Ceritasilat Novel Online

Anak Rajawali 20

Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung Bagian 20


belasan orang yang tadi menyerang Ko Tie dan Giok Hoa dan
gagal mengenai tempat kosong, sekarang telah menerjang lagi
dengan senjata mereka. Belasan senjata tajam itu meluncur dengan cepat sekali kepada Ko
Tie dan Giok Hoa. Malah setiap serangan mereka, mengincar
bagian yang mematikan. Karena itu, Ko Tie dan Giok Hoa tidak mau membuang-buang
waktu lagi. Mereka menghadapinya dengan pedang masingmasing, dengan serentak mereka berdua telah mencabut pedang
masing-masing, yang diputar dan dipergunakan buat menangkis
serangan belasan dari orang itu.
Seketika terdengar suara jeritan beberapa orang di antara mereka
yang terluka oleh pedang Ko Tie dan Giok Hoa, malah juga
1917 terdengarnya benturan senjata tajam mereta. Dengan demikian
benar-benar membuat belasan orang itu tidak berani menerjang
terlalu dekat. Ko Tie dan Giok Hoa berdiri gagah sekali di tempat mereka.
Mengawasi dengan sorot mata yang tajam, di mana tangan mereka
mencekal senjata mereka erat-erat.
Tiba-tiba Kiang-lung Hweshio telah berseru dengan suara nyaring:
"Bunuh mereka?"!"
Sedangkan belasan orang yang mengepung Ko Tie dan Giok Hoa
tidak lain dari belasan orang pendeta. Dikala itu, mereka memang
telah mengepung Ko Tie dan Giok Hoa di tengah-tengah dan siap
menerjang. Cuma saja. Disebabkan tadi mereka telah menyaksikan betapa
lihaynya kepandaian muda-mudi ini membuat mereka tidak berani
sembarangan maju menerjang.
Sekarang mendengar perintah dari Kiang-lung Hweshio membuat
mereka jadi terpaksa menerjang juga. Mereka tidak berani
membantah perintah itu, walaupun hati mereka agak jeri, tokh
mereka segera mengeluarkan suara bentakan yang mengguntur
dan telah menerjang dengan senjata masing-masing.
1918 Sedangkan Ko Tie dan Giok Hoa telah menggerakkan pedang
mereka, menghalau senjata lawan. Dan mereka berhasil membendung serbuan dari belasan orang lawan ini, yang
semuanya memiliki kepandaian cukup tinggi.
Rupanya belasan pendeta ini anak buah Kiang-lung Hweshio,
karena mereka semuanya berpakaian sebagai pendeta, dan juga
mereka memang patuh terhadap perintah Kiang-lung Hweshio.
Dengan demikian, membuat mereka juga tampaknya ingin
mempertaruhkan diri, asal mereka bisa menangkap atau
membunuh Ko Tie dan Giok Hoa.
Dikala itu, Ko Tie dan Giok Hoa beruntun telah berhasil
merubuhkan tiga orang lawannya, memang belasan orang pendeta
itu bukanlah lawan mereka yang setimpal, karena dengan mudah
Ko Tie dan Giok Hoa berhasil untuk mendesak mereka, sehingga
belasan orang pendeta itu tidak bisa mendesak maju terlalu dekat.
Tubuh Kiang-lung Hweshio tampak menggigil menahan amarah, ia
telah berseru dengan suara yang bengis sekali:
"Serang mereka, bunuh! Ayo, jangan membuang-buang waktu
lagi?"!" 1919 Sambil memberikan perintahnya itu tampak dia telah melangkah
maju satu langkah, tampaknya memang dia tidak sabaran dan
bermaksud hendak melangkah maju buat bantu menyerang.
Tapi kenyataannya Kiang-lung Hweshio tidak maju menyerang,
karena dia telah berdiri tegak dengan selalu menganjurkan belasan
orang anak buahnya buat maju lebih berani untuk membunuh Ko
Tie dan Giok Hoa. Anak buahnya yang diperintahkan berulang kali
menerjang maju, telah jatuh lagi dua orang korban di antara
mereka, karena seketika itu juga terdengar suara jeritan, jerit
kematian. Tampak Kiang-lung Hweshio semakin tidak sabar. Cuma iapun jeri
dan gentar buat maju menyerang kepada Ko Tie dan Giok Hoa.
Ia telah menyaksikan betapa muda-mudi ini memang memiliki
kepandaian yang tidak rendah, karena itu, ia tahu, jika ia maju, pun
memang tidak banyak yang bisa dilakukannya. Maka ia cuma
memberikan perintah kepada anak buahnya.
Di waktu itu terlihat betapa semua anak buahnya semakin raguragu, mereka gentar buat menerjang terus kepada Ko Tie dan Giok
Hoa. 1920 Sedangkan Kiang-lung Hweshio mengerutkan sepasang alisnya.
Dia berpikir: "Hemmm, kepandaian mereka memang sangat tinggi sekali,
terutama pemuda itu. Tidak kecewa dia menjadi muridnya Swat
Tocu, karena memang dia memiliki kepandaian yang luar biasa.
Jarang seorang pemuda dalam usia seperti dia bisa memiliki
kepandaian begitu tinggi?"!"
Sambil berpikir begitu, Kiang-lung Hweshio juga bermaksud
hendak mengundurkan diri. Dia ingin meninggalkan tempat itu
secara diam-diam. Tapi belum lagi pendeta tersebut memutar tubuhnya meninggalkan
tempat itu, mendadak berkelebat dari atas sebatang pohon
sesosok tubuh manusia. Gerakan sosok tubuh itu gesit sekali, karena tahu-tahu ia telah
berada di samping Kiang-lung Hwesio.
Malah disusul dengan tertawanya. Ia telah bilang dengan suara
yang cukup nyaring: 1921 "Apa yang kukatakan, Taysu, bukankah memang benar bahwa
muda-mudi itu memiliki kepandaian yang tinggi dan kau tidak
mungkin bisa membekuk mereka ......"!"
Kiang-lung Hweshio menoleh, maka dia melihatnya. Itulah seorang
pemuda, yang berusia antara tigapuluh tahun, di mana tampak
matanya yang bengis. Dia tidak lain dari Gorgo San, pemuda yang jadi muridnya Dalpa
Tacin, yang telah menceritakan kepadanya bahwa Ko Tie dan Giok
Hoa merupakan pasangan muda-mudi yang memiliki kepandaian
yang sangat tinggi. Dan semula pendeta itu beranggapan si
pemuda memang merasa gentar dan jeri pada Ko Tie dan Giok
Hoa, sehingga membesar-besarkan dalam ceritanya itu mengagulkan kepandaian ke dua orang tersebut.
Namun setelah ia sendiri berusaha untuk membekuk ke dua orang
itu, tetap saja ia gagal dan juga menderita malu, karena sama
sekali dia tidak berdaya buat merubuhkan Ko Tie dan Giok Hoa.
Menghadapi Ko Tie seorang diri saja ia masih tidak sanggup
mendesak pemuda itu, malah dia yang telah terdesak.
Dengan demikian membuktikan bahwa kepandaian Ko Tie berada
di atas kepandaiannya dan terlebih lagi jika memang dia dikeroyok
1922 oleh pasangan muda-mudi itu, tentu tidak banyak yang bisa
dilakukannya. Dikala itu terlihat, banyak anak buah dari Kiang-lung Hweshio yang
terluka, dan tampak Gorgo San telah tertawa tergelak-gelak.
Memang sesungguhnya, ia telah meminta kepada Kiang-lung
Hweshio, agar pendeta ini bersama murid-muridnya membantu
dia. Pertemuan antara Gorgo San dengan Kiang-lung Hweshio
terjadinya sangat kebetulan sekali, karena memang pemuda itu,
yang bersahabat dengan Kiang-lung Hweshio, tidak menyangka
akan bertemu dengannya di situ. Segera Gorgo San menceritakan,
bahwa ia baru saja menghadapi pasangan muda-mudi yang
memiliki kepandaian sangat tinggi sekali.
Karenanya, Kiang-lung Hweshio tidak mempercayainya dan
berkata bahwa ia akan dapat membekuk ke dua muda-mudi itu
dengan mudah, asal saja Gorgo San memberitahukan kepadanya,
di mana beradanya muda-mudi itu.
Segera juga Gorgo San memberitahukan di mana tempat Ko Tie
dan Giok Hoa menginap. Dan si pendeta telah pergi ke sana, untuk
mencari gara-gara dengan ke dua muda-mudi itu.
1923 Tapi dalam pertempuran yang terjadi tadi malah si pendeta yang
terdesak, dengan demikian membuatnya jadi mengakui, kepandaian Ko Tie dan Giok Hoa sangat tinggi, karena dia yang
semula beranggapan dirinya memiliki kepandaian yang tinggi dan
jarang sekali memiliki tandingan, ternyata telah dapat didesak oleh
Ko Tie dan tidak berdaya untuk balas mendesak Ko Tie, apa lagi
untuk mendesak sekali gus dengan si gadis.
Karena itu, ia merasa malu ditegur seperti oleh Gorgo San. Namun
kedatangan dan munculnya Gorgo San seperti dalam keadaan itu,
malah membuat hatinya jadi girang sekali. Ia segera berpikir,
dengan maju berdua dengan Gorgo San, tentu dengan mudah
mereka dapat merubuhkan dan membekuk Ko Tie dan Giok Hoa.
Gorgo San berpikir yang sama, ia yakin, jika ia maju berdua
dengan si pendeta, tentu dengan mudah dia bisa menghadapi Ko
Tie dan Giok Hoa. Terlebih lagi. dia memang telah tergila-gila melihat kecantikan dan
kelembutan wajah Giok Hoa, ia bermaksud dengan cara
bagaimanapun juga buat membekuk gadis itu. Karenanya, dia
memang telah merencanakannya untuk memanfaatkan tenaga
Kiang-lung Hweshio dalam merubuhkan Ko Tie dan Giok Hoa.
1924 "Kita akan maju berdua membekuk mereka?"!" membisiki Gorgo
San kepada Kiang-lung Hweshio dengan suara perlahan. "Mustahil
mereka bisa menghadapi kita berdua!?"
Kiang-lung Hweshio mengangguk.
"Ya..... aku yakin, tentu mereka dengan mudah dapat kita bekuk!
Walaupun bagaimana hebat kepandaian mereka, tapi usia mereka
masih muda, dan tentu saja mereka tidak memiliki lweekang sekuat
kita?"!" Sambil berkata begitu, segera juga terlihat Gorgo San telah
mengibaskan tangannya. Dia memberikan isyarat kepada Kianglung Hweshio, agar mereka segera maju ke depan.
Kiang-lung Hweshio memangguk, ia melompat dan dengan ringan
dia telah berhasil berada di dalam kalangan.
Di waktu itu, Gorgo San pun tidak mau membuang-buang waktu
lagi, karena dia pun melompat dengan tubuh yang berjumpalitan
sangat cepat sekali. Sambil bergerak seperti itu, tangan Gorgo San telah bergerak
menghantam Ko Tie. 1925 Dengan segera Gorgo San dapat mendesak Ko Tie, karena Ko Tie
baru saja menghadapi belasan lawan. Sebelumnya memang dia
telah bertempur dengan Kiang-lung Hweshio, sehingga tenaganya
belum lagi pulih keseluruhannya, dan ia sangat lelah.
Sekarang Gorgo San telah menyerangnya begitu hebat. Sedangkan Gorgo San masih memiliki tenaga dan semangat yang
penuh, tidak terlalu mengherankan, dalam tiga jurus, Ko Tie dapat
didesaknya. Memperoleh kenyataan seperti ini, telah membuat Gorgo San jadi
girang, sampai dia tambah bersemangat. Karena semangatnya
terbangun serangannya pun jadi semakin hebat juga, ke dua
tangannya bergerak-gerak dengan dahsyat.
Di waktu itulah terlihat Gorgo San dengan beruntun telah
menyerang sampai empat jurus lagi. Serangan yang pertama
belum lagi selesai, dia telah menyusuli pula dengan serangan
berikutnya. Dengan demikian benar-benar membuat Ko Tie terdesak.
Pedangnya juga tidak dapat dipergunakan dengan leluasa, hal ini
disebabkan karena memang Ko Tie didesak dari jarak yang dekat
oleh lawannya. 1926 Jika lawan terpisah cukup jauh, tentu dengan mudah dia bisa
mengeluarkan seluruh ilmu silat pedangnya, kiam-hoat yang lihay.
Hanya saja sayang sekali, justeru di saat itu Gorgo San telah
merangseknya dari jarak yang dekat, sehingga membuat dia tidak
leluasa untuk menyerang dengan pedangnya.
Di antara berkesiuran angin serangan dari Gorgo San, Ko Tie
kemudian menghadapi menyimpan Gorgo pedangnya, San memang karena lebih dia leluasa berpikir, dengan mempergunakan tangan kosong belaka.
Gorgo San bermata jeli. Dia tidak mau membuang-buang
kesempatan yang ada. Waktu melihat Ko Tie tengah berusaha memasukkan pedangnya
ke dalam sarungnya, dengan demikian pemuda itu merandek
sejenak. Segera terlihat Gorgo San membarengi dengan
menyerang dahsyat sekali. Angin pukulannya menderu-deru.
Sedangkan Ko Tie yang memang memasukkan pedangnya ke
dalam sarungnya, waktu itu tidak keburu buat mengerahkan
tenaga dalamnya pada telapak tangannya buat menangkis
serangan itu. Dan jalan satu-satunya buat dia hanyalah
menjatuhkan diri bergulingan di atas tanah, dia bergulingan sambil
1927 memasukkan pedangnya. Dia berhasil menghindarkan diri dari
serangan dan juga selesai memasukkan pedangnya itu ke dalam
sarungnya. Dengan gerakan Lee-ie-ta-teng, atau ikan Gabus meletik, tampak


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia melompat berdiri, dan ke dua tangannya dengan serentak
dilonjorkannya. Dia telah menghantam dengan mempergunakan
ilmu Pukulan Inti Es nya.
Hebat sekali tenaga serangan itu, yang seperti datangnya angin
topan menyambar ke diri Gorgo San sehingga Gorgo San yang
tidak wenyangka akan diserang seperti itu, sudah tidak keburu buat
mengelakkan lagi serangan Ko Tie.
Sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi dan lihay, dalam
keadaan terancam seperti itu tentu saja Gorgo San tidak mau
berdiam diri. Segera ia berusaha mengelakkan diri mati-matian ke
samping. Tidak urung, dadanya kena dihantam juga oleh pukulan
yang kuat sampai tubuhnya terpental beberapa tombak jauhnya.
Dalam dunia persilatan, jika seseorang terluka oleh senjata tajam,
hal itu mungkin masih merupakan luka yang tidak membahayakan
jiwa. Tapi jika memang seseorang terkena serangan telapak
tangan yang mengandung kekuatan sin-kang, tentu jiwanya
1928 terancam maut yang tidak kecil, atau jika jiwanya bisa
diselamatkan, ia pun terancam cacat seumur hidup.
Apalagi, memang Ko Tie menyerangnya dengan mempergunakan
sebagian besar tenaga sin-kangnya dan juga ilmu Pukulan Inti Es
nya, sehingga Gorgo San buat sementara waktu tidak bisa
melakukan sesuatu, terduduk di tanah dengan muka meringis
menahan sakit. Ia baru saja mengempos semangat murni dan
tenaga dalamnya, untuk melancarkan pernapasannya.
Gorgo San tidak sampai mati, tapi ia terluka di dalam yang parah.
Kalau memang ia tidak segera mengobatinya dengan tepat dan
sementara waktu menyimpan tenaga, tidak mengerahkan tenaga
untuk melakukan sesuatu yang berat, ia bisa selamat dan tidak
sampai perlu ilmu silatnya lenyap.
Sekarang, jika ia penasaran dan menuruti adat, memang ia masih
bisa menyerang Ko Tie, tapi tentu saja, hal ini berarti ia
mempergunakan tenaga, malah kemungkinan ia mempergunakan
tenaga berlebihan, yang akan membuat ia terluka di dalam yang
lebih parah dan kelak sulit menyembuhkan lukanya, juga akan
membuat ia terbinasa oleh lukanya itu.
1929 Karena itu, Gorgo San setelah berhasil merangkak berdiri,
akhirnya dia menyingkir ke tepi, dengan muka yang pucat pias.
Kiang-lung Hweshio yang menyaksikan apa yang telah dialami
oleh Gorgo San jadi tertegun, karena biarpun ia memiliki
kepandaian yang tinggi, tidak urung ia menggidik juga. Sebab ia
merasa jeri dan gentar menghadapi Ko Tie yang disaksikannya
memang memiliki kepandaian luar biasa.
Tengah Kiang-lung Hweshio tertegun seperti itu, justeru Ko Tie
telah mendengus: "Hemmm, kalian manusia-manusia busuk dan
hina, ternyata hanya pandai buat mengeroyok orang dan bertindak
sewenang-wenang?".!"
"Baiklah, sekarang kami runtuh di tanganmu, tapi nantikanlah
pembalasan kami kelak! Aku Gorgo San tidak akan menyudahi
urusan ini sampai di sini saja, walaupun langit runtuh, dan kalian
melarikan diri ke ujung langit, tetap saja aku akan mencari kalian
buat memperhitungkan semua yang telah terjadi hari ini?"!"
Sambil berkata begitu, tampak Gorgo San telah melirik kepada
Giok Hoa. Walaupun gadis itu sangat cantik, namun Gorgo San
menyadari, tidak mungkin ia memiliki gadis itu, karenanya ia telah
bermaksud untuk pergi meninggalkan tempat itu. Setelah melirik
1930 bengis sekali lagi kepada Ko Tie, dengan muka yang masih pucat
pasi, tampak ia telah memutar tubuhnya dan berlalu.
Kiang-lung Hwehio menyaksikan Gorgo San yang memiliki
kepandaian tidak berada di bawahnya telah dapat dirubuhkan oleh
Ko Tie dan juga sudah pergi meninggalkan tempat itu. Karena dia
telah diruntuhkan dan dilukai di dalam yang cukup parah,
bermaksud hendak pergi, maka iapun segera mengeloyor
mengajak anak buahnya buat berlalu.
Ko Tie dan Giok Hoa kali ini sudah tidak mengejar lebih jauh,
karena mereka telah mengetahui bahwa pendeta itu adalah
sahabat Gorgo San, maka dari itu mereka dapat menduganya,
bahwa Gorgo San tentu yang telah menghasut pendeta itu buat
memusuhi mereka. Dan mereka hanya menganggap bahwa ke dua orang itu, berikut
anak buahnya, merupakan manusia-manusia rendah hina dina.
Dan mereka tidak mau mendesak lebih jauh, karena Gorgo San
tengah terluka berat, dan jika mereka mendesak terus, itulah bukan
tindakan yang terpuji, di mana mereka mendesak lawan yang
tengah tidak berdaya. 1931 Setelah melihat Gorgo San dan Kiang-lung Hweshio pergi, maka
Ko Tie menoleh kepada Giok Hoa, diajaknya si gadis untuk berlalu
juga. Di waktu itu, Giok Hoa menghela napas dalam-dalam.
"Mereka merupakan manusia-manusia lihay dan berbahaya sekali,
karena hati mereka kejam dan tangan mereka telengas. Entah
sudah berapa banyak kejahatan yang mereka lakukan?"
"Ya, sesungguhnya manusia-manusia seperti merekalah yang
berbahaya, karena mereka tentu akan malang melintang di dalam
Kang-ouw dengan sewenang-wenang. Dan memang jarang sekali
orang yang bisa mengendalikan mereka!
"Beruntung mereka telah kita hajar sekali ini. Dengan demikian,
tentu diwaktu lain, mereka akan lebih berpikir jika hendak
melakukan kejahatan."
Tapi Giok Hoa menggeleng tidak setuju dengan apa yang
diucapkan oleh Ko Tie, dia bilang:
"Sesungguhnya, manusia-manusia seperti mereka tidak mungkin
akan sadar. Mereka tentu akan berusaha untuk berlatih diri, agar
mereka bisa memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi. Di waktu
itu mereka tentu akan melakukan kejahatan yang lebih besar
lagi..... 1932 "Karenanya, jika mereka tidak ditumpas, tetap saja mereka
merupakan manusia-manusia yang berbahaya dan mengancam
keselamatan dunia persilatan?"!" Setelah berkata begitu,
tampak Giok Hoa menghela napas beberapa kali lagi.
Ko Tie mengajak si gadis kembali ke rumah penginapan. Malam itu
mereka tidur nyenyak sekali. Dan besok paginya, mereka
berangkat meninggalkan tempat itu.
Sama sekali mereka berdua tidak menyangkanya, justeru dengan
bentroknya mereka dengan Gorgo San dan Kiang-lung Hweshio,
mereka telah memancing kerusuhan yang cukup besar dan
kesulitan yang tidak kecil. Karena setiap saat mereka selalu
terancam dan akan dicari oleh kawan-kawan Gorgo San dan
kalangan Hek-to (jalan hitam), yang umumnya memiliki kepandaian tinggi! Sedangkan Ko Tie dan Giok Hoa telah melanjutkan perjalanan
mereka, dari kota yang satu ke kota yang lainnga, dimana mereka
juga telah beberapa kali berusaha menolongi orang-orang yang
tengah dalam kesulitan. Karena memang mereka memperoleh
kenyataan, ke mana saja mereka pergi, maka tampaklah banyak
peristiwa yang tidak adil, pihak yang lemah ditindas oleh si kuat tapi
jahat. 1933 Karenanya, banyak sekali yang dapat dilakukan oleh Ko Tie dan
Giok Hoa, mereka selalu melakukan perbuatan amal kebaikan.
Nama mereka pun semakin terkenal di dalam rimba persilatan.
Apalagi dengan ilmu silat mereka yang lihay dan tangguh sekali.
Sebagai jago-jago remaja yang memiliki kepandaian yang begitu
hebat. Ko Tie dan Giok Hoa melakukan sesuatu dan perbuatan baik tanpa
mengharapkan imbalan dari orang yang mereka tolong, karena jika
mereka menyaksikan ada seseorang yang tengah dalam kesulitan,
tentu mereka turun tangan dan menolonginya. Banyak penjahat
tangguh yang rubuh di tangan mereka.
Disamping itu pula, memang tampaknya Ko Tie dan Giok Hoa kian
lama turun tangan tidak tanggung-tanggung. Mereka sudah tidak
pernah memberikan belas kasihan lagi kepada penjahat-penjahat
yang diketahui pasti oleh mereka melakukan kejahatan, tentu jika
tidak dibikin bercacad dan memusnahkan seluruh kepandaian ilmu
silatnya, maka mereka akan dibinasakan!
Karena itu, untuk semua sepak terjang Ko Tie dan Giok Hoa, telah
menggemparkan rimba persilatan. Banyak jago-jago dari Pek-to,
1934 yaitu jalan putih, di dalam Kang-ouw, yang merasa kagum atas
sepak terjang pasangan remaja itu.
Tapi justeru para jago dari jalan Hek-to semuanya menaruh sikap
antipati dan sakit hati kepada Giok Hoa dan Ko Tie. Karena mereka
beranggapan, Ko Tie dan Giok Hoa merupakan musuh-musuh
mereka yang berbahaya sekali.
Seperti diketahui, dengan banyaknya Ko Tie dan Giok Hoa
menolongi orang-orang yang tengah dalam kesulitan dan tertindas,
dan para penjahatnya mereka beri hajaran dengan keras. Ada
yang terbinasa, ada pula yang telah dimusnahkan seluruh
kepandaiannya, maka membuat banyak penjahat lain, yang
saudara, kawan atau juga sanak famili mereka, yang kebetulan
telah dirubuhkan oleh Ko Tie dan Giok Hoa, jadi dendam dan
mencari Ko Tie dan Giok Hoa dengan maksud membalas dendam.
Dan memang Ko Tie bersama Giok Hoa, benar-benar setiap detik
harus berlaku waspada. Tidak mungkin mereka dapat berlaku
lengah, sebab mereka setiap detik terancam jiwanya oleh intaian
maut?". "Y" 1935 Sore itu tampak Ko Tie dan Giok Hoa memasuki kota Pan-lu-kwan,
sebuah kota yang tidak begitu besar di daerah Utara. Tetapi
penduduk kota tersebut, yang umumnya lebih banyak berdagang,
tidak terlalu padat dan tidak terlalu ramai, karena memang kota
yang kecil itupun terletak pada jalan lintas yang mati, di mana
jarang sekali ada orang asing yang melintas memakai jalur jalan
tersebut. Kota inipun hanya terdapat dua buah rumah penginapan, yang
tampak kurang terurus dengan baik. Banyak tempat dan bagian
yang kotor dan belum diperbaiki. Sewa kamar di rumah
pemginapan inipun tidak terlalu mahal.
Waktu Ko Tie dan Giok Hoa memasuki kota tersebut, banyak
penduduk kota itu yang menawarkan bermacam-macam barang
dagangan mereka dengan sikap yang sangat manis. Dan Ko Tie
bersama Giok Hoa telah membeli beberapa macam barang yang
mereka butuhkan, seperti mantel dan juga beberapa barang
lainnya. Barulah mereka menuju ke rumah penginapan.
Di rumah penginapan itu, mereka dilayani oleh seorang pelayan
yang sudah berusia lanjut. Mukanya kuning dan pucat, bicaranya
tidak lancar, namun sikapnya sangat ramah dan sopan sekali,
dengan menghormat dia melayani ke dua tamunya ini.
1936 Ia menyediakan teh hangat buat ke dua tamu itu selama pelayan
lain mempersiapkan sebuah kamar buat mereka. Setelah selesai
mereka memberitahukan Ko Tie dan Giok Hoa, bahwa kamar
mereka telah disiapkan. Ko Tie dap Giok Hoa masuk ke dalam kamar itu. Sebuah kamar
yang tidak begitu besar, dan juga perabotan yang berada di dalam
kamar itu merupakan barang-barang yang tidak terlalu bagus,
merupakan barang-barang tua.
Mungkin karena sepinya daerah tersebut, penginapan seperti
jarang sekali mereka menerima tamu. Dengan begitu juga, telah
membuat kurangnya biaya buat pemugaran dari rumah penginapan itu, yang dari tahun ke tahun keadaannya semakin
buruk dengan kerusakan-kerusakan yang terdapat di beberapa
bagian. Namun Ko Tie dan Giok Hoa memang sudah terlalu letih, mereka
segera merebahkan tubuh di pembaringan masing-masing.
Mereka bermaksud beristirahat. Perjalanan sehari suntuk memang
melelahkan sekali. Tiba-tiba Giok Hoa menoleh kepada Ko Tie, ia berkata dengan
suara yang tidak begitu keras.
1937 "Engkoh Tie.....!" panggilnya kemudian.
"Apakah engkau tidak melihat sesuatu yang aneh waktu kita
memasuki rumah penginapan ini?"tanya Giok Hoa.
Ko Tie memperlihatkan perasaan heran. "Sesuatu yang mencurigakan?" dia balik bertanya, kemudian menggelengkan
kepalanya katanya lebih jauh:
"Kukira tidak ada sesuatu yang mencurigakan, karena memang
inilah kota kecil, rumah penginapan inipun boleh disebut sebuah
rumah penginapan yang cukup baik, karena tentu saja di kota sepi
ini sebuah rumah penginapan tidak dapat hidup dengan baik?"!"
"Bukan begitu maksudku!" kata Giok Hoa segera memotong
perkataan Ko Tie. "Lalu, apa yang kau maksudkan dengan mencurigakan itu"!" tanya
Ko Tie. "Mata dari pelayan itu. Mereka semuanya memandang kita dengan
sorot mata yang mencurigakan!" menjelaskan Giok Hoa.
Ko Tie tersenyum. 1938 "Adik Hoa, tampaknya engkau memang terlalu bercuriga! Mereka
memperlakukan kita dengan hormat. Mereka merupakan manusiamanusia lemah. Tubuh mereka saja begitu kurus seperti
penyakitan dan kurang makan. Jika memang mereka bermaksud
melakukan sesuatu terhadap kita maka apa yang bisa mereka
lakukan"!" Giok Hoa menghela napas. "Jika demikian, engkau tidak melihat apa yang kulihat tadi, bahwa
mereka semuanya mencurigakan sekali!" bilang Giok Hoa.
"Memang tampaknya mereka itu sebagai manusia-manusia yang
lemah dan berpenyakitan. Tapi sinar mata mereka cukup tajam,


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ternyata mereka adalah orang-orang yang mengerti ilmu silat dan
memiliki tenapa lweekang......!"
Ko Tie tidak segera menyahuti, dia berdiam diri beberapa saat,
sampai akhirnya ia mengangguk.
"Ya, ya, aku baru ingat.....!" kata Ko Tie kemudian, dengan suara
tidak begitu keras mirip seperti dia tengah menggumam seorang
diri. 1939 "Memang apa yang kau katakan itu tidak salah! Waktu pelayan tua
itu menyediakan teh buat kita, sempat aku melihat ia melirik
kepada kau dengan sinar mata yang tajam.
"Semula aku tidak begitu memperhatikan hal itu yang tidak menjadi
pikiranku. Karena kuanggap biasa saja setiap lelaki akan
memandangmu seperti itu, karena ia merasa kagum dengan
kecantikan yang engkau memiliki! Tapi sekarang justeru urusannya jadi lain.......!"
Giok Hoa tampak girang mendengar Ko Tie tidak membantahnya
lagi. Segera dia melompat duduk di atas pembaringannya, diapun
bertanya. "Menjadi lain bagaimana?"
"Aku baru teringat bahwa sinar mata seperti itu bukanlah sinar
mata dari seseorang yang tengah mengagumi kecantikan seorang
gadis, tapi justeru sinar mata itu memang memperlihatkan pelayan
tua itu mahir lweekangnya?"!"
Dan berkata sampai di situ, tampak Ko Tie berdiam diri sejenak.
Dia menghela napas beberapa kali, barulah dia meneruskan lagi
kata-katanya: "Jika melihat keadaannya demikian, jelas kita tidak lama lagi akan
menghadapi sesuatu?" kita harus waspada?"!"
1940 "Nah, justeru yang tengah kupikirkan, memang kita bisa
berwaspada jika ada orang yang menyerang kita secara
menggelap. Tapi bagaimana jika pelayan rumah penginapan itu
meracuni kita" "Apa yang hendak kita lakukan jika kita tidak minum dan tidak
makan apa yang disajikan oleh rumah penginapan ini! Tentu kita
akan kelaparan?" Sambil berkata begitu, Giok Hoa mengawasi kekasihnya dengan
teliti. Tampaknya dia ingin melihat reaksi dari kekasihnya tersebut,
sampai akhirnya Giok Hoa bertanya:
"Lalu bagaimana menurut pikiranmu?"
"Untuk ini kita perlu waspada, tapi kita tidak perlu kuatir, karena kita
akan dapat menghadapi mereka. Walaupun tampaknya mereka
memiliki ilmu yang tidak rendah, tapi setinggi-tingginya kepandaian
mereka, tentu dapat kita hadapi dengan baik?"!"
Setelah berkata begitu, tampak dia telah merebahkan tubuhnya
lagi di pembaringannya. 1941 "Engkoh Tie!" panggil Giok Hoa yang jadi tidak senang karena Ko
Tie tampaknya tidak tertarik buat membicarakan hal itu lebih jauh
lagi. "Apalagi, adik Hoa!?"tanya Ko Tie sambil bangun pula.
"Ya, kau tampaknya memang meremehkan mereka! Bukan ilmu
silat mereka yang perlu kita takuti, tapi justeru jika mereka
meracuni kita dengan mempergunakan dan mencampuri racun
dalam makanan!" "Itu hanya kekuatiran yang terlalu berlebih-lebihan?"!" menyahuti
Ko Tie. "Tapi engkoh Tie.....!"
"Sudahlah adik Hoa, tidurlah. Bukankah kita letih sekali setelah
melakukan perjalanan sehari suntuk?" kata Ko Tie kemudian,
Giok Hoa mengangguk perlahan, dengan kesal dia merebahkan
tubuhnya lagi. Tapi matanya tidak mau terpejamkan, dia berpikir keras. Apa yang
dilihatnya. Memang mendatangkan kecurigaan buatnya, karena
1942 dia melihat gerak gerik para pelayan di rumah penginapan ini yang
sungguh mencurigakan. Juga sinar mata mereka yang tajam, membuktikan mereka
memiliki kepandaian yang cukup. Karenanya, hati si gadis jadi tidak
tenang. Terlebih lagi dia membayangkan, bahwa dilihat dari wajahnya,
walaupun mereka bersikap sangat menghormat, tentunya para
pelayan itu bukanlah sebangsa manusia-manusia baik. Namun si
gadis cantik itu yang tidak bisa memaksakan keyakinannya pada
Ko Tie terhadap kecurigaannya pada para pelayan itu. Ia hanya
dianggap oleh Ko Tie terlalu bercuriga saja.
Giok Hoa memejamkan matanya, tapi mendadak sekali, terdengar
suara ketukan pada pintu kamar mereka.
"Siapa!" bentak Giok Hoa yang jadi terbangun duduk dengan
perasaan terkejut. "Kongcu dan Kouw-nio, Siauw-jin (hamba) membawakan minuman
buat Kongcu dan Kouw-nio?"!" menyahuti orang di luar, ternyata
seorang pelayan. 1943 Giok Hoa turun dari pembaringannya, dia membuka pintu. Pelayan
tua yang mukanya kuning, yang pertama kali melayani mereka,
telah masuk dengan membawa seteko air teh hangat dengan dua
cawan. Diletakkannya teko dan cawan itu di atas meja yang terdapat di
dalam kamar, kemudian pelayan itu menoleh kepada Ko Tie,
katanya: "Kongcu, apakah Kongcu tidak mau mandi"!"
Ko Tie heran, dia mengawasi pelayan itu, kemudian tanyanya:
"Apakah di sini terdapat kamar mandi yang khusus, sehingga
seorang tamu yang datang ditanyakan apakah hendak mandi"!"
Mendengar perkataan Ko Tie seperti itu, pelayan itu menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu, jika memang Kongcu dan Kauwnio hendak mandi
sekarang, Siauw-jin akan mempersiapkan air yang diperlukan oleh
kalian?"!" "Jika memang begitu, siapkan saja!" kata Ko Tie kemudian. "Jika
memang sudah waktunya, kami pun akan pergi mandi!"
Pelayan itu mengiyakan, dan telah mohon diri keluar dari kamar.
1944 Giok Hoa menguncinya lagi, tapi Ko Tie segera berkata:
"Tampaknya pelayan itu memang mencurigakan!"
"Kau melihat sesuatu yang mencurigakan, engkoh Tie pada
dirinya"!" tanya Giok Hoa.
Ko Tie menghela napas dan mengangguk.
"Seperti tadi, dia menanyakan apakah kita hendak pergi mandi,
itulah sebuah pertanyaan yang dibikin-bikin, tampaknya memang
dia tidak memiliki pertanyaan lain yang lebih baik......! Entah
maksud apa yang dikandung olehnya.....!"
Dengan adanya kecurigaan seperti itu, Giok Hoa dan Ko Tie jadi
tidak tenang tinggal di rumah penginapan tersebut, karenanya,
mereka selalu berwaspada.
Selama itu sudah tidak terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan
mereka. Keadaan di dalam rumah penginapan itu sunyi sekali,
karena sepinya rumah penginapan itu, yang memang jarang
dikunjungi tamu. Setelah perasaan lelahnya berkurang, tampak Ko Tie melompat
turun dari pembaringannya.
1945 "Aku ingin pergi mandi dulu, adik Hoa!" kata Ko Tie kemudian.
Giok Hoa mengiyakan, dan Ko Tie telah membuka pintu kamarnya,
melangkah keluar, untuk pergi ke kamar mandi. Namun waktu ia
membuka pintu kamarnya, di balik lorong dari hadapan kamarnya
itu, dia melihat sesosok bayangan yang menyelinap hilang di
tikungan. Gerakan sosok bayangan itu gesit sekali, sehingga Ko Tie tidak
bisa melihat jelas sosok bayangan tersebut. Ia hanya melihat
berkelebatnya warna baju yang kuning.
Cepat sekali Ko Tie menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat untuk
mengejar sosok bayangan itu.
Namun ketika Ko Tie tiba di ujung lorong itu, di dekat tikungannya,
ia kehilangan orang buruannya.
Keadaan di tempat itu sepi sekali, malah tampak, seorang pelayan
tua yang tadi menghantarkan teh hangat buat mereka, tengah
mendatangi dengan tubuh terbungkuk-bungkuk. Mukanya kuning
pucat dan juga napasnya agak memburu, dengan susah ia
bertanya: "Apakah ada sesuatu yang bisa Siauw-jin bantu"!"
1946 Ko Tie mengawasi sejenak pada pelayan tua itu, kemudian
tanyanya: "Di rumah penginapan ini sekarang ada berapa tamu"!"
"Hanya Kongcu dan Kouw-nio berdua! Di sini, mengusahakan
penginapan sangat sulit, karena sepi dan jarang sekali menerima
tamu! Seperti Kongcu lihat, betapa banyak bagian dari rumah
penginapan ini yang rusak-rusak dan kami tidak memiliki biaya
buat membetulkanya?"!"
Ko Tie menghela napas, katanya. "Tadi aku melihat sesosok
bayangan menyelinap ke mari, entah siapa orang itu..... Dia segera
menghilang waktu kukejar!" kata Ko Tie menjelaskan kepada
pelayan tua itu. Sedangkan dia mengawasi dengan sorot mata
yang tajam menyelidik, seperti juga bertanya heran kepada
pelayan itu dan membutuhkan keterangan.
Pelayan tua itu mementang sepasang matanya lebar-lebar,
tampaknya dia heran sekali,
"Tadi Kongcu melihat seseorang di sini" Siapa dia" Tentunya jika
orang itu melarikan diri, dia tentu akan bertemu denganku, karena
dia tentu berlari keluar! Tidak mungkin! Mungkin juga Kongcu
hanya salah mata saja?".!"
Ko Tie menggeleng perlahan.
1947 "Tidak! Aku tidak salah mata! Aku telah melihatnya dengan jelas.
Memang aku melihat sesosok tubuh yang berkelebat lenyap di
tikungan ini?"!"
"Aneh! Apakah karena usia rumah penginapan ini telah demikian
tua dan tidak terurus baik, maka telah menyebabkan hantu-hantu
senang menempatinya" Dan apakah yang telah dilihat oleh
Kongcu tadi adalah hantu.....!"
Ko Tie tersenyum pahit. Mana mungkin dia mempercayai adanya
hantu" Dan dia memang telah melihatnya dengan jelas, bahwa yang tadi
berkelebat adalah sesosok tubuh manusia yang mengenakan baju
kuning, cuma sayangnya karena terlalu cepatnya orang itu
menghilang, membuat dia jadi tidak bisa melihat wajah orang itu,
maupun bentuk tubuhnya dengan baik.
"Tidak mungkin hantu, tentu ada seseorang yang berkeliaran di sini
yang hendak mengintai kami!" kata Ko Tie dengan suara sang
pasti. Pelayan itu berobah mukanya, dia telah berkata dengan suara
yang terheran-heran: 1948 "Sungguh menyeramkan?". apakah memang mungkin bahwa
yang berkelebat dan dilihat oleh Kongcu adalah hantu" Jika
memang benar hantu, ohhh, betapa mengerikannya?"!" Sambil
berkata begitu, tubuh si pelayan tua tersebut telah menggigil,
tampaknya dia merasa ngeri.
Ko Tie tersenyum. "Sudahlah, aku hendak pergi mandi!" kata Ko Tie kemudian sambil
melangkah meninggalkan pelayan tua itu.
Pelayan tua itu memperlihatkan sikap seperti ketakutan dan
merasa ngeri, waktu Ko Tie sempat mengerlingnya, dia melihat
pelayan tua itu memang seperti tengah ketakutan.
Tapi setelah Ko Tie pergi cukup jauh, di luar jangkauan dari
penglihatan Ko Tie, justeru pelayan tua itu telah tersenyum sinis,
matanya bersinar, dan sinar matanya itu mengerikan sekali?".!
Setelah mencari ke sana ke mari beberapa saat, akhirnya, Ko Tie
kembali ke kamarnya. Ia menceritakan kepada Giok Hoa, ia gagal
mengejar sosok tubuh yang menghilang dengan cepat itu.
Giok Hoa mengerutkan alisnya, kata si gadis.
1949 "Apakah kau memperhatikan sikap pelayan tua itu" Bukankah
aneh dan mencurigakan sekali dia bisa muncul begitu tiba-tiba di
saat engkau tengah mencari orang yang tadi kau lihat berkelebat
menghilang di tikungan itu"!"
Ko Tie tidak segera menyahuti. Dia seperti tengah berpikir, sampai
akhirnya dia berseru perlahan dan memukul lututnya.
"Benar!" berseru pemuda itu.
"Apanya yang benar"!" tanya Giok Hoa.
"Ya, memang pelayan tua itu mencurigakan sekali, walaupun ia
tampaknya terheran-heran namun kenyataan yang ada memperlihatkan sikap terheran-herannya itu terlalu dibuatbuat.....!"
Giok Hoa mengangguk sambil tersenyum,
"Memang waktu pertama kali aku datang di rumah penginapan ini,
aku sudah bisa melihat kejanggalan itu. Karena mata para pelayan
di rumah penginapan ini memang sangat mencurigakan. Malah
menurut hematku, mereka itu bukan sebangsa manusia baikbaik......!" kata Giok Hoa kemudian.
1950 "Lalu apa yang harus kita lakukan"!" tanya Ko Tie sambil
mengawasi si gadis dengan sorot mata yang tajam, seperti ingin
sekali meminta pendapat gadis itu.
Giok Hoa tertawa. "Mengapa kau bertanya kepadaku, seharusnya aku yang bertanya
kepadamu, apa yang harus kita lakukan, mengingat bahwa engkau
memang jauh lebih berpengalaman dariku!" menyahuti Giok Hoa.
Ko Tie tidak urung tersenyum oleh jawaban si gadis, kemudian dia
bilang: "Ya, jika memang demikian berarti kita harus menangkap manusiamanusia itu. Jika kita bisa menangkap basah akan perbuatan
mereka.."!" Sambil berkata begitu, segera juga terlihat betapa Ko Tie tahu-tahu
menjejakkan ke dua kakinya. Tubuhnya dengan cepat melesat ke


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pintu. Begitu tangannya bergerak, daun pintu menjeblak terbuka
lebar-lebar. Sedangkan Giok Hoa mengawasi heran, namun perasaan
herannya itu berlangsung tidak lama, karena segera juga terlihat si
gadis telah mengerti apa yang terjadi.
1951 Ternyata Ko Tie mendengar suara langkah kaki yang perlahan
sekali di luar kamarnya, karena itu dengan ringan dia telah
melompat keluar kamarnya. Dan dia bukan hanya sekedar
membuka pintu itu, sebab dia dengan cepat telah mengulurkan
tangannya, menyambak kepada seseorang yang waktu itu tengah
terkejut, karena memang daun pintu tahu-tahu menjeblak terbuka
seperti itu. Tapi orang itu pun cukup lihay, karena dia tidak berhasil dicekuk
oleh Ko Tie. Malah dengan gesit tubuhnya melesat ke tempat lain,
dan dia bermaksud melarikan diri, larinya cepat sekali, dia ingin
menuju ke lorong dan menikung.
Tapi kali ini Ko Tie sudah tidak mau melepaskannya. Segera ia
mengejar dengan tubuh yang melesat seperti terbang, dan dia pun
dalam waktu singkat telah berada di belakang orang itu.
Dia menghantam dengan telapak tangannya, kuat sekali angin
serangan tersebut. Dengan demikian membuat orang itu merandek
untuk memutar tubuhnya menangkis serangan Ko Tie. Jika
memang dia berlari terus, niscaya dia akan terserang hebat pada
pundaknya itu. 1952 Orang itu menangkis bukan dengan tenaga yang lemah, cuma Ko
Tie yang merasa tadi telah sempat dipermainkan oleh orang ini,
yang diduga tentunya orang yang telah menghilang di lorong pada
tikungan di ujung itu, maka dia menyerangnya dengan hebat.
"Tukkk!" "Aduhhhh!" terdengar suara jerit kesakitan dari orang tersebut,
yang tubuhnya seketika terpental jatuh di lantai bergulingan. Cuma
saja, karena dia memang memiliki gin-kang yang lumayan, begitu
dia terguling-guling di lantai, segera dia bisa melompat bangun
pula! Begitu berdiri, segera dia mementang ke dua kakinya, bermaksud
hendak melarikan diri. Ko Tie sudah tidak mau memberikan hati, dia membentak dan telah
menghantam lagi dengan tangannya. Ilmu pukulan yang dipergunakannya adalah Inti Es, dan cara menyerangnya memang
hebat sekali. Sedangkan orang tersebut, yang merasakan menyambarnya angin
serangan, kembali batal melarikan diri, dia melayani Ko Tie.
1953 Beberapa jurus telah lewat, tapi Ko Tie belum juga bisa membekuk
orang itu, tapi dia sudah bisa melihat dengan jelas muka orang itu,
membuat Ko Tie sangat gusar.
"Hemm, engkau"!" bentaknya dengan suara yang mengandung
kemarahan dan serangannya jadi semakin hebat.
Orang itu tertawa bergelak-gelak nyaring sekali, dia telah berseru:
"Ya, memang benar aku?" kau heran"!"
Ternyata orang itu tidak lain seorang hweshio, yaitu Kiang-lung
Hweshio. Dia tentu saja tidak mudah buat dihantam oleh Ko Tie,
apalagi ingin dibekuknya. Karena memiliki kepandaian yang tinggi,
dia bisa memberikan perlawanan yang gigih.
Ko Tie meluap darahnya. "Pendeta keparat, beberapa saat yang lalu aku telah mengampuni
jiwamu, tapi ternyata engkau telah benar-benar tidak tahu diri!"
Dan sambil berkata begitu, Ko Tie serentak menyerang beruntun
dengan tiga jurus ilmu pukutan Inti Es-nya. Dan setiap
hantamannya itu mengandung kekuatan tenaga yang dingin sekali,
sedingin es. 1954 Sedangkan Kiang-lung Hweshio memberikan perlawanan, walaupun ia selalu tertawa mengejek, kenyataannya dia jeri sekali
buat lama-lama bertempur dan terlibat dengan pemuda yang
tangguh ini. Dia mengelakkan ke tiga serangan itu, kemudian
dengan segera dia merogoh saku jubahnya, mengeluarkan sebutir
pil yang besar, kemudian dibantingnya kuat-kuat di lantai.
Terdengar suara ledakan yang mengguntur. Sekitar tempat itu
dilapisi oleh kabut yang tebal, asap yang bergulung naik memenuhi
tempat itu. Waktu ledakan itu terjadi, Ko Tie kaget juga. Ia segera menjejakkan
kakinya, tubuhnya melompat mundur, dengan gerakan yang
lincah. Dia bisa menjauhi diri. Dan dia mementangkan matanya lebarlebar, mengawasi di mana beradanya Kiang-lung Hweshio.
Tapi asap itu sangat tebal, sementara itu ia tidak bisa melibat
dengan jelas bahkan dia telah merasakan matanya pedih.
Giok Hoa yang mendengar suara ledakan itu, dengan segera telah
muncul dari dalam kamar. 1955 Dikala itu terlihat betapa Ko Tie telah berusaha mengawasi dengan
sepasang mata dipentang lebar, asap itu mulai menipis, tapi
bayangan dari Kiang-lung Hweshio sudah tidak terlihat lagi, karena
pendeta itu telah pergi entah ke mana.
Tidak lama kemudian muncul si pelayan itu yang dengan sikap
terheran-heran, bertanya: "Ada?" ada apa, Kongcu...... ooh,
asap ini, apakah terjadi kebakaran....."!"
Ko Tie menggeleng, "Tadi ada orang jahat........!" menyahuti pemuda ini.
"Ada penjahat, Kongcu?" ooohhh, apakah engkau tidak apaapa"! Mana penjahatnya"!" tanya pelayan itu gugup sekali dan
memandang sekitarnya. "Aku tidak apa-apa. Penjahat itu telah melarikan diri!" menjelaskan
Ko Tie. Lalu bersama Giok Hoa, Ko Tie telah kembali ke dalam kamarnya.
Di dalam kamar segera juga Ko Tie bilang:
"Seperti engkau telah ketahui, justeru yang mengintai kita bukan
pelayan rumah penginapan ini, tapi justeru pendeta keparat itu?"
1956 dan juga, kita cuma salah lihat dan menduga saja tentang para
pelayan itu. Karenanya, kita tidak bisa mencurigai mereka lebih
jauh. Mungkin memang tampang mereka saja seperti manusia
jahat tapi hati mereka bersih?"!"
Giok Hoa juga tampaknya bingung, dia bilang, "Kalau begitu sosok
tubuh yang berkelebat lenyap waktu engkau mengejarnya itu,
adalah si kepala gundul itu juga"!"
Ko Tie mengangguk. "Kukira memang begitu, karena waktu itu aku melihat sosok tubuh
itu mengenakan baju warna kuning. Tapi aku tidak sampai pikir
pada pendeta keparat tersebut?"!"
Sambil berkata begitu, segera juga terlihat betapapun juga, Ko Tie
dan Giok Hoa memang harus bersikap jauh lebih waspada. Karena
sewaktu-waktu musuh bisa saja muncul untuk membinasakan
mereka, atau setidak-tidaknya mencelakai mereka.
Dikala itu terlihat Ko Tie telah mengajak Giok Hoa untuk keluar dari
rumah penginapan. Dan mereka pergi menikmati keindahan kota
tersebut. Walaupun merupakan sebuah kota yang kecil, menjelang
malam kota ini memiliki keindahan yang menakjubkan, dengan
rembulan yang tergantung di langit.
1957 Setelah mereka berdua merasa mengantuk, juga selama
mengelilingi kota tidak ketemu dengan jejak si pendeta Kiang-lung
Hweshio. Dengan demikian tentu saja telah membuat mereka
menduga bahwa Kiang-lung Hweshio mungkin sudah angkat kaki
dari kota ini. "Tidak mungkin!" bantah Giok Hoa waktu Ko Tie mengemukakan
perkiraannya itu. "Dia sengaja mengikuti kita, berapa jauh dia telah
mengikuti kita tanpa kita sendiri mengetahuinya, karena, sekarang
tidak mungkin dia menyingkirkan diri. Dia tentu bersembunyi di
sebuah tempat." Ko Tie ragu-ragu, tapi berpikir. Tentunya memang apa yang
dikatakan Giok Hoa tidak terlalu salah.
"Kalau begitu kita nantikan saja apa yang hendak dilakukan si
kerbau gundul itu!" kata Ko Tie yang jadi sengit sendirinya.
Giok Hoa mengangguk. "Ya, kita yang terpenting berwaspada, lalu mencoba untuk dapat
memancing si kepala gundul itu keluar dari tempat persembunyiannya. Di waktu itulah kita tidak boleh membiarkan ia
meloloskan diri lagi.......!" kata si gadis.
1958 Ko Tie setuju, dan mereka kembali ke rumah penginapan.
Tapi waktu mereka masuk ke dalam kamar, ke duanya jadi kaget.
Karena barang mereka telah acak-acakan, dan buntalan mereka
terbuka dengan isinya yang berantakan.
Tentu saja hat ini membuat Ko Tie dari Giok Hoa buat sejenak
memandang tertegun, karena mereka segera mengetahui tentu
ada orang yang memasuki kamar mereka.
Dan baru saja mereka hendak memanggil pelayan, justeru di waktu
itu tampak daun jendela telah terbuka lebar-lebar.
Seketika itu juga Ko Tie dan Giok Hoa menduga, tentunya juga
yang telah memasuki kamar mereka dengan membongkar jendela
adalah si pendeta Kiang-lung Hweshio. Bukan main gusarnya Ko
Tie dan Giok Hoa. Mereka telah memandang dengan sinar mata yang mengandung
kemarahan kepada barang-barang mereka yang berantakan itu.
Namun setelah mereka membereskan barang itu, tidak ada
satupun yang lenyap. Ko Tie duduk di tepi pembaringan.
1959 "Tampaknya si gundul itu bersama dengan si pendeta yang
bernama Gorgo San ingin mencari sesuatu dari kita?"!" katanya
dengan suara yang tawar. Giok Hoa mengangguk. "Jika memang mereka hendak mengambil uang kita, tentu
bungkusan uang kita telah digasaknya. Namun kenyataan yang
ada, mereka tidak mengambil uang kita".. semuanya masih utuh,
tentunya mereka memang bermaksud untuk mencari sesuatu,
yang diduga berada pada kita!"
Mereka berdua jadi saling pandang, beberapa saat kemudian Ko
Tie bilang: "Kalau begitu, selanjutnya kita memang harus lebih hatihati?"!"
Begitulah, mereka menutup daun jendela setelah mengawasi
keluar. Mereka melihat tidak ada sesuatu yang mencurigakan.
Malam itu mereka tidur dengan penuh kewaspadaan, sampai
akhirnya menjelang pagi tidak terjadi sesuatu apapun juga. Setelah
salin pakaian, Ko Tie dan Giok Hoa menghadapi sarapan yang
diantar oleh pelayan tua itu.
1960 Mereka bersantap bernafsu sekali, memang mereka tengah lapar.
Dalam keadaan seperti itulah terlihat Ko Tie tiba-tiba berseru kaget,
mukanya berobah. Dia melompat berdiri dan membanting cawannya. Sepasang
matanya terbuka lebar-lebar.
Giok Hoa kaget bukan main, segera juga ia menanya dengan sikap
yang heran dan bingung: "Mengapa engkau, engkoh Tie"!"
"Racun! Di dalam teko teh itu terdapat racun!" berseru Ko Tie
dengan suara tersendat. Dan iapun segera mengambil teko teh itu, dibantingnya sampai
teko itu pecah berantakan.
Seketika air teh yang membasahi lantai itu, berobah warnanya
menjadi agak kehitam-hitaman.
Dan muka Giok Hoa jadi berobah pucat. Dia memang belum lagi
meminum teh di dalam cawannya, akan tetapi ia jadi menguatirkan
sekali keselamatan Ko Tie, karena Ko Tie telah meminum tehnya
itu. 1961 "Engkoh Tie?" jadi....... jadi engkau keracunan?" tanyanya
dengan suara tergagap. Muka Ko Tie waktu itu berobah, sebentar pucat sebentar merah,
sebentar lagi berobah agak kehijau-hijauan. Dikala itulah dia telah
cepat-cepat mengerahkan tenaga dalamnya, karena dia berusaha
mendesak air teh yang telah diminumnya itu agar naik kembali ke
lehernya untuk di muntahkan.
Namun dia tidak berhasil, sebab racun itu mulai bekerja. Tubuh Ko
Tie terhuyung. Bukan kepalang kagetnya Giok Hoa, segera juga ia terhuyunghuyung mundur dan dengan muka yang pucat pias, ia telah
berkata: "Engkoh Tie?".!"
Ko Tie cepat-cepat menjatuhkan dirinya di lantai, dia mengempos
semangatnya. Dia berusaha untuk menindih racun itu sebelum
bekerja lebih jauh. Karena Ko Tie menyadari, kalau racun itu telah bekerja sampai ke
jantungnya, niscaya akan membuat dia menemui ajalnya. Atau jika
tertolong, namun racun telah terlanjur bekerja, niscaya akan
membuat dia bercacat. 1962 Giok Hoa teringat sesuatu. Bukankah santapan mereka ini
disiapkan oleh pelayan tua itu" Kecurigaannya jadi semakin kuat,
bahwa pelayan-pelayan itu memang bukan sebangsa manusia
baik-baik. Ia bermaksud hendak keluar dari kamar itu buat mencari dan
menangkap pelayan tua itu. Tapi waktu dia membuka daun pintu
tersebut seketika ia merandek.
Ia ingat akan keselamatan Ko Tie. Bukankah Ko Tie tengah
keracunan" Jika dalam keadaan seperti itu ada orang yang masuk
ke kamarnya dan bermaksud menganiaya Ko Tie, bukankah akan
membuatnya tidak berdaya"
Dan Ko Tie memang membutuhkan perlindungannya. Segera Giok
Hoa membatalkan maksudnya hendak pergi keluar dari kamar itu,
segera berjongkok di samping Ko Tie.
Waktu itu Ko Tie tengah berusaha mengempos terus tenaga
dalamnya. Tapi tetap ia merasakan kepalanya pusing, racun telah
bekerja dan beredar dalam peredaran darahnya. Dengan begitu,


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuatnya benar-benar jadi tidak berdaya, karena sekujur
tubuhnya dirasakannya lemas sekali.
1963 Iapun gagal untuk menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya. Dan
kenyataan yang pahit sekali, racun telah bekerja di dalam
peredaran darahnya, membuat setiap kali dia mengerahkan
tenaga dalamnya, selalu gagal dan tenaga dalamnya itu seperti
terbendung dan tidak bisa disalurkan menembus ke Tan-tiannya.
Diam-diam Ko Tie mengeluh. Jika memang dia tidak berhasil buat
mengerahkan tenaga dalamnya, niscaya akan membuatnya benarbenar jadi keracunan, dan kalau sampai racun itu bekerja lebih
hebat, niscaya dia akan mati dengan sendirinya.
Giok Hoa waktu itu tengah merogoh sakunya. Mengeluarkan
bungkusan kantong obatnya. Dia mengeluarkan beberapa butir
obat, dan menyesapkan ke dalam mulut si pemuda.
"Telanlah, engkoh Tie.......!" katanya dengan suara yang berbisik.
Ko Tie menelan tiga butir obat yang diberikan Giok Hoa. Di waktu
itulah terlihat daun pintu terbuka, masuk si pelayan tua.
Ketika melihat Ko Tie tengah duduk hersemedi dan Giok Koa
berjongkok di sampingnya, juga teko teh dan cawan telah pecah
hancur berantakan di lantai, ia tampak terkejut dan heran.
"Ihhh?" apa yang terjadi"!." tanyanya dengan suara tergagap.
1964 Giok Hoa melihat pelayan tua tersebut jadi murka bukan main.
Dengan lincah tubuhnya melesat ke samping pelayan itu, tangan
kanannya diulurkan buat menampar.
"Kau yang telah menaruhkan racun pada minuman kami!"
bentaknya. Pelayan tersebut kaget tidak terkira, dan dia segera mengelak ke
samping. "Tunggu dulu..... Kouw-nio ada apa?" katanya.
Mata Giok Hoa jadi terbuka lebih lebar. Sekarang dia semakin
yakin dan pasti bahwa pelayan ini adalah seorang yang memiliki
ilmu silat yang tidak rendah, karena tadi dia telah menampar
dengan tangan yang meluncur sangat kuat dan cepat sekali.
Namun dia bisa menghindarkannya dengan mudah. Karena itu,
segera ia menyusuli dengan tiga serangannya tanpa mengatakan
apapun juga. Tapi pelayan itu tetap saja bisa mengelakkan diri, malah dia dapat
bergerak gesit sekali. Dia melompat ke sana ke mari dengan
gerakan yang sangat lincah, dan sama sekali Giok Hoa tidak
berhasil menyerangnya. 1965 "Hemmm, kalau demikian memang benar engkau orangnya!"
bentak Giok Hoa yang semakin gusar. Tahu-tahu tubuhnya telah
melesat dengan ringan, dan sepasang tangannya bergerak cepat
sekali tidak bisa diikuti oleh pandangan mata.
Tahu-tahu tengkuk pelayan tua itu telah kena dicekuknya. Namun
begitu tengkuk pelayan tua itu kena dicengkeramnya. Giok Hoa
merasakan kulit di bagian tengkuk itu licin dan keras sekali, sampai
jari tangannya melejit dan mencengkeram tempat kosong.
Di waktu itulah terlihat betapa pelayan tua itu membuang dirinya ke
lantai dan bergulingan di situ sambil bersiul nyaring.
Dari luar segera menyerbu masuk empat orang, semuanya
pelayan di rumah penginapan itu.
Mereka melihat si pelayan tua yang tengah berdiri dan Giok Hoa
yang hendak menyerang lagi. Segera mereka melompat mengurung Giok Hoa. Sedangkan tangan mereka dengan sebat telah mencabut senjata
masing-masing dari balik baju mereka. Pelayan tua ini pun
merabah dadanya, dari balik bajunya telah dikeluarkan sebatang
golok pendek. 1966 "Hemmm!" Giok Hoa tertawa dingin, dia bilang: "Dengan demikian
terbukalah topeng kalian! Apa maksud kalian dengan menaruhkan
racun pada minuman kami?"
Pelayan tua itu sudah tidak memperlihatkan sikap yang terheranheran atau kaget seperti tadi. Malah dia berdiri tegak dengan
goloknya dilintangkan di dadanya. Dia telah bilang:
"Hemmm, engkau rupanya telah mengetahui semua ini! Baiklah,
kami membuka kartu saja! Sesungguhnya kami menginginkan
uang dan barangmu! Jika memang engkau ingin hidup dan
meninggalkan kota ini masih bernapas, tinggalkan barang-barang
dan uang kalian, dan cepat angkat kaki dari tempat ini!"
Mata Giok Hoa mendelik besar sekali, dia bilang. "Apakah begitu
mudah kalian menghendaki barang kami?"
Dan dengan gusar ia telah menerjang buat menghantam si pelayan
tua. Pelayan tua itu menggerakkan goloknya, membacok, namun Giok
Hoa bisa menghindar dengan mudah.
Sedangkan empat orang pelayan lainnya segera menggerakkan
golok masing-masing, membacok serentak kepada Giok Hoa.
1967 Giok Hoa yang tengah murka, segera mengerahkan gin-kangnya.
Tangannya juga tidak berayal telah mencabut keluar pedangnya,
dengan segera diputarnya pedang itu dengan jurus-jurus ilmu
pedang Giok-lie-kiam-hoat.
Sinar pedang bergulung-gulung menyambar kepada lawanlawannya. Jika sebelumnya tampak para pelayan itu lemas dan
sikapnya menghormat, maka kini mereka tampaknya gagah dan
bengis-bengis. Setiap bacokan mereka berkesiuran sangat cepat, karena
kepandaian mereka walaupun belum tinggi, juga tidak terlalu
rendah. Apa lagi memang mereka itu memiliki hati yang kejam dan
bengis, dengan demikian membuat setiap bacokan mereka selalu
mengandung maut. Namun gulungan sinar pedang Giok Hoa
membuat mereka jadi tidak berdaya untuk merangsek terlalu
dekat. Ko Tie yang tengah duduk bersemedhi mengatur jalan pernapasannya, seakan juga tidak memperhatikan pertempuran
yang terjadi di dekatnya. Ia terus juga mengatur jalan pernapasannya, karena memang dia bermaksud untuk mendesak
racun yang terlanjur telah memasuki peredaran darahnya itu agar
tidak menjalar terlalu jauh, sehingga menuju ke jantung.
1968 Dan untuk itu ia mengerahkan seluruh sin-kang nya, karena jalan
pernapasannya tidak bisa berjalan lancar. Dan juga setiap kali ia
mengerahkan sin-kangnya, tenaga dalamnya seperti mandek
terhalang sesuatu, membuatnya jadi tidak bisa untuk menembus
sampai ke Tan-tian. Karena itu Ko Tie masih terus berusaha mengerahkan tenaga
dalamnya, menembus sampai ke Tan-tian. Jika tenaga dalamnya
berhasil menembusi rintangan itu dan bisa mengalir sampai ke
Tan-tian berarti untuk selanjutnya tidak ada kesulitan buat Ko Tie
membendung beredarnya racun lebih jauh.
Muka Ko Tie agak hitam gelap, karena bekerjanya racun,
sedangkan ia memang masih belum bisa mengerahkan sinkangnya menembusi tan-tiannya, pusarnya. Dengan begitu
pertempuran antara Giok Hoa dengan ke lima orang pelayan itu
seperti tidak memperhatikan Ko Tie.
Giok Hoa menyadari bahwa ia tidak boleh membuang-buang
waktu. Kalau sampai pertempuran itu berlangsung lama, dan juga
mengganggu pemusatan perhatian dan pikiran Ko Tie, sehingga
perasaannya tergoncang, Ko Tie pasti mengalami kesulitan yang
jauh lebih besar. 1969 Dikala itu, dengan pedang yang berkelebat ke sana ke mari, tubuh
Giok Hoa juga berkelebat-kelebat dengan lincah. Setiap kali dia
menggerakkan pedangnya, dengan jurus Giok-lie-kiam-hoat,
membuat lawannya mundur tidak bisa mendekatinya.
Malah, setelah lewat belasan jurus, Giok Hoa memiliki kesempatan, pedangnya telah menikam ke pundak salah seorang
lawannya. Tikaman itu meluncurnya sangat cepat, sehingga
lawanya yang berada di sebelah kanan, tidak keburu lagi untuk
menghindar. Dan pundaknya kena tikam. Dia menjerit, dan seketika terhuyung
mundur, dengan darah, mengalir deras dari lukanya itu.
Pelayan tua dengan seorang kawannya yang lain segera maju
memperdekat pengepungan mereka.
Namun sekali lagi Giok Hoa herhasil menikam lengan seorang
lawannya, dan lawannya itu mundur dengan muka meringis,
bahkan goloknya telah jatuh ke lantai dengan mengeluarkan suara
berkerontongan. Bukan main gusarnya pelayan tua itu. Berulang kali ia berseru
menganjurkan kepada ke dua orang kawannya, yang belum terluka
agar maju lebih ketat merangsek Giok Hoa. Ia sendiri pun
1970 menyerbu dengan goloknya bergerak sangat ganas sehingga
membuat Giok Hoa harus memutar pedangnya beberapa kali
menangkis serangan itu. Cuma saja disebabkan pelayan tua itu berlaku nekad, dan juga
geraknya berobah, tahu-tahu pedang Giok Hoa telah menyambar
menabas kutung tangan kiri pelayan tua itu, sebatas siku
tangannya. Pelayan tua itu mengeluarkan jeritan menyayatkan hati, melompat
mundur dan telah berseru: "Angin kencang?"!" Ia telah melarikan
diri, diikuti oleh ke empat orang kawannya.
Giok Hoa hendak mengejarnya, tapi segera ia teringat akan
keselamatan Ko Tie, akhirnya ia batal mengejar dan telah
menghampiri Ko Tie. Dilihatnya muka Ko Tie hitam dan pucat,
gelap sekali, menunjukkan betapa pemuda itu memang keracunan
hebat. Dalam keadaan seperti itu terlihat jelas, betapapun juga, memang
Ko Tie tengah berada dalam keadaan yang gawat sekali, karena ia
tengah berusaha membendung bekerjanya racun. Dengan
demikian ia mengerahkan seluruh sin- kangnya dan mati-matian
1971 mencegah beredarnya lebih jauh racun yang terlanjur tadi telah
diminumnya. Apa lagi memang tampaknya racun yang dipakai penjahat
bukanlah racun sembarangan melainkan racun-racun yang dapat
bekerja cepat dan juga sangat ganas. Biarpun Ko Tie memiliki sinkang yang sangat tinggi, namun ia tidak bisa segera membendung
beredarnya racun dalam waktu yang singkat.
Di waktu itu, Giok Hoa berdiri di samping Ko Tie. Ia bersiap siaga,
karena ia kuatir kalau-kalau ada serangan mendadak dari pihak
lawan. Disamping itu, Giok Hoa juga tengah berpikir keras. Ia menduga
entah siapa adanya pelayan-pelayan rumah penginapan ini yang
mereka tampaknya memiliki kepandaian tidak rendah juga yang
membuat dia curiga. Sesungguhnya apa yang diucapkan oleh pelayan tua itu, bahwa
mereka menginginkan uang dan barang milik Ko Tie dan Giok Hoa,
hal itu tidak bisa di percaya penuh sebab tidak masuk dalam akal
jika memang mereka cuma menghendaki barang dan uang. Sebab
waktu beberapa waktu yang lalu, ternyata kamar mereka telah
1972 kemasukkan penjahat dan uang maupun barang mereka tidak ada
yang hilang. Kalau memang orang-orang itu menginginkan uang dan barang,
niscaya mereka akan mengambilnya dengan mudah. Bukankah di
waktu itu memang Ko Tie data Giok Hoa sedang tidak berada di
rumah penginapan tersebut"
Maka Giok Hoa yakin, pelayan tua itu hanya memberikan alasan
kosong belaka, bahwa mereka hanya sekedar menghendaki uang
dan barang. Justeru melihat Ko Tie telah keracunan seperti itu,
tentunya memang para pelayan rumah penginapan ini menghendaki jiwa mereka berdua. Bukankah Ko Tie dan dia oleh
mereka" Lalu, siapakah yang telah perintahkan mereka buat membunuh
Giok Hoa dan Ko Tie" Inilah yang tengah dipikirkan oleh Giok Hoa.
Malah ia segera berpikir, tentu antara para pelayan itu dengan
Kiang-lung Hweshio terdapat hubungan yang erat.
Tetapi, Ko Tie sekarang berada dalam keadaan demikian, jiwa dan
keselamatannya tengah terancam maka membuatnya benar-benar
jadi harus melindunginya. Karena jika sekarang ia mengejar para
1973 pelayan itu dan memaksa mereka bicara, siapa tahu Kiang-lung
Hweshio tahu-tahu muncul dan membunuh Ko Tie.
Bukankah Ko Tie sekarang tengah berada dalam keadaan tidak
berdaya. Sebab ia telah dipengaruhi oleh bekerjanya racun, yang
membuat ia selain tidak memiliki tenaga, juga memang belum pasti
bisa melawan bekerjanya racun yang dimakannya itu, yang
tentunya merupakan racun yang sangat berbahaya sekali.
Tengah Giok Hoa bingung dan panik, melihat muka Ko Tie yang
semakin lama semakin gelap menghitam, ia mendengar suara
langkah kaki beberapa orang yang tengah mendatangi. Segera
juga Giok Hoa bersiap sedia.
Dikala itu tampak beberapa orang muncul di ambang pintu. Dan
Giok Hoa waktu itu telah melihat mereka, seketika jadi mengeluh.
Karena dilihatnya mereka tidak lain terdiri dari Kiang-lung Hweshio,
yang muncul sambil menyeringai sinis dan mukanya bengis sekali.
Disampingnya berdiri Gorgo

Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

San dengan muka yang menyeramkan dan matanya memancarkan sinar bernafsu buat
membunuh. Di belakang mereka tampak ke lima pelayan tadi yang
telah dipukulnya mundur oleh Giok Hoa.
1974 Tampak Kiang-lung Hweshio sambil tertawa bergelak-gelak telah
berkata. "Bagus! Jika kau nona manis tidak mau menyerahkan diri secara
baik-baik, hemmmm, tentu kami akan membuat engkau mati
dengan mata meram?"!"
Dugaan Giok Hoa bahwa para pelayan itu adalah anak buah dari
Kiang-lung Hweshio dan Gorgo San, ternyata tidak meleset. Tapi,
kini biarpun Giok Hoa tengah murka, ia berusaha menahan diri,
mengingat akan keselamatan jiwa Ko Tie, yang keadaannya pada
waktu itu sangat menguatirkan sekali.
Gorgo San pun tertawa dingin,
"Racun yang telah mengalir dalam peredaran darah kawanmu itu
adalah racun nomor satu yang paling ganas di Tibet. Karena itu,
tanpa memperoleh obat yang tepat, jangan harap kawanmu itu bisa
tertolong jiwanya. Lewat besok pagi, maka jiwanya akan
melayang?"" Dan setelah berkata begitu, Gorgo San tertawa bergelak-gelak.
"Aku bersedia menolong kalian!" kata Gorgo San lagi kemudian,
setelah puas tertawa. "Tapi ada syaratnya...... entah kau dapat
memenuhi syaratnya itu atau tidak?"!"
1975 Giok Hoa dengan muka yang merah padam berusaha menahan
dan membendung kemurkaannya. Ia memandang ragu kepada
Gorgo San. Dengan menindih kemarahannya, ia bertanya, "Syarat apa yang
kalian inginkan dari kami ini?"
"Syarat yang tidak terlalu berat?"!" menyahuti Gorgo San
dengan suara yang tawar. "Kau harus baik-baik ikut denganku dan menjadi kekasihku,
barulah aku akan memberikan kepada kawanmu itu obat
pemunahnya. Tapi jika engkau membangkang, aku ingin melihat
dengan cara bagaimana engkau menghadapi dan memandangi
kawanmu yang tidak lama lagi akan mampus?"!"
Muka Giok Hoa merah padam.
"Hemmm, dia seorang pemuda hidung belang?"!" pikir si gadis
kemudian. "Tapi jika engkau melabrak mereka, tentu jiwa Ko Tie
koko akan terancam sekali..... lebih baik aku menolongi dulu jiwa
engkoh Tie..... nanti bisa diurus lagi?"!"
Setelah berpikir begitu maka Giok Hoa mengangguk sambil
tersenyum dingin. 1976 "Baiklah, aku menerima syaratmu! Tapi sekarang cepat kau
berikan obat pemunah racun itu?"" pinta Giok Hoa sambil
mengawasi tajam. Gorgo San menggeleng perlahan, ia pun mengulapkan tangan
kanannya. "Tidak begitu mudah aku menyerahkan obat pemunah itu!
Hemmm, apakah dengan begitu saja aku akan mempercayai
kesediaanmu untuk menjadi kekasihku"
"Sekarang lemparkan pedangmu, dan kau biarkan kami menotok
jalan darahmu, agar engkau tidak dapat melakukan hal-hal yang
tidak kami inginkan! Barulah nanti kami memberikan obat penawar
racun kepada kawanmu itu ......!"
Giok Hoa cerdik dan ia pun tidak ceroboh. Mendengar perkataan
Gorgo San seperti itu, ia bilang:
"Sekali mengucapkan tidak mungkin dapat ditarik kembali, tidak
akan terkejar oleh selaksa kuda!" katanya, dan kemudian
mendengus dua kali, barulah dia meneruskan perkataannya:
"Dan aku, tidak akan memungkiri janjiku, akan memenuhi
syaratmu! Dan kau tidak perlu ragu-ragu, karena memang aku
1977 akan ikut bersama dengan kau, asal engkoh Tie bisa disembuhkan!" Gorgo San tertawa besar, dia bilang: "Engkoh Tie itu akan sembuh.
Percayalah! Tapi, tetap saja engkau harus membiarkan kami
menotok jalan darahmu, agar selanjutnya engkau tidak menimbulkan kesulitan buat kami! Bagaimana, kau bersedia?"
Giok Hoa ragu-ragu. Inilah hebat. Kalau memang sampai ia
membiarkan dirinya ditotok oleh Gorgo San, bukankah sama saja
ia menyerahkan diri ke mulut harimau"
Bukankah kelak dalam keadaan tertotok dia tidak akan berdaya"
Dengan mudah Gorgo San tentu akan menghina dirinya atau
memperkosanya" Inilah hebat, syarat yang didengarnya memang sangat ringan, tapi
berat untuk dilaksanakannya, karena mengandung bahaya yang
tidak kecil bagi dirinya sendiri.
Untuk beberapa saat lamanya Giok Hoa hanya berdiam diri saja
dengan ragu-ragu. Mukanya sebentar berobah pucat, sebentar
merah padam. 1978 Jika menuruti adatnya, tentu dia akan menerjang buat menghajar
Gorgo San dan Kiang-lung Hweshio. Tapi ia memikirkan
keselamatan Ko Tie, yang membutuhkan obat penawar racun yang
tepat agar racun yang mengendap di dalam tubuh Ko Tie dapat
dipunahkan. Melihat Giok Hoa ragu-ragu, Kiang-lung Hweshio tertawa dingin,
dia menoleh kepada Gorgo San, katanya dengan suara yang sinis:
"Sudahlah, dia tampaknya sulit memenuhi permintaanmu, syaratmu itu tampaknya memberatkan hatinya! Lebih baik mereka
di"mampus"kan saja, agar tidak meninggalkan bibit penyakit di
belakang hari!" Gorgo San tersenyum mendengar perkataan kawannya, ia bilang:
"Kawanmu itu terkena racun It-tok, racun tunggal, yang berasal dari
Tibet. Jangan harap orang lain dapat menolonginya, karena hanya
aku yang memiliki obat pemunahnya!
"Karena itu, biarpun orang yang menjadi korban racun itu memiliki
sin-kang yang sempurna, sekali saja terkena racun tersebut,
jangan harap ia bisa mempergunakan sin-kangnya buat mengusir
racun yang mengendap di dalam tubuhnya! Hemmm, demikian
juga dengan kawanmu itu, walaupun ia bersemedhi dan
1979 mengerahkan sin-kangnya untuk dapat mengusir racun, tetap saja
tidak akan berhasil."
Giok Hoa mengerutkam alisnya. Ia baru mengerti, mengapa sejauh
itu Ko Tie masih belum berhasil mendesak racun yang mengendap
di dalam tubuhnya. Sedangkan Gorgo San meneruskan perkataannya:
"Hemmm, perlahan-lahan racun itu akan membuat sin-kang
korbannya menjadi semakin lemah dan jangan harap akhirnya
dapat berhasil menindih racun itu! Baiklah! Tampaknya kau
memang berat buat memenuhi syaratku.
"Aku pun tidak akan memaksa, aku ingin melihat, apa yang hendak
kau lakukan besok pagi di kala temanmu itu akan mampus! Batas
waktunya cuma besok pagi saja, karena ia akan hilang
nyawanya.....!" Muka Giok Hoa merah padam, malah tahu-tahu cepat sekali
pedangnya telah berkelebat menikam kepada Gorgo San. Giok
Hoa bermaksud sekali menikam, ia akan dapat menikam mati
Gorgo San. 1980 Namun siapa tahu, justeru di waktu itu terlihat Gorgo San
menyingkir ke belakang, dan Kiang-lung Hweshio yang maju
memapaki dan menangkis serangan Giok Hoa. Hal ini memang
disebabkan Gorgo San tengah terluka di dalam yang tidak ringan
oleh pukulan Ko Tie beberapa waktu yang lalu. Dan Kiang-lung
Hweshio yang telah mewakilinya menghadapi Giok Hoa.
Karena itu, segera terlihat Giok Hoa dan Kiang-lung Hweesio telah
bertempur satu dengan yang lainnya. Mereka bertempur dengan
hebat sekali. Tampak tubuh Kiang-lung Hweshio berkelebat-kelebat dengan
ringan, dan ia pun sudah mengerahkan sebagian besar tenaga
lweekangnya untuk mendesak Giok Hoa. Terlebih lagi pedang si
gadis bergulung-gulung dengan dahsyat karena dia mempergunakan ilmu pedang Giok-lie-kiam-hoat.
Dalam keadaan seperti itu, Kiang-lung Hweshio pun tidak bisa
bertangan kosong. Ia mempergunakan kayu pemukul bok-hienya
untuk menangkis dan menghalau setiap serangan yang dilakukan
oleh Giok Hoa. 1981 Sedangkan Giok Hoa semakin berkuatir. Sekarang ia tengah
terlibat oleh Kiang-lung Hweshio. Dengan demikian, jelas ia sulit
sekali buat melindungi Ko Tie.
Dengan adanya Gorgo San di tempat itu tentu saja keadaan diri Ko
Tie semakin terancam bahaya. Karena jika Gorgo San mempergunakan kesempatan itu untuk menganiaya Ko Tie,
niscaya si pemuda tidak bisa mengadakan perlawanan yang
semestinya. Jika tokh terpaksa ia menangkisnya, niscaya akan membuatnya
jadi terluka di dalam yang lebih hebat. Disamping racun yang
mengendap di dalam tubuhnya akan menjadi buyar dan menjalar
ke jantungnya. Itulah merupakan ancaman yang tidak ringan.
Maka Giok Hoa hendak mendesak si pendeta dan juga ia
bermaksud hendak melompat lagi ke tempatnya semula, yaitu
melindungi kekasihnya. Sedangkan Ko Tie walaupun ia tengah mengerahkan seluruh sinkangnya buat menindih racun yang mengendap di dalam
tubuhnya, toh memang ia merupakan seorang yang memiliki
pendengaran yang tajam. Ia telah mendengar percakapan Gorgo
San dengan Giok Hoa, juga ia mendengar suaranya Kiang-lung
1982 Hweshio sehingga ia menyadari bahwa jiwa dan keselamatannya
terancam sekali. Demikian juga keselamatan Giok Hoa, gadis itu
bisa terancam bahaya yang tidak kecil.
Dikala itu, Ko Tie sendiri telah gagal beberapa kali untuk
mengerahkan tenaga dalamnya guna yang menindih racun yang
mengendap di dalam tubuhnya. Akhirnya Ko Tie pun jadi nekad.
Dia berpikir, percuma saja ia membuang waktu untuk memulihkan
tubuhnya dari racun itu, dan memunahkan racun tersebut dengan
sin-kangnya. Terlebih baik, ia membunuh Gorgo San dan lalu
mengambil obat panawarnya dari orang tersebut.
Karena berpikir seperti itu, akhirnya Ko Tie mendadak sekali
membentak nyaring, tubuhnya melompat berdiri dan tahu-tahu
telah menyerang dengan sepasang tangannya kepada Gorgo San.
Gorgo San bukan main kagetnya, karena di waktu itu ia sama
sekali tidak pernah menyangka bahwa Ko Tie bisa melompat
bangun dan tahu-tahu melesat kepadanya menyerang dengan
pukulan yang dahsyat. Dengan demikian telah membuatnya cepatcepat menyingkir.
Tapi serangan yang dilakukan oleh Ko Tie memang benar-benar
hebat. Karena begitu menyerang tempat kosong, ia tidak menarik
1983 pulang tenaga dalamnya, melainkan ia meneruskan serangannya
ke arah di mana Gorgo San mengelak.
Begitulah, beruntun tiga tali Gorgo San menghindarkan diri dari
serangan yang dilakukan oleh lawannya, dan Ko Tie juga
menyerang semakin hebat. Kepandaian Ko Tie memang tinggi
sekali, karena itu, sekarang dalam keadaan murka dan nekad,
maka ia menyerang tidak tanggung-tanggung kepada lawannya.
Di dalam hatinya Ko Tie terpikir juga. Jika saja ia bisa merubuhkan
Gorgo San, niscaya dia bisa mengambil obat penawar racun dari
Gorgo San. Di waktu itu, Gorgo San telah terluka di dalam tubuh dan ia belum
lagi sembuh keseluruhannya, dengan demikian telah membuatnya
jadi tidak dapat memberikan perlawanan yang berarti.
Karena itu ia hanya bisa mengelakkan diri ke sana ke mari. Tapi
untuk dapat membalas menyerang, tenaga dalamnya seperti
sudah punah dan tidak memiliki kekuatan.
Jika tokh memang Gorgo San memaksakan diri buat menyerang
kepada Ko Tie, itulah serangan yang kosong tidak memiliki tenaga
yang berarti. 1984 Dikala itu terlihat, napas Ko Tie pun memburu keras karena ia
merasa lelah bukan main. Dalam keadaan murka, ia mengerahkan
tenaga dalamnya yang berlebihan dan ia pun memang tengah
keracunan. Sehingga semakin bergerak dan mengerahkan tenaga
dalammya, jelas akan membuat darahnya itu beredar sangat
cepat. Dengan begitu, saat kematiannya pun akan semakin dekat juga.
Karena darahnya yang beredar dengan cepat sekali, niscaya akan
membuat racun yang telah terlanjur ikut dalam aliran darah, lebih
cepat sampai ke jantung Maka terlihat beberapa kali Ko Tie, sesungguhnya memiliki
kesempatan untuk menyerang lawannya. Ia tidak mempergunakan


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesempatan itu. Dia malah telah menarik napas dalam-dalam, untuk mengatur jalan
pernapasannya. Sehingga telah membuatnya jadi beberapa kali
mensia-siakan kesempatan yang ada.
Kiang-lung Hweshio melihat keadaan kawannya terdesak hebat,
segera dia menyerang dan mendesak Giok Hoa, agar dia cepatcepat dapat menyudahi pertempuran tersebut dan menolongi
Gorgo San. 1985 Tapi Giok Hoa tidak mau memberikan kesempatan kepadanya.
Tampak sinar pedangnya berkelebat-kelebat mengancam bagianbagian yang mematikan di dalam tubuh dari lawannya.
Jika saja tikaman atau tabasan pedangnya itu mengenai sasaran,
niscaya akan membuat lawannya itu seketika terbunuh tanpa bisa
tertolong lagi. Giok-lie-kiam-hoat memang ilmu pedang yang sempurna dan
sangat hebat. Karena itu, Giok Hoa menang di atas angin, setelah
lewat seratus jurus, Kiang-lung Hweshio jatuh di bawah angin.
Giok Hoa sendiri sebetulnya tengah berkuatir sekali. Ia mengerti,
bahwa Ko Tie berhenti bersemedhi dan juga telah melompat
menyerang Gorgo San, itulah cara yang memaksakan diri.
Karena dengan bergerak, bertempur dengan Gorgo San, akan
membuatnya jadi mempercepat saat-saat kematian. Peredaran
darahnya akan jadi kencang dan cepat, dengan demikian racun
yang mengendap di dalam tubuhnya pun akan mengalir lebih cepat
sampai ke jantung. Di kala itu, lima orang pelayan rumah penginapan itu, yang tidak
lain adalah anak buah Kiang-lung Hweshio dan Gorgo San, ketika
melihat Gorgo San tengah terdesak hebat oleh serangan Ko Tie,
1986 segera juga mereka maju dengan serentak, tampak mereka telah
menggerakkan golok masing-masing.
Tiga orang di antara mereka memang telah terluka oleh Giok Hoa,
akan tetapi luka mereka itu telah diobati, dan kini mereka bisa
menyerang lagi dengan hebat kepada Ko Tie, untuk mengeroyok.
Cuma luka si pelayan tua yang memang agak berat, karena di
waktu itu tangan kirinya, sebatas sikunya, telah kutung, oleh
tabasan pedang Giok Hoa. Maka sekarang di waktu menyerang Ko
Tie, ia berlaku sangat hati-hati sekali, karena ia kuatir akan dibikin
bercacad pula oleh Ko Tie, sebab memang ia mengetahui Ko Tie
memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi dari kepandaian Giok
Hoa. Sedikit demi sedikit gerakan Ko Tie mulai lemah dan lambat.
Sekarang maju lima pelayan itu. Walaupun kepandaian ke lima
orang pelayan itu tidak setinggi dan selihay kepandaian dari Gorgo
San, namun jumlah mereka banyak. Dengan demikian, tentu saja
akan membuatnya berat sekali menghadapi mereka.
Giok Hoa yang menyaksikan Ko Tie dikeroyok seperti itu, jadi
berkuatir sekali. Malah beberapa kali dia bermaksud melepaskan
diri dari libatan Kiang-lung Hweshio tapi sebaliknya, sekarang ini
1987 Kiang-lung Hweshio malah bermaksud melibatnya, karena
pendeta itu telah melihatnya, bahwa Ko Tie semakin lemah dan
mulai kehabisan napas dan tenaga.
Jika memang bertempur lebih lama lagi, niscaya Ko Tie akhirnya
pasti rubuh dengan sendirinya. Karenanya, jika sebelumnya
memang dia bermaksud melepaskan diri dari libatan Giok Hoa, dan
kemudian menolongi Gorgo San sekarang ini justeru dia telah
sengaja melibat terus gadis itu, dengan jurus-jurus yang
mematikan. Di kala itu tampak jelas, Giok Hoa berulang kali menikam dan
menabas dengan agak gugup, karena biar bagaimana memang dia
mulai tidak tenang menyaksikan keadaan Ko Tie yang mulai
terdesak dan kehabisan tenaga.
Si gadis menyadarinya, jika saja Ko Tie bertempur terus dengan
cara seperti itu, niscaya akan membuatnya kehabisan tenaga dan
akhirnya pasti akan dapat dirubuhkan oleh lawannya.
Ko Tie juga tengah berpikir keras. Ia merasakan tenaganya yang
semakin berkurang banyak, berangsur-angsur membuat ia
semakin lemah. 1988 Karena itu, Ko Tie telah mengambil keputusan, untuk mengadu
jiwa. Sebelum dia rubuh dan kehabisan tenaga, terlebih dulu ia
hendak membunuh Gorgo San dan nanti merampas obat penawar
racunnya. Di kala itu, Giok Hoa menyaksikan dua bagian dari tubuh Ko Tie
terluka dan pakaiannya robek. Darah yang berwarna merah
kehitam-hitaman mengalir, membasahi baju dan tubuhnya.
Ngiris sekali hati Giok Hoa. Dia melihat sudah lima atau enam
bacokan yang kena di tubuh Ko Tie oleh golok lawannya.
Tapi tidak lama kemudian Ko Tie pun telah dapat menghantam
dengan telapak tangannya kepada ke dua orang lawannya, yang
seketika terpental keras sekali, dan ambruk di lantai dengan
mengeluarkan erangan. Kemudian diam dan tidak bergeming lagi,
karena mereka telah pingsan.
Gorgo San dengan ke tiga pelayan rumah penginapan yang
lainnya jadi terkejut. Mereka sejenak lamanya tidak menerjang lagi,
hanya mengawasi Ko Tie beberapa saat buat mencari kelemahan
pemuda itu. 1989 Ko Tie dengan mengeluarkan erangan sudah tidak mau
membuang-buang waktu, di mana ia telah menyerang dengan
hebat dan beruntun. Dua orang pelayan telah dapat dihantam rubuh pula dan pingsan
tidak sadarkan diri, karena tulang dada mereka telah melesak
hancur terkena hantaman telapak tangan Ko Tie.
Sekarang tinggallah Gorgo San dengan pelayan tua yang tangan
kirinya sebatas siku telah kutung itu. Dan mereka gentar bukan
main. Jika dalam keadaan biasa dan tidak terluka, niscaya Gorgo San
tidak akan gentar seperti itu, ia pasti bisa menghadapi Ko Tie
sebaik-baiknya. Justeru sekarang ini ia tengah terluka di dalam dan
memang luka di dalam tubuhnya itu belum lagi sembuh. Karenanya
ia telah mengambil keputusan yang cepat, dia menoleh kepada
pelayan tua itu: "Kau layani dulu dia?"!" Dan sambil berkata begitu, tampak
Gorgo San menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya melesat mundur
ke belakang. Sesungguhnya pelayan tua itu pun tengah gugup dan gentar, tapi
atas perintah Gorgo San yang tidak berani dibantahnya, terpaksa
1990 juga ia melompat maju, membacok dengan goloknya beruntun tiga
kali. Ko Tie menghindarkan diri dari tiga bacokan itu, ia kemudian
menghantam dengan telapak tangan kirinya.
Tubuh pelayan itu, yang pundaknya kena dihantam dengan kuat,
terpental dan jatuh terguling-guling di lantai, namun ia segera dapat
bangun. Di waktu itulah tangan kanan Ko Tie melayang
menyambar lagi, dan lengan pelayan tua itu kena dihantamnya.
Seketika tulang lengannya patah dan hancur. Pelayan itu jadi
mengerang-erang kesakitan, dan kemudian pingsan tidak sadarkan diri. Karena akibat getaran dari kekuatan tenaga serangan itu,
membuat ia terluka di dalam tubuh. Seluruh isi perutnya terasa
jungkir balik. Dan ia menderita kedinginan yang hebat sekali, juga sekujur
tubuhnya seperti dibungkus oleh lapisan es yang menggigilkan
tubuhnya. Dengan mengeluh, akhirnya ia pingsan tidak sadarkan
diri. 1991 Muka Gorgo San berobah. Ia menjejakkan ke dua kakinya,
tubuhnya segera melesat ingin melarikan diri meninggalkan kamar
tersebut. Ko Tie tidak mau membuang-buang waktu dan kesempatan ini.
Karena dia mengerti, walaupun hanya satu detik, pada waktu itu
sangat berguna sekali baginya. Tubuhnya segera bergerak
berkelebat dan ia berhasil mengejar Gorgo San.
Tapi belum lagi Ko Tie menyerang, Gorgo San telah berlari ke arah
lain. Di saat itu Gorgo San seperti main petak kucing, dan dengan cara
kucing-kucingan seperti itu ia selalu berusaha menjauhi dari Ko
Tie. Iapun memang sengaja hendak membangkitkan kemarahan
Ko Tie. Sekali saja Ko Tie terbakar hatinya dan marah, niscaya racun yang
mengendap di dalam tubuhnya akan segera bekerja lebih cepat.
Berarti kematian yang diterima Ko Tie akan datang lebih cepat lagi.
Kiang-lung Hweshio jadi berkuatir menyaksikan Gorgo San diburuburu oleh Ko Tie. Dengan mengeluarkan suara erangan bengis, ia
pun seringkali mempergunakan kayu pemukul bok-hienya buat
menimpuk kepada Giok Hoa.
1992 Jika timpukan kayu pemukul bok-hie itu tidak mengenai
sasarannya, maka kayu pemukul bok-hie itu akan terbang
meluncur kembali kepada si pendeta.
Dengan berulang kali menimpuk mempergunakan cara seperti itu,
telah membuat Giok Hoa tidak bisa mendesak si pendeta terlalu
dekat, karena Giok Hoa pun jeri buat kepandaian menimpuk dari
lawannya, yang bisa menimpuk dengan kayu pemukul bok-hie itu
dengan baik dan juga arah sasarannya sulit sekali diterka.
Cuma saja, yang membuat Giok Hoa berkuatir, adalah keselamatan Ko Tie. Waktu itu walaupun Ko Tie masih bisa mengejar Gorgo San dan
berulang kali menyerang. Namun tetap saja mukanya semakin
hitam. Larinya yang semakin lambat itu membuktikan racun telah bekerja
semakin berat. Dan tidak lama lagi Ko Tie akan roboh sendirinya,
jika saja ia masih mengejar Gorgo San.
Gorgo San bukannya tidak melihat keadaan Ko Tie seperti itu. Dia
girang bukan main, maka ia sengaja berlari terus, semakin lincah
dan juga mengejek tidak hentinya, buat membangkitkan kemarahan Ko Tie. 1993 Tetapi waktu itu Ko Tie yang merasakan matanya berkunangkunang, segera juga terkejut dan menghentikan larinya. Ia pun di
dalam hatinya berpikir: "Celaka! Mengapa aku harus terpancing olehnya seperti ini" Jika
memang darahku meluap dan aku mempergunakan tenaga, racun
akan bekerja lebih cepat lagi, berarti kematianku akan lebih cepat
pula!" Karena berpikir seperti itu, Ko Tie telah menahan larinya. Dia
berdiam diri saja dan mengawasi Gorgo San.
Sedangkan Gorgo San berdiri terpisah lima tombak lebih dengan
bertolak pinggang. "Ayo! Ayo maju! Mari! Mengapa berhenti" Atau memang engkau
sudah ingin mampus, monyet?" ejeknya.
Di ejek seperti itu, bukan main murkanya Ko Tie. Tapi ia pun
menyadari bahwa seseorang yang tengah terkena racun, jelas
tidak boleh menuruti emosinya, dan ia harus dapat mengendalikan
diri dan juga jika bisa tidak mempergunakan tenaganya.
1994 Jika memang ia melanggar larangan tersebut, niscaya akan
membuatnya jadi lebih cepat terancam kematian. Racun dapat
bekerja lebih cepat lagi.
Akhirnya Ko Tie memutuskan, dia akan berdiam diri saja. Dia
hanya akan menimpuk dengan mempergunakan senjata rahasianya. Tiba-tiba tangannya bergerak, dia menimpukkan beberapa jarum
bwee-hoa-ciam kepada Gorgo San.
Gorgo San mengeluarkan seruan kaget dan menyingkir lagi. Ia
cuma bisa bergerak gesit, tanpa memiliki tenaga buat mengadakan
perlawanan. Karena itu, ia cuma berhasil mengelakkan diri dari
sambaran senjata rahasia tersebut, tanpa ia bisa untuk balas
menimpuk. Di kala itu Ko Tie gencar sekali menimpuk kepada lawannya.
Gorgo San berpikir: "Hemmmmm, tampaknya ia masih memiliki sedikit tenaga dan
masih bisa bertahan. Jika memang aku meninggalkanya setengah
harian dan nanti aku datang kembali ke mari, untuk membunuhnya,
di waktu itu tentu dia sudah tidak berdaya lagi......!"
1995 Karena berpikir seperti itu, tampak Gorgo San telah menjejakkan
ke dua kakinya, tubuhnya melompat keluar dari jendela. Dia pun
sambil melompat berseru nyaring kepada Kiang-lung Hweshio.
"Angin kencang!"
Kiang-lung Hweshio memang tengah berpikir sama seperti yang
dipikirkan Gorgo San. Sekarang mendengar kawannya menganjurkan ia angkat kaki,
maka segera ia mendesak Giok Hoa.
Waktu Giok Hoa melompat mundur, segera juga ia menjejakkan
kakinya, tubuhnya melesat ke luar dari jendela. Dalam waktu yang
singkat, segera juga ia menghilang di luar, menyusul Gorgo San.
Giok Hoa hendak mengejar, namun segera ia teringat kepada Ko
Tie. Ia berlari menghampiri.
"Engkoh Tie?" bagaimana keadaanmu?" tanya si gadis dengan
berkuatir sekali, karena dilihatnya muka Ko Tie telah gelap dan
menghitam. Dia tahu racun yang mengendap di dalam tubuh Ko
Tie telah semakin mengganas dan keadaan si pemuda semakin
lemah. Ko Tie menghela napas. 1996 "Tampaknya memang sulit buat aku lolos dari kematian!"


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggumam si pemuda itu, yang di saat itu merasakan matanya
berkunang-kunang dan kepalanya pusing.
Hal itu disebabkan Ko Tie sudah terlalu banyak mengerahkan
tenaga dalamnya, sahingga racun yang mengendap di dalam
tubuhnya mulai bekerja mengganas, membuat pandangan mata
Ko Tie jadi gelap, dan juga kepalanya pusing, seperti dunia
berputar. Dengan mengeluarkan suara keluhan, tubuhnya terhuyunghuyung. Ko Tie masih berusaha hendak mempertahan kuda-kuda
ke dua kakinya, namun gagal. Tubuhnya ambruk di lantai. Untung
Giok Hoa cepat sekali memegangi lengannya, malah gadis ini
kemudian memayangnya naik ke pembaringan, merebahkan
pemuda itu di situ. Giok Hoa bingung bukan main, ia melihat Ko Tie pingsan tidak
sadarkan diri. Malah, dalam keadaan pingsan seperti itu, napasnya memburu
keras dan panas. Dia juga terlihat, betapa mukanya hitam kehijauhijauan menunjukkan bahwa racun yang mengganas di dalam
tubuhnya memang sangat hebat sekali. Jika pemuda ini tidak
1997 memperoleh pengobatan yang tepat dan segera, niscaya ia akan
membuang jiwa dengan cara yang mengecewakan.
Giok Hoa karena terlalu bingung dan tidak mengetahui apa yang
harus dilakukannya, menangis terisak-isak. Dan ia pun telah duduk
di tepi pembaringan, buat menjagai dan melindungi Ko Tie, kalaukalau sewaktu-waktu ada orang yang datang bermaksud
mencelakainya, atau Gorgo San dan Kiang-lung Hweshio datang
kembali buat mengacau. Lama juga Ko Tie pingsan tidak sadarkan diri, sampai akhirnya
ketika ia tersadar, ia mengigau dengan suara yang sangat serak
dan lemah, keadaannya semakin parah juga, karena racun telah
bekerja hebat sekali. Jika saja racun yang mengendap di dalam tubuhnya itu menjalar
sampai ke jantungnya niscaya ia akan menemui ajalnya.
Dengan muka yang pucat dan bingung, Giok Hoa telah bertanya:
"Mau..... maukah kau ku tolong dengan mempergunakan sinkang?"
Tapi Ko Tie menggeleng perlahan suaranya serak: "Mana"...
manusia keparat itu.....?"
1998 Giok Hoa ragu-ragu, tapi kemudian dia memberitahukan juga
Gorgo San dan Kiang-lung Hweshio telah melarikan diri.
"Hemmm, sebelum aku membunuhnya, aku..... aku tidak mau
mati!" berkata Ko Tie dengan suara yang serak dan tubuh
menggigil. Dikala itu, Giok Hoa segera memutuskan mungkin dengan
menyalurkan lweekangnya, dia bisa membantu Ko Tie untuk
menindih racun yang mengendap di dalam tubuh pemuda itu.
Akan tetapi itulah tindakan yang masih belum pasti di samping
berbahaya, karena dikala ia mengerahkan tenaga lweekangnya,
jika sampai musuh datang niscaya dia tidak akan dapat
memberikan perlawanan, dan mudah sekali akan ia akan dapat
dirubuhkan. Berarti mereka berdua akan kehabisan kesempatan
untuk hidup lebih jauh, di mana mereka akan terbinasa.
Dikala Giok Hoa ragu-ragu, Ko Tie mendadak mengerang, ia
bilang: "Aku".. aku bisa menyembuhkan diri..... tapi aku membutuhkan
tempat untuk tujuh hari lamanya. Selama tujuh hari aku tidak boleh
pengerahan tenaga dalam itu terpecahkan..... sekali saja buyar,
akan habislah jiwaku"..!"
1999 Mendengar perkataan Ko Tie itu, bukan main girangnya Giok Hoa.
Ia bertanya dengan segera: "Baik?" di mana tempat yang kiranya
cocok untuk kau mengobati diri"!"
"Di tempat yang sunyi.....?" menyahuti Ko Tie dengan suara yang
lemah. "Aku akan membawamu mencari tempat yang cocok untuk kau!"
kata Giok Hoa. Si gadis bekerja cepat sekali. Dia telah memasukkan pedangnya
ke dalam sarungnya, kemudian membereskan buntalannya, dan
lalu menggendong Ko Tie. Semua itu dilakukan Giok Hoa dengan cepat, sebab ia kuatir kalau
sampai Kiang-lung Hweshio dan Gorgo San datang kembali ke
kamar mereka di rumah penginapan ini, di mana kedua orang itu
tentu bisa mendesak mereka lebih hebat, di saat Ko Tie tengah
berada dalam keadaan tidak berdaya seperti ini.
Waktu meninggalkan rumah penginapan itu, Giok Hoa melihat
keadaan sangat sepi sekali. Dia telah melompat dengan gesit
mengambil jalan di atas genting. Walaupun ia menggendong Ko
Tie dan membawa buntalan mereka yang cukup berat, namun ia
bisa bergerak dengan lincah.
2000 Ia berlari-lari keluar kota.
Tapi ketika ia menoleh ke belakang, ternyata mengikuti beberapa
sosok tubuh, membuat Giok Hoa jadi terkejut.
Yang membuat dia jadi mengeluh, karena segera juga Giok Hoa
mengenali, di antara sosok tubuh yang tengah mengikuti di
belakangnya adalah Kiang Lung Hweshio dan Gorgo San. Dengan
demikian benar-benar membuat si gadis jadi bingung.
Dalam keadaan seperti itu, di mana dia menggendong Ko Tie dan
membawa buntalan mereka, jika diserang oleh Kiang-lung
Hweshio serta Gorgo San, niscaya si gadis tidak leluasa buat
mengadakan perlawanan. Karena itu, segera juga ia mempercepat larinya. Dia mengerahkan
gin-kangnya, karena ia bermaksud menjauhi diri secepat mungkin
menghindar dari pengejarnya.
Sesungguhnya, Kiang-lung Hwesio dan Gorgo San setelah keluar
dari kamar si gadis dan Ko Tie, bukannya mereka pergi
meninggalkan tempat itu. Mereka terus juga mengamati kalaukalau Giok Hoa dan Ko Tie ingin melarikan diri.
2001 Bahkan Kiang-lung Hweshio telah mengumpulkan beberapa orang
anak buahnya. Mereka semuanya bersiap-siap untuk menerjang
ke dalam rumah penginapan itu.
Di kala itulah, mereka melihat Giok Hoa dengan menggendong Ko
Tie hendak meninggalkan rumah penginapan.
Sebetulnya anak buah Kiang-lung Hweshio hendak menerjang
keluar buat mengepung si gadis dan membinasakannya, tetapi
Kiang-lung Hweshio memberikan isyarat agar mereka tidak
bergerak dulu, karena pendeta ini memang hendak melihat apa
yang hendak dilakukan oleh Giok Hoa dan Ko Tie.
Juga Gorgo San. Walaupun merasa benci kepada Giok Hoa dan
Ko Tie pun ia sangat menyukai si gadis yang begitu cantik.
Disebabkan itu pula, jika memang si gadis masih bisa ditangkap
hidup-hidup, itu jauh lebih baik dari pada dibunuh.
Itulah sebabnya mengapa mereka hanya mengikuti dari belakang
saja. Sedangkan Giok Hoa yang diikuti, karena menyadari tidak
mungkin bisa menghadapi mereka dengan keadaannya seperti
sekarang ini, jadi bingung bukan main.
2002 Walaupun dia telah mengerahkan gin-kangnya dan berlari secepat
mungkin, tetap saja ia tidak berhasil menyingkirkan diri. Semua
musuhnya masih dapat mengikuti di belakangnya.
Hal ini disebabkan Giok Hoa memang tengah menggendong Ko
Tie dan membawa buntalan mereka yang cukup berat, membuat
gerakannya tidak leluasa dan tubuhnya tidak bisa berlari terlalu
cepat. Giok Hoa pun merasakan dengus napas Ko Tie yang panas sekali,
menunjukkan keadaan pemuda itu sangat gawat sekali. Apa lagi
setelah ia mengetahui bahwa Ko Tie telah pingsan tidak sadarkan
diri dalam gendongannya. Akhirnya si gadis mengambil keputusan nekad. Ketika sampai di
depan sebuah permukaan hutan yang tidak begitu lebat, Giok Hoa
menurunkan Ko Tie, di rebahkan di bawah sebatang pohon di atas
rumput-rumput yang tebal.
Ia meletakkan juga ke dua buntalannya. Kemudian dia malah
memapak para lawannya itu, dengan pedang yang terhunus.
Tanpa mengucapkan sepatah perkataan pun juga, pedangnya itu
telah bekerja, di mana dia menikam dan menabas dengan hebat
2003 sekali kepada Gorgo San dan Kiang-lung Hweshio. Apa yang
dilakukannya benar-benar merupakan penyerangan yang nekad.
Giok Hoa bertekad, karena tidak bisa melarikan diri, dari pada ia
akhirnya mati juga di tangan musuhnya. Karena dengan membawa
beban seperti Ko Tie membuat gerakannya tidak leluasa. Di waktu
itulah ia telah menyerang dengan pedangnya mati-matian agar
sebelum mati ia bisa membunuh lawannya sebanyak-banyaknya.
Pedangnya berkelebat-kelebat. Giok Hoa mempergunakan ilmu
pedang Giok-lie-kiam-hoat yang menjadi andalannya. Memang
segera terdengar suara jerit kematian dari dua orang anak buah
Kiang-lung Hweshio. Akan tetapi, si gadis juga tidak urung telah kena dilukai oleh Kianglung Hweshio, di mana pundaknya telah kena diketok dengan
keras sekali oleh kayu pemukul bok-hienya si pendeta, sehingga
dia merasakan pundaknya itu seperti juga menjadi patah.
Untung saja itulah pundaknya yang sebelah kiri, dengan begitu dia
masih bisa menyerang dengan pedang yang tercekal di tangan
kanannya kalap sekali. Dia menikam dan melukai lengan Kianglung Hweshio.
2004 Gorgo San tidak ikut menyerang Giok Hoa melainkan dengan
berlari-lari gesit dia menuju ke tempat di mana Ko Tie tengah rebah
tidak berdaya. Menyaksikan itu, Giok Hoa menjerit kaget, dan hendak memutar
tubuh mengejarnya. Namun Kiang-lung Hweshio dan anak
buahnya segera melibatnya dengan serangan-serangan yang
membuat si gadis tidak memiliki kesempatan untuk memutar
tubuhnya mengejar Gorgo San.
Giok Hoa jadi panik, tubuhnya berkelebat ke sana ke mari dengan
lincah, pedangnya juga telah menyambar bergulung-gulung.
Dengan cara menyerang seperti itu, si gadis benar-benar telah
memperlihatkan kelihayan Giok-lie-kiam-hoat, apalagi memang dia
tengah bingung dan menjadi kalap, maka setiap serangannya
merupakan tikaman yang nekad.
Cuma saja, karena memang Kiang-lung Hweshio dan anak
buahnya merupakan manusia-manusia licik, dengan sendirinya
mereka selalu main menghindar. Mereka tidak mau melayani
serangan si gadis, yang terpenting bagi mereka adalah
mengepung terus gadis itu, agar Gorgo San memiliki kesempatan
2005 buat membunuh Ko Tie yang tengah rebah tidak berdaya di bawah
sebatang pohon. Di kala itu terlihat sepasang mata Gorgo San memancarkan sinar
yang buas dan bengis sekali. Dia memang kejam, dan sekarang
karena ia telah terluka di dalam akibat pukulan Ko Tie, dendamnya
meluap. Sekarang dia hendak mempergunakan kesempatan ini buat
membunuh Ko Tie, yang dalam keadaan tidak berdaya itu. Mulut
Gorgo San tampak tersenyum mengejek dan menakutkan.
Jarak mereka terpisah tinggal dua tombak lagi. Gorgo San melihat
Ko Tie dalam keadaan pingsan tidak sadarkan diri. Tentu dengan
satu kali menggerakkan tangannya, dia bisa membunuhnya
dengan mudah sekali tanpa memperoleh perlawanan.
Karena itu, dengan bernapsu dia berlari lebih cepat. Tiga kali
lompatan dia telah berada di samping Ko Tie. Tanpa membuang
waktu lagi dia mengangkat tangan kanannya, bermaksud menepuk
batok kepala Ko Tie menjadi hancur dan remuk.
Tapi, begitu tangan Gorgo San tengah meluncur, dan Giok Hoa
menjerit kalap melihat Ko Tie terancam keselamatannya di tangan
2006 Gorgo San. Sedangkan dia tidak berdaya melepaskan diri dari
libatan lawannya, sehingga dia tidak bisa melindungi Ko Tie.
Di kala itulah, dari balik sebatang pohon telah berkelebat sesosok
bayangan. Tangan sosok bayangan tersebut menyambar ke
punggung Gorgo San. "Dukkkk!" punggung Gorgo San telah kena dihantam dan tubuhnya
terpental jumpalitan di tanah. Sambil mengeluh perlahan dia
memuntahkan darah segar, tubuhnya kemudian lunglai dan lemas
tidak bisa bergerak lagi, karena ia telah pingsan tidak sadarkan
dirinya lagi. Kiang-lung Hweshio dan kawan-kawannya kaget tidak terkira.
Demikian juga Giok Hoa. Tapi si gadis kaget bercampur dengan
perasaan girang luar biasa.
Orang yang telah menolongi Ko Tie, segera juga menyambar tubuh
Ko Tie, yang dilarikan dengan gesit sekali lenyap ke dalam hutan.
Giok Hoa berseru kaget, tapi ia tidak bisa melihat jelas penolong
Ko Tie, karena orang itu bergerak sangat cepat dan gesit sekali,
sehingga hanya dalam waktu beberapa detik, tubuhnya telah
lenyap lagi ke dalam hutan dengan membawa serta Ko Tie.
2007 Sungguh hal itu membuat Giok Hoa jadi kalap. Tanpa
memperdulikan Kiang-lung Hweshio dan lainnya, Giok Hoa berlari
menyusul. Ia masih sempat menyambar ke dua buntalannya,
kemudian menerobos masuk ke dalam hutan, buat menyusul
orang yang telah membawa Ko Tie.
Tapi berlari sekian lama, tetap saja ia tidak berhasil menemukan
jejak orang itu, yang tampaknya memang sangat lihay dan memiliki
gin-kang yang mahir sekali, karena waktu ia muncul dari dalam
hutan, menghantam punggung Gorgo San, kemudian mengangkat
tubuh Ko Tie dan kembali lari masuk ke dalam hutan itu.
Semua itu berlangsung hanya dalam beberapa detik saja, malah
karena cepat dan gesitnya gerakan orang tersebut, membuat Giok
Hoa tidak bisa melihat jelas keadaan muka orang itu. Si gadis cuma
bisa melihat gumpalan warna hijau, warna dari baju orang tersebut.
Mati-matian Giok Hoa mengejar terus masuk ke dalam hutan itu, ia
mengerahkan seluruh gin-kangnya, buat berlari secepat mungkin,
untuk menyusul orang yang menculik Ko Tie, agar dia dapat
dengan segera merebut Ko Tie kembali.
2008 Memang diakuinya, bahwa Ko Tie memiliki kepandaian yang
sangat tinggi. Tapi dia dalam keadaan tidak berdaya, di mana dia
tengah keracunan dan juga sedang pingsan.
Orang yang telah menculiknya itu tidak diketahuinya dari pihak
musuh atau kawan. Karena itu Giok Hoa mengejar seperti kalap,
menerjang banyak pohon-pohon dan terus juga berlari dengan kaki
yang terluka oleh tusukan duri.
Si gadis sudah tidak memperdulikan segala apapun juga, ia berlari
terus dengan cepat. Cuma sayangnya orang yang menculik Ko Tie
memang memiliki gin-kang yang tinggi luar biasa, sehingga dia
sama sekali tidak meninggalkan jejak.
Giok Hoa mengejar terus, juga memanggil-manggil nama Ko Tie.
Tapi sampai suaranya serak dan ia pun lelah sekali, karena
setengah harian berlari-lari terus, bahkan telah sampai di luar
permukaan hutan di bagian lainnya, dia masih tidak berhasil
menemui jejak dari orang yang menculik Ko Tie.
Keadaan di hutan itu sunyi sekali.


Anak Rajawali Serial Pemanah Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedangkan Kiang-lung Hweshio tidak mengejarnya, karena
mereka telah menyaksikan bahwa orang yang melukai Gorgo San
2009 dan kemudian menculik Ko Tie adalah seorang yang memiliki
kepandaian tinggi. Karena itu, mereka tidak mengejarnya.
Apa lagi di dalam rimba persilatan memang terdapat satu
pantangan, yaitu siapapun adanya orang Kang-ouw, jika memang
bertemu dengan hutan, sekali-kali tidak boleh menerobos masuk
ke dalam hutan, karena akan membuat orang itu menghadapi
bahaya yang tidak kecil. Alasan itu pula yang akhirnya membuat
Kiang-lung Hweshio tidak mengejar dan perintahkan anak buahnya
agar menggotong Gorgo San.
Mereka segera meninggalkan hutan tersebut, agar dapat cepatcepat mengobati Gorgo San, yang keadaannya tampak sangat
parah sekali, karena luka yang dideritanya itu pun tidak ringan.
Giok Hoa akhirnya menjatuhkan dirinya duduk di bawah sebatang
pohon. Dia duduk termenung di situ, karena dia tidak berhasil untuk
mencari jejak dari penculik Ko Tie, dan berarti Ko Tie tidak berhasil
dicarinya pula. Maka segera juga Giok Hoa berpikir untuk mengelilingi hutan itu
beberapa saat lagi, dan setelah ia melakukannya, tetap saja tidak
berhasil menemukan jejak si penculik dan Ko Tie. Ia pun
meninggalkan hutan itu dengan hati yang berduka bukan main.
2010 Tapi di dalam hati kecilnya, dia berharap bahwa orang yang telah
menculik Ko Tie adalah seorang yang bermaksud hendak
menolongi pemuda itu, agar dapat diobatinya. Dan siapa tahu nanti
mereka bisa bertemu lagi.
Dengan hati yang gelisah dan bingung, akhirnya Giok Hoa telah
melanjutkan perjalanannya, dan juga ia merasa berkuatir sekali,
kalau-kalau Ko Tie tidak dapat ditolong dan menemui ajalnya.
Karena itu, disebabkan bingung dan juga tidak tahu ke mana dia
harus pergi, akhirnya Giok Hoa memutuskan untuk pulang ke
gurunya dan memberitahukan apa yang telah terjadi kepada
gurunya dan Swat Tocu?"
"Y" Mari kita melihat keadaan Ko Tie. Waktu ia diangkat oleh orang
yang menolonginya, ia tetap berada dalam keadaan pingsan tidak
sadarkan diri. Orang itu, yang telah menghantam Gorgo San sampai jungkir balik
dan pingsan tidak sadarkan diri, merupakan seorang lelaki tua
yang memelihara jenggot panjang sekali. Kopiahnya merupakan
kopiah bulat. Dan juga jubah panjangnya itu, berwarna hijau.
2011 Telapak tangannya memang hebat sekali, sekali hantam telah
membuat tubuh Gorgo San terpental begitu jauh. Ia pun dapat
bergerak sangat cepat luar biasa.
Begitu ia mengangkat tubuh Ko Tie, segera ia lenyap pula di dalam
hutan. Giok Hoa tidak melihat mukanya dengan jelas. Hal itu
membuktikan betapa tingginya gin-kang orang tersebut.
Orang tua itu, yang memakai jubah warna hijau, terus juga berlari
gesit sekali dengan menggendong Ko Tie. Tubuhnya seperti juga
terbang saja, tanpa menginjak tanah, ke dua kakinya seperti juga
melayang-layang, karena memang itu disebabkan terlalu cepatnya
ia berlari. Itulah sebabnya, mengapa Giok Hoa tidak berhasil mengejar dan
mencari jejaknya. Sebab orang tua yang berjenggot panjang dan
juga memakai jubah warna hijau tersebut, telah berlari dengan
gesit keluar di bagian lainnya dari permukaan hutan itu, ia tidak
menghentikan larinya, tubuhnya melesat terus menuju ke barat.
Dan akhirnya, orang tua itu bersama Ko Tie telah sampai di sebuah
lamping gunung. Dengan lincah, lebih lincah dari gerakan seekor
2012 monyet, orang tua itu telah berlari naik ke atas lamping itu, di mana
ia telah bergerak begitu gesit, walaupun ia menggendong Ko Tie.
Ko Tie yang berada dalam gendongannya, sama sekali tidak
bergerak-gerak. Dia masih dalam keadaan pingsan, dan tidak
mengalami goncangan, karena orang tua itu menggendongnya
dan membawa lari seperti juga ia terbang saja, tanpa tubuhnya
bergerak. Dengan demikian, membuat Ko Tie seperti tengah rebah
di atas pembaringan. Akhirnya, mereka tiba di hadapan sebuah goa yang cukup besar.
Orang tua itu menghela napas.
Dia berhenti di depan goa tersebut, kemudian menurunkan Ko Tie,
yang direbahkannya di depan mulut goa itu. Dia sendiri duduk
memeriksa sekujur tubuh pemuda itu, dan akhirnya ia menghela
napas dalam-dalam lagi. "Racun yang sangat telengas dan ganas sekali?"!" menggumam
orang tua tersebut, yang segera merogoh sakunya.
Dia mengeluarkan beberapa butir pil yang berwarna merah darah.
Kemudian memasukkan ke dalam mulut Ko Tie, dan dengan
memijit rahang Ko Tie, pil itu tertelan oleh Ko Tie, walaupun dia
dalam keadaan pingsan tidak sadarkan diri.
2013 Lalu orang tua yang memakai jubah warna hijau tersebut telah
menguruti dan menotok beberapa jalan darah terpenting di tubuh
pemuda itu. Ia menguruti sekian lama, sampai akhirnya ia telah
berhasil untuk mendesak racun yang semula sudah mendekati
daerah jantung, sampai kepada tempat asalnya, yaitu di dekat
leher. Sekarang yang terpenting adalah cara mengeluarkan racun itu.
Orang tua ini membalikkan tubuh Ko Tie, yang waktu itu masih
dalam keadaan pingsan. Dan kepalanya ditundukkan, kemudian orang tua itu memukul
perlahan sekali tengkuk dari Ko Tie, maka dari mulut Ko Tie segera
mengalir darah yang telah menghitam dan bau sekali.
Orang tua itu membalikkan tubuh Ko Tie rebah kembali, ia
menghela napas dan menghapus keringatnya. Rupanya menolongi Ko Tie memang sangat melelahkan sekali.
Ia telah mandi keringat, sebab ia telah mengerahkan lweekangnya
untuk menotok dan mengurut, guna mendesak racun itu. Dan
semua itu memperlihatkan orang tua itu benar-benar memang
memiliki kepandaian yang tinggi sekali.
2014 Setelah itu, orang tua tersebut duduk di samping Ko Tie. Dia
mengeluarkan seruling dari dalam saku jubahnya, kemudian
meniup serulingnya itu perlahan dan lembut. Suara yang merdu
dari seruling itu mengalun di sekitar tempat tersebut.
Sedangkan Ko Tie masih tetap pingsan, namun mukanya sudah
tidak hitam kehijau-hijauan seperti tadi, sekarang sudah memerah,
tampaknya berangsur ia mulai sehat kembali. Juga napasnya tidak
memburu lagi, napasnya berjalan dengan lancar, ia seperti
seseorang yang tengah tertidur nyenyak sekali.
Lama juga orang tua berpakaian serba hitam itu meniup
serulingnya tersebut mengalun di sekitar tempat itu, membawakan
lagu dari Kang-lam. Kemudian, ia memasukkan serulingnya, dan
memeriksa lagi keadaan Ko Tie, ia tersenyum kecil.
"Tertolong.........!" menggumam orang tua tersebut.
Kemudian dia telah merogoh sakunya menggeluarkan kantong
obatnya. Dia memasukkan lagi ke mulut Ko Tie beberapa butir pil,
yang berwarna hijau. Jika tadi, pil yang berwarna seperti merah darah itu, menyiarkan
bau yang sangat harum, pil yang berwarna hijau ini menyiarkan
bau yang busuk sekali. Empat butir pil yang berwarna hijau
2015 tersebut telah dimasukkan ke dalam mulut Ko Tie, dan orang tua
itu memijit rahang Ko Tie lagi, sehingga pil itu dapat tertelan, dan
masuk lewat leher Ko Tie.
Orang tua berjubah hijau itu kemudian menunggui beberapa saat,
sampai akhirnya Ko Tie menggeliat dan mengerang perlahan.
Sepasang matanya terbuka, ia telah tersadar.
Orang tua berjubah hijau tersebut tampak girang. Ia sampai
melompat berdiri dan kemudian mengawasi pemuda ini, kepalanya
mengangguk-anguk beberapa kali.
Ko Tie membuka matanya, yang pertama kali dilihatnya adalah
rumput hijau yang berada di sekitar dirinya, dan ia rebah di muka
sebuah goa. Pemuda ini jadi heran, baru saja ia hendak duduk
bangun, orangtua berjubah hijau tersebut telah menekan
pundaknya. "Kau belum boleh banyak bergerak. Rebahlah dulu!" katanya.
Ko Tie menurut, tapi ia heran sekali.
"Locianpwe?" apakah locianpwe yang telah menolongi boanpwe?" tanya Ko Tie yang segera dapat menduga urusan yang
sebenarnya. 2016 Orang tua berjubah hijau tersebut tersenyum.
"Kau tengah terancam kematian, disamping itu engkau tengah
pingsan dan juga keracunan, karenanya orang yang hendak
membunuhmu ia telah kuhantam, sehingga aku bisa membawamu
ke mari, untuk diobati! "Sekarang engkau telah sembuh..... dan kesehatanmu dalam tiga
hari lagi, tentu akan pulih sebagaimana biasa! Racun yang jahat itu
telah kukeluarkan.............!"
Ko Tie mengeluh perlahan, lalu katanya: "Terima kasih atas
pertolongan locianpwe"!"
"Kau jangan terlalu banyak peradatan, aku paling benci orang yang
terlalu bermuka-muka dengan mempergunakan segala macam
adat peradatan!" Setelah berkata begitu, orang tua berjubah hijau tersebut
mengeluarkan serulingnya dan meniup serulingnya.
Ko Tie terkejut. Segera ia teringat sesuatu mukanya berobah jadi
girang. Ia mau menduga bahwa orang tua ini adalah seorang yang
menjadi sahabat gurunya itu.
2017 "Apakah?".! Apakah locianpwe bukannya Oey Yok Su Locianpwe?" tanya Ko Tie pula.
Orang tua itu tersenyum sambil berhenti meniup serulingnya. Ia
menoleh dan katanya: "Benar..... akulah Oey Yok Su, Oey Loshia?" Engkau tentunya
sering mendengar cerita perihal diriku, si kakek baju hijau dengan
serulingnya." "Ya, ya, memang boanpwe seringkali mendengar akan cerita
tentang locianpwe dari guruku.......!" menyahuti Ko Tie. "Guru
boanpwe seringkali menceritakan akan kehebatan locianpwe.....!"
"Siapa gurumu?" tanya orang tua berbaju hijau itu, yang memang
tidak lain dari Oey Yok Su.
Keadaannya sekarang ini jauh lebih tua dari sebelumnya, karena
jenggotnya sekarang telah tumbuh panjang dan telah memutih
semuanya. Demikian juga dengan rambutnya, yang telah berobah
menjadi putih. Ko Tie segera memberitahukan bahwa gurunya adalah Swat Tocu.
2018 Mata Oey Yok Su terbuka sejenak, kemudian mukanya berobah,
dia bilang dengan sikap yang dingin: "Hu! Hu! Tidak tahunya si tua
bangka keparat itu!"
Melihat sikap Oey Yok Su, bukan main kagetnya Ko Tie, dia
mengawasi Oey Yok Su beberapa saat kemudian katanya:
"Locianpwe!" "Sudahlah jangan rewel! Jika aku tahu engkau muridnya si tua
keparat itu, aku tentu tidak akan menolongi jiwamu! Lebih dari itu,
aku anggap akulah yang buta dan bodoh, telah menolongi murid si
tua bangka keparat itu!" Ketus sekali waktu Oey Yok Su berkata
seperti itu. Memang Oey Yok Su merupakan Oey Loshia. Si Sesat yang
sangat aneh sekali perangainya, karenanya sekarang, melihat
sikap Oey Yok Su yang luar biasa itu, benar-benar membuat Ko
Tie tidak terlalu heran. Cuma saja menyaksikan sikap Oey Yok Su seperti itu, tampaknya
Oey Yok Su tidak menyukai gurunya, yaitu Swat Tocu.
Diam-diam Ko Tie jadi heran, entah ganjalan apa yang terdapat di
antara mereka itu! 2019 Tengah Ko Tie tertegun seperti itu, Oey Yok Su tiba-tiba
memandangnya dengan sinar mata yang sangat tajam sekali.
"Di mana gurumu sekarang ini berada?"
Ko Tie ragu-ragu, namun akhirnya ia bilang juga: "Insu?" insu
berada..... berada.....!"
Melihat Ko Tie ragu-ragu seperti itu, Oey Yok Su jadi tersinggung,
meluap darahnya, ia bilang ketus sekali:
"Tidak usah kau memberitahukan akupun tidak ingin mendengarnya!" "Boanpwe bersedia memberitahukannya, locianpwe!" kata Ko Tie
terkejut dan menyesal telah berlaku ayal seperti itu. "Insu berada
di.....!" "Sudah! Hentikan! Aku tidak mau dengar lagi! Jika memang engkau
menyebutkan juga tempat gurumu berada, aku akan menghantam
mulutmu jadi hancur!" mengancam Oey Yok Su.
Ko Tie jadi serba salah. "Sesungguhnya locianpwe?"!"
2020 "Masa bodoh! Aku tidak mau tahu!" bentak Oey Yok Su, "Kau tidak
perlu membujuk aku! Aku tidak mau mendengar di mana
beradanya gurumu itu!"
Benar-benar aneh perangai dari Oey Yok Su. Karena ia tadi yang
menanyakan, di mana berdiamnya guru Ko Tie. Hanya disebabkan
Ko Tie tidak menjawab dengan segera, membuat dia jadi
Pendekar Kembar 13 Siluman Goa Tengkorak Karya Kho Ping Hoo Kisah Para Pendekar Pulau Es 17

Cari Blog Ini