Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Naga Langit 33

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 33


"Kita sudah tiba....... pintu keluar ini akan membawa kita ke kandang kuda, berada di bagian belakang Markas Bu Tek Seng Pay. Hanya, kita sama sekali tidak tahu, apa pada jam-jam seperti sekarang ini ada orang yang berjaga-jaga ataukah tidak..... jika memang tidak ada dan kosong, maka kita akan masuk melalui kandang kuda itu dan bertemu kembali di tempat penyimpanan makanan (pakan) kuda. Tempat itu berada di sebelah kanan kandang kuda dan cukup untuk menjadi persembunyian kita semua, kita bertiga. Dan dari sana kita bisa melihat-lihat situasi sebentar, dan lanjut kemudian menyelidiki gedung utama mereka yang berada di bagian lebih ke tengah. Hampir bisa kita pastikan jika ketiga kakak seperguruan kita berada di markas utama musuh, karena mereka memang bertugas sebagai pengawal Seng Ong....." jelas Koay Ji kemana mereka keluar, kemana mereka bersembunyi untuk memutuskan saat yang tepat bergerak di markas lawan.
"Baik,,,,," Sie Lan In dan Tio Lian serentak mengiyakan, keduanya merasa cukup jelas dengan informasi dari Koay Ji. Dari mata mereka terlihat atau terpancar sinar mata penuh semangat, bukannya takut.
"Baik, mari kita mulai keluar, harap berhati-hati senantiasa Sie Suci, Tio Kouwnio, kita sedang berada di kandang macan" Koay Ji mengingatkan, hal yang sebenarnya tidak perlu lagi, karena mereka semua sudah amat siap, tentu juga sudah paham jika mereka harus berhati-hati.
Tidak lama waktu yang mereka butuhkan untuk keluar dari tempat tersebut dengan Koay Ji yang bertindak sebagai penunjuk jalan di depan mereka. Dan tentu saja, sebagai penunjuk jalan dan juga sebagai seorang laki-laki, maka dia keluar terlebih dahulu mendahului baik Sie Lan In maupun juga Tio Lian Cu. Dan kurang dari 3 menit belaka, mereka bertiga sudah aman berada di dalam gudang penyimpanan makanan atau pakan kuda, masih berada masih tidak jauh dari lokasi kandang kuda tempat mereka masuk tadi. Keadaan cukup senyap dan mereka tidak melihat ada kegiatan ataupun ada peronda yang berlalu lalang dan berjaga di sekitar tempat mereka menyembunyikan diri. Keadaan relatif tenang. Sunyi dan amat tepat untuk segera beraksi memasuki kandang lawan.
"Mulai saat ini, kita bertiga berkomunikasi dengan "Ilmu menyampaikan suara", agar tidak terlacak lawan" Koay Ji menyampaikan maksud dan usulannya melalui ilmu menyampaikan suara, dan selanjutnya percakapan mereka dilakukan dengan ilmu khas yang sulit terlacak ini. Mereka bertiga sudah memiliki kemampuan yang lebih dari cukup untuk bercakap melalui ilmu itu.
"Kita perlu menyelidiki dimana gedung utama Bu Tek Seng Pay, hal ini yang masih belum dapat kulakukan pada berapa hari yang lalu, semoga bisa kita temukan dalam waktu yang lebih cepat" usul Koay Ji yang langsung disetujui bertiga dan segera akan mereka kerjakan.
"Biar aku yang bekerja untuk mencari tahu dan menyelidikinya,,," terdengar Sie Lan In berkata, mengajukan dirinya dan sudah akan langsung bergerak dan bertindak jika saja Koay Ji tidak segera menahannya dan berkata,
"Perlahan Sie Suci,,,,, kita tidak ingin mereka sadar bahwa tempat ini sudah kita ketahui dan kita masuki, sedapat mungkin kita tidak boleh meninggalkan jejak kita. Dan kita mesti mengusahakan agar kita mampu membawa pergi ketiga kakak seperguruan kita tanpa mereka tahu bagaimana kita membawa mereka pergi dari tempat atau markas mereka ini" demikian ujar Koay Ji berpesan dan mengingatkan, hal yang membuat baik Tio Lian Cu maupun Sie Lan In jadi sadar, bahwa pekerjaan mereka memang sulit. Sangat sulit.
"Jadi, bagaimana usulmu Sute...?" tanya Sie Lan In yang lama kelamaan mulai merasakan wibawa Koay Ji dan mulai menerima keadaan seperti itu selaku sesuatu yang memang wajar diantara mereka. Koay Ji memang memiliki wibawa yang cukup besar hingga bisa mengendalikan kedua gadis perkasa yang biasa membawa adat mereka sendiri dan memang kadang sulit dibantah.
"Kita menyaru menjadi penjaga, tetapi kita membutuhkan pengetahuan mengenai seragam dan dandanan serta mengompres mereka dimana Gedung Utama Bu Tek Seng Pay,,,,,, cara ini akan mungkin mendatangkan hasil yang lebih baik dan tidak perlu membuat kita berkeliaran kesana kemari yang membuat kita kemungkinan tercium musuh menjadi amat besar....." jelas Koay Ji yang diikuti dengan anggukan kepala baik Sie Lan In maupun Tio Lian Cu. Keduanya merasa bahwa strategi yang diusulkan Koay Ji masuk akal dan bisa dikerjakan.
"Baiklah, caramu cukup masuk di akal dan sangat baik..... mari kita mencari penjaga-penjaga di sekitar sini...." usul Sie Lan In
"Atau kita memancing mereka datang kemari...." usul Tio Lian Cu menyambung usul Sie Lan In barusan.
"Apapun dan bagaimanapun, kita membutuhkan mereka. Mari mencari akal guna memancing mereka mendekati kita,,,,, atau, kita keluar mencari mereka. Hanya ada dua cara itu,,,," kata Koay Ji
"Lebih cepat kita keluar mencari...." usul Sie Lan In
"Jika demikian, mari kita keluar mencari mereka....." bersamaan dengan kalimat Tio Lian Cu, berkelabatlah ketiga bayangan itu keluar dari persembunyian mereka. Maka pekerjaan berbahaya itupun dimulai, tepat di jantung pertahanan dan juga persembunyian semua lawan mereka.
Tingkat kepandaian Koay Ji, Tio Lian Cu dan terlebih Sie Lan In dalam hal ginkang dewasa ini sudah amat tinggi. Gerakan mereka, akan sukar diikuti lawan, bahkan lawan berkemampuan silat kelas satu sekalipun..... itulah sebabnya mereka ringan saja memutuskan keluar mencari. Dan tidak ada yang mampu mengikuti ketiga orang muda hebat yang memiliki kemampuan sangat tinggi itu ketika mereka semua bergerak dalam kemampuan ginkang tertinggi mereka bertiga.
Tetapi, tentu saja mereka tidak begitu saja berkelabat pergi, sebaliknya mereka mengintai keluar dan mencaritahu letak, posisi dan lokasi mereka di tengah markas Bu Tek Seng Pay yang demikian besar dan luas. Harus mereka akui, tempat itu memang besar dan cukup luas. Serta sekaligus sudah diatur dan ditata sedemikian rupa hingga menjadi Markas yang baik. Bagi mereka orang baru, jelas saja merasa kesulitan mengetahui dimana letak markas utama lawan. Bahkan, pada bagian lain, ketiga anak muda itu bingung, karena penjaga lawanpun tidak tahu mana gedung utama di markas lawan itu.
"Kita sekarang kurang lebih berjarak 100 meter dengan gedung terdekat itu, dan itu berarti bukan tidak mungkin terdapat petugas jaga atau peronda. Terlebih di tengah-tengah kondisi yang agak tegang karena sebentar lagi pertempuran besar..... tetapi, kupastikan sebelum mencapai gedung itu kita akan bertemu penjaga atau peronda. Jadi, kita harus agak sedikit berhati-hati" bisik Koay Ji yang dianggukkan kedua gadis lainnya yang memang sama-sama mendapatkan pandangan dan kesimpulan serupa dengan Koay Ji.
"Kita sudah boleh bergerak...." desis Sie Lan In yang sudah tidak tahan untuk segera bergerak mendekati gedung terdekat.
"Kita kembali kemari setelah berhasil memperoleh target masing-masing satu, tetapi tidak boleh sampai ketahuan kawan-kawan mereka....." Tio Lian Cu mengingatkan mereka bertiga bahwa aksi mereka adalah rahasia dan tidak boleh tercium lawan, setidaknya sampai 2,3 hari kedepan. Dan desisan Tio Lian Cu itu diiyakan dengan segera oleh kedua kawannya.
Tetapi, alangkah kagetnya Koay Ji bertiga ketika menemukan kenyataan, bahwa Markas Bu Tek Seng Pay ternyata demikian besar dan luas. Bagian belakang yang mereka masuki, masih berjarak cukup jauh masuk hingga ke bagian tengah, entah berjarak berapa panjangnya, mungkin ada 500an meter atau bisa jadi malah lebih. Dan setelah itu, pada daerah yang mulai landai dan menurun jauh didepan, juga terdapat bangunan serta gedung-gedung besar yang berjejer dan dibangun secara sangat teratur dan rata-rata mirip. Entah yang mana yang menjadi bangunan utama, karena ada banyak bangunan yang sama bagus dan juga sama besarnya. Tidak mungkin mereka masuk dan meneliti satu demi satu tanpa lebih dahulu bertanya atau mencari tahu mana Markas Utama lawan. Dan justru itulah kebutuhan mereka yang terpenting pada saat seperti itu.
Menjadi lebih kaget lagi, ketika akhirnya Koay Ji, Tio Lian Cu dan Sie Lan In sudah menyaru dan dalam tampilan sebagai penjaga di Markas Bu Tek Seng Pay, tetapi mereka memperoleh informasi yang amat sangat mengagetkan. Benar mereka sudah menyiksa sampai 7 orang penjaga, baik dari kalangan anak murid Pek Lian Pay maupun dari penjaga biasa, mungkin para penjahat yang bergabung dengan Bu Tek Seng Pay belakangan. Tetapi, ternyata tak satupun dari ketujuh orang itu yang mampu menunjukkan dimana atau gedung mana yang menjadi tempat tinggal Bu Tek Seng Ong. Bahkan ketika Koay Ji menggunakan ilmu sihirnya, tetap saja sang tawanan bingung dan tidak memberitahu tempat yang jelas. Atau tidak mampu menjawab pertanyaan dimana para pentolan Bu Tek Seng Pay tinggal selama ini. Padahal mereka itu rata-rata para penjaga yang tugasnya berjaga di sekitar Markas tetapi mereka tidak mengetahui tempat-tempat paling dirahasiakan karena memang dibuat dengan maksud misterius.
"Kelihatannya membangun gedung dan tempat tinggal besar-besar, sengaja menjadi strategi utama mereka. Repotnya ada banyak sekali gedung besar, sekitar 20 an gedung besar yang semua sama besar dan megah, sementara yang lebih kecil mungkin ada 30an banyaknya. Tapi, yang mana yang menjadi Markas utama, sulit untuk kita pastikan...." Koay Ji berkata kepada kedua kawan yang mengiringinya sambil geleng-geleng kepala, dan Sie Lan In serta Tio Lian Cu berdua hanya mengaminkannya karena mereka menemukan kenyataan yang sama. Kenyataan yang sama-sama mengejutkan mereka.
"Jika memang begini keadaannya, maka mau tidak mau kita harus bertanya kepada tokoh-tokoh utama dari pihak lawan....." berkata Tio Lian Cu sebagai usulan dan saran belaka yang membuat Koay Ji maupun Sie Lan In berpikir keras menimbang usul itu dan juga menimbang strategi lain. Meski terdengar bagus, tetapi, darimana dan bagaimana memancing tokoh lawan"
"Tapi, bahkan Mindra yang menjadi ahli sihir utama sebelumnya, juga tidak paham dimana tempat utama mereka...." desis Koay Ji yang juga tidak mendapatkan nama dan tempat pasti dimana gedung utama lawan. Kalimatnya ingin mengatakan bahwa tidak semua tokoh lawan mengetahui rumah utama.
"Tetapi, benar-benarkah tidak ada cara lain untuk mengetahuinya selain bertanya kepada tokoh-tokoh hebat mereka" Atau, memeriksa seluruhnya 15 gedung mewah nan besar-besar itu guna mencari tahu dimana tempat Bu Tek Seng Ong....?" geram Sie Lan In karena penasaran
"Tetapi waktu kita kurang cukup untuk mengetahui dimana letak Markas Utama dan tempat tinggal Bu Tek Seng Ong, terutama jika harus meneliti semua rumah satu demi satu......." Tio Lian Cu berkata.
"Hmmmmm, dapat..... mungkin bisa menjadi jalan keluar meskipun apa boleh buat, kita akan membuat lawan tahu bahwa markas mereka sudah kesusupan musuh" terdengar Koay Ji bergumam dan mengagetkan Sie Lan In dan juga Tio Lian Cu. Betapa tidak" Koay Ji mengatakan sudah menemukan cara untuk mengetahui yang mana Markas lawan yang utama.
"Sute, apa maksudmu....?" tanya Sie Lan In kaget, dan pertanyaan yang sama juga terlontar dari mulut Tio Lian Cu.
"Sie Suci, engkau yang memiliki gerakan paling cepat, maka engkau coba bakarlah sebuah rumah besar dan sebuah rumah lebih kecil, sementara kami berdua akan memeriksa Gedung mana yang akan memperoleh penjagaan yang paling ketat. Hanya itu cara kita satu-satunya....." desis Koay Ji sambil memandang Sie Lan In. Serentak mereka bertiga berpikir keras, namun pada akhirnya Sie Lan In menyerah dan kemudian dia berkata kepada kedua kawannya;
"Ide Koay Ji sute memang benar, itulah cara yang paling cepat guna mengetahui Markas Utama lawan kita, meskipun resikonya adalah, kita sangat mungkin bakalan ketahuan. Jika dalam kekisruhan kita menyelinap kedalam rumah itu, maka upaya guna menolong mereka malam ini sangat mungkin bisa kita lakukan. Hanya tinggal bagaimana mempergunakan waktu yang sudah sangat sempit dan terbatas ini untuk menyelamatkan ketiga toa suci atau toa suheng kita. Sebab keadaan akan sangat kacau namun pasti hanya sebentar saja, mereka akan cepat menyadari bahwa ini adalah sejenis sabotase dan penjagaan akan semakin diperketat, ini membuat kita sulit untuk bergerak pergi....."
"Jangan khawatir, Sie Suci dan Tio Kouwnio kelak yang nanti menyelamatkan ketiga kakak seperguruan kita, aku akan memancing mereka mengejarku. Pada saat itu, dengan kemampuanku dan juga dibantu oleh kegelapan, maka akan mudah untuk menyelinap bahkan menyebabkan konsentrasi mereka semua akan lebih tertuju kepadaku. Nach, pada saat kisruh itu, Sie Suci dan Tio Kouwnio segera membawa mereka bertiga dan masuk kedalam jalan rahasia. Persoalan keselamatanku, jangan khawatir, aku masih berkemampuan guna pergi dari tempat ini sekalipun, karena masih mengetahui satu jalan rahasia lainnya......" usul Koay Ji itu segera dipahami kedua gadis sakti itu, tetapi mereka merasa keberatan.
"Ach, itu terlampau membahayakan engkau Koay Ji, mara bahaya disini mesti kita hadapi dan tanggulangi bersama....." tegas Tio Lian Cu sedikit tidak setuju dengan ide yang disampaikan Koay Ji.
"Benar Sute, kita harus berdaya mencari cara untuk menuntaskan missi dengan tidak meninggalkan seorang dari kita bertiga untuk celaka....." Sie Lan In juga sama tidak setuju dengan ide itu.
"Hmmmm, Sie Suci, Tio Kouwnio, kekacauan yang kita sebabkan, jikapun tidak membuat kita menemukan Gedung Utama, tetapi akan membantu kerja Mindra dan adik angkatku; selain itu, setidaknya akan memberi kita waktu untuk menyelesaikan missi malam ini. Jangan khawatirkan diriku, aku memiliki banyak cara untuk pergi dari Markas mereka ini. Bahkan bisa kupastikan, kita akan bertemu di dalam jalan rahasia itu juga.... karena aku mengenal 3 titik jalan lain memasuki jalan rahasia, dan sudah pasti akan kugunakan malam ini....."
"Engkau yakin sute...?" tegas Sie Lan In, masih merasa kurang yakin dengan apa yang disampaikan Koay Ji
"Sudah tentu, itu sebabnya dua hari kuhabiskan meneliti jalan rahasia itu. Jangan kalian khawatir, yang pasti lakukan secara hati-hati, maka jalan keluar akan muncul dengan sendirinya. Kita pasti berhasil....." dorong Koay Ji sambil membangkitkan semangat dan daya juang kedua gadis itu. Dan perlahan-lahan diapun mulai berhasil meyakinkan kedua gadis itu, bahwa dia akan baik-baik saja, sementara semangat merekapun semakin menyala oleh "provokasi" Koay Ji.
"Baik, jika memang demikian, maka akan kubakar dua rumah di ujung selatan sana, dan kemudian akan secepatnya aku berlari kemari untuk bertemu kalian berdua" putus Sie Lan In kemudian dan sudah langsung dilakukannya dengan kecepatan yang luar biasa. Didak lama terlihat dia sudah berkelabat menjauh ke arah selatan, sementara Koay Ji dan Tio Lian Cu mencari cara agar mampu mengawasi banyak sudut dan banyak lokasi. Mereka mesti bekerja keras menentukan rumah mana yang menjadi tempat istirahat Bu Tek Seng Ong, karena yakin, disanalah juga tempat ketiga kakak seperguruan mereka berada.
Sie Lan In memang hebat, dalam waktu sekejap saja dia sudah bersiap untuk dapat segera membakar kedua rumah yang dimaksud. Bahkan dia memutuskan akan membakar beberapa rumah dan bukannya hanya satu atau dua rumah belaka. Agar supaya apinya membesar dengan cepat, maka dia mencari bahan bakar terlebih dahulu, dan dia tahu, tempatnya pasti di dapur atau di gudang. "Kapan lagi bikin rusuh dan membakari markas lawan yang sangat busuk dan amat berbahaya ini jika bukan sekarang.....?" desis Sie Lan In yang memang sudah lama gondok dan murka dengan Bu Tek Seng Pay ini.
Dalam waktu yang tidak cukup lama dia dapat menemukan sejumlah bahan bakar, terutama dia dapatkan di dapur gedung besar bagian belakang. Karena terdapat di bagian belakang gedung, maka dia bisa dan mampu dengan mudah untuk masuk dan menyelusup serta bahkan mencuri bahan bakar disana. Dan benar saja, tidak sampai sepuluh menit kemudian, sudah ada tiga rumah yang berturut-turut terbakar dan dengan segera menghadirkan kekacauan yang luar biasa. Apalagi, tidak lama kemudian, rumah keempat dan kelima, juga ikut terbakar, maka semakin riuhlah teriakan orang-orang dalam markas lawan itu:
"Kebakaran, kebakaran....." terdengar teriakan-teriakan yang dengan cepat menjalar kemana-mana, sementara banyak orang berebutan keluar dari gedung untuk pergi menangani kebakaran hebat itu.
"Kebakaran....kebakaran....."
"Ada 3 gedung yang terbakar di bagian selatan, ech, sekarang malah menjadi 5 buah rumah yang terbakar, ech ada lagi disana....." demikian teriakan demi teriakan yang terus menerus saling sahut-sahutan di markas itu. Keadaan sontak menjadi riuh dan kacau balau.
Sementara itu, Koay Ji dan Tio Lian Cu mengawasi dan mengamati gedung mana yang layak mereka curigai. Tetapi, sampai sekian lama, mereka hanya mencurigai satu gedung belaka, dan gedung itu justru terletak sangat dekat dengan kandang kuda dimana mereka bersembunyi dan kemudian memasuki markas ini. Keduanya saling pandang dan kemudian tersenyum satu dengan yang lainnya, kelihatan jika mereka berdua sepakat sudah menemukan apa yang mereka cari. Gedung utama dimana Bu Tek Seng Ong bersemayam.
"Koay Ji, gedung yang satu disana itu, adalah satu-satunya yang tidak menunjukkan adanya aktifitas, tetap tenang dan tak ada orang yang bergerak. Seperti tidak ada orang disana, tetapi justru tetenangan dan kesenyapan gedung itu justru agak sedikit mencurigakan nampaknya..."
"Hmmmmm, pandangan dan pengamatanku sama Tio Kouwnio, tetapi, apa sudah bisa kita bergerak dengan lebih berhati-hati" Meskipun, entah mengapa firasatku juga mengatakan, mereka seperti sudah siap dan sedang menunggu kedatangan kita di gedung itu...." desis Koay Ji perlahan.
"Apa maksudmu bahwa mereka seperti bisa menebak apa yang sedang kita lakukan malam ini Koay Ji....?" Tio Lian Cu nampaknya tersentak kaget dengan kalimat Koay Ji yang paling akhir tadi.
"Ketenangan dan diamnya gedung itu jelas rada mencurigakan. Jika aku tidak keliru, maka pihak mereka sedikit banyak sudah punya perhitungan akan apa yang sedang dan akan mungkin terjadi disini. Tapi, sayang sekali, saat ini kita sudah tidak punya lagi pilihan lain....... mau tidak mau kita harus segera bergerak meskipun harus awas dengan apa yang mereka persiapkan...."
"Bagaimana Sute.... apakah sudah engkau dapatkan yang kita butuhkan untuk bisa bersenang-senang malam ini.....?" belum selesai Koay Ji berkata-kata, Sie Lan In sudah munculkan diri dan langsung memotong percakapannya. Dan mereka bertiga, dengan kemunculan Sie Lan In kini sudah dalam posisi dan keadaan yang siap untuk segera bergerak.
"Tio Kouwnio, Sie Suci, kita tidak punya pilihan lagi, ayo.....", Koay Ji yang kemudian memberi aba-aba dan mulai bergerak dengan diikuti kedua gadis pendekar itu tepat berposisi di belakangnya. Apa yang akan terjadi"
Tidak berapa lama ketiga pendekar muda itu sudah mendekati gedung yang agak beda sendiri jika dibandingkan dengan gedung yang lainnya. Tidak secara fisik berbeda dengan gedung lain sebetulnya. Karena gedung itu pada dasarnya sama belaka dengan gedung yang lain, dalam ukuran dan dalam bentuknya sama. Tetapi, malam itu keadaannya sungguh lain sendiri. Karena jika gedung-gedung yang lain pada bergerak serta para penghuninya pada bangun berhamburan untuk melihat dan meninjau keadaan di luar yang serba kacau karena kebakaran; justru gedung yang satu ini sama sekali tidak menunjukkan adanya satu gerakanpun. Tidak ada satupun orang yang keluar dari gedung itu untuk melihat-lihat ataupun untuk sekedar mengecek apa yang terjadi di luaran.
Suasana gedung itu tetap diam dan senyap. Lampu-lampunya tetap padam dan tidak ada satupun yang menyala, serta tidak ada kegiatan satupun yang nampak dari luar, entah didalamnya. Penjaganya seperti terus saja tertidur, tidak bersiap dan malah seperti tidak ada yang tinggal disitu. "Atau jangan-jangan gedung itu memang kosong dan tidak berpenghuni....?" sempat Koay Ji menduga seperti itu, tetapi tidak mungkin karena gedung itu terawat rapih dan intuisinya mengatakan bahwa gedung itu berpenghuni dan ada aktifitas didalamnya. "Accchhh, gedung ini memang amat mencurigakan..... suasananya sepi, tetapi memancar kekuatan gaib dari sekitar gedung ini, aku harus berhati-hati...." desis Koay Ji dalam hati.
"Keadaannya sungguh membingungkan, jika ada penghuninya, maka dipastikan mereka agak rahasia dan misterius. Atau, kemungkinan lainnya, gedung itu memang tidak berpenghuni sehingga tidak kelihatan satupun pergerakannya. Entah mana yang tepat menggambarkan gedung ini....." desis Tio Lian Cu sedikit bingung ketika menghadapi keadaan yang luar biasa ini dan semakin mendekati gedung yang rada misterius dan mencurigakan itu.
"Mari kita bergerak memasukinya biar semua menjadi semakin jelas...." Sie Lan In sudah mulai melangkah ketika tiba-tiba Koay Ji tanpa sadar memegang lengannya dan kemudian berkata dalam nada suara serius...
"Sie Suci, tahan langkahmu......" Koay Ji sendiri tidak sadar dengan nada suara dan tindakannya memegang lengan Sie Lan In. Tidak seperti biasanya dia berlaku dan bertindak seperti itu, sambil memegang erat lengan Sie Lan In. Sie Lan sendiri jadi bingung, meski tidak marah dengan perlakuan Koay Ji, sebaliknya dia berdiam diri dan menahan langkah kakinya.
Selain itu, suara dan gerakan Koay Ji memang agak berbeda, penuh bernada mujijat dan itu juga salah satu alasan Sie Lan In jadi tertahan langkahnya dan kemudian berpaling. Pada saat itulah dia bisa menemukan dan mendapati seri wajah dan juga tatapan mata Koay Ji yang bersinar aneh dan sangat berwibawa itu. Diapun terkejut menemukan keadaan Koay Ji itu.
"Sekeliling gedung ini sudah dijaga dan dipagari oleh kekuatan yang amat mujijat yang tidak kelihatan mata telanjang kita. Namun sekali kita melangkah masuk ke kisaran bagian dalam, maka mereka akan segera menyadari kehadiran orang yang tidak dikehendaki, atau bahkan akan langsung bereaksi dengan cara yang tak dapat kita tebak..." bisik Koay Ji dengan kening berkerut.
"Ach, Koay Ji sute, apakah engkau yakin memang demikian keadaannya....?" bisik Sie Lan In sambil kemudian berusaha melepaskan lengannya dari pegangan Koay Ji yang agak erat itu. Gerakannya membuat Koay Ji tiba-tiba sadar dan melepaskan lengan Sie Lan In dengan segera dan langsung berkata;
"Echhh, maaf Suci, tetapi memang benar, ada pagar ilmu istimewa yang terpasang mengelilingi gedung ini, dan pagar istimewa ini benar-benar menyulitkan kita. Bahwa mereka tidak terpancing keluar oleh kebakaran, menandakan bahwa mereka sangat cerdik dan sangat berhati-hati, bukan tidak mungkin mereka sudah menunggu kita dan sudah pula menyiapkan sesuatu yang tidak kita duga..... Hmmmm, jika Sie Suci dan juga Tio Kouwnio masih belum mempercayai perkataanku barusan, maka kalian berdua boleh segera mencoba dengan melemparkan sesuatu benda yang hidup melampaui garis pertahanan dan juga garis batas pagar istimewa itu. Kurang lebih berjarak 3 (tiga) meteran dari jarak kita berdiri pada saat sekarang ini, maka semua akan semakin jelas.... terang Koay Ji sambil bersedekab dan membiarkan kedua gadis itu semakin penasaran dan keduanya kemudian berusaha melakukan seperti yang dianjurkan Koay Ji tadi.
"Koay Ji, seperti apa untuk membuktikannya...?" tanya Tio Lian Cu merasa sangat penasaran dan terlihat setengah percaya dan setengah kurang percaya, dan ingin segera dapat membuktikannya.
"Benda apa saja yang hidup, burung, katak, tikus atau apapun yang hidup, maka engkau akan mengetahui apa yang kukatakan...." jawab Koay Ji yang kini mulai ikut bersiap dengan kedua kawannya itu.
"Bagaimana jika benda mati, seperti batu misalnya, apakah akan berguna sekedar membuktikan tentang kehebatan pagar mujijat itu....?"
"Bisa juga, tetapi efeknya berbeda terhadap benda hidup. Benda mati hanya akan merangsang sebagian dari pagar istimewa itu, tetapi benda hidup akan mengganggu dan menggerakkan seluruh mekanisme pertahanannya.... coba saja Tio Kouwnio" jawab Koay Ji agar kedua gadis itu tidak ragu lagi.
"Baiklah, akan kucoba terebih dahulu dengan benda mati...." berkata Tio Lian Cu dan kemudian mencari sebuah batu di sekitar tempat mereka berdiri pada saat itu. Sejujurnya Tio Lian Cu sebenarnya sudah mempercayai perkataan Koay Ji, tapi rasa penasarannya ingin membuktikan bahwa yang dipercayainya itu memang benar. Dan dia kemudian membuktikannya.
"Boleh, tetapi setelah itu kita mesti bergegas pergi.... kita merubah strategi, karena lawan sudah siap dan menunggu kita. Jika kita memaksakan diri, maka jalan rahasia kita akan diketahui lawan, dan pertarungan kedepan, kita kehilangan efek rahasia yang bakal menentukan kalah menang pertempuran....." Koay Ji berkata tegas dan kedua gadis itu mau tidak mau percaya.
?ch, benar juga.... bagaimana baiknya Koay Ji......?" tanya Tio Lian Cu dan juga Sie Lan In memandangnya dengan sinar mata penasaran.
"Sie Suci, engkau lemparkan batu dari sisi sebelah barat sana, tetapi setelah itu, melihat efeknya, kita mesti segera bergegas kembali lewat ke jalan kita masuk tadi. Meksipun missi kita gagal, tetapi kita sudah mengetahui bagaimana system kerja Markas mereka, dan pertempuran akan bisa kita kuasai lebih mudah kelak...." jawab Koay Jie memutuskan untuk segera mundur.
"Tetapi, mengapa aku Sute....?" tanya Sie Lan In bertanya dengan nada penasaran, tetapi bukan takut.
"Karena ginkangmu yang paling luar biasa..." ringan saja jawaban Koay Ji dan dapat dimaklumi oleh kedua gadis itu. Karena memang faktanya demikian, jadi perkataan Koay Ji biasa saja, bukan pujian lagi bagi mereka.
"Jika begitu, bersiaplah, aku akan segera mencobanya....." tegas Sie Lan In yang justru menjadi bangga dan gembira setelah tahu alasan dia dipilih. Diapun segera bersiap mencobai pagar perlindungan istimewa gedung itu. Seperti perkataan dan usul Koay Ji tadi, dia menuju ke sisi barat.
"Silahkan Suci....." serentak Koay Ji dan Tio Lian Cu mengiyakan, dan Sie Lan In segera bergerak dengan kecepatan kilatnya. Sebentar saja, di sebelah sana, bagian barat gedung itu, setelah tiba dan mengambil posisis, segera dia melemparkan batu yang dibekalnya. Batu itu dengan cepat dan tepat melampaui garis tiga meter yang dijelaskan oleh Koay Ji sebelumnya.
Dan apa yang dikatakan Koay Ji memang benar-benar terjadi, karena ketika batu itu melewati "pagar tak terlihat", terlihat adanya pijaran berwarna biru keputihan yang membuat batu itu terlontar jauh lebih cepat dan keras kedalam halaman gedung yang mereka curigai itu. Dan, tepat seperti dugaan Koay Ji, bersamaan dengan itu terdengar bentakan hebat dari dalam gedung:
"Bangsat, ada penyusup......" suasana dalam gedung itu sontak menjadi lebih ramai dan menunjukkan adanya kehidupan, bukan hanya bagian depan, tetapi malahan seluruh bagian gedung itu dengan cepat bergerak.
Bentakan itu disusul dengan bergeraknya beberapa orang ke luar dari dalam gedung dan langsung menyebar menglilingi gedung itu. Koay Ji sempat melihat adanya tiga orang yang bergerak tetapi tidak sampai ke halaman rumah, mereka mengenakan jubah berbeda warna, putih, hitam dan emas. Sampai pintu depan saja dan tidak lagi bergerak lebih jauh. Mungkin batas pergerakan mereka memang hanya sampai disitu, dan tidak boleh menjauh. Tetapi, yang membuat Koay Ji tersentak adalah ketika sebuah suara mengambang di angkasa:
"Sudahlah, mereka hanya anak-anak yang iseng belaka, tidak ada manusia yang sanggup dan mampu untuk memasuki Gedung kita ini. Segera balik dan kembali ke tempat masing-masing, beristirahat, karena akan ada yang lebih tepat menangani penyusup nyali kecil seperti mereka itu......"
Koay Ji dan juga Tio Lian Cu sudah sedang dalam pergerakan menjauh ketika Koay Ji menangkap getaran suara yang seperti sengaja dilontarkan ke angkasa itu. Dan, Koay Ji segera terkejut bukan main. Bukan apa-apa, melainkan karena dia bisa merasakan dan mengukur bahwa tokoh yang bermampuan melakukannya hanya tokoh setingkat dengan Phoa Tay Teng. Atau, selain tokoh itu, dia mengenal nama Lie Hu San yang juga amat hebat dan mujijat, dan dua orang Maha Hebat yang sudah pernah ditemuinya sebelumnya. Bahkan dengan Phoa Tay Teng, dia sudah pernah bergebrak dua kali dan masih tetap belum ada "keputusan" tentang siapa melebihi siapa dalam kemampuan mereka.
"Ach, sungguh banyak petarung dan pendekar mujijat dalam organisasi bernama Bu Tek Seng Pay ini....... sungguh berbahaya...." desis Koay Ji dengan wajah berkerut dan hati yang sungguh tergetar. Bukannya tergetar karena Koay Ji takut dan gentar. Tetapi karena sadar bahwa memang ternyata adalah benar, dalam markas Bu Tek Seng Pay terdapat banyak sekali tokoh-tokoh hebat seperti digambarkan Mindra. Dan sebagian dari mereka, ditujukan khusus melawannya.
Tetapi, begitupun, Koay Ji tidak mengatakan apa-apa lagi dan terus menjauh hingga pada akhirnya berjumpa dengan Sie Lan In dalam hitungan beberapa detik, hingga mereka bertigapun segera menghilang. Memang benar, missi mereka sudah gagal pada malam ini, tetapi mereka tetap dapat membawa informasi serta pengetahuan penting mengenai keberadaan Markas lawan.
Tapi, benarkah mereka sudah selamat" sama sekali belum, karena tiba-tiba Koay Ji berdiri tegak dan berkata dengan nada serius kepada kedua kawannya yang juga jadi sama-sama kaget dengannya;
"Sie Suci, Tio Kouwnio, cepatlah kalian berdua menuju lubang rahasia itu, biar saat ini kualihkan perhatian tokoh-tokoh ini. Tio Kouwnio, engkau tanyakan kepada sobat monyet dalam gua itu, minta dibukakan pintu keluar kedua, kelak aku akan masuk menyelamatkan diri melaluinya nanti. Cepatlah, lawan yang datang amat hebat, dan jalan rahasia itu sangat mungkin ketahuan orang jika kalian lamban bergerak dan pergi dari tempat ini.
"Sute, tidak bisa engkau melakukannya sendirian....." Sie Lan In berkeras dan tidak setuju dengan tindakan yang akan diambil Koay Ji. Sie Lan In dan juga Tio Lian Cu adalah gadis gagah perkasa yang tidak takut mengambil jalan kekerasan dalam kondisi seperti saat itu.
Tetapi, beum lagi Koay Ji berkata untuk menjelaskan keadaan yang gawat pada saat itu, dia kaget melihat perubahan wajah Sie Lan In dan Tio Lian Cu. Tadinya, kedua gadis itu berwajah tidak senang dan tidak setuju dengan tindakannya dalam menyambut musuh dan menyuruh mereka segera pergi. Tetapi, aneh, hanya dalam berapa detik kemudian, tanpa dia menjelaskan kedua gadis itu sudah mengangguk-angguk dan kemudian diam.
Bakhan, tanpa banyak bicara dan bahkan dengan bergegas, dan entah apa serta kenapa, berdua Tio Lian Cu dan Sie Lan In sudah berkelabat pergi dengan cepat. Tetapi, Koay Ji tidak lagi sempat memikirkan lagi hal-hal kecil tentang mengapa kedua gadis sakti itu begitu saja pergi tanpa banyak ba bi bu meski awalnya tidak setuju dengan keputusannya menyuruh mereka segera berlalu. Tetapi, masih sempat Koay Ji mendengar seperti ada kepakan sayap seekor burung sayup-sayup dan juga suara burung besar yang terbang pergi menjauh beberapa saat kemudian. Koay Ji hanya merasa senang karena menduga Sie Lan In membantunya mencari alasan hilangnya dua teman lain yang bersamanya menyatroni markas lawan. "Sungguh strategi yang tepat" desisnya dalam hati.
"Sungguh cerdik, dan sungguh bantuan yang sangat berharga" desis Koay dalam hati sambil tersenyum membayangkan Sie Lan In yang cerdik dan sudah meloloskan diri dengan tetap menutupi jejak jalan rahasia. Padahal, jalan rahasia itu yang fital dan memang harus mereka pertahankan kerahasiaannya. Dan jalan rahasia itu yang justru membawa mereka hingga ke bagian yang sangat rahasia dari markas lawan di gunung Pek In San ini. Kepergian mereka dan kepakan sayap burung besar tadi, menjadi hal sangat penting dan membuat Koay Ji tersenyum, karena dia amat paham bahwa tokoh yang mengejarnya pasti paham dan tahu bahwa suara kepakan sayap burung berarti apa dengan hilangnya dua orang dari samping Koay Ji. Itulah yang membuat Koay Ji senang dan tambah bersemangat.
Tetapi, Koay Ji tahu setengah kisah sesungguhnya dibalik perginya Sie Lan In dan Tio Lian Cu, yang sesungguhnya tidak pergi dengan menggunakan seekor burung. Koay Ji dapat menebak tepat bahwa mereka berdua pergi tidak dengan burung besar tadi. Jarak mereka terlampau jauh dan tidak mungkin dicapai dalam 2,3 detik, terutama untuk Tio Lian Cu mencapai jarak kepakan sayap tadi. Dan mereka juga tidak pergi sambil menirukan suara kepak sayap maupun suara teriakan seekor burung besar. Sama sekali tidak seperti itu. Koay Ji sangat yakin bahwa mereka berdua benar pergi dan melalui jalan rahasia seperti cara mereka datang tadi, tetapi dia tidak mengetahui mengapa mereka berdua memutuskan pergi meninggalkan dia seorang diri setelah seersekian detik sebelumnya menentang habis-habisan untuk sendirian menyongsong bahaya.
Sebetulnya, memang benar Tio Lian Cu dan Sie Lan In melenggang seperti biasa dengan memasuki jalan rahasia yang mereka berdua memang sudah tahu. Untuk kemudian lanjut guna memberitahu kedua kera sahabat Koay Ji agar membuka pintu rahasia kedua. Tio Lian Cu mampu untuk melakukannya karena pernah belajar berkomunikasi dengan Monyet semasa kecilnya dulu, dan dia belajar justru dari Koay Ji di gua pertapaan Bu In Sinliong. Koay Ji menyadari keduanya masuk melalui jalan rahasia, tetapi tidak tahu persoalan suara dan kepakan burung besar. Hal itu dikarenakan dia sedang menunggu lawan tangguh yang dia tahu sudah mengetahui keadaan serta juga penyusupan mereka bertiga itu.
Tetapi, apa pula penyebab Koay Ji sampai "mengusir" kedua gadis sakti itu" Apa hal itu tidak sama dengan memandang remeh kedua gadis yang juga sama-sama punya kesaktian yang maha hebat itu" dan mengapa pula seorang Koay Ji sampai begitu gelisah seperti tidak percaya diri". Pertanyaan lainnya yang juga sama pentingnya adalah, "mengapa pula kedua gadis perkasa itu cepat memutuskan diri untuk pergi dan membiarkan Koay Ji seorang diri...?", pertanyaan yang akan kita temukan jawab dan juga sebabnya kedepan, tidak akan lama.
Sesungguhnya, sejak berlatih "ilmu batin" dengan Suhunya, Koay Ji semakin hebat dalam intuisi dan suara batinnya, bahkan tanpa diduganya bakat untuk "mengetahui" sesuatu atau sebuah kejadian di masa depan dalam jangka yang pendek (kurang dari sehari) justru semakin terasah. Dan naluri serta intuisi yang terlatih inilah yang membisikkannya sesuatu yang membuatnya sangat menggelisahkan. Bahwa para pengejarnya, ada dua tokoh yang bahkan masih setingkat dengan Phoa Tay Teng namun dia merasa sangat jelas, bahwa justru bukan Phoa Tay Teng yang sedang memburunya. Melainkan ada dua tokoh lainnya lagi yang masih belum dia kenal. Tetapi, siapa gerangan berdua itu"
Kedatangan dua orang super hebat yang datang beserta dengan tokoh-tokoh lain yang sudah bisa dia tebak siapa-siapa itu, membawa pergolakan batin yang cukup hebat dalam dirinya. Bukan apa-apa, menghadapi seorang diantaranya, dia masih cukup percaya diri, tetapi jika menghadapi keduanya sekaligus, sungguh sangat berat. Sementara, dia masih harus memikirkan lagi lawan-lawan lain yang pada saat bersamaan muncul menyertai kedua tokoh hebat itu. Dan, yang paling membuatnya gelisah adalah bagaimana dia bisa pergi dengan tetap menjaga dan membuat agar jalan rahasia bawah tanah tetap tidak tercium pihak lawan. Maka, dalam keadaan berbahaya itu, Koay Ji menetapkan dan memutuskan bahwa dalam kondisi apapun dan bagaimanapun, dia harus menjaga serta mengamankan keberadaan JALAN RAHASIA bawah tanah. Jalan itu tidak boleh sama sekali sampai tercium lawan dan kelak menutup aksesnya.
Dalam keadaan yang gawat, muncul sifat dasar dan kepahlawanan serta bahkan semua kehebatan seseorang. Dan itu terjadi dan dialami oleh seorang Koay Ji. Koay Ji jadi terlihat sangat berwibawa dan seperti mampu "menguasai" baik Sie Lan In maupun Tio Lian Cu yang tidak berdaya untuk menolak atau menyatakan TIDAK ketika Koay Ji menyuruh mereka pergi. Memang, ada juga unsur lain yang ikut berpengaruh tanpa diketahui oleh Koay Ji apa dan mengapa itu, tetapi hal terpenting lainnya adalah wibawa luar biasa yang memancar dari sinar mata dan suara Koay Ji yang membuat kedua gadis sakti itu ikut dengan permintaannya. Setelah itu, Koay Ji kemudian menunggu kedua lawan hebat beserta beberapa pengiringnya dengan penuh kepercayaan diri.
Sesungguhnya Koay Ji tidak menyadari jika wibawa dan semua kekuatannya tadi terpancar dari suara dan sinar matanya yang sulit ditolak oleh Sie Lan In dan juga Tio Lian Cu. Yang dia hanya tahu, bahwa dia merasa senang karena sepeninggal kedua gadis itu, maka dia leluasa menghadapi lawan-lawan berat dan hebat dengan caranya sendiri dan tidak perlu takut akan sesuatu yang lain. Tidak, dia tidak alpa dan memandang remeh musuh-musuhnya, tetapi dia merasa lega karena dua hal: Pertama, JALAN RAHASIA tetap tertutupi kerahasiaannya dan bakalan tergantung bagaimana dia meloloskan diri dan dari mana dia melakukannya, dan kedua, jikapun mesti bertarung, dia bertarung tanpa mengkhawatirkan orang lain.
Tetapi Koay Ji bukannya orang yang bodoh. Dia paham, satu saja lawan berat yang dia sudah identifikasi tadi, sudah merupakan pekerjaan nan berat untuk dihadapinya dengan berterang. Apalagi, jika tidak salah, dia mampu melacak ada dua tokoh yang setanding dengan Phoa Tay Teng, dan jelas ini merupakan pekerjaan yang teramat berat baginya. Seorang Phoa Tay Teng saja sudah setanding serta seimbang dengannya, apalagi kini ditambah satu orang lagi. Maka jika demikian, dia mesti bekerja dan memilih strategi yang lebih pas, lebih tepat dan lebih realistis, dan harus dia ambil dalam waktu yang amat singkat dan cepat. Dan sudah barang tentu, harus langsung dia kerjakan saat itu juga. Beberapa detik menunggu dimanfaatkan Koay Ji memutar otaknya guna mencari jalan dan cara untuk menyelamatkan diri tanpa harus terlihat lawan dia melalui jalan rahasia.
Dan Koay Ji cukup cerdas menghadapi keadaan seperti ini. Begitu dipikirkan serta diputuskan, langsung dia bekerja dan bergerak. Jelas jalan paling aman adalah jalan yang tidak akan dapat diduga lawan, dan dia memilih mendekati insiden dimana tiga rumah atau gedung Bu Tek Seng Pay terbakar, atau dibakar. Kesanalah dia melesat pergi dengan kecepatan yang sangat luar biasa, yang jika Sie Lan In melihatnya, dia pasti akan mengerutkan keningnya. Karena Koay Ji bekerja dan berlari dengan gaya dan dengan kecepatan yang amat luar biasa. Tetapi, begitupun, telinganya masih mampu mendengar desiran suara yang mengejarnya:
"Engkau cerdik memilih arah anak muda, tetapi, mengapa kedua temanmu engkau biarkan meninggalkanmu menggunakan seekor burung besar....?" bisikan yang jadi membuat Koay Ji tersenyum geli.
Hebatnya, suara itu seakan mengikuti dan terus mengiringinya kemanapun dia pergi ataupun melesat guna menyembunyikan jejaknya. Tetapi, untungnya, meski suara mujijat itu tetap mengikutinya dan tetap terasa dekat baginya, tetapi kawan-kawan yang menyertai mereka berdua jelas tertinggal cukup jauh di belakang. Kondisi ini membuat Koay Ji merasa agak ringan dan terhibur, meski dia sadar sekali jika dia masih belum lolos dari hadangan lawan. Dia masih harus menghindari dua lawan pengejarnya yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dan disadarinya sekali, mereka masih setingkat dengan kemampuannya saat itu. Dan kemampuan seperti itu jelas bukan kemampuan biasa, melainkan adalah kemampuan luar biasa yang hanya segelintir orang atau manusia yang mampu dan dapat mencapainya. Untung dia sudah termasuk dalam kategori itu.
"Hohoho, engkau tidak akan dapat dan tidak boleh lari seenak maumu anak muda, engkau sudah terkepung dan berada dalam area Markas Bu Tek Seng Pay, masih lebih baik engkau menyerahkan diri ketimbang kami tangkap dan adili....." suara tokoh berkemampuan mujijat itu terus menerus membayanginya, mengikutinya kemanapun dia bergerak, tetapi Koay Ji paham, jarak mereka tidak dekat meskipun juga tidak terlampau jauh.
Tetapi, tengah dia berusaha meloloskan diri dan mencari cara memutar sambil juga mencari lokasi pintu rahasia kedua, tiba-tiba dia mendengar suara yang lain. Pemilik suara yang patut dia duga, tidak berada dibawah kemampuannya dan tidak berada dibawah kedua tokoh pengejarnya. Dan yang lebih penting lagi adalah, suara dan pemilik suara itu seperti dia kenal dengan dekat, tetapi masih beum pasti. Dan suara itu membuatnya girang setengah mati:
"Koay Ji, bawa mereka semua berputar-putar, jangan tertangkap dan jangan terlalu cepat engkau pergi meloloskan diri. Ajaklah mereka bermain kucing-kucingan, Pinni butuh waktu yang cukup memadai untuk melakukan sesuatu yang tadinya ingin engkau lakukan bersama kedua kawanmu...."
"Achhh, tidak salah lagi, dia pastilah Lam Hay Sinni,,, Subo.." desis Koay Ji dalam hati, dan semangatnya segera berkobar kembali. Lebih bergelora malahan. "Pantas suaranya demikian lembut dan terasa betul mengasihiku, rupanya dia adalah Bibi Guruku, ech malah subo sendiri......" desis Koay Ji dalam hatinya. Sekalian dengan itu muncullah keisengan dan kebinalannya dan kemudian mengajak lawan-lawannya berputar-putar, bahkan kemudian dia dengan sengaja memperdengarkan suara tawa untuk membakar emosi lawan-lawannya:
"Apakah Geberz, Mo Hwee Hud, Liok Kong Djie dan semua tokoh tua yang sudah tidak tahu malu itu juga ikut mengejar,," hahahahaha" ketawanya sekali ini terdengar lebih lepas, karena memang begitu suasana hatinya. Dia merasa sangat senang karena dapat mengerjai Markas lawan dan membuat lawan-lawan beratnya kini bangkit untuk ikut mengejar dan memburunya. Dibawanya mereka semua berlari mengejarnya dan "bermain" kucing-kucingan dengan dia. Hal yang tentu membuat panas dan murka hati lawan-lawannya. Mereka memutuskan mulai mengerahkan semua kekuatan untuk memburu dan mengejar Koay Ji.
Tetapi, meski banyak dan malah beberapa tokoh utama lawannya sudah pada tampil dan ikut mengejarnya, Koay Ji tetap tidaklah dapat dengan mudah mereka kejar dan apalagi kemudian ditangkap". Koay Ji terkesan terlampau licin, pintar dan selain itu, dia juga memang memiliki kecerdikan yang amat hebat dan membuatnya bisa berputar-putar keluar masuk markas lawan. Bahkan suatu ketika dia sempat masuk dan membaurkan diri dengan para penghuni Markas Bu Tek Seng Pay yang sedang sibuk memadamkan kebakaran pada enam titik yang berbeda. Banyaknya manusia di tempat itu membuat Koay Ji leluasa dan beroleh waktu lumayan untuk sedikit berlama-lama. Hanya karena dua lawan berat yang terus mengejarnya yang membuatnya kembali harus melaju ke tempat yang lain lagi. Terhadap dua lawan yang hebat itu, Koay Ji memang memutuskan harus dan wajib untuk berhati-hati, karena dia tidak dapat menipu penglihatan mereka. Jelas, karena kedua orang itu tidak mengejar dan memburunya dengan menggunakan mata belaka, tetapi juga menggunakan kekuatan sihir mereka.
Selain itu, Koay Ji juga kemudian melanjutkan upayanya menemukan pintu rahasia kedua, tempat yang rencananya akan menjadi lokasi dia meloloskan dirinya. Untuk hal yang satu itu, dia percaya penuh kepada kawannya yang banyak memenuhi hutan sekitar tempat itu. Dan memang, merekalah yang pada saat tepat mulai bermunculan dan mulai ikut membantu Koay Ji. Tidak ada yang dapat paham dan mampu mengetahui, bahwa pelarian dan kemampuan Koay Ji untuk bermain kucing-kucingan dengan lawan-lawannya yang semakin banyak dan juga hebat-hebat itu, melibatkan bantuan dari kawan-kawan monyetnya yang banyak berada di sekitar situ. Dan melalui merekalah Koay Ji kemudian meminta tolong menemukan jalan rahasia atau pintu rahasia masuk ke dalam jalan rahasia bawah tanah. Jalan yang dia putuskan akan lalui nanti.
Setelah mendapat bantuan kawan-kawan monyetnya, Koay Ji seperti menjadi punya mata dan mengetahui tempat dimana dia dapat menghindar dan memilih arah agar tidak terkejar oleh lawan-lawannya. Selama beberapa menit, nyaris dua puluh menit atau bahkan lebih dia kucing-kucingan dan belum terkejar lawan-lawannya. Tetapi, Koay Ji paham, kedua lawan utamanya justru semakin mendekati dirinya, karena mereka memang lebih hafal dan lebih kenal dengan lokasi. Untung saja dia dibantu sahabat monyetnya, jika tidak, dia sudah terkejar sejak beberapa waktu yang lalu. Dan selama beberapa menit yang berlalu, kawan-kawan monyetnya sudah memberi isyarat dimana lokasi pintu rahasia yang sudah dia tandai.
Tetapi, sayangnya, meski sudah mengetahui pintu rahasia itu, tetapi dua lawannya sudah semakin dekat dan dia tidak ingin kedua lawan hebat itu menyadari ada jalan keluar dan jalan rahasia di bawah tanah. Sebab jika demikian, maka rencana sam suheng yang disusun bersamanya untuk melakukan penyerangan markas lawan dengan efek kejut, bisa-bisa buyar. Selain itu, dia belum menerima isyarat dari Lam Hay Sinni apakah usahanya sudah berhasil ataukah masih belum. Padahal, waktu yang dia gunakan, sesungguhnya sudah cukup lama. "Apakah Subo sudah berhasil atau masih belum berhasil....?" pikir Koay Ji mulai sedikit gelisah karena lawannya semakin mendekat dan mendekat.
Dalam keadaan seperti itu, otak licin Koay Ji membuatnya jadi nekat dan membawa kembali lawan-lawannya kearah yang lebih terbuka dan ramai. Kembali dia menuju ke lokasi kebakaran, yang meski apinya mulai dapat diatasi, tetapi lokasinya masih tetap cukup ramai karena masih banyak manusianya. Koay Ji berniat menggunakan keramaian untuk berspekulasi melawan para pengejarnya yang rata-rata memiliki kemampuan yang hebat dan juga mengagumkan. Terutama kedua pengejar yang terus membayangi di belakangnya dan menjaga jarak dengannya, dan semakin mendekat memendekkan jarak dengannya. Sekali saja dia berhenti, maka dalam dua atau tiga detik dia akan terkejar dan harus meladeni kedua lawan berat itu. Koay Ji maklum akan hal itu. Karenanya, sedapat mungkin dia terus bergerak dan bergerak dalam tinggi.
"Engkau cerdik juga anak muda....." terdengar kembali pujian dari suara yang selalu setia mengejarnya namun Koay Ji sadar, mereka mengejar sekerasnya mencegah dia untuk mencapai keramaian.
Bukan apa-apa, dengan banyaknya orang yang berkepandaian rendah, maka Koay Ji akan mudah menghadapi sekian banyak orang yang menghendaki nyawanya. Memang bukan untuk menang, tetapi untuk memperpanjang waktu yang dia sita dari lawan-lawannya agar Lam Hay Sinni mampu menuntaskan tugasnya. Dan Koay Ji cukup cerdik untuk memahami, bahwa banyaknya orang yang berkemampuan rendah, justru bakalan membantunya dan bukannya mempersulitnya. Sebab dia bisa dengan mudah menyelinap diantara lawan-lawan yang berkemampuan rendah itu dengan tidak takut bahaya.
Tetapi, rencana tinggal rencana, sesaat sebelum Koay Ji mencapai keramaian itu, tiba-tiba ada yang menyerangnya secara hebat dan memotong jalur pelariannya itu. Siapa dia" Koay Ji kurang tahu, tetapi serangan itu sangat kuat dan bukanlah dari tokoh yang lemah. Setidaknya lawan sehebat Geberz atau Mo Hwee Hud yang bisa menghadangnya dengan pukulan sekuat itu. Tetapi, Koay Ji yang memiliki kepekaan dan juga ilmu langkah mujijat, dengan tenang sudah menggerakkan kakinya dan pada lain kesempatan, dia sudah kembali berlari kedepan meninggalkan penyerang gelapnya dan juga kedua lawan mujijatnya itu. Tetapi, kedua lawannya kini semakin dekat dan hanya berjarak sekitar 4,5 meter di belakangnya. Jarak yang cukup dekat untuk menyerangnya, tetapi juga cukup untuk Koay Ji menghindarinya. Keadaan jadi semakin menegangkan bagi kedua pihak.
Pada akhirnya Koay Ji mampu mencapai keramaian itu, dan langsung melompat di tengah keramaian dan kemudian menyelinap maju terus. Sementara itu, terdengar suara bentakan di belakangnya:
"Semua diam di tempat, ada musuh berbahaya berada di tengah-tengah kita, semua harus berusaha menangkapnya hidup atau mati......"
Jamukha nampak muncul dan memberikan perintahnya, dia muncul dari arah depan sementara di belakang Koay Ji terdapat dua lawan hebat yang dia hindari. Otomatis Koay Ji melangkah terus maju dan mendekati tempat dimana Jamukha berada. Tapi Jamukha cepat melihat keberadaannya sekitar 7,8 meter dari posisinya dan sudah langsung berteriak karena kaget dan jeri:
"Itu dia, sedang menuju kemari......"
"Awas jarum beracun......." Koay Ji berteriak sambil menyerang serabutan dan dari lengannya "seperti" meluncur sinar-sinar tajam sejenis senjata rahasia, padahal yang benar adalah pasir-pasir yang sengaja dibuatnya sebagai senjata rahasia guna membuat keadaan menjadi kacau. Dan benar saja, dalam waktu singkat orang-orang serabutan menghindar, dan Jamukha sendiripun sampai kerepotan karena beberapa orang menutupi pandangannya. Ketika dia bisa melihat lebih jelas, Koay Ji sudah hilang dari pandangannya, dan dia baru menyadari beberapa detik kemudian ketika melihat Koay Ji sudah berada di sisi sebelah kanannya. Tetapi, sekitarnya ada banyak anak buah mereka merintih kesakitan karena tersengat pasir terbang yang tadi digunakan sebagai senjata rahasia oleh Koay Ji.
"Disana,." sontak dia berteriak sambil menunjuk kearah sebelah kanan, arah dimana Koay Ji sedang menyelinap diantara kerumunan banyak orang sekitar tempat itu. Tetapi, pada saat yang bersamaan dengan itu, Koay Ji kembali mendengar suara lembut mengiang di telinganya:
"Pekerjaan Pinni sudah berhasil dengan baik, Pinni membawa mereka bertiga yang sedang dalam keadaan tertotok, engkau sudah bisa meloloskan diri. Dan engkau tahu bagaimana caranya pergi dari tempat berbahaya ini, begini caranya...." dan masih beberapa pesan lagi disampaikan oleh Lam Hay Sinni kepadanya mengenai cara bagaimana dia pergi dari sana.
Tanpa diperintah lebih jauh lagi, antara mengerti dan tidak mengerti dengan semua petunjuk dari Bibi Gurunya itu, Koay Ji kembali memutar arah pelariannya. Tetapi, pada saat itu, ada 3 orang hebat yang memapaknya, dan syukur jaraknya dengan kedua tokoh hebat di belakangnya sudah bertambah menjadi 10 meteran. Hasil dari strateginya memasuki kerumunan orang dan membuat kedua lawan hebatnya agak tertinggal di belakang. Tetapi, sudah jelas jarak itu bukan sesuatu yang panjang bagi mereka berdua para pengejar yang berkepandaian hebat itu.
Koay Ji tergetar karena di hadapannya kini menghadang Mo Hwee Hud, Liok Kong Djie dan Geberz, sementara tokoh-tokoh lain setahunya masih tetap terserak di lokasi kebakaran yang baru saja dilaluinya.
"Hmmmm, kalian terlampau sering menghalangi jalanku, awas serangan...." sekali ini Koay Ji memilih salah satu serangan hebat dari rangkaian Hian Bun Sam Ciang, dengan jurus serangan yang sangat berbahaya. Bersamaan dengan itu, iweekang gabungan yang dilatihnya selama ini dia kerahkan sampai pada tujuh bagian. Jelas serangannya bukan serangan main-main, apalagi karena dia memang ingin buka jalan guna pergi dari tempat itu.
"Awas, hindari dan jangan dilawan..... berbahaya" terdengar bentakan dari belakang tubuh Koay Ji, sudah pasti peringatan itu berasal dari dua lawan berat yang selalu menguntit di belakang Koay Ji dengan jarak yang tadinya sudah dekat tetapi kembali menjaduh setelah Koay Ji melampaui kerumunan orang-orang tadi. Dan saat itu, kembalu mereka semakin mendekat jaraknya. Hadangan tiga tokoh sepuh kembali memangkas jarak mereka menjadi semakin pendek, dan masih amat untung ada peringatan mereka berdua, selain memang ketiga tokoh tua itu bukanlah orang yang tidak paham apa-apa. Sebaliknya, mereka bertiga adalah tokoh hebat yang sudah mengenal lawan berbahaya dalam diri Koay Ji. Bahkan mereka sudah beberapa kali menghadapi tokoh sehebat Koay Ji dalam bentuk Thian Liong Koay Hiap, dan gaya Koay Ji mirip tokoh itu. Hal yang mengagetkan mereka dan membuat mereka awas dan segera berwaspada.
Peringatan dua tokoh di belakang Koay Ji dan pengetahuan mereka membuat tokoh-tokoh seperti Mo Hwee Hud, Liok Kong Djie dan juga Geberz waspada dan bisa mengantisipasi secara tepat. Ketiganya sudah tahu bahwa serangan yang datang bukan serangan ringan, karenanya mereka memilih menghindar dan bersiap untuk menyerang kembali. Tetapi, sungguh sayang di belakang mereka ada terdapat tiga orang yang lain lagi, mereka masing-masing adalah Tam Peng Khek dan istrinya Gi Ci Hoa serta juga Ong Keng Siang, murid kedua dari Mo Hwee Hud. Jika sang Suhu dan kedua kawannya bisa menghindar, maka mereka justru terlambat menghindar dan mau tak mau langsung berhadapan dengan pukulan Koay Ji. Tapi, sayangnya, pukulan Koay Ji sekali ini bukan ditujukan ke tokoh sekelas mereka sebagai murid Mo Hwe Hud, tetapi ditujukan ke tokoh sekelas Suhu mereka. Jelas beda dan akibatnya bisa fatal bagi mereka.
Dan, mana bisa mereka melawan" selain mereka tiba-tiba merasakan daya hisap Koay Ji yang amat tidak tertahankan, juga ilmu yang dikerahkan Koay Ji terlampau hebat bagi mereka bertiga. Maka tanpa dapat dicegah lagi, pukulan Koay Ji justru nyasar dan mau tidak mau harus ditangkis ketiga murid Mo Hwee Hud itu, karena memang mereka tidak punya waktu menghindar lagi. Yang beruntung pada saat itu Tam Peng Khek karena dia berada dan terlindung di belakang istrinya Gi Ci Hoa. Dan yang menyedihkan adalah Ong keng Siang dan Gi Ci Hoa yang berhadapan langsung dan harus menangkis secara langsung pukulan Koay Ji yang maha hebat itu. Jangankan mereka, Suhu merekapun masih akan berpikir berapa kali guna menangkis pukulan seorang Koay Ji pada saat itu. Apalagi mereka" Untung saja Koay Ji masih sempat mengurangi sedikit kekuatan iweekangnya dan juga secara otomatis memperlambat langkahnya. Tetapi, meskipun kekuatannya dikurangi, tetap saja terlampau kuat bagi kedua murid Mo Hwee Hud itu.....
"Dukkk, dukkkkk, dukkkkk....... accccchhhhhhh, aiiicchhhhhhhh..."
"Maafkan aku....." masih sempat terdengar seruan lirih dari mulut Koay Ji melihat ketiga lawannya terlontar jauh ke belakang. Dan dia tidak sempat lagi menanyakan dan melirik keadaan mereka, karena diapun sudah langsung kembali berlari kearah tebing di belakang markas lawan. Tetapi, melihat arah lari Koay Ji, lawan-lawannya terlihat saling tersenyum satu dengan yang lain, dan kemudian perlahan mengekor kedua tokoh tua yang terus mengejar Koay Ji. Kedua tokoh yang mengejar Koay Ji sendiripun melambatkan langkahnya. Bukan untuk bersimpati kepada kedua murid Mo Hwee Hud yang belum ketahuan nasib mereka, tetapi karena tahu ujung pelarian Koay Ji akan berakhir dimana.
Sementara itu, Mo Hwee Hud tersentak dan berhenti untuk beberapa saat hanya untuk mengetahui bahwa dia kembali kehilangan dua orang muridnya. Karena, Gi Ci Hoa dan Ong keng Siang, dipastikannya mengalami luka yang sangat berat, dan bahkan kemungkinan mereka untuk sembuh sangat kecil. Mereka berdua pastilah akan cacat permanen jika masih tetap dapat dipertahankan nyawa mereka, itupun pusat tan tian mereka tergedor rusak dan tenaga dalam mereka dipastikan buyar. Mo Hwee Hud bersama Tam Peng Khek murka tak terkirakan, dan sebagai SUHU kedua orang itu, Mo Hwee Hud masih sempat memberi perintah kepada beberapa orang untuk mengurus murid-muridnya sambil bersungut-sungut dan marah bukan main. Bahkan bersumpah akan membalas.
"Bangsat, awas engkau kelak.." berang dan sangat murka tokoh tua itu menyaksikan anak muridnya kembali jatuh menjadi korban.
Sementara itu, Koay Ji sudah tiba di tebing dan secara sengaja berbalik menunggu kedua lawannya. Dia memang ingin melihat dan berkenalan dengan kedua orang hebat itu, setidaknya tahu siapa mereka sebenarnya. Dan tak terhindarkan, diapun sekaligus ingin mengetahui sampai dimana kemampuan kedua orang yang bisa rasakan sangatlah hebat wibawa dan pengaruhnya. Karena itu, dengan sikap gagah dan tenang, dia berbalik dan menunggu lawan-lawannya itu. Memandangi ketika kedua orang itu berhenti beberapa meter dihadapannya. Bahkan, ketika mereka pada akhirnya berhenti dan menghadapinya, Koay Ji dengan tenang dan dengan wibawanya berkata dalam suara tegas dan menegur,
"Hmmmm, sungguh amat disayangkan, kemampuan sehebat dan semujijat ini, serta usia Jiwi Locianpwee yang sudah sangat tinggi, tetapi masih saja tergoda membantu kejahatan. Amat disayangkan dan sesungguhnya amatlah memalukan..." sambut Koay Ji ketika kedua tokoh tua itu pada akhirnya tiba dihadapannya dan sekarang bisa bertatap muka secara langsung dengannya. Keduanya anehnya sama sekali tidak atau belum dikenalinya, atau belum pernah bertemu sebelumnya. "Entah siapa mereka sesungguhnya, tidak ada seorangpun dari mereka berdua yang kukenal. Ini atau yang lainkah yang bernama Rajmid Singh.....?" bertanya-tanya Koay Ji dalam hatinya sambil menebak-nebak orang di depannya. Tetapi, satu hal yang pasti, dari tubuh kedua orang itu mengalir dan merambat wibawa yang aneh dan membuatnya sedikit gamang. Sungguh hebat.
Di depannya dia bisa menebak dan memang cukup jelas cirinya, yakni bahwa dia adalah keturunan Thian Tok. Ciri fisiknya lebih mirip dengan Mindra dan tokoh Thian Tok lainnya, termasuk Mo Hwee Hud, tapi rada sedikit berbeda karena tokoh terakhir ini memiliki juga darah keturunan Tionggoan. Sementara tokoh yang seorang lagi ini, terlihat sudah agak tua, bahkan masih sedikit lebih tua juga kelihatannya dibanding Mo Hwee Hud. Hanya saja, baru sekali ini berhadapan dan bertemu dengan Koay Ji secara langsung. Dan dia ini yang membuat Koay Ji merasa terkejut, karena betapa hebat dan betapa misterius kekuatan yang terus memancar dari tubuh dan perbawa tokoh itu. Dia bahkan terlihatan masih lebih hebat dan sedikit tipis diatas tokoh Thian Tok yang datang bersama-sama dengannya itu......
"Hahahahaha, anak muda, kemana lagi engkau akan melarikan diri....?" terdengar teguran dari kedua orang itu saat tiba dan berhadapan langsung dengan Koay Ji. Terlihat mereka sedikit kaget setelah sadar betapa masih muda orang yang mereka kejar itu. Tetapi, hebatnya, dan yang ini membuat Koay Ji sendiri sampai terkejut, karena dia tidak melihat seorang diantara kedua tokoh tua yang baru datang itu yang membuka mulut. Meskipun sudah jelas seorang dari mereka yang berbicara. Siapa yang tadi berbicara dapat ditebak dengan mudah oleh Koay Ji, karena dia sudah sejak awal mengerahkan kekuatan murni dan kekuatan batinnya menghadapi kedua orang itu. Toch tetap saja Koay Ji tersentak dan kaget dengan penampilan serta juga perbawa kedua orang tua itu.
"Hmmmm, memangnya apa yang jiwi locianpwee akan lakukan kepadaku" Ingin mengeroyokku" Ingin menangkapku" Silahkan, akan dengan senang hati kuhadapi dan kuladeni.." jawab Koay Ji dalam gaya dan cara yang sama, diapun tidak terlihat berbicara dengan mulut. Hal itu tidak mengherankan kedua tokoh tua itu, karena mereka sudah tahu dan sadar sampai dimana kehebatan dan juga kemampuan tokoh bernama Koay Ji, meski mereka kaget karena dia masih terlihat sangat muda. Dan itu yang justru membuat mereka merasa terperanjat dan terkejut. Sungguh tidak mereka duga jika ternyata benar, lawan mereka masih amat muda, namun memiliki kemampuan yang sudah amat tinggi. Dan kelihatannya tidaklah terpaut jauh dengan tingkat kemampuan mereka berdua.
"Engkau harus bertarung untuk mempertahankan dirimu anak muda, karena dengan cara apapun engkau harus menjadi tahanan kami. Jika engkau mau yang secara baik-baik, maka akan lebih baik jika engkau menyerah saja, sehingga tidak membuat kita bertiga lelah dan capek-capek, toch betapapun engkau akan kalah juga. Tetapi jika engkau lebih menginginkan jalan kekerasan, kamipun punya waktu untuk bisa sekedar meregangkan otot. Hitung-hitung meregangkan otot dan melatih kembali ilmu yang sudah lama tidak terpakai ini. Engkau pilihlah sendiri sesuai keinginanmu, mana yang engkau ingin lakukan dan engkau pilih..." terdengar orang tua yang datang bersama Rajmid Singh berbicara
"Hahahahaha, manis sekali terdengarnya..... tetapi aku akan melakukan perlawanan jiwi locianpwee, karena itu, ketimbang banyak bicara, lebih baik lagi jika langsung saja. Mari, silahkan menyerangku. Meski masih muda, tetapi cukup bisa untuk meladeni dan menghadapi jiwi locianpwee atau salah seorang dari jiwi locianpwee yang hebat, dan ini adalah sebuah keberuntungan buatku" tantang Koay Ji tanpa segan dan tanpa tedeng aling-aling, karena dia memang sudah memiliki dan menyusun rencana sejak tadi. Karena itu, meskipun dia kini terkepung oleh banyak orang, banyak tokoh pemimpin Bu Tek Seng Pay yang hebat-hebat dan sakti, tidak sekalipun dia terlihat takut ataupun jeri. Keadaan ini mengherankan semua tokoh yang mengepung dan bersiap menyerangnya itu.
Sebaliknya, sikapnya tetap tenang, tetap gagah dan tidak terlihat takut atau cemas dengan keadaan dirinya yang sudah terkepung lawan. Sikap, kata-kata dan perbawa Koay Ji jelas saja mengagetkan dan menyentak mereka semua. Dan mau tidak mau tokoh-tokoh yang kini semakin banyak berkumpul di tebing itu menjadi semakin kagum dengannya. Kagum karena dalam usia yang masih semuda itu, tetapi Koay Ji sudah bisa memiliki kesaktian dan kemampuan yang sangatlah tinggi. Dan, bahkan Koay Ji juga memiliki kegagahan yang terlihat sangat menonjol dan mempengaruhi cara pandang mereka atasnya. Dalam kesendirian dan keterkepungan, dia tidak terlihat takut dan tidak panik, tetap tenang dan meladeni semua toko dihadapannya. Padahal, mereka adalah tokoh-tokoh puncak.
Tetapi, belum lagi pertempuran itu pecah, tiba-tiba datanglah seseorang melapor dengan suara takut-takut. Tetapi meskipun berkata-kata secara perlahan dan takut-takut, masih tetap terdengar oleh Koay Ji:
"Laporan Hu Pangcu, baru saja Hek Seng, Pek Seng dan Kim Seng bertiga diculik orang, dan mereka bertiga sudah digondol orang dan dibawah sebagai tawanan oleh seorang Rahib Wanita yang sungguh sangat lihay dan sangat sakti, kami semua tidak mampu melawannya tadi......" demikian laporan yang baru saja disampaikan kepada Jamukha tetapi yang bisa didengar oleh Koay Ji. Tetapi laporan itu membuat Jamukha naik pitam dan murka,
"Bangsat, sungguh bangsat..... pasti dia adalah konco mereka yang sudah berani mati menyusup hingga kemari....." terdengar jeritan Jamukha dan membuat banyak orang disitu tersentak kaget dan tambah murka menghadapi Koay Ji. Jelas Jamukha kini sadar, jika Koay Ji memainkan peran mengalihkan perhatian mereka sementara sahabatnya sudah bekerja menyusup kedalam gedung dan mengambil serta juga menahan 3 orang dari antara mereka.
"Ach, ternyata masih ada orang lain lagi yang juga sudah ikutan datang menyusup. Mohon maaf, karena harus kukatakan bahwa aku gembira mendengar kabar baik itu..... hahahahaha" sungguh tenang, santai dan malahan amat senang Koay Ji saat mendengar kabar yang membuat Jamukha berang itu. Dan itu mengkonfirmasi apa yang dibisikkan Lam Hay Sinni kepadanya, bahwa dia sudah selesai dan berhasil dengan missi penyelamatannya. Tentu saja Koay Ji amat senang, dan tidak tahan diapun mengeskpresikan kegembiraannya dan membuat lawan-lawan yang berdiri di depannya bertambah marah dan gondok.
"Tertawalah, karena sebentar lagi engkau tidak akan senang dengan keadaanmu anak muda, bersiaplah, aku akan menangkapmu....."
"Acccccch, jika maju seorang diri akan kurang seru Locianpwee, lebih baik maju sekalian berdua biar lebih cepat selesai....."
"Hahahaha, dia sendirian sudah cukup menangkapmu.." terdengar suara Jamukha membela tokoh di pihaknya.
"Diam.." bentak tokoh tua yang menghadapi Koay Ji, terlihat murka dengan Jamukha yang banyak mulut itu. Dan dia melanjutkan;
"Kedatangan kawanmu yang seorang lagi berada di luar jangkauan pengawasan kami berdua, bisa dipastikan dia tokoh yang sangat hebat. Siapa dia gerangan?" desisnya dalam tanya sambil memandang Koay Ji, tetap tenang meski sebenarnya juga kaget dengan keadaan hari itu.
"Beliau Bibi guruku, dan mengambil pulang murid kepala Tiga Dewa Tionggoan yang kalian sekap dengan cara memalukan....." jawab Koay Ji ringan saja dan membuat tokoh tua itu kembali manggut-manggut.
"Hmmmmm, bagusah, toch engkau ganti yang memadai buat mereka bertiga. Malah masih jauh lebih bernilai, bersiaplah anak muda, kami tidak akan main-main untuk menyerang dan menangkapmu......" desis orang tua itu.
"Hmm, baiklah, jika memang demikian aku ingin mencoba sampai dimana kekuatan Locianpwee.." berkata Koay Ji sambil kemudian mengerahkan iweekang di tangan dan kemudian memukul tokoh dihadapannya, dan adalah tokoh asal Thian Tok yang majukan dirinya terlebih dahulu melawannya. Dia tahu lawannya hebat, karenanya dia tidak tanggung-tanggung lagi, lima bagian iweekang sudah dia kerahkan mendorong pukulannya itu.
"Dukkkkk ......"
"Hmmmm, hebat .... terima lagi pukulanku ini....." benturan pertama menghasilkan kesimpulan bagi kedua belah pihak, bahwa kekuatan mereka masih berimbang dan tidak ada yang mampu mengatasi lawannya. Seri. "Luar biasa, padahal usianya masih amat muda...." desis tokoh satunya lagi yang mengamati pertarungan hebat itu dari luar arena
Seruan pujian Koay Ji bukanlah tanpa dasar, karena dia sadar pukulannya tadi kena bentur tokoh hebat yang kepandaiannya bahkan tidak berada di bawahnya. Setakar dengan Phoa Tay Teng yang dilawannya di Thian Cong Pay beberapa hari silam. Tetapi, jelas Koay Ji tidak takut, tidak juga khawatir menghadapi kepungan demikian banyak tokoh yang mengurungnya sampai tidak ada jalan keluar, karena di belakang adalah tebing yang tak nampak dasarnya. Justru Koay Ji memang sengaja mengadu pukulan, karena ada maksud tersembunyi di baliknya, dan dia sudah menyiapkan diri untuk suasana dan kondisi saat ini. Maka sekali lagi, diapun siap mengerahkan iweekang lebih kuat lagi dan kini mengerahkan ciri khas iweekang perguruannya dan kemudian berteriak dan mendorong sambil memukul hebat:
"Hiaaaaaaaat, awas Lociapwee...."
Secara bersamaan, tokoh Thian Tok yang Koay Ji kenali bernama Rajmid Singh sesuai penuturan Mindra beberapa hari lalu, juga mengerahkan dan meningkatkan kekuatannya dan memukul kedepan. Tetapi, alangkah kagetnya dia ketika iweekang dan kekuatannya seperti terhisap kedepan, dan sesaat kemudian kekuatannya yang terhisap itu terasa dihentakkan lawan kembali kepadanya. Luar biasa, dia terkenang akan Pouw Tee Pwe Yap Hian Kang dan Toa Pan Yo Hian Kang, dua iweekang kaum Budha yang punya keistimewaan seperti itu. Dia sungguh kagum, tetapi paham bagaimana memunahkan serangan yang berbalik itu. Karena itu dia bergerak dengan penuh keyakinan, santai saja dan tidak terburu-buru dan sebentar kemudian dia terlihat kokoh kembali dan balik menyerang.
Dan memang, dia, Rajmid Singh mampu menangani serangan Koay Ji dengan baik dan kembali menggerakkan tangan menyerang. Tetapi sekali ini Koay Ji memainkan ilmu Hian Bun Sam Ciang dan secara sengaja menutup kemampuannya yang bisa menggunakan ilmu perguruan Pat Bin Lin Long. Serangan-serangannya kuat, berisi kekuatan tenaga iweekang gabungan hingga menyentak dan memukul harga diri dan kesombongan Rajmid Singh. Tidak dapat dia dalam waktu singkat memojokkan dan mendesak Koay Ji, justru serangan Koay Ji terasa terus meningkat dan terus bertambah kuat sehingga diapun menambah kekuatan iweekang pendorongnya. Dan tiba-tiba dia mendengar bentakan Koay Ji:
"Hmmm, tahan pukulan ini....." seiring dengan bentakan Koay Ji itu, kembali Rajmid Singh merasakan hembusan kekuatan iweekang yang maha hebat sedang datang menerjang dirinya. Dan kekuatan lawan sudah bertambah hebat, hitungannya sudah tujuh bagian iweekang lawan, dan tentu harus dia lawan dengan cara yang sama. Benturan kekerasan dengan kekuatan iweekangnya jika tidak mau keteteran serta dipermalukan lawan yang masih amat muda itu.
"Blaaaaarrrrr......"
Benturan hebat kembali terdengar, dan akibatnya tubuh Rajmid Singh terlihat sedikit bergoyang akibat benturan kekuatan yang maha hebat itu. Tetapi Rajmid Singh memang bukan seorang tokoh sembarangan, bukanlah pula tokoh kacangan dan dia membuktikannya segera. Guncangan itu tidak berpengaruh pada dirinya, bahkan dia sudah kembali bersiap mendorong dengan sepenuh tenaga sambil mencari dan juga memandang dimana posisi Koay Ji saat itu. Setelah menemukan Koay Ji yang juga bersiap memukul kembali, dengan teriakan penuh tenaga gaib dan tenaga mujijat, dia kembali menyerang dengan mendorongkan kedua lengannya kedepan. Luar biasa, dari lengannya keluar sejenis sinar kemerahan yang menerjang ke arah posisi Koay Ji yang juga sudah sama mengerahkan kekuatan penuh guna membendung serangan maut lawannya itu.
"Hiyaaaaaaaaaaat......."
Sambil berteriak keras, Koay Ji mendorongkan kedua lengannya, tetapi sekali ini meski penuh kekuatan, tetapi juga memiliki daya tenaga berbeda. Hal ini segera terlihat dari akibat benturan hebat antara kedua kekuatan iweekang mereka. Rajmid Singh terlihat terdorong sampai 5 langkah ke belakang, dan setelah itu baru dapat kokoh kembali guna mencari dimana posisi Koay Ji.
Tetapi, episode selanjutnya membuatnya tercengang, bukan hanya dia, tetapi juga kawannya yang datang bersamanya dan yang tidak kurang hebat darinya. Dia juga sama-sama terkejut, atau lebih tepat, terperanjat malahan. Termasuk juga semua tokoh yang berada di belakang mereka berdua dan yang juga ikutan menjaga jalan lari Koay Ji, sama terperangah dengan apa yang terjadi pada saat itu, dalam waktu sepersekian detik belaka. Apa gerangan yang terjadi"
Sesaat setelah benturan kedua yang sangat hebat dan luar biasa karena memang didorong oleh tenaga pukulan yang amat luar biasa itu terjadi, sesuatu yang sangat mengagetkan terjadi. Apa pasal" Karena ternyata, Koay Ji dengan cerdik sudah menggunakan kekuatan iweekangnya untuk menarik dan juga lantas menggunakan daya dorong iweekang lawan yang amat kuat dan hebat itu untuk menambah daya mendorong dan mementalkan tubuhnya sehingga melayang jauh ke belakang dengan sangat cepatnya. Tubuhnya mencelat dan terlontar cukup jauh ke belakang dan terus melayang cepat melampaui pijakan kakinya di tebing itu. Dan masih terus melayang ke belakang dan sudah pasti tubuhnya akan langsung meluncur ke bawah tebing menghujam bumi dan TEWAS.
Tetapi betulkah demikian jadinya" Kejadian yang sebenarnya justru sebaliknya dan bukanlah seperti yang mereka bayangkan dan pikirkan. Dan ini yang membuat tokoh di belakang Rajmid Singh cepat bereaksi sambil mendesis tajam, sepertinya dia tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi:
"Hmmmm,,,,, Lam Hay Sinni......"
Tetapi, pameran Koay Ji masih belum berhenti, karena beberapa saat sebelum tubuhnya menukik turun ke bawah dan dipastikan hancur di bawah tebing, terdengar dia berteriak dengan kekuatan hawa yang luar biasa:
"Haiiiiiiiiiiiiittttt......................."
Kedua lengannya terkembang dan kemudian, secara luar biasa, tubuhnya bukan meluncur ke bawah, tetapi kembali melayang ke belakang hingga menambak jarak antara dirinya dengan ujung tebing. Sebelumnya berjarak 3 meter dari ujung tebing, tetapi dengan melayang lebih jauh lagi, kini dia menambah jarak sampai 7,8 meter dari ujung tebing tersebut. Dan tubuhnya masih tetap melayang kebelakang tanpa takut apakah dia akan terhempas turun ke bawah, ke bawah tebing yang berjarak ratusan meter dan pasti meremukkan tubuhnya nanti. Tetapi, dalam beberapa detik kemudian, tubuhnya jatuh dipunggung seekor burung besar yang kelihatannya memang sudah menantinya disana. Ya, jika bukan burung besar milik Lam Hay Sinni, milik siapa lagi"
Sementara itu, kawan Rajmid Singh yang menggumamkan nama LAM HAY SINNI tadi sudah bergerak cepat setelah sadar apa yang terjadi. Maka secepat kilat dia mengumpulkan kekuatan dan kemudian maju hingga ke tepi tebing untuk memukul dengan segenap kekuatannya, tetapi belum lagi dia melepaskan pukulan, nalurinya yang tajam berbisik dan mengingatkannya sesuatu. Dan memang benar, karena saat dia meloncat ke depan untuk memukul, dia melihat sebuah gerakan lengan yang amat aneh dari Koay Ji. Betul, pada saat itu Koay Ji menggerakkan lengannya dalam Ilmu Khong In Sian Po Hui Hong (Awan Kosong dan angin puyuh yang berpusing dan juga bergelombang). Dan dari lengannya saat itu segera menghambur sejumlah senjata rahasia menyerang khusus kearah dirinya dan juga kawannya Rajmid Singh. Untung dia cukup cepat bereaksi dan juga punya wawasan atas ilmu silat yang sangat luas. Sehingga dia bisa atau mampu mengenali Ilmu Khas dan Ilmu Tunggal yang amat berbahaya dan sangat harum dari Thian Hoat Tosu, sebuah ilmu senjata rahasia yang amat hebat dan berbahaya. Dan ilmu itu sedang menyasarnya dan juga sahabatnya Rajmid Singh.
Ilmu senjata rahasia Khong In Sian Po Hui Hong ini memang merupakan salah satu ilmu senjata rahasia yang ditakuti dan sangat mujijat milik Thian Hoat Tosu. Dan ilmu itu sengaja diturunkan oleh Thian Hoat Tosu kepada Koay Ji pada masa kanak-kanaknya. Dan sampai saat ini, Koay Ji terus melatihnya dan sudah meningkat amat hebat, sehingga saat digunakannya, lawannya sampai tergetar saking kaget dan juga terkejut melihat dia ternyata juga mampu memainkan dan menggunakannya. Apalagi didorong dengan tenaganya yang sudah meningkat luar biasa, maka ilmu itu pada dasarnya masih sama, tetapi perbawanya sudah meningkat cukup hebat. Malah mungkin sudah melampaui kemampuan tokoh penciptanya jika menggunakan pada saat seperti saat itu.
"Kurang ajar, sungguh licik......." jerit tokoh itu memandang Koay Ji yang kini pergi menjauh dengan menunggangi seekor burung yang besar, dan bersamanya terlihat Sie Lan In yang sungguh gembira menyaksikan bagaimana Koay Ji melepaskan diri secara cerdik dari lawan-lawannya yang memang amat hebat itu. Tetapi, mereka belum benar-benar bebas dan merdeka, karena beberapa saat kemudian, tiba-tiba Koay Ji dan Sie Lan In mendengar suara yang mengalun tinggi, amat berwibawa dan menggedor semangat serta kesadaran mereka:
"Hohohoho, Anak Muda, kembalilah.... burung besarmu sudah keletihan, kalian akan jatuh ke bawah tebing jika memaksakan diri. Ayo, kembalilah, sayangilah burung besar itu, kemalilah, baliklah kemari....."
Tidak salah lagi, itu adalah usaha lain dari Rajmid Singh, karena dia memang tokoh dan seorang ahli sihir yang sangat handal. Tapi, sayangnya, bahkan seorang Mindra sekalipun masih kesulitan menyihir Koay Ji, apalagi Rajmid Singh yang masih sedikit berada di bawah kemampuan si Raja Sihir Mindra". Mendengar getaran yang aneh dan mujijat itu, Koay Ji segera paham lawan sedang bermain gila. Sedang Main-main dengan menggunakan ILMU SIHIR. Koay Ji segera melirik Sie Lan In yang juga terlihat sedikit terguncang meskipun tidaklah sampai terpengaruh. Maka setelah memegang lengan sucinya itu, diapun mengerahkan kekuatannya dan kemudian dia berseru dengan suara berkekuatan mujijat, tidak jauh berbeda dan tidak kalah kuat jika dibandingkan dengan serangan sihir Rajmid Singh. Dan Koay Ji sengaja ingin mempertunjukkan kekuatannya sekali ini:
"Bahkan Mindra sekalipun masih tetap kurang kuat mempengaruhiku, engkau buang buang waktu dan tenaga orang tua, sebaiknya pulanglah ke Thian Tok sebelum ajal dan waktumu habis di tanah Tionggoan.." dan sekejap pengaruh aneh itupun lenyap. Dan perlahan-lahan bayangan Koay Ji lenyap dari pandangan mereka semua diiringi sumpah serapah dan makian-makian kasar dari semua tokoh-tokoh hitam di tebing belakang markas utama Bu Tek Seng Pay di gunung Pek In San itu. Tetapi dari kejauhan terdengar tawa gembira dari Koay Ji:
"Hahahahahaha, sampai berjumpa pula....."
===================== "Engkau menyembunyikan banyak kepandaianmu dari kami semua, jika bukan Subo yang mengingatkanku, aku akan selalu merasa lebih hebat daripadamu, Sute.." bisik Sie Lan In setelah beberapa saat mereka terbang menjauh dari Tebing di belakang Markas Bu Tek Seng Pay. Lepas dan lolos dari sergapan serta kepungan nyaris semua tokoh Bu Tek Seng Pay yang mengepung dan hendak menahan atau malah membunuh Koay Ji. Nyaris saja. Untungnya Lam Hay Sinni memiliki strategi yang tepat, dan untung saja Koay Ji memiliki bekal yang memadai untuk melalui episode menegangkan di tepi tebing itu.
"Sie Suci, maafkan aku.... bukan maksudku menyembunyikan semua itu, tetapi Suhu memang memintaku untuk berlaku seperti itu..."
Suasana berubah menjadi agak kaku ketika keduanya tenggelam dalam ingatan dan juga impian masing-masing dalam angan. Koay Ji sesungguhnya merasa senang bukan main pada saat itu, tidak sering dan bahkan amat jarang bisa berada berdua bersama Sie Lan In. Tetapi, sejujurnya, dia juga merasa kebingungan bagaimana sebaiknya dia memperlakukan gadis yang amat dicintainya ini. Bukan apa-apa, dia dicintai gadis itu sebagai seorang Bu San, dan sedikit dibenci oleh si gadis sebagai Thian Liong Koay Hiap. Tetapi sebagai Koay Ji, dia adalah sute dari si gadis, dan mereka justru belum lama kenal satu dengan yang lain sehingga menghadirkan rasa asing dan aneh. Sungguh berabe.
Bagaimana dia harus bersikap" Tidaklah mungkin dia bersikap sebagai Bu San saat itu, orang yang dicintai gadis itu meski Bu San adalah dirinya sendiri dalam samaran yang lain. Memperkenalkan diri sebagai Bu San, juga agak berabe pada keadaan yang sama sekali tidak tepat. Karena itu, Koay Ji memilih menikmati keadaan yang menyenangkan seperti itu dalam diam, dan dalam kebingungan.
Hal yang sama dialami oleh Sie Lan In. Dia jelas dan pasti mencintai Bu San, sang pemuda lemah namun penuh semangat, tidak memiliki ilmu silat tetapi memiliki teori ilmu silat yang sangat kaya. Pemuda lemah penuh semangat dan memperlakukan mereka sebagai seorang pemuda lemah yang gagah perkasa. Tetapi, mengapa kini setelah bertemu dengan Koay Ji dia merasakan sesuatu yang sangat aneh dan sulit untuk dapat dia rumuskan, sulit dia jelaskan. Biasanya, dia akan merasa tersaingi dan marah jika bertemu jago muda yang hebat, tetapi mengetahui Koay Ji yang malah lebih sakti darinya, dia tidaklah marah, tidak emosi. Entah mengapa. Yang menggetarkannya adalah, dia menemukan banyak kemiripan antara Koay Ji dan Bu San, pria muda yang dia cintai itu. Dan Koay Ji...." ach, entahlah, Sie Lan In merasa pusing memikirkan urusan hatinya, antara Bu San dan Koay Ji.
Setelah beberapa saat hanya semilir angin dan kepak saya burung Rajawali Besar yang terdengar. Di atas punggung Burung Besar itu, terdapat dua orang muda yang saling merindukan tetapi tidak dapat saling menumpahkan rasa rindu itu. Halangan yang ada, adalah ciptaan mereka sendiri, dan karena itu, mereka duduk dalam diam menikmati indahnya perasaan masing-masing. Sekian lama sampai tiba-tiba Koay Ji sadar sesuatu. Bukankah para pendekar sangat mungkin bakalan menjadi sasaran amarah Bu tek Seng Pay yang kesusupan dan bahkan ada tokoh mereka yang terculik" Dan sangatlah mungkin mereka menyerang secara sembunyi malam ini juga sebagai pelampiasan kekesalan hati mereka. Bukankah keadaan akan sangat berbahaya jika itu terjadi" Terlebih setelah pihak mereka, Bu Tek Seng Pay dipermalukan oleh penyusupan Koay Ji dan dapat dirampasnya 3 orang penjaga Seng Ong selama ini. Keadaan jelas sangat berbahaya, dan sangat mungkin akan terjadi. Maka, mengingat keadaan dan bahaya tersebut, Koay Ji bergidik dan oleh karena itu, diapun kemudian langsung berkata atau menyampaikannya kepada Sie Lan In. Katanya,
"Sie Suci, aku agak khawatir mereka menjadikan kumpulan para pendekar sebagai sasaran kemarahan malam ini, kita mesti mengingatkan mereka bahaya ini dan agar mereka bersiap menghadapinya......"
Sie Lan In tersentak dari lamunannya, dan diapun merasa sangat mungkin apa yang baru saja disampaikan Koay Ji. Tetapi, serentak dengan itu, diapun teringat pesan dari Subonya untuk disampaikan kepada Koay Ji:
"Accch, benar sute, tetapi, Subo tadi mengingatkan agar setelah urusan di Markas Bu Tek Seng Pay selesai, agar kita segera datang menemuinya. Subo menekankan pesan ini berulang kali....."
"Hmmmm, kita tidak bisa mengabaikan pesan Subo, engkau benar Suci. Tetapi, bolehkah kuingatkan terlebih dahulu kawan-kawan di kaki gunung Thian Cong San, biar mereka bisa bersiap....?" tawar Koay Ji karena tetap khawatir dengan serangan balasan lawan yang bisa amat berbahaya.
"Baik, jika hanya sekedar mengingatkan kita masih punya cukup waktu Sute, tetapi kita perlu sedikit bergegas...."
Tidak lama kemudian, Koay Ji yang singgah sebentar dan kemudian bicara dengan saudara-saudara seperguruannya, terutama dengan Sam Suhengnya dan tentu juga Toa Suhengnya yang kebetulan pada saat itu sedang berada bersama-sama dengan Tiang Seng Lojin, Tui Hong Khek Sinkay dan Kim Jie Sinkay. Tidak lama dia berada disana, karena sudah langsung pergi lagi menemui Lam Hay Sinni sesuai dengan janjinya kepada Sie Lan In.
Dan untung saja Koay Ji menyempatkan diri memberi peringatan akan rombongan Pendekar yang segera mempersiapkan semua kekuatan mereka, baik Barisan Lo Han Tin maupun Barisan Pengemis Pengejar Anjing, juga Barisan Kaypang dan barisan perguruannya dipimpin sang Toa Suheng. Malam itu, benteng pertahanan para pendekar menjadi sangat ketat, dan itu sebabnya kondisi tetap aman sampai pagi harinya dan lawan pasti terkejut dan kaget dengan penyusupan semalam yang amat memukul moril mereka. Karena pusat kesombongan mereka tertembus dan bahkan langsung ke tempat yang amat mereka rahasiakan.
Menjelang pagi, Koay Ji akhirnya kembali memasuki Jalan Rahasia dan kemudian bersama-sama dengan Sie Lan In, pergi menemui Lam Hay Sinni. Sebagaimana dipesankan tokoh mujijat itu kepadanya melalui Sie Lan In, maka setelah lolos dari tebing maut di markas Bu Tek Seng Pay di gunung Pek In San, maka Koay Ji harus menghadap subonya itu. Dan benar saja, belum lagi mereka berdua mendekati pintu masuk ke dalam ruangan khusus yang diatur Koay Ji, sudah terdengar suara yang hanya mereka berdua yang bisa mendengarnya:
"Masuklah murid-muridku........"
"Menjumpai Subo....." Koay Ji langsung berlutut dan menyembah sekaligus memberi hormat kepada Lam Hay Sinni, yang dia tahu betul, selain sebagai adik seperguruan Suhunya, tetapi juga yang memiliki hubungan khusus dan sangat luar biasa dengan Suhunya. Karena itu, panggilannya memang berbeda. Sie Lan In juga memberi salam dan hormat dengan hanya berkata "menjumpai Subo" tetapi berbeda dengan Koay Ji, dia tidaklah berlutut. Tetapi kelihatannya Lam Hay Sinni sendiri tidaklah mempermasalahkan semua yang terjadi di hadapannya itu. Entah mengapa dia membiarkan saja Koay Ji memanggilnya dengan panggilan SUBO. Apakah artinya memang dia memiliki hubungan khusus dengan Bu In Sinliong"
"Amitabha..... terima kasih sudah menyiapkan tempat ini Koay Ji, tempat yang sangat baik dan sangat cocok dengan kebutuhan kita dewasa ini......" hanya itu sambutan Lam Hay Sinni dan diiringi dengan senyum lembut tersungging di bibirnya yang sudah termakan usia itu. Begitupun, sinar mata, kewibawaan dan keagungan amat menonjol dari perempuan itu.
Sesungguhnya Koay Ji agak kaget juga, karena ruang yang ditempati Lam Hay Sinni adalah ruang rahasia yang memang dipersiapkannya buat tempat beristirahat dan nantinya dia masukdkan menjadi tempat memulihkan diri. Terutama bagi ketiga orang kakak seperguruan tertua mereka. Para murid kepala Tiga Dewa Tionggoan. Entah bagaimana Lam Hay Sinni dapat menemukannya sendiri meskipun dia belum menunjukkannya dan memberitahukannya. Tapi tentu saja Koay Ji tidak terlampau memusingkannya, apalagi berniat menegur seorang sesepuh seperti Lam Hay Sinni. Meskipun demikian, Lam Hay Sinni sepertinya memahami kebingungannya dan karena itu malah langsung berterima kasih atas tempat yang memang agak nyaman untuk beristirahat dalam gua bawah tanah itu.
"Acch, tempat ini memang disiapkan khusus untuk ketiga kakak seperguruan kami, dan karena Subo justru sudah menemukannya, adalah baik sekali..." buru-buru Koay Ji menjawab dan sebetulnya dia heran juga karena Lam Hay Sinni seperti dapat menebak jalan pikirannya.
"Hmmm, berbeda dengan semua Suheng dan Sucimu yang memanggilku sebagai Sukouw (Bibi Guru), engkau malah memanggilku Subo, apakah dia, Suhumu itu memang benar-benar menceritakan semua kisah kepadamu Koay Ji.....?" bertanya Lam Hay Sinni dengan suara yang lembut dan sinar mata yang sama lembutnya sambil memandang kearah Koay Ji. Pandangan lembut tanpa tuntutan, tetapi bagi Koay Ji, justru lebih "menuntut" dibanding pandangan menuntut yang biasanya. Dan mau tidak mau dia harus memberikan jawaban atas pertanyaan Subonya, karena iya, memang benar, Suhunya menceritakan kisah pribadinya hanya kepadanya. Murid penutup yang berusia sangat muda. Entah mengapa.
"Benar seperti itu Subo. Suhu memang memintaku, jika suatu saat bertemu Subo, maka harus memanggil SUBO,,, maafkan jika tecu agak lancang....." Koay Ji berkata dengan suara penuh keyakinan
"Mana bisa disebut begitu.." tapi sudahlah, itulah kisah lama kami berdua. Maka hendaknya kisah sedih seperti itu tidaklah kalian berdua ulangi kelak dikemudian hari...." sahut Lam Hay Sinni dengan tenangnya sambil melirik Sie Lan In yang sudah duduk disamping Koay Ji. Nenek atau Rahib tua yang amat sakti itu senang melihat kedua anak muda itu duduk bersebelahan. Dan seperti dugaannya, sesuai pengenalannya akan muridnya, Sie Lan In, maka gadis itu pasti bakalan langsung bereaksi dan mendebat,
"Tapi Subo......."
"Sudahlah In Ji, apakah engkau pikir Subomu tidak tahu jika engkau jatuh cinta pada pemuda yang tidak bisa bersilat itu..... dan lagian?"
"Subo....." potong Sie Lan In cepat, tetapi belum lagi dia berkata-kata lebih jauh, Lam Hay Sinni sudah mengangkat lengannya menyuruh dia untuk diam. Dan Sie Lan In tahu arti dari isyarat itu, dia disuruh menunggu dan mendengar terlebih dahulu dan jangan banyak bicara dulu. Jika biasanya dia bisa memaksa bicara karena memang dia amat disayang Subonya, tetapi dia tetap tahu diri, dan sangat paham, bahwa jika Subonya bergerak dengan cara tadi, maka dia harus diam dan menunggu apa yang akan dan hendak dikatakan Subonya.
"Dan lagi pula, mengapa engkau tidak awas dan masak engkau tidak pernah curiga dengan dia muridku" Mana bisa seorang Bu San yang tidak pandai ilmu silat tetapi menguasai teori-teori ilmu silat yang khasannahnya amat luas, amat dalam serta juga sangat hebat itu" sebanyak itu dan pula sedetail itu" masak kewaspadaan dan kecerdasanmu berkurang begitu banyak dan tidak menyadari bahwa semua itu adalah samaran dari seseorang belaka...." dan engkau tidak paham dan tetap tidak tahu siapa yang begitu cerdik menyamar sebagai Bu San" nada suara Lam Hay Sinni tidak terdengar marah atau kesal, justru seperti sedang meledek muridnya itu. Dan dia tersenyum ketika dengan pinggir matanya melihat betapa cara duduk dan wajah Koay Ji yang mulai gelisah. Tetapi, dia juga kagum karena dengan cepat Koay Ji dapat menguasai dirinya.
"Accccchh, masak Subo juga tahu dengan persoalan sepele itu.....?" elak Sie Lan In yang tiba-tiba merasa semua yang dikatakan Subonya adalah benar. Meski diapun sebetulnya sudah pernah memikirkan kemungkinan tersebut, tetapi entah mengapa dia abaikan semua selama ini. Apakah karena rasio dan pikiran sehatnya tenggelam dibalik rasa dan emosinya terhadap Bu San" atau adakah faktor lain yang membuat dia sampai kurang awas" Entahlah.
"Muridku, orang jatuh cinta memang pasti akan kehilangan keawasan, kewaspadaan dan juga kecerdikannya. Sebetulnya itulah yang terjadi kepadamu muridku, selama beberapa bulan terakhir ini...." tegas Lam Hay Sinni dan membuat wajah Sie Lan In semakin memerah karena malu. Dia bahkan melirik Koay Ji, karena dia merasa suka kepada Koay Ji, tetapi kini dibukakan perasaan hatinya yang sudah terisi oleh orang lain. Sungguh repot keadaan Sie Lan In. Tetapi, bagaimanapun hatinya sudah milik Bu San, dan meski dia tertarik atau sangat tertarik dengan Koay Ji, tetapi apa boleh buat, dia sudah memilih seseorang yang lain. Acchhhhh.....
"Accch, Subo bisa saja....." cibirnya manja. Maklum, Lam Hay Sinni meski sangat disiplin, tapi mendidik Sie Lan In seperti anaknya sendiri. Karena itu, Sie Lan In juga kadang bersifat agak manja bagai seorang anak kepada ibunya. Terleboh dalam materi percakapan seperti sekarang ini.
"Masak engkau tidak yakin dengan Subomu ini.....?" goda Lam Hay Sinni lebih jauh dan membuat Sie Lan In tambah keki. Dia ingin Subonya mengalihkan percakapan, tetapi entah mengapa Subonya malah mantap dengan materi percakapan mereka. Dan memaksanya terus berbicara dan terus mengungkapkan isi hatinya, membuat dia merasa risih dengan kehadiran Koay Ji. Dia hanya kurang paham, jika Koay Ji sendiri merasa seperti duduk di atas bara. Hanya karena kemampuan batinnya yang sudah tinggi yang membuatnya bisa menahan diri dan tidak bereaksi yang menyolok dan membuat jati dirinya terbuka.
"Coba jawab pertanyaan Subomu ini, kemiripan apa yang engkau temukan antara Bu San yang engkau cintai dengan Koay Ji sutemu yang engkau juga sangat kagumi ini..... ayo, coba jawab pertanyaan Subomu.." telak sekali pertanyaan Lam Hay Sinni dan sampai membuat baik Sie Lan In maupun Koay Ji yang sudah mulai tenang terhenyak dan tersentak kembali.
"Subo,,,,," sekali ini adalah Koay Ji yang menyela, karena rasa gelisah dan juga rasa bersalah mulai menyergahnya. Apalagi karena gadis yang dicintainya berada tepat di depannya, bercakap dengannya. Dan subonya.
"Kenapa, apakah engkau kurang senang jika muridku mengetahui semuanya Koay Ji....." atau jangan-jangan ada sesuatu yang engkau sembunyikan dari muridku yang cantik nan manja ini....?" tanya Lam Hay Sinni tandas dan sekali ini amat tegas sehingga membuat Koay Ji terdiam, tidak mampu lagi berbicara lebih jauh. Apalagi untuk melakukan protes. Tidak mampu.
"Bukan begitu, tapi, tapi....." tidak ada kalimat sesungguhnya yang bisa dikeluarkan dan dilontarkan Koay Ji, maklum, sedang keki tingkat tinggi. Semua kecerdasannya mendadak menguap entah kemana. Semua kehebatannya dalam bersiasat lenyap tak berbekas menghadapi wibawa Lam Hay Sinni.
"Eccch, Maksud Subo, dia ini dan Bu San.....?" tegas Sie Lan In sambil memandang Subo dan sutenya berganti-gantian. Dan dia melihat Subonya mengangguk perlahan dengan sinar mata geli dan merasa lucu.
"Haaaaaa, Sute, engkau benar-benar keterlaluan mempermainkan aku. Sekian lama dan selama ini, engkau..?" tatap mata Sie Lan In berubah menjadi kesal dan merasa dipermainkan, sementara Koay Ji kehilangan semua kecerdasannya. Hanya bisa memandang Sie Lan In bingung tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Sekian lama Koay Ji menghadapi tatapan mata menusuk dari Sie Lan In, dan apa boleh buat, dia harus mengatakan sesuatu. Dengan terpaksa diapun berkata;
"Acch, maafkan aku Suci,aku, aku sama sekali tidak menyangka bisa sampai sejauh ini. Sama sekali tidak ada maksud untuk mempermainkanmu, atau mempermainkan semua sahabat-sahabat kita. Adalah keadaan dan kejahilanku membawa kita dalam keadaan seperti sekarang, maafkan aku Suci.." Koay Ji meminta maaf secara jantan meski memang dipaksa oleh keadaan, lebih tepatnya dipaksa oleh Lam Hay Sinni yang membuka semua rahasianya.
"Enak saja engkau Sute...... engkau mempermainkan perasaanku tahu....." Sie Lan In berkata dengan nada marah dan kesal. Sebenarnya juga malu, karena perasaan dan rasa cinta sudah keduluan diketahui Koay Ji. Malunya......
"Subo juga, ikut-ikutan mempermainkan aku........." setelah berkata begitu, Sie Lan In melompat dan berlari keluar dengan perasaan tidak menentu. Antara marah, kesal, dan merasa dipermainkan oleh Koay Ji. Meskipun sesungguhnya, diapun sendiri merasa bingung, KOAY JI adalah BU SAN" "pantas aku merasa seperti mengenal Koay Ji, ternyata adalah dia......?" desisnya sambil terus berlari. Kesal, marah, keki, tetapi juga bercampur senang, bangga, bahagia.
"Subo, bagaimana ini....." dia, Suci....." Koay Ji kebingungan dan memandang Lam Hay Sinni dengan pandangan mata memohon.
"Jika engkau benar mencintainya, maka jangan terus membohonginya. Kejar, minta maaf dan bawa dia kemari, kuberi engkau waktu sampai pagi hari. Mengenai soal Thian Liong Koay Hiap, sudah kubicarakan dengan Gurumu, dan ada waktu yang tepat untuk membukanya, termasuk urusan yang susah dipahami yang engkau sudah lakukan. Khusus untuk saat ini, jika engkau gagal memberitahu dan membuat In Ji mengerti dan memahamimu, maka perjodohan kalian yang malah sudah kuikat dengan Suhumu sejak beberapa tahun silam, akan kubatalkan....." nada suara dan pandang mata Lam Hay Sinni tajam menusuk pada saat itu. Dan Koay Ji paham bahwa Subonya sedang tidak main-main.
"Baik Subo, akan kukejar......"
"Ingat Koay Ji, cinta itu harus engkau perjuangkan, dan bukannya datang dengan sendirinya. Karena cinta yang diperoleh dengan mudah, akan pergi dengan sama mudahnya. Maka jangan pernah mempermainkan perasaan hati perempuan dan perasaan hatimu sendiri....."
"Baik Subo, tecu akan mengingat dan mencatatnya dengan baik......" Koay Ji berkata dengan nada suara serius dan bersungguh-sungguh.
"Pinni tidak butuh engkau yakinkan, engkau ingat dan catat sudah baik, tetapi saat ini itu tidaklah cukup. Cinta tidak dapat kau peroleh dengan mencatat, tetapi dengan berusaha dan memperjuangkannya. Karena itu, ingat, apapun yang terjadi, pagi nanti kutunggu engkau disini Koay Ji...."
"Baik Subo, tecu mengerti...."
"Nach, pergilah...."
Begitu keluar dari ruangan itu, Koay Ji segera menyusul kearah larinya Sie Lan In. Karena dia lebih menguasai Jalan Rahasia itu, maka tidak berapa lama kemudian, dia dapat menyusul Sie Lan In yang sedang berdiri kebingungan di persimpangan jalan menuju keluar. Tepatnya di pintu keluar pertama. Tetapi, pada saat itu dia tidak sedang sendirian, karena dihadapannya ada Kang Siauw Hong yang begitu melihat sudah langsung mendekati dan memeluk Sie Lan In. Pelukan Siauw Hong sebagai sesama perempuan, membuatnya menjadi luluh serta menghentikan sementara usahanya untuk pergi dari jalan rahasia itu.
"Enci, mengapa wajahmu sekusut ini....?" tanya Siauw Hong penuh perhatian, tetapi langsung terdiam begitu tahu bahwa perasaan dan emosi Sie Lan In sedang galau. Sedang kacau. Melihat itu, Siauw Hong mendekat dalam diam. Pilihan yang sangat tepat dari seorang Kang Siauw Hong. Tetap mendampingi tetapi tidaklah banyak bicara. Hal yang dibutuhkan Sie Lan In.
Karena memang, ada kalanya atau sering, berada bersama dalam diam justru dapatlah memberikan dukungan yang lebih. Support yang tepat. Dengan sikap diam, kemudian merangkul atau memeluk, lebih bermakna daripada banyak bicara dalam kondisi emosi yang sedang amat labil. . Dan itulah yang dilakukan Kang Siauw Hong ketika menemukan Sie Lan In yang kelihatannya sedang tidak bagus emosinya dan perasaannya. Sebagai sesama gadis, Kang Siauw Hong memilih untuk menemani Sie Lan In tanpa banyak bertanya-tanya, tanpa banyak bercakap dan hanya berdiri bersama dalam diam. Itu saja.
Dalam sikap diam seperti itu, Sie Lan In jadi bisa berpikir jauh lebih waras, dan apalagi dengan juga bantuan serta dorongan moril dari Kang Siauw Hong yang terus menemani dan menguatkann dia. Dalam keadaan seperti itu, mulailah pikiran warasnya mengalir datang, perlahan-lahan dan perlahan-lahan. Sampai tiba-tiba dia mulai sadar akan sesuatu yang membuatnya menjadi kikuk. Sesuatu yang juga pada dasarnya belum bisa membuatnya merasa marah ataupun penasaran baik dengan Koay Ji ataupun dengan Bu San sekalipun.....
Karena, bukankah Bu San sendiri juga bahkan belum pernah mengatakan sesuatu apapun kepadanya" Belum ada ikatan apapun antara mereka berdua. Dan juga, bukankah sudah jelas meski mungkin Bu San menyukainya tetapi belum pernah dia mengungkapkan perasaan hatinya itu secara langsung" artinya, mereka berdua pada dasarnya belum memiliki ikatan apapun. Sementara Koay Ji sendiripun, juga sama saja, masih belum pernah mengatakan apa-apa kepadanya tentang perasaan dan tentang hubungan mereka. Meskipun, dibanding Bu San, justru Koay Ji yang jelas sudah mengirim sinyal RASA kepadanya. "Acccchhh, apa benar aku tidak keliru dengan bersikap kekanak-kanakan seperti ini.....?" desis Sie Lan In dalam hatinya, dan diam-diam dia mulai menjadi malu sendiri karena sudah bertindak kurang pantas. Atau tepatnya, sudah berlaku keterlaluan dan kelewatan. Kesadaran yang ditemukannya membuatnya menjadi malu kepada dirinya sendiri, juga malu kepada Koay Ji. Kepada Subonya, dia tidak merasa malu, karena Subonya lebih mirip ibunya daripada gurunya.
"Terima kasih Hong moy, aku sudah tidak kenapa-kenapa" pada akhirnya Sie Lan In mampu menemukan dirinya sendiri dan menguasai emosi dan perasaan hatinya. Dia mulai bisa melihat keadaan dirinya dan pengalaman kemaren-kemaren sebagai hal yang wajar dan belum dapat menarik kesimpulan apa-apa dari semua itu. Bahkan dia mulai bisa memeriksa secara lebih jujur hubungannya dengan Bu San ataupun dengan Koay Ji. Dua figur yang adalah satu orang, tetapi yang dua-duanya sudah menempati hatinya selama ini.
"Apakah engkau yakin Enci......?" bujuk Siauw Hong dan pada saat itulah dia melihat kedatangan Koay Ji yang terburu-buru. Sadarlah dia bahwa adalah Koay Ji, kakak angkatnya penyebab keadaan Sie Lan In seperti itu.
"Apakah toakoku yang membuat engkau seperti ini, Enci..?" suara Kang Siauw Hong tiba-tiba mengeras dan membuat Sie Lan In kaget, sadar bahwa Koay Ji ternyata sudah mengejar sampai kesitu. Dia menjadi malu, tetapi langkah kakinya terpaku ke tanah, dia masih tidak dapat, tidak mampu untuk bergerak pergi menjauh. Menjauh dari Koay Ji. Bingung tepatnya. Tetapi, juga masih belum bisa menyusun kata yang tepat untuk diutarakan dalam keadaan yang serba kebetulan seperti saat itu. Adalah Koay Ji yang kemudian membuka percakapan;
"Sie Suci, maafkan aku.... bukan maksudku mempermainkanmu, posisi dan samaran sebagai Bu San sebetulnya adalah strategiku yang sangatlah kurang melihat dan memperhitungkan apa-apa di kemudian hari. Tetapi, sama sekali tidak ada niatku dan juga tidak ada maksudku untuk mempermainkanmu, apalagi untuk menyakiti dan menipumu dirimu......" Koay Ji yang juga memang masih hijau, tanpa melihat dan menimbang keadaan dan situasi sudah langsung membicarakan perasaannya. Padahal, dia mestinya bisa melihat bahwa kehadiran Kang Siauw Hong disitu pada saat itu, bisa jadi soal.
"Ooooh, jadi sudah lama engkau mempermainkan Enci In ya" Waaah bagus benar kelakuanmu toako, bena-benar sungguh jantan engkau sampai hati mempermainkan seorang gadis sebaik Enci In. Rupanya engkau menasehatiku sebagai adikmu, tapi kelakuanmu sama belaka dengan laki-laki tengik diluaran....." bukan main kata-kata Kang Siauw Hong, sampai Koay Ji meringis dan tersenyumpun jadi susah. Keki, kesal, marah kepada Siauw Hong tidak bisa ditumpahkannya keluar. Bagaimana bisa adiknya ini membuat kesimpulan yang sangat ngawur padahal dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi" berabe.
"Hussssh, Hong moy, engkau....."
"Biarkan aku Enci, jangan biarkan seenaknya dia memberi dan menasehatiku, tetapi ternyata dia melakukan hal-hal yang buruk seperti itu. Nach, coba engkau jelaskan, mengapa bisa seburuk itu kelakuanmu toako...." dan mengapa pula engkau sampai hati menipu enci In sekian lama padahal engkau mengaku kepadaku kalau engkau sungguh-sungguh sangat sayang, sangat cinta kepadanya....?" cecar Siauw Hong yang membuat Koay Ji dan Sie Lan In sama-sama kaget dan terperangah. Tidak tahu mau bilang apa. Koay Ji sendiri bahkan berdiri mematung dan pucat, tak tahu mau bicara apa lagi, dia memandang Siauw Hong dengan sinar mata penuh rasa penasaran. Kaget, gemas, marah, sekaligus sedikit senang karena memang pada dasarnya, perasaan terdalamnya secara tidak sengaja di tumplekkan keluar oleh si nakal Siauw Hong. Tapi si nakal tidak perduli dan masih terus ngoceh dan mencecar dengan tidak ada rasa kasihan;
"Ada apa main lirak-lirik begitu..." engkau gemas dan kesal kepadaku ya, apa masih belum cukup engkau mempermainkan Enci In.." bilang-bilang kepadaku sangat menyayangi dan sangat mencintai Enci In tetapi ternyata sikapmu sangat pengecut. Hanya beraninya mengaku-ngaku kepadaku sebagai adikmu, tetapi ternyata takut mengatakannya. Dan masih belum juga minta maaf kepadanya" Apakah toako mau menunggu sampai Enci In pergi jauh dan menghilang baru mau mengejar dan melakukannya" Hayo, jika engkau jantan, bersikaplah sebagai laki-laki sejati....." bukan main berondongan Siauw Hong ini.
Dendam Empu Bharada 19 Naga Kemala Putih Karya Gu Long Golok Halilintar 8

Cari Blog Ini