Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong Bagian 29
pikirannya tidak tentram.
Eng Kouw, yang pergi ke dalam, tak lama datang pula dengan membawa sebuah tetampan, di atas
mana ada dua mangkok bubur yang masih panas,
asapnya masih mengepul-ngepul. Harum bubur itu.
Sebagai temannya ada daging ayam dan ikan.
Kwee Ceng lantas saja terbangun selera makannya.
Ia memang sudah lapar sekali. Ia tidak menyangsikan pula si nyonya. Tadi ia mengkhawatirkan Oey Yong, ia lupa makan. Maka ia menepuk-nepuk belakang tangan kekasihnya itu.
"Yong-jie, mari dahar!" katanya.
Oey Yong membuka matanya, ia menggeleng
kepala perlahan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dadaku sangat sakit, aku tidak mau dahar,"
sahutnya. "Hm!" Eng Kouw tertawa dingin. "Ada obat untuk melenyapkan rasa nyeri tetapi kamu bercuriga!"
Oey Yong tidak ambil peduli sindiran itu.
"Engko Ceng, mari kasih aku sebutir pil Kiu-hoa Giok-louw-wan," kata dia.
Pil itu ada pil pemberiannya Liok Seng Hong
semasa di Kwie-in-chung, si nona simpan itu di dalam sakunya, ketika Ang Cit Kong dan Kwee Ceng terluka di tangan Auwyang Hong, mereka makan obat itu beberapa butir, benar obat itu tidak dapat
menyembuhkan tetapi bisa menghilangi rasa sakit.
Kwee Ceng menyahuti, ia membuka kantung si
nona dan mengeluarkan obat yang diminta itu.
Ketika Oey Yong menyebutkan namanya obat, hati Eng Kouw terkesiap, begitu lekas ia melihat pil merah itu, ia kata dengan bengis: "Adakah ini Kiu-hoa Giok-louw-wan" Kasih aku lihat!"
Kwee Ceng heran mendengar suara orang
demikian aseran, ia menoleh. Maka ia melihat mata si nyonya bersinar tajam. Ia menjadi lebih terheran lagi.
Tapi ia menyerahkan semua sekantung obat itu.
Kapan Eng Kouw menyambutnya, ia merasakan
bau harum dari obat itu menyampok hidungnya. Ia lantas merasakan tubuhnya adem. Ia mengawasi si anak muda, terus ia menanya; "Obat ini ada obat dari Tho Hoa To, darimana kamu mendapatkannya" Lekas
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bilang! Lekas!" Suaranya itu bengis tetapi bengis bercampur nada sedih.
Dalam herannya, Oey Yong berpikir: "Dia hendak mempelajari ilmu Kie-bun-sut, apakah ia mempunyai hubungannya sama salah satu murid ayahku?"
Kwee Ceng sendiri sudah lantas menjawab: "Adikku ini ialah putrinya pemilik Tho Hoa To!"
Mendadak Eng Kouw berlompat berjingkrak.
"Anaknya Oey Lao Shia"!" dia berteriak. Kedua matanya lantas bersinar bengis, kedua tangannya terus dipentangkan, agaknya hendak dia menubruk si nona di depannya itu.
"Engko Ceng, kembalikan tiga kantung itu!" kata Oey Yong. "Karena dialah musuh ayahku, kita jangan menerima budinya!"
Kwee Ceng mengeluarkan kantungnya hanya ia
berayal mengembalikannya. Ia bersangsi.
?"Letaki, engko Ceng!" kata pula Oey Yong. "Belum tentu aku mati! Mati pun boleh apa!"
Belum pernah Kwee Ceng tidak meluluskan sesuatu kehendaknya si nona, maka ia meletakinya tiga kantung surat wasiat itu.
Eng Kouw memandang keluar jendela, perlahan
terdengar keluhannya: "Oh, Thian, Thian"!" Kemudian dengan lantas ia pergi ke kamar sebelah, di sana ia membaliki tubuhnya, entah apa yang ia lakukan.
"Mari kita berangkat!" mengajak Oey Yong. "Aku sebal melihat perempuan ini!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Belum lagi Kwee Ceng menyahuti, si nyonya sudah kembali.
"Aku hendak memperlajari ilmu Kie-bun-sut, perlunya untuk memasuki Tho Hoa To," ia berkata,
"Sekarang gadisnya Oey Lao Shia ada di sini, aku menyakinkannya seratus tahun juga tidak ada
gunanya. Dasar nasib, apa mau dibilang" Nah,
pergilah kamu! Bawalah kantung itu!"
Ketiga kantung itu, bersama kantung obat, ia
sesapkan di tangannya si anak muda. Kepada Oey Yon ia berkata: "Obat Kiu-hoa Giok-louw-wan ini untukmu ada bahayanya tidak ada faedahnya, maka janganlah kau makan pula, hanya kalau nanti kau sudah sembuh, jangan kau lupa janji kita satu tahun itu! Ayahmu telah membikin rusak seluruh
penghidupanku, maka semua barang makanan di sini, lebih suka aku memberikannya anjing yang makan, tak sudi aku memberikannya kepada kamu!"
Lantas bubur dan dua rupa masakannya itu ia
lemparkan keluar jendela!
Oey Yong gusar bukan kepalang, mau ia membuka mulutnya, atau mendadak ia sadar, maka ia lantas pegangi Kwee Ceng, untuk bangun berdiri. Dengan tongkatnya, ia menulis tiga baris huruf di atas pasir, setelah mana ia mengajak si anak muda itu bertindak ke luar.
Kapan ia sudah tiba di pintu luar, Kwee Ceng
berpaling ke belakang, dengan begitu ia bisa melihat Eng Kouw, yang semenjak tadi berdiam saja, lagi mengawasi ke tanah, agaknya dia berdiri bengong, rupanya dia tengah menghitung?"..
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sesampainya di muka rimba, Kwee Ceng
menggendong Oey Yong, lalu ia bertindak pergi mengikuti jalan masuknya tadi. Selama itu, ia menutup mulut, karena pikirannya dipusatkan kepada tindakan kakinya itu supaya ia tidak salah jalan. Adalah setibanya di luar, di tempat aman, baru ia menanya si nona apa yang ditulisnya tadi.
Oey Yong tertawa. "Aku menulis tiga macam hitungan untuknya,"
sahutnya. "Dia boleh memikirkan itu setengah tahun, tidak nanti dia mendapatkan jawabannya. Biarlah rambut putihnya menjadi tambah uban! Siapa suruh dia bersikap demikian kurang ajar!"
"Sebenarnya dia bermusuh apa dengan ayahmu?"
"Aku tidak tahu. Tidak pernah aku mendengar ayah mengomonginya." Ia hening sedetik. Lantas ia menanya: "Dimasa mudanya, dia mestinya cantik sekali. Benar tidak engko Ceng?" Selagi menanya begitu, di hatinya ia menduga apa mungkin nyonya itu pernah saling menyinta dengan ayahnya"
"Biar dia cantik atau tidak," Kwee Ceng menyahut.
"Dia lagi memikirkan tulisanmu itu, umpama kata dia mendadak menyesal, tidak nanti dia dapat menyusul kita."
"Entah apa dia tulis di dalam kantungnya itu?" tanya Oey Yong. "Jangan-jangan dia tidak bermaksud baik.
Apakah tidak baik kita membuka dan melihatnya?"
"Jangan, jangan!" Kwee Ceng mencegah. "Biar kita turut pesannya, sampai di kecamatan Tho-goan baru kita buka?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong sangat terpengaruhkan keinginan
tahunya, ingin ia melihatnya, tetapi Kwee Ceng tetap mencegah akhirnya ia suka mengalah.
Sementara itu tanpa terasa sang malam telah
berlalu, sang fajar datang menggantikannya, Kwee Ceng naik ke atas sebuah pohon tinggi, untuk melihat kelilingan. Ia tidak melihat orang-orang Tiat Ciang Pang, maka hatinya lega. Ia lantas bersiul memanggil kuda serta burungnya, yang muncul dengan cepat.
Yang datang belakangan ialah kedua burung rajawali.
"Mari kita berangkat," kata si anak muda setelah ia dan si nona sudah berada di punggung kuda mereka.
Justru itu waktu, di pinggiran rimba terdengar suara orang berseru-seru, lalu terlihat munculnya beberapa puluh orang. Merekalah orang-orang Tiat Ciang Pang, yang tak putus asa meskipun Eng Kouw telah
menampik mereka, dengan terpaksa mereka menanti sambil menyembunyikan diri, baru mereka keluar setelah Kwee Ceng mengasih dengar suaranya yang nyaring memanggil kuda dan burungnya.
"Maaf, tak dapat kami menemani kamu!" berkata Kwee Ceng kepada mereka itu seraya ia mengeprak mengasih kudanya lari, maka dalam tempo yang
pendek, di kuda merah meninggalkan jauh sekali kawanan pengepungnya itu.
Di waktu tengah hari, Kwee Ceng telah melalui perjalanan beberapa ratus lie, maka ia lantas berhenti di tepi jalan, di mana ada sebuah warung nasi. Di situ ia bersantap. Oey Yong lagi sakit, ia makan sedikit bubur.
Habis makan anak muda ini menanya tuan rumah
tempat itu apa namanya. Ia diberi tahu bahwa ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berada di dalam wilayah kecamatan Tho-goan, maka tidak ayal lagi ia mengeluarkan kantung putihnya, untuk dibuka dan diperiksa. Di dalam situ ada sehelai peta bumi dengan dua baris yang berbunyi: "Jalan mengikuti petunjuk dalam gambar ini. Di ujung jalanan ini ada sebuah air tumpah yang besar, di samping mana ada sebuah rumah yang atap. Sampai di situ bukalah kantung yang merah."
Tanpa ragu-ragu, Kwee Ceng menuruti surat wasiat itu. Ia mengasih kudanya lari sampai sekira
delapanpuluh lie, sampai jalanan nyata makin jauh makin sempit. Lagi delapan atau sembilan lie, jalanan merupakan jalanan selat yang sempit, di kiri-kanan ialah tembok gunung. Jalanan demikian kecil hingga muat hanya satu orang. Kuda merah juga tidak dapat jalan di situ. Saking terpaksa, Kwee Ceng
menggendong pula Oey Yong dan kudanya
ditinggalkan, dibiarkan mencari makanannya sendiri.
Bab 61. Tukang pancing, tukang kayu, petani dan pelajar
Satu jam Kwee Ceng jalan terus. Kadang-kadang ada tempat demikian sempit hingga untuk lewat di situ, Oey Yong mesti dipondong, tubuhnya dikasih miring.
Ketika itu ada bulan ke tujuh, matahari sangat terik, akan tetapi di situ puncak gunung menghalangi pengaruhnya sang Batara Surya, maka juga jalanan di selat itu sebaliknya menjadi adem.
Kwee Ceng jalan terus sampai ia merasa lapar, maka ia mengeluarkan bekalannya ransum kering, ia menangsel perut sambil jalan, karena ia tidak mau menyia-nyiakan tempo. Ia telah makan habis tiga biji
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kue. Tepat ketika lehernya kering karena ingin minum, kupingnya mendengar suara air. Dengan lantas ia percepat tindakannya. Semakin lama suara air
semakin nyaring. Ia mesti jalan mendaki.
Akhirnya si anak muda tiba di atas bukit. Maka dari situ ia dapat melihat iar tumpah itu, yang besar sekali, airnya meluncur ke bawah, jatuh terbanting keras.
Itulah sebab suara yang nyaring tadi. Ketika ia mengawasi, di samping air tumpah itu ia tampak sebuah rumah atap. Ia lantas mencari sebuah batu besar di mana ia berduduk. Ia lantas mengeluarkan kantung yang merah, yang terus dibuka. Di dalam situ ada sebuah surat wasiat yang berbunyi:
"Lukanya anak perempuan ini cuma Toan Hongya yang dapat menolongi?"
Membaca surat itu, Kwee Ceng terkejut.
"Toan Hongya!" katanya kepada Oey Yong.
"Bukankah dialah Lam Tee si Kaisar dari Selatan yang namanya kesohornya dengan nama ayahmu?"
Sebenarnya Oey Yong sudah lelah sekali tetapi mendengar disebutnya nama Kaisar dari Selatan itu, Lam Tee, ia menjadi ketarik hatinya.
"Lam Tee?" katanya. "Ya, aku pernah mendengarnya dari ayah. Toan Hongya itu adanya di Taili di Inlam dimana ia menjadi raja. Apakah itu bukan?" Ia berhenti berkata karena mendadak hatinya menjadi sangat dingin. Bukankah Inlam itu ada satu propinsi yang jauh sekali, yang tak dapat dicapaikan dengan perjalanan hanya tiga hari" Ia lantas
menguatkan hatinya, untuk berduduk sambil
menyender pada tubuh si anak muda. Ia mau
melihatnya sendiri suratnya Eng Kouw itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Begini bunyinya surat dari kantung wasiat yang merah itu:
"Lukanya anak perempuan ini cuma Toan Hongya yang dapat menolongi" hanya Toan Hongya itu
banyak perbuatannya yang tak selayaknya, karena mana dia jadi tinggal menyembunyikan diri di Tho-goan, hingga orang sangat sukar menemuinya. Kalau orang bicara dengannya dengan minta diobati, itulah justru pantangannya yang paling besar. Kalau maksud itu diutarakan, belum lagi orang masuk ke rumahnya, orang bakal dibikin celaka lebih dulu oleh si tukang pancing, si tukang kayu, si petani dan si pelajar. Maka itu untuk bertemu dengannya, kamu mesti mendusta.
Kamu bilang saja bahwa kamu datang atas nama
gurumu, Ang Cit Kong, untuk bertemu sama Toan Hongya, untuk menyampaikan berita penting. Apabila kamu telah bertemu sama Toan Hongya, maka kamu serahkanlah isinya kantung kuning. Kehidupanmu tergantung dengan ini."
Habis membaca, Kwee Ceng menoleh kepada Oey
Yong. Ia melihat si nona mengerutkan keningnya. Ia menanya: "Yong-jie, kenapa Toan Hongya melakukan banyak perbuatan tak layak" Kenapa justru
permintaan tolong diobati adalah pantangan yang terlebih besar lagi" Dan apa itu artinya kecelakaan di tangan si tukang pancing, tukang kayu, petani dan pelajar?"
Si nona menghela napas. "Engko Ceng, janganlah kau menganggap aku terlalu pintar hingga semua-semuanya aku mesti ada jawabannya." sahutnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng terkejut, ia mengawasi tanpa
menanyakan lagi. Ia pondong nona itu.
"Baiklah, mari kita turun!" ujarnya. Tapi, sebelum mulai bertindak, ia mengawasi pula ke bawah ke air tumpah. Di tepi air, di mana ada sebuah pohon yangliu, ia melihat seorang tengah berduduk, kepala orang itu ditutup sama tudung bambu. Karena jaraknya jauh, ia tidak dapat melihat tegas. Terpaksa, ia terus berjalan turun.
Terpengaruh oleh keinginannya lekas-lekas sampai, terbantu oleh jalana di situ tak sesukar tadi, lekas juga Kwee Ceng tiba di bawah, di tepian air tumpah itu.
Sekarang ia melihat orang tadi sedang duduk sambil memancing ikan.
Air tumpah jatuhnya sangat keras, air pun mengalir deras luar biasa, di mana bisa ada ikan di situ" Taruh kata ada ikannya, mana sempat ikan itu mencaplok umpan pancing" Maka anehnya yang orang
memancing ikan di air sedemikian itu.
Pemuda itu tidak berani lancang mengganggu
orang. Lebih dulu ia mengawasi saja. Ia mendapatkan si tukang pancing berumur tigapuluh tujuh atau tigapuluh delapan tahun, kulit mukanya hitam seperti pantat kuali, mukanya berewokan, bulunya kaku seperti kawat. Kedua mata orang terus dipakai mengawasi tajam ke arah air. Setelah mengawasi sekian lama, ia turunkan Oey Yong, supaya si nona dapat duduk menyender di pohon, untuk beristirahat, ia sendiri pergi ke tepian, untuk melihat di kobakan air tumpah itu ada ikan apa. Orang itu tetap diam saja, mereka tidak ditegur sama sekali.
Sekian lama Kwee Ceng mengawasi, tiba-tiba ia melihat berkelebatnya sinar kuning di dalam air itu. Si
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tukang pancing nampak girang, sebab mendadak
jorannya melenkung tertarik ke arah air. Karena ada satu makhluk yang memakan umpan pancing itu makhluk yang seluruhnya berwarna kuning emas.
Saking heran, si anak muda berseru sendirinya: "Eh, binatang apakah itu?"
Berbareng sama seruannya si anak muda itu,
seekor binatang yang serupa itu melesat pula
menyambar pancing, maka si tukang pancing menjadi girang sekali, dengan erat-erat ia mempertahankan jorannya, yang sebaliknya jadi makin melengkung.
Rupanya kuat sekali merontanya si ikan aneh itu, sebentar kemudian, patahlah joran itu, kedua ikannya berloncat ke air, terus berenang pergi, lenyap di kolong batu. Meski air sangat deras, ikan itu tak hanyut terbawa air.
Si tukang pancing lantas memutar tubuhnya, dia mengawasi Kwee Ceng dengan mata mendelik dan
muka merah, tandanya ia murka sekali.
"Hai, bangsat cilik busuk!" dia mendamprat.
"Setengah hari dan setengah mati aku menantikan di sini, sekejap saja kau membikin kaget dan kabur binatang yang aku lagi pancing itu!" Terus ia mengangkat tangannya yang besar, seperti dia hendak menyerang, hanya entah kenapa, dia menahannya, hingga tangannya itu mengasih dengar suara meretek.
Kwee Ceng tahu ia telah mengganggu orang itu, ia tidak menjadi gusar.
"Maaf, paman," katanya merendah. "Sebenarnya bukan maksudku mengganggu padamu. Sebenarnya
ikan apakah itu?" Orang itu masih tetap gusar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Buka matamu!" katanya sengit. "Apakah itu ikan"
Itulah Kim Wawa!" Kwee Ceng tertawa. Ia tetap tidak gusar.
"Mohon tanya paman, apa itu Kim Wawa?" ia tanya.
Ia tidak mengerti makhluk itu dinamai "Kim Wawa"
atau "Anak Emas".
"Kim Wawa ialah Kim Wawa!" orang itu berteriak semakin gusar. "Eh, bangsat bau, perlu apa kau banyak bacot"!"
Tetap Kwee Ceng mengendalikan diri. Ia
membutuhkan petunjuk untuk mencari Toan Hongya.
"Maaf, paman," katanya, sembari ia memberi hormat pula.
Tapi Oey Yong tak dapat bersabar seperti engko Ceng-nya itu.
"Kim Wawa ialah ikan wawa yang berwarna kuning emas," ia campur bicara. "Apakah yang aneh pada ikan itu" Di rumahku, aku memeliharanya beberapa pasang!"
Tukang pancing itu heran mendengar si nona
mengetahui tentang ikan itu, tetapi hanya sebentar ia tercengang, segera ia mengasih dengar suaranya yang tak sedap: "Hm, kau ngepul ya" Kau
memeliharanya beberapa pasang! Aku tanya padamu, apakah perlunya Kim Wawa itu?"
"Apa perlunya?" sahut si nona sabar. "Aku melihatnya ikan itu bagus, dia dapat bersuara yayaya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seperti anak kecil, maka aku lantas memeliharanya, untuk dibuat main!"
Mendengar keterangan orang, tak salah, pengail itu mulai menjadi sabaran sedikit.
"Eh, anak," katanya kemudian, "Kalau benar kau memelihara ikan itu, kau harus mengganti aku satu pasang!"
"Perlu apa aku mesti mengganti padamu?" si nona menanya.
Orang itu menunjuk Kwee Ceng, dia
menyahutinya:" Aku mengail, aku dapat satu ekor, lantas dia berteriak tak karua-karuan, hingga muncul satu seekor yang lain, hingga kejadian patahlah joranku. Kim Wawa ini sangat cerdik, selanjutnya dia tak bakal kena dikail lagi, maka itu kalau kau tidak disuruh mengganti, habis bagaimana?"
"Tatuh kata kau dapat memancingnya, kau cuma dapat satu," kata lagi Oey Yong. "Apa mungkin kau dapat mancing sekali dua?"
Ditanya begitu, orang itu berdiam. Ia menggaruk-garuk kepalanya.
"Kalau begitu, kau menggantilah seekor!" katanya kemudian.
Oey Yong tertawa. Ia berkata: "Jikalau sepasang Kim Wawa dipisahkan hidup-hidup, maka tak lebih daripada tiga hari, baik yang jantan maupun yang betina, dua-duanya bakal mati sendirinya."
Mendengar begitu, lenyaplah kesangsiannya si
pengail, dengan lantas ia menjura kepada sepasang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
muda-mudi itu. Ia berkata pula: "Baiklah, anggaplah aku yang tidak benar! Sekarang maukah kau membagi aku satu pasang?"
Oey Yong tersenyum. "Lebih dulu kau mesti menerangkan padaku, perlu apa kau dengan ikan emas itu?" ia tanya.
Orang itu berdiam, agaknya ia bersangsi. Tapi cuma sejenak, lantas ia membuka mulutnya.
"Baiklah, aku nanti menjelaskan kepada kamu,"
katanya. "Paman guruku, seorang India, beberapa hari yang lalu telah datang ke mari mengunjungi guruku. Ia telah mendapat tangkap itu sepasang ikan emas, ia girang bukan main. Ia membilangi kita bahwa di negerinya itu ada semacam binatang yang berbisa sekali, yang sangat sukar untuk disingkirkan, kecuali dengan ini ikan, yang menjadi binatang pelumahnya.
Dia menyerahkan ikan itu kepadaku, untuk aku
merawatnya beberapa hari, nanti setelah ia selesai berbicara sama guruku, diwaktu ia berangkat pulang, hendak ia membawanya sekalian, untuk dipelihara di sana, siapa tahu?"
"Siapa tahu kau telah berlaku tidak hati-hati dan kau membuatnya terlepas!" Oey Yong mendahului.
Pengail itu kaget: "Eh, mengapa kau tahu?"
tanyanya heran. "Tidakkah gampang menduga itu?" berkata si nona tersenyum. "Ikan itu memangnya sukar dipeliharanya.
Aku sendiri mulanya memelihara lima pasang dan kemudian kabur dua pasang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Matanya si tukang pancing bersinar. Agaknya ia sangat tergiur.
"Nona yang baik, kau bagilah aku sepasang," ia minta. "Kamu masih mempunyai dua pasang lagi, tidakkah itu cukup" Kalau paman gusar, itulah hebat untukku?"
"Untuk membagi kau satu pasang, itulah urusan kecil sekali;" berkata si nona, tetap manis. "Hanya aku hendak menanya kau, kenapa kau mula-mulanya
galak sekali?" Orang itu jengah, dia bingung. Ia mau tertawa tetapi pun gagal"..
"Ah, nona yang baik," akhirnya ia kata, "Kau ini tinggal di mana" Apakah tidak jauh dari sini?"
"Kalau dikata dekat, tidak dekat," sahutnya, "Kalau dikata jauh, ya tidak jauh, tetapi kalau beberapa ribu lie, ya ada?"
Tukang pancing itu kaget, lantas kumisnya bangun berdiri.
"Hai, budak cilik!" dia membentak, "Kiranya kau lagi permainkan tuanmu!" Dia sudah lantas mengangkat kepalannya yang besar, hendak ditimpahkan kepala orang, akan tetapi kapan dia melihat seorang nona cilik dan nampaknya lemah, dia batal sendirinya.
Kwee Ceng sendiri sudah lantas bersiap, untuk menjambret tangan orang itu.
Oey Yong tertawa. Sama sekali ia tidak takuti ancaman itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kenapa terburu nafsu?" katanya. "Aku telah memikirkan jalannya. Eh, engko Ceng, coba kau tolong panggil si rajawali putih!"
Anak muda itu tidak dapat menerka hati kawannya akan tetapi ia menuruti.
Kapan si pengail mendengar suara orang, ia
terkejut. Suara itu nyaring mendengung,
berkumandang di lembah-lembah. Maka sekarang ia kata di dalam hatinya: "Baiklah tadi aku tidak lantas bertempur dengannya, kalau tidak, aku bisa celaka"."
Tak lama datanglah sepasang rajawali mereka.
Oey Yong minta Kwee Ceng mengambil babakan
pohon, di situ dengan jarumnya ia mencacah beberapa baris tulisan, singkat bunyinya:
"Ayah! Aku menghendaki sepasang Kim Wawa, maka
suruhlah si rajawali membawanya.
Dari anakmu, Yong." Melihat itu barulah Kwee Ceng mengerti, maka ia menjadi girang sekali. Ia lantas menyiapkan tali, ialah ikat pinggangnya yang ia kutungi, lalu dengan itu ia ikat surat babakan pohon itu pada kakinya si rajawali yang jantan. Oey Yong pun lantas berkata kepada si rajawali itu: "Kau bawa ini ke Tho Hoa To, lekas pergi dan lekas kembali!"
Kwee Ceng masih khawatir burungnya itu kurang mengerti, ia menunjuk ke Timur dan tiga kali
menyebutnya: "Tho Hoa To!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sepasang burung rajawali jinak itu berbunyi
berbareng, lantas keduanya terbang pergi, setelah berputaran di tengah udara, mereka menuju ke timur, sebentar saja mereka lenyap di antara gumpalan mega.
Si Tukang pancing melongo matanya dan
terpentang mulutnya. "Tho Hoa To"Tho Hoa To?" katanya kemudian, seperti mengoceh tidak karuan. "Pernah apakah kamu dengan Oey Yok Su Loosianseng?"
Baru sekarang Oey Yong memprlihatkan aksinya.
"Ialah ayahku! Habis kenapa"!" sahutnya, temberang.
"Oh!" seru orang itu heran.
Oey Yong tidak menggubris sikap orang itu, ia tanya: "Dalam tempo beberapa hari saja, burung itu bakal membawa datang ikan itu kemari. Tidak
terlambat, bukankah?"
"Harap saja?" kata orang itu, matanya mengawasi sepasang anak muda itu, agaknya ia bersangsi.
Kwee Ceng memberi hormat.
"Aku belum menanyakan nama she dan nama yang besar dari paman," katanya.
Orang itu tidak menyahuti, sebaliknya ia menanya:
"Perlu apa kau datang ke mari" Siapakah yang menyuruhnya?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng terus membawa sikapnya yang
menghormat. "Aku yang muda ada mempunyai urusan untuk mana aku memohon bertemu sama Toan Hongya," ia memberitahukan. Ia sebenarnya mau memberi
keterangan seperti petunjuknya Eng Kouw, akan menyebutkan nama gurunya, Ang Cit Kong, tetapi ia tidak biasa mendusta, mendadak ia merasa tak dapat ia mengatakan itu.
"Guruku tidak dapat menemui orang!" orang itu kata dengan keras. "Mau apa kau mencari guruku itu?"
Untuk sejenak Kwee Ceng terbenam dalam
kesangsian. Ia sebenarnya mau terus bicara secara sebenarnya, tapi mendadak ia ingat keselamatannya Oey Yong. Tidakkah ia nanti menggagalkan si nona"
Bukankah tak apa ia mendusta kali ini" Selagi ia bersangsi, si pengail telah mendapat lihat
kesangsiannya itu dan melihat tegas si nona, yang lagi sakit.
"Kau mencari guruku untuk minta diobati, bukankah?" dia menanya.
Disenggapi begitu, pemuda itu tak dapat mendusta lagi. Ia mengangguk.
"Benar," sahutnya, sedang hatinya menyesal tak dapat mendusta".
"Untuk menemui guruku, jangan harap!" kata tukang pancing itu bengis. "Biar aku ditegur guru dan pamanku, aku tak menghendaki lagi ikanmu itu! Lekas pergi!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata-kata itu ketus dan pasti, bagaikan pantek paku, Kwee Ceng menjadi berdiri menjublak, untuk sesaat itu, ia merasakan tubuhnya dingin seluruhnya.
Sesaat kemudian barulah ia dapat berkata pula.
"Nona yang terluka ini dan membutuhkan
pengobatan adalah putri yang dicintai dari Oey Tocu dari Tho Hoa To," ia berkata, ia pun menjura.
"Sekarang ini, nona ini pun menjadi Pangcu dari Kay Pang. Maka itu paman, aku minta, dengan
memandang Oey Tocu dan Ang Pangcu itu, sukalah kau menunjuki kami jalan, supaya kami diajak bertemu menemui Toan Hongya."
Mendengar disebutkannya Ang Pangcu, roman si
tukang pancing sedikit berubah, akan tetapi ia menggeleng kepala.
"Nona ini pangcu dari Kay Pang?" tanyanya. "Aku tidak percaya!"
Kwee Ceng menuju kepada tongkat Lek-tiok-thung di tangannya Oey Yong.
"Itulah tongkat Tah-kauw-pang dari Ang Pangcu," ia berkata. "Tentunya paman mengenali tongkat itu?"
Tukang pancing itu mengangguk.
"Pernah apakah kamu dengan Kiu Cie Sin Kay?" ia tanya pula.
"Ialah guru kami."
"Oh?" si tukang pancing bersuara perlahan.
"Jadinya kamu datang ke mari mencari guruku ini karena disuruh gurumu, bukan?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lagi-lagi Kwee Ceng dibikin ragu-ragu. Ia ingat baik-baik ajarannya Eng Kouw untuk mendusta tetapi itu bertentangan dengan kejujurannya.
"Benar!" Oey Yong segera mendahului menjawab.
Orang itu bertunduk, terang ia ragu-ragu. Terdengar ia berkata dengan perlahan: "Bagaimana sekarang"
Kiu Cie Sin Kay dengan guruku itu bersahabat luar biasa erat?"
Oey Yong ynag cerdik mengerti kesulitan orang itu, ia lantas berkata: "Guru kami menitahkan kami mencari Toan Hongya, disamping untuk minta dia menolong mengobati aku juga karena ada urusan penting yang mesti disampaikan!"
Mendadak orang itu mengangkat kepalanya.
Kembali terlihat ia menjadi bengis.
"Benar Kiu Cie Sin Kay yang menitahkan kamu menemui Toan Hongya?" ia tanya keras.
"Ya," menyahut Oey Yong.
Orang itu menegaskan pula: "Benar Toan Hongya, bukannya orang lain?"
Nama Toan Hongya itu ditekan keras, mendengar itu, Oey Yong menduga pasti ada sebabnya sesuatu, tetapi karena sudah terlanjur, ia tidak dapat lain jalan.
"Ya," ia menyahut pasti, mengangguk.
Pengail itu maju dua tindak. Tiba-tiba ia berseru:
"Toan Hongya sudah mati!"
Oey Yong dan Kwee Ceng kaget bukan kepalang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mati?" tanya mereka berbareng.
"Ketika Toan Hongya mati, Kiu Cie Sin Kay ada disampingnya!" berkata si tukang pancing itu, suaranya tetap keras. "Maka itu cara bagaimana dia boleh menitahkan kalin pergi mencari lagi kepada Toan Hongya" Hayo bilang, siapakah yang menitahkan kamu" Dengan datang kemari, kamu membawa akal busuk apa" Lekas bilang!"
Segara ia maju setindak lagi, tangan kirinya
dikipaskan sebagai ancaman, tangannya menyambar ke pundaknya si nona.
Kwee Ceng memang selalu bersiap, maka itu,
melihat sikap garang dari orang itu, ia menghadang pula di depan Oey Yong, kedua tangannya bersikap dengan jurusnya "Melihat naga di sawah". Manampak ini, orang itu heran. Itu tandanya si anak muda tak mau menyerang kepadanya. Meski begitu, ia melanjuti sambarannya. Karena ini mendadak ia merasakan benturan pada tangannya itu, yang bergemetar, terus ia merasakan dadanya panas, sedang tangannya itu mental balik. Dengan lantas ia lompat mundur, ia khawatir nanti diteruskan diserang anak muda itu.
Selagi berlompat ia ingat pembicaraan Ang Cit Kong bersama gurunya tentang ilmu silat. Ia ingat, anak muda ini bersilat dengan Hang Liong Sip-pat Ciang.
"Teranglah mereka ini muridnya Ang Pangcu, tidak boleh aku berbuat salah terhadap mereka," begitu ia lantas mendadat pikiran. Ia lantas mengawasi Kwee Ceng, siapa terus menunjuk sikap menghormat meski terang barusan ia menang unggul, tidak ada romannya yang puas atau temberang. Tapi ia masih berkata:
"Jiewi benar ada murid-muridnya Kiu Cie Sin Kay
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tetapi jiewi datang kemari bukan atas titah gurumu itu, benar bukan?"
Kwee Ceng tak tahu maksud orang tetapi rahasia hatinya telah dapat diterka, dengan terpaksa ia mengangguk.
Tukang pancing itu tidak lagi bersikap bengis seperti semula.
"Walaupun Kiu Cie Sin Kay sendiri yang terluka dan datang ke mari, masih siauwko tidak dapat
mengantarkan dia naik ke gunung untuk bertemu sama guruku, maka itu haraplah jiewi memaafkannya,"
katanya. Sekarang ia menyebut diri dengan "siauwko"
artinya " yang muda"
"Apakah benar meskipun guruku sendiri yang datang, masih tidak dapat?" Oey Yong menegsakan.
"Tidak dapat!" menyahut orang itu, kepalanya digoyang. "Biarnya dipukul sampai mati, tidak dapat!"
Oey Yong mencurigai orang ini. Bukankah dia
menyebut Toan Hongya gurunya dan dia juga
membilang Toan Hongya sudah mati" Kenapa ia
menyebutnya waktu Toan Hongya mati Kiu Cie Sin Kay berada di sampingnya" Tidakkah itu aneh"
"Tidak bisa lain, gurunya mesti ada di atas gunung!"
ia lantas mengambil keputusan. "Tidak peduli dia Toan Hongya atau bukan, kita mesti menemuinya!"
Maka ia mengangkat kepalanya, mendongak ke
atas gunung, yang puncaknya seperti masuk ke dalam awan. Itulah puncak lebih tinggi beberapa kali lipat daripada puncak Tiong Cie Hong dari Tiat Ciang San.
Benar-benar puncak itu sulit untuk dinaiki. Kemudian ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengawasi air tumpah. Ia memikirkan jalan untuk dapat mendaki gunung itu. Tengah ia mengawasi itu, ia melihat berkelebatnya sinar kuning di dalam air.
Segera ia bertindak ke tepian sambil ia mengawasi jauh. Maka terlihatlah olehnya dua ekor ikan tadi berada di bawah batu, ekornya berada di luar guanya itu". Ia lantas menggapai Kwee Ceng.
Anak muda itu mendekati. Ia pun lantas melihat ikan itu.
"Nanti aku turun dan menangkapnya," kata Kwee Ceng.
"Jangan!" mencegah si nona. "Air deras, mana kau dapat berdiri diam di air" Janganlah berlaku tolol"!"
Akan tetapi Kwee Ceng berpikir, kalau ia
menempuh bahaya dan menangkap ikan itu, untuk diserahkan pada si pengail, mungkin hati orang ini berubah. Ia pun tidak dapat menyia-nyiakan waktu lewat berlarut-larut, itulah membahayakan Oey Yong.
Karena ia tahu, nona itu bakal mencegah padanya, maka diam-diam ia lompat ke air tanpa ia membuka lagi sepatu dan pakaiannya.
"Engko Ceng!" Oey Yong berteriak kaget. Ia lantas bangun, tetapi kedua kakinya bergoyang, serta tubuhnya terhuyung pula.
Si tukang pancing kaget, ia lompat menyambar
nona itu, kemudian ia lari ke arah gubuk, agaknya dia lantas mencapai sesuatu guna menolongi si anak muda.
Oey Yong berduduk di batu, ia mengawasi ke arah Kwee Ceng, yang dapat berdiri tegak di air,
gempurannya air tumpah yang dahsyat tak dapat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membikin tubuhnya itu bergeming, maka legalah hatinya.
Kwee Ceng sendiri sudah lantas bertindak untuk menangkap ikan. Ia membungkuk, kedua tangannya dianjurkan perlahan-lahan, sikapnya waspada. Nyata ia bisa bekerja sebat dan jitu juga tangkapannya. Dua-dua tangannya bisa mencekal ekornya ikan emas itu, hanya ketika ia mengangkatnya, ia tidak berani mencekal keras-keras, ia khawatir ikan itu mati.
Kesempatan ini digunai kedua ekor ikan itu yang badannya licin, waktu keduanya berontak, mereka dapat lolos dan melentik pula ke air, di mana mereka selulup pula masuk ke kolong batu!
Oey Yong menjerit saking menyesalnya karena
sayang ikan itu lolos. Justru itu di belakangnya pun ada orang yang berseru. Ketika ia berpaling, ia melihat si tukang pancing lagi berdiri bengong di belakangnya, pundaknya memanggul sebuah perahu kecil dan
tangannya mencekal sepasang pengayuh. Rupanya dia hendak menolong orang kecebur.
Kwee Ceng tidak lantas berlalu dari air tumpah. Ia tetap berdiri tegar. Ia membungkuk pula. Kedua tangannya di ulur ke kolong batu, ke gua tempat ikan tadi lari sembunyi. Tapi ia tidak mau menangkap ikan, yang tidak terlihat, hanya ia memegang batu, untuk diangkat. Ia girang ketika ia merasa batu itu bergerak sedikit. Maka sekarang ia menyiapkan tenaganya, untuk jurusnya "aga terbang ke langit". Dengan mendadak ia mengangkat batu itu, terus dilemparkan ke sampingnya, di lain pihak, kedua tangannya menyambar ke air. Maka sejenak itu juga, kedua tangannya telah mencekal masing-masing seekor Kim Wawa!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Batu besar itu terbanting ke air di samping, berisik suaranya, air muncrat dan mengalir tambah keras.
Kwee ceng sendiri tidak terhuyung tubuhnya ketika ia mengangkat dan melemparkan batu itu.
Si tukang pancing heran dan kagum, tetapi
sekarang ia memikir daya untuk menolong Kwee Ceng naik ke darat. Pemuda itu berada di tempat sekira dua tombak. Dengan kedua tangan memegang ikan, sulit untuk dia menggunai lagi tangannya itu, atau ikan itu bakal terlepas pula. Akhirnya ia menyodorkan
pengayuhnya, ia ingin anak muda itu mencekalnya, tanpa ia ingat tangan orang lagi memegang ikan".
Tapi Kwee Ceng tidak berkhawatir, setelah melihat ke tepian, ia menjejak dengan kaki kanannya, dengan begitu dia dapat berlompat ke pinggir, di sini ia menaruh kaki kirinya, untuk menjejak pula, maka di lain saat, ia sudah berada di atas di antara si nona dan si tukang pancing.
Oey Yong kaget, girang dan kagum. Sungguh ia
tidak menyangka demikian pesat sudah kemajuannya pemudanya ini. Tentu sekali sesaat itu ia tidak ingat bahwa Kwee Ceng telah mempertaruhkan jiwanya
cuma untuk menolong dia. Sebenarnya anak muda itu sendiri bergidik kalau ia ingat perbuatannya yang nekat itu.
Lain orang yang tercengang ialah si tukang pancing.
Ia heran dan kagum. Maka sekarang tahulah ia, anak muda itu lihay tenaga dalamnya dan ilmu ringan tubuh, jangan dibicarakan lagi tentang nyali yang besar.
Segera setelah itu, Kwee Ceng tertawa. Kedua Kim Wawa di tangannya, sambil meronta-ronta telah mengasih dengar suaranya yang berisik, yang benar seperti gegowakannya seorang bocah!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ah, pantas dia dipanggil Kim Wawa!" katanya lagum. Kemudian ia mengulurkan tangannya kepada si tukang pancing, untuk menyerahkan ikan itu.
Orang itu terlihat alisnya bergerak, tanda dari kegirangannya. Ia pun lekas-lekas menurunkan
pengayuhnya. Ketika ia sudah mengulurkan
tangannya, mendadak ia menariknya pulang.
"Kau lemparkanlah kembali ke air, aku tidak menghendaki itu!" katanya.
"Kenapa begitu?" tanya Kwee Ceng heran.
"Meski aku menerima ikanmu, tidak dapat aku mengantarkan kau kepada guruku," dia menyahut.
"Menerima budi tetapi budi itu tidak dibalas, itulah perbuatan yang akan mendatangkan tertawanya
orang-orang gagah di kolong langit ini!"
Kwee Ceng heran hingga ia tercengang.
"Paman," katanya kemudian, sungguh-sungguh,
"Kau tidak dapat meluluskan permintaan kami, pada itu mesti ada sebabnya, baiklah kami tidak hendak memaksakannya. Tapi kedua ekor ikan ini tidak berarti, inilah bukan budi, maka itu paman ambillah!" Ia mengulur pula tangannya, ia menyerahkan ikan itu.
Kali ini si tulang pancing menyambuti, hanya
romannya sangat likat. Kwee Ceng berpaling kepada Oey Yong, ia kata:
"Yong-jie, hidup dan mati itu takdir, umur manusia tak dapat dipastikan, maka kalau benar-benar kau tidak dapat disembuhkan, di dunia baka itu ada jalannya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
maka di sana pastilah akan ada engko Cengmu yang akan tetap menemanimu! Mari kita pergi!"
Mendengar suaranya anak muda itu, merah
matanya Oey Yong. Tapi ia sudah memikir sesuatu. Ia tidak lantas menyahuti si anak muda.
"Paman," ia berkata kepada tukang pancing itu,
"Kau tetap tidak dapat memberi petunjuk pada kami, tidak apalah, hanya ada satu hal yang aku tidak mengerti. Jikalau kau tidak menjelaskannya itu, mati pun aku tidak meram?"
"Apa itu?" menanya si tukang pancing heran.
"Kau lihat puncak itu licin bagaikan kaca," berkata si nona. "Bukankah tidak ada jalan untuk mendakinya"
Maka umpama kata bersedia akan mengantarkan
kami, apa salahnya?"
Orang itu berpikir: "Telah pasti aku tidak dapat mengantarkan dia, maka apa halangannya kalau aku memberikan keteranganku kepadanya?" Maka ia menajwab: "Kalau dikata sukar, memangnya sukar, tetapi kalau dibilang gampang, benar-benar gampang sekali. Di sebelah sana, di ujung gunung itu, air tumpah tak sekeras di sini maka jikalau aku duduk di atas perahu besiku dan aku mendayung, aku dapat maju dengan melawan air. Kalau satu orang
diantarkan satu kali, maka dua kali saja lantas dua orang dapat tiba di atas!"
"Oh, kiranya begitu!" berkata si nona. "Nah, ijinkan kami pergi!"
Nona ini lantas berbangkit, untuk memegangi tubuh Kwee Ceng, siap untuk berlalu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng memberi hormat pada orang itu tanpa membilang apa-apa.
Tukang pancing itu mengawasi orang, kemudian ia lari ke gubuknya, sebab ia khawatir ikannya nanti terlepas pula.
Begitu orang masuk ke dalam, Oey Yong lantas
berkata: "Lekas ambil perahu dan pengayuhnya itu!
Mari kita pergi ke atas!"
Kwee Ceng terkejut, ia melengak.
"Ini"ini kurang bagus?" katanya ragu-ragu.
"Baiklah!" seru si nona. "Kau mau jadi kuncu, nah jadilah kuncu!"
Kwee Ceng bingung: "Mana lebih penting,
menolong Yong-jie atau jadi kuncu?" demikian otaknya bekerja sulit. Justru itu, Oey Yong dengan susah payah, sudah bertindak pergi. Cuma sedetik saja, ia lantas mengambil keputusannya. Ia lari ke perahu, ia angkat itu, ia melemparkannya ke air, ke atasan air tumpah itu, kemudian ia pergi menyambar kedua pengayuhnya. Tindakannya yang terakhir adalah menolong Oey Yong untuk lari ke atas, hingga dilain saat mereka sudah berada di atas di mana mereka tampak perahu tadi.
"Ser!" demikian suara terdengar, suara dari senjata rahasia.
Dengna mendak, Kwee Ceng membebaskan diri
dari senjata rahasia itu, yang jatuh ke dalam perahu mana tepat datang ke dekatnya. Maka bersama-sama Oey Yong, ia lompat naik ke perahu itu, untuk segera dikuyah mudik"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Si tukang pancing terdengar caciannya tapi tak nyata apa katanya"
Kwee Ceng lantas mengayuh. Mulanya dengan
tangan kiri, sebab ia masih memegangi Oey Yong, ketika perahu itu maju, ia melepaskan si nona, ia mengayuh dengan tangan kanannya itu. Demikian selanjutnya, setiap mengayuh, perahunya maju
beberapa kaki". "Budak busuk! Perempuan hina!" demikian sang angin membawa dampartan si tukang pancing,
mendengar mana, Oey Yong tertawa, "Lihat, dia masih menganggapnya kau orang baik! Akulah yang dia caci!" katanya.
Kwee Ceng lagi mengayuh, matanya mengawasi ke depan, ia tidak mendengar guraunya si nona. Ia mesri memakai tenaga dan pikirannya. Perahu itu besar kepalanya dan enteng buntutnya, dia maju melawan air, yang boleh dibilang deras juga. Beberapa kali ia hampir terpukul mundur. Dengan menggunai tipu dari
"Sin Liong pa bwee" atau "Naga sakti menggoyang ekor" dengan cepat ia dapat menguasai kedua pengayuhnya itu, kedua tangannya bergerak dengan cepat dan kuat dan rapi.
Senang Oey Yong melihatnya, dengan gembira ia kata: "Meski si tukang pancing tadi yang mengayuh, tidak nanti dia dapat mengayuh selekas ini!"
Perahu itu maju terus, setelah lewat sekian lama, air menikung, habis itu maka terlihatlah permukaan air yang airnya tenang, di kedua tepinya ada tumbuh pohon yangliu. Itulah kali kecil yang lebarnya setombak lebih. Di situ pun ada banyak pohon tho. Kalau itu waktu musim semi, pastilah indah pemandangan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
alamnnya. Sebagai gantinya bunga tho, di tepian ada banyak bunga putih yang kecil-kecil, yang baunya harum.
Dua-dua muda-mudi ini heran dan kagum. Tidak
dinyana, di atas gunung ini ada tempat sepermai itu.
Iseng-isng Kwee Ceng mengayuh dalam, hampir ia membuatnya pengayuhnya terlepas. Di luar
dugaannya, kali itu dalam tak terjajakan oleh pengayuhnya itu. Di bawahpun air menggolak.
Sekarang kenderaan air dapat dikayuh maju
perlahan-lahan, keduanya dapat menikmati
pemandangan alam yang indah, makin jauh
nampkanya makin menarik hati.
"Jikalau lukaku ini sukar diobati," kata Oey Yong menghela napas. "Biarlah aku terkubur di sini, tak usah aku turun lagi?"
Kwee Ceng berduka, hendak ia menghiburi si nona itu atau ia melihatnya di sebelah depan mereka ada sebuah terowongan, darimana ada terhembus bau harum yang keras sekali. Perahunya telah lantas masuk ke dalam gua itu yang airnya mengalir sedikit keras.
Segera kuping mereka mendengar suara apa-apa.
"Suara apakah itu?" si pemuda tanya.
"Entahlah," sahut si nona menggeleng kepala.
Terowongan itu tidak panjang, sebentar kemudian mereka telah keluar di ujung yang lain. Segala apa menjadi terang seperti tadi. Bahkan sekarang mereka bersorak. Di depan mereka terlihat air mancur yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
besar sekali, tingginya setombak lebih dan airnya meluncur tinggi bagaikan tiang menjulang ke udara.
Itulah yang mangasih dengar suara tadi. Sampai di situ, habislah kali di atas gunung itu dan sumbernya kali ialah air mancur ini.
Kwee Ceng membantu Oey Yong naik ke darat,
kemudian ia menarik perahunya ke batu, setelah mana bersama si nona ia memandangi air mancur itu. Di antara sinarnya matahari, air itu mengasih lihat bianglala yang intadh. Tak tahu mereka bagaimana harus memuji keindahan itu, mereka duduk diam sambil berpegangan tangan. Mereka masih
kesengsem ketika mereka mendengar suara nyanyian yang seperti keluar dari arah belakang bianglala itu.
"Kota dan kalinya rusak semua! Mana si pencinta negara"
Memikirkan kemakmuran dan keruntuhan, itulah
penderitaan. Dinasti Tong bangun, itu artinya dinasti Swie roboh.
Jadi miriplah dengan naga yang berubah-ubah.
Cepat, langit dan bumi salah!
Lambat, langit dan bumi salah!"
Lantas juga terlihat si penyanyi, tangan kirinya membawa sebatang kayu cemara, tangan kanannya mencekal sebuah kampak. Maka teranglah, dia
seorang tukang kayu - ya seorang tukang mencari kayu bakar.
Setelah melihat pakaian orang itu, Oey Yong ingat tulisannya Eng Kouw, ialah: ?"".Kalau orang bicara dengannya dengan minta diobati, orang bakal terbikin celaka lebih dulu oleh si tukang pancing, si tukang kayu, si petani dan si pelajar".." Tadi mereka bertemu sama tukang pancing. Dan ini, bukankah ini dia si tukang kayu"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apakah mereka bakal bertemu sama petani dan si pelajar" Siapa empat orang ini" Murid atau
pelayankah dari Toan Hongya" Ia menjadi masgul.
Untuk melewati si tukang pancing demikian sukar, maka entah ini tukang kayu. Bukankah nyanyian dia ini bukan nyanyian sembarang" Entah bagaimana lagi dengan si petani dan si pelajar"
Kembali terdengar orang itu bernyanyi:
"Dari atas jembatan, memandang jauh,
Hawa dari kerajaan, telah runtuh".
Di atas panggung tak terlihat kepala perang".
Semenjak dulu, hanya seputaran, semua musnah.
Pahala, tidak kekal! Nama juga tidak kekal!"
Perlahan jalannya si tukang kayu itu, lalu ia mengawasi si muda-mudi, acuh tak acuh lantas ia bekerja, mengampak kayu di pinggiran gunung.
Oey Yong melihat tubuh orang yang kekar dan
roman gagah, gerak-geriknya seorang panglima
perang, maka coba dia itu bukan dandan sebagai tukang kayu dan lagi berada di hutan ini, dia pasti dapat menjadi seorang kepala perang. Ia lantas ingat keterangan gurunya bahwa Lam Tee, si Kaisar dari Selatan, ialah Toan Hongya, telah menjadi kaisai di Taili, Inlam, maka apa mungkin tukang kayu ini asalnya ialah panglima perangnya" Nyanyian orang, pula suaranya, semuanya luar biasa.
Lagi sekali tukang kayu itu bernyanyi:
"Puncak gunung bagaikan bertumpuk,
Gelombang seperti berangkara murka,
Di jalanan kota Tongkwan sana,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Memandang ke barat, hati ragu-ragu,
Melihat istana, semua runtuh menjadi tanah"
Bangun, rakyat bersengsara!
Musnah, rakyat bersengsara!"
Mendengar kata-kata yang terakhir itu, Oey Yong ingat ayahnya sering mengatakan: "Apa itu segala kaisar dan panglima perang" Semua itu mahkluk jahat tukang membikin rakyat celaka! Merubah kerajaan, menukar she, semua itu menyusahkan rakyat saja!"
Maka tanpa merasa, gadis itu memuji: "Nyanyian yang bagus!"
Tukang kayu itu berpaling, ia menancapkan
kampaknya di pinggangnya.
"Bagus" Apanya yang bagus?" dia menanya.
Oey Yong hendak menyahuti ketika mendadak ia
ingat: "Dia gemar bernyanyi, kenapa aku tidak mau membalas dia dengan nyanyian juga?" Maka ia bersenyum, lalu ia bernyanyi dengan suara perlahan:
"Gunung-gunung hijau saling menanti,
Mega-mega putih saling mencintai,
Tak bermimpikan jubah sulam dan sabuk emas,
Cukup dengan sebuah gubuk,
Dengan bunga hutannya mekar.
Siapakah yang memusingi: Siapa bangun, siapa roboh,
Siapa berhasil, siapa gagal"
Cukup dengan gubuk dan satu sendok!
Melarat, semangat tak berubah!
Berhasil, cita-cita tak berubah!"
Nona ini lantas menyangka pasti si tukang kayu ialah panglimanya Lam Tee, panglima yang sekarang lagi hidup bersembunyi - yang dulunya pasti berkuasa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
besar atas bala tentara, maka itu ia memperdengarkan nyanyiannya itu, untuk menimpali nyanyian orang.
Dugaannya memang tepat karena si tukang kayu
menjadi girang, sambil menunju ke samping gunung, dia kata: "Naiklah!"
Di samping gunung itu ada sebuah batu yang besar mirip dengan langan tangan, ketika Kwee Ceng dan Oey Yong memandang ke atas, mereka hanya melihat awan dan bangkonya rotan. Meski begitu, si anak muda lari menghampirkan rotan itu, untuk disambar, untuk dipakai melapai naik!
Kwee Ceng cuma mengerti separuh dari semua
nyanyian itu, di sebelah itu, yang ia paling khawatirkan ialah si tukang kayu nanti mengubah pikirannya, maka ia tidak mau membuang tempo lagi. Dengan kedua tangannya bekerja cepat, dengan lekas ia telah naik belasan tombak tingginya. Di situ, ia masih dengar nyanyian si tukang kayu:
?".dulu hari itu orang berebutan,
Sekarang bagaimana" Menang, semua menjadi tanah!
Kalah, semua menjadi tanah!"
Oey Yong di punggungnya si anak muda tertawa.
"Engko Ceng," katanya, "Kalau menurut dia itu, kita tak usah datang ke mari untuk minta diobati!"
Kwee Ceng heran hingga ia melengak: "Apa!" dia tanya.
"Semua orang toh bakal mati, bukan?" kata si nona tertawa. "Orang sembuh, dia berubah menjadi tanah!
Orang tak sembuh, dia berubah menjadi tanah juga!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Fui!" si anak muda mengasih dengar suaranya.
"Sudah, jangan dengari ocehannya!"
Oey Yong itu benar lucu, ia tidak menghiraukan si anak muda, dia bernyanyai perlahan: " Hidup, kau menggendong aku! Mati kau menggendong aku juga!"
Kwee Ceng berdiam, ia kewalahan. Ia lebih
memerlukan menggunai terus kedua tangannya, untuk naik ke atas, sampai mereka memasuki awan atau kabut. Ketika itu musim panas tetapi hawa dingin.
"Di hadapan kita ini terdapat segala pemandangan alam yang indah dan luar biasa," kata si nona kagum,
Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Umpama kata aku tidak bakal dapat disembuhkan, taklah kecewa perjalanan kita ini?"
"Yong-jie, ah?" berkata si anak muda, masgul:
"Jangan menyebut-nyebut tentang mati atau hidup, bisakah?"
Si nona tertawa, dengan perlahan ia meniup pundak orang.
"Eh, jangan main-main!" kata Kwee Ceng, yang merasakan pundaknya panas dan gatal, "Awas, nanti tanganku terlepas, nanti kita jatuh mati berdua?"
"Bagus!" berseru si nona. "Nah, kali ini bukanlah aku yang menyebut-nyebut hidup atau mati!"
Saking kewalahan, pemuda itu cuma bisa tertawa.
Lewat sekian lama, setelah melapai terus dengan tetap rajinnya, tibalah muda-mudi ini di bongkot rotan itu, ialah puncak gunung, yang merupakan sebuah tanah datar. Hanya belum sempat Kwee Ceng
menurunkan tubuhnya Oey Yong, keduanya terkejut
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
akan mendadak mendengar suara berisik seperti batu besar jatuh di susuli jeritan kerbau berulang-ulang, di susul lagi sama bentakan satu orang.
"Heran, mengapa di atas gunung begini ada kerbau?" kata si anak muda, yang lantas lari ke arah darimana suara datang. Ia tidak sempat menurunkan Oey Yong, yang berkata: "Bukankah ada si tukang pancing, si tukang kayu, si petani dan si pelajar" Nah, kalau ada si petani mesti ada kerbaunya!"
Segera mereka mendengar lagi suaranya kerbau, dan sekarang mereka lantas melihat binatang itu, yang tengah mengangkat kepalanya, keletakannya luar biasa sekali, ialah tubuhnya terlentang di atas batu karang besar, keempat kakinya meronta-ronta tanpa dapat bangun, sedang batunya bergoyang-goyang. Di bawah batu itu dengan memasang kuda-kuda, satu orang mengangkat terbuka kedua tangannya, dipakai menampah batu itu berikut kerbaunya. Yang lebih hebat, orang itu berdiri di tempat di mana tidak ada tempat mundur lagi. Kalau tangan orang itu tak kuat menahan, kerbau dan batu itu mesti jatuh, atau orang itu ketimpa atau jatuh bersama kerbau itu, atau sedikitnya orang itu bakal patah tangan atau kakinya.
Rupanya kerbau itu lagi makan rumput, dia terpeleset dan jatuh di batu itu, lalu orang itu mencoba menolongi dengan kesudahannya mereka sama-sama terancam bahaya.
Melihat keadaan manusia dan kerbau itu, Oey Yong tertawa. Katanya: "Tadi orang baru menyanyikan lagu San Po Yang, sekarang ini lagu San Po GU!"
Lagu yang dinyanyikan si tukang kayu tadi ialah lagu "San Po Yang" atau "Kambing di atas lereng", dan si nona menyebutnya "San Po Gu", ia menukar
"Kambing" dengan "kerbau" (Gu)
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Di atas puncak itu ada sawah lebar belasan bauw yang tengah ditanami. DI pinggir sawah ada sebuah pacul. Orang yang menahan batu berikut kerbau itu bertubuh telanjang dan kakinya melesak di lumpur sebatas dengkul.
Sembari mengawasi, Oey Yong pikir kerbau itu
beratnya di atas dua ratus kati dan berat batunya tak berjauhan, maka itu bisalah dimengerti kuatnya orang itu, yang ia duga mestilah si petani yang dimaksudkan dalam suratnya Eng Kouw.
Kwee Ceng sudah lantas mengasih turun si nona, ia terus lari hendak membantui orang itu.
"Tahan, jangan kesusu!" si nona mencegah.
Tapi si anak muda itu murah hatinya, dia terus lari, tiba di samping si petani, ia berjongkok, sambil memasang kuda-kudanya, dia mengangkat kedua
tangannya guna membantu menahan batu seraya dia berkata pada orang itu: "Aku nanti menahan batu ini, kau tolong singkirkan dulu kerbau itu!"
Orang itu menurut, akan tetapi ia melepaskan dulu sebelah tangannya, yang kanan, tangan kirinya menahan terus, rupanya ia khawatir si pemuda tak kuat. Tapi anak muda itu bukan cuma menahan, ia mengangkat batu itu hingga terangkat sedikit, hingga tangan si petani terlepas dari batu. Kapan ia melihat orang cukup kuat, ia lantas molos keluar, untuk lompat naik ke sebelah atas, darimana barulah ia mau menarik kerbau itu, hanya lebih dulu daripada itu, ia mengawasi si anak muda yang datangnya tiba-tiba sekali. Segera ia menjadi heran. Ia melihat seorang bocah umur tujuh atau delapanbelas tahun. Yang aneh, orang itu menahan batu berikut kerbau tanpa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terlihat menggunai banyak tenaga. Ia menjadi heran dan bercuriga, sebab ia merasa ia sendiri sangat kuat.
Ia melihat ke bawah, ia menampak Oey Yong, seorang bocah yang lain, bahkan ia mendapatkan nona itu lesu, sebagai seorang lagi sakit.
"Sahabat, untuk urusan apakah kau datang ke mari?" ia tanya, herannya bertambah.
"Aku mao memohon bertemu sama gurumu, Tuan,"
Kwee Ceng menyahut terus-terang.
"Untuk urusan apakah?" orang itu menanya pula.
Kwee Ceng melengak, ia belum menyahut, atau
terdengarlah suaranya Oey Yong: "Kau singkirkan dulu kerbau itu, sebentar kau menanya perlahan-lahan, tak nanti kelambatan! Kalau dia keterlepasan tangan, apakah bukan kerbau dan manusia akan jatuh
bersama?" Dalam herannya, si petani berpkir: "Dua orang ini datang untuk suhu mengobati mereka, maksud mereka baik, hanya heran kenapa kedua suheng di sebelah bawah tidak melepaskan panah nyaringnya" Kalau mereka ini datang dengan membolos, terang mereka mestinya lihay. Kalau dugaanku ini benar, baiklah aku gunai ketika selagi dia tidak dapat meloloskan diri, aku tanya dulu dia biar terang?" Maka ia menanya:
"Apakah kamu datang untuk minta diobati?"
Kwee Ceng mengangguk. Ia pikir, sudah terlanjur omong sebenarnya, baiklah ia berterus-terang terus.
Melihat orang mengangguk, paras si petani
berubah. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nanti aku tanya dulu!" katanya. Dengan gerakan yang nampaknya enteng sekali, ia berlompat turun.
"Eh!" Kwee Ceng memanggil, "Kau bantui aku menurunkan dulu batu besar ini!"
"Sebentar saja aku kembali!" berkata si petani tertawa.
Melihat kelakuan orang itu, Oey Yong sudah dapat lantas menerka maksudnya. Dia mau membikin Kwee Ceng lelah, setelah itu dengan gampang dia nanti mengusir mereka berdua. Karena menduga begini, ia menyesal yang ia lagi sakit hingga ia tidak dapat membantu engko Ceng-nya itu. Tentu sekali ia
bingung, sebab tak tahu ia, berapa lama si petani bakal pergi!
"Eh, paman, mari!" ia memanggil. Ia bingung berbareng mendongkol pula.
Petani itu berhenti, ia tertawa dan berkata: "Dia bertenaga besar, buat satu jam atau tiga perempat, tidak apa, kau jangan takut!"
Ini jawaban membuat si nona gusar.
"Dengan baik hati engko Ceng menolongi padamu, kau sebaliknya hendak menyiksa," pikirnya. "Apakah kau kira sedikit waku satu jam atau seperempat itu"
Biaklah, kau perlu diberikan sedikit pengajaran?"
Demikian lantas ia mendapat pikiran, maka ia kata pula pada petani itu. "Paman, bukankah kau hendak menanyakan gurumu dulu" Itulah pantas. Tapi di sini ada sepucuk surat, dari guruku, Ang Cit Kong, untuk dihanturkan kepada gurumu itu, maka tolong kau bawa sekalian."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendengar disebutnya nama Ang Cit Kong, petani itu mengasih dengar suara terkejut. "Oh, kiranya nona muridnya Kiu Cie Sin Kay?" katanya. Terus ia menghampirkan, untuk mengambil surat yang
dimaksudkan itu. Dengan ayal-ayalan Oey Yong membuka kantung di punggungnya, ia beraksi mau mengeluarkan suratnya, tetapi ia terlebih dahulu mengambil baju lapisnya, sembari berbuat begitu, ia menoleh kepada Kwee Ceng. Mendadak ia memperlihatkan roman kaget, ia pun berteriak: "Oh, oh, celaka! Tangannya itu bakal nowah! Paman, kau tolongilah dia!"
Petani itu tercengang sebentar, lalu ia tertawa.
"Tidak apa-apa," katanya. "Mana suratmu?"
"Kau tolongi," kata Oey Yong pula. "Kau tidak tahu, sukoku itu lagi meyakinkan ilmu silat Pek-khong-ciang, kemarin ini tangannya direndam dalam air obat, belum habis latihannya itu, kalau dia menggunai tenaganya terlalu lama, tangannya itu bisa terluka?"
Oey Yong tahu dari ayahnya tentang bagaimana
Pek-khong-ciang, Tangan Memukul Udara, harus
dipelajari, maka itu, ia hendak mengakali di petani ini.
Si petani tidak paham, ilmu Pek-khong-ciang itu sebagai murid lihay, ia pernah mendengarnya dari gurunya, maka itu, mendengar perkataan si nona, ia jadi berpikir: "Kalau tanpa sebab aku mencelakakan murid Kiu Cie Sin Kay, bukan saja suhu bakal menegur aku, hatiku sendiri pun tidak enak. Sekarang ini dia datang dengan maksud baik. Hanya aku
menyangsikan si nona kecil ini, dia omong benar atau dia lagi menggunai akal liciknya untuk menipu aku agar aku membebaskan kawannya itu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong melihat orang bersangsi, ia angkat baju lapisnya dan berkata pula: "Ini baju lapis joan-wie-kah dari Tho Hoa To, yang tak menpam senjata, tolong paman mengerebongkannya di pundaknya, kalau
sudah dikerebongi, biarlah batu itu diletakkan pula di pundaknya, dengan begitu, dia tidak nanti dapat pergi, dia pun tak usah terluka. Bukankah itu bagus untuk kedua belah pihak?"
Si petani juga pernah mendengar tentang baju lapis itu, ia hanya tetap ragu-ragu ketika ia menyambuti baju itu.
Oey Yong senantiasa mengawasi orang, ia melihat orang tetap bersangsi, maka ia berkata pula: "Guruku telah mengajari aku tidak boleh aku berdusta terhadap lain orang, maka itu mana berani aku membohongi kau, Paman" Jikalau paman tidak percaya, kau
cobalah bacok beberapa kali baju lapisku ini!"
Si petani mengawasi si nona, ia mau percaya orang jujur. Ia berpikir pula: "Kiu Cie Sin Kay itu orang tua dan terhormat, kata-katanya ada kata-kata bagaikan emas atau kumala, guruku pun sangat menghargainya, sedang nona ini tak macamnya tukang mendusta?"
Karena berpikir demikian, ia lantas mencabut golok pnedek di pinggangnya, terus ia membacok baju lapis itu, sampai beberapa kali. Benar ia mendapat
kepastian, abju itu tidak rusak. Sekarang ia baru percaya benar.
"Baiklah!" katanya kemudian, "Nanti aku mengerebongkannya!"
Petani itu tidak menyangka sama sekali, bahwa walaupun roman Oey Yong sangat polos dan kekanak-kanakan, otaknya sangat tajam, dibatok kepalanya banyak akalnya. Maka ia menghampirkan Kwee Ceng,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ia meletakkan baju itu di lengan si anak muda, siap untuk dikerebongi, setelah mana ia memegang batu, untuk diangkat. Sembari berbuat begitu, ia kata: "Kau lepaskan tanganmu, kau pakai pundakmu untuk
menahan batu!" Dengan menyender pada batu, Oey Yong
mengawasi petani itu tajam-tajam, begitu lekas ia melihat orang mengangkat batu, mendadak ia
memanggil Kwee Ceng: "Engko Ceng, Hui liong cay thian!"
Kwee Ceng mendengar itu, ia mengerti maksud si nona itu. "Hui liong cay thian" itu ialah salah satu jurus dari Hang Liong Sip-pat Ciang yang berarti "aga terbang di langit". Itu pun artinya, ia harus terbang.
Maka begitu ia merasai tindihan kendor, ia menarik tangan kanannya, tangna kirinya ia loloskan di bawah tangan kanannya itu, lalu kakinya menjejak, tubuhnya melessat ke samping Oey Yong! Bukan main sebatnya ia bergerak dengan jurus "Hui liong cay thian" itu.
"Kurang ajar" maki si petani begitu lekas ia ketahui bahwa ia sudah kena ditipu mentah-mentah. Sebab dalam sekejab itu, ialah yang sekarang mesti berdiri diam menahan pula batu serta kerbaunya itu!
"Engko Ceng, mari kita pergi!" kata Oey Yong. Ia memperlihatkan roman sangat puas, sembari menoleh kepada si petani, ia berkata: "Paman, tenagamu sangat besar, kau dapat menahan batu itu untuk satu jam atau tiga perempat, tidak nanti terjadi bahaya apa-apa, kau jangan khawatir".!"
"Hai, budak cilik!" maki si petani. "Secara begini kau akali si orang tua! Kau bilang Kiu Cie Sin Kay dapat dipercaya, tapi dengan begitu kau meruntuhkan nama baiknya, kau bocah cilik!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong tidak gusar, ia bahkan tertawa.
"Apakah yang runtuh?" ia berkata. "Memang guruku itu membilangi aku bahwa aku tidak boleh berdusta akan tetapi ayahku mengatakannya memperdayakan orang bukanlah suatu perkara hebat! Karena aku suka mendengar perkataan ayahku, jadi guruku tidak dapat berbuat apa-apa atas diriku!"
"Siapa ayahmu?" tanya si petani mendongkol sekali.
"Eh, bukankah aku telah memberikan kau tetika untuk menguji baju lapisku itu?" si nona membalikkan.
"Ah, biar mampus, biar mampus!" mengutuk petani itu. "Hai, kiranya kau budak setan, kaulah anak setan perempuan dari Oey Lao Shia! Ah, kenapa aku begini tolol"!"
"Memang!" kata pula Oey Yong, tetapi tertawa.
"Kata-kata guruku memang berat bagaikan gunung, dia belum pernah mendusta, adalah sukar untuk mempelajari itu, sedang aku juga tidak berani mempelajarinya! Menurut aku, peljaran ayahkulah yang cepat!"
Lagi-lagi si nona tertawa, lalu ia menarik tangan Kwee Ceng untuk diajak pergi. Mereka mengikuti jalanan, untuk ke depan.
Kwee Ceng girang dan heran. Ia tidak mengerti kenapa Oey Yong mengakali si petani, hingga petani nitu sendiri yang memapah pula batu serta kerbaunya itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tak lama sampailah mereka di ujung jalan itu. Di depan mereka melintang sebuah jembatan bagaikan penglari batu, lebarnya kira setengah kaki, kedua ujungnya duduk di antara kedua puncak, karena ada kabut atau awan, ujungnya yang lain tak nampak.
Kalau batu itu terletak di tanah, kecil pun tak berarti, sekarang itulah sebuah jembatan, bawah itu ada jurang yang dalam, sungguh berbahaya. Dengan
melihat saja ke bawah, hati sudah ngeri.
"Sungguh pandai sekali Toan Hongya
menyembunyikan diri," kata Oey Yong menghela napas.
"Umpama ada seorang bermusuh hebat
dengannya, kalau musuh itu dapat mencari sampai di sini, mungkin sakit hatinya akan berkurang separuh"."
"Kenapa si tukang pancing mengatakan bahwa Toan Hongya sudah mati?" tanya Kwee Ceng.
"Perkataannya itu membuat hatiku tidak tentram"."
"Ya, memang mengherankan," sahut si nona.
"Melihat romannya, dia tidak berbohong. Dia juga mengatakan guru kita melihat sendiri kematian Toan Hongya itu?"
"Ah, sudahlah!" kata Kwee Ceng akhirnya. "Sudah sampai di sini, tidak bisa lain, kita mesti jalan terus"!"
Ia lantas berjongkok, untuk Oey Yong menggemblok di punggungnya, setelah mana ia berjalan cepat di jembatan batu itu. Ia menggunakan ilmu ringan tubuh
"Keng-kang Tee-ciong-sut"
Sebenarnya jembatan batu itu tidak rata dan juga licin sekali, siapa jalan dis itu, semakin perlahan, semakin banyak ketikanya untuk terpeleset dan jatuh, maka Kwee Ceng sebaliknya berjalan seperti berlari.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hanya ketika sudah melalui kira-kira delapan tombak, Oey Yong lantas teriak: "Awas, di depan itu putus!"
Kwee Ceng pun telah melihat itu, ia tidak berpikir untuk mencari tahu, kenapa bisa terjadi begitu, ia hanya menjejak, untuk mengenjot tubuh, maka dilain saat ia sudah berlompat ke seberang.
Oey Yong tidak menghiraukan lagi kematian, ia cuma merasa perbuatan si anak muda sangat
berbahaya. Selewat dari situ, ia tertawa. Ia kata:
"Engko Ceng, terbangmu masih tetap kalah dengan si rajawali!"
Nyatanya jalanan terputus itu, tetapi ada
sambungannya pula, bukan hanya ada satu itu,
sebaliknya bahkan ada tujuh rintasan, tetapi ketujuh-tujuhnya dapat dilewati Kwee Ceng, maka dilain saat tibalah mereka di ujung jembatan yang terakhir, yang terputusnya agak lebar. Habis itu barulah tampak sebidang tanah datar. Di situ terdengar suara orang membaca kitab.
Kwee Ceng menghentikan tindakannya. Ia
mengawasi bagian yang terputus itu, yang lebarnya beberapa tombak lebih. Tepat di atas tanah itu, yang ceglok, di situ ada seorang yang berdandan sebagai pelajar duduk bersila, tangannya memegang buku, mulutnya membaca. Surat bacaan tadi keluar dari mulut dia ini. Di belakangnya ada sebuah lagi jalan yang putus dan ceglok.
"Sukar?" si anak muda mengeluh. "Tidak sukar aku melompat ceglokan ini hanya di situ bercokollah si pelajar ini! Mana dapat aku melompati dia" Kalau tidak, di sini tidak ada jalan lain" Di mana aku mesti menaruh kakiku?" Terpaksa ia berkata: "Paman aku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang muda mohon bertemu dengan gurumu, maka itu, tolong paman memimpin aku menemuinya."
Pelajar itu tidak menyahut, mungkin dia tidak mendengar, sebab dia lagi asyik sekali membaca kitabnya, sambil kepalanya digoyang-goyangkan.
Lagi sekali Kwee Ceng mengajaknya bicara,
suaranya dikeraskan, tetapi masih si pelajar diam saja.
"Yong-jie, bagaimana?" akhirnya Kwee Ceng tanya pada kawannya.
Oey Yong tidak lantas menjawab. Ia memperhatikan tempat di mana di pelajar dudukl. Di situ mereka tidak bisa bertempur, sebab salah satu atau dua-duanya tentu akan celaka. Pula, taruh kata mereka menang, kemenangan itu tidak ada artinya. Bukankah mereka datang untuk memohon sesuatu" Mana dapat mereka mencelakakan orang" Maka atas pertanyaan Kwee Ceng itu, ia mengerutkan alisnya. Dari apa yang ia dengar, si pelajar lagi membacakan kitab Loen Gie, terang dan lancar suaranya.
"Untuk membikin dia membuka mulutnya, tidak ada lain jalan daripada membuat hatinya panas." Kemudian nona ini membuka berpikir. Maka berkatalah ia mengejek: "Biarpun Loen Gie dibaca beribu kali putar balik, kalau tak mengerti maksud Guru Besar Khong Coe tentang peribudi besar toh percuma!"
Pelajar itu tampak terkejut, ia mengangkat
kepalanya. "Apakah itu peribudi besar?" tanyanya. "Aku mohon pengajaran."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong memandang pelajar itu, yang usianya
limapuluh lebih, yang kepalanya ditutup dengan kopiah sabuk Siauw-yauw-kin, tangannya memegang kipas dan jenggotnya panjang. Dia benar mirip seorang pelajar.
"Apakah kau tahu ada berapa banyak murid Khong Coe?" ia menanya, suaranya tetap dingin, tertawanya mengejek.
"Apakah sukarnya?" jawab pelajar itu dengan tertawa. "Murid Khong Coe ada tiga ribu orang dan yang paling pandai tujuhpuluh dua!"
"Dari tujuhpuluh dua murid itu, orangnya ada yang tua dan ada yang muda," kata si nona. "Tahukah kau, berapa yang tua dan berapa yang muda?"
Pelajar itu tercengang. Di dalam kitab Loen Gie hal itu tak dibicarakan, dan di kitab-kitab lain pun tidak dicatat.
"Aku mengatakan kau tidak mengerti bunyinya kitab, apakah aku salah?" tanya Oey Yong disengaja.
"Tadi aku mendengar kau membaca, yang dewasa lina enam orang dan yang bocah enam tujuh orang.
Bukankah lima kali enam menjadi tigapuluh orang"
Bukankah enam kali tujuh menjadi empatpuluh dua"
Jadi yang muda itu empatpuluh dua orang" Bukankah kalau kedua jumlah itu dijumlah lagi. semuanya jadi berjumlah tujuhpuluh dua" Hm! Kau belajar tetapi tanpa berpikir, hm, sungguh celaka!"
Pelajar itu tahu orang merebut alasan dengan
dipaksakan, tanpa merasa, ia tertawa. Meskipun demikian, ia kagum akan kecerdikan si nona.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nona kecil, kau sungguh pandai!" katanya. "Aku kagum kepadamu! Kamu hendak mencari guruku,
untuk urusan apakah itu?"
Oey Yong berpikir dengan cepat: "Jikalau terang terang aku memberitahukan, bahwa aku hendak minta diobati, pasti dia menggunakan segala macam cara untuk menghalang-halangi. Tapi pertanyaan ini juga tidak dapat tidak dijawab. Baiklah, dia membaca kitab Loen Gie, baik kejejal dia dengan ujar-ujar Khong Coe juga!" Maka ia tertawa dan menyambut: "Nabi itu tidak dapat aku menemuinya, maka dapat menemui kuncu juga bolehlah! Jikalau ada sahabat yang datang dari tempat yang jauh, bukankah itu menggirangkan?"
Pelajar itu dongak, ia tertawa lebar.
"Bagus, bagus!" katanya. "Sekarang aku hendak mengajukan tiga pertanyaan padamu, jikalau kau dapat menjawabnya, akan aku membawa kau kepada guruku, jikalau ada satu saja yang kau tidak mampu menjawabnya, maka persilahkan kamu berdua pulang kembali!"
"Ah, hebat, hebat!" Oey Yong mengeluh. "Aku tidak pernah membaca banyak kitab, jikalau pertanyaanmu sulit, sungguh aku tidak dapat menjawabnya?"
"Tidak sukar, tidak sukar!" si pelajar tertawa. "Di sini ada sebuah syair, yang melukiskan tentang diriku, untukmu cukup kau menjawabnya dengan mempat
huruf. Kau coba saja!"
"Baik!" si nona menjawab. "Jadi inilah tebak-tebakan! Teka-teki itu menarik hati! Silahkan kau menyebutnya!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Si pelajar mengurut kumisnya, ia membaca; "Enam kitab telah lama penah di dada, satu pedang sepuluh tahun digosok di tangan?"
"Aha!" memuji Oey Yong sambil mengulur lidah,
"Inilah namanya Bun Bu Coan Cay! Sungguh hebat!"
Ia memotong untuk memuji orang pandai dua-dua dalam ilmu surat (bun) dan silat (bu)
Si pelajar tertawa, ia melanjuti: "Di atas bunga Heng ada satu batang melintang, karena khawatir rahasia langit nanti bocor janganlah membuka Mulut. Satu titik bertumpuk-tumpuk besar bagaikan gantang, menutupi Setengah pembaringan hingga tak nampak apa-apa.
Habis nama lalu menanti menggantung kopiah untuk pulang. Tahukah tuan asal-usul diriku ini?"
Oey Yong segera berpikir. Ia lantas memegang
pokok pertanyaan itu: "Habis nama lalu menanti menggantung kopiah untuk pulang. Tahukah tuan asal-usul diriku ini?"
"Kalau melihat romannya, dulunya ia mesti seorang menteri di dalam pemerintahan Toan Hongya,"
demikian pikirnya. "Kemudian ia menggantung kopiahnya, dia meninggalkan pemerintahan,
mengundurkan diri untuk tinggal menyembunyi di gunung atau rimba. Apakah sukarnya teka-teki ini?"
Maka ia lantas menjawab: "Huruf Enam itu kalau di bawahnya ditambah satu satu huruf Satu ditambah lagi huruf Sepuluh, itu jadinya huruf Sin. Huruf Heng itu kalau di atasnya ditambah Satu huruf yang melintang dan dibuang huruf Mulut dibawahnya, maka jadilah huruf Bie. Setengah Pembaringan itu kalau ditukar dengan huruf Besar dengan huruf besar itu ditambah Satu titik di atasnya, itulah huruf Cong. Kalau huruf Habis itu di buang kopiahnya, ialah atasannya, maka jadilah dia huruf Goan. Jadi semua itu bunyinya ialah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sin Bie Conggoan! Maaf, maaf, kiranya aku
berhadapan sama yang mulia Sin-bie Conggoan!"
Pelajar itu terbengong. Ia mengganggapnya teka-tekinya itu sulit. Atau taruh kata orang dapat menjawabnya, mesti lewat dulu sekian lama, tidak sedemikian cepat. Dua orang itu berada di jembatan tunggal itu, meski si pemuda lihay, tidak nanti ia sanggup menggendong orang berdiam lama-lama di situ, ia menyangka mereka bakal tahu diri dan mundur sendirinya. Siapa sangka, Oey Yong telah
menjawabnya cepat luar biasa, seperti tanpa mikir lagi.
Oleh karena ini, karena si nona cerdas luar biasa, ia lalu memikir untuk mengajukan pertanyaan yang sukar. Ia lantas memandang ke sekitarnya. Di
pinggiran gunung ia menampak sekumpulan semacam pohon palem, yang daunnya bergoyang-goyang
mengikuti tiupan angin, bagaikan kebutan kipas.
Sebagai seorang conggoan- tamatan tertinggi dari Hanlim Academy - ia lantas mendapat pikiran. Maka ia menggoyang-goyangkan kipasnya, terus ia berkata:
"Aku ada mempunyai sebuah syair bagian atasnya, aku minta nona suka tolong menyambungi bagian bawahnya."
Oey Yong meleletkan lidahnya.
"Oh, inilah yang dinamakan twie dan twie ini tak demikian menarik hati seperti teka-teki!" katanya. "Tapi baiklah, silahkan kau menyebutkannya!"
Bab 62. It Teng Taysu Pelajar itu menunjuk dengan kipasnya ke kumpulan pohon palem itu, ia membacakan syairnya itu, atau lian, yang dikatakan bagian atasnya: "Sang angin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meniup-niup pohon palem, bagaikan seribu tangan menggoyang-goyang sang kipas."
Syair itu di satu pihak menggambarkan
pemandangan alam - ialah yang pohon, di lain pihak menunjuki juga hal dirinya si pelajar - ialah kipasnya, maka Oey Yong lantas berpikir: "Tidak dapat aku menjawab dia dengan hanya menunjuk serupa benda, mesti juga ada arti yang merangkap di dalamnya." Ia lantas memandang ke sekitarnya, hingga ia melihat di depannya, di tanah datar, sebuah bangunan sebagai kuil atau biara, di depan mana ada sebuah
pengempang teratai. Ketika itu bulan ke tujuh hampir habis, daun teratai sudah kering kebih dari
separuhnya. Lalu ia tertawa dan berkata: "Jawabanku itu untuk menyambungi sudah ada hanya aku khawatir aku berbuat salah terhadap kau, paman, jadi tidak leluasa untuk aku mengatakannya"."
"Tidak apa, kau sebut saja!" menyahut si pelajar.
"Jangan kau gusar, paman?"
"Tentu sekali tidak."
Oey Yong menunjuk kepada kopiah siauw-yauw-kin di kepala pelajar itu.
"Baik?ah!" katanya. "Sambunganku bagian bawah dari syairmu itu ialah: 'Diantara daun teratai separuh kering, satu memedi kaki tunggal memakai siauw-yauw-kin."
Mendengar itu, si pelajar tertawa terbahak-bahak.
"Bagus, bagus!" ia memuji. "Bukan saja jawabannya sangat tepat juga itu dijawabnya cepat sekali."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng mengawasi ke daun-daun teratai di
pengempang itu, ia melihat ada selembar daun hampir kering yang duduknya begitu rupa hingga mirip dengan satu setan satu kaki yang memakai kopiah siauw-yauw-kin itu! Maka ia juga tertawa.
"Hus, hus, jangan tertawa!" kata si nona pada kawannya. "Tungkulan kau tertawa, kakimu bisa terpeleset, nanti kita berdualah yang bakal menjadi si setan-setan yang tidak memakai kopiah siauw-yauw-kin itu!"
Si pelajar sendiri sementara itu tengah berpkir. "Dia tidak dapat dirobohkan dengan twie yang umum saja, dia mesti menyaksikan yang sangat sukar." Lalu ia ingat halnya di masa bersekolah, gurunya pernah memberikan ia twie yang sudah puluhan tahun belum pernah ada lain orang yang dapat menimpalinya. Ia hendak mencoba ini. Ia kata: "Sekarang aku mempunyai satu lian lagi, aku minta nona kecil menimpalinya. Inilah Kim Sek pie pee, delapan raja besar semua serupa kepalanya."
Mendengar itu tanpa merasa Oey Yong tercengang.
Kim sek pie pee itu, ialah alat-alat tetabuhan semacam gitar, memang semua empat-empat hurufnya
berkepala dengan huruf-huruf Ong = Raja di atasnya.
Inilah benar-benar syair atau lian yang sulit untuk ditempeli (twie).
Si pelajar mengawasi orang, senang hatinya
menampak si nona menghadapi kesulitan. Ia lantas berkata: "Lian bagian atas ini memangnya sukar, aku sendiri tidak dapat menimpelinya dengan pasti, hanya karena kita sudah omong terlebih dahulu, umpama kata nona tidak dapat menempalinya, seperti janji kita, silahkan kamu kembali saja!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Justru orang "mengusir" justru Oey Yong mendapat pikiran. Ia tertawa.
"Untuk menimpali itu, tidaklah sukar!" katanya.
"Hanya aku merasa kurang enak di hati menyebutkan itu. Tadi saja aku telah berbuat salah terhadap paman, sedang sekarang aku bakal menyinggung berbareng kamu berempat si tukang pancing, si tukang kayu, si petani dan palajar."
Pelajar ini tidak mempercayai orang.
"Untuk menimpali saja sudah sukar sekali, apapula dengan sekaligus mengenai empar orang," pikirnya.
"Benarkah itu?" Lalu ia membilang: "Asal kau dapat menimpali dengan tepat, bergurau sedikit tidak apa!
Si nona tertawa. "Kalau paman bilang begitu, baiklah, lebih dulu aku minta maaf!" katanya. "Sambungannya lian paman itu ialah: Ci Bie Bong Liang, ialah empat setan cilik dengan masing-masing ususnya!"
Cie bie bong liang itu ialah setan hutan, setan gunung, setan tukang makan batok kepala orang dan peri, semua empat huruf berpokok dengan huruf Kwie
= Setan. Mendengar itu, si pelajar terperanjat, lekas-lekas ia berbangkit untuk untuk menjura dalam seraya
tangannya dikibaskan. "Aku menyerah, Nona," katanya.
Oey Yong pun lekas-lekas memberi hormat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jikalau bukannya paman beramai sangat
bersungguh-sungguh menghalang-halangi kami
berdua mendaki gunung, sebenarnya juga lian paman ini sangat sukar untuk dijawab!"
"Hm!" si pelajar bersuara seraya ia lantas minggir.
"Silahkan!" katanya. Ia memutar tubuh dan berlompat dari tempat menghadangnya itu.
Kwee Ceng mendengar pembicaraan orang dengan
perhatian, ia sebenarnya khawatir Oey Yong gagal, maka bukan main girangnya ia mengetahui si nona menang, segera ia berlompat, mulanya di tempat bekas si pelajar, lalu terus ke rintangan lainnya yang paling belakang.
Melihat orang menggendong tetapi gerakannya
demikian hebat, si pelajar menghela napas sendirinya dan di dalam hatinya ia berkata: "Aku bangga atas kepandaianku ilmu surat dan ilmu silat, sekarang ternyata, dalam ilmu surat aku tak ada seperti si nona, dalam ilmu silat tak ada seperti si pemuda, sungguh aku mesti malu?" Ketika ia melirik kepada si nona, nyata sekali nona itu sangat girang akan
kemenangannya, rupanya ia memikir ia telah
merobohkan satu conggoan. Maka ia pikir, "Baiklah aku ganggu dia, supaya ia jangan terlalu girang." Maka ia lantas berkata: "Nona, meskipun ilmu suratmu lihay, tetapi di dalam halnya prilaku, kau ada cacadnya."
Oey Yong tertawa. "Di dalam hal ini aku minta petunjukmu," ia bilang.
"Bukankah di dalam kitab Beng Coe ada bilang, yang dibilang adat-istiadat ialah pria dan wanita tak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dapat saling bersentuh tangan?" katanya si pelajar.
"Sekarang lihat sendiri, Nona adalah seorang gadis dan dengan engko kecil ini, kamu bukanlah suami-istri, maka kenapa nona membiarkan ia menggendong
padamu" Beng Hoe-coe membilang, cuma kalau sang ipar perempuan kelelap maka sang ipar lelaki dapat menolongnya. Nona ini tidak kelelap, Nona pun bukan iparnya engko kecil ini, kenapa dia menggendong Nona" Itulah sangat besar melanggar adat-istiadat."
Mendengar sindiran atau ejekan ini Oey Yong
berpikir: "Hm! Engko Ceng toh sangat baik denganku.
Memang dialah bukan suamiku, suko Liok Seng Hong membilang demikian, sekarang ini conggoan
membilang demikian juga?" Ia tidak suka mengalah, maka sambil mainkan mulutnya, ia berkata: "Beng Hoe Coe itu memang paling suka mengaco-belo! Dapatkah kau percaya kau percaya kata-katanya itu?"
Mendengar demikian, si pelajar menjadi gusar. ia tidak senang Beng Hoe Coe dikatakan mengaco-belo.
Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Beng Hoe Coe ialah seorang nabi, seorang rasul, mengapa kata-katanya tak dapat dipercaya?" dia tanya keras.
Oey Yong kata tertawa, bagaikan bersenandung, ia kata: "Seorang pengemis mana mempunyai dua istri"
Seorang tetangga mana mempunyai demikian banyak ayam" Di jaman itu masih ada kaisar dari kerajaan Ciu, kenapa orang mesti omong banyak dengan raja-raja Gui dan Cee?"
Mendengar kata-kata si nona, pelajar itu berdiri menjublak. Ia mengetahui baik sekali kata-kata nona ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apa yang disebutkan Oey Yong adalah syair karya ayahnya sendiri. Oey Yok Su pintar akan tetapi tabiatnya aneh, maka itu, sering ia membuat syair dengan apa ia mengejek Khong Coe dan Beng Coe.
Kalau bukan begitu, dialah bukan Tong Shia di Sesat dari Timur.
Beng Coe itu pernah bercerita dari halnya seorang dari negeri Cee mempunyai seorang istri serta seorang gunidk, toh untuk hidupnya, ia pergi mengemis sisa sayur dan nasi dingin, dan halnya seorang yang setiap hari mencuri seekor ayam tetangganya. Dua cerita itu disyairkan dengan maksud akan dipakai menipu orang.
Tentang yang lainnya: jaman itu ialah jaman perang antara negara (Cian Kok), itu masih ada raja dari kerajaan Ciu, maka itu Tong Shia menanya, kenapa Beng Cu bukannya menunjang raja Ciu, dia hanya pergi kepada raja muda Liang Hui Hong dan Cee Soan Ong kepada siapa Beng Cu meminta pangkat" Tong Shia menganggapnya itu bertentangan sama
prilakunya seorang nabi atau rasul.
Pelajar ini berpikir: "Si orang negeri Cee dan si tetangga itu cuma cerita, cuma cerita, perumpamaan saja, hanya yang mengenai Beng Coe itu, mungkin Beng Coe sendiri di alam baka sukar menjawab?" Ia melirik pula si nona, ia berpikir lagi: "Dia masih begini muda, kenapa dia begini cerdik?"
Meski apa yang ia pikir itu, si pelajar membungkam.
Ia hanya memimpin dua muda-mudi itu. Ketika
melewati pengempang, ia memandang kepada daun teratai yang tadi disebutkan si nona itu, kemudian ia melirik kepada si nona. Oey Yong tertawa dan
melengos! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tidak lama sampailah mereka di kuil, si pelajar mengundang kedua tetamunya masuk ke kamar
sebelah timur, di mana lantas ada kacung pendeta yang menyuguhkan the.
"Jiewi, harap tunggu sebentar, hendak aku mengabarkan guruku," kata si pelajar.
"Eh, tunggu dulu," berkata Kwee Ceng. "Itu paman petani, di lereng gunung di tengah menahan batu yang ada kerbaunya, dia tidak dapat meloloskan dirinya, baiklah paman pergi menolong dia."
Mendengar ini, si pelajar kaget. Hingga tanpa bilang apa-apa lagi, dia lantas lari keluar.
"Nah, lekaslah buka itu kantung yang kuning!" kata Oey Yong kepada kawannya.
"Ah," kata si pemuda, "Kalau kau tidak menyebutnya, pasti aku lupa." Ia lantas mengeluarkan kantung kuning itu, untuk memerika isinya. Itulah kertas putih tanpa huruf, hanya ada gambar, yang meggambarkan seorang India yang menjadi raja, dengan pisau raja itu telah memotongi dagingnya hingga tak ada tubuhnya yang utuh, sedang darahnya berhamburan. Di depan raja ini ada sebuah dacin, alat peranti menimbang: di ujung yang satu ada seekor burung dara putih dan di sebelah yang lain ialah dagingnya itu. Daging lebih banyak, burung dara lebih kecil, tetapi buktinya, burung dara lebih berat. Di samping dacin ada seekor burung elang, yang
romannya sangat bengis. Sekian lama Oey Yong mengawasi gambar itu, ia tidak mengerti maksudnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwee Ceng pun tidak tahu apa artinya itu, karena si nona diam saja, ia turut berdiam. Maka ia gulung gambar itu, utuk dipegangi dengan digenggam.
Tidak lama terdengar tindakan kaki yang berat dan berisik, lalu nampak si petani datang dengan dipegangi si pelajar, romannya sangat gusar. Rupanya ia mendongkol sebab kena diakali hingga ia seperti tersiksa. Dia terus dibawa masuk ke dalam kuil.
Selang tak lama, muncullah satu kacung pendeta.
Dia memberi hormat dengan merangkpa kedua
tangannya. Ia menanya. "Jiewi datang dari tempat yang jauh, entah ada urusan apa?"
"Kami sengaja datang untuk mohon menghadap Toan Hongya," Kwee Ceng menyahuti. "Kami minta tolong agar kedatangan kami disampaikan."
Pendeta itu merangkap kedua tangannya.
"Toan Hongya sudah lama tak ada lagi di dalam dunia ini, maka sayang sekali, jiewi telah bercapai lelah tanpa ada hasilnya. Silahkan dahar dulu, sebentar nanti siauw-ceng mengantarkannya turun gunung."
Kwee Ceng berdiam, karena ia kecele sekali
mendapat jawaban itu. Tidak demikian dengan Oey Yong, yang telah melihat kuil itu dan sekarang si pendeta cilik ini. Ia menduga sesuatu. Ia mengambil gambar dari tangannya Kwee Ceng, ia kata: "Aku telah mendapat luka parah, sengaja aku datang ke mari untuk minta gurumu suka menolongi, dari itu sehelai kertas ini tolong kau menyampaikannya kepada
gurumu itu." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kacung itu menerima, ia tidak berani membuka
gambar itu, hanya setelah memberi hormat, ia masuk ke dalam. Tapi tidak lama ia keluar pula, sembari menurunkan alisnya, sambil memberi hormat, ia berkata: "Silahkan jiewi masuk."
Itulah undangan, maka Kwee Ceng menjadi girang sekali. Ia lantas pegangi Oey Yong, untuk diajak mengikuti kacung itu.
Kuil itu kecil tetapi dalam. Kwee Ceng berdua Oey Yong jalan di satu jalanan batu hijau yang lecil melewati sebuah tempat di mana ada ditanam banyak pohon bambu, yang daunnya lebat, keadaannya sunyi dan tenang, hingga siapa berada di situ, ia tentunya terpengaruh suasana kesucian. Di dalam rimba bambu itu terlihat sebuah rumah batu terdiri dari tiga ruang. Si kacung pendeta lantas membuka pintu, untuk
mempersilahkan kedua tetamunya masuk ke dalam. Ia berdiri di pinggaran dengan sikapnya yang sangat menghormat.
Kwee Ceng girang. Ia bersenyum kepada pendeta itu, sebagai tanda terima kasihnya. Bersama Oey Yong, ia jalan berendeng masuk ke dalam.
Di atas meja kecil ada pedupaan dari kayu garu. Di kedua samping itu ada berduduk masing-masing
seorang hweeshio atau pendeta. Yang satu mukanya hitam, hidungnya mancung, matanya dalam. Dialah seorang India. Yang lainnya, yang bajunya kasar, mempunyai alis putih yang panjang, ujung alisnya meroyot turun di ujung matanya. Wajah pendeta ini menunjuk ia murah hati, benar sinar matanya rada guram, mungkin tercampur kedukaan, tetapi umumnya dia halus dan agung. Si pelajar dan si petani berdiri di belakang pendeta alis panjang ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong bertindak tanpa sangsi lagi. Ia menarik tangan Kwee Ceng, untuk menghampirkan pendeta itu, sambil membungkuk ia berkata: "Teecu Kwee Ceng bersama Oey Yong menghadap Supee."
Kwee Ceng terkejut mendengar nona itu memanggil supee atau paman guru, meski begitu tanpa bersangsi lagi dia menekuk kedua kainya untuk mengangguk sampai empat kali.
Pendeta alis panjang itu bersenyum, ia bangun untuk berdiri, tangannya diulur mengasih bangun pada mereka itu. Ia pun tertawa dan berkata: "Saudara Cit telah mendapatkan murid yang baik sekali dan
saudara Yok mendapatkan anak yang manis! Menurut katanya mereka ini?" ia menunjuk kepada si petani dan si pelajar, "Lihay ilmu surat dan ilmu silat kamu berdua, jauh melebihkan murid-muridku yang bodoh itu. Haha, sungguh kamu berdua harus diberi selamat!"
Mendengar suara itu, Kwee Ceng merasa pasti
orang adalah Toan Hongya, maka ia heran kenapa seorang raja boleh berubah menjadi hweeshio dan heran juga bahwa Toan Hongya dikatakan sudah mati, toh orang masih hidup segar-bugar. Pula ia heran yang Oey Yong lantas mengetahui pendeta itu adalah Toan Hongya sendiri.
Lalu terdengar si pendeta menanya Oey Yong:
"Apakah ayahmu dan gurumu mu baik-baik semua"
Ketika dulu hari kita berapat di gunung Hoa San di mana kita merundingkan ilmu pedang bersama
ayahmu, ayahmu itu masih sebatang kara, siapa sangka baru berpisah dua puluh tahun, dia telah mendapatkan satu anak perempuan yang cantik dan pintar! Apakah kau ini mempunyai saudara tua dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
muda, enci atau adik" Dan kakek luarmu itu, dia orang gagah yang manakah?"
Ditanya begitu, matanya Oey Yong menjadi merah.
"Ibuku cuma melahirkan aku seorang," sahutnya.
"Ibu pun telah meninggal semenjka siang-siang. Siapa itu kakek luarku, aku tidak tahu?"
"Oh," kata pendeta itu, yang dengan perlahan menepuk pundak orang, sebagai tanda menghibur.
"Aku telah bersemadhi tiga hari dan tiga malam, baru saja aku pulang. Apakah kamu sudah lama menunggu aku?"
Oey Yong berpikir: "Dilihat dari sikapnya ini, dia sangat menyukai kami. Maka mungkin di sepanjang jalan tadi, yang menyulitkan kami adalah bisanya muridnya itu?" Karena itu, ia lekas menyahut: "Teecu juga baru tiba. Syukur beberapa paman telah
mempersulit di tengah jalan, kalau tidak, tentulah kami sudah tiba semenjak tadi-tadi, hingga dengan supee tengah bersemadhi mungkin tibanya kami akan sia-sia belaka."
Mendengar itu, si pendeta tertawa riang.
"Mereka itu sangat khawatir aku bertemu sama orang luar," katanya. "Sebenarnya, bukankah kau bukannya orang luar" Ah, anak, muridmu tajam sekali, dasar turunan! Baiklah kamu ketahui, Toan Hongya sudah tidak ada lagi dalam dunia ini, sekarang aku dipanggil It Teng Hweesio. Gurumu ketahui ketika aku mulai menganut agama, ia menyaksikannya, ayahmu mungkin belum mengetahuinya."
Baru sekarang segala apa terang bagi Kwee Ceng.
Toan Hongya telah menjadi Hweeshio, dia memakai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
nama It Teng itu, pantas dia dikatakan sudah menutup mata. Memang siapa menyucikan diri, dia bagaikan menjelma pula. "Suhu mengetahui tentang supee ini, kalau suhu menyuruh kita ke amri, tidak nanti ia menyebut pula Toan Hongya, hanya It Teng Taysu."
Maka itu, benar-benar Oey Yong cerdik sekali, ia lantas dapat menerka!
"Memang juga ayah tidak tahu," berkata Oey Yong.
"Benar," It Teng pun bilang sambil ia tertawa.
"Tentang gurumu itu, mulutnya itu lebih banyak yang masuk, sedikit yang keluar, yang dimakan banyak, yang dibicarakan sedikit, maka itu urusan aku si pendeta tua tentulah dia tak suka bicarakan itu sama lain orang. Kamu datang dari tempat jauh, kamu sudah dahar atau belum" Ah"." Mendadak pendeta ini terkejut, lalu ia menarik tangan Oey Yong ke depan pintu di mana ia mengawasi dengan tajam, di sinar matahari. Di sini dia nampak seperti kaget.
Kwee Ceng benar tak gelap pikirannya tetapi
tahulah ia bahwa It Teng Taysu tentu telah mendapat lihat sakitnya Oey Yong, maka itu, hatinya jadi sangat pedih, lantas saja ia menjatuhkan diri di depan pendeta itu, berulang-ulang ia mengangguk.
It Teng meluncurkan sebelah tangannya, akan
mengangkat bangun bocah itu.
Kwee Ceng merasakan satu tenaga besar
membentur tangannya, ia tidak berani menentang itu, ia lantas mengikuti, maka ia berbangkit dengan perlahan-lahan. Sembari bangun, ia berkata: "Teecu mohon supee suka menolongi jiwanya sumoy ini?"
It Teng mengangkat si anak muda dengan
mengandung dua maksud, satu untuk mengasih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bangun benar-benar, yang lain guna mencoba tenaga dalam bocah itu. Umpama Kwee Ceng melawan, tidak nanti ia membikin orang terluka atau terpelanting, di dalam hal itu, ia pandai mengendalikan tenaganya.
Sebaliknya, meskipun Kwee Ceng mengikuti, ia
merasa bahwa anak muda ini juga pandai
mengendalikan tenaganya, maka itu ia menjadi kagum.
"Saudara Cit mendapat murid yang bagus sekali,"
pikirnya. "Pantas murid-muridku kalah?"
Sementara itu, habis orang berkata, Kwee Ceng kaget sekali. Mendadak ia merasa tubuhnya kena tertarik hingga ia maju satu tindak, ketika ia mencoba menahan diri, mukanya menjadi merah tahu benar lihaynya pendeta tua itu. Sebenarnya ia menduga It Teng sudah berhenti menguji padanya, ia
mengendorkan diri seperti wajar, tidak tahunya, ia diuji terus. Sekarang ia menginsyafi benar lihaynya Tong Shia dan See Tok, Lam Tee dan Pak Kay.
It Teng dapat melihat sinar mata anak muda itu, ia heran dan kagum, ia menepuk perlahan pundak orang, sembari tertawa ia kata: "Anak, kau telah mempunyai kepandaianmu ini, sungguh inilah dukar didapat."
Dilan pihak, pendeta ini masih belum melepaskan tangannya yang satu lagi yang memegangi tangan Oey Yong, maka ia lantas menoleh kepada si nona.
Hanya kali ini ia tidak lagi tertawa hanya bersenyum, cuma dengan sungguh-sungguh dengan perlahan
sekali, ia bilang: "Anak, jangan kau takut, kau tetapkan hatimu."
Lalu ia menuntun nona itu, untuk dikasih duduk.
Oey Yong sangat bersyukur. Seumurnya belum
pernah ia merasa orang perlakukan ia begini manis
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan halus, tidak juga ayahnya yang aneh itu. Ayahnya itu menyayangi ia, tetapi sikap mereka berdua mirp sahabat erat, tidak pernah si ayah menunjuk tegas cinta kasihnya seorang ayah sebagaimana umumnya.
Maka itu, tanpa merasa, ia menangis.
"Jangan menangis, anak yang baik, jangan menangis," It Teng menghibur. "Tubuhmu sakit, bukan" Nanti supeemu mengobati kau hingga
sembuh." Hanyalah semakin halus ia pendeta berbicara,
semakin sedih hatinya si nona, hingga ia menangis tersedu-sedu tak hentinya.
Kwee Ceng girang mendengar It Teng memberi
janjinya itu, tetapi kebetulan ia mengangkat kepalanya dan melihat si petani dan si pelajar, ia terkejut. Dua orang itu memandang dia dengan wajah bermuram durja tanda dari kemurkaan. Ia berpikir: "Kami bisa masuk sampai di sini, semua itu mengandal kepada kecerdikannya Oey Yong, yang pandai menggunai tipu daya, tidak heran, selagi It Teng Taysu begini baik, kenapa keempat muridnya menggunai segala jalan untuk menghalang-halangi kami?"
Pemuda ini baru berhenti berpikir ketika ia
mendengar It Teng menanya Oey Yong. Katanya:
"Anak, bagaimana caranya kau terluka, dan bagaimana jalannya hingga kau dapat masuk ke mari, coba kau tuturkan pada supeemu."
Oey Yong memberikan keterangan bagaimana ia
terlukakan Khiu Cian Jin, yang mula ya ia tidak tahu ada yang tulen dan ada yang palsu, karena
kesangsiannya itu, ia mandah saja kasih dirinya dihajar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendengar disebutknya nama Khiu Cian Jin, It
Teng Taysu itu mengerutkan alis, hanya sejenak, lalu ia dapat bersenyum pula, ia nampak tenang seperti biasa.
Oey Yong si cerdik bicara sambil diam-diam
memperhatikan si pendeta itu, maka air muka orang itu tidak lolos dari pandangan matanya yang tajam. Begitu ketika ia menutur sampai di bagian mereka bertemu Eng Kouw di rimba rahasia dan rawa lumpur hitam, ia juga mendapatkan si pendeta itu berubah lagi
romannya, si pendeta seperti tengah mengenang peristiwa lama. Karena ini, ia menunda penuturannya itu.
"Kemudian bagaimana?" tanya It Teng, yang menghela napas.
"Kemudian kami sampai di kaki gunung," melanjuti Oey Yong yang terus menceritakan bagaimana
mereka dipersulit si tukang pancing, tukang kayu, yang memberi mereka lewat dengan gampang, sebaliknya, mengenai tiga yang lain, ia sengaja menambah-nambahkan hingga si petani dan pelajar mendongkol bukan buatan.
"Yong-jie, jangan omong sembarangan," beberapa kali Kwee Ceng campur bicara. "Paman-paman itu tak ada sedemikian galak"."
Oey Yong berani bicara begitu rupa, karena ia tahu, di depan gurunya, mereka itu tidak nanti berani berbuat sesuatu atas dirinya. Ia memang sengaja hendak mengocok isi perut mereka itu.
"Anak-anak itu benar perbuatannya kurang bagus terhadap anak-anak kecil," kata It Teng kemudian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Biarlah sebentar aku menyuruh mereka
menghanturkan maaf kepada kamu."
Oey Yong melirik dua murid itu, selagi ia bercerita terus sampai ia memasuki kuil ini, akhirnya ia tambahkan. "Begitulah teecu lantas memberikan gambar itu untuk supee periksa. Sedari itu waktu, baru mereka tidak berani menghadang kami lagi."
It Teng nampaknya heran. "Eh, gambar apakah itu?" ia tanya.
"Itulah gambarnya burung elang, burung dara dan daging yang dipotong," menyahut si nona.
"Kau serahkan itu pada siapa?" It Teng tanya pula.
Belum lagi Oey Yong menyahuti, si pelajar telah merogoh sakunya dan mengeluarkan gambar itu.
"Gambar itu ada pada teecu, suhu," ia berkata.
"Tadi suhu belum selesai bersemadhi, gambar itu teecu tidak berani lantas menyerahkannya."
It Teng menyambuti gambar itu.
"Lihatlah!" katanya. "Jikalau kau tidak menyebutkannya, mana aku bisa melihat ini?" Ia membuka gambar itu perlahan-lahan, terus ia lihat.
Cuma sekelebatan, ia lantas tertawa dan kata:
"Kiranya orang khawatir aku tidak suka menolong kau, maka ia menggunai gambar ini untuk membangkitkan kemendongkolanku, agar hatiku menjadi panas.
Tidakkah dengan begitu ia jadi memandang enteng sekali kepada aku si pendeta tua?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oey Yong tidak menjawab, ia hanya melirik si petani dan pelajar, hingga ia kembali melihat muka orang suram, agaknya hati mereka cemas dan tetap
mendongkol. Ia menjadi heran sekali. Ia tanya dirinya sendiri: "Kenapa mereka tak senang mendengar It Teng Taysu berniat mengobati aku" Kenapa mereka seperti menghendaki kematianku" Adakah itu
disebabkan obatnya ada obat dewa?" Ia mengawasi pula si pendeta, yang lagi memperhatikan gambar itu, yang bahkan dibawa ke terangnya matahari, untuk ddiperiksa dengan teliti. Dia bukannya membaca hanya memperhatikan kertasnya. Beberapa kali kertas itu disentil-sentil, dan air mukanya di pendeta menandakan ia ragu-ragu.
"Adakah lukisan ini lukisannya Eng Kouw sendiri?"
ia menanya. "Benar." Pendeta itu berdiam sejenak.
"Kau melihatnya dengan matamu sendiri?"
Pertanyaan ini heran, maka Oey Yong mengingat-ingat kejadian hari itu. Ia menjawab: "Di waktu Eng Kouw menulis, ia membelakangi kami berdua, aku cuma melihat ia menggoyangi pit, entah dia menulis surat atau melukis gambar."
"Kau membilang masih ada dua kantung surat lainnya. Mana, kasih aku melihatnya."
Kwee Ceng menyerahkan dua lembar surat wasiat itu.
It Teng mengawasi sekian lama, lalu air mukanya berubah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Benarlah!" katanya kemudian. Ia menyerahkan surat itu pada si nona seraya berkata: "Saudara Yok itu seorang pelukis pandai, kau putrinya, kau tentu mengerti segala apa. Kau lihat ketiga surat itu, ada apakah yang berlainan?"
Oey Yong menyambuti dan memeriksa.
"Ini dua kerta giokpoan yang biasa," ia berkata.
"Dan gambar ini memakai kertas ciu-song."
It Teng mengangguk. "Mengenai lukisan, akulah si orang diluar kalangan,"
katanya pula. "Coba kau bilangi aku pandanganmu tentang gambar ini.
Oey Yong meneliti. "Supee pura-pura menjadi orang di luar kalangan!"
katanya tertawa. "Sebenarnya supee telah melihatny, ini bukan gambar lukisannya Eng Kouw sendiri!"
Kembali berubah air mukanya It Teng.
"Jadi benar ini bukannya lukisannya Eng Kouw sendiri?" katanya. "Aku melihatnya dari jalan pikirannya, bukannya dari gambarnya."
Oey Yong menarik tangan orang.
"Mari lihat huruf-hurufnya kedua surat ini," ia berkata. "Bagaimana halus tekukannya dan indah.
Huruf-huruf di dalam gambar sebaliknya kaku! Ah, inilah lukisannya seorang laki-laki! Memang, mestinya dia seorang pria, hanya sayangnya dia tidak
mempunyai minat menggambar, lukisannya tak ada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
harganya. Tetapi tulisannya ini, karena ia menggunai tenaganya, telah menembus ke belakang kertas" Air bak ini juga mestinya telah lama sekali, jangan-jangan lebih tua dari usianya?"
It Teng Taysu menghela napas. Ia menunjuk
kepada sebuah kitab di atas meja, ia menyuruh si pelajar mengambilnya untuknya.
Oey Yong membaca judulnya kitab, maka ia kata di dalam hatinya; "Dia mau bicara tentang kitab suci dengan aku, mana aku mengerti"." Itulah sebuah kitab suci dan pula cetakan tua.
It Teng membuka lembarannya kitab itu, lalu di samping itu ia meletaki gambar dari Eng Kouw. "Kau lihat!" katanya.
"Eh, kertasnya sama!" kata Oey Yong heran.
Pendeta itu mengangguk. Kwee Ceng tidak mengerti, sambil berbisik ia tanya si nona, kertas apanya yang sama.
"Kau lihat sendiri dan bandingkanlah," kata Oey Yong. "Bukankah kertasnya gambar dan kitab ini sama saja?"
Si anak muda mengawasi teliti dan memegang juga kedua kertas, yang tebal dan licinnya sama saja.
"Benar sama. Habis bagaimana?" ia tanya.
Si nona tidak menjawab, ia hanya memandang It Teng, untuk memperoleh jawaban.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kitab ini dibawa oleh adik seperguruanku dari Wilayah Barat," berkata pendeta itu alias Toan Hongya.
Semenjak semula, Kwee Ceng dan Oey Yong tidak memperhatikan si pendeta bangsa India itu, baru sekarang mereka menoleh dan mengawasi. Pendeta itu tetap duduk bersila, tidak bergerak atau menoleh, tidak memperdulikan orang bicara asyik di dekatnya.
"Kitab ini juga terbuat dari kertas buatan Wilayah Barat, demikian juga kertas dari gambar ini," kemudian It Teng berkata pula. "Pernahkah kau mendengar namanya gunung Pek To San di Wilayah Barat itu?"
Pek To San ialah gunung Unta Putih.
"Gunungnya See Tok Auwyang Hong?" tanya Oey Yong terkejut.
"Tidak salah," menyahut si pendeta perlahan.
"Gambar ini pun dilukis oleh Auwyang Hong.
Oey Yong dan Kwee Ceng kaget sampai mereka
bungkam. It Teng Taysu bersenyum. "Auwyang Kongcu itu seorang yang pandai berpikir dan jauh pendengarannya," katanya.
"Supee, aku tidak tahu kalau gambar ini dilukis oleh si bisa bangkotan itu!" kata Oey Yong. "Kalau begitu dia bermaksud tidak baik tentu"."
It Teng bersenyum, tetapi kapan ia melihat
parasnya si nona, yang merah, suatu tanda nona ini
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lagi menahan sakit, ia mengulur tangannya memegang pundak orang.
"Baiklah belakangan saja kita bicara lebih jauh.
Sekarang yang penting ialah mengobatimu," katanya.
Lalu ia mengajak si nona pergi ke kamar samping.
Belum lagi mereka memasuki kamar itu, si pelajar dan si petani, yang saling melirik, sudah mendahului lompat ke pintu kamar untuk menghalangi di situ.
Keduanya lantas berlutut dan berkata: "Suhu, biarlah teecu saja yang mengobati nona ini."
It Tent menggeleng kepala.
"Apakah pelajaranmu telah cukup?" ia bertanya.
"Apakah kau sanggup mengobati hingga sembuh?"
"Teecu akan mencoba sebisa-bisanya," menyahut kedua murid itu.
Si pendeta lantas mengasih lihat roman sungguh-sungguh.
"Apakah nyawa manusia dapat dicoba-coba?" ia kata nyaring.
"Dua orang ini datang ke mari atas petunjuk orang jahat," kata si pelajar, "Mereka pasti tidak mengandung maksud baik. Walaupun suhu bermaksud baik hendak menolongi orang tetapi tidak dapat suhu kena
diperdayakan akal jahat!"
It Teng menghela napas. "Apakah yang setiap hari aku mengajarkan kamu?"
ia tanya perlahan-lahan. "Baiklah kau bawa gambar ini dan pergilah lihat-lihat."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Guru ini menyerahkan gambarnya Auwyang Hong
itu. Si petani mengangguk dalam.
"Suhu, gambar ini dilukis See Tok," katanya. "Inilah akal busuk dari Auwyang Hong"."
Kelihatannya murid ini bergelisah sekali, sampai air matanya turun mengalir.
Oey Yong dan Kwee Ceng mengawasi dengan
bingung. Mereka tidak menyangka, kenapa
tindakannya It Teng Taysu untuk mengobati ada demikian rupa sangkut pautnya. Apakah yang
menyebabkan sikapnya kedua murid itu"
"Bangun, bangun," kata It Teng perlahan. "Jangan kamu menyebabkan hati tetamu kita menjadi tidak tenang."
Suara itu sabar akan tetapi nadanya ialah nada dari putusan mutlak. Kedua murid itu rupanya mengerti, terpaksa mereka berdiam, mereka berbangkit untuk berdiri di pinggaran, kepala mereka tunduk.
It Teng Taysu mengajak Oey Yong masuk.
"Kau juga masuk!" ia memanggil Kwee ceng, yang berdiri diam.
Pemuda itu bertindak masuk.
Setelah itu, It Teng menarik turun sero bambu, terus ia menyulut sebatang hio, untuk ditancap di tempat abu di atas meja.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kamar itu berperabot kecuali sebuah meja bambu itu cuma dengan tiga buah tempat duduk dari tikar.
Oey Yong diperintah duduk di tikar yang tengah.
Kepada Kwee Ceng ia memesan: "Kau jagai hio itu, kalau sudah terbakar habis, kau beritahu aku."
Pemuda itu menyahuti, "Ya!"
Lantas It Teng duduk di tikar di samping si nona, matanya memandang ke sero, segera ia memesan
pula kepada si anak muda; "Kau jagai pintu juga, jangan ijinkan orang lain masuk ke mari - tidak peduli adik seperguruanku atau murid-muridku, kau jangan kasih masuk!"
Kwee ceng heran tetapi ia berikan janjinya.
Habis itu It Teng merapatkan kedua matanya. Tapi tak lama, ia melek pula, ia berkata kepada si pemuda:
"Jikalau mereka itu sampai menggunai kekerasan, kau lawan! Ingat, di sini ada bergantung jiwanya
sumoymu!" Kwee Ceng mengangguk, ia jadi semakin heran,
hatinya pun tegang. It Teng lalu berkata kepada Oey Yong: "Kau kedorkan seluruh tubuhmu, tidak peduli ada rasa nyeri atau gatal bagaimana hebat juga, jangan kau membuat perlawanan atasnya!"
Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si nona tertawa ketika ia menyahuti: "Aku menganggap diriku sudah mati"!"
Mau tidak mau, It Teng pun tertawa.
"Anak yang baik, kau benar-benar pintar!" ia memuji. Ia lantas menutup pula matanya untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memusatkan pikirannya. Ketika hio sudah terbakar kira satu dim, mendadak ia berlompat bangun, tangan kirinya diangkat, diletaki di dadanya, tangan kanannya, dengan jari telunjuknya, diarahkan, ditotokan ke jalan darah pek-hwee-hiat di embun-embunan Oey Yong.
Ketika ditotok itu, tanpa merasa, Oey Yong
berjingkrak sendirinya, terus ia merasa dari embun-embunnya itu keluar hawa panas.
Habis menotok, It Teng menarik pulang tangannya itu, hanya belum lewat sejenak, kembali ia sudah menotok, sekarang di jalan darah houw-teng-hiat di belakang jalan darah pek-hwee-hiat itu, terpisahnya cuma satu dim. Setelah itu, dengan saling susul ia menotok terus pelbagai jalan darah lainnya, seperti kiang-kian-hiat, laohu-hiat, honghu-hiat, ah-bun-hiat, taytwie-hiat, totoo-hiat dan lainnya, maka ketika hio terbakar baru setengah batang, dia sudah menotok semua tigapuluh jalan darah.
Kwee Ceng telah maju jauh, maka itu ia bisa
menyaksikan cara menotok dari It Teng itu, hingga ia melihat tegas kelihayan si pendeta. Sesuatu gerakan beda satu dari lain. Ilmu totok semacam itu, ia belum dapat dari Kanglam Liok Koay, bahkan di dalam kitab bagian ilmu totok dari Kiu Im Cin-keng, tidak ada dicatat juga. Menyaksikan itu, ia kagum hingga mulutnya terbentang dan matanya hampir kabur.
Selama itu ia tidak ingat yang It Teng lagi menggunai seluruh tenaga dalamnya guna menyalurkan semua jalan darah dan nadi Oey Yong.
Lembah Nirmala 12 Kereta Berdarah Karya Khu Lung Kisah Sepasang Rajawali 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama