Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bloon 17

Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 17


Blo'on. Dia mainkan tongkatnya dalam gerak yang aneh.
Seperti gerak ular memagut korbannya. Berulang kali
terdengar gaung gemerincing ketika ujung tongkat beradu
dengan pedang. Tetapi ujung tongkat hanya tergetar tak
sampai putus. "Rubuh ... " sekonyong-konyong paderi itu gunakan tangan
kiri menghantam. Dan seketika tubuh Blo'on pun terhuyunghuyung
kebelakang rubuh. "Suko ... " Sian li menjerit kaget seraya Ioncat hendak
menolong tetapi paderi itupun ayunkan tangan kirinya lagi.
Sian-li menjerit rubuh. To Jin-sik terkejut ia hendak
menolong kedua anak muda itu tetapi beberapa jago silat
gedung Cian-bin long-kun sudah menyerangnya.
"Mana Buyung Kiong !" seru paderi tua itu pada Poa Ngo.
Poa Ngo terkejut. Ia tak kenal siapa paderi itu.
"Mohon tanya siapakah gelaran yang mulia dari lo-siansu ini
?" tanyanya. "Panggil saja majikanmu keluar, nanti tentu tahu" sahut
paderi aneh itu. Poa Ngo tak puas atas sikap orang tetapi menyaksikan
sendiri betapa kesaktian paderi itu tadi. Terpaksa ia suruh
salah seorang kawannya masuk mengundang Cian-bin-longkun.
"Hm, dunia berobah, manusiapun berobah", gumam paderi
tua itu "masakan hendak bertemu dengan si Buyung Kiong
saja sukarnya seperti hendak menghadap raja. Akan kuberinya
teguran". "Suhu ", tiba2 terdengar suara berseru dan muncullah
Buyung Kiong berlarian gopoh terus berlutut di hadapan
paderi tua itu. "maafkan murid tak lekas menyambut
kedatangan suhu". Buyung Kiong mendapat laporan tentang muculnya
seorang paderi-jubah kuning yang dapat rubuhkan Blo'on dan
Sian-li. Ia terkejut dan gopoh lari keluar. Apa yang diduganya
memang benar. Paderi tua itu adalah gurunya. Hong koayceng.
paderi lhama dari Mongolia.
"Wah, enak benar engkau menikmati kehidupan yang
mewah seperti raja" sahut paderi tua itu.
"Ah, tidak suhu, murid takkan melupakan budi kebaikan
suhu" kata Cian-bin long kun. Kemudian ia mempersilahkan
paderi lhama itu masuk kedalam.
Sebelumnya ia memberi perintah supaya Blo"on, Sian li dan
To Jin-sik dimasukkan dulu kedalam kamar tahanan. Ternyata
To Jin sik juga telah dirubuhkan oleh jago2 silat
sebawahannya. Atas pertanyaan Cian-bin long kun. Hong sat koay ceng
menerangkan bahwa ia sedang berlelana dan kebetulan tiba di
kota raja. "Apakah tujuan suhu hanya berkelana melihat2
pemandangan yang indah ataukah mempunyai lain tujuan ?"
tanya Cian-bin-long-kun. "Sekali tepuk dua lalat" sahut paderi lhama Hong Sat koay
ceng. "sebenarnya aku hendak menghadiri penguburan Kim
Thian-cong digunung Kok li-nia. Tetapi kudengar dalam
penguburan telah terjadi kehebohan besar"
"O. peristiwa apakah itu, suhu ?" tanya Cian-bin-long-kun
pula. "Beberaoa tokoh sakti telah memerlukan datang untuk
membalas dendam kepada Kim Thian cong."
"Tetapi bukankah Kim Thian-cong sudah meninggal?"
"Ya, memang begitulah naluri yang dianut kaum persilatan.
Walaupun musuh itu sudah mati tetapi mereka tetap hendak
membalas dendam kepada mayatnya. Kalau tak mungkin
kepada anaknya" "Tentu terjadi pertempuran ramai antara musuh2 Kim Thian
cong dengan partai2 persilat, yang melindunginya" kata Cian
bin-long-kun. "Ya" kata Hong Sat koay-ceng "tetapi akhirnya pertempuran
itu dapat selesai dan mayat Kim Thian-cong selamat. Tetapi
andaikata tokoh2 itu menang pun mereka hanya menghantam
sebuah peti mati kosong".
"Hai," teriak Cian-bin-long kun terkejut, "kemanakah mayat
Kim Thian cong" "Para ketua partai persilatan itu menyadari bahwa Kim
Thian-cong mempunyai musuh2. Sebelumnya mereka telah
menyembunyikan mayat Kim Thian-cong dan yang
ditempatkan di rumah sembahyangan itu peti mati kosong"
"O, pintar juga ketua2 partai persilatan itu," seru Cian-binIong-kun. "Terlalu pintar sehingga mereka keblinger", sahut Hong Sat
koay-ceng. Buyung Kiong terkesiap lalu memandang suhunya: "Murid
sungguh tak mengerti apa yang suhu maksudkan"
"Para ketua partai persilatan itu mengelabuhi para tetamu
tetapi akhirnya mereka juga dikelabuhi orang sendiri"
"Bagaimanakah peristiwa itu suhu ?"
"Mayat Kim Thian cong hilang sungguh2 dari tempat
persembunyiannya." "Oh," teriak Cian-bin-long-kun terkejut "benarkah mayat itu
telah hilang" "Ya" "Siapakah yang mencurinya ?"
"Soal itu sampai sekarang masih menjadi teka-teki"
Tak henti-hentinya mulut Cian-bin long kun mendecakdecak
keheranan. "Benar2 suatu peristiwa yang luar biasa. Masakan sesosok
mayat dapat hilang" katanya.
"Dunia ini memang aneh dan dunia persilat itu penuh
dengan segala keanehan. Adalagi suatu peristiwa yang
mengherankan" "Apakah itu suhu ?"
"Di gunung Thay san saat ini telah muncul Kim Thian cong
yang memimpin sebuah perkumpulan agama baru Thian-tongpay
atau Nirwana" "Oh !" teriak Cian-bin-long-kun.
"Dan di daerah selatan di gunung Hong-san muncul seorang
Kim Thian-cong yang mendirikan perkumpulan Seng lian-kau
atau Teratai Suci." "Hebat l" teriak Cian bin-tong kun makin terkejut.
Hong Sat koay ceng tertawa hina.
"Dunia persilatan sedang bingung dan kacau tetapi engkau
enak2 mendekam di kotaraja menikmati kehidupan yang
mewah. wah. wah ... "
"Tidak suhu" serta merta Cian-bin long-kun menerangkan
"sedetikpun murid tak pernah lupa akan pesan suhu"
"Hm." dengus Hong Sat koay-ceng "apakah yang engkau
lakukan selama ini ?"
"Murid telah bersekutu dengan thaykam (orang kebiri) Gui
Wi hian. Baginda Ing Lok sat ini sedang gering. Setiap saat
raja itu wafat. Gui thaykam segera akan bertindak menurut
rencana yang murid berikan kepadanya. Persoalan Ihama di
Tibet tentu akan selesai. Tidak lagi Ma cheo Lhama yang
berkuasa tetapi tentu golongan Dalai Lhama. Dan muridpun
menghendaki nanti kepala urusan agama kerajaan. dipimpin
oleh Suhu ... " "Ah, jangan terlalu jauh rencanamu itu. Aku tak begitu
menginginkan kedudukan sebagai mentri urusan agama
melainkan sudah cukup apabila golongan Dalai Lhama diberi
kekuasaan lagi di daerah Tibet dan Mongolia"
"Tetapi suhu" kata Cian bin-long kun. "hendaknya jangan
kita kepalang tanggung. Kalau dapat menduduki jabatan itu
bukankan kita dapat lebih memperluas pengaruh golongan
Dilai Lhama?". "Kuta pikirkan saja nanti bagaimana perkembangannya.
Selain itu apakah usahamu lain selama ini ?"
"Tecu telah menyelidiki tempat perpustakaan kerajaan
tetapi sampai saat ini belum juga berhasil menemukan kitab
pusaka dari kerajaan Song itu"
"Dimanakah kitab2 itu disimpan f"
"Di dalam Istana Terlarang"
"Dapatkah aku kesana ?"
Cian-bin long kun merenung sejenak lalu berkata : "Aku
harus menghubungi Gui thaykam agar memberi surat
keterangan. Dengan surat ini suhu dapat masuk kedalam
Istana Terlarang dengan leluasa"
Hong Sat koay-ceng mengangguk.
"Adakah kunjungan suhu ke kotaraja ini sekedar hendak
menilik keadaan murid dan mencari kitab pusaka kerajaan
Song itu ?" tanya Cian-bin sin kun.
"Sekalian aku hendak ke gunung Thay-san untuk
mengetahui siapakah sesungguhnya tokoh yang menamakan
dirinya sebagai Kim Thian cong itu?".
Cian bin-long-kun minta agar suhunya suka beristirahat
barang beberapa hari di rumahnya.
"Baiklah" kata Hong Sat koayceng. "memang aku telah juga
mengadakan perjalanan. Apakah engkau menyediakan obat
penawar lelah ?" Cian bin long-kua tertawa.
"Jangan kuatir suhu" katanya, "tadi anakbuahku telah
membawa seorang gadis yang cantik sekali. Akan
kupersembahkan gadis itu untuk mengobati kelelahan suhu"
"Hm. tahu benar engkau akan kegemaranku, Buyung Kiong"
"Ah, sudah tentu murid tahu"
"Tentulah dia masih perawan, bukan ?"
"Sudah tentu, suhu."
"Bagus, aku hanya mau yang perawan saja, karena hal itu
diperlukan untuk menambah khasiat dari hawa kuning dalam
tenaga-dalam yang kuyakinkan.
Baru suhu dan murid itu berbincang bincang dengan asyik,
tiba2 di luar halaman terdengar suara orang ribut lalu jerit
teriakan kesakitan beberapa penjaga.
Cian bin-long-kun bergegas menuju keluar, tapi seketika itu
ia berteriak mengeluh : "Uh "
Ternyata di ambang pintu telah muncul 4 orang rehib tua
yang berpakaian warna putih tangannya memegang sebatang
hud-tim atau kebutan pertapaan.
'Omitohud!" seru rahib tua itu, "kiranya engkau Beng Sam
hok yang menjadi pemilik gedung ini".
"Su " thay?" Cian bin long kun menggigil dan tak dapat
mengucap kata2. "Belasan tahun aku mencarimu, baru hari ini beruntung
dapat menemukan", seru rahib itu pula.
"Suthay ... engkau keliru. Aku Buyung Kiong bukan Beng
Sam-hok." akhirnya dapat juga Cian-bin-long-kun membuka
suara. "Buyung Kiong bergelar Cian bin-long-kun atau Manusiaseribumuka. Tetapi walaupun engkau berganti wajah sampai
seribu macam, aku tetap dapat mengenalimu''
"Ah, suthay, keliru. Bagaimana suthay dapat mengatakan
diriku Beng Sam hok. Siapakah Beng Sam hok itu ?"
"Bsng Sam hok adalah kacung dari perguruan Kun-lun-pay.
Karena dia berbakat maka dia diberi pelajaran ilmusilat oleh
ketua Kun-lun pay yang lama. Tetapi ternyata dia tak tahu
membalas budi. Diam2 dia telah mencuri kiiab pelajaran
ilmupedang dari perguruan Kun-lun-pay lalu melarikan diri.
"Tetapi aku bukan Beng Sam-hok. Suthay sudah lihat" seru
Cian bin long-kun. "Tidak, aku takkan salah lihat. Walaupun wajahmu
menyerupai seorang hartawan tetapi tahi lalat pada daun
telingamu yang kiri itu tak mungkin kulupakan. Dan engkau
tentu tak mengira bahwa tanda itu merupakan ciri utama dari
dirimu" Cian-bin-long-kun terkejut. Memang pada daun telinga
kirinya terdapat sebuah tahi lalat.
"Soal tahi lalat pada daun telinga, bukan hanya terdapat
pada Beng Sam-bok seorang tetapi lain orangpun punya juga"
"Benar" sahut rahib itu. "tetapi tidaklah sampai jajar tiga
seperti pada daun telingamu itu"
Cian bin long-kun terkesiap Tetapi pada lain kejab,
timbullah nyalinya pula. Ia tahu bahwa suhunya Hong Sat
koay-ceng seorang padeti yang sakti. Apalagi di gedung
kediamannya ia memelihara berpuluh puluh jago silat kelas
satu. Masakan ia lakut terhadap seorang rahib saja.
"Suthay. apakah maksud kedatangan suthay kemari ?"
serunya. "Pertama. aku hendak minta kembali seorang gadis yang
dirampas oleh anakbuahmu di kelenteng sore tadi. Dan
setelah mengetahui bahwa engkau ternyata Beng Sam-hok,
akupun hendak menjalankan hukuman perguruan kepadamu"
"Ah. janganlah suthay terlalu mendesak padaku" seru Cian
bin long kun, "anak buah tak pernah merampas seorang gadis
yang sedang bersembahyang di kelenteng"
*Hm. engkau memang berani mati. Bahkan siapa dirimu.
engkaupun berani juga untuk menyangkal. Banyak orang
menyaksikan peristiwa perampasan gadis itu. Bahkan orangtua
gadis itu telah minta tolong kepadaku supaya menolong
puterinya. Mereka sudah tua dan hanya mempunyai seorang
anak perempuan itu. Kembalikanlah agar mengurangi dosamu"
"Telah kukatakan bahwa orang -orangku tak pernah
merampas gadis. Mengapa suthay masih kukuh menuduh saja
?" Rahib tua itu tertawa hambar. "Bolehkah aku menggeledah
didalam gedung ini" "Omitohud ... " tiba2 terdengar suara orang melantangkan
doa mantra. Menyusul muncullah seorang paderi lhama dari
dalam ruang. "Buyung Kiong, mengapa ribut ?" serunya. Buyung Kiong
segera menuturkan apa yang terjadi saat itu.
'Oh. maafkan, lo-suthay." Hong Sat koay-memberi hormat,
"lo suthay salah faham. Muridku ini tak berbuat seperti yang
suthay tuduhkan." 'O, toyu ini suhu Bong Sam-hok ?" seru rahib tua.
"Siapa Beng Sam-hok?"' Hong Sat koay-ceng bertanya.
"Beng Sam-hok adalah dia" rahib tua menunjuk pada Cian
bin-long-kun "seorang murid Kun lun-pay yang mencuri kitab
pelajaran dari perguruan itu dan melarikan diri"
Tiba2 Hong Sat koayceng tertawa keras.
"Engkau salah sangka, suthay" serunya, bukan Beng San,
hok tetapi Buyung Kiong, muridku yang setya"
"Siapakah nama toyu ?" tegur rahib tua.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku paderi lhama Hong Sat koayceng dari Mongolia"
. 'O Hong Sat koayceng yang termasyhur dengan pukulan
sakti Pasir Kuning itu ?" rahib terkejut.
"Dan siapakah nama lo suthay?"
"Ceng Sian sin-ni"
Tiba2 paderi lhama itu tertawa nyaring panjang . , .,
-ooo0dw0oooTiraikasih website http://kangzusi.com.
Jilid 25 Serentak berhenti tertawa, Hong Sat koay-ceng segera
berseru : "O, kiranya rahib ketua Kun-lun-pay yang
termasyhur dengan ilmu pedang Suan-hong kiam dan ilmu
pukulan Coh kut kin-ci ing. Maaf, maaf, aku telah berlaku
kurang menghormat. Terimalah hormat paderi lhama yang tua
Ini". Habis berkata lhama itu segera membungkukkan tubuh
memberi hormat. "Ah. toheng terlalu menyanjung diriku. Mana aku berani
menerima hormat toheng, "Ceng Siau suthay terpaksa
rangkapkan kedua tangannya balas memberi hormat.
Tampak wajah kedua tokoh itu saling mengerut. Hanya
lekukan kerut pada dahi Ceng Sian suthay lebih dalam dan
wajahnya agak pucat. Memang sepintas pandang keduanya tampak saling
memberi hormat. Tetapi sesungguhnya mereka telah
melangsungkan adu tenaga dalam.
Cian bin long-kun Buyung Kiong tahu juga akan hal itu. Ia
tersenyum simpul karena tahu bahwa dalam tenaga dalam
ternyata Hong Sat koay ceng masih lebih unggul.
"Totiang", seru Ceng Sian suthay setelah Saling memberi
hormat yang diselipi dengan adu tenaga-dalam itu selesai,
"Beng Sam hok yang kini menjelma menjadi Buyung Kiong itu
memang benar adalah murid dari Kun-lun pay. Soal kemudian
dia melarikan diri dan masuk menjadi murid totiang, itu
akupun tak berhak menghalangi".
"Ah, kiranya suthay seorang ketua perguruan yang
menyadari akan tata peraturan sebuah perguruan dalam dunia
persilatan," seru Hong Sat koay-ceng.
Ceng Sian suthay tak mau menghiraukan pujian itu.
"Tetapi aku tetap akan menyelesaikan dua buah hal
kepadanya." kata Ceng Sian suthay.
"O." desuh Hong Sat koay-ceng. "silahkan suthay
mengatakan. Kalau memang benar, sudah tentu dia harus
mentaati." "Pertama, dia harus mengembalikan kitab pelajaran ilmu
pedang Kun-lun-pay yang dicurinya itu."
"Ya, itu memang nalar," kata Hong Sat koayceng lalu
berpaling kepada Cian-bin-long kun "benarkah engkau
mengambil kitab pelajaran dari Kun lun pay?"
Cian-bin-long kun Buyung Kiong terkesiap, tadi ia
menyangkal kalau dirinya Beng Sam hok, apakah sekarang ia
harus menarik penyangkalannya itu dan mengaku benar Beng
Sam hok. "Bagaimana ?" tegur Hong Sat koayceng pula karena Cianbinlong kun diam saja. "Aku tak tahu menahu soal kitab itu." akhirnya Cian-binlong
kun menjawab. "Benar ?" Hong Sat koay-ceng menegas.
"Adakah suhu menyaksikan diriku ini Buyung Kiong ?" Cian
bin long-kun balas bertanya.
"Baiklah" kata Hong Sat koay-ceng lalu berpaling kearah
Ceng Sian suthay, "suthay, muridku Buyung Kiong itu bukan
Beng Sam-hok. Dia tak tahu menahu tentang kitab pusaka dari
Kun-lun-pay. "Totiang percaya akan omongannya ?" tanya Ceng Sian
suthay. "Aku suhunya, masakan dia berani bohong daku !"
"Baiklah", kata Ceng Sian suthay dengan menekan
kegeramannya, "apabila pada suatu kesempatan aku dapat
membuktikan bahwa ia memang Beng Sam hok, apa kata
totiang ?" "Bagaimana kehendakmu ?" tanya Hong Sat Koayceng.
"Kalau dia benar Beng Sam-hok, berarti dia masih murid
Kun-lun pay. Aku akan menjatuhkan hukuman perguruan
kepadanya". Hong Sat koayceng terkesiap.
"Dalam hal itu, totiang harap jangan ikut campur tangan."
kata Ceng Sian suthay pula.
Hong Sat koayceng tetap diam.
"Sekarang, apakah yang hendak engkau urus lagi ?" sesaat
kemudian baru lhama dari Tibet itu buka suara.
"Masih ada", kata Ceng Sian suthay, "yakni tentang anak
gadis yang ditawan dalam gedung ini. Jika Cian-bin-long-kun
mengembalikan, urusan ini takkan kutarik lebih panjang.
Tetapi kalau tidak. Hm, akupun terpaksa harus bertindak".
"Suthay", tiba2 Cian-bin-long-kun berseru dengan nada
garang. Rupanya ia sudah mendapat kembali nyalinya, "harap
tahu bahwa gedung kediaman Cian-bin-long-kun Buyung
Kiong itu adalah tempat yang menjadi kunjungan orang2
terhormat, mentri2 Kerajaan dan orang2 ternama. Janganlah
suthay menghambur fitnah yang melecehkan namaku."
"Bagus, rupanya sekarang engkau pandai benar berputar
lidah." seru Ceng Sian suthay. Perampasan gadis oleh kaki
tanganmu itu disaksikan beratus orang. Masakan engkau
masih berani nyangkal".
"Suthay" balas Cian-bin long-kun, tak kalah garang, "kami
menghormat suthay sebagai orang rahib suci, seorang ketua
perguruan silat yang termasyhur dan pula sebagai seorang
tetamu tak banyak yang kami mohon kecuali mengharap
suthay suka menaruh perhatian atas kedudukanku sebagai
tuan rumah". "Maksudmu engkau hendak mengatakan bahwa aku supaya
jangan campur urusan ini ?" rahib itu menegas.
"Hendaknya demikian", kata Cian-bin-long-kun, agar
kunjungan suthay itu jangan sampai mengecewakan suthay
karena penyambutan2 yang bersifat kekerasan. Kiranya suthay
tentu maklum bahwa gedung Cian bin-long-kun di kotaraja ini
mempunyai penjagaan yang kuat."
"Hm, kekerasan itu menunjukkan kelemahan dan
kesalahan", kata Ceng Sian suthay, "dan kekerasan itu takkan
melindungi kebenaran".
"Masih ada lagi suthay". buru2 Cian-bin-Iong-kun berseru,
"kekerasan dapat juga digunakan untuk menjaga tindakan
yang merugikan dan mengancam."
"Merugikan dan ancaman itu, banyak tafsirnya. Karena
tindakanku hendak mengusut peristiwa itu engkau merasa
dirugikan dan terancam karena tak dapat menyampaikan
maksudmu. Bukankah begitu ?"
"Suthay." tiba2 Hong Sat koayceng menyeletuk. "Seorang
rahib, hanya dibiara suci tempatnya. Hidupnyapun dialam
kesucian, bukan mengurusi urusan duniawi. Berbicara tentang
kerugian apakah suthay menderita kerugian apabila tak
mencampuri urusan ini ?"
Ceng Sian suthay tertawa datar.
"Harap toheng jangan mencampur adukkan dengan soal
rahib dan biara. Karena hal itu akan melibat dirimu sendiri.
Jika aku seorang rahib bukankah toheng sendiri juga seorang
Ihama yang pantasnya tinggal di kuil " Jika toheng menasehati
aku, mengapa toheng melakukan hal itu sendiri ?".
"Aku hendak mengurusi muridku sendiri!", jawab Hong Sat
koayceng. "lalu apa kedudukan suthay dalam peristiwa ini ?"
"Menyebut nama Ceng Sian, tentu takkan terlepas dari
nama perguruan Kun-lun-pay. Bicara soal perguruan silat,
tentu tak lepas dari dunia persilatan. Dan memperbincangkan
dunia silatan berarti memperbincangkan urusan dunia.
Salahkah kalau aku mengurus soal duniawi ?"
"Berhakkah orang persilatan mencampur urusan lain orang
?" "Setiap orang persilatan atau orang yang mengaku dirinya
sebagai seorang persilatan sejati baik dia termasuk anggauta
perguruan silat atau perseorangan, berhak untuk mengurus
ataupun mencampuri urusan lain orang atau perguruan silat,
apabila urusan itu menyalahi Kebenaran"
"Jadi suthay tetap hendak mencampuri urusan ini ?"
"Sebaiknya urusan ini dapat diselesaikan dengan jalan
damai". "Maksud suthay ?"
"Serahkan gadis itu supaya dapat kukembalikan kepada
orangtuanya". "Jika tidak ?" "Toheng tentu sudah maklum sendiri".
"Jika demikian kehendak suthay, akupun takdapat berbuat
apa2 kecuali mempersilahkan suthay" sahut Hong Sat koayceng.
Selama bicara tadi, diam2 Ceng Sian suthay sudah
menyelinapkan perhatian. Ia mengetahui bahwa empat
penjuru gedung itu telah disiapkan berpuluh2 jago silat yang
dipelihara Cian-bin-long kun.
Ceng Sian suthay merenung. Sudah terlanjur naik
punggung harimau, susahlah ia hendak turun lagi. Ia tak tahu
bahwa Hong Sat koay-ceng berada di gedung itu. Begitu pula
ternyata gedung itu penuh dengan jago2 silat. Dan dia hanya
seorang diri. Jika dia sampai terluka atau kalah, tentulah nama
perguruan Kun-lun-pay akan ditertawakan orang.
Namun kalau mundur, Hong Sat koay-ceng dan Cian-bin
long-kun tentu akan mencemohkan juga.
"Kudengar Kun-lun-pay merupakan sumber ilmu pedang
yang sakti. Ingin benar pinceng mendapat pengalaman dan
pelajaran." tiba Hong Sat koayceng berseru, "harap suthay
jangan pelit memberi pelajaran".
Walaupun diucapkan dengan nada ramah bahkan disertai
senyum simpul, tetapi jelas lhama itu menantang supaya Ceng
Sian suthay menggunakan pedang.
Sudah tentu Ceng Sian Suthay tahu. Diam2 iapun
menimbang. Hong Sat koayceng termasyhur dengan ilmu
pukulan Hongsat-ciang atau Pasir Kuning. Lebih leluasa
bertanding dengan ilmu pedang daripada dengan pukulan,
Justeru lhama itu menantang sendiri. Maka ketua Kun-lun-pay
itu pun segera memutuskan untuk bertanding ilmu pedang.
"Baiklah, jika toheng menghendaki demikian si!ahkan
toheng dan anakbuah gedung ini bersiap maju." serunya.
"Ha, ha." Hong Sat koayceng tertawa, "Suthay jangan salah
tafsir. Yang akan minta pelajaran ilmu pedang adalah aku.
Bukan mereka. Sudah tentu suthay tak bermaksud menghina
diriku hendak main keroyokan, bukan?"
"Ah, mana aku berani menghina toheng," sahut ketua Kunlunpay. "siapakah yang tak tahu akan Hong Sat koayceng
yang sakti itu". "Sudahlah, suthay" cepat Ihama dari Tibet itu menukas,
"mari kita mulai. Sekali lagi harap suthay jangan pelit untuk
memberi pelajaran ilmu pedang kepadaku".
Karena lambat atau cepat akan bertempur Ceng Sian
suthaypun segera mencabut pedangnya.
"Toheng, aku segera memulai, harap toheng mengeluarkan
senjata toheng," seru Ceng Sian.
Ceng Sian sutnay adalah seorang rahib yang tinggi
kedudukannya. Baik sebagai pemuka agama maupun sebagai
ketua partai persilatan. Dia dapat mengekang diri dalam sikap
yang sabar dan ramah. "Baik, suthay" sahut Hong Sat koayceng. silahkan
memulai". Ceng Sian suthay lekas memperhatikan bahwa paderi
Ihama itu tidak mengeluarkan senjata.
"Adakah dia hendak melawan dengan tangan kosong ?"
Ceng Sian suthay mulai meragu.
"Adakah toheng tak memakai senjata ?" ia bertanya.
"Akan kulayani dahulu dengan tangan kosong. Apabila tak
kuat, aku tentu memakai senjata juga", jawab Hong Sat.
Ceng Sian suthay menggeram dalam hati, ia merasa
diremehkan. Tetapi pada lain kilas, timbul suatu dugaan
kemungkinan paderi Ihama itu mempunyai ilmu pukulan yang
sakti. "Mari kita mulai, suthay". tiba2 Hong Sat koayceng mulai
membuka serangan, Sin-wan-te-koh atau Lutung-saktimemetikbuah adalah jurus pertama yang dilancarkannya:
Tangan kanannya mengulur maju untuk menerkam.
Ceng Sian suthay tenang2 saja melihat gerakan tangan
orang. Pada setelah tangan paderi itu hampir tiba, rahib itu
menyurut mundur setengah langkah, Sret ... secepat kilat
pedangnya membabat. Hong Sat koayceng terkejut. Cepat ia menekuk tangannya
ke atas untuk menghindari. Hanya kurang serambut jaraknya,
lengan paderi lhama tua itu terpapas pedang.
Habis menghindar, tangan Hong Sat koay- ceng akan
menjulur maju pula. Tetapi pedang Ceng Sian suthay sudah
berkelebat memapas. Dan ketika Hong Sat menarik tangannya
ke belakang, pedangpun menyambar bahunya Hong Sat
terpaksa menyurut mundur setengah langkah tetapi pedang
ketua Kun-lun pay itupun sudah membabat pinggangnya.
Hong Sat terkejut dan cepat2 mengendapkan tubuh ke
bawah. Tetapi sudah disongsong lagi dengan kilat pedang
yang membabat kaki. "Huh," sambil mendesuh, paderi lhama itu sudah
melambung sampai tiga tombak. Di udara ia ayunkan tangan
kanannya menghantam ke bawah.
"Bum . ..." Lantai berhamburan pecah, tetapi Ceng Sian telah loncat ke
samping, Maka ketika Hong Sat melayang turun, pedang rahib
itu sudah membabat kakinya.
Hong Sat terkejut sekali. Saat itu baru ia mengetahui bahwa
Ceng Sian suthay hebat sekali gin-kangnya.
Namun paderi lhama itu tak mau menyerah begitu saja. Dia
sudah menepuk dada akan melayani lawan dengan tangan
kosong. Cian-bin-long-kun dan berpuluh-puluh jago silat
menyaksikan tempuran itu. Apabila dalam waktu yang begitu
singkat, dia sudah kalah, bukankah malu akan dideritanya "
Cepat paderi lhama itu menginjakkan telapak kaki kanannya
ke atas kaki kiri. Dengan meminjam tenaga pijakan itu, tibatiba
tubuhnya bergeliatan melambung ke udara lagi. Selagi
masih di udara, dia segera melontarkan pukulan. Bahkan
sekali gus dia gerakkan tangan kanan dan kiri menghantam.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan dilindungi oleh pukulan yang menyerupai geledek itu,
ia meluncur turun ke lantai.
Terdengar debum lantai hancur berantakan, kepingkepingnya
muncrat ke empat penjuru. Jago2 silat yang
bekerja pada Cian-bin-long kun meleletkan lidah karena
kagum atas pukulan dari paderi lhama itu. Tetapi mereka lebih
kaget pula ketika paderi lhama itu mendesuh kejut dan
ayunkan tubuh sampai dua tombak ke belakang. Dan sebagai
pengganti di tempat padri lhama itu, tampaklah bayangan
Ceng Sian suthay sambil memegang pedangnya.
Adegan itu berlangsung teramat cepat sekali, sehingga
mereka tak sempat menyaksikan apa yang terjadi. Tetapi
mereka dapat menduga tentulah Ceng Sian suthay sudah
menyerang lagi dan memaksa paderi itu harus loncat mundur.
Kini terbukalah mata sekalian jago2 itu betapa tingkat
kepandaian dari rahib Kun-lun-pay. Diam2 mereka tergetar
dalam hati. Untunglah yang menjadi lawan Hong Sat koay.
Andaikata mereka yang harus melayani, tentu mereka sudah
menggelepar di lantai. Diam-diam mereka berharap mudahmudahan
Hong Sat koay-ceng dapat mengalahkan rahib dari
Kun-lun-pay. Dengan demikian mereka bebas dari keharusan
menempur rahib itu. "Ilmu pedang suthay bukan kepalang hebatnya" seru Hong
Sat koayceng memuji. "Ah, janganlah toheng mengolok", sahut Ceng Sian suthay
sambil tegak acungkan ujung pedang lurus kemuka. Pandang
matanya melekat pada ujung mata.
Hong Sat koayceng makin terbeliak. Sikap yang dilakukan
Ceng Sian suthay itu merupakan sikap dari ajaran ilmu pedang
yang sakti. Diam untuk menindas gerakan. Demikian inti dari
ilmu pedang yang sakti. Mau tak mau Hong Sat koay-ceng harus menempur. Dan
setelah merenung beberapa jenak, ia telah menentukan
keputusan. Serangan pedang yang dibuka Ceng Sian telah disambut
dengan mengangkat tangan kanan dari paderi Ihama itu.
Semula Ceng Sian memperhatikan bahwa cahaya wajah paderi
Ihama itu kian berobah kuning. Bahkan sampai biji matanya
pun terlihat berwarna kuning.
Pada saat Ceng Sian suthay menyerang maju tiba2 paderi
Ihama itu ayunkan tangannya menampar.
Ceng Sian suthay terkejut. Ia duga paderi lhama itu tentu
mengeluarkan ilmu pukulan Kong-sat-ciang atau Pukulan
Pasir-kuning yang sakti. Dalam kitab pusaka yang diketemukan dalam sebuah biara
kuno, ia banyak menemukan sumber2 ilmu kesaktian yang
hebat diantaranya sebuah ilmu pukulan yang disebut Hongsatciang atau pukulan Pasir Kuning. Dengan pukulan itu,
lawan akan menderita kehilangan tenaga, tubuhnya berwarna
kuning semua. Mirip dengan seorang penderita penyakit
kuning. Pada puncak tataran tertinggi dari ilmu Pukulan Pasir
Kuning itu, penderita pukulan akan berangsur-angsur
mengalami suatu kematian yang mengerikan. Bermula kaki
dan tangannya akan meleleh, mengeluarkan cairan kuning,
kemudian seluruh tubuhnya akan berhamburan menjadi cairan
kuning semua. Bahkan walaupun tidak ikut leleh tetapi tulang
belulangpun ikut berwarna kuning.
Hong Sat koayceng belum mencapai tingkat yang
sedemikian. Ia tengah berusaha untuk capai tingkat itu.
Sebagai kelengkapan dan syarat2 yang diperlukan, dia harus
mencari seribu buah selaput perawan.
Gila ! Tetapi Hong Sat koayceng tetap jalankan juga. Entah
berapa ratus gadis yang diculik untuk diambl selaput
keperawanannya. Namun masih jauh dari mencukupi
keperluan yang dibutuhkannya. Dan terpaksalah ia berusaha
mencarl terus. Dalam menghadapi Ceng Sian suthay, ia tak mengira kalau
rahib ketua Kun lun-pay itu memiliki ilmu pedang yang
sedemikian hebat. Dalam gerak pertama, la telah menderita
kesibukan yang hampir membawanya ke arah kekalahan.
Ceng Sian suthay telah memainkan ilmu "pedang Ngo heng
kiam. Disebut Ngo-heng atau Lima Unsur, karena ilmu pedang
itu terdiri dari lima bagian. Setiap bagian dibagi lagi menjadi
lima jurus. Yang dimainkan oleh rahib itu tadi ialah. Ngo.heng-kiam
bagian Tho-te kiam atau Unsur tanah. Tho-te-kiam dibagi
menjadi lima jurus yakni: Kian gun, Liok-te, San-tho, Ni-ciang
dan San-sik atau Bumi, tanah, gunung, lumpur dan cadas.
Pertama gebrak, Ceng Sian gunakan Ngo-kian-gun-kiam.
Sikapnya tenang dan damai, kemudian dilanjutkan Ngo-heng
tho-te-kiam. Tanah menebar luas di dunia. Dimana manusia
berada, tentu selalu ada tanah. Itulah sebabnya makai Hong
Sat koayceng pontang panting karena selalu dibayangi oleh
serangan pedang ketua Kung lun pay itu.
Dan kini, rahib dari Kun-lun-pay itu mengeluarkan jurus
Ngo-heng-san-kiam. Gunung itu bersikap tinggi perkasa,
kokoh bagai sebuah paku di bumi.
Pedang Ceng Sian suthay mengerat- erat naik turun untuk
membelah kepala dan tubuh lawan. Dia hendak menjaga
jangan sampai paderi lhama itu dapat melambung ke udara.
Dalam beberapa waktu, masih dapatlah paderi lhama itu
menghadapi. Bahkan dapat balas menyerang dengan jari2
maut. Jari yang telah disaluri dengan tenaga-dalam Hong satcinkang. Tersentuh sedikit oleh jari itu, orang tentu sudah
lunglai. Apalagi sampai kena tercengkeram.
Rupanya Ceng Sian menyadari akan keampuhan jari lawan.
Ia mengurung diri dengan sinar pedangnya sedemikian ketat
sehingga air hujan pun tak mampu mencurah ke tubuhnya.
Cian-bin-long-kun dan sekalian jago2 yang menyaksikan
pertempuran itu, kesima sekali. Memang pertempuran antara
tokoh setingkat Cian Sian dan Hong Sat, jarang terjadi dalam
dunia persilatan. Karena pertempuran semacam itu
manghidangkan permaianan yang bermutu tinggi.
Pertempuran antara tokoh kelas satu, berlangsung amat
cepat. Setiap detik peluang yang bagaimanapun kecilnya,
sudah cukup untuk merobah kedudukan, menentukan kalah
menangnya. Demikian terjadi pula dalam pertempuran dahsyat antara
Ceng Sian lawan Hong Sat koayceng.
Kedua tokoh itu seolah merapat dan sukar diketahui mana
Ceng Sian mana Hong Sat koay-ceng. Beberapa jenak
kemudian tiba2 terdengar pekikan tertahan dan serentak
keduanya saling Ioncat mundur.
Ceng Sian suthay tampak tegak mengemasi rambutnya
yang terurai. Tenang2 saja sikap ketua Kun-lun-pay itu.
Sedang Hong Sat koaycengpun tegak dengan wajah
berwarna kuning, mata dipejamkan. Tampaknya dia tak kena
suatu apa kecuali menderita keletihan napas.
Cian-bin-long-kun hendak menarik napas longgar karena
melihat suhunya tak kurang suatu apa, walau tiba2 ia menjerit
tertahan ketika pandang matanya tertumbuk sesuatu pada diri
Hong Sat koayceng. Jubah paderi lhama bagian dadanya ternyata pecah
sepanjang beberapa inci. Jelas tentu akibat dari guratan ujung
pedang lawan. "Suhu, apakah engkau terluka ?" serentak ia berseru
cemas. Tetapi paderi Ihama itu tak menjawab. Secepat membuka
ia segera berseru kepada Ceng Sian Suthay:
"Ilmu pedang Kun-Lun-pay benar2 tak bernama kosong.
Aku harus mengucap syukur, karena suthay telah berlaku
murah hati kepadaku. Mari kita lanjutkan lagi. Harap suthay
memberi pelajaran yang lebih tinggi lagi."
Habis berkata paderi lhama itu segera melepas kalung
tasbih. Berbeda dengan tasbih kaum paderi yang biasanya
terbuat dari biji2 bundar yang berlubang tengahnya. Kalung
tasbih Hong Sat koayceng itu merupakan seuntai kalung dari
benda2 keras berbentuk tengkorak kecil. Sedang tengah2
untaian kalung itu merupakan sebuah tengkorak besar,
sebesar genggam tangan orang.
"Omitohud!" seru Ceng Sian suthay, "bagaimana tasbih
sebagai kalung suci dari kaum agama, engkau ganti bentuknya
sedemikian rupa?". Hong Sat koayceng tertawa.
"Setiap orang apabila melihat tengkorak tentu jeri dan
menganggap benda itu amat keramat", seru paderi lhama itu,
"padahal kita semua manusia kelak tentu akan menjadi
tengkorak seperti ini"
"Adakah kaum lhama memang bertasbih seperti itu?"
"Tidak" sahut Hong Sat koayceng, "mereka juga bersikap
suci seperti kaum paderi di tanah Tiong-goan sini.
Tetapi aku menganut faham lain, Kita harus berani melihat
kenyataan. Bahwa manusia itu tentu akan mati. Bahwa setelah
mati, yang cantik, yang bagus, yang jelek, yang kaya, yang
miskin, yang jahat, yang suci, yang murtad, sama saja. Tiada
beda, semua akan menjadi tengkorak. Oleh karena itu maka
kalung itu berlambangkan tengkorak agar kita selalu ingat
akan hidup dan keakhiran manusia itu".
"Bagus !" seru Ceng Sian suthay. "apabila toheng
mempunyai pandangan seperti itu. Tetapi kenyataan berbicara
kudengar untuk kepentingan melatih ilmu Hong-sat ciang
sampai sempurna, diperlukan benda2 yang mengakibatkan
hiIangnya jiwa beratus-ratus gadis suci. Benarkah itu?"
"Benar, benar" diluar dugaan Hong Sat koayceng menjawab
dengan jujur. "tetapi apa artinya beratus jiwa gadis dengan
hasil yang kudapat dari ilmu sakti itu" Tidak berarti sama
sekali seperti sejemput pasir dilontarkan ke dalam lautan
belaka." Ceng Sian suthay kerutkan dahi.
"Bagaimana toheng dapat mengatakan begitu?" tanyanya.
"Dengan memiliki kesaktian semacam itu aku akan
menaklukkan dunia persilatan. Kurobah wajah dunia
persilatan, dari suatu medan perebusan nama dan
pertumpahan darah, menjadi sebuah dunia yang damai
dimana tokoh2 persilatan akan hidup dibawah perintah suatu
faham hidup yang baru".
"Jika demikian tujuan toheng, akulah orang pertama yang
akan menentang" seru Ceng Sian suthay.
"Memang seharusnya begitu. Karena setiap penaklukan
yang kulakukan tentu berdasar kemenangan yang sungguh2
sehingga orang akan tunduk dan patuh benar2 kepadaku.
Nah, marilah kita mulai".
Kini paderi lhama yang eksentrik itu memegang sebuah
kalung tasbih tengkorak. Sedangkan Ceng Sian suthay tetap
dalam sikap semula. Pedang lurus disongsongkan ke muka,
kedua matanya memandang ke arah ujung pedang. Bagi
seorang ahli pedang, tentulah dapat mengetahui bahwa sikap
yang dilakukan ketua Kun-lun-pay merupakan pembukaan dari
ilmu pedang yang sakti. Hong Sat koayceng pun mulai mengayunkan kalung
tasbihnya. Dari pelahan makin cepat dan makin cepat sampai
akhirnya kalung tasbih itu berrobah menjadi lingkaran sinar
kuning yang bergulung-gulung membungkus diri paderi lhama.
Lalu pelahan-lahan mulai maju mendekati lawan.
Ceng Sian suthay bersikap hati2. Ia belum tahu betapa
hebatnya senjata kalung tasbih itu, namun karena yang
menggunakan seorang tokoh macam Hong Sat koayceng,
tentulah tasbih itu hebat sekali.
Ngo-heng-ni-ciang-kiam atau ilmu pedang Unsur-lumpur,
segera dimainkan oleh rahib itu.
Sebagaimana dengan sifat lumpur yang lunak tapi
membenam segala benda yang membenturnya maka ilmu
pedang yang dimainkan Ceng Sian suthay itupun demikian
juga. Lunak dalam gerakan tetapi membenam dalam
perbawanya. Mambenam sinar kalung yang menerjangnya.
Sinai kalung tasbih seolah-olah terbenam dalam lingkaran
sinar pedang. Walaupun sukar dilihat mana sinar kalung mana
sinar pedang, namun dari warnanya yang kuning dengan
putih, orang dapat membedakannya.
Kali ini Hong Sat koayceng menyerang dengan sepenuh
tenaga. Ia malu kalau sampai menderita kekalahan lagi.
Cong Sian suthay tetap berlaku hati2 untuk melayani. Ilmu
pedang yang berintikan sifat lumpur memang bukan jurus
untuk menyerang melainkan untuk membenam gerakan
lawan. Demikian kedua tokoh sakti itu mulai terlibat lagi dalam
sebuah pertempuran yang seru dan dahsyat.
Ternyata pada saat Ceng Sian suthay sedang melakukan
pertempuran dengan Hong Sat koay ceng dan Cian-bin-longkun
serta segenap jago2 silat yang bekerja padanya
menyaksikan pertempuran itu, di dalam gedung Cian-bin-longkun
telah terjadi suatu pertstiwa yang tak diduga-duga.
Pengemis-riang To Jin-sik selalu meninggalkan pertandaan
di sepanjang jalan yang dilaluinya. Hal ini memang sudah
menjadi suatu kebiasaan dari setiap anakbuah Kay-pang yang
sedang melakukan tugas. Bahkan pada waktu berangkat mengantar Blo'on dan Sianli.
Ong Cun kedua Kay-pang cabang kota Pakkhia,
mengingatkan To Jin-sik agar jangan lupa meninggalkan
pertandaan. Hal itu perlu untuk menjaga kemungkinan yang
tak diharapkan mengingat bahwa kota raja itu pengaruh
Jiong-pang (Partai Jembel) amat besar.
Seorang anakbuah Kay pang telah melihat pertandaan yang
ditinggalkan To Jin-sik. Dia tahu kalau To Jin-sik menuju ke
gedung Ciang bin long kun. Diam2 anakbuah Kay-pang itu
segera mencari jejak To Jin-sik.
Dari beberapa orang, dapatlah anakbuah Kay-pang itu
mengetahui bahwa To Jin-sik berada di gedung Cian-bin-longkun.
Tetapi sampai malam, pesta sudah bubar, belum juga To
Jin-sik dan kedua pemuda yang diantarnya itu keluar.
Anakbuah Kay-pang itu menunggu. Betapalah kejutnya ketika
melihat To Jin sik, Sian-li dan Blo'on bertempur dengan.jago2
gedung Cian-bin-long-kun. Bargegas-gegaslah melapor kepada
Ong Can, thancu Kay-pang cabang Pakkhia.
Ketua Kay-pang cabang kotaraja itu, terkejut. "Ah, tentulah
pemuda itu yang cari gara2. Kalau To Jun-sik ditangkap, tentu
akan menimbulkan heboh. Ia merenung cara untuk menolong Jin-sik dan kedua
anakmuda itu. Jika kerahkan seluruh anakbuah Kay-pang,


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentu akan menimbulkan akibat yang meluas. Can-bin-longkun
tentu akan berusaha untuk membasmi Kay-pang.
"Hm, aku harus bertindak secara tersembuyi." akhirnya
ketua Kay-pang cabang Pak-khia menetapkan langkah.
Akhirnya ia memilih lima orang anakbuah Kay-pang. Kepada
mereka diperintahkan supaya menyamar dalam pakaian serba
hitam, mukapun harus ditutup dengan kain hitam agar jangan
nampak kalau mereka anakbuah Kay-pang.
Ong Cun dipilih sebagai ketua cabang Kay-pang karena
cerdik dan berkepandaian tinggi. Orang persilatan
menggelarinya sebagai Sam-thau-liok-pi atau Tiga-kepalaenamlengan. Dia pandai berpikir dan pandai bertindak.
"Kita menyusup dari belakang", kata Ong Cun kepada lima
orang anakbuahnya. Dengan hati2 mereka melompati pagar
tembok dan terus menyelundup masuk.
"Aneh. mengapa rumah ini sepi2 saja ?", diam2 ia berkata
kepada dirinya sendiri. Padahal diketahui bahwa gedung Cianbinlong-kun itu pelihara berpuluh-puluh penjaga yang terdiri
dari jago2 silat yang berkepandaian tinggi.
"Kalian tunggu disini, aku hendak menyelidiki ke dalam", ia
memberi perintah lalu dengan sebuah gerak yang
menimbulkan kekaguman orang ia sudah menyelundup tanpa
kedengaran suara apa2. Waktu itu malam makin sunyi. Tiba2 ia dengar suara orang
menangis terisak-isak dari sebuah ruangan. Cepat ia
menyelinap ke tempat itu. Dengan gunakan ilmu gin-kang,
iapun melambung ke atas atap. Setelah menunggu sampai
beberapa saat nada suatu gerak maupun suara yang
mencurigakan, barulah ia berjongkok dan membuka genting.
Kemudian ia susupkan kepalanya masuk. Kaki mengait pada
tiang-rusuk, lalu bergelantung memandang ke bawah.
Segera ia melihat seorang nona tengah menangis diatas
ranjang. Sedang seorang wanita tua tengah membujuknya.
"Sudahlah nona, jangan menangis," kata perempuan tua
itu. "Buyung loya tentu akan memberi apa saja yang engkau
minta. Dia kaya raya dan berpengaruh. Engkau harus merasa
beruntung karena dia berminat kepadamu".
Namun nona itu tetap tak menghiraukan.
"Ah". perempuan tua itu menghela napas seperti ikut
bersedih atas nasib si nona. "Memang semula akupun ikut
bersedih ketika pertama kali loya menitahkan aku supaya
menghibur seorang gadis yang dibawanya ke gedung ini,
Tetapi apa akhirnya ?"
Perempuan Itu sengaja melontar cerita untuk memancing
perhatian si nona agar mau bertanya, tetapi ternyata gadis itu
tetap tak mengacuhkan. "Beberapa hari kemudian ketika bertemu padaku, dia
tampak tersenyum-senyum gembira sekali. Dan tahu2 dia
memberi persen dua tail perak kepadaku, Ih .. "
Tetapi gadis itu diam saja.
"Bukan hanya seorang dua orang, tetapi berpuluh gadis
yang dibawa kemari tentu seperti itu. Pertama menangis sedih
memikirkan nasibnya. Dia merasa nasibnya paling celaka di
dunia. Tetapi setelah tidur dengan loya, uh, dia mengatakan
dirinya seorang wanita yang paling bahagia. Loya telah
memenuhi segala kebutuhannya."
Ong Cun cepat dapat menduga bahwa perempuan tua itu
tentulah bujang yang disuruh Cian bin-long-kun untuk
membujuk korbannya, Ong Cu muak melihat perempuan tua itu. Tiba2 ia lepaskan
kaitan kakinya lalu meluncur turun.
"Hai " " baru perempuan itu membuka mulut karena kaget,
Ong Cun sudah loncat mendekap mulutnya.
"Kau mau hidup atau mati ?" bentak Ong Cun setengah
berbisik. Ia lepaskan tangannya.
Bermula perempuan tua itu mengira yang datang dengan
muka berselubung kain hitam itu bangsa setan. Tetapi setelah
mendengar suara orang, perempuan tua itupun hanya
menggigil ketakutan. "Lekas bilang !" Ong Can lekatkan pedang ke leher
perempuan tua itu. "Ampun, loya., aku ingin " hidup"
"Hm sudah setua itu engkau masih temaha hidup, ya ?"
"Ampun loya. aku hanya bujang dari gedung ini yang
dititahkan oleh majikanku untuk menemani nona ini"
"Dari mana nona ini?"
"Aku tak tahu karena hanya diperintah loya untuk
menemaninya saja" " Bukankah majikanmu menculik nona ini untuk dijadikan
gundik?" " Be " nar ... " perempuan tua makin gemetar.
Ketika mendengar suara yang aneh, gadis itu mengangkat
muka dan ketika melihat munculnya seorang berpakaian serba
hitam berselubung mukanya, gadis itu hendak menjerit.
Untunglah ia cepat dapat mendengar pembicaraan orang itu
dengan perempuan tua. Maka ia menduga orang itu tentu
hendak menolongnya. " Siapakah nama nona?" Ong Cun beralih kepada gadis itu
"jangan takut, aku akan monolongmu."
Nona itu mulai timbul barapannya. Ia mengatakan bahwa
dirinya bernama Bok Kui-hoa, anak seorang pedagang kecil
yang tinggal di ujung kotaraja. Malam itu iapun hendak
bersembahyang ke kelenteng sebagaimana dilakukan oleh
para gadis2 pada tiap hari Pek-gwe-cap-go atau bulan delapan
tanggal limabelas. "Waktu hendak pulang, aku telah dihadang oleh beberapa
lelaki lalu dipaksa naik tandu dan dibawa ke dalam gedung
ini," kata gadis itu, "tuan, tolonglah aku. Kedua orangtuaku
sudah tua dan berpenyakitan. Anaknya pun hanya aku
seorang ?" "Jangan menangis, nona. Aku pasti akan menolongmu".
Ong Cun menghiburnya. Kemudian berkata pula kepada
bujang perempuan tua tadi:
"Bukankah engkau masih ingin hidup "'
"Ya." "Kalau begitu, engkau harus menjawab pertanyaanku
dengan jujur. Sepatah saja engkau berani bohong, lehermu
tentu akan putus, mengerti..!"
Dengan gemetar bujang perempuan tua itu mengiakan.
"Dimana majikanmu ?" Ong Cun mulai bertanya.
"Mungkin berada di ruang depan ... "
"Mungkin" Hm, engkau hendak main gila."
"Tidak. loya. Aku hanya ditugaskan untuk menemani nona
ini disini. Dimana saat ini majikanku, aku kurang jelas.
Biasanya tengah malam dia tentu tiba di kamar ini"
Karena beralasan maka Ong Cun tak mendesak melainkan
bertanya lagi : "Mengapa gedung ini sepi2 saja " Kemanakan
bujang2 yang lainnya "
"Ah, masakan mereka tak ada, Buyung memelihara banyak
sekali orang gajihan, baik jago2 silat maupun bujang2 lelaki,"
Ong Cun berpikir, kemungkinan memang bujang
perempuan tua itu tak tahu2 apa karena hanya mendekam
dalam kamar menemani gadis Bok"
"Apakah engkau tahu bahwa ada tiga orang yang ditawan
dalam gedung ini ?" "Tidak tahu" "Hm." dengus Ong Cun, "mengapa engkau tak tahu apa2.
Sekarang engkau harus tahu. Kalau tak tahu jelas engkau
tentu hendak main gila".
"Sungguh mati, loya, Aku memang tak bohong",
"Dimana letak tempat tinggal para jago silat yang bekerja
pada tuanmu itu ?" "Ya, aku tahu loya" sahut bujang perempuan-tua itu.
"mereka ditempatkan di sebuah gedung lamping sebelah
barat." "Benar ?" "Sungguh mati !"
"Baik", kata Ong Cun. "sekarang engkau harus menurut
perintahku. Tukarkan pakaianmu dengan pakaian nona itu.
Engkau memakai pakaiannya dan nona itu memakai
pakaianmu," "Mengapa " , "
"Jangan banyak mulut, lekas kerjakan !" Ong Cun
lintangkan pedangnya ke leher bujang.
"Nona, harap lakukan perintahku itu."
Kemudian ia berpaling ke belakang untuk memberi
kesempatan kepada kedua orang itu saling tukar pakaian.
Setelah selesai, barulah Ong Cun berbalik tubuh lagi dan
memberi perintah kepada si bujang tua supaya tidur di atas
pembaringan. " Ah, Buyung loya tentu akan membunuh aku ... ". belum
selesai ia berkata, tiba2 Ong Cun sudah menutuk jalan
darahnya sehingga dia rubuh pingsan.
Setelah dibaringkan di atas pembaringan Ong Cun segera
mengajak Bok Kui Hoa keluar. Untuk mempercepat langkah, ia
mengangkat tubuh nona itu dan dibawa lari ke tempat
anakbuah Kaypang. Kelima anakbuah Kaypang itu terkejut. Tetapi setelah diberi
keterangan oleh Ong Cun, barulah mereka lega.
" Nona Bok, engkau harus bersembunyi di belakang pohon
itu," Ong Cun menunjuk kesebuah pohon besar yang terletak
diluar halaman gedung, " setelah urusan kami selesai, tentu
akan kami antarkan nona pulang"
Bok Kui-hoa melakukan perintah. " Sekarang mari kita
mencari tempat kediaman para jago2 silat itu," kata Ong Cun.
Karena gedung sebelah dalam sunyi senyap maka tanpa
banyak mengalami kesukaran, Ong Cun dan anak buahnya
tiba di tempat itu. "Bangunan itu merupakan, sebuah asrama besar dan indah.
Memiliki berpuluh ruangan. Tetapi anehnya, saat itu juga
tampak sepi2 saja. "Kemanakah gerangan mereka?" bisik Ong Cun.
Tiba2 ia melihat seorang lelaki sedang berjalan keluar dari
asrama itu. Cepat Ong Cun bersembunyi di tempat gelap.
Sesaat orang itu tiba di dekat mereka, dengan sigap sekali,
Ong Cun sudah menyergapnya.
"Jangan berteriak kalau ingin hidup!" benlaknya.
Orang itu menggigil keras ketika berhadapan dengan lima
orang berpakaian dan berkerudung kain hitam.
"Dimana sekalian jago2 silat di sini?"
"Sedang berada di luar ....... "
"Mengapa ! " "Di ruangan depan sedang terjadi pertempuran antara
seorang rahib dengan paderi yang menjadi suhu dari Buyung
loya." "Oh, " gumam Ong Cun, "dimana ketiga tawanan malam ini
ditempatkan" " Orang itu bersangsi. "Lekas bi!ang, atau kepalamu kupisahkan dari tubuhmu,"
Ong Cun lekatkan pedarg ke leher orang itu.
" Ya, ya ..... aku bilang ..." kata orang itu.
"Tidak usah beri keterangan, antarkan kami ke sana."
"Tetapi tempat itu dijaga oleh dua jago silat yang lihay! "
" Siapa " "
"Kipas besi Ti Kak dan Lengan-baja Tek Kui .."
"Tidak apa, lekas bawa kami ke sana."
"Mereka tentu akan membunuh aku!"
" Jangan kuatir, aku berada di belakangmu. Akan kulindungi
jiwamu apabila mereka hendak mengganas ! "
Karena dipaksa, orang itupun mau juga membawa kelima
tokoh2 Kay-pang ke sebuah tempat yang terletak di bagian
belakang gedung. "Disana! " seru orang itu sambil menunjuk ke depan.
Ong Cun memandang ke muka. la kerutkan dahi: "Jangan
main gila, masakan sebuah ruang kosong engkau katakan
tempat penahanan tawanan !"
"Memang tampaknya kosong tetapi apabila orang
melangkah ke situ maka lantai akan bergetar-getar dan
terdengarlah sebuah kelinting berbunyi."
"O, ruang itu dipasangi alat rahasia?".
Orang itu mengangguk. Begitu kelinting berbunyi maka
kedua penjaga segera muncul dan menangkap penjahat yang
masuk ke situ." Sejenak merenung, Ong Cun segera menghampiri seorang
anakbuahnya dan membisiki. Anakbuah Kay-pang itupun
segera melepas jubah luarnya dan suruh bujang itu
memakainya. Begitu juga kain kerudung muka.
Orang itu bendak membantah tetapi Ong Cun menyahut
dengan lintangkan pedang pada Iehernya.
"Jangan kuatir, aku tentu akan melindungi dirimu, "
katanya. Ong Cun lalu suruh bujang yang sudah berubah menjadi
orang berjubah dan berkerudung muka kain hitam itu menuju
ke tengah ruang rahasia. " Awas, jangan main gila, kalau engkau berteriak minta
tolong kepada mereka, sebelum mereka sempat datang, liuyapto (golok kecil setipis daun ) ini tentu sadah bersarang di
tubuhmu," Ong Cun mengancam.
Bujang itu terpaksa melakukan perintah. Perlahan ia
melangkah ke dalam ruangan. Tiba ditengah ruang, lantaipun
berputar-putar dan seketika terdengar suara kelinting
berbunyi. "Ti loya, Tek loya. aku bujang gedung ", " serentak bujang
itupun berteriak ketika sesosok tubuh melesat dari samping
kanan. Cepat2 pula ia membuka kain kerudung penutup
mukanya. "Engkau "!" Hardik Kipas-besi Ti Kak yang mengenakan
pakaian putih mirip dengan seorang sasterawan. Tinju yang
sudah diangkat hendak dihantamkan, dihentikan pula.
"Mengapa engkau kemari !" hardik Lengan-baja Tek Kui
yang bertubuh tinggi. "Mereka menyelundup ke gedung ini!" teriak bujang itu
seraya menuju ke arah tempat Ong Cun berenam sembunyi.
Berhamburan kedua penjaga itu lari ke luar tetapi mereka
tak mendapatkan suatu apa.
"Ha, ha, ha .... "
"Ha, ha, ha .... "
Tiba2 dari arah timur dan barat terdengar orang tertawa
mengejek. "Tek hiante, engkau kejar ke timur, aku yang ke barat,"


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seru Kipas besi Ti Kak, lalu ayunkan tubuh meluncur ke barat.
Tek Kui pun segera loncat menuju ke timur.
Secepat kedua penjaga itu lenyap dalam kegelapan maka
dari balik sebatang pohon yang tumbuh di halaman asrama
itu, bermunculan empat orang. Ong Cun dan ketiga
anakbuahnya. Memang dengan cerdik Ong Cun telah mengatur siasat. la
tahu bahwa bujang itu akan berteriak minta tolong kepada Ti
Kak dan Teng Kui. Namun demikian sengaja ia melepas dia ke
dalam ruangan. Telah diperhitungkannya pula bahwa Ti Kak dan Tek Kui
tentu akan mencari keluar. Maka ia perintahkan dua orang
anak buahnya untuk memancing dan memencarkan kedua
penjaga itu. "Bawalah mereka sampai keluar gedung ini" demikian Ong
Cun melengkapi perintahnya.
Dan setelah berhasil, maka bersama tiga orang anakbuah,
Ong Cun muncul dari tempat persembunyian dan langsung
menuju ke ruang rahasia itu.
"Oh. ampun tuan .. " serentak bujang itu gemetar dan
menumprah di lantai. "Engkau telah menghianati perintahku, seharusnya
kupotong lehermu ..."
"Ampun, tuan .. "
"Dapat kuberi ampun apabila engkau mau mengerjakan
perintahku ini. Bukalah lantai rahasia ini. Bukankah
dibawahnya terdapat ruang rahasia di bawah tanah ?"
"Be ... nar ..."
"Lekas" bentak Ong Cun. Dan bujang itu pun menghampiri
ke sudut ruang. Ketika menginjak lantai maka lantai diruang
tengah segera bergerak-gerak dan terbukalah sebuah lubang.
"Hayo, antar kami turun ke bawah". Seru Ong Cun pula
ketika melihat sebuah titian batu menurun ke bawah. Orang
itu terpaksa menurut. Ruang di bawah gelap sekali. Ong Cun menyulut korek
untuk menyuluhi lorong yang ditempuhnya. Tak berapa lama
mereka tiba disebuah ruang yang lebar dan tenang.
Ong Cun segera melihat beberapa kamar berderet- deret di
ruang itu. Setiap kamar mempunyai sebuah jendela berterali
besi. Ong Cun menghampiri salah sebuah kamar itu dan
melihat Jin-sik sedang duduk bersila memejamkan mata.
Rupanya dia tengah menyalurkan tenaga dalam.
"Jin-sik , ... " seru Ong Cun.
"Ong, thancu!" To Jin-sik berteriak kaget dan gembira sekali
ketika melihat siapa yang datang.
"Engkau dijebloskan di ruang ini?" tanya Ong Cun.
"Ya," kata To Jin-sik, "kedua kongcu itu juga dimasukkan
dalam samping kamarku."
"Apakah kita tak dapat menghancurkan pintu atau jendela
ini?" tanya Ong Cun.
To Jin-sik gelengkan kepala: "Telah kucoba tetapi gagal.
Pintu itu terbuat dari baja yang sangat tebal. Demikian pula
dengan terali jendala. Kecuali dengan pedang pusaka,
sukarlah untuk membongkarnya."
" Baiklah, aku hendak menjenguk kedua kongcu itu dulu,"
kata Ong Cun terus menghampiri ke kamar sebelah. Di situ
tampak sesosok tubuh seorang pemuda tengah berbaring
membujur di lantai, " Nona Liok"' seru Ong Cun memanggil. Tetapi orang yang
rebah itu tetap tak bergerak, "ah, dia tentu terluka atau
tertutuk jalan darahnya hingga tak dapat bergerak."
Ong Cun memutuskan untuk mencoba mendobrak
pintu...Tetapi tak berhasil. Kemudian ia mencoba kerahkan
seluruh tenaganya untuk menarik terali besi jendela. Tetapi
juga gagal. Terali besi yang sebesar lengan bayi itu terlalu
kokoh. Ia mengungkit sekeping baru dinding lalu dilontarkan ke
arah nona itu. Rupanya lontaran tepat mengenai punggung
Liok Sian-li sehingga ia sadar dari pingsan.
" Nona Liok, aku Ong Cun yang datang," ketua Kay pang
dari Pakkhia itu segera berseru.
Setelah sadar Sian-li hendak bergerak tetapi tak dapat.
Jalan darahnya memang ditutuk sehingga ia tak dapat
berkutik. " Maaf, Ong thancu, aku tak dapat berkutik," seru
"dimanakah aku ini?"
"Nona telah dijebloskan dalam sebuah kamar di bawah
tanah." "Hancurkan pintunya, thancu!"
" Tidak dapat, nona. Pintu amat kokoh sekali, begitu pula
terali jendela. Kecuali kalau kita mempunyai pedang pusaka,
baru dapat membukanya."
"Ah," tiba2 Sian li menghela napas kecewa "aku membekal
sebatang pedang pusaka tetapi aku tak berdaya
mengambilnya". Ong Cun mengeluh tapi ia tak mendapat akal untuk
menolong nona itu ataupun mengambit pedang pusaka yang
terselip dipinggangnya. "Jika demikian, aku hendak menjenguk ketempat kongcu",
katanya kemudian seraya hendak angkat kaki.
"Tunggu dulu, thancu " tiba2 Sian-li berseru.
Setelah Ong Cun berhenti maka nona itu berkata lebih
lanjut, "sukoku memiliki tenaga dalam yang luar biasa
hebatnya. Aku menyaksikan sendiri hal itu. Tetapi anehnya dia
tak mengerti silat maka sukar untuk menyuruhnya
menggerakkan tenaga-dalam. Kita harus cari akal bagaimana
supaya dia mau mengeluarkan tenaga dalamnya".
"Untuk apa ?" tanya Ong Cun,
"Dengan tenaga dalam yang hebat itu dia tentu mampu
menjebol terali jerdela. Soalnya hanya bagaimana kita dapat
menyuruh dia mengeluarkan tenaga-dalam saja"
"Akan kuberitahu dan kuajarkan cara2 mengerahkan
tenaga-dalam itu kepadanya," kata Ong Cun.
Sian li menghela napas: "Ah, suko itu aneh sekali
perangainya. Mungkin sukar untuk membujuknya".
Ong Cun terdiam. Dia memang tahu juga akaun tingkah
laku yang aneh dari Blo'on.
"Ada!" tiba2 Sian-li berseru sehingga Ong Cun buru2
menanyakan. "Ya; aku mendapat akal. Hanya dengan cara itu
kemungkinan besar kita dapat menyuruhnya mengerahkan
tenaga-dalam." "Cobalah nona katakan."
"Thancu harus membikin marah padanya. Buatlah supaya
dia marah sekali sehingga dia terus mengeluarkan tenagadalam
untuk menjebol terali jendela."
Ong Cun terkesiap lalu garuk2 kepala. Ia maklum
mempunyai gambaran cara bagaimana dapat menimbulkan
kemarahan pemuda blo'on itu.
"Begini thancu," kata Sian-li pula, "makilah dia sepuas-puas
thancu lalu tantanglah dia berkelahi. Suruh dia keluar. Ajak dia
bertaruh. Kalau ia mampu menjebolkan terali jendela dan
keluar, Pangcu mengaku kalah tetapi kalau tidak mampu, dia
yang kalah. Dia tentu panas hatinya dan melakukan hal itu."
,,Baiklah, akan kucoba melakukan rencana nona."
Tiba di kamar tempat Blo`on ditahan, dilihatnya pemuda itu
deliki mata kepadanya. "Setan ....... " seru Blo'on.
"Ya, aku memang setan yang hendak mencabut nyawamu!"
Ong Cun sengaja membuat nada suaranya seram.
"Huh" , Blo"on mengeluh, "jangan, aku tak mau! "
"Ho, mau tak mau, nyawamu tentu kucabut. Apakah
engkau mampu melawan aku!."
"Siapa yang suruh engkau mencabut nyawaku?" teriak
Blo'on. "Giam-lo-ong si raja akherat !"
"Huh, suruh Giam-lo-ong datang kemari. Biar kuhajar dia.
Masakan nyawa orang hendak dicabut seperti rumput saja."
Diam2 Ong Cun geli tetapi terpaksa ia menahan
tertawanya. "Ho, masakan Giam-lo-ong sudi datang ke sini. Engkau
yang harus menghadap kepadanya."
"Dimana tempatnya?"
"Di akherat". " Akherat" Tempat apa itu" "
"Akherat tempat nyawa dan roh manusia yang sudah mati.
Kebanyakan yang di situ manusia yang sewaktu hidupnya
berbuat jahat." " Apa aku jahat" " tanya Blo"on.
"Terserah saja nanti bagaimana. Giam lo-ong yang
memutuskan." "Aku hendak menghadap Giam-lo-ong. Kalau dia berani
memutuskan aku seorang jahat, tentu akan kuhajar .... "
"Jangan bermulut besar, budak! Kalau berhadapan muka
dengan Giam-lo-ong, belum2 engkau tentu sudah pingsan."
" Mengapa?" " Huh, wajahnya jauh lebih menyeramkan dari aku.
Sudahlah, tak perlu berkeras kepala. Serahkan nyawamu
dengan baik2 atau nanti terpaka kucabut dengan paksa."
"Coba saja kalau engkau berani "
" Apakah engkau berani melawan aku" "
"Apa yang aku takuti" Jangankan engkau, Giam lo-ong
sekalipun aku tak takut," Blo'on mulai panas.
"Ho, apakah engkau benar2 hendak menghadap Giam-lo
ong" " " Ya." " Kalau begitu engkau harus keluar dari kamar ini dan ikut
aku menghadap Giam-lo-ong."
"Huh, jangan omong seenakmu sendiri, setan" gumam
Blo'on, "bagaimana aku mampu menjebol pintu atau daun
jendela yang berterali sekokoh itu?"
Ong Can tertawa mngejek. "Kalau terali besi saja tak mampu menjebol, bagaimana
engkau berani menentang Giam-lo-ong. Ketahuilah, Giam-loong
itu adalah dewa Pencabut Nyawa yang amat sakti. Tiada
seorangpun yang mampu mengalahkannya."
Blo'on malu dan mulailah ia naik pitam. "Engkau kira aku
tak mampu menjebol terali jendela itu?"
"Coba saja kalau memang mampu! " diam2 Ong Cun
gembira dalam hati. "Dan kalau memang mampu menjebol terali jendela ini,
kubebaskan engkau dari kematian Engkau boleh hidup dan
berkumpul lagi dengan sumoaymu."
" Bailk, " Blo'on terus menghampiri terali jendela,
merabanya dan leletkan lidah. Ia mengeluh karena putus asa.
Bagaimana mungkin dapat menjebolkan terali besi itu"
Namun karena sudah berjanji, terpaksa Blo"onpun
melakukan juga. Dipegangnya terali besi lalu ditariknya.
" Huh, " ia mendesuh ketika terali besi sedikitpun tak
bergetar. "Kerahkan seluruh tenagamu, Engkau pasti dapat! " seru
Ong Cun. Tetapi anakmuda itu mengeluh: "Sudah tapi tetap tak
berhasil. Rupanya terali besi ini luar biasa kokohnya."
"Cobalah engkau julurkan kedua tanganmu di antara sela
terali itu". Blo'on menuruL Tiba2 Ong Cun mendekap kedua tangan
pemuda itu lalu ditariknya sekuat tenaga.
" Huh, engkau hendak mencelakai diriku", Blo'on berteriak
geram. "Sudahlah, jangan banyak mulut. Kalau engkau mampu
menjebol terali jendela ini engkau akan dtbebaskan dari
kematian oleh Raja Akherat"
"Engkau harus pegang janji " teriak Blo'on, lalu singsingkan
lengan baju, menghampiri terali jendela dan menghantam.
bum ... "Aduh .. Mak !" ia menjerit kesakitan seraya mendekap
tangan kanannya. "Banci, engkau Blo"on !" teriak Ong Cun membikin panas
hati pemuda itu, "sakit begitu saja sudah berteriak menyebut
emakmu. "Bum ... aduh, m ... ", untuk kedua kalinya ia menghantam
lagi tetapi kembali ia menjerit kesakitan. Untung ketika hendak
mengatakan 'mak' ia teringat olok2 orang berbaju hitam itu.
Maka buru2 hentikan teriakannya.
Karena dua pukulan itu, rasa sakit telah menimbulkan suatu
reaksi dalam tubuhnya. Darah bergolak keras dan panas.
semangatnyapun bergelora yang penting kemauan hatinyapun
serempak bangkit. Ya. ia harus dapat menjebolkan terali besi
itu. Serentak ia maju lagi. Tetapi kali ini dia mengadu tinju
dengan terali besi melainkan memegang kisi2 terali itu dengan
kedua tangannya lalu dengan sekuat tenaga ditariknya !
Rangsang kemarahan telah memancarkan tenaga-dalam Ji
ih cin kang yang sakti. Krak" , krek. krek ... terdengarlah
seketika terali besi itu berderak-derak dan ber-guncang2.
Bukan kisi besi yang kalah tetapi bingkainya yang bergerakgerak
meluncur kedalam. Makin lama makin menjulur, dan
brakkkk ... akhirnya bobollah dindingnya karena bingkai terali
jendela itu telah menggelincir keluar dalam pegangan Blo'on.
"Bagus, marl kubantu engkau keluar!", seru Ong Cun seraya
cepat mengulurkan tangan ke dalam lubang dinding.
Maksudnya hendak menarik Blo'on keluar.
Plak .... "TIdak perlu engkau bantu, aku dapat meluncur keluar
sendiri" teriak. Blo"on seraya menampar tangan Ong Cun.
Rupanya anak itu sudah naik darah.
"Aduh .. " Ong Cun menjerit dalam hati. Ia malu untuk
mengeluarkan suara. Tamparan Blo'on kerasnya seperti
tangan besi. Blo'on heran mengapa ia memiliki tenaga yang scdemikian
hebatnya, Bahkan iapun tak tahu apakah ia mampu lompat
melintasi lubang dlnding itu atau tidak. Tetapi ia hanya
mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia ingin loncat
menerobos dinding itu dan harus bisa.
Setelah lepaskan bingkai terali besi, ia segera enjot kakinya,
kedua tangan diluruskan ke muka mengarah lubang itu, "Wut
" uh... bluk ?"
Ia terkejut ketika tubuhnya melayang keatas dan
menerobos lubang dinding itu, Karena meluncur cepat sekali,


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia tak keburu memikir bagaimana kalau jatuh ke lantai, Tahu2
mukanya sudah hampir membentur lantai. Untung ia masih
dapat menekankan kedua tangannya. Tetapi walaupun
mukanya selamat, tubuhnya tetap terbanting ke Iantai.
Ong Cun tercengang menyaksikan kesaktian anakmuda itu,
Belum sempat ia bertindak untuk menolong, tahu2 Blo`on
sudah melenting bangun dan terus mencekik leher Ong Cun.
"Uh ... " Ong Cun terkejut. Karena tak dapat menghindar
maka ia menggeliat mengendap ke bawah. Ia selamat dari
cekikan. Blo`on lepaskan kain kerudung kepala dan mukanya
tergenggam di tangan anak itu.
"Setan , . hai, engkau," teriak Blo`on ketika lihat wajah
setan yang dicekiknya. "Maaf kongcu, aku memang Ong Cun" kata thancu Kaypang
itu tersenyum. "marl kita lekas menolong nona Liok".
"Hai, dimana dia ?" seru Blo`on terkejut.
"Itu, dia juga dimasukkan dalam kamar tahanan" kata Ong
Cun seraya menghampiri ke kamar tempat Liok Sian-lt.
"Suko, engkau sudah keluar !", seru Sian-Ii gembira.
"Apa-apaan engkau menggeletak dilantai itu" Hayo, bangun
dan keluarlah " teriak Blo`on.
"Nona Liok tertutuk jalan-darahnya, dia tak dapat bergerak,
kongcu," Ong Cun memberi keterangan.
"Siapa yang menutuknya ?"
"Tentulah Cian-bin-long-kun atau orang2nya".
"Kurang ajar ...!"
"Hai. hendak kemana engkau kongcu ?" teriak Ong Cun
seraya lari menghadang Blo'on yang hendak Iari keluar.
"Mencari Cian-bin-long-kun".
"Ah, jangan kongcu" Ong Cun mencegah gopoh, "dia
mempunyai banyak sekali jago2 pukul. Lebih balk kita tolong
nona Liok dan To Jin sik."
Blo"on tertegun lalu berseru . "Ya, benar. Kita tolong dulu
mereka baru nanti menghajar Clan-bin-long-kun."
Kemudian.dia menghampiri terali jendela lalu menarik
sekuat-kuatnya. " Huh .. - huh .... huh ... tobaaat" akhirnya karena jengkel
ia menjerit. Ong Cun kerutkan dahi. Ia heran juga mengapa tenaga
sakti pemuda itu macet lagi. Tiba ia teringat akan pesan Sian-li
bahwa Blo`on itu harus dibuat marah atau kesakitan baru
tenaga-saktinya keluar. "Kongcu, pukulIah terali itu! " serunya serempak. Dengan
menderita kasakitan, tentulah Blo"on akan marah.
"Apa" " teriak Blo`on, " suruh memukul terali besi sebesar
itu" Huh, lebih baik memukul engkau saja. Tanganku tak
sakit." Ong Cun banting2 kaki. Waktu amat berharga. Lebih cepat
keluar dari ruang di bawah tanah, lebih baik. Tapi bagaimana
dapat memangkitkan kemarahan anak blo`on itu"
Setelah memutar otak, akhirnya ia mendapat akal.
,, Kongcu, mari kita berkelahi! " serunya.
"Apa" Engkau mengajak berkelahi aku" "
"Ya, " sahut Ong Cun, "dan pakai taruhan."
"Apa taruhannya" " Blo'on makin heran.
"Siapa yang kalah, harus menarik terali jendela ini sampai
jebol." "Boleh," jawab Blo"on, "tetapi bagaimana yang dianggap
kalah" " "Siapa yang kepalanya kena ditabok sampai tiga kali, dia
kalah." " Boleh, boleh," kata Blo`on. Tiba2 ia membelalakkan mata,
" tetapi aku tak dapat main silat, tentu saja kalah dengan
engkau! " Ong Cun tertawa walaupun hatinya mendongkol, sahutnya:
" Baiklah, engkau boleh nyerang, aku hanya menghindar saja."
"Tidak bisa!" bantah Blo`on, "kalau cara begitu, engkau
tentu tak dapat menabok kepalaku."
" O, benar," sahut Ong Cun, "begini sajalah. Setiap kali aku
akan menabok, tentu akan memberi tahu dulu supaya engkau
dapat berjaga-jaga."
"Hm, masih kurang adil ....."
" Sudahlah, kongcu, marl kita mulai saja kata Ong Cun
seraya pasang sikap menantang serangan."
Blo`on tak mau banyak cakap. Segera maju dan memukul.
Sudah tentu dia hanya mukul angin saja walaupun Ong Cun
hanya ngisar langkah sedikit ke belakang. Blo`on maju lagi
dan lanjutkan pukulannya. Tetapi cukup dengan mundur
setengah langkah, BIo`on memukul angin lagi. Untuk yang
ketiga kalinyapun begitu. Pukulan Blo`on luput dan mengenai
terali jendela. "Aduh . " ia menjerit kesakitan. Dan seiring dengan itu, Ong
Cunpun berseru: "Maaf kongcu, aku hendak menabok
kepalamu." Habis berkata, tiba2 terdengar bunyi gundul ditabok 'plak".
Dengan suatu gerak tubuh yang indah, tahu2 Ong Cun sudah
menyelinap di belakang Blo`on dan menabok kepaIanya.
"Kurang ajar, dia menabok keras sekali sampai kepalaku
pusing," diam2 Blo'on memaki dihati. Memang Ong Cun
sengaja menabok keras Blo'on kesakitan dan marah. Serangan
kedua dibuka oleh Blo`on dengan gaya katak menubruk
nyamuk. Dia tak mengerti ilmu silat. Walaupun sudah pernah
menerima ajaran ilmu pukulan dan gerak kaki dari kakek
Kerbau Putih dan kakek Lo Kun, tetapi sejak dia muncul di
kerajaan di bawah laut, jadilah dia seorang 'manusia baru".
Yang diingat hanya peristiwa sekarang dan yang dialami sejak
itu. Pengalaman dulu2 dia sudah lupa.
Gaya 'katak menerkam nyamuk' dimainkan oleh Blo`on
menurut seleranya sendiri. Kedua tangannya diangkat ke
muka dan mulutnya dingangakan. Sebetulnya gerakan mulut
itu tak perlu. Karena dia takkan menggigit. Tetapi supaya biar
mirip dengan katak, maka diapun mengangakan moncongnya
juga. Ong Cun hendak tertawa tetapi terpaksa tahan gelinya.
Hanya menghindar ke samping, dapatlah terkaman Blo'on itu
dihindarinya. Blo'on mulai panas. Berputar tubuh ia loncat menerkam
lagi. Kali ini gerakannya lebih cepat dan terkamannyapun lebih
dahsyat. Ong Cun terkejut. Untung ia masih dapat mengendap dan
melejit lolos. Tetapi rambut kepalanya telah tersambar sedikit.
"Hm, rupanya dia mulai marah, " katanya dalam hati,
"Kalau kutabok lagi, dia tentu marah."
"Kongcu, aku hendak menabokmu lagi", serunya terus
loncat ke belakang Blo'on dan ayunkan tangannya, "plak".
Kali ini tidak hanya kepalanya yang pusing tetapi
matanyapun berkunang-kunang seperti mau keluar.
" Aduh, kurang ajar, dia harus kubalas, dengan
menggerung keras seperti seekor harimau Blo`on berputar diri
lalu menerjang. Ong Cun terkejut sekali. Terjangan anak bukan olah2
gesitnya. Karena tak sempat menghindar, ia enjot kakinya dan
melambung ke atas hingga melampaui kepala Blo`on, dengan
berseru : "Tabokan yang ketiga !" Plak ... ."
Blo`on terhuyung-huyung mau jatuh. Untung tangannya
dapat mendekap terali jendela. Untuk menahan sakit. Tanpa
disadari ia telah menggoncang-goncang kisi2 besi itu sekuatkuatnya.
"Krak, krek, krek ... bum ...!"
Rasa sakit dan marah telah memancarkan tenaga-sakti Jiibcin-keng dalam tubuh Blo'on. Dan sekali tenaga sakti itu
memancar, kekuatannya memang tiada taranya. Bingkai terali
jendela itupun jebol dan terbukalah sebuah lubang.
Menggunakan kesempatan Blo"on masih ter- mangu2. Ong
Cun cepat loncat menerobos ke dalam lubang dinding untuk
menolong Sian-li. "Oh, engkau berhasil membuatnya marah, thancu?" tanya
Sian-li. "Ya. tetapi dia tentu akan mencari balas ke padaku".
"Ah. jangan kuatir, nanti aku yang memberi keterangan
kepada suko". Setelah dibuka jalan-darahnya, barulah nona itu dapat
menggeliat bangun. Ong Cun segera mengajaknya keluar,
"Tak perlu harus loncat dari lubang dinding itu. thancu,"
kata Sian-li seraya mencabut pedang pusaka Pek liong- kiam
lalu membacok pintu besi itu.
"Tring, tring", pintu yang terbuat dari besi tebal ternyata
dapat dibacok seperti memapas tanah liat, tak berapa lama,
pintupun terbuka. "Suko, mari kita tolong paman Jin-sik," cepat Sian-li
menyambar lengan Blo'on dan diajak menggempur kamar
tahanan To Jia-sik. Blo'on memang maslh marah kepada Ong Cun. Tetapi
karena tangannya ditarik oleh sumoaynya, iapun lupa pada
Ong Cun. Dengan pedang pusaka Pek liong-kiam yang luar biasa
tajamnya, pintu dapat dihancurkan dan To Jin-sik pun keluar.
"Hayo, antarkan kita keluar." perintah Ong Cun kepada
bujang tadi. Selama berlangsung jebolan kamar tahanan,
orang itu hanya terlongong-longong kesima.
Mereka segera tinggalkan kamar dibawah tanah itu dan
naik keatas. Tepat pada saat keluar, kedua penjaga tadi, Ti
Kak dan Tek Kui berlarian datang.
"Bangsat, kalian berani membongkar penjara", teriak kedua
penjaga itu seraya maju menerjang.
Ong Cun terkejut, Ia lupa untuk memakai kerudung muka
yang dibawa Blo"on. Berbahaya kalau dirinya diketahui orang
dari Cian-bin-longkun. Serentak ia maju menyongsong Ti Kak. Sedang Sian-lipun
mendahului loncat menyerang Tek Kui.
"Bukankah engkau . , .. ," begitu melihat Ong Cun. Kipasbesi
Ti Kak berseru kaget. Tetapi sebelum ia sempat
melanjutkan kata-katanya, Ong Cun sudah menyerangnya
dengan sebuah jurus sakti.
Ong Cun adalah kedua Kay-pang cabang Pakkhia. Sudah
tentu ia memiliki ilmu silat yang sakti. la termasyhur dengan
tutukan jarinya yang disebut It-ci sin-kang. Tenaga-sakti
sebuah jari. Sekalipun belum mencapai tingkat sempurna, tapi
ia mampu melancarkan tutukan jari pada jarak beberapa
langkah. Sebuah serangan dengan tangan yang mengancam kepala,
menyebabkan Ti Kak menghindar ke samping. Tetapi dia telah
termakan perangkap Ong Cun. Secepat kilat, jari ketua KayPang itu menusuk dadanya.
Ti Kak terkejut. Walaupun baru digerakkan tapi ternyata jari
pengemis itu dapat memancarkan angin tenaga yang tajam
sekali. Ti kak tak sempat manghindar dan terhuyung ke
belakang. Sebelum ia dapat memperbaiki kakinya, Ong-Cun
sudah menyusulnya dengan jurus tendangan Lian-hoan thui
atau tendangan berantai. "Wut", tendangan pertama masih sempat dihindari dengan
sebuah geliatan yang tepat. Tendangan kedua tetap masih
dapat dielakkan dengan miringkan tubuh. Tetapi tendangan
ketiga, tak mungkin lagi Ti Kak selamat.
Lian-hoan-thui merupakan ilmu tendangan berantai yang
dilancarkan secara ber-tubi2. Satu-satunya jalan hanya
dihindari dengan loncat jauh ke belakang. Tetapi Ti Kak tidak
mempunyai kesempatan untuk melakukan hal itu. Dia tak
sempat menggunakan senjata kipas besinya pula. Bagai
layang2 putus tali maka tubuh si kipas besi terlempar keatas
dan jatuh terbanting di lantai.
Sebelum ia sempat berkutik, Ong Cun sudah loncat
memburu dan menutukkan jarinya dari jauh.
"Hek.." terdengar Ti Kak menguak tertahan dan seketika ia
tak dapat berkutik lagi. Ketika Ong Cun berpaling ternyata Sian-li pun hampir dapat
menyelesaikan musuhnya. Lengan-baja Tek Kui mengandalkan pada kesaktian
lengannya yang sekeras baja. Apalagi lawannya hanya
seorang dara yang tak terkenal. Ia agak tak memandang
mata. Tetapi alangkah kejutnya ketika pedang nona itu telah
mengurung dirinya begitu rupa.
"Enyah budak hina," karena jengkel Tek Kui menggembor
keras dan nekad menampar pedang lawan dengan tangannya.
Pertama, Lengan-besi Tek Kui terlalu mengandalkan pada
lengannya yang keras. Kedua, dia tidak tahu bahwa pedang
yang dimainkan Sian-li itu adalah sebuah pedang pusaka kuno
yang luar biasa tajamnya.
"Aduh ... " ketika Sian-li menyongsong dengan tabasan,
seketika pergelangan tangan Tek Kui terpapas kutung. Ia
menjerit kesakitan dan cepat menyurut mundur. Tetapi
selincah kijang Sian li sudah loncat untuk menusuk.
Karena gugup, Tek Kui loncat ke udara. Tetapi Sian-lipun
tak kalah cepatnya. Begitu lawan melambung, iapun enjot
tubuhnya dan mambabat kedua kaki lawan,..cret . .
"Auh". " Tek Kui menjerit ngeri dan disusul dengan
jatuhnya tubuh ke lantai. Sian-li pun sudah siap untuk
menyelesaikannya dengan sebuah tusukan lagi.
"Cukup. nona Liok," seru Ong Cun. "dia sudah mati."
Sebenarnya Tek Kui bukan seorang jago lemah, tetapi ia
belum tahu siapa Sian-li. Kesombongan hatinya karena tak
memandang mata kepada lawan, harus dibayar dengan
jiwanya. Segera Ong Cun menemui ketiga anakbuahnya yang masih
tertinggal di lain ruangan.
"Thancu, ternyata di ruang depan sedang berlangsung
pertempuran dahsyat." kata salah seorang dari mereka.
"Apakah engkau menyelidiki ke sana ?"
"Ya." sahut anakbuah Kaypang.
"Siapa yang bertempur ?"
"Seorang rahib dengan seorang paderi lhama".
"Dimana Cian bin-long-kun ?"
"Dia dan berpuluh jago silat sebawahannya mengepung
ruangan itu." Ong Cun merenung. Sesaat kemudian ia berkata :
"Sekarang lebih baik kita keluar dulu mencari tempat
persembunyian. Agar nona Bok ini dapat kita selamatkan".
Mereka segera keluar dan mencari semak belukar yang
berada diluar lingkungan gedung Cian-bin long-kun.
"Harap kalian tunggu dulu disini, aku hendak masuk lagi ke


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam gedung Cian bin-long kun untuk menyelidiki siapakah
yang bertempur itu," kata ketua Kay-pang Hu pula.
"Perlu apa thancu hendak kesana ?" tanya Sian-li.
"Jika tetamu yang dikepung itu tokoh aliran Ceng pay atau
bangsa hiapsu (pendekar utama), aku akan menolongnya".
"Jika begitu aku ikut" seru Sian-li.
Ong Cun sebenarnya tak keberatan apabila gadis yang saat
itu masih menyamar sebagai seorang pemuda, ikut padanya.
Ia tahu Sian-li berkepandaian tinggi mempunyai pedang
pusaka dan cerdas. Tetapi ia kuatir, Blo'on nanti ikut juga
maka ia tolak permintaan nona itu.
"Begini sajalah, nona Liok." kata Ong Cun, "kita bagi tugas,
nona Liok dan kongcu antarkan nona Bok ini pulang
kerumahnya. Aku hendak menunggu sampai kedua
anakbuahku tadi datang baru nanti kembali ke markas".
Sian-li setuju. Segera mereka berempat berangkat
mengantarkan nona Bok pulang.
"Kalian tunggu disini" kata Ong Cin kepada ketiga
anakbuahnya, "aku hendak masuk ke dalam gedung."
Dengan ilmu ginkangnya yang tinggi ketua Kaypang cabang
Pakkhia yang mengenakan pakaian serba hitam dan memakai
kerudung muka hitam itu, dengan langkah yang ringan dapat
menusup kedalam ruang depan.
Ia loncat ke atas atap dan mendekam di wuwungan.
Membuka sebuah genteng, lalu ia melongok ke bawah.
Ia terkejut menyaksikan pemandangan di bawah. Apa yang
dilaporkan anakbuahnya tadi memang benar. Di tengah ruang
depan sedang berlangsung pertempuran sengit. Dimana
seorang rahib sedang bertempur lawan seorang paderi lhama
dan disaksikan oleh berpuluh-puluh jago silat yang bekerja
pada Cian-bin-long-kun. Ia tak tahu siapakah rahib dan paderi lhama itu. Keduanya
bertempur sedemikian rapat dan cepat sehingga terbungkus
oleh sinar senjata mereka.
"Tring, tring ..."
Terdengar dering tajam sekali dan tiba2 dua sosok tabuh itu
loncat mundur, Rahib itu ternyata memegang pedang di
tangan kanan dan batang hud-tim (kebut pertapaan ) di
tangan kiri. Bermula dia hanya menggunakan pedang tapi pada detik2
yang tegang, tiba2 Hong Sat koayceng telah mencuri sebuah
kesempatan menghantam dengan tangan kirinya. Walaupun
sempat menghindar tetapi bahu kanan Ceng Sian suthay
terserempet angin pukulan dan terasa kesemutan.
Pengalaman itu membuat Ceng Sian makin berhati-hati. la
tahu bahwa lawan memiliki pukulan Hong sat cuing yang sakti.
Maka pun segera mencabut hud-tim dan dipakainya di tangan
kiri. Kebut itu perlu untuk menjaga kemungkinan lawan akan
melancarkan pukulan tangan kiri lagi.
Hong Sat koayceng tengah memeriksa tasbihnya.
Didapatnya tengkorak pada persambungan kalung tasbih itu,
berhias guratan pedang. Kini dia tahu bahwa pedang Ceng
Sian suthay itu sebuah pedang pusaka.
"Ilmu pedang suthay sungguh hebat. Demikian dengan
pedang suthay," tiba2 paderi lhama itu berseru, "ha, ha, ha
...." Ceng Sian suthay terkesiap, tegurnya : "Mengapa toheng
tertawa ?" "Ya, mengapa aku tak layak tertawa ?" balas paderi lhama
Itu setengah mengejek, "suthay seorang ketua partai
persilatan yang ternama, mengapa suthay masih suka
bertindak secara bersembunyi ?"
Ceng Sian suthay makin dalam mengerutkan dahinya :
"Toheng, aku tak mengerti apa yang engkau ucapkan. Dalam
hal apa aku main sembunyi?".
"Ah, kiranya suthay pasti sudah tahu sendiri."
"Katakanlah." "Jika suthay membawa pembantu, mengapa tidak suruh dia
masuk kemari, jangan hanya bersembunyi di wuwungan
rumah saja" Apakah suruh dia lepaskan senjata-rahasia dari
atas ?" "Toheng .... I" Ceng Sian suthay berteriak kaget. Demikian
juga Cian-bin-long-kun dan segenap jago2 yang berada
diruang itu, gempar seketika.
Ong Cun sendiri seperti disambar petir kejutnya. Lebih
terkejut lagi ketika tiba2 setiup angin berhembus ke atas dan
"brak ..." beberapa genting yang ditempatinya ambrol, jatuh
berhamburan ke bawah. Untunglah ketua Kaypang itu amat cekatan. Dia sudah
cepat membuang tubuh kebelakang dan lari. Lengan kirinya
terasa tertabur oleh beberapa butir benda halus dan terasa
linu. Tanpa menunggu perintah, dua orang jago silat cepat
loncat keluar ruang dan terus apungkan tubuh ke atas
genteng. Tiba di puncak wuwungan, mereka memandang ke
empat penjuru tapi tak tampak barang suatu apa yang
mencurigakan. Akhirnya terpaksa mereka kembali dan melapor
pada Hong Sat koayceng. "Pantas kalau kalian tak mampu mengejar. Masakan Ceng
Sian suthay membawa kawan atau murid yang tak sakti ?"
Hong Sat koayceng memberi ulasan.
Merah padam muka rahib ketua Kun lun-pay. Dia merasa
tak membawa seorang kawan pun. "Siapakah yang sembunyi
di atas wuwungan rumah itu?".
"Akan kucari orang itu dan akan kuserahkan kepada
toheng. Aku tak merasa membawa kawan!" Ceng Sian suthay
terus hendak ayunkan langkah.
"Tak perlu suthay," cegah Hong Sat koayceng, "lebih baik
kita selesaikan saja pertempuran yang belum habis ini".
Habis berkata paderi lhama itu terus mengambil sikap dan
mulai menyerang, Ceng Sian menyambut dengan geram
sekali. la mainkan pedangnya dengan jurus Yan sik-kiam, jurus
terakhir dari ilmu -pedang Ngo-heng-kiam bagian Tho-in-soh
(unsur tanah). Sesuai dengan sifat padas, maka permainan
pedang Ceng Sian pun berobah agak keras, apalagi setelah
diketahui bahwa pedangnya berani beradu dengan kalung
tasbih lawan. Apabila pertempuran masih berlangsung keras, maka Ong
Cun pun sudah kembali ke tempat anakbuahnya. Ternyata
kedua orang anakbuah yang disuruh memancing Ti Kok dan
Tek lui tadi, sudah kembali.
"Apakah thancu terluka?" salah seorang anak-buahnya
bertanya ketika melihat Ong Cun menekap lengan kirinya.
"Mungkin". Ong Cun lalu memeriksa lengannya. Ternyata
terdapat tiga bintik merah yang saat itu sudah mulai
mengandung air. "Ah, pasir kuning beracun," diam2 Ong Cun menarik
kesimpulan lalu mengeluarkan obat. Pil penawar racun dan
obat bubuk untuk dilumurkan pada bintik merah itu.
"Kalian berlima masuk ke gedung Cian-binlong-kun dan
lepaskan api. Bakar empat penjuru gedung itu terutama
bagian belakang. Aku akan beristirahat sebentar disini untuk
menghalau racun pada lenganku ini," ia memberi perintah.
Kelima anak-murid Kay-pang itu segera berpencaran masuk
ke gedung lagi. Tak berapa lama api berkobar-kobar di
segenap penjuru gedung. "Mari kita kembali ke markas," kata Ong Cun setelah kelima
anakbuahnya datang. Mereka masih sempat mendengar suara hiruk pikuk yang
gempar dari orang2 dalam gedung Cian- bin-long- kun.
"Gedung dibakar orang ! Cepat padamkan api .... cepaaat
?".!" ^oodwoo^ Jilid 26 Fajar malam. Gemparlah sekalian anakbuah Cian-bin-long kun Buyung
Kiong ketika mengetahui bahwa gedung dibagian belakang
telah dibakar orang. "Lekas padamkan kebakaran" serentak Cian bin-longkunpun
memberi perintah. Berpuluh puluh anakbuah maupun jago2 silat yang bekerja
pada Ciau bin-long-kun segera berhamburan lari keluar untuk
menolong kebakaran. "Bom, bum, bum ....."
Tiba2 terdengar ledakan keras disusul dengan bunyi
gemuruh dari bangunan yang rubuh,
Cian bin long-kun makin pucat. Hong Sat koaycengpun ikut
gelisah, Ia merasa bahwa musuh akan menghancurkan
gedung Cian-bin-long-kun. "Siapakah musuh itu, berapa
jumlahnya, ia tak tahu. Tetapi menilik kebakaran yang
diterbitkan begitu luas, mereka tentu berjumlah banyak.
Akhirnya timbullah keputusan pada Hong Sat koayceng.
Meloloskan seorang Ceng Sian suthay, bukan halangan.
Apalagi iapun masih belum yakin dapat mengalahkannya.
Yang penting menolong kehancuran gedung muridnya dulu.
"Buyung Kiong, mari kita tumpas mereka" seru Hong Sat
koayceng seraya loncat mundur lalu menerobos keluar.
Cian-bin-long-kun terkejut. Jika seorang diri berada di situ,
celakalah ia nanti. Ceng Sian suthay tentu akan menindaknya.
Maka cepat iapun lari menyusul Hong Sat.
Ceng Sian suthay tertegun. Tiba2 telinganya terngiang
semacam suara sehalus nyamuk mengiang "Mengapa suthay
tak lekas tinggalkan tempat ini" Kalau mereka datang kembali,
suthay tentu repot" Ceng Sian suthay terkejut. Itulah ilmu
Menyusup suara yang tinggi. Menilik nadanya, orang yang
melepas ilmu Menyusup suara itu mengandung maksud
kepadanya. Maka Ceng Sian-pun segera melesat keluar.
Ketika berada di jalan yang sepi. tiba2 ia dikejutkan oleh
suara orang berseru : "Suthay tak kurang suatu apa ?"
Ceng Sian suthay cepat berpaling. Dari balik sebatang
pohon yang tumbuh di tepi jalan, muncullah seorang lelaki
baju hitam. Orang itu langsung menghampiri dan memberi
hormat. "Siapakah sicu?" tegur Ceng Sian suthay.
"Aku yang rendah adalah Ong Cun kepala Kaypang cabang
kotaraja". "O," desah Cang Sian suthay. Rahib itu cepat menegur pula,
"apa maksud sicu menghadang perjalananku?"
"Sudah lama aku menanti disini. Untung suthay sudah
keluar. Jika tidak aku tentu akan menyerbu gedung Cian-bin
long-kun lagi". "O, sicukah yang membakar gedung mereka"
Ong Cun mengiakan : "Cian-bin-long-kun mempunyai
banyak anakbuah dan jago2 pukul. Sukar untuk meloloskan
diri dari kepungan mereka. Untuk menghindari pertumpahan
hebat, terpaksa kugunakan api".
"Ong sicu pandai bertindak", seru Ceng Si an suthay. "tetapi
mengapa sicu juga gunakan bahan peledak untuk
menghancurkan gedungnya " Tidakkah hal itu terlampau
ganas dan mungkin dapat menimbulkan korban jiwa yang
besar ?" "Bukan aku yang menggunakan bahan peledak itu, suthay.
"Ong Cun membantah, "memang aku sendiri juga heran".
"Engkau juga tidak melepaskan ilmu Menyusup suara
kepadaku ?" tanya Ceng Sian pula.
"Tidak, suthay."
Ceng Sian suthay terkesiap. Tetapi cepat ia dapat menduga
bahwa tentu ada seorang tokoh sakti yang masuk ke gedung
Cian-bin-long-kun. "Adakah ketua kalian, Hoa Sin sicu tak datang ke
kotaraja?"tanya Ceng Sian mengalihkan pembicaraan.
"Tidak, suthay. Memang sudah lama Hoa pangcu tak
pernah berkunjung ke markas cabang kami."
Ceng Sian suthay kerutkan dahi. Ia menaruh curiga bahwa
yang melepas bahan peledak di gedung Cian-bin-long kun dan
menyusupkan ilmu Menyusup suara tadi Hoa Sin ketua partai
Kay pang. Tetapi ternyata tokoh itu tak datang ke kotaraja.
"Adakah suthay pernah berjumpa dengan pangcu kami ?"
Ong Cun bertanya. "Sejak menghadiri upacara penguburan jenazah Kim Thiancong
sicu, sampai saat ini aku tak berjumpa lagi."
Ong Cun bertanya lagi tentang tujuan Ceng Sian suthay
datang ke kotaraja. "Adakah sicu tak menerima perintah dari Hoa Sin pangcu ?"
Ceng Sian suthay balas bertanya,
"O, ya" sahut Ong Cun. "bukankah perintah supaya bantu
mencari putera Kim tayhiap yang hilang itu, bukan ?"
Ceng Sian suthay mengiakan.
"Rasanya ada harapan besar kami akan dapat menemukan
Kim kongcu itu." kata Ong Cun. Ia lalu menuturkan tentang
kedatangan Blo'on bersama seorang gadis di markas cabang
Kay pang. Menurut keterangan gadis itu. dia adalah anak
murid dari Kim thian-cong tayhiap.
"Siapakah namanya ?" Coog Sian suthay bergegas tanya.
"Nona Liok Sian-li".
"Benar, itulah dia." seru Ceng Sian suthay girang sekali,
"lalu dimanakah mereka sekarang "
Ong Cun menceritakan pula tentang peristiwa Blo'on dan
Sian-li ingin pesiar melihat kotaraja dengan diantar oleh To
Jin-sik. Ternyata Bloon telah berkunjung juga ke gedung Cian
bin-longkun yang tengah merayakan hari ulang tahunnya,
"Hai. jika begitu dia tentu ditangkap oleh anakbuah Cianbinlong-kun !" teriak Ceng Sian suthay cemas.
"Memang demikian, Suthay" kata Ong Cun adalah karena
menerima laporan dari seorang anakbuah Kay-pang, maka aku
membawa beberapa anakbuah untuk menolong mereka."
Ong Cun segera menuturkan tentang pengalamannya
menyerbu ke gedung Cian-bin-long-kun. Setelah berhasil
membebaskan Blo'on bertiga, ia segera menyuruh
anakmuridnya membakar gedung agar mereka kacau dan
menghentikan pertempuran.
'Omitohud " seru Ceng Sian suthay. "terima kasih atas
bantuan sicu. Lalu dimanakah putera Kim tayhiap dan nona
Liok itu sekarang ?"
"Kuminta mereka mengantarkan gadis yang dirampas oleh
anakbuah Cian-bin longkun, pulang ke rumahnya. Setelah itu
mereka tentu akan kembali ke markas kami, Apabila suthay
tak mempunyai lain urusan, sudilah suthay berkunjung ke
markas kami." "Tujuanku ke kotaraja tak lain hanya dalam rangka mencari


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putera Kim tayhiap itu. Sudah tentu aku girang sekali akan
menemuinya di markas sicu".
Demikian kedua tokoh itu segera menuju ke markas
Kaypang cabang kotaraja. Tetapi Ong Cun segera heran
mengapa Blo'on bertiga belum pulang.
"Aneh, padahal mereka sudah dua tiga jam mendahului ?"
kata Ong Cun. Ceng Sian suthay menghiburnya: "Yang penting sicu telah
menemukan diri putera Kim tayhiap. Baiklah kita tunggu saja.
Kemana mereka akan pergi kalau tak kembali ke markas ini ?"
Demikian kedua tokoh itu beristirahat sambil menunggu
kedatangan Blo"on. Kekuatlran Ong Cun ternyata memang beralasan. Blo'on
menimbulkan suatu peristiwa baru lagi.
Setiba di rumah nona Bok Kui-hoa, mereka terkejut karena
rumah nona itu dikerumuni para tetangga. Hiruk pikuk orang2
itu masuk keluar rumah orangtua Bok Kui-hoa.
"Hai, apakah yang telah terjadi ?" To jin sik menghampiri
seraya menegur salah seorang laki-laki.
"Anu ... ada peristiwa mengerikan ... "
"Peristiwa apa ?"
"Paman Soh, mengapa di rumahku ?" tiba' Bok Kui-hoa
tampil dan berseru kepada lelaki tengah tua itu.
"O, engkau Kui-hoa ?" orang itu berterial kaget, "benarkah
engkau Bok Kui hoa?"
"Sudah tentu aku Bok Kui-hoa, paman Soh. Mengapa para
tetangga sibuk berkunjung ke rumahku ?"
Paman Soh mengusap-usap pelupuk matanya. Rupanya ia
hendak membuktikan apa yang dilihatnya. Ia tak percaya
kalau nona itu Bok Kui hoa.
"Tetapi ... bukankah engkau telah diculik orang2 dari
gedung Cian-bin-long-kun ?" tanyanya menegas.
"Benar," sahut Bok Kui-hoa, "tetapi aku beruntung ditolong
oleh para hohan (orang gagah) ini. Merekapun dengan baik
hati mengantar aku pulang".
"Ahhk ... sayang engkau terlambat" paman Soh mengeluh
dengan sedih". "Mengapa paman Soh ?" Bok Kui-hoa makin cemas,
"apakah yang telah terjadi dengan ke dua orangtuaku ?"
"Aku dan semua tetangga sangat bersedih sekali melihat
nasibmu Kui-hoa," kata paman Soh sembari mengucurkan
airmata. "Kenapa, paman ?" Kui-hoa makin terkejut dan tanpa
disadari ia telah mendekap tubuh paman Soh dan diguncangguncangkannya,
"bilang lah paman ... "
"Apa ?" Kui hoa menjerit keras seperti orang kalap, "mereka
meninggal " Tetapi bukankah mereka masih segar bugar
ketika aku pergi bersembahyang ke kelenteng sore tadi ?"
"Itulah nasib manusia, Kui-hoa. Hari ini masih segar bubar,
besok sudah mati. Kita harus menerima apa yang telah
digariskan oleh Thian".
"Tidak, paman " teriak Kui-hoa makin kalap. "tak mungkin
ayah ibuku mati apabila tak terjadi sesuatu. Katakanlah,
paman ?". "Orangtuamu itu sudah tua, lagi pula sudah sering
berpenyakitan. Jika dia mati itu itu sudah selayaknya.
Janganlah engkau berduka".
"Paman Soh, bilanglah, kenapa ayah dan ibuku ?" teriak
Bok Kui-hoa makin kalap. Bahkan ia terus hendak lari masuk
kedalam rumah. "Tunggu. Kui-hoa." buru2 paman Soh mencegahnya,
"janganlah. Ya, memang benar, ayah ibumu telah meninggal.
Karena bersedih mendengar engkau telah diculik orang2
gedung Cian-bin-long-kun, akhirnya kedua orargtuamu putus
asa dan nekad menggantung ... "
"Yah, mah, oh ... !" Kui-hoa menjerit lalu pingsan.
Jin-sik dan Sian-li sibuk memberi pertolongan untuk
menyadarkan nona itu. Setelah sadar maka Jin-tikpun
memberi hiburan. "Sudahlah, nona. jangan bersedih. Nona masih muda,
masih banyak harapan."
"Ya, benar", tiba2 Kui-hoa memberingas, "Aku harus hidup,
aku akan menuntut balas atas kematian ayahbundaku"
"Bagus !" tiba2 Blo'on berteriak, "hayo kita kembali ke
tempat si Cian-bin-long-kun. Akan kuhajarnya !"
"Eh, jangan, kongcu," Tio Jin-sik terkejut dan buru2
mencekal tangan Blo'on yang hendak ayunkan langkah, "sabar
dulu, kongcu. Kita memang harus membantu nona Bok, tetapi
haruslah dengan cara yang tepat".
"Cara bagaimana yang tepat itu ?" tanya Bloon.
"Nona", Tio Jin-sik berpaling kepada nonal itu, "apakah
engkau sungguh2 hendak melakukan pembalasan kepada
Cian-bin-long-kun ?"
"Aku bersumpah !" seru Kui-hoa.
"Bagus" seru Tio Jin-sik, "engkau hendak menuntut balas
dengan tenagamu sendiri atau dengan bantuan orang lain".
"Akan kubunuh manusia itu dengan tanganku sendiri".
"Bagus, nona" seru Tio Jin-sik pula, "memang seharusnya
nonalah yang harus membalas dendam itu sendiri. Tetapi
apakah nona mampu untuk melakukan " Cian-bin-long-kun
seorang jago silat yang sakti, kaya dan berpengaruh serta
memiliki tukang pukul yang banyak jumlahnya".
Bok Kui-hoa tak dapat menjawab.
"Apakah nona mengerti ilmu silat?"
"Tidak". "Jika tidak", jangan harap nona akan dapat mencapai
keinginan nona. Hanya kalau nona menguasai ilmusilat yang
sakti, barulah nona dapat menghimpas dendam nona".
"Lalu bagaimana menurut pandangan paman To" kata Bok
Kui-hoa dengan pandang meminta.
To Jin-sik menghela napas.
"Nona sudah sebatang kara. Apabila tinggal seorang diri di
rumah, juga kurang sesuai. Dan nona masih mempunyai
dendam berdarah yang harus nona himpaskan. Maka kalau
nona setuju, ikutlah tinggal bersama ditempat kami, markas
cabang Kay-pang". Bok Kui-hoa kerutkan dahi. "Apabila nona suka dan thancu
kamipun menyetujui, akan kami usahakan supaya nona dapat
berguru pada seorang tokoh silat yang sakti dan jujur".
"O," seru Bok Kui-hoa,"tetapi aku seorang anak perempuan
dapatkah aku diterima menjadi murid seorang tokoh sakti ?"
"Sudah tentu dapat" kata Tio jin-sik, "cobalah buktinya
nona Sian li ini. Dia berguru pada seorang tokoh sakti
sehingga memiliki kepandaian silat yang tinggi."
"Jika begitu, akupun akan ikut nona Sian-li belajar pada
gurunya". "Ah, sayang Bok cici. Guruku sudah meninggal dunia" seru
Sian-li. "Ya, memang patut disayangkan" kata Tio Jin-sik. "tetapi
thancu kami tentu dapat memperkenalkan nona pada lain
tokoh lagi. Maukah nona menerima usulku ini "'
"Baiklah, paman To," akhirnya Bok Kui-hoa menyetujui,
"demi membalas sakithati orangtuaku aku bersedia untuk
menderita apapun juga. Demikian mereka mengurus jenasah kedua orangtua Bok
Kui-hoa. "Nona Bok". kata Tio Jin-sik pula. "sebenarnya untuk
mengurus jenasah orangtua nona sampai penanamannya pada
besok hari, nona harus berada di rumah. Tetapi aku kuatir,
Cian-bin-long-kun akan mengirim orangnya kemari untuk
membawa nona lagi. Maka lebih baik, nona bersama kita
menuju ke markas kami dan menetap disana. Soal jenazah
kedua orang tua nona, baik lah kita minta tolong kepada
paman Soh dan tetangga supaya menguruskan".
Bok Kui-hoa tak segera menyahut. Berat benar rasa hatinya
untuk meninggalkan jenazah orang tuanya yang belum
dikubur. "Paman To." Sian-li ikut bicara, "biarlah cici Kui-hoa malam
ini tinggal disini. Aku yang menemaninya. Jika orang2 CianTiraikasih
website http://kangzusi.com.
bin-long kun datang, akulah yang akan menghadapi mereka.
Setelah penguburan selesai, barulah kami datang ke markas."
"Benar, aku juga akan tinggal disini", seru Blo'on, "kasihan
dong kalau cici Bok tak menunggui jenazah kedua
orangtuanya. Jika paman mau pulang, silahkan pulang
sendiri". To Jin-sik agak bingung. Memang alasan Sian-li dan Blo'on
itu benar tetapi iapun menguatirkan keselamatan Bok Kui-hoa.
la tak dapat ikut tinggal disini karena kuatir Ong thancu akan
cemas menunggu kedatangannya.
Akhirnya diputuskan, Tio Jin sik akan kembali ke markas
dulu untuk memberi laporan. Besok pagi akan datang lagi
menjemput Kui hoa. Malam makin sepi. Kui-hoa masih bergadang menunggu di
samping peti mati. Sian-li menemaninya untuk menjaga
keselamatan nona itu apabila orang2 Cian bin long-kun datang
lagi. Sedang Blo'on karena sebal suruh menunggui peti mati.
keluar berjalan-jalan. Tempat tinggal keluarga Bok itu terletak di ujung kota,
diluar dari Kota Kerajaan. Malam itu kota sudah sepi. Rumah2
pendudukpun sudah tutup. Hanya di pusat kota saja yang
masih ramai. Terutama rumah2 makan masih banyak
dikunjungi tetamu. Demikian kehidupan di kotaraja yang
merupakan ibu kota kerajaan. Kehidupan malam berlangsung
sampai larut. Blo'on hanya ingin menghirup udara segar. Ia berjalan
menurut sipembawa kakinya. Walaupun rumah keluarga Bok
itu terletak di ujung kota, tetapi jalan2 disepanjang tempat itu
penuh dengan rumah2, warung2 dan kuil. Bangunan2 yang
disaksikan sepanjang jalan, menarik perhatian Blo"on juga.
Dan tiada terasa ia makin jauh meninggalkan tempat rumah
keluarga Bok. Tengah dia melamun tak keruan karena tak tahu apa yang
harus dilamunkan, sekonyong-konyong ia terkejut karena
mendengar bunyi genta yang sedahsyat halilintar meledak.
Jantung Blo"on serasa tergetar.
"Dung ... dung ... dung ..."
"Setan", Blo'on menggeram, "siapa yang gila-gilaan
memukul gendang itu ?"
Tetapi gendang itu tak kunjung berhenti. Dari satu, dua,
tiga sampai sepuluh kali, masih terus menggelegar seperti
halilintar, Blo'on menyumbat telinganya dengan tangan, tetapi
jantungnya masih berdebar-debar keras. Akhirnya ia tak kuat
dan berlarilah ia sekencang-kencangnya menuju ke arah
tempat gendang itu. "Akan kuhajar orang itu ! Masakan tengah malam menabuh
gendang seenaknya sendiri dan begitu keras sampai jantungku
hampir copot!, demikian Blo'on menggeram dalam hati.
Akhirnya tibalah dia di sebuah menara. Di puncak menara
itulah dia mendengar gendang bertalu2 dahsyat.
"Ho, kiranya di atas menara itu," kata Blo"on lalu lari
menghampiri. Pintu menara di bawah ditutup tetapi sekali
dorong, dapatlah Blo'on membukanya. Ia naik ke atas batu
titian yang menjulang ke atas. Menara itu cukup tinggi, tak
kurang dari duapuluh meter menjulang ke atas.
Brak " "Berhenti!" selekas mendobrak pintu puncak menara yang
teratas. Blo"om segera berteriak menyuruh berhenti seorang
lelaki yang hendak mengayunkan alat pemukul.
Lelaki itu sudah hampir menjelang setengah tua tetapi
masih gagah. Alat pemukul yang digunakan sebatang kayu
yang mempunyai gembulan sebesar buah kelapa. Dan
gendang yang hendak dihantam itu, amat besar yang
tingginya hampir dua orang.
Pemukul gendang itu terkejut sekali ketika tahu2 muncul
seorang pemuda yang aneh, kepalanya gundul tetapi di
samping kepala diatas dahi kanan, tumbuh segumpal rambut
yang diikat dan tegak ke atas. Sedang pada samping kanan
diatas dahi kiri juga tumbuh rambut tetapi pendek seperti
habis dipapas. Karena terkejut, pemukul gendang itu sampai terlongonglongong
sehingga kayu yang akan dihantamkan itu berhenti di
tengah jalan. "Siapa ... engkau?"?" akhirnya orang itu berseru.
"Blo'on* "Blo'on ?" ulang orang itu makin menyalangkan mata
lebar2. "Eh, mengapa engkau heran" Apakah engkau belum pernah
mendengar nama itu" "Belum." sahut orang itu tanpa sadar, "apakah artinya ?"
"Celaka !" teriak Blo'on, "masakan begitu saja tak tahu
artinya" "Apakah artinya?" orang itu makin terpikat.
"Artinya ?" tiba2 Blo'on mendelik lalu garuk2 rambutnya
sendiri. "aneh, mengapa aku lupa artinya ... "
"Engkau tak tahu sendiri'" teriak orang itu.
"Sudah tentu tak tahu karena nama itu bukan aku yang
memberi." "Siapa ?" "Orang2". "O.." "Sudahlah, jangan banyak tanya. Sekarang ganti aku yang
tanya. Siapa namamu ?" cepat Blo'on menukas.
Tiba2 orang itu teringat akan tugasnya. Dia baru saja
memukul gendang sampai sepuluh kali, masih kurang dua kali.
Dan diapun menyadari bahwa pemuda yang datang itu seperti
orang yang tak waras pikirannya.
"Akan kuselesaikan tugasku dulu, baru nanti kuusirnya,"
demikian ia menimang dalam hati.
Secepat mengambil keputusan ia segera mengangkat alat
pemukul lagi, terus hendak dihantamkan ke gendang.
"Berhenti' ...", teriak Blo"on seraya loncat mendekap
gembolan penabuh itu. "Uh ... uh ... uh ... " mulut orang itu mendesuh dan
mendesih tak hentinya ketika ia tak kuat menggerakkan alat
pemukul gendang. "Lepaskan, orang gila !" teriaknya seraya menarik alat
pemukul itu sekuat-kuatnya.
"Tidak !" sahut Blo'on sambil mendekap gembolan itu erat2.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Gila !" teriak orang itu, "mengapa engkau mengganggu
pekerjaanku ?" "Pekerjaan " Engkau bekerja apa ini ?"
"Gendang itu untuk memberi pertandaan waktu kepada
seluruh penduduk kota raja. Saat ini sudah pukul dua belas
dan aku baru memukul sepuluh kali. Masih kurang dua lagi".
"Siapa yang suruh engkau memukul gendang ini ?"
"Bapak wali kota".
"Ha, ha, ha." tiba2 Blo'on tertawa, "siapa bapak wali kota
itu " Dimana tinggalnya ?"
"Beliau tiaggal dalam Kota Dalam".
"Jauh dari sini ?"
"Sudah tentu jauh," kata orang itu, "engkau tahu, kota raja
ini luasnya tak kurang dari tiga puluh li. Maka baginda telah
menitahkan membuat sebuah gendang raksasa untuk
pertandaan waktu." "Engkau memang goblok" tiba2 Blo'on mendamprat, "eh.
apakah engkau punya telinga ?"
"Punya." "Masih baik ?" "Kurang ajar" bentak orang itu. "apa engkau kira aku tuli "
Hayo, lepaskan !" Tetapi Blo'on tetap mendekap alat pemukul itu: "Tidak!
Engkau telah ditipu oleh walikota"
"Ditipu ?" orang itu heran lagi.
"Ya," sahut Blo'on, "bunyi gendang itu hampir membuat
jantungku copot telingaku pecah. Karena tinggal di tempat
yang jauh dari sini, maka bapak walikota itu sengaja suruh
engkau menabuh sekeras-kerasnya. Dia sendiri tentu tidak
terganggu". "Tetapi bagaimana seluruh penduduk kota raja dapat
mendengar kalau gendang itu tak dipukul sekeras-kerasnya ?"
"Hanya supaya orang2 mendengar tanda waktu ?"
"Ya." "Berapa kali engkau harus memukul gendang ini ?"
"Tiap sejam satu kali".
"Ho, jika begitu, tiap2 jam orang2 itu harus menyumbat
telinganya dan berdebar jantungnya."
"Tetapi selama ini tiada orang yang mati karena mendengar
pertandaan waktu gendang ini."
"Aku yang hampir mati," jawab Blo'on, "dan juga penduduk
yang tinggal didekat sekitar tempat ini"
"Ngaco l" teriak menjaga itu.
"Apa ?" Blo'on deliki mata, "engkau tetap hendak
memecahkan anak telingaku dan mencopotkan jantungku ?"
"Ini tugasku yang sudah berjalan puluhan tahun !"
"Tidak peduli !" teriak Blo'on. "suruh bapakmu walikota itu
datang ke sini. Coba saja, suruh dia dengarkan gendang itu
kupukul di dekatnya. Kalau dia tahan, akupun tahan juga.
Tetapi kalau dia tak tahan, nah, jangan suruh orang
menderita". Penjaga itu marah. Sejak adu lidah dengan pemuda blo'on
itu, sudah hampir seperempat jam dari pertandaan waktu
yang harus diselesaikan, ia baru memukul sepuluh kali, masih
kurang dua kali lagi. Karena gugup, penjaga itu menggembor, keras seraya
menarik alat pemukul sekuat-kuatnya : "Lepaskan ... !"
Tetapi alangkah kejutnya ketika ia tak mampu menarik alat
pemukul itu. Pemuda yang tampaknya seperti orang sinting
itu, tegak berdiri sekokoh karang. Gembol atau kepala alat
pemukul tetap didekapnya erat2.
"Hm. selama engkau tak mau menghentikan pekerjaanmu
membikin rusak jantung dan telinga orang, kayu pemukul ini
takkan kulepas." kata Blo'on.
"Bangsat, engkau berani mengganggu pekerjaan ini " Awas,
tugas ini adalah kerajaan yang menitahkan. Kalau tahu engkau
mengacau, Kerajaan tentu akan mengirim tentara atau polisi
kemari untuk menangkapmu !"
"Hm, aku tak takut !" balas Blo'on, "bahkan walikotapun
aku tak takut. Masakan melindungi telinga dan jantungku
sendiri, akan dianggap salah".
"Engkau gila !" tiba2 penjaga itu berteriak keras2 dan
mengerahkan seluruh tenaganya.
Namun tetap sia2. Dia tak mampu menarik alat pemukul
yang didekap Blo'on. Karena jengkelnya, dia gerakkan kaki
untuk menendang. Prak . , .
Karena jaraknya amat dekat dan tak menduga-duga, perut
Blo'on kena. Bahkan bukan perut tetapi bagian bawahnya dan
menyerempet anunya. "Aduh ... " Blo'on menjerit dan mendekap anunya. Dengan
sendirinya iapun lepaskan alat pemukul gendang.
Dung ..... Penjaga itu masih menarik alat pemukul. Karena Blo'on
melepaskan, penjaga itupun terhuyung-huyung kebelakang.
Kepalanya membentur gendang, lalu mencelat kemuka tepat
arahnya hendak membentur Blo'on.
"Kurang ajar !" Blo'on memekik seraya ayunkan tangannya
menampar kepala penjaga itu. Plak ..... rubuhlah penjaga itu
tak sadarkan diri lagi. Memang karena kesakitan, apalagi hendak diterjang
penjaga itu, Blo'on marah dan menampar. Tetapi setelah
penjaga itu pingsan ia merasa kasihan.
"Bangunlah." diguncang-guncangnya tubuh penjaga itu,
"aku hanya minta engkau jangan memukul gendang itu
keras2, mengapa engkau marah dan menendang aku ?"
Tetapi penjaga itu tak menyahut lagi. Sampai diguncangguncang
berulang kali. tetap belum sadar.
"Mati ... ?" serentak timbullah pikiran yang menyeramkan
dalam hati Blo'on. Ia bingung tak keruan. Kalau penjaga itu
sampai mati, dia tentu menjadi pembunuhnya, "celaka, aku
menjadi pembunuh." Cepat ia hendak lari turun. Tetapi ketika baru dua buah
titian ia melangkah, tiba2 ia hentikan langkah.
"Tidak !" ia berkata kepada dirinya sendiri "aku tak boleh
berlaku pengecut. Aku yang membunuh, akulah yang wajib
menolongnya. Kembalilah ia kedalam ruang dan mengangkat tubuh
penjaga itu. Pikirnya, ia hendak membawanya kepada orang
yang dapat memberi obat. Kalau perlu ke rumah Bok Kui-hoa.
Bahkan kalau perlu lagi ke markas Kay pang.
"Oh, ya benar" katanya seorang diri, "orang- orang
Kaypang itu pandai silat, mereka tentu pandai juga mengobati
orang". Tetapi baru menuruni tangga pertama dari puncak menara,
tiba2 ia berhenti lagi. "Ah, aku harus menolong pekerjaannya. Tadi dia
mengatakan harus memukul dua belas kali tetapi baru
memukul sepuluh kali. Jadi masih kurang dua kali. Ah. kasihan
kalau dia nanti sampai dihukum walikota".
Diletakkannya tubuh penjaga itu diatas titian lalu ia lari
kembali ke atas puncak. Diambilnya alat pemukul dan dung ...
dung ... dung . "Aku harus menambahi memukul satu kali lagi karena saat
ini sudah terpaut lama dengan keterangannya tadi. Tentu
harus ditambah satu kali", pikirnya.
Setelah melemparkan alat pemukul, ia turun dan
mengangkat penjaga yang masih pingsan itu ke bawah.
Tetapi alangkah kejutnya ketika tiba diruang paling bawah
dari menara itu, ia melihat berpuluh-puluh orang tengah
berkerumun dimuka menara.
Blo'on terkejut. Orang2 itupun kaget. Segera mereka maju
menghampiri dan menegur : "Hai, siapa engkau" Kenapa
penjaga menara itu" "Aku Blo'on. Siapa kalian ini" Mengapa tengah malam
datang ke sini ?" "Kami penduduk yang tinggal di sekitar menara Gendang
ini" jawab salah seorang lelaki yang bertubuh tinggi besar.
"O. mengapa datang kemari ?"
"Karena hendak bertanya kepada penjaga menara", kata
orang itu. "O, sayang, dia sedang pingsan. Nanti saja kalau dia sudah
sadar. Mudah-mudahan dia tidak mati" sahut Blo'on.
"Mati?" terkejutlah orang itu.
"Mau tanya apakah kalian ini ?" ,
"Jam berapakah sekarang ini " Masakan setengah jam yang
lalu, dia memberi pertandaan waktu jam sepuluh. Tetapi tadi
tiba2 sudah pukul tiga malam. Apakah benar ?"
"Bukankah menara gendang ini menunjukkan pertandaan
waktu kepada seluruh penduduk?" balas Blo'on.
"Ya." "Nah. turut saja apa yang tadi berbunyi".
"Apa" Saat ini sudah jam tiga?" teriak beberapa penduduk
lainnya. Dalam pada itu, penduduk yang datangpun makin lama
makin banyak. Di jalanpun banyak sudah orang berjalan,
terutama para pedagang yang hendak menjajakan barangnya
dipasar. Rumah2, kedai dan pasarpun mulai buka. Demikian
memang kebiasaan penduduk dipinggir kota. Mereka bangun
pagi2 dan terus bekerja menurut pekerjaan masin2.
Tetapi ada sebagaian yang heran. Jam tiga malam biasanya
sudah hampir terang tanah. Tetapi saat ini masih gelap.
Rembulan masih bersinar di tengah langit. Karena heran, ada
sebagian orang yang menuju ke menara untuk bertanya waktu
kepada penjaga. "Tidak!" tiba2 terdengar salah seorang penduduk berteriak
tak mungkin saat sudah jam tiga."
"Ya, benar, benar" sambut beberapa penduduk lain. "dia
tentu salah." "Mana penjaga menara ?" terdengar suara lain lagi.
"Itulah yang dipondong pemuda aneh itu," teriak
seseorang. "Hai, mengapa penjaga itu?" tiba2 seorang laki2 bertubuh
gemuk pendek tampil kemuka Blo"on.
"Pingsan," sahut Blo'on.
"Kenapa pingsan ?"
"Terkena tamparanku."
"Ho, mengapa engkau menamparnya ?"
"Dia memukul gendang terlalu keras sehingga telingaku
hampir pecah dan jantungku hampir copot".
"Hai !" teriak beberapa orang seraya melangkah maju. "Itu
sudah menjadi tugasnya. Kalau tidak keras bagaimana
mungkin seluruh penduduk kotaraja akan mendengar ?"
"Pemuda setan !"
"Anak gila !" "Dia barangkali bukan manusia !"
"Ya, benar, kalau melihat potongan muka dan rambutnya,
Kisah Pedang Di Sungai Es 13 Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Pedang Naga Kemala 5

Cari Blog Ini