Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung Bagian 19
justeru yang sengaja mencari Ko Tie dan Giok Hoa, untuk menguji
kepandaian mereka! "Y" Matahari baru saja muncul ketika di jalan kecil antara Hok-an dan
Jim-kiu terlihat seorang pemuda berpakaian jubah panjang warna
kuning, dengan topi lebar terbuat dari anyaman rotan, tengah
berjalan seorang diri dengan langkah perlahan.
Dia seorang pelajar yang tampan, yang tangannya mencekal
sebuah kipas, yang sering digerak-gerakan, seperti juga ia tengah
mengipas. Memang, tampaknya ia melangkah perlahan, tetapi
buktinya sebentar saja ia sudah melintasi tiga sampai limapuluh
tombak dalam sekejap mata saja.
Waktu ia sudah melintasi kota Hok-an, di tempat duapuluh lie lebih,
di mana terdapat pepohonan yang lebat. Ia mendapatkan sebuah
dusun kecil. Itulah dusun Jit-cap-li-pau, yang menuju ke Jim-kiu, maka biarpun
tempatnya memang kecil, lalu lintasnya ramai. Tidak sedikit kuda
dan kereta kaum saudagar yang mondar-mandir melintas di tempat
tersebut. 1815 Waktu tiba di situ, pemuda pelajar itu memasuki sebuah rumah
makan, yang merangkap sebagai rumah penginapan. Ia melihat
sudah cukup banyak orang duduk bersantap.
Ia mencari meja yang masih kosong, segera saja ia dilayani
seorang pelayan yang berusia telah lanjut, yang rambut dan
kumisnya telah ubanan, yang mukanya kuning dan tidak hentinya
batuk-batuk, sedangkan suaranyapun serak. Disamping itu, iapun
tidak hentinya mengedip-ngedipkan mata, seperti orang cacingan.
"Tuan ingin dahar apa!" tanya orang tua itu dengan suara dan sikap
ramah tamah. "Apa saja, asal yang dapat dimakan!" menyahuti pemuda pelajar
itu dengan sikap seenaknya, dan ia menyapu seluruh ruangan
dengan matanya yang tajam.
Dari matanya memancarkan sinar yang luar biasa berkilauan,
menunjukkan bahwa pelajar ini bukanlah sembarangan pelajar.
Kipas di tangannya digerak-gerakkannya, seakan juga ia tengah
menggerakkan kipasnya itu seenak.
Waktu itu terlihat pelayan itu cepat sekali mempersiapkan pesanan
tamu ini. Ia mengeluarkan beberapa macam makanan yang cukup
enak dimakannya. 1816 Perlahan-lahan pemuda pelajar itu bersantap, tapi matanya tetap
mengawasi sekelilingnya. Sampai ia melihat ada dua orang tamu,
yang berpakaian sebagai orang Kang-ouw tengah bersantap.
Pemuda itu mendengus perlahan, sedangkan matanya tidak
berkisar mengawasi terus ke dua orang itu.
Ke dua orang yang berpakaian sebagai orang Kang-ouw itu baru
berusia tigapuluh tahun lebih, dan mereka masing-masing
menyoren sebatang pedang di punggung mereka, sikapnya gagah
sekali. Mereka bersantap dengan cepat dan tanpa berkata apaapa.
Sedangkan pemuda pelajar itu setelah bersantap, ia berdiri dan
menghampiri meja ke dua orang Kang-ouw itu. Ia telah menepuk
meja perlahan: "Aku ingin bicara dengan kalian?" katanya dengan suara yang
perlahan sekali dan ia kemudian memutar tubuhnya meninggalkan
ke dua orang itu yang jadi tertegun mengawasi padanya.
Tanpa memperdulikan sikap terkejut ke dua orang itu, pemuda
pelajar tersebut telah meletakkan sekeping uang perak di atas
meja sebagai pembayaran atas apa yang telah dimakannya.
1817 Sambil menggerak-gerakkan kipasnya ia meninggalkan ruangan
rumah makan tersebut. Kedua pemuda itu terkejut bukan oleh kata-kata pemuda pelajar
tersebut. Karena di meja mereka, pada bagian di mana tadi pelajar
itu menepuknya, telah terlihat bekas tapak tangan yang cukup
dalam, seperti diukir. Itulah tepukan tangan yang memiliki sin-kang yang amat tinggi.
Inilah yang mengejutkan ke dua pemuda itu, sampai mereka
mengawasi tertegun. Mereka melihatnya usia pemuda pelajar itu paling tidak baru
duapuluh lima tahun. Tubuhnya walaupun tegap, tapi tidak terlalu
besar, kulitnya halus, gerak-geriknya juga halus, maka tidak miripmiripnya ia seperti orang-orang Kang-ouw.
Ke dua pemuda itu tersadar dengan cepat. Salah seorang di antara
mereka segera bangkit dari duduknya, melompat dengan gesit.
Dalam waktu singkat ia telah berdiri dihadapan pelajar itu, katanya:
"Tuan, tunggu dulu!"
Pelajar itu menggerakkan kipasnya, menahan langkah kakinya,
matanya yang bersinar tajam itu disipitkan sedikit, bibirnya yang
tipis itu tersenyum, katanya: "Apa yang ingin kau tanyakan?"
1818 "Apa maksud tuan hendak bicara dengan kami"!" tanya orang
Kang-ouw itu. "Kalian ikut saja denganku, nanti kalian akan mengetahui!"
menyahut pelajar itu. "Tapi..... kami tengah memiliki urusan penting, tidak dapat kami
memenuhi keinginan tuan?"!" menyahuti orang Kang-ouw
tersebut ragu-ragu. "Walaupun bagaimana pentingnya urusan kalian, harus ditangguhkan sementara waktu, yang hendak kubicarakan lebih
penting dari segala persoalan kalian......!"
Tidak puas hati orang Kang-ouw itu, tapi ia melihat sendiri tadi
pemuda pelajar ini memiliki sin-kang yang kuat sekali. Sekali
menepuk mejanya, telah membuat meja itu melesak dan berukir
bekas telapak tangan. Maka ia tidak berani bersikeras, ia hanya
berkata: "Baiklah..... jika memang demikian, tidak bisa kami mengatakan
apa-apa! Tapi maafkanlah, kami menyesal sekali tidak bisa
memenuhi permintaan tuan, lain waktu saja kami akan mencarimu!" 1819 Pelajar itu tersenyum sambil mengangkat bahunya dan menggerak-gerakkan kipasnya, dia bilang: "Terserah pada kalian!"
Sambil berkata begitu, tahu-tahu kipasnya telah digerakkan, maka
diwaktu itulah terlihat orang Kang-ouw itu terjungkal rubuh
bergulingan di tanah sambil meringis menahan sakit. Tapi segera
juga ia bangun berdiri dengan tangannya yang sebat sekali
mencabut pedangnya, yang dihunusnya.
"Kau .....kau.....!" katanya dengan suara yang tersendat-sendat.
Tapi pemuda pelajar itu tenang sekali. Ia bukan memutar tubuhnya
buat melangkah meninggalkan ruangan rumah makan, kipasnya
tetap digerak-gerakan. Dia hanya menggumam: "Aku menantikan kalian di pintu
kampung.......!" Dan ia membuka langkah lebar berlalu.
Kawan orang Kang-ouw yang dirubuhkan itu tidak puas melihat
kawannya dibikin terjungkir balik seperti itu. Ia melompat sambil
menghunus pedangnya, dengan pedang ditangannya itu dia
menikam punggung si pelajar.
Pelajar berjubah kuning seperti juga tidak mengetahui sambaran
pedang, dia melangkah terus. Cuma saja, waktu mata pedang
1820 hampir menikam punggungnya, dia telah mengibas kipasnya ke
belakang. Pedang orang Kang-ouw itu terlepas dari cekalannya dan terlontar
keras sekali, sampai menancap dalam di penglarian ruang
tersebut, dan telah ber-goyang-goyang mendengung nyaring.
Orang Kang-ouw itu sendiri berdiri tertegun dengan wajah yang
pucat, telapak tangannya telah lecet mengalirkan darah.
"Manusia iblis"..!" menggumam dia perlahan, bibirnya gemetar.
Dia melihat pelajar itu tidak memperdulikan makiannya itu, telah
melangkah terus meninggalkan rumah makan itu.
Sedangkan orang Kang-ouw yang seorangnya lagi, telah
merangkak berdiri dengan kaki yang agak gemetar menahan
marah dan pedang terhunus.
"Mungkin?" mungkin dia yang hendak menggagalkan tugas
kita!" katanya kemudian dengan suara tidak lancar.
Sedangkan orang yang memakai baju warna biru langit, yang
telapak tangannya pecah luka itu, mengangguk perlahan dengan
muka yang pucat. 1821 "Jika dia yang harus kita hadapi, tipis sekali kemungkinan kita bisa
meloloskan diri?"!" katanya dengan suara yang sengau.
"Kita lihat saja! Jika kita telah keluar dari Hok-an, tentu kita akan
selamat, di sana telah menanti ketua kita?"!" kata kawannya,
yang memakai baju warna jingga, yang mukanya empat persegi.
"Cie-te, kurasa kita harus melewati rintangan yang tidak ringan!"
Cie-te, orang yang memakai baju warna biru muda itu telah
mengangguk. Ia kemudian mengambil pedang yang menancap di
atas penglarian. Kemudian membayar harga makanan yang telah
mereka makan. Mereka berlalu dari rumah makan itu.
Hati mereka berdebar di waktu tiba di mulut perkampungan
tersebut. Dan mereka melihat tidak ada seorang pun juga manusia
di tempat itu. Sunyi juga tidak terlihat pelajar berbaju kuning itu!
"Mari kita pergi!" mengajak si Cie-te, dan mereka segera juga telah
mementang langkah lebar, berlari ingin cepat-cepat meninggalkan
tempat itu. Namun baru berlari satu lie lebih, tiba-tiba mereka
merandek, karena mereka melihat sesuatu di depan mereka.
Pelajar baju kuning itu, tengah berjalan juga dengan langkah
perlahan-lahan, dan tangan mengipas-ngipas, memunggungi
mereka. 1822 Ke dua orang Kang-ouw tersebut telah saling pandang namun
akhirnya mereka jadi nekad,
"Kita harus mengadu jiwa dengannya!" bilang si Cie-te dengan
suara yang perlahan. "Kita harus melindungi?" tidak boleh
sampai terjatuh ke dalam tangannya
Kawannya mengangguk. "Ya..... mari kita serang dia dengan serentak!" Dan setelah
menyahuti begitu, dengan berbareng mereka melesat menghampiri pelajar berbaju kuning itu.
Sedangkan pelajar baju kuning itu membawa sikap seperti juga dia
tidak mengetahui di belakangnya telah datang ke dua orang Kangouw yang tadi diganggunya, dan malah sedang menikamkan
pedang mereka dengan serentak. Ia melangkah terus dengan
sikap yang tenang, dengan kipas di tangannya digerak-gerakkan
perlahan-lahan. Tapi waktu ke dua orang Kang-ouw itu kegirangan, disaat pedang
mereka hampir sampai pada sasarannya. Di waktu itulah pemuda
pelajar berbaju kuning itu telah mengibaskan kipasnya tanpa
memutar tubuhnya. 1823 Dia menangkis pedang ke dua orang itu. Sampai pedang itu
tersampok dan terpental terlepas dari cekalan ke dua orang
tersebut, melayang menancap di batang pohon di tepi jalan!
Barulah pelajar baju kuning itu memutar tubuhnya, dengan wajah
yang berobah jadi bengis ia menegur: "Bukankah kalian Cie Kwang
dan Sun Long"!"
Ke dua rang itu tertegun. Mereka tengah takjub, sekali dikibas oleh
kipasnya saja mereka tidak berdaya, pedang mereka telah
terpental terlepas dari cekalan mereka. Dan juga, di waktu itu
pemuda pelajar itu telah menegur mereka, mengetahui nama
mereka dengan jelas, membuat mereka jadi tertegun berbareng
gentar. "Benar!" akhirnya Cie Kwang menjawab dengan suara tidak begitu
jelas. "Siauw-hiap kami dengan Siauw-hiap bagaikan air sumur
dengan air sungai, tidak pernah bertemu dan tidak pernah
mengganggu, tidak ada urusan di- antara kita. Mengapa
tampaknya tuan hendak mempermainkan kami?"
Ditegur seperti itu, pemuda pelajar berjubah kuning itu tertawa
dingin katanya: "Aku Gorgo San, hendak meminta sesuatu dari
kalian!" 1824 "Meminta sesuatu?"?" tanya Cie Kwang dan Sun Long, muka
mereka berobah pucat dan satu dengan yang lain saling
memandang sampai akhirnya Cie Kwang berkata lagi, dengan
suara yang ragu-ragu: "Benda apakah yang diminta olehmu, tuan?"
"Kitab pusaka dari Kun-lun!" menyahuti pelajar baju kuning itu,
yang mengaku bernama Gorgo San dengan suara yang tenang
dan muka yang tidak memperlihatkan perasaan apapun juga,
cuma matanya yang memandang tajam sekali.
Ke dua orang itu, Cie Kwang dan Sun Long berobah mukanya jadi
pucat. Mereka saling pandang lagi, sampai akhirnya Sun Long
bilang: "Mungkin tuan salah mengenali orang..... Kami tidak
memiliki barang yang tuan kehendaki!"
"Hemmm, kalian hendak mendustai aku, heh?" kata pemuda
pelajar itu. Tahu-tahu berbareng dengan habisnya perkataan
Gorgo San itu, ia telah melesat gesit sekali.
Gerakan yang dilakukannya begitu sebat dan lincah, sampai Cie
Kwang dan Sun Long tidak bisa melihat jelas bergeraknya tubuh
pelajar itu. Tahu-tahu mereka telah merasa saku mereka ditepuk
oleh tangan Gorgo San. 1825 Dan ketika Gorgo San berdiri lagi terpisah dalam jarak dua tombak
lebih, di tangannya telah mencekal sebuah kotak kayu cendana
berwarna coklat yang ukurannya tidak begitu besar.
"Benda inilah yang kukehendaki!" katanya dengan sikap yang
angkuh sekali. Muka Cie Kwang dan Sun Long berobah pucat, mereka segera
Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menubruk. "Kembalikan kepada kami, walaupun kau membunuh kami, tidak
nantinya kami memberikan barang itu kepadamu!" nekad sekali
Sun Long dan Cie Kwang menerjang, karena setelah lenyap kaget
mereka, ke duanya jadi nekad.
Perjalanan yang tengah mereka lakukan sekarang ini justeru
membawa tugas yang berat, yaitu harus membawa kotak kayu
yang berisi benda pusaka dari Kun-lun itu. Dan tentu saja sekarang
melihat orang asing hendak mengambilnya, membuat mereka jadi
kalap dan nekad. Lenyap gentar mereka tanpa memperdulikan keselamatan jiwa
mereka. Ke duanya telah melompat begitu sebat dan gesit, tangan
mereka pun digerakkan untuk menyerang.
1826 Tapi Gorgo San tidak memperdulikan serangan sepasang tangan
dari Cie Kwang dan Sun Long. Ia malah sambil tertawa bergelak
telah menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya melesat ke tengah
udara, dan di waktu itu terdengar kata-katanya:
"Bagus! Jika memang aku tidak memperoleh barang ini, mungkin
kalian akan kukirim ke neraka! Karena mengingat aku telah
memperoleh barang ini aku mengampuni jiwa kalian..... jangan
tidak tahu diri ayo pergi!"
Sambil berkata begitu, tubuhnya dalam sekejap mata saja terpisah
beberapa tombak dari Cie Kwang dan Sun Long, sedangkan ke
dua orang itu tambah kalap. Mereka mengejar dengan nekad.
Gorgo San memang hendak meninggalkan tempat itu sambil
tertawa dengan gembira, namun disaat ia hendak melesat lagi,
telah berkelebat sesosok bayangan, yang menghadang di
depannya. Dibarengi dengan telapak tangan orang itu bekerja,
angin serangan yang santer sekali menerjangnya.
Gorgo San terkejut. Ia menahan langkah kakinya. Pukulan sosok
tubuh itu bukan sembarangan pukulan. Iapun merasakan tekanan
tenaga dalam yang kuat. Karena itu, Gorgo San segera menyingkir
1827 ke samping, dia bermaksud hendak mengambil arah lain untuk
melarikan diri. Tapi orang yang baru muncul itu, seorang pemuda berusia antara
tigapuluh tahun, namun ukuran tubuhnya pendek kecil seperti
tinggi tubuh seorang anak berusia sepuluh tahun, telah melesat
lagi ke depan Gorgo San dibarengi bentaknya. "Berikan barang itu
kepadaku!" Gorgo San melihat tangan orang itu diulurkan hendak merampas
kotak kayu di tangannya. Dia segera memasukkan kotak kayu itu
ke sakunya, sedangkan tubuhnya dengan gesit menghindar dari
jangkauan tangan orang tersebut. Sambil memasukkan kotak kayu
itu ke sakunya, kipasnya bergerak menotok tangan orang itu.
"Ihhh"..!" orang tersebut melompat mundur, dan kini mereka jadi
berdiri saling berhadapan.
Dengan mata memancarkan sinarnya yang bengis, Gorgo San
memperhatikan orang yang telah menghadangnya. Dia hanya
dengan suara yang bengis juga mengandung kemarahan:
"Siapa kau yang ingin meminta barang yang bukan milikmu"!"
1828 "Itu pun bukan milik kau!" menyahuti orang bertubuh pendek itu.
"Aku, Auwyang Phu menghendaki barang itu, dan aku harus
memperolehnya! Tidak ada satu keinginan dari Auwyang Phu yang
tidak akan berhasil diperolehnya!
"Kau boleh pilih, menginginkan jiwa atau menghendaki barang itu"
Jika memang kau masih mau hidup dengan bahagia di dunia ini,
menikmati keindahan dunia, masih bisa makan nasi dan lainlainnya, pelesiran dengan si nona cantik, cepat kau serahkan
barang itu kepadaku! "Hem, jika kau kemaruk akan barang itu, maka akhirnya kau akan
menyesal, selain engkau akan mampus, barang itu tetap akan
jatuh di tanganku!" Setelah berkata begitu, Auwyang Phu
memandang dengan sorot mata tidak kalah bengisnya.
Gorgo San tidak berani ceroboh. Dalam dua kali gebrakan tadi, dia
telah mengetahui bahwa manusia pendek yang ada di depannya
ini memiliki kepandaian dan sin-kang yang tinggi. Karenanya ia
berlaku waspada. Sedangkan Sun Long dan Cie Kwang telah mengejar sampai di
situ, tapi mereka tidak segera menerjang. Mereka mengawasi apa
yang hendak dilakukan oleh manusia bertubuh pendek itu.
1829 Orang yang bertubuh pendek itu memang benar Auwyang Phu,
putera tunggal dari Auwyang Hong. Ia kebetulan memang lewat di
tempat tersebut, dan mendengar perihal pusaka dari Kun-lun, yang
banyak sekali diincar oleh orang-orang Kang-ouw.
Karenanya, sebagai orang yang mengkhususkan diri mempelajari
ilmu silat, ia pun bermaksud hendak memperoleh pusaka dari Kunlun itu, walaupun ia belum lagi mengetahui entah pusaka apa yang
disebut sebagai pusaka Kun-lun itu.
Apakah sebatang pedang, juga sebatang golok, barang permata
atau juga memang sejilid kitab. Tetapi setelah melihat kotak kayu
yang berukuran kecil itu, segera juga Auwyang Phu menduganya,
jika memang bukan kitab silat, tentunya barang permata yang
disebut sebagai pusaka Kun-lun.
Sayangnya dia telah kena didahului oleh Gorgo San, karenanya ia
ingin merampasnya lagi. Di waktu itu, Gorgo San telah mendengus, dia bilang, "Hemmm,
jika engkau bisa mengambilnya, ambillah!"
Setelah berkata begitu, Gorgo San bersiap-siap hendak menerima
serangan. Walaupun tampaknya si pendek ini lihay, namun dia
1830 tidak gentar. Gorgo San pun yakin ia memiliki kepandaian yang
berada di atas kepandaian dari si pendek itu.
Auwyang Phu tertawa dingin, bengis sekali dia berkata: "Bagus!
Rupanya engkau memang mencari mampus!"
Putera dari Auwyang Hong yang diperoleh dari hubungan gelapnya
dengan Cek Tian, sudah tidak berdiam diri lagi, karena sebat sekali
tubuhnya melesat ke depan, tahu-tahu dia menekuk ke dua
kakinya. Dia berjongkok di hadapan Gorgo San dan juga
mengeluarkan suara yang aneh sekali:
"Krokkk, krokkk!" seperti suara kodok mengerok, mengherankan
benar Gorgo San, karena ia tidak mengetahui, entah apa yang
hendak dilakukan oleh lawannya yang pendek ini.
Namun belum lagi ia bisa menduganya, di waktu itu, ke dua tangan
Auwyang Phu telah didorong ke depan, ke arahnya. Dan hebat
sekali, dari ke dua telapak tangan Auwyang Phu meluncur
kekuatan tenaga dalam yang luar biasa kuatnya, seakan juga
terjangan badai dan gelombang laut yang sangat besar sekali.
Untung saja memang Gorgo San telah memperhatikan gerak gerik
lawannya dengan penuh kewaspadaan. Dan ia sejak semula telah
1831 menduganya bahwa Auwyang Phu adalah lawan yang berat dan
memiliki ilmu yang tinggi.
Dengan demikian, tentunya dia tidak bisa meremehkan dan harus
menghadapinya dengan mengeluarkan ilmu andalannya. Dan
sekarang dia diserang begitu hebat, karenanya, dia segera juga
menghadapinya dengan sebaik mungkin. Dia mengayunkan
kipasnya, berusaha menangkis.
Namun Gorgo San jadi kaget. Tubuhnya seperti juga diterjang
kekuatan yang tidak terlawan olehnya, hampir saja kuda-kuda ke
dua kakinya itu tergempur.
Beruntung dia telah dapat menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya
melesat dengan segera ke tengah udara dan dia mengapung
begitu menghindar dari rangsekan tenaga pukulan Auwyang Phu,
yang tidak lain mempergunakan ilmu pukulan Ho-mo-kang!
Memang Auwyang Phu bertangan telengas sekali. Dia tidak mau
memberikan kesempatan sedikitpun juga kepada lawannya,
dimana ke dua tangannya telah didorong lagi, disertai dengan
suara "Krokkk, krokkk!" seperti kodok.
Serangkum angin yang kuat sekali menerjang, mengincar kepada
Gorgo San. 1832 Gorgo San bukan main gusarnya, tapi ia pun menyadari tidak boleh
berayal. Seketika tubuhnya telah jungkir balik.
Dia berada di tengah udara, jelas tenaganya tengah kosong, tidak
dapat dia menyambuti pukulan lawan yang kuat itu dengan
kekerasan, karena pihaknya yang menderita kerugian. Itu pula
alasannya mengapa ia lebih sering menghindar saja, dan ke dua
kakinya telah hinggap pula di tanah.
Dikala itu terlihat betapa tubuh Auwyang Phu telah menerjang maju
lagi. Dia telah menghantam dengan dahsyat kepada lawannya.
Tiga kali dia berhasil menghindar dan setelah itu Gorgo San baru
membalas menyerang. Cara menyerang Gorgo San pun hebat sekali. Karena ia telah
beruntun menghantam dengan sampokan kipasnya dan totokan
jari tangannya. Ilmu silat Gorgo San tidak boleh diremehkan, dan Auwyang Phu
menyadarinya. Disamping itu, dilihatnya sin-kang Gorgo San pun
tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya.
Setelah bertempur puluhan jurus, mereka tetap berimbang, belum
ada yang terdesak atau jatuh di bawah angin.
1833 Diam-diam Gorgo San jadi heran juga melihat lawannya yang
bentuk tubuhnya begitu pendek, ternyata memiliki kepandaian
yang tinggi seperti ini. Ia pernah mendengar cerita dari gurunya bahwa di daratan Tionggoan ini memang terdapat semacam ilmu yang aneh, yaitu ilmu
Kodok, Ha-mo-kang, milik Auwyang Hong. Dan tampaknya
Auwyang Phu ini memang mempergunakan ilmu Ha-mo-kang
tersebut, karena setiap kali ia menyerang, tentu dari mulutnya
mengeluarkan suara "krokk, krokk", seperti juga suara seekor
kodok. Di waktu itu tampak Gorgo San mulai memperhitungkan setiap
gerakan dan serangan balasannya, karena ia menduga tentunya
orang ini masih memiliki hubungan dengan Auwyang Hong.
Terlebih lagi memang tadi didengarnya orang bertubuh pendek ini
she Auwyang, maka dia telah memperhatikan dengan cermat
setiap cara menyerang dari Auwyang Phu.
Dia sangat cerdas. Setelah lewat lagi beberapa puluh jurus Gorgo
San mulai dapat menangkap kelemahan dari lawannya. Ia melihat
setiap kali berjonggok, Auwyang Phu tentu akan mendorong ke
dua tangannya itu dengan serentak.
1834 Dengan demikian, di bagian bawahnya, yaitu pada ke dua kakinya
itu, terdapat kelemahan, yaitu kuda-kuda ke dua kaki, dalam sikap
berjongkok itu, tidak akan terlalu kuat. Maka Gorgo San akhirnya
lebih banyak menjatuhkan serangannya ke bagian bawah
lawannya. Kipas dan tangannya selalu meluncur dengan pesat sekali ke
bagian bawah dari lawannya. Tubuh Gorgo San juga bergerakgerak lincah seperti bayangan.
Dalam keadaan berjongkok, tentu saja Auwyang Phu tidak bisa
mengimbangi akan kegesitan lawannya, yang memutari tnbuhnya,
dirinya seperti dikelilingi oleh belasan bayangan Gorgo San,
karena terlalu cepatnya gerakan dari lawannya itu.
Dengan begitu pula, lama kelamaan, telah membuat Auwyang Phu
terdesak jatuh di bawah angin.
"Hemmm, Gorgo San akan mengambil jiwa bangsatmu, pendek!"
memaki Gorgo San dengan bernafsu sekali.
Memperoleh kenyataan dirinya mulai jatuh di bawah angin karena
pihak lawan mengandalkan kegesitannya, segera juga Anwyang
Phu merobah cara bertempurnya.
1835 Ia tahu-tahu telah melompat ke tengah udara. Waktu meluncur
turun, kepalanya berada di bawah, maka kepalanya itu yang tiba
lebih dulu di tanah, sedangkan ke dua kakinya tergantung di tengah
udara. Malah tubuhnya itu segera berputar seperti gangsing. Dia telah
menyerang dengan hebat dan gencar kepada Gorgo San.
Gorgo San kembali kaget. Ia menyaksikan perobahan pada cara
bersilat dari lawannya memang jauh lebih hebat lagi.
Diapun tidak berayal dan segera mengeluarkan ilmu andalannya.
Begitulah ke dua orang itu telah bertempur puluhan jurus.
Selama itu pohon dan batu telah terhajar remuk dan tumbang oleh
pukulan-pukulan ke dua orang tersebut.
Sun Long dan Cie Kwang berdiri mematung di tempat mereka,
muka mereka pucat. Sekarang mereka baru menyadari, kemungkinan barang pusaka
mereka tidak mungkin kembali, dan harapan buat merebut kembali
tipis sekali. Kepandaian Gorgo San sangat tinggi sekali, demikian
pula Auwyang Phu. 1836 Siapa saja yang memperoleh kemenangan dalam pertempuran di
antara Gorgo San dan Auwyang Phu, akibatnya tetap saja sama
buat Cie Kwang dan Sun Long. Karena justeru ke dua orang yang
tengah bertempur itu sama-sama menghendaki pusaka itu.
Karenanya, tampak Sun Long telah menoleh kepada Cie Kwang,
katanya: "Kita harus berusaha mengetahui siapa mereka, karena
kita bisa memberikan laporan kepada ketua, agar mereka yang
melakukan pengejaran untuk merebut kembali barang pusaka
itu?"!" Cie Kwang mengangguk. "Jika tidak salah dengar, tadi orang yang pendek itu mengatakan
dia bernama Auwyang Phu, dan ia pun mempergunakan ilmu
pukulan yang seperti Ha-mo-kang, ilmu silat dari Auwyang Hong,
yang sangat terkenal itu.
"Apakah ia masih ada hubungannya dengan Auwyang Hong"
Bukankah Auwyang Hong telah lama mampus" Apakah dia
memiliki murid atau keturunan"!"
Sun Long juga mengangguk sambil katanya: "Aku pun menduga
dia memiliki hubungan dengan Auwyang Hong. Tapi siapa pemuda
pelajar yang mengaku bernama Gorgo San" Tampaknya dia
1837 bukan bangsa Han?", dia seperti orang Mongolia yang
berpakaian sebagai orang Han?"!"
Begitulah Sun Long dan Cie Kwang menyaksikan jalannya
pertempuran itu dengan sepasang mata terpentang lebar-lebar.
Mereka kagum dan takjub bukan main melibat kelihayan ke dua
orang itu, karena seumur hidup mereka belum pernah menyaksikan pertempuran sehebat itu.
Mereka berdua pun tidak berani berada terlalu dekat dengan
gelanggang pertempuran, karena angin dari pukulan ke dua orang
yang tengah
Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertempur itu menderu-deru dahsyat, menumbangkan pohon dan menghancurkan batu-batu, yang
terdapat di sekitarnya. Auwyang Phu semakin lama jadi semakin penasaran, sampai
suatu kali waktu dia memiliki kesempatan, dia menyerang beruntun
sampai tiga kali. Waktu lawannya tengah menghindarkan diri dengan melompat dua
tombak lebih, Auwyang Phu pun melompat mundur, dia
membentak: "Berhenti! Siapa kau sebenarnya"!"
Gorgo San tertawa dingin, mukanya bengis sekali, dia bilang:
"Hemmm, kau ingin mengetahui siapa nama tuan besarmu"
1838 Dengarkan baik-baik! Aku Gorgo San, murid tunggal dari Dalpa
Tacin!" Auwyang Phu kaget tidak terhingga, karena ia mengetahui siapa
itu Dalpa Tacin, tokoh persilatan dari Mongolia.
Sedangkan Sun Long dan juga Cie Kwang tambah kaget. Mereka
memang sering mendengar, balhwa Dalpa Tacin, merupakan
orang Boan yang tangguh sekali mungkin jarang sekali di daratan
Tiong-goan terdapat tokoh persilatan yang bisa menandingi akan
kepandaian Dalpa Tacin, dan mungkin hanya beberapa tokoh sakti
Tiong-goan saja bisa mengimbangi ilmunya.
Gorgo San sebagai murid tunggalnya saja telah bisa memiliki
kepandaian yang begitu tinggi dan menakjubkan, terlebih lagi
Dalpa Tacin, tentu jauh lebih hebat lagi.
Mengenai Dalpa Tacin, kita bisa menemuinya di dalam kisah
"Biruang Salju", di mana telah diceritakan tentang kehebatan Dalpa
Tacin. Gorgo San sesungguhnya tidak berdusta.
Ia merupakan murid tunggal Dalpa Tacin. Kepandaian gurunya
sangat tangguh dan hebat, ditambah lagi diapun seorang pemuda
1839 yang cerdas, yang dapat menerima setiap pelajaran yang diwarisi
gurunya dengan cepat dan baik.
Dengan usahanya sendiri, dia telah mengubah beberapa ilmu
gurunya, yang dikombinasi dengan ilmu lainnya, maka dia bisa
jauh lebih lihay dari sebelumnya. Terlebih lagi setelah Dalpa Tacin
memberikan ilmu andalannya, yang membuat Gorgo San semakin
gagah saja. Cuma saja, usianya yang masih begitu muda telah membuat dia
jadi congkak dan angkuh dengan memiliki kepandaian setinggi itu.
Ia merasa bahwa dialah satu-satunya yang memiliki kepandaian
tertinggi di daratan Tiong-goan.
Apa lagi memang Dalpa Tacin juga terlalu memanjakannya, maka
Gorgo San merupakan murid yang selalu melakukan hal-hal yang
tidak pantas, menganiaya orang, memperkosa, merayu gadisgadis dan memperkosanya, lalu membunuhnya! Wajahnya tampan
bukan main, hanya saja hatinya melebihi iblis, kejam dan
tangannya telengas sekali.
Bahkan Gorgo San pernah berpikir untuk membunuh gurunya,
Dalpa Tacin, karena ia menduga gurunya itu masih memiliki
beberapa macam ilmu simpanan yang belum diberikan kepadanya.
1840 Tentu dengan dibunuh gurunya itu, ia bisa memperoleh catatan
mengenai ilmu simpanan gurunya tersebut.
Hanya saja Gorgo San tidak berani melakukan niatnya itu. Ia masih
jeri kalau-kalau usahanya itu gagal dan kelak ia akan dibunuh
gurunya. Dengan alasan untuk mencari pengalaman akhirnya Gorgo San
telah meminta ijin dari gurunya buat berkelana. Dan ia berkelana
justeru untuk mengumbar angkara murka.
Dalam waktu satu tahun saja, Gorgo San telah menggetarkan
rimba persilatan. Memang selama itu tidak ada seorangpun yang
sanggup mengendalikan dan menandingi kepandaiannya.
Lalu sampai dia mendengar perihal pusaka Kun-lun, maka dia
segera berusaha merebutnya. Dan memang dia merebutnya
dengan mudah, hal ini disebabkan ia memiliki kepandaian yang
tinggi. Padahal ke dua murid Kun-lun itu, Sun Long dan Cie Kwang, bukan
sebangsa manusia lemah. Tapi karena kepandaian Gorgo San
memang luar biasa, mereka tidak berhasil melindungi kotak kayu
yang berisi pusaka Kun-lun itu.
1841 Dikala itu Auwyang Phu telah memperdengarkan suara tertawa
dingin, karena ia tidak mau memperlihatkan perasaan kaget
kepada lawannya. Di dalam hatinya berpikir:
"Pantas ia memiliki kepandaian yang begitu tinggi. Tentunya
pusaka Kun-lun merupakan pusaka yang tidak ternilai harganya,
sampai seorang seperti dia masih ingin merampasnya!"
Karena berpikir begitulah, niat buat merampas pusaka Kun-lun jadi
semakin besar di hati Auwyang Phu, dan ia bilang dengan sikap
yang bengis: "Baiklah! Memandang muka terang gurumu, Dalpa Tacin, aku
bersedia mengampuni jiwamu, asal engkau mau menyerahkan
pusaka Kun-lun itu kepadaku!"
Gorgo San tertawa bergelak-gelak, bukan main murkanya dia,
karena dengan berkata begitu, sama saja Auwyang Phu seperti
tidak memandang sebelah mata padanya.
"Hemm, kepandaian apa yang kau miliki sehingga berani
bertingkah di hadapanku" Terimalah ini!"
Sambil disusuli dengan bentakannya itu, tampak tangan Gorgo
San telah menyambar lagi. Ia mengulurkan tangannya bukan
1842 sekedar diulurkan buat menyerang biasa, tapi telapak tangannya
itu membawa hawa yang anyir dan amis sekali.
Auwyang Phu seketika tersadar, bahwa lawannya pasti mempergunakan racun. Ia segera menutup jalan darah dan juga
pernapasannya agar tidak terhirup hawa udara yang beracun itu.
Barulah ia mengelakkan diri dari tangan Gorgo San. Ia pun
membarengi lagi dengan pukulan Ha-mo-kangnya, dengan
menekuk ke dua kakinya, dia berjongkok dan menghantam.
Benar saja. Gorgo San memang mempergunakan racun. Di
tangannya itu tercekal sebuah tabung kecil, yang dibuat
sedemikian rupa, diperlengkapi dengan alat rahasia dan per,
sehingga jika ia hendak mempergunakan tabung racunnya itu, ia
hanya memijit tombol kecil yang ada di ujung tabung, segera racun
menyambar keluar. Jika saja lawan Gorgo San terdiri dari orang yang berkepandaian
biasa saja, niscaya orang itu akan segera rubuh keracunan.
Cuma saja, sekarang yang dihadapinya adalah Auwyang Phu,
putera tunggal Auwyang Hong. Sedangkan dulunya Auwyang
Hong sangat terkenal dengan julukannya sebagai See-tok, si
Racun dari Barat. Dengan begitu, bisa dibayangkan bahwa
1843 Auwyang Hong merupakan dedengkot racun, dan ia bisa
menjinakkan ular dan memiliki pasukan ular yang tidak kecil
jumlahnya. Keponakan Auwyang Hong, yaitu Auwyang Kongcu saja, sudah
memiliki kepandaian yang tinggi, dan juga pandai mempergunakan
berbagai racun. Auwyang Phu, walaupun tidak menerima
bimbingan langsung dari ayahnya yang telah keburu mati itu, tapi
ia memiliki kitab-kitab pusaka warisan Auwyang Hong. Dengan
demikian segala macam ilmu milik ayahnya telah dipelajari.
"Hemmm, engkau hendak main-main dengan racun"!" mengejek
Auwyang Phu dengan suara yang mengejek. Katanya lagi,
"Baiklah, aku akan memperlihatkan kepadamu, bagaimana
caranya yang terbaik mempergunakan racun!"
Setelah berkata begitu, Auwyang Phu merogoh sakunya, tahu-tahu
ia melemparkaan sebutir benda bulat yang tidak begitu besar
bentuknya. Benda itu jatuh di tanah, meledak dan menyemburkan
asap yang cukup besar dan tebal.
Gorgo San seketika merasakan hawa beracun yang amis sekali di
sekelilingnya. Ia kaget cepat-cepat menutup jalan pernapasannya
agar ia tidak menghirup udara yang mengandung racun.
1844 Tapi, biarpun Gorgo San cepat-cepat menutup jalan pernapasannya, tetap saja ia telah menghirup sedikit dari udara
beracun itu, karena kepalanya seketika terasa jadi pusing dan
tubuhnya terhuyung mundur ke belakang.
Auwyang Phu tidak tinggal diam menyaksikan kesempatan baik
buatnya, karena itu, dia segera juga melompat ke samping Gorgo
San. Dia telah mengulurkan tangannya buat menotok Gorgo San
pada jalan darah Ki-bun. Di waktu itu Gorgo San tengah terhuyung namun ia menyadari
bahaya yang tengah mengancam dirinya, maka ia segera juga
membuang dirinya buat bergulingan. Gerakannya jauh kalah cepat
dengan Auwyang Phu, sebab ketika Gorgo San melompat berdiri,
dilihatnya Auwyang Phu telah berdiri tersenyum-senyum sambil
tangannya menimang-nimang sebuah benda, yaitu kotak kayu
yang di dalamnya berisi pusaka dari Kun-lun!
Bukan main murkanya Gorgo San, karena benda itu, yang semula
telah disimpan di dalam sakunya, telah dapat diambil oleh
Auwyang Phu. Di saat itu Auwyang Phu juga telah bilang dengan sikap mengejek:
1845 "Hemmm, jika tadi aku menghendaki jiwamu, sama mudahnya
seperti aku membalikkan telapak tangan! Seperti telah kukatakan,
aku mau menghormati gurumu, memandang muka terang Dalpa
Tacin, aku mengampuni jiwamu.....! Nah bocah, kau pergilah
menggelinding pergi dari hadapanku, sebelum tuan besarmu
merobah keputusannya!"
Muka Gorgo San jadi merah padam. Dia mengeluarkan erangan
yang menyerupai raungan penuh kemarahan, tubuhnya melesat
menerjang Auwyang Phu. Tampak menyerang dengan hebat
sekali, karena ia bermaksud merebut kembali kotak kayu itu yang
berisi pusaka Kun-lun itu dari tangan Auwyang Phu.
Tetapi Auwyang Phu telah menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya
melesat cepat sekali dan ringan seperti bayangan belaka. Ia
bermaksud meninggalkan tempat itu. Malah, Auwyang Phu telah
memperdengarkan suara tertawanya yang nyaring.
Gorgo San mana mau membiarkan Auwyang Phu pergi dengan
membawa kotak kayu pusaka Kun-lun itu yang telah dirampasnya.
Dengan mati-matian dia mengerahkan tenaganya, ia mengejarnya,
sambil bentaknya: "Bangsat keparat, kembalikan pusaka itu
kepadaku!" 1846 Auwyang Phu tidak memperdulikan bentakan Gorgo San. Ia berlari
terus dengan cepat. Demikianlah mereka berdua jadi saling kejar mengejar dengan
mengerahkan gin-kangnya masing-masing, sehingga tubuh mereka berkelebat-kelebat seperti bayangan saja, dan sepasang
kaki mereka itu seperti juga tidak menginjak bumi lagi.
Sun Long dan Cie Kwang yang menyaksikan ke dua orang itu
saling kejar, berusaha mengejar juga. Namun baru saja mereka
mengejar belasan tombak, mereka telah tertinggal jauh sekali.
Mereka telah kehilangan jejak, sampai ke dua orang dari Kun-lun
ini akhirnya cuma saling pandang penuh sesal dan kecewa.
Mereka juga kuatir sekali. Jika mereka telah kembali ke tempat
mereka dan memberikan laporan kepada ketua mereka mengenai
kegagalan mereka melindungi pusaka yang telah dipercayakan
kepada mereka, niscaya mereka akan memperoleh hukuman yang
tidak ringan. Auwyang Phu waktu itu berlari sambil tertawa-tawa, tubuhnya yang
pendek itu dapat berlari gesit sekali. Sampai akhirnya ketika tiba di
tegalan rumput yang cukup luas, ia berhenti dan kemudian bersiul
dengan nyaring. 1847 Gorgo San girang menyaksikan lawannya berhenti berlari, ia dapat
mengejar tiba dengan segera. Ia yakin, jika memang ia
merampasnya dengan mati-matian, dia tentu akan berhasil dan
bisa merubuhkan Auwyang Phu.
Di waktu itulah, dari arah tegalan rumput itu terdengar suara
mendesis yang aneh dan keras juga, di mana rumput-rumput telah
bergerak-gerak. Bau amis dan juga bau anyir telah tercium oleh
Gorgo San. Dikala Gorgo San tiba di hadapannya, Auwyang Phu menjejakkan
ke dua kakinya lagi, melompat ke belakang, berjumpalitan di
tengah udara. Kemudian meluncur turun di tanah terpisah lima
tombak lebih dari Gorgo San.
Dengan penasaran Gorgo San hendak mengejarnya lagi, ia baru
saja hendak memakinya, sekonyong-konyong ia melihat dari
gerombolan rumput, muncul puluhan ekor ular dari berbagai jenis
dan ukuran. Ada yang panjangnya sampai semeter, ada yang setengah meter
ada juga yang semeter lebih?" Semuanya tengah menggeleser
maju mendekati Gorgo San dan mengepungnya.
1848 Itulah barisan ular yang sangat beracun sekali, loreng pada ular
itupun merupakan belang bermacam-macam, maka menunjukkan
bahwa ular beracun itu memang dari berbagai jenis, yang racunnya
juga berbeda-beda. Di waktu itu tampak Auwyang Phu tertawa bergelak-gelak
kemudian dia bilang: "Nah, sekarang kau hadapilah ular-ular
itu?"!" Sambil berkata begitu, Auwyang Phu kemudian bersiul lagi,
nyaring sekali suara siulannya itu. Ia memang telah mewarisi
kepandaian ayahnya buat menjinakkan ular-ular beracun, karena
itu, ia bisa memerintah ular-ular itu sekehendak hatinya.
Mendengar suara siulannya itu, ular-ular itu telah melesat
menyambar Gorgo San. Gorgo San terkejut, ia segera mengibaskan lengan bajunya
berulang kali.
Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan caranya seperti itu, ia berhasil untuk meruntuhkan ularular itu yang tersampok mental dan tidak bisa mendekati dirinya.
Tapi ular-ular beracun itu sangat banyak jumlahnya, dan datang
beruntun terus menerus tidak hentinya, sehingga seperti juga
1849 gelombang lautan, yang datang tidak berkeputusan, sampai
akhirnya jumlah ular-ular beracun itu mungkin lebih dari ratusan
ekor. Auwyang Phu duduk bersila di atas rumput, dengan sikap
seenaknya ia menyaksikan pasukannya yang istimewa itu telah
mengepung dan mengeroyok Gorgo San. Dia sebentar-sebentar
memperdengarkan tertawanya yang nyaring.
Gorgo San bukan kepalang murkanya, sampai memaki kalang
kabutan. Tapi sambil memaki kalang kabutan seperti itu, ia pun
harus mengerahkan seluruh kemampuannya buat menghadapi
pasukan ular, agar ia tidak sampai terserang dan terpagut, karena
sekali saja ia terkena pagutan ular itu, niscaya akan membuat ia
keracunan dan juga akan membuatnya terbinasa, karena ular-ular
tersebut memang merupakan ular-ular yang beracun hebat dan
ganas sekali. Gorgo San menyadari, bahwa Auwyang Phu tentu memiliki
hubungan yang dekat dengan Auwyang Hong. Ia pernah
mendengar cerita dari gurunya, bahwa Auwyang Hong adalah
salah seorang datuk persilatan, di antara ke lima jago luar biasa di
daratan Tiong-goan. 1850 Auwyang Hong merupakan salah satu dari Ang Cit Kong, Ong
Tiong Yang, Oey Yok Su dan It Teng Taysu. Dan Auwyang Hong
pun sangat pandai sekali mempergunakan racun, mengendalikan
pasukan ularnya. Sekarang justeru ia tengah menghadapi pasukan ular, yang selalu
mematuhi perintah Auwyang Phu, yang mengatur barisan ularnya
dengan siulan-siulan nyaringnya. Terlebih lagi Auwyang Phu pun
seorang yang licik sekali, sama liciknya seperti Auwyang Hong,
ayahnya karena darah dan kelicikan ayahnya rupanya mewarisi
juga di tubuhnya. Karena itu, ia telah mengatur barisan ularnya itu
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama mengurung Gorgo San dan sekali-kali
menyerang. Sekelompok barisan ular lainnya melingkari gelanggang ruang gerak Gorgo San, menantikan kesempatan buat
bantu menyerang. Dengan begitu, walaupun gin-kang Gorgo San memang tinggi,
tokh ia tidak bisa mempergunakan kegesitan tubuhnya buat
melesat keluar dari gelanggang itu, karena begitu tubuhnya
melesat ke tengah udara, selain ular-ular pada kelompok pertama
akan ikut melesat buat memagutnya juga kelompok barisan ular
yang lainnya berada dalam luar kalangan, siap menantikan
1851 meluncur turun tubuhnya, buat menyerang dengan pagutan
mereka! Dengan menggerak-gerakkan sepasang tangannya menghalau
ular-ular yang menyerangnya itu pun tidak menguntungkan Gorgo
San, karena pada akhirnya ia akan letih dan kehabisan tenaga, dan
akan membuat dia akhirnya rubuh sendirinya karena sudah tidak
memiliki tenaga lagi. Auwyang Phu berulang kali tertawa, dan Gorgo San mendengar
tertawa mengejek dari lawannya, membuat darahnya mendidih.
Dia jadi mengempos seluruh semangatnya, dia pun berpikir:
"Aku tidak boleh rubuh! Walaupun bagaimana manusia keparat itu
harus kumampusi!" Sambil berpikir begitu, segera juga Gorgo San
telah mengeluarkan ilmu simpanannya.
Mendadak sekali, setelah berhasil mengibaskan tangannya,
menyampok terpental tiga ekor ular yang berukuran sepanjang
hampir semeter yang tengah melompat menerjang padanya,
Gorgo San kemudian duduk bersila. Dia memutar ke dua
tangannya seperti juga titiran, lalu dia juga bersiul nyaring sekali.
Suara siulannya itu mengandung kekuatan lweekang yang sangat
dahsyat. 1852 Seketika, ular-ular yang tengah mengepungnya seperti terkejut
dan panik kebingungan, karena sekarang ada dua macam
kekuatan yang memerintah mereka.
Auwyang Phu sendiri tercekat hatinya. Jika barisan ularnya itu
terkacaukan, berarti akan lolos Gorgo San. Maka dari itu ia segera
melompat berdiri. Percuma saja jika ia tidak bisa mengatur barisan ularnya ini, karena
setidak-tidaknya ia adalah putera tunggal dari Auwyang Hong,
See-tok, si Bisa bangkotan dari Barat, yang sangat terkenal
semasa hidupnya karena memakai racun dan juga mengendalikan
pasukan ularnya. Cepat Auwyang Phu menepuk ke dua tangannya. Suara tepukan
tangannya itu seperti menindih dan menembus suara siulan Gordo
San, dan pasukan ular itu dengan rapih telah mundur menjauhi
Gorgo San. Gorgo San girang melihat hasil dari siulannya itu. Ia segera
melompat bangun, berdiri tegak dan berkata dengan suara yang
lantang, "Hemmm, hanya sebegitu saja kepandaianmu mengatur pasukan
ularmu" Barisan ular yang tidak mempunyai arti."
1853 Muka Auwyang Phu berobah merah padam. Yang terpenting
baginya adalah pusaka Kun-lun, di dalam kotak kayu yang telah
berada di tangannya, yang telah disimpan di dalam sakunya.
Sesungguhnya, dengan Gorgo San ia tidak memiliki permusuhan
apa-apa. Namun akibat dari ejekan yang dilontarkan Gorgo San,
membuat dia naik darahnya, meluap kemarahannya dan ia pun jadi
penasaran. "Baik! Aku akan memperhatikan kepadamu sesuatu yang tidak
akan lagi membuat kau seenakmu saja menggoyangkan lidahmu
itu!" Setelah berkata begitu, Auwyang Hong bersiul nyaring tiga kali,
dua kali panjang, satu kali pendek suara siulan itu. Dan kemudian
rumput di belakangnya bergerak-gerak seperti dilanda sesuatu.
Lalu muncul makluk yang luar biasa seekor ular yang besar sekali,
yang panjangnya sampai tiga meter lebih, ukuran tubuhnya yang
sepelukan sepasang tangan. Itulah mirip-mirip dengan ular naga!
Gorgo San yang melihat ular yang luar biasa besarnya itu, jadi
tercekat hatinya, tapi ia percaya, seperti tadi, ia akan berhasil
mengusir ular besar itu dengan mengandalkan siulannya, yang
disertai dengan tenaga sin-kangnya.
1854 Belum lagi ular besar itu merayap lebih dekat kepadanya, ia telah
bersiul nyaring. Auwyang Phu tertawa bergelak-gelak,
"Kau boleh bersiul sekuat suaramu sampai mulutmu jontor dan
monyong!" ejeknya. Auwyang Phu berkata benar karena walaupun Gorgo San telah
bersiul nyaring seperti itu, tokh tetap saja ular besar itu tidak mau
berhenti merayap. Dan ular itu terus juga merayap maju
menghampiri Gorgo San. Di saat itulah terlihat Gorgo San menghadapi ancaman bahaya
yang tidak kecil, karena jika saja ular itu semakin dekat dan
menyerangnya, niscaya dia sulit untuk mengadakan perlawanan.
Memang mudah ia bertempur dengan tokoh rimba persilatan mana
saja, yang tidak akan membuatnya gentar. Tapi jika ia harus
bertempur dengan seekor ular yang berukuran besar seperti ular
naga ini, benar-benar membuatnya tidak mengetahui dengan cara
apa menghadapinya. Auwyang Phu telah bersiul nyaring sekali, sampai suara siulan itu
menyakiti pendengaran. 1855 Ular besar itu tahu-tahu dengan ringan sekali telah melesat ke
tengah udara, menyambar kepada Gorgo San.
Gorgo San cepat-cepat berkelit ke samping kanan. Ular itu melesat
di sampingnya tidak berhasil untuk mengenai sasarannya dengan
terjangan itu. Tapi ular tersebut rupanya memang sangat lihay dan
terdidik baik sekali, begitu lawannya berkelit, ekornya segera
menyambar dengan kuat. "Plakkk!" Gorgo San segera merasakan benda yang berlendir
menjijikkan dan keras sekali telah menghantam mukanya, mata
Gorgo San seketika berkunang-kunang dengan pandangan
matanya jadi kabur. Disamping itu juga Gorgo San kehilangan
keseimbangan tubuhnya, karena kuda-kuda ke dua kakinya telah
tergempur. Auwyang Phu melihat ular peliharaannya itu berhasil menyampok
Gorgo San dengan ekornya, jadi tertawa bergelak-gelak. Dan ia
dengan sikap yang angkuh mengejeknya:
"Hemm, engkau akan mampus, manusia sombong! Tidak ada
kuburan buat kau, karena engkau akan men jadi santapan ular
raksasaku!" 1856 Sedangkan Gorgo San tidak kecewa sebagai murid dari Dalpa
Tacin. Walaupun bagaimana memang ia memiliki kepandaian yang
tinggi, dan juga selalu berkelana di dalam rimba persilatan, jarang
sekali ada orang yang bisa menandingi kepandaiannya.
Jika ia tidak terdesak oleh ular raksasa Auwyang Phu, itulah
disebabkan pertempuran yang berlangsung. manusia melawan
ular itu yang sangat beracun, merupakan suatu pertempuran yang
janggal dan aneh, yang belum pernah dialaminya, membuat ia
agak bingung. Itu pula sebabnya mengapa ia sampai tersampok
oleh ekor ular tersebut! Tapi, walaupun bagaimana memang dia memiliki kepandaian yang
sangat tinggi disamping itu ia pun sangat cerdik, maka sekarang
setelah mengalami pengalaman yang pahit, ia tidak mau berayal
lagi. Sampokan ekor ular itu yang licin berlendir menjijikan
membuat ia murka. Namun murkanya itu disertai dengan pikiran yang cepat sekali.
Iapun telah memutuskan, terutama sekali ia harus dapat
menghalau ular itu buat mendesak Auwyang Phu dan kemudian
merebut kitab pusaka Kun-lun.
1857 Waktu itu ular yang besar dan ganas itu telah membalikkan
tubuhnya. Tubuhnya melingkar, lidahnya yang bercagak dua dan
tampak begitu ramah, benar-benar sangat mengerikan sekali, juga
dari ular itu menyiarkan bau amis yang menjijikkan. Ular itu tampak
siap untuk menerjang lagi.
Gorgo San bersiap-siap, di antara suara tertawa mengejek dari
Auwyang Phu, tampak ular tersebut tahu-tahu meluncur dengan
cepat sekali hendak memagut kembali pada Gorgo San.
Gorgo San mengerahkan tenaga dalamnya pada telapak
tangannya. Ia telah mengeluarkan tenaga sin-kangnya yang
disalurkan pada ke dua telapak tangannya. Matanya dipentang
lebar-lebar, memancarkan sinar yang mengandung hawa pembunuhan. Ular itu pesat sekali meluncur dan akan memagut pundak Gorgo
San. Kepala ular itu terulur sangat panjang, bahkan sambarannya
sangat cepat sekali. Gorgo San melihat dengan cermat, ia memiliki penglihatan yang
sangat tajam. Waktu ular itu menerjang padanya dengan
sambaran yang mengeluarkan berkesiuran angin yang sangat
kuat, ia mengeluarkan bentakan keras, menahan hawa amis yang
1858 menerjang hidungnya, lalu menghantam dengan telapak tangan
kanannya. "Plakkkk!" kepala ular itu kena dihantamnya. Dia memukul kepala
ular yang licin, berlendir menjijikkan, membuat dia menggidik,
namun dia mengeraskan hatinya, walaupun bagaimana dia
memang harus melumpuhkan ular itu.
Ular itu merasa pening dihantam kepalanya seperti itu oleh Gorgo
San. Tubuhnya juga terlempar ke samping, kemudian menggeliatgeliat.
Hanya saja disebabkan kepala ular itu memang licin berlendir,
pukulan telapak tangan Gorgo San tidak bisa menghantam dengan
tepat, melejit dan ular itu tidak mati, karena pukulan Gorgo San
tidak bisa meremukkan kepala ular itu. Hanya suara mendesis ular
itu perlahan sambil menggeliat-geliat.
Waktu itu Auwyang Phu gusar bukan main, terhenti tertawanya,
wajahnya memancarkan sinar yang mengandung kekejaman,
bengis sekali. Disaat itulah ia bersiul nyaring sekali.
Gorgo San sebetulnya hendak mempergunakan kesempatan itu
buat menerjang kepada Auwyang Phu, namun ia terhalang oleh
puluhan ekor ular yang sudah serentak menerjang kepadanya,
1859 akibat siulan Auwyang Phu yang memerintahkan ular-ular itu
menerjang pada Gorgo San.
Gorgo San jadi penasaran menghadapi ular-ular beracun itu
bukanlah pekerjaan yang ringan, karena dia tidak bisa mempergunakan ilmunya secara wajar. Sedangkan ia murka
karena beranggapan Auwyang Phu berlaku licik sekali, dengan
mempergunakan pasukan ularnya menandakan bahwa Auwyang
Phu seorang pemuda rendah hina.
Dia berteriak marah sambil menggerak-gerakkan sepasang
tangannya, yang mengeluarkan kesiuran angin yang sangat hebat,
melindungi sekujur tubuhnya. Tidak ada seekor ularpun yang dapat
mendekati tubuhnya. Karena setiap kali ada ular yang menerjang maju, akan tersampok
oleh angin yang begitu kuat dari ke dua telapak tangan Gorgo San.
Dan ular-ular itu telah terpental terpelanting di tanah.
Dalam keadaan seperti ini, Auwyang Phu tidak mau membuang
waktu lagi, tahu-tahu dia menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya
seperti terbang berlari pesat meninggalkan tempat itu. Sedangkan
di saat-saat Gorgo San tengah sibuk melawan ular-ularnya, dia
malah bermaksud ingin mempergunakan kesempatan ini buat
1860 melarikan diri agar dia tidak direpotkan oleh Gorgo San yang masih
Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersikeras hendak merebut kembali kitab pusaka Kun-lun itu.
Sun Long berdua dengan Cie Kwang waktu melihat Auwyang Phu
bermaksud hendak melarikan diri, mereka jadi bingung bukan
main. Mereka tengah berada dalam sikap yang serba salah.
Musuh terlalu tangguh dan mereka berdua bukan menjadi
tandingannya, karenanya mereka menyadari, jika memang mereka
memaksa untuk bertempur dengan Auwyang Phu, atau juga Gorgo
San, niscaya mereka tidak akan sanggup menang, malah akan
terluka berat, atau kemungkinan pula mereka akan menemui
ajalnya. Namun sekarang melihat Auwyang Phu hendak berlalu. Mereka
cepat-cepat ingin mengejar.
Besar tanggung jawab mereka, sebab buku pusaka dari Kun-lun
telah berhasil direbut kemudian jatuh di tangan Auwyang Phu.
Dengan demikian jika mereka tidak berhasil mengambil pulang
kitab pusaka itu merekapun akan memperoleh hukuman yang tidak
ringan dari ketua mereka.
Disebabkan itu pula, tidak ada pilihan lain selain berseru:
"Tuan?" tunggu?"!" mereka mengejarnya dengan sekuat
1861 tenaga, sambil masih berusaha menghiba-hiba kepada Auwyang
Phu agar pemuda itu berbaik hati mengembalikan bukunya.
Tapi Auwyang Phu berlari sangat cepat meninggalkan tempat itu.
Dalam waktu yang singkat terlihat ia telah pergi jauh sekali.
Cie Kwang berdua dengan Sun Long telah tertinggal di
belakangnya dan akhirnya malah ke dua orang Kun-lun itu tidak
bisa mengetahui lagi ke mana Auwyang Phu berada, karena
mereka telah kehilangan jejak orang buruannya itu.
Gorgo San yang tengah sibuk melayani serbuan ular-ular itu,
bukan main murkanya. Tubuhnya menggigil keras dan ia
menggerakkan sepasang tangannya ganas sekali, membuat ularular yang menerjang kepadanya jadi terpental.
Bahkan sebagian ada yang tubuhnya sampai putus menjadi dua
potong, ada juga yang kepalanya hancur, akibat dahsyatnya
tenaga pukulan yang dipergunakan oleh Gorgo San.
Cuma saja, biarpun Gorgo San telah melihat Auwyang Phu
melarikan diri, tetap saja ia tidak bisa meninggalkan tempat itu buat
mengejarnya, karena justeru ia tengah dilibat oleh pasukan ular
Auwyang Phu. Akhirnya melihat Cie Kwang berdua Sun Long pergi
1862 juga meninggalkan tempat itu, ingin mengejar Auwyang Phu,
Gorgo San jadi memaki kalang kabutan.
Setelah beberapa saat lagi, ia telah berhasil membunuh belasan
ekor ular dan di saat jumlah ular yang menyerbunya sedikit, ia
bersiul nyaring. Pasukan ular Auwyang Phu yang hanya tinggal
belasan ekor itu, jadi tertegun sejenak. Mereka tampaknya
bingung, mengangkat kepala mereka tinggi-tinggi seperti hendak
memperhatikan irama suara siulan tersebut, dan mereka jadi
berhenti bergerak, tidak menyerang lebih jauh.
Gorgo San tidak mau membuang-buang kesempatan yang baik ini.
Segera ia menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya seperti juga
terbang, melesat meninggalkan tempat itu. Dia menuju ke arah di
mana tadi Auwyang Phu melarikan diri, karena dia penasaran dan
hendak mengejar pemuda she Auwyang itu.
Di hatinya yang tengah panas dia mengutuk tidak hentinya untuk
kelicikan Auwyang Phu. Dia akan bersumpah jika memang kelak
ia bertemu dengan pemuda itu, dan dia berhasil mengejarnya,
maka dia akan membunuhnya!
Tapi setelah berlari-lari sekian lama dengan cepat dan pesat
seperti terbang, tetap saja dia tidak berhasil mengejar lawannya.
1863 Auwyang Phu seperti telah lenyap masuk ke dalam perut bumi,
tidak meninggalkan jejak.
Dengan penasaran Gorgo San mengejar tetapi setelah melewati
belasan lie lagi dan tetap tidak berhasil menemui jejak Auwyang
Phu, ia jadi tambah murka dan penasaran. Namun dia tidak
meneruskan pengejarannya.
Sedangkan waktu dia memutar tubuhnya hendak kembali menuju
ke kampung Jit-cap-li-pau, ia teringat kepada Sun Long dan Cie
Kwang, ke dua orang Kun-lun itu. Mereka tentu saja tidak memiliki
ilmu meringankan tubuh yang terlalu tinggi, tapi mereka juga tidak
terlihat. Karena itu Gongo San sejenak jadi heran. Dia lari balik kembali,
karena ia pikir mungkin ke dua murid Kun-lun itu tadi tertinggal di
belakang, karena dia mengejarnya memang terlalu cepat sekali
bukan main, dan seperti juga dia telah berlari dengan terbang
tanpa ke dua kaki menginjak bumi.
Di kala itu, ia tetap tidak melihat Sun Long dan Cie Kwang,
walaupun Gorgo San telah berlari sampai puluhan lie, kembali ke
arah dari mana tadi dia mendatangi.
1864 Akhirnya, dengan uring-uringan dia memasuki kampung Jit-cap-lipau. Dia pergi ke sebuah rumah penginapan, meminta kamar dan
galak sekali menempeleng seorang pelayan yang terlambat
melayani pesanan makanannya.
Benar-benar Gorgo San tengah uring-uringan, dan ia bertekad,
selanjutnya akan mencurahkan seluruh perhatiannya buat mencari
jejak Auwyang Phu. Ia pun bersumpah untuk berusaha membunuh
Auwyang Phu jika kelak dia berhasil menemukannya.
Percuma saja ia sebagai murid tunggal Dalpa Tacin. Jika kini ia
bisa dipermainkan seperti itu oleh Auwyang Phu.
Ke mana perginya Sun Long dan Cie Kwang"
Ternyata ke dua murid Kun-lun itu telah mengejar beberapa lie dan
kehilangan jejak Auwyang Phu. Akhirnya tersesat mengambil arah
yang berlainan sekali, karena mereka memang sudah tidak
mengetahui lagi, ke arah mana mereka harus mengejar Auwyang
Phu. Untuk kembali ke tempat semula, pertama mereka ngeri dan takut
kepada ular-ular Auwyang Phu yang tentu banyak yang masih
hidup. Juga kuatir Gorgo San yang tengah uring-uringan, sebab
kitab pusaka Kun-lun yang telah direbutnya dari tangan Sun Long
1865 dan Cie Kwang, kini telah dapat dirampas oleh Auwyang Phu
malah telah dibawa pergi, meninggalkan ular-ularnya itu mengepung Gorgo San. Kalau sampai nanti Gorgo San menumpahkan seluruh kemarahannya kepada mereka, niscaya akan membuat mereka
yang repot menghadapi kemarahan murid dari Dalpa Tacin yang
memiliki kepandaian tinggi itu.
Di waktu itu Gorgo San telah rebah di dalam kamar rumah
penginapan, karena ia benar-benar marah dan penasaran sekali,
sampai dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, selain uringuringan tidak karuan.
Juga ia tidak bisa tidur. Dia rebah dengan mata terpentang lebarlebar mengawasi langit-langit kamar, berulang kali dia menghela
napas. Ia teringat kepada gurunya, Dalpa Tacin. Ya, gurunya seorang
yang memiliki kepandaian sangat tinggi. Diapun telah mewarisi
kepandaian gurunya. Bahkan Dalpa Tacin selalu memuji muridnya sebagai murid yang
pandai, yang kepandaiannya mengalami kemajuan yang pesat dan
telah mewarisi seluruh kepandaian Dalpa Tacin. Karena itu,
1866 mengapa sekarang dia seperti orang bodoh, yang tidak berhasil
menghadapi Auwyang Phu"
Walaupun dia telah mengetahui bahwa Auwyang Phu adalah
putera Auwyang Hong, tokoh sakti dari rimba persilatan, yang
memang sangat terkenal sebagai si Bisa dari Barat yang
tangannya beracun, mamun tidak seharusnya dia bisa dipermainkan oleh Auwyang Phu, karena gurunya dirasakannya
memiliki kepandaian yang tentu tidak berada di bawah kepandaian
Auwyang Hong. Semakin dipikirkannya, dia jadi semakin marah dan penasaran,
sampai akhirnya dia tidak bisa menahan dirinya, dengan murka dia
telah menghantam tepian pembaringan.
"Plakkk!" tepi pembaringan itu kena dihantam sampai sempal. Dia
menghela napas. Kemudian, karena tidak bisa tidur, dia melompat turun dari
pembaringan. Dengan jengkel dikenakan kembali jubahnya, dan
keluar dari kamarnya. Maksudnya hendak meninggalkan rumah
penginapan ini, untuk jalan-jalan memutari kampung, menghirup
udara malam yang mungkin bisa menyejukkan hatinya yang panas
itu. 1867 Tapi ketika dia keluar dari kamarnya, dia melihat pelayan tengah
melayani dua orang pemuda yang wajahnya sangat tampan sekali.
Segera juga hatinya jadi heran. Karena dia melihat betapa pemuda
itu merupakan dua orang yang wajahnya benar-benar sangat
tampan dan tubuhnya ramping.
Dilihat dari keadaan mereka, mungkin ke duanya merupakan
pelajar yang lemah dan kutu buku yang tidak punya guna. Dia
tertawa dingin. Cuma hatinya mengiri sekali, karena sebelumnya ia beranggapan
dirinya sangat tampan dan gagah. Karena itu, tidak disangkanya
bahwa di dalam dunia ini terdapat pemuda-pemuda yang demikian
tampan seperti ke dua pemuda itu.
Dengan sendirinya hatinya jadi jelus. Ia memandangi dengan sikap
yang sinis. Sedangkan salah seorang dari ke dua pemuda itu tampaknya tidak
senang sekali diawasi seperti itu oleh Gorgo San, dia kemudian
melirik dan mendelikan matanya.
"Hemmm!" mendengus Gorgo San tambah tidak senang, jika
memang menuruti hatinya, tentu ia akan menghampiri dan
menotok biji mata pemuda itu untuk dibutakan.
1868 Sedangkan pemuda yang seorangnya lagi, yang sikapnya
walaupun halus dan wajahnya tampan, namun tampak lebih
jantan, telah menarik tangan kawannya.
"Jangan mencari urusan!" katanya dengan suara yang perlahan.
Namun Gorgo San mendengarnya, ia memang memiliki pendengaran yang tajam, maka Gorgo San mendengus "Hemmm!"
lagi. Kemudian Gorgo San telah memilih sebuah meja yang tidak
berjauhan di sebelah kanan. Ke dua pemuda itu menantikan
pelayan selesai mempersiapkan kamar mereka, ke duanya duduk
di sebuah meja, memesan beberapa macam makanan. Dan meja
Gorgo San dengan ke dua pemuda itu terpisah hanya dua meja
kosong. Pelayan yang membawa makanan buat ke dua pemuda itu segera
datang sambil berseru: "Hidangan datang! Tentu tuan-tuan akan
gembira menikmati makanan lezat seperti ini......!"
Namun, waktu lewat di dekat meja Gorgo San, pelayan itu
merandek, karena Gorgo San telah berkata: "Mana pesananku"!"
1869 "Tuan?" kuingat?" tuan".. tuan tidak memesan apa-apa"..!"
kata pelayan tersebut gugup.
"Ohhh begitu!" kata Gorgo San dengan sikap yang mendongkol.
"Jadi kau meremehkan tuan besarmu dan pesanku tidak dilayani"
Bagus! Bagus!" Pelayan itu jadi kikuk, dia segera bilang, "Maafkan tuan, rupanya
terjadi keteledoran di pihak kami! Segera aku akan kembali untuk
mencatat pesanan dari tuan?" Tunggulah sebentar, aku akan
mengantarkan makanan ini dulu!"
Sambil berkata begitu, si pelayan ingin mengantarkan makanan
yang dipesan ke dua pemuda di meja yang tidak jauh terpisah dari
Gorgo San. "Tunggu!" bentak Gorgo San dengan suara yang bengis.
Pelayan itu merandek, dia melirik takut-takut melihat tamunya yang
seorang ini tengah marah.
"Ya" Ya"!" tanyanya tergagap.
"Karena kalian begitu meremehkan tuan besarmu, maka kau tidak
dapat dimaafkan! Cepat letakan makanan itu di mejaku, aku tidak
1870 memiliki waktu banyak untuk menantikan makanan yang baru!"
kata Gorgo San. Pelayan itu kaget, ia melangkah mundur setindak.
"Ini?" ini mana boleh"!" katanya tergagap.
"Letakkan!" bentak Gorgo San sambil menepuk keras mejanya.
Pelayan itu jadi ketakutan, dia ragu-ragu kemudian dengan sikap
meminta maaf dia bilang: "Makanan ini pesanan ke dua tuan itu!"
Sambil berkata begitu, si pelayan telah melirik kepada ke dua
pemuda tamunya. Sedangkan ke dua pemuda di seberang sana, yang mendengar
ribut-ribut telah mengawasi kepada Gorgo San. Yang tertampan,
tengah mengawasi dengan sikap tidak senang karena tampaknya
memang ia tersinggung oleh sikap Gorgo San.
Namun pemuda yang seorang lagi telah membisikkan sesuatu dan
mereka kemudian tidak mengawasi lebih jauh.
"Letakkan! Tulikah kau"!" bentak Gorgo San yang naik darah.
Melihat sikap pelayan itu ia memang tengah uring-uring, malah ia
1871 telah bermaksud, jika saja pelayan ini kali tidak menuruti
perintahnya, dia akan menghajar pelayan itu.
"Baik...... baik.....!" kata pelayan itu ketakutan, walaupun hatinya
tidak senang dengan sikap Gorgo San, namun dia tidak berani
membantah lagi, dia jeri melihat mata pemuda yang memancarkan
sinar yang sangat tajam, maka segera dia meletakkan makanan itu
di atas meja Gorgo San. Gorgo San mendengus tertawa dingin, dan mulai makan. Pelayan
itu kembali ke ruang belakang, untuk mempersiapkan makanan
Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
baru. Ke dua pemuda itu tampak tenang-tenang saja, mereka bercakapcakap dengan gembira, sama sekali mereka sudah tidak
memperhatikan Gorgo San lagi.
Sikap yang diperlihatkan ke dua pemuda itu benar-benar membuat
Gorgo San tambah sengit karena memang semula ia bermaksud
mencari gara-gara, yaitu dengan memaksa meletakkan pesanan
makanan dari ke dua pemuda itu di mejanya, agar pemudapemuda itu menegurnya, di waktu itu ia memiliki alasan untuk
menghajar mereka. 1872 Siapa tahu, ke dua pemuda itu tidak memperlihatkan reaksi dan
mereka malah sekarang tampak tengah bicara satu dengan yang
lain dengan gembira sekali.
Tentu saja Gorgo San tambah sengit, dia berulang kali melirik.
Sedangkan pemuda yang seorang, yang bertubuh ramping dan
wajahnya sangat cakap itu, sehingga tampak seperti wajah
seorang wanita, sering juga melirik kepada Gorgo San. Namun jika
Gorgo San melirik kepadanya, maka dia membuang pandang ke
arah lain. Bukan main mendongkolnya Gorgo San, di dalam hatinya dia
berpikir: "Hemmm, kau lihat saja nanti, bagaimana aku menghajar
kalian!" Waktu itu pelayan telah datang lagi dengan membawa beberapa
macam makanan dan sayur yang masih mengepul hangat.
Pelayan itu bergegas berjalan sangat cepat.
Waktu akan melewati meja Gorgo San, ia melirik dengan sikap
tidak senang dan bercampur kuatir. Ia kuatir kalau-kalau Gorgo
San akan menghadangnya seperti tadi dan memerintahkannya
meletakkan makanan tersebut di atas mejanya.
1873 "Tunggu!" benar saja, Gorgo San telah membentaknya, membuat
pelayan itu jadi merandek, dan dia melirik takut-takut.
"Ada apa, tuan besar"!" tanya pelayan tersebut dengan suara
serak. Gorgo San tertawa dingin.
"Hemmm, masakan sayur ini sungguh tengik dan tidak sedap
dimakan, dan juga makanan ini bukan untuk makanan manusia,
melainkan cocok untuk makanan kuda! Mengapa kau menyajikan
santapan seburuk ini" Cepat angkat ini dan buang, dan letakkan
makanan yang baru itu di mejaku!"
Pelayan itu berobah mukanya.
"Tuan?" mana bisa begitu?"" Tadi tuan telah mengambil
pesanan tuan-tuan itu. Sekarang tuan hendak mengambil pula
pesanan tuan-tuan itu?" itu".. ini tentu bisa meruntuhkan nama
rumah penginapan kami, dan kelak akan sepi karena tidak ada
orang yang mau datang kemari."
"Hemmm, kau terlalu rewel!" bentak Gorgo San, segera tubuhnya
berdiri. 1874 Dan ia hanya bukan berdiri, melainkan tangan kanannya cepat
sekali bergerak: "Dukkk!"
Dada pelayan itu kena dihantamnya. Dengan pukulan yang
perlahan, sebab Gorgo San memang sama sekali tidak
mempergunakan tenaga, tapi hebat kesudahannya buat pelayan
itu, karena tubuhnya kontan kejengkang dan ia terguling-guling di
lantai sambil menjerit-jerit dengan makanan yang dibawanya
berantakan di lantai. Habislah kesabaran pemuda yang tampan dari ke dua tamu itu,
karena mereka melihat betapa sikap Gorgo San keterlaluan sekali.
Maka ia telah berdiri dengan muka yang berobah merah padam
karena gusar. Kawannya cepat-cepat menarik tangannya.
"Biarkan saja, kita tidak perlu mencari urusan!" kata kawannya,
yang muka dan keadaannya lebih jantan.
Tapi kawannya menggeleng.
"Tidak bisa dibiarkan, ia sudah keterlaluan sekali! Tadi dia telah
menyerobot pesanan kita, sekarang dia mash menganiaya pelayan
itu karena pelayan tersebut tidak mau menuruti keinginannya buat
1875 memberikan pesanan kita pula! Hemmm, hemmm, sungguh
keterlaluan." Kasir rumah penginapan tersebut cepat-cepat berlari menghampiri.
"Haya, jangan begitu tuan..... maafkan jika pelayan kami ada yang
kurang ajar dan apa yang dilakukannya tidak berkenan di hati
tuan?" Segalanya mudah diatur dan jika makanan tuan tidak
sedap, biarlah nanti akan dibuatkan yang baru, yang lezat?"!"
Tapi Gorgo San yang memang tengah mencari gara-gara. Melihat
pemuda yang seorang itu, yang ramping dan mukanya seperti
muka wanita, berdiri dari duduknya. Hatinya panas dan ia langsung
ingin turun tangan untuk menghajarnya. Siapa tahu datang si kasir
rumah penginapan ini. Karenanya, kemarahan dan kemendongkolan hatinya segera juga
ditumpahkan kepada kasir rumah penginapan itu. Dia lalu
mengulurkan tangannya, ke lima jari tangannya terpentang, dia
mencengkeram baju di bagian dada dari kasir rumah penginapan
itu, sambil membentak: "Kau juga manusia kurang ajar!"
1876 Tahu-tahu tubuh kasir itu terlempar jauh, tubuhnya sampai
terguling-guling di lantai, malah tampak juga kasir itu telah rontok
giginya dan berdarah. Dikala itu pemuda yang tubuhnya ramping sudah tidak bisa
menahan diri, tubuhnya yang melompat dengan ringan telah
berada di depan Gorgo San.
"Kau keterlaluan, saudara?"!" katanya dengan suara yang
dingin. "Kau main turun tangan dan menganiaya orang-orang yang
lemah tanpa kenal aturan! Sudah engkau yang bersalah, dan
engkau pula yang tidak memakai aturan, masih engkau menyiksa
mereka!" Biji mata Gorgo San mencilak, dan tampak ia mendengus dengan
muka merah padam karena gusar ditegur seperti itu oleh pemuda
tersebut. "Bagus! Kau demikian usil mencampuri urusanku atau memang
engkau sudah bersiap-siap untuk mampus"!" tanya Gorgo San
dengan suara yang bengis.
"Hemmm!" mendengus pemuda itu, "Kau bicara seenakmu saja!
Urusan mati adalah urusan Thian (Tuhan) dan bukan di tanganmu!
Sekarang yang hendak kutanyakan, apakah engkau 1877 mempertanggung jawabkan perbuatanmu dan ganti rugi kepada
pemilik rumah makan dan rumah penginapan ini karena sepak
terjangmu"!" "Ganti rugi" Ganti rugi apa"!" tanya Gorgo San sengaja untuk
mengejek dan pura-pura tidak mengerti.
"Ganti rugi karena engkau telah menimbulkan kerusuhan di sini,
dan juga menganiaya mereka! Kau harus ganti rugi pada mereka
dan juga memberikan puluhan tail perak sebagai tanda
penyesalanmu!" Sambil berkata begitu, tampak pemuda itu telah memandang
dengan sorot mata yang tajam kepada Gorgo San, sikapnya berani
sekali. Mata Gorgo San jadi mendelik, dan ia mengawasi dengan sinar
mata yang mengandung kemendongkolan, sebab ia memang
biasanya ditakuti lawan. Siapa tahu, pemuda kerempeng yang
mukanya tampan seperti pemuda ini adalah seorang wanita, telah
berani menegurnya seperti itu.
Karenanya ia telah mendengus dan berkata: "Ya, aku akan
mengganti rugi pada mereka, tentu saja, dengan jiwamu sebagai
penggantinya?"!"
1878 Sambil berkata begitu, ia menghantam dengan telapak tangannya.
Gorgo San memiliki kepandaian yang tinggi dan lihay, sekarang ia
tengah gusar, karenanya kini ia benar-benar telah bermaksud
membunuh pemuda tampan itu dalam sekali hantam. Dengan
demikian ia bisa melampiaskan kemarahan hatinya.
Tapi pemuda tampan yang berdiri di depannya tertawa dingin, dia
berkelit dengan mudah waktu telapak tangan Gorgo San hampir
mengenai sasarannya. Di waktu itu Gorgo San yang memukul tempat kosong, karena
pemuda itu tahu-tahu telah melesat ke samping mengelakkan diri
dari hantamannya, jadi terkejut juga. Ia tidak menyangkanya,
bahwa pemuda yang tampan dan tampaknya begitu lemah dan
halus, merupakan seorang pemuda yang lihay.
Malah melihat kegesitan gerakannya itu, ditambah juga dengan
cepatnya dan mudahnya ia menghindar dari serangan Gorgo San.
Maka Gorgo San seketika dapat menduganya, pasti pemuda ini
memiliki kepandaian yang tinggi.
Karena memang di waktu itu dia pun merasakan, dengan gin-kang
atau ilmu meringankan tubuh seperti itu, jelas pemuda ini mengerti
1879 ilmu silat. Dan ia tentu saja tidak boleh meremehkannya, dan harus
waspada menghadapinya. Tapi di wajahnya yang merah padam karena gusar itu, ia tetap
tidak memperlihatkan perasaan heran atau terkejutnya untuk
lihaynya pemuda tersebut. Karenanya, ia membarengi pula
dengan dua pukulan yang gencar.
Pemuda tampan itu tertawa dingin, tahu-tahu tangan kanannya
bergerak cepat sekali, di saat mana tubuhnya berkelebat dengan
dibarengi tangannya bekerja.
"Dukkk! Dukkk!" terdengar dua kali suara benturan tangan yang
kuat.. Dalam keadaan seperti itu, Gorgo San kembali terkejut, karena ia
merasakan betapa tangkisan, pemuda itu kuat sekali. Berbeda
dengan bentuk tubuhnya yang kurus ramping dan tampaknya
lemah. Tangkisannya itu justeru mengandung lweekang yang
tangguh sekali membuat pergelangan tangan Gorgo San tergetar.
Dengan segera Gorgo San merobah cara pertempurannya,
karena, jika tadi ia sama sekali tidak memandang sebelah mata
kepada pemuda kurus kerempeng itu, justeru sekarang ini malah
menyerang lagi dengan pukulan yang bersungguh-sungguh.
1880 Dalam waktu sekejap mata saja, telah beberapa jurus mereka
lewatkan. Kawannya pemuda kurus kerempeng, pemuda seorangnya lagi,
tetap duduk tidak bergerak dari tempatnya itu, ia mengawasi
dengan tenang kawannya itu tengah menghadapi Gorgo San.
Gorgo San semakin penasaran. Jika sebelumnya ia menduga
dalam satu atau dua jurus ia akan dapat merubuhkan lawannya
yang dilihatnya sangat lemah itu.
Tidak tahunya justeru di waktu itu ia memperoleh perlawanan yang
gigih. Kuat tenaga dalam dari lawannya tersebut, tangguh ilmu
silatnya. Dengan demikian membuat Gorgo San mengerahkan semangatnya, ia menyerang semakin bersungguh-sungguh. Hebat
kesudahannya, tubuh mereka berkelebat-kelebat ke sana ke mari
dengan gerakan yang lincah.
Juga di waktu itu ada beberapa meja dan kursi yang rusak terkena
hantaman tangan dari ke dua orang yang tengah bertempur
tersebut, yang hancur berantakan.
1881 Kasir rumah penginapan itu jadi menjerit-jerit meminta ke dua
orang itu tidak berkelahi lebih jauh, karena ia kuatir seluruh
perabotan di dalam ruangan tersebut akan rusak dan hancur.
Sedangkan Gorgo San dan pemuda kurus kerempeng itu tetap
saja melibatkan diri dalam pertempuran yang tidak berkesudahan,
dimana terlihat Gorgo San semakin lama menyerang semakin
hebat. Dan juga memang ia telah mengeluarkan ilmu andalannya.
Jika sebelumnya ia tidak memandang sebelah mata kepada
lawannya itu, yang diduganya sangat lemah dan sebagai kutu
buku, namun sekarang justeru ia telah mengerahkan kepandaian
tingkat tingginya buat berusaha merubuhkan lawannya, karena ia
memperoleh lawan yang tangguh sekali. Jika ia kurang berhati-hati
justeru dirinya yang akan kena dirubuhkan atau dibinasakan oleh
lawannya itu. Karenanya, dengan cepat sekali tampak ia telah beberapa kali
menyerang semakin hebat! Namun pemuda yang bertubuh
kerempeng itu dapat melayaninya dengan baik, tanpa terdesak
sedikitpun juga. Sebagai seorang yang angkuh dan selalu ditakuti oleh orang-orang
rimba persilatan, dan sekarang tidak bisa merubuhkan pemuda
1882 kerempeng ini, membuat dia jadi penasaran sekali! Dan segera ia
telah mengeluarkan cengkeraman Maut Dari Langit, ilmu yang
hebat dan menjadi andalannya.
Begitu ia mempergunakan jurus-jurus ilmu cengkeraman itu,
seketika pemuda kerempeng itu terdesak. Malah suatu kali, ketika
ia diancam akan dicengkeram dadanya, pemuda itu mengelak
dengan menunduk. Dan dikala pemuda itu tengah menunduk, cepat sekali tangan
kanan dari Gorgo San telah menyambar dan menyambak topi
pemuda itu. Begitu topi terlepas, terurai rambut yang panjang!
Gorgo San seketika tertegun, tapi kemudian tertawa bergelakgelak.
"Hahahahahaha, tidak tahunya seorang nona cantik!" katanya
dengan suara yang mengejek, dia membuang topi yang telah
direbutnya. Gadis itu, yang menyamar sebagai seorang pemuda, mukanya
berobah merah padam. Ia telah mengeluarkan seruan dan
merangsek maju. 1883 Namun kawannya, pemuda yang seorangnya lagi segera berseru
sambil melompat maju dari tempt duduknya:
"Adik Hoa, mundurlah, biar aku yang menghadapinya......!" Dan
tangan kanan pemuda ini menyambar!
"Takkk!" tangan Gorgo San kena disampoknya, sampai ia terkejut,
karena tubuhnya tergetar hebat sekali. untung ia masih keburu
mengerahkan tenaga dalamnya, sehingga dia tidak sampai
terhuyung mundur. Gadis yang dipanggil dengan sebutan "Adik Hoa" itu telah
melompat mundur dengan maka yang merah padam, karena ia
masih penasaran dan marah. Tapi ia menyadari tidak mungkin ia
sanggup
Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadapi Gorgo San. Karena itu, ia hanya menyaksikan saja kawannya menghadapi Gorgo San.
Kawan dari si Adik Hoa itu memang lihay. Ia segera menyerang
bertubi-tubi kepada Gorgo San.
Hal ini membuat Gorgo San jadi sibuk berulang kali harus
menghindarkan diri dari hantaman pemuda itu. Malah yang
membuat ia jadi heran, karena setiap serangan pemuda itu selalu
mengandung terjangan angin yang luar biasa dahsyatnya.
1884 Dalam keadaan seperti itu, ia berusaha untuk mengadakan
perlawanan, cuma disebabkan serangan dari pemuda itu memang
aneh. Setiap jurusnya selalu membingungkan dan sulit untuk
diterka oleh Gorgo San, sementara waktu tidak bisa membalas
menyerang. Dia hanya main kelit dan mengelakkan saja, karena itu berulang
kali ia pun harus dapat mengendalikan diri, guna mengawasi dan
meneliti dengan cermat cara menyerang dari lawannya itu agar ia
tidak terkena serangan aneh, yang selalu menimbulkan angin
berkesiuran dingin. Dikala ia terlihat Gorgo San telah melewati duapuluh jurus, masih
ia belum dapat membalas menyerang. Dan ketika suatu kali ia
melompat mundur menjauhi diri dari pemuda lawannya, ia segera
berseru: "Tahan.....!" Pemuda itu menunda penyerangannya lebih jauh, ia mengawasi
tajam. "Hemmm, kau seorang yang tidak pernah memakai aturan selalu
bertindak sewenang-wenang! Apakah kau kira, di dalam dunia ini
1885 cuma engkau seorang diri yang memiliki kepandaian tinggi"!"
mengejek pemuda itu. "Siapa kau?" tanya Gorgo San dengan suara yang tawar. "Aku
tidak biasa membunuh manusia yang tidak bernama."
"Hemmmm!" pemuda itu mendengus. "Aku she Lie bernama Ko
Tie!" menjelaskan pemuda itu.
Muka Gorgo San berobah. Memang belakangan ini, ia mendengar
di dalam rimba persilatan telah muncul dua orang pemuda yang
tangguh, dan yang sangat lihay ilmu silatnya.
Ia segera ingin menduga bahwa Lie Ko Tie ini adalah pemuda yang
didengarnya itu. "Hemmmm, tidak tahunya engkau, yang mungkin belakangan ini
telah menimbulkan kehebatan di dalam rimba persilatan!" kata
Gorgo San dengan suara yang nyaring.
"Bagus! Bagus! Kita bisa bertemu di sini. Tapi ku kira, manusia
seperti engkau tidak perlu kulayani terus......!"
1886 Sambil berkata begitu, segera juga Gorgo San telah menjejakkan
kakinya. Sebelumnya dia masih sempat mengerling kepada si
gadis yang ternyata bukan lain dari Giok Hoa.
Hatinya tertarik sekali melihat wajah yang begitu manis dan cantik,
sehingga ia sendiri tergerak hatinya. Ia cepat sekali telah
meninggalkan rumah penginapan itu!
Ko Tie dan Giok Hoa, yaitu si pemuda dan si gadis, tidak mengejar.
Mereka berdua memang telah tiba di tempat ini dalam perjalanan
berkelana. Dan mereka tidak menyangka bertemu dengan Gorgo
San. Semula mereka menduga Gorgo San hanya sebangsa buaya darat
di kampung ini. Namun siapa tahu setelah Giok Hoa bertempur
dengannya, barulah mereka berdua menyadarinya bahwa Gorgo
San orang Kang-ouw yang memiliki kepandaian tinggi.
Sebenarnya Ko Tie hendak menyangka siapa sebenarnya Gorgo
San, tapi justeru Gorgo San telah keburu angkat kaki.
Hal ini dilakukan oleh Gorgo San dengan memiliki alasan
tersendiri. 1887 Sebetulnya jika memang menuruti adatnya, dia tentu tidak akan
menyudahi urusan itu sampai di situ saja. Tapi hatinya benar-benar
tergerak waktu melihat betapa cantiknya Giok Hoa.
Ia begitu tertegun dan kesima melihat pemuda yang semula
menjadi lawannya, adalah seorang gadis. Dengan demikian, ia
kagum juga, bahwa si gadis bisa memiliki kepandaian begitu tinggi.
Sebagai manusia yang licik, ia segera menyadari. Jika hendak
mendekati gadis itu, jelas ia telah menanamkan kesan yang tidak
baik, di mana tadi dia menimbulkan kerusuhan.
Karenanya Gorgo San tidak mau menarik panjang dulu persoalan
mereka. Dia menyingkir untuk mencari jalan, agar dapat kelak
mendekati si gadis. Karenanya, dia segera angkat kaki dari tempat
itu. Ko Tie waktu itu diberitahukan pelayan bahwa kamar yang mereka
pesan itu telah disiapkan. Sedangkan beberapa orang pelayan
lainnya segera membereskan perabotan yang tadi berantakan
akibat pertempuran itu. Ko Tie memberikan sepuluh tail perak kepada kasir rumah makan
merangkap rumah penginapan itu, sebagai ganti rugi atas
kerusakan meja dan kursinya itu.
1888 Kasir rumah penginapan itu mengucapkan terima kasihnya
berulang kali, dia sangat bersyukur. Sedangkan pelayan-pelayan,
semua melayani Ko Tie dan Giok Hoa dengan hormat, sebab
mereka mengetahuinya bahwa memang muda-mudi ini sepasang
pendekar yang gagah dan lihay sekali.
Juga mereka sangat kagum melihat kecantikan Giok Hoa,
demikian juga buat tampannya si pemuda. Karenanya, mereka
anggap, itulah pasangan yang sangat ideal dan cocok sekali.
Ko Tie dan Giok Hoa ketika berada di dalam kamar, bercakapcakap membicarakan perihalnya Gorgo San. Waktu itu, dengan
sengit Giok Hoa bilang: "Hemmmmm, dia memang memiliki kepandaian yang tinggi, tapi
hatinya kejam dan sifatnya buruk sekali, tangannya telengas.
Karena dari itu, manusia seperti itulah yang jauh lebih berbahaya
di bandingkan dengan penjahat-penjahat biasa."
Ko Tie mengangguk membenarkan.
"Entah dia murid siapa?" kata pemuda itu, "Hemmm, dilihat dari
kepandaiannya, dia tentunya bukannya sebangsa manusia
sembarangan. 1889 Giok Hoa mengangguk mengiyakan, dan mereka terus juga
bercakap-cakap sampai jauh malam dan barulah mereka tidur.
Tengah ke duanya asyik tidur seperti itu, mendadak mereka
terbangun terkejut, karena dari luar jendela terdengar suara
ketukan kayu bok-hie yang beruntun, yang terdengarnya berirama,
disertai oleh liam-keng seorang pendeta.
Bukan main gusarnya Ko Tie dan Giok Hoa. Ke duanya saling
memandang sejenak lamanya. Karena mereka memang tidak
membuka pakaian waktu tidur, dan mereka tidur dengan pakaian
lengkap, dengan segera mereka bisa melompat ke dekat jendela.
Ko Tie memasang mata sejenak, dan suara bok-hie itu masih juga
terdengar, dengan iringan irama liam-keng dari seorang Hweshio
tua. Setelah melihat tidak ada sesuatu pun yang mencurigakan,
barulah Ko Tie mendorong terbuka daun jendela.
Tidak ada penyerangan. Dan pemuda ini sambil mengibaskan
lengan bajunya, melompat keluar. Tidak ada penyerangan gelap
juga, karena ia bisa tiba di pekarangan yang penuh dengan bungabunga yang tengah bermekaran.
Ia melihat di antara kesunyian dan kekelaman malam, tampak
seorang pendeta duduk di bawah sebatang pohon yang rimbun di
1890 pekarangan rumah penginapan tersebut, tidak jauh terpisah dari
jendela kamar mereka, tengah duduk bersemedhi, dengan
mengetuk-ngetuk pemukul bok-hienya dan juga membaca liamkeng dengan irama yang cukup keras dan nyaring, memecahkan
kesunyian malam. Mungkin tamu-tamu lain di rumah penginapan tersebut tidak mau
usil, dan mereka juga tidak mau mencari urusan, karena mereka
menduganya, jika mereka melongok keluar, justeru mereka kuatir,
kalau-kalau memang pendeta itu cuma memancing, padahal ia
seorang penjahat. Tidak ada seorang pun dari tamu di rumah
penginapan itu yang membuka jendela kamar mereka.
Pendeta itu mengangkat kepalanya perlahan-lahan, sepasang
alisnya tumbuh panjang dan telah putih, demikian juga kumis dan
jenggotnya yang tumbuh panjang, telah memutih. Ia mengenakan
jubah warna kuning dengan lukisan pat-kwa (segi delapan)
berwarna merah, di mana ia telah memandang dengan mata yang
tajam sekali. Namun, mulutnya terus juga membaca liam-keng. Dikala ini ia
tengah mengetuk-ngetuk kayu bok-hienya, dan Ko Tie berdua Giok
Hoa berdiri mengawasinya.
1891 "Hai!" akhirnya pendeta itu menghela napas dalam-dalam. Dia
berhenti membaca liam-keng, malah ia pun tidak meneruskan
ketukan pada bok-hienya, karena dia telah menatap kepada Ko Tie
dan Giok Hoa bergantian, ujarnya:
"Sungguh aku seorang pendeta yang tidak tahu diri karena di
tengah malam yang sunyi senyap seperti ini, telah menganggu
kenyenyakan tidur tuan dan nona?"!"
Ko Tie melihat, ramah suara dan kata-kata si pendeta. Namun
matanya yang memancarkan sinar yang tajam itu memperlihatkan
selain ia bukan pendeta sembarangan dan pasti memiliki
kepandaian yang tinggi, juga tentunya ia seorang yang licik.
Bola mata itu bergerak-gerak sangat cepat sekali. Karenanya pula,
Ko Tie berlaku hati-hati dan waspada.
"Siapakah Taysu"!" tanya Ko Tie sambil merangkapkan tangannya
memberi hormat. Pendeta itu tersenyum. "Pinceng seorang pendeta kelana yang tidak ternama, karena dari
itu, malu menyebutkan gelaran pinceng"..!" katanya kemudian.
"Tapi karena memang kongcu telah menanyakan, maka baiklah,
1892 pinceng akan memberi tahukan juga, bahwa pinceng bergelar
Kiang-lung Hweshio?"!"
"Tokkk!" membarengi dengan habisnya perkataannya itu, ia telah
mengetuk bok-hie nya dengan keras, suara bok-hie itu terdengar
nyaring sekali dan mendengung.
Ko Tie mengawasi Kiang-lung Hweshio beberapa saat kemudian
katanya: "Apakah Taysu membutuhkan kamar" Jika memang
benar, kami tentu bisa membantu?"!"
"Hahahaha?"!" belum lagi Ko Tie selesai dengan kata-katanya
itu, justeru pendeta itu tertawa bergelak-gelak nyaring sekali.
"Ya, pinceng memang seorang pendeta miskin yang berkelana dari
tempat yang satu ke tempat yang lain. Pinceng memang tidak
memiliki uang. Dan Pinceng sama sekali tidak membutuhkan
tempat berteduh, ke mana saja ke dua kaki pinceng ini melangkah,
ke sanalah pinceng berteduh. Karena langit merupakan rumahku
dan bumi merupakan tempatku.....
"Tidak ada yang pinceng butuhkan selain uang. Dan pinceng
hendak meminta derma uang, karena memang pinceng membutuhkan uang?"!"
1893 "Membutuhkan uang"!" tanya Ko Tie mengerutkan alisnya karena
heran dan curiga, sebab seumurnya, belum pernah ada pendeta
yang begitu berterus terang untuk meminta uang derma, tanpa
malu-malu lagi. Hal ini telah membuat Ko Tie jadi janggal mendengarnya. Memang
Ko Tie mengetahui, seorang pendeta selalu meminta derma.
Tapi tentu saja caranya bukan dengan cara mengetuk bok-hie dan
liam-keng di tengah malam buta seperti ini, mengganggu tidur
orang lain. Dengan demikian, perbuatan seperti itu jelas
merupakan suatu perbuatan yang tidak selayaknya dan agak
kurang ajar. "Tentunya kongcu dan Kouw-nio bersedia buat memberi derma
uang kepada pinceng, bukankah begitu"!" tanya si pendeta sambil
tersenyum. Ko Tie mengawasi Kiang-lung Hweshio sejenak, barulah kemudian
mengangguk. "Baiklah, jika memang Taysu membutuhkan derma uang, kami bisa
memberikan!" Setelah berkata begitu, Ko Tie merogoh sakunya
mengeluarkan lima tail perak dan memberikan kepada pendeta itu.
1894 Si pendeta mengerutkan alisnya yang telah memutih, kemudian
dengan sikap tidak senang ia bilang: "Hanya segini saja"!"
Ko Tie tertegun. "Berapa yang Taysu inginkan"!" tanya Ko Tie.
Kiang-lung Hweshio berdiam diri sejenak kemudian tertawa. Sinis
sekali. "Jika uang lima tail perak seperti ini, pinceng pun memiliki dan
untuk uang sebesar ini, tentu saja pinceng tidak perlu meminta
derma!" "Kurang ajar sekali pendeta ini, ia seorang yang tidak mengenal
budi dan terima kasih," berkata Ko Tie di dalam hatinya dengan
perasaan tidak senang. Di waktu itu, iapun bilang: "Ya, hanya
sebesar itu yang bisa kami dermakan!"
"Tukkk!" tiba-tiba Kiang-lung Hweshio mengetuk kayu bok-hienya
keras sekali. Suara itu terdenyar sangat nyaring, memekakkan
anak telinga. Ko Tie dan Giok Hoa tercekad juga, itulah suara diketuknya bokhie
dengan disertai sin-kang yang kuat. Dengan begitu 1895 memperlihatkan betapa si pendeta sesungguhnya memiliki sinkang yang tinggi sekali.
"Pinceng bukan seorang pengemis, yang diberi derma hanya
sebesar ini!" bilang pendeta itu kurang senang.
Barulah kemudian Kiang-lung Hweshio melanjutkan perkataannya
setelah memperdengarkan dua kali tertawa dingin, "Hemm,
pinceng membutuhkan tigaribu tail perak!"
"Tigaribu tail perak"!" tanya Ko Tie dengan membeliakkan
matanya.
Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya!" mengangguk Kiang-lung Hweshio sambil tersenyum.
Ko Tie tertawa, dia menggelengkan kepalanya perlahan, kemudian
katanya: "Maafkan, tidak dapat kami memenuhi permintaan Taysu,
karena kami berdua memang tidak memiliki uang sebanyak itu!"
"Tidak bisa!" tiba-tiba suara si pendeta berobah keras. "Tadi kalian
telah berjanji akan memberikan dermanya kepada pinceng!
Mengapa sekarang ini justeru kalian mengatakan tidak memiliki
uang buat memberikan derma kepada pinceng"!"
1896 Ko Tie tersenyum pahit, katanya: "Jika hanya untuk derma
sekedarnya, kami bersedia memberikannya, karena memang kami
memiliki kemampuan buat memberikannya. Tapi jika jumlahnya
meliputi ratusan tail bahkan ribuan tail, mana mungkin kami
memberikannya, sedangkan kami berdua memang tidak memiliki
uang sebanyak itu!" "Tukkk!" kembali pendeta itu mengetuk kayu bok-hienya keras
sekali. Wajahnya berobah jadi bengis, dia pun tertawa dingin.
"Hemmm, bagus! Bagus! Jika memang demikian, baiklah!"
katanya, "Kalian telah berjanji, tetapi tidak bisa memenuhi janji
kalian. Maka sebagai ganti dari tigaribu tail perak, kalian berdua
harus memberikan ke dua batok kepala kalian!"
Waktu berkata begitu, mata Kiang-lung Hweshio bersinar tajam,
juga mukanya sangat bengis.
Muka Ko Tie dan Giok Hoa berobah. Mereka segera dapat
menduganya bahwa pendeta itu tentunya seorang pendeta jahat
dan juga memang tengah mencari gara-gara dengan mereka.
Karena itu, cepat sekali, Ko Tie mundur dua langkah menjauhi si
pendeta, demikian juga Giok Hoa.
1897 Sambil masih memaksakan diri buat tersenyum, terlihat Ko Tie
berkata: "Maafkan, kami tidak bisa memenuhi permintaan Taysu
dan juga kami tidak bisa menemani Taysu lebih lama, karena kami
masih mengantuk dan hendak tidur. Kami hanya bisa memberikan
derma cuma sebesar lima tail perak itu!"
"Wuttt! wuttt! wuttt! wuttt! wuttt!" beruntun lima kali terdengar
berkesiuran menyambarnya ke lima keping uang lima tail perak itu,
yang menyambar cepat sekali, kepada Ko Tie dan Giok Hoa
berdua. Sambaran kepingan uang logam tersebut begitu cepat dan
mengandung tenaga timpukan yang kuat sekali. Juga jalan darah
yang diincar oleh timpukan uang logam tersebut tidak lain
merupakan jalan darah yang berbahaya dan bisa mematikan.
Karenanya Ko Tie dan Giok Hoa serentak mengelakkan timpukan
uang logam tersebut dengan lompatan yang manis dan tubuh yang
diliukkan menghindar sambaran ke lima uang logam tersebut.
Kiang-lung Hweshio tertawa bergelak-gelak, dia bilang: "Aku tidak
bisa menerima derma yang tidak berarti seperti itu! Jika cuma lima
tail perak, berarti kalian memang hendak menghina pinceng,
1898 karena pinceng tentu dianggap kalian sebagai pengemis saja
layaknya!" Marah sekali tampaknya Kiang-lung Hweshio waktu mengucapkan
kata-katanya itu. Ko Tie dan Giok Hoa yang telah menghindarkan diri dari sambaran
uang logam tersebut, berdiri tegak dengan muka memancarkan
sikap kurang senang. Malah Ko Tie yang sudah tidak bisa mengekang perasaan
mendongkolnya telah berkata: "Baiklah, lalu apa yang dikehendaki
oleh Tay-su"!" Kiang-lung Hweshio terus juga tertawa bergelak-gelak. Mendadak
dia mengetuk bok-hie nya.
"Tukkkk!" suara itu terdengar nyaring sekali, jauh lebih keras dari
sebelumnya. Ko Tie dan Giok Hoa kaget.
Suara ketukan pada bok-hie itu mengandung kekuatan sin-kang
yang hebat sekali. Suara itu seperti juga raungan naga dan jeritan
harimau, dan mendengung di telinga mereka seakan juga langit
1899 runtuh dan bumi amblas, mendengung-dengung keras sekali
seakan ingin merusak dan merobek gendang telinganya.
Dengan demikian, telah membuat Ko Tie dan Giok Hoa cepatcepat mengerahkan sin-kang mereka buat mengurangi dan
mengendalikan perasaan tergetarnya dari suara ketukan bok-hie
itu pada diri mereka, karena justeru suara ketukan bok-hie itu
membuat hati mereka tergetar keras, disamping membuat darah
mereka bergolak. Apalagi memang pendeta itu telah mengetuk
pula berturut-turut empat ketukan.
Setiap ketukan pada bok-hienya memang disertai sin-kang yang
kuat, saling susul, suara bok-hie itu semakin lama jadi semakin
kuat dan keras. Ketukan bok-hie itu bisa melumpuhkan orang yang
memiliki sin-kang masih rendah, bahkan akan membuat terluka di
dalam orang yang mendengarnya.
Ko Tie dan Giok Hoa menyadari bahaya yang bisa menimpah
mereka, di samping mengempos sin-kang mereka, ke dua muda
mudi ini juga berwaspada untuk sewaktu-waktu menerima
serangan yang akan dilancarkan oleh pendeta ini, yang tampaknya
memang semakin jelas bukan sebagai pendeta baik-baik.
1900 Dalam keadaan seperti itu tampak Ko Tie dan Giok Hoa berhasil
mengendalikan diri dan tidak terpengaruh oleh suara ketukan bokhie Kiang-lung Hweshio. Hal ini membuat si pendeta jadi heran dan
memandang dengan mata terbuka lebar-lebar.
Tidak biasanya orang akan sanggup untuk bertahan dari suara
ketukan bok-hie nya itu. Tapi ke dua muda mudi itu tangguh sekali,
sama sekali mereka tidak memperoteh kesulitan karena suara
ketukan bok-hie itu. Karenanya telah mengherankan benar si
pendeta. Biasanya, walaupun korbannya memiliki lweekang yaag tinggi,
mereka tentu tidak akan kuat bertahan diri dari ketukan bok-hienya.
Tapi ke dua muda-mudi ini tampaknya tenang-tenang dan
berwaspada saja, tapi tidak mengalami sesuatu yang merugikan
mereka. Rupanya Kiang-lung Hweshio penasaran dengan kejadian ini. Ia
tidak mengetuk lebih jauh bok-hienya itu, dia bangun berdiri
perlahan-lahan. Katanya, "Jiewie tampaknya memang memiliki kepandaian yang
lumayan, sehingga jiewie menjadi begitu angkuh dengan sombong
sekali terhadap seorang paderi seperti pinceng?"!"
1901 Dan membarengi dengan kata-katanya sampai di situ, si pendeta
telah mengibaskan tangannya. Lengan jubahnya yang lebar itu
berkesiuran menderu-deru, karena telah meluncur angin yang
dahsyat sekali menerjang kepada Ko Tie dan Giok Hoa.
Yang lebih hebat, angin yang menyambar bergemuruh itu
menderu-deru sangat hebat sekali. Dengan demikian telah
membuat si pendeta jadi bermaksud untuk sekali menyerang
membunuh muda-mudi itu. Karena kalau memang serangan itu mengenai sasaran dan
lawannya merupakan manusia yang bertenaga dalam rendah,
niscaya orang itu selain akan terpental, juga isi dadanya akan
remuk. Disamping itu, selain akan memuntahkan darah segar,
kontan seketika binasa di waktu itu juga.
Namun Ko Tie dan Giok Hoa tetap berdiri tenang di tempat mereka.
Cuma Ko Tie membisikkan Giok Hoa,
"Hati-hati, sin-kang pendeta busuk ini tinggi juga!"
Dan ia tidak bisa berkata lebih jauh, karena waktu itu tenaga
serangan dari si pendeta telah dekat sekali, maka Ko Tie
menangkisnya dengan mempergunakan Pukulan Inti Es-nya yang
dingin luar biasa. 1902 "Dukkk! Dukkk!" dua kali terdengar suara beruntun yang sangat
keras, seperti juga suara guntur yang menggelegar di tempat itu.
Ko Tie telah mewakili Giok Hoa menangkis serangan si pendeta
yang meluncur pada si gadis, dan juga memunahkan tenaga
pukulan si pendeta yang meluncur kepadanya.
Pendeta itu mengeluarkan suara seruan heran. Tadi ia telah
mempergunakan lima bagian tenaga dalamnya, dan itu sesungguhnya sudah merupakan serangan yang hebat sekali.
Namun celakanya, justeru tampaknya serangannya itu tidak
memberikan hasil sama sekali. Dengan demikian, benar-benar
membuat si pendeta jadi heran.
Terlebih lagi seketika dia merasakan menyambarnya angin yang
dingin sekali, seperti juga tubuhnya dibalut oleh lapisan es atau
dirinya diceburkan ke dalam kolam es. Dingin bukan main.
Dalam keadaan seperti itu, segera juga Kiang-lung Hweshio telah
mengempos sin-kangnya. Dia berusaha melawan hawa dingin itu
dengan kekuatan sin-kangnya, agar tubuhnya tetap menjauhi
panas dan tidak membekukan darahnya.
1903 Memang dia berhasil, angin Pukulan Inti Es itu tidak mempengaruhi
dirinya lagi. Cuma saja si pendeta segera membentak bengis: "Tahan! Siapa
kau sebenarnya" Masih ada hubungan apa kau dengan Swat
Tocu"!" "Hemmm!" mendengus Ko Tie dengan suara yang dingin. "Tidak
perlu kau menanyakan perihal diriku, karena pendeta busuk dan
jahat seperti engkau tidak berderajat buat menanyakan namaku
dan juga perihal guruku!"
Bukan main murkanya si pendeta, tapi segera ia tertawa bergelakgelak.
"Hahahaha, tidak tahunya adalah muridnya Swat Tocu! Pantas!
Pantas begitu angkuh sama seperti gurunya!"
Setelah begitu, dengan muka yang bengis, Kiang-lung Hweshio
telah berkata lagi: "Baiklah, sekarang aku hendak membunuhmu,
bersiap-siaplah! Rupanya Sang Buddha memang maha pengasih,
di mana telah diantar kehadapan pinceng murid dari musuh
keparat pinceng?"!"
1904 Mendengar sampai di situ perkataan si pendeta segera Ko Tie
mengambil kesimpulan, bahwa pendeta ini adalah musuh gurunya,
atau lebih jelasnya memusuhi gurunya.
Karena itu mengingat kepandaian Kiang-lung Hweshio memang
lihay, dia segera melirik kepada Giok Hoa, katanya:
"Adik Hoa, kau minggirlah, biarlah aku menghadapi pendeta busuk
ini, agar ia tahu siapa kita sebenarnya yang merupakan manusiamanusia yang tidak mudah untuk dihina!"
Giok Hoa tidak rewel, dia segera melompat menyingkir ke tepi,
keluar kalangan. Dengan tajam dia mengawasi pendeta itu, di
hatinya dia berpikir, jika nanti Ko Tie ternyata tidak bisa
menghadapi pendeta itu, barulah dia akan maju buat membantuinya. Sekarang, jika ia ikut bertempur menghadapi pendeta itu, dia kuatir
justeru dirinya cuma mendatangkan kesulitan buat kawannya
belaka. Karena Giok Hoa mengakuinya. Walaupun kepandaiannya
sendiri memang tinggi, tentu saja dia masih berada di bawah
kepandaian Ko Tie, karenanya pula, dia telah menuruti permintaan
Ko Tie agar ia mundur ke samping saja.
1905 Ko Tie setelah melihat gadis itu menyingkir ke luar kalangan, berdiri
tegak menghadapi Kiang-lung Hweshio, dengan sikap yang tenang
dan wajah yang memperlihatkan ketegasannya dia bilang:
"Baiklah! Kau mengatakan bahwa, guruku adalah musuhmu, maka
dari itu, sekarang mari kita tentukan, apakah manusia seperti
engkau ini layak untuk menjadi musuh guruku!"
Setelah berkata begitu, dia bersiap-siap untuk menghadapi Kianglung Hweshio.
Dikala itu Kiang-lung Hweshio memandang Ko Tie dengan muka
yang merah padam. Dia pun mengerang perlahan, tampaknya dia
tengah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk bersiap-siap
menyerang. Kemudian ia pun telah mengangkat tangan kanannya,
yang siap untuk dipakai menggempur.
Ko Tie cuma berdiam diri saja di tempatnya. Dia sama sekali tidak
memperlihatkan gerakan apapun. Sikapnya sangat tenang, seperti
juga ia tidak memandang sebelah mata terhadap lawannya.
Kiang-lung Hweshio mengerang satu kali lagi, mendadak sekali
kayu pengetuk bok-hienya telah dipergunakan menimpuk kepada
Ko Tie. Timpukan yang dilakukannya itu menimbulkan kesiuran
angin yang sangat dahsyat, membuat Ko Tie tak berani
1906 memandang rendah terhadap timpukan itu, dia telah mengelakkannya. Waktu Ko Tie mengelak, kayu pengetuk bok-hie itu seperti memiliki
mata, tahu-tahu telah berbalik dan menyambar kepada jalan darah
Kie-bun di dekat pundak Ko Tie.
Ko Tie tertawa dingin. Kepandaian yang dipergunakan oleh
pendeta itu merupakan kepandaian yang memang langka dan
jarang sekali dimiliki tokoh-tokoh rimba persilatan. Karena jika
orang yang sin-kangnya masih rendah, niscaya tidak akan dapat
mempergunakan tenaganya itu dengan demikian baiknya,
mengendalikan setiap timpukannya.
Karena itu kembali ia mengelak lagi, sambil berkelit. Dia juga telah
mengulurkan tangan kanannya, dia mencengkeram dan mengambil kayu pengetuk bok-hie yang tengah menyambar itu.
Gagal! Cengkeraman Ko Tie mengenai tempat kosong.
Seperti tadi dikatakan, bahwa pengetuk kayu bok-hie tersebut
benar-benar seperti memiliki mata, karena tahu-tahu kayu
pengetuk bok-hie tersebut telah melesat ke samping. Dengan
demikian membuat ceogkeraman Ko Tie mengenai tempat kosong.
1907 Kayu pengetuk bok-hie tersebut telah melesat ke samping dan
Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyambar terus kepada si pendeta, dan telah diterima oleh
pendeta itu dengan mudah. Malah dia mengeluarkan suara
dengusan. "Hemmm, ternyata engkau telah mewarisi kepandaian yang tidak
terlalu buruk dari gurumu. Pantas saja engkau berani bersikap
kurang ajar dan angkuh.....!"
Sambil berkata begitu, dia melangkah maju. Ke dua tangannya
tahu-tahu bergerak dengan cepat dan juga teratur saling susul.
Namun tenaga serangannya itu kuat sekali dan berbahaya, bisa
menghancurkan jika mengenai sasarannya, karena datangnya
secara bertubi-tubi, maka tenaga serangan itu seperti tidak
berkeputusan. Ko Tie tidak mau membuang-buang waktu lagi. Dia bersilat dengan
lincah sekali, tubuhnya berkelebat ke sana ke mari dengan gesit.
Setiap kali dia berkelit, tentu Ko Tie akan balas menghantam
dengan pukulan Inti Es nya. Dia melakukan semua itu dengan
serentak, berkelit dan membarengi dengan menyerang. Dengan
demikian membuat pendeta itu menerima perlawanan yang tidak
ringan. 1908 Dalam waktu yang sangat singkat, mereka telah bertempur sampai
tigapuluh jurus lebih. Malah terlihat betapapun juga si pendeta tidak
berhasil mendesak dan membuat si pemuda terdesak oleh setiap
gempurannya. Bisa-bisa dirinya sendiri yang mulai terdesak.
Karena belakangan ini, setelah lewat tigapuluh jurus, tampak Ko
Tie menyerang semakin gencar. Si pendeta cuma bisa mengelakkan diri ke sana ke mari dengan gin-kang yang
dimilikinya. Dia sama sekali belum bisa membalas mendesak Ko
Tie lagi. "Hemm!" tiba-tiba si pendeta telah mendengus, tahu-tahu dia
merobah cara menyerangnya, karena sepasang tangannya telah
digerak-gerakkannya bertubi-tubi, seperti juga melindungi sekujur
tubuhnya. Dalam keadaan seperti itu sebetulnya Ko Tie hendak menerjang
terus buat mendesak dengan serangan-serangannya. Akan tetapi
justeru ia tidak bisa. Tenaga bergulung-gulung dari ke dua tangan Kiang-lung Hweshio
ternyata memang hebat sekali, seperti juga mengurung tubuhnya
dan berusaha melibat Ko Tie, sehingga pemuda itu tidak bisa
bergerak dengan leluasa. 1909 Dikala itu terlihat, Ko Tie berusaha mengamat-amati cara
menyerang dari lawannya itu. Dia melihatnya, bahwa secara
teratur, si pendeta menghirup napas dalam-dalam.
Itulah kunci rahasianya, karena setiap kali si pendeta menghirup
hawa udara, maka tenaga serangannya itu semakin kuat juga.
Karena itu, Ko Tie sengaja membiarkan Kiang-lung Hweshio
menyerangnya dengan beruntun. Dan setiap kali sebelum si
pendeta berhasil buat menghirup udara segar, ia merangsek
dengan mempergunakan tenaga Pukulan Inti Es, yang hebat luar
biasa, di samping ia mempergunakan delapan bagian dari tenaga
dalamnya. Dengan demikian membuat Kiang-lung Hweshio benarbenar jadi jatuh di bawah angin.
Kiang-lung Hweshio merasakan dirinya seperti dikelilingi oleh uap
yang dingin sekali, sehingga tubuhnya itu seperti juga dibungkus
oleh lapisan es yang membuat jalan darahnya tidak lancar
peredarannya lagi. Dengan demikian, gerakannya juga jadi terlambat dan tidak segesit
tadi, karena itu pula, membuat Kiang-lung Hweshio jadi gugup. Ia
mengempos sin-kangnya, berusaha untuk membuat pernapasannya berjalan lancar, dan juga terutama sekali
1910 menghangatkan tubuhnya, agar dapat mengusir hawa dingin itu,
dan memperlancar kembali peredaran darahnya.
Ko Tie yang melihat Kiang-lung Hweshio mulai terdesak di bawah
angin tidak mau merobah cara menyerangnya.
Kiang-lung Hweshio semakin lama jadi semakin terdesak. Malah
kini ia main mundur dan hanya bisa melindungi tubuhnya tanpa
bisa membalas menyerang pula.
Di antara berkesiuran angin serangan yang begitu hebat, Kianglung Hweshio menyadari dirinya sudah tidak mungkin bisa
melawan terus, maka dia telah membiarkan Ko Tie bergerak terus
dengan cepat untuk membuat pemuda itu letih sendirinya. Dia
cuma menutup diri dan mengadakan perlawanan guna membendung serangan itu saja.
Cara membela diri seperti itu memang berhasil membuat Kianglung Hweshio tidak terdesak hebat seperti tadi. Karena sekarang
ini ia berhasil untuk menjaga dirinya dari semua serangan Ko Tie.
Dan dengan ketatnya ia melindungi tubuhnya mempergunakan sinkang nya, berhasil untuk "memanaskan" jalan peredaran darahnya,
membuat darahnya tidak terasa membeku seperti tadi. karena
memang sekarang dia berhasil memanaskan kembali tubuhnya,
1911 sambil memelihara tenaga dalamnya yang tidak mau dihamburhamburkannya.
Kiang-lung Hweshio yakin bahwa Ko Tie akhirnya akan kehabisan
tenaga dan tentu akan dapat dirubuhkannya dengan lebih mudah
di saat dia tengah lelah.
Duapuluh jurus telah lewat, disusul kemudian tigapuluh jurus lagi.
Tetap saja Ko Tie menyerangnya dengan hebat, hal ini membuat
Kiang-lung Hweshia jadi heran juga.
Biasanya, jika seorang menyerang dengan bernafsu dan hebat
seperti itu, tentu akan memakan banyak sekali tenaga dan cepat
meletihkan. Tapi tidak demikian halnya dengan Ko Tie, karena pemuda itu tetap
saja dapat bertempur dengan bersemangat dan juga kekuatan
tenaga serangannya itu tidak pula berkurang. Dengan demikian
membuat Kiang-lung Hweshio jadi penasaran.
Telah beberapa puluh jurus dilewatkan kembali olehnya. Akhirnya
napas Kiang-lung Hweshio memburu keras, keringat pun telah
membanjiri tubuhnya, sampai suatu saat, kerena sudah tidak kuat
buat bertahan terus, ia melompat mundur.
1912 Dengan muka yang merah padam dia bilang: "Baiklah, sekarang
pinceng mau mengampuni engkau, karena kau telah berhasil
menahan duaratus jurus serangan pinceng. Namun nanti pinceng
akan mencarimu lagi, buat menghajarmu!"
Setelah berkata begitu, dia mengetuk bok-hienya, dan menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya melompat dengan ringan
sekali ke tengah udara. Begitu dia berpok-say di tengah udara, maka dia hinggap di tembok
pekarangan. Kemudian dia tertawa dingin, lalu menjejak lagi
kakinya, maka tubuhnya segera melesat keluar, lenyap di dalam
kegelapan malam. Giok Hoa penasaran sekali, mendahului Ko Tie menjejakkan
kakinya. Tubuhnya segera melesat ke atas tembok.
Ko Tie juga telah menyusulnya: "Kita kejar!"teriak Giok Hoa dengan
suara yang nyaring sekali.
"Ya!" menyahuti Ko Tie, karena diapun penasaran dan hendak
mengetahui siapakah sebenarnya pendeta itu, yang telah sengaja
mencari urusan dengannya.
1913 Karena gin-kang Ko Tie dan Giok Hoa yang telah mahir, mereka
bisa mengejarnya dengar cepat sekali. Tubuh mereka melesat
seperti juga terbang, dan mereka mengejar ke arah menghilangnya
Kiang-lung Hweshio. Setelah melewati beberapa lie, mereka melihat di kejauhan si
pendeta yang tengah berlari dengan pesat.
"Itu dia!" berseru Giok Hoa dengan suara nyaring, dan dia
mengejar semakin cepat. Demikian juga halnya dengan Ko Tie yang mengempos
semangatnya dan telah mengejarnya dengan pesat sekali,
tubuhnya seperti terbang di tengah udara.
Kiang-lung Hweshio semula berpikir bahwa ia akan dapat
meloloskan diri dari Ko Tie dan Giok Hoa, karena ia melihat
pertama kalinya muda-mudi itu tidak mengejarnya, dan ia hanya
berlari dengan tenaga yang tidak sepenuhnya.
Namun setelah menoleh ke belakang dan melihat Ko Tie dan Giok
Hoa mengejarnya, seketika juga ia mengempos semangatnya dan
berlari lebih cepat. Cuma saja sudah terlambat karena Ko Tie dan
Giok Hoa mengejarnya semakin dekat.
1914 Karena yakin ke dua muda-mudi itu tidak mau melepaskan dirinya,
si pendeta tidak berlari lebih jauh. Dia berdiri tegak dan menantikan
tibanya Ko Tie dan Giok Hoa. Malah mulutnya seketika
mengeluarkan suara siulan, suara siulannya itu melengking
nyaring. Ko Tie dan Giok Hoa cepat sekali tiba di dekat si pendeta, malah
mereka bermaksud begitu hendak menyerangnya, agar si pendeta
kelak dapat dipaksanya buat mengaku siapa sebenarnya dia dan
mengapa Kiang-lung Hweshio bermaksud mencari gara-gara
dengan mereka. Tapi, belum lagi Ko Tie dan Giok Hoa mendekati pendeta itu,
mendadak sekali dari samping kiri dan kanan jalan itu, dari tempat
yang gelap pekat, telah melesat belasan sosok tubuh bayangan,
yang berkelebat sangat gesit, dengan di tangan masing-masing
mencekal senjata tajam. Bahkan senjata tajam itu telah menyambar kepada Ko Tie dan Giok
Hoa dengan serentak, karena belasan sosok tubuh itu menyerang
dengan serentak, di saat tubuh mereka masih melayang di tengah
udara! 1915 Ko Tie dan Giok Hoa bukannya sebangsa manusia lemah, maka
biarpun demikian mendadak belasan sosok tubuh itu melompat
keluar, dan juga menyerang dengan senjata tajam, tapi ke duanya
tidak menjadi gentar atau gugup.
Cepat sekali tubuh mereka melesat ke tengah udara, dan terjangan
belasan orang itu mengenai tempat kosong. Karena mereka
melompat begitu, sama saja mereka menghampiri Kiang-lung
Hwesio. Si pendeta yang tengah berdiri dengan tegak, mengawasi dengan
tajam, melihat meluncurnya tubuh ke dua muda-mudi itu, tertawa
dingin. Dia menyambutnya dengan pukulan yang dahsyat.
Ko Tie dan Giok Hoa yang tengah meluncur di tengah udara, tidak
mau berayal. Mereka menyadari hebatnya tenaga pukulan dari
pendeta tersebut, karena itu, mereka telah menangkisnya dengan
mengerahkan tenaga dalam mereka. Jika Ko Tie malah
menangkisnya dengan mempergunakan juga ilmu Pukulan Inti
Esnya. Dengan begitu, bentrokan tenaga dalam yang hebat itu, di mana si
pendeta menghadapi tenaga gempuran dari ke dua orang itu,
benar-benar membuat dia terdesak sekali. Bahkan kuda-kuda ke
1916 dua kakinya telah tergempur dan tubuhnya terhuyung sampai tiga
langkah. Ko Tie dan Giok Hoa juga seperti terbendung meluncurnya tubuh
mereka di udara, karena seketika itu juga mereka telah terdorong,
dan kemudian meluncur turun ke tanah.
Disaat itu baru saja kaki mereka jatuh di tanah, justeru belum lagi
mereka bisa berdiri tetap di tempat masing-masing, tiba-tiba terlihat
Kisah Si Rase Terbang 13 Istana Kumala Putih Karya O P A Perawan Lembah Wilis 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama