah
Liong memang memelihara kuncung.
"Sekarang, kunsu kita ..... eh, mana engkong Cian ?"
tiba2 Ah Liong tersadar bahwa Cian li-ji tak berada
ditempat itu. "Celaka." teriak kawanan anak2 itu pula, "kunsu tadi
telah lari terbirit-birit. Entah kemari saja dia tadi ?"
"Apa saja yang kalian taburkan pada kunsu." tanya Ah
Liong. "Semut merah, jenderal !"
"Semut ?" "Ya, semut merah yang ganas kalau menyerang orang !"
"Celaka," teriak Ah Liong." kunsu tentu menderita
kesakitan sekali. Dari mana kalian peroleh semut merah itu
?" Anak yang kepala dan telinganya besar, menjawab,
"Jenderal, memang sejak Su tayjin memerintahkan agar
seluruh penduduk bersiap-siap menghadapi serangan
.musuh, kamipun lantas berunding. Akhirnya kami
mendapat akal untuk menggunakan senjata yang ganjil."
"Tawon ?" tanya Ah Liong.
"Benar;" sahut anak itu, "kami beramai-ramai sama
memehhara tawon dan semut yang kami masukkan
kedalam beberapa bumbung bambu. Apabila nanti musuh
berani menyerbu masuk, akan kami tabur dengan tawon
dan semut itu." "Bagus," seru Ah Liong gembira, "berapa banyak
tabung2 bambu itu ?"
"Berpuluh-puluh, jenderal."
"Baik." kata Ah Liong. "kalian boleh pulang dulu. Aku
hendak kembali ke markas untuk mencari kunsu.
Kemungkinan dia tentu sudah pulang."
Anak2 itu memberi hormat terus hendak angkat kaki
tetapi tiba2 Ah Liong berseru, "Tunggu !"
Anak2 itupun berhenti. "Apakah nanti malam kalian berani keluar ?"
"Berani," seru anak2 itu.
"Baik," kata Ah.............. "nanti jam sepuluh malam,
kalian berkumpul disini."
"Baik !" Ah Liong terkejut melihat sikap mereka yang begitu
militan atau patuh dan siap menjalankan perintah.
"Hm, dengan pasukan.............. ini, akan kutunjukkan
kepada musuh bahwa anak2 bangsa Han juga berani
berjuang," pikirnya. Dengan gemangat menyala, Ah Liong
terus kembali ke markas. "Ah Liong, dari mana engkau ?" tegur Huru Hara yang
menunggu di depan pintu. Dia memang cemas karena Ah
Liong dan Cian-li-ji lama belum kembali.
"Jalan jalan," kata Ah Liong, "apakah engkong Cian
sudah pulang ?" "Lho, bukankah dia bersama engkau ?"
"Ya, tetapi dia lari lebih dulu."
"Lari " Lari kemana ?"
"Tentulah lari pulang."
"Engkau gila !" bentak Huru Hara, "dia belum pulang !"
Ah Liong terkejut, "Belum pulang " Lalu kemana saja dia
itu ?" "Ah Liong, bicaralah yang genah," kata Huru Hara, "dari
mana saja engkau, eh, mengapa mukamu begap ?"
"Dikeroyok tawon."
"Gila," bentak Huru Hara, "engkau tentu cari gara-gara
tadi." Ah Liong terpaksa menceritakan apa yang dialaminya
bersama Cian-li-ji. "Wah, paman Cian tentu ngawur, entah kemana," Huru
Hara mulai cemas. Tetapi dia segera teringat bahwa kota
dikelilingi tembok d kedua pintu kota ditutup rapat. Tak
mungkin Cian-li-ji akan lari keluar dari kota.
"Hm, entah kemana kakek linglung itu," gumam Huru
Hara, "tadi aku kan sudah bilang, jangan keluar kemanamana
tetapi kalian tetap mau keluar. Sekarang " Apa yang
kukuatirkan ternyata betul. Engkau sendiri yang pulang,
paman Cian entah kemana. Lu memang anak bandel, Ah
Liong. Kan sekarang kita sedang menghadapi urusan
penting yang menyangkut keselamatan jiwa beribu-ribu
rakyat Yang-ciu. Kalau engkau tetap tak mendengar kata,
akupun tak mau mengajakmu lagi."
"Maaf, engkoh Hok," buru2 Ah Liong meminta maaf,
"sebenarnya aku dan engkong Cian tidak cari onar tetapi
kawanan anak2 nakal itu yang mengolok kami dan
akhirnya cari onar. Baik lah, engkoh Hok, aku akan patuh
padamu, jangan marah."
Huru Hara mengangguk. Diam2 dia memang
membenarkan pembelaan Ah- Liong. Tentulah karena
melihat perwujutan Cian-Ii-ji dan Ah Liong yang ganjil,
kawanan anak2 nakal itu lalu menggodanya.
"Sekarang sudah malam, mari kita menghadap Su tayjin
untuk minta perintah," kata Huru Hara.
Ketika memasuki ruangan memang mentri pertahanan
Su Go Hwat sedang mempersiapkan perwira2 yang akan
disuruh membawa pasukan untuk melakukan serangan
pada musuh. "Loan Thian Te," seru mentri Su ketika lihat Huru Hara
muncul, "bawalah duapuluh prajurit. Engkau menyusup ke
sayap kanan musuh dan mengadakan pengacauan pada
kubu2 pertahanan mereka. Jika perlu, bakarlah kubu2
musuh." Loan Thian Te atau Huru Hara mengiaka dan terus
berangkat bersama duapuluh orang prajurit.
Mentri pertahanan hanya menugaskan tiga kelompok
pasukan kecil yang malam itu akan mengadakan serangan
untuk mengganggu pasukan musuh. Kelompok kesatu,
dipimpin Huru Hara, menyerang dari kanan, kelompok
kedua dipimpin perwira Lu Hong, menyerang dari tengah.
Dan kelompok ketiga dipimpin perwira Po Hian,
menyerang sayap kiri. "Jangan terlalu bernafsu, cukup asal mereka terganggu
tak dapat beristirahat semalam suntuk. Setelah semangat
mereka lesu, barulah kita nanti lakukan serangan besarbesaran
pada pagi hari pesan mentri Su.
Setelah kelompok2 itu pergi, kini hanya ting gal beberapa
orang, termasuk Ah Liong. Ah Liong tahu mengapa Huru
Hara tak mau mengajaknya. Huru Hara tentu kuatir dia
akan menimbulkan keonaran. Tetapi Ah Liong tak
menyesal. Diam2 timbullah keinginannya untuk melakukan
sesuatu yang mengejutkan.
"Tayjin," ia nekad maju mcnghadap menteri Su, "hamba
mohon diberi tugas untuk ikut menggempur musuh malam
ini." Su tayjin terkejut melihat Ah Liong, "Bukankah engkau
ini adik dari Loan Thian Te?" Ah Liong mengiakan.
"Jangan ikut keluar, engkau ikut bantu menjaga dalam
kota saja," kata Su tayjin.
"Mengapa tayjin?"
Su tayjin terbeliak menerima pertanyaan itu. "Engkau . .
. masih kecil. Berbahaya kalau ikut menyerbu musuh."
"Terima kasih, tayjin," kata Ah Liong, "tetapi hamba
hendak mohon supaya diperkenankan keluar menyerbu
musuh . . .. " "Ah, tak perlu."
"Begini tayjin, hamba mempunyai akal untuk mengacau
musuh. Hamba hanya minta idin saja. Kalau terjadi apa2,
biarlah hamba sendiri yang menanggung resikonya,"
"Tetapi itu berbahaya . . .. "
"Hamba tahu, tayjin," cepat Ah Liong menukas, "tetapi
biarlah kali ini saja hamba mohon idin. Kalau sampai gagal,
lain kali tayjin tak perlu mengidinkan lagi."
"Ah . . . . " "Tayjin, hamba sanggup untuk mengambil ransum
makanan musuh. Kalau tak mampu, hamba bersedia
menerima hukuman," cepat pula Ah Liong mendahului
berkata. Su Go Hwat terkejut. Dipandangnya Ah Liong dengan
tajam. Seorang anak yang mengenakan baju monyetan dan
kepalanya memelihara rambu seperti telapak kuda. Apanya
yang dapat diandal kan anak itu, pikirnya!
Tetapi ketika pandang matanya terbentur dengan mata


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ah Liong, Su Go Hwat terkejut. Sesarang mata bocah
kuncung itu berkilat-kilat tajam sekali. Dan wajahnya
menampilkan suatu kemauan sekeras baja.
"Hm, ini suatu percobaan yang bagus," pikir mentri
pertahanan itu, "jika anak ini berhasil, akan dapat menjadi
cambuk bagi semangat para prajurit dan rakyat Yang-ciu.
Hm, biarlah kululuskan. "Dengan siapa engkau akan bekerja ?" tanya mentri Su.
"Hamba mempunyai sebuah pasukan yang terdiri dari
anak2. Mereka juga bersemangat tinggi untuk
mengenyahkan musuh."
"Pasukan anak-anak " Kapan di kota ini terdapat
pasukan anak-anak ?" mentri Su heran.
"Secara kebetulan saja hamba bertemu dengan
sekelompok anak2 dan mereka bersedia untuk membentuk
sebuah pasukan kecil."
"Tetapi apakah tidak berbahaya " Ingat. bukan main2
tetapi bertempur. Meleng sedikit sa ja, jiwa tentu
melayang," kata mentri Su.
"Hamba sanggup mempertanggung jawabkan
keselamatan jiwa mereka, tayjin," kata Ah Liong. Melihat
kesungguhan sikap Ah Liong, terpaksa mentri Su Go Hwat
meluluskan. Ah Liong bergegas menuju ke tempat yang dijanjikan.
Ternyata disitu anak2 sudah siap berkumpul. Ah Liong
gembira sekali melihat mereka mempunyai disiplin yang
tinggi. "Aku tak kenal siapa nama kalian," kata Ah Liong, "dan
andaikata kalian memberitahukan nama kalian masing2,
mungkin aku juga lupa. Sekarang baiklah kita memakai
nama rahasia saja." "Nama rahasia bagaimana ?" seru mereka.
"Akan kubagi barisan menjadi dua kelompok. Tiap
kelompok dikepalai oleh seorang kepala. Kelompok kesatu
kuberi nama kelompok Harimau. Kepala kelompok
memakai nama harimau Gembong. Anggauta kelompok
juga memakai nama jenis harimau, Harimau loreng, tutul,
hitam, kumbang, putih, belang, kuning. burik dan gundul."
"Lho, mana ada harimau burik ?" seru mereka.
"Adik yang itu, karena mukanya bopeng, terpaksa kuberi
nama harimau bunk. Dan yang itu karena kepalanya
gundul, harus disebut harimau gundul. Ini hanya nama
untuk membedakan saja." jawab Ah Liong.
"Kelompok kedua pakai nama burung. Pemimpinnya
bernama Rajawali, anggautanya pakai nama garuda, elang,
camar, kukukbeluk, kakaktua, bangau, alap- alap. gagak
dan kuntul. Dan aku sendiri tetap pakai nama jenderal
Kuncung." "Jenderal, mana kunsu ?" tanya mereka.
"O, ya, celaka" seru Ah Liong, "kunsu hilang. Dia tak
berada di markas." "Aneh, kemana saja larinya ?"
"Itulah kalian yang menjadi gara2 . . .."
"Maaf, jenderal, kami akan berusaha untuk mencarinya,"
seru anak" itu. "Baik," kata Ah Liong, "sekarang kita mulai bekerja.
Siapa diantara kalian yang punya bedak dan angus di
rumah ?" "Aku ............... aku . . ." teriak beberapa anak. "Dan
siapa yang punya gincu merah ?"
"Aku," seru seorang anak.
"Nah, kalian boleh pulang dan ambil. Bawalah kemari
bedak, angus dan gincu."
Beberapa anak segera lari. Tak berapa lama mereka
kembali dengan memhawa yang diperintahkan Ah Liong.
"Kita akan membentuk barisan setan," kat Ah Liong,
"setiap orang harus berbedak dan beri contreng angus dan
gincu. Nab, lihatlah aku," A Liong terus memberi contoh.
Ia melumuri mukanya dengan pupur lalu mencontrengcontreng
dengan angus hitam dan gincu merah.
"Nah, kalian lakukan seperti aku," perintahnya.
Tak berapa lama barisan anak2 itu telah berubah menjadi
barisan setan. Muka mereka berbedak putih dan
bercontrengan hitam merah.
Setelah itu Ah Liong suruh mereka siap membawa
tabung berisi tawon dan semut merah, "Kita terang tempat
persediaan ransum mereka dan angkut semua ransum
kedalam kota." "Kelorrpok Harimau yang menyerang dan kelompok
Rajawali yang menyerbu dan mengangkuti ransum," .seru
Ah Liong. Begitulah setelah semua persiapan beres, berangkatlah
pasukan setan2 kecil itu menyusup ke-dalam kubu musuh.
Mereka terkejut ketika mendengar suara gemuruh dari
pertempuran. "Hm, ransum tentu ditaruh dibagian belakang dari kubu.
Lebih baik aku mengitari pertempuran dan menuju ke
belakang." pikir Ah Liong.
Ah Liong membawa pasukannya mengitari ke kiri.
Beberapa waktu kemudian ia melihat sekelompok prajurit
yang berlarian mendatangi.
"Hai, kawanan setan !" teriak mereka ketika melihat
barisan anak2 itu. Malam itu gelap, kedua belah fihak tak dapat
membedakan satu sama lain. Kelompok prajurit itu terkejut
sekali karena melihat pemandangan yang mengerikan!
Berpuluh setan2 kecil berlompatan kian kemari
menyongsong mereka. Dan tahu2 kawanan setan itu terus
menaburkan bum-bung bambu kearah mereka.
"Hai .. . . aduhhhh.............. apa ini" aduhhh . , ."
serentak terdengarlah kelompok prajurit itu menjerit-jerit
dan berjingkrak-jingkrak. Kemudian mereka lari tunggang
langgang dan menjerit-jerit histeris .. .. .
"Bagus," seru Ah Liong, "hayo kita maju terus."
Entah berapa jauh mereka menyusup ke dalam kubu
pertahanan musuh. Tiba2 mereka melihat sebuah iringiringan
kereta yang berhenti disebuah hutan. Beberapa belas
prajurit menjaga iring-iringan kereta itu.
"Kelompok Harimau, pancing mereka," seru Ah Liong.
Sepuluh anak2 yang tergabung pada kelompok Harimau
segera berhamburan maju dan menari-nari seraya
berlompatan. Ada juga yang berjumpalitan.
"Bah, apa itu?" seru prajurit2 yang menjaga iring-iringan
kereta itu. "Mahluk an . . . eh . . . setan . . . " teriak beberapa
prajurit. Hampir kawanan prajurit itu menyingkir tetapi kepala
prajurit yang berkumis lebat membentak, "Jangan takut.
Kita serang mereka!" Dia sendiri terus menyambar tombak
dan maju menyerang. Kawanan setan kecil itu lari dan dikejar. Tak berapa
lama mereka kembali lagi menghampiri tempat kawanan
prajurit penjaga tadi. "Nah, mana sersan kita tadi?" seru mereka.
Yang mengejar kawanan setan kecil tadi adalah seorang
sersan prajurit Ceng yang bertugas menjaga perbekalan.
Iring-iringaa kereta itu adalah ransum yang baru saja tiba.
Kereta2 itu ditempatkan disebuah hutan dan dijaga oleh
duapuluh prajurit bersenjata.
"Takut apa. kita serang kawanan setan itu," kata seorang
prajurit yang bertubuh kekar. Dia serentak maju
menyerang. Kawanan setan itu lari huyar dan dikejar.
Tak lama kemudian kembali kawanan setan itu muncul
pula. Sedang prajurit bertubuh kekar tadi, seperti halnya
dengan sersan mereka juga tak kelihatan batang hidungnya.
Kawanan serdadu Ceng yang sudah berkurang dua orang
itu serempak berkumpul dan siap menghadapi kawanan
setan. Tiba2 dari belakang, bermunculan pula kawanan setan
yang langsung menyerang mereka. "Uh . . . apa ini . .. " "
"Aduhhhh . . . hai, aduhhhh .. .. mati aku . . . semut .. .
aduhhh . .. semut . . . " serempak terdengarlah jerit teriakan
dari kawanan prajurit Ceng itu. Dan mereka tak sempat
mengurus kawanan setan itu lagi karena harus sibuk
niengusap dan mencabuti semut2 yang hinggap pada muka,
leher dan baju mereka. Bahkan ada yang kelabakan karena
perutnya kemasukan semut.
Masih ada yang celaka lagi ketika mereka mendengar
bunyi dengung yang bergemuruh dan tahu2 muka mereka
disengat tawon. Wah, wah, rasanya siksa yang paling hebat
di dunIa adalah seperti yang mereka alami saat itu. Tak
ampun lagi, kawanan prajurit Ceng itu terus lari tungganglanggang.
Mereka tak menghiraukan suatu apa lagi .....
"Bagus, hayo bawa kereta2 ini kedalam kota," perintah
Ah Liong. Ada sepuluh kereta jumlahnya, penuh dengan muatan
beras dan gandum. Ah Liong suruh barisan kelompok
Rajawali mengendarai kereta menuju ke pintu kota. Sedang
dia bersama kelompok harimau lalu membakar hutan itu.
Memang kacau balau keadaan kubu pertahanan pasukan
Ceng saat itu. Mereka diserang dari muka, samping kanan
kiri dan belakang. Mereka tak tahu berapa besarkah jumlah
pasuka Beng yang menyerang. Karena penyerangan itu
dilakukan pada malam hari sehingga sukar untuk
menghadapi. Memang merekapun melepas anakpanah
tetapi hanya untung-untungan saja karena pasukan Beng
yang menyerang itu sama mengenaka pakaian hitam.
Dan lebih terkejut ketika mereka melihat di bagian
belakang kubu telah timbul kebakaran. Perwira yang
memimpin pasukan Ceng segera memerintahkan untuk
menarik pasukannya mundur sampai sepuluh li jauhnya.
Disana mereka menyumin kekuatan, siap hendak
menghadapi serangan. T'ctapi ternyata musuh tak kunjung
datang. Hasil kemenangan pasukan gerilya yang mengacau kubu
pertahanan musuh, telah disambut dengan gembira oleh
rakyat Yang-ciu. Tetapi yang paling mendapat sambutan
hangat sendiri adalah ketika sepuluh buah kereta penuh
berisi ransum menerobos masuk ke dalam kota.
"Hai, pengendaranya setan cilik!" teriak rakyat ketika
pada fajar hari itu mereka melihat iring-iringan kereta
menuju ke markas besar mentri Su Go Hwat.
Penjaga markas menghadang ketika Ah Liong hendak
masuk, "Siapa kalian?"
"Aku hendak menghadap Su tayjin."
"Engkau manusia atau setan?"
"Hus, aku ini manusia seperti engkau."
Tetapi karena penjaga belum kenal siapa Ah liong,
mereka tetap menntangi. Ah Liong jengkel juga, "Ringkus .
. . ! " ia memberi perintah kepada anakbuahnya.
Tetapi ketika anak2 itu hendak maju, penjaga dengan
bengis menyongsongkan senjatanya.
"Bikin mereka supaya kapok," perintah Ah Liong pula.
Seorang anak segera menaburkan bumbung bambu dan
seketika menjeritlah keempat penjaga itu karena muka dan
badannya digigiti semut. Mereka menjerit-jerit dan
berjingkrak-jingkrak. "Ah Liong, mengapa engkau?" tiba2 dari dalam markas
muncul Su tayjin yang diiring oleh Huru Hara. Melihat
muka Ah Liong bercontrengan seperti setan, Huru Hara
terkejut. Lebih kaget lagi ketika ia melihat prajurit2 penjaga
itu menjerit-jerit dan berjingkrak-jingkrak seperti orang
kerangsukan setan. "Engkoh Hok, aku hendak menghadap Su tayjin, tetapi
penjaga ini melarang. Apa boleh buat mereka dikerjai
anakbuahku," kata Ah Liong.
"Lho, mengapa muka mereka merah2 dan bingung tak
keruan begitu?" tegur Huru Hara.
"Mereka diserang oleh semut merah."
"Ah Liong, jangan ngacau!" bentak Huru Hara.
"Tak perlu marah, Loan Thian Te," cegah Su tayjin, "aku
hendak bertanya kepada adikmu Ah Liong, mengapa pagi2
begini engkau databg kemari dengan muka bercontrengan
seperti setan. "Hamba hendak menetapi janji kepada tayjin," sahut Ah
Luang. "Apa maksudmu?" Su tayjin terkejut..
"Hamba hendak menyerahkan ransum musuh yang telah
hamba rampas." "Mana?" Sambil menunjukkan pada sepuluh kereta di halaman,
Ah Liong menerangkan, "Itulah tayjin."
"Sepuluh buah kereta itu?" Su tayjin makin Terkejut.
"Benar tayjin."
"Loan Thian Te, coba periksalah apa isi kerta itu,"
perintah Su tayjin. Huru Hara cepat menghampiri kereta dan membuka
isinya satu per satu. Mau tak mau matanya melotot heran
juga. "Tayjin, memang benar sepuluh kereta itu berisi beras
dan gandum," ia melapor.
"Ah Liong, bagaimana engkau mampu merebut ransum
sekian banyak?" mentri Su benar2 heran.
Ah Liong menceritakan bahwa dengan membawa
duapuluh pasukan anak2 kecil ia berhasil nyusup ke bagian
belakang kubu pertahanan musuh dan secara kebetulan
dapat melihat sepuh buah kereta ditaruh dalam hutan dan
dijaga oleh berpuluh prajurit.
"Hamba serang mereka sehingga mereka lari tunggang
langgang semua," Ah Liong mengakhiri ceritanya.
"Apakah prajurit musuh tidak punya senjata?"
"Mereka bersenjata lengkap."
"Mengapa mereka kalah?"
"Tayjin, pasukan hamba mempunyai senjata ganjil.
Dengan senjata itu tak pernah kami gagal memukul musuh.
Bahkan waktu hendak menyusup bagian belakang daerah
pertahanan mereka, bermula pasukan hamba bertemu
dengan kelompok prajurit. Hamba perintahkan menyerang
sehingga mereka lari terbirit-birit .. . . "
"Ah Liong, engkau!" tiba2 Huru Hara ber teriak dan


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuding Ah Liong. Ah Liong terkejut, "Kenapa engkoh Hok?"
"Jadi engkau yang menyerang sekelompok prajurit Itu?"
"Benar, karena mereka hendak menghalang pasukanku."
"Engkau gila!" kembali Huru Hara berteriak "itulah
prajurit kita sendiri yang mengadakan serangan ke sayap
kiri pertahanan musuh. Maka mereka pulang dengan lari
terpontang panting tak keruan."
"Celaka teriak Ah Liong, "jadi yang kita serang pertama
kali itu adalah kelompok prajritu kita sendiri?"
"Hm." "Lalu bagaimana mereka sekarang?"
"Mereka seperti anjing gila. Muka dan tubuhnya babak
belur dan pakaiannya compang camping."
"Kenapa?" "Karena mereka tak tahan menderita siksa digigiti semut
lalu mereka berguling-guling di tanah. Ada yang terjun
kedalam lumpur. Ada y telanjang bulat terus terjun kedalam
sungai." "Ah, adikmu tak tahu kalau mereka adalah prajurit kita
sendiri," akhirnya mentri Su berkata,
"Tetapi anak itu memang kurangajar, harap tayjin suka
memberi hukuman," kata Huru Hara.
"Baiklah," kata mentri Su, "kesalahannya telah ditebus
dengan jasanya dapat membawa sepuluh buah kereta berisi
ransum. Seluruh rakyat Yang-ciu harus berterima kasih
kepada anak2 itu. Kalau tidak, persediaan ransum sudah
semakin menipis. Mungkin besok atau lusa. kita terpaksa
hanya mendapat jatah makan sepiring bubur."
"Tayjin, apakah nanti malam hamba boleh ke luar
mengacau mereka lagi?" tanya Ah Liong.
"Yang jelas hari ini mereka tentu akan melakukan
serangan besar," kata mentri Su, "Loan Thian Te, aturlah
penjagaan yang kuat untuk menghadapi serangan mereka
hari ini." Loan Thian Te mengiakan dan terus mohon diri.
"Ah Liong, kalian boleh tidur dulu. Nanti malam kalian
boleh mengadakan pengacauan lagi," kata mentri Su.
Ah Liong gembira sekali. Dia mengajak pasukannya
pulang beristirahat. Apa yang diperhitungkan mentri pertahanan Su Go
Hwat memang tepat. Hari itu pasukan Ceng mengadakan
serangan besar. Tetapi berkat perlawanan rakyat Yang- ciu
yang dipimpin Loan Thian Te, dapatlah mereka dipukul
mundur. Loan Thian Te melarang pintu kota dibuka. Dia siapkan
prajurit diatas sepanjang tembok kota dan menghujani
musuh dengan anakpanah. Rakyat disuruh membuat
anakpanah. Berkat disiplin yang keras dari prajurit yang dipimpin
Huru Hara, dapatlah serangan pasukan Ceng itu
dipatahkan. Dan pada malam harinya, kembali Ah Liong dengan
pasukan barisan Bon-bin mengadakan pengacauan lagi.
Lagi2 prajurit Ceng tobat karena mendapat serangan senjata
ganjil yani semut merah dan tawon dari barisan setan kecil
itu. Peristiwa setiap malam muncul barisan setan ecil dengan
senjata semut merah dan tawon itu cepat tersiar luas di
kalangan prajurit Ceng. "Wah, rupanya mentri Su Go Hwat pandai ilmu gaib
dapat mendatangkan barisan setan," kawanan prajurit Ceng
sama menduga-duga. "Ya, memang bukan mustahil. Ada ilmu yang dapat
mendatangkan hujan, angin dan setan. Kemungkinan besar
mentri Su Go Hwat ahli dalam ilmu itu."
Demikian di kalangan prajurit Ceng makin keras
menduga kalau Su Go Hwat menggunaka ilmu setan.
"Kabarnya segala ilmu setan begitu tentu punah kalau
disiram dengan darah anjing?" kata seorang prajurit Ceng.
"Ya, benar, tetapi harus anjing hitam mulus atau putih
mulus." "Kabarnya panglima telah mengirim seorang Imam sakti
untuk menghancurkan setan jejadian "kata lain prajurit.
"Ya, betul, "kata yang lain, "mengapa panglima begitu
bersabar sekali" Kalau kita serang secara besar-besaran
masakan tak mampu merebut kota Yang-ciu" Bukankah
kota itu sudah kita pencilkan dengan hubungan luar?"
"Engkau tak tahu, kawan, "seru seorang prajurit yang
lain lagi, "panglima memang sengaja tak mau
menggunakan kekuatan karena panglima ingin
mendapatkan mentri Su Go Hwat yang memimpin
pertahanan kota Yang-ciu."
"Engkau tak tahu, "sahut prajurit itu," panglima memang
menghargai orang yang jujur dan setya. Mentri Su Go Hwat
itu seorang mentri yang cakap, jujur dan setya. Sayang raja
Beng itu sudah gelap pikirannya karena dipengaruhi oleh
mentri2 durna sehingga seorang mentri setya seperti Su Go
llwat tak dihargai. "O," seru prajurit yang mendengar keterangan Itu,
"tetapi sampai kapan kita harus mengepung kota itu?"
"Sebenarnya maksud panglima, kalau rakyat Yang-ciu
kehabisan rangsum tentulah akan menyerah. Tetapi tak
tahu mentri Su Go Hwat telah menggunakan ilmu gaib
untuk menciptakan barisan setan sehingga berhasil
merampas kereta ransum kita. Pada hal kereta itu baru saja
datang." "Kabarnya panglima marah kepada pimpinan kita dan
tak mau memberi ransum lagi sebagai hukuman," kata
prajurit lain. "Benar," sambut kawannya, "tadi pagi juru masak
mengatakan bahwa mulai besok pagi, kita hanya mendapat
bubur." "Lho, mengapa kita yang menderita?"
"Karena kita dianggap tak mampu menjaga rangsum
maka panglima menjatuhkan hukuma begitu."
"Wah, kalau begitu, kita harus merebut kembali kereta
itu." "Omong sih gampang tetapi kali ini kita benar-henar
ketemu batu. Selama dalam peperanga ini, sudah berapa
banyak kota yang dapat kita rebut dengan mudah. Tetapi
kali ini kita benar2 seperti menghadapi kota baja "
Demikian pembicaraan yang terjadi di kalangan prajurit
Ceng. Torgun memang seorang panglima yang bengis dan
keras menjalankan peraturan. Tetapi kali ini dengan
memberi hukuman tak mau mengasih ransum lagi, telah
menyebabkan pasukan Ceng yang sedang mengepung
Yang-ciu menjadi turun semangatnya.
Lima hari kemudian, mentri Su memerintahkan Loan
Thian Te untuk menyerang. Dengan semangat yang
menyala-nyala, pasukan Beng berhasil mengalahkan
musuh. Kemenangan itu telah disambut dertgan girangbira oleh
penduduk Yang-ciu. Kota yang bebe'rapa hari yang lalu
seperti kota mati, kini tampak hidup kembali: jalan2 penuh
dengan penduduk yang menghadiri upacara King-thiankong
atau memanjatkan doa syukur kepada Tuhan Allah.
Memang mentri Su yang melihat penduduk meluap-luap
kegembiraan segera bertindak untuk menyalurkan.
Kebetulan pada hari itu adalah hari yang ke tujuh setelah
Tahun Baru. Hari itu disebut hari King-thian-kong atau
Mempersembahkan sujud kepada Allah.
Menurut adat kebiasaan, pada hari itu orang akan
mengadakan sembahyangan di luar rumah untuk
mempersembahkan sembah sujud dan syukur kepada
Tuhan. Bertempat di lapangan, malam itu rakyat Yang-ciu
mengadakan sembahyang bersama kapada Yang Maha
Kuasa agar diberi rahmat dan kekuatan dalam
mempertahankan kota Yang-ciu.
"Saudara2 sekalian," demikian mentri pertahanan Su Go
Hwat memberi amanat, "marilah kita pada malam ini
bersama-sama memanjatkan doa syukur kepada Thian
bahwa kita telah diberkahi dengan keselamatan dan
kemenangan." Sunyi senyap menyelimuti suasana lapangan ketika
mentri Su memimpin upacara berdoa. Tampak suasananya
amat khidmat sekali. Suatu pertanda bahwa seluruh rakyat
Yaug-ciu benar2 telah menyerahkan diri untuk berbakti
kepada negara. "Saudara2, "sesaat setelah upacara berdoa selesai maka
mentri Su berkata pula, "kemenangan yang kita dapat itu,
bukanlah suatu kemenanga yang terakhir melainkan hanya
murupakan sebagian kecil dari kemenangan untuk menebus
kekalahan kita yang jauh lebih besar. Kita telah kehilangan
sepertiga bumi kita. Kita masih harus berjuang keras untuk
merebut kembali tanah kita yang dirampas musuh itu. Oleh
karena itu janganlah kita cepat bergembira atas
kemenangan kita yang sekecil ini ...... "
"Thian hanya memberkati kepada manusia yang mau
berusaha keras. Kepada rakyat yang berjuang keras
membela negara, Thian pasti memberi ramatNYA. Tetapi
kalau kita lemah dan tidak bersatu sehingga dapat
dihancurkan musuh, Thianpu takkan menolong kita.
Karena itu semua adalah kesalahan kita sendiri. Thian serba
murah dan adil. Kita ingin menang, Thian pasti akan
merestui asal kita mau berjuang keras, Thian membenci
orang yang tak mau berusaha. Maka bersiap-siaplah untuk
menghadapi perjuangan yang lebih dahsyat lagi."
Keesokan harinya, mentri Su menerima kedatangan
mata2 yang dikirim ke daerah2 pertempuran bahwa
pasukan Ceng telah berhasil menduduki wilayah Shoatang,
Holam dan Hopak. "Jika begitu aku harus lekas memindah
pasukan ke Su -ciu untuk menjaga kota Coling," pikirnya.
Tetapi sebelum ia mengeluarkan perintah, tiba2 datang
utusan dari kotaraja membawa surat dari tay-haksu Ma Su
Ing. Betapa kecewa hati Su Go Hwat ketika membaca isi
surat itu. Tak lain hanya suatu ulangan perintah dari tayhaksu
Ma Su Ing yang mengatasnamakan baginda, supaya
Su Go Hwat lekas berangkat menggabungkan diri dengan
jendral Ui Tek Kong, menumpas jenderal Co Liang Giok
yang memberontak. Mentri Su Go Hwat segera mengirim surat balasan yang
menyatakan bahwa gerakan Co Liang Giok membawa
pasukan ke kotaraja itu tidak bermaksud memberontak
melainkan hendak mengadakan pembersihan kepada
mentri2 yang tak setya. Kemudian dalam penutupnya, mentri Su mohon agar
baginda berkenan mengirim bala bantuan pasukan untuk
menjaga Su-ciu. Apabila Su-ciu sampai jatuh, kotaraja tentu
berbahaya. Disamping itu mentri Su Go Hwat juga mengirim surat
kepada tay-haksu Ma Su Ing agar memperhatikan keadaan
daerah Kangpak yang makin berbahaya.
Su Go Hwat terpaksa menunda rencananya. Ia hendak
menunggu kabar dari kotaraja. Malam itu dia masih
bergadang duduk di kantor, menghadapi sebuah peta.
Tiba2 ia terkejut mendengar suara langkah kaki orang di
luar pintu, "Siapa"." tegurnya.
"Hamba tayjin, "terdengar sebuah penyahutan dibarengi
dengan tersembulnya seseorang, "Engkau Loan Thian Te?"
"Benar. tayjin,"
"Mengapa begini malam engkau belum tidur?"
"Habis meronda, tayjin."
"O, silakan duduk," kata Su Go Hwat, "apa
keperluanmu datang kepadaku?"
"Ada sesuatu yang hendak hamba bicarakan dengan
tayjin." "O, soal apa?" "Siapakah yang mengepalai pasukan pertahanan di
Yang-ciu ini?" "Bok Lim ciangkum yang dulunya menjadi pembantu
jenderal Ko Kiat. Mengapa?"
"Begini tayjin, "kata Huru Hara, "akhir2 hamba lihat dia
makin tak bersemangat. Kadang dia tak mau bertindak
apabila tak mendapat perintah."
"Hm," Su Go Hwat mengerut dahi, "lalu bagaimana
kesanmu mengapa dia begitu ?"
"Tayjin, manusia itu tak lepas dari nafsu. Terutama kalau
mengenai harta dan kedudukan, mereka tentu akan
berjuang mati-matian," kata Huru Hara, "demikian pula
dengan Bun Lim. Adalah karena tayjin terlalu memanjakan
hamba dengan kekuasaan sehingga dia tampak kecewa.
Dalam hal ini sebenarnya kedudukan hamba hanya-lah
sebagai pembantu tayjin tetapi yang mengepalai pasukan
adalah Bun Lim. Maka scbaiknya tay-jin dapat memberi
tugas kepadanya ?" "Ah, itu soal nama saja. Tetapi dalam kaadaan darurat,
siapapun dapat memegang pucuk pimpinan demi
kebaikan," tukas mentri So Go Hwat.
Tetapi Huru Hara tetap minta agar mentri Su Go Hwat
memberi tugas yang penting kepada Bun Lim. Su Go
Hwatpun meluluskan. "Tayjin," kata Huru Hara pula, "hamba perihatin sekali
terhadap diri tayjin. Tayjin tiap malam berjaga sampai larut
malam dan pagi2 sudah bangun. Apakah hal itu takkan
mengganggu kesehatan tayjin ?"
Su Go Hwat terkesiap. Dipandangnya Huru Hara
sejenak. "Baru pertama ini ada orang yang memperhatikan
diriku," pikirnya. Tak nyana seorang pemuda yang nyentrik
ternyata memiliki hati budi yang mulia dan kesetyaan yang
luhur, "Dia tak mau menusuk perasaan Bun Lim dan
diapun menaruh perhatian kepada kesehatanku . . , , "pikir
mentri Su. "Terima kasih Loan Thian Te, "kata mentri Su,
"memang disinilah letak tanggung-jawabku sebagai, seorang
manusia. Masa ini kita sedang tuntut oleh rakyat dan
negara untuk menunaikan kewajiban kita. Dimana negara


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedang menghadapi serangan musuh, dimana rakyat kita
sedang menangis dalam kesengsaraan lapar dan kesakitan,
apakah aku dapat enak2 mendengkur di tempat tidur"
Tidak, Loan Thian Te, aku sudah terlanjur menjadi seorang
mentri. Dan jabatan mentri itu bukan suatu kebanggaan
melainkan suatu kepercayaan yang menuntut tanggung
jawab. Sebagai mentri aku memenuhi tanggung jawabku
kepada rakyat. Apa arti kesehatanku dibanding dengan
keselamatan jiwa beratus ribu rakyat?"
Huru Hara mengangguk-angguk. Dalam hati dia benar2
kagum dan tunduk kepada Su Go Hwat.
"Loan Thian Te," kata mentri Su Go Hwat pula.
"janganlah kita kecewa dan menyesal karena ditakdirkan
hidup pada masa ini. Bahkan kebalikannya kita harus
berbangga hati karena kita menjadi manusia pada masa ini.
Manusia yang beruntung memikul beban untuk ikut serta
menentukan nasib negara dan bangsa, ikut menuliskan
sejarah. Tidakkah kita berbangga karena mendapat
kesempatan itu" Namun kebanggaan itu mempunyai dua
resiko. Kita nanti akan menjadi tokoh sejarah yang dicacimaki
oleh anak cucu kita, atau akan menjadi tokoh pujaan
yang dihormati mereka" Hal itu tergantung dari sikap dan
tindakan kita sekarang!"
Huru Hara mengangguk-angguk, "Terima kasih atas
petunjuk tayjin. Akan hamba catat kata2 emas tayjin itu
dalam hati sanubari hamba."
"Loan Thian Te," tiba2 Su Go Hwat berkata pula,
"siapakah sesungguhnya engkau ini?"
Huru Hara terkejut mendengar pertanyaan yang tak
tersangka-sangka itu. Ia tahu mentri Su Go Hwat itu
seorang yang jujur dan setya maka dtapun harus bersikap
jujur juga. "Hamba sebenarnya orang she Kim, tayjin."
"Nama?" "Yu Yong?" "Siapa ayahmu?"
"Kim Thian Cong . . "O. Kim tayhiap itu ayahmu?" tiba2 mentri Su Go Hwat
berseru kaget. "Apakah tuan kenal dengan ayah hamba?"
"Pernah bertemu muka sekali, ketika dia menolong aku
dari serangan kawanan penyamun, sejak itu aku tak pernah
bertemu lagi." "Itu waktu aku sedang dalam perjalanan untuk
melakukan inspeksi di daerah. Tiba2 aku diserang oleh
sekawanan brandal berkuda. Untung Kim tayhiap muncul
dan dapat menghajar kawanan penjahat itu. Ah, tak kira
kini setelah hampi empatpuluh tahun. aku dapat bet temu
dengan puteranya." Huru Hara menghaturkan terima kasih atas perhatian
mentri Su kepada ayahnya. "Bagaimana keadaan ayahmu?"
tanya menteri Su. "Ayah sudah meninggal."
"O, "desuh mentri Su Go Hwat, "ah, sayang aku tak
mendengar hal itu sehingga tak dapat datang untuk
menghadiri upacara pemakamannya..
Kembali Huru Hara menghaturkan terimasih atas
perhatian mentri itu, "Kim hiante. berapakah umurmu sekarang," kata mentri
Su Go Hwat yang berganti sebutan dengan memanggil Kim
hiante kepada Huru Hara. "Duapuluh tahun, tayjin."
"Wah, tetapi engkau tampaknya lebih tua dari umurmu,
hiante. Eh, tetapi mengapa engkau mengenakan dandanan
yang begitu nyentrik?"
"Sudah terlanjur, tayjin," kata Huru Hara "dulu orang
menamakan diri hamba itu blo"on dan memberi gelar
Pendekar Blo"on. Karena itu hamba pun mengenakan
dandanan seperti orang bloon begini."
"Tetapi kulihat engkau tidak blo`on, Bahkan pikiranmu
cerdas sekali, hiante. Mengapa engkau ini mau
menggunakan namamu yang aseli saja?"
"Ah. apakah artinya nama itu, tayjin" Biarlah hamba
menggunakan nama itu karena orang sudah terlanjur
memberikannya." "Apakah hiante sudah menikah?"
"Belum." "Bertunangan?" "Juga belum," kata Huru Hara lalu menghela napas,
"soal itu masih jauh dari pikiran hamba. Dan bukankah
sekarang negara sedang menghadapi bahaya?"
"Benar. hiante," kata mentri Su. "tetapi perjodohan itu
tiada sangkut pautnya dengan perang. Artinya, kalau
memang sudah terikat janji, harus-lah dilaksanakannya,"
"Hamba merasa beryukur karena belum mengikat suatu
janji, Dan hambapun berjanji takkan memikirkan soal itu
sebelum negara aman."
Su Go Hwat menganguk, "Ya, benar anakku Su Tiau Ing
juga keras kepala. Sudah beberapa kali hendak kujodohkan
tetapi dia tetap menolak sehingga sampai sekarang dia
belum mempunyai tempat .............. "
Huru Hara agak heran mengapa mentri mengemukakan
puterinya dihadapannya. Namun dia tak berani melangkah
jauh untuk menilai ucapan mentri itu.
"Hiante. "mentri Su menghela napas, "dalam jeman
perang seperti ini, nasib orang sukar ditentukan, Yang jelas
keadaan kita memang sangat terancam, Terutama diriku.
Aku harus menghadapi serangan musuh dari luar yang
kuat, juga menerima tekanan dari dalam. Tindakan tayhaksu
Ma Su Ing sering berlawanan dengan keinginanku."
"Tayjin," sambut Huru Hara, "apakah toyjin tak dapat
menghadap baginda dan menghaturkan laporan tentang
keadaan negara kita yang sesungguhnya?"
Su Go Hwat geleng2 kepala, "Sudah kasip hiante.
Pengaruh tay-haksu sudah sangat dalam pada baginda Hok
Ong. Baginda sudah terlampau percaya kepada tay-haksu.
Bukankah hiante tahu apa sebab sebagai mentri pertahanan
aku tidak berada di kotaraja?"
"Tentulah tay-haksu yang sengaja merencanakan agar
tayjin berada diluaran, "kata Huru Hara.
"Benar," kata mentri Su, "dengan demikian tay-haksu
tidak ada yang merintangi lagi untuk mengusai
pemerintahan kerajaan. Ah, kerajaan Beng benar2 suram
..... " "Tayjin. "kata Huru Hara, "apapun yang akan terjadi,
biarlah terjadi. Tetapi kita tetap harus menunaikan wajib
kita untuk membela negara. Akan kupersembahkan jiwa
ragaku untuk membantu perjuangan tayjin."
"Terima kasih, hiante," kata mentri Su, "diriku sendiri
memang sudah kuberikan kepada rakyat dan negara. Tetapi
aku tetap seorang manusia. Kadang aku menyadari akan
kelalaianku terhadap keluarga, terutama terhadap Tiau Ing.
Anak itu sejak kecil sudah ditinggal mati mamanya dan aku
terlampau sibuk dengan urusan pemerintahan sehingga
hampir tak sempat untuk memberikan perhatian kepada
anak itu. Kini dalam keadaan yang gawat, entah
bagaimana, tiba2 saja aku teringat dan kasihan kepada anak
itu ..... " "Telah kukatakan bahwa dalam jaman perang, nasib kita
sukar dipastikan. Tetapi menurut perasaanku, rasanya
keadaan kita ini amat berbagaya. Aku telah berusaha keras
untuk menolong dan menyelamatkan negara kita dari
kehancuran, tetapi sampai saat ini belum berhasil bahkan
malah lebih buruk keadaannya. Aku sendiri sudah tak
menghiraukan bagaimana nasib diriku karena dalam
perjuangan ini aku sudah membekal tekad yang bulat untuk
menyerahkan jiwa ragaku. Dan aku seperti mendapat firasat
bahwa rasanya aku tak dapat menemani anak itu..............
." "Tayjin," kata Huru Hara, "Su siocia seorang siocia yang
cerdik dan bijaksana. Siocia tentu mampu menjaga diri."
Mentri Su Go Hwat menghela napas kemudian berkata
lagi dengan nada yang tandas, "Loa hiante, aku hendak
mengajukan sebuah permintaan kepadamu, apakah engkau
meluluskan ?" Huru Hara terkejut dan gopoh menyambut "Tentu saja
hamba akan melakukan apa yang tay-jin perintahkan."
"Begini hiante," kata mentri Su, "andaikata terjadi
sesuatu pada diriku, maukah engkau menjadi pelindung
Tiau Ing ?" Huru Hara terkejut. Samar2 ia dapat menangkap apa
yang dimaksud mentri itu. Apa arti seorang pelindung dari
seorang gadis kalau tidak sebagai suaminya " Ah .....
Namun Huru Hara amat mengagumi peribadi Su Go
Hwat. Ia tahu bagaimana mentri itu telah mencurahkan
seluruh hidupnya untuk negara. Apabila dia menolak,
tentulah mentri itu akan kecewa dalam hati. Dan keresahan
pikiran, akan mempengaruhi pikiran mentri itu dalam
menunaikan bhaktinya terhadap negara.
"Apa salahnya kuterima permintaan itu" Menjadi
pelindung, belum tentu harus menjadi suaminya. Yang
penting aku akan melindungi nona Su dari segala bahaya.
Soal lain2nya tak perlu kupikirkan, akhirnya Huru Hara
memutuskan. "Baik, tayjin," katanya, "apabila masih hidup, hamba
pasti akan melindungi Su siocia."
"Terima kasih, hiante," kata Su Go Hwat.
=oo00oo= Bujuk rayu Keesokan harinya, terjadilah suatu kejutan. Hari itu Su
Hong Liang muncul dan menghadap mentri Su Go Hwat.
"Siok-hu, siautit hendak menyerahkan diri untuk
menerima hukuman," kata pemuda itu kepada siok-hu
(pamannya). Dia membahasakan dirinya dengan siautit
(keponakan). Mentri Su terkejut, "Apa yang engkau lakukan ?"
"Siautit yang tak berguna ini dalam melawan sergapan
pasukan Ceng telah dapat ditangkap dan hampir saja akan
dibunuh," kata Su Hong Liang, "karena disiksa akhirnya
siautit terpaksa mengaku siapa diri siautit. Mendengar itu
seorang perwira segera mengirim laporan kepada panglima
Torgun. Tak berapa lama siautit dibawa menghadap ke
markas panglima itu. Panglima Ceng memperlakukan
siautit dengan baik sekali ..... "
"Hm," dengus Su Go Hwat.
"Panglima itu membebaskan siautit dan minta tolong
kepada siautit supaya menghaturkan surat kepada Siokhu,"
kata Su Hong Liang lebih lanjut.
"Surat ?" "Ya," kata Su Hong Liang, "surat peribadi panglima
untuk siokhu, katanya."
"Mana surat itu ?"
Su Hong Liang mengeluarkan sebuah sampul dari
kantong baju dan diberikan kepada Su Go Hwat.
Sebelum membuka, Su Go Hwat menitahkan prajurit
supaya memanggil Huru Hara. Tak lain kemudian pemuda
itu datang. Dia terkejut melihat kehadiran Su Hong Liang.
"Loan Thian Te," kata mentri Su, "panglima Ceng telah
mengirim surat kepadaku."
"O," Huru Hara tertegun, "apakah panglima itu
mengirim utusan kemari ?"
"Hong Liang yang membawanya."
Sudah tentu Huru Hara terkejut. Tetapi belum ia sempat
bertanya, mentri Su sudah mengulang apa yang dilaporkan
Su Hong Liang tadi. Diam2 Huru Hara merasa ganjil
namun ia belum berani mengatakan suatu apa.
"Tayjin, bagaimanakah bunyi surat dari panglima Ceng
itu ?" tanyanya. Mentri Su mengatakan belum membacanya. Ia
memanggil Huru Hara agar ikut mendengarkan apa isi surat
dari panglima Ceng itu. Kepada Su Go Hwat tayjin Mentri yang setya. Lama nian aku mengagumi kepandaian dan
kemasyhuran namamu, entah kapan kita dapat bertemu.
Kami dengar sekarang di daerah Kim-leng ada orang
yang hendak berdikari tak mau tunduk pada kerajaan. Ini
salah. Kawanan penjahat yang pemberontak membunuh raja
dan rakyat, bukan sekali dua kali terjadi dalam sejarah
Tiong-goan. Kami tergerak atas ratap tangis Go Sam Kui yang
hendak menyelamatkan kerajaan maka kami pun segera
bergerak untuk membasmi kawanan pemberontak.
Kamipun telah mengubur jenasah baginda Cong Ceng
dengan upacara kebesaran dan memperlakukan para
keluarga raja serta jenderal2 dengan baik.
Kotaraja Pak-khia bukan kami rebut dari kekuasaan
kerajaan Beng tetapi dari tangan kaum pemberontak. Kami
bermaksud hendak menyelamatkan negara dan rakyat Han
dari penindasan kaum pemberontak.
Tetapi bukannya kami menerima terima kasih sebaliknya
setelah kaum pemberontak dapat kami basmi, kalian terus
menduduki daerah Kang lam dan menyerang kami.
Adilkah ini" Sebenarnya kawanan pemberontak itu hanya memusuhi
kerajaan Beng, bukan kepada pemerintah kami. Namun
demi menegakkan kebenaran dan kesejahteraan, kami
terpaksa menindak mereka.
Tetapi kini di daerah selatan muncul seorang raja baru.
Ini berarti di dunia terdapat dua matahari, dan jelas hendak
memusuhi kami. Jika mau menggunakan kekerasan,
dengan mudah dapat menghancurkan mereka.
Maka dengan ini kami menghimbau kepadamu agar
bersedia membantu pemcrintah kami. Kuharap engkau
dapat mempertimbangkan dan cepat memberi keputusan.
Nasib kerajaan di selatan it tergantung ditangan tuan .....
Dengan panjang lcbar panglima Torgun menguraikan
alasan kerajaan Ceng menduduki kotaraja Pakkhia, Tak
lain hanyalah untuk menolong rakyat Han dari pengacauan


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kaum pemberontak. Dan terakhir panglima itu minta agar
Su Go Hwat mau bekerja pada mereka.
Memang apa yang dikatakan panglima Ceng itu benar.
Kalau mau menggerakkan pasukannya secara besarbcsaran,
tentulah mereka dapat merebut kotaraja Lam-kia.
Su Go Hwat tahu jelas akan hal itu. Dan tahu pula ia
Pisau Terbang Li 7 Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Tanah Semenanjung 7

Cari Blog Ini