Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Naga Langit 13

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 13


Pada sangkaannya Kwan Kim Ceng akan mundur, tetapi siapa sangka justru Kim Ceng maju dengan beraninya sambil mengembangkan taktik serangan dilawan serangan dalam jurus Hua liong-tiam-cing (melukis naga menulis mata). Kat Thian Ho tiba-tiba beroleh firasat jelek, apalagi pada saat yang nyaris bersamaan kembali Nadine masuk dengan dengan jurus Hui Po Ceng Ciong (Gembreng Terbang Menghantam Lonceng). Posisi Kat Thian Ho tiba-tiba berubah menjadi sangat buruk dan mau tidak mau harus mundur terdesak hebat ke belakang. Kalau berkeras menyerang balik, dia pasti akan didahului oleh Nadine yang gerakannya lebih cepat dari Kwan Kim Ceng. Pada saat berpikir mundur itulah Kim Ceng bergerak dengan tipu sederhana dalam Jurus Thian Ciu Cian Im (Langit Mendung Awan Menggulung). Tepat seperti yang digambarkan serta juga diharapkan oleh Bu San tadi.
Disinilah kecerdikan seorang Kat Thian Ho untuk melihat apa yang perlu dia lakukan. Jika berkeras melawan, maka dia pasti terpukul kalah lawan, satu-satunya cara adalah dengan ginkang istimewanya. Tetapi, masalahnya, pilihan tersebut bakal merugikannya karena bagian jubahnya pasti akan terkena serempetan tenaga serangan lawan. Tapi, itu yang paling aman tanpa terluka, kalau pilihan lain, dia pasti terluka parah meskipun salah satu antara Nadine ataupun Kim Ceng akan ikut pula terluka. Hal paling mungkin ialah Kim Ceng yang terkena duluan serempetan Ilmu Mo In Cap Pwee Cao (Delapan Belas Jurus Pencakar Awan). Tetapi, yang kemudian terjadi tetap saja berada diluar perhitungan teliti Bu San, karena ada hal yang tak sempat dihitung dan diantisiasinya dengan baik. Hal lain itu adalah sebuah senjata khas Kat Thian Ho, yakni sebatang seruling hitam. Dan inilah yang menjadi pilihan terakhir Kat Thian Ho. Tiba-tiba senjata yang belum digunakan, kini entah bagaimana sudah ada dalam genggaman tangannya. "Astaga ?". aku lupa menghitung ini ".." desis Bu San dalam hatinya. Dan mau tidak mau diapun harus bertindak tetapi tanpa dapat dilihat oleh siapapun.
Keadaannya menegangkan, karena sesungguhnya ketiga orang itu sedang berada dalam keadaan yang saling libas. Yang terjadi kemudian diluar perkiraan semua orang, termasuk di luar perkiraan Kat Thian Hong sendiri. Ketika menyerang diapun pada akhirnya memutuskan untuk menggunakan seruling hitamnya yang sudah langsung digunakan mengarah ke mata Nadine. Sementara itu, Nadine sedang dalam posisi menyerang sehingga teramat sulit baginya guna menghindari serangan di bagian matanya itu. Bisa dipastikan serangannya gagal karena akan terluka terlebih dahulu, adalah serangan Kwan Kim Ceng yang akan berhasil, tetapi serangan dengan jurus sederhana itu tidak akan mampu melukai parah Kat Thian Ho sehingga kerugian yang parah justru akan diterima Nadine. Artinya, mereka dapat dikategorikan kalah karena menyerang berdua namun kerugian keduanya jauh lebih parah dari Kat Thian Ho yang menjadi lawan mereka.
Pada saat yang sangat berbahaya itu, terjadi dua hal yang sangat mengejutkan. Tiba-tiba Kwan Kim Ceng merubah serangannya dengan jurus sederhana dalam skenario awal dan kemudian meloncat untuk menghalangi arah serangan seruling lawan yang mengarah ke mata Nadine. Nadine yang melihat tubuh Kim Ceng tiba-tiba menghalangi seruling hitam Kat Thian Ho, dengan sangat cepat menambah tenaga karena ancaman seruling kini mengarah persis ke pundak kanan Kwan Kim Ceng yang rela menerima serangan mengantikan mata Nadine. Bu San cepat menyadari bahaya ketika melihat Kwan Kim Ceng yang terancam bencana besar. Dengan sangat cepat diapun mulai menggerakkan tenaga mengisap yang diarahkan ke seruling hitam Kat Thian Ho sehingga melenceng sedikit dari bagian yang berbahaya di tubuh Kwan Kim Ceng. Begitu seruling itu melenceng, serangan Nadine masuk ke bagian perut Kat Thian Ho yang dengan segera terpukul mundur. Untung baginya, karena sempat terhalangi tubuh Kim Ceng, maka kekuatan serangan Nadine sudah sedikit berkurang, sehingga luka Kat Thian Ho tidaklah terlampau parah.
Demikian juga dengan Kwan Kim Ceng. Ketika menerima seruling hitam lawan dengan pundak membuat dia terluka, tetapi untung hanya sekedar goresan belaka dan tidaklah sama sekali membahayakan. Karena serangan seruling tadi sedikit melenceng oleh tenaga hisapan iweekang istimewa Bu San. Dan serentak, dua tubuh laki-laki muda mundur dari arena dengan sama terluka, meski luka Kwan Kim Ceng lebih menyakitkan secara fisik dan luka Kat Thian Ho lebih membahayakan bagian dalamnya. Karena itu, dengan mendengus, Kat Thian Ho berkata:
"Sungguh hebat iweekang Siauw Lim Sie, hmmmm sesuai perjanjian, silahkan kalian lewat ?"" desisnya dengan sikap amat sedih karena dia memang menderita lebih berat dibandingkan Kwan Kim Ceng. Artinya, dia lebih dirugikan dan dengan demikian harus mengatakan diri kalah.
"Kalian memang hebat, tetapi suatu saat kita akan bertemu kembali ".." sambil berkata demikian, tiba-tiba Kat Thian Ho bergerak dan sekejap kemudian tubuhnya menghilang kembali kearah kita dan bukannya kearah kota Ya In.
"Toako, bagaimana keadaanmu "..?" tiba-tiba Nadine yang teringat dengan tindakan nekat Kwan Kim Ceng yang menerima pukulan seruling hitam bertanya dengan nada suara penuh rasa khawatir. Tetapi, dia segera menemukan ternyata mata Kwan Kim Ceng terpejam sementara Bu San sedang berusaha menolong mengobati pundaknya yang terserempet seruling lawan. Sebetulnya luka itu hanyalah luka luar belaka, tetapi dalam keadaan melawan satu orang mereka berdua harus mengerubutinya baru berhasil cukup membuat Kim Ceng sedih.
Betapapun perasaan Nadine terguncang melihat kenyataan betapa Kwan Kim Ceng tadi melindunginya sedemikian rupa dengan taruhan nyawa. Perasaannya tersentuh. Apalagi melihat keadaan Kwan Kim Ceng yang seperti sedang menahan rasa sakit yang sangat. Sebetulnya bukan rasa sakit fisik akibat menebus matanya tadi, tetapi menahan perasaan sebagai seorang Pendekar yang mengerubuti Kat Thian Ho. Tidak disangka Kwan kim Ceng jika tindakan nekatnya tadi, bukan hanya mempertahankan sebelah mata Nadine, tetapi membuatnya kelak dapat memperoleh Nadine seutuhnya. Cukup lama Nadine terdiam dan terenyuh dengan tindakan pengorbanan Kwan Kim Ceng yang menyentuh hatinya itu. Sampai akhirnya terdengar suara Bu San berkata kepada Kwan Kim Ceng:
"Sudah cukup ".. seruling itu tidaklah beracun ?" gumam Bu San sambil memandang Kwan Kim Ceng, dan dia kemudian berkata lebih jauh:
"Maafkan aku toako, tidak kusangka dia akan menggunakan senjata begitu saja pada saat dia dalam keadaan terjepit. Tanpa seruling itu, dia tadi sudah kalah telak, dengan seruling dia hanya mengurangi telaknya kekalahannya namun tetap saja terluka meski tidaklah terlampau parah, jangan engkau bersusah lagi. Bagaimanapun juga kita sudah mampu dan berhasil mengusirnya pergi tanpa pengorbanan berarti pada kedua belah pihak ".." Bu San berkata sambil meminta maaf kepada Kwan Kim Ceng yang terluka akibat salah hitungnya tadi.
Kwan Kim Ceng justru memandang Bu San dengan penuh rasa terima kasih dan malah dengan pandangan lain, pandangan yang sulit menerima kenyataan betapa Bu San yang tidak mampu bersilat justru merancang kerjasama mujijat dirinya dengan Nadine. Karena itu diapun berkata:
"Accchhhh, Bu San keadaanmu sesungguhnya sulit dipercaya dengan akal sehat. Tapi hasil pertarungan rancanganmu ini sungguh-sungguh sangat menakjubkan ". dia, Kat Thian Ho memang masih berada setingkat diatas kemampuanku, dalam keadaan biasa, dikeroyok berdua dengan Nadine pun belum tentu kami mampu menangkan dirinya secara lebih cepat karena kemampuan ginkangnya ?".."
"Sudahlah toako, yang penting kita sudah berhasil menggebah dia pergi dan kita bisa sekarang melanjutkan perjalanan ?".."
Tengah keduanya bercakap-cakap secara serius, Nyo Bwee dan juga Nadine datang mendekat keduanya. Adalah Nadine yang kemudian berkata dengan suara penuh rasa terima kasih kepada keduanya, terutama kepada Kim Ceng:
"Terima kasih toako, engkau sudah menyelamatkan sebelah mataku ini ?" jika tidak, hiiiiiy, sungguh amat sulit aku membayangkan kedepannya memandang alam semesta ini hanya dengan satu mata belaka"
"Makanya Enci Nadine mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya toako ...." tambah Nyo Bwee dengan mimik lucu
Demikianlah, keesokan harinya sebagaimana dikisahkan sebelumnya keempat anak muda itu tiba di kota Ya In. Tetapi, sepanjang perjalanan menuju kota Ya In, semakin dekat justru mereka menyaksikan banyak kejadian mengerikan meski mereka justru sama sekali tidak lagi mengalami gangguan. Kurang lebih setengah hari sebelum tiba di kota Ya In, mereka menyaksikan banyak sekali korban pembunuhan yang dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang dibunuh dengan pedang, ada yang dengan tangan kosong, ada yang keracunan, ada yang terbunuh dengan senjata rahasia, dan itu mereka temui di banyak tempat. Sebagian dari korban pembunuhan itu dikenali sebagai warga dan anggota Kaypang. Pemandangan dan temuan tersebut membuat mereka menjadi terhambat masuk kota Ya In karena Bu San dan Kim Ceng berkeras untuk menguburkan terlebih dahulu orang-orang malang yang terbunuh itu. Tapi satu saat, Bu San menemukan sebuah benda yang menarik:
"Ini ciri khas Utusan Pencabut Nyawa ". apakah mereka mengganas lagi ?".?" Desis Bu San atau Koay Ji dalam hatinya. Tetapi tidak diungkapkannya keluar sampai tuntas menguburkan banyak mayat yang mereka temukan itu.
Begitupun akhirnya mereka tiba di Kota Ya In dan sebagaimana diceritakan di bagian depan, mereka terpaksa menginap di tengah kota, di sebuah daerah khusus pertokoan milik Nyo Wangwe. Maklum, penginapan dan hotel dalam kota Ya In sudah habis diborong para pendatang yang ingin menyaksikan dan menghadiri undangan dari Hu Pocu. Namun ternyata toko tempat mereka menginap tersebut besarnya bukan main, di lantai 2 terdapat tempat tidur yang cukup banyak, ada 5 buah di luar yang digunakan pengurus toko tersebut. Sementara di belakang terdapat gudang besar memanjang tempat menyimpan barang-barang yang akan dijual pada hari-hari biasanya. Padahal, toko itu memiliki pekerja sebanyak 10 orang yang semuanya tinggal di kompleks toko, tepatnya di belakang. Pengurusnya saja bersama keluarga yang tinggal di lantai 2 toko tersebut, toch masih juga tersisa 5 kamar kosong yang memang disediakan khusus buat pemilik toko dan keluarganya, Nyo Wangwe.
Satu hal yang menarik adalah, semakin lama semakin dekat hati Nadine dan Kwan Kim Ceng. Sebetulnya tiada maksud apa-apa dan hanya tindakan kepahlawanan sebagai "penanggung jawab" rombongan kecil itu yang menjadi motivasi Kwan Kim Ceng, tapi entah mengapa tindakan itu berbuah lain. Nadine justru berhasil ditaklukkan hatinya oleh kepahlawanan Kwan Kim Ceng yang rela menukar dirinya terluka dan terserang untuk menyelamatkan biji mata Nadine. Proses yang wajar dan alami, dan tak disadari keduanya. Proses kedekatan yang semakin hari justru semakin bersemi di tengah bara pergolakan di kota Ya In dan di Benteng Keluarga Hu. Di tengah guyonan dan gurauan Bu San dan Nyo Bwee yang menjadi senang melihat semakin hari semakin dekatnya hubungaan antara Nadine dan Kwan Kim Ceng.
Nyo Bwee sendiri menjadi senang, karena kini dia mulai bisa lebih melirik dan berkonsentrasi kepada Bu San sebagai pilihan hatinya. Tetapi, sialnya, Bu San terlihat terlampau santai dan seperti tidak atau belum menaruh perhatian terhadap hal-hal seperti itu. Mana Nyo Bwee tahu jika Bu San atau Koay Ji sudah terlebih dahulu mulai menaruh simpati kepada seorang Nona yang lain, yaitu Sie Lan In yang entah pergi kemana. Dan justru karena janji bertemu di Benteng Keluarga Hu inilah maka Bu San mati-matian memutuskan menuju Benteng Keluarga Hu. Memang Bu San ramah dan akrab dengannya, tetapi belum terlihat perhatian yang khusus sebagaimana yang disaksikan Nyo Bwee dari Kwan Kim Ceng kepada Nadine. Keadaan ini membuat Nyo Bwee kadang menjadi nelangsa dan susah sendiri.
================= Malam semakin menjelang, sudah 3 hari Koay Ji tinggal di rumah besar toko milik Nyo Wangwe di kota Ya In. Selama dua hari terakhir, keempat anak muda itu lebih banyak bersenang-senang dan mengunjungi Telaga Kun Beng Ouw yang cukup besar dan amat terkenal. Bahkan sejak pagi hingga sore mereka berpesiaran disana dengan bekal yang memadai dan mencukupi dari pengurus toko. Maklum, Nyo Bwee dikenal sebagai cucu kesayangan Nyo Wangwe, jadi bisa dipahami mengapa si pengurus toko terus berusaha untuk berbaik-baik dengan si gadis. Malam mereka sempat berlatih Ilmu Silat dan entah mengapa malam itu Bu San mengajar Nadine dan Kwan Kim Ceng dengan cara lebih lama dan lebih meletihkan. Tetapi, semeletihkan apapun, kelihatannya enak saja dijalani kedua orang muda itu. Apalagi karena Bu San memaksa mereka untuk dapat memainkan ilmu gabungan yang inspirasinya dia peroleh ketika Kim Ceng dan Nadine melawan Kat Thian Ho.
"Kalian akan dapat memainkan kombinasi ilmu itu seorang diri jika kekuatan batin dan kekuatan iweekang kalian mencapai puncaknya ?" setidaknya, kalian membutuhkan waktu 25 tahun untuk dapat memainkannya seorang diri ?"." Berkata Bu San yang diterima dan diaminkan begitu saja oleh Nadine dan Kim Ceng yang terus berlatih dengan berpasangan. Sementara Nyo Bwee sibuk berlatih seorang diri dengan Ilmu baru yang diturunkan Bu San baginya. Ketika akhirnya waktu istirahat tiba, barulah ke empat anak muda itu merasa sangat letih, dan karena itu tidak berapa lama kemudian merekapun terlelap dalam tidur. Tetapi, tidak semua mereka langsung terlelap. Karena menunggu sejam kemudian dalam kamar Bu San yang memang terdapat di bagian samping berhadapan dengan kamar Kim Ceng, terlihat ada gerakan. Siapa lagi jika bukan Bu San atau Koay Ji"
Entah disengaja atau tidak, jarak kamar Bu San dengan Kim Ceng ada jarak yang cukup lebar, karena Kim Ceng di sebelah timur rumah dan ada ruangan luas di tengah rumah, sementara kamar Bu San di sebelah barat. Sementara kamar Nadine dan Nyo Bwee justru berada di sebelah depan berjarak cukup panjang dari kamarnya Bu San dan juga kamarnya Kwan Kim Ceng. Menjelang tengah malam, jendela kamar Bu San terlihat dibuka secara perlahan-lahan, dan muncul sosok kepala orang setengah baya dari dalam kamarnya. Setelah merasa aman dan tidak mungkin dipergoki orang lain, maka melesatlah tubuh orang tua itu dari dalam kamar Bu San. Tidak salah, kini tokoh itu, Thian Liong Koay Hiap munculkan diri di kota Ya In.
Dengan kecepatan tinggi Thian Liong Koay Hiap atau Koay Ji bergerak dengan tujuan yang pasti, Benteng Keluarga Hu. Bukan apa-apa, selama dua hari berada di kota Ya In dia mendengar bahwa Sam Suhengnya yang boleh dikata wali dan orang tua angkat sekaligus berada di Benteng Keluarga Hu. Dan bahwa Kaypang, perkumpulan tempat Sam Suhengnya bergabung baru saja mengalami bencana hebat. Karena bencana itu, Sam Suhengnya kini diangkat sebagai Pangcu Kaypang sementara sambil menunggu Musyawarah Besar Kaum Pengemis beberapa tahun kedepan. Itu sebabnya Koay Ji memperberat porsi latihan Nadine dan Kim Ceng dan mengajar jurus baru bagi Nyo Bwee agar mereka keletihan pada malam harinya.
Menurut berita, Benteng Keluarga Hu berada di tepi sungai atau telaga Kun Beng Ouw namun berada di ketinggian sehingga bisa memandang panorama kota Ya In dari atas ketinggian tersebut. Berpatokan pada petunjuk orang orang itu, maka Koay Ji kemudian memutuskan arah yang akan diambilnya dan dengan harapan akan cepat bertemu dengan Sam Suhengnya itu. Tetapi, belum lagi dia keluar dari kota Ya In, tiba-tiba dia melihat bayangan seorang perempuan yang berkelabat dengan kecepatan yang luar biasa. Koay Ji tertarik, "hmmm ginkangnya bahkan tidak di bawah Khong Yan dan Nona Tio Lian Cu ?" siapa dia gerangan "..?" desis Koay Ji dalam hati dan menjadi amat tertarik untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan orang itu.
Tetapi, alangkah terkejutnya Koay Ji ketika akhirnya mengetahui jika sebenarnya gadis itu ternyata sedang menguntit dua orang yang juga bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. Bahkan salah seorang diantara kedua orang yang dikuntit bergerak sama cepat dan sama lihay ginkangnya dengan si gadis penguntit. "Siapa gerangan mereka dan apa yang ingin mereka lakukan "..?" kembali tanda tanya besar bergelayutan di benak Koay Ji. Tetapi, dengan berhati-hati Koay Ji kemudian membayangi orang orang tersebut yang sama sekali tidak menyadari jika ada yang sedang menguntit dan terus mengawasi kemana mereka pergi. Dalam herannya, Koay Ji melihat jika ternyata orang orang itu menuju ke luar kota tetapi berlawanan arah dengan tujuannya yang ingin mendaki kea rah Benteng Keluarga Hu.
Sebaliknya, orang-orang yang dikuntit si gadis, mengambil arah berlawanan, sedikit menurun dan menyusuri telaga Kun Beng Ouw. Setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih satu jam, mereka kembali masuk ke sebuah hutan yang tidak terlampau lebat. Hanya berjarak sekitar 1 kilo meter dari telaga, mereka kemudian terlihat mulai mendekati sebuah rumah yang sudah agak tua namun terlihat masih cukup baik untuk ditinggali, meski kecil dan tidak muat banyak orang. Kelihatannya seperti rumah atau pondok kecil guna tempat beristirahat namun sudah ditinggal orang dan tidak lagi terpakai serta otomatis tidak terurus dengan baik. Tetapi, belum lagi kedua orang itu mendekati pintu rumah kecil itu, tiba-tiba terdengar suara dari dalam rumah tersebut menyambut kedatangan mereka, tapi bernada teguran dan celaan:
"Jiwi Sute ". accchhhh, betapa teledor kalian membawa orang-orang hingga ke tempat istirahat toa suhengmu ini ?" Ech, malahan ada seorang lagi yang nampaknya sudah lebih lama mengintai rumah istirahatku ini, hahahahaha bakalan ramai jika memang demikian adanya ".. hahahaha"
Betapa terkejutnya si gadis yang ketahuan jejaknya oleh manusia dalam rumah kecil itu. Akan tetapi, diapun heran karena entah siapa lagi manusia satunya yang menurut suara tadi bahkan "sudah lebih lama" mengintai rumah kecil tersebut" Adalah si gadis dan Koay Ji yang bertanya-tanya dalam hati. Tetapi, terdengar suara si pemuda yang sejak tadi di kuntit si gadis:
"Acch, Toa Suheng, engkau terlampau memandang entang siauw sutemu. Padahal sudah demikian lama sutemu ini tahu jika ada orang iseng yang menguntit jalanku, bahkan sudah sejak keluar dari kota Ya In. Jika tidak keliru, dia adalah seorang anak gadis dan masih muda ".?" hehehehe, kelihatannya sku akan bisa memakainya bersenang-senang guna melewati malam yang demikian dingin ini ?"."
"Accccch, Siauw Sute apakah Suhu sudah tahu dengan pekerjaan dan kegemaranmu yang satu itu ".?" tanya suara dari dalam rumah kecil itu, bukan teguran hanya seperti mengingatkan apakah Suhu mereka tahu atau tidak dengan ungkapan "bersenang senang" dengan seorang perempuan.
"Tentu saja toa suheng ". Suhu tahu belaka, jika Suhu tidak tahu sudah tentu tidak akan berani sutemu ini bertindak sembarangan ?"."
"Syukurlah jika memang beliau orang tua mengerti dan sudah tahu alias paham dengan kegemaranmu itu ".. hahaha"
"Tapi, dimana pengintai yang satu lagi itu toa suheng" siapakah gerangan orang yang demikian berani mati mengintai toa suheng" Apakah mereka tidak takut dengan jenis jenis siksaan dan hukuman perguruan kita "..?"
"Hmmmmm, anak muda, buat apa bersusah-susah mengintaiku dari pohon rindang dan besar itu" Apa engkau mengira telinga batinku dapat engkau bohongi dengan sembunyi di balik sebatang pohon seperti itu "..?"
Mendengar bahwa psosisinya sudah ketahuan, akhirnya anak muda yang bersembunyi di pohon besar dan jejaknya sudah konangan meloncat ke pekarangan rumah kecil itu. Pekarangannya cukup luas dan lebar namun sayang karena tak terurus jadi sudah penuh dengan rumput liar. Melihat si anak muda, Koay Ji terkejut setengah mati, karena dia adalah Khong Yan, sahabat masa kecil yang coba dikejarnya beberapa waktu lalu namun tak sempat ditemukannya. "Mau apa Khong Yang berada di tempat ini" Dan siapa gerangan orang-orang yang sedang diintainya itu ..?" demikian beberapa pertanyaan yang menggelayut di benak Koay Ji. Koay Ji sendiri memang masih belum terlacak karena memang bersikap sangat berhati-hati begitu mengetahui anak muda yang dikuntit si gadis adalah tokoh berkepandaian hebat "..
"Waaaaah ternyata bukan sembarang orang ". anak muda, ada hubungan apa engkau dengan Bu Te Hwesio "..?" tanya suara dari dalam rumah kecil itu.
"Accccch, toa suheng, apa maksudmu bahwa dia itu adalah murid Hwesio yang suka mengganggu suhu kita sejak dulu ?"" terdengar suara si pemuda satunya lagi dengan nada suara terkejut.
"Begitulah siauw sute ".. entah dia berani mengakuinya ataukah tidak. Tetapi sebagai murid Bu Te Hwesio dia pasti jantan dan mengakuinya ".."
Sementara itu, gadis menguntit si anak muda pada akhirnya munculkan diri juga begitu melihat salah seorang pengintai yang ketahuan sudah munculkan diri itu. Begitu dia munculkan diri di halaman rumah kecil itu, terdengar kembali suara orang dari dalam rumah kecil dengan nada terkejut:
"Accccch, Hong Lui Seng Shia (malaikat Sesat dari Hong Lui Bun) Yu Lian, tokoh muda Hong Lui Bun, hahahahahahha, Nona muda, terhadap para suhengmu engkau boleh memberontak dan berlaku sangat tidak hormat, tetapi awas jika engkau sampai berani bertingkah melawanku ?" aku tidak akan segan-segan dan hukumanmu akan sangat menyeramkan jika kusebutkan "."
"Hmmm, rupanya kalian orang-orang sesat yang sudah menyeret perguruanku Hong Lui Bun ke lobang pencomberan. Kemana para suhengku yang mengkhianati kebijakan perguruan Hong Lui Bun kami ".?"
"Lancang ?". bahkan Bun Cu Hong Lui Bun sendiri sudah bergabung dengan kami dan mengirimkan kedua suhengmu itu. Siapa engkau di Hong Lui Bun Nona muda" Apakah engkau lebih berkuasa dibandingkan toa suhengmu yang sekarang menjadi Buncu dari perguruanmu ".?"
"Benar, meskipun toa suheng, jika melanggar aturan dan larangan perguruan, sudah pasti akan kulawan. Suhu sudah mengijinkanku melakukannya ".." jawab gadis muda itu yang ternyata adalah salah satu tokoh perguruan rahasia Hong Lui Bun. Tokoh muda ini jarang dan nyaris tidak pernah muncul di Tionggoan dan terbatas di kisaran perbatasan dan luar tembok besar. Tetapi, nama besar gadis yang ternyata masih begitu muda ini, sama besar dan sama misteriusnya dengan perguruan asalnya, yaitu perguruan Hong Lui Bun.
"Dan sejujurnya, dewasa ini lohu sudah memperoleh ijin langsung dari toa suhengmu, Buncu Hong Lui Bun untuk membekuk dan mempersembahkanmu kepadanya dengan tuduhan pembangkangan dan pemberontakan "."
"Hihihihi, bahkan toa suheng sendiri belum tentu berani melakukannya, apa lagi engkau yang tak ketahuan jejak dan juntrunganmu itu "..?" balas si gadis tidak kalah sengit dan tidak kalah gertak.
"Hohoho, jika engkau mengenaliku lebih jelas, maka engkau tidak akan sampai berani mengeluarkan kata-kata tekebur seperti itu Nona ?""
"Hmmmmm, bicara dari sana kesini, kalian ini tidak lain dan tidak bukan adalah para gerombolan yang bermimpi menguasai dunia. Hihihihi, ujung-ujungnya perjuangan kalian adalah kegagalan, tidak ada kejahatan yang akan abadi ?""
"Siauw sute engkau tangkap gadis itu, Ji sute anak muda itu bagianmu ?"."
"Hehehehe, toa suheng, engkau tahu dan mengerti seleraku. Gadis ini demikian cantik dan menggairahkan ?" pasti akan memberiku semangat berlipat untuk mengerjakan banyak kerja besar ke depan ?"." sambil berkata demikian, orang yang dipanggil "Siauw Sute" itu sudah bergerak cepat dan langsung mencecar si gadis muda. Koay Ji kaget, karena kecepatan dan kehebatan pukulan lawan ?" tetapi, jelas dia terlampau meremehkan kepandaian si gadis dari Hong Lui Bun itu "
"Siauw Sute, jangan gegabah ?". dia lawan yang berat untukmu ".."
Belum habis suara peringatan dari dalam rumah, benturan sudah terjadi dengan amat hebatnya antara si gadis dengan sang "sute". Peringatan itu meski sangat terlambat tetapi mampu menyelamatkan wajah sang sute yang sebelumnya karena memandang lawannya seorang gadis cantik, jadi menyerang dengan kekuatan seadanya, meski tetap amat cepat. Dan akibatnya:
"Dukkkkkkk ?"."
Dengan amat berani dan santai saja si gadis menangkis serangan pemuda itu dengan mendorongkan lengannya menyambut sergapan lawan. Karena dalam posisi bertahan dan lebih lama menyiapkan pertahanan, maka kekuatan iweekang yang dikumpulkan guna menangkis serangan lawan justru lebih besar. Akibatnya si pemuda penyerang terdorong sampai 5 langkah ke belakang dan sesudahnya baru dia berdiri dengan tegak namun dengan wajah riang dan gembira.
"Toa suheng, ini semakin menggairahkan ?"" berkata kembali si pemuda dan kembali dia menerjang ke depan. Sekali ini, dia sudah mengerahkan kekuatan iweekang khas perguruan mereka, yakni ilmu Mo Hwe Bu Kek khi Kang (Tenaga Dalam Api Iblis). Dan karena itu, dia merasa lebih percaya diri selain tertantang, karena baginya makin hebat ilmu lawan, semakin menantang untuk ditaklukkan. Dan begitu melihat ilmu ini dikembangkan, Koay Ji teringat sesuatu ".. "Bukankah ini Ilmu Mo Hwee Hud yang berapa kali kuhadapi ?" jangan-jangan dia ini adalah murid terakhir Mo Hwee Hud. Hebat jika memang benar begitu"
Dugaan Koay Ji memang benar, inilah bocah yang sama-sama dengan dirinya pada 10 atau 11 tahun silam diculik pihak Pek Lian Pay namun diselamatkan dan diambil murid oleh tokoh-tokoh aneh. Dia sudah menjumpai Kat Thian Ho yang berguru atau diambil murid oleh Bu Eng Ho Khouw Kiat atau si Rase Tanpa Bayangan dan sekarang, dia adalah pendekar muda yang cukup dimalui orang. Meski dia berlaku dan berbuat seenaknya, tetapi anak muda itu masih bukan seorang tokoh sesat karena masih ada "akal sehatnya", demikian simpulan singkat Koay Ji. Anak ketiga, adalah Cie Tong Pek ini, yang konon julukannya selama setahun terakhir ini adalah Lat Ciu Sian Mo (Dewa Tangan Telengas). Dia dahulu dibawa oleh Mo Hwee Hud dan kelihatannya diangkat menjadi muridnya yang terakhir. Tetapi sayangnya, melihat kelakuannya yang tidak genah, sudah mendatangkan rasa tidak suka dalam hati Koay Ji. Bahkan kata-katanya tadi mendatangkan rasa muak dalam hati Koay Ji.
Jika Cie Tong Pek memanggil orang dalam rumah itu sebagai TOA SUHENG, maka berarti orang itu adalah To Seng Cu (Tunggal di Atas Tanah) Tam Peng Khek murid kepala Mo Hwee Hud atau si Api Budha Iblis. Tokoh ini biasanya tidak pernah berjalan sendirian, tetapi selalu bersama-sama dengan istrinya, Tok Sim Siancu (Dewi Berhati Racun) Gi Ci Hoa. Tidak berbeda dengan Mo Hwee Hud, murid kepalanya ini juga sangat sombong dan tidak kurang keji dan jahatnya, setali tiga uang dengan istrinya yang pemarah, suka menyiksa orang dan senang bertindak seenaknya. "Bukankah dia berjanji untuk mencariku ..." Akan menarik jika pada akhirnya justru berjumpa di tempat seperti ini dengan mereka berdua ?" gumam Koay Ji.
Sementara itu, Khong Yan sudah dihadapi oleh orang yang dipanggil Ji Sute oleh Tham Pek Eng. Artinya, Khong Yan sedang diserang oleh Thi Jiau Kim Long (Naga Emas Cakar Besi) Ong Keng Siang, yang dikenal sebagai murid kedua dari Mo Hwee Hud. Sama dengan suhu dan toa suhengnya, tokoh inipun sangat berbahaya, bermuka dua, munafik dan tidak segan-segan membunuh orang yang tak bersalah sekalipun. Menilik kehadiran kedua murid utama Mo Hwee Hud di kota Ya In, kelihatannya mereka akan menghadiri perayaan ulang tahun Hu Pocu atau Hu Sin Kok. Hanya saja, dalam kapasitas apa mereka hadir" Apakah kedua orang kakak beradik seperguruan ini juga nantinya ikut bergabung dengan Utusan Pencabut Nyawa dan Bu Tek Seng Pay" ini pertanyaan penting yang perlu diketahui. Dan Koay Ji memang bermaksud mencari tahu hubungan hubungan seperti itu guna diberitahukan kepada Sam Suhengnya yang konon sudah berada di dalam Benteng Keluarga Hu saat ini.
Sekali pandang saja Koay Ji sudah tidak mengkhawatirkan Khong Yan, karena anak muda itu masih setingkat di atas Ong Keng Siang lawannya. Iweekang dan kemantapan Khong Yan yang masih mudah sangat menonjol, karena itu Koay Ji tidak terlampau khawatir dengan dirinya. Yang justru seru dan berbahaya adalah pertarungan antara Yu Lian, Nona muda yang gagah dari Hong Lui Bun melawan Cie Tong Pek. Kedua tokoh yang masih sama-sama muda namun sama-sama memiliki dan mewarisi ilmu-ilmu yang mujijat dan hebat dari dua aliran perguruan yang sangat berbeda. Aliran Budha Thian Tok yang sudah digubah menjadi ilmu sesat oleh Mo Hwee Hud melawan aliran rahasia dan misterius dari luar tembok perbatasan, yakni Hong Lui Bun. Keduanya datang dari aliran rahasia dan dikenal memiliki ilmu silat yang ampuh, hebat dan mujijat. Dan memang begitulah gambaran pertarungan seru yang sedang disaksikan dan dilihat secara langsung oleh Koay Ji dari tempat persembunyiannya. Bentrokan awal kedua orang itu menunjukkan tingkat kepandaian mereka yang seimbang dan pasti ramai pertarungan keduanya. Entah siapa yang kalah nanti.
Dalam waktu singkat keduanya sudah bergebrak lebih dari 25 jurus. Dan jika dalam bentrokan awal Cie Tong Pek mampu digebah mundur oleh Yu Lian, maka perkelahian selanjutnya menjadi seimbang. Pertarungan keduanya dengan segera menjadi jauh lebih seru, lebih berbahaya dan karena mereka berdua secara bergantian saling menyerang dan saling bertahan.
"Waaaaah, meski ilmunya setingkat dengan Kat Thian Ho, Khong Yan, Tio Lian Cu dan Sie Lan In, tetapi dengan kelicikan dan kecurangannya, anak muda ini benar-benar amat berbahaya. Untungnya Nona itu juga memiliki kemampuan yang hebat dan dapat mengimbangi permainan Cie Tong Pek "." analisa Koay Ji yang kagum juga melihat kehebatan Cie Tong Pek. Murid termuda Mo Hwee Hud itu memang cerdik, variasi serangannya sungguh berbahaya, bahkan sebagian besar telengas dan mengarah ke bagian-bagian tubuh yang sangat berbahaya dan mematikan.
Dan memang benar, bahkan dibandingkan dengan semua suheng Cie Tong Pek yang pernah dilawannya, kemampuan anak muda ini malah masih mengatasi mereka semua. Bahkan jika dibandingkan, masih lebih hebat anak muda itu dengan ji suhengnya yang saat itu sudah mulai didesak oleh Khong Yan. Artinya, bakat dan juga latihan Cie Tong Pek kelihatannya memang masih melebihi para suhengnya itu. Entah jika dibandingkan dengan toa suhengnya yang juga berada di sekitar tempat atau arena perkelahian itu. Tetapi, dalam dugaan Koay Ji, toa suhengnya pasti mengatasi kakak seperguruan lainnya, meski mungkin setingkat atau masih mengatasi Cie Tong Pek sendiri. Tapi dugaan itu tidak dapat dibuktikan oleh Koay Ji saat itu. Kelak atau nanti beberapa saat lagi dia mungkin bakal punya waktu dan kesempatan membuktikan sampai dimana kehebatan murid utama Mo Hwee Hud itu.
Orang-orang dan para pendekar Tionggoan mengenal dua ilmu pusaka dan sangat ampuh dari Hong Lui Bun. Masing-masing Ilmu Hong Lui Ciang dan Ilmu Ceng Hwee Ciang (Ilmu Api Hijau). Tetapi, hari ini Koay Ji menyaksikan lebih lengkap bagaimana ilmu-ilmu mujijat Hong Lui Bun dimainkan dengan sangat indah dan mematikan oleh Yu Lian. Dia bukan hanya menangkis dan memunahkan terjangan berbahaya Cie Tong Pek yang sudah menggunakan kombinasi Ilmu Mo Hwe Bu Kek khi Kang (Tenaga Dalam Api Iblis) dengan Ilmu Lak hap im hwee (enam gabungan api dingin). Bukan takut dan menghindar, justru Yu Lian dengan snagat berani dan penuh perhitungan, memapaknya dengan menggunakan Iweekang mujijat temuan suhunya menjelang ajal, yakni Ilmu Iweekang Bu Kek Hoat Keng (Tenaga atau Hawa Sakti Tanpa Tanding). Selain itu, diapun menggunakan Ilmu Nio Jiu Hun Si Tay Hoat (Ilmu Panca Lengan Pemisah Nyawa), sebuah ilmu tangan kosong untuk menjinakkan jurus-jurus serangan yang mematikan dari Cie Tong Pek.
Pertarungan mereka luar biasa seru karena saling serang dan saling bertahan dengan frekwensi yang sama. Hal yang membuat lama kelamaan senyum dan tawa yang tadi ramai di wajah Cie Tong Pek mulai menghilang perlahan-lahan berganti dengan seri wajah serius. Semua serangannya dapat digagalkan lawan, sebaliknya diapun harus berusaha seperti lawan perempuannya itu untuk bertahan dan balas menyerang. Bukan hanya Cie Tong Pek, bahkan toa suhengnya yang tadi memandang enteng nona ini menjadi bungkam dan tidak lagi berkata-kata apalagi sesumbar. Sesungguhnya, baik Cie Tong Pek dan juga Yu Lian, sudah sedang bertarung pada puncak kehebatan mereka masing-masing. Karena itu, mereka mengeluarkan semua kemampuan dalam menyerang dan bertahan agar tidak terkalahkan oleh lawan. Jika memang sulit untuk memenangkan pertempuran, berusahalah sedapat mungkin untuk juga tidak sampai terkalahkan oleh lawan. Dan untuk maksud itu, keduanya mesti menguras semua perbendaharaan ilmu yang mereka kuasai dan miliki, disertai dengan daya kecerdasan untuk menilik titik lemah musuh.
Setelah sekian lama terdiam, tiba-tiba terdengar kembali suara toa suheng memberi peringatan dan masukan kepada Cie Tong Pek:
"Siauw Sute ".. dia bersilat secara berbeda, iweekangnya bukan lagi murni Hong Lui Bun, kelihatannya kekuatan iweekangnya amat hebat dan ampuh. Engkau coba serang dia dengan menggunakan ilmu Ang Yang Ciang (pukulan api membara) bergantian dengan Mo Hwe Tok (Racun Api lblis) .."
"Baik suheng ?"" jawab Cie Tong Pek singkat dan langsung memainkan kedua ilmu itu berganti-ganti. Sepasang lengannya memancarkan sinar berkilat bagai kilatan api dan sekaligus juga memancarkan hawa panas yang demikian membara. Tetapi, pada saat bersamaan, Yu Lian juga sudah mulai membuka serangan dengan menggunakan hawa panas yang mirip dalam Ilmu Ceng Hwee Ciang (Ilmu Api Hijau). Bukan hanya itu, sekaligus dia juga mengembangkan ginkang warisan suhunya, Ilmu Hui Hong Ti Seng (Pelangi Terbang Memetik Bintang) untuk menambah gesitnya setiap gerakan gerakan baik ketika menyerang maupun saat bertahan.
"Siauw sute, berhati-hatilah, dia mulai menggunakan Ilmu Mujijat dan andalan Hong Lui Bun yang sangat terkenal di dunia persilatan. Itulah yang dikenal orang dengan nama Ilmu Ceng Hwee Ciang ?""
Awas dengan peringatan suhengnya, dengan cepat Cie Tong Pek juga menggerakkan lengannya dan segera memainkan jurus jit seng Goat Lok (Matahari Terbit Bulan Tenggelam). Dengan dorongan iweekang dan pukulan yang saling mencocoki, maka daya sambar api dan panas dari lengannya benar-benar membakar. Tetapi, kelihatan jelas jika Yu Lian juga tidak takut dan menyongsong dengan jurus Lek Peng Ngo Gi (Lima Bukit Hancur Merata). Dia tidak mundur dan bertahan, tetapi menyongsong pukulan dan serangan Cie Tong Pek dengan jurus berat, sederhana namun memiliki efek yang sangat kuat dan membahayakan. Tetapi, Cie Tong Pek sadar bahaya, dia tahu bahaya dan memilih jurus Wong Hong Hui Si (Angin Puyuh Terbangkan Serat) guna menghalau serangan Yu Lian. Dan ketika terjangannya mengalihkan arah pukulan Yu Lian, diapun menerjang kembali dengan jurus Peng Hun Ciu Si (Bagi Rata Adil Makmur). Pukulannya inipun berat dan berbahaya, bahkan sudah mulai tidak memakai aturan dan menyerang tempat-tempat yang tidak pantas di tubuh seorang lawan yang berjenis kelamin perempuan.
"Sungguh keji dan tidak tahu malu ?"" desis Koay Ji dalam hati, dan semakin buruk gambaran Cie Tong Pek di matanya.
Tetapi, meski buruk perangainya, harus diakui semua perbuatan dan serangannya yang
"nyeleneh" dan tidak biasa, tidak patut, membuat Yu Lian terganggu emosinya. Benar benar cerdik sebenarnya apa yang dilakukan Cie Tong Pek untuk menyiasati tarung yang mendebarkan melawan Yu Lian ini. Begitu serangan Yu Lian agak kendor karena "provokasi" serangan yang mengarah ke buah dada, selangkangan dan daerah daerah sensitif di tubuh seorang perempuan, berbalik Cie Tong Pek yang kembali mencecar dan kembali memegang kendali pertempuran. Dengan cekatan dia menyerang dengan rangkaian pukulan berbahaya dengan jurus Lui Tian Ciau Hoo (guntur dan halilintar bersatu-padu). Mudah ditebak, jurus serangannya sekali ini menjadi sangat berbahaya karena mengandalkan kekuatan iweekang dan hawa panas membahana. Sebenarnya bukan ilmunya yang berbahaya, tetapi karena provokasi emosionalnya tadi, meski hanya sepersekian detik telah mengusik kekokohan emosi Yu Lian. Tetapi apapun itu, sudah lebih dari cukup bagi Cie Tong Pek untuk mendesaknya dan mengembalikan posisinya yang sempat runyam karena kehebatan Ilmu Ceng Hwee Ciang.
Dan memang, disitulah letak kehebatan seorang Cieg Tong Pek. Selain dia memiliki bekal ilmu yang memang tinggi, diapun mampu menggunakan akalnya dan juga bisa menghalalkan segala cara untuk memaksakan kemenangan. Kemenangan baginya adalah kemenangan, soal bagaimana cara meraih kemenangan adalah hal lain. Bermain curang dan licik buatnya adalah salah satu strategi, karena dia memang pemuja kemenangaan. Karena itu, ada saja akal bulusnya untuk menyiasati lawan seperti saat menghadapi Yu Lian ini. Sadar bahwa perempuan itu memiliki kemampuan yang setara dengannya dan akan sangat sulit mengalahkannya, maka otak liciknya mulai bermain untuk membantunya mengalahkan lawan hebat ini. Bukan hanya itu, sambil menyerang hebat, tiba-tiba mulutnya berseru dengan suara nyaring:
"Hahahahaha menyerahlah Nona, jika engkau baik-baik, kita justru akan dapat bersama mengarungi lautan kenikmatan ".. Apalagi kulihat tubuhmu benar-benar sangat indah untuk dinikmati ". hehehe"
Bukan main. Yu Lian sampai menggigil dengan strategi Tong Pek untuk merusak daya konsentrasinya dan benar saja, dia kini tersudut karena emosinya hanyut dan terbawa oleh ejekan dan ajakan mesum lawan. Koay Ji bisa melihatnya dan sadar bahwa Nona yang hebat itu bakal celaka jika permainan licik Tong Pek berlangsung terus. Bepikir sejenak tiba-tiba Koay Ji bersuara dengan ilmu menyampaikan suara dari jarak jauh. Membisikkan nasehatnya ke telinga Yu Lian ":
"Nona, pusatkan perhatianmu dan jangan ladeni bicara mesumnya, atau jika tidak, justru dia akan mengalahkanmu dan celakalah dirimu nantinya ".."
Yu Lian tersadar cepat, tetapi posisinya waktu itu sudah cukup berbahaya. Karena serangan demi serangan Cie Tong Pek sudah memerangkap dia dalam posisi yang sulit untuk bisa mengganti jurus serangan atau membalikkan posisi tanpa menempuh atau menyerempet bahaya. Koay Ji sendiripun menyaksikan posisi yang semakin sulit bagi Yu Lian, dan karena si gadis semakin tersudut dengan terpaksa dia masuk ke gelanggang sambil berseru:
"Hmmmmmm pemuda bangor dan tidak tahu malu ?"."
Suaranya terdengar begitu dingin dan menyeramkan karena saat itu Koay Ji sudah menyertakan kekuatan batinnya untuk menegur lawan. Bukan hanya menegur, dia malahan sengaja menggedor semangat lawan dengan bentakan yang berdaya serang mujijat ke semangat dan konsentrasi lawan itu. Dan karena bentakan itu, Cie Tong Pek sedikit kehilangan waktunya karena harus mengembalikan semangat yang digedor oirang. Tapi sebagai tokoh berkepandaian tinggi, itupun sudah cukup memadai dan membuat Yu Lian mampu memanfaatkannya untuk keluar dari lingkaran serangan lawannya yang licik itu. Hal itu membuat baik Tong Pek maupun orang yang tadi berada di dalam rumah kecil menjadi murka bukan main.
Yu Lian yang mampu memanfaatkan waktu sekejap itu sudah berdiri tegak kembali. Sebetulnya dia ingin langsung menyerang Tong Pek untuk membalaskan kemengkalan hatinya karena nyaris terkalahkan akibat kata-kata mesum dari Tong Pek. Tapi langkah kakinya tertahan ketika melihat penolongnya yang berwajah cukup menyeramkan sudah berdiri di arena pertarungannya itu. Semetara Cie Tong Pek begitu melihat siapa tokoh yang membuyarkan kemenangannya sudah langsung menyerang Koay Ji sambil membentak dengan suara geram:
"Kurang ajar, haram jadah ?" engkau lancang membuyarkan mimpi indahku bersama Nona yang manis dan cantik itu ?"."
Serangannya sudah langsung mengarah ke beberapa jalan darah dan bagian tubuh yang berbahaya dan mematikan di tubuh Koay Ji. Tetapi Koay Ji yang juga muak dan marah dengan kelicikan Cie Tong Pek tidak bergerak menyingkir, sebaliknya dia malah menantikan serangan Cie Tong Pek. Dan begitu dekat, tiba-tiba lengannya bergerak cepat menotok dan mendorong Cie Tong Pek yang nekat menyerang tanpa memikirkan pertahanan tubuhnya yang lowong dibanyak tempat.
"Dukkkkk ?".. bresssssss ?"". acchhhh ?".. "
Benturan tak dapat dielakkan. Lengan kanan Koay Ji menangkis serangan berbahaya yang diarahkan ke jalan darah di leher dan berbareng dengan itu, diapun menyentil pangkal lengan Cie Tong Pek dengan totokan ringan. Dan akibatnya Cie Tong Pek menjerit kesakitan karena lengan kirinya kehilangan kekuatan dan lunglai, sementara sakitnya tidak kepalang. Sontak dia mundur sambil meloncat ke belakang. Dan pada saat itulah dari dalam rumah terdengar bentakan:
"Kurang ajar, beraninya kepada orang muda ?"" disusul dengan meloncatnya dua sosok tubuh, satu laki-laki dan satu perempuan dengan kecepatan tinggi serta langsung memasuki arena berdiri di depan Cie Tong Pek. Begitu keduanya berdiri kokoh, sudah langsung Koay Ji berkata dengan suara keren:
"Apa kalian sangka menjadi murid kepala Mo Hwee Hud menakutiku ?" Bukankah sudah lohu pesankan kepada beberapa sutemu bahwa kelak akan datang mencarimu" Nah, malam ini kutepati perkataanku untuk mencarimu. Jangan hanya berani engkau berkoar-koar di luaran akan mencari dan menghukumku, kali ini justru lohu yang sudah datang dan mencarimu ?"". lebih bagus lagi karena engkau justru datang lengkap bersama istrimu yang berhati berbisa dan tidak pernah menghargai orang lain ".."
Hebat kata-kata Koay Ji itu. Sampai-sampai kedua suami-istri yang biasanya sangat disegani dan ditakuti banyak tokoh kang ouw itu tertegun dan berdiri bingung menerima dampratan dari Koay Ji. Mereka tidak menyangka akan menerima dampratan itu dari orang yang sudah mengenal nama besar mereka, bahkan mengenal nama besar Suhu mereka. Itulah hebat. Tetapi, tentu saja hanya sepersekian detik, karena tiba-tiba terdengar suara suami-istri itu yang seakan berebutan untuk memaki dan jika mampu pasti akan berusaha membunuh atau bahkan menelan Koay Ji yang mendamprat dan membuat mereka jatuh merek.
"Bangsat ".. engkau ?"" jerit Tok Sim Siancu (Dewi Berhati Racun) Gi Ci Hoa, tokoh perempuan berusia hampir 60 tahun itu yang tetap terlihat berwajah garang dan sikap memandang enteng musuh itu. Wajahnya sungguh tak sedap dipandang mata, apalagi saat itu dia sedang murka seperti itu. Tapi, kalimatnya belum selesai diucapkan keluar karena suaminya sudah dengan cepat menarik lengannya dan kemudian memotong kata-katanya dengan cepat:
"Hahahahaha, kiranya lohu sedang berhadapan dengan tokoh yang baru muncul dan ingin beroleh nama dengan menunggangi nama besar kami suami-istri. Bukankah Thian Liong Koay Hiap adalah nama merekmu yang baru munculkan diri itu?" berkata To Seng Cu (Tunggal di Atas Tanah) Tam Peng Khek dengan suara keren dan malah jauh dari nada suara murka atau emosi berlebihan itu.
"Hahahahaha, begini baru sikap seorang tokoh besar ?" dan bukannya teriak-teriak seperti anjing gila ingin menggigit orang. Soal nama, tidak perlu Thian Liong Koay Hiap memperoleh dengan merendengi nama busuk kalian berdua, cukup dengan melakukan apa yang pantas dan perlu dilakukan bagi orang banyak ?"." Berkata Koay Ji dengan suara tetap dingin dan membuat Gi Ci Hoa kembali meradang
"Bangsat ".. binatang, kurang ajar benar, memangnya siapa engkau membandingkan dirimu dengan ".." tetapi kembali Tam Peng Khek menahan lengan istrinya itu dan menyabarkannya untuk kemudian berkata:
"Baiklah ?" anggaplah kami saudara seperguruan yang telah menyalahimu. Tetapi, mengapa engkau sampai hati memunahkan kepandaian salah seorang dari suteku Koay Hiap ..?" sekali ini, sama dengan Koay Ji, Tam Peng Khek berusaha menahan emosinya dan bersikap dingin. Dalam sekejap tokoh hebat, murid kepala Mo Hwee Hud itu sudah tahu jika dia sedang berhadapan dengan manusia luar biasa yang tidak boleh dipandang enteng. Dalam wibawa, kepercayaan diri dan keberanian, jelas sekali bahwa Koay Ji sungguh-sungguh merendengi mereka. Bahkan mampu menghadirkan kesan dan tampilan yang menyentak kesombongan suami-istri yang terkenal susah diladeni oleh tokoh-tokoh utama dunia persilatan di Tionggoan itu. Sang suami, murid utama Mo Hwee Hud segera sadar bahwa lawan hebat ada didepannya. Dan untuk itu, dia tidak boleh menghadapinya secara serampangan.
"Tam Peng Khek, sutemu terlampau lancang memasuki Siauw Lim Sie, mengendalikan bekas Ciangbudjin mereka dan berusaha merampas pucuk pimpinan disana. Bahkan sebelumnya, Utusan Pencabut Nyawa berkali-kali mengejarku dan berniat melukai dan bahkan beberapa kali berusaha membunuhku. Begitu melihat dan mengetahui bahwa sutemu ternyata adalah pemimpin Utusan Pencabut Nyawa, maka dengan keras lohu mengingatkannya. Tetapi karena terus saja berusaha membunuhku, maka apa boleh buat, lohu terpaksa menghukumnya ?" untung saja saudara kembarnya tidak kuambil nyawanya karena merampok harta orang. Apakah murid-murid Mo Hwee Hud memang terbiasa merampok seperti itu "..?" luar biasa kata-kata yang berupa teguran dari Koay Ji, bahkan Yu Lian dan juga Khong Yan yang kini sudah berdiri dekat dengan dirinya sampai terhenya dan kaget dengan jawabannya. Apalagi Tam Peng Khek, istrinya dan kedua sutenya. Tetapi, mereka heran, kini istri toa suheng mereka tidak lagi emosi seperti ingin memakan Koay Ji sebagaimana ekspresi emosiolanya tadi ketika baru memasuki arena beberapa menit yang baru lewat.
Keadaan itu membuat Cie Tong Pek dan Ong Keng Siang yang sudah menghentikan pertempuran mereka masing-masing menjadi sepenuhnya sadar bahwa saat itu toa suheng mereka sedang menghadapi lawan yang tidak biasa. Tetapi, makin mereka memandang lawan yang dikenal sebagai Thian Liong Koay Hiap itu, semakin mereka tergetar. Karena, wibawa yang menyambar keluar dari tampilan Koay Ji sedang tinggi-tingginya. Apa pasal" Karena meski bercakap-cakap biasa, tetapi sebenarnya Tam Peng Khek dan Koay Ji sesungguhnya sedang adu kecakapan, adu kekuatan batin. Karena itu, wajar jika orang-orang sekitar mereka merasakan pengaruh hawa mujijat yang memang menjalar mempengaruhi sekitar tempat itu.
"Thian Liong Koay Hiap .... itukah alasannya engkau memutuskan bermusuhan dengan perguruanku ?"" tegur Tam Peng Khek dengan suara penuh wibawa
"Tam Peng Khek, setiap perbuatan khianat yang kutemui, pasti akan berujung pada hukuman atas pelakunya. Tergantung dari berat atau ringannya kesalahan orang yang bersangkutan "." Jawab Koay Ji tenang.
"Hmmmm, setelah engkau demikian kejam memunahkan ilmu banyak Utusan Pencabut Nyawa, kemudian membunuh pula salah seorang suteku, bahkan melukai secara parah suteku yang lainnya ?" bahkan masih pula menyandera adik seperguruanku yang adalah seorang gadis yang masih muda, apakah engkau tidak pernah berpikir bahwa ini akan menjadi persoalan panjang" Engkau katakana kepada sekarang, apakah Lohu sebagai toa suheng mereka tidak berhak untuk memintakan pertanggungjawabanmu sebagai pelaku dari semua itu ?""
"Sudah tentu saudara Tam Peng Khek, lohu sudah menyadarinya jauh-jauh hari. Maka, mengetahui engkau akan memburuku, sudah kutitipkan pesan khusus melalui beberapa orang sutemu itu jika lohu yang akan mencarimu. Jika engkau bisa berkoar-koar akan mencari dan menghukumku, maka aku langsung menitipkan pesan kepada orang dekatmu dan mencarimu, tidak mesti berkoar-koar di luaran ?"."
"Hahahahahahaha, sungguh bersemangat, sungguh bersemangat. Hutangmu terhadap perguruanku sudah teramat mahal, lohu khawatir engkau tidak mampu membayarnya seorang diri ?"." berkata lagi Tam Peng Khek.
"Engkau sengaja membiarkan tindakan-tindakan sesat para sutemu; Engkau memimpin komplotan pencoleng yang menyebut diri mereka Utusan Pencabut Nyawa; Engkau membiarkan mereka merampok orang-orang tak bersalah untuk ambisi besar kalian; Engkau membuat banyak orang kehilangan nyawa untuk tujuan dan ambisimu; maka engkau sesungguhnya memilik hutang kepadaku. Hutang-hutang itu akan terus kutuntut pembayaran dengan segala kerugian dan pembunuhan yang dilakukan komplotan tersebut, komplotan yang engkau pimpin melalui para sutemu ".."
"Hahahahaha, sungguh menarik ".. sungguh menarik. Engkau mampu membalikkan kedudukanmu yang berhutang kepadaku dan justru menjadi aku yang kini berhutang kepadamu. Dengan begitu kini engkau yang menuntutku untuk membayar hutangku. Bukankah ini terasa sungguh aneh dan sulit masuk di akal ".?"
"Ohhhh, tapi berbicara soal hutang, menurut Nyo Wangwe engkau merampas banyak sekali hartanya selama para sutemu merampok hartanya dengan menduduki secara paksa dan menguasai gedungnya. Kemudian para sutemu memimpin dengan paksa perusahaan dan terus-menerus mengeruk keuntungan perusahaan ekspedisinya selama ini. Ada berapa banyak lagi perusahaan lain yang kalian rampok dengan cara yang kurang lebih mirip dan sama" dan bukankah itu dapat dimasukkan dalam rekening hutangmu yang mestinya engkau bayar ".?"
"Thian Liong Koay Hiap, tahukah engkau bahwa semua itu adalah harga yang harus dibayarkan oleh mereka yang menolak bekerjasama dengan kami "..?"
"Bekerja sama ataukah mengancam mereka dan bahkan membuat mereka jadi robot atau dalam genggaman ilmu sihir dan ilmu beracun kalian ".." Accch, benar dugaanku bahwa kalian ini sesungguhnya adalah sampahnya Rimba Persilatan Tionggoan. Dan jika tidak keliru, kalian mestinya sedang menyatroni para pendekar yang akan berjumpa di Benteng Keluarga Hu ".. acccchhhhh, kini semakin mengerti lohu siapa sebenarnya kalian ini. Sungguh hebat, tetapi sekaligus sungguh memalukan ".."
"Syukurlah jika akhirnya engkau paham sobat ".. engkau benar, bahwa ambisi kami memang besar. Sangat besar malahan. Engkau sendiri belum tentu mampu berlalu dari sini dengan selamat, sebab aku harus segera menuntut hutangmu kepada perguruan kami. Dan tentu saja, engkaupun boleh menuntut apa-apa yang engkau anggap hutang kami kepadamu, itupun jika engkau memang berkemampuan untuk menuntut apa-apa yang engkau sebutkan hutang kami kepadamu ".."
"Hmmmmm, lohu sudah sangat paham sejak awal akan seperti ini akhirnya pertemuan kita yang sungguh menarik ini. Tetapi, syukurlah karena lohu beroleh keterangan yang lebih lengkap dan boleh mengenali lebih dekat komplotan sampah persilatan yang sungguh sangat busuk baunya ini. Karena itu, engkau boleh segera memulainya, menuntut bayaran atas hutang perguruanmu langsung kepadaku. Dan kusarankan, adalah lebih baik jika engkau langsung turun berdua dengan istrimu yang tak kalah ganas itu. Tetapi, masih mengherankan diriku, mengapa dalam misi yang penting untuk mengganggu pertemuan para pendekar, masakan hanya kalian berempat ini saja yang munculkan dirinya" Hmmmmm pastilah ada siasat busuk lainnya yang sedang kalian atur. Tapi tidak mengapa, hari ini kalian akan mendapat pelajaran dariku bahwa dunia persilatan Tionggoan tidak seempuk yang kalian duga ?"
"Sombong sekali manusia ini, toa suheng, ijinkan aku untuk memukul mulutnya yang bau busuk dan mendatangkan rasa marah itu "."." Cie Tong Pek tiba-tiba menyela saking marah dan tak kuat menahan emosinya.
"Engkau masih bau pupuk Tong Pek, masih jauh untuk melawanku. Menghamburkan tenaga dalam untuk kesenanganmu maksiatmu membuat dirimu tidak bernilai untuk melawanku. Menahan diri dan emosi saja engkau masih belum mampu, lebih baik jika engkau banyak belajar dari Toa Suhengmu ini"." makian Koay Ji sekaligus pujian kepada Tham Pek Eng, karena sesungguhnya Koay Ji sendiri kagum dengan tampilan yang tenang dan penuh daya kepemimpinan dari lawannya itu.
"Hahahahahaha, tenang-tenangkan dirimu siauw sute (sambil memegang dan menahan lengan Tong Pek yang nyaris meledak dengan ledekan Koay Ji). Thian Liong Koay Hiap, engkau sungguh-sungguh lawan yang sangat menarik. Terima kasih atas pujian dan pengajaranmu buat perguruan kami. Tetapi jangan engkau khawatir, tantanganmu kepada kami suami istri pasti akan kami ladeni dengan segenap hati. Sementara pilihan strategi yang kami terapkan, lebih baik engkau tidak usah memperdulikannya lebih jauh lagi, karena toch sebentar lagi engkau akan bisa bertanya secara langsung kepada Giam Lo Ong di neraka sana"."
"Toa Suheng ?" biarkan aku yang maju lebih dahulu menghajar orang tua tak tahu malu dan suka campur urusan orang lain ini ?"" sekali lagi Cie Tong Pek berusaha untuk majukin dirinya guna bertarung melawan Koay Jie yang tadi sudah menghina dan merendahkannya, tetapi dengan sama sombongnya Koay Ji berkata:
"Hmmmm, sekali lagi anak muda, engkau masih belum berderajat melawanku. Lohu menantang toa suhengmu dan bukan engkau yang gatal perempuan dan berkelakuan tengik. Orang muda yang menjijikkan dan sangat memalukan. Jika tidak meniru sikap Toa Suhengmu, jangan harap engkau akan mampu mencapai tingkat tertinggi dalam Ilmu Silatmu. Hmmmm, sungguh anak muda berbakat tetapi sangat memuakkan dalam tingkah lakunya?"" hebat makian Koay Ji, karena memang dia sangat sebal dengan pemuda yang sangat buruk dalam sikapnya itu.
"Bangsat ?". engkau benar-benar menghinaku ". awas kau "."
"Siauw sute, jangan mengganggu urusanku, biar aku yang menangani ".." tegas suara Tam Peng Khek sekali ini dan karena itu Cie Tong Pek terpaksa harus menahan hawa amarahnya yang sudah sampai di ubun-ubun. Apalagi, karena sikap suhengnya kali ini sungguh luar biasa dan teramat jarang dilihatnya di waktu-waktu sebelumnya. Sangat serius dan justru tenang berwibawa, kelihatannya memandang tinggi pihak lawannya. Namun demikian matanya nyalang berapi memandang ke arah Koay Ji, seakan-akan ingin memangsa dan menelan lawannya itu hidup-hidup. Sangat jelas amarah dan dendam menumpuk melalui pandang matanya itu. Koay Ji sendiri tidak sadar jikalau kata-kata keras dan kasarnya itu membuat Cie Tong Pek akhirnya memusatkan diri dalam melatih diri lebih jauh kelak.
"Begitu memang lebih baik ?"?" Koay Ji berkata dengan suara yang tetap tenang, sementara Tam Peng Khek sudah saling lirik dengan istrinya dan juga kedua sutenya. Kelihatan jelas jika keduanya, suami istri itu sudah amat siap untuk segera menyerang. Melihat keadaan itu, Koay Ji segera berkata kepada Yu Lian dan Khong Yan dengan suara rendah dan melalu penyaluran ilmu menyampaikan suara:
"Nona, jangan terpengaruh emosimu jika sekali lagi menghadapi Pemuda tidak tahu malu dan sombong itu. Sekali engkau memberi dia ketika dan juga kesempatan untuk mendesakmu, maka itu akan sangat berbahaya bagimu. Dia mampu bertarung dengan memanfaatkan kebusukan mulutnya untuk memukul emosi dan ketenanganmu, jaga dan perhatikan baik-baik hal tersebut..?" dan engkau Khong Yan, perhatikan bahwa lawanmu masih memiliki kelicikan lain yang siap dimanfaatkannya setiap saat. Kita punya waktu sampai pagi hari karena mereka sesungguhnya sedang menantikan bala bantuan untuk mulai beraksi, jadi hati-hatilah kalian berdua ?""
Selanjutnya Koay Ji terdiam karena Tam Peng Khek sudah memandang Tok Sim Sianli (Dewi Berhati Racun) Gi Ci Hoa dan berkata kepadanya:
"Istriku, biarkan aku maju terlebih dahulu untuk mencoba kemampuannya. Jika sampai aku memang terdesak, engkau sudah tahu kapan maju membantuku untuk melawan musuh perguruan kita yang sombong ini ".." dan herannya, ini mungkin kelebihan suami istri itu ketika bertemu lawan hebat, seperti juga suaminya, kini Tok SIm Sianli Gi Ci Hoa terlihat sangat tenang dan menurut perkataan suaminya. Padahal, tadinya dia sangat berangasan dan selalu ingin menyerang Koay Ji lebih dahulu.
Tetapi, meski demikian, dia justru yang membuka serangannya mendahului suaminya. Berbeda dengan orang lain, Perempuan yang dipanggil atau berjulukan Dewi Berhati Racun ini membuka serangan suaminya dengan menyerang sambil juga mengibaskan lengannya. Meski tahu bahwa lawan menyerang dengan "jarum rahasia" tetapi Koay Ji diam saja, padahal Khong Yan dan Yu Lian memandangnya dengan raut wajah yang sangat mengkhawatirkan keadaannya. Bahkan Yu Lian tanpa sadar sudah berteriak mengingatkan Koay Ji:
"Awas jarum beracun"
Tetapi, baik Yu Lian maupun Khong Yan berdua tak mampu berbuat apa-apa karena jarum itu melaju terlampau cepat dan sudah tiba dan dengan telak menghantam perut dan dada Koay Ji. Tetapi dengan segera pandangan khawatir mereka berubah menjadi pandangan kagum ketika melihat 5 buat jarum kecil dan halus itu begitu menusuk dan menembus jubah Koay Ji, tiba-tiba terbang kembali keluar dan kemudian jatuh di tanah tanpa mampu melukai Koay Ji sedikitpun. Bukan hanya Khong Yan dan Yu Lian yang terkejut setengah mati, bahkan Tam Peng Khek dan istrinya serta juga Cie Tong Pek memandangnya dengan mata berbinar, antara kagum dan juga dengki. Sementara itu Koay Ji yang mementalkan jarum itu dengan bantuan "pusaka" buatan suhunya sebagai pakaian dalam anti segala macam senjata tajam dan racun, dan juga iweekang mujijat yang dikuasainya sudah berkata dengan suara dingin menusuk:
"Hmmmmmm, tidak kecewa engkau menjadi Nenek Berhati Racun ".. selain curang dan beracun, engkau juga punya kebisaan busuk ini. Sungguh heran ada anak murid tokoh hebat sekelas Mo Hwee Hud tetapi begini pengecut dan tak becus ?"."
"Suamiku, ini saatnya buatmu ?"" hanya itu suara yang dikeluarkan Dewi Berhati Racun sambil menyerahkan Koay Ji kepada suaminya untuk dilawan. Dan pada saat itu, Tam Peng Khek yang lepas dari keterkesimaan melihat betapa mudah dan aneh seorang Koay Ji memunahkan serangan jarum beracun tadi, sudah melepas serangan dengan tangan kosongnya.
"Awas serangan ?"" berbeda dengan istrinya, Tam Peng Khek menyerang dengan memberi isyarat pemberitahuan terlebih dahulu. Padahal, Koay Ji sudah siap sejak beberapa saat yang lalu, terbukti dengan pameran yang membuat banyak orang jadi kaget dan terkesiap melihatnya mematahkan serangan jarum beracun tanpa mengelak dan menghindar. Tetapi menerima dengan badannya, melindungi tubuh dengan tenaga dalam dan menghemoaskan jarum beracun ke tanah. Luar biasa.
Tetapi, serangan yang lebih berbahaya sudah datang. Serangan tangan kosong Tam Peng Khek, murid kepala Mo Hwe Hud, Iblis Api Budha yang kini mencecarnya dengan tenaga dalam yang luar biasa panasnya. Belum lagi pukulan itu tiba, hawa panas yang luar biasa membara sudah menyakiti kulitnya. Tetapi, karena Koay Ji sudah siap, hawa panas membara itu tidak membuatnya kaget dan merasa kepanasan. Maklum, tenaga pelindung badan sudah dikerahkan dan kekuatan iweekang dalam tubuhnya otomatis bekerja ketika dirangsang oleh hawa pukulan lawan.
"Hmmmm, bagus ?"."
Gumaman bernada pujian Koay Ji memang bukannya pura-pura. Karena hawa panas yang menyerangnya didorong oleh kekuatan iweekang yang sungguh kuat dan dia yakin, inilah lawan terhebat yang pernah bertarung dengannya selama ini. Tetapi, meski begitu, dia tidak merasa keteteran karena memiliki kepercayaan diri dan kemampuan yang memadai untuk melawannya. Bahkan dengan beraninya, dia mendorongkan kedua lengannya dan memapak serangan penuh iweekang Tam Peng Khek. Padahal, ini baru awal tarung keduanya:
"Blaaaaaarrrrrrr ?""
Benturan yang luar biasa dan sudah langsung menunjukkan siapa unggul. Tam Peng Khek terdorong selangkah mundur, sementara Koay Ji hanya bergoyang sedikit dan tidak sampai harus melangkah mundur untuk memunahkan daya dorong lawan yang sangat kuat dan panas membara.
"Hmmmmm, pantas jika engkau begini sombong ".." gumam Tam Peng Khek yang sudah kembali langsung menyerang lawan dengan kekuatan pukulan lebih besar dan dengan jurus-jurus pukulan yang berbahaya. Tetapi, Koay Ji dengan tenang bergerak dengan menggunakan Liap In Sut dan menghindar sambil memunahkan serangan serangan lawan dan masih belum balas menyerang.
"Engkau harus mengundang istrimu turun tangan jika memang berniat mengalahkanku sobat, jika tidak engkau akan menyesal ?"."
"Bangsaat?" ini, aku sudah datang menyerangmu" teriak Gi Ci Ho yang akhirnya memutuskan untuk segera masuk melihat suaminya bertarung tanpa mampu mendesak lawan. Bukannya makian curang dan busuk yang membuatnya sangat berang sejak tadi, tetapi perubahan panggilan dan julukan DEWI menjadi NENEK yang membuatnya murka dan sulit untuk tertahan lagi. Tetapi, serangannya kali ini jauh lebih berbahaya karena sekalian pada saat bersamaan Tam Peng Khek yang sadar bahwa istrinya memang sudah harus terlibat, juga sudah ikutan bergerak masuk menyerang dengan kekuatan luar biasa. Tidak tanggung-tanggung, dia menyerang hebat dengan Ilmu Hok Sian Cam Yau (Menaklukkan Dewa Membunuh Siluman). Dibandingkan dengan Cie Tong Pek, kekuatan iweekang toa suhengnya terasa memang lebih kuat, meski variasi serangan masih lebih kaya sang sute. Tetapi, Koay Ji segera merasa, tokoh ini benar-benar lebih hebat dan masih tetap lebih di atas Kakek Siu Pi Cong yang sudah pernah dikenalnya di Kuil Siauw Lim Sie. Bahkan, masih terasa lebih matang jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang dikenalnya, seperti Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Khong Yan yang memang baru tampilkan diri di dunia persilatan. Itulah sebabnya Koay Ji menjadi lebih waspada dan serius menghadapinya.
Koay Ji sendiri pada dasarnya adalah seorang tokoh muda yang memiliki kemauan dan kemampuan belajar yang sangat menakjubkan. Baik dalam daya ingat, kecerdikan dan kecerdasan, dia terhitung berada di atas rata-rata tokoh muda lainnya. Dan semua itu masih ditambah dengan bantuan sebuah Kitab Mujijat yang membantunya memahami dan mengetahui rahasia dasar gerakan silat manusia. Pertempurannya dengan tokoh-tokoh hebat, bahkan termasuk melawan Barisan Lo Han Tin dari Siauw Li Sie, melawan 2 orang sesepuh Siauw Lim Sie dan banyak tokoh-tokoh hebat lain, mematangkannya dan membuatnya maju lebih jauh lagi. Bahkan, secara tidak langsung dia melatih dan mengajar Sie Lan In, Kwan Kim Ceng, Nadine dan juga Nyo Bwee, meski tidak langsung mempraktekkannya. Menyaksikan pertempuran antara anak murid 3 Tokoh Dewa Tionggoan, membuatnya semakin kaya dan semakin maju tanpa dia sendiri menyadarinya. Tanpa dia sendiri merangkainya dalam tata gerak, hanya menyusun tata urutannya di benaknya dan menghasilkan formula-formula baru yang lebih kaya dan lebih kreatif dibandingkan dengan pemilik aslinya.
Karena itu, serangan gabungan Gi Ci Hoa dan Tam Peng Khek tidaklah membuatnya takut dan gemetar, meski dia merasa dorongan kekuatan lawan sungguh hebat serta membahana. Terus menerus mencecar dan mengejarnya serta slaing mengisi, saling melindungi dan juga saling melengkapi. Tetapi, entah mengapa sekali ini Koay Ji tidak menggunakan Ilmu mujijat yang diandalkannya, yakni Thian Liong Pat Pian atau Naga Langit Berubah Delapan Kali. Bukannya bergerak menghindar, dengan cepat Koay Ji menggerakkan kedua tangannya dan menyambut kedua serangan lawan dengan jurus Keng To Liat An (Ombak Dahsyat Retakkan Pantai). Awalnya Tam Peng Khek menduga bahwa Koay Ji akan berkelit ataupun menghindar karena gabungan serangan beracun istrinya dan serangannya dalam jurus jurus Tiem Sak Seng Kim (Menutul Batu Berubah Emas) bukanlah serangan yang biasa saja. Ketika menyerang secara bersama dengan Gi Ci Hoa istrinya, biasanya dia mengerahkan kekuatan besar untuk dapat menyelesaikan pertempuran dalam satu atau dua jurus belaka. Tetapi, betapa kaget dan terkejutnya dia ketika Koay Ji justru menyambutnya dengan jurus pukulan dan bukannya menghindarkan diri. Dan yang kemudian membuat dia menjadi lebih kaget lagi adalah karena daya hisap tenaga iweekang Koay Ji sangatlah hebat dan amat kuat sehingga mempengaruhi pengerahan kekuatannya. Otomatis, dia kesulitan untuk mengerahkan tenaga memukul tanpa menjaga diri untuk tidak terjerumus maju ke depan akibat tenaga hisapan Koay Ji.
"Celaka ?".." bisik Peng Khek gelisah sambil menarik tenaganya dan merubahnya dengan satu serangan lain dengan lengan kirinya dalam jurus Cing Wi Thian Hay (Cing Wi Mengisi Laut). Serangannya ini ditujukan ke pangkal lengan kanan Koay Ji yang menyambut serangan istrinya Gi Ci Hoa, dan benar saja, Koay Ji menarik lengan tersebut dan menyambut pukulan Tam Peng Khek dengan gaya jurus Thian Li Sam Hoa (Dewi Menaburkan Bunga). Tetapi, untuk melawan pukulan Gi Ci Hoa, dia tidak menyambutnya tetapi cukup menggerakkan tubuhnya hingga condong ke belakang dan kemudian seperti terayun mengkuti tangkisan dan serangan balasannya kearah Tam Peng Kek. Hebat, Tam Peng Khek tahu bahwa lawan berkeras adu pukulan dan tidak mengundurkan diri, dan akhirnya diapun tahu dan yakin bahwa kekuatan iweekang lawannya memang sangat mengejutkannya. Antara heran dan kagum Tam Peng Khek akhirnya memutuskan untuk meladeni kemauan Koay Ji dalam adu pukulan tersebut. Keras lawan keras, adu pukulan. "Toch dia menghadapi gabungan kekuatan kami suami istri, mana dia sanggup ".?" pikir Tam Peng Khek.
Adalah karena tidak mau kalah wibawa, Tam Peng Khek menggerakkan lengannya dan memotong gerakan tubuh dan lengan Koay Ji dengan menyerang titik jalan darah di sambungan lengannya dalam sebuah jurus Jan Thian Jiak Tee (Langit Cacad Bumi Kutung). Sementara Gi Ci Hoa menyusul dengan serangan menggunakan jurus Tiang Hong Hui Liong (Angin Deras Terbangkan Naga). Kedua lengannya membantu serangan suaminya dengan mencecar beberapa bagian tubuh Koay Ji. Tetapi, Koay Ji memutuskan untuk menggunakan jurus Tui San Tiam Hay (Mendorong Bukit Membendung Samudra). Dia bukan hanya membendung serangan Tam Peng Khek dan langsung menerjang ke jalan darah di bagian perut lawan, tetapi gerakan itu juga mengandung kekuatan untuk mengisap tenaga serangan lawan sehingga serangan Gi Ci Hoa menyeleweng dan kini bahkan secara tak sengaja mengarahkan pukulannya ke pangkal lengan Tam Peng Khek.
Bukan main kalutnya Giu Ci Hoa dan terkejutnya Tam Peng Khek. Sadarlah keduanya jika lawan memang bukan tokoh biasa, bukan lawan enteng, melainkan lawan hebat yang mampu menggetarkan suami-istri yang belum ketemu tanding selama ini. Dengan cepat dan cermat keduanya menarik tenaga serangan dan kembali menyerang dengan saling mengisi. Tetapi begitupun, keduanya tak mampu mendesak dan membuat Koay Ji melangkah mundur setengah langkah sekalipun, sebaliknya, dengan mudah dia mampu melawan serangan tangan kosong mereka berdua. Bukan hanya itu, dengan kekuatan iweekangnya yang sungguh hebat, dia mampu memunahkan kekuatan ilmu pukulan gabungan keduanya. Dalam waktu singkat, 20 jurus sudah berlalu sementara pertarungan mereka, dua melawan satu itu tidak menghasilkan apa-apa bagi kedua belah pihak. Tetapi, jika wajah dan sinar mata Tam Peng Khek sudah berubah sangat serius, maka Koay Ji masih tetap terlihat tenang dan tetap saja mengikuti pertarungan tanpa merasa takut sedikitpun.
Jika dibicarakan membutuhkan waktu cukup lama, padahal 20 jurus berlangsung hanya dalam hitungan beberapa detik belaka. Dan setelah dua puluh jurus berlalu, Koay Ji sendiri menemukan kenyataan bahwa dia haruslah menguras semua kebisaan dan kemampuannya guna meladeni keroyokan suami-istri yang berbahaya ini. Tadi, ketika melawan Tam Peng Khek seorang, dia masih percaya bahwa kemampuannya masih memadai untuk mengalahkan lawan. Tetapi begitu maju bersanding dengan istrinya, mereka berubah menjadi pasangan yang mampu menghadirkan kerepotan baginya. Tapi dasar cerdik, dia kemudian berkata perlahan:
"Hmmmm, hebat ".. hebat ". kombinasi kalian berdua memang tidak mengecewakan. Tapi, terus terang saja masih belum cukup untuk dapat menagih hutang dipunahkannya kepandaian sutemu itu, karenanya ".. mundurlah dulu" sambil berkata demikian, Koay Ji mengerahkan kekuatannya sampai tujuh bagian atau mungkin lebih dan kemudian mengibas dengan jurus Liok Hoa Pian Leng (Bunga Berguguran di Angkasa). Tambahan kekuatan iweekangnya memang membuatnya mampu untuk mendorong mundur kedua lawan yang memang hebat itu. Tetapi, kedua lawannya memang bukan orang biasa, keduanya terdorong mundur sampai 1 langkah dan Koay Ji sendiri harus mundur sampai setengah langkah dan baru dapat tegak kembali. Hebat, dia tahu kedua suami istri itu memang bukan manusia sembarangan, mereka sungguh mampu merepotkannya. Karena itu, dia memandang kedua musuhnya yang kini sudah tegak kembali dan memang tidak didesak dan diserangnya kembali:
"Tam Peng Khek ?" malam ini lohu memperingatkanmu untuk terakhir kalinya. Lohu masih memandang wajah Mo Hwee Hud, Suhu kalian dan tidak menyusahkan kalian lebih jauh lagi, tapi jika kalian tetap saja bersimaharajalela di daerah Tionggoan, maka pertemuan berikut aku tidak akan berlaku murah hati kepada kalian lagi. Hukumanku yang memunahkan kepandaian sutemu adalah peringatan, dan pertemuan kita kali ini adalah juga peringatanku yang terakhir bagi kalian semua. Termasuk engkau anak muda yang pongah, jika kesombongan dan kesesatan yang engkau tunjukkan kembali kulihat langsung di depan mataku, maka lohu tidak akan segan untuk menghukummu seperti kedua suhengmu?""."
Hebat teguran Koay Ji. Tetapi dilain pihak, Tam Peng Khek sendiri sudah cukup sadar jika lawannya ini memang hebat. "Kelihatannya hanya Suhu yang mampu melawannya dan mengalahkannya".." desisnya dalam hati sekaligus juga ngeri menerka-nerka siapa gerangan lawan yang demikian hebatnya ini. Tetapi, seorang Cie Tong Pek tidak bisa terima dengan peringatan Koay ji, dengan menggeram dia berteriak sambil menyerang dengan sangat hebatnya:
"Bangsat ?". lihat seranganku"."
Luar biasa, sambil membentak dengan kekuatan mujijat dalam Ilmu Siau Mo Kang (Ilmu Iblis Tertawa) yang berperbawa sihir yang kuat dan pekat, diapun menerjang dengan Ilmu Hua Kut Sin Kang (Ilmu Sakti Penghancur Tulang). Melihat kombinasi serangan yang sangat hebat dan berbahaya ini, bukan hanya Koay Ji yang terkejut meski tidak rikuh melawan terjangan lawan yang hebat ini. Karena sebenarnya Koay Ji sudah melihat gelagat bahwa Cie Tong Pek akan menyerang. Bahkanpun Tam Peng Khek juga mendesis dengan kaget dan nyaris tak percaya:
"Acccch, siauw sute, itu ". Itu benarkah itu adalah Ilmu Huat Kut Sinkang (Ilmu Sakti Penghancur Tulang) yang mujijat dan maha hebat itu, bagaimana engkau kini mampu menguasai dan menggunakannya "..?"
Kekagetan Tam Peng Khek hanya dimengerti oleh kalangan perguruan mereka. Karena Ilmu itu sebenarnya memang tidak diturunkan kepada anak murid yang lain, entah kenapa justru tiba-tiba sudah dikuasai dan dipergunakan oleh Cie Tong Pek, padahal dia sebagai murid tertua, justru belum menguasainya.
Sementara itu, Koay Ji yang melihat serangan lawan tidak alpa. Apalagi saat itu, dia sudah dapat menguasai kedua ilmu sinkang yang sangat istimewa dari kalangan Budha di Tionggoan dan Thian Tok, yaitu Toa Pan Yo Hian Kang dan juga Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang. Meski dia belum mampu menyatukannya secara sempurna, tapi kekuatannya saat ini sudah teramat hebat. Karena itu, dia dengan berani dan sengaja menerima pukulan lawan dengan dadanya:
"Bukkkkkkk ?"?" dan hebat akibatnya, Cie Tong Peng terlontar kebelakang akibat kekuatannya dikembalikan oleh lontaran kekuatan Toa Pan Yo Hiankang dan sontak dia terluka hebat karenanya.
"Accccccchhhhhhhhhhh ?"". brakkkkk "." tubuh Cie Tong Pek terlontar sampai berapa meter dan langsung terkulai dengan mulut mengeluarkan darah.
"Hmmmmm, engkau mencari mati rupanya ?""... sekali ini aku masih bermurah hati kepadamu karena engkau masih sangat muda. Masih ada kesempatan berobah. Cukup engkau hanya kulukai, toch karena engkau juga yang lancang menyerang lohu secara menggelap. Tetapi sekali lagi, merupakan peringatan lohu yang terakhir buat kalian semua, lain kali aku tidak akan semurah hati malam ini ".."
"Thian Liong Koay Hiap ".. apakah ini berarti engkau menantang kami seperguruan dan suhu kami Mo Hwee Hud ?""
"Hahahahahaha, engkau mendesak dan mengancamku dengan nama itu" Jika kalian tidak mengakibatkan keributan d Tionggoan, maka kalian tidak akan menjadi lawanku. Tapi, para sutemu menebar keributan di Siauw Lim Sie dan bahkan merampok di Han Im, dan sekarang kalian merencanakan keributan di Benteng Keluarga Hu ?" bahkan mendukung gerakan yang menggemparkan Tionggoan ?" karena itu, jika sekali lagi kujumpai kalian kasak-kusuk bikin ribut di Tionggoan, jangan salahkan jika kepandaian kalian kupunahkan seperti sutemu ?"."
Tam Peng Khek cukup tahu diri. Kini dia sadar, Thian Liong Koay Hiap bukan tokoh yang dengan mudah dan dapat dia taklukkan, bahkan dengan menggunakan nama besar Suhunya sekalipun. Jika mengerubutinya dengan 2 lawan satu, kemenangan masih belum yakin akan didapatnya, meski melawan berdua dengan istrinya membuat mereka mampu menandingi Koay Ji. Jika mereka berempat mengerubuti Koay Ji alias Thian Liong Koay Hiap, dia masih amat yakin akan dapat memenangkan pertarungan itu. Tetapi, celakanya disitu masih ada Yu Lian yang bahkan mampu menandingi siauw sutenya, dan bahkan masih ada lagi Khong Yan yang kelihatannya justru memiliki kemampuan menaklukkan Ji sutenya. Tokoh muda itu dicurigainya memiliki hubungan dengan Bu Te Hwesio, bahkan kemungkinan besar adalah murid dari tokoh dewa Thian Tok yang hijrah mengejar Suhu mereka ke Tionggoan itu. Dan jika itu benar, maka berarti bahaya bagi mereka. Kondisi itu akhirnya membuatnya berpikir lebih realistis, posisinya lebih sulit dan sukar untuk menang melawan ketiga orang di hadapannya. Maka dengan mengeraskan hatinya diapun berkata:
"Hmmm, jika memang demikian, maka lohu akan menyampaikan tantanganmu kepada Suhu dan para sute ?" akan ada waktu kami membuat perhitungan kembali "."
"Hahahahaha, sungguh pintar engkau bersilat lidah. Sudah jelas kukatakan, jika kalian tetap membawa keributan di Tionggoan, maka hukuman kalian sudah jelas. Tetapi, jika engkau artikan itu sebagai tantangan kepada perguruanmu, terserah engkau sajalah, lohu tidak mau ambil pusing ?""
"Baiklah ?" jika memang demikian kami mohon diri ?"."
"Tunggu dulu ?"" urusanku belum diselesaikan ".." tiba-tiba Yu Lian membentak sesaat sebelum Tam Peng Khek berlalu.
"Nona, kedua suhengmu itu sedang mendampingi Bu Tek Seng Ong, tokoh utama Bu Tek Seng Pay. Dimana keberadaan dan jejak Bu Tek Seng Ong, lohu sendiripun tidak tahu dan kurang paham, engkau keliru jika bertanya kepada kami ?".. mohon maaf" sambil berkata demikian Tam Peng Khek kemudian melirik ji sute dan istrinya untuk kemudian berlalu. Sebelumnya, adalah ji sutenya yang bergerak menyambar tubuh Cie Tong Pek dan membawa tubuh siauw sute mereka yang terluka itu.
Tidak lama sepeninggal mereka, Yu Lian segera menghampiri Koay Ji sambil berkata dengan suara penuh hormat:
"Thian Liong Koay Hiap locianpwee, terima kasih atas semua petunjuk dan batuanmu kepada wanpwe " mohon dimaafkan, karena harus mencari jejak kedua suhengku maka terpaksa akupun akan segera meninggalkan tempat ini ?""
"Baiklah Nona ?" sebaiknya engkau berhati-hati menjejaki mereka, karena situasi di kota Ya In dewasa ini sudah sedemikian liarnya. Sebelum memasuki kota Ya In banyak korban pembunuhan yang rata-rata adalah jago silat. Semua pasti akan bermuara ke acara Ulang Tahun Hu Pocu, jadi, sebaiknya engkau berhati-hati Nona "."
"Terima kasih locianpwee ,,,,,,, wanpwe mohon diri ?""
Dan tidak berapa lama kemudian di tempat itu tersisa Khong Yan dan Koay Ji. Pada dasarnya Koay Ji sangat ingin menegur dan bertukar sapa dengan Khong Yan, tetapi dia memutuskan untuk tetap mempertahankan penyamarannya. Meski demikian, dia ingin melakukan sesuatu bagi Khong Yan, sahabat masa kecilnya yang lebih tua 1,2 tahun darinya, tetapi yang kini konon menjadi sutenya. Meski dia masih punya banyak pertanyaan mengenai suhunya yang satu ini. Ya, menurut Suhunya, Bu In Sin Liong, dia masih memiliki Suhu yang lain, yang sudah lebih dahulu mendidiknya sebelum diambil murid oleh Bu In Sin Liong. Tetapi, Suhunya tidak pernah memberitahu nama tokoh yang menjadi Suhunya itu. Dan gambarannya tentang Suhu yang misterius itu, juga masih seperti dahulu, datang dan menemuinya serta melatihnya sebuah ilmu yang belakangan dia tahu adalah Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang. Dan Ilmu itu hanyalah dikuasai satu orang belaka, BU TE HWESIO. Bukan itu sama artinya dengan fakta bahwa orang yang sudah mengajarinya ilmu itu dahulu adalah Hwesio itu, BU TE HWESIO. Dan jika memang demikian, maka itu berarti bahwa dia memang adalah murid dari Hwesio lihay yang sangat misterius itu. Dan jika benar begitu, maka Khong Yan ini adalah sutenya sendiri meski umurnya justru beberapa bulan di atas usianya sendiri, dan masih teman sepermainan di masa kecilnya.
"Wanpwe Khong Yan menjumpai Thian Liong Koay Hiap Locianpwee ".."
"Khong Yan ".. lohu memang sedang mencarimu ?""
"Acccch, ada apa gerangan locianpwee "..?"
"Lohu hanya ingin menyampaikan apa yang menjadi permintaan Suhengmu. Beberapa waktu yang lalu suhengmu membantuku mengobatiku hingga sembuh sepenuhnya, dan untuk membayar hutang, lohu dimintanya mewarisimu, sebagai sutenya sejenis Ilmu. Meskipun ilmu itu sebagiannya sudah engkau kuasai ?"."
"Acccchhhh, Locianpwee, dimanakah Koay Ji Suheng sekarang berada ".?" tanya Khong Yang kaget dan gembira. Hal ini menyenangkan Koay Ji, karena bukan "Ilmu" yang diutamakan Khong Yan, tetapi kabar beritanya.
"Kami berjumpa di Gunung Siong San, tetapi dewasa ini, berada dimana bocah aneh itu, lohupun tidak lagi mengerti ".."
"Accchhhh, sayang sekali jika memang demikian Locianpwe ".. sayang sekali, sudah lebih 10 tahun wanpwe tidak bertemu dengan suhengku itu. Padahal menurut Suhu, kepandaian suheng sekarang sudah maju demikian jauh, bahkan masih berada di atas kemampuanku sendiri dewasa ini ?""
"Sesungguhnya diapun sangat merindukanmu anak muda, dia sangat berterima kasih kepada keluargamu yang berjasa membesarkannya, terutama kepadamu yang tidak pernah menyakitinya, bahkan bersedia bermain bersamanya. Kepandaiannya memang sudah maju demikian jauh, bahkan tidak lagi berada dibawah kemampuanku sendiri dewasa ini. Tetapi, begitupun dia masih memikirkan bagaimana agar kemajuanmu juga meningkat dan tidak membuat Suhu kalian kecewa ?"."
"Accchhh, bahkan bertemu dengannya saja sudah mendatangkan kebahagiaan buatku Locianpwee ". Itu saja sudah cukup. Apalagi karena Suhu memang memerintahkanku buat mencari dan menemuinya ".."
"Bu Te Hwesio maksudmu anak muda "..?"
"Memang. Benar sekali locianpwee, kelihatannya Suheng sendiri sudah cukup banyak menceritakannya kepada locianpwe ?"
"Hmmmm, benar sekali anak muda ".. bahkan Suhengmu menceritakan bagaimana pada masa kecilnya, Bu Te Hwesio membantunya dan melatihnya dengan sejenis Ilmu mujijat agar dia terhindar dari kematian ".."
"Betul sekali locianpwee, meski pada saat itu Suheng sendiri belum mengetahui dan belum menyadari jika itu adalah Suhu".."
"Pantaslah jika Suhengmu menjadi demikian hebatnya, dia memiliki 2 orang Suhu yang demikian hebat dan digdaya ".."
"Benar sekali locianpwee, menurut Suhu dalam waktu tidak lama dia bahkan akan mampu merendengi kehebatan Suhu sendiri ?" bakatnya sungguh istimewa menurut penuturan Suhu ?"
"Baiklah, memang pemuda itu agak istimewa anak muda. Tetapi, karena banyak yang mesti lohu kerjakan, perkenankan sekarang ini lohu mewariskan kepandaian yang dimintanya sebagai imbalan atas pengobatannya ?""
"Acccchhh, maksud locianpwee "..?"
"Anak muda, kami berdua sedikit banyak masih memiliki hubungan perguruan, karena kami menguasai beberapa jenis ilmu yang sama meskipun dari sumber yang berbeda. Menurutnya, engkau sudah menguasai sebagian dari ilmu tersebut ".."
"Haaaaaa, jika memang demikian jangan-jangan Locianpwee masih terhitung kaum tuanya atau suhengnya ?""
"Entahlah anak muda, kami masih belum sempat membahas persoalan itu. Yang jelas, sata ini, perkenankan lohu mengajarkan setengah bagian dari Ilmu Thian Liong Pat Pian itu kepadamu. Dengan sudah memahami bagian setengahnya, maka engkau tidak akan butuh waktu yang panjang untuk memahami sisa bagian setengah untuk bagian penyerangannya".. apa engkau siap anak muda ?""
"Apa ".." Ilmu Thian Liong Pat Pian yang mujijat itu" Benar-benarkah memang masih ada lagi setengah bagiannya yang yang yang justru masih belum kumengerti dan belum kupelajari dari Suheng locianpwee "..?"
"Maka sekarang, sebaiknya engkau duduk berkonsentrasi untuk mendengarkan lohu menjelaskannya kepadamu secara lebih baik ?""
"Baiklah Locianpwee, wanpwe mengerti?""
Begitulah, setelah satu jam lebih berlalu, Koay Ji kemudian bangkit berdiri dan berkata kepada Khong Yan:
"Anak muda, lohu sudah memenuhi janji kepada Koay Ji, sekarang, sebaiknya engkau melatihnya sekali lagi. Dalam perjalananmu kelak, kombinasikan dengan Ilmu-ilmu yang sudah engkau kuasai, niscaya engkau akan bertambah hebat ?""
"Terima kasih locianpwee ?""
"Kita berpisah disini anak muda ".."
Dan setelah berkata demikian, Koay Ji yang sebenarnya ingin mengorek keterangan lebih jauh mengenai Thian Cong San dan Thian Cong Pay, mendadak ingat bahwa dia mesti menemui seseorang di Benteng Keluarga Hu. Dan waktunya sangat terbatas. Meski begitu, dia harus segera menemuinya.
Tetapi, betapa terkejutnya Koay Ji ketika menemukan kenyataan betapa penjagaan dalam Benteng Keluarga Hu demikian ketatnya. Nyaris di setiap sudut Benteng, terlihat penjagaan berkelompok, itupun di luar perondaan yang juga dilakukan secara rutin serta bergantian dilakukan oleh sekelompok orang. "Seperti mau perang saja" desis Koay Ji dalam hati. Tetapi, persoalannya adalah, dia harus bertemu sam suhengnya secara rahasia dan tidak ingin diketahui oleh orang lain. Karena itu, maka dipelajarinya seluruh medan dan mengamati secara detail guna memutuskan kapan saat terbaik untuk memasuki Benteng Keluarga Hu tanpa terlacak siapapun. Cukup lama dia diam dan mengamati setiap sudut, bahkan sempat berputar satu kali untuk melihat dan juga mempelajari tata letak dan bentang Benteng Keluarga Hu tersebut. Sampai akhirnya, diapun memutuskan bahwa pintu masuk paling aman adalah pintu masuk tak terduga untuk dimasuki orang pada malam hari. Dan kesanalah dia memulai. Tidak tepat di pintu masuknya, tetapi dekat-dekat dengan pintu masuk Benteng.
Menunggu sampai perondaan regular lewat dengan cepat Koay Ji melompat mendekati tembok benteng, dan kemudian menunggu sesaat lagi. Sesudah agak aman, diapun mengembangkan Liap In Sut dan melayang ke atas dan bisa tiba di ujung tembok tanpa terlihat siapapun. Untung di tengah malam dia terbantu suasana yang gelap sehingga sulit terlihat dari arah lain kalau ada orang asing yang masuk. Belum lagi, gerakannya memang sangat cepat dan gesit. Dengan cara yang sama dia memasuki benteng dan melompat turun ke bawah, sekali ini dia turun dengan nyaman. Tetapi, dekat tempatnya ada beberapa orang yang berjaga, sehingga dengan terpaksa Koay Ji harus menjaga langkah dan gerak-geriknya.
Tetapi, sayang sekali tempatnya justru akan dilewati 5 orang penjaga yang sedang dalam tugas melakukan perondaan. Dalam waktu beberapa detik lagi, dia pasti akan dipergoki. Tetapi, saat itu juga Koay Ji bertindak, dia berdiri dan kemudian terdengar suaranya yang mujijat bergetar menyambut kelima orang itu. Sebelum mereka sempat menyadari kehadiran Koay Ji, semangat mereka sudah dikuasai terlebih dahulu. Dan suara Koay Ji terdengar menggetar sambil bertanya:
"Dimana tempat istirahat Pangcu Kaypang ?"?"
Serentak langkah mereka berlima tertahan, dan adalah orang yang terdepan kemudian menunju ke sebuah gedung yang cukup besar di sebelah barat Benteng itu. Melihat sasaran sudah ditemukan, Koay Ji kemudian berkata dengan suara penuh wibawa:
"Lanjutkan tugas kalian ?""
Begitu diperintah mereka berlimapun kemudian bergerak dan melanjutkan melakukan perondaan. Kebetulan sekali karena mereka melakukan ronda sampai ke dekat gedung yang ditunjukkan sebagai tempat istirahat Pangcu Kaypang. Dan tak lama kemudian Koay Ji sudah terpisah dari kelima orang itu. Sementara kelima penjaga itu bergerak dan terus bertugas meski mereka sempat bingung karena ada beberapa saat mereka bagai terlelap dan tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Pada saat kesadaran mereka temukan kembali, Koay Ji sudah dalam gedung yang ditunjukkan kepadanya, bahkan sudah berada di dalam. Namun karena hari sudah jauh malam, maka tidak ada orang lagi yang berjaga ataupun berada di ruang tengah gedung yang cukup besar tersebut. Hal ini kembali membuat Koay Ji bingung, kamar mana gerangan yang menjadi tempat beristirahat Sam Suhengnya itu" Setelah berpikir beberapa saat, pada akhirnya diapun menarik nafas panjang dan sesaat kemudian dia meloncat ke atas loteng dan dari sana dia berkonsentrasi dan tiba-tiba:
"Hahahahahahaha, inikah Benteng Keluarga Hu ?".?"
Suara tertawa itu mengalun luar biasa, tetapi yang hebat adalah, suara itu mengalun hanya terdengar oleh orang-orang yang berada dalam gedung itu. Dan sebagaimana dugaannya, hanya dalam waktu beberapa detik belaka pintu-pintu kamar pada terbuka dan meloncatlah para tokoh untuk keluar dari gedung itu. Dia melihat ternyata Tek Ui Sinkay, Sam Suhengnya beristirahat di kamar utama yang terletak di bagian depan. Dengan sangat cepat dan gesit, belum lagi tokoh utama Kaypang itu berlari keluar, Koay Ji segera berbisik:
"Sam Suheng, kutunggu di dalam kamar ?"."
Hebat ". mendengar suara itu, Tek Ui Sinkay bukannya langsung batal meloncat ke luar. Sebaliknya, dia mempercepat langkahnya ke luar dan membiarkan gedung itu dalam keadaan kosong dan memberi waktu bagi Koay Ji untuk memasuki kamarnya. Bisa ditebak, keadaan di luar menjadi ribut dan kacau, tetapi karena mereka tidak dapat menemukan sesuatu yang mencurigakan disana, sebentar saja merekapun kembali masuk kedalam gedung.
Setelah mengatur dan bercakap sebentar dengan beberapa tokoh, termasuk dalamnya Hoat Hek Hwesio, beberapa tokoh Hoa San Pay, Bu Tong Pay, dan tidak ditemukan sesuatu yang mencurigakan, masing-masing akhirnya masuk kamar kembali untuk beristirahat. Begitu Tek Ui Sinkay memasuki kamarnya, dia tidak menjadi kaget karena menemukan sesosok tubuh berada di dalam. Tetapi, bukan menyerangnya melainkan justru berlutut di hadapannya dan memberi hormat, baru kemudian berkata dengan suara yang sangat mengharukan:
"Sam Suheng?" mohon maaf, sutemu Koay Ji datang berkunjung memberi salam dan menghunjuk hormat kepadamu ".."
Sebetulnya Tek Ui Sinkay berdebar-debar menunggu siapa gerangan yang mencarinya dan sama sekali tidak menduga bahwa siauw sutenya, adik seperguruan termudanya ini yang datang mencarinya. Awalnya dia menduga adalah adik seperguruannya yang lain yang datang untuk ikut bergabung dan bukannya adik perguruannya yang terakhir ini. Karena itu, bukan main kagetnya sang Pangcu Kaypang ini begitu diberi tahu bahwa adalah Koay Ji yang datang. Dan sudah jelaslah bahwa "suara tertawa" yang tadi memancing semua orang untuk keluar dari kamarnya, pastilah adalah pekerjaan nakal dari sutenya yang paling kecil ini.
"Acccchhhh, Siauw Sute ?". bangunlah ".. tapi, apa-apaan dengan dandananmu dan juga penampilanmu seperti orang tua ini "..?" kaget juga Tek Ui Sinkay melihat penampilan siauw sutenya itu. Karena setahunya Siauw Sutenya masih sangat muda, paling banyak berusia 19 tahun, sementara tokoh yang berlutut dihadapannya justru seorang manusia berusia pertengahan. Mendengar kata-kata Sam Suhengnya, Koay Ji menjadi sadar dan kemudian membuka samaran topeng kulitnya. Baru berkata:
"Accchhhh, mohon dimaafkan Sam Suheng ".. beberapa waktu terakhir ini memang sutemu sengaja merubah penampilan menjadi seperti ini dan memperkenalkan diri sebagai Thian Liong Koay Hiap "."
"Begitu baru benar ".." ucap Tek Ui Sinkay begitu melihat Koay Ji melepas topeng kulitnya dan melihat wajah Koay Ji yang sudah dewasa. Tetapi, dia terkejut melihat sinar mata siauw sutenya yang demikian bening seperti manusia yang tidak mengerti dan tidak paham iweekang atau tidak berlatih Ilmu Silat. Dia jelas mengerti dengan keadaan sutenya dan diam-diam dia bergumam dalam hati: "benar sekali ramalan Suhu bahwa siauw sute akan mampu mencapai puncak kehebatan diusia yang masih sangat muda, sungguh-sungguh luar biasa". Tetapi, begitu mendengar bahwa ternyata Siauw sutenya adalah orang yang selama ini menjadi Thian Liong Koay Hiap, tak tertahankan diapun berkata lagi dengan suara lirih:
"Occchhhh, jadi engkau yang sudah mendatangi Kuil Siauw Lim Sie dan membuat Sam Susiok pulang ke kuil dan bahkan kemudian mengobati Toa Supek kita ".?"
"Acccccch Suheng " jadi benar dugaan sutemu bahwa sebenarnya Suhu kita berasal dari Kuil Siauw Lim Sie?" justru Koay Ji balik bertanya
"Apakah Suhu tidak menceritakannya kepada sute ".?" tanya Tek Ui SInkay sambil mengernyitkan keningnya tanda tidak mengerti.
"Sam Suheng, Suhu hanya memesankan dengan sangat, dan bahkan juga memintaku berjanji melakukannya sesuai dengan perintah Suhu, yakni agar dalam keadaan yang apapun kita mesti membantu Kuil Siauw Lim Sie ".."
"Hmmmmm, entah mengapa Suhu tidak mengisahkannya kepadamu Sute. Tetapi, garis besarnya Suhu kita adalah Bu In Hwesio, murid dari Sucouw yang seorang Hwesio pertapa di Siauw Lim Sie. Sucouw kita gemar belajar Kitab Budha dan mendalami Ilmu Silat baik teori maupun praktek dan beliau seangkatan dengan Ciangbudjin angkatan sebelum Toa Supek. Sesungguhnya Sucouw sebagaimana juga Suhu kita, pernah dicalonkan menjadi Ciangbudjin Siauw Lim Sie, tetapi entah bagaimana nasib kedua orang tua yang kita hormati itu tidak berjodoh dengan jabatan itu. Sucouw memilih bertapa hingga ajalnya di Siauw Lim Sie dan hanya menerima dua orang murid, yaitu Suhu dan Lam Hay Sinni ?""
"Accchhhhhh ?"." terdengar lenguhan Koay Ji tetapi tidak berkomentar, dia kaget karena ternyata Nona Sie Lan In yang sudah dikenalnya itu, masih memiliki hubungan perguruan dengannya sendiri. Sesuatu yang jelas sangat mengagetkannya, sekaligus menyenangkannya. Pahamlah dia mengapa Sie Lan In juga mampu memainkan Ilmu-ilmu Siauw Lim Sie dan memiliki dasar Ilmu Silat yang sangat mirip dengan dirinya. Berpikir demikian semakin senang hatinya mengenang Sie Lan In, tetapi kenangannya terhenti karena Sam Suhengnya melanjutkan kisahnya:
"Sayangnya, Suhu karena gagal melaksanakan satu tugas perguruan yang tak pernah dikisahkannya kepada murid-muridnya, akhirnya memilih keluar dari Kuil Siauw Lim Sie dan memilih bertapa di Thian Cong San ?" sementara Lam Hay Sinni memilih untuk bertapa di Lautan Selatan ?". Itulah sekedar kisah mengenai Suhu kita yang kelak kemudian menggunakan nama pertapaan Bu In Siansu, tetapi bagi tokoh-tokoh yang mengenalnya dengan baik, dia dikenal dengan nama Bu In Sin Liong ".. dahulunya, nama Budha Suhu kita adalah Bu In Hwesio. Beliau adalah Sute dari Bu Sin Hwesio, tokoh kedua dari angkatan BU dari Siauw Lim Sie ?""
Dan sebelum Koay Ji sempat bertanya dan berkomentar lebih jauh, Tek Ui Sinkay sudah melanjutkan dengan kata-katanya:
"Dan engkau benar Sute ". Suhu pasti akan setuju dengan perbuatanmu di Siauw Lim Sie itu. Tapi, ngomong-ngomong, sebetulnya ada apa gerangan engkau malam-malam begini datang menemuiku dan bahkan telah mengganggu istirahat begitu banyak tokoh yang sedang lelap beristirahat di Benteng Keluarga Hu ini ".?"
"Acch, maafkan perbuatanku tadi Suheng, sesungguhnya tidak dapat kutemukan cara bagaimana untuk menemui suheng karena kurang tahu di kamar mana suheng berada. Adalah tidak mungkin membuka pintu kamar satu persatu, karena itu sutemu berpikir cara seperti tadi itu ?" mohon dimaafkan suheng ?""
"Accch, sudahlah jika memang demikian ". toch engkau sudah dapat menemuiku sute, ada kabar apa sebenarnya dan bagaimana keadaan Insu ".?"
"Insu baik-baik saja suheng ".. mengenai kunjunganku, ada beberapa hal yang perlu kusampaikan kepada suheng. Yang pertama, perkenankan sutemu menyampaikan selamat atas pengangatan suheng menjadi Pangcu Kaypang "."
"Ach, terima kasih Siauw Sute ?""
"Yang kedua, sutemu juga mendengar kabar di Kauw It San tentang banyaknya tokoh Kaypang yang dibantai musuh, karena itu jika memang Sam Suheng membutuhkan, sutemu juga bersedia untuk membantu dan melindungi anak murid Kaypang. Apalagi, karena sepanjang perjalanan memasuki Kota Ya In, sutemu banyak menemukan anak murid Kaypang yang terbunuh dan telah menguburkan mereka bersama dengan Kwan Kim Ceng suheng, murid Bu Khek Susiok dari Siauw Lim Sie. Ada apa gerangan dengan Perkumpulan Kaypang Suheng ?"?"
"Acchhhhh, sudah kuduga Kaypang akan menjadi target perkumpulan Bu Tek Seng Pay itu ?" hmmmm, sungguh menggemaskan" desis Tek Ui Sinkay
"Suheng, adakah sesuatu yang dapat sutemu kerjakan untuk anak murid Kaypang yang menjadi anak buah suheng itu "..?"
"Tentu saja Sute " hmmmm, engkau kedepan boleh dan berhak bertindak atas nama diriku sebagai Pangcu Kaypang untuk membantu, menolong dan bahkan memerintah tokoh Kaypang manapun untuk hal-hal yang tidak bertentangan dengan keadilan dan kebenaran dan juga liangsim kita. Engkau boleh memegang tanda pengenalku ini" ujar Tek Ui Sinkay sambil menyerahkan sebuah Kim Pay (tanda pengenal) kepada Koay Ji yang menyambutnya dengan senang hati.
"Tahukah engkau siapa yang membunuhi anak murid Kaypang selama ini ".?" tanya Tek Ui Sinkay dengan suara serius setelah Koay Ji memegang Kim Pay Pangcu Kaypang tersebut dan menyimpannya.
"Suheng, jika melihat cara membunuh dan mereka yang melakukannya, nampaknya dilakukan oleh sekelompok orang. Dan terus terang tecu mencurigai Utusan Pencabut Nyawa yang justru dipimpin oleh para murid Mo Hwee Hud. Salah seorang pemimpin Utusan Pencabut Nyawa yang adalah murid kelima Mo Hwe Hud sudah kupunahkan kepandaiannya di Siauw Lim Sie, dan bahkan tadi sebelum kemari, baru saja tecu bertemu dan mengusir murid kepala Mo Hwee Hud beserta istri dan 2 orang sutenya yang sedang berkumpul merencanakan hal jahat di Benteng Keluarga Hu ini di luar kota Ya In, dekat telaga Kun Beng Ouw itu ?""
"Ha?" Siauw Sute, sebentar dulu. Apakah benar perkataanmu yang tadi itu" bahwa engkau mengusir dan mengalahkan mereka berempat hingga merat, melarikan diri dari hadapanmu".?" Tek Ui Sinkay bertanya nyaris tidak percaya. Bagaimana bisa adik seperguruannya yang termuda ini bisa demikian sakti dan digdaya padahal setahunya dia sendiri baru bisa menandingi murid kepala Mo Hwee Hud itu setelah berlatih kembali bersama suhunya selama beberapa tahun terakhir. Tetapi, jika harus melawan gabungan dengan istrinya yang juga hebat, dia selaku Pangcu Kaypang meski merasa memiliki kesanggupan tetapi masih masih merasa rada akan sangat repot dan berat. Dia menyadarinya dengan sangat. Tetapi sekarang, sute termudanya justru mampu mengusir mereka berempat" bukankah ini adalah berita yang sungguh luar biasa dan sulit dipercaya". Dia sampai tak mampu lagi berkata-kata dan hanya mampu bertanya singkat seperti itu. Bukan meragukan, karena dia sendiri sudah diyakinkan Suhunya mengenai kemujijatan anak ini dan diminta khusus untuk menjaga dan mengawasi semua tindak tanduknya di luaran.
"Sutemu mampu mengalahkan mereka suami dan istri dalam 20 jurus, dan melukai adik seperguruan termuda mereka yang coba membokongku. Tetapi, disana juga ada murid bungsu Bu Te Hwesio, cucu Chit Suheng bernama Khong Yan dan juga Hong Lui Seng Shia (Malaikat Sesat dari Hong Lui Bun) Yu Lian. Karena itu mereka enggan melakukan pengeroyokan kepada sutemu ini ?""
Mau tidak mau Tek Ui Sinkay harus percaya, karena kalau ada saksinya, berarti adik seperguruannya ini sama sekali tidak berdusta. Mengalahkan suami-istri itu bukanlah perkara mudah di dunia persilatan dewasa ini. Hanya beberapa orang yang sanggup melakukan dan mengalahkan mereka berdua jika mereka maju berpasangan. Tetapi, adik seperguruannya ini malah sudah melakukannya dan mengusir mereka, bahkan mengalahkan secara mudah dalam 20 jurus belaka. "Sampai dimana sebenarnya ilmu kepandaian siauw sute ini" bahkan konon, ketika melawan salah seorang sesepuh Siauw Lim Sie yang masih terhitung Susioknya, adik seperguruan Suhu mereka sekalipun dia tetap tidak dapat terkalahkan ?"." desis Pangcu Kaypang ini dalam hati. Kaget, kagum dan pusing membayangkannya.
"Terus, apalagi yang engkau ketahui selama beberapa bulan terakhir engkau berkelana di dunia persilatan Sute"..?"
"Utusan Pencabut Nyawa kelihatannya memupuk kekayaan dengan merampok para hartawan, dan untung saja salah satu sumber rampokan mereka di kota Han Im sudah sutemu bereskan. Utusan Pencabut Nyawa sudah kubersihkan disana, sementara pemimpin mereka yang merampok harta Nyo Lopeh di Han Im, murid keempat Mo Hwee Hud kulukai hingga tidak bisa bersilat selama setahun mendatang. Tapi, bukan tidak mungkin banyak perampokan seperti ini mereka lakukan. Dan atas perbuatan mereka kepada anak murid Kaypang, sutemu akan mengejar dan menuntut mereka atas perbuatan tersebut "."
"Hmmmm, semakin jelas jika mereka mendukung Bu Tek Seng Pay. Aaaachhh, jika Mo Hwee Hud mendukung mereka, bukankah bencana kedepan ini bakalan sangat berat dan bahkan melebihi badai 30 tahun silam "..?"
"Accch, sam suheng, apa maksudmu ".?"
"Siauw sute, maksudku adalah, dalam waktu dekat bencana berdarah akan terjadi dalam skala yang sangat besar. Dan engkau sudah mengendus bibt-bibit bencana itu dan baru saja melaporkan kepadaku. Tidak salah lagi, Utusan Pencabut Nyawa dan murid Mo Hwee Hud kelihatannya bekerjasama untuk mencaplok dunia persilatan serta berusaha memperkaya diri mereka dan kelak mengatur rimba persilatan ?""
"Suheng, kita harus melawan mereka. Tidak bisa kita biarkan mereka membunuh, merampok terus menerus" ujar Koay Ji dengan suara bergetar.
"Betul sekali siauw sute ". betul sekali. Tetapi sesungguhnya dewasa ini kekuatan mereka semakin besar sementara kekuatan kelompok aliran putih justru masih belum dapat dipersatukan. Itu sebabnya murid kepala Mo Hwee Hud berani mati menyatroni Benteng Keluarga Hu karena mereka merasa sangat percaya diri, dan bahwa kekuatan mereka sangat besar dan luar biasa ".." berkata Tek Ui Sinkay dengan suara geram sekaligus masygul dengan keadaan dunia persilatan.
"Sam Suheng, bagaimana dengan para suheng lainnya" Apakah mereka akan datang dan membantu kita melawan para penjahat ?"" bertanya Koay Ji dengan penuh harap, karena sesungguhnya dia belum pernah mengetahui seperti apa watak dan keadaan suheng-suhengnya yang lain.
"Accchhhhhh, Toa Suheng aneh seperti Suhu dan tidak begitu perduli dengan keadaan dunia persilatan. Ji suhengmu sedang banyak persoalan dengan keluarganya, tetapi mungkin suhengmu yang lain akan muncul kemari karena mereka sudah menerima kabar tentang munculnya Bu Tek Seng Pay dan bahaya serta ancaman yang menyertai kemunculannya. Bahkan Chit Sute sudah mengirimkan kabar akan tiba kemari dalam beberapa hari kedepan ?""
"Acchhhhhh, Chit Suheng Hoan Thian-Ciu (Tangan Membalik Langit) Cu Ying Lun, Thian Cong Pangcu maksudmu Sam Suheng "..?"
"Benar sute ".. memang dia, baru siang tadi seorang murid Kaypang mengabariku soal kesediaan Chit Sute untuk bergabung kemari ?""
"Sungguh baik jika memang demikian adanya?".." desis Koay Ji menjadi senang ketika mendengar bahwa Chit Suhengnya juga akan segera menyusul ke Benteng Keluarga Hu dan bergabung dengan para pendekar.
"Siauw Sute ?".." berkata Tek Ui Sinkay dengan suara lirih
"Ada apa Suheng ?".?"
"Bolehkah suhengmu ini kiranya menanyakan sesuatu yang mungkin tidak berkenan kepadamu ". dan engkau boleh tidak menjawabnya "."
"Accch Sam Suheng " hidup sutemu ini boleh dibilang adalah karena kebaikan dan karena perjuangan suheng seorang. Bahkan, Suhu sudah bertitah kepadaku, bahwa kelak, jika sutemu ini membutuhkan seorang wali, maka hanya ada seorang yang berhak untuk menjadi wali dan wakilku menggantikan Suhu dan orang tua yang sutemu sendiri tidak tahu dimana, jadi baik sebagai keluarga dan maupun sebagai saudara seperguruan. Dan Suhu sudah langsung menujuk Sam Suheng ".. karena itu, bagiku suheng sudah sama dengan keluarga sendiri, melebihi rasa hormatku sebagai seorang Sute ".. karena satu-satunya yang mengerti berasal darimana diriku dan seperti apa diriku pada masa lalu adalah suheng seorang ?"
Kelelawar Hijau 13 Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Hoa San Lun Kiam Karya Chin Yung Badai Awan Angin 8

Cari Blog Ini