Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Naga Langit 39

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 39


Tetapi, yang lebih menggetarkan, ternyata lembah dibawah itu tidaklah terlampau luas. Batasnya adalah tebing yang lain dimana bagian bawahnya, juga tidak terlihat dan bagian tengahnya ada sebuah air terjun yang menukik ke bawah, mungkin tingginya hingga ke dasar sama tebing yang baru saja mereka turuni. Tempat atau lembah tersebut, dengan demikian setengah lebih, atau nyaris tiga per empatnya dikelilingi oleh tebing-tebing nan tinggi dengan dipuncaknya selalu tertutup kabut yang agak pekat, sementara sisa adalah tebing curam ke bawah dengan tengahnya adalah air terjun yang cukup sempit tetapi menukik tajam ke bawah. Tukikannya cukup menyeramkan, karena langsung bebas menukik ke bawah dan bagian bawah tidak terlihat oleh mata manusia.
Sesungguhnya, lembah di bawah terhitung cukup atau sangat terisolasi, merupakan tempat untuk sembunyi yang amat rahasia sebelumnya. Tetapi, memang hanya mampu dan sanggup menampung tidak lebih dari 1000 manusia. Maklum, karena memang ruang untuk tinggal sangatlah terbatas. Lembah yang konon pada masa lalu merupakan tempat bersembunyi sejumlah tokoh pahlawan yang berjuang melawan penguasa yang sangat lalim. Para tokoh pemberontak itu dahulu, sering bersembunyi dalam lembah rahasia ini dan tidak pernah dapat ditemukan oleh para pemburu dan pengejar mereka.
"Selamat datang cuwi sekalian..... bukankah kuburan bagi mereka yang kalah sudah kami sediakan dan keadaannya sangat tenang dan cocok jadi persitirahatan terakhir bukan" Marilah, kami semua sudah menunggu cuwi sekalian di arena yang sangat indah ini dan pantas jadi arena perkelahian....."
Terdengar suara sambutan dari tengah lembah. Dan tidak salah lagi, kedatangan mereka sudah ketahuan pihak lawan. Dan karena sudah ketahuan, sekalian saja Tek Ui Sinkay membalas seruan tersebut:
"Hahahahaha, manusia-manusia licik yang ingin terbang melarikan diri, akhirnya malah terjebak di dasar lembah ini...... sungguh menyedihkan. Tapi memang benar, area ini kuburan yang nyaman bagi kalian nantinya...."
Belum bertemu masing-masing sudah melancarkan perang urat syaraf, dan ketika pada akhirnya mereka bertemu, terlihatlah semua tokoh-tokoh utama lawan benar sudah berkumpul disana. Bahkan sudah ada 3 buah rumah darurat yang dibangun di pinggiran arena itu dan bersambungan dengan beberapa pohon berukuran kecil. Tetapi, tidak layak juga disebut pohon, karena keadaan yang sangat lembab jadi membuat pepohonan yang tahan untuk tumbuh rata-rata bukanlah yang besar dan kokoh, tetapi berbatang lembut atau lunak. Rumah daruratpun lebih mirip gubuk yang dibuat seadanya. Kelihatannya, mereka sedang berembuk ketika posisi dan keberadaan mereka ditemukan lawan. Tetapi, di tempat dan lembah itu, kemana lagi mereka akan pergi dan bersembunyi"
Dan satu hal yang pasti, mereka tidak menyangka jika akan ditemukan oleh pihak atau kaum pendekar. Mereka sedang dalam keadaan tidak bersiaga dan bersiap untuk pertarungan, melainkan merasa "sudah" bebas dan tinggal mencari cara dan jalan bertahan di dalam lembah dan kemudian berusaha untuk bisa mencari jalan meninggalkan lembah itu. Apa lacur, mereka terkejar karena lawan ternyata sudah mengetahui lembah rahasia itu. Dan kelihatannya, lawan sudah lama tahu dan paham dengan keadaan lembah di bawah ini. Dan itu sama artinya dengan, ada yang memberitahu mereka letak lembah ini.
Sementara itu, rombongan yang dipimpin Tek Ui Sinkay semakin mendekat dan ketika semakin dekat, merekapun pada akhirnya menyaksikan ada tubuh seorang tua yang sudah berada diantara hidup dan mati. Tokoh itu, dikenali oleh Koay Ji, dan sudah dia duga seperti itu keadaannya. Untungnya memang, mata orang itu sudah rusak sejak lama, sehingga kesulitan untuk dipengaruhi oleh sihir dari Rajmid Singh. Dan lebih untung lagi, orang tua itu belum memberitahu jalan rahasia untuk keluar dari lembah itu. Jika tidak, bisa dipastikan jalan rahasia yang disimpannya sudah jatuh ketangan lawan dan membuat mereka merat dari lembah itu. Dan kakek tua itu pasti sudah mati karenanya.
"Bagaimana Bu Tek Seng Ong, masih akan larikah kalian padahal sudah kami beri waktu cukup untuk beristirahat..." tidak malukah kalian terhadap sesepuh kalian yang sudah mintakan ampun atas kalian semua....?" Tek Ui Sinkay langsung saja menegur dan memojokkan Bu Tek Seng Ong.
"Hmmmm, apakah engkau pikir kami sudah kalah......" hahahahaha, bahkan jago kalianpun nyaris tewas jika bukan karena kedatangan ji susiok itu....." ejek Bu tek Seng Ong mengingatkan Tek Ui Sinkay dan kawan-kawan atas jatuh dan terlukanya Koay Ji dalam pertarungan dua hari lewat.
"Hahahaha, engkau ngibul, karena bukankah semua tahu bahwa malah yang Koay Ji yanglebih dahulu sembuh sementara tokoh kalian mungkin masih juga terkapar sakit sampai sekarang.... huh.....?" balas Tek Ui Sinkay yang membuat Bu Tek Seng Ong terdiam tak bicara lagi. Sementara tokoh atau kakek tua lawan Koay Ji dua hari lalu, berdiri tenang dan tidak bicara sedikitpun.
"Hmmm, dia sudah akan mampu bertarung hebat sekarang ini, jangan takut Bengcu, dia tidak akan mau ketinggalan....."
"Baiklah, untuk tidak membuang-buang waktu kita semua, lebih baik jika kalian mulai bersiap. Karena kami akan segera menyerang kembali, mohon maaf, sekali ini kalian akan mengalami keroyokan karena sudah mencederai keringanan yang kami berikan beberapa hari lalu. Penjahat dimana-mana memang begitu, jadi kami tidak terlampau kaget dan terkejut...."
"Cuiiiiih, memuakkan. Siapa berkata kami beroleh keringanan....?" murka Bu tek Seng Ong mendengar perkataan Tek Ui Sinkay
"Paling tidak kalian melarikan diri, hahahahaha, apakah perkataan lohu itu keliru" Apakah meratnya kalian ke dalam lembah ini dan meninggalkan surat ancaman bukannya merat dan melarikan diri..... hahahahaha, sungguh memalukan" maki Tek Ui Sinkay secara telak.
"Baiklah, jika memang bertarung pilihan kalian, masihkah kalian berani meladeni pertarungan kedepan secara jantan....." catat, jika kalian TAKUT, kami akan ladeni cara apapun yang kalian pilih. Dan apa pula taruhannya untuk setiap mereka yang kalah dalam pertarungan ini....?" berkata Bu Tek Seng Ong yang coba untuk mengelakkan pengeroyokan, karena jumlah lawan diperkirakannya bakal sangat mungkin terus bertambah.
"Tidak ada taruhan lagi Bu Tek Seng Ong, satu-satunya yang kami tolerir adalah, setiap mereka yang maju dari pihak kalian, boleh memilih jalan: menyerah dan kami punahkan kepandaiannya, atau bertarung. Hanya itu. Kami menyediakan tarung yang adil dan bukan seperti kalian, mengeroyok untuk meraih kemenangan. Jika kalian taat dengan perjanjian dua hari lalu, maka keringanan masih dapat kami pikirkan, tapi sekarang, tidak ada lagi keringanan. Bagi yang menang, silahkan cari sendiri jalan keluar dari tempat ini. Yang pasti, jalan kalian sudah dihancurkan, tapi jalan kami, sudah kami amankan...."
"Diam kau ......................"
Tiba-tiba terdengar bentakan yang amat luar biasa yang dilepaskan kakek tua yang sebelumnya menjadi lawan Koay Ji dan sama-sama terluka itu. Memang hebat. Karena Tek Ui Sinkay sampai terdiam beberapa saat, tetapi ketika lengan Koay Ji menyentuh punggungnya, mengalir kekuatan mujijat yang segera mengembalikan semangat dan kepercayaan atas dirinya. Maka, diapun berpaling dan melirik Koay Ji dan kemudian berkata lagi:
"Hmmmmmm, meski hebat bentakanmu, tetap saja tidak akan ada keringanan bagi kalian. Bahkan bagimu orang tua licik. Engkaupun harus berusaha untuk selamat dari tempat ini. Maka, berusahalah untuk selamat dari pertarungan satu lawan satu. Siapapun mereka yang ingin selamat, silahkan berusaha untuk melalui rintangan pertarungan satu lawan satu secara adil. Kami cukup adil memperlakukan kalian yang sebetulnya sangat licik dan sangat curang, juga pengecut karena lari dari arena pertarungan. Memalukan. Tapi sudahlah. Sekarang, silahkan, siapapun yang maju akan kami sediakan lawan yang akan mengalahkan juga dan merubuhkannya. Hati-hati, kami tidak akan berbelas kasihan dengan manusia pengacau seperti kalian....." semakin pedas dan semakin tegas kata-kata Tek Ui Sinkay. Hal itu sangat mengagetkan Koay Ji, karena ternyata pada dasarnya tidak tersedia jalan hidup bagi lawan-lawan mereka.
"Baiklah, bagaimana jika salah satu atau kami semua berhasil melewati rintangan yang kalian sediakan itu....?" tanya Bu Tek Seng Ong.
"Lohu pastikan tidak akan ada skenario seperti itu, tapi jikapun ada, silahkan, orang itu bebas mencari jalan keluarnya sendiri dari tempat ini. Pokoknya setiap jago dari kalian maju, akan kami rubuhkan dan hukum melalui pertarungan yang adil, satu lawan satu..... jika kalian memang tidak setuju, maka boleh mengerahkan semua kekuatan kalian untuk bertarung melawan kami dan menentukan mati hidup dalam pertarungan tanpa peraturan. Kalian silahkan memilih yang mana yang kalian inginkan......" jawab Tek Ui Sinkay tegas. Tetapi penegasan itu membuat pihak lawan yang menjadi terkejut karena persembunyian mereka ketahuan, dan malah kini dalam keadaan terdesak alias terjepit.
Keadaan yang sangat mengejutkan itu membuat mereka tidak dapat dengan segera memutuskan pilihan mereka. Strategi yang pas tidak mungkin lagi untuk didapat, yang ada adalah bagaimana menyesuaikan perlawanan dengan keadaan dan kondisi di depan mata. Dan, seperti biasanya, dalam keadaan terjepit, selalu saja ada yang menjadi putus asa dan akhirnya menjadi marah dan nekat. Salah seorang dari mereka memutuskan maju;
"Baik kutantang salah seorang dari kalian untuk maju menghadapiku...." berkata Dewi Alehai saking murkanya dan mengajukan diri untuk orang pertama yang maju melawan pihak para pendekar. Tokoh ini terbiasa berada dalam markas dan selalu dilayani, sekarang dia merasa dikejar-kejar dan diburu-buru lawan, mana dapat dia menerima kenyataan seperti itu"
Melihat Dewi Alehai yang maju, Koay Ji berbisik kepada Tek Ui Sinkay. Tek Ui Sinkay sampai melongo mendengar usulan Koay Ji, tetapi ketika melihat tatap mata sutenya yang amat serius dan sepertinya sangat yakin dengan pilihannya, maka pada akhirnya diapun berkata:
"Kang Siauw Hong, maju dan tundukkan musuh....." suaranya berubah mantap meski awalnya masih ragu.
Mendengar namanya disebut dan akan maju sebagai orang pertama, Kang Siauw Hong sebetulnya sangat terkejut, tetapi sekaligus gembira dan menjadi bersemangat karena dia tahu sesuatu . Benar, dia tahu betul bahwa yang mengajukannya adalah toakonya, Koay Ji, dan jika memang benar demikian, maka dia yakin dan sangat percaya bahwa kakaknya itu memiliki keyakinan dia akan menang. Benarkah seperti itu ceritanya" Entahlah. Yang pasti, Siauw Hong sudah melompat ke araena dengan kepercayaan atas diri sendiri yang amat tinggi dan tidak terlihat gugup. Dan Koay Ji memandangnya dengan penuh kepercayaan dan tidak sedikitpun terlihat gugup dan khawatir dengan adiknya itu.
"Ha,,,,,, engkau nona kecil yang mau melawanku....." hikhikhik, sudah tidak adakah orang atau tokoh lain yang pantas menghadapiku....." atau kaum lelaki disana sudah berubah menjadi pengecut semua dan berlindung di balik ketiak seorang gadis bau kencur ini....?" berkata Dewi Alehai ketika melihat seorang gadis muda yang memapaknya dan akan menjadi melawannya. Pada awalnya dia merasa agak kaget, tetapi sekaligus senang karena merasa jalan buat dia mencari cara keluar dari bawah tebing ini terbuka cukup lebar. Masak siy anak semuda Siauw Hong akan mampu menandingi dan melawannya"
"Tidak usah banyak bicara nona besar, karena engkau akan keok ditangan nona kecilmu ini, lebih baik mulailah berdoa agar dosa-dosamu yang amat banyak tiu dapat diampuni dan engkau tidak menjadi penghuni neraka yang ganas......" bukan main, sungguh luar biasa tajam kata-kata Kang Siauw Hong, si nona muda yang diajukan Tek Ui Sinkay itu. Sampai Dewi Alehai yang jauh lebih berpengalaman menjadi tersentak dan marah serta murka bukan main. Diapun segera membentak dengan nada marah:
"Awas serangan......" suara yang penuh amarah dan jengkel, tetapi jelas memiliki rasa percaya diri untuk menang.
Dan pecahlah pertarungan pertama. Untungnya Siauw Hong sudah mengalami satu pertarungan hebat ketika menghadapi Bu Tek Seng Ong dan juga Geberz dalam tarung sebelumnya. Kedua tokoh lawannya itu, keduanya yang memiliki kemampuan yang tidak jauh darinya dan justru membuat semua ilmunya keluar dan terlatih dalam pertarungan yang sebenarnya. Jika pada tarung sebelumnya dia keteteran karena lawan yang memang sakti, serta memiliki kematangan dalam banyak ilmu yang mirip dengan dirinya sendiri, maka sekali ini berbeda. Sekali ini, melawan Dewi Alehai, dia mampu memainkan ilmu secara lancar dan tidak merasa berat seperti menghadapi kedua lawannya sebelumnya, terutama ketika melawan Bu Tek Seng Ong yang diakuinya memang amat berat.
Ditambah lagi dengan fakta betapa selama dua hari terakhir dia berlatih dan berlatih serius dibawah bimbingan Koay Ji, kakaknya. Pengalaman dan latihan terakhir membawa banyak hal yang positif bagi Siauw Hong, dan terbukti dia kini tidak banyak membuang peluang seperti pada pertarungan terdahulu. Dalam sepuluh jurus belaka Koay Ji sudah tahu, bahwa Siauw Hong tidak akan membutuhkan waktu lama untuk menundukkan Dewi Alehai. Serangan-serangan dan gerakan-gerakan Kang Siauw Hong mengalami peningkatan yang amat hebat dan sakti, dan membuat lawannya benar-benar kesulitan meladeninya. Baik menghadapi gerakan-gerakan kakinya, maupun sterutama erangan-serangan Siauw Hong yang cepat, tetap dan semakin lama semakin membahayakan. Maka mulailah Dewi Alehai merasa kecut dan semangatnya patah sendiri.
Menujadi semakin repot, karena pada dasarnya Siauw Hong bertarung untuk ingin cepat menang dari lawannya. Dasar memang Siauw Hong yang lagi semangatnya, setelah 40 jurus lebih mendesak lawan, dan karena ingin pamer kepada semua pendekar yang hadir, tepat memasuki jurus ke 42, bahkan seorang Koay Ji kaget, karena ilmu yang berbahaya tiba-tiba dimainkan Siauw Hong. Koay Ji sendiri sampai berdesis kaget dan kagum:
"Astaga, Ilmu Han Bun Sam Ciang..... mana lawannya mampu menahan" selain sangat kuat dan berisi iweekang penuh, juga sangat cepat dan sekaligus tajam dalam menyerang..,,,, ach Sebentar lagi..."
Belum lagi habis desisan Koay Ji, Siauw Hong mengebaskan lengannya dengan tenaga kuat dalam gerak tipu Kim lun hoan sin (Roda emas menggelinding), dan lanjut dengan tipu Tiat ie koan jit (Baju besi menutup matahari). Kekuatan dan juga kecepatan yang luar biasa dalam jurus pertama Ilmu Hian Bun Sam Ciang sudah dilepaskan. Kedua gerakan tajam dari jurus pertama itu diperagakan Siauw Hong dengan terus mengejar dan mengelilingi lawan yang serabutan membebaskan dirinya dari sergapan Siauw Hong. Dewi Alehai tetap mencoba untuk melakukan perlawanan meski gamang, tetapi selama 40 jurus dia ketakutan mengetahui lawan ternyata lebih sakti dan hebat dari dugaannya. Memasuki jurus ke-30, semangat dan daya juangnya mulai turun karena Siauw Hong tidak berhenti mencecarnya, lagian kekuatan iweekangnya jauh diatasnya.
Maka ketika Siauw Hong mengelilingi tubuhnya dengan jurus pertama, Dewi Alehai terus berusaha mati-matian untuk melawannya dan berusaha keras untuk lari dari jangkauan jurus itu. Tapi, sayangnya dia justru memberi peluang gerakan kedua untuk dibuka dan langsung mengarah ke tiga bagian tubuhnya yang berbahaya. Ketiga serangan beruntun Kang Siauw Hong langsung mengejar dan mengarah ke lima tempat mematikan di tubuhnya. Tetapi, ketika dia mampu mengelak dari dua jurus pertama, semestinya pukulan ketiga Siauw Hong sudah menjatuhkan Dewi Alehai. Tetapi pada saat itu, Siauw Hong mendengar bisikan Koay Ji di telinganya, dan tanpa membantak dan percaya begitu saja dia merubah gerakannya, Karena bisikan Koay Ji adalah sebuah perintah; "Ci Liong Ciu Hoat, totok jalan darah di dada sebelah kanan......."
Mendengar arahan kakaknya, Siauw Hong langsung melakukannya tanpa sangsi dan tanpa melirik Koay Ji. Tetapi, untuk itu dia harus mengorbankan baik pukulan jurus ketiga maupun pukulan keempat. Tetapi, pukulan kelima, seperti dikondisikan oleh luput atau berubahnya jenis pukulan ketiga dan keempat dan sempat sedikit memberi Dewi Alehai harapan untuk lepas. Tetapi, alngkah kagetnya, ketika dia melihat Siauw Hong menggeliat dengan gerak kaki aneh dan tahu-tahu sentuhan jemari Siauw Hong sudah singgah di dadanya. Ringan saja dan tidak mampu lagi dia elakkan, maka akhirnya diapun tertotok dengan keadaan yang dia saksikan dan dia rasakan secara langsung......
"Tuk........ auccchhhhhkkkkkkkkk......."
Tubuh Dewi Alehai terdorong ke belakang seperti sebuah benda yang beratnya berapa kali lipat. Bukan apa-apa, ketika dia tertotok, pada saat bersamaan semua sumber tenaga dan kekuatannya membuyar dan diapun berubah kembali menjadi orang biasa yang tidak lagi memiliki kesaktian sedikitpun. Semua tenaga iweekang yang dihimpunnya buyar, otot dan urat penting dalam tubuhnya bukan hanya tersumbat, tetapi putus. Dan tidak lama kemudian, tubuhnya menyentuh bumi dengan mengeluarkan suara keras:
"Braaaakkkkkkkkkkk......."
Dan setelah itu, Dewi Alehai, seorang jagoan dalam perkumpulan Bu Tek Seng Pay jatuh tidak sadarkan diri. Bukan hanya jatuh tidak sadarkan diri, tetapi bahkan untuk selanjutnya semua kekuatannya membuyar dan dia berubah menjadi manusia biasa kembali. Tidak banyak yang tahu keadaan yang sebenarnya, hanya tokoh-tokoh utama yang sangat paham bahwa kemampuan Dewi Alehai, andalan tokoh bernama Bu Tek Seng Ong untuk urusan dalam Markas utama, sudah TAMAT. Sudah selesai dan tidak mampu diselamatkan lagi.
Benar saja, tidak lama kemudian seorang dari rombongan lawan meloncat ke arena, memeriksa keadaan Dewi Alehai. Sejenak saja dan dia kemudian terlihat muram dan kemudian selanjutnya membawa Dewi Alehai ke sudut dimana tokoh Bu Tek Seng Pay berkumpul. Koay Ji bergumam:
"Seorang sudah dituntaskan, tapi ini baru awal......."
Belum hilang gumaman suara Koay Ji, tokoh yang tadi membawa tubuh Dewi Alehai sudah kembali meloncat ke arena dan berkata:
"Aku menantang orang yang melukai Dewi Alehai, maju kesini, aku akan membalas kekalahan Dewi Alehai..." tokoh yang ternyata adalah Jamukha dan yang selama ini hidup bagai sepasang kekasih dengan Dewi Alehai maju dengan wajah muram. Jelas sekali kemarahan dan kesedihan memenuhi rongga dadanya hingga terlihat sesak nafasnya dan kemarahannya terlihat jelas. Koay Ji bisa melihatnya dan maklum, bahwa Jamukha terguncang dan berniat balas dendam. Tetapi, Koay Ji sudah memiliki perhitungan sendiri dan tidak mengikuti kemauan Jamukha. Dia tahu siapa yang akan maju nanti.
Karena itu, Siauw Hong langsung dilarang maju oleh Koay Ji, sebaliknya Tek Ui Sinkay sepersetujuan Koay Ji melirik kearah Sutenya, Cu Ying Lun untuk maju. Dan Koay Ji terlihat mengangguk dengan pilihan itu, karena jelas dia tahu sampai dimana kepandaian chit suhengnya ini. Setidaknya lebih dari cukup untuk dapat menghadapi seorang Jamukha, hu pangcu bagian luar dari Bu tek Seng Pay dan kemudian mengalahkannya. Jamukha menggeram murka melihat Cu Ying Lun yang maju dan bukannya Siauw Hong yang sangat dbencinya. Karena itu, dengan segera sudah menerjang tokoh yang nyaris berusia 60an itu.
Tetapi, Cu Ying Lun bukanlah tokoh sembarangan. Meski belum sehebat Koay Ji, tetapi tokoh yang dididik langsung oleh Bu In Sinliong ini jelas bukan tokoh yang mudah dihadapi Jamukha. Gerakannya mantap dan berisi, termasuk ketika dia mulai bergerak dengan ginkang Liap In Sut dan meladeni kecepatan gerak Jamukha tanpa sedikitpun terlihat keteteran. Apalagi karena ketenangan dan kepercayaan akan diri sendiri cukup kental dan tinggi, dan terlihat dari gerakan-gerakannya yang tenang, penuh perhitungan dan selalu mementalkan serangan Jamukha. Pertarungan pada awal memang terlihat imbang, tetapi orang-orang pandai sudah bisa memprediksi apa yang akan terjadi dengan pertarungan itu.
Pertarungan mereka menjadi menarik ketika Jamukha mulai mengerahkan Ilmu khas perguruan mereka, Ilmu Lam Hay Peng Po Leng Im Sin Hoat (Ilmu Gerak Tubuh Menyeberangi Awan Tenang di lautan Selatan). Ilmu gerak mujijat yang oleh Koay Ji diberi nama sesuai seleranya menjadi Thian Liong Pat Pian. Tetapi, ketika menghadapi Jamukha, Cu Ying Lun yang bergerak dengan Liap In Sut dan juga Ilmu Sam Im Ciang (Tiga Tinju Rahasia) tidak merasa kesulitan. Buka apa-apa, karena dia sering melihat bagaimana Koay Ji memainkan ilmu itu dengan kemampuan yang jauh lebih hebat, lebih lengkap dan lebih sempurna. Maka menghadapi ilmu itu dalam diri Jamukha, tidak membuatnya kebingungan dan tidak membuatnya merasa kesulitan. Karenanya, dengan tidak kesulitan dan penuh percaya diri dia bergerak baik menghadang dan juga kemudian memunahkan serangan Jamukha. Bukan hanya itu, dia bahkan mendesaknya terus ketika Jamukha menghindari dengan ilmu langkah tersebut atas sergapannya.
Sampai disini Koay Ji berbisik kepada Tek Ui Sinkay; "Chit Suheng tidak akan lama menjinakkannya, dia memiliki banyak simpanan untuk mendesak dan mengalahkan Jamukha.....". Bisikan itu diiyakan oleh Tek Ui Sinkay yang memang melihat sute ketujuhn ya itu berada di atas angin, dan bahkan mulai mampu mendesak serta menyudutkan Jamukha. Selewat 50 jurus kemudian, posisi Jamukha terlihat sudah semakin kesulitan. Bukan apa-apa, karena memang kedalaman dan kemampuan Cu Ying Lun, terlebih sejak melatih diri bersama keenam saudara seperguruannya sudah jauh meningkat. Apalagi, mereka saudara seperguruan bukannya sekali atau dua kali berdiskusi dan belajar dari Koay Ji yang memiliki pengetahuan seakan tidak ada habisnya untuk dibagikan dengan mereka.
Maka, wajar saja Cu Ying Lun menjadi sangat paham dengan ilmu Jamukha, karena bukan hal yang jarang dia melihat Koay Ji berlatih dan memainkannya. Padahal, jarak ilmu antara Jamukha dengan Koay Ji amat jauh. Itu sebabnya Cu Ying Lun tidak begitu kesulitan melawannya dan memasuki jurus ke 60-an, Jamukha benar-benar kerepotan karena kalah segala-galanya. Dalam hal iweekang, dia benar-benar kalah kuat dan masih kalah matang dibandingkan Cu Ying Lun yang lebih tekun menghimpun dan melatih juga iweekangnya. Dalam gerak cepat, boleh saja dia menandingi Cu Ying Lun, tetapi itu, sekali lagi, Cu Ying Lun tidak asing dengan gerakan-gerakannya itu. Akibatnya, Jamukha seperti menghadapi tembok besar dan tebal yang teramat sulit untuk dapat dia tembus dan kalahkan.
Selama beberapa jurus kemudian, Cu Ying Lun sepertinya memberi peluang bagi Jamukha untuk bisa berkembang lebih baik. Padahal, sejatinya dia sebenarnya sedang membuka jalan untuk Jamukha datang dan menuju keruntuhannya sendiri. Hal tersebut nyata pada saat Jamukha masuk pada jurus ke delapan puluh, dia bergerak dengan sebuah gerakan jurus Heng kang cai Iong (Sungai melintang memotong ombak). Dan saat itulah yang ditunggu Cu Ying Lun, dengan diiringi oleh senyuman di bibir Koay Ji, Cu Ying Lung segera mundur namun merangsek cepat kembali dengan sangat cepat. Ilmu Pukulan Sian In Sin Ciang (Lengan Sakti Bayangan Dewa) ciptaan terakhir Bu In Sinliong digerakkan dengan gerakan Beng hou cut tong (Macan liar keluar dari gua). Baik kecepatan maupun sekalian kekuatannya sungguh tepat dan memadai untuk memojokkan dan mampu membuat Jamukha sampai terperangah.
Dan memang sangat luar biasa, karena Jamukha terkejut bukan main ketika tiba-tiba kepala dan pundaknya terancam dengan tiga rangkaian serangan tangan kosong lawannya. Hal yang membuatnya mau tidak mau mesti melangkah mundur, tetapi hanya dengan merubah jurusnya menjadi tipu Ngo seng boan goat (Lima bintang mengurung rembulan), Cu Ying Lun sudah menjebak Jamukha hingga harus adu pukulan. Pada saat Jamukha memukul itulah dengan cerdik Cu Ying Lun merubah ilmu dan jurusnya, yakni dengan menggunakan ilmu Pa Hiat Sin Kong (Ilmu sakti menotok jalan darah). Dalam sebuah jurus sederhana, yakni jurus Ki eng pok tou (Burung elang lapar menyambar kelinci), dia membuat Jamukha seperti sengaja memberikan dadanya untuk terkena totokan maut Cu Ying Lun.
Dan sebagaimana Dewi Alehai kekasihnya jatuh oleh Siauw Hong dengan totokan maut, demikian juga halnya yang dialami oleh Jamukha. Sebuah totokan yang sama-sama berakibat menentukan karena memunahkan sumber tenaga iweekang, dan demikian juga yang dialami Jamukha. Juga sama dengan Dewi Alehai, hanya beda dia tidak jatuh gedebukan dengan kerasnya, melainkan terdorong mundur dan jatuh untuk kemudian roboh seperti berbobot berat ke tanah. Beda lainnya lagi adalah, Jamukha terlontar ke belakang, sama seperti Dewi Alehai, namun masih tetap sadar dan tahu dirinya, hingga juga paham apa yang sudah terjadi dengan kemampuannya. Kemampuannya hilang. Karena dalam waktu singkat dia merasa tidak mampu lagi mengerahan tenaga dan iweekangnya sehingga tak mampu untuk menahan laju tubuhnya yang terasa begitu berat dan lemas dan terus melayang ke belakang. Diapun roboh....
"Brukkkkkkk......"
Sama persis dengan Dewi Alehai nasibnya. Terpukul kalah, atau tertotok lawan yang berakibat hilangnya semua kemampuannya, hilang ilmu silat dan juga tenaga dalam yang selama ini dia banggakan. Jamukha yang masih sadar dan tahu dirinya, tetap mencoba untuk bangkit, tetapi dia membutuhkan kedua tangannya untuk tempat bertumpu hingga akhirnya mampu berdiri sendiri. Untuk selanjutnya dia masih juga sempat menudingkan lengannya kearah Cu Ying Lun sambil berkata dengan nada penuh ancaman, meski kosong ancamannya:
"Bangsat, engkau sungguh keji, sungguh keji....... aku akan membalaskan perbuatan biadab dirimu hari ini, meski entah kapan. Tetapi aku bersumpah, sungguh-sungguh bersumpah kelak akan melakukan membalas......"
Tetapi untuk tidak lebih menghadirkan drama yang membuat moral pasukan dan kawan-kawannya jatuh, Bu Tek Seng Ong kemudian bergerak cepat. Dia menotok Jamukha yang segera tersungkur dengan sempat berdesis sambil menyebut: "Suhu......", tetapi setelah itu dia kehilangan kesadaran dan dibawah mundur oleh orang-orang dari pihak Bu tek Seng Pay. Seorang lagi dari pihak Bu Tek Seng Pay jatuh dan kalah dalam pertarungan adil. Setelah Dewi Alehai, menyusul Jamukha, kedua Hu pangcu di pihak lawan yang berperan sangat penting bagi Bu Tek Seng Pay, kini terpukul kalah dan kehilangan kemampuan bersilat.
Setelah tubuh Jamukha yang sudah lemah dibawah ke tempat yang lebih aman, tidak lama kemudian arena pertarungan berubah menjadi sepi. Tetapi jangan salah, keadaan justru menjadi lebih menegangkan. Hanya, belum terlihat siapa dari pihak Bu Tek Seng Pay yang mengajukan diri, nampaknya mereka menunggu dari pihak para pendekar yang majukan diri dan baru mereka akan menampilkan diri. Tetapi, sudah tentu Tek Ui Sinkay tidak mau termakan strategi pancingan lawan itu, karena tidak lama diapun berkata:
"Siapa orang ketiga yang ingin menerima hukuman kami" Atau, haruskah kami maju berbareng untuk menghajar kalian semua......" atau, semua sudah pada ketakutan karena memang bakalan...."
"Aku yang akan maju......." ech entah mengapa justru yang maju adalah Mo Hwee Hud. "Mengapa dia...?", sempat Koay Ji merasa terkejut. Tokoh maha hebat dan bernama besar itu, sesungguhnya amat ditakuti, dan dengan majunya, maka pilihan tokoh yang akan melawannya harus benar-benar tepat dan sesuai untuk menguasai dan mengalahkannya. Pada saat seperti itu, sesungguhnya Kim Jie Sinkay sudah bersiap dan akan segera maju, tetapi belum lagi dia bergerak, Khong Yan sudah mendahuluinya meloncat masuk kedalam arena. Kedatangannya disambut dengan senyum dan ejekan lawan:
"Ach, anak muda, nampaknya permusuhan antara perguruan kita memang harus dituntaskan meskipun tidak dengan Bu Te Hwesio, tetapi dengan muridnya. Nach, hati-hati, karena ini bukan pibu, tetapi pertarungan antara mati dan hidup. Jangan kau ayal tetapi bertarunglah dengan baik. Karena bahkan Suhumu sendiri tidaklah mampu mengalahkanku, tidak pernah mampu melakukannya, apalagi hanya engkau yang hanya muridnya .... hahahahaha"
Terdengarnya seperti sebuah saran dan nasehat, tetapi Khong Yan sadar dan tahu bahwa tokoh itu sedang menghibur dirinya dan mencoba membesarkan semangat. Karena dia sudah berapa kali menghadapi Khong Yan, dan pada pertempuran yang terakhir, dia tidak mampu dan tidak sanggup lagi mendesak Khong Yan seperti yang dahulu sering dia lakukan. Sebaliknya, pertarungan terakhir itu, lebih banyak Khong Yan yang mendesak dan memojokkan posisinya sehingga membuat tokoh itu kaget. Tetapi, awalnya dia mengira, kejadian itu wajar saja, karena toch dia memang sudah cukup lelah dan juga keadaan mereka sedang mengeroyok, bukannya satu lawan satu. "Jika satu lawan satu, maka pasti akan mudah kukalahkan anak itu.." demikian desisnya dalam hati, meski sebenarnya dia sadar, semakin sulit baginya untuk bisa menang. Karena dia semakin tua dan dia jelas kalah secara fisik, meski untuk iweekangnya, masih menang matang dari lawannya.
"Pertarungan ini bakalan berlangsung panjang...." desis Koay Ji lirih dan terdengar oleh Tek Ui Sinkay dan juga Cu Ying Lun yang terlihat masih bugar meski barusan berkelahi dan menundukkan Jamukha. Cu Ying Lun jelas khawatir dengan Khong Yan yang adalah cucu luarnya.
"Hmmm, kelihatannya memang demikian....." desis Tek Ui Sinkay membenarkan desisan dan pendapat Koay Ji..
"Bagaimana peluang cucuku itu siauw sute....?" tanya Cu Ying Lun sedikit khawatir karena tahu dan paham dengan reputasi Mo Hwee Hud. Tokoh Dewa dan Tokoh Besar yang dia tahu, dirinyapun masih belum mampu menandingi tokoh besar itu. Bagaimana dengan cucunya" Yang tahu adalah Koay Ji, karena itu Cu Ying Lun bertanya dan ingin menegaskan dugaannya.
"Sesungguhnya Khong sute sudah memiliki kemampuan yang melampaui Mo Hwee Hud dalam Ilmu silat, tetapi, segala sesuatu mungkin terjadi dalam pertempuran ini. Jika Khong sute mampu bersikap tenang dan bertarung dengan sabar, maka dia bakalan keluar sebagai pemenangnya...." tegas Koay Ji yang membawa sedikit rasa tentram di hati Cu Ying Lun. Meskipun, penjelasan Koay Ji memang benar, dia tahu bahwa kemampuan Khong Yan sudah maju sangat jauh dan mampu merendengi dan bahkan sesungguhnya tipis di atas Mo Hwee Hud. Tinggal kalah matang dan kalah pengalaman, tetapi lainnya Khong Yan sudah unggul.
Dan kemudian, pertarungan antara Khong Yan melawan Mo Hwee Hud sudah mulai dan keduanya langsung bertarung dalam kecepatan dan kekuatan puncak. Maklum, keduanya sudah beberapa kali bentrok, bahkan masing-masing sudah saling paham dan tahu keistimewaan ilmu lawan. Pada dasarnya, banyak sekali ilmu silat mereka berdua yang memang diciptakan untuk saling menaklukkan, terutama ketika masih generasi Mo Hwee Hud melawan Bu Tee Hwesio, Suhu Khong Yan. Maka, wajarlah pertarungan mereka seperti berlangsung secara otomatis, saling serang dan saling bertahan dengan kekuatan iweekang yang menjadi dapat menjadi pembeda. Sudah tentu, karena kini Mo Hwee Hud sudah maju amat jauh sementara Khong Yan, juga sudah mengalami kemajuan yang luar biasa. Artinya ialah, tarung mereka sekali ini memang sangatlah hebat dan sulit untuk ditentukan dalam waktu yang singkat siapa yang akan menangi pertarungan itu.
Dalam sepuluh jurus awal saja, kekuatan yang mereka hamburkan sudah amat luar biasa. Tetapi, Khong Yan memang lebih cerdik dan sadar, bahwa benar kekuatan iweekangnya tidak kalah, tetapi dia sadar satu hal, dia tetap saja masih agak kalah matang penguasaannya. Untung dia memiliki iweekang Budha yang lebih murni, sebuah cabang iweekang yang amat mujijat, sinkang khas kaum Budha Thian Tok bernama Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang. Penguasaannya yang sudah sangat tinggi membuat dia mampu menangkis kekuatan yang lebih hebat dari kekuatannya tanpa takut terkalahkan atau terluka. Karena memang iweekangnya memiliki ciri khas yang luar biasa dan punya juga daya pantul iweekangnya. Bahkan, bisa juga dia menggiring dan menghantarkan kekuatan lawan untuk membentur benda atau iweekang orang lain. Keistimewaan inilah yang membuat Khong Yan tidak takut meladeni lawan hebat yang biasanya amat dia takuti ini.
Baru bertarung pada jurus ke 15, tetapi Mo Hwee Hud sudah memainkan dua ilmu andalannya bergantian, yakni Ilmu Lak hap im hwee (enam gabungan api dingin) dan bergantian dengan Ilmu Mo Hwee Koay Kong (Api Iblis Memancarkan Sinar Siluman). Akibatnya hentakan kekuatan yang dihasilkannya sungguh maksimal, dan saat itulah Khong Yan memutuskan memainkan ilmu pelajaran yang diajarkan dan dilatihkan Koay Ji. Apalagi jika bukan Ilmu Thian Liong Pat Pian. Tetapi, berbeda dengan Kang Siauw Hong, dia memainkan pada variasi bertahan, menghindar dan sesekali dengan langkah menicptakan atau mengkondisikan penyerangan. Tidak heran jika dia sendiri menyelingi penyerangan dengan bergantian menggunakan kedua ilmu andalan perguruannya, yaitu Ilmu Hud Keng Ciang (Pukulan Tenaga Budha) dan sekali-sekali juga diselingi dengan Ilmu Hud Meh Ciang (Pukulan Menyambar Nadi). Jangan ditanya lagi kehebatan kedua ilmu pukulan itu, karena keduanya adalah ilmu pukulan andalan Bu Tee Hwesio. Diciptakan memang untuk berhadapan dengan Mo Hwee Hud.
Kedua iweekang berbeda aliran, yang satu Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang satu iweekang khas kaum Budha Thian Tok, dan yang satu lagi a dalah ilmu Mo Hwe Bu Kek khi Kang (Tenaga Dalam Api Iblis). Kekuatan iweekang Mo Hwee Hud masih lebih matang dan ini jelas karena terkait umur dan pengalaman, Tetapi kemurnian iweekang Khong Yan juga memegang peranan cukup menentukan dalam tarung besar seperti ini. Karena itu, keduanya sebenarnya memiliki tingkatan yang cukup seimbang dan membuat pertempuran mereka dengan cepat menanjak semakin tinggi dan semakin cepat serta jelas semakin mematikan.
Khong Yan sebenarnya merasa aneh, mengapa Mo Hwee Hud sepertinya terlampau bernafsu dan dengan cepat meningkatkan kekuatan iweekang dan kekuatan sihir yang menyertai ilmunya. Hanya dalam hitungan 30 jurus, Mo Hwee Hud sudah tiba pada pengerahan kekuatan-kekuatan mujijat dan seperti mengajaknya untuk juga ikut mengerahkan puncak kekuatan. Dan memang, dengan cara bertarung seperti itu, membuat Khong Yan mau tidak mau harus melakukan hal serupa. Sebab jika tidak, maka bakalan terjadi hal yang sangat membahayakan dirinya, bahkan dengan tingkat keduanya, ancamannya bukan hanya terluka. Tetapi ancaman yang lebih berbahaya, ancaman kematian.
Dan karena tekanan serta desakan lawan yang mengajaknya langsung bertarung pada puncak kemampuan mereka, maka Khong Yan terpaksa bersikap apa boleh buat. Iweekang dia kerahkan sampai pada kekuatan puncak, dan bahkan Ilmu Pukulan Pek In Hoatsut sudah mulai dikerahkannya sambil berjaga dengan ilmu ciptaan Koay Ji untuk memenangkan pertempurannya. Yakni Ilmu Hian Bun Sam Ciang yang sudah beberapa lama dia latihkan dan belum lagi sempat dikerahkan untuk memukul seorang musuh. "Menurut Koay Ji, jika kulakukan dengan waktu dan saat yang tepat, maka lawan kemungkinan akan terpukul roboh". Hanya saja, repotnya, Koay Ji sudah mengingatkan kepada Khong Yan agar jangan ragu jika harus adu kekuatan, serta mengusahakan agar dapat menotok musnah kepandaian lawan yang hebat itu. Hal itu memang terutama agar mereka, tokoh-tokoh utama Bu Tek Seng Pay tidak mengganas lagi setelah lepas dari arena maut ini. Sebab lepas dari lembah itu, dibiarkan kembali ke rimba persilatan, pastilah akan makan korban yang sangat banyak kelak.
Sebetulnya, Koay Ji sendiri merasa heran. Apa maksud Mo Hwee Hud yang terlihat langsung meningkatkan pertempuran meski baru pada jurus ke-50 dan sebenarnya bisa perlahan-lahan mengintai kelemahan lawan" Apakah dia memiliki maksud dan strategi tersembunyi" Koay Ji sungguh pusing memikirkannya. Untungnya Khong Yan tidak terporovokasi dan terlihat siap dengan semua strategi yang dimainkan oleh Mo Hwee Hud. Tetap mengandalkan iweekang istimewanya yang sudah juga disempurnakan Koay Ji, dan juga ilmu langkah Thian Liong Pat Pian. Pada saat menentukan, Koay Ji juga melihat bahwa Khong Yan mulai menyiapkan diri untuk memasuki puncak pertarungan keduanya. "Mau tidak mau, Mo Hwee Hud terlihat terlampau bernafsu, mustahil dia tidak tahu bahwa kesabaran yang akan membuat perbedaan pada akhirnya...?" desis Koay Ji heran dalam hatinya, dan sulit untuk mengeluarkan unek-uneknya. Bagaimana bisa" Cu Ying Lun dan Tek Ui Sinkay sedang sama-sama sibuk mengawasi pertarungan, apalagi Cu Ying Lun. Karena yang bertarung memang kerabatnya, cucu luarnya.
"Khong sute akan segera mengakhiri pertarungan, heran mengapa Mo Hwee Hud demikian ceroboh" Apakah dia tahu jalan keluar sudah tertutup" Tapi, acccch, Mo Hwee Hud bukan seorang yang demikian bodohnya...... kita harus memperhatikan gelagat mereka secara seksama....." tanpa sengaja Koay Ji mengeluarkan pula komentar dan kecurigaannya yang langsung diterima dan dipertegas maksudnya oleh Tek Ui Sinkay
"Siauw sute, apa maksudmu....?" tanya Cu Ying Lun yang juga sama dengan Koay Ji merasa aneh dengan gelagat pertaruangan. Mengapa Mo Hwee Hud langsung saja mengajak Khong Yan memasuki puncak tarung..."
"Perhatikan secara seksama semua gelagat Mo Hwee Hud, sepertinya dia sengaja mencari kekalahan secepatnya, entah apa yang berada didalam pikiran orang tua yang licik itu....." jawab Koay Ji akhirnya sambil memperhatikan arena, dan memang pada saat itu sesuatu terjadi.
Terjadinya adalah ketika Mo Hwee Hud akhirnya melontarkan jurus-jurus andalan dari Ilmu pamungkasnya, Ilmu Siau Mo Kang (Ilmu Iblis Tertawa) yang disusul dan dikombinasikan dengan Ilmu Mo Hwee Hud Ciang Hoat (Ilmu Budha Api Iblis). Akibatnya sungguh luar biasa, seluruh arena mereka berdua seperti dikelilingi api yang menghadirkan nuansa menyeramkan. Bahkan sengatan api berwarna kebiruan mengejar kemanapun Khong Yan pergi mengelak, tetapi langkah kaki Khong Yan sungguh amat indah dan mencengangkan. Dengan jurus-jurus jitu yang dia gunakan untuk bertahan, dia mampu menghindari sergapan lawan, dan anehnya dia tidak membalas sama sekali meski peluang itu ada. Gerak In liong sam sian (Naga di awan muncul tiga kali), kemudian disusul dengan jurus Long yang ban li (Ombak mendorong selaksa li) dan terakhir dia bergerak dalam jurus Gwat beng seng see (Bulan terang bintang jarang).
Banyak orang terkejut, karena sesungguhnya Khong Yan bisa membalas serangan Mo Hwee Hud, tetapi entah mengapa dia seperti membiarkan Mo Hwee Hud untuk melanjutkan serangannya. Tidak atau belum membalas, dan kini Mo Hwee Hud sudah melanjutkan dengan jurus Kui ong pat hwee (Raja setan mengendalikan api) dan bahkan kemudian juga langsung disusul dengan jurus Ya-can-pat-hong (Bertarung malamdari delapan arah). Koay Ji tersenyum saat banyak orang lain justru tertegun, karena bingung, mengapa Khong Yan membiarkan dirinya dicecar. Membiarkan dirinya diberondong pukulan dan tersudut, kemudian dikejar pijaran api berwarna biru yang seakan mampu menutup semua jalan larinya. Tetapi, justru pada titik ketika semua perhatian Mo Hwee Hud sedang fokus menyerang itulah Khong Yan bergerak dengan cerdik.
Sebuah gerak sederhana dari Ilmu Thian Long Pat Pian, yakni dengan jurus Liu ji ging hong (ranting pohon menyongsong angin), dilakukan Khong Yan yang diawali dengan menyapu api yang menyerbunya. Disusul dengan dua gerakan kecil nan sederhana sehingga dalam waktu singkat, dia sudah berhadap-hadapan dengan Mo Hwee Hud. Jangankan orang banyak, Mo Hwee Hud sendiripun seperti kaget menemukan fakta betapa Khong Yan tiba-tiba sudah berada di hadapannya meski masih berjarak sekitar 3 sampai 4 meteran. Kekagetan yang dalam pandang mata Koay Ji terasa rada "kurang wajar" bagi tokoh sekelas Mo Hwee Hud. Tetapi, dalam keadaan seperti itulah Khong Yan melepas Ilmu Hian Bun Sam Ciang pada jurus pertama dan siap menyusul dengan jurus sambungannya. Tidak ada yang hebat dan luar biasa pada awalnya, sederhana belaka.
Inilah jurus Hu Houw Tio Jang (Harimau Mendekam Menghadap Matahari), yang diawali dengan gerak Sam Sou Lo Shi (Jebakan dari tiga penjuru) dan disusul dengan gerak Peng Hong Tiang Ho (Membekukan Arus Sungai yang deras). Cukup hebat akibatnya, karena Mo Hwee Hud yang dalam posisi doyong menyerang secara tiba-tiba menerima serangan dengan kekuatan membahana dan tidak terlihat ada jalan keluar baginya. Apa boleh buat, dia mau tidak mau harus bergerak untuk mengikuti "kemauan" Khong Yan dan bergerak dengan jurus Cui Liu Hui Hong (Daun Pohon Liu Terhembus Angin). Tetapi pada saat itulah jurus kedua dari Ilmu Hian Bun Sam Ciang datang menerpanya, yaitu jurus Lok Yap Kui Ken (Daun jatuh kembali ke-akar). Posisi yang diperoleh Mo Hwee Hud memang sudah dalam bayangan Khong Yan.
Diawali dengan gerak Sam Sou Lo Shi (Jebakan dari tiga penjuru) yang sampai membuat Mo Hwee Hud terpana harus memilih jalan mana menyelamatkan diri, dan di tengah keraguannya dua gerak pamungkas membuatnya rikuh. Gerak Hoat In Kian Gwat (Menghalaukan awan melihat bulan) membuat Mo Hwee Hud bingung karena meski dia melihat dari arah mana Khong Yan akan datang menerjang, tetapi gerakan kedua Khong Yan penuh tipu mujijat yang sulit untuk diurai dalam waktu yang singkat. Karena keripuhan Mo Hwee Hud itulah maka gerak ketiga yang juga sama cepat dan mujijatnya, yaitu sebuah gerak Hun Ceng Tan (Membuyarkan Abu Menjernihkan Suasana) dengan telak menghajar bagian perutnya. Apalagi, secara tepat, bagian iweekang menggempur dari Ilmu Pouw Tee Pwe Yap Sian Sinkang milik Khong yan seakan menyempurnakan kekuatan pukulan yang dia lontarkan dan bersifat menentukan itu.
"Dukkkkkk ....... aaaachhhhh ......"
Dan tubuh besar Mo Hwee Hud terbang ke belakang, terbanting dengan muntah darah serta langsung pingsan. Dan tidak lama kemudian, seorang dari pihak lawan datang dan membawa pergi tubuhnya yang terluka dan sudah tidak sadarkan diri itu. Pertarungan ketigapun usai. Mo Hwee Hud kalah, terluka dan tubuhnya sudah digotong orang menuju tempat lawan. Khong Yan menang. Tetapi, mata tajam Koay Ji mengikuti semua kejadian dengan teliti, namun meski kejanggalan dirasakannya secara sangat, tetapi dia tidaklah mampu menjelaskan kenapa Mo Hwee Hud terlalu ceroboh dan membiarkan diri kalah secara sangat cepat" "Masakan dia dikalahkan sedemikian mudah dan cepatnya...?" bertanya Koay Ji dalam hati dan mencoba guna menguak apa alasan Mo Hwee Hud "mengalah".
Kekalahan Mo Hwee Hud yang demikian cepat dan cukup tragis membuat istrinya Sam Boa Niocu menjadi sangat murka dan marah. Tanpa permisi dia langsung maju dan menantang Khong Yan untuk keluar menghadapinya, bahkan dari tubuhnya sudah berhembus racun yang sangat berbahaya. Racun yang sangat mematikan. Dalam keadaan seperti itu, tanpa banyak bicara Koay Ji menerjang maju ke dekat Koay Ji karena sebelum nya memperoleh bisikan halus dari belakang tubuhnya: "racun mematikan, segera tolong dia, dalam waktu kurang dari 3,4 menit sahabatmu akan bisa binasa secara mengecewakan....". Bisikan itu membuat Koay Ji bekerja cepat, dan tidak menunggu siapapun bertindak, dia sudah mendekati Khong Yan dan berbisik cepat dan sedikit tergesa:
"Cepat mundur bersamaku, ada yang akan menghadapinya...." dan sambil mundur bersama Khong Yan, diapun segera berkata dengan suara lirih dan tidak didengar orang lain kecuali Tek Ui Sinkay dan Kim Jie Sinkay: "Kim Jie Locianpwee pantas melawannya, karena memiliki alat pelacak dan pengusir racun. Tokoh berbahaya seperti itu sangat beracun dan maut bagi banyak orang....."
Dan bersamaan dengan Koay Ji yang menyelipkan obat pemunah kepada Khong Yan untuk digunakan, pada saat itu Kim Jie Sinkay maju ke arena. Dia sebetulnya dengan sedikit enggan untuk meladeni nenek Sam Boa Niocu, tetapi bisikan Koay Ji memang benar. Dengan berbekal karung istimewa, pengenal dan pusaka Khong Sim Kaypang, dia memiliki bekal yang lebih dari cukup menghadapi racun Nenek Sam Boa Niocu. Sementara dalam hal ilmu silat, kemampuannya tidaklah dibawah Khong Yan, dan masih tipis di atas Mo Hwee Hud. Karena itu, Kim Jie Sinkay tidak perlu merasa takut untuk berhadapan dengan Nenek Sam Boa Niocu. Bahkan sebetulnya, dia memiliki bekal yang lebih dari cukup untuk dapat menjinakkan nenek beracun yang memang amat berbahaya dan mematikan itu.
Modalnya itu menjadi bertambah besar, karena pada saat tersebut Nenek Sam Boa Niocu sedang kalap dan murka. Keadaan Nenek Sam Boa Niocu yang seperti itu, justru menjadi jauh lebih berbahaya, karena kemarahannya bisa memicu Nenek itu berlaku nekad dan bisa membantai banyak orang dengan racunnya. Bukan apa-apa, karena dia baru saja menyaksikan bagaimana sang suami terluka hingga kalah dan pingsan akibat pertarungan hebat melawan Khong Yan yang masih muda barusan. Dia ingin membunuh Khong Yan dan sudah nyaris berhasil dengan racunnya, tapi tahu-tahu, ada yang menolong Khong Yan, dan kini ada lawan yang siap bertarung menghadapinya. Seorang pengemis.
"Baiklah, majulah untuk segera menemui kematianmu Niocu...." berkata Kim Jie Sinkay sambil membekal "karung pusaka" yang dibelitkan dan digulungkan di lengan kanan tanda dia siap bertarung. Kim Jie Sinkay melihat gelagat nenek itu semakin marah dan sudah murka. Maka dia bersiap. Dia mesti memancing Nenek itu agar semakin murka dan semakin marah, sehingga dengan demikian akan memudahkan dia mengalahkan Nenek galak itu.
Tanpa banyak bicara, Sam Boa Niocu menggeber serangan dengan bau yang amat busuk tersebar dari tubuhnya. Tidak salah lagi, Sam Boa Niocu bertarung dengan mengerahkan kekuatan beracunnya. Untungnya Kim Jie Sinkay membekal "karung" yang memang istimewa, karena terbuat dari bahan penolak segala macam racun. Sebuah pusaka ampuh yang tepat dia gunakan saat itu. Dan memang itu yang dia andalkan, tidak heran ketika mereka saling serang, terjadi letusan-letusan kecil di sekitar sosok Kim Jie Sinkay. Letusan kecil yang diakibatkan oleh ditawarkannya racun-racun berbahaya yang menyerangnya oleh perjumpaan racun dengan hawa penawar dari benda pusaka Kim Jie Sinkay.
Dan setelah melihat racunnya gagal mengenai dan mengakibatkan apapun bagi Kim Jie Sinkay, Sam Boa Niocu mulai sedikit panik. Juga marah. Tetapi, dia tidak mampu berbuat lebih dari yang mampu dia lakukan, karena pada saat itu Kim Jie Sinkay sudah mau dan langsung mencecarnya pukulan-pukulan berat nan mematikan. Berbeda dengan Khong Yan yang halus namun "menghanyutkan" serta "membelit" lawan secara perlahan, maka gaya Kim Jie Sinkay justru sebaliknya, keras dan amat kuat berbahaya. Aspek YANG dari Kim Jie Sinkay sungguh membawa perbawa yang amat kuat, keras dan hebat. Maklum, karena Kim Jie Sinkay memang pewaris iweekang pusaka yang sudah teramat jarang muncul di rimba persilatan. Yakni Sinkang Perjaka Tulen. Atau Tong Cu Sinkang. Maka, daya kekuatan yang meluncur dari pukulannya bersifat sangat keras, sementara ilmu yang mendorongnya, juga memang berwatak sama " keras.
Dan dua kali mereka adu pukulan, kedua-duanya membuat Nenek Sam Boa Niocu sampai terdorong 3,4 langkah saking kuat dan saking kerasnya daya pukulan ampuh yang dilepaskan oleh Kim Ji Sinkay. Celaka, karena Nenek Sam Boa Niocu justru memiliki daya gerak yang tidak beda, alias setanding dengan Kim Jie Sinkay. Bisa ditebak, posisinya dengan cepat jatuh dibawah angin. Apalagi, karena Kim Jie Sinkay tidak pernah berniat mengendorkan serangan dan bertekad untuk bisa cepat menyelesaikan pertarungannya saat itu. Karena itu, kekuatan pukulannya semakin bertalu-talu, semakin hebat dan bisa diukur dari angin serangannya yang sampai mengeluarkan desingan angin yang kuat.
Tidak sampai 30 jurus, Nenek Sam Boa Niocu sudah terlihat kapok adu pukulan, dan dia berusaha keras untuk selalu mengelak serta berkali-kali melontarkan senjata beracunnya. Saking kerepotannya, beberapa kali Nenek itu sampai harus melepas "ular emas" yang sangat beracun, lincah serta memiliki racun mematikan. Tetapi, apa lacur, semua benda beracun itu menggeliat pergi dan ngeper ketakutan ketika bertemu dengan hawa panas pemusnah racun yang terus mengelilingi tubuh Kim Jie Sinkay dari karung penawar racunnya itu. Dan saat memasuki jurus ke lima puluh, Koay Ji terlihat sudah saling berbisik-bisik dengan Tek Ui Sinkay, keduanya terlihat serius dan saling berbisik dalam nada lirih:
"Sebentar lagi Kim Jie toako akan menghabisi Nenek itu. Dan, kelihatannya dia tidak akan memberi ampun kepada Nenek itu....."
"Benar sute, nenek itu terlihat sudah amat kerepotan....."
"Ech, benarkah Kim Jie toako menguasai ilmu maut itu suheng....?" tanya Koay Ji ketika melihat Kim Jie Sinkay memainkan ilmu maut yang mulai semakin membuat nenek Sam Boa Niocu tersudut.
"Memang benar sute, Kim jie heng termasuk salah seorang sesepuh Khong Sim Kaypang yang menguasai sebuah ilmu mujijat yang bernama Ilmu Bit Ciat Sin Ci (Ilmu Jari Sakti Pemusnah Kepandaian). Nampaknya, dia sudah berniat untuk dapat mengakhiri tarung itu dengan sekurangnya memunahkan ilmu kepandaian Sam Boa Niocu yang beracun itu. Masih untung jika Kim Jie heng hanya berniat untuk memunahkan kepandaiannya...."
"Hmm, dia menginginkan lebih dari itu suheng. Jika ilmu mujijat itu dilakukan dalam skema iweekangku dan Khong Yan, maka efeknya adalah memunahkan ilmu dan iweekang nenek itu. Tetapi, dengan kekuatan iweekang keras Kim Jie toako, maka hasilnya adaah kematian......" jelas Koay Ji yang membuat Tek Ui Sinkay terdiam dan dalam hati bersyukur dengan mendesis: "begitu lebih baik....". Tidak diutarakan keluar, karena dia tahu, sutenya ini rada aneh, tidak pernah mau membunuh orang dan paling hanya memunahkan kepandaian mereka. Padahal, nenek ini tetap amat berbahaya jika hidup dengan racunnya.
Dan, memang benar perkataan Koay Ji, dalam gebrakan selanjutnya, memasuki jurus ke 70-an, terlihat sekali jika Kim Jie Sinkay sudah sangat dominan. Nenek Sam Boa Niocu sudah tidak dapat melakukan perlawanan selain mundur, mengelak dan tidak lagi bermampuan untuk menyerang balik. Sementara itu, Ilmu khas dan mujijat yang dimainkan oleh Kim Jie Sinkay dengan amat baik, yakni Ilmu Bit Ciat Sin Ci (Ilmu Jari Sakti Pemusnah Kepandaian), menggeletar memburu si nenek. Koay Ji sampai gemas dan berkhawatir, karena dia malum jalan-jalan kematian semakin membayang bagi Sam Boa Niocu. Tinggal menunggu waktu belaka, dimana jari jemari Kim Jie Sinkay menyentuh dan menotok jalan darah penting di tubuh Sam Boa Niocu. Dan jika itu terjadi dan terlihat semakin dekat, maka selesai sudah. Itu akan menjadi akhir kehidupan Nenek Sam Boa Niocu yang sangat beracun itu. Dan memang itu yang terjadi beberapa jurus kemudian.
Dua jurus maut di kerahkan Kim Jie Sinkay dan menjebak Sam Boa Niocu di tengah gelanggang tanpa jalan keluar. jurus Liong Coa Hui Bu (Naga dan ular terbang sambil menari), menempatkan Sam Boa Niocu di tengah arena kebingungan untuk menetapkan, area mana yang diserang Kim Jie Sinkay. Dan pada akhirnya, sebuah jurus bernama jurus Lek Pek Hua San (Tenaga dahsyat membelah gunung), pada akhirnya mengakhiri pertarungannya. Jurus berkekuatan hebat yang disalurkan pada jemarinya, pada akhirnya tepat di pukulan ketiga, tidak lagi mampu diantisipasi serta dielakkan dan tidak mampu ditangkis Nenek Sam Boa Niocu. Cukup sekali pukulan dengan kekuatan penuh. Dan hebatnya Sam Boa Niocu tidak menjerit dan tidak mengeluh, mungkin pula tidak sempat merasa kesakitan, dan hanya sempat terdengar bunyi gebukan:
"Plakkkk ......"
Sebuah pukulan tepat di bawah telinga Sam Boa Niocu mengakhiri pertarungannya. Tuntas sudah dan berakhir dengan kematian. Hebatnya, kepala Sam Boa Niocu tidaklah nampak bonyok atau pecah, tetapi siapapun tahu, pukulan berat Kim Jie Sinkay sudah merusak bagian kepala Sam Boa Niocu dan membuat nenek itu tewas dengan tidak merasakan kesakitan. Kim Jie Sinkay menghadiahkan kematian cepat dan tidak membuatnya merasa kesakitan untuk waktu yang lama dan panjang. Pukulan berisi kekuatan besar tadi, mendatangkan rasa kagum dalam hati Koay Ji dan beberapa orang yang menyaksikan. Maklum, karena kekuatan besar Kim Jie Sinkay tidak memporak-porandakan kepala Sam Boa Niocu, tidak pula membuat kepala itu terlihat terluka. Kepala itu tetap utuh, seperti tidak terjadi apa apa, tetapi jelas manusianya sudah tewas. Sungguh hebat. Hebat karena kekuatan besar dari Kim Jie Sinkay ternyata sudah dapat dia kelolah sedemikian rupa sehingga efeknya benar-benar terukur dan bisa dia gunakan sesuai kehendak hatinya.
Tam Peng Khek maju, dan sebenarnya dia hanya berniat untuk mengambil dan sekalian membawa mayat subonya yang tewas itu untuk mundur. Tetapi, sayang sekali karena dia menggunakan waktu beberapa ketika memeriksa dan seperti tidak tahu mau melakukan apa-apa. Dan ketika dia pada akhirnya sudah berniat untuk segera mengambil mayat subonya itu, tiba-tiba Tui Hong Khek Sinkay dari Khon Sim Kaypang sudah mencelat dan mendekatinya. Bahkan kakek sakti dari Khong Sim Kaypang itu langsung berkata:
"Hmmmm, hebat juga engkau tidak takut maju ke arena ini..... hohoho, mari, biar lohu yang meladenimu menuju ke neraka. Itupun jika engkau tidak merasa takut guna melawan lohu...." benar bahwa Tam Peng Khek sudah ketakutan dengan fakta tewasnya sang subo dan terkalahkannya suhunya. Tetapi, pada saat itu dia tidaklah melihat adanya jalan keluar setelah Tui Hong Khek Sinkay maju menghadapinya. Selama dua hari berada di bawah tebing ini, belum ada yang menemukan jalan keluar, padahal jalan mereka masuk, sengaja sudah dihancurkan karena menutup masuknya para pendekar untuk mengejar mereka. Tetapi, sentilan kalimat "jika tidak takut" membuat Tam Peng Khek jadi emosi, dan karena memang pada saat itu, nalarnya sudah banyak tumpul melihat kematian suhu dan subonya, maka diapun jadi emosi dan menyahut.
"Siapa takut..... mari maju jika engkau berani....." jawab Tam Peng Khek akhirnya karena emosi disebut "takut", padahal dia memang sudah khawatir dan takut akan bahaya yang akan dihadapinya.
Tetapi jawaban Tam Peng Khek memang terlampau gegabah. Meski benar bahwa Tui Hong Khek Sinkay tidak sehebat Kim Jie Sinkay, tetapi kemampuannya tipis saja dibandingkan dengan tokoh utama Khong Sim Kaypang itu. Jika diadu, belum tentu dia akan kalah menghadapi Mo Hwee Hud, suhu dari Tam Peng Khek, jikapun beda kemampuan keduanya, pastilah tipis belaka. Karena memang, saat ini, tokoh-tokoh dari Khong Sim Kaypang yang hadir, adalah tokoh-tokoh utama, tinggal menyisakan satu atau dua tokoh hebat di markas rahasia mereka. Maka, melawan Tui Hong Khek Sinkay, sama berat bagi Tam Peng Khek seperti sedang melawan suhunya sendiri. Itulah sebab maka ketika bertarung, dalam 20 jurus saja Tam Peng Khek sudah kerepotan dan sudah sangat terdesak.
Apalagi karena kecepatan Tui Hong Khek Sinkay malah masih sedikit melebihi Kim Jie Sinkay, dan kekuatan iweekangnya nyaris sekuat Mo Hwee Hud. Mana bisa Tam Peng Khek melawannya" Ditambah lagi dengan moral Tam Peng Khek yang sudah di titik terbawah, semangat juang yang sudah nyaris tidak ada dan yang tertinggal hanyalah nekat semata untuk bertarung. Nah sepuluh jurus berurutan Tam Peng Khek seperti banteng yang mencari jalan untuk mati bersama. Tetapi setelah sepuluh jurus lewat, diapun keteteran dan tidak mampu lagi melakukan perlawanan membahayakan. Dan memasuki jurus ke 50, Tam Peng Khek yang sejak awal adalah petuga Mo Hwee Hud untuk memimpin Utusan Pencabut Nyawa sudah terpukul mundur secara telak.
Berbeda dengan Sam Boa Niocu dan sedikit mirip dengan Mo Hwee Hud, proses kekalahan Tam Peng Khek terasa aneh dan mencurigakan bagi Koay Ji. Memang, dia tidak akan mampu mengalahkan Tui Hong Khek Sinkay, tetapi juga tidak akan kalah terlampau jauh. Setidaknya, dia akan mampu menahan lawannya hingga lama, bisa sampai 200 jurus. Tetapi mengapa begitu cepat kalahnya" dan mengapa pula proses jatuh dan kalahnya hingga terluka berat seperti disengaja dan di posisi terpukul yang sama dengan Mo Hwee Hud" Berhubung mereka, Mo Hwee Hud dan Tam Peng Khek adalah suhu dan murid, maka Koay Ji jadi semakin curiga. Tetapi, kematian Sam Boa Niocu sedikit mengurangi rasa curiga dan kepenasaran Koay Ji, dan lagi, dia tidak dapat melihat celah lebih jauh yang rawan dicurigai. Celah rawan dimaksud adalah saat kalah dan kondisi Mo Hwee Hud dan Tam Peng Khek ketika terluka. Dan saat itu, mereka, mayat Sam Boa Niocu dan Tam Peng Khek yang terluka sudah diangkut orang ke rombongan Bu Tek Seng Ong.
Dan pertarungan menyusul namun tidak berlangsung lama adalah Cen Soat Ngo, anak murid dari Sam Boa Niocu yang dilawan oleh Tiang Seng Lodjin. Tapi karena Cen Soat Ngo rada lemah dalam ilmu silat namun hebat dalam ilmu beracun, maka lawannya yang membekal karung mujijat sudah memukul tumpah darah Cen Soat Ngo kurang dari 30 jurus. Kedua lengan Cen Soat Ngo remuk, dadanya juga ikut terpukul keras dan membuatnya terluka dalam. Untung saja, tokoh asal Khong Sim Kaypang itu terhitung lebih lunak dibanding Kim Jie Sinkay, sehingga tidak memukul mati lawannya. Yang jelas, kini enam orang tokoh lawan sudah tidak berdaya dan kalah dalam pertarungan yang adil.
Tetapi pertarungan selanjutnya yang lebih seru dan lebih menegangkan adalah pada saat Ma Hiong Seng ditandingi oleh Hek Man Ciok. Pertarungan mereka menjadi ramai karena Hek King Yap akhirnya turun membantu ayahnya ketika Tiang Pek Ngo Ong (Lima Raja dari Tiang Pek), atau tepatnya Tiang Pek Sam Ong karena dua dari mereka yang sempat terluka, sudah tewas dalam pertarungan hebat yang terjadi sebelumnya. Karena itu, jadinya pertarungan 4 lawan 2, dengan pertarungan terbagi lebih dalam dua arena, arena pertama yang lebih berimbang adalah Gek Man Ciok melawan Hek Man Ciok. Sementara arena kedua adalah Hek King Yap melawan ketiga orang yang tadinya adalah bagian dari 5 Raja Tiang Pek. Awalnya pertarungan agak liar dua lawan empat, tetapi perlahan tapi pasti menjadi pertarungan dalam dua arena dan berlangsung seru.
Hanya saja, setelah terbagi dua arena, ketiga orang dari Tiang Pek, ternyata meski bertarung bersama tetapi tidak mampu berbuat banyak. Memang, jika mereka maju berlima, maka kemampuan mereka bahkan masih mengatasi Ma Hiong Seng yang adalah pangcu mereka. Tetapi, ketika berkurang satu orang saja, barisan mereka menjadi ngawur dan tidak bisa berjalan baik. Apalagi mereka kini tinggal bertiga, maka mau tidak mau mereka bertarung perorangan, dan tidak lama kemudian Hek King Yap mulai menekan mereka. Meski awalnya mereka bisa menandingi, tetapi tidak lama kemudian, hingga jurus ke 70, salah seorang dari mereka jatuh terpukul oleh Hek King Yap. Melihat seorang kawan mereka jatuh, terpukul binasa, kedua kawannya mau tidak mau berkurang daya tempurnya, dan tidak lama pasti akan jatuh terpukul juga seperti kawan mereka. Keadaan mereka sungguh amat rawan dan mendekati kekalahan, karena Hek King Yap sama sekali tidak mengendorkan tekanan dan desakannya itu.
Pertarungan satu lagi berangsung relatif seimbang, meski Hek Man Ciok sedikit lebih unggul, tetapi karena lawannya memang bertarung antara hidup dan mati, maka kelemahannya dapatlah tertutupi. Awal-awal pertarungan, berempat mereka masih sanggup saling menjaga, tetapi dengan cerdik Hek Man Ciok mendesak Ma Hiong Seng yang dia lihat menjadi pemimpin dan memiliki kemampuan yang lebih hebat dibanding ketiga kawannya. Ketika menjadi satu lawan satu, perlahan tapi pasti Hek Man Ciok mulai mampu mendesak lawannya, menjadi lebih menekan lagi ketika satu dari 3 kawan Ma Hiong Seng juga jatuh. Jelas moral mereka semakin turun, sementara desakan kedua anak beranak yang hebat itu terus menerus bagai badai menekan mereka bertiga. Dan habislah moral Ma Hiong Seng ketika masuk jurus ke 100, seorang lagi kawannya terpukul jatuh, luka parah meskipun juga sulit untuk bertahan hidup lebih lama.
Arena yang menjadi pertarungan satu lawan satu sempat menjadi sedikit agak aneh, karena kawan Ma Hiong Seng berkali-kali seperti minta bantuan Ma Hiong Seng. Tapi, justru kehadirannya membuat keadaan mereka berdua semakin runyam, dan pada jurus ke 150, kedua anak beranak itu mampu menyelesaikan pertarungan dengan kemenangan gemilang dipihak mereka. Sesungguhnya, jika bukan karena terganggu, Ma Hiong Seng masih akan berkemampuna untuk bertarung lebih lama, bahkan berpotensi melukai Hek Man Ciok. Karena sesungguhnya selisih mereka memang amatlah tipis. Tetapi, gangguan dari anak buahnya justru berakibat fatal, karena akhirnya, dia yang disasar oleh gabungan anak beranak keluarga Hek. Di bawah terjangan mereka berudalah akhirnya tokoh pemimpin Tiang Pek Pay itu roboh, dan menyusul kawannya yang terakhir.
Tidak ada sorakan dan tidak ada tangisan. Karena pertarungan itu bukan pibu, tapi pertarungan adil yang dilakukan untuk membasmi kawanan penjahat yang sudah lama melakukan teror bagi rimba persilatan. Kemenangan Hek Man Ciok dan anak Hek King Yap, sudah tentu membuat Tek Ui Sinkay menjadi senang, dan diapun menyambut keduanya dengan ucapan terima kasih. Bagaimanapun mereka berdua berhasil mengalahkan Tiang Pek Pay yang menjadi salah satu penopang Bu Tek Seng Pay bersimaharajalela di Tionggoan.
"Terima kasih banyak Hek Locianpwee dan engkau juga Hek heng. Pertarungan yang hebat, dan banyak membantu pihak kita....."
"Terima kasih atas kepercayaan Bengcu....." jawab singkat Hek Man Ciok yang jelas terlihat lelah setelah pertarungan tersebut. Betapapun dia memang sudah tua dan nafas serta fisiknya mulai lebih terbatas.
Kemenangan anak beranak Hek Man Ciok dan Hek King Yap terjadi ketika hari semakin sore, bahkan cahaya semakin berkurang. Keadaan itu dimanfaatkan oleh Bu Tek Seng Ong dengan berkata:
"Apakah tidak sebaiknya kita beristirahat terlebih dahulu" Ataukah kalian mau melakukan pertarungan sampai semua maju...?"
"Hmmm, apakah engkau ingin mengusulkan agar pertarungan dilanjutkan besok hari" Ajukan saja, jika memang masuk di akal akan lohu pikirkan...."
"Memang demikian maksudku, apakah kalian keberatan jika pertarungan kita tunda sampai besok hari.....?"
"Hahahahaha, baiklah. Kalian pasti akan merencanakan sesuatu untuk besok hari, tapi tenang saja, kami akan mengikuti usulan kalian. Baiklah, lohu tutup untuk hari ini, sampai berjumpa lagi besok...."
Sambil berkata demikian Tek Ui Sinkay mengangkat lengannya dan mendahului kawan-kawannya untuk mundur. Berhubung mereka semua adalah tokoh-tokoh rimba persilatan yang terbiasa mengembara, maka tidur dalam kondisi alam yang kurang bagus bukan masalah bagi mereka. Singkat kisah, tidak ada kejadian yang menarik sepanjang malam itu. Hanya, Koay Ji, Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Khong Yan beristirahat di tempat terpisah, tempat dekat dimana lokasi jalan rahasia berada. Mereka, khususnya Koay Ji sangat khawatir, malam itu dipergunakan oleh pihak lawan untuk memeriksa dan mencari jalan rahasia yang dimaksud dan meloloskan diri. Karena itu, jika rombongan pertama beristirahat di dekat dua pintu rahasia, baik pintu kedatangan mereka, juga termasuk di pintu dimana pihak lawan datang dan di atasnya sudah disumbat batu untuk bisa keluar dari lubang jalan rahasia turun ke tebing. Kedua tempat untuk keluar sudah ditutup alias dijaga, sementara jalan yang ketiga dan belum diketahui lawan, kelihatannya, juga sudah dijaga langsung oleh Koay Ji bersama ketiga temannya.
Malam itu, kembali Koay Ji bercakap dan bertukar pikiran dengan Sie Lan In dan Tio Lian Cu, serta juga Khong Yan yang sudah bertugas hari pertama. Tukar pikiran mereka tidak banyak dan lama, yang lama adalah berlatih dan berlatih, termasuk Koay Ji dalam menyempurnakan formula Ilmu Pukulan Naga Melilit. Mereka semua, berempat tenggelam dalam latihan dan ketekunan yang sama, dan jelas mereka berjaga di tempat tersebut. Tetapi tidak ada satupun kejadian yang berlangsung dan terjadi yang membuat semua menjadi terganggu. Kelihatannya, lawanpun sedang berkonsentrasi untuk memenangkan pertarungan besok hari,?
Pertempuran hari kedua.....
Hari kedua diawali dengan pemandangan dimana di lapangan yang maju dari pihak Bu Tek Seng Pay justru bukanlah tokoh-tokoh utama. Justru, tokoh-tokoh mereka tak kelihatan batang hidungnya, entah berada dimana. Sementara yang mewakili mereka semua, justru adalah Pasukan Robot yang dipimpin 2 tokohnya dan diiringi oleh Pasukan Robot yang masih tersisa. Memang masih ada sekitar 20 orang yang selamat karena ada sekitar 7 atau 8 orang anggota pasukan itu yang sudah tewas dalam pertarungan sebelumnya. Pertarungan besar dan menegangkan yang sudah lewat, dan terjadi ketika para pendekar menyerbu masuk melalui pintu gerbang guna menyerbu markas utama Bu tek Seng Pay.
Sebetulnya, Tek Ui Sinkay dan para tokoh pendekar kurang paham dan kurang mengerti, entah apa maksudnya para pasukan robot yang muncul. Pasukan Robot ini seperti menjadi tameng bagi para tokoh di pihak lawan, karena mereka memang tidak muncul berada di tengah arena, tetapi jelas Pasukan Robot seperti memagari tokoh-tokoh utama mereka yang berada di rumah-rumahan yang dibuat di pinggir arena. Dengan tidak adanya satupun tokoh mereka yang munculkan diri, entah apa yang sedang mereka lakukan, sulit untuk diterka. Hanya, Koay Ji dan Tek Ui Sinkay sudah dapat memastikan tokoh-tokoh Bu Tek Seng Pay masih berada disana, dan sepertinya masih sedang merundingkan sesuatu, entah apa itu. Yang jelas, tokoh mereka tidak melarikan diri, tetapi masih menyembunyikan diri entah merundingkan siasat apa yang akan digunakan.
Melihat yang maju atau tepatnya Pasukan Robot yang membentengi para tokoh utama Bu Tek Seng Pay yang belum munculkan diri, Tek Ui Sinkay menjadi rada bingung dan untuk beberapa saat belum mengambil keputusan. Waktu pada saat itu sudah lama lewat makan pagi, matahari sudah mulai lebih tinggi sementara tokoh-tokoh lawan seperti berlindung di belakang Pasukan Robot. Pada saat seperti itu, maka pada akhirnya Tek Ui Sinkay berpaling dan melirik kepada tokoh-tokoh Khong Sim Kaypang. Sebenarnya dia ingin bertanya dan berdiskusi dengan Tiang Seng Lojin dan Kim Jie Sinkay guna menghadapi situasi pada saat itu. Tetapi, Tiang Seng Lojin salah kira, dia pikir Tek Ui Sinkay memintanya untuk maju bersama Barisan Pengemis Pengejar Anjing, dan karena itu, tanpa banyak bertanya, diapun segera
menganggukkan kepalanya. Mengangguk sebagai persetujuan untuk segera maju ke arena, menandingi dan menghukum sekalian Barisan lawan yang sudah banyak makan korban di pihak para pendekar.
Kelihatannya Tiang Seng Lodjin mengira dan menduga bahwa Tek Ui Sinkay selaku Bengcu meminta dia yang maju bersama-sama dengan Barisan Pengemis Pengejar Anjing guna melawan amukan pasukan robot. Karena pengetahuan itu, diapun mengaggukkan kepala tanda setuju dan memang sudah sangat siap untuk turun gelanggang mengalahkan Pasukan Robot lawan. Melihat anggukan Tiang Seng Lojin dan bahkan pihak Barisan Pengemis sudah mulai terbentuk, Tek Ui Sinkay tidak bisa berkata apa-apa lagi, dan pada akhirnya pasrah serta membiarkan saja Barisan Pengemis yang maju. Dia sendiri sudah melihat keampuhan Barisan Pengemis yang amat hebat ini, tidak kalah hebat dibandingkan Barisan Kaypang. Malah, memiliki kelebihan dengan memegang Karung Pusaka yang anti racun dan anti senjata tajam. Mereka pasti mampu.....
Dan memang demikian adanya. Karena sebetulnya, mereka, yakni Tiang Seng Lojin dan juga Barisan Pengemis Pengejar Anjing, sudah rada paham dan sudah lebih mengetahui bagaimana cara untuk mematahkan kehebatan pasukan Robot. Hal itu mereka alami beberapa hari lalu, meski beberapa saat, terutama pada awal tarung mereka agak sedikit merasa keteteran. Tetapi cepat atau lambat, seiring dengan pertarungan di arena dekat gerbang masuk, mereka akhirnya mulai mampu dan dapat menemukan rahasia pasukan robot. Karena itu, pada akhirnya mereka mulai mampu mendesak dan melukai Pasukan Robot, bahkan pada akhirnya mereka mampu untuk sampai membuat beberapa anggota pasukan robot sampai ajal dan tewas. Sekali ini, berdasarkan pertarungan sebelumnya, mereka sudah memiliki kepercayaan diri yang lebih karena tahu dan sudah paham apa yang mesti mereka lakukan guna menaklukkan dan memusnahkan pasukan andalan lawan ini. Apabila perintah Tiang Seng Lojin sampai turun, maka mereka semua sudah sangat siap bertarung melawan pasukan lawan itu.
"Hmmmm, jadi Pasukan Robot yang kalian ajukan menghadapi kami, baiklah. Kami juga siap untuk menghukum pasukan yang banyak makan nyawa kawan-kawan kami,,,,, Pengemis Pengejar Anjing, kalahkan dan runtuhkan pasukan musuh. Tidak perlu ada yang diampuni,,,,,,," akhirnya Tek Ui Sinkay mengeluarkan perintah sambil mengibaskan lengannya, memberi tanda bahwa Barisan Pengemis Pengejar Anjing sudah bisa bergerak menyerang lawan. Dan memang ini yang ditunggu Tiang Seng Lojin sebagai pemimpin rombongan Khong Sim Kaypang dan juga pemimpin resmi Barisan Pengemis Pengejar Anjing yang hebat itu.
"Serang......."
Tidak keras dan tidak kuat suara aba-aba Tiang Seng Lojin, tetapi terdengar jelas di semua telinga pasukannya, dan juga jelas di telinga para pendekar. Dan mereka pada tahu bahwa aba-aba untuk keluar menyerang Barisan Lawan, yaitu Pasukan Robot sudah diturunkan. Dan merekapun bersama-sama menyaksikan bagaimana Barisan Pengemis Pengejar Anjing turun gelanggang dan menyerbu pihak lawan yang lebih banyak. Mereka, pasukan lawan berjumlah 20 lebih orang dan rata-rata mengenakan pakaian khas robot yang sulit ditembus senjata tajam dan juga tahan pukulan hebat lawan-lawan mereka. Entah mengapa sebagian masih merasa ngeri dengan pasukan robot, meski sebenarnya tidak semuanya tentu saja. Karena tokoh-tokoh Khong Sim Kaypang sudah tahu, juga termasuk Tek Ui Sinkay dan juga Koay Ji, bahwa Barisan Pengemis Pengejar Anjing sudah tahu bagaimana melukai dan menjinakkan musuh yang kebal dari senjata tajam dan pukulan biasa. Mereka paham bahwa kemenangan hanya soal waktu bagi Barisan Pengemis, meskipun akan makan waktu yang cukup panjang.
Dan benar saja, perkiraan dan perhitungan Tek Ui Sinkay dan Koay Ji, sudah segera terbukti di arena. Barisan Pasukan Robot yang tidak mengandalkan Ilmu Barisan, tapi hanya mengandalkan kengototan dan kekebalan, membuat mereka kesulitan untuk dapat menembus masuk dan menyerang pusat Barisan Pengemis Pengejar Anjing. Apalagi karena Tiang Seng Lojin bertarung ketat dan selalu menurunkan perintah kepada barisannya untuk "bermain keras" dan tidak memberi ampun lawan. Hal yang membuat Barisan istimewa yang dia pimpin itu bertarung ganas dan keras, tidak memberi kesempatan lawan mereka untuk merangsek. Setiap kali Pasukan Robot mencoba memasuki barisan mereka, dengan mudah dipukul mundur dan malah tunggang-langgang alias kocar-kacil. Mudah dipahami, karena meski hanya berjumlah sembilan orang, plus Tiang Seng Lodjin, tetapi Barisan Pengemis ini bergerak dalam sistem barisan yang sangat rapih dan terlatih.
Sistem itu membuat Barisan Pengemis mampu slaing mengisi, saling membantu dan saling menguatkan penyerangan. Jika satu sisi barisan diserang, maka sisi yang lain akan datang membantu bertahan, sementara sisi lainnya lagi bertindak menyerang si penyerang. Begitu seterusnya. Jika sedang menyerang, mereka selalu saja ada reserve bertahan, dengan meninggalkan satu bagian menjaga bagian pertahanan. Dengan cara seperti itu, maka Pasukan Robot seperti bertarung melawan 1 orang namun memiliki demikian banyak kaki dan tangan yang bertarung secara sistematis dengan saling bantu. Karenanya, pertempuran itu dengan cepat menunjukkan gejala atau tanda-tanda akan berakhir. Meskipun bagi Koay Ji tetap saja akan lama, karena menundukkan Pasukan Robot membutuhkan cara khusus.
Benar juga, setelah beberapa menit pertarungan, tidak terlihat tanda-tanda Pasukan Robot akan kalah, meskipun untuk menangpun sulit. Mereka memang selalu saja terpukul mundur, tetapi tidak berarti mereka kalah dan terluka, karena nyaris selalu mereka sanggup berdiri kembali dan bertarung kembali, tidak terluka. Sekeras atau sehebat apapun mereka terpukul, sekeras apapun mereka terlontar dan terbanting ke tanah, mereka selalu mampu berdiri dengan segar bugar. Tidak terluka, tidak jadi takut, dan malah tambah garang. Tiang Seng Lojin tentu saja mengerti dengan keadaan tersebut, tetapi dia tidak terlihat sedikitpun marah ataupun gusar. Wajahnya tetap penuh ketenangan dan terlihat bertarung dengan perhitungan yang matang dan emosinya tidak mudah goyah ketika berada dalam pertarungan. Dan memang inilah keistimewaan tokoh yang satu ini. Selalu dingin dan selalu tenang dalam menghadapi perubahan di medan pertempuran, dan karenanya, dia selalu menjadi panglima utama Barusan istimewa Khong Sim Kaypang ini. Visi kepemimpinannya atas Barisan Pengemis ini memang menonjol, juga pengetahuannya yang terang atas kemampuan Barisan dan menilai kemampuan lawan.
Meski dia ikut bertarung, tetapi dia memang tidak berada di pusaran utama tarung itu, dia terurs menerus bergerak di tengah barisan, dan karena itu dia menyaksikan apa yang terus dan sedang terjadi. Dan karena dia memang sudah melukai atau bahkan pernah membunuh 7 atau 8 anggota Pasukan Robot, maka dia tahu apa yang sedang terjadi. Dan pengetahuannya itu juga membuatnya paham apa yang mesti dia lakukan, baik saat itu juga maupun untuk memperoleh kemenangan dalam jangka waktu panjang. Karenanya, dia tidak menjadi panik dan masih terus saja mempertahankan pertarungan yang belum merugikan lawan meski mereka jelas jelas mampu menggempur lawan hingga kocar-kacir. Entah apa yang berada dalam pikiran Tiang Seng Lojin, yang pasti dia terlihat tetap tenang dan tidak ada tanda jika dia khawatir ataupun tegang. Dia tetap berada di tengah barisan, memberi perintah dan belum membuat sedikitpun perubahan.
Pertarunganpun berlangsung terus dan belum menunjukkan perubahan yang cukup berarti, meski setengah jam sudah berlalu. Pasukan Robot tetap saja tunggang langgang, selalu terpukul dan terdorong mundur karena kalah kuat dan kalah hebat. Tetapi, seperti sebeumnya, mereka selalu saja bangun kembali dan tidak terluka, maka beberapa tokoh dari pihak pendekar mulai merasa agak gelisah. Hanya ada beberapa orang yang tetap tenang, Kim Jie Sinkay, Tui Hong Khek Sinkay, Koay Ji, Tek Ui Sinkay dan berapa topoh lainnya. Mereka yang tidak geisah adalah yang paham, bahwa Pasukan Robot meski kebal, tetapi tetap saja akan dapat dikalahkan, dilukai atau bahkan dibunuh dalam sebuah pertempuran. Dan mereka sangat yakin dan percaya bahwa Barisan Pengemis Pengejar Anjing akan mampu melakukannya, dan akan dapat memenangkan tarung yang sudah berlangsung lebih setengah jam. Hanya waktu yang akan membuktikan.
Pertempuran tetap seru dan berat sebelah, meski sudah lebih satu jam mereka terus menerus bertarung. Kelihatannya Pasukan Robot yang selalu tunggang langgang masih tetap hebat, meski mereka tidak mampu mengapa-apakan Barisan lawan yang bahkan tidak mampu mereka dekati itu. Sementara itu, perbawa dari Barisan Pengemis Pengejar Anjing, perlahan-lahan juga mulai semakin ganas dan makin kuat wibawa dan perbawa mereka. Dan secara otomatis lawan mereka juga makin sulit mendekati mereka, dan pukulan semakin menyengat lawan. Apalagi ketika terdengar siulan dari mulut Tiang Seng Lojin yang membuat semua anggota Barisan Pengejar Anjing segera meloloskan Karung Pusakanya dan membungkus lengan kanan mereka dengan Karung Istimewa itu. Tidak lama setelah itu, merekapun kembali menyerang Pasukan Robot, tetapi sekali ini bukan kekuatan pukulan yang mereka utamakan. Bahkan, ketika terkena pukulan Barisang Pengemis itu, Pasukan Robot tidak lagi terlontar ke belakang ataupun terdorong mundur sampai jatuh jauh ke belakang. Tidak lagi.
Pergerakan Barisan Pengemis mulai melamban dengan bukan kekuatan fisik lagi sebagai andalan mereka, tetapi kekuatan iweekang. Kekuatan tenaga dalam yang lebih dominan. Justru karena itu, mereka melindungi lengan mereka dengan karung pusaka dan sering menerima pukulan dan lengan lawan mereka yang bersarung baja nan keras. Perubahan pergerakan Barisan Pengemis, pada awalnya membuat lawan bertanya-tanya dan terlihat membuat gerakan mereka jadi lebih percaya diri. Tetapi, perlahan-lahan mereka mulai sadar bahwa perubahan yang terjadi ternyata justru semakin membahayakan keadaan dan posisi mereka. Dan keadaan tersebut semakin terasa, semakin lama semakin dapat mereka rasakan, dan mulai kembali membuat mereka menjadi tertekan dan mulai merasa khawatir. Bukan apa-apa, karena pukulan lawan, kini mulai mampu menembus perisai mereka, dan mulailah mendatangkan rasa sakit secara fisik.
Ada apa gerangan" Jika pada awal-awal pertarungan, Barisan Pengemis melakukan serangan dengan kekuatan gwakang dan berlangsung selama nyaris satu jam, atau bahkan mungkin lebih. Maka, diawali dengan siulan Tiang Seng Lodjin, belakangan mereka mulai berganti siasat. Tepatnya, hal ini memang sudah dirancang secara jitu oleh Tiang Seng Lojin yang sekali ini mulai terlibat lebih aktif dalam pertarungan. Memang, satu jam pertama, Barisan Pengemis seperti "tidak memahami" kekuatan utama Pasukan Robot yang sulit untuk dilukai dan dikalahkan. Tetapi, itu dengan kekuatan gwakang, ataupun dengan senjata tajam, akan berbeda jika dilakukan seperti yang dahulu mereka lakukan dan juga pernah dilakukan oleh Koay Ji. Koay Ji menotok dan menyasar sambungan dan persendian kaki dan lengan mereka, dan ini yang perlahan membuat Pasukan Robot tertekan karena merasa mulai kesakitan. Barisan Pengemis mulai menyerang dengan lebih fokus, dan memakai prinsip yang hampir sama dengan yang digunakan oleh Koay Ji, meski sedikit berbeda. Karena mereka melakukannya dalam sebuah Barisan.
Hanya memang, melakukan seperti yang dilakukan Koay Ji dan pernah dilakukan oleh Barisan Pengemis, membutuhkan kekuatan iweekang yang luar biasa. Dan untuk itu, Barisan Pengemis harus bersatu atau tepatnya harus menyatukan tenaga sehingga membuat mereka mampu menghimpun cukup kekuatan iweekang untuk menembus batas kekebalan lawan. Yang tidak diduga oleh Pasukan Robot adalah, pengemis-pengemis Khong Sim Kaypang ini, ternyata mampu melakukannya. Atau mampu juga menyatukan kekuatan iweekang. Tadinya, mereka menyangka hanya pemimpin Barisan Pengemis yang mampu melakukannya, sebagaimana mereka hadapi waktu pertarungan di pintu masuk Markas. Memang, saat itu Tiang Seng Lojin, Tui Hong Khek Sinkay dan Kim Jie Sinkay sesekali, menggunakan iweekang tingkat tinggi. Dan merekalah yang sebenarnya membunuh sekitar 7 atau 8 anggota pasukan Robot dan mendatangkan kerugian dan sekaligus ketakutan terhadap semua anggota Pasukan Robot.
Yang tak terduga adalah, ternyata Barisan Pengemis, mampu menghimpun tenaga dalam melalui penyatuan iweekang. Memang, mereka memiliki ilmu yang membuat mereka, Barisan Pengemis itu, sanggup menyatukan kekuatan iweekang sehingga malah mampu melampaui Tiang Seng Lojin dan pemimpin lainnya. Perlahan namun pasti, penggabungan kekuatan iweekang mereka meningkat, dan akan mencapai puncak setelah setengah jam mereka melakukannya. Tetapi, Pasukan Robot mulai merasakan gelagat tidak beres setelah menit ke-15, karena kekuatan gabungan selalu melonjak hebat dan dahsyat sehingga menyentak mereka. Perasaan yang tadinya melambung dan lebih optimis, perlahan-lahan kembali menguap dan makin lama justru semakin meredup. Terutama saat mereka mulai merasakan kesakitan akibat benturan dengan barisan pengemis, benturan yang menyakitkan itu semakin lama semakin menguat dan mendatangkan derita.
Bukan apa-apa, tetapi karena kekuatan gabungan itu sudah mulai melampaui kemampuan Pasukan Robot dan mulai mampu menembus batas khikang dan juga selaput ataupun perisai pembungkus badan mereka. Jika awalnya mereka masih sanggup bertahan, semakin lama semakin terasa bahwa kekuatan gabungan lawan semakin kuat dan makin mendatangkan rasa sakit. Bahkan yang mengagetkan, kekuatan mereka atau kekuatan gabungan itu, masih terus menguat dan rasanya mengatasi dan melampaui kemampuan Tiang Seng Lojin, Tui Hong Khek Sinkay dan Kim Jie Sinkay secara perorangan. Jika kedua tokoh mereka membutuhkan dua kali totokan baru menjungkalkan lawan, maka kini, sekali mereka bergerak, atau tepatnya sekali seorang diantara mereka menerjang lawan, maka seorang anggota Pasukan Robot tersebut terpukul mundur dan mulai merasakan kesakitan. Tanda bahwa kekuatan lawan sudah meningkat hebat dan bahwa perisai baja mereka yang tadinya dapat melindungi, kini mulai dapat ditembus.
Tetapi, ternyata puncak kekuatan tenaga gabungan Barisan Pengemis masih terus meningkat, dan ini segera terbukti. Tepat setelah setengah jam Barisan Pengemis menyatukan iweekang mereka, tiba-tiba salah seorang anggota dari Pasukan Robot menerjang sepenuh tenaga. Dia menerjang dengan diikuti oleh terjangan tiga orang kawannya yang lain sehingga mengalihkan perhatian Barisan Pengemis untuk dapat segera menebak, arah mana sasaran utama. Tetapi, pergerakan Barisan Pengemis yang sempat bingung, ternyata hanya pengalihan belaka, karena ketika si penerjang kebingungan, tiba-tiba seorang dari anggota barisan menerjangnya balik dengan amat cepatnya. Dan ketika kena dengan telak di bagian dada anggota Pasukan Robot, orang yang terkena langsung terhajar ke belakang. Bukan hanya itu, seorang anggota lainnya yang tadinya akan menolong, juga terhajar telak. Akibatnya, dalam waktu nyaris bersamaan, dua orang anggota Pasukan Robot terpukul.
Tetapi kejadian dalam waktu yang nyaris bersamaan dimana sudah ada 2 orang anggota Pasukan Robot yang terkena pukulan Barisan Pengemis, benar-benar menggetarkan. Karena kedua orang yang terkena pukulan hebat itu sampai terkapar dan nampaknya hembusan pukulan Barisan Pengemis mampu menembus perisai baja. Akibatnya, mereka berdua, anggota Pasukan Robot itu, bagai beroleh sebuah totokan maut yang didorong oleh kekuatan gabungan yang maha hebat. Merekapun terdorong ke belakang, terkapar dan selanjutnya tidak lagi mampu bangun, karena mereka sebenarnya sudah TEWAS. Hebatnya, mereka tewas dengan tidak terlihat adanya kerusakan yang parah di tubuh mereka secara fisik, tetapi tubuh bagian dalam mereka memang sudah rusak parah. Itulah keampuhan gabungan kekuatan Barisan Pengemis yang memang ampuh dan sakti mandraguna, sulit ditemukan adanya tokoh yang mampu menahan kekuatan gabungan mereka. Memang sulit membayangkan sampai dimana keampuhan gabungan tenaga mereka.
"Awas, gabungan kekuatan mereka sangat ampuh, mampu menembus perisai baja dan khikang kita.... hati-hati...." terdengar jeritan kaget dari pemimpin Pasukan Robot yang sama-sama kaget dan terperangah menyaksikan betapa dua orang kawan mereka roboh dan terkapar binasa. Dan nampaknya, tidak perlu diulang lagi seruan tersebut, karena memang seluruh anggota Pasukan Robot tergetar menyaksikan dua orang kawan mereka menjadi korban. Padahal, cukup sekali mereka terkena totokan dan pukulan lawan, dan sudah mengantarkan kedua kawan mereka itu pergi menghadap malaekat maut.
Sementara itu, Tiang Seng Lojin terlihat tersenyum dan tahu, bahwa nyali lawan sudah terpukul runtuh. Tinggal masalah waktu mereka merubuhkan dan sekaligus mengalahkan lawan-lawan yang tadinya amat sulit mereka taklukkan. Tetapi kini, setelah dua orang binasa, daya juang Pasukan Robot menurun drastis, merekapun kini mulai khawatir memikirkan nasib mereka Apalagi, karena di tengah kegalauan dan kekhawatiran mereka, kembali 2 orang kawan mereka yang lain, juga terkena sengatan pukulan gabungan lawan. Dan artinya, kembali 2 jiwa melayang akibat terjangan tak tertahan dari pihak lawan yang ternyata mampu menembus basis dan perisai baja yang biasanya amat ampuh melindungi mereka. Tetapi kini, perisai baja itu seperti tidak berdaya, karena entah kenapa pukulan lawan mampu menyusup dan melukai atau bahkan membunuh sampai 4 orang anggota Pasukan Robot. Dan jika dilanjutkan, bukan hanya empat orang itu saja, tetapi mereka semua yang juga berjumlah lebih 20 orang, pasti akan menjadi korban.
"Selesaikan mereka, jangan ragu....." terdengar perintah Tiang Seng Lojin yang juga diiyakan baik oleh Kim Jie Sinkay maupun TekUi Sinkay. Memang benar, dalam satu pertempuran hidup mati, kalah dan menang berarti hidup atau mati, dan tidak ada jalan lain di antaranya.
Akibat seruan atau perintah dari Tiang Seng Lojin itu, pergerakan penuh tenaga dari Barisan Pengemis terus bergerak cepat dan gesit menyasar korban yang lain. Tapi, kini Pasukan Robot sudah takut meladeni lawan, sayangnya karena badan mereka semua masing-masing mengenakan perisai baja, maka merekapun bergerak tidak secepat dan segesit gerakan Barisan Pengemis. Selain itu, merekapun khawatir lari dari arena tarung sementara pemimpin mereka justru berada di sisi lain dan terus mengawasi mereka semua. Para pemimpin itu mengawasi seakan berkata, bahwa mereka harus berjuang keras untuk dapat selamat. Keadaan itu menyurutkan bukan hanya semangat, tetapi juga daya juang mereka.
Tidak heran jika kemudian terjangan Barisan Pengemis kembali memakan seorang lawan yang terlambat guna menghindar dan karena itu kembali terkena sengatan pukulan Barisan Pengemis. Sontak terdengar jeritan:
"Aaaaaachhhhhh ..... bluk....."
Jeritannya itu disertai dengan gedebukan tanda manusia yang menerpa bumi itu sudah tidak memiliki daya kehidupan, alias kemungkinan besar sudah meninggal. Tidak jauh bedanya dengan 4 (empat) kawannya yang lain, sama sudah meninggal akibat terkena pukulan gabungan lawan yang memang sangat hebat, berbahaya dan mematikan. Tidak terasa, sudah sekitar 5 orang anggota pasukan robot yang jadi korban dan langsung membuat kawan-kawan mereka berkurang jauh keberanian dan juga sekaligus kenekatan bertarung. Mereka semakin kehilangan kepercayaan diri, tapi juga paham bahwa tidak ada jalan keluar bagi mereka selain bertarung dan terus bertarung mempertaruhkan hidup. Itulah sebabnya Pasukan Robot mulai rapuh dan tidak lagi senekat pertarungan-pertarungan mereka sebelumnya, karena jelas kemampuan mereka tidak lebih dari kekebalan dan kenekatan.
Dalam satu jam kemudian, lebih 10 orang anggota Pasukan Robot jatuh, sebagian besar binasa, hanya ada dua orang yang terluka, tetapi itupun dengan harapan hidup yang amat kecil. Dua yang roboh terutama adalah mereka yang terpukul paling akhir, saat ketika kekuatan gabungan Barisan Pengemis juga semakin lama semakin berkurang. Bukan apa-apa, karena memang sesungguhnya mengerahkan tenaga untuk bergabung dengan kekuatan pukulan yang menghajar roboh lebih 10 orang Pasukan Robot, tepatnya 11 orang, membutuhkan tenaga luar biasa. Karena itu, wajar jika Barisan Pengemis sendiri mulai merasa lelah, meskipun mereka tahu tidak boleh mengendorkan serangan karena lawan masih cukup banyak. Mereka tetap berkeras terus menyerang dengan kemampuan hebat itu dan memojokkan lawan-lawan pada posisi yang runyam.
Dan ketika akhirnya memukul roboh anggota Pasukan Robot ke 17, merekapun merasa sudah berada di penghujung kemampuan dan karena itu kembali melepas kemampuan mereka yang ampuh itu. Menggabungkan kekuatan iweekang. Dan kini, merekapun bertarung seperti awalnya, bertarung dengan strategi Ilmu Barisan dalam melawan 5 orang lawan tersisa, termasuk dua pemimpinnya yang lebih hebat. Perubahan itu menggembirakan lawan, tetapi menyadari jumlah mereka kini tinggal 5 orang belaka, membuat mereka kembali kecewa. Apalagi karena mereka sendiri juga sebenarnya tidak kalah lelah dibanding lawan, dan masih harus berjibaku untuk menjaga dan menyelamatkan kesempatan hidup mereka semua. Apapun, semangat hidup mereka kembali muncul. Wajar, semutpun akan mengupayakan kehidupan pada saat terakhir, apalagi manusia"
Tetapi, pada saat itulah Tiang Seng Lojin ambil bagian, seperti sengaja dan sudah mengatur kesempatan itu. Kali ini, dia yang lebih banyak keluar dari barisan, meski tetap masih dalam jangkauan barisannya dan memukul kelima lawan yang masih tersisa. Tindakannya nampak jelas sudah dalam perhitungan terlebih dahulu. Dia dengan sengaja memilih terlebih dahulu 3 lawan yang paling lemah dan mencecar mereka. Dengan gerak manis dalam jurus Lian tay pay hud (Di atas panggung teratai menyembah Budha), dia menerjang lawan yang berdiri di sisi paling luar. Lengannya seperti sedang menyembah, tetapi jari telunjuknya ditekuk tanda bahwa totokan maut sudah disiapkannya secara matang. Maka ketika lawan bergerak menghindar, gerakan Hay tee tancu (Mencari mutiara di bawah laut), sudah susul menyusul selama 3 gerakan berantai. Dan tanpa ampun terdengar pukulan hebat atau totokannya mengena dada lawan:
"Tuk... Tuk....."
Cukup dua saja, dan Tiang Seng Lojin sudah bergerak kembali dalam gerakan indah yang lain, yakni dalam jurus Liu sui pian lou (Air mengalir berubah arah), tanpa dia menghiraukan lawan yang barusan terpukul. Dia mengganti arah dan mengejar lawan yang satunya lagi, yang tadi menghindar ke arah timur, dan ketika dia mampu menjangkau, serangannya cepat berubah. Kini dia mencecar dengan dengan jurus ampuh lainnya yakni jurus Hui hong tung hay (Angin puyuh yang datang dari timur) dan terus mengejar pasukan robot yang dia sasar itu. Dalam 5 jurus kedepan, dia mampu menghindari gerakan membantu yang tanggung dari lawan-lawannya dan mampu menjangkau lawan yang disasarnya dan dengan jurus Kim so heng kong (Rantai emas melintangi sungai), akhirnya diapun berhasil. Lengannya yang sudah terkembang berhasil menjangkau lawan, menahannya bergerak menjauh dan akhirnya mampu dia totok hingga jatuh.
Selesai" Tentu saja belum. Tiang Seng Lojin masih belum berhenti, kini dia sudah memainkan jurus Yu liong tam jiau (Naga memain ulur kukunya), dan mengejar anggota Pasukan Robot terakhir yang masih bertahan. Tetapi, kini, bersama dua tokoh utama pasukan robot, tokoh atau anggota terakhir berusaha untuk berada pada posisi tengah. Posisi yang dia harapkan mendapat penjagaan dari kedua pemimpinnya yang juga sudah jatuh moral tarungnya. Sayangnya, karena dia sendiri kemampuannya yang memang terpisah cukup jauh dengan kedua pemimpinnya, dengan cepat dia memilih menerapkan strategi hit and run alias pukul dan lari bersembunyi di balik ketiak kedua pemimpinnya. Sebuah strategi yang cukup cerdik dengan mengetahui keterbatasan kemampuannya dan sadar bahwa lawan sudah memiliki kemampuan membunuhnya.
Tentu saja Tiang Seng Lojin paham dengan strateginya, dan membiarkannya terus melakukan strategi itu dan bertarung dengan kedua pemimpin pasukan robot itu. Melawan kedua pemimpin itu, Tiang Seng Lojin mampu mengimbangi, jika hanya satu, mudah saja dia mengalahkan mereka. Tetapi, maju berdua, Tiang Seng Lojin cukup kesulitan tentunya, untung saja moral bertarung mereka berdua sudah sangat merosot, semangat mereka boleh dibilang sudah terbang jauh. Jika dalam keadaan normal, mereka mampu mengimbangi lawan, tetapi dalam keadaan semua kawan sudah binasa dan tinggal mereka berdua, maka praktis mereka sudah "kalah". Tidak ada keinginan besar lagi untuk bertarung, karena mereka sadar di depan mereka adalah situasi yang kelam. Alam kubur seakan-akan sudah membayang dan seperti sedang memanggil mereka menujunya.
Moral lawan dan semangat tarung yang lembek, sudah disadari Tiang Seng Lojin, karena itu dia memainkan strategi yang sekan membiarkan membiarkan anggota paling akhir Pasukan Robot seperti tidak dalam jangkauan perhatiannya. Padahal, sesungguhnya, dia sedang berusaha keras menyingkirkannya karena dia sendiri sudah memiliki perhitungan untuk pertarungan kedepan. Setelah bertarung seru dan cukup imbang dengan ketiga orang itu, Tiang Seng Lojin tiba-tiba bergerak dalam jurus Yan cu cut lim (Burung walet keluar dari rimba), dengan terus menguak kepungan kedua lawan beratnya. Dia sebetulnya sudah mampu menjangkau lawan yang adalah target utamanya, tetapi tetap tidak mau menyerang secara langsung, malah sebaliknya menggunakan jurus jurus Yap te tou ko (Dibalik daun mencuri buah). Sebuah jurus serangan cerdik yang jelas sudah disiapkannya juga serangan susulan yang bersifat menentukan.
Memang benar, siasat jurus "dibalik daun mencuri buah", secara sengaja sudap dia persiapkan untuk dapat menjatuhkan anggota terakhir Pasukan Robot yang terus mencoba untuk berlindung dibalik kedua tokoh pemimpinnya. Tanpa tahu, bahwa pemimpinnya juga tidak punya niat untuk menjaga dan menjamin keselamatannya lagi, karena mereka sendiri juga kerepotan melawan Tiang Seng Lojin. Belum lagi memikirkan keroyokan ataupun Barisan Pengemis yang masih mengepung mereka di arena dan sekali-sekali ikut bergerak menahan serangan maut mereka. Dan kembali keserangan dengan satu jurus cantik tadi, Tiang Seng Lojin pada akhirnya mampu menarik keluar lawannya dari persembunyiannya yang baru sadar bahaya ketika sebuah totokan pada "yang-kok-hiat", jalan darah pada pergelangan tangan sudah menyentilnya. Dan ketika dia masih kaget gerakan apa yang sebaiknya diambilnya, dia sudah sangat sangat terlambat. Sangat terlambat karena bencana sudah datang. Sudah menjemputnya.
Sebetulnya, jika dia terus berlindung dan tidak terpancing untuk ikut menyerang Tiang Seng Lojin, maka dia masih punya harapan beberapa jurus kedepan. Tetapi, sayang sekali, dia terpancing keluar dan totokan pada jalan darah pergelangan tangan, meski tidak berakibat fatal, tetapi cukup menentukan. Karena langkahnya jadi ayal, dan Tiang Seng Lojin sudah datang kembali dengan jurus Am in koan cit (Awan gelap menutup matahari). Dan inilah jurus penentuan baginya, karena gerak yang sudah lamban, semangat yang sudah patah, kedua pemimpinnya cari selamat sendiri, maka gebukan menentukan dia terima tanpa dapat melawan lagi. Dan seperti teman-temannya yang lain, dia terpukul dan terlontar ke belakang tanpa dapat bangun lagi. Diapun binasa.
Tetapi Tiang Seng Lojin tidak atau masih belum mau berhenti, karena masih ada dua tokoh utama lawan yang harus dibereskan. Waktu yang dia butuhkan bakalan lama, karena mereka memang lebih hebat dibandingkan semua anak buah yang mereka pimpin. Tetapi, Tiang Seng Lojin tidak perduli, karena dia memiliki Barisan Pengemis yang kini sudah lebih bugar dan sudah dia pimpin untuk menyerang dan terus menempur kedua tokoh pemimpin Pasukan Robot. Dan benar saja, dengan tenaga bantuan Barisan Pengemis, dua jam setengah atau hampir tiga jam setelah pertarungan dimulai, tuntas sudah. Pasukan Robot tumbang semua, dua pemimpin mereka tewas terbunuh dalam pertarungan dan hanya ada empat orang yang tetap hidup, terluka dan ilmu mereka dipunahkan. Pasukan Robot yang kebal dengan perisai baja ringan yang membuat mereka sulit dipukul terluka, kini semua sudah rebah tanpa dapat atau tanpa kemampuan bertarung lagi.
"Tugas sudah dilaksanakan dengan baik......" ujar Tiang Seng Lojin memberikan laporan kepada Tek Ui Sinkay, dan semua Barisan Pengemispun yang baru saja selesai bertarung, dengan segera membubarkan diri. Mereka kembali ke kelompok Khong Sim Kaypang dan berdiri bersama para tokoh utama yang masih berada di Lembah itu dan kini memandang apa yang akan dilakukan pihak lawan. Beberapa saat, Koay Ji berbisik kepada Tek Ui Sinkay:
"Mereka tidak punya cukup tenaga untuk membersihkan arena......" bisikan yang menyadarkan Tek Ui Sinkay bahwa benar, lawan tinggal beberapa orang setelah tokoh-tokoh mereka banyak yang terkalahkan dan terhukum. Dan bahkan Pasukan Robot yang selama ini bertugas menjemput kawan mereka yang terluka, juga sudah jatuh pecundang, sebagian besar tewas.
"Acccch, benar lohu lupa.... bersihkan arena..." perintah Tek Ui Sinkay setelah sadar apa yang terjadi dengan pihak lawan. Tidak beberapa lama, anggota Khong Sim Kaypang yang tadi sempat bertempur, kembali bertugas membersihkan arena dari korban-korban yang mereka jatuhkan tadi. Tetapi, begitu mereka kembali dari tugas membersihkan arena, Bu Ta Kuang mendekati Koay Ji dan berbisik-bisik dengannya tanpa Tek Ui Sinkay paham apa yang mereka percakapkan. Tetapi, percakapan itu diakhiri dengan Koay Ji menyerahkan sesuatu kepada Bu Ta Kuang yang segera pergi dan menjumpai kelompok Khong Sim Kaypang.
"Ada apa sute....." desis Tek Ui Sinkay heran dengan tingkah Bu Ta Kuang dan juga Koay Ji baru saja.
"Mereka keracunan suheng, tapi sudah kami atasi...... tenangkan hatimu, biarlah hal seperti itu dilakukan Bu Ta Locianpwee....." jawab Koay Ji yang disusul tarikan nafas lega dari Tek Ui Sinkay.
Sementara itu, setelah arena dibersihkan, di tengah arena sudah muncul seorang tokoh besar lainnya dari pihak Bu Tek Seng Pay, dan sekali ini tokoh yang muncul adalah tokoh hebat. Karena dia adalah Liok Kong Djie. Melihat munculnya tokoh itu, Koay Ji segera melirik Tio Lian Cu yang segera paham apa maksud lirikan Koay Ji dan segera mengangguk. Diapun segera maju selangkah dan berkata kepada Tek Ui Sinkay dengan suara lirih:
"Perkenankan kami menyelesaikan urusan perguruan, biarkan yang melawannya adalah kami dari Hoa San Pay....." gagah dan penuh percaya diri Tio Lian Cu dalam mengajukan dirinya untuk pertarungan tersebut. Tek Ui Sinkay memandangi Tio Lian Cu dalam senyum, dan kemudian berkata:
"Silahkan Tio Ciangbudjin, tidak ada yang lebih tepat melawannya selain engkau sendiri.... majulah dan kalahkan dia untuk kita semua....." jawab Tek Ui Sinkay yang sudah dibisiki oleh sutenya Koay Ji, bahwa Tio Lian Cu yang akan maju. Bahkan juga jaminan bahwa Tio Lian Cu akan memenangkan pertarungan antar tokoh utama Hoa San Pay tersebut.
"Terima kasih bengcu....." jawab Tio Lian Cu yang kemudian memutar badannya dan kini menghadapi Liok Kong Djie dan berjalan perlahan menemuinya. Liok Kong Djie sendiri tidak kaget melihat kenyataan bahwa Tio Lian Cu yang akan menghadapinya dan begitupun dia siap dan menyambut kedatangan gadis ketua Hoa san Pay itu dengan mata tenang. Tidak seperti biasanya, dia terlihat seperti tanpa emosi dan tetap percaya diri serta tenang. Sungguh hebat sesungguhnya kakek itu, seorang maniak ilmu silat yang rela melakukan apa saja untuk memenuhi selera, hobby dan juga keinginan dan nafsunya akan ilmu silat.
Setelah mereka berdua akhirnya saling berhadapan, cukup lama waktu mereka berdua bertatapan sampai akhirnya Tio Lian Cu berkata setelah memberinya hormat terlebih dahulu:
"Sebagai angkatan muda Hoa San Pay, kewajibanku adalah menghormati para sesepuh perguruan yang membesarkanku.........."
Setelah memberi hormat sampai tiga kali yang diikuti dengan tatapan mata tenang dan tanpa ekspresi dari Liok Kong Djie, Tio Lian Cu kemudian berkata dengan suara yang tetap tenang dan gagah:
"Dan selanjutnya, selaku Ciangbudjin Hoa San Pay, maafkan jika aku yang muda, harus menjalankan hukum perguruan........"
Kedua kalimat dan penghormatan yang diberikan Tio Lian Cu dipandangi dengan tatapan tenang tetapi tanpa ekspresi dari Liok Kong Djie. Bahkan ketika Tio Lian Cu kemudian berkata akan melaksanakan "tugas sebagai Ciangbudjin", Liok Kong Djie masih tetap tenang dan tidak mengeluarkan satupun kalimat. Hanya, jelas bahwa dia paham apa yang dilakukan dan apa yang dikatakan oleh Tio Lian Cu. Dan Tio Lian Cu sendiri juga paham, bahwa kakek tua yang sudah berapa kali berkelahi dengannya, jelas mengerti apa yang sedang terjadi pada saat itu. Dengan kata lain, mereka berdua mengerti apa maksud mereka berhadapan di tengah arena di satu lembah bawah tebing markas Bu Tek Seng Ong. Karena itu, Tio Lian Cu tidaklah banyak berbicara dan hanya melakukan sesuatu yang menjadi tata krama dan juga kebiasaan baik sebagai tokoh lebih muda, maupun sebagai pimpinan tertinggi sebuah perguruan ternama di Tionggoan.
Karenanya, setelah itu, Tio Lian Cu tidak lagi ragu untuk kemudian secara perlahan namun pasti, membuka satu serangan dengan tenaga dan kecepatan yang terukur. Sekedar memulai dengan gerakan menyerang basa-basi yang tentunya sangatlah mudah untuk diantisipasi dan sekaligus dihadapi oleh lawannya. Dan memang benar dugaannya, Liok Kong Djie sudah siaga dan sudah amat siap melawannya. Terbukti segera, kakek itu menghindar dan kemudian juga menangkis pukulannya dan juga bahkan tidaklah lama sudah balas menyerang. Kurang dari 5 jurus serangan awal nan mudah dari Tio Lian Cu, merekapun sudah saling serang satu dengan lainnya. Awalnya perlahan saja, tetapi lama kelamaan mulai semakin cepat dan juga tenaga iweekang yang dikerahkan semakin lama semakin kuat dan semakin berbahaya. Pertarungan sesungguhnya dimulai.
Pusaka Negeri Tayli 2 Duel 2 Jago Pedang Pendekar 4 Alis Buku 3 Karya Khulung Makam Asmara 6

Cari Blog Ini