Ceritasilat Novel Online

Pedang Naga Kemala 16

Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 16


"Ahhh... sayang" aku tidak berjumpa dengan dia di perjalanan. Kalau
begitu, perjalananku ini sia-sia belaka..."
"Ada kepentingan apakah, enci Eng?"
"Suhu ingin sekali mendengar tentang hasil usaha gurumu menemukan
pusaka Giok-liong-kiam yang aseli."
"Sudah kudapatkan, enci!"
Karena tahu bahwa antara guru mereka terdapat kerja sama untuk
perjuangan, Lian Hong lalu menceritakan dengan terus terang bahwa pedang
Giok-liong-kiam telah ditemukannya dan suhunya telah pula mendapatkan
peta yang tersembunyi di dalam gagang pedang.
"Peta itu menunjukkan tempat dimana tersimpan pusaka itu, enci Eng. Dan
karena suhu menganggap urusan itu amat penting, maka dia lalu turun gunung
untuk mengadakan kerja sama dengan gurumu, juga dengan locianpwe Haitok Tang Kok."
Kui Eng ikut merasa girang mendengar cerita itu.
"Ah, mudah-mudahan saja guru-guru kita akan berhasil. Keadaan di tanah
air kita sedemikian buruknya sehingga perlu kita semua menyumbangkan
tenaga untuk mengusir penjajah Mancu dan juga?"
Kui Eng menghentikan kata-katanya dan melirik ke arah Diana. Diana
tersenyum dan merangkul pundak Kui Eng.
"Kenapa berhenti" Biar kulanjutkan kata-katamu, Kui Eng. Kita harus
mengusir penjajah Mancu dan orang-orang kulit putih! Jangan khawatir, aku
sendiripun sama sekali tidak setuju dengan tindakan bangsaku. Mereka
seharusnya menjadi tamu-tamu terhormat, menjadi rekan-rekan dalam
perdagangan yang saling menguntungkan. Aku akan membantu kalian
mengusir mereka kalau mereka masih bersikap seperti sekarang,
menyelundupkan candu dan menduduki bandar-bandar besar dengan
kekuatan kapal-kapal perang mereka!"
Lian Hong juga tersenyum.
"Jangan khawatir kepada sumoi Diana, enci Eng. Biarpun ia berkulit putih,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan bermata biru dan berambut emas, namun hatinya bersih dan ia memiliki
kegagahan." Karena sudah terlanjur berada di situ dan mendengar bahwa San-tok
sedang pergi mencari gurunya, Kui Eng lalu menerima undangan Lian Hong
dan Diana untuk tinggal di situ selama beberapa hari. Iapun ingin sekali
menikmati keindahan tamasya alam di sekitar Pegunungan Wuyi-san. Terdapat
suara keakraban yang mendalam di antara tiga orang gadis ini. Setiap hari
mereka berlatih silat, bercakap-cakap atau berjalan-jalan ke puncak-puncak
lain dari pegunungan Wuyi-san dengan penuh kegembiraan.
Sepekan lamanya Kui Eng tinggal di puncak Naga Putih di Pegunungan
Wuyi-san, setiap hari nampak bergembira bersama Diana dan Lian Hong. Hari
ke delapan, iapun pamit untuk pulang karena khawatir kalau-kalau ia ditunggutunggu oleh suhunya. Biarpun dengan hati berat, Diana dan Lian Hong
menyetujuinya dan mengantarnya sampai ke lereng puncak itu.
"Ah, aku ingin agar engkau selalu dapat berada di sini bersama kami, Kui
Eng. Senang sekali dekat dengan engkau yang manis dan gagah," kata Diana.
Kui Eng tersenyum. "Engkaulah yang manis, Diana. Dan kelak engkaupun akan menjadi
seorang gadis yang gagah perkasa. Mudah-mudahan saja kelak engkau dapat
berguna bagi bangsamu, setidaknya dapat menginsyafkan bangsamu yang
melakukan kelaliman di tanah air kami."
"Enci Kui Eng" kenapa tergesa-gesa amat" Menanti beberapa hari lagi di
sini kurasa tidak ada salahnya," kata Lian Hong.
"Hong Moi, kenapa engkau ingin bersenang saja" Bukankah tenaga kita
dibutuhkan oleh tanah air dan bangsa" Kalau kita yang muda-muda ini hanya
ingin bersenang-senang saja, lalu sampai kapan bangsa kita tercengkeram oleh
penjajah" Kurasa sudah terlalu lama kaum muda bangsa kita tertidur sehingga
orang-orang Mancu itu seenaknya saja menjajah kita sampai turun-temurun.
Aku harus cepat bertemu kembali dengan suhu dan secepatnya menghubungi
teman-teman seperjuangan. Bukankah suhu kebagian tugas mengabarkan
tentang kepalsuan Giok-liong-Kiam yang berada di tangan Koan Jit itu agar
mereka semua menghentikan perebutan pusaka itu" Nah, cukup sampai di sini
saja kalian mengantar, selamat tinggal sampai jumpa pula!"
Akan tetapi pada saat itu, Kui Eng dan Lian Hong terkejut. Pendengaran
mereka yang terlatih dan peka itu dapat menangkap suara orang berkelahi,
jauh di bawah sana. Keduanya saling pandang.
"Ada perkelahian!" kata Lian Hong dan Kui Eng mengangguk.
"Apa yang kalian maksudkan?" tanya Diana yang tidak dapat menangkap
suara perkelahian yang dilakukan oleh orang-orang pandai itu.
"Mari, sumoi, di bawah sana ada orang-orang berkelahi. Jangan-jangan
suhu yang berkelahi, mari kita turun dan lihat!"
Lian Hong lalu merentangkan tangan Diana dan bersama Kui Eng
menggandeng tangan diana turun dari lereng itu, menuju ke arah suara
perkelahian. Siapakah yang berkelahi di kaki bukit itu"
Seorang pemuda yang gagah perkasa sedang menghadapi pengeroyokan
dua orang tosu (pendeta Agama To) yang juga lihai sekali. Ci Kong, pemuda
itu, setelah beberapa lamanya mewakili Siauw-bin-hud membujuk para
pendekar dan perkumpulan silat yang besar untuk dalam keadaan sekacau itu
mengadakan persatuan dengan segala golongan untuk menghimpun kekuatan
menghadapi penjajah dan orang kulit putih, kini menerima tugas dari suhunya
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan untuk menghubungi San-tok, Tee-tok dan Hai-tok, untuk memberitahu bahwa
Siauw-bin-hud kini hendak bertapa selama kurang lebih satu bulan. Kakek ini
memang sudah seringkali menerima getaran batin untuk melakukan tapa dan
kini dia hendak bertapa untuk mencari cara terbaik untuk perjuangan kaum
patriot. Karena tempat terdekat adalah Wuyi-san, maka dia lebih dahulu
berkunjung ke gunung ini untuk menjumpai San-tok. Akan tetapi, ketika ketika
tiba di lereng pertama, dia bertemu deagan dua orang tosu. Agaknya, dua
orang tosu ini memang sudah lama bersembunyi di tempat itu, karena ketika
Ci Kong lewat, mereka secara tiba-tiba muncul dari balik semak-semak, dan Ci
Kong terkejut mendengar suara orang menegur.
"Orang muda, berhenti dulu!"
Dia menengok dan melihat bahwa yang tiba-tiba muncul itu adalah dua
orang tosu yang usianya tentu tidak kurang dari enampuluh tahun. Dia
memandang penuh perhatian. Seorang di antara mereka, yang bertubuh tinggi
kurus berjenggot panjang, mengenakan jubah kuning dan di baju bagian
dadanya terdapat lukisan bunga teratai putih. Kakek ini memiliki sepasang
mata yang sinarnya mencorong aneh. Adapun tosu kedua bertubuh tinggi
besar dengan perut gendut, mukanya bersih polos tanpa jenggot, rambutnya
digelung ke atas. Kakek ini juga berjubah kuning, jubah pendeta atau pertapa,
dan di baju bagian dadanya terdapat lukisan pat-kwa (segi delapan).
Melihat lukisan-lukisan di dada kedua orang tosu itu, diam-diam Ci Kong
terkejut. Dia mengerti bahwa dia berhadapan dengan dua orang tosu dari peklien-pai (Perkumpulan Teratai Putih) dan Pat-kwa-pai (Perkumpulan Segi
Delapan), dua buah perkumpulan yang menggunakan nama perjuangan, akan
tetapi di samping memusuhi pemerintah penjajah juga melakukan bermacam
kejahatan yang amat keji, sesuai dengan agama mereka yang menyeleweng
dan mengarah pemuasan nafsu dengan ilmu-ilmu yang aneh dan yang biasa
disebut ilmu hitam. Ci Kong menjadi waspada, akan tetapi dia teringat akan pesan sukongnya
atau gurunya, yaitu kakek Siauw-bin-hud bahwa dia bertugas untuk
menghimpun segala kekuatan yang ada untuk mempersatukan kekuatankekuatan itu dari aliran dan golongan manapun juga agar dapat dibentuk
kekuatan yang dasyat dari rakyat untuk menghadapi pemerintah penjajah dan
orang asing. Maka, diapun mengesampingkan kecurigaannya dan dengan
sikap hormat dia lalu menjura.
"Selamat bertemu, ji-wi locianpwe. Agaknya ji-wi mempunyai keperluan
maka memanggil saya?"
Sikap ramah dan hormat dari Ci Kong agaknya tidak diperdulikan oleh dua
orang kakek itu, atau dipandang ringan. Yang tinggi kurus bertanya dengan
suara sambil lalu. "Siapa engkau, orang muda" dan ada hubungan apa engkau dengan Santok maka engkau muncul di tempat ini?"
Ci Kong mengerutkan alisnya. Tosu ini benar-benar amat sombong, dan
agaknya mempunyai niat tertentu terhadap San-tok. Akan tetapi dia lalu
teringat bahwa San-tok adalah seorang datuk sesat, tidaklah aneh kalau Santok kenal baik dengan tosu-tosu seperti ini. Dan siapa tahu bahwa San-tok
menghubungi mereka untuk bersama menghimpun tenaga menghadapi
penjajah. Maka diapun masih tetap ramah ketika memperkenalkan diri.
"Ji-wi lociapwe, dalam keadaan negara kacau seperti ini, kiranya di antara
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan kita semua terdapat satu pertalian batin yang kokoh kuat untuk bersama-sama
menghadapi pemerintah penjajah dan orang-orang kulit putih. Karena itu harap
ji-wi tidak menaruh curiga kepada saya. Nama saya Tan Ci Kong, dan saya
datang ke sini untuk menemui locianpwe San-tok karena diutus oleh kakek guru
saya." Dua orang tosu itu saling pandang, dan kini tosu gendut tinggi besar yang
bertanya, suaranya parau dan besar.
"Dan siapakah kakek gurumu itu?"
Tanpa ragu-ragu lagi, Ci Kong memperkenalkan nama besar kakek gurunya,
karena dia memang bermaksud untuk membujuk kedua orang ini agar Pek-lianpai dan Pat-kwa-pai suka bekerja sama untuk menghadapi musuh.
"Kakek guru saya dikenal dengan nama Siauw-bin-hud..."
Tiba-tiba Sikap kedua orang kakek itu berubah.
"Kiranya jahanam kecil ini dari Siauw-lim-pai!" bentak tosu tinggi kurus,
dan dia sudah menerjang dan menyerang Ci Kong dengan pukulan tangan
kanan ke arah kepala yang disusul tusukan jari tangan kiri ke arah pusar.
Gerakkan ini hebat sekali, merupakan serangan maut yang berbahaya,
maka Ci Kong yang sama sekali tidak menyangka dirinya akandiserang, cepat
merendahkan tubuh sehingga pukulan ke arah kepala itu luput, sedangkan
tusukan jari ke arah pusarnya ditangkis dengan tangan kanannya.
"Plakk!" Tangan tosu yang menusuk itu terpental saking kuatnya tangkisan Ci Kong.
"Nanti dutu, harap ji-wi totiang (saudara pendeta berdua) suka bersabar.
Saya bukan musuh, bahkan mengajak ji-wi untuk bekerja sama..."
Akan tetapi tosu tinggi kurus tadi sudah menjadi semakin penasaran dan
marah, apalagi karena tangkisan tadi membuka matanya, bahwa pemuda itu
memiliki kepandaian tinggi, seorang pendekar dari Siauw-lim-pai yang selalu
menjadi musuhnya. "Jahanam dari Siauw-lim-pai, tak perlu banyak cakap lagi. Semua orang
Siauw-lim-pai adalah musuh kami berdua!" bentaknya.
"Semua iblis sombong dari Siauw-lim-pai harus dibasmi untuk
membalaskan sakit hati saudara-saudara kami yang entah sudah berapa
banyak menjadi korban keganasan mereka!" bentak pula kakek gendut.
Ci Kong bukan tidak tahu bahwa memang sejak dahulu, para murid Siauwlim-pai selalu menentang para anggauta Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai, akan
tetapi penentangan itu bukan didasari rasa permusuhan, melainkan karena
setiap murid Siauw-lim-pai tentu akan menentang perbuatan jahat. Dan anak
murid kedua perkumpulan itu terkenal jahat dan kejam, maka tentu saja di
mana-mana ditentang. Akan tetapi dia pura-pura tidak tahu karena dia ingin
mengajak mereka berbaik kali ini.
"Nanti dulu, ji-wi locianpwe. Dari kakek guru saya sendiri, Siauw-bin-hud,
saya ditugaskan untuk mengajak semua aliran dan golongan di dunia
persilatan untuk bekerja sama menghadapi penjajah. Alangkah baiknya kalau
sementara ini, kita melupakan dulu semua urusan pribadi, menggalang
persatuan untuk menghadapi penjajah."
"Tak perlu membujuk kami, engkau seorang tokoh Siauw-lim-pai, harus
mati di tangan kami!" bentak tosu pek-lian-pai.
"Harap ji-wi bersabar. Siapakah ji-wi sebenarnya yang mati-matian hendak
memusuhi dan membunuh saya yang tidak pernah mengenai ji-wi?"
"Buka telingamu baik-baik agar engkau tidak mati menjadi setan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan penasaran karena tidak tahu siapa yang menjadi pembunuhmu. Aku bernama
Ciok Im Cu, seorang di antata pimpinan Pek-lian-pai, sedangkan dia ini Ban
Hwa Seng-jin, seorang tokoh pimpinan pat-kwa-pai. Semenjak puluhan, bahkan
ratusan tahun yang lalu antara Siauw-lim-pai dengan kami telah ada
permusuhan. Entah berapa banyak anak buah kami yang tewas di tangan
orang-orang Siauw-lim-pai, maka tak perlu banyak cakap lagi. Engkau sudah
mengenal nama kami. Nah, bersiaplah untuk mampus!"
Berkata demikian, Ciok Im Cu tosu dari pek-lian-pai itu sudah menyerang
lagi dengan lebih sengit, disusul oleh Ban Hwa Seng-jin yang juga menyerang
dengan buas. Ci Kong maklum bahwa bicara dengan mereka ini memang tidak
ada gunanya. Dan diapun menyaksikan sikap kakek gurunya. Bijaksanakah
mengajak orang-orang seperti ini untuk bekerja sama" Jangan-jangan mereka
ini tidak membantu perjuangan, malah mengotorkan perjuangan itu sendiri.
Teringat dia dengan sikap anak buah pasukan yang keji sekali, kejam
terhadap rakyat di dalam pergolakan perang. Mereka merampok, membunuh
dan memperkosa rakyat. Agaknya, orang-orang dari golongan hitampun akan
berbuat serupa. Orang-orang pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai ini adalah orangorang yang menganut kepercayaan sesuatu, yang amat fanatik, dan karena
kefanatikannya itu dapat berbuat kejam bukan main.
Berbeda dengan golongan seperti para datuk, seperti Empat Racun Dunia
misalnya. Mereka itu adalah orang-orang yang berdiri sendiri, tidak mempunyai
anak buah tertentu, dan andaikata mempunyai anak buah sekalipun, seperti
halnya Hai-tok, mereka bertindak secara terbatas. Mereka ini lebih tepat
dinamakan orang-orang liar yang tidak perduli akan segala tata cara atau
hukum, hidup seenaknya sendiri saja.
Akan tetapi, setidaknya, orang-orang seperti datuk-datuk itu masih
mempunyai perasaan cinta tanah air. Seperti telah terbukti, perjuangan orangorang seperti pek-lian-pai dan pat-kwaipai, sejak dahulu tidak pernah berhasil,
karena mereka itu hanya merongrong pemerintah dengan perbuatan-perbuatan
mereka yang jahat, mengeruhkan suasana, mengadakan kekacauan dimanamana sehingga mereka itu lebih dikenal sebagai penjahat-penjahat yang
hendak dibasmi pemeritah. Bukan pejuang-pejuang yang memberontak
terhadap pemerintah penjajah demi membebaskan tanah air dari cengkeraman
penjajah asing. Menghadapi serangan-serangan yang demikian berbahaya, Ci Kong juga
cepat bergerak melakukan perlawanan sambil mengerahkan tenaga
sinkangnya dan mengeluarkan jurus-jurus pilihan untuk menandingi dua orang
tosu yang lihai itu. Tan Ci Kong adalah seorang murid Siauw-lim-pai yang istimewa. Menurut
tingkat, sebenarnya tingkatnya masih rendah, hanya terhitung murid
keponakan dari empat orang pimpinan Siauw-lim-pai. Akan tetapi, karena dia
menerima gemblengan langsung dari kakek Siauw-bin-hud, maka tingkat
kepandaiannya dapat dikatakan sebanding dengan tingkat kepandaian ketua
Siauw-lim-pai yang sekarang, yaitu Thian He Hwesio! Maka, begitu kini
menghadapi dua orang lawan tangguh, dia mengeluarkan kepandaiannya dan
dua orang tosu itu segera terdesak mundur!
Hal ini amat mengejutkan Ciok Im Cu dan Ban Hwa Seng jin. Mereka adalah
tokoh-tokoh kelas satu dari perkumpulan masing-masing, dan kini mereka
berdua maju mengeroyok seorang anggauta Siauw-limipai yang masih begini
muda, mereka tidak mampu menang bahkan dalam waktu beberapa puluh
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan jurus saja mereka telah terdesak mundur! Hal ini membuat kedua tokoh itu
menjadi malu dan penasaran, kemudian marah sekali.
Ciok Im Cu nampak meloncat mundur, menggosok-gosok kedua tangannya,
mulutnya berkemak-kemik, dan teryata dia sedang mengerahkan tenaganya
menggunakan ilmu hitam atau sihirnya. Kemudian tiba-tiba dari mulutnya
terdengar bunyi tangis! Tangis yang amat menyedihkan, tangis ratap
memilukan disertai isak dan sesenggukan. Dan kakek inipun sambil
mengeluarkan bunyi tangis itu, menerjang maju lagi dengan hebatnya.
Ci Kong tadinya terheran-heran mendengar kakek itu menangis. Akan
tetapi dia menjadi terkejut karena suara tangis itu menjadi berlipat ganda
banyaknya, datang dari segala penjuru seakan-akan dia terkepung oleh
puluhan orang yang sedang menangis sedih! Dan pada saat itu, Ciok Im Cu
sudah menyerangnya pula. Ci Kong menguatkan batinnya untuk melawan pengaruh tangis itu, namun
tetap saja kedua matanya menjadi basah air mata! Dia terkejut dan maklum


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa kakek itu mempergunakan ilmu hitam, karena dia sudah mendengar
betapa orang-orang Pek-lian-pai yang beragama Pek-lian-kauw itu pandai
mempergunakan ilmu sihir atau ilmu hitam. Akan tetapi, biarpun dia
memperkuat batinnya untuk menolak pengaruh ilmu itu, karena matanya
basah, pandang matanya menjadi kabur dan diapun terdesak hebat oleh
serangan Ciok Im Cu. Pada saat Ci Kong terhuyung itu, tiba-tiba Ban-hwa Seng-jin mengeluarkan
bentakan nyaring dan menyerangnya dari samping. Ci Kong cepat memutar
tubuh dan lengannya menangkis dengan kerasnya. Tangan kakek dari Patkwa-pai itu terpental, akan tetapi ketika tangannya terpental, ada sebuah
benda kecil panjang terlempar dan menyentuh leher Ci Kong. Pemuda itu
terkejut karena tiba-tiba saja lehernya terasa nyeri. Dia cepat merengut benda
yang menempel itu dan ternyata seekor ular kecil yang telah menggigit
lehernya. Kiranya kakek Pat-kwa-pai tadi memegang ular ketika menyerang,
dan ketika lengannya tertangkis, ular itu terlempar ke arah lebernya. Dia tidak
tahu bahwa tokoh Pat-kwa-pai itu adalah seorang ahli ular beracun dan sengaja
melepas ular itu pada saat dia tidak menyangkanya sama sekali.
Dengan marah Ci Kong mencengkeram kepala ular sampai hancur,
kemudian dia membentak marah untuk membalas serangan lawan. Akan
tetapi, tiba-tiba luka di leher yang kecil akibat gigitan ular itu terasa panas
sekali, pandang matanya berkunang dan diapun roboh terpelanting dan tidak
ingat apa-apa lagi. Pada Saat Ci Kong terpelanting itulah, Kui Eng, Lian Hong dan Diana
nampak muncul di sebuah tikungan. Melihat munculnya tiga orang wanita
yang kelihatan amat gesit dan berlari dengan kecepatan luar biasa itu, Ciok Im
Cu dan Ban Hwa Seng-jin cepat melarikan diri. Mereka merasa jerih. Baru
menghadapi seorang pemuda tadi saja, hampir mereka berdua kalah. Kalau
tidak mempergunakan ilmu hitam dan ular, mungkin mereka berdua akan kalah
menghadapi pemuda tadi. Mereka menjadi jerih karena tentu banyak terdapat
orang pandai di tempat itu dan tanpa banyak cakap lagi, keduanya lalu cepat
melarikan diri. Tiga orang dara itu tadi dari jauh melihat robohnya pemuda yang dikeroyok
dua orang tosu, akan tetapi karena jaraknya masih jauh, mereka tidak mengenal
siapa pemuda itu dan siapa pula dua orang tosu yang melarikan diri setelah
pemuda itu roboh. Mereka tentu saja tidak berpihak karena tidak mengenal
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan orang-orang yang berkelahi, dan mereka cepat datang menghampiri orang
yang roboh itu. "Ci Kong...!" Hampir berbareng tiga orang gadis itu meneriakkan nama ini ketika mereka
mengenal wajah pemuda yang menggeletak terlentang dengan muka pucat
seperti sudah mati ini. Diana dan Kui Eng sudah menjatuhkan diri berlutut di
dekat tubuh Ci Kong. Dengan jari-jari tangan gemetar mereka berdua merabaraba, mengguncang-guncang dan memanggil-manggil nama Ci Kong.
Melihat keadaan dua orang gadis itu, Lian Hong lalu terduduk lemas, tak
jauh dari situ, dapat memaklumi akan isi hati dua orang gadis yang menjadi
sahabat baiknya itu. Mereka mencinta Ci Kong, pikirnya. Mereka berdua itu
mencinta Ci Kong. Dan ia sendiri" Ia tidak tahu, akan tetapi jelas bahwa Ci
Kong perlu ditolong! Ketika tanpa disengaja tangan mereka yang memegangi tubuh Ci Kong itu
saling bersentuhan, Diana dan Kui Eng saling melirik dan wajah mereka
berubah merah. Mereka lalu melepaskan pegangan dan hanya berlutut dengan
kebingungan. Diana menahan emosi hatinya. Tidak mau ia mengulang
peristiwa yang menghebohkan seperti yang pernah dilakukannya di kuil itu.
Ingin ia memeluk, merangkul dan meniupkan kembali nyawa di tubuh pemuda
penolongnya yang kelihatan sudah mati itu, namun semua ini ditahannya. Ia
hanya bisa mengeluh panjang pendek dengan bingung, menundukkan
mukanya dan mengusap air matanya yang jatuh berderai.
Kui Eng juga bingung sekali. Iapun ingin memondong tubuh Ci Kong dan
membawanya pergi, mengusahakan pengobatan. Namun ia merasa malu
terhadap Diana. Ia maklum bahwa Diana, seperti juga hatinya sendiri, menaruh
rasa cinta terhadap pemuda ini. Ia hanya mengepal dan membuka tangannya,
bingung dan cemas, seperti Diana dan melihat betapa Diana menangis, iapun
tak dapat menahan air matanya.
"Ahhh... bagaimana ini" bagaimana ini?""
Diana hanya meratap-ratap.
"Adik Hong, bagaimana baiknya" Dia" dia harus cepat ditolong..." kata Kui
Eng sambil menoleh ke arah Lian Hong. Kini Lian Hong bangkit berdiri dan
menghampiri. "Kalian berhentilah menangis. Dia terluka parah, perlu ditolong, bukan
ditangisi!" katanya agak ketus, mengejutkan kedua orang gadis itu yang segera
menghapus air mata dan menahan tangis mereka.
Dengan teliti, Lian Hong lalu memeriksa dari akhirnya ia melihat luka kecil
menghitam di leher pemuda itu.
"Hemm, agaknya luka inilah yang menyebabkannya keracunan," katanya
menuding ke arah luka. Tiga orang gadis itu merasa khawatir sekali karena wajah Ci Kong sudah
mulai nampak menghitam, tanda keracunan berat.
"Ihh! Ini ada ular...!"
Tiba-tiba Diana memekik dan benar saja. Terdapat tubuh seekor ular yang
sudah luncur kepalanya, tertindih tubuh pemuda itu. Lian Hong menarik ular
itu dan memeriksanya. "Hemm" ular berbisa. Agaknya dua orang tosu tadi mempergunakan ular
ini untuk merobohkan Ci Kong. Kita harus cepat mencari obat untuknya, kalau
tidak?" "Kalau tidak, dia akan mampus! Ha-ha-ha"!"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Mendengar suara parau itu, tiga orang gadis itu terkejut dan berloncatan
sambil memutar tubuh. Kiranya di depan mereka telah berdiri seorang kakek
berkepala gundul botak dan berperut gendut sekali, tubuhnya bulat sehingga
kancing-kancing terlepas semua, dan perut itu tidak tertutup lagi oleh baju.
Dan Lian Hong segera mengenal kakek itu. Demikian pula Kui Eng.
Akan tetapi Diana tidak mengenalnya, dan karena ia merasa gelisah sekali
mengingat keadaan Ci Kong, munculnya kakek yang sambil tertawa
mengeluarkan kata-kata kasar, Diana menjadi marah.
"Penjahat kejam! Engkau tentu teman dari pembunuh-pembunuh tadi,
engkau sungguh jahat sekali!"
Dan dengan gerakan nekat, Diana sudah menyerang ke arah kakek itu.
Biarpun ia baru saja mulai belajar silat, akan tetapi tenaganya besar, dan
gerakannya gesit berkat latihan yang keras.
Tentu saja Lian Hong terkejut bukan main dan cepat ia menubruk ke
samping, memegang kedua lengan Diana.
"Sumoi, jangan sembarangan!"
Dan iapun menjura kepada kakek gendut itu sambil berkata.
"Harap lociapwe suka memaafkan sumoiku yang bersikap kurang patut
karena tidak mengenal lociapwe."
Kakek itu bukan lain adalah Thian-tok. Melihat seorang gadis bule marahmarah kepadanya, dia memandang sambil menyeringai lebar, akan tetapi
ketika mendengar pengakuan Lian Hong bahwa gadis itu sumoinya, alisnya
berkerut. "Apa" Ini sumoimu" Jadi si jembel dari gunung telah mengambil murid
seorang perempuan bule" Aih, sungguh luar biasa. Kalau bukan sumoimu,
tentu ia sudah kubunuh sekarang juga!"
"Harap lociapwe suka melihat kami dan memaafkan Diana, ia bukan hanya
murid locianpwe Bu-beng San-kai, akan tetapi juga seorang di antara kita yang
membantu perjuangan para patriot." kata pula Kui Eng.
Kini Thian-tok memandang kepada Kui Eng.
"Siapa engkau" Hemmm" ingat aku sekarang. Engkau murid Tee-tok,
bukan" Ha-ha-ha" sudah berkumpul semua di sini. Bagus sekali! Dan ini orang
muda pengikut Siauw-bin-hud itu. Wah, sudah lengkap, tinggal Hai-tok yang
belum ada wakilnya. Bagus sekali!"
Dua orang gadis itu tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh kakek itu,
sedangkan Diana yang kini tahu bahwa ia sangka dan bahwa kakek ini tentu
orang pandai yang dikenal oleh dua orang sahahatnya, diam saja, hanya
memandang dengan alis berkerut karena selain ia masih gelisah memikirkan Ci
Kong, juga ia tidak percaya kepada kakek ini yang dianggapnya bersikap tidak
wajar. "Locianpwe, baru saja terjadi malapetaka atas diri Ci Kong. Dia terluka,
agaknya keracunan oleh gigitan ular berbisa."
Mendengar ucapan Lian Hong, kakek itu lalu berjongkok dekat Ci Kong.
"Ha-ha, ternyata anak Siauw-lim-pai ini masih begitu bodoh, membiarkan
dirinya digigit ular betang."
Dia memandang ke arah bangkai ular, lalu mengeluarkan sebuah botol kecil
dari saku jubahnya yang lebar. Botol itu terisi obat lembek seperti gajih dan
diambilnya sedikit, lalu dioleskannya ke atas luka di leher Ci Kong. Tiga pasang
mata para gadis itu mengikuti gerakan-gerakannya dengan hati penuh
ketegangan. Mereka melihat betapa luka kecil itu setelah dipolesi obat, lalu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mengeluarkan buih atau busa yang makin lama semakin hitam. Buih hitam ini
lalu dihapus oleh Thian-tok, menggunakan daun yang dipetiknya di dekatnya,
dan menaruh polesan baru. Sampai akhirnya, buih yang keluar berwarna putih
kemerahan. Dia menghentikan pengobatan dengan polesan itu. Kemudian
masukkan doa butir pel ke dalam kerongkongan Ci Kong dan mendorong dua
butir pel itu dengan arak.
Ci Kong terbatuk dan siuman. Begitu melihat tiga orang gadis yang
dikenalnya, dan juga Thian-tok yang duduk bersila sambil tertawa lebar, Ci
Kong memandang bingung, celingukan mencari dua orang tosu yang tadi
berkelahi dengannya. "Ci Kong, engkau dilukai dua orang tosu itu yang sudah lari
meninggalkanmu dalam keadaan pingsan dan keracunan. Untung datang
locianpwe Thian-tok yang menolong." Kata Lian Hong.
Tentu saja Kui Eng dan Diana merasa girang dan lega bukan main melihat
pemuda itu sembuh, walaupun karena malu mereka tidak mengeluarkan katakata apapun. Sementara itu, Ci Kong teringat dan biarpun dia masih bingung
mengapa tiga orang gadis itu tahu-tahu berada di situ, dia lalu cepat memberi
hormat kepada Thian-tok. "Terima kasih atas budi pertolongan locianpwe."
"Ha-ha-ha-ha!" Kakek yang bentuk tubuhnya mirip Siauw-bin-hud itu tiba-tiba tertawa
bergelak dan diapun sudah meloncat bangun, berdiri dengan perut bergoyanggoyang karena dia tertawa itu.
"Kaukira aku begitu baik hati untuk menyembuhkanmu begitu saja" Tapi
kita hidup harus tolong-menolong dan bantu-membantu. Nah, setelah aku
mengobatimu, sekarang kalian bertiga, murid-murid Tee-tok, San-tok dan
Siauw-lim-pai harus membantuku."
Mereka Saling pandang dan merasa heran, dan Ci Kong lalu menjawab.
"Bantuan apakah yang dapat kami lakukan untuk locianpwe?"
"Ha-ha, banyak, banyak! Kalian tentu sudah mendengar pula dan bahkan
mengetahui dengan jelas bahwa pedang Giok-liong-kiam yang berada di
tangan Koan Jit si jahanam itu ternyata palsu. Nah, kalian ceritakan sekarang
tentang pedang Giok-liong-kiam yang aseli."
Tentu saja Lian Hong tidak mau menceritakan, juga Kui Eng tidak mau.
Mereka tahu bahwa Thian-tok, biarpun merupakan rekan dari guru-guru
mereka, tidak dapat disamakan dengan Hai-tok, Tee-tok, dan San-tok. Tiga
orang di antara Empat Racun Dunia ini telah sepakat untuk membanting arah
kehidupan mereka untuk membantu perjuangan menyelamatkan tanah air dan
bangsa dari cengkeraman penjajah, sebaliknya Thian-tok memiliki jalan hidup
sendiri yang hanya memikirkan perampasan Giok-liong-kiam demi diri sendiri.
Adapun Ci Kong, belum pernah mendengar tentang hasil usaha Lian Hong
mencari pusaka yang aseli, walaupun dia maklum bahwa pusaka yang
mengandung rahasia tentang Giok-liong-kiam aseli, telah berada di tangan
San-tok. Akan tetapi diapun tahu siapa adanya Thian-tok, yang pernah
mengotorkan dan menodai nama Siauw-bin-hud, maka diapun tidak sudi untuk
menceritakan sesuatu, walaupun baru saja Thian-tok menyelamatkan
nyawanya. Thian-tok tadi menolongnya bukan karena dorongan hati yang iba,
melainkan dengan pamrih untuk memeras keterangan tentang Giok-liong-kiam
darinya. "Aku tidak tahu," kata Lian Hong mendahului teman-temannya.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Akupun tidak tahu tentang Giok-liong-kiam!" kata Kui Eng.
"Sayang akupun tidak dapat menceritakan apa-apa kepadamu, locianpwe,"
kata pula Ci Kong, diam-diam setuju sekali akan sikap dua orang gadis itu.
Menceritakan kepada kakek itu tentang apa yang mereka ketahui, tentang
Giok-liong-kiam, hanya akan mendatangkan keributan saja dan kakek ini dapat
menjadi penghalang besar dari usaha mereka mencari pusaka yang akan
membiayai perjuangan. "Heh-heh-heh, kiranya engkau hanya seorang muda yang tidak mengetahui
budi. Kalian bertiga, berempat dengan gadis bule itu, akan kubunuh semua
kalau tidak mau memberi pengakuan sejujurnya tentang Giok-liong-kiam!
Hayo, kalian pilih, ceritakan tentang pusaka itu atau kalian mampus semua?"
Sepasang mata Thian-tok mencorong kini, penuh nafsu membunuh. Tiga
orang muda itu sudah siap siaga, berdiri dengan penuh kewaspadaan
menghadapi kakek itu. Lian Hong mendorong Diana agar mundur, dan Diana yang tahu diri
maklum akan isyarat sucinya, lalu dara itupun mundur dan berlindung di balik
batang pohon besar. "Locianpwe, kami bertiga tidak dapat bercerita apapun tentang Giok-liongkiam!" kata Lian Hong dengan lantang, mewakili dua orang kawannya.
"Kalau locianpwe hendak memaksa dan membunuh kami, terpaksa kami
akan melawan dan membela diri!"
Kui Eng dan Ci Kong setuju sepenuhnya dengan ucapan itu, dan merekapun
tidak menambahkan apa-apa. Kini kakek itu mengeluarkan suara ketawa yang
nyaring sekali, suara ketawanya makin lama semakin keras seperti mengaum.
Diana yang berada di belakang batang pohon terkejut sekali, cepat
menggunakan kedua tangan menutup kedua telinganya dan ia cepat duduk
bersila untuk bersamadhi. Lian Hong yang menceritakan tentang kehebatan
khikang itu dan cara untuk mengatasinya. Untung bahwa ia telah berlatih
samadhi sehingga ia dapat melindungi dirinya. Biarpun demikian, ia masih
gemetar juga. Tiga orang murid orang-orang sakti itupun cepat mengerahkan tenaga
untuk melawan pengaruh ilmu sinkang Sin-houw-kang yang dikeluarkan Thiantok itu. Dan melihat betapa tiga orang muda itu tidak roboh oleh ilmunya, Thiantok menjadi semakin penasaran, lalu tubuhnya bergerak melakukan
penyerangan! Ci Kong yang diserang itu mengelak dengan loncatan ke samping. Thiantok melanjutkan serangannya, tangan kanan mencengkeram ke arah pundak
Kui Eng dan kaki kirinya menendang ke arah perut Lian Hong. Dua orang gadis
itupun dapat menghindarkan diri dengan cepat. Thian-tok menjadi semakin
marah dan dia sudah melancarkan serangan bertubi-tubi, memainkan ilmu
Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang ampuh. Biarpun tubuhnya hanya satu, akan
tetapi kini dia seperti memiliki tiga pasang lengan yang melakukan
penyerangan gencar terhadap tiga orang lawannya.
Akan tetapi, kini dia berhadapan dengan tiga orang muda yang sudah
cukup matang menguasai ilmu silat mereka. Ketiganya cepat bergerak
mengelak dan menangkis, bahkan membalas serangan kakek itu dari tiga
jurusan dengan pukulan-pukulan yang tidak kalah ampuhnya!
"Haaeehhhh?" Berkali-kali Thian-tok mengeluarkan seruan dahsyat dan penyerangannya
menjadi semakin kuat saja, angin pukulannya menyambar-nyambar dan terasa
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan demikian kuatnya oleh tiga orang lawannya. Kiranya kakek ini menjadi
penasaran karena tak pernah menyangka bahwa tiga orang muda itu akan
mampu menandinginya. Lian Hong sudah cepat mengeluarkan kipasnya, dan Kui Eng juga
mencabut pedangnya. Hanya Ci Kong yang tidak memegang senjata, namun
pemuda Siauw-lim-pai ini dapat bergerak cepat dan memiliki kaki tangan yang
terlatih dan kuat sekali.
Diserang dari tiga jurusan oleh orang-orang muda yang amat lihai itu,
Thian-tok menjadi repot juga! Ingin dia memaki-maki, merasa malu dan


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penasaran. Alangkah akan malunya kalau ia, Thian-tok yang pernah
menggegerkan dunia persilatan bahkan mempergunakan nama Siauw-bin-hud
merampas Giok-liong-kiam, sampai kalah oleh pengeroyokan tiga orang muda
saja! Padahal, guru-guru dari tiga orang muda ini masih belum mampu
mengalahkannya! Adapun tiga orang muda ini juga maklum akan kelihaian lawan, maka
mereka juga mengerahkan seluruh tenaga dan memainkan ilmu-ilmu simpanan
mereka yang paling lihai. Ci Kong memainkan jurus-jurus pilihan dari ilmu silat
Siauw-lim-pai yang terkenal dahsyat itu, kadang-kadang memainkan ilmu Silat
Harimau dengan kedua tangan mencakar-cakar, lalu tiba-tiba mengubahnya
dengan ilmu Silat Bangau, dengan tangan membentuk paruh yang menotoknotok. Dalam menghadapi terjangan kakek gendut itu, dengan jurus-jurus llmu
Silat Monyet, dia dengan lincah dapat menghindarkan diri.
Kui Eng yang memegang sebatang pedang itupun sudah memainkan
ilmunya yang paling ampuh, yaitu llmu Tongkat Cui-beng Hek-pang yang
sudah diubahnya menjadi ilmu pedang. Gerakan-gerakan pedang itu dahsyat
dan ganas sekali, sesuai dengan nama ilmunya, yaitu llmu Tongkat Pengejar
Nyawa! Pedang itu berubah menjadi sinar yang bergulung-gulung
menyilaukan mata, dan dapat membuat serangkaian serangan yang sambungmenyambung dan bertubi-tubi.
Adapun Lian Hong yang mempergunakan sebuah kipas sebagai senjata,
juga lihai bukan main. Gadis ini telah mewarisi ilmu kipas yang dahsyat dari
gurunya, San-tok, di samping memiliki tenaga sinkang yang kuat dan
kelincahan gerakan yang bahkan mengatasi tingkat ginkang dari Ci Kong
sendiri! Dikeroyok oleh tiga orang muda yang lihai ini, Thian-tok merasa kewalahan.
Kakek yang tak tahu diri ini, yang selalu menganggap diri sendiri paling hebat,
tidak mau melihat kenyataan ini dan dia malah menjadi penasaran dan marah
sekali. Tiba-tiba dia mengeluarkan suara menggereng nyaring, dan tubuhnya
berpusing, kedua lengannya dikembangkan dan seperti sebuah gasing
berputar, dia membuat tiga orang mengeroyoknya terpaksa mundur.
Tiba-tiba, kakek itu meloncat ke atas dan hinggap di atas batang pohon
besar, lalu tangannya bergerak-gerak dan daun-daun pohon itu meluncur turun
bagaikan senjata-senjata rahasia yang ampuh ke arah tiga orang muda itu.
Ci Kong, Lian Hong dan Kui Eng terkejut. Dua orang dara itu menangkis
dengan senjata mereka untuk melindungi diri, sedangkan Ci Kong
menggunakan kedua tangannya untuk mengibas ke sana-sini, membuat daundaun itu runtuh. Mereka menjadi marah, dan ketiganya tanpa dikomando lagi,
lalu meloncat ke atas pohon besar itu, hinggap di atas dahan di sekeliling
Thian-tok. Perkelahian dilanjutkan di atas pohon, lebih seru dan lebih
menegangkan dari pada tadi!
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Thian-tok mengamuk dengan pukulan-pukulan yang mengandung tenaga
sinkang sepenuhnya. Akan tetapi, tiga orang muda inipun dapat
menghindarkan diri dan membalas dengan tidak kalah dasyatnya. Gerakangerakan mereka semua mengandung tenaga sinkang yang menimbulkan angin
pukul yang kuat, sehingga daun-daun pohon itu runtuh berhamburan ke
bawah. Tak lama kemudian, ranting-ranting pohon itupun menjadi gundul
seperti kepala kakek Thian-tok karena daun-daunnya telah gugur semua,
seperti diserang musim rontok.
Agaknya perkelahian di atas pohon ini akan berlangsung lama karena di
tempat itu, kontak hanya dapat diadakan dalam jarak tertentu dan agak jauh
saja karena selain saling serang, merekapun harus memperhatikan tempat
untuk injakan kaki. Sekali kaki salah injak atau terpeleset, tubuh tentu akan
meluncur dan jatuh ke bawah! Karena mereka besikap hati-hati, maka tentu
saja serangan-serangan mereka merupakan serangan jarak jauh, dan karena
mereka semua telah memiliki tingkat kekuatan sinkang yang cukup besar,
maka serangan dari jarak jauh itu tidak cukup kuat untuk merobohkan mereka.
Yang paling merasa tegang dan cernas adalah Diana. Sejak tadi, sambil
menutupi kedua telinganya, ia menonton perkelahian. Setelah kakek itu
mempergunakan ilmu tidak lagi melalui suaranya, Diana membuka kedua
telinganya dan ia merasa ngeri melihat betapa tiga orang temannya itu kini
mengeroyok Thian-tok dan berkelahi di atas pohon. Ngeri ia membayangkan
seorang di antara teman-temannya itu terpeleset dan jatuh. Gerakan mereka
demikian cepat. Perkelahian yang dilakukan dengan serangan jarak jauh, membuat Diana
bingung dan tidak tahu bagaimana keadaan tiga orang temannya, mendesak
ataukah terdesak. Karena kekhawatirannya, iapun lalu menggunakan akal.
"Suhu, cepat ke sini dan bantu suci... suhu?"
Mendengar teriakan Diana itu, diam-diam Thian-tok terkejut bukan main.
San-tok datang! Dia tahu bahwa tingkat kepandaiannya sama dengan San-tok,
dan andaikata dia dapat mengalahkan San-tok sekalipun, tentu akan memakan
waktu yang amat lama. Sedangkan melawan tiga orang muda ini saja dia
kewalahan, bagaimana kalau San-tok datang membantu" Tentu dia akan
celaka. Thian-tok mengeluarkan pekik dahsyat yang membuat Diana terguling
karena gadis ini tidak sempat menutupi telinganya, dan kakek itu lalu meloncat
turun ke bawah, terus melarikan diri tanpa menoleh lagi, khawatir kalau-kalau
tiga orang muda dibantu oleh San-tok, akan mengejarnya.
Akan tetapi tiga orang muda itu yang juga berloncatan turun, tidak
mengejar, melainkan menghampiri Diana. Untung Diana, biarpun belum lama,
sudah melatih diri sehingga pengaruh pekik tadi tidak begitu hebat. Ia hanya
pening saja dan mukanya pucat, jantungnya berdebar. Setelah melihat bahwa
Diana tidak apa-apa, Lian Hong bertanya.
"Di mana Suhu?"
Diana tersenyum. "Aku hanya pura-pura" dan ternyata akalku berhasil. Iblis tua itu pergi
begitu mendengar aku memanggil suhu."
"Kau pura-pura saja" Wah, kami tadi hampir dapat mendesaknya!"
Seru Kui Eng. "Siapabilang ia pura-pura" Aku berada di sini!"
Tiba-tiba terdengar jawaban dan muncullah tiga kakek yang membuat
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan empat orang muda itu tertegun. Kiranya San-tok muncul bersama Hai-tok dan
Tee-tok! Mereka baru saja tiba sehingga mereka tidak melihat terjadinya
perkelahian tadi. Akan tetapi San-tok dapat menangkap seruan Diana tadi dan
mendengarkan percakapan antara mereka. Ketika mereka tiba di situ, Thiantok yang melarikan diri ke jurusan lain sudah pergi jauh.
"Suhu"!" kata Lian Hong, terkejut, heran dan juga girang.
"Baru saja locianpwe Thian-tok datang ke sini. Dia mengobati Ci Kong yang
keracunan karena gigitan ular berbisa, akan tetapi hanya untuk memaksa kami
semua membuat pengakuan tentang Giok-liong-kiam. Ketika kami menolak, dia
marah-marah dan hendak membunuh kami, sehingga kami melawan dan
terjadi perkelahian."
"Perkelahian yang hebat, sampai-sampai mereka berkelahi di atas pohon.
Karena khawatir kalau-kalau kalah, aku lalu berteriak, pura-pura memanggil
suhu. Dan iblis itupun lari ketakutan!" tambah Diana.
"Mari kita kembali dan bicara di dalam guha. Banyak urusan penting yang
harus kita bicarakan bersama," kata San-tok.
Dan beramai-ramai mereka lalu menuju ke Puncak Naga Putih dan duduk
berkumpul di dalam guha besar tempat tinggal San-tok. Setelah mereka duduk
berkumpul, empat orang muda itu menceritakan tentang kemunculan Thiantok, kemudian Ci Kong menceritakan tentang sukongnya yang bertapa, dan
betapa di lereng Wuyi-san itu dia bertemu dengan dua orang kakek Pek-lianpai dan Pat-kwa-pai yang menyerangnya dan merobohkannya dengan ilmu
sihir dan setangan ular berbisa.
"Ciok Im Cu dan Ban Hwa Seng-jin?" San-tok berseru ketika mendengar
cerita Ci Kong itu. "Ah, mereka adalah orang-orang penting dalam Pek-lian-pai dan Pat-Kwa
pai. Heran, mengapa mereka berani datang ke wilayahku" Padahal, selama
ini dua perkumpulan itu tidak pernah saling ganggu dengan aku!"
Kakek ini merasa penasaran sekali.
"Mudah saja diduga," kata Tee-tok.
"Tentu merekapun sudah mendengar akan desas-desus yang disebarkan
oleh Koan Jit itu, dan mereka ingin pula memperebutkan Giok-liong-kiam dan
melakukan penyelidikan ke sini."
San-tok dan Hai-tok mengangguk-angguk.
"Benar sekali," kata San-tok.
"Tentu itu sebabnya mengapa dua orang tikus itu berkeliaran ke sini. Akan
tetapi kalau bertemu dengan aku, akan kuketok kepala mereka! Dan kebetulan
engkau datang, Ci Kong," kata san-tok.
"Sehingga kami tak perlu mencari Siauw-bin-hud di kuilnya. Telah terjadi
hal-hal yang penting dan perlu diketahui oleh Siauw-bin-hud, maka dengarlah
cerita kami agar engkau dapat melapor kepada kakek itu."
San-tok dan dua orang rekannya lalu menceritakan apa yang telah terjadi.
Kiranya berita yang disebar oleh Tee-tok akan kepalsuan Giok-liong-kiam di
tangan Koan Jit, terdengar pula oleh Koan Jit dan agaknya orang ini lalu
menaruh curiga kepada San-tok dan muridnya. Dia teringat akan tanda-tanda
masuknya seseorang di dalam tempat penyimpanan pusaka-pusakanya. Maka
diapun lalu menyebar desas-desus bahwa Giok-liong-kiam yang asli berada di
tangan Empat Rarun Dunia, dan bahwa para datuk itu hendak mencari harta
pusaka melalui Giok-liong-kiam untuk membiayai pemberontakan terhadap
pemerintah Ceng-tiauw, dan juga mengusir orang-orang kulit putih.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Berita ini tentu saja amat menghebohkan dan menarik perhatian
pemerintah, bahkan menarik pula perhatian para pimpinan pasukan kulit putih.
Baik pemerintah Ceng, maupun orang-orang kulit putih, lalu menyebar orangorang pandai yang menjadi kaki tangan mereka untuk mencari dan merampas
Giok-liong-kiam atau harta karun itu. Dan yang menjadi sasaran utama adalah
Empat Racun Dunia. Keadaan menjadi gawat dan berbahaya bagi mereka.
Pulau Naga, tempat baru dimana Hai-tok dan anak buahnya bersembunyi,
ditemukan oleh pasukan pemerintah dan diserbu, membuat Hai-tok dan anak
buahnya terpaksa melarikan diri karena pasukan yang menyerbu itu amat
banyak dan kuat. Juga Tee-tok dikejar-kejar dan dicari-cari. Dan agaknya,
bukan hanya pemerintah Ceng dan orang-orang kulit putih saja yang ingin
merampas harta karun, akan tetapi juga banyak golongan-golongan di dunia
kang-ouw agaknya tertarik juga, terbukti dan kemunculan orang-orang Peklian-pai dan Pat-kwa-pai di Wuyi-san. Itulah sebabnya mengapa Hai-tok dan
Tee-tok lalu pergi mencari San-tok dan mereka saling berjumpa di tengah jalan,
dan bersama-sama lalu pergi ke Wuyi-san.
"Keadaan sudah gawat sekarang," akhirnya San-tok berkata.
"Kita harus cepat mengambil tindakan. Muridku ini, Lian Hong, telah
berhasil mencari Giok-liong-kiam yang asli, dan aku telah menemukan rahasia
yang disembunyikan di dalamnya."
Agaknya, baru sekarang semenjak bertemu dengan kedua orang rekannya,
San-tok menceritakan hal itu. Hai-tok dan Tee-tok menjadi tertarik sekali.
"Apakah adanya rahasia itu?" tanya mereka hampir berbareng.
"Sebuah peta tempat penyimpanan harta karun," jawab San-tok sambil
melirik ke arah Ci Kong. "Akan tetapi, nanti saja kita bertiga mempelajarinya. Yang penting,
sekarang kita harus membagi tugas."
San-tok memandang kepada empat orang muda itu.
"Kami tiga orang tua bertugas mencari harta karun, dan kalian bertiga, Lian
Hong, Kui Eng, dan Ci Kong, sebaiknya pergi ke kota raja dengan menyamar
mencari keterangan tentang keadaan di sana, kalau mungkin, menyelidiki agar
mengetahui apa yang hendak dilakukan oleh pemerintah selanjutnya mengenai
desas-desus tentang Giok-liong-kiam. Kita harus mengetahui rencana siasat
pihak musuh agar kita tidak sampai terjebak dan terkepung seperti yang
sudah-sudah. Diana tetap tinggal di sini."
"Suhu, kenapa aku tidak boleh ikut" Siapa tahu, akupun dapat membantu."
kata Diana. "Kemunculanmu hanya akan mendatangkan masalah baru, dan ilmu
kepandaianmu masih terlalu rendah. Engkau tinggallah disini dan berlatih
dengan giat. Aku akan mengajarkan sebuah ilmu yang dahsyat kepadamu."
"Luar biasa sekali melihat seorang gadis bule menjadi muridmu, Jembel
Gunung!" kata Tee-tok.
"Biarlah akupun akan mengajarkan sebuah ilmu yang hebat kepadamu agar
dapat kaulatih di sini."
"Akupun akan mengajarkan sebuah," kata pula Hai-tok.
Lenyaplah kekecewaan hati Diana, dan dia menjadi gembira sekali
mendengar bahwa ia akan digembleng oleh tiga orang kakek sakti itu!
Persiapan dilakukan, dan tiga orang kakek itu lalu mengajarkan semacam ilmu
silat kepada Diana. Tidak banyak, masing-masing hanya tiga jurus saja. Akan
tetapi jurus-jurus ini adalah jurus pilihan yang lihai bukan main. Setelah Diana
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan hafal akan semua jurus itu, hanya tinggal mematangkannya dalam latihan, tiga
orang kakek itu lalu berangkat meninggalkan guha di puncak Naga Putih.
Ci Kong, Lian Hong dan Kui Eng juga berangkat, dan Diana yang
ditinggalkan seorang diri itu tenggelam dalam latihan.
-------Dua orang muda itu memang menarik perhatian. Bukan hanya pakaian
mereka yang amat mewah dan jelas menunjukkan bahwa mereka adalah kakak
beradik yang kaya raya, akan tetapi juga wajah mereka yang amat elok itulah
yang membuat semua orang menengok dan memandang ke arah mereka.
Pemuda itu, dengan sikapnya yang halus, dan amat tampan. Topinya yang
indah menutupi rambut yang lebat hitam mengkilap, dikuncir besar dan
panjang tergantung di punggungnya. Jubahnya yang panjang dan lebar itupun
terbuat dan kain sutera halus, terhias kalung terbuat dan mutiara. Sepatunya
mengkilap baru, dan tangan kirinya tidak terlepas dan sebuah kipas yang
terlukis indah. Seorang pemuda terpelajar yang kaya raya, seorang kongcu
(tuan muda) yang membuat setiap orang wanita yang melihatnya, memandang
kagum. Adapun gadis yang menemaninya, yang di-aku sebagai adiknya, adalah
seorang gadis yang amat cantik jelita, ditambah lagi dengan pakaiannya yang
amat mewah, membuat ia nampak seperti seorang puteri istana saja.
Rambutnya digelung tinggi ke atas dihias dengan perhiasan emas permata
yang mahal, rambutnya dikepang dua dan diikat pita.
Kakak beradik yang kaya raya ini dikawal oleh seorang pelayan pria yang
masih muda pula, berpakaian dan berwajah sederhana saja. Pelayan ini
mendorong sebuah gerobak dorong yang terisi buntalan pakaian dan barangbarang yang menjadi bekal kakak beradik itu. Tak seorangpun akan mengira
bahwa tiga orang ini sebenarnya adalah pendekar-pendekar muda yang
memiliki ilmu silat tinggi sekali!
Mereka itu adalah Ci Kong yang menyamar menjadi pelayan, Lian Hong
yang menyamar sebagai pemuda tampan, dan Kui Eng yang menjadi gadis
kaya raya. Mereka melakukan penyamaran dengan hati-hati sekali, karena
wajah mereka bukan tidak dikenal. Dengan menambah tebal alis, dengan
merubah warna kulit muka dengan obat, dan merubah pula tata rambut, wajah
mereka memang berubah, dan siapakah yang akan menyangka bahwa kakak
beradik yang kaya raya bersama pelayan mereka ini adalah tiga orang
pendekar yang amat lihai"
Tiga orang ini dapat melakukan penyamaran seperti itu berkat batuan Haitok yang menyerahkan sekantung emas kepada mereka. Dengan emas itu,
mereka membeli perlengkapan dan perbekalan, dan melakukan perjalanan ke
kota raja sebagai kakak beradik putera puteri keluarga kaya raya yang hendak
berpesiar ke kota raja. Semenjak mereka melakukan perjalanan dalam penyamaran, yang sering
merasa sial adalah Ci Kong. Dia kebagian peran seorang pelayan! Dan Kui Eng
yang wataknya memang nakal itu sering kali memberi perintah yang bukanbukan kepadanya di depan orang banyak, dengan maksud untuk menggoda!
Untung ada Lian Hong di situ yang bersikap serius, kadang-kadang menegur
Kui Eng agar jangan keterlaluan dan menghibur Ci Kong, mengingatkan
pemuda itu bahwa mereka dalam penyamaran dan harus dapat bersikap wajar.
Pada suatu pagi, setelah turun dari kereta yang mereka sewa di luar pintu
gerbang kota raja, kakak beradik ini memasuki pintu gerbang, berjalan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan perlahan sambil memandang ke kanan kiri seperti dua orang yang menikmati
pemandangan yang ramai di kota raja, diikuti oleh pelayan yang mendorong
kereta. Hampir semua orang memandang ke arah mereka, bukan karena curiga,
melainkan karena tertarik kepada kakak beradik itu, terutama sekali kepada
gadis yang cantik jelita berpakaian mewah itu.
"Aih, koko, betapa indah dan ramainya kota raja!" kata Kui Eng dengan
gaya manja kepada Lian Hong yang menyamar sebagai kakaknya.


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suaranya merdu dan sikapnya memang dibuat-buat, sehingga Ci Kong
yang berdiri mengusap peluhnya karena lelah mendorong kereta, menahan
senyumnya. Orang-orang yang berada di dekat pintu gerbang, memandang
penuh kagum, juga seorang penjaga yang berdiri dengan tangan kanan meraba
gagang golok yang tergantung di pinggangnya, memandang kagum. Tidak ada
sedikitpun kecurigaan terhadap kakak beradik yang kaya raya ini.
"Moi-moi, kita mencari rumah penginapan dulu, setelah istirahat, baru
nanti kita ke luar berjalan-jalan dan melihat-lihat," jawab kakaknya dengan
suara halus dan sambil bicara.
Lian Hong yang menyamar sebagai seorang kongcu itu mengipasi
tubuhnya dengan kipas indah di tangan kiri. Kui Eng lalu melambaikan lengan
bajunya yang lebar itu ke arah Ci Kong. Lagaknya memang meyakinkan
sebagai seorang puteri hartawan, dan hal ini tidaklah aneh kalau diingat
bahwa dahulu Kui Eng adalah puteri seorang kaya raya, yaitu hartawan Ciu Lok
Tai di Tung-kang. Karena ia sendiri dahulunya puteri seorang hartawan kaya
raya, tentu saja kini amat mudah baginya ketika menyamar menjadi seorang
gadis kaya! Yang sukar dalam penyamaran itu adalah Lian Hong yang harus berperan
sebagai seorang pemuda kaya. Bahkan Ci Kong juga merasakan kesulitan,
karena biarpun dia bukan dan tidak pernah menjadi pemuda kaya, namun
diapun belum pernah menjadi pelayan!
"Heii... Akong, lekas kau pergi mencari penginapan yang baik. Dua kamar
untuk kongcu dan aku, dan engkau sendiri cari kamar pelayan di belakang!"
perintah Kui Eng dengan gaya angkuh, akan tetapi pandang mata dan senyum
dikulum itu mengandung godaan dan ejekan.
Hampir saja Ci Kong marah, akan tetapi karena pada saat itu, banyak mata
sedang mem perhatikan mereka, terpaksa dia membungkuk dalam dan berkata
penuh gaya dan nada menghormat.
"Baiklah, siocia (nona)!"
Diam-diam Ci Kong mendongkol sekali. Dia tidak suka disebut Akong,
walaupun memang namanya Ci Kong. Dia ingin agar menggunakan nama lain,
akan tetapi Kui Eng agaknya selalu lupa dan memanggilnya Akong, hal yang
dia tahu tentu disengaja oleh gadis yang nakal itu, akan tetapi tentu saja dia
tidak berani marah, pertama karena penyamarannya dan kedua karena dia
memang tidak berani berbuat seperti itu terhadap seorang gadis.
Lian Hong maklum bahwa kembali Kui Eng menggoda Ci Kong, maka
sambil tersenyum iapun berkata.
"Tidak perlu kau mencari kamar, Akong. Biarlah kami yang mencarinya dan
kau ikut saja dengan kami. Kalau aku tidak salah ingat, di tikungan jalan depan
itu terdapat sebuah rumah penginapan yang namanya Kim-ke Li-koan
(Penginapan Ayam Emas), entah masih ada di sana atau tidak."
Karena tadi Kui Eng sudah menyebut nama Ci Kong dengan Akong,
terpaksa Lian Hong juga menggunakan nama ini agar jangan menarik
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan perhatian orang. "Baik, kongcu," kata pula Ci Kong dengan sikap hormat.
Kakak beradik itu berjalan perlahan-lahan diikuti oleh pelayan mereka yang
mendorong kereta, diikuti pandang mata banyak orang yang merasa kagum.
Benar saja, di sebelah kiri tikungan jalan itu, terdapat sebuah rumah
penginapan yang cukup besar, bahkan satu di antara penginapan-penginapan
terbesar di kota raja. Di depannya, selain terdapat tulisan Kim-ke li-koan yang
besar, juga terdapat sebuah patung ayam yang dicat emas.
Melihat datangnya pemuda dan pemudi yang berpakaian mewah dan
berwajah elok itu, para pelayan segera menyambutnya. Bahkan pengurus
rumah penginapan itu sendiri keluar dan menyambut.
"Selamat datang, kongcu dan siocia yang terhormat!" seru pengurus rumah
penginapan sambil tersenyum ramah.
"Apakah ji-wi mencari kamar" Kami menyediakan kamar kelas satu untuk
ji-wi" "Terima kasih," kata Lian Hong.
"Kami membutuhkari dua kamar untuk aku dan adikku, dan sebuah kamar
untuk pembantu kami."
Lian Hong menunjuk ke arah Ci Kong yang kembali menghapus keringatnya
dengan saputangan, usaha untuk menutupi sebagian mukanya dan juga untuk
mencegah agar peluhnya tidak sampai membikin luntur warna kecoklatan yang
dipoleskan pada muka dan lehernya.
"Baik, kongcu. Disini ada kamar-kamar untuk para pelayan, di belakang!"
"Tidak" kami ingin agar untuk pelayan kami disediakan kamar yang dekat
dengan kamarku, agar kalau sewaktu-waktu kami membutuhkan tenaganya,
kami akan dapat menghubunginya dengan mudah," kata pula Lian Hong, dan
diam-diam Ci Kong mengerling ke arah Kui Eng, girang bahwa Lian Hong
mendahului Kui Eng yang tentu akan menggunakan kesempatan itu untuk
menggodanya lagi. "Aih, engkau diberi kamar tamu, Akong. Hati-hati, kalau mau tidur harus
mencuci kaki dan badanmu dulu, jangan sampai mengotorkan kamar tamu dan
membikin malu kepada kami saja."
Kui Eng masih sempat juga melontarkan godaan, dan biarpun hatinya
mendongkol, Ci Kong mengangguk.
"Baik, siocia."
Mereka lalu memperoleh tiga kamar yang berdekatan. Akan tetapi,
walaupun memperoleh kamar yang sama sesuai dengan permintaan Lian
Hong, tetap saja pelayanan yang diberikan oleh para pelayan terhadap Ci Kong,
berbeda dengan pelayanan terhadap kakak beradik itu. Teh yang disuguhkan
ke kamar mereka juga berbeda, teh untuk Ci Kong adalah teh nomor dua seperti
yang biasa dibuat suguhan di kamar para pelayan. Juga untuk keperluan kakak
beradik itu, pelayan-pelayan membawakan air panas untuk cuci muka,
sedangkan Ci Kong disuruh ambil sendiri ke dapur.
Diam-diam Ci Kong mendongkol juga. Bayaran untuk kamar-kamar itu
sama, akan tetapi pelayanannya berbeda. Semua itu karena kedudukan,
pikirnya. Makin tinggi kedudukan seseorang, makin dihormat.
Penghormatan antara manusia merupakan penghormatan semu dan palsu
belaka. Bukan manusianya yang dihormat, melainkan kedudukannya,
kepandaiannya, kekayaannya. Bahkan lebih tepat lagi, yang dihormat adalah
pakaiannya, karena pakaianlah yang menunjukkan keadaan seseorang.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Buktinya, dia dan kedua orang gadis itu berkedudukan sama. Akan tetapi
karena dia menyamar sebagai pengawal atau pelayan, sedangkan dua orang
gadis itu menyamar sebagai orang-orang kaya, maka pelayanan dan
penghormatanpun otomatis berbeda! Tidaklah mengherankan apabila manusia
melihat bahwa penghormatan ditujukan kepada kedudukan, saling
memperebutkan kedudukan ini!
Setelah malam tiba, rumah penginapan itu cukup ramai dan hampir semua
kamar terisi. Tiga pasang mata yang tajam dari tiga orang pendekar itu dapat
melihat bahwa di rumah penginapan itupun terdapat beberapa orang matamata yang mengamati setiap orang tamu. Mereka sendiripun tidak terluput dan
pengamatan, akan tetapi karena mereka bersikap wajar dan royal ketika
mereka memesan makanan malam, para pengamat itu mundur dengan
sendirinya. Di antara para tamu terdapat lima orang laki-laki yang melihat sekelebatan
saja, tiga orang pendekar itu dapat menduga bahwa mereka bukanlah orang
sembarangan, dan sikap mereka yang pendiam itu cukup mencurigakan. Juga
mereka tahu bahwa para mata-mata itupun agaknya menaruh curiga terhadap
lima orang itu. "Hati-hati, kurasa akan terjadi sesuatu di sini," Ci Kong sempat berbisik
kepada dua orang temannya.
Kui Eng dan Lian Hong mengangguk maklum karena merekapun dapat
merasakan hal itu. Dan peristiwa yang mereka duga-duga akan timbul itu
memang terjadi malam itu.
Secara tiba-tiba, sepasukan tentara yang jumlahnya kurang lebih dua puluh
orang, mengurung rumah penginapan itu dan pemimpinnya seorang komandan
muda yang gagah, diikuti oleh beberapa orang tentara, masuk dan pintu depan.
"Semua tamu berkumpul di ruangan tengah, kamar-kamar ditinggalkan
kosong! Kami pasukan keamanan melakukan pembersihan!" bentak panglima
muda yang gagah itu. Semua tamu menjadi panik, akan tetapi mereka segera meninggalkan
kamar masing-masing. Pengurus penginapan dan para pelayan juga segera
memberi tahu kepada semua tamu yang sudah menutup pintu kamar agar
meninggalkan kamar dan berkumpul di ruangan tengah, meninggalkan kamar
mereka karena ada pembersihan.
Lian Hong dan Kui Eng sudah mendengar keributan itu dan merekapun
cepat membereskan penyamaran mereka dan keluar dan dalam kamar. Kiranya
Ci Kong sudah keluar lebih dahulu, dan Ci Kong kelihatan ketakutan, sikap yang
tepat sekali, karena hampir semua orang juga kelihatan ketakutan sehingga
kalau dia, sebagai seorang pelayan, bersikap tenang, tentu hal ini malah akan
menarik perhatian dan mendatangkan kecurigaan. Melihat dua orang
kawannya keluar dan kamar, dan di situ terdapat para tamu yang hilir-mudik
penuh kepanikan, Ci Kong mendekati mereka.
"Celaka, kongcu siocia" eh, ada apa ribut-ribut ini, kukira ada kebakaran"
akan tetapi tidak melihat api."
"Ihh, Akong" engkau memang tolol!"
Kui Eng memperoleh kesempatan untuk menggodanya.
"Apa kau tidak mendengar pengumuman tadi" Ada pembersihan, bukan
kebakaran!" "Pembersihan" Apakah kamar-kamar akan dibersihkan" Kenapa kita harus
keluar dan berkumpul di ruangan?"
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Ci Kong memegang lengan seorang petayan yang sibuk mengatur agar
para tamunya berkumpul di ruangan.
"Eh, toako, apa sih artinya pembersihan ini?"
Pelayan itu hendak menghardik, akan tetapi melihat kongcu dan siocia
yang berpakaian indah itu berada di situ, dia tidak jadi marah.
"Pasukan keamanan hendak memeriksa semua tamu dan kamar-kamarnya,
mencari orang-orang jahat," jawabnya singkat dan diapun sudah pergi lagi.
"Sudahlah, Akong, mari kita berkumpul di ruangan dan jangan panik," kata
Lian Hong. "Nanti dulu, saya mau mengumpulkan barang-barang kita dulu," Ci Kong
lalu berlari memasuki kamarnya dan keluar lagi membawa buntalan-buntalan
besar yang siang tadi dibawanya dengan kereta dorong.
Dengan tubuh diganduli buntalan-buntalan itu, sehingga jalannya juga
montang-manting, dia mengikuti dua orang majikannya pergi ke ruangan besar
dimana telah berkumpul semua tamu yang jumlahnya kurang lebih tigapuluh
orang itu. Semua tamu memandang ke arah Kui Eng, karena kehadiran gadis
yang demikian cantiknya memang merupakan hal yang merupakan hiburan
besar bagi mereka yang sedang panik ketakutan.
Ruangan itu dikepung oleh beberapa orang anak buah pasukan yang
memegang golok di tangan kanan, dengan sikap galak mereka memandangi
orang-orang itu. Setelah semua tamu berkumpul, masuklah ke ruangan itu
komandan yang memimpin pasukan keamanan, dan diam-diam Ci Kong
terkejut bukan main. Cepat dia berbisik di dekat Lian Hong dan Kui Eng.
"Lee Song Kim" murid Hai-tok?"
Lian Hong dan Kui Eng mengerutkan alisnya. Mereka sudah mendengar
dari Ci Kong siapa adanya Lee Song Kim ini. Seorang murid dan Hai-tok, murid
tersayang, akan tetapi kemudian murid ini telah murtad, menjadi kaki tangan
pemerintah Ceng, bahkan penggerebekan di guha-guha tepi pantai ketika Haitok mengadakan pesta itupun merupakan hasil pengkhianatan pemuda ini.
Lian Hong dan Kui Eng memperhatikan dan kebetulan pada saat itu, Song
Kim yang sedang menyapu orang-orang yang dikumpulkan itu dengan
pandang matanya, melihat Kui Eng dan wajahnya yang tampan nampak
berseri, sinar matanya menjadi tajam. Hal ini jelas menunjukkan bahwa dia
tertarik sekali. Memang, siapa orangnya yang tidak akan tertarik kepada gadis
yang cantik jelita itu" Apa lagi Lee Song Kim, pemuda yang berwatak kejam,
cabul dan mata keranjang itu! Maka, kini dia melangkah menghampiri dan
dapat dibayangkan betapa tegang rasa hati Ci Kong ketika melihat komandan
muda itu kini memandang kepadanya, lalu ke arah buntalan-buntalan yang
bergantungan di pundaknya.
Tentu saja Ci Kong merasa khawatir kalau-kalau Song Kim mengenalnya.
Memang baru dua kali dia bertemu dengan Song Kim. Yang pertama ketika dia
menyelamatkan Kiki di pantai yang akan diperkosa pemuda laknat itu. Akan
tetapi walaupun mereka sudah berkelahi, ketika itu cuaca remang-remang dan
Song Kim tentu tidak melihatnya dengan jelas.
Pertemuan yang kedua kalinya juga hanya singkat saja. Agaknya Song Kim
mengenalnya dan karena takut rahasianya di pantai dahulu itu dibuka, maka
pemuda laknat itupun lalu melarikan diri. Kini, dia menyamar sebagai pelayan,
dengan alis yang sudah dirubah bentuknya, dengan muka dan leher yang
menjadi kecoklatan dan pakaian yang seperti seorang pelayan. Tak mungkin
Song Kim mengenalnya. Akan tetapi melihat betapa komandan itu memandang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan kepadanya penuh perhatian, berdebar juga rasa jantung dalam dada Ci Kong!
Karena berada di dekat Kui Eng, Song Kim hendak berlagak dan
memperlihatkan kekuasaannya.
"Hei kau!" bentaknya sambil menuding ke arah Ci Kong.
"Apa yang kaubawa itu" Kenapa tidak ditinggal di kamar saja?"
Dengan tubuh gemetar Ci Kong berkata.
"Maaf maafkan saya, tuan besar. Saya saya mendengar ada orang-orang
jahat, maka saya khawatir barang-barang ini hilang."
Sudah menjadi kebiasaan para anak buah Song Kim kalau melakukan
pembersihan, mereka itu benar-benar melakukan "pembersihan" terhadap
berang-barang berharga dan rumah yang sedang digeledah. Song Kim tahu
akan hal ini, maka merasa diejek oleh ucapan laki-laki yang berpakaian pelayan
itu. "Apa kau bilang" Siapa penjahat?"
Melihat betapa komandan muda itu marah-marah, Kui Eng yang sudah
dapat menangkap pandang mata komandan itu tadi kepadanya, cepat
melangkah maju. "Maaf, ciangkun. Barang-barang itu adalah milik kami, dan dia adalah
pelayan kami. Akong, taruh saja barang-barang itu di atas lantai."
Suara merdu ini membuat Song Kim memutar tubuhnya dan wajahnya
berseri kembali. Tak disangkanya bahwa pelayan itu adalah pelayan wanita
cantik ini. Pada saat itu, Lian Hong juga melangkah maju memberi hormat.
"Maaf, ciangkun. Memang benar bahwa barang-barang itu milik adik saya
dan saya, hanya bekal pakaian. Dia adalah pelayan kami, karena tidak tahu,
tadi dia membawa barang-barang itu ke sini."
Makin girang hati Song Kim mendengar hal itu. Wanita cantik itu adalah
adik pemuda tampan ini. Mereka nampak kaya raya dengan pakaian mewah,
pikirnya. Diapun balas menjura dan berkata.
"Ahh, tidak mengapa kalau begitu. Sebaliknya, maafkan kami kalau kami
telah mengganggu. Kami hanya melaksanakan tugas, melakukan pembersihan
karena di kota raja terdapat banyak orang-orang jahat yang menyelundup
masuk." "Ihhh, mengerikan!"
Kui Eng berlagak dan dengan sikap manja memegang lengan kakaknya.
"Kalau begitu, kita cepat-cepat pulang saja?"
"Harap jangan takut, nona" kalau ada saya di sini, nona akan aman.
Percayalah, saya akan menjaga keselamatan nona."
"Aih, ciangkun sungguh baik hati sekali. Terima kasih, ciangkun," kata Kui
Eng dengan sikap manis, diiringi kerling tajam dan senyum dikulum. Tentu saja
Lee Song Kim menjadi semakin tertarik. Kalau menurutkan dorongan hatinya,
ingin dia di saat itu juga merangkul dan menciumi muka yang cantik jelita itu.
Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut dan belasan orang
perajurit mendorong-dorong lima orang laki-laki memasuki ruangan itu.
"Lee-ciangkun, mereka ini hendak melarikan diri dari rumah penginapan!"
seorang perajurit melapor.
"Apa" Kalian ini tentu mata-mata jahat! Hayo mengaku, kalian siapa dan
mau apa berada di sini, mengapa pula hendak melarikan diri ketika datang


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pembersihan! Awas, kalau kalian tidak mau mengaku, kalian akan disiksa!"
teriak Lee Song Kim, semakin angkuh saja karena dia sedang berlagak di depan
wanita cantik. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Semua orang mengira bahwa lima orang laki-laki itu tentu akan menjadi
ketakutan dan minta ampun. Akan tetapi ternyata kenyataan sama tekali tidak
demikian. Lima orang itu bahkan saling pandang, saling memberi isyarat dan
tiba-tiba saja mereka maju menyerang Lee Song Kim. Perwira muda itu cepat
mengelak dan menangkis, dan para tamu menjadi panik sekali. Ketika para
perajurit hendak turun tangan, terdengar Song Kim berseru.
"Kalian jangan membantu, biarkan aku sendiri menghadapi lima ekor tikus
ini! Dan para tamu semua jangan ribut, lihat" kusuguhkan tontonan yang
menarik!" Lee Song Kim tentu saja bukan orang bodoh, dan ketika lima orang tadi
bergerak menyerangnya, dia sudah dapat mengukur kemampuan mereka.
Mereka berlima itu hanyalah orang-orang yang mengandalkan tenaga besar
saja, namun tidak memiliki ilmu silat yang berarti. Karena dia yakin akan
mampu mengalahkan mereka, maka diapun ingin sekali memperlihatkan
kepandaiannya untuk berlagak di depan para tamu penginapan, terutama
sekali di depan Kui Eng yang telah menarik perhatiannya.
Lima orang itupun nampaknya sudah nekat. Tempat itu sudah dikurung
oleh pasukan yang bersenjata lengkap. Mereka tidak akan mampu melarikan
lagi. Andaikata dapat membobol keluar kepungan, merekapun akan sulit untuk
dapat keluar dan kota raja. Maka, kini mereka hendak nekat dan mengamuk,
sebelum mereka roboh, mereka akan membunuh perajurit pemerintah
sebanyaknya dan terutama sekali perwira muda ini.
Melihat betapa perwira muda itu melarang para perajurit mengeroyok, dan
kini perajurit itu berdiri tegak dengan sikap sombong di tengah-tengah
ruangan, lima orang itu lalu mengepungnya dan bergerak mengitarinya,
mencari-cari lowongan untuk dapat menyerang si perwira yang sombong.
Song Kim hanya berdiri dan bertolak pinggang, tersenyum-senyum
menghadap ke arah Kui Eng. Dan Kui Eng juga dengan cerdik sekali memasang
sikap yang penuh kagum memandang kepada perwira itu. Tadi Lian Hong
berbisik kepadanya bahwa mungkin sekali mereka bisa mendapatkan rahasia
dan perwira muda itu. Maka, melihat betapa perwira itu tertarik kepadanya,
Kui Eng sengaja hendak menjatuhkannya agar mereka dapat berkenalan dan
terdapat kemungkinan mengorek keterangan dan perwira itu.
"Heiiittt!" Tiba-tiba seorang di antara lima orang laki-laki gagah yang berada di
belakang tubuh Song Kim, menyerang dengari tubrukan. Kedua tangannya
mencengkeram ke arah leher, agaknya hendak mencekik dan belakang. Seperti
aba-aba saja, teriakan itu disusuloleh gerakan empat orang temannya yang
juga sudah menyerang dari berbagai jurusan, ada yang mencengkeram, ada
yang menghantam kepala ada pula yang menendang.
Namun, Song Kim bersikap tenang saja. Tubuhnya bergerak, kedua kakinya
melangkah ke sana-sini dengan amat gesitnya, dan serangan lima orang itu
semua tidak mengenai sasaran. Lima orang itu merasa penasaran dan mereka
melanjutkan serangan bertubi-tubi. Namun, dengan ginkang yang istimewa,
Lee Song Kim mengatur langkah-langkahnya dan semua serangan itupun
gagal. Jangankan mengenai tubuhnya, menyentuh ujung jubahnyapun tidak.
Para perajurit tertawa-tawa melihat betapa komandan mereka
mempermainkan lima orang itu. Mereka semua sudah maklum akan kelihaian
Lee Song Kim, dan kini mereka tahu bahwa komandan mereka itu sengaja
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan mempermainkan lawan-lawannya dan memperlihatkan kebolehannya.
"Ha-ha, kalian kiranya hanya lima ekor tikus yang tiada gunanya! Kalian
tentu mata-mata dan pemberontak, bukan?" sambil mengelak ke sana-sini,
Song Kim berkata dengan suara lantang.
Akan tetapi lima orang itu tidak menjawab, melainkan menyerang terus
dengan penuh kegarangan. Mereka makium bahwa mereka tentu akan mati
semua, akan tetapi semangat mereka tidaklah mengendur dan walaupun
mereka tahu bahwa perwira muda ini ternyata lihai bukan main, mereka tidak
menjadi jerih dan tidak sudi untuk mengaku atau menyerah.
Sementara itu, Ci Kong memandang dengan jantung berdebar. Beberapa
kali dia mengepal tinjunya. Liang Hong melihat ini dan diam-diam
mengedipkan matanya mencegah agar pemuda itu tidak melakukan sesuatu.
Ia sendiripun khawatir melihat lima orang itu, akan tetapi lima orang itu
sungguh tak tahu diri. Dengan kepandaian seperti itu, mereka berani menjadi
mata-mata memasuki kota raja! Kalau ia dan kawan-kawannya turun tangan
menolong lima orang itu, berarti tugas mereka akan gagal dan mereka belum
tentu dapat menyelamatkan lima orang itu keluar dari kota raja. Bahkan
keadaan mereka bertiga sendiri akan terancam!
Ci Kong mengerti akan hal ini, dan biarpun hatinya merasa penasaran sekali
melihat lima orang pejuang itu dipermainkan, namun dia hanya mengepal tinju
dan mengertak gigi. "Kalian tikus-tikus bandel. Rasakan ini!"
Dan kini tiba-tiba Lee Song Kim menggerakkan tangan balas menampar.
"Plakk!" Seorang di antara para pengeroyok itu terplanting roboh tak mampu
bangkit kembali. Tulang rahangnya patah-patah dan kini mukanya
menggembung dan dia berkelojotan setengah pingsan. Dengan kecepatan
yang luar biasa, Song Kim lalu berkelebatan membagi pukulan dan sekejap
mata saja, empat orang pengeroyok lainnya juga roboh dan tidak mampu
bangkit kembali. Lee Song Kim tersenyum, menepuk-nepuk kedua tangan dan pakaiannya
seperti orang membersihkan debu, mengerling ke arah Kui Eng.
"Nah, lihatlah, nona. Kalau ada penjahat-penjahat mengganggu nona, akan
kurobohkan seperti itu."
Lalu dengan suara galak, dia memerintahkan perajuritnya urituk menyeret
lima orang itu dan memaksa mereka agar mengaku siapa mereka dan apa
tujuan mereka menyelundup ke kota raja. Lee Song Kim lalu memerintahkan
anak buahnya untuk melakukan pemeriksaan terhadap semua tamu, juga
kamar-kamar mereka. "Kamar kongcu dan siocia ini bersama pengawalnya tidak usah diperiksa,
mereka adalah orang baik-baik," tambahnya.
Kini Kui Eng menyembunyikan ketegangan hatinya dan iapun tersenyum
kepada Lee Song Kim setelah tubuh lima orang itu digusur pergi.
"Aihh, ciangkun sungguh gagah perkasa!"
Ia memuji dan tentu saja Song Kim girang bukan main mendengar pujian
ini, yang baginya merupakan tanda bahwa agaknya dia tidak bertepuk tangan
sebelah karena nona inipun kagum kepadanya! Hal ini tidak mengherankan
hatinya, karena sudah terbiasa bagi Song Kim bahwa setiap orang wanita akan
kagum melihat ketampanan dan kegagahannya!
"Aihh, hal itu tidak ada artinya, nona. Mereka hanya tikus-tikus kecil tidak
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan ada artinya. Biar ada limapuluh orang seperti mereka, aku akan mampu
mengalahkan mereka semua. Kalau boleh aku berkenalan dengan kalian,
siapakah nama nona dan siapa pula nama kakak nona, dimana ji-wi tinggal?"
Kini Kui Eng memasang aksi malu-malu kucing.
"Ihh" ciangkun tanya saja kepada kakakku ini."
Kui Eng memang nakal. Sebetulnya, ia tidak suka bercakap-cakap dengan
Song Kim dan kini ia sengaja mengoperkan tugas itu kepada Lian Hong!
Terpaksa Lian Hong yang memberi keterangan.
"Nama saya Bi Seng dan adik saya ini bernama Bi Hwa, kami she Liem dan
tinggal di Thian-cin, akan tetapi kedua orang tua kami sudah pindah dan
kembali ke kampung kami, di luar kola Thian-cin. Orang tua kami dikenal
sebagai Liem Wan-gwe di Thian-cin."
Tentu saja semua itu hanya nama-nama khayal belaka. Lian Hong sengaja
mempergunakan she Liem, she yang dipunyai banyak orang, dan di Thian-cin
atau di kola manapun, sudah pasti terdapat Liem Wan-gwe (hartawan Liem),
bukan hanya seorang saja.
"Ah, kiranya Liem-kongcu dan Liem siocia adalah orang-orang muda
hartawan yang sedang pesiar ke kota raja, begitukah?" tanya Song Kim ramah.
Dua orang itu mengangguk membenarkan.
"Saya bernama Lee Song Kim dan menjadi seorang komandan pasukan
keamanan di kota raja."
Kini para perajurit setelah selesai melakukan pemeriksaan, tentu saja
dengan mengantongi barang-barang berharga seperti biasanya, sudahberkumpul di situ dan membuat laporan kepada Lee Song Kim bahwa
semuanya beres, tidak ada yang mencurigakan di antara para tamu kecuali lima
orang yang sudah ditangkap tadi. Song Kim menghadapi kakak beradik itu.
"Sungguh sayang bahwa terpaksa saya harus pergi menyelesaikan tugas.
Sebetulnya masih ingin sekali saya bercakap-cakap dengan ji-wi yang ramah.
Bagaimana kalau saya mengundang ji-wi untuk datang berkunjung ke rumah
saya" Saya ingin mengundang ji-wi makan siang pada hari esok, dan saya
sangat mengharapkan ji-wi tidak akan keberatan."
"Aih, ciangkun sungguh baik sekali?" kata Kui Eng dengan suara merdu.
"Kami hanya akan mengganggu waktu yang berharga dari ciangkun saja,"
kata Lian Hong, dengan sikap wajar orang yang sungkan.
"Tidak, sama sekali tidak, Liem-kongcu. Ji-wi tidak akan mengganggu,
bahkan akan menyenangkan hati saya."
"Akan tetapi" tentu akan mengganggu Lee Hu-jin (Nyonya Lee)," kata
pula Lian Hong. Lee Song Kim tertawa. Ketawa yang diatur agat kelihatan tampan dan
sopan. "Ha-ha-ha! Hu-jin mana yang akan terganggu" Saya masih belum
mempunyai isteri, seperti juga Liem-kongcu dan Liem-siocia?"
Berkata demikian, Song Kim memandang wajah gadis itu dengan penuh
tantangan, dan Kui Eng dengan cerdik dapat mengubah kemarahan menjadi
sikap malu-malu dan iapun menundukkan mukanya yang menjadi merah.
Bukan merah malu sebenarnya, melainkan merah karena marah.
"Baiklah kalau begitu, Lee-ciangkun. Besok siang menjelang tengah hari,
kami akan berkunjung ke rumah ciangkun. Akan tetapi" dimanakah gedung
tempat tinggal ciangkun?" tanya Lian Hong.
"Tidak jauh dan istana!" kata Song Kim bangga.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Di sebelah timur pintu gerbang utara. Kalau jiwi sampai di pintu gerbang
istana sebelah utara dan bertanya kepada siapa saja dimana rumah komandan
she Lee ini, tentu semua orang akan dapat menunjukkannya."
Mereka berpisah setelah sekali lagi Song Kim minta agar besok siang
mereka benar-benar datang berkunjung. Setelah pasukan itu pergi, barulah
semua tamu kembali ke kamar masing-masing dan barulah mereka yang
merasa kehilangan barang-barang berharga itu berseru kaget. Akan tetapi,
siapakah yang berani membuat ribut karena kehilangan itu" Sudah jelas bahwa
pasukan yang memasuki dan menggeledah kamar mereka, hanya anak buah
pasukan itu. Jelas bahwa pasukan itulah yang mencuri barang-barang
berharga mereka. Ribut-ribut soal barang, jangan-jangan malah akan menyeret
tubuh mereka masuk penjara. Karena itu, mereka yang kehilangan diam saja
dan hanya mengeluh dan menangis.
Setibanya di kamar Lian Hong, Kui Eng mengepal tinju.
"Bedebah keparat! Ihh, betapa ingin aku menampar mulutnya sampai
remuk!" "Tenanglah, enci Eng. Siapa orangnya tidak muak melihat mukanya, akan
tetapi kita harus pandai bersandiwara. Aku yakin bahwa engkau akan dapat
mengorek rahasia penting dan orang she Lee itu?" kata Lian Hong.
"Hemm, enak saja engkau berkata demikian, Hong-moi, karena akulah yang
menjadi perempuan dan menjadi incarannya. Bagaimana kalau sampai dia
bersikap keterlaluan dan kurang ajar?"
"Kita hajar dan bunuh saja si keparat itu!"
Tiba-tiba Ci Kong juga memasuki kamar Lian Hong berseru. Dia sudah sejak
tadi menahan-nahan kedongkolan hatinya terhadap Lee Song Kim. Apalagi
ketika dia mengingat betapa lima orang tadi, para pejuang, tentu akau tewas
di bawah siksaan orang-orang komandan itu.
"Ci Kong, harap engkau bersabar pula. Memang tugas kita ini sukar sekali.
Aku sendiripun lebih senang kalau melakukan tugas dimana kita hanya
mempergunakan kaki tangan untuk melawan musuh. Akan tetapi tugas kita
sekali ini adalah menggunakan otak, bersiasat dan harus cerdik, dan dapat
menahan emosi. Kalau tidak, kita akan gagal sama sekali. Jangan kau khawatir,
enci Eng. Kalau dia hendak kurang ajar, engkau tentu dapat mencegahnya
dengan sikapmu. Kalau dia bertindak kasar, hendak menggunakan kekerasan,
selain engkau tidak takut kepadanya, di dekatmu ada aku dan Ci Kong."
"Hemm, kuharap saja dia bertindak kasar terhadap Kui Eng, agar aku dapat
menghancurkan kepalanya!" kata pula Ci Kong.
Pemuda ini biasanya pendiam dan sabar, akan tetapi peran yang
dipegangnya selama ini membuat dia seringkali kehilangan kesabaran!
Pada keesokan harinya, menjelang tengah hari, dengan menumpang
sebuah kereta sewaan, Lian Hong dan Kui Eng dikawal oleh Ci Kong, datang
berkunjung ke rumah gedung Lee Song Kim. Tidak sukar menemukan rumah
gedung mungil ini. Ternyata Lee Song Kim, dalam waktu singkat saja telah dapat merebut
kedudukan yang baik, mendapat kepercayaan besar dari panglima pasukan
keamanan, bahkan dia pernah diperkenalkan kepada kaisar sendiri oleh
panglima itu dan menenima pujian kaisar.
Untuk kesempatan ini, Kui Eng mengenakan pakaian yang amat indah.
Sutera biru muda itu, dengan hiasan sulaman emas dan merah, sungguh
membuat ia nampak cantik bukan main. Rambutnya digelung tinggi, dan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan sisanya diikat dengan pita, dikepang dua, dan ia memakai minyak wangi. Juga
Lian Hong mengenakan pakaian baru, bahkan Ci Kong juga mengenakan baju
yang baru sehingga walaupun bajunya itu masih menunjukkan bahwa dia
hanya seorang pelayan, namun dia cukup bersih, bahkan tampan! Akan tetapi
dia tidak lupa untuk menambah warna kecokiatan pada mukanya, lehernya dan
kedua tangannya yang tidak tertutup pakaian.
Karena kusir kereta sewaan tahu bahwa dia membawa penumpang yang
menjadi tamu-tamu dan Lee ciangkun, maka dengan gembira dia memasuki
kereta itu melalui pintu gerbang. Para perajurit yang berjaga di luar pintu,
sudah diberitahu oleh Song Kim sehingga mereka menyambut kereta itu dan
mempersilahkannya masuk tanpa melakukan pemeriksaan lagi.
Lee Song Kim sendiri yang keluar menyambut dari dalam gedungnya, dan
melihat pemuda itu, hampir saja Ci Kong tertawa. Pemuda yang kemarin
menjadi komandan dengan pakaian perwira yang gagah, berubah menjadi
seorang pemuda pesolek! Wajahnya yang tampan nampak bersih sekali seperti
dibedaki, alisnya jelas ditambahi penghitam alis, dan bibirnya juga memiliki
warna merah yang tidak wajar!
Benar-benar seorang muda yang pesolek! Topinya adalah topi yang biasa
dipakai oleh kongcu-kongcu bangsawan, dan yang lucu adalah jubahnya.
Jubah itu berwarna merah, berkembang dan bertuliskan huruf REZEKI, seperti
yang biasa dipakai oleh bangsawan-bangsawan kaya raya dan berkedudukan
tinggi, atau seperti pakaian seorang pengantin pria!
"Wah, sungguh saya merasa berbahagia sekali menerima kunjungan ji-wi.
Sungguh ji-wi merupakan dua orang muda yang tepat memegang janji.
Silahkan masuk, nona, silahkan, kongcu. Mari kita langsung saja ke ruangan
makan, karena saya telah mempersiapkan hidangan untuk memberi selamat
kepada ji-wi. Mari". silahkan!
Dengan amat ramahnya, Lee Song Kim mengajak dua orang tamunya masuk
ke dalam. Tanpa mengeluarkan suara apapun, Ci Kong mengikuti dua orang
temannya, dengan sikap membungkuk-bungkuk seperti layaknya sikap
seorang pelayan yang sungkan-sungkan dan malu-malu. Melihat betapa
pelayan itu ikut masuk, Song Kim mengerutkan alisnya, akan tetapi dengan
sikap ramah dia berkata kepada Lian Hong.


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Liem-kongcu, sebaiknya pelayanmu itu biar menanti di luar, nanti kusuruh
pelayan-pelayanku untuk menjamunya."
"Maaf, Lee-ciangkun. Kalau boleh, biarlah dia ikut untuk melayani kami. Dia
pelayan kami sejak kecil, sehingga kami menganggapnya seperti keluarga
sendiri saja, dan kami akan merasa kaku tanpa dia yang melayani. Dia harus
selalu dekat kami agar mudah kalau sewaktu-waktu kami membutuhkan
sesuatu." Lian Hong berkata dengan balus.
Song Kim memandang ke arah Kui Eng, dan gadis inipun mengangguk.
"Benar, ciangkun. Kalau tidak ada Akong yang melayani, kami akan merasa
kaku." Mendengar ucapan Kui Eng itu, terpaksa Song Kim membiarkan Ci Kong
ikut masuk ke dalam gedungnya. Mereka langsung diajak memasuki ruangan
makan dimana telah tersedia meja bundar yang besar, dan ruangan itu sudah
terhias dengan indah, penuh dengan bunga-bunga dan kertas berwarna,
seolah-olah tuan rumah memang mengadakan pesta saja.
Yang menarik perhatian tiga orang pendekar muda itu adalah bahwa rumah
itu benar-benar kosong, tidak ada anggauta keluarga Lee Song Kim, kecuali
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan para pelayan yang terdiri dari pria-pria muda dan gadis-gadis muda, tampan
dan cantik mereka itu. Song Kim mempersilahkan Lian Hong dan Kui Eng untuk duduk berhadapan
dengannya di meja bundar, sedangkan Ci Kong yang tahu diri hanya berdiri di
pinggiran, tidak berani mendekati meja, dan menonton saja betapa dua orang
temannya itu mulai dijamu dengan hidangan-hidangan yang serba mahal dan
lezat, dan diapun hanya melayani dengan menuangkan arak untuk kongcu dan
siocianya, lalu mundur lagi. Tentu saja beberapa kali dia harus menelan ludah
sendiri melihat betapa dua orang itu makan dengan enaknya, bahkan Kui Eng
yang nakal itu beberapa kali memuji-muji kelezatan makanan, terutama sekali
bakmi dan bakso yang dihidangkan. Padahal mi bakso merupakan makanan
kegemaran Ci Kong! Song Kim gembira bukan main mendengar pujian Kui Eng, dan dia menjamu
kedua orang tamunya itu dengan sikap ramah. Setelah selesai makan, Lee Song
Kim lalu mengajak dua orang tamunya itu menuju ke taman bunga di belakang
Ruangannya. "Di dalam panas sekali, mari kita menceri angin di taman bungaku yang
sedang penuh bunga, hawanya sejuk dan segar," katanya.
Memang taman bunga itu indah, penuh dengan bunga-bunga beraneka
warna dan taman itu terawat. Lian Hong memberi isyarat kepada Kui Eng
dengan sentuhan tangan, lalu dara ini sengaja berkata sambil menuding ke
arah belakang taman. "Aihh, di sana ada sekumpulan bunga seruni yang paling kusuka. Leeciangkun, bolehkah saya melihat-lihat ke sana?"
Mendengar ini, Song Kim girang sekali. Pada saat itu, Kui Eng sudah duduk
di atas sebuah bangku menikmati keindahan serumpun bunga mawar di
depannya. "O" tentu saja boleh, silahkan, Liem-kongcu! Silahkan!"
"Marilah, Akong, kautemani aku melihat-lihat bunga seruni di sana!" kata
Lian Hong sambil lalu, kemudian bersama Ci Kong meninggalkan Kui Eng
berdua saja dengan tuan rumah.
Memang ia sengaja melakukan ini untuk memberi kesempatan kepada Kui
Eng bercakap-cakap berdua saja dengan tuan rumah, sehingga Kui Eng akan
dapat berusaha mengorek keterangan dan perwira muda itu.
Setelah berada di bagian belakang kebun, di kumpulan bunga seruni yang
sedang mekar semerbak itu, Ci Kong mengomel.
"Lian Hong, apakah tidak berbahaya meninggalkan Kui Eng berdua saja
dengan laki-laki hidung belang itu?"
"Ssttt, jangan begitu, Ci Kong. Dia akan mampu berbuat apa terhadap Kui
Eng" Jangan lupa, Kui Eng memiliki ilmu kepandaian yang setingkat dengan
kita, dan kurasa ia akan mampu mengendalikan Lee Song Kim kalau laki-laki
itu akan melakukan hal yang tidak pantas. Pula, kita berada di sini, tidak begitu
jauh, bukan" Biarlah Kui Eng memperoleh kesempatan untuk menguras
keterangan darinya."
Ci Kong diam saja, hanya alisnya berkerut. Dia tahu benar siapa adanya
perwira muda itu. Seorang laki-laki yang amat keji, bahkan sumoinya sendiri,
Kiki, hampir saja menjadi korban kekejiannya dan diperkosanya. Mengingat
akan hal itu, dia benci sekali terhadap Song Kim, dan kalau menurutkan
dorongan hatinya, ingin dia pada saat itu juga menyerang Song Kim dan
membunuhnya! dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Sementara itu, Kui Eng yang mengerti bahwa dua orang kawannya itu
sengaja membiarkan ia berdua dengan tuan rumah agar ia dapat mencoba
untuk mengorek rahasia, segera berkata.
"Aihh, begini indah taman bungamu, ciangkun. Duduk di sini, aku merasa
seolah-olah dunia ini begini indah dan aman tenteram. Akan tetapi kalau aku
teringat akan peristiwa malam tadi, aku merasa ngeri. Lee-ciangkun,
sebenarnya apakah yang telah terjadi maka engkau dan pasukanmu harus
melakukan pembersihan seperti itu?"
Sejak tadi Song Kim memandang gadis itu dengan penuh kagum. Seorang
gadis yang amat cantik jelita. Dan kaya raya pula! Kalau dia dapat
mempersunting gadis ini, alangkah akan senang hatinya. Bukan saja
mendapatkan seorang isteri yang cantik manis, akan tetapi kaya raya pula!
"Ah, keadaan sekarang amat kacau, nona. Di luar tempat ini banyak
berkeliaran orang jahat dan mata-mata pemberontak."
"Pemberontak" Aih, aku sudah banyak mendengar tentang itu, ciangkun.
Dari ayahku, aku banyak mendengar tentang Perang Madat di selatan, dan
tentang orang-orang kulit putih, tentang pemberontakan-pemberontakan yang
timbul. Bahkan sebelum aku berangkat, aku mendengar ayah mendongeng
tentang sebuah pusaka yang diperebutkan, harta pusaka yang amat besar
nilainya, dan kabarnya harta pusaka itu terjatuh ke tangan orang-orang sakti
yang kabarnya akan dipergunakan untuk pemberontakan. Benarkah itu?"
Diam-diam Song Kim terkejut mendengar ini, akan tetapi ketika dia melihat
wajah yang polos itu, dia tidak jadi curiga dan diapun maklum bahwa berita
tentang Giok-liong-kiam yang terjatuh ke tangan Empat Racun Dunia sudah
tersebar luas. Dia sendiripun sedang berusaha mati-matian, dengan menyebar
mata-mata dan kaki tangannya, untuk mengamati para tokoh itu. Pemerintah
sudah bertekad untuk merampas harta pusaka yang tersimpan rahasianya
dalam pedang pusaka Giok-liong-kiam. Dan gadis ini tentu hanya mendengar
hal itu seperti dongeng saja.
"Memang benar! Ada harta karun yang amat besar nilainya, kini terancam
akan terjatuh ke tangan orang-orang jahat yang hendak mengadakan
pemberontakan." "Ihhh! betapa mengerikan kalau sampai mereka berhasil, menguasai harta
itu dan mengadakan pemberontakari, tentu keadaan negara akan menjadi
kacau. Dan mungkin ketuargaku harus mengungsi ke kota raja. Aku akan minta
kepada ayah untuk mengungsi ke kota raja. Akan tetapi kami tidak mempunyai
rumah disini." "Jangan khawatir, nona. Aku yang akan menampung keluargamu kalau
keluargamu benar-benar ingin mengungsi ke kota raja?" katanya dengan
senyum dan pandang mata memikat.
"Tapi, ciangkun. Kalau pemerintah sudah tahu akan hal itu, kenapa
pemerintah tidak turun tangan" Kenapa tidak mengirim pasukan dan
merampas saja harta pusaka itu agar jangan terjatuh ke tangan para
pemberontak?" Dengan cerdik, Kui Eng memancing dengan sikap bodoh dan tidak
mengenal persoalan. "Ah, engkau tidak mengerti, nona. Persoalannya tidaklah sesederhana itu.
Kalau pusaka itu berada di tangan penjahat-penjahat biasa, tentu akan mudah.
Akan tetapi keadaannya tidaklah demikian."
"Lee-ciangkun, engkau membikin aku menjadi bingung. Maukah engkau
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan bercerita untuk melengkapi dongeng dari ayah" Siapa sih yang menguasai
harta pusaka itu, dan kenapa kau bilang bahwa tidak mudah untuk merampas
agar harta itu tidak dipergunakan memberontak?"
Song Kim tersenyum. "Sebetulnya ini rahasia yang tidak boleh kuberitahukan orang lain."
"Aih, kalau ciangkun menganggap aku orang lain, bukan sahabat baik, tak
usah diceritakan?" kata Kui Eng sambil cemberut.
Song Kim semakin tertarik. Kalau cemberut, gadis ini menjadi semakin
manis saja. Memang Kui Eng memiliki kelebihan di sekitar mulutnya. Mulut itu
manis sekali, sehingga dalam keadaan bagaimanapun, cemberut atau
tersenyum, tetap saja nampak manis.
"Kukatakan tadi, kepada orang lain tidak boleh kuceritakan, kalau
kepadamu sih tidak apa-apa, nona. Akan tetapi sebelum aku bercerita, engkau
harus berjanji dulu."
"Baik, aku berjanji tidak akan menceritakannya kepada orang lain!"
"Ha-ha, bukan itu, nona. Akan tetapi berjanjilah bahwa besok malam,
engkau dan kakakmu akan datang menghadiri pesta yang akan kuadakan di
dalam taman ini. Yang akan hadir hanyalah rekan-rekan dan tokoh-tokoh di kota
raja. Maukah engkau berjanji akan hadir?"
Biar disuruh berjanji apapun, tentu Kui Eng akan menyanggupi, karena ia
ingin sekali mendengar rahasia yang sudah berada di ujung bibir tuan rumah
ini. "Baiklah, kalau tiada halangan sesuatu, aku dan koko akan hadir besok
malam." "Nah, sekarang akan kuceritakan kepadamu, dan biarlah aku duduk di
dekatmu agar suara bisikanku dapat kaudengar, nona. Hal ini tidak boleh
didengar orang lain."
Tanpa menanti persetujuan Kui Eng, pemuda itu lalu duduk di dekat Kui
Eng, di atas bangku! Kui Eng terkejut. Dalam keadaan biasa, ia tentu akan
marah sekali. Akan tetapi ia hanya menggeser tubuhnya agak minggir agar
jangan terlalu dekat dengan tubuh pemuda itu yang bau harum semerbak
karena terlalu banyak memakai minyak wangi.
"Nona Liem, pusaka yang diperebutkan itu merupakan sebuah pedang
pusaka yang disebut Giok-liong-kiam. Dahulu pedang itu diperebutkan karena
dianggap sebagai lambang kegagahan, dan siapa yang memiliki pedang itu
dianggap sebagai jagoan nomor satu di dunia persilatan. Akan tetapi
kemudian, orang mendapat kabar bahwa pedang itu menyembunyikan rahasia
tempat penyimpanan harta karun yang amat besar! Perebutan menjadi lain lagi
sifatnya. Pemerintah juga mendengar bahwa harta karun itu akan
dipergunakan oleh orang-orang jahat untuk membiayai pemberontakan. Oleh
karena itu, pemerintah sudah melakukan penyelidikan dan tahu bahwa pedang
itu terjatuh ke tangan Empat Racun Dunia, yaitu tokoh tokoh dunia persilatan."
Diam-diam Kui Eng merasa geli mendengar ini. Kalau saja pemuda perwira
ini tahu bahwa ia adalah murid Tee-tok dan Lian Hong murid San-tok, bahkan
Ci Kong yang menjadi pelayan itu adalah murid Siauw-lim-pai, tentu Song Kim
akan dapat mati berdiri saking kagetnya. Semua yang diceritakan itu tentu saja
diketahuinya dengan baik.
"Kalau sudah diketahui, kenapa pemerintah tidak mempergunakan
pasukan saja untuk menangkap mereka dan merampas pedang itu?"
Ia berkata untuk memperlihatkan bahwa ia mendengarkan dengan penuh
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan perhatian. Song Kim tersenyum lebar.
"Wah, tidak semudah itu, nona. Engkau tahu siapa adanya Empat Racun
Dunia itu. Mereka adalah orang-orang yang sakti seperti iblis, dan tidak mudah
menangkap mereka. Pemerintah sudah turun tangan, mencoba untuk
menyerbu tempat tinggal dua orang di antara mereka, namun hanya mampu
membuat sarang mereka kocar-kacir, akan tetapi tidak mampu menangkap
mereka." "Ihh"!" Kui Eng pura-pura kaget.
"Mengerikan sekali! Kalau begitu, apakah pemerintah harus diam saja
membiarkan mereka mendapatkan harta karun dan mempergunakan harta itu
untuk memberontak?" Perwira itu menggeleng kepala dan tersenyum.
"Kami tidaklah sebodoh itu, nona. Kini kami sudah menyebar mata-mata
dimana-mana, mengawasi gerak-gerik mereka. Bahkan kami akan membiarkan
Empat Racun Dunia itu mencari dan menemukan harta pusaka itu lebih dahulu.
Setelah ditemukan, barulah kami akan menyergap mereka dan merampas harta
pusaka itu. Kalau kini kami merampas Giok-liong-kiam pun percuma saja, kami
belum tentu akan bisa mendapatkan rahasia tersembunyi yang menunjukkan
tempat penyimpanan harta karun itu."
Diam-diam Kui Eng terkejut bukan main, akan tetapi juga girang. Kiranya
pemerintah mempunyai siasat seperti itu! Ia harus cepat-cepat
membenitahukan hal itu kepada gurunya. Akan tetapi, gurunya sudah pergi
bersama San-tok dan Hai-tok! Mungkinkah orang-orangnya pemerintah akan
dapat membayangi tiga orang kakek itu" Ia tidak percaya ada orang-orang
mampu membayangi mereka tanpa mereka ketahui. Betapapun juga, berita ini
amat penting. "Nah, begitulah. Jangan kau khawatir, nona. Pemerintah tidak akan tinggal
diam bersandiwara dan mengambil sikap malu, dan adalah menjadi tugas
kewajibanku untuk merampas harta karun itu."
"Aih, kiranya engkau memiliki kedudukan yang amat penting dan tugas
yang amat berat, Lee-ciangkun. Kuharap saja engkau akan berhasil."
Song Kim bangkit berdiri.
"Aku pasti akan berhasil berkat doamu, Liem-siocia! Engkau sungguh baik
sekali mendoakan aku, dan untuk tanda terima kasihku, terimalah setangkai
bunga mawar ini sebagai tanda persahabatan dan terima kasih!"
Lee Song Kim memetik setangkai bunga mawar merah dan memberikannya
kepada Kui Eng! Gadis ini tentu saja merasa marah di dalam hatinya, karena
pemberian setangkai bunga mawar dapat diartikan pernyataan cinta. Akan
tetapi ia malu. "Aihhh, mana aku berani menerimanya, ciangkun?" iapun nampak malumalu.
Pada saat itu, Lian Hong dan Ci Kong sudah kembali dari belakang taman,
dan melihat betapa Lee Song Kim merayu Kui Eng yang duduk kemalu-maluan,
Ci Kong memandang dengan mata melotot. Dia teringat bahwa Song Kim
adalah seorang penjahat cabul yang suka mempermainkan wanita, dan kini
penjahat itu merayu Kui Eng. Ingin dia meloncat dan menerkam pemuda jaihwa-cat itu. Song Kim memetik bunga mawar untuk diberikan kepada Kui Eng,
dan perbuatannya memetik bunga mawar itu mengingatkan Ci Kong akan
kelakuannya sebagai seorang jai-hwa-cat (pemetik bunga atau pemerkosa)!
Melihat betapa Ci Kong memandang dengan mata melotot, Lian Hong lalu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan menyentuh lengannya dan mengedipkan matanya, bermaksud menyabarkan
pemuda itu. Lian Hong merasa betapa hatinya tidak enak. Ada rasa iri di dalam
hatinya. Ia mengira bahwa Ci Kong cemburu dan ini menandakan bahwa Ci
Kong mencinta Kui Eng! Karena tangannya ditarik-tarik dan ketika dia menoleh
dia melihat Lian Hong mengedipkan mata dan tersenyum, Ci Kong teringat lagi
akan peran yang dipegangnya, dan diapun bersikap biasa lagi, akan tetapi dia
batuk-batuk. Mendengar batuk-batuk ini, Kui Eng bangkit berdiri tanpa menerima bunga
mawar itu, dan Song Kim juga memutar tubuhnya sambil tersenyum.
"Ah, apakah Liem-kongcu sudah menikmati bunga-bunga seruni itu?"
tanyanya, sedikitpun tidak merasa malu walaupun dia tahu bahwa sikapnya
terhadap Liem-siocia yang merayu tadi tentu ketahuan oleh pemuda itu dan
pelayannya. "Sudah cukup, Lee-ciangkun. Tamanmu memang indah sekali."
"Liem-kongcu, adikmu tadi telah menyanggupi dan berjanji akan datang
pada pesta yang akan kuadakan besok malam di taman ini!"
Lian Hong memandang kepada Kui Eng dan gadis inipun mengangguk.
"Benar, koko. Lee-ciangkun mengundang kita dan aku sudah menyanggupi.
Tentu pesta itu akan meriah sekali."
Lian Hong pura-pura menarik napas panjang.
"Ah, sebetulnya besok malam aku ingin mengajakmu nonton wayang. Akan


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi karena kau sudah berjanji kepada Lee-ciangkun, baiklah, kita akan
datang besok malam."
Lian Hong lalu berpamit dan menghaturkan terima kasih kepada Song Kim
dan berjanji besok malam akan hadir dalam pesta itu. Song Kim dengan
gembira sekali mengantar mereka sampai ke luar gedung, beberapa kali
matanya yang tajam itu menatap ke wajah Kui Eng, akan tetapi selalu
menunduk dan pura-pura tidak melihat isyarat yang terpancar dari pandang
mata itu. Setelah tiba di rumah penginapan, Ci Kong mengepal tinju.
"Bedebah! Engkau harus berhati-hati terhadap jai-hwa-cat itu, Kui Eng!"
"Huh, memangnya kenapa?" Kui Eng mengejek.
"Apa kaukira aku akan mudah begitu saja jatuh terhadap bujuk rayu seekor
buaya seperti dia" Akan tetapi, dia telah menceritakan sesuatu yang amat
penting bagi kita!" "Aih, benarkah engkau berhasil, enci Eng" Apa yang diceritakannya?"
Kui Eng lalu menceritakan tentang segala yang didengarnya dan Song Kim.
Lian Hong terkejut bukan main mendengar bahwa pemerintah sengaja hendak
membiarkan Empat Racun Dunia menemukan harta karun, baru akan disergap.
"Aih. kalau begitu" aku harus cepat-cepat memberitahukan suhu!"
"Tenanglah, Hong-moi. Tadinya ukupun terkejut dan berpikir seperti
engkau. Akan tetapi, kukira tidak perlu tergesa-gesa. Andaikata benar dia
mengirim mata-mata untuk menyelidiki dan mengamati semua gerak-gerik
guru-guru kita, akan tetapi siapakah yang akan mampu membayangi gurumu,
guruku, dan juga locianpwe Hai-tok" Aku tidak percaya akan ada yang mampu
membayangi dan mengikuti mereka tanpa mereka ketahui. Sebaiknya kalau
kita menanti sampai besok malam. Siapa tahu besok malam kita akan
mendengar hal-hal penting lain lagi."
Ci Kong mengangguk-angguk.
"Kui Eng benar. Memang perjalanan tiga orang locianpwe itu tak mungkin
dapat dibayangi orang tanpa mereka tahu. Agaknya pemerintah belum tahu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan bahwa rahasia itu sudah berada di tangan ketiga locianpwe yang sekarang
sedang mencarinya." "Akan tetapi engkau jangan seperti yang sudah-sudah, memperlihatkan
muka marah terhadap Lee Song Kim!" kata Lian Hong.
"Habis, aku benci sekali melihat tampangnya!" kata Ci Kong sebal.
"Aih, kalau engkau bersikap seperti itu, apa artinya kita bertiga susahsusah melakukan penyamaran?" Kui Eng mencela.
"Kita harus dapat bersikap cerdik dan menahan emosi, Ci Kong. Kaukira
bagianku ini ringan dan mudah" Huh, kau tidak tahu betapa muaknya aku
duduk di dekatnya, dan hidungku penuh dengan bau wangi-wangi itu. Rasanya
ingin muntah saja!" Mendengar ini, Lian Hong tertawa dan Ci Kong juga tertawa.
"Baik, maafkanlah aku, Kui Eng. Biar aku mengaku bahwa dalam
penyamaran ini, engkaulah yang paling berhasil, dan engkaulah yang paling
berjasa." Ci Kong menjura.
"Cih, siapa minta dipuji!" Kui Eng mendengus dengan sikap manja dan
kembali Lian Hong tertawa.
Diam-diam Lian Hong menduga-duga, apakah di antara kedua orang muda
ini terdapat jalinan cinta kasih di luar kesadaran mereka. Ia sendiri merasa
kagum dan suka kepada Ci Kong. Akan tetapi cinta" Ia sendiri tidak tahu,
karena ia tidak mengerti bagaimana sesungguhnya cinta itu.
Malam itu, di taman bunga di belakang gedung Lee Song Kim, sudah dihias
dengan meriah. Lampu-lampu gantung dipasang di pohon-pohon dan di tiangtiang sehingga suasana dalam taman itu cukup terang dan amat indah. Mejameja diatur di antara rumpun-rumpun bunga, dan tamu yang jumlahnya kurang
lebih duapuluh lima orang sudah menuju meja-meja yang diatur dengan nilai
seni yang tinggi di antara bunga-bunga yang harum.
Song Kim memang sengaja menjamu para rekan dan pembantunya sambil
mengumpulkan laporan mereka, dan tentu saja karena diapun ingin
menyenangkan kakak beradik Liem yang baru dikenalnya itu. Ketika Lian Hong,
Kui Eng dan Ci Kong muncul, dia sendiri yang menyambut tamu baru ini dan
mengantar mereka ke sebuah meja yang memang sudah sejak sore tadi dia
persiapkan untuk Kui Eng dan kakaknya. Bahkan untuk Ci Kong disediakan
sebuah bangku yang ditaruh tidak terlalu jauh dari meja itu.
Serombongan pemain musik berikut penyanyi-penyanyinya memeriahkan
suasana dalam pesta kecil itu. Dan keramaian ini, tak dapat dicegah lagi
mengundang kerumunan banyak penonton di luar pagar laman. Mereka adalah
penduduk di sekitarnya yang ingin nonton keramaian, mendengarkan musik
dan nyanyian. Penjaga-penjaga yang berjaga di luar taman mencegah mereka
mendesak terlalu dekat pagar dan mengamati mereka agar jangan ada yang
mengadakan kekacauan mengganggu pesta Lee-ciangkun.
"Aih, Liem-siocia sungguh pantas sekali memakai pakaian merah muda,"
demikian sambutan Song Kim yang pandai merayu ketika dia mengantar kakak
beradik ini ke sebuah meja yang dipersiapkan untuk mereka, agak di pinggir.
Karena para penonton di luar pagar itu berada di tempat gelap, maka wajah
mereka tidak begitu nampak sehingga tidak akan mengganggu para tamu yang
berada di dalam taman. Suasana meriah sekali dengan adanya musik suling dan yang-kim yang
mengikuti suara nyanyian merdu. Suara ini diseling dengan suara ketawa,
suara beradunya cawan arak dan sumpit pada mangkok, dan suara orang
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan bicara. Setelah menyalami para tamunya satu demi satu, bicara sambil
bersendau-gurau dengan mereka, akhirnya Lee Song Kim duduk menemani
Lian Hong dan Kui Eng. "Aih, biarpun hanya kecil-kecilan, lelah juga mempunyai kerja pesta seperti
ini, harus melayani dan menjumpai para tamu. Aku lebih senang duduk disini
bersama ji-wi," katanya sambil menarik napas panjang, agaknya merasa lega
bahwa akhirnya dia dapat duduk di dekat Kui Eng.
"Pestamu ini biarpun kecil tapi meriah sekali, ciangkun. Hidangannya serba
istimewa dan lezat." Kui Eng memuji.
"Hemm, araknya sedap." tambah Lian Hong.
"Ah, terima kasih atas pujian ji-wi. Sebetulnya, dalam kesempatan ini aku
ingin bicara urusan penting sekali dengan Liem-kongcu dan Liem-siocia, akan
tetapi, hemm" sukar sekali mengatakan isi hatiku." Song Kim nampak meragu.
"Ciangkun, di antara kita yang sudah menjadi sahabat baik, kenapa masih
ragu-ragu dan surigkan lagi?"
Kui Eng sengaja memancing dengan sikap berani.
"Kalau ciangkun hendak bicara, katakanlah, kami siap mendengarkan,"
tambah Lian Hong sambil menduga-duga, persoalan penting apakah yang akan
dibicarakan oleh tuan rumah itu.
Song Kim kembali ragu-ragu, akhirnya menarik napas panjang.
"Nanti dulu, biar aku mengajak paman Loa ke sini, dia adalah wakilku
dalam segala hal penting. Harap ji-wi suka tunggu dulu, aku mau menghubungi
paman Loa dan bicara dengan dia. Sebentar aku kembali dan memperkenalkan
dia dengan ji-wi." Berkata demikian, Song Kim bangkit lagi, menjura dan meninggalkan meja
itu, diikuti pandang mata tiga orang muda itu yang melihat betapa Song Kim
berhenti-henti di meja-meja tamu karena ditegur oleh para tamu.
Ci Kong yang sejak ladi merasa tidak enak, kini bangkit dan menghampiri
meja, berkata lirih sekali kepada Kui Eng.
"Hati-hatilah, jangan terlalu ramah kepadanya. Engkau seperti memberi
hati kepadanya, dan aku khawatir, dia akan melakukan hal yang bukan-bukan
terhadap dirimu." Melihat betapa Ci Kong kelihatan cemburu, Kui Eng tertawa dan menutupi
mulutnya dengan gaya genit dibuat-buat. Lalu ia menuding ke arah mangkok
di depannya. "Nah, kaulihat, masakan yang satu ini lezat bukan main. Mau coba?"
Ia lalu mengambilkan potongan-potongan daging dan sayur,
memasukkannya ke dalam sebuah mangkok kosong dan memberikannya
kepada Ci Kong. Pemuda ini mendongkol sekali, akan tetapi karena tiba-tiba
dia melihat betapa ada mata dari balik pagar, mata para penonton di luar
mengamati mereka, diapun terpaksa menerima mangkok itu, duduk kembali ke
atas bangkunya dan melanjutkan makan. Di depannya terdapat meja kecil
biarpun hanya makan sendirian, diapun tadi menerima hidangan di atas meja
itu. Memang lezat hidangan yang disuguhkan Kui Eng, berbeda dengan
masakan yang berada di depannya. Kembali dia merasa mendongkol. Agaknya,
hidangan untuknya adalah hidangan kelas dua saja, berbeda dengan hidangan
untuk Kui Eng dan Lian hong yang kelas satu!
Sikap Kui Eng memberi makanan kepada Ci Kong tadi, ternyata memang
diikuti oleh sepasang mata yang menjadi milik seorang gadis yang
bersembunyi di antara para penonton di luar pagar. Sepasang mata yang tajam
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan sekali, mata seorang gadis yang berpakaian serba hitam sehingga tidak begitu
nampak di dalam kegelapan, apalagi di antara banyak penonton. Gadis ini
berpakaian serba hitam dan ringkas, rambutnya awut-awutan sebagian
menutupi mukanya. Agaknya disengaja untuk menyembunyikan mukanya
ketika ia menyusup di antara penonton untuk ikut menonton pesta di taman itu.
Siapakah adanya gadis yang berada di luar pagar taman itu" Ia bukan lain
adalah Tang Ki atau Kiki, puteri Hai-tok Tang Kok Bu!
Seperti telah diceritakan di bagian depan, Kiki datang ke kota raja
membawa kitab-kitab lama dan telah berhasil menyerahkan kitab-kitab itu
kepada Pangeran Ceng, bahkan ia kemudian diangkat saudara oleh Ceng
Hiang, puteri Pangeran Ceng. Setelah mempelajari sebuah kitab pelajaran silat
peninggalan Tat Mo Couw-su yang sudah diterjemahkan oleh Pangeran Ceng,
Kiki lalu pulang ke Pulau Naga untuk membuat laporan kepada ayahnya.
Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika Kiki melihat pulau
itu sudah kosong dan ia bertemu dengan seorang bekas anak buahnya yang
mengabarkan bahwa pulau itu sudah diserbu oleh pasukan pemerintah yang
banyak jumlahnya sehingga terpaksa Hai-tok melarikan diri ke darat.
"Siapa lagi kalau bukan si laknat Song Kim yang melakukan ini!"
Kiki mengepal tinju dan dengan hati penuh kemarahan, ia kembali ke kota
raja dengan niat untuk mencari Song Kim dan membalas dendam! Biarpun
tadinya ia sudah dicegah oleh Ceng Hiang yang mengatakan bahwa seorang
diri saja tak mungkin ia memusuhi Song Kim yang memiliki pasukan besar,
namun kemarahannya membuat gadis ini nekat.
Demikianlah, ia melakukan penyelidikan ke rumah Lee Song Kim pada
malam itu, dan kebetulan sekali pada malam hari itu, Lee Song Kim
mengadakan pesta kecil di taman bunganya. Kiki menyusup di antara para
penonton di luar pagar dan dapat dibayangkan betapa kaget dan herannya
ketika ia mengenal Ci Kong berada pula di antara para tamu, akan tetapi
pemuda itu mengenakan pakaian seperti seorang pelayan, melayani dua orang
tamu, seorang gadis cantik dan seorang pemuda tampan.
Dengan heran, ia melihat pula Song Kim bercakap-cakap dengan gadis dan
pemuda itu, dan Ci Kong hanya memandang dengan sikap seorang pelayan. Ia
menduga bahwa tentu gadis cantik itu merupakan pacar Song Kim, karena
sikap gadis itu demikian memikat dan sikap Song Kim demikian penuh bujuk
rayu. Ketika Song Kim meninggalkan meja itu, dan ia melihat betapa gadis
cantik dan yang pakaiannya jelas merupakan seorang gadis yang amat kaya
Perawan Lembah Wilis 20 Peristiwa Bulu Merak Karya Gu Long Tembang Tantangan 13

Cari Blog Ini