Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 27
"Tahapan tadi, juga akan membuatmu mampu untuk melacak dan bahkan menolak kekuatan hitam, kekuatan sihir dan malahan dapat melihatnya sebagai mainan anak kecil belaka. Artinya, melawan sihir sudah bukan sesuatu yang sulit lagi kelak. Harus engkau catat, bukan persoalan sulit membuatmu mengantarkan sukmamu ke tempat manapun, tetapi semakin jauh jaraknya maka akan semakin besar resiko bagimu, karena pemulihannyapun semakin lama. Hal itu terutama karena usiamu dan karena kematangan emosi dan juga pikiranmu. Karena itu janganlah mencoba menghubungi siapapun di tempat yang teramat jauh, karena hanya akan membuatmu letih dan bahkan mengurangi kemampuan iweekang dan tenaga batinmu. Dan ingat, tidak semua orang bermampuan berkomunikasi dengan cara ini, dan yang mampu pun, tidak semua senang diajak bicara dengan cara begini...... nach, sekarang kita memasuki Gua Pertapaan Suhumu....."
Benar saja, dengan sukmanya, Koay Ji kemudian diantarkan untuk memasuki Gua Pertapaan Suhunya. Tidak ada yang berbeda drastis, masih tetap sama seperti ketika dia dulu meninggalkan gua itu, setahun lalu atau mungkin ebih. Tetapi, dia tidak dapat menyentuh sesuatu apapun.
"Raga Suhumu berada di ruang samadhi, tetapi Benda Peninggalan Suhumu akan engkau temukan beberapa hari kedepan di meja ruang samadhi. Ruangan dan juga tempat ini kutinggalkan untukmu, tetapi jika engkau tidak berkenan, engkau boleh mewariskannya kepada Toa Suhengmu. Khususnya 3 ruangan pribadi suhumu ini, tempat-tempat lain masih banyak dan boleh engkau beritahu saudaramu yang lain. Khusus tiga ruangan ini, selain kalian berdua, jangan ada yang datang menempati tempat Suhumu ini lagi..... engkau harus mengingat hal itu Muridku, dan jangan sekali-kali kalian melanggarnya....."
"Baik Suhu, tecu mengingat pesanmu itu......"
"Dan sekarang, mari, sudah saatnya kita kembali ke tempat ragamu berada. Semua hal terakhir yang perlu kuberitahu sudah kusampaikan kepadamu. Untuk kembali ke ragamu, bukanlah masalah yang sulit sebenarnya, karena cukup hanya dengan mengenangkan tempat itu dan biarkan sukmamu melayang menuju tempat tersebut. Mari sekalian engkau mencobanya........."
Dan benar memang, karena tidak berapa lama kemudian, merekapun sudah tiba di tempat dimana Raga Koay Ji berada. Tetapi, mereka masih lanjut bercakap-cakap, dan memang melanjutkan beberapa percakapan antara mereka, Suhu dan Murid. Masih banyak yang mereka percakapkan sampai pada akhirnya, merekapun menutup komunikasi batin yang rada berat itu. Bu In Sinliong berkata kepada Koay Ji dengan nada suara berbeda:
"Muridku, semua sudah cukup. Semua yang perlu guna kusampaikan sudah engkau dengarkan langsung. Terakhir, memasuki kembali ragamu, ini juga bukan persoalan berat. Karena cukup dengan mendekati ragamu dan mengembalikan keinginan keinginan ragawi, dan engkau kembali ke tempatmu sebagaimana biasanya. Tapi, sekali lagi ingat, jangan melakukannya secara sembarangan. Kecuali bercakap untuk hal-hal pendek dan penting, selebihnya hindari. Ingat bagaimana memupuknya, tak perlu melatihnya, tetapi seringlah bersamadhi dan memecahkan masalah secara adil dan untuk kepentingan orang banyak. Orang lain melatih ilmu batin untuk tujuan berbeda, dan mereka berubah menjadi manusia yang berbahaya dengan memiliki ilmu hitam, tetapi engkau memiliki kemurnian hatimu dan memiliki tandingan yang mumpuni atas ilmu hitam itu. Muridku, suatu waktu kelak, ketika engkau menemukan anggota keluargamu, berbuatlah yang wajar dan sejauh ini, Sam Suhengmu sudah kutetapkan menjadi walimu. Dia adalah orang tua bagimu, hormatilah dia selalu, karena diapun menganggapmu lebih dari sutenya, tetapi memperlakukanmu bagai anaknya sendiri. Meski tak memiliki keluarga dekat, tetapi engkau memiliki saudara seperguruan yang mengasihi seperti engkau adalah anak ataupun adik mereka. Ini hal yang mesti engkau syukuri....."
"Baik Suhu, tecu akan mengingat semua pesan dan pelajaran dengan baik. Tecu bersumpah untuk tidak membawa hal yang memalukan bagi perguruan dan bagi Suhu sendiri dan sesama saudara seperguruan......"
"Baiklah, terima kasih muridku. Dan, Siauw Lim Sie adalah akar kita, jangan pernah membiarkan Kuil itu dicemari orang lain. Janganlah sampai dipermalukan pihak lain tanpa kita berbuat apa-apa. Nach soal Siauw Lim Sie masih ingatkah engkau dengan jurus pamungkas Tam Ci Sin Thong, Kim Kong Cie dan Tay Lo Kim Kong Ciang yang pernah suhumu uraikan dahulu....?"
Apakah maksud Insu adalah jurus Liu Thian Jiu (Tangan Langit Mengalir) dari Tam Ci Sin Thong, gerak Can Liong Chiu (Gerak Menabas Naga) dari Tay Lo Kim Kong Ciang dan jurus Hud Kong Boh Ciau (Sinar Budha Memancar Luas) dari Kim Kong Cie yang maha hebat dan dilarang oleh Insu untuk dipergunakan jika tidak terkait dengan urusan Siauw Lim Sie" Jika ketiga jurus itu yang dimaksudkan Insu, maka memang benar, ketiganya selalu tergores dalam ingatan Tecu dan malah menjadi sumber inspirasi yang tidak ada habisnya selama ini....." jawab Koay Ji dengan lancar atas pertanyaan Insunya.
"Dan ingatkah engkau tentang ulasan atas jurus Sam Liong Toh Cu (3 Naga Berebut Mustika) jika seandainya ketiga jurus itu dapat dipadukan dan dijadikan satu maha jurus yang luar biasa....?"
"Tecu mengingatnya dengan jelas Insu....."
"Nach, jika engkau merangkai ketiga jurus tadi dan kemudian mampu memainkannya menjadi satu, bahkan juga menyelipkan juga jurus Sam Liong Toh Cu, maka engkau sudah amat hebat. Suhumu tidak akan menjelaskan dan mengajarimu, tetapi engkau mesti mempelajarinya dan meyakinkannya. Meski demikian, engkau belum akan dapat disebut hebat, karena sesungguhnya ada yang perlu engkau lakukan sambil mengukur kepandaianmu. Jurus keempat atau Sam Liong Toh Cu merupakan jurus paduan ketiga jurus sebelumnya, tetapi jika engkau mampu merangkai jurus baru, jurus kelima dengan memanfaatkan keistimewaan ketiga jurus awal, serta ditambah dengan kombinasi iweekang pendorong yang berbeda-beda maka engkau lebih hebat lagi. Sesungguhnya, jurus itu jika engkau temukan, akan memiliki khasiat berbeda-beda sesuai dengan iweekang pendorongnya, akan berbeda jika engkau menggunakan Pouw Tee Pwe Yap Hian Kang dengan menggunakan Toa Pan Yo Hian Kang, juga berbeda jika menggunakan ilmu gabungan. Dengan iweekang Lam Hay Sinni Subomu, juga pasti berbeda khasiatnya. Hanya, iweekang kita, berkhasiat penuh dalam hal "pengobatan" dan "penyembuhan", entah jika iweekang yang lain yang mendorongnya....." sampai disini penjelasan Bu In Sin Liong terputus, jedah hingga beberapa saat baru kemudian dia melanjutkan lagi,
"Muridku, tetapi Suhumu akan lebih bangga lagi, dan engkau menjadi lebih hebat lagi jika berhasil menemukan jurus penangkal atau jurus anti atas kombinasi ketiga jurus atau empat jurus tersebut dengan variasi ilmu iweekang pendukungnya. Artinya, engkau temukan jurus atau ilmu anti atas ciptaanmu sendiri itu, karena dengan ide dan perspektif Pat Bin Lin Long yang engkau pelajari, engkau mestinya mampu. Hal ini, sedang ada orang yang melakukan, maka perlu engkau camkan, dua hal setelah menemukan jurus kelima adalah, cari penangkal jurus kelima dengan khasanah ilmu lain yang engkau miliki. Dan terakhir, jurus atau ilmu yang engkau ciptakan guna melawan ilmu atau jurus yang juga pernah suhumu ciptakan, haruslah engkau juga temukan penawarnya. Dan terakhir, muridku, temukan jurus itu dalam khasannah ilmu-ilmu Suhumu ini, itulah penghormatanmu atas semua ilmu Siauw Lim Sie dan Ilmu yang engkau terima dari Suhumu. Jika engkau mampu menciptakan 3 jurus tersebut, maka barulah engkau bisa disebut berhasil dengan semua potensi dan temuanmu yang serba mujijat itu. Bahkan boleh dibilang, dengan cara itu engkau akan dapat sedikit atau mungkin banyak, menyelamatkan dunia persilatan dari badai dan prahara yang bakalan timbul kelak...."
"Ach Insu, apakah......"
"Engkau pikirkanlah itu kelak muridku, karena sesungguhnya engkau bisa, terutama karena engkau bebas serta memiliki banyak pengetahuan tata gerak dan ilmu silat yang lain. Dan itu semua bermanfaat amat besar bagi dirimu dan kelak juga bagi banyak orang dan rimba persilatan Tionggoan. Tugas Suhumu ini, adalah membuka pandanganmu seluasnya guna menciptakan yang baru melalui semua potensi dan kemampuanmu yang memang menjadi bakatmu....."
"Baik Insu, tecu akan mengingatnya dan mengusahakannya....." Koay Ji menjawab meski masih butuh mencerna banyak ucapan dan pesan Suhunya itu.
"Ingatlah, setelah percakapan ini, maka Suhumu akan melakukan perjalanan ke Siong San dan berada disana sampai ajal menjemput. Umur Suhumu tidak akan sampai pada kedatangan TIGA MAHA BESAR, jadi tidak perlu beritahu ini kepada siapapun mengenai kepergian SUHUMU. Bahkan termasuk juga semua saudara seperguruanmu. Biarlah mereka tahu dan menganggap bahwa Suhumu sudah tutup mata........... nach, ingat dan coba lakukan apa yang kupesankan khusus untuk jurus pamungkas masing-masing Ilmu Pusaka Siauw Lim Sie, karena disana banyak yang rahasia dan tersembunyi, namun perlu engkau lakukan. SELAMAT TINGGAL"
Koay Ji tidak sempat lagi berkata apa-apa karena tiba-tiba bayangan tubuh Suhunya menghilang begitu saja bagaikan asap. Dan setelah Suhunya menarik diri dari komunikasi khusus dengannya, Koay Ji pada akhirnya mencoba kembali masuk keraganya dengan mengenangkan rasa letih dan lelah. Dan benar saja, sebentar kemudian dia sudah berada di raganya sendiri dan merasakan keletihan yang jauh berbeda dengan biasanya. Menurut suhunya, adalah lebih baik buatnya untuk beristirahat terlebih dahulu, karena memang benar dia merasakan keletihan yang amat sangat. Maka sebentar saja, diapun tenggelam dalam tidur, lupa diri dan tidak tahu apa yang terjadi selama tidurnya.
Dia tidak tahu, bahwa sejak sore hari Kang Siauw Hong kalang kabut mencarinya, bahkan dia juga memasuki Barisan Pembingung Sukma dan mencarinya kesana kemari tetapi tetap saja tidak menemukan siapapun. Kang Siauw Hong sudah memeriksa semua sudut Barisan, tetapi tetap saja tidak menemukan siapapun juga, tidak menemukan Koay Ji. Bertanya kepada semua orang, tak satupun yang pernah melihat Koay Ji, termasuk semua kakak seperguruannya. Bahkan ketika semua kakak seperguruannya ikut mencari, mereka tidak menemukan apa-apa dan tidak menemukan siapa-siapa. Karena itu, merekapun membiarkannya, tetapi Kang Siauw Hong tetap penasaran dan terus mencari. Dia memiliki keyakinan bahwa Koay Ji berada dan bersembunyi dalam Barisan, tetapi dia merasa heran karena merasa sudah mendatangi semua sisi Barisan tapi tak menemukannya.
Kang Siauw Hong masih sibuk terus mencari hingga keesokan harinya, tetapi saat itu muncul dua orang baru dan bertemu dengannya. Keduanya adalah murid Jit Yang Sin Sian Pek Ciu Ping, yakni Bun Siok Han dan Bun Kwa Siang, kedua pemuda gagah perkasa yang memasuki Thian Cong Pay setelah melaksanakan tugas dari Suhu mereka. Seperti biasa, adalah Bun Kwa Siang yang selalu dengar-dengaran dengan toakonya, Bun Siok han. Dan saat mereka bertemu dengan Kang Siauw Hong adalah ketika mereka berjalan memasuki Lembah menuju Rumah Utama Thian Cong pay. Sang Gadis manis pada saat yang sama sedang mengkal hatinya karena belum juga menemukan dimana keberadaan Koay Ji. Wajar ketika bertemu dia sedang bermuram durja.
"Selamat bertemu Kouwnio, kami dua bersaudara She Bun baru tiba dan mencari Suhu kami disini, siapakah gerangan Kouwnio.....?" dengan hormat dan sabar Bun Siok Han menyapa Kang Siauw Hong. Apalagi Bun Siok Han menyadari bahwa mereka berada di lokasi perguruan susiok mereka.
"Malas ach, kalian cari saja sendiri..." balas Siauw Hong sambil berlalu dengan wajah ditekuk, kesal dan sedang tidak dalam suasana hati yang gembira. Maklum, orang yang dia cari entah berada dimana. Padahal, dia sudah mencari sekian lama, dan tetap tidak menemukan Koay Ji. Keadaan dan sambutan yang luar biasa dan amat tidak ramah itu membuat kedua pemuda itu terperangah, tetapi tidak membuat mereka melakukan hal-hal yang tidak patut. Hanya terganggu saja dengan sikap dan kelakuan tak bersahabat dari si gadis.
Melihat Kang Siauw Hong berlalu dengan wajah yang tidak enak dipandang, kesal dan berwajah kelam mengundang kekisruhan yang tidak disengaja. Adalah Bun Kwa Siang yang jadi bingung kenapa mereka sampai dimaki, padahal tak ada hujan tak ada panas. Dan dia berbisik kepada toakonya dengan suara lirih:
"Toako, sungguh sayang ya, cantik tapi seperti perempuan gunung saja, sungguh tak punya dan tak mengenal sopan santun...." sambil berbisik demikian dia menjejeri langkah Bun Siok Han yang terus memasuki Lembah. Tetapi, celaka, rupa-rupanya bisikannya itu terdengar oleh Kang Siauw Hong yang sontak menjadi murka dan berbalik menghadapi kedua pemuda yang belum jauh berlalu. Terdengar dia buka suara dalam nada tak menyenangkan:
"Hei, kalian berdua pemuda buntung tak tahu diuntung, tak punya mata dan sopan santun, apa yang kalian bisik-bisikkan tadi mengenai diriku...." hayo, mengaku jika memang laki-laki jantan...." lengkingnya dengan penuh emosi dan mengagetkan Bun Siok Han maupun Bun Kwa Siang. Tapi si Dogol hanya tersenyum dan tanpa takut sedikitpun dia berkata lagi:
"Cantik tapi tidak punya sopan santun, persis perempuan gunung......" Bun Siok Han menahan lengannya dengan maksud agar diam dan tidak mencari persoalan dengan orang yang masih asing itu. Tetapi, mana Kwa Siang paham dengan maksud Bun Siok Han itu" Yang ada malah kalimatnya yang jujur dan membuat Kang Siauw Hong tambah murka dan marah.
"Apa..." engkau memakiku sebagai perempuan gunung" sungguh kurang ajar, kalian berdua perlu diberi hajaran keras...." desis Kang Siauw Hong yang terlihat semakin tak mampu untuk menahan emosinya lebih jauh lagi. Apalagi karena dia melihat wajah dan ekspresi tak berdosa dari Bun Kwa Siang. Sungguh mengesalkan dan membuat emosinya semakin tersulut. Sudah demikian tega mengejeknya, tetapi wajahnya seperti wajah orang tidak berdosa, padahal kata-katanya tadi sungguh amat mengesalkan dan menyakitkan.
"Hehehehe, memang iya......." belum lagi Bun Siok Han mengajukan permohonan maaf, celaka si Dogol Kwa Siang lebih dahulu dengan polos mengiyakan makian yang diulang oleh Siauw Hong tadi.
"Bangsat, terima hajaranku......" sentak dan teriak Kang Siauw Hong, marah dan murka serta langsung menyerang, serabutan dan asal saja, tetapi dalam keadaan marah, dia menyerang dengan kekuatan yang cukup hebat.
Tanpa dapat menahan emosinya lagi Kang Siauw Hong menerjang dan langsung menggunakan pukulan hebat memukul Bun Kwa Siang yang paling dia murkai itu. Tetapi, Bun Kwa Siang mana mau dipukul begitu saja oleh seorang gadis" Meski dia enggan melawan ataupun memukul balik, tetapi diapun jelas enggan untuk dipukul begitu saja oleh Kang Siauw Hong yang sudah murka. Karena itu, diapun mengelak dengan gesit, meski segera jelas jika dia belum segesit Siauw Hong. Melihat gerakan lawan yang tidaklah cukup cepat menurutnya, Kang Siauw Hong membuka serangan baru dan mengejar kemana Kwa Siang pergi dengan ukulan-pukulan yang hebat. Kang Siauw Hong seperti melupakan, bahwa pada saat itu kemajuan dan kemampuan iweekangnya sudah cukup hebat. Maka, pada saat dia berhasil memukul, dia menjadi sadar dan menyesal:
"Bukkkkkkk....." luar biasa kuat pukulannya, tetapi Kwa Siang hanya terdengar tertawa terkekeh-kekeh dan berkata:
"Kuat juga pukulan si perempuan gunung toako,,,, hebat, hebat....." sambil berkata demikian, tidak nampak sedikitpun bahwa dia terluka, meski pukulan Siauw Hong tadi bukanlah pukulan dengan kekuatan ringan. Kang Siauw Hong sampai tidak percaya dengan pandangannya. "Ataukah kepandaian pemuda itu sama hebatnya dengan Koay Ji...." kenapa dia sampai tidak terluka sama sekali...?" pikirnya ngeri. "Atau, bisa jadi kekuatan pukulanku yang masih terbatas ..." terka dia lagi dan kemudian merasa panas dan emosinya naik lagi dan langsung menyerang dengan jurus jurus baru mengejar dan mencecar Kwa Siang. Jelas dia mengerahkan kekuatan pukul yang lebih besar dan lebih hebat lagi.
Dan Kang Siauw Hong menyerang dengan Ilmu-ilmu Lembah Cemara, tetapi seperti juga tadi, dia dihadapi Bun Kwa Siang dengan sangat baik. Berapa kali lagi terpukul, tetapi tetap saja tidak ada efeknya, tidak terluka dan tidak terlihat kesakitan. Seperti hanya mengusap-usap tempat yang terpukul dan tidak membuatnya terlempar atau apalagi terluka berat. Dan, tertawanya yang terkekeh kekeh membuat Siauw Hong bertambah panas, bertambah emosi. Bertambah murka dan kini mulai menyerang dengan kekuatan yang lebih besar lagi. Siauw Hong kini mulai tidak peduli apakah si Dogol terluka nantinya atau tidak, hatinya sudah sangat terbakar oleh emosi, amarah dan juga rasa penasaran.
"Awas engkau pemuda bodoh......"
"Hehehehehe ....."
Serangan beruntun Siauw Hong disambut dengan ketawa yang menyakitkan kuping dan hati Siauw Hong. Sayangnya dia tidak mengenal Kwa Siang, jika kenal, dia mungkin tidak perlu sepenasaran pada saat ini, dan tidak perlu menyerang sehebat itu kepada Kwa Siang. Karena Kwa Siang entah mengapa memiliki kekebalan yang amat hebat meski memiliki kemampuan iweekang yang masih terbatas. Tetapi, soal Gwakang, sampai Koay ji sendiri merasa kewalahan dan tidak mampu menembus basis kekebalan Kwa Siang dengan ilmu pukulan. Apalagi seorang Siauw Hong yang baru mulai menguasai iweekangnya" Mestinya lebih tidak mampu lagi menembusi perisai kekebalan mujijat Kwa Siang.
"Bukkk .... bukkkkk..... bukkkkkk"
Kembali tiga buah pukulan berat bersarang di tubuh Bun Kwa Siang, tetapi tetap saja tidak mampu mengapa-apakannya. Benar Kwa Siang terdorong mundur dan bahkan sampai terhuyung-huyung. Tetapi, malah membuat Kang Siauw Hong justru tambah panas karena yang terdengar adalah:
"Hehehehehe, serang terus, serang dan terus pukul sekuatmu ..... ini seperti dielus elus saja, engkau harus lebih kuat lagi dalam memukulku Nona, dan harus lebih bertenaga lagi, baru terasa"
Ketawa yang dirasa atau didengar menyindir dan mengejeknya itu membuat dia makin panas dan sakit hati. Ketiga pukulan tadi yang dilepas dengan kekuatan 7 bagian iweekangnya, tetapi Kwa Siang tetap saja tertawa-tawa dan tidak nampak terluka, meski tadi terdorong sampai dua langkah, bahkan sempat sampai terhuyung huyung. Keadaan itu membuat Kang Siauw Hong jadi tambah semangat memukul, menerjang dan terutama karena dia senang saat melihat ternyata bisa juga si Dogol kena pukul dan terdorong mundur.
"Kouwnio, sudahlah, cukup karena adik Kwa Siang tidak akan terluka dengan malam Pukulan apapun, tadi hanya kan hanyalah kesalah-pahaman belaka. Kami sedang mencari Susiok Cu Ying Lun dan Suhu kami yang sudah berada disini....... sudahlah, cukup sampai disini saja...."
Kaget juga Siauw Hong mendengar bahwa ternyata kedua pemuda yang tadi dia hadapi dengan sinis, ternyata adalah ponakan murid pamannya. "Waaaah sungguh bisa tambah berabe urusan ini kalo begitu..." desisnya. Tetapi, amarahnya masih meluap, karena itu untuk mengurangi rasa penasarannya, dia kemudian melepas dua pukulan terakhir yang benar saja, Bun Kwa Siang membiarkannya:
"Dukkkk .... Dukkkkk"
Tetapi, seperti pukulan-pukulan sebelumnya, tetap saja tidak membawa pengaruh sedikitpun bagi Kwa Siang. Tetapi, Siauw Hong mulai bisa mengendalikan diri dan tidak mau terlibat urusan yang tak jelas, apalagi karena kedua pemuda itu ternyata adalah ponakan murid Pemilik Thian Cong Pay. "Bisa gawat..." pikirnya, dan sesaat kemudian diapun menghentikan serangannya. Tetapi, wajah dan sinar matanya masih menyala, tanda masih dikuasai oleh amarah. Hanya karena terpaksa dia baru menahan diri dan berbicara.?
"Kouwnio, maafkan adikku Kwa Siang ini, dia memang tidak pernah bergaul, tetapi hatinya sangat baik dan sangat polos. Dia sudah kangen dengan sahabat baiknya, yakni Koay Ji yang berjanji untuk bertemu di seikitar gunung Thian Cong San sini. Selain itu, memang, Susiok bersama Suhu dan para Supek dan bibi Guru sudah pada berkumpul semua di Thian Cong Pay sini. Maka, sekali lagi, mohonlah maafkan kami berdua kakak-beradik jika memang sudah sempat membuat Kouwnio menjadi marah dan terpaksa memukulnya......"
"Hehehehe, iya, benar toako, maaf, maaf Kouwnio....... aku salah, aku salah, bukan begitu yang benar toako?"
Melihat keadaan dan gaya bicara Kwa Siang, semua amarah dan kekesalan di wajah Kang Siauw Hong entah mengapa lenyap seketika. Tidak salah lagi, pemuda yang dilawannya tadi memang sepertinya rada "terganggu pikirannya" atau jikapun tidak, mental atau emosinya sedikit agak kurang beres. Berkelahi dengan orang seperti itu, menjadi bodoh dan sangat memalukan dirinya justru. Karena sama saja dengan menganggap si dogol adalah waras. Dan diapun menjadi malu sendiri. Apalagi ketika mendengar bahwa si dogol adalah kawan akrab atau kawan baik toakonya, Koay Ji. Tetapi, dasar cerdik dengan luwes diapun berkata:
"Namaku Kang Siauw Hong, dan siapa pula namamu...?" tanyanya langsung kepada Bun Kwa Siang yang menatapnya dengan pandangan ganjil, antara jahil, ataupun tidak punya perasaan tertentu
"Hahahahaha, namamu sungguh sangat indah,,,,,,, aku, aku Bun Kwa Siang, adik toakoku itu...." jawab Kwa Siang yang semakin meyakinkan Siauw Hong bahwa pemuda itu memang tidak waras meski nampaknya baik-baik saja. Karena itu, kemarahan Siauw Hong langsung turun drastis.
"Baiklah, senang berkenalan dengan kalian berdua. Tapi, echhhh, kalian benarkah adalah sahabat baik Koay Ji.....?" tanya Siauw Hong yang tiba-tiba bermaksud untuk berbaik-baik dengan kedua pemuda ini.
"Koay Ji,,,,, mana dia....?" terdengar Kwa Siang menyela, tetapi Bun Siok Han cepat menarik lengannya dan berkata:
"Yang benar Koay Ji adalah Susiok kami, tetapi karena umurnya jauh dibawah kami, maka dia senang saja menganggap kami sebagai sahabat....." berkata Bun Siok Han dengan suara halus tetapi jelas.
"Oooooh, baiklah, aku malah sedang mencari-cari dia itu, entah ngumpet dimana dia sejak kemaren sore..... huhhhhh"
"Ohhhh, baiklah Kouwnio, kami akan mencari Suhu dan para Susiok terlebih dahulu. Kami berdua mohon diri......"
"Baiklah....... akupun akan terus mencarinya......"
"Ach, dia sudah menjadi baik toako dan cantik pula..... hahahaha" desis Kwa Siang yang meski terdengar oleh Siauw Hong tetapi kini dia tanggapi dengan senyum dan tidak lagi menjadi marah. Kang Siauw Hong membiarkan mereka berdua dan tidak lama kemudian Bun Siok Han dan Bun Kwa Siang kakak beradik bertemu dengan Suhu dan para Susiok serta Bibi Guru mereka. Dimana keduanya, tentu saja lewat Bun Siok Han sambil melaporkan hasil kerja keduanya selama beberapa hari terakhir ini. Kehadiran mereka berdua, Bun Siok Han dan juga Bun Kwa Siang, membuat suasana di Thian Cong San menjadi semakin ramai.
Sore hari menjelang malam, Koay Ji akhirnya sadar dan merasa tubuhnya menjadi sangat segar. Bahkan semangatnya juga terasa membuncah. Dia mengenangkan semua percakapan dengan Suhunya dan berbahagia sekaligus bersedih. Bersedih karena percakapan semalam adalah percakapan terakhirnya bersama sang Suhu yang hari ini sudah berangkat menuju Siong San. Tetapi dia menjadi gembira karena kembali memperoleh Ilmu yang baru, sebuah ilmu kebatinan yang dia amat sukai, karena bisa berbicara dengan orang lain dalam cara yang luar biasa. Setelah dia sekali lagi mengembalikan kebugaran, diapun berjalan keluar dari Barisan itu, dan dia menemukan semua saudara seperguruannya sedang berlatih.
Dan ada lagi sesuatu yang membuat Koay Ji merasa bahwa pagi itu sangatlah indah, yakni karena dia menemukan dua bersaudara Bun Siok Han dan Bun Kwa Siang. Dia bertemu mereka berdua yang saat itu sedang berada di depan Gua tempat semua suheng dan suci tinggal selama ini. Diapun sontak berjalan mendekati mereka, tetapi adalah Bun Kwa Siang yang dengan cepat menyadari kehadirannya dan kemudian menyambutnya dengan suara gembira:
"Accccch, Koay Ji, ternyata benar engkau berada disini...... Suhu mencarimu tadi, tapi kukatakan engkau sedang bersembunyi, hahahahaha...." terdengar riang suara Kwa Siang menyambut kedatangan Koay Ji
"Ach, engkau Kwa Siang, bagaimana kabarmu sekarang.....?"
"Baik... baik Koay Ji, dan bagaimana dengan engkau...."
"Akupun baik, selamat bertemu Bun Toako......"
"Ach, tidak berani Siauw Susiok, Suhu nanti memarahiku....." balas Bun Siok Han, dan tentunya dia memang berbeda dengan adiknya Bun Kwa Siang. Dia tidak berani untuk memanggil Koay Ji dengan nama belaka, tetapi memanggilnya sebagai Siauw Susiok. Kwa Siang memang lebih bebas, maklum.
"Hai, suasana pagi yang seindah dan secerah ini, bagaimana jika kita berlatih saja dulu" Kwa Siang, apakah engkau masih berani adu pukulan dan berlatih bersama seperti dulu ....?" ajak Koay Ji yang segera disambut dengan tawa oleh Kwa Siang, dan diapun menyambut dengan sangat antusias. Bun Kwa Siang memang selalu ingin berlatih dengan Koay Ji, karena Koay Ji sering membuat dia merasa bahwa pukulan lawan menyakitinya. Yang lain, susah.
"Aha, bagus, aku sudah merindukan gebukanmu Koay Ji, mari, mari kita adu pukulan biar tulang-tulangku ini bisa lebih diregangkan. Dan engkau, twako, apakah engkau ingin ikut bersama untuk kita berdua mengeroyok Koay ji, tanggung hasilnya lebih baik dari maju sendiri, hahaha" dengan bebas dan merdeka Kwa Siang menyatakan keinginannya, beda dengan Bun Siok Han yang jelas ingin tetapi mengungkapkan dengan cara yang malu-malu.
Bun Siok Han memang paling senang berlatih dengan Koay Ji, karena paman guru yang paling kecil ini suka sekali memberi petunjuk. Dan setiap petunjuknya sangatlah bermanfaat bagi perkembangan ilmunya. Karena itu, diapun mengiyakan dan tak lama kemudian, mereka berdua, Bun Siok Han dan Bun Kwa Siang sudah bersama mengerubuti Koay Ji.
Koay Ji yang sedang senang suasana hatinya meladeni keroyokan itu dengan sekali-sekali seperti biasanya, memberi petunjuk kepada Bun Siok Han. Tetapi menghadapi Bun Kwa Siang dia masih tetap terkejut karena kekuatan gwakang mujijat yang membuat pemuda dogol itu entah mengapa kebal. Kekebalan yang tidak normal sebenarnya. Baik menghadapi totokan ataupun juga serangan iweekang yang kuat, Bun Kwa Siang tetap saja hebat. Memang ketika terkena pukulan Koay Ji dia terlihat sedikit meringis kesakitan, tetapi sampai sebegitu saja, karena dilain saat dia kembali sudah mengejar dan mencecar Koay Ji dengan pukulan-pukulan dan terjangan yang membawa hawa pukulan luar yang hebat. Dia jadi seperti tidak ada matinya, dan kekebalannya benar-benar perlindungan yang mujijat baginya. Lebih berbahaya lagi, karena pukulan-pukulan dengan tenaga gwakangnya beratnya minta ampun, sulit mendapat tandingan untuk dewasa ini. Sayangnya, dia lemah dalam iweekang dan otomatis, juga kecepatannya tidak terlampau istimewa.
Yang paling beruntung adalah Bun Siok Han yang bertarung lepas dan memperoleh petunjuk-petunjuk yang sangat berharga baginya. Padahal, sejak Koay Ji pulang dari tempat Suhunya, kemampuannya sendiri sudah meningkat hebat karena banyak menerima petunjuk dari siauw susioknya ini. Seperti yang terjadi sekarang, diapun adalah pihak yang paling banyak diuntungkan, karena berkali-kali Koay Ji secara sengaja memberinya petunjuk dalam beberapa jurus menyerang dan bertahan. Pada prakteknya, pertarungan sekali inipun, meski tajuknya mengeroyok, tetapi mereka tetap tidak dapat mendesak Koay Ji. Malahan, beberapa kali dia didesak dan bahkan secara sengaja kemueidan dilepaskan oleh Koay Ji, karena jika tidak, dia terancam terluka. Maka adalah lebih tepat bagi Bun Siok Han untuk disebut sedang berlatih bersama Koay Ji dan Kwa Siang.
Mereka bertarung atau tepatnya berlatih bersama dalam suasana riang gembira, dimana Koay Ji tidak pelit membimbing Bun Siok Han, dan juga tidak ragu memukul Bun Kwa Siang sekerasnya. Tetapi, setelah sekian lama, akhirnya Koay Ji merasa cukup, dan diapun berkata kepada kedua keponakan muridnya itu:
"Sudah cukup, sudah cukup......."
Dan ketika mereka akhirnya berhenti bertarung, Koay Ji memandang Bun Siok Han dan kemudian berkata dengan serius:
"Engkau sudah maju cukup jauh Siok Han sutit, jika engkau terus berlatih seperti sekarang, kemajuanmu pasti akan tidak terbatas. Semoga semua petunjukku tadi dapat engkau pahami dengan baik...."
"Terima kasih Susiok....." jawab Bun Siok Han tulus, dia semakin percaya dan takjub dengan kehebatan Susioknya, terutama jugakebaikan dan ketulusannya yang tidak mempersoalkan apa yang mereka alami dulu.
"Nach, aku ingin mengajak Bun Kwa Siang berjalan-jalan ke hutan, apakah engkau ingin ikut serta Siok Han sutit...?" tanya Koay Ji
"Silahkan siauw susiok, kebetulan saat ini semua petunjuk susiok masih kuingat dengan jelas, jadi ingin kulanjutkan berlatih, jangan sampai terlupakan dan aku pasti akan sangat menyesal kalau terlupa..." berkata Bun Siok Han menolak ajakan Koay Ji, dan memang alasannya sangat masuk di akal. Karena itu, Koay Ji kemudian mengiyakan sambil tersenyum dan kemudian berkata kembali kepada Bun Siok Han dengan suara senang:
"Baiklah, biar hasilnya kutengok nanti, mudah-mudahan kesempatan lain engkau boleh ikut serta. Nach, kami pergi dulu Bun Sutit...." ajak Koay Ji yang langsung dengan gembira disambuti oleh Kwa Siang
"Baik Susiok, pasti akan berlatih serius dan selalu menunggu petunjuk untuk bisa maju lebih jauh lagi kelak....." sahut Siok Han, sementara Kwa Siang sudah dengan gembira mengikuti Koay Ji berjalan pergi.
Koay Ji berjalan berdua dengan Bun Kwa Siang, pemuda polos yang terlihat sangat gembira karena diajak berjalan bersama oleh Koay Ji. Dan sebagaimana dugaan Koay Ji, memasuki Barisan Rahasia sama sekali tidak membuat Bun Kwa Siang jadi takut dan tidak ada pengaruhnya sama sekali. Hal ini semakin memperkuat semua dugaannya, bahwa pengaruh terhebat dari Barisan itu memang kepada mereka yang tegang dan tidak siap. Atau terutama mereka yang memiliki maksud dan niat yang kurang baik dan jahat. Karena itu, pengaruh terhadap Kwa Siang yang polos atau tidak mengkhawatirkan banyak hal, justru menjadi sangat minimal. Atau bahkan nyaris tidak berpengaruh sedikitpun. Bun Kwa Siang tetap berlaku dan bertindak tanpa ada pengaruh apa-apa atas dirinya. Koay Ji sampai geleng-geleng kepala dengan temuannya tersebut dan bukan main kagumnya kepada Suhunya yang menciptakan Barisan dengan kekuatan aneh seperti itu.
Koay Ji ternyata membawa Kwa Siang untuk menemui monyet-monyet teman Koay Ji di Thian Cong San, dengan sebelumnya melalui Barisan Pembingung Sukma. Koay Ji memahami bahwa Bun Kwa Siang, sama seperti dirinya, kelihatannya memiliki hubungan yang baik dengan monyet, dan bahkan mungkin juga mampu berkomunikasi ataupun bercakap-cakap dengan mereka. Dan memang, intuisinya itu ternyata benar dan terbukti kemudian. Ketika kawan-kawan monyetnya pada datang dan mengerumuninya, mereka tidak merasa risih dan curiga dengan Kwa Siang. Bahkan gembira memperoleh teman baru yang juga memahami mereka dan malah bisa juga berkomunikasi dengan cara berbeda.
Karena beda dengan Koay Ji, Bun Kwa Siang berbicara atau berkomunikasi dengan kawanan monyet dalam jenis bahasa yang lain. Yang jelas, Kwa Siang dan para monyet mampu berkomunikasi satu dengan yang lain. Lucu jadinya, karena jika Koay Ji bercakap dengan bahasa monyet, dan gayanya lucu karena beda dengan nada serta volume suara manusia, maka Kwa Siang dengan bahasa-bahasa isyarat, atau dengan gerak-gerak tangan dan juga kepalanya. Tetapi yang pasti, diapun memiliki hubungan dan ikatan yang kuat dengan monyet-monyet, sehingga mereka bisa menikmati siang itu dengan ramai dan bahkan riang gembira. Mereka dilayani oleh sahabat-sahabat monyet mereka bagai raja.
Tetapi setelah beberapa saat kemudian, Koay Ji mengajukan sebuah permintaan kepada kawan-kawan monyetnya itu. Yakni permintaan untuk sekiranya mereka semua dapat membantu menemukan jalan ke balik tebing pintu masuk menuju Gua Pertapaan Suhunya terdapat. Dan hal itu langsung saja disanggupi kawan-kawannya dan meminta waktu beberapa hari untuk memberitahu Koay Ji hasil penelitian dan pencarian mereka. Sementara disisi lain, Kwa Siang terlihat bercengkerama dengan monyet-monyet lain, dan dilihat dari sisi dirinya saat itu, maka memang, dia lebih mampu berkomunikasi dengan monyet ketimbang dengan manusia lainnya. Aneh, tetapi memang begitu keadaannya.
Menjelang malam, Koay Ji kembali ke Thian Cong Pay, tetapi setelah mengantarkan Kwa Siang, dia tidak ikut bergabung makan malam dengan semua orang di Thian Cong Pay yang semakin ramai itu. Sebaliknya, karena sudah merasa cukup ketika bersama kawan-kawan monyetnya, diapun kembali memasuki Barisan Pembingung Sukma untuk mempelajari jalur-jalur rahasia yang diturunkan Suhunya semalam sebelumnya. Seperti misalnya, ruang khusus yang diciptakan dan membuatnya tidak dapat ditemukan oleh Siauw Hong malam sebelumnya. Padahal, Suhunya masih menyimpan empattitik dan tempat yang amat rahasia lainnya dalam Barisan tersebut. Dan pada malam kedatangannya ini, adalah tempat-tempat rahasia itulah yang ingin ditemukan Koay Ji dan sekaligus dipelajarinya secara lebih baik.
Benar saja, setelah 3 jam berusaha secara serius, dia sudah berhasil mengetahui dan menemukan rahasia 3 ruang atau sebenarnya titik rahasia dalam barisan itu. Ketiganya memang sulit untuk ditemukan, membutuhkan kecermatan serta juga kemampuan "membayangkan" untuk dapat menemukannya. Selagi Koay Ji berusaha keras untuk menemukan sisa 2 titik atau ruang rahasia yang lain, datanglah Kang Siauw Hong yang terus-menerus mencarinya tanpa lelah. Begitu menemukan Koay Ji, gadis cantik itu langsung menggerutu:
"Engkau curang toako, masakan engkau bersembunyi sepanjang malam dan terus membiarkanku mencarimu kemana-mana... benar-benar keterlaluan engkau ini, baru sehari jadi toako sudah tega meninggalkan adikmu sampai kebingungan begini..." suara dan nada bicara Kang Siauw Hong benar-benar terdengar kesal dan merajuk, hingga membuat Koay Ji menjadi kasihan. Apalagi ketika melihat wajah gadis itu yang begitu kuyu dan bagai kurang istirahat, atau seperti sedang merasa sangat tertekan. Karena itu, Koay Ji kemudian menggapainya, memanggilnya mendekat dan berkata kepadanya dalam nada suara yang halus dan menyayang:
"Accchhhh, engkau toch sudah menemukan aku malam ini adikku, masak wajahmu akan terus gelap seperti itu" Wajah semasam itu membuatmu menjadi jelek. Dan kecantikanmu berkurang drastis. Tapi, ngomong-ngomong, apakah engkau sudah bisa dan sudah cukup sempurna mempelajari Ilmu Silat yang kuajarkan kepadamu berapa waktu lalu itu......?"
"Jangankan sempurna, melatihnya lagipun sudah tidak mampu kulakukan. Habis, engkau sebagai kakak sepertinya kurang bertanggungjawab dan membiarkan aku sendirian mencarimu terus menerus selama dua hari ini. Entah sembunyi dimana toako selama ini....." rajuk Siauw Hong
"Acccch, baiklah adikku, sekarang aku sudah berada disini. Nach, siapa lagi yang akan berani mengganggumu, coba, siapa...?" Koay Ji mencoba melucu dan inginnya membuat Siauw Hong tersenyum. Dan dia memang berhasil, terutama ketika Siauw Hong kemudian bertanya:
"Tapi, tadi aku bertemu dua orang sahabatmu, seorang agak dogol begitu, tetapi setelah bertarung sebentar, langsung aku tahu kalau dia berhati amat baik dan juga sangat hebat..." tapi apa benar mereka berdua temanmu toako...?" pertanyaan yang langsung membuat Koay Ji paham jika Siauw Hong sudah bertemu dengan dua sutitnya yang baru datang, Bun Siok Han dan Bun Kwa Siang, dia jadi ingin tahu seperti apa jumpa mereka tadi.
"Ach, Bun Siok Han dan Bun Kwa Siang, kedua sutitku, mereka adalah murid dari toa suhengku atau murid keponakan toakomu ini. Sebagai murid dari toa suhengku, tentu saja mereka menghormatiku, tetapi karena umur kami memang berdekatan, maka sering, terutama Kwa Siang, memanggilku dengan namaku belaka. Tetapi, pada dasarnya, mereka berdua adalah orang-orang baik, dan orang-orang yang layak untuk engkau jadikan sahabat....."
"Aku ingin berteman baik dengan saudara Bun Kwa Siang, dia sangat lucu juga terlihat sangat baik dan amat setia kawan. Lain kali engkau haru mintakan dia menjadi kawanku toako, harus bisa ya....?"
"Pastilah bisa, apa yang mampu kulakukan, pasti akan kulakukan untukmu adikku. Nach, sekarang, bagaimana dengan ilmu hebat yang sudah kuturunkan kepadamu beberapa waktu yang lalu itu" Serta juga bagaimana dengan latihan iweekangmu" Apakah sudah mengalami kemajuan yang cukup memadai selama dua hari terakhir ini.....?" tanya Koay Ji berubah serius.
"Rasanya kemajuan iweekangku tergantung latihan mengelolah semangatku, dan itu soalnya, berhubung karena semangat sedang kurang baik selama dua hari terkahir, maka latihanku terhitung amburadul dan kurang mengalami kemajuan. Maafkan aku koko.." Kang Siauw Hong menjawab dengan sangat jujur dan polos, karena memang begitulah keadaannya dua hari terakhir.
"Acccch, sayang sekali. Padahal, sesungguhnya kekuatan dalam tubuhmu sudah cukup untuk membuatmu sanggup menandingi seorang tokoh sekelas Mo Hwee Hud. Sebetulnya menurut penglihatanku, engkau bakalan butuh setahun untuk dapat membaurkan iweekang itu kedalam tan tianmu sendiri dan memeliharanya untuk memperkuat iweekangmu sendiri. Setelah setahun, tanggung engkau mampu serta dapat mengimbangi Mo Hwee Hud. Mungkin bahkan bisa sampai mengalahkannya. Tetapi syaratnya, engkau harus sangat tekun dan ulet jika ingin mendapat hasil yang hebat dan besar, adikku..." nasehat Koay Ji yang dengan penuh sayang memandang dan menasehati Siauw Hong.
"Baiklah, malam ini kebetulan aku sedang sangat bersemangat toako, bolehkah aku berlatih bersamamu disini....?" tanya dan pinta si nakal, yang langsung diiyakan oleh Koay Ji setelah melihat sinar mata adiknya yang memang sedang senang.
"Baiklah, tetapi jangan menggangguku, sebab ada beberapa hal yang juga ingin kulakukan dan kudalami malam ini....."
"Baik, siap toako, tetapi, menjelang pagi engkau harus melihatku memainkan Ilmu warisanmu yang tiga jurus itu,,,,,,,,"
"Baik,,, begitu juga baik adikku...."
Dan keduanyapun segera tenggelam dalam aktifitas berbeda. Jika Koay Ji saat itu melanjutkan pendalamannya atas rahasia lain Barisan peninggalan suhunya, maka si gadis tenggelam dalam melatih menyatukan semangat menampung hawa, dan khususnya di bagian menguatkan organ-organ tubuhnya. Mereka berdua terlihat sedang bekerja keras, dan keduanya memang sama-sama ulet dalam mengejar dan mengerjakan sesuatu. Karena itu, tidak heran jika mereka melakukan pekerjaan itu dalam posisi yang sama selama beberapa jam, bahkan sampai menjelang subuh. Adalah Siauw Hong yang tergugah terlebih dahulu karena dia mendengar ayam yang berkokok dari halaman Thian Ciong Pay. Tanda bahwa hari akan mulai terang. Dan dia ingat dengan melatih ilmu yang satunya.
Begitulah, menjelang pagi, mereka selesai berlatih dan Koay Ji menyudahi latihan dengan adiknya Siauw Hong dan kemudian berpisah karena dia harus menemui sesama saudara seperguruannya. Dia memilih pagi itu untuk menyampaikan bahwa Suhu mereka sudah meninggal, meski kabar itu hanya setengah benar saja. Tapi, dia memang harus melakukannya sebagaimana amanat dari Bu In Sinliong Suhunya itu. Dan pagi ini dia merasa sudah tepat, sebab bila menunggu lebih lama rasanya kurang layak dan pantas.
Sebagaimana bisa ditebak, mereka semua serentak terlihat menjadi amat sedih, tetapi sekaligus tenang karena memang mereka tahu, Bu In Sinliong, Suhu dan orang tua mereka sudah berusia teramat lanjut. Sudah melampaui angka 100 tahun usianya. Karenanya, meski bersedih dengan perpisahan itu, tetapi mereka merasa menjadi jauh lebih tenang dan sekaligus berjanji untuk menuntaskan pesan-pesan terakhir sang Suhu. Malam itu mereka memutuskan untuk tidak berlatih tetapi akan berada di gua pertapaan untuk melakukan penghormatan terakhir kepada Suhu mereka itu. Sementara upacara penghormatan terakhir, mereka putuskan akan nanti dilakukan setelah pertarungan di Pek In San.
Sementara itu, Koay Ji sendiri sudah memberitahu dan berpesan kepada adiknya, Kang Siauw Hong bahwa malam itu dia tidak akan kemana-mana, dia harus bersama semua saudara seperguruannya. Bahwa dia dan semua saudara seperguruannya sedang berhalangan dan diapun tidak akan berlatih karena ada suasana duka bagi perguruan mereka, tanpa memberitahukan secara detail suasana duka seperti apa. Kang Siauw Hong maklum saja dan mereka berdua berjanji untuk berlatih kembali keesokan harinya. Setelah memberitahu Siauw Hong, Koay Ji kembali bergabung dengan semua saudara seperguruannya dan berada serta bertahan dalam gua suhu mereka hingga malam.
Lewat tengah malam Koay Ji merasa agak kurang tenang dalam gua tersebut dan akhirnya memutuskan keluar. Toch masa kabung mereka sehari sudah melampaui batas, karena hari sudah berganti. Berpikir demikian, Koay Ji kemudian memasuki Barisan Pembingung Sukma dan semakin lama dia semakin mantap dan tahu untuk tidak menghentak Barisan itu ketika masuk kedalamnya. Dengan tenang dan tanpa diburu-buru, Koay Ji membentuk satu ruang rahasia dalam Barisan itu menurut yang diajarkan Suhunya. Ruang yang dibentuknya itu adalah yang paling rahasia dan baru mulai dipahaminya terakhir dalam Barisan. Kenapa dia melatih dan membentuknya lagi" terutama karena selain membuatnya lebih paham, juga dia dapat mengontol seantero Barisan dari dalam ruang rahasia itu.
Masalahnya, dia baru dapat mengontrol setengah bagian dari Barisan besar itu dan masih perlu lebih mendalami rahasia-rahasia yang ditinggalkan Suhunya. Tetapi, mengontrol setengahnya saja sudah cukup hebat buatnya, karena itu dia menjadi senang berada dalamnya. Tetapi, malam itu dia tidak ingin mencari dan berlatih, hanya ingin menenangkan hatinya karena dalam ruang itu, dia dapat melihat dunia luar berbeda dengan ruang lainnya. Karena itu Koay Ji mulai bersiap untuk mulai meregangkan tubuhnya dan memulai samadhinya lagi. Tetapi, dia terkejut ketika dapat menangkap adanya dua orang yang lain di sudut yang baru saja terbuka untuk dapat dikontrolnya dengan leluasa. Lebih kaget lagi, karena keduanya adalah orang yang dikenalnya, terutama sang gadis yang ternyata adalah Kang Siauw Hong. Sekali ini, dia tidak datang sendirian, melainkan datang dengan neneknya, Nenek Hua Hun, istri dari penguasa Lembah Cemara.
Tetapi, untuk apa dia berada dalam Barisan ini bersama Neneknya Hua Hun" Dan aneh, mereka berdua terlihat sedang berbisik-bisik, berdebat entah apa yang sedang mereka perdebatkan. "Ada apa gerangan...?" Koay Ji merasa keheranan, mengapa baru sekarang mereka berdua berada dalam Barisan" Dan untuk apa pula mereka berada dalam Barisan dan berbicara dengan cara dan gaya yang agak rahasia itu" Tetapi karena memang bukan karakternya ngintip orang yang sedang bicara secara rahasia, maka Koay Ji pun kemudian berdiam diri dan akhirnya mulai melakukan samadhi. Tetapi, ketika dia memulai samadhinya, ternyata dia justru sudah memiliki kemampuan yang dapat mengontrol semua isi Barisan yang sudah dapat terbuka lewat kemampuannya tadi.
Celakanya, di luar kemauannya, dia mampu mengetahui semua yang sedang terjadi dalam Barisan pada saat itu. Termasuk mendengar apa yang sedang dipercakapkan secara rahasia oleh Kang Siauw Hong dan orang didepannya. Nenek Hua Hun, istri penguasa Lembah Cemara. Meskipun sebenarnya, Koay Ji sendiri baru menyadari bahwa untuk mengetahui aktifitas seantero Barisan dan mengontrol semua sisi dari Barisan, hanya dapat dia lakukan melalui meditasi ataupun melalui samadhi. Satu penemuan baru melengkapi apa yang sudah dia pahami dan ketahui selama berapa hari terakhir ini. Jelas amat menggembirakannya.
Tapi tunggu, ada yang mengejutkannya dan tidak diduganya sama sekali. Karena dia kemudian ternyata dapat ikut mendengar percakapan Siauw Hong dengan Neneknya Hua Hun. Dia menjadi tidak enak sendiri dengan apa yang terjadi, tetapi dia sulit untuk tidak mengikutinya kecuali melepas samadhinya. Dan memang dia berniat untuk menyelesaikan samadhinya, kurang enak mengintip pembicaraan orang. Dan orang itu adik angkatnya sendiri. Tetapi, belum lagi sempat melepas kemampuannya mengintip pembicaraan orang, tiba-tiba dia mendengar desisan lirih Kang Siauw Hong. Sebuah nada bicara yang kurang puas, tidak senang dan pastilah suasana hati sang adik gelisah, putus asa dan tidak tenang. Dia mendengar suara lirih namun terdengar amat jelas ditelinganya:
"Tidak Nenek, Hong Ji tidak akan mau untuk sampai mengkhianati Thian Cong Pay, tidak akan mau sampai mengkhianati Koay Ji toako. Karena dia sudah menjadi kakak angkatku dan kami sudah angkat sumpah menjadi kakak dan adik bersama-sama, akan saling menjaga dan saling menyayangi sebagai kakak dan adik. Tidak, tidak akan Hong Ji mengkhianatinya dengan cara seperti itu......"
"Engkau tidak akan mengkhianatinya cucuku, engkau hanya membalaskan dendam gwakongmu sendiri, itu saja yang engkau tanamkan dalam hatimu dan selebihnya bukan lagi engkau yang mengerjakannya....." terdengar bujukan Hua Hun si Nenek yang membuat Siauw Hong tersentak.
"Apa lagi namanya jika bukan pengkhianatan atas persaudaraan Nek..." Koay Ji itu memperlakukan dan menganggapku seperti adiknya sendiri, dia menyayangiku. Dan kecuali Nenek dan adik Bun, tidak ada yang menyayangi dan menganggapku di Lembah Cemara. Saat aku memiliki kakak sendiri, Nenek menyuruh Hong Ji untuk memasukkan musuh dan memusnahkan Thian Cong Pay demi dendam gwakongku" Dan yang anehnya bahkan gwakongku itu justru tidak menaruh dendam dan tidaklah memusuhi Thian Cong Pay. Nenek keliru, gwakong tidaklah membenci Bu In Sinliong dan semua keturunannya. Apa yang Nenek ingin lakukan sungguh amat tidak masuk diakalku, karena itu Nek..... sekali lagi, tidak. Hong Ji tidak bersedia......" tolak Siauw Hong dan ini membuat Koay Ji menjadi sangat penasaran. "Astaga, Thian Cong Pay ternyata sudah kemasukan musuh,,,,, sungguh celaka....." desisnya dalam hati. Sungguh dia tidak menyangka, di luar dugaannya jika Siauw Hong dan Nenek Hua Hun ternyata berasal dari pihak musuh.
"Hmmm, jadi engkau tidak mau membantu Nenekmu" Tidak mau membantu leluhur perguruanmu" Tidak mau mendengar perintah Nenekmu inin lagi?".... hmmm, bagus sekali perbuatanmu itu Siauw Hong. Engkau bahkan lupa, bahwa jika bukan karena Nenekmu ini, engkau tidak akan menjadi siapa-siapa..... dan begitu bertemu Koay Ji selama beberapa hari, pemuda yang juga setengah tak genah itu, engkau sekarang lebih memilihnya ketimbang Nenekmu. Dan, ech, jangan-jangan malah engkau jatuh cinta kepada pemuda tak genah itu ya...?" terdengar desis tajam dan penuh tekanan dalam suara si Nenek, bahkan Koay Ji sampai bergidik dan sedikit marah dengan nada dan tekanan suara Nenek Hua Hun yang tidak pada tempatnya itu.
Tapi kejadian selanjutnya membuat Koay Ji semakin memahami dan mengerti apa yang sedang terjadi antara nenek dan cucu yang sepertinya berbeda perangai itu. Dan, dia semakin menyayangi adik angkatnya yang memiliki budi dan perangai yang baik, sesuai dengan pandangan dan pijakannya. Bahkan, jelas sekali adiknya itu membela dia dan membela nama baiknya.
"Nek, jangan menghina kakakku. Jika dia pemuda tidak genah, maka pastilah akan kuketahui dari sinar matanya, tetapi dia tidak pernah bersikap tidak sopan kepada Hong Ji. Dia sama sekali tidak pernah mencari kesempatan dalam kesempitan. Dia pemuda gagah yang sopan dan berkepandaian tinggi. Sangat menghormatiku, juga menjagaku sebagai adiknya. Bahkan juga layak jika Hong Ji jatuh cinta kepadanya, tapi tidak, dia jauh lebih cocok menjadi kakakku, Hong ji menyayanginya sebagai kakak dan tidak mengharap dia menjadi suamiku,,,,,,,,,"
Koay Ji mau tidak mau menjadi lebih sayang kepada adik angkatnya yang malah rela melawan Neneknya sendiri untuk melindunginya, menjaga nama baiknya. Sungguh dia menjadi amat terharu. Rasa sayangnya kepada Hong Ji menjadi semakin tebal karena apa yang dia dengar malam iyu.
"Baiklah, jika engkau tidak mau membantu Nenekmu, lebih baik setelah semua ini engkau kembali ke Lembah Cemara saja. Biarkan Nenekmu melakukan pekerjaan ini sendirian..... dasar punya cucu tak tahu diuntung...." berkata demikian, dalam emosi dan marahnya, Nenek Hua Hun kemudian berlalu, dan caranya mengakali Barisan sungguh luar biasa. Benar kata Siauw Hong, Nenek itu memang amat mahir dengan Ilmu Barisan. "Sungguh berbahaya....." desis Koay Ji mengiringi langkah Nenek Hua Hun yang berlalu dari dalam Barisan.
Koay Ji melihat keadaan Kang Siauw Hong yang galau dan gelisah. Meski Gadis itu berusaha memusatkan perhatian dan berlatih, tetapi nyaris tidak ada satupun yang dilakukannya dengan cara yang baik. Untung saja Koay Ji tahu, bahwa serangan ke Thian Cong San kelihatannya baru mulai dirancang dan belum lagi dilakukan. Dia sama sekali tidak mau mendesak dan memaksa Siauw Hong tetapi akan berusaha membuatnya berbicara secara sukarela, tanpa tekanan. Dengan pikiran itu, Koay Ji kemudian memusatkan perhatiannya dan menjelang subuh dia kembali ke Gua, setelah melihat Kang Siauw Hong juga sudah tidak berada dalam Barisan itu lagi, sudah keluar entah kapan.
Setelah berlatih pagi itu dan Koay Ji melihat betapa Barisan Pembingung Sukma yang dibentuk ketujuh saudara seperguruannya mengalami kemajuan pesat. Sudah mampu bergerak bersama, memainkan peranan masing-masing, dan terpenting dia merasakan pengaruh mujijatnya bertambah kuat dan kental. Bahkan ketika dia mencoba memasuki Barisan itu, dia merasa gelombang serangannya mulai terasa membahayakan, tetapi masih belum cukupkonsisten, alias masih timbul tenggelam. Setelah usai berlatih, merekapun semua sesama saudara seperguruan berbincang bincang santai dan melepas lelah. Tapi Koay Ji memulainya:
"Para suheng dan suci, terutama Chit Suheng, Thian Cong Pay sudah kesusupan musuh tanpa kita sadari......"
"Siauw sute, apa maksudmu...?" Cu Ying Lun nampak penasaran meski masih dapat menahan diri dan juga emosinya. Tetapi saat itu, bukan hanya Cu Ying Lun, semua saudara seperguruannya, terutama Tek Ui Sinkay sebagai Bengcu Tionggoan, kaget bukan buatan dan memandang Koay Ji meminta penjelasan lebih rinci dan jelas. Koay Ji tentu saja sangat maklum, termasuk memaklumi reaksi dari Cu Ying Lun sebagai tuan rumah di Thian Cong San, maupun reaksi Sam Suhengnya yang juga adalah pemimpin melawan musuh.
"Chit suheng, salah satu atau dua dari rombongan Lembah Cemara ternyata punya kaitan dengan musuh perguruan kita. Siapa musuh perguruan itu, masih belum kupahami secara lebih jelas, tetapi akan dapat kuketahui dalam waktu dekat. Yang pasti, mereka menguasai Ilmu Barisan melampaui kita masing-masing, dan akan menyerbu masuk beberapa waktu kedepan......"
Semua kini terdiam. Pikiran mereka masing-masing menerawang, termasuk Cu Ying Lun yang masih sangat penasaran karena juga menyangkut dengan keluarganya, tepatnya keluarga istrinya, keluarga dari Lembah Cemara. Terdengar dia kemudian bertanya kembali dengan nada suara lebih serius:
"Siauw sute, bagaimana engkau mengetahui rahasia ini....." dan siapa gerangan dari Lembah Cemara yang terlibat...?"
"Chit Suheng, bolehkah tecu meminta agar ini menjadi rahasia diantara kita sesama saudara seperguruan saja...." karena sejauh ini baru satu atau dua orang yang bisa dan dapat kuketahui, lainnya sama sekali belum....."
"Tentu saja Siauw sute,,,,, kita mestilah menyelidiki urusan dan ancaman terhadap perguruan Thian Cong Pay secara tuntas......" jawab Cu Ying Lun yang sepakat dengan usulan Koay Ji
"Baiklah, apakah Chit Suheng mengenal secara dekat latar belakang semua istri dari Hoan Thiang Kheng Locianpwee..." maksudku semua ibu mertua Chit Suheng" karena semalam, tengah malam lebih tepatnya lagi, Nenek Hua Hun berada dalam barisan dan sedang membahas apa yang dia sebut "serangan kedalam Thian Cong Pay dengan orang-orang yang masih belum jelas identittasnya, belum dikatakannya". Dan bahwa rencana ini adalah serangan balasan, balasan atas sesuatu yang terjadi pada masa lampau dengan perguruan kita......."
"Hua Hun Gakbo,,, hmm, sejujurnya sedikitpun aku tidak mengetahui latar belakang dan darimana asalnya...... apakah engkau tahu siauw sute...?" kaget Cu Ying Lun dan bertanya kepada Koay Ji, tetapi dia tidak beroleh jawaban karena melihat sinar mata Koay Ji juga sama penasarannya.
"Terus terang belum, tetapi dalam satu atau dua hari ini akan aku tahu jelas, tetapi menjelang hari berbahaya itu, mohon Chit suheng mengamankan keluarga lainnya dan juga anak murid Thian Cong Pay. Dan Sam suheng mesti mengamankan dan mengingatkan semua anggota Kaypang yang berada di luar Markas Thian Cong Pay, maupun yang bersembunyi di dalam, dan Toa suheng memimpin kita semua. Tempat ini mesti kita amankan, karena jika serangan balas dendam, maka arahnya akan kemari. Untuk selanjutnya biarlah kita bekerja seperti biasanya, tetapi Toa Suheng harus memimpin kita sejak saat sekarang....."
Semua terdiam, dan memandang kearah Pek Ciu Ping yang sedang berpikir keras. Dan sadar bahwa semua sute dan sumoynya sedang mengarahkan pandangan kepadanya dan sedang menunggu perintahnya, maka diapun, Pek Ciu Ping berkata dengan nada suara tenang:
"Memimpin kita semua sebagai Toa Suheng adalah kewajibanku, tetapi memimpin kita dalam sebuah pertarungan yang butuh strategi matang, kutunjuk Sam Sute. Dia yang jauh lebih mahir, dan jelas jauh lebih berpengalaman dibanding lohu. Dan guna menghadapi urusan ini, maka Sam Sute akan dan harus dibantu oleh masing-masing Chit Sute dan juga engkau Siauw Sute. Apalah Toa Suheng kalian ini yang hanya merupakan seorang pertapa, tetapi kalian semua tahu dan paham, kecintaanku untuk kalian semua. Karena itu, Sam Sute, engkau memimpin kita sejak sekarang untuk tugas mengantisipasi serangan lawan kita......"
"Toa suheng, engkau yang....." belum lagi selesai perkataan Tek Ui Sinkay, sudah langsung dipotong Pek Ciu Ping,
"Sam sute, engkau sudah mendengar dengan jelas apa yang baru saja kuputuskan dan wajib kita semua taati...?"
"Acccch, baiklah toa suheng...." Tek Ui Sinkay pada akhirnya menyetujui, maklumlah dia dengan perangai sang toa suheng. Meski sangat mencintai mereka, tetapi sang Toa Suheng sangat tegas jika berkaitan dengan kepentingan mereka bersama, dan keputusannya sudah disampaikan.
"Sudah tentu engkau jauh lebih pantas, sebab jika tidak, bagaimana engkau menjadi Bengcu Tionggoan..." apakah engkau sangka kita tidak bangga dan senang dengan pilihan kawan-kawan dunia persilatan itu Sam Sute....?" berkata Pek Ciu Ping sambil tersenyum bangga yang dia tujukan langsung kepada Tek Ui Sinkay. Dan mau tidak mau Tek Ui Sinkay mengiyakan dengan penuh hormat memandang Suhengnya itu. Memang benar perkataan toa suhengnya, bahwa capaiannya sebagai Bengcu dari Tionggoan adalah jabatan bergengsi, tentu semua saudara seperguruannya bangga. Dan memimpin Tionggoan dia bisa, masak memimpin sesama saudara seperguruan menghadapi ancaman dia tidak sanggup"
"Terima kasih atas kepercayaan dan cinta kasih toa suheng...."
"Nach, kalian bertiga segeralah membagi tugas dan malam nanti beritahukan kepada kami berlima di tempat ini seperti apa yang harus kami persiapkan dan harus kami lakukan. Berhubung lawan sudah mengintai, maka kami berlima akan terus menjaga Goa Insu ini. Siauw sute, mengenai kedua muridku engkau pimpin untuk ikut tugas menjaga perguruan kita, apa yang perlu mereka kerjakan, engkau yang putuskan, dan bicarakan dengan Sam Suhengmu....." tegas Pek Ciu Ping.
"Baik toa suheng, siauwte siap segera melaksanakan perintah....." jawab Koay Ji yang menjadi sangat gembira karena Bun Kwa Siang akan ikut dirinya. Dia memang selalu takjub dengan sutitnya itu, kekebalan alami yang sangat luar biasa dan masih sulit ditaklukkannya dengan ilmu silat.
"Nach, silahkan Sam Sute......" sodor Pek Ciu Ping memimpin mereka selanjutnya untuk melawan para penyerang.
"Baiklah, jiwi suheng, jiwi sumoy dan para sute, hari ini Cu sute akan secara diam diam mengamati keadaan Thian Cong San, dan secara khusus juga akan segera mengamankan persembunyian semua anggota Thian Cong Pay dan keluarganya. Kemudian, lohu akan menghubungi semua pasukan Kaypang yang menyebar di Thian Cong San, termasuk pasukan pendam Kaypang, sekaligus untuk melakukan penjagaan. Dan Siauw sute, tugasmu dalam dua hari ini wajib mengidentifikasi dan memberitahukan kepada kita semua, siapa gerangan lawan yang akan menyusup masuk kedalam melalui Lembah Cemara. Dan semua yang tersisa, Toa Suheng, Ji Suheng, Ngo sute dan jiwi sumoy, semua akan bertugas mengamankan gua rahasia Insu ini. Nach...... apakah sudah cukup jelas bagi kita semua apa yang menjadi kewajiban kita masing-masing saat ini....?"
Semua mengangguk, dan memang, Tek Ui Sinkay menunjukkan kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin organisasi, berbeda dengan Pek Ciu Ping yang wibawa dan kasihnya, menjadi pemimpin bagi sesama saudara seperguruannya. Dan saat itu juga semua mulai bekerja sesuai pembagian tugas yang tadi ditegaskan Tek Ui Sinkay dalam memimpin mereka melawan penyerang.
Cu Ying Lun dan Tek Ui Sinkay menjalankan tugas mereka dengan cepat, karena malam itu juga semua dilaporkan sudah diantisipasi. Tetapi Koay Ji masih belum melakukan tugasnya dengan baik, meskipun Cu Ying Lun melaporkan adanya hal hal mencurigakan dari Nenek Hua Hun. Sepanjang hari Koay Ji bermain dan berlatih bersama Siauw Hong, Bun Siok Han dan Bun Kwa Siang. Meski Siauw Hong agak terlihat gelisah, tetapi bersama Koay Ji dan Kwa Siang membuatnya merasa sangat senang dan juga gembira.
Keesokan harinya keadaan seperti berlangsung secara normal, Cu Ying Lun dan Tek Ui Sinkay berkerja keras menjaga keamanan dan memastikan kondisi dalam Thian Cong Pay tetap kondusif. Sampai sore hingga malam belum ada laporan dari Koay Ji, tetapi yang mengagetkan muncul dari anggota Kaypang yang bertugas memantau Gunung Thian Cong San.
"Pagi hingga siang hari muncul beberapa tokoh hebat dari Pek In San, nama mereka akan disusulkan, tetapi belum sampai ke Thian Cong Pay sampai malam hari. Maka, kesiagaan harus kita tingkatkan, kelihatannya Nenek Hua Hun justru punya atau memiiki hubungan entah apa dan bagaimana dengan pihak Bu Tek Seng Pay di Pek In San....." demikian Tek Ui Sinkay membuka pertemuan dan rada tegang karena ternyata mereka justru menghadapi lawan dari Pek In San. Memang mereka belum tahu bagaimana hubungannya dengan Nenek Hua Hun.
"Apakah engkau sudah yakin sam suheng...?" tanya Koay Ji serius karena kaget dengan laporan yang disampaikan suhengnya itu.
"Belum, tetapi harus kita buktikan sesegera mungkin....." jawab Tek Ui Sinkay sambil memandangnya, juga sama seriusnya. Dan keduanya segera merasa bahwa saat itu mereka sedang berhadapan dengan sebuah urusan yang amat serius, dan mesti segera diketahui apa gerangan masalah itu.
"Jika memang mereka muncul di Thian Cong San, maka itu bukan karena sebuah kebetulan. Persoalan menjadi tambah runyam, karena itu, maka malam ini juga harus kuketahui apa dan siapa tokoh yang bermain dari dalam. Para suheng dan suci, ijinkan sute kalian bekerja untuk memastikannya malam ini juga, karena sudah kupikirkan cara untuk meyakinkan siapa-siapa mereka didalam dan diluar...." Koay Ji berkata dalam nada serius.
"Apa yang akan engkau lakukan sute...?" Cu Ying Lun terlihat khawatir karena belum tahu apa yang akan dilakukan Koay Ji. Jangan-jangan dia akan langsung menuju dan menemui Nenek Hua Hun
"Chit Suheng, tenang saja, ada cara yang sangat ampuh dan akan kulakukan malam ini juga tanpa mengganggu rombongan Lembah Cemara dan keluarga Chit suheng. Percayalah, akan kulakukan sebaik-baiknya....." Koay Ji paham kegelisahan Chit Suhengnya itu, maka dia menenangkannya.
"Bagus, tetapi kapan kami mengetahui hasilnya sute...?" tanya Tek Ui Sinkay yang mulai merasa gelisah dengan penyusupan itu.
"Malam ini juga kita semua akan mengetahuinya, beri waktu sampai tengah malam nanti. Jikapun lewat dan meleset, tidak akan sampai pagi hari nanti...." tegas Koay Ji dengan penuh keyakinan dan memuaskan saudara seperguruannya yang pada mulai tegang sejak beberapa hari terakhir.
"Baiklah.... silahkan sute...." Tek Ui Sinkay akhirnya mengijinkan, dia percaya akan apa yang akan dikerjakan siauw sutenya itu. Sejak dahulu memang dia sangat yakin dan mempercayai siauw sutenya yang semujijat suhunya sendiri.
Apa yang akan dilakukan Koay Ji" Tidak ada yang istimewa, karena dia melakukan hal rutin, bertemu dan berlatih dengan Siauw Hong dalam barisan. Tetapi, malam ini dia memutuskan akan memancing Siauw Hong untuk berbicara, berhubung musuh musuh tangguh mulai menyatroni Thian Cong San. Apa dan bagaimana kisah dan cerita Siauw Hong dengan Nenek Hua Hun, mau tidak mau mesti dia ketahui untuk menentukan tingkat bahaya atas serbuan musuh.
Sesuai dugaannya, tidak berapa lama Kang Siauw Hong munculkan dirinya dan langsung menyapa dengan gaya seperti biasa:
"Toako, engkau terlihat amat serius sampai datang terlebih dahulu.....hikhikhik" beda dengan hari sebelumnya yang rada gelisah, Kang Siauw Hong hari ini justru terlihat berbeda, seperti sedang gembira. Entah hal apa yang membuatnya lebih gembira dan tidak lagi nampak tertekan.
"Hmmmm, sebenarnya karena ada satu hal yang ingin kutanyakan kepadamu Hong moy, hal yang mengherankan karena engkau kurang mempercayaiku sebagai kakak bagimu...." Koay Ji sudah langsung mulai memancing Siauw Hong berbicara. Dan benar saja, dia melihat Siauw Hong terkejut, tetapi dengan cepat tersenyum kembali dan kemudian menghampirinya dan berkata:
"Waaaah, toako sekarang sudah pandai ngambek ya.... hikhikhik, aneh, biasanya engkau rada kurang pedulian, mengapa tiba-tiba malam ini berubah menjadi begitu penuh perhatian....." hmmm, ada apakah gerangan" apakah karena ada sesuatu yang perlu bantuan adikmu yang pintar, cantik dan baik hati ini...?" tanya Siauw Hong dengan sedikit genit namun manjanya terhadap Koay Ji sangatlah kentara. Hal yang membuat Koay Ji tersenyum. Tetapi, dia mau tidak mau harus masuk lebih jauh guna beroleh informasi penting:
"Hmmmm, apakah engkau kira toakomu ini tidak memperhatikan jika dua hari yang terakhir ini engkau selalu terlihat gelisah" Berlatih tetapi pikiran entah menerawang dimana" Kemajuan dalam latihan iweekang yang amat sangat lamban alias tidak ada kemajuan sedikitpun....." nachh, apakah ada sesuatu yang mengganggu dan membuatmu gelisah adikku....?" bujuk Koay Ji. Dia berharap untuk mendapatkan sedikit informasi tentang siapa gadis ini dan siapa neneknya, sebab dengan begitu urusan yang dihadapi bisa terang.
Tetapi pada saat itu, meski lewat lirikan matanya, Koay Ji dapat melihat jika Siauw Hong menjadi lebih gelisah lagi jika dibandingkan hari-hari sebelumnya. Terutama setelah mendengar pertanyaannya tadi. Dan, tiba-tiba Koay Ji sadar akan satu hal penting. Bahwa sangat mungkin sebagaimana dia bisa mengintip pertemuan nenek dan cucunya berapa waktu lalu, dan sekarang ini juga mungkin ada yang sedang mengintip dia dan Siauw Hong.......
"Mari, kita pergi ke suatu tempat....." sebelum Kang Siauw Hong sempat berbicara, Koay Ji sudah memegang lengannya dan kemudian membawanya pergi. Setelah lenggang-lenggok berapa langkah, menandai 5,6 titik dengan batang pohon serta ranting yang dapat Koay Ji temukan, maka tibalah mereka di sebuah tempat. Sebuah ruang rahasia yang sulit ditemukan orang luar. Ruang Rahasia ini adalah ruangan ketiga yang hanya dia yang tahu sesuai petunjuk suhunya berapa waktu lalu. Bahkan Siauw Hong sendiri kagum dengan temuan ini.....
"Toako,,,,, bagaimana engkau membentuk ruang rahasia seperti ini....?" tanya Siauw Hong kaget ketika Koay Ji membawanya masuk kesebuah ruangan yang dia belum tahu dan belum mampu menemukannya. Sebagai seorang yang paham Barisan, penemuan ini tentunya sangat mengagetkannya. Tapi, saat itu Koay Ji sedang tak butuh menjelaskan soal itu.
"Nanti suatu saat kita pelajari bersama...... tetapi, saat ini, toako ingin tahu apa yang menyebabkan engkau gelisah 2 hari terakhir ini......?" Koay Ji kembali bertanya, satu pertanyaan yang menyulitkan Siauw Hong dan membuatnya kembali terdiam. Sulit untuk berbicara dan membuka rahasianya.
"Achhhhhh, bukan sesuatu yang penting sebenarnya toako, hanya pertikaian kecil dengan keluargaku, dengan Nenekku terutama......", elak Kang Siauw Hong cerdik, tapi jelas tidak mampu membuat Koay Ji mundur untuk tidak mendesak lebih jauh. Karena sesungguhnya dia paham soal kegelisahan Siauw Hong itu, hanya masih belum cukup detail belaka.
"Hmmm, baiklah, meskipun agak sulit kumengerti. Karena jika betul hanyalah sebuah pertengkaran kecil, tetapi mengapa sampai membuatmu sedemikian gelisahnya" amat sulit dipahami, tapi, yaa jika engkau memang tidaklah bersedia membaginya dengan toakomu ini, tidak apalah adikku. Aku tidak akan mendesakmu lagi...." sesal Koay Ji yang langsung membuat Kang Siauw Hong terlihat panik, tetapi untuk tidak menekan Kang Siauw Hong lebih jauh, dia tidak memandang seri wajah Siauw Hong saat itu. Hal yang justru membuat Kang Siauw Hong justru semakin salah tingkah, susah memutuskan yang terbaik.
"Accch, bukan begitu toako, hanya saja, hal ini memang agak sulit untuk kuceritakan. Mohon dimaafkan...tapi.... tapi....." bisiknya dengan suara lelah. Bingung, sedih, kaget dan tak tahu mau berbuat bagaimana.
Koay Ji tetap berdiam diri dan bersikap agak lepas, siap menerima penjelasan dan siap jika tidak diberitahu. Tidak sangat menuntut, tetapi juga tidak membiarkan Siauw Hong mendiamkan dan tidak memberitahunya. Menuntut sebagai bentuk perhatian kakak kepada adik, mendiamkannya karena percaya bahwa Siauw Hong mampu untuk memilih apa yang perlu dia lakukan.
"Hmmm, baiklah terserah engkau adikku, jika memang memberitahuku membuatmu merasa tidak enak, lebih baik jangan..... yang penting engkau selalu merasa baik dan tidak usah terlampau gelisah seperti itu.... toch toakomu tidak tahu dan tidak akan tahu apakah engkau berdusta atau tidak....." hebat kata-kata bersayap dari Koay Ji ini. Merasa menerima dan biasa saja jika diberitahu, dan merasa bahwa yang lebih penting adalah perasaan dan rasa aman Siauw Hong.
Kata-kata Koay Ji menambah rasa gelisah dalam hati Siauw Hong. Jika Koay Ji mendesaknya, tidak mungkin dia tidak salah tingkah, tetapi karena dia tidak didesak dan ditekan, tetapi menyerahkan pertimbangannya pada dirinya sendiri, malah membuat Siauw Hong merasa semakin kesulitan. Semakin gelisah memikirkan apa yang sebaiknya dia lakukan. Apalagi, karena Nenek Hua Hun tadi sudah sempat membisikinya, bahwa sebentar lagi persiapan akan tuntas dan dalam waktu dekat akan segera penyusup masuk menyerang. Apa yang harus dia lakukan....." sungguh bingung dan sungguh runyam keadaannya.
"Baiklah, jika engkau keberatan mengatakannya, lebih baik kita berlatih saja. Dan karena dalam waktu dekat kita akan mengalami keadaan yang amat tidak aman, maka ingin kuturunkan satu buah ilmu lain kepadamu. Ilmu ini adalah salah satu ilmu langkah mujijat dan sekaligus melatih ginkang untuk bergerak cepat dan taktis. Sengaja kuturunkan kepadamu sebagai adikku satu-satunya, karena tidak bisa setiap saat aku mengawasimu, ada saat engkau harus berusaha menjaga dirimu sendiri. Dan jika engkau celaka, maka sebagai toakomu, aku akan merasa sangat berdosa sepanjang hidupku kelak......" berkata Koay Ji dan bangkit berdiri, bersiap untuk memberi latihan dan petunjuk kepada Siauw Hong.
Tetapi, mendengar perhatian dan kecintaan Koay Ji kepadanya, Kang Siauw Hong yang pada dasarnya adalah gadis manis penyendiri dan jarang dikasihi orang lain setulus Koay Ji, justru bukannya senang, malahan menangis. Menangis sedih dan bukannya menangis gembira. Dia berada di persimpangan antara membela Nenek Hua Hun yang banyak berjasa kepadanya ataukah membela Koay Ji yang begitu tulus dalam menyayang dan mengasihinya. Sungguh pilihan yang tidak mudah untuk dia putuskan pada saat itu. Dia mesti membuat pilihan, sudah pasti, tetapi pilihan apa itu, dia maish tetap bimbang.
Menjadi sangat sulit, karena keputusannya bakalan merusak perasaan pihak yang lain kepadanya. Salah satu pasti akan merasa terkhianati. Jikapun tidak, dia sendiri yang akan merasa terhukum sepanjang hidupnya. Tetapi, Siauw Hong semakin hari menjadi semakin yakin dengan pilihannya. Dia merasa Neneknya, Hua Hun seperti sedang memanfaatkan dirinya, menyusup ke Lembah Cemara, mendekati pihak toakonya, Koay Ji dan kelak menyusupkan penjahat untuk memberantas pihak Thian Cong Pay. Celakanya, dia menyaksikan sendiri bagaimana gagahnya dan betapa persaudaraan antara mereka sesama saudara seperguruan menyelinap masuk ke sanubarinya. Dan harus diakui, diapun juga merindukan persaudaraan seperti itu, serba tulus dan saling menguatkan. Dia menyaksikan pihak Thian Cong San yang gagah perwira, juga Lembah Cemara, sementara pihak Neneknya adalah manusia manusia tengil yang tidak bertanggungjawab.
"Siapa yang harus kupilih....?" desisnya dalam hati, sementara Koay Ji terperangah ketika melihat Kang Siauw Hong justru menangis sedih. Meski dia dapat merasakan kesulitan Siauw Hong, tetapi karena diapun sedang dalam tugas yang maha penting, maka mau tidak mau dia harus terus bersandiwara. Hanya, perlakuannya kepada Kang Siauw Hong memang tulus, karena dia memang sudah menyayangi gadis itu sebagaimana seorang kakak kepada adik perempuannya. Maka, diapun tentu saja tidak ingin gadis manis itu melakukan sebuah tindakan durhaka yang bakalan amat merusak pribadinya dan masa depannya nanti.
"Sudahlah moi-moi, kakakmu ini tidaklah akan mendesakmu. Jika memang engkau tidak bisa membicarakannya dan tidak mau berlatih, biarlah kita beristirahat disini sejenak dan kemudian kita boleh beristirahat saja......" bisiknya sambil merangkul kepala Siauw Hong penuh kasih sayang. Dan perlakuan penuh kasih ini, justru semakin memukul perasaan Siauw Hong yang memang merindukan seorang kakak menjadi sandaran hidupnya yang penuh derita selama ini.
"Huhuhuhu, toako,,,,, bukannya adikmu ini tidak ingin bicara, tetapi... huhuhuh, jika bicara, teramat sulit untuk dapat dipahami orang. Dan bahkan mungkin, toako akan meninggalkan aku karena merasa jijik dan tidak suka,,,, huhuhuhuh....." tangis Siauw Hong pada akhirnya tumpah juga, karena perasaan yang ditahan-tahannya sudah melampaui batas daya tahan emosinya.
"Acccchhh, adikku, apakah engkau kira setelah toakomu ini bersumpah, maka toako tidak akan menaati sumpah itu" Engkau sudah menjadi adikku, apapun yang kelak terjadi, maka itu akan menjadi tanggungjawabku. Dan apapun yang terjadi dengan dirimu pada masa lampau, maka biarlah itu menjadi masa lalumu, dan tidak akan ada alasan toakomu ini untuk merasa jijik dan kemudian kelak meninggalkanmu. Tidak mungkin seperti itu...." bujuk Koay Ji sambil terus memeluk kepala adiknya itu dengan penuh kasih.
"Huhuhuhu, engkau, engkau tidak tahu toako, jika adikmu ini adalah keturunan orang yang dianggap penjahat besar...... adikmu ini adalah cucu luar dari seorang tokoh bernama Pek Kut Lojin, Hua Bong...... huhuhu, apakah engkau tidak merasa jijik dan mulai menyesal menjadi kakakku... huhuhuhu" dengan terbata-bata, diselingi dengan tangis dan air matanya, Siauw Hong menjelaskan siapa dirinya. Tetapi, dia menjadi kaget karena mendapati Koay Ji yang biasa saja, tidak terasa menjadi kaget dan melepaskan rangkulan serta pelukan penuh kasihnya itu. Bahkan sampai lama, tidak terdengar Koay Ji berkata apa-apa, tetapi tetap memeluknya dengan kasih, hal yang dapat dirasakan olehnya bukan secara fisik, tetapi dalam naluri dan hatinya. Koay Ji memang memutuskan untuk memberi keyakinan kepada Siauw Hong, bahwa dia dikasihinya sebagai adiknya. Dan pilihan Koay Ji bukan karena kecerdasan otaknya, tetapi karena memang dia memiliki rasa sayang sebagai seorang kakak terhadap adik yang lama tidak dimilikinya.
Cukup lama mereka tenggelam dalam diam sementara Siauw Hong terus terisak dalam kesedihannya. Dan setelah sekian lama, karena Koay Ji tidaklah bersuara sampai beberapa lama, pada akhirnya adalah Kang Siauw Hong yang masih terus menangis, dan dengan nada mengenaskan berkata lagi dalam tangisnya yang sulit untuk berhenti itu:
"Huhuhu, toako, apakah engkau benar-benar tidak merasa jijik kepadaku yang kau kira baik-baik saja ini...." mengapa engkau diam saja" Apakah memang aku sama sekali memang tidak berhak menjadi adikmu yang engkau sayangi itu" atau menjadi orang baik-baik" huhuhuhu..."
"Tidak, tidak Siauw Hong, tidak. Engkau tetap saja Kang Siauw Hong atau apapun namamu, engkau tetaplah adikku yang kusayangi. Aku tidak memiliki seorangpun keluarga, tidak punya ayah, tidak punya ibu, adik dan kakak. Mereka semua entah dimana, yang kutahu yang seperti itu tidak kupunya dan kumiliki, atau tidak kutahu mereka ada atau tiada. Memilikimu sebagai adik angkatku adalah karunia terbesar bagiku selama beberapa tahun usia hidupku. Menjadi cucu seorang kakek seperti Pek Kut Lojin bukanlah pilihanmu, sejauh engkau tetap berjalan dijalan yang benar dan berlaku adil bagi sesama..... banyak orang yang mengaku pendekar tetapi juga berlalu khianat. Maka engkau mesti berusaha berbeda dengan leluhurmu itu, harus berusaha dengan keras"
"Huhuhuhu, engkau, engkau tidak tahu kisah sesungguhnya dari gwakong, toako. Tidak ada orang yang tahu. Selain diriku dan Nenek Hua Hun, tak ada yang tahu, kecuali mungkin seorang lagi, yaitu Suhumu Bu In Sinliong. Tapi Nenek Hua Hun berusaha menutupinya. Huhuhuhu, toako, Gwakong tidaklah sejahat yang dikenal semua orang..... dia menjalani hidup sebagai penjahat karena desakan dan tekanan suhunya. Dia berbuat begitu untuk melindungi kedua sutenya yang masih amat muda, dan juga melindungi anak-anak dan juga cucunya, dia terpaksa hidup sebagai durjana besar, meski dia lakukan dengan berurai air mata darah. Bu In Sinliong sebenarnya membebaskan totokan dan racun dalam tubuh Gwakong ketika mereka akhirnya bertemu, tetapi disiarkan secara berbeda ke rimba persilatan oleh Suhu dari Gwakong yang amat jahat itu..... huhuhuhu, kasihan gwakongku itu. Mengetahui Bu In Sinliong berhasil menyembuhkan Gwakong, suhu gwakong justru menghadiahkan sebuah pukulan hebat yang malah bakalan membuat seluruh iweekang Gwakong merembes hingga habis dan musnah..... huhuhuhuhuh, dan dalam keadaan itulah Gwakong menemuiku untuk menceritakan sejarah hidupnya yang mengenaskan dan juga mewarisiku seluruh tenaga iweekangnya serta juga kitab pusaka itu. Yang jahat sebenarnya adalah Suhunya itu, tokoh kejam yang sangat berbahaya, tetapi sayang dia terlampau hebat dan terlampau misterius. Bahkan, dia masih memiliki lagi kedua saudara seperguruannya yang juga amat hebat minta ampun itu...... huhuhu, mereka, mereka ingin menyerbu Thian Cong Pay toako, mereka ingin menghabisi Lembah ini....... huhuhuhu"
"Terima kasih adikku,, terima kasih karena engkau mempercayai kakakmu ini. Tetapi, Percayalah, sebagaimana Suhuku dahulu sudah membantu Gwakongmu itu, begitu juga aku muridnya akan berusaha membantumu menegakkan keadilan bagimu. Sesungguhnya, ada bagian yang sudah kakakmu ini ketahui cukup jelas, tetapi tanpa engkau menyebutkannya kepadaku, maka semua akan menjadi sia-sia. Toakomu ini tahu bahwa engkau juga mengasihiku sebagai kakakmu, maka tidak ada alasan untuk tidak menjagamu dengan taruhan apapun,,,,, hidupmu selanjutnya akan kuatur dan kujaga sebaik yang kumampu, itu adalah sumpahku untuk langit dan bumi, dan engkau sudah mengetahuinya......" berkata Koay Ji pada akhirnya, menegaskan dan menguatkan Kang Siauw Hong. Sampai berapa lama mereka berdua masih terus saling rangkul dengan penuh kasih, sampai akhirnya Koay Ji berkata dengan suara lembut dan membangunkan Siauw Hong:
"Adikku, tetapi sudah waktunya engkau untuk bangkit. Engkau boleh menceritakan apa yang akan mereka lakukan nanti, tetapi malam ini engkau harus menguasai sebuah Ilmu Perguruan Gwakongmu sendiri, yang kuyakin, tokoh-tokoh perguruan Gwakongmu tidak menguasai sebaik yang kukuasai. Karena itu, sekarang engkau bangunlah, jadilah adik Koay Ji yang baik, dan harus belajar menjaga dirimu sendiri karena kita akan melampaui banyak pertempuran berbahaya.
Mendengar suara Koay Ji yang penuh semangat dan juga tantangan Koay Ji baginya untuk bangkit, Kang Siauw Hong merasa tertantang dan semangatnya juga bangun kembali. Karena itu, diapun mengangguk dan kemudian mencoba untuk berdiri, bahkan sebentar saja dia sudah berkata:
"Baiklah toako, akupun tentunya tidak ingin untuk mempermalukan engkau yang menjadi kakakku. Tapi, terus terang saja, ilmu apa gerangan yang akan engkau latihkan kepadaku itu....?" tanya Kang Siauw Hong dengan senyum yang sudah kembali menghias dan menggantung dibibirnya. Betapa cepat dia bisa bangkit dan memacu semangatnya, hal yang membuat Koay Ji menjadi senang dan menjadi bertambah-tambah semangatnya.
"Malam ini akan kuturunkan rahasia besar dua Ilmu Mujijat yang juga berasal dari perguruan Gwakongm sendiri, kedua ilmu tersebut yakni Ginkang Cian Liong Seng Thian (Naga naik kelangit) dan juga Ilmu Langkah Thian Liong Pat Pian (Naga Langit Berubah Delapan Kali). Kedua ilmu ini harus engkau kuasai malam ini juga, harus melatihnya lebih sempurna, meski untuk dapat menyempurnakannya dapatlah dilakukan lain kali saja. Sedangkan khusus untuk Ilmu yang terakhir itu, haruslah engkau kuasai malam ini juga dengan petunjuk-petunjukku secara langsung. Jangankan Nenekmu ataupun Penguasa Lembah Cemara, bahkan tokoh-tokoh kelas utamapun belum akan mampu menangkapmu jika engkau sudah mampu menguasai intisari ilmu mujijat itu. Dan supaya engkau tahu, meskipun ilmu itu berasal dari peguruan gwakongmu, tetapi sudah berbeda amat jauh. Karena sudah kakakmu ini sisipkan banyak sekali jurus-jurus dan gerakan-gerakan baru yang justru membuatnya jauh berbeda namun jauh lebih lengkap lagi. Jika kelak dibandingkan dengan gwakongmu dan saudara seperguruannya yang lain, mereka merasa bakal amat pangling dan kesulitan untuk menghadapinya secara langsung. Nach, engkau segera bersiaplah, berlatih secara sungguh-sungguh...."
Selanjutnya selama satu jam bahkan lebih, Koay Ji menurunkan teori dan sekaligus juga penjelasan detail bagaimana melatih kedua ilmu itu dengan cara yang benar dan baik. Tetapi, secara khusus dia menjelaskan lebih lengkap Ilmu mujijat yang kedua, dan khusus untuk malam ini dia mengajarkan bagian pertahanannya. Setelah merasa sudah cukup, Koay Ji kemudian berkata kepada Nona Kang Siauw Hong, yang sudah menjadi adik angkatnya itu:
"Sekarang engkau boleh berlatih di tempat ini sendirian, yakinlah tidak bakalan ada seorangpun yang akan dapat datang serta menemukanmu disini. Toakomu harus mengantisipasi semua keadaan dan akan kembali lagi setelah satu atau dua jam nanti dan memeriksa kemajuanmu. Dan pada saat itu, engkau sudah harus mampu memainkan Ilmu kedua bagian pertahanan secara lebih baik meski masih belumlah sempurna. Ingat baik-baik teori dan penjelasan toako tadi, kuncinya berada disana, baik untuk teori maupun untuk melatihnya. Menjelang subuh kelak, toakomu nanti akan melakukan sesuatu yang penting untuk kemajuanmu nanti.... tetapi sekarang, nach, engkau mulailah adikku...."
"Baik toako....." jawab Kang Siauw Hong penuh semangat dan sebentar saja sudah bergerak untuk melatih ilmu ajaran Koay Ji.
Koay Ji mengamati sekilas saja adiknya berlatih, dan dia gembira karena memang adiknya itu amat cerdas dan sangat berbakat. Meski masih terlihat canggung dan tentu saja terdapat banyak kekeliruan, tetapi perlahan-lahan sambil mengingat tapi terus bergerak, diapun memperoleh kemajuan yang cukup pesat. Mau tidak mau Koay Ji tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala menyaksikan Nona manis itu bergerak dan terus berlatih. Tetapi setelah beberapa saat, diapun memutuskan pergi terutama setelah yakin Siauw Hong akan dapat berlatih sendiri dan nanti dapat diluruskannya jika keliru. Untuk saat itu, dia harus segera menemui saudara-saudara seperguruannya sesuai janjinya:
Waktunya sangat tepat, karena semua saudaranya sudah terlihat gelisah menunggu kedatangannya. Karena itu, begitu dia masuk, semua memandang kepadanya dan kemudian terdengar Tek Ui Sinkay berkata:
"Masuklah sute, kami semua menunggumu dengan nyaris tak sabar...hahaha" masih sempat dia berkelakar, tetapi dia tahu bahwa adik seperguruannya itu pastilah berhasil dengan misinya. Hal itu dapat dilihat dari sinar mata siauw sutenya yang nampak berkilat dan gembira emosinya;
Dan baru saja Koay Ji duduk bersila, dia sudah langsung diminta berbicara oleh Tek Ui Sinkay yang sebelumnya melayangkan senyum kearahnya terlebih dahulu sambil kemudian berkata dengan suara tegas:
"Para suheng, sumoy dan sute, lohu sudah tahu dia pasti akan membawa hasilnya. Karena itu, sebaiknya langsung saja kita dengarkan apa yang sudah dia peroleh dan ketahui, kita bersama mendengar terlebih dahulu. Nach, siauw sute, bagaimana laporan dari yang engkau tahu itu...?"
Setelah menarik nafas sejenak, Koay Jipun kemudian menceritakan atau lebih tepat melaporkan apa yang berhasil dia ketahui:
"Para suheng dan suci, kita sedang berhadapan dengan Perguruan Pek Kut Lojin, tetapi dengan kisah lain yang kita belum tahu. Bahkan mungkin kita akan terkejut jika mendengar dan mengetahui hal-hal tersembunyi yang selama ini masih gelap dan misterius. Suhu hanya sekilas berkata tempo hari, bahwa dibalik Pek Kut Lojin ada kekuatan yang lebih besar, sangat besar malahan. Dan karenanya janganlah kita percaya dengan apa yang ada di permukaan belaka. Dan memang benar, karena Pek Kut Lojin ternyata adalah orang teraniaya, yang melakukan kejahatan karena tekanan Suhunya dan untuk melindungi adik seperguruan beserta semua anak serta cucunya. Dia dalam totokan dan pengaruh racun Suhunya dan mau tidak mau berbuat kejahatan dan menjadi musuh utama rimba persilatan Tionggoan. Dan, yang amatlah aneh, ternyata Suhu kita bukanlah mengalahkan dan menotoknya untuk memunahkan kepandaian ilmu silatnya. Sebaliknya, Insu membebaskannya dari totokan suhunya dan memunahkan racun yang dimasukkan kedalam tubuhnya oleh gurunya sendiri dan yang memaksanya untuk berbuat kejahatan. Sayangnya, belakangan suhunya tahu apa yang Insu lakukan dan memunahkan kepandaian Pek Kut Lojin. Disaat terakhirnya, dia menemui cucunya dan menyerahkan kitab pusaka, juga menyerahkan iweekang perguruan dan mentransfer semua iweekang miliknya itu kepada cucu perempuannya. Cucunya itu berada bersama kita di Thian Cong Pay ini, dialah yang mengetahui kisah ini dan membawa TANDA PENGENAL INSU bagi kita semua, sebuah miniatur Sin Liong yang terbuat dari batu pualam kehijauan. Tanda yang sama yang ditinggalkan Suhu sebagai gantinya bagi kita semua, tetapi yang mesti kuambil beberapa waktu kedepan, sesuai waktu yang ditetapkan Insu. Nach, yang bekerja untuk menyusupkan musuh ke dalam Thian Cong Pay kita adalah adik dari gwakongnya, Pek Kut Lojin, yang bernama Nenek Hua Hun, istri Hoan Thian Kheng yang identitasnya bahkan tidak diketahui mertua Chit Suheng kita. Beberapa hari lalu tecu secara tidak sengaja mendengarkan perdebatan antara Nenek dan cucunya, ya, cucu Pek Kut Lojin adalah Kang Siauw Hong. Sang Nenek memaksa Siauw Hong membuka rahasia Barisan dan menyelundupkan tokoh-tokoh dari Pek In San, tetapi Siauw Hong menolak mati-matian. Pada akhirnya, adalah Hua Hun sendiri yang akan membuka pintu Barisan, dan akan dilakukan dua hari kedepan. Itu sebabnya ada laporan penyusupan tokoh-tokoh Pek In San, karena memang mereka, para pentolan Bu Tek Seng Pay adalah keluarga Perguruan Pek Kut Lojin, dan tecu sudah pernah bertempur dengannya, jadi bisa memastikannya. Mungkin sekali Bu Tek Seng Ong adalah Suhu Pek Kut Lojin..... maka, mau tidak mau, kita semua harus berhati-hati......"
Semua tersentak mendengarkan kisah dan informasi dari Koay Ji. Terutama Tek Ui Sinkay yang mengetahui kisah yang berbeda tenang Pek Kut Lojin. Tetapi, kisah Koay Ji barusan sangat masuk akal, selain itu, Suhu mereka sendiripun memang tidak pernah bercerita hal yang negatif mengenai Pek Kut Lojin. Meskipun sang Suhu turun tangan, tetapi sama sekali dia tidak menceritakan hal yang negatif soal Pek Kut Lojin. Mungkinkah karena sebab yang baru saja dikisahkan Koay Ji" Entah, Tek Ui Sinkay sulit menyimpulkannya.
Tetapi, yang berbahaya bukan kisah tentang Pek Kut Lojin, melainkan kisah lain yang ada hubungan dan kini sedang mengancam Thian Cong Pay karena alasan yang lain. Pembalasan. Dan jelas mereka harus sangat siap dengan kemungkinan penyusupan dan menyerang mereka langsung di tempat mereka tinggal. Apalagi, karena musuh sudah berada di pintu gerbang, sewaktu-waktu dapat segera masuk dan menyerang mereka di Thian Cong Pay. Itu yang menjadi beban pikiran Tek Ui Sinkay pada saat Koay Ji selesai memberikan laporan.
Dan mereka semua tentu saja, dalam pimpinan Tek Ui Sinkay perlu merancang strategi yang tepat. Tentunya strategi mengenai bagaimana menyambut musuh, bagaimana mengamankan mereka-mereka yang amat perlu diamankan di Thian Cong Pay, dan bagaimana melawan musuh-musuh hebat itu. Beum lagi menjaga Gua pertapaan Insu mereka, karena bisa dipastikan musuh akan berusaha mencari hingga ke Gua pertapaan itu.
"Gakhu tidak mungkin percaya begitu saja dengan apa yang akan kuceritakan, selain itu, keadaannya justru bisa sangat berbahaya dan kemungkinan akan dapat diserang lebih dahulu. Oleh karena itu, lebih baik kita tidak usah melibatkan Gakhu sejak awal, akan tetapi membiarkannya mengetahui secara langsung apa yang dilakukan oleh Nenek Hua Hun. Sekaligus pada saatnya dia akan paham, apa dan siapa latar belakang dari istrinya itu, yang jika tidak keliru menduga, kelihatannya memang menggunakan Lembah Cemara untuk tempatnya bersembunyi......." Cu Ying Lun menganalisis dan mengemukakan pendapat pribadinya. Betapapun dia masih belum mengetahui posisi dan keberpihakan mertuanya bersama seluruh rombongannya, dan karena itu dia membiarkan mertuanya untuk tidak terlibat dulu. Meski, dia juga menyiapkan penjagaan atas kemungkinan buruk tiba-tiba mereka justru menusuk dari dalam.
"Benar, lebih baik mertuamu jangan dilibatkan dulu sute, karena sejujurnya kitapun masih belum tahu dan yakin ada dimana dan bagaimana keberpihakannya pada saat seperti sekarang ini...." Tiat Kie Bu berkata dan langsung setuju dengan usulan yang dilemparkan Cu Ying Lun.
?"Hmmmm, boleh saja begitu, tetapi artinya, kitapun wajib mengantisipasi jangan sampai Lembah Cemara tiba-tiba ikut-ikutan memukul kita dari dalam, meskipun kemungkinan itu kecil, tetapi tetap saja memungkinkan. Karena itu, kita harus betul-betul sangat siap, siap menyambut musuh dari luar, dan siap menghadapi mereka yang sudah berada di dalam...." berkata Tek Ui Sinkay sambil menatap Cu Ying Lun yang mengangguk dengan pasti.
"Justru karena itu, semua harus kita pertimbangkan dan mesti kita hitung secara rapih, jangan sampai kita terkejut dan tak mampu mengantisipasi keadaan pada saat yang berbahaya ...?"?"" tambah Tiat Kie Bu
"Besok bersama Su Suci kami akan berada di Thian Cong Pay, mana tahu ada hal hal penting lainnya yang kami temukan...." tiba-tiba terdengar Oey Hwa ikut bicara dan melibatkan nama Pek Bwe Li, tentunya setelah keduanya saling tatap dan saling menganggukkan kepala. Nama terkahir terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya menyetujui ucapan Oey Hwa
"Begitu juga bagus sumoy, setidaknya mengawasi keadaan Thian Cong Pay besok hari. Jika bisa, periksa kembali semua rumah di kisaran Thian Cong Pay, tetapi untuk itu, bawalah bersama kalian berdua kedua sutit kita itu. Adalah lebih baik mereka yang langsung melakukan pemeriksaan setiap rumah yang berada di Thian Cong Pay ini...." berkata Tek Ui Sinkay
"Hmmmm, benar sekali, bawalah serta kedua anak muridku jiwi sumoy, mereka akan membantu dengan senang hati...." Pek Ciu Ping bicara untuk menyetujui usul agar kedua muridnya dilibatkan.
"Baiklah, para suheng dan suci, tecu akan kembali untuk mengetahui hal-hal lain yang penting menjelang kedatangan musuh...." tiba-tiba Koay Ji menyela dan semua suheng dan sucinya mengangguk.
"Siauw sute,,,,, apakah engkau amat yakin dan percaya bahwa Nona Kang Siauw Hong baik-baik saja dan berada di pihak kita dalam persoalan saat ini...?" tanya Pek Bwe Li kepada Koay Ji
"Su suci, masih ada beberapa informasi penting yang dia ketahui, semoga dugaanku bahwa dia bersama kita tidak meleset, tetapi jika meleset, sudah ada strategi untuk menanganinya secara lebih baik....." jawab Koay Ji sambil kemudian minta diri dari semua suheng dan sucinya.
Sebagaimana janjinya, setelah bertemu saudara-saudara sepergurunnya dan juga mempercakapkan persoalan yang rada berbahaya terkait penyusupan ke Thian Cong Pay, Koay Ji kembali menemui Siauw Hong. Sesuai dugaannya, tidaklah amat sulit bagi Siauw Hong untuk memahami rahasia langkah mujijat, terutama karena dia memang sudah membuka kunci rahasianya. Dia mengamati sejenak dari luar, dan menemukan betapa Kang Siauw Hong sudah bergerak dengan benar, nyaris lebih dari setengahnya dan sudah cukup memadai.
Ketika dia munculkan dirinya kembali untuk menjumpai Kang Siauw Hong yang sedang asyik berlatih, waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam. Tetapi yang hebat dan tidak membuatnya kaget, ternyata gadis itu sudah terlihat mampu dan dapat memainkan Ilmu Langkah Ajaibnya dengan baik. Hanya tinggal melatihnya agar dapat memainkannya secara lebih lepas, lebih baik dan bisa mengurangi kekeliruan dan kesalahan yang tidak perlu. Dan untuk itu, Koay Ji tentu saja akan kembali membantunya untuk bisa memperbaiki beberapa kesalahan dan kekeliruan agar Kang Siauw Hong dapat segera menyempurnakannya dan bahkan kemudian melanjutkan latihannya dengan lebih baik lagi. Yang pasti Koay Ji nampak senang dengan kemajuan Siauw Hong.
Demikianlah sampai pagi hari, mereka masih saja terus berlatih dengan Kang Siauw Hong berusaha terus menyempurnakan kedua ilmu gerak yang diturunkan oleh Koay Ji. Terutama Ilmu langkah Thian Liong Pat Pian yang juga sangat disukai oleh Siauw Hong. Dan Koay Ji membantu dengan penjelasan dan contoh-contoh dari pinggir lapangan dimana Siauw Hong berlatih. Meskipun khusus untuk ilmu Ginkang Cian Liong Seng Thian (Naga naik kelangit) dia masih terhitung mentah, namun sudah cukup memadai untuk latihan Ilmu Langkah Thian Liong Pat Pian (Naga Langit Berubah Delapan Kali).
"Untuk saat ini, dia sudah terlihat cukup mantap dan juga sudah cukup aman bagi Siauw Hong bertarung melawan lawan-lawan tangguh, mungkin cukuplah malam ini buat dia berlatih, kelak bisa dilanjutkan", demikian pikir Koay Ji untuk kemajuan Kang Siauw Hong. Koay Ji berpikir demikian karena melihat kesalahan Siauw Hong semakin sedikit, dan kemajuannya sudah memadai. Tetapi, dia tetap optimis karena Siauw Hong cukup cerdik dan memang pintar sehingga latihan-latihan selanjutnya pasti mengalami kemajuan yang lebih hebat lagi.
Setelah beristirahat sejenak dan melepas Siauw Hong, Koay Ji kemudian kembali bertemu dengan saudara seperguruannya, dan berlatih bersama dengan Siok Han dan Kwa Siang. Beberapa hari terakhir Bun Siok Han mengalami kemajuan yang luar biasa, sementara Kwa Siang mulai memiliki kegesitan tersendiri setelah ikut berlatih ilmu ginkang dari Koay Ji. Khusus Kwa Siang, Koay Ji memang memikirkan amat lama dan dalam, bagaimana meningkatkan kegesitannya sehingga mampu menyerang lawan lebih hebat. Dan demikianlah pagi itu mereka menemukan seri kegembiraan yang sama, baik Koay Ji dengan semua saudara seperguruannya maupun dengan kedua sutitnya. Tetapi, kabar baru segera muncul dan membuat Koay Ji sedikit merasa bingung dan sedikit gembira.
Hari itu muncul Nona Tio Lian Cu dan Kong Yan, mereka berdua sedang mencari sang tabib muda bernama Bu San. Tetapi bersama mereka, muncul juga rombongan Khong Sim Kaypang yang sangat mengejutkan dan mengagetkan Tek Ui Sinkay, meski yang juga sangat menggembirakannya. Tentu saja dia tahu rahasia tentang Khong Sim Kaypang dan hubungan mereka dengan Kaypang. Karena tahu, maka Tek Ui Sinkay merasa kaget dan sekaligus gembira. Dia paham kehebatan Khong Sim Kaypang, kemisteriusan mereka, tetapi juga kehebatan dan komitmen mereka dalam membantu kaum pengemis. Tentu saja termasuk dalam membantu Kaypang. Karena bisa dipastikan, setiap Kaypang mengalami bencana besar, Khong Sim Kaypang pasti akan munculkan diri membela.
"Siauw sute, ayolah kita harus segera temui mereka......" ajak Tek Ui Sinkay begitu diberitahu berita akan kedatangan atau tepatnya ijin untuk masuk atas kedatangan tokoh-tokoh yang tadi sudah diberitahukan nama mereka itu. Padahal, yang mesti mengeluarkan ijin sebenarnya adalah Cu Ying Lun yang menjadi pangcu Thian Cong Pay pada saat itu. Tentu saja Tek Ui Sinkay paham, dan dia sudah saling pandang dengan Cu Ying Lun yang jelas senang karena cucunya sudah pulang. Melirik Koay Ji, mereka terlihat bingung.
"Marilah Sam Suheng, kita menerima dan menjemput mereka, lagipula ada cucu luarku yang bersama mereka....." Cu Ying Lun sadar dan sudah diberitahu Tek Ui Sinkay mengenai organisasi rahasia kaum pengemis yang kabarnya sangat hebat itu. Dia lebih semangat lagi karena mendengar cucu luar yang amat dibanggakannya itu juga sudah tiba dan akan memasuki Thian Cong Pay sebentar lagi. Tetapi, ketika keduanya mulai melangkah pergi, mereka kaget karena tidak terlihat siauw sute mereka ikut bersama mereka untuk menjemput orang. Otomatis Tek Ui Sinkay berbalik dan memandangnya:
"Siauw sute, engkau kenapa,,,,,,,?" tanyanya heran, terlebih melihat seri wajah sute termuda mereka yang kebingungan
"Mereka, mereka mencari Bu San, bukan mencariku jiwi suheng...." jawab Koay Ji yang terlihat kebingungan itu. Dan mendengar itu, Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun menjadi tersenyum dan merasa geli.
"Accccch, itulah karena engkau terlampau sering bermain rahasia-rahasiaan segala. Sudahlah, itu hal mudah, nanti suhengmu yang mengaturnya, ayooo....", ajak Tek Ui Sinkay yang maklum dengan kesulitan Koay Ji dan juga kasihan melihat wajah Siauw Sutenya yang demikian bingung.
Karena Sam Suhengnya sudah menjamin, maka Koay Ji dengan masih bingung pada akhirnya memutuskan ikut. Bun Kwa Siang juga segera memilih untuk ikut bersamanya, sedang Bun Siok Han sedang menekuni petunjuk-petunjuk Koay Ji barusan dan tidak ingin konsentrasinya buyar. Maklum, baru saja dia memperoleh banyak sekali petunjuk baru yang membuatnya sangat kesengsem dan karena itu menolak untuk ikut serta.
"Siapapun yang akan masuk, sudah diperintahkan meminta ijin kita, karena itu kita perlu bergegas jangan sampai mereka merasa diremehkan karena terlampau lama menunggu kita,,,,," berkata Cu Ying Lun dan kemudian mengajak kedua saudara seperguruannya mengerahkan ginkang untuk dapat lebih cepat mencapai lembah pintu masuk ke Thian Cong Pay.
Tidak berapa lama ketiganya sudah berpacu dengan kecepatan menggunakan ilmu ginkang Liap In Sut dan melesat kedepan dengan kecepatan tinggi. Sementara Bun Kwa Siang dengan terpaksa harus dibantu oleh Koay Ji dengan jalan memegang lengannya agar bisa melesat dengan sama cepatnya dan tidaklah tertinggal jauh di belakang. Dan tidak berapa lama kemudian, merekapun sudah berada di pintu masuk lembah, dan benar disana sudah menunggu beberapa orang. Mungkin ada 12an orang menunggu disana, dan mereka terlihat menunggu dengan sabar dan tidak terlihat gelisah.
"Lohu Tek Ui Sinkay selaku pejabat Pangcu Kaypang dan sekaligus selaku Bengcu Tionggoan mengucapkan selamat datang kepada saudara-saudara Khong Sim Kaypang, saudara tua, serta sahabat sejati kami yang selalu melindungi Kaypang kami........." terdengar ucapan selamat datang dan sekaligus perkenalan Tek Ui Sinkay begitu melihat orang-orang di pintu masuk Lembah dan segera mampu dan bisa mengenali seragam Khong Sim Kaypang. Karena itu, tak menunggu lama, dia sudah menyapa dan memperkenalkan diri sekaligus menunjukkan pengetahuannya atas keadaan dan siapa Khong Sim Kaypang itu.
"Hahahahaha, nama besar Tek Ui Sinkay terdengar mentereng untuk saat ini, kami Tiang Seng Lojin mewakili rombongan Khong Sim Kaypang menyampaikan salam hormat dan selamat berjumpa....." terdengar dan terlihat tokoh tertua rombongan itu, dikenal dengan nama Tiang Seng Lojin sudah menyahut dan memperkenalkan diri. Sementara orang-orang di belakangnya sama berdiri dan menyambut Tek Ui Sinkay yang berjalan mendekati rombongan mereka.
"Acccch, kami dari Kaypang sungguh sangat terhormat mendapatkan kunjungan dan juga simpati dari saudara tua Khong Sim Kaypang, mari-mari saudara-saudara, dan ach, Tio Ciangbudjin selamat bertemu kembali......." sambut Tek Ui Sinkay ketika melihat Tio Lian Cu berada bersama rombongan itu. Bahkan berdiri di barisan terdepan bersama dengan Tiang Seng Lojin, Khong Yan dan kedua Pengemis gagah perkasa lainnya. Kelihatannya mereka memang melakukan perjalanan bersama selama beberapa hari ini.
"Selamat berjumpa Bengcu,,, Cu Pangcu dan saudara....", sahut Tio Lian Cu sambil memberikan penghormatan begitu bertemu Tek Ui Sinkay, tetapi belum begitu kenal dengan Koay Ji, beda dengan Khong Yan yang sejak tadi memandangi Koay Ji seperti kenal dan seperti tidak.
"Gwakong, Tek Ui Supek yang budiman, selamat bertemu kembali....." Khong Yan sudah memberi hormat kepada kedua tokoh tua itu, yang salah satunya memang adalah kakek luarnya sendiri. Dan kemudian diapun melirik Koay Ji yang juga sedang memandangnya dengan sinar mata aneh pada saat bersamaan. Keduanya saling pandang dan kemudian sama-sama tersenyum, dan adalah Khong Yan yang kemudian menyapa terlebih dahulu dengan berkata ragu:
"Koay Ji suheng, apakah benar....?" tegur dan sapanya dengan penuh persahabatan tetapi juga dengan rasa hormat.
"Hahahaha, Khong Yan, engkau berusia beberapa bulan lebih tua daripadaku, tetapi Suhu sungguh sangat usil membuatku yang lebih muda tetapi justru yang menjadi suhengmu......." sambut Koay Ji yang membuat Khong Yan menjadi gembira dan kemudian keduanya berpelukan. Tetapi pada saat itu, Koay Ji yang merasa gembira bertemu Khong Yan menyaksikan paras muka Tio Lian Cu yang juga terasa cukup dikenalnya, meski sudah banyak berubah. Tapi jelas dia masih ingat. Jelas karena dikepalanya ada bayangan seorang gadis cilik pemberani yang datang bersama dengan Thian Hoat Tosu yang lihay itu.
"Dan tentunya engkau gadis kecil yang nakal itu berapa tahun silam berkunjung ke Gua pertapaan Suhu, Tio Lian Cu kouwnio, benar bukan....." bagaimana kabarmu sekarang Nona Tio?" sambut Koay Ji sambil tetap merangkul Khong Yan yang juga adalah sahabat masa kecilnya itu.
"Benarkah engkau Koay Ji....." mengapa engkau sudah begitu berubah dan nyaris tak kukenali lagi....?" bertanya Tio Lian Cu agak ragu. Jelas bayangan Koay Ji ada di benaknya, tetapi sudah berubah cukup besar dan membuatnya kesulitan untuk dapat mencocokkannya dengan bayangan yang pernah bertemu dengannya pada masa kanak-kanaknya dahulu. Itulah yang membuat dia sejenak kebingungan saat melihat keadaan Koay Ji.
"Tentu saja Tio Kouwnio, umur kita sudah bertambah nyaris 10 tahun, tentu saja kita mengalami banyak perubahan ..." sambut Koay Ji secara santai namun mampu guna menjawab pernyataan Tio Lian Cu yang kaget dengan beberapa perubahan di wajah Koay Ji saat ini.
Sementara itu, Tek Ui Sinkay sudah terlibat percakapan serius dengan pihak Khong Sim Kaypang, sudah berkenalan dengan dua tokoh Khong Sim Kaypang lainnya, yakni Tui Hong Khek Sinkay dan Kim Jie Sinkay, dan bahkan juga dengan Barisan Pengejar Anjing yang hebat mujijat dari Khong Sim Kaypang. Sebuah pertemuan yang cukup seru dan mengharukan, terlebih mengingat pembantaian 200an anggota Kaypang yang amat memurkakan pihak Khong Sim Kaypang. Pertemuan mereka cepat menjadi akrab dengan materi yang sama.
Tetapi tidak berapa lama kemudian, Cu Ying Lun berinisiatif mengundang semua pihak untuk memasuki Thian Cong Pay:
Bukit Pemakan Manusia 8 Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar ( Bwee Hoa Kiam Hiap ) Karya Liong Pei Yen Pedang Keadilan 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama