Ceritasilat Novel Online

Tiga Maha Besar 12

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung Bagian 12


ngaco belo!" Sementara itu Kiu-im Kaucu telah berseru pula sambil
tertawa, "Pek Kun-gie, kalau engkau bersedia menjadi
muridku, semua ilmu kepandaian yang kumiliki akan
kuwariskan kepadamu, tapi kalau engkau menampik terpaksa
akan kusuruh englau mati didasar sungai dan menjadi
santapan gorombolan ikan"
"Hmmm! Kalau memang jantan ayoh kita berduel diatas
daratan" tantang Pek Kun-gie sambil cibirkan bibirnya," kalau
engkau bisa kalahkan kami berdua, aku pasti akan angkat
engkau sebagai guruku!"
Tiba-tiba terdengar ledakan keras menggema dari dasar
perahu, sebuah lubang besar kembali muncul didasar perahu
penyeberang itu, air sungai mengalir masuk makin deras,
kuda-kuda itu meronta makin kuat, kereta besar itu telah
roboh terbalik, tampaknya sebentar lagi perahu itu bakal
tenggelam ke dasar sungai.
Pia Leng-cu berdiri di ujung perahu, sementara Hoa Thianhong
sambil memegang pergelangan tangan Pek Kun-gie
berdiri di sisi perahu, mereka sama sekali tidak bergerak
sementara sorot matanya mengawasi gerak-gerik disekitarnya
untuk mengikuti situasi. Tiba-tiba Pek Kun-gie membentak nyaring.
"Hey hidung kerbau! Kembalikan pedang baja itu, kalau
tidak engkau akan mampus tenggelam didasar sungai"
Pia Leng-cu menggerakkan bibirnya seperti mau
mengucapkan sesuatu, tapi tak sepatah katapun yang mampu
diutarakan keluar, dalam situasi yang sangat gawat ini dia tak
berani pecahkan perhatian, semua kosentrasi ditunjukan
kesatu arah. Kembali Pek Kun-gie berteriak dengan suara lantang,
"Kembalikan pedang baja itu kepada kami, akan kami
tahankan Kiu-im Kaucu bagimu asal engkau dapat
menyingkirkan musuh-musuh yang lain, maka siahkan terjun
ke air dan kabur, tanggung harapanmu untuk hidup tetap
ada." Mendengar perkataan itu, Kiu-im Kaucu tertawa terbahakbahak.
"Haaah.... haaah.... haaah.... budak cilik, sungguh bagus
akal dan idemu itu!"
Tiba-tiba perahu yang mereka tumpangi bergetar keras,
menyusul perahu itu tenggelam dua depa kedalam air, begitu
air sudah menggenangi seluruh ruangan perahu, dengan
sendirinya perahu itupun tenggelam kedasar sungai makin
cepat. Tiba-tiba Pia Leng-cu enjotkan badan dan meyayang ke
arah perahu musuh yang ada disebelah timur.
Bentakan-bentakan keras menggelegar di angkasa, para
jago yang ada diatas perahu sama-sama ayun senjata mereka
menyongsong kedatangan tubuh imam tua itu, maksud
mereka hendak paksa sang imam tercebur kedalam air sungai.
Diantara kawanan jago yang hadir dalam gelanggang
waktu itu hanya Kiu-im Kaucu dan Hoa Thian-hong yang
paling disegani Pia Leng-cu, sementara sisanya yang lain sama
sekali tak dipandang barang sekejappun olehnya.
Begitu mencapai permukaan perahu dia langsung ayun
pedangnya membantai kawanan jago itu, ia telah mengambil
keputussn untuk berusaha membasmi anak buah Kiu-im Kaucu
sebanyak mungkin, sehingga daya tekanan yang muncul dari
kawanan jago itu bila dia sampai tercebur kedalam air tidak
sampai terlalu besar. Pedang pusaka boan liong poo kiam diputar sedemikian
rupa hingga menciptakan selapis bianglala hijau ditengah
udara, kemudian secepat kilat mengurung batok kepala
musuh-musuhnya. Perahu yang ditumpangi Kiu-im Kaucu berada disebelah
barat, sedang perahu yang ada disebelah timur hanya
ditumpangi oleh kawanan jago yang berkedudukan paling
rendah serta berilmu silat paling rendah.
Sudah tentu jago-jago itu bukan tandingan Pia Leng-cu
yang lihay, bilamana serangan yang dilancarkan lewat udara
itu tidak ce pat dihindari, niscaya kawanan jago dari
perkumpulan Kiu-im-kauw itu bakal mampus diujung senjata.
Kiu-im Kaucu yang berada agak jauh dari sasaran tak
mungkin bisa memberikan pertolongannya, terpaksa ia
berseru keras, "Buyar!"
Perintah inilah yang sedang ditunggu-tunggu kawanan jago
tersebut, secepat kilat mereka menghindar kesamping dan
bubar keempat penjjru. Dengan kecepatan bagaikan kilat Pia Leng-cu meluncur
keatas perahu, sekali sentak ia sudah berdiri diatas kemudi
perahu itu, pedangnya dilintangkan didepan dada dan berdiri
angkuh tanpa ber cakap-cakap.
Kakinya yang pincang belum sembuh seratus persen,
walaupun begitu sama sekali tidak mempengaruhi kelincahan
tubuhnya, semua gerak-gerik dilakukan dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat. Kendatipun begitu anakbuah perkumpulan Kiu-im-kauw
bukan gerombolan kurcaci yang tak becus, mereka masingmasing
mempunyai guru yang pandai ditambah ilmu gerakan
tubuh Luan ngo heng mi sian tun yang lihay dari
perkumpulan, wajib yang mereka pelajari, sekali meloncat
mereka semua sudah kabur jauh dari lawannya.
Menyaksikan kehebatan lawannya, diam-diam Pia Leng-cu
merasa kaget bercampur tercengang.
Hoa Thian-hong masih tetap bertindak tenang, ia baru
menarik tangan Pek Kun-gie untuk loncat ke arah perahu
sebelah timur yang diduduki Pia Leng-cu setelah perahu
sendiri seluruhnya tenggelam dan musuh di perahu lawan
tersapu bersih. Sungguh enteng gerakan tubuh si anak muda itu, sekali
enjot badan tahu-tahu dia sudah melayang turun disisi Pia
Leng-cu, jaraknya cuma empat depa saja dari imam tua itu.
Pihak perkumpulan Kiu-im-kauw sama sekali tak memberi
perlawanan atau mencegah gerakan si anak muda itu,
mungkin hal ini di karenakan Kiu-im Kaucu sendiri sama sekali
tak memberi perintah apapun.
Pia Leng-cu merasa mendongkol sekali menyaksikan
kejadian tersebut, dia berdiri diatas kemudi dengan uringuringan,
sebaliknya Pek Kun-gie merasa amat bangga sambil
mengerling sekejap ke arah musuhnya dia mengejek dengan
dingin, "Kalau pedang baja itu tidak kau kembalikan kepada
kami, sekalipun kau terbang kelangit atau masuk kedalam
tanah, kami tetap akan membuntuti dirimu serta berusaha
untuk menghabisi nyawamu"
Dalam pada itu, perahu penyeberang yang ada ditengah
kepungan telah tenggelam kedasar sungai, yang masih sisa
tinggal enam buah perahu besar milik perkumpulan Kiu-imkauw,
mereka tetap melingkar jadi satu tanpa bergerak satu
sama lain. Sementara fajar telah menyingsing, obor telah dipadamkan
namun anak buah dari Kiu-im Kaucu belum melakukan
pergerakan apa-apa, rupanya mereka masih menunggu
perintah selanjutnya dari ketua mereka.
Kiu-im Kaucu sendiri rupaya sudah menyadari, kalau
penyelesaian dalam persoalan hari ini harus dilakukan olehnya
sendiri, dia bangkit dari tempat duduknya dan bergerak
menuju ke arah tiga perahu yang ada disebelah timur dengan
menelusuri pinggiran perahu.
Begitu ketuanya bangkit berdiri, delapan orang laki
perempuan yang berada di belakangnya ikut bangkit dan
mengikuti dibelakang ketuanya, jelas orang-orang itu
mempunyai kedudukan yang agak tinggi dalam perkumpulan
Kiu-im-kauw. Pia Leng-cu putar otaknya memikirkan persoalan itu, ia
merasa tak mungkin bisa menangkan kehebatan Kiu-im Kaucu
walau pun bertarung diatas geladak perahu apalagi dipihak
lawan masih terdapat begitu banyak jago lihay, jelas dia tak
mungkin bisa menahannya. Bila pedang baja itu tidak dikembalikan kepada Hoa Thianhong,
sudah tentu pemuda itu tak akan memberikan
bantuannya, tapi kalau pedang itu buru-buru dikembalikan
dengan begitu saja, ia merasa rugi besar.
Akhirnya setelah peras otak memikirkan persoalan itu, dia
ambil keputusan untuk terjun saja kedalam air dan kabur
lewat sungai. Setelah ambil keputusan, ia segera enjotkan badannya,
ibarat anak panah yang terl pas dari busurnya imam tua itu
meluncur ketengah sungai dan menyelam kedalam air.
Menyaksikan perbuatan musuhnya, Kiu-im Kaucu segera
mengetuk toyanya keatas lantai geladak.
"Bekuk orang itu!" bentaknya.
Dalam waktu singkat kawanan jago yang ada diatas perahu
sama-sama terjun kedalam air dan menyelam kedasar sungai,
dari tujuh puluh jago yang siap sedia ada separuh di
antaranya sudah turun tangan, diatas perahu tinggal dua
puluh orang lebih. Pek Kun-gie makin gelisah, sambil menggoyankan lengan
Hoa Thian-hong serunya dengan cemas, "Bagaimana
sekarang" Pedang baja itu tak boleh sampai lenyap, jangan
biarkan senjata itu terjatuh ketangan musuh!"
Hoa Thian-hong tertawa getir.
"Sekalipun tak boleh hilang, apa daya kita sekarang" Coba
lihat, begitu banyak anak buah Kiu-im-kauw yang sudah terjun
ke dalam sungai, jelas kita bukan tandingannya!"
Air dalam sungai Huang-ho kuning berlumpur, ditambah
pula dengan derasnya arus membuat ombak menggulung
dengan besar, ketajaman mata Hoa Thian-hong memang luar
biasa, namun sekarang ia tak sanggup mengikuti jalannya
pertarungan didasar sungai.
Ia hanya lihat baik Pia Leng-cu maupun anak buah dan Kiuimkauw tak ada yang muncul lagi keatas permukaan air untuk
berganti nafas, dari kemampuan yang dimiliki orang-orang itu,
jelas kepandaian berenang mereka hebat sekali.
Kiu-im Kaucu yang berada diatas geladak perahu diamdiam
berpikir pula dihati, "Setelah kehilangan senjatanya, ilmu
silat Hoa Thian-hong pasti banyak berkurang kehebatannya,
inilah kesempatan yang paling baik bagiku untuk
merobohkannya, tapi.... kalau toh dia tak punya pegangan
yang kuat memangnya pedang itu mau diserahkan kepada
orang lain dengan begitu saja" Aaaah.... tak mudah rasanya
untuk membekuk bocah itu!"
Mengetahui kesulitan yang bakal dihadapi, Kiu-im Kaucu
mengambil keputusan untuk pusatkan segenap kekuatan yang
dimilikinya untuk membekuk Pia Leng-cu.
Dia ulapkan tangannya, melihat tanda yang diberikan sang
ketua, dua puluh orang yang masih tersisa diatas perahu
segera memecahkan diri jadi dua rombongan.
Yang separuh meloncat kesisi kiri perahu untuk
memutuskan rantai besi, kemudian memutar kemudi perahu
ke arah pantai sebelah kiri, sedangkan separuh yang lain
dengan melindungi ketuanya dengan menunggang perahu
besar yang ada disebelah kanan berputar ke arah kanan.
Dengan begitu maka perahu yang ditumpangi Hoa Thianhong
serta Pek Kun-gie beserta sisa empat buah perahu yang
lain tertinggal disana. Menyaksikan kejadian itu, Hoa Thian-hong segera
membentak keras, "Cepat putuskan rantai-rantai besi itu!"
Sambil berseru dia loncat kedepan dan memegang kemudi
perahu. Cepat Pek Kun-gie cabut keluar pedang lemasnya dan
meloncat keujung perahu, sekali tebas dia kutungi rantai besi
disana, lalu loncat pula kebelakang perahu dan mematahkan
pula rantai yang mengi kat buritan perahu.
Dengan sorot mata yang tajam Hoa Thian-hong menyapu
permukaan sungai, waktu itu ada sebagai anak buah
perkumpulan Kiu-im Kaucu yang munculkan diri diatas
permukaan air untuk tukar napas, ditinjau dari posisi mereka,
semuanya berada kurang lebih delapan sembilan kaki
disebelah kanan. Maka dia segera putar kemudi perahu dan menggerakan
perahu rampasan itu menuju ketempat kejadian.
Tiba-tiba Pia Leng-cu munculkan diri diatas permukaan air,
setelah menghirup napas panjang ia menyelam kembali
kedalam air, bersamaan itu pula tujuh delapan orang anak
buah perkumpulan Kiu-im Kaucu muncul disekeliling tempat
kejadian. Melihat kesemuanya itu paras muka Pek Kun-gie berubah
hebat. "Oooh.... sungguh lihay" serunya, "kalau keadaannya begini
terus, jelas tak ada harapan bagi Pia Leng-cu untuk kabur dari
tempat ini!" "Engkau bisa pegang kemudi"! tiba-tiba Hoa Thian-hong
bertanya dengan muka murung.
Pek Kun-gie mengangguk, ia segera pegang kemudi
perahu. "Jangan terlalu mendekati mereka" perintah Hoa Thianhong,
"hati-hati kalau pihak Kiu-im-kauw melubangi dasar
perahu kita lagi!" Bicara sampai disitu ia lantas menyingkap bajunya dan
cabut keluar sebuah senjata trisula yang tajam dan loncat
ketepi perahu. "Thian-hong jangan terjun kedalam air!" pekik Pek Kun-gie
sangat kuatir. "Aku tahu!" jawab Hoa Thian-hong sambil mengangguk.
Sementara itu perahu yang ditumpangi Kiu-im Kaucu sudah
bergerak menuju kepantai sebelah kanan, sedangkan perahu
yung ditumpangi Hoa Thian-hong masih ada ditengah sungai,
pertarungan yang berlangsung dalam air terjadi ditengah
sungai antara kedua buah perahu itu.
Sisa perahu yang ada disebelah kiri berjaga-jaga pada jarak
kurang lebih delapan kaki dari gelanggang pertarungan,
berada dalam keadaan seperti ini sulitlah bagi Pia Leng-cu
kalau dia ingin kabur keatas daratan....
Untuk bertarung dalam air, maka pertama itu harus tinggi
dalam teknik berenang kedua dia harus punya ketajaman
mata yang luar biasa, dan ketiga harus tahan lama berada
dalam air. Uatung Pia Leng-cu mempunyai kepandaian berenang yang
lihay, kalau tidak ia tak akan berani mengejar Hoa Thian-hong


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketengah sungai menumpang sampan kecil.
Sekalipun dia lihay, jago-jago dari perkumpulan Kiu-imkauw
banyak sekali jumlahnya, rata-rata merekapun berilmu
tinggi dalam soal berenang, dalam waktu singkat ia sudah
dibikin pusing tujuh keliling oleh kedahsyatan musuhnya.
Ketika ia terjun keair untuk kabur ke arah daratan tadi
seorang kakek tua berambut putih segera mengejar
dibelakangnya, meski pun ditengah gulungan ombak dan
aliran arus yang deras namun dalam jarak tiga kaki, orang itu
masih sempat melihat jelas bayangan tubuh dari Pia Leng-cu.
Belum sampai dua panahan jauhnya, imam tua itu sudah
kena dihadang olehnya, baru bertarung lima gebrakan orangorang
dari Kiu-im-kauw sudah mengepung disekitar sana,
dalam keadaan begitu sulitlah bagi Pia Leng-cu untuk kabur
dengan leluasa. Dibawah pimpinan Kiu-im Kaucu semuanya terbagi jadi dua
istana dan tiga ruangan. Dua istana terdiri dari istana neraka atau Yu beng tian serta
istana siksaan. Tiam cu yang memimpin ruang neraka adalah seorang
perempuan, sedang tiam cu yang memimpin ruang siksa
adalah seorang lelaki berusia lima puluh tahunan.
Sedangkan ketiga ruangan itu terdiri dari ruangan Ing kian
tong, cuan to tong, serta Su li tong.
Ketiga orang tongcu dan kedua orang tiam cu itu
merupakan lima orang panglima perang dari Kiu-im-kauwccu,
mula pertama Giok Teng Hujin sendiripun merupakani anggota
ruang Yu beng tiam, cuma ilmu silatnya masih tak dapat
dibandingkan dengan kehebatan kelima orang ini.
Baik kedua orang tiam cu maupun ketiga orang tongcu
semuanya hadir dalam gelanggang saat ini, waktu
diselenggarakannya pertemuan Kiam ciau tay hwe mereka
juga hadir cuma waktu itu dandanan mereka aneh-aneh persis
dengan makhluk halus. Dan hari ini mereka mengenakan pakaian sutera hitam
yang perlente, dengan ikat kepala warna hitam pula, jangan
kan Hoa Thian-hong sekalipun Pia Leng-cu juga tidak
mengenali identitas mereka.
Pada waktu itu ketua istana neraka bertugas menjaga
diperahu sebelah kiri untuk menghalangi niat kabur Pia Lengcu
menuju pantai utara, Tiam cu ruang siksa, Ing kiam tongcu
serta Su li tongcu bertugas melindungi keselamatan Kiu-im
Kaucu sedangkan tugas menang-kap orang dalam air
diserahkan kepada tongcu ruang penyebaran ajaran.
Formasi ini sebenarnya diatur khusus untuk menghadapi
Hoa Thian-hong, tapi yang masuk perangkap sekarang
bukanlah si anak mudu itu melainkan Pia Leng-cu.
Tongcu ruang penyebaran agama itu bernama Bong Seng,
umurnya lima puluh tahunan dan bersenjatakan sebelah
kaitan tajam berkepala harimau, setelah ada dalam air jangan
kan menghadapi serbuan anak buah yang lain, untuk
menghadapi jago tua ini pun Pia Leng-cu sudah dibikin
kewalahan, apalagi serangan yang dilancarkan musuhmusuhnya
dari empat arah delapan penjuru secara bergilir,
tentu saja lambat laun imam tua itu tak kuasa menahan diri.
Untung Pia Leng-cu sendiripun memiliki kelebihankelebihan,
pertama tenaga dalamnya amat sempurna, kedua
ketajaman matanya luar biasa dan ketiga pedang boan liong
poo kiam yang diandalkan sangat tajam, maka untuk
beberapa waktu dia masih sanggup mempertahankan diri.
Selain itu Bong Seng tak berani turun tangan keji hingga
membinasakan imam tua ini, sebab pedang emas itu ada
ditangannya dan tongcu tersebut kuatir kalau pedangnya
sudah disembunyikan ketempat lain.
Maka ia gunakan taktik berperang gerilya, kalau musuh
menyerang secara ganas maka mereka pada kabur menjauh,
sebaliknya kalau penahanan musuh agak mengendor, mereka
segera menyerang dengan gencar, asal imam tua itu sudah
lelah dan kehabisan tenaga maka sudah pasti dia bakal
dibekuk dalam keadaan hidup-hidup.
Manusia yang bernama Bong Seng ini amat pandai ilmu
berenang, sepanjang pertarungan berlangsung dia selalu
memancing Pia Leng-cu agar bertarung di tengah sungai.
Pia Leng-cu buta arah yang ada disekitarnya, boleh dibilang
ia tak tahu dimana kini posisinya waktu itu, setelah bertempur
beberapa saat ia merasa hawa murninya hampir habis, cepat
pedang mustikanya di ayun keluar menyingkirkan ancaman
musuh kemudian menyusup keluar dari permukaan air sungai.
Setelah berada diluar air barulah Pia Leng-cu mengetahui
kalau dia masih berada diiengah sungai, ombak menggulung
disana sini, kedua belah pantai tampak jauh diujung sana,
sekarang dia baru merasa terkesiap dan ketakutan.
Ingatan kedua belum sempat terlintas, tiba-tiba kakinya
tertusuk oleh senjata trisula sehingga tembus kedalam tulang,
sakitnya bukan kepalang sampai peluh dingin membasahi
tubuhnya. Betapa gusar dan gelisahnya imam tua itu, cepat ia
menyelam Kembali kedalam air sam il melepaskan sebuah
tusukan balasan. Orang yang berhasil melukai dirinya tak lebih hanya
seorang anak bauh perkumpulan Kiu-im-kauw, sekalipun ia
berhasil melukai musuhnya akan tetapi dia sendiripun mampus
dengan dada tertusuk oleh pedang.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik ini, Bong Seng
menyusup keluar dengan kelincahan seperti ular air, senjata
kaitannya secepat kilat langsung menyambar ke arah
pinggang Pia Leng-cu. Serangan dari senjata kaitan ini cepat sukar terbayang
dengan ingatan, Pia Leng-cu tercekat, sukma serasa melayang
tinggalkan raganya. Dalam gugup dan gelisahnya cepat ia putar pedang sambil
ikut menggeliat kesamping, dengan jurus Ya can pat hong
(pertarungan massal di delapan penjuru) dia tangkis
datangnya ancaman tersebut.
Bong Seng tak berani menyentuh senjata lawan dengan
kekerasan, merasakan datangnya sambaran tersebut terpaksa
ia tukar gerakan berganti jurus, sekalipun begitu pinggang Pia
Leng-cu termakan pula oleh sobekan senjata kaitan itu
sehingga muncul sebuah mulut luka sepanjang empat cun,
darah segar segera berhampuran dalam air.
Waktu itu Hoa Thian-hong berdiri di tepi perahu, jaraknya
dengan Pia Leng-cu hanya beberapa kaki, tapi ketika
diketahuinya sekitar perahu penuh dengan anak buah dan
perkumpulan Kiu-im-kauw, dia kuatir ada orang yang
melubangi dasar perahunya lagi.
Cepat dia memberi tanda kepada Pek Kun-gie dan
perintahkan dia untuk menjauhi tempat kejadian,
Tiba-tiba Pia Leng-cu menyusup keluar dari permukaan air,
lalu serunya dengan suara lantang, "Hoa Thian-hong!"
Si anak muda itu agak tertegun, sebelum ia sempat buka
suara imam tua itu sudah menyelam kembali kedalam air.
Pek Kun-gie putar kemudi perahu itu dan menggerakkan
perahunya ke arah pantai sebelah kiri, serunya dengan
nyaring, "Selama gunung nan hijau, kita tak usah bakal
kehabisan kayu bakar, lebih baik kita mendarat dulu kemudian
baru berusaha untuk merebut kembali pedang baja itu!"
Pertarungan yang berlangsung dalam air telah mencapai
puncak ketegangan, punggung Pia Leng-cu kembali tersambar
oleh senjata kaitan Bong Seng, meskipun lukanya tidak terlalu
parah namun nyalinya benar-benar telah pecah, ia merasa
keselamatan jiwanya jauh lebih penting dari pada segalanya,
maka begitu menyusup keluar dari dalam air kembali ia
berteriak keras, "Hoa Thian-hong....!"
"Jangan kita gubris dirinya!" cepat Pek Kun-gie berseru.
Hoa Thian-hong mengerutkan dahinya, kemudian
menjawab, "Kun Gie, dekatkan perahu kita kesana!"
"Kita tak boleh menolong siluman tosu itu!" seru gadis itu
sangat gelisah, kalau tidak maka kita pasti akan terseret
kedalam bencana...."
"Dia toh sudah mohon kepada kita, tak mungkin kita
berpeluk tangan tanpa memberikan bantuannya, lagipula
pedang baja itu toh lebih baik kita ambil kembali dari
tangannya, daripada musti merampas pakai kekerasan dan
kekuatan" Sembari berkata ia lantas menyambar sebuah gala yang
panjang dan mengawasi keadaan di tengah sungai dengan
seksama. Pek Kun-gie tak berani membantah perintah si anak muda
itu, terpaksa ia putar kemudi dan jalankan perahu itu
mendekati kembali gelanggang pertarungan.
Tiba-tiba Kiu-im Kaucu berseru dengan nada
menyeramkan, "Hoa Thian-hong, engkau sudah bosan hidup
rupanya?" "Engkau sendiri yang pingin mampus! balas Pek Kun-gie
dengan penuh kemarahan. Hoa Thian-hong sendiri cuma tertawa getir dan tidak
menjawab. Sekarang siapapun dapat melihat kelihayan dari
perkumpulan Kiu-im-kauw, bagi Hoa Thian-hong jangankan
kabur dari situ, untuk menyelamatkan diri sendiripun masih
merupakan suatu tanda tanya besar.
Berada dalam keadaan begini, tentu saja mencampuri
urusan orang lain berarti mencari jalan kematian bagi diri
sendiri, apa yang diucapkan Kiu-im Kaucu sedikitpun tidak
salah. Sementara itu Pia Leng-cu yang sedang bertempur didalam
sungai telah mencapai pada puncak kegawatan, dia kerahkah
segenap kekuatan yang dimilikinya untuk menyusup keluar
dari permukaan air, kemudian jeritnya setengah merengek,
"Hoa Thian...."
"Hmm! Tak nyana engkau adalah seorang pengecut berjiwa
kerdil, seorang manusia kurcaci yang takut mampus!" maki
Hoa Thian-hong dengan penuh kegusaran.
Sambil memaki, gala panjagnya laksana kilat diayunkan ke
arah tengah sungai. Keadaan dari Pia Leng-cu sudah payah sekali, bagaikan
orang tenggelam yang mendapat pertolongan, cepat dia
menubruk ke arah tongkat gala yang diulurkan ke arahnya itu.
Ketiga buah jari tangan kirinya sudah terpapas kutung,
waktu itu masih dibalut dengan kain, dalam gugupnya
terpaksa ia buang pedang pusaka boan liong poo kiam
kedalam air dan mencekal gala panjang itu erat-erat.
"Naik!" bentak Hoa Thian-hong sambil menyentak gala
panjang itu keangkasa. 0000O0000 72 MENGIKUTI getaran tersebut, Pia Leng-cu melesat
ketengah udara dengan membentuk gerak setengah lingkaran
busur, begitu mencapai permukaan geladak ia lepas tangan
dengan lemas, sambil duduk bersila di ujung perahu,
napasnya ngos-ngosan seperti kerbau.
Sementara itu tongcu ruang penyebaran agama Bong Seng
telah muncul pula dari permukaan sungai dengan tangan
kanan membawa senjata kaitan, tangan kiri membawa pedang
boan liong poo kiam milik Pia Leng-cu
Dengan lincah ia berenang ke arah perahu ketuanya dan
loncat naik keatas perahu.
Sambil persembahkan pedang mustika itu kepada
ketuanya, tongcu itu memberi hormat seraya berkata, "Hamba
berusaha untuk menangkap buronan itu dalam keadaan hidup,
maka semua serangan tidak kulakukan dengan sepenuh
tenaga!" Kiu-im Kaucu mengangguk sambil tersenyum.
"Memang itulah yang aku kehendaki" katanya.
Setelah menerima pedang Boan liong poo kiam, senjata itu
diperiksa dan ditelitinya dengan seksama akhirnya
keistimewaan yang terdapat pada gagang pedang itu
ditemukan olehnya. Ternyata gagang pedang itu kosong tengahnya, ujung
gagang tertutup oleh sekrup dan diatas sekrup tertempel
sebutir mutiara sebesar buah kelengleng, ketika penutupnya
dibuka ternyata isi ruang dalam gagang pedang itu kosong
melompong, tidak tampak sebuah bendapun.
Menyaksikan hal itu, Yu beng tiam cu segera berseru,
"Imam tua itu licik dan banyak akal, tampaknya pedang emas
itu tidak berada pula dalam sakunya!"
Kiu-im Kaucu tertawa dan mengangguk.
"Delapan puluh persen pedang itu sudah disembunyikan
disuatu tempat yang rahasia, tak susah untuk mengetahui
letak tempat persembunyian itu, kita bekuk saja dia dalam
keadaan hidup-hidup lalu kita siksa dia sampai mengaku....
Untung dia takut mampus, tak mungkin terlintas ingatan untuk
bunuh diri!" Dia serahkan pedang pusaka itu kepada seorang gadis
yang berdiri dibelakangnya, kemudian perintahkan kekasihnya
untuk jalankan perahu itu mendekati perahu yang ditumpangi
Hoa Thian-hong. Dalam pada itu perahu yang diparkir di arah kiri pantai
telah bergerak pula menuju ketengah sungai, dengan begitu
perahu yang ditumpangi Hoa Thian-hong terjepit diantara dua
perahu musuh, sementara ssliaai puluh orang pasukan katak
dari perkumpulan Kiu-im-kauw telah munculkan pula dirinya
diatas permukaan air, perahu dari Hoa Thian-hong dikepung
rapat-rapat sehingga tak mungkin kabur lagi.
Menyaksikan situasi yang amat gawat, Pek Kun-gie tahu
kalau harapan bagi mereka untuk kabur dari situ tipis sekali.
Ia jadi mendongkol bercampur gusar, sambil melotot ke
arah Pia Leng-cu hardiknya, "Serahkan kembali pedang baja
itu!" Pia Leng-cu sedang duduk atur pernapasan diujung perahu,
ketika mendengar teguran itu dia agak melengak, seakanakan
kejadian itu sama sekali berada diluar dugaannya.
Hoa Thian-hong sendiri gelengkan kepala sambil menghela
napas panjang, sambil melangkah maju kedepan katanya,
"Aaai....! Orang ini memang tak dapat di tolong lagi, agaknya
kita musti pakai kekerasan untuk menghadapi dirinya!"
Dengan gusar Pia Leng-cu loncat bangun, teriaknya marahmarah.
"Ooh.... jadi engkau tolong orang mengharapkan pahala"
Hmm! enghiong hoohan macam apaan kamu ini?"
Hoa Thian-hong tertawa.

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku memang bukan seorang enghiong hoohan, tapi
engkau, haahh.... haahh.... haaah! engkau lebih-lebih tak
pantas dianggap sebagai seorang manusia!"
Sekali tangan kirinya diayun kemuka, dem ngan jurus Kunsiuci-tauw (perlawanan binatang-binatang yang terkurung)
dia kirim sebuah pukulan gencar kedepan.
Pia Leng-cu menyadari sampai dimanakana kelihayan
tenaga dalam yang dimiliki Hoa Thian-hong, sudah tentu
serangan tersebut tak berani disambutnya dengan keras lawan
keras. Mau memunahkan diapun tak mampu, sebab serangan itu
aneh dan maha sakti, dalam keadaan apa boleh buat terpaksa
dia bungkukan badan dan menghindar kesamping
"Turun!" hadik sang pemuda lantang.
Tiba-tiba gerak pukulannya mematah kebawah dan
menyapu ke arah samping arena.
Dalam sangkaan Pia Leng-cu, dengan berkelit ke arah
samping maka serangan lawan dapat dihindari dengan mudah,
siapa tahu pinggangnya terasa jadi kencang dan tahu-tahu
segulung angin pukulan yang sangat tajam telah menyusup
tiba. Sampai dimana rasa kaget dan ngeri yang melintas dalam
benaknya sukar dilukiskan dengan kata-kata, dalam gugupnya
cepat ia loncat ke arah samping untuk menghindar.
Sekilas ingatan berkelebat dalam benak Hoa Thian-hong, ia
berpikir "Andaikata dia kupaksa untuk mencebur kembali kedalam
air maka imam tua ini pasti akan terjatuh ketangan lawan!.
Aaai! selama berada di sungai aku memang tak bisa bergerak
dengan leluasa, tempat ini merupakan daerah kekuasaan dari
Kiu-im Kaucu, kendatipun pedang baja itu dapat kurebut
kembali belum tentu aku mampu melindunginya, lebih baik
sementara waktu kubiarkan dulu dibawa siluman tosu ini...."
Berpikir sampai disitu, ia lantas tarik kembali telapak
tangannya sambil membentak, "Kembali!"
Pada hakekatnya intisari dari kepandaian silat yang dimiliki
malaikat pedang Gi Ko berbunyi demikian,
Wujud pedang mengungguli tiada pedang, pedang berat
mengungguli pedang enteng, dan semua keunggulan dan
keampuhan dari pelajaran itu sudah tercantum dalam catatan
Kiam keng bu kui, karena itu apa yang merupakan inti
pelajaran dari catatan kiam keng bu kui tidak lebih adalah
pelajaran-pelajaran tentang mengangkat yang berat ibarat
ringan memunahkan yang kuat menjadi lunak.
Hoa Thian-hong telah nempelajari isi dari catatan kiam
keng bu kui tersebut, hal ini membuat permainan ilmu
pedangnya yang semula kuat dan penuh tenaga menjadi
enteng dan lincah, sedikitpun tidak terpengaruh oleh emosi
malahan kelihatannya sangat enteng, padahal kalau benarbenar
dihadapi barulah terasa sampai dimanakah kedahsyatan
daya hancur yang dimiliki dari permainan pedangnya itu.
Justru karena ia telah memahami intisari dari taktik
perubahan lunak dan keras itu, maka dengan sendirinya
permainan ilmu pukulan yang dia milikipun ikut mengalami
perubahan. Perlu diketahui jurus Kun-siu-ci-tauw itu diciptakan oleh Ciu
It-bong, tapi dalam permainan Hoa Thian-hong sekarang baik
dalam gerakan maupun dalam hal perubahannya hanya
sebagian yang masih bertahan, sedang dalam soal kekuatan
tenaga, cepat lambatnya gerakan serta tipu daya serangan
tersebut telah mengalami perubahan yang sangat besar,
bahkan boleh dibilang bertolak belakang, walaupun begitu
justu daya kekuatannya malah jauh lebih mengerikan.
Ketika termakan oleh pukulan yang amat dahsyat tadi, Pia
Leng-cu sudah berada delapan sembilan depa dari sisi perahu,
tiba-tiba ia mendengar Hoa Thian-hong membentak kembali.
Saat itulah segulung tenaga murni yang maha dahsyat
meluncur tiba dan mengisap lubuhnya ke arah belakang, tak
bisa dikuasai lagi tubuh Pia Leng-cu segera terjengkang dan
melayang kembali ke arah belakang.
Sebenarnya imam tua itu terhitung seorang jago lihay yang
menggetarkan sungai telaga, sayang belakangan ini beberapa
kali dia harus jatuh kecundang ditangan Kiu-im Kaucu serta
Hoa Thian-hong, hal ini membuat nyali jadi pecah dan hatinya
bertambah jeri. Oleh karenanya baru saja bertemu muka dan pertarungan
belum sempat dilangsungkan, ia sudah dibuat keder setengah
mati, justru karena keadaannya itu maka diantara sepuluh
bagian tenaga murninya ada tujuh bagian tak mampu
digunakan Sekarang terhisap pula oleh sesuatu kekuatan yang besar
hingga membuat tubuh tertarik kembali kebelakang, hatinya
jadi gugup dan sangat gelisah, untuk beberapa saat dia tak
tahu apa yang musti dilakukan.
Padahal kalau pada hari-hari biasa, aaal dia goyangkan
badan dan mencelat ke arah samping, maka dengan sangat
mudah dia akan terlepas dari pengaruh tenaga hisapan
tersebut. Dasar nyalinya sudah pecah, bukan saja ia kuatir kalau Hoa
Thian bong menambahi dengan sebuah pukulan lagi, diapun
sangat kuatir kalau sampai tercebur kembali kedalam sungai
sehingga disergap oleh kawanan pasukan katak dari pihak Kiuimkauw. Dalam gugupnya ia banya bisa meronta dan celinggukan
dengan kebingungan, tiada suatu reaksi apapun yang
dilakukan olehnya. Menanti tubuhnya sudah mencapai kembali permukaan
geladak, tahu-tahu ia sudah berdiri menghadap ke arah sungai
dengan punggung persis didepan Hoa Thian-hong.
Kalau waktu itu Hoa Thian-hong berhasrat untuk merampas
kembali pedang bajanya, maka hal itu bisa dilakukannya
denpan sangat gampang. Namun si anak muda itu bukan seorang pemuda yang suka
mengingkari janji sendiri, ia merasa tindakannya kurang
gentlemen jika barang yang telah diberikan kepada orang lain
harus dirampas kembali dengan kekerasan.
Akhirnya dia menghela napas dan sama sekali tidak
menyentuh pedang baja tersebut barang sebentarpun.
Menyaksikan kejadian itu Kiu-im Kaucu segera tertawa
terbahak-bahak. "Haaah.... haah.... haah.... Hoa Thian-hong!" serunya,
"tampaknya kolong langit akan jatuh ketanganmu dan
diperintah oleh kalian utusan khusus dari keluarga!"
Ucapan itu bernada tajam, tanpa sadar Pek Kun-gie
membayangkan kembali kata-kata itu dan menghubungkan
kata utusan khusus dari keluarga itu menjadi 'Urusan khusus
dari suami yang telah berkeluarga' matanya langsung jadi
merah dan tak tahan lagi gadis ini ingin menangis sejadijadinya.
Namun akhirnya hanya titik air mata yang jatuh berlinang
membasahi pipinya, dengan suara ketus ujarnya kepada Kiuim
Kaucu, "Huuuh....! Engkau membawa senjata toya kepala
setanmu, sedang pedang baja kami telah diambil oleh seorang
manusia yang tak tahu malu, anak buahmu banyak tak
terhitung sedang kami cuma berdua.... Hmmm! Aku lihat mulai
hari ini semua enghiong diseantero jagat akan tunduk dibawah
perintahmu seorang" Paras muka Pia Leng-cu berubah hebat ketika mendengar
dirinya dimaki sebagai seorang manusia yang tak tahu malu,
bibirnya sudah bergerak siap memaki.
Agaknya Hoa Thian-hong telah menduga sampai kesitu,
baru saja dia menggerakkan bibirnya, dengan pandangan
dingin diliriknya imam itu sekejap.
Pia Leng-cu seketika merasa hatinya malu bukan kepalang,
cepat ia tutup mulutnya kembali dan tundukkan kepala.
Jilid 21 SEMENTARA itu dengan pandangan mata yang tajam Kiuim
Kaucu telah mengamati Pek Kun-gie dari atas sampai
kebawah, memandang kecantikan wajahnya yang
mempesonakan hati ditambah pula kemanjaan dan
kelincahannya, timbul rasa tertarik pada dara ini.
Dia lantas berpaling ke arah Yu beng tiam cu yang berdiri
disisinya dan berkata setengah bisik, Coba lihat, gadis itu
cantik jelita, umur nya masih muda, diapun belum dibikin
rusak oleh kebiasaan-kebiasaan buruk dari dunia persi latan,
aku jadi ingin sekali untuk menerimanya sebagai muridku.
Mendengar ucapan ketuanya, Tham cu istana neraka
tertawa lirih, jawabnya dengan cepat, "Kalau memang begitu,
kita bekuk saja gadis itu dalam keadaan hidup-hidup!"
Kiu ini kaucu segera menggeleng.
"Aku tidak ingin memperolehnya dengan cara kekerasan,
apalagi main rampas, yang paling kuutamakan adalah
ketulusan hati serta kesetiaan hatinya!"
"Kalau begitu kita loloh saja dia dengan secawan obat
pemabuk sehingga daya ingatannya hilang."
Kembali Kiu-im Kaucu menggeleng.
"Gadis itu sangat agung dan berwibawa kecuali cantiknya
seperti bidadari dari kahyangan, baik budi maupun perasaan
hati nya amat kukagumi sekali, kalau kita hilangkan
perasaanya itu dengan obat, bukankah yang kuperoleh cuma
kerangka tubuhnya belaka" Aku toh hendak menjadikan
dirinya sebagai pewaris ilmu silatku, jangan sampai watak
maupun perasaan hatinya dimatikan dengan begitu saja"
"Wah, kalau memang begitu, hamba sendiripun jadi tak
tahu apa yang musti dilakukan!"
Pembicaraan tersebut dilakukan dengan sangat lirih, karena
itu kecuali mereka berdua, tak ada yang mendengar.
Sementara perahu yang dalang dari kiri dan kanan sudah
makin mendekat, akhirnya sisi perahu mereka saling
menyentuh dan berdempetan.
Kiu-im Kaucu segera enjotkan badan dan melayang keatas
perahu dari Hoa Thian-hong, sambil mengetuk lantai geladak
dengan toya kepala setannya, ia berseru ketus, "Pia Leng-cu,
untuk terakhir kalinya kuperingatkan kepadamu, serahkan
pedang baja dan pedang emas itu kepadaku, kemudian
menggabungkan diri dengan Kiu-im-kauw kami, sebelum
kuambil tindakan yang lebih tegas, aku harap enpkau suka
memberikan jawaban yang tegas!"
Pia Leng-cu tidak menjawab, dalam hati pikirnya, "Kalau
kupersembahkan pedang baja dan pedang emas itu
kepadanya, kemudian menyerahkan diri kepada Kiu-im Kaucu,
itu berarti sepanjang hidupku tiada harapan lagi bagiku untuk
tampil didepan masyarakat si luman ini, sudah pasti jiwaku
terancam.... aiiih, bagaimana baiknya sekarang ini?"
Otaknya diperas untuk memecahkan persoalan itu, akhirnya
ia merasa tak rela untuk menyerah kalah dengan begitu saja,
timbullah satu ingatan jahat dalam benaknya, ia hendak
mengikat Hoa Thian-hong lebih dahulu kemudian akan suruh
pemuda itu melindungi keselamatan jiwanya.
Berpikir sampai disini, tanpa banyak bicara lagi ia cabut
keluar pedang baja itu dan segera diserahkan kembali
ketangan Hoa Thian-hong. Pemuda itu agak tertegun oleh tindakan Pia Leng-cu yang
sangat sekali tak terduga ini, tepi cepat ia menerimanya dan
disisipkan dibalik ikat pinggangnya, kemudian barulah dia
berpaling ke arah Kiu-im Kaucu dan berkata sambil tertawa,
"waah.... kalau begini ceritanya, kaucu bakal menemui banyak
kesulitan lagi untuk mendapatkan pedang ini!"
Rupanya Pek Kun-gie menduga kalau Kiu-im Kaucu bakalan
turun tangan, cepat dia loncat kesisi Hoa Thian-hong dan siap
siaga menghadapi segala kemungkinan dangan pedang lemas
terhunus. Sekali lagi Kiu-im Kaucu mengamati dara muda itu dengan
pandangan mata yang tajam, dia awasi dari atas kepala Pek
Kun-gie hingga ke ujung kakinya, makin dipandang hatinya
terasa makin tertarik, apalagi oleh kecantikan wajahnya yang
mempesonakan hati. Tak tahan lagi sambil tertawa ujarnya dengan lembut, "Pek
Kun-gie, untuk kesekian kalinya kuulangi kembali tawaranku,
bersediakah engkau menjadi muridku dan mempelajari seluruh
ilmu silat yang kumiliki?"
"Hmm! Pek Kun-gie mendengus dingin, untuk kalahkan
kami saja tak mampu, kenapa aku musti menjadi muridmu"
Huuh.... suatu lelucon yang tak lucu!"
Kiu-im Kaucu tertawa lirih.
"Kami?" serunya, "engkau maksudkan Hoa Thian-hong"
Memangnya aku lebih lemah kalau dibandingkan dengan
dirinya?" "Sekalipun tidak begitu, diapun tidak jauh lebih lemah dari
pada dirimu, daripada menjadi muridmu apa salahnya kalau
aku berlatih dari dirinya....?"
Sekali lagi Kiu-im Kaucu tertawa mengikik.
"Tapi, dia toh sudah...."
Sebenarnya dia hendak mengatakan, "dia toh sudah
beristri, memangnya engkau dapat hidup sepanjang masa
dengan dia?" Ketika ucapan tersebutt sudah mencapai ujung bibirrya,
tiba-tiba ia merasa tak tega, ia kuatir ucapan tersebut
menyinggung perasaan halus dari gadis itu, maka setelah
kata-kata tadi mencapai ujung bibirnya, cepat ia batalkan
niatnya dan menelan kembali ucapan yang tak sempat
diutarakan itu. Perlu diketahui, semakin tinggi ilmu silat yang dimiliki
seseorang, semakin serius dia pandang perlunya seorang
pewaris, sebab kalau kepandaian silat yang lihay itu sampai
musnah karena tidak di wariskan kepada murid pandai, maka
nama besar maupun ilmu kepandaiannya akan ikut masuk
liang kubur bersama kematiannya.
Keadaan tersebut tak jauh bedanya dengan seorang
keluarga ilyader, sekalipun dia kaya, dia punya harta kekayaan
setinggi gu nung, namun jika dia tak punya keturunan maka
bila sang milyuner itu mati, jatuh ke tangan siapakah harta
kekayaannya itu dia tak akan tahu.
Oleh karena itulah, makin kaya seseorang makin besar
keinginannya punya keturunan malahan anak tak cukup dia
akan cepat-cepat berharap datangnya seorang cucu.
Lain halnya dengan orang miskin, sekalipun tidak punya
keturunan mereka tak akan jadi risau, toh kalau mati tidak ada
harta kekayaaan yang musti dibingungkan.
Nah, begitu pula keadaannya dengan orang yang belajar
silat, makin tinggi ilmu silatnya semakin panik dia mencari


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pewaris. Kiu-im Kaucu walaupun lihay dia tetap seorang manusia,
sebagai manusia dengan sendirinya diapun tak luput dari
watak egois yaitu mementingkan diri sendiri,
Selain dia menginginkan seorang pewaris yang dapat
menguasai semua ilmu silatnya diapun berharap agar tahtanya
sebagai ketua perkumpulan Kiu-im-kauw bisa terjatuh pula
ketangan muridnya, dengan begitu iapun tak usah risau atau
kuatir bila kedudukan yang tinggi itu terjatuh ketangan orang
lain. Selain itu Pek Kun-gie adalah seorang gadis yang amat
cantik, benar-benar cantik jelita, makin dipandang makin
mempersonakan, makin dilihat makin kesemsem, membuat
siapapun yang sudah menaruh perhatian kepadanya segan
untuk alihkan perhatiannya lagi.
Bagi Hoa Thian-hong pribadi, ia belum pernah mengamati
wajah Pek Kun-gie dengan seksama, jangankan dara itu
bahkan istrinya sendiri Chin Wan-hong pun tak pernah diamati
dengan seksama, tentu saja anak muda itu tak dapat
menemukan dimana letak daya tarik dari dara itu.
Sudah tentu kaum wanita jauh lebih cermat memandang
kaumnya sendiri dari pada seorang lelaki mengamati seorang
wanita, sekalipun paras muka Kiu-im Kaucu tidak terlalu cantik
namun dia sendiripun bukan termasuk seorang dari tipe jelek,
walau begitu terhadap kecantikan Pek Kun-gie ia sama sekali
tidak menaruh rasa iri atau cemburu.
Tujuan dari Kiu-im Kaucu hanya ingin menerima dirinya
sebagai murid, maka gadis itu diamati dengan seksama siapa
tahu makin dilihat makin kesemgem, ia merasa kecantikan dan
kebagusan dara itu ibaratnya sekuntum bunga mawar yang
indah, kalau tidak dipandang masih mendingan, makin di
pandang orang akan makin tertawan, sehing ta akhirnya
timbullah keinginan untuk memetiknya.
Rasa heran dan tak habis mengerti terlintas dalam benak
Hoa Thian-hong ketika dilihatnya perempuan itu menggawasi
sekujur badan Pek Kun-gie dengan liar, dalam hati pikirnya
"Aneh benar perempuan itu, jangan-jangan ia termasuk
perempuan bangsa lesbian. Hiih! Lebih baik dijauhi saja"
Karena pendapatnya itu, cepat-cepat dia tarik Pei Kun Gie
kesamping tubuhnya dan berbisik, "Berdiri sajalah disamping
situ, sebelum ada perintah dariku jangan turun tangan secara
sembarangan." Kiu-im Kaucu dapat menyaksikan pula semua gerak-gerik
dari sepasang muda mudi ini, dalam hati diapun berpikir.
"Sudah terang bocah ini amat mencintai Pek Kun-gie,
waah! Kalau begini terus keadaannya, sudah pasti disuatu hari
ia akan mengawini perempuan ini. Heeeh.... heeeh....
heeehh.... kalau mulai sekarang aku berhasil menarik budak
itu kedalam perkumpulanku, siapa tahu kalau bocah itupun
akhirnya akan bergabung pala dengan Kiu-im-kauw?""
Berpikir sampai disitu, dia lantas tertawa tergelak dan
berkata, "Hoa Thian-hong, tunggu sajalah disamping situ, aku
hendak melangsungkan suatu pertarungan yang sejujurnya
dengan kau, agar kamu dapat mengaku kalah dengan hati
puas." Bicara sampai disitu, dengan langkah lebar ia lantas
menghampiri Pia Leng-cu. "Eeh.... engkau terhitung seorang enghiong atau bukan?"
bentak Pia Leng-cu dengan gusar.
Kiu-im Kaucu tertawa sinis.
"Huuhh....! Kalau seorang kuucu, seorang lelaki sejati,
mungkin saja taktik itu akan mendatangkan hasil, sayang aku
bukan seorang manusia sejati, tidak doyan aku dengan
permainan macam itu."
Tiba-tiba toya kepala setannya diayun kedepan dengan
jurus Tay san ya leng (Bukit Tay san menindihi kepala) dan
langsung menghajar batok kepala lawan.
Serangan itu dilancarkan dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat, bergidik hati Pia Leng-cu menghadapi
ancaman itu, dalam gugup dan gelisahnya, cepat-cepat dia
kerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk
meluncur ke arah samping.
Kiu-im Kaucu tertawa dingin, telapak tangannya diayun
kedepan melepaskan sebuah pukulan udara kosong ke arah
imam tua itu. Pia Leng-cu masih berada diudara ketika serangan tersebut
menyambar tiba, betapa terperanjatnya imam tua itu ketika
merasakan datangnya terjangan yang maha ampuh itu, dalam
keadaan begitu terpaksa dia lepaskan pula sebuah pukulan
untuk menangkis ancaman tadi.
Ketika dua gulung angin pukulan saling membentur satu
sama lainnya, Pia Leng-cu mendengus tertahan, sesudah
muntah darah segar dia terkulai ditanah dalam keadaan tak
sadarkan diri. Keadaan dari Pia Leng-cu waktu itu boleh dikata sudah
terlampau payah, pertama hawa murninya aidah amat minin,
kedua tubuhnya masih berada ditangah udara, serangan
balasan yang ia lepaskan dalam keadaan gugup itu sama
sekali tak mengandung tenaga sampai sebesar lima bagian,
tentu saja pukulan seperti itu tak mungkin bisa menandingi
kelihayan lawannya. Dalam keadaan tak sadarkan diri, tubuhnya terjerumus
kedalam sungai, untung anak buah Kiu-im-kauw masih siap
disekitar sana, badannya segera disambar dan terus
dilemparkan kembali keatas geladak perahu.
Dalam pada itu, ketiga buah perahu itu sudah berantai
kembali menjadi satu, pasukan katak yang masih berada
dalam air sama-sama loncat naik keatas perahu, sementara
kursi kebesaran dari Kiu-im Kaucupun telah diangkut keatas
perahu itu. Setelab duduk, ketua dari Kiu-im-kauw itu berkata, "Le
tiamcu! tua bangka hidung kerbau itu amat licik dan terlalu
banyak akal busuknya, menurut pendapatku, untuk
mendapatkan pedang emas tersebut terpaksa kita harus beri
suatu peringatan diatas tubuhnya!"
Tiamcu dari ruang siksaan bernama Le Kiu gi, mendengar
peringatan tersebut ia segera bungkukkan badan memberi
hormat dan menjawab, "Hamba akan turus tangan sendiri
untuk bereskan tua bangka hidung kerbau ini, maksud kaucu
apakah dia masih diberi kesempatan untuk hidup...."
"Orang ini tak bisa digunakan lagi, di musnahkan saja!"
tukas Kiu-im Kaucu sambil ulapakan tangannya.
Dengan sangat hormat Le Kiu gi ia segera menghampiri
imam tua itu dan menotok jalan darah kakunya setelah itu
diapun menepuk sebuah jalan darah diatas punggung nya.
Pia Leng-cu menghembuskan napas panjang, perlahanlahan
ia tersadar kembali dari pingsannya.
Pek Kun-gie mengawasi terus gerak-gerik dari orang she Le
itu, dari semua perbuatannya yang cekatan, ia lantas berbisik
kesisi telinga Hoa Thian-hong, "Orang ini adalah seorang
penjagal, dia hidup dengan menjagali manusia, aku amat
kenal dengan tabiat manusia seperti ini sebab dalam
perkumpulan Sin-kie-pang kami pun terdapat manusia
sebangsa ini" Hoa Thian-hong tidak memberi tanggapan, dia malah
berbisik dengan ilmu menyampaikan suara, "Setelah masalah
itu selesai, maka tibalah giliran kita untuk mendapat kesulitan,
sebentar akan kuusahakan suatu akal untuk mengirim kau
naik kertas daratan lebih dahulu"
"Tidak! aku tidak mau! jerit Pek Kun-gie sambil goyangkan
kepalanya berulang kali. "Kalau engkau tidak pergi lebih dahulu, bagaimana
mungkin aku bisa meloloskan diri" Hoa Thian-hong pura-pura
marah. Pek Kun-gie menggigit bibirnya kencang-kencang, dengan
air mata bercucuran sahutnya setengah terisak, "Aku ingin
berada disampingmu, kalau harus mati aku ingin mati
disisimu!" "Aku tak ingin mampus, aku tak ingin mati konyol, aku
ingin hidup segar bugar!" tukas sang pemuda dengan muka
keras. Akhirnya dengan sedih Pek Kun-gie mengangguk.
"Baiklah.... aku akan menuruti perkataanmu, bagaimanapun
juga.... tiba-tiba ia berhenti dan tidak melanjutkan kembali
kata-katanya. Sementara dua orang itu masih berkemak kemik bicara
sendiri, Le Kiu gi telah selesai menggeledah seluruh badan Pia
Leng-cu, apa yang diduga ternyata tidak meleset, pedang
emas benar-benar tidak berada dalam sakunya, walau begitu
tiamcu dari tuang siksa inipun tidak terlalu terburu nafsu
untuk menanyainya. Sarung pedang dari Boan liong po kiam ia lepas dari
punggang sang imam kemudian diperiksa pula dengan
seksama, tapi sarung itu kosong dan tak ada sesuatu
bendapun yang ada didalamnya maka sarung tadi diserahkan
kepala sang dara yang memegang pedang pusaka itu.
Kemudian barulah dia berkata kepada Pia Leng-cu.
"Bertindaklah bijaksana, serahkan pedang emas itu kepada
kami, daripada engkau musti mengalami siksaan badaniah
yang terlalu berat!"
Pia Leng-cu termenung dan berpikir beberapa saat
lamanya, ia tahu dalam keadaan begini tak mungkin kalau ia
tidak bicara, dengan suara dingin segera jawabnya, "Pedang
itu aku simpan dalam sebuah ruang rahasia di kuil It goan
koan yang ada dikota Cho ciu!"
Le Kiu gi mengangguk, rupanya dia percaya dengan
pengakuan itu, dari sakunya dia ambil keluar sebatang jarum
Cu bun toh kut teng (paku penebus tulang yang tampak pagi
tak kelihatan sore) lalu mencekeram tangan kanan Pia Leng-cu
dan tanpa mengucapkan sepatah katapun menancapkan paku
tadi kedalam ibu jari sang imam tua tersebut.
Rasa sakit yang tak terhingga membuat Pia Leng-cu
memperdengarkan suatu jeritan lengking yang menyayatkan
hati, jeritan itu begitu keras hingga menggema diseluruh
angkasa, membuat siapapun yang mendengarkan ikut
merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Menyaksikan kesemuanya itu Hoa Thian-hong berpikir
didalam hati. "Imam tua itu memang pantas mampus, tapi tidak
semestinya disiksa secara begitu keji!"
Berpikir sampai disitu dengan muka penuh kemarahan ia
segera melangkah maju kadepan.
Pek Kun-gie bukan gadis yang bodoh, dari tingkah laku
sang anak muda tentu saja ia tahu apa yaeg hendak dia
lakukan, cepat dia memburu kemuka dan menghalangi jalan
perginya. Ini disebabkan, pertama ia sudah terbiasa menyaksikan
kejadian seperti ini, kedua ia tak rela kalau Hoa Thian-hong
mencari gara- gara yang mengakibatkan menyusahkan diri
sendiri dan ketiga ia sangat membenci Pia Leng-cu, maka
sedapat mungkin ia menghalangi niat Hoa Thian-hong untuk
memberikan bantuannya. "Siluman hidung kerbau itu sudah kenyang menganiaya
kita, pantaslah kalau dia terima ganjaran hidup.... Thian-hong!
Jangan kau campuri urusannya!" bisik dara itu dengan lirih.
Hoa Thian-hong segera berpikir, "Imam tua itu toh sudah
menjadi tawanan orang, aku menang tak berhak untuk
mencampuri urusan ini, toh mencampuri juga tak ada
gunanya, memang aku sanggup untuk membebaskan imam
tua itu?" Akhirnya ia menghela napas panjang dan berjalan menuju
ke belakang buritan, dia tidak ingin menyaksikan perbuatan
kotor yang tak berperi kemanusiaan itu.
Melihat anak muda itu menuju kebelakang, Pek Kun-gie
segera menyusul pula dibelakangnya.
Paku penembus talang Cu bun toh kut teng dari Le Kiu gi
panjangnya cuma satu cun, namun bentuknya aneh dan
seperti gergaji, diatasnya telah dipolesi dengan sejenis racun
keji yang mempunyai kekuatan pembusukan yang amat
dahsyat. Bila paku Cu bun toh kut teng itu ditancapkan ke tubuh
seseorang, maka korbannya akan merasakan suatu
penderitaan dan suatu siksaan yang luar biasa hebatnya,
kendati pun seorang pria sejati yang bertulang besi otot
kawat, tak urung akan menjerit ngeri pula.
Bisa dibayangkan betapa sakitnya ketika raku beracun itu
ditancapkan diujung ibu jari, suatu bagian sensitip yang bisa
menim bulkan rasa sakit beratus-ratus kali lebih hebat.
Sementara itu Pia Leng-cu sudah menggigit keras saking
sakitnya, peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya, mukanya
pucat pasi, sorot matanya buram, keadaan dari imam tua ini
sangat mengenaskan sekali.
Sebaliknya sikap Le Kiu gi amat santai, seolah-olah sama
sekali tidak terjadi suatu apapun, perlahan ia merogoh
kedalam sakunya dan ambil keluar paku Cu bun toh kut teng
yang kedua kemudian mencekeram pula jari telunjuk tangan
kanan imam tua itu, paku tersebut siap ditancapkan pula
kesana.... Kali ini Pia Leng-cu benar-benar merasa ketakutan
setengah mati, sukmanya serasa melayang tinggalkan raga,
cepat dia berteriak keras, "Pedang emas itu ada didalam kota
Lok yang, percayalah dengan pengakuan ini, aku mengaku
dengan sejujurnya, berilah kematian yang lebih cepat
kepadaku. Le Kiu gi tertawa dingin.
"Heeehh.... heeehh.... heeehh.... luas kota Lok yang
mencapai ratusan li persegi, sedang pedang emas itu sangat
kecil bentuknya, siapa tahu engkau sembunyikan disudut yang
mana?" Keringat sebesar kacang kedelai telah mengucur keluar
bagaikan hujan deras, dengan nada setengah merengek
katanya, Pedang emas itu ada diatas loteng sebuah rumah
obat, rumah obat itu berada didepan penginapan Ciat seng,
aku bersedia menghantar kalian kesana untuk mengambil
pedang emas itu, aku mohon berilah kematian yang cepat
kepadaku. Le Kiu gi mendengus sinis.
"Hmmm! Itupun musti dilihat dulu apakah pedang emas itu
asli atau palsu, bila barang palsu, Heeehh.... heeehh....
heeehh.... aku masih harus banyak bertanya kepadamu!"


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bicara sampai disini, sorot matanya segera dialihkan ke
arah Kiu-im Kaucu guna minta pertimbangan.
Kiu-im Kaucu termenung dan berpikir beberapa saat
lamanya, tiba- tiba ia menengadah sambil berseru, "Hoa
Thian-hong!" Anak muda itu maju menghampiri sambil bertanya, "Kaucu
ada petunjuk apa lagi?"
Kiu-im Kaucu tertawa angkuh, sambil menatap lawannya
dia mengejek dengan suara nyaring, "Engkau dapat menilai
sendiri bukan atas situasi yang terbentang dibadapanmn" Nah,
apa yang hendak kau lakukan?"
Hoa Thian-hong tertawa. "Aku bukannya sengaja memanaskan hatimu, tapi berbicara
sesungguhnya baik berduel satu lawan satu, beradu dengan
tangan kosong atau senjata, baik tarung diperahu atau dalam
air belum tentu kaucu sanggup mengungguli diriku, tentu saja
kalau engkau kerahkan segenap kekuatanmu yang tersedia
sekarang, aku mengakui bukan tandingan, cuma...."
"Cuma untuk mencabut nyawamu maka aku harus
membayar dengan sesuatu pengorbanan yang sangat besar,
bukan begitu maksudmu" sambung Kiu-im Kaucu sambil
tertawa dingin. Hoa Thian-hong tersenyum.
"Berbicara sesungguhnya kalau engkau main kerubut
terpaksa akupun akan kerahkan segenap kemampuan yang
kumiliki untuk memberi perlayanan sebaik-baiknya dan
tanggung...." "Tanggung bagaimana" bentak Kiu-im Kaucu.
"Bukannya aku sengaja omong besar dan menyombongkan
diri jika aku sudah mulai tutun tangan dengan pertaruhan
selembar jiwaku, maka kecuali kaucu seorang, kematian yang
berjatuhan dari pihak anak buah mu akan banyak sekali susah
dihitung, bila Kiu-im-kauw ingin berdiri kembali dalam dunia
persilatan, terpaksa harus membangun dan mendirikan sekali
lagi!" Tertegun hati Kiu-im Kaucu sehabis mendengar perkataan
itu, ia termenung sebentar lalu jawabnya sambil tertawa,
"Ilmu meringankan tubuh yang kau miliki amat sempurna,
seandainya engkau ambil taktik menghindar yang berat dan
memilih yang ringan, belum tentu aku mampu menahan
dirimu terus menerus, aku tidak percaya engkau pasti mampu
berbuat begitu, tapi akupun tak berani memastikan kalau
engkau tak sanggup, walau begitu aku bukanlah seorang
manusia yang bodoh, buat apa aku musti paksakan suatu
pertarungan massal dengan engkau" Untuk memaksa engkau
masuk perangkap, aku sudah menyiapkan suatu siasat baru
yang jauh lebih bagus"
Tiba-tiba Pek Kun-gie berteriak deagan lantang, "Kau
engkau merasa punya kepandaian, hayolah kita naik keatas
daratan kalau ketika itu kau mampu kalahkan kami berdua,
aku bersedia angkat dirimu menjadi guru"
Hoa Thian-hong tertawa santai, ia menjura ke arah Kiu-im
Kaucu dan berkata, "Aku mohon petunjuk!"
Kiu-im Kaucu kembali tertawa.
"Aku tak usah paksa kalian untuk terjun kedalam air,
diujung perahu ini saja aku akan bertarung melawan kau Hoa
Thian-hong, sementara anak buahku akan membekuk Pek
Kun-gie, membeseti kulit badannya dan melemparkan
tubuhnya kedalam sungai sebagai umpan ikan, aku ingin lihat
apa yang bisa kau lakukan?"
Paras muka Hoa Thian-hong berubah hebat, untuk sesaat
lamanya dia cuma bisa termenung dengan mulut
membungkam. Walaupun ucapan itu diutarakan secara bergurau, akan
tetapi memang sangat masuk diakal, bila benar-benar sampai
terjadi begitu maka niscaya anak muda itu akan dibuat pusing
tujuh keliling. Pek Kun-gie sama sekali tidak ambil perduli akan kejadian
itu, sambil ayun pedang lemasnya dia berseru, "Akulah yang
akan menyayat kulitmu, membetoti ototmu, memotong
lidahmu, mencincang tubuhmu dan membuang badanmu ke
sungai sebagai umpan ikan...."
Bukannya marah karena dia dicaci maki oleh dara tersebut,
Kiu-im Kaucu malahan tertawa terbahak-bahak, Hoa Thianhong
serta anak buah Kiu-im-kauw juga tak kuasa menahan
gelinya sehingga ikut tertawa, suasana jadi ramai sekali"
Terbayang sewaktu untuk pertama kalinya Hoa Thian-hong
berjumpa dengan Pek Kun-gie, waktu itu gadis itu sangat
angkuh, jumawa dan tak pandang sebelah matapun terhadap
orang lain, sebagai putri kesayangan dari ketua perkumpulan
Sin-kie-pang, bukan saja angkuh dan tinggi hati dalam tindak
tanduknya, malahan mendatangkan rasa dongkol dan mangkel
bagi yang diperintah. Semua perkataan maupun perbuatannya dikala itu
membangkitkan rasa antipatih bagi orang lain, membuat
semua orang tak senang hati kepadanya.
Tapi sekarang tindak tanduknya sama sekali berubah,
malahan boleh dibilang bertolak belakang.
Kobaran api cinta memadamkan semua keangkuhan dan
tinggi hati nya, api asmara yang panas telah membangkitkan
sifat kewanitaannya yang murni.
Selama Hoa Thian-hong berada disampingnya, tanpa
disadari ia berusaha keras untuk memancarkan semua
keindahan dan daya tariknya seorang dara, daya tarik itu
termasuk juga kelincahan, kesucian dan lemah lembut,
pokoknya walaupun sedang berbuat sesuatu yang kasar,
kekasaran itu tertutup oleh kelembutan sehingga
mendatangkan rasa simpatik bagi siapapun.
Atau tegasnya saja walaupun sedang memaki orang,
makianya separuh adalah sungguh-sungguh dan separuh yang
lain cuma gurauan, membuat orang yang mendengar tak
merasa sakit hati, tidak jadi gusar malahan timbul rasa
perasaan yang gatal-gatal aneh.
Apalagi kalau perbuatan itu dilakukan oleh seorang gadis
muda yang cantik jelita macam Pek Kun-gie, tentu saja
makian itu kedengaran semakin menawan hati.
Meskipun merasa geli, perasaan hati Hoa Thian-hong
sangat berat, dia tahu Kiu-im Kaucu tak mungkin akan
menyelesaikan persengketaan itu dengan begitu saja, jika apa
yang Kiu-im Kaucu katakan benar-benar dilaksanakan, ia yakin
tiada kemampuan untuk melindungi keselamatau jiwa Pek
Kun-gie, maka sekalipun sudah termenung dan putar otak
beberapa saat lamanya, pemuda itu masih belum sanggup
menemukan cara pemecahan yang jitu.
Tiba-tiba Kiu-im Kaucu tertawa ringan dan berkata
"Hoa Thian-hong, aku ingin bertanya kepadamu,
bagaimana hubunganmu dengan Ku Ing-ing dari perkumpulan
kami?" Merah padam selembar wajah Hoa Thian-hong mendengar
pertanyaan itu, ia terbelalak dengan mulut melongo, untuk
sesaat dia tak mampu memberikan jawaban yang tepat.
Melihat anak muda itu tersipu-sipu, tanpa pikir panjang Pek
Kun-gie segera menanggapi dengan dingin, "Kami sama sekali
tidak punya hubungan apa-apa dengan Ku Ing-ing!"
"Ku Ing-ing bukan lain adalah Giok Teng Hujin" jawab Kiuim
Kaucu sambil tertawa, aku sedang bertanya kepada Hoa
Thian-hong kalau engkau tak tahu urusan lebih baik janganlah
turut campur!" "Aku sengaja mau turut campur kau mau apa" ngotot Pek
Kun-gie dengan cepat", kami benar-benar tidak punya
hubungan apa-apa dengan Giok Teng Hujin.
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba dia berpaling ke arah
Hoa Thian-hong dan bertanya dengan suara lirih, "Bagaimana
hubunganmu dengan dirinya?"
Hoa Thian-hong semakin jengah dibuatnya, untuk beberapa
saat lamanya muka, telinga sampai lehernya pada berubah
jadi merah semua bagaikan kepiting rebus.
Kiu-im Kaucu tertawa mengikik, katanya lagi, "Ku Ing-ing
memang terlalu besar nyalinya, dia telah mencuri sebatang
Leng-ci berusia seribu tahun milikku dan dihadiahkan
kepadamu, coba bayangkan saja seberapa besar dosanya itu?"
Hoa Thian-hong sangat terperarjat, dalam waktu sekejap
mata mukanya berubah jadi pucat pias seperti mayat.
Kiu-im Kaucu tersenyum, ia tatap wajah anak muda itu
tajam-tajam, kemudian ujarnya lebih jauh, "Mungkin engkau
tidak percaya dengan perkataanku ini, dalam kenyataan
semua anggota perkumpulan Kiu im kiu mengetahui akan
kejadian ini, bila suatu hari aku berhasil menangkap kembali
Ku Ing-ing, maka akan kuhadapkan dirinya denganmu agar
kau tahu bila apa yang kuucapkan sama sekali tidak bohong"
"Aku tak akan mengucapkan terima kasih kepadamu" kata
Hoa Thian-hong sambil menjura, "bila kaucu mempunyai satu
keinginan, silahkan diutarakan dengan terus terang! Bila kau
inginkan pedang baja ini, sekarang juga akan
kupersembahkan kepada mu"
Berbicara sampai disini, dia lantas, angsurkan pedang baja
itu kedepan, lanjutnya, Pedang ini telah dipolesi dengan racun,
silahkan kaucu mencucinya dengan air cuka!"
Kiu-im Kaucu tertawa, dengan sorot mata yang amat tajam
bagaikan kilat ia menatap wajah Hoa Thian-hong tanpa
berkedip, tiada sepatah katapun yang dia ucapkan, pedang
baja itupun sama sekali tidak diterimanya....
Rupanya Pek Kun-gie merasa keberatan kalau pedang
tersebut diserahkan orang dengan begitu saja, ia segera
menyindir, "Eeh, pedang itu akan diberikan kepada mu, ketika
mendapatkan kitab pusaka kiam keng, kuucapkan selamat
kepadamu karena kepandaian silat yang kau miliki nomor satu
didunia, pedang baja itupun termasuk sebilah benda mustika,
kalau dibandingkan masih cukup untuk ditukar dengan Leng-ci
berusia seribu tahunmu itu, pedang tersebut diserahkan
kepadamu sebagai imbalan dari Leng-ci mu, dengan demikian
kita sudah impas, siapapun tidak berhutang budi lagi!"
Mendengar perkataan itu Kiu-im Kaucu segera merenpadah
dan tertawa terbahak-bahak, lama sekali ia baru berhenti
tertawa, kepa da Hoa Thian-hong ujarnya, Kitab pusaka Kiam
keng hanya berguna barimu tapi sama sekali tak bermanfaat
bagiku, bagi pandanganku Hmm! Pedang baja tersebut sama
sekali tak kupandang barang sekejappun.
"Lalu apa tujuan kaucu mengejar Pia Leng-cu mati-matian
dan apa pula maksudmu untuk ikut merampas pedang baja
milikku ini, tanya Hoa Thian-hong dengan alis mata berkenyit.
Kiu-im Kaucu tertawa. Dikolong langit dewasa ini hanya engkau seorang yang
mampu menandingi kepandaian silatku, aku sangat berharap
apabila kita bisa saling mengukur kepandaian secara adil,
siapa kalah dia harus berlatih kembali kepandaiannya dengan
ketekunan sendiri, tapi kalau ada salah satu pihak yang
meminjam kepandaian yang diwariskan jago lampau....
bukankah tindakan ini terhitung sangat tak adil?"
"Ucapan kaucu sangat masuk diakal, aku merasa amat
kagum!" "Nah, karena itulah salah satu diantara kedua belah senjata
itu harus terjatuh ke tanganku, baik itu pedang emasnya atau
pedang bajanya" sambung Kiu-im Kaucu sambil tersenyum,
"pokoknya asal salah satu diantaranya berada ditanganku,
berarti pula kitab pusaka Kiam keng tersebut tak mungkin
akan terjatuh ketanganmu, itu berarti pula engkau tak dapat
meminjam kepandaian dari malaikat pedang Gi Ko untuk
mempertingkat kemampuannu dalam mengalahkan aku!"
Hoa Thian-hong mengangguk sambil tertawa.
"Sudah jamak kalau setiap manusia punya pandangan serta
jalan pikiran demikian, aku tak dapat menyalahkan engkau!"
Disamping itu akupun tidak berharap apa bila kitab pusaka
Kiam keng itu sampai terjatuh kepihak ketiga, sebab kalau
sampai begitu maka dunia persilatan pasti akan menjadi kalut,
itu berarti pula aku harus berhadapan lagi dengan seorang
musuh tangguh yang baru. "Kalau toh memang begitu, bagaimana caramu untuk
menyelesaikan masalah ini?" tanya Hoa Thian-hong
tercengang. Tiba-tiba Kiu-im Kaucu menengadah dan tertawa terbahakbahak.
"Haaah.... haaah.... haaah.... masalah ini memang sulit
untuk disele saikan, akan tetapi aku sudah memikirkan suatu
cara penyelesaian yang bagus, entah engkau bisa
menyanggupi atau tidak?"
"Bagaimana cara penyelesaianmu itu?" tanya Hoa Thianhong
agak tertegun "asal urusan bisa dibikin beres secara
damai, tentu saja aku dapat mempertimbangkan dengan
seadil dan sebijaksana mungkin"
0000O0000 73 KEMBALI Kiu-im Kaucu tertawa tergelak.
"Aku memang sudah mempunyai suatu cara penyelesaian
yang bagus, bukan saja urusan bisa dibikin beres, malahan
kita bisa merubah peperangan menjadi perdamaian, merubah
kebengisan menjadi keten-traman, cuma saja.... aku justru
kuatir kalau kamu berdua tak tahu diri!"
"Aah! Kalau memang ada cara yang begitu bagusnya,
kenapa tidak kaucu usulkan sedari tadi?" kata Pek Kun-gie
sambil tertawa. "Aah, aku bisa menebak maksud hati kaucu,
bukankah engkau hendak menjodoh kan Giok Teng Hujin
dengan dirinya?" Bicara sampai disitu, sang gadis segera menunjuk ke arah
Hoa Thian-hong yang berdiri disampingnya.
Hoa Thian-hong merasa bersalah, mendengar kata-kata itu
merah padamlah selembar wajahnya karena jengah, dia purapura
marah dan segera bentaknya, "Huus....! Kun gie, jangan
sembarangan bicara."
Pek Kun-gie tertawa cekikikan, sambil menuding anak
muda itu kembali dia menggoda, "Kamu ini, pintarnya cuma
main gertak Hmm! Tampangnya saja jujur dan kalem, padahal
bagaimana isi yang sebenarnya siapa yang tahu?"
Dari pembicaraan yang sedang berlangsung, Kiu-im Kaucu
dapat mengamati perubahan wajah si anak muda itu, pikirnya
di hati, "Kalau dilihat dari kejengahan serta rasa menyesal
yang ditunjukkan bocah itu, mungkin saja dia memang punya
hubungan istimewa dengan Ku Ing-ing.... heeem.... heeem....
apa salahnya kalau kutakut-takuti dirinya" Akan kulihat
bagaimana reaksinya nanti...."
Karena berpendapat demikian, dengan muka dingin


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyeramkan ia lantas berseru, "Ku Ing-ing berulang kali
melanggar perintahku, sekarang ia sudah dianggap sebagai
seorang pengkhianat dari perkumpulan Kiu-im-kauw, hukuman
lima pedang manyincang badan, siksaan api dingin melelehkan
sukma sudah lama menantikan dirinya, siapa yang ambil
perduli dia mau dikawinkan dengan siapa?"
Mendengar perkataan itu, paras muka Hoa Thian-hong
kontan berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, ia merasa
amat terkejut bercampur gugup hingga tanpa sadar
jantungnya berdetak keras.
Pek Kun-gie ikut gugup menyaksikan keadaan kekasihnya,
ia segera berpikir dihati, "Aaai.... semuanya salah aku yang
terlalu cerewet, kalau tidak kuungkap tentang soal itu, Kiu-im
Kaucu pasti tak akan mengungkap pula persoalan ini kalau
Hoa Thian-hong tidak tahu urusan ini masih mendingan kalau
dia sudah tahu pastilah dia tak akan berpeluk tangan
belaka....!" Saking gugup dan gelisahnya semua kesusahan segera
dilampiaskan keatas badan Kiu-im Kaucu, dia ingin mencari
muka dihadapan kekasihnya, maka dengan muka penuh
kemarahan dan mata melotot besar, hardiknya ke arah Kiu-im
Kaucu, "Mau hukum mampus peghianat dari pergururanku
atau tidak, urusan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya
dengan kami, tapi kalau kau anggap kesalahan Giok Teng
Hujin adalah disebabkan dia curi Leng-ci mustiksmu untuk
dihadiahkan kepada kami.... hmmm Hmm Dari sini
menunjukkan betapa cepatnya pikiranmu dan betapa
sempitnya jiwamu, baik, hutang ini kami terima, katakan saja
apa yang kau kehendaki, mau turun" Mau adu kepandaian"
Kami pasti akan melayani dengan senang hati"
Setiap kali dara ini mengartikan Hoa Thian-hong, dia selalu
menggunakan istilah kami sebagai pengganti nama pemuda
itu, dengan sendirinya dia hendak mengartikan bahwa antara
Hoa Thian-hong dengan dirinya merupakan satu bentuk tubuh
yang menunggal, urusan dari Hoa Thian-hong berati pula
urusan dari Pek Kun-gie. Sudah tentu Kiu-im Kaucu dapat menangkap arti
sebenarnya dari perkataan itu, dia segera menengadah dan
tertawa terbahak-bahak. "Haahh.... haah.... haahh.... engkau sendiripun ibaratnya
patung arca yang menyeberangi sungai, untuk
menyelamatkan diri sendiripun tidak mampu masih ingin
mencampuri urusan orang lain?"
Perkataan itu sangat menusuk perasaan hati Pek Kun-gie,
kontan hawa amarahnya berkobar, sambil membentak dia
putar pedang lemasnya siap menerjang ke arah musuhnya.
Tapi Hoa Thian-hong keburu menarik tangannya sehingga
dia tak bisa melanjutkan niatnya.
Walaupun begitu kemarahan yang berkobar dalam hati Pek
Kun-gie belum sirap dia melotot ke arah Kiu-im Kaucu dengan
mata berapi-api, sementara pedang lemasnya dikebaskan
kesana kemari sehingga berbunyi desiran tajam....
Kiu-im Kaucu pura-pura tidak melihat kesemuanya itu,
kembali dia melanjutkan kata-katanya, "Berbicara terus
terang, sekalipun nyali Ku Ing-ing amat besar dia tak akan
berani mengkhianati aku secara terang-terangan, menurut
dugaanku cepat atau lambat dia pasti akan datang
menyerahkan diri untuk menunggu dijatuhi hukuman setimpal,
jika berkeras hati akan mencampuri urusan ini, silahkan saja
datang kemarkas waktu saat hukuman dilaksanakan nanti!"
Hoa Thian-hong ikut berpikir didalam hati, "Ku Ing-ing
adalah murid dari perkumpulan Kiu-im-kauw, kalau dia
bersedia menyerahkan diri, itu berani urusan tersebut adalah
urusan ramah tangga dari Kiu-im-kauw sendiri, aku sebagai
orang luar tidak sepantasnya kalau mencampuri urusan ini....
tapi haruskah aku berpeluk tangan belaka" Dia mati lantaran
aku, bagaimana pertanggungan jawabku bila aku cuma diam
melulu?" Berpikir sampai disitu, ia semakin murung rasanya.
Beberapa saat kemudian pemuda itu baru berkata, "Kaucu,
bukankah engkau mengatakan ada cara penyelesaian yang
bisa merubah peperangan menjadi perdamaian, merubah
kebengisan menjadi ketentraman" entah bagaimana caranya
itu" Silahkan kau utarakan keluar."
Dari sikapnya yang lesu dan lemas, tampaknya pemuda ini
sudah tertekan batinnya sehingga menunjukkan nada akan
menyerah. Melihat keadaan musuhnya, Kiu-im Kaucu bergirang dalam
hati, ia segera tertawa tergelak.
"Haah.... haahh.... haahh.... sebenarnya caraku ini teramat
sederhana, suruh saja Pek Kun-gie angkat diriku sebagai guru
asal dia sudah menjadi muridku maka memandang diatas
wajahnya, aku bersedia menghapuskan semua pertikaian yang
melibatkan kita berdua, bukankah dengan begitu peperangan
akan berubah jadi perdamaian, kebengisan berubah jadi
ketentraman?" "Oooh.... begitu tinggi kau pandang diriku" Sungguh bikin
hatiku terperanjat karena tak tahan!" ejek Pek Kun-gie sambil
mencibirkan bibirnya deagan sinis.
Hoa Thian-hong sendiri pun mengerutkan dahinya.
"Semua orang tahu kalau ilmu silat yang kaucu miliki
sangat lihay, apalagi engkau merupakan seorang kaucu dari
suatu perkum pulan besar, tawaranmu ini memang boleh
dianggap suatu rejeki nomplok!"
Kiu-im Kaucu tidak menanggapi, sorot matanya dialihkan ke
arah Pek Kun-gie, lalu berkata sambil tertawa, "Hey budak,
sudah kaudengar semua" Rejeki atau bencana hanya engkau
seorang yang menentukan!"
Pek Kun-gie mencibirkan bibirnya, dia segera melengos ke
arah lain dan tetap membungkam.
Hoa Thian-hong yang berada disisinya melanjutkan, "Untuk
menerima murid dan mewariskan ilmu silat, bisa berjalan
lancar apabila sudah disetujui oleh kedua belah pihak, jika
kaucu suruh aku yang menetapkan.... aku rasa hal ini terlalu
kelewat batas!" Kiu-im Kaucu tertawa terbahak-bahak.
"Haahh.... haahhh.... haahh.... Pek Kun-gie sudah dibikin
pusing oleh cinta, dia telah kehilangan pegangan untuk
mengambil keputusan, apa yang kau katakan ia selalu turuti
dengan seratus persen, sudah tentu aku tak akan main paksa,
aku hanya berharap engkaulah yang bantu mewujudkan
kebaikan ini" Pek Kun-gie merasa malu bercampur mendongkol tatkala
dirinya dikatakan sudah dibikin pusing oleh cinta sehingga
kehilangan pegangan, dengan penuh kemarahan dia berteriak,
"Engkau jangan ngaco belo tak karuan, kau.... kau sendiri
yang tak punya pegangan!"
Walaupun sedang berada dalam keadaan gusar, namun
dara itu tak sanggup membantah ucapan itu.
Melihat keadaan tersebut, gelak tertawa Kiu-im Kaucu
makin menjadi, suara tertawanya semakin keras.
Pek Kun-gie semakin mendongkol bercampur marah, sambil
mendepak depakkan kaki nya keatas geladak, teriaknya
berulang kali, "Huuh! kau jahat, kau sembunyikan golok
dibalik senyuman, kau banci! kau seram kau tak tahu diri, kau
licik dan main akal, kau tak tahu malu"
Semakin keras gadis itu memaki, semakin nyaring Kiu-im
Kaucu tertawa, akhirnya gadis itu menarik kata malu itu jadi
amat panjang, keras dan hampir boleh dikata setengah
menjerit, barulah Kiu-im Kaucu berhenti tertawa, meski begitu
mukanya sudah berubah jadi merah padam, napasnya
tersengkal-sengkal. Diam-diam Hoa Thian-hong merasa kuatir bercampur
gelisah, dia tahu Kiu-im Kaucu bukan sebangsa manusia yang
gampang putus asa, setelah ada tujuan biasanya dia berusaha
terus sampai apa yang di cita-citakan tercapai, jika tidak
segera dicarikan akal yang tepat untuk menyelesaikan
persoalan ini, sukarlah masalah itu bisa diselesaikan.
Pek Kun-gie sendiri adalah seorang putri jagoan persilatan,
ia tak dapat membedakan mana yang baik mana yang buruk,
hanya saja dia memang tidak bermaksud mengangkat Kiu-im
Kaucu sebagai gurunya, sehingga keadaan pada waktu itu
ibaratnya hanya mengagumi burung bangau tidak mengagumi
sang dewa. Seandainya bukan disebabkan karena Hoa Thian-hong,
tentu saja dia sangat berharap bisa mendapat seorang guru
yang pandai seperti Kiu-im Kaucu, tapi bagi pandangan Hoa
Thian-hong, Kiu-im Kaucu adalah seorang jago dari golongan
sesat dan lagi dia pun terhitung seorang gembong iblis yang
disegani orang, prinsipnya siapa yang dekat dengan gincu
akan jadi merah, siapa yang dekat tinta akan jadi hitam,
sekalipun seorang yang berhati bajik bila sampai mengangkat
seorang jahat sebagai gurunya, maka perangai maupun tindak
tanduknya pasti akan terpengaruh.
Sudah tentu karena prinsipnya ini, anak muda itu tak sudi
menganjurkan kepada Pek Kun-gie untuk mengangkat Kiu-im
Kaucu sebagai gurunya. Tapi situasi yang dihadapinya sekarang jauh berbeda, bila
ia tak bisa menentukan pilihannya sebagai sahabat maka
berarti pula mereka harus berhadapan sebagai musuh, dalam
keadaan yang gawat seperti ini sudah tentu hatinya jadi panik.
Paras muka Kiu-im Kaucu berubah hebat ketika dilihatnya
Hoa Thian-hong tetap memburgkam dalam seribu bahasa,
dengan suara tajam tiba-tiba ia membentak, "Aku harus
berangkat ke kota Lok yang untuk mengambil pedang emas,
setuju atau tidak hayo cepat kasih jawaban yang terang!"
Hoa Thian-hong tidak langsung menjawab, kembali dia
berpikir, "Semestinya aku harus menolak penawarannya itu
secara tegas, tapi kalau aku berniat demikian, pihak lawan
tentulah akan menggunakan kekerasan, padahal jumlah
musuh amat banyak, susah kalau mau melawan pakai
kekerasan" Sementara ia masih merasa amat panik tiba-tiba perahu
mereka bergerak melewati sebuah kanal yang amat sempit,
walaupun arus air sangat deras akan tetapi jarak antara
perahu dengan daratan jadi makin bertambah dekat.
Tanpa berpikir panjang lagi ia segera menyambar tnbuh
Pek Kun-gie dan loncat ke arah perahu yang berada disebelah
kanan. "Hoa Thian-hong!" bentak Kiu-im Kaucu dengan amat
gusar, engkau benar-benar tak tahu diri.
Hoa Thian bong sama sekali tidak menggubris bentakan itu,
kepada Pek Kun-gie bisiknya, "Naiklah keatas daratan letih
dulu!" Tertegun hati Pek Kun-gie mendengar bisikan itu, sebelum
dia paham dengan apa yang telah terjadi, tiba-tiba sepasang
kakinya sudah dicengkeraman oleh Hoa Thian-hong.
Semua gerakan yang dilakukan anak muda itu cepat
sambaran kilat, begitu sepasang kaki Pek Kun-gie sudan
dicengkeram tiba-tiba ia putar badannya dan memalingkan
tubuh Pek Kun-gie satu lingkaran di udara, bentaknya dengan
nyaring, "Pergi!"
Sepisang tangan dilepakkan tahu-tahu dia sudah melempar
tubuh dara itu menuju ke atas daratan.
Pek Kuo gie ketakukan sehingga menjerit lengking, ia
merasa angin tajam menderu-deru disisi telinganya, dadanya
terasa amat sesak. Daya luncur dara itu amat cepat, ibarat anak anak panah
yang terlepas dari busurnya, sebelum rasa kagetnya tersapu
lenyap, tahu- tahu daya luncur itu sudah menjadi lemah.
Dalam keadaan begitu ia segera berjumpulitan sekenanya,
dan tahu-tahu sepasang kakinya sudah mencapai daratan,
walaupun selamat tiba dipantai tak urung paras mukanya
telah berubah jadi pucat pias seperti mayat....
Gerakan yang dilakukan Hoa Thian-hong ini sangat aneh
dan sama sekali diluar dugaan siapapun, Kiu-im Kaucu dibikin
teramat gusar sehingga mukanya berubah jadi hijau membesi,
ia segera loncat bangun dari tempat duduknya.
Kendatipun begitu, diam-diam diapun merasa amat kagum
dengan tidakan berani dari anak muda tersebut.
Haruslah diketahui, apabila seseorang tidak memiliki
kekuatan pada lengan sebesar lima enam ribu kati, maka
sulitlah untuk melemparkan tubuh seseorang sejauh dua puluh
kaki lebih dan lagi apabila terlalu besar kekuatan yang
digunakan kemungkinan besar orang yang dia lempar akan
menderita luka dalam yang cukup parah.
Kiu-im Kaucu sadar dia sediri belum tentu sanggup
melakukan seperti apa yang dilakukan pemuda itu.
Setelah tertegun beberapa saat lamanya, Kiu-im Kaucu
segera tertawa seram, serunya, "Hoa Thian-hong, jadi engkau
bersikeras akan memusuhi diriku?"
Kiu-im Kaucu merupakan seorang manusia yang aneh,
gembira atau marah sukar diikuti dari perubahan wajahnya,
Hoa Thian-hong sangat kuatir terhadap keanehannya itu.
Dengan cekatan dia cabut keluar pedangnya dan
disilangkan didepan dada, lalu dengan serius berkata.
Pia Leng-cu adalah seorang jago yang kedudukannya sudah
terpojok, aku bisa memaklumi kalau dia berusaha menukar
pedangku dengan Pek Kun-gie yang ditangkap sebagai
sandera, sebaliknya kaucu adalah seorang jago besar yang
disegani seluruh jagad, nama besarmu cemerlang dan
mencapai semua pelosok, aku benar-benar merasa tak puas
kalau engkau hendak menggunakan cara yang sama dengan
yang digunakan Pia Leng-cu untuk memaksa aku!"
Beberapa patah kata ini tidak sombong juga angkuh tapi
apa adanya, tentu saja Kiu-im Kaucu tak mampu membantah
barang sekecappun. Setelah membungkam lama sekali, akhirnya ia tenawa
dingin dan mengejek, "Hmm! Jadi kalau begitu engkau
berharap kita melakukan pertarungan untuk menyelesaikan
persoalan ini?" "Aku rela mati dalam pertarungan dari pada menanggung
derita karena sakit hati"
Kembali Kiu-im Kaucu berpikir didalam hati, "Keberanian
bocah ini mengagumkan sekali, rasa percaya pada diri
sendirinya sangat tinggi, ia tidak merendahkan diri pun tidak
menyombongkan diri, aaai! Manusia macam begini memang
sulit untuk dilayani"
Sementara ia masih termenung, Tiamcu istana neraka yang
berada disisinya mendadak berbisik, "Orang ini sangat


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangguh, jangan dilayani dengan kekerasan!"
Kiu-im Kaucu mengerutkan dahinya, dengan ilmu
menyampaikan suara ia segera bertanya, "Kalau tidak dilayani
dengan kekerasan berarti harus dilayani dengan kecerdikkan,
engkau punya akal bagus?"
"Selama Hoa Thian-hong masih berada di sini, Pek Kuo Gie
tentu tak akan melarikan diri dari seputar daratan sana" bisik
Tiam cu istana neraka dengan suara lirih, "kenapa kaucu tidak
perintahkan orang untuk naik keatas daratan dan membekuk
dirinya lebih dahulu?"
"Emmm.... bagus sekali usul ini" batin Kiu-im Kaucu.
Tanpa sadar ia berpaling ke arah daratan, waktu itu Pek
Kun-gie memang sedang berlarian disepanjang pantai, tanpa
kuasa dia lantas berpaling ke arah seorang kakek disisinya
sambil berseru, "Seng tongcu, cepat naik kedaratan! Bekuk
dulu budak tersebut"
Betapa terkejutnya Hoa Thian-hong mendengar perintah
itu, dia segera berpaling sambil membentak nyaring, "Kun Gie,
cepat kabur kembali ke kota Lok yang, jangan berke-liaran
terus disini" Pek Kun-gie yang ada didaratan agak tertegun, tapi cepat
dia loncat turun dan lenyap dibalik tanggal.
Kiu im kaccu terbahak-bahak, ia berseru lagi, Sekalipun
batok kepala budak itu dipenggal, dia tentu tak akan kabur
seorang diri dari sini. Seng tongcu! naik segera kedaratan dan
bekuk budak itu sampai dapat.
Kakek she Seng itu adalah tongcu bagian penerimaan
anggota, sambil menjura dia mengiakan lalu loncat ketengah
sungai. Hoa Thian-hong sendiripun dapat memaklumi perasaan Pek
Kun-gie, dia sadar gadis itu tak akan tinggalkan tempat itu
seorang diri, sudah pasti dia hanya sembunyi dibalik tanggul
sambil mengikuti secara diam-diam.
Bila Kakek she Seng itu sampai naik keatas daratan,
niscaya gadis itu bakal kena di bekuk.
Pemuda itu sendiri dapat pula menyaksikan keadaan yang
terbentang diseputarnya, kalau dia sampai terjun kedalam air
sudah pasti kekalahan berada dipihaknya, mau loncat
kedaratan sudah terang tak mungkin karena perahu itu
bergerak ditengah-tengah sungai.
Dalam gugup dan gelisahnya pemuda itu membentak
keras, sambil menerjang kedepan pedangnya langsung
membabat pinggang kakek she Seng dari ruang penerimaan
anggota itu. Kiu-im Kaucu sangat terperanjat, dengan cekatan ia
menerjang maju, hardiknya, "Seng tongcu, hati-hati!"
Tongkat kepala setannya secepat kilat diayun kemuka
langsung membabat ke arah pinggang Hoa Thian-hong.
Arah yang diserang adalah bagian yang mematikan, dalam
keadaan begini mau tak mau Hoa Thian-hong harus berganti
jurus untuk melindungi diri, cepat pedangnya berputar balas
menusuk ke tubuh lawan. Dalam sekejap mata, suatu pertarungan sengit yang
menggetarkan langit dan bumi telah berlangsung diatas
geladak perahu. Tongcu ruang penerimaan anggota baru yang berhasil lolos
dari ancaman maut itu segera menyusup kesamping perahu,
walau begitu peluh dingin telah membasahi tubuhnya.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun ia kabur menuju
buritan perahu, setelah jauh meninggalkan Hoa Thian-hong
dia baru mence burkan diri kedalam sungai....
Sejak terjun kedalam dunia persilatan, Hoa Thian-hong
selain hidup ditengah kancah pertarungan yang serba sulit dan
membahayakan jiwanya, lingkungan semacam itu lambat laun
mendidik dirinya menjadi seorang pemuda yang tabah, berani
serta bersemangat. Setelah berhadapan dengan musuh tangguh dihari itu,
sebelum terjadi pertarungan ia selalu berusaha untuk
menghindari suatu pertarungan yang tak berarti, tapi begitu
pertarungan tak bisa dihindari lagi, segala pikiran bercabang
dibuang jauh-jauh, semua kekuatan dan pikirannya dipusatkan
jadi satu untuk melayani serangan-serangan musuh, terhadap
ketujuh puluh orang anggota Kiu-im-kauw yang berdiri
disekitar gelanggang, dia sama sekali tidak ambil perduli.
Luas ujung perahu itu cuma sekitar lima laki, sedang
senjata yang digunakan kedua belah pihak sama-sama senjata
berat, pedang ba ja milik Hoa Thian-hong panjangnya
mencapai empat depa, sedangkan toya kepala setan milik Kiuim
Kaucu panjangnya mencapai delapan depa, begitu
penarungan berkobar terpaksa sisa orang yang lain harus
menyingkir keburitan perahu atau dua perahu yang lainnya.
Dalam keadaan begini jangankan main keroyokan dengan
jumlah banyak, bahkan ikut serta dalam pertarungan itupun
susah. Untuk menghindari sergapan dengan senjata rahasia, Hoa
Thian-hong menempatkan diri disebelah luar dengan
punggung menghadap ke arah sungai, kakinya berdiri tegak
bagaikan batu karang, maju atau mundur semuanya pakai
aturan. Sedangkan Kiu-im Kaucu bertarung dengan maksud paksa
anak muda itu tercebur kedalam air, maka dari itu toya kepala
setannya berulang kali melancarkan serangan yang amat
gencar. Namun Hoa Thian-hong sama sekali tidak mengalah
dengan begitu saja, setiap serangan diimbali dengan
serangan, tiap desakan dibalas dengan desakan, walaupun
sudah bertarung beberapa waktu, posisinya tetap tak
bergeming dari posisi semula.
Dalam pertarungan yang berlangsung kali ini, Kiu-im Kaucu
bertindak jauh lebih hati-hati, semenjak pengalaman pahit
yang dideritanya belum lama berselang, ia tahu kalau tenaga
dalam yang mereka miliki berada dalam posisi yang seimbang,
jika pertarungan harus dilangsungkan dengan keras lawan
keras, maka kedua belah pihak akan sama-sama menelan
kerugian yang amat besar.
Sebagai seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, tentu
saja dia amat menyayangi jiwa sendiri, ia tak ingin melakukan
pertarungan yang mengakibatkan kedua belah pihak samasama
menelan kerugian, sebab sekalipun menggunakan
kekerasan, belum tentu ia mampu mendesak Hoa Thian-hong
hingga tercebur kedalam sungai.
Beberapa saat kemudian, kedua belah pihak sudah
bertarung sebanyak tiga puluh gebrakan, babatan pedang
maupun sambaran toya semuanya dilakukan dengan gesit dan
enteng, sepanjang pertarungan berlangsung kedua macam
senjata itu tak pernah saling membentur satu sama lainnya.
Sementara itu tengah hari sudah hampir menjelang, tapi
awan gelap menutupi seluruh jagad, sang surya belum muncul
di angkasa membuat udara yang remang-remang menambah
seramnya suasana. Ombak menggulung makin besar, arus mengalir makin
deras, perahu yang bergerak dengan saling bergandeng itu
kadangkala harus saling membentur satu sama lain,
goncangan-goncangan keras itu membuat pertarungan yang
sedang berlangsung diujung perahu berlangsung makin ramai.
Beberapa kali Kiu-im Kaucu melepaskan serangan
berantainya untuk mendesak lawan, namun semua ancaman
itu selalu gagal untukc memaksa Hoa Thian-hong terdesak
mundur barang setengah langkahpun, lambat laun dia mulai
berpikir, "Bocah ini berdiri dengan membelakangi sungai,
keadaan tersebut ibaratnya bintang buas yang masuk
perangkap, kalau aku mendesak kelewat batas, dia pasti akan
jadi nekad dan menyerang diriku habis-habisan, apa salahnya
kalau kuulur waktu sedapat mungkin" Asalkan budak dari
keluarga Pek itu berhasil kubekuk kemenangan sudah pasti
berada ditanganku....!"
Berpikir sampai disini, ia memperlunak serangannya
walaupun masih mengurung musuhnya dengan ketat.
Hoa Thian-hong sendiri tiada bernafsu melangsungkan
pertarungan jarak panjang, karena ia masih berada di atas
perahu musuh, begitu Kiu-im Kaucu memperlunak
serangannya, dari semula jadi tuan rumah, pedangnya
berkelebat sedemikian rupa melancarkan serangan-serangan
gencar yang mematikan. Dalam waktu singkat, pedang bajanya melepaskan
serangkaian serangan berantai dengan jurus Im yang ji kek
(dingin dan panas dua unsur kekuatan)>, Su kok ciong bong
(Kesunyian mencekam empat penjuru , Liong cian hi ya
(Pertarungan naga di tengah belukar) serta Hong hui cay tian
(Biang lala terbang di angkasa).
Semua serangan yang digunakan olehnya merupakan
serangkaian serangan mematikan yang amat dahsyat,
tampaklah cahaya hitam menyelimuti seluruh angkasa, tiada
desiran yang mendengung diudara, yang ada cuma sambaran
bayangan tajam yang mendirikan bulu roma.
Sepenuh tenaga Kiu-im Kaucu melayani serangan gencar
musuhnya, toya kepala setannya berputar memekikan telinga,
bayangan hitam menyelimuti angkasa bagaikan bukit
bersusun, walaupun pertarungan sudah berlangsung lama
akan tetapi ia belum menunjukkan tanda-tanda akan kalah.
Demikianlah, kedua orang itu saling berusaha merebut
posisi yang lebih menguntungkan, setiap kesempatan yang
tersedia di manfaatkan dengan sebaik-baiknya, tiap jengkal
tanah diperebutkan mati-matian. tanpa terasa tiga puluh
gebrakan sudah lewat. Walau begitu posisi mereka masih tetap seimbang,
kekuatan mereka ibaratnya setali tiga uang, siapapun gagal
untuk merebut posisi diatas angin, sampat disitu kedua orang
itu sama-sama kaget bercampur terkesiap.
Makin lama pertarungan itu berlangsung, Kiu-im Kaucu
merasa makin ierperanjat, sebab ilmu silat yang dimiliki Hoa
Thian-hong sekarang jauh lebih maju kalau dibandingkan
sewaktu diseleng-garakannya pertemuan besar Kian ciau tay
hwee, kematangan dalam jurus pedang maupun dalam hal
tenaga dalam sama sekali jauh berbeda dengan keadaan
dimasa itu. Haruslah diketahui, ketika pertemuan Kian ciau tay hwee
diseleng garakan, Hoa Thian-hong baru saja memahami inti
sari yang tercakup dalam catatan Kiam keng bu kui, meskipun
ilmu pedangnya mengalami kemajuan yang pesat namun
belum membaur seratus persen, kematangannya masih jauh
dari harapan tapi setelah mengalami penyelidikan serta latihan
yang tekun selama banyak waktu, hasil yang diraih sekarang
ini meningkat beberapa kali lipat jika di bandingkan dulu.
Untung yang dihadapinya saat itu adalah Kiu-im Kaucu
yang lihay, andaikata berganti dengan orang lain, mungkin
satu juruspun tak sanggup menahan.
Begitulah, makin lama pertarungan berlangsung Kiu-im
Kaucu makin terkesiap, timbullah rasa was-was dalam hatinya,
ia membatin jika kemajuan pasat yang dicapai bocah itu dalam
ilmu silat demikian besarnya, maka kalau keadaan dibiarkan
berlangsung beberapa bulan lagi, tanpa berlatih kitab kiam
keng pun, bocah itu sudah amat sulit tandingi.
Kalau hal ini sampai terjadi, bukankah itu berarti kursi
kebesaran sebagai manusia nomor wahid dikolong langit akan
terjatuh ke tangan anak muda itu"
Mempertimbangkan kerugian yang bakal dicapai ini, rasa iri
dan dengki segera timbul dalam benaknya, hawa nafsu
membunuh pun ikut berkobar menyelimuti seluruh benaknya,
dia segera ambil keputusan untuk lenyapkan musuh tangguh
ini dari muka bumi. Baru saja ingatan jahat itu melintas dalam benaknya, dan
belum terpikirkan olehnya bagaimana cara untuk merebut
kemenangan, tiba-tiba dari atas tanggul ditepi pantai
berkumandang suara tertawa yang amat merdu bagaikan
genta. "Eeh.... tiamcu istana nerakaa, kalau punya nyali, hayo
seberang kemari, mari kita bergebrak sebanyak tiga ratus
jurus!" Tiamcu istana neraka amat terkejut, ketika dia berpaling
maka terlihatlah Pek Kun-gie sedang berdiri diatas tanggul
sambil menuding ke arahnya dan mencaci maki, mukanya
berseri seri dan penuh rasa bangga, sementara bayangan
tubuh dari Seng tongcu lenyap tak berbekas, entah kenama
kaburnya kakek tua itu. Sambil bertolak pinggang dengan tangan kirinya, dan
menuding ke arah perahu dengan pedang lemasnya, Pek Kungie
tertawa mengikik. "Hiiih.... hiiih.... hiiih.... Kiu-im Kaucu! ejeknya, "anak
buahmu itu terlalu tak becus, cuma sekali ayun pedang batok
kepala nya sudah terpenggal lepas dari kepalanya, haaah....
haaah.... haaahh maaf, maaf, terpaksa aku musti bikin hati
kaucu menjadi susah!"
Sementara itu Hoa Thian-hong telah menyerang musuhnya
dengan jurus Kiu thian cu lay (sembilan langit penuh seruling),
serangan itu dilancarkan begitu cepat ibaratnya anak panah
yang terlepas dari busurnya kemudian ia membentak keras,
"Kun Gie, hayo cepat pergi dari situ, jangan bikin kacau lagi
ditempat ini!" "Baik!" jawab Pek Kun-gie dari atas daratan, aku segera
kembali ke kota Lok yang dan mencari pedang emas itu lebih
dulu!" Habis berkata ia segera putar badan dan berlalu dari sana.
Tiamcu istana neraka mengecutkan dahinya rapat-rapat,
kepada Kiu-im Kaucu yang sedang terlibat dalam pertarungan
sengit, serunya dengan suara lantang, "Ilmu silat yang dimiliki
Seng tongcu sangat lihay, dengan kepandaian yang dimiliki
budak itu tak mungkin dia bisa dibikin keok, sudah pasti pihak
musuh mendapat bala bantuan yang tersembunti dibelakang
tanggul....!" Baru saja lari beberapa langkah, tiba-tiba Pek Kun-gie
berhenti dan berpaling kembali, ia berseru dengan nyaring,
"Eehh Kiu-im Kaucu, cepatlah kirim beberapa orang anak
buahmu yang berilmu tinggi untuk mengejar aku, kalau sudah
terlambat menyesal tak ada gunanya!"
Tiamcu istana neraka naik darah, dengan dahi berkerut
segera serunya, "Hamba mohon perintah uutuk naik kedarat
guna membekuk budak itu, harap kaucu akan mengabulkan!"
"Baik!" sahut Kiu-im Kaucu dengan suara dalam, "Kerahkan
segenap kekuatan yang tergabung dalam istana neraka untuk


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

naik ke darat, bekuk Pek Kun-gie sampai dapat"
Tiamcu istana neraka mengiakan, sambil ulapkara
tangannya ia segera terjun kedalam air, dalam sekejap mata
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Secara beruntun sembilan belas orang anak buah istana
neraka ikut terjun pula kedalam sungai, dengan cepat mereka
berenang menuju ke arah daratan....
Melihat itu, Hoa Thian-hong segera berpikir, "Kedudukan
tiamcu istana neraka dalam Kiu-im-kauw sangat tinggi,
posisinya hanya setingkat dibawah kaucu seorang, bisa
dibayangkan kalau ilmu silat yang dimilikinya pasti amat lihay,
waah.... kalau Kun Gie tidak cepat pergi, dia pasti akan kena
dibekuk!" Berpikir sampai disitu, ia lantas membentak nyaring, "Kun
Gie, cepat kabur!" "Mau kabur kemana?" ejek Kiu-im Kaucu sinis.
Tongkat kepala setannya tiba-tiba melayang kedepan
melancarkan sebuah serangan kilat.
Serangan tersebut berkekuatan sangat besar, lihaynya luar
biasa. Diam-diam Hoa Thian-hong terkesiap, cepat dia mundur
selangkah kebelakang, pedang bajanya meluncur ke bawah
dan tiba-tiba menekan diatas toya lawan, sambil menempel
diatas toya itu cepat ia babat jari tangan lawan.
"Ilmu pedang bagus!" puji Kiu-im Kaucu
Cepat tangan kirinya ditarik kembali, tangan kanannya
menekan ke arah bawah dan memakai jurus Tay san ya teng
(menindik kepala dengan butit Tay san, dia sergap musuhnya.
Ilmu silat yang dimiliki dua orang itu sama-sama lihay dan
sudah mencapai taraf yang luar biasa, walaupun serangan dan
jurus yang dipakai amat sederhana, tiada sesuatu yang aneh,
tetapi dalam kenyataan tersimpan daya penghancur yang luar
biasa. Begitulah serangan mereka semuanya memakai taktik
gerak pendek tapi cepat dan jurus serangan dibuat
sesederhana mungkin, dalam keadaan demikian bukan saja
seseorang harus mempunyai tenaga dalam yang sempurna,
daya pencipta yang cemerlang, dia pun musti pandai
memberikan reaksinya atas ancaman yang tiba, sedikit salah
bertindak niscaya akan berakibat fatal.
Ketika Hoa Thian-hong menghadapi serangan toya yang
membabat datang dengan kecepatan luar biasa itu, ia tahu
kecuali menangkis dengan pedangnya tiada jalan lain yang
bisa dipakai. Namun pemuda itupun menyadari betapa gawatnya situasi
diseputarnya, dia tak ingin adu tenaga dengan musuh, sebab
sekali adu kekuatan maka akibatnya pasti fatal.
Kalau toh jumlah kekuatan kedua belah pihak seimbang,
cara ini pasti akan dilayani olehnya, namun sekarang dia
hanya seorang diri sedangkan musuh berjumlah amat banyak,
sekali terjerumus niscaya dia bakal mati konyol ditangan
lawan. Jilid 22 PEMUDA itu hendak mundur kebelakang untuk menghindar,
namun jalan telah buntu, dalam gugupnya tanpa berpikir
panjang sepasang kakinya segera menutul permukaan tanah
kemudian menyeruak dari sisi Kiu-im Kaucu dan menyambar
kebelakang punggung lawan.
Dikala tubuhnya masih berada diudara, pedang bajanya
yang menyilang didada secepat kilat membabat ke arah
tenggorokan musuh. Dalam pertarungan yang berlangsung antara dua jago
lihay, jarang sekali ada yang mau bertarung dengan melewati
diatas kepala musuhnya, tapi Hoa Thian-hong terpaksa harus
berbuat demikian, hal ini disebabkan karena kesatu keadaan
sudah amat terdesak, kedua bila jurus Tay san ya teng dari
Kiu-im Kaucu telah digunakan kemudian dia akan berganti
jurus, maka arah yang paling susah dicapai oleh serangannya
itu adalah atas bahu kirinya, Karena itu Hoa Thian-hong
melayang lewat dari titik kelemahan tadi.
Meskipun demikian, andaikata seseorang tidak memiliki
ilmu meringankan tubuh yang sempurna, kendatipun dia ada
hasrat untuk berbuat demikian, belum tentu kekuatannya
mampu melakukan. Baru saja Kiu-im Kaucu merasakan serangannya mengenai
disasaran yang kosong, desiran angin tajam telah menyambar
dari sampingnya, menyusul pula musuh telah muncul didepan
mata, dalam terperanjatnya cepat dia putar pinggang sambil
mengirim toyanya membabat ke arah belakang dengan jurus
Sin liong pak wi (Naga sakti mengebaskan ekor)
"Traang....! sepasang senjata beradu satu sama lainnya
menimbulkan letupan bunga api, kedua belah pitak samasama
merasakan lengannya jadi kesemutan.
Dengan suatu gerakan hampir menempel disamping telinga
Kiu-im Kaucu, secepat kilat pemuda itu menyambar lewat dan
melayang turun dibelakang tubuh lawan.
Gerakan tersebut boleh dibilang dilaksanakan dengan
menempuh bahaya maut, sampai jago yang hadir disitu samasama
terberanjat dibuatnya, mereka merasa kaget bercampur
terkesiap. Terutama sekali ketika dilihatnya Hoa Thian-hong
menyambar lewat dari samping telinga ketua mereka, saking
gugup dan kagetnya hampir saja mereka menjerit tertahan.
Tiamcu ruang siksa Le Kiu gi kuatir kalau kaucunya terluka,
tanpa pikir panjang ia getarkan tangannya kedepan, tiga
batang paku penembus tulang yang mengandung racun keji
segera menyergap ke arah punggung Hoa Thian-hong.
Pada waktu itu sepasang kaki Hoa Thian-hong belum
mencapai tanah, padahal tenaga luncurnya telah habis dan
tenaga baru belum sempat dihimpun, serangan senjata
rahasia itu menyambar kemuka dengan begitu cepatnya, jelas
sulitlah bagi pemuda itu untuk menghindar.
Hampir Le Kiu gi bersorak kegirangan ketika ia lihat Hoa
Thian-hong masih tetap tidak merasakan datangnya ancaman
senjata rabasiarya padabal reku2 beracin itu ajdab harocir
menempel diatas punggungnya, terbayang bagaimana
seorang jago lihay bakal mampus ditangannya, air mukanya
kontan berseri. Siapa tahu, seolah-olah diatas punggung Hoa Thian-hong
tumbuh mata, menanti paku-paku beracun itu hampir
menempel diatas punggung, pedang baja itu diayun
kebelakang "Tiing! Tiiing! Tiiing!" ketiga batang paku beracun itu
langsung menempel diujong pedangnya.
Perlu diketahui pedang itu terbuat dari baja dan diatas
pedang tersebut terdapat kekuatan besi samberani yang kuat,
begitu menempel diujung pedang maka ketiga batang paku itu
sama sekali tidak rontok.
Hoa Thian-hong masih tetap tenang seakan-akan tak
pernah terjadi sesuatu kejadian bahkan memandang
sekejappun tidak, sorot matanya yang tajam menatap diatas
wajahnya Kiu-im Kaucu tanpa berkedip.
Paras muka Kiu-im Kaucu yang dasarnya sudah pucat, kini
berubah makin memucat hingga seperti kertas, sedikitpun
tidak nampak warna darah, matanya yang tajam
memancarkan nafsu membunuh yang tebal, mu kanya
menyeringai bengis hingga persis seperti malaikat buas dari
neraka. Diam-diam Hoa Thian-hong merasa bergidik, pikirnya,
"Watak orang ini aneh sekali, aku toh tidak terikat dendam
sakit hati apa-apa dengan dirinya, kenapa....!"
Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya,
tiba-tiba Kiu-im Kaucu berkata dengan suara keras, "Engkau
toh anggap kamu kuat, kamu tangguh" Kenapa tidak berani
beradu kekerasan dengan aku?"
Hoa Thian-hong tertawa. "Mau adu kekerasan tentu saja boleh, cuma tak dapat
dilang-sungkan diatas peraru ini!" katanya.
Saat itulah tiba-tiba tiamcu ruang siksaan Le Kiu gi
menimbrung dari samping, "Lapor kaucu, sudah lama tiamcu
istana neraka naik keatas daratan namun sampai sekarang
belum nampak kembali, jangan-jangan di atas pantai telah
terjadi peristiwa diluar dugaan?"
Kiu-im Kaucu terkesiap, cepat dia alihkan pandangan
matanya ke arah daratan, pantai memang kosong tak
kelihatan seorang manu siapun, baik anak buah Kiu-im-kauw
maupun Pek Kun-gie seolah-olah lenyap ditelan bumi.
Terdengar Le Kiu gi berkata kembali, "Pek Kun-gie
mengetahui pula tempat persembunyian dari pedang emas itu,
kalau kita sampai didahului olehnya, kerugian yang kita derita
akan terlalu besar...."
Sembari berkata sorot matanya melirik sekejap ke arah
pedang baja yang berada ditangan Hoa Thian-hong,
maksudnya lebih baik sang kaucu turun tangan merampas
pedang baja milik anak muda itu lebih dulu, sehingga kalau
sampai pedang emas tersebut didahului orang, mereka tak
akan sampai memberita kerugian besar.
Sepasang biji mata Kiu-im Kaucu berputar kencang, tibatiba
serunya dengan nyaring, "Hoa Thian-hong, tinggalkan
pedang baja itu, aku akan persilahkan engkau naik ke daratan,
bila kita berjumpa lagi dikemudian hari, aku berjanji tak akan
mencari kemenangan darimu dengan andalkan senjata"
Bagi orang persilatan, pantangan yang paling besar adalah
hutang budi kepada orang lain, dalam anggapan Hoa Thianhong
ia telah hutang budi kepada Kiu-im Kaucu, bila hutang
tersebut tidak cepat dibayar lunas maka sepanjang hari
hidupnya tak akan tenang.
Maka sambil tertawa paksa sahutnya, "Aku bersedia
menggunakan pedang baja ini sebagai imbalan dari Leng-ci
berusia seribu tahun itu, cuma kaucu pun harus memberi
jaminan kalau mulai hari ini engkau tak akan mencelakai Giok
Teng Hujin bahkan apabila dia berkeinginan untuk tinggalkan
Kiu-im-kauw, maka kaucu tak boleh menghalang-halanginya!"
"Baik!" jawab Kiu-im Kaucu dengan suara lantang, "kita
berjanji dengan sepatah kata itu, asal pedang baja itu kau
serahkan kepadaku, akupun akan titahkan orang untuk
merapatkan perahu ini kedaratan"
Mendengar jawaban yang diberikan begitu cepat, sedikit
banyak timbul juga rasa curiga dalam benak Hoa Thian-hong,
tapi segera terbayang kembali kalau dia sudah berhutang budi
kepada kaucu ini, sekalipun pedang baja tersebut harus
diserahkan kepadanya juga pantas.
Maka tanpa banyak bicara lagi dia angsurkan pedang baja
itu ketangan Kiu-im Kaucu.
"Thian-hong! Jangan tertipu...." mendadak seorang gadis
berteriak nyaring. Perasaan hati Hoa Thian-hong tergerak, buru-buru dia tarik
kembali pedang bajanya. Semua oraig ikut terperanjat, tanpa terasa mereka semua
lirikan pandangan matanya ke arah sang pembicara.
Tampaklah Giok Teng Hujin dengan seperangkat pakaian
ketat warna hitam sedang berdiri diburitan perahu sebelah
kanan, sebuah senjata yang bersinar tajam berada dalam
genggamannya, sekujur badan dara itu basah kuyup,
tampaknya belum lama naik keatas perahu.
Mula-mula Kiu-im Kaucu agak tertegun, menyusul sambil
tertawa seram teriaknya, "Besar amat nyalimu! Bukan saja
berani menjumpai aku, bahkan berani pula memusuhi aku....
hemm! Hmm! Bagus, bagus kalau ingin bicara hayo kemari!"
Sekujur badan Giok Teng Hujin gemetar keras, mukanya
hijau kepucat-pucaan, jelas ia sedang merasa takut, ngeri
bercampur emosi sukar untuk membayangkan bagaimanakah
perasaan hatinya waktu itu.
Tiamcu ruang penyiksaan Le Kiu gi segera membentak
nyaring, "Kaucu ada perintah, mengapa tidak maju
menghadap?" Hoa Thian-hong mengenyitkan sepasang alis matanya yang
tebal, dengan ilmu menyampaikan suara ia segera berbisik,
"Cepat-cepat kabur dari sini, bagiku lebih gampang untuk lari
seorang diri daripada ber-kawan!"
Meskipun selisih jarak antara kedua belah pihak terpaut
empat lima kaki, akan tetapi bisikan yang langsung ditujukan
ke sisi telinga Giok Teng Hujin dapat terdengar amat nyaring,
seakan-akan sang pembicara berada di sisi tubuhnya.
Tentu saja Giok Teng Hujin juga mengerti betapa sadis dan
kejamnya siksaan lima pedang menyincang badan serta Api
dingin melelehkan sukma itu.
Penampilannya sekarang berani pula mengumumkan
penghianatannya secara terus terang, rasa takut dan ngeri
yang berkecamuk dalam hatinya makin menjadi, begitu
mendengar bisikan dari Hoa Thian-hong, buru-buru dia
berseru, "Leng-ci berusia seribu tahun adalah barang milik
pribadi, jangan kau serahkan pedang itu kepadanya, ingat
baik-baik perkataan itu. Habis berkata ia menjejakan kaki keatas lantai dan
tubuhnya mencebur kembali kedalam sungai.
Begitu hebat amarah yang berkobar didalam dada Kiu-im
Kaucu membuat ketua dari Kiu-im-kauw ini hampir saja jadi
kalap, dengan setengah menjerit ia membentak, "Le tiamcu!
Bong tongcu! Bekuk budak sialan itu sampai dapat!"
Baik Le Kiu gi maupun Bong Seng yang mendapat perintah
itu cepat-cepat mengiakan, mereka segera memburu kedepan
dan mengejar ke arah mana Giok Teng Hujin melarikan diri.
Hoa Thian-hong merasa gelisah bercampur gusar, nafsu
membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, cepat tangan
kirinya menyambar ketiga batang paku penembus tulang yang
menempel diujung pedangnya ke mudian menyambit ke arah
punggung Bong Seng. Sementara kaki kanannya dengan suatu tendangan kilat
menghajar seorang pria bersenjata yang berada disamping
gelanggang hingga mencelat keudara dan menumbuk
punggung Le Kiu gi. Terdengar Bong Seng menjerit kesakitan, tubuhnya
langsung terjungkal kedalam air.
Ketiga batang paku penembus tulang itu adalah senjata
istana andalan Le Kiu gi, racun yang dipoleskan diujung
senjata tersebut luar biasa ganasnya, dalam keadaan panik,
sambitan yang dilancarkan Hoa Thian-hong itu menjadi suatu
sergapan yang maha dahsyat.
Ketiga batang paku penebus tulang itu langsung menancap


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diatas punggung Bong Seng hingga tembus empat cun
dalamnya, salah satu diantaranya malahan menhajar tepat
dihatinya, begitu tercebur kedalam sungai, racun keji itu mulai
bekerja maka mampuslah tongcu itu didalam air.
Dipihak lain, Le Kui gi yang sedang meluncur kedepan tibatiba
merasa ada orang menyambar ke arahnya, cepat dia
berpaling, ketika dilihatnya orang itu adalah anggota
perkumpulan sendiri, dengan cekatan ia tolak telapak
tangannya, ia bermaksud meminjam tenaga tolakan itu untuk
mempercepat daya luncurnya kedepan.
Siapa tahu dalam paniknya, tanpa disadari oleh Hoa Thianhong
sendiri ia telah kerahkan ilmu silat tinggi macam Le san
ta gou (memukul kerbau dari balik bukit) serta Ciat hu coan lip
(Pinjam benda salurkan tenaga) yang belum pernah dipelajari
sebelumnya. Baru saja telapak tangan Le Kiu gi menolak tubuh orang
itu, mendadak dia merasakan munculnya segulung tenaga
pukulal yang maha dahsyat menyambar keluar dari lengan
orang itu, kontan isi perutnya terasa bergolak keras,
pandangan matanya jadi gelap dan tanpa mampu berteriak
lagi tubuhnya ikut tercebur kedalam sungai.
Meskipun dihari-hari biasa Hoa Thian-hong tak pernah
menggunakan senjata rahasia, tapi pelbagai macam cara
melepaskan senjata rahasia pernah dipelajari olehnya, satu
cara paham maka beratus-ratus macam cara yang lain pun
dapat dipahami dengan sendirinya.
Apalagi setelah ilmu silatnya mencapai pada taraf seperti
apa yang dimiliki sekarang, memetik daun menyambit dengan
bungapun bisa mencabut nyawa orang.
Kepandaian Bong Seng didalam air memang sudah
mencapai taraf yang tak terkirakan, akan tetapi ia sama sekali
tidak menyangka datangnya sergapan dari belakang,
nyawanya langsung melayang keakhirat begitu tubuhnya
mencapai air. Sebaliknya Le Kiu gi hanya menderita luka dalam yang
sangat parah, selembar jiwanya masih dapat diselamatkan.
Perubahan yang terjadi ini sama sekali diluar dugaan
siapapun, dalam waktu singkat Giok Teng Hujin sudah berada
tiga kaki jauhnya dari situ, sekali dia menyelam tubuhnya tak
pernah muncul kembali. Kiu-im Kaucu betul-betul marah besar, apalagi setelah
dilihatnya dalam satu gebrakan Hoa Thian-hong berhasil
membunuh seorang panglima besarnya dan melukai yang lain,
hampir saja ia jadi kalap karena sukar mengendalikan diri,
dengan suara keras dia menggembor, "Kek tongcu, bawa
segenap anak buahmu dan tangkap budak bajingan itu
secepatnya, sedangkan yang lain segera lubangi semua
perahu yang ada, serentak semuanya bekerja, siapa berani
melanggar, bunuh!" Sembari berseru toya kepala setannya melancarkan
serangan-serangan mematikan secara bertubi-tubi, begitu
dahsyat ancaman itu ibaratnya angin puyuh dan hujan badai.
Sebetulnya Hoa Thian-hong tak tega membunuh orang
tanpa alasan yang tertentu, tapi berhubung dia kuatir kalau
sampai Giok Teng Hujin tertangkap, maka dia menyerang
dengan tangan besi, bukan saja dahsyat dalam serangan, cara
membunuhpun dilakukan sangat keji, hampir saja dia
tercengang sendiri oleh kekejaman sendiri.
Menunggu Kiu-im Kaucu sudah nekad dan menyerang dia
dengan taruhkan nyawa, dia baru merasakan keadaan yang
tidak menguntungkan, terpaksa dia putar untuk melayani
serangan musuh, sementara ingatan untuk kabur terlintas
dalam benaknya. Sreeeet! Sreeet! Secara beruntun anak buah perkumpulan
Kiu-im-kauw pada terjun kedalam air, malahan Pia Leng-cu
yang sedang menderita luka parahpun dibawah serta terjun ke
sungai. Hoa Thian-hong merasa gugup bercampur gelisah, dari
keadaan itu dia dapat menduga kalau orang-orang Kiu-imkauw
bermaksud melubangi didalam air.
Dalam gugupnya mendadak ia lihat diatas perahu sebelah
kiri masih terdapat beberapa orang yang belum sempat terjun
kesungai, pedang bajanya segera diayun berulang kali kemuka
memaksa mundur Kiu-im Kaucu,
Kemudian secepat sambaran kilat dia menyambar keperahu
Kisah Dua Naga Di Pasundan 7 Memanah Burung Rajawali Karya Jin Yong Pantang Berdendam 1

Cari Blog Ini