Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Bagian 12
daya tekanan itu, karena itulah dia tidak sampai menjadi terluka
parah setelah jatuh terlentang beberapa saat lamanya dia segera
berguling dan bangun kembali untuk kembali melarikan diri ke
bawah puncak. Ti Then pun segera ikut menggunakan caranya itu, pedangnya
dengan cepat dicabut keluar kemudian dengan gaya menusuk
menutul permukaan tanah dan membuang sebagian dari tenaga dan
dengan gesitnya dia berguling ke samping.
Ketika memandang kembali terlihatlah saat itu Hong Mong Ling
sudah berada kurang lebih beberapa kaki jauhnya dari tempat
dimana kini dia berada dikarenakan tempat selanjutnya tumbuh
dengan rapatnya pohon-pohon maka dengan enaknya dia bisa
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk melarikan diri.
Wi Lian In yang berdiri diujung puncak tidak berani langsung
meloncat turun dengan cepat teriaknya.
" Cepat kejar.. cepat kejar jangan sampai dia lolos kembali."
Dengan cepat Ti Then melayangkan tubuhnya ke tengah udara,
kemudian dengan kecepatan bagaikan kilat mengejar kearah depan.
Agaknya Hong Mong Ling sudah ambil keputusan biar pun dirinya
mati juga tidak ingin sampai ditawan kembali oleh Ti Then tampak
dengan nekatnya dia terus terjun ke bawah puncak.
Ti Then dengan kencangnya mengejar terus dari belakang, satu
rintangan demi satu rintangan bisa dilaluinya dengan selamat.
Di dalam sekejap mata mereka berdua sudah tiba di kaki gunung,
Hong Mong Ling yang pertama-tama mencapai permukaan tanah
tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju kearah hutan rimba
yang agak lebat di samping tempat itu.
Begitu tiba di atas tanah datar kecepatan larinya Ti Then pun
semakin lipat ganda, tampak di dalam satu dua kali loncatan saja
dia sudah berada kurang lebih beberapa kaki di belakangnya.
Agaknya Hong Mong Ling sudah tahu kalau dia tidak mungkin
berhasil lolos dari kejarannya, mendadak tubuhnya berputar sedang
pedangnya dengan amat dahsyat melancarkan satu serangan
mematikan kearah belakang.
Ti Then dengan cepat angkat pedangnya menangkis kemudian
disusul dengan tiga serangan berantai melanda tubuhnya, di dalam
sekejap saja sudah membuat Hong Mong Ling menjadi kalang kabut
dibuatnya. Dengan paksakan diri Hong Mong Ling berhasil juga meloloskan
diri dari beberapa serangan itu, agaknya dia tahu dirinya sudah
terjepit mendadak tertawa sedih.
"Ti Then, kau sudah rebut calon istriku kini mau bunuh aku lagi,
dimana letaknya hati nalurimu?"
"Sebetulnya aku tidak punya maksud untuk membunuh kau,
tetapi hatimu terlalu jahat,."
"Aku hanya ingin mengangkat si kakek pemalas sebagai suhuku,
sama sekali tidak mengandung maksud lain"
"Kalau begitu kenapa tadi kau bilang Wi Ci To sudah bunuh mati
ayah ibumu bahkan sudah merebut barang pusaka turun
temurunmu?" Hong Mong Ling menjadi kelabakan dibuatnya.
"Itu...itu salahku bicara terlalu cepat, jikalau kali ini kau mau
melepaskan aku, aku bersumpah akan mengubah sifatku yang jelek
ini." Dengan meminyam kesempatan sewaktu mereka sedang
berbicara itulah Ti Then dengan cepat menempelkan ujung
pedangnya ke depan ulu hatinya kemudian memaksa dia mepet
dengan pohon, bentaknya. " Lepaskan padangmu. "
Hong Mong Ling menurut perintahnya dan melepaskan
pedangnya ke atas tanah, ujarnya sambil tertawa pahit :
"Bilamana kau bunuh mati aku mungkin selama hidupmu akan
merasa menyesal, " Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya.
"Sekarang aku mau tanya satu urnsan kepadamu, jika kau bisa
memberikan jawaban yang memuaskan hati aku segera melepaskan
satu jalan kehidupan buat dirimu."
Hong Mong Ling menjadi amat girang, "Baik, silahkan bertanya."
"Apa tujuan dari Hu Pocu bersekongkol dengan kau untuk
menculik pergi nona Wi?"
"Dia menaruh simpatik kepadaku"
Alis dari Ti Then segera dikerutkan rapat-rapat, ujarnya sambil
tertawa dingin. "Nona Wi dengan cepat akan sampai di sini, jikalau dia sudah
sampai di sini aku tidak bisa membantu kau lagi, makanya cepat kau
katakan terus terang."
Hong Mong Ling dibuat ragu-ragu beberapa saat lamanya,
akhirnya jawabnya juga. "Baiklah, urusan yang sebetulnya adalah begini, ada orang yang
melakukan jual beli dengan Hu Pocu dan sanggup memberi dia
selaksa tahil perak sebagai balas jasanya, syaratnya adalah
mintakan sebuah barang dari dalam Loteng penyimpan kitabnya.."
"Siapa orang itu?" desak Ti Then lebih lanjut.
"Dia adalah ".."
"Plaak?" mendadak keningnya terpukul oleh semacam senyata
rahasia sehingga darah segar memancar keluar membasahi empat
penjuru. Sebuah batu cadas dengan amat tepatnya bersarang
dikeningnya, dikarenakan tenaga sambitan yang amat keras dan
kuat membuat batu itu seketika itu juga bersarang amat dalam di
dalam kepalanya itu, darah segar memancar keluar dengan amat
derasnya. Ti Then menjadi amat terperanyat dengan cepat dia putar
pedangnya melindungi badan bentaknya dengan keras.
"Kawanan tikus dari mana yang sudah datang, cepat
menggelinding keluar. "
Batu itu berkelebat dari belakang tubuhnya karena itu segera dia
memutar tubuhnya ke belakang, dengan kepandaiannya sekarang
serta kecepatan geraknya boleh di kata waktu antara dia putar
badannya serta Hong Mong Ling terkena sambaran batu itu hanya
terpaut tidak lebih sekejap mata saja, tetapi walau pun dia sudah
putar matanya memandang keempat penjuru jangan dikata
orangnya sekali pun bayangannya juga tidak tampak.
Ti Then merasa terkejut bercampur gusar baru saja dia siap
hendak melakukan pengejaran mendadak dari kaki puncak sebelah
depannya muncul dua sosok bayangan manusia..si kakek pemalas
Kay Kong Beng serta Wi Lian In, segera tanyanya.
"Nona Wi, kau melihat tidak seorang melarikan diri dari tempat
ini?" Sambil lari mendekat sahutnya Wi Lian In cepat.
"Tidak, apa dia berhasil melarikan diri ?"
"Yang aku maksudkan bukan Hong Mong Ling" jawab Ti Then
semakin bingung. "Dia adalah orang yang lain dan baru saja menyambit senyata
rahasia membunuh mati Hong Mong Ling."
Air muka Wi Lian In segera berubah amat hebat,
"Ada urusan apa" . , . siapa orang itu ?" tanyanya dengan amat
terperanyatat. "Karena aku tidak melihat dia baru bertanya dengan dirimu,
ketika aku putar tubuhku orang itu sudah melarikan diri tanpa
bekas.." Agaknya Wi Lian In benar-benar dibuat terperanyat, tanyanya
kepada si kakek pemalas Kay Kong Beng yang berdiri disisinya:
"Kay Lodianpwe, kau melihat tidak?"
"Tidak." Jawab sikakek pemalas Kay Kong Beng sambil gelengkan
kepalanya. "Lohu selama ini ikut kau turun kemari, kau tidak melihat
sudah tentu Lohu juga tidak melihatnya."
Waktu berbicara air mukanya masih tetap dingin kaku dan sangat
tawar, agaknya semua urusan tidak ada hubungannya dengan dia.
"Bajingan. Aku harus cari orang sampai dapat?" seru Ti Then
dengan amat gusarnya. Sambil berkata tubuhnya dengan cepat berkelebat mengejar
kearah depan. Dia memastikan orang itu tentu orang yang mengadakan jual beli
dengan Hu Pocu, pihak lawan sengaja turun tangan membunuh
mati Hong Mong Ling tentu bertujuan untuk menutup mulutnya,
karena itulah dia sudah bulatkan tekad untuk mencari hingga dapat
orang yang melakukan pemibunuhan itu.
Wi Lian In ketika melihat Ti Then melakukan pengejaran segera
ujarnya kepada sikakek pemalas Kay Kong Beng.
"Kay Lo-cianpwe, kau bisa bantu kami untuk carikan orang itu ?"
Si Kakek pemalas Kay Kong Beng tetap berdiri ditempat semula.
"Lohu tidak ingin terlibat di dalam urusan yang tidak berguna,
kalian pergilah cari sendiri" ujarnya dengan amat tawar.
Wi Lian In tidak bisa berbuat apa-apa terpaksa dia mendepakkan
kakinya keras-keras ke atas tanah kemudian mengejar dengan
mengambil arah yang berlainan.
Menanti setelah mereka berdua lenyap dari pandangan barulah
sikakek pemalas itu berjalan mendekati mayat Hong Mong Ling yang
sudah putus napas itu, lama sekali dia memandang wajahnya
kemudian baru menghela napas panjang.
"Hati bangsat cilik ini amat jahat, dia seharusnya binasa.."
ujarnya sambil gelengkan kepalanya.
Ti Then yang kerahkan tenaga dalamnya sepenuh tenaga
membuat larinya pun semakin cepat, bagaikan kilat cepatnya dia
melakukan pemeriksaan disekeliling hutan itu. sesudah dicarinya
ubek-ubekan selama setengah hari lamanya tetap tidak memperoleh
hasil, dia pun dengan uring-uringan terpaksa kembali ketempat
semula. Sesampainya di sana tampaklah olehnya si kakek pemalas masih
berdiri di hadapan. mayat Hong Mong Ling, dia tidak berani berlaku
ayal dengan cepat maju ke depan memberi hormat, ujarnya,
" Kay Lo-cianpwe apa masih ingat dengan cayhe "
Dengan perlahan kulit mata si kakek pemalas bergerak melirik
sekejapkearahnya. "Bukankah kau sipendekar baju hitam Ti Then yang pada tahun
lalu memohon Lohu menerima dirimu sebagai murid?" ujarnya
dengan nada amat tawar, "Benar, urusan tahun yang lalu tidak usah kita ungkap lagi."
Terlihat sikakek pemalas sedikit tersenjum.
"Jika dilihat dari gerakan tubuhmu tadi kelihatan sekali jauh tebih
hebat berpuluh-puluh kali lipat dari tahun yang lalu jagoan dari
mana yang sudah menggembleng dirimu ?"
"Maaf tidak bisa cayhe sebut"
Pada wajah sikakek pemalas Kay Kong Beng sedikit pun tidak
kelihatan perasaan tidak puasnya, dia tertawa terbahak-bahak.
"Kau bocah cilik apa masih menaruh perasaan marah kepada diri
Lohu?" "Tidak." "Kalau begitu bagus sekali, bukannya Lohu tidak pandang dirimu
sebaliknya dikarenakan sejak dulu Lohu sudah angkat sumpah untuk
tidak menerima murid lagi."
"Boanpwe sudah tahu kalau kau orang tua pada waktu yang
lampau pernah menerima satu murid kemudian dikarenakan
muridmu itu berbuat jahat dan durhaka maka di dalam keadaan
gusar kau orang bunuh mati muridmu itu kemudian bersumpah
untuk tidak menerima murid kembali, kau orang tua tidak mau
menarima murid kembali memang sangat beralasan sekali. "
"Benar." jawab Sikakek pemalas Kay Kong Beng mengangguk.
"Makanya Lohu tidak ingin menerima murid kembali dan tidak ingin
membunuh mati muridku yang kedua ini."
Ti Then dengan perlahan-lahan menoleh memandang keempat
penjuru. "Nona Wi kemana?"
"Mengejar orang itu."
Dengan perlahan Ti Then berjongkok di depan mayat dari Hong
Mong Ling dan memeriksanya dengan teliti luka pada bagian
kepalanya, ketika dilihatnya batu yang menyambar tersebut
bersarang sedalam satu cun tanpa terasa hatinya merasa berdesir
juga, ujarnya. "Sungguh hebat tenaga dalam orang itu."
Si kakek pemalas Kay Kong Bang hanya mengangguk saja tanpa
mengucapkan sepatah kata pun.
"Locianpwe sudah tahu orang itu?" tanya Ti Then lagi sambil
menuding kearah mayat Hong Mong Ling.
"Tadi sudah dengar dari nona Wi."
"Locianpwe bisa percaya terhadap semua omongannya?"
"Jikalau dia mengatakan orang lain, Lohu mungkin masih mau
percaya, tetapi dia bilang Wi Ci To yang sudah membunuh mati
ayah ibunya hal ini Lohu tidak akan mempercayai,"
Ti Then menjadi amat girang.
"Itulah sangat bagus, padahal orang tuanya?" ,
Baru saja berbicara sampai di sini ranting-ranting di atas
kepalanya mendadak bergoyang, tampak dengan ringannya Wi Lian
In meloncat turun dari atas pohon itu.
"Kau menemukan sesuatu"... tanya Ti Then dengan cepat.
-ooo0dw0ooo- Jilid 18.1: Pembesar kota Cuo It Sian
"Tidak, setan pun tak kelihatan."
"Hmm" dengus Ti Then dengan amat gemasnya. "aku harus
berusaha cari dia sampai dapat, dia tak akan lolos dari tanganku"
"Sebetulnya tadi sudah terjadi urusan apa?" tanya Wi Lian In
perlahan. Ti Then segera menceritakan pengalamannya terakhir
tambahnya: "Di dalam pada saat ini orang yang bisa membayar uang
sebanyak satu laksa tahil perak tidak banyak jumlahnya, dengan
menurut titik terang itu pasti bisa kita dapatkan."
"Si anying langit rase bumi punya banyak uang, mereka juga
bisa melakukan" tiba-tiba si kakek pemalas menimbrung.
Dengan perlahan Ti Then gelengkan kepalanya.
"Pasti bukan perbuatan dari si anying rase bumi"
"Ooh . . ." seru si kakek pemalas.
"Dengan berdasarkan hal apa kau berani bicara begini."
"Karena sianying langit Kong sun Yau sudah binasa diujung
pedang boanpwe." Tanpa terasa air muka si kakek pemalas sedikit berubah. "Kiranya
begitu" sahutnya perlahan.
"Kau sanggup membinasakan si anying langit Kong sun You
berarti juga kepandaian silatmu sudah mencapai tarap amat tinggi."
Ti Then tidak mau menyawab perkataannya itu, kepala Wi Lian
In ujarnya: "Bagaimana kalau kita kubur saja mayatnya."
Dengan pandangan gemas dan penuh diliputi kebencian Wi Lian
In melirik sekejap ke atas jenazah Hong Mong Ling.
"Bajingan ini sudah melupakan budinya Tia yang sudah
membesarkan dirinya, bahkan masih memfitnah dia orang tua
menghina dan mengatakan Tia sudah membinasakan ayah ibunya,
manusia yang berhati binatang semacam ini buat apa kita kuburkan
mayatnya?""
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pokoknya dia sudah binasa, buat apa pikirkan persoalan itu
lagi?"" Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.
"Kau mau kuburkan mayatnya, kuburlah sendiri aku tidak mau".
Terpaksa Ti Then mencabut pedangnya dan seorang diri
menggalikan sebuah liang untuk mengubur mayat Hong Mong Ling.
"Nona Wi, apakah ayahmu baik-baik saja ?"" Tanya sikakek
pemalas kemudian kepads Wi Lian In.
Wi Lian In tidak berani kurang hormat, segera dia bungkukkan
badannya memberi hormat: "Terima kasih atas perhatian cianpwe, Tia baik-baik saja?"
"Ehmm. Lohu sudah ada dua tahun lamanya tidak bertemu
dengan ayahmu, bilamana kau bertemu dengan dia sampaikan
salam dari Lohu." "Baiklah terima kasih atas perhatian cianpwe" Sekali lagi Wi Lian In memberi hormat.
"Lohu mau kembali ke dalam goa, apa kalian mau duduk-duduk
sebentar di dalam goa?"
"Tidak perlu, tidak berani mengganggu ketenangan dari cianpwe"
jawab Wi Lian In dengan gugup.
Si kakek pemalas segera tersenyum, dengan cepat bagaikan kilat
dia putar tubuhnya dan berlalu dari sana.
Saat ini Ti Then sudah selesai mengubur mayatnya Hong Mong
Ling, sambil melemaskan otot-ototnya dia memandang bayangan si
kakek pemalas yang mulai melayang dengan cepatnya menuju ke
atas puncak, gumamnya seorang diri:
"Orang tua ini boleh dikatakan baik juga, boleh dikatakan jahat,
sungguh membuat orang menjadi bingung."
"Perduli bagaimana pun, asalkan dia tidak berbuat kejahatan
sudahlah cukup" Sambung Wi Lian In segera.
Dengan perlahan Ti Then membersihkan pedangnya kemudian
memasukkan kembali ke dalam sarungnya.
"Tadi bagaimana dia mau ikut kau datang kemari?" tanyanya
kemudian. "Ketika dia mendengar aku adalah putrinya dari Pek Kiam Pocu
sikapnya segera berubah, dia bilang dia tidak akan percaya terhadap
semua perkataan dari Hong Mong Ling bahkan mengutarakan
kepadaku mau membantu menawan kembali si bangsat cilik Hong
Mong Ling itu." Ti Then segera tersenyum:
"Kelihatannya di dalam dunia ini dia hanya menghormati ayahmu
seorang saja" Wi Lian In pun segera ikut tertawa.
"Hal ini berarti juga dia bukanlah seorang yang benar-benar suka
menyendiri" "Mari kita pergi dari sini"
Wi Lian In segera mengangguk, dengan berdampingan mereka
berjalan menuruni gunung itu dengan langkah yang amat perlahan.
sembari berjalan tak henti hentinya Ti Then berpikir terus. .
"Aku tidak bisa menerka di dalam Bulim waktu ini selain si anying
langit rase bumi yang memiliki banyak uang siapa lagi yang bisa
begitu kayanya kau tahu tidak?"
"Kau jangan terlalu percaya atas perkataannya, mungkin sekali
dia sedang berbohong"
"Tidak." Bantah Ti Then segera.
"Aku percaya dia bukan sedang berbohong, coba kau pikirlah
jikalau dia sedang berbohong kenapa orang lain bisa bunuh mati dia
secara tiba-tiba sewaktu dia hendak memberi tahu nama orang
yang mengadakan jual beli?"
"Tapi waktu itu bukankah Tia sudah membawa kita masuk ke
dalam Loteng Penyimpanan kitab untuk melihat-lihat?" Bantah Wi
Lian In tidak mau kalah. "Bukankah di dalam loteng itu kecuali terdapat kitab-kitab serta
lukisan yang bertumpuk tumpuk hanya ada rahasia pribadi Tia
sendiri?" Ti Then hanya tertawa tidak menyawab.
Dengan cepat Wi Lian In putar kepalanya memandang dirinya.
"Apa kau kira Tia masih menyimpan rahasia yang tidak mau
diceritakan pada kita"
"Bukan suatu rahasia, tapi semacam barang"
"Selamanya Tia menganggap uang perak. mau pun emas seperti
kotoran manusia, dia tidak akan menyimpan barang-barang
berharga yang bernilai satu kota"
Ti Then tidak ingin membuat dia tidak gembira segera ujarnya
lagi: "Ehm, kemungkinan sekali orang yang melakukan jual beli itu
tahu kalau ayahmu memiliki sebuah Loteng Penyimpanan kitab yang
amat misterius, lalu sudah mengangap di dalamnya pasti tersimpan
barang-barang berharga, dengan demikian timbulah hati serakahnya
dan menggunakan uang sebesar selaksa tahil perak untuk
menyuruh Hu Pocu masuk ke dalam Loteng Penyimpan kitab itu
melakukan pencurian"
Wi Lian In segera mengangguk tanda menyetujui pendapatnya
ini. "Yang aneh kenapa Hu Pocu mau menyanggupi permintaan
orang lain dan melakukan pekerjaan yang begitu memalukan
terhadap Tia." "Uang sejumlah satu laksa tahil perak. jumlah itu bukanlah suatu
jumlah yang kecil sudah tentu setiap orang terpancing itu"Jawab Ti
Then tertawa. "Sedangkan orang yang melakukan jual beli itu ternyata tak tahu
barang apa yang sudah disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab
itu sehingga berani mengeluarkan uang satu laksa tahil perak . . Hm
siapa dia?" Berkata sampai di situ mendadak dia menghentikan langkah
kakinya, sedang air mukanya penuh diliputi oleh perasaan terkejut
bercampur ragu-ragu. Ti Then yang melihat perubahan wajahnya segera tahu tentu dia
sudah teringat siapa orang yang bisa melakukan jual beli itu,
hatinya menjadi amat girang, tanyanya dengan cepat,
"Siapa?" "Tidak mungkin, tidak mungkin." seru Wi Lian In kembali sambil gelengkan kepalanya "Dia tak mungkin mau melakukan pekerjaan
semacam ini." "Siapa yang kau maksudkan?" desak Ti Then lagi.
"Pembesar kota atau sian Thay ya, Cuo It Siang"
Pikiran Ti Then menjadi terang kembali.
Tak salah dalam Bu lim selain si Anying langit Rase Bumi, boleh
dihitung sian Thay ya Cuo It Sian saja yang paling kaya.
"Tapi aku berani pastikan dia pasti bukanlah orang yang
melakukan jual beli itu"
Ti Then berpikir sebentar kemudian mengangguk.
"Ehmm, si pembesar kota Cuo It Sian merupakan seorang
pendekar tua yang sudah mem punyai nama sangat terkenal di
dalam dunia kang ouw, dengan sifat dan tindak tanduknya setiap
hari dia tak mungkin mau melakukan pekerjaan semacam ini . . ."
Kiranya yang dikatakan sebagai pembesar kota Cuo It Sian dalam
Bu lim mem punyai nama yang sangat terkenal sekali, dia bukan
saja pandai di dalam ilmu silat dalam hal ilmu surat menyurat pun
sangat jempolan, pada waktu yang lampau sesudah dia lulus dalam
ujian negara dia diangkat sebagai pembesar kota tapi baru saja
menyabat kedudukan itu satu tahun lamanya dia sudah meletakkan
jabatannya, sebabnya karena di dalam melakukan penyelidikan dan
pemeriksaan soal pembunuhan, para pembunuhnya ternyata adalah
para enghiong hohan yang sedang membela keadilan. Dia tahu
kedudukannya sebagai pembesar sangat terikat karenanya segera
letakkan jabatannya pulang kam pung.
sejak waktu itu dia sering berkelana di dalam Bu lim sebagai
seorang pendekar yang menegakkan keadilan. Dengan harta
peninggalan leluhurnya yang begitu banyak. bukan saja hidupnya
cukup dan senang bahkan suka membantu kepada yang lemah dan
karena itulah semua orang di dalam Bu lim menyebut dirinya
sebagai Sian Thay ya. Dengan perkataan lain, dia merupakan seorang pendekar yang
membenci akan kejahatan, manusia semacam ini sudah tentu tidak
mungkin mau melakukan jual beli dengan Huang puh Kiam Pek
untuk mencuri barang dari Wi Ci To.
"Tetapi..." ujar Ti Then lagi sesudah berpikir beberapa waktu
lamanya. "Selain dia, siapa lagi yang bisa mengeluarkan uang
sebanyak selaksa tahil perak?"?"
"Mungkin orang yang melakukan jual beli itu bukanlah orang dari
kalangan Bu lim." Ti Then segera tertawa: "Kalau begitu kau tidak setuju dengan pendapatku tadi?"
"Apa pendapatmu?" Tanya Wi Lian In melengak.
"Aku tadi berpendapat kalau orang yang membunuh mati Hong
Mong Ling adalah orang yang melakukan jual beli dengan Hu Pocu."
"Tetapi dengan kepandaian silatnya yang tidak lemah, jikalau dia
ingin mencuri semacam barangnya Tia bukankah bisa turun tangan
sendiri?" bantah Wi Lian In cepat.
"Sebabnya bisa sangat banyak sekali, sekarang aku baru tahu
satu sebabnya saja, tentu dia sudah menyelidiki keloteng Penyimpan
kitab itu dan mengetahui di sana sudah terpasang alat-alat rahasia
yang amat lihay, karena tahu tidak bisa turun tangan sendiri lalu
melakukan jual beli dengan diri Hu Pocu"
Tanpa terasa Wi Lian In menganggukkan kepalanya.
"Ehmm, masih ada satu sebab lagi, tentu orang yang melakukan
jual beli itu mem punyai hubungan persahabatan yang amat erat
dengan diri Hu pocu, makanya Hu pocu baru menyanggupi . . . ."
Berbicara sampai di sini mendadak air mukanya berubah kembali
dengan amat hebatnya. "Jika demikian adanya, itu sian Thay ya Cuo It Sian merupakan
orang yang patut dicurigai."
Dengan tajam Ti Then memandangi wajahnya.
"Apakah Cuo It Sian sangat baik dengan Hu Pocu?"
"Benar, mereka merupakan sepasang sahabat yang paling erat"
"Kalau begitu, kita bisa pergi mencari Cuo It Sian untuk diajak
berbicara" "Rumahnya ada dikota Tiong khin Hu, darisini masih ada tiga hari
perjalanan" "Ehmm perjanyian dengan si rase bumi Bun Jin cu masih ada dua
belas hari lamanya, masih ada waktu." ujar Ti Then segera.
" Kalau begitu mari kita berangkat."
Mereka berdua segera turun dari gunung Kim Teng san, setelah
mengambil kudanya kembali di rumah petani mereka segera
berangkat memasuki daerah siok Khin. Tiga hari kemudian
sampailah mereka di kota Tiong khin Hi
Hari itu siang hari sudah menjelang, sinar matahari dengan amat
teriknya memancarkan sinarnya ke seluruh jagad. Mereka berdua
sesudah menangsal perutnya disebuah kedai rumah makan dan
bertanya alamat dari Cuc It sian barulah menunggang kuda masingmasing menuju ke sana. Ujar Wi Lian In kemudian ketika berada ditengah jalan:
"Sesudah bertemu muka nanti kita harus menggunakan cara apa
untuk membuktikan dia benar atau bukan orang yang melaksakan
jual beli tersebut?""
"Pertama-tama kita beritahukan kepadanya terlebih dulu kalau
kita baru saja pulang dari gunung Kim Teng san, jikalau dia
memang benar orang yang melakukan jual beli itu setelah
mendengar perkataan kita air mukanya pasti berubah, dengan
berdasarkan hal ini sedikit-dikitnya kita bisa buktikan kalau dia
adalah si pembunuh Hong Mong Ling. Jika air mukanya sama sekali
tidak berubah?" Tanya Wi Lian In kemudian.
"Kalau memang begitu kita beritahukan kepadanya kalau Hu
Pocu karena gagal melakukan pekerjaan kini sudah bunuh diri dan
ayahmu perintahkan kita berdua untuk sengaja menyambangi
dirinya untuk dimintai beberapa petunjuk. jika kita bicara begini
bilamana dia adalah orang yang melakukan jual beli itu air mukanya
tidak bisa tenang-tenang saja, sedikit berubah saja kita bisa
pastikan dia itu orangnya"
"Pendapatmu sungguh bagus sekali, baiklah kita lakukan
demikian saja." Pada saat mereka berbicara itulah tanpa terasa
sudah tiba di depan rumah Cuo It Sian.
Bangunan ini amat besar dan megah sekali, pintu depan dicat
merah darah sedang tembok yang mengelilingi bangunannya amat
tinggi sekali, sedang tangga batu yang menghubungkan jalan
dengan pintu dibuat dari ubin yang mengkilap. satu kali pandang
saja sudah tahu kalau dia merupakan seorang hartawan yang
sangat kaya, baru saja mereka berdua tiba di depan pintunya
terlihatlah seorang pelayan tua sudah menyambut kedatangan
mereka, ujarnya sambil merangkap tangannya memberi hormat:
"Kalian berdua mau cari siapa ?"
Sengaja Ti Then perlihatkan sikapnya yang amat dingin dan
angkuh. "Mau cari Lo ya kalian"
"Oooh .. tolong tanya siapa nama dari kongcu?" tanya pelayan
tua itu lagi sambil tertawa.
"Cayhe Ti Then sedang dia adalah nona Wi, putri kesayangan
dari Pek Kiam Pocu, kami sengaja datang menyambangi lo ya
kalian" Ketika pelayan itu disebutkannya nama ini, sikapnya semakin
ramah lagi, berkali-kali dia rangkap tangannya memberi hormat,
"Kiranya kalian datang dari Pek Kiam Po, silahkan masuk ke
dalam untuk minum teh."
Selesai berkata dia bergegas ke samping mempersilahkan tamutamunya untuk masuk. "Apa Lo ya kalian ada dirumah?" Tanya Ti Then mendadak.
"Lo ya baru saja keluar rumah, tapi orangnya ada di dalam kota
saja. . Silahkan kalian berdua tunggu sebentar di dalam blar Lo han
segera kirim orang cari dia kembali"
Ti Then segera mengangguk. Ia dan Wi Lian In segera masuk ke
dalam ruangan dalam. Pelayan tua dengan memimpin mereka berjalan masuk melalui
ruangan tengah, ruangan minum teh dan akhirnya berbelok ke
suatu serambi yang amat panjang, setelah itu barulah sampai
disuatu ruangan tamu yang amat kecil tapi indah sekali. Pelayan tua
itu segera mempersilahkan mereka berdua untuk duduk ujarnya:
"Lo ya kami selamanya paling suka menerima tamu-tamu
terhormat di dalam ruangan tamu yang kecil ini, kalian berdua
jangan sampai marah"
Sambil berkata dia meletakkan dua cawan teh wangi ke depan Ti
Then serta Wi Lian In sambungnya:
"Kalian berdua tunggulah sebentar di sini, biariah Lo han kirim
orang untuk panggil Lo ya kami kembali"
Selesai berkata dia segera memberi hormat dan mengundurkan
diri dari dalam ruangan. Wi Lian In setelah melihat pelayan tua itu pergi baru bergeser ke
samping tubuh Ti Then, ujarnya dengan suara rendah:
"Aku rasa.. mungkin kita sudah salah anggap orang lain".
"Kenapa ?"" tanya Ti Then sambii tersenyum.
"Coba kau lihat orang lain begitu kaya tapi tidak menjadi
sombong karenanya, bahkan terhadap orang lain begitu ramah,
bagaimana bisa jadi orang yang bermaksud jahat ?""
"Tahu orangnya tahu wajahnya belum tentu tahu hatinya, di
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam dunia ini banyak orang yang menggunakan kedok orang baik
padahal hatinya amat busuk dan tersimpan niat-niat jahat yang
berada diluar batas."
Wi Lian In segera mengerutkan alisnya: "Tapi aku rasa Cuo It
Sian bukanlah manusia semacam ini. ."
"Aku juga tidak berani pastikan dialah orang yang melakukan jual
beli tersebut tetapi kita harus mengadakan penyelidikan juga
terhadap dirinya." "Ehmmm .... nanti sesudah bertemu dengan dia apa yang kita
ucapkan lebih baik sedikit sopan dan halus sehingga tidak sampai
mencelakai orang lain."
"Aku sudah tahu, kau berlegalah hati". sahut Ti Then sembari
tertawa. Dengan perlahan Wi Lian In angkat cawannya dan mereguk
sedikit teh itu, ujarnya kemudian:
"Teh ini sungguh wangi sekali, entah menggunakan daun teh apa
namanya?"" Ti Then pun ikut meneguk satu tegukan, kemudian sahutnya:
"Inilah yang dinamakan Yu Cian, aku pernah minum teh ini dahulu."
"Apa itu Yu Cian?""
"Itulah Teh yang dipetik sebelum musim pemghujan, teh
semacam ini sesudah direndam dengan air panas yang mendidih
kemudian diletakkan di bawah sorotan sinar matahari segera akan
timbul suatu warna yang menyilaukan mata, bukan saja rasanya
gurih dan harum bahkan sangat mahal harganya"
Tidak tertahan lagi Wi Lian In meneguk lagi satu tegukan ujarnya
kemudian sambil tertawa: "Pengalaman dan pengetahuanmu sungguh amat luas." .
Ti Then pun ikut tertawa.
"Itu bukanlah terhitung apa- apa."
"Cuo It Sian sudah begitu tidak aneh kalau dia tidak ingin
menyabat sebagai pembesar lagi, coba kau lihat tempat tinggalnya
ini saja mungkin hampir meliputi seratus dua ratus kamar
banyaknya." "Tidak salah, disekitar kota Cong cin -Hu mi semua bangunan
kebanyakan tidak sebesar rumah ini"
Baru saja mereka berbicara sampai di situ tampaklah pelayan tua
tadi sudah berjalan masuk bersama-sama seorang tua yang
memakai pakaian amat perlente sekali"
Ti Then segera mengira kakek tua berbaju perlente itu adalah si
sian Thay ya, dengan cepat dia bangkit berdiri:
Pelayan tua itu dsngan cepat berkata sambil tertawa:
"Ini adalah kuasa kami, Lo ya kami sebentar lagi baru kembali"
"ooh... Ti Then tidak berani berlaku ayal, segera dia rangkap
tangannya memberi hormat kepada orang itu. "selamat bertemu,
selamat bertemu." Orang tua itu cepat-cepat balas memberi hormat, ujarnya
ssmbari tertawa: "Ti Siauw hiap silahkan duduk, majikan kami baru saja keluar
harap tunggu sebentar lagi."
Ti Then segera mengucapkan kata-kata merendah dan duduk
kembali ke tempat semula. Kuasa she Go itu pun duduk di hadapan
mereka, kepada Wi Lian In tanyanya. "Nona ini apakah putri
kesayangan dari Wi Pocu?""
Wi Lian In dengan tersenyum malu-malu menundukkan
kepalanya, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Kuasa she Go itu pun segera menoleh kepada Ti Then kembali.
"Aku dengar katanya Ti siauw hiap sudah diangkat sebagai Kiauw
tauw dari Benteng Pek Kiam Po?""
"Benar. ." "Sungguh soorang pemuda enghiong" puji kuasa she Go itu.
"Para pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po semuanya
merupakan jago-jago nomor wahid di dalam Bu lim, dengan usia
dari Ti Siauw hiap yang masih demikian muda ternyata dapat
menduduki di atas para pendekar pedang sungguh merupakan
suatu hal yang aneh dan sukar untuk dipercaya."
"Terima kasih atas pujian diri Penguasa Go, cayhe tidak berani
untuk menerimanya" "Ini hari Ti Siauw hiap serta nona Wi datang kemari entah mem
punyai urusan apa" " tanyanya lagi dengan sopan.
"Kami sengaja datang untuk menyambangi majikan kalian-"
"Oooooh... terima kasih, terima kasih. . Ehm, aku dengar katanya
di dalam Benteng Pek Kiam Po pada waktu-waktu mendekat ini
sudah berturut-turut terjadi beberapa urusan entah berita ini benar
tidak..." "Penguasa Go sudah mendengar berita apa?" tanya Ti Then
dengan amat cepat. Penguasa Go melirik sekejap kearah Wi Lian In
kemudian sambil tertawa jawabnya. " Urusan mengenai Hong siauw
hiap dan nona Wi..."
"Sedikit pun tidak salah, samuanya memang peristiwa yang
nyata"jawab Wi Lian In dengan mantap.
"Heeeii .. sungguh tidak nyana Hong siauw hiap dia orang
ternyata sudah terjurumus ke dalam lembah yang demikian hinanya,
sungguh sayang sekali."
"Hong Mon Ling sudah mati."
Seketika itu juga penguasa Go menjadi sangat terperanyat.
"oooh, ayahmu. . ayahmu yang hukum mati dia?"
"Bukan" "Lalu. , lalu bagaimana dia bisa mati?" tanya penguasa Go itu
semakin terperanyat. saat itulah Ti Then secara tiba-tiba memotong,
"Majikanmu kapan baru kembali?"
Agaknya penguasa Go menjadi melengak atas dipotongnya
perkataan ini, tapi dengan cepat dia sudah sadar kembali kalau Ti
Then tidak senang dia mencampuri urusannya, dengan wajah penuh
senyuman paksa ujarnya kemudian.
"Sudah hampir datang, tadi majikan kami sedang pergi cari
teman untuk diajak ngobrol, mungkin sebentar lagi sudah kembali,
apakah Ti siauw hiap ada urusan yang penting?"
"Ooh. . tidak begitu penting, hanya ada satu urusan yang hendak
minta keterangan darinya"
"Entah urusan apakah itu?" tanya penguasa Go cepat.
"Urusan ini lebih baik dibicarakan sesudah bertemu muka sendiri
dengan majikan kalian-"
"Baik. . baik. ." Seru penguasa Go berulang kali sambil tertawa malu, "Silahkan kalian menunggu sebentar. . ooh iya, apa kalian
berdua sudah bersantap"
"Sudah." "Jikalau belum bersantap, kalian berdua tidak usah terlalu
sungkan- . oooh.. majikan sudah datang."
Ti Then mau pun Wi Lian In segera menoleh ke arah luar
ruangan, ternyata tidak salah seorang tua beejubah hijau dengan
langkah tergesa-gesa berjalan menuju ke dalam ruangan tamu yang
amat kecil itu. Kakek tua itu berusia kurang lebih delapan puluh tahunan,
rambutnya sudah memutih semua, sedang alisnya amat panjang
sampai di bawah mata, hidungnya yang mancung serta wajahnya
yang merah bersinar menunjukkan suatu semangat yang tinggi
serta keangkeran yang tak terbantahkan.
Wi Lian In pernah bertemu dengan Sian Thay ya Cuo It Sian ini,
karenanya begitu dilihatnya si pembesar kota itu datang segera dia
bangkit berdiri untuk menyambut. Ti Then yang berada di
sampingnya pun segera ikut bangkit berdiri.
Dengan langkah yang amat cepat si pembesar kota Cuo It san
berjalan masuk ke dalam ruangan tamu itu, begitu dilihatnya Wi
Lian In berdiri di sana segera dia tertawa terbahak bahak.
"Haa. . hee. . hey budak. angin apa yemg meniup kau datang ke
sini?" Wi Lian In tidak berani berlaku ayal di hadapan seorang cianpwe
segera dia menjura uutuk memberi hormat.
"Wi Lian In datang menghunjuk hormat kepada Cue locianpwe."
"Haa. . hee. . hee. ." sipembesar kota Cuo It Sian tertawa lagi,
"Benerapa tahun tidak bertemu, kau sudah bertambah tinggi"
sambil tertawa malu Wi Lian In menundukkan kepalanya rendahrendah, tanpa memberikan jawaban.
Dengan perlahan Cuo It Sian menoleh kearah Ti Then, tanyanya
sambil tertawa. "Apakah saudara ini adalah Ti Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam
Po, si pendekar baju hitam Ti Then?"
Ti Then pun segera merangkap tangannya memberi hormat.
"Boanpwe memberi hormat, harap cianpwe suka memaafkan-"
"Tidak perlu begitu sungkan, cepat duduk untuk berbicara" seru Cuo It san tertawa.
Penguasa Go pun dengan cepat mengundurkan diri dari sana,
demikianlah tua muda tiga orang segera mengambil tempat
duduknya masing-masing. Pertama-tama Cuo It Sian yang buka
mulut. "Apakah ayahmu tidak datang?"" tanyanya.
"Tidak" "Sudah ada beberapa tahun lamanya lohu tidak mengunjungi
Benteng Pek Kiam po, apakah ayahmu serta Hu Pocu baik-baik
saja?"" Wi Lian In tidak menyawab, dia hanya melirik sekejap
kearah Ti Then. Cuo It Sian yang melihat air muka mereka sedikit aneh segera
menjadi tertegun. "Ada urusan apa?"" tanyanya keheranan.
Sepasang mata Ti Then dengan amat tajamnya memandang ke
atas wajahnya, kemudian baru jawabnya dengan perlahan.
"Urusan ini sangat panjang untuk diceritakan, kali ini boanpwe
serta nona Wi sengaja dari gunung Kim Teng san datang ke mari
untuk menyambangi diri Locianpwe"
Ketika Cuo It Sian mendengar jawaban ini dia sepertinya merasa
keheranan, sambil mengedip-ngedipkan matanya dia balas pandang
sekejab Ti Then-" Kalian datang dari gunung Kim Teng san, apa arti
perkataan ini?""
Air mukanya hanya diliputi oleh perasaan terkejut dan heran,
sama sekali tidak terdapat perasaan ragu-ragu serta takutnya.
Ti Then dengan amat tajamnya memandang wajahnya terus,
tambahnya: "Benar kami datang dari gunung Kim Teng san, sengaja datang
menyambangi diri locianpwe."
Tanpa terasa Cuo It Sian menggerutkan alisnya rapat-rapat,
dengan perasaan bingung ujarnya.
"Jadi maksud kalian- kalian baru saja naik kegunung Kim Teng
san untuk untuk menyambangi si kakek pemalas Kay Kong Beng
kemudian datang ke rumah Lohu?" Ini. . ini berarti ada urusan
apa?" Ti Then sedikit pun tidak melihat adanya perubahan yang aneh
pada wajahnya, tanpa terasa dia dibuat gugup juga, ujarnya.
"Apakah Locianpwe tidak tahu kalau Hu pocu kami sudah bunuh
diri?"" Air muka Cuo It Sian seketika itu juga berobah amat hebat,
mendadak dia bangkit berdiri teriaknya dengan terperanyat.
"Apakah Huang Puh Kiam Pek bunuh diri" dia kenapa mau bunuh
diri?"" Kali ini walau pun air mukanya berubah amat hebat tetapi
perubahan ini jelas sungguh berubah, dan bukannya berubah
seperti apa yang dibayangkan oleh Ti Then semula.
Ti Then segera mem punyai dugaan kalau dia bukanlah orang
yang melakukan jual beli serta membunuh mati Hong Mong Ling,
karena jika dia betul-betul orangnya tidaklab mungkin perubahan
wajahnya begitu sungguh-sungguh, karenanya perasaan curiga
yang semula ditujukan kepada diri pembesar kota Cuo It Sian ini
pun menjadi goyah juga. Dia menarik napas panjang-panjang, lama
kemudian barulah ujarnya.
"Inilah hal yang Wi Pocu sangat ketahui, karenanya Wi pocu
memerintahkan boanpwe untuk datang kemari minta petunjuk dari
Locianpwe, karena Lo cianpwe sudah bersahabat sangat lama sekali
dengan diri Hu Pocu, kemungkinan sekali Locianpwe tahu mengapa
Hu Pocu bunuh diri" Dengan perasaan terkejut bercampur heran Cuo It Sian
memandang wajah Ti Then tak berkedip.
"Lohu sudah ada dua tiga tahun lamanya tidak bertemu dengan
Hu Pocu, dia Heey. . coba bagaimana kalau kalian Ceritakan dulu
dengan teliti keadaan yang sudah terjadi?""
Ti Then menundukkan kepalanya berpiklt sebentar, kemudian
barulah mengangguk. "Baiklah, urusan ini harus diceritakan sedari Wi pocu
membatalkan ikatan jodoh antara Hong Mong Ling dengan nona Wi,
tentang urusan ini tentunya Locianpwe sudah dengar berita dari
orang lain bukan?" "Benar, pernah mendengar tentang berita ini"
"Ada satu malam boanpwe sedang bermain Catur dengan Hu
Pocu sehingga jauh malam mendadak budak kami datang melapor
kalau nona Wi sudah lenyap tanpa bekas, Hu Pocu serta boanpwe
segera berangkat menuju ke kamar untuk mengadakan
pemeriksaan, menurut keadaan pada waktu itu kami mengambil
kesimpulan kalau nona Wi sudah diculik, oleh Hu Pocu
memerintahkan seluruh pendekar pedang yang ada di dalam
Benteng untuk mengadakan pemeriksaan di empat penjuru.."
"Waktu itu apakah Wi Pocu tidak berada di dalam Benteng?""
potong cuo It Sian mendadak.
"Benar, Wi Pocu serta seorang pendekar pedang merah karena
ada urusan sudah keluar Benteng, tetapi pada keesokan harinya Wi
Pocu sudah kembali lagi ke dalam Benteng dan sekali lagi
menggerakkan semua pendekar pedang yang ada di dalam Benteng
untuk melakukan pengejaran. Hu Pocu serta boanpwe pada pagi
hari-hari ketiga bersama-sama meninggalkan Benteng Pek Kiam Po
,," Segera dia menceritakan kembali bagaimana dia menerima
undangan dari si setan pengecut, bagaimana melukai kulit kepala si
Setan pengecut itu di atas gunung Kim Teng San menolong kembali
Wi Lian In lalu bagaimana mengetahui bahwa Huang Puh Kian Pek
adalah si setan pengecut itu.
Ketika selesai mendengar cerita itu Cuo It Sian
saking.terperanyatnya sudah menjerit tertahan, tanyanya.
"Apakah sesudah kalian berhasil membuka rahasianya lalu dia
melakukan bunuh diri?"
"Benar." Sahut Ti then mengangguk.
Sebelum dia melakukan bunuh diri apakah tidak mengatakan
kenapa dia sampai bersekongkol dengan Hong Mong Ling untuk
menculik diri Nona Wi?"
Terpaksa Ti Then berbohong sahutnya.
"Benar, dia bilang sudah menerima pesanan jual beli dari
seseorang, orang itu sanggup membayar selaksa tahil perak
Kepadanya dengan syarat mencurikan semacam barang Wi Pocu
dari dalam Loteng Penyimpan Kitabnya"
Air muka Cuo It Sian sedikit pun tidak berubah, tanyanya dengan
cemas: "Siapakah orang yang sudah melakukan jual beli dengan Hu Pocu
itu?" Ti Then tidak segera memberikan jawabannya, hanya ia terus
menerus memperhatikan perubahan air muka pihak lawan, sebentar
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian setelah merasa yakin kalau dia bukanlah orang yang
melakukan jual beli itu, jawabnya:
"Hu Pocu hanya mengatakan ada orang yang melakukan jual beli
dengan dia dengan upah selaksa tahil perak, karena untuk sesaat
dia menjadi rakus akan harta makanya baru menerima permintaan
tersebut sedangkan siapa yang sudah melakukan pekerjaan ini dia
sama sekali tidak mau mengatakannya"
Dia berhenti sejenak, kemudian sambungnya:
"Kiranya Wi Pocu tahu kalau Locianpwe mem punyai hubungan
persahabatan yang sangat erat dengan Hu Pocu selama puluhan
tahun lamanya, sengaja mengirim boanpwe kemari untuk minta
keterangan barangkali locianpwe mengetahui sedikit urusan ini"
Cuo It Sian mengerutkan alisnya rapat-rapat, lama sekali dia
tidak menyawab, kurang lebih seperminum teh kemudian baru
terdengar dia membuka mulutnya member jawaban:
"Selama ini Hu Pocu jadi orang amat jujur dan berhati lurus
bagaimana bisa melakukan pekerjaan semacam ini" Hei, sungguh
membuat orang merasa diluar dugaan"TiSiauwhiap tadi bilang baru
saja pulang dari gunung Kim Teng San, sebetulnya apa arti dari
perkataan ini?" "Setelah Boanpwe serta nona Wi menerima perintah untuk
meninggalkan Benteng ditengah jalan sudah mendengar perkataan
dari seorang kawan Bulim yang mengatakan pernah bertemu muka
dengan Hong Mong Ling di atas gunung Kim
Teng San, karenanya segera boanpwe berdua berangkat menuju
ke atas gunung Kim Teng San dengan harapan bisa menawan dia"
"Tidak salah."Sahut Cuo It Sian mengangguk. "Jikalau bisa
berhasil menawan Hong Mong Ling maka kita bisa tahu juga siapa
orangnya yang sudah melakukan pekerjaan jual beli itu akhirnya
apa kalian berhasil menawan dia kembali?"
"Setelah boanpwe berdua tiba di atas gunung Kim Teng San,
pada waktu itulah sudah menemukan kalau Hong Mong Ling sedang
berlutut di depan gua tempat kediaman Si kakek pemalas Kay Kong
Beng, dia sedang memohon si kakek pemalas Kay Kong Beng mau
menerimanya sebagai murid dengan harapan bisa memperoleh
sebuah sandaran." "Lohu dengar si kakek pemalas sudah bersumpah untuk tidak
menerima murid kembali, mungkin dia tidak akan diterima sebagai
muridnya bukan?" "Benar" jawab Ti Then mengangguk, "Ketika dia melihat
boanpwe berdua muncul di sana dengan gugup segera melarikan
diri, tetapi ketika sampai di bawah puncak dia sudah berhasil
boanpwe tawan dan pada saat boanpwe sedang paksa dia untuk
memberitahukan nama orang yang melakukan jual beli itu, baru dia
mau menyawab saat itulah sebuah batu cadas sudah menyambar
datang dan tepat menghajar batok kepalanya sehingga binasa"
"Haaaa".siapa orang itu?" Tanya Cuo It Sian kaget.
"Sudah tentu orang yang sudah melakukan jual beli dengan Hu
Pocu, dia sengaja turun tangan membunuh Hong Mong Ling untuk
melenyapkan kesaksian."
"Siapakah orang itu ?" tanya Cuo It Sian lagi sambil memandang
tajam wajahnya. Ketika Ti Then melihat dia betul-betul tidak memperlihatkan
sedikit perubahan pun segera memastikan kalau dia bukanlah orang
yang sudah melakukan jual beli itu, karenanya dengan terus terang
jawabnya. "Sungguh sayang sekali boanpwe sama sekali tidak melihat
dirinya, begitu batunya menyambar segera dia melarikan diri dari
sana, karena itu boanpwe tidak berhasil menawan dia kembali."
"Heey" sungguh sayang sekali"
"Kenapa tidak, tetapi boanpwe percaya cepat atau lambat
akhirnya aku berhasil juga menawan dia, karena di dalam Bu-lim
orang yang bisa membayar uang sebesar satu laksa tahil perak tidak
banyak jumlahnya." Mendengar perkataan itu air muka Cuo It Sian segera berubah
amat hebat, sepasang matanya mernancarkan sinar yang amat
tajam, sesudah memandang beberapa saat lamanya ke atas wajah
Ti Then pada air mukanya segera timbullah senyumannya yang
amat dingin. "Lohu sekarang paham, kalian sudah mencurigai Lohu kalau
adalah orang yang melakukan jual beli dengan Hu Pocu"
"Tidak berani, tidak berani..locianpwe sudah salah paham"
Cuo It San tertawa dingin.
"Lohu merupakan salah satu orang yang sanggup membayar
uang sebesar selaksa tahil Perak, ditambah lagi merupakan kawan
baik dari Hu Pocu, bukan begitu?"
"Nama besar dari locianpwe sudah tersebar diseluruh Bu-lim,
mana boanpwe berdua berani menaruh perasaan curiga terhadap
diri locianpwe, kedatangan boanpwe ini hari hanya mengharapkan
locianpwe mau member sedikit gambaran dan sedikit keterangan
kepada kami, selain itu tidak punya maksud lainnya"
Sekali lagi Cuo It Sian memandang tajam wajahnya, dengan
diiringi suatu senyuman yang amat tidak gembira ujarnya.
"Jikalau perkataanmu ini tidak bohong, Lohu di sini minta maaf
terlebih dulu karena tidak bisa membantu kalian sebab lohu sendiri
juga tidak tahu siapa orangnya yang patut dicurigai"
"Di dalam dunia kangouw saat ini kecuali locianpwe serta si
anying langit rase bumi siapa lagi yang amat kaya?"
"Lohu tidak tahu" sahut Cuo It Sian sambil gelengkan kepalanya,
Bilamana kalian menganggap siapa yang kaya dialah manusia yang
patut dicurigai boleh dikata pikiran kalian terlalu kekanak-kanakan"
"Tetapi hal ini sangat beralasan sekali" timbrung Wi Lian In yang
selama ini bungkam terus.
"Kalau begitu" ujar Cuo It Sian lagi sambil tertawa dingin tak
henti-hentinya. "Lohu juga termasuk salah seorang yang patut dicurigai bukan"
Coba kalian ke kota dan tanyakan kepada penduduk di sini selama
dua bulan yang baru lalu pernahkah Lohu meninggalkan kota Tiong
Khin Hu ini barang setapak pun, orang-orang di dalam kota setiap
hari melihat lohu ada di sini"
"Locianpwe kau jangan marah" Wi Lian In coba meredakan
hawa amarah Cuo It Sian yang mulai berkobar, "Kami memang
benar-benar tidak menaruh perasaan curiga terhadap diri
Locianpwe, kami hanya sengaja datang kemari untuk minta
keterangan dari kau orang tua dan mengharapkan dari sini bisa
memperoleh sedikit keterangan"
Jilid 18.2: Tertawan di gudang bawah tanah
"Jikalau kalian tidak pernah menaruh perasaan curiga terhadap
lohu kenapa pertama yang kalian ucapkan adalah kalian baru saja
datang dari gunung Kim Teng san" hal ini membuktikan kalau kalian
sudah menaruh curiga lohulah orang yang sudah membinasakan
Hong Mong Ling sewaktu berada digunung Kim Teng san. kalian kini
sengaja berbicara tentu sengaja sedang memeriksa perubahan
wajah dari lohu apakah mencurigakan atau tidak"
Wajah Lian In segera berubah menjadi merah padam.
"Sudahlah tetapi sekarang kami sudah percaya kalau kau orang
tua bukanlah orang yang melakukan jual beli itu"
Dengan wajah penuh perasaan tidak senang Cuo It Sian bertanya
kembali: "Sekarang ayahmu berada dimana?"
"Beberapa hari kemudian dia akan pergi ke istana Thian Teh
Kong untuk menemui janyinya."
"Kalian juga mau pergi ke istana Thian Teh Kong?" tanya Cuo It sian lagi.
"Benar." "Kalau lohu mau membicarakan persoalan ini langsung
berhadapan dengan ayahmu"
Wi Lian In menjadi gugup dibuatnya.
"Tidak... tidak perlu begitu"
"Kenapa" apakah Lohu tidak seharusnya pergi mencari ayahmu
untuk membicarakan persoalan ini hingga menjadi jelas..."
"Bukan begitu" seru Wi Lian In agak gugup "Kami pergi ke istana Thian Teh Kong sebetulnya mau bertempur dengan si rase bumi
Bun Jin Cu, jikalau orang tua berangkat bersama-sama kami si rase
bumi Bun Jin Cu bisa salah paham menganggap kau orang tua
merupakan bala bantuan kami, lebih baik kau orang tua tidak usah
berbuat begini." "Sampai waktunya biarlah Lohu berdiri di samping untuk
menonton saja." "Tetapi" Mendadak Cuo It sian tertawa terbahak-bahak.
"Ha. . haa . haaa.. haaa.. Lohu sekarang sudah paham, ini hari
kalian datang mencari lohu pasti bukan atas perintah dari ayahmu,
bukan begitu?" "Benar" sahut Wi Lian In, sekali lagi wajahnya sudah berubah
menjadi merah padam seperti kepiting rebus. "Jika Tia tahu kami
datang ke sini mencari kau orang tua, dia pasti akan marah
kepadaku" "Baik, baik" seru Cuo It Sian tertawa terbahak-bahak. " Kalian datang mencari Lohu sekali pun bukan atas perintah dari ayahmu,
tapi Lohu mengingat usia kalian yang masih kecil tidak akan cari
perkara lagi dengan diri kalian"
Wi Lian In menjadi amat girang.
"Dengan begitu kau orang tua tidak jadi ikut kami pergi ke istana
Then Teh Kong bukan ?"?"
"Benar" sahut Cuo It sian mengangguk.
Saat itulah Wi Lian In baru merasa hatinya menjadi lega, dengan
tersenyum malu dia menundukkan kepalanya rendah-rendah.
"Keponakan perempuanmu tidak tahu apa-apa sehingga
membuat salah terhadap kau orang tua, sungguh maaf sekali"
"Tidak mengapa, tidak mengapa padahal urusan ini tidak bisa
salahkan kalian kalau sampai menaruh curiga kepadaku, Lohu
memang tidak salah memiliki banyak uang bahkan Hu pocu pun
mem punyai hubungan persahabatan yang amat erat selama
puluhan tahun lamanya, jikalau Lohu misalnya mohon padanya
untuk mencarikan semacam barang milik ayahmu, dia memang pasti
sukar untuk menampiknya."
Dia berhenti sebentar untuk berganti napas, kemudian
tambahnya lagi sambil tertawa:
"Tetapi kalian pun harus berpikir walau pun harta kekayaan dari
lohu ini boleh di kata belum menangkan sebuah negara tapi untuk
dipakai seumur hidupku masih terlalu berlebihan, Lohu mau apa,
ada apa, buat apa pergi menyuruh orang lain untuk mencuri sebuah
barang ke punyaan ayahmu?""
Ti Then segera bangkit berdiri, sambil merangkap tangannya
memberi hormat ujarnya: "Perkataan dari Locianpwe sedikit pun tak salah, maaf tadi
boanpwe sekalian sudah menaruh curiga kepada diri Locianpwe,
mohon locianpwe suka memaafkan, kini ijinkan boanpwe sekalian
memohon diri" "Buat apa begitu tergesa-gesa?" tanya Cuo It sian melengak.
"Perjanyian dengan pihak istana Thian Teh Kong tinggal
beberapa hari saja, kami harus segera berangkat untuk mengejar
waktu." " Kalau memang begitu lohu juga tidak akan menahan kalian
lebih lama lagi" seru Cuo It sian kemudian sambil bangkit berdiri
"Lain kali jika lewat dikota ini jangan lupa untuk tinggal beberapa hari di rumah Lohu ini, walau pun usia dari lohu sudah amat tua
tetapi sangat suka untuk bergaul dan berkawan dengan orangorang muda" Ti Then segera menyanggupi hal itu, bersama-sama dengan Wi
Lian In mereka berpamit dan keluar dari ruangan itu.
Cuo It Sian menghantar mereka berdua sampai diluar pintu
besar, masing-masing barulah berpisah, Ti Then bersama-sama Wi
Lian In dengan menunggang kudanya masing-masing dengan cepat
berjalan ke tengah jalanan dalam kota.
Terdengar Wi Lian In menghela napas panjang, ujarnya
kemudian ketika sudah berada ditengah jalan.
"Coba kau lihat, sejak semula aku sudah bilang dia tak mungkin
orang yang sudah melakukan jual beli itu"
" Tetapi jika tidak datang sendiri untuk membuktikan siapa yang
tahu kalau dia bukan orangnya?" Bantah Ti Then cepat.
"Untung sekali dia tidak kukuh untuk ikut kami pergi menemui
Tia, kalau tidak Tia tentu akan memaki aku setengah mati."
"Kita mencurigai dialah orang yang sudah melakukan jual beli itu
semuanya sangat beralasan sekali, aku kira ayahmu tidak akan
memaki kita semua." "Sekali pun perasaan curiga kita pada dirinya sangat beralasan
tetapi perkataannya lebih beralasan lagi, dia sangat kaya sekali,
mau apa ada apa buat apa pergi mencuri barang miliknya Tia?"
Mendengar perkataan ini Ti Then terpaksa tertawa pahit.
"Kemungkinan sekali barang milik ayahmu itu untuk dibeli
dengan uang." "Kau berbicara demikian berarti juga masih menaruh sedikit
curiga terhadap dirinya"
"Tidak" Bantah Ti Then dengan cepat.
"Maksudku, sekali pun orang kaya masih ada alasan juga untuk
pergi mencuri barang miliknya orang lain-"
Dengan sedihnya Wi Lian In menghela napas panjang.
"Hanya entah barang apa yang sudah Tia simpan di dalam
Loteng Penyimpan kitabnya itu?"
"Sesudah bertemu dengan ayahmu lebih baik kita jangan
tanyakan soal ini" "Kenapa?" "Sebelum Hu Pocu bunuh diri dia pasti sudah menguraikan
persoalan ini di hadapan ayahmu, sedang ayahmu kalau
memangnya tidak ingin kita ikut mengetahui persoalan iui di
dalamnya pasti ada persoalan yang harus dirahasiakan, kita tak
seharusnya membuat ayahmu serba susah"
"Tidak. persoalan ini harus di tanyakan sampai jelas"
"Sekali pun kau ingin tahu, ayahmu belum tentu mau beri tahu
padamu" Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.
"Aku tidak percaya kalau Tia masih ada rahasia yang tidak boleh
diberitakan pada putrinya sendiri"
"Mungkin ada satu hari ayahmu akan memberitahukan persoalan
ini dengan sendirinya tetapi sekarang aku kira belumlah saatnya
buat kita untuk ikut mengetahui soal ini"
"Apa kau menganggap barang yang disimpan Tia itu ada
hubungannya dengan rahasia pribadinya?"
"Aku kira bukan" jawab Ti Then gelengkan kepalanya. Jika ada
sangkut paut dengan rahasia pribadi ayahmu maka orang yang
bermaksud mengadakan pencurian itu pasti seorang dari kalangan
lurus, tetapi orang yang memerintahkan Hu pocu melakukan
pencurian itu bukanlah orang dari kalangan lurus"
"Kalau memangnya tidak ada sangkut pautnya dengan rahasia
pribadi Tia, kenapa kita tidak boleh ikut menyelidikinya?""
"Persoalan ini aku sendiri juga tidak mengerti, pokoknya kalau
memang ayahmu tidak mengijinkan kita ikut tahu di dalamnya pasti
ada alasan-alasan yang kuat" Dengan perlahan
Wi Lian In menghela napas panjang.
"Huy, sudahlah untuk sementara aku akan berpura-pura tidak
tahu akan urusan ini, kini apa kita langsung menuju ke istana Then
Teh Kong?""
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Untuk menginap satu hari di dalam kota juga boleh, hanya saja
bila Cuo It sian tahu akan hal ini dia pasti tidak akan senang hati."
"Kalau begitu kita keluar dari kota saja" Mereka berdua segera menyalankan kudanya keluar dari kota Tiong khin cu dan berangkat
menuju kearah selatan, ketika sudah berjalan sejauh dua puluh li
sampailah mereka di sebuah dusun kecil sedang hari pun mulai larut
malam. "Sudahlah" seru Wi Lian In tiba-tiba sambil tertawa. "Seperti juga perkataan dulu menjelang tengah malam beristirahatlah, ayam
mulai berkokok baru melihat langit kembali"
"Aku kira di dalam dusun ini tidak ada rumah penginapan" ujar Ti then ikut tertawa juga.
"Kalau begitu kita cari kuil saja untuk menginap satu malam."
Ternyata dugaan mereka sedikir pun tidak salah, sekali pun
sudah berputar ke seluruh dusun, ternyata sebuah rumah
perginapan pun tidak kelih atan, tetapi diluar dusun di temuinya
sebuah kuil dari kaum Toosu.
Kuil Toosu itu bernama kuil sam Cing Kong, walau pun
bangunannya tidak begitu besar tetapi keadaannya amat tenang
sekali karena itu mereka berdua segera mengambil keputusan untuk
menginap di sana. Segera terlihat seorang tosu tua dengan amat ramahnya berjalan
keluar menyambut kedatangan mereka, setelah mengetahui maksud
kunjungan Ti Then berdua dengan perasaan amat girang ujar Toosu
tua itu. "Baiklah, kalian berdua kalau tidak merasa muak dengan kotoran
kuil kami, silahkan untuk bermalam di sini"
Ti Then menjadi amat girang sekali.
"Entah siapa sebutan dari Tootiang?"" tanyanya.
"Pinto It Cing dan merupakan penerima tamu dari kuil ini" Ti
Then pun segera memperkenalkan dirinya.
"Cayhe bernama Ti Then sedang nona ini adalah putri dari Pek
Kiam Pocu" Ketika itu It Cing sanyien mendengar kalau mereka merupakan
orang-orang dari kalangan Bu lim, air mukanya segera berubah
amat hebat, dengan tertawa paksa ujarnya. "oooh .. silahkan
masuk. silahkan masuk. ."
Selesai minum teh It Cing Toojin segera bangkit memimpin
mereka berdua menuju kedua buah kamar yang bersih dan tenang
sekali, akhirnya tanyanya juga. " Kalian berdua tentu belum
bersantap malam bukan?"
"Benar, tetapi cayhe membawa bekal makanan kering, Tootiang
tidak usah. ." "Bekal kering untuk dimakan ditengah jalan" potong it Cing
Toojin dengan cepat, "Kini sicu sudah ada dikuil kami, buat apa
berlaku begitu sungkan-sungkan- tunggulah sebentar biar Pinto
perintah orang untuk kirim nasi kemari."
Selesai berkata dia memberi hormat dan mengundurkan diri dari
kamar. Tidak lama kemudian seorang Toosu berusia pertengahan
dengan membawa senampan nasi dan sayur berjalan masuk ke
dalam kamar kemudian meletakkan nasi serta sayur itu ke atas meja
dengan amat rapinya, ujarnya kepada Ti Then sambil memberi
hormat. "sicu silahkan bersantap.jikalau membutuhkan apa-apa
silahkan perintah saja."
"Terima kasih atas perlakuan kalian yang baik, cayhe tidak
memerlukan apa-apa lagi" sahut
Ti Then cepat sambil gelengkan kepalanya.
Sesudah Toosu berusia pertengahan itu meninggalkan kamar,
barulah Ti Then bersama-sama Wi Lian In duduk saling berhadapan
dan mulai bersantap. sambil bersantap ujar Wi Lian In dengan
perlahan. "Toosu-toosu dari kuil ini sangat baik sekali memperlakukan
orang lain, besok sebelum berangkat kita harus beri beberapa tahil
perak kepada mereka"
"Baiklah, aku juga merasa Toosu-toosu itu sangat ramah dan
sopan sekali, seharusnya kita kasih persen lebih banyak kepada
mereka" "Adakalanya, bisa hidup beberapa hari lamanya ditempat yang
demikian sunyinya ini terhadap badan mau pun pikirannya sangat
baik sekali." " Betul" Sahut Ti Then setuju. "Bila cuma beberapa hari saja masih tidak mengapa. kalau kelamaan mungkin akan merasa kesal
juga. ." Sedang mereka berdua bercerita sambil bersantap masuklah
Toosu berusia pertengahan tadi membawa sepoci teh panas,
sehabis membereskan meja dia pun mengundurkan diri kembali.
Ujar Ti Then kemudian- "Jarak hari ini sampai waktu perjanyian kita dengan si rase bumi
Bun Jin Cu masih ada delapan hari lamanya, sedang kita baru hari
sudah bisa tiba di istana Thian Teh Kong, coba kaupikir enaknya
selama beberapa hari ini kita pergi kemana?"
"Bagaimana kalau kita menginap beberapa hari di dalam kuil ini
saja ?"" "Tidak baik, lebih cepat cari tempat untuk bermain saja"
"Hanya tidak tahu disekitar tempat ini ada pemandangan yang
indah tidak ?""
"Besok pagi kita pergi tanya pada toosu itu bukankah sudah
beres?" "Baiklah sekarang kau kembalilah kekamar untuk beristirahat"
Dengan perlahan Wi Lian In berjalan ke dekat meja dan
menuang teh ke dalam dua cawan, sambil mengangsurkan cawan
yang satu ke depan Ti Then ujarnya dengan manya:
"Aku masih tidak ingin tidur, kita ngomong-ngomong lagi saja."
Ti Then segera menerima cawan itu dan meneguknya satu
tegukkan- "Waktu buat kita untuk ngomong-ngomong masih sangat banyak
sekali" serunya sambil tertawa.
"Jika kau bosan dengan aku biarlah aku segera pergi" ujar Wi
Lian In kurang senang kemudian diteguknya jugs teh dalam cawan
itu. "Ha ha ha. . jangan ngomong begitu"
Wi Lian In segera meletakkan cawannya ke atas meja, kemudian
berjalan ke hadapannya, ujarnya dengan malu-malu:
"Coba ngomonglah secara terus terang, sebenarnya ... kau suka .
suka padaku tidak?" Ti Then sama sekali tidak menduga kalau dia bisa mengeluarkan
kata-kata ini, untuk seketika itu juga dia dibuat kelabakan.
"Su. . . sudah. . sudah tentu suka".
Wi Lian In angkat kepalanya memandang sekejap ke arahnya,
dengan wajah sedih ujarnya:
" Tetapi aku merasa kalau kau tidak suka padaku, kau selalu
menghindari aku, selalu berlagak pura. . . berlagak pilon-"
Ti Then pun meletakkan cawannya ke atas meja, sambil
memegang kencang sepasang pundaknya dia menghela napas
dengan perlahan- "Tidak salah, aku selalu berusaha menghindari kau, hal ini
karena. . karena aku tidak sesuai untuk mencintai. . mencintai
dirimu." Menggunakan kesempatan ini Wi Lian In menyatuhkan diri ke
dalam pelukannya ujarnya dengan air mata yang menetes ke luar:
"Kau sedang omong kosong,jika kau tidak pantas siapa lagi yang
pantas" siapa lagi yang sesuai?"
"Siapa pun pantas, siapa pun sesuai cuma aku seorang yang
tidak pantas" jawab Ti Then perlahan sedang tangannya dengan
sangat mesra mengelus elus rambutnya yang indah itu.
Mendadak Wi Lian In angkat kepalanya dengan air muka penuh
perasaan terkejut bercampur gusar, ujarnya: "Apa arti dari
perkataanmu ini?" Dengan cepat Wi Lian In angkat tangannya untuk menutupi
bibirnya, ujarnya dengan manya.
"Siapa yang menghendaki kau punya kedudukan" siapa yang
menghendaki kau punya uang" Kenapa kau bisa punya pikiran
yang demikian menggelikan?"
Berbicara sampai di sini mendadak sepasang tangannya yang
sedang merangkul Ti Then dengan perlahan terlepas sedang
tubuhnya pun dengan amat lemasnya merosot ke bawah untuk
kemudian jatuh terlentang tidak sadarkan diri.
Ti Then yang melihat seCara tiba-tiba dia jatuh tidak sadarkan
diri hatinya menjadi amat terperanyat, cepat- cepat ditariknya. "Wi Lian In kau kenapa?" tanyanya dengan cepat.
Sepasang mata Wi Lian In dipejamkan rapat-rapat, tubuhnya
lemas tak bertenaga sama sekali ternyata dia benar- benar jatuh tak
sadarkan diri Ti Then sama sekaii tidak menduga die bisa jatuh tidak sadarkan
diri secara tiba-tiba untuk sesaat hatinya menjadi bingung sekali,
segera dia meaggendong badannnya untuk di atas pembaringan.
Tetapi baru saja dia berjalan dua langkah dari tempat semula
mendadak lututnya menjadi sangat lemas saking tidak kuatnya
tubuhnya mau pun tubuh Wi Lian In sama-sama jatuh ke atas
tanah. Dia pun jatuh tidak sadarkan diri.
00000 PERTAMA-TAMA yang sadar kembali adalah Ti Then, dia seperti
baru saja bangun dari suatu tidur yang amat pulas sekali, tetapi
ketika dia bisa membuka matanya kembali dan melihat dengan jelas
pemandangan di sekeliling tempat itu tanpa terasa lagi dia
menemukan dirinya sudah tidak tertidur di dalam kamar pada kuil
san cing Koan itu, kini dia berada disuatu ruangan bawah tanah
yang amat dingin, lembab dan gelap sekali.
Luas dari ruangan bawah tanah itu kurang lebih hanya lima kaki
saja, sekelilingnya merupakan dinding dinding tanah yang amat
lembab. Di bawah dinding tanah sebelah badannya terdapatlah sebuah
tangga-tangga batu yang menuju ke atas, diujung tangga batu
terdapat sebuah pintu besi, sedang di samping pintu di atas dinding
tergantunglah sebuah lampu minyak. selain itu tidak tampak barang
lainnya. Ti Then merasakan baru saja terbangun dari suatu impian yang
amat buruk. sesudah tertegun beberapa saat lamanya barulah dia
mulai angkat kakinya berjalan menuju ke atas tangga-tangga itu.
Tetapi baru saja berjalan sejauh tiga depa, mendadak
terdengartah.. "cring .." seketika itu juga badannya berhenti
bergerak. walau sudah berusaha sekuat tenaga tetap tidak berhasil
untuk maju. Cepat- cepat dia tundukkan kepalannya memandang, saat itulah
dia baru merasa kalau dibagian pinggangnya sudah di ikat dengan
seutas rantai yang amat kuat sedang ujung rantai tersebut diikat
dengan sebuah tiang besi yang ditanam amat dalam sekali di bawah
permukaan tanah. Pada waktu dia melihat adanya tiang besi itulah dia juga melihat
diri Wi Lian In seperti juga dirinya dirantai dengan besi dan saat ini
sedang berbaring dipojokan dinding.
Ti Then segera meloncat ke samping tubuh Wi Lian In, tertaknya
dengan cemas. "Lian In- . Lian In, cepat kau bangun"
Wi Lian In lelap tertidur dengan amat pulasnya.
Ti Then segera gerakan tangannya menggoyangkan tangannya
teriaknya kembali: "Lian In- , Lian In- , cepat bangun"
Waktu itulah Wi Lian In baru mengeluarkan sedikit suara, dengan
perlahan matanya dipentangkan kemudian gumamnya dengan
suaranya yang amat manya. "Hari belum terang, tidur sebentar
lagi." Baru berbicara sampai di situ mendedak dia bangkit berdiri, air
mukanya berubah sangat hebat. "Hey, tempat mana ini?"
"Sebuah ruangan bawah tanah" sa hut Ti Then tertawa pahit.
"Ruang bawah tanah?" teriak Wi Lian In dengan perasaan amat
terperanyat "Ruang bawah tanahnya siapa?" bagaimana kita sampai
di sini?"" "Mungkin ruang bawah tanahnya kuil Sam Cing Koan, HHmm,
kita masih bilang mereka angat sopan dan ramah menghadapi
tamu-tamu, kiranya tak lebih kaum bajingan rampok"
"Tetapi. ." seru Wi Lian In lagi dengan kaget. "Bagaimana mereka bisa berhasil menawan kita kembali?"
"Sesudah kita minum air tehnya tidak lama kemudian sudah jatuh
tidak sadarkan diri, tentu di dalam tehnya sudah diberi obat
pemabok oleh mereka."
Wi Lian In menjadi amat geli, sekali pergelangan tangannya
dengan cepat di balik untuk mencabut keluar pedangnya, siapa tahu
dia sudah menangkap tempat kosong, sehingga tanpa terasa lagi air
mukanya berubah sangat hebat, dengusnya dengan amat dingin"Hmmm pedangku juga diambil mereka"
Melihat kegusaran dari Wi Lian In, Ti Then tertawa pahit lagi,
ujarnya sambil menuding kearah rantai yang mengikat pinggang
mereka. "Mereka masih merantai kita dengan sebuai rantai yang
begitu besar" Wi Lian In dengan cepat mencekal erat-erat rantai itu, sepasang
matanya merah berapi saking marahnya. "Bisa tidak diputus dengan
paksa?" "Biar aku coba-coba."
Dia putar badannya kearah tiang besi itu, sepasang tangannya
dengan kencang mencekal erat-erat rantai tersebut kemudian di
tariknya beberapa kali. Akhirnya bukan saja tidak berhasil
memutuskan rantai itu bahkan untuk menggoyangkan tiang besinya
pun tidak sanggup. Tanpa terasa lagi dia mengeluarkan seruan kecewa.
"Tidak bisa, tidak bisa .. . barang semacam ini harus ada sebuah
pedang pusaka yang bisa memotong besi baru bisa berhasil"
Wi Lian In pun mengerahkan tenaganya untuk mencoba tarik
rantai itu, ketika dilihatnya betul- betul dia tidak berhasil
memutuskan rantai tersebut, dia baru berhenti menarik, ujarnya
sambil menggerutuk gigi "Toosu bangsat, apa maksud mereka
untuk menahan kita ditempat seperti ini?"
Ti Then tidak memberikan jawabannya, matanya dengan amat
tajam memandang lurus ke atas tiang besi itu. Lama sekali baru dia
buka mulutnya. "Entah tiang besi ini bisa dicabut keluar dari
permukaan tanah atau tidak?"
"Mari kita coba bersama-sama."
Demikianlah mereka berdua segera mendekati tiang besi itu,
empat buah tangan bersama-sama merangkul tiang besi tersebut
kemudian bersama-sama mencabutnya.
siapa tahu sekali pun mereka sudah kerahkan seluruh tenaga
yang mereka miliki, jangan dikata tercabut, sedikit bergerak pun
tidak. seperti tiang besi itu sudah berakar di dalam tanah.
Hal ini membuat Wi Lian In menjadi amat heran"Suatu urusan yang amat aneh, dengan kekuatan kita berdua,
sekali pun sebuah pohon besar juga bisa roboh, kenapa tidak
sanggup untuk mencabut keluar sebuah tiang besi saja."
"Dalam hal ini hanya ada satu sebab saja, tiang besi ini
dihubungkan dengan tiang besi yang lain, jika ada empat tiang besi
yang ditanam di bawah tanah, sekali pun kita berdua kerahkan
semua tenaga juga tidak akan berhasil." Tak terasa lagi Wi Lian In
menjadi murung dibuatnya. "Lalu bagaimana baiknya?"
"Duduk dulu, kita menanti sebentar lagi" sambil berkata dia
duduk bersandar ke dinding.
Dengan gemasnya Wi Lian In pun mendepakkan kakinya ke atas
tanah, kemudian duduk disisi Ti Then, ujarnya lagi.
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sungguh aneh sekali, aku lihat Toosu-Tosu bangsat itu sama
sekali tidak memiliki kepandaian silat, coba kau lihat mereka
memiliki ilmu silat tidak?"
"Ehmm.. tidak." sahut Ti Then gelengkan kepalanya. Dengan
gemas sekali lagi Wi Lian In menghela napas panjang.
"Ternyata kita bisa kecundang ditangan para tosu-tosu bangsat
yang tidak berkepandaian silat, sungguh menyesal sekali"
"Di dalam kuil Sam Cing Koan bukan hanya ada Toosu menerima
tamu itu saja, Toosu-toos yang lain mungkin memiliki kepandaian
silat" Wi Lian In segera merogoh ke dalam sakunya, tapi sebentar
kemudian sudah mendengus dengan amat gusar,
"Hmm semua uangku sudah diambil mereka, punyamu
bagaimana?" Ti Then pun ikut merogoh ke dalam sakunya.
"Semua sudah diambil oleh mereka, iih, salah masih ada ini"
Kiranya uang kertas itu adalah uang yang diterimanya dari si Giok
Bin Longkung cu Hoay Lo, itu manusia cabul tempo hari, uang yang
sebesar lima belas laksa tahil itu di dalam gudang uang Tiang An
Glen Khie di kota Tiang An.
Waktu itu sesudah dia berhasil menawan itu manusia cabul Giok
Bian Lang cung cu Hoay Lo dia pernah menggunakan uang itu untuk
menebus nyawanya, dia menganggap uang itu adalah hasil
rampasan, rampokan pihak lawannya karena itu tidak mau
menyanggupi permintaannya dan turun tangan menghukum mati
dia orang. Setelah itu dalam anggapannya dia ingin pergi kekota Tiang An
untuk mengambil uang tersebut guna dibagikan kepada orangorang miskin, karena perubahan yang terjadi berulang kali,
maksudnya ini tidak terlaksana terus tidak di sangka ini hari ternyata
uang itu tidak sampai terampas oleh bajingan-bajingan toosu di atas
kuil Sam Cing Koan. "Sungguh suatu urusan yang aneh" teriak Wi Lian In keheranan,
"Uang kertas ini bisa memperoleh uang sebesar lima belas laksa
tahil kenapa mereka tidak mau"
"Ehmm" Ti Then segera memasukkan uang itu ke dalam sakunya
kembali. "Inilah keteledoran mereka, kau jangan berteriak keraskeras sehingga mereka bisa tahu urusan ini"
Dengan perlahan Wi Lian In mengangguk. ujarnya dengan suara
yang amat lirih sekali. "Mereka mengurung kita ditempat ini entah bermaksud hendak
menggunakan cara apa membereskan kita?"
"Semoga saja tidak memotong daging kita untuk di jual sebagai
makanan." "Kau jangan omong sembarangan" teriak Wi Lian In dengan
amat terperanyat. "Mereka bukannya sedang membuka kedai gelap.
buat apa potong daging kita untuk dijual ?""
"Selain itu tidak terpikir oleh ada alasan apa lagi mereka mau
tangkap kita, jika ditinyau dari keadaan biasanya setelah mereka
merampas uang kita tentu membunuh sekalian kita sehingga bersih"
"Dan terbukti kini dia tidak membunuh kita, tentu ada maksudmaksud lainnya..." sambung Wi Lian In segera.
"Tidak mungkin-. tidak dia menawan kita sebagai sandera untuk
memeras ayahmu" "Bagaimana kau bisa tahu?"
"Aku percaya di dalam kuil itu pasti ada Toosu yang memiliki
kepandaian silat, sedang ketika kita masuk ke dalam kuil untuk
menginap secara gegabah sudah lapor nama kita, mereka kalau
sudah tahu kalau kau adalah putrinya Pek Kiam Pocu, sekali pun
nyalinya mereka lebih besar pun belum tentu berani melakukan
pekerjaan ini." Wi Lian In yang merasa perkataan dari Ti Then sangat berasalan
sekali, tanpa terasa sudah mengangguk.
"Tidak salah.. karena itu turun tangan membinasakan diri kita
tetapi mereka sama sekali tidak turun tangan terhadap kita"
"Itulah sebabnya" seru Ti Then sambil kerutkan alisnya rapatrapat. "Kita tidak bisa paham soal ini ..Hmm. Aku sudah tahu, tentu Tosu-toosu dari kuil Sam Ciang Koan ini adalah anak buah dari si
anying langit rase bumi" Air muka Wi Lian In segera berubah sangat
hebat. "Berdasarkan hal apa kau berani memastikan kalau mereka
adalah anak buah dari si anying langit rase bumi?""
"Anak buah dari si anying langit rase bumi sangat banyak sekali
dan meliputi berbagai golongan, apa lagi tempat ini dengan istana
Thian Teh Kong jaraknya sangat dekat sekali, karena Toosu-toosu
dari kuil san Cing Koan ini pasti anak buah dari si anying langit rase
bumi mereka tahu si rase bumi Bun Jen Cu sudah menantang
ayahnya untuk bertanding, maka dari kini mereka tawan kita
terlebih dahulu kemudian memaksa ayahmu untuk mengaku kalah"
Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi pucat pasi, dengan
nada amat cemas serunya. " Kalau benar begitu, kita harus cepat- cepat berusaha untuk
melarikan diri dari sini"
Dengan perlahan Ti Then mengangguk, mendadak ujarnya
dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara.
"Ada orang datang, kita cepat- cepat berbaring ke tanah purapura masih belum sadar" dengan meminyam kesempatan dia tidak
bersiap siaga kita turun tangan menguasai dirinya"
Selesai berkata dengan mengambil tempat seperti semula Ti
Then jatuhkan diri berbaring kembali.
Wi Lian In pun dengan cepat ikut berbaring ketempat semula.
Baru saja mereka selesai berbaring, pintu besi diluar tangga batu
itu sudah terbuka kemudian disusul dengan suara gesekan pintu
yang amat panjang, seorang berkerudung hitam dengan membawa
makanan berjalan turun ke bawah.
Manusia berkerudung ini seluruh badannya memakai pakaian
berwarna hitam, selain dari potongannya bisa dilihat kalau dia
adalah seorang lelaki sampai kira- kira berusia berapa tahun pun
tidak tahu. Dia berjalan turun ke bawah tangga batu yang terakhir,
kemudian berhenti kurang lebih empat depa dari tempat dimana Ti
Then sekalian berbaring, setelah memandang beberapa waktu ke
arah Ti Then serta Wi Lian In yang berbaring di atas tanah,
mendadak dia mengeluarkan suara tertawanya yang amat dingin.
"He. Hee.. kalian sungguh-sungguh belum sadar kembali?"
Selesai berkata dia bungkukkan badannya meletakkan makanan
yang dibawanya itu ke atas tanah, kemudian putar badannya siap
pergi dari sana. Mendadak Ti Then meloncat bangun tangannya dengan dahsyat
melancarkan satu cengkeraman maut mengarah pinggang pihak
lawannya, serangan ini dilakukan bagaikan kilat cepatnya tetapi
ketika berada kurang lebih lima enam cun dari pihak lawannya
tubuhnya sudah tertahan oleh rantai yang mengikat pinggangnya.
Agaknya manusia berkerudung hitam itu telah tahu kalau Ti Then
tidak akan sanggup mencengkeram dirinya, karena itu sengaja dia
tidak menghindar bahkan berdiri tegak tidak bergerak sedikit pun
juga, ujarnya sambil tertawa aneh.
"Suatu ilmu cengkeraman yang amat bagus, jikalau tadi aku
terkena cengkeramanmu itu pasti sekerat dagingku akan hilang"
Ti Then betul-betul dibuat amat gusar sekali, telapak kanannya
ditarik sedang kakinya mendadak melancarkan satu tendangan kilat
mengancam lambung pihak lawannya. orang berkerudung hitam itu
sekali lagi tertawa terbahak-bahak, dia mundur setengah langkah ke
belakang menghindarkan diri dari tendangan tersebut, ejeknya lagi:
"Tendanganmu kali ini juga tidak jelek. hanya kurang panjang
sedikit ha ha ha..." Ditengah suara tertawanya yang amat keras dia
mulai melangkah naik ke atas tangga-tangga batu itu untuk pergi.
"Berhenti" Bentak Ti Then dengan amat gusar.
Orang berkerudung hitam itu sama sekali tidak mau menggubris
dan meneruskan langkahnya menaiki tangga-tangga batu itu,
setelah melewati pintu besi lantas ditutupnya pintu itu dengan amat
keras. Saking gusarnya hampir-hampir Ti Then merasakan dadanya
mau meledak dibuatnya, makinya dengan amat gusar:
"Bajingan pengecut, cucu kura-kura, Kenapa kalian tidak mau
bicara lebih jauh lagi?"
"Sudah. . sudahlah. . tidak usah memaki lagi" ujar Wi Lian In
sambil bangkit duduk. "Aku lihat mereka pasti anak buah dari si
anying langit rase bumi"
"Hmm, jika aku berhasil meloloskan diri dari sini, pasti kubunuh
mereka satu persatu" seru Ti
Then dengan amat gemas. "Jika dilihat bentuknya, dia bukan
Toosu-toosu itu." Ti Then dengan berdiam diri duduk kembali ke tempat semula,
sesudah menghembuskan napas panjang-panjang barulah ujarnya:
"Tempat ini kemungkinan sekali bukan berada dikuil Sam Cing
Koan itu .." "Dan ruangan bawah tanah ini bukan ruang bawah tanahnya kuil
Sam Cing Koan?" Tanya
Wi Lian In dengan amat terperanyat.
"Mungkin kita sudah berada di dalam istana Thian Teh Kong."
Sekali lagi Wi Lian In dibuat terperanyat oleh perkataan ini.
"Tidak mungkin, agaknya kita belum begitu lama jatuh pingsan."
"Bagaimana kau bisa tahu kalau kau belum jatuh pingsan sangat
lama" Mungkin kita sudah tidak sadarkan diri beberapa hari
lamanya, kemudian mereka membawa kita dari kuil Sam Cing Koan
ke dalam istana Thian Teh Kong."
Berbicara sampai di sini, dia mengambil makanan yang baru saja
dikirim itu ujarnya lagi.
"Coba kau lihat, makanan ini jauh lebih bagus dari makanan yang
kita temui sewaktu berada di dalam kuil Sam Cing Koan, tempat ini
pasti bukan kuil Sam Cing Koan itu" Dengan perasaan amat terkejut
bercampur ragu-ragu teriak Wi Lian In lagi:
"Jikalau tempat ini adalah istana Thian Teh Kong, tadi orang itu
kenapa harus berkerudung?" si rase bumi Bun Jin Cu kenapa tidak
turun kemari untuk bertemu muka dengan kita?""
"Dia mungkin sengaja memperlihatkan kemisteriusannya, dia
pikir mau menyiksa kita terlebih dulu".
"Hey. ." Wi Lien in menghela napas panjang. "Kelihatannya untuk melarikan diri kita akan mengalami kesulitan.
"Lain kali jika dia kirim santapan buat kita lagi, aku harus carikan
satu akal buat menawan dia"
Mendengar perkataan itu Wi Lian In tertawa pahit.
"Jika dia tidak mau berjalan mendekati kita, bagaimana kita bisa
menawan dirinya?" "Aku punya akal, mari sekarang kita makan dulu"
Dia bangkit berdiri dan mengambil makanan itu ke hadapan Wi
Lian In, ketika dilihatnya makanan itu sangat lezat kelihatannya
tanpa terasa dia sudah tertawa.
"Coba kau lihat makanan itu jauh lebih enak daripada makanan
yang kita temui sewaktu berada di kuil Sam Cing Koan, aku berani
bertaruh tempat ini pasti bukan kuil Sam Cing Koan itu"
Agaknya Wi Lian In tidak bernapsu untuk bersantap, dengan
wajah amat murung ujarnya.
"Coba kau katakan, kau punya akal apa untuk menawan orang
berkerudung itu?" Ti Then tidak mau langsung memberikan jawabannya, dia
mengambil semangkok nasi, ujarnya kemudian sambil tertawa:
"Makan kenyang dulu, setelah itu aku baru beritahukan
kepadamu" "Aku tidak bernapsu"
"Tidak makan kenyang mana ada tenaga untuk menawan
musuh" Cepat makan, cepat makan!"
Wi Lian In segera merasa kalau perkataannya sedikit pun tidak
salah, dengan paksakan diri dia pun mengambil nasi untuk makan.
Ti Then yang dikarenakan sudah mem punyai cara untuk
menawan musuh hatinya sangat gembira sekali, satu mangkuk nasi
belum berapa lama sudah habis disikat olehnya.
Wi Lian In yang melihat dia bersantap dengan begitu
bernapsunya segera mengangsurkan nasinya yang masih separuh
ke hadapan wajahnya, ujarnya dengan manya.
"Aku tidak habis, kau tolonglah aku habiskan nasi yang masih
separuh ini" Dengan perlahan Ti Then gelengkan kepalanya.
Jika kau tidak mau habiskan nasi itu maka aku tidak mau
beritahukan bagaimana caranya menawan pihak musuh"
"Aku sungguh-sungguh tidak bernapsu untuk bersantap"
"Bagaimana juga kau harus makan"
Wi Lian In menjadi agak gemas dibuatnya.
"Hmmm, kau mau paksa aku?"
"Sekarang kau baru tahu?" balas tanya Ti Then sambil tertawa
terbahak-bahak. Dalam hati Wi Lian in tahu dia berbuat demikian karena takut dia
menderita kelaparan karena itu memaksa dia untuk berdahar, tanpa
terasa hatinya merasa terhibur juga, sehingga tanpa dia sadari nasi
yang masih ada separuh mangkuk di dalam sekejap saja sudah
disikat hingga ludas. Agaknya dia sangat ingin sekali mengetahui caranya Ti Then
hendak menawan musuh, sambil membersihkan mulutnya dia
berkata. "Sudah selesai, ayoh sekarang beritahukan padaku kau mau
menggunakan cara apa untuk menawan orang berkerudung itu?"
"Menggunakan cambuk"
"Darimana kau mendapatkan cambuk itu?" Tanya Wi Lian In agak
melengak. Ti Then segera melepaskan ikat pinggangnya dan memegang
ujung dari ikat pinggang tersebut, sedikit tangannya digetarkan
seketika itu juga ikat pinggang yang amat lemas menjadi kuat
bagaikan seekor naga yang sedang menari.
Ujarnya sambil tertawa. "Inilah cambuk, bajingan tadi bilang kakiku tidak cukup panjang,
sekarang cambuk ini cukuplah panjang buat menawan dirinya"
Melihat itu Wi Lian In menjadi amat girang sekali.
"Permainan ini adalah ilmu andalan dari si rase bumi Bun Jin Cu,
kau juga bisa?" Sekali lagi Ti Then menggerakkan ikat pinggangnya.
"Dulu aku belum pernah mempelajari ilmu ini tetapi di dalam
keadaan yang terpaksa mungkin masih bisa memperoleh sandaran"
Wi Lian In menjadi amat girang sekali.
-ooo0dw0ooo- Jilid 19.1: Terjebak dalam lautan api
"Bagus sekali, sewaktu kau mengenakan ikat pinggang ini
menggulung sepasang kakinya aku segera kirim satu pukulan ke
badannya" Dengan perlahan Ti Then mengangguk.
"Betul sekali" sahutnya tertawa, "Kita harus bekerja sama dengan sangat erat, sekarang kau berdirilah di sana biar aku coba-coba
terlebih dulu." Wi Lian In menurut dan berdiri ditempat dimana dia tidak dapat
mundur kembali, ujarnya: "Kau harus berlatih hingga betul-betul bisa menggulung
sepasang kakiku kemudian menarik seluruh tubuhku kearahmu
sana."
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perkataan "sana" baru selesai di katakan mendadak terasa
olehnya pandangannya menjadi kabur, pinggangnya terasa
mengencang seperti juga dililit oleh seekor ular, seluruh badannya
meninggalkan permukaan tanah melayang menuju kearah Ti Then.
Dengan gerakan yang amat gesit Ti Then membuang ikat
pinggangnya ke atas tanah kemudian sepasang tangannya
menerima tubuhnya yang ramping kecil itu dan memeluknya dengan
amat kencang. Dengan mengambil kesempatan itu dengan amat mesranya dia
kirim satu ciuman ke atas pipinya, ujarnya dengan perlahan. "Apa
betul begitu?""
Saking malunya seluruh wajah Wi Lian In berubah menjadi
merah dadu, kepalanya segera disusupkan ke atas dada Ti Then
bersamaan pula kepalannya dengan perlahan-lahan memukuli
badan Ti Then. "Kau jahat, aku tidak mau. ." serunya sambil tertawa malu-malu.
Ti Then memeluk badannya semakin kencang lagi. "Sejak dulu aku
sudah bilang aku lebih jahat dari Hong Mong Ling."
"Ehmm..jika kau sebut namanya lagi aku tidak mau perduli kau
lagi." Ti Then angkat kepalanya kembali, dia segera berganti dengan
bahan pembicaraan yang lain.
"Sekarang entah waktu siang atau malam?"
"Mungkin sudah tengah malam. "
"Kalau begitu kita harus tunggu beberapa jam lagi bajingan itu
baru datang kembali."
"Jikalau misalnya secara tiba-tiba si rase bumi Bun Jin Cu datang
kemari kau punya maksud untuk berbuat bagaimana?" tanya Wi
Lian In tiba-tiba. "Kita harus melihat bagaimana sikapnya terhadap kita terlebih
dulu, jikalau dia punya maksud untuk turun tangan membinasakan
kita, terpaksa kita harus turun tangan untuk mengadu jiwa, kalau
tidak lebih baik kita jangan banyak bergerak secara gegabah."
"Jika bisa berhasil menawan dia bukankah sangat bagus sekali,
kenapa lebih baik berdiam saja?"" tanya Wi Lian In lagi.
"Kepandaian silat dari si rase bumi Bun Jin Cu bukankah kau
sudah melihat sendiri, jika mau menggunakan ikat pinggang ini
untuk menawan dia mungkin tidak terlalu mudah."
"Tetapi jikalau orang berkerudung itu bukan seorang yang
terpenting, buat apa menawan dirinya?""
"Aku lihat manusia berkerudung itu bukanlah seorang yang tidak
terpenting, jikalau tidak penting kenapa dia harus mengerudungi
wajahnya." "Masih ada lagi, jikalau dibadannya tidak membawa kunci dari
rantai ini bagaimana?""
" Kalau begitu jika si rase bumi Bun Jin Cu mau menolong nyawa
dia, harus memberikan kuncinya kepada kita."
"Apa mungkin si rase bumi Bun Jin Cu mau melepaskan kita
hanya untuk menolong nyawa orang anak buahnya?"
Ti Then segera angkat bahunya.
"Benar, dia tidak akan melepaskan kita hanya untuk menolong
nyawa seorang anak buahnya, tetapi di dalam keadaan seperti ini
selain kita harus mencoba untuk menggunakan cara itu, apa kau
punya cara yang lain lagi?""
Wi Lian In juga tidak terpikirkan cara yang lebih bagus lagi,
terpaksa dia menghela napas panjang, kemudian menundukkan
kepalanya rendah-rendah tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kurang lebih sesudah lewat tiga jam lamanya, apa yang
ditunggu-tunggu Ti Then selama ini sudah muncul. Terdengar suara
pintu besi diluar dibuka kemudian suara langkah seseorang yang
semakin lama semakin mendekat bergema datang.
Ti Then segera kirim tanda kepada Wi Lian In, sepasang tangan
ditekuk di depan dadanya padahal tangan kanannya secara diamdiam masuk ke dalam sakunya mengambil keluar ikat pinggangnya
dan siap untuk turun tangan.
Wi Lian In pun segera bergeser ke depan dan duduk di sebelah
kanan dari Ti Then, dia cudah bersiap sedia untuk turun tangan
menotok jalan darah pihak musuhnya begitu ikat pinggang dari Ti
Then berhasil meliliti pinggang lawannya.
Pada saat kedua orang itu baru saja selesai bersiap sedia, pintu
besi sudah terbuka dan masuklah orang berkerudung hitam tadi.
Pada tangannya dia membawa sebuah tong kayu yang besar
agaknya tempat itu sengaja dikirim buat Ti Then berdua membuang
kotoran. Dia menuruni terus tangga-tangga batu itu, sesudah meletakkan
tong besar itu ke atas tanah dari dalamnya diambil keluar dua
mangkuk nasi dan diletakkan ditempat di mana Ti Then berdua tidak
bisa maju lagi. sesudah mengambil kembali mangkuk- mangkuk
kosong yang terdahulu, dia baru mendorong tong besar itu ke
depan, gerak geriknya amat hati-hati dan teliti sekali agaknya dia
terus menerus bersiap sedia terhadap todongan Ti Then yang
mendadak. Ti Then yang melihat dia amat waspada dan tidak gampang
untuk turun tangan, di dalam hatinya diam-diam merasa amat
cemas sekali, ujarnya kemudian sambil tertawa:
"Saudara terus menerus tidak mau beritahukan alasan kenapa
menawan kami berdua, agaknya di dalam hal ini ada sebab-sebab
tertentu, tetapi ada satu hal tentunya saudara mau menyawabnya
dengan berlega hati bukan, sekarang waktu apa?"
Orang berkerudung hitam itu mengambil kembali kedua buah
mangkuk yang kosong itu, tertawanya dengan seram.
"Buat apa kalian menanyakan soal itu?"" ujarnya dingin.
"Ingin tanya saja, kami di kurung di dalam tempat ini sudah
beberapa lamanya?" "Sekarang waktu pasang lampu, kalian sudah jatuh tidak
sadarkan diri selama satu malam"
"Ooh kiranya sudah satu hari satu malam" seru Ti Then agak
tertahan "Lalu apa saudara juga tidak mau beritahu alasan apa
kalian mau menawan kami?""
"Belum sampai waktunya" jawab manusia berkerudung itu
singkat. "Aku tahu sekarang, kalian tentu sedang menanti Wi Pocu datang
memenuhi janyi kemudian baru jatuhi hukuman kepada kita, bukan
begitu?"" Manusia berkerudung itu segera memperlihatkan senyumannya
yang amat misterius. "Sedikit pun tidak salah" sahutnya dingin.
"Sekarang si rase bumi Bun Jin Cu apa berada di sini?" Tanya Ti Then lagi.
"Benar" sahut orang berkerudung itu singkat.
" Kenapa dia tidak mau turun bertemu muka dengan kami?""
"Jika kalian pengen mati juga tidak perlu begitu cepat- cepat,
pada saat dia bertemu muka dengan kalian berarti juga waktu kalian
untuk meninggalkan dunia ini."
"Aku tahu dia pasti benci sekali kepada diriku karena aku sudah
bunuh suaminya" ujar Ti Then tertawa.
Manusia berkerudung hitam itu hanya tertawa dingin saja,
kemudian putar tubuhnya pergi dari situ.
Tangan kanan Ti Then segera melayang mengebutkan ikat
pinggang yang sudah disiapkan ditangannya itu, laksana seekor ular
raksasa yang baru keluar dari dalam gua bagaikan kilat cepatnya
meluncur ke depan. "Plaakk" dengan amat tepat sekali ikat pinggang itu melilit
seluruh pinggang dari manusia berkerudung hitam itu
Orang berkerudung hitam itu menjadi sangat terperanyat,
dengan cepat dia berusaha melepaskan diri dari lilitan tersebut,
tetapi pada saat yang bersamaan itu pula seluruh tubuhnya berhasil
ditarik meninggalkan permukaan melayang kearah Ti Then.
Wi Lian In segera melayang ke depan melancarkan satu totokan
yang dahsyat menghajar jalan darah Ling Thay Hiat di bagian
punggungnya, karena itu ketika tubuhnya orang berkerudung hitam
itu terjatuh ke atas tanah dia sudah tidak bertenaga lagi untuk
bergerak. Kiranya jalan darah "Ling Thay Hiat" sekali pun merupakan salah satu jalan darah kematian di dalam tubuh manusia tetapi asalkan
turun tangan tidak terlalu berat tidak akan sampai mencabut nyawa
orang tersebut, karena Wi Lian In masih ingin menggunakan dia
sebagai sandera untuk memaksa si rase bumi Bun Jin Cu
melepaskan dia serta Ti Then karena itu dia tidak membinasakan
orang tersebut. Dengan cepat Ti Then bergerak kembali menambahi orang itu
dengan satu totokan kembali pada jalan darah kakunya, seperti baru
saja mendapatkan harta kekayaan dengan cepat dia seret orang itu
ke samping. "Cepat geledah badannya" seru Wi Lian In dengan suara yang
lirih. Dengan cepat Ti Then mengulur tangannya merogoh ke dalam
saku orang berkerudung itu, tetapi walau pun sudah diperiksa
setengah harian lamanya tetap tidak menemukan sesuatu apa pun,
tanpa terasa lagi dia merasa sedikit kecewa.
"Hmm dia sungguh-sungguh tidak membawa kunci itu."
dengusnya dengan cemas. Wi Lian In tidak mau ambil diam, tangannya dengan cepat
merampas kain kerudungnya itu sehingga terlihatlah suatu wajah
yang ramah dan gagah, sedikit pun tidak nampak tanda-tanda
pernah berbuat jahat sedang usianya sudah berada di atas lima
puluh tahunan. Tidak terasa lagi dia menjadi melengak.
"Orang ini aku tidak kenal, apa kau kenal dengan dia orang?"
"Aku juga tidak kenal, sungguh aneh sekali. ." seru Ti Then
sambil gelengkan kepalanya.
"Benar" sambung Wi Lian In lagi dengan air muka penuh
perasaan ragu-ragu "Kalau dia memangnya tidak kenal dengan kita,
kenapa harus mengerudungi wajahnya?"" Ti Then segera menggigit
kencang bibirnya: "Sekarang aku punya suatu perasaan, kemungkinan sekali orang
ini bukan anak buah dari si rase bumi Bun Jin Cu itu"
Wi Lian In agak tertegun mendengar keterangan ini.
"Ooh. . bagaimana bisa bukan?"
"Pertama, jika orang ini betul- betul anak buah dari si rase bumi
Bun Jin Cu, tidak ada alasan buat dia untuk mengerudungi
wajahnya, kedua, pertama kali dia datang kemari sepatah kata pun
dia tidak mau berbicara, tetapi ketika kedatangannya kali ini dengan
amat cepatnya dia sudah mengaku sebagai anak buah dari si rase
bumi Bun Jin Cu, hal ini membuktikan bahwa setelah mereka
melihat kita sudah salah menganggap dia sebagai anak buahnya si
rase bumi Bun Jin Cu untuk menutupi asal usulnya yang
sesungguhnya dia sudah mengakui dengan cepat"
"Jika orang ini bukan anak buah dari si rase bumi Bun Jin Cu, lalu
siapakah dia" Apa tujuannya menawan kita di sini?" tanya Wi Lian
In dengan perasaan amat terkejut bercampur heran.
" Cepat kita sadarkan kemudian paksa dia untuk berbicara."
Tetapi .. baru saja mereka membalikkan badan manusia
berkerudung hitam itu untuk bersiap menyadarkan dirinya, pintu
besi di atas tangga-tangga batu itu mendadak tanpa mengelearkan
sedikit suara pun sudah muncul kembali dua orang manusia. Tidak
salah, dua manusia berkerudung hitam.
Pada tangan ke dua orang manusia berkerudung hitam itu
masing-masing membawa seperangkat busur serta anak panah dan
berdiri berjajar di atas tangga batu itu, sikapnya amat dingin dan
kaku mirip sekali dua setan yang baru saja keluar dari neraka.
Melihat hal itu air muka Ti Then segera berubah sangat heran,
dengan cepat dia lintangkan badan manusia berkerudung hitam itu
ke depan Wi Lian In serta dirinya, kiranya dia mau menggunakan
tubuh manusia berkerudung hitam itu sebagai tameng dari serangan
anak-anak panah, ujarnya dengan tertawa dingin:
"Jika kalian berani lepaskan anak panah untuk memanah kami,
maka yang binasa adalah dia terlebih dulu".
Kedua orang manusia berkerudung hitam itu tidak mengucapkan
sepatah kata pun, mereka masing-masing mulai mempersiapkan
anak panahnya masing-masing, terdengarlah salah satu diantara
mereka berdua dengan suara yang amat dingin dan kaku berkata:
" Kalian mau lepaskan orang itu tidak?""
"Jika kalian mau melepaskan kami pergi, maka kami juga akan
melepaskan orang ini"
"Kalau tidak?" ejek manusia berkerudung hitam itu sambil tak
henti-hentinya memperdengarkan suara tertawanya yang amat
dingin " Kalau tidak. kami minta dia menemani kami mati"
" Kalian tidak akan kami jatuhi hukuman mati, asalkan kalian mau
lepaskan dia maka kalian bisa menanti di sini dengan tenang."
"Menanti apa?" desak Ti Then cepat.
"Menanti sesudah usaha kita mencapai keberhasilan maka kalian
segera akan mendapatkan kebebasan juga."
"Kalian bukan anak buah dari si rase bumi Bun Jin Cu bukan?"
"Benar atau bukan sekarang kalian tidak perlu tahu."jawab orang berkerudung hitam itu keras.
"Aku mau tahu."
Mendadak orang berkerudung hitam itu terbahak-babak dengan
amat keras. "Tetapi siapa yang mau beritahu kepada kalian?""
Ti Then segera menuding kearah orang berkerudung hitam yang
berada ditangannya. "Dia bisa beritahu kepada kami" sahutnya
dingin. Suara tertawa dari manusia berkerudung hitam itu mendadak
berhenti, sepatah demi sepatah ujarnya dengan suara berat:
"Kalian bila tidak lepaslan dia kembali maka kalian akan
mendapatkan suatu pelajaran yang lain dari pada yang lain, kalian
lihat saja" "Suatu perlakukan yang bagaimana?"" tanya Ti Then dengan
wajah dingin sedang mulutnya tidak hentinya memperdengarkan
suara tertawa yang amat menusuk telinga.
" Kalian tidak mungkin akan memperoleh makan"
Ti Then angkat kepalanya tertawa terbahak-bahak.
"Tetapi jika kami berdua mati kelaparan, kalian mau
menggunakan apa untuk berjual beli dengan diri Wi Pocu?""
"Tidak lama lagi Wi Ci To akan memperoleh berita dari kami, sedang urusan kita dengan dia pun bisa di selesaikan di dalam lima
hari ini, kalian tidak makan tidak akan sampai membuat kalian mati
kelaparan, hanya saja suatu penderitaan yang agak berat akan
menimpa diri kalian, buat apa kamu semua memaksa untuk
merasakan penderitaan tersebut?""
"Sebenarnya kalian sedang mengadakan jual beli apa dengan Wi
Pocu?" " Kalian tunggu saja dan tanya sendiri dengan Wi Ci To" jawab
orang berkerudung itu dingin.
"Baiklah" sahut Ti Then kemudian sambil angkat bahunya.
"Jika kawanmu memang tidak mau berbicara biarlah aku pergi
tanya Wi Pocu sendiri sudah bertemu muka"
Sekali lagi orang berkerudung hitam itu mendengus dengan amat
dinginnya. " Kalian betul- betul tidak mau melepaskan dia?"
"Tidak" Orang berkerudung hitam itu menjadi betul- betul gusar
dibuatnya. "Heee... hee.. kau bangsat cilik agaknya tidak takut mati
kelaparan tetapi apa benar-benar merasa tega melihat nona Wi
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menderita kelaparan?"?"
"Kalian tldak perlu ikut merasa kuatir, nonamu tidak akan
menderita kelaparan" sambung Wi Lian In dengan dingin.
"Tidak urung kalian tidak bisa lolos dari sini, buat apa mencari
gara-gara?"" Ti Then tidak mau kalah, segera dia pun menuding kearah orang
berkerudung hitam yang berhasil ditawan itu.
"Temanmu ini juga tidak akan solos dari cengkeramanku, apa
kalian tidak ingin menolong nyawanya"
Dari sepasang mata orang berkerudung hitam itu segera
memancarkan sinar yang amat tajam dan buas sekali, serunya
dengan gemas. "Kau bangsat cilik jangan harap bisa mendapatkan berita seperti
apa yang kalian inginkan"
"Kau bukanlah dia, kenapa dia tidak mau menyawab semua
pertaayaanku?"?" ejek Ti Then sambil tertawa.
Orang berkerudung hitam itu tidak mau menyawab lagi, dia
melirik sekejap kearah temannya yang berada disisinya, kemudian
mereka berdua mulai menarik busurnya mengarah ulu hati dari
manusia berkerudung hitam yang berada di depan diri Ti Then.
Tiba-tiba .... mereka mulai melepaskan anak panah itu.
Jarak mereka tak lebih hanya lima depa saja, karena itu
meluncurnya dua buah anak panah itu bagaikan kilat cepatnya.
Ti Then sama sekali tak menduga pihak lawannya begitu teguh
untuk melenyapkan nyawa kawannya sendiri Ketika dilihatnya kedua
buah anak panah itu meluncur datang sebetuinya dia mau
menyingkirkan orang berkerudung itu ke samping, tapi ketika
teringat bilamana dia membawa orang berkerudung itu menyingkir
ke samping maka Wi Lian In yang ada di belakangnya akan
mengalami bencana, karena itulah disaat yang amat keritis itu dia
tetap ragu-ragu dan tidak bergerak sedikit pun dari tempat semula.
Sedang meluncurnya kedua batang anak panah itu pun amat
cepat, di dalam sekejap mata saja terdengarlah . . "Bluk . . . bluk..."
kedua batang anak panah itu dengan tepat menghajar ulu hati dari
orang berkerudung itu. Melihat hal ini Ti Then menjadi sangat
gusar. "Bajingan bangsat, kalian sungguh amat kejam."
Orang berkerudung hitam itu hanya memperdengarkan suara
tertawanya yang amat aneh, lama sekali baru ujarnya.
"Sekarang kalian sudah tidak dapat memaksa dia untuk
mengucapkan kata-kata lagi, bagaimana kalau mayatnya
kembalikan kepada kami?"
Ti Then takut sesudah mayat itu dilemparkan kembali kepada
mereka, lantas mereka melancarkan serangan kembali terhadap
dirinya berdua karena itu dia tak mau melepaskan tamengnya dari
orang berkerudung tersebut.
Ketika orang berkerudung bitam itu melihat mereka tak mau
mengembalikan mayat tersebut, segera angkat kepalanya tertawatawa. "Baiklah jikalau kalian merasa sangat tertarik terhadap mayat
tersebut, biarlah aku tinggalkan di sini untuk kalian dahar
dagingnya" Selesai berkata dia putar badan sambil menarik kawan di
sebelahnya untuk meninggalkan tempat itu.
Terlihatlah mereka mulai menaiki tangga-tangga batu itu sesudah
menutup kembali pintu besi dan menguncinya kembali terdengar
suara langkah kakinya semakin lama semakin jauh.
Lama sekali Ti Then berdiri tertegun di sana, kemudian baru
meletakkan kembali mayatnya ke atas tanah.
"Dugaanku ternyata tidak salah." ujarnya sambil menghela napas panjang. "Ternyata mereka bukan anak buah dari si rase bumi Bun
Jin Cu." Wi Lian In pun bergeser ke samping tubuh Ti Then, ujarnya
sambil memandang mayat tersebut dengan pandangan terperanyat.
"Sungguh kejam, untuk menyaga rahasia mereka ternyata
dengan tidak sayang turun tangan jahat membinasakan kawannya
sendiri, di dalam dunia ini ternyata masih ada manusia yang tidak
berprikemanusiaan" "Dari hal ini sudah bisa diketahui kalau sekali pun mereka harus
mengorbankan dirinya pun tetap berjuang terus sampai mencapai
pada tujuannya...memeras ayahmu."
"Tetapi tidak tahu mereka mau Tia menyanggupi ucapannya?"
"Hmm, mereka pasti sedang ayahmu untuk menyerahkan
semacam barang" "Betul, otak pimpinan dari orang orang yang menawan kita kali
ini pastilah orang yang sudah melakukan jual beli dengan Hu Pocu"
Air muka Wi Lian In segera berubah hebat.
"Tidak salah. . pasti dia orang, sedang manusia berkerudung ini
tentu anak buahnya semua"
Dia segera bangkit berdiri dan berjalan bolak balik di sana,
ujarnya lagi dengan perasaan murung:
"Bagaimana sekarang baiknya?""
"Bilamana ayahmu sudah setuju untuk menyerahkan barang itu
berarti kesempatan buat kita untuk hidup masih ada, tetapi. ."
"Kau pikir Tia bisa serahkan barang itu tidak?" potong Wi Lian In dengan cepat.
" Untuk menolong nyawa kita mungkin dia mau, tetapi bukankah
karena kita berdua sudah menyusahkan ayahmu"."
"Tetapi kita tidak bisa meloloskan diri dari sini"
Dengan berdiam diri Ti Then memandangi mayat yang ada di
atas tanah itu dengan mata melotot, mendadak seperti baru saja
teringat akan sesuatu hal mendadak dia mencabut keluar dua
batang anak panah yang tertancap di dalam tubuh orang
berkerudung itu, serunya dengan sinar mata penuh gembira:
"Dua batang anak panah ini, mungkin bisa bantu kita untuk
meloloskan diri" Semangat Wi Lian In segera timbul kembali.
"Benar" serunya kegirangan, "Kita gunakan kedua batang anak panah ini sebagai senyata rahasia dan berusaha membinasakan
mereka." "Tidak. sekali pun kita berhasil membinasakan mereka untuk
meloloskan diri tetap tidak bisa."
"Kalau tidak, kau bermaksud berbuat bagaimana ?"?" tanya Wi
Lian In tertegun. Ti Then segera memperendah suaranya.
"Kita gunakan kedua batang anak panah ini untuk membongkar
tiang besi yang tertanam di dalam tanah.
"Apa bisa?"" tanya Wi Lian to ragu-ragu.
"seharusnya bisa. ."
"Tetapi, jika sewaktu kita sedang membongkar tiang besi ini
mendadak mereka masuk lagi, lalu. ."
"Tidak mungkin" potong Ti Then segera.
"Baru saja mereka menghantarkan nasi buat kita makan, di
dalam dua tiga hari ini mungkin mereka tidak akan datang lagi"
Pandangan Wi Lian In menjadi bersinar kembali.
" Kalau memang demikian, mari kita mulai bekerja, tetapi entah
harus bekerja berapa hari baru bisa membongkar tiang besi ini?"
"Jika di bawah tiang besi ini masih ada besi yang melintang di
dalam tanah, paling cepat mungkin kita harus bekerja satu hari
penuh baru bisa" Wi Lian In segera mengambil satu batang anak panah dari
tangan Ti Then kemudian mulai berjongkok di bawah tiang besinya
dan mulai turun tangan bekerja.
Ti Then pun mulai bekerja untuk membongkar tiang besi itu,
ujarnya dengan suara perlahan:
"Hati-hati sedikit, jangan sampai ujung anak panah itu menjadi
putus" Demikianlah bagaikan kilat cepatnya mereka bekerja terus
menggali tanah itu untuk berusaha membongkar tiang besi yang
mengikat mereka, tidak kurang satu jam kemudian mereka sudah
berhasi menggali tanah itu sedalam dua depa lebih.
Tapi semakin mereka bekerja semangatnya semakin berkobar,
karena tanah itu tidaklah keras, sehingga Ti Then tidak perlu
menggunakan ujung panah, cukup dengan telapak tangan saja
sudah bisa bekerja. Ketika mereka sudah mencapai kurang lebih tiga depa dalamnya
mendadak terasa oleh mereka ujung anak panahnya terbentur
dengan suatu barang yang amat keras. Wi Lian In segera menjerit
keras. "Ada batu"
"Tidak salah, memang batu." seru Ti Then kegirangan. " Kenapa kau malah kegirangan?"
Ti Then dengan menggunakan ujung anak panahnya
membersihkan pasir yang ada disekeliling batu itu kemudian telapak
tangannya ditusuk keujung pinggiran batu seketika itu juga sebuah
batu yang amat besar sudah terangkat dari dalam tanah. Ujarnya
sambil tertawa: "Bukankah demikian satu persatu kita singkirkan batu ini jauh
lebih cepat daripada harus membongkar tanah itu?"
Wi Lian In ketika melihat perkataannya sedikit pun tidak salah dia
menjadi amat girang. "Bagus sekali, jika demikian adanya kita bisa membongkar tiang
besi itu jauh lebih cepat lagi"
Ti Then sudah mendorong batu pertama ke samping segera
bungkukan badan mendorong kembali batu yang kedua. . ketiga.
.ke empat. Tidak sampai satu jam kemudian mereka sudah berhasil
membongkar permukaan tanah sekitar tiang besi itu seluas lima
depa dengan dalam lima enam depa ditambah lagi sejumlah tiga
puluh buah batu besar sudah berhasil dikeluarkan dari dalam tanah.
"Tiang besi itu sungguh panjang sekali kenapa masih belum
teriihat dasarnya?" Tanya Wi Lian In kemudian"Mungkin sudah hampir.."
Dikarenakan rantai yang mengikat badan mereka hanya
sepanjang tiga depa ke sananya mereka harus bekerja sambil
membungkukkan badannya rendah- rendah, sesudah membongkar
sedalam satu depa kemudian ternyata tidak salah lagi, mereka
sudah dapat melihat ujung sebelah dalam dari tiang besi itu dan
dugaan Ti Then sertikit pun tidak salah, pada ujung tiang besi itu
dihubungkan lagi dengan empat tiang besi yang melintang.
Keempat tiang besi yang melintang itu ada sebesar batang
pedang panjangnya, setiap tiang besi ada tiga depa lebih dengan
mendatar lurus di dalam tanah, tidak tahu tiang itu dihubungkan
dengan tempat mana lagi. Ti Then segera merangkul tiang besi itu dan menggoyangkannya
beberapa kali dengan sekuat tenaga, alhasil tiang besi itu kelihatan
sedikit mengendor, tanpa terasa lagi dia mengerutkan alisnya rapatrapat. "Tidak bisa jadi, kita harus membongkar permukaan tanah ini
lebih lebar lagi sehingga keempat tiang besi yang melintang itu bisa
diangkat keluar." "Jika kita begitu, mungkin kita harus bekerja satu hari lagi baru
bisa lolos" seru Wi Lian In murung
"Kita sekarang sudah bekerja dua jam lamanya mungkin
sekarang sudah tengah malam buta,jika kita teruskan pekerjaan ini
sekarang juga mungkin ketika cuaca menjadi terang kembali seluruh
pekerjaan kita sudah selesai, ayoh, cepat turun tangan."
Demikianlah mereka berdua segera melanjutkan kerjanya
kembali menggali tanah di bawah tiang besinya masing-masing.
Ti Then yang bekerja deagan amat giat hanya di dalam beberapa
waktu saja sudah berhasil membongkar permukaan tanah
sepanjang tiga depa dan saat itulah dia sudah tidak bisa bekerja
kembali karena rantai yang mengikat badannya sudah tidak dapat
mau kembali. Ini merupakan suatu persoalan yang paling berat, rantai yang
mengikat badannya mereka hanya sepanjang tiga depa saja, di
tambah dengan lengannya paling banyak juga hanya mencapai
sejauh empat lima depa dari tempatnya, untuk lebih maju lagi
sudah tentu tidak mungkin.
Wi Lian In bekerja jauh lebih perlahan tetapi ketika dilihatnya
keadaan Ti Then yang tidak dapat melanjutkan pekerjaan itu tanpa
terasa dia pun berhenti, ujarnya sambil menghela napas panjang:
"Bagaimana?""
Sepasang mata dari Ti Then mengeluarkan sinar yang amat
tajam, dia membuang anak panah itu dan memundurkan diri ke
samping tiang besinya itu tubuhnya sedikit berjongkok ke bawah
sepasang tangannya dtngan kencang mencekal tiang itu dan
menariknya dengan sekuat tenaga.
"Kraaak . . . ." terdengar suara yang amat nyaring bergema
memenuhi seluruh ruangan itu, tiang besi itu patah menjadi dua
bagian oleh tenaga tarikan dari Ti Then ini.
Melihat kejadian ini Wi Lian In menjadi amat girang. "Kekuatan
sakti, coba kita cabut yang lainnya lagi."
Ti Then segera putar tubuhnya menuju kearah tiang besinya
sesudah mencoba mencabutnya berulang kali akhirnya dengan
timbulkan suara yang amat nyaring tiang besi itu pun putus juga .
Perasaan girang yang meliputi seluruh hati Wi Lian In semakin
memuncak. Kita putuskan satu tiang lagi, kita segera akan lolos dari
sini". "Tidak bisa, tidak bisa" jawab Ti Then dengan napasnya yang
ngos-ngosan seperti kerbau. "Biar aku istirahat sebentar, aku sudah kerahkan semua tenagaku kini badanku betul- betul terasa amat
lelah." "Kalau begitu biar aku yang coba mencabut"
Dia segera putar badannya. sepasang tanganya dengan erat-erat
mencekal tiang besi itu, kuda-kudanya diperkuat mendadak dengan
seluruh tenaganya dia mencabutnya ke atas, tetapi sekali pun sudah
kerahkan tenaga penuh tiang besi tersebut hanya sedikit bengkok
saja. Ti Then segera tarik napas panjang-panjang. "Mari kita coba
dengan bergabung." Sambil berkata tubuhnya pun ikut masuk ke dalam liang,
sepasang tangannya dengan erat mencekal tiang besi itu,
bersamaan pula tenaga mereka berdua dikerahkan ke luar, tanpa
banyak rewel lagi tiang ketiga itu pun berhasil dipatah menjadi dua
bagian. Kini masih tersisa satu tiang lagi, tetapi mereka saat ini betulbetul sudah kehabisan tenaga, jangan dikata untuk mencabutnya
hanya untuk mendorong saja mereka sudah merasa tidak kuat.
Mereka berhenti sebentar untuk istirahat, setelah itu sekali lagi
dicobanya dan kali ini ternyata berhasil.
Tiang besi yang terakhir ini pun berhasil mereka patahkan
menjadi dua bagian. Tetapi hal ini bukanlah berarti mereka sudah lolos dari
kesukaran, karena waktu sekarang dibadan mereka masih ada
rantai yang mengikat badan mereka, sedang rantai itu dengan amat
kuatnya terikat di atas tiang besi itu, jika mereka ingin lolos dari
ruang bawah tanah itu terlebih dahulu harus dapat menerjang pintu
besi itu, bahkan sekali pun mau terjang itu pintu besi dibadan
mereka masing-masing pun tetap harus membawa sebuah tiang
besi yang amat banyak. dengan membawa tiang besi yang amat
berat. Berat tiang besi itu saja sudah ada dua ratus kati, jikalau diluar
sana sudah bersiap-siap musuh dalam jumlah yang amat banyak.
dengan membawa tiang besi yang demikian beratnya apa mereka
bisa meloloskan diri?"
Mereka berdua tampak duduk beristirahat sebentar, ujarnya Wi
Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lian In pada saat itu "Bagaimana kalau kita terjang pintu besi itu dengan
menggunakan tiang besi ini?"
"Jangan, tunggu sebentar . ." seru Ti Then sambil gelengkan
kepalanya. "Masih mau tunggu apa lagi?"
"Kita tangsal perut terlebih dahulu baru cari akal."
Dia bangkit berdiri dan mengambil kedua mangkuk nasi yang
dihantar oleh dua orang berkerudung hitam itu, sambil memberikan
satu mangkuk nasi kepada Wi Lian In ujarnya sambil tertawa.
"Jika mau adu jiwa kita juga harus makan kenyang dulu, bukan
begitu?" Wi Lian In hanya tersenyum saja sambil menerima mangkuk nasi
itu, tidak lama kemudian dia sudah menyikat habis nasi tersebut.
Selesai bersantap mereka berdua baru bangkit berdiri, ujar Ti
Then sambil tertawa. "Sudah, sekarang kau mulai berteriak." . Wi Lian menjadi melengak. "Apa?"
"Dari pada harus menggunakan tiang besi ini untuk mendobrak
Pasangan Naga Dan Burung Hong 2 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Kisah Para Pendekar Pulau Es 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama