Dewi Ular Misteri Santet Iblis Bagian 1
Seri Dewi Ular Karya Tara Sagita
Misteri Santet Iblis
Lanjutan Ancaman Iblis betina
DJVU By : Novo Converter : Jisokam
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita-silat.co.cc/
1 BENDERA kuning terpasang di ujung jalan. Di katkan pada tiang nama jalan.
Bendera kuning itu sebagai penunjuk jalan bagi mereka yang ingin melayat ke
rumah Yussy. Tak jauh dari tiang penunjuk jalan ada kios rokok.
Pedagangnya dikenal dengan nama Bang Mamat. Seharian ini
sudah lebih dari sepuluh kali Bang Mamat harus menjawab
pertanyaan yang sama.
"Siapa yang meninggal, Bang?"
"Anaknya Pak Markus."
"Yang mana" Anaknya Pak Markus ada tiga kan?"
"Yang perempuan. Namanya..., ah lupa gue, Din."
"Yang perempuan kan ada dua, yang nomor satu apa yang nomor dua, Bang?"
"Tau dah yang nomor berapa. Denger-denger sih yang mau nikah."
"Ya, ampun... "! Yang sering dipanggil: Kak Nia, itu?"
"IYa. Bener. Lu kenal apa, Din?"
"Lha, kenal banget saya, Bang. Kan dulu dia pernah langganan ojek saya selama
sebulan Bang. Dulu... waktu dia masih kerja di bank. Sejak dia berhenti kerja,
nggak pernah pake ojek saya, Bang."
"Yoh, lu ke sana dong kalo emang lu kenal ama almarhumah.
Jangan sampe nggak ngelawat ke sana, Din. Ntar malem bisa
didatengin lu!"
"lii iyy, iya dan... saya mau ke sana, ah. Tapi, ngornong-ngomong sakit apa dia,
Bang?" "Katanya sih kagak sakit apa-apa."
"Hah" Kagak sakit apa-apa kok meninggal" Kecelakaan, gitu?"
"Kagak juga kayaknya deh."
"Nah, trus kenapa dia kok sampe meninggal?"
"Yeee, elu... nanya melulu. Emang gue malaikat, apa" Lu tanyain yang begituan
merulu. Gue mana tahu, Din! Lu tanya aja ama pihak keluarganya Sono... !"
Mujadin, tukang ojek berusia 26 tahun, adalah salah satu dan mereka yang merasa
heran mendengar kematian Lennia. Ada pula yang lebih terheran-heran lagi, yaitu
tetangga seberang rumahnya.
Andy Sekitar pukul lima sore Andy pulang dari kantomya. la mampir sebentar ke
sebuah mini market tak jauh dari rumah, masih dalam lingkungan komplek perunahan
Cemara - Estate juga. Di mini market itu Andy bertemu dengan Lennia.
"Hey, borong nih! " tegumya membuat Nia agak kaget dan cepat berpaling. Gadis
berwajah oval namun punya kecantikan cukup menawan itu tersenyum riang , Ramah
dan familiar sekali sikapnya.
"Eeh, elu, An... Udah pulang kerja nih?"
"Sekali-kali pulang sore dong. Biar bisa nyantai di rumah. Sama siapa lu" Sama
calon laki lu?"
"Nggak. Sama adik gue; Shafi."
"Oo, ama Shafina?"
"He,eh... tuh dia anakmya, di pojok sana!"
"Hmm, gue kirain lu sama calon laki lu."
"Belum pulang. Masih di Batam kok."
Percakapan itu terjadi tak lama. Bukan sesuatu yang istimewa buat Andy. la sudah
tidak berminat lagi mendekati Lennia. Terutama sejak mendengar kabar bahwa
Lennia sudah dilamar oleh pria separoh baya.Tajir dan masih bujang, katanya.
Hubungan Andy dengan Lennia menjadi sebatas teman, tetangga dekat, atau
sahabat sepintas lewat:
Tetapi kabar yang diterimanya sekitar pukul sebelas malam
adalah sesuatu yang sangat mengejutkan. Suara gaduh di luar kamarnya membuat
Andy harus membuka pintu kamar dan
bertanya kepada adiknya ia mendengar kabar, bahwa Nia meninggal dunia, sekitar
tiga menit yang lalu. Andy kurang puas dengan keterangan itu, la keluar rumah
dan pergi ke rumah seberang hanya mengenakan celana pendek tanpa alas. kaki.
Di rumah Nia hujan tangis terdengar amat memilukan. Barulah Andy percaya, bahwa
Lennia memang meninggal dunia, beberapa menit yang lalu. la pun tertegun di
teras dengan hati berdebar-debar dan kaki gemetar.
Ricko, adik bungsu almarhumah yang baru masuk SLTA,
menuturkan peristiwa duka itu dengan masih menangis. Terputus-putus ucapannya,
namun secara garis besar dapat dipahami oleh Andy dan beberapa tetangga yang
ikut mendengarkan.
"Setengah jam sebelumnya, Kak Nia ke kamarku, Agak marah, karena aku lupa
mengembalikan rnajalahnya. Habis itu, Kak Nia baca majalah di ruang tengah. Di
situ ada mama dan Kak Shafi.
Mereka nonton film teve..."
"Kamu ikut nonton juga?" tanya seorang tetangga.
"Tidak, Pak. Saya tidak ikut nonton. Saya pergi ke ruang makan.
Ambil minuman kaleng yang sudah sejak tadi saya dinginkan di kulkas. Habis itu
saya masuk ke kamar lagi. Main SMS-an sama teman saya."
Dalam perkiraan Ricko, lebih kurang 30 menit kemudian, ia
mendengar suara Shafina dan mamanya berteriak.
Mula-muta seperti suara ribut, lalu suara mereka makin tinggi.
Memanggil-manggil Lennia. Setelah itu memuncak menjadi jeritan histeris yang
membuat Ricko akhirnya melompat turun dari tempat tidurnya. la bergegas keluar
dari kamar dalam keadaan tegang.
Masih menggenggam handphone-nya..
"Saat itu... yang saya lihat cuma sentakan tubuh Kak Nia. Satu kali. Setelah
itu... Kak Nia nggak bergerak lagi...," tangis Ricko deras kembali. la masih
berusaha melanjutkan bicaranya walau pun semakin terputus-putus.
"Kak Shafi... mama... mereka mengguncang-guncang tubuh Kak Nia. -Tap; Kak Nia
tetap tak bergerak. Saya sempat ikut menarik-narik tangan Kak Nia dan sia-sia.
Kak Nia nggak bernapas lagi..."
Malam itu juga papanya yang sedang menyelesaikan urusan
bisnisnya di Denpasar segera dihubungi. Pak Markus nyaris tidak percaya
mendengar kabar kematian putri sulungnya, karena siang sebelumnya ia sempat
bicara melalui telepon. la tahu persis Lennia dalam keadaan sehat. Bahkan sempat
bercanda dengan ceria.
Keterangan dari Shafina lebih jelas lagi. Beberapa menit
sebelumnya Shafina mendengar suara Kak Nia mendesah. Seperti menghembuskan napas
panjang. la hanya melirik kakaknya. Sang kakak tetap membaca majalah sambil berbaring di
sofa panjang. Sebentar-sebentar ikut
memperhatikan film yang sedang ditonton Shafina dan mamanya.
Kemudian, terdengar suara Lennia mendesis pelan. Shafina
melirik sebentar. Lennia tampak memegangi dadanya. Seperti merasakan sakit yang
tak terlalu mengkhawa tirkan di bagian dadanya. Tetapi beberapa saat kemudian
Lennia berkata kepada mamanya.
"Dada Nia kok sakit, ya Ma?"
"Masuk angin kau. Udah sana, tidur!" ajar sang mama, juga tak terlalu
mengkhawatirkan.
"Digosok poke minyak kayu putih tuh, di kamar gue ada," timpal Shafina yang
segera mengarahkan pandangan matanya ke layar teve lagi.
"Gue kayak orang kebanyakan ngerokok sesak napas."
"Yaitulah yang dinamakan masuk angin!" tegas mamanya, mulai agak kesal karena
Lennia justru kembali membaca majalahnya.
Dua menit kemudian, Lennia tersedak. Bukan hanya satu kali, tapi berkali-kali ia
tersedak seperti mau muntah tapi sulit dilakukan.
Matanya terbeliak-beliak, dadanya dipegangi, dan badannya
tersentak-sentak.
Saat itulah kepanikan timbul. Shafina dan mamanya kebingungan. Mereka bermaksud memberikan pertolongan sebisanya. Namun, Lennia makin mencemaskan. Tubuhnya seperti disentakkan ke atas
berkali-kali. Tak bisa melontarkan kata selain suara napas menghentak kuat.
Hanya beberapa detik setelah itu, Shafina dan mamanya
menjerit. Ricko keluar dari kamar. Namun tak banyak yang dapat dilakukan, karena
saat itu Lennia menghembus kan napas terakhir.
Tak bergerak selamanya.
Satu-satunya kemungkinan medis yang dapat digunakan sebagai alasan kematian
Lennia adalah serangan jantung.
Tetapi sesungguhnya Lennia gadis yang sehat, nyaris tanpa penyakit sedikit pun. Justru
Shafina yang sejak kecil sering sakit-sakitan, sementara Lennia sejak kecil
jarang sakit. Dia rajin berolahraga dan pandai merawat diri. .
"Masalahnya nggak cuma itu ... " kata Andy kepada - adiknya yang tak berani
melihat langung keadaan mayat Lennia.
Andy menjelaskan keadaan mayat Lennia yang cukup mengerikan. Gadis berusia 29 tahun itu meninggal dengan mata melotot dan mulut ternganga
seperti menahan rasa-sakit yang luar biasa.
Kelopak matanya sulit dipaksakan untuk terpejam. Begitu pula rahang mulutnya,
sulit dirapatkan. Meskipun sudah digunakan kain pengikat, namun mulut mayat tak
bisa terkatup rapat. Tubuhnya kaku bagaikan patung batu. Kulit dan dagingnya
sangat keras, lebih keras dari sepotong kayu.
Siapa pun yang membuka kain penutup mayat, ia akan bergidik merinding atau buruburu buang muka, karena tak sanggup
menyaksikan wajah mayat yang mengerikan itu. Memang tak ada luka apapun, namun
ekspresi wajah mayat dapat membuat orang yang memandangnya dan terbayang-bayang
setiap waktu. la akan dihantui oleh bayangannwajah mayat Lennia entah sampai
berapa lama. Hal itu akan terjadi bagi orang yang mentalnya lemah, atau seorang yang berjiwa
penakut. Hampir sebagian besar orang menyimpulkan, kematian Lennia
bukan kematian yang sewajamya. Ada sesuatu yang misterius
menyelimuti kematian itu. Dan, sesuatu yang misterius itu sulit diterka dengan
akal dan logika. Hanya orang-orang yang memiliki kemampuan supranatural saja
yang dapat menganalisa sebab-sebab kematian tersebut.
Salah satu orang yang memiliki kemampuan supranatural dan
punya hubungan dekat dengan Shafina .adalah Adhitya Wisnu
Brama. Akrab dipanggil: Brama, atau Bram.
Pemuda berusia 28 tahun berperawakan tinggi, tegap dengan
ketampanan yang cukup jantan itu adalah seorang penyiar radio.
Dua bulan yang lalu, Brama dipercaya oleh atasannya untuk
menjabat sebagai Kepsto, kepala studio. Namun ia tetap
menjalankan tugasnya sebagai penyiar pada jam-jam tertentu.
Salah satu acara yang menjadi andalannya adalah Jendela
Kehidupan. Acara ini cukup berhasil, karena respon dari pendengarnya cukup bagus. Mereka
yang tekun mengikuti acara tersebut kebanyakan dari kawula muda.
Acara yang disiarkan tiap hari Kamis malam Jumat itu berisi tentang prediksi
kehidupan seseorang di masa depan. Yang
bersangkutan hanya diminta menelepon ke studio, bicara basa-basi sebentar dengan
Bram, lalu Bram dapat mengetahui banyak hal dari orang tersebut; kehidupan masa
depannya, kehidupan pribadinya"
problem yang dihadapi, sampai pada perkiraan jodoh dan
perjalanan cintanya.
Lewat acara.lendela Kehidupan itulah Shafina mengenal Brama dari hari ke hari
perkenalan itu menjadi semakin akrab. Pada dasarnya Shafina sangat mengagumi
Brama yang dianggap memiliki mata batin cukup tajam itu.
Namun Shafina belum berani melangkah lebih jauh selain hanya menganggap Bram
sebagai seorang sahabat yang cukup dekat,
yang tahu banyak tentang pribadinya, dan yang dapat memberikan solusi ketika
Shafina tak mampu menyelesaikan masalah pribadinya dengan siapapun.
Salah satu ramalan Bram yang telah menjadi kenyataan adalah putusnya hubungan
cinta Shafina dengan Daniel. Satu bulan
sebelumnya Brama berkata pada Shafina, bahwa hubungan cintanya dengan Daniel
terancam bubar jika Shafina membiarkan Daniel pindah dari tempat kost-nya yang
lama. Namun agaknya Shafina kurang serius dalam melarang
cowoknya. Daniel tetap pindah ke tempat kost yang baru. Di situ Daniel
berkenalan dengan seorang artis sinetron yang namanya mulai dikenal di
masyarakat. Dalam waktu hanya satu bulan, Daniel sudah bisa melupakan Shafina,
dan berpindah ke pelukan artis muda itu.
"Bram, apa yang lu bilang tempo hari memang benar Gue putus dari Daniel. Dia
udah nggak peduli ama gue lagi, dan... dan..."
Pada saat itu Shafina tak mampu melanjutkan kata-katanya.
Ratapan hati telah menguasai emosi, sehingga yang didengar oleh Brama lewat
teleponnya adalah tangis Shafina.
Brama mencoba menenangkan tangis itu walau sedikit
mengalami kesulitan. Namun sejak itu Brama sering hadir lewat telepon dan
menjadi satu-satunya orang yang dapat menghibur hati Shafina. Luka yang
ditinggalkan Daniel tak sampai berlarut-larut dirasakan kepedihannya.
Bahkan dalam waktu retatif singkat Shafina dapat melupakan Daniel. Menganggap
semua yang terjadi hanyalah sesuatu yang tak berarti.
Shafina melewati hari-harinya dengan hati yang kosong. Ia ingin nikmati
kesendirian itu. la tak takut sepi. Toh ada Brama di sela-sela kesunyian
hatinya. Sampai pada suatu hari, kira-kira tiga minggu yang Ialu, Brama berkata
padanya sewaktu mereka bertemu di pesta ultahnya seorang penggemar acara "
Jendelakehidupan".
"Gue merasakan getaran suara lu agak aneh malam mi."
"Agak aneh gimana?" Shafina rnenatap dengan sedikit heran.
"Lu harus lebih tabah lagi, Fin."
"Maksudnya?"
"Akan terjadi suatu perubahan dalam keluarga"
"Perubahan macam apa itu" Baik apa buruk?"
Brama menarik napas panjang. Ia tak mau melanjutkan katakatanya la mengajak Shafina melupakan apa yang sudah terlanjur ia katakan
tadi.Agaknya ada sesuatu yang sulit ia jelaskan kepada gadis berusia 26 tahun
itu. Sesuatu yang dimaksud adalah tanda-tanda gaib yang dapat ia rasakan namun
sulit untuk diterjernahkan lewat kata.
Shafina baru- menyadari kebenaran kata-kata Brama setelah tiga minggu kemudian.
Perubahan dalam keluarga yang dirnaksud Brama temyata adalah kematian Lennia
yang sama sekali tak diduga-duga itu. Oleh karenanya, orang pertarna yang
ditelepon Shafina sendiri adalah Brama. Bahkansarnbil meratap dalam tangisnya
Shafina memaksa Brama agar datang malam itu juga.
"Sekarang juga lu harus datang, Bram! Lihatlah jenazah Kak Nia...! Lihat dengan
mata batin lu sendiri, Bram...! Lihatlah. ."
Shafina memang tidak bisa menjelaskan lewat teleponnya. Tapi ia yakin Brama akan
punya kesimpulan sendiri setelah melihat wajah mayat Lennia .
Dewi Ular Misteri Santet Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka, ketika Brama tiba di rumah duka bersama teman dekatnya yang bernama Joddi,
mereka langsung diperkenankan untuk
membuka kain kerudung jenazah.
Spontan kepala Brama ditarik mundur. la tersentak dengan mulut tercengang begitu
melihat wajah jenazah di depannya. Joddy buang muka secepatnya sarnbil
menyeringai ngeri. Kain pun buru-buru ditutupkan kembali ke wajah menyeramkan
itu. "Bagaimana" Katakan, apa pendapatmu setelah melihat wajah
Kak Nia, Bram"!" desak Shafina sambil berusaha menahan
tangisnya. Brama dan Joddi rnenyingkir ke teras. Di sana menarik papas panjang, seolah-olah
sedang membutuhkan oksigen banyak-banyak untuk mengendurkan ketegangan batinnya.
Dan, Shafina tetap mengikuti Brama, karena ia sangat berharap pada kemampuan
supranatural nya Brama.
"Apa penyebab kematian kak Nia, Bram"; Ayo, katakan!"
"Gue nggak ngerti apa penyebabnya. Gua cuma bisa meramal, tapi nggak bisa
menyingkap misteri pada mayat. Sorry, Fin."
"Bohong , Lu pasti , Lu pasti bisa. Ayo, lihat lagi keadaan kakakku, Bram!
Ayo... !" Pemaksaan itu jelas di akibatkan oleh luapan emosi dukanya.
Brama memang tidak menuruti pemaksaan itu, tapi ia segera meraih Shafina ke
dalam pelukannya.
Shafina menangis meratap-ratap dalam pelukan Brama , Pemuda itu bisa menenangkan
luapan emosi duka itu dengan kelembutan dan kesabarannya.
"Bram...," bisik Joddi ketika Shafina sudah tidak bersama mereka.
"...apa benar lu nggak tahu tentang misteri di balik wajah mayat tadi?"
"Yang gue tahu cuma... ada ketidak wajaran dalam kematiannya."
"Ketidak wajaran itu kan bisa lu lihat lewat mata batin lu, Bram?"
"Ya, tapi gue nggak kuat menembusnya. Lu tahu nggak, begitu gue lihat mata
jenazah yang melotot begitu, sepintas pandangan mata gue gelap. Kayak buta
mendadak. Makanya gue buru-buru tarik kepala dan coba memej am sekejap, terus
gue tutup kembali kainnya. Gue bisa buta kalo ngeliatin mata jenazah terlalu
lama." "Nah, kira-kira kenapa mata jenazah bisa bikin lu begitu?"
"Yaaa, nggak tahu kenapa. Mungkin ada sisa energi gaib di dalamnya dan energi
itu menyerang gue. Kekuatan gue kalah, nggak sanggup terima serangan itu.
Makanya mata gue jadi
langsung gelap sekali. Seperti misalnya kalo mata lu kena sinar yang amat
menyilaukan, gimana reaksi lu" Langsung kayak orang buta kan" Gelap."
Joddi manggut-manggut dengan suara gumam sangat pelan.
Lalu, ia berbisik kembali dengan suara lebih pelan lagi.
"Menurut lu... dia mati karena santet, begitu?"
"Semacam itu, tapi jelas bukan sekedar santet biasa."
"Santet yang kayak apa maksud lu?"
Brama diam sebentar. Lalu kepalanya digelengkan .
"Sulit gue ngejelasinnya, Jo. Pokoknya, santet tingkat tinggi.
Sangat mematikan dan nggak akan ada yang bisa menolong
korban." Mulut Joddi mengeluarkan suara berdecak. Ngeri tapi kagum.
Kata Bram, "Santet tingkat tinggi jarang dimiliki orang. Seseorang bisa memiliki
santet seperti itu kalo dia kerjasama dengan jin, iblis,
atau sejenis itulah. Jarang sekali ada orang yang mampu mengolah indera
keenamnya semaksimal
mungkin Rata-rata manusia
memaksimalkan energi gaib indera keenamnya cuma sampai 70
persen, nggak bisa ful 100 persen. Nah, santet yang digunakan membunuh Kak Nia
ini kayaknya... menurut dugaan gue nih lebih dari 100 persen kemampuan manusia.
Hal seperti itu hanya bisa dilakukan kalau ada bantuan dari pihak lain, seperti
jin, iblis, dan sejenisnya."
"Jadi, menurut lu, siapa pelakunya" Iblis?"
"Bisa. Atau manusia yang dibantu iblis. Siapa orangnya, gue nggak tahu, karena
gue nggak punya kemampuan meneropong
sampai ke situ."
"Minta bantuan Oma Lui aja, Bram. Kayaknya dia bisa kok "
"Oma Lui neneknya Cloury" Ah, mana bisa. Oma Lui cuma khusus peramal kartu dan
garis tangan. Nggak ngurusin soal santet.
Ngaco aja lu."
"0, gitu ya?"
"Gue rasa santet yang mengenai kakaknya Shafina ini sulit dilacak gaibnya.
Kecuali ama orang yang bener-bener punya
kemampuan tingkat tinggi misalnya, pacarnya Ray. Mendingan kita minta bantuan
dia aja. Eeh, berapa telepon HP-nya Ray yang baru .
"Ray siapa maksud lu?"
Brama tak sempat menjawab. Karena saat itu Shafina sudah
berada di sampingnya. Masih berlinang air mata. Namun sudah tak sederas tadi.
Joddi sengaja agak menjauh, biar mereka berdua agak leluasa dalam bicara. Sebab,
dalam pengamatan Joddi selama ini,agaknya Shafina naksir Brama . begitu juga
dengan brama . Hanya saja keduanya belum saling membuka rahasia hati . Mungkin sedang menunggu
waktu yang tepat .
Tapi, dia ngerti dunia santet juganggak ya?" agaknya Sahfina naksir Brama.
Begitu juga dengan Brama. Hanyisaja, keduanya
belum saling membirka rahasia Kati. Mungkin sama-sama sedang menuriggu waktu
yang tepat. -ooo0dw0ooo- Pada kesempatan itu Joddi bisa tertegun merenungi kematian Lennia yang misterius
itu. Pada dasarnya ia hanya kasihan melihat seseorang bernasib seperti Lennia.
"Ternyata kejahatan di dunia gaib lebih keji daripada kejahatan di dunia nyata,"
pikirnya. "Kalau benar kata Bram tentang santet tingkat tinggi itu memang ada, maka dari
seluruh kejahatan yang paling kejam adalah
kejahatan santet. iya dung. Soalnya, si pelaku nggak di ketahui dan nggak bisa
ditangkap atas dasar hukum yang ada."
Joddi berdecak sambil geleng-geleng kepala sendiri. Tiba-tiba paha kanannya
bergetar. Ada HP di dalam sakunya. Joddi buru-buru mengambil HP-nya buru-buru ke
halaman samping yang agak sepi orang. la tahu siapa yang meneleponnya, dan ia
tak ingin percakapannya ada yang mendengar, terutarna Brama. ltulah
sebabnya begitu sudah sampai di tempat yang agak sepi ia baru menyapa si
penelepon. "Hallo.... lya... Di rumah teman... Tante Lusna di mana nih"
O000h..." Sekitar dua menit Joddi menerima telepon dari seorang wanita yang dikenalnya
minggu lalu.Wanita itu bemama Tante Lusna.
Tinggal di sebuah apartemen mewah, di pinggiran kota, Terbayang jelas di benak
Joddi wajah Tante Lusna yang menurut perkiraannya berusia sekitar 35 tahun.
Penampilannya yang modis dengan bentuk tubuh yang super
sexy itu membuat rona kecantikan Tante Lusna menjadi 5 tahun lebih muda dari
usia sebenamya. Daya tariknya sangat Iuar biasa.
"Iya, ya..." Kenapa nggak minta bantuan Tante Lusna aja, ya7'
gumam hati Joddi setelah terpikir tentang Tante Lusna."Kayaknya dia ngerti
urusan gaib Waktu itu gue danger dia bicara di telepon dengan seseorang, dan
menyebut-nyebut soal roh. Dia ngerti tentang dunia roh. "
Belum banyak yang tahu kalau Joddi punya kenalan baru. Bahkan kepada Brama pun
ia tak ceritakan sejauh mana perkenalannya dengan Tante Lusna. la hanya pernah
bilang pada Brama bahwa ia punya kenalan baru bernama Tante Lusna, figur wanita
karir yang tajir dan hidup single. Waktu itu, Brama tak begitu tertarik,
sehingga tak banyak yang diceritakan Joddi tentang tante Lusna.
Perkenalan itu bermula dari dalam pesawat. Joddi pulang dari Surabaya setelah
menyelesaikan tugas kantornya. Di pesawat ia duduk bersebelahan dengan seorang
wanita berhidung mancung, mirip bule. Joddi menyangka wanita itu memang orang
bule, sehingga ia menegur dengan bahasa Inggris. Wanita itu tersenyum geli dan
mengatakan bahwa dia bukan orang bule. Saat itulah terjadi perkenalan tempat
tinggal, pekerjaan, sampai pada akhimya saling menyebutkan nama.
Tante Lusna berambut pirang. Mungkin disemir. Tapi wama
rambut dan kulitnya yang putih itulah yang membuat Joddi semula menyangkanya
orang bule. Ketika mereka tiba di bandara Soekarno-Hatta hari sudah petang.
Keduanya sama-sama tidak dijemput oleh siapa pun. Tante Lusna yang punya
inisiatif untuk satu taksi. ia bisa turun lebih dulu, untuk kemudian Joddi
melanjutkan perjalanannya dengan taksi tersebut.
Tentu saja Joddi tidak keberatan, karena sejak dari pesawat hingga di dalam
taksi Tante Lusna sering memamerkan
senyumannya yang indah, la juga sering memamerkan pahanya
yang putih mulus hanya terbungkus span ketat sangat mini.
Entah dengan sadar atau tidak Tante Lusna sering pula
membungkukkan badan, sehingga belahan dadanya yang montok
dapat terlihat jelas oleh Joddi. Hal itu membuat Joddi gelisah menahan gairah
"Terus terang saja, memang aku belum pernah bersuami. Tapi hidupku selalu
membutuhkan lelaki. Kamu tahu maksudku, bukan?"
"Ya, saya tahu. Yang membuat saya tidak tahu adalah, mengapa Tante nggak menikah
saja kalau memang hidup membutuhkan
lelaki ?" "Menikah itu mudah. Mencari lelaki yang sesuai untuk dijadikan suami itu yang
susah," sambil menjawab begitu matanya yang indah memandangi Joddi, seakan ingin
menelan Joddi bulat-bulat. Joddi sempat berdebar-debar lagi. Bahkan senyum
balasannya terkesan salah tingkah.
"Aku suka ngobrol ama kamu, Jo. Nyambung terus. Bagaimana kalau aku punya usul?"
"Usul apa, Tante?"
"Obrolan kita lanjutin di apartemenku aja. Kan masih sore ini, masih pukul
delapan kurang. Kamu bisa mandi-mandi lulu, terus kita makan malam sambil
lanjutin obrolan. Bagaimana?"
"Hmmm, boleh juga. Apakah nggak mengganggu istirahat Tante kalau saya ikut ke
apartemen?"
Tante Lusna tersenyum penuh tantangan menggoda.
"Apa kamu bisa menggangguku" Kalau memang kamu bisa
menggangguku, silakan. Aku menyukai gangguan cowok kayak
kamu..." Belum habis bicara, berbunyi. Tante Lusna buru-buru mengambil HP-nya dari dalam
tas kecil di pinggang.
"Ya, ada apa, Erna... " Benda yang dari aku kemarin udah kamu pasang di pintu
masuk" Hmmm" Oo, ya, ya... Kamu nggak usah takut lagi kalau memang udah kamu
pasang. Kenapa" Percaya aja deh ama tante, roh mana pun nggak akan berani masuk
rumahmu. Roh berani berkeliaran hanya di tempat-tempat yang nggak
mengandung energi negatif. Sifat roh selalu mencari energi positif
yang buat kehidupan manusia justru-dianggap sebagai energi negatif..."
Dari situlah Joddi mengetahui bahwa Tante Lusna mempunyai
pengetahuan tentang dunia roh. Meski pun belum jelas seberapa jauh pengetahuan
yang dimiliki Tante Lusna, namun Joddi yakin perempuan itu bukan perempuan
biasa, bukan perempuan lemah, bukan penakut, dan bukan perempuan yang cengeng.
Tante Lusna memang pemberani. Termasuk berani menyuruh
Joddi berbaring nyantai di ranjangnya, sementara ia akan
membersihkan badan sebentar di karnar mandi. Joddi memilih duduk di sofa panjang
dengan kaki melonjor, mata memandang ke arah pesawat teve berlayar lebar. Namun
pilihan Joddi itu kurang disukai Tante Lusna. Ia matikan tevenya, kemudian pergi
ke ranjang, clan menyalakan teve kecil di ruang tidurnya.
"Jo... !" panggilnya. "Nih, di sini juga ada teve. Nontonnya di sini aja!"
Joddi bergegas inenghampirinya dengan membatin, "Bener-bener bikin gue panas
dingin tuh perempuan. Wah, kacau banget detak jantung gue ". Darah kemesraan gue
bisa ngamuk beneran nih. Apa memang begitu maunya dia?"
Sekitar lima belas menit Joddi menunggu Tante Lusna keluar dari kamar mandi.
Ketika perempuan itu masuk, Joddi sempat gemetar, jantungnya berdetak lebih
cepat lagi. Perempuan itu mengurai rambutnya yang panjangnya selewat bahu.
Tubuhnya yang sekal, montok dan berkulit putih mulus itu hanya dibalut dengan
handuk tebal, dari atas dada sampai pertengahan paha. Lebih ke atas lagi.
"Karnu juga mau mandi dulu?"
"Boleh."
Joddi bangkit dari rebahannya. Saat duduk di tepi ranjang, Tante Lusna
menghampiri. Berdiri tepat di depannya.
"Tapi di sini nggak ada handuk lain. Cuma satu ini, Jo. Kalau kau mau pakai
handuk, ambillah sendiri."
"Maaksudd...
maksud Tante bagaimana?"
Joddi sedikit mendongak. "Lepaskan handuk ini, .dan bawalah ke kamar mandi."
Sambil berkata begitu, tangan Tante Lusna mulai mengusap-usap pundak Joddi.
Matanya menatap sayu. Senyumnya semakin
menantang gairah. Joddi benarbenar kikuk dan salah tingkah.
Jantungnya makin berdetak, makin cepat, dan tangannya terasa betul kalau sedang
gemetar. "Lakukan, ..," suara Tante Lusna mendesah.
Tangan yang gemetar dipaksakan oleh Joddi untuk melepaskan handuk itu pelanpelan. Ketika akhirnya handuk itu berhasil dilepaskan, mata joddi sulit berkedip,
karena ternyata di balik handuk itu Tante Lusna tidak m?ngenakan ,selembar
benang pun. Terpampang jelas sekali apa yang sejak tadi disembunyikan di balik
handuk tersebut.
"Ambillah yang mana kau mau; suara itu mendesah juga.."
Joddi ditantang. Joddi sudah mendapat mandat. Apalagi ........
Heboh. Ranjang itu menjadi karena pergulatan yang sangat
heboh. Bukan saja perlawanan tante Lusna yang keras, tapi
suaranya pun makin keras. Tuntutannya makin banyak. Tidak cukup sekali-dua kali.
Joddi masih sanggup melayani keinginan perempuan itu. Menjelang tengah malam
Joddi pun terkapar. Tak sanggup melaju.
Namun sang tante masih menunggu......
-ooo0dw0ooo- Kepada Shafina pun hanya kesimpulan itu yang dapat diberikan Brama. Bahwa,
kematian Lennia adalah kematian akibat santet tingkat tinggi. Brama mengakui,
bahwa dia memang tidak bisa
menyebutkan siapa pelakunya, atau bagaimana ciri-cirinya. Namun demikian Shafina
sudah cukup mempercayai keterangan Brama.
Shafina menggunakan analisa logikanya, bahwa sebelum ajalnya tiba Nia dalam
keadaan sehat, segar, tanpa sakit sedikit pun. Tahu-tahu merasakan sakit di
dada, lalu menghembus kan napas terakhir.
Ditambah lagi, wajah mayat menampakkan ekspresi sebegitu
ngerinya, sehingga cukup kuat kesimpulan Brama tentang tewasnya Lennia karena
menjadi korban santet tingkat tinggi.
"Gue punya seorang kenalan. Ilmunya tinggi. Gue mau coba konsultasi ama dia,
buat menyingkap rahasia misteri kematian kakak" kata Brama kepada Shafina.
"Siapa temen lu itu?"
"Paranormal muda yang disegani oleh para seniornya dari berbagai aliran. Dia
bernama.... Kumala Dewi "
Shafina berkerut dahi menatap Brama. Entah tatapan penuh
curiga, atau tatapan bermakna meragukan. Memang tidak begitu tapi Brama pun
tidak begitu menghiraukan ?rti tatapan mata Shafina itu.
-ooo0dw0ooo- 2
Dewi Ular Misteri Santet Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
BALAI Sidang bukan hanya ada di Jakarta. Balai Sidang ternyata ada juga di
Kahyangan. Hal sebesar lapangan sepak bola Senayan itu kali ini scdang dipadati
wajah-wajah penuh kharisma. Pimpinan sidang duduk di sebuah kursi tanpa
punggung. Hansa menyerupai sebuah kotak namun berukir emas permata, dilapisi
kain halus dan empuk menyerupai beludru namun jelas nilainya lebih tinggi dari
beludru biasa. Sidang para dewa-dewi itu dipimpin oleh figur berwibawa yang amat disegani dan
dihormati oleh sesama dewa. Ia berkepala botak pada bagian tengahnya, namun
bagian tepiannya tumbuh rambut paniang sebahu berwarna abu-abu. Ia berjubah
putih bagian dalamnya orange. Dewa yang satu ini sangat ditakuti oleh bangsa jin, karena
hanya dialah yang punya hak untuk melenyapkan bangsa jin, jika hal itu
dipandangnya perlu.
"Sidang kita mulai " suaranya menggema besar, rnenciutkan nyali para dewa
lainnya. itulah ciri-ciri dari Dewa Nathalaga alias Dewa Perang.
"Sidang kita mulai! suaranya menggema besar, menciutkan nyali para dewa lainnya.
Itulah dari Dewa Nathalaga alias Dewa Perang.
Kasak-kusuk dewa-dewi yang semula bergemuruh tiba-tiba
lenyap. Seperti suara jangkrik di malam hari yang terinjak langkah kaki manusia.
Hening dan sunyi dalam sekejap. Dewa Nathalaga pernah muncul ke bumi
beberapakali dan sempat membantu
Kumala untuk mendapatkan pedang pusaka mahadahsyat, (baca
serial Dewi !Aar dalam episode "Racun Kecantikan").
Sidang para dewa ini tertutup bagi insan pers, sehingga tidak ada satu pun pihak
lain yang dapat mengetahui apa yang disidangkan oleh mereka Memang yang hadir di
situ hanya dewa-dewi tertentu, terutama yang memiliki akses dalam permasalahan
yang akan dibahas, yaitu dewa-dewi yang termasuk dalam Komisi 1, Komisi dan Komisi 7.
Namun demikian jumlah mereka tetap saja banyak.
Masing-masing dewa diberi kesempatan untuk mengajukan ide
dan sarannya. Yang lain pun boleh rnenyanggah dengan
argumentasinya, sehingga terjadi perdebatan cukup seru. Namun keputusan akhir
tetap di tangan Dewa Nathalaga.
"Kakang Nathalaga...," ujar Dewa Pralaya, alias Dewa Kematian.
"...menurutku, terlalu naif kalau sampai kita menjadi panik menghadapi ancaman
seperti itu. Kita ini dewa, yang dilengkapi dengan kesaktian dan kesucian budi
lebih tinggi dari antek-anteknya
si Lokapura. Kenapa kita harus panik, Kakang"! Slowly ajalah...
kalem, kalem. ..."
"Kalem gundulmu!" sahut Dewa Murkajagat, kakaknya Dewa Pralaya, "Kali ini yang
-kita hadapi bukan musuh sembara ngan, Dul.
Kesaktiannya nggak bisa dianggap enteng! Pantaslah kalau kakang Nathalaga turun
tangan untuk menghadapi lawan kita. Bukankah begitu, Saudara-saudara,...?"
"Betuuuul... !" seru yang lain. Namun, sedetik -kemudian Dewa Ardhitaka
yang kesohor sebagai Dewa Bencana segera mengacungkan .tangan dan berseru dengan lantang.
"Interupsi sebentar, Paduka ketua sidang. Apakah kita sudah tidak.punya jalan
lain sehingga Dewa Perang harus turun tangan menghadapi ancaman itu" Kalau benar
ancaman itu ditujukan pada pihak Kahyangan, barangkali tidak akan memalukan.
Bagaimana-kalau ternyata ancaman itu hanya isapan jempol saja" Bagaimana kalau
ancaman itu hanya gertakan belaka" Apakah kita tidak akan dipermalukan jika
sampa Dewa Perang turun ke lapangan sebagai korlap, atau bahkan sebagai
panglirna terdepan" Malu kita. Malu kalau semua itu hanya gertak sambal belaka!"
" ya bener juga... bisa jadi begitu... wah, gimana dong...,"suara gemuruh
seperti lebah kembali memenuhi ruangan sidang, karena mereka sating bergumam dan
berkasak-kusuk mengomentari
pendapat tadi. "Diam semua ..... "' Suara menggema membuat mulut park dewa lainnya terbungkam
seketika. Hening dan sunyi yang ada.Semua mata tertuju pada Dewa Nathalage yang
mengeluarkan suara
bergema tadi. "Kita hanya punya satu pilihan lain, andai bukan aku yang turun menghadapi
ancaman itu," katanya dengan penuh wibawa.
Mereka masih diam rnenunggu keputusan sang .ketua sidang.
"Permana, aku pinjam anaktnu. Bagairnara?" Dewa Permana diam sesaat, melirik
istrinya yang ada .di deretan paling ujung, yaitu
Dewi Nagadini. Rundingan batin teljadi antara Dewa Permana dengan Dewi Nagadini.
Akhifnya, dewa penguasa ketampanan itu pun bicara dengan penuh hormat dan tetap
tenang. "Jika itu putusan yang terbaik, aku ikut saja apa putusanmu, Paman."
"Baik. Sekarang... panggil Dewi Ular!" suaranya menghentak, menggetarkan
bangunan megah berpilar kokoh itu.
Tak satu dewa pun yang berani menentang keputusan tersebut, walau beberapa ada
yang mengecam dalam hati, mengapa hars
Dewi Ular yang harus menyelesaikan masalah ini" Bukankah Dewi Ular adalah
bidadari yang dibuang ke bumi dan tak di zinkan masuk Kahyangan sebelum is
menemukan cinta sej atinya"
Dewi Ular lahir dari perkawinan Dewa Permana dan Dewi
Nagadini. Ia dianggap anak haram, karena suatu masalah yang dihadapi ayahibunya. Untuk itu oleh para dewa senior Dewi Ular dibuang ke bumi, dan tumbuh
dewasa dalam waktu singkat. Ia mengganti namanya sesuai alam kehidupan bumi
menjadi: Kumala Dewi. Ia harus berbuat kebajikan dan menemukan cinta sejatinya.
Sebelum cinta sejati ditemukari, ia tak di zinkan masuk ke Kahyangan, (Baca
serial Dewi Ular episode "Roh Pemburu Cinta").
Sekarang atas perintah Dewa Perang, ia harus datang ke
Kahyangan. Padahal di atasnya Dewa Perang masih ada Sang Hyang Maha Dewa. Apakah
undangan itu tak dianggap menyalahi
peraturan Kahyangan" Apakah boss para dewa tak akan
menghukum Dewa Perang yang dianggap menyalahi aturan"
-ooo0dw0ooo- Pemuda berambut ikal sebahu dengan perawakannya yang
tinggi, tegap dan berwajah ganteng itu dulu selalu menggu nakan mobil Pajero
merah jika ke mana-mana. Sekarang ia sudah tukar mobil. Ia tampak semakin macho
dengan mobil Lexus-nya yang berwarna hitam. Pemuda itu tak lain adalah Rayo
Pasca, staf ahli
bidang riset khusus penelitian kasus X-Project. Sampai sekarang is masih
menjalin hubungan intim dengan Kumala dewi sebab mereka memang saling jatuh
cinta. Namun apakah benar cinta Rayo Pasca adalah cinta sejati yang dicari sang dewi"
Tidak seorang pun tahu kebenaran dari cinta Rayo kepada Kumala.
Bahkan pihak Kumala sendiri masih bertanya-tanya, benarkah cinta sejati itu ada
pada diri Rayo, meskipun Rayo pernah
mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan nyawa Kumara
dalam suatu pertarungan, (Baca serial Dewi Ular dalam episode:
"Manusia Meteor").
"Kurasa, beban rindumu sama beratnya dengan beban rinduku.
Hanya saja, karena kita berdua mempunyai profesionalitas dalam karir, maka kita
mampu memendam rindu di tengah kesibukan
masing-masing."
"Ya, aku paham. Tapi disela-sela kesibukanku, kadang aku merasa kesepian tanpa
kehadiranmu, Ray."
"Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi bukankah cinta kita adalah cinta yang
dewasa" Bukankah cinta kita adalah cinta yang tak mudah lapuk oleh masa dan tak
mudah patah oleh prahara?"
Kumala Dewi yang cantik jelita menatap Rayo Pasca dengan bola matanya yang indah
bak sepasang berlian. Senyumnya begitu manis penuh ceria hati, membuat malam
yang semula tak memiliki
rembulan, kini menjadi cerah ceria karena sepotong rembulan muncul di balik awan
perak. Udara malam menyebarkan aroma
wangi bunga Cendanagiri. Aroma itu muncul dari tubuh sang dewi yang hatinya
berbunga-bunga, penuh getaran gelombang cinta asmara..
Mereka duduk di ayunan yang ada di halaman luas belakang
rumah Kumala. Mereka sudah lama tak jumpa karena kesibukan masing-masing,
sehingga ingin rasanya Kumala saat itu merebahkan kepala di dada pria idamannya.
Namun, meski mereka .duduk.
berhimpitan dalam ayunan yang bergerak pertahan-lahan, Kumala
Dewi tetap menahan diri untuk tidak mudah rebahkank epala di dada kekasihnya. Ia
tak ingin dinilai rendah dan murah oleh sang kekasih. Yang ia lakukan hanya
sedikit bers?ndar ke pundak Rayo dengan kedua tangan saling menggenggain.Itu pun
cukup hangat dan mesra baginya.
"Sebenamya apa sih yang kamu nndukan dariku, Ray !"
"Kenapa kau bertanya begitu, Sayang?"
"Aku ingn tahu kejujuran cintamu. Nggak boleh !"
Kumala menatap dan Rayo tersenyum dalam pandangan
lembutnya. "Boleh saja. Bukankah cinta yang terbalut kejujuran adalah kasih yang sejati"
Dan, kau harapkan cinta seperti itu, bukan?"
"Ya, Sayang," suara Kumala membisik lembut dan mesra. "Untuk itulah aku ingin
tahu kejujuran cintamu, apa sebenarnya yang kau rindukan dari diriku selama
ini?" Senyum tipis masih menghiasi bibir tanpa nikotin. Senyum tipis Rayo itu begitu
menyejukkan hati sang bidadani. Karenanya dalam hati Kumala berharap agar Rayo
jangan buru-buru menjawab. Ia ingin Rayo tetap Memandanginya dalam bingkai
senyuman mesra seperti itu, agar ia dapat menikmati lebih lama lagi debar-debar
indah yang melenakan jiwanya saat ini. Sayangnya, Rayo Pasca segera menjawab
dengan suaranya yang lembut dan teramat mesra kedengarannya.
"Yang kurindukan dari dirimu adalah... kearifanmu."
Berkerut dahi Kumala mendengar jawaban itu.
"Kearifanku"!
Jadi kamu nggak rindu kemesraanku?"
Rayo Pasca diam. Masih menyunggingkan senyum menawan.
"Kamu nggak kangen sama... kecupan bibirku" Nggak kangen
sama... p?lukan hangatku " Nggak, Ray"'
Pemuda tampan itu masih diam seperti semula. Kumala makin
berkerut dahi. Ia mengguncang tubuh kekasihnya.
"Ray. . ."! Hey, Ray. . "
"Oh, hmm, eeh ya" Kenapa?" Rayo menggeragap gugup.
"Kok malah melamun sih kamu" Berarti kamu nggak dengerin
pertanyaanku tadi dong, Ray."
"Dengar. Ya, aku dengar." Rayo merubah sikapnya menjadi
tegas, penuh kepatian. Badannya pun lebih ditegakkan lagi, hingga dadanya agak
membusung. Tampak lebih gagah.
Kumala Dewi menatapnya dengar mata sedikit mengecil.
"Bener, kamu denger apa yang aku tanyakan tadi " "
"0, iya dong. Aku belum tuli kok. Apa pertanyaanmu tadi?"
Kumala turun dari ayunan. Tapi tangannya masih memegangi
besi tiang ayunan.
"Huuhh, payah. Ngaku mendengar tapi masih bertanya.
Maksudmu apa sih, Ray?" sambil mengayanayunkan besi pengayun pelan-pelan.
"Maksudku .. maksudku yaaah, biar lebih jelas "
"Okey deh. Aku tadi tanya, emang kamu nggak kangen dengan
ciumanku" Nggak kangen sama pelukanku?"
"Oh, ya jelas dong. Jelas kangen. Siapa sih yang nggak kangen dengan ciuman
gadis secantik dirimu, Kumala" Hanya orang bodoh yang..."
"Cukup!" sahut
Kuniala dengan tegas.
Nadanya sedikit
menyentak. Ia pun mundur dua langkah dari tempatnya semula.
Matanya menatap tajam. Bukan pandangan mesra lagi yang
terpancar dari sepasang mata indahnya.
"Ad... ada apa, Kumala" Hmm, eeh... kenapa kau menatapku
begitu?" "Siapa kau sebenarnya"!"
"Ak... aku pacarmu kan?" A ku. . . aku Rayo.."
"Kau bukan Rayo" Keluar kau dan raganya!"
Kaki melangkah mundur lebih jauh lagi dari ayunan.
"Hey, Kumala... kau kenapa jadi..."
"Ray nggak pernah memanggilku Kumala!" makin tegas nada
suara Kumala Dewi. Makin menggeragap kebingungan Rayo
menghadapinya. "Aaaku... aku yaaa... tetap.. tetap..."
Wuuut... tangan kiri Kumala berkelebat seperti membuang kulit pisang. Tapi yang
keluar dari tangan itu adalah cahaya hijau menyerupai sehelai daun terang.
Cahaya itu menghantam Rayo Pasca, namun tangan Rayo segera menghadang di depan
dada dengan telapak tangan terbuka. Dan telapak tangan itu terpancar cahaya putih
kebiru-biruan menyerupai bola pingpong.
Claaap... Kedua c?haya itu bertabrakan.
Daaaaam..!. Suara ledakan tak seberapa keras. Namun ternyata gelombang ledakkan tadi mampu
membuat Kumala Dewi terlempar ke belakang hingga melambung setinggi tiga meter
Ketika kakinya menapak ke bumi, ia terhuyung-huyung dan limbung sesaat.
"Gila"! Tenaganya boleh juga dia"!" pikir Kumala yang merasa heran.
Suara ledakan tadi didengar oleh Sandhi dan Buron yang kala itu ada di ruang
dalam. Spontan mereka berdua berlari ke halaman belakang untuk melihat apa yang
terjadi di sana. Sebab, setahu mereka di sana Kumala sedang pacaran dengan Rayo.
Mereka berdua tak berani mengganggu, bahkan mengintip pun tak pemah berani. Maka,
ketika mendengar suara ledakan yang mirip ban mobil
meletus; Sandhi dan Buron sangat terkejut. Tanpa dikomando mereka berkelebat
meninggalkan tempat duduknya.
"Busyet..! Ron, lihat.,. Rayo bisa berdiri di udara setinggi lutut kita!" seru
Sandhi terkagum-kagum. Buron yang terperangah segera menyipitkan matanya,
menatap Rayo Pasca dengan kesaktiannya sebagai jelmaan Jin Layon. Kemudian, ia
menggeram penuh
kemarahan di saat Rayo melambung jungkir balik menghindari pukulan sinar
hijaunya Kumala sambil melepaskan sinar putih kebiruan yang menghantam sinar
hijaunya Kumala.
Duaaaarr..... Wuuussst,jegaaarr
"Kurangajar... !" geram Buron yang menjadi emosional melihat majikan cantiknya
diganggu oleh pihak lain.
'Ron, jangan serang Rayo. Kasihan dia!" cegah Sandhi.
"Dia bukan Rayo Ada roh lain yang merasuki raganya!" Lalu, terdengar seruannya
dengan lantang.
"Kumala, biar kubereskan p?nyusup keparat itu.. ! "
Weeesss .. Buron melesat sangat cepat, bayangan dirinya dalam gerakan secepat itu berubah
menjadi seperti cahaya kuning kemerah-merahan Ia menerjang tubuh Rayo yang makin
tinggi mengambang di udara bebas. Namun, pada saat bersamaan tangan Rayo
berkelebat ke samping, mengeluarkan sinar putih perak nyaris tanpa warna biru.
Dan, benturan cahaya kuningnya Buron dengan sinar putih itu menimbulkan dentuman
lebih keras lagi.
Blegaaaarrr ..... !
"Aaahhkk .........!"
Terdengar pekikan suara Buron bersamaan terpentalnya
bayangan cahaya kuning ke arah semula. Tahu-tahu Buron sudah terkapar setelah
membentur sebatang pohon cemara hias di depan serambi samping. Benturan Itu
sangat kuat karena daun-daun cemara yang masih hijau sempat berguguran sebagian.
Anehnya, dalam keadaan seperti itu Buron justru tertawa
terbahak-bahak sambil kelojotan menahan sakit.
Dewi Ular Misteri Santet Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Huaaahaa, haa,.haa, haa, haa. -. Huuaaahaa, haa, haa, haa, aaa, haaaaaaa... !!"
Tentu saja keadaan Buron itu membuat Sandhi dan Kumala Dewi terheran-heran.
Bahkan mereka sempat bertanya dalam hati, apakah Buron
sedang kesakitan atau sedang kegelian" Tawa itu berkepanjangan, sampai akhirnya
Buron tak sanggup bergerak untuk sesaat.
Buron mengerang dalam keadaan terkapar di baw?h pohon itu
dengan sebagian badan dan wajahnya hangus. Pakaiannya pun
sebagian menjadi hitam hangus, mengepulkan asap, namun tanpa api.
"Ooh, hebat sekali kau"!" ujar Kumala. "Kesaktian jelmaan jin Layon bisa kau
sepelekan sebegitu rupa"!"
Tahu-tahu tubuh Buron tersentak ke atas, lalu duduk agak
merebah sambil tertawa terhahak-bahak lagi. Padahal keadaannya sudah babak
belur, nyaris mirip singkong bakar. Tapi ia masih tertawa dan tertawa terus,
sampai suaranya serak dan tubuhnya menggelosor di tanah. Kulit tubuh yang
terbakar jadi terkelupas.
Buron bertambah terpingkal-pingkal melihat kulitnya mengelupas, walau pada
akhirnya ia terkulai lemas. Kecapean. Lalu, mengerang kesakitan kembali.
"He, he, he ... " Rayo terkekeh-kekeh. Suatu hal yang tidak pemah ditakukan Rayo
selama ini adalah tertawa terkekeh sambil rnenyeringai jelek.
"Keluar kau dari raganya, hadapi aku Jangan kau bersembunyi di balik raga
kekasihku"
"Kenapa"! Kamu tak mampu memaksaku keluar dan raga ini
rupanya" He, he, he... -kasi iaaan deh lu...!"
Wuuut, claaap. .! Dewi Ular melepaskan serangan dari kedua jari yang mengeras
seperti mata pisau. Cahaya kecil berwarna hijau berbintik-bintik emas melesat
cepat. Namun, cahaya itu meleset jauh dari leher Rayo. Mudah sekali dihindari dengan
hanya memiringkan badan kekiri. Lawannya dapat tegak kembali, mengejek dengan
tawa terkekeh. Tanpa disadari oleh lawannya pukulan cahaya hijau berbintik-bintik emas itu
sesungguhnya adalab gerak tipuan dari sang Dew Ular Sinar itu memang tidak
dikenakan persis pada leher atau dada Rayo, melainkan di arahkan ke sisi lain.
Ketika sinar itu mengenai sehelai daun pohon yang ada di belakang Rayo, maka
sinar tersebut memantul balik dengan kecepatan sepert sinar laser.
Claaap.., Sinar itu langsung mengenai tengkuk Rayo.
Duubbs...! "Aahhkk ... !!"
Meski tak terdengar suara ledakannya, namun sinar tersebut telah berhasil
membuat Rayo seperti tersodok benda keras dari belakang, sehingga ia tersentak
dengan mulut terbuka lebar. Dan, saat itulah Kumala segera menghantam perut
lawannya dengan pukulan gelombang padat tak bersinar. Huuubb...! Buuuggh.
Maka, dari mulut yang terbuka lebar itu keluar seberkas sinar putih kebirubiruan, berhentuk bulat seperti kelereng. Sinar itu terpental keluar, dan sesaat
kemudian pecah di udara. Rayo Pasca jatuh terkapar di rerumputan, sementara
sinar itu pecah menjadi bias- bias cahaya menyilaukan. Jika dipandang dengan
mata biasa menimbulkan rasa perih di bola mata, dan rasa sakit pada urat-urat
bola mata bagian dalam, Dalam bias cahaya itu terdengr suara tawa terkekeh-kekeh
yang makin lama semakin menjadi keras. Terbahak-bahak.
"Heeeehhhe, heeh, heeeh, heeeh, heeeh, ehhhe, haahaa,
haaaah, haaaah, huaaaaa, huaaaaa, hahahahahaha....!"
Kumala melapisi pandangan matanya dengan asap hijau b?ning yang muncul dari
telapak tangannya.
Lapisan itu tidak membuat matanya sakit. Sementara Sandhi dan Buron yang sedang
berusaha untuk bangkit dalam keadaan
terhuyung-huyung itu segera memejamkan mata. Mereka tak
sanggup menerima bias kemilaunya cahaya tersebut.
Tapi anehnya mereka berdua merasakan ada suatu kelucuan
dalam hati, sehingga tak sanggup menahan diri untuk tidak tertawa.
Mereka tertawa berkepanjangan walaupun bukan dalam bentuk
tawa terbahak-bahak. Kumala Dewi makin heran memandangi
keadaan kedua orangnya dan keadaan lawannya yang masih
berbentuk cahaya itu.
Zuuubbbss.. Sesaat kemudian sinar aneh itu padam. Dan, tampaklah sesosok tubuh agak kurus
berambut putih uban rata. Mengenakan jubah biru muda bergaris-garis putih benang
perak. Ia berlutut sambil memegangi dadanya, dan terbatuk-batuk Salah satu
tangannya diangkat tanda menyerah.
"Cukup, huk, huk,... cukup, Kumala. Aku menyerah, huk. huk, huk . ! Huuah, hah,
hah, haaaa, hehehehehe. .! Nyeraaah. .
.hehehe.... "
Dewi Ular menghembuskan napas panjang.
Lawan sudah rnenyerah pantang diserang juga Kumala Dewi
segera menghampiri Rayo, yang saat itu masih diam berbaring di rerumputan dalam
keadaan bingung.
"Ray.... "! Ray, kamu nggak apa-apa kan?"
"Kenapa aku tiduran di sini, Lala?"
"Mari kubantu bangun, Ray..."
Rayo Pasca sudah normal kembali. Terbukti ia memanggil Kumala dengan sebuatan
khas, yaitu: Lala. Dari asal kata Kumala. Rupanya tadi ketika Rayo tertegun
memikirkan jawaban untuk pertanyaannya
Kumala, ada roh lain yang sengaja masuk ke raganya
dengan tujuan tertentu. Tapi sayang, roh lain itu tidak tahu bahwa Rayo punya
panggilan khusus untuk kekasihnya. Dia pikir Rayo memanggil kekasihnya: Kumala.
Itulah kesalahan besar yang
dilakukan si penyusup, sehingga Kumala Dewi segera curiga, lalu yakin betul
bahwa yang bicara dengannya sudah bukan Rayo asli.
Kumala segera hampiri lawannya yang ki ni sudah berdiri tegak, namun tak banyak
lagak. Ia harya cengar cengir salah tingkah dengan sesekali meringis menahan
sisa sakit di sekujur tubuhnya .
Buron masih punya sisa tenaga dan kesaktian. Ia hampir Saja menyerang si
penyusup yang bertampang tua renta itu. Si penyusup diam saja walau tahu akan
diserang, namun Kumala melarangnya.
Kumala justru menghampiri si penyusup dan menyapa dengan
tenang. Penuh kharisma.
"Siapa kau sebenarnya, Pak Tua?"
Si wajah tua itu terkekeh salah tingkah Malu dengan ulahnya tadi.
-ooo0dw0ooo- 3 LEWAT tengah malam, kesunyian kian mencekam
Rayo Pasca terpaksa bergegas ke halaman depan. Langkahnya
tetap gagah. Tak ada bagian tubuh yang terasa sakit sedikit pun setelah Kumala
Dewi tadi sempat menyalurkan hawa saktinya ke badan Rayo.
Justru yang.dirasakan Rayo adalah seperti mendapatkan stamina baru. Segar.
"Masuk, masuk... Eeeh, ikut juga lu, Jo " "
"Iya nih. Kebetulan aja, Ray."
"Ray, gue mau ketemu cewek lu. Bisa kan?"
"Waduuh... gimana ya?" Rayo bimbang sesaat.
"Duduk dulu deh. Silakan, silakan.... "
Kursi teras ditariknya. Bangku plastik di sudut diambil. Diletakkan dekat meja.
Lalu,,Rayo duduk di bangku itu. Menghadapi kedua tamunya yang tak lain adalah
teman-temannya yang pernah satu kantor dengannya, yaitu sewaktu mereka mengawali
kerja di sebuah asuransi automotif.
Kedua tamu itu tak lain adalah Joddi dan Brama.
"Lu habis ngapain, Ray" Baju lu kok kotor. Kena tanah?" sela Joddi Merasa heran
melihat baju dan celana Rayo agak kotor. Rayo tertawa kecil. Agak bingung
menjelaskannya.
"Hmmm, tadi. tadi gue jatuh di belakang sana. Kepleset dan...
dan bentar, bentar..." Rayo buru- buru menjauh, lalu membungkuk muntah.
"Hoeek.. Houuuek... uuhhh.... ! "
"Lu masuk angin, ya?"
"Bukan m?suk angin, tapi.... habis terpeleset tadi perutku kok jadi mual, ya"
Hhkkmm, hhkkm... Okey, nggak apa-apa kok."
Brama mengawali pembicaraan seriusnya. Tadi saat Ia
menelepon Rayo, ia belum sempat
menjelaskan masalah sebenarnya, karena HP-nya tiba-tiba mati Low-batt.
"Ray, gue mau ketemu Kumala Dewi sekarang juga. Penting
banget" Joddi menimpali lagi, "Iya, Ray.. Sangat penting. Bisa kan?"
"Hmmm, begini. gue tadi barusan ada di pendapa belakang
rumah. Kumala ada di sana sih. Tapi.... dia lagi ada tamu. Kayaknya nggak bisa
diganggu tuh. Sorry banget nih."
"Aduuuh, ini masalah gawat lho, Roy. Tolong deh temukan gue sama dia. Please...
please deh, Ray!" Brama mendesak.
"Nggg... gimana,ya " Rayo makin bingung. Mau bergegas bangkit tak jadi. Malahan
duduk lagi dengan tertegun.
"Siapa sih tamunya, kalo boleh gue tahu, Ray?"tanya Joddi.
"Atau... bawa gue ke belakang sekalian deh, Ray"
"Wah, gue nggak berani. Tamunya tamu ..... bukan sembarang tamu," Rayo ketawa
kecil serba salah.
"Bukan sembarang tamu bagaimana?"
"Tadi waktu lu telepongue, hampir aja gue nggak berani sambut Iho. Soalnya
keadaannya termasuk. sakral. Tapi karena Lala kasih izin, maka gue buru-buru
sambut telepon lu"
"Sakral, ya" Hmmm ..." Brama manggut-manggut. mencoba
untuk memahami kondisi yang ada saat itu. Tapi ia masih berpikir keras mencari
cara untuk bisa bertemu Kumala malarn itu juga.
Kegelisahannya itu dapat diketahui maknanya oleh Rayo,
sehlngga Rayo mencoba mencari tahu situasi dan keinginan Brama sesungguhnya "Kakaknya Shafina.. meninggal, Ray. Lu pasti kenal ama dia."
Rayo tersentak dengan napas m?nyumbat kerongkongan.
"Kakaknya Shafinakan... hmmm... Lennia"!"
"Ya, Kak Nia meninggal sekitar satu jam yang lalu. Kematiannya sangat misterius.
Menurutku, terkena santet kelas tinggi Brama menjelaskan lebih lengkap lagi,
sehingga Rayo Pasca berkesimpulan bahwa kedatangan kedua rekannya itu benarbenar karena sesuatu yang amat urgent. Dan, memang sewajarnya jika mereka
mengharapkan bantuan mistisnya Kumala Dewi.
"Ya, ya, gue ngerti sih, Bram. Cuma. . gimana ya"Tamunya
belum..." Tiba-tiba Brama menyahut, "Okey okey... Gue paham. Ya, ya..
Kalo gitu gue tunggu aja sampai Kumala selesai deh."
Joddi menyenggol kaki Brama dengan kakinya.
"Eeh, kalo kelamaan gimana dong"' Lebih baik..."
"Jo, elu diem dulu!" tegas Brama dengan kalem namun penuh
keseriusan. "Kita nggak bisa maksain diri, karena tamunya Kumala itu kayaknya
bukan dari alam sini "
"Hahh ."!" Joddi terperangah, lalu memandang Rayo.
"Iya" Bener, Ray" Bukan dari alam sini"!"
Rayo mengangguk tipis, pertanda ragu memberi kepastian pada Joddi. Untuk hal-hal
seperti ini Rayo masih belum tahu persis, apakah boleh dijelaskan pada seorang
tamu seperti mereka berdua itu, atau seharusnya tetap dirahasiakan dari siapa
pun. "Kenapa lu baru bilang sekarang soal tamu yang bukan dari alam sini, Bram?"
tanya Joddi. Penasaran, rupanya.
"Tadi konsenrasi gue tertutup kepanikan dan duka atas kematian Kak Nia, jadi
kepekaan indera gue sangat rendah. Barusan, gue sadar kalo gue terlalu larut
dalam kegaduhan situasi jiwa, maka gue buru-buru netralisir. Tenang kembali.
Maka, barulah gue rasakan adanya sinyal energi aneh yangsulit gue uraikan dengan
kata-kata, maupun...."
Brama diam seketika dalam sekian detik, karena pada saat itu dilihatnya Kumala Dewi tahu-tahu sudah berdiri di
belakang Rayo Pasca. Sedangkan Rayo yang duduk di bangku plastik bundar itu
sempat terperanjat kaget karena punggungnya ada yang
menyentuh dengan hangat. Setelah ia menengok ke belakang, ia baru tahu kalau
Kumala sudah ada di situ. Joddi pun tercengang nyaris seperti patung ketika
menyadari ternyata di depannya sudah berdiri seorang gadis cantik yang tak
diketahui kapan dan dari arah mana datangnya.
"Sakti banget nih cewek. ."!" gumam hati Joddi penuh rasa
kagum. "Nggak ketahuan munculnya, tahu-tahu udah berdiri di situ.
Untung aja dia punya wajah cantik, jadi nggak bikin jantung gue copot. Coba
kalau wajahnya menyeramkan, waah... bisa-bisa
sekarang jantung gue udah mandek, saking kagetnya."
Paras cantik jelita itu tak lepas dari senyum keramahan dan sikap yang familiar
sekali. Ia langsung menanggapi persoalan yang dibawa Brama dan Joddi ke situ.
Padahal Brama atau pun Joddi belum menjelaskan dari awal tentang
permasalahannya.
Namun, agaknya telinga batin Kumala sejak tadi sudah
mendengarnya, sehingga ia dapat segera memahami apa maksud dan tujuan Brama pada
malam itu. - "Kamu udah lihat sendiri kondisi jenazahnya, Bram?"
"Ya, aku udah melihatnya sendiri. Menyeramkan sekali. Ekspresi wajah jenazah itu
seperti orang yang sangat tersiksa..."
Sandhi keluar ke teras rnelalui ruang dalam.
"Ray, dipanggil Kumala sebentar tuh.. ."
"0, ya. Eh, sorry, gue tinggal bentar, ya?" Rayo Iangsung pergi meninggalkan
teras, sedikit terburu-buru .
Kepergian Rayo dan Sandhi dilakukan dengan tenang, wajar dan tanpa kecurigaan
apapun di wajah mereka berdua. Tapi salah satu tamunya kini mulai berkerut dahi
dengan raut wajah memancarkan keheranan dan kecurigaan.
Sedangkan tamu aneh yang tadi sempat ditumbangkan Kumala
itu masih tetap berdiri di sudut bangunan pendapa. Punggungnya agak disandarkan
pada tiang. Kedua tangannya terlipat di dada.
Matanya memperhatikan percakapan Rayo dengan Kumala.
Tamu tua bertuIang pipi agak rnenonjol itu sepertinya sengaja memberi waktu pada
Kumala untuk bicara dengn kekasihnya Oleh karena itu ia sedikit menjauh dan
berdiri di bawah lampu hias tiang sudut.
Buron yang sudah dipulihkan kesehatan serta kekuatannya oleh Kumala, saat ini
sedang berjalan mondar-mandir di tempat yang agak gelap. Matanya tetap mengawasi
penuh waspada, terutama kepada sang tamu yang tadi membuatnya babak belur itu.
Rupanya Buron masih menyimpan kejengkelan dalam hati,
sehingga sesekali giginya menggeletuk menahan keinginannya untuk melakukan
pembalasan. "Huuuh. .! Memang dasar nasib gue lagi sial, kali. Tadi belum apa-apa gue udah
babak belur.. Sekarang giliran gue udah siap sepenuhnya, eeh... Kumala tadi
bisikin gue supaya jangan coba-coba lakukan perhitungan balasan s?ma si iblis
tua itu! Padahal sekarang ini gue dalam posisi yang sangat menguntungkan buat
menyerang dia dari belakang Aaah, sayang sekali, sayang sekali. ."
Buron memang belum tahu, siapa tamu aneh bermuka tua itu.
Karena ketika sang tamu ditanya oleh Kumala tentang dirinya, ia menjawabnya
dalam hati. Jawaban itu disalurkan melalui gelombang hawa sakti yang tak dapat
ditembus oleh energi sakti pihak lain.
Hanya Kumala yang dapat mendengarkan suara hati si muka tua itu.
"Seharusnya kau hargai kedatanganku sebagai tamu kehormatan di kediamanmu ini,
Dewi Ular Bukan malah menyerangku."
Kumala pun menjawabnya dengan suara hati, "Aku hanya akan
rnenghargai siapa pun yang datang ke rumahku secara baik-baik dan tahu tata
krama adat manusia penghuni bumi. Kau datang bukan dengan cara yang baik. Kau
termasuk tamu ilegal. Jadi, patut kalau kuberi pelajaran bagaimana menghargai
adat kehidupan di alam ini, Pak Tua."
"Aku tadi hanya .... "
"Yang kutanyakan tadi adalah... siapa dirimu sebenarnya, Pak Tua."
"Aku bukanlah siapa-siapa bagimu, tapi ayahmu mengenalku
sangat dekat, Bahkan Iebih dekat dari kaos kakinya sendiri.
Dewi Ular Misteri Santet Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Permana dan Nagadini memanggilku dengan sebutan Bokis."
Terperanjat hati sang Dewi Ular. Bukan karena mendengar
sebutan itu, melainkan karena kedekatan si muka tua dengan ayah ibunya. Terbukti
si muka tua berani menyebut ayah Kumala cukup namanya saja; Permana, tanpa
rnenyertakan status kedewaannya.
Begitu pula terhadap ibunya Kumala, disebutnya Nagadini, tanpa ?mbel-embel dewi
didepannya. Bukan sesuatu yang aneh jika
Kumala pun berkesimpulan bahwa si muka tua itu adalah dewa juga.
Tetapi seingatnya dalam silsilah dewa-dewi. penghuni Kahyangan, belum pernah Kumala menemukan nama Dewa Bokis.
Belum pemah Kumala mendengar ibunya menyebut nama Dewa
Bokis ketika dulu sang ibu bercerita tentang sejarah dewa-dewi di Kahyangan.
Itulah sebabnya Kumala diam sesaat begitu mendengar nama Bokis.
"Hanya Permana dan Nagadini yang mernanggilku: Bokis. Kamu tak usah heran, Dewi
Ular.Sehab, perjodohan cinta kasih kedua orang tuamu itu akibat dari ulahku.
Jujur saja, aku yang
mempertemukan mereka, aku yang 'ngomporin' mereka, sampai
akhirnya mereka saling jatuh cinta, kemudian lahirlah dirimu."
"Maat Paman...," Kumala
mulai bernada hormat
dalam komunikasi antar batin itu.
"Sejujurnya juga aku belum bisa mempercayai keterangan Paman tadi, sebab
seingatku di Kahyangan tidak ada yang bemama Dewa Bokis. belum pernah kudengar
penghuni Kahyangan menyebut-nyebut nama Dewa Bokis. Ingatanku tak dapat ditipu,
Paman. Sebab...."
Deeb... Mulut Kumala terasa seperti ada yang membungkam
secara tiba-tiba. Padahal kala itu ia hanya melihat sepintas si muka tua menahan
napas dengan tangan kiri menggeng gam cepat.
Ternyata gerakan itu memiliki kekuatan membungkam yang cukup kuat dan tak
kentara. "Dengarkan dulu penjelasanku, Dewi tomboy .!" kata suara hati Bokis. "Tadi
kukatakan, hanya ayah dan ibumu yang memanggilku
dengan sebutan:Bokis. Artinya, namaku sebenarnya memang bukan Bokis. Kalau kau
memang punya daya ingat luar biasa, coba carilah keterangan dalam silsilah para
dewa-dewi mengenai nama.
Bahakara. Itu namaku!"
"Dewa Bahakara"!" sentak suara hati Kuniala. Menandakan
bahwa memori dalam ingatannya langsung konek begitu mendengar nama tersebut.
Ketegangan batin dan kecanggungan sikap Kumala berubah reda. Senyum damai pun
terbias tipis di sudut bibirnya, namun membias ceria di permukaan hatinya.
"Maafkan ketidak sopananku, Paman," Kumala segera menunjukkan sikap santunnya, karena referensi yang ada dalam ingatannya jelasjelas menunjukkan bahwa Dewa Bahakara adalah dewa penguasa kejenakaan, dewa
penabur tawa, yang membuat
orang memiliki selera humor dan mampu tertawa terbahak-bahak.
Dewa Bahakara dikenal juga sebagai dewanya kaum pelawak.
Wajar kalau dia bisa keluar-masuk ke tubuhnya Rayo dengan
mudah. Wajar kalau dia mampu menerobos lapisan hawa akti yang memagari
sekeliling rumah Kumala. Bukan hal aneh lagi kalau dia mampu menyembunyikan
energi kesaktian sejatinya, hingga tak mudah tertangkap atau dikenali oleh radar
gaib pihak lain.
Termasuk radar gaibnya jelmaan Jin Layon itu. la lolos dengan mudah dari deteksi
gaibnya Buron. Pantas dia mampu tumbangkan Buron. dalam sekali gebrak.
Pantas pula dia mampu membungkam mulut Kumala dengan
mudah. Tentunya kualitas kesaktian Dewa Bahakara bukan
kesaktian kelas rendah, karena dia bukan dewa black market Andai saja Buron tahu
tentang siapa si muka tua itu, maka ia tak akan berani sembarangan bertingkah di
depannya. Bahkan ia tak akan berani menggerutu dalam hati merencanakan
pembalasannya manakala ia tahu sedang berhadapan dengan Dewa Penabur Tawa.
Dewi Ular belum sempat jelaskan kepada Buron tentang siapa yang datang di malam
itu. Kumala hanya sempat memberi isyarat agar Buron tenang dan jangan bikin ulah
apapun terhadap si muka tua. Hal itu terjadi karena perhatian Kumala Dewi segera
terfokus pada tujuan kedatangan si dewa Bokis yang ternyata bukan sekedar kunjungan
wisata, namun membawa misi penting dari pihak
Kahyangan. Pada saat itu dewa Bahakara melemparkan sekeping uang logam kepada Kumala Tapi
ketika segera ditangkap oleh tangan Kumala, ternyata benda itu bukan logam,
melainkan energi padat yang memancarkan cahaya emas.
Energi itu segera digenggam oleh Kumala. Maka, sekujur
tubuhnya segera terasa sejuk, namun tidak membuatnya menggigil.
Lemparan energi khas dari Kahyangan itulah yang membuat Kumala terperanjat kaget
bercampur heran, sehingga seluruh perhatiannya tertuju pada Dewa Bahakara yang
kala tadi berkata melalui
batinnya. "Kau tahu apa artinya?".
"Ya, aku tahu, itu tanda dari Kahyangan, Paman. Siapa pun yang memiliki
Candramas berarti dia adalah utusan terhormat dari Kahyangan yang mengemban
suatu misi eksklusif Bukankah begitu, Paman?"
"Benar. Misi eksklusifku adalah membawamu masuk Kahyangan
sekarang juga, Dewi Ular."
"Apaaa.... ?"!"
"Lembaga tertinggi Kahyangan memanggilmu. Sekarang juga kita harus berangkat.
Aku sudah pesan dua tiket Argokahyang untuk perjalanan eksklusif kita, Kumala."
"Tunggu dulu .!" tegas Kumala.
Dan sinilah komunikasi batin dihentikan, dan dilanjutkan dengan komunikasi
verbal. Dewa Bahakara dibawanya ke pendapa berlantai kayu indah yang licin ,
halus dan kokoh itu. Hanya mereka berdua yang berada di pendapa, sementara Buron
dan Sandhi berada agak jauh dari bangunan berlantai panggung tanpa dinding Itu .
"Untuk apa Kahyangan memanggilku, Paman?"
"Yang jelas bukan untuk main-main. Pasti untuk suatu
kepentingan yang terpenting dari kepentingan yang sangat
penting." "Aku nggak mau."
"Nggak mau jadi orang penting?"
"Aku menolak "
"He, he, he... aku tahu sebabnya kau menolak. Karena kau
semasa bayi sudah terlanjur dibuang dari Kahyangan dan dianggap hina, bukan?"
"Syukurlah kalau Paman sudah mengetahui alasanku "
"Lupakan masa lalu, raihlah masa depan, jangan sampai bersikap masa bodo, nanti
Pendekar Sakti Im Yang 2 Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo Pendekar Gila 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama