Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 27
Harap Gaon Ceng Taysu tolong antarkan naik ke puncak
gunung !" Goan Ceng Taysu yang mendengar ucapan itu berkata
dengan nada suara dingin sambil menatap wajah Hee Thian
Siang : "Sungguh hebat ilmu menyampaikan suara ke dalam
telinga yang laote gunakan. Kini Han Wan Liat ong sudah ada
perintah supaya pinceng mengantar kau menghadap !"
Hee Thian Siang dapat melihat sikap dari padri itu agaknya
merasa tidak senang karena ia tadi diam-diam sudah
menggunakan ilmu menyampaikan suara ke dalam telinga
Han Wan Liat ong. Padri itu agaknya hendak menguji lagi
dalam hal ilmu meringankan tubuhnya dengan dia hendak
mengajak menghadap kepada Pat-bao Yao-ong. Maka ia lalu
mengeluarkan siulan panjang dan dengan satu gerakan
burung raja terbang ke angkasa, lompat melesat beberapa
tombak tingginya, menuju ke puncak Tay-pek-hong.
Goan Ceng Taysu tidak menduga bahwa Hee Thian Siang
sudah lantas bergerak dengan segera dan gerakannya itu
demikian gesit. Ia khawatir ia jatuh ke belakang sehingga
kehilangan muka, maka juga buru-buru mengerahkan ilmunya
meringankan tubuh untuk menyusul.
Kekuatan tenaga dan kepandaian Hee Thian Siang pada
saat itu, memang sudah diatas padri Goan Ceng Taysu, tetapi
oleh karena waktu meninggalkan gunugn Bu san pernah
dipesan oleh Bu-san Sian-cu Hwa Jie Swat, maka ia tidak mau
terlalu menonjolkan kepandaiannya. Ketika mengetahui dirinya
disusul oleh Goan Ceng Taysu, dia memperlambat
gerakannya dan berdampingan dengan Goan Ceng Taysu
sama-sama naik ke puncak gunung.
Dalam keadaan demikian, juga sudah membuat Goan
Ceng Taysu terkejut sebab Su-thian kiong Kie-Jin-ouw itu
merupakan daerah yang dianggap sebagai dewanya rimba
persilatan daerah tibet, sedangkan kepandaian ilmu silat si Suthian-cun itu diurut menurut urutan, ia sendiri termasuk orang
kuat nomor dua dan kini dalam gerakannya mendaki puncak
gunung yang menggunakan ilmu meringankan tubuh itu
ternyata masih tidak dapat menangkan seorang angkatan
muda. Dapat dibayangkan bahwa ilmu silat dari daerah
Tionggoan sesungguhnya tidak boleh dipandang ringan. Dari
sini juga bisa dibayangkan entah berapa banyak orang kuat
dari angkatan tuanya. Di atas puncak gunung Tay-pek-hong, waktu itu sudah
disediakan beberapa meja perjamuan. Di situ terdapat semua
anggota dari partai Ceng-thian pay termasuk Pek-kut Ie-su,
Pek-kut Siau-cu dan lain-lainnya yang juga duduk di meja
bagian tuan rumah. Di meja tuan rumah kecuali sepasang iblis Pek-kut, Khie
Tay Cio dan Thiat-koan Totiang masa ada seorang aneh yang
hitam mukanya, perawakannya pendek dan seorang
perempuan tua berambut putih yang membawa tongkat
bambu. Dalam hati Hee Thian Siang segera mengerti bahwa lakilaki kulit hitam itu tentu adalah salah seorang dari sepasang
manusia aneh berancun dan yang bertubuh katai adalah tiga
orang katai dari negara timur, orang-orang buas dan ganas
seperti mereka itu benar saja kini sudah berkumpul di puncak
gunung Tay-pek-hong. Tetapi dua orang katai yang lainnya
yang pernah diketemui di dalam pertemuan besar Ciang-thian
pay dahulu kini tidak tampak hadir.
Sementara perempuan tua berambut putih yang membawa
tongkat bambu itu dan seorang laki-laki berjubah perak yang
sikapnya luar biasa, apakah Pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat
dan isterinya kim-hoa Seng-bo yang namanya disanjungsanjung oleh orang-orang golongan sesat "
Selagi berpikir, Hee Thian Siang tampak tiga pasang mata
yang memancarkan sinar buas sedang mengawasi dirinya.
Tiga pasang mata yang memancarkan sinar buas itu
datang dari Liong Cay Yan dan Liong Cay Pian yang berdiri di
belakang lelaki tua berjubah warna perak.
Dengan adanya tiga persaudaraan Liang yang hadir
dibelakang laki-laki tua berjubah warna perak itu, Hee Thian
Siang mau menduga bahwa orang berjubah perak itu pasti
adalah Pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat yang namanya
menggemparkan rimba persilatan itu. Maka ia lalu berjalan
maju dua langkah, memberi hormat kepada laki-laki berjubah
perak dan perempuan tua berambut putih seraya berkata :
"Murid golongan Pek-bin Hee Thiang Siang unjuk hormat
kepada Hian Wan Liat-ong dan Kim-hoa Seng-bo locianpwe.
Juga menghaturkan selamat dan panjang umur atas ulang
tahun dua locianpwe ini !"
Kim-hoa Seng-bo diam saja, hanya sinar matanya yang
menyapu wajah Hee Thian Siang. Wajahnya tidak
menunjukkan perobahan sikap apa-apa.
Sebaliknya dengan Pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat,
sikapnya ramah tamah. Ia berkata kepada Hee Thian Siang
sambil menggoyangkan tangan dan tertawa :
"Aku benar-benar ingin melihat rupanya Hee laote seorang
dari angkatan muda rimba persilatan daerah Tiong-goan, yang
namanya demikian kesohor dan merupakan seorang angkatan
muda yang memiliki kepandaian luar biasa. Sekarang
keinginanku ternyata terkabul. Apakah suhumu Pek-bin Sin-po
baik-baik saja ?" Mendengar Pat-bao Yao-ong menanyakan kesehatan
suhunya, Hee Thian Siang buru-buru berdiri tegak dan
menjawab dengan suara sedih "
"Suhu sudah wafat !"
Pat-bao Yao-ong terkejut mendengar jawaban itu, katanya
sambil menghela napas : "Pek-bin sin-po kembali sudah mendahului kami. Kalau
begitu di dalam dunia ini dimana akan mencari seorang yang
dapat mengimbangi diriku ?"
Ucapan itu sesungguhnya terlalu jumawa. Bagi yang
lainnya, oleh karena mereka pada menjunjung tinggi dan
sudah menganggap pat-bao Yao-ong dan Kim-hoa Seng-bo
sebagai dewa, sudah tentu tidak merasa apa-apa. Tetapi Pekkut Ie-su dan Pek-kut Sian-cu, sebaliknya merasa tersinggung.
Mereka saling berpandangan sejenak dengan wajah berubah.
Hee Thian Siang yang diam-diam memperhatikan reaksi
orang-orang itu, telah dapat melihat dengan jelas, ia lalu
berkata dengan suara lantang :
"Locianpwe, meskipun namamu sangat terkenal dan
dijunjung tinggi oleh semua orang rimba persilatan, akan tetapi
di dalam rimba persilaan masih terdapat banyak orang yang
berilmu tinggi yang tidak mau menyombongkan
kepandaiannya. Menurut apa yang aku tahu, tidak sedikit
jumlahnya orang-orang berkepandaian tinggi yang dapat
mengimbangi Locianpwe !"
"Oh, masa iya " Coba Hee laote tolong katakan. Aku Hian
Wan Liat suami istri ingin dengar keteranganmu !" berkata Pat-bao Yao-ong.
Dengan tiba-tiba Hee Thian Siang mendongakkan kepala
dan tertawa terbahak-bahak.
Perbuatan Hee Thian Siang itu, sesungguhnya
mengejutkan dan mengherankan Pat-bao Yao-ong yang
menjadi pemimpin besar dari golongan orang-orang sesat,
maka ia lalu bertanya : "Mengapa Hee laote tertawa demikian ?"
"Aku tertawa karena merasa geli atas sikap locianpwe yang
terlalu jumawa !" menjawab Hee Thian Siang dengan berani.
Pat-bao Yao-ong yang sudah biasa disanjung oleh orangorang dari golongan sesat, benar-benar tidak menduga bahwa
Hee Thian Siang berani mengatakan perkataan itu
dihadapannya dengan terus terang. Maka untuk sesaat ia
menjadi terkejut, kemudian bertanya pula sambil mengerutkan
alisnya " "Hee laote anggap aku sombong ?"
"Kita tidak mempunyai hubungan satu sama lain. Adapun
sebabnya Hee Thian Siang menyebut kau locianpwe, itu
hanya berdasar atas tata tertib rimba persilatan yang harus
menghormati orang tingkatan tua. . . . " Hee Thian Siang
menyahut sambil tersenyum, sikapnya itu seolah-olah
berhadapan dengan orang sebayanya.
Pat-bao Yao-ong menganggukkan kepala dan berkata :
"Ucapanmu ini memang benar !"
"Kalau hubungan kita satu sama lain hanya sebagai tuan
rumah dan tamu, seharusnya locianpwe memberi tempat
duduk bagi Hee Thian Siang. Juga seharusnya pula locianpwe
menjamu seperti terhadap tamu yang lainnya supaya Hee
Thian Siang bisa bicara dengan leluasa dan sepuasnya
tentang orang-orang kuat rimba persilatan dengan locianpwe."
kata Hee Thian Siang. Pat-bao Yao-ong hingga saat itu benar-benar telah merasa
kagum atas keberanian Hee Thian Siang. Maka saat itu ia
mempersilahkan Hee Thian Siang duduk di meja perjamuan
dan berkata sambil tertawa-tawa :
"Peringatanmu ini memang betul. Hian Wan Liat sudah
linglung. Aku mengaku telah berlaku kurang sopan terhadap
tamunya. Mari, mari ! Kuajak minum kau secawan arak lebih
dahulu sebagai. . . . . ."
Tidak menunggu sampai habis ucapan Pat-bao Yao-ong,
Hee Thian Siang sudah mengangkat cawannya dan berkata
sambil tersenyum : "Locianpwe jangan terlalu merendahkan diri. Secawan arak
ini seharusnya adalah aku Hee Thian Siang yang
menghormati kepadamu untuk menyatakan terima kasih Hee
Thian Siang atas kelakuan yang tidak sopan tadi."
Pat-bao Yao-ong terheran-heran, tanyanya :
"Di dalam hal apa Hee laote berlaku kurang sopan ?"
"Pos pertama dibawah puncak gunung Tay-pek hong ini,
dimana ada tempat untuk menerima barang antaran. Sudah
ditetapkan jikalau tidak membawa antaran barang istimewa,
tidak boleh mendaki ke atas gunung. Sedang Hee Thian Siang
datang seorang diri merasa malu tidak membawa barangbarang yang berharga. . . ."
Belum habis ucapan Hee Thian Siang, selembar wajah Patbao Yao-ong sudah menjadi merah, lalu berkata kepada Khie
Tay Cio : "Khie Ciangbujin, harap segera keluarkan perintah. Suruh
cabut kembali peraturan yang tidak pantas itu. Jikalau tidak,
aku Hian Wan Liat tidak berani terima kebaikanmu lagi dan
tidak perlu diteruskan perjamuan dan perayaan pada malam
ini !" Khie Tay Cio tidak bisa menjawab, terpaksa mengeluarkan
perintah seperti apa yang diminta oleh Pat-bao Yao-ong.
Tetapi Kim-hoa Seng-bo sebaliknya mengawasi Hee Thian
Siang dengan sikap dingin dan dari sinar matanya
menunjukkan sikap yang benci dan jemu.
Setelah Khie Tay Cio menjalankan perintah Pat-bao Yaoong, Pat-bao Yao-ong lalu bertanya pula kepada Hee Thian
Siang sambil tersenyum : "Masih ada apa lagi yang Hee laote anggap perlu dikoreksi
?" "Locianpwe terlalu memandang tinggi diri Hee Thian Siang.
Di atas puncak gunung Tay-pek hong ini, sebenarnya ada
terdapat banyak tokoh-tokoh kenamaan yang tidak sedikitnya
jumlahnya. Hee Thian Siang yang bisa berada di sini
bersama-sama mereka makan malam, sudah merasa sangat
beruntung sekali !" menjawab Hee Thian Siang sambil tertawa.
"Meskipun jumlahnya tokoh kuat dan kenamaan tidak
sedikit, tetapi dari kalangan dan partai-partai benar rimba
persilatan daerah Tiong-goan, kecuali orang-orang dari Cengthian pay, tiada satu yang datang. . . . ." berkata pat-bao Yao-ong sambil
menghela napas. "Para ketua partai besar Siauw lim, Bu tong, Swat san, Lo
bu dan Ngo bie, semuanya ada menulis surat yang minta Hee
Thian Siang untuk menyampaikan kepada locianpwe.
Sebentar lagi akan boanpwe serahkan !" berkata Hee Thian
Siang sambil tertawa. "Hee laote kini sudah ikut dalam perjamuan dan sudah
minum arak juga. Agaknya sudah boleh menceritakan
beberapa tokoh kenamaan dalam pandanganmu ?" berkata
Pat-bao Yao-ong sambil tertawa.
"Sebagai orang angkatan muda, sebetulnya tidak pantas
dan tidak berhak untuk menilai orang angkatan tua. Apa lagi
terhadap suhu Hee Thian Siang. Disini Hee Thian Siang perlu
menerangkan lebih dahulu di dalam nama-nama tokoh-tokoh
kuat rimba persilatan pada dewasa ini. Hee Thian Siang tidak
akan menyebut dan memasukkan nama suhu !" berkata Hee
Thian SIang sambil menganggukkan kepala.
Pat-bao Yao-ong yang mendengar ucapan itu, memuji
sikap pemuda itu. Katanya :
"Hee laote, usiamu masih muda. Tetapi dalam segala hal
kau berlaku sempurna !"
Hee Thian Siang menjura, lebih dahulu menghabiskan
araknya yang tinggal setengah cawan. Lalu berkata kepada
Pat-bao Yao-ong. Sedangkan matanya melirik kepada Pekkue Ie-su dan Pek-kut Sian-cu :
"Locianpwe tadi tidak pandang mata kepada orang lain.
Menganggap sejak wafatnya suhu, dalam dunia ini sudah
tidak ada orang lagi yang bisa mengimbangi kepandaianmu !
Akan tetapi hendaknya locianpwe juga tahu, diatas puncak
Tay-pek hong ini, sebenarnya ada orang-orang yang memiliki
kepandaian ilmu hebat sekali !"
Pat-bao Yao-ong benar-benar tidak tahu bahwa Pek-kut Iesu dan Pek-kut Sian-cu ada memiliki kepandaian ilmu silat
sampai dimana tingkatnya. Maka ia masih tidak sadar dan
bingung mendengar ucapan Hee Thian Siang tadi. Tanyanya
sambil tersenyum : "Ucapan Hee laote ini, apakah menunjuk diri sendiri "
Menganggap sama dengan Co Beng Yak dahulu yang
membicarakan tokoh-tokoh dunia sambil minum arak ?"
Hee Thian Siang menggelengkan kepala dan berkata
sambil tertawa hambar : "Dugaan locianpwe ini keliru seluruhnya ! Benar locianpwe
boleh dipandang sebagai orang segolongan dengan Co Cho,
akan tetapi orang seperti Hee Thian Siang yang hanya
merupakan seorang baru dari angkatan muda, mana dapat
dibandingkan dengan Lauw Pie ?"
Ucapan Hee Thian Siang itu, meskipun mengandung
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sindiran, akan tetapi diwajahnya sedikitpun tidak menunjukkan
sikap jumawa hingga Pat-bao Yao-ong yang mendengar
ucapan itu benar-benar merasa serba salah.
Hee Thian Siang berkata lagi sambil menunjukk Pek-kut Iesu dan Pek-kut Sian-cu : "Kedua locianpwe ini, kepandaian ilmu silatnya tinggi sekali.
Lagi pula beliau juga banyak pengalaman dan
pengetahuannya. Sudah mana nama mereka menggemparkan rimba persilatan daerah Tiong-gwan.
Menurut pandangan Hee Thian Siang, betapapun tingkat
kepandaian locianpwe, juga rasanya masih belum dapat
dibandingkan dengan mereka berdua !"
Pek-kut Ie-su dan Pek-kut Sian-cu yang mendengar ucapan
Hee Thian Siang itu, dalam hati diam-diam merasa girang.
Mereka girang karena diantara begitu banyak tokoh kuat
dan kenamaan di puncak gunung Tay-pek hong, Hee Thian
Siang hanya menunjuk mereka berdua.
Akan tetapi, mereka juga dapat menyadari bahwa dalam
ucapan Hee Thian Siang yang menyanjung mereka, ada
mengandung maksud untuk mengadu domba dengan Pat-bao
Yao-ong. Pat-bao Yao-ong mengeluarkan suara "Ow !" dari
mulutnya, kemudian berpaling kepada Pek-kut Ie-su dan Pekkut Sian-cu dan setelah itu ia berkata sambil mengangkat
cawannya dan tertawa : "Hian Wan Liat tadi dalam kata-katanya telah berlaku agak
keliawatan. Harap taysu berdua suka memaafkan !"
Pek-kut Ie-su dan Pek-kut Sian-cu yang mendengar ucapan
itu, dalam hati sama-sama merasa terkejut. Mereka tahu
bahwa Pat-bao Yao-ong ini orangnya suka sekali disanjung.
Kini ternyata sudah kena kegosok oleh omongan Hee Thian
Siang ngandel kekuatan tenaga dalamnya yang sangat tinggi,
yang dapat menggentarkan telinga orang, Pat-bao Yao-ong
lantas ke arah Pek-kut Siang-mo untuk menguji kepandaian
mereka. Pek-kut Siang-mo saling berpandangan sejenak, juga
sudah lantas menggunakan kekuatan tenaga dalam mereka,
berkata ke arah Pat-bao Yao-ong dan Kim-hoa Seng-bo :
"Hian Wan Liat ong berdua, dalam rimba persilatan
sebenarnya sudah tidak ada orang yang menandingi. Nama
Liat ong juga dijunjung tinggi oleh semua orang rimba
persilatan. Kita sebagai sahabat-sahabat
dalam satu perjuangan, tidak akan lantaran urusan sekecil ini lalu bisa
diadu domba, yang satu merasa kecil hati terhadap yang lain
!" Pat-bao Yao-ong melihat dua orang itu ternya juga bisa
menggunakan ilmunya kekuatan tenaga dalam, segera
mengetahui bahwa ucapan Hee Thian Siang tadi bukanlah
main-main, maka bertanya pula kepada Hee Thian Siang :
"Kecuali kedua sahabatku ini, dalam matamu, ada siapa
lagi yang memiliki kepandaian silat tinggi ?"
"Dalam daerah pegunungan yang sangat luas Tiong-gwan,
banyak sekali terdapat orang-orang berilmu tinggi. Kecuali apa
yang sudah diketahui oleh semua orang, ialah para ketua
partai dan disamping itu masih terdapat orang-orang seperti
Thian gwa Ceng-mo Tiong-sun Seng, Hong-tim Ong-khek May
Ceng Ong, Siang Swat Sian seng Biauw Biauw dan Kiu-thian
Mo lie Teng dan lain-lainnya. . "
Pat bao Yao-ong disamping mendengarkan penuturan Hee
Thian Siang, menunjukkan sikap yang sangat jumawa, ia tidak
berhentinya menggelengkan kepala dan tertawa dingin.
Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan itu, dalam
hati sangat marah, ia berkata lagi sambil tertawa dingin :
"Kau jangan berlaku jumawa seperti ini. Siapa tahu apa
yang kuucapkan tentang mereka itu tadi, bukan saja masingmasing memiliki kepandaian yang dapat mengimbangi
kepandaianmu, disamping mereka masih ada seorang lagi
yang memiliki kepandaian luar biasa dan orang itu baik
kepandaiannya maupun kekuatan tenaga dalamnya pasti
masih diatasmu !" Pat-bao Yao-ong terkejut mendengar ucapan itu, sikapnya
yang jumawa lantas lenyap seketika. Ia bertanya :
"Siapakah orang itu " Harap Hee laote lekaslah jelaskan."
"Orang itu bernama Hee kauw Soan. Dalam hidupnya
selama ini, ia ada mempunyai suat hal yang membuat ia
sangat penasaran ialah selama berkelana di rimba persilatan,
ia tidak pernah dapat menemukan seorang pun juga yang
dapat menandingi kepandaiannya !" berkata Hee Thian Siang
sambil tertawa. Pat-bao Yao-ong yang mendengar keterangan itu agaknya
merasa sangat tertarik, katanya sambil tersenyum :
"Sekarang dimana berdiamnya orang yang bernama Hee
kauw Soan itu " Aku hendak mencari dia untuk bertempur
hingga 3000 jurus, supaya aku juga mendapat kesempatan
untuk menggerakkan tulang-tulangku !"
"Hee kauw Soan Locianpwe itu, kekuatan tenaganya dan
kepandaiannya sungguh tidak dapat dijajaki. Tempat jejaknya
sangat misterius dan sulit sekali untuk dicari. Aku sendiri juga
tidak tahu dimana ia berdiam !" berkata Hee Thian Siang
sambil menggelengkan kepala dan menghela napas.
Sehabis itu, ia lalu menceritakan bagaimana orang tua
berbaju kuning Hee kauw Soan itu mengadakan perjalanan ke
seluruh dunia, untuk menemukan tandingan dengan secara
kalau ia dapat menemukan Thian it Taysu dan Sam ciok
Cinjin. Apa mau dikata locianpwe kenamaan itu, keduaduanya sudah meninggal dunia. Hal itu diceritakan semua
kepada Pat-bao Yao-ong. Pat-bao Yao-ong tidak kenal Hee kauw Soan tetapi sudah
lama ia mendengar nama besar Sam ciok Cinjin dan Thian it
Siangjin, yang ia tahu orang itu pasti berkepandaian sangat
tinggi. Ia berkata sambil menganggukkan kepala dan berkata :
"Hee kauw Soan itu benar-benar
seorang yang berkepandaian sangat tinggi, aku akan segera mencari dia !"
"Dengan cara bagaimana kau hendak mencarinya ?" tanya
Hee Thian Siang. "Aku ada memelihara banyak binatang aneh dan burungburung yang cerdik. Aku dapat membuat banyak panji-panji
yang diatasnya akan kutulis 'Hian Wan Liat ingin bertemu
dengan Hee kauw Soan'. Aku bisa suruh burung-burungku
membawa panji-panji itu ke pelbagai daerah pegunungan dan
tempat-tempat yang jarang dikunjungi manusia. Burungburung bisa beterbangan di tengah udara. Bila Hee kauw
Soan benar-benar seorang yang berilmu tinggi, setelah
mengetahui panji-panji itu, seharusnya ia bisa lekas datang
mencari aku !" "Akalmu ini boleh juga !" berkata Hee Thian Siang sambil menganggukkan kepala.
"Maksud Hee laote hari ini berkunjung ke Tay-pek hong
seorang diri, kecuali memberi selamat ulang tahun,
apakah. . . . " bertanya Pat-bao Yao-ong sambil tertawa.
"Kecuali ini, aku masih ada membawa dua tugas berat.
Kesatu ialah beberapa locianpwe rimba persilatan minta Hee
Thian Siang menyampaikan surat kepadamu !"
Sehabis berkata demikian, ia lalu menyerahkan surat
tantangan yang ditulis oleh Mao Giok Ceng dan beberapa
ketua partai rimba persilatan serta Tiong sun Seng dan May
Ceng Ong. Pat-bao Yao-ong sehabis membaca surat itu, lalu diberikan
kepada istrinya seraya berkata sambil tertawa.
"Beberapa tokoh kuat dari persilatan daerah Tiong-goan
telah minta kita pada malaman Tiong-ciu tahun depan akan
mengadakan pertemuan di puncak gunung Tay-pek hong ini !"
Sejak munculnya Hee Thian Siang, belum pernah Kim-hoa
Seng-bo membuka mulut. Tapi begitu membaca surat itu, dari
mulutnya lantas mengeluarkan suara gumaman, kemudian
berkata dengan suara berat :
"Dengan demikian kita jadi tidak perlu repot-repot lagi.
Tetapi waktunya masih ada satu tahun setengah lagi. Untuk
menantikan sampai tibanya perayaan malaman Tiong ciu itu,
waktu setahun setengah itu rasanya terlalu panjang. Buat kita
yang menunggu sesungguhnya bisa tidak sabaran !"
"Kita suami istri baru pertama kali mengadakan
pertandingan dengan orang-orang rimba persilatan daerah
Tiong-goan, sudah tentu harus memberikan kelonggaran
waktu buat mereka siap-siap.
Baru berkata sampai disitu, lalu berpaling dan berkata
kepada Hee Thian Siang : "Tolong Hee laote sampaikan kepada orang-orang yang
namanya tertera di dalam surat ini. Katakan bahwa Hian Wan
Liat suami istri bersama beberapa sahabat baiknya, bersedia
akan memenuhi kehendak hati mereka !"
Hee Thian Siang tersenyum sambil menganggukkan
kepala, kembali matanya melirik ke arah Pek-kut Ie-su,
sementara katanya lagi : "Tugasku yang kedua ialah hendak memenuhi janjiku
kepada Pek-kut Ie-su, juga di puncak Tay-pek hong ini !"
Pat-bao Yao-ong dan Kim-hoa Seng-bo suami istri yang
mendengar ucapan itu tampaknya merasa terkejut dan
terheran-heran. Mereka agaknya tidak mengerti ada perjanjian
apa sebetulnya antara Pek-kut Ie-su dan Hee Thian Siang.
Pek-kut Ie-su waktu itu dalam hati merasa serba salah.
Sebab sejak mengadakan pertandingan sekali mengadu
kekuatan tenaga dalam dengan Hee Thian Siang digunung
Tay swat san, ia tahu bahwa Hee Thian Siang bukanlah
seperti pemuda biasa. Pemuda itu sesungguhnya telah
mendapat banyak penemuan gaib, tinggi sekali kekuatan
tenaga dalamnya yang jauh diluar dugaan semua orang.
Kecuali kedua pihak bertempur dengan tiada perjanjian apaapa, jikalau hendak dalam satu jurus dapat menjatuhkannya
atau membuat ia terluka parah, agaknya tidaklah mungkin.
Sebab ia sendiri yang namanya sudah tersohor di daerah
TIong-goan, bila turun tangan terhadap seorang dari angkatan
muda, apalagi tidak berhasil bukankah akan mendapat malu
dihadapan pat-bao Yao-ong "
Meskipun dalam hatinya Pek-kut Ie-su merasa gentar untuk
menghadapi pemuda itu, tetapi sebagai seorang Kang-ouw
kawakan yang mempunyai banyak pengalaman, akhirnya ia
dapat menemukan suatu cara yang dianggapnya baik untuk
menghadapinya. Maka lalu berkata sambil tersenyum :
"Karena kedua pihak sudah berjanji akan mengadakan
pertemuan di puncak Tay-pek hong pada malaman bulan
Tiong ciu di tahun depan, maka perjanjian kita ini juga lebih
baik dirobah saja waktunya. Apalagi hari ini juga adalah hari
baik Hian Wan Liat dan Kim-hoa Seng-bo. Tidak pantas jikalau
kita mengadakan pertandingan di tempat ini !"
Hee Thian Siang sangat mengagumi kecerdikan orang tua
itu, ia terpaksa menjawab sambil menganggukkan kepala :
"Locianpwe benar-benar seorang yang welas asih. Tapi
ketahuilah olehmu, sekalipun Hee Thian Siang masih sangat
muda dan belum mempunyai banyak pengalaman, lagi pula
seorang bodoh, tapi belum tentu begitu menyambut serangan
locianpwe lantas akan mengalami nasib buruk !"
Mendengar jawaban demikian, Pek-kut Ie-su menjadi
marah, katanya : "Usulku tadi semata-mata karena tidak ingin ada
pertumpahan darah di hari baik pada ulang tahun Hian Wan
Liat dan Kim-hoan Seng-bo ini. Tetapi jikalau kau benar-benar
mencari mati, tidak halangan kita boleh turun sekarang juga
disini. . . . . . ."
Tidak menunggu habis ucapan Pek-kut Ie-su, Hee Thian
Siang sudah memotongnya sambil menggoyangkan tangan
dan berkata : "Tidak perlu, tidak perlu. Karena Locianpwe sendiri sudah
menjanjikan akan ditangguhkan pada malaman Tiong ciu
tahun depan, sudah tentu Hee Thian Siang tidak merasa
keberatan. Perjanjian kita tentang pertandingan ini boleh kita
tangguhkan sampai lain tahun. Kalau tidak halangan, kita
langsungkan di tempat lain juga boleh !"
Pek-kut Ie-su merasa mendongkol, tetapi ia tidak dapat
mencari kata-kata yang lebih pantas untuk menimpali katakata Hee Thian Siang. Di luar dugaan Hee Thian Siang sendiri, ucapan Pek-kut Iesu tadi secara tak langsung sudah menghalang dirinya dari
bahaya maut. Adapun sebabnya ialah begini. Sejak tiga saudara Liong
Cay Thian, Liong Cay Yan dan Liong Cay Kian mendapat
kekalahan dikutub Hian peng-goan, sekembalinya mereka ini
dari sana, mereka lalu melakukan fitnahan atas diri Hee Thian
siang di hadapan Kim-hoa Seng-bo. Inilah pula sebabnya hari
itu Kim-hoa Seng-bo sejak pertama melihat Hee Thian Siang
tadi dalam hatinya sudah dipenuhi oleh rasa benci. Ia juga
sudah menyiapkan senjata rahasianya yang sangat berbisa
ialah bunga mas pencabut nyawa dalam lengan jubahnya,
sedang menanti kesempatan buat membinasakan Hee Thian
Siang. Tetapi karena ucapan dan janji Pek-kut Ie-su yang tidak
suka mengadakan pertandingan dengan Hee Thian Siang di
atas puncak gunung tersebut, senjata rahsari sangat berbisa
yang sudah disiapkan itu, meskupun sudah beberapa kali
akan dikeluarkan untuk digunakan, tetapi akhirnya tidak
sampai terlaksana maksud keji Kim-hoa Seng-bo itu. Jikalau
tidak demikian, Hee Thian Siang yang dalam keadaan tidak
berjaga-jaga sama sekali, sudah tentu akan mengalami nasib
malang di tempat itu. Sementara itu, Hee Thian Siang sesudah mempersulit Pekkut Ie-su dengan enaknya minum dan makan sendiri. Setelah
itu ia berkata kepada Pat-bao Yao-ong sambil tersenyum :
"Numpang tanya Hian Wan locianpwe. Mengapa Hek nio
Kam lo, salah satu dari tiga orang dari negara barat, hari ini
tidak tampak ?" "Mereka ada urusan penting. Setelah datang kemari untuk
menghaturkan selamat kepadaku dan membawa barang
bingkisan yang sangat berharga sudah lebih dahulu !"
menjawa Pat-bao Yao-ong sambil tertawa.
Hati Hee Thian Siang tergerak, lalu tanyanya pula :
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kedua orang itu bersama-sama mengantarkan barang
antaran yang sangat aneh kepada Locianpwe, apakah barang
itu bukannya rompi yang terbuat dari 36 lembar sisik naga
pelindung jalan darah ?"
Pat-bao Yao-ong tampaknya terkejut mendengar
pertanyaan itu, jawabnya :
"Hee ! Mengapa Hee laote dapat menduga demikian tepat
" Sisik naga pelindung jalan darah itu adalah benda pusaka
peninggalan Thay Piat Siangjin, seorang pendekar
berkediaman dahulu di derah Tionggoan. Buat orang biasa
saja, mau mendapatkan selembar saja sudah susah sekali.
Dan kini dengan sebuah rompi yang terbuat dari tiga puluh
enam lembar benda pusaka itu sudah seharusnya kalau
kukatakan sebagai barang pusakan yang jarang ada di dalam
dunia !" Setelah mendengar ucapan itu, Hee Thian Siang
mendongakkan kepala dan tertawa besar. Tawanya itu ada
mengandung sindiran. Pat-bao Yao-ong sudah tentu mengerti bahwa Hee Thian
Siang itu menyindir dirinya. Untuk sesaat ia terkejut dan
bertanya sambil menatap wajahnya :
"Hee laote, mengapa kau tertawa " Apakah ucapan tadi
ada terdapat kesalahan ?"
"Locianpwe menganggap bahwa barang antaran rompi sisik
naga pelindung jalan darah yang dihadiahkan oleh dua orang
dari negara barat itu adalah sebuah benda yang langka dan
luar biasa di dalam dunia. Tetapi aku sebaliknya menganggap
bahwa perbuatan itu adalah suatu perbuatan yang tidak
hormat sekali terhadap locianpwe !"
pat-bao Yao-ong dikejutkan oleh jawaban yang tidak
diduga-duganya itu, tanyanya :
"Bagaimana Hee laote bisa kata begitu ?"
"Locianpwe rupanya hanya tahu bahwa rompi yang terbuat
dari sisik naga pelindung jalan darah itu sebagai peninggalan
Thay piat Siang Jin, tetapi sudah tentu tidak tahu bagaimana
asal usulnya rompi itu !" berkata Hee Thian Siang sambil
tertawa. Pat-bao Yao-ong menggelengkan kepala dan berkata :
"Aku memang tidak tahu, harap Hee laote suka
menerangkannya !" Pada saat itu, Khie Tay Cao sudah duduk bersama-sama di
satu meja. Wajahnya tampak merah padam. Beberapa kali
ingin bicara tetapi akhirnya dibatalkan.
Hee Thian Siang lalu menceritakan bagaimana di dalam
pertemuan besar pada berdirinya partai Ceng Thian pay
sewaktu dua ekor monyet sedang bertempur sengit, Hek nio
Kam lo dan orang katai dari negara timur itu dengan tidak tahu
malu, di depan mata demikian banya orang telah merampas
rompi sisik naga pelindung jalan darah dan sehabis
menceritakan itu semua, ia berkata sambil tertawa :
"Coba sekarang locianpwe pikir sendiri. Rompi sisik naga
pelindung jalan darah yang didapat dengan jalan merampok
itu dan kini oleh dua orang dari negara asing itu telah
dihadiahkan kepada locianpwe sebagai barang antaran pada
hari ulang tahun locianpwe. Bukankah itu merupakan suatu
perbuatan yang tidak sopan dan tidak menghormat keapda
locianpwe, seakan-akan mereka sudah menganggap
locianpwe sebagai seekor monyet !"
Pat-bao Yao-ong yang mendengar ucapan Hee Thian
Siang yang penuh sindiran itu, benar-benar merasa tidak
enak. Waktu itu ia benar-benar merasa tertawa salah
menangis pun tidak bisa. Maka lalu berpaling dan bertanya
kepada Khie Tay Cao sambil mengerutkan alisnya :
"Khie Ciangbunjin, kau adalah pemimpin dan orang penting
yang mengadakan pertemuan berdirinya partaimu itu. Kau
seharusnya tahu apakah ucapan Hee Thian Siang laote ini
benar atau bohong." Khie Tay Cao sebagai seorang pemimpin dari partai besar
sudah tentu tidak dapat menyangkal kebenaran kata-kata Hee
Thian Siang tadi. Maka terpaksa membenarkan dengan
anggukkan kepala. Pat-bao Yao-ong yang menampak Khie Tay Cio sudah
mengakui, wajahnya menjadi merah dan berkata kepada Hee
Thian Siang : "Kekuatan tenaga dalam yang kumiliki, aku pun sudah
mencapai ke tingkat yang sempurna. Sebetulya tidak
memerlukan rompi yang terubat dari sisik naga pelindung jalan
darah seperti kau. Karena asal usul rompi ini kini baru
kuketahui demikian tidak baik, biarlah sekarang kukembalikan
kepadamu saja !" Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, segera juga
memuji tindakan Pat-bao Yao-ong yang sangat bijaksana ini.
Sesungguhnya tidak kecewa ia menjadi seorang pemimpin,
meskipun dari golongan sesat, namun masih boleh orang
berjiwa ksatria. Hal ini benar-benar berbeda dengan orang
banyak. Akan tetapi tetamu aneh yang bertubuh pendek itu, setelah
mendengar ucapan Pat-bao Yao-ong, lalu mengoyanggoyangkan tangan sebagai tanda memberi isyarat, setelah itu
ia mengeluarkan kata-kata yang sama sekali tidak dimengerti
oleh Hee Thian Siang. Pat-bao Yao-ong tampak berpikir, kemudian berkata
kepada Hee Thian Siang : "Ia adalah Ti pun Eng kie, salah satu dari orang dari negara
asing itu. Ia anggap bahwa rompi sisik naga pelindung jalan
darah itu sebetulnya adalah milik monyet putih peliharaan
Tiong sun Hui kheng. Seharusnya biar Tiong-sun Hui kheng
atau monyet putih itu yang mengambil sendiri, tidak boleh
diberikan kepada laote, karena bukan laote yang punya !"
Hee Thian Siang menganggukkan kepala dan berkata :
"Ucapannya itu memang beralasan. Tetapi bolehkan
kiranya Cianpwe mengadakan suatu perjanjian kapan dan
ditempat mana mereka dapat mengambil kembali barang itu "
Nanti aku boleh menyampaikan kepada enci Tiong-sun atau
monyet putih itu !" "Sekarang aku tidak akan menerima barang antaran ini.
Maka barang ini akan kukembalikan lagi kepada tiga orang
dari negara asing dan dua persaudaraan dari sepasang
manusia berbisa itu. Tapi boleh jugalah aku bantu kau buat
menetapkan suatu tempat dan harinya untuk mengambil
barang itu dari mereka !" berkata Pat-bao Yao-ong sambil
tertawa. Setelah itu, lalu berunding sebentar dengan Ti pun Eng kie
dan setelah itu berkata pula kepada Hee Thian Siang :
"Mereka ingin mengundang Hee laote bersama Tiong sun
Hui kheng dan monyet putih itu untuk mengadakan pertemuan
di tebing Hui mo di gunung Liok tiauw san pada nanti tanggal
satu bulan empat tahun ini !"
"Waktu dan tempatnya aku dapat menyetujui seluruhnya.
Tetapi permintaanku satu-satunya ialah minta supaya Hek nio
Kamlo dan seorang dari tiga orang katai dari negara asing itu,
juga harus ikut serta !" berkata Hee Thian Siang sambil
menganggukkan kepala. "Hee laote jangan khawatir. Mereka sekarang justru ada
dibawah tebing Hui mo itu, tetapi Hee laote juga boleh
menggunakan kesempatan selama ini, boleh mengajak
beberapa orang dari daerah Tiong-goan. Sebab tiga orang
katai dan sepasang manusia berbisa itu, semua berjumlah
lima orang. Apalagi aku sendiri mungkin akan mengirim
beberapa binatang peliharaanku untuk belajar kenal dengan
monyet peliharaan Tiong-sun Hui-kheng itu dan aku ingin
sekali tahu sampai dimana cerdik dan kepandaian binatang
peliharaannya itu." menjawab Pat-bao Yao-ong sambil
tertawa. "Begitu pun baik juga ! Pertemuan di tebing Hui mo diatas
gunung Liok tiauw san itu, boleh dianggap sebagai tempat
ujian kedua pihak sebelum diadakan pertemuan besar di
malam Tiong ciu tahun depan !" Hee Thian Siang berkata
sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Mendengar ucapan itu, tiba-tiba
Khie Tay Cao memperdengarkan suara tertawanya yang aneh, kemudian
berkata : "Hee laote jangan terlalu gembira dulu, kau baik-baik
menjaga dirimu. Jangan-jangan kau tidak sanggup
mempertahankan hidupmu sampai tanggal satu bulan empat
itu !" Hee Thian Siang dapat dengar maksud di luar ucapan Khie
Tay Cao itu. Sepasang alisnya berdiri, matanya memancarkan
sinar tajam. Tanyanya dengan sikap jumawa :
"Apakah Khie Ciangbunjin ada maksud hendak menahan
Hee Thian Siang disini ?"
Khie Tay Cao hanya memperdengarkan suara tawa dingin
berulang-ulang, tidak menjawab.
Hee Thian Siang mendadak bangkit dari tempat duduknya.
Sepasang matanya menyapu semua orang yang ada disitu,
terutama terhadap tiga persaudaraan dari keluarga Liong. Ia
memandang mereka beberapa kali, lalu berkata :
"Hee Thian Siang berkelana di dunia Kang-ouw dengan
bekal sedikit kepandaian yang tidak berarti dan hasrat yang
baik, dengan maksud untuk menolong orang lemah yang
tertindas. Sudah tentu mendapat banyak musuh dari orangorang yang bemaksud jahat. Hari ini di puncak gunung Taypek hong ini, bila ada kawan dunia Kang-ouw yang hendak
mencari onar, aku persilahkan supaya turun ke gelanggang.
Hee Thian Siang akan melayani satu persatu !"
JILID 29 Semua orang yang mendengar ucapan Hee Thian Siang itu
lantas berdiam. Sebaliknya dengan Kim-hoa Seng-bo yang
sejak tadi jarang membuka mulut kini sekali lagi sudah
perdengarkan suaranya : "Hari ini adalah hari ulang tahun 100 tahun kami suami istri.
Atas kebaikan sahabat-sahabat disini, telah mengadakan
perjamuan ditempat ini. Mana mungkin mereka berpikiran picik
seperti kau ini " Kau boleh terus makan dan minumlah dengan
tenang, kujamin pada hari ini dan ditempat 100 pal dari daerah
puncak gunung Tay-pek hing ini, pasti tidak akan yang berani
mengganggumu!" Hee Thian Siang yang mendengar ucapan demikian dari
Kim-hoa Seng-bo lalu berkata sambil tertawa :
"Hee Thian Siang sudah banyak mengganggu dan dahar
cukup kenyang. Maka sampai disini ingin mohon diri dulu. Bila
diantara tua-tuan ada yang merasa gembira, nanti jam tiga
malam, aku akan menunggu di tempat 100 pal lebih di sebelah
timur laut dari tempat ini !"
Pat-bao Yao-ong tertawa terbahak-bahak lalu bangkit dari
tempat duduknya dan menghampiri Hee Thian Siang
kemudian berkata sambil menepok-nepok pundaknya :
"Hee laote, orang muda yang gagah berani seperti kau ini,
selama hidupku sesungguhnya jarang sekali menemukannya.
Hanya sayang kita masing-masing hidup dalam suasana dan
cita-cita yang berlainan. Kalau tidak. . . . ."
Hee Thian Siang juga merasa diantara orang-orang
golongan sesat ini, memang hanya Pat-bao Yao-ong Hian
Wan Liat inilah yang paling menonjol dan berbeda dengan
yang lainnya. Orang tua ini meskipun merupakan pemimpin
dari golongan sesat, tetapi jiwanya masih berjiwa ksatria.
Kesannya terhadap orang ini tidak terlalu buruk. Maka ia juga
berkata sambil memberi hormat dan tertawa :
"Hian Wan locianpwe sesungguhnya terlalu memuji. Hee
Thian Siang sendiri terhadap locianpwe sebenarnya sudah
sangat kagum dan menjunjung tinggi sekali !"
Pat-bao Yao-ong tertawa lagi terbahak-bahak, kemudian
berkata : "Kau yang berada tinggi hati inidan tidak memandang mata
orang lain, ternyata juga masih memandang mata kepadaku.
Hian Wan Liat benar-benar merasa heran ! Selama hidupku,
jarang sekali berada di daerah Tiong-goan. Hari ini kita
bertemu di tempat ini. Juga boleh diktakan ada jodoh.
Agaknya tidak boleh tidak aku akan meninggalkan sedikit
barang sebagai tanda peringatan padamu !"
Hee Thian Siang telah salah artikan maksud perkataan Patbao Yao-ong. Dalam hati merasa terkejut, kekuatan tenaga
dalamnya dikerahkan dan mundur setengah langkah dan
bertanya dengan alis berdiri.
"Apakah Hian Wan locianpwe hendak memberi pelajaran
kepadaku ?" Dengan sepasang mata menatapi wajah Hee Thian Siang,
Pat-ao Yao-ong berkata sambil menggelengkan kepala dan
tertawa : "Hee laote, kau jangan terlalu menunjukkan kegagahgagahan. Meskipun betul kau telah mendapat banyak
penemuan gaib dan memiliki kepandaian ilmu silat sangat
tinggi sekali, tetapi kekuatan tenagamu masih selisih jauh
dibandingkan denganku. Kau masih belu sanggup melawan
aku dalam tiga jurus saja !"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, hatinya
dirasakan bergolak hebat. Dengan sikap tidak takut sama
sekali, ia berkata dengan suara lantang :
"Terangnya cahaya kelap kelip kunang-kunang memang
benar tidak dapat dibandingkan dengan terangnya sinar
rembulan. Tetapi antara kita berdua, Hee Thian Siang masih
sanggup melawan Locianpwe sampai 100 jurus !"
Pat-bao Yao-ong tersenyum dan berkata :
"Aku kata kau bukanlah tandinganku. Dalam waktu tiga
jurus saja kau tidak mungkin dapat menyambut seranganku
lagi. Tetapi kau sebaliknya mengatakan sanggup melawan
sampai 100 jurus, sebetulnya bagaimana " Tunggulah, kita
lihat saja buktinya di lain hari. Aku jadi orang selamanya paling
suka kepada anak muda yang memiliki keberanian seperti kau
ini. Ucapanku tadi yang hendak meninggalkan sedikit barang
sebagai tanda peringatan kepadamu bukanlah maksudku
hendak memberi pelajaran melainkan hendak memberi hadiah
apa-apa kepadamu !" Wajah Hee Thian Siang menjadi merah, ia berkata sambil
memberi hormat dan tertawa :
"Meskipun pada umumnya barang hadian dari orang
tingkatan tua, Hee Thian Siang tidak menolak. Akan tetapi. . "
Pat-bao Yao-ong kembal menggelengkan kepala dan
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkata sambil tertawa : "Aku bukanlah hendak memberi barang kepadamu. Hanya
akan memberi pesan sepatah dua patah kata saja !"
Hee Thian Siang sebagai seorang berpikiran cerdas, kini
benar-benar tidak berani berlaku jumawa lagi. Tanyanya
sambil tersenyum : "Silahkan ! Kalau locianpwe hendak memberikan pesan
apa kepada Hee Thian Siang ?"
"Pesanku ini, kau belum tentu suka dengar. Begini : Kalau
kau nanti terjatuh di dalam tanganku, aku akan memberi
keampunan padamu, satu kali kau tidak akan kubinasakan !"
kata Pat-bao Yao-ong sambil tertawa.
Hee Thian Siang yang mendengar itu benar-benar merasa
di luar dugaan, setelah berpikir sejenak, ia memberi hormat
menyatakan terima kasihnya. Kemudian berkata :
"Budi locianpwe terhadap Hee Thian Siang, Hee Thian
Siang tidak berani mengabaikan begitu saja. Dan sebagai
pembalasan budimu ini, Hee Thian Siang juga hendak
meninggalkan pesan sepatah dua patah kata kepada
Locianpwe !" "Kau benar-benar kepala batu yang menimbulkan rasa
benci tetapi juga menyenangkan. Kau ada pesan apa "
Ucapkanlah saja lekasan Hian Wan Liat bersedia
mendengarkan !" Hee Thian Siang berkata dengan sikap sungguh-sunguh :
"Di lain waktu bila locianpwe mendapat kesulitan, asal Hee
Thian Siang ada disitu, aku Hee Thian Siang pasti akan
berusah sekuat tenga untuk membantu kau meloloskan diri
dari bahaya, untuk membalas budimu hari ini !"
Kim-hoa Seng-bo dan semua orang yang berada disitu
mendengar ucapan Hee Thian Siang pada menunjukkan sikap
menghina, tetapi Pat-bao Yao-ong sebaliknya menganggukkan kepala kepada Hee Thian Siang, kemudian
berkata sambil tertawa : "Di sini Hian Wan Liat mengucapkan terima kasih atas
kebaikanmu. Perjamuan diatas puncak Tay-pek hong ini
sebenarnya sudah hampir selesai. Baiklah ditahun depan kita
akan bertemu ditempat ini lagi !"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu mohon diri
dan menghadap kepada Kim-hoa Seng-bo dan lain-lainnya
untuk memberi hormat, setelah itu ia mengerahkan ilmunya
meringankan tubuh turun dari puncak gunung.
Dalam perjalanan turun dari puncak gunung Tay-pek hong
itu, dalam hati Hee Thian Siang terus memikirkan Tiong-sun
Hui Kheng mengapa belum tiba. Sedang ia sendiri sudah
mewakili TIong sun Hui Kheng mengadakan perjanjian dengan
sepasang manusia beracun dan tiga orang katai dari negara
timur akan mengadakan pertandingan pada nanti tanggal satu
bulan empat. Bila mana sudah tiba waktunya dan ia masih
tidak berjumpa dengan sang enci itu, apakah ia sendiri harus
menghadapi mereka seorang diri "
Semua orang-orang yang berada di bawah puncak Tay-pek
hong sudah mendapat peringatan lebih dahulu dari Khie Tay
Cao supaya jangan merintangi perjalanan Hee Thian Siang.
Maka ia bisa berlalu dengan tenang menuju ke timur.
Hee Hian Siang sebelum berada di puncak Tiauw in hong
di gunung Bu san, dalam hati sebagian besar tertambat
kepada Liok Giok Jie dan Hek Sin In serta keselamatan diri
Cin Lok Pho. Tetapi sejak berada di istana Tiauw in kiong di
puncak Tiauw in hong, lama menunggu Tiong sun Hui Kheng
tidak datang, kini semua pikirannya ditujukan kepada Tiong
sun Hui Kheng. Dan kini kembali telah mewakili TIong-sun Hui Kheng
mengadakan perjanjian dengan sepasang manusia beracun
dan tiga orang katai dari negara timur. Sedang hari
pertandingan itu tidak terlalu jauh, sudah tentu semakin
memikiri diri gadis itu. Hee Thian Siang yang berjalan denagn pikiran melayang
jauh itu, dengan tiba-tiba dikejutkan oleh tetesan embun
malam dimukanya. Ternyata waktu itu ia sudah terpisah
dengan puncak Tay pek hong kira-kira 100 pal.
Sewaktu di atas puncak Tay-pek hong ia pernah
mengucapkan kata-kata yang hendak menunggu kawanan
orang jahat itu pada malam ini jam tiga malam. Tidak perduli
mereka datang atau tidak, juga seharusnya ditunggu. Jangan
sampai membuat tertawaan mereka.
Teringat urusan itu, Hee Thian Siang lalu balik kembali
untuk menunggu di tempat yang terpisah 100 pal dengan
pucak gunung Tay-pek hong.
Tiba di tempat itu, justru jam tiga malam tepat. Tempat itu
disebelah kanan terdapat tebing sangat tinggi, sebelah kiri
terdapat rimba lebat, ditengah-tengah ada sebidang tanah
yang datar dan cukup luas. Baik sekali untuk digunakan
sebagai medan pertandingan atau sebagai tempat bertempur.
Malam itu terang bulan, udara cerah. Kecuali tiupan angin
silir-silir yang datang dari arah rimba, tidak tertampak
bayangan seorang pun. Hee Thian Siang diam-diam berpikir. Sejak ia makan getah
pohon Leng cie dan dikediaman It-pun Sin-ceng di puncak
gunung Tiauw in hong sudah melatih ilmu silatnya setiap hari,
berbaagi kepandaian ilmu silatnya jelas sudah mendapat
kemajuan. Tetapi selama itu dia tidak mendapat kesempatan
mencoba. Maka ia mengharap dari orang-orang golongan
sesat itu, ada orang yang datang supaya ia tidak menunggu
dengan cuma-cuma dan juga dapat digunakan untuk menguji
kepandaian dan kekuatannya sebetulnya sudah maju berapa
jauh. Belum lagi lenyap pikirannya, dari atas tebing tinggi tibatiba terdengar satu siulan yang amat nyaring.
Kemudian tampak pula dua sosok tubuh manusia yang
melayang turun dari atas dan berada di hadapan Hee Thian
Siang kira-kira tujuh delapan kaki jauhnya.
Hee Thian Siang memperhatikan dua orang itu. Yang satu
ia dapat mengenali, tetapi yang lain masih asing sekali
baginya. Orang yang dikenalnya itu ialah Liong Cay Yan yang
pernah dikalahkan olehnya di gunung Tay-swat san.
Sedang yang asing baginya itu adalah seorang wanita
muda yang sangat cantik berusia kira-kira 25 tahunan. Wanita
itu mengenakan pakaian warna warni, sikapnya tampak genit
sekali. "Tak kusangka kau adalah sahabat Liong yang datang !
Sepasang manusia beracun dan orang katai dari negara timur
itu, mengapa tidak ada yang datang ?" menegur Hee Thian
Siang sambil tertawa dingin.
"Sepasang manusia beracun dan tamu dari negara timur itu
sudah mengadakan perjanjian denganmu pada nanti tanggal
satu bulan empat akan mengadakan pertandingan di tebing
Hui-mo diatas gunung Liok-tiauw san. Perlu apa sekarang
datang " Dan aku, karena dahulu pernah mendapat hadiahan
di atas gunung Tay swat san. . . . . . "
Tidak menunggu orang she Liong itu melanjutkan
ucapannya, Hee Thian Siang sudah mendahuluinya :
"Ouw ! Kiranya kedatangan sahabat Liong ini, sengaja
hendak menuntut balas dendam terhadapku rupanya ?"
"Untuk membalas dendam " Aku mana berani mengatakan
begitu " Tapi Liong Cay Yan ada mempunyai semacam
senjata, ingin senjata itu hendak minta pelajaran lagi darimu !"
"Sudah tentu aku selalu bersedia buat mengiringi
kehendakmu ! Tetapi tentang nona ini, bagiku masih sangat
asing. Bolehkah sahabat Liong memperkenalkannya
kepadaku ?" Sepasang alis Liong Cay Yan yang tebal tampak berjengit,
diwajahnya menunjukkan sikap sangat bangga. Lalu menunjuk
ke arah wanita cantik berpakaian warna warni itu sambil
katanya : "Nona ini adalah nona Pan Pek Giok. Adalah orang yang
paling terkenal namanya dibawah Hian Wan Liat ong dan Kimhoa Seng-bo. Orang-orang memberi gelar padanya Pek tok
Bie Jin to atu budak cantik berbisa ! Semua binatang-binatang
aneh peliharaan Liat ong dan segala binatang-binatang
berbisa adalah didikan nona Pan ini !"
Hee THian Siang yang sangat cerdik. Mendengar
keterangan itu, lantas mengetahui bahwa wanita yang
mendapat gelar budak cantik berbisa ini pasti adalah seorang
yang tidak mudah dihadapi.
Ia lalu memberi hormat dan bertanya sambil tersenyum :
"Nona Pan dengan Hee Thian Siang satu sama lain belum
penah saling mengenal. Kedatangan nona ini apakah juga
hendak memberi pelajaran kepadaku ?"
Wajah tampan dan sikap gagah yang dimiliki Hee Thian
Siang benar-benar dapat menggugurkan iman setiap wanita
yang melihatnya, tidak kecuali dengan perempuan cantik genit
seperti Pan Pek Giok ini. Maka saat itu si genit ini lalu
memperlihatkan senyumnya yang manis, kemudian menjawab
dengan suara merdu : "Oleh karena terhalang oleh sedikit urusan, maka ketika
aku tiba dipuncak Tay-pek hong, sahabat Hee sudah berlalu.
Aku pernah mendengar cerita dari beberapa orang tamunya
Liat ong, mereka umumnya memuji keberanianmu dan bakatbakatmu. Oleh karenanya aku jadi merasa tertarik. Begitulah
aku lantas pergi bersama Liong Jie ko ini untuk menyaksikan
sendiri kebenaran kata-kata mereka.
Hee Thian Siang yang mendengar kata-kata itu lantas
berkata : "Hee Thian Siang seorang biasa saja. Bakatku juga sangat
buruk. Nona Pan oleh karena telah mendengar ketarang Hian
Wan locianpwe hingga melakukan perjalanan jauh secara
cuma-cuma." Pan Pek Giok mengerlingkan matanya kemudian berkata
sambil menganggukkan kepala dan tertawa manis :
"Perjalanan yang sudah kutempuh sejauh ini sedikit pun
rasanya tidaklah mengecawakan. Pandangan Hian Wan Liat
ong ternyata sama sekali tidak keliru. Kau benar-benar
merupakan seorang pemuda tampan yang gagah berani dan
bakatmu yang luar biasa ini, mungkin dalam rimba persilatan
dewasa ini sulit untuk mencari orang keduanya."
Hee Thian Siang yang mendapat pujian demikian,
wajahnya menjadi merah. Tanyanya dengan keras-keras :
"Apa nona Pan juga seorang ahli yang dapat melihat wajah
orang " Jikalau tidak, bagaimana begitu melihat sudah tahu
kalau Hee Thian Siang seorang gagah berani dan memiliki
bakat sangat baik ?"
Pan Pek Giok kembali melancarkan lirikannya yang tajam,
kemudian berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh :
"Dengan wajahmu yang kau miliki seperti ini, siapa pun
yang melihatnya sudah dapat menduga bahwa kau memiliki
bakat sangat baik. Sesungguhnya kau merupakan orang yang
jarang ada dalam dunia persilatan ! Sementara mengenai
pujianku bahwa kau adalah orang yang gagah berani, itu
disebabakan karena kau setelah mendengar nama julukanku
Pek tok Bie jin lo masih bisa berlaku tenang-tenang saja,
bahkan masih bisa berbicara sambil tersenyum-senyum !"
Hee Thian Siang sesungguhnya tidak tahu betapa lihainya
perempuan genit itu, mendengar ucapan itu ia berkata sambil
tersenyum. "Kau yang demikian cantik, sesungguhnya adalah orang
perempuan yang susah mendapat bandingan. Apa yang perlu
ditakuti " Sementara mengenai nama gelarmu Pek tok Bie jin
lo, dalam nama Pek tok ini meskipun tidak enak di dengar, tapi
agaknya juga tidak perlu membaut orang takut."
Pan Pek Giok kembali perdengarkan suara tertawanya
yang merdu, setelah itu berkata :
"Ini disebabkan karena kau masih asing terhadap kami
orang-orang dari luar daerah Tiong-goan ini. Kau harus tahu
bahwa jago-jago di sekitar dan dekat-dekat daerahku, begitu
mendengar nama julukanku Pek tok Bie jin lo, tiada satu yang
tidak ketakutan setengah mati ! Mereka selalu mengucapkan
kata-kata yang sesungguhnya sangat lucu ialah : Lebih baik
bertemu dengan siluman ular berbisa yang cantik, jangan
sampai bertemu dengan Bie jin lo !"
"Oh ! Siluman ular cantik itu adalah siluman yang jarang
ada di dalam dunia. Siluman itu sangat berbisa dan kau
ternyata masih ditakuti demikian, bahkan lebih dari pada
siluman ular cantik itu. Bagian mana dari badanmu sebetulnya
yang ditakuti oleh mereka itu ?"
Pan Pek Giok menggigit bibir, matanya menatap Hee Thian
Siang, kemudian berkata sambil tersenyum manis :
"Kelihaianku, sesungguhnya aku tidak tega untuk
kugunakan terhadap kau. Tapi bila ada kesempatan, mungkin
aku bisa suruh kau mencobanya sendiri !"
Hee Thian Siang tidak tahu bahwa wanita cantik Pan Pek
Giok dihadapannya itu selain memiliki kepandaian ilmu silat
tinggi sekali, tetapi juga merupakan wanita genit yang pandai
memikat kaum lelaki. Barang siapa yang pernah mengadakan
perhubungan raga dengannya, tidak akan terlepas lagi,
sehingga kadang-kadang ada yang sampai mati kehabisan
tenaga. "Nona Pan, mereka takut kau lihai. Tetapi aku tidak. Perlu
apa harus mencari kesempatan baik " Sekarang juga boleh
kalau kau ingin aku merasakan kelihaianmu itu !" demikian ia
berkata dengan sifat menantang.
Pan Pek Giok melirik kepada Liong Tay Yan sejenak,
kedua pipinya menjadi merah, katanya samil menggelengkan
kepala dan tertawa : "Kau ingin mencoba kelihaianku " Tapi harus dilakukan di
tempat yang sangat rahasia, tidak boleh ada orang luar ada
disini. Sekarang dihadapan Liong Jie ko ku, mana boelh kita
berbuat begitu " Apalagi hari ini juga tidak kebetulan
waktunya. . . . " Hingga saat itu, Hee Thian Siang baru mengerti apa yang
dimaui oelh perempuan genit itu hingga wajahnya menjadi
merah. ia tahu salah ucapan perempuan tadi selagi tidak
membuka mulut lagi. Liong Tay Yan yang mendengarkan
ucapan perempuan itu menunjukkan sikapnya tidak senang,
lalu berkata kepada Pan Pek Giok :
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nona Pan, perlu apa banyak bicara dengan orang
semacam dia ini " Liat ong suami istri saat terang tanah nanti,
akan pulang kembali Pat bo. Waktunya sudah tidak banyak.
Jikalau kau tidak mau turun tangan, biarlah aku yang turun
tangan lebih dulu !"
Kirainya tiga persaudaraan Liong itu, semuanya ada orangorang yang gemar paras cantik. Terhadap perempuan cantik
seperti Pan Pek Giok itu, mereka sudah lama ingin
mendapatkan dirinya. Sedang Pan Pek Giok yang cantik dan
genit itu, tandingannya sangat tinggi. Ia tahu barang baik. Ia
pun orangnya genit dan cabul, juga tidak pandang mata
terhadap tiga saudara yang dianggap barang rongsokan itu.
Apa mau kini untuk pertama kali bertemu muka dengan
Hee Thian Siang, ternyata sudah tertarik oelh ketampanan
pemuda gagah itu. Oleh karenanya hingga Liong Cay Yan
merasa cemburu dan perasaan sakit hatinya semakin
berkobar. Pan Pek Giok adalah seorang perempuan yang sangat
cerdik. Begitu mendengar ucapan Liong Cay Yan, segera
mengerti maksudnya. Biji matanya yang hitam jeli tampak
berputaran, kemudian berkata sambil tersenyum :
"Liong Jie ko, aku tadi sudah kata padamu bahwa
kedatanganmu ini hanya untuk menyaksikan bagaimana
gagahnya sahabat Hee ini. Apalagi hari ini aku ada sedikit
kurang enak badan, agak malas untuk bertindak ! Kalau kau
ingin menuntut balas dendam, silahkan kau turun tanganlah
sendiri !" Liong Cay Yan mengetahui bahwa Pan Pek Giok tidak mau
membantu dirinya, ia menduga pasti bahwa perempuan itu
sudah jatuh hati pada Hee Thian Siang. Maka perasaan benci
dan cemburunya semakin berkobar, lalu berkata sambil
tertawa dingin : "Tidak disangkan Pek tok Bie jin lo yang biasanya suka
membunuh orang tanpa berkedip, hari ini juga bisa timbul
perasaan welas asih. . . . "
Belum habis ucapannya, sepasang mata Pan Pek Giok
memancarkan sinar tajam, menatap wajah Liong Cay Yan.
Liong Cay Yan tahu benar bahwa Pan Pek Giok ini telah
disayang oleh Pat-bo Yao-ong dan istrinya. Adatnya sombong
sekali. Kalau ia sudah marah tidak mengenal orang lagi. Lagi
pula kepandaian ilmu silatnya juga bukan tandingannya
sendiri, maka ketika dipandang demikian, hatinya merasa
gentar. Buru-buru merubah sikapnya dan berkata sambil
tersenyum : "Kalau nona terganggu kesehatannya, harap berdiri di
samping. Sedia untuk memberi bantuan muka kepadaku. Biar
bagaimana aku duga bocah itu tidak akan lolos dari senjata
tongkatku Citt-san-lui-hun-ciang !"
Sehabis berkata demikian, dari pinggangnya mengeluarkan
sepotong tongkat pendek hitam. Setelah ditarik oleh tangan
Liong Cay Yan, tongkat pendek itu berobah menjadi sebatang
tongkat besi yang panjangnya hampir lima kaki.
Hee Thian Siang diam-diam merasa heran. Sebab tongkat
besi itu, kecuali dapat dibikin panjang, tidak ada apa-apanya
yang aneh. Mengapa Liong Cay Yan berani sesumbar yang
katanya dapat digunakan untuk membalas dendam sakit
hatinya dahulu " Selama masih terbenam dalam keheran-heranna, Pan Pek
Giok sudah menatap wajah Hee Thian Siang lebih dahulu,
kemudian berkata kepada Liong Cay Yan sambil tertawa
terkekeh-kekeh : "Liong Jie ko, katamu tadi benar dengan senjata tongkatmu
Cit-sat-lui-hun-ciang yang ada menyimpan tujuh jenis senjata
rahasia sangat lihai itu, yang mana saja sudah cukup untuk
membuat repot lawanmu Karena senjata itu bukan saja lihai,
juga sangat berbisa ! Apalagi kau juga sudah meminjam
setangkai bunga mas pencabut nyawa dari Seng-bo yang
akan kau gunakan sebagai senjatamu yang terakhir. Aku duga
pasti kemenangan itu akan berada dipihakmu. Maka itu, perlu
apa masih memerlukan bantuanku ?"
Liong Cay Yan yang mendengar ucapan Pan Pek Giok itu
dengan secara terang-terangan telah membuka rahasia
senjata tongkatnya dan urusan mengenai perbuatannya yang
meminjam kepada Kim-hoa Seng-bo tentang setangkai bunga
mas pencabut nyawa, ini berarti sudah membocorkan semua
rahasianya keapda Hee Thian Siang. Maka saat itu ia sangat
marah sekali sehingga tubuhnya gemetaran, sepasang
matanya memancarkan sinar buas, katanya dengan suara
marah : "Nona Pan, buka aku Liong Cay Yan omong sombong.
Sekalipun Hee Thian Siang dapat mengetahui rahasia
senjataku ini dari keteranganmu tadi, dia juga tidak bisa lolos
dari senjataku ! Tentang bunga mas pencabut nyawa yang
dipinjamkan oleh Seng-bo itu, mungkin aku tidak akan
menggunakan sama sekali !"
Pan Pek Giok mengeluarkan suara terkejut, sepasang
alisnya berdiri. Wajahnya menatap wajah Liong Cay Yan
dengan sikap terheran-heran. Ia berkata lambat-lambat :
"Liong Jie ko, tak kusangka ucapanku yang tidak kusengaja
tadi menimbulkan pikiranmu yang menganggap aku sudah
berkhianat." Liong Cay Yan yang tahu benar adatnya perempuan cantik
dan genit itu, takut saat itu akan berbalik muka terhadapnya.
Terpaksa buru-buru merobah sikapnya lagi, katanya sambil
tertawa : "Nona Pan jangan salah paham, bagaimana Liong Cay Yan
berani menaruh curiga terhadapmu " Aku hanya. . . . "
Tidak menunggu habis ucapan Liong Cay Yan, Pan Pek
Giok sudah berubah sikapnya demikian dingin. Katanya
dengan nada suara dingin pula ::
"Aku tidak perduli kau merasa curiga terhadapku atau tidak.
Sebentar apabila aku ketemu dengan Liat ong dan Seng-bo,
aku akan membeberkan urusanmu ini lagi !"
Liong Cay Yan melihat sikap perempuan itu tiba-tiba sudah
marah terhadapnya, maka ia terpaksa berkata lagi sambil
tertawa kecil : "Nona Pan. . " Tetapi ucapannya itu segera dipotong oleh Pan Pek Giok,
katanya sambil memperdengarkan suara tertawa dinginnya
yang sangat tidak enak ditelinga Liong Cay Yan :
"Tadi kau telah junjung tinggi senjatamu Cit-sat-lui-hunciang dan menghina senjata rahasia Seng-bo yang berupa
bunga emas pencabut nyawa. Ini saja kau sudah bersikap
tidak menghormat terhadap Seng-bo ! Sekarang aku akan
mewakili Seng-bo untuk minta kembali senjatamu yang kau
anggap tidak perlu digunakan itu !"
Senjata rahasia bunga emas pencabut nyawa itu adalah
senjata yang mengangkat nama Kim-hoa Seng-bo sehingga
menggetarkan seluruh daerah Lim-bong dan menakutkan
orang-orang daerah itu. Betapa besar pengaruhnya dan
betapa hebat senjata itu, sesungguhnya dapat dibayangkan
sendiri. Dan Liong Cay Yan yang dengan susah payah baru
dapat meminjam setangkai saja, kini ketika mendengar
ucapan Pan Pek Giok yang hendak menarik kembali, sudah
tentu merasa berat untuk melepaskannya. Tanyanya :
"Nona Pan, dengan hak apa kau dapat mewakili Seng-bo
untuk minta kembali benda itu ?"
Hee Thian Siangyang menyaksikan keadaan lawannya
sebelum bertempur dengannya, sudah timbul perselisihan
lebih dahulu dengan orangnya sendiri. Maka diam-diam ia
merasa lucu dan menyaksikan kedua orang itu dengan
menyender di sebuah pohon cemara sambil tersenyum.
Sementara itu Pan Pek Giok yang menampak Liong Cay
Yan menegur demikian, diwajahnya sebelumnya sudah
menunjukkan sikap berseri-seri, lalu berkata :
"Pertanyaan Liong Jie ko ini memang benar. Aku bernama
Pek tok Bie jin lo. Karena berkedudukan sebagai budak,
bagaimana dapat mewakili Kim-hoa Seng-bo memimpin anak
buah demikian banyak dan untuk minta kembali senjata
rahasianya ?" Sambil berkata demikian, ia memasukkan tangannay ke
dalam sakunya dengan wajah berseri-seri. Entah apa yang
akan diambilnya. Tetapi bagi Liong Cay Yan yang mengetahui benar adat
perempuan cantik itu, telah mendapat tahu gelagat tidak baik
hingga diam-diam bergidik dan merunduk. Dalam hati
sungguh merasa gelisah. Pikirannya kalau Pan Pek Giok ini
benar-benar akan berbalik sikap terhadapnya, bagaimana
harus dihadapinya " Dari dalam sakunya Pan Pek Giok mengeluarkan sebuat
plat emas kecil mungil yang dimukanya diukir dengan lukisan
sepasang naga. Lebih dulu ia mengerling kepada Hee Thian
Siang, kemudian menatap wajah Long Cay Yan dan setelah
itu bertanya sambil tertawa berseri-seri :
"Liong Jie ko, kenalkah kau plat emas kecil ditanganku ini
?" Liong Cay Yan terkejut. Buru-buru menjawab sambil
memberi hormat : "Ini adalah benda kepercayaan tertinggi dari Hian Wan Liat
ong dan Kim-hoa Seng-bo. . . . "
"Liong Jie ko, meskipun aku adalah seorang budak yang
tidak berarti dari Hian Wan Liat ong dan Kim-hoa Seng-bo,
tetapi karena dalam tanganku ada sebuah tanda kepercayaan
Liat ong ini, agaknya jauh lebih tinggi beberapa tingkat darimu
!" Liong Cay Yan benar-benar telah mati kutunya. Ia
menundukkan kepala dengan sikap ketakutan. Setelah lama ia
berdiri tegak dalam keadaan demikian, kemudian baru berani
berkata sambil memberi hormat :
"Nama Pat-bao telah menggemparkan dunia. Semua orang
tunduk kepada sepasang naga ! Barang siapa yang melihat
tanda kepercayaan ini seperti juga berhadapan dengan Liat
ong dan Seng-bo. Sudah tentu Liong Cay Yan akan menurut
segala perintah nona Pan !"
Kini Pan Giok Peng kembali menunjukkan sikapnya yang
keren, ia berkata dengan nada suara dingin :
"Kau bersikap terlalu sombong. Tidak menghormati Sengbo. Serahkan dahulu kepadaku bunga emas pencabut nyawa
itu !" Liong Cay yan yang mendengar ucapan itu, sepasang
alisnya yang tebal dikerutkan. Tetapi ia tidak berani
membantah meskipun hatinya merasa berat. Tetapi ia
mengeluarkan juga barang yang diminta, yang merupakan
sebuah bunga-bungaan terbuat dari emas yang bentuknya
aneh, sebesar kira-kira mulut margiok, lalu diberikan kepada
Pan Pek Giok dengan sikap sangat menghormat sekali.
Pan Pek Giok setelah menyambuti benda aneh itu, lalu
dimasukkan ke dalam sakunya sendiri. Kembali berkata
kepada Liong Cay Yan : "Karena Hee Thian Siang sudah berjanji dengan tiga orang
katai dari negara timur dan sepasang manusia beracun akan
mengadakan pertandingan di gunung Liok tiauw san pada
nanti tanggal satu bulan empat, maka segala dendam dan
permusuahna boleh tunggu sampai waktu itu untuk
dibereskan. Sekarang tidak boleh mencari onar. Liong Cay
Yan lekas kembali ke puncak Tay-pek hong untuk mengiring
Liat ong dan Seng bo pulang ke Pat bo !"
Liong Cay yan terpaksa menggertak gigi, mengawasi
perempuan genit itu dengan hati geram sedangkan matanya
beberapa kali melirik akan ada Hee Thian Siang yang berdiri
menyender pada pohon, lalu menyimpan kembali senjata
kecilnya yang berbisa itu dan setelah itu memberi hormat pula
kepada Pan Pek Giok dan lari menuju ke barat utara dengan
mendongkol. Pan Pek Giok setelah mengawasi Liong Cay Yan hingga
tidak tertampak lagi, kakinya menghampiri Hee Thian Siang
dengan sikap ramah dan tersenyum.
"Adik kecil, bantuan yang kuberikan terhadap kau ini, besar
sekali artinya ?" "Apa kau kira aku takut kepada Liong Cay Yan " Atau
senjatanya tongkat Cit-sat-lui-hun-ciang itu ?" balas bertanya Hee Thian Siagn
sambil tertawa. Pan Pek Giok mengerling beberapa kali kepada Hee Thian
Siang, kemudian berkata sambil tersenyum :
"Adik kecil, dari sikap dan kelakuanmu ini aku dapat lihat
bahwa kau memang benar-benar memiliki kepandaian yang
jauh lebih tinggi dari mereka. Sudah tentu kau sanggup
melawan Liong Cay Yan atau kau juga tidak takut senjata Citsat-lui-hun-ciang yang sangat tinggi itu. Akan tetapi kau tidak
boleh tidak harus takut senjata rahasia bunga emas pencabut
nyawa yang sudah kuambil kembali itu. . . "
"Bunga emas yang kecil itu dimana letak keistimewaannya
?" bertanya Hee Thian Siang.
"Aku tidak berani membocorkan rahasia atau
keistimewaannya bunga emas pencabut nyawa ini, tetapi kau
jelas adalah seorang yang sangat pintar. Darimana julukan
Kim hoa Seng-bo yang sangat kesohor itu. Seng-bo itu
bukanlah . . . . . melainkan nama senjata ini sebagai . . . . .
dengan senjata ini pernah mene. . . . . . manusia beracun dan
tiga orang. . . . .negara timur itu serta empat Tianjin. . . . .
barat. Dari ini sja kau boleh men. . . . , tentunyakau dapat
mengetahui sampai dimana hebatnya senjata ini dan nama
julukan pencabut nyawa bukanlah hanya untuk menggertak
sambal saja !" Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, juga merasa
bahwa bunga-bunga emas yang kecil, yang tampaknya tidak
ada apa-apanya yang aneh itu, pasti merupakan senjata
rahasia yang hebat sekali !
Pan Pek Giok berkata pula sambil tertawa :
"Adik kecil, kalau kau sudah tahu sampai dimana hebatnya
bunga emas pencabut nyawa ini, kau tentunya lebih mengerti
tindakanku untuk berusaha mengambil kembali dari tangan
Liong Cay Yan itu. Bukankah suatu tanda perhatianku
terhadap dirimu " Apakah bantuanku ini tidak besar artinya ?"
Sampai disini, meskipun Hee Thian Siang sudah tahu
bahwa perempuan genit itu lihai sekali, tetapi oleh karena
sikap dan kelakuan yang ditunjukkan terhadap dirinya ramah
tamah dan mengandung persahabatan, maka ia pikir untuk
menghadapi orang kuat seperti Hian Wan Liat dan Kim-hoa
Seng-bo serta lain-lainnya, apabila dapat mengikat salah
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang diantaranya sebagai sahabat, dilain waktu mungkin
ada gunanya. Maka ia setelah mendengar bahwa perempuan
itu menyebut dirinya adik kecil, ia jgua robah sebutannya
terhadap perempuan itu. Katanya sambil tersenyum :
"Terima kasih banyak-banyak atas bantuan enci Pek.
Tetapi ini hari sudah hampir terang. Kau tentunya akan
mengikuti Hian Wan Liat ong dan Kim-hoa Seng-bo pulang ke
Pt bo. Agaknya tidak seharusnya menghambat waktumu
ditempat ini. Apabila di dunia Kang-ouw kita masih ada jodoh,
di lain waktu kita akan bertemu lagi !"
Sepatah sebutan enci Pek itu benar-benar besar sekali
pengaruhnya hingga Pan Pek Giok yang mendapat sebutan
mesra dan lemah lembut itu, hatinya merasa senang sekali
dan matanya beberapa kali melirik kepada Hee Thian Siang,
agaknya berat untuk meninggalkannya.
Tetapi setelah mendongakkan kepala dan mengetahui hari
benar-benar sudah hampir terang, dengan terpaksa berkata
sambil menghela napas panjang :
"Yah, hari sudah hampir terang. Aku benar-benar terpaksa
pergi ! Malam ini karena kesatu badanku agak kurang enak,
dan kedua juga harus melayani Hoat ong suami istri untuk
kembali ke Pat bo. Terpaksa sampai disini saja kita harus
berpisahan ! Adik kecil harap jaga dirimu baik-baik.
Perhubungan kita yang belum habis ini, kita tangguhkan
sampai nanti tanggal satu bulan empat di tebing Hui mo di
gunung Liok tiauw san supaya kita dapat berbicara lebih puas
!' Sehabis mengucap demikian lalu melambaikan tangan
kepada Hee Thian Siang. Tidak tahu bagaimana ia bergerak
hanya menampak berkelebatnya pakaiannya yang berwarna
warni sudah melesat setinggi empat tombak, di tengah udara
kedua kakinya bergerak pula dengan beberapa kali gerakan
sudah berada di atas tebing dan kemudian menghilang.
Ilmu meringankan tubuh Pan Pek Giok yang diunjukkan di
depan Hee Thian Siang benar-benar sangat mengagumkan
hati pemuda gagah itu. Ia diam-diam juga terkejut karena anak
buah Pat-bao Yao-ong dan Kim-hoa Seng-bo benar-benar
terdapat banyak yang berkepandaian sangat tinggi.
Selagi masih terbenam dalam pikirannya, Hee Thian Siang
tiba-tiba merasa ada hembusan angin yang menyambar dari
belakangnya. Hee Thian Siang yang kini sudah memiliki kepandaian
tinggi sekali, begitu hembusan angin itu masuk ke dalam
telinganya sudah mengetahui bahwa itu adalah hembusan
angin yang timbul dari serangan tangan yang dinamakan ilmu
memutar bumi. Maka buru-buru ia menyingkir beberapa kaki
dan matanya menyapu ke arah belakang. Ia ingin tahu siapa
orangnya yang membokong dirinya.
Di belakang dirinya ada sebuah rimba lebat. Namun
keadaannya sepi. Tidak terdengar ada suara orang. Tetapi
sambaran angin yang timbul dari serangan tangan tadi, jelas
hebat sekali. Hingga ketika ia mengelak, batu besar yang tadi
berada dihadapannya telah terpukul hancur berkeping-keping.
Bukan kepalang terkejutnya Hee Thian Siang ini. Sebab ia
dapat mengenali asa usul serangan dengan tangan kosong
itu, yang lain dari pada ilmu serangan tangan kosong Pek pow
sin koan dari partai Bu tong.
Ia dikejutkan bukan cuma lantaran ilmu Pek puw sin koan
itu saja. Sebab kecuali ketua Bu tong pay Hong hoat Cinjin,
sekalipun Hong-. Totiang atau It tim cu, juga tidak memiliki
kekuatan tenaga demikian hebat.
Oleh karena mengingat ia sendiri tidak ada permusuhan
dengan orang-orang Bu tong pay, bagaiman bisa diserang
secara mendadak ini " Maka dalam keadaan terheran-heran
itu, ia lalu bergerak. Menyerbu ke dalam rimba yang gelap
gulita itu. Belum lagi memasuki rimba, kembali mendapat serangan
hebat dari tengah udara. Tetapi kali ini bukanlah serangan
dengan tinju seperti tadi, melainkan dengan kekuatan tenaga
jari tangan. Oleh karena belum tahu benar keadaan orang yang
menyerang, maka ia tidak mau menyambut dengan
kekerasan. Dengan satu gerakan yang sangat indah, dengan
mudah ia dapat mengelakkan serangan itu.
Ketika ia mengelak, kembali sebuah pohon besar sekali
telah bergoyang-goyang sehingga daunnya pada rontok. Di
pohon itu lalu tampak sebuah lubang berukuran jari tangan
yang sangat dalam. Dari sini dapat dibayangkan betapa hebat
serangan dengan jari tangan itu.
Menurut apa yang disaksikannya dan dari bukti tanda
lobang jari tangan itu, kali ini orang yang menyerang secara
membokong itu ternyata sudah menggunakan ilmu It-cie-sian,
yakni sejenis ilmu terampuh dari golongan Siao lim pay yang
tidak pernah diturunkan. Tetapi dari hebatnya serangan itu,
dapat diduga bahwa orang yang melancarkan serangan itu
bukanlah orang biasa dari partai Siao lim pay.
Kejadian yang mengherankan ini ialah terjadi dengan
beruntun. Maka Hee Thian siang mau tak mau terpaksa harus
undurkan diri. Ia berdiri menyender ke tebing. Matanya
ditujukan ke dalam rimba seraya berkata :
"Aku disini Hee Thian Siang. Suhuku adalah Pek bin Sin po
Hong poh Cui. Tidak tahu cianpwe dari Bu tong ataukah Siao
lim yang berada di dalam rimba. Mengapa tidak mau keluar
untuk bertemu muka ?"
Meskupun sudah mengucapkan perkataan itu, tetapi dalam
rimba itu masih sepi sunyi. Tidak terdengar suara jawaban
apa-apa. Hee Thian Siang menunggu lagi sekian lama. Selagi
hendak bertanya lagi, dari dalam rimba tiba-tiba meluncur lagi
hembusan angin yang dilancarkan oleh serangan tangan
kosong. Hee Thian Siang terpaksa mengelak. Batu diatas tebing
gunung dimana tadi ia menyender, segera nampak sebuah
tanda telapakan tangan yang sangat jelas.
Hal ini terlalu aneh, terlalu mengherankan dan benar-benar
tidak habis pikir ! Sebab serangan yang sangat dibanggakan
oleh partai Lo bu pay, bahkan kekuatan tenaga yang
diunjukkan dari bukti pada telapakan tangan itu ternyata
dilancarkan oleh seorang yang kekuatan tenaganya tidak
dibawah ketua Lo bu pay, Peng sim Sin nie sendiri.
Tiga tokoh kuat dari partai-partai Bu tong, Siao lim dan Lo
bu masing-masing dengan ilmunya yang tidak diturunkan
kepada orang luar telah mnyerang Hee Thian Siang. Ini benar
suatu kejadian yang sangat mengherankan.
Tetapi dari tanda telapakan tangan dibatu itu, Hee Thian
Siang dari terkejutnya. Segera dapat mengenali bahwa
telapakan itu telapakan tangan seorang perempuan. Maka ia
lalu sadar dan dengan wajah berseri-seri lalu memutar tubuh
dan memanggil-manggil. "Enci Tiong sun, sejak kita berpisah kau ternyata sudah
dapat melatih ilmu-ilmu dari tiga partai besar itu dengan
sangat sempurna. Tetapi entah bagaimana dengan ilmu
pedang Ngo bie pay dan ilmu Kiu coan thian han sin kang dari
Swat san pay " Bagaimana pula dengan ilmu simpanan
empek Tiong sun yang dinamakan Thay-pian-hian-sinkang itu
" Barangkali juga sudah kau latih dengan baik ?"
Di dalam rimba setelah sunyi sejenak, benar saja tampak
muncul seorang gadis cantik bagaikan bidadari yang bukan
lain dari pada Tiong sun Hui Kheng yang siang malam dipikiri
oleh Hee Thian Siang. Tangan kanan gadis itu menggendong Siso pek sedang
dikirinya di ikuti oleh Tay wong, tetapi tidak tampak kuda Ceng
hong kie. Mengetahui bahwa dugaannya tidak salah, Hee Thian
Siang girang sekali. Lompat melesat menghampiri Tiong sun
Hui kheng seraya memanggil-manggil :
"Enci. . ." Tetapi baru saja ucapan itu keluar dari mulutnya, ia lalu
merandek dan memandang Tiong sun Hui kheng dengan
perasan heran. Sebab saat itu Tiong sun Hui kheng tidak
seperti biasanya yang ramai dengan senyuman. Kini ternyata
menunjukkan sikap dingin dan seperti orang tidak senang.
Hee Thian Siang tidak mengerti apa sebab Tiong sun Hui
kheng bersikap demikian. Baru saja hendak menegurnya,
TIong sun Hui kheng sudah memandangnya dengan sinar
mata dingin, kemudian berkata :
"Enci, enci ! Sungguh enak benar panggilan encimu itu.
Kau sudah mempunyai dua adik dan satu enci. Apakah masih
belum cukup ?" Hee Thian Siang baru tahu bahwa Tiong sun Hui kheng
ternyata sudah lama sembunyikan diri di dalam rimba. Oleh
karenanya, maka kelakukannya terhadap Pan Pek Giok tadi
dan panggilan enci Pek sudah diketahui olehnya.
"Oh ! Enci jangan salahkan aku. Kelakuanku tadi
disebabkan karena dengan mendadak aku mendapat satu
pikiran hendak mengikat seorang sesat diantara orangorangnya Pat-bao Yao-ong dan Kim-hoa Seng-bo yang dapat
kugunakan sebagai kaki tangan barulah aku pura-puara
berlaku baik terhadap Pan Pek Giok. . . . "
Sikap Tiong sun Hui kheng tadi sebenarnya ialah sengaja
menggoda Hee Thian Siang. Maka setelah mendengar
ucapan itu, ia juga tertawa dan kemudian berkata :
"Kita berpisah baru sebelas bulan saja. Kau ternyata sudah
berubah menjadi seorang licin hingga bisa melekat seorang
kaki tangan dibawah Pat-bao Yao-ong suami istri. Hal ini
benar-benar diluar dugaanku !"
Menampak sikap dingin Tiong sun Hui kheng sudah lenyap,
rasa takut Hee Thian Siang juga hilang. Tanyanya sambil
tersenyum : "Apakah selama sebelas bulan ini, enci mendapat banyak
kemajuan " Dimana sebetulnya enci telah mempelajari ilmuilmu itu " Dan apakah empek Tiong sun ada baik ?"
"Adik Siang barangkali tidak dapat menduga. Aku bersama
ayah selama ini berdiam di . . sim peng di gunung Siong san,
bersama-sama Suy han Kong locienpwe mempelajari ilmuilmu silat." menjawab Tiong sun Hui kheng sambil tertawa.
"Suy Locianpwe telah mendapat sahabat berilmu tinggi
seperti empek, tentunya juga mendapat faedah tidak sedikit !"
"Ya, memang mendapat petunjuk pelajaran ilmu silat tidak
sedikit dari ayah. Tetapi ayah juga mendapat bantuannya,
membuat tidak sedikit obat-obat mujijat, hingga satu sama lain
mendapatkan faedahnya. Barangkali satu dua tahun lagi, ayah
juga sudah menjadi seorang sempurna benar-benar !"
Hee Thian Siang yang tidak melihat Ceng hong kie, lalu
bertanya kepadanya dengan terheran-heran.
"Enci, dimana kuda Ceng hong kie mu ?"
"Enci Hwa Jie Swat hendak pergi pesiar untuk mencari Itpun Sin-ceng. Maka kuda Cneg hong kie kupinjamkan
kepadanya !" "Bagaimana enci tahu aku ada disini ?"
"Sebelum aku tiba di puncak Tay-pek hong, aku telah
dengar orang kata bahwa kau sudah pergi dari sana bahkan
pernah sesumbar hendak menantikan musuhmu di sebelah
timur laut 100 pal dari Tay-pek hong. Maka aku segera
menyusul kemari !" "Kedatangan enci sungguh kebetulan. Jikalau tidak aku
benar-benar tidak tahu bagaimana harus menyelesaikan soal
janjiku dengan lima manusia dari luar daerah itu nanti pada
tanggal satu bulan empat di tebing Hui-mo di gunung Liok
tiauw san." "Adik Siang, surat tantangan yang ditulis oleh Mao Giok
Ceng itu, bukankah sudah disebutkan akan mengadakan
pertandingan dengan Pat-bao Yao-ong dan lain-lainnya pada
nanti malaman Tiong ciu tahun depan " Bagaimana ada
perjanjian pula pada tanggal satu bulan empat di gunung Liok
tiauw san ini ?" "Dalam pertemuan kali ini, semata-mata karena lantaran
persoalan yang menyangkut diri Siao pek." berkata Hee Thia
Siang sambil menunjuk Siao pek.
Siao pek yang sejak tadi berdiri disamping tidak bersuara,
kini mendadak bertanya : "Mengapa lantaran aku ?"
Hee Thian Siang yang mendengar pertanyaan itu menjadi
terkejut. Tetapi segera teringat bahwa dalam pertemuan besar
partai Ceng thian pay saat itu, Siao pek lantaran mendapat
celaka dan akhirnya menguntungkan baginya sebab tulang
yang malang ditubuhnya telah disingkirkan oleh Suy han kong,
sehingga sejak waktu itu, ia bisa mengeluarkan dan meniru
perkataan orang, maka ia bertanya kepada Tiong sun Hui
kheng : "Enci, Siaopek yang mengikuti kau dan empek yang melatih
ilmu, barangkali kecuali di dalam ilmu silatnya sudah
mendapat kemajuan banyak, sedang perkataan orang biasa
barangkali sudah paham benar ?"
"Ucapan yagn tidak terlalu ruwet, ia bisa mengucapkan
semua !" berkat Tiong sun Hui kheng sambil menganggukkan
kepala. Berkata sampai di situ, ia berdiam sebentar. Ia bertanya
kepada Hee Thian Siang : "Adik Siang, tadi kau berkata telah mengadakan perjanjian
karena urusan Siaopek. Apakah hal ini ada hubungannya
dengan rompi sisik naga pelindung jalan darah itu ?"
"Pat-bao Yao-ong Hian Wan Liat meskipun pemimpin
golongan orang jahat, tetapi merupakan seorang ksatria.
Setelah kuceritakan padanya bahwa barang antaran yang
berupa rompi sisik naga pelindung jalan darah itu adalah milik
Siaopek yang dicuri oleh Hek nie Kam lo dan seorang dari tiga
orang katai dari negara timur secara tidak tahu malu, ia
sebetulnya hendak mengembalikan padaku dengan segera.
Tetapi setelah dicegah oleh seorang lain dari tiga orang katai
dari negara timur itu yang bernama Ti pun Eng kie, ia tetap
menghendaki mengembalikan barang itu. Tetapi supaya enci
bersama Siaopek sendiri yang datang mengambil. Maka itulah
aku baru menjanjikan mereka pada nanti tanggal satu bulan
empat untuk mengadakan pertemuan di tebing Hui mo
digunung Liok tiauw san !"
"Tahukah kau dipihak sana ada berapa orang yang akan
datang " Pat-bao Yao-ong dan Kim-hoa Seng-bo serta Pekkut Ie-su dan Pek-kut Sian-cun bersama, apakah juga akan
datang ?"
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tokoh-tokoh utama dari pihak lawan barangkali hanya
sepasang manusia beracun dan tiga orang katai dari negara
timur yang akan datang. Pat-bao Yao-ong dan Kim-hoa Sengbo sudah menerangkan tidak akan datang. Pek-kut Ie-su dan
Pek-kut Sian-cu dari Ceng Thian pay mungkin juga akan turut
campur tangan. . . . "
"Adik Siang, bagaimana kau telah melupakan seorang yang
sangat lihai ?" "Siapakah orang yang enci maksudkan dengan orang yang
sangat lihai itu ?" bertanya Hee THian Siang keheranan.
Tiong sun Hui Kheng menatap wajah Hee Thian Siang
sejenak, kemudian berkata sambil tersenyum :
"Dia ada enci Pekmu yang baru kau kenal beberapa waktu
yang lalu. Orang-orang kuat di daerah Lom bong, hampir
semuanya takut padanya lebih dari pada ular berbisa !"
Hee Thian Siang yang digoda demikian wajahnya menjadi
merah. Ia berkata sambil menganggukkan kepala :
"Aku benar-benar lupa padanya. Pan Pek Giok pasti akan
datang sebab Pat-bao Yao-ong pernah berkata hendak
mengirim beberapa binatang peliharaannya yang aneh-aneh.
Biar mereka belajar kenal dengan Taywong dan Siaopek !"
TIong sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu lalu
berkata kepada Taywong : "Kau sudah lama menganggur. Sekarang akan mendapat
kesempatan untuk berkelahi. Kau tentu merasa girang, bukan
"' Taywong membuka mulutnya lebar-lebar, mengeluarkan
suara cekikikan. Namun masih berdiri di samping Tiong sun
Hui Kheng dengan sikapnya yang sangat menghormat sekali.
Hee Thian Siang tahu benar bahwa binatang Taywong itu
berbeda dengan monyet putih Siaopek, sifatnya buas sekali.
Melihat binatang itu ternyata sangat jinak, maka lalu bertanya
terheran-heran : "Enci benar-benar pandai sekali menjinakkan binatang
buas. Berdiam di gunung SIong san belum setahun, Taywong
yang demikian buas dan ganas bisa berubah sifatnya !"
"Adik Siang. Janganlah kau puji aku terlalu tinggi. Betul aku bisa menjinakkan
binatang buas, tetapi masih belum memiliki
kepandaian sampai demikian tinggi yang dapat merobah sifat
Taywong yang ganas menjadi jinak dalam waktu yang sangat
singkat sekali !" menjawab Tiong sun Hui Kheng sambil
tertawa geli. He Thian Siang makin heran, katanya :
"Kalau begitu, apakah Taywong sudah menemukan
kejadian gaib ?" Tiong sun Yui Kheng memandang Taywong sejenak,
katanya sambil tertawa : "Penemuan gaib sih tidak, hanya ia pernah melakukan satu
kali pencurian kecil !"
Taywong yang mendengar ucapan itu, segera
menundukkan kepala. Agaknya ia merasa sangat malu sekali.
Hee Thian Siang jadi makin heran, lalu bertanya lagi sebab
musababnya. Tiong sun Hui Kheng lalu bertanya sambil
tertawa : "Suy han khong locianpwe telah membuat ramuan obat
untuk keperluan ayah, obat itu dimasak dalam satu kuali
besar. Apa mau telah dicuri oleh Taywong dan dimakan
hampir separuh isinya. Karena pengaruh obat itu terlalu kuat,
Taywong tentu saja tidak tahan. Hampir saja waktu itu
pembuluh darahnya pecah semua dan keadaannya sangat
berbahaya !" "Kalau begitu bagaimana Taywong kemudian bisa selamat,
tidak terjadi apa-apa ?"
"Untuk Siaopek mengetahui keadaan Taywong waktu itu
yang buru-buru melaporkan kepada ayah dan Suy han khong
locianpwe. Suy han khong dengan susah payah mencoba
menyembuhkannya. Siapa tahu setelah sembuh, bukan saja
kekuatan tenaga Tyawong bertambah hebat, sifatnya yang
buas juga banyak berkurang !"
Hee Thian Siang memang sudah tahu bahwa Taywong
mempunyai kekuatan tenaga luar biasa. Mendengar
keterangan itu, menjadi girang. Katanya sambil tertawa :
"Taywong sebetulnya memang sudah lihai. Kalau sudah
mendapat tambahan kekuatan tenaga, pasti dapat
mengalahkan binatang-binatang peliharaan Pat-bao Yao-ong
untuk membantu Siaopek mengambil kembali rompi sisik naga
pelindung jalan darah !"
"Dalam pertandingan di tebing Hui mo nanti, dipihak lawan
ada tiga orang katai dari negara timur, sepasang manusia
beracun, Pan Pek Giok dan binatang-binatang peliharaan Patbao Yao-ong yang akan ambil bagian. Apakah kita disini perlu
mengajak beberapa pembantu ataukah hanya kita berdua saja
yang harus menghadapi, dengan hanya mengajak Taywong
dan Siaopek ?" Hee Thian Siang berpikir dahulu, kemudian berkata :
"Jikalau ditilik dari jumlah orangnya, sudah tentu pihak
lawan lebih banyak dari pihak kita sini, tetapi waktunya sudah
sangat mendesak. Pembantu yang tepat barangkali tidak
mudah dicari. . . " "Adik Siang tidak perlu khawatir. Mari kita berjalan menuju
ke barat laut, pesiar sekedarnya saja. Kalau bisa menemukan
pembantu yang tepat, kita boleh ajak beberapa orang. Jikalau
tidak, sekalipun kita berdua dan dua peliharaan kita ini pergi
ke tebing Hui mo, rasanya juga tidak menjadi halangan !"
"Ucapan enci ini benar. Di waktu belakangan ini aku juga
mendapat kemajuan yang tidak sedikit, apalagi enci sendiri
sudah mendapat kemajuan demikian pesat ditambah Siaopek
dan Taywong, juga belum tentu tidak sanggup menghadapi
kawanan penjahat dari luar negeri itu !"
Dari dalam sakunya, Tiong sun Hui Kheng mengeluarkan
kitab pelajaran ilmu silat Kiu-coan-thian-ban-sin-kang, Phiahian-kian-pho, Pek-pow-sin-koan, Pan-sian-ciang-lek dan Itcie sian. Lima jenis ilmu silat terampuh yang ditulis oleh para
ketua dari lima partai besar Swat san, Bu tong, Ngo bi, Lo bu
dan Pelindung hukum Siao lim sie, diberikan kepada Hee
Thian Siang seraya berkata sambil tersenyum :
"Adik Siang, lima jenis ilmu silat sangat ampuh dalam rimba
persilatan sudah kupelajari sampai mahir ini adalah pelajaranpelajaran yang ditulis oleh beberapa Cianpwe itu dan
sekarang kuberikan kepadamu !"
Hee Thian Siang menyambuti pelajaran ilmu silat itu.
Dengan sangat hati-hati disimpannya ke dalam sakunya.
Setelah itu ia berkata sambil tertawa :
"Enci, sebelum kita pergi ke gunung Liok tiauw san untuk
memenuhi perjanjian mereka, sebaiknya kita pergi pesiar dulu
ke puncak Bun thian hong di gunung Lo san dan lembah
kematian di gunung Cong lam !"
"Sebabnya pergi ke puncak Bun thian hong, aku sudah
dengar keterangan dari enci Hwa Jie Swat, maka aku tahu kau
tentunya hendak menolong Cin locianpwe dan putri kesunyian
itu ! Tetapi aku tidak tahu ada perlu apa kau harus pergi ke
lembah kematian ?" "Aku telah membuat hilang senjata penting perguruanku
ialah Bom Kian thian pek lek di dalam lembah itu !"
Setelah itu ia lalu menceritakan bagaimana dalam
perjalanannya ke lembah kematian dengan Cin Lok Pho.
Didana telah bertempur dengan Khong khing Hwee shio, Pao
It Hui dan Gulong Goan sehingga akhirnya telah kehilangan
senjata peledaknya yang sangat ampuh.
Tiong sun Hui kheng sedih mendengarkan penuturan itu,
lalu berkata sambil menggelengkan kepala :
"Menurut pendapatku, tiga manusia buas dari Cong lam itu
setelah mendapatkan senjata terampuh yang dapat
menggemparkan rimba persilatan, pasti sudah pindah dari
situ. Hanya karena lembah kematian itu tidak jauh dari sini,
tidak ada halangan kita pergi menengok sebentar kesana !"
Mendengar jawaban itu, Hee Thian Siang lalu bersamasama dengan Tiong sun Hui Kheng dengan membawa
Siaopek dan Taywong, sekali lagi berkunjung ke lembah
kematian yang terletak di gunung Cong lam.
Benar seperti apa yang diduga oleh Tiong sun Hui Kheng.
Di dalam lembah kematian itu, selain tumpukan tulang-tulang
sudah tidak dapat ditermukan jejak tiga orang buas itu.
Hee Thian Siang dalam keadaan masgul, terpaksa berjalan
bersama-sama Tiong sun Hui Kheng menuju ke selatan, dari
San see melalui Su coan dan masuk ke daerah In lam.
Di luar dugaan mereka, sebelum keluar dari daerah
pegunungan Cong lam, mendadak turun hujan lebat sekali.
Tiong sun Hui Kheng memilih sebuah goa yang agak bersih
untuk meneduh, tetapi hujan turun deras sekali bahkan tidak
berhenti-hentinya. Dan setelah hujan berhenti, di daerah itu
terjadi banjir besar sehingga tidak bisa berjalan.
Hee Thian Siang yang merasa bingung berjalan menuju
keluar mulut lembah. Dengan menunjuk air banjir yang
menggulung-gulung turun dari gunng, berkata kepada Tiong
sun Hui Kheng : "Enci Kheng, waktu pertama kali aku datang ke lembah
kematian ini, setelah berjumpa dengan It-pun Sin-ceng juga
pernah menemukan air banjir seperti ini. Keadaan banjir waktu
itu lebih besar dari sekarang. Sebelum air menggenangi
tempat-tempat dibawah kaki gunung, lebih dahulu tampak
binatang yang banyak sekali jumlahnya pada lari serabutan.
Siaopek dan Taywong juga kedua-duanya menunggang diatas
kuda Ceng hong kie itu !"
Tetapi Tiong sun Hui Kheng saat itu agaknya tidak
mendengar ucapan Hee Thian Siang. Matanya ditujukan ke
seberang sana ditempat ditengah-tengah puncak gunung
tinggi. Hee Thian Siang terkejut menyaksikan sikap Tiong sun Hui
Kheng, tanyanya heran : "Enci Kheng, kau sedang perhatikan apa ?"
"Aku lihat disela-sela tengah-tengah puncak gunung itu,
disebuah goa dekat pohon besar, seperti ada bayangan orang
yang bergerak-gerak !" jawab Tiong sun Hui Kheng sambil
tertawa. "Apa yang harus dibuat heran " Mungkin orang yang
seperti kita juga yang sedang meneduh disana !" berkata Hee
Thian Siang sambil tertawa geli.
"Gerakan bayangan orang itu gesit sekali. Jelas ia memiliki
kepandaian yang sangat tinggi. Aku jadi curiga, apakah itu
bukan tiga manusia buas yang pindah ke tempat itu ?" berkata
Tiong sun Hui Kheng sambil menggelengkan kepala.
Hee Thian Siang yang memang hendak mencari tiga
manusia buas itu, maka mendengar perkataan itu, sepasang
alisnya tampak berdiri. Katanya :
"Tidak perduli dia itu betul tiga manusia buas dari Cong lam
atau bukan, kita boleh tunggu setelah air banjir ini surut dan
pergi ke sana untuk menyaksikan sendiri !"
Air banjir dari gunung datangnya demikian hebat, tetapi
surutnya juga cepat. Beberapa jam kemudian hujan lalu
berhenti dan matahari mulai tampak dari balik awan.
Hee Thian Siang yang pikirannya lebih cerdas, lebih dulu
melesat ke goa diseberangnya. Begitu tiba di mulut goa,
tampak diluarnya, diatas sebuah batu hijau, diukir sebuah
tulisan delapan huruf yang berbunyi sebagai berikut : Di dalam
ada berjangkit semacam wabah yang sangat berbahaya.
Harap jangan lancang masuk !"
Dengan peringatan itu saja, mana dapat menggertak Hee
Thian Siang yang sangat berani " Ia diam-diam mengerahkan
ilmunya Kian-thian-kie-kang, perlahan-lahan menyusup masuk
ke dalam. Di dalam goa itu terdapat banyak lobang batu bagaikan
kaca. Maka sesudah masuk ke bagian dalam, masih tampak
sinar terang hingga membuat Hee Thian Siang dapat lihat
diatas batu besar itu masih terdapat lagi delapan huruf yang
berbunyi : "Pelancong yang bernyali besar. Harap berhenti
sampai disini !" Pada saat itu Tiong sun Hui Kheng bersama Siaopek dan
Taywong juga sudah menyusul. Hee Thian Siang lalu
menunjuk tulisan-tulisan diatas batu dan berkata sambil
tersenyum : "Apa yang enci lihat tadi tidak salah. Menurut tulisan-tulisan diatas batu ini,
dapat diduga bahwa di dalam goa ini jelas ada
yang tinggal. Sekarang aku akan lompat naik ke atas batu
besar untuk melihat dibelakang batu itu bagaimana
keadaannya !" Tiong sun Hui Kheng mengerutkan alisnya. Selagi hendak
membuka mulut, Hee Thian Siang sudah lompat ke atas
sebuah batubesar. Sebelum ia dapat melihat dengan tegas keadaan di
belakang batu besar itu, hembusan angin yang dilancarkan
oleh serangan tangan yang kuat sudah menyambut dirinya.
Hee Thian Siang dapat merasakan bahwa hembusan angin
yang keluar dari serangan tangan itu juga lantaran ia belum
mengetahui siapa orangnya yang melancarkan serangan itu.
Ia tidakmau menyambut dengan kekerasan, maka ia pun
melayang turun ke tanah lagi.
Baru saja ia melayang turun, beberpa lubang batu diatas
goa telah hancur karena serangan tangan tadi.
Tiong sun Hui Kheng mengibaskan tangannya untuk
membuat buyar runtuhan batu yang jatuh dari atas. Katanya
sambil tertawa : "Sahabat dari mana didalam sana " Kami adalah orang
pesiar, sedikitpun tidak mengandung maksud jahat. Mengapa
sahabat menurunkan tangan demikian ganas " Apakah tuan
hendak menduduki goa ini sebagai pemiliknya ?"
Orang di dalam goa setelah mendengar ucapan Tiong sun
Hui Kheng, lama tidak ada jawaban. Tetapi kemudian dengan
tiba-tiba terdengar suara orang bernyanyi dengan suaranya
yang nyaring. Hee Thian Siang yang mendengar suara nyanyian itu lalu
berkata sambil tertawa : "Ini adalah syari Lie Tiang Kiat. Dijaman dulu penyair she
Lie itu gemar minum arak. Orang yang menyanyikan syair itu
mungkin adalah seorang penggemar minum arak !"
Tiong sun Hui Kheng sebaliknya dapat membedakan
bahwa suara nyanyian itu ada mengandung arti orang
pemabukan. Maka lalu menganggukkan kepala sambil
tersenyum, sedang orang dalam goa itu tiba-tiba tertawa
terbahak-bahak, kemudian menyanyikan lagu nyair itu lagi.
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kali ini, ia memuji arak yang sedang diminumnya.
Hee Thian Siang yang juga suka minum arak, tiba-tiba
hidungnya dapat mengendus bau arak wngi, hingga ia juga
ingin minum. Maka lalu berkata ke arah dalam sambil tertawa :
"Kau tuan rumah ini, percuma saja menyanyikan syair
memuji arak. Kau pelit sekali, tidak mau membagi sedikit
kepada tamu yang mengunjungi tempatmu."
Belum habis ucapannya, dari sela-sela batu dalam goa
muncul kepala orang berewokan dan rambutnya awut-awutan.
Tetapi sepasang matanya memancarkan sinar tajam. Orang
itu lama memandang Hee Thian Siang dan Tiong sun Hui
Kheng, kemudian berkata sambil tertawa aneh :
"Benarkah kalian hendak minum arakku ?"
"Kalau tuan rumah tidak keberatan, apa salahnya kita
minum bersama-sama ?" berkata Hee Thian Siang sambil
tertawa. Orang aneh itu kembali berkata sambil tertawa gembira :
"Bagus, bagus ! Kalian berdua bukan orang Kang-ouw
sembarangan ! Tunggulah sebentar diatas batu diluar goa ini.
Aku akan sediakan cawan dan nampan dulu. Sebentar aku
akan keluar untuk undang kalian minum bersama-sama.
Hee Thian Siang mengangguk sambil tersenyum. Lalu
bersama Tiong sun Hui Kheng berjalan ke luar sambil berkata
dengan girang : "Enci Kheng, sungguh tidak disangka. Di tanah
pegunungan seperti ini, masih ada arak wangi yang jarang
terdapat di dunia ini yang dapat kita nikmati !"
"Sepasang mata tuan rumah tadi tampaknya bengis. Tapi
bukanlah sinar mata orang jahat. Barangkali seorang
pendekar gemar arak yang mengasingkan dirinya di tempat ini
!" "Tidak perduli dia itu pendekar atau iblis. Kita minum dulu
baru bicara lagi ! Bila dia seorang pendekar, sehabis miinum
kita boleh ikat persahabatan. Bila iblis, setelah minum kita
turun tangan dan membasminya !"
Baru saja Hee Thian Siang menutup mulut, dari belakang
dirinya terdengar suara tertawa terbahak-bahak. Orang aneh
dari dalam goa itu sudah berkata :
"Ucapan laote ini sungguh bagus. Tetapi sayangnya aku
bukanlah pendekar juga bukan iblis. Panggil sajalah aku
Ciauw San Gak, tamu pemabokan di gunung Cong lam !"
Bersamaan dengan itu, tamu pemabokan dari Cong lam itu
sudah menunjukkan dirinya.
Ia mengenakan jubah panjang warna hitam, tangan kirinya
membawa sebuah nampan besar. Dalam nampan itu ada
terpadat daging-daging rusa dan binatang lainnya yang sudah
dikeringkan serta beberapa cawan arak, sedang ditangan
kanannya membawa poci besar berisi arak wangi.
Oleh karena orang aneh itu sudah memperkenalkan
namanya sendiri, maka Tiong sun Hui Kheng yang juga lantas
memperkenalkan namanya dan nama Hee Thian Siang.
Dan kini dapat dilihat bahwa tamu dari gunung Cong lam itu
usianya sedikitnya sudah enam puluhan ke atas. Seharusnya
ia dan Hee Thian Siang menyebut diri orang angkatan muda,
maka sambil duduk diatas batu besar itu, ia berkata sambil
tersenyum : "Ciauw locianpwe, perlu apa merendahkan diri " Kau
adalah seorang Kang-ouw yang memiliki kepandaian sangat
tinggi yang sedang mengasingkan diri di tempat ini."
Tamu pemabokan dari gunung Cong lam ini
menggelengkan kepala dan berkata sambil tertawa :
"Bukan ! Kalau pendekar sudah tentu bisa menolong orang
dan kalau iblis sudah tentu bisa mencelakakan orang ! Aku
Ciauw San Gak bukan saja tidak bisa menolong sesama
manusia, juga tidak mau mencelakakan orang. Aku sama
sekali tidak mempunyai kesukaan untuk mencampuri urusan
dunia Kang-ouw, juga tidak ingin kecipratan darah orangorang Kang-ouw. Kesukaan seperti inilah, berdiam di dalam
gunung Cong lam yang sepi ini, membuat beberapa poci arak
wangi, setiap hari aku mabok-mabok sendiri dan berkawan
dengan air mancur serta batu-batu yang tidak bisa bergerak
ini. Maka aku ini bukanlah iblis juga bukan pendekar !"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, lalu berkata
sambil tertawa : "Ciauw Locianpwe demikian gemar arak. Arak buatan
locianpwe itu pasti merupakan arak yang luar biasa. . . ."
Tamu pemabukan dari gunung Cong lam itu melihat Hee
Thian Siang, matanya mengawasi poci araknya. Agaknya
sudah mengiler. Lalu segera menuangkan secawan dan
memberikan kepadanya seranya berkata sambil tersenyum :
"Hee laote, kau coba-coba bagaimana rasanya arak
buatanku sendiri ini."
Hee Thian Siang kini telah mendapat kenyataan bahwa
arak itu berwarna biru muda yang sangat bening sehingga
sangat menyenangkan. Lalu dicicipinya sedikit. Ternyata
harum sekali. Rasa arak itu benar-benar enak, merupakan
arak yang jarang ia jumpai. Maka ia menunjukkan sikap
terkejut dan berkata : "Ciauw locianpwe, harumnya dan rasanya arak ini boleh
dikata jarang ada di dalam dunia. Entah apa namanya."
Tamu pemabukan dari gunung Cong lam itu mengulurkan
jari tangannya menunjuk goa, lalu berkata sambil tertawa
bangga : "Di dalam goa itu ada terdapat aliran air terjun dari gunung.
Meskipun bukan air dari kayangan tetapi bagusnya air itu jauh
lebih bagus lagi dari pada air terjun biasa. Dan benar saja
rasanya hebat sekali. Tentang namanya, karena aku sangat
malas, tidak kuberikan nama apa-apa. Sekarang bolehlah aku
minta tolong Hee laote atau nona TIong sun yang tolong
memikirkan suatu nama yang bagus bagi arak ini."
Hee Thian Siang lalu berkata sambil tertawa gembira :
"Soal mencarikan nama buat arak ini, kurasa lebih tepat
enci Tiong sun lah yang memberikan. Sebab enciku ini adalah
seorang yang memiliki kecerdasan luar biasa."
Tamu pemabukan dari gunung Cong lam mendengar
ucapan itu, lalu berkata kepada Tiong sun Hui Kheng sambil
tertawa : "Hee laote terlalu tinggi menjunjung nona maka sekarang
kuminta nona Tiong sun sajalah yang tolong carikan nama
yang baik untuk arak ini !"
Tiong sun Hui Kheng juga lantas menghirup sedikit arak
dari cawannya, kemudian berkata sambil tersenyum :
"Arak ini memang benar-benar sangat bagus. Warnanya
jernih seperti getah batu kumala, harumnya seperti sari bungabungaan. Perlu apa dikasih nama rupa-rupa lagi " Namakan
saja sari kumala, bukankah lebih tepat ?"
Tamu pemabukan dari gunung Conglam tertawa besar dan
berkata dengan pujiannya :
"Bagus, bagus ! Nama yang kau berikan itu, rasanya lebih
indah dari araknya sendiri !"
Sehabis berkata demikian, dengan sangat girang, ia
mengeringkan secawan araknya lalu menyambar sepotong
daging rusa lalu dimakan dengan lahapnya.
Hee Thian Siang berkata sambil tertawa kepada Tiong sun
Hui Kheng : "Enci Kheng, alam di daerah pegunungan sehabis turun
hujan merupakan suatu pemandangan yang lain dari pada
yang lain. Ditambah lagi tuan rumah yang gemar minum arak,
apa lagi dengan araknya yang demikian harum. . . . "
Tiong sun Hui Kheng yang berpikiran halus, diam-diam
merasa heran apa sebab tamu pemabukan dari gunung Cong
lam itu mengajak minum arak kepada tamunya diluar goa.
Agaknya tidak suka ada orang masuk ke dalam goa. Sudah
pasti ada sebab-sebab yang dirahasiakannya. Maka sehabis
mendengar ucapan Hee Thian Siang, hatinya tergerak. Maka
ia lalu menganjurkan kepada Hee Thian Siang supaya
mengajak tuan rumah bersama-sama membuat tebakan yang
berupa syair-syair pujangga ternama di jaman dahulu.
Tapi belum Hee Thian Siang menjawab, tamu pemabukan
dari gunung Cong lam sudah menganggukkan kepala dan
berkata sambil tertawa. Demikianlah tiga orang itu lalu mulai melakukan tebakantebakan yang merupakan syair-syair dari pujangga kuno yang
terkenal sambil minum arak bergiliran.
Selama tiga orang itu bersajak dengan meniru syair-syairan
pujangga-pujangga jaman dahulu, Tiong sun Hui Kheng tibatiba menyebut nama kuil yang dinamakan Hian-tu-koan. Hee
Thian Siang lantas mengingat kembali bagaimana nasib kuil
Sam goan koan di gunung Bu tong yang sudah dimusnahkan
oleh orang-orang Ceng thian pay. Maka saat itu ia
menunjukkan sikap masgul dan tanpa disadarinya sudah
menarik napas kesal. Ketika Tiong sun Hui Kheng melihat perobahan itu, segera
menanyakan sebabnya. Hee Thian Siang lalu menjawab :
"Aku tadi dengar enci Kheng ada menyebutkan nama kuil
Hian tu koan dalam syairmu, lalu jadi teringat kepada kuil Sam
goan koan. Maka aku juga merasakan sedih atas nasib Bu
tong pay yang telah musnah. Hingga kini aku terkenang
kepada ketua Bu tong pay yang belum diketahui dimana
sekarang berada !" Tamu pemabukan dari gunung Cong lam ketika mendengar
ucapan Hee Thian Siang, matanya mendadak terbelalak. Di
wajahnya menunjukkan sikap aneh, tetapi secepat kilat sudah
tenang kembali, agaknya hendak mengucapkan sesuatu tetapi
kemudian dibatalkan. Tiong sun Hui Kheng lalu berkata sambil tertawa :
"Ketua Bu tong pay Hong hoat Cinjin locianpwe sekarang
ini masih belum diketahui dimana jejaknya. Tetapi sejak
dahulu kala, kejahatan tidak mungkin menguasai kebenaran.
Orang baik juga tidak mungkin bisa mengalami nasib buruk.
Adik Siang tidak perlu khawatir, mari kita lanjutkan tebakan
kita tadi !" Hee Thian Siang menerima baik. Maka lalu melanjutkan
tebakannya sambil minum-minum.
Tiong sun Hui Kheng yang mempunyai pikiran halus, ketika
Hee Thian Siang mengucapkan perkataan yang
mengenangkan diri Hong hoat Cinjin sudah melihat perobahan
sikap si tamu pemabukan dari gunung Cong lam. Namun ia
masih pura-pura tidak tahu dan masih melanjutkan
menyanyikan sajak-sajaknya sambil minum-minum.
Untuk membuktikan perasaan curiganya, Tiong sun Hui
Kheng sengaja berkata : "Syair yang dibuat oleh Lauw Gie Sek ini sebenarnya bisa
dipakai untuk menggugah kembali kenangan lama. Kalau
diingat keadaan rimba persilatan dewasa ini, yang hampir
dikuasai oleh orang-orang jahat tapi sebaliknya orang-orang
dari golongan kebenaran banyak yang menyingkirkan diri.
Maka syair yang dibuat oleh lauw Giok Sek itu rasanya
sangatlah tepat buat menggambarkan keadaan dewasa ini !
Kita ambil saja sebagai contoh kejadian yang belum lama
berselang telah terjadi atas diri partai Bu tong. Kalau ingin
membangun kembali kuil Sam goan koan dan menghukum
penjahatnya, sesungguhnya sulit sekali !"
Berkata sampai disini, ia sengaja berdiam diri sebentar.
Matanya menatap wajah tamu pemabokan dari gunung Cong
lam itu, kemudian bertanya kepada orang tersebut :
"Ciauw locianpwe, yang mengasingkan diri jauh dari tempat
ramai, setiap hari harus berkawan dengan arak. Barangkali
tidak tahu bahwa ketua partai baru Ceng thian pay, Khie Tay
Cao dengan mengandalkan bantuan Pek-kut Sian-cu dan Pekkut Ie-su, setelah mengadakan pertemuan pada pembukaan
partai baru itu, dengan kecepatan bagaikan kilat dant idak
disangka-sangka telah menyerang partai Bu tong, lalu
membakar kuil Sam goan koan. Dan yang lebih celaka, It tim
cu dah Hong khong totiang, mati dalam pertempuran saat itu.
Sedang ketua Bu tong Hong hoat cinjin juga terluka parah
yang kemudian ditolong oleh muridnya. Hingga sekaang
belum diketahui dimana jejaknya."
Ciauw San Gak yang mendengar sampai disitu, tiba-tiba
menyambungnya : "Meskipun sudah banyak tahun aku belum keluar dari
gunung Cong lam tetapi terhadap kejadian besar di dalam
rimba persilatan ini, sedikit banyak pernah dapat dengar juga.
Hee laote dan nona Tiong sun tadi berulang kali menyebut diri
Hong hoat Cinjin. Apakah kalian berdua ada hubungan rapat
dengan partai Bu tong pay ?"
"Ayah enci Kheng ini adalah Tiong sun Tayhiap yang
namanya menggemparkan rimba persilatan dan suhuku
adalah Pak bin Sin po dari gunung Pak bin. Dengan partai Bu
tong, tidak mempunyai hubungan terlalu rapat tetapi dalam
pertemuan wakt pembukaan partai Ceng thian pay, kami
berdiri di dalam satu barisan. Dan atas kebaikan Hong hoat
cinjin locianpwe, telah diturunkan pelajaran ilmu silat
simpanan partai Bu tong ialah ilmu Pek pow sin koan." berkata Hee Thian Siang
sambil tersenyum. Ciauw San Gek yang mendengar ucapan itu nampaknya
terkejut hingga hampir saja ia berseru kaget. Kemudian ia
bertanya : "Apakah Hong hoat Cinjin mau menurunkan ilmu
simpanannya Pek pow sin koan kepada orang diluar partai Bu
tong ?" Hee Thian Siang tersenyum memandang Tiong sun Hui
Kheng. Tiong sun Hui Kheng lalu mengerahkan kekuatan
tenaga dalamnya dan dengan menggunakan ilmu Pek pow sin
koan melakukan gerakan menyerang ke arah sebuah batu
besar yang menonjol di tempat sejarak kira-kira enak tujuh
kaki darinya. Ketika hembusan angin meluncur keluar, bukan saja batu
besar itu telah terpukul menjadi hancur sedangkan dimana
batu tadi terletak juga melesak ke dalam.
Hee Thian Siang lalu berkata sambil tertawa terbahakbahak : "Ciauw locianpwe coba lihat. Ilmu serangan yang
digunakan oleh enci Tiong sun ku tadi apakah bukan ilmu
simpanan partai Bu tong ?"
Tamu pemabukan dari gunung Cong lam tampak terkejut
dan kegirangan, ia berkata sambil menatap Tiong sun Hui
Kheng : "Nona Tiong sun, kau dapat menggunakan ilmu Pek pow
sin koan dari Bu tong sudah mencapai ke taraf demikian.
Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Benar-benar membuat aku Ciauw San Gek sangat kagum.
Mari, mari ! Kuhormati kau dengan secawan arak !"
Sehabis berkata demikian, ia menuang arak dalam pocinya.
Tetapi ternyata sudah kosong, maka lalu berkata sambil
tertawa : "Hee laote dan nona Tiong sun harap tunggu sebentar. Aku
akan mengambil lagi arakku supaya kita bisa minum sampai
puas !" Hee Thian Siang setelah menampak tamu pemabukan itu
memasuki goa, baru berkata kepada Tiong sun Hui Kheng
sambil tertawa : "Enci Kheng, aku lihat Ciauw locianpwe ini agaknya ada
mempunyai hubungan rapat dengan Bu tong pay. Setiap kali
aku menyebut nama Hong hoat Cinjin, sikapnya lantas
menunjukkan perobahan !"
"Ucapan ini memang benar. Aku juga mempunyai dugaan
serupa denganmu. Maka aku baru memikirkan suatu cara
dengan menggunakan alasan tebakan syairan pujanggapujangga jaman dahulu supaya aku dapat meloloh ia banyak
minum dan setelah ia bergembira, mudah sekali
mengutarakan rahasia dalam hatinya. Siapa tahu locianpwe ini
benar-benar sangat hati-hati sekali, ia tidak sampai tergelincir
oleh akalku itu !" berkata Tiong sun Hui Kheng sambil
menganggukkan kepala. "Kalau enci Kheng tidak dapat menyulitkan Ciauw
locianpwe, sebaliknya hampir saja mempersulit diriku.
Tebakan syairan tadi, sangat interesan sekali, selanjutnya
tidak halangan bila. . . . . . . . "
Belum habis ucapannya, Ciauw San Gek sudah balik dari
dalam goa. Kali ini membawa sepoci arak besar dan ditambah
lagi dengan sebuah gelas dan sepasang sumpit serta
hindangan-hidangan dari ayam dan lain-lainnya.
Hee Thian Siang lalu berkata sambil tertawa gembira :
"Arak yang demikian bagus sudah susah untuk
mendapatkan tandingan, kini masih merepotkan Ciauw
locianpwe lagi yang harus mengeluarkan lagi beberapa
cawan. Sesungguhnya membuat malu kami. Tapi gelas dan
sumpit ini sudah tersedia untuk tiga orang, perlu apa. . . . "
Tidak menunggu habis perkataan Hee Thian Siang, tamu
pemabukan itu lantas berkata sambil tertawa :
"Aku pikir hendak menambah seorang kawan dan akan
kuperkenalkan kepada Hee laote dan nona Tiong sun,
seorang sahabat lamaku !"
Tiong sun Hui Kheng berseru kaget : "Ouw !" lalu berkata sambil tertawa :
"Kiranya Ciauw locianpwe bukan berdiam disini seorang diri
" Di dalam goa kalau begitu masih ada kawanmu " Orang
yang bisa berdiam bersama-sama dengan locianpwe yang
mungkin satu aliran, mungkin juga merupakan seorang
pendekar luar biasa. Harap silahkan keluar untuk bersamasama minum !" Tamu pemabukan dari Cong lam mendengar ucapan itu
lalu berpaling dan berkata ke arah dalam goa :
"Sahabatku, mengapa masih belum keluar " Nona Tiong
sun dan Hee laote bukan orang luar. Mereka sudah lama ingin
bertemu denganmu !" Tiong sun Hui Kheng dan Hee Thian Siang baru dikejutkan
oleh ucapan Ciauw San Gek itu dari dalam goa mendadak
berkelebat bayangan orang lalu muncul seorang imam.
Imam itu mengenakan jubah berwarna hijau, wajahnya
kurus. Wajahnya menunjukkan sikap dari seorang yang
sedang berada dalam kesedihan. Dia bukan lain dari pada
ketua Bu tong Hong hoat Cinjin yang selama itu tidak diketahui
Rajawali Lembah Huai 1 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Harimau Mendekam Naga Sembunyi 20
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama